ARTIKEL Peranan Nyoman Gempol Dalam Menentang Kolonialisme Belanda di Buleleng, Bali Pada Tahun 1858 (Nilai-nilai Kepahlawanan dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Indonesia di SMA/SMK)
OLEH : Made Arya Jini Setiawan NIM : 1014021056
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2014
PERANAN NYOMAN GEMPOL DALAM MENENTANG KOLONIALISME BELANDA DI BULELENG, BALI PADA TAHUN 1858 (NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH INDONESIA DI SMA/SMK) Oleh: Made Arya Jini Setiawan, Drs. I Gusti Made Aryana, M.Hum, Dra. Desak Made Oka Purnawati, M.Hum Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) peranan Nyoman Gempol pada tahun 1858 dalam menentang kekuasaan Belanda tahun 1858, (2) Nilai – nilai kepahlawanan yang dapat diwariskan dari perjuangan Nyoman Gempol dalam menentang kekuasaan Belanda di Buleleng pada tahun 1858 dan (3) Nilai-nilai kepahlawanan perjuangan Nyoman Gempol yang dapat diwariskan dan bisa berkontribusi bagi sumber belajar sejarah SMA/SMK Kurikulum 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan langkahlangkah yaitu: (1) Pengumpulan Sumber/jejak-jejak sejarah (Heurisrik): studi dokumentasi, wawancara, dan observasi, (2) Kritik Sumber (eksternal dan internal), (3) Interpretasi/penafsiran, (4) Penulisan kisah Sejarah (Historiografi). Penelitian ini menghasilkan temuan, antara lain: (1) Pahlawan Nyoman Gempol di dalam menentang Kolonialisme Belanda di Buleleng pada tahun 1858 terjadi karena ketidaksetujuannya Raja Buleleng dari keturunan Panji Sakti dijadikan sebagai Regent Belanda, selain itu akibat meninggalnya Wayan Liar ayah dari Nyoman Gempol pada saat perang Buleleng mengakibatkan Nyoman Gempol dendam kepada Belanda, sehingga beliau mengadakan sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan Belanda di Buleleng. (2) Nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dari sosok Nyoman Gempol yaitu: (a) Keberanian; (b) patriotisme; (c) rela berkorban; (d) kewibawaan; (e) solidaritas, (f) religius, (g) kejujuran, dan (3) Nilai-nilai kepahlawanan Nyoman Gempol yang bisa berkontribusi menjadi sumber pembelajaran Sejarah Indonesia di SMA/SMK. Kata Kunci: Pahlawan, Nilai-nilai kepahlawanan, Sumber Belajar.
1
ABSTRACT This study aimed to determine (1) the role of Nyoman Gempol in 1858 in opposition to Dutch rule in 1858, (2) Value - the value of heroism that can be inherited from Nyoman Gempol struggle against Dutch rule in Buleleng in 1858 and (3) values Nyoman heroic struggle Gempol value that can be inherited and could contribute to the source to learn the history of SMA / SMK curriculum 2013. the method used in this study is the method of historical research with the steps are: (1) collection of source / traces of history (Heurisrik) : study of documentation, interviews, and observations, (2) Criticism Sources (external and internal), (3) interpretation / interpretation, (4) Writing History stories (historiography). The research resulted in findings, among others: (1) Heroes Nyoman Gempol inside against the Dutch Colonialism in Buleleng in 1858 occurred because of disapproval of the descendants of Raja Panji Sakti of Buleleng serve as Regent Netherlands, on the other hand due to the death of Wayan Liar who the father of Nyoman Gempol upon Buleleng war resulted Nyoman Gempol revenge against the Netherlands, so he organized a rebellion against Dutch rule in Buleleng. (2) The values of heroism embodied by the figure of Nyoman Gempol namely: (a) Courage; (b) patriotism; (c) self-sacrifice; (d) the authority; (e) solidarity, (f) religious, (g) honesty, and (3) The values of heroism Nyoman Gempol that could contribute to the source of the teaching of history Indonesian in high school / vocational school. Keywords: Heroes, The values of heroism, Learning Resources.
2
Setelah Jatuhnya pusat Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda pada tanggal 28 Juni 1846 belum berarti semangat dan jiwa kepahlawanan raja dan rakyat Buleleng telah memudar. Patih Gusti Ketut Jelantik telah mengambil keputusan untuk mengundurkan pasukannya dan memilih Desa Jagaraga sebagai pusat pertahanan Buleleng. Dan di desa inilah meletus sebuah perang yang disebut Perang Jagaraga pada tahun 1849 yang dikarenakan ultimatum dari pihak Belanda yang tidak ditanggapi oleh Raja Buleleng. Hal inilah kemudian memicu kemarahan Belanda untuk melakukan penyerangan terhadap rakyat Buleleng. Setelah benteng Kerajaan Buleleng di Jagaraga pada tahun 1849 di hancurkan oleh Belanda, maka seluruh Bali Utara jatuh ke tangan Belanda.
tanggung mengirim pasukannya ke Buleleng untuk menghadapi pembangkangan perbekel Nyoman Gempol (Gde Agung, 1989 : 373). Belanda tidak mau mengambil resiko.Sebuah ekspedisi dengan tiga kapal perang segera dikirim ke Buleleng.Belanda memerintahkan rakyat Banjar Jawa agar menangkap dan menyerahkan Gempol. Jika rakyat tak mau mengikuti perintah itu, akan digempur. Beberapa hari setelah pendaratan pasukan Belanda 11 Desember 1858, Gempol berhasil ditangkap dan diserahkan pada Belanda. Nasib Gempol memang apes, ia dibuang ke Padang, Sumatra Barat, tanpa bisa melakukan perlawanan, selama tinggal di Padang, beliau menikahi seorang muslimat yaitu Halimatu Saadiah. Nyoman Gempol pulang ke Singaraja dari pengasingan pada tahun 1893 dalam keadaan buta.
Di dalam menjalankan pemerintahan di Buleleng, Belanda menyerahkan Kerajaan Buleleng kepada Raja Bangli. Akan tetapi di bawah pemerintahan Raja Bangli terjadi sebuah pemberontakan dan akibat tidak mampunya Raja Bangli mengatasi pemberontakan itu, maka pada tanggal 1 Januari 1854 Kerajaan Buleleng oleh Raja Bangli diserahkan kepada pemerintah Belanda (Eddy, 1981 : 79-80).
Berdasarkan penjelasan di atas tentang sosok kepahlawanan Nyoman Gempol patut diteladani oleh generasi muda saat ini.Saat ini generasi muda sebagian besar tidak mengetahui sosok pahlawan terutama sosok pahlawan dari Buleleng yang berjuang untuk mengusir kaum penjajah di Buleleng untuk bebas dari belenggu penjajahan.Terlebih lagi Nyoman Gempol yang berjuang dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih. Meski jasa dan pengorbanan Nyoman Gempol sangat besar, akan tetapi sosok kepahlawanan beliau untuk genarasi muda saat ini khususnya wilayah Buleleng, masih sedikit yang mengetahui. Berkat keberanian dan jiwa patriotisme beliau menentang kekuasaan Belanda di Buleleng. Untuk mengenang jasa dari Nyoman Gempol ini Pemerintah Buleleng memberikan nama jalan di sekitaran Desa Banyuning dengan nama Jalan Gempol. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa di Desa
Di dalam pemerintahan Belanda menjalankan pemerintahan di Buleleng timbul sebuah pemberontakan pada tahun 1858 yaitu Nyoman Gempol, perbekel Banjar Jawa, Singaraja. Pembangkangan Nyoman Gempol terhadap kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda dianggap sebagai suatu pemberontakan yang harus segera harus dipadamkan, sebab pembangkangan yang dilakukan oleh perbekel Nyoman Gempol mungkin akan menjalar ke tempat lain. Oleh sebab itulah Pemerintah Hindia Belanda tidak tanggung-
3
Banyuning inilah jalur perjuangan Nyoman Gempol di dalam menentang Kolonialisme Belanda di Buleleng pada tahun 1858.
Potensinya sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Indonesia di SMA/SMK). Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui peranan Nyoman Gempol di dalam menentang Kolonialisme Belanda di Buleleng pada tahun 1858, nilai-nilai kepahlawanan yang dapat diwariskan kepada generasi muda bangsa, dan kontribusi nilai-nilai kepahlawanan tersebut sebagai sumber pembelajaran sejarah Indonesia di SMA/SMK berdasarkan kuriulum 2013. Kajian teori yang digunakan adalah kajian tentang perlawanan terhadap penjajahan, yakni sebuah perjuangan untuk mengusir penjajah serta membebaskan dan mempertahankan Indonesia dari belenggu kaum penjajah.Konsep pahlawan dan nilai kepahlawanan di balik Peristiwa Sejarah, pahlawan adalah orang yang mengorbankan dirinya untuk sesamanya, tidak mementingkan dirinya sendiri, dan pengabdiannya demi nusa dan bangsa, bentuknya tidak hanya mengangkat senjata, tetapi juga menolong sesamanya (Sutomo, 2008: 198).
Nilai-nilai perjuangan Nyoman Gempol, sangat penting untuk dijadikan sebagai sumber belajar yang dikaitkan dengan kurikulum 2013 SMK kelas XI. Kajian tentang sosok Nyoman Gempol pernah dilakukan, yakni oleh Sastrodiwiryo (2007) berjudul Perang Banjar (Sebuah pemberontakan para brahmana terhadap kekuasaan Kolonial Belanda di Bali Utara dan rangkaian pemberontakan Gempol. Kajian ini membahas tentang latar belakang terjadinya Perang Banjar pada tahun1868, yang dalam hal ini Ida Made Rai ini sebagai pemimpin laskar Banjar untuk melawan kolonialisme Belanda di Banjar dan rangkaian terjadinya pemberontakan dimulai dari pemberontakan Gempol. Namun, dalam kajian ini belum membahas secara intens masalah nilai-nilai kejuangan yang terkandung dari sosok Nyoman Gempol yang dapat dikaitkan pada Pembelajaran Sejarah Indonesia di SMA/SMK. Dan nilai-nilai perjuangan Nyoman Gempol, sangat penting untuk dijadikan sebagai sumber belajar yang dikaitkan dengan kurikulum 2013 SMK kelas XI.
Mengacu pada Suparno (1995: 4), dari nilai-nilai perjuangan yang didasari rasa cinta tanah air ini muncul semangat juang dan semangat kepahlawanan yaitu:Nilai rela berkorban,persatuan dan kesatuan,kerjasama,Nilai hargamenghargai dan memiliki rasa bangga terhadap negaranya.
Hal ini dapat dicermati dari KD yakni, Menganalisis strategi perlawanan Bangsa Indoenesia terhadap penjajahan Bangsa Barat di Indonesia sebelum dan sesudah abad ke-20.
Berdasarkan penjelasan di atas, sehingga nilai-nilai kepahlawanan adalah keberanian, toleransi, dan kesediaan berkorban.Kepahlawanan melibatkan kesediaan mengambil resiko, baik untuk melindungi kaum lemah maupun membela kebebasan.
Adapun judul yang penulis angkat dalam penulisan penelitian ini adalah Peranan Nyoman Gempol dalam Menentang Kolonialisme Belanda di Buleleng tahun 1858 ( Nilai-nilai Kepahlawanan dan
4
Association for Educational Communications and Tecnology (AECT) (1977 : 60) mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik yang berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya (Sudjarwo, 1988: 141).
Jagaraga seluruh masyarakat yang tinggal di sekitar pusat Kerajaan Buleleng seperti Desa Banyuning, Liligundi, Peguyangan, dan Banjar Jawa ikut membantu Raja Buleleng beserta Patihnya sebab desa-desa yang terletak di sekitar pusat Kerajaan Buleleng ikut mengalami dampak langsung dari kebijakankebijakan Belanda di Pusat Kerajaan Buleleng yang sangat merugikan bagi Kerajaan Buleleng dan rakyatnya. Lebih-lebih lagi akibat meninggalnya seorang Punggawa Banjar Jawa yang bernama Nyoman Liar yang telah gugur di dalam perang Buleleng, mengakibatkan rakyat Banjar Jawa terutama putra dari Nyoman Liar yaitu Nyoman Gempol merasa marah dan dendam terhadap Belanda. Jadi Nyoman Gempol mengajak kepada seluruh rakyat di Banjar Jawa untuk bersatu padu bersama Raja Buleleng Gusti Ngurah Made Karangasem dengan Adipati Agungnya Gusti Ketut Jelantik melawan pasukan Belanda di Jagaraga. Pada tanggal 7 Juni 1848, semua kapal pengangkut dan kapal perang sudah berkumpul di pantai Sangsit Timur dan oleh panglima ditetapkan bahwa pendaratan pasukan akan dilakukan pada tanggal 8 Juni dini hari di panatai Sangsit Timur dan semua pasukan akan berkumpul untuk kemudian meneruskan serangannya ke desa Bungkulan dan akhirnya menuju ke Benteng Jagaraga Lalu pada tanggal 8 Juni 1848, Belanda mulai mengadakan serangan terhadap daerah Jagaraga dengan menghujankan tembakantembakan meriam dari pantai Sangsit. Pertemputan antara pasukan Bali dengan pasukan Belanda berlangsung sangat sengit, sehingga pada suatu saat timbul kekacauan dalam slagorde pasukan Belanda, terutama disebabkan oleh banyak jatuh korban dan mesiu
Salah satu sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh siswa adalah sosok pahlawan lokal yakni, Nyoman Gempol dan nilai-nilai kepahlawanan dibalik perjuangnya dalam menentang Kolonialisme Belanda yang bisa diteladani dan diaplikasikan oleh generasi muda bangsa.Karena pada intinya Sejarah lokal merupakan bagian dari pengembangan sejarah nasional. METODE PENELITIAN Penelitian mengenai sosok Nyoman Gempol menggunakan metode penelitian sejarah. Ada empat tahap dalam penelitian sejarah, yaitu (1) Pengumpulan Sumber/ jejak-jejak sejarah (Heuristik), yaitu teknik studi dokumen, teknik wawancara dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling, serta teknik observasi; (2) Kritik Sumber, yaitu kritik ekstran dan intern; (3) Interpretasi dan; (4) Penulisan Sejarah (Historiografi).
HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Nyoman Gempol pada tahun 1858 dalam menentang kekuasaan Belanda di Buleleng. Secara garis besar peranan Nyoman Gempol pada tahun 1858 dalam menentang kekuasaan Belalnda di Buleleng dijabarkan sebagai berikut: Menjelang Perang 5
sudah mulai menipis, karena pimpinan pasukan Belanda tidak menduga akan mendapat perlawanan begitu hebat dari pasukan Bali yang hanya bersenjatakan tombak yang jumlahnya ratusan. Dalam keadaan kacau-balau dan kehabisan mesiu pasukan Belanda tidak berdaya lagi untuk menahan seerangan yang berapi-api dari pasukan Bali, dan setelah pasukan cadangan juga dikerahkan oleh panglima untuk menahan serangan pasukan Bali tidak berhasil, maka diperintahkan agar pasukan Belanda mengundurkan diri menuju pantai Sangsit Timur Pertempuran yang dahsyat antara kedua pasukan Bali dan Belanda yang berakhir dengan dipukul mundurnya pasukan Belanda itu merupakan suatu peristiwa yang menakjubkan. Kemenangan pasukan Bali di medan pertempuran pada hari bersejarah 9 Juni 1848, sekalipun dengan banyak korban yang gugur menjadi pembicaraan orang, bukan saja di Bali tetapi di seluruh Hindia Belanda. Tidak dapat dihindarkan bahwa dengan peristiwa ini martabat dan citra Pemerintah Hindia Belanda mendapat pukulan yang hebat dan Pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Agung di Negeri Belanda yakin juga, bahwa jika tidak ada tindakan penanggulangan atas perkembangan ini dan dibiarkan berlarut-larut begitu saja, maka bukan khayalan bahwa peristiwa yang terjadi di Bali akan berulang di tempat lain di Hindia Belanda. Oleh karena itu sudah merupakan suatu kepastian bahwa Pemerintah Hindia Belanda akan merencanakan tindakan pembalasan atas kekalahan yang diderita di medan tempur bulan Juni 1848 untuk menegakkan kembali kehormatannya yang telah ternoda, karena terpukul di medan pertempuran berhadapan dengan
pasukan Bali di bawah pimpinan Adipati Agung Gusti Ketut Jelantik. Oleh karena itu dapat diramalkan pengiriman ekspedisi militer baru ketiga terhadap Bali untuk menghancurkan kekuasaan Raja Buleleng, Karangasem dan Dewa Agung di Klungkung dengan sekutunya hanya menunggu waktu persiapannya saja (Gde Agung, 1989: 295). Tidak dapat dihindarkan bahwa dengan peristiwa ini martabat dan citra Pemerintah Hindia Belanda mendapat pukulan yang hebat dan Pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Agung di Negeri Belanda yakin juga, bahwa jika tidak ada tindakan penanggulangan atas perkembangan ini dan dibiarkan berlarut-larut begitu saja, maka bukan khayalan bahwa peristiwa yang terjadi di Bali akan berulang di tempat lain di Hindia Belanda. Oleh karena itu sudah merupakan suatu kepastian bahwa Pemerintah Hindia Belanda akan merencanakan tindakan pembalasan atas kekalahan yang diderita di medan tempur bulan Juni 1848 untuk menegakkan kembali kehormatannya yang telah ternoda, karena terpukul di medan pertempuran berhadapan dengan pasukan Bali di bawah pimpinan Adipati Agung Gusti Ketut Jelantik. Oleh karena itu dapat diramalkan pengiriman ekspedisi militer baru ketiga terhadap Bali untuk menghancurkan kekuasaan Raja Buleleng, Karangasem dan Dewa Agung di Klungkung dengan sekutunya hanya menunggu waktu persiapannya saja Dari pengalaman yang diperoleh oleh Belanda dalam pertempuran bulan Juni 1848 tersebut yang mendapat perlawanan yang begitu hebat dari pasukan Bali.Lalu Jenderal Michiels memerintahkan serangan militer terhadap Benteng Jagaraga pada dini hari tanggal 15 April 1849 6
pasukannya dibagi atas dua kesatuan (colonne).Satu kesatuan berada di bawah komando kepala Staf Letnan Kolonel Jonkheer de Brauw, yang mendapat tugas beroperasi ke Barat dan menyelidiki apakah dari sebelah barat dapat diadakan gerakan pengepungan benteng Jagaraga.Ternyata kesatuan tersebut segera terlibat dalam pertempuran sengit dengan pasukan Bali, yang mengadakan serangan dari kubu pertahanan yang mereka duduki. Kesatuan lain berada di bawah komando Letnan Kolonel J. van Swieten yang mendapat tugas menyerang benteng Jagaraga dari muka (front). Di sektor inipun terjadi pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan pasukan Bali (Gde Agung, 1989 : 312-313). Pertempuran berlangsung sehari penuh pada tanggal 15 April 1849 Pasukan Bali dengan gagah perkasa mempertahankan setiap jengkal dataran dan kubu pertahanan dan pada suatu saat colonne di bawah komando Letnan Kolonel Jonkheer di Brauw diperkirakan sudah dihancurkan oleh pasukan Bali, sehingga Panglima jenderal Michiels terpaksa mengirim pasukan cadangannya untuk memberi bantuan. Namun justru pasukan Letnan Kolonel de Brauw nampaknya yang berhasil mengepung Benteng Jagaraga dari belakang setelah menderita banyak korban, sehingga esok harinya tanggal 16 April 1849 pukul 11 pagi benteng Jagaraga jatuh dan berhasil dikuasai oleh pasukan Belanda.
termasuk perbekel Nyoman Gempol. Belanda mengadakan kerja sama kepada para perbekel Buleleng supaya tidak terjadi suatu pembangkangan oleh para perbekel Buleleng. Akan tetapi walaupun perbekel Banjar Jawa Nyoman Gempol sudah bekerja sama dengan Belanda tetapi rasa dendam dan benci kepada Belanda yang telah membunuh ayahnya tetap terpendam dalam diri Nyoman Gempol, jadi Nyoman Gempol memanfaatkan kerjasamanya dengan Belanda untuk membentuk sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan Belanda (Gde Agung, 1989 : 315). Setelah benteng Jagaraga secara keseluruhan dikuasai oleh pasukan Belanda, maka kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda dan kemudian pada tanggal 25 Juni 1949 Raja Bangli Dewe Gde Tangkeban dinobatkan oleh pihak Belanda sebagai Raja Buleleng. Akan tetapi nampaknya Raja Bangli tersebut tidak dapat menguasai keadaan di Buleleng sebagaimana diharapkan olehnya. Mungkin karena Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Bangli lama bermusuhan satu sama lain, pemuka-pemuka rakyat di Buleleng tidak dapat menerima Dewe Gde Tangkeban sebagai rajanya, sehingga timbullah ketegangan-ketegangan yang melumpuhkan jalannya pemerintahan. Oleh karena itulah pada tanggal 15 Februari 1854 wilayah Buleleng diserahkan kembali oleh Raja Bangli kepada pihak Belanda dan ditandatangani sebuah piagam penyerahan kembali kepada Wakil Pemerintahan Belanda.
Selain itu mulai tanggal 18 April 1849 beberapa perbekel Kerajaan Buleleng sudah menyerah kepada Belanda dan bersedia bekerja sama. Pada tanggal 18 April 1849 perbekel Sangsit Gusti Nyoman Lebak menyerah dan kemudian di susul oleh perbekellainpada tanggal 20 April
Selama pihak Belanda mulaii mengatur pemerintahan di Buleleng, Belanda mengangkat seorang raja Buleleng dari klan Panji Sakti yaitu I Gusti Ngurah Rai sebagai Regent
7
Belanda untuk mengatur Kerajaan Buleleng di bawah pemerintahan Belanda, selain itu Belanda juga mengangkat Nyoman Gempol yang merupakan putra Wayan Liar sebagai Patih Agung, pengangkatan I Gusti Ngurah Rai sebagai Raja Buleleng atas usul dari Nyoman Gempol. Belanda mengira dengan mengangkat kembali wangsa Panji Sakti dan putra pejuang perang Buleleng, keamanan dan ketertiban di Buleleng akan terjamin baik. Akan tetapi pengangkatan Nyoman Gempol sebagai Patih Agung malahan terjadi sebuah pemberontakan di setiap desa seperti desa Banyuning, masyarakat Desa Banyuning banyak yang dijadikan sebagai tentara oleh I Gusti Ngurah Rai di bawah kekuasaan Belanda, dipilihnya pemuda Banyuning sebagai tentara Kerajaan Buleleng disebabkan karena letak desa Banyuning dekat dengan pusat kerajaan Buleleng. Selain itu rakyat Banyuning sangat menderita dengan kebijakankebijakan yang dilakukan oleh Belanda, seperti lahan persawahan mulai di atur oleh Belanda. Dan suatu saat rakyat Banyuning beserta desa-desa yang ada di sekitar wilayah pusat kerajaan Buleleng akan melakukan sebuah pemberontakan terhadap pemerintahan Belanda di Buleleng yang akan di pimpin oleh seorang perbekel Banjar Jawa Nyoman Gempol.
saat perang Jagaraga. Sebagai akibat tidak puasnya rakyat terhadap kekuasaan Belanda dalam tahun 1858 timbullah pemberontakan dari pemuka rakyat Banjar Jawa yaitu Nyoman Gempol (Gde Agung, 1989 : 373). Pemberontakan yang dilakukan Nyoman Gempol disebabkan oleh kematian ayahnya Wayan Liar dalam pertempuran dengan tentara Belanda di Pabean 1846. Pasukan Belanda di dalam mengatur pemerintahan di Buleleng, mengangkat seorang raja Buleleng dari klan Panji Sakti yaitu I Gusti Ngurah Rai sebagai Regent Belanda. Selain itu Belanda juga mengangkat Nyoman Gempol yang merupakan putra Wayan Liar sebagai Patih Agung, pengangkatan I Gusti Ngurah Rai sebagai Raja Buleleng atas usul dari Nyoman Gempol. Belanda mengira dengan mengangkat kembali wangsa Panji Sakti dan putra pejuang perang Buleleng, keamanan dan ketertiban di Buleleng akan terjamin baik. Akan tetapi perkiraan dari Belanda tersebut ternyata salah, dengan di angkatnya Nyoman Gempol sebagai Patih Agung, menyebabkan Nyoman Gempol mulai menyusun strategi untuk melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Belanda di Buleleng. Ternyata pemberontakan Nyoman Gempol segera diketahui oleh Belanda sehingga pada tanggal 10 Desember 1858 berlabuhlah delapan kapal perang dan kapal pengangkut Belanda di pabean Buleleng, yang membawa pasukan untuk menghadapi pemberontakan tersebut dan memulihkan keamanan di Buleleng. Belanda menganggap Pembangkangan Nyoman Gempol terhadap kekuasaan pemerintah Belanda sebagai suatu pemberontakan yang harus dipadamkan, sebab pembangkangan yang dilakukan oleh perbekel Nyoman Gempol mungkin akan menjalar ke tempat
Selama pihak Belanda berkuasa di Buleleng timbul banyak kesulitan, sehingga rakyat mencetuskan ketidak puasannya terhadap pemerintah dan kekuasaan Belanda. Mereka masih ingat akan pemerintahan di bawah kekuasaan Raja Buleleng Gusti Ngurah Made Karangasem dengan Adipati Agungnya, Gusti Ketut Jelantik, yang telah gugur dalam peperangan melawan pasukan Belanda pada 8
lain. Nyoman Gempol bersama dengan pasukannya bersembunyi dan menyusun strategi pemberontakan di alasangker .Peristiwa tertangkapnya Nyoman Gempol di sebabkan karena adanya seorang penghubung Belanda mendatangi beliau dan menawarkan perundingan bagi sebuah perdamaian.Akhirnya beliau pun menerima dan menghadiri perundingan tersebut, dari Alasangker Gempol beserta pasukannya turun ke Banyuning. dalam gerakan panjang pasukannya dari sejak Banyuning sampai pertigaan kuburan Banjar Jawa, Gempol menuju tempat perundingan di Puri Kanginan dimana para pembesar dan pasukan Belanda telah siap menunggu kedatangan Nyoman Gempol. Seusai Nyoman Gempol beserta pasukannya sampai di pertigaan Kuburan Banjar Jawa, ternyata tidak terjadi perundingan seperti yang telah dijanjikan.Namun pasukan Gempol yang bersenjata tombak tersebut disergap pasukan Belanda tanpa kesulitan sebab pasukan Belanda telah mengepung pasukan Gempol sehingga Gempol beserta pasukannya langsung ditangkap (Sastodiwiryo, 2007: 22).Setelah tertangkapnya Nyoman Gempol, Belanda tidak Belanda tidak mau ambil resiko.Sore itu juga, Gempol yang sudah diikat rantai dinaikkan ke kapal perang Merapi dan besoknya dibawa ke Batavia.Setelah beberapa hari di Batavia, Nyoman Gempol di bawa ke Padang Sumatra Barat.
Belanda, Anyaran membelot dan ikut menyerang Gempol sampai kemudian Gempol diserahkan kepada Belanda. Setelah pemberontakan Nyoman Gempol dapat diatasi, armada dan pasukan Belanda ditarik mundur dan pada tanggal 26 Desember armada pengangkut itu sudah tiba kembali di Surabaya.Setelah terjadinya peristiwa pemberontakan tersebut penguasa Belanda di Buleleng berpendapat bahwa adalah lebih bijaksana untuk mengangkat seorang penguasa Bali untuk mengkoordinasi pemerintahan di Buleleng di bawah pengawasan penguasa Belanda setempat. Walaupun Nyoman Gempol sudah berada jauh di Padang, tetapi masyarakat khususnya yang tidak menerima ditangkapnya Nyoman Gempol oleh Belanda, mulai memusuhi setiap Raja Buleleng yang dijadikan sebagai regent Belanda. Di Padang Nyoman Gempol membuka lembaran hidup baru, beliau menikahi seorang Muslimat yaitu Halimatu Saadiah, dengan dikaruniahi 4 anak. Walaupun Nyoman Gempol berada jauh di Padang, tetapi cita-citanya Beliau untuk mempersatukan Buleleng di luar kekuatan asing masih tertanam kuat di antara para punggawa dan perbekel serta rakyat Buleleng. Tertangkapnya Nyoman Gempol oleh Belanda semakin membuat rakyat Buleleng khususnya rakyat Banjar Jawa semakin membenci Belanda, akibatnya siapapun yang menjadi regent Belanda akan di benci pula oleh rakyat-rakyat yang masih tidak menerima ditangkapnya Nyoman Gempol. Dan untuk mengenang Jasa Beliau, pemerintah Buleleng menamakan Jalan di sekitar jalur perjuangan Beliau
Selain itu tertangkapnya Nyoman Gempol disebabkan oleh penghianatan yang dilakukan oleh Klan Anyaran rekan sesama Perbekel Gede dari Banjar Peguyangan, yang telah berjanji sehidup semati melawan Belanda.Namun karena perbedaan kepentingan, pada saat Gempol berhadap-hadapan dengan kekuatan 9
dengan nama Jalan Gempol yaitu di Desa Banyuning.
Belanda di Buleleng pada tahun 1858.
Kemudian pada tahun 1893 Nyoman Gempol kembali ke Singaraja dengan kondisi sudah buta.
Kontribusi Nilia-nilai Kepahlawanan Nyoman Gempol bagi Pembelajaran Sejarah di SMK berdasarkan Kurikulum 2013 Nilai-nilai kepahlawanan Nyoman Gempol yang sudah dijelasakan di atas, nantinya bisa berkontribusi dan dapat di implementasikan sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMK berdasarkan kurikulum 2013. Selain itu juga nilai-nilai kepahlawanan tersebut dapat dikaitkan pada ranahranah pembelajaran, yaitu: (1) ranah kognitif, di dalam ranah kognitif ini mencakup kegiatan berfikir siswa yang berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi tentang materi Pemberontakan Nyoman Gempol dalam menentang Kolonialisme Belanda pada tahun 1858 di Buleleng ; (2) Ranah afektif, ranah ini mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Jadi siswa tidak hanya mempelajari dan memahami materi tentang pemberontakan pahlawanan Nyoman Gempol tetapi siswa juga harus mempelajari dan memahami nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung di dalam diri Nyoman Gempol, supaya siswa memiliki rasa bangga kepada sosok pahlawan Nyoman Gempol yang telah mengorbankan jiwa raganya demi menentang kekuasaan Belanda di Buleleng ;(3) Ranah psikomotorik, ranah ini berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Jadi setelah siswa telah memahami materi tentang Pemberontakan Nyoman Gempol dalam menentang Kolonialisme
Nilai-Nilai Yang Dapat Diwariskan Kepada Generasi Muda Dari Perjuangan Nyoman Gempol. Di era kekinian bagi generasi bangsa, kesadaran sejarah untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan sudah memudar akibat hilangnya sikap patriotisme dan nasionalisme. Dengan kata lain bagi generasi muda saat ini mulai enggan atau tidak peduli tentang jasa-jasa dan pengorbanan para pahlawan yang berjuang dengan gigih dan berani hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya demi kemerdekaan. Selain itu para pahlawan dan pejuang bangsa telah berhasil mengantarkan Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan. Perjuangan Nyoman Gempol dalam menantang Kolonialisme Belanda di Bali Utara mewariskan nilai-nilai kepahlawanan yang bisa diteladani dan diaplikasikan pada kehidupan sosial oleh generasi muda khusunya di Buleleng dan pada umunya di Bali. Pewarisan nilai-nilai kepahlawanan pada sosok Nyoman Gempol antara lain: (1). nilai keberanian; (2). nilai kewibawaan; (3). nilai patriotism; (4). nilai rela berkorban; (5). nilai Solidaritas, (6) nilai religius, (7) nilai kejujuran. Nilai-nilai kepahlawanan tersebut nantinya bisa meningkatkan kesadaran sejarah bagi generasi muda bangsa khusunya generasi muda Buleleng dan pada umunya Bali terkait dengan sosok pahlawan lokal yakni Nyoman Gempol yang telah berjuang dengan penuh keberanian menentang Kolonialisme
10
Belanda pada tahun 1858 dan Nilainilai Kepahlawanan yang terkandung di dalam sosok Pahlawan Nyoman Gempol yaitu : Nilai Keberanian, Nilai Patriotisme, Nilai Solidaritas, Nilai Rela Berkorban, dan Nilai kewibawaan. Maka siswa dapat mempraktekkan nilai-nilai kepahlawanan yang dimiliki oleh para pahlawan seperti pahlawan Nyoman Gempol di kehidupan bermasyarakat.
pasukannya langsung ditangkap tanpa bisa melakukan sebuah perlawanan. Pewarisan nilai-nilai kepahlawanan Nyoman Gempol bagi generasi muda yaitu: nilai solidaritas, nilai patriotisme, nilai rela berkorban, nilai kewibawaan, nilai keberanian. Kontribusi nilai-nilai kepahlawanan Nyoman Gempol sebagai sumber Pembelajaran Sejarah Indonesia di SMA/SMK berdasarkan pada kurikulum 2013 dikaitkan pada proses pembelajaran yakni, (1) Ranah Kognitif (Ranah proses berfikir), (2) Ranah Afektif (nilai atau sikap) dan (3) Ranah Psikomotorik (Ranah keterampilan).
KESIMPULAN Pemberontakan yang dilakukan oleh Nyoman Gempol beserta pasukannya disebabkan oleh kematian ayah nya yang bernama Nyoman Liar dalam pertempuran dengan tentara Belanda di Pabean 1846, oleh sebab itulah Nyoman Gempol dendam kepada pemerintah kolonial Belanda yang telah membunuh ayahnya. Selain itu walaupun Nyoman Gempol telah diangkat oleh Belanda sebagai punggawa menggantikan ayahnya, tetapi tidak berhasil menyembuhkan luka yang menganga dalam batinnya sejak kematian ayahnya.Nyoman Gempol beserta pasukannya menyusun strategi pemberontakan di desa Alasangker untuk menentang kekuasaan Belanda.Akan tetapi akibat adanya seorang penghubung Belanda mendatangi beliau dan menawarkan perundingan bagi sebuah perdamaian.Akhirnya beliau pun menerima dan mendatangi perundingan tersebut dan ternyata Seusai Nyoman Gempol beserta pasukannya sampai di pertigaan Kuburan Banjar Jawa, ternyata tidak terjadi perundingan seperti yang telah dijanjikan oleh Belanda.pasukan Gempol yang bersenjata tombak tersebut disergap oleh pasukan Belanda tanpa kesulitan sebab pasukan Belanda telah mengepung pasukan Gempol sehingga Gempol beserta
Pihak-pihak sebagai agent of change baik dalam pendidikan formal, informal dan non-formal yakni guru sejarah, Pemerintah Kelurahan Banyuning, pihak keluarga keturunan Nyoman Gempol, dan generasi muda agar meneladani dan mengaplikasikan nilai-nilai kepahlawanan yangterkandung dalam perjuangan Nyoman Gempol dalam menentang Kolonialisme Belanda di Buleleng pada tahun 1858 dalam kehidupan bersosial yang lebih baik. Ucapan terimakasih ditunjukkan kepada: Bapak Drs. I Gusti Made Aryana, M.Hum. Selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam memberikan pengetahuannya, memotivasi dan membimbing dari awal penyusunan artikel sehingga lancar dan dapat terselesaikan dengan baik. Ibu Dra. Desak Made Oka Purnawati, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan motivasi penulis dalam menyusun artikel ini, sehingga
11
artikel ini dapat terselesaikan dengan baik.
Ginarsa, Ketut. 1975. Perang Desa Banjar Mengenang Gugurnya Pahlawan Bali. Singaraja: perc. Mutiara sgr.
Daftar Rujukan Agung, Ide Anak Agung. 1989. Bali Pada Abad XIX.
Sastrodirwiryo, Soegianto. 1994. Perang Jagaraga (18461849). Denpasar: CV Kayumas Agung.
dr. SOEGIANTO SASTRODIWIRYO 1994 Perang Jagaraga (1846-1849). CV Kayumas Agung.
--------2007.Perang Banjar (1868). Denpasar: Pustaka Bali Post.
Dekker, I Nyoman.1965.Sejarah Indonesia Baru1800-1950. Malang.
--------1994. Perang Jagaraga (18461849). Denpasar: CV Kayumas Agung.
Eddy,
Sudjarwo. 1988. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Radar Jaya Offset
I WayanTagel.1984.Perlawana n Rakyat Banjar Di Bali Utara Pada Tahun 1868. (tidak diterbitkan). Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada.
12