EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BUKU BICARA (TALKING BOOK) DI YAYASAN MITRA NETRA LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Ismul Azham 105054102074
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2011 M
ABSTRAK
Ismul Azham Evaluasi Pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus Jakarta Selatan Tunanetra yang mendapat kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan regular sangat memerlukan bantuan untuk menunjang kegiatan belajar mereka. Apalagi di sekolah tempat mereka belajar tidak menyediakan pelayanan khusus untuk mereka. Meski pemerintah membuat peraturan melalui program pendidikan inklusif untuk mereka, namun keterbatasan fasilitas itu masih harus mereka hadapi. Untuk itu yayasan Mitra Netra melalui program Buku Bicara ini berusaha untuk mewujudkan dan membantu tunanetra dalm program pemerintah dalam pendidikan inklusif itu. Dengan program ini tunanetra dapat mengakses buku-buku pelajaran sekolah sehingga dapat mereka baca dan pelajari layaknya teman-teman mereka yang awas membaca buku yang sama. Skripsi ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program buku bicara ini agar mengetahui nilai terhadap hasil pelaksanaannya, keberhasilan program dalam membantu tunanetra. Serta hambatan-hambatan apa yang terdapat dalam pelaksanaan program. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya adalah melalui interview, observasi, wawancara dan dokumentasi. Kerangka teori yang digunakan adalah model evaluasi CIPP yang telah dikemukakan oleh Daniel L Stufflebeum yang meliputi; evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Dalam skripsi ini penulis memfokuskan pada evaluasi proses pelaksanaan program buku bicara di yayasan Mitra Netra. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa hasil dari proses pelaksanaan program Buku Bicara ini adalah sangat positif dan membantu klien dalam kebutuhan mereka. Program ini telah memberikan pengaruh yang besar terhadap pendidikan mereka. Melalui program buku bicara ini, tunanetra mampu mengakses semua buku-buku bacaan, buku-buku pelajaran dan tugas-tugas sekolah yang disiapkan oleh sekolah-sekolah mereka untuk dapat mereka pelajari ulang di luar jam belajar sehingga mereka mampu megikuti siklus belajar sesuai dengan jadwal. Dan dengan peralihan teknologi dari analog menjadi digital menjadikan program ini semakin tidak memiliki hambatan dalam pelaksanaannya.
KATA PENGANTAR ِن اّلَر حِيْم ِ َهلل اّلَر حْم ِ بِسْمِ ا Tiada kata yang lebih pantas penulis untaikan selain mengucapkan Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur serta puja dan puji hanya kehadirat Allah SWT. Tuhan yang telah menjadikan alam semesta beserta isinya dengan segala kenikmatan yang tak pernah terhingga. Dan atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam juga tekcurahkan kepada Rasul alam, junjungan umat manusia, Nabi akhir zaman, Nabi besar Muhammad SAW serta segenap keluarga, dan para sahabat beliau. Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) Di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus Jakarta Selatan “. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan Kesejahteraan Sosial. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Dengan hati yang terbuka dan tulus penulis akan menerima kritik, saran dan pendapat agar menjadi tambahan dan pembelajaran untuk penulis kedepannya agar menjadi lebih baik lagi. Tidak sedikit waktu yang dibutuhkan dan melalui berbagai macam rintangan dan cobaan, namun berkat perjuangan yang disertai bantuan dari semua pihak yang terus membantu dan selalu memberikan dorongan akhirnya semua rintangan itu dapat teratasi. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini :
i
1. Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sekaligus ketua sidang Munaqasyah yang telah memberikan penilaian dan arahan untuk penulis sehingga penulis berhasil lulus dengan nilai skripsi amat baik. 2. Ibu Siti Napsiyah MSW selaku ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan sekaligus Dosen pembimbing untuk skripsi ini, yakni yang telah sangat banyak memberikan arahan, bimbingan dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial sekaligus Dosen pembimbing Praktikum, yang juga telah banyak membantu, mendampingi dan memberi dukungan sehingga penulis dapat melewati semua proses akademik dan sampai menyelesaikan study di Jurusan Kesejahteraan Sosial. 4. Bapak Ismet Firdaus M.Si selaku penguji dalam sidang munaqasyah sekaligus dosen yang telah banyak membimbing penulis dalam skripsi ini serta telah memberikan penilaian dan arahan. 5. Dosen-dosen di Jurusan Kesejahteraan Sosial, Ibu Ellies, Ibu Nurhayati Nurbus, Bapak Asep Usman Ismail, Ibu Lisma Dyawati Fuaida dan dosen-dosen lain yang tidak dapat tertuliskan satu persatu yang telah memberikan penulis segudang ilmu dan pengetahuan sehingga penulis mendapatkan pemahaman dan pengamalan yang bermanfaat dan berguna.
ii
6. Seluruh dosen yang telah memberikan dedikasi ilmunya selama penulis menjalani masa perkuliahan di Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Pimpinan Staf Perpustakaan Utama, kepustakaan Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam masa study. 8. Pimpinan Yayasan Mitra Netra beserta seluruh Staf, khususnya Bapak Irwan, Bapak Firdaus, Bapak Nur Ichsan, Mbak Endah, Mbak Indah, Mas Adi Ariyanto, Ibu Rini, serta Senna Rusli dan Fajar yang telah banyak membantu, mendukung, membimbing penulis dalam masa penelitian dan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya. 9. Yang terhormat dan tercinta kedua orang tua penulis, Almarhum Ayahanda Rusli dan Ibunda Salamah semoga Allah SWT senantiasa menganugerahkan nikmat, kemuliaan dan keselamatan dunia dan akhirat sebagai balasan atas cinta dan kasih sayang yang tak terhingga serta pengorbanan tulus mereka untuk penulis hingga akhir hayat. Amin. 10. Kakak-kakak dan adik tercinta; Almarhum Abanganda Jonimar, kakanda Mairidhah Nur, kakanda Ernis Marliza, Uponda tersayang Mulyanti, kakanda Safrizal, kakanda Farliyansyah, serta adinda Elsa Janerta. Terima kasih untuk dukungan dan semangat kalian untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Keluarga besar Umi H. Faridah, Bang Rais, Kak Siti, Fuad dan Mang Anjay terima kasih untuk kasih sayang dan perhatiannya hingga saat ini. Sahabatiii
sahabat yang menjadi tempat berbagi; Ambiya Dahlan, Ahmad Nur Sahri, Hamzah, Frendy Suma, Kejo, Lani, Fahmi, Penyok, Ardi dan teman-teman kesos angkatan 2005 lainnya yang tidak dapat tertulis satu persatu, terima kasih untuk motivasi dan saran-sarannya. 12. Special untuk Muthmainnah sebagai pendamping dan penyemangat yang telah memberikan banyak hal yang berarti, motivasi dan inspirasi. Selalu mengingatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayangnya yang tulus. You Are My Everything.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi, metodologi, maupun analisanya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca akan disambut dengan segala kelapangan. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat sedikit memberikan manfaat bagi semua. Amin Ya Rabbal Alamin..
Jakarta, 23 September 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI Hal Halaman Judul Lembar Persetujuan Lembar Pengesahan Abstrak Kata Pengantar ................................................................................................
i
Daftar Isi ..........................................................................................................
v
Daftar Tabel dan Gambar ...............................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................
7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
8
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
8
E. Metodologi Penelitian .................................................................
9
1. Pendekatan Penelitian .............................................................
9
2. Jenis Penelitian .......................................................................
12
3. Tehnik Pengumpulan Data .....................................................
12
4. Sumber Data ...........................................................................
12
5. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................
13
6. Tehnik Pemilihan Informan....................................................
13
7. Tehnik Analisis Data ..............................................................
15
8. Tehnik Penulisan ....................................................................
15
F. Sistematika Penulisan .................................................................
16
v
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Evaluasi .......................................................................................
18
1. Pengertian Evaluasi ................................................................
18
2. Model Evaluasi .......................................................................
20
3. Manfaat dan Kegunaan Evaluasi ............................................
22
B. Program .......................................................................................
23
a. Definisi Program.....................................................................
23
b. Tujuan Program ......................................................................
24
C. Evaluasi Program ............................................................................
24
D. Buku Bicara a. Definisi Buku Bicara ..............................................................
25
b. Rangkuman Definisi ...............................................................
25
c. Sejarah Perkembangan Buku Bicara ......................................
26
d. Perkembangan Buku Bicara di Dunia menurut Encyclopedia e. Americana Volume......................................................................
28
E. Definisi Pendidikan Inklusif .......................................................
30
a. Menurut Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman..................................
31
b. Menurut Dyah. S ..........................................................................
31
F. Hakikat Tunanetra .......................................................................
32
1. Pengertian Tunanetra ..............................................................
33
2. Klasifikasi Tunanetra..............................................................
33
3. Karakteristik Tunanetra Kurang Lihat (low vision) ...............
35
vi
BAB III YAYASAN MITRA NETRA A. Latar Belakang ............................................................................
36
B. Sejarah Singkat Perjalanan Mitra Netra Menuju Rumah Sendiri di Gunung Balong-Lebak Bulus .....................................................
37
C. Alamat Yayasan Mitra Netra ......................................................
41
D. Tokoh-Tokoh Pendiri Yayasan Mitra Netra ...............................
41
E. Visi dan Misi Yayasan Mitra Netra ............................................
47
F. Aspek Hukum dan Legalitas Yayasan Mitra Netra ....................
48
G. Prestasi ........................................................................................
49
H. Produk-Produk Yayasan Mitra Netra .........................................
49
I.
Struktur Organisasi .....................................................................
51
J. Program Layanan ........................................................................
52
K. Sejarah Program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra .............
59
L. Penggalangan Dana .....................................................................
71
BAB IV HASIL EVALUASI A. Evaluasi Pelaksanaan Program ...................................................
73
1. Fasilitas Program Buku Bicara ...............................................
77
2. Pelayanan Program Buku Bicara............................................
85
B. Hambatan-Hambatan ..................................................................
90
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................
94
B. Saran ............................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
99
LAMPIRAN-LAMPIRAN vii
1
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan hak bagi tiap warga negara dan sudah semestinya
pemerintah yang mengemban beban dan tanggung jawab nasional berkewajiban menjunjung tinggi amanat konstitusional itu dalam upaya memenuhi hak dasar setiap warga negara untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas tanpa adanya pengecualian dan bersifat merata. Sebagaimana yang telah tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Sejauh ini pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sudah berkembang sangat baik, banyak lahir lembaga-lembaga pendidikan baik dari sektor swasta maupun negeri. Semua itu menunjukkan bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang berwawasan pendidikan dan memandang pendidikan sebagai prioritas utama untuk modal dasar pembentukan watak dan pengembangan diri serta memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Namun, yang masih menjadi persoalan adalah pendidikan yang semestinya dapat diakses bagi seluruh warga negara ini belum merata. Masih ada sebagian warga negara yang belum bisa berpartisipasi dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan formal. Dalam hal ini para penyandang cacat tunanetra misalnya. Saat ini komunitas tunanetra masih belum bisa mengakses seluruh bidang pendidikan formal secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan dari
1
2
masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam upaya membantu dan mengantarkan tunanetra untuk sampai kepada tujuan itu. Padahal pemerintah juga telah berupaya secara konstitusi yaitu dengan membuat peraturan-peraturan khusus tentang pendidikan yang ditujukan bagi para penyandang cacat. Seperti yang diterangkan dalam Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1991 bahwa “Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar sehingga dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan” . Jelaslah bahwa siapa saja yang termasuk dalam data warga negara maka secara hak mereka harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik dan adil agar mereka dapat mengembangkan diri dan mengenyam pendidikan tersebut tanpa adanya diskriminasi. Selain pemerintah, sektor-sektor pendidikan negeri maupun swasta hendaknya lebih peka dalam merespon permasalahan ini dan dapat memfokuskan program-programnya pada bidang pelayanan pendidikan khususnya bagi para penyandang cacat ini. Seperti yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat bahwa “ Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia “ . Pembangunan nasional juga merupakan pengamalan Pancasila yang mencakup
3
seluruh aspek kehidupan bangsa yang di selenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Kegiatan masyarakat dan pemerintah saling menunjang, mengisi, dan melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya pembangunan nasional itu. Kemudian dilanjutkan dalam Undang-Undang Pemerintah tahun 2004 tentang Pendidikan Inklusif. Pendidikan Inklusif adalah program pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak yang memiliki kelainan fisik dalam pendidikan formal dan dapat berbaur dengan anak-anak normal sebayanya di sekolah umum. Pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah tersebut. Sehingga anak-anak berkebutuhan khusus ( cacat ) itu dapat belajar bersama-sama dalam suasana belajar yang kondusif. Program Pendidikan Inklusif untuk Disabilitas ini tentunya akan berjalan baik jika saja semua pihak memberikan motivasi dan dukungan baik materi maupun partisipasi langsung secara paralel dan konsisten. Selama ini, program pemerintah ini bisa dikatakan belum maksimal karena masih banyak para penyandang cacat yang belum mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena alasan tidak mendapatkan fasilitas belajar untuk dapat mengikuti poros kegiatan belajar di sekolah-sekolah dalam pendidikan formal. Secara teknis mereka memerlukan fasilitas belajar khusus agar dapat mengikuti dan berkompetisi di kelas pendidikan formal. Tunenetra membutuhkan respon dari orang-orang di sekitar mereka untuk membantu dan mendampingi mereka dalam menghadapi masa depan baik secara individual maupun kelembagaan.
4
Telah muncul sebuah lembaga yang merespon baik permasalahan tersebut, lembaga itu adalah Yayasan Mitra Netra. Yayasan Mitra Netra hadir untuk menjembatani tunanetra agar sampai pada tujuan Pendidikan Inklusif itu. Melalui program-programnya yayasan ini terus menjalankan peran dan mengembangkan diri dalam upaya mendampingi tunanetra untuk menghadapi persaingan global di dunia pendidikan dan bahkan dunia kerja. Bisa dikatakan bahwa yayasan ini merupakan pelopor dan teladan bagi lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang layanana pendidikan bagi penyandang cacat tunanetra di negeri ini. Dan tentunya semua itu juga berkat orng-orang yang berada didalamnya yang memiliki semangat juang yang luar biasa, profesional dan mempunyai SDM yang baik. Antara program dan para penggerak organisasi saling mengisi dan mendukung dalam mempertahankan visi dan misi untuk keberhasilan yayasan dan eksistensinya dalam membantu sahabat netra mengejar cita-cita hidup dan masa depan mereka. Menurut Prof. Sidarta Ilyas yakni salah seorang pendiri Yayasan Mitra Netra yang berprofesi sebagai Dokter Mata dan juga merupakan seorang Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Beliau mengaku sangat bangga pada Mitra Netra, beliau mengatakan "Ibarat bola, saya selalu merasa Mitra Netra menggelinding lebih cepat dari yang saya bayangkan" . Kata-kata ini senantiasa disampaikannya saat beliau berbicara dengan masyarakat maupun ketika bertatap muka dengan segenap jajaran personil di Mitra Netra1.
1
Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
5
Beliau melanjutkan, jauh sebelum Mitra Netra berdiri secara sendiri-sendiri sejumlah kecil tunanetra di Indonesia telah berupaya menempuh pendidikan di sekolah umum dan perguruan tinggi. Dari jumlah yang sedikit itu, sebagian kecil di antaranya berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi 2. Menurut Prof. Ilyas hal ini biasanya terjadi karena tunanetra tersebut mendapatkan dukungan penuh dari keluarga yang secara ekonomi mampu atau yang bersangkutan memiliki daya juang yang luar biasa. Dan ini tidak akan terjadi tanpa adanya dukungan fasilitas yang dibutuhkan agar mereka dapat menempuh jenjang pendidikan dasar, menengah, bahkan hingga jenjang pendidikan tinggi” 3. Tunanetra membutuhkan usaha dan biaya yang melebihi usaha dan biaya yang dibutuhkan oleh mereka yang bukan tunanetra. Misalnya ketika mereka memerlukan buku dan ternyata saat itu tidak ada lembaga yang menyediakannya, maka tunanetra harus mengupayakan buku itu sendiri. Misalnya juga saat mengerjakan ujian sekolah, tunanetra harus membutuhkan seseorang untuk membantu membacakan soal serta menuliskan jawaban. Tidak selamanya dan tidak semua tunanetra menginginkan hal itu terus menerus terjadi, mereka juga memiliki potensi layaknya manusia normal lain. Potensi itu dapat mereka kembangkan dan pada akhirnya tunanetra tidak lagi harus menggunakan jasa orang lain.
Untuk itu, apa yang dilakukan oleh Mitra Netra adalah upaya
memberdayakan tunanetra dalam mengatasi permasalan-permasalahan mereka.
2
Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB). 3 Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
6
Prof. Sidarta Ilyas juga berpendapat bahwa orang-orang yang memiliki gangguan penglihatan permanen, baik buta total maupun lemah penglihatan masih dapat menjalani kehidupan yang berkualitas. Akan tetapi diperlukan bantuan khusus pada mereka untuk membuat para tunanetra menjadi mandiri dan berfungsi di masyarakat4. Mengapa Mitra Netra? Karena penulis telah menjalani aktifitas akademisi mata kuliah jurusan Kesejahteraan Sosial di yayasan ini semenjak dua semester terakhir dalam kegiatan Praktikum I dan Praktikum II. Sejauh perkenalan dengan yayasan ini, penulis melihat dan menyaksikan bahwa program-program yang dilaksanakan oleh Mitra Netra sangat potentif dan tepat sasaran. Dengan programprogram itu Mitra Netra telah banyak mencetak tunanetra yang berkualitas yakni yang mampu berkompetisi di dunia pendidikan formal dan bahkan dunia kerja. Dari itu, penulis sangat tertarik untuk menggali lebih dalam tentang programprogram di Yayasan Mitra Netra ini dengan memilih salah satu programnya sebagai objek penelitian. Salah satu programnya itu adalah “Buku Bicara (Talking Book)” . Mengapa Talking Book? Karena program ini merupakan salah satu dari program lain yang ada sejak awal lahirnya Yayasan Mitra Netra. Penulis ingin mengatahui lebih jauh tentang aktifitas program ini secara teknis pelaksanaan dan keberhasilan yang telah dicapai oleh Mitra Netra melalui program tersebut sejak lahirnya program itu hingga saat ini.
4
Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
7
Program Buku Bicara sangat berperan banyak dalam membantu dan mendampingi tunanetra di Yayasan Mitra Netra khususnya dalam bidang pendidikan. Untuk itu penulis tertarik untuk menggali lebih dalam tentang program ini yaitu dalam proses pelaksanaan, konten dan produk program serta hasil yang dicapai. Dengan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul: “ EVALUASI PROGRAM BUKU BICARA (TALKING BOOK) DI YAYASAN MITA NETRA LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN “
B. BATASAN MASALAH DAN PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis membatasi masalah untuk meneliti mengenai “Evaluasi Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus, Jakarta Selatan”. Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah pokok sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra lebak bulus, Jakarta Selatan dalam membantu tunanetra untuk mencapai pendidikan inklusif? 2. Hambatan-hambatan apa yang ada dalam pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra lebak bulus, Jakarta Selatan ini?
8
C. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) serta sejauh mana perannya dalam upaya membantu sahabat tunanetra untuk menuju pendidikan inklusif. 2. Menjelaskan evaluasi terhadap hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan Program Buku Bicara (Talking Book) di Yayasan Mitra Netra lebak bulus.
D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat Akademis dari penulisan Skripsi ini adalah : 1. Menambah
wacana
pengetahuan
bagi
pengembangan
ilmu
kesejahteraan sosial khususnya mengenai pendampingan untuk tunanetra dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswa/mahasiswi yang tertarik terhadap permasalahan tunanetra sebagai tambahan bahan bacaan bagi yang berminat membahas program ini. 2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi Universitas khususnya jurusan bahwasanya skripsi ini bisa menjadi salah satu studi kasus dalam mata kuliah Perilaku Manusia dan Lingkungan Sosial, Analisis Masalah sosial sehingga dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi kompetensi pekerja sosial di bidang pelayanan sosial khususnya bagi lembaga yang memiliki program yang sama.
9
b. Manfaat Praktis dari penulisan Skripsi ini adalah : 1. Merupakan
masukan
untuk
penelitian-penelitian
lebih
lanjut,
khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan program Talking Book bagi penyandang cacat netra. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengurus Yayasan Mitra Netra dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan programprogramnya dalam membantu meningkatkan kesejahteraan serta pengembangan potensi tunanetra terutama dalam bidang pendidikan.
E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Metode penelitian adalah cara untuk mencapai suatu maksud, sehubungan dengan upaya tertentu, maka metode menyangkut masalah kerja, yaitu cara kerja untuk mendapatkan informasi atau fakta terhadap suatu masalah yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya,
10
utnuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia5. Sedangkan Bodgan dan mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Meleong, penelitian kualitatif mempunyai karakteristik yang penting antara lain : berada pada latar alamiah (konteks dari suatu keutuhan/ entry), memandang manusia (peneliti) sebagai alat atau instrumen penelitian, analisa data bersifat induktif, dan menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data, lebih mementingkan proses dari pada hasil6. Penelitian ini mengambil bentuk Evaluasi Program yakni yang merupakan proses penilaian terhadap program Talking Book untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan program dan hambatan-hambatan yang terdapat di dalamnya melalui rangkaian informasi yang diperoleh evaluator yang hendaknya membantu pengembangan, implementasi, pertanggung jawaban, seleksi, menambah pengetahuan dan informasi. Dalam penelitian untuk keilmuan Kesejahteraan Sosial dikenal sebuah metode yaitu metode Context, Input, Process, Product ( CIPP ) yang
5
Nawawi Hadari. “Instrumen Penelitian Bidang Sosial “ (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992). h. 209. 6 Meleong, Lexy J. “Metodologi Penelitian Kualitatif” (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). h. 3.
11
merupakan salah satu metode evaluasi yang terdiri dari evaluasi Konteks, Input, Proses, dan Produk. Model evaluasi ini dikembangkan oleh Stufflebeam 1971Seperti pada tabel 1.1 berikut: Tabel 1. Sampel Model Evaluasi CIPP konteks
Input
proses
produk
objektif
Solusi strategi
implementasi
Dihentikan
Desian prosedur
Dilanjutkan Dimodifikasi Program ulang
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan analisanya dalam tahapantahapan yang dijalankan oleh program Talking Book. Yaitu analisa pelaksanaan program, analisa apa-apa yang menjadi hambatan dan analisa hasil program. Evaluasi program ini melihat pada kegiatan selama implementasi, serta memberikan informasi sebagai alat untuk menilai kesuksesan dan kegagalan terhadap program itu. Evaluasi Program ini mengambil lokasi di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus. Alasan memilih lokasi ini sebagai penelitian adalah dimulai dari ketertarikan penulis ketika melaksanakan kegiatan praktikum I dan II di Yayasan Mitra Netra bahwa banyak anak-anak usia sekolah menengah dan kuliah bahkan yang belum sekolah beraktifitas dengan program-program di Yayasan Mitra Netra.
12
2. Jenis Penelitian Jenis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi program, yaitu sebuah bentuk penilaian dari data-data yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang dapat diamati. Tujuannya adalah untuk membuat suatu gambaran sistematis, faktual dan akurat tentang program yang diselidiki dalam penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilaksanakan adalah melalui : a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung dalam pelaksanaan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di yayasan tersebut. b. Interview yang dilakukan untuk memperoleh data dari berbagai narasumber. Pencarian data dengan metode ini juga penting karena akan mendapat informasi lebih banyak dan lebih real. c. Dokumentasi, yaitu menyelidiki benda-benda atau alat-alat yang berada di lingkungan tempat dilaksanakan penelitian ini. Alat-alat kantor, alat-alat perpustakaan, studio recording dll. 4. Sumber Data a. Data Primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber utama ( Pimpinan atau yang mewakili, Kabid Perpustakaan, Staff
13
Perpustakaan, Kabid Penelitian dan Pengembangan, dan beberapa orang Klien pengguna Talking Book di Yayasan Mitra Netra ). b. Data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan tulisan ini seperti para pengamat dan tokohtokoh sosial. 5. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Yayasan Mitra Netra jl. Gunung Balong no. 21 Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Waktu penelitian selama 3 bulan yang terhitung dari bulan Maret 2011 sampai bulan Mei 2011. 6. Teknik Pemilihan Informan Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berupaya memperoleh informasi tentang pelaksanaan program Talking Book dan apa saja yang menjadi konten program tersebut maka dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling7. Dimana tidak setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Tidak representatif, dan peneliti tidak dibolehkan untuk membuat generalisasi hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif tidak mempersoalkan besarnya sample, yang penting adalah kelengkapan data dan sumber informasi sesuai tujuan penelitian, dan sumber tersebut disebut informan. Moleong mengemukakan bahwa informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi
7
Alston, Margareth. & Bowles, Wendy. (1998). Research For Sosial Worker : An Introduction to Methods. Canberra : Allen and Unwin Pty Ltd.
14
latar penelitian8. Sementara Taylor dan Grinnel mengatakan bahwa informan yang baik adalah mereka yang memahami latar penelitian, terlibat secra aktif di dalamnya, bersedia membantu, dapat meluangkan waktunya, dan memberikan tanggapan berdasarkan perspektif masingmasing. Untuk lebih jelasnya Lihat tabel 2 berikut yang menyajikan informasi & informan dalam penelitian : Table 2. Informasi & Informan Penelitian No Data Yang Dibutuhkan
Informan
Jumlah
1
1. WaDir Mitra Netra
1
Pelaksanaan Program
Buku Bicara (Talking 2. Kabid Perpustakaan 1 Book) 2
Evaluasi
3. Klien
2
Hambatan 1. Staff Perpustakaan
1
Program Buku Bicara 2. Kabid Perpustakaan 1 (Talking Book) 3
8
Evaluasi
SDM
3. Klien dan 1. Kabid Litbang
2 1
Fasilitas Program Buku 2. Kabid perpustakaan
1
Bicara (Talking Book)
3. Staff Perpustakaan
1
4. Klien
2
Meleong, Lexy J. “Metode Penelitian Kualitatif”. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). h. 90.
15
7. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif secara teoritis merupakan proses penyusunan data untuk memudahkan penafsirannya. Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif biasanya berbentuk data deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang memaparkan keadaan obyek
yang
diteliti
berdasarkan
fakta-fakta
aktual
atau
sesuai
kenyataannya sehingga menuntut penafsiran peneliti yang dinyatakan oleh sasaran peneliti yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap perolehan data dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya, dengan teknik analisis pendalaman kajian (verstehen). Untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyajikan data deskriptif mengenai pelaksanaan program Talking book yang difokuskan pada evaluasi peran dan konten program Talking Book tersebut. 8. Teknik Penulisan Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disertasi”, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press Tahun 2007.
16
F. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun kedalam lima bab. Dimana setiap bab terdiri dari sub-sub bab tersendiri. Agar pembaca dapat memahami uraian selanjutnya, maka penulis mensistematisasikan pembahasan yang akan ditulis kedalam bab-bab sebagai berikut : BAB I.
Pendahuluan,
memuat
:
Latar
Belakang
Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II.
Tinjauan Teoritis, merupakan paparan dari berbagai
literature yang berhubungan dengan penelitian meliputi pembahasan mengenai metode-metode belajar atau program-program sebagai alat bantu bagi tunanetra di yayasan mitra netra pada umumnya dan Program Talking Book khususnya. BAB III. Gambaran umum lokasi penelitian, yakni menggambarkan secara umum tentang Yayasan Mitra Netra: Sejarah singkat, visi dan misi, program layanan, struktur organisasi dan Program Talking Book . BAB IV. Hasil Penelitian, yakni sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian diuraikan tentang hasil penelitian dalam bentuk deskriptif, termasuk data-data faktual dan studi dokumentasi dengan menjelaskan pelaksanaan program Talking Book yang ada di Yayasan Mitra Netra. Analisis hasil penelitian, yang merupakan analisa hasil penelitian tentang proses pelaksanaan dan faktor-faktor lain dalam
17
program talking book tersebut. Sebagai analisa adalah konsep-konsep dan kerangka pemikiran yang ada di bab dua. BAB V.
Penutup yakni kesimpulan yang berisikan penilaian dari
hasil evaluasi pelaksanaan program sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian. Terakhir dikemukakan beberapa saran yang terkait dengan permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan Program Talking Book khususnya mengenai proses dan hasil dilapangan.
18
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Evaluasi 1. Pengertian Evaluasi Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris "Evaluation", yang berarti penilaian/penaksiran. Dan menurut pengertian istilah, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.9 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Evaluasi diartikan dengan penilaian.10 Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program. Dengan demikian, penelitian evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan program dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaan program tersebut.11 Pius A. Partanto dan Al-Barry dalam kamus ilmiah popular mengartikan bahwa evaluasi secara etimologi adalah panaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentu nilai.12 Sedangkan menurut terminology
9
M. Chatib Toha, “Teknik Evaluasi Pendidikan”, (Jakarta : Rajawali Press,1991), Cet
Ke- 1, h.1. 10
Tim Penyusun, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Edisi ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet Ke-4. 11 Suharsimi Arikunto, “Penilaian Program Pendidikan”, (Jakarta : PT Bina Aksara, 1998), Cet.Ke-l, h. 8. 12 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. “Kamus Ilmiah Populer”, (Surabaya: Arloka.l994). h. l63.
18
19
pengertian Evaluasi menurut Casley dan Kumar adalah suatu penilaian berkala terhadap relevansi, kinerja, efesiensi dan dampak suatu proyek dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, sementara Fink dan Kocekoff memberikan defmisi evaluasi adalah merupakan serangkaian prosedur untuk menilai mutu sebuah program.13 Tetapi pada dasarnya evaluasi dibutuhkan dalam setiap program untuk mengetahui keberhasilan dan kemajuannya serta sasaran apakah yang sudah tercapai atau belum dan hasilnya nanti diperbaiki menjadi lebih baik pada program selanjutnya. Kemudian Stufflebeam juga membedakan Proaktictive Evaluation untuk melayani pemegang keputusan, dan Retroactive Evaluation untuk keperluan pertanggung jawaban. Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, yaitu evaluasi yang dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk dan sebagainya). Fungsi Sumatif, yaitu Evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan
suatu
program perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.14 Dengan demikian dapat disimpulkan evaluasi program merupakan proses pemeriksaan dan penilaian sebuah program untuk mengetahui efektifitas masing-masing komponennya melalui rangkaian informasi yang diperoleh 13 14
evaluator
yang
hendaknya
membantu
pengembangan,
Fredy S. nggao, “Evaluasi Program” (Jakarta, Nyansa Mandiri; 2003), h. 15. Frida Yusuf Tayibnasib, “Evaluasi Program” (Jakarta: Rineka Cipta), h. 4.
20
implementasi,
kebutuhan
suatu
program
perbaikan
program,
pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan informasi. 2.
Model Evaluasi Program Ada berbagai macam model-model evaluasi program, model-model tersebut merupakan alternatif-alternatif yang dipilih oleh evaluator sesuai dengan masalah dan tujuan evaluasi, salah satu diantaranya yaitu model evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Pietrzak, Ramler, Renner, Ford dan Gilbert guna mengawasi suatu program secara lebih seksama yaitu : evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil.15 Dengan pengertian dibawah ini: a. Evaluasi Input Evaluasi ini dilakukan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu program. Setidaknya ada tiga variabel utama yang terkait dengan evaluasi input ini yaitu : klien, staf dan program. b. Evaluasi Proses Evaluasi proses menurut Pietrzek (1990) memfokuskan diri pada aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antara klien dengan staf terdepan (line staff) yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan (objektif) program. c. Evaluasi Hasil
15
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) Edisi Revisi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003), h. 189.
21
Evaluasi hasil menurut Piertzek, diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak (overall impact) dari suatu program terhadap penerimaan layanan (recipient).16 Berdasarkan penjelasan tersebut dalam konteks ini penulis akan menggunakan pendekatan model evaluasi CIPP yang telah dikemukakan oleh Daniel L. Stufflebeam yaitu berupa evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Dalam hal ini penulis akan memfokuskan penjelasan pada evaluasi pelaksanaan / proses. Berikut penjelasannya. Evaluasi proses memfokuskan diri pada penilaian dinamika internal dan pengoperasian program. Dalam evaluasi ini yang dinilai adalah perjalanan operasi lembaga dan kualitas layanan yang diberikan. Aktivitas program yang dinilai mencakup interaksi langsung antara klien dengan staf terdepan (line staff) dan yang terkait langsung dengan pencapaian tujuan progam. Evaluasi proses berupaya menganalisa dan menilai keseluruhan proses berdasarkan kriteria yang relevan seperti: standar praktek terbaik (best practice standard), kebijakan lembaga, tujuan proses (proses goals) dan kepuasan klien. Beberapa pertanyaan yang ada dalam evaluasi proses yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Suharsini Arikunto dalam bukunya “evaluasi program pendidikan” diantaranya adalah17: a. Apakah pelaksanaan program tersebut sudah sesuai dengan jadwal ? 16
Ibid, h,189. Suharsimi Arikunto, “Evaluasi Program Pendidikan”, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008), h. 47. 17
22
b. Apakah staff yang terlibat didalam pelaksanaan program sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika program itu dilanjutkan? c. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal? d. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program itu dilanjutkan?
3. Manfaat dan kegunaan Evaluasi Feurstein menyatakan ada 10 manfaat dan keguanaan evaluasi yaitu : a. Pencapaian, guna apa yang sudah dicapai b. Mengukur kemajuan, Melihat kemajuan dikaitkan dengan objek program c. Meningkatkan pemantauan. Agar tercapai manajemen yang lebih baik d. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan. Agar dapat memperkuat program itu sendiri. e. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif. Guna melihat perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapakan suatu program. f. Biaya dan manfaat (cost benefit) melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable). g. Mengumpulkan informasi. Guna merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik.
23
h. Berbagi
pengalaman.
dalam kesalahan untuk
yang
Guna sama,
melindungi atau untuk
pihak
lain
mengajak
terjebak seseorang
ikut melaksanakan metode yang serupa bila metode yang
dijalankan telah berhasil dengan baik. i. Meningkatkan keefektifan. Agar dapat memberikan dampak yang lebih luas. j. Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik. Karena memeberikan
kesempatan
untuk
mendapatkan
masukan
dari
masyarakat, komunitas fungsional dan koraunitas lokal. B. Program 1. Pengertian Program Program
adalah
sederetan
rencana
kegiatan
yang
akan
dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok organisasi, lembaga, bahkan Negara. Menurut Suharsimi Arikunto program adalah sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai satu tujuan tertentu.18 2. Tujuan Program Tujuan program merupakan suatu yang pokok dan harus dijadikan pusat perhatian. Jika suatu program tidak memiliki tujuan yang bermanfaat, maka program itu tidak perlu dilaksanakan, karena tujuan menentukan apa yang akan diraih oleh suatu program. Tujuan program dibagi menjadi dua yaitu: 1. Tujuan Umum 18
1998). h. 1
Suharsimi Arikunto, “Penilaian Program Pendidikan”, (Yogyakarta: Bina Aksara,
24
2. Tujuan Khusus Tujuan umum biasanya menunjukkan Output dari program jangka panjang. Sedangkan tujuan khusus Outputnya untuk jangka pendek.19
C. Evaluasi Program Agar mengetahui sejauh mana hasil yang telah dicapai oleh suatu program, maka harus melakukan Evaluasi, Evaluasi merupakan satu kegiatan untuk mengukur dan menilai sebuah hasil dari suatu program atau kegiatan.20
D. Buku Bicara a. Definisi Buku Bicara (Talking Book) Berdasarkan buku modul yang berjudul Apa dan Siapa Yayasan Mitra Netra tahun 1999 halaman 1. Buku bicara (talking book} adalah buku dalam bentuk kaset (disebut analog talking book) atau dalam bentuk compact disc/CD (disebut dengan istilah digital talking book). Menurut Kamus Pendidikan karya Dra. Lenny Fanggidaesij halaman 195. “Talking book adalah sebuah buku yang dibaca dengan suara keras pada audio-tape untuk digunakan oleh orang-orang buta”21. Menurut Benet’s Readers dalam Encyclopedia of America Literature, definisi asli dari talking book/buku bicara adalah "The books recorded for the use of the blind artinya buku yang direkam untuk dipergunakan oleh orang-orang buta. 19
Ibid, h. 35 Wayan Nurkacana, “Evaluasi Pendidikan” (Surabaya: Usaha Nasional, 1976), h. 85. 21 Kamus Pendidikan Karya Dra. Lenny Fanggidaesij. h. 195. 20
25
Definisi Talking Book menurut kamus Word Reference.Com adalah : “Talking book are sound recording of someone reading a book, frequently used by blind people”, artinya rekaman suara dari seorang pembaca buku yang sering dipergunakan oleh orang tunanetra. b. Rangkuman Definisi Buku Bicara Dari definisi diatas maka dapat diambi kesimpulan: 1. Buku yang direkam ke dalam pita analog kaset atau dalam bentuk Compact Disc (CD) 2. Memiliki dua macam bentuk, yaitu kaset atau Compact Disc (CD) 3. Dibacakan oleh satu orang pembaca naskah (tunggal) atau lebih dari satu orang. 4. Penggunaan buku bicara ditujukan untuk orang-orang tunanetra.
c. Sejarah Perkembangan Buku Bicara menurut Jenifer Lindsey dalam Artikelnya yang Berjudul Talking Book. Konsep buku bicara telah dikenal pada 5000 tahun yang lalu dengan cara yang masih tradisional yaitu dengan membacakan cerita dan puisi dengan lisan secara langsung kepada para penyimak atau penonton. Namun, ketika teknologi telali berkembang dan telah diciptakan mesin alat perekam suara maka lahirlah audio Talking Book. Kongres membuat sebuah sebuah program buku bicara, yang diberi nama Proyek Buku untuk Orang-orang Tunanetra Dewasa pada tahun 1931. Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi tunanetra dewasa.
26
Pada tahun 1932, buku bicara yang pertama dibuat oleh Organisasi Tunanetra Amerika dan Organisasi Pengembangan Mesin Radio untuk membuat alat pemutar kaset, pada tahun 1933 telah dapat memproduksi mesin pemutar kaset. Pada tahun 1934, kongres membuktikannya dengan pengiriman buku bicara melalui pos untuk warga Negara yang membutuhkan tanpa dipungut biaya. Dan ketika tahun 1935 program buku bicara telah sepenuhnya berjalan. Tujuan dasar dari program ini adalah untuk melayani orang tunanetra yang dewasa. Namun, pada tahun 1952 program ini telah dapat melayani
kebutuhan
anak-anak,
tahun
1966
program
ini
terus
dikembangkan hingga meliputi individu yang memiliki keterbatasan atau ketidak mampuan dalam membaca buku. Jaringan organisasi NLS (National Library Service untuk Tunanetra dan Cacat Fisik), telah mengedarkan lebih dari 21 juta kopi, buku Braile, dan majalah untuk 761.300 pembaca di tahun 1992. Kaset-kaset ini dikirim kepada masyarakat yang membutuhkan melalui jaringan perpustakaan lokal dan daerah. Kaset audio menjadi sangat pupuler pada akhir tahun 1960, ketika kaset masuk ke pasaran. Pertama, yang ada di pasaran kebanyakan adalah kaset yang memberikan instruksi atau petunjuk, membantu untuk mempelajari bahasa asing, kemudian muncul kaset panduan. Pada tahun 1970-an, sebuah perusahaan yang bernama Book on Tape membuat buku audio lebih populer lagi dengan membuat rental buku audio untu
27
masyarakat. Dan perusahaan memberikan layanan peminjaman melalui internet. Perusahaan Book on Tape mengembangkan pelayanannya dengan adanya bagian pelayanan. Dukungan dan kontribusi untuk mempopulerkan buku bicara dilakukan oleh radio. Radio umum milik masyarakat membuat sebuah program yang mendorong pendengar untuk dapat terbiasa inendengar katakata. Pada akhir tahun 1970 ketika buku bicara sangat populer, beberapa perusahaan memulai untuk berbisnis audio book. Perusahaan yang pertama kali memulai bisnis ini adalah Recorded Books berdiri pada tahun 1979 dan Olivers Audio Books pada 1980, sampai dengan tahun 1990 bisnis buku bicara terus berkembang pesat. Ketika, tahun 1991 dibuat sebuah festival penghargaan untuk buku bicara terbaik, seperti layaknya sebuah Academy Award. Di tahun 1997 masyarakat Amerika membuat sebuah Klub pengguna buku bicara. Yang beranggotakan tidak hanya orang buta, tetapi orang normal pun ikut serta. d. Perkembangan Buku Bicara di Dunia menurut Encyclopedia Americana Volume 4 Sejak pertama kali kehadiran Braile, penggunaanya sudah tersebar luas. Pada tahun 1868, perpustakaan Umum di Boston yang pertama kali memiliki koleksi Braile dan membuat sebuah unit lembaga untuk anggota pembaca perpustakaan runantera dengan koleksi 8 buah buku timbul (Braile). Selama perang dunia I, Palang Merah Dunia memulai
28
mentranslitkan atau memindahkan buku orang normal kedalam buku Braile, sehingga permintaan terhadap pemesanan braile meningkat pesat. Pada tahun 1931, kebijakan Pratt-Smoot mengesahkan bahwa pemerintah memberikan wewenang kepada perpustakaan umum untuk memberikan pelayanan kepada tunanetra dibawah pengarahan dewan perpustakaan untuk tunanetra. Pertama kali progran ini masih terbatas hanya pada buku Braile. Namun, pada tahun 1934 program ini semakin luas hingga produksi buku bicara (talking book). Buku bicara merekarn buku-buku dan majalahmajalah, nembaca naskah dibacakan oleh aktor profesional yang diproduseri atau didanai oleh Yayasan untuk orang-orang tunanetra dan Percetakan Buku Braile Amerika. Buku bicara didistribusikan ke perpustakaan daerah tanpa dikenai biaya pengiriman. Di tahun 1966 program perpustakaan ini terus dikembangkan sampai menawarkan program-program seperti buku dan kamus untuk direkam kedalam kaset, musik Braile dan kursus membaca tuhsan Braile yang ditujukan untuk para sukarelawan. Dewan Perpustakaan untuk Tunanetra merevisi persyaratan dalam kemudahan penggunaan buku bicara dapat dmikmati oleh para tunanetra
dan
orang-orang
penyandang
cacat
lainnya.
Beberapa
sukarelawan membantu dalam perekaman buku-buku teks berdasarkan permintaan. Organisasi yang sangat aktif dalam membuat perekaman kaset untuk tenanetra telah memiliki cabang di 16 kota di Amerika. Beberapa organisasi tersebut adalah Yayasan John Milton, Perkumpulan Al Kitab
29
Amerika, dan beberapa organisasi khusus buku-buku Braille dibidang Agama. Semuanya adalah organisasi yang aktif membuat buku bicara. Program buku bicara di Inggris telah dikenal pada tahun 1935 bersamaan dengan rekaman dalam bentuk Compact Disc (CD), yang dalam bentuk kaset lalu dipindahkan kedalam bentuk CD. Buku bicara telah dikenal di seluruh Eropa dan Kanada, Australia, New Zealand, Afrika Utara, India, Sri Langka, Jepang, dan Amerika Latin. Dewan Braille Dunia memiliki peranan yang sangat penting dalam mendorong upaya pengembangan Braille di tiap-tiap daerah dan penyebaran bahan buku Braile dalam bermacam-macam bahasa. Penyeragaman kode untuk Braille bahasa Spanyol telah dilakukan pada tahun 1951. Kemudian konfrensi untuk membahas penyelenggaraan produksi pembuatan Braille dan buku bicara Spanyol diselenggarakan di Buenos Aires pada tahun 1996. Perkembangan digital talking book diseluruh dunia terus maju pesat, selling dengan kebutuhan yang bertambah banyak. Maka disetiap Negara memiliki sistem dan alat digital talking book yang berbeda-beda. Oleh karena untuk keseragaman dan kemudahan bagi pengguna di seluruh dunia maka perpustakaan buku bicara diseluruh dunia membuat sebuah kesreragaman dengan membentuk sebuah konsorsium yang diberi nama Digital Audio Information System atau DAISY pada tahun 1994 di Swedia. DAISY juga membuat Play back atau alat untuk memutar Compact Disc.
30
E. Definisi Pendidikan Inklusif Pendidikan Inklusif yaitu pendidikan yang dilaksanakan di sekolah / kelas reguler dengan melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali, meliputi : anak yang memiliki perbedaan bahasa, beresiko putus sekolah karena sakit, kekurangan gizi, tidak berprestasi, anak yang berbeda agama, penyandang HIV/ AIDS, dan sebagainya. Mereka dididik dan diberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang ramah dan penuh kasih sayang tanpa diskriminasi22.
a. Menurut Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman Pendidikan Inklusif adalah penggabungan pendidikan regular dan pendidikan khusus ke dalam satu sistem persekolahan yang dipersatukan untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan semua siswa. Pendidikan inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinnekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal nuntuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa23.
22
Written by Dedekusn. “Pentingnya Pendidikan Inklusif”. Last Updated on Monday, 1 February 2010 06:14 pm . 23 Written by Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman. “Anak Berkebutuhan Khusus”. Sunday, February 8th, 2009 at 07:37 pm.
31
b. Menurut Dyah. S Pendidikan Inklusif pada hakikatnya adalah bagaimana memahami segala kesulitan pendidikan yang dihadapi oleh peserta didik. Peserta didik berkelainan misalnya, mereka mendapatkan kesulitan untuk mengikuti beberapa kurikulum yang ada, atau tidak mampu mengakses cara baca tulis secara normal, atau kesulitan mengakses lokasi sekolah dan sebagainya 24. F. Hakikat Tunanetra Dari segi bahasa tunanetra dari kata tuna dan netra. Tuna berarti rusak, luka, kurang. atau tidak memiliki, sedangkan netra berarti mata. Maka tunanetra adalah orang yang rusak atau luka matanya sehingga tidak dapat atau kurang dalam penglihatannya. Tunantera ada 2 macam yaitu buta total dan buta sebagian (low vision). Secara sederhana tunanetra dapat diartikan sebagai penglihatan tidak normal. Ada 2 pendekatan yang umumnya dipakai untuk mengartikan tunanetra, yaitu tunanetra secara legal (kedokteran) dan arti tunanetra sudut pandang pendidikan. Menurut American Foundation for the Blind, seperti dikutip oleh Norris G. Harring, tunanetra secara “legal” adalah mereka yang memiliki ketajaman penglihatan sentral 20/200 kaki atau lebih kecil (lebih buruk) atau mereka yang luas pandangannya demikian sempit sehingga tidak lebih dari 20
24
Dyah. S. “Pengkajian Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”. H. 4.
32
derajat (Legally blind people have cebtral visual acuity of 20/200 feet, or have periherd vision is 20 degress or less in the better eyes). 1. Pengertian Tunanetra Menurut Kirk seperti dikutip oleh Mulyono Abdurrahman dan Soedjadi, arti tunanetra secara pendidikan adalah mereka yang penglihatannya tidak sempurna, cacat atau rusak sehingga ia tidak dapat dididik dengan metode-metode yang menggunakan penglihatan (awas) sehingga memerlukan metode khusus dalam pengajaran. Dilihat dari segi pendidikan siswa yang mengalami kesulitan dalam mengjkuti pendidikan yang dirancang untuk siswa awas. Sehingga mereka memerlukan metode khusus dalam pengajaran, misalnya: dalam proses pembelajaran mereka memerlukan pendekatan-pendekatan dan alat bantu secara khusus, misalnya: alat tulis Braille. Sedangkan arti tunanetra secara pendidikan menurut Surai dan Rizzo seperti dikutip oleh Frieda Mangunsong membagi tunanetra menjadi 2 (dua) kelompok, mencakup siswa tuanetra yang tergolong buta akademis dan siswa tunanetra yang melihat sebagian. Maksudnya buta akdemis adalah buta secara keseluruhan tidak dapat melihat sedikit pun. 2. Klasifikasi Tunanetra Tunanetra terbagi menjadi dua yaitu buta total yaitu mereka yang sama sekali tidak berfimgsi indera penglihatannya karena sudah rusak sulit untuk disembuhkan dan yang kedua adalah law vision yaitu mereka yang masih memiliki sisa penglihatan sampai batas-batas tertentu.
33
Menurut Soekini Pradopo secara garis besar membagi menjadi dua yaitu:
Ditinjau dari waktu terjadinya kecacatan dapat digolongkan atas. 1)
Penderita tunanetra sebelum dan sesudah lahir, yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan
2)
Pendidikan tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yang sudah memiliki kesan-kesan dan pengalaman visual, tetapi kuat dan mudah terlupakan.
3)
Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; kesan-kesan pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
4)
Penderita tunanetra pada usia dewasa, yaitu dengan segala kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihan penyesuain diri.
5)
Penderita tuanetra dalam usia lanjut, yang sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
Klasifikasi tunanetra berdasarkan kemampuan daya lihat. a) Penderita Tunanetra Ringan (Defective Vision/Low Vision) Yaitu mereka yang mempunyai kelainan atau kekurangan daya penglihatan seperti rabun, juuling, myopia ringan dan masih mampu mengikuti program pendidikan biasa dan masih mampu berjalan sendiri tanpa tongkat atau melakukan pekerjaan yang
34
memerlukan penglihatan seperti membaca, bermain badminton, mengetik, dll. b) Tunanetra Setengah Berat (Partially Sighted) Yaitu mereka yang kehilangan sebaaian daya penglihatan. Hanya dengan menggunakan kaca mata pembesar mereka masih bisa mengikuti program pendidikan atau masih bisa mengikuti program pendidikan atau masih mampu membaca tulisan yang berhuruf tebal. Masih bisa melihat muka orang yang diajak bicara namun kurang jelas dan masih bisa melihat benda-benda besar dihadapan tapi tidak jelas seperti kusi, pintu, tembok,dIl c) Tunanetra Berat (Totally Blind) Yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat (gelap sama sekali) yang oleh masyrakat disebut buta.
3. Karakteristik Tunanetra Kurang Lihat (Low Vision) Low Vision termasuk kedalam klasifikasi tunanetra yang ringan, maka kemungkinan dapat disembuhkan. Pada anggota perpustakaan Yayasan Mitra Netra banyak ditemui tunanetra yang mengalami low vision, karena itu perlu diketahui karateristiknya, adalah sebagai berikut: a. Menanggapi rangsang cahaya yang daring padanya. Bila ada benda yang terkena sinar cahaya, tunanetra kurang lihat bereaksi atau merespon benda tersebut dengan cara mencari benda
35
yang terkena sinar matahari dan tidak akan berhenti mencari bila belum dapat melihataya b. Selalu
mencoba
mengadakan
fixation
terhadap
suatu
benda.
memfokuskan terhadap ritik benda, yaitu dengan cara mengerutkan dahi dengan tujuan melihat benda yang ada disekitarnya. c. Merespon warna Tunaneta kurang lihat selalu berusaha memberi komentar pada warna benda yang dilihatnya, terutama warna-warna mencolok. d. Bergerak dengan penuh percaya diri. Karena tunanetra kurang lihat masih dapat melihat siluet-siluet benda didepannya. e. Dapat menghindari rintangan-rintangan yang berukuran besar. Dengan sisa
penglihatan yang dimilkinya maka rintangan-rintangan yang
berukuran besar masih dapar dihindarinya. f. Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya. g. Selalu melihat benda dengan menyeluruh. Keterbatasannya dalam melihat menyebabkan tunanetra kurang lihat tidak jeli melihat benda secara detail atau rinci.
36
BAB III YAYASAN MITRA NETRA
A. Latar Belakang Yayasan Mitra Netra merupakan satu-satunya lembaga swasta yang menjadi pelopor dalam program pelayanan terhadap tunanetra. Banyak prestasi yang telah dicapai dan menghasilkan produk-produk yang inovatif. Yayasan ini lahir di latarbelakangi oleh fenomena minimnya kepedulian masyarakat terhadap eksistensi dan fungsi tunanetra dalam dunia pendidikan dan bahkan dunia kerja. Mitra Netra membangun sebuah model-model pelayanan yang sangat tepat untuk mendampingi tunanetra yaitu dengan program-programnya. Yayasan Mitra Netra ini adalah organisasi nirlaba yang memusatkan programnya pada upaya meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra di bidang pendidikan dan lapangan kerja. Mitra Netra Didirikan di Jakarta tanggal 14 Mei 1991, dan berstatus sebagai badan hukum dengan terdaftar pada Tambahan Berita Negara tanggal 14/12 tahun 2001 nomor 100. Yayasan ini didirikan oleh beberapa orang tunanetra yang berhasil menyelesaikan studinya di perguruan tinggi bersama-sama dengan sahabat-sahabat mereka yang bukan tunanetra. Mitra Netra juga diartikan kerja sama antara tunanetra dengan mereka yang bukan tunanetra. Hal ini tercermin dalam struktur organisasi Yayasan ini yaitu hampir di setiap organ organisasi senantiasa terdiri dari unsur tunanetra dan mereka yang bukan tunanetra. Mitra Netra
36
37
berprinsip bahwa yang paling memahami masalah dan kebutuhan para tunanetra adalah tunanetra itu sendiri. Akan tetapi untuk mengatasi masalah serta memenuhi kebutuhan tersebut tunanetra tidak dapat melakukannya sendirian, tunanetra harus bermitra dengan mereka yang tidak tunanetra25. Semangat kemitraan ini tidak hanya di dalam institusi Mitra Netra saja, tetapi juga diaktualisasikan pada kiprah Yayasan ini di masyarakat. Dalam menyelenggarakan dan mengembangkan layanan untuk tunanetra, Mitra Netra senantiasa bekerja sama dengan lembaga atau organisasi lain baik pemerintah maupun swasta, dengan maksud untuk membangun sinergi 26. B. Sejarah Singkat Perjalanan Mitra Netra Menuju Rumah Sendiri di
Gunung Balong Lebak Bulus Mitra Netra beroperasi d Gunung Balong pada tahun 2002 yaitu setelah Yayasan ini berumur 11 tahun. Sebelumnya, lembaga yang secara konsisten melayani para tunanetra di negeri ini masih harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Saat awal didirikan, Mitra Netra menempati ruangan berukuran3 x 3 m yang berada di sebuah perusahaan penerbit buku (Jambatan) yang terletak di jalan Keramat.
Ibu Roswita Singgih yang
merupakan salah seorang pengurus kala itu adalah pemilik perusahaan tersebut, beliau yang bersedia meminjamkannya kepada Mitra Netra. Hanya kurang lebih dua tahun berada di sana, Mitra Netra harus pindah karena ruangan itu harus direnovasi dan dimanfaatkan oleh sang pemilik. Dari
WIB). WIB).
25
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
26
Data update 2011 www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
38
Keramat, Mitra Netra kemudian melanjutkan perjalanan hidupnya ke Lenteng Agung, meminjam sebuah rumah yang sedang dalam proses dijual. Tentu ini bukan situasi yang menenangkan hati, sama seperti sebelumnya, karena Yayasan ini harus siap setiap saat meninggalkan rumah tersebut tatkala sang pemilik baru akan menghuni rumah itu. Hanya kurang lebih satu tahun bermukim di Lenteng Agung, Yayasan ini mendapatkan pinjaman tempat di salah satu ruangan milik Yayasan Pamentas di kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan. Hal ini terjadi karena prestasi Mitra Netra dalam memproduksi bahan-bahan konferensi Disable People International (DPI) dalam huruf Braille untuk peserta tunanetra, yang kala itu diselenggarakan di Jakarta. Atas prestasi ini, ketua panitia konferensi yang juga ketua Yayasan Pamentas mengijinkan Mitra Netra menempati salah satu ruangan berukuran 7 x 5 di lingkungan Yayasan ini. Pada periode inilah kegiatan Mitra Netra mulai tumbuh dan berkembang. Produksi buku bicara mulai dilengkapi dengan studio rekaman kedap suara, meski dalam bentuk yang sederhana. Tidak hanya itu, buku Braille pun mulai diproduksi karena telah memiliki mesin Braille embosser meski masih dalam skala yang kecil yaitu 40 karakter per detik dan hanya mampu mencetak satu sisi (single sided printing). Karena makin banyaknya kegiatan serta penyebaran tunanetra yang dilayani yaitu hampir di lima penjuru Jakarta, menempati satu ruangan di Yayasan Pamentas saja tidak cukup. Pak Sidarta Ilyas, yang berprofesi sebagai dokter kemudian mengupayakan penambahan fasilitas ruangan kantor.
39
Melalui pertemanan dengan DR. Sujudi yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI, Mitra Netra kemudian mendapatkan pinjaman ruangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan yang berada di jalan Percetakan Negara Jakarta Pusat. Ruangan berukuran 35 meter persegi ini kemudian dimanfaatkan untuk kantor sekretariat dan layanan pendidikan bagi siswa tunanetra untuk wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Dari sisi manajemen, organisasi sudah memiliki dua kantor secara terpisah yang mana di saat kondisi organisasi masih relatif muda dan belum mapan ini bukanlah hal yang mudah. Kondisi ini akan memperpanjang waktu koordinasi, dan dari sisi biaya ini tentu tidak efisien. Akan tetapi, dari sisi pelaksanaan layanan, keberadaan kantor Mitra Netra di Jakarta Pusat sangat memudahkan tunanetra yang berada di sekitarnya untuk mengakses layanan Mitra Netra meski tidak semuanya, sehingga tidak perlu datang ke pusat layanan yang ada di Jakarta Selatan. Kala itu Mitra Netra dapat dikatakan tidak punya pilihan. Dalam kondisi terus tumbuh di satu sisi dan keterbatasan fasilitas yang dimiliki di sisi lain, kabar gembira datang dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang pada waktu itu dijabat oleh Wardiman. Setelah bertemu dengan para pengurus dan mengetahui peran Mitra Netra dalam melayani tunanetra, Pak Menteri memutuskan untuk memberikan pinjaman kantor kepada Yayasan ini, dan tempat yang dipilih adalah di lingkungan sekolah luar biasa (SLB) untuk tunanetra di jalan Pertanian Raya Lebak Bulus Jakarta Selatan. Keputusan itu adalah, bahwa Mitra Netra
40
diperbolehkan
menggunakan
kantor
tersebut
selama
Yayasan
ini
membutuhkannya. Kantor dua lantai berukuran 200 meter persegi kemudian dibangun di bagian belakang sekolah untuk tunanetra di Jakarta Selatan tersebut. Hanya ada yang berbeda dari apa yang telah diputuskan sang Menteri dan yang telah diinformasikan kepada Mitra Netra. Setelah melalui proses disposisi, perintah Menteri dikerjakan oleh eselon yang ada di tingkatan lebih bawah. Dan di level inilah keputusan itu diubah. Ruangan kantor dua lantai yang oleh Menteri sedianya boleh dimanfaatkan selama Mitra Netra membutuhkannya, diubah menjadi hanya dipinjamkan dalam waktu tiga tahun. Setelah ruangan kantor yang dipinjamkan itu usai dibangun, kegiatan layanan Mitra Netra yang berada di Yayasan Pamentas lalu dipindahkan ke kantor baru tersebut. Sedangkan kantor sekretariat yang berada di jalan Percetakan Negara tetap dipertahankan. Sepanjang periode berada di lingkungan SLB ini upaya untuk memiliki kantor sendiri terus dilakukan. Tapi belum memberikan hasil. Dan Karena tidak memiliki alternatif lain, memasuki tahun ketiga masa peminjaman kantor tersebut.
Mitra
Netra
menyampaikan
permohonan
perpanjangan
penggunaannya kepada instansi yang memiliki aset tersebut. Akan tetapi bukan persetujuan yang diterima, melainkan pemberitahuan untuk segera pindah karena gedung yang sebenarnya secara fisik sudah tidak lagi memenuhi syarat untuk menampung sarana dan fasilitas yang Mitra Netra miliki ini akan dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dan kondisi ini membuat
41
Mitra Netra memiliki alasan kuat untuk membuat salah satu partnernya yaitu Foundation Dark & Light Blind Care (DLBC) dari Belanda, yang sejak tahun 1999 membiayai program produksi dan distribusi buku Braille serta buku bicara, akhirnya menyetujui permintaan Yayasan ini untuk membelikan kantor baru dan menjadikan kantor itu milik Mitra Netra sendiri. Ibarat pepatah mengatakan “ Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian “. Itulah yang Mitra Netra alami. Selalu dihadapkan dalam kondisi terdesak yang mana harus berpindah-pindah dari kantor-kantor yang sifatnya hanya pinjaman itu telah membuat Mitra Netra sejak tahun 2002 dapat terus bertahan dan terus mengembangkan eksistensinya hingga kini sampai di tempat yang sudah menjadi hak milik Mitra Netra sendiri yaitu tepatnya di jalan Gunung Balong II nomor 58, Lebak Bulus III Jakarta Selatan. C. Alamat Yayasan Mitra Netra Jl. Gunung Balong II nomor 58, Lebak Bulus III Jakarta Selatan. D. Tokoh-Tokoh Pendiri Yayasan Mitra Netra 1. Lukman Nazir Lukman, pria berdarah sunda ini menjadi tunanetra saat berusia 40 tahun karena glaukoma (meningginya tekanan cairan bola mata), beliau merasakan betapa sulitnya menjadi orang yang baru saja mengalami kebutaan tanpa dukungan layanan serta fasilitas yang memadai. Sebagai pria dewasa yang telah merasakan bekerja dan mencapai puncak karir sebagai direktur di sebuah perusahaan swasta di Jakarta, beliau bingung
42
dan tidak tau pekerjaan apa yang bisa ia lakukan setelah menjadi orang buta. Sebagaimana kebanyakan orang, yang ia tahu saat itu adalah tunanetra hanya bisa menjadi pemijat, tapi ia tidak mau menjalani pekerjaan itu karena itu bukan minatnya. Beliau mengatakan "Pasti ada bidang pekerjaan lain yang bisa dilakukan tunanetra, atau bahkan akan lebih produktif jika dilakukan oleh tunanetra", begitu yang sering ia katakan untuk selalu mendorong Mitra Netra, selain memberikan layanan di
bidang
pendidikan,
juga
merintis
program
diversifikasi
(penganekaragaman) peluang kerja untuk tunanetra27. 2. Bambang Basuki Pak Bambang Menjadi tunanetra saat usia remaja karena glaukoma, dan telah menghabiskan lima tahun tanpa melakukan apapun. Beliau mengatakan "hanya menunggu mati". Akan tetapi semangatnya mulai bangkit saat beliau memutuskan mengubah nama panggilannya setelah ia menjadi butayaitu dengan panggilan “Bambang”. Semula ia dipanggil Basuki, setelah bertemu dengan Joni Watimena, seorang tunanetra yang menjadi guru di sekolah luar biasa untuk tunanetra. Muncullah keinginannya untuk dapat berguna bagi anak-anak tunanetra, ia memutuskan menjadi guru di sekolah luar biasa untuk tunanetra. Pak Bambang mendaftarkan diri ke IKIP Jakarta - sekarang Universitas Negeri Jakarta, dan memilih jurusan pendidikan bahasa Inggris. Sudah bisa
27
WIB).
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
43
dipastikan kesulitan yang ia hadapi saat itu, tanpa dukungan dari lembaga penyedia layanan seperti Mitra Netra28. Dari pengalaman pribadi beliau ketika menjalani masa studi di perguruan tinggi yang sangat "menekan" itulah maka Pak Bambang turut mendorong pendirian Yayasan Mitra Netra di tahun 1991, dan sejak tahun 2001 beliau diminta menduduki jabatan Direktur Eksekutif hingga sekarang. Pengalaman sulit di masa awal menjadi tunanetra serta di saat menempuh studi di jurusan Bahasa Inggris IKIP Jakarta telah memberikan inspirasi serta energi bagi Pak Bambang yang secara bertahap terus mengembangkan ide-ide kreatifnya hingga menjadikan Mitra Netra seperti saat
ini
yaitu
satu-satunya
lembaga
yang
menyediakan
dan
mengembangkan layanan untuk tunanetra secara komprehensif, dan menjadikan Yayasan yang dilahirkannya berfungsi sebagai "lokomotif" pendorong kemajuan tunanetra di negeri ini. 3. Nicoline N. Sulaiman Perempuan berdarah asli belanda ini ibarat "Ibu" bagi Yayasan Mitra Netra. Hatinya tersentuh ketika ada seorang perempuan tunanetra yang datang kepadanya dan ingin belajar bahasa Belanda. Saat itu pula, Nicoline yang biasa dipanggil "Ibu Nina", yang juga merupakan guru besar di Universitas Nasional bidang Bahasa Inggris, terkesan karena ada tunanetra di Indonesia yang berhasil menyelesaikan studi di perguruan tinggi. Menurut beliau seharusnya ada lebih banyak tunanetra yang bisa 28
WIB).
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
44
berpendidikan tinggi. Untuk mewujudkan keadaan ini, tentu harus ada lembaga yang memberikan layanan pendukung untuk mereka. Dan, Yayasan Mitra Netra adalah wujudnya. Akan
tetapi
Tuhan
tidak
mengijinkan
Ibu
yang
telah
mendedikasikan sebagian harinya untuk para tunanetra ini mendampingi Mitra Netra saat Yayasan ini tumbuh pesat. Di tahun 1993 hanya dua tahun
setelah
Mitra
Netra
dilahirkannya,
sang
Maha
Pencipta
memanggilnya, meninggalkan rasa kehilangan yang amat sangat pada orang-orang yang telah bersamanya melahirkan Mitra Netra, serta para tunanetra yang dilayani oleh Mitra Netra. Sebelum beliau berpulang, Nicoline telah memberikan amanah pada suami tercinta yaitu Sulaiman M. Sumitakusuma untuk melanjutkan perjuangan yang baru ia rintis di Mitra Netra. Dan sepeninggal Nicoline, Pak Sulaiman kemudian melanjutkan tugas-tugas Ibu Nicoline menjadi penasehat Yayasan Mitra Netra29. 4.
Mariani Lusli Mimi (nama panggilannya) menjadi tunanetra pada usia 10 tahun. Dan Mimi pulalah yang telah mengilhami Nicoline Sulaiman untuk mendirikan Yayasan Mitra Netra. Beliaulah tunanetra yang datang pada Ibu Nicoline dan ingin belajar bahasa Belanda. Seperti halnya Pak Bambang Basuki, pengalamannya selama menjalani pendidikan tanpa dukungan fasilitas dan layanan yang dibutuhkan telah mengilhaminya serta memberinya energi untuk bekerja bersama-sama Mitra Netra yaitu 29
WIB).
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
45
untuk menyediakan dan mengembangkan layanan pendukung pendidikan bagi tunanetra. Karena kesibukannya di masyarakat, sejak tahun 2001 Mimi tidak lagi aktif di Yayasan yang didirikannya ini. Setelah menyelesaikan masternya di Inggris, di tahun 2007 Mimi bergabung dengan Helen Keller Internasional/Indonesia (HKI/Indonesia) yaitu sebuah organisasi asal Amerika yang mempromosikan upaya-upaya pencegahan kebutaan di dunia termasuk Indonesia, dan sejak enam tahun terakhir organisasi ini juga kembali aktif mempromosikan pendidikan inklusif untuk anak-anak tunanetra setelah sebelumnya di tahun 80an mereka merintis pendidikan terpadu. Di lembaga ini, Mimi aktif mempromosikan sistem pendidikan inklusi untuk murid-murid berkebutuhan khusus termasuk murid tunanetra30. 2. Sidarta Ilyas Pak Prof, begitu beliau biasa di panggil di Mitra Netra. Beliau adalah dokter spesialis ahli mata. Tapi beliau tidak seperti rekan sejawatnya, ibeliau memiliki kepedulian lebih pada para pasien yang secara medis tidak lagi bisa disembuhkan artinya mengalami gangguan penglihatan permanen. Pak Bambang dan Bu Mimi adalah pasiennya. Dan karena kepeduliannya itu, saat Bu Mimi dan Bu Nicoline mengajaknya mendirikan Mitra Netra, beliau menyambut gembira. Beliau berpendapat bahwa orang-orang yang memiliki gangguan penglihatan permanen, baik 30
WIB).
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
46
buta total maupun lemah penglihatan masih dapat menjalani kehidupan yang berkualitas. Untuk itu diperlukan bantuan khusus pada mereka untuk membuat para tunanetra menjadi mandiri dan berfungsi di masyarakat 31. Ketiadaan layanan dan sarana khusus yang tepat bagi tunanetra di bidang pendidikan
mengakibatkan tidak adanya kesamaan kesempatan
melalui kesetaraan perlakuan bagi tunanetra di bidang tersebut. Kondisi inilah yang
menyebabkan
sumber
daya
manusia
tunanetra
tidak
dapat
mengembangkan potensinya, sehingga sulit bersaing di dunia kerja, baik di sektor formal maupun non formal. Dilatarbelakangi situasi inilah maka, pada 14 Mei 1991, Lukman Nazir, Bambang Basuki, Mimi Mariani, Nicoline, Sidarta Ilyas dan beberapa sahabat yang lain bersepakat mendirikan Yayasan Mitra Netra. Para pendiri Mitra Netra memiliki keyakinan bahwa: 1. Tunanetra dapat menjalani kehidupan yang mandiri, cerdas, bermakna dan bahagia serta berfungsi di masyarakat apabila diberikan: o
Rehabilitasi yang dapat mengura ngi dampak kecacatannya,
o
Pendidikan dan latihan yang dapat mengembangkan potensinya,
o
Peluang kerja yang seluas-luasnya,
o
Serta sarana atau layanan khusus yang dibutuhkan.
2. Tidak semua tunanetra dan keluarganya mampu menyediakan dan membiayai sendiri kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan sebuah lembaga yang membantu mengupayakannya untuk mereka. 31
WIB).
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
47
3. Untuk menjamin agar program yang diselenggarakan sesuai dengan aspirasi tunanetra, maka, tunanetra harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasi suatu program. Para tunanetralah yang paling mengerti dan memahami kebutuhan mereka. 4. Untuk meringankan tantangan yang dihadapi, diperlukan sinergi antara tunanetra dengan sahabat-sahabat yang bukan tunanetra, serta antara Mitra Netra dengan organisasi lain. 5. Dengan
menggunakan
pendekatan
secara
inklusif
yang
mengakomodasikan berbagai jenis perbedaan, perlakuan diskriminatif akan dapat dikurangi atau dihindari. E. Visi Dan Misi Sebagai bagian dari komponen bangsa, Yayasan Mitra Netra mencitacitakan terwujudnya masyarakat yang inklusif masyarakat yang dapat mengakomodasikan berbagai perbedaan, bebas hambatan dan berdasarkan atas hak. Dalam masyarakat semacam ini, tunanetra akan dapat hidup mandiri, cerdas, bermakna dan bahagia serta berfungsi di masyarakat. Dalam upaya memberikan perannya untuk mewujudkan cita-cita itu, visi Yayasan Mitra Netra adalah: "BERFUNGSI
SEBAGAI
PENGEMBANG
DAN
PENYEDIA
LAYANAN, GUNA TERWUJUDNYA KEHIDUPAN TUNANETRA YANG MANDIRI, CERDAS DAN BERMAKNA DALAM MASYARAKAT YANG INKLUSIF" 32
32
WIB).
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
48
Mitra Netra adalah lembaga yang terus tumbuh, dan dalam perannya sebagai organisasi lokomotif yang mendorong kemajuan bagi tunanetra di Indonesia, Yayasan ini juga melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas lembaga lain, sehingga lembaga-lembaga tersebut makin meningkat kemampuannya dalam melayani dan memberdayakan tunanetra. Dan dalam perannya Sebagai sebuah pusat layanan dan pelatihan bagi tunanetra dan organisasi lain, Yayasan ini hadir di tengah-tengah masyarakat dengan misi sebagai berikut:
Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitasi
Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan
Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversifikasi dan penempatan kerja
Mengembangkan keahlian dan sarana khusus yang dibutuhkan melalui penelitian
Meningkatkan kapasitas lembaga penyedia layanan bagi tunanetra yang lain dengan menyebarluaskan keahlian serta mendistribusikan produk yang dihasilkan
Melakukan advokasi guna mendorong terwujudnya masyarakat inklusi yang mengakomodir berbagai perbedaan33.
F. Aspek Hukum Dan Legalitas
Akte Notaris, No. 31/Notaris Agus Majid, Tgl 14 Mei 1991.
Surat izin Dinas Sosial DKI Jakarta No. 387/ ORSOS /1992. 33
WIB).
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
49
Surat izin BKKKS DKI Jakarta. No. 054/ BKKKS/KU/SK/ DU/IX/1996.
Surat izin Kanwil Depsos DKI Jakarta No. 387/ ORSOS/ 1992
Telah terdaftar Dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No.100 pada tanggal 14 Desember 2001 sebagai Yayasan yang berbadan hukum 34.
G. Prestasi Berikut ini adalah Beberapa penghargaan yang telah Mitra Netra raih: 1. Index Award 2000 2. Penghargaan Menteri Sosial Ri Tahun 2003 3. Samsung Digitall Hope 2004 4. Asia Pacific Ngo Awards 2005 5. Samsung Digitall Hope 2005 6. Penghargaan Musium Rekor Indonesia (MURI) tahun 2006 7. Penghargaan Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jakarta tahun 200835 H. Produk-Produk Yayasan Mitra Netra Sebagai hasilnya, Mitra Netra senantiasa mempersembahkan karyakarya kreatif itu kepada Negara, dengan menghibahkannya ke seluruh lembaga yang bekerja di bidang pemberdayaan tunanetra. Berikut ini adalah uraian tentang karya-karya inovatif Mitra Netra. 1. Mitranetra Braille Converter (MBC) MBC
adalah
perangkat
lunak
yang
digunakan
untuk
memproduksi buku Braille. Perangkat lunak ini memiliki kemampuan untuk: 34
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
35
Azham, Ismul. “Laporan Akhir Praktikum 1”. Di Yayasan Mitra Netra 2010
WIB).
50
1. Mengubah dokumen teks dalam huruf latin menjadi file dalam huruf Braille secara otomatis (forward translation). Conversi ini dapat dilakukan dalam dua bentuk. Conversi grade 1, untuk tulisan penuh (full writing), dan conversi grade 2 untuk tulisan singkat (tusing) atau yang juga disebut contraction. 2. Mengubah kembali file berformat huruf Braille menjadi dokumen teks dalam huruf latin (backward translation) 3. Mengetik symbol Braille secara langsung dengan menggunakan fasilitas enam tombol bagian tengah pada keyboard komputer, yaitu tombol A S D F J K ; fasilitas ini disebut "six key mode", dan biasa digunakan untuk mengetik symbol matematika, kimia, fisika, notasi Braille, serta arab Braille. 4. Mencetak, baik single copy maupun multi copy Manfaatnya : 1. Pembuatan buku Braille dapat dilakukan lebih cepat 2. Mereka yang tidak memahami huruf Braille juga dapat membantu mengambil bagian dalam proses pembuatan buku Braille, yaitu pada tahapan pengetikan ulang buku-buku yang akan dicetak menjadi buku Braille. 3. Distribusi buku Braille dapat dilakukan dalam bentuk file secara on line, sehingga memangkas biaya pengiriman yang begitu besar. Untuk diketahui, bentuk buku Braille pada umumnya besar dan tebal, karena membutuhkan
kertas
lebih
tebal
(minimal
120
gram)
dan
51
membutuhkan space lebih banyak, karena ukuran huruf Braille yang lebih besar dan harus standar (tidak dapat diubah-ubah). 4. Tidak lagi perlu mengimpor software serupa, sehingga dapat menghemat anggaran negara. 2. Mitranetra Electronic Dictionary (Meldict) Meldict
adalah
kamus
elektronik
Inggris-Indonesia
dan
Indonesia-Inggris yang khusus dibuat untuk tunanetra. Meldict dikemas dalam CD, dan untuk memanfaatkannya, tunanetra harus mengunakan komputer bicara, yaitu komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak pembaca layar.
I. Struktur Organisasi 1. Pembina Ketua
: Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, SpM.
Anggota
: Hj. Imas Fatimah, SH
2. Penasehat Marzuki Usman 3. Pengawas Drs. Wisnu Sambhoro, M.Si 4. Pengurus Ketua
: H.M.E. Kurnadi
Sekretaris
: H. Subarmat
Bendahara
: M. Nurizal, SE,MSi
52
5. EKSEKUTIF Direktur
: Drs. Bambang Basuki
Wakil Direktur
: Drs. Irwan Dwi Kustanto36
J. Program Layanan 1. Layanan Perpustakaan a. Jenis Layanan 1)
Peminjaman buku dalam bentuk buku Braille maupun buku bicara digital kepada anggota perpustakan
2)
Mendistribusikan buku bicara digital kepada perpustakaan untuk tunanetra lain yang telah berafiliasi dengan Mitra Netra
3)
Memberikan informasi yang dibutuhkan tunanetra
4)
Menyelenggarakan kegiatan belajar bersama dengan nama Mini Learning Center (MLC), meliputi: a) English lesson, b) English conversation club, c) Diskusi rutin dengan tema tema menarik untuk memperluas wawasan dan mendukung kemandirian tunanetra, d) Menulis kreatif.
5)
Layanan pemesanan buku, baik pembuatan buku Braille maupun buku bicara digital
6)
36
Layanan membaca buku diperpustakaan
Azham, Ismul. “Laporan Akhir Praktikum 1”. Di Yayasan Mitra Netra 2010
53
b. Fasilitas Layanan
Ruang perpustakaan
Alat untuk membaca (mendengarkan) buku bicara digital
Tempat untuk membaca/mendengarkan buku
Komputer desktop yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layar
Buku braille koleksi perpustakaan Mitra Netra
Buku bicara digital koleksi perpustakaan Mitra netra
Loker penyimpanan barang sementara tunanetra beraktivitas di perpustakaan
Gazebo untuk belajar bersama (MLC)
c. Syarat & Ketentuan Layanan Layanan peminjaman dan pemesanan buku:
Mendaftar menjadi anggota perpustakan:
Mengisi formulir
Membayar iuran anggota sekali setahun sebesar Rp 10,000
Mentaati peraturan peminjaman buku Proses pemesanan/pembuatan buku Braille atau buku bicara
digital dapat berlangsung antara 1 hingga 3 bulan, sesuai ketebalan buku. Layanan pemberian informasi dan membaca buku di perpustakaan disediakan selama hari kerja. 2. Mini Learning Center
English class : 2 kali seminggu masing-masing 2 jam
English conversation club : sekali seminggu dengan durasi 2 jam
54
Diskusi : sekurang-kurangnya 2 kali sebulan, dengan durasi minimal 2 jam
Menulis kreatif : sekali seminggu, dengan durasi 2 jam
a. Syarat-syarat Mini learning Center:
Mendaftarkan diri untuk mengikuti kegiatan MLC yang diinginkan
Mengikuti sesuai ketentuan yang ditetapkan
3. Layanan Rehabilitasi a. Latar Belakang Gangguan penglihatan baik buta total maupun lemah penglihatan yang dialami seseorang pada umumnya memberikan dampak, baik secara fisik maupun secara psikologis. Dampak ketunanetraan ini harus dikurangi seminim mungkin. Dan, layanan rehabilitasi yang disediakan Mitra Netra pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi dampak ketunanetraan yang dialami, khususnya dampak psikologis, baik oleh si tunanetra sendiri maupun keluarga mereka. b. Jenis Layanan 1. Layanan konseling yang diberikan oleh konselor sesama tunanetra 2. Kelompok dukungan untuk orang tua yang punya anak tunanetra (parrent supporting group) 3. Supporting group untuk tunanetra sesuai kategori usia mereka; remaja, dewasa 4. Kunjungan rumah (home visit)
55
5. Bimbingan karir studi 6. Bimbingan karir pekerjaan tahap awal c. Fasilitas Layanan
Ruang konseling pribadi
Gazebo untuk supporting group
d. Syarat & Ketentuan Layanan
Datang ke kantor Mitra Netra bertemu konselor
Mengikuti proses setiap tahapan yang ditentukan
4. Layanan Pendampingan Pendidikan a. Latar Belakang Tempat belajar yang terbaik bagi tunanetra adalah di sekolah umum dan perguruan tinggi bersama-sama teman-teman mereka yang tidak
tunanetra,
yang
dikenal
dengan
pendidikan
inklusif.
Olehkarenanya, jika tidak memiliki disabilitas lainnya, Mitra netra senantiasa mendorong siswa tunanetra untuk menempuh pendidikan di sekolah umum hingga ke perguruan tinggi. Agar dapat belajar dengan lebih mandiri di sekolah umum dan perguruan tinggi, tunanetra memerlukan layanan pendampingan, yang berupa penyediaan layanan dan fasilitas khusus yang mereka butuhkan. b. Jenis Layanan 1. Persiapan pendaftaran sekolah dan perguruan tinggi 2. Pendampingan pendaftaran sekolah dan perguruan tinggi
56
3. Advokasi jika terjadi penolakan dari sekolah maupun perguruan tinggi 4. Pendampingan ujian memasuki perguruan tinggi 5. Orientasi lokasi sekolah dan perguruan tinggi 6. Pendampingan belajar dan tutorial 7. Pendampingan ujian 8. Pendampingan saat menyusun skripsi 9. Sosialisasi pendidikan inklusi untuk tunanetra di sekolah dan perguruan tinggi, baik kepada guru, dosen siswa dan mahasiswa 10. Supporting group (kelompok dukungan) untuk siswa dan mahasiswa c. Fasilitas Layanan
Ruang pendampingan belajar
Komputer desktop yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layer untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah dan kuliah
Peminjaman computer laptop untuk mahasiswa yang belum memiliki sarana sendiri guna memperlancar studi mereka.
Peminjaman alat tulis (riglet/slade dan stylus) serta alat Bantu mobilitas (tongkat) bagi yang belum memiliki sendiri
Peminjaman tape recorder untuk merekam proses belajar di kelas bagi yang belum memiliki dan memerlukan.
d. Syarat & Ketentuan Layanan
Datang dan mendaftarkan diri ke kantor Mitra Netra
57
Mengikuti setiap tahapan yang ditentukan.
5. Layanan Kursus Komputer Bicara a. Latar Belakang Sebagai sumber daya manusia, tunanetra juga harus memiliki ketrampilan-ketrampilan, baik ketrampilan dasar maupun ketrampilan tambahan, yang diperlukan untuk kemandirian hidup mereka, baik dalam menjalani hidup sehari-hari, dalam menempuh pendidikan, maupun dalam bekerja. Untuk itu, Mitra Netra menyelenggarakan pelatihan komputer bagi tunanetra. b. Fasilitas Layanan
Materi kursus yang aksesibel untuk tunanetra
Ruang kursus ber-AC berikut sarana yang diperlukan
Komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak pembaca layer
Scanner
Akses internet
Tempat kursus yang mudah dijangkau dan memiliki fasilitas pendukung yang lengkap bagi tunanetra
c. Syarat & Ketentuan Layanan
Peserta memiliki kemampuan mengetik 10 jari
Peserta mendaftar langsung ke Yayasan Mitra Netra dengan mengisi formulir yang telah disediakan
Peserta telah lulus tes mengetik 10 jari yang dilakukan oleh instruktur
58
Peserta memiliki komitmen untuk mengikuti kursus hingga selesai
6. Layanan Ketenagakerjaan a. Latar Belakang Sebagaimana
manusia
lainnya,
setelah
menyelesaikan
pendidikan, tunanetra juga seharusnya bekerja, agar mereka dapat mandiri secara ekonomi, menjadi manusia yang bermakna di masyarakat, dan tidak lagi menjadi beban keluarga serta masyarakat. Melalui program "diversifikasi peluang kerja bagi tunanetra".
b. Jenis Layanan 1. Bimbingan karir pekerjaan lanjutan 2. Pelatihan ketrampilan halus sebagai persiapan bekerja (soft skill pre employment training) 3. Magang kerja 4. Promosi tenaga kerja tunanetra ke masyarakat 5. Penempatan tenaga kerja tunanetra baik di perusahaan maupun instansi pemerintah 6. Memberikan pendampingan intensif di tiga bulan pertama setelah penempatan kerja 7. Peminjaman alat kerja berupa komputer dan scanner jika tunanetra memeerlukan untuk magang kerja c. Fasilitas Layanan
Tempat pelatihan
59
Komputer laptop
Scanner
Bahan pelatihan kerja (job training) yang dapat dibaca secara mandiri oleh tunanetra.
d. Syarat & Ketentuan Layanan
Pendidikan minimal SMA atau yang sederajat
Memiliki ketrampilan menggunakan komputer tingkat dasar, yaitu Ms
word
dan
internet,
namun
jika
peluang
pekerjaan
membutuhkan kualifikasi lebih maka persyaratan akan ditambah sesuai permintaan perusahaan
Memiliki kemauan dan kesungguhan untuk bekerja
Bersedia mengikuti tahapan yang ditetapkan
K. Sejarah Program Buku Bicara (Talking Book) Di awal masa pendiriannya, hanya ada dua layanan yang disediakan secara sederhana, akan tetapi dua layanan itu mempunyai fungsi strategis dan terbukti telah membantu para tunanetra belajar lebih mandiri baik di sekolah umum dan perguruan tinggi. 1. Produksi Buku Bicara Buku adalah salah satu pilar penting penyangga pendidikan, dan bagi tunanetra itu sesuatu yang sangat "mewah", atau bahkan "barang langka". Semuanya dilakukan dengan cara yang sederhana. Para pengurus menghimpun kaset-kaset yang berisi rekaman buku yang dibacakan milik para tunanetra yang tidak lagi dipergunakan proses perekamannya pun
60
hanya menggunakan tape recorder biasa, bahkan kadang-kadang hanya tape recorder kecil saja. Misalnya, Mimi Mariani yang pernah belajar di IKIP Sanatadharma, dan memiliki kaset-kaset yang berisi rekaman bukubuku referensi yang pernah dipakainya dulu saat kuliah, kemudian disumbangkan ke Mitra Netra, dengan pemikiran mungkin akan ada tunanetra yang membutuhkannya. Jika ada buku yang dibutuhkan tunanetra dan tidak ada atau belum ada di kumpulan kaset-kaset tersebut, yang para pengurus lakukan adalah mengumpulkan "kaset-kaset bekas" dari siapapun, lalu membacakan buku yang diperlukan tersebut dan merekamnya dengan menggunakan tape recorder biasa tidak ada studio, apalagi alat perekam yang canggih. Jadi, bisa dipastikan bahwa di antara suara pembaca pada umumnya mereka adalah relawan (volunteer), juga terdengar suara-suara lain, suara motor, penjual baso atau mie ayam, mobil, guntur, hujan, dan sebagainya. Tapi, dari buku bicara yang sederhana itu, Mitra Netra telah melahirkan beberapa sarjana tunanetra 37. 2. Produksi Analog Talking Book (Kaset) dan Digital Talking Book (CD) di Yayasan Mitra Netra Analog talking book atau buku bicara yang tradisional adalah sebuah gambaran/perwakilan dalam bentuk analog dari sebuah cetakan terbitan atau sebuah buku38.
37
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15
38
www.DAISY.org (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
WIB).
61
a.
Produksi Analog Talking Book (Kaset) Tujuan penyelenggaraan produksi buku bicara pada awalnya adalah
untuk menyediakan buku yang aksesibel (dapat dijangkau) bagi tunanetra di Jakarta yang menempuh jalur pendidikan terpadu. Produksi buku bicara ini diawali dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana, yakni home-used tape recorder dan kaset-kaset bekas. Komitmen dan dedikasi yang tinggi yang dirujukkan Yayasan Mitra Netra dalam penyelenggaraan program ini, menarik perhatian donor agent (lembaga pemberi dana) untuk memberikan dukungan finansial, sehingga akhirnya Yayasan Mitra Netra dapat memiliki studio rekaman dengan peralatan yang lebih modern. Adapun tahap-tahap pembuatan buku bicara yang berbentuk kaset seperti tersebut dibawah ini.
Tahap pertama, buku-buku yang dibacakan pada saat yang bersamaan direkam kedalam kaset master. Pada tahap ini, selain melibatkan staf Yayasan sebagai pembaca, juga melibatkan relawan pembaca dari kalangan masyarakat luas
Tahap kedua, melakukan koreksi terhadap hasil rekaman tersebut.
Tahap ketiga, melakukan penggandaan kaset sesuai dengan kebutuhan dan pemberian sampul kaset, selanjutnya siap untuk digunakan. Ada pun kelemahan mendasar pada buku bicara yang berbentuk
kaset ini yaitu :
62
Dari sisi penyimpanan kurang praktis, dimana semakin tebal halaman sebuah buku, akan semakin banyak kaset yang dibutuhkan untuk perekaman, sehingga semakin membutuhkan tempat penyimpanan yang luas. Karena 1 buah kaset 60 menit dapat merekam 30 halaman buku awas ini pun tergantung pada jenis huruf dan besar huruf yang dipakai pada buku awas.
Dari sisi penggunaan , tidak midah bagi pengguna untuk mencari halaman atau bagian tertentu dari buku, karena ia harus menelusuri halaman atau bagian buku tersebut, misalnya, berada pada kaset ke berapa dan disisi apa, A atau B.
Dari sisi perawatan, pita kaset sangat mudah rusak karena terkena debu atau mudah sobek.
b. Produksi Digital Talking Book (DTB) Karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki Analog Talking Book, maka pada tahun 2002 Yayasan Mitra Netra memprogramkan pembuatan buku bicara dengan menggunakan teknologi digital yang disebut dengan digital talking book. Pada tahap awal, produksi digital talking book ini lebih diprioritaskan untuk buku tebal seperti buku refensi yang biasa digunakan oleh mahasiswa. Proses pembuatan digital talking book lebih rumit dibandingkan analog talking book, karena proses pengolahannya berdasarkan standar DAISY konsorsium.
63
Untuk membuat sebuah digital talking book yang memiliki standar Internasional Yayasan Mitra Netra menjadi anggota dari DAISY konsorsium. Digital Audio Information System (DAISY) adalah sebuah konsorsium dunia yang membuat standar mutu dan kualitas isi sebuah digital talking book. Bila dibandingkan dengan kaset (analog talking book) kelebihan digital talking book dalam bentuk CD adalah : a. Dari sisi penyimpanannya sangat praktis karena berbentuk CD, dan satu CD memiliki kapasitas antara 30 sampai 50 jam. Buku berbentuk CD ini sangat cocok untuk buku-buku referensi yang sangat tebal, b. Dari sisi penggunaanya lebih mudah, karena memberikan fasilitas kepada pengguna untuk mencari perhalaman atau per bab, dengan demikian pengguna dapat langsung membaca halaman atau bab yang dibutuhkan. c. Dari sisi harga lebih murah, karena buku setebal kurang lebih 500 halaman cukup dikemas dalam satu CD. Tahap-tahap pembuatan digital talking book adalah sebagai berikut:
Membuat struktur Buku, yaitu membuat kerangka dasar isi buku. Untuk membuat kerangka keseluruhan isi buku maka seluruh isi buku harus diketik ulang.
Setelah sehingga dapat diketahui jumlah halaman setiap bab, sehingga dapat diketahui bab 1 berada pada halaman sekian.
64
Sehingga kita dapat jump kehalaman yang kita inginkan dengan teknologi komputer kita dapat menandai keberadaan bab, sub bab, dll. Maka tidak hanya suara yang dapat kita dengar namun bagi tunanetra low vison juga dapat memperbesar tulisan.
Selanjutnya adalah proses perekaman suara yang dilakukan seperti merekam untuk kaset.
Setelah proses perekaman selesai maka hasilnya dikompresor yaitu memperkecil hasil rekaman suara sehingga filenya dapat sesuai dengan saruan kapasitas pada CD.
Menurut DAISY konsorsium ada 6 jenis Digital Talking Book (DTB): 1. DTB yang terdiri secara keseluruhan hanya berisi suara saja dengan unsur judul sejajar. Ini adalah DTB yang pembuatannya tidak mempergunakan struktur navigasi 2. DTB yang terdiri dari suara dan mempergunakan pusat navigasi saja. Tipe ini adalah DTB yang mempergunakan struktur buku yang terdiri dari dua dimensi, yaitu navigasi secara hirarki dan navigasi secara urutan halaman buku. 3. DTB yang terdiri dari audio dengan menggunakan pusat navigasi dan sebagian berisi tulisan/teks. Ini adalah DTB dengaii struktur buku sebagai gambaran tercantum diatas, sama dengan teks tambahan. Teks tambahan berisi kata-kata yang menunjukan teks yang mungkin akan bermanfaat, misalnya: indeks, daftar istilah, dam lain-lain. Suara dan teks saling menyamakan/bersinkronis.
65
4. DTB yang terdiri dariaudio dan teks. Ini adalah DTB dengan struktur, teks, dan suara yang lengkap. Suara dan teks saling menyamakan. 5. DTB yang terdiri dari audio dan beberapa suara. Ini adalah DTB dengan struktur, teks yang lengkap, dan suara yang terbatas. DTB jenis ini biasa digunakan untuk kamus yang hanya berisi pelafalan suara yang hanya dalain bentuk audio saja. 6. DTB yang berisi teks dan tanpa suara. Ini adalah DTB yang memiliki pusat navigasi dan struktur teks saja. Tanpa ada suara. 3. Pedoman Membaca Rekaman Buku Yayasan Mitra Netra Dalam membacakan isi dari buku asli/buku sumber ada sebuah peraturan atau pedoman membaca rekaman buku yang dibuat oleh Yayasan Mitra Netra: 1. Bagian Awal Kaset Sisi A a. Dibacakan data Bibliografis buku sebagaimana tercantum pada judul buku, seperti: Judulnya, Pengarangnya, Penerbit, tahun terbit, Jilid, dll. b. Setelah dlbacakan data Bibliografis, disebutkan: siapa pembaca naskah buku, tanggal; bulan; dan tahun produksi. Disediakan tempat untuk menyebutkan jumlah kaset yang dihasilkan dari perekaman dalam saru judul, yang berbunyi: “Rekaman ini terdiri dari ......kaset” . (Titik tersebut diisi sesuai jumlah kaset yang digunakan dalam satu judul setelah buku selesai dibacakan).
66
c. Selanjumya dibacakan daftar isi (walaupun pada buku, daftar isi urutannya tidak seperti ketentuan ini). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca daftar isi adalah pembacaan Bab, Sub bab,....dst. Misalnya Bab I harus dibaca dengan: “Bab satu romawi”, berbeda dengan Bab 1 (angka) dibaca “Bab satu” atau Sub Bab I dibaca: “Sub Bab satu romawi”, dst. Begitu juga pembaca harus membedakan pembacaan A (huruf A besar) dengan a (huruf a kecil). d. Setelah daftar isi, dibacakan isi teks. Untuk memnunjukan bahwa bacaan teks akan segra dimulai. Ini ditandai atau ditunjukan dengan latar belakang musik yang lebih pendek dibanding dengan musik sebelumnya.
2. Bagian Awal Setiap Sisi Kaset Kecuali Kaset Pertama Sisi A Pada awal bagian setiap sisi kaset, baik sisi A atau sisi B kecuali kaset pertama
sisi
A,
disebutkan
“kaset
ke...,
sisi....,
lanjutan
buku...(judul), jilid...(jika ada), pengarang..., bab..., halaman...”. 3. Bagian Akhir Setiap Sisi Kaset a. Sisi A Pada setip akhir sisi A disebutkan “Dilanjutkan ke sisi B, halaman....”.
67
b. Sisi B Pada setiap akhir sisi B disebutkan "Dilanjutkan pada kaset ke ..., sisi A, bab ... halaman...". 4. Bagian-Bagian Buku yang Dibaca Pada dasarnya seluruh isi buku dibacakan, kecuali indeks. Kata pengantar dapatdihilangkan jika tidak ada hubungannya dengan isi/bahsan buku. “Lampiran” juga dapat dipertimbangkan untuk tidak dibacakan jika terdapat kesulitan atau terlalu banyak untuk direkam. Untuk itu perlu dikonsultasikan dengan penata baca dan atau pengguna. 5. Nomor Halaman Setiap pergantian halaman baru disebutkan nomor halamannya jika pada pergantian tersebut ada kalimat yang terputus sebelum titik, maka harus diselesaikan dulu sampai titik, baru menyebutkan: “halaman 1/2/3...dst”. 6. Alinea Baru Pada setiap alenia baru disebutkan ungkapan: “Alenia baru” atau dengan tanda lain yaitu berupa bunyi tertentu. Untuk buku-buku yang penggunaan alineanya terlalu banyak atau tidak proporsional, maka dapat dipertimbangkan untuk tidak disebutkan ungkapan “alenia baru”. 7. Tanda Baca
68
a. Untuk tanda baca hanya tanda kurung, tanda kutip/petik dan garis miring yang dibaca. Tetapi jika buku tersebut membahas serta memberi contoh tentang penggunanan tanda baca, maka tandatanda baca tersebut mutlak harus dibacakan. b. Cara menyebutkan tanda kurung, tanda kutip/petik adalah sebagai berikut:
Jika kata yang berada di dalam tanda kurung/kutip tersebut hanya satu kata, maka disebutkan: “Tanda kutip...” atau “dalam kurung...”.
Jika lebih dari satu kata, maka disebutkan: “kutip buka...kutip tutup” atau “kurung buka...kurung tutup”.
8. Ungkapan Yang Dicetak Miring, Cetak Tebal dan Garis bawah b. Apabila di dalam kalimat terdapat kata/frasa yang digaris bawahi/dicetak tebal/dicetak miring, maka setelah kalimat tersebut selesai dibacakan, kata/frasa tersebut dibacakan kembali dan diikuti ungkapan: “Digarisbawahi/dicetak tebal/dicetak miring”. c. Apabila sebuah kalimat digaris bawahi/dicetak tebal/dicetak miring, maka kalimat tersebut dibacakan kalimat dan diikuti ungkapan: “Digarisbawahi/dicetak tebal/dicetak miring”. d. Apabila sebuah paragraf dicetak/dicetak tebal/dicetak miring, maka sebelum dibacakan paragraf tersebut disebutkan: “Paragraf berikui ini dicetak miring/dicetak tebal”.
69
9. Kata-kata/Nama-nama Asing dan Kata-kata Sukar/Baru Untuk kata-kata/nama-nama asing yang diperkirakana belun dikenal konsumen, dieja setelah kalimat yang mengandung kata-kata tersebut dibacakan. 10. Gambar/Tabel/Diagram/Peta, DLL Jika terdapat gambar, table, diagram, peta, dan sejenisnya sedapat mungkin untuk dibacakan, diterjemahkan atau diterangkan secara singkat dan jelas maksud dan maknanya. Tapi bila sulit diterjemahkan, dapat dilewatkan (tidak dibacakan) dengan menyebutkan: “Gambar /Tabel/Diagram/Peta, dsb, nomor ...(bila nomor), pada halaman... tidak dibacakan”. 11. Penunjukan (Acuan, See Reference) Jika terdapat penunjukan kata-kata: “Lihat halaman......,.......” atau “baca
bagian................”. maka pembaca diharapkan menggantikan
kalimat penunjukan tersebut dengan kata: “Lihat halaman pada kaset...... sisi.....”. 12. Footnote (Catatan Kaki) a. Footnote yang Pendek Dibacakan langsung setelah kalimat/kata yang diberi tanda footnote selesai
dibacakan dengan menyebutkan: “Footnote
kata/kalimat.....”
kemudian
kemudian meneruskan bacaan.
disebutkan:
“Lanjutkan
pada teks”,
70
b. Footnote yang Panjang Untuk footenote yang panjang yang dapat mengganggu konsentrasi pemahaman isi paragrarf, dibacakan setelah paragraph selesai, dengan menyebutkan:
“Footnote
pada
kalimat/kata
.....pada
paragraph diatas”, kemudian diteruskan dengan: “Isi footnote untuk kata/kalimat...... yaitu...”, kemudian : “Lanjutkan teks”. Jika di dalam suatu paragraph
terdapat
lebih
dari
suatu
footnote
panjang, maka footnotenya diberi nomor. Setelah dibacakan kalimat yang
mengandung
satu/dua/tiga…..., diteruskan
footnote, dst
Pada
disebutkan:
“footnote
kata/kalimat…….”.
nomor
Kemudian
dengan menyebutkan: “Lanjutan teks” sampai selesai
paragraph. Setelah akhir paragraph disebutkan: “Isi footnote satu/dua/tiga, dst adalah .....”. Jika anda selesai pada pembacaan isi footnote yang terakhir, kemudian menyebutkan: “Lanjutan teks”. Jika di dalam footnote hanya disebutkan keterangan singkat “IBID”, “OP.CIT”, “LOC. CIT”, maka keterangan tersebut diuraikan selengkapnya sesuai dengan footnote yang ditunjuk sebelumnya dengan menyebutkan: “Isi footnote: Ibid/Op.Cit /Loc.Cit, yaitu....”, kemudian menyebutkan: “Lanjutan teks” 13. Suara, Cara, dan Kecepatan Membaca Cara membaca naskah dilakukan seperti orang yang sedang bercerita atau berpidato, tidak terlalu cepat tetapi tidak terlalu lambat. Pada umumnya agak cepat masih lebih disukai daripada agak lambat. Jika
71
diberi ukuran, kira-kira 1 (satu) lembar folio denga pengetikan berjarak 2 (dua) spasi memerlukan waktu 2 menit untuk membacanya. Hendaknya digunakan artikulasi yang baik, suara tidak ditelan atau diseret, tidak pula terlalu ditegaskan secara berlebih-lebihan kata perkata sehingga terputus-putus seperti anak belajar membaca. Sebaiknya dihindarkan suara yang menurun atau menghilang diujung kalimat. Intonasi bacaan hendaknya disesuaikan dengan tanda baca yang ada. Pemenggalan kalimat disesuaikan denga frasa atau pengertian dari ungkapan bacaan. L. Penggalangan Dana Penggalangan dana Yayasan adalah hasil sumbangan dari donatur baik donatur yang tetap maupun spontanitas. Penggalangan dana adalah melaui teledonasi dan transfer atau bisa langsung menyampaikan ke Yayasan Mitra Netra. Selain itu Yayasan Mitra Netra juga memiliki upaya lain yaitu pengumpulan dana melalui celengan. Yang mana celengan itu dibagikan ke tiap-tiap tunanetra di Mitra Netra dan hasil dari celengan itu akan digunakan kembali untuk kebutuhan tunanetra itu sendiri dan saranasarana penunjang lain di Yayasan Mitra Netra. Selain tunanetra masyarakat diluar lembaga juga bisa berpartisipasi untuk mengisi celengan Mitra Netra ini.
72
BAB IV HASIL EVALUASI
A. Evaluasi Pelaksanaan Program Minimnya fasilitas di sekolah-sekolah regular merupakan faktor dilahirkan program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra. Terutama bagi tunanetra yang tidak memiliki fasilitas di rumah atau dalam kategori kurang mampu. Maka program ini lahir untuk mendampingi siswa-siswi tunanetra dalam menunjang prestasi belajar di sekolah reguler. Sekolah belum menyediakan layanan khusus untuk kebutuhan tunanetra dalam pendidikan. Untuk itu tunetra memerlukan alat bantu yang bisa mereka temukan di luar sekolah. Seperti program buku bicara yang disediakan di Yayasan Mitra Netra. Informan menjelaskan: “ Tujuan didirikan Mitra Netra adalah untuk membantu dan mendampingi tunanetra untuk mencapai program pemerintah tentang pendidikan inklusif. Tentunya semua program yang ada di Yayasan Mitra Netra memiliki tujuan yang sama meski masih ada tujuan lain. Menurut saya program Talking Book ini adalah salah satu dari program-program layanan Mitra Netra lain yang membantu menunjang pendidikan untuk tunanetra. Akan tetapi perlu dipahami bahwa program Buku Bicara ini merupakan program yang telah ada sejak awal berdirinya Yayasan Mitra Netra sudah pasti perannya lebih banyak untuk tunanetra terutama dalam pendidikan inklusif itu “.39
Dengan perencanaannya Program Buku Bicara ini dilahirkan dengan tujuan mendampingi tunanetra dalam pendidikan Inklusif. Dengan bantuan Program Buku Bicara ini tunanetra tidak mendapat kesulitan dalam mengikuti 39
Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, selasa 12 April. Pukul 11.25 WIB
72
73
pelajaran di kelas karena buku bacaan yang digunakan di sekolah hanya dapat mereka dengar 1 kali yaitu ketika jam pelajaran saja. Di luar sekolah mereka harus membutuhkan bantuan dari teman atau orang lain untuk membacakan ulang buku pelajaran itu, dan itu juga jika ada yang bersedia. Yayasan Mitra Netra dengan program Buku Bicara ini dilahirkan untuk mendampingi tunanetra agar dapat mengakses buku-buku pelajaran sekolah yang meraka butuhkan untuk dibaca dan dipelajari ulang di luar sekolah dengan format yang lebih praktis dan efisien. Informan menyatakan: “saya membutuhkan bantuan belajar di luar sekolah karena sekolah saya belum menyediakan layanan khusus untuk muridmurid seperti saya.40
Buku Bicara juga dibuat untuk memberikan wawasan keilmuan lain di luar sekolah seperti buku-buku bacaan dan buku-buku cerita yang best saler. Program ini diharapkan bisa memberikan informasi lebih banyak lagi untuk tunanetra selain tujuan pokoknya mendampingi tunanetra dalam pendidikan inklusif di sekolah-sekolah regular. Informan menyatakan: “ Saya sudah menggunakan layanan Program Buku Bicara sejak tahun 2009, menurut saya program ini sangat membantu tunanetra terutama yang bersekolah. Sebelumnya saya kesulitan untuk mengakses buku pelajaran dari sekolah. Setelah menggunakan layanan program Buku Bicara di Mitra Netra saya dapat mengulang-ulang pelajaran sekolah tanpa harus mencari dan menunggu pendamping yang membacakan. Selain itu saya juga memanfaatkan fasilitas layanan Program Buku Bicara untuk 40
WIB
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Kamis 07 April 2011. Pukul 13.35
74
membaca buku-buku lain di luar sekolah yang dikoleksi oleh perpustakaan yayasan”. 41 Keberadaan Buku Bicara di Mitra Netra sejak awal telah memberikan peran terhadap pendidikan tunanetra terutama bagi siswa-siswi. Selain dapat mengikuti pelajaran di sekolah, tunanetra juga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan Program Buku Bicara untuk mendapatkan informasi dan wawasan yang lebih luas. Buku Bicara hadir untuk menjawab pertanyaan tunanetra terhadap kebutuhan mereka dalam mengakses dunia pendidikan. Mitra Netra menjadikan DTB ini sebagai Buku Masa Depan seperti yang dinyatakan oleh informan menyatakan: “ Sejak awal berdirinya Yayasan Mitra Netra, bahkan Talking Book masih dengan format analog yaitu dalam bentuk kaset tape recording ini telah menemani kami dalam melayani tunanetra. Sangat banyak kelebihan Buku Bicara ini. Sekarang dengan format digital yang dimuat dalam kepingan CD menjadi lebih memudahkan tunanetra. Di antara kelebihannya: 1. Hemat penyimpanan, 2. Hemat biaya, 3. Lebih mudah dibawa, 4. Lebih mudah mengorientasikan, 5. Lebih mempermudah belajar. Untuk itu saya menyebutnya Buku Masa Depan untuk tunanetra ”.42 Hingga saat ini Yayasan Mitra Netra melalui program Buku Bicara ini masih menunjukkan eksistensinya. menjadi pelopor dan satu-satunya lembaga yang aktif dalam pengoperasian program dan Produksi Buku Bicara DTB di Indonesia. Yang menjadi sasaran dari program Buku Bicara ini adalah siswa dan siswi tunanetra yang belajar di sekolah reguler yang memerlukan bantuan
41
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Kamis 07 April 2011. Pukul 13.50
42
Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Selasa 12 April 2011. Pukul 11.25 WIB
WIB
75
fasilitas belajar. Terutama siswa-siswi tunanetra yang kurang mampu dan juga tidak memiliki fasilitas belajar di rumah. Informan menyatakan: “ Yang menjadi sasaran program ini adalah siswa dan siswi sekolah, yang mana mereka memerlukan bantuan khusus untuk mengakses buku-buku pelajaran. Jika saja bukan dengan Talking Book para pelajar akan membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu pembuatan buku dalam format Braille ”.43 Tujuan program Buku Bicara ini adalah mendampingi dan membantu tunanetra untuk menunjang prestasi dan sampai kepada pendidikan inklusif. Memberikan pelayanan pendidikan terbaik untuk tunanetra. Informan menyatakan: “ Tujuan didirikan Mitra Netra adalah untuk membantu dan mendampingi tunanetra untuk mencapai program pemerintah tentang pendidikan inklusif. Tentunya semua program yang ada di Yayasan Mitra Netra memiliki tujuan yang sama meski masih ada tujuan lain. Menurut saya program Talking Book ini adalah salah satu dari program-program layanan Mitra Netra lain yang membantu menunjang pendidikan untuk tunanetra. Akan tetapi perlu dipahami bahwa program Buku Bicara ini merupakan program yang telah ada sejak awal berdirinya Yayasan Mitra Netra sudah pasti perannya lebih banyak untuk tunanetra terutama dalam pendidikan inklusif itu ”.44 Informan menyatakan: “ Kalau saja saya tidak gunakan DTB mungkin saya harus terus bergantung kepada orang lain untuk mendampingi dan membacakan buku pelajaran saya ”.45 Selain itu Buku Bicara juga bertujuan untuk memberikan akses kepada tunanetra dalam informasi-informasi lain dan perkembangan wawasan di luar pengetahuan di sekolah. Yaitu agar pada waktu senggang dan hari-hari libur 43
Firdaus, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Rabu 06 April 2011. Pukul 09.45 WIB Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Selasa 12 April 2011. Pukul 11.25 WIB 45 Fajar, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Rabu 13 April 2011. Pukul 15.00 WIB 44
76
sekolah tunanetra tetap beraktifitas untuk mengembangkan pengetahuan atau hanya sekedar untuk melepas penat dengan membaca buku-buku novel, kisahkisah, buku-buku motivasi yang ada dalam koleksi perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Informan menyatakan: “ Kalau hari libur saya juga gunakan DTB untuk membaca buku-buku koleksi perpustakaan, buku-buku terbaru bahkan saya pernah meminjam buku cerita Harry Potter jilid 1 sampai dengan jilid 7 untuk dibawa pulang dan dibaca di rumah ”. 46 Secara konteks, program Buku Bicara memiliki tujuan yang tepat karena dengan fasilitas pelayanan yang diberikan mampu menjawab kebutuhan tunanetra terutama yang sekolah di sekolah-sekolah regular. Secara konteks Program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra ini telah menunjukkan satu perencanaan yang optimal untuk pencapaian tujuannya. Klien yang menggunakan layanan program merasakan manfaatnya dan hal itu juga dipertegas oleh pihak yayasan yang menjadi penanggung jawab dari program Buku Bicara ini. 1. Fasilitas Program Buku Bicara a. Studio Recording Mitra Netra menyediakan 3 buah studio rekam untuk Program Buku Bicara ini yang berada di ruang perpustakaan yayasan. Ruang studio sangat sederhana karena harus beradaptasi dengan ruang perpustakaan sehingga terlihat kurang kondusif. Studio rekam sangat mempengaruhi kualitas dari
46
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50 WIB
77
hasil produk dari program buku bicara itu sendiri karena hasil rekam audio itulah yang merupakan isi dari buku itu. b. SDM Yang Dimiliki Dalam mengoperasikan fasilitas program memerlukan sumber daya manusia untuk menunjang program secara operasional. Diantara SDM yang dimiliki program buku bicara ini adalah:
Pengisi Suara Pengisi suara merupakan seorang petugas yang memiliki tugas sebagai pembaca buku yang direkam di studio rekam. Bacaan seorang pengisi suara direkam yang kemudian akan menjadi isi dari buku bicara itu. Jumlah pengisi suara pada program ini adalah 5 orang.
Editor Merupakan seorang petugas yang berada di ruang editor yang memiliki tugas merangkum hasil rekaman suara dari ruang rekam yang kemudian diedit. Hasil rekaman suara yang diedit kemudian dirangkum kedalam sebuah CD dengan menggunakan format DAISY. Dalam tugas editor ini juga berperan beberapa orang dari petugas pengisi suara. Informan menjelaskan: ” Selama ini belum ada kendala keterlambatan dalam pembuatan. Program ini hanya memiliki 5 orang tenaga pembaca dan 2 buah studio rekam. 3 diantara orang-orang ini adalah bukan pekerja tetap. Mereka membaca sekaligus menjadi editor juga. Mereka membutuhkan waktu 1 jam setengah untuk untuk membacakan buku lalu kemudian istirahat dan setelah itu
78
melanjutkannya lagi. Untuk antrian yang tidak terlalu padat SDM yang ada sudah cukup, mungkin jika ada sebuah proyek besar itu yang akan memerlukan tambahan tenaga bahkan penambahan fasilitas studio rekam ”.47
Penanggung Jawab Penelitian dan Pengembangan
Penanggung Jawab Produksi
Staff Bidang Pelayanan dan Pendampingan
e. Victor Reader ClassicX + 3.3 Ada 3 buah alat jenis ini di Mitra Netra. Sedangkan 2 buah lainnya adalah merk PlexTalk buatan Jepang. Buatan jepang ini sudah tidak digunakan karena modenya agak lebih rumit dibanding dengan Victor Reader. Alat ini didapatkan melalui Proyek Daisy For All (DFA) yang dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2005 yaitu dalam program sosialisasi Daisy di Asia Tenggara. Mitra Netra menjadi lokomotif Indonesia waktu itu dan mengirimkan 5 orang anggota yang pendanaannya disediakan oleh penyelenggara. Mita Netra dihadiahkan 3 buah Victor Reader. Victor Reader ini merupakan sebuah alat pemutar dalam bentuk HardWare yang didatangkan dari Kanada. Victor Reader didisain untuk bacaan waktu luang seperti novel, majalah, dan sebagainya. Dengan fungsi-fungsi penggunaan yang sederhana, kita dapat memeriksa daftar isi, menuju ke bab, atau kembali ke suatu bookmark .48
47
Endah, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 09.30.WIB BUKU PANDUAN PENGGUNAAN Victor Reader ClassicX + 3.3, Edisi Terjemah Bahasa Indonesia (Yayasan Mitra Netra, 2011). h. 5. 48
79
a. Cara Penggunaan Victor Reader 1. Menghidupkan Victor Reader Hidupkan Victor Reader dengan menekan tombol Power yang terletak di atas tombol Eject di bagian permukaan player lalu akan terdengar suara bip dan pesan selamat datang. 2. Memasukkan dan Memutar Buku
Masukkan CD ke dalam slot yang terletak di sisi depan player.
Lalu pelan-pelan dorong CD ke depan. Mekanisme dorong pada alat ini akan mengambil alih dan secara otomatis memasukkan CD. Setelah beberapa detik player akan menyuarakan judul buku.
Untuk memutar buku, tekan tombol Play/Stop. Jika secara tidak sengaja memasang CD terbalik maka CD akan keluar secara otomatis dalam 15 detik tanpa kerusakan. Kita dapat menyesuaikan Tone, Volume dan Sped dengan menekan tombol-tombol ke atas dank e bawah. Tombol-tombol itu terletak di bagian atas tengah bagian depan alat.
Untuk pindah ke belakang atau ke depan dengan kecepatan tinggi, tekan dan tahan tombol Rewind atau Fast-Forward sampai pada bagian yang diinginkan, kemudian lepaskan. Lalu kecepatan selanjutnya akan kembali normal.
Pause/Jeda pada saat membaca. Tekan tombol Play/Stop untuk jeda dan untuk melanjutkan kembali bacaan lalu tekan tombol Play/Stop lagi. Jika player tidak terhubung dengan stop kontak,
80
atau jika ada pada mode pause yang lebih dari 30 menit maka player akan mati secara otomatis untuk menghemat batrei. 3. Mengakhiri membaca Untuk mengakhiri sesi membaca, matikan player dengan menekan dan menahan tombol Power. Victor Reader secara otomatis akan mengingat posisi terakhir dalam buku guna jika ingin melanjutkan sesi membaca kembali. 4. Mengeluarkan CD Untuk mengeluarkan CD, tekan tombol Eject. Victor Reader akan menyuarakan Eject dan setelah beberapa detik mekanisme motoris akan secara pelan-pelan mengeluarkan CD dari slot. 5. Penjelasan Fungsi-Fungsi Tombol Numerik Pada Victor Reader pada Gambar 1 Berikut: Gambar 1. Tombol Victor Reader
1 Bookshelf
4 Back
7 Menu
2 Navigation Element
3 History
5
6
Where am I
Forward
8 Navigation Element
9
*
0
#
Cancel
Info
Confirm
81
a.
1 : Rak Buku
Tombol ini digunakan untuk mengakses rak buku yaitu Victor Reader akan menyuarakan jumlah buku pada CD dan judul buku. b.
2, 4, 6, 8 : Tombol-Tombol Navigasi
Tombol-tombol ini merupakan tombol navigasi yang memungkinkan untuk dengan mudah berpindah dari satu elemen struktur ( disebut juga level navigasi ) ke lainnya untuk dengan cepat menemukan informasi yang diinginkan. Tombol ini juga memungkinkan pengguna untuk bernavigasi dari bab, sub-bab, halaman, lompat waktu, paragraph, atau elemen index apapun yang dibuat oleh produsen buku.
Tombol 2 dan 8 untuk memilih level navigasi. Biasanya berbeda masing-masing buku, namun umumnya level 1 berarti bab, level 2 berarti sub-bab, level 3 berarti sub-sub bab dan seterusnya.
Tombol 4 dan 6 untuk berpindah dari elemen yang dipilih ke elemen terdahulu atau berikutnya.
c.
3 : Tombol Terdahulu
Tombol ini memungkinkan secara cepat untuk kembali ke posisi sebelumnya. Alat ini mampu mengingat sampai maksimal 5 kegiatan ( navigasi ke satu halaman, bookmark ). Buku terdahulu akan terhapus jika berganti buku. Setelah menekan tombol 3 lalu gunakan tombol 4 dan 6 untuk berpindah dari satu elemen ke elemen berikutnya.
82
d.
5 : Tombol Where am I?
Ketika ditekan tombol ini akan memberitahukan di mana posisi kita tanpa menghentikan proses membaca. Lalu alat ini akan menyuarakan halamn, Bab, dan judul buku yang sedang dibacakan. e.
0 : Tombol Info
Tombol ini akan memberikan akses langsung ke berbagai informasi. Terdapat dua cara untuk mengakses informasi yang diinginkan.
Akan menampilkan daftar item-item yang tersedia
Dilanjutkan dengan menekan tombol 4 atau 6 untuk berpindah dari satu item ke lainnya.
Untuk cancel tekan tombol star ( * )
Kita juga dapat menekan dan menahan tombol Info ini untuk mengaktifkan mode tombol penjelasan.
f.
(#) dan (*) : Tombol Pagar dan Bintang
Tombol pagar memungkinkan untuk mengkonfirmasi operasi. Tombol bintang memungkinkan untuk melakukan cancel operasi. g.
9 : Tombol ini adalah tombol tanpa fungsi
b. Kelemahan Victor Reader Sama dengan teknologi ciptaan manusia lain, alat ini juga memiliki kelemahan yaitu rentan rusak pada slot pemutar CD karena kelamaan digunakan maka pita pada pemutar akan tipis dan jika itu terjadi maka alat itu sudah tidak akan mampu membaca CD yang diputarkan. Informan menjelaskan:
83
“ Ada beberapa kendala pada alat Victor Reader ini, yang pertama alat yang didatangkan dari kanada ini sangat susah untuk mencari sparepartnya, kedua lama kelamaan dipakai optik pada CD Roomnya akan lemah, namanya juga barang digunakan nonstop. Ketiga jika terjadi kerusakan itu kami harus mengganti dengan CD Room laptop dan itupun tidak semua bisa dipakai, harus dipilih lagi. Umur CD Room aslinya ini sekitar 3 tahun saja. Hanya itu saja kendala dari alat ini. Kalau sparepart tersedia, kami bisa service sendiri karena elemennya tidak sulit. “ 49 c. Kemudahan Victor Reader Dengan sumber tenaga yang bisa di akses dengan daya listrik dan batrei membuat alat ini sangat efisien dan dapat digunakan dimana saja. Untuk pemutar dengan tenaga batrei yang ada pada alat ini bisa dilakukan pemutaran CD hingga 500 kali pemutaran. Daya tahan batreinya itu sekitar 5 tahun. Batrei jenis A2 sebanyak 6 buah. f. Komputer Dengan Format Daisy Selain Victor Reader, perpustakaan juga memiliki fasilitas lain untuk mendukung program Talking Book ini. Yaitu alat pemutar buku dalam jenis software. Alat ini adalah berupa komputer yang sudah di instalisasi program Daisy yaitu bisa memutarkan CD dan digunakan seperti menggunakan Victor Reader. Ada 3 komputer di ruang perpustakaan akan tetapi ini hanya bisa digunakan pada komputer yang telah diinstal dengan program Daisy. Jika tidak pemutaran hanya akan dapat didengar seperti pemutaran musik pada MP3 biasa. Dan itu juga hanya bisa di gunakan oleh tunanetra yang sudah mahir menggunakan komputer.
49
Firdaus, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Rabu, 06 April 2011. Pukul 09.45 WIB
84
Bagian
LitBang
pada
program
Talking
Book
ini
kemudian
mengembangkan teknologi alat pemutar untuk Talking Book. Yaitu membuat format Daisy untuk telepon genggam. Pada standardnya CD bisa diputar dengan alat putar pada umumnya seperti DVD Player, Discman dan lain-lain akan tetapi untuk format Daisy dibutuhkan untuk mempermudah tunanetra dalam mengakses buku bacaan seperti orang awas membaca buku. Informan menjelaskan: “ Selain Victor Reader, tunanetra juga dapat menggunakan komputer yang diinstall format Daisy. Akan tetapi karena masih banyak pembaca yang tidak tahu komputer maka kami sedang mengembangkan teknologi untuk mengakses Buku Bicara ke dalam handphone. Karena tunanetra sekarang lebih mahir menggunakan handphone dari pada laptop atau komputer. Selain gampang dibawa, handphone sekarang sudah menggunakan teknologi yang sangat canggih. Bisa mengakses berbagai bidang. Bisa saya katakan orang lebih mau membeli handphone yang harganya 5 juta dari pada harus membeli laptop harga 3 juta “.50
2. Pelayanan Program Untuk pembuatan buku klien harus melalui pelayanan perpustakaan karena layanan program termasuk dalam salah satu pelayanan di perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Klien akan melalui prosedur perpustakaan yakni dimulai dengan mendaftarkan diri sebagai anggota perpustakaan Mitra Netra. Informan menjelaskan: “ Untuk mengakses pelayanan program DTB klien yang berkepentingan terlebih dahulu mendaftar sebagai anggota pada perpustakaan Mitra Netra yaitu dengan membayar iuran pendaftaran Rp. 10.000 dan jika ingin melanjutkan atau memperpanjang keanggotaan maka tiap 1 tahun sekali membayar
50
Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
85
iuran dengan nominal yang sama. Tidak susah karena kami tidak menggunakan kartu member “.51 Disini terlihat bahwa proses pelayanan untuk program Buku Bicara ini adalah sangat
memudahkan tunanetra
untuk mengakses dan dapat
menggunakan fasilitas program. Informan menyatakan: “ Untuk mengakses program ini tidak susah karena program ini ada di perpustakaan. Selain lokasi yang masih dalam lingkup yayasan, staff perpustakaan juga mendampingi yunanetra yang memerlukan dampingan dengan baik. Terutama klien pengguna layanan program DTB. Mereka akan mendapat informasi yang lengkap dari staff perpustakaan “.52
a. Proses Pembuatan Buku Bicara Ada beberapa tahapan untuk proses pembuatan DTB yaitu: 1. Klien menyerahkan buku yang akan dibuat Pada tahap ini buku akan dimasukkan dalam daftar buku masuk di perpustakaan Mitra Netra. Pada buku entri ini dicantumkan nama pengaju, tanggal masuk, judul buku, penerbit, terbitan tahun, halaman dan nomor antrian. Seperti terlihat pada tabel 3 berikut:
51 52
WIB
Endah, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 09.30.WIB Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50
86
Table 3. Buku Registrasi BUKU MASUK PENGAJU
:
TGL MASUK
:
JUDUL BUKU : PENGARANG : PENERBIT
:
TAHUN
:
HALAMAN
:
Format ini dirancang oleh Kepala Bagian Produksi dan Perpustakaan. Format dibuat untuk komputer. Yang diharapkan akan lebih memudahkan dalam menyimpan dan mencari data. Karena jika terus menggunakan cara yang lama yaitu catatan dalam buku maka akan menjadi sulit karena jika buku itu sudah menumpuk banyak maka akan menyulitkan untuk mencari data. 2. Buku yang sudah di data kemudian diletakkan pada Rak Buku Belum Dibaca Pada tahap ini buku akan ditempel tanda “BDB” (buku belum dibaca). Pada tahap ini juga buku telah masuk pada antrian untuk dibacakan oleh pengisi suara dalam studio recording. Buku dibacakan oleh pengisi suara sesuai dengan nomor antrian masuk buku. 3. Data recording kemudian diserahkan ke bagian Editor Pada tahap ini data recording yang telah diisi suara oleh pengisi suara diedit dan disetting ke dalam format Daisy oleh editor di Ruang Litbang.
87
Informan menjelaskan: “ Data yang sudah direkam kemudian diedit dalam format Daisy yaitu menggunakan program Sigtuna untuk membuat struktur dan menggunakan program Sound Force atau Adoube Edition untuk editan suara. Untuk DTB ini kami gunakan jenis Daisy Table Of Content Only artinya format yang hanya memuat data dalam bentuk suara saja tidak menambah dengan teks lain karena jika dengan teks tentunya akan menambah biaya lagi untuk membayar jasa pengetikan. Sedangkan untuk format audio sendiri kami gunakan MP3 dengan kapasitas 128 kbps, karna filenya lebih kecil 1/3 dibandingkan dengan WAV. Sedangkan untuk isi CD kami buat 1 judul saja dalam 1 CD guna mempermudah dalam penyimpanan ” .53
4. Hasil Edit dimasukkan pada rak Buku Jadi Pada tahap ini hasil edit dibuat dalam dua Copy yaitu 1 untuk master yang akan diperbanyak dan 1 untuk dipinjamkan dan jadi koleksi perputakaan. Pada tahap ini juga buku diserahkan kembali pada bagian produksi untuk diperbanyak dan disebarkan. 5. Tahap Produksi Pada tahap ini dilakukan perbanyakan yaitu CD master di copy pada CDR. Lalu CD diberi lable judul, pengarang, penerbit dan kategori. Untuk Produksi sendiri perpustakaan Mitra Netra mampu menghasilkan 25-75 judul/bulannya dan 14 ribu keeping CD/tahunnya. 6. Prosedur dan Jadwal Pelaksanaan Program Untuk prosedur program adalah mengikuti jadwal dan prosedur operasional perpustakaan. Selama perpustakaan beroperasi maka layanan program buku bicara dapat dimanfaatkan oleh klien. Klien biasanya
53
Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
88
memanfaatkan fasilitas program ini setelah selesai jam sekolah dan kampus dan bahkan di hari libur. Informan Menyatakan: “ Biasanya saya ke perpustakaan setelah pulang dari sekolah, kalau ada buku yang ingin dibuatkan untuk dibaca atau mengambil buku yang sudah jadi. Kalau hari libur kadang juga saya ke perpustakaan untuk sekedar baca-baca komik dan buku-buku lainnya.”54 7. Pengembangan Teknologi Program Dari awalnya Talking Book dalam bentuk analog (kaset) kemudian bertahap YMN khususnya bagian Litbang menambah fasilitas dan mengganti komposisi analog dengan komponen yang lebih praktis yaitu Talking Book dalam format Digital Talking Book (DTB). Format penyimpanan data yang sebelumnya dalam bentuk kaset, kini ditransformasikan ke dalam kepingan CD. YMN juga memfasilitasi alat pemutar atau player DTB ini dengan fasilitas yang lebih canggih dari sebelumnya. Informan menyatakan: “ Kami akan terus mengembangkan teknologi untuk program DTB ini agar tunanetra akan semakin mudah menggunakan program dan pada akhirnya akan terus membantu memenuhi kebutuhan yang diinginkan tunanetra. Pengalihan dari analog menjadi Digital ini dimulai dari setelah 1 tahun saya di bagian Litbang tepatnya pada tahun 1998 pada waktu itu kami baru mengenal DTB, kemudian tahun 2005/2006 baru DTB di realisasikan di YMN melalui program sosialisasi Daisy dan pada waktu itu YMN menjadi member dalam Daisy Consortium dan program Daisy Far All yang diselenggarakan di tingkat asia tenggara. Dari situ kami dihadiahkan 5 buah player, 2 Plextalk dan 3 buah Victor Raeder. Semua merupakan alat pemutar CD dengan format standard Daisy “.55 54
Senna Rusli, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50
55
Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
WIB
89
8. Pengembangan Produksi Selain untuk tunanetra di Yayasan Mitra Netra, produksi DTB juga disebar ke berbagai daerah di nusantara. Ada 55 kota besar se Indonesia yang menjadi target penyebaran kepingan CD ini. Selain memberikan CD, YMN juga memberikan player atau alat putarnya. Hal itu terus diupayakan di setiap tahunnya. Upaya ini dilakukan untuk mengenalkan program Talking Book pada lembaga-lembaga yang belum mengetahui banyak tentang program itu. Selain itu YMN juga membantu dan membina lembaga-lembaga yang mau menjalankan program ini di tempat mereka. Informan menyatakan: “ Selain koleksi dibuat untuk dibaca di perpustakaan Mitra Netra, kami juga menyebar Buku di beberapa kota di Indonesia, selama ini ada beberapa kota yang menjadi target kami yaitu dimulai dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, sampai manado. Di pulau jawa yang terbanyak. Memang masih belum merata tapi itu akan terus diupayakan dalam tiap tahunnya selama kami masih memiliki biaya “.56
B. Hambatan-Hambatan Dalam setiap pelaksanaan tidak akan pernah terlepas dari halangan dan hambatan. Akan tetapi bagaimana manajemen suatau program mampu membaca situasi dan dapat membuat satu keputusan untuk mengantisipasi hambatan itu. Program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra merupakan program yang telah lahir dari awal berdiri yayasan ini.
56
WIB
Informan Firdaus, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Rabu, 13 April 2011. Pukul 11.00
90
Sebelumnya, semua dilakukan dengan cara yang sederhana. Para pengurus menghimpun kaset-kaset yang berisi rekaman buku yang dibacakan milik para tunanetra yang tidak lagi dipergunakan proses perekamannya pun hanya menggunakan tape recorder biasa, bahkan kadang-kadang hanya tape recorder kecil saja. Jika ada buku yang dibutuhkan tunanetra dan tidak ada atau belum ada di kumpulan kaset-kaset tersebut, yang para pengurus lakukan adalah mengumpulkan "kaset-kaset bekas" dari siapapun, lalu membacakan buku yang diperlukan tersebut dan merekamnya dengan menggunakan tape recorder biasa tidak ada studio, apalagi alat perekam yang canggih. Jadi, bisa dipastikan bahwa di antara suara pembaca pada umumnya mereka adalah relawan (volunteer), juga terdengar suara-suara lain, suara motor, penjual baso atau mie ayam, mobil, guntur, hujan, dan sebagainya. 57
Informan Menjelaskan: ” Dibandingkan sekarang, format Tape Recording jauh lebih memiliki kendala. Yang mana mitra harus mencari sumbangan kaset-kaset bekas dari kampus-kampus dan masyarakat yang bersedia untuk membantu fasilitas program.”58 Karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki Analog Talking Book, maka pada tahun 2002 Yayasan Mitra Netra memprogramkan pembuatan buku bicara dengan menggunakan teknologi digital yang disebut dengan digital talking book. Pada tahap awal, produksi digital talking book ini 57
Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2001, pukul: 13.15
58
Irwan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara, Selasa 12 April 2011. Pukul 11.25 WIB
WIB).
91
lebih diprioritaskan untuk buku tebal seperti buku refensi yang biasa digunakan oleh mahasiswa. Pada dasarnya jika dilihat dari segi proses pembuatannya, digital talking book lebih rumit dibandingkan analog talking book, karena proses pengolahan digital talking book harus berdasarkan standar DAISY konsorsium. Namun dri segai kualitas hasil, format digital jauh lebih memuaskan dan sangat memudahkan. Untuk itu Mitra Netra bergabung dengan asosiasi konsorsium dunia. Informan Menjelaskan: “Untuk membuat sebuah digital talking book yang memiliki standar Internasional Yayasan Mitra Netra menjadi anggota dari DAISY konsorsium. Digital Audio Information System (DAISY) adalah sebuah konsorsium dunia yang membuat standar mutu dan kualitas isi sebuah digital talking book.”59
kelebihan digital talking book adalah : a. Dari sisi penyimpanannya sangat praktis karena berbentuk CD, dan satu CD memiliki kapasitas antara 30 sampai 50 jam. Buku berbentuk CD ini sangat cocok untuk buku-buku referensi yang sangat tebal, b. Dari sisi penggunaanya lebih mudah, karena memberikan fasilitas kepada pengguna untuk mencari perhalaman atau per bab, dengan demikian pengguna dapat langsung membaca halaman atau bab yang dibutuhkan.
59
Nur Ichsan, Yayasan Mitra Netra. Wawancara Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB
92
c. Dari sisi harga lebih murah, karena buku setebal kurang lebih 500 halaman cukup dikemas dalam satu CD.
93
BAB V PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Program buku bicara merupakan program pelopor yayasan mitra netra yang memiliki visi dan misi untuk pendidikan inklusif bagi tunanetra yang menjadi kliennya. Setelah peralihan format ke dalam bentuk CD program buku bicara semakin mudah dimanfaatkan klien pengguna layanan program buku bicara di yayasan mitra netra. Perjalanan program buku bicara di yayasan mitra netra sejauh ini telah menunjukkan pencapaian pada target. Diantara pencapaian tersebut adalah: Peralihan teknologi yang menjadikan program buku bicara di yayasan mitra netra semakain memudahkan klien pengguna layanan program. Dari awal pengadaan program hingga saat ini masih berjalan sesuai dengan tujuan yayasan yaitu mendampingi tunanetra dalam program pemerintah tentang pendidikan inklusif. Pelaksanaan program Buku Bicara berlandaskan kebutuhan tunanetra terhadap fasilitas di dunia pendidikan regular dan mendukung program pemerintah dalam pendidikan inklusif bagi tunanetra. Program Buku Bicara merupakan salah satu program dari yayasan mitra netra yang berpengaruh besar dalam pendidikan tunanetra. Hingga Buku Bicara ini mendapat gelar khusus yaitu “ buku masa depan “. Kebanyakan yang menggunakan layanan program Buku Bicara ini adalah mahasiswamahasiswi dan siswa-siswi sekolah menengah atas. Sedangkan SD dan SMP 93
94
lebih dominan dengan Braille karena mereka masih harus belajar tentang tulis dan baca. Jika diperlukan, buku-buku koleksi perpustakaan bisa dipinjam dan dibawa pulang oleh klien. Buku Bicara dibuat dalam format mp3 agar memudahkan klien jika tidak dapat memutar dengan Victor Reader maka bisa dengan alat pemutar CD biasa dan computer. Kelebihan Victor Reader adalah menggunakan format standard Daisy. Dapat mengatur tinggi rendah suara, cepat lambat tempo, dan dapat mengakses semua bagian buku dari bab dan halaman layaknya orang awas membaca buku. Hambatan yang dimiliki program ini adalah ketika program buku bicara masih menggunakan format Analog Talking Book dan ketika itu pula mitra netra masih harus barpindah-pindah tempat tinggal karena belum memiliki rumah sendiri seperti sekarang ini. Namun, saat ini setelah peralihan teknologi menjadi Digital Talking Book, program buku bicara jauh lebih efisien dan efektif karena menggunakan format yang lebih modern sehingga lebih memudahkan klien.
B. Saran 1. Pengguna sarana Program (Klien) Penulis mengharapkan para tunanetra pada umumnya dan pelajar khususnya yang sampai saat ini menggunakan fasilitas layanan program buku bicara di Yayasan Mitra Netra untuk dapat memanfaatkan program itu untuk kebutuhan pendidikan dan sarana informasi dengan sebaik-baiknya. Karena Yayasan Mitra Netra
95
menyediakan program yang mungkin tidak akan mudah ditemukan di lembaga-lembaga lain apalagi sekolah-sekolah reguler. Untuk itu selama fasilitas layanan program ini masih bersama dengan Mitra Netra,
maka
diharapkan
semua
kalangan
tunanetra
untuk
menggunakan kesempatan baik ini. 2. Staff Perpustakaan Penulis mengharapkan agar staff selaku pendamping tunanetra dalam pelayanan program ini untuk senantiasa terus mendampingi dan dapat terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien. Sebagai pendamping klien diharapkan staff juga memposisikan diri sbagai partner yang akan menampung kebutuhan klien baik yang berada di dalam Yayasan Mitra Netra sendiri maupun klien yang datang dari luar Mitra Netra. Khususnya untuk pelayanan program Talking Book ini. 3. Pengisi Suara dan Editor Penulis mengharapkan agar bidang ini untuk memberikan yang terbaik dan bekerja maksimal dalam proses pembuatan isi Buku Bicara. karena program ini tidak bergerak dalam bidang pendampingan akan tetapi program ini memerlukan kualitas isi yang baik agar dapat dirasakan manfaatnya oleh klien. Untuk itu sebagai SDM yang bersama-sama dengan fasilitas program Talking Book, Pengisi Suara dan Editor sangat diharapkan untuk memberikan yang terbaik dalam rangka membantu mobilitas Program Buku Bicara ini. 4. Kabid Produksi & Perpustakaan
96
Penulis mengharapkan kepada Pak Firdaus sebagai penanggung jawab fasilitas dan produksi program untuk terus menjalankan tugasnya yakni dengan terus memberikan dan realisasikan ide serta gagasan cemerlang untuk meningkatkan dan mengembangkan program terutama dalam bidang produksi. 5. Kabid Litbang Penulis sangat mengharapkan kepada bagian ini untuk selalu berkreasi dalam hal-hal baru yang berkenaan dngan teknologi yang diperlukan untuk membantu kesuksesan program Talking Book ini. Hal ini terlihat dari sejak awal program dengan setting analog kemudian oleh kepala Bagian Litbang yang dalam hal ini dijabat oleh Pak Nur Ichsan menggagas teknologi baru yaitu program dengan setting digital hingga sekarang. Penulis sangat mengharapkan bidang Litbang meneruskan rencananya untuk model-modl teknologi baru yang lebih praktis dfan efisien sehingga program akan merangkum seluruh kalngan tunanetra. 6. Untuk Yayasan Mitra Netra Penulis berharap agar Lembaga ini tetap terus berdiri meski belumbanyak kalngan yang mau menjadi partner kerja dalam bidang pelayanan untuk tunanetra. Sejauh ini Mitra Netra masih menjadi satusatunya Lembaga yang sangat berhasil dalam mendampingi dan memberikan pelayanan untuk tunanetra. Penulis harapkan Yayasan Mitra Netra terus menjadi partner tunanetra untuk mencapai cita-cita
97
dan masa depan. Dengan program-program dan pelayanan yang dimiliki Mitra Netra maka akan membuka harapan baru untuk tunanetra dan menciptakan tunanetra yang berenergi dan optimis.
98
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU Adi, Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis) Edisi Revisi (Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI, 2003). Alston, Margareth & Bowles, Wendy (1998). Research For Social Worker : an introduction to methods. Canberra : Allen and Unwin pty Ltd. Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan (Jakarta : Bina Aksara, 1998) Cet. Ke-1 Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008). Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan (Yogyakarta:
Bina Aksara, 1998). Buku Panduan Penggunaan Victor Reader. Edisi Bahasa Indonesia (Jakarta : Yayasan Mitra Netra, 2011). Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Jogjakarta : Gajah Mada University Press, 1992). Kamus Pendidikan Karya Dra. Lenny Fanggidaesij. Lexy J, Meleong. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) Lexy J, Meleong. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001)
Nurkacana, Wayan, Evaluasi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1976). Nggao, Fredy S. Evaluasi Program (Jakarta : Nyansa Mandiri, 2003). Partanto, Pius A dan Al-Barry M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer (Surabaya : Arloka, 1994).
98
99
Tayibnasib, Yusuf, Frida. Evaluasi Program (Jakarta : Rineka Cipta). Toha, M. Chatib. Teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta : Rajawali Press, 1991) Cet. Ke-1 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2 (Jakarta : Balai Pustaka, 1995) Cet. Ke-4 B. BROSUR / ARTIKEL / LAPORAN Brosur Yayasan Mitra Netra. Update 2011 (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB). Azham, Ismul. Laporan Praktikum 1 di Yayasan Mitra Netra Azham, Ismul. Laporan Praktikum 2 di Yayasan Mitra Netra Artikel Encyclopedia Of America Literature oleh Benet’s Readers Artikel American Foundation For The Blind oleh Norris. G Harring Artikel oleh Dedekusn. “Pentingnya Pendidikan Inklusif”. Last Updated on Monday, 1 February 2010 06:14 pm Artikel oleh Prof. Dr. Mulyono Abdurrahman. “Anak Berkebutuhan Khusus”. Sunday, February 8th, 2009 at 07:37 pm C. INTERNET Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB). Data Yayasan Mitra Netra, update 2011. www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB). www.DAISY.com. Data Yayasan Mitra Netra, update www.mitranetra.ac.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).
2011.
HASIL WAWANCARA 1 Informan 1 Nama Pendidikan Jabatan
: Irwan : : Wakil Direktur Yayasan Mitra Netra
Bagaimana Sejarah Singkat Talking Book di Mitra Netra? Sejak awal berdirinya Yayasan Mitra Netra, bahkan Talking Book masih dengan format analog yaitu dalam bentuk kaset tape recording ini telah menemani kami dalam melayani tunanetra. Sangat banyak kelebihan Buku Bicara ini. Sekarang dengan format digital yang dimuat dalam kepingan CD menjadi lebih memudahkan tunanetra. Di antara kelebihannya: 1. Hemat penyimpanan, 2. Hemat biaya, 3. Lebih mudah dibawa, 4. Lebih mudah mengorientasikan, 5. Lebih mempermudah belajar. Untuk itu saya menyebutnya Buku Masa Depan untuk tunanetra. Bagaimana proses pengadaan program buku bicara di yayasan mitra netra? buku bicara menjadi program di yayasan mitra netra sejak awal berdirinya yayasan ini. Pada awalnya masih dalam bentuk kaset tape recording. Program ini muncul karena minimnya fasilitas belajar bagi tunanetra di sekolah-sekolah regular. Maka untuk itu mitra netra tergerak dan merencanakan untuk mengambil peran itu. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap program ini? Secara keseluruhan yang bertanggung jawab terhadap segala fasilitas dan program-program yayassan adalah semua orang-orang yang terkait dengan yayasan dan kepengurusan yayasan mitra netra. Apakah program buku bicara ini menunjukkan kemajuan selama ini? Pelaksanaan program buku bicara ini sejak awal sangat menunjukkan kemajuan apalagi setelah pengalihan teknologi dari kaset ke CD. Program buku bicara sangat berhasil karena buku ini sangat memudahkan tunanetra dan dengan format DAISY membuat program buku bicara ini menjadikan tunanetra mampu membaca buku melebihi orang awas. Saya menyebutnya “ buku masa depan “.
Bagaimana kaitan dan peran program buku bicara dalam pendidikan inklusif? Program buku bicara merupakan penunjang dalam kegiatan belajar tunanetra. Tentunya hal itu merupakan sebuah tujuan dari mitra netra. Berkenaan dengan kaitannya dengan pendidikan inklusif adalah program buku bicara adalah sebuah fasilitas belajar tunanetra yang menggantikan buku bacaan orang awas menjadi buku tunanetra. Dengan buku bicara tunanetra dapat mengikuti mata pelajaran sekolah untuk dapat dipelajari ulang di luar sekolah. Secara signifikan tunanetra telah mampu bersaing dengan orang awas di sekolahnya. Selama ini tunanetra tidak mampu sekolah di sekolah regular karena fasilitas untuk mereka tidak tersedia. Untuk itu melalui mitra netra dengan program buku bicara tunanetra dapat mengikuti siklus belajar sekolah regular dan bahkan perguruan tinggi. Bagaimana Fungsi Program Talking Book di Yayasan Mitra Netra Dalam Pendidikan Inklusif Terhadap Klien? Tujuan didirikan Mitra Netra adalah untuk membantu dan mendampingi tunanetra untuk mencapai program pemerintah tentang pendidikan inklusif. Tentunya semua program yang ada di Yayasan Mitra Netra memiliki tujuan yang sama meski masih ada tujuan lain. Menurut saya program Talking Book ini adalah salah satu dari program-program layanan Mitra Netra lain yang membantu menunjang pendidikan untuk tunanetra. Akan tetapi perlu dipahami bahwa program Buku Bicara ini merupakan program yang telah ada sejak awal berdirinya Yayasan Mitra Netra sudah pasti perannya lebih banyak untuk tunanetra terutama dalam pendidikan inklusif itu. Apakah program buku bicara berhasil? program buku bicara berhasil mendampingi tunanetra dalam pendidikan inklusif. Akan tetapi sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya program buku bicara tidak merupakan satu-satunya program dalam membantu tujuan inklusif itu. Ada program-program lain yang juga berperan di yayasan mitra netra ini. Namun program buku bicara ini adalah salah satu yang berperan besar untuk pendidikan inklusif.
HASIL WAWANCARA 2 Informan 2 Nama Pendidikan Jabatan
: Firdaus : : Kabid. Produksi Dan Perpustakaan
Siapakah yang merupakan sasaran dari program buku bicara di yayasan mitra netra? Yang menjadi sasaran program ini adalah siswa dan siswi sekolah, yang mana mereka memerlukan bantuan khusus untuk mengakses buku-buku pelajaran. Jika saja bukan dengan Talking Book para pelajar akan membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu pembuatan buku dalam format Braille. Apakah ada prioritas tertentu untuk klien pengguna layanan program Buku Bicara di yayasan mitra netra ini? secara garis besar tidak pengelompokan dalam penggunaan layanan program ini. Tetapi khusunya untuk di yayasan mitra netra sendiri kebanyakan yang menggunakan layanan program ini adalah siswasiswi dan mahasiswa-mahasiswi. Bukan berarti tidak untuk orang umum. Hanya kami lebih mendahulukan yang lebih membutuhkan yang dalam hal ini adalah tunanetra yang masih belajar atau dalam masa belajar karena kami berpegang pada tujuan yayasan yaitu membantu tunanetra menuju pendidikan inklusif. Apa yang menjadi kekurangan dari alat Victor Reader? Ada beberapa kendala pada alat Victor Reader ini, yang pertama alat yang didatangkan dari kanada ini sangat susah untuk mencari sparepartnya, kedua lama kelamaan dipakai optik pada CD Roomnya akan lemah, namanya juga barang digunakan nonstop. Ketiga jika terjadi kerusakan itu kami harus mengganti dengan CD Room laptop dan itupun tidak semua bisa dipakai, harus dipilih lagi. Umur CD Room aslinya ini sekitar 3 tahun saja. Hanya itu saja kendala dari alat ini. Kalau sparepart tersedia, kami bisa service sendiri karena elemennya tidak sulit. Apakah hasil produksi program buku bicara di yayasan mitra netra hanya memiliki ruang lingkup di yayasan saja? Selain koleksi dibuat untuk dibaca di perpustakaan Mitra Netra, kami juga menyebar Buku di beberapa kota di Indonesia, selama ini ada beberapa kota yang menjadi target kami yaitu dimulai dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, sampai manado. Di
pulau jawa yang terbanyak. Memang masih belum merata tapi itu akan terus diupayakan dalam tiap tahunnya selama kami masih memiliki biaya. Apakah ada penyeleksian terhadap kriteria-kriteria buku tertentu untuk dijadikan DTB? Khusus untuk buku-buku di luar pelajaran sekolah, kami lakukan penyeleksian sebelum dibacakan karena kami takut ada tulisan-tulisan yang terlalu berlebihan dan fulgar yang tentunya hal itu sangat tidak baik jika dijadikan bahan bacaan untuk tunanetra khususnya pelajar. Kalaupun buku itu tetap diminta klien untuk dibuatkan, kami menghilangkan bagian-bagian tulisan itu. Saya tidak mau ikut berkontribusi untuk hal-hal semacam itu. Apa yang dilakukan oleh yayasan untuk pengembangan poduksi Buku Bicara ini? Mitra Netra memberikan pelatihan untuk lembaga-lembaga yang bergerak di bidang yang sama di Negara ini. Mitra netra merupakan ikon bagi lembaga-lembaga tunanetra di Indonesia. Namun hingga saat ini mitra belum dapat mengembangkan program ini ke lembaga lain karena belum ada respon dari pemerintah untuk program dengan format DAISY ini. Sejak kapan Mitra Netra menggunakan format DAISY untuk program Buku Bicara? Dimulai tahun 2005 yang pada waktu itu melalui sebuah proyek yang dinamakan DFA (Daisy For All) yaitu program sosialisasi Daisy untuk kawasan Asia Tenggara. Mitra Mendapat tugas manjadi lokomotif untuk Indonesia. Mitra mendapatkan dana pelatihan untuk 5 orang anggota. Sejak itu mitra menjadi pelopor Daisy di Indonesia hingga saat ini. Buku-buku apa saja yang menjadi konten dari Buku Bicara ini?
untuk buku-buku pelajaran eksakta kami menyarankan klien untuk membuat dalam format Braille. Karena klien harus mengetahui bentuk angka, simbul-simbul, lambag-lambang dan huruf-huruf tertentu. Tetapi terkadang klien meminta untuk dibuatkan Buku ke dalam dua format, Buku Bicara dan Braille.
HASIL WAWANCARA 3 Informan 3 Nama Pendidikan Jabatan
: Nur Ichsan : : Kabid. Litbang Yayasan Mitra Netra
Bagaimana proses editing program buku bicara ini? Data yang sudah direkam kemudian diedit dalam format Daisy yaitu menggunakan program Sigtuna untuk membuat struktur dan menggunakan program Sound Force atau Adoube Edition untuk editan suara. Untuk DTB ini kami gunakan jenis Daisy Table Of Content Only artinya format yang hanya memuat data dalam bentuk suara saja tidak menambah dengan teks lain karena jika dengan teks tentunya akan menambah biaya lagi untuk membayar jasa pengetikan. Sedangkan untuk format audio sendiri kami gunakan MP3 dengan kapasitas 128 kbps, karna filenya lebih kecil 1/3 dibandingkan dengan WAV. Sedangkan untuk isi CD kami buat 1 judul saja dalam 1 CD guna mempermudah dalam penyimpanan. Jika tidak memiliki alat pemutar seperti Victor Reader apakah bisa dengan alat pemutar yang lain? Selain Victor Reader, tunanetra juga dapat menggunakan komputer yang diinstall format Daisy. Akan tetapi karena masih banyak pembaca yang tidak tahu komputer maka kami sedang mengembangkan teknologi untuk mengakses Buku Bicara ke dalam handphone. Karena tunanetra sekarang lebih mahir menggunakan handphone dari pada laptop atau komputer. Selain gampang dibawa, handphone sekarang sudah menggunakan teknologi yang sangat canggih. Bisa mengakses berbagai bidang. Bisa saya katakan orang lebih mau membeli handphone yang harganya 5 juta dari pada harus membeli laptop harga 3 juta. Rencana apa yang akan dilakukan untuk masa depan program Buku Bicara di yayasan Mitra Netra ini? Kami akan terus mengembangkan teknologi untuk program DTB ini agar tunanetra akan semakin mudah menggunakan program dan pada akhirnya akan terus membantu memenuhi kebutuhan yang diinginkan tunanetra. Pengalihan dari analog menjadi Digital ini dimulai dari setelah 1 tahun saya di bagian Litbang tepatnya pada tahun 1998 pada waktu itu kami baru mengenal DTB, kemudian tahun 2005/2006 baru DTB di realisasikan di YMN melalui program sosialisasi Daisy dan pada waktu itu YMN menjadi member dalam Daisy Consortium dan program Daisy Far All yang diselenggarakan di tingkat asia tenggara.
Dari situ kami dihadiahkan 5 buah player, 2 Plextalk dan 3 buah Victor Raeder. Semua merupakan alat pemutar CD dengan format standard Daisy.
HASIL WAWANCARA 4 Informan 4 Nama Pendidikan Jabatan
: Endah : : Staff. Perpustakaan Yayasan Mitra Netra
Bagaimana prosedur pelayanan program Buku Bicara ini? Untuk mengakses pelayanan program DTB klien yang berkepentingan terlebih dahulu mendaftar sebagai anggota pada perpustakaan Mitra Netra yaitu dengan membayar iuran pendaftaran Rp. 10.000 dan jika ingin melanjutkan atau memperpanjang keanggotaan maka tiap 1 tahun sekali membayar iuran dengan nominal yang sama. Tidak susah karena kami tidak menggunakan kartu member. Apakah ada ketentuan khusus untuk pembuatan Buku Bicara? Untuk prioritas biasanya kami mendahulukan buku-buku pelajaran dari sekolah klien karena buku pelajaran itu dibutuhkan segera dengan jarak waktu yang terbatasa hanya dalam satu semerter masa belajar. Jika tidak didahulukan maka buku tidak mungkin dapat digunakan. Berapa lama jangka waktu untuk pembuatan Buku Bicara ini? Untuk pembuatan buku-buku tipis hanya memakan waktu dua minggu saja. Tetapi jika buku-buku yang tebal pembuatan Buku Bicara ini memakan waktu hingga kurang lebih 1 bulan. Apakah SDM untuk program Buku Bicara ini sudah memadai? Selama ini belum ada kendala keterlambatan dalam pembuatan. Program ini hanya memiliki 5 orang tenaga pembaca dan 2 buah studio rekam. 3 diantara orang-orang ini adalah bukan pekerja tetap. Mereka membaca sekaligus menjadi editor juga. Mereka membutuhkan waktu 1 jam setengah untuk untuk membacakan buku lalu kemudian istirahat dan setelah itu melanjutkannya lagi. Untuk antrian yang tidak terlalu padat SDM yang ada sudah cukup, mungkin jika ada sebuah proyek besar itu yang akan memerlukan tambahan tenaga bahkan penambahan fasilitas studio rekam. Menurut anda, apakah pelaksanaan program Buku Bicara telah membantu tunanetra dalam pendidikan inklusif? Menurut saya pelaksanaan program ini jelas sangat membantu program pemerintah tentang pendidikan inklusif. Karena program ini telah memberikan pelayanan khusus untuk anak-anak yang berkebutuhan
khusus sedangkan di sekolah mereka tidak tersedia pelayanan khusus untuk mereka. Jadi jelas dengan adanya program buku bicara telah membantu mereka dalam pendidikan. Media belajar di sekolah adalah buku. Tunanetra tidak akan mampu mengikuti pelajaran jika tidak memiliki buku bacaan yang sama seperti teman-teman awasnya. Untuk itu program ini hadir dan menjawab pertanyaan itu.
HASIL WAWANCARA 5 Informan 5 Nama Usia Pendidikan Status
: Senna Rusli : 20 tahun : SMAN 66 : Klien 1
Mengapa menggunakan layanan program buku bicara di yaysan mitra netra? saya membutuhkan bantuan belajar di luar sekolah karena sekolah saya belum menyediakan layanan khusus untuk murid-murid seperti saya. Untuk itu dengan adanya program buku bicara ini dapat membantu saya untuk belajar sendiri kapan saja. Sejak kapan menggunakan layanan program buku bicara di yayasan mitra netra? Saya sudah menggunakan layanan Program Buku Bicara sejak tahun 2009, menurut saya program ini sangat membantu tunanetra terutama yang bersekolah. Sebelumnya saya kesulitan untuk mengakses buku pelajaran dari sekolah. Setelah menggunakan layanan program Buku Bicara di Mitra Netra saya dapat mengulang-ulang pelajaran sekolah tanpa harus mencari dan menunggu pendamping yang membacakan. Selain itu saya juga memanfaatkan fasilitas layanan Program Buku Bicara untuk membaca buku-buku lain di luar sekolah yang dikoleksi oleh perpustakaan yayasan. Selain untuk belajar buku-buku pelajaran sekolah, apakah anda juga memanfaatkan DTB untuk bacaan lain? Kalau hari libur saya juga gunakan DTB untuk membaca buku-buku koleksi perpustakaan, buku-buku terbaru bahkan saya pernah meminjam buku cerita Harry Potter jilid 1 sampai dengan jilid 7 untuk dibawa pulang dan dibaca di rumah . Bagaimana pelayanan program, apakah anda kesulitan? Untuk mengakses program ini tidak susah karena program ini ada di perpustakaan. Selain lokasi yang masih dalam lingkup yayasan, staff perpustakaan juga mendampingi yunanetra yang memerlukan dampingan dengan baik. Terutama klien pengguna layanan program DTB. Mereka akan mendapat informasi yang lengkap dari staff perpustakaan.
Menurut anda, apa yang diperlukan klien untuk program Buku Bicara ini kedepan? Saya berharap program ini terus berkembang dan meningkatkan fasilitas pelayanannya untuk meneruskan dan mempertahankan Visi dan Misi Mitra Netra agar semakin memudahkan klien. Mungkin dengan menambahkan fasilitas-fasilitas pendukung program seperti alat pemutar CD Victor Reader, komputer, dll.
HASIL WAWANCARA 6 Informan 6 Nama Usia Pendidikan Status
: Fajar Risdianto : 20 tahun : SMA Daarul Ma’arif (swasta) : Klien 2
Mengapa menggunakan layanan program buku bicara? Kalau saja saya tidak gunakan DTB mungkin saya harus terus bergantung kepada orang lain untuk mendampingi dan membacakan buku pelajaran saya. Menurut saya, tunanetra harus memanfaatkan layanan program ini terutama untuk yang masih sekolah dan sekolah tidak memfasilitasi tunanetra dengan pelayanan khusus. Jika di sekolah hanya dapat saya ikuti satu kali, dengan layanan program ini saya dapat membaca buku itu berulang-ulang bahakan sampai hafal.
Apakah semua jenis buku pelajaran dimuat dalam Buku Bicara? Buku Bicara itu lebih mudah digunakan untuk pelajaran-pelajaran umum seperti: IPS, IPA, PPKN, Sejarah, Agama. Akan tetapi untuk pelajaran-pelajaran eksakta seperti: Matematika, Fisika, Kimia lebih tepat menggunakan Braille untuk dapat mengetahui bentuk huruf dan symbol-simbol. Apakah Program pendidikan?
Buku
Bicara
membantu
anda
dalam
Iya. Program ini telah membantu kami sebagai klien di yayasan mitra netra. Unuk saya yang masih sekolah yang mana di sekolah tidak menyediakan layanan khusus untuk tunanetra merasa sangat memerlukan program layanan seperti ini. Apalagi itu akan lebih memudahkan bagi tunanetra. Itulah yang diperlukan oleh tunanetra. Bagaimana pelaksanaan program buku bicara di mitra netra? Selama saya menggunakan layanan program ini. Saya merasakan pelaksanaan program ini berjalan lancar. Banyak klien yang bolakbalik perpustakaan untuk membaca buku-buku koleksi perpustakaan. Ada yang meminjam buku dan ada juga yang memasukkan buku untuk dibuatkan ke dalam format Buku Bicara.
B. HASIL OBSERVASI
Rabu, 06 April 2011. Pukul 09.00 WIB Saya menyaksikan 5 orang tunanetra dalam ruang perppustakaan, 2 orang sedang menggunakan alat Victor Reader (alat pemutar CD), dan 3 orang yang lain sedang konsultai dengan staff perpustakaan.
Rabu, 06 April 2011. Pukul 09.45 WIB Saya menemui bapak Kepala Bagian Produksi dan Perpustakaan yakni untuk melakukan wawancara untuk penelitian skripsi tentang Program Buku Bicara di Yayasan Mitra Netra.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 08.00 WIB Saya menyaksikan para staff yayasan yang baru tiba di yayasan. Ada yang diantar oleh keluarga dan ada juga yang menggunakan kendaraan umum lalu berjalan menuju yayasan dengan hanya di bantu oleh tongkat.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 09.30 WIB Saya menemui staff perpustakaan untuk melakukan wawancara tentang sepitar pelayanan program buku bicara di yayasan mitra netra.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 10.30 WIB Saya melihat 2 orang tunanetra yang saling bergandengan sedang berjalan menuju gedung yayasan, 1 orang berusaha memastikan jalan, dan yang 1 lagi mengikuti arah yang ditunjuk oleh yang memegang tongkat. Kondisi ini sering Nampak dilingkungan yayasan mitra netra. Biasanya tunanetra yang telah menghafal rute jalan-jalan di sekitar yayasan menjadi penuntun untuk teman yang belum memahami situasi dan lingkungan yayasan.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 11.00 WIB Saya menemui dan sekaligus mewawancarai bapak Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan Program yayasan mitra netra yang dalam hal ini adalah Bapak Nur Ichsan. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data skripsi. Wawancara berlangsung 30 menit di ruang tunggu tamu.
Kamis, 07 April 2011. Pukul 13.50 WIB Wawancara dengan informan Senna Rusli. Wawancara berlangsung 25 menit di halaman belakang yayasan. Wawancara berlangsung sangat ramah karena informan sangat merespon baik maksud saya untuk mengumpulkan informasi seputar program buku bicara yang akan dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan skripsi.
Jum’at, 08 April 2011. Pukul 09.00 WIB Menyaksikan sekaligus membantu 2 orang siswi praktek yang sedang melakukan tugas di ruang perpustakaan. Tugas yang mereka lakukan adalah memburning CD dan memasangkan label pada CD mata pelajaran untuk tunanetra. CD ini adalah hasil dari program buku bicara yang siap
dibaca oleh klien. Kami bersama saling membantu untuk penyelesaian tugas yang diberikan oleh staff perpustakaan ini.
Jum’at 08 April 2011. Pukul 14.00 WIB Saya menyaksikan seorang tunanetra yang tergolong lansia sedang asik memainkan rubik di ruang tunggu tamu. Bapak ini juga merupakan salah seorang klien dan sekaligus menjadi pelatih rubik untuk teman-teman tunanetra di yayasan mitra netra. Dengan lihai dan penuh konsentrasi sang bapak tunanetra memutar-mutar untuk menyelesaikan pola-pola dari alat permainan itu.
Jum’at 08 April 2011. Pukul 14.30 WIB Saya kembali ke ruang produksi untuk melanjutkan tugas memasang label pada bagian depan CD yang sudah diburning.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 11.00 WIB Melakukan pertemuan kedua dengan kepala bidang produksi dan perpustakaan untuk melakukan wawancara dan konsultasi seputar skripsi. Kebetulan Bapak Firdaus juga merupakan sal;ah seorang alumni dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain memberikan informasi, beliau juga membantu mengarahkan dalam penulisan dan pengumpulan informasi untuk skripsi saya.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 14.00 WIB Saya menyaksikan seorang klien yayasan yang sedang dibimbing untuk menghafal langkah demi langkah seputaran yayasan. Tunanetra yang masih berada di sekolah dasar ini adalah seorang gadis kecil asal singapur yang baru pindah ke Indonesia. Dia sangat mengikuti arahan pembimbing. Dan mereka menggunakan komunikasi dengan bahasa inggris tentunya.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 15.00 WIB Mewawancarai informan Fajar setelah sebelumnya menunggunya karena harus terlebih dahulu melaksanakan bimbingan belajar di ruang bimbingan belajar untuk mata pelajaran sekolah.
Rabu, 13 April 2011. Pukul 16.00 WIB Menyaksikan pergelaran music angklung di halaman belakang yayasan. Pergelaran dilakukan oleh tunanetra bekerja sama dengan kelompok music yang barasal dari luar yayasan. Meski kekurangan tidak menjadikan tunanetra tidak bisa berekspresi di dunia kesenian. Disini terlihat jelas bahwa dalam diri mereka juga masih terdapat potensi-potensi yang bahkan tidak dimiliki oleh orang-orang awas. Kebanyakan dari tunanetra memainkan alat angklung. Namun ada juga yang sangat mahir memainkan ritme piano.
DOKUMENTASI
Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus
Ruang Perpustakaan
Meja Registrasi dan Informasi Untuk Program Digital Talking Book dan Braille di Ruang Perpustakaan Yayasan Mitra Netra
Tempat pembuatan Cover CD setelah selesai di Burning
Alat pemutar CD dengan format Daisy Victor Reader
Rak Buku
CD jadi, hasil Burning dan Covering