ARTIKEL Judul PEMERTAHANAN TRADISI “NGUSABA DESA SARIN TAHUN” DI DESA PADANG BULIA, SUKASADA, BULELENG, BALI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA.
Oleh KADEK ARIASA 1314021013
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2017
0
PEMERTAHANAN TRADISI “ NGUSABA DESA SARIN TAHUN ” DI DESA PADANG BULIA, SUKASADA, BULELENG, BALI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA. Oleh Kadek Ariasa*, Dr. I Wayan Mudana, M.Si**, Ketut Sedana Arta S.Pd, M.Pd Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Hukum dan IlmuSosial, Universitas Pendidikan Ganesha, e-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan unutuk (1) mengetahui latar belakang tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun di desa Padang Bulia, (2) mengetahui sistem pelaksanaan ritual Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun, (3) mengetahui aspek- aspek dari tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun yang dapat di implementasikan sebagai sumber belajar Sejarah di SMA. Dalam penelitian ini, dapat dikumpulkan dengan menggunakan metode kualitatif dengan tahap- tahap ; (1) Teknik penetuan lokasi penelitian, (2) Teknik penentuan informan, (3) Teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, studi dokumen), (4) Teknik validitas data (triangulasi data, triangulasi metode) dan, (5) Teknik analisis data. Penelitian ini menghasilkan temuan, yakni: (1) Latar belakang sejarah tradisi Ngusaba Desa Sari Tahun di desa Padang Bulia, adalah wujud rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dengan anugrah Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manisfestasinya sebagai Dewi Sri; (2) Sistem pelaksanaan upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun di desa Padang Bulia diawali dengan adanya tahap persiapan upacara, persiapan ngayah sebelum upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun, adanya proses persembahyangan, adanya nyanyian Sri Teka, puncak acara adanya berbagai tarian diantaranya pemendakan candi karang, tari rejang dewa, tari mejogedang dan Igel desa; (3) Aspek-aspek tradisi Ngusabha Desa Sarin Tahun yang bisa di implementasikan sebagai sumber belajar sejarah sesuai dengan kurikulum 2013 adalah sebagai berikut nilai religius, nilai memperkuat solidaritas/kelompok masyarakat, nilai menjaga hubungan harmonis dengan alam, nilai sosial religius, nilai sebagai media pendidikan, dan nilai kesenian dalam upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun. Kata Kunci : Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun, Potensi, Sumber Belajar, Sejarah. This research is aimed at (1) knowing the background of Ngusaba tradition of Desa Sarin Tahun in Desa Padang Bulia, (2) knowing the implementation system of Ngusaba Tradition ritual of Desa Sarin Tahun, (3) to know aspects of Ngusaba Desa Sarin Tahun tradition that can be implemented as a source of learning history in high school. In this study, it can be collected using qualitative methods with stages; (1) Determination of research location, (2) Determination of informant, (3) Data collection techniques (observation, interview, and document study), (4) Data validity technique (data triangulation, triangulation method) and, (5) Analysis technique data. This research produces the findings, namely: (1) The historical background of Ngusaba tradition of Desa Sari Tahun in Desa Padang Bulia, is a form of gratitude for the abundant harvest with the grace of Ida Sang Hyang Widhi Wasa in his manifestation as Dewi Sri; 2) The system of ceremony of Ngusaba Desa Sarin Tahun in Desa Padang Bulia begins with the preparation stage of ceremony, preparation „ngayah‟ before Ngusaba ceremony of Desa Sarin Tahun, the process of praying, the Sri Teka song, until the peak of the ceremony there are various dances such as „Pemendakan Candi Karang‟, „Tari Rejang Dewa‟, „Tari Mejogedan‟ dan „Igel Desa‟; (3) Aspects of Ngusabha Tradition Desa Sarin Tahun that can be implemented as a source of historical learning in accordance with the 2013 curriculum is as follows religious values, the value of strengthening solidarity/community groups, values maintaining harmonious relationship with nature, religious social values, value as media education, and artistic value in the ceremony Ngusaba Desa Sarin Tahun.. Keywords: Ngusaba Tradition Desa Sarin Tahun, Potential, Learning Resources, History.
1
PENDAHULUAN
Sarin Tahun di antaranya adanya ngigel desa. semua masyarakat yang sudah meterag medesa akan menari pada saat upacara/ritual Ngusaba Desa Sarin Tahun yang dilaksanakan pada purnama sasih kapat. Tarian ini memiliki keunikan tersendiri karena setiap orang yang ikut menari memakai kamben songket, kain kancut warna putih yang cukup lebar dan panjang, serta adanya keris atau kadutan di punggungnya dan di kepalanya di taruh tombol. Fenomena tersebut sangat menarik untuk dikaji, pentingnya kajian ini juga karena kajian tentang hal tersebut belum ada, padahal tradisi semacam itu sangat penting untuk di lestarikan, pentingnya kajian ini juga terkai dengan pengembangan sumber belajar sejarah di SMA, terutama sekali terkait dengan pembelajaran sejarah lokal di SMA/SMK. Lebih-lebih selama ini hal tersebut dalam pembelajaran sejarah belum pernah disinggung. Terutama sekali dalam pembelajaran sejarah di SMA kelas X yakni KD : Mengevaluasi kelebihaan dan kekurangan berbagai bentuk/jenis sumber sejarah (artefak, fosil, tekstual, nontekstual, kebendaan visual, audiovisual, tradisi lisan). Materi pokok yang dapat dikaitkan terhadap tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun yaitu tradisi masyarakat masa pra sejarah (silabus mata pelajaran sejarah di SMA kelas X, kurikulum 2013). Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini menyangkut tentang : (1) Tinjauan tentang
Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang sangat terkenal di seluruh dunia. Keterkenalan Pulau Bali ini terutama disebabkan oleh kehidupan orang Bali yang memiliki corak kebudayaan yang unik, sehingga dikagumi oleh para wisatawan yang datang dari berbagai negara yang berkunjung ke Bali, keunikan ini juga menarik bagi kalangan akademisi hal ini dapat dilihaat dari berbagai penelitian yang dilakukan di daerah Bali (Ardika,1997 :9). Masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu sehingga etnik Bali diidentikkan dengan masyarakat agama Hindu yang kaya dengan penyelenggaraan beraneka ritual. Ritual merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan beragama (Sugiarta, 2006: 72 ). Hal ini sejalan dengan adanya adigium Desa, Kala, Patra yang di bingkai oleh nilai keseimbangan kosmos/nilai keseimbangan hukum alam yang mengacu pada filsafat Tri Hita Karana yang meliputi hubungan antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesamanya (Pawongan), kemudian manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan), (Wiana, 2007: 8). Dalam konteks pengembangan hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan alam terdapat tradisi di desa Pakraman Padang Bulia yang unik yaitu Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun. Berdasarkan hasil studi awal dapat di kemukakan bahwa salah satu keunikan dari tradisi Ngusaba Desa
2
tradisi, Pengertian tradisi, Latar belakang munculnya tradisi dan juga syarat-syarat tradisi. (2) Sistem Pelaksanaan Ritual yang berkaitan dengan sistem religi, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara, peralatan ritus dan upacara, tempat dan waktu ritual, umat beragama dan peserta upacara. (3) Aspekaspek yang bisa diimplementasikan kedalam sumber belajar sejarah yang berkaitan dengan pengertian sumber belajar, jenis-jenis sumber belajar, kemudian tradisi sebagai sumber belajar sejarah di SMA.
pengumpulan data, adapun metode yang digunakan antara lain observasi, wawancara, dan studi dokumen. (4) Teknik validasi data, yang menggunakan teknik Triangulasi pada dasarnya merupakan teknik yang didasari oleh pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik sebuah kesimpulan yang mantap diperlukan hanya satu sudut pandang saja. triangulasi tersebut peneliti hanya menggunakan teknik triangulasi data atau sumber dan triangulasi metode, (5) Teknik analisis data, dilakukan dengan cara mengelompokan dan menghubungkan data satu dengan yang lainya agar sesuai dengan tujuan penelitian.
METODE PENELITIAN
Motode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif . Langkah-langkah penelitian ini meliputi: (1) Teknik penentuan lokasi penelitian, dalam tahap ini lokasi yang akan diteliti adalah di Kecamatan Sukasada, tepatnya di desa Padang Bulia sebab di desa Padang Bulia merupakan tempat berlangsungnya upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun, (2) Teknik penentuan informan, dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan informan kunci kepada orang-orang yang memang mengetahui dan mengerti tentang masalah yang akan diteliti. Kemudian dikembangkan lagi dengan teknik “Snow Boll” yaitu penentuan informan dengan bantuan informan kunci dan kemudian informan kunci tersebut menunjuk lagi orang-orang yang dianggap mengetahui permasalahan terkait dengan penelitian. (3) Teknik
PEMBAHASAN 1.
Latar belakang sejarah tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun di Desa Padang Bulia.
Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun tidak bisa dilepas atau dipisahkan dengan masyarakat desa Padang Bulia yang sebagian besar mata pencahariannya yaitu sebagai petani baik menggarap sawah maupun kebun. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai diharapkan sebelumnya. Para petani sangatlah bergantung pada alam atau tanah sawah mereka sesuai dengan harapan yang mereka inginkan. Keberadaan dari Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun sangatlah penting dari jaman dahulu hingga sampai sekarang yang sangat berguna bagi masyarakat desa Padang Bulia. Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun adalah sebuah kegiatan
3
upacara keagamaan yang memiliki rangkaian dalam setiap upacara yang di laksanakan oleh seluruh warga desa Padang Bulia. Karena upacara ini sangat di sakralkan oleh penduduk desa Padang Bulia, dalam sejarah desa Padang Bulia dan juga awig- awignya yang tercatat 54 orang termasuk kelian desa, pemangku dan krama desa telah melaksanakan tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun di desa Padang Bulia, setelah itulah tradisi ini terus diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya, bahkan sampai sekarang pun masyrakat desa Padang Bulia tetap menjaga, mempertahaankan dan melaksanakan tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun. Ritual ini merupakan perwujudan bentuk rasa bahkti, syukur dan permohonan kesuburan pada tanah pertanian masyarakat desa Padang Bulia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun yang wajib dilaksanakan setiap 2 tahun sekali sehingga masyarakat desa semakin yakin atas karunia Dewi Sri/Dewa Ayu Manik Galih yang ada di Pura Desa yang dibuktikan dari hasil panen yang melimpah. Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun memiliki beberapa fungsi di antaranya sebagai berikut : (a) Fungsi religius, (b) Fungsi memperkuat solidaritas, (c) Fungsi menjaga hubungan harmonis dengan alam (d) Fungsi sosial religius. 2.
Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun merupakan tradisi kebudayaan yang sangat unik selalu dilaksanakan dan tidak pernah tidak dilaksanakan oleh masyarakat desa Padang Bulia karena upacara ini sangat penting dan memberikan berkah bagi kesejahteraan masyarakat desa Padang Bulia. Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun pada dasarnya merupakan upacara yang terus-menerus dilaksanakan oleh masyarakat desa Padang Bulia, baik yang memiliki sawah, kebun dan seluruh masyarakat yang lainnya terlibat dalam upacara ini. Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun di Desa Padang Bulia merupakan sebuah upacara keagamaan masih sangat kental, bahkan tidak pernah mengalami perubahan mengenai waktu pelaksanaan, kemudian tidak pernah tidak dilaksanakan. Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun di laksanakan di tiga pura yaitu Pura Dalem, Pura Uma Ayu dan Pura Desa. Pelaksanaan upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun dahulunya dilakukan 5 tahun sekali tetapi karena terkendala oleh air dan juga masih alat yang sederhana. Sehingga hasil panen tidak mencukupi untuk melalukan upacara ini semakin berkembangnya teknologi dan hasil panen mulai meningkat maka, upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun di tetapkan 2 Tahun sekali. Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun di pusatkan di Pura Desa yang jatuh pada Sasih Purnama Kapat (Kalender Bali), dan bulan Oktober menurut (Kelender Jawa). Upacara ini, berlangsung selama 6 (enam) hari, baik itu dari hari pertama dari tahap persiapan ngayah di pura selama tiga hari
Sistem Pelaksanaan Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun di Desa Padang Bulia
4
sampai dengan tahapan upacara persembahyangan selama tiga hari. Dalam delaksanaan upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun, yang di laksanakan di desa Padang Bulia yang melibatkan semua masyarakat desa Padang Bulia baik yang pemimipin upacara oleh Jro Mangku Ketut Tintya, (di Pura Desa) serta pemangku Kahyangan Tiga yang turut membantu dan melaksanakan tugasnya masing-masing, pembuat dan mengatur upacara atau sesaji, biasa disebut dengan tukang banten, kemudian peserta upacara lainnya adalah krama desa Padang Bulia itu sendiri. Prosesi pelaksanaan upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun terdapat beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun. Setiap pelaksanaan suatu kegiatan yang akan dilaksanakan harus ada persiapan untuk mempersiapkan apa yang harus di siapkan dan harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam tujuan tersebut. Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun perlu akan adanya persiapan atau perencanaan terebih dahulu, agar jalannya suatu kegiatan upacara tradisi berjalan dengan lancar dan terstruktur. Adapun sarana dan prasarana lainnya yang harus dipersiapkan adalah :1) Babi hitam mulus tanpa warna, 2) Buah Kelapa, Buah pisang, 3) bambu untuk dijadikan tiang penyangga taring, kelatkat , katikan 4) ayam, 5) bebek untuk dijadikan banten suci. 2. Pelaksanaan Ngayah sebelum Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun di Mulai. Menurut (Wiana, 2002:102) Dalam praktik agama Hindu di Bali,
ada tradisi ngayah, yaitu suatu kegiatan untuk mengabdi secara utuh, tulus ikhlas dengan penuh rasa bakti. Ngayah ini bertujuan untuk dapat merasakan ramat Tuhan dengan jalan mengabdikan diri pada kegiatan yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena mempersiapan segala keperluan yang diperlukan saat upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun dari persiapan yang laki-laki memperispakan atau membuat kelabang/kelangsah dan juga bambu penyanggah serta membuat klatkat, membuat penjor untuk di pasang pada saat Ngusaba Desa Sarin Tahun dan merangkai serta merakit taring ikut mencari bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan upacara, selain itu krama istriistrine/perempuan membuat tamas, soksokan, kebat yang terbuat dari dauh kelapa/busung, dauh aren/daun ronyang, selain itu membuat jajan/sanganan setelah membuat sanganan serta kebat, ataupun soksokan yang sudah jadi barulah dilanjutkan dengan merakit sanganan dan kebat sehingga tukang banten sangat berperan penting dalam menjalakan tugasnya setelah persipan banten selesai barulah di bawah ke Pura Dalem untuk melakukan persembahyangn disana. 3. Puncak Acara Ngusaba Desa Sarin Tahun. Setelah persembahyangan di Pura Uma Ayu selesai dilanjutkan ke Pura Desa disanalah mulai upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun yang mengelilingi Lapan/panggung disitulah dilaksanakan sri teke prajuru desa, juru kidung, saye di
5
oleh krama desa, sampai habis membaca lontar sri teke. Para krama istri membawa canang Raka ke Pura Desa, dilihaat dari segi pakian mereka memakai kamben serta baju adat yang sama serta selendang yang digunakan pun semua sama disinilah kelihatan kekompakan dari setiap banjar yang ada di desa Padang Bulia. Selanjutnya krama lanang yang sudah berpakain kamben songket, diatas kepalanya berisi tombol, di punggunya berisi keris, kain kancut kembali berkumpul di Pura Desa untuk mendak rejang dan candi karang di pejenengan krama lanang serta prajuru desa ikut menuju ke pejenengan. Para penari rejang yang sudah menunggu di pejenengan, kemudian para penari rejang melakukan persembahyangan bersama pemangku desa, disinilah memohon kepada Tuhan Hyang Maha Esa agar diberikan penuntun serta kekuatan magis saat melakukan tarian di Pura Desa. Dalam hal ini tari rejang dan pemendakan candi karang yang mengandung makna ganda yaitu seni sebagai hiburan jasmani dan rohani serta seni sebagai media penerangan/penyampain ajaran agama (Yudabakti dkk, 2007:37). Setelah dekat dengan Pura Desa atau didepan Pura Desa salah satu warga desa membunyikan kulkul dengan suara yang keras sebagai pertanda bahwa pemendakan candi karang serta rejang dewa akan tiba di Pura Desa dengan pintu masuk yang ada di tengah. Setelah prosesi tersebut pada tengah malam dilaksanakan mejogedan/meliang-liang tujuan mejogedan ini untuk menghibur
serta menghilangkan rasa lelah, serta menghibur masyarakat desa baik pendatang maupun penduduk asli desa Padang Bulia itu sendiri, mejogedan juga diiringi oleh para penabuh/gamelan dengan suara merdu yang memiliki ciri khas khususnya mejogedan/meliangmeliang sehingga membedakan dengan tarian yang lain, perbedaan lain yang tampak jelas ialah yang menari hanyalah laki-laki sebagai simbul purusa. Selanjutnya dilanjutkan denga menghidupankan satang sebelum melakasanakan Tarian rejang dewa, karena satang ini merupakan sinar/penerang untuk menuntun agar para penari rejang dewa mendapat kekuatan spritual dari Tuhan karena memiliki keyakinan yang tinggi yang sangat sakral saat perayaan upacara dewa yadnya saja boleh dipentaskan. Dalam lontar Usana Bali disebutkan bahwa rejang adalah simbol widyadari yang turun ke dunia menuntun Ida Bhatara oleh karena itu penarinya harus ditarikan oleh para daha-daha atau gadis-gadis yang belum kawin (Yudabakti dkk, 2007:68). Tari rejang adalah suatu tarian yang ditarikan dengan sekelompok orang penari putri yang harus ditarikan oleh gadis-gadis kecil yang memakai kain putih kuning dan selendang yang disampingnya sambil memegang benang tukel (benang sambutan) yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya pada saat pelaksanaannya pada waktu Ngider Buana (mengelilingi satang) para penari rejang mengelilingi satang tersebut sampai ida bhatara turun sehingga salah satu sutri/permaas yang kerawuhaan
6
akan menari sambil membawa tombak dan menusuk dirinya yang diluar kesadarannya sehingga masyarakat desa Padang Bulia mempercayai bahwa setelah nuntun rejang dewa, Bhatara-Bhatari yang bersetana di Pura Desa tedun/masuk ke sutri yang sudah kesenengan saat upacara. Mesesolahaan/mererasosan yang berlangsung di jeroan Pura Desa untuk mengetahui petunjuk melalui para sutri/permaas yang sudah kemasukan roh Ida Bhatara-Bhatari untuk mengetahui jalannya sebuah upacara yang sedang berlangusung serta untuk memohon supaya masyarakat desa Padang Bulia selalu ingat dengan bhakti kepada Tuhan, dengan jalan beryadnya atau pun medanapunia saat upacara. Dalam Igel desa yang ditarikan oleh krama desa, para ulu desa dan prajuru desa merupakan tarian yang memiliki keunikan khas tersendiri dari segi gerak, pakian yang di gunakan serta tombol yang di pakai yang diatas kepala memiliki ragam seni. Igel desa yang mendapat giliran untuk menarik karena ditunjuk (jawat.) oleh para penari yang sudah selesai menari serta sudah mengelilingi satang yang ada di madya mandala. Bagi krama lanang/laki yang duduk di atas bale agung bedangi/timur harus mengelilingi satang yang ada di tengah madya mandala simbulnya sebagai purusa. Setelah satu orang penari selesai menari baru akan menunjuk ke sebelah barat untuk mendapatkan giliran untuk menari yang sudah ditunjuk/dijawat harus menari dengan memulai dari barat ke timur sehingga simbul bale krama
yang duduk diatas bale agung sebelah barat adalah pradana. Setelah selesai menari pada sore hari para krama lanang duduk dan berkumpul untuk melakukan persembahyangan serta tukang kidung sebagai pemimpin kramaning sembah, disinilah baru krama lanang/krama laki-laki selesai sembahyang harus mendapat tirte wangsupada Ida Bhatara-Bhatari yang bersetana di Pura Desa. Setelah persembahyangan krama desa yang sudah selesai mereka dibolehkan pulang kerumah masingmasing untuk berganti pakian sembahyang. Disinilah akan dilanjukan sembahyang oleh krama istri yang maturan canang raka selesai mendapatkan tirta akan dilanjutkan dengan krama istri/perempuan (nyurud canang raka). Setelah itu akan dilanjutkan oleh krama desa sane lanang/lakilaki untuk mengembalikan senjata (dwen desa kepejenengan) setelah tiba dipejenengan akan di taruhlah senjata itu oleh krama desa. 3. Aspek-Aspek Tradisi Ngusabha Desa Sarin Tahun Yang Bisa Di Implementasikan Sebagai Sumber Belajar Sejarah Sesuai Dengan Kurikulum 2013 Mengingat tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun adalah satusatunya kebudayaan yang diwariskan untuk generasi ke genarasi. Maka perlu kiranya untuk tetap dipertahankan keberadaannya agar tidak sampai terlupakan atau terabaikan oleh generasi mendatang/selanjutnya. Aspek pembelajaran menurut (Bloom
7
dalam buku Sudijono, 2003: 4950) terbagi menjadi tiga ranah yaitu 1) Aspek Kognitif (Cognitive) adalah pengetahuan yang berhubungan dengan pengetahuan atau ranah proses berfikir, 2) Aspek Afektif (Affective) adalah ranah sikap atau nilai, dan 3) Aspek Psikomotor (Psychomotor), yaitu berhubungan dengan keterampilan. Adapun tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun yang dapat dikaitkan dengan aspek atau ranah pembelajaran tersebut, yaitu: (1)Kognitif (Cognitive) yaitu nilai-nilai tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun yang dapat dijadikan sumber pembelajaran sejarah kelas X yaitu ; (a) Nilai religius, (b) Nilai memperkuat solidaritas, (c) Nilai menjaga hubungan harmonis dengan alam, (d) Nilai sosial religius dalam upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun, (e) Nilai sebagai media pendidikan, (f) Nilai kesenian. (2) Afektif (Affective) yaitu suatu yang terkait dengan ranah sikap serta nilai dari pentingnya untuk mengetahui atau memahami tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun sebagai pembelajaran yang nantinya bisa diterapkan oleh siswa di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sebab setelah siswa mengetahui lebih jauh tentang tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun, maka siswa akan mengambil sikap dan menilai akan pentingya tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun. (3) Psikomotor (Psychomotor), sesuatu yang berkaitan dengan keterampilan yang dimana akan membuat siswa lebih terampil lagi untuk mengetahui lebih jauh akan pengetahuan yang telah
mereka dapatkan di kelas atau di Sekolah. Kontribusi dalam mengembangkan tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun pada pembelajaran sejarah di SMA khususnya kelas X. Sejarah adalah studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami manusia di waktu lampau dan yang telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu sekarang. Penekanan perhatian diletakkan pada aspek peristiwanya sendiri, dalam hal ini terutama yang bersifat khusus dari segi-segi urutan perkembangan yang kemudian disusun dalam suatu cerita sejarah (Widja, 1989: 91). Untuk itu perlu usaha mengembangkan pola pembelajaran yang efektif dalam mengajarkan mata pelajaran sejarah. Salah satu yang dipakai dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar sejarah yang ada di lingkungan sekitar, sehingga aspek sejarah dalam Tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun sangat penting dalam kehidupan manusia masa kini dan masa yang akan datang. Hal tersebut terkait dengan jejak-jejak sejarah yang tersimpan di dalam peninggalan budaya bisa di kembangan menjadi sumber sejarah yang lebih efektif dan inovatif dalam memahami sebuah peristiwa sejarah di masa lalu. Dalam konteks itu tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun merupakan salah satu objek yang bisa dijadikan sebagai sumber pembelajaran dalam menjelaskan tentang tradisi pada jaman pra aksara, yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sejarah yang ada di lingkungan sekitar.
8
Dengan pembelajaran sejarah yang lebih bermakna siswa akan senang terhadap pembelajarn sejarah, lebih-lebih dengan pembelajaran di luar kelas/diajak langsung ke objek yang akan di tuju seperti dalam ritual tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun pembelajaran sejarah ini akan dapat menumbuhkan rasa ingin tahunya, dan siswa akan lebih aktif dan kreatif saat belajar di luar lapangan. Hal itu akan dapat berkontribusi terhadap daya ingat siswa. Dengan demikian pembelajaran sejarah yang khususnya berkaitan dengan budaya lokal akan semakin disenangi. Lagi mereka akan berhadapan dengan masyarakat rasa yang ingin di tunggu oleh siswa menjadi tercapai sehingga. Proses pembelajaran sejarah akan semakin efektif dan pencapaian hasil belajar sejarah tentu akan meningkat.
menjadi makmur. Latar belakang munculnya tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun, tradisi ini tak bisa dilepaskan dari masyarakat desa Padang Bulia yang sebagian besar masyarakatanya bermata pencaharian petani. Dalam menggarap lahan pertanian, masyarakat desa sangatlah bergantung pada alam, untuk itulah ritual Ngusaba Desa Sarin Tahun ini merupakan perwujudan rasa syukur yang diberikan oleh Tuhan supaya masyarakat selalu di berkati dengan kesuburan, kesejahtraan, dan kemakmuran sehingga hasil panen dari tahun ke tahun terus meningkat. Secara teoritis tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun memiliki beberapa fungsi dalam bermasyarakat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi-fungsi tersebut diantaranya fungsi religius, fungsi solidaritas sosial, fungsi untuk menjaga hubungan harmonis dengan alam, fungsi sosial, religius dan fungsi sebagai media pendidikan. Adanya fungsi-fungsi itu karena tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun yang dilaksankan di Desa Padang Bulia merupakan revleksi dari filsafat Hindu (Tri Hita Karana).
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun merupakan gerakan sekeliling kehidupan manusia atau aktivitasaktivitas manusia dalam upaya dan usaha menghubungkan diri dengan Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewi Sri, persembahaan atau pemujaan pada ritual ini merupaka perwujudan dari rasa syukur atas anugrah beliau sehingga masyarakat desa Padang Bulia mendapatkan hasil panen yang melimpah, dan kehidupan masyarakat desa Padang Bulia
Upacara Ngusaba Desa Sarin Tahun ini, dilaksanakan pada Purnama Kapat (Kalender Bali) dan Bulan Oktober (Kalender Jawa). Upacara berlangsung selama enam hari, kegiatanya meliputi : Tahap persiapan yang memerlukan waktu selama tiga hari. Umumnya krama/warga desa Padang Bulia mempersiapkan segala keperluan yang akan dibutuhkan pada saat ritual tersebut berlangsung
9
diantaranya membuat jajan bali, banten, kelabang, kelatkat dan segala alat-alat ritual. Setelas tahap persiapan selesai maka akan dilanjutkan dengan persembahyangan di berbagai Pura yaitu Pura Dalem, Pura Uma Ayu dan Pura Desa. Di Pura Desa inilah dilaksanakan berbagai ritual dilaksanakan meliputi Sri Teke, Pemendakan Candi Karang dan rejang di pejenengan, setelah pemendakan candi karang malam harinya akan dilaksankan mejogedan/meliang-liang, kemudia dilanjukan dengan tari rejang dan sutri/permaas mereraosan. Besoknya akan dilaksankan pemendakan bungan desa yang dilanjutkan dengan igel desa yang berlangusng di wilayah tengah pura, setelah igel desa selesai dilajutkan dengan nyurud canang raka dan pengembalian senjata ke pejenengan.
Hal itu akan dapat berkontribusi terhadap daya ingat siswa. Dengan demikian pembelajaran sejarah yang khususnya berkaitan dengan budaya lokal akan semakin disenangi. Proses pembelajaran sejarahpun akan semakin efektif dan pencapaian hasil belajar sejarah tentu akan meningkat. B. Saran 1. Peneliti Mengingat terbatasnya waktu dan wawasan dari peneliti sehingga masih ada beberapa hal yang sangat substansial dalam tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun untuk dikaji oleh pihak lain yang menekuni tradisi lisan. 2 Bagi Guru Kajian tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun sangat sarat dengan nilai- nilai atau makna sehingga dapat dijadikan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran sejarah di SMA/SMK.
Dalam tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun terdapat beberapa aspek-aspek yang paling penting untuk dijadikan sebagai sumber pembelajaran khususnya di SMA kelas X. Aspek-aspek tersebut adalah aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Dalam konteks itu tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun merupakan salah satu objek yang bisa dijadikan sebagai sumber pembelajaran, sehingga pembelajaran sejarah akan menjadi lebih bermakna, dengan demikian siswa akan senang terhadap pembelajarn sejarah, lebih-lebih dengan pembelajaran di luar kelas/diajak langsung ke objek yang akan di tuju seperti dalam ritual tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun.
3 Bagi Masyarakat Mengingat tradisi Ngusaba Desa Sarin Tahun, memiliki kebermaknan bagi masyarakat maka diharapkan masyrakat dapat melestarikannya. . 4 Bagi Pemerintah Dalam pelestarian tradisi ini pemerintah diharapkan ikut berperan serta didalamnya. Daftar Pustaka Ardika, Wayan. dkk.1997. Dinamika Kebudayaan Bali. Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Sudijono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
10
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Wiana, I Ketut. 2007. Tri Hitakarana Menurut Konsep Hindu. Surabaya: PT Paramita.
Sugiarta, Wayan.2006. Dinamika Manggala Upacara Ngaben Beya Alit: Pergulatan Tradisi Kecil dan Tradisi Besar di Desa Pakraman Jegu, Tabanan,Bali(19452005). Dalam Jurnal Candra Sangkala Edisi No.8 Tahun 18 Januari 2006. Singaraja: Jurusan Pendidikan Sejarah.
Widja, I Gede. 1989. Sejarah lokal suatu perspektif dalam pengajran sejarah. Departemen pendidikan dan kebudayaan direktorat jenderal pendidikan tinggi proyek pengembangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan; Jakarta. Yudabakti , I Made dkk. 2007. Filsafat Seni Sakral dalam Kebudayaan Bali. Paramit: Denpasar
Wiana, I Ketut. 2002. Memelihara Tradisi Weda: Denpasar. PT Ofset Bali Post Denpasar.
11