ARTIKEL
Judul
PERANAN MAYOR I GUSTI WAYAN DEBES DALAM PUPUTAN MARGARANA TABANAN, BALI (IDENTIFIKASI NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA)
Oleh I Made Agus Eri Antara NIM 1114021019
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2015
PERANAN MAYOR I GUSTI WAYAN DEBES DALAM PUPUTAN MARGARANA TABANAN, BALI (IDENTIFIKASI NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA) Oleh I Made Agus Eri Antara*, Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. **, Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum*** Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam Puputan Margarana Tabanan, Bali; (2) Nilai-nilai kepahlawanan yang ada dibalik perlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes terhadap Belanda; dan (3) Pengintegrasian nilai -nilai kepahlawanan tersebut bagi sumber pembelajaran sejarah di SMA. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui langkah-langkah berikut ini: Jenis penelitian, Penentuan lokasi penelitian, Teknik penentuan informan, Instrumen penelitian, Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumen, Metode penjaminan keabsahan data, Metode analisis data, dan Metode penulisan. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari pra puputan sampai Puputan Margarana, yaitu: Penyerangan terhadap tangsi Jepang di Kota Tabanan, Melakukan pembenahan susunan organisasi perjuangan di Bali, Pembentukan organisasi perjuangan DPRI Sunda Kecil, Pertempuran di Munduk Malang, Long March ke Gunung Agung, Melakukan penyerangan terhadap tangsi polisi NICA di Kota Tabanan dan Puputan Margarana; (2) nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dari sosok Mayor I Gusti Wayan Debes yaitu: patriotism, rela berkorban, tanpa pamrih, keberanian, kewibawaan, solidaritas, kerjasama, kejujuran, nasionalisme, persatuan dan kesatuan, disiplin dan religius; (3) Pengintegrasian nilai-nilai kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes sebagai sumber pembelajaran sejarah dapat dijabarkan pada ranah kognitif, ranah afektif, silabus sebagai acuan guru dalam merencanakan pembelajaran dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran sebagai alat dalam menyampaikan materi kepada peserta didik.
Kata Kunci: Pahlawan, Nilai-nilai kepahlawanan, Sumber belajar sejarah.
ABSTRACT This study aims to determine (1) Role of Mayor I Gusti Wayan Debes in Puputan Margarana Tabanan, Bali; (2) The values of heroism behind the resistance Mayor I Gusti Wayan Debes of the Netherlands; and (3) The integration of the heroism’s values as the source of the history learning in high school. This study used a qualitative research method through the following steps: kind of research, the determination research location, the determination of technique informants, research instrument, method of data collection by observation, interviews and documents, methods guarantee the validity of data, data analysis method, and the writing method. The results showed that (1) Role of Mayor I Gusti Wayan Debes in maintaining the independence of Indonesia from pre bellows to Puputan Margarana, namely: Attack on Japanese military barracks in the city of Tabanan, Doing revamping the organizational structure struggle in Bali, The formation of the Lesser DPRI Sunda Kecil fighting organization, Battle Munduk Malang, a Long March to Mount Agung, Doing attacks on police barracks NICA in Tabanan City and Puputan Margarana; (2) The values contained heroic figure of Mayor I Gusti Wayan Debes namely: patriotism, sacrifice, selfless, courage, dignity, solidarity, cooperation, honesty, nationalism, unity and integrity, discipline and religious; (3) The integration of the values of heroism Mayor I Gusti Wayan Debes as a source of learning history can be described in the cognitive, affective, syllabus as a reference for teachers in planning lessons and draft lesson as a tool in presenting the material to learners.
Keywords: Heroes, Values of heroism, Source learn history.
*Penulis **Pembimbing I ***Pembimbing II
PENDAHULUAN Proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak serta merta membuat bangsa Indonesia ini terbebas dari kolonialisme, karena pemerintah kolonial Belanda masih berusaha menguasai kembali wilayah Indonesia. Belanda kemudian datang ke Indonesia bernama Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang dengan terang-terangan hendak menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Tindakan orang-orang Belanda tersebut memicu kemarahan bangsa Indonesia yang berujung dengan terjadinya perlawanan-perlawanan di berbagai daerah di Indonesia, seperti peristiwa Puputan Margarana pada tanggal 20 November 1946. Pelawanan bangsa Indonesia tersebut tidak bisa dilepaskan dari sosoksosok pahlawan yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Mayor I Gusti Wayan Debes adalah pahlawan lokal Tabanan yang telah berani menentang Kolonialisme Belanda khususnya di Tabanan dan di Bali pada umumnya. Perjuangan Mayor I Gusti Wayan Debes di dalam menentang Kolonialisme Belanda melalui Puputan Margarana pada 20 November 1946 sangatlah besar. Untuk mengenang jasa dari Mayor I Gusti Wayan Debes ini, pemerintah Kabupaten Tabanan mengabadikan nama Mayor I Gusti Wayan Debes dalam nama Stadion Gelanggang Olahraga Debes, nama Jalan Debes dan dibuatkan tugu patung pahlawan. Akan tetapi, masyarakat Tabanan sebagian besar tidak mengetahui sosok pahlawan Mayor I Gusti Wayan Debes. Sosok pahlawan Mayor I Gusti Wayan Debes sangat penting untuk diteladani oleh generasi muda saat ini. Sebab generasi muda saat ini telah mengalami krisis nilainilai moral. Hal ini dapat kita lihat dari kasus korupsi yang sedang membudaya di Indonesia dari zaman kolonial sampai sekarang. Kajian tentang sosok Mayor I Gusti Wayan Debes dan nilai-nilai kepahlawanannya belum pernah ada yang mengkaji. Selain itu juga, nilai-nilai
perjuangan Mayor I Gusti Wayan Debes, sangat penting untuk dijadikan sebagai sumber belajar yang dikaitkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA kelas XII IPS. Hal ini dapat dicermati dari KD yaitu, “Menganalisis perkembangan ekonomi-keuangan dan politik pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950 pada materi perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada tahun 19451949 (konflik Indonesia-Belanda 19451949)”. Adapun judul yang penulis angkat dalam penulisan penelitian ini adalah Peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam Puputan Margarana Tabanan, Bali (Identifikasi Nilai-nilai Kepahlawanan dan Potensinya sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA). Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam Puputan Margarana Tabanan, Bali, nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dalam sosok perjuangan Mayor I Gusti Wayan Debes pada Puputan Margarana Tabanan, Bali, dan pengintegrasian nilai-nilai kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA. Kajian teori yang digunakan adalah kajian tentang puputan. Puputan berasal dari kata puput yang berarti selesai, tamat, berakhir dan metalesan (Kamus BaliIndonesia dalam Agung, 2013: 3), maka Puputan berarti perang habis-habisan sampai mati membela kebenaran. Konsep pahlawan dan nilai kepahlawanan di balik Peristiwa Sejarah, pahlawan adalah seorang yang pada suatu saat dalam hidupnya telah memilih suatu alternatif jalur hidup atau tindakan yang jelas mendahulukan kepentingan umum. Mengacu pada Suparno (1995: 4), dari nilai-nilai perjuangan yang didasari rasa cinta tanah air ini muncul semangat juang dan semangat kepahlawanan yaitu: Nilai persatuan dan kesatuan, rela berkorban, patriotisme, dan kerjasama. Berdasarkan penjelasan di atas, nilai-nilai kepahlawanan adalah keberanian, toleransi, dan kesediaan berkorban. Kepahlawanan melibatkan kesediaan mengambil resiko, baik untuk
melindungi kaum lemah maupun membela kebenaran. Pahlawan merasakan kewajiban terhadap sesuatu yang lebih dari pada sekedar mengejar kebahagiaan diri sendiri (Montefiore dkk, 2012: 1). Sumber belajar (learning resources) adalah segala macam sumber yang ada diluar diri seseorang (peserta didik) dan memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar. Kita belajar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap atau norma-norma tertentu dari lingkungan sekitar kita dari guru, dosen, teman sekelas, buku, laboraturium, perpustakaan, dan lain-lain. Salah satu sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh peserta didik adalah sosok pahlawan lokal yakni, Mayor I Gusti Wayan Debes dan nilai-nilai kepahlawanan dibalik perjuangnya dalam menentang Kolonialisme Belanda yang bisa diteladani dan diaplikasikan di tengah krisisnya nilai-nilai moral generasi muda bangsa.
METODE PENELITIAN Penelitian mengenai sosok Mayor I Gusti Wayan Debes menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik-teknik penelitian kualitatif untuk mendukung penelitian ini menggunakan beberapa teknik, yaitu (1) Jenis Penelitian; (2) Penentuan Lokasi Penelitian; (3) Teknik Penentuan Informan; (4) Instrumen Penelitian; (5) Metode Pengumpulan Data, yaitu teknik observasi, teknik wawancara serta studi dokumen; (6) Metode Penjaminan Keabsahan Data, yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode; (7) Metode Analisis Data; dan (8) Metode Penulisan. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam Puputan Margarana Tabanan, Bali Secara garis besar peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam Puputan Margarana Tabanan, Bali dijabarkan sebagai berikut: Kekalahan Jepang
melawan sekutu telah tersebar hampir di seluruh Bali. Pemerintah pendudukan balatentara Jepang yang dipimpin oleh Cookan pada tanggal 21 Agustus 1945 mengumumkan bahwa Jepang telah kalah dalam Perang Dunia ke-II melawan sekutu dan di Jakarta telah terjadi peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Pendit, 1979:67). Namun, Jepang merasa dirinya masih tetap berkuasa, maka Gusti Wayan Debes serta para pimpinan TKR, PRI, dan PESINDO mengadakan pertemuan di Singaraja pada tanggal 8 Desember 1945 untuk menyatukan tekad dan sikap terhadap kependudukan balatentara tentara Jepang yang telah kalah dari sekutu. Pada tanggal 13 Desember 1945 adalah hari yang sudah direncanakan oleh Gusti Wayan Debes dan pemuda pejuang untuk melakukan penyerangan terhadap tangsi-tangsi Jepang (Pendit, 1979: 102). Penyerangan tangsi Jepang di Kota Tabanan berada di bawah pimpinan Gusti Wayan Debes. Namun, mata-mata Jepang mengetahui rencana yang akan dilakukan oleh pemuda pejuang unuk menyerang tangsitangsi Jepang dan melaporkannya kepada pihak Jepang. Sehingga jepang menyiapkan diri dengan memasang kawat berduri dan persenjataan apabila diserang oleh pemuda pejuang. Dengan adanya hal tersebut, maka Gusti Wayan Debes membatalkan penyerangan tangsi Jepang, agar tidak terjadi pertempuran yang siasia. Kegagalan yang dialami oleh Gusti Wayan Debes dan para pejuang dalam usaha mendapatkan persenjataan dengan menyerang tangsi-tangsi Jepang tersebut, berarti kesulitan tentang persenjataan belum bisa diatasi. Dalam usaha untuk mengatasi masalah ini, pemimpin perjuangan di Bali berusaha mencari bantuan ke Jawa (Pendit, 1979: 114). Rombongan yang dipimpin oleh Ngurah Rai terdiri atas Wayan Ledang, Gusti Putu Wisnu dan Cokorda Ngurah pada tanggal 19 Desember 1945 berangkat ke Jawa dan pucuk pimpinan di Bali dipegang oleh Made Widjakusuma dan Gusti Wayan Debes. Gusti Wayan Debes melakukan pembenahan dalam organisasi perjuangan dengan susunan
lebih baik dan rapi sehingga memudahkan untuk mengontrol perjuangan disetiap daerah. Serta melakukan peneranganpenerangan kepada rakyat agar tetap ikut berjuang melawan penjajah. Pada tanggal 4 April 1946, sesampainya Gusti Ngurah Rai dengan rombongannya di Bali, mereka langsung menuju Munduk Malang yang merupakan Markas Besar untuk daerah Tabanan di bawah pimpinan I Gusti Wayan Debes (Pendit, 1954: 96). Tibanya di Munduk Malang, Gusti Ngurah Rai, Gusti Wayan Debes dan yang lainnya mengadakan perundingan mengenai langkah-langkah perjuangan selanjutnya dan dibentuklah DPRI (Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia) Sunda Kecil di Munduk Malang (MCLVRI Kabupaten Buleleng, 2000:54). Inti kekuatan bersenjata yang merupakan Resimen Induk Sunda Kecil adalah Letkol Ngurah Rai dan stafnya seperti Debes, Sugianyar dan Ibnu Subroto (Dekker, 1980:50). Setelah hampir satu setengah bulan sejak dipergunakannya Munduk Malang sebagai MBU DPRI Sunda Kecil, telah banyak terjadi perlawananperlawanan yang dilakukan oleh pihak pemuda pejuang. Rupanya pihak NICA telah mengetahui markas pemuda pejuang di Munduk Malang di bawah pimpinan Gusti Ngurah Rai dan staf Gusti Wayan Debes serta yang lainnya. Gusti Wayan Debes dan pimpinan MBU DPRI Sunda Kecil mengintruksikan agar markas pindah dari Munduk Malang karena diperkirakan bahwa musuh telah mengetahui adanya pasukan gerilyawan yang cukup besar, oleh karena itu MBU DPRI Sunda Kecil dipindahkan ke Bengkel Anyar dan kemudian ke Desa Bon. Pada tanggal 1 Juni 1946 pasukan bergerak dari Bengkel Anyar untuk melakukan long march ke Gunung Agung. Induk Pasukan di bawah pimpinan Gusti Ngurah Rai dan Gusti Wayan Debes serta pejuang lainya menuju ke Timur dengan melintasi leher Gunung Batukau (Batukaru), oleh Belanda disebut Piek van Tabanan, terus menuju daerah Buleleng (Mudjiono. dkk, 1989:58) Pada tanggal 10 Juni 1946, penyerangan dilakukan terhadap pos
NICA di Lemukin dan Sekempul dengan gempuran pemuda pejuang. Dengan kekalahan dari pihak Belanda tersebut, menyebabkan Belanda marah dan membakar desa-desa, seperti Bebetin, Jagaraga, Sawan, Pakisan, Tabang dan Bontihing (Pendit, 1979:180-181) Pada tanggal 5 Juli 1946, Gusti Wayan Debes dan seluruh Induk Pasukan sampai di Tanah Aron, Karangasem. Pasukan serdadu NICA sudah mulai mengerahkan pasukan dan berkumpul di Desa Arabi, Pidpid, Abang dan Culok, di mana desa-desa tersebut akan dilalui menuju Tanah Aron oleh NICA. Pada tanggal 7 Juli 1946 terdengar iringaniringan truk konvoi NICA yang mulai mendekat ke arah Induk Pasukan. Gusti Wayan Debes dan pemuda pejuang sudah siap di posisinya masing-masing. Dengan tembakan yang bertubi-tubi dilancarkan kepada pihak Belanda., mengakibatkan seluruh pasukan Belanda tewas. Namun serangan Belanda berikutnya menggunakan pesawat pembom dan pemburu, sehingga Gusti Wayan Debes dan seluruh pasukan harus mundur. Setelah bergerak ke Barat selama dua hari melawati lereng Gunung Abang dan kemudian menuju Danau Batur. Sesampainya di Danau Batur, Belanda mulai bergerak untuk menyerang Gusti Wayan Debes dan pemuda pejuang dari darat dan udara. Dengan serangan yang mendadak tersebut, mengakibatkan pecahnya Induk Pasukan pemuda pejuang. Untuk menghindari gempuran NICA yang bertubi-tubi, Induk Pasukan diperintahkan untuk tetap bergerak ke Barat (Pendit, 1979:185). Pada tanggal 23 Juli 1946, Gusti Wayan Debes dan pemuda pejuang sampai di Munduk Penggorengan (Agung, dkk. 1992:72). Rencana kembali disusun setelah long march ke Gunung Agung. MBU DPRI Sunda Kecil kembali lagi ke daerah Tabanan yaitu di Desa Marga tepatnya di Banjar Ole. Gusti Ngurah Rai mengadakan perundingan dengan Gusti Wayan Debes serta staf pimpinan lainnya tentang rencana selanjutnya untuk menghadapi Belanda dan menambah persenjataan. Gusti Wayan Debes menyarankan untuk melucuti senjata polisi
NICA yang berada di Kota Tabanan (Pendit, 1979:208). Penyerangan terhadap tangsi polisi NICA di Tabanan, pelaksanaannya diserahkan kepada pimpinan MB (Markas Besar) Tabanan di bawah pimpinan I Gusti Wayan Debes. Dalam melakukan hubungan dengan komandan polisi NICA, tugas tersebut diserahkan kepada Ibu Lasti (Mudjiono. dkk, 1989:59). Di Kota Tabanan, Ibu Lasti mengadakan hubungan dengan cara merayu komandan polisi NICA, yaitu Wagimin. Komanda Wagimin ternyata simpati terhadap perjuangan pemuda-pemuda pejuang dan akhirnya mau membantu memberikan persenjataan. Dengan demikian, rencana lalu diatur oleh Mayor I Gusti Wayan Debes. Penyerangan ditetapkan akan dilakukan pada tanggal 18 November 1946 malam hari, dengan rencana yang sudah diatur rapi, pemuda pejuang yang masuk kedalam tangsi polisi NICA di bawah pimpinan Gusti Wayan Debes melepaskan tembakan, sehingga seluruh polisi NICA berlutut. Di bawah pimpinan Komandan Wagimin, kemudian Beliau menyuruh anak buahnya untuk menyerahkan persenjataan kepada pemuda pejuang. Setelah persenjataan didapatkan, pemuda pejuang di bawah pimpinan Mayor I Gusti Wayan Debes segera maninggalkan Kota Tabanan (Pendit, 1979:208-210). Setelah pelucutan senjata dilakukan, pasukan kembali ke Banjar Ole pada tanggal 19 November 1946 (Agung, dkk. 1992:74). Dengan adanya penyerangan dan perampasan senjata oleh para pejuang di bawah pimpinan Gusti Wayan Debes terhadap tangsi polisi NICA, maka penjagaan NICA lebih diperketat. Selain itu juga, panglima tentara Belanda yang ada di Bali Overste ter Meulen memerintahkan kepada pasukan NICA untuk merampas kembali persenjataan (Wirawan, 2012:171). Pada tanggal 19 November 1946 setelah berkumpulnya pemuda pejuang di Banjar Ole, Letkol Gusti Ngurah Rai memanggil Mayor I Gusti Wayan Debes beserta anggota staf lainnya termasuk bekas Komandan Wagimin untuk
membicarakan dan merencanakan siasat perlawanan selanjutnya. Beberapa orang PMC (Penyelidik Militer Chusus) diperintahkan untuk melakukan penyelidikan sampai ke Desa Kelaci. Setelah mereka melakukan penyelidikan, mereka kemudian kembali dengan membawa laporan, bahwa keadaan aman dan tentram. Gusti Wayan Debes dan seluruh Induk Pasukan meninggalkan Banjar Ole dan melanjutkan perjalanan ke Kelaci. Pada tanggal 20 November 1946, Gusti Wayan Debes dan Induk Pasukan mendapat laporan dari laskar rakyat Marga, bahwa Desa Marga telah dikepung oleh serdadu NICA. Di sebelah selatan dan utara diterima laporan menyatakan telah ada terlihat gerombolan serdadu NICA. Dengan adanya hal tersebut, maka I Gusti Wayan Debes bersama I Gusti Ngurah Rai dan staf pemimpin tertinggi pasukan memberi perintah agar mencari pertahanan di sebelah Utara untuk menghindarkan korban dikalangan penduduk. Sehingga para pasukan menyingkir dari Banjar Ole dan Kelaci menuju persubakan Uma Kaang dan membuat steling (Mudjiono. dkk, 1989:62). Pasukan Ciung Wanara dibagi menjadi tiga barisan, yaitu I Gusti Wayan Debes berada pada pertahanan wilayah Timur bersama I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar, di tengah-tengah I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Putu Wisnu, di Utara Suweta, di Barat Dewa Nyoman Kaler, di Selatan Barat Daya Bung Made yang didampingi oleh Ketut Sanur (PDPPMT I Bali, 2009: 68-69). Pertempuran antara Gusti Wayan Debes melawan NICA terjadi sangat sengit. Selain itu juga Belanda dibantu pesawat pembom dan pesawat tempur. Kumudian pasukan serdadu NICA di darat maju dengan dilindungi pesawat dari udara. Gusti Wayan Debes dan seluruh pasukan Ciung Wanara harus melawan serangan NICA baik dari udara dan maupun darat. (Pendit, 1989:219-220). Dalam pertempuran yang tidak seimbang tersebut, mengakibatkan Gusti Wayan Debes dan seluruh pejuang harus berusaha keras dalam melawan gempuran senjata dari pihak NICA. Dengan rasa
semangat dan cinta tanah air, Gusti Wayan Debes dan seluruh pejuang tetap berjuang untuk melakukan perang dengan semangat “puputan” sampai titik darah penghabisan (PDPPMT I Bali, 2009:69). Dalam pertempuran ini, Gusti Wayan Debes dan seluruh pasukan Ciung Wanara maju meninggalkan steling mereka untuk menyerbu serdadu NICA. Pada saat inilah pimpinan pasukan Timur I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar terkena tembakan dari pihak Belanda, mengakibatkan Beliau gugur. Gugurnya I Gusti Ngurah Bagus Sugianyar mengakibatkan kemarah yang luar biasa dari I Gusti Wayan Debes, Gusti Ngurah Rai beserta staf dan anggota pasukan. Dengan adanya perintah menuntut balas dari I Gusti Ngurah Rai, kemarahan dari I Gusti Wayan Debes semakin membara. Dalam perang yang disertai dengan teriakan “puputan” itulah I Gusti Wayan Debes, I Gusti Ngurah Rai beserta staf pimpinan dan seluruh pasukan gugur dalam medan laga (Pendit, 1979:220221). Nilai-Nilai Kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Setiap bangsa dan negara pasti memiliki seorang tokoh yang dijadikan sebagai pijakan dalam membuat pondasi nasionalismenya, salah satunya adalah Indonesia. Bagi generasi muda bangsa, kesadaran untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan sudah mulai memudar. Ini diakibatkan hilangnya sikap patriotisme dan nasionalisme. Dengan kata lain, generasi muda saat ini mulai enggan atau tidak peduli tentang jasa-jasa dan pengorbanan para pahlawan yang berjuang dengan gigih dan berani hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya demi kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, Puputan Margarana merupakan perlawanan rakyat Bali dalam mengusir Kolonialisme Belanda. Dalam Puputan Margarana terdapat tokoh pejuang yang sangat gigih berjuang dalam mengusir kolonialisme Belanda yaitu Mayor I Gusti Wayan Debes seorang pemimpin MB (Markas Besar) Tabanan.
Sosok Mayor I Gusti Wayan Debes (Pak Putih) banyak meninggalkan cerita sejarah serta meninggalkan nilai-nilai kepahlawanan yang patutnya digali dan diteladani oleh generasi muda. Dalam hal ini, perjuangan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam menentang Kolonialisme Belanda khususnya di Tabanan dan di Bali pada umumnya melalui Puputan Margarana memiliki nilai-nilai kepahlawanan yang dapat di wariskan bagi generasi muda sebagai wujud sikap mengharagai dan menghormati jasajasanya. Pewarisan nilai-nilai kepahlawanan dari sosok Mayor I Gusti wayan Debes, yaitu : (1) patriotisme; (2) rela berkorban; (3) tanpa pamrih; (4) keberanian; (5) kewibawaan; (6) solidaritas; (7) kerjasama; (8) kejujuran; (9) nasionalisme; (10) persatuan dan kesatuan; (11) disiplin dan (12) relegius. Nilai-nilai kepahlawanan tersebut, dapat dijadikan sebagai dasar untuk menumbuhkan sikap kesadaran sejarah bagi generasi muda bangsa. Pengintegrasian Nilai-Nilai Kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes sebagai Sumber Pemelajaran Sejarah Di SMA Nilai-nilai kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan nilai-nilai kepahlawanan tersebut, dapat dikaitkan pada ranah pembelajaran kognitif dan afektif. Ranah kognitif merupakan ranah pembelajaran yang mencakup kegiatan berfikir peserta didik yang berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi tentang materi Peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam Puputan Margarana menentang Belanda sesuai dengan Kompetensi Dasar 1.2 Menganalisis perkembangan ekonomikeuangan dan politik pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950 pada materi “perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada tahun 19451949 (konflik Indonesia-Belanda 1945-
1949)”; (2) Ranah afektif merupakan ranah pembelajaran yang mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Sehingga, peserta didik tidak hanya mempelajari dan memahami materi tentang Peranan Mayor I Gusti Wayan Debes dalam Puputan Margarana tetapi peserta didik juga harus mempelajari dan memahami nilai-nilai kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes, seperti: patriotisme, rela berkorban, tanpa pamrih, keberanian dan lain-lain, agar peserta didik dapat meneladani nilai-nilai tersebut di tegahtengah terjadinya krisis nilai-nilai moral sesuai dengan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai, prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Dalam suatu proses pembelajaran, guru tentunya menggunakan silabus sebagai acuan dalam merencanakan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Silabus yang dijadikan bahan acuan untuk menjabarkan nilai-nilai kepahlawanan dari Mayor I Gusti Wayan Debes. Penjabaran silabus lebih lengkap lagi jika dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Melalui RPP, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi kepada peserta didik agar maksud dan tujuan pembelajaran sejarah dapat tersampaikan dengan baik. Begitu pula dengan penjabaran nilai-nilai kepahlawanan di balik sosok Mayor I Gusti Wayan Debes.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan: kekalahan Jepang melawan serdadu sekutu telah tersebar hampir di seluruh Bali. Namun, Jepang merasa dirinya masih tetap berkuasa. Pada tanggal 13 Desember 1945 adalahGusti Wayan Debes dan pasukannya menyerang tangsi Jepang di Kota
Tabanan, namun gagal. Kegagalan yang dialami dalam usaha mendapatkan persenjataan dengan menyerang tangsitangsi Jepang yang ada di seluruh Bali berarti kesulitan tentang persenjataan belum bisa diatasi. Dalam usaha untuk mengatasi masalah ini pemimpin perjuangan I Gusti Ngurah Rai di Bali berusaha mencari bantuan ke Jawa. Dengan keberangkatan tersebut, pimpinan perjuangan di bali berada di tangan Widjakusuma dan Gusti Wayan Debes. Gusti Wayan Debes melakukan pembenahan terhadap struktur organisasi perjuangan di Bali. Tanggal 4 April 1946 Gusti Ngurah Rai, Gusti Wayan Debes serta staf yang lainya mengadakan perundingan mengenai langkah-langkah perjuangan selanjutnya dan dibentuklah DPRI (Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia) Sunda Kecil di Munduk Malang. Pada tanggal 1 Juni 1946, diadakanlah long march ke Gunung Agung. Long march ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian Belanda agar ikut bergerak ke Timur, sehingga di Bali Barat penjagaan menjadi lemah. Dengan demikian, maka mempermudah untuk melakukan pengiriman senjata dari Jawa ke Bali. Setelah diadakannya long march, pasukan kemudian dikumpulkan kembali di Desa Marga. Di Desa Marga Gusti Ngurah Rai dan Gusti Wayan Debes serta yang lainnya mengadakan perundingan untuk memperbanyak persenjataan. Gusti Wayan Debes menyarankan untuk melucuti senjata polisi NICA yang berada di Kota Tabanan untuk memperoleh persenjataan. Pada tanggal 18 November 1946 pemuda pejuang di bawah pimpinan I Gusti Wayan Debes dengan komandan Wagimin masuk kedalam tangsi NICA. Dengan rencana yang sudah rapi, penyerangan ini berhasil dilakukan tanpa adanya korban satupun dari pemuda pejuang dan kembali ke Desa Marga. Pada tanggal 20 November 1946, Gusti Wayan Debes, Gusti Ngurah Rai dan seluruh pemuda pejuang lainnya dikepung oleh tentara NICA. Pada saat itu mereka mencari pertahanan di Uma Kaang. Gusti Wayan Debes pada saat pertempuran melawan Belanda berada di
sayap Timur pertahanan. Dengan gempuran senjata yang dilakukan oleh Belanda, baik dari udara maupun darat mengakibatkan I Gusti Wayan Debes dan seluruh pasukan Ciung Wanara gugur di medan pertempuran. Dalam peristiwa Puputan Margarana, perjuangan Gusti Wayan Debes mengandung nilai-nilai kepahlawanan dalam perjuanganya menentang Kolonialisme Belanda. Nilai-nilai kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes tersebut nantinya dapat diwariskan ataupun diteladani oleh generasi muda bangsa seperti, patriotisme, rela berkorban, tanpa pamrih, keberanian dan lain-lain. Nilai-nilai kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA berdasarkan kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan nilai-nilai kepahlawanan tersebut, dikaitkan pada ranah pembelajaran kognitif dan afektif. Dalam suatu proses pembelajaran, guru tentunya menggunakan silabus sebagai acuan dalam merencanakan pelajaran. Penjabaran silabus lebih lengkap lagi jika dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Melalui RPP, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi kepada peserta didik agar maksud dan tujuan pembelajaran sejarah dapat tersampaikan dengan baik. Saran Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis memberikan saran dan masukan sebagai anggota masyarakat maupun peneliti sejenis. Adapun saran yang bisa penulis berikan yaitu: (1) Bagi guru sejarah di wilayah Tabanan, dalam proses pembelajaran sejarah terhadap peserta didik terkait dengan materi tentang “Menganalisis perkembangan ekonomikeuangan dan politik pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950 pada materi perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada tahun 19451949 (konflik Indonesia-Belanda 19451949)”. Supaya mengkaitkan perjuangan pahlawan-pahlawan lokal yang ada di Tabanan seperti peranan Mayor I Gusti Wayan Debes Dalam Puputan
Margarana;. (2) Pemerintah Desa Marga haruslah mengimporfamasikan kepada seluruh masyarakat supaya mengetahui perjuangan pahlawan lokal yakni Mayor I Gusti Wayan Debes Dalam Puputan Margarana; (3) Nilai-nilai kepahlawanan Mayor I Gusti Wayan Debes seperti, nilai patriotisme, nilai solidaritas, nilai keberanian, nilai rela berkorban, dan lainlain bisa diteladani dan diaplikasikan oleh generasi muda sebagai pijakan dalam kehidupan sehari-hari.
UCAPAN TERIMAKASIH Terselesaikannya artikel ini tidak terlepas dari kontribusi dan bantuan berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingannya dalam menyusun artikel ini. Untuk itu dalam kesempatan yang berbaagia ini, penulis mengucapkan terimakasih yang setulustulusnya kepada Beliau: (1) Bapak Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A., selaku dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan serta dukungan moril kepada penulis dalam dari perencanaan, pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan artiel ini; (2) Ibu Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum., selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan serta dukungan moril dan materiil kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan artikel ini; (3) Ibu Dr. Tuty Maryati, M.Pd., selaku Penguji & Pembimbing III dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan masukan dan saran yang membangun kepada penulis selama pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan artikel ini. Serta kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang bisa penulis
ucapkan, semoga semua amal kebaikan dan pengorbanan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Daftar Rujukan Agung, A. A. Gde Putra. 2013. Sejarawan Dan Budayawan Bali. Denpasar: Pustaka Laksana. Agung, dkk. 1992. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Balai Tradisional Bagian Proyek Penelitian, Pengkajian Dan Pembinaan NilaiNilai Budaya Bali. Dekker, I Nyoman. 1980. Sejarah Revolusi Nasional. Jakarta: Balai Pustaka. Markas Cabang Legium Vetran RI Kabupaten Buleleng. 2000. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Buleleng 1945-1950. Bandung: Ganeca Exact Bandung Anggota Akapi. Montefiore, Simon Sebag, dkk. Pahlawan Dalam Sejarah Dunia. 2012. Jakarta: Erlangga. Mudjiono, dkk. 1989. Laporan Penelitian Tabanan Pada Masa Revolusi Fisik. Denpasar: Universitas Udayana Pendit, S. Nyoman. 1979. Bali Berjuang. Jakarta: Gunung Agung. Pimpinan Dearah Pemuda Panca Marga Tingkat I Bali. 2009. Biografi Veteran RI Di Bali (Perjuangan dan Pengabdian). Markas Daerah Pemuda Panca Marga Tingkat I Bali. Wirawan. A.A. Bagus. 2012. Pusaran Revolusi Indonesia di Sunda Kecil (1945-1950). Denpasar: Udayana University Press.