perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011
Skripsi Oleh: Sunarmi NIM K3205024
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh: Sunarmi NIM K3205024
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapat Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 7 November 2010
Pembimbing II
Pembimbing I
Adam Wahida, S.Pd, M.Sn. NIP 19730906 200501 1 001
Drs. Margana, M.Sn. NIP 19600612 199103 1 001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana.
Pada hari
: Kamis
Tanggal
: 9 Desember 2010
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. Tjahjo Prabowo, M.Sn.
Sekertaris
: Lili Hartono, S.Sn, M.Hum.
Anggota I
: Drs. Margana, M.Sn.
Anggota II
: Adam Wahida, S.Pd, M.Sn.
1. 2. 3.
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 19600727 198702 1 001 commit to user
iv
4.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Sunarmi, PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: Oktober 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk peningkatan prestasi belajar dalam membuat karya seni rupa membatik siswa kelas VI SD dengan indikator: (1) 70 % siswa mampu mempersiapkan bahan dan alat membuat batik, (2) 70 % siswa mampu membuat rancangan motif batik, (3) 70 % siswa mampu membatik dengan teknik mencanting, dan (4) 70 % siswa mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet. Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah prestasi belajar membatik, sedangkan variabel tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CTL. Bentuk penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan menggunakan model siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan refleksi. Siklus I dilaksanakan 4 kali pertemuan dan siklus II dilaksanakan 3 kali pertemuan. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD N Mojosongo II Kecamatan Jebres Surakarta yang berjumlah 36 anak. Teknik pengumpulan data variabel peningkatan prestasi belajar membatik menggunakan model pembelajaran CTL. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, pencatatan arsip, dokumen, tes hasil belajar, dan perekaman. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa tindakan kelas pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar membatik: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %, sedangkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 adalah sebanyak 15 siswa atau 41,66 %. Hasil penelitian siklus I menampakkan peningkatan prestasi belajar siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu 70 %. Nilai siswa setelah dilaksanakan penelitian siklus II dengan menerapkan model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa atau 11,11 %, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88 %. Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran membatik dengan menggunakan model pembelajaran CTL dapat meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SD N Mojosongo II Kecamatan Jebres Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Sunarmi, THE APPLICATION OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) MODEL TO IMPROVE THE IMPROVEMENT OF MEMBATIK LEARNING ACHIEVEMENT IN THE SIXTH GRADE STUDENTS OF SDN II MOJOSONGO OF SEMESTER II IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Surakarta: October 2010. The objective of research is to improve the learning achievement in making fine art work membatik of VI graders of Elementary School with the following indicators: (1) 70 % of the students are able to prepare the materials and tools for making batik, (2) 70 % of the students are able to make batik motive, (3) 70 % of the students are able to make batik by mencanting technique, and (4) 70 % the students are able to color the batik motive using the colet tecnique. The variable as the change target in this classroom action research is the learning achievement of membatik, while the action variable that is used in this research was CTL learning model. This research is Classroom Action Research using cycle model. Each cycle consists of 4 stages: planning, implementing, observing, analysis, and reflecting. Cycle I was implemented in 4 meetings and cycle II is implemented in 3 meetings. The sample of research is the VI grade students of SDN Mojosongo II Jebres Subdistrict of Surakarta consisting of 36 students. Technique of collecting data that is used for the improvement of membatik learning achievement variable is CTL learning model. The techniques of collecting data are interview, observation, archive recording, document, learning achievement test, and recording. Based on the result of this research, it can be concluded that, the classroom action research in cycle I shows that there is an improvement in membatik learning achievement: there are 15 students (41.66%) obtaining ≥ 66 value, while there are 21 students (58.32%) obtaining ≤ 66 value. The result of research on cycle I shows the improvement of students learning achievement, but it has not been able to meet the performance indicator of research of 70%. The students values after the implementation of cycle II by applying the CTL learning model are as follows: 4 students (11.11%) obtain ≤ 66 value, while 32 students (88.88%) obtain ≥ 66 value. Thus it can be recommended that membatik learning using CTL can improve the membatik learning achievement of the VI sixth grade students of SDN II Mojosongo of Jebres Subdistrict, Surakarta in the school year of 2010/2010.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada, karena waktu tidak akan pernah terulang kembali.
Kalau pandai meniti buih, selamat badan ke seberang: jika keras mengerjakan suatu pekerjaan yang sukar, pasti akan terlaksana apa yang diharapkan.
Kemenyan sebesar tungku, kalau dibakar tentu berbau: ilmu yang banyak itu harus dikembangkan, agar orang lain memperolehnya.
Mudahkanlah jalan sesamamu (muslim), niscaya Allah SWT akan mempermudah jalanmu ke surga (H.R. Buchory Moeslim)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMABAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Kedua Orang Tuaku Bapak Muhtadi dan Ibu Tasmini, terimakasih atas doa serta dukungan moral yang telah Bapak dan Ibu berikan.
Mas Min (Sutarmin, SE.) dan Mbak Yuni (Yuniati Listyoningsih, SE.), Mas Yono dan Mbak Yanti terimakasih atas dukungan, dan motivasinya, adikku Muhamad Isnaini, Siva Marela (cipa), kehadiran kalian bisa membuat aku tertawa.
Pak Lik, Bu Lik, Lastri, Mas Taufik, Mbak Yatmi, Mas Muksin, Maratus dan Semua keluarga besarku yang ada di Nusa Tenggara Timur, terimaksaih atas doa dan restunya.
Sahabat terbaik yang selalu ada disisiku (tata), terimakasih atas semangatnya.
Ndaru, Ambar, Bodro, Ning, Hery, Dyan, Devi, Dani, Gilang, Tugas, Udin, dan semua teman-teman seperjuanganku Seni Rupa angkatan 2005, 2006, 2007, dan 2008, Mawar Putih: Nova, Ita, Dyah, Retno, Andri, Ika, Mbak Anis, SDN Mojosongo II: Mbak Watik, Faisal, Pak Bambang, adiku Uppi’07, Dwita dan Listya’06. terimakasih atas semua bantuannya.
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan almamaterku.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat allah SWT, yang telah melimpahkan rahmad serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
“PENERAPAN
MODEL
PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011” Tujuan penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan, Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi; 2. Drs. Suparno, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Surakarta yang telah memberikan persetujuan skripsi; 3. Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd. tim skripsi yang telah memberikan izin penyusunan skripsi; 4. Drs. Tjahjo prabowo, M.Sn. Ketua Jurusan Program Pendidikan Seni Rupa yang telah memberikan izin penyusunan skripsi; 5. Drs. Margana, M.Sn. pembimbing I dan Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan kepada penulis shingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan lancar; 6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang dengan tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis; commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Kartini Asri Sejati, S.Pd. Kepala Sekolah SDN Mojosongo II Kecamatan Jebres Kota Surakarta yang telah memberikan layanan data dan ijin tempat penelitian; 8. Sari Sunarni, S.Pd. dan Mariyani, S.Pd. selaku wali kelas VI SDN Mojosongo II serta pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi; 9. Rekan-rekan guru dan siswa siswi SDN Mojosongo II yang telah memberikan dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi; 10. Berbagai pihak yang yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Surakarta, 18 November 2010
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ............................................................................................................. i PENGAJUAN .................................................................................................. ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii PENGESAHAN ............................................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... vi MOTTO ........................................................................................................... vii PERSEMABAHAN ......................................................................................... viii KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7 BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 8 A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8 1. Model Pembelajaran Contextual teaching and learning (CTL) ......................................................................................... 8 a. Pengertian Model Pembelajaran CTL .................................. 8 b. Tujuh Komponen dalam CTL .............................................. 10 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Prestasi Belajar .......................................................................... 14 a. Pengertian Prestasi ............................................................... 14 b. Pengertian Belajar ............................................................... 15 c. Pengertian Prestasi Belajar .................................................. 15 2. Pengertian Batik ........................................................................ 17 a. Batik ..................................................................................... 17 b. Teknik Pembuatan Batik ..................................................... 18 d. Perlengkapan Untuk Membuat Batik Tulis ......................... 20 e. Proses Pembuatan Batik Tulis ............................................. 21 B. Kerangka Berpikir ......................................................................... 22 BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 25 A. Seting Penelitian .......................................................................... 25 1. Tempat Penelitian ................................................................... 25 2. Waktu Penelitian ..................................................................... 25 B. Subjek Penelitian .......................................................................... 26 C. Bentuk Penelitian ......................................................................... 26 D. Sumber Data ................................................................................. 26 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 27 1. Wawancara .............................................................................. 27 2. Observasi ................................................................................. 27 3. Pencatatan Arsip dan Dokumen ............................................. 28 commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Arsip................................................................................. 28 b. Dokumen ......................................................................... 28 4. Tes Hasil Belajar ..................................................................... 28 5. Perekaman ............................................................................... 28 F. Indikator Ketercapaian................................................................... 28 G. Prosedur Penelitian ....................................................................... 29 1. Tahap Perencanaan Tindakan ................................................. 30 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan .................................................. 30 3. Tahap Observasi dan Analisis ................................................. 37 BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 38 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................... 38 1. Tinjauan Historis SDN Mojosongo II ..................................... 38 2. Letak Geografis SDN Mojosongo II ....................................... 39 3. Keadaan SDN Mojosongo II................................................... 40 a. Visi ..................................................................................... 41 b. Misi .................................................................................... 41 B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian .................................................. 42 1. Tindakan Siklus I .................................................................... 43 a. Perencanaan Tindakan....................................................... 43 b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................... 44 1.) Pertemuan Pertama ...................................................... 44 2.) Pertemuan Kedua ......................................................... 52 3.) Pertemuan Ketiga ......................................................... 58 4.) Pertemuan Keempat ..................................................... 65 c. Observasi dan Analisis ...................................................... 69 commit to user 1.) Hasil Observasi ............................................................. 69 xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus I ...................... 73 3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus I.............................. 77 e. Refleksi ............................................................................... 78 2. Tindakan Siklus II ................................................................... 81 a. Perencanaan Tindakan ....................................................... 81 b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................... 82 1.) Pertemuan Pertama ...................................................... 82 2.) Pertemuan Kedua ......................................................... 89 3.) Pertemuan Ketiga ......................................................... 100 c. Observasi dan Analisis ...................................................... 105 1.) Hasil Observasi ............................................................. 105 2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus II ..................... 108 3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus II ............................ 113 d. Refleksi .............................................................................. 115 C. Diskripsi Antar Siklus ................................................................... 118 1. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum Tindakan .............. 118 2. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I ..................................................................... 119 3. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus II ................................................................... 121 4. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II .................................... 122 D. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................ 126 1. Hasil dan Proses Pembelajaran ................................................. 126 a. Prestasi Belajar ...................................................................... 126 b. Proses Pembelajaran .............................................................. 126 c. Media Pembelajaran .............................................................. 127 d. Kreativitas ............................................................................. 127 e. Hasil Karya Siswa ................................................................. 127 commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Keterkaitan Antara Model Pembelajaran CTL dengan Proses Pembelajaran ............................................................................. 128 a. Pada Tahap Konstuktivism ..................................................... 128 b. Pada Tahap Inquiry ............................................................... 128 c. Pada Tahap Questioning ........................................................ 129 d. Pada Tahap Learning Community ......................................... 129 e. Pada Tahap Modeling ............................................................ 130 d. Pada Tahap Reflection ........................................................... 130 e. Pada Tahap Authentic Assessment ......................................... 131 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ......................................... 133 A. Simpulan ....................................................................................... 133 B. Implikasi ........................................................................................ 134 C. Saran .............................................................................................. 135 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 137 LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 139
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 26
Tabel 2.
Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Pertama .................................... 31
Tabel 3.
Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Kedua ...................................... 32
Tabel 4.
Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Ketiga ...................................... 34
Tabel 5.
Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Keempat .................................. 35
Tabel 6.
Lembar Observasi Terstruktur Sebelum Dilakukantindakan ......... 42
Tabel 7.
Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus I. .............. 70
Tabel 8.
Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus II ............. 105
Tabel 9.
Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Tindakan. ........................................................................................ 118
Tabel 10. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan Siklus I ........................................................................... 119 Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan Siklus II. ......................................................................... 121 Tabel 12. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. ......................................... 122 Tabel 13. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kelas dan Persentase Keberhasilan Setelah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. ...... 124
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Hasil Karya Siswa Sebelum Dilaksanakan Penelitian ............... 3
Gambar 2.
Kerangka Berpikir ..................................................................... 24
Gambar 3.
Struktur Organisasi SDN Mojosongo II .................................... 39
Gambar 4.
Guru Menyampaikan Materi Pelajaran dengan Memberikan Contoh Gambar dan Karya Batik .............................................. 50
Gambar 5.
Siswa Membuat Motif Batik Pada Kertas Gambar ................... 51
Gambar 6.
Guru Menjelaskan Kembali Bahan dan Alat yang Digunakan Untuk Membuat Batik (modelling) ........................................... 55
Gambar 7.
Guru Membagikan Kain Mori Kepada Siswa Untuk Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain ........ 55
Gambar 8.
Siswa Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain ........................................................................................... 56
Gambar 9.
Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting ........................... 56
Gambar 10. Siswa Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet .................. 60 Gambar 11. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai...... 61 Gambar 12. Siswa Merendam Kain Batik ke Dalam Ember Berisi Waterglass ................................................................................. 61 Gambar 13. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik .................................... 62 Gambar 14. Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai ke Dalam Air Bersih Untuk Melunturkan Waterglass .............. 62 Gambar 15. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air Mendidih .................................................................................... 63 Gambar 16. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot......... 64 Gambar 17. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas ............. 67 Gambar 18. Hasil Karya Siswa di Bawah KKM Nilai Rendah ..................... 73 Gambar 19. Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Nilai Sedang 74 Gambar 20. Hasil Karya Siswa yang Audah Memenuhi KKM Nilai Tinggi 76 commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 21. Guru Memberikan Contoh Taplak Meja yang Terbuat dari Batik (modelling) ...................................................................... 87 Gambar 22. Siswa Membuat Rancangan Motif Batik pada Kertas Gambar . 88 Gambar 23. Guru Menjelaskan Cara Membuat Batik yang Digunakan Untuk Taplak Meja .................................................................... 92 Gambar 24. Guru Memberi Contoh Siswa yang Kesulitan dalam Mengerjakan Tugas (Modelling) .............................................. 93 Gambar 25. Secara Bergantian Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting ................................................................................ 94 Gambar 26. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet .................................................................. 95 Gambar 27. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai .................................................... 95 Gambar 28. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik yang Sudah Direndam dengan Menggunaka Waterglass Selama ± 15 Menit ............... 96 Gambar 29. Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Di Waterglass Ke Dalam AirBersih Untuk Melunturkan Waterglass .............. 97 Gambar 30. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air Mendidih .................................................................................... 97 Gambar 31. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot......... 98 Gambar 32. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas ............. 120 Gambar 33. Hasil Karya Siswa Kelompok 3 Belum Memenuhi KKM (Nilai Rendah) .......................................................................... 108 Gambar 34. Hasil Karya Kelompok 9 yang Sudah Memenuhi KKM (Nilai Sedang) ..................................................................................... 110 Gambar 35. Hasil Karya Siswa Kelompok 2 yang Sudah Memenuhi KKM (Nilai Tinggi) ............................................................................ 112 Gambar 36. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Dilaksanakan Tindakan .................................................................................... 119 Gambar 37. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan commit to user Gambar 38. Tindakan Siklus I ....................................................................... 120
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 39. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus II ..................................................................... 122 Gambar 40. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II...................................... 123 Gambar 41. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II...................................... 125
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik, berlangsung terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa. Proses ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Hasbullah (2005: 11) berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah: (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, (2) berbudi pekerti luhur, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) sehat jasmani dan rokhani, (5) kepribadian yang mantap dan mandiri, dan (6) bertanggungjawab terhadap masyarakat dan bangsa”. “Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural”. (BSN, 2007). Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi) apresiasi dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Multikultural bermakna pendidikan seni menumbuh kembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya nusantara dan mancanegara. Redja Mudyahardjo (2001: 199) menyatakan bahwa: Sebuah kegiatan pendidikan dikatakan sebuah seni pendidikan, apabila kegiatan tersebut tidak hanya mencapai hasil yang diharapkan, tetapi proses pelaksanaannya memberi keasyikan dan kesenangan, baik bagi peserta didik maupun pendidiknya”. Sekolah Dasar (SD) adalah sekolah awal yang mempunyai tujuan mendidik siswa mulai dari dasar (pondasi), sehingga siswa mampu memiliki pengetahuan dasar yang nantinya akan dikembangkan pada jenjang pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sehingga pendidikan Sekolah Dasar sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak di commit to user masa yang akan datang. 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, disebutkan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun, yaitu program pendidikan enam tahun di Sekolah Dasar (SD) dan program pendidikan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). SBK diberikan di Sekolah karena keunikan, bermakna, dan bermanfaat terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain. Seni Budaya dan Keterampilan terdiri dari seni rupa, seni musik, seni tari dan keterampilan”. (BSN, 2007). Mengingat pentingnya pendidikan bagi Bangsa Indonesia pendidikan dasar sembilan tahun wajib dilaksanakan. Dengan terlaksanannya program wajib belajar sembilan tahun maka kita dapat meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah gugur mempertahankan Indonesia. Dengan adanya pendidikan kita memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang nantinya dapat kita manfaatkan seumur hidup. “Sekolah Dasar yang merupakan pendidikan awal dan menjadi dasar dari segala pendidikan yang ada diatasnya” diperlukan pendidikan yang profesional, sehingga murid betul-betul bisa melanjutkan pendidikannya kepada pendidikan yang ada di atasnya. Selain iu Sekolah Dasar juga mempersiapkan anak didiknya agar dapat terjun dalam masyarakat dan dapat mengembangkan sikap belajar sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup (Way of life education). (Khairul Iksan, 2009). Dalam proses pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) di SDN Mojosongo II termasuk monoton, karena pada setiap tahun pembelajarannya sama yaitu mengambar dengan menggunakan media buku gambar dan pewarna pensil warna atau pastel, sehingga dalam proses pembelajarannya siswa tidak dapat berkreativitas dengan bebas dan lebih luas karena keterbatasan media dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan mata pelajaran membatik di SDN Mojosongo II siswa lebih banyak praktek dari pada teori, karena jika siswa lebih banyak mendengarkan ceramah (teori) siswa mudah bosan atau jenuh. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mata pelajaran SBK dibagi menjadi empat, yaitu seni rupa, keterampilan, seni musik, dan seni tari. Mata pelajaran seni rupa sendiri memiliki beberapa kompetensi dasar, salah satu diantaranya adalah mengekspresikan diri melalui karya seni rupa. Dalam mengekspresikan diri melalui karya seni rupa terdapat kompetensi dasar yaitu membatik. ”Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus diperoleh siswa adalah nilai 66”. (KTSP, 2010: 14). Sedangkan ± 70 % karya siswa masih belum dapat memenuhi KKM. Berikut ini adalah contoh hasil karya gambar batik siswa SDN Mojosongo II yang sudah memenuhi KKM:
Gambar 1.a
Gambar 1.b
Gambar 1. Hasil Karya Siswa Sebelum Dilaksanakan Penelitian. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Dari kedua hasil karya di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan siswa tentang motif batik sangat kurang sekali. Hal itu dapat dilihat dari motif batik yang mereka buat mempunyai motif hampir sama (kurang kreatif). Dilihat dari sisi pewarnaan hasil karya siswa pada gambar 1 a sudah baik jika dibandingkan dengan gambar 1 b. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai batik sangat berpengaruh terhadap hasil karya mereka. Sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Adapun masalah yang ada pada siswa di kelas VI SDN Mojosongo II diantaranya adalah kurangnya minat siswa dalam mata pelajaran membatik. Dari beberapa kali pengamatan ditemukan fakta bahwa pada setiap proses belajar mengajar, siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah, minat, dan commit to user antusiasme untuk belajar. Ada indikasi munculnya kejenuhan dan kebosanan pada
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
diri siswa untuk belajar. Dalam suatu kesempatan proses belajar mengajar guru mencoba berinteraksi dengan para siswa di dalam suatu dialog kelas, dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa secara keseluruhan, dengan harapan sedikitnya ada satu dua orang siswa dapat menjawab pertanyaan dari guru. Akan tetapi, tidak satupun siswa yang berupaya untuk merespon pertanyaan yang diajukan. Hal ini disebabkan rendahnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran membatik, siswa menganggap bahwa membatik adalah sesuatu yang sangat sulit dikerjakan, keterbatasan pengetahuan siswa tentang membatik, dan siswa kurang percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum. Kurangnya minat belajar siswa dapat dilihat dari hasil pengamatan proses pembelajaran (1) pada saat mengerjakan tugas didalam kelas siswa cenderung ramai, (2) bermalas-malasan atau kurang aktif pada saat mengerjakan tugas, (3) tidak serius pada saat mengerjakan tugas, (4) sumber dan media pembelajaran seni rupa di sekolah masih sangat minim, (5) sebagian besar siswa belum mampu membuat rancangan motif batik dengan imajinasi masing-masing (hanya mencontoh/menjiplak karya teman atau orang lain), (6) sebagian besar siswa belum mampu menggunakan canting untuk membatik, dan (7) sebagian besar siswa belum mampu mewarnai motif batik dengan baik. Dampak dari berbagai faktor tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan karena guru hanya menggunakan pembelajaran yang searah (konvensional), dengan pemberian tugas menggambar menggunakan media kertas tanpa arahan dan bimbingan, sehingga siswa merasa tidak tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran. Penilaian yang dilakukan oleh guru SBK selama ini hanya menggunakan penilaian hasil akhir (portofolio), tanpa menilai proses pembuatan karya, keaslian ide, kreativitas, pewarnaan, dan pengamatan aktivitas siswa. Hal tersebut juga dapat menjadi salah satu kendala dari berbagai faktor-faktor lain dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar membatik. Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa, guru berpengaruh dalam meningkatkan proses penilaian. Berikut ini adalah user pendapat yang dikemukakan oleh commit Umanis,to2005:
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
”Dalam proses pembelajaran pendidikan (pendidikan dan pengajaran), terdapat tiga aspek ada pada diri siswa yang perlu dikembangkan. Ketiga aspek ini adalah aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif adalah pengembangan kecerdasan atau pengenalan, aspek afektif adalah pengembangan minat atau berbuat sesuatu setelah dikenalkan, dan aspek psikomotorik adalah pengembangan kemampuan atau keterampilan.” Selain aspek-aspek tersebut dalam proses pembelajaran juga memerlukan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang menyenangkan, dapat mendukung dalam penyampaian materi maupun bahan ajar supaya mampu memancing minat siswa dalam mengikuti pelajaran. Dalam membatik guru mempunyai peranan penting untuk menjelaskan, memberikan contoh karya batik, membuat contoh karya langsung mulai dari menggambar motif pada kain, mencanting, sampai dengan tahap pewarnaan (melakukan
demonstrasi/permodelan).
Dengan
adanya
demonstrasi
yang
dilakukan oleh guru, hal ini diharapkan mampu memancing rasa penasaran siswa sehingga siswa dapat ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan pelaksanaan pembelajaran praktek, guru dapat mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam menerapkan hasil dari teori. Pada waktu praktek guru dapat mengamati sekaligus mengarahkan siswa dalam mengerjakan tugas (portofolio). Selain itu secara langsung guru memberikan kritik maupun saran serta masukan-masukan yang membangun siswa untuk berkarya. Berdasarkan latar kendala-kendala yang terdapat di atas maka peneliti menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi. SCANS dalam Johnson (2007: 265) berpendapat bahwa: ”Model pembelajaran CTL ini terdapat tiga keterampilan dasar yang dapat dimiliki siswa, yaitu: (1) keterampilan dasar: membaca, menulis, aritmatika dan matematika, mendengarkan, berbicara, (2) keterampilan berpikir: belajar, memberi alasan, berpikir kreatif, membuat keputusan, memecahkan masalah. Keterampilan berpikir meliputi memadukan, menganalisis, menggunakan logika, dan membedakan fakta-fakta yang kuat dan yang lemah, (3) kualitas pribadi : tanggungjawab perseorangan yang diwujudkan dalam bentuk ketekunan diri dalam menyelesaikan pekerjaan dan melakukan yang commit to user terbaik”.
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model pembelajaran CTL digunakan untuk dapat memancing minat belajar siswa, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modelling). Berikut ini pendapat yang telah dikemukakan oleh Akmad Sudrajat, 2009: ”Langkah-langkah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)” adalah sebagai berikut: (1) konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal, (2) menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, (4) masyarakat belajar (learning community) yaitu, sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar, (5) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh, (6) refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari, (7) penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) yaitu, mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa, penilaian produk (hasil karya).” Berdasarkan latar belakang masalah di atas penelitian ini dibatasi dengan judul: ”PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, perumusan masalah dalam penelitan ini adalah sebagai berikut: Sejauh mana penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II semester I tahun ajaran 2010/2011.
D. Manfaat penelitian Manfaat yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan: a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas bagi guruguru yang lain. b. Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Mampu meningkatkan pengetahuan serta pemahaman siswa terhadap batik. b. Mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat rancangan motif batik. c. Mampu meningkatkan kreativitas siswa dalam berkarya. d. Mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam mencanting. e. Mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam mewarnai batik dengan teknik colet. f. Mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam membuat batik dengan teknik mencanting. g. Untuk melestarikan keberadaan batik yang menjadi salah satu dari berbagai macam kebudayaan Bangsa Indonesia.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
Untuk memudahkan pengkajian ini peneliti membaginya menjadi tiga pokok bahasan, yaitu: (1) Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). (2) Prestasi Belajar, dan (3) Membatik
1. Model Pembelajaran CTL a. Pengertian Model Pembelajaran CTL Model pembelajaran CTL (pembelajaran kontekstual) adalah salah satu di antara sekian banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, di mana CTL merupakan suatu sistem atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik. Pembelajaran ini terdiri atas komponenkomponen yang saling terkait, yang apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan perannya. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada pemikiran bahwa siswa belajar apabila mereka melihat makna dari yang mereka pelajari. Makna dalam pekerjannya di sekolah apabila mereka dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Melalui CTL belajar dapat menjadi bermakna dengan mengaitkan konten dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa. “Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”. http://fandi4tarakan.wordpress.com. Kemitraan yang memungkinkan para siswa menerapkan pelajaran akademis ke tempat kerja, pelajaran-pelajaran yang mengaitkan tugas sekolah dengan pengalaman sehari-hari, restrukturisasi sekolah yang memungkinkan “lerning by doing” semua kegiatan ini menunjukkan kekuatan dari pesan pokok commit “lerning to user by doing” menyebabkan kita CTL. Pesan pokok itu adalah bahwa 8
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuat keterkaitan-keterkaitan yang menghasilkan makna, dan ketika kita melihat makna, kita menyerap dan menguasai pengetahuan dan keterampilan. Johnson (2007: 4), berpendapat bahwa: “Dalam pembelajaran kontekstual minimal ada tiga prinsip utama yaitu: 1) prinsip saling ketergantungan (interdependence). Menurut hasil kajian para ilmuwan modern segala yang ada di alam semesta ini adalah saling berhubungan. Segala yang ada, baik manusia maupun bukan manusia, makhluk hidup ataupun benda mati atau satu sama lain berhubungan dan tergantung membentuk pola dan jaring sistem hubungan yang teratur, 2) prinsip diferensiasi (differentiation). Diferensiasi menunjuk kepada sifat alam yang secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keragaman, keunikan. Alam tidak pernah mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda. Prinsip diferensiasi menunjukkan kreativitas yang luar biasa dari alam semesta. 3) prinsip pengorganisasian diri (self organization). Setiap individu atau kesatuan (entity) dalam alam semesta mempunyai potensi melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan yang utuh yang berbeda dari yang lain. Tiap orang memiliki organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran diri, pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, yang memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas berbeda dengan yang lainnya”. Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya dalam Endang Komara, 2010, antara lain: 1. Belajar
bukanlah
menghafal,
akan
tetapi
proses
mengonstruksi
pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh. 2. Belajar
bukan
sekadar
mengumpulkan
fakta
yang
lepas-lepas.
Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan
memecahkan
persoalan
termasuk
penampilan
atau
performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan. 4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa. 5. Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning). Pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. b. Tujuh Komponen Dalam CTL CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Tujuh komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1.) Kontruksivisme (konstruktivism) 2.) Menemukan (inquiry) 3.) Bertanya (questioning) 4.) Masyarakat belajar (Learning community) 5.) Permodelan (modelling) 6.) Refleksi (reflection) 7.) Penilaian nyata (authentic assessment)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
Johnson (2007: 64) berpendapat bahwa: ”Sistem CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami. CTL membuat siswa mampu menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna.” Model pembelajaran ini secara ringkas dapat dirumuskan: mampu menghubungkan materi belajar dengan konteks kehidupan sehari-hari. Di bawah ini merupakan tahapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Endang Komara, 2010: a.) Pada tahap kontruksivisme (konstruktivism), adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut: (1) pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. (2) subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengonstruksi pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman. b.) Pada tahap menemukan (inquiry), adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. commit to user Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intektual, mental emosional maupun pribadinya. Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion). c.) Pada tahap bertanya (questioning), dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan kedalam kelas. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: Kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi, (2) menggali pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. d.) Pada tahap masyarakat belajar (learning community), aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun to user kecakapan interpersonal commit untuk berhubungan dengan orang lain. Guru
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain. e.) Pada tahap permodelan (modeling), dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang cara belajar (how to learn), menggunakan alat dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik. f.) Pada tahap refleksi (reflection), yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan
yang
telah
dibentuknya,
atau
menambah
khazanah
pengetahuannya. Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk „‟merenung‟‟ atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya. g.) Pada tahap penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah proses pembelajaran yang didalamnya terdapat tujuh komponen dasar konstruktivisme (konstruksivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment), sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
2. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1993: 700) “Prestasi mempunyai pengertian hasil yang dicapai, dilakukan, dikerjakan, dan sebagainnya atau hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian” Di dalam dunia pendidikan, prestasi sering dikaitkan dengan kemampuan dibidang akademik. Tolok ukur untuk menilainnya adalah dengan menggunakan nilai (angka). Buchori (1997: 85) berpendapat bahwa: ”Prestasi adalah hasil yang dicapai anak sebagai hasil belajar yang berupa angka, huruf, serta tindakan hasil belajar yang dicapai. Adapun hasil belajar yang berupa angka atau huruf selain sebagai bukti hasil karya yang dicapai juga memotivasi agar prestasinya lebih meningkat”. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai siswa setelah melalui proses pembelajaran. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengertian Belajar Belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian
kegiatan
misalnya
dengan
membaca,
mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan didalam proses belajar. Sedangkan Winkel W.S. (1984: 226) mengemukakan bahwa ”prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.
c. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar dapat kita lihat dari hasil nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya prestasi dalam proses pembelajaran kita dapat mengetahui apakah materi yang telah disampaikan oleh guru dapat diserap oleh seluruh siswa atau hanya sebagian saja. Menurut Tirtonegoro (1988: 43) “Prestasi belajar ini dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun dan pada tiap-tiap periode tertentu”. Sementara itu menurut ahli lain, “Prestasi belajar adalah suatu hasil maksimal yang diperoleh dengan usahannya dalam rangka mengaktualisasikan dan mempotensinkan diri lewat belajar” (Slameto, 1987: 16). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil maksimal yang diperoleh dengan mengerjakan suatu kegiatan untuk diukur/dinilai dalam bentuk angka atau huruf untuk mengetahui kedudukan atau prestasi anak. Untuk dapat mengetahui prestasi belajar seseorang, maka diperlukan penilaian hasil belajar. Menurut Masidjo (1995: 93), terdapat tiga ranah penilaian pencapaian hasil belajar adalah sebagai berikut: commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Ranah Kognitif, meliputi: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2. Ranah Afektif, meliputi: penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. 3. Ranah psikomotor, meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek psikomotor, dikarenakan dalam proses pembelajaran membatik dengan teknik mencanting memiliki kompetensi dasar membatik dengan teknik mencanting. Penilaian yang akan digunakan dalam membatik dengan teknik mencanting adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik: a. Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik. b. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting. c. Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet. 2. Membuat rancangan motif batik: a. Kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). 3. Membatik dengan teknik mencanting: a. Penggunaan canting. b. Kematangan malam. c. Kerapian dan kebersihan dalam mencanting. 4. Mewarnai motif batik dengan teknik colet: a. Teknik mencolet. b. Teknik mengunci/ mengancing warna remazol. c. Perpaduan warna. commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pengertian Batik a. Batik Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1993: 84) batik adalah ”corak atau gambar pada kain yang pembuatanya secara khusus dengan menerakan malam kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.” Menurut Sewan Susanto (1980: 5), teknik membuat batik adalah: “prosesproses pekerjaan dari pemula yaitu dari mori batik sampai menjadi kain batik.” Secara etimologi kata batik berasal dari kata tik yang berarti kecil/titik dapat diartikan juga menulis atau menggambar serba rumit. Batik sama artinya dengan menulis, akan tetapi batik secara umum memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain dengan menggunakan lilin/malam, dan alat yang digunakan untuk menorehkan malam pada kain yaitu canting. Canting adalah alat yang digunakan untuk membuat gambar pada batik terbuat dari bahan kuningan atau tembaga. Pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan resist dyes technique (teknik celup rintang) dimana pembuatannya semula dikerjakan dengan cara ikat-celup motif yang sangat sederhanaa, kemudian menggunakan zat perintang warna. “Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (Jawa) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, dengan memakai batik pada saat mengikuti Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)”. Sumber: http//www.compas.com. Seni batik merupakan salah satu jenis kerajinan khas Indonesia. Daerah pembuatannya tersebar hampir diseluruh wilayah nusantara. Masing-masing daerah memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri. Keunikan tersebut adalah motif atau corak, teknik pembuatan, dan makna simboliknya. Batik Jawa mempunya motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarenakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka. Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo. Berikut ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Barmin & Wijiono, (2008: 10): ”Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Corak yang terdapat pada kain batik adalah tumbuhan pohon, ranting, daun, bunga dan akar, hewan: burung, ikan, kupu-kupu, ular, dll, manusia , geometris, dan bentuk lain seperti awan, gapura, rumah, dll. Bahan yang digunakan untuk membuat kain batik berupa kain mori, dan kain sutra. Kain mori dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jenis primisima, prima, dan biru. Primisima adalah kain mori yang halus, harganya mahal, dan baik untuk batik tulis. Jenis prima bermutu sedang dan bisa dibuat batik tulis. Mori biru mutunya kurang baik, tipis dan tenunannya agak jarang. Mori biru tidak baik untuk batik tulis, hanya dapat digunakan untuk batik cap.” Di pabrik tekstil, motif batik juga dapat dicetak dalam jumlah banyak dan berwarna-warni seperti halnya mencetak kertas. Sedangkan, batik tulis lebih mahal harganya karena dibuat dengan tangan dan membutuhkan waktupengerjaan yang lama. Kini, kain batik tidak hanya digunakan sebagai busana, tapi juga sebagai bahan berbagai perlengkapan rumah tangga dan interior serta menjadi produk cinderamata.
b. Teknik Pembuatan Batik Menurut Subekti, Ratinah, & Supriyaningtyas (2010: 4), teknik pembuatan batik di Indonesia ada lima macam, di antaranya adalah sebagai berikut: 1.) Teknik canting tulis Teknik canting tulis adalah teknik membatik dengan menggunakan alat yang disebut canting (Jawa). Canting terbuat dari tembaga ringan dan berbentuk seperti teko kecil dengan corong di ujungnya. Canting berfungsi untuk meneorehkan cairan malam pada sebagian motif. Saat kain dimasukkan ke dalam larutan pewarna, bagian yang tertutup malam tidak terkena warna. Membatik dengan canting tulis disebut teknik membatik commit to user tradisional.
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
2.) Teknik celup ikat Teknik celup ikat merupakan pembuatan motif pada kain dengan cara mengikat sebagian kain, kemudian dicelupkan ke dalam larutan pewarna. Setelah diangkat dari larutan pewarna dan ikatan dibuka bagian yang diikat tidak terkena warna. 3.) Teknik printing Teknik printing biasanya digunakan dipabrik tekstil. Motif batik juga dapat dicetak dalam jumlah banyak dan berwarna-warni seperti halnya mencetak kertas dengan menggunakan alat cetak yang berupa screen. 4.) Teknik cap Teknik cap merupakan cara pembuatan motif batik dengan menggunakan canting cap. Canting cap merupakan kepingan logam atau pelat berisi gambar yang agak menonjol. Permukaan canting cap yang menonjol dicelupkan dalam cairan malam/lilin. Selanjutnya, canting cap dicapkan pada kain. Canting cap akan meninggalkan motif. Motif inilah yang disebut klise. Canting cap membuat proses pemalaman menjadi lebih cepat. Oleh karena itu, teknik printing dapat menghasilkan kain batik yang lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat. 5.) Teknik colet Motif batik juga dapat dibuat dengan teknik colet. Motif yang dihasilkan dengan teknik ini tidak berupa klise. Teknik colet bisa juga disebut dengan teknik lukis, merupakan teknik mewarnai motif batik dengan cara mengoleskan cat atau pewarna kain sejenis tertentu pada motif dengan alat khusus atau kuas.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa batik merupakan salah satu dari berbagai macam warisan nenek moyang kita yang wajib dilestarikan keberadaannya. Dengan mempelajari berbagai macam teknik yang digunakan dalam membuat batik berarti kita dapat ikut mempertahankan dan melestarikan keberadaan batik di Indonesi. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Perlengkapan Untuk Membuat Batik Tulis Berikut ini adalah perlengkapan yang diperlukan untuk membuat batik tulis menurut Subekti, Ratinah, & Supriyaningtyas (2010: 6): 1.) Canting Canting adalah peralatan khas yang digunakan untuk membatik. Canting berfungsi seperti pena untuk mengambil lilin/malam dan menggambarkannya pada kain. Canting terbuat dari bahan tembaga atau kuningan dengan gagang yang terbuat dari kayu. Ukuran canting bermacam-macam sesuai dengan besar kecilnya garis gambar yang akan dibuat. Jenis canting ada bermacam-macam, di antaranya canting ngengrengan, tembokan, seret dua, cecekan, dan isen. 2.) Anglo/keren/kompor kecil Anglo/keren
adalah
kompor
tanah
memanaskan
penggorengan/wajan
yang
yang
berfungsi
berisi
lilin.
untuk Anglo
dilengkapi dengan kipas untuk menjaga agar api dan arang tetap menyala. 3.) Wajan Wajan/penggorengan merupakan tempat untuk memanaskan lilin agar tetap encer. Lilin/malam berfungsi sebagai tinta yang digunakan untuk membuat motif pada kain. Bila lilin/malam mengeras, lilin pada canting pun harus sebentar-sebentar dituang ke dalam wajan agar tetap panas dan cair sehingga tidak membuat aliran lilin/malam di dalam canting tersumbat. 4.) Lilin/malam Lilin/malam ini khusus digunakan untuk membatik. Lilin/malam dibuat dari bahan-bahan gondorukem, damar, lemak sapi, malam lorodan, dan malam kote. Ada yang membuatnya dari sarang lebah. Jenisnya ada beberapa macam seperti malam biron, malam carikan, malam remukan, dan malam tembokan. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.) Gawangan Gawangan berbentuk seperti gawang. Fungsinya untuk tempat menyampirkan kain yang akan dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu.
d. Proses Pembuatan Batik Tulis Berikut ini adalah langkah-langkah pembuatan batik tulis: 1.)
Buatlah motif batik pada kain dengan menggunakan pensil.
2.)
Malam/ lilin direbus diatas wajan dengan menggunakan anglo/ kompor.
3.)
Kemudian motif batik dengan menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain.
4.)
Motif yang sudah selesai dibatik kemudian diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet menggunakan pewarna remazol.
5.)
Setelah proses pewarnaan selesai, kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur.
6.)
Batik yang sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit.
7.)
Cucilah kain batik yang sudah selesai dikunci/ dikancing tersebut dengan menggunakan air bersih supaya waterglass luntur.
8.)
Rebuslah air hingga mendidih dengan menggunakan kompor dan panci.
9.)
Masukkan kain batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari kain. Proses ini dinamakan melorot kain.
10.) Pada waktu melorot kain batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses pelunturan lilin/malam. 11.) Setelah lilin/malam luntur, kemudian kain batik dapat dikeringkan. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika masih terdapat sisa-sisa malam pada kain batik dapat dihilangkan dengan menggunakan tepung kanji yang dilarutkan ke dalam air.
B.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dapat diketahui: (1) pada saat mengerjakan tugas di dalam kelas siswa cenderung ramai dengan temantemannya, (2) bermalas-malasan atau kurang aktif pada saat mengerjakan tugas, (3) tidak serius pada saat mengerjakan tugas di sekolah, (4) sumber dan media pembelajaran seni rupa di sekolah masih sangat minim, (5) sebagian besar siswa belum mampu membuat rancangan motif batik dengan imajinasi masing-masing (kebanyakan hanya mencontoh/menjiplak karya teman atau orang lain), (6) sebagian besar siswa belum mampu menggunakan canting untuk membatik, dan (7) sebagian besar siswa belum mampu mewarnai motif batik dengan baik. Dari permasalahan di atas maka peneliti menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam pembelajaran CTL terdapat tujuh komponen dasar, sehingga CTL dapat dibedakan dengan model pembelajaran lainnya. Tujuh komponen dasar yang terdapat dalam CTL yaitu: 1.
Kontruksivisme (konstruktivism), siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis, batik cap, batik printing, batik colet, dan batik jumputan/celup ikat.. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.
2. Menemukan (inquiry), setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. 3. Bertanya (questioning), guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai batik, bahan dan alat yang digunakan untuk membatik. Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Masyarakat belajar (learning community), pada siklus I siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi, dan pada siklus II siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan kerjasama. 5. Permodelan (modeling), guru mendemontrasikan suatu kinerja (membuat motif batik, mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet supaya siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang telah diperagakan oleh guru. 6. Refleksi (reflection), guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi. 7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), guru melakukan penilaian berdasarkan dengan mengukur pengetahuan, penilaian proses, produk/hasil karya batik.
Kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prestasi belajar membatik rendah
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
Penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Konstruktivism Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Inquiry Setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.
Questioning Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai batik, bahan dan alat untuk membatik. Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya.
Learning community Pada siklus I siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi. Pada siklus II siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan kerjasama. Modeling, Guru mendemontrasikan suatu kinerja (membuat motif batik, mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet supaya siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang telah diperagakan oleh guru. Reflection Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi. Authentic assessment, Guru melakukan penilaian berdasarkan dengan mengukur pengetahuan, penilaian proses, produk/hasil karya batik.
Siklus I Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Analisis, dan Refleksi.
Siklus II Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Analisis, dan Refleksi.
Prestasi belajar membatik meningkat
Gambar 2. Kerangka Berpikir commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Seting Penelitian 1. Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri Mojosongo II, dengan alasan: 1. SDN Mojosongo II belum pernah dijadikan tempat penelitian. 2. Dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) khususnya membatik, guru belum menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). 3. Peneliti sebagai tenaga edukatif di SD tersebut, sehingga hasil penelitian nanti diharapkan dapat memberi masukan yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dan umumnya pada mata pelajaran yang lain.
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, terhitung mulai dari bulan Juli 2010 sampai dengan bulan September 2010, dengan rincian sebagai berikut:
commit to user
25
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Bulan Juli 2010
Minggu 1 dan 2
3 dan 4
Agustus 2010 September 2010
1 dan 2 3 dan 4 1 dan 2
3 dan 4
Kegiatan Persiapan Pengajuan judul Pengajuan proposal skripsi Revisi Konsultasi Revisi proposal (bab I, II, III) Pengesahan proposal skripsi Membuat surat ijin pelaksanaan PTK Uji coba pelaksanaan PTK Pengumpulan data lapangan dan observasi Penyusunan bab IV Konsultasi Revisi bab IV Penyusunan bab V Konsultasi Revisi Penyempurnaan skripsi
B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SDN Mojosongo II kelas VI semester I tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 36 anak.
C. Bentuk Penelitian Berdasarkan masalah
yang diajukan dalam penelitian ini lebih
menekankan pada proses perbaikan kelas, maka jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan atau action research. Dengan menggunakan bentuk penelitian tindakan, peneliti berharap dapat memperoleh informasi yang sebanyakbanyaknya untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas.
D. Sumber Data Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Informasi tersebut akan digali dari berbagai sumber data sejenis data yang akan dimanfaatkan dalam commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian ini adalah informan yang terdiri dari guru dan siswa kelas VI SDN Mojosongo II Kecamatan Jebres Surakarta.
E. Teknik Pengumpulan Data Sesuai bentuk penelitian kelas dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara ”Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari satu pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan dari yang diwawancara.” (Abdurrahmat, 2006: 105). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 1009) wawancara adalah: ”tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui tanya jawab untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Dengan wawancara yang dilakukan secara langsung oleh peneliti diharapkan mampu memperoleh data-data serta informasi yang diperlukan secara rinci dan mendalam.
2. Observasi ”Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.” (Abdurrahmat, 2006: 104). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 623) pengertian observasi adalah: ”pengamatan, peninjauan dengan cermat.” Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan peninjauan yang jelas. Observasi sebagai alat pengumpul commit toserta userpencatatanya dilakukan menurut data harus sistematis artinya observasi
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
prosedur dan aturan-aturan tertentu sehingga dapat diulang kembali oleh peneliti lain. Selai itu hasil observasi itu harus memberi kemungkinan untuk menafsirkannya secara ilmiah.
3. Pencatatan Arsip dan Dokumen a. Arsip 1.) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SDN Mojosongo II tahun ajaran 2010/2011. 2.) Silabus SDN Mojosongo II. 3.) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). b. Dokumen Berupa nilai formatif untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa sebelum dilakukan tindakan.
4. Tes Hasil Belajar Tes hasil belajar untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah dilakukan penelitian tindakan yang berupa hasil karya batik (portofolio).
5. Perekaman Perekaman dilakukan dengan menggunakan alat kamera foto, untuk memperjelas berbagai situasi dan perilaku subjek yang diteliti.
F. Indikator Ketercapaian Yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jika terjadi peningkatan prestasi belajar siswa setelah penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Adapun indikator-indikator ketercapaian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini, antara laian: Dan untuk mengukur ketercapaian tujuan maka digunakan indikator ketercapaian atau tolok ukur yaitu: commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik: a. Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik. b. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting. c. Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet. 2. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu membuat rancangan motif batik: a. Kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). 3. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu membatik dengan teknik mencanting: a. Penggunaan canting. b. Kematangan malam. c. Kerapian dan kebersihan dalam mencanting. 4. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet: a. Teknik mencolet. b. Teknik mengunci/ mengancing warna remazol. c. Perpaduan warna.
G. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian tindakan (action research) ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah dirancang dalam faktor-faktor yang telah diselidiki. Untuk mengetahui permasalahan yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa kelas VI SDN Mojosongo II maka dilakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran, dan aktifitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu dilakukan wawancara terhadap siswa. Melalui langkah-langkah tersebut akan dapat ditentukan tindakan yang tepat dalam rangka peningkatan prestasi belajar membatik. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selaku guru pengampu mata pelajaran, maka langkah yang paling tepat untuk meningkatkan prestasi belajar membatik adalah dengan pemahaman lain yang telah dikuasai siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tindakan yang diduga paling tepat adalah menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan melaksanakan tujuh komponen dasar yang terdapat di dalamnya Dengan berpedoman pada refleksi awal tersebut, maka prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi dalam setiap siklus. Secara rinci prosedur penelitian ini dapat dijabarkan dalam uraian sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan Tindakan a. Mengumpulkan data yang diperlukan. b. Merencanakan
tindakan
yaitu
membuat
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran/RPP mata pelajaran membatik kelas VI dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), termasuk mempersiapkan media pembelajaran batik yang berupa contoh hasil karya batik, bahan, dan alat untuk membuat batik. c. Membuat lembar observasi.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan Dalam tahap pelaksanaan tindakan terdapat tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan, antara lain: Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan pertama:
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Pertama Tahap
Guru
Siswa
A.Kegiatan - Mengulas materi pembelajaran sebelumnya, yaitu batik, - Siswa mendengarkan dan awal - Menjelaskan model pembelajaran Contextual Teaching and memperhatikan penjelasan yang Learning (CTL). diberikan oleh guru. - Menjelaskan tujuan pada pertemuan pertama, yaitu penyampaian materi pelajaran tentang batik, dan membuat motif batik pada kertas gambar. B.Kegiatan - Menjelaskan tentang penegertian batik, peralatan dan bahan inti yang digunakan untuk membatik, dan langkah-langkah pembuatan batik. - Memberitahukan aspek penilaian yang digunakan dalam mempersiapkan peralatan dan bahan untuk membatik dengan indikator: 1) mempersiapkan peralatan membatik, 2) membuat rancangan motif batik, 3) membatik dengan teknik mencanting,. 4) mewarnai motif batik dengan teknik colet. - Siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi (learning comunity). - Mendemontrasikan suatu kinerja dengan membuat motif batik (modeling). - Melakukan penilaian mempersiapkan bahan dan alat yang digunakan untuk membatik berdasarkan indikator ketercapaian 1) mempersiapkan peralatan membatik, berdasarkan indikator memperhatikan penjelasan guru/fokus, menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, dan mengajukan pertanyaan kepada guru (authentic assessment). - Memberikan penugasan membuat batik dengan motif bebas pada kertas yang nantinya akan digunakan untuk membuat batik. - Melakukan tanya jawab tentang materi batik yang telah C.Kegiatan disampaikan (questioning). akhir - Mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah disampaikan. - Menanyakan kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa. - Menjawab dan memberikan solusi mengenai kendalakendala yang dihadapi oleh siswa (reflection). - Memberitahukan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya yaitu memindah motif dari kertas ke atas kain, dan membatik dengan teknik mencanting.
- Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. - Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. - Siswa mendengarkan instruksi dari guru. - Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis, batik cap, batik printing, batik colet, dan batik jumputan/celup ikat.. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri tentang batik (konstruksivisme) - Siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaanpertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan (inquiry). - Siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. - Siswa mengemukakan kendalakendala yang dihadapi selama mengikuti pembelajaran. - Siswa melanjutkan tugas di rumah.
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan pertama melalui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), yang berdasarkan pada 7 langkah di dalamnya, yang meliputi: 1) kontruksivisme (konstruktivism) yaitu siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis, batik cap, commit to user batik printing, batik colet, dan batik jumputan/celup ikat.. Siswa mengamati
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbagai macam benda yang terdapat dilingkungan sekitar yang nantinya akan digunakan sebagai sumber ide untuk membuat motif batik. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, 2) menemukan (inquiry) yaitu, Siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan, 3) masyarakat belajar (learning community) yaitu, membentuk kelompok kecil untuk berdiskusi, 4) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh karya batik dan cara membuat motif batik, 3) bertanya (questioning) yaitu, Melakukan tanya jawab tentang materi batik yang telah disampaikan, 6) refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari yaitu: pengertian membatik, peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik, langkah-langkah dalam membatik, dan untuk membuat motif batik, 7) penilaian nyata, yaitu mempersiapkan bahan dan alat membatik berdasarkan indikator ketercapaian yang telah ditentukan (authentic assessment). Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan kedua:
Tabel 3. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Kedua Fase
Guru
A.kegiatan - Mengulas materi pembelajaran sebelumnya, yaitu awal membuat motif batik. - Menjelaskan sedikit tentang penegertian batik. bahan dan alat untuk membatik, dan langkah-langkah pembuatan batik. - Menjelaskan tujuan pada pertemuan kedua, yaitu memindahkan motif batik dari kertas keatas kain, dan membatik dengan teknik mencanting.
Siswa - Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru.
B.kegiatan - Menjelaskan tentang cara memindah motif dari kertas inti gambar keatas kain. - Menjelaskan tentang teknik mencanting yang benar. - Memberitahukan aspek penilaian yang digunakan dalam merancang motif batik, berdasarkan indikator kreativitas (keaslian ide, beda dengan yang lain, tidak monoton), dan komposisi serasi. 2) merancang motif batik, berdasarkan indikator kreativitas (keaslian ide, beda dengan yang lain, tidak monoton), dan komposisi serasi. 3) membatik dengan teknik mencanting, berdasarkan indikator commit to user menggunakan canting dengan baik (memegang gagang -
Siswa melakukan observasi dan mengamati hasil motif batik yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri tentang motif batik (konstruksivisme). Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru. Siswa mendiskusikan batik yang
perpustakaan.uns.ac.id
C.kegiatan akhir -
33 digilib.uns.ac.id
canting bagian tengah, posisi tangan kiri miring untuk telah diamati, siswa menemukan menyangga kain, posisi canting disesuaikan dengan masalah pada motif batik yang kemiringan kain), malam/lilin tembus pada kain, dan diamati, siswa membuat kebersihan dalam mencanting. pertanyaan-pertanyaan tentang Melakukan tanya jawab tentang memindah motif batik masalah yang diperoleh dari hasil dari kertas gambar ke atas kain dan membatik dengan pengamatan, siswa menganaliasis, teknik mencanting (questioning), siswa memecahkan masalah, Siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi siswa membuat kesimpulan (learning comunity). (inquiry). Mendemontrasikan suatu kinerja dengan membuat motif - Siswa mendengarkan instruksi batik dan membatik dengan teknik mencanting dari guru. (modeling). - Siswa menjawab pertanyaan yang Memberikan penugasan memindahkan motif batik dari diberikan oleh guru. kertas keatas kain, kemudian dicanting. - Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. Mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah disampaikan. - Siswa mengerjakan tugas yang Menanyakan kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa diberikan oleh guru. pada waktu memindah motif batik dari kertas keatas - Siswa mengajukan pertanyaan kain, dan teknik mencanting. kepada guru tentang tentang Menjawab dan memberikan solusi mengenai kendalakendala-kendala yang dihadapi kendala yang dihadapi oleh siswa (reflection). oleh siswa pada waktu memindah Memberitahukan rencana pembelajaran pada pertemuan gambar dari kertas ke atas kain, berikutnya yaitu mewarnai motif batik dengan teknik dan membatik dengan teknik colet. mencanting. Melakukan penilaian motif batik, dan membatik dengan teknik mencanting berdasarkan indikator ketercapaian (authentic assessment).
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan kedua melalui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),yang berdasarkan pada 7 langkah didalamnya, yang meliputi: 1) kontruksivisme (konstruktivism) siswa melakukan observasi dan mengamati motif batik yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, 2) menemukan (inquiry) yaitu, siswa mendiskusikan motif batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan, 3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, tanya jawab tentang materi mencanting yang telah disampaikan, 4) masyarakat belajar (learning community) yaitu, membentuk kelompok belajar dan melakukan diskusi, 5) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh memindah motif commit to batik user dari kertas gambar ke atas kain
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan membatik dengan teknik mencanting, 6) refleksi (reflection) yaitu, mengajak siswa mengingat kembali tentang apa yang sudah dipelajari. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan mengenai kesulitankesulitan yang dihadapi dalam memindah motif batik dan membatik dengan teknik mencanting. Guru memberikan solusi atau pemecahan masalah yang dihadai., 7) penilaian yang nyata, yaitu membatik denga teknik mencanting berdasarkan indikator ketercapaian yang telah ditentukan (authentic assessment). Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan ketiga: Tabel 4. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Ketiga Fase
Guru
Siswa
A.Kegiatan - Mengulas materi pembelajaran sebelumnya, - Siswa mendengarkan dan memperhatikan awal yaitu memindah motif batik dari kertas keatas penjelasan yang diberikan oleh guru. kain dan membatik dengan teknik mencanting. - Menjelaskan sedikit tentang penegertian batik, bahan dan alat untuk membatik, dan langkahlangkah pembuatan batik. - Menjelaskan tujuan pada pertemuan ketiga, yaitu mewarnai motif batik dengan teknik colet. B.Kegiatan - Menjelaskan tentang langkah-langkah dan cara inti mewarnai motif batik. Memberitahukan aspek penilaian yang digunakan yaitu, 4) mewarnai motif batik dengan teknik colet, berdasarkan indikator perpaduan warna (harmonis, berani mengkombinasikan warna, tidak keluar dari motif), tidak tercampur dengan warna motif lain, perbedaan antara motif dan background jelas. - Melakukan tanya jawab tentang materi mewarnai motif batik dengan teknik colet yang telah disampaikan (questioning). - Membentuk kelompok kecil untuk mengerjakan tugas individu dengan melakukan diskusi (learning comunity). - Memberikan contoh mewarnai motif batik (modeling). - Memberikan penugasan mewarnai motif batik dengan dengan teknik colet.
- Siswa melakukan observasi dan mengamati contoh hasil karya batik tulis. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri tentang mewarnai motif batik (konstruksivisme). - Siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan (inquiry). - Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru - Siswa mendengarkan instruksi dari guru - Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru - Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru.
C.Kegiatan - Merespon kegiatan mewarnai motif batik akhir dengan teknik colet (reflection). - Memberitahukan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya yaitu mempresentasikan hasil karya siswa di depan kelas. - Melakukan penilaian mewarnaicommit motif batik to user dengan teknik colet (authentic assessment).
Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru tentang tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa pada waktu mewarnai motif batik dengan teknik colet.
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan ketiga melalui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),yang berdasarkan pada 7 langkah didalamnya, yang meliputi: (1) kontruksivisme (konstruktivism) yaitu, siswa melakukan observasi dan mengamati contoh hasil karya batik tulis. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri tentang mewarnai motif batik, (2) menemukan (inquiry) yaitu, siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, tanya jawab tentang materi mewarnai motif batik dengan teknik colet, (4) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh mewarnai motif batik dengan teknik colet, 6) kelompok belajar (learning comunity), siswa dibentuk dalam kelompok kecil untuk mengerjakan tugas individu dengan melakukan diskusi, (5) refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari yaitu mewarnai motif batik dengan teknik colet, (6) penilaian yang sebenarnya, yaitu mewarnai motif batik dengan perpaduan warna pada kain berdasarkan indikator ketercapaian (authentic assessment). Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan keempat: Tabel 5. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Keempat Fase
Guru
Siswa
A.Kegiatan - Mengulas materi pembelajaran - Siswa mendengarkan dan memperhatikan awal sebelumnya, yaitu membuat motif batik, penjelasan dari guru. memindah motif batik dari kertas gambar ke atas kain, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. - Menjelaskan tujuan pada pertemuan keempat, yaitu.mempresentasikan hasil karya siswa. B.Kegiatan - Mempresentasikan hasil karya membatik - Siswa mendengarkan dan memperhatikan inti siswa satu-persatu di depan kelas. penjelasan dari guru. - Memberitahukan hasil penilaian karya - Siswa mendengarkan instruksi dari guru. commit to-user siswa. Siswa melakukan observasi dan mengamati
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
- Memberikan contoh karya batik yang hasil karya batik tulis yang telah dibuat. dibuat oleh siswa (modeling). Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan - Membentuk kelompok kecil untuk mereka sendiri tentang kegiatan membatik mengamati dan mendiskusikan hasil yang telah dilaksanakan selama 3 kali karya batik yang telah dibuat (learning pertemuan (konstruksivisme). community). - Siswa mendiskusikan batik yang telah - Melakukan tanya jawab tentang kegiatan diamati, siswa menemukan masalah pada membatik dan hasil karya batik yang batik yang diamati, siswa membuat telah dibuat (questioning). pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa C.Kegiatan - Merespon kegiatan membatik yang telah menganaliasis, siswa memecahkan masalah, akhir dilaksanakan selama 3 kali pertemuan siswa membuat kesimpulan (inquiry). (reflection). - Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan - Memberitahukan rencana pembelajaran oleh guru. pada pertemuan berikutnya yaitu siklus - Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru. II membuat batik yang digunakan untuk taplak meja kecil. - Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru - Melakukan penilaian keseluruhan mengenai kendala-kendala yang dihadapi (authentic assessment). selama mengikuti proses pembelajaran membatik yang telah dilaksanakan selama tiga kali pertemuan.
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan keempat melalui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),yang berdasarkan pada 7 langkah di dalamnya, yang meliputi: (1) kontruksivisme (konstruktivism) yaitu, siswa melakukan observasi dan mengamati contoh hasil karya batik tulis yang telah dibuat. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri tentang mewarnai motif batik, (2) menemukan (inquiry) yaitu, siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, tanya jawab tentang tentang kegiatan membatik dan hasil karya batik yang telah dibuat, (4) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan contoh karya batik, (5) masyarakat belajar (learning community) yaitu, siswa dibentuk dalam kelompok kecil untuk mengamati dan mendiskusikan hasil karya batik yang telah dibuat, (6) refleksi (reflection) yaitu, merespon kegiatan membatik yang telah dilaksanakan selama 3 kali pertemuan, (7) penilaian nyata, yaitu penilaian commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keseluruhan berdasarkan 4 indikator ketercapaian yang sudah ditentukan (authentic assessment).
3. Tahap Observasi dan Analisis a. Tindakan guru memonitoring siswa selama proses pembelajaran. b. Menilai hasil prestasi dalam pembelajaran membatik. Hasil belajar siswa dapat diambil berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada siklus I, yaitu empat kali pertemuan dapat diperoleh hasil penelitian dengan menggunakan authentic assessment (penilaian
nyata)
berdasarkan keempat indikator ketercapaian yang telah ditentukan.
4. Tahap Refleksi Dengan adanya refleksi guru dapat menentukan langkah selajutnya. Apakah pelaksanaan tindakan pada siklus I ada perubahan penurunan atau peningkatan prestasi belajar, dan apakah pelaksanaan siklus I sudah mampu memenuhi keempat indikator penilaian yang telah ditentukan?. Jika prestasi belajar siswa kelas VI SDN Mojosongo II dapat meningkat, maka tidak perlu dilanjutkan siklus II. Akan tetapi jika belum memperlihatkan adanya peningkatan prestasi belajar perlu dilanjutkan dengan melaksanakan siklus II yang meliputi: tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan refleksi. Demikian juga untuk siklus selanjutnya. Kalau hasilnya sudah cukup, tidak perlu dilanjutkan siklus berikutnya.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1.
Tinjauan Historis Sekolah Dasar Negeri Mojosongo II
Penelitian ini dilakukan di SDN Mojosongo II yang beralamat di Jl. Tangkuban Perahu No.02B RT 1/RW II kelurahan Mojosongo, kecamatan Jebres, Surakarta. Bangunan SDN Mojosongo II termasuk sempit, karena sebelum dibangun menjadi SDN Mojosongo II bangunan tersebut adalah sebagian bangunan dari SDN Mojosongo I. Karena kelebihan siswa maka pada tanggal 1 September 1980 didirikan SDN Mojosongo II. Ketika berdiri SDN Mojosongo II memiliki Nomor Statistik Sekolah (NSS) 101036104055, Nomor Induk Sekolah (NIS) 100280, dan Nomor Statistik Bangunan (NSB) 0111117503004912. SDN Mojosongo II merupakan salah satu SD di gugus VI yang ada di wilayah kecamatan Jebres Surakarta. Semenjak berdiri pada tahun 1980 hingga tahun 2010 sekarang ini SDN Mojosongo II telah mengalami 7 (tujuh) kali pergantian kepala sekolah. Yang pertama kali di jabat oleh Marjono tahun 1980 – 1894, kedua dijabat oleh Mugiyah tahun 1989-1988, yang ketiga dijabat oleh Sunarmi tahun 1988 – 1994, yang keempat dijabat oleh Soetopo tahun 1994 – 1999, yang kelima dijabat oleh Nindya Purnomo, S.Pd. tahun 1999 – 2003, yang keenam dijabat oleh E. Worowirasmini, S.Pd. tahun 2003 – 2007, pada SDN Mojosongo II mengalami kekosongan kepala sekolah, oleh sebab itu untuk sementara kepala sekolah SDN Mojosongo I yang bernama Wagimin, S.Pd. diberi tugas merangkap sebagai kepala sekolah sementara di SDN Mojosongo II pada tahun 2007 – 2010, dan yang ketujuh pada bulan Januari 2010 sampai sekarang di jabat oleh Kartini Asri Sejati, S.Pd. Berikut ini adalah bagan struktur organisasi SDN Mojosongo II:
commit to user
38
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3. Struktur Organisasi SDN Mojosongo II (Sumber: Dokumen SDN Mojosongo II, 2010) 2.
Letak Geografis SDN Mojosongo II
Letak SDN Mojosongo II cukup strategis karena mudah dijangkau oleh sarana transportasi. SDN Mojosongo II termasuk dalam kawasan yang aman (tidak berada di pinggir jalan raya), di sebelah utaranya terdapat lapangan sepak bola Mojosongo, di sebelah selatannya terdapat bangunan SDN Mojosongo I, di sebelah timurnya terdapat pukesmas pembantu Mojosongo, dan di sebelah baratnya adalah rumah penduduk. Proses pembelajaran di SDN Mojosongo II dapat berjalan dengan lancar. Jumlah siswa dari tahun ke tahun meningkat. Apa lagi maraknya pembangunan perumahan-perumahan di sekitar SDN Mojosongo II akan mempengaruhi berkembangnya SD Negeri Mojosongo II. SDN Mojosongo II memiliki prasarana gedung sendiri yang terdiri dari ruang kelas sebanyak 6 lokal, satu ruang perpustakaan, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, dan satu rumah penjaga sekolah. Sarana belajar dari tahun ke tahun meningkat jumlahnya. Tahun ajaran 2009/2010 sebagian gedung SDN commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mojosongo II mengalami renovasi, hal ini dikarenakan gedung SDN Mojosongo II sudah tidak layak digunakan untuk proses belajar mengajar.
3.
Keadaan SDN Mojosongo II
Pada tahun pelajaran 2010/2011 SDN Mojosongo II dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang bernama Kartini Asri Sejati, S.Pd., dan memiliki 13 tenaga pengajar, diantaranya adalah: (1) guru kelas I yaitu Pudjiastuti, (2) guru kelas II yaitu Suminah, (3) guru kelas III yaitu Bambang Haris S, (4) guru kelas IV yaitu Edi Mustari, S.Pd., (5) guru kelas V yaitu Mariyani, S.Pd., (6) Guru kelas VI yaitu Sari Sunarni, S.Pd., (7) guru agama Islam yaitu Sumardi, S.Pdi., (8) guru agama Kristen I yaitu Semiyati, S.Th., (9) guru agama Kristen II yaitu Triyatno, S.Pd., (10) guru olahraga yaitu Faisal Pramudito Adi S, A. Ma., (11) guru Bahasa Inggris yaitu Agustina S, S.Pd., (12) guru seni tari dan SSD yaitu Dini Yulinda W, S.Sn., dan (13) guru Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) yaitu Sunarmi. Satu orang staf tata usaha yang bernama Mintan Sidauruk, S.Pd., atu orang penjaga sekolah yang bernama Sawal, dan satu orang tukang kebun yang bernama Aditia Mulyono. Guru dan siswa sangat antusias terhadap program peningkatan kualitas pendidikan/latihan di SDN Mojosongo II tinggi, mengingat upaya untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru menjadi lebih baik jika ada satu tujuan yang akan di capai. Jumlah keseluruhan siswa sebanyak 194 orang yang terdiri dari 102 orang siswa laki-laki dan 92 orang siswa perempuan. Potensi yang di miliki peserta didik di SDN Mojosongo II di tunjukkan dengan prestasi di bidang kesenian dan olah raga antara lain: Juara I lomba lari jarak 100 m tingkat kecamatan Jebres, Juara I lomba badminton tingkat kecamatan Jebres, Juara II lomba membatik tingkat kota Surakarta. Adapun untuk kekurangan SDN Mojosongo II adalah halaman sekolah tidak luas, sehingga sangat membatasi siswa untuk bermain dihalaman, belum tersedianya ruang perpustakaan dan minimnya buku-buku fiksi dan buku non fiksi untuk siswa, sehingga pengetahuan dan wawasan siswa sangat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
kurang sekali. Selama ini perpustakaan di SDN Mojosongo II masih bergabung menjadi satu dengan ruang kantor guru. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Mojosongo II semester ganjil Tahun Ajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa 36 anak terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Alasan memilih SDN Mojosongo II disebabkan rendahnya minat belajar siswa kelas VI dalam pelajaran membatik. Jangka waktu penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Juli 2010 sampai dengan bulan September 2010. Kurikulum yang diterapkan SDN Mojosongo II tahun ajaran 2010/2011 adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP). KTSP merupakan sejumlah mata pelajaran yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan serta di dalamnya terdapat: (1) Standar Isi (SI) terdiri atas Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), dan (2) Standar Kompetensi Lulusan (SKL). KTSP dalam mata pelajaran Seni Budaya pada pendidikan Dasar dan Menengah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (1) memahami konsep pentingnya seni budaya, (2) menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya, (3) menampilkan kreativitas melalui seni budaya, (4) meningkatkan peran serta seni budaya pada tingkat lokal, regional, maupun global, dan (5) mengolah dan mengembangkan rasa humanistik. Sedangkan visi dan misi SDN Mojosongo II, yaitu:
a. Visi Sekolah Unggul dalam iman dan taqwa, berprestasi dan terampil, berbudipekerti luhur, loyal berbangsa dan bernegara, bangga sebagai anak Indonesia.
b. Misi Sekolah Misi SDN Mojosongo II adalah: (1) melaksanakan dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya, (2) melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara selektif, (3) mengembangkan potensi siswa, (4) meningkatkan kedisiplinan/ketertiban sekolah, 5) memotivasi siswa untuk berprestasi, (6) user menumbuhkan semangat cintacommit tanah toair, bangsa dan negara sesuai Bhineka
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tunggal Ika, bangga sebagai anak Indonesia, (7) mengembangkan jiwa seni, budaya, olahraga, dan pramuka, (8) menumbuhkan rasa pentingnya kebersihan, keindahan, keamanan, kesehatan, dan kekeluargaan serta kegotongroyongan, (9) menumbuhkan peran serta komite sekolah, orang tua, masyarakat guna keberhasilan anak didik/siswa yang tidak lepas dari komponen terkait, dan (10) mengefektifitaskan jam wajib belajar sesuai instruksi wali kota Surakarta. (KTSP SDN Mojosongo II Tahun Ajaran 2010/2011). Berikut ini adalah nilai siswa kelas VI SDN Mojosongo II sebelum dilakukan tindakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL): Tabel 6. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Daftar Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Dilakukan Tindakan.
Nama Zaenal Abidin Christianto Nita Adriyanti Tri Regina Oktaviana Anis Setyowati Aphredita Sofyana Alfi Rahmawati Axel Ilfat Ibrahim Abu Al Isfa Qani Aziz Miko Refi S Bayu Saputro Burhanudin Dyah Ayu S Dede Setyawan Ery Kurnia Devi Eko Wahyu Saputro Fauzi Anjarani Firla Mustianto
Nilai No 76 19. 59 20. 61 21. 64 22. 64 23. 78 24. 61 25. 70 26. 63 27. 65 28. 61 29. 64 30. 76 31. 62 32. 68 33. 60 34. 78 35. 64 36. Rata-rata kelas
Nama Intan Ferlin Herlanda Jesika Anggun A Muh. Abi Nugroho Mui Cahya Bangkit Riris Listyaningsih Rendi Adi Nugroho Siti Zaenap Zahroh Sofi Nur Megarani Sintia Fatma Putri Santia Resti Dewayani Feronika Indah P Wayan Sidiq Alfiano Radietya Rieska D Qusnul Iayah Afifah Alung Rasmoro D Ardhia Dewantara Fera Momika K S S P Gumilang
Nilai 69 65 74 60 71 73 58 62 59 61 63 71 62 64 63 58 61 60 65,22
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan analisis, dan (4) refleksi tindakan. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Tindakan Siklus I a. Perencanaan Tindakan Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran membatik yang dilaksanakan di kelas VI serta keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap proses pembelajaran dan hasil pembelajaran tersebut diperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai data awal bahwa siswa kelas VI SDN Mojosongo II sebanyak 36 siswa, sebagian besar siswa belum mampu membuat batik. Bertolak dari kenyataan tersebut peneliti mengadakan konsultasi dengan Kepala Sekolah dan guru kelas mengenai alternatif peningkatan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II, yaitu dengan melaksanakan pembelajaran membatik menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2008 kelas VI tentang materi pelajaran membatik, peneliti sebagai guru pengampu mata pelajaran melakukan langkah untuk merencanakan pembelajaran, antara lain: 1.) Memilih pokok bahasan atau indikator ketercapaian sesuai dengan silabus. Alasan memilih pokok bahasan atau indikator tersebut dikarenakan pokok bahasan/indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, membuat rancangan motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet, harus betul-betul dikuasai siswa, karena hal tersebut sebagai dasar pengetahuan untuk melanjutkan tugas-tugas berikutnya, dan didasarkan pada kurikulum yang berlaku. 2.) Menyusun pembelajaran berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh peneliti pada siklus I memuat 4 kali pertemuan, dilaksanakan selama 4 minggu mulai tanggal 24 Juli 2010 sampai dengan 14 Agustus 2010.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pelaksanaan Tindakan 1.) Pertemuan pertama Siklus
: I (satu)
Hari/tanggal
: Sabtu, 24 Juli 2010
Pertemuan pertama merupakan tahap awal pengenalan materi pada siswa tentang materi tentang pengertian batik, berbagai macam jenis batik, alat dan bahan serta proses pembuatan yang digunakan dalam membuat batik. Rancangan kegiatan proses pembelajaran dalam siklus I adalah sebagai berikut: a.) Pendahuluan Meliputi kegiatan: guru membuka dan mengawali pelajaran dengan melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang hadir dan siswa yang tidak hadir. b.) Kegiatan inti Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
siswa
dengan
memberi
penjelasan
tentang
model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: ”(1) konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal, (2) menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, (4) masyarakat belajar (learning community) yaitu, sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar, (5) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh, (6) refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari, (7) penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) yaitu, mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa, penilaian produk (hasil karya).” (Sudrajat, 2009). Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), dengan bertanya kepada siswa: pertanyaan pertama ”apakah kalian sudah pernah membatik?, jika sudah tolong tunjukkan jari kalian!”, jawaban dari hampir seluruh siswa secara commit bersama-sama ”belum”, tetapi adato 5user orang anak yang menunjukkan jari
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telunjuk, yaitu: Apredhita, Zainal, Ery, Fauzi, dan Alfi, pertanyaan kedua ”apakah kalian tau apa itu batik?”, jawaban dari sebagian besar siswa secara bersama-sama ”tau, batik itu kain”, pertanyaan ketiga ”apakah kalian memiliki barang yang terbuat dari batik? Sebutkan!”, jawaban dari sebagian besar siswa secara bersama-sama ”punya, baju, seprei, taplak meja, kain jarik”, pertanyaan keempat ”apakah kalian menyukai batik?”, jawaban dari sebagian besar siswa secara bersama-sama ”tidak”. Karena siswa belum memahami batik, maka kalian tidak menyukai batik. Guru menyampaikan materi ajar tentang pengertian batik dengan menggunakan metode ceramah. Kata batik berasal dari kata tik yang berarti kecil/titik dapat diartikan juga menulis atau menggambar serba rumit. Batik sama artinya dengan menulis, akan tetapi batik secara umum memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain dengan menggunakan lilin/malam dan alat yang digunakan untuk menorehkan malam pada kain yaitu canting. Canting adalah alat untuk membatik yang terbuat dari tembaga atau kuningan dengan gagang yang terbuat dari kayu. Jenis canting ada bermacam-macam, diantaranya
canting ngengrengan,
tembokan, seret dua, cecekan, dan isen. Agar malam dapat mencair diperlukan wajan dan kompor atau anglo/keren untuk melelehkannya. Dalam membatik malam yang digunakan harus mendidih, jika tidak panas malam tidak dapat tembus pada kain dan akibatnya pada saat pewarnaan warna akan tercampur dan hasilnya warna tidak rapi. Untuk membatik diperlukan gawangan yang terbuat dari kayu atau bambu. Motif yang terdapat pada kain batik sebagian besar adalah tumbuhan, seperti pohon, ranting, daun, bunga dan akar, dan lain sebagainya. Motif hewan seperti burung, ikan, kupu-kupu, ular, dan lain sebagainya. Selain tumbuhan dan hewan motif manusia, geometris, awan, gapura, rumah, dan lain sebagainya juga digunakan dalam membuat motif batik. Batik yang modern menggunakan bahan pewarna yang beragam, mulai dari pewarna yang alamiah dari kunyit, soga, nila, kulit pohon, kulit commitwantex, to user napthol, remasol dan indigosol. buah sampai bahan kimia seperti
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Daerah-daerah penghasil batik antara lain adalah Cirebon, Priangan, Banjarnegara, Yogyakarta, Solo, Banyumas, Pekalongan, Lasem, dan Madura. Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo. Batik dibuat dengan berbagai macam jenis kain, seperti birkolin, shantung, belacu, sutera, katun, dan sebagainya. Kain mori dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu primisima, prima, dan biru. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, dengan memakai batik pada saat mengikuti Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Menurut proses pembuatannya batik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu batik tulis, batik colet, batik ikat celup, batik cap, dan batik printing. Batik tulis proses pembuatanya dengan cara tradisional dengan menggunakan canting. Batik colet proses pembuatannya menguaskan warna langsung diatas kain dengan menggunakan kuas. Batik ikat celup atau jumputan yang proses pembuatannya dengan cara mengikat dan mencelupkan kain pada pewarna. Batik cap proses pembuatannya dengan menggunakan cap/setempel dari tembaga yang sudah dibentuk motif
batik.
Batik
printing
biasanya
diproduksi
pabrik
dengan
menggunakan screen. Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring, kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus commit user pada kain, maka malam/lilin harustobenar-benar dalam keadaan yang panas.
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir. Langkah-langkah pembuatan batik: 1) buatlah motif batik pada kain dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam direbus di atas wajan dengan menggunakan anglo/kompor, 3) kemudian motif batik dengan menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet menggunakan pewarna remazol, 5) setelah proses pewarnaan selesai, kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain batik dapat dikeringkan. Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis, batik cap, batik printing, batik colet, dan batik jumputan/celup ikat.. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri berdasarkan apa yang mereka amati (konstruktivism). Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan commit usermenumbuhkan ide kreatif tentang (inquiry). Dengan demikian siswatodapat
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
batik. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang siswa. Pada siklus I siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi. Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya
pada
yang
lain
(learning
community).
Guru
mendemontrasikan cara membuat motif batik agar siswa dapat mencontoh cara membatik yang benar (memegang canting, mennorehkan malam, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet). Pada tahap ini siswa dapat diikutsertakan untuk mencoba memegang canting yang benar, menorehkan malam, dan mewarnai, hal ini bertujuan agar siswa tidak takut memegang alat-alat yang mungkin masih baru bagi mereka (modeling). Guru memberikan penugasan: buatlah batik dengan motif bebas pada kain dengan finishing pewarnaan dengan teknik colet, dengan langkah pengerjaan sebagai berikut: 1) buatlah motif batik pada kain dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam di rebus diatas wajan dengan menggunakan
anglo/kompor,
3)
kemudian
motif
batik
dengan
menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet menggunakan pewarna remazol, 5) setelah proses pewarnaan selesai, kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain to mendidih user batik ke dalam panci yangcommit berisi air untuk melunturkan lilin dari
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain batik dapat dikeringkan. Guru memberitahukan aspek apa saja yang digunakan dalam penilaian: a) mempersiapkan bahan dan untuk membatik, berdasarkan indikator:
mempersiapkan
alat
untuk
membuat
motif
batik,
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting, dan mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet. b) merancang motif batik, berdasarkan indikator kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). c) membatik dengan teknik
mencanting,
berdasarkan
indikator:
penggunaan
canting,
kematangan malam, dan kerapian dan kebersihan dalam mencanting. d) mewarnai motif batik dengan teknik colet, berdasarkan indikator teknik mencolet, teknik mengunci/ mengancing warna remazol, perpaduan warna. Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai batik, peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik. Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya (questioning), jika tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan maka guru menunjuk salah satu siswanya, jika tidak dapat menjawab maka dilemparkan kepada siswa yang lainnya agar siswa aktif dalam pembelajaran (terdapat pada lampiran).
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4. Guru Menyampaikan Materi Pelajaran dengan Memberikan Contoh Gambar dan Karya Batik (Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010)
Dari gambar di atas dapat dilihat pada waktu guru menjelaskan pengertian batik, asal mula batik, jenis-jenis batik, motif batik, proses pembuatan batik, bahan dan alat yang digunakan untuk membatik. Sebagian besar siswa sangat antusias mendengarkan penjelasan guru, menjawab pertanyaan guru dan mengajukan pertanyaan kepada guru tentang apa yang belum mereka pahami tentang batik, akan tetapi masih ada sebagian kecil siswa yang tidak memperhatikan materi yang telah disampaikan oleh guru karena lebih asik dengan kesibukannya sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa yang tidak memperhatikan penjelasan yang telah diberikan oleh guru. Kegiatan yang kedua adalah siswa menggambar motif batik pada kertas gambar. Guru melakukan penilaian mempersiapkan alat untuk membuat motif batik (authentic assessment).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
Gambar 5. Siswa Membuat Motif Batik pada Kertas Gambar. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gamabar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sebagian besar siswa mengerjakan tugas mereka dengan sungguh-sungguh akan tetapi masih terdapat sebagian kecil siswa yang tidak serius pada waktu mengerjakan tugas. c.) Kegiatan penutup Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Guru menanyakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection). Sebagian besar siswa sudah memperhatikan materi tentang batik yang disampaikan oleh guru, mejawab pertanyaan dan mengajukan pertanyaan kepada guru mengenai peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan pada waktu membuat motif batik. Masih terdapat beberapa orang siswa yang hanya commit to usersehingga hasil karya motif batik mencontoh hasil karya teman lainnya,
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mereka buat dalam satu kelompok hampir sama. Minimnya pengetahuan siswa dan kurang beraninya siswa dalam menggambarkan imajinasinya menjadi salah satu diantara berbagai faktor penyebab lainnya. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut guru mengajak siswa untuk lebih berani dalam berkreativitas, mengeluarkan berbagai macam ide-ide dan pemikiran siswa tentang motif batik, tidak meniru atau menjiplak hasil karya teman yang lain, berekspresi sesuka hati, dengan demikian siswa dapat merasa senang dengan apa yang dilakukannya. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu, memindahkan rancangan motif batik dari kertas gambar ke atas kain dan membatik dengan teknik mencanting. Guru
memberitahukan
kegiatan
pembelajaran
yang
akan
dilaksanakan pada pertemuan berikutnya, yaitu memindah motif batik dari kertas gambar ke atas kain dan membatik dengan teknik mencanting.
2.) Pertemuan kedua Hari/tanggal
: Sabtu, 7 Agustus 2010
Siklus
: I (satu)
Pertemuan kedua merupakan lanjutan dari pertemuan pertama. Rancangan kegiatan proses belajar pembelajaran dalam siklus I: a.) Pendahuluan Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang hadir dan siswa yang tidak hadir. b.) Kegiatan inti Meliputi kegiatan guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada pertemuan kedua dengan memberi penjelasan tentang model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkahlangkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya commit to user yang terkait dengan dunia nyata jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi)
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
kehidupan siswa (daily life modeling). Agar siswa tidak lupa, guru mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring, kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas. Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas atau mendidih. Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak kelihatan/tidak jelas, dan berdampak pada pewarnaan dan hasil batik. Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan (konstruktivism). Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (inquiry). Dengan demikian siswa dapat menumbuhkan ide kreatif tentang batik. Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa commit to user mengenai motif batik, yaitu bermacam-macam motif batik yang telah
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibuat pada pertemuan sebelumnya, kendala-kendala yang dihadapi selama proses pembuatan motif batik (questioning). Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan kesulitankesulitan atau hambatan yang dihadapi pada waktu membuat motif batik. Seperti misalnya pertanyaan yang diajukan oleh Shintia ”kenapa saya tidak bisa membuat motif yang bagus seperti batik-batik yang dijual itu bu?”, dan jawaban yang diberikan oleh guru ”untuk membuat motif batik yang bagus diperlukan pengalaman dan keterampilan dalam membuat pola/motif, untuk itu kalian harus lebih banyak berlatih dalam membuat motif batik supaya batik yang dibuat bisa bagus”. Pertanyaan yang diajukan oleh Dewa ”kenapa saya susah sekali membuat motif bu, saya tidak bisa membuat motif batik?”, dan jawaban yang diberikan oleh guru ”kalian tidak usah berpikir bahwa motif batik itu harus sama seperti batikbatik lain yang ada sekarang, kamu bisa membuat motif-motif berdasarkan apa yang kamu lihat sehari-hari, seperti misalnya daun, bunga, ikan, kucing, matahari, mobil, dan lain sebagainya”. Pertanyaan yang diajukan oleh Axel ”kenapa menggambar motifnya tidak langsung di kain saja bu?”, dan jawaban yang diberikan oleh guru ”karena kalian baru pertama kali membuat batik, jadi membuat motifnya tidak langsung di atas kain, tapi kalau sudah berpengalaman kamu boleh langsung menggambar motif di atas kain”. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang siswa dan melakukan diskusi (learning community). Guru mendemontrasikan cara memindah motif batik dari kertas gambar ke atas kain, supaya siswa dapat mengikuti dengan baik (modeling).
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 6. Guru Menjelaskan Kembali Bahan dan Alat yang Gigunakan Untuk Membuat Batik (modeling). (Dokumentasi: Daru Endah W, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada pertemuan kedua sebelum melanjutkan tugas yang diberikan oleh guru, guru menjelaskan kembali peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik. Hal tersebut bertujuan untuk memulihkan ingatan siswa tentang materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Jika ada siswa lupa dapat bertanya kepada guru. Siswa menunjukkan kepada guru hasil rancangan motif batik yang telah dibuat pada pertemuan pertama.
Gambar 7. Guru Membagikan Kain Mori Kepada Siswa Untuk Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain. (Dokumentasi: Daru Endah W, 2010) commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah kain mori dibagikan guru kepada masing-masing siswa kemudian siswa memindahkan motif batik yang sudah mereka buat pada pertemuan sebelumnya dari kertas gambar ke atas kain dengan menggunakan pensil.
Gambar 8. Siswa Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu mengerjakan tugas memindah motif batik dari kertas gambar keatas kain mori dengan mengggunakan pensil. Sebagian besar siswa mengerjakan tugas dengan serius atau asik dengan pekerjaannya, akan tetapi sebagian kecil siswa masih ada yang bercakap-cakap dengan teman sebangkunya.
Gambar 9. Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu membatik dengan teknik mencanting, sebagian kecil siswa serius dengan pekerjaannya akan tetapi sebagian besar lainnya masih bercanda dengan teman-temannya yang lain. Hal itu dikarenakan minimnya peralatan yang digunakan untuk membatik, jumlah kompor dan wajan yang dapat digunakan hanya 4 buah, canting yang digunakan sebagian kecil tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga siswa harus bergantian untuk membatik. Pada waktu menggunakan canting sebagian besar siswa masih belum mampu memegang gagang canting dengan benar, hal tersebut dapat dilihat pada gambar di atas. Sebagian besar siswa memegang pangkal gagang canting, posisi canting miring kebawah dan tangan kiri yang digunakan untuk menyangga kain tidak miring. Malam yang digunakan juga belum mendidih, sehingga pada waktu ditorehkan ke atas kain tidak dapat tembus sampai belakang kain. Minimnya peralatan membatik tidak menghalangi semangat siswa kelas VI SDN Mojosongo II untuk belajar membatik. c.) Kegiatan penutup Bersama dengan siswa guru melakukan evaluasi terhadap kegiatan memindahkan motif dari kertas gambar ke atas kain, dan membatik dengan teknik mencanting.Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon kegiatan memindah gambar dari kertas gambar ke atas kain, dan membatik dengan teknik mencanting, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal-hal yang
belum
diketahui
agar
dapat
dilakukan
suatu
tindakan
penyempurnaan. Guru menanyakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection). Sebagian besar siswa dalam membatik dengan teknik mencanting belum dapat menggunakan canting dengan baik, belum dapat memegang commit to user gagang canting bagian tengah, canting dengan benar, tidak memegang
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tangan kiri tidak dimiringkan untuk menyangga kain, dan dalam memegang canting posisi canting tidak miring sesuai dengan kemiringan kain, belum tembus pada kain, dan banyak malam yang menetes pada kain, hal tersebut sangatlah wajar karena siswa baru pertama kali memegang canting yang berisi malam/lilin panas. Ada juga beberapa orang siswa yang membatik dengan posisi kain diletakkan di lantai, sehingga posisi canting sangat miring sekali seperti memegang pensil. Hasil
dari
evaluasi
dapat
digunakan
untuk
pembelajaran
berikutnya. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu, mewarnai motif batik dengan teknik colet. Guru melakukan penilaian dengan mengukur kemampuan siswa dalam membuat rancangan motif batik (authentic assessment).
3.) Pertemuan ketiga Hari/tanggal
: Sabtu, 14 Agustus 2010
Siklus
: I (satu)
a.) Pendahuluan Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang hadir dan siswa yang tidak hadir. b.) Kegiatan inti Meliputi kegiatan guru guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan siswa dengan memberi penjelasan tentang model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: Guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada pertemuan ketiga, yaitu: guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), dengan bertanya kepada siswa pakah siswa masih mengingat materi pelajaran commit to user yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya tentang
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memindahkan motif dari kertas keatas kain, dan membatik dengan teknik mencanting. Guru menjelaskan lagi pengertian tentang mewarnai batik dengan teknik colet. Motif batik juga dapat dibuat dengan teknik colet. Motif yang dihasilkan dengan teknik ini tidak berupa klise. Teknik colet bisa juga disebut dengan teknik lukis, merupakan teknik mewarnai motif batik dengan cara mengoleskan cat atau pewarna kain jenis tertentu pada motif dengan kuas. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet adalah kuas, peniti, tali, tempat pewarna/botol bekas air mineral, pewarna remazol, ember, dan pengunci warna waterglass. Siswa melakukan observasi dan mengamati contoh hasil karya batik tulis. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri tentang mewarnai motif batik, (konstruktivism). Siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan (inquiry). Guru mendemontrasikan cara mewarnai mewarnai motif batik dengan teknik colet dan mencampur warna remazol agar siswa dapat mengerti (modeling). Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai teknik colet untuk mewarnai motif batik (questioning). Siswa dibentuk dalam kelompok kecil untuk mengerjakan tugas individu dengan melakukan diskusi dan bekerjasama dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet (learning community). Setelah kain mori yang sudah dibatik dibagikan kepada masingmasing
siswa,
kemudian
siswa
mewarnai
menggunakan remazol dengan teknik colet.
commit to user
motif
batik
tersebut
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 10.
Siswa Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu mengerjakan tugas mewarnai motif batik menggunakan remazol dengan perpaduan warna pada kain. Pada umumnya dalam membuat batik colet tidak menggunakan tali melainkan menggunakan gawangan khusus yang dibuat untuk membentangkan kain batik agar tidak goyang jika tersentuh orang yang lewat. Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk membentangkan kain batik terbuat dari tali. Peniti digunakan untuk mengaitkan antara kain batik dengan tali, agar kain batik mudah untuk diwarnai. Sebagian besar siswa tidak serius mengerjakan karya mereka, dan sebagian kecil lainnya serius mengerjakan karya mereka. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan sarana/fasilitas yang digunakan untuk mewarnai batik kurang memadai, dengan peralatan seadanya mereka mengerjakan karya dengan cara bergantian. Minimnya sarana/fasilitas tidak menjadikan semangat siswa SDN Mojosongo II rendah. Setelah selesai diwarnai kemudian kain batik dijemur agar kering.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 11.
Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat, satu persatu siswa menjemur kain batik yang sudah selesai diwarnai. Dalam proses pengeringan warna harus benar-benar kering, jika belum kering warna masih bisa luntur karena belum dikunci/dikancing dengan menggunakan waterglass. Jadi diusahakan kain batik tidak terkena air. Setelah kain kering kemudian direndam menggunakan waterglass yang dituangkan ke dalam ember selama ± 15 menit.
Gambar 12.
Siswa Merendam Kain Batik ke Dalam Ember Berisi Waterglass. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
merendam kain batik ke dalam ember yang berisi waterglass. Tujuan kain batik direndam ke dalamcommit embertoyang user berisi waterglass adalah untuk
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
megunci/mengancing warna agar dapat menyatu dengan kain. Walaupun waterglass berbau tidak sedap dan pedih jika terkena tangan yang terluka, siswa tidak merasa takut jika tangan mereka terkena waterglass. Setelah direndam ± 15 menit dengan menggunakan waterglass, kemudian dianginanginkan selama ± 15 menit.
Gambar 13.
Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu mengangin-anginkan kain yang sudah direndam menggunakan waterglass. Setelah ± 15 menit kain batik dijemur, kemudian kain dimasukkan kedalam ember yang berisi air agar waterglass luntur.
Gambar 14.
Siswa Mencelupkan Kain Batik ke Dalam Air Bersih Untuk Melunturkan Waterglass. (Dokumentasi: commit Sunarmi, to user 2010)
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas salah seorang siswa yang mencuci dengan memasukkan kain batik kedalam ember yang berisi air agar waterglass luntur. Satu persatu siswa mencuci kain batik mereka masing-masing, karena guru tidak memperbolehkan siswa mengerjakan tugas siswa yang lain. Hal tersebut dilakukan untuk membangun rasa tanggungjawab siswa secara individu. Setelah waterglass dilunturkan kemudian kain batik dilorot dengan menggunakan air panas.
Gambar 15.
Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air Mendidih. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
melorot kain batik dengan menggunakan air panas yang mendidih untuk melunturkan malam/lilin yang masih menempel pada kain. Hal tersebut dilakukan secara bergantian agar tidak bercanda pada waktu melorot kain batik. Walaupun air yang digunakan untuk melorot kain sangat panas, namun antusias siswa pada waktu melorot kain batik sangat tinggi. Pada bagian melorot kain batik, siswa yang bekerja hanya sebagian saja, karena jika semua siswa melorot kain batik dengan menggunakan panci yang berisi air panas mereka pasti akan berebut tempat. Setelah kain batik dilorot kemudian kain batik dijemur sampai kering.
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 16.
Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Dilorot. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu menjemur kain batik yang sudah dilorot. Secara bergantian mereka menjemur karya masing-masing. c.) Kegiatan penutup Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon kegiatan mewarnai batik dengan teknik colet, mengunci/mengancing kain dengan menggunakan waterglass, dan melorot kain dengan menggunakan air panas yang telah dilaksanakan.Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi mewarnai motif batik dengan teknik colet yang telah disampaikan,
kegiatan
dan
pengalaman
yang
bertujuan
untuk
mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Guru menanyakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection). Sebagian besar siswa mengalami kesulitan pada waktu mewarnai motif batik dengan teknik colet, karena motif batik yang dibuat oleh siswa terlalu kecil, pada saat motif diberi warna meluber kemotif-motif lainnya, commit to user sehingga hasil pewarnaannya kurang rapi. Malam yang kurang panas juga
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat menjadi faktor penyebab warna meluber keluar dari motif. Sebagian besar siswa kesulitan dalam memadukan warna, sehingga warna-warna yang dihasilkan kurang bervariasi, kebanyakan siswa hanya menggunakan dua atau tiga macam warna, dan ada juga yang hanya menggunakan satu warna. Pada waktu mengunci warna batik sebagian siswa takut untuk terkena waterglass, dan pada waktu melorot kain sebagian siswa tidak mengerjakan tugasnya untuk melunturkan sisa malam yang masih melekat pada kain. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan
berikutnya
yaitu,
bersama-sama
dengan
siswa
mempresentasikan hasil karya batik yang telah dibuat. Guru melakukan penilaian dengan mengukur kemampuan siswa dalam mewarnai motif batik menggunakan remazol dengan teknik colet dengan indikator perpaduan warna, kerapian warna, dan hasil batik (authentic assessment).
4.) Pertemuan keempat Hari/tanggal
: Sabtu, 28 Agustus 2010
Siklus
: I (satu)
a.) Pendahuluan Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang hadir dan siswa yang tidak hadir. b.) Kegiatan inti Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
siswa
dengan
memberi
penjelasan
tentang
model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: Guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada pertemuan ke-tiga, yaitu: guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang to user terkait dengan dunia nyatacommit kehidupan siswa (daily life modeling), dengan
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
bertanya kepada siswa apakah siswa masih mengingat materi pelajaran yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Agar siswa tidak lupa, guru mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya yaitu, materi batik, membuat rancangan motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. Pada tahap konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal tentang membatik yang telah dilaksanakan selama 3 x pertemuan. Berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh siswa, diharapkan siswa mampu menggabungkan antara pengalaman yang baru diperolehnya dengan melakukan observasi dan melakukan mengamati hasil karya batik yang telah dibuat. Pada tahap menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman yaitu membatik yang telah dilaksanakan selama tiga kali pertemuan. Dengan demikian siswa mampu memahami tentang materi batik, membuat motif batik, teknik mencanting, mewarnai motif batik dengan teknik colet. Siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan. Pada tahap masyarakat belajar (learning community) yaitu, sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar. Tahap learning community pada pertemuan keempat siswa tidak dibentuk kelompok dikarenakan tidak ada penugasan dari guru, akan tetapi secara bersamasama siswa mendiskusikan hasil karya batik yang sudah dibuat. Pada tahap bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, dengan memberikan pertanyaan kepada siswa tentang kegiatan membatik yang to user telah dilaksanakn. Gurucommit memberi kesempatan kepada siswa untuk
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengajukan
pertanyaan
tentang
kegiatan
membatik
yang
telah
dilaksanakan. Dengan adanya kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa, kegiatan tersebut dapat menimbulkan interaksi antar siswa, sehingga mampu menghidupkan susana kelas. Pada tahap permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh. Pada tahap ini guru menunjukkan semua hasil karya siswa satupersatu di depan kelas dengan memberikan kritik, saran, dan masukanmasukan yang membangun. Sebenarnya pada pertemuan keempat guru meminta siswa maju satu persatu untuk mempresentasikan hasil karya mereka masing-masing, akan tetapi siswa belum berani maju kedepan, hal tersebut terjadi karena siswa belum terbiasa mempresentasikan karya mereka didepan kelas.
Gambar 17.
Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas. (Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu mendengarkan presentasi dari guru. Bersama-sama dengan siswa guru mengevaluasi semua hasil karya batik yang telah dibuat oleh siswa. Dengan demikian guru bersama dengan siswa dapat memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun supaya untuk tugas-tugas selanjutnya siswa lebih maksimal dalam mengerjakan tugas. Dalam pembelajaran ini siswa menggambar motif batik sebanyak tiga kali, yaitu: 1) membuat motif batik pada kertas gambar, 2) memindah commit to user motif gambar batik dari kertas gambar keatas kain mori, dan 3) mengulang
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
motif batik pada kain dengan menggunakan malam/lilin yang sudah dilelehkan. Dengan mengulang membuat motif batik diharapkan dapat melatih keterampilan siswa dalam menggambar motif batik. Sebelum dilaksanakan penelitian ini pengetahuan siswa tentang motif batik sangat kurang sekali, hal itu dapat diketahui dari motif batik yang mereka buat kebanyakan monoton. Setelah dilaksanakan penelitian ini hasil karya siswa menunjukkan perubahan yang awlnya hanya mencontoh karya teman atau mencotoh motif batik dari buku sekarng sebagian besar siswa berani membuat motif sendiri. Dalam membatik dengan teknik mencanting sebagian besar siswa masih belum menguasai, hal tersebut dikarenakan siswa kelas VI SDN Mojosongo II baru pertama kali membatik dengan teknik mencanting. Pada waktu membatik peralatan yang digunakan sebagian besar tidak dapat berfungsi dengan baik, seperti misalnya: nyala api kompor tidak dapat maksimal, wajan bocor, kondisi canting tidak baik, hal tersebut membuat aliran malam/lilin terhambat, sehingga malam/lilin tidak dapat tembus pada kain. Dan sebagian kecil lainnya siswa sudah mampu membatik dengan teknik mencanting dengan baik. Dalam mewarnai motif batik menggunakan pewarna remazol dengan perpaduan warna pada kain sebagian besar siswa kesulitan dalam hal pewarnaan. Dilihat dari sisi pewarnaan karya siswa kelas VI sebagian besar belum berani mengkombinasikan warna, warna yang digunakan belum harmonis, warna motif satu dengan motif lain tercampur, warnanya keluar dari motif, bahkan ada siswa yang hanya menggunakan satu warna saja. Pengalaman-pengalaman di atas merupakan pengetahuan yang baik untuk siswa sebagai langkah awal dalam menggunakan canting. Dalam proses merendam kain batik ke dalam waterglass, hampir seluruh siswa sudah mampu mengerjakannya. Dan pada waktu melorot kain
dengan
menggunakan
air
panas
secara
individu
siswa
mengerjakannya dengan hati-hati. Kegiatan pembelajaran ini juga dapat to user terhadap hasil karya masingmelatih rasa kebersamaan,commit tanggungjawab
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masing kindividu, serta kemandirian untuk dapat menyelesaikan tugas individu dengan baik. c.) Kegiatan penutup Pada tahap refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari yaitu membatik. Pada tahap ini siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan tentang kegiatan membatik yang telah dilaksanakan selama 3 x pertemuan. Kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa pada waktu membuat rancangan motif batik, memindahkan motif batik dari kertas gambar ke atas kain, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet. Siswa dapat leluasa mengemukakan pendapat mereka, sehingga guru dapat memberikan solusi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut yang nantinya akan diterapkan pada pembelajaran berikutnya. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu, pelaksanaa siklus II membuat batik yang digunakan untuk taplak meja kecil yang dikerjakan secara kelompok. Pada tahap penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) yaitu, mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa, penilaian keseluruhan produk (hasil karya batik).
c. Observasi dan Analisis Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada siklus I, yaitu pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan keempat dapat diperoleh hasil penelitian dengan menggunakan authentic assessment (penilaian nyata) adalah sebagai berikut: 1.) Hasil observasi Berikut ini adalah tabel hasil observasi penilaian siklus I:
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 7.
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus I
Mempersiapkan Bahan dan Alat Untuk Membuat Batik
Nama
Zaenal Abidin (K 1) Christianto (K 1) Nita Adriyanti (K 1) Tri Regina O (K 1) Anis Setyowati (K 2) Aphredita S (K 2) Alfi Rahmawati (K 2) Axel Ibrahim Ilfat (K 2) Abu Al Isfa Qani (K 3) Aziz Miko Refi S (K 3) Bayu Saputro (K 3) Burhanudin (K 3) Dyah Ayu S (K 4) Dede Setyawan (K 4) Ery Kurnia Devi (K 4) Eko Wahyu S (K 4) Fauzi Anjarani (K 5) Firla Mustianto (K 5) Intan Ferlin H (K 5) Jesika Anggun A (K 5) Muh. Abi N (K 6) Mui Cahya B (K 6) Riris L (K 6) Rendi Adi N (K 6) Siti Zaenab Z (K 7) Sofi Nur M (K 7) Sintia Fatma P (K 7) Santia Resti D (K 7) Feronika Indah P (K 8) Wayan Sidiq A (K 8) Radietya R D (K 8) Qusnul Inaiyah A (K 8) Alung Rasmoro D (K 8) Ardhia Dewantara (K 8) Fera Monika K (K 8) S. P Gumilang (K 8) Jumlah Rata-rata Kelas
a 80 50 80 80 80 80 80 80 80 70 70 60 80 60 80 70 80 70 80 80 80 50 70 70 60 80 50 80 80 80 70 80 80 80 80 70
b 80 50 80 60 80 80 80 80 80 60 70 70 60 80 80 70 80 80 80 80 80 50 70 80 50 70 50 80 80 80 70 50 60 60 50 80
c 80 50 80 70 80 80 80 80 80 80 70 70 70 70 70 80 70 80 70 80 80 80 50 70 70 60 70 50 80 80 80 70 60 60 50 70
Nilai 80 50 80 70 80 80 80 80 80 70 70 70 70 70 80 70 80 70 80 80 80 50 70 70 60 70 50 80 80 80 70 60 60 50 70 70 2560 71,11
Aspek Psikomotor Kreativitas (Kelancaran dalam Membatik dengan Membuat Motif Teknik Mencanting Batik) d e Nilai f g h Nilai 80 80 80 70 80 60 70 50 50 50 50 50 50 50 80 80 80 60 80 70 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 60 70 70 70 70 70 80 80 80 80 50 60 60 80 80 80 50 50 50 50 60 60 60 50 60 70 60 80 80 80 60 60 60 60 80 80 80 60 60 60 60 70 50 60 80 80 80 80 80 80 80 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 50 50 50 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 70 60 50 60 80 80 80 70 50 60 60 80 60 70 80 80 80 80 50 50 50 50 50 50 50 80 60 70 60 60 60 60 70 70 70 80 80 80 80 80 80 80 50 70 60 60 80 60 70 50 50 50 50 80 80 80 80 80 80 80 80 50 60 60 60 60 60 80 80 80 80 80 80 80 60 60 60 50 50 50 50 80 80 80 80 80 80 80 70 50 60 50 70 60 60 70 50 60 50 50 50 50 70 70 70 60 50 70 60 70 50 60 50 50 50 50 70 70 70 70 70 70 70 2590 2370 71,94 65,83
Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet i 50 50 70 80 50 60 60 50 70 70 70 50 70 70 80 50 80 50 50 50 50 50 50 80 70 50 80 80 50 50 60 50 50 50 50 80
j 50 50 60 80 50 70 60 50 60 50 70 50 70 70 80 50 80 50 50 50 70 50 50 80 50 50 80 80 60 50 70 50 50 50 50 70
k 50 50 80 80 80 50 60 50 50 60 70 50 70 70 80 50 80 50 50 50 60 50 50 80 60 50 80 80 70 50 60 50 50 50 50 60
Nilai 50 50 70 80 60 60 60 50 60 60 70 50 70 70 80 50 80 50 50 50 60 50 50 80 60 50 80 80 60 50 60 50 50 50 50 70 2170 60,27
Keterangan: a
: Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik.
b
: Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting.
c
: Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet.
d e
: Banyaknya motif yang.gambar. commitide/ to user : Kebebasan mengeluarkan banyaknya jenis motif.
Nilai Akhir
70 50 75 77,5 75 70 70 65 65 67,5 70 65 70 65 80 62,5 80 70 67,5 67,5 72,5 50 62,5 75 65 60 72,5 70 75 60 72,5 57,5 55 57,5 57,5 70 2415 67,08
perpustakaan.uns.ac.id
f
: Penggunaan canting.
g
: Kematangan malam/lilin.
h
: Kerapian dan kebersihan dalam mencanting.
I
: Teknik mencolet.
J
: Teknik mengunci/mengancing pewarna remazol.
k
: Perpaduan warna motif batik.
71 digilib.uns.ac.id
Teknik penilaian yang dilakukan oleh guru: 1. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik -
Siswa mempersiapkan sendiri alat yang digunakan untuk membuat motif batik: pensil, penghapus, dan kertas gambar.
-
Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk membatik dengan teknik mencanting (korek api, canting, kain mori), bahan dan alat lain telah disediakan oleh guru disekolah (malam, wajan, kompor kecil, minyak tanah).
-
Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet (kuas, botol air mineral bekas, tali, peniti), bahan dan alat lain telah disediakan oleh guru disekolah (remasol, waterglass, ember, panci, dan kompor).
-
Guru menilai siswa dengan cara mengamati siswa satu persatu dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik berdasarkan sub-sub indikator yang telah disebutkan di atas.
-
Jika terdapat siswa yang sama sekali tidak mempersiapkan bahan dan alat yang harus dipersiapkan dari rumah, siswa dapat mempergunakan alat dan bahan yang ada disekolah, dengan demikian siswa memperoleh nilai yang paling terendah diantara siswa yang telah mempersiapkan bahan dan alat.
2. Membuat rancangan motif batik -
Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu membuat motif batik, dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses pembuatan motif commit to user dari bangku satu ke bangku yang lain di dalam kelas.
perpustakaan.uns.ac.id
-
72 digilib.uns.ac.id
Guru melakukan observasi dengan menanyakan kepada siswa: motif apa yang dibuat?, menceritakan tentanga apa?, memperoleh ide dari mana?, dengan demikian guru dapat mengetahui apakah motif yang dibuat oleh siswa adalah hasil kreativitasnya sendiri atau hanya meniru gambar lain, maupun mencontek karya teman yang lain.
3. Membatik dengan teknik mencanting -
Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu membuat motif batik, dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses pembuatan motif dari bangku satu ke bangku yang lain di dalam kelas.
-
Guru melakukan observasi dengan menanyakan kepada siswa: motif apa yang dibuat?, menceritakan tentanga apa?, memperoleh ide dari mana?, dengan demikian guru dapat mengetahui apakah motif yang dibuat oleh siswa adalah hasil kreativitasnya sendiri atau hanya meniru gambar lain, maupun mencontek karya teman yang lain.
-
Setelah selesai pembuatan motif batik guru menilai komposisi motif.
-
Hasil pembuatan motif dalam satu kelompok diseleksi oleh guru, dan diambil salah satu karya siswa yang nantinya akan digunakan untuk membuat motif taplak meja kecil.
4. Mewarnai motif batik dengan teknik colet -
Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu mewarnai motif batik dengan teknik colet, dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses mewarnai motif batik. Dengan cara mengamati siswa satupersatu, guru dapat mengetahui bagaimana teknik mencolet siswa, teknik mengunci/mengancing pewarna remazol.
-
Untuk dapat mengetahui perpaduan warna motif batik, guru dapat melakukan penilaian setelah karya batik jadi.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan tindakan siklus I dapat diketahui prestasi belajar siswa kelas VI SDN Mojosongo II nilai rata-rata keseluruhannya adalah sebagai berikut: commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
N (nilai keseluruhan) = N (1) + N (2) + N (3) + N (4) 4 N (nilai keseluruhan) = 71,11 + 71,66 + 65,83 + 60,27 4 = 2415 4 = 67,08 Hasil analisis data pelaksanaan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Contextual teaching and learning (CTL), secara umum telah menunjukkan perubahan, dimana siswa dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes pada saat melaksanakan praktek membatik dengan teknik mencanting.
2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus I Berikut ini adalah 3 contoh hasil karya membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL): a.) Hasil Karya Siswa di Bawah KKM Nilai Rendah (50): Berikut ini adalah hasil karya siswa kelas VI yang bernama Christianto, belum memenuhi KKM nilai rendah (50):
Gambar 18.
Hasil Karya Siswa Kelas VI (Christianto) (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari gambar di atas dapat dilihat salah satu hasil karya siswa kelas VI yang bernama Christianto belum memenuhi KKM 66 setelah dilaksanakan penelitian siklus I. Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik Christianto belum dapat mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik, sehingga memperoleh nilai 50. Dalam membuat rancangan motif batik dengan indikator: kreativitas (keaslian ide, beda dengan yang lain, tidak monoton), dan komposisi serasi, Christianto termasuk anak yang tidak kreatif, karena menjiplak contoh hasil karya temannya yang dibuat sebelum penelitian ini dilaksanakan sehingga memperoleh nilai 50. Dalam membatik dengan teknik mencanting Christianto belum bisa menggunakan canting dengan baik, sebagian besar tidak tembus pada kain, kerapian dan kebersihanya sangat kurang sekali sehingga memperoleh nilai 50. Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet Christianto belum mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet, warna belum rapi, dan hasil karya belum baik (belum sesuai dengan indikator ketercapaian) sehingga memperoleh nilai 50. Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh Christianto pada silkus I adalah 50 (dibawah standar KKM).
b.) Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Nilai Sedang (70) Berikut ini adalah hasil karya siswa kelas VI yang bernama Dyah, sudah memenuhi KKM nilai sedang (70):
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 19. Hasil Karya Siswa Kelas VI (Dyah) (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Dari gambar di atas dapat kita lihat salah satu hasil karya siswa kelas VI yang bernama Dyah, setelah dilaksanakan penelitian siklus I sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (nilai sedang). Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, Dyah sudah mampu mempersiapkan sebagian besar bahan dan alat untuk membuat batik sehingga memperoleh nilai 70. Dalam membuat rancangan motif batik, Dyah termasuk anak yang kreatif, karena Dyah membuat motif batik yang berbeda dari teman yang lainnya dan tidak monoton, sehingga memperoleh nilai 80. Dalam membatik dengan teknik mencanting, Dyah sudah mampu memegang canting dengan baik, akan tetapi sebagian besar tidak tembus pada kain, dan kebersihanya sangat kurang, sehingga memperoleh nilai 60. Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Dyah sudah baik (sebagian besar mampu memenuhi indikator), sehingga memperoleh nilai 70. Berdasarkan penilaian di atas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh Dyah pada silkus I adalah 70 (di atas KKM nilai sedang). commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.) Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Nilai Tinggi (77,5) Berikut ini adalah hasil karya siswa kelas VI yang bernama Tri Regina, memperoleh nilai tinggi di atas KKM (77,5):
Gambar 20.
Hasil Karya Siswa Kelas VI (Tri Regina) (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari gambar di atas dapat dilihat salah satu hasil karya siswa kelas VI yang bernama Tri Regina, setelah dilaksanakan penelitian siklus I sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (nilai tinggi). Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, Tri sudah mampu mempersiapkan sebagian besar bahan dan alat untuk membuat batik, sehingga memperoleh nilai 70. Dalam membuat rancangan motif batik Tri Regina termasuk anak yang kreatif, karena Tri Regina membuat motif batik yang berbeda dari teman yang lainnya, sehingga memperoleh nilai 80. Dalam membatik dengan teknik mencanting, Tri Regina sudah mampu menggunakan canting dengan baik, sebagian besar tembus pada kain, dan terjaga kebersihanya sehingga memperoleh nilai 80. Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Tri Regina sudah mampu mewarnai motif dengan baik sehingga commit to user memperoleh nilai 77,5.
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan penilaian di atas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh Tri Regina pada silkus I adalah 77,5 (di atas KKM 66 nilai tinggi).
3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus I a.) Penilaian indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan pertama dari ke 36 orang siswa terdapat 15 orang siswa atau 41,66 % yang meperoleh nilai A (80), 14 orang siswa atau 38,88 % yang memperoleh nilai B (70), 3 orang siswa atau 8,33 % yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh nilai D (50). Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 29 orang siswa atau 80,55 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM 7 orang siswa atau 19,44 %. Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik dapat dikatakan telah berhasil, lebih dari 70 % prestasi belajar siswa dapat meningkat. b.) Penilaian indikator membuat rancangan motif batik Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan kedua dari ke 36 orang siswa terdapat 19 orang siswa atau 52,77 % yang memperoleh nilai A (80), 7 orang siswa atau 19,44 % yang memperoleh nilai B (70), 8 orang siswa atau 22,22 % yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 2 orang siswa atau 5,55 % yang memperoleh nilai D (50). Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 25 orang siswa atau 72,21 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM 10 orang siswa atau 27,77 %. Dalam membuat rancangan motif batik dapat dikatakan sudah berhasil, dikarenakan dalam menggambar rancangan motif batik lebih dari 70 % nilai siswa dapat meningkat. commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.) Penilaian indikator membatik dengan teknik mencanting Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan kedua dari 38 orang siswa yang meperoleh nilai A (80) sebanyak 11 siswa atau 30,55 %, 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh nilai B (70), 13 orang siswa atau 36,11 % yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 8 orang siswa atau 22,22 % yang memperoleh nilai D (50). Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 15 orang siswa atau 41,66 %, dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM 21 orang siswa atau 58,33 %. Dalam membatik dengan teknik mencanting dapat dikatakan belum berhasil, dikarenakan dalam menggambar rancangan motif batik kurang dari 70 % nilai siswa belum dapat meningkat. d.) Penilaian indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan ketiga tabel 6 dari ke 36 orang siswa terdapat 6 orang siswa atau 16,66 % yang memperoleh nilai A (80), 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh nilai B (70), 10 orang siswa atau 27,27 % yang memperoleh nilai C (60), dan 16 orang siswa atau 44,44 % yang memperoleh nilai D (50). Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah sebanyak 10 orang siswa atau 27,27 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM 26 orang siswa atau 71,71 %. Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet dapat dikatakan belum berhasil, dikarenakan dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet kurang dari 70 % nilai siswa belum dapat meningkat.
d. Refleksi Hasil pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) siklus I yang dilaksanakan selama 4x pertemuan, peneliti berupaya menggali faktor penyebab dan melakukan refleksi, sebagai berikut: commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.) Pada indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 29 orang siswa atau 80,55 %, dan yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 7 orang siswa atau 19,44 %. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar siswa sudah mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik. Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar maka pada siklus berikutnya perlu dilakukan bimbingan terhadap siswa yang belum mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik. 2.) Pada indikator membuat rancangan motif batik, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 25 orang siswa atau 72,21 %, dan yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 10 orang siswa atau 27,77 %. Sebagian
besar
siswa
sudah
mampu
menggambarkan
ide
dan
kreativitasnya dalam membuat motif batik berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukanya terhadap benda-benda yang terdapat dilingkungan sekitar. Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar sebagian kecil siswa, maka pada siklus berikutnya perlu dilakukan bimbingan dan pengarahan terhadap siswa yang belum mampu membuat rancangan motif batik, dengan memberikan saran dan masukan yang membangun, agar siswa mampu menumbuhkan rasa percaya diri dalam membuat rancangan motif batik yang kreatif. Guru memberikan contoh-contoh hasil karya batik yang lebih beragam, dan guru menganjurkan supaya siswa mengamati berbagai macam benda yang terdapat dilingkungan siswa. Hal tersebut bertujuan untuk memancing pemikiran siswa supaya lebih kreatif dalam membuat motif batik. 3.) Pada indikator membatik dengan teknik mencanting, siswa siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 15 orang siswa atau 41,66 %, dan siswa yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 21 orang siswa atau 58,33 %. Hal tersebut dikarenakan siswa baru pertama kali menggunakan commit to user canting, kompor yang digunakan tidak dapat berfungsi dengan baik,
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga malam yang direbus tidak dapat mendidih, dan mengakibatkan malam
tidak
dapat
digunakan
untuk
membatik
motif,
menetes
disembarang tempat, dan sebagian besar tidak dapat tembus pada kain. Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar maka pada siklus berikutnya perlu dilakukan bimbingan terhadap siswa yang belum mampu membatik dengan teknik mencanting, dengan cara mengajarkan lagi bagaimana cara menggunakan canting yang benar, menembuskan cairan malam/lilin pada kain, dan menjaga agar canting tidak menetes pada kain sehingga dapat menjaga kebersihan. 4.) Pada indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah sebanyak 10 orang siswa atau 27,27 %, dan yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 26 orang siswa atau 71,71 %. Hal tersebut dikarenakan pada waktu mencanting motif malam tidak dapat tembus pada kain, pada waktu mewarnai motif batik dengan teknik colet siswa baru pertama kalinya menggunakan kuas untuk mewarnai, sehingga warna motif satu dengan motif lainnya tercampur. Siswa belum mampu memdukan warna yang harmonis, siswa belum berani mengkombinasikan warna, siswa belum mampu membedakan antara warna motif dan background, sehingga tidak terlihat jelas. Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar maka pada siklus berikutnya perlu dilakukan bimbingan terhadap siswa yang belum mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet, memberikan contoh cara menggunakan kuas yang baik, membimbing dan mengajarkan kepada siswa langkah-langkah teknik mengunci/mengancing pewarna remazol, memadukan warna yang harmonis, memadukan warna yang harmoni, kesesuaian warna dengan motif, dan kerapian warna.
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil observasi siklus I di atas dapat terdapat 2 indikator ketercapaian yang belum mampu memenuhi KKM, yaitu membatik dengan teknik mencanting dan mewarnai motif batik dengan teknik colet, sehingga untuk dapat meningkatkan prestasi belajar membatik perlu dilaksanakan siklus II. Pelaksanaan siklus II meliputi: perencanaan, tindakan, observasi, analisis, dan refleksi.
2. Tindakan Siklus II Pelaksanaan siklus kedua didasarkan pada hasil analisis dan refleksi di siklus pertama. Pelaksanaannya meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan refleksi. a. Perencanaan Tindakan Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap proses pembelajaran dan hasil pembelajaran pada siklus I diperoleh data sebagai berikut: Hasil pelaksanaan siklus I indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dapat dikatakan telah berhasil, yaitu aktivitas belajar siswa lebih dari 70 % dapat meningkat. Hasil pelaksanaan siklus I indikator membuat rancangan motif batik dapat dikatakan telah berhasil, yaitu gambar rancangan motif batik siswa lebih dari 70 % dapat meningkat. Hasil pelaksanaan siklus I indikator membatik dengan teknik mencanting diatas dapat dikatakan belum berhasil, yaitu gambar rancangan motif batik siswa kurang dari 70 % belum dapat meningkat. Hasil pelaksanaan siklus I indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah sebanyak 10 orang siswa atau 27,27 %, dan yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 26 orang siswa atau 71,71 %. Berdasarkan hasil data yang diperoleh di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa belum mampu membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. Untuk itu perlu dilaksanakan siklus II yang merupakan lanjutan dari siklus I. Yang diutamakan dalam siklus II ini adalah commit to user indikator ketiga dan keempat, akan tetapi indikator pertama dan kedua harus
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diiksanakan. Hasil observasi dan analisis data tersebut dapat digunakan sebagai tolok ukur pelaksanaan siklus II. Peneliti sebagai guru pengampu mata pelajaran SBK melakukan langkah untuk merencanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CTL siklus II, antara lain: 1.) Memilih pokok bahasan atau indikator yang sesuai dengan silabus. Alasan memilih pokok bahasan atau indikator tersebut karena pada siklus I prestasi belajar siswa belum dapat memenuhi indikator ketercapaian, sehingga pada siklus II perlu dilakukan penelitian ulang. 2.) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II yang disusun oleh peneliti yang memuat 3 kali pertemuan, dilaksanakan selama 2 minggu dimulai tanggal 21 September 2010 sampai dengan 2 Oktober 2010.
b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus II dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan berdurasi 2 jam x 35 menit yaitu 70 menit sesuai skenario dan RPP mata pelajaran membatik dengan metode yang telah disusun oleh guru sebagi peneliti.
1.) Pertemuan pertama Siklus
: II (dua)
Hari/tanggal
: Selasa, 21 September 2010
a.) Pendahuluan Meliputi kegiatan: guru membuka dan mengawali pelajaran dengan melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang hadir dan siswa yang tidak hadir. b.) Kegiatan inti Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
siswa
dengan memberi penjelasan tentang commit toand user pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL).
model
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modelling), dengan bertanya kepada siswa apakah siswa masih mengingat materi pelajaran yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Agar siswa tidak lupa, guru mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah disampaikan pada pembelajaran sebelumnya mengenai batik. Guru menyampaikan materi ajar tentang pengertian batik. Karena pembelajaran pada silkus II materniya sama dengan siklus I, maka guru hanya menyampaikan sebagian materi pelajaran yang penting saja dengan melakukan tanya jawab dengan siswa. Hal demikian ditujukan supaya siswa mampu mengingat kembali materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Membatik adalah melukis pada kain dengan menggunakan lilin/malam dan alat yang digunakan untuk menorehkan malam pada kain yaitu canting. Canting adalah alat untuk membatik yang terbuat dari tembaga atau kuningan dengan gagang yang terbuat dari kayu. Agar malam dapat mencair diperlukan wajan dan kompor atau anglo/keren untuk melelehkannya. Dalam membatik malam yang digunakan harus mendidih, jika tidak panas malam tidak dapat tembus pada kain dan akibatnya pada saat pewarnaan warna akan tercampur dan hasilnya warna tidak rapi. Untuk membatik diperlukan gawangan yang terbuat dari kayu atau bambu. Motif yang terdapat pada kain batik sebagian besar adalah tumbuhan, hewan, manusia, geometris, awan, gapura, rumah, dan lain sebagainya digunakan dalam membuat batik. Daerah-daerah penghasil batik antara lain adalah Cirebon, Priangan, Banjarnegara, Yogyakarta, Solo, Banyumas, Pekalongan, Lasem, dan Madura. Batik dibuat dengan berbagai macam jenis kain, seperti birkolin, shantung, belacu, sutera, katun, dan sebagainya. Kain mori dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu primisima, prima, dan biru.commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut proses pembuatannya batik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu batik tulis, batik colet, batik ikat celup, batik cap, dan batik printing. Batik tulis proses pembuatanya dengan cara tradisional dengan menggunakan canting. Batik colet proses pembuatannya menguaskan warna langsung diatas kain dengan menggunakan kuas. Batik ikat celup atau jumputan yang proses pembuatannya dengan cara mengikat dan mencelupkan kain pada pewarna. Batik cap proses pembuatannya dengan menggunakan cap/setempel dari tembaga yang sudah dibentuk motif
batik.
Batik
printing
biasanya
diproduksi
pabrik
dengan
menggunakan screen. Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring, kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas. Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir. Langkah-langkah pembuatan batik tulis: 1) buatlah motif batik pada kain dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam direbus di atas wajan dengan menggunakan anglo/kompor, 3) kemudian motif batik dengan menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet commit to5)user menggunakan pewarna remazol, setelah proses pewarnaan selesai,
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain batik dapat dikeringkan. Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulisyang sudah dibuat pada pertemuan sebelumnya. Siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuan
mereka
sendiri
(konstruktivism).
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (inquiry). Dengan demikian siswa dapat menumbuhkan ide kreatif tentang batik. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang siswa. Pada siklus II siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan kerjasama untuk membuat batik yang digunakan sebagai taplak meja kecil. Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang user lain (learning community).commit Guru to mendemontrasikan cara membuat motif
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
batik agar siswa dapat mencontoh cara membatik yang benar (memegang canting, mennorehkan malam, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet). Pada tahap ini siswa dapat diikutsertakan untuk mencoba memegang canting yang benar, menorehkan malam, dan mewarnai, hal ini bertujuan agar siswa tidak takut memegang alat-alat yang mungkin masih baru bagi mereka (modeling). Guru memberikan penugasan: buatlah batik dengan motif bebas pada kain dengan finishing pewarnaan dengan teknik colet, dengan langkah pengerjaan sebagai berikut: 1) buatlah motif batik pada kain dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam di rebus diatas wajan dengan menggunakan
anglo/kompor,
3)
kemudian
motif
batik
dengan
menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet menggunakan pewarna remazol, 5) setelah proses pewarnaan selesai, kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain batik dapat dikeringkan. Guru memberitahukan aspek apa saja yang digunakan dalam penilaian: a) mempersiapkan bahan dan untuk membatik, berdasarkan commit to user indikator: mempersiapkan alat untuk membuat motif batik,
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting, dan mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet. b) merancang motif batik, berdasarkan indikator kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). c) membatik dengan teknik
mencanting,
berdasarkan
indikator:
penggunaan
canting,
kematangan malam, dan kerapian dan kebersihan dalam mencanting. d) mewarnai motif batik dengan teknik colet, berdasarkan indikator teknik mencolet, teknik mengunci/ mengancing warna remazol, perpaduan warna. Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai batik, peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik. Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya (questioning), jika tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan maka guru menunjuk salah satu siswanya, jika tidak dapat menjawab maka dilemparkan kepada siswa yang lainnya agar siswa aktif dalam pembelajaran (terdapat pada lampiran).
Gambar 21.
Guru Menjelaskan dan Memberikan Contoh Taplak Meja yang Terbuat dari Batik (modeling). (Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa guru sedang memberikan
penjelasan mengenai karya yang akan dibuat pada siklus II, dan memberikan contoh hasil commit karya batik yang berupa taplak meja. Sebagian to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
besar siswa memperhatikan penjelasan dari guru, akan tetapi masih terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru. Guru melakukan penilaian dengan mengukur pengetahuan dan aktivitas siswa pada waktu mengikuti pelajaran yaitu mempersiapkan peralatan membatik dengan indikator: memperhatikan penjelasan guru tentang batik, alat dan bahan untuk membatik, menjawab pertanyaan guru tentang batik, alat dan bahan untuk membatik (authentic assessment).
Gambar 22.
Siswa Membuat Rancangan Motif Batik pada Kertas Gambar. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengerjakan tugas dari guru, mereka secara individu membuat rancangan motif batik yang nantinya akan dipilih salah satu hasil karya siswa yang terbaik dalam satu kelompok, akan digunakan untuk membuat taplak meja kecil. Guru melakukan penilaian mempersiapkan bahan dan untuk membatik(authentic assessment). c.) Kegiatan penutup Guru memberikan penjelasan kembali mengenai cara menggambar motif batik yang mudah, dengan melihat dan mengamati berbagai macam benda hidup maupun benda mati yang ada dilingkungan sekitar siswa, siswa akan lebih mudah untuk menggambarkan apa yang mereka lihat. Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik user yang telah disampaikan,commit setiaptoberakhir proses pembelajaran, guru
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Guru menanyakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection). Pada siklus II sebagian besar siswa sudah mampu membuat gambar motif batik dengan baik, menjawab pertanyaan dan mengajukan pertanyaan kepada guru tentang bahan dan alat untuk membatik. Masih terdapat beberapa orang siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menggambar motif, sehingga mereka hanya mencontoh teman yang lainnya. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya yaitu, memindahkan rancangan dari kertas gambar ke atas kain, membatik dengan teknik mencanting, mewarnai motif batik dengan teknik colet
2.) Pertemuan kedua Siklus
: II (dua)
Hari/tanggal
: Selasa, 28 September 2010
a.) Pendahuluan Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang hadir dan siswa yang tidak hadir. b.) Kegiatan inti Meliputi kegiatan guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada pertemuan kedua dengan memberi penjelasan tentang model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkahlangkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya commit to user yang terkait dengan dunia nyata jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi)
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
kehidupan siswa (daily life modeling). Agar siswa tidak lupa, guru mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya tentang asal mula batik, jenisjenis batik, teknik pembuatan batik tulis, bahan dan alat untuk membuat batik tulis, dan langkah-langkah pembuatan batik tulis. Guru menjelaskan lagi mengenai materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya yaitu motif. Motif dalam membuat batik bervariasi, ada yang mengambil gambar benda hidup seperti ayam, burung, ikan, kupu-kupu, dan ada pula yang menggambarkan benda mati seperti misalnya kapal, rumah, batu, dan lain-lain. Guru menjelaskan cara memindahkan motif batik dari kertas gambar ke atas kain dengan menggunakan pensil. Setelah selesai memindahkan motif batik pada kain, siswa melanjutkan kegiatan selanjutnya yaitu membatik dengan teknik mencanting. Dalam teknik mencanting peralatan yang digunakan adalah: canting, lilin/malam, wajan, kompor, minyak tanah, dan korek api. Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring, kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas. Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus pada kain, maka commit to user malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas atau mendidih.
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak kelihatan/tidak jelas, dan berdampak pada pewarnaan dan hasil batik. Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis yang
telah
dibuat
pada
pertemuan
sebelumnya.
Siswa
dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan (konstruktivism). Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (inquiry). Dengan demikian siswa dapat menumbuhkan ide kreatif tentang batik, dapat menemukan masalah seperti misalnya warna motif batik tercampur dengan warna motif yang lain. Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai motif batik, yaitu bermacam-macam motif batik yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya, kendala-kendala yang dihadapi selama proses pembuatan motif batik (questioning). Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan kesulitan-kesulitan atau hambatan yang dihadapi pada waktu membuat motif batik. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang siswa dan melakukan kerjasama untuk membuat batik yang digunakan sebagai taplak meja kecil (learning community). Guru mendemontrasikan cara memindah motif batik dari kertas gambar ke atas kain, supaya siswa dapat mengikuti dengan baik (modeling). Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk memindahkan motif batik ke atas kain mori, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. Siswa melakukan pekerjaan tersebut dengan bekerjasama dalam kelompok. Sehingga penilaian yang dilakukan oleh guru dengan menilai kerja individu dan kebersamaan dalam kelompok. Siswa menunjukkan kepada guru hasil rancangan motif commit to user pertama. kemudian guru memilih batik yang dibuat siswa pada pertemuan
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
salah satu motif batik yang akan digunakan untuk membuat motif batik taplak meja kecil, setelah itu guru membagikan kain mori kepada masingmasing kelompok.
Gambar 23.
Guru Menjelaskan Cara Membuat Batik yang Digunakan Untuk Taplak Meja (modeling). (Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat guru sedang menjelaskan cara
membuat batik yang digunakan untuk taplak meja kecil. Terlihat antusiasme sebagian besar siswa pada waktu mendengarkan penjelasan dari guru, dan masih terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru. Hal demikian sangat wajar terjadi dalam proses pembelajaran. Setelah kain dibagikan kepada masing-masing kelompok, kemudian siswa bekerjasama memindah motif batik yang dipilih oleh guru dari kertas gambar ke atas kain. Dalam memindah motif batik dari kertas gambar ke atas kain peralatan yang digunakan adalah pensil. Apabila siswa mengalami kesulitan pada waktu memindahkan motif geomertis, siswa dapat mempergunakan alat bantu lain yang berupa penggaris, busur, dan jangka supaya pengerjaannya lebih mudah. Guru juga dapat berperan aktif membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memindahkan motif batik. commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 24.
Guru Memberi Contoh Siswa yang Kesulitan dalam Memindah Motif Batik (Modeling). (Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat salah satu kelompok siswa yang
mengalami kesulitan sedang memperhatikan guru pada waktu memberi contoh memindahkan motif batik dari kertas gambar ke atas kain mori. Sedangkan kelompok siswa yang lain mengerjakan tugas mereka masingmasing. Sebagian besar siswa mengerjakan tugas dengan sungguhsungguh, dan masih terdapat beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh. Setelah selesai menggambar motif batik pada kain, kemudian siswa dalam kelompok secara bergantian membatik dengan teknik mencanting menggunakan malam/lilin yang dilelehkan hingga mendidih.
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 25.
Secara Bergantian Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
membatik dengan teknik mencanting dalam kelompok secara bergantian, sebagian besar siswa serius dengan pekerjaannya akan tetapi masih terdapat beberapa orang siswa yang kurang serius pada waktu membatik. Hal itu dikarenakan minimnya peralatan yang digunakan untuk membatik, jumlah kompor dan wajan yang dapat digunakan hanya 4 buah, canting yang digunakan sebagian kecil juga tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga siswa harus bergantian untuk membatik. Minimnya peralatan membatik tidak menghalangi semangat siswa untuk belajar kelompok. Setelah kain mori selesai dibatik kemudian secara kelompok siswa bekerjasama mewarnai motif gambar batik menggunakan remazol dengan teknik colet.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 26.
Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa secara kelompok pada waktu mengerjakan tugas mewarnai motif batik menggunakan remazol dengan teknik colet. Sebagian besar siswa serius mengerjakan karya kelompok mereka, dan terdapat beberapa orang siswa masih tidak serius mengerjakan karya dalam kelompok mereka. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan sarana/fasilitas yang digunakan untuk mewarnai batik sangat minim sekali, dengan peralatan seadanya mereka mengerjakan karya dengan cara bergantian. Setelah selesai diwarnai kemudian kain batik dikeringkan.
Gambar 27.
Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai commit to user (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada gambar di atas dapat dilihat secara kelompok siswa bekerjasama menjemur kain batik yang sudah selesai diwarnai. Apabila warna belum benar-benar kering nanti bisa tercampur dengan warna yang lainnya,
untuk
itu
kain
batik
harus
dikunci/dikancing
dengan
menggunakan waterglass. Setelah kain kering kemudian direndam menggunakan waterglass yang dimasukkan kedalam ember selama ± 15 menit, kemudian diangin-anginkan selama ± 15 menit.
Gambar 28.
Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik yang Sudah Direndam dengan Menggunaka Waterglass Selama ± 15 Menit. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengangin-anginkan kain yang sudah direndam dengan menggunakan waterglass. Walaupun waterglass berbau tidak sedap dan pedih jika terkena tangan yang terluka, siswa tidak merasa takut ataupun jijik jika tangan mereka terkena waterglass. Tujuannya supaya waterglass benarbenar dapat meresap ke dalam serat kain, setelah diangin-anginkan kemudian kain batik di masukkan kedalam ember yang berisi air agar waterglass luntur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 29.
97 digilib.uns.ac.id
Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Diwarnai ke Dalam Air Bersih Untuk Melunturkan Waterglass. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa secara kelompok
pada waktu memasukkan kain yang sudah selesai di waterglass dikasukkan kedalam air bersih dengan tujuan agar waterglass luntur. Tujuan waterglass dilunturkan supaya proses melorot lebih mudah. Setelah waterglass luntur kemudian kain batik dilorot menggunakan air panas.
Gambar 30.
Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air Mendidih. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa secara kelompok
pada waktu melorot kain batik dengan menggunakan air panas yang mendidih untuk melunturkan malam/lilin yang masih menempel pada commit to user kain. Hal tersebut dilakukan secara bergantian agar tidak bercanda pada
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
waktu melorot kain batik. Walaupun air yang digunakan untuk melorot kain sangat panas, namun antusias siswa pada waktu melorot kain batik sangat tinggi. Pada bagian melorot kain batik, siswa yang bekerja hanya sebagian saja, karena jika semua siswa melorot kain batik dengan menggunakan panci yang berisi air panas mereka pasti akan berebut tempat. Hal demikian dilakukan untuk mengantisipasi agar siswa tidak terkena air panas, maka secara bergantian mereka melorot kain batik. Setelah kain batik dilorot, kemudian kain batik dicelupkan kedalam air dingin untuk melepaskan sisa malam/lilin yang masih menempel pada kain, kemudian kain batik dijemur sampai kering.
Gambar 31.
Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu menjemur kain batik yang sudah selesai dilorot. Dengan demikian proses pembuatan batik yang digunakan untuk taplak meja sudah selesai dilaksanakan. c.) Kegiatan penutup Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon kegiatan mewarnai batik dengan teknik colet, mengunci/mengancing kain dengan menggunakan waterglass, dan melorot kain dengan menggunakan air panas yang telah dilaksanakan. Guru dapat mengetahui kendala-kendala commit to user apa saja yang dihadapi oleh siswa ketika melaksanakan pembelajaran
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mewarnai batik dengan teknik colet, mengunci kain dengan menggunakan waterglass, dan melorot kain dengan menggunakan air panas yang nantinya akan dipergunakan untuk pertemuan berikutnya. Sebagian besar siswa dalam membatik dengan teknik mencanting sudah mampu menggunakan canting dengan baik, dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa memegang canting yang berisi malam/lilin panas. Pada waktu siswa melaksanakan praktek mewarnai batik dengan teknik colet, sebagian besar siswa sudah mampu mewarnai dengan baik. Pada waktu siswa mengunci kain dengan menggunakan waterglass, dan melorot kain dengan menggunakan air panas yang mendidih, siswa sudah mulai
terbiasa
mengerjakannya.
Kegiatan
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Guru menanyakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection). Dengan adanya kerja kelompok dalam menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh
guru,
siswa
membangun
rasa
kebersamaan
dan
tanggungjawab individu untuk dapat menyelesaikan tugas mereka. Dalam tugas kelompok ini masih terdapat beberapa orang siswa yang tidak mau membantu dalam mengerjakan tugas, hal tersebut dapat merugikan teman yang lain dalam satu kelompok. Hal tersebut juga akan digunakan dalam penilaian, sehingga akan ada perbedaan antara nilai kelompok dan nilai individu dalam proses pengerjaan tugas. Hasil
dari
evaluasi
dapat
digunakan
untuk
pembelajaran
berikutnya. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
pertemuan
berikutnya
yaitu,
bersama-sama
dengan
siswa
mempresentasikan hasil karya batik yang telah dibuat. Guru melakukan penilaian dengan mengukur kemampuan siswa dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet. commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.) Pertemuan ketiga Siklus
: II (dua)
Hari/tanggal
: Sabtu, 2 Oktober 2010
a.) Pendahuluan Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang hadir dan siswa yang tidak hadir. b.) Kegiatan inti Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
siswa
dengan
memberi
penjelasan
tentang
model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: Guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada pertemuan ke-tiga, yaitu: guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), dengan bertanya kepada siswa apakah siswa masih mengingat materi pelajaran yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Agar siswa tidak lupa, guru mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya yaitu, materi batik, membuat rancangan motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. Pada tahap konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal tentang membatik yang telah dilaksanakan selama 2 x pertemuan. Berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh siswa, diharapkan siswa mampu menggabungkan antara pengalaman yang baru diperolehnya dengan melakukan observasi dan melakukan mengamati hasil karya batik yang telah dibuat. Pada tahap menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari commit to usermembatik yang telah dilaksanakan pengamatan menjadi pemahaman yaitu
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selama tiga kali pertemuan. Dengan demikian siswa mampu memahami tentang materi batik, membuat motif batik, teknik mencanting, mewarnai motif batik dengan teknik colet. Siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan. Pada tahap masyarakat belajar (learning community) yaitu, sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar. Tahap learning community pada pertemuan keempat siswa tidak dibentuk kelompok dikarenakan tidak ada penugasan dari guru, akan tetapi secara bersamasama siswa mendiskusikan hasil karya batik yang sudah dibuat. Pada tahap bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, dengan memberikan pertanyaan kepada siswa tentang kegiatan membatik yang telah dilaksanakn. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan
tentang
kegiatan
membatik
yang
telah
dilaksanakan. Dengan adanya kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa, kegiatan tersebut dapat menimbulkan interaksi antar siswa, sehingga mampu menghidupkan susana kelas. Pada tahap permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh. Pada tahap ini guru menunjukkan semua hasil karya siswa satupersatu didepan kelas dengan memberikan kritik, saran, dan masukanmasukan yang membangun. Sebenarnya pada pertemuan keempat guru meminta siswa maju satu persatu untuk mempresentasikan hasil karya mereka masing-masing, akan tetapi siswa belum berani maju kedepan, hal tersebut terjadi karena siswa belum terbiasa mempresentasikan karya mereka didepan kelas.
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 32.
Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas. (Dokumentasi: Agustina Sulistyawati, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu mendengarkan presentasi dari guru. Bersama-sama dengan siswa guru mengevaluasi semua hasil karya batik yang telah dibuat oleh siswa. Dengan demikian guru bersama dengan siswa dapat memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun supaya untuk tugas-tugas selanjutnya siswa lebih maksimal dalam mengerjakan tugas. Sebelum dilaksanakan penelitian ini aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran
dikelas
sebagian
besar
siswa
tidak
memperhatikan penjelasan guru, bercakap-cakap dengan temannya yang lain, ramai, dan setelah dilaksanakan penelitian ini sebagian besar siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, dan mengajukan pertanyaan kepada guru tentang apa yang belum mereka ketahui. Hal tersebut dikarenakan materi yang disampaikan oleh guru tentang batik merupakan hal yang baru bagi mereka, sehingga mampu memancing perhatian siswa untuk fokus dalam mengikuti proses pembelajaran. Membatik yang biasanya dilaksanakan hanya dengan menggambar motif pada kertas gambar, dalam penelitian ini siswa dapat menggambar motif batik pada kertas gambar kemudian dipindah keatas kain mori. commit to user motif batik sebanyak tiga kali, Dalam penelitian ini siswa menggambar
perpustakaan.uns.ac.id
103 digilib.uns.ac.id
yaitu: (1) membuat motif batik pada kertas gambar, (2) memindah motif gambar batik dari kertas gambar keatas kain mori, dan (3) mengulang motif batik pada kain mori dengan menggunakan malam/lilin yang sudah dilelehkan. Dengan mengulang membuat motif batik diharapkan dapat melatih keterampilan siswa dalam menggambar motif batik. Sebelum dilaksanakan penelitian ini pengetahuan siswa tentang motif batik sangat kurang sekali, hal itu dapat diketahui dari motif batik yang mereka buat semua hampir sama (kurang kreatif). Dilihat dari sisi pewarnaan karya gambar batik diatas sudah baik jika dibandingkan dengan karya siswa yang lainnya. Dan setelah dilaksanakan penelitian ini hasil karya siswa menunjukkan perubahan yang awlnya hanya mencontoh karya teman atau mencotoh motif batik dari buku sekarng sebagian besar siswa berani membuat motif sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil karya membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II, terdapat berbagai macam motif-motif lain yang merupakan hasil dari imajinasi mereka dalam membuat taplak meja kecil. Sehingga hasil karya kelompok satu dan kelompok lainnya berbeda motif. Dalam membatik dengan teknik mencanting sebagian besar siswa sudah mampu menguasai, hal tersebut dikarenakan siswa kelas VI SDN Mojosongo II sudah dua kali membatik dengan teknik mencanting. Pada waktu membatik peralatan yang digunakan sebagian besar tidak dapat berfungsi dengan baik, seperti misalnya: nyala api kompor tidak dapat maksimal, wajan bocor, kondisi canting tidak baik sehingga membuat aliran malam/lilin terhambat sehingga malam/lilin tidak dapat tembus pada kain. Dan sebagian kecil lainnya siswa masih belum mampu membatik dengan teknik mencanting dengan baik. Apabila ada salah satu teman dalam kelompok yang belum bisa mencanting dengan baik teman yang lainnya membantu. Dengan adanya learning comunity atau kelompok belajar, dapat memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas. Dalam mewarnai motif batik menggunakan remazol dengan commit to user perpaduan warna pada kain sebagian besar siswa sudah mampu mewarnai
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan baik. Hal tersebut dikarenakan siswa sudah kedua kalinya mewarnai motif gambar batik menggunakan remazol dengan teknik colet. Selain itu pada waktu membatik dengan teknik mencanting malam/lilin sebagian besar sudah dapat tembus, sehingga berpengaruh terhadap hasil pewarnaan yang baik. Dalam proses merendam kain batik ke dalam waterglass, hampir seluruh siswa sudah mampu mengerjakannya. Dan pada waktu melorot kain dengan menggunakan air panas yang mendidih secara kelompok siswa mengerjakannya dengan berhati-hati. Kegiatan pembelajaran ini juga dapat melatih rasa kebersamaan, tanggungjawab terhadap hasil karya masing-masing kelompok, serta kemandirian untuk dapat menyelesaikan tugas individu dengan baik. c.) Kegiatan penutup Guru
bersama-sama
dengan
siswa
dan/sendiri
membuat
rangkuman/simpulan tentang materi batik yang telah disampaikan dan kegiatan membatik yang telah dilaksanakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil karya batik yang telah dibuat siswa-siswa kelas VI secara kelompok, siswa dapat mengetahui hasil karya yang dikerjakan dengan maksimal dan yang belum maksimal. Setelah siswa yang karyanya belum maksimal dapat mengetahui hasil karya siswa lain yang sudah maksimal, diharapkan untuk tugas-tugas selanjutnya mereka akan terdorong untuk membuat karya yang lebih baik lagi. Guru menanyakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection). Guru melakukan penilaian keseluruhan mulai dari mempersiapkan peralatan dan bahan untuk membatik, membuat rancangan motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet (authentic assessment). commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Hasil Observasi dan Analisis Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada siklus II, yaitu pertemuan pertama, kedua, dan ketiga dapat diperoleh hasil penelitian dengan menggunakan authentic assessment (penilaian yang sebenarnya) sebagai berikut: 1.) Hasil Observasi Berikut ini adalah tabel hasil observasi penilaian siklus I:
Tabel 8.
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus I
Nama
Zaenal Abidin (K 1) Christianto (K 1) Nita Adriyanti (K 1) Tri Regina O (K 1) Anis Setyowati (K 2) Aphredita S (K 2) Alfi Rahmawati (K 2) Axel Ibrahim Ilfat (K 2) Abu Al Isfa Qani (K 3) Aziz Miko Refi S (K 3) Bayu Saputro (K 3) Burhanudin (K 3) Dyah Ayu S (K 4) Dede Setyawan (K 4) Ery Kurnia Devi (K 4) Eko Wahyu S (K 4) Fauzi Anjarani (K 5) Firla Mustianto (K 5) Intan Ferlin H (K 5) Jesika Anggun A (K 5) Muh. Abi N (K 6) Mui Cahya B (K 6) Riris L (K 6) Rendi Adi N (K 6) Siti Zaenab Z (K 7) Sofi Nur M (K 7) Sintia Fatma P (K 7) Santia Resti D (K 7) Feronika Indah P (K 8) Wayan Sidiq A (K 8) Radietya R D (K 8) Qusnul Inaiyah A (K 8) Alung Rasmoro D (K 8) Ardhia Dewantara (K 8) Fera Monika K (K 8) S. P Gumilang (K 8) Jumlah Rata-rata Kelas
Mempersiapkan Bahan dan Alat Untuk Membuat Batik a b c Nilai 80 80 80 80 80 80 80 80 70 80 60 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 60 80 60 60 80 70 70 80 80 80 80 50 80 60 60 50 50 50 50 80 80 80 80 50 50 50 50 80 80 80 80 80 50 60 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 70 80 60 70 80 80 80 80 50 50 50 50 60 60 60 60 70 70 70 70 60 60 60 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 2650 73,61
Aspek Psikomotor Kreativitas (Kelancaran Membatik dengan dalam Membuat Teknik Mencanting Motif Batik) e f Nilai g h i Nilai 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 70 70 70 80 70 70 70 80 80 80 60 70 60 60 80 80 80 60 60 60 60 70 70 70 60 70 60 60 80 80 80 80 80 80 80 80 50 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 60 60 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 70 70 70 80 60 70 80 60 70 70 70 70 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 60 80 70 70 80 60 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 70 70 70 70 80 70 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 60 60 80 80 80 80 60 80 80 70 70 70 80 80 70 70 80 80 80 80 70 80 80 80 80 80 70 80 70 70 80 80 80 60 70 60 60 80 80 80 70 70 70 70 80 60 70 70 70 70 70 80 80 80 60 70 70 70 2760 2680 76,66 74,44
commit to user
Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet j 80 80 80 80 60 80 80 80 50 50 50 50 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 60 60 50 60 60 70 60
k 80 80 80 80 70 80 80 80 50 50 50 50 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 60 50 60 70 70 60 70
l 50 50 50 50 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 70 60 70 70 50 50 50 50
Nilai 70 70 70 70 70 80 80 80 50 50 50 50 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 60 60 60 60 60 60 60 60 2600 72,22
Nilai Akhir
77,5 77,5 75 77,5 80 80 80 75 65 67,5 62,5 57,5 80 67,5 80 70 80 77,5 75 77,5 80 77,5 77,5 80 75 80 80 70 75 65 70 70 67,5 75 72,5 75 296,93 74,23
perpustakaan.uns.ac.id
106 digilib.uns.ac.id
Teknik penilaian yang dilakukan oleh guru: 1. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik -
Siswa mempersiapkan sendiri alat yang digunakan untuk membuat motif batik: pensil, penghapus, dan kertas gambar.
-
Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk membatik dengan teknik mencanting (korek api, canting, kain mori), bahan dan alat lain telah disediakan oleh guru disekolah (malam, wajan, kompor kecil, minyak tanah).
-
Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet (kuas, botol air mineral bekas, tali, peniti), bahan dan alat lain telah disediakan oleh guru disekolah (remasol, waterglass, ember, panci, dan kompor).
-
Guru menilai siswa dengan cara mengamati siswa satu persatu dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik berdasarkan sub-sub indikator yang telah disebutkan di atas.
-
Jika terdapat siswa yang sama sekali tidak mempersiapkan bahan dan alat yang harus dipersiapkan dari rumah, siswa dapat mempergunakan alat dan bahan yang ada disekolah, dengan demikian siswa memperoleh nilai yang paling terendah diantara siswa yang telah mempersiapkan bahan dan alat.
2. Membuat rancangan motif batik -
Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu membuat motif batik, dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses pembuatan motif dari bangku satu ke bangku yang lain di dalam kelas.
-
Guru melakukan observasi dengan menanyakan kepada siswa: motif apa yang dibuat?, menceritakan tentanga apa?, memperoleh ide dari mana?, dengan demikian guru dapat mengetahui apakah motif yang dibuat oleh siswa adalah hasil kreativitasnya sendiri atau hanya meniru gambar lain, maupun mencontek karya teman yang lain.
-
Setelah selesai pembuatan motif batik guru menilai komposisi motif. commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Hasil pembuatan motif dalam satu kelompok diseleksi oleh guru, dan diambil salah satu karya siswa yang nantinya akan digunakan untuk membuat motif taplak meja kecil.
3. Membatik dengan teknik mencanting -
Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu mencanting, dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses mencanting motif.
-
Guru melakukan observasi dan menayakan kepada siswa: bagaimana cara siswa menggunakan canting?, malam/lilin yang digunakan dapat tembus atau tidak?, sehingga guru dapat memberikan penilaian.
-
Setelah selesai membatik dengan teknik mencanting guru baru dapat menilai kebersihan dalam mencanting.
4. Mewarnai motif batik dengan teknik colet -
Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu mewarnai motif batik dengan teknik colet, dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses mewarnai motif batik. Dengan cara mengamati siswa satupersatu, guru dapat mengetahui bagaimana teknik mencolet siswa, teknik mengunci/mengancing pewarna remazol.
-
Untuk dapat mengetahui perpaduan warna motif batik, guru dapat melakukan penilaian setelah karya batik jadi.
Dari tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa: (1) nilai rata-rata indikator mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk membatik 73,61, (2) nilai rata-rata indikator membuat rancangan motif batik 76,66, (3) nilai rata-rata indikator membatik dengan teknik mencanting 74,44, dan (4) nilai rata-rata indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet 72,22.
commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
N (nilai keseluruhan)
= N (1) + N (2) + N (3) + N (4) 4
N (nilai keseluruhan)
= 73,61 + 76,66 + 74,44+ 72,22 4 = 296,93 4 = 74,23
Hasil analisis data pelaksanaan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Contextual teaching and learning (CTL), secara umum telah menunjukkan perubahan, dimana siswa dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes pada saat melaksanakan praktek membatik dengan teknik mencanting.
2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus I Berikut ini adalah 3 contoh hasil karya batik siswa kelas VI SDN Mojosongo II dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) siklus II: a.) Hasil Karya Siswa di Bawah KKM Berikut ini adalah hasil karya siswa kelompok 3 (Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin), yang memperoleh nilai rendah:
Gambar 33.
Hasil Karya Kelompok 3 Belum Memenuhi KKM (Nilai Rendah). (Dokumentasi: Sunarmi, 2010) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
Dari gambar di atas dapat kila lihat salah satu hasil karya siswa kelas VI kelompok 3 belum memenuhi KKM 66 setelah dilaksanakan penelitian siklus II. Dalam mempersiapkan peralatan membatik Abu dan Aziz mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik, sedangkan Bayu dan Burhanudin tidak mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik. Dengan demikian, Abu memperoleh nilai 70, Aziz memperoleh nilai 80, Bayu memperoleh nilai 60, dan Burhanudin memperoleh nilai 50. Dalam membuat rancangan motif batik Aziz, Bayu, dan Burhanudin mampu membuat rancangan motif batik dengan ide masingmasing, sedangkan Abu hanya meniru teman lainnya. Abu, Aziz, dan Bayu mampu berkreativitas dalam membuat rancangan motif batik, sedangkan Burhanudin belum mampu berkreativitas membuat motif batik. Abu memperoleh nilai 70, Aziz memperoleh nilai 80, Bayu memperoleh nilai 80, dan Burhanudin memperoleh nilai 70. Dalam membatik dengan teknik mencanting Abu mampu menggunakan canting dengan baik, sedangkan Aziz, Bayu, dan Burhanudin belum mampu memegang canting dengan baik. Dalam mencanting Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin sebagian besar tidak tembus pada kain. Dalam membatik Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin dapat menjaga kebersihanya. Dengan demikian dalam membatik dengan teknik mencanting, Abu memperoleh nilai 70, Aziz memperoleh nilai 60, Bayu memperoleh nilai 60, dan Burhanudin memperoleh nilai 60. Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin belum mampu menguasai teknik mencolet, belum mampu menguasai teknik mengunci/mengancing pewarna remazol, dan belum bisa memadukan warna. Dengan demikian dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Abu memperoleh nilai 50, Aziz memperoleh nilai 50, Bayu memperoleh nilai 50, dan Burhanudin memperoleh nilai 50. Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh: to user Abu memperoleh nilai 65,commit Aziz memperoleh nilai 67,5, Bayu memperoleh
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nilai 62,5, dan Burhanudin memperoleh nilai 57,5. Pada silkus II kelompok 3 (Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin) memperoleh nilai terendah diantara siswa yang lain dalam satu kelas.
b.) Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Berikut ini adalah hasil karya siswa kelompok 9 (Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang), yang memperoleh nilai sedang:
Gambar 34.
Hasil Karya Kelompok 9 Sudah Memenuhi KKM (Nilai Sedang). (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari gambar di atas dapat kila lihat salah satu hasil karya siswa kelas VI kelompok 9 sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (sedang) setelah dilaksanakan penelitian siklus II. Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang mempersiapkan alat untuk membuat motif batik. Ardhia, Fera, dan Gumilang mempersiapkan bahan dan alat yang digunakan untuk membatik dengan teknik mencanting, sedangkan Alung tidak mempersiapkan. Ardhia, Fera, dan Gumilang mempersiapkan bahan dan alat yang digunakan untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet, sedangkan Alung tidak. Dengan demikian dalam mempersiapkan peralatan membatik, Alung memperoleh nilai 60, Ardhia memperoleh nilai 80, Fera memperoleh nilai 80, dan Gumilang memperoleh nilai 80. commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam membuat rancangan motif batik, kelompok 9: Fera, Ardhia, dan Gumilang mampu membuat rancangan motif batik dengan ide masingmasing, sedangkan Alung hanya meniru teman lainnya. Dalam berkreativitas Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang mampu berkreativitas dalam membuat rancangan motif batik. Dengan demikian dalam merancang motif batik, Alung memperoleh nilai 60, Ardhia memperoleh nilai 80, Fera memperoleh nilai 80, dan Gumilang memperoleh nilai 80. Dalam membatik dengan teknik mencanting Alung dan Ardhia mampu memegang canting dengan baik, sedangkan Fera, dan Gumilang belum mampu memegang canting dengan baik. Dalam mencanting Alung dan Ardhia sebagian besar tidak tembus pada kain, sedangkan Fera dan Gumilang dalam mencanting tembus pada kain. Dalam membatik Alung tidak dapat menjaga kebersihanya, sedangkan Ardhia, Fera, dan Gumilang dapat menjaga kebersihanya. Dengan demikian dalam membatik dengan teknik mencanting, Alung memperoleh nilai 60, Ardhia memperoleh nilai 70, Fera memperoleh nilai 70, dan Gumilang memperoleh nilai 70. Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang sudah mampu memadukan warna akan tetapi belum baik. Kerapian warna Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang termasuk belum rapi. Hasil akhir Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang hampir maksimal. Dengan demikian dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Alung memperoleh nilai 70, Ardhia memperoleh nilai 70, Fera memperoleh nilai 70, dan Gumilang memperoleh nilai 70. Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh: Alung memperoleh nilai 67,5, Ardhia memperoleh nilai 75, Fera memperoleh nilai 70, dan Gumilang memperoleh nilai 70. Pada silkus II kelompok 9 (Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang) memperoleh nilai sedang diantara siswa yang lain dalam satu kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
c.) Hasil Karya Siswa di Atas KKM Berikut ini adalah hasil karya kelompok 2 (Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel) yang memperoleh nilai tinggi:
Gambar 35.
Hasil Karya Kelompok 2 Sudah Memenuhi KKM (Nilai Tinggi). (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari gambar di atas dapat kila lihat salah satu hasil karya siswa kelas VI kelompok 2 sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (tinggi) setelah dilaksanakan penelitian siklus II. Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat Anis, Aphredita, dan Alfi mempersiapkan alat untuk membuat motif batik, sedangkan Axel tidak. Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel mempersiapkan bahan dan alat yang digunakan untuk membatik dengan teknik mencanting. Anis, Aphredita, dan Alfi menyediakan bahan dan alat yang digunakan untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet, sedangkan Axel hanya sebagian kecil saja. Dengan demikian dalam mempersiapkan peralatan membatik, Anis memperoleh nilai 80, Aphredita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel memperoleh nilai 60. Dalam membuat rancangan motif batik secara individu Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel mampu membuat rancangan motif batik dengan ide masing-masing. Dalam berkreativitas Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel mampu berkreativitas dalam membuat rancangan motif batik yang mereka commit to user motif batik, Anis memperoleh buat. Dengan demikian dalam merancang
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nilai 80, Aphredita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel memperoleh nilai 80. Dalam membatik dengan teknik mencanting Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel mampu menggunakan canting dengan baik. Dengan demikian dalam membatik dengan teknik mencanting, Anis memperoleh nilai 80, Aphredita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel memperoleh nilai 80. Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Aphredita, Alfi, dan Axel sudah mampu menguasai teknik mencolet dengan baik, teknik mengunci/mengancing pewarna remazol dengan baik, dan memadukan warna dengan baik. Dengan demikian Anis memperoleh nilai 80, Aphredita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel memperoleh nilai 60. Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh: Anis memperoleh nilai 80, Apredhita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel memperoleh nilai 77,5. Pada silkus II kelompok 2 (Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel) memperoleh nilai tinggi diantara siswa yang lain dalam satu kelas.
3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus II a) Penilaian indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II pertemuan pertama: dari 36 orang siswa terdapat 24 orang siswa atau 66,66 % yang meperoleh nilai A (80), 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh nilai B (70), 5 orang siswa atau 13,88 % yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 3 orang siswa atau 8,33 % yang memperoleh nilai D (50). Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 28 orang siswa atau 77,77 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM 8 orang siswa atau 22,21 %. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
Hasil dari pelaksanaan siklus II penilaian pertama dapat dikatakan telah berhasil, yaitu dalam mempersiapkan alat untuk membatik lebih dari 70 % siswa dapat meningkat. b) Penilaian indikator membuat rancangan motif batik Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II penilaian kedua dari 36 orang siswa terdapat 26 orang siswa atau 72,22 % yang memperoleh nilai A (80), 8 orang siswa atau 22,22 % yang memperoleh nilai B (70), dan 2 orang siswa atau 5,55 % yang memperoleh nilai C (60). Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 34 orang siswa atau 94,44 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM 2 orang siswa atau 5,55 %. Hasil dari pelaksanaan siklus II penilaian ke dua dapat dikatakan telah berhasil, yaitu dalam membuat rancangan motif batik lebih dari 70 % siswa dapat meningkat. c) Penilaian indikator membatik dengan teknik mencanting Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan kedua dari 38 orang yang meperoleh nilai A (80), 21 orang siswa yang memperoleh nilai B (70), 10 orang siswa yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 5 orang. Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah 31 orang siswa atau 86,1 %, dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM 6 orang siswa atau 13,88 %. Hasil dari pelaksanaan siklus II penilaian ketiga dapat dikatakan telah berhasil, yaitu dalam membatik dengan teknik mencanting lebih dari 70 % siswa dapat meningkat. d) Penilaian indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II pertemuan kedua dari 36 orang siswa terdapat 20 orang siswa yang memperoleh nilai A (80), 8 orang siswa yang memperoleh nilai B (70), 4 orang siswa yang memperoleh nilai C (60), dan 4 orang siswa yang memperoleh nilai D commit to user (50).
perpustakaan.uns.ac.id
115 digilib.uns.ac.id
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai diatas KKM (66) adalah sebanyak 28 orang siswa atau 77,77 %, dan yang belum memenuhi KKM 8 orang siswa atau 22,22 %. Hasil dari pelaksanaan siklus pertama penilaian yang keempat mewarnai motif batik dengan perpaduan warna pada kain dapat dikatakan belum berhasil, yaitu kemampuan siswa dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet,lebih dari 70%.
e. Refleksi Hasil pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) siklus II yang dilaksanakan selama 3 x pertemuan, peneliti berupaya menggali faktor penyebab dan melakukan reflek, sebagai berikut: 1. Pada indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 28 orang siswa atau 77,77 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang siswa atau 22,21 %. Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, masih terdapat beberapa orang siswa yang belum mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik. Untuk mengatasi kendala tersebut pada pembelajaran berikutnya sebaiknya guru lebih menegaskan peraturan bagi siswa, seperti misalnya jika tidak mempersiapkan bahan dan alat tidak boleh meminjam teman yang lain. Jika siswa tidak diberi penegasan nantinya akan dapat menganggu konsentrasi dan pekerjaan teman yang lainnya. 2. Pada indikator membuat rancangan motif batik, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 34 orang siswa atau 94,44 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 2 orang siswa atau 5,55 %. Dalam membuat rancangan motif batik, sebagian kecil siswa masih mengalami kesulitan dalam membuat motif batik. Siswa masih kurang to user masih terpaku menggunakan alat luwes dalam menggambarcommit motif, mereka
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bantu yang berupa penggaris, dan busur, dalam membuat motif batik. Sehingga gambar yang dihasilkan terkesan kaku. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pada pembelajaran berikutnya guru lebih meningkatkan bimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam membuat motif batik, dengan memberikan contoh-contoh hasil karya batik, dan motif-motif yang lebih bervariasi. Guru dapat mengajak siswa keluar kelas, dan mengamati tumbuhan, hewan, dan benda-benda lain yang ada dilingkungan sekitar, sehingga siswa dapat menemukan ide mengenai motif batik. Guru lebih meningkatkan keterampilan siswa dalam menggambar motif batik, dengan cara
mengajarkan
lagi
teknik
menggambar
yang
luwes
tanpa
menggunakan alat bantu yang berupa penggaris dan busur. Guru lebih meningkatkan bimbingan kepada siswa dalam menyusun komposisi, sehingga pada pembelajaran berikutnya siswa mampu menyusun komposisi yang baik. 3. Pada indikator membatik dengan teknik mencanting, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah 31 orang siswa atau 86,1 %, dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM (66) sebanyak 6 orang siswa atau 13,88 %. Dalam membatik dengan teknik mencanting, sebagian kecil siswa masih mengalami kesulitan pada waktu mencanting, kebanyakan lilin/malam yang digunakan masih kurang tembus pada kain, dan kebersihan dalam mencantingnya masih kurang dikarenakan lilin/malam yang terdapat didalam canting sering menetes. Hal-hal demikian dapat terjadi dikarenakan lilin/malam yang digunakan untuk membatik belum benar-benar matang, sedangkan siswa terburu-buru untuk segera mencanting,
sehingga
pada
waktu
digunakan
untuk
mencanting
lilin/malam tidak tembus pada kain. Pada waktu menggunakan canting, tangan kiri tidak digunakan untuk menyangga kain sedangkan kain hanya diletakkan dilantai, dan posisi canting sangat miring kebawah (seperti commit to user menetes. Sebagian kecil siswa pensil), sehingga menyebabkan lilin/malam
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memegang gagang canting tidak pada bagian tengah tetapi bagian pagkal, dikarenakan siswa merasa takut terkena lilin/malam panas. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pada pembelajaran berikutnya guru lebih meningkatkan bimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mencanting, mengajarkan lagi bagaimana cara menggunakan canting yang benar, posisi tangan kanan untuk memegang gagang canting bagian tengah yang benar, dan posisi tangan kiri digunakan untuk menyangga kain yang benar. Guru memberi himbauan kepada siswa supaya siswa tidak terburu-buru dalam mencanting, menunggu lilin/malam mendidih dahulu supaya pada waktu digunakan untuk mencanting dapat tembus pada kain. Guru memberitahukan kepada siswa bahwa dalam membatik dibutuhkan kesabaran dalam setiap tindakan, karena dalam membatik memerlukan waktu pengerjaan yang lama. Guru memberitahukan kepada siswa bahwa memegang gagang canting harus ditengah, karena jika memegang gagang canting bagian pangkal saja tidak bisa kuat, sehingga berbahaya dan dapat menyebabkan lilin/malam tumpah kesamping dapat mengenai kain atau tangan. 4. Pada indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet, siswa yang memperoleh nilai diatas KKM (66) adalah sebanyak 28 orang siswa atau 77,77 %, dan 8 orang siswa atau 22,22 % dari jumlah keseluruhan siswa yang belum memenuhi KKM (66). Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, sebagian siswa masih
belum
mampu
menguasai
teknik
mencolet,
teknik
mengunci/mengancing pewarna remazol, dan belum berani memadukan warna. Hal-hal demikian dikarenakan siswa masih mengalami ketakutan dalam mengkombinasikan warna, pewarnaan yang asal, dan kurang berhati-hati pada waktu menguaskan pewarna pada motif batik. Untuk
mengatasi
kendala-kendala
tersebut,
pembelajaran
berikutnya guru lebih meningkatkan bimbingan kepada siswa dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet. Guru mengajarkan lagi commit to user bagaimana cara memadukan warna yang harmonis, mengkombinasikan
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
warna yang baik, teknik menguas yang benar, berhati-hati, dan tidak asal dalam mewarnai.
Berdasarkan hasil observasi siklus II di atas dapat diketahui bahwa keempat indikator ketercapaian sudah dapat meningkat, sehingga tidak perlu dilaksanakan siklus III. C. Diskripsi Antar Siklus
Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian dapat dibedakan antara nilai siswa sebelum dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), nilai siswa setelah dilaksanakan siklus I dan nilai siswa setelah dilaksanakan siklus II diperoleh data yang dapat digunakan untuk perbandingan adalah sebagai berikut:
1. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum Tindakan Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II sebelum dilaksanakan penelitian: Tabel 9. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Tindakan.
Interval 76 - 80 71 - 75 66 – 70 61 - 65 56 - 60 51 - 55 46 - 50 Jumlah
Frekuensi 4 4 3 18 7 0 0 36
Persentase 11,11 % 11,11 % 8,33 % 50 % 19,44 % 0% 0% 100 %
Keterangan Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir cukup Kurang Kurang sekali Sangat kurang sekali
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai siswa sebelum dilaksanakan tindakan siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 25 siswa atau 69,44 %, sedangkan jumlah siswa yang memeroleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 11 siswa atau 30,55 %
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bila digambarkan dalam bentuk grafik akan terlihat gambar seperti di bawah ini:
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 46-50
51-55
56-60
61-65
66-70
71-75
76-80
Gambar 36. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Dilaksanakan Tindakan. 2. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II yang diperoleh melalui observasi yang dilakukan 4 kali pertemuan dianalisis. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan sesudah proses pelaksanaan tindakan siklus I diperoleh data frekuensi adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan Siklus I. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Interval 76 - 80 71 - 75 66 – 70 61 - 65 56 - 60 51 - 55 46 - 50 Jumlah
Frekuensi 4 6 11 6 6 1 2 36
Persentase 11,11 % 16,66 % 30,55 % 16,66 % 16,66 % 2,77 % 5,55 % 100 %
commit to user
Keterangan Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir cukup Kurang Kurang sekali Sangat kurang sekali
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 6,6 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 6,6 adalah sebanyak 15 siswa atau 41,66 %. Data frekuensi nilai membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II pada siklus I dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
12 10 8 6 4 2 0
46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75 76-80
Gambar 37. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I. Nilai siswa setelah dilaksanakan penelitian siklus I dengan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada mata pelajaran membatik adalah sebagai berikut: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 sebanyak 15 siswa atau 41,66 %, sedangkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 sebanyak 21 siswa atau 58,32 %. Hasil penelitian siklus I menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu 70 %. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan siklus I belum berhasil, sehingga perlu dilaksanakan siklus lanjutan yaitu siklus II. Perncanaan siklus II didasarkan pada hasil observasi, analisis dan refleksi siklus pertama yaitu, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan gambar rancanga motif batik sudah mampu memenuhi target yaitu lebih dari 70 %, maka yang perlu dilaksanakan penelitian ulang adalah membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan perpaduan warna pada commit to user kain.
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus II Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II yang diperoleh melalui observasi yang dilakukan 3 x pertemuan dianalisis. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan sesudah proses pelaksanaan tindakan siklus II diperoleh data frekuensi adalah sebagai berikut:
Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan Siklus II. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Interval 76 - 80 71 - 75 66 – 70 61 - 65 56 - 60 51 - 55 46 - 50 Jumlah
Frekuensi 17 6 9 3 1 0 0 36
Persentase 47,22 % 16,66 % 25 % 8,33 % 2,77 % 0% 0% 100 %
Keterangan Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir cukup Kurang Kurang sekali Sangat kurang sekali
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan siklus II siswa memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 9 siswa atau 25 %, kategori lebih dari cukup sebanyak 6 siswa atau 16,66 %, dan kategori baik sebanyak 17 siswa atau 47,22 %. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88 %, nilai siswa ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa atau 11,11 %. Data frekuensi nilai membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II pada siklus I dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
46-50
51-55
56-60
61-65
66-70
71-75
76-80
Gambar 38. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus II. 4. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II yang diperoleh melalui observasi yang diambil sebelum melakukan tindakan penelitian dan sesudah dilaksanakan tindakan siklus I dan siklus II, diperoleh data frekuensi adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. No Interval 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
76 - 80 71 - 75 66 – 70 61 - 65 56 - 60 51 - 55 46 - 50 Jumlah
Persentase Sebelum Tindakan 11,11 % 11,11 % 8,33 % 50 % 19,44 % 0% 0% 100 %
Persentase Siklus I
Persentase Siklus II
11,11 % 16,66 % 30,55 % 16,66 % 16,66 % 2,77 % 5,55 % 100 %
47,22 % 16,66 % 25 % 8,33 % 2,77 % 0% 0% 100 %
Keterangan Baik Lebih dari cukup Cukup Hampir cukup Kurang Kurang sekali Sangat kurang sekali
Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan antara persentase sebelum dilaksanakan tindakan, setelah dilaksanakan tindakan siklus I dan II. Adanya peningkatan prestasi belajar dapat commitdiketahui to user setelah dilaksanakan penelitian
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tindakan (action research) dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Berikut ini gambar grafik hasil frekuensi nilai membatik keseluruhan sebelum tindakan, setelah dilaksanakan siklus I II:
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 46-50
51-55
56-60
61-65
66-70
71-75
76-80
Gambar 39. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. Keterangan grafik: : nilai siswa sebelum dilaksanakan tindakan. : nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus I. : nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus II.
Nilai siswa sebelum dilaksanakan tindakan siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 25 siswa atau 69,44 %, sedangkan jumlah siswa yang memeroleh nilai di bawah KKM 66 adalah sebanyak 11 siswa atau 30,55 % Nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus I dengan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada mata pelajaran membatik adalah sebagai berikut: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 15 siswa atau 41,66 %, sedangkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≤ 66 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %. Hasil penelitian tindakan siklus I menampakkan peningkatan prestasi belajar siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu commit to user memenuhi indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu 70 %. Indikator
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketercapaian yang sudah mampu memenuhi target 70 % pada siklus I yaitu: mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, dan membuat rancanga motif batik, dan indikator-indikator yang belum terpenuhi yaitu: membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. Nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus II dengan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), pada mata pelajaran membatik dengan teknik mencanting adalah sebagai berikut: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88%., sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa atau 11,11 % Hasil pelaksanaan penelitian siklus II menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa dan mampu memenuhi indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu lebih dari 70 % prestasi belajar meningkat. Indikator yang sudah terpenuhi pada siklus II yaitu: membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. Secara lebih rinci perkembangan maupun penurunan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II berdasarkan indikator ketercapaian dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam rekapitulasi nilai nilai rata-rata kelas dan persentase keberhasilan sebagai berikut:
Tabel 13. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kelas dan Persentase Keberhasilan Setelah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II.
No 1. 2. 3. 4.
Persentase Keberhasilan Antar Siklus I II
Indikator kietercapaian Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik. Membuat rancangan motif batik Membatik dengan teknik mencanting Mewarnai motif batik dengan teknik colet
Peningkatan/ Penurunan Persentase Naik Menurun
80,55 % 72,22 %
77,77 % 91,66 %
19,49 %
2,77 % -
41,66 %
88,88 %
47,22 %
-
30,55 %
77,77 %
36,11 %
-
commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut ini gambar grafik perbandingan antara siklus I II: Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik Membuat rancangan motif batik
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Membatik dengan teknik mencanting Siklus Siklus I II
Mewarnai motif batik dengan teknik colet
Gambar 40. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. Menurut data yang telah diperoleh berdasarkan nilai rata-rata antar siklus pada tabel 20, perubahan antara siklus I dan siklus II indikator ketercapaian mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik nilai rata-rata kelas naik 1,89, dari 71,11 menjadi 73,88, sedangkan persentase keberhasilan menurun 2,77 % dari 80,54 % menjadi 77,77 %. Menurunnya persentase keberhasilan tersebut dapat terjadi dikarenakan pada siklus I siswa memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 11 siswa atau 30,55 %, kategori lebih dari cukup sebanyak 6 siswa atau 16,66 %, dan kategori baik sebanyak 4 siswa atau 11,11 %. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 15 siswa atau 41,66 %. Sedangan pada siklus II siswa memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 9 siswa atau 25 %, kategori lebih dari cukup sebanyak 6 siswa atau 16,66 %, dan kategori baik sebanyak 17 siswa atau 47,22 %. Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88 %, dan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa atau 11,11 %. Perubahan antara siklus I dan siklus II pada indikator ketercapaian membuat rancangan motif batik nilai rata-rata kelas naik 4,44 %, dari 72,50 menjadi 76,94, sedangkan persentase keberhasilan naik 19,49 %, dari 72,22 % menjadi 91,66 %. commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perubahan antara siklus I dan siklus II pada indikator ketercapaian membatik dengan teknik memcanting memperoleh nilai rata-rata kelas naik 9,72 %, dari 64,72 menjadi 74,44, sedangkan persentase keberhasilan naik 44,44 % dari 41,66 % menjadi 86,10 %. Perubahan antara siklus I dan siklus II pada indikator ketercapaian mewarnai motif batik dengan teknik colet memperoleh nilai rata-rata kelas naik 11,67, dari 60,55 menjadi 74,44, sedangkan persentase keberhasilan naik 36,11 % dari 72,22 menjadi 77,77 %.
D. Pembahasan Hasil Penelitian Berikut ini adalah pembahasan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SDN Mojosongo II siswa kelas VI: 1. Hasil dan Proses Pembelajaran a. Prestasi belajar Sebelum dilaksanakan penelitian prestasi belajar siswa kelas VI SDN
Mojosongo
II
memperoleh
rata-rata
kelas
65,22,
setelah
dilaksanakan penelitian siklus I memperoleh rata-rata kelas 67,08, dan setelah dilaksanakan penelitian ulang siklus II memperoleh rata-rata 74,23. Dengan demikian pretasi belajar membatik kelas VI SDN Mojosongo II setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) mengalami peningkatan secara bertahap. b. Proses pembelajaran Sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model CTL pada waktu mengerjakan tugas siswa cenderung ramai dengan teman-temannya, bermalas-malasan/kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, tidak serius pada waktu mengerjakan tugas di Sekolah. Setelah dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan model pembelajaran CTL, pada waktu mengerjakan tugas siswa lebih banyak memperhatikan guru pada waktu menyampaikan commit user materi pembelajaran karena siswatomemiliki minat dan rasa keingintahuan
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tinggi, siswa lebih aktif pada waktu proses pembelajaran mereka banyak mengajukan pertanyaan tentang materi yang belum dimengerti dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa lebih asik dengan pekerjaan masing-masing, baik secara kelompok maupun secara individu. c. Media pembelajaran Sebelum
dilaksanakan
penelitian
pembelajaran
dengan
menggunakan model pembelajaran CTL media pembelajaran yang digunakan sangat terbatas sekali hanya menggunakan media kertas sebagai contoh, dan setelah dilaksanakan penelitian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CTL media pembelajaran lebih bervariasi dengan adanya contoh karya batik tulis, batik colet, batik printing dan batik cap. d. Kreativitas Kreativitas siswa sebelum dilaksanakan penelitian ini sangat rendah, hal tersebut dapat dilihat dari hasil karya menggambar batik pada halaman 3 gambar 1, dalam membuat karya siswa cenderung meniru contoh gambar yang diberikan oleh guru tanpa mengembangkannya, sehingga hasil karya siswa dalam 1 kelas sebagian besar sama. Setelah dilaksanakan penelitian ini kreativitas siswa dalam berkarya meningkat, hal tersebut dapat dilihat dari contoh hasil karya siswa pada siklus I gambar 18, 19, 20, dan hasil karya pada siklus II gambar 33, 34, 35. Kreativitas siswa dalam membuat motif batik maupun dalam pewarnaan sebagian besar berbeda. e. Hasil karya siswa Hasil karya siswa sebelum dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) hanya spontanitas saja tanpa rencana atau sketsa disain terlebih dahulu, dan setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran CTL lebih baik karena sebelum membuat karya siswa commit to user terlebih dahulu membuat motif batik pada kertas gambar baru kemudian di
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pindah ke atas kain, dengan adanya pengarahan dan masukan-masukan dari guru siswa mampu membuat karya batik yang digunakan sebagai taplak meja kecil secara kelompok. Hal ini menunjukkan peningkatan hasil karya yang sebelum penelitian hanya mengambar dikertas saja setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran CTL dapat meningkat menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterkaitan
Antara
Model
Pembelajaran
CTL
dengan
Proses
Pembelajaran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pendapat Johnson dalam bukunya yang berjudul Contextual Teaching and Learning terdapat tujuh indikator yang telah diterapkan di dalam penelitian ini, yaitu: a. Pada Tahap Konstruktivism Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, siswa hanya memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang diberikan oleh guru. Dalam model pembelajaran CTL ini siswa diberi kesempatan untuk melakukan observasi dan pengamatan terhadap contohcontoh hasil karya batik. Siswa melakukan pengamatan terhadap benda-benda yang terdapat disekitar siswa untuk dijadikan sumber ide dalam membuat motif batik. Berdasarkan observasi dan pengamatan yang dilakukan siswa, siswa mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka masing-masing dan menerapkannya kedalam motif batik. b. Pada Tahap Inquiry Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, siswa hanya melihat hasil karya yang ditunjukkan oleh guru didepan kelas. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini siswa dapat melakukan observasi dan mengamati, serta mendiskusikan batik yang telah diamati, kemudian siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, dan siswa membuat kesimpulan sendiri (inquiry). c. Pada Tahap Questioning Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, pada waktu guru memberikan siswa hanya pasif dan menjadi pendengar saja. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini siswa lebih aktif dengan mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru mengenai pengertian batik, bahan dan alat yang digunakan untuk membatik. Seperti misalnya pertanyaan yang diajukan oleh siswa: ”kenapa malam yang digunakan untuk membatik harus mendidih?”, ”kenapa waktu membatik malamnya harus tembus pada kain?”, ”kenapa kain batik harus dilorot?”. Sedangkan contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru: ”apa saja alat yang digunakan untuk membatik?”, ”sebutkan bahan yang digunakan untuk mewarnai batik?”, ”sebutkan nama daerah penghasil batik di Indonesia?”, dan lain sebagainya. Kegiatan bertanya berguna untuk: 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Selain itu guru dapat mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian siswa bersama-sama dengan guru dapat mengatasi berbagai macam kendala yang dihadapi tersebut, supaya kedepannya proses pembelajaran dapat dilaksanakan lebih baik. d. Pada Tahap Learning Community Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, dalam mengerjakan tugas kegiatan siswa monoton karena siswa mengerjakan tugas sendiri ditempat duduk masing-masing. Hal to userdan kurang aktif dalam mengikuti demikian menyebabkan siswacommit bosan, malas,
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses pembelajaran. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini siswa dibentuk dalam kelompok belajar kecil yang terdiri dari 4 orang siswa. Pada siklus I siswa dibentuk kelompok kecil untuk mengerjakan tugas individu mereka, hal ini bertujuan agar siswa dapat dengan bebas berinteraksi dan bertukar pendapat dengan teman yang lainnya, dan membangun rasa tanggungjawab terhadap tugas individu. Pada siklus II siswa dibentuk kelompok kecil untuk mengerjakan tugas secara kelompok, dengan tujuan agar siswa mampu menumbuhkan rasa tanggungjawab individu dalam kelompok, membangun kerjasama dengan rekan satu kelompok, dan saling membantu mengatasi kendala-kendala yang ada dalam kelompok. e. Pada Tahap Modeling Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, guru hanya memberi contoh menggambar dipapan tulis saja, sedangkan contoh-contoh hasil karya tidak diberikan kepada siswa. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini guru memberikan contohcontoh hasil karya batik untuk diamati, guru secara langsung melakukan metode demonstrasi dengan membuat motif batik dipapan tulis, di atas kain, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet. Selain itu siswa diberi kesempatan oleh guru untuk ikut seta dalam menggunakan peralatan untuk membatik. Tujuan
dilakukan
percontohan/permodelan
modeling
kepada
siswa,
adalah sehingga
untuk siswa
memberikan dapat
ikut
berpartisipasi mencoba hal-hal yang belum pernah dilakukanya. Dengan demikian siswa akan lebih mudah dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. f. Pada Tahap Reflection Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, setelah proses pembelajaran usai guru hanya menanyakan kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi oleh siswa tanpa membahas lagi materi yang telah selesai dipelajari. Sedangkan dalam model pembelajaran commit to user CTL ini guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik
perpustakaan.uns.ac.id
131 digilib.uns.ac.id
yang telah disampaikan oleh guru, kegiatan dan pengalaman yang diperoleh siswa siswa mulai dari menentukan motif batik, membuat rancangan motif batik, mencanting motif batik, mewarnai motif batik dengan teknik colet, merendam kain batik dalam waterglass, melorot kain batik dengan menggunakan air panas, melunturkan sisa malam/lilin yang masih menempel pada kain, baik itu bekerja secara individu maupun secara kelompok. Tujuan diadakan reflection adalah untuk mengidentifikasi masalah atau kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya reflection ini guru bersama-sama dengan siswa mengatasi kendala-kendala yang dihadapi, dan membuat kesimpulan mengenai pembelajaran membatik yang telah dilaksanakan. g. Pada Tahap Authentic Assessment Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, guru hanya menggunakan penilaian akhir saja (portofolio), tanpa menilai aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, keterampilan siswa, dan kemampuan siswa dalam menerapkan teori yang diperolehnya. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini guru melakukan penilaian yang nyata (authentic assessment) dengan menggunakan keempat indikator yang telah ditentukan, yaitu: 1) Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik: mempersiapkan alat untuk membuat motif batik, mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting, dan mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet. 2) Membuat rancangan motif batik: kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). 3) Membatik dengan teknik mencanting: penggunaan canting, kematangan malam, dan erapian dan kebersihan dalam mencanting. 4) Mewarnai motif batik dengan teknik colet: teknik mencolet, teknik mengunci/mengancing warna remazol, perpaduan warna. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas (action research) dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang telah dilaksanakan dengan dua siklus, hasil dari observasi dan analisis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri Mojosongo II semester II tahun ajaran 2010 dinyatakan dapat meningkat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II Semester I tahun ajaran 2010/2011 yang telah dilaksanakan dalam dua siklus, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Sebelum dilaksanakan penelitian tindakan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM 66 adalah sebanyak 25 siswa atau 69,44 %, sedangkan jumlah siswa yang memeroleh nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 11 siswa atau 30,55 % Dari tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I dapat diketahui bahwa pada siklus I indikator mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, 80,55 % siswa telah memenuhi indikator ketercapaian lebih dari 70 %. Indikator membuat rancangan motif batik, 72,22 % siswa telah memenuhi indikator ketercapaian lebih dari 70 %. Indikator membatik dengan teknik mencanting, 41,66 % siswa belum mampu memenuhi indikator lebih dari 70 %. Indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet, 41,66 % siswa mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet belum mampu memenuhi indikator ketercapaian lebih dari 70 %. Hasil penelitian siklus I menampakkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu 70 %. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CTL pada siklus I belum berhasil, sehingga perlu dilaksanakan siklus lanjutan yaitu siklus II. Perencanaan siklus II didasarkan pada hasil observasi, analisis dan refleksi dari siklus I yaitu indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, dan membuat rancangan motif batik telah memenuhi target lebih dari 70 %, untuk meningkatkan commit to tindakan user prestasi belajar siswa maka perlu dilakukan siklus II. 133
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai siswa setelah dilaksanakan penelitian siklus II dengan menerapkan model pembelajaran (CTL), indikator ketercapaian mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 28 orang siswa atau 77,77 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang siswa atau 22,22 %. Indikator ketercapaian membuat rancangan motif batik yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 34 orang siswa atau 94,44 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 2 orang siswa atau 5,55 %. Indikator ketercapaian membatik dengan teknik mencanting siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 32 orang siswa atau 88,88 % dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM sebanyak 4 orang siswa atau 11,11 %. Sedangkan indikator ketercapaian mewarnai motif batik dengan teknik colet siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 28 orang siswa atau 77,77 %, dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang siswa atau 22,22 %. Hasil pelaksanaan siklus II menampakkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa dan telah memenuhi indikator ketercapaian dalam penelitian ini, lebih dari 70 % prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II dapat meningkat.
B. Implikasi Menurut Johnson dalam buku Contextual Teaching and Learning, (2007:64), ”Sistem CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami. CTL membuat siswa mampu menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna”. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan melihat dan mengamati hasil karya siswa kelas VI SDN Mojosongo II yang menggambarkan apa yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya binatang (ikan, burung, kupu-kupu), tumbuhan (bunga, daun, ranting), dan sebagainya. Setelah dilaksanakan penelitian tindakan ini prestasi belajar siswa dalam membatik meningkat, aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat commit to user
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkat dari pasif menjadi aktif, media pembelajaran lebih bervariasi dengan adanya contoh karya batik tulis, batik colet, batik printing, dan batik cap. Setelah dilaksanakan penelitian ini kreativitas siswa dalam berkarya meningkat sebagian besar berbeda, akan tetapi ada beberapa siswa yang masih meniru gambar dari buku atau karya teman lainnya. Dalam membatik dengan teknik mencanting sebagian besar siswa sudah mampu menguasai tekniknya. Dalam mewarnai motif batik denggan teknik colet sebagian besar siswa sudah mampu memadukan warna dengan baik. Hasil karya siswa sebelum penelitian hanya mengambar di kertas saja setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran CTL dapat meningkat menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan seharihari.
C. Saran Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
telah
dilaksanakan
dengan
menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan, yaitu: 1. Bagi Guru - Meningkatkan pengawasan terhadap siswa dalam proses pembelajaran, agar siswa lebih berhati-hati pada waktu menggunakan peralatan membatik. - Meningkatkan bimbingan serta arahan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membuat motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai dengan teknik colet.. - Guru lebih meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam membatik, seperti melakukan KKG (Kelompok Kerja Guru) di tempat pengrajin batik. - Meningkatkan
bimbingan
terhadap
siswa
yang
kurang
bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas individu maupun tugas kelompok. commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
- Untuk kedepannya memberikan materi pembelajaran mengenai motifmotif batik yang berasal dari daerah-daerah lain di Indonesia, agar siswa mendapat pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. - Mendorong dan mensuport siswa untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam mempresentasikan hasil karya mereka di depan rekan-rekannya.
2. Bagi Siswa - Hendaknya
lebih
berperan
aktif
dalam
proses
pembelajaran,
memperhatikan guru pada waktu menerangkan materi pelajaran, selalu mengerjakan tugas dari guru dengan baik. - Meningkatkan usaha belajar sehingga memperoleh prestasi yang baik. - Meningkatkan rasa tanggungjawab individu maupun kelompok dalam mengerjakan tugas dari guru. - Meningkatkan rasa percaya diri dalam. - Menanamkan kesabaran dalam melakukan suatu tindakan. - Berhati-hati dalam menggunakan peralatan, supaya tidak terjadi kecelakaan kerja. - Menanamkan rasa kerjasama, kebersamaan dan kekompakan dalam menngerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara individu maupun secara kelompok.
3. Bagi Sekolah - Hendaknya mengupayakan media pembelajaran yang dapat digunakan siswa dalam belajar membatik, dengan menambah peralatan dan menyediakan ruangan tersendiri untuk membatik, agar siswa merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran membatik.
commit to user