ETNIK BUGIS MANDAR DI DUSUN MANDAR SARI, DESA SUMBERKIMA, GEROKGAK, BULELENG, BALI (SEJARAH, PEMERTAHANAN IDENTITAS ETNIK DAN KONTRIBUSINYA BAGI PEMBELAJARAN SEJARAH)
SKRIPSI
OLEH DANIA FAKHRUNNISA NIM : 1214021018
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2016
ETNIK BUGIS MANDAR DI DUSUN MANDAR SARI, DESA SUMBERKIMA, GEROKGAK, BULELENG, BALI (SEJARAH, PEMERTAHANAN IDENTITAS ETNIK DAN KONTRIBUSINYA BAGI PEMBELAJARAN SEJARAH) Dania Fakhrunnisa, I Ketut Margi, Made Pageh Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan latar belakang Sejarah Suku Bugis Mandar di Desa Sumberkima, (2) Mendeskripsikan Strategi dan Alasan Masyarakat Bugis Mandar di Desa Sumberkima dalam mempertahankan identitas kesukuannya hingga saat ini, (3) Medeskripsikan Kontribusi Sejarah kedatangan Suku Bugis Mandar ke Desa Sumberkima dan strategi pemertahanan identitas kesukuannya bagi Pembelajaran Sejarah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tahap-tahap; (1) Tehnik penentuan lokasi penelitian, penelitian ini berlokasi di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, (2) Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, (3) Tehnik penentuan informan, penentuan informan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling, (4) Tehnik pengumpulan data, melalui observasi, wawancara, dan kajian dokumen, (5) Tehnik validasi keabsahan data, dan triangulasi data, (6) Teknik analis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sejarah Suku Bugis Mandar di Desa Sumberkima dilatar belakangi oleh dua faktor, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong disebabkan karena adanya faktor Politik, faktor Ekonomi dan Lingkungan serta faktor Sosial Budaya. Dan juga faktor penarik disebabkan karena adanya faktor, politi, faktor ekonomi dan lingkungan, serta faktor sosial budaya. Strategi yang digunakan untuk mempertahankan identitas etnik yaitu dengan sosialisasi melalui agen keluarga, sosialisasi melalui agen masyarakat dan sosialisasi melalui agen keluarga, serta alasan pemertahanan identitas etnik yaitu karena warisan leluhur dan takut untuk kehilangan identitas sebagai suku pendatang. Adapun kontribusi dari sejarah Suku Bugis Mandar di desa Sumberkima serta strategi dan alasan pemertahanan identitas kesukuannya bagi pembelajaran sejarah yaitu dapat dijadikan sumber belajar sejarah dan juga dijadikan sebagai media pembelajaran sejarah pada kurikulum 2013. Kata kunci: Sejarah, Suku Bugis Mandar, Identitas Etnik, Sumber Belajar.
ABSTRACT This study aims to (1) describe the background history of the Bugis Mandar village Sumberkima, (2) Describe the strategy and reasons Society Bugis Mandar village Sumberkima in maintaining the identity of the tribal till today, (3) Medeskripsikan Contributions history of the arrival of the Bugis Mandar to village Sumberkima and tribal identity preservation strategies for Teaching History. This study uses a qualitative method by stages; (1) Technical determining the location of research, this study is located in the village of Sumberkima, Gerokgak, Buleleng, (2) research approach uses a qualitative approach, (3) Technical determination of the informant, the determination of the informants in this research is purposive sampling, (4) Technical data collection, through observation, interviews, and a review of documents, (5) Technical validation of the validity of the data, and triangulation of data, (6) Technical data analyst. The results showed that the history of the Bugis Mandar village Sumberkima motivated by two factors, namely push and pull factors. The driving factor due to the factors Political, Economic and Environmental factors and socio-cultural factors. And also a pull factor due to the factors, politi, environmental and economic factors, as well as socio-cultural factors. The strategy used to maintain ethnic identity is by socialization through the agency of family, community and socialization through agents of socialization through the agency of the family, as well as ethnic identity preservation reasons, namely because of the heritage and afraid to lose their identity as ethnic migrants. The contribution of the history of the Bugis Mandar village Sumberkima strategy and tribal identity preservation reasons for teaching history which can be used as a source of learning the history and also serve as a medium of teaching history in the curriculum of 2013. Keywords: History, Bugis Mandar, Ethnic Identity, Learning Re
PENDAHULUAN Suku Bugis merupakan salah satu kelompok suku bangsa/etnik yang ada di Indonesia dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis. Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang-orang Bugis pada umumnya adalah nelayan dan pedagang. Sebagian dari mereka yang lebih suka merantau adalah berdagang dan berusaha di negeri orang lain. Hal lain juga disebabkan adanya faktor historis orang-orang Bugis itu sendiri di masa lalu yaitu semenjak kalahnya Kerajaan Gowa dalam berperang melawan Belanda yang di akhiri dengan Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang terasa sangat mengikat dan menghina kaum Bugis-Makassar. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan. Keberadaan orang Bugis sangat mudah ditemukan, terutama di Bali. Di Bali sangat banyak terdapat perkampungan suku Bugis seperti di Serangan Denpasar, Tabanan, Jembrana dan Buleleng. Komunitas orang Bugis di Bali paling banyak kita jumpai di Buleleng (Dhurorudin: 2014). Perkampungan Suku Bugis yang masih sampai saat ini mempertahankan identitas yang begitu kental yaitu terdapat di di Desa Sumberkima, Dusun Mandarsari, Kecamatan Gerokgak. Gerokgak kecamatan yang
merupakan sebuah berada di kabupaten
Buleleng, provinsi Bali. Kecamatan yang terletak di bagian barat kabupaten Buleleng ini memiliki banyak keunikan, letaknya sangat strategis karena memiliki bukit-bukit yang tinggi, wilayah pantai yang sangat luas dan juga lahan perkebunan yang luas dan subur. Kecamatan Gerokgak ini juga merupakan salah satu daerah pesisir pantai di Bali Utara bagian Barat yang banyak di diami oleh berbagai suku salah satunya seperti suku Bugis Mandar. Diketahui adanya suku Bugis Mandar di kecamatan ini yaitu karena terdapat rumah adat suku Bugis (Rumah Panggung) yang bisa kita jumpai hingga saat ini di Desa Sumberkima. Di Bali khususnya di Kecamatan Gerokgak Desa Sumberkima yang pada umumnya masyarakat mayoritas beragama Hindu, banyak kita jumpai di daerah tersebut Pura (tempat persembahyangan umat Hindu) dan juga dari segi bangunan (tempat tinggal) masyarakat Bali khusunya yang beragama Hindu sangat tampak dan sangat kental menggunakan arsitektur ukiran khas Bali (Still Bali). Tetapi di tengahtengah banyaknya Pura dan bangunan khas Bali di daerah tersebut, terdapat sebuah dusun yang bernama dusun Mandarsari yang didiami oleh Suku Bugis Mandar (masyarakat Muslim) mereka hidup berdampingan secara rukun hingga saat ini. Meskipun suku Bugis Mandar tersebut hidup di tengah-tengah masyarakat mayoritas Hindu tetapi suku Bugis mandar tersebut hingga saat ini masih bisa mempertahankan identitasnya yang sangat kental seperti bisa kita jumpai hingga saat ini mereka masih menggunakan rumah panggung sebagai tempat tinggal. Di tengah-tengah masyarakat Hindu dan seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan teknologi modern telah mempengaruhi dan menyentuh masyarakat Bugis, mengapa masyarakat suku Bugis Mandar hingga saat ini bisa mempertahankan identitas kesukuannya? Oleh karena itu, perlu ada upaya bagaimana memperhatikan dan mengungkapkan keterlibatan faktor budaya
dalam interaksi tersebut agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan wawasan/kompetensi belajar siswa. Sejarah keberadaan suku Bugis Mandar dan identitas kesukuannya yang masih kental memiliki potensi untuk dapat meningkatkan wawasan/kompetensi belajar siswa, merupakan pandangan hidup yang bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial (Kamri: 1997). Dalam kaitannya dengan upaya pembaharuan pendidikan dan keragaman suku bangsa, faktor sosial identitas kesukuan tidak dapat diabaikan. Sistem pendidikan yang digunakan di negara maju, seyogyanya tidak dijiplak secara menyeluruh tanpa memperhatikan budaya yang berkembang dalam masyarakat. Sistem pendidikan suatu negara harus sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa sendiri. Indonesia dengan keanekaragaman budayanya, perlu melakukan kajian tersendiri terhadap sistem pendidikan yang akan digunakan, termasuk sistem pendidikan yang akan digunakan di setiap daerah dan setiap etnis, sehingga sistem yang dipakai sesuai dengan kondisi budaya masyarakat setempat. Bertujuan (1) Mendeskripsikan latar belakang Sejarah Suku Bugis Mandar di Desa Sumberkima, (2) Mendeskripsikan Strategi dan Alasan Masyarakat Bugis Mandar di Desa Sumberkima dalam mempertahankan identitas kesukuannya hingga saat ini, (3) Medeskripsikan Kontribusi Sejarah kedatangan Suku Bugis Mandar ke Desa Sumberkima dan strategi pemertahanan identitas kesukuannya bagi Pembelajaran Sejarah. METODE Penelitian ini emnggunakan metode kualitatif dengan tahap-tahap; (1) Tehnik penentuan lokasi penelitian, penelitian ini berlokasi di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, (2)
Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, (3) Tehnik penentuan informan, penentuan informan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling, (4) Tehnik pengumpulan data, melalui observasi, wawancara, dan kajian dokumen, (5) Tehnik validasi dan keabsahan data, dengan triangulasi data, (6) Tehnik analis data.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengumpulan data dengan wawancara dan observasi yang dilaksanakan berkaitan dengan Sejarah Suku Bugis Mandar di Desa Summberkima serta strategi dan alasan pemertahanan identitas yaitu: 1. Latar Belakang Sejarah Bugis Mandar Di Sumberkima
Suku Desa
Perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab yakni factor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). Begitu juga dengan Etnis Bugis Mandar yang berimigrasi ke Desa Sumberkima memeiliki beberapa penyebab yang dilatarbelakangi oleh keadaan politik, keadaan ekonomi, maupun keadaan sosial budayanya. A. Faktor Pendorong (Push Faktor) Faktor pendorong (Push Faktor) merupakan hal atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha, dan minat seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Terjadinya migrasi dari Etnis Bugis Mandar juga tidak bisa dilepaskan oleh beberapa faktor. Adapun yang menjadi faktor pendorong migrasi Etnik Bugis Mandar adalah faktor politik, ekonomi dan sosial budaya. Faktor Politik
1. Hegemoni VOC Kerajaan Makassar
Terhadap
Keberadaan orang-orang Bugis di Bali tidak terlepas dari situasi politik yang terjadi di Nusantara pada abad ke XVI. Penyebaran orang-orang Bugis ini selain dikarenakan oleh budaya maritim orangorang Bugis, juga dikarenakan perlawanan orang-orang Bugis terhadap Belanda. Hal ini dapat dilihat dengan kedatangan orangorang Bugis di beberapa Kabupaten yang ada di Bali, diantara yaitu di Serangan Denpasar, Jembrana dan juga Buleleng. Menurut informasi dari sumber-sumber lokal dan pada tulisan Datuk Haji Sirad mengatakan bahwa orang-orang Bugis datang dari Makassar sewaktu terjadi peperangan antar kerajaan di Sulawesi Selatan bersamaan dengan datangnya Belanda (VOC) untuk merebut Makassar. Belanda baru berhasil merebut Makassar setelah diadakannya perjanjian Bongaya pada tahun 1667 (Farid, 1980: 80). Kedatangan orang-orang Bugis di Bali sekitar abad ke-16 Pertama kali, adalah seorang tokoh yang bernama Syeikh Haji Mu'min dari Ujung Pandang, yang kabur dari tempat asalnya saat zaman penjajahan VOC. Abad ke XVI merupakan awal kedatangan bangsa Eropa ke Asia Tenggara yang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam kawasan ini, dalam artian geostartegi kawasan Asia Tenggara terletak pada posisi silang antara jalur perdagangan Internasional yang kaya akan sumber daya, tenaga kerja, dan sekaligus kawasan pasar yang potensial. Khusunya kawasan Selatan Malaka merupakan salah satu jalur pelayanan yang sangat ramai dilalui kapalkapal dagang. Orang-orang Eropa terutama orang Belanda memiliki dampak yang sangat besar terhadap Indonesia (Rickliefs, 2005: 61-66). Orang-orang Eropa mencapai kemajuankemajuan di bidang teknologi tertentu. Dengan kemajuan teknologi yang dimiliki, orang-orang Eropa mulai melakukan
ekspansi ke seberang lautan dengan hasil teknologi mereka yaitu dengan kapal-kapal yang lebih cepat, lebih mudah digerakkan dan lebih banyak mengarungi samudra. Para pelaut Eropa mulai pencarian panjang mereka menyusuru pantai barat Afrika untuk menemukan emas, memenangi pertempuran, dan meraih jalan untuk mengepung lawan yang beragama Islam, mereka juga berusaha mendapatkan remph-rempah, yang berarti mendapatkan jalan ke Asia. Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para pedagang Asia mengenai kekayaan Malaka yang sanat besar maka orang-orang Eropa berusaha untuk dapat menaklukkan Malaka, dan Malaka pun berhasil ditaklukkan. Dampak budaya orang-orang Eropa yang paling langgeng adalah di Maluku, dikawasan inilah letak kepulauan rempah-rempah di Indonesia Timur. Orang-orang Eropa juga berhasil menaklukkan daerah-daerah lain seperti Sulawesi, tahun 1667 Makassar (Sulawesi Selatan) jatuh ketangan VOC dengan adanya perjanjian Bongaya (Kerajaan Makassar yang merupakan gabungan dari kerajaann Goa dan Tallo). Hubungan orangorang Eropa berubah menjadi tegang karena upaya Eropa melakukan Kristenisasi dan perilaku tidak sopan dari orang-orang Eropa itu sendiri pada umumnya (Rickliefs, 2005: 61-66). Pada tahun 1683 ternate juga jatuh ke tangan VOC dan dijadikan sebagai “Vasal” VOC. Jadi menjelang akhir abad ke XVII, VOC dianggap sebagai kekuatan terbesar dibagian Selatan Laut Sulawesi (Lapian, 2009: 71). Dengan adanya tekanan serta penderitaan dari orang-orang Eropa terutama VOC maka banyak orang-orang melakukan perpindahan secara besar besaran orang-orang tersebut berasal dari etnis-etnis yang ada di Makassar seperti suku Bugis Mandar, Makassar dan juga Suku Bajo yang ada di perairan Sulawesi Selatan, meskipun sebelum perjanjian itu sudah banyak etnis Sulawesi Selatan yang sudah menempati wilayah-wilayah
Nusantara. Namun pengaruh perjanjian Bongaya dan hegemoni VOC di perairan Sulawesi Selatan tetap besar terhadap migrasi dan keberadaan suku Bugis Mandar, Makassar maupun Bajo yang tersebar di seluruh Nusantara. Proses migrasi orang-orang Bugis dilakukan secara bertahap, setalah disebabkan oleh Hegemoni VOC abad 1617, kemudian setelah itu orang-orang Bugis di Sulawesi Selatan melakukan migrasi lagi yang disebabkan oleh pemberontakan Komunis tahun 1926-1927. Akibat dari adanya pemberontakan Komunis itu berdampak besar bagi Suku Bugis di Sulawesi Selatan, untuk menghindarkan gangguan fisik dan mental dari adanya pemberontakan tersebut, maka Suku Bugis melakukan migrasi ke berbagai daerah di Nusantara, salah satunya yaitu migrasi ke pulau Bali (Mochtar, 1983: 264-265).
perjanjian tersebut dan memperkecil wilayah kerajan hingga tidak memiliki batas perairan yang dapat dimanfaatkan sebagai pelabuhan (Polinggomang, 2002: 35-39).. Kegiatan niaga seperti perdagangan beras di pesisir yang berasal dari Takalar hingga Bantaeng dan Bulukumba yang merupakan lumbung padi Makassar yang diambil alih oleh VOC melalui pajak penghasilan, penyerahan wajib kerajaan taklukan dan transaksi niaga dengan pedagang melayu. Selain beras, diperdagangkan pula hasil penyerahan wajib dari kepulauan Selayar, berupa kain selayar katun dan anyam. Sementara dari Sanrabone berupa Budak serta barang dagangan lain yang didatangkan dari Batavia, khusunya tekstil dan produk pertanian dan kerajinan dari wilayah VOC (Polinggomang, 2002: 35-39). Faktor Sosial Budaya
Faktor Ekonomi dan Lingkungan 1. Monopoli Perdagangan VOC di Laut Makassar Faktor ekonomi juga menjadi faktor pendorong orang-orang Bugis Mandar melakukan migrasi yaitu berkaitan dengan ketidak mampuan di daerah mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka baik yang menyangkut kebutuhan fisik maupun sosiopsikologis, seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan pendidikan, keamanan dan lain-lain (Margi, 2012: 106). Orang-orang Makassar khususnya suku Bugis yang melakukan migrasi keluar pulau yaitu karena disebabkan mereka tidak tahan dengan adanya perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang menyebutkkan diterapkannya monopoli perdagangan di laut Makassar oleh VOC. Perjanjian Bongaya ini sangat menguntungkan VOC, perjanjian tersebut berusaha mematikan perdagangan kerajaan Makassar, VOC menghapuskan peran kerajaan Makassar sebagai pengawas Bandar niaga sebagai mana yang telah disebutkan dalam
1. Merantau merupakan satubudaya Suku Bugis
salah
Faktor pendorong terjadinya migrasi suku Bugis Mandar ke Bali juga disebabkan karena adanya faktor sosial budaya yang dimana orang-orang Bugis beranggapan bahwa merantau dilihat sebagai sesuatu yang menjanjikan harapan untuk masa depan dan kehidupan yang lebih baik dikaitkan dengan konteks sosial budaya dan ekonomi. Berdasarkan konsep tersebut, merantau adalah untuk pengembangan diri dan mencapai kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Dengan demikian, tujuan merantau sering dikaitkan dengan tiga hal: mencari harta (berdagang/menjadi saudagar), mencari ilmu (belajar), atau mencari pangkat (pekerjaan/jabatan) (Navis, 1999).
B. Faktor Penarik (Pull Factor) orang
Penyebab terjadinya migrasi orangBugis mandar tidak hanya di
sebabkan oleh faktor pendorong saja (push factor), melainkan juga disebabkan adanya faktor penarik (pull factor). Adapun faktor penarik terjadinya migrasi suku Bugis Mandar ke Bali khusunya Desa Sumberkima disebabkan karena adanya faktor ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor Politik 1. Adanya Perlindungan dari Kerajaan Badung, Buleleng dan Jembrana Gelombang masuknya suku Bugis ke Bali sejak abad XVII pada tahun 1667 setelah terjadi perang Makassar di mana para pedagang dan bangsawan BugisMakassar meningalkan daerahnya untuk menghindari diri dari kejaran Belanda dan akhirnya mendarat di Bali tepatnya di pulau Seragan Badung. Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang melarang warga Bugis memiliki kapal berukuran besar, menjadi pemicu banyaknya orang Bugis yang merantau ke luar pulau Sulawesi salah satunya ke Bali tepatnya di Serangan Badung, Buleleng dan Jembrana. Ketiga daerah ini kemudian menjadi pusat kekuatan orang-orang Bugis di Bali (Polinggomang, 2002: 35-40). Masuknya Suku Bugis di Buleleng, pada saat itu Raja Buleleng Anglurah Ki Barak Panji Sakti diundang oleh Raja Mataram dalam rangka persahabatan. Saat kembali ke Bali, Ki Barak Panji Sakti dihadiahi seekor gajah dan delapan orang prajurit yang saat itu sudah beragama Islam untuk mengiringinya pulang. Prajurit-prajurit inilah cikal bakal warga Islam di Desa Pegayaman. “Leluhur Desa Pegayaman disebut sitindih artinya orang-orang pembela kerajaan,” kata Nengah Abdul. Mengutip catatan sejarah, Nengah Abdul bercerita, pada 1711, terjadi perang antara Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Buleleng. Pada saat itulah orang-orang Pegayaman menghadang di Desa Gitgit, hingga terjadi pertempuran hebat sampai ke Desa Pancasari. Kabar pertempuran tersebut diketahui oleh pasukan Teruna Goak
(Pasukan Gagak Hitam) milik Ki Barak Panji Sakti dari Desa Panji yang segera bergabung untuk memukul mundur pasukan Kerajaan Mengwi. Pada 1850 kapal kelompok imigran Bugis yang hendak menuju Jawa-Madura terdampar di pesisir Buleleng. Sebanyak 40 pasukan Bugis tersebut menghadap kepada Ki Barak Panji Sakti. Oleh sang raja mereka diberikan kebebasan untuk memilih tinggal di pesisir atau di Desa Pegayaman mengingat mereka beragama Islam. Sebagian memilih tinggal di pesisir karena orang Bugis terkenal sebagai penjelajah laut dan sebagian lagi memilih bergabung dengan orang Pegayaman karena alasan agama. “Perpaduan tiga suku Jawa, Bugis, dan Bali inilah yang kini menjadi warga asli Desa Pegayaman,” ujar Negah Abdul. Faktor Ekonomi dan Lingkungan Migran dalam proses perpindahan harus menetukan daerah yang dituju, biasanya daerah yang dipilih adalah daerah-daerah yang meliliki kelebihankelebihan tersendiri atau sering disebut sebagai daya tarik dari daerah tersebut. Desa Sumberkima pada saat itu merupakan daerah yang menjanjikan bagi Etnis Bugis Mandar karena Desa Sumberkima memiliki kelebihan-kelebihan yakni merupakan daerah yang aman, daerah yang pada saat itu masih terbilang sepi disana memiliki hasil laut yang sangat berlimpah yang merupakan mata pencaharian utama etnis Bugis Mandar pada saat itu, dan juga Desa Sumberkima memiliki tanah yang cukup subur untuk dijadikan perkebunan. Itulah sebabnya mengapa Etnis Bugis mandar banyak ditemui di daerah pesisir seluruh Nusantara (Lapian, 2009:96). Faktor Sosial Budaya Faktor penarik suku Bugis Mandar bermigrasi ke luar pulau bukan hanya disebabkan karena faktor politik, lingkungan dan ekonomi saja, tetapi disebabkan juga karena adanya faktor sosial budaya.
Budaya merantau orang Bugis terbangun dari budaya yang dinamis, egaliter, mandiri dan berjiwa merdeka. Ditambah kemampuan bersilat lidah (berkomunikasi) sebagai salah satu ciri khas mereka yang membuatnya mudah beradaptasi dengan suku bangsa mana saja (Mochtar Naim, 1984). Orang Bugis memilih pulau Bali sebagai tujuan Migrasi karena masyarakat Bugis melihat pulau Bali sangat berpotensi untuk dijadikan tempat sebagai tujuan untuk mengembangkan kebudayaannya yakni mata pencaharian mereka seperti berdagang dan juga sebagai nelayan. 2. Strategi dan Alasan Masyarakat Bugis Mandar Mempertahankan Identitas Kesukuannya di Desa Sumberkima A. Sistem Sosialisasi Melalui Agen Keluarga Dalam lembaga keluarga identitas suku Bugis Mandar dipertahankan. Hal ini sesuai dengan fungsi keluarga sebagai tempat manusia berbagi nilai-nilai budaya, sehingga berkembang menjadi kebudayaan yang mencirikan identitasnya. Hal ini juga diterapkan oleh keluarga-keluarga masyarakat Bugis Mandar di Desa Sumberkima. Identitas Bugis Mandar di Desa Sumberkima yang masih dipertahankan hingga saat ini yaitu berupa aspek budaya material seperti bentuk bangunan dan makanan serta aspek nonmaterial yng berupa bahasa. Dalam melakukan interaksi masyarakat Bugis Mandar Desa Sumberkima lebih banyak menggunakan bahasa Bugis Mandar. Bahasa Bugis Mandar digunakan sebagai bahasa pergaulan sehingga hal ini menandakan bahwa Etnis Bugis Mandar masih mempertahankan identitasnya sebagai sebuah keharusan.
Identitas selanjutnya yang masih dipertahankan seperti rumah adat suku Buggis Mandar. Pada umumnya rumah Etnis Bugis Mandar memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan rumah-rumah seperti biasanya. Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain (Sumatera dan Kalimantan). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tambahan disamping bangunan utama dan bagian depan (orang bugis menyebutnya lego-lego). Salah satu makanan khas dari suku Bugis mandar yang masih dipertahankan hingga saat ini ialah Buras atau biasa disebut juga Burasa. Buras sebenarnya tidak jauh berbeda juga dengan olahan berbahan dasar beras lainnya, Rasa Buras yang sangat berbeda dengan Ketupat, karena Buras dimasak khusus dengan campuran santan. Panganan ini dikenal juga dengan nama lapat, lontong bersantan atau Buras. Buras merupakan makanan wajib bagi masyarakat Bugis Mandar di hari lebaran yang bisanya tersaji bersama coto makassar ataupun opor ayam. Adapun cara pewarisan atau pemertahanannya dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika seorang ibu sedag memasak Buras biasanya meminta anaknya untuk membantu (anak perempuan) untuk membantu menyiapkan bumbu atau bahan yang akan digunakan untuk membuat Buras. Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga lama kelamaan pengetahuan membuat Buras menurut kapada si anak. Selain rumah adat, bahasa dan juga kuliner, tradisi masyarakat Bugis yang berupa Bale suji juga masih ada hingga saat ini. Adapun startegi yang dipergunakan untuk mempertahankan tradisi Pembuatan bale suji ini yaitu dengan menyuruh anakanak untuk membantu langsung dalam pembuatan bale suji ini dirumah sebelum dibawa ke masjid dan diarak keliling kampung. Hal ini betujuan agar anak-anak sudah tau sejak dini makna dari pembuatan balesuji dan juga tau cara pembuatannya
agar bisa dilanjutkan hingga ke generasi selanjutnya. B. Sistem Sosialisasi Melalui Agen Masyarakat Lingkungan masyarakat juga dijadikan sebagai ruang untuk mempertahankan identitas kesukuan, karena di dalam lingkungan masyarakatlah seorang anak bisa mendapatkan pembelajaran secara langsung maupun tidak langsung mengenai nilai-nilai atau norma-norma dalam pemertahanan suatu identitas kesukuan salah satunya seperti Bahasa yang masih dipergunakan hingga saat ini di desa Sumberkima dusun Mandarsari. Pemertahanan identitas kesukuan Bugis Mandar melalui agen masyarakat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui proses pengenalan, proses belajar menirukan/melihat/mendengarkan (memberi contoh), melaksanakan dan pembiasaan. proses mendengarkan (memberi contoh) biasanya saat bertegur sapa saat bertemu di jalan atau saat ada kegiatan dilingkungan masyarakat yang harus dibiasakan menggunakan bahasa Bugis Mandar. Selanjutnya yaitu strategi dengan proses belajar menirukan dan melihat dalam mempertahankan identitas yang berupa bangunan tempat tinggal (rumah adat) suku Bugis Mandar. Umumnya orang Bugis tinggal di rumah panggung dari kayu berbentuk segi empat panjang dengan tiang-tiang yang tinggi memikul lantai dan atap. Konstruksi rumah dibuat secara lepaspasang, sehingga bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.Orang Bugis memandang rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat manusia dilahirkan, dibesarkan, kawin, dan meninggal (Robinson, 2005: 282). Dalam hal pembuatan rumah panggung dilingkungan masyarkat Bugis
Mandar mereka menerapkan sistem gotong royong. Srategi gotong royong ini dilakukan akan anak-anak dan generasi muda dapat melihat langsung dan juga bisa ikut membantu agar bisa mempertahankan dan mewarisi kemampuan untuk membuat rumah panggung hingga turun-temurun. Barongko merupakan salah satu kue tradisional khas Indonesia, tepatnya dari daerah Bugis Makasar. Kue ini sering disajikan pada acara-acara tertentu, terutama pada acara pesta seperti pernikahan, khitanan dan lain sebagainya. Bahkan kue ini merupakan kue wajib yang harus ada di dalam setiap perhelatan acara keluarga ataupun adat. Oleh karena itu para generasi muda (khusunya perempuan) yang biasanya ikut membantu dalam acara pernikahan atau hajatan pasti akan selalu diajarkan dan diberikan contoh langsung bagaimana cara membuat kue Barongko agar bisa selanjutnya bisa mempertahakan pembuatan kue khas Bugis Mandar ini hingga ke generasi-generasi selanjutnya. Selain ketiga hal tersebut, dimasyarakat daerah Dusun Mandarsari ini juga ada tradisi pembuatan Bale suji, dimana masyarakat sekitar yang terbentuk dalam kelompok Remaja Masjid juga ikut membuat Bale Suji. Strategi yang dipergunakan masyarakat sekitar untuk mempertahankan tradisi ini yaitu dengan cara mewajibkan setiap Remaja atau mudamudi di desa Sumberkima untuk ikut serta dalam pembuatan bale suji dan arak-arakan saat perayaan Maulid Nabi. C. Sistem Sosialisasi Melalui Agen Sekolah Selain keluarga dan masyarakat, sekolah juga memiliki peran yang tidak bisa diabaikan dalam pemertahanan identitas. Dikatan demikian karena peran sekolah tidak hanya berurusan dengan mobilitas sosial, tetapi juga berkaitan dengan transferkonfigurasi kebudayaan dominan atau nilai-nilai dan ideologi suatu
masyarakat atau bangsa (Margi, 2012: 331). Bila di kaitkan dalam kurikulum 2013 pada pembelajaran sejarah terkait aspek Budaya ini masuk dalam KI 1 yakni Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Dan KI 4 yakni Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Strategi yang dipergunakan guru untuk mempertahankan identitas kesukuan Bugis Mandar yaitu dengan mengajak siswa mengamati langsung lingkungan sekitar terkait aspek kebudayaan material dan non-material. Pada kebudayaan material yang terdiri dari Rumah adat, guru bisa melakukan pembelajaran sejarah terkait aspek kebudayaan diluar kelas untuk mengajak siswa mengamati lingkungan sekitar dusun Mandarsari yang masih mempertahankan identitas kesukuannya yang berupa rumah panggung, sehingga siswa dan siswi yang mengamati lingkungan tersebut menyadari bahwa betapa pentingnya untuk mempertahankan identitas kebudayaan suku di Indonesia. Aspek kebudayaan material lainnya yaitu berupa makanan khas suku Bugis Mandar, untuk mempertahankan kebudayaan ini guru menggunakan strategi pemberian contoh dan praktek secara langsung pembuatan makanan khas suku Bugis Mandar yaitu Buras dan kue Barongko pada saat kegiatan ekstrakulikuler “Keputrian” yaitu yang berupa membuat masakan tradisional. Selain makanan khas ada juga tradisi
pembauatan Bale suji strategi yang dipergunakan untuk mempertahankan tradisi pembuatan Bale suji ini yaitu biasanya sekolah mengadakan perlombaan pembuatan bele suji antar kelas yang di ikuti oleh seluruh siswa. Sedangkan strategi yang digunakan untuk mempertahankan identitas kebudayaan non-material seperti bahasa daerah Bugis Mandar ini, guru memberikan contoh langsung pada saat pelajaran Antropologi mengenai bahasa daerah. Seperti misalnya guru memberikan beberapa kosa kata Bahasa Bugis Mandar yang berupa barang-barang yang ada di ruang kelas, sebagai berikut: - Kuris : Kaderang Baju : Baju’ - Meja : Meja’ Celana : Calana - Pintu : Tiroang D. Alasan Pemertahanan Etnis Bugis Mandar 1. Warisan Leluhur Pertahankan
Identitas
Harus
Di
Budaya Masyarakat Bugis Mandar di Desa Sumberkima Dusun Mandar Sari ini merupakan kearifan lokal yang perlu dipertahankan. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh aspek kehidupan yang kemudia disandingkan dengan ajaran Islam, 1). Tata aturan yang menyangkut hubungan antar sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu maupun kelompok, yang berkaitan dengan Hierarki dalam pemerintahan dan adat, dan tata karma dalam kehidupan sehari-hari. 2). Tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam yaitu rahmat dan keberkahan bagi seluruh alam baik binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Dan 3). Tata aturan yang menyangkut hubungan manusi dengan Tuhan. Kearifan lokal (local wisdom) ini akan mengantar manusia menuju keharmonisan hidup bersama di
dunia, inilah yang menjadi landasan dasar dari masyarakat Bugis Mandar di Dusun Mandar Sari ini. 2. Takut kehilangan Identitas Masyarakat Bugis Mandar di Dusun Mandar Sari merupakan kelompok sosial yang hingga saat ini masih memgang budaya atau identitas yang diwarisi secara turun temurun oleh leluhur mereka. Hal ini dapat dipahami karena manusia sebagai makhluk homososius atau makhluk berteman, dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri, melaikan bersama-sama dengan orang lain. Manusia dapat hidup secara wajar dengan sebaik-baiknya, dan baru mempunyai arti apabila manusia itu hidup bersama dengan manusia lain di dalam masyarakat. Demikianlah kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sekalligus makhluk sosial. Manusia sebagi makhluk sosial (social being, zoon politicon, madaniyy bi althab’). Hidup secara sosial akan menimbulkan adanya hubungan (relationship) antara individu dengan individu lainnya. Sehingga akan terjadi saling mempengaruhi sesuai dengan pandangan Sheldon Stryker (dalam Ikbal, 2011), bahwa adanya hubungan saling mempengaruhi diantara individu dengan struktur sosial yang lebih besar lagi (masyarkat). Invidu dan masyarakat dipandang sebagai dua sisi dari satu mata uang. Seseorang dibentuk oleh interaksi, namun struktur sosial membentuk interaksi. Manusia dimanapun kita berada, tidak dapat dipisahkan dari lingkungan masyarakatnya (Wirawan dalam Iqbal, 2011: 15). Manusia sebagai makhluk dalam evolusinya lebih bergantung kepada kebudayaan, dan bukan kepada naluri atau insting. Jackson dan Smith (dalam Baron & Byrne, 2003: 163-164) mengatakan bahwa ketika konteks identitas sosial seseorang berubah, membangun sebuah identitas sosial baru dapat menjadi sumber stress yang besar jika dilakukan secara paksaan.
3. Kontribusi dari Sejarah kedatangan Suku Bugis Mandar dan Strategi Pemertahanan Identitas Kesukuannya bagi Pembelajaran Sejarah Adapun aspek-aspek yang dapat dikembangkan dan menjadi Kontribusi dari Sejarah kedatangan Suku Bugis Mandar dan Strategi Pemertahanan Identitas Kesukuannya bagi Pembelajaran Sejarah adalah sebagai berikut: A. History Dengan diberlakukannya kurikulum 2013 maka pembelajaran sejarah menjadi mata pelajaran yang sangat penting. Sejarah memberikan manfaat bagi siswa guna memberikan rasa bangga akan negaranya sendiri Indonesia. Pelajaran sejarah di sekolah selama ini hanya mengandalkan fakta-fakta sejarah yang sudah ada. Gur cenderung tidak mengupdate pemahaman mengenai faktafakta sejarah yang baru. Kurikulum 2013 memberikan peluang bagi guru dan siswa untuk menambah wawasan mengenai fakta-fakta dan sumber belajar sejarah yang ada di lingkungan siswa. Salah satu sumber sejarah yang bisa di manfaatkan guru dan siswa sebagi sumber belajar sejarah adalah mengenai Sejarah Keberadaan Etnis Bugis Mandar ke Desa Sumberkima dan strategi pemertahanan identitas kesukuannya yang dapat dijadikan contoh sebagai bukti-bukti Kehidupan pengaruh Islam yang masih ada pada saat ini. B. Toleransi Untuk menanamkan toleransi tentu saja sekolah menjadi tempat yang sangat yang tepat selain lingkungan sekitar siswa dan keluarga. Rasa untuk saling menghargai antar teman yang memiliki keyakinan yang berbeda, budaya dan ras sangat penting untuk di lakukan. Indonesia sendiri banyak sekali contoh contoh toleransi antara umat beragama. Tidak
terkecuali di Desa Sumberkima Khusunya di Dusun Mandar Sari mereka hidup berdampingan antara yang suku yang satu dengan yang lainnya seperti suku Bugis Mandar dengan Suku Bali. PENUTUP Simpulan Latar belakang kedatangan Etnis Bugis Mandar datang ke Desa Sumberkima disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang pertama yaitu faktor pendorong (Push factor) yang disebabkan oleh hegemoni VOC terhadap kerajaan Makassar, dan juga karena disebabkan oleh Pemberontakan Komunis, Yang kedua yaitu ada faktor penarik (pull factor) yang disebabkan oleh Etnis Bugis Mandar merupakan Etnis Laut, wilayah Sumberkima memiliki kekayaan laut maka Etnis Bugis Mandar bermigrasi kedaerah tersebut yang diawali oleh kedatangan seorang pengelana laut yang berasal dari Sulawesi Selatan yang bernama Daeng Masusung, yang atas izin pemerintah setempat melakukan perabasan hutan di daerah tersebut dan kemudian membangun pemukiman bersama masyarakat Bugis Mandar lainnya. Etnik Bugis Mandar memiliki kebudayaan yang berbeda dengan etnik lain yang ada di daerah tersebut yang disebut sebagai Identitas Etnik Bugis Mandar. Adapun identitas Etnis Bugis Mandar yang masih bertahan hingga saat ini yaitu Bahasa daerah yang di gunakan untuk bahasa keseharian dan juga rumah tempat mereka tingga tinggal yang memiliki cirri khas yang berbeda dari Etnik lain yang ada di Desa Sumberkima. Strategi yang dipergunakan masyarakat Bugis Mandar untuk mempertahankan identitas kesukuannya yaitu dengan melalui sistem sosialisasi pada lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Adapun beberapa alasan Etnik Bugis Mandar masih mempertahankan identitasnya antara lain adalah karena
warisan leluhur yang harus dipertahankan, dan juga mereka takut kehilangan identitas sebagai Suku pendatang dari Sulawesi Selatan. Adapun kontribusi dari sejarah keberadaan suku Bugis Mandar dan strategi pemertahanan identitas kesukuannya bagi pembelajaran sejarah yaitu bisa dijadikan sumber belajar bagi pembelajaran Sejarah khusunya materi Sejarah Lokal dan juga dapat dijadikan sebagi media pembelajaran Sejarah disekolah saat proses berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah. DAFTAR PUSTAKA Adhana, I Ketut.2011.Masyarakat Multi Kultur Bali.Denpasar:Putaka Larasan. Alimuddin, Muhammad Ridwan, 2005. Orang Mandar Orang Laut. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Bungin, Burhan.2001.Metode Penelitian Kualitatif.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada Farid,
Andi Zainal Abidin. 1980. “Penyebaran Orang-orang Bugis di Wilayah Pasifik”, dalam Lontara No. 7. Ujung Pandang: Universitas Hassanudin.
Koentjaraningrat.1989.Manusia dan Kebudyaan di Indonesia.Jakarta:Jambatan Lapian, A,B, 2009. Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut. Jakarta: Komunitas Bambu Margi, I Ketut. 2012. Pemertahana Identitas Etnik dan Implikasinya Terhadap Hubungan Intern dan Interetik di Desa Pengastulan Buleleng, Bali. Denpasar: Universitas Udayana