Ringkasan Tugas Akhir / Skripsi
Nama, NPM
: Jonathan Prabowo, 1006806425
Pembimbing
: 1. Dr. Prawito 2. Drs. Arief Sudarmaji, M.T
Judul (Indonesia)
: Rancang Bangun Alat Ukur Konsentrasi Gula Terlarut Berbasiskan Mikrokontroller.
Judul (Inggris)
: Design of Microcontroller-based Polarimeter for Measuring Dissolved Sugar Concentration.
Abstrak Telah dibuat sebuah alat ukur konsentrasi gula telarut berbasiskan mikrokontroler dengan prinsip polarisasi linier gelombang elektromagnet dan pemutaran bidang getar gelombang oleh zat optik aktif menjadi dasar pembuatan alat ukur ini. Sistem instrumentasi ini terdiri dari lampu natrium sebagai sumber cahayanya, sepasang polarisator dan analisator, tabung untuk larutan gula, motor servo sebagai pemutar analisator, sebuah sensor fotodioda OPT 101 sebagai pendeteksi intensitas cahaya yang keluar dari analisator. Mikrokontroler di gunakan sebagai pengendali proses pengukuran maupun pengolah datanya. Hasil pengukuran ditampilkan di LCD. Kata Kunci : Mikrokontroler, Lampu Natrium, OPT 101, Polarisator, Analisator.
Abstract A microcontroller-based instrumentation system for measuring dissolved sugar concentration has been built. The Principle of polarization of electromagnetic wave and the rotation of the vibration plane of electromagnetic wave by opticactive material is used as the basis of the development of this instrument. This System consist of a sodium lamp as a light source, a pair of polarizer and
1
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
analyzer, glass tube for sugar solution, servo motor as a analyzer rotator, an OPT 101 photodiode sensor as light intensity detector for the light passing through the analyzer. A microcontroller is used as a process controller and as a data processor. The result of the measurement is displayed on the LCD. Keywords : Microcontroller, Sodium Lamps, OPT101, Polarisator, the analyzer.
1.
PENDAHULUAN Pemilihan penggunaan polarimeter untuk acuan dasar pembuatan alat ukur
konsentrasi gula terlarut, tak lain untuk membuktikan kebenaran metode fisika yang berhubungan dengan intensitas gelombang cahaya sebagai parameter ukurnya. Hubungan empiris dalam metode tersebut yang kemudian akan diaplikasikan ke dalam suatu instrumentasi sebagai suatu inovasi dalam ilmu Pengetahuan Fisika. Cahaya merupakan gelombang elektromagnet yang terdiri dari getaran medan listrik dan getaran medan magnet yang saling tegak lurus. Bidang getar kedua medan ini tegak lurus terhadap arah rambatnya. Sinar biasa secara umum dapat dikatakan gelombang elektromagnet yang vektor-vektor medan listrik dan medan magnetnya bergetar kesemua arah pada bidang tegak lurus arah rambatnya dan disebut sinar tak terpolarisasi. Apabila sinar ini melalui suatu polarisator maka sinar yang diteruskan mempunyai getaran listrik yang terletak pada satu bidangsaja dan dikatakan sinar terpolarisasi bidang (linear). Bila arah transmisi polarisator sejajar dengan arah transmisi analisator, maka sinar yang mempunyai arah getaran yang sama dengan arah polarisator diteruskan seluruhnya. Tetapi apabila arah transmisi polarisator tegak lurus terhadap arah analisator maka tak ada sinar yang diteruskan. Dan bila arahnya membentuk suatu sudut maka sinar yang diteruskan hanya sebagian. Sinar terpolarisasi linear yang melalui suatu larutan optik aktif akan mengalami pemutaran bidang polarisasi. [2]
2
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Pembuatan alat ukur ini, yaitu dimulai dari pemahaman terhadap gelombang cahaya, lalu penerapan aplikasinya, serta pembuatan programnya. Sensor yang digunakan adalah photodioda dengan tipe OPT 101. Rangkaian elektronik dan komponen yang digunakan berupa minimum sistem, rangkaian power supply, motor servo, dan rangkaian sensor cahaya OPT 101 untuk mengukur intensitas cahaya dari lampu natrium sebagai sumber cahayanya yang melewati lensa polarisator, tabung kaca, dan analisator dengan mikrokontroler sebagai sistem pengendalinya. Pada rangkaian minimum sistem, digunakan mikrokontroler untuk mengontrol kerja alat yang telah di program dan juga mengolah data ADC serta menampilkan data pada LCD.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Polarisasi Cahaya
Polarisasi Cahaya
Polarisasi merupakan peristiwa perubahan arah bidang getar dari gelombang elektromagnetik atau gelombang cahaya dari suatu gelombang yang acak menjadi tearah, yaitu saat vektor listrik dan magnetnya tegak lurus pada arah rambatnya. Terpolarisasi / terkutub artinya memiliki satu arah getar tertentu saja. Polarisasi cahaya adalah terserapnya sebagian arah bidang getar cahaya yang arah bidang getarnya satu arah. Polarisasi ini juga disebut polarisasi linear karena terletak pada statu garis lurus. Gejala polarisasi hanya dapat dialami oleh gelombang transversal saja, sedangkan gelombang longitudinal tidak mengalami gejala polarisasi. Cahaya dinyatakan sebagai gelombang elektromagnetik yang transversal tegak lurus dengan arah rambatnya, tiap-tiap warna cahaya disebut sebagai cahaya monokromatik. Cahaya monokromatik ini dapat dihasilkan oleh suatu alat yang disebut polarimeter dengan menggunakan lampu natrium. Interaksi cahaya terpolarisasi dengan suatu bahan dapat diamati dengan polarimeter.
3
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.1 Gelombang Cahaya Terpolarisasi.[3]
2.2
Polarisasi Karena Penyerapan Selektif Penjelasan mengenai polarisasi karena penyerapan selektif menggunakan
suatu cara yang umum untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi adalah menggunakan polaroid yang akan meneruskan gelombang – gelombang yang arah getarnya sejajar dengan sumbu transmisi dan menyerap semua gelombang pada arah getar lainnya. Pada gambar di bawah ini (gambar 2.2) tampak dua buah polaroid, polaroid pertama disebut polarisator dan polaroid kedua disebut analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi dari cahaya tak terpolarisasi (cahaya alami). Analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya yang terpolarisasi. [4]
Gambar 2.2 Cahaya Terpolarisari Karena Penyerapan Selektif.[1]
Prinsip kerja sistem adalah sebagai berikut, seberkas cahaya alami menuju polarisator. Di sini cahaya dipolarisasi secara vertikal, yaitu hanya komponen vektor medan listrik E yang sejajar dengan sumbu transmisi saja yang diteruskan sedangkan lainnya diserap. Cahaya terpolarisasi yang masih mempunyai kuat
4
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
medan listrik belum berubah menuju analisator, sudut antara sumbu transmisi analisator dan polarisator adalah ( ϕ ).
2.3
Larutan Optik Aktif Zat yang dapat memutar bidang polarisasi yang disebut zat optik aktif atau
zat Polaroid, diantaranya adalah sodium sulfat, terpentil¸larutan gula, dan natrium klorat. Dalam percobaan ini menggunakan larutan gula sebagai polaroidnya. Larutan gula merupakan zat optik aktif yang dapat memutar bidang polarisasi sehingga terjadi pergeseran sudut putar larutan ( Δϕ ) pada bidang polarisasi. Semakin besar nilai konsentrasi larutan gula (C) maka semakin besar juga nilai sudut putar larutan ( ϕ ) pada bidang polarisasi. Larutan gula tersebut mempunyai komposisi gula dan air. Bahan untuk membuat larutan gula menggunakan gula pasir dan air aquades. Proses pembuatannya dengan cara mengukur massa gula dengan menggunakan timbangan digital dan mengukur volume air menggunakan gelas ukur, kemudian gula tersebut di larutkan dengan air (gambar 2.10). Nilai konsentrasi larutan gula dapat ditentukan dengan persamaan dibawah ini. [4] C=
(2.4)
Keterangan : C = Konsentrasi larutan gula (gr/ml) m = Massa gula (gr) Vair = Volume air (ml)
Pada percobaan ini menggunakan beberapa larutan gula yang mempunyai nilai konsentrasi larutan gula yang bervariasi. Untuk mendapatkan variasi nilai konsentrasi larutan gula yaitu dengan mengubah atau memvariasikan massa gula (m) tersebut dan masing masing gula yang mempunyai massa gula yang berbeda-
5
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
beda dilarutkan dengan air yang volume airnya (Vair) konstan. Dengan demikian variasi nilai konsentrasi larutan gula digunakan pada percobaan untuk mendapatkan data sudut putar larutan yang bervariasi sehingga didapatkan data pergeseran sudut putar larutan yang bervariasi juga.
2.4
Perancangan Sistem Mekanik Pada proses percobaan yang akan dilakukan dengan menggunakan
alat ukur ini yaitu, ketika sistem akan dijalankan untuk melakukan percobaan, mula-mula masukkan larutan gula sebagai zat polaroidnya ke dalam tabung larutan gula, dengan nilai konsentrasi larutan gula yang bervariasi. Komposisi larutan gula terdiri dari gula yang dilarutkan dengan air. Pada saat tombol start di tekan, maka sistem akan berjalan, cahaya dari lampu natrium akan memancarkan cahaya lalu cahaya tersebut akan melewati polarisator, kemudian cahaya akan terpolarisasi. Blok diagram (gambar 3.1) ini merupakan simulasi dari cara kerja alat ukur konsentrasi gula terlarut dengan polarimeter, dimana sistem ini menggunakan motor servo sebagai penggerak ketika sensor cahaya OPT 101 mendeteksi intensitas cahaya untuk membentuk sudut putaran. Pada polarimeter terdapat polarisator dan analisator. Polarisator adalah polaroid atau filter polarisasi yang dapat mempolarisasi cahaya, sedangkan analisator adalah polaroid atau filter polarisasi yang dapat menganalisa cahaya yang terpolarisasi yang telah melewati larutan gula sebagai zat polaroidnya. Pada sistem kerja alat ini menggunakan lampu natrium sebagai sumber cahaya, serta mikrokontroler sebagai pengontrol sistem kerja alat tersebut.
6
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.3 Blok Diagram Sistem Alat Ukur Konsentrasi Gula. Cahaya terpolarisasi tersebut akan melewati tabung yang berisi larutan gula, Larutan gula tersebut sebagai zat optik atau zat polaroid yang dapat memutar bidang polarisasi, dan larutan gula juga sebagai objek pengukuran. Kemudian cahaya akan melewati analisator, dan cahaya tersebut akan dideteksi oleh sensor cahaya OPT 101. Analisator tersebut berputar membentuk sudut putar larutan ( ϕ1 ) yang dibentuk oleh larutan gula pada bidang polarisasi, kemudian proses berputarnya analisator yaitu menggunakan motor servo yang dihubungkan dengan belt dan memutarnya secara otomatis diproses oleh mikrokontroler yang telah diprogram. Cara kerja motor servo memutar analisator secara otomatis yaitu ketika sensor cahaya OPT 101 mendeteksi intensitas cahaya maka menghasilkan output tegangan yang mempunyai nilai besaran tertentu, kemudian mikrokontroler yang telah di program akan membaca nilai output dari sensor cahaya OPT 101 kemudian akan di konversi menjadi nilai ADC. Nilai ADC tersebut sebagai input pulsa untuk motor servo, kemudian motor servo akan berputar dan analisator yang dihubungkan dengan motor servo menggunakan belt akan ikut berputar juga. Ketika analisator berhenti berputar maka motor servo tersebut akan membaca nilai sudut putar larutan ( ϕ1 ) yang dibentuk oleh perputaran analisator, lalu nilai tersebut akan ditampikan oleh LCD dan busur derajat yang dilengkapi dengan jarum penunjuk nilai derajat. Nilai sudut putar larutan ( ϕ1 ) didapatkan ketika sensor cahaya OPT 101 mendeteksi intensitas cahaya paling terang kemudian
7
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
dibaca oleh mikrokontroler sebagai nilai ADC paling tinggi, dan ketika sensor cahaya OPT 101 mendeteksi intensitas cahaya paling terang maka mikrokontroler yang telah diprogram akan memberi instruksi kepada analisator untuk berhenti berputar secara otomatis.
Gambar 2.4 Disain Ukuran Perancangan Sistem Mekanik Alat.
3.
METODE PENELITIAN Polarimeter merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur
besarnya putaran optik pada bidang polarisasi yang dihasilkan oleh suatu zat yang bersifat optik aktif yang terdapat dalam larutan dan dinamakan larutan optik aktif. Polarimeter ini merupakan alat yang didesain khusus untuk mempolarisasi cahaya oleh suatu larutan optik aktif. Larutan optik aktif adalah larutan yang dapat memutar bidang polarisasi sehingga terjadi pergeseran sudut putar larutan pada bidang polarisasi, larutan optik aktif pada percobaan polarimeter ini menggunakan larutan gula seperti yang dijelaskan pada teori larutan optik aktif. Dalam alat ukur
8
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
polarimeter ini cahaya monokromatik yang dihasilkan dengan menggunakan lampu natrium dimana warna lampu berwarna kuning dan alat ukur polarimeter ini menggunakan sensor cahaya OPT 101 untuk mendeteksi intensitas cahaya. Pada proses percobaan polarimeter, mula-mula sudut yang dibentuk saat itu adalah ϕ 0 , diantara analisator dan polarisator diletakkan tabung larutan yang berisi larutan gula, sehingga sebelum cahaya akan melewati analisator, cahaya yang terpolarisasi oleh polarisator tersebut akan melewati tabung berisi larutan gula terlebih dahulu. Larutan gula tersebut sebagai larutan optik aktif yang akan memutar bidang polarisasai. Kemudian analisator berputar membentuk sudut putar larutan ( ϕ1 ) yang dibentuk oleh larutan gula pada bidang polarisasi. Jadi, pergeseran sudut putar larutan ( Δϕ ) pada bidang polarisasi, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini. [4] (2.5)
Δϕ = ϕ1 − ϕ 0 Keterangan :
Δϕ = Pergeseran sudut putar larutan (˚)
ϕ 0 = Sudut putar larutan mula – mula (˚) ϕ1 = Sudut putar larutan (˚) Pada gambar dibawah ini (gambar 2.12) dijelaskan cara kerja alat ukur polarimeter. Nilai pergeseran sudut putar larutan gula bergantung pada panjang larutan dalam tabung (L), konsentrasi larutan gula (C) dan sudut putar jenis larutan gula [α ]tD pada bidang polarisasi. Persamaan matematis pergeseran sudut putar larutan gula ( Δϕ ) dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan dibawah ini. [4]
Δϕ = LC [α ]tD
(2.6)
Keterangan :
Δϕ = Pergeseran sudut putar larutan (˚)
9
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
L = Panjang larutan dalam tabung (cm) C = Konsentrasi larutan gula (gr/ml)
[α ] tD = Sudut putar jenis larutan gula (˚cm²/gr)
Gambar 2.12 Cara Kerja Alat Ukur Polarimeter. [9] Secara teori, nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) adalah 66,5 ˚cm²/gr dan nilai sudut putar jenis larutan gula menurut teori akan dibandingkan dengan nilai sudut putar jenis larutan gula yang didapatkan dari percobaan dengan menggunakan alat ukur polarimeter. Dengan melakukan analisa pada variasi nilai pergeseran sudut putar larutan ( Δϕ ) yang diperoleh, maka nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) pada percobaan polarimeter ini dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini ini. [4]
[α ] tD
(2.7)
Setelah didapatkan data sudut putar jenis larutan gula ( [α ] tD ), maka proses selanjutnya yaitu menentukan nilai konsentrasi gula terlarut. Nilai konsentrasi gula terlarut tersebut mula-mula belum diketahui, maka untuk menentukan nilai konsentrasi gula terlarut pada alat ukur polarimeter ini yaitu dengan menggunakan persamaan dibawah ini. [4] C
10
(2.8
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengambilan Data ADC Pengambilan data tegangan pada fotodioda atau sensor cahaya OPT 101
pada sistem, ketika mendeteksi cahaya dengan menggunakan port ADC pada chip ATmega 8535. ADC (Analog to Digital Conventer) adalah pengubah input analog menjadi data digital. ADC pada chip Atmega 8535 memiliki resolusi 10 bit, yang merupakan nilai ketelitian untuk hasil pengkonversian data ADC Resolusi ADC menentukan ketelitian nilai hasil konversi ADC. Dengan resolusi sebesar ini maka output yang dihasilkan merupakan 10 bit data digital. Sinyal input dinyatakan dalam 1023 (2ⁿ -1) nilai diskrit dengan n merupakan jumlah bit data digital ADC. Sehingga pembacaan untuk nilai ADC berkisar dari angka decimal 0-1023. Resolusi sinyal analog pada chip ini adalah sebesar 5mV. Semakin besar resolusi ADC maka semakin baik tingkat ketelitiannya.
4.1.4 Kontras Rendah (Low Contrast) Gambar 4.8(b) menunjukan pada bagian Supra-Slice untuk target kontras 1% diameter terendah dapat dilihat sampai 3 mm, target contrast 0.5% diameter terendah dilihat sampai 5 mm, dan target contrast 0.3% hanya dapat dilihat pada diameter 15.0 mm. Pada sub-slice target kontras 1%
untuk panjang 7 mm
diameter terendah dapat dilihat sampai 5 mm, panjang 5 mm diameter terendah dapat dilihat sampai 5 mm, dan panjang 3 mm dapat dilihat 5 mm. Perhitungan kontras dan diameter diperoleh dengan persamaan 3.2 dapat dilihat pada Tabel 4.3. Untuk Gambar 4.6(a) tidak dapat dianalisa karena keterbatasan kualitas hasil citra.
⎛ Vin Data ADC = ⎜⎜ ⎝ Vref
⎞ ⎟⎟ × 1023 ⎠
(4.1)
Keterangan : Data ADC = Nilai register output ADC.
11
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Vin
= Tegangan input.
Vref
= Tegangan referensi (VCC = 5 Volt DC). Tabel 4.1 Data ADC. Tegangan (V)
ADC
0.5
109
1.0
214
1.5
309
2.0
411
2.5
521
3.0
622
3.5
727
4.0
823
4.5
930
Grafik 4.1 Data ADC.
12
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
4.2 Menentukan Nilai Sudut Putar Jenis Larutan Gula 4.2.1 Pengambilan Data Percobaan Ke-1 Tabel 4.2. Data Sudut Putar Percobaan Ke-1 No.
M (gr)
V (ml)
C (gr/ml)
φ ˚
φ ˚
Δφ˚
1
3
100
0.03
0
3
3
2
6
100
0.06
0
4
4
3
9
100
0.09
0
7
7
4
12
100
0.12
0
8
8
5
15
100
0.15
0
16
16
6
18
100
0.18
0
28
28
Dengan didapatkan data variasi nilai pergeseran sudut putar larutan pada percobaa ke-1 ini (tabel 4.2), maka data tersebut kemudian akan di analisa untuk mencari nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) pada percobaan ke-1. Tabel 4.3. Perhitungan Data Sudut Putar Percobaan Ke-1 C (gr/ml)
Δφ˚
X
Y
1
0.03
2
No.
X²
XY
3
0.0009
0.09
0.06
4
0.0036
0.24
3
0.09
7
0.0081
0.63
4
0.12
8
0.0144
0.96
5
0.15
16
0.0225
2.40
6
0.18
28
0.0324
5.04
Σ
0.63
66
0.0819
9.36
13
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Data pada tabel 4.3 tersebut dapat digambarkan pada grafik data percobaan ke-1 dibawah ini (grafik 4.2). Pada pengolahan data percobaan ke-1 seperti pada tabel 4.3 maka akan didapatkan nilai (Σx)² = 0,3969. Kemudian data tersebut dapat di gambarkan pada grafik data percobaan ke-1 (gambar 4.2). Analisa data percobaan ke-1 ini yaitu ketika nilai konsentrasi larutan gula ditambahkan dari konsentrasi larutan gula sebelumnya, maka sudut putar yang dihasilkan akan lebih besar nilainya dari sudut putar sebelumnya.
Grafik 4.2 Data Percobaan ke-1.
Setelah perhitungan pada data percobaan ke-1 dilakukan, maka didapatkan variasi data pergeseran sudut putar larutan gula dan data konsentrasi larutan gula. Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai sudut putar jenis larutan gula dengan melakukan analisa perhitungan pada data tersebut. Dengan menggunakan persamaan 4.3 dan persamaan 4.4 pada perhitungan dengan metode least square, maka didapatkan dari hasil perhitungan tersebut nilai a sebesar 382, 80 dan nilai b sebesar 1542,85. Kemudian dengan menggunakan
persamaan 4.5, maka didapatkan nilai sudut putar jenis larutan gula [α ]tD sebesar 77,1 ˚cm²/gr.
14
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
4.2.2 Pengambilan Data Percobaan Ke-2 Tabel 4.4. Data Sudut Putar Percobaan Ke-2. No.
M (gr)
V (ml)
C (gr/ml)
φ ˚
φ ˚
Δφ˚
1
5
100
0.05
1
3
2
2
10
100
0.10
1
4
3
3
15
100
0.15
1
8
7
4
20
100
0.20
1
11
10
5
25
100
0.25
1
34
33
6
30
100
0.30
1
36
35
7
35
100
0.35
1
43
42
Dengan didapatkan data variasi nilai pergeseran sudut putar larutan pada percobaa ke-2 ini (tabel 4.4), maka data tersebut kemudian akan di analisa untuk mencari nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ] tD ) pada percobaan ke-2. Tabel 4.5. Perhitungan Data Sudut Putar Percobaan Ke-2. C (gr/ml)
Δφ˚
X
Y
1
0.05
2
No.
X²
XY
2
0.0025
0.10
0.10
3
0.0100
0.30
3
0.15
7
0.0225
1.05
4
0.20
10
0.0400
2.00
5
0.25
33
0.0625
8.25
6
0.30
35
0.0900
10.50
7
0.35
42
0.1225
14.70
Σ
1.40
132
0.3500
36.90
15
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Data pada tabel 4.5 tersebut dapat di gambarkan pada grafik data percobaan ke-2 seperti di bawah ini (grafik 4.3). Pada pengolahan data percobaan ke-2 seperti pada tabel 4.5 maka akan didapatkan nilai (Σx)² = 1.96. Analisa data percobaan ke-2 ini sama seperti percobaan sebelumnya (percobaan ke-1) yaitu ketika nilai konsentrasi larutan gula ditambahkan dari konsentrasi larutan gula sebelumnya, maka sudut putar yang dihasilkan akan lebih besar nilainya dari sudut putar sebelumnya. Jadi, semakin besar nilai konsentrasi larutan gula (C) maka semakin besar juga nilai sudut putar larutan ( ϕ ) pada bidang polarisasi.
Grafik 4.3 Data Percobaan ke-2. Setelah perhitungan pada data percobaan ke-2 dilakukan, maka didapatkan variasi data pergeseran sudut putar larutan gula dan data konsentrasi larutan gula. Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai sudut putar jenis larutan gula dengan melakukan analisa perhitungan pada data tersebut. Dengan menggunakan persamaan 4.3 dan persamaan 4.4 pada perhitungan dengan metode least square, maka didapatkan dari hasil perhitungan tersebut nilai a sebesar 282,85 dan nilai b sebesar 1439,78. Kemudian dengan menggunakan
persamaan 4.5, maka didapatkan nilai sudut putar jenis larutan gula [α ]tD sebesar 71,9 ˚cm²/gr.
16
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
4.2.3 Pengambilan Data Percobaan Ke-3 Tabel 4.6. Data Sudut Putar Percobaan Ke-3. No.
M (gr)
V (ml)
C (gr/ml)
φ ˚
φ ˚
Δφ˚
1
3
100
0.03
0
4
4
2
6
100
0.06
0
6
6
3
9
100
0.09
0
8
8
4
12
100
0.12
0
12
12
5
15
100
0.15
0
14
14
6
18
100
0.18
0
21
21
7
21
100
0.21
0
27
27
Dengan didapatkan data variasi nilai pergeseran sudut putar larutan pada percobaa ke-3 ini (tabel 4.6), maka data tersebut kemudian akan di analisa untuk mencari nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) pada percobaan ke-3. Tabel 4.7. Perhitungan Data Sudut Putar Percobaan Ke-3. C (gr/ml)
Δφ˚
X
Y
1
0.03
2
No.
X²
XY
4
0.0009
0.12
0.06
6
0.0036
0.36
3
0.09
8
0.0081
0.72
4
0.12
12
0.0144
1.44
5
0.15
14
0.0225
2.10
6
0.18
21
0.0324
3.78
7
0.21
27
0.0441
5.67
Σ
0.84
92
0.1260
14.19
17
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Data pada tabel 4.7 tersebut dapat di gambarkan pada dari grafik data percobaan ke-3 seperti dibawah ini (grafik 4.4). Pada pengolahan data percobaan ke-3 seperti pada tabel 4.7 maka akan didapatkan nilai (Σx)² = 0.7056. Analisa data percobaan ke-3 ini sama seperti percobaan sebelumnya (percobaan ke-1 dan percobaan ke-2) yaitu ketika nilai konsentrasi larutan gula ditambahkan dari konsentrasi larutan gula sebelumnya, maka sudut putar yang dihasilkan akan lebih besar nilainya dari sudut putar sebelumnya. Jadi, semakin besar nilai konsentrasi larutan gula (C) maka semakin besar juga nilai sudut putar larutan ( ϕ ) pada bidang polarisasi.
Grafik 4.4 Data Percobaan ke-3. Setelah perhitungan pada data percobaan ke-3 dilakukan, maka didapatkan variasi data pergeseran sudut putar larutan gula dan data konsentrasi larutan gula. Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai sudut putar jenis larutan gula dengan melakukan analisa perhitungan pada data tersebut. Dengan menggunakan persamaan 4.3 dan persamaan 4.4 pada perhitungan dengan metode least square, maka didapatkan dari hasil perhitungan tersebut nilai a sebesar 106,39 dan nilai b sebesar 1255,83. Kemudian dengan menggunakan
persamaan 4.5, maka didapatkan nilai sudut putar jenis larutan gula [α ]tD sebesar 62,79 ˚cm²/gr.
18
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
4.2.4 Pengambilan Data Percobaan Ke-4 Tabel 4.8. Data Sudut Putar Percobaan Ke-4. No.
M (gr)
V (ml)
C (gr/ml)
φ ˚
φ ˚
Δφ˚
1
5
100
0.05
2
3
1
2
10
100
0.10
2
4
2
3
15
100
0.15
2
6
4
4
20
100
0.20
2
9
7
5
25
100
0.25
2
14
12
6
30
100
0.30
2
16
14
7
35
100
0.35
2
19
17
Dengan didapatkan data variasi nilai pergeseran sudut putar larutan pada percobaa ke-4 ini (tabel 4.8), maka data tersebut kemudian akan di analisa untuk mencari nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) pada percobaan ke-4. Tabel 4.9. Perhitungan Data Sudut Putar Percobaan Ke-4. C (gr/ml)
Δφ˚
X
Y
1
0.05
2
No.
X²
XY
1
0.0025
0.10
0.10
2
0.010
0.20
3
0.15
4
0.0225
0.60
4
0.20
7
0.040
1.40
5
0.25
12
0.0625
3.00
6
0.30
14
0.090
4.20
7
0.35
17
0.1225
5.95
Σ
1.40
57
0.3500
15.45
19
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Data pada tabel 4.9 tersebut dapat di gambarkan pada dari grafik data percobaan ke-4 seperti di bawah ini (grafik 4.5). Pada pengolahan data percobaan ke-3 seperti pada tabel 4.7 maka akan didapatkan nilai (Σx)² = 1.96. Analisa data percobaan ke-3 ini sama seperti percobaan sebelumnya (percobaan ke-1, percobaan ke-2, dan percobaan ke-3) yaitu ketika nilai konsentrasi larutan gula ditambahkan dari konsentrasi larutan gula sebelumnya, maka sudut putar yang dihasilkan akan lebih besar nilainya dari sudut putar sebelumnya. Jadi, semakin besar nilai konsentrasi larutan gula (C) maka semakin besar juga nilai sudut putar larutan ( ϕ ) pada bidang polarisasi.
Grafik 4.5 Data Percobaan ke-4. Setelah perhitungan pada data percobaan ke-4 dilakukan, maka didapatkan variasi data pergeseran sudut putar larutan gula dan data konsentrasi larutan gula. Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai sudut putar jenis larutan gula dengan melakukan analisa perhitungan pada data tersebut. Dengan menggunakan persamaan 4.3 dan persamaan 4.4 pada perhitungan dengan metode least square, maka didapatkan dari hasil perhitungan tersebut nilai a sebesar 112.14 dan nilai b sebesar 1182,47. Kemudian dengan menggunakan
persamaan 4.5, maka didapatkan nilai sudut putar jenis larutan gula [α ] tD sebesar 59.13 ˚cm²/gr.
20
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
4.5 Menentukan Nilai Konsentrasi Gula Terlarut 4.5.1 Pengambilan Data Percobaan ke-1 Proses pengambilan data percobaan ke-1 yaitu mengukur nilai konsentrasi gula terlarut kemudian membandingkan data konsentrasi hasil percobaan dengan data konsentrasi riil. Nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ] tD ) dari hasil percobaan sebelumnya yang digunakan untuk percobaan ke-1 ini yaitu sebesar 62,79 ˚cm²/gr. dan menggunakan persamaan 2.8 untuk menentukan perhitungan nilai konsentrasi gula terlarut. Data perbandingan nilai konsentrasi gula terlarut (konsentrasi riil) dengan nilai konsentrasi gula terlarut dari hasil percobaan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.9. Data Perbandingan Nilai Konsentrasi Gula Terlarut.
Konsentrasi Gula Riil
Konsentrasi Gula Hasil Percobaan
No
M (gr)
V (ml)
C (gr/ml)
φₒ˚
φ₁˚
Δφ˚
C (gr/ml)
1
4
100
0,04
0
3
3
2
2
6
100
0,06
0
7
7
5
3
8
100
0,08
0
4
4
3
4
10
100
0,10
0
9
9
7
5
12
100
0,12
0
8
8
6
6
15
100
0,15
0
9
9
7
7
18
100
0,18
0
7
7
5
8
20
100
0,20
0
8
8
6
Dari tabel data hasil percobaan diatas (tabel 4.9), didapatkan data konsentrasi gula terlarut hasil percobaan, data tersebut kemudian di bandingkan dengan konsentrasi gula riil. Dari hasil percobaan berikut, dapat dilakukan percobaan berikutnya untuk mengukur konsentrasi gula terlarut, dan dari hasilnya dapat di tentukan nilai kesalahan literatur dari hasil pengukuran dan nilai standar 21
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
deviasi. Nilai tersebut untuk mengetahui ketelitian pada percobaan dengan menggunakan alat ukur polarimeter.
4.5.2 Pengambilan Data Percobaan ke-2 Setelah melakukan percobaan ke-1 untuk mengukur nilai konsentrasi gula terlarut, maka selanjutnya dilakukan pengukuran ke-2 untuk menentukan nilai perhitungan kesalahan literatur dan standar deviasi dengan menggunakan nilai sudut putar jenis larutan gula. Nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD )yang digunakan pada percobaan ke-2 sama dengan percobaan ke-1 yaitu 62,79 ˚cm²/gr. Proses pengambilan data percobaan ke-2 ini yaitu dengan prosedur yang sama, mula-mula dengan menggunakan sampel larutan gula (konsentrasi riil) seakanakan sampel larutan gula tersebut belum diketahui nilai konsentrasinya. Kemudian mengukur nilai pergeseran sudut putar larutan gula, setelah diketahui nilai pergeseran sudut putar larutan gula, kemudian mengukur nilai konsentrasi gula terlarut. Percobaan ke-2 ini dilakukan 8 kali pengukuran, untuk menentukan nilai kesalahan literatur dan standar deviasi setelah dibandingkan nilai konsentrasi gula (konsentrasi riil) dengan nilai konsentrasi gula terlarut hasil pengukuran. Dari nilai kesalahan litertur dan nilai standar deviasi dapat diketahui ketelitian pada percobaan dengan alat ukur polarimeter. Data pengukuran nilai pergeseran sudut putar larutan gula dengan menggunakan konsentrasi gula riil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
22
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.10 Data Pengukuran Nilai Pergeseran Sudut Putar Larutan Gula.
Setelah didapatkan data pengukuran nilai pergeseran sudut putar larutan gula, maka dapat di tentukan nilai konsentrasi gula terlarut. Dalam pengukuran untuk menentukan nilai konsentrasi gula terlarut ini dilakukan 8 kali pengukuran dan dari data tersebut dilakukan perhitungan untuk menghitung nilai rata-rata konsentrasi gula terlarut. Nilai rata-rata konsentrasi gula terlarut ini digunakan untuk perhitungan dalam menentukan kesalahan literatur dan standar deviasi. Data pengukuran konsentrasi gula terlarut dapa dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.11 Data Pengukuran Konsentrasi Gula Terlarut. Data Pengukuran Konsentrasi Gula Terlarut Konsentrasi Gula Riil C (gr/ml)
Nilai Rata-rata
No.
M (gr)
V (ml)
C (gr/ml)
1
2
3
4
5
6
7
8
C (gr/ml)
1
4
100
0,04
0
4,8
6,1
8,2
7,2
2,4
0
8,2
5,0
2
6
100
0,06
2,4
0
3,2
9,6
0
6,4
2,4
1,6
5,0
3
8
100
0,08
4,0
1,6
5,7
0
9,6
8.0
3,2
4.0
5,0
4
10
100
0,10
8,2
2,4
5,7
4,8
6,4
0
8,0
4,1
4,0
5
12
100
0,12
6,4
7,6
0
7,6
3,2
2,9
0,1
4,8
5,0
6
15
100
0,15
8,2
5,7
2,9
3,2
1,6
8.0
6,4
1,6
5,0
7
18
100
0,18
5,7
0
4,0
1,6
3,2
4.0
8,2
5,7
4,0
8
20
100
0,20
0
8,2
6,4
8,0
3,2
5,7
8,2
8,2
6,0
23
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
Kemudian setelah didapatkan nilai konsentrasi gula terlarut, dilakukan perhitungan untuk menentukan kesalahan luteratur dan standar deviasi. Data hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada berikut. Tabel 4.12 Data Perhitungan kesalahan literatur dan standar deviasi. Data Perhitungan Konsentrasi Riil Kesalahan Literatur
Standar Deviasi
0,04
25%
0,37
100
0,06
16%
0,37
8
100
0,08
52%
1,51
4
10
100
0,10
42%
1,89
5
12
100
0,12
50%
2,64
6
15
100
0,15
53%
3,77
7
18
100
0,18
58%
5,29
20 8
100
0,20
62%
6,04
No
M (gr)
V (ml)
C (gr/ml)
1
4
100
2
6
3
Pada data perhitungan kesalahan literatur dan standar deviasi (tabel 4.12), maka dapat ditentuakn ketelitian pada pengukuran dengan alat ukur polarimeter ini. Ketelitian pada pengukuran dengan alat ukur polarimeter ini masih kurang sempurna, karena terdapat nilai yang tinggi pada kesalahan literatur. Nilai yang tinggi pada kesalahan literatur mungkin disebabkan beberapa faktor, yaitu panasnya lampu natrium ketika lampu natrium dinyalakan terlalu lama pada proses pengukruan dan lampu natrium tersebut menyebabkan terganggunya proses sumber pencahayaan pada alat ukur polarimeter dan kurang bersihnya tabung larutan gula ketika penggantian larutan gula pada pengukuran konsentrasi larutan berikutnya.
24
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari Pengamatan yang dilakukan, maka penulis mempunyai beberapa
kesimpulan diantaranya : 1. Nilai konsentrasi larutan gula berbanding lurus dengan nilai sudut putar larutan yang terukur. 2. Dari Grafik hubungan nilai konsentrasi larutan gula dan sudut putar larutan gula, bahwa Semakin besar nilai konsentrasi larutan gula (C) maka semakin besar juga nilai sudut putar larutan ( ϕ ) pada bidang polarisasi. 3. Nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) yang didapatkan pada percobaan ke-1 sebesar 77,1 ˚cm²/gr. 4. Nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) yang didapatkan pada percobaan ke-2 sebesar 71,9 ˚cm²/gr. 5. Nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) yang didapatkan pada percobaan ke-3 sebesar 62,79 ˚cm²/gr. 6. Nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD )yang didapatkan pada percobaan ke-4 sebesar 59.13 ˚cm²/gr. 7. Secara teori nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) sebesar 66,5 ˚cm²/gr. Dan nilai sudut putar yang digunakan untuk menentukan konsentrasi gula terlarut menggunakan nilai pada percobaan ke-3 sebesar 62,79 ˚cm²/gr, karena nilai tersebut mendekati dari nilai sudut putar jenis larutan gula ( [α ]tD ) secara teori.
25
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
5.2
Saran
Dalam melakukan pengujian ini, ternyata alat ukur polarimeter ini masih belum maksimal atau sempurna. Berikut ini merupakan beberapa saran untuk penyempurnaan dalam pembuatan dan penygujian selanjutnya. 1. Memperhatikan kondisi lampu natrium ketika sedang pengukuran agar tidak menggangu sumber pencahayaan. 2. Pada alat ukur polarimeter ini agar ditambahkan komponen yaitu kolimator untuk filter atau penyaring langsung dari lampu natrium.
DAFTAR ACUAN [1] Jenkins, Francis A dan Harvey E White. 1981. Fundamentals of Optics. Singapura : Mc Graw–Hill Book Co. (495-507). [2] Tippler, Paul. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik, jilid 2 (terjemahan). Jakarta : Erlangga. (422-467). [3] Sarojo, Ganijanti Abi. 1981. Seri Fisika Dasar ; Gelombang dan Optika, Edisi ketiga. Jakarta ; Jurusan Fisika FIPIA Universitas Indonesia. (93-187). [4] Khanafiyah, Siti. 2010. Modul Mata Kuliah Optika. Semarang: Jurusan Fisika FMIPA Unnes. (3-7). [5] Sears, Francis wetson. 1949. Optics, Third Edition. Addison-wesley Publishing Company, Inc. (322-347). [6] Halliday, D dan Resnick, R.1984. Fisika Jilid 2, Edisi ketiga. Jakarta: Penerjemah Pantur Silaban Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto. Erlangga (446-478). [7] http://www.parallax.com/sensor/datasheet/standar-servo.pdf, dibuka pada tanggal 11 Oktober 2012 Pukul 11.27 WIB. [8] http://www.ccrs.nrcan.gc.ca/glossary/index_e.php?id=3104, dibuka pada tanggal 11 Oktober 2012 pukul 9.23 WIB.
26
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012
[9] http://mathworld.wolfram.com/LeastSquaresFitting.html dibuka pada tanggal 12 Oktober 2012 pukul 17.27 WIB. [10] http://www.physicsclassroom.com/index/class/light/u12l1e.cfm, dibuka pada tanggal 12 Oktober 2012 pukul 17.32 WIB. [11] http://www.pasco.com/index/download/OpticsExperiments.pdf, dibuka pada tanggal 12 Oktober 2012 pukul 17.35 WIB. [12] http://alldatasheet.com dibuka pada tanggal 12 Oktober 2012 pukul 17.42 WIB.
27
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Jonathan Prabowo, FMIPA UI, 2012