ANALISIS PENERIMAAN KUPEDES TERHADAP PERFORMANCE BUSINESS DEBITUR DALAM SEKTOR PERDAGANGAN, INDUSTRI, DAN PERTANIAN DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT PARUNG, BOGOR
OLEH : RANDI SUDARMAJI A14104070
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1
RINGKASAN RANDI SUDARMAJI. Analisis Penerimaan Kupedes terhadap Performance Business Debitur dalam Sektor Perdagangan, Industri, dan Pertanian di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Parung, Bogor. Di bawah bimbingan D. IWAN RISWANDI. Sektor pertanian, industri, dan perdagangan merupakan tiga sektor usaha yang mempunyai peranan besar bagi perekonomian negara. Ketiga sektor tersebut merupakan basis pertumbuhan ekonomi nasional dan sangat strategis bagi perekonomian bangsa. Hal ini dikarenakan sektor-sektor tersebut memberikan sumbangan terbesar terhadap peningkatan PDB nasional (Badan Pusat Statistik, 2007). Posisi kredit diketiga sektor tersebut (perdagangan, industri, dan pertanian) mengalami kenaikan dari tahun 2002 hingga 2006, namun pangsa kredit di ketiga sektor tersebut berfluktuatif setiap tahunnya. Penyaluran kredit untuk sektor pertanian pada tahun 2006 sebesar Rp 45,2 dan PDB 2007 sebesar Rp 271,6 (dalam triliun). Sektor perindustrian sebesar Rp 184,0 dan PDB sebesar Rp 538,1 (dalam triliun), dan sektor perdagangan sebesar Rp 163,4 dan PDB sebesar Rp 338,9 (dalam triliun). Salah satu lembaga keuangan yang memiliki perhatian terhadap sektor perdagangan, industri, dan pertanian adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). BRI memberikan kredit ke sektor usaha mikro dengan mobilitas yang tinggi hingga ke pedesaan. Program unggulan BRI dalam rangka membantu penyediaan modal usaha mikro adalah Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Kupedes disalurkan melalui BRI unit yang tersebar di desa maupun kota di seluruh Indonesia agar mudah dijangkau oleh masyarakat dan sektor usaha mikro. BRI unit Parung menyalurkan Kupedes ke sektor pertanian jauh lebih besar dibanding BRI Unit lain (2004), yaitu sebesar Rp 691.000.000 dan berada di urutan pertama dibanding BRI Unit lain di Kabupaten Bogor. Sektor perdagangan menerima Kupedes lebih besar yaitu Rp 3.009.000.000, berada di urutan ke empat, sedangkan sektor industri menerima Kupedes sebesar Rp 230.000.000 dan berada di urutan ke empat. Berdasarkan data tersebut, BRI Unit Parung menyalurkan Kupedes cukup merata di ketiga sektor tersebut dengan total Kupedes yang disalurkan sebesar Rp 5.131.000.000 dan berada di urutan ke 11. Namun pada tahun 2008, terjadi penurunan penyaluran kredit dalam sektor pertanian dan industri di BRI Unit Parung, apakah penurunan ini disebabkan karena kinerja kedua sektor tersebut menurun padahal kedua sektor tersebut merupakan sektor yang produktif. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis kinerja sektor perdagangan, industri, dan pertanian setelah menerima Kupedes, membandingkan rasio aktivitas dan profitabilitas debitur di ketiga sektor tersebut, dan menganalisis sektor mana yang mempunyai kinerja lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan penyaluran Kupedes di BRI Unit Parung; (2) Mendeskripsikan karakteristik dan profil usaha responden; (3) Menganalisis pengaruh penyaluran Kupedes terhadap performance business debitur dalam sektor pertanian, perdagangan, dan industri; (4) Menganalisis perbandingan rasio aktivitas dan profitabilitas pada debitur Kupedes dalam sektor perdagangan, industri, dan pertanian di BRI Unit Parung Penelitian dilaksanakan di BRI Unit Parung dari bulan April hingga Juni 2008. jumlah responden dlam penelitian ini sebanyak 30 orang setiap sektor, sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 90 orang. Alat analisis yang digunakan berupa metode deskriptif dan analisis rasio keuangan (rasio aktivitas dan profitabilitas). Performance business yang akan diukur adalah nilai laba, asset, persediaan, penjualan, biaya operasi, dan biaya rumah tangga. Rasio aktivitas yang 2
diukur berupa perputaran persediaan, perputaran piutang, dan perputaran total aktiva. Rasio profitabilitas yang diukur berupa nilai NPM, GPM, dan ROI. Karakteristik responden yang ingin diukur dalam penelitian ini dari setiap sektor, antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan tanggungan keluarga. Profil usaha responden dalam penelitian ini diukur berdasarkan pengalaman usaha, komoditas yang dijalankan, awal tahun pinjaman dan pinjaman yang diterima. Besarnya Kupedes yang diterima akan meningkatkan performance business. Dilihat dari nilai performance business-nya, sektor industri dan pertanian mempunyai keterkaitan dengan Kupedes lebih besar dibanding sektor perdagangan, apabila dilihat dari kinerja respondennya. Berdasarkan nilai responden kedua sektor tersebut, secara berurutan didapatkan jumlah responden dengan kinerja baik menurut nilai labanya sebanyak 90 persen dan 93,33 persen, asset sebanyak 100 persen dan 93,33 persen, persediaan sebanyak 53,33 persen dan 50 persen, penjualan sebanyak 100 persen dan 96,67 persen, dan biaya operasi sebanyak 93,33 persen dan 96,67 persen. Sedangkan untuk biaya rumah tangga, di ketiga sektor tersebut mempunyai nilai keterkaitan yang sama dengan rata-rata biaya rumah tangga di sektor perdagangan sebesar Rp 1.687.167, sektor industri sebesar Rp 1.870.000, dan sektor pertanian sebesar Rp 1.750.833. Berdasarkan nilai rasio aktivitasnya, sektor perdagangan mempunyai nilai rata-rata perputaran persediaan, perputaran piutang, dan perputaran total aktiva lebih besar dibanding dengan sektor industri dan pertanian, yaitu sebesar 4,26; 28,89; dan 1,46. Sektor industri mempunyai rata-rata nilai sebesar 3,80; 21,13; dan 1,23; sedangkan sektor pertanian mempunyai nilai sebesar 2,95; 18,94; dan 1,03. Jumlah responden yang mempunyai nilai rasio aktivitas (perputaran piutang dan perputaran total aktiva) terbesar adalah sektor pertanian sebanyak 60 persen dan 43,33 persen, sedangkan sektor yang mempunyai nilai perputaran persediaan terbesar adalah sektor perdagangan sebanyak 36,67 persen. Berdasarkan nilai rasio profitabilitasnya, sektor pertanian mempunyai rata-rata nilai NPM dan GPM lebih besar yaitu sebesar 9,02 persen dan 14, 97 persen, sedangkan sektor perdagangan mempunyai rata-rata nilai ROI yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,26 persen. Sektor perdagangan mempunyai jumlah reponden dengan nilai NPM dan GPM di atas rata-rata yaitu sebanyak 43,33 persen dan 30 persen, sedangkan sektor pertanian memiliki kinerja nasabah yang baik berdasarkan nilai ROI-nya yaitu sebanyak 36,67 persen. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan pihak BRI dapat mempertimbangkan kembali rendahnya penyaluran Kupedes dalam sektor industri dan pertanian. Kedua sektor tersebut merupakan sektor yang memperlihatkan kinerja yang baik, sehingga diperlukan penambahan proporsi Kupedes ke sektor tersebut. Selain itu, memberikan penyuluhan tentang pengelolaan keuangan yang baik kepada setiap nasabah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan nasabah.
3
ANALISIS PENERIMAAN KUPEDES TERHADAP PERFORMANCE BUSINESS DEBITUR DALAM SEKTOR PERDAGANGAN, INDUSTRI, DAN PERTANIAN DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT PARUNG, BOGOR
OLEH : RANDI SUDARMAJI A14104070
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 4
Judul Skripsi
: Analisis Penerimaan Kupedes Terhadap Performance Debitur dalam Sektor Perdagangan, Industri, dan Pertanian di Bank Rakyat Indonesia Unit Parung, Bogor
Nama
: Randi Sudarmaji
NRP
: A 14104070
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. D. Iwan Riswandi, M.Si NIP 131 901 736
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019 Tanggal Kelulusan :
5
Business
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENERIMAAN KUPEDES TERHADAP PERFORMANCE BUSINESS DEBITUR DALAM SEKTOR PERTANIAN, PERDAGANGAN, DAN INDUSTRI DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT PARUNG, BOGOR” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN PADA SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
RANDI SUDARMAJI A 14104070
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 1986. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Alm. M. Naseh dan Siti Kulsum. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Larasati Jakarta pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan ke SD YWKA I Jakarta. Pada tahun 1998, melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Jakarta, kemudian ke Sekolah Menengah Umum Negeri 26 Jakarta pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama
mengikuti
perkuliahan,
penulis
aktif
mengikuti
berbagai
kegiatan
kemahasiswaaan baik di dalam maupun di luar kampus, antara lain menjabat sebagai pengurus BEM A IPB periode 2005/2006 dan periode 2006/2007, serta KOPMA IPB tahun 2005. Penulis juga aktif didalam kepanitian, diantaranya menjadi PJK pada MPKMB mahasiswa angkatan 42 tahun 2005, MPF Faperta 42 tahun 2006, MPD AGB 42 tahun 2006. Selain itu, penulis juga pernah menjadi ketua panitia PEKA (Pekan Kewirausahaan) BEM-A tahun 2006 dan U_CUP tahun 2007 yang merupakan olimpiade Fakultas Pertanian. Penulis juga aktif dalam kegiatan keolahragaan dengan membawa tim futsal Manajemen Agribisnis menjuarai olimpiade Fakultas Pertanian tahun 2006 dan 2007. Penulis juga mengikuti pemecahan rekor MURI “Rampak Gitar” di IPB tahun 2006.
7
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Penerimaan Kupedes terhadap Performance Business Debitur dalam Sektor Perdagangan, Industri, dan Pertanian di Bank Rakyat Indonesia Unit Parung, Bogor ”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan Kupedes terhadap performance business Debitur dalam sektor perdagangan, industri, dan pertanian. Alat analsis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis keuangan berupa rasio aktivitas dan rasio profitabilitas. Penulis berharap skripsi ini dapat membantu pembaca dan sebagai bahan referensi untuk penulisan berikutnya. Penulis juga mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008 Randi Sudarmaji A 14104070
8
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji syukur hanya pada Allah SWT atas segala nikmat yang tercurah sejak pertama kali memandang dunia sampai akhir hayat, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada manusia mulia sepanjang zaman, Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan umatnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis tercinta atas dukungan dan doanya serta kakak dan adikadik penulis yang selalu menginginkan penulis untuk cepat lulus. 2. Dr. D. Iwan Riswandi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini. 3. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji utama dan pembimbing akademik yang telah memberikan kritik dan sarannya. 4. Faroby Falatehan, SP, ME selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan masukan atas penulisan skripsi ini. 5. Pihak BRI Unit Parung, Pak Purba, Pak Ma’ruf, Mbak Indo, Bu tini, Pak Wayan, terima kasih atas kerjasamanya. 6. Seluruh dosen pengajar dan karyawan di program studi manajemen Agribisnis, khususnya Mba Dian dan Mba Dewi yang selalu memberikan pelayanan terbaik kepada mahasiswa phasing out Manajemen Agribisnis. vi
7. Charolina Margaretha yang selalu memberikan semangat dan
perhatiannya
selama ini (terimakasih ya lin udah buat ran smangdh). --;-{@ 8. Krishna, Fadhel, dan Deris atas kebersamaannya selama di IPB dan dikosan..we are the bujang PM 9. Wahid (makasih bukunya), Pak De Doni, Taufik (makasih FM-nya), Cahyo (makasih udah mau jadi temen sekamar), Triyadi terima kasih atas masukan dan dukungannya. 10. Mas Ahmad (makasih laptopnya), Ibu Nyai dan Bapak yang telah menampung penulis selama dua tahun dan wisma bejita yang menjadi inspirasi buat tidur. 11. Ariani Dian Pratiwi (Sastrow) yang telah menjadi pembahas dalam seminar penulis. 12. Teman-teman satu bimbingan (Menik dan Yudhi). Terimakasih atas semangat dan perjuangannya selama menyusun skripsi. 13. Genk KRL (Wd, Fanny, MamieQ, Nung, Intan). Kapan ya pulang bareng lagi?? 14. Pretty, Uci, Iwan, Evan, Dani, Mbak teZ, Mita, Widya terimakasih sudah menghadiri seminar penulis (tanpa kalian penulis ga bakal jadi seminar) dan Agnez (maap ga bisa ngasih pisang coklat) yang hadir pada sidang penulis. 15. Skuad futsal AGB 41 (Fandi, Rudi, Agus, Agung, Aliy, Gerry, Duta, Opik, Saut, Nu2) dan Tim olahraga AGB yang menjadi awal perkenalan penulis dengan anakanak AGB. 16. Teman-teman AGB angkatan 41 Ragil, David, Bertha, Yessica, Harritz, Cumi, tante Rani, Rangga, Wahyu, Banggoy (yogg..yogg), Arisman, Dina, Silmy, Yoga (Ketua AA’Rodjali), Sevia (makasih buat BRI-nya) dan semuanya yang tidak bisa vii
disebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatannya, semoga hubungan pertemanan kita tetap terjalin dengan erat. 17. Erfan (Kordes), Heni, Ita, dan Lola yang telah menjadi keluarga selama KKP di Desa tegallega, Warung Kondang. (kapan kita nostalgila kesana lagi?)
Mudah-mudahan
skripsi
ini
dapat
berguna
bagi
pihak-pihak
yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xii xiv xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................
1 5 11 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbankan ................................................................................... 2.1.1 Pengertian Bank ............................................................... 2.1.2 Pengertian Kredit ............................................................. 2.1.2.1 Siklus Perkreditan................................................ 2.1.2.2 Sifat-sifat Kredit Bank......................................... 2.2 Kredit Umum Pedesaan ............................................................. 2.3 Penelitian Terdahulu .................................................................. 2.3.1 Penelitian Mengenai Kupedes ......................................... 2.3.2 Penelitian Mengenai Penilaian Kinerja............................
13 13 15 18 19 20 23 23 24
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis....................................................................... 3.1.1 Pasar Kredit...................................................................... 3.1.2 Analisis Penyaluran Kredit Terhadap Kinerja Debitur .... 3.1.3 Analisa Rasio Keuangan .................................................. 3.1.3.1 Rasio Aktivitas .................................................... 3.1.3.2 Rasio Profitabilitas ............................................... 3.2 Kerangka Operasional ................................................................
29 29 31 32 33 35 36
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 4.4.1 Analisis Deskriptif ........................................................... 4.4.2 Analisis Rasio Keuangan ................................................. 4.4.2.1 Rasio Aktivitas ..................................................... 4.4.2.2 Rasio Profitabilitas ............................................... 4.5 Tahapan Analisis Penelitian....................................................... 4.6 Hipotesa .....................................................................................
38 38 39 40 40 41 42 43 45 46
ix
4.7 Definisi Operasional ..................................................................
47
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum BRI Unit Parung ........................................ 5.2 Produk Pelayanan BRI Unit Parung ........................................ 5.3 Penyaluran Kupedes BRI Unit Parung ....................................
49 51 52
BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA 6.1 Karakteristik Responden.......................................................... 6.2 Profil Usaha .............................................................................
55 58
BAB VII KETERKAITAN KUPEDES TERHADAP PERFORMANCE BUSINESS 7.1 Keterkaitan Kupedes terhadap Nilai Laba ............................... 64 7.1.1 Sektor Perdagangan ....................................................... 64 7.1.2 Sektor Industri ............................................................... 66 7.1.3 Sektor Pertanian............................................................. 68 7.1.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Laba ............................................................................. 69 7.2 Keterkaitan Kupedes terhadap Nilai Asset .............................. 70 7.2.1 Sektor Perdagangan ....................................................... 70 7.2.2 Sektor Industri ............................................................... 72 7.2.3 Sektor Pertanian............................................................. 74 7.2.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Asset .............................................................................. 75 7.3 Keterkaitan Kupedes terhadap Persediaan .............................. 76 7.3.1 Sektor Perdagangan ....................................................... 76 7.3.2 Sektor Industri ............................................................... 78 7.3.3 Sektor Pertanian............................................................. 80 7.3.4 Perbandingan kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Persediaan ..................................................................... 81 7.4 Keterkaitan Kupedes terhadap Penjualan ................................ 82 7.4.1 Sektor Perdagangan ....................................................... 82 7.4.2 Sektor Industri ............................................................... 84 7.4.3 Sektor Pertanian............................................................. 86 7.4.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Penjualan ....................................................................... 87 7.5 Keterkaitan Kupedes terhadap Biaya Operasi ......................... 88 7.5.1 Sektor Perdagangan ....................................................... 87 7.5.2 Sektor Industri ............................................................... 90 7.5.3 Sektor Pertanian............................................................. 92 7.5.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Biaya Operasi .......................................................................... 93 x
7.6 Keterkaitan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga ............. 94 7.6.1 Sektor Perdagangan ....................................................... 94 7.6.2 Sektor Industri ............................................................... 96 7.6.3 Sektor Pertanian............................................................. 97 7.6.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Biaya Rumah Tangga .............................................................. 98 7.7 Analisis Rasio Aktivitas dan Profitabilitas di setiap sektor ... 99 7.7.1 Sektor Pertdagangan ...................................................... 100 7.7.2 Sektor Industri ............................................................... 105 7.7.3 Sektor Pertanian............................................................. 109 7.7.4 Perbandingan Rasio Aktivitas di Setiap Sektor ............. 114 7.7.5 Perbandingan Rasio Profitabilitas di Setiap Sektor ....... 115 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ............................................................................ 118 8.2 Saran ....................................................................................... 119 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 121 LAMPIRAN .................................................................................................. 123
xi
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Nilai Laba Tahun 2003-2007 Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga konstan 2000 ......................................................................
1
2.
Perkembangan Kredit Nasional ..............................................................
3
3.
Tingkat Bank Berdasarkan Kredit...........................................................
4
4.
Posisi Kupedes di BRI Cabang Bogor Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2001-2004 ....................................................................................
6
5.
Sebaran Kupedes Per Sektor di BRI Unit Kabupaten Bogor, Tahun 2004 .............................................................................................
7
6.
Perkembangan Jumlah Kupedes Per Sektor di BRI Unit Parung, Bulan Januari-Maret 2008.......................................................................
8
7.
Perkembangan Nasabah Kupedes Per Sektor di BRI Unit Parung, Bulan Januari-Maret 2008.......................................................................
9
8.
Tingkat Perubahan Pendapatan Rata-rata Sebelum dan Sesudah Menerima Kupedes Berdasarkan Sektor Tahun 2004-2005 ...................
10
9.
Resume Penelitian Terdahulu .................................................................
26
10. Perkembangan Kupedes Per Sektor di BRI Unit Parung, Bulan Januari-Juni 2008 .........................................................................
53
11. Karakteristik Responden Menurut Umur ................................................
55
12. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ..................................
56
13. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan .......................................
57
14. Karakteristik Responden Menurut Tanggungan Keluarga......................
58
15. Profil Usaha Menurut Pengalaman Usaha ..............................................
59
16. Profil Usaha Menurut Komoditas yang diusahakan ...............................
59
17. Profil Usaha Menurut Awal Tahun Pinjaman .........................................
60
xii
18. Profil Usaha Menurut Pinjaman Kupedes ...............................................
61
19. Perbandingan Kinerja Nilai Laba Setiap Sektor .....................................
69
20. Perbandingan Kinerja Nilai Asset Setiap Sektor ....................................
75
21. Perbandingan Kinerja Nilai Persediaan Setiap Sektor ............................
81
21. Perbandingan Kinerja Nilai Penjualan Setiap Sektor .............................
87
22. Perbandingan Kinerja Nilai Biaya operasi Setiap Sektor .......................
94
23. Perbandingan Kinerja Nilai Biaya Rumah Tangga Setiap Sektor ..........
98
24. Rasio Aktivitas dalam Sektor Perdagangan ............................................ 101 25. Rasio Profitabilitas dalam Sekor Perdagangan ....................................... 103 26. Rasio Aktivitas dalam Sektor Industri .................................................... 105 27. Rasio Profitabilitas dalam Sektor Industri .............................................. 108 28. Rasio Aktivitas dalam Sektor Pertanian ................................................. 110 29. Rasio Profitabilitas dalam Sektor Pertanian ........................................... 112 31. Perbandingan Rasio Aktivitas Berdasarkan Jumlah responden Setiap Sektor ...................................................................................................... 114 32. Perbandingan Rasio Aktivitas Berdasarkan Nilai Rata-rata Rasio Aktivitas Setiap Sektor ........................................................................................... 115 33. Perbandingan Rasio Profitabilitas Berdasarkan Jumlah responden Setiap Sektor ...................................................................................................... 116 34. Perbandingan Rasio Profitabilitas Berdasarkan Nilai Rata-rata Rasio Profitabilitas Setiap Sektor ..................................................................... 116
xiii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Siklus Perkeditan ....................................................................................
18
2.
Permintaan dan Penawaran Kredit ..........................................................
30
3.
Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................................
37
4.
Struktur Organisasi BRI Unit Parung .....................................................
51
5. Perbandingan Kupedes terhadap Laba untuk Masing-masing Responden Kupedes dalam Sektor Perdagangan .............................................................. 65 6.
Perbandingan Kupedes terhadap Laba untuk Masing-masing RespondenPenerima Kupedes dalam Sektor Industri ............................. 66
7.
Perbandingan Kupedes terhadap Laba untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian ............................................ 68
8.
Perbandingan Kupedes terhadap Nilai Asset untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan ....................
71
9.
Perbandingan Kupedes terhadap Nilai Asset untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri ............................
72
10. Perbandingan Kupedes terhadap Nilai Asset untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian .........................
74
11. Perbandingan Kupedes terhadap Persediaan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan ....................
77
12. Perbandingan Kupedes terhadap Persediaan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri ............................
78
13. Perbandingan Kupedes terhadap Persediaan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian .........................
80
14. Perbandingan Kupedes terhadap Penjualan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan ....................
83
15. Perbandingan Kupedes terhadap Penjualan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri ............................
85
xiv
16. Perbandingan Kupedes terhadap Penjualan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian .........................
86
17. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Operasi untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan ....................
89
18. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Operasi untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri ............................
91
19. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Operasi untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian .........................
92
20. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga untuk Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan .......
95
21. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga untuk Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri................
96
22. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga untuk .Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian .............
97
xv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Laporan Kupedes Per sektor dan Segmen Bisnis Bulan Januari ............ 123
2.
Laporan Kupedes Per sektor dan Segmen Bisnis Bulan Februari .......... 124
3.
Laporan Kupedes Per sektor dan Segmen Bisnis Bulan Maret .............. 125
4.
Laporan Kupedes Per sektor dan Segmen Bisnis Bulan April ............... 126
5.
Laporan Kupedes Per sektor dan Segmen Bisnis Bulan Mei ................. 127
6.
Laporan Kupedes Per sektor dan Segmen Bisnis Bulan Juni ................. 128
7.
Laporan Kupedes dari Bulan Desember 2007-Juni 2008 ....................... 129
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besarnya pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa sektor, di antaranya sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Pada Tabel 1 dijelaskan mengenai jumlah PDB yang diberikan setiap sektor kepada negara.
Tabel 1. Nilai PDB Tahun 2003-2007 Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Dalam Triliun Rupiah) Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Sumber : Badan Pusat Statistika, 20071.
2003 240,4 167,6 441,8 10,3 89,6 256,5 85,5
2004 247,2 160,1 469,9 10,9 96,3 271,1 96,9
Tahun 2005 253,7 165,1 491,4 11,6 103,5 293,9 109,5
2006 262,4 168,0 514,1 12,3 112,2 312,5 125,0
2007 271,6 171,4 538,1 13,5 121,9 338,9 142,9
140,4
151,1
161,4
170,1
183,7
145,1
152,9
160,6
170,7
182,0
Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa, sektor pertanian, industri, dan perdagangan merupakan tiga sektor usaha yang mempunyai peranan besar bagi perekonomian negara. Ketiga sektor tersebut merupakan basis pertumbuhan ekonomi nasional dan strategis bagi perekonomian bangsa. Hal ini dikarenakan, sektor-sektor tersebut memberikan sumbangan terbesar terhadap peningkatan
1
www.bps.go.id (diakses tanggal 18 Februari 2008)
1
2
PDB nasional. Sektor pertanian memberikan penambahan PDB terkecil diantara kedua sektor tersebut. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa penyumbang terbesar PDB bagi negara adalah sektor industri, dan
sektor
perdagangan berada diurutan kedua. Keberhasilan ketiga sektor tersebut dalam meningkatkan PDB negara tidak terlepas dari fungsinya sebagai penyedia pangan, penyedia lapangan kerja, penyedia bahan baku industri, dan sumber devisa bagi negara. Keberadaan sumber daya alam Indonesia sangat mendukung dalam pengembangan
ketiga sektor
tersebut. Posisi kredit diketiga sektor tersebut (perdagangan, industri, dan pertanian) mengalami kenaikan dari tahun 2002 hingga 2006. Namun, dapat dilihat juga bahwa pangsa kredit di ketiga sektor tersebut berfluktuatif setiap tahunnya. Posisi tertinggi berada di sektor perindustrian tetapi pangsa kreditnya mengalami penurunan. Walaupun ketiga sektor tersebut sebagai salah satu pendukung perekonomian, namun masih membutuhkan kredit sebagai salah satu alternatif pembiayaan. Penyaluran kredit ke ketiga sektor tersebut mempunyai proporsi yang berbeda, pihak perbankan memberikan proporsi kredit lebih besar ke sektor perdagangan dan industri. Sektor pertanian mendapatkan proporsi yang lebih rendah dibandingkan kedua sektor tersebut, alasan utamanya karena sektor pertanian memiliki resiko lebih besar dan hasil yang didapatkan tidak dapat ditentukan atau diprediksi
sebelumnya, karena ditentukan oleh faktor alam.
Penyaluran kredit pada beberapa sektor ekonomi oleh lembaga keuangan bank
3
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal tersebut dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Kredit Nasional
Posisi (Triliun Rupiah) Sektor Ekonomi 2002 2003 2004 2005 Pertanian 22,7 24,6 33,1 37,2 Pertambangan 3,9 5,1 7,8 8,1 Perindustrian 122,7 123,8 144,9 171,3 Listrik, Gas dan Air 4,4 4,5 6 5,4 Bersih Konstruksi 9,4 12,5 20 27 Perdagangan 66,3 85,1 113,1 135,8 Pengangkutan 12,6 16,4 17,7 19,8 Jasa Dunia 31,8 45 56,4 72,6 Usaha Jasa Sosial 4,6 10,9 8,1 10 Lain-lain 92,9 112,6 152,5 208,4 Total 371,3 440,5 559,6 714,9
Sumber : Bank Indonesia, 20072.
Pangsa (%) 2006 2002 2003 2004 2005 2006 45,2 6,1 5,6 5,9 5,3 5,7 14,1 1,1 1,2 1,4 1,2 1,8 184,0 33,1 28,5 25,9 24,6 23,2 7,2
1,2
1
1,1
0,8
0,9
33,1 163,4 27,1
2,5 17,9 3,4
2,9 19,6 3,8
3,6 20,2 3,2
3,9 19,5 2,8
4,2 20,6 3,4
78,4
8,6
10,3
10,1
10,4
9,9
12,0 227,7 792,2
1,2 25
2,5 25,9
1,4 27,3 100
1,4 30
1,5 28,7
Berdasarkan Tabel 2, penyaluran kredit untuk sektor pertanian pada tahun 2006 sebesar Rp. 45.2 dan PDB 2007 sebesar Rp 271.6 (dalam triliun). Sektor perindustrian sebesar Rp. 184.0 dan PDB sebesar Rp 538.1 (dalam triliun), dan sektor perdagangan sebesar Rp. 163.4 dan PDB sebesar Rp. 338.9 (dalam triliun). Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah penyaluran kredit oleh lembaga perbankan dari tahun 2002 hingga 2006, tidak terkecuali sektor perdagangan, industri, dan pertanian. Proporsi kredit yang dikeluarkan oleh bank-bank di Indonesia berbedabeda, data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 tersebut, dapat diketahui enam besar dari sepuluh bank yang memberikan dan menyalurkan kredit umum. 2
www.bi.go.id (diakses tanggal 19 Februari 2008)
4
Tabel 3 Tingkat Bank Berdasarkan Kredit Desember 2006 Urutan Total Pangsa Posisi Nama Bank Kredit terhadap Kredit (dalam Kredit miliar) Umum (%) 1. PT. Bank 108.492 13,69 Mandiri Tbk 2. PT.`Bank 90.295 11,40 Rakyat Indonesia 3. PT. Bank 66.494 8,39 Negara Indonesia Tbk 4. PT. Bank 61.549 7,77 Central Asia Tbk 5. PT. Bank 41.062 5,18 Danamon Indonesia Tbk 6. PT. Bank Niaga 33.208 4,19 Tbk Sumber : Bank Indonesia, 20073.
November 2007 Total Pangsa Kredit terhadap (dalam Kredit miliar) Umum (%) 114.600
11,93
109.752
11,42
84.409
8,79
76.004
7,91
50.454
5,25
39.641
4,13
Pada Tabel 3 dijelaskan bahwa PT. Bank Mandiri memiliki tingkat kredit paling besar ditahun 2006 dan 2007 dengan pangsa 13,69 persen dan PT. Bank Rakyat Indonesia berada di urutan kedua dengan pangsa 11,40 persen. Pada urutan yang lainnya terdapat Bank Negara Indonesia, Bank Centra Asia, Bank Danamon, dan Bank Niaga. Sedangkan diurutan ketujuh hingga kesepuluh terdapat Bank Permata, Bank Internasional Indonesia, Citibank, dan Panin Bank. Keempat bank tersebut secara bergantian berada diurutan ketujuh hingga ke sepuluh pada tahun 2006 dan 2007. Salah satu lembaga keuangan yang memiliki perhatian terhadap sektor perdagangan, industri, dan pertanian adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). BRI
3
www.bi.go.id (diakses tanggal 19 Februari 2008)
5
memberikan kredit ke sektor usaha mikro hingga ke pedesaan. Program unggulan BRI dalam rangka membantu penyediaan modal usaha mikro adalah Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Kupedes disalurkan melalui BRI unit yang tersebar di desa maupun kota di seluruh Indonesia agar mudah dijangkau oleh masyarakat dan sektor usaha mikro. Kupedes memiliki peranan dalam hal pembiayaan usaha di ketiga sektor tersebut, namun belum tentu Kupedes mempunyai keterkaitan terhadap kinerja sektor-sektor tersebut.
1.2 Perumusan Masalah PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk merupakan salah satu bank pemerintah yang berfokus pada bisnis yang mengarah pada pembayaran usaha mikro. Fokus bisnis tersebut telah menempatkan BRI sebagai bank pemerintah terbesar kedua dari sisi penyaluran kredit. Sektor ekonomi yang dibiayai oleh BRI antara lain sektor perdagangan, hotel dan restoran, industri pengolahan, pertanian, jasa dunia usaha, dan sektor lain termasuk kredit konsumer. Kredit merupakan salah satu kebutuhan setiap sektor untuk mendukung dan menjalankan usahanya. Salah satu jenis kredit tersebut adalah Kredit Umum Pedesaan atau yang biasa dikenal dengan Kupedes. Kupedes merupakan produk pelayanan yang dijalankan oleh
Bank Rakyat Indonesia (BRI), Kupedes ini
mendekatkan kegiatannya hingga ke usaha mikro. Sektor perekonomian yang dibiayai oleh BRI dalam program Kupedes antara lain sektor pertanian (tanaman, peternakan,
dan
perikanan),
perindustrian
(manufaktur
dan
perdagangan, jasa, dan golongan berpenghasilan tetap (golbertap).
kerajinan),
6
Lokasi yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian selain BRI Unit Parung adalah BRI cabang Bogor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2006) didapatkan data tentang proporsi Kupedes di Kabupaten Bogor, data tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Posisi Kupedes di BRI Cabang Bogor Menurut Sektor Ekonomi, Tahun 2001-2004 (dalam juta Rp)
Pertanian Perindustrian Perdagangan Jasa lainnya Golbertap
Nilai Kredit 4.040 3.160 41.827 7.930 37.812
2001 Proporsi (%) 4,26 3,33 44,14 8,37 39,90
Total
94.769
100,0
Sektor
2002 Nilai Proporsi Kredit (%) 5.009 4,49 3.227 2,89 49.116 44,00 8.169 7,32 46.107 41,30
2003 Nilai Proporsi Kredit (%) 5.719 4,80 3.479 2,92 57.070 47,89 9.873 8,29 43.023 36,10
2004 Nilai Proporsi Kredit (%) 4.355 3,19 3.178 2,33 70.048 51,34 8.235 6,04 50.611 37,10
111.628
119.164
136.427
100,00
100,00
100,00
Laju (%/tahun) 4,77 0,43 18,79 13,49 10,96 12,73
Sumber : BRI Cabang Bogor dalam Tarigan, 2006.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa proporsi Kupedes terbesar pada BRI Cabang Bogor disalurkan ke sektor perdagangan, dengan proporsi mencapai 44 hingga 51 persen. Posisi kedua terbesar adalah golongan berpenghasilan tetap (golbertap) dengan proporsi mencapai 36 hingga 41 persen. Sektor industri dan pertanian
menempati urutan kedua terakhir, kedua sektor ini mendapatkan
proporsi terkecil. Kupedes seharusnya disalurkan ke sektor usaha yang produktif, seperti pertanian dan industri dan bukannya ke golbertap yang sifatnya lebih konsumtif. Sektor industri dan pertanian mempunyai peranan yang besar, karena dengan berkembangnya sektor tersebut maka akan meningkatkan lapangan pekerjaan dan juga akan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Selain melihat proporsi Kupedes di BRI cabang Bogor, dapat dilihat juga proporsi penyaluran Kupedes yang diberikan BRI Unit di wilayah Kabupaten
7
Bogor. Data penyaluran Kupedes di BRI Unit Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Kupedes Per Sektor di BRI Unit Kabupaten Bogor, Tahun 2004 (dalam juta Rp) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
BRI Unit Jasinga Cigudeg Leuwliang Cibungbulang Ciampea Ciomas Cijeruk Cisarua Cibinong Citeureup Gunung putri Jonggol Semplak Parung Parung Panjang Harjasari Bojong Gede Kedung Halang Cipayung Purbasari Cileungsi Cariu Warung Jambu Jumlah Persentase
Pertanian 194 25 67 592 211 21 208 26 47 94 479 691 98 85 18 60 233 138 117 494 195 4.093 3,28
Industri 111 5 105 73 139 135 128 74 43 362 10 48 314 230 137 80 73 157 71 128 144 67 278 2.912 2,33
Sumber : BRI dalam Tarigan 2006.
Perdagangan 1.886 2.835 2.674 2.878 2.747 8.124 2.435 1.496 2.719 2.935 3.159 2.943 2.115 3.009 2.062 2.117 1.854 2.431 2.440 3.396 2.607 2.084 3.470 64.416 51,56
Jasa lainnya 902 1.131 2.345 789 1.154 2.687 2.217 1.730 7.860 2.085 4.097 973 5.476 1.201 1.390 5.657 1.146 2.600 817 1.623 1.623 974 2.868 53.345 42,70
Total 3093 3.996 5.191 4.332 4.251 10.967 4.988 3.326 10.669 5.382 7.266 4.226 8.384 5.131 3.687 7.939 3.091 5.248 3.561 5.285 4.500 3.619 6.811 124.943 100,00
Berdasarkan data pada Tabel 5, BRI Unit Parung menyalurkan Kupedes ke sektor pertanian jauh lebih besar dibanding BRI Unit lain setelah sektor perdagangan. Salah satunya penyebab tingginya tingkat kebutuhan di sektor pertanian adalah masih banyak usaha pertanian di daerah tersebut, seperti tani ikan. Pemberian Kupedes di BRI Unit Parung juga merata ke semua sektor usaha. Pada tabel di atas, BRI unit Parung menyalurkan Kupedes ke sektor pertanian jauh lebih besar di banding BRI Unit lain, yaitu sebesar Rp 691.000.000 dan berada diurutan pertama. Sektor perdagangan menerima Kupedes lebih besar
8
yaitu Rp 3.009.000.000, berada di urutan keempat. Sektor industri menerima Kupedes sebesar Rp 230.000.000 dan berada di urutan keempat. Berdasarkan data tersebut, BRI Unit Parung menyalurkan Kupedes cukup merata di ketiga sektor tersebut di banding BRI Unit lain di wilayah Kabupaten Bogor, dengan total Kupedes yang disalurkan sebesar Rp 5.131.000.000 yang berada di urutan ke 11. Berdasarkan data tahun 2008, pada BRI Unit Parung terjadi penurunan jumlah pinjaman dalam sektor pertanian dan industri. Pada Tabel 6 akan dijelaskan perkembangan laju pinjaman di BRI Unit Parung pada tahun 2008. Tabel 6. Perkembangan Jumlah Kupedes Per Sektor di BRI Unit Parung, Bulan Januari-Maret 2008 Sektor Pertanian Industri Perdagangan Jasa Golbertap Total
Pinjaman (Juta Rp) Jan 2008 183,42
Feb 2008 175,03
Mar 2008 161,57
Laju (%) -4,20
1003,78
66,40
177,46
-44,80
5058,43
5981,78
6408,63
7,74
129,37
90,57
138,35
2,51
1805,07
145,32
91,13
-83,95
8630,06
7056,08
6977,15
-7,29
Sumber : BRI Unit Parung, 2008.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa laju perkembangan pinjaman Kupedes di BRI Unit Parung pada bulan Januari hingga Maret 2008, berdasarkan data tersebut maka sektor perdagangan merupakan sektor yang memiliki laju perkembangan Kupedes paling besar, yaitu sebesar 7,74 persen. Sektor jasa berada di urutan kedua dengan laju pinjaman sebesar 2,51 persen, sedangkan sektor pertanian dan industri mengalami penurunan dengan laju masing-masing sebesar 4,20 persen dan 44,80 persen.
9
Selain jumlah pinjaman, dapat diketahui juga perkembangan jumlah nasabah yang menerima Kupedes di BRI Unit Parung. Jumlah nasabah pada sektor pertanian dan industri juga mengalami penurunan. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perkembangan Nasabah Kupedes Per Sektor di BRI Unit Parung, Bulan Januari-Maret 2008 Sektor
Jumlah Nasabah Jan 2008
Feb 2008
Mar 2008
Pertanian
24
22
19
Industri
38
25
18
690
735
791
31
13
22
286
43
26
1069
838
876
Perdagangan Jasa Golbertap Total
Sumber : BRI Unit Parung, 2008.
Laju (%) -7,69 -24,69 4,56 -13,64 -73,24 -6,93
Pada Tabel 7 dapat diketahui laju perkembangan jumlah nasabah, sektor perdagangan memiliki jumlah nasabah yang selalu meningkat, yaitu sebesar 4,56 persen. Perdagangan merupakan sektor yang diminati oleh BRI dan jumlah nasabahnya termasuk yang paling besar dibanding sektor pertanian dan industri. Besarnya nasabah di sektor perdagangan dikarenakan lokasi BRI Unit Parung yang dekat dengan pasar parung. Laju jumlah nasabah sektor industri dan pertanian mengalami penurunan dengan nilai masing-masing 24,69 persen
dan 7,69 persen untuk pertanian.
Berdasarkan hal tersebut, akan dianalisis apakah menurunnya nilai Kupedes dan jumlah nasabah disebabkan kinerja yang dimiliki oleh kedua sektor setelah menerima Kupedes lebih rendah dibanding sektor perdagangan. Selain itu, apakah penerimaan Kupedes mempunyai keterkaitan terhadap kinerja di masing-masing
10
sektor tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Novitasari (2006) di BRI Unit Kreo, Tanggerang, didapatkan perubahan pendapatan yang diterima oleh debitur Kupedes. Perubahan pendapatan tersebut diukur pada waktu yang sama dengan membandingkan pendapatan sebelum dan setelah meminjam Kupedes, kedua data tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Perubahan Pendapatan Rata-rata Sebelum dan Sesudah Menerima Kupedes Berdasarkan Sektor Tahun 2004-2005 Sebelum Kredit Sesudah Kredit Sektor Usaha Perubahan (%) (Rp) (Rp) Pertanian 7.200.000 9.360.000 30,00 Industri 18.000.000 21.660.000 20,33 Perdagangan 19.504.000 27.422.480 40,59 Jasa komersial 13.054.286 17.777.143 36,18 Total 57.054.086 76.219.623 31,96 Sumber : Novitasari, 2006. Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa pendapatan nasabah sebelum dan setelah menerima kredit mengalami perubahan, namun apakah perubahan tersebut dikarenakan dengan menerima Kupedes. Tingkat perubahan pendapatan terbesar berada di sektor perdagangan, secara keseluruhan rata-rata perubahan pendapatan yang diterima debitur setelah meminjam Kupedes sebesar 31,96 persen. Selain dari pendapatan, maka akan dilihat keterkaitan Kupedes terhadap perubahan nilai laba, asset, persediaan, biaya operasi dan rumah tangga, apakah Kupedes mempunyai keterkaitan terhadap faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis performance business debitur di sektor pertanian, perdagangan, dan industri setelah menerima Kupedes. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diperoleh perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana penyaluran Kupedes di BRI Unit Parung?
11
2. Bagaimana karakteristik dan profil usaha responden? 3. Apakah
penerimaan
Kupedes
mempunyai
keterkaitan
terhadap
performance business debitur dalam sektor perdagangan, industri, dan pertanian? 4. Bagaimana perbandingan rasio aktivitas dan profitabilitas debitur Kupedes dalam sektor perdagangan, industri, dan pertanian di BRI Unit Parung?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan Perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan penyaluran Kupedes di BRI Unit Parung 2. Mendeskripsikan karakteristik dan profil usaha responden 3. Menganalisis pengaruh penyaluran Kupedes terhadap performance business debitur dalam sektor pertanian, perdagangan, dan industri 4. Menganalisis perbandingan rasio aktivitas dan profitabilitas pada debitur Kupedes dalam sektor perdagangan, industri, dan pertanian di BRI Unit Parung.
1.4 Manfaat Penelitian penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi pihak yang berkepentingan, baik penulis maupun mahasiswa. 1. Bagi penulis, diharapkan dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh pada saat kuliah, serta menambah wawasan dan pengetahuan tentang kredit dan kinerja usaha berdasarkan rasio aktivitas dan profitabilitas.
12
2. Bagi mahasiswa, diharapakan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan referensi untuk perkuliahan dan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. 3. Bagi BRI, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor – faktor yang dipengaruhi oleh Kupedes terhadap performance business (aktivitas dan profitabilitas) diketiga sektor tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perbankan 2.1.1 Pengertian Bank Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yaitu sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari masa ke masa bank bergerak dan merubah sifatnya dari sebuah perusahaan yang menyelenggarakan jual-beli dan penukaran uang (moneychanger) serta sebagai juru bayar (cashier) menjadi sebuah perusahaab yang menyelenggarakan perkreditan (Susatyo, 1965). Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan meyalurkannya kepada masyarkat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank umum adalah bank yang
13
14
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Dendawijaya, 2001). Menurut Undang-undang nomor 7 tentang perbankan 1992 dapat disimpulkan definisi bank sebagai berikut : bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga ataupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral (Simorangkir, 2004). Bank dalam kamus istilah Bank Indonesia, 2006 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Tugas bank memberikan kredit dan pinjaman yang diberikan oleh bank dibebankan kepada saldo nasabah. Walaupun bank memberikan kredit, jumlah saldo nasabah tidak berkurang. Sebaliknya, nasabah memiliki hak penuh terhadap setiap penarikan uangnnya selama saldo di bank mencukupi. Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999, peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan yang menunjang UMKM. Upaya-upaya Bank Indonesia tersebut dilakukan melalui (1) Pemberian bantuan teknis; (2) Pengembangan kelembagaan; (3) Kebijakan kredit.perbankan; dan (4) Kerjasama Bank Indonesia , pemerintah dan lembaga terkait lainnya.
15
Dalam Suyatno (2007) menurut Pasal 5 undang-undang Nomor 7/1992, menurut jenisnya bank terdiri dari a) Bank Umum, adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan b) Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu. Terdapat beberapa jenis atau bentuk bank lainnya, tergantung pada cara penggolongannya. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya terdiri dari bank milik negara (Badan Usaha Milik Negara atau BUMN), bank milik pemerintah daerah (Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD), bank milik swasta nasional, bank milik swasta campuran (nasional dan asing), dan bank milik asing (cabang atau perwakilan). Jenis bank berdasarkan penekanan kegiatannya antara lain bank retail, bank korporasi, bank komersial, bank pedesaan, dan bank pembangunan. Jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha terdiri dari bank konvensional, bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran., dan bank berdasarkan prinsip syariah yang aturan perjanjiannya berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah.
2.1.2 Pengertian Kredit Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat. perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan dapat memenuhi segala
16
sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berupa barang, uang, atau jasa (Suyatno, 2007). Kata kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud di dalam perkreditan adalah di antara si pemberi dan si penerima kredit. Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang atau barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) yang akan terjadi pada waktu mendatang (Simorangkir, 2004). Ekonomi bank dan kredit adalah bagian daripada ekonomi umum yang mempelajari teori-teori umum yang dapat dipraktekan guna membahas masalahmasalah perbankan dan perkreditan. Perbankan dan perkreditan senantiasa dipandang sebagai sosial ekonomi pada umumnya dan sebagai industri pada khususnya (Susatyo, 1965). Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Dendawijaya, 2001). Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit (Dendawijaya, 2001) adalah (1) Kepercayaan yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa transaksi yang akan diberikan akan diterima kembali dalam jangka waktu tertentu; (2) Waktu yaitu masa memisahkan antara pemberi transaksi dan kontra transaksi yang akan diterima pada masa yang akan datang; (3) Resiko yaitu suatu kemungkinan yang akan dihadapi sebagai akibat jangka waktu dari pengembalian transaksi yang diberikan; (4) Transaksi yaitu objek kredit yang bisa berupa uang, barang atau jasa.
17
Bank yang pedomannya adalah memperoleh hasil yang setinggi-tingginya dari
yang dipinjamkan
diberikannya
disebut
tanpa mempersoalkan
pemberian
kredit
penggunaan
berdasarkan
kredit
private
yang
ekonomi.
Pertimbangan utama baginya ialah pinjaman pokok bersama tingkat bunga yang tinggi dinayar kembali tepat pada waktunya. Bank komersial dalam memberikan kredit pada umumnya bertitik tolak dari segi sosial ekonomi (Simorangkir, 2004). Pemberian kredit dimaksudkan untuk memproleh keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika merasa yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut, tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling berkaitan (Suyatno, 2007). Apabila dibedakan menurut sumbernya, kredit dapat dibedakan menjadi kredit formal dan non formal. Kredit formal adalah kredit yang berasal dari lembaga keuangan formal, baik lembaga yang berciri bank atau bukan bank. Sedangkan kredit non-formal adalah kredit yang berasal dari lembaga keuangan non-formal, seperti pelepas uang/rentenir, pedagang/tengkulak, pengijon, keluarga dan sebagainya (Rachmina, 1994). Kredit sangat dibutuhkam dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai dua komponen penting, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh adanya peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau dengan
18
cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal. Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri dan atau dari modal pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal milik sendiri umumnya relatif sedikit, maka sebagai tumpuan tentunya akan beralih pada kredit yang dapat tersedia pada saat diperlukan (tepat waktu).
2.1.2.1 Siklus Perkreditan Siklus perkreditan dimulai sejak pengajuan permohonan kredit hingga akhirnya disetujui, dicairkan, diawasi, dan pelunasan kredit secara grafis dapat dilihat pada Gambar 1.
1. Permohonan kredit
7c. Kredit bermasalah
7a. Pelunasan kredit
2. Analisis kredit
7b. Tambahan kredit 3. Persetujuan kredit 6. Pengawasan kredit
5. Pencairan kredit
4. Perjanjian kredit
Gambar 1. Siklus Perkreditan (Dendawijaya, 2001)
Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa ada tujuh tahap siklus perkreditan, pertama calon debitur/nasabah mengajukan permohonan kredit kepada pihak atau badan yang memberikan kredit, kemudian surat permohonan tersebut dianalisis apakah disetujui atau tidak (2). Atas laporan analisis kredit
19
tersebut, persetujuan kredit dilakukan oleh suatu komite yang dibentuk direksi yang disebut “komite kredit” (3). Selanjutnya perjanjian kredit dipersiapkan notaris publik yang ditunjuk oleh bank atau dipilih oleh calon nasabah (4), setelah berbagai persyaratan dipenuhi oleh debitur bank akan mencairkan kredit (5). Pengawasan kredit dilakukan setelah kredit cair, pengawasan ini merupakan satu kunci utama untuk mengetahui dari keberhasilan pemberian kredit (6). Dalam kondisi ideal, nasabah akan dapat memenuhi kewajibannya terhadap bank sesuai dengan kesepakatan yang dimuat dalam perjanjian kredit dan nasabah dapat (mampu atau mau) membayar aangsuran pokok pinjaman (7a). Bagi nasabah yang berhasil dalam menjalankan usahanya, maka nasabah tersebut akan datang kembali ke bank untuk mambicarakan kemungkinan memperoleh penambahan kredit bagi perluasan usaha (7b). Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan bagi pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit yang bermasalah, debitur gagal untuk memenuhi kewajibannya membayar angsuran pokok kredit (7c).
2.1.2.2 Sifat-sifat Kredit Bank Beberapa sifat atau ciri dari kredit bank yaitu (Weston dan Brigham, 1998) (1) Jatuh tempo, meskipun kredit bank lazimnya mempunyai jangka waktu yang lebih panjang daripada utang usaha, namun sebagian besar kredit bank adalah berupa pinjaman jangka pendek; (2) Promes, jika bank menyetujui pemberian kredit maka kesepakatan itu diwujudkan dengan menandatangani promes (promissory note). Promes adalah dolumen yang merinci persyaratan den ketentuan pinjaman, termasuk jumlahnya, suku bunga dan jadwal angsuran; (3)
20
Plafond kredit, kesepakatan formal atau informal di antara bank dan peminjam mengenai jumlah kredit maksimum yang akan diberikan bank kepada peminjam.
2.2 Kredit Umum Pedesaan Bank Rakyat Indonesia Unit (BRI Unit) merupakan salah satu dari unit kerja Bank Rakyat Indonesia yang melayani kegiatan usaha perbankan pada segmen mikro. Secara struktural BRI Unit berada di level paling bawah dalam strukur organisasi BRI. Unit kerja yang berada di atas BRI Unit secara berturutturut adalah kantor cabang, kantor wilayah, dan kantor pusat. BRI Unit yang sebelumnya bernama BRI Unit Desa, pertama kali dibentuk pada tahun 1969 berkaitan dengan program Bimbingan Massal (Bimas) yang merupakan program pemerintah. Peran BRI Unit Desa dalam program Bimas tersebut adalah sebagai pemberi modal kepada petani di wilayah pedesaan. Dana yang disalurkan BRI Unit kepada petani berasal dari dana pemerintah. Penyaluran kredit Bimas sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah setempat khususnya dalam hal menentukan sasaran kredit. BRI Unir Desa tidak mempunyai kewenangan penuh karena segala ketentuan dan sistemnya ditentukan pemerintah. Dalam hal ini BRI Unit Desa lebih bersifat “kasir” saja, karena tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penilaian kredit dan menentukan pihak-pihak mana saja yang layak untuk diberi kredit. Realisasi dan kinerja kredit Bimas mengalami penurunan, oleh karena itu pada tahun 1983 program Bimas dihentikan. Pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi keuangan dan perbankan, diantaranya diberikan kemudahan persyaratan untuk mendirikan sebuah bank dan setiap bank dapat menentukan sendiri tingkat suku bunga
21
produknya. Kebijakan deregulasi ini dimanfaatkan oleh BRI tentang keberadaan BRI Unit Desa yaitu dengan merubah fungsi BRI Unit Desa yang semula keberadaannya hanya berfungsi sebagai kepanjangan tangan (chanelling) dalam penyaluran kredot Bimas menjadi commercial rural finansial intermediary (lembaga perantara keuangan pedesaan). Lokai BRI Unit Desa yang semula lebih banyak didirikan di daerah pertanian atau persawahan, mulai direlokasi ke sentra-sentra perekonomian di wilayah setempat, dan nama BRI Unit Desa diganti dengan nama yang lebih komersial, yaitu BRI Unit. Selain kredit Bimas, BRI Unit Desa juga melayani kredit Mini-Midi yang dananya juga masih disubsidi oleh pemerintah. Pada tahun 1984 BRI Unit mulai menyalurkan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) yang pendekatannya mengarah ke komersial. Kupedes adalah suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit (bukan oleh Kantor Cabang BRI atau Bank lain), untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak. Sasaran Kupedes, yaitu pihak perorangan atau perusahaan yang usahanya dinilai layak (eligible). Dalam hal ini, pengusaha yang bergerak diberbagai sektor ekonomi yang ada di wilayah kerja BRI Unit. Golongan masyarakat berpenghasilan tetap (Golbertap)., misalkan pegawai pegeri sipil, anggota TNI/POLRI, pegawai BUMN, pegawai perusahaan daerah, pensiunan dan pegawai berpenghasilan tetap, dan lain-lain. Berdasarkan tujuan penggunaan, Kupedes dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu Kupedes modal kerja (eksploitasi) dan Kupedes investasi. Ditinjau dari sektor perekonomian, Kupedes dapat dibagi menjadi lima, yaitu sektor pertanian,
22
sektor perdagangan, sektor industri, sektor jasa-jasa lainnya, da sektor golongan berpenghasilan tetap (golbertap). Pada tahun 2005 hingga sekarang, besarnya plafond yang diberikan maksimum Rp 100.000.000. Pengusaha yang memiliki pengalaman minimal satu tahun hanya dapat meminjam sampai dengan Rp 50.000.000-, sedangkan untuk pengalaman usaha minimal 2 tahun dapat minimum hingga Rp 100.000.000-. Jangka waktu angsuran kredit minimal 3 bulan dan maksimal 36 bulan, kecuali untuk golbertap jangka waktu maksimum 96 bulan. Pola angsuran, secara bulanan atau angsuran secara bulanan dengan grace period angsuran 3,4, 6 bulan. Dalam Kupedes terdapat fasilitas lain yang biasa disebut dengan Intensif Pembayaran Tepat Waktu (IPTW). IPTW diberikan bagi nasabah yang tertib mengangsur pinjamannya secara tepat waktu selama periode tertentu, besarnya IPTW yang diberikan sebesar 1/4 bagian dari suku bunga dan dibayarkan 6 bulan sekali langsung masuk ke tabungan nasabah. Besarnya suku bunga yang dibebankan kepada nasabah bebrbeda-beda, sesuai dengan pinjaman yang diterima. 1. Plafond < Rp 25.000.000, besar bunga yang diberikan sebesar 2%. 2. Plafond Rp 25.000.000-Rp 49.000.000, besar bunga yang diberikan sebesar 1.67%. 3. Plafond Rp 50.000.000, besar bunga yang diberikan sebesar 1.6%. 4. Plafond > Rp 50.000.000, besar bunga yang diberikan sebesar 1.2%. Untuk besar pinjaman dari 1-3 mendapatkan IPTW, sedangkan pinjaman 4 tidak mendapatkan IPTW tetap bungan yang diberikan lebih rendah. Agunan yang harus disediakan oleh calon nasabah nilainya harus cukup meng-cover jumlah
23
Kupedes yang diterimanya beserta kewajiban-kewajibannya (pinjaman pokok dan bunga).
2.3 Penelitian Terdahulu 2.3.1 Penelitian Mengenai Kupedes Alamsyah (2007) menjelaskan bahwa karakteristik individu debitur Kupedes sektor agribisnis yang mengalami kemacetan atau penunggakan dalam pembayaran kredit sebagian besar berada pada usia produktif, berpendidikan SD, memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak tiga orang, mengikuti pembinaan dari petugas BRI, dan memiliki rumah yang berjarak sekitar dua sampai empat kilometer dengan BRI. Adapun karakteristik usaha debitur Kupedes sektor agribisnis yang mengalami kemacetan atau penunggakan dalam pembayaran kredit sebagian besar memiliki pengalaman usaha antara 3-6 tahun, memiliki jangka waktu pengembalian kredit 24 bulan, menyatakan tidak keberatan dengan beban bunga, dan memiliki omzet per bulan Rp. 1.000.000 sampai Rp. 2.000.000. penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi logistik. Wicaksono (2007) didalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian oleh BRI Indonesia adalah variabel produk domestik bruto sektor pertanian dan variabel tingkat pengembalian kredit bermasalah sektor pertanian di BRI. Sedangkan variabel tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia tidak berpengaruh secara nyata. Metode penelitian menggunakan model ekonometrika pada tingkat signifikansi ( ) = 5.
24
Penelitian yang dilakukan Tarigan (2006) menjelaskan gambaran umum BRI, syarat-syarat dan prosedur penyaluran kredit serta faktor 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economy) di BRI Unit Parung. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan Kupedes di BRI Unit Parung adalah jumlah agunan, pengalaman kredit, dan omzet. Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan kredit dijelaskan secara kuantitatif. Dalam hal ini digunakan metode pendekatan langsung dengan menggunakan regresi. Candrayasa (2000) dalam penelitiannya tetntang analisis efektivitas penyaluran kredit umum pedesaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembaliannya di Bank Rakyat Indonesia Unit Diponegoro Surabaya, menyatakan bahwa secara ummum penyaluran Kupedes di BRI Unit Dipoenegoro telah berjalan dengan efektif. Hal ini dapat dilihat dari data tahunan bank yang menunjukkan adanya perkembangan penyaluran kredit dari tahun ke tahun, dan hanya pada tahun 1997-1998 yang mengalami penurunan yang lebih disebabkan oleh keadaan ekonomi yang sangat buruk. Sedangkan untuk melihat efektivitas penyaluran kredit berdasarkan pada pendapatan nasabah. Pendapatan nasabah terhadap penyaluran fasilitas Kupedes oleh BRI Unit Diponegoro umumnya baik, dengan pencapaian skor pada selang sangat efektif dengan perhitungan skala linkert.
2.3.2 Penelitian Mengenai Penilaian Kinerja Menurut Haerudin (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja keuangan Swamitra-Kowapi dilihat dari sisi rasio likuiditas, solvabilitas, dan rentabillitas antara bulan September 2005 hingga September 2006. Penelitian
25
tersebut menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh dari masing-masing rasio tersebut masih di atas nilai minimum yang ditentukan Bank Indonesia. Faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap pengembalian kredit adalah rata-rata pendapatan perbulan dan pengalaman menggunakan kredit. Supriadi, et al (2007) dalam jurnal MPI, menganalisis tentang pengaruh pemberian kredit terhadap kinerja debitur mikro. Jurnal tersebut menganalisis kinerja debitur apabila dilihat dari profitabilitas dan skala usaha. Dinyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara pemberian kredit yaitu terjadi peningkatan kinerja usaha debitur mikro setelah mendapatkan kredit. Faktor-faktor yang dipengaruhi seperti profit margin (PM), ROE, aset, dan penjualan. sedangkan ROA mengalami penurunan setelah mendapatkan kredit. Jurnal tersebut juga mengatakan bahwa terdapat kebutuhan pembiayaan yang bersifat transaksional atau musiman bagi pengusaha mikro yang masih belum terakomodasi dalam skim penyaluran kredit oleh ULM (Unit Layanan Mikro). Novitasari (2006), menganalisis kinerja dan dampak Kupedes di BRI unit Kreo, tanggerang. Melakukan penilaian terhadap kinerja Kupedes dilihat dari dua pihak, yaitu pihak bank dan nasabah. Tolak ukur kinerja Kupedes dari sisi nasabah adalah pendapatan sebelum dan sesudah kredit, persyaratan awal, prosedur pinjaman, realisasi kredit, biaya administrasi, tingkat bunga, lokasi bank, agunan, dan pelayanan petugas. Dari sisi bank digunakan target dana dan realisasi kredit, persentasi tunggakan, jangkauan kredit dan frekuensi pinjaman sebagai tolak ukur dari kinerja Kupedes. Responden dari pihak penerima kredit adalah nasabah yang sedang aktif dalam Kupedes.
26
Tarmidi (2006) mengukur kinerja pengelolaan kredit mikro oleh UPKBKM yang belum menunjukkan keberhasilan dan memuaskan sesuai dengan harapan dalam tujuan kredit mikro. Kinerja kredit mikro dapat dinilai baik dari kinerja aktivitas pengelolaan kegiatan, kinerja pengelolaan keuangan, maupun mekanisme penyaluran kredit dan pelayanan kepada nasabah. Kinerja aktivitas (target dan realisasi, jankauan kredit, dan mobilisasi tabungan) secara umum dapat dikategorikan baik, walaupun kinerja pengembalian kredit (tunggakan) sangat buruk. Kinerja pengelolaan oleh UPK-BKM selama satu tahun pengelolaan dana BLM P2KP dinilai masih dalam kategori baik, karena masih terdapat 7 UPKBKM dari 12 UPK-BKM yang dinilai (58,33 persen) dikategorikan berkinerja baik. Di lain sisi masih terdapat 5 UPK-BKM (41,67 persen) yang berkinerja buruk. Tabel 9. Resume Penelitian Terdahulu No.
Peneliti/tahun
Topik
1.
Alamsyah/2007
Kemacetan pembayaran kredit
2.
Haerudin/2007
Kinerja keuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit Swamitra-Kowapi
Metode/Alat Analisis Regresi logistik
Rasio likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas.
Hasil Penelitian Karakteristik usaha debitur Kupedes sektor agribisnis yang mengalami kemacetan atau penunggakan dalam pembayaran kredit sebagian besar memiliki pengalaman usaha antara 3-6 tahun, memiliki jangka waktu pengembalian kredit 24 bulan, menyatakan tidak keberatan dengan beban bunga, dan memiliki omzet per bulan Rp. 1.000.000 sampai Rp. 2.000.000 Rata-rata nilai rasio keuangan masih di atas nilai minimum yang ditetapkan Bank Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit adalah pendapatan perbulan dan pengalaman menggunakn kredit.
27
Tabel 9. Resume Penelitian terdahulu (lanjutan) No.
Peneliti/Tahun
Topik
Metode/Alat Analisis Analisis rasio skala usaha dan profitabilitas
3.
Supriadi, et al/2007
Pengaruh pemberian kredit terhadap kinerja debitur mikro
4.
Wicaksono/2007
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penayluran kredit BRI
Metode ekonometrika
5
Novitasari/2006
Kinerja dan dampak Kupedes BRI Unit Kreo
Regresi linear sederhana
6.
Tarigan/2006
Regresi linear sederhana
7.
Tarmidi/2006
Faktor yang mempengaruhi Kupedes di BRI Unit Parung Efektivitas pengelolaan kredit mikro
8.
Candrayasa/2000
Efektivitas penyaluran Kupedes dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembaliannya
Rasio aktivitas, keuangan, dan efektivitas pengeluaran kredit Skala Linkert
Hasil Penelitian Terdapat hubungan nyata antara pemberian kredit yaitu terjadi peningkatan kinerja usaha debitur mikro setelah mendapatkan kredit. Faktorfaktor yang dipengaruhi seperti profit margin (PM), ROE, aset, dan penjualan. sedangkan ROA mengalami penurunan setelah mendapatkan kredit Faktor yang berpengaruh adalah produk domestik bruto sektor pertanian dan variabel tingkat pengembalian kredit bermasalah sektor pertanian di BRI. Sedangkan variabel tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia tidak berpengaruh secara nyata Tolak ukur kinerja Kupedes dari sisi nasabah adalah pendapatan sebelum dan sesudah kredit, persyaratan awal, prosedur pinjaman, realisasi kredit, biaya administrasi, tingkat bunga, lokasi bank, agunan, dan pelayanan petugas. Dari sisi bank digunakan target dana dan realisasi kredit, persentasi tunggakan, jangkauan kredit dan frekuensi pinjaman sebagai tolak ukur dari kinerja Kupedes Faktor yang berpengaruh jumlah agunan, pengalaman kredit, dan omzet. Kinerja pengelolaan dana BLM P2KP masih dalam kategori baik > 50 persen (58,3 persen), walaupun kinerja pengembalian kredit sangat buruk. Penyaluran Kupedes di BRI unit Diponegoro telah berjalan dengan efektif. Keefektifan penyaluran Kupedes data dilihat dari pendapatan yang diterima nasabah, dan hasilnya sangat efektif.
28
Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar penelitian terdahulu mengenai Kupedes menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan Kupedes, pengaruh besarnya pemberian Kupedes dan masalah kredit macet, serta efektivitas penyaluran Kupedes. Semua penelitian tersebut hanya menganalisis faktor yang mempengaruhi permintaan dan pengembalian Kupedes, alat analisis yang digunakan metode regresi skla linkert, dan ekonometrika. Pada penelitan yang menganalisis kinerja, sebagian peneliti membahas tentang kinerja debitur Kupedes antara sebelum meminjam dan sesudah meminjam, efektifitas pengelolaan kredit, kinerja keuangan dan faktor-faktor pengembalian kredit, serta kinerja debitur kredit mikro secara umum. Semua penelitian tersebut menggunakan alat analisis regresi, rasio keuangan (aktivitas, solvabilitas, dan rentabilitas), dan analisis keuangan dari profitabilitas dan skala usaha. Penelitian yang akan dilakukan saat ini mempunyai kesamaan produk dengan penelitian Novitasari, namun berbeda dari segi alat analisis dan sektor yang akan diteliti. Sedangkan dibanding penelitian Supriadi, et al dan Tarmidi penelitian ini juga berbeda dari ruang lingkup dan alat analisis yang akan digunakan. Penelitian ini menggunakan alat bantu microsoft excel 2003, dan menggunakan analisis rasio keuangan berupa rasio aktivitas dan profitabilitas, serta membandingkan penerimaan Kupedes nasabah tiap sekor terhadap laba, asset, persediaan, penjualan, biaya opersi, dan biaya rumah tangga. Hal itu yang membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lainnya.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Pasar Kredit Kebutuhan akan kredit menjadi sesuatu kebutuhan bagi semua sektor di Indonesia. Rendahnya produktivitas setiap sektor Indonesia, tidak terlepas dari kurangnya pengadaan kredit yang dilakukan pihak perbankan terhadap sektor tersebut. Sektor tersebut di antaranya sektor pertanian, perdagangan, dan industri. Walaupun menjadi salah satu pilar strategi pembangunan, ketiga sektor tersebut tetap membutuhkan pembiayaan dari pihak perbankan. Ketersediaan modal secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi dan digunakan untuk mengembangkan usahanya. 2. Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain dan digunakan untuk mengembangkan suatu usaha.untuk memperoleh modal ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur. Modal yang dihasilkan dari dana sendiri biasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan usaha. Oleh karena itu, dibutuhkan modal tambahan yang berasal dari pihak lain. Sumber modal yang berasal dari luar berasal dari sumber formal dan sumber non formal. Sumber formal berasal dari pihak formal bank dan non bank (pegadaian). Sumber non formal berasal dari lembaga keuangan non formal seperti rentenir, pengijon, dan sebagainya.
29
30
Pada Gambar 2 dijelaskan mengenai permintaan dan penawaran modal dari luar (kredit). Pada keseimbangan awal berada pada titik E0, dimana jumlah kredit yang ditawarkan sebesar Q0 dan tingkat bunga i0. Jika permintaan meningkat dari D0 menjadi D1 dan penawarannya tetap sebesar S0, maka jumlah kredit yang akan ditawarkan meningkat sebesar Q2 dan tingkat bunga menjadi i2, tingkat keseimbangan menjadi E1. Dengan kenaikan suku bunga yang tinggi, maka akan memberatkan para nasabah. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan cara memberikan kemudahan untuk mendirikan lembaga keuangan seperti Bimas, yang bertujuan untuk mengurangi kelangkaan modal. Hal tersebut diharapkan agar penawaran kredit bergeser dari S0 menjadi S1, dengan demikian titik kesembangan menjadi E2 dan jumlah kredit menjadi Q2 serta tingkat bunga akan menurun (i2)
Tingkat bunga S0 S1 E1
i1 i2 i0
E2 E0 D1 D0 Q0
Q1
Q2
Jumlah Kredit
Gambar 2. Permintaan dan penawaran kredit (Nicholson, 2002)
31
3.1.2 Analisis Penyaluran Kredit Terhadap Kinerja Debitur Besarnya permintaan kredit harus didukung dengan kemampuan setiap debitur untuk membayar angsurannya, serta pengaruh yang diberikan oleh kredit tersebut terhadap kinerja debitur. Hal yang harus diperhatikan dalam analisis kinerja debitur adalah pengaruh pemberian kredit terhadap pendapatan yang diterima debitur. Menurut Soekartawi (1986) pendapatan dapat diartikan sebagai hasil dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usaha, sedangkan pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumber daya yang diukur dalam satuan uang yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tertentu. Pendapatan akan bernilai positif apabila penerimaan lebih besar dai biaya dan akan bernilai negatif jika sebaliknya. Gittinger (1986) menjelaskan bahwa penerimaan pada hampir semua industri perusahaan pengolahan akan didapatkan dari penjualan barang dan jasa. Pengeluaran tunai untuk operasi mencakup seluruh pengeluaran-pengeluaran tunai yang diakibatkan memproduksi output, yang terpenting adalah pengeluaran untuk tenaga kerja dan pengeluaran untuk bahan mentah. Selain tingkat pendapatan, yang menjadi parameter lain sebagai penilaian terhadap kinerja debitur adalah : 1. Nilai asset usaha, yaitu jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan dalam mendukung kegiatan usaha. 2. Persediaan, yaitu jumlah barang produksi yang belum terjual pada waktu tertentu.
32
3. Penjualan, yaitu besarnya pendapatan yang diterima dari penjualan sebelum dikurangi biaya-biaya. 4. Biaya operasi, biaya yang dikeluarkan oleh debitur karena memproduki barang tertentu. 5. Biaya rumah tangga, yaitu biaya yang dkeluarkan debitur untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
3.1.3 Analisa Rasio Keuangan Analisa rasio adalah suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk melihat kinerja dan status suatu perusahaan. Input dasar untuk analisa rasio adalah laporan laba rugi dan neraca pada suatu periode tertentu yang akan dievaluasi, karena itu sebelum menganalisa lebih lanjut diperlukan gambaran berbagai kelompok dan jenis rasio perbandingan. Analisa rasio tidak hanya menggunakan rumus terhadap data keuangan untuk
menghitung
resiko
tertentu,
tetapi
yang
lebih
penting
yaitu
mengintepretasikan nilai rasio tersebut. Analisa yang dapat digunakan yaitu (1) Analisa antar perusahaan yaitu analisa perbandingan rasio keuangan antar perusahaan yang berbeda pada waktu yang sama. Membandingkan kinerja perusahaan dengan perusahaan pembanding, dimana nilai rasio perusahan dibandingkan dengan nilai rasio perusahaan pembanding dengan tujuan untuk perbaikan; (2) Analisa berkala dari waktu ke waktu, mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan dalam beberapa periode dengan menggunakan analisa rasio keuangan. Analisis ini berdasarkan pada teori bahwa perusahaan harus dievaluasi keadaan masa lalunya untuk diketahui arah perkembangannya, dan perusahaan
33
harus melakukan tindakan yang sesuai untuk jangka menengah maupun jangka panjang; (3) Analisa gabungan, pendekatan yang lebih informatif terhadap analisa rasio adalah gabungan dari analisa antar perusahaan dan analisa deret berkala. Dalam analisa gabungan terdapat kaitan antara analisa perusahaan dengan trend dari industri (Sundjaja, 2003). Rasio keuangan dibagi dalam lima kategori dasar, yaitu (a) Rasio Likuiditas; (b) Rasio Aktivitas; (c) Rasio Hutang; (4) Rasio Profitabilitas; (5) Rasio Pasar. Rasio likuiditas, rasio aktivitas, dan rasio hutang terutama untuk mengukur resiko. Rasio profitabilitas mengukur hasil, rasio pasar mengukur hasil dan resiko. Dalam jangka pendek unsur terpenting adalah likuiditas, aktivitas, dan profitabilitas, sebab memberikan informasi penting untuk operasi jangka pendek perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat bertahan dalam jangka pendek maka tidak perlu memperhatikan prospek jangka panjangnya. Rasio hutang terutama digunakan jika analisis yakin bahwa perusahaan akan berhasil dalam jangka pendek. Berdasarkan data yang diperoleh maka penelitian ini menggunakan analisis rasio aktivitas dan profitabilitas. 3.1.3.1 Rasio Aktivitas Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui kecepatan beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas, dengan melihat pada perkiraan lancar saja, likuiditas pada umumnya tidak memadai. Rasio yang dipakai untuk mengukur aktivitas yaitu perputaran persediaan, perputaran piutang, dan perputaran total aktiva. Perputaran persediaan, mengukur aktivitas atau likuiditas dari persediaan perusahaan. Perputaran persediaan hanya akan mempunyai arti jika dibandingkan
34
dengan perusahaan lain dalam industri yang sama atau perputaran persediaan perusahaan masa lalu.
Rumus :
Perputaran persediaan =
Harga pokok penjualan Persediaan
Likuiditas persediaan yang rendah dapat diakibatkan oleh dua faktor yaitu (a) Terlalu banyak macam persediaan yang tidak dapat dijual dengan mudah karena merupakan barang setengah jadi, barang usang atau barang untuk kegunaan tertentu; (b) Jika barang tersebut dijual dengan kredit maka akan menjadi piutang terlebih dahulu sebelum menjadi uang kas. Perputaran piutang, mengukur perbandingan penjualan perusahaan dan besarnya piutang yang belum ditagih. Jika perusahaan mempunyai kesulitan dalam penagihan, maka perusahaan mempunyai saldo piutang yang besar dan rasionya rendah. Sebaliknya jika perusahaan mempunyai kebijakan kredit dan prosedur penagihan yang baik maka saldo piutang rendah sehingga rasionya tinggi.
Rumus :
Perputaran piutang =
Penjualan Piutang
Perputaran total aktiva, menujukkan efisiensi dimana perusahaan menggunakan seluruh aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Pada umunya semakin tinggi perputaran aktiva, semakin efisien penggunaan aktiva tersebut.
35
Rumus : Perputaran Total Aktiva =
Penjualan Total Aktiva
3.1.3.2 Rasio Profitabilittas Banyak
ukuran
profitabilitas,
masing-masing
hasil
perusahaan
dihubungkan terhadap penjualan, aktiva, modal atau nilai saham. Alat umum yang digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas dihubungkan dengan penjualan yaitu laporan laba rugi, dimana setiap posnya dinyatakan dalam persentase penjualan. Tiga rasio profitabilitas yang dapat dibaca langsung dari laporan laba rugi dalam persentase yang umum yaitu majin laba kotor (GPM), marjin laba bersih (NPM), dan hasil atas total asset (ROI). Marjin laba kotor adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi marjin laba kotor, maka semakin baik dan secara relatif semakin rendah harga pokok barang yang akan dijual.
Rumus :
Marjin laba kotor =
Penjualan- Harga pokok penjualan Penjualan
Marjin laba bersih adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran, termasuk bunga dan pajak.
Rumus :
Marjin laba bersih =
Laba bersih setelah pajak Penjualan
36
Hasil atas total asset adalah ukuran keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia disebut juga Hasil Atas Investasi (HAI). Semakin tinggi hasil yang dihasilkan maka akan semakin baik.
Rumus :
Hasil atas total asset =
Laba bersih setelah pajak Total aktiva
3.2 Kerangka Operasional Program Kupedes yang dilakukan BRI Unit disalurkan kepada sektor usaha mikro. Salah satu sektor usaha mikro yang mendapatkan penyaluran Kredit Umum Pedesaan oleh pihak BRI adalah sektor pertanian, perdagangan, dan industri. Jumlah penerima (debitur) dan plafond setiap sektor berbeda-beda tergantung dari penilaian pihak bank terhadap kemampuan dan kapasitas yang dimiliki oleh para calon debitur. Salah satu karakteristik debitur yang dapat mempengaruhi besarnya Kupedes yaitu pengalaman usaha. Setelah debitur menerima Kupedes maka dibutuhkan pengukuran untuk melihat kinerja debitur, apakah penerimaan Kupedes di ketiga sektor tersebut akan mendukung dan meningkatkan kinerja debitur atau sebaliknya tidak mengalami perubahan dan akan semakin menurun. Kinerja (Performance Business) debitur yang akan dianalisis adalah berdasarkan laba, nilai asset, persediaan, penjualan, biaya opersi dan biaya rumah tangga serta yang berhubungan dengan rasio aktivitas dan profitabilitas debitur. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan alat analisis rasio aktivitas dan profitabilitas serta menggunakan metode deskriptif. Setelah
37
dianalisis maka akan didapatkan sebaran debitur kinerja debitur di setiap sektor. Setelah itu, dapat dilihat sektor mana yang memiliki performance business yang tinggi dan hasilnya akan diinformasikan kepada pihak bank sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam pemberian Kupedes berikutnya. Kerangka pemikiran operasional tersebut dijelaskan pada Gambar 3.
Penyaluran Kredit Umum Pedesaan
Sektor Perdagangan, industri, dan Pertanian
Performance Business Debitur Analisis Rasio Aktivitas dan Profitabilitas
Analisis Deskriptif
Sebaran Kinerja Debitur tiap Sektor
Rekomendasi Penyaluran Kupedes Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Kupedes Terhadap Performance Business
Debitur
dalam
Sektor
Perdagangan,
Industri
dan
Pertanian”
dilaksanakan di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank ini dipilih karena merupakan salah satu Bank yang menyalurkan kredit mikro terbesar di Indonesia dan selain itu, BRI juga satu-satunya bank yang mengeluarkan layanan Kupedes dan memiliki jaringan yang cukup luas hingga ke pelosok pedesaan. Dalam penelitian ini, lokasi BRI yang dipilih adalah BRI Unit Parung. Pemilihan lokasi ini dilakukan sengaja yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa di BRI Unit Parung dekat dengan sentra pertanian dan lengkap dengan usaha-usaha yang ingin diteliti, semua usaha yang akan diteliti tersedia dengan lengkap di lokasi tersebut. Pengumpulan data akan dilaksanakan pada akhir bulan April sampai dengan awal bulan Juni 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu data primer berupa informasi yang didapat secara langsung oleh responden, baik pihak yang menerima Kupedes maupun pihak yang memberi (BRI). Data yang diperoleh dari responden (penerima Kupedes) meliputi kegiatan usaha dan hubungan yang terjalin dengan BRI, yang berhubungan dengan pemberian Kupedes. Data tersebut didapatkan dengan cara pengisian kuesioner,
38
39
wawancara langsung, dan obervasi langsung ke lapang. Data primer lainnya adalah berupa informasi mengenai responden serta Kupedes yang didapatkan dari pihak BRI Unit Parung. Data Sekunder berupa data-data internal dan eksternal BRI yang diperoleh dari perusahaan tersebut. Pengumpulan data dan bahan acuan yang terkait dengan kredit secara umum, Kupedes, dan rasio keuangan. Data sekunder juga diperoleh dari BPS, jurnal-jurnal penelitian, buku-buku perbankan, internet, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui tiga metode yaitu wawancara langsung, kuesioner, dan kepustakaan. Wawancara dilakukan kepada pihak BRI dan penerima kredit. Metode penarikan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling), karena sesuai dengan keinginan pihak bank dan terkait dengan waktu. Wawancara yang dilakukan dengan pihak BRI dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran umum perusahaan dan kinerja Kupedes setiap bulannya. Wawancara dilakukan ke responden (debitur) untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik responden, profil usaha, serta kinerja debitur yang bersangkutan. Metode wawancara dibantu dengan kuesioner, kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan kepada responden tentang karakteristik yang berisi tentang usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, biaya rumah tangga, serta pengalaman usaha, dan karakteristik usaha yang berisi tentang biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha, dan pendapatan yang diterima.
40
Kepustakaan merupakan pengumpulan data dan bahan acuan yang terkait dengan masalah yang akan diteliti, yaitu referensi mengenai Kupedes, rasio keuangan, dan perkembangan kredit di Indonesia. Responden dalam penelitian ini adalah petani, pedagang, dan pegusaha industri yang sudah menerima Kupedes. Jumlah responden yang menjadi sampel sebanyak 30 orang dari setiap sektor, sehingga jumlah keseluruhan responden berjumlah 90 orang. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis Kupedes terhadap performance business debitur dalam sektor pertanian, perdagangan, dan industri.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan yaitu, analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum BRI, Kupedes, dan interpretasi rasio kinerja. Sementara itu, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit terhadap petani, pedagang, dan pengusaha industri dijelaskan secara kuantitatif. Dalam hal ini digunakan pendekatan langsung, sedangkan data kuatitatif diolah dengan menggunakan alat bantu berupa Microsoft Excel 2003. 4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif atau deduktif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Analisis deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena. Dengan kata lain, analisis deskriptif hanya berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Dalam analisis tersebut dilakukan tahapan berikut :
41
a.
Deskriptif Evaluatif Analisis deskriptif evaluatif digunakan untuk data-data kualitatif yang berasal dari hasil wawancara dengan pihak manajemen dan informasi kualitatif lainnya yang diperoleh. Analisis ini digunakan karena tidak semua data yang diperoleh berupa data kuantitatif, selain itu juga untuk menggambarkan secara deskriptif tentang gambaran umum perusahaan, perbandingan keterkaitan Kupedes terhadap performance business serta karakteristik reponden dalam penelitian ini.
b.
Tabulasi Deskriptif Data karakteristik responden dan hasil analisis rasio keuangan yang disusun dalam bentuk tabulasi lalu diuraikan secara deskriptif. Alat analisis ini digunakan
untuk
menginterpretasikan
data
hasil
kuesioner
dengan
memindahkan ke lembar kerja untuk dianalisis dengan menggunakan alat bantu Microsoft excel 2003. 4.4.2 Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio digunakan untuk menilai kinerja debitur terhadap Kupedes. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio aktivitas dan rasio profitabilitas. Secara sistematis, rasio keuangan tidak lebih dari rasio pembilang dan penyebut yang didapatkan dari data keuangan yang diperoleh. Tujuan dari penggunaan suatu rasio saat menganalisis informasi keuangan secara sederhana dilakukan dengan membuat standar tolak ukur atas informasi yang dianalisis agar rasio dari dua atau lebih responden dapat dibandingkan, perbandingan disesuaikan dengan norma industri atau dasar ukuran lain.
42
4.4.2.1 Rasio Aktivitas Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui kecepatan beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas. Dengan melihat pada perkiraan lancar saja, likuiditas pada umumnya tidak memadai. Perputaran persediaan, digunakan untuk melihat kinerja responden dalam memanfaatkan persediaan untuk dijadikan pendapatan penjualan PPi =
HPPi STi
Keterangan : PPi
= Perputaran persediaan setiap sektor
HPPi = Biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk yang akan dijual setiap sektor STi
= Persediaan produk setiap sektor
i
= 1. Perdagangan 2. Industri 3. Pertanian
Perputaran piutang, digunakan untuk melihat kinerja debitur setiap sektor dalam cara penagihan piutang. PPTi =
PJi PTi
Keterangan : PPTi
= Perputaran piutang setiap sektor
43
PJi
= Penjualan per bulan setiap sektor
PTi
= Piutang usaha setiap sektor
i
= 1. Perdagangan 2. Industri 3. Pertanian
Perputaran total aktiva, digunakan untuk mengukur keefisiensian debitur tiap sektor dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan penjualan.
PTAi =
PJi TAi
Keterangan : PTAi = Perputaran total aktiva setiap sektor PJi
= Penjualan per bulan setiap sektor
TAi
= Total aktiva setiap sektor
i
= 1. Perdagangan 2. Industri 3. Pertanian
4.4.2.2. Rasio Profitabilittas Banyak
ukuran
profitabilitas,
masing-masing
hasil
perusahaan
dihubungkan terhadap penjualan, aktiva, modal atau nilai saham. Alat umum yang digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas dihubungkan dengan penjualan, yaitu laporan laba rugi dimana setiap posnya dinyatakan dalam persentase penjualan.
44
Marjin laba kotor, digunakan untuk mengukur kemampuan debitur tiap sektor untuk menghasilkan laba kotor dari penerimaan penjualannya .
GPMi =
PJi – HPPi PJi
Keterangan : GPMi = Gross profit margin setiap sektor PJi
= Penjualan per bulan setiap sektor
HPPi = Biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk yang akan dijual setiap sektor i
= 1. Perdagangan 2. Industri 3. Pertanian
Marjin laba bersih, digunakan untuk mengukur kemampunan debitur tiap sektor dalm mengahsilkn laba bersih dari penerimaan penjualannya.
NPMi =
LBSPi PJi
Keterangan : NPMi = Net profit margin setiap sektor LBSPi = Laba bersih setelah pajak setiap sektor PJi
= Penjualan per bulan setiap sektor
45
i
= 1. Perdagangan 2. Industri 3. Pertanian
Hasil atas total asset, digunakan untuk mengukur keefisienan debitur tiap sektor dalam menggunakan aktivanya untuk mendapatkan laba bersih.
ROIi =
LBSPi TAi
Keterangan : ROIi
= Return On Invesment setiap sektor
LBSPi = Laba bersih setelah pajak setiap sektor TAi
= Total aktiva setiap sektor
i
= 1. Perdagangan 2. Industri 3. Pertanian
4.5 Tahapan Analisis Penelitian Proses analisis dalam penelitian ini ada beberapa tahap yaitu (1) memasukan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, penyebaran kuesioner, dan data sekunder ke dalam microsoft excel 2003; (2) membuat tabulasi deskriptif untuk mengelompokan karakteristik responden tiap sektor; (3) menentukan nilai maksimum dan minimum dari data keuangan yang diperoleh dan digunakan untuk penetuan skala keuangan di setiap sektor penelitian; (4)
46
mengubah data yang diperoleh ke dalam bentuk grafik dan digunakan untuk mengukur perbandingan antara Kupedes dengan kinerja responden; (5) menginterpretasikan hasil yang diperoleh dari grafik yang dibuat.
4.6 Hipotesa Dalam penelitian ini akan di lakukan hipotesis sebagai berikut dan semua dianggap cateris paribus : 1. Pinjaman Kupedes yang semakin meningkat maka laba yang diterima akan meningkat. 2. Pinjaman Kupedes yang semakin meningkat maka nilai asset yang dimiliki akan meningkat. 3. Pinjaman Kupedes yang semakin meningkat maka jumlah persediaan yang dimiliki akan meningkat. 4. Pinjaman Kupedes yang semakin meningkat maka penjualan yang diterima akan meningkat. 5. Pinjaman Kupedes yang semakin meningkat maka biaya operasi yang dikeluarkan akan meningkat. 6. Pinjaman Kupedes yang semakin meningkat maka biaya rumah tangga yang dikeluarkan akan meningkat. 7. Debitur Kupedes memiliki rasio keuangan (aktivitas dan profitabilitas) yang baik.
47
4.7 Definisi Operasional Definisi operaional ini berfungsi untuk menetukan batasan-batasan dalam penelitian ini, hal ini diperlukan untuk menghindari pengertian yang berbeda. Istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini antara lain : 1. Laba bersih setiap sektor adalah Nilai penerimaan pendapatan yang diterima dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan oleh responden pada saat penelitian. 2. Nilai asset usaha adalah Jumlah asset yang berupa total aktiva yang digunakan untuk mendukung jalannya kegiatan usaha pada saat penelitian. 3. Persediaan adalah Jumlah barang atau produk dalam kegiatan usaha yang disimpan atau belum dapat terjual pada saat penelitian. 4. Penjualan adalah Penerimaan penjualan sebelum dikurangi biaya yang didapatkan oleh responden dalam jangka satu bulan. 5. Biaya operasi adalah Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendukung kegiatan usaha dalam satu bulan. 6. Biaya rumah tangga adalah Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan rumah tangga dalam satu bulan. 7. Harga pokok penjualan adalah Total biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi dan dibebankan kepada produk yang akan dijual. 8. Performance business adalah Penilaian kinerja disetiap sektor yang dipengaruhi oleh Kupedes dengan membendingkan Kupedes dengan laba, nilai asset, persediaan, penjualan, biaya operasi, biaya rumah tangga dan menggunakan analisis rasio keuangan.
48
9. Rasio keuangan adalah Alat analisis untuk mengukur kinerja keuangan yang meliputi, nilai perputaran persediaan, perputaran piutang, perputaran total aktiva, NPM, GPM, dan ROI. 10. Umur adalah angka yang menunjukkan usia responden sejak dilahirkan hingga tahun dilakukannya penelitian, satuannya menggunakan tahun. 11. Pengalaman usaha adalah lamanya responden berkecimpung secara aktif di dunia usaha hingga tahun dilakukannya penelitian, satuannya menggunakan tahun. 12. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih ditanggung oleh responden. 13. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan yang pernah diterima oleh responden.
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Gambaran Umum BRI Unit Parung BRI Unit Parung berdiri pada tahun 1984 bersamaan dengan berdirinya BRI Unit di seluruh Indonesia. Berdirinya BRI Unit tersebut tidak terlepas dari gagalnya pelaksanaan program Bimbingan Massal (Bimas) dan Intensifikasi Massal (Inmas) yang didirikan oleh pemerintah pada tahun 1969. Pada tahun 1984, untuk pertama kalinya pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan yang memungkinkan BRI untuk melakukan transisi bisnis kredit mikro yang tidak menggantungkan pada program pemerintah. Sejak itu, BRI mulai menata manajemen internalnya, memperbaiki antusiasme para karyawan, sampai ke tingkat BRI Unit yang berhubungan langsung dengan nasabah mikro dan kecil pedesaan. Kantor BRI Unit Parung merupakan salah satu dari 25 BRI Unit yang ada di wilayah kantor cabang Bogor. BRI Unit parung terletak di Kecamatan Parung tepatnya di jalan Raya Parung No. 556 Parung-Bogor. Wilayah kerja BRI Unit Parung meliputi tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Parung, Kecamatan Ciseeng, dan Kecamatan Gunung Sindur. Kecamatan Parung meliputi sembilan desa, yaitu Iwul, Jabon Mekar, Pemagar Sari, Parung, Waru, Warujaya, Bojong Sempu, Bojong Indah, dan Cogreg. Kecamatan Ciseeng meliputi sepuluh desa, yaitu Babakan, Cibentang, Karikil, Uripan, Parigi Mekar, dan Putat Nutug. Kecamatan Gunung Sindur meliputi sepuluh desa, yaitu Cibadung, Cibinong, Cidokang, Gunung Sindur, Jampang, Pabuaran, Padurenan, Pangasinan, dan Rawa Kalong.
49
50
Letak kantor BRI Unit Parung cukup strategis karena dekat dengan pasar Inpres dan di depan jalan raya, sehingga mudah untuk dikunjungi oleh nasabah maupun calon nasabah. BRI Unit Parung dipimpin oleh seorang Kepala Unit ( Ka Unit) yang membawahi Account Officer Micro, Customer Service, dan Teller (Gambar 4). Masing-masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda antara satu dengan yang lainnya: a. Kepala Unit Kepala Unit (Ka Unit) bertugas sebagai pimpinan kantor BRI Unit. Dalam hal ini, Ka Unit bertanggung jawab atas seluruh kegiatan operasional yang dilakukan oleh BRI Unit tersebut. Selain itu, Ka Unit mempunyai wewenang untuk melakukan putusan kredit sebatas Kuasa Memutus Permohonan Pinjaman (KMPP) yang dimilikinya. Ka Unit mempunyai wewenang untuk memutuskan kredit sebesar Rp 25.000.000, lebih dari nilai tersebut harus diproses di kantor cabang. Saat ini, plafond maksimum Kupedes di BRI Unit Parung sebesar Rp 100.000.000,-. b. Account Officer Micro Accont Officer Micro (AO Micro) bertugas sebagai tenaga pemasaran yang berfungsi ganda sebagai lending and funding officer. Khusus untuk pinjaman, AO Micro berfungsi sebagai seorang analisis
dan merekomendasi
putusan kredit sekaligus berfungsi sebagai pembina dan penagih ke nasabah kredit. Selain itu, jumlah AO Micro yang dimilki masih kurang efisien karena hanya berjumlah dua orang, sedangkan jumlah nasabah yang ditangani berjumlah ribuan orang nasabah.
51
c. Customer Sevice Customer service (CS) bertugas melayani kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi di BRI Unit yang bersifat administrative. CS
berfungsi
untuk memberikan informasi kepada nasabah tentang produk-produk yang dimiliki oleh BRI khususnya tabungan Simpedes dan Kupedes. d. Teller Teller bertugas untuk melakukan transaksi tunai, yaitu penerimaan dan pembayaran kas. Adapun beberapa contohnya, yaitu penerimaan setoran tabungan, penarikan tabungan, pembayaran pinjaman, dan sebagainya.
` Kepala Unit
Account Officer
Customer Service
Teller
Gambar 4. Struktur Organisasi BRI Unit Parung.
5.2 Produk Pelayanan BRI Unit Parung Produk utama yang dimiliki oleh BRI Unit Parung adalah tabungan Simpedes dan Kupedes. Hal ini merupakan penciri utama BRI Unit seluruh Indonesia. Simpedes BRI telah menjawab keraguan akan kemampuan dan kemauan menabung masyarakat pedesaan terhadap faktor keamanan, kemudahan, dan likuiditas penarikan tabungan sewaktu-waktu.
52
Simpedes adalah simpanan pedesaan yang dilayani di BRI Unit dengan penyetoran yang dapat dilakukan setiap saat. Frekuensi pengambilan Simpedes tidak dibatasi sepanjang saldo rekening mencukupi. Pasar sasaran Simpedes adalah perorangan serta group/badan usaha/yayasan (non perorangan), kecuali bank. Kupedes adalah suatu fasilitas kredit yang bersifat umum, individual, selektif, berbunga wajar untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha mikro yang layak (eligible). Namun demikian, untuk memperluas jangkauan pelayanan, Kupedes dapat juga disalurkan untuk sektor konsumsi bagi golongan masyarakat berpenghasilan tetap. Pihak BRI cenderung lebih percaya dalam memberikan pinjaman kepada nasabah yang sebelumnya sudah pernah meminjam karena sudah mengenal karakter nasabah sesuai dengan prinsip 5C, pihak BRI dapat melihat karakter nasabah dari laporan pinjaman sebelumnya.
5.3 Penyaluran Kupedes BRI Unit Parung Berdasarkan jumlah nasabah dan pinjaman yang disalurkan BRI Unit Parung, terjadi penurunan dalam jumlah nasabah dan pinjaman. Penurunan ttersebut terjadi dalam sektor pertanian dan industri. Data tentang perkembangan Kupedes BRI Unit Parung dijelaskan pada Tabel 10.
53
Tabel 10. Perkembangan Kupedes Per Sektor di BRI Unit Parung, Bulan JanuariJuni 2008 Sektor Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Perubahan
Pertanian N (org) Rp (Juta) 24 183,42 22 175,03 19 161,57 18 150,51 17 126,68 14 137,84 -10 (-) (41,67%) 45,58
Industri N (org) Rp (Juta) 38 1.003,78 25 66,40 18 177,46 15 149,12 15 135,79 14 115,42 -24 (-) (63,16%) 888,36
Perdagangan N (org) Rp (Juta) 690 5.058,43 735 5.981,78 791 6.408,63 809 6.410,46 795 6.000,98 814 6.185,42 124 1.126,99 (17,97%)
Jasa N (org)
31 13 22 14 11 9 -22 (70,97%)
Rp (Juta) 129,37 90,57 138,35 81,48 70,24 87,15 (-) 42,22
Golbertap N (org) Rp (Juta) 286 1.805,07 43 145,32 26 91,13 21 78,52 17 104,73 13 63,81 -243 (-) (94,92%) 1.741,26
Total
N (org) 1069 838 876 1133 855 864 -205 (19,18%)
Rp (Juta) 8.630,06 7.056,08 6.977,15 8.987,38 6.438,73 6.589,64 (-) 2.040,42
Keterangan : N= Nasabah Sumber : BRI Unit Parung, 2008
Pada Tabel 10 dapat diketahui, bahwa terjadi penurunan jumlah nasabah dan pinjaman di sektor pertanian dan industri dari bulan Januari hingga Juni 2008. Penurunan sebesar Rp 45.580.000 dan 41,67 persen (10 orang) nasabah untuk sektor pertanian, sedangkan sektor industri terjadi penurunan Kupedes sebesar Rp 888.360.000 dan 63,16 persen (24 orang) nasabah. Sektor perdagangan mengalami peningkatan sebesar Rp 1.126.990.000 dan 17,97 persen (124 orang) nasabah. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa sektor produktif pada BRI Unit Parung, yaitu pertanian dan industri mengalami penurunan pinjaman Kupedes dibanding sektor perdagangan yang hanya sifatnya sebagai distributor. Penyaluran Kupedes di BRI Unit Parung dari bulan januari hingga 2008 belum tersalurkan pada sektor yang lebih produktif, hal ini terjadi karena rendahnya nilai Kupedes di dua sektor produktif tersebut. Selain itu, menurut pihak BRI kedua sektor tersebut belum mempunyai kinerja yang baik dalam pengolahan usahanya. Hal itu terjadi karena alat-alat yang digunakan masih tradisional dan nilai penjualan yang tetap dibanding biaya yang terus meningkat, sehingga kedua sektor tersebut dianggap masih belum mampu mengolah usahanya dengan baik. Selain jumlah dan nasabah Kupedes, pada Tabel 10 dapat diketahui juga kinerja BRI Unit Parung dalam mengelola tunggakan Kupedes (NPL). Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa nilai NPL BRI Unit Parung
NPL (%) 5,36 6,55 6,29 6,48 5,79 5.02
54
untuk produk Kupedes mengalami penurunan. Awal Januari, NPL berkisar 5,36 persen dan mengalami penurunan selama lima bulan terakhir, sehingga mencapai nilai NPL sebesar 5,02 persen pada akhir bulan Juni. Jumlah NPL yang semakin menurun memperlihatkan kinerja yang dilakukan BRI Unit Parung cukup baik dalam mengatur penyaluran Kupedes, untuk lebih mengetahui data Kupedes di BRI Unit Parung dapat dilihat Lampiran 1 hingga 7.
BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA
6.1 Karakteristik Responden Responden untuk penelitian ini berjumlah 90 responden yang terdiri dari 30 orang yang bergerak di sektor perdagangan, 30 orang di sektor industri, 30 orang di sektor pertanian dan semuanya itu merupakan nasabah Kupedes di BRI Unit Parung. Karakteristik responden yang ingin diukur dalam penelitian ini dari setiap sektor antara lain, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan tanggungan keluarga. Tabel 11. Karakteristik Responden Menurut Umur Umur 27-35 Tahun 36-44 Tahun 45-53 Tahun 54-62 Tahun 62 Tahun ke atas Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 5 16,67 14 46,67 6 20,00 4 13,33 1 3,33 30
100
Industri Jumlah Persentase (orang) (%) 3 10,00 11 36,67 14 46,67 2 6,67 0 0 30
100
Pertanian Jumlah Persentase (orang) (%) 4 13,33 12 40,00 10 33,33 2 6,67 1 3,33 30
100
Menurut Tabel 11 dijelaskan bahwa dari segi tingkatan umur, masingmasing sektor mempunyai karakteristik umur yang berbeda-beda. Dalam sektor perdagangan sebagian besar tingkatan umur yang paling dominan dalam meminjam Kupedes adalah antara umur 36-44 tahun, sebesar 46,67 persen. Dalam sektor industri dan pertanian memiliki tingkatan umur yang berbeda dengan sektor perdagangan, dikedua sektor ini tingkatan umur yang paling dominan dalam meminjam Kupedes adalah antara umur 45-53 tahun, sebesar 46,67 persen untuk sektor industri dan sebesar 33,33 persen untuk sektor pertanian. Berdasarkan 55
56
tingkatan umur ini dapat diketahui, bahwa rata-rata tingkatan umur yang meminjam Kupedes di sektor perdagangan didominasi oleh responden dengan tingkatan umur yang lebih muda (36-44 tahun) apabila dibandingkan dengan kedua sektor yang lainnya, yaitu sektor industri dan sektor pertanian (45-53 tahun). Tabel 12. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 28 93,33 2 6,67 30 100
Industri Jumlah Persentase (orang) (%) 26 86,67 4 13,33 30 100
Pertanian Jumlah Persentase (orang) (%) 27 90,00 3 10,00 30 100
Pada Tabel 12 dapat dilihat jenis kelamin dari semua sektor yang meminjam Kupedes, berdasarkan data dapat diketahui bahwa jenis kelamin lakilaki memiliki proporsi terbesar dalam peminjaman Kupedes di BRI Unit Parung. Jumlah persentasenya berbeda-beda di tiap sektor, pada sektor perdagangan sebesar 93,33 persen, sektor industri sebesar 86,67 persen, dan sektor pertanian sebesar 90 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar nasabah Kupedes merupakan laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebaran responden di setiap sektor mempunyai tingkat pendidikan yang sama, namun persentasenya berbeda-beda. Tingkat pendidikan responden yang meminjam Kupedes di setiap sektor adalah responden dengan tingkat pendidikan SD, sebesar 40 persen untuk sektor perdagangan, 63,33 persen untuk sektor industri, dan sebesar 46,67 persen untuk sektor pertanian. Berdasarkan data tersebut, maka responden dalam sektor industri
57
merupakan sektor dengan nilai persentase tingakat pendidikan SD terbesar yaitu 63,3 persen. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dari semua sektor yang menggunakan Kupedes, tingkat pendidikan nasabahnya rata-rata masih rendah yaitu lulusan SD. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan dan pembinaan dalam penggunaan Kupedes agar penyaluran tesebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para nasabah. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Pendidikan Tidak tamat SD SD SLTP SMA D3 S1/S2 Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 3,33 12 40,00 7 23,33 9 30,00 0 0,00 1 3,33 30 100
Jumlah (orang) 0 19 3 8 0 0 30
Industri Persentase (%) 0,00 63,33 10,00 26,67 0,00 0,00 100
Pertanian Persentase (%) 0 0,00 14 46,67 5 16,67 6 20,00 0 0,00 5 16,67 30 100
Jumlah (orang)
Dilihat dari jumlah tanggungan keluarganya, setiap sektor mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang berbeda-beda. Jumlah tanggungan keluarga dalam sektor perdagangan dan industri berjumlah 2-3 orang, dengan jumlah responden sebesar 50 persen untuk perdagangan dan 56,67 persen untuk sektor industri. Sedangkan untuk sektor pertanian, sebaran jumlah tanggungan keluarga berjumlah 0-1 orang dengan jumlah responden sebesar 50 persen. Tanggungan keluarga dalam perhitungan ini adalah jumlah anggota keluarga yang masih ditanggung hidupnya oleh responden, sedangkan anggota keluarga yang sudah menikah dan bekerja tidak dimasukkan dalam perhitungan ini.
58
Berdasarkan perhitungan, dapat digambarkan bahwa jumlah tanggungan keluarga di sektor pertanian lebih rendah. Hal ini dikarenakan usia responden yang sudah lanjut, tempat tinggal di desa dan banyak anaknya yang sudah menikah, sehingga tanggungan keluarganya lebih rendah dibandingkan dengan sektor perdagangan dan industri yang kebanyakan bertempat tinggal di daerah perkotaan. Data jumlah tanggungan tiap sektor dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Responden Menurut Tanggungan Keluarga Tanggungan Keluarga 0-1 Orang 2-3 Orang 4 Orang ke atas Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 14 46,67 15 50,00 1 3,33 30 100
Industri Jumlah Persentase (orang) (%) 12 40,00 17 56,67 1 3,33 30 100
Pertanian Jumlah Persentase (orang) (%) 15 50,00 14 46,67 1 3,33 30 100
6.2 Profil Usaha Profil usaha responden perlu diketahui sebelum mengukur kinerja dari responden tersebut. Salah satu bentuk dari profil usaha responden adalah pengalaman usaha. Pengalaman yang dimiliki responden akan mempengaruhi kinerja responden tersebut, semakin lama orang tersebut menekuni atau mendalami usahanya maka orang tersebut dapat memahami usahanya secara keseluruhan dan mempunyai kemampuan untuk memperkecil peluang terjadinya resiko. Oleh karena itu, pihak BRI lebih mendahulukan responden yang sudah berpengalaman untuk mendapatkan Kupedes. Profil usaha responden dalam penelitian ini diukur berdasarkan pengalaman usaha, komoditas yang dijalankan, awal tahun pinjaman dan pinjaman yang diterima. Usaha yang dibiayai oleh Kupedes minimal sudah berjalan satu tahun. Data pengalaman usaha responden dalam penelitian ini dilihat pada Tabel 15.
59
Tabel 15. Profil Usaha Menurut Pengalaman Usaha Pengalaman Usaha 3-10 Tahun 11-18 Tahun 19-26 Tahun 27 Tahun ke atas Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 8 26,67 11 36,67 9 30,00 2 6,67 30 100
Industri Jumlah Persentase (orang) (%) 8 26,67 14 46,67 6 20,00 2 6,67 30 100
Pertanian Jumlah Persentase (orang) (%) 8 26,67 11 36,67 6 20,00 2 6,67 30 100
Pada Tabel 15 dijelaskan bahwa sebagian besar responden di setiap sektor mempunyai pengalaman usaha antara 11-18 tahun, sebesar 36,67 persen untuk sektor perdagangan dan pertanian, dan 46,67 persen untuk sektor industri. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini sebagian besar responden mempunyai pengalaman usaha yang sudah lama, yaitu minimal 11 tahun. Komoditas yang diusahakan di sektor perdagangan dan industri mempunyai kesamaan, sedangkan komoditas di sektor pertanian merupakan pertanian ikan lele. Sebaran komoditas di setiap sektor dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Profil Usaha Menurut Komoditas yang diusahakan Komoditas Makanan dan minuman Pakaian Peralatan RT Lain-lain Perikanan Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 16 53,33
Industri Jumlah Persentase (orang) (%) 14 46,67
Pertanian Jumlah Persentase (orang) (%) 0 0,00
3 3 8
10,00 10,00 26,67
8 0 8
26,67 0,00 26,67
0 0 0
0,00 0,00 0,00
0 30
0 100
0 30
0 100
30 30
100 100
Pada Tabel 16 diketahui komoditas yang mendominasi dalam peminjaman Kupedes di sektor perdagangan (53,33 persen) dan industri (46,67 persen) adalah komoditas makanan dan minuman seperti dagang sembako, warung makan, pembuatan tahu dan tempe, pembuatan kripik, dan dagang sayur. Pada sektor pertanian komoditas yang mendominasi dalam peminjaman Kupedes di BRI Unit Parung adalah komoditas perikanan yaitu tani ikan lele, sebesar 100 persen. Hal
60
tersebut dikarenakan, daerah Parung merupakan sentra petani ikan dan selain itu, hasil panen yang diterima lebih besar dibanding dengan tani tanaman. Budidaya ikan lele relatif lebih mudah untuk dilakukan, karena ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang sekalipun dalam kondisi air yang jelek, keruh, kotor, dan miskin O2. Selain itu, ikan lele dapat dipanen sebulan sekali untuk ukuran bibit dan tiga bulan sekali untuk ukuran besar, sehingga dalam setahun petani dapat melakukan panen empat kali panen. Tingkat keberhasilan pemanenan lele mencapai 70 persen, dengan tingkat kematian 30 persen yang disebabkan karena tidak dapat bersaing mencari makan, dimakan lele lain, dan sakit. Setelah menganalisis komoditas yang diusahakan, maka akan dilihat awal tahun pinjaman responden di setiap sektor. Data mengenai awal tahun pertama para responden menerima Kupedes dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Profil Usaha Menurut Awal Tahun Pinjaman Tahun 1987-1996 1997-2000 2001-2004 2005-2007 Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 3,33 7 23,33 7 23,33 15 50,00 30 100
Industri Jumlah Persentase (orang) (%) 2 6,67 6 20,00 6 20,00 16 53,33 30 100
Pertanian Jumlah Persentase (orang) (%) 1 3,33 5 16,67 9 30,00 15 50,00 30 100
Berdasarkan Tabel 17, responden dalam penelitian ini merupakan para nasabah yang mempunyai pengalaman meminjam Kupedes antara tahun 2005 hingga 2007. Dalam sektor perdagangan jumlah responden yang meminjam pada tahun tersebut sebesar 50 persen, pada sektor industri sebesar 53,33 persen, dan pada sektor pertanian sebesar 50 persen.
61
Dari data tersebut dapat diketahui, bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini merupakan nasabah baru, yaitu yang melakukan pinjaman baru tiga tahun antara tahun 2005 hingga 2007. Pengalaman responden memasuki dunia kredit juga mempengaruhi besarnya plafond yang akan diterima, biasanya pihak BRI lebih mengutamakan nasabah lama dibandingkan dengan nasabah yang baru mengajukan kredit. Hal tersebut dikarenakan pihak BRI sudah mengetahui kemampuan dan kapasitas nasabah lama dibanding dengan nasabah baru. Selain itu,BRI juga mempunyai berkas tentang riwayat nasabah lama dalam menjalankan kewajibannya membayar angsuran Kupedes. Salah satu atribut profil usaha yang akan diukur da;am penelitian ini adalah pinjaman Kupedes yang diterima oleh responden. Pinjaman Kupedes di setiap sektor dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Profil Usaha Menurut Pinjaman Kupedes Pinjaman (Rp) 7 juta-25 juta 26 juta-44 juta 45 juta-63 juta 64 juta ke atas Total
Perdagangan Jumlah Persentase (orang) (%) 28 93,33 2 6,67 0 0,00 0 0,00 30 100
Industri Jumlah Persentase (orang) (%) 25 83,33 1 3,33 1 3,33 3 9,99 30 100
Pertanian Jumlah Persentase (orang) (%) 21 70,00 5 16,67 2 6,67 2 6,67 30 100
Pada tabel 18 dijelaskan bahwa sebagian besar responden di setiap sektor yang diteliti mempunyai jumlah pinjaman Kupedes antara Rp 7.000.000 hingga Rp 25.000.000. Dalam sektor perdagangan, responden yang mempunyai pinjaman antara Rp 7.000.000 hingga Rp 25.000.000 sebesar 93,33 persen, kemudian diurutan kedua dengan jumlah responden sebesar 83.3 persen adalah sektor
62
industri, dan diurutan ketiga dengan jumlah responden sebesar 70 persen adalah sektor pertanian. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa rata-rata pinjaman yang diterima oleh responden di semua sektor antara Rp 7.000.000 hingga Rp 25.000.000. Hal ini dikarenakan, besarnya plafond yang dapat disetujui oleh pihak BRI Unit nilai plafond hingga Rp 25.000.000, namun untuk plafond di atas Rp 25.000.000 harus diajukkan ke BRI cabang. Selain itu, rata-rata responden dalam penelitian ini merupakan nasabah baru dan hanya mempunyai riwayat pinjaman kredit selama tiga tahun, yaitu antara tahun 2005 hingga 2007 sehingga pihak bank harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit dengan jumlah yang lebih besar. Selain itu, pihak BRI juga belum mengenal secara jelas kapasitas dan kemampuan responden dalam menjalankan usahanya.
BAB VII PENGARUH KUPEDES TERHADAP PERFORMANCE BUSINESS
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menggunakan bantuan Microsoft excel 2007 maka akan dibandingkan pengaruh Kupedes terhadap performance business atau kinerja perusahaan. Dalam hal ini sektor perdagangan, industri, dan pertanian yang dilihat dari segi laba, asset, persediaan, penjualan, biaya operasi, dan biaya rumah tangga. Penelitian ini tidak dilakukan terhadap individu tetapi dalam satu sektor, hal itu dikarenakan keterbatasan data yang diterima. Sektor perdagangan dalam penelitian ini adalah usaha dalam bentuk makanan dan minuman, pakaian, dan alat-alat rumah tangga. Pinjaman Kupedes dalam sektor ini di mulai dari Rp 8.000.000 hingga Rp 35.000.000 yang paling besar dan mempunyai pengalaman rata-rata diatas 11 tahun.
Skala dalam
penelitian ini yaitu 1 : 1.745.000, besarnya skala berdasarkan selisih nilai tertinggi dan terendah kinerja responden (Rp) dalam sektor perdagangan. Sektor industri
dalam penelitian ini meliputi industri tahu, konveksi
pakaian, sarung tangan, tempe, barang-barang plastik dan kerajinan tas. Besarnya pinjaman yang diterima mulai dari Rp 12.000.000 hingga Rp 80.000.000. Skala dalam penelitian ini yaitu 1 : 4.950.000, besarnya skala berdasarkan selisih nilai tertinggi dan terendah kinerja responden (Rp) dalam sektor industri. Sektor pertanian dalam penelitian ini mencakup tani ikan lele, ikan hias, Patin, dan gurame. Responden yang diteliti sebagian besar berprofesi sebagai petani ikan lele, jarang sekali dijumpai para petani tanaman. Responden memilih komoditas ikan karena hasil yang diperoleh cepat panen yaitu 2-3 bulan sekali.
63
64
Pemeliharaannya tidak rumit dan tidak membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga komoditas ini disukai oleh para responden. Skala dalam penelitian ini yaitu 1 : 1.440.000, besarnya skala berdasarkan selisih nilai tertinggi dan terendah kinerja responden (Rp) dalam sektor pertanian. Kupedes yang diterima sebagian besar digunakan oleh responden untuk menambah modal kerja. Dalam penelitian ini akan dilihat dari keterkaitan pinjaman Kupedes terhadap performance business antara sektor pedagangan, industri, dan pertanian. Kinerja responden tiap sektor akan dibandingkan berdasarkan jumlah responden yang nilai kinerjanya berbanding lurus dengan Kupedes dan nilai rata-rata kinerjanya. Jumlah responden merupakan proiritas utama dalam menentukan kinerja tiap sektor.
7.1 Keterkaitan Kupedes terhadap Nilai Laba 7.1.1 Sektor Perdagangan Laba yang diperoleh oleh responden pada sektor perdagangan semakin meningkat sebanding dengan besarnya penerimaan Kupedes, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 yang menjelaskan tentang perbandingan Kupedes terhadap laba perdagangan. Gambar 5 menjelaskan bahwa laba yang diterima oleh debitur lebih besar dibanding jumlah Kupedes yang dipinjam. Pada Gambar 5 juga dapat dilihat bahwa semakin besar nilai kredit yang dipinjam maka laba yang diterima juga semakin besar. Hal itu dapat dilihat dari pergerakan kurva laba yang semakin tinggi apabila penerimaan Kupedesnya tinggi.
65
Gambar 5. Perbandingan Kupedes terhadap Laba untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan (skala 1 : 1745000) Rata-rata laba yang diperoleh responden dalam sektor sebesar Rp. 28.456.000 (16,02 persen) dengan nilai minimum laba sebesar Rp 5.160.000 (2,63 persen) per tahun dan nilai maksimum sebesar Rp 76.920.000 (43,89 persen) per tahun. Rata-rata nilai penerimaan Kupedes pada sektor ini sebesar 9,05 persen atau Rp 15.796.744, hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan nilai laba sebesar Rp 1.801,38. Penerimaan Kupedes yang tinggi, maka modal kerja yang dimiliki oleh nasabah akan tinggi pula dan menyebabkan barang yang akan dijual juga semakin tinggi, sehingga memungkinkan utuk mendapatkan laba yang lebih besar daripada nasabah lain yang menerima Kupedes lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah responden yang peningkatan labanya berbanding lurus dengan besarnya Kupedes yang dipinjam sebesar 86,67 persen, hal ini berarti rata-rata laba responden akan meningkat apabila terjadi peningkatan nilai Kupedes.
66
Pada Gambar 5 dapat dilihat juga bahwa responden 2 dan 16 menerima pinjaman yang sama sekitar Rp 35.000.000 (19,79 persen), namun diantara keduanya mendapatkan laba yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan, responden 2 memiliki pengalaman yang lebih lama (10 tahun) dibandingkan dengan responden 16 (6 tahun). Selain itu, barang yang dijual oleh responden 2 merupakan kebutuhan sehari-hari (sembako) sedangkan responden 16 menjual karung plastik.
7.1.2 Sektor Industri Nilai laba dalam sektor industri hampir sama dengan perdagangan, meningkatnya pinjaman Kupedes akan meningkatkan laba yang akan diterima. Perbandingan Kupedes terhadap laba industri dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Perbandingan Kupedes terhadap Laba untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri (skala1: 4950000) Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa perbandingan antara Kupedes dengan laba cukup besar, semakin besar nilai Kupedes yang diterima
67
maka akan meningkatkan laba yang akan dihasilkan. Rata-rata nilai laba yang diterima sebesar Rp 63.162.400 (12,58 persen) pertahun, dengan nilai laba maksimal yang diterima sebesar Rp 486.840.000 (98,35 persen), dan laba minimum yang diterima dalam penelitian ini sebesra Rp 6.600.000 (1,13 persen). Rata-rata nilai pinjaman Kupedes yang diterima sebesar Rp 23.013.158 (4,65 persen), hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan nilai laba sebesar Rp 2.744,62. Peningkatan jumlah Kupedes yang diterima maka akan meningkatkan nilai laba yang akan diterima oleh para responden. Jumlah responden yang mempunyai nilai laba berbanding lurus dengan kenaikan Kupedes sebesar 90 persen dan sisanya mempunyai nilai laba lebih rendah dibanding nilai Kupedesnya. Hal ini terjadi karena, komoditas yang dijual berupa pakaian dan akan meningkatkan nilai persediaan yang dimiliki sehingga mengurangi nilai laba yang akan diterima. Pada gambar di atas dapat dilihat juga bahwa reponden 15 dan 25 mempunyai nilai laba yang lebih besar dibandingkan oleh responden yang lain. Hal ini dikarenakan, kedua responden tersebut memilki pengalaman yang lebih lama dibandingkan dengan responden yang lain, yaitu 21 tahun dan 10 tahun. Walaupun reponden 15 mempunyai pengalaman yang lebih lama (21 tahun) dibandingkan responden 25, reponden 15 menerima laba lebih rendah (85,33 persen) dibanding responden 25 (98,35 persen). Produk yang diproduksi oleh responden 25 merupakan komoditas makanan yang lebih disukai dan merupakan makanan sehari-hari (tahu). Responden 15 memproduksi kayu yang penjualannya
68
berdasarkan permintaan dan kayu merupakan kebutuhan pokok setelah makanan, maka laba yang dihasilkan responden 25 lebih besar dibandingkan responden 15.
7.1.3 Sektor Pertanian Pada sektor pertanian juga terjadi keterkaitan antara Kupedes dengan labanya, penerimaan Kupedes yang tinggi akan meningkatkan penerimaan labanya. Keterkaitan Kupedes dengan laba dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Perbandingan Kupedes terhadap Laba untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian (skala 1 : 1440000) Gambar 7 menjelaskan tentang besarnya laba yang dihasilkan melebihi nilai Kupedes yang diterima. Rata-rata nilai laba yang dihasilkan responden dalam penelitian ini sebesar Rp 33.819.700 (23,17 persen) dengan nilai laba maksimum Rp 107.400.000 (69,87 persen) dan nilai laba minimum Rp 7.275.000 4,65 persen). Rata-rata nilai pinjaman yang diterima sebesar Rp 16.401.674 (11,39 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1000
69
maka akan meningkatkan laba sebesar Rp 2.061,97. Jumlah responden dalam sektor pertanian mempunyai nilai laba berbanding lurus dengan besarnya Kupedes sebesar 93,33 persen, hal ini menunjukkan bahwa pinjaman Kupedes
yang
diterima digunakan dengan baik untuk mengembangkan usahanya. Pada gambar di atas juga dapat dilihat bahwa dengan pinjaman Kupedes yang sama (17,02 persen) responden 6 dan responden 18 mempunyai laba yang berbeda, responden menerima laba lebih besar (74,48 persen) disbanding responden 18 (32,38 persen). Hal tersebut dikarenakan responden 6 mempunyai pengalaman lebih lama yaitu 22 tahun dibandingkan dengan reponden 18 yang hanya mempunyai pengalaman 15 tahun. Selain itu, latar belakang pendidikan responden 6 lebih tinggi yaitu perguruan tinggi, sehingga lebih banyak memiliki pengetahuan dan strategi yang baik dibandingkan dengan respoden 18 yang hanya berlatar belakang pendidikan SLTP.
7.1.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Laba Perbandingan kinerja nilai laba di setiap sektor diukur berdasarkan jumlah responden yang mempunyai kinerja berbanding lurus dengan Kupedes dan nilai rata-rata labanya. Prioritas utama dalam mengukur kinerja setiap sektor ini adalah jumlah respondennya. Data tentang kinerja tiap sektor dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Kinerja Nilai Laba Setiap Sektor. Sektor
Perdagangan Industri Pertanian
Jumlah responden (%) 86,67 90,00 93,33
Nilai rata-rata Laba (Rp) 28.456.000 63.162.400 33.819.700
Nilai Rata-rata Kupedes (Rp) 15.796.744 23.013.158 16.401.674
Laba/Kupedes 1,80 2,74 2,06
70
Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa sektor pertanian mempunyai jumlah responden yang besar, yaitu 93,33 persen. Berdasarkan nilai rata-ratanya dapat diketahui bahwa sektor industri mempunyai nilai terbesar, yaitu Rp 63.162.400, sedangkan sektor perdagangan mempunyai nilai terendah diantara kedua sektor tersebut. Selain itu, dilihat dari perbandingan laba dengan Kupedes sektor industri mempunyai nilai terbesar, yaitu 2,74 yang berarti penerimaan laba sebesar 2,74 kali dari nilai Kupedesnya Hal itu terjadi karena menjual produk dengan jumlah yang relatif besar.
7.2 Keterkaitan Kupedes terhadap Nilai Asset 7.2.1 Sektor Perdagangan Nilai asset pada sektor perdagangan meningkat dengan tingginya Kupedes yang diterima. Perbandingan Kupedes terhadap nilai asset perdagangan dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar 8 dijelaskan tentang perbandingan keterkaitan Kupedes terhadap nilai asset yang dimiliki. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui, bahwa besarnya nilai asset yang dimiliki melebihi nilai Kupedes yang dipinjam. Besarnya nilai asset dipengaruhi oleh besarnya nilai pinjaman, semakin besar nilai pinjaman maka akan meningkatkan nilai asset yang dimiliki. Hal ini terjadi karena pinjaman yang diterima digunakan untuk tambahan modal kerja, sehingga akan menambah nilai asset yang dimiliki seperti uang kas, piutang apabila penjualan dilakukan secara kredit, nilai persediaan apabila ada barang yang tidak terjual, dan lain-lain.
71
Gambar 8. Perbandingan Kupedes terhadap Nilai Asset untuk Masing-masing Responden Penriama Kupedes dalam Sektor Perdagangan (skala 1 : 1745000) Rata-rata nilai asset yang dimiliki oleh responden sebesar Rp 37.554.500 (21,25 persen) dengan nilai minimum sebesar Rp 7.000.000 (100 persen) dan nilai maksimum sebesar Rp 174.500.000 (3,69 persen). Rata-rata nilai Kupedes yang dipinjam sebesar Rp 15.796.744 (9,05 persen), dari data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata dengan meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan nilai asset sebesar Rp 2.377,36. Jumlah responden yang nilai assetnya meningkat bebanding lurus dengan meningkatnya pinjaman Kupedes sebesar 86,67 persen. Pada Gambar 8 dapat dilihat juga bahwa reponden 16 mempunyai nilai asset yang lebih besar dibandingkan dengan responden 2, namun pinjaman Kupedes yang diterima sama. Hal tersebut dikarenakan produk yang dijual oleh responden 16 membutuhkan tempat yang lebih besar (karung plastik) dibandingkan dengan responden 2 (sembako). Selain itu, ada juga reponden yang
72
mempunyai nilai asset lebih rendah dibandingkan pinjaman yang diterima. Hal itu terjadi karena pinjaman yang diterima tidak digunakan untuk pembelian asset, atau nilai piutangnya lebih rendah karena rendahnya penjualan secara kedit, dan persediaan yang rendah karena banyaknya yang tidak terjual. Semua itu merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan nilai asset responden menjadi lebih rendah dibanding pinjaman Kupedes yang dierima.
7.2.2 Sektor Industri Pada sektor industri, nilai asset meningkat sebanding dengan tingginya penerimaan Kupedes. Perbandingan Kupedes terhadap nilai asset pada sektor ini dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Perbandingan Kupedes terhadap Nilai Asset untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri (skala1: 4950000)
73
Pada Gambar 9 dijelaskan mengenai perbandingan Kupedes terhadap nilai asset, dari data tersebut dapat diketahui semakin meningkat nilai Kupedes yang diterima maka akan maningkatkan nilai Kupedes. Tambahan nilai asset yang dimiliki tergantung dari besarnya nilai Kupedes yang diterima, karena dana Kupedes tersebut digunakan untuk modal kerja, contohnya adalah penambahan nilai asset berupa penambahan uang kas, persediaan, peralatan usaha, dan lainlain. Rata-rata jumlah nilai asset yang dimiliki oleh responden dalam sektor industri sebesar Rp 65.077.722 (12,97 persen) dengan nilai asset maksimum Rp 297.000.000 (59,2 persen) dan nilai asset minimum Rp 14.871.651 (2,81 persen). Rata-rata nilai Kupeds yang diterima sebesar Rp 23.013.158 (4,65 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan nilai asset sebesar Rp 2.827,85. Jumlah responden yang mempunyai nilai asset berbanding lurus dengan Kupedes sebesar 100 persen, hal ini terjadi karena Kupedes yang digunakan untuk modal keja dan menambah nilai asset responden. Pada Gambar 9 juga dapat dilihat bahwa responden 15 mempunyai nilai asset yang lebih besar (59,92 persen) dibandingkan responden 25 walaupun jumlah Kupedes yang diterima sama (15,99 persen). Hal tersebut dikarenakan asset yang dimiliki oleh responden 15 lebih banyak, diantaranya mesin-mesin yang mendukung kegiatan produksi dibandingkan dengan responden 25 yang memproduksi tahu.
74
7.2.3 Sektor Pertanian Pada sektor pertanian, nilai asset meningkat sebanding dengan tingginya penerimaan Kupedes. Perbandingan Kupedes terhadap nilai asset pada sektor ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Perbandingan Kupedes terhadap Nilai Asset untuk Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian (skala 1 : 1440000) Pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa meningkatnya pinjaman Kupedes maka akan meningkatkan nilai assetnya. Nilai maksimum asset responden dalam penelitian ini sebesar Rp 144.000.000 (100 persen) dan nilai minimumnya Rp 10.500.000 (6,90 persen) dengan nilai rata-rata asset responden sebesar Rp 48.572.667 (33,45 persen). Rata-rata nilai pinjaman Kupedes sebesar Rp 16.401.674 (11,39 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan nilai asset sebesar Rp 2.961, 45. Pada Gambar 10 dijelaskan juga, bahwa responden dengan nilai pinjaman Kupedes lebih tinggi akan memiliki nilai asset usaha yang besar pula dibandingkan dengan responden yang menerima pinjaman Kupedes lebih kecil. Jumlah responden yang
75
mempunyai nilai asset berbanding lurus terhadap besarnya Kupedes sebesar 93,3 persen. Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa dengan pinjaman kupedes yang lebih rendah (13, 53 persen) responden 17 mempunyai nilai asset yang lebih besar yaitu 100 persen, dibandingkan responden 18 yang menerima pinjaman lebih besar (17,02 persen). Hal tersebut dikarenakan responden 17 mempunyai tambahan pendapatan diluar usaha yang berasal dari penjualan sembako dan ayam sebesar Rp. 16.500.000 perbulan, sehingga responden tersebut dapat menyisihkan sebagian kasnya untuk membeli kendaraan usaha.
7.2.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Asset Perbandingan kinerja nilai asset di setiap sektor diukur berdasarkan jumlah responden yang mempunyai nilai asset berbanding lurus dengan Kupedes dan nilai rata-rata assetnya. Jumlah responden merupakan ukuran utama dalam menentukan kinerja di tiap sektor tersebut. Perbandingan kinerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Perbandingan Kinerja Nilai Asset Setiap Sektor Sektor
Perdagangan Industri Pertanian
Jumlah responden (%) 93,33 100,00 93,33
Nilai rata-rata Asset (Rp) 37.554.500 65.077.722 48.572.667
Nilai Rata-rata Kupedes (Rp) 15.796.744 23.013.158 16.401.674
Asset/Kupedes 2,38 2,83 2,96
Berdasarkan Tabel 20, maka sektor industri merupakan sektor yang mempunyai kinerja nilai asset lebih baik dibandingkan kedua sektor yang lain. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah reponden yang mempunyai nilai asset berbanding lurus dengan Kupedesnya sebesar 100 persen dan nilai rata-rata
76
assetnya sebesar Rp 65.077.722. Besarnya nilai asset yang dimiliki sektor industri dikarenakan, Kupedes yang diterima digunakan untuk membeli peralatan produksi dan sektor tersebut menggunakan mesin-mesin yang mempunyai nilai lebih tinggi dibanding sektor yang lainnya. Namun dilihat dari nilai perbandingannya dengan Kupedes, sektor pertanian mempunyai nilai terbesar yaitu 2,96. Perbandingan Kupedes anatara sektor industri (2,83) dan pertanian mempunyai nilai yang tidak berbeda, hal tersebut terjadi karena Kupedes yang diterima digunakan untuk memnambah peralatan
dan
membeli bahan produksi. Berbeda dengan
perdagangan (2,38), Kupedes yang diterima sebagian besar digunakan untuk membeli barang dagang.
7.3 Keterkaitan Kupedes terhadap Persediaan 7.3.1 Sektor Perdagangan Nilai persediaan yang dimiliki responden merupakan semua komoditas yang tidak terjual atau sengaja disimpan untuk persediaan yang akan datang. Pada Gambar 11 dijelaskan bahwa keterkaitan Kupedes terhadap nilai persediaan di sektor perdagangan. Berdasarkan Gambar 11, rata-rata nilai persediaan yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini adalah Rp 17.129.000 (9,51 persen) dengan nilai minimum sebesar Rp 590.000 (0 persen) dan nilai maksimum Rp 75.000.000 (42,79 persen). Rata-rata nilai Kupedes yang diterima sebesar Rp 15.796.744 (9,5 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya pinjaman Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan persediaan sebesar Rp. 1.084,34. Hal tersebut terjadi karena Kupedes yang diterima digunakan untuk modal kerja dan responden
77
menggunakanya untuk membeli produk yang akan dijual. Pembelian barang dagang dipengaruhi oleh dana Kupedes yang diterima responden, sehingga apabila ada barang yang tidak terjual dalam waktu tertentu maka akan dihitung sebagai persediaan.
Gambar 11. Perbandingan Kupedes terhadap Persediaan untuk Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan (skala 1 : 1745000)
Jumlah responden yang mempunyai peningkatan persediaan berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah Kupedes sebesar 40 persen dan sisanya tidak mengalami peningkatan. Hal itu terjadi karena, barang yang dijual sebagian besar barang kebutuhan rumah tangga seperti sembako sehingga mengalami perputaran persediaan yang cukup cepat. Pada Gambar 11 dapat diketahui juga responden 16 mempunyai persediaan yang lebih besar di bandingkan responden 2, padahal jumlah Kupedes yang diterima sama (20 Persen). Hal tersebut dikarenakan produk yang dimiliki
78
(karung plastik) membutuhkan waktu yang lama agar dapat terjual dan dijual dalam jumlah yang besar, sedangkan responden 2 menjual barang kebutuhan sehari-hari, sehungga persediaan yang disimpan juga lebih rendah.
7.3.2 Sektor Industri Pada sektor industri, persediaan meningkat sebanding dengan tingginya penerimaan Kupedes. Perbandingan Kupedes terhadap nilai asset pada sektor ini dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Perbandingan Kupedes terhadap Persediaan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri (skala1: 4950000)
Gambar 12 menjelaskan perbandingan antara Kupedes dengan nilai persediaan yang dimiliki oleh responden. Dalam penelitian ini perbandingan Kupedes terhadap persediaan sangat bervariasi, semakin tinggi penerimaan Kupedes maka akan meningkatkan jumlah persediaan yang dimiliki, walaupun
79
tidak besar perubahannya. Kenaikan ini akan terlihat apabila dibandingkan dengan responden yang menerima pinjaman lebih rendah. Rata-rata nilai persediaan yang dimiliki responden dalam penelitian ini sebesar Rp 24.390.667 (4,73 persen) dengan nilai persediaan maksimum Rp 90.000.000 (18,02 persen) dan nilai persediaan minimum Rp 3.000.000 (0,40 persen). Rata-rata nilai pinjaman Kupedes sebesar Rp 23.013.158 (4,65 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000, maka akan meningkatkan nilai persediaan sebesar Rp 1.059,86. Responden yang menerima pinjaman Kupedes tinggi tidak semuanya mempunyai persediaan yang tinggi juga. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden memproduksi barang sesuai dengan permintaan, pada umumnya terjadi di industri yang memproduksi makanan, seperti tahu. Sebagian besar responden dalam penelitian ini bergerak di bidang industri makanan dan minuman, sehingga perubahan dalam jumlah persediaan tidak terlalu besar. Jumlah responden yang nilai persediaannya berbanding lurus dengan penerimaan Kupedes sebesar 53,33 persen. Pada Gambar 12 juga dapat dilihat bahwa, responden 15 dengan pinjaman yang lebih besar (15,99 persen), namun mempunyai nilai persediaan lebih rendah dibandingkan dengan responden 21 yang menerima pinjaman lebih rendah (4,86 persen). Hal itu terjadi karena responden 21 memproduksi pakaian, sehingga persediaannya lebih besar dibanding responden 15 yang memproduksi kayu. Selain itu, penjualan pakaian dilakukan secara musiman dan akan menyebabkan produk yang tidak terjual juga menjadi lebih besar.
80
7.3.3 Sektor Pertanian Sebaran nilai persediaan yang dimililki responden pada sektor pertanian juga sangat bervariasi. Penerimaan Kupedes yang tinggi tidak mempengaruhi persediaan yang tinggi juga. Perbandingan nilai persediaan dengan Kupedes dalam sektor pertanian dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Perbandingan Kupedes terhadap Persediaan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian (skala 1 : 1440000)
Berdasarkan Gambar 13, dapat dijelaskan bahwa nilai pesediaan yang paling tinggi sebesar 40 persen dengan nilai Rp 58.000.000 dan paling rendah atau minimum hampir mencapai nilai nol persen (0,24 persen) dengan nilai Rp 9.500.000, rata-rata nilai persediaan dalam penelitian ini sebesar Rp 17.985.000 (12,12 persen). Rata-rata nilai Kupedes yang diterima sebesar Rp 16.401.674 (11,39 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan nilai persediaan sebesar Rp 1.096,53.
81
Jumlah responden yang mempunyai nilai persediaan berbanding lurus dengan Kupedes sebesar 50 persen dan sisanya yang mempunyai nilai persediaan lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan, bahwa nilai Kupedes lebih besar akan menghasilkan persediaan yang lebih besar juga, namun ada juga yang sebaliknya. Hal ini terjadi karena sebagian besar hasil panen dijual pada saat panen, tetapi ada juga yang digunakan untuk konsumsi sendiri. Pada Gambar 13 dapat diketahui juga bahwa responden 12 dan 19 mempunyai nilai persediaan lebih rendah, namun kedua responden menerima Kupedes dengan jumlah yang berbeda. Responden 19 menerima Kupedes lebih besar (13,53 persen) daripada responden 12 (6,56 persen). Hal tersebut dikarenakan harga pokok penjualan responden 19 lebih rendah (Rp 600.000) dibandingkan responden 12 (Rp 16.550.000), selain itu juga produk yang dihasilkan responden 19 berupa bibit.
7.3.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Persediaan Perbandingan kinerja nilai persediaan di setiap sektor diukur berdasarkan jumlah responden yang mempunyai nilai persediaan berbanding lurus dengan Kupedes dan nilai rata-rata persediaannya. Jumlah responden yang mempunyai nilai berbanding lurus dengan Kupedes, merupakan prioritas utama dalam menentukan kinerja di setiap sektor. Perbandingan kinerja nilai persediaan di setiap sektor dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Perbandingan Kinerja Nilai Persediaan Setiap Sektor Sektor
Perdagangan Industri Pertanian
Jumlah responden (%) 40,00 53,33 50,00
Nilai rata-rata Persediaan (Rp) 17.129.000 24.390.667 17.985.000
Nilai Rata-rata Kupedes (Rp) 15.796.744 23.013.158 16.401.674
Persediaan/Kupedes 1,08 1,06 1,09
82
Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan sektor yang mempunyai kinerja yang baik menurut nilai persediaannya. Jumlah responden pada sektor industri yang nilai persediaannya berbanding lurus terhadap Kupedesnya sebesar 53,33 persen dan nilai rata-ratanya sebesar Rp 24.390.667. Besarnya nilai persediaan dikarenakan banyaknya produk yang tidak dapat langsung dijual, seperti pakaian. Dilihat dari perbandingan persediaan dengan Kupedes, sektor pertanian mempunyai nilai terbesar, yaitu 1,09 yang berarti persediaan yang dimiliki sebesar 1,09 kali dari nilai Kupedesnya. Hal itu terjadi karena, pada sektor pertanian terjadi musim panen, sehingga jumlah produk yang ditawarkan besar dan menyebabkan kemungkinan besarnya produk yang tidak terjual. Berdasarkan hal tersebut, sektor pertanian mempunyai nilai perbandingan persediaan yang besar. Selain itu sektor perdagangan dan industri mempunyai nilai perbandingan masingmasing, 1,08 dan 1,06.
7.4 Keterkaitan Kupedes terhadap Penjualan 7.4.1 Sektor Perdagangan Besarnya nilai penjualan yang diterima dapat dilihat pada Gambar 14, Pada Gambar 14 dijelaskan tentang keterkaitan Kupedes terhadap nilai penjualan yang diterima. Nilai penjualan yang diterima oleh responden rata-rata lebih besar dibandingkan dengan pinjamannya.
83
Gambar 14. Perbandingan Kupedes terhadap Penjualan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan (skala 1 : 1745000) Pada Gambar 14 diketahui nilai maksimum penjualan yang diterima oleh responden sebesar Rp 120.000.000 (68,66 persen) per bulan dan nilai minimum penjualan yang diperoleh sebesar Rp 9.000.000 (4,85 persen) dengan rata-rata penjualan Rp 39.600.000 (22,43 persen). Rata-rata nilai pinjaman Kupedes sebesar Rp 15.796.744 (9,05 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan penjualan sebesar Rp 2.506,85. Besarnya nilai penjualan dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli, sehingga lebih banyak barang yang dibeli maka akan banyak juga barang yang akan dijual dan nilai penjualannya akan meningkat. Jumlah responden yang mempunyai nilai penjualannya berbanding lurus dengan nilai Kupedesnya sebesar 96,67 persen dan sisanya mempunyai nlai penjualan lebih rendah dibanding nilai Kupedesnya. Hal ini terjadi karena barang dagang yang dijual berupa makanan (warung makan) dan barang daganganya
84
tersebut digunakan untuk kebutuhan makanan sehari-hari, sehingga akan mengurangi jumlah barang yang akan dijual. Dari data dapat dilihat, penjualan yang diterima oleh responden 16 lebih besar dibandingkan responden 2. Hal tersebut dikarenakan penjualan yang dilakukan oleh responden 16 berupa karung plastik dengan jumlah yang besar, sehingga nilai penjualannya lebih besar dibanding responden 2 yang hanya menjual barang kebutuhan sehari-hari (sembako).
7.4.2 Sektor Industri Nilai penjualan yang dihasilkan pada Gambar 15 telihat melebihi nilai Kupedes yang dipinjam. Pada Gambar 15 dapat diketahui juga bahwa responden yang menerima pinjaman Kupedes lebih besar maka penerimaan penjualan yang diterima akan lebih besar juga. Berdasarkan Gambar 15, rata-rata nilai penjualan yang dihasilkan dalam penelitian sebesar Rp 82.173.167 (16,43 persen) dengan nilai penjualan maksimum Rp 495.000.000 (100 persen) dan nilai penjualan minimum Rp 12.000.000 (2,23 persen). Rata-rata nilai pinjaman Kupedes yang diterima sebesar Rp 23.013.158 (4,65 pesen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya pinjaman Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan nilai penjualan sebesar Rp 3.570,70. Jumlah responden yang mempunyai nilai penjualan meningkat berbanding lurus dengan pinjaman Kupedes sebesar 96,67 persen, hal ini terjadi karena pinjaman yang diterima dalam sektor ini digunakan dengan baik untuk modal kerja.
85
Gambar 15. Perbandingan Kupedes terhadap Penjualan untuk Masing-masing Responden Peberima Kupedes dalam Sektor Industri (skala1: 4950000)
Pada Gambar 15 dapat dilihat juga bahwa penjualan yang diterima oleh responden 15 lebih besar (100 persen) dibanding responden 25 (60,65 persen), walaupun jumlah Kupedes yang diterima sama (15,99 persen). Faktor yang mempengaruhi besarnya penjualan pada responden 15 adalah pengalaman yang dimiliki lebih lama (21 tahun) dibanding responden 25 (10 tahun). Selain itu, harga jual produk responden 15 (kayu) lebih besar dibandingkan responden 25 (tahu) dan jumlah persediaanya juga rendah (2,43 persen) dibanding responden 25 (6,38 persen), sehingga dapat diketahui bahwa produk yang terjual oleh responden 15 lebih banyak dan akan menghasilkan penerimaan penjualan yang lebih besar.
86
7.4.3 Sektor Pertanian Pada sektor pertanian, nilai penjualan meningkat sebanding dengan tingginya Kupedes yang diterima. Gambar 16 menjelaskan tentang perbandingan Kupedes yang dipinjam dengan penjualan yang diterima dalam sektor pertanian.
Gambar 16 Perbandingan Kupedes terhadap Penjualan untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian (skala 1 : 1440000).
Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa penerimaan maksimum penjualan sebesar Rp 81.000.000 (49,79 persen) dan penjualan minimum sebesar Rp 4.500.000 (2,72 persen) dengan rata-rata penjualan yang didapatkan setelah menerima pinjaman Kupedes sebesar Rp 38.355.667 (26,33 persen). Rata-rata nilai pinjaman Kupedes yang diterima sebesar Rp 16.401.674 (11,39 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan penjualan sebesar Rp 2.338,52.
87
Pinjaman Kupedes yang tinggi akan menghasilkan penerimaan penjualan yang meningkat juga. Pada Gambar 16 dapat diketahui bahwa responden yang menerima Kupedes lebih besar akan mendapatkan penerimaan penjualan yang lebih besar juga, dibandingkan dengan responden yang menerima Kupedes lebih rendah. Jumlah responden yang peningkatan penjualannya berbanding lurus dengan penerimaan Kupedesnya sebesar 96,67 persen. Penerimaan penjualan dalam sektor pertanian ini didapatkan pada saat musim panen tiba, yaitu setiap satu bulan sekali untuk bibit dan tiga bulan sekali untuk ukuran besar. Pada Gambar 16 dapat dilihat juga bahwa dengan pinjaman Kupedes yang sama, responden 6 dan 18 mempunyai nilai penjualan yang berbeda. Hal ini dikarenakan pengalaman yang dimiliki berbeda, responden 6 lebih berpengalaman (22 tahun) dibanding responden 18 (15 tahun).
7.4.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Nilai Penjualan Perbadningan kinerja di setiap sektor berdasarkan nilai penjualannya diukur menurut jumlah responden yang mempunyai nilai penjualannya berbanding lurus terhadap nilai Kupedesnya dan nilai rata-rat penjualannya. Jumlah responden merupakan prioritas utama dalam menentukan kinerja di setiap sektor tersebut. Perbandingan kinerja berdsarakan nilai penjualannya dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Perbandingan Kinerja Nilai Penjualan Setiap Sektor Sektor
Perdagangan Industri Pertanian
Jumlah responden (%) 96,67 96,67 96,67
Nilai rata-rata Penjualan (Rp) 39.600.000 82.173.167 38.355.667
Nilai Rata-rata Kupedes (Rp) 15.796.744 23.013.158 16.401.674
Penjualan/Kupedes 2,51 3,57 2,34
88
Berdasarkan Tabel 22, dapat diketahui bahwa diketiga sektor tersebut mempunyai jumlah responden dengan nilai penjualan berbanding lurus terhadap nilai Kupedesnya yang sama, yaitu sebesar 96,67 persen. Menurut nilai rataratanya sektor industri mempunyai nilai rata-rat penjualan terbesar, yaitu Rp 82.173.167. Berdasarkan hal tersebut, sektor industri mempunyai kinerja yang baik dalam nilai penjualan. Hal ini terjadi karena, sektor industri melakukan penjualan dalam jumlah yang sangat besar dan sudah mempunyai pangsa pasar sendiri. Dilihat dari nilai perbandingannya, sektor industri mempunyai nilai yang besar, yaitu 3,57 yang berarti dengan kupedes yang diterima akan memberikan nilai nilai penjualan 3,57 kali dari nilai Kupedesnya. Selain itu, sektor pertanian mempunyai nilai terendah, yaitu 2,34. Hal itu karena pada sektor pertanian terjadi musim panen, sehingga tingkat persaingannya besar dan menurunkan harga jual produk oleh karena itu, sektor pertanian mempunyai nilai perbandingan penjualan yang rendah dibanding kedua sektor yang lain.
7.5 Keterkaitan Kupedes terhadap Biaya Operasi 7.5.1 Sektor Perdagangan Pada Gambar 17 dapat dilihat perbandingan nilai Kupedes yang diterima terhadap biaya operasi yang dikeluarkan. Biaya operasi yang dikeluarkan sebagian besar lebih tinggi dibanding dengan penerimaan Kupedes.
89
Gambar 17. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Operasi untuk Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Perdagangan (skala 1 : 1745000)
Berdasarkan Gambar 17 dapat diketahui bahwa, semakin besar Kupedes yang diterima maka akan meningkatakan besarnya biaya operasi yang dikeluarkan oleh responden. Hal itu dikarenakan, semakin besar pinjaman yang diterima maka keinginan untuk memperbesar usaha semakin tinggi, sehingga para nasabah menggunakan pinjaman tersebut untuk membeli barang dagangannya dengan jumlah yang lebih besar. Nilai minimum biaya operasi yang dikeluarkan oleh responden Rp 7.000.0000 (3,69 persen) dan nilai maksimum yang ada sebesar Rp 113.700.000 (65,04 persen) dengan rata-rata biaya operasi yang dikeluarkan oleh setiap responden dalam satu bulan sebesar Rp 35.541.500 (20,10 persen). Rata-rata nilai pinjaman Kupedes yang diterima sebesar Rp 15.796.744 (9,05 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan biaya operasi sebesar Rp 2.249,93.
90
Jumlah responden yang mempunyai biaya operasi berbanding lurus dengan nilai Kupedesnya sebesar 93,33 persen dan sisanya mempunyai biaya operasi lebih rendah dibanding nilai Kupedesnya. Hal ini terjadi karena, jumlah tenaga kerja yang sedikit dan berasal dari dalam keluarga sehinga biaya yang dikeluarkan juga rendah. Biaya operasi yang lebih besar pada gambar di atas dikeluarkan oleh responden 16, hal tersebut dikarenakan lebih banyak tenaga kerja yang digunakan (empat orang) dan biaya pembelian produk yang besar juga. Reponden 2 dengan jumlah pinjaman yang sama, mempunyai biaya operasi yang lebih rendah karena pengeluaran untuk tenga kerja juga rendah (dua orang) dan biaya pembelian barangnya juga lebih rendah.
7.5.2 Sektor Industri Biaya operasi yang dikeluarkan pada sektor industri semakin meningkat sebanding dengan tingginya Kupedes yang diterima. Perbandingan Kupedes terhadap biaya operasi dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan Gambar 18, rata-rata responden dengan pinjaman Kupedes yang lebih besar memiliki biaya operasi yang lebih besar juga. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya pinjaman Kupedes maka akan meningkatkan juga kegiatan produksi, sehingga besarnya produksi akan meningkatkan biaya operasi yang akan dikeluarkan. Selain itu, masih rendahnya responden dalam menggunakan mesin dengan teknologi yang canggih, sehingga masih memerlukan tenaga manusia yang lebih banyak sehingga biaya yang dikeluakan juga akan meningkat.
91
Gambar 18. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Operasi untuk Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri (skala1: 4950000) Pada Gambar 18, rata-rata biaya operasi yang dikeluarkan oleh responden sebesar Rp 75.039.633 (14,99 persen) dengan biaya operasi maksimum Rp 458.290.000 (92,57 persen) dan biaya operasi minimum Rp 9.405.000 (1,70 persen). Rata-rata pinjaman Kupedes yang diterima sebesar Rp 23.013.158 (4,65 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes Rp 1.000 maka akan meningkatkan biaya operasi sebesar Rp 3.260,73. Jumlah responden yang mepunyai biaya operasi berbanding lurus dengan jumlah Kupedes sebesar 93,33 persen dan sisanya mempunyai biaya lebih operasi lebih rendah dibanding pinjaman Kupedesnya. Rendahnya biaya operasi karena tenaga kerja yang digunakan sedikit, yaitu berjumlah dua orang sehingga biaya tambahan untuk tenaga kerja lebih rendah dibanding yang lain. Pada Gambar 18 dapat dilihat juga bahwa responden 25 mempunyai biaya operasi lebih besar (92,57 persen) dibandingkan responden 25 (52,03 persen) dengan penerimaan Kupedes yang sama. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh
92
responden 15 disebabkan banyaknya tenaga kerja (12 orang) yang dibutuhkan dan harga bahan baku yang lebih besar, dibandingkan dengan responden 25 yang hanya mempekerjakan delapan orang tenaga kerja. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan untuk produksi oleh responden 15 lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh responden 25.
7.5.3 Sektor Pertanian Pada sektor pertanian, sebagian besar biaya operasi semakin besar sebanding dengan tngginya Kupedes yang diterima. Perbandingan Kupedes terhadap biaya operasi pada sektor ini dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Operasi untuk Masingmasing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor pertanian (skala 1 : 1440000)
Biaya operasi yang dikeluarkan akan semakin besar pula apabila Kupedes yang diterima juga semakin besar. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 19
93
yang menjelaskan bahwa responden yang menerima Kupedes lebih tinggi akan mengeluarkan biaya operasi lebih besar dibandingkan dengan responden yang meminjam Kupedes lebih rendah. Berdasarkan Gambar 19, rata- rata biaya yang dikeluarkan oleh responden dalam sektor ini sebesar Rp 33.787.525 (23,14 persen) dengan biaya operasi maksimum yang dikeluarkan responden sebesar Rp 69.650.000 (46,01 persen) dan biaya operasi minimum pada penelitian ini sebesar Rp 600.000 (0,00 persen). Rata-rata Kupedes yang diterima sebesar Rp 16.401.674 (11,39 persen), hal ini menunjukkan
bahwa
meningkatnya
Kupedes
sebesar
Rp
1.000
akan
meningkatkan baya operasi sebesar Rp 2.060. Pinjaman Kupedes yang besar akan memberikan respon kepada nasabah untuk meningkatkan usahanya, dengan cara memperbesar produksi ikan agar penjualan meningkat sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih besar. Jumlah responden yang mempunyai biaya operasi berbanding lurus dengan besarnya Kupedes sebesar 96,67 persen dan sisanya mempunyai biaya lebih rendah. Rendahnya biaya operasi dikarenakan produk yang dijual berupa bibit ikan yang harga belinya lebih rendah, sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi rendah.
7.5.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Biaya Operasi Perbandingan kinerja diketiga sektor berdasarkan biaya operasinya akan diukur menurut jumlah responden yang mempunyai nilai biaya operasi berbanding lurus terhadap Kupedesnya dan nilai rata-rata biaya operasinya.
94
Jumlah responden merupakan prioritas utama untuk menentukan kinerja. Perbandingan kinerja berdasarkan biaya operasinya dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Perbandingan Kinerja Nilai Biaya Operasi Setiap Sektor Sektor
Perdagangan Industri Pertanian
Jumlah responden (%) 93,33 93,33 96,67
Nilai rata-rata Biaya Operasi (Rp) 35.541.500 75.039.633 33.787.525
Nilai Rata-rata Kupedes (Rp) 15.796.744 23.013.158 16.401.674
Biaya Operasi/Kupedes 2,25 3,26 2,06
Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa sektor pertanian mempunyai jumlah responden dengan biaya operasi berbanding lurus terhadap Kupedes lebih besar, yaitu 96,67 persen. Berdasarkan nilai rata-ratanya, sektor industri mempunyai nilai rata-rata terbesar, yaitu Rp 75.039.633. Hal ini terjadi karena, sektor tersebut menggunakan tenaga kerja dengan jumlah yang lebih besar dan biaya bahan baku yang besar juga. Dilihat dari nilai perbandingannya, sektor industri juga mempunyai nilai terbesar, yaitu 3,26 yang berarti dengan Kupedes yang diterima akan menghasilkan biaya operasi sebesar 3,26 kali dari nilai Kupedesnya. Hal tersebut terjadi karena pada sektor industri masih menggunakan peralatan yang belum canggih, sehingga masih menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
7.6 Keterkaitan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga 7.6.1 Sektor Perdagangan Besarnya biaya yang digunakan untuk rumah tangga tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh besarnya pinjam. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa biaya rumah tangga yang dikeluarkan berbanding lurus terhadap penerimaan Kupedes, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 20.
95
Gambar 20. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga untuk Masing-masing Responden Penerima dalam Sektor Perdagangan (skala 1 : 1745000)
Pada Gambar 20 dijelaskan bahwa perbandingan Kupedes terhadap biaya rumah tangga sangat rendah, semakin besar nilai Kupedes yang diterima maka biaya yang dikeluarkan untuk rumah tangga akan besar juga. Rata-rata pengeluaran yang dikeluarkan untuk biaya rumah tangga sebesar Rp 1.687.167 (0,63 persen) dengan nilai maksimum Rp 2.500.000 (1,10 persen) dan nilai minimum sebesar Rp 800.000 (0,12 persen), namun ada nasabah yang membiayai kebutuhan mereka dari barang dagangan mereka sendiri dan kebanyakan hal itu dilakukan oleh responden yang bergerak di komoditas makanan dan minuman. Rata-rata nilai Kupedes yang diterima sebesar Rp 15.796.744 (9,05 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatkan Kupedes sebesar Rp 1.000 maka biaya rumah tangga meningkat Rp 106,80.
96
7.6.2 Sektor Industri Pada Gambar 21 dapat dilihat perbandingan biaya rumah tangga terhadap Kupedes di sektor industri. Berdasarkan Gambar 21, perbandingan antara biaya rumah tangga dengan Kupedes.
Gambar 21. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Industri (skala1: 4950000)
Berdasarkan Gambar 21, rata-rata besarnya biaya rumah tangga yang dikeluarkan dalam sebulan Rp 1.870.000 (0,18 persen) dengan besar maksimum biaya rumah tangga Rp 4.500.000 (0,71 persen) dan biaya minimum Rp 1.000.000 (0 persen). Rata-rata nilai Kupedes yang diterima sebesar Rp 23.013.158 (4,65 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan biaya rumah tangga sebesar Rp 81,26. Berdasarkan data tersebut maka pengaruh yang diberikan Kupedes terhadap biaya rumah tangga sangat rendah.
97
Pada Gambar 21 juga dapat dilihat bahwa, responden 12 (0,51 persen) dan 18 (0,71 persen) mempunyai biaya rumah tangga yang besar. Hal tersebut dikarenakan jumlah tanggungan keluarga yang besar, yaitu tiga orang untuk responden 12 dan dua orang untuk responden 2.
7.6.3 Sektor Pertanian Biaya rumah tangga yang dikeluarkan oleh sektor pertanian dapat dilihat pada Gambar 22. Pada Gambar 22 dapat diketahui bahwa Kupedes mempunyai keterkaitan terhadap biaya rumah tangga sektor pertanian.
Gambar 22. Perbandingan Kupedes terhadap Biaya Rumah Tangga untuk Masing-masing Responden Penerima Kupedes dalam Sektor Pertanian (skala 1 : 1440000)
Berdasarkan Gambar 22, biaya rumah tangga maksimum yang dikeluarkan responden sebesar Rp 4.500.000 (2,72 persen) dan biaya minimum sebesar Rp 600.000 (0 persen) dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh responden dalam
98
sektor pertanian sebesar Rp 1.750.833 (0,80 persen). Rata-rata nilai Kupedes yang diterima sebesar Rp 16.401.674 (11,39 persen), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya Kupedes sebesar Rp 1.000 maka akan meningkatkan biaya operasi sebesar Rp 106,75. Pada Gambar 22 juga dapat diketahui bahwa dengan pinjaman Kupedes yang sama responden 4 dan 17 mempunai biaya rumah tangga yang berbeda. Responden 4 (2,72 persen) mempunyai biaya rumah tangga lebih besar dibanding responden 17 (1,67 persen). Hal itu dikarenakan jumlah tanggungan responden 4 lebih besar, yaitu tujuh orang, sedangkan tanggungan keluarga responden 17 hanya dua orang, sehingga biaya yang dikeluarkan oleh responden 4 untuk keperluan rumah tangga lebih besar.
7.6.4 Perbandingan Kinerja di Setiap Sektor Berdasarkan Biaya Rumah Tangga Perbandingan kinerja setiap berdasarkan biaya rumah tangga akan diukur menurut jumlah responden yang mempunyai nilai biaya rumah tangga berbanding lurus terhadap Kupedesnya dan nilai rata-rata biaya rumah tangga yang dikeluarkan. Perbandingan kinerja setiap sektor terdapat pada Tabel 24. Tabel 24. Perbandingan Kinerja Biaya Rumah Tangga Setiap Sektor Sektor
Perdagangan Industri Pertanian
Jumlah responden (%) 100,00 100,00 100,00
Nilai rata-rata Biaya RT (Rp) 1.687.167 1.870.000 1.750.833
Nilai Rata-rata Kupedes (Rp) 15.796.744 23.013.158 16.401.674
Biaya RT/Kupedes 0,11 0,08 0,11
99
Berdasarkan Tabel 24, dapat diketahui bahwa diketiga sektor tersebut mempunyai jumlah responden dengan nilai biaya rumah tangga terhadap Kupedes yang sama, yaitu 100 persen. Berdasarkan nilai rata-ratanya, sektor industri mempunyai nilai terbesar, yaitu Rp 1.870.00. Hal ini terjadi karena sektor industri mempunyai nilai laba yang besar, sehingga laba yang diterima salah satunya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dilihat dari nilai perbandingannya sektor perdagangan dan pertanian mempunyai nilai yang sama, yaitu 0,11 yang berarti dengan Kupedes yang diterima akan menhasilkan biaya rumah tangga sebesar 0,11 kali dari nilai Kupedesnya. Pada kedua sektor tersebut, biaya yang dikelurakan untuk kegiatan usaha tidak sebesar sektor industri, sehingga sisanya digunakan untuk biaya rumah tangga. Selain itu sektor industri mempunyai nilai terendah, yaitu 0,08. hal itu terjadi karena, pada sektor industri sebagian besar Kupedesnya digunakan untuk membiayai kegiatan usahanya.
7.7 Analisis Rasio Aktivitas dan Profitabilitas di Setiap Sektor Analisis rasio aktivitas dan profitabilitas merupakan unsur yang terpenting dalam laporan keuangan karena memberikan informasi penting untuk operasi jangka pendek perusahaan, jika perusahaan tidak dapat bertahan dalam jangka pendek maka tidak perlu memperlihatkan prospek jangka panjangnya. Rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui kecepatan beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas. Dalam analisis rasio ini akan diukur perputaran persediaan, perputaran piutang, dan perputaran total aktiva dari setiap sektor usaha yang diteliti.
100
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas yang dihubungkan dengan penjualan, yaitu laba rugi dalam persentase yang umumnya dinyatakan dalam persentase penjualan. Dalam analisis rasio ini akan diukur marjin laba kotor (GPM), marjin laba bersih (NPM), dan ROI dari setiap sektor dalam penelitian ini.
7.7.1 Sektor Perdagangan Rasio akivitas pada sektor perdagangan dapat dijelaskan pada Tabel 25. Pada Tabel 25 menjelaskan bahwa rata-rata perputaran persediaan dalam sektor perdagangan sebesar 4,26 artinya dalam satu tahun responden melakukan perputaran persedian sebanyak 4,26 kali. Dalam hal ini, semakin tinggi perputaran persediaan berarti tingkat persediaan rendah sehingga dengan rendahnya tingkat persediaan dapat mengakibatkan kekurangan persediaan, tetapi kinerja perusahaan baik karena rendahnya barang yang terjual. Nilai perputaran persediaan tertinggi mencapai 17,86 dan nilai terkecil sebesar 0,43. Nilai perputaran persediaan yang tinggi menggambarkan bahwa dalam satu tahun persediaannya sangat rendah, hal tersebut terjadi karena kinerja perusahaan dalam menjual barang sangat baik. Dalam penelitian ini perputaran persediaan responden yang efektif, yaitu lebih tinggi dari rata-rata nilai perputaran persediaan dalam sektor perdagangan. Jumlah responden yang memiliki nilai rasio di atas 4,26 sebesar 36,67 persen.
101
Tabel 25. Rasio Aktivitas dalam Sektor Perdagangan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Usaha
PAKAIAN SEMBAKO ONDERDIL MOBIL PERALATAN RT PAKAIAN PERALATAN RT SPARE PART MOTOR SEMBAKO PERALATAN RT SEMBAKO SEMBAKO SEMBAKO PASIR SEMBAKO SEMBAKO KARUNG PLASTIK MATERIAL GORDEN SAYUR SAYUR SEMBAKO WRG MAKAN MINUMAN SEMBAKO SAYUR BESI TUA SEMBAKO PAKAIAN ES DAWET SEMBAKO
Perputaran Persediaan 5,25 1,25 1,30 1,38 2,13 2,20 7,80 1,56 5,10 5,04 2,84 2,31 2,63 1,67 4,40 1,51 2,43 1,53 12,60 9,29 1,20 13,12 1,30 2,74 17,86 4,65 0,43 7,29 3,59 1,46 4.26
Perputaran Piutang 2,50 58,67 13,40 22,33 50,00 1,23
Perputaran Total Aktiva 1,24 1,12 1,22 1,12 0,87 0,82
28,00 24,00 2,45 27,00 32,00 20,77 100,00 37,50 2,38 16,00 13,55 12,25 46,00 90,00 45,00 45,00 47,00 20,00 40,00 13,00 4,74 2,00 50,00 28.89
1,75 0,82 1,60 1,80 1,42 1,29 1,15 1,17 1,24 0,69 1,29 1,01 3,29 1,30 0,28 0,13 0,97 1,74 7,89 1,10 1,22 0,97 2,12 1,19 1,46
Selain perputaran persediaan, pada Tabel 25 dapat diketahui juga nilai perputaran piutang setiap responden dalam sektor perdagangan. Nilai perputaran piutang yang tinggi menggambarkan kinerja perusahaan dalam mengatur atau penagihan piutang sangat baik, sehingga nilai piutang yang dimiliki rendah dan menyebabkan nilai perputarannya tinggi. Rata-rata perputaran piutang dalam sektor perdagangan sebesar 28,89, yang artinya dalam setahun responden rata-rata melakukan penagihan piutang sebanyak 28,89 kali. Dalam hal ini, kinerja
102
responden baik apabila nilai perputaran piutangnya di atas nilai rata-rata (> 28,89), jumlah responden yang mempunyai nilai tersebut sebesar 40 persen. Dalam Tabel 25 juga dijelaskan tentang perputaran total aktiva setiap responden dalam sektor perdagangan. Rata-rata perputaran total aktiva responden dalam penelitian ini sebesar 1,46, yang artinya dalam satu tahun rata-rata respoden melakukan perputaran aktiva sebesar 1,46 kali. Efisiensi penggunaan aktiva ditunjukkan dengan semakin tingginya perputaran aktiva. Nilai perputaran aktiva terbesar dalam sektor ini sebesar 7,89 dan nilai terendah sebesar 0,13. Dalam hal ini, responden dikatakan efisien dalam penggunaan aktiva apabila mempunyai nilai perputaran aktiva di atas nilai rata-rata (>1,46). Jumlah responden yang mempunyai nilai perputaran aktivanya di atas nilai rata-rata sebesar 23,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden di sektor perdagangan belum efesien dalam menggunakan aktivanya. Pada Tabel 25 juga dapat diketahui bahwa komoditas makanan berupa sembako, sayuran, dan warung makan mempunyai nilai perputaran piutang dan total aktiva yang besar, sedangkan untuk nilai perputaran persediaan, komoditas sembako mempunyai nilai yang rendah. Hal ini terjadi karena produk yang dijual merupakan produk tahan lama. Pada Tabel 26 dijelaskan mengenai rasio profitabilitas yang dimiliki oleh responden dalam sektor perdagangan. Berdasarkan Tabel 26 tersebut dapat dilihat kinerja responden berdasarkan rasio profitabilitasnya. Nilai NPM tiap responden, rata-rata nilai NPM responden dalam penelitian ini sebesar 6,18 persen dengan nilai terbesar sebesar 17,89 persen dan nilai terendah sebesar 1,93 persen. Semakin besar nilai rasio NPM-nya, maka nilai laba
103
bersih setelah pajak yang diterima juga semakin besar. Responden yang memilki nilai NPM yang baik apabila nilai NPM-nya berada di atas nilai rata-rata (6,18 persen). Berdasarkan data dapat diketahui bahwa responden yang memiliki nilai NPM-nya > 61,8 sebesar 43,33 persen. Hal ini berarti, responden dalam penelitian ini masih banyak yang memiliki nilai NPM dibawah nilai rata-rata.
Tabel 26. Rasio Profitabilitas dalam Sektor Perdagangan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Usaha
PAKAIAN SEMBAKO ONDERDIL MOBIL PERALATAN RT PAKAIAN PERALATAN RT SPARE PART MOTOR SEMBAKO PERALATAN RT SEMBAKO SEMBAKO SEMBAKO PASIR SEMBAKO SEMBAKO KARUNG PLASTIK MATERIAL GORDEN SAYUR SAYUR SEMBAKO WRG MAKAN MINUMAN SEMBAKO SAYUR BESI TUA SEMBAKO PAKAIAN ES DAWET SEMBAKO
NPM (%) 6,76 7,12 5,99 7,03 5,00 5,41 8,21 3,17 9,44 7,41 4,22 1,96 6,50 5,00 4,21 4,00 4,13 3,43 7,83 17,81 7,78 4,78 8,19 5,00 5,92 7,38 6,78 3,58 5,36 6,00 6,18
GPM (%) 10,00 10,00 11,01 9,42 9,40 10,84 16,43 6,17 15,00 15,93 11,25 7,56 18,00 9,20 7,47 5,50 15,13 7,65 17,83 22,58 86,67 14,00 13,30 11,00 10,71 10,62 15,00 13,25 13,39 12,46 14,56
ROI (%) 8,41 7,95 7,30 7,86 4,37 4,44 14,38 2,59 15,13 13,33 6,00 2,54 7,45 5,84 5,20 2,75 5,33 3,46 25,71 23,09 2,21 0,64 7,93 8,70 46,71 8,14 8,30 3,48 11,36 7,14 9,26
104
Pada Tabel 26 dapat diketahui nilai GPM-nya, sebagian besar responden mempunyai nilai rata-rata sebesar 14,56 persen, semakin tinggi nilai GPM-nya maka semakin baik kinerja responden dan semakin rendah harga pokok barang yang dijual. Dalam penelitian ini nilai GPM terbesar 86,67 persen dan nilai terendah sebesar 5,50 persen. Responden mempunyai kinerja yang baik apabila nilai GPM-nya di atas 14,56 persen. Dari data dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memiliki nilai GPM di atas nilai rata-rata (>14,56 persen) sebesar 30 persen, berarti responden dalam penelitian ini masih rendah kinerjanya. Hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah responden yang memiliki nilai GPM-nya di atas rata-rata. Dari hasil analisa data yang telah dilakukan, rata-rata nilai ROI responden sebesar 9,26 persen, artinya rata-rata responden dalam penelitian ini menghasilkan laba dalam satu tahun sebesar 9,26 persen dari total
aktiva yang tersedia.
Semakin tinggi hasil yang dihasilkan maka akan semakin baik juga kinerja responden dalam sektor perdagangan. Nilai ROI responden yang memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 9,26 persen sebesar 23,33 persen, berdasarkan hasil ini maka sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki nilai ROI dibawah nilai rata-rata sektor perdagangan. Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui juga bahwa komoditas berupa sembako, minuman, dan sayuran mempunyai niali NPM, GPM, dan ROI yang tinggi. Selain itu, komoditas peralatan rumah tangga dan spare part motor juga memiliki nilai NPM, GPM, dan ROI yang tinggi.
105
7.7.2 Sektor Industri Rasio aktivitas dalam sektor industri berbeda dengan sektor perdagangan, nilai rasio aktivitas dalam sektor ini dapat dilihat pada Tabel 27. Pada tabel 27 dapat diketahui nilai perputaran persediaan, piutang, dan total aktiva. Tabel 27. Rasio Aktivitas dalam Sektor Industri Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Usaha
TAS TAS KERUPUK KUSEN TEMPE MINUMAN RINGAN KONVEKSI PAKAIAN KONVEKSI PAKAIAN KONVEKSI PAKAIAN KESET TEMPE TAHU SARUNG TANGAN TAHU KAYU TAHU KERUPUK SINGKONG TAHU PANDAI BESI KONVEKSI PAKAIAN KONVEKSI PAKAIAN MINUMAN RINGAN KONVEKSI PAKAIAN ROTI TAHU KONVEKSI PAKAIAN BARANG PLASTIK TAHU TEMPE KONVEKSI PAKAIAN
Perputaran Persediaan 2,88 2,03 2,05 1,63 1,77 5,63 2,20 1,57 1,36 1,51 8,68 1,83 1,91 2,22 35,25 1,36 1,73 4,06 2,03 2,23 1,48 1,88 1,32 1,37 7,94 0,98 7,95 4,49 1,78 0,99 3,80
Perputaran Piutang 15,00 10,80 10,00 10,48 24,00 30,00 31,11 10,33 6,75 70,00 59,40 25,20 11,25 9,00 7,28 12,50 12,27 18,11 6,11 22,00 1400 25,00 16,67 3,00 3,00 135,00 18,77 12,25 4,67 21,13
Perputaran Total Aktiva 0,45 1,05 1,24 0,75 0,72 1,59 0,92 0,83 0,70 1,09 1,58 0,72 1,39 1,26 1,67 1,34 1,08 1,22 0,94 0,92 1,19 0,35 2,60 0,81 2,96 0,66 2,20 2,50 0,95 1,20 1,23
Berdasarkan nilai perputaran persediaannya, pada Tabel 27 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai perputaran persediaan responden dalam penelitian ini sebesar 3,80, yang artinya dalam satu tahun rata-rata perputaran persediaan dalam sektor
106
industri sebanyak 3,80 kali. Semakin tinggi nilai perputaran persediaan maka tingkat persediaannya rendah dan kinerja perusahaan dalam menjual produknya sangat baik. Jumlah responden yang memiliki nilai perputaran di atas atau sama dengan nilai rata-rata industri (> 3,80) dalam penelitian ini sebesar 23,33 persen, berarti responden dalam sektor industri memiliki perputaran persediaan dan kinerja yang belum baik dalam mengatur aktivitas persediaan. Pada Tabel 27 dapat diketahui juga nilai perputaran piutang responden, rata-rata nilai perputaran piutang responden dalam penelitian ini sebesar 21,13, yang artinya dalam satu tahun rata-rata dalam sektor industri terjadi perputaran piutang sebanyak 21,13 kali. Perusahaan yang mempunyai kesulitan penagihan akan mempunyai saldo piutang yang besar dan rasionya rendah, sebaliknya jika kebijakan kreditnya baik maka saldo piutangnya rendah sehingga rasionya tinggi. Jumlah responden yang mempunyai nilai perputaran piutang lebih besar atau sama dengan nilai rata-rata (> 21,13) sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang mempunyai kesulitan dalam penagihan piutang, sehingga uang kas yang akan diterima semakin rendah. Rendahnya nilai rasio perputaran piutang maka kinerja responden dalam penelitian ini rendah dalam penagihan piutang, sehingga akan memberikan dampak bagi Kupedes karena responden akan kesulitan dalam pembayaran angsuran. Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui juga perputaran total aktiva reponden, rata-rata perputaran responden dalam sektor industri sebesar 1,23 yang artinya dalam setahun rata-rata tingkat perputaran aktiva dalam sektor industri sebesar 1,23 kali. Semakin tinggi nilai perputaran aktiva perusahaan, maka akan
107
mencerminkan tingkat efisiensi perusahaan yang lebih tinggi dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan penjualan. Jumlah responden yang mempunyai nilai perputaran total aktiva di atas atau sama dengan nilai rata-rata (> 1,23) sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar responden dalam penelitian ini mempunyai nilai perputaran total aktiva dibawah nilai rata-rata, sehingga dapat diketahui bahwa sebagian responden belum efisien dalam memanfaatkan penggunaan aktiva untuk menghasilkan penjualan, karena masih rendahnya responden yang menggunakan peralatan dengan teknologi modern. Pada Tabel 27 dapat diketahui juga bahwa komoditas makanan yang berupa tahu, tempe, dan minuman ringan mempunyai nilai perputaran persediaan, perputaran piutang, dan perputaran total aktiva yang tinggi. Selain itu, komoditas barang plastik juga mempunyai nilai yang tinggi. Rasio profitabilitas dalam sektor industri dapat dilihat pada Tabel 28. Kinerja responden dalam sektor industri dapat dilihat berdasarkan rasio profitabilitasnya. Berdasarkan nilai NPM responden pada Tabel 28, maka dapat diketahui rata-rata nilai NPM sektor industri sebesar 5,98 persen, yang berarti besarnya laba bersih yang diteima dalam sektor ini dalam satu tahun sebesar 5,98 persen dari nilai penerimaan penjualan. Berdasarkan hal tersebut, maka semakin besar nilai NPM maka laba bersih yang akan diterima oleh responden semakin besar, sehingga kinerja responden dalam menghasilkan laba semakin baik. Jumlah responden yang mempunyai nilai NPM di atas atau sama dengan rata-rata (> 5,98 persen) sebesar 36,67 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar reponden
108
masih mempunyai nilai NPM dibawah rata-rata, penerimaan penjualan yang dihasilkan masih kurang efektif.
Tabel 28. Rasio Profitabilitas dalam Sektor Industri Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Usaha
TAS TAS KERUPUK KUSEN TEMPE MINUMAN RINGAN KONVEKSI PAKAIAN KONVEKSI PAKAIAN KONVEKSI PAKAIAN KESET TEMPE TAHU SARUNG TANGAN TAHU KAYU TAHU KERUPUK SINGKONG TAHU PANDAI BESI KONVEKSI PAKAIAN KONVEKSI PAKAIAN MINUMAN RINGAN KONVEKSI PAKAIAN ROTI TAHU KONVEKSI PAKAIAN BARANG PLASTIK TAHU TEMPE KONVEKSI PAKAIAN
NPM (%) 3,75 4,44 5,00 5,00 4,17 2,22 5,70 1,87 8,96 6,21 5,61 3,36 8,36 4,63 7,11 5,33 5,07 1,60 8,86 3,18 3,57 8,76 1,04 4,58 13,50 9,17 3,89 19,18 8,00 7,13 5,98
GPM (%) 6,50 10,00 10,56 7,73 11,67 6,11 9,00 8,65 14,52 9,29 12,31 27,51 15,07 9,44 7,43 14,67 7,89 6,81 13,60 5,91 5,07 24,84 3,17 6,25 14,17 11,72 70,57 21,85 12,90 12,97 13,27
ROI (%) 1,68 4,67 6,18 3,73 2,99 3,53 5,26 1,55 6,24 6,80 8,83 2,41 11,60 5,81 11,86 7,16 5,48 1,96 8,32 2,92 4,26 3,04 2,71 3,70 39,97 6,09 8,54 48,00 7,57 8,59 8,05
Pada Tabel 28 dapat diketahui juga rata-rata nilai GPM responden dalam sektor industri sebesar 13,27 persen. Tingkat laba kotor yang diterima oleh responden dalam sektor ini dalam satu tahun sebesar 13,27 dari penerimaan penjualan. Semakin tinggi nilai GPM maka semakin baik juga kinerjanya dan
109
secara relatif harga pokok penjualan semakin rendah. Jumlah responden yang mempunyai nilai GPM di atas atau sama dengan nilai rata-rata (> 13,27 persen) sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini mempunyai nilai GPM dibawah rata-rata, ini berarti sebagian besar responden mempunyai kinerja yang rendah dalam menghasilkan penjualan. Selain itu, dapat diketahui juga bahwa rata-rata nilai ROI dalam sektor industri sebesar 8,05 persen, yang berarti dalam satu tahun responden dalam sektor ini dapat menghasilkan laba bersih sebesar 8,05 persen dari nilai aktivanya, semakin tinggi hasil yang diperoleh maka semakin baik juga kinerjanya. Jumlah reponden yang mempunyai nilai ROI di atas atau sama dengan nilai rata-rata (> 8,05 persen) sebesar 26,67 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini mempunyai nilai ROI di bawah nilai rata-rata, ini dikarenakan masih kurang efektifnya responden dalam memanfaatkan aktiva. Pada Tabel 28 dapat diketahui juga bahwa komoditas tahu, tempe, dan minuman ringan mempunyai nilai NPM, GPM, dan ROI yang besar dibanding komoditas yang lain. Selain itu, komoditas pandai besi juga mempunyai nilai yang tinggi untuk rasio profitabilitasnya.
7.7.3 Sektor Pertanian Sektor pertanian mempunyai nilai rasio yang berbeda dari kedua sektor sebelumnya. Seluruh komoditas yang diusahakan dalam sektor ini berupa usaha perikanan, yaitu sebagian besar tani ikan lele. Rasio aktivitas dalam sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 29, dari data tersebut diketahui sebaran nilai rasio aktivitas tiap responden dalam sektor pertanian.
110
Tabel 29. Rasio Aktivitas dalam Sektor Pertanian Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Usaha LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE IKAN HIAS LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE GURAME LELE PATIN LELE LELE LELE LELE
Perputaran Persediaan 1,58 1,95 1,52 1,66 1,66 1,20 1,72 1,57 1,68 1,60 2,98 5,52 1,73 3,74 3,74 1,37 1,40 1,55 0,63 23,38 2,52 1,59 1,83 2,32 1,75 2,57 1,63 7,33 2,85 1,86 2,95
Perputaran Piutang 32,00 23,33 27,69 15,45 18,67 27,00 27,00 13,71 26,47 24,00 24,50 35,71 10,00 6,93 6,93 11,81 10,00 16,00 7,88 28,00 20,00 9,43 20,00 22,00 24,00 35,71 31,07 12,85 18,94
Perputaran Total Aktiva 0,92 1,22 0,83 0,89 1,07 0,75 1,00 1,19 1,23 0,53 1,17 0,60 0,67 1,38 1,59 0,72 0,35 0,65 0,07 1,24 3,85 1,14 0,88 0,59 0,77 0,62 0,49 2,00 1,20 1,21 1,03
Berdasarkan Tabel 29, rata-rata nilai perputaran persedian persediaan dalam sektor pertanian sebesar 2,95. Tingkat perputaran persediaan dalam sektor pertanian dalam satu tahun sebanyak 2,95 kali. Nilai perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan tingkat persediaan yang rendah, sehingga penjualan yang dihasilkan akan meningkat. Jumlah responden yang mempunyai nilai perputaran persediaan di atas atau sama dengan nilai rata-rata (> 2,95) sebesar 20 persen. Hal
111
ini menunjukkan bahwa sebagian reponden belum mempunyai kinerja yang baik dalam mengatur jumlah persediaan yang dimiliki. Nilai perputaran piutang dapat dilihat juga pada Tabel 29, berdasarkan data tersebut dapat diketahui rata-rata nilai perputaran piutang dalam sektor pertanian sebesar 18,94. Tingkat penagihan piutang dalam sektor pertanian dalam satu tahun sebanyak 18,94 kali, rasio yang lebih tinggi menunjukkan kinerja yang baik karena mempunyai saldo piutang yang rendah. Jumlah reponden yang mempunyai nilai perputaran piutang di atas atau sama dengan nilai rata-rata (> 18,94) sebesar 60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa reponden dalam sektor pertanian mempunyai kinerja yang baik dalam penagihan piutang, jumlah piutang yang diterima rendah karena pembayaran dilakukan secara tunai. Pada Tabel 29 dapat diketahui rata-rata nilai perputaran total aktiva dalam sektor pertanian sebesar 1,03 yang berarti penggunaan aktiva untuk menghasilkan penjualan dalam satu tahun sebesar 1,03 kali. Pada umumnya semakin tinggi perputaran aktiva, semakin efisien penggunaan aktiva tersebut. Jumlah responden yang mempunyai nilai perputaran di atas atau sama dengan nilai rata-rata (> 1,03) sebesar 43,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih kurang efisien dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan. Semua itu juga disebabkan oleh masih minimnya peralatan yang digunakan untuk mendukung jalannya usaha. Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui juga bahwa komoditas yang mempunyai nilai rasio aktivitas tinggi adalah komoditas ikan lele. Rasio profitabilitas dalam sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 30, dari data tersebut dapat diketahui sebaran nilai rasio profitabilitas tiap responden
112
dalam sektor pertanian. Selain itu, dapat dilihat juga pada tabel tersebut rata-rata nilai rasio profitabilitas (NPM, GPM, dan ROI).
Tabel 30. Rasio Profitabilitas dalam Sektor Pertanian Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Usaha LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE IKN HIAS LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE LELE GURAME LELE PATIN LELE LELE LELE LELE
NPM (%) 5,83 3,04 9,17 3,50 4,64 11,05 4,89 14,17 6,22 17,50 4,95 7,00 3,33 3,08 3,08 4,71 4,60 5,44 73,33 6,03 7,26 12,17 5,45 4,88 5,45 6,67 12,00 6,08 7,82 7,39 9,02
GPM (%) 10,00 7,86 13,33 14,68 12,50 14,20 7,67 18,33 13,56 20,00 14,74 17,25 15,00 6,44 6,44 9,06 10,60 7,53 86,67 10,95 10,12 15,50 8,48 8,00 17,27 14,37 18,67 12,08 14,71 13,23 1497
ROI (%) 5,35 3,70 7,65 3,12 4,95 8,29 4,88 16,79 7,63 9,22 5,77 4,23 2,22 4,23 4,88 3,38 1,60 3,55 4,78 7,45 27,98 13,90 4,80 2,86 4,23 4,14 5,89 12,16 9,39 8,92 6,93
Berdasarkan Tabel 30, rata-rata nilai NPM pada sektor pertanian sebesar 9,02 persen, yang berarti tingkat laba bersih yang diterima oleh para responden dalam satu tahun sebesar 9,02 persen dari jumlah penjualannya. Pada umumnya semakin tinggi nilai NPM maka semakin baik juga kinerjanya. Jumlah responden
113
yang mempunyai nilai NPM di atas atau sama dengan nilai rata-rata (> 9,02 persen) sebesar 23,33 persen. Pada Tabel 30 dapat diketahui juga rata-rata nilai GPM responden dalam sektor pertanian sebesar 14,97 persen, yang berarti tingkat laba kotor yang diterima oleh responden dalam satu tahun sebesar 14,97 persen dari jumlah penjualannya. Nilai rasio yang semakin tinggi maka nilai laba yang diperoleh juga tinggi. Jumlah responden yang mempunyai nilai GPM diatas atau sama dengan nilai rata-rata (> 14,97 persen) sebesar 26,67 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini masih dibawah nilai rata-rata. Rata-rata nilai ROI responden dalam sektor pertanian sebesar 6,93 persen, yang berarti tingkat laba bersih yang dihasilkan responden dalam satu tahun sebesar 6,93 persen dari nilai total aktivanya. Semakin tinggi nilai rasionya maka nilai yanag akan dihasilkan akan semakin baik juga. Jumlah responden yanag mempunyai nilai ROI diatas atau sama dengan nilai rata-rata (> 6,93 persen) sebesar 36,67 persen. Hal ini menunjukkan juga bahwa reponden sektor pertanian sebagian besar mempunyai nilai ROI dibawah nilai rata-rata. Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui juga bahwa komoditas lele mempunyai nilai NPM, GPM, dan ROI yang tinggi. Selain itu komoditas patin juga mempunyai nilai NPM dan GPM yang tingi, sedangkan nilai ROI-nya rendah.
114
7.7.4 Perbandingan Rasio Aktivitas di Setiap Sektor Perbandingan rasio aktivitas diukur berdasarkan jumlah responden yang mempunyai kinerja baik dan nilai rata-rata setiap rasio aktivitasnya. Pada Tabel 31 akan dijelaskan mengenai jumlah responden yang mempunyai kinerja baik.
Tabel 31. Perbandingan Rasio Aktivitas Berdasarkan Jumlah Responden Setiap Sektor Sektor Perdagangan Industri Pertanian
Perputaran Persediaan 36,67 23,33 20,00
Jumlah Responden (%) Perputaran Piutang 40,00 30,00 60,00
Perputaran Total Aktiva 23,33 30,00 43,33
Berdasarkan Tabel 31, dapat diketahui sebaran responden di setiap sektor dalam rasio aktivitasnya. Sektor perdagangan mempunyai jumlha responden yang besar dalam perputaran persediaan, yaitu 36,67 persen. Hal ini terjadi karena, komoditas yang dijual berupa kebutuhan sehari-hari, seperti sembako sehingga diperlukan perputaran persediaan yang tinggi. Sektor pertanian mempunyai jumlah responden dengan nilai perputaran piutang dan perputaran aktiva yang besar, yaitu sebesar 60 dan 43,33 persen. Hal ini terjadi karena piutang dan aktiva yang dimiliki lebih rendah dibanding sektor yang lain, serta penjualan yang besar yaitu sebanyak empat kali dalam setahun. Selain berdasarkan jumlah responden, akan diukur juga berdasarkan nilai rata-rata rasio aktivitasnya. Pada Tabel 32 akan dijelaskan mengenai nilai rata-rata rasio aktivitas di setiap sektor.
115
Tabel 32. Perbandingan Rasio Aktivitas Berdasarkan Nilai Rata-rata Rasio Aktivitas Setiap Sektor Sektor Perdagangan Industri Pertanian
Perputaran Persediaan 4,26 3,80 2,95
Nilai Rata-rata
Perputaran Piutang 28,89 21,13 18,94
Perputaran Total Aktiva 1,46 1,23 1,03
Berdasarkan Tabel 32, dapat diketahui bahwa sektor perdagangan mempunyai nilai rata-rata rasio aktivitasnya lebih besar dibanding kedua sektor yang lainnya. Hal itu terjadi karena sebagian besar komoditasnya berupa sembako dan kebutuhan sehari-hari, sehingga nilai persediaan, piutang, dan aktivanya rendah. Selain itu, komoditas yang dijual juga cepat terjual (sayur), harga jualnya murah (piutang rendah), dan tidak membutuhkan aktiva dalam jumlah besar (aktiva rendah). Prioritas utama dalam menentukan kinerja diukur berdasarkan jumlah responden yang mempunyai kinerja baik. Berdasarkan hal tersebut, maka sektor perdagangan mempunyai kinerja yang baik menurut perputaran persediaannya, sedangkan sektor pertanian mempunyai kinerja baik menurut perputaran piutang dan total aktiva.
7.7.5 Perbandingan Rasio Profitabilitas di Setiap Sektor Perbandinga rasio profitabilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan umlah responden yang mempunyai kinerja baik dan nilai rata-ratanya. Pada Tabel 33 akan dijelaskan mengenai perbandingan rasio profitabilitas setiap sektor berdasarkan jumlah respondennya.
116
Tabel 33. Perbandingan Rasio Profitabilitas Berdasarkan Jumlah Responden Setiap Sektor Sektor Perdagangan Industri Pertanian
NPM 43,33 36,67 23,33
Jumlah Responden (%) GPM 30,00 30,00 26,67
ROI 23,33 26,67 36,67
Berdasarkan Tabel 33, dapat diketahui bahwa sektor perdagangan mempunyai responden dengan kinerja baik dalam nilai NPM dan GPM, yaitu sebesar 43,33 dan 30 persen. Sektor industri juga mempunyai kinerja yang baik dalam nilai GPM, yaitu sebesar 30 persen. Selain itu, sektor pertanian mempunyai kinerja yang baik dalam nilai ROI-nya, yaitu 46,67 persen. Hal ini terjadi karena pada sektor pertanian pajak yang dikeluarkan relatif lebih rendah. Selain diukur menurut jumlah repondennya, akan dibandingkan juga menurut nilai rata-rata profitabilitasnya. Pada Tabel 34 akan dijelaskan perbandingan setiap sektor berdasarkan nilai rata-rata profitabilitasnya.
Tabel 34. Perbandingan Rasio Profitabilitas Berdasarkan Nilai Rata-rata Profitabilitas Setiap Sektor Sektor Perdagangan Industri Pertanian
NPM 6,18 5,98 9,02
Nilai Rata-rata (%) GPM 14,56 13,27 14,97
ROI 9,26 8,05 6,93
Berdasarkan Tabel 34, dapat diketahui bahwa sektor pertanian mempunyai nilai rata-rata NPM dan GPM lebih besar dibanding kedua sektor yang lain, yaitu sebesar 9,02 dan 14,97 persen. Hal ini terjai karena biaya yang dikeluarkan rendah untuk tani ikan yang bibit (GPM besar) dan pajak yang relatif rendah sehingga laba setelah pajaknya besar (NPM besar). Selain itu, untuk nilai rata-rata ROI terbesar adalah sektor perdagangan dengan nilai sebesar 9,26 persen. Hal ini
117
dikarenakan alat-alat yang digunakan tidak membutuhkan biaya yang besar, sehingga ROI yang dihasilkan juga besar. Prioritas utama dalam penelitian ini untuk mengukur kinerja adalah berdasarkan jumlah respondennya. Berdasarkan jumlah responden, sektor perdagangan mempunyai nilai terbesar dalam NPM dan GPM (sama dengan sektor industri), serta sektor pertanian untuk nilai ROI-nya.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1. Kupedes yang disalurkan oleh BRI Unit Parung mengalami penurunan di sektor pertanian dan industri. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengelolaan nasabah sektor tersebut dan masih minimnya teknologi yang digunakan, sehingga pihak BRI Unit Parung memberikan porsi yang lebih rendah dibanding sektor perdagangan. 2. a. Berdasarkan penelitian, sebagian besar nasabah di sektor perdagangan dan pertanian mempunyai sebaran umur antara 36-44 tahun, sedangkan di sektor industri sebaran umurnya antara 45-53 tahun. Jenis kelamin yang mendominasi adalah laki-laki dan tingkat pendidikan diketiga sektor umumnya SD. Sebaran jumlah tanggungan keluarga reponden di sektor pertanian antara 0-1 orang, sedangkan 2-3 orang untuk sektor perdagangan dan industri b. Berdasarkan profil usahannya, sebagian besar responden mempunyai pengalaman usaha antara 11-18 tahun. Komoditas yang diusahakan responden berupa makanan dan minuman sebesar untuk sektor perdagangan dan industri, serta komoditas perikanan berupa lele untuk sektor pertanian. Selain itu, sebagian besar nasabah merupakan nasabah baru, yaitu memulai pinjaman sejak tahun 2005-2007. Ratarata pinjaman yang diterima nasabah 25.000.000.
118
antara Rp 7.000.000-Rp
119
3. Berdasarkan hasil penelitian, sektor industri dan pertanian mempunyai keterkaitan dengan Kupedes lebih besar dibanding sektor perdagangan apabila dilihat dari kinerja respondennya. Sedangkan untuk biaya rumah tangga, di ketiga sektor industri mempunyai nilai rata-rata terbesar. 4. Berdasarkan nilai rasio aktivitasnya, sektor perdagangan mempunyai nilai rata-rata perputaran persediaan, perputaran piutang, dan perputaran total aktiva lebih besar dibanding dengan sektor industri dan pertanian. Berdasarkan jumlah respondennya, sektor pertanian mempunyai nilai terbesar dalam perputaran piutang dan total aktiva, sedangkan sektor perdagangan mempunyai nilai perputaran persediaan terbesar. Berdasarkan nilai rasio profitabilitasnya, sektor pertanian mempunyai rata-rata nilai NPM dan GPM terbesar, sedangkan sektor perdagangan mempunyai ratarata nilai ROI terbesar. berdasarkan jumlah repondennya, sektor perdagangan mempunyai nilai NPM dan GPM (sama dengan industri) terbesar, sedangkan sektor pertanian memiliki kinerja nasabah yang baik berdasarkan nilai ROI-nya.
8.2 Saran Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat direkomendasikan saran untuk perusahaan adalah diharapkan pihak BRI Unit Parung dapat menambahkan proporsi Kupedes terhadap sektor pertanian dan industrit karena kedua sektor tersebut merupakan sektor yang paling mempunyai keterkaitan lebih besar antar Kupedes dengan performance business. Selain itu kedua sektor tersebut merupakan sektor yang produktif dan memberikan manfaat kepada
120
daerah sekitarnya. Sektor perdagangan juga mempunyai rata-rata nilai rasio aktivitas dan profitabilitas lebih tinggi dibanding sektor pertanian dan industri, namun dalam kinerja nasabah, kedua sektor tersebut lebih unggul dibanding sektor perdagangan. Pihak BRI diharapkan memberikan bimbingan atau penyuluhan kepada nasabahnya
tentang
tata
cara
mengelola
keuangan
dengan
baik
atau
memanfaatkan asset yang ada sehingga dapat menambah penjualan yang diterima oleh nasabah. Selain itu juga, dengan penyuluhan yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kinerja nasabah berdasarkan rasio keuangannya.
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, Taufiq. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Macet Pada Kredit Usaha Pedesaan (KUPEDES) Sektor Agribisnis ( Kasus : PT Bank Rakyat Indonesia, TBK Unit Ciomas, Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Candaryasa. 2000. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum Pedesaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilannya di Bank Rakyat Indonesia Unit Diponegoro. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dendawijya, Lukman. 2001. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Gittinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Haerudin. 2007. Kinerja Keuangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Swamitra-Kowapi (Kasus di USP SwamitraKowapi, Cikini, Jakarta Pusat). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hasan, Iqbal M. 2003.Pokok-pokok Materi statistik 1:Statistik Deskriptif. Bumi Aksara. Jakarta. Keown, et al. 2004.Manajemen Keuangan Jilid 1. PT Indeks Gramedia. Jakarta. Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Erlangga. Jakarta. Novitasari, 2006. Analisis Kinerja dan Dampak Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) terhadap Peningkatan Pendapatan Ussaha Kecil (Kasus : Bank Rakyat Indonesia Unit Kreo, Tanggerang). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rachmina, Dwi. 1994. Analisis Permintaan Kredit Pada Industri Kecil (Kasus : Jawa Barat dan Jawa Timur). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Reksodiprodjo, Susatyo. 1965. Pengantar Ekonomi Bank dan Kredit. Pembangunan. Jakarta. Simorangkir, O. P. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia Indonesia. Jakarta. Soekartawi, et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
121
122
Sundjaja, Ridwan. 2003. Manajemen Keuangan 1. Literate Lintas Media. Jakarta Supriadi, et al. 2007. Analisis Pengaruh Pemberian Kredit terhadap Kinerja Debitur Mikro (Kasus Pada ULM ABC, PT Bank XYZ di Jakarta). Jurnal MPI. Volume 2 No. 1 Bulan Februari. Suyatno, et al. 2007. Dasar-dasar Perkreditan : Edisi Keempat. PT Gramedia Pustaka. Jakarta. Tarigan, Karmina Putri. 2006. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung, Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tarmidi. 2006. Efektivitas Pengelolaan Kredit Mikro Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Analisis Pendapatan Keluarga Miskin (Studi Kasus : Pengelolaan Kredit Mikro P2KP I Tahap 2 di Kota Depok). Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Weston, Fred & Eugene F. Brigham. 1998. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. Wicaksono, Agung Rahmanto. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank BRI di Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.