Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Gender Mainstreaming ( Studi Kasus Workshop Pemberdayaan Mubalighat I oleh Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : Nadya Kharima NIM. 104054102123
Di Bawah Bimbingan
Dra. Asriati Jamil, M. Hum NIP. 150 244 766
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1249 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul : “IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI GENDER MAINSTREAMING STUDI KASUS WORKSHOP PEMBERDAYAAN MUBALIGHAT I OLEH PUSAT STUDI WANITA (PSW) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA” Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial. Jakarta, 18 September 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota
Sekertaris
Merangkap
Anggota
Dr. Arief Subhan, MA.
Dra. Sukmayeti
NIP. 150 262 442
NIP. 150 234 867
Penguji I
Penguji II
Ismet Firdaus, M. Si.
Drs. Helmi Rustandi, M. Ag NIP. 150 235 946 Pembimbing
Dra. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 150 244 766
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 September 2008
Nadya Kharima
ABSTRAK
Dewasa ini, ada enam isu ketimpangan gender yang menimpa perempuan mulai dari streotype makhluk yang lemah, sub ordinat, objek kekerasan,
marjinalisasi, diskriminasi
hingga multiperan perempuan
masa kini. Oleh karena itu dibutuhkan adanya sebuah wadah bagi kaum perempuan itu sendiri untuk berdaya melalui pemberdayaan. Workshop Pemberdayaan Mubalighat I merupakan salah satu cara yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam melakukan pemberdayaan terhadap perempuan. Pada hakikatnya, menurut Kusnadi pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Penelitian Pemberdayaan
ini
ingin
Mubalighat
mengetahui di
laksanakan
bagaimana oleh
PSW
Workshop UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan pencatatan data dari hasil interview, dan dokumentasi. Pelaksanaan pelatihan Workshop Pemberdayaan Mubalighat I adalah berlangsung selama tiga hari di wisma Syahida dengan 30 peserta, 5 nara sumber, 5 fasilitator dan 4 pelaksana.
Mubalighat terbukti telah terbantu dengan adanya Workshop Pemberdayaan Hidayatullah
Perempuan
Jakarta.
yang
Mubalighat
dilaksanakan merasa
PSW
telah
UIN
Syarif
mendapatkan
pengetahuan, pengalaman serta silaturahmi antar mubalighat. Hingga terlihat jelas bahwa adanya sebuah keberhasilan dalam Workshop Pemberdayaan Mubalighat I terutama dalam proses pemberdayaan perempuan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
dengan
segala
kerendahan
hati
penulis
mengucapkan syukur Alhamdulillah atas rahmat dan pertolonganNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Karena dengan skripsi ini penulis berharap dapat memberikan sedikit sumbangan maupun perhatian bagi dunia Ilmu Kesejahteraan Sosial. Setelah bersyukur atas rahmat Allah yang telah memberi kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr Murodi , M.A. Pudek I, Dr. Arief Subhan, MA. Pudek II, Drs. H. Mahmud Jalal, MA. Pudek III, Study Rizal LK, MA. 2. Selaku Kajur dan Sekjur Konsentrasi Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas segala bimbingan dan bantuan. 3. Dosen Pembimbing, Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum. berkat bimbingan dari ibu, skripsi ini berhasil saya selesaikan. Terimakasih atas ilmu dan kebaikan yang telah ibu berikan. 4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang pernah memberikan ilmunya kepada penulis. 5. Seluruh staff akademik dan perpustakaan Dakwah dan Komunikasi. 6. Seluruh pengurus PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama Bpk Mu’min, Bpk Yudi, Kak Yeyen dan Kak Desi atas bantuan dan dukungan dalam pembuatan skripsi penulis. 7. Kedua orang tua penulis, kepada Bapak Ir. H. Moechsin, MM. yang selalu memberikan kasih sayang dengan caranya tersendiri, memberikan teladan akan
ketakwaan dan selalu mengajarkan arti penting sebuah keluarga. Dan ibu H. Nur Fadilah, BA. yang memberikan ruang kedewasaan dalam segala aspek kehidupan, memberikan kepercayaan yang luar biasa kepada penulis dan selalu memahami penulis keadaan apapun. Penulis berharap semoga Bapak dan Ibu dapat tersenyum bahagia atas apa yang telah penulis hasilkan ini. 8. Kakakku tersayang Ir. Faqih Akhsani (Akhirnya kita selesai juga..) dan adikku si penghibur M. Habibullah Labiba (cepat besar ya..). Serta sepupuku De’ Charom atas sumbangan “Laptop si Unyil” dan kepada seluruh keluarga besar Magetan dan Banyumas. 9. Teman-teman Kalacitra dan SC (Student Center) yang tergabung dalam Forum UKM yang telah mengajarkan penulis sebuah arti saudara tanpa satu darah. Terutama untuk Truk Gandeng (Aci, Feby, Joe dan.. atas persaudaraan kita yang begitu indah), Si Bontot Erza, Iwan, Budi, Luthfi, Aden Senja, Vicky, Trio Macan, Pandawa Sembilan dan angkatan V yang belum penulis sebutkan yang selalu memberikan keceriaan yang tidak pernah pudar. 10. Temanku yang super bawel tapi baik hatinya, Mbak Ziyarotun Kharomaen (maaf mbak ngerepotin..). 11. Teman-teman Konsentrasi Kesejahteraan Sosial dari angkatan 2003 sampai 2008, terutama untuk Putri, Winda, Fitrah, Nana, Emmy, Sarti dan Kartini yang selalu hadir dengan “obrolan hangat” dan teman-teman angkatan 2004 yang tidak sempat penulis sebutkan atas kebersamaannya selama masa kuliah penulis. 12. Ibu Ismah Salman, Ibu Anggarkasih dan Ibu Nina yang sudah meluangkan waktunya untuk penulis wawancara. 13. Untuk semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu dan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah penulis serahkan segalanya. Semoga Allah membalas atas segala kebaikan yang telah kalian perbuat baik disadari maupun tidak kepada penulis. Seperti pepatah, tiada gading yang tak retak maka skripsi ini masih jauh dari sebuah kesempurnaan maka penulis dengan segala kerendahan hati dan memohon maaf . Namun kepuasaan penulis adalah jika skripsi ini aka nada sisi-sisi yang dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, 18 September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………...i KATA PENGANTAR........................................................................................ii DAFTAR ISI…………………...………………………………………………iii DAFTAR TABEL……………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………………..1 B. Pembatasan
dan
Perumusan
Masalah………………………………..8 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………….9 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………..9 E. Metodologi Penelitian………………………………………………10 F. Sistematika Penulisan……………………………………………….15
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Pemberdayaan Perempuan………….................................................16
1. Pengertian
Pemberdayaan
Perempuan………………………….16 2. Tujuan Pemberdayaan…………………………………………..19 3. Model-model
Program
Pemberdayaan………………………….21 4. Indikator Keberdayaan………………………………………….24 B. Workshop……………………………………………………………29 C. Mubalighah………………………………………………………….29
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI PSW UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. A. Profil PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta………………………….31 B. Sejarah
Singkat
PSW
UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta………….........33 C. Visi, Misi dan Tujuan PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta………...35 D. Program dan Kegiatan Pokok di PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta………………………………………………………………….37 E. Struktur
Kepengurusan
PSW
UIN
Jakarta……….40
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA LAPANGAN
Syarif
Hidayatullah
A. Analisa
Program
Pemberdayaan
Perempuan…………………………..41 B. Indikator Keberhasilan dan Kegagalan Program Pemberdayaan Perempuan..……………………………………………………………48 C. Analisa SWOT………………………………………………………...61
BAB V PENUTUP D. Kesimpulan……………………………………………………………63 E. Saran…………………………………………………………………..64
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….....65 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Tabel
Data
orang
yang
penulis
wawancara…………………………………………. 13 2. Tabel
Model-model
program
pemberdayaan……………………………………….. 21 3. Tabel
Indikator
Keberdayaan
………………………………………………………. 27 4. Tabel
nama-nama
peserta
workshop…………….………………………………….. 47 5. Tabel
nama-nama
narasumber……………………………………………………… 49 6. Tabel
nama
mubalighat
dikunjungi……………………………………………. 56
yang
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persoalan yang sering muncul adalah mengenai kerentanan sosial akibat perempuan tidak mempunyai akses untuk mampu setara dan berkeadilan gender. Isu-isu ketimpangan gender masih melanda perempuan. Antara lain terdapat enam isu ketimpangan gender yang menimpa perempuan yang saya (Bachtiar Chamsyah) ketahui yaitu : (1). Streotype ; perempuan dicap sebagai makhluk yang lemah
dan
tidak
mampu
mandiri
tanpa
bantuan
pria,
hal
ini
mengandung konsekuensi perempuan menjadi di belakang pria (2) Sub Ordinat ; pada akhirnya karena kodrat dan keterbatasannya perempuan menjadi subordinat pria (3) Objek Kekerasan ; karena perempuan dianggap berstatus sebagai sub ordinat maka seringkali perempuan mengalami tindak kekerasan dari pria yang seolah-olah superior. (4) Marjinalisasi
;
perempuan
menjadi
terpinggirkan
dalam
kegiatan
pembangunan karena kegiatan pembangunan itu sendiri belum responsif gender. Kegiatan pembangunan hanya dinikmati atau dilaksanakan oleh pria.
(5)
Diskriminasi
;
terdapat
perbedaan
perlakuan
terhadap
perempuan dikarenakan latar budaya atau anggapan yang lebih mengutamakan pria. (6)
Multiperan ; perempuan memegang peran
ganda, karena laki-laki yang di cap sebagai kepala rumah tangga atau
pencari nafkah, maka perempuan yang bekerja tetap diserahi tanggung jawab untuk mengurusi keluarga. 1 Berbagai fakta sering dipakai sebagai alat analisis untuk melihat seberapa
parah
persoalan
yang
membelengu
kehidupan
kaum
perempuan. Lebih dari separuh ( 104,6 juta orang ) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses pembangunan. Tidak mengherankan bila jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin turunnya nilai Gender Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 1998) menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2000).2 Kemudian adanya kesejangan ekonomi dan ketidakmerataan pembangunan terhadap gender berimplikasi pada tidak meratanya penguasaan sumber daya ekonomi dan pada akhirnya juga membatasi akses terhadap fasilitas pendidikan maupun kesehatan. Berikut ini adalah data tentang angka buta huruf 3: Kelompok
1
Umur
Perempuan
Laki-Laki
Bachtiar Chamsyah, Sentuhan Kesejahteraan Sosial (Jakarta : DEPSOS RI, t.t), h. 107. Edriana Noerdin, dkk, Potret Kemiskinan Perempuan (Jakarta : Women Research Institute, 2006), h.53 2
3
Ibid, h. 12
Penduduk
Perkotaan
Pedesaa
Perkotaan
n
Pedesaa n
15 tahun dan kurang
18,41
7,87
3,06
9,14
15 – 24 tahun
2,44
0,58
0,54
1,96
25 – 44 tahun
10,29
3,41
1,24
4,91
45 tahun dan lebih
42,90
23,33
8,53
20,73
Sumber : data Susenas 2003 dalam Jalal (2004) Disamping masalah kemiskinan, persoalan diskriminasi pun masih menjadi isu pokok dalam perbincangan seputar persoalan perempuan. Diskriminasi ini ditengarai terjadi di hampir semua aspek kehidupan baik budaya sosial, ekonomi maupun politik.4 Ditambah lagi isu penindasan terhadap wanita belakangan demikian dieskpose di media. Bukan hanya di Indonesia, isu ini menjadi isu internasional. Berbagai seminar, aksi, dilakukan di seluruh dunia. Adalah suatu yang lumrah apabila sebuah ideologi akan melakukan segala upaya untuk mempertahanakan eksistensinya. Kapitalisme global yang diserukan ke seluruh dunia oleh kekuatan negara seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya. Mereka memanfaatkan propaganda
4
Najmah Sai’dah dan Khusnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan (Bogor : CV IDeA Pustaka Utama, 2003), h. 26.
anti kekerasan perempuan untuk memberikan stigma negatif terhadap ideologi tandingan yang sangat mereka takuti yaitu Islam.5 Ada beberapa tesis yang diajukan tentang kondisi perempuan yang kurang menyenangkan seperti ini. Riffat Hassan lebih cenderung berpendapat
bahwa
kerendahan
martabat
perempuan
tersebut
disebabkan oleh faktor teologis yang mendasari pola pikir sebagian besar muslim. Artinya, perempuan yang memiliki derajat tinggi dalam Islam itu dipahami
sebagai
manusia
yang
diciptakan
oleh
Allah
sebagai
subordinat dan untuk kepentingan laki-laki.6 Ayat Al-Quran yang sering dijadikan rujukan dalam persoalan ini adalah surah An-Nisa ayat 34
berikut :
5
Farid Ma’ruf, “Kekerasan Terhadap Perempuan,” artikel diakses pada 30 Januari 2008 dari http://baitijannati.wordpress.com/2008/01/14/kekerasan-terhadap-wanita-bukan-perkara-gender/ 6 Moh Roqib, Pendidikan Perempuan (Yogyakarta : Gama Media, 2003), h. 3.
“ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.7
Sehingga dengan adanya ayat di atas maka seorang istri mempunyai kewajiban untuk patuh kepada suami, maka apabila ia nusyuz (tidak menjalankan kewajiban sebagai istri atau tidak patuh) maka suami berhak bertindak dalam 3 tahapan : menasehatinya, pisah ranjang dan memukulnya.8 Meski telah banyak kalangan yang mencoba untuk meluruskan atau memberikan pemahaman yang baik terhadap ayat di atas. Namun yang disayangkan ayat di atas seringkali disalahartikan oleh masyarakat
dengan dijadikannya sebuah tameng bagi kaum suami
untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap istri mereka.
7
“Al-Qur’an dan Terjemahannya”, artikel diakses pada 6 Februari 2008 dari http://quran.kawanda.net/.htm 8 Tuchfatul Asrori, “Pembinaan Mental Perempuan Korban Kekerasan Seksual di Panti Sosial Perlindungan Bhakti Kasih Kebon Kosong Kemayoran Jakarta Pusat” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), h.20.
Padahal kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran islam tidak
sebagaimana
diduga
atau
dipraktekkan
sementara
oleh
masyarakat. Ajaran islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.9 Dimana islam sesungguhnya menunjukkan jalan yang lurus untuk membentuk masyarakat yang ideal ; yaitu jalan solidaritas. Yang dengannya kehidupan bangsa berjalan wajar dan kekuatan masyarakat menjadi kokoh dan tak tergoyahkan. Demi tercapainya tujuan ini, Islam mengikis habis sifat-sifat buruk yang melekat pada pikiran para pemilik harta dan kaum kapitalis, seperti kebiasaan hidup tanpa tujuan dan kebiasaan
hidup
berlebih-lebihan.
Islam
melalui
berbagai
cara
menyadarkan orang untuk gemar memberikan pertolongan10. Seperti yang terdapat dalam ayat Al-Quran At-Taubah ayat 71 :
9
M Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung : Mizan, 1994), h. 269. 10 Mahmud Syaltut, Islam dan Sosialisme. Penerjemah Mahnun Husein (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 167.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”11
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa yang paling utama dan mulia ketika kita sebagai umat manusia diberikan rahmat oleh Allah SWT. Dengan begitu, diharapkan wacana-wacana tentang perempuan tidak akan ada lagi pernyataan-pernyataan yang memberi peluang bagi terciptanya
sistem
kehidupan
yang
diskriminatif,
subordinatif,
memarjinalkan perempuan itu sendiri. Namun
masih
saja
ada
segelintir
kaum
laki-laki
yang
menyalahgunakan ajaran agama islam tersebut, demi lancarnya kepentingan mereka, akibatnya etika dan moral bangsa ini makin kabur dan persoalan terhadap perempuan sangatlah kompleks.12
11
Al-Qur’an dan Terjemahannya, artikel diakses pada 22 Februari 2008 dari http://quran.kawanda.net/ 12 Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta : LKiS, 2004) ,h. 234.
Sehingga salah satu pemecahan dari permasalahan perempuan yang sangat kompleks adalah adanya pengharapan agar perempuan Indonesia membangun citra atau berkaitan dengan persepsi seorang perempuan tentang dirinya dengan persepsi citra manusia Indonesia pada umumnya. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa kaum perempuan di Indonesia memandang dirinya sendiri dalam kemajuan IPTEK dan modernisasi. Menurut Tilaar Wujud, di atas sesuai dengan makna modernisasi, yaitu mengubah setiap hidup dan tujuan hidup. Untuk mewujudkan citra yang dimaksud maka dituntut bagaimana seorang perempuan memandang dirinya sendiri dan seberapa nilai yang ia berikan pada dirinya, sikap yang ia pegang, tingkah laku yang ia prakarsai dan respon yang ia lakukan terhadap orang lain. Dalam merealisasikan potensi-potensi yang dimiliki, kaum perempuan harus mempunyai citra yang baik tentang dirinya.13
Maka berdasarkan wacana-wacana yang berkembang diatas, perhatian masyarakat (perempuan) atas kehidupan yang lebih baik dapat diwujudkan dengan penerapan berbagai bentuk usaha kesejahteraan sosial yang kongkrit. Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program pelayanan dan berbagai kegiatan
13
Tilaar Wujud, “Peranan Wanita dalam Penguasaan IPTEK,” dalam Kajian, Juni 1997 h. 16.
yang secara kongkrit (nyata) berusaha menjawab kebutuhan atas masalah yang dihadapi anggota masyarakat (perempuan).14 Dimana kesejahteraan sosial dalam UU no. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan, pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut :
“Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai pancasila”. 15
Kemudian prinsip-prinsip pekerjaan sosial, seperti menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri, penentuan nasib sendiri, bekerja dengan masyarakat dan bukan bekerja untuk masyarakat, menunjukkan betapa pekerjaan sosial memiliki komitmen yang kuat terhadap pelayanan masyarakat.16 Dimana pelayanan tersebut dapat dilakukan melalui pemberdayaan terhadap masyarakat. Dimana pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.17 Dan kini di Indonesia telah banyak bermunculan lembaga yang menyuarakan kepeduliannya terhadap nasib perempuan melalui program
14
Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-dasar Pemikiran (Jakarta : PT Raja Grafindo, 1994), h. 5. 15 Muhidin Syarif, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung : STKS, 1997), h. 5. 16 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung : Refika Aditama, 2005), h. 57. 17 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Jakarta : LP FEUI, 2003)., h 54.
pemberdayaan tersebut. Salah satunya adalah Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dimana PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berfokus sebagai organisasi atau lembaga yang menaruh perhatiannya terhadap perempuan melakukan pengembangan dan nilai-nilai keagamaan islam yang berprespektif gender melalui pemberdayaan perempuan.
Pemberdayaan perempuan yang dilakukan PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini melalui workshop pemberdayaan mubalighat. Dimana menurut Achyar Eldi, Mubaligh adalah tauladan utama atau motivator panutan bagi semua umat. Seorang mubaligh harus bisa menjadi contoh bagi lingkungan masyarakat, untuk itu mubaligh harus mempunyai perilaku, kepribadian yang baik.18 Oleh karena itu, PSW membuat kegiatan workshop tersebut bertujuan agar mubalighat memiliki sensitivitas gender, sehingga dalam berdakwah dapat lebih memunculkan pembelaan mereka terhadap perempuan baik pada dirinya sendiri maupun lingkungan masyarakat atau jamaah yang dibinanya dan dipilihnya mubalighat sebagai sasaran workshop ini karena mereka memiliki akses langsung ke masyarakat, sehingga memudahkan bagi penyebaran isu-isu kontemporer meliputi gender, HAM dan demokrasi. 19
18
Achyar Eldi. SE MM, Dakwah Stratejik, Cet. Ke-1 (Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003), h. 51. Rencana Strategis PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006-2010 (Jakarta:PSW UIN, 2006), h.16. 19
Sehingga Penulis mencoba untuk menguraikan mengenai bagaimana sejatinya pemberdayaan terhadap perempuan yang telah dilakukan Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap perempuan melalui program pemberdayaan perempuan yaitu “Workshop Pemberdayaan Mubalighat I (pertama)”. Sehingga berdasarkan uraian di atas maka, judul penelitian ini adalah “Implementasi
Program
Pemberdayaan
Perempuan
Melalui
Gender
Mainstreaming (Studi Kasus Workshop Pemberdayaan Mubalighat I oleh Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penulis melihat lebih kepada program pemberdayaan perempuan melalui gender mainstreaming berupa Workshop yang dilakukan oleh Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta agar dapat menyelaraskan penafsiran yang selama ini berkembang menjadi ke arah yang lebih baik. Sehingga, penelitian ini berfokus
pada
bagaimana
implementasi
program
pemberdayaan
perempuan yang dilakukan oleh Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah DKI Jakarta melalui program “Workshop Pemberdayaan Mubalighat I” yang dilaksanakan pada tanggal 2-4 September 2003 di Wisma Syahida Univeritas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya, peneliti dalam tulisan akan menulis Pusat Studi Wanita dengan singkatan PSW.
2. Perumusan Masalah Setelah memahami latar belakang dan batasan masalah penelitian, agar uraian dalam bab-bab selanjutnya tidak meluas secara tidak menentu, maka rumusan masalah yang akan penulis jabarkan adalah sebagai berikut: Bagaimana implementasi program pemberdayaan perempuan melalui gender mainstreaming yang dilakukan oleh PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui “Workshop Pemberdayaan Mubalighat I”?
C. Tujuan Penelitian
Setelah memahami permasalahan yang diteliti, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui implementasi program pemberdayaan perempuan melalui gender mainstreaming yang dilakukan oleh PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui “Workshop Pemberdayaan Mubalighat I”.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini juga semoga memberi manfaat secara: 1. Manfaat Akademis
Manfaat akademis yang diharapkan penulis dari dari penelitian ini adalah : a. Memberikan sumbangan pengetahuan pada ranah ilmu kesejahteraan sosial dalam permasalahan sosial perempuan melalui pemberdayaan perempuan. b. Menambah khazanah keilmuan baik bagi seluruh civitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pemberdayaan perempuan khususnya. c. Mengenal lebih jauh organisasi PSW Jakarta
sebagai
salah
satu
UIN Syarif Hidayatullah
lembaga
pemberdayaan
perempuan yang turut andil dalam peran perempuan sebagai pendakwah (Mubalighat). d. Sebagai
prasyarat akhir untuk mendapatkan gelar sarjana
trata satu (S1)
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga sebagai bahan pembelajaran untuk menambah pengetahuan. Karena sejatinya sebuah ilmu yang kita dapatkan takkan pernah membawa kita ke jalan yang sesat dan justru membantu kita untuk melanjutkan hidup yang lebih baik.
E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
adalah
menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana menurut Bogdan
dan
Taylor,
Metodologi
kualitatif
adalah
prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh20. Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan
mengumpulkan
informasi-informasi
dalam
situasi
sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.21 Oleh karena itu, Pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan
tujuan
penelitian
yang
ingin
mendapatkan
gambaran proses dari implementasi program pemberdayaan
20
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 3. 21 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992), h. 209.
perempuan melalui gender mainstreaming dengan studi kasus workshop
pemberdayaan
perempuan
oleh
PSW
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dimana untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini, penulis mendapatkan data-data yang diperlukan melalui temuan data di lapangan dengan mencari data-data yang ada yaitu penulis mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. Selain itu, Peneliti melakukan penelitian dengan menguraikan fakta-fakta
yang
terjadi
secara
alamiah
dengan
menggambarkannya secara semua kegiatan yang dilakukan melalui pendekatan lapangan, dimana usaha pengumpulan data dan informasi secara intensif disertai analisa dan pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan.22 Penulis akan mendapatkan data-data pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Jenis Penelitian
22
Gorys Keraf, Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (NTT : Nusa Indah, 1989), h. 162.
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah Deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan diberi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.23 3. Penentuan waktu penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan terhitung sejak bulan Juli 2008 sampai Agustus 2008. 4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah peserta, narasumber, fasilitator dan pelaksana (panitia) Workhsop Pemberdayaan Mubalighat I, sedangkan
objeknya
adalah
Implementasi
Program
Pemberdayaan Perempuan melalui Workhsop Pemberdayaan Mubalighat I. Karena keterbatasan waktu dan lokasi peneliti maka peneliti mengambil lima orang yang dirasa penulis telah mewakili untuk mendapatkan data-data yang penulis butuhkan berikut ini nama-namanya :
23
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Cet ke 2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 39.
No
Nama
Peranan di Workhsop
1
Bapak Mu’min Rauf, MA.
Pelaksana
2
Prof. Dr. Ismah Salman, M.Hum.
Narasumber
3
Dra. Tati Hartimah, MA.
Fasilitator
4
Dra. Hj. Endah Nina Kurniasih,
Peserta
MA. 5
Hj. Siti Anggarkasih. H.
Peserta
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data, penulis menganggap teknik yang penulis lakukan adalah teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu berupa pengumpulan data dalam bentuk kata, kalimat, pernyataan dan gambar. Dimana dalam pelaksanaannya penulis melakukan teknik pengumpulan data melalui : a) Wawancara Wawancara atau interview adalah percakapan atau tanya jawab yang diarahkan untuk tujuan tertentu, dalam hal ini pertanyaan yang ditujukan kepada responden untuk memperoleh data. Deddy Mulyana menjelaskan wawancara
adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari seseorang
lainnya,
pertanyaan
dengan
berdasarkan
mengajukan
tujuan
tertentu.24
pertanyaanTeknik
yang
digunakan adalah interview bebas terpimpim, yaitu penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan, kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas dan terbuka. Dimana hal ini dilakukan oleh peneliti dapat menggali informasi dan data yang akurat dari nara sumber yang berkaitan
dengan
program
pemberdayaan
perempuan
melalui gender mainstreaming yang dilakukan oleh PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu “Workshop Pemberdayaan Mubalighat I”. b) Dokumentasi Dokumentasi ialah setiap bahan tertulis maupun film.25 Hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dengan interview atau observasi, tetapi hanya diperoleh dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet dan sumber lain yang berkaitan program pemberdayaan perempuan melalui
24
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Cet ke 2, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), h. 180. 25 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , h. 216.
gender mainstreaming
yang dilakukan oleh PSW UIN Syarif
Hidayatullah
yaitu
Jakarta
“Workshop
Pemberdayaan
Mubalighat I”. c) Pengamatan ( Observasi ) Observasi atau pengamatan merupakan metode pertama yang digunakan dalam melakukan penelitian ilmiah. Observasi berarti
pengamatan
pencatatan
sistematik
terhadap
fenomena-fenomena yang diselidiki.26 Oleh karena itu, peneliti melakukan
pengamatan
secara
tidak
langsung
melalui
pengamatan terhadap subjek-subjek yang terlibat secara langsung dalam workshop pemberdayaan perempuan I.
6. Tehnik penulisan Penulisan skripsi ini dilakukan sesuai dengan buku “pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disertasi”, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
26
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta : Andi Offset, 2000), h.136.
Untuk
menggambarkan
dan
menguraikan
secara
jelas
mengenai hal-hal yang terkandung dalam skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penyusunanya ke dalam lima bab. Dan masingmasing bab dibagi ke dalam sub-sub bab, dengan perincian sebagai berikut: Bab I, pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab
II,
kerangka
teoritis
yang
meliputi,
teori
mengenai
Pemberdayaan Perempuan yang didalamnya terdapat pengertian Pemberdayaan Perempuan, Tujuan Pemberdayaan Perempuan, Model-model
Program
Pemberdayaan,
Indikator
Keberdayaan,
Ruang Lingkup Pemberdayaan Perempuan dan juga terdapat mengenai Gender Mainstreaming, Workshop dan Mubalighah.
Bab III, Gambaran Umum PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dimana terdapat Profil PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sejarah singkat PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Visi, Misi dan Tujuan PSW
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program dan Kegiatan Pokok Pemberdayaan Perempuan di PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Struktur Kepengurusan PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bab IV, Temuan dan Analisa Data Lapangan dimana terdapat Analisa
Program
Pemberdayaan,
Indikator
Keberhasilan
dan
Kegagalan Program Pemberdayaan Perempuan, dan Analisa SWOT . Bab V Penutup, yang terdiri dari, Kesimpulan dan. Saran.
BAB II KERANGKA TEORITIS
G. Pemberdayaan Perempuan 1.
Pengertian Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan (empowerment) berasal dari bahasa Inggris,
dengan kata dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan. Awalan ‘em’ berasal dari bahasa latin dan Yunani yang berarti didalamnya. Oleh karena itu, pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia dan suatu sumber kreativitas yang ada di dalam setiap orang yang secara luas tidak ditentukan oleh orang lain.27 Istilah pemberdayaan diartikan sebagai upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat dengan upaya pendayagunaan potensi dan pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan.28 Menurut Srihartini (2003) memberdayakan masyarakat diartikan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari
27
Rimbun Wibowo, “Urun Rembuk Perbaikan Kurikulum PMI”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Kurikulum Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta di Wisma Tugu, Puncak, 29 Oktober 2002, h. 1 28 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safe’I, Pengembangan Masyarakat Islam (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2001), h. 42.
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan
adalah
memampukan
dan
mendirikan
masyarakat.29 Menurut Sofyan Hadi (2004) menyatakan bahwa memberdayakan rakyat
mengandung
makna
mengembangkan,
memandirikan,
meswadayakan dan memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan, disamping juga mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak kepada yang lemah, selain itu untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.30 Hal serupa diungkapkan oleh Sumodiningrat (dalam Kunadi, 2005) memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan, dengan kata lain memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dengan
kata
lain,
pemberdayaan
masyarakat
bermaksud
mengembangkan kemampuan masyarakat agar secara berdiri sendiri
29
Srihartini, “Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat,”. Jurnal PMI, September, 2003, h. 45. 30 Sofyan Hadi, “Pemberdayaan Rakyat di Bawah Bayang-bayang Developmentalisme,”. Jurnal PMI. Maret, 2004, h. 113.
memiliki ketrampilan untuk mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.31 Pada
hakikatnya,
upaya
memberdayakan
masyarakat
haruslah pertama-tama dimulai dengan menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya
adalah
pengenalan
bahwa
setiap
manusia,
setiap
masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan sudah punah. Karena pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.32 Shardlow (1998:h. 32) juga melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana
individu,
kelompok
ataupun
komunitas
berusaha
mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.33 Sedangkan pemberdayaan perempuan menurut Mely G Tan berarti “Meningkatkan keinginan, tuntunan, membagi kekuasaan (sharing power) dalam posisi setara (equal), representasi serta
31
Kusnadi, Pendidikan Keaksaraan, Filosofi, Strategi Implementasi (Jakarta : DEPDIKNAS, 2005), h. 220. 32 Ibid, h. 44 33 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Jakarta : LP FEUI, 2003)., h 54.
partisipasi
dalam
kehidupan
pengambilan
berkeluarga,
keputusan,
bermasyarakat,
yang
menyangkut
berbangsa
dan
bernegara”.34 Dan menurut Adik Wibowo dalam buku perempuan dan
pemberdayaan
mengemukakan
bahwa
pemberdayaan
perempuan adalah “pembekalan, peningkatan serta pembinaan potensi
atau
aktualisasi
perempuan
sehingga
lebih
mampu
mempergunakan kesempatan yang ada, mampu berperan serta secara aktif dan mampu menjadi mitra kaum laki-laki dalam mengisi pembangunan”.35 Kemudian pemberdayaan perempuan dilihat dari aspek agama
Islam,
menurut
Al-Quran
misi
risalah
islam
adalah
pemberdayaan dimana mengajak orang berbuat baik, mencegah orang
berbuat
mengharamkan
mungkar, yang
menghalalkan
buruk-buruk,
mengatasi
yang
baik-baik,
himpitan-himpitan
hidup dan melepaskan belenggu-belenggu yang bisa memberangus orang. Bahkan menurut Al-Quran, pendusta agama adalah mereka yang tidak mengembangkan dan memberdayakan.36 Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberdayaan perempuan adalah membina, mengembangkan, maupun memandirikan baik
34
Mely G. Tan, “Perempuan dan Pemberdayaan ; Makna dan Fakta” dalam Smita Noto Susanto dan E. Kristi Poerwandari, Perempuan dan Pemberdayaan (Jakarta : Obor dan Harian Kompas, 1997), h. 12. 35 Adik Wibowo, “Memampukan Wanita Agar Menggunakan Hak Reproduksi” dalam Smita Noto Susanto dan E. Kristi Poerwandari (Peny), Perempuan dan Pemberdayaan (Jakarta : Obor dan Harian Kompas, 1997), h. 163. 36 Agus Ahmad Safe’I, Manajemen Pengembangan Masyarakat, (Bandung: Gerbang Masyarakat Baru Press, 2001), h. 47.
secara individu maupun komunitas perempuan agar dapat terlepas dari permasalahan yang menimpanya dan dapat mengeluarkan potensi yang ada dalam dirinya.
2.
Tujuan Pemberdayaan Perempuan Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan
masyarakat
khususnya
kelompok
lemah
yang
memiliki
ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).37 Sedangkan Payne (1997:h.266) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya, ditujukan guna: “to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and selfconfidence to use power and by transferring power from the environment to clients.” (membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya).
37
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung : Refika Aditama, 2005), h. 60.
Meskipun demikian, target dan tujuan pemberdayaan itu sendiri dapat berbeda sesuai dengan bidang pembangunan yang digarap. Tujuan pemberdayaan bidang ekonomi belum tentu sama dengan tujuan pemberdayaan di bidang pendidikan ataupun di bidang sosial. 38 Sedangkan
menurut
Agus
Ahmad
Syafe’i,
tujuan
pemberdayaan masyarakat itu adalah mendirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk menjauhkan diri ke arah yang lebih baik secara berkesinambungan.39 Lebih jelasnya, tujuan pemberdayaan perempuan adalah pertama, untuk merubah atau meminimalisir ideologi patriarki yaitu dominasi laki-laki atas perempuan. Kedua, merubah struktur dan pranata yang memperkuat dan melestarikan diskriminasi gender dan ketidaksamaan sosial (termasuk keluarga, kasta, kelas, agama, proses dan pranata pendidikan, media, praktek dan sistem pendidikan, perundangan
dan
peraturan,
pembangunan
dan
pranata
proses
politik,
pemerintahan).
model-model
Ketiga,
memberi
kesempatan bagi perempuan miskin untuk memperoleh akses dan penguasaan terhadap sumber-sumber material maupun informasi. Keempat, memperbaiki keadaan maupun posisi kaum perempuan
38
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta : LP FEUI, 2002), h. 164. 39 Agus Ahmad Syafe’I, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam (Bandung : Gerbang Masyarakat Baru, 2001), h. 39.
artinya memperbaiki perempuan yang mapan dari segi pendidikan dan
mempunyai
pekerjaan
dengan
upah
yang
baik
tetapi
mengalami pelecehan, bahkan penganiayaan oleh laki-laki (suami).40
3.
Model-model Program Pemberdayaan Berikut
ini
perbandingan
pada
dua
model
program
pemberdayaan41 :
Model I Persiapan
Pengkajian (assessment)
Perencanaan alternative program atau kegiatan Pemformulasian R
Ak i
Pelaksanaan Program
40
Mely G. Tan, Perempuan dan Pemberdayaan, h. 10. Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial., h. 181
41
Evaluasi Terminasi
Model II Engagement
Pengkajian (assessment)
Perencanaan program
Implementasi
Evaluasi
Disengagement
Untuk lebih jelas rincian dari masing-masing tahap tersebut maka akan diuraikan secara singkat tahap-tahap pemberdayaan yang di maksud dalam model I dan II. Tahapan model I dituliskan secara langsung, sedangkan tahapan di dalam kurung adalah tahapan dari model II. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini42 : a. Tahap Persiapan (Engagement) Pada tahap persiapan ini didalamnya sekurang-kurangnya ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu (a) Penyiapan Petugas; dan (b) Penyiapan Lapangan. Penyiapan petugas, dalam hal ini tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa juga dilakukan oleh community
worker,
dan
penyiapan
lapangan
merupakan
prasyarat suksesnya suatu program pemberdayaan masyarakat yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif. b. Tahap Pengkajian (Assessment) Proses assessment yang dilakukan di sini dapat dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat (key-person), tetapi
42
Ibid, h. 182-195
dapat juga melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Pada tahap
ini,
petugas
sebagai
agen
perubah
berusaha
mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan = felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Dalam analisis kebutuhan masyarakat ini ada berbagai tehnik yang dapat digunakan untuk melakukan
assessment.
Baik
itu
dengan
pendekatan
yang
kuantitatif maupun kualitatif. c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (Designing). Pada tahap ini, petugas sebagai agen perubah (change agent) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Sehingga program dan kegiatan yang akan mereka kembangkan tentunya harus disesuaikan dengan tujuan pemberian bantuan sehingga tidak muncul program-program yang bersifat charity (amal) yang kurang dapat dilihat manfaatnya dalam jangka panjang. d. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi Dalam tahap pemformulasian rencana aksi ini, diharapkan petugas dan masyarakat sudah dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Kemudian mereka dapat mengarahkan tindakan itu sesuai dengan apa yang sudah diformulasikan.
e. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan (Implementasi). Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam program pemberdayaan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antara petugas dan warga masyarakat, maupun kerja sama antar warga. f. Tahap Evaluasi Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat. Proses evaluasi diharapkan akan dapat memberikan umpan balik yang berguna bagi perbaikan suatu program ataupun kegiatan. Evaluasi itu sendiri dapat dilakukan pada input, proses (yang juga dikenal sebagai pemantauan atau monitoring) dan juga pada hasil. g. Tahap Terminasi Tahap ini merupakan tahap ‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat, tidak jarang dilakukan bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap ‘mandiri’, tetapi lebih karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat dan mau meneruskan.
4. Indikator Keberdayaan Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada apek-aspek apa saja dari sasaran perubahan yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan delapan indikator pemberdayaan, yang mereka
sebut
sebagai
empowerment
index
atau
indeks
pemberdayaan sebagai berikut43 : a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. b. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo).
43
Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, h. 63-66
Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sindiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang terebut dengan menggunakan uangnya sendiri. c. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang
terebut
dengan
menggunakan
uangnya
sendiri. d. Terlibat
dalam
pembuatan
keputusan-keputusan
rumah
tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keluarga, misalnya mengenai renovasi
rumah,
pembelian
kambing
untuk
diternak,
memperoleh kredit usaha. e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: reponden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempuanyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah. f.
Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD
setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris. g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, aset produktif, dan tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya. Sedangkan keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: ‘kekuasaan di dalam’ (power within), ‘kekuasaan untuk’ (power to), ‘kekuasaan atas’ (power over), dan ‘kekuasaan dengan’ (power with), berikut rangkumannya44:
44
Ibid, h. 63-65
Tabel 1.1 : Indikator Keberdayaan
Jenis Hubungan Kekuasaan
Kemampuan Ekonomi
Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraa n
Kemampuan Kultural dan Politis
• Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi Meningkatkan • Keinginan kesadaran dan memiliki keinginan untuk kesempatan berubah. ekonomi yang setara • Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumahtangga dan masyarakat. Kekuasaan • Akses terhadap pelayanan untuk : keuangan mikro Meningkatkan • Akses terhadap kemampuan pendapatan individu untuk • Akses terhadap berubah; aset-aset Meningkatkan produktif dan kesempatan kepemilikan untuk rumahtangga • Akses terhadap memperoleh pasar akses. • Penurunan beban dalam pekerjaan domestik termasuk perawatan anak. Kekuasan di dalam :
• Kepercayaan • Assertiveness dan otonomi diri dan kebahagiaan • Keinginan untuk menghadapi • Keinginan subordinasi memiliki gender kesejahteraa termasuk tradisi n yang setara budaya, • Keinginan diskriminasi membuat hukum dan keputusan pengucilan mengenai diri politik dan orang • Keinginan lain terlibat dalam • Keinginan proses-proses untuk budaya, hukum mengontrol dan politik. jumlah anak. • Keterampilan, termasuk kemelekan huruf • Status kesehatan dan gizi • Kesadaran mengenai dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi • Ketersediaan pelayanan kesejahteraa n publik.
• Mobilitas dan akses terhadap dunia di luar rumah • Pengetahuan mengenai proses hukum, politik dan kebudayaan • Kemampuan menghilangkan hambatan formal yang merintangi akses terhadap proses hukum, politik dan kebudayaan.
• Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta Perubahan keuntungan pada yang hambatandihasilkannya hambatan • Kontrol atas sumber dan pendapatan kekuasaan aktivitas pada tingkat produktif keluarga yang rumahtangga, lainnya masyarakat • Kontrol atas dan makro; aset produktif kekuasaan atau dan tindakan kepemilikan individu untuk keluarga menghadapi • Tindakan individu hambatanmenghadapi hambatan diskriminasi atas tersebut. akses terhadap sumber dan pasar. • Bertindak Kekuasaan sebagai model dengan: peranan bagi orang lain Meningkatnya terutama solidaritas atau dalam tindakan pekerjaan bersama publik dan dengan orang modern. lain untuk • Mampu menghadapi memberi gaji terhadap hambatanorang lain hambatan • Tindakan sumber dan bersama kekuasaan menghadapi pada tingkat diskriminasi rumahtangga, pada akses masyarakat terhadap sumber dan makro. (termasuk hak atas tanah), Kekuasaan atas:
• Kontrol atas ukuran konsumsi keluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk keputusan keluarga berencana • Aksi individu untuk mempertaha nkan diri dari kekerasan keluarga dan masyarakat.
• Akar individu dalam menghadapi dan mengubah persepsi budaya dan kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat • Keterlibatan individu dan pengambilan peran dalam proses budaya, hukum dan politik.
• Penghargaan tinggi terhadap peningkatan pengeluaran untuk anggota keluarga • Tindakan bersama untuk meningkatka n kesejahteraa n publik.
• Peningkatan jaringan untuk memperoleh dukungan pada saat krisis • Tindakan bersama untuk membela orang lain menhadapi perlakuan salah dalam keluarga dan masyarakat • Partisipasi dalam gerakangerakan menghadapi subordinasi gender yang bersifat kultural, politis, hukum pada tingkat masyarakat dan
5.
pasar dan diskriminasi gender pada konteks ekonomi makro. Ruang Lingkup Pemberdayaan Perempuan
makro.
Hal yang paling krusial dari aktivitas pemberdayaan adalah pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan (ekonomi). Ketiga hal tersebut sering dijadikan standar pengukuran berdaya tidaknya kondisi suatu objek.45 1. Pendidikan Menciptakan Menciptakan
dan
perluasan
infrastruktur
kemudahan
pendidikan
yang
pengaksesan. fleksibel
bagi
perempuan buruh industri, dan ibu rumah tangga. Hal ini guna mencapai optimalisasi dan peningkatan konstribusi perempuan. Dan menjadi salah satu tolak ukur berdayanya perempuan, mengingat
taraf
pendidikan
perempuan
masih
tertinggal
dibandingkan laki-laki.
2. Kesehatan Bukti tingginya kematian ibu menuntut perbaikan sistematik infrastruktur kesehatan perempuan. Keterjangkauan sarana dan
45
Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta:KMNPP, BKKBN, UNFPA, 2003) h. 93
prasarana kesehatan yang dapat mengcover seluas mungkin masyarakat yang bersifat “ramah perempuan” terutama bagi kesehatan reproduksi perempuan. Penerapan urgensi kesehatan ibu secara konsisten dari pusat sampai daerah-daerah terpencil, semua itu akan melahirkan semangat pelayanan kesehatan yang simpatik dan penuh tanggung jawab. Maka memberdayakan perempuan tak akan pernah berarti tanpa memberdayakan kesehatan reproduksi mereka. 3. Hukum, Sosial, Politik dan Ekonomi. Hal terakhir ini dianggap sebagai kunci terpenuhinya berbagai lingkup pemberdayaan perempuan. Terwujudnya lingkungan masyarakat yang hidup dalam semangat untuk selalu menjadi orang yang produktif dan berguna bagi orang lain. Keadaan ini akan memberikan kesempatan perempuan menjadi manusia merdeka yang dapat mengekspresikan kemampuannya guna memenuhi kepentingan perempuan.
H. Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) Istilah gender mainstreaming sendiri muncul sesudah Konferensi Perempuan di Nairobi tahun1985 dan menjadi pressure terhadap logika prosedural dan mekanistik yang dibangun secara sistematik dalam organisasi, terutama pemerintahan dan lembaga publik.
Tekanan terhadap hal ini kemudian melahirkan isu gender pada semua tingkatan membuat kebijakan dan perancang program serta implementasinya.46
1. Pengertian Gender Mainstreaming Menurut bahasa, kata gender berasal dari kata gene artinya benda hidup, mikroskopik (sangat kecil) yang terdapat dalam inti sel makhluk hidup. Gene adalah pembawa sifat-sifat dasar yang dipunyai
oleh
makhluk
hidup
dan
diteruskan
kepada
anak/keturunannya.47 Dimana gender adalah suatu konsep yang digunakan
untuk
mengidentifikasi
perbedaan
laki-laki
dan
perempuan dilihat dari segi social budaya. gender dalam arti ini mendefinisikan
laki-laki
dan
perempuan
dari
sudut
non-
biologis.48Sedangkan kata mainstreaming berarti pikiran utama
46
Eri Rossatria, M. Ag dan Abdul Rahman Saleh, “Gender Mainstreaming” dalam Pengantar Kajian Gender (Jakarta:PSW UIN, 2003), h. 237 47 Said Agil Husen Al-Munawar, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi serta Rekayasa Tekhnik Genetika Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: PP Muhamadiyah, 1996), h. 56. 48 Dr. Nasaruddin Umar, MA, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 35.
yang
melekat
pada
seseorang
atau
arus
utama
yang
mengarahkan suatu konsep, pemikiran, maupun tingkah laku seseorang. Dengan demikian istilah gender mainstreaming dapat diartikan pokok-pokok pikiran, rencana ataupun tindakan yang terkandung dalam suatu konsepsi dimana arus utamanya adalah pandanganpandangan mengenai gender.49 Dimana
pengarusutamaan
gender
juga
dapat
diartikan
adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan
kesetaraan penyusunan, kebijakan
peran,
nasional
demi
pelaksanaan, dan
program
yang
mempunyai
terselenggaranya pemantauan
dan
pembangunan
tujuan
perencanaan, evaluasi nasional
atas yang
berprespektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.50
2. Tujuan Gender Mainstreaming
49
Eri Rossatria, M. Ag dan Abdul Rahman Saleh, “Gender Mainstreaming”, h. 239. Cecep Miftah Zainuddin, Tinjauan Hukum Islam terhadap Gender Mainsteaming dalam Kompilasi Hukum Islam (Jakarta:Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 18. 50
Sedangkan tujuan dari gender mainstreaming adalah : a. Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif gender, b. Memberikan perhatian khusus pada kelompok-kelompok yang mengalami marginalisasi, c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun non pemerintah sehingga mereka mau bertindak di bidangnya masing-masing. ( Menneg.P.P., 2001) Senada dengan itu, menurut Bappenas, Gender Mainstreaming bertujuan mengurangi atau menghapus kesenjangan gender dalam pengertian bahwa perempuan dan laki-laki memiliki akses yang sama kepada dan kontrol yang sama atas sumberdaya; sama-sama berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan. Oleh karena itu, tujuan akhir
Gender
Mainstreaming
adalah
mencapai
keadilan
kesetaraan gender.51
I.
51
Workshop
Eri Rossatria, M. Ag dan Abdul Rahman Saleh, “Gender Mainstreaming”, h. 240.
dan
Didalam Kamus Ilmiah Populer, disebutkan bahwa workshop adalah tempat kerja atau sanggar kerja atau bengkel.52 Konsep
workshop
terdapat
proses
belajar
mengajar
untuk
mentransfer pengetahuan dan atau keahlian dimana workshop juga dapat menjadi sarana komunikasi dalam hubungan masyarakat yaitu face-to-face discussion.53 Selain
itu,
Workshop
merupakan
sarana
essensial
untuk
berkomunikasi secara terbuka dengan individu-individu yang menjadi khalayak sasaran dari program kemasyarakatan. Workshop juga merupakan penyampaian kata-kata secara langsung dalam diskusi tatap muka dan dapat dikatakan sebagai segmen kampanye untuk memberikan informasi dan membentuk opini melalui kata-kata yang diucapkan. Hal ini tentu dapat dilakukan secara oral melalui pidato maupun penampilan dari perwakilan organisasi di dalam diskusi tatap muka tersebut. Meski ada saja kemungkinan kinerja pembicara dapat mengurangi semangat para pendengar untuk merespon baik pesan
52
Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular (Surabaya: Penerbit Arkola, 1994), h.8. 53 Yuli Yulfiansyah, Hubungan antara Kualitas Workshop EU-SPF dan Minat mengajukan proposal EU-SPF (Jakarta:FISIP UI, 2003), h. 21
yang disampaikan, kontak langsung yang terjadi pada diskusi dapat mempercepat pendistribusian pesan itu sendiri secara lebih jelas.54 Di dalam workshop, pesertanya bisa berasal dari luar organisasi, diselenggarakan dalam kurun waktu yang lebih singkat (biasanya 1 atau 2 hari) dengan materi yang bersifat praktis.55
J. Mubalighah Mubalighat adalah mubaligh perempuan.56 Secara etimologi, mubaligh berasal dari bahasa arab: yaitu fa’il dari kata ballagha yuballighu berarti menyampaikan, mubaligh artinya orang yang menyampaikan ajaran islam (bertabligh).57 Pengertian mubaligh menurut Toto Tasmara dalam bukunya mengemukakan mubaligh dapat diartikan baik secara umum atau khusus. Secara umum adalah setiap muslim dan muslimah yang dewasa dan berkewajiban itu sesuatu yang melekat tak terpisahkan dari tujuannya sebagai penganut islam. Sedangkan secara khusus pengertian mubaligh adalah mereka yang mengambil keahlian
54
Dennis L Wilcox, dkk, Public Relations Strategies and Tactics (Harper Colins Collins College Publisher, 1995), h. 592. 55 ibid., h. 593. 56 Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular, h. 489. 57 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 39.
khusus dalam bidang agama islam yang dikenal dengan panggilan ulama.58 Menurut
Ahmad
Mubarok,
Mubaligh
adalah
orang
menyampaikan tabligh (materi dakwah) kepada masyarakat berupa keterangan, informasi, ajaran, seruan atau gagasan melalui media lisan maupun tulisan.59
Sedangkan
menurut
Asep
Muhidin,
Mubaligh
hanya
menyampaikan risalah Allah kepada manusia, perannya hanya sebagai pemberi berita gembira dan peringatan tidak ada tugas lain selain mengajak dan menyampaikan risalah islam secara optimal sesuai kemampuannya masing-masing. Diterima atau tidaknya pesan risalah itu diserahkan sepenuhnya pada sikap pendengar atau orang menerima pesan dan hidayah Allah SWT.60
58
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, cet ke-2 (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 54. Ahmad Mubarok, Hakekat Dakwah (Jakarta:Iqro Media, 2003), h. 7 60 Asep Muhidin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, Cet ke-1 (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 63. 59
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI PSW UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA.
A. Profil PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta61 PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan Pusat Studi Wanita pertama yang ada di IAIN/STAIN di Indonesia. PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan kajian dan pengembangan gender di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pemberdayaan
perempuan
secara
umum.
Tidak
hanya
berkonsentrasi kepada penelitian saja, tetapi bergerak ke arah yang lebih praktis berupa pemberdayaan perempuan secara langsung baik melalui workhsop maupun pelatihan. Meskipun begitu, basis akademis sebagai kekuatan PSW tetap menjadi landasan dalam setiap program yang dilaksanakan. Pusat Studi Wanita (PSW) telah memiliki jaringan yang luas di Indonesia. Jaringan yang dimiliki di antaranya dengan PSW PTAI seIndonesia. Jaringan ini memiliki 52 PSW yang ada PTAI se-Indonesia.
61Rencana
Strategis PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006-2010 ( Jakarta : PSW UIN, 2006), h.1-3
PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga merupakan anggota Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) yang beranggotakan 30 organisasi yang berbasis LSM, Perguruan Tinggi, dan Organisasi Massa. Selain itu, PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga sebagai anggota jaringan PSW di perguruan tinggi se-Jakarta yang terhimpun dalam Forum Studi Wanita (FSW). Selama
ini
PSW
UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
telah
mengembangkan program yang dibiayai oleh sumber dana lokal, nasional maupun asing. Sumber dana lokal berasal dari Pemerintah Kota
DKI
Jakarta,
Kementerian
tingkat
Negara
nasional
Pemberdayaan
berasal
dari
Perempuan,
UIN
Jakarta,
Departemen
Agama, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Hukum dan HAM, dan Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan sumber dana asing berasal dari CIDAI melalui McGill University, The Asia Foundation, USAID, dan The Royal Netherlands Embassy. PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga telah melakukan berbagai kerjasama dengan institusi-institusi yang memiliki concern yang sama seperti Fatayat NU, Rahima, Puan Amal Hayati, LPEM UI, LBH APIK, dan Yayasan Kesehatan Perempuan. Program-program
yang
dikembangkan
selama
ini
meliputi
pengembangan akademik, pengembangan SDM, pengembangan lembaga,
dan
pengembangan
jaringan.
Program
tersebut
diimplementasikan dalam kegiatan penelitian, kajian, penerbitan,
pelatihan dan workshop. Dan sampai saat ini PSW UIN telah melakukan tidak kurang dari 20 penelitian, 42 pendidikan dan pelatihan, dan penerbitan 13 judul buku.
Dalam bidang SDM, PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah memberikan S2 Kajian Gender bagi dosen, sedangkan dalam rangka pengayaan akademik telah dikembangkan perpustakaan gender dan perempuan yang sampai saat ini koleksi yang dimiliki berjumlah 556 judul buku.
B. Sejarah Singkat PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta didirikan pada tanggal 24 Maret 1988 berdasarkan keputusan Rektor IAIN Jakarta No. 10 tahun 1988 dengan nama Forum Studi Wanita (FSW). Berdirinya FSW saat itu merupakan komitmen para alumni Short Course On Women’s Studies yang diselenggarakan selama 5 bulan oleh sebuah lembaga bernama VENA (Vrouwen en Autonomie) di Belanda untuk mendirikan lembaga kajian perempuan. Salah satu pesertanya adalah Dra. Ismah Salman yang kemudian menjadi ketua pada periode awal berdirinya FSW IAIN Jakarta. Pada periode awal ini
kegiatan difokuskan kepada pemenuhan infrastruktur lembaga dan pemahaman konsep terutama tentang wanita dalam pembangunan. Kegiatan FSW IAIN Jakarta belum sepenuhnya dilakukan secara mandiri tetapi banyak disokong oleh IAIN melalui DIP.
Upaya
monumental FSM IAIN Jakarta saat itu adalah melaksanakan kursus WAD untuk wakil dosen perempuan dari seluruh IAIN di Indonesia (saat itu 14 IAIN). Rekomendasi mendasar dari kursus ini adalah adanya kesepakatan dari peserta kursus untuk mendirikan lembaga kajian wanita di IAIN mereka masing-masing. Periode kepengurusan PSW kedua dimulai pada tahun 1990. Pada periode ini kepengurusan dipimpin oleh Drs. Netty Hartati. Kegiatan FSW pada periode ini difokuskan pada pengembangan sumberdaya manusia dalam bentuk pelatihan dan penelitian. Pada periode ini kerjasama dengan instansi pun mulai dikembangkan terutama dengan Pemda DKI Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan ini struktur kepengurusan
dikembangkan
dengan
dibentuknya
Bidang
melanjutkan
tampuk
Pengembangan dan Bidang Penelitian. Pada
1995
Dr.
Chuzaemah
Tahido
kepemimpinan PSW hingga tahun 1998. pada awal kepengurusannya atas pengarahan dari Menteri Negara Urusan Peranan Perempuan (Meneg UPW) pada pertemuan Rektor-rektor Perguruan Tnggi di Indonesia, lembaga kajian wanita yang ada di Perguruan Tinggi dengan nama yang berbeda-beda dijadikan sebagai Pusat Kajian
Wanita (PSW) agar terdapat keseragaman nama pusat-pusat studi wanita yang ada di instansi pemerintah maupun perguruan tinggi di Indonesia. Sejalan dengan itu, FSW IAIN Jakarta pun berubah menjadi PSW IAIN Jakarta. Fokus kegiatan PSW pada periode ini lebih besar diarahkan kepada sosialisasi gender bagi civitas akademika IAIN Jakarta. Pada tahun 2000, jaringan PSW IAIN se-Indonesia menyepakati untuk berpusat koordinasi di PSW IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada periode selanjutnya, PSW IAIN Jakarta dipimpin oleh Eri Rossatria, M. Ag dan berakhir pada tahun 2004. Jenis kegiatan PSW IAIN Jakarta sudah terlihat beragam sesuai dengan bidang yang ada dalam struktur kepengurusan, namun demikian semua kegiatan tersebut khususnya
diarahkan di
UIN
dalam Syarif
rangka
pengarusutamaan
Hidayatullah
Jakarta.
Dalam
gender, bidang
pengembangan, beragam kegiatan telah dilaksanakan seperti workhsop, training of trainers (TOT), seminar, lokakarya, dan diskusi bulanan. Di dalam kampus, semua kalangan mulai dari pimpinan, dosen, karyawan, sampai mahasiswa telah dilibatkan dalam berbagai kegiatan PSW. Untuk anggota jaringan PSW IAIN/STAIN, para ketua PSW
dari
beberapa
IAIN/STAIN
pernah
dilibatkan.
Sedangkan
kalangan masyarakat umum yang telah dilibatkan dalam kegiatan PSW di antaranya Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dan badan Penyuluh
dan
penasehat
Pekawinan,
guru
madrasah,
dan
mubalighah. Pada periode ini pula kerjasama dengan funding luar negeri terealisasi, seperti kerjasama dengan CIDA/McGill Project dan kerjasama dengan The Asia Foundation (TAF). Dalam bidang penerbitan, telah terbit Jurnal Harkat yang terbit setiap 6 bulan dan Newsletter yang pernah diterbitkan sebanyak 3 kali. Pada 2004, PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dipimpin oleh Dra. Tati Hartimah, MA. Pada masa ini mulai terdapat perimbangan dalam hal komposisi laki-laki dan perempuan. Di samping itu, telah terjadi penambahan bidang publikasi pada strukturnya. Pada masa ini, PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah merekonstruksi visi, misi dan tujuan PSW yang belaku untuk jangka waktu yang lebih panjang.
C. Visi, Misi dan Tujuan PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1. Visi Terwujudnya
kehidupan
sosial
yang
demokratis
dan
keadilan sosial kemasyarakatan yang demokratis dan keadilan sosial melalui pengembangan keilmuan dan nilai-nilai keagamaan Islam yang berprespektif gender.
2. Misi a. Mengembangkan berwawasan gender,
paradigma
keilmuan
Islam
yang
b. Meningkatkan peran serta civitas akademika UIN Jakarta untuk mewujudkan pengarusutamaan gender, c. Meningkatkan
kualitas
perempuan
di
berbagai
bidang
strategis, dan d. Meningkatkan
kemandirian
organisasi
melalui
penguatan
lembaga dan perluasan jejaring.
3. Tujuan a Meningkatkan hasil kajian ilmu-ilmu sosial dan keislaman yang berwawasan gender, b Meningkatkan peran serta civitas akademika sesuai dengan fungsi dan tugas pokok masing-masing dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender di UIN Jakarta, c Meningkatkan relasi gender yang berkeadilan di masyarakat dalam berbagai bidang strategis, d Meningkatkan kemandirian PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada aspek sumber daya manusia, pendanaan, serta sarana dan prasarana dalam rangka menghasilkan program yang inovatif, dan e Meningkatkan kuantitas dan kualitas jejaring pengarusutamaan gender di masyarakat.
D. Program dan Kegiatan Pokok PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Program-program PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meliputi : 1. Program Pengembangan Ilmu Sosial dan Keislaman Berwawasan Gender Tujuan program ini adalah untuk mengembangkan paradigma keilmuan
islam
yang
berwawasan
gender
dalam
rangka
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Output program ini adalah: a. Bertambahnya kajian tentang perempuan dan gender yang berkualitas dalam ilmu-ilmu sosial dan keislaman, b. Meluasnya publikasi hasil kajian dan penelitian dalam gender dan Islam.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan melalui program ini adalah a. Pengkajian tentang relasi gender yang berkembang dalam ilmu-ilmu sosial dan keislaman, b. Implementasi konsep gender sebagai alat analisis,
c. Integrasi gender dalam melakukan keislaman; dan d. Publikasi hasil kajian dan penelitian terhadap relasi gender baik kontemporer maupun klasik. 2. Program Pengembangan Pengarusutamaan Gender di UIN Jakarta Tujuan program ini adalah untukl meningkatkan peran serta dan aspresiasi sumber daya civitas akademika UIN Jakarta dalam mewujudkan pengarusutamaan gender. Output program ini adalah: a. Adanya kebijakan mengenai pengarusutamaan gender di UIN Jakarta, b. Bertambahnya dosen yang menggunakan perspektif/analisis gender dalam kegiatan pembelajaran, c. Bertambahnya jumlah dosen dan karyawan perempuan UIN Jakarta yang menduduki posisi strategi, dan d. Adanya kegiatan-kegiatan pengarusutamaan gender yang dilaksanakan oleh mahasiswa (BEM). Kegiatan pokok yang akan dilakukan melalui program ini adalah: a. Pengkajian dan penyusunan Rencana Strategis UIN Jakarta Tahun 2007-2012 yang berperspektif gender, b. Peningkatan
kemampuan
dosen
dalam
menggunakan
perspektif/analisis gender pada setiap mata kuliah yang secara proposional,
c. Peningkatan kualitas dan kuantitas peran dan kedudukan perempuan dalam posisi-posisi strategis sebagai pengambil keputusan/perumus kebijakan, d. Peningkatan kualitas akademis dan manajerial dosen dan karyawan-karyawan, dan e. Fasilitasi pengembang pengarusutamaan gender di tingkat mahasiswa. 3. Program Pengembangan Masyarakat Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan relasi gender yang berkeadilan di masyarakat dalam bidang strategis. Output program ini adalah: a. Meningkatkan kesadaran dan sensitivitas gender di kalangan masyarakat, dan b. Meningkatnya peran dan kualitas perempuan di berbagai bidang strategis. Kegiatan pokok yang akan dilakukan melalui program ini adalah: a. Pengkajian sumber daya perempuan dalam masyarakat, b. Pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat, dan c. Fasilitas strategis.
pemberdayaan
perempuan
di
berbagai
bidang
4. Program Pengembangan Lembaga Tujuan
program
ini
adalah
untuk
meningkatkan
profesionalitas pengelolaan organisasi PSW UIN Jakarta. Output program ini adalah: a. Memiliki sumberdaya manusia yang bermutu, b. Pengelolaan sumber dana secara profesional, dan c. Memiliki jejaring pengarusutamaan gender di masyarakat secara luas dan lembaga mitra baik di tingkat nasional maupun internasional. Kegiatan pokok yang akan dilakukan melalui program ini adalah: a. Pembentukan tim ahli ilmu keislaman yang memiliki wawasan gender, b. Peningkatan kualitas pengurus di bidang manajemen proyek, pengembangan rencana aksi, dan pengelolaan anggaran, dan c. Peningkatan kualitas dan kualitas jejaring dan kemitraan PSW.
E. Struktur Kepengurusan PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Struktur Kepengurusan PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta62 Periode 2004 – Sekarang Responsible Person
: Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA.
Director
: Dra. Tati Hartimah, MA.
Vice Director
: Dra. Asriati Jamil, M.Hum.
Secretary
: Mu’min Rauf, MA.
Treasurer
: Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA.
Division of Education And Training
62
: Dra Tien Rohmatin.
Brosur PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rini Laili Prihatini, M.Si. Division of Study and Research
: Dra. Fadilah Suralaga, M.Si. Dra. Djunaidatul Munawaroh, M. Ag.
Division of Publication : Yudhi Munadi, M.Ag. Abdul Rahman Saleh, M.Si.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA LAPANGAN
A. Analisa Program Pemberdayaan Perempuan. Dari hasil wawancara dan dokumen yang penulis dapatkan, bahwa program pemberdayaan perempuan berupa workshop pemberdayaan
mubalighat
I
merupakan
kegiatan
mentransformasikan pengetahuan dari para nara sumber kepada para
mubalighat.
Dimana
setelah
mengikuti
workshop
maka
mubalighat diharapkan mampu menguasai dan mengembangkan materi dakwah yang berkaitan dengan HAM, Demokrasi dan Gender dalam islam serta mengaplikasikan metode pembelajaran dalam berdakwah. Pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui workshop pemberdayaan mubalighat I ini merupakan pemberdayaan dari aspek ilmu pengetahuan dimana PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui para nara sumber dan fasilitatornya mencoba memberikan sebuah wacana-wacana yang berupa pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada mubalighat.
Selanjutnya penulis akan memaparkan temuan yang penulis temukan dimana penulis mencoba menghubungan dengan teori program pemberdayaan perempuan yang penulis paparkan pada bab II dengan workshop pemberdayaan perempuan I, yaitu:
1. Tahap Persiapan (Engagement) Sebelum dilaksanakan workshop pemberdayaan mubalighat I, PSW UIN Syarif Hidayatullah telah melaksanakan dua kegiatan untuk persiapan melakukan workshop pemberdayaan mubalighat I yaitu : Workshop Review Kurikulum Pemberdayaan Mubalighat dan Training of Trainers. Berikut ini sedikit ulasan yang penulis dapatkan mengenai kedua kegiatan tersebut : a. Workshop Review Kurikulum Pemberdayaan Mubalighat. Kegiatan ini berupa workshop peninjauan kembali terhadap kurikulum yang telah dimiliki oleh dua lembaga, yaitu : Komisi Perempuan Majelis Dakwah Islamiyah (KPMDI) pusat dan PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Workshop ini dilaksanakan di Hotel Cemara tanggal 18 – 19 Maret 2003 dan diikuti oleh sebanyak 20 orang peserta yang terdiri dari 10 orang utusan PSW dan 10 orang dari KPMDI. Workshop ini menghasilkan
kurikulum bersama yang akan dijadikan sebagai acuan bagi mubalighat dalam berdakwah. b. Training of Trainers. Setelah kurikulum yang dimiliki oleh PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
direview,
instruktur yang
kemudian
dipersiapkan
tenaga-tenaga
akan menjadi fasilitator pada kegiatan
workshop pemberdayaan mubalighat yang akan dilaksanakan. Dalam kegiatan ini, yang dilibatkan adalah 20 dosen UIN Jakarta yang memiliki akses terhadap majelis taklim dan mubalighat serta dilaksanakan pada tanggal 9-13 Juni 2003 di Wisma Sirnagalih Megamendung Bogor. Kemudian
dalam
tahap
persiapan
ini
PSW
UIN
Syarif
Hidayatullah juga telah melakukan penyiapan petugas dan penyiapan lapangan. Penyiapan petugas antara lain: a. Narasumber Sebelum melakukan workshop pemberdayaan mubalighat maka PSW melakukan persiapan terhadap calon narasumber, dimana dilakukan pemilihan yang sesuai dengan tema yang diangkat
dengan
penguasaan
si
narasumber
itu
sendiri
terhadap tema yang akan diangkat, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mu’min Rauf : ”untuk nara sumber.. kita sudah punya data basenya.. nara sumber tidak hanya dari UIN.. nara sumber itu banyak juga
yang dari luarnya.. nanti kita pilih secara proposional..misalnya kalau gender itu berkaitan dengan Islam kita biasanya ambil dari UIN atau juga ada dari teman-teman LSM-LSM.. kalau kriteria-kriterianya ya mereka menguasai materi yang akan disampaikannya.. ya tentunya proposional.. kita lihat karena kita punya databasenya ya.. si A ini menguasai materi ini.. si B menguasai materi ini.. ya gitu aja..”.63
b. Fasilitator Fungsi utama fasilitator adalah memfasilitasi berlangsungnya proses belajar yang memungkinkan peserta pelatihan dapat mengembangkan dirinya, pengetahuannya, pemahamannya, perilakunya
serta
keterampilan-keterampilan
yang
ingin
dikuasainya. Oleh karena itu, seorang fasilitator tidak hanya dituntut memiliki ketrampilan
dan
pengetahuan
yang
diperlukan
dalam
melaksanakan tugasnya, tetapi juga menuntut wawasan, persepsi fasilitator terhadap peserta, sikap dan perilaku serta gaya pribadi tertentu yang diperlukan.64 Untuk memperjelas apa dan bagaimana fungsi fasilitator, perlu dipahami lebih dahulu bagaimana kondisi belajar yang didambakan
agar
tercipta
proses
belajar
yang
saling
mengembangkan di antara peserta. Oleh karena itu, PSW
63
Wawancara pribadi dengan Bapak Mu’min Rauf, S.MA., Jakarta, 6 Agustus 2008. Musdah Mulia, Modul Pemberdayaan Mubalighat Menuju Masyarakat Madani (Jakarta:DPP KW MDI, 1999), h. 14. 64
melakukan kegiatan Training of Trainers seperti yang telah disampaikan di atas.
c. Peserta Peserta pada workshop kali ini sudah jelas adalah mubalighat. Mereka berperan sebagai penghubung sekaligus penafsir atas berbagai
informasi
Pendapatnya
selalu
yang
datang
diminta
tak
kepada terbatas
komunitasnya. pada
isu-isu
keagamaan atau isu perempuan belaka. Karenanya sangatlah dimengerti jika para mubalighat kerap menjadi ujung tombak dari berbagai program pembangunan yang menghendaki kesuksesannya di masyarakat.65 Pendapat di atas juga disepakati oleh Bapak Mu’min Rauf, berikut kutipannya : “PSW berharap mubalighat bisa dijadikan patner dalam pemberdayaan perempuan secara keseluruhan.. kita memandang dia punyai nilai strategis dalam pemberdayaan.. PSW sesuai dengan namanya pusat studi berarti dia pusat kajian.. artinya kita tidak mempunyai sebuah network ke masyarakat secara akar rumput gitu.. yang langsung ke bawah .. nah maka mubalighat lah sebagai jembatan antara PSW dengan masyarakat di tataran gresroot tadi.. Mubalighat lebih pandai membahasakan apa yang kita mau”66. PSW pun juga melakukan seleksi terhadap pesertanya, berikut ini sistem penyeleksiannya :
65 66
Alimin Mesra, dkk. Modul Pelatihan Mubaligh dan Mubalighat (Jakarta:PSW UIN, 2006), h.5 Wawancara pribadi dengan Bapak Mu’min Rauf, MA., Jakarta, 6 Agustus 2008.
“peserta untuk mubalighat ini tidak mudah menyeleksinya ya karena di Indonesia ini.. dari kapan saya juga nggak tahu.. majelis-majelis taklim subur sekali ya sehingga setiap majelis taklim pasti ada Mubalighatnya kan atau ada mubaligh ya.. nah kita itu menghubungi Depag bagian kemasyarakatan apa itu ya namanya.. humas ya.. kita menghubungi mereka dan meminta data-data dari mereka walaupun tidak semua ke data.. dan meminta bantuan kepada mubalighat-mubalighat yang sudah kita kenal cara menjalinnya tuh.. nah baru kemudian kita cari tau.. si A, si B sudah menjalankan sebagai mubalighat itu berapa tahun.. dia alumni mana..”67. Kemudian peserta yang dapat dijaring oleh PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pelatihan ini sesuai rencana, yaitu berjumlah 30 orang yang terdiri atas 15 mubalighat dari Jakarta Selatan dan 11 mubalighat dari Jakarta Timur, 2 orang dari Muslimat, 2 orang dari Aisyiyah.
2. Tahap Pengkajian (Assessment). Pada tahap pengkajian ini PSW melakukan penelitian terlebih dahulu untuk workshop pemberdayaan mubalighat, seperti apa yang dikatakan Bapak Mu’min Rauf berikut ini:
67
Ibid
“Setiap pelatihan.. setiap workshop.. PSW biasanya melakukan plan assesment terlebih dahulu.. apa yang dibutuhkan masyarakat itu kita lakukan semacam penelitian awal.. agar workshop itu tepat sasaran.. nah itu yang kita lakukan terlebih dahulu..”68.
Dimana
plan
assessment
yang
dilakukan
PSW
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta seperti melihat persoalan yang ada pada masyarakat
dewasa
ini.
Peran
strategis
mereka
kurang
dimanfaatkan dalam membangun penyadaran kritis jamaahnya terutama yang berkaitan dengan hak-hak mereka. Misalnya membangun kesadaran kritis tentang hak-hak kaum perempuan baik sebagai individu, istri atau warga masyarakat. Maka untuk membangun kesadaran itu dibutuhkan sebuah upaya pendidikan yang dapat memampukan mereka membaca realitas masyarakat secara kritis. Di sinilah perlunya memberdayakan para mubalighat agar mereka menjadi mubalighat yang memiliki kemampuan untuk memberdayakan komunitas jamaahnya.69
68 69
Ibid Modul Pelatihan Mubalighat PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi. Setelah melakukan penelitian, kemudian PSW membuat proposal. Dimana dalam proposal tersebut terdapat teknis pelaksanaan sebagai tahap pemformulasian rencana aksi PSW terhadap workshop pemberdayaan mubalighat I. Pada bentuk TOR ini dibuat lebih difokuskan pada pengajuan dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan Workshop PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mulai dari kebutuhan pelaksana hingga akomodasi bagi narasumber, fasilitator dan mubalighat itu sendiri. Selain itu, juga membahas mengenai teknis pelaksanaan kegiatan workshop pemberdayaan mubalighat I secara terperinci. “Baru kita rumuskan dalam bentuk TOR.. dalam bentuk proposal.. terus kemudian proposal itu untuk biasanya pengajuan dananya.. TOR nya itu untuk teknis pelaksanaannya yang seluruhnya melalui proses rapat-rapat ya.. ya secara umum begitu kalau untuk workshop”70.
4. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan (Implementasi). Kemudian terlaksanalah workshop pemberdayaan mubalighat I yang diadakan oleh PSW UIN Syarif
Hidayatullah bekerjasama
dengan The Asia Foundation (TAF). Kegiatan ini berlangsung pada hari selasa sampai kamis tepatnya pada tanggal 2-4 September
70
Wawancara pribadi dengan Bapak Mu’min Rauf, MA., Jakarta, 6 Agustus 2008.
2003 di Wisma Syahida Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tepatnya di Jalan Kerta Mukti, Pisangan-Ciputat. Dalam workshop pemberdayaan mubalighat I ini terdapat komponen-komponen, yaitu : a. Peserta Berikut ini daftar peserta yang terlibat dalam workshop pemberdayaan mubalighat I adalah71
No
1
Nama
Hj. Masfah Jamaluddin
Pekerjaan
Nama Majelis Taklim
Guru Agama
Nurul Huda (Sabtu) Nurul Hasanah (Senin) Al Jihad (Selasa) Al Karimah Al Hidayah Nurul Jannah Al Huda
2
Hj. Nurjannah
Guru Agama
An Nuur (Rabu) Al Awwabin (Minggu) Nurun Nisa (Sabtu)
71
Laporan Satuan Kegiatan Workshop Pemberdayaan Mubalighat I (Jakarta:PSW UIN, 2004)
3
Hj. Sumiati
Guru Agama
Nurul Barkah
4
Ai Siti Rubiah
-
Ashabul Kahfi
5
Lilis Sufiati
Guru Agama
Al Husaini (Masjid Ihyaus Sunnah)
6
Dra. Hj. Maryamah
Guru Agama
Al Fatayat Al Karimah
7
Tati Suryati, S.Ag
Guru MTS dan MI
Al Hamidiyah / Nurul Iman
8
Dra. Hj. Sugesti Supodo
Guru agama
Al Hilal
9
Hj. Rahmah Hawari Lubis
Guru agama
Al Waslihyah Al Mukmin (Senin) Al Maysyarah (Kamis)
10
Nurhayati
Guru agama
At Taubah
11
Sapinah
Guru agama
Al Amin
12
Dra. Hj. Endah Nina Kurniasih, MA.
Konsultan BP4 kodya Jaksel dan
Al-Khairat
Penyuluh Agama Islam Kec. Cilandak
13
Hj. Rahmaniah
Guru Majelis Taklim
Al Amanah
14
Dra. Nuryani Haki
Kepala TK dan Penyuluh Agama Kebayoran lama
Nurul Fajri
15
Zubaedah
Penyuluh agama Pancoran
Nurus Shopiah (Kamis)
16
Hj. Masniyah Ahmad
Guru agama
Al Mar’ah Asholihah (Kamis) Khairunnisa (Selasa) Al-Hidayah (Rabu) PKK Kelurahan Nurul Qur’an
17
Hj. Ida Sri Richmayani
wiraswasta
Al Baqiyatus Sholihat
18
Nurlaelah, S.Ag
Guru MA Al Khairiyah JakUt
Nurul Islam
19
Saidah, S. Ag.
Penyuluh Agama Islam Kandepag JakSel
Al Ahyar
20
Neneng K., S. Ag.
Penyuluh Agama Islam Kandepag JakSel
An Nuroniyah
21
Iklilah Muzayyanah Dini F., S. THI
Guru dan aktivitas Ormas
As Salam
22
Hj Salmah
-
PKK Kelurahan Grogol Utara
23
Dra. Sri Suleha
Wiraswasta dan Aktifis Ormas
Al Muhajjirin
24
Dra. Sri Mulyani
-
Al Ummahaat
25
Hj. Ida Musthofa
Guru dan Aktifis Ormas
Al Muqorrobin Nurul Qur’an (Senin) Al Hijrah (Selasa) Nurul Jannah (Rabu)
26
Hj. Siti Anggarkasih. H
Mubalighat
Al Amien
27
Hj. Walana
Penyuluh Agama Islam
Al Abror Tajul Huda Al Barkah
28
Nur Annisa Qurratul Ain, S. Ag.
Penyuluh Agama Islam
Al Hidayah TKW Sinar Pola PSKW Mulya Karya
29
30
Lilies Nurul Aflah, S. Ag.
Penyuluh Agama Islam
Raudhatul Ulum
Dra. Hj. Istianah Wachid
Kepala Madrasah
Darunnisa
Tsamrotul Fu’ad
Al-Hidayah Pamulang
Dari 2 mubalighat yang penulis wawancarai mengaku bahwa mereka senang mengikuti kegiatan workshop tersebut karena
adanya manfaat yang sangat mereka rasakan dengan beberapa alasan seperti materi yang bagus, menambah pengetahuan, dan menyambung tali silaturahmi. Seperti yang diungkapkan ibu Anggarkasih dan ibu Nina: “Semuanya
bagus
untuk
dapat
pengetahuan
dan
kemampuan diri..”72 “Seingat saya materi-materi di workshop itu semuanya bagus terus juga keinginan kita untuk nambah pengetahuan disitu terpenuhi.. juga yang terpenting itu kita ada silaturahm ya.. jadi kita tahu pengalaman apa yang dia lakukan kemudian juga kalau kita punya masalah atau apa kita jadi punya solusi dan sebagainya.. sebagainya..”73
b. Narasumber kegiatan ini juga diisi oleh 5 narasumber (orang yang menyampaikaan materi) yang terdiri dari: No Nama 1
Prof. Dr. Ishmah Salman, M. Dakwah Efektif Berperspektif Hum.
2
73
Gender
Prof. Dr. Azyumardi Azra, Peran Mubalighat dalam M.A.
72
Materi yang disampaikan
Mengembangkan HAM dan
Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Anggarkasih. H., Jakarta, 11 Agustus 2008. Wawancara pribadi dengan Dra. Hj. Endah Nina Kurniasih, MA., 20 Agustus 2008
Sikap Demokrasi dalam Masyarakat 3
KH. Husein Muhammad
Hak-hak
Perempuan
dan
Anak dalam Islam
4
Dra. Tati Hartimah, MA.
Identifikasi Masalah
5
Dra. Badriyah Fayumi, Lc.
Gender dalam Islam (Issu-issu Fiqih Personal, Inter Personal dan antar personal)
c. Fasilitator Serta 5 fasilitator yang bertugas dalam workshop tersebut ialah: 1. Dra. Djunaidatul Munawwarah, M. Ag. 2. Dra. Tati Hartimah, MA. 3. Dra. Eri Rossatria, M. Ag. 4. Dra. Asriati Jamil, MA. 5. Dra. Armawati Arbi, M.Si.
d. Acara / Kegiatan Berikut ini susunan acara yang telah dilaksanakan pada workshop pemberdayaan mubalighat I:
Proses Pelaksanaan “Workshop Pemberdayaan Mubalighat I” Pusat Studi Wanita (PSW) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA74 Hari, Tanggal
Waktu (WIB)
Selasa, 2 September Pukul 08.00-10.00 2003
Kegiatan Pembukaan Sambutan Ketua PSW UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta, Dra. Eri Rossatria, M. Ag. Sambutan
Rektor
UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta,
Prof.
Azyumardi Azra, MA. Pukul 10.00-10.30
1. Sessi II (Perkenalan), Fasilitator : Dra. Djunaidatul Munawaroh 2. Setelah perkenalan selesai, acara
74
Laporan Proses Workhsop Pemberdayaan Mubalighat I (Jakarta : PSW UIN, 2003)
Dr.
dilanjutkan dengan kontrak belajar yang dipimpin oleh Dra. Djunaidatul Munawaroh dan Dra. Tati Hartimah.
Pukul 12.00
10.30- Materi
:
Identifikasi
Masalah Nara Sumber : Dra. Tati Hartimah. Identifikasi
masalah
gender
dilakukan
dengan
cara
meminta
peserta
untuk
mengidentifikasi persoalan-persoalanpersoalan dengan
yang peran
terkait gender
dalam rumah tangga. Di sini
fasilitator
membagi
peserta ke dalam empat kelompok dan memberi waktu selama 10 menit untuk
mendiskusikan
masalah di atas. Di
sini
fasilitator
menggunakan dalam
metode
penyampaian
materi active
menggunakan learning
dianggap
karena sangat
efektif75. Pukul 12.00-13.00
Ishoma (Istirahat, Shalat, Makan)
Pukul 13.00-15.00
Materi : Peran Mubalighat dalam Mengembangkan HAM dan
Sikap
Demokrasi
dalam
Masyarakat Nara Sumber : Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. Fasilitator
:
Dra.
Eri
Rossatria, M. Ag. Pukul 15.00-17.00
Materi
:
Pendalaman Materi HakHak Perempuan dalam Islam Fasilitator
:
Dra.
Tati
Hartimah MA. Pada sesi
ini fasilitator
meminta peserta untuk
75
Wawancara pribadi dengan Dra. Tati Hartimah, MA., 13 Agustus 2008
mendiskusikan tema
tema-
yang
berkaitan
dengan
hak-hak
perempuan
dan
anak
dalam Islam. Pukul 19.00-21.30
Presentasi
hasil
tentang
Diskusi hak-hak
perempuan dalam
dan
islam.
anak
Di
sini
peserta mempresentasikan diskusi
hasil
mereka dengan
menjelaskan permasalahannya kemudian
yang
mencarikan
solusinya. Rabu,
3
September Pukul 08.00-13.00
2003
Materi
:
Gender
dalam Islam (Issu-issu Fiqih Personal,
Inter
Personal
dan antar personal) Nara
Sumber
:Dra.
Badriyah Fayumi, Lc. Fasilitator
:
Dra.
Djunaidatul Munawaroh Pukul 13.00-15.00
Materi hak
: HakPerempuan
dan
Anak dalam Islam Nara Sumber : KH. Husein Muhammad Fasilitator
:
Dra.
Tati
Hartimah MA.
Pukul 15.00-17.30
Materi
:
Penyusunan
Rencana
Pembelajaran
Gender
dalam Islam Fasilitator
:
Dra.
Tati
Hartimah MA. Pada sesi IV ini peserta diminta untuk menyusun rencana
pembelajaran
Gender
dalam
yang
akan
jadikan
acuan
ceramah
di
Islam mereka dalam depan
jamaah. Pukul 19.00-21.00
Sessi V Materi Pemutaran
: Menonton Film
“Kekerasan
Terhadap
Perempuan
dalam
Rumah Tangga” Fasilitator
: Dra. Asriati
Jamil, MA. Pada
sesi
ini
peserta
diajak untuk menonton pemutaran film dengan tujuan
melihat
realitas
yang
dihadapi
perempuan. tayangan peserta
oleh Setelah
ini
diputar
diminta
untuk
mendiskusikannya. Kamis, 2003
4
September Pukul 08.00-10.00
Materi
:
Dakwah
Efektif
Berperspektif Gender Nara Sumber :
Prof.
Dr.
Ishmah Salman, M. Hum. Fasilitator Arbi, M.Si.
:Dra.Armawati
Pukul 13.00-17.00
Materi
:
Dakwah
Mikro Fasilitator:Dra.Djunaidatul Munawaroh Peserta mempresentasikan materi yang telah mereka susun dalam sesi penyusunan rencana pembelajaran. Pukul 19.00
Penutupan
e. Pelaksana Pada workshop pemberdayaan mubalighat I ini yang menjadi pelaksana adalah: 1. Dra. Tati Hartimah, MA. 2. Dra. Eri Rossatria, M.Ag. 3. Khadijah, S.Ag. 4. Mu’min Rauf, MA. Berikut ini pemaparan mengenai teknis peranan pelaksana dimana mereka memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kelancaran
dan
keberhasilan
dari
kegiatan
Pemberdayaan Mubalighat I, berikut penuturannya :
Workshop
“panitia tentunya secara tekhnis yang melaksanakan kegiatan tersebut.. mulai dari persiapan awal, pelaksanaan, sampai pelaporan itu tanggung jawab sepenuhnya panitia.. sukses atau tidaknya itu tanggung jawab panitia pelaksana.. gitu.. mulai dari apa namanya.. angkut-angkut ATK dari kantor ke tempat latihan terus kemudian sampai kepada pembuatan laporan akhirnya.. ”76
f.
Media Dalam
workshop
pemberdayaan
mubalighat
I
ini
juga
menggunakan banyak media, seperti infocus, layar film, slide dan
sebagainya.
Media
ini
umumnya
digunakan
untuk
mentransfer ilmu dari narasumber atau fasilitator kepada para mubalighat. “Menggunakan slide ketika menyampaikan materi..”77
g. Teknik Penyampaian Materi Terdapat beberapa teknik penyampaian materi saat workshop pemberdayaan mubalighat I, antara lain : 1. Teknik presentasi meliputi: ceramah, dialog, audio casset, slide, membaca. 2. Teknik meeting meliputi: Tanya jawab, forum, kelompok, panel. 3. Teknik diskusi: diskusi terarah, diskusi buku, diskusi, kelompok, diskusi kasus, diskusi pemecahan masalah.
76 77
Wawancara pribadi dengan Bapak Mu’min Rauf, MA., Jakarta, 6 Agustus 2008. Wawancara pribadi dengan Prof. Dr. Ismah Salman, M.Hum, Jakarta, 27 Agustus 2008
4. Teknik simulasi: role playing, case method, games.
5. Tahap Evaluasi PSW
selaku
pelaksana
telah
melakukan
evaluasi
setelah
terlaksananya workshop pemberdayaan mubalighat I mulai dari pembuatan laporan proses dimana mencatat setiap kegiatan yang terjadi selama workshop pemberdayaan mubalighat I berlangsung, pembuatan Proposal Pertanggung Jawaban hingga pengadaan
kegiatan
sosialisasi
dan
monitoring
program
pemberdayaan mubalighat. Pada evaluasi ini terdapat komponen-komponen yang dievaluasi mulai dari ketercapaian tujuan hingga evaluasi kinerja dan pemahaman peserta terhadap materi. “komponen yang dievaluasi.. tentunya tercapainya tujuan workshop itu sendiri.. dari sisi kesiapan trus kemudian pelaksanaannya yang di evaluasi itu kinerja panitia.. kinerja fasilitator.. kinerja nara sumbernya.. sampai pada pencapaian tujuan.. apakah materi-materi itu di pahami dengan baik oleh peserta atau tidak.. nah kita evaluasi itu semua..”.78 Untuk mengetahui secara pasti apakah peserta telah mampu menyampaikan
pesan-pesan
tersebut
dan
juga
dapat
menggunakan metode yang bervariasi perlu dilakukan sosialisasi dan
78
monitoring.
Oleh
karena
itu,
PSW
selaku
Wawancara pribadi dengan Bapak Mu’min Rauf, MA., Jakarta, 6 Agustus 2008.
pelaksana
mengadakan sosialisasi dan monitoring terhadap peserta. Di mana realisasi kegiatannya adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi Sosialisasi dilaksanakan pada dua orang mubalighat dari setiap angkatan
dan
Pertama,pengamat
dilaksanakan dari
PSW
dalam
mengikuti
dua
cara.
ceramah
yang
disampaikan oleh mubalighat untuk mengetahui sejauhmana materi yang disampaikan sudah berprespektif gender, HAM, dan demokrasi. Kedua, PSW turut menyampaikan materi seputar isu-isu penting yang perlu disampaikan sesuai dengan perkembangan saat itu. Adapun para mubalighat yang dikunjungi dan pengamat dari PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam sosialisasi adalah sebagai berikut: No
Hari/Tangg al
1
2
Nama
Alamat MT
Petugas
21-02-2004
Anggarkasi h
MT. Al-Amin Bintaro
Tati Hartimah
28-02-2004
Masfah
MT Darul Huda
Eri Rossatria
Jl. RS Fatmawati Cipete 3
04-03-2004
Indrawati
MT Al-Ikhlas PD. Betung, Pd Aren Tangerang
Tati Hartimah
4
10-03-2004
Hj. Sahlah
MT. Nurul Huda
Eri Rossatria
Pesanggrahan Bintaro 5
13-03-2004
Samiyati
Pondok CabeTangerang
6
22-03-2004
Amaliah
Tati Hartimah
MT. Ummahatul Tati Jannah Hartimah Kemanggisan
b. Monitoring Monitoring dilakukan dengan cara mengundang seluruh alumni workshop. Kemudian ditunjuk masing-masing dua orang untuk mempersiapkan materi dan menyampaikannya di depan teman-teman mereka sesama peserta. Setelah itu dilakukan diskusi evaluative dengan peserta lainnya. Di akhir diskusi, pengamat dari PSW menyampaikan pandangannya baik dari sisi materi maupun metode.
6. Tahap Terminasi Setelah melakukan sosialisasi dan monitoring, maka pada tahap terminasi ini PSW hanya mendengarkan rekomendasi peserta workshop mubalighat I yaitu :
a. Kegiatan sejenis bagi peserta lain yang belum pernah mengikuti b. Kegiatan lanjutan bagi peserta yang telah mengikuti workshop pemberdayaan mubalighat. Sama halnya dengan harapan dari ibu Anggarkasih dan ibu Nina yaitu: “Kalau ibu sih mengharapkan ada pertemuan-pertemuan lanjutan.. sementara kalau kita misalnya mengadakan gabungan dengan beberapa alumni gitu.. kebanyakan pesertanya dah pada sibuk gitu loh.. untuk janji ketemu disini itu susah.. sebenarnya kita mengharapkan dari PSW sendiri mungkin untuk memberikan program entah setahun sekali atau setahun dua kali untuk kita menjaring nerworking gitu.” 79
“Sebetulnya sih saya pengen ikut lagi.. kalau ada lagi supaya dapat ilmunya lebih banyak lagi..”80
Dari PSW sendiri ada keinginan untuk mengadakan kegiatan serupa namun karena kesibukan dari para staff PSW itu sendiri maka kegiatan tersebut belum dapat terwujud.
79 80
Wawancara pribadi dengan Dra. Hj. Endah Nina Kurniasih, MA., 20 Agustus 2008. Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Anggarkasih. H., Jakarta, 11 Agustus 2008.
B. Indikator Keberhasilan dan Kegagalan Program Pemberdayaan Perempuan.
1. Indikator Keberhasilan Keberhasilan
program
pemberdayaan
perempuan
dapat
dilihat dari perubahan yang dialami para peserta serta manfaat yang
dirasakan
peserta
setelah
mengikuti
workshop
pemberdayaan mubalighat I. Penulis menyimpulkan bahwa dari workshop tersebut peserta dapat memahami materi-materi yang telah disampaikan pada Workshop Pemberdayaan Mubalighat, berikut ini indikator-indikatornya : a. Menambah pengetahuan atau wawasan para mubalighat mengenai gender dalam Islam, HAM dan Demokrasi. b. Menambah
pemahaman
materi
untuk
berdakwah
yang
berprespektif gender. c. Mempererat
tali
silaturahmi
antara
para
mubalighat,
narasumber, fasilitator dan pelaksana sehingga para peserta dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan.
Indikator-indikatornya dapat penulis lihat dari hasil wawancara dengan beberapa peserta berikut penuturannya: “Kalau manfaat sih jelas ya.. itu dari sisi keilmuan ya.. kualitas.. silaturahmi kita.. bagaimana kita menajamkan kita memberikan materi.. banyak manfaatnya..”.81 “Ooo Banyak.. banyak.. sebelum itu juga kan kita dikasih latihan-latihan.. jadi disini saya diajarkan pendidikan agama.. banyak mendapat pengetahuan saya.. Kalau buat orang luar kadang-kadang ceramah-ceramah dari ibu-ibu itu (materi-materi di workshop) saya ambil sedikit-sedikit saya pakai lagi untuk ceramah kepada para jamaah.”.82
Dimana tidak hanya sekedar pemahaman dari para peserta mubalighat terhadap materi-materi yang peserta dapatkan dari Workshop Pemberdayaan Mubalighat I. Tetapi penulis melihat bahwa
ternyata
para
peserta
juga
sudah
dapat
mengaplikasikannya dengan bentuk perbuatan dalam kehidupan sehari-hari peserta baik terhadap keluarga maupun jamaah para peserta mubalighat, berikut ini indikator-indikatornya : a. Dapat menghadapi masalah-masalah bias gender maupun pengaplikasian wacana berprespektif gender baik dari dalam keluarga mubalighat itu sendiri maupun para jamaah yang dibinanya. Seperti apa yang telah dituturkan ibu Anggarkasih dan ibu Endah kepada penulis, sebagai berikut:
81 82
Wawancara pribadi dengan Dra. Hj. Endah Nina Kurniasih, MA., 20 Agustus 2008. Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Anggarkasih. H., Jakarta, 11 Agustus 2008.
“Seringkali mereka itu curhat kepada saya dan kadang semuanya itu ada hubungannya dengan apa yang disampaikan dalam workshop sehingga bisa saya jadikan pegangan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan jamaah saya.”.83 “Kita mungkin misalnya di keluarga kita dapat materi itu.. kita sambil cerita-cerita dengan suami dengan tidak mengurui tapi gimana pendapat dia.. dengan tujuan kita ingin mentransfer supaya dia juga lebih paham karena siapa tahu juga ia malas baca-baca dan dengan bahasa kita komunikasikan.. terus dengan anak-anak kita juga begitu.. nah sekarang kita punya binaan di majelis taklim juga kita berikan itu pemahaman.. ngerti nggak ibu-ibu tentang gender.. apa hak ibu harus beginibegini padahal dalam islam itu harus seperti ini.. bukan berarti ibu-ibu itu berontak dengan keadaan tapi kita harus punya wawasan yang tidak tertinggal yang kita dapatkan sekarang dengan apa yang ada dalam al-Qur’an itu seperti ini.. gitu..“.84 b. Menambah pemahaman bahwa materi yang berprespektif gender juga dapat memberdayakan para jamaah binaan peserta mubalighat dengan melakukan tindakan nyata seperti membangun koperasi untuk membantu perekonomian para jamaah peserta mubalighat. Penulis melihat dari apa yang telah dikatakan oleh ibu Endah kepada penulis, yaitu : “Ya mungkin karena kitanya dari sisi pengetahuannya bertambah.. terus kita memberikan binaan juga kita lebih mengedepankan selain kita bisa menyampaikan secara baik dengan seperti apa yang kita terima pada workshop tersebut.. kita juga sekarang ini lebih kepada bagaimana dakwah kita ini tidak hanya sekedar lisan saja.. jadi lebih kepada harus ada tolak ukurnya bahwa dakwah kita itu bisa merubah.. merubah
83 84
Ibid. Wawancara pribadi dengan Dra. Hj. Endah Nina Kurniasih, MA., 20 Agustus 2008.
itu kan bagaimana kita merubah dari mereka yang tidak baik jadi baik dan yang baik jadi lebih baik.. dan yang kedua juga kita mulai menyadarinya bahwa ternyata dakwah itu kita perlu memberdayakan mungkin antaranya dari hasil workshop itu adalah inspirasi sehingga sekarang ibu punya koperasi wanita.. karena kita memandang bahwa mereka harus juga diberdayakan juga tidak hanya dari sisi kualitasnya.. ilmunya tapi juga dari ekonominya.. karena itu penting banget ya..”.85
2. Indikator Kegagalan Dari data yang penulis kumpulkan, terdapat indikator kegagalan dari program pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh PSW
UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
melalui
workshop
pemberdayaan perempuan adalah terdapatnya narasumber yang kurang komunikatif dalam menyampaikan materi dan kurang tajamnya materi yang diberikan. Berikut ini data yang penulis dapatkan sebagai bahan penelitian terhadap indikator kegagalan, yaitu: “ada yang nara sumber yang kurang komunikatif.. Jadi untuk nara sumber lebih baik lebih dipilih yang lebih bisa komunikatiflah..”.86
C. Analisa SWOT
85 86
Ibid. Ibid.
Pada tahap evaluasi hasil ini, dengan menggunakan analisa SWOT (Strong, Weakness, Opportunity, Threat), berikut ini hasil yang penulis dapatkan : a. Kekuatan (Strong) Kegiatan workshop pemberdayaan mubalighat I dapat berjalan baik karena mendapat dukungan dari pihak UIN Syarif Hidayatullah itu sendiri, adanya bantuan dana dari pihak The Asia Foundation dan antusiasme para mubalighat. b. Kelemahan (Weakness) Adanya narasumber yang kurang komunikatif sehingga peserta merasa kurang bisa menangkap isi materi yang disampaikannya.
c. Peluang (Opportunity) Adanya sosialisasi dan monitoring yang dilakukan PSW UIN Jakarta untuk para mubalighat mempraktekan materi kepada jamaah yang mereka miliki. d. Ancaman (Threat) Adanya
kemungkinan
untuk
para
mubalighat
tidak
dapat
menyerap materi yang diberikan oleh narasumber sehingga tidak dapat diterapkan oleh narasumber dalam kehidupan sehari-hari.
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa PSW UIN Jakarta
telah
mengimplementasikan
program
pemberdayaan
perempuan melalui Workshop Pemberdayaan Mubalighat I berupa pemberdayaan dari aspek ilmu pengetahuan dimana sudah memiliki sebuah alur program yang terarah dengan memulai dari tahap persiapan yang berupa pengadaan kegiatan Workhsop kurikulum Pemberdayaan Mubalighat dan TOT hingga berakhir pada kegiatan Sosialisasi dan Monitoring. Selain
itu,
Workshop
Pemberdayaan
Mubalighat
I
telah
memberikan sebuah dampak yang baik bagi para mubalighat dilihat dari pemahaman peserta mubalighat terhadap materi-materi berupa wacana-wacana mengenai gender yang telah disampaikan di workshop mubalighat
tersebut itu
masyarakatnya.
yang
sendiri
kemudian ke
dapat
tengah-tengah
diaplikasikan keluarga
oleh
maupun
Sehingga tujuan Workshop Pemberdayaan Mubalighat I dapat terlaksana dengan baik, dimana para peserta ketika terjun ke tengah keluarga maupun lingkungannya atau masyarakat dapat berdaya dan bahkan dapat memberdayakan para jamaahnya terutama tehadap permasalahan bias gender.
2. Saran-saran
Penulis
melihat
bahwa
untuk
kedepannya
PSW
UIN
Syarif
Hidayatullah dapat lebih selektif lagi dalam pemilihan narasumber yang lebih komunikatif terhadap peserta agar materi-materi yang hendak disampaikan dapat ditangkap dengan baik oleh para peserta mubalighat. Penulis juga melihat bahwa PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebaiknya
dapat
mempertahankan
keberlangsungan
Workhsop
Pemberdayaan Mubalighat. Mengingat begitu pentingnya workshop tersebut dalam
proses
pemberdayaan
dalam
komunitas yaitu
mubalighat. Terutama dewasa ini terdapat banyaknya polemik yang menjadi isu-isu hangat mengenai dunia perempuan dan islam maka jelas adanya dibutuhkan organisasi yang turut serta berperan memberikan penjelasan yang mendukung dalam menghadapi masalah tersebut. Sehingga diharapkan PSW UIN Syarif Hidayatullah dapat memberikan
materi-materi
yang
masyarakat saat ini.
telah
disesuaikan
dengan
kondisi
nyata
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta : LP FEUI, 2003. Adi,
Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran dalam Kesejahteraan Sosial. Jakarta : LP FEUI, 2002.
Pembangunan
Adi, Isbandi Rukminto. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-dasar Pemikiran Jakarta : PT Raja Grafindo, 1994. Al-Munawar, Said Agil Husen. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi serta Rekayasa Tekhnik Genetika Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: PP Muhamadiyah, 1996. Al-Qur’an dan Terjemahannya, artikel diakses pada 22 Februari 2008 dari http://quran.kawanda.net/ Al-Qur’an dan Terjemahannya. artikel diakses pada 6 Februari 2008 dari http://quran.kawanda.net/.htm Asrori, Tuchfatul. “Pembinaan Mental Perempuan Korban Kekeraan Seksual di Panti Sosial Perlindungan Bhakti Kasih Kebon Kosong Kemayoran Jakarta Pust.” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Chamsyah, Bachtiar. Sentuhan Kesejahteraan Sosial. Jakarta : DEPSOS RI. Eldi, Achyar. Dakwah Stratejik. Cet. Ke-1. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003. Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset, 2000.
Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan. Jakarta : KMNPP, BKKBN, UNFPA, 2003. Keraf, Gorys. Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa NTT : Nusa Indah, 1989. Kusnadi, Pendidikan Keaksaraan, Filosofi, Strategi Implementasi. Jakarta: DEPDIKNAS, 2005. Ma’ruf, Farid. “Kekerasan Terhadap Perempuan.” artikel diakses pada 30 Januari 2008 dari http://baitijannati.wordpress.com/2008/01/14/kekerasan-terhadapwanita-bukan-perkara-gender/ Machendrawaty, Nanih dan Safe’I, Agus Ahmad. Pengembangan Masyarakat Islam. (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2001), h. 42. Mesra,
Alimin, dkk. Modul Jakarta:PSW UIN, 2006.
Pelatihan
Mubaligh
dan
Mubalighat.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991. Mubarok, Ahmad. Hakekat Dakwah. Jakarta:Iqro Media, 2003. Muhammad, Husein. Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren. Yogyakarta : LKiS, 20044. Muhidin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Cet ke-1. Bandung: Pustaka Setia, 2002. Mulia, Musdah. Modul Pemberdayaan Mubalighat Menuju Masyarakat Madani. Jakarta:DPP KW MDI, 1999. Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Cet ke 2. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002. Noerdin, Edriana. dkk. Potret Kemiskinan Perempuan Jakarta : Women Research Institute, 2006. Partanto, Pius A dan Al Barry, M Dahlan. Kamus Ilmiah Popular. Surabaya: Penerbit Arkola, 1994.
Rencana Strategis PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006-2010. Jakarta : PSW UIN, 2006. Roqib, Moh. Pendidikan Perempuan. Yogyakarta : Gama Media, 2003. Rossatria. M. Ag, Eri dan Saleh, Abdul Rahman. “Gender Mainstreaming” dalam Pengantar Kajian Gender. Jakarta:PSW UIN, 2003. Safe’I, Agus Ahmad. Manajemen Pengembangan Masyarakat, Bandung: Gerbang Masyarakat Baru Press, 2001. Sai’dah, Najmah dan Khatimah, Khusnul. Revisi Politik Perempuan. Bogor : CV IDeA Pustaka Utama, 2003. Shihab, M Quraish. Membumikan Al-Qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan, 1994. Sofyan Hadi, “Pemberdayaan Rakyat di Bawah Developmentalisme” Jurnal PMI. Maret, 2004.
Bayang-bayang
Srihartini, “Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat.”. Jurnal PMI, September, 2003. Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : Refika Aditama, 2005. Syafe’I, Agus Ahmad. Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam. Bandung : Gerbang Masyarakat Baru, 2001. Syaltut, Mahmud. Islam dan Soialisme. Penerjemah Mahnun Husein. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Syarif, Muhidin. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung : STKS, 1997. Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Tan, Mely G. “Perempuan dan Pemberdayaan ; Makna dan Fakta” dalam Smita Noto Susanto dan E. Kristi Poerwandari, Perempuan dan Pemberdayaan. Jakarta : Obor dan Harian Kompas, 1997. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. cet ke-2. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
Umar. MA, Dr. Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif AlQuran. Jakarta: Paramadina, 2001. Wibowo, Adik. “Memampukan Wanita Agar Menggunakan Hak Reproduksi” dalam Smita Noto Susanto dan E. Kristi Poerwandari (Peny), Perempuan dan Pemberdayaan. Jakarta : Obor dan Harian Kompas, 1997. Wibowo, Rimbun. “Urun Rembuk Perbaikan Kurikulum PMI”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Kurikulum Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta di Wisma Tugu, Puncak, 29 Oktober 2002. Wilcox, Dennis L. dkk. Public Relations Strategies and Tactics. Harper Colins Collins College Publisher, 1995.
Wujud, Tilaar. “Peranan Wanita dalam Penguasaan IPTEK.” dalam Kajian, Juni 1997. Yulfiansyah, Yuli. Hubungan antara Kualitas Workshop EU-SPF dan Minat mengajukan proposal EU-SPF. Jakarta:FISIP UI, 2003.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta : LP FEUI, 2003. Adi,
Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran Kesejahteraan Sosial. Jakarta : LP FEUI, 2002.
dalam
Pembangunan
Adi, Isbandi Rukminto. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Dasar-dasar Pemikiran Jakarta : PT Raja Grafindo, 1994. Al-Munawar, Said Agil Husen. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi serta Rekayasa Tekhnik Genetika Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: PP Muhamadiyah, 1996. Al-Qur’an dan Terjemahannya, artikel diakses pada 22 Februari 2008 dari http://quran.kawanda.net/ Al-Qur’an dan Terjemahannya. artikel diakses pada 6 Februari 2008 dari http://quran.kawanda.net/.htm Asrori, Tuchfatul. “Pembinaan Mental Perempuan Korban Kekeraan Seksual di Panti Sosial Perlindungan Bhakti Kasih Kebon Kosong Kemayoran Jakarta Pust.” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Chamsyah, Bachtiar. Sentuhan Kesejahteraan Sosial. Jakarta : DEPSOS RI. Eldi, Achyar. Dakwah Stratejik. Cet. Ke-1. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003. Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset, 2000. Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan. Jakarta : KMNPP, BKKBN, UNFPA, 2003. Keraf, Gorys. Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa NTT : Nusa Indah, 1989. Kusnadi, Pendidikan Keaksaraan, Filosofi, Strategi Implementasi. Jakarta: DEPDIKNAS, 2005.
Ma’ruf, Farid. “Kekerasan Terhadap Perempuan.” artikel diakses pada 30 Januari 2008 dari http://baitijannati.wordpress.com/2008/01/14/kekerasanterhadap-wanita-bukan-perkara-gender/ Machendrawaty, Nanih dan Safe’I, Agus Ahmad. Pengembangan Masyarakat Islam. (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2001), h. 42. Mesra, Alimin, dkk. Modul Pelatihan Mubaligh dan Mubalighat. Jakarta:PSW UIN, 2006. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif Rosdakarya, 1991.
Bandung : PT Remaja
Mubarok, Ahmad. Hakekat Dakwah. Jakarta:Iqro Media, 2003. Muhammad, Husein. Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren. Yogyakarta : LKiS, 20044. Muhidin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Cet ke-1. Bandung: Pustaka Setia, 2002. Mulia, Musdah. Modul Pemberdayaan Mubalighat Menuju Masyarakat Madani. Jakarta:DPP KW MDI, 1999. Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Cet ke 2. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002. Noerdin, Edriana. dkk. Potret Kemiskinan Perempuan Jakarta : Women Research Institute, 2006. Partanto, Pius A dan Al Barry, M Dahlan. Kamus Ilmiah Popular. Surabaya: Penerbit Arkola, 1994. Rencana Strategis PSW UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006-2010. Jakarta : PSW UIN, 2006. Roqib, Moh. Pendidikan Perempuan. Yogyakarta : Gama Media, 2003. Rossatria. M. Ag, Eri dan Saleh, Abdul Rahman. “Gender Mainstreaming” dalam Pengantar Kajian Gender. Jakarta:PSW UIN, 2003. Safe’I, Agus Ahmad. Manajemen Pengembangan Masyarakat, Bandung: Gerbang Masyarakat Baru Press, 2001. Sai’dah, Najmah dan Khatimah, Khusnul. Revisi Politik Perempuan. Bogor : CV IDeA Pustaka Utama, 2003.
Shihab, M Quraish. Membumikan Al-Qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan, 1994. Sofyan
Hadi, “Pemberdayaan Rakyat di Bawah Developmentalisme” Jurnal PMI. Maret, 2004.
Bayang-bayang
Srihartini, “Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat.”. Jurnal PMI, September, 2003. Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : Refika Aditama, 2005. Syafe’I, Agus Ahmad. Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam. Bandung : Gerbang Masyarakat Baru, 2001. Syaltut, Mahmud. Islam dan Soialisme. Penerjemah Mahnun Husein. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Syarif, Muhidin. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung : STKS, 1997. Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Tan, Mely G. “Perempuan dan Pemberdayaan ; Makna dan Fakta” dalam Smita Noto Susanto dan E. Kristi Poerwandari, Perempuan dan Pemberdayaan. Jakarta : Obor dan Harian Kompas, 1997. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. cet ke-2. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997. Umar. MA, Dr. Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran. Jakarta: Paramadina, 2001. Wibowo, Adik. “Memampukan Wanita Agar Menggunakan Hak Reproduksi” dalam Smita Noto Susanto dan E. Kristi Poerwandari (Peny), Perempuan dan Pemberdayaan. Jakarta : Obor dan Harian Kompas, 1997. Wibowo, Rimbun. “Urun Rembuk Perbaikan Kurikulum PMI”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Kurikulum Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta di Wisma Tugu, Puncak, 29 Oktober 2002. Wilcox, Dennis L. dkk. Public Relations Strategies and Tactics. Harper Colins Collins College Publisher, 1995. Wujud, Tilaar. “Peranan Wanita dalam Penguasaan IPTEK.” dalam Kajian, Juni 1997.
Yulfiansyah, Yuli. Hubungan antara Kualitas Workshop EU-SPF dan Minat mengajukan proposal EU-SPF. Jakarta:FISIP UI, 2003.