ANALISIS ATURAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No. 7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun Oleh Nama: Galih Novianto NIM: 109048000070
KONSENTRASI HUKUMBISNIS PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014M
ABSTRAK GALIH NOVIANTO. NIM 109048000070. ANALISIS ATURAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No. 7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. + 79 halaman + 6 halaman daftar pustaka + 30 halaman lampiran. Penelitian ini dilakukan karena adanya permasalahan dalam perlindungan hukum data pribadi nasabah. Masalah yang banyak terjadi adalah banyaknya kasus nasabah yang data pribadinya bocor ke pihak yang tidak dikehendaki oleh nasabah. Data pribadi nasabah merupakan bagian dari rahasia bank yang sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang-undang terkait masalah perbankan. Jelas hal ini merupakan suatu pelanggaran hukum dan harus segera diatasi. Untuk mencegah pelanggaran ini terus terjadi maka dari itu diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memadai serta pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut di samping tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah socio-legal. Penelitian socio-legal menggunakan pendekatan ilmu hukum mapun ilmu-ilmu sosial. Selanjutnya sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data primer yaitu wawancara terhadap narasumber yaitu Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer Care PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, karena memiliki pengetahuan dan informasi yang relevan dengan skripsi yang disusun. Data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Kata Kunci
: Nasabah, Perlindungan Hukum, Data Pribadi Nasabah
Pembimbing
: 1. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. 2. Burhanudin, S.H., M.Hum.
Daftar Pustaka
: Tahun 1960 s.d Tahun 2011
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik materiil dan immateriil, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM beserta seluruh jajaran dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum; 3. H. Ah. Azharudin Lathif, M. Ag., M.H. dan Burhanudin, SH, M.Hum selaku pembimbing skripsi Penulis, terima kasih atas semua kritik dan saran yang membangun untuk Penulis; 4. Ibu Sri Hastuti dan Bapak Roesman Ibrahim, kedua orang tua tercinta, yang selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya, serta memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga untuk kakak Gatot Kurniawan yang selalu memberikan dorongan semangat untuk penulis; 5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
v
pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswi Ilmu Hukum. Semoga ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT; 6. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mendapatkan data-data, khususnya Bagian Organizational Learning (ONL) Ibu Eni Rosmarniaty yang atas bantuannya kepada penulis sehingga penulis dapat melakukan wawancara, juga kepada Bapak. Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dan memberikan masukan yang sangat mendukung bagi kelancaran penulisan skripsi ini, serta Ibu Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer Care yang juga telah bersedia meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dan memberikan masukan yang amat sangat mendukung bagi kelancaran penulisan skripsi ini; 7. Mark Ruben Ranon selaku sahabat sekaligus rekan terbaik yang pernah saya miliki. Terima Kasih atas dukungannya selama ini. Dari awal saya kuliah sampai dengan saya lulus kuliah. Insya Allah segala kebaikanmu akan dibalas oleh Allah SWT; 8. Sahabat-sahabat penulis semasa kuliah di Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang penulis sangat cintai dan sayangi, terutama Fenny Sulistiyawati dan Hilda Hilmiah, terimakasih telah membantu dan memberi banyak masukan dalam pengerjaan skripsi, juga kepada Syifa Iswaqi, Andhini
Iasha, Harum Qorinatuzzahro, Pita
Permatasari, Mochamad Fahruroji, Jajang Indra Fadilla, dan Ali Alatas yang sama-sama berjuang saat pembuatan skripsi. Terimakasih telah bersedia menemani melalui 4 tahun belajar, bermain, bersenda gurau bersama semoga persahabatan kita terus terjalin hingga akhir hayat nanti; 9. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum B angkatan 2009;
vi
10. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis angkatan 2009; 11. Teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum 2010; 12. Teman-teman seperjuangan Bussiness Law Community 2012; 13. Barista-barista Starbucks Cilandak Town Square yang selalu meenyediakan kopi terbaik pada saat penulis mengerjakan skripsi; 14. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik materiil maupun imateriil, Penulis memanjatkan doa semoga Allah memberikan balasan
yang berlipat dan
menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir, amin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Jakarta, 10Januari 2014
Galih Novianto
vii
DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii ABSTRAK ........................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi BAB I:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................... 10 1. Identifikasi Masalah .......................................................... 10 2. Pembatasan Masalah ........................................................ 11 3. Rumusan Masalah ............................................................ 11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 11 1. Tujuan Penelitian ............................................................. 11 2. Manfaat Penelitian ........................................................... 12 a. Manfaat Teoritis ................................................... 12 b. Manfaat Praktis .................................................... 12 D. Tinjauan(Review)Kajian Terdahulu ............................................. 12 E. Kerangka Konseptual .................................................................... 14 F. Metode Penelitian ........................................................................ 16 1. Tipe Penelitian ................................................................. 16 2. Pendekatan Masalah ......................................................... 17 3. Sumber Data ..................................................................... 18 4. Prosedur Pengumpulan Bahan ......................................... 19 5. Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum ......................... 19 G. Sistematika Penulisan ................................................................. 20
viii
BAB II :
TINJAUAN UMUM REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI NASABAH DI INDONESIA A. Pengertian Perlindungan Hukum ................................................ 22 B. Ruang Lingkup dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Perbankan .......................................................... 24 C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Dalam Peraturan Perundang-undangan ................................................................... 26 1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ............ 26 2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ........................................................................ 31 3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya .......................... 42
BAB III : KONSEP DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI) A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI ................................................. 46 B. Konsep Dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di Bank BNI ................................................................... 50 C. Kendala Pelaksanaan Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di Bank BNI ................................................................................. 56 BAB IV : ANALISIS PENERAPAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH A. Beberapa Model Kasus Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah ....................................................................................... 60 B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah ................................................................... 63 1. Kelemahan Struktur Hukum ............................................ 64 2. Kelemahan Substansi Hukum .......................................... 65 3. Kelemahan Budaya Hukum ............................................. 67
ix
C. Bentuk-Bentuk Mekanisme Perlindungan Hukum Atas Pelanggaran Data Pribadi Nasabah Perbankan ................................................. 70 D. Model
Ideal
Perlindungan
Hukum
Terhadap
Pelanggaran
Perlindungan Data Pribadi Nasabah Perbankan ........................... 75
BAB V :
PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 78 B. Saran ............................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 80
x
DAFTAR LAMPIRAN 1. Formulir Pembukaan Rekening Tabungan Bank Negara Indonesia 2. Hasil Wawancara dengan Bank Negara Indonesia 3. Hasil Wawancara dengan Nasabah Bank Negara Indonesia 4. Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah 5. Surat Permohonan Data/Wawancara di Bank Negara Indonesia 6. Surat Keterangan Riset di Bank Negara Indonesia
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan yang amat penting dalam bidang perkenomian. Selain fungsinya sebagai penghimpun dana masyarkat, juga berperan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi bangsa. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi dan pelayanan jasa perbankan. Bank merupakan lembaga jasa keuangan yang paling menjunjung tinggi pelayanan yang maksimal terhadap hak-hak dari nasabah, yaitu dengan ketatnya aturan dan regulasi yang dibuatnya untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan serta kepuasan nasabahnya. Aturan-aturan mengenai penjaminan hak dan kewajiban dari nasabah pada dasarnya bermula dari hukum perlindungan konsumen. Pengertian dari perlindungan konsumen itu sendiri terdapat di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu : “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Sedangkan Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
1
2
dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.1 Bagi masyarakat yang memerlukan jasa industri perbankan, pertumbuhan perbankan yang pesat sangatlah menggembirakan karena masyarakat semakin leluasa untuk memilih produk dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Pesatnya pertumbuhan perbankan yang disertai globalisasi dan era persaingan bebas telah memacu bank untuk beroperasi dengan iklim usaha yang kompetitif. Dalam rangka menarik masyarakat untuk menghimpun dana dan menggunakan jasa bank, bank setiap saat berusaha mengeluarkan produk-produk layanan terbarunya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Ditengah-tengah ketatnya persaingan antar bank, setiap bank selalu mencari inovasi baru untuk menjaring nasabah dan berlomba-lomba memberikan keuntungan dari produk yang ditawarkannya. Menawarkan bunga yang menjanjikan, memberikan aneka hadiah dan berbagai fasilitas menguntungkan lainnya menjadi semacam tren mode di sektor perbankan akhir-akhir ini. Nasabah kini dimanjakan agar tetap bersedia menyimpan dananya di bank tertentu serta memanfaatkan produk-produk yang ditawarkan. Perkembangan inovasi produk dan jasa perbankan dalam satu dekade terakhir ini memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Berbagai macam produk perbankan yang banyak didukung teknologi tinggi telah diciptakan untuk
1
9.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h.
3
melayani kebutuhan para pengguna jasa perbankan. Produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan berkembang sejalan dengan keinginan nasabah untuk mendapatkan pelayanan keuangan yang semakin lengkap dan komprehensif dari perbankan. Banyak cara yang dilakukan bank dalam upayanya menambah jumlah nasabah. Selain faktor bunga, kepercayaan dan keamanan, hadiah memang menjadi salah satu daya tarik bagi seseorang yang ingin menjadi nasabah suatu bank. Misalnya, iming-iming hadiah mobil mewah, hadiah rumah bagi nasabah yang giat meningkatkan saldo tabungannya, sampai hadiah sebuah jam tangan cantik dari merk ternama bagi nasabah yang membuka aplikasi kartu kredit. Penggunaan teknologi juga menjadi kekuatan tersendiri bagi bank dalam memikat minat dari calon nasabahnya. Contohnya saja bank melakukan diversifikasi produk dan menawarkan layanan bank berbasis all in one. Bankbank semakin banyak menawarkan dan mendistribusikan produk dan jasanya dengan memanfaatkan electronic based channels seperti pemakaian ATM (Anjungan Tunai Mandiri), internet banking, dan phone banking. Dengan tersedianya beragam fasilitas yang ditawarkan kepada nasabah melalui sebuah kartu ATM, nasabah dapat membayar tagihan telepon rumah, telepon genggam, tagihan rekening listrik, rekening air, tagihan kartu kredit dan berbagai kemudahan pembayaran lainnya. Selain semakin banyaknya pilihan dalam menggunakan produk dan jasa pelayanan perbankan, meningkatnya aneka ragam produk perbankan tersebut
4
dapat menimbulkan kebingungan nasabah itu sendiri dikarenakan kurangnya informasi mengenai produk dan atau jasa pelayanan bank yang ditawarkan. Pada umumnya informasi mengenai produk bank yang disediakan belum dijelaskan secara berimbang, baik mengenai manfaat, risiko maupun biaya-biaya lanjutan yang melekat pada suatu produk bank itu sendiri. Akibatnya hak-hak nasabah yang terdapat di PBI No. 7/6/PBI/2005 mengenai Peraturan Bank Indonesia Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah seperti mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh menjadi tidak terpenuhi. Persoalan timbul dikarenakan isu permasalahan perlindungan data dan informasi nasabah di Indonesia telah menjadi problematika baru di dunia perbankan. Di sisi lain, bentuk perlindungan yang memadai untuk hak privasi seorang nasabah belum terimplementasi menjadi instrumen hukum. Demikian pula, keberadaan berbagai Undang-Undang (UU) yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi seseorang, tidak diberikan batasan guna menghindari terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan tidak terlindunginya data dan informasi seseorang.2 Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan secara transparan dan dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah untuk mengurangi potensi tuntutan hukum kepada bank dalam hal nasabah
2
Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi Pribadi, (Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4 September 2007), h. 4.
5
merasa hak-hak pribadinya tidak dilindungi oleh bank. Jika data-data ini sampai bocor ke pihak lain tanpa adanya persetujuan langsung dari nasabah itu sendiri jelas hal ini adalah sebuah pelanggaran. Ditengah persaingan pemasaran produk perbankan dalam mendapatkan nasabah banyak ancaman terhadap penyalahgunaan data baik yang bersifat rahasia bank maupun bukan. Adanya aktivitas di dunia maya untuk melakukan aktivitas jual beli data nasabah paling tidak telah membuat nasabah maupun calon nasabah gundah dalam memberi kepercayaan kepada bank. Yang menjadi incarannya adalah nasabah dengan investasi diatas Rp. 100 juta. Dalam email yang diterima detikINET, pelaku mencoba untuk memancing para customer service bank yang dianggap memiliki akses ke database yang menampung datadata sensitif tersebut. Data yang dibutuhkan seperti nama, nomor telepon, fax, alamat rumah, hingga alamat kantor.3 Tak jarang mereka mencantumkan jabatan dari seorang nasabah yang mengisyaratkan penghasilan perbulan dan jumlah simpanan yang dimilikinya pada bank. Data yang diberikan belum tentu diberikan atas izin dari nasabah yang bersangkutan. Data yang diberikan berkemungkinan besar hanya untuk kepentingan komersil para pihak penjual dan pembeli data nasabah tersebut. Bahkan beredarnya kasus jual-beli data nasabah ini telah menjadi rahasia umum dikalangan marketing perusahaan penjual barang dan/atau
3
Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://inet.detik.com/read/2009/08/25/123426/1189237/323/awas-jadi-korban-jual-belidata-nasabah
6
jasa tak terkecuali perbankan. Pelaku perdagangan ini tidak hanya pada bagian marketing tetapi juga pada bagian customer service ataupun bagian IT perusahaan atau bagian-bagian yang mempunyai akses langsung terhadap data pribadi seorang nasabah. Sehingga ada pihak yang diuntungkan dalam jual-beli data dan informasi nasabah tersebut.4 Atas latar belakang tersebut maka jelaslah amat dibutuhkan suatu sistem dalam dunia perbankan nasional yang dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan Indonesia (API).5 Dengan adanya API ini jelas industri dunia perbankan telah mempunyai tatanan perbankan nasional yang lebih baik yang berguna untuk penentu arah kebijakan
(policy
direction)
sekaligus
rekomendasi
kebijakan
(policy
recommendation) bagi industri perbankan nasional dalam jangka panjang. Melihat keadaan sekarang, jelas bahwa API tidak hanya diperlukan bagi industri perbankan melainkan juga sektor lembaga keuangan keseluruhan untuk melihat gambaran atau peta perbankan di masa depan.6 Melalui API Bank Indonesia (BI) menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
4
Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.mail-archieve.com/
[email protected]/msg01268.html 5
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 25. 6
Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400
7
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. 2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional. 3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saiang yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko. 4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional. 5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat. 6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen perbankan. Masalah
perlindungan
dan
pemberdayaan
konsumen
perbankan
mendapatkan perhatian khusus pada pilar keenam API mengingat bahwa masalah perlindungan konsumen perbankan merupakan suatu masalah pelik yang hingga saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam sistem perbankan nasional. Dengan mengangkat masalah perlindungan konsumen perbankan secara khusus di dalam API, hal ini menunjukkan bahwa besarnya komitmen BI untuk menempatkan konsumen perbankan dalam posisi sejajar dengan bank-bank.7
7
Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400
8
Dua hal paling berat yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia adalah pertama kegagalan bank dalam menjalankan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam menyerap pertumbuhan kredit. Ditambah lagi dengan tidak transparannya praktik pengelolaan bank menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan pengurus dan pejabat bank. Kedua adalah masalah yang paling berat yaitu kegagalan badan pengawas bank dalam menghadapi kelalaian, penipuan, dan penggelapan yang dilakukan pengurus bank.8 Menyadari bahwa dirinya adalah regulator dalam sektor perbankan, maka dari itu BI berusaha untuk menjaga kredibilitas lembaga perbankan sekaligus melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Berdasarkan kedua hal tersebut BI kemudian menerbitkan PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2005 oleh Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah. PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ini mengatur perlunya perbankan secara transparan menjelaskan kondisi produk yang dipasarkannya. Selain itu, perbankan pun wajib mengelola dengan baik data nasabah-nasabahnya sehingga tidak
8
Leo J. Susilo & Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank Umum, (Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007), h. 1.
9
dimanfaatkan
oleh
pihak-pihak
yang
tidak
berhak
atau
berwenang
menggunakannya untuk tujuan komersial.9 Terbitnya PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dilatarbelakangi oleh maraknya praktek perbankan yang mengabaikan perwujudan good corporate governance dalam memasarkan produknya dengan cara mengesampingkan hak nasabah tersebut termasuk untuk memperoleh informasi data pribadi nasabah yang digunakan bank untuk tujuan komersial. Hal ini berdasarkan ketentuan alinea kedua PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang berbunyi: “Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian data pribadi nasabah oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut untuk tujuan komersial tanpa izin dari nasabah itu sendiri.” Penggunaan perjanjian baku atau standard contract oleh perbankan merupakan hal baru dalam praktek perbankan dalam melaksanakan setiap kegiatan pemasaran produknya. Perjanjian baku digunakan pelaku usaha perbankan dengan pertimbangan ekonomis. Namun sering kali dimanfaatkan oleh pelaku usaha perbankan untuk memasukkan klausula-klausula eksonerasi yang jarang sekali disadari oleh nasabah itu sendiri sampai pada akhirnya terjadi
9
Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.freelists.org/archive/listindonesia/02-2005/msg00154.html
10
sengketa dengan bank. Nasabah tinggal menerima atau menolak atas perjanjian yang ditawarkan oleh bank.10 Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dari itu penulis tertarik untuk membahas mengenai seperti apa bentuk pelindungan hukum data rahasia pribadi nasabah pengguna jasa perbankan, bagaimana perlindungan data rahasia seorang nasabah? Bagaimana pihak yang seharusnya tidak berhak mengetahui data rahasia nasabah tetapi dapat mengetahui dan menggunakannya untuk keuntungan komersial? Maka dari itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang perlindungan data pribadi pada bank, dan menuangkan hasilnya dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS ATURAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No. 7/6/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah a. Bagaimana memberdayakan masalah. b. Bagaimana perlindungan data pribadi nasabah. c. Bagaimana cara-cara perbankan menjelaskan kepada nasabah mengenai manfaat dan risiko pada produk bank.
10
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. I, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h. 41.
11
2. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya cakupan masalah di lingkup perlindungan hukum nasabah dalam perbankan Indonesia, maka ruang lingkup masalah dalam penilitian ini difokuskan hanya terhadap masalah perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa perbankan.
3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan penulis kaji adalah sebagai berikut: a. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya informasi data pribadi nasabah? b. Apa saja faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi nasabah? c. Apa bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank dalam kasus bocornya data pribadi nasabah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya informasi data pribadi nasabah;
12
b. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi nasabah; c. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank dalam kasus bocornya data pribadi nasabah. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan wawasan baru dibidang perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan mengenai pentingnya pelindungan data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan. Yang telah nasabah percayakan kepada bank untuk menyimpan data-data pribadi tersebut dengan baik dan tidak digunakan untuk keuntungan komersial sepihak pihak yang tidak berhak.
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu Pernah ada penelitian terdahulu
dalam bentuk tesis mengenai
permasalahan perlindungan hukum data pribadi nasabah yang berjudul “Keterbukaan Data Nasabah Bank Untuk Kepentingan Perpajakan” yang disusun oleh Marina Yulia Herina Manurung, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
13
Tahun 2008,
11
yang mengkaji data-data nasabah pengguna jasa layanan
perbankan yang wajib dibuka untuk kepentingan perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dasar hukum, sanksi terhadap pihak yang melanggar, tanggung jawab bank terhadap nasabah, dan ketentuan rahasia bank untuk mendukung akses informasi untuk perpajakan. Tesis tersebut mengkritisi mengenai kewajiban bank dalam memberikan data-data pribadi
nasabah
untuk
kepentingan
laporan
perpajakan
nasabah
yang
bersangkutan. Yang membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah apabila didalam tesis ini data-data nasabah justru diharuskan untuk dibuka atau diberikan kepada pihak berwajib dalam hal ini pihak perpajakan sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana aturan perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang tidak berhak dan bertujuan untuk mencari keuntungan komersial. Penelitian selanjutnya yang dijadikan bagian dalam review studi terdahulu adalah tesis dengan judul “Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau Dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen” yang disusun oleh Ruly Ferdian Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2009, 12 tesis ini
11
Marina Yulia Herina Manurung, Keterbukaan Data Nasabah bank Untuk Kepentingan Perpajakan, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2008). 12
Ruly Ferdian, Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2009).
14
membahas mengenai perlindungan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit dari sudut hukum perlindungan konsumen yang memuat mengenai pengaturan, tanggung jawab pelaku usaha, bank indonesia, dan pemerintah serta upaya penyelesaian sengketa antara konsumen dengan produsen. Tesis ini bertujuan untuk mengkritisi penggunaan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit. Yang membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah apabila didalam tesis ini data-data nasabah hanya dikhususkan dari nasabah pengguna kartu kredit sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana aturan perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan secara umum yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang tidak berhak dan bertujuan untuk mencari keuntungan komersial.
E. Kerangka Konseptual Didalam penelitian hukum, menurut Soerjono Soekanto 13 usaha untuk merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum adalah sangat penting. Kegunaannya untuk menghindari timbulnya beberapa perbedaan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memberi batasan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut sesuai dengan luteratur yang penulis gunakan, yaitu:
13
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress), 2006), h. 143.
15
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Bank adalah badan usaha yang berbadan hukum yang lingkup kegiatannya adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 3. Nasabah adalah konsumen dari dunia perbankan. Nasabah ini adalah seseorang yang melakukan transaksi perbankan baik itu menyimpan dana maupun meminjam dana dari bank. 4. Data Pribadi Nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh nasabah kepada bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan bank. 5. Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh BI dan mengikat setiap orang atau badan, dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 6. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum
Perlindungan
untuk
Konsumen
memberi merupakan
perlindungan istilah
kepada
yang
konsumen.
dipakai
untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen
16
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.14
F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Penelitian didasarkan
pada
yang mempelajari
hukum
merupakan
metode, suatu
hal
suatu
sistematika, atau
kegiatan dan
beberapa
ilmiah
pemikiran
gejala
hukum
yang tertentu tertentu
dengan cara menganalisanya.15 Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian socio-legal. Socio-legal adalah kajian terhadap hukum dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu-ilmu sosial. 16 Penelitian socio-legal merupakan studi hukum yang menggunakan pendekatan metodologi ilmu sosial. Pendekatan ilmu hukum diperlukan untuk mengetahui isi dari sebuah peraturan yang akan dikaji. Sedangkan pendekatan ilmu sosial diperlukan untuk memberi sebuah pemahaman bagaimana peraturan tersebut terlaksana dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pada prinsipnya studi socio-legal
14
Janus Sidablok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h. 9. 15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h. 12. 16
Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 174.
17
adalah metode dalam penelitian hukum menurut konsep sosiologis (Pendekatan Makro Struktural atau juga Pendekatan Struktural – Fungsional dan Makro).17 2. Pendekatan Masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah socio-legal, yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normative) dan studi sosial (empirik). Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).18 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menelaah lebih lanjut mengenai perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk menelaah mengenai konsep-konsep yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Pengguna Jasa Layanan Perbankan.
17
Soetandyo Wignyosoebroto, Keragaman dalam Konsep Hukum Tipe Kajian dan Metode Penelitiannya, (Universitas Airlangga, t.t). 18
Peter Mahmud Marzuki Penelitian Hukum, cet. IV, (Surabaya: Kencana, 2010), h. 96.
18
Sedangkan dalam studi sosial, teknik pengambilan data yang digunakan adalah dengan salah satu teknik sampling nonprobabilitas, yaitu purposive sampling. Yakni teknik pengambilan sampel yang dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti, yang menganggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil. 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.19 Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara dengan staf di bagian Satuan Kerja Hukum dan Kepatuhan Kantor Pusat Bank BNI dan beberapa orang nasabah Bank BNI. Sedangkan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan hukum data pribadi nasabah perbankan dan peraturan lainnya yang terkait. b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan perlindungan hukum data pribadi nasabah. c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder, seperti kamus bahasa dan website resmi dalam internet. 19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, (Jakarta: UI Press, 2008), h. 31.
19
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Baik bahan hukum primer, hukum sekunder, dan bahan non-hukum dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut klasifikasinya dan menurut sumber dan menurut hierarkinya untuk dikaji secara komprehensif. 5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan beberapa artikel dimaksud penulis dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Setelah
dilakukan
studi
kepustakaan
tersebut,
langkah
selanjutnya adalah terjun ke lapangan, yang dalam hal ini adalah PT Bank BNI, untuk mendapatkan sumber tambahan yang kemudian sumber tersebut dianalisis dengan hasil studi pustaka yang nantinya menghasilkan sebuah kesimpulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi. Cara pengolahan bahan hukum dianalisis untuk melihat bagaimana bentuk perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan dan seperti apa hal-hal yang menyebabkan pelanggaran terhadap data pribadi pengguna jasa layanan perbankan ini.
20
G. Sistematika Penulisan Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masingmasing bab terdiri atas beberapa subbab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masingmasing bab serta pokok-pokok pembahasannya adalah sebagai berikut. BAB I
Merupakan
bab pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah,
dilanjutkan dengan Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Studi Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II Merupakan bab mengenai konsepsi umum perlindungan hukum data pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mencakup pengertian perlindungan hukum secara umum kemudian perlindungan hukum data pribadi nasabah, ruang lingkup dan bentukbentuk perlindungan data pribadi nasabah serta perlindungan hukum data pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan. BAB III Merupakan
bab
yang
menguraikan
konsep
dan
implementasi
perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI. Bab ini membahas sekilas tentang Bank BNI, konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI serta model dan mekanisme penerapan perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI. BAB IV Merupakan bab yang menganalisa penerapan perlindungan data pribadi nasabah. Bab ini membahas model kasus pelanggaran perlindungan data
21
pribadi nasabah yang pernah terjadi, kemudian faktor-faktor penyebab terjadinya
pelanggaran
tersebut
dan
bentuk-bentuk
mekanisme
perlindungan hukumnya serta model ideal perlindungan hukum terhadap kasus pelanggaran data pribadi nasabah yang pernah terjadi di dunia Perbankan Indonesia. BAB V Merupakan bab penutup yang akan menguraikan kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan akan diuraikan secara ringkas mengenai jawabanjawaban dari pokok permasalahan sebagaimana telah diuraikan pada bab pendahuluan. Kemudian saran yang berisi masukan-masukan dari penulis terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan Perlindungan Hukum terhadap data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan menjadi bermasalah.
BAB II TINJAUAN UMUM REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI NASABAH DI INDONESIA
A. Pengertian Perlindungan Hukum Pengertian perlindungan adalah tempat untuk berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi.1 Perlindungan yaitu suatu hal atau keadaan dimana seseorang dan/atau subjek hukum dapat memberikan suatu perhatian khusus baik berbentuk simpati atau empati yang dapat diberikan kepada seseorang yang lain dan/atau subjek hukum yang lainnya. Secara etimologis, kata “hukum” dalam bahasa Inggris mempunyai dua pengertian.2 Pertama, kata “hukum” diartikan sebagai sebagai serangkaian pedoman untuk mencapai keadilan.3 Yang kedua, kata “hukum” merujuk kepada seperangkat aturan tingkah laku untuk mengatur ketertiban masyarakat.4 Hukum menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 750. 2
Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason. Three Lectures, University of Georgia Press, Athens, 1960, (Roscoe oun I), h. 1. 3
Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, h. 2.
4
Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, h. 3.
22
23
berwajib. Menurut R. Soeroso SH, hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.5 Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum adalah gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Sebagai suatu konsep istilah hukum itu sendiri mempunyai definisi yang sangat luas sehingga dapat diartikan apa saja sesuai dengan paradigma hukum tertentu atau pemahaman hukum oleh golongan masyarakat tertentu. Oleh karenanya hukum dapat diartikan sebagai suatu displin, ilmu pengetahuan, kaidah, tata hukum, keputusan pejabat, petugas, proses pemerintahan, perilaku 5
Putra, Definisi Hukum menurut Para Ahli, diakses pada tanggal 27 September 2013 dari http://www.putracenter.net.
24
yang ajeg, jaringan nilai, atau bahkan suatu seni. Lebih lanjut, akan diuraikan pengertian hukum sebagai suatu disiplin.6 Jadi perlindungan hukum merupakan pemberian jaminan atau sebuah kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya sehingga seseorang tersebut merasa aman.
B. Ruang Lingkup Dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Perbankan Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai lingkup perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu: 7 a. Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan
6
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 40. 7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133.
25
terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi risiko pada nasabah. b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum. UU
Perlindungan
Konsumen
merupakan
payung
hukum
yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dibidang perlindungan konsumen (nasabah/debitur), khususnya dalam perlindungan data pribadi nasabah diatur secara khusus didalam PBI 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.8
8
175.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. VI, (Jakarta: Kencana, 2010), h.
26
C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Perbankan Dalam Peraturan Perundang-Undangan 1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan corporate atau corporate dengan corporate dalam praktik sehari-hari seringkali dapat menimbulkan hubungan hukum yang mana dalam hubungan hukum tersebut antara yang satu dengan lainnya akan menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masingmasing pihak. Dalam masyarakat Indonesia yang serba majemuk ini seringkali dalam berhubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya tidaklah sama karena ada yang beretika baik dan ada pula yang beretika tidak baik. 9 Maka dari itu Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai hal itikad baik ini. Isi pasal itu sendiri adalah “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Dan dalam membuat perjanjian selain adanya itikad baik dari masingmasing pihak juga harus dikarenakan adanya sebab yang halal. Sesuai dengan 4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang disebutkan didalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
9
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 1.
27
a. sepakat b. kecapakan dalam membuat suatu perikatan c. karena suatu hal tertentu d. karena suatu sebab yang halal Jika semua syarat di atas sudah dipenuhi barulah masing-masing pihak dapat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, dan nantinya isi dari perjanjian yang sudah disepakati oleh masing-masing pihak akan menjadi undang-undang bagi para pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bank dan nasabah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan.10 Dasar hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual.11 Hubungan kontraktual menimbulkan hak dan kewajiban antara bank dan nasabah. Hak dan kewajiban antara bank dan nasabah tergantung dengan adanya perjanjian awal yang terjadi diantara kedua belah pihak atau perintah yang diberikan kepada bank sebagai penyedia layanan jasa perbankan untuk
10
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), h. 32. 11
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito, h. 33.
28
melakukan suatu tugas di bidang perbankan. Hubungan kontraktual dapat terjadi melalui persetujuan dan undang-undang.12 Hubungan kontraktual melalui undang-undang tertuang dalam suatu perjanjian baku yang berisi kesepakatan antara kedua belah pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi keduanya. Perjanjian baku pada umumnya dikenal dalam transaksi di bidang perbankan, khususnya dalam produk tabungan dan deposito berjangka.13 Pada produk tersebut umumnya pihak bank telah menyiapkan persyaratan yang harus dipatuhi oleh nasabah secara baku dalam bentuk formulir produk bank tersebut. Dan nasabah tidak diperkenankan untuk menawar isi dari ketentuan formulir produk bank tersebut. Penggunaan perjanjian baku ini membawa masalah tersendiri. Yang pertama mengenai keabsahan dari perjanjian itu sendiri yang jelas melanggar ketentuan di Hukum Perdata karena pihak lainnya diharuskan mematuhi aturan tersebut tanpa adanya kesempatan untuk menawar. Perjanjian baku dianggap merupakan perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan
12
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004), Pasal 1233. 13
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV, h. 27.
29
kepercayaan yang membangkitkan adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu.14 Hubungan kontraktual melalui persetujuan dapat terjadi antara bank dengan nasabah yang masuk katergori walk in costumer. Walk in costumer mempunyai pengertian bahwa ia adalah nasabah yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Bagi para nasabah walk in costumer ini memerintahkan kepada bank agar melakukan suatu kegiatan perbankan dan kemudian nasabah ini akan membayar sejumlah uang kepada bank sebagai ongkos pengganti atas jasa yang telah dikerjakan oleh pihak bank. Hubungan ini disebut kontraktual karena adanya asumsi bahwa ketika masyarakat telah membuat keputusan untuk mempergunakan jasa dari pihak bank maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa masyarakat umum telah mengikatkan diri mereka dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak bank.15 Penundukkan diri secara diam-diam ini sama halnya seperti seseorang yang ingin menaiki bus umum dimana secara diam-diam telah terjadi suatu perjanjian yang meletakan kewajiban bagia kedua belah pihak dimana penumpang berkewajiban membayar sejumlah uang sesuai tarif angkutan dan kondektur yang bertindak atas nama
14
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV, h. 29. 15
Lina, Perlindungan Hukum Bagi Msyarakat Pengguna Jasa Perbankan (Walk In Interview dalam kaitannya dengan Ketentuan Rahasia Bank, (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), h. 78.
30
bus berkewajiban untuk mengangkut penumpang itu dengan aman ke tempat yang di hendak ditujunya.16 Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah kategori walk in costumer ini terjadi pada nasabah yang melakukan kegiatan perbankan seperti transfer uang, pembayaran tagihan, dan sebagainya. Hal kedua yang mendasari hubungan bank dan nasabah adalah rasa kepercayaan. Bank melakukan suatu kegiatan serta mengembangkan jasa perbankan berdasarkan adanya rasa kepercayaan yang diberikan oleh nasabah untuk menempatkan uangnya pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut. Bedasarkan bentuk rasa kepercayaan ini yang selama ini sudah lumrah terjadi di dunia perbankan. Maka bank penerima dana simpanan nasabah berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluan apapun juga dan sementara itu nasabah penyimpan dana tidak mempunyai hak apapun untuk mengetahui kemana dana tersebut diinvestasikan oleh pihak bank. Hak nasabah
penyimpan
dana
semata-mata
hanya
untuk
menagih
dan
mendapatkan kembali dana tersebut. Dapat disimpulkan bahwa nasabah terlihat begitu percaya kepada bank untuk mengelola dana simpanannya tersebut. Hal ini tercermin didalam Pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai ketentuan umum tentang pinjam pakai. Isi pasal tersebut sendiri adalah 16
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1993), h. 135.
31
“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan nama pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cumacuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu tertentu akan mengembalikannya.” 2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Hubungan antar bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.17 Oleh karena itu, hubungan antara nasabah dengan bank mirip dengan hubungan antara seorang lawyer dengan kliennya atau hubungan seorang dokter dengan pasiennya. Semua hubungan di atas sama-sama berasaskan perjanjian yang mengandung sebuah kewajiban untuk merahasiakan data dari masing-masing mitra bisnisnya dalam hal ini klien/nasabah/pasiennya. Sering juga untuk rahasia yang terbit dari hubungan seperti ini disebut dengan istilah “rahasia jabatan”. Hubungan bank dan nasabah adalah hubungan yang lahir karena adanya perjanjian. Hubungan ini melahirkan hak dan kewajiban dari bank dan nasabah adalah sebagai berikut:
17
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 5.
32
a. Kewajiban Bank 1) Menjamin kerahasiaan, identitas bank beserta dengan dana yang disimpan pada bank kecuali kalau peraturan perundang-undangan menentukan lain. 2) Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati 3) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian. 4) Mengganti kedudukan debitur dalam hal nasabah tidak mampu melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga. 5) Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas Letter of Credit (L/C), sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi. 6) Memberikan laporan
kepada nasabah terhadap perkembangan
simpanan dananya di bank. 7) Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas. b. Hak Bank 1) Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah. 2) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama. 3) Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit yang
diberikannya
sesuai
dengan
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
akad
kredit
yang
telah
33
4) Pemutusan rekening nasional (klausul ini hanya cukup ditemui dalam praktek). 5) Mendapatkan buku cek, Bilyet Giro, Buku Tabungan, Credit Card, dalam hal upaya penutupan rekening. c. Kewajiban Nasabah 1) Mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan oleh bank sesuai dengan layanan jasa yang diinginkan oleh calon nasabah. 2) Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank. 3) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. Dalam hal ini dana awal tersebut cukup bervariasi tergantung dari jenis layanan jasa yang diinginkan. 4) Membayar provisi yang ditentukan oleh bank. 5) Menyerahkan buku cuk atau bilyet giro tabungan. d. Hak Nasabah 1) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank seperti fasilitas. 2) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui bank. 3) Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia nasabah. 4) Mendapatkan sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk melunasi kredit yang tidak terbayar. 18
18
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), h. 35.
34
Dengan memperhatikan hak dan kewajiban bank dan nasabah secara singkat hubungan bank dan nasabah dapat digambarkan sebagai berikut: a. Dengan disetorkannya uang nasabah kepada bank maka berakhirlah masa kepemilikan uang tersebut sebagai uang nasabah, uang tersebut beralih kepemilikannya kepada pihak bank. b. Bank diwajibkan untuk membayarkan kembali uang tersebut dalam jumlah yang sama apabila diminta oleh nasabah, baik untuk jumlah yang pokok saja atau ditambah dengan bunga sebagaimana ditetapkan oleh bank tersebut. c. Bank berhak untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan apapun. d. Bank bukanlah kuasa dari nasabah tetapi debitur dari nasabah. Bahwa kedudukan antara bank dan nasabah adalah sejajar. 19 Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Isi dari pasal ini adalah sebuah revisi dari Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang bertujuan untuk mempertegas dan mempersempit pengertian dari rahasia bank dibanding ketentuan dalam pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya. Berdasarkan pemaparan yang dijelaskan oleh Pasal 1 angka 28 serta pasal-pasal lainnya mengenai rahasia bank, maka dapat ditarik kesimpulan 19
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, h. 46.
35
mengenai apa-apa saja unsur didalam sebuah rahasia bank itu sendiri, yaitu sebagai berikut: 1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. 2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam kategori pengecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri dan/atau pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah sebagai berikut. a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank yang bersangkutan. b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi tidak terbatas pada akuntan publik, penilai konstitusi hukum, dan konsultan lainnya. d. Pihak
yang
menurut
penilaian
Bank
Indonesia
turut
serta
mempengaruhi pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada pemegang
36
saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.20 Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu: 1. Teori Mutlak Dalam hal ini rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka kepada siapa pun dan dalam hal apa pun. Dewasa ini hampir tidak ada lagi negara yang menganut teori mutlak ini. Bahkan, negara-negara yang menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau negaranegara tax heaven seperti Kepulauan Bahama atau Cayman Island juga membenarkan membuka rahasia bank dalam hal-hal khusus. 2. Teori Relatif Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal yang termasuk luar biasa prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos. Misalnya, untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana. 21 Rahasia bank hanya dapat diberikan apabila terdapat kepentingan umum yang harus dipentingkan terlebih dahulu dari pada kepentingan pribadi. Jika definisi kepentingan umum diartikan demi untuk kepentingan negara dan masyarakat
maka
kepentingan
nasabah
sebagai
individual
baru
20
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, h. 6.
21
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 89.
37
dikesampingkan seperti dalam kepentingan pajak, penyelesaian perkara pidana dan perdata, kepentingan dunia perbankan demi menjaga stabilitas perbankan dan mencegah terjadinya tindak pidana di dunia perbankan seperti money laundring sehingga pada akhirnya yang dilindungi adalah kepentingan nasabah itu sendiri, kepentingan bank dan kepentingan masyarakat secara umum. Definisi kepentingan umum yang dilindungi yang mengecualikan rahasia perbankan dalam Undang-Undang Perbankan diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang berbunyi: “Bank
wajib
merahasiakan
keterangan
nasabah
penyimpan
dana
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.” a. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan perpajakan. Pada awalnya pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 Tentang perbankan mengatur bahwa untuk kepentingan perpajakan, Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dengan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat menyurat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat bank. Namun ketentuan tersebut telah mengalami perubahan seiring dengan diubahnya ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 UndangUndang No 7 Tahun 1992 tersebut. Dengan adanya Undang-Undang No
38
10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 menjadi: “Untuk kepentingan perpajakan. Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan buktibukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.” Dengan demikian perubahan yang terjadi bahwa Pimpinan Bank Indonesia-lah yang dapat mengeluarkan keterangan mengenai hal-hal yang termasuk ke dalam rahasia bank. Sedangkan yang berhak untuk meminta pembukaan rahasia bank yang berkaitan dengan kepentingan perpajakan adalah Menteri Keuangan dengan membuat suatu permintaan tertulis. Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Sedangkan mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan lainnya, tidak diperlukan permintaan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang No 9 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan yang menjelaskan bahwa untuk kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak dapat langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakan.
39
b. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara. Ketentuan
mengenai
pembukaan
rahasia
bank
untuk
kepentingan
penyelesaian piutang bank merupakan ketentuan yang baru yang tidak diatur di dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tetapi telah diatur di dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Pasal 41A, yaitu: “Untuk menyelesaikan piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutangdan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah debitur.” Izin untuk pembukaan rahasia dalam rangka penyelesaian piutang negara tersebut dapat diperoleh apabila dilakukan permohonan tertulis oleh Kepala Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara serta Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan Badan Umum Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan. c. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan pidana. Pada awalnya ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 42 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Menteri Keuangan dapat memberikan izin secara tertulis
40
kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank. Izin dari Menteri Keuangan akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Dengan adanya Undang-Undang No 10 Tahun 1998, ketentuan pasal tersebut berubah menjadi bahwa hanya Pimpinan Bank Indonesia saja yang dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk mendapat keterangan tentang keuangan nasabah bank bersangkutan. Izin dari Pimpinan Bank Indonesia tersebut akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. d. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan perdata antara bank dan nasabah. Ketentuan mengenai hal ini tidak mengalami perubahan di dalam UndangUndang No 10 Tahun 1998. Bahwa di dalam Pasal 43 Undang-Undang tersebut informasi dan keterangan nasabah bank yang menyangkut kepentingan peradilan perdata antara bank dan nasabah dapat diberikn tanpa izin dari Menteri. e. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan kegiatan perbankan dalam rangka menukar informasi antar bank. Pasal 44 Undang – Undang Perbankan ini mengecualikan rahasia bank untuk kepentingan kegiatan perbankan. Hal ini berkaitan dengan kelancaran kegiatan bank dalam hal tukar-menukar informasi antar bank. Tukar menukar
41
informasi ini dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain untuk mencegah kredit rangkap maupun mengetahui keadaan dan status seseorang nasabah debitur dari suatu bank ke bank lain apabila ia memiliki rekening di lebih dari satu bank sehingga mencegah kredit macet. Sehingga hal ini mengurangi resiko yang dihadapi bank. Beberapa peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan ketentuan ini adalah Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi
Debitur. Sistem
Informasi Debitur digunakan untuk menyediakan informasi debitur sebagai salah satu manajemen resiko dalam pemberian kredit. f. Pembukaan rahasia bank atas permintaan pemegang rekening. Pasal 44 A ayat 1 ini mengecualikan rahasia bank
untuk berdasarkan
permintaan pemegang rekening. Hal ini dapat dilakukan oleh nasabah itu sendiri atau kuasa hukum nasabah pemegang rekening. g. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan ahli waris. Pasal 44 A ayat 2 ini mengecualikan rahasia bank apabila dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia maka ahli waris dari nasabah tersebut berhak untuk sepenuhnya mengajukan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan ahli waris tersebut. Hal ini bisa saja untuk menyelesaikan hak dan kewajiban nasabah penyimpan di bidang keuangannya.
42
Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa sudah jelas ada aturan yang mengatur lingkup apa sajakah mengenai rahasia bank. Dan pengecualian seperti apa yang diperbolehkan untuk memberikan data pribadi nasabah kepada pihak lain atau pihak berwajib. Maka dari itu jelas diperlukannya sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar ketentuanketentuan mengenai rahasia bank.
3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya Selain diatur dalam Undang-Undang Perbankan terdapat regulasi lain perihal perlindungan hukum data pribadi nasabah, seperti: 1) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Didalam undang-undang ini terdapat ketentuan mengenai kewajiban OJK dalam mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan ini terdapat di Pasal 6 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keungan yang berbunyi : “OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.” Dilihat dari isi pasal tersebut jelas bahwa OJK berhak secara penuh mengawasi kinerja dari Perbankan yang salah satunya pengawasan terhadap perlindungan hukum data pribadi nasabah yang pengaturan
43
secara rinci dijelaskan di Pasal 9 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi : “Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keungan, pleaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. melakukan penunjukan pengelola statuter; f. menetapkan penggunaan pengelola statuter; g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan h. memberikan dan/atau mencabut: 1. izin usaha; 2. izin orang perseorangan; 3. efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. surat tanda terdaftar; 5. persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. pengesahan; 7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8. penetapan lain sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.” 2) Selanjutnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Didalam undang-undang ini juga terdapat hak dan kewajiban konsumen. Di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen berbunyi :
44
“Hak konsumen adalah : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.” Sedangkan mengenai kewajiban konsumen dijelaskan di Pasal 5 UndangUndang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi : “Kewajiban konsumen adalah : a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.” Dari penjelasan mengenai hak dan kewajiban konsumen didalam UndangUndang No. 8 Tahun 1999 jelas adanya bahwa nasabah yang merupakan konsumen dari Lembaga Jasa Keuangan Perbankan mempunyai hak
45
penuh atas perlindungan data pribadinya tetapi disamping itu ia juga berkewajiban untuk memahami segala informasi dan ketentuan serta prosedur dalam pemanfaatan produk layanan jasa perbankan sebelum ia menggunakan produk layanan jasa perbankan tersebut.
BAB III KONSEP DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI)
A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI BNI dikenal sebagai Bank Negara Indonesia merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1946. hanya beberapa bulan sejak pembentukannya, Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yakni ORI atau Oeang Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya beberapa bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.1 Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses
1
Sejarah Bank BNI, diakses pada http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .
46
tanggal
1
Desember
2013
dari
47
langsung untuk transaksi luar negeri.2 Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional. Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun 1988. Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996.3 Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja
2
tanggal
1
Desember
2013
dari
3
tanggal
1
Desember
2013
dari
Sejarah Bank BNI, diakses pada http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx . Sejarah Bank BNI, diakses pada http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .
48
secara terus-menerus.4 Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi 'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada akhir tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia memegang 60% saham BNI, sementara sisanya 40% dimiliki oleh pemegang saham publik baik individu maupun institusi, domestik dan asing. Saat ini, BNI adalah bank terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan total aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga. BNI menawarkan layanan jasa keuangan terpadu kepada nasabah, didukung oleh perusahaan anak: Bank BNI Syariah, BNI Multi Finance, BNI Securities dan BNI Life Insurance. Pada akhir tahun 2012, BNI memiliki total asset sebesar Rp333,3 triliun dan mempekerjakan lebih dari 24.861 karyawan. Untuk melayani nasabahnya, BNI mengoperasikan jaringan layanan yang luas mencakup 1.585 outlet domestik dan 5 cabang luar negeri di New York, London, Tokyo, Hong Kong dan Singapura, 8.227 unit ATM milik sendiri, 42.000 EDC serta fasilitas Internet banking dan SMS banking. BNI selalu berusaha untuk menjadi bank pilihan yang
4
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/idid/tentangkami/sejarah.aspx
49
menyediakan layanan prima dan solusi bernilai tambah kepada seluruh nasabah. Berangkat dari semangat perjuangan yang berakar pada sejarahnya, BNI bertekad untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi negeri, serta senantiasa menjadi kebanggaan negara.5 Bagi nasabah institusi bisnis, BNI memberikan layanan cash management secara online, trade finance, perdagangan internasional (ekspor/impor) dan remittance/pengiriman uang yang didukung oleh jaringan cabang luar negeri dan kurang lebih 1000 bank koresponden di seluruh dunia. Saham BNI tercatat di Bursa Eefek Indonesia (BEI) dengan kode BBNI sejak tahun 1996. a. Visi BNI “Menjadi bank yang unggul, terkemuka dan terdepan dalam layanan dan kinerja.” Pernyataan Visi “BNI berupaya menjadi Bank yang menunjukkan kinerja unggul untuk memberikan nilai investasi yang memuaskan bagi para pemegang saham, menjadi the bank of choice dengan menyajikan kualitas layanan yang terbaik, serta
menjadi dominant
player (market
leader)
dengan
menyajikan
produk/jasa bernilai tinggi di segmen pasar yang dilayani.”
5
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/idid/tentangkami/sejarah.aspx
50
b. Misi BNI 1) Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh nasabah, dan selaku mitra pillihan utama (the bank choice) 2) Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor. 3) Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi. 4) Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. 5) Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.6
B. Konsep dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di Bank BNI Ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan yang ketat dapat dianggap menghambat mekanisme pasar karena informasi yang tersedia bagi masyarakat atau pelaku pasar sangat sedikit dan sulit diperoleh. Selain itu, sering kali sangat sulit bagi pihak di luar bank atau masyarakat untuk mengetahui proses pengambilan keputusan di bidang perbankan. Akhirnya timbul kesan bahwa
6
Visi & Misi Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/visimisi.aspx
51
ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan dapat menghambat adanya keterbukaan di bidang perbankan.7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memuat dua belas pasal terkait rahasia bank, yaitu Pasal 1 angka 28, Pasal 40, 41, 41A, 42, 42A, 43, 44, 44A, 45, dan 47A. Begitupun, pengaturan ini masih belum sempurna dan mengandung beberapa kelemahan. Walaupun di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dinyatakan bahwa rahasia bank hanya meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya, namun persoalan batasan pengertian rahasia bank tersebut masih terlalu singkat, sederhana, dan kurang tajam, sehingga belum menjawab secara tuntas mengenai rahasia bank. Sebagai contoh, pengertian “segala sesuatu” masih belum diperjelas, selain itu istilah “keterangan mengenai penyimpan dana” juga harus diperjelas pengertiannya, yaitu keterangan apa saja yang menyangkut penyimpan dana yang harus dirahasiakan oleh bank.8 PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah berusaha untuk memberikan perlindungan hak privasi data pribadi nasabah, namun masih terbatas jika digunakan untuk tujuan komersial yang dalam penjelasannya pun hanya menyebutkannya sebagai penggunaan oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan. Pengertian ini relatif
7
Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum. (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 3. 8
Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum, h. 185.
52
luas karena batasan “memperoleh keuntungan” yang dimaksudkan tidak dijelaskan lebih lanjut. PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut juga belum mengatur secara tegas masalah mekanisme persetujuan tertulis dari nasabah maupun permintaan persetujuan nasabah. Untuk lebih memahami kendala dalam praktek pelaksanaan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, maka penulis mencoba untuk mengambil contoh penerapan konsep perlindungan data pribadi nasabah yang terdapat di dalam PBI tersebut pada salah satu Bank Umum Nasional yaitu Bank BNI. 1. Konsep Penyusunan Kebijakan melalui Sistem Prosedur Operasi Direksi Bank BNI dengan persetujuan Komisaris memberi wewenang kepada Kepala dan Wakil Kepala Divisi Kepatuhan menetapkan kebijakan transparansi penggunaan data pribadi nasabah dalam bentuk sistem prosedur perihal Transparansi Informasi Mengenai Produk Bank BNI dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Bank BNI, yang didistribusikan kepada segenap kantor cabang bank melalui intranet, meliputi:9 a. Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan secara transparan dan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah. Yang dimaksud dengan tujuan komersial adalah penggunaan data pribadi nasabah Bank BNI oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan, termasuk pemberian dan penyebarluasan kepada pihak lain yang melakukan kerja sama dengan Bank BNI; b. Jenis data pribadi meliputi: nama nasabah, alamat, nomor telepon dan keterangan lain yang merupakan identitas pribadi dan lazim diberikan nasabah kepada Bank BNI dalam pemanfaatan produk Bank BNI.
9
Wawancara Pribadi dengan Wawan Setyawan, Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 06 Januari 2014.
53
Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain tidak diperkenankan dilakukan dalam bentuk softcopy. c. Apabila nasabah Bank BNI merupakan suatu badan hukum maka pemberian dan atau penyerbarluasan data pribadi yang ditunjuk mewakili badan hukum dan data diri dari badan hukum tersebut memerlukan persetujuan tertulis dari yang bersangkutan; d. Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain dalam rangka pengalihan dan atau penjualan aktiva Bank BNI tidak termasuk dalam pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi nasabah yang memerlukan persetujuan nasabah terlebih dahulu; e. Penggunaan data pribadi nasabah seseorang dan atau sekelompok orang yang diperoleh dari pihak lain oleh Bank BNI berdasarkan tujuannya: 1) Jika untuk tujuan pemasaran produk Bank BNI maka penggunaan data pribadi tersebut harus didukung dengan persyaratan tertulis dari pihak lain tersebut yang sekurang-kurangnya memuat pernyataan bahwa seseorang atau sekelompok orang yang data pribadinya diberikan kepada Bank BNI tidak keberatan atas penyebarluasan data pribadinya untuik tujuan komersial; 2) Jika untuk tujuan komersial, maka bank wajib memiliki jaminan tertulis dari pihak lain yang berisi persetujuan tertulis dari sesorang dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data pribadinya; 3) Jika diminta oleh nasabah, maka pejabat dan atau petugas Bank BNI wajib memberikan penjelasan kepada nasabah yang akan memanfaatkan produk Bank BNI bahwa data pribadi nasabah yang diserahkan kepada Bank BNI: 4) Hanya akan digunakan untuk kepentingan internal Bank BNI dan atau sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 5) Akan diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain di luar badan hukum Bank BNI untuk tujuan komersial apabila disetujui secara tertulis oleh nasabah; 6) Untuk menindaklanjuti dan mendukung pelaksanaan ketentuan BI mengenai: 7) Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran dengan menggunakan kartu, dan 8) Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, maka dilakukan penyesuaian berupa penambahan beberapa klausula terhadap formulir ketemtuan-ketentuan produk Bank BNI; Ketentuan-ketentuan produk tersebut dikirim ke cabang melalui intranet. Cabang harus mencetak dan memperbanyak sendiri dengan cara memfotocopi;
54
f. Dengan adanya penyesuaian terhadap formulir ketentuan-ketentuan produk, maka perubahan tersebut harus dijelaskan dan diminta persetujuan nasabah pada saat nasabah melakukan pembukaan rekening atau pada ssat melakukan penambahan fasilitas lainnya.10 2. Hasil Pengamatan dan Konsultasi Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan Bank BNI serta Ibu Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer Care Divisi BNI Contact Center. Beliau-beliau ini mengatakan bahwa: “Bank BNI sudah dan akan selalu menjalankan segala aturan perbankan yang berlaku di Indonesia. Baik aturan secara umum maupun aturan secara khusus yang contohnya seperti aturan-aturang yang diterbitkan Bank Indonesia dalam bentuk PBI. Namun memang kami akui bahwa dalam segi tekhnis pelaksanaan kami tidak langsung secara persis mengikutinya tetapi terkadang mengadopsi kembali ketentuan yang dimaksud PBI dengan alasan efisiensi tetapi tetap tidak terhitung itu sebuah pelanggaran.” Berikut hasil pengamatan dan konsultasi atas ketentuan-ketentuan yang diterbitkan Bank BNI terkait PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, yaitu berupa penambahan atau perubahan klausula-klausula dalam perjanjian baku pembukaan rekening produk Bank BNI. a) Penetapan aturan yang terdapat di Bank BNI relatif tidak langsung menerapkan ketentuan PBI sejak pemberlakuan efektif PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan
10
Wawancara Pribadi dengan Wawan Setyawan, Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 06 Januari 2014.
55
Penggunaan Data Pribadi Nasabah terkait dengan berbagai pertimbangan yang melatarbelakangi, antara lain: 1) Fleksibilitas usaha bank Kepentingan melindungi data pribadi nasabah di Bank BNI berhadapan dengan kelaziman tukar menukar informasi dalam praktek pemasaran produk bank yang sulit dihindari dan diubah secara cepat dalam mekanisme pemasaran produk lembaga keuangan saat ini. 2) Format transaparansi yang tepat. Penyesuaian tersebut diwujudkan oleh Bank BNI dalam bentuk perubahan atau tambahan klausula-klausula pada formulir pembukaan rekening produk yang ditawarkannya. Klausula yang diitambahkan pada beberapa produk, yaitu Deposito dan Giro, dapat dikategorikan sebagai klausula eksonerasi. Selain itu klausula tersebut berlaku untuk nasabah yang baru mengadakan perjanjian pembukaan rekening sejak PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah berlaku, dan tidak berlaku surat untuk nasabah yang sudah ada (existing customer). 3) Cost-Benefit Perhitungan ekonomis dalam melaksanakan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah terkait dengan permintaan persetujuan tertulis dari calon nasabah menjadi kendala, dengan pertimbangan keengganan
56
nasabah Bank BNI memberikan persetujuan jika disediakan berupa formulir khusus dan dibutuhkan waktu untuk menjelaskannya. Selain itu biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka meminta persetujuan nasabah yang datanya sudah dimiliki atau bahkan sudah digunakan oleh Bank BNI. Biaya yang akan dikeluarkan diperhitungkan tidak akan sepadan dengan pencapaian tujuan yang artinya hal ini tidak efisien. 11
C. Kendala Pelaksanaan Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di Bank BNI Konsep dan mekanisme penerapan perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI sendiri sebenarnya harus mengikuti aturan-aturan di dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan serta peraturan turunannya yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah menyatakan bahwa pemberian kuasa oleh nasabah untuk penggunaan data pribadinya harus dibuat dalam suatu formulir khusus tetapi pada kenyatannya terlihat jelas bahwa pemberian kuasa ini dimasukkan dalam perjanjian standar yang dijadikan satu dalam ketentuan-
11
Wawancara Pribadi dengan Endah Kusumaningrum, Manager Customer Care Divisi BNI Contact Center PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 07 Januari 2014.
57
ketentuan umum produk perbankan, contohnya saja formulir pembukaan rekening tabungan. Kebiasaan dalam prakterk pembukaan rekening, formulir ketentuanketentuan baku tersebut tidak pernah dibaca oleh nasabah jika diberikan bahkan ada yang menolak menerimanya sehingga seperti menjadi kebiasaan frontliners Bank BNI hanya menyodorkannya sebagai formalitas dan tidak memberikannya kepada nasabah. Persetujuan nasabah diberikan dengan penandatanganan di formulir pembukaan rekening yang telah mencantumkan kode formulir ketentuanketentuan umum yang baku tersebut. Dalam praktek, menurut nasabah yang akan menabung di Bank BNI frontliners tidak menjelaskan kepada nasabah yang akan memanfaatkan produk Bank tersebut bahwa data pribadi yang diserahkan kepada Bank hanya akan digunakan untuk kepentingan internal Bank saja dan atau sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan akan diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain di luar badan hukum Bank tersebut untuk tujuan komersial apabila disetujui secara tertulis oleh nasabah.12 Klausula tambahan terkait yang dimasukkan dalam ketentuan umum pembukaan rekening salah satu produk simpanan yang dipasarkan Bank BNI dapat diindikasikan sebagai klausula eksonerasi (exemption clause) yang tidak disadari oleh nasabah, yaitu dengan bunyi klausula berikut: “Nasabah dengan ini memberikan persetujuan kepada Bank BNI untuk memberikan identitas nasabah kepada pihak lain meliputi anak 12
Wawancara Pribadi dengan 5 (lima) orang nasabah PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 08 Januari 2014.
58
perusahaan dan perusahaan yang bekerjasama dengan Bank BNI didalam pengembangan produk/layanan/jasa Bank BNI untuk tujuan komersial dan telah memahami penjelasan Bank BNI mengenai tujuan dan konsekuensi dari pemberian identitas tersebut.” Bank BNI belum menentukan format transparansi penggunaan data existing customer sesudah datanya digunakan dan belum diatur ketentuan mengenai persetujuan terkait. Penggunaan data dari pihak lain diakui petugas terkait jarang dilakukan dalam operasional Bank BNI mengingat jumlah nasabah Bank BNI sendiri belum semuanya dapat dikelola, namun pemberian data kepada pihak lain sebagai konsekuensi kerja sama usaha dengan pihak lain dengan pembatasan-pembatasan seperti hanya memberikan nama dan nomor telepon yang tidak boleh dalam bentuk softcopy. Walau sebenarnya hal ini melanggar ketentuan didalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah namun hal ini sulit dihindari dalam mekanisme operasional Bank BNI dan dunia perbankan pada umumnya. Keberlakuan efektif PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tidak mengubah secara berarti dalam mekanisme pembukaan rekening dalam praktek frontliners Bank BNI, karena isi dari klausula-klausula dalam formulir ketentuan-ketentuan terkait relatif jarang dijelaskan berdasarkan pertimbangan tuntutan waktu, antrian, penjualan produk lain, penambahan fasilitas atas produk, dan sebagainya. Artinya
59
perubahan dengan adanya penambahan klausula persetujuan atau pemberian kuasa terkait tidak disadari nasabah. Kemudian ketiadaan sanksi tegas atas pelanggaran terkait yang dinyatakan secara jelas dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Padahal bagi Bank yang melanggar ketentuan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut dimasukkan dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Setelah penulis melakukan penelitian, ditemukan beberapa kendala dalam mekanisme penerapan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah khususnya Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut, namun sangat dimungkinkan akan muncul permasalahan baru lainnya, sejalan dengan luasnya kesempatan berpersepsi bagi masing-masing bank.
BAB IV ANALISIS PENERAPAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH
A. Beberapa Model Kasus Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah Terdapat beberapa kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia. Salah satu contoh kasus di Indonesia yang pernah terekspos adalah pembuatan alamat situs palsu Bank BCA oleh seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jawa Barat yang dalam sehari bisa mendapatkan ribuan nomor PIN beserta password nasabah pengguna internet
banking
BCA.
Waktu
itu,
alamat
website
yang
semestinya
www.klikbca.com dikloning menjadi puluhan alamat website dengan variasi nama serupa tetapi berbeda (misal: www.klikbac.com atau www.clickbca.com dan lainnya) untuk menjaring nasabah yang mungkin salah ketik lalu mengira sudah masuk dam menginput data PIN dan passwordnya yang langsung direkam secara ototmatis oleh website yang dibuat pelaku. Jenis kejahatan ini juga sering diistilahkan sebagai phising atau typosquatting dan juga termasuk dalam jenis cyber fraud.1 Contoh kasus lainnya adalah yang menimpa saudara Irving Hutagalung yang menjadi korban identity theft oleh oknum pegawai bagian kartu kredit sebuah Bank Swasta Nasional ternama. Saudara Irving yang tidak pernah merasa
1
klikBCA.com Typosquatting atau Phising, diakses pada 18 November 2013 dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4936/klikbca.com-typosquatting-atau-phishing.
60
61
mengajukan aplikasi kartu kredit tiba-tiba mendapat kiriman tagihan kartu kredit. Saudara Irving yang kemudian tidak merasa memiliki kartu kredit pada bank bersangkutan kemudian menanyakan kepada call center bank penerbit kartu kredit atas namanya tersebut. Oleh pihak bank saudara Irving kemudian diminta untuk datang ke salah satu kantor cabang bank tersebut. Disana diketahui ternyata salah satu pegawai bank tersebut membuka rekening kartu kredit dan kredit tanpa agunan atas nama saudara Irving dan mencairkan ke rekening tabungan si pelaku dan setelah itu pelaku mengambil uang tersebut untuk keperluan pribadi.2 Satu contoh kasus lainnya adalah yang dialami Saudari Tety Candra yang menjadi korban identity theft oleh pelaku Ridho Kurniawan Gustam. Pelaku bekerja secara lepas di rekanan pembuat kartu kredit Bank Danamon mencari nasabah kartu kredit.3 Modus operandinya data dan aplikasi yang dicatat tersangka milik korban kemudian diajukan ke bank melalui kantor promosi pembuatan kartu kredit di Blok M Plaza dan Mal Ambassador. Alamat rumah dan nomor telepon para calon nasabah diubah dengan menggunakan alamat rumah tersangka. Bank kemudian mengirimkan kartu kredit yang sudah selesai untuk disetujui ke rumah pelaku. Setelah tersangka mendapatkan kartu kredit, ia pindah alamat. Tersangka lalu 2
Bukan Nasabah Dikirimi rekening Koran, Surat Pembaca Kompas, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/12/01042134/redaksi.yth 3
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,2005092667107,id.html
62
melakukan transaksi pengambilan uang tunai di Mal Pondok Indah, ITC Roxy Mas, dan Carrefour.4 Para klien yang mengajukan kartu kredit ada kemungkinan menganggap aplikasinya ditolak karena kartu kredit tidak pernah sampai ke tangan mereka. Tersangka menggunakan uang hasil transaksi ilegal ini untuk kepentingan pribadi serta untuk bersenang-senang di Bali.5 Bank mencium ada yang tidak beres dengan salah satu nasabahnya. Pada saat ditagih, nasabah tidak tinggal di alamat yang tertera pada data aplikasi. Pihak bank kemudian melaporkan kejadian ini ke Kepolisian. Dari penyelidikan yang dilakukan, polisi akhirnya menangkap pelaku.6 Dari hasil penyidikan, diketahui pelaku pernah bekerja di rekanan pembuatan kartu kredit Bank HSBC, yaitu PT Bona Jasa Sumber Sarana sebagai marketing. Disana tersangka mempelajari bagaimana proses aplikasi permohonan kartu kredit. Melalui tindak kejahatan yang dilakukannya pelaku berhasil
4
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,2005092667107,id.html . 5
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,2005092667107,id.html . 6
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,2005092667107,id.html .
63
membobol kartu kredit HSBC, Bank Mega, Bank General Electric Finance, dan Bank ANZ total sebesar Rp 46 juta.7 Kejahatan identity theft seperti ini jelas merugikan konsumen. Karena meskipun korban mungkin saja tidak mengalami kerugian secara materiil, namun karena tindakan pelaku korban harus berurusan dengan masalah hukum selain itu korban kejahatan identity theft harus merelakan nama baiknya tercoreng karena dianggap sebagai penunggak kartu kredit.
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah Dilihat dari beberapa uraian mengenai model atau jenis-jenis kasus pelanggaran
perlindungan
menyimpulkan
bahwa
data
pribadi
faktor-faktor
nasabah
penyebab
di
Indonesia.
terjadinya
Penulis
pelanggaran
perlindungan data pribadi nasabah tidak saja hanya dikarenakan oleh ulah oknum pegawai bank atau pegawai dari pihak yang terafiliasi dengan bank sebagaimana yang sudah penulis sampaikan di pendahuluan pada Bab I, tetapi juga karena adanya kelemahan hukum positif tentang perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia. Mengenai perlindungan data pribadi nasabah terhadap ulah oknum pegawai bank itu sendiri secara umum di atur di dalam Al-Quran Surat Al-Falaq yang berbunyi: 7
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,2005092667107,id.html .
64
1. 2. 3. 4.
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, Dari kejahatan makhluk-Nya, Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita, Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhulbuhul. 5. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."
Uraian mengenai hukum positif tentang perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia memberikan pemahaman bahwa pengaturan dalam hukum positif masih memiliki berbagai kelemahan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hukum. Kelemahan tersebut dalam sistem hukum dapat diartikan sebagai kelemahan dari segi struktur, substansi dan budaya hukum. Segi substansi dan budaya hukum merupakan faktor yang paling dominan terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak konsumen yang berkaitan dengan privacy atas data pribadinya. 1. Kelemahan Struktur Hukum Dari segi struktur, DPR bersama-sama pemerintah dan instansi terkait sebagai stakeholder, belum dapat memformulasikan suatu perubahan hukum yang benar-benar menjadi pedoman untuk melakukan pengawasan dan penindakan yang ketat kepada pelaku usaha agar tidak merugikan konsumen.
65
Lemahnya penegakan hukum di Indonesia memberikan kesempatan yang luas serta ruang gerak bagi pelaku usaha dan pelaku kejahatan perbankan untuk menggunakan data pribadi nasabah tanpa persetujuan nasabah tersebut yang sangat merugikan kepentingan nasabah itu sendiri. Hal lain di Indonesia yaitu belum dibentuk suatu badan yang mengawasi atau memonitor penggunaan data pribadi nasabah oleh pelaku usaha. Pada saat ini satu-satunya lembaga yang telah menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan data pribadi nasabah adalah Bank Indonsia, namun sesuai kewenangannya Bank Indonesia lebih memiliki fungsi pengawasan terhadap bank daripada mewakili kepentingan konsumen, sementara lembaga yang dibutuhkan adalah suatu lembaga yang mewakili kepentingan konsumen. 2. Kelemahan Substansi Hukum Kelemahan secara struktur pada dasarnya akan berimbas pada substansi, yaitu mengenai pengaturan-pengaturan dalam peraturan perundangundangan. Adapun kelemahan substansi hukum dalam hukum positif yang mengatur tentang perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia adalah Pertama, belum memadainya ketentuan mengenai perlindungan data pribadi yang ada sekarang ini. Penggunaan data pribadi oleh pelaku usaha belum diatur secara lebih detil misalnya mengenai batasan berapa lama pelaku usaha diizinkan menyimpan data pribadi nasabah. Kedua, masih lemahnya sanksi terhadap pelaku usaha yang lalai atau melakukan penyalahgunaan terhadap data pribadi nasabah. Ketentuan yang
66
dikeluarkan oleh Bank Indonesia lebih ditujukan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank serta sanksinya terkesan masih terlalu lunak. Karena pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap data pribadi nasabah hanya dikenakan sanksi teguran tertulis dan baru dikenakan sanksi pencabutan izin usaha setelah terlebih dahulu dilakukan tiga kali teguran tertulis. Ketiga, belum diaturnya ketentuan mengenai badan yang secara khusus dibentuk untuk mengawasi penggunaan data pribadi nasabah. Dikarenakan di era informasi data pribadi nasabah kini sudah menjadi komoditas yang dapat disalahgunakan
oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab yang dapat merugikan masyarakat selaku nasabah. Bank Indonesia memang sudah ikut berperan dan melaksanakan tugas pengawasan terhadap pelaku usaha perbankan. Namun demikian tugas dan fungsi Bank Indonesia sendiri sudah cukup berat selaku otoritas moneter sehingga akan sulit kiranya untuk memberikan peran yang cukup signifikan dalam perlindungan data pribadi nasabah. Keempat, kelemahan yang terkait dengan penegakan hukumnya. Aturan dan perangkat hukum sudah tersedia namun bagaimana penegakan hukum dapat terwujud tentunya merupakan tanggung jawab bersama baik bagi pemerintah, Bank Indonesia, pelaku usaha, konsumen maupun aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim sehingga hukum dapat
67
ditegakkan sebagaimana mestinya dan sehingga dapat menciptakan stabilitas nasional. Strategi bisnis yang semata-mata mengejar keuntungan tanpa melihat dampak buruk bagi konsumen tentu saja mengakibatkan ketidakseimbangan dalam dunia ekonomi. Konsumen memegang peranan yang besar dalam kehidupan ekonomi negara, tentu kenyamanan dalam bertransaksi menjadi jaminan yang positif dan diharapkan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen hingga kini, undang-undang ini paling banyak dicari orang, namun bisa jadi paling sedikit dilaksanakan. Arah penegakan hukumnya pun masih terkesan sporadis dan tidak sistematis. Sementara itu, pelanggaran-pelanggaran hakhak konsumen sangat kasat mata. Belum ada format politik hukum yang jelas mau ke mana arah perlindungan konsumen ini.8 Pelaku usaha tentu akan memanfaatkan celah yang ada, terlebih kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Tidak hanya pengawasan dari para instansi terlkait namun diperlukannya koordinasi yang intensif. 3. Kelemahan Budaya Hukum Merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian secara serius dari sistem hukum adalah lemahnya budaya hukum yang terdapat dalam
8
Yusuf Shofie, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2008), h. 231.
68
masyarakat. Budaya hukum yang timbul pun tidak terlepas dari lemahnya substansi hukum yang memberikan persepsi pesimisme konsumen terhadap upaya perlindungan hukum yang diberikan undang-undang. Adapun budaya hukum yang menimbulkan kelemahan tersebut adalah meliputi kesadaran hukum masyarakat dan pelaku usaha. a. Kesadaran Hukum Masyarakat Apa yang dimaksud dengan budaya hukum adalah sikap konsumen maupun pelaku usaha terhadap hukum dan sistem hukum, tentang keyakinan nilai, gagasan serta harapan tentang hukum. Undang-undang sebagai produk hukum yang dibuat untuk melindungi konsumen hanya dipandang sebagai sebuah aturan tanpa kejelasan maksud dan tujuan. Bagi konsumen, keamanan serta kenyamanan dalam menggunakan produk bagi barang maupun jasa serta adanya jaminan kepastian hukum yang diberikan kepada mereka sudah cukup untuk meningkatkan stabilitas perdagangan barang dan atau jasa tentunya dengan adanya dukungan kepercayaan terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemakaian produk barang dan atau jasa.9 Jika pendapat seperti itu dipertahankan, konsumen dengan tingkat pendidikan rendah akan menjadi sasaran empuk bagi pelaku usaha yang berorientasi bisnis, memberikan informasi yang tidak benar, menyesatkan
9
Munculnya Kesadaran Konsumen Untuk Menggugat, diakses pada tanggal 20 November 2013 dari http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19346&cl=Berita
69
sehingga pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi konsumen atau nasabah tersebut. Konsumen
dengan
latar
pendidikan
cukup
pun
apabila
berpandangan antipati terhadap produk hukum justru akan terjerumus ke dalam situasi dimana hukum tidak akan mempertahankan realitas kehidupan ekonomi masyarakat karena dipandang selalu meguntungkan pelaku usaha. b. Kesadaran Hukum Pelaku Usaha Dari sisi pelaku usaha, sebagaimana hasil wawancara dengan pihak Bank ditemukan masih sering terjadi pelanggaran-pelanggaran kecil terhadap penerapan aturan hukum yang berlaku dalam perbankan. Hal ini dikarenakan oleh alasan efisiensi dalam operasional bank. Hal-hal kecil seperti inilah yang biasanya menjadi awal-mula dari permasalahan yang terjadi antara pihak bank sebagai pelaku usaha dan nasabah sebagai konsumen dan juga yang menjadi faktor kelemahan hukum yang memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum dalam memproduksi dan memperdagangkan barang dan atau jasa. Berbanding terbalik dengan kesadaran hukum konsumen, dalam hal ini pelaku usaha justru memanfaatkan produk hukum yang ada dan ketidaksadaran hukum konsumen untuk mengambil keuntungan. Pengaturan pada batang tubuh Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berisikan pengaturan secara umum memberikan
70
kemungkinan beraneka ragam interpretasi sehingga memberikan ruang gerak bagi pelaku usaha yang dari segi bisnis menguntungkan namun dari segi hukum dapat merugikan konsumen.
C. Bentuk-bentuk Mekanisme Perlindungan Hukum Atas Pelanggaran Data Pribadi Nasabah Perbankan Dalam perkembangannya hubungan nasabah dengan bank tidak selalu berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari pengaduan nasabah. Pengaduan ini jika tidak terselesaikan dengan baik berpotensi menjadi perselisihan atau sengketa yang akhirnya akan menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan mampu menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan apabila hal tersebut tidak segera diselesaikan dengan baik. Secara konvensional sengketa biasanya diselesaikan melalui pengadilan. Pengadilan merupakan lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk mengadili, yaitu menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan hukum acara dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.10 Namun pengadilan mempunyai beberapa kelemahan yang kurang disukai seperti lamanya waktu yang tersita dalam proses pengadilan sehubungan dengan tahapan-tahapan (banding dan kasasi) yang harus dilalui dan sifat pengadilan yang terbuka untuk umum.
10
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 2.
71
Pada umumnya para pengusaha tidak suka masalah-masalah bisnisnya dipublikasikan.11 Untuk itu Bank Indonesia perlu membuat Peraturan untuk mengatur penyelesiaan pengaduan nasabah yang ditujukan untuk mendukung kesetaraan hubungan antara bank sebagai pelaku usaha dan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penyelesaian nasabah merupakan salah satu bentuk peningkatan perlindungan nasabah dalam rangka menjamin hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank. Pengaturan akan hal ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaiaan Pengaduan Nasabah. Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah atau perwakilan nasabah. Untuk menyelesaikan pengaduan, bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis meliputi: a. Penerimaan pengaduan; b. Penanganan dan penyelesaiaan pengaduan; dan c. Pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan. Bank wajib menerima setiap pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah yang terikat dengan Transaksi keungan yang dilakukan oleh nasabah. Pengaduan tersebut dapat dilakukan secara tertulis dan atau lisan. Dalam hal pengaduan secara tertulis, maka pengaduan tersebut wajib dilengkapi 11
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.3.
72
fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya. Sementara itu apabila pengaduan dilakukan secara lisan wajib diselesaikan dalam waktu 2 (dua) hari kerja. Dalam hal pengaduan yang diadukan secara lisan tidak dapat diselesaikan oleh Bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Bank wajib meminta nasabah dan atau perakilan nasabah untuk mengajukan pengaduan secara tertulis dengan dilengkapi dokumen sebagaimana ketentuan pengaduan secara tertulis. Penerimaan pengaduan dapat dilakukan pada setiap Kantor Bank dan tidak terbatas hanya pada Kantor Bank tempat nasabah membuka rekening dan atau Kantor Bank tempat nasabah melakukan transaksi keuangan. Bank wajib memberikan penjelasan kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah mengenai kebijakan dan prosedur penyelesaian pengaduan pada saat nasabah dan atau perwakilan nasabah mengajukan pengaduan. Bank wajib menyampaikan bukti tanda terima pengaduan kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah yang mengajukan pengaduan secara tertulis. Bukti penerimaan pengaduan paling tidak memuat: a. Nomor registrasi pengaduan; b. Tanggal penerimaan pengaduan; c. Nama nasabah; d. Nama dan nomor telepon petugas bank yang menerima pengaduan; dan e. Deskripsi singkat pengaduan.
73
Bukti penerimaan pengaduan tersebut ditanda tangani oleh petugas yang menerima pengaduan. Selain itu bank wajib memelihara catatan penerimaan pengaduan. Catatan penerimaan pengaduan tersebut paling kurang memuat: a. Nomor registrasi pengaduan; b. Tanggal penerimaan pengaduan; c. Nama nasabah; d. Petugas penerima pengaduan; dan e. Deskripsi singkat pengaduan. Bank wajib menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan tertulis. Dalam hal terdapat kondisi tertentu, bank dapat memperpanjang jangka waktu sampai dengan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu adalah: a. Kantor bank yang menerima pengaduan tidak sama dengan kantor bank tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala komunikasi diantara kedua kantor bank tersebut; b. Transaksi keuangan yang diadukan oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen bank; c. Terdapat hal-hal lain yang berada diluar kendali bank, seperti adanya keterlibatan pihak ketiga diluar bank dalam transaksi keuangan yang dilakukan nasabah.
74
Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan tersebut wajib diberitahukan secara tertulis kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah yang mengajukan pengaduan sebelum jangka waktu awalnya berakhir. Dalam hal pengaduan terkait dengan transaksi keuangan yang melibatkan pejabat bank yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan pengaduan tersebut, maka penanganan dan penyelesaian pengaduan wajib dilakukan oleh pejabat bank yang tingkatannya lebih tinggi. Apabila pengaduan terkait dengan kewenangan pemimpin kantor bank tempat nasabah mengalami permasalahan, maka penanganan dan penyelesaian pengaduan diselesaikan oleh unit dan atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan di kantor bank yang lebih tinggi tingkatannya. Bank wajib menginformasikan status penyelesaian pengaduan setiap saat nasabah dan atau perwakilan nasabah meminta penjelasan kepada bank mengenai pengaduan yang diajukannya. Dalam hal ini pengaduan diajukan secara tertulis, bank wajib menyampaikan hasil penyelesaian pengaduan secara tertulis kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah sesuai batas waktu yang ditentukan. Dalam hal pengaduan diajukan secara lisan, bank dapat menyampaikan hasil penyelesaian pengaduan secara tertulis dan atau kisan kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah sesuai batas waktu yang ditentukan. Hasil penyelesaian pengaduan paling kurang memuat: a. Nomor registrasi pengaduan; b. Permasalahan yang diadukan; dan
75
c. Hasil penyelesaian pengaduan yang disertai penjelasan dan alasan yang cukup. Bank wajib menatausahakan seluruh dokumen yang berkaitan dengan penerimaan, penanganan, dan penyelesaian pengaduan. Bank wajib memiliki mekanisme
pelaporan
internal
penyelesaian
pengaduan.
Bank
wajib
menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan secara triwulanan kepada Bank Indonesia. Laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan wajib disampaikan sesuai dengan format yang ditetapkan Bank Indonesia. Pelaporan tersebut dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya masa laporan. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian tetapi belum melampaui 1 (satu) bulan sejak akhir batas waktu penyampaian laporan. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila laporan belum disampaikan oleh bank sampai dengan berakhirnya batas waktu.
D. Model Ideal Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah Perbankan Berdasarkan pemaparan penulis di sub-bab sebelumnya ditemukan bahwa masih terdapat banyak pelanggaran terhadap perlindungan hukum data pribadi nasabah. Hal ini terjadi oleh karena masih banyaknya faktor yang menyebabkan pelanggaran ini terus terjadi. Salah satu faktor yang terus menyebabkan
76
pelanggaran ini terjadi adalah karena kekurangtajaman hukum atau aturan perundang-undangan yang mengatur hal ini. Dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, penulis tidak menemukan adanya sanksi pidana bagi pelaku tindak pelanggaran perlindungan hukum data nasabah perseorangan. Sanksi yang dijelaskan dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut hanya mencakup sanksi administratif bagi pelaku pelanggaran perlindungan data nasabah yang dilakukan oleh suatu perusahaan perbankan maupun oknum pegawai perusahaan perbankan. Hal ini menjadi kelemahan dari peraturan tersebut, karena sanksi pidana bagi perseorangan yang melanggar tidak disebutkan. Penulis melakukan studi lapangan dengan cara mewawancarai pihak Bank BNI terkait mekanisme perlindungan data nasabah. Dalam studi tersebut penulis menemukan bahwa beberapa pegawai Bank BNI tidak kooperatif dalam menjelaskan mengenai perlindungan data nasabah. Perlindungan data nasabah tersebut disebutkan dalam klausula formulir pembukaan rekening tabungan, namun tidak dijelaskan secara rinci oleh beberapa pegawai Bank BNI. Sehingga nasabah tidak mendapatkan kejelasan soal penggunaan data pribadinya oleh pihak bank tersebut. Penulis juga menemukan tidak adanya keefesiensian dari Bank BNI ketika terjadi pengaduan nasabah yang merasa data pribadinya telah sampai ke pihak
77
lain selain Bank BNI tanpa sepengatahuan nasabah itu sendiri. Karena pengaduan hal ini ditangani juga oleh seorang pegawai yang menjabat sebagai Customer Service. Dalam hal ini berarti nasabah tersebut mendapatkan pelayanan bersamaan dengan para nasabah yang baru akan membuka rekening tabungan, giro, deposito, dan lainnya. Jadi dalam hal model yang ideal untuk perlindungan hukum data pribadi nasabah seharusnya PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, memuat sanksi pidana bagi yang melakukan tindak pelanggaran perlindungan data pribadi nasabah. Dalam PBI tersebut paling tidak juga dijelaskan mengenai sanksi admnistratif bagi bank yang tidak melakukan pengawasan terhadap beberapa pegawainya, yang tidak kooperatif dalam hal menjelaskan mengenai ketentuan perlindungan hukum nasabah, serta membuat suatu kebijakan bagi perusahaan bank untuk dapat membuat staff khusus yang menangani pengaduan perlihal pelanggaran hukum data pribadi nasabah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Setelah
penulis
melakukan
penelitian,
penulis
menemukan
bentuk
pelanggaran hukum data pribadi nasabah perbankan yang banyak dilakukan oleh oknum pegawai bank itu sendiri tanpa sepengetahuan dan seizin nasabah yang bersangkutan. Selain itu bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya data pribadi nasabah juga dikarenakan oleh ulah oknum pegawai dari perusahaan yang terafiliasi dengan bank itu sendiri. 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab bocornya data pribadi nasabah yaitu karena masih lemahnya struktur hukum di Indonesia, substansi hukum serta budaya hukum Indonesia yang juga masih lemah. 3. Setelah penulis melakukan studi lapangan ke PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk penulis menemukan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank tersebut yaitu selalu menerapkan setiap regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tersebut diterapkan dalam bentuk SOP (Standard Operational Procedure) maupun di dalam klausula-klausula produk PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
78
79
B. SARAN 1. Bagi Bank selaku pelaku usaha dalam bidang perbankan, hendaknya menjalankan secara konsisten sistem dan prosedur internal terkait yang telah ditetapkan selain tetap memegang teguh prinsip-prinsip dasar perbankan dan Kode Etik Bankir, termasuk kegiatan edukasi bagi nasabah. Bank pun hendaknya secara aktif memberi masukan kepada BI atas setiap kebijakan terkait
yang menyulitkan dalam operasional
bank jika dipaksakan
keberlakuannya. 2. Bagi nasabah selaku konsumen perbankan sudah sepatutnya mengemban hak tanpa mengabaikan untuk mengemban kewajiban dengan jalan memanfaatkan berbagai fasilitas informasi yang disediakan bank maupun lembaga keuangan lainnya dan kritis dalam menyikapi hal-hal yang dibutuhkan demi perlindungan haknya dalam hubungan dengan bank sebagai penyimpan dana. 3. Bagi BI selaku regulator sektor perbankan, sebaiknya dalam membuat regulasi di bidang perbankan harus sedapat mungkin menyusunnya dengan lebih peka terhadap kepentingan nasabah. Agar tidak terkesan mementingkan kepentingan pelaku usaha dalam perbankan saja. Diperlukan juga penegakan hukum terkait yang lebih tegas. 4. Bagi badan legislatif negara dan pemerintah selaku penyusun kebijakan publik harus sedapat mungkin menyikapi dan mempertimbangkan wacana eksistensi Undang-Undang yang melindungi data dan informasi pribadi nasabah secara nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Arthesa, Ade & Handiman, Edia, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006. Bako, Ronny Sautma Hotma, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995. Ferdian, Ruly, Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2009. Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. VI, Jakarta: Kencana, 2010. Husein, Yunus, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003 Irianto, Sulistyowati dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004.
80
81
Lina, Perlindungan Hukum Bagi Msyarakat Pengguna Jasa Perbankan (Walk In Interview dalam kaitannya dengan Ketentuan Rahasia Bank, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004. Manurung, Marina Yulia Herina, Keterbukaan Data Nasabah bank Untuk Kepentingan Perpajakan, Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2008. Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, cet. IV, Surabaya: Kencana, 2010. Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul Halim, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Roscoe Pound, Cf, Law Finding Through Experience and Reason. Three Lectures, University of Georgia Press, Athens, 1960. Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Sembiring, Sentosa, Hukum Perbankan, Bandung: CV. Mandar Maju, 2000. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. I, Jakarta: PT Grasindo, 2006. Shofie, Yusuf, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2008. Sidablok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress), 2006.
82
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet. I, Jakarta: Raja Grafindo, 2006. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, Jakarta: UI Press, 2008. Soemartono, Gatot, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1993. Susilo, Leo J. & Simarmata, Karlen, Good Corporate Governance pada Bank Umum, Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007. Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Wignyosoebroto, Soetandyo, Keragaman dalam Konsep Hukum Tipe Kajian dan Metode Penelitiannya, (Universitas Airlangga, t.t).
Peraturan Perundang-undangan: Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi Pribadi, (Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4 September 2007), h. 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
83
Undang-Undang No 9 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 Tentang Sistem Informasi Debitur.
Internet: Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://inet.detik.com/read/2009/08/25/123426/1189237/323/awas-jadikorban-jual-beli-data-nasabah Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.mailarchieve.com/
[email protected]/msg01268.html Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400 Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.freelists.org/archive/listindonesia/022005/msg00154.html Putra, Definisi Hukum menurut Para Ahli, diakses pada tanggal 27 September 2013 dari http://www.putracenter.net
84
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx Visi & Misi Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/visimisi.aspx klikBCA.com Typosquatting atau Phising, diakses pada 18 November 2013 dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4936/klikbca.comtyposquatting-atau-phishing Bukan Nasabah Dikirimi rekening Koran, Surat Pembaca Kompas, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/12/01042134/redaksi.yth Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-67107,id.html Munculnya Kesadaran Konsumen Untuk Menggugat, diakses pada tanggal 20 November 2013 dari http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19346&cl=Berita
Wawancara: Wawancara Pribadi dengan Bapak Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk, Jakarta, 06 Januari 2014.
85
Wawancara Pribadi dengan Ibu Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer Care PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk, Jakarta, 07 Januari 2014. Wawancara pribadi dengan 5 (lima) nasabah PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk, Jakarta, 08 Januari 2014.
Lampiran Hasil Wawancara
Narasumber
: Wawan Setyawan
Jabatan
: Compliance Regulatory and Policy Manager, divisi kepatuhan
Hari/Tanggal : Senin, 06 Januari 2014 Waktu
: 16.00
Tempat
: Gedung BNI 46 Jakarta Pusat, Lantai 10
1. Bagaimana konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI? Jawaban : Konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI menganut akan ketentuan yang terdapat di dalam PBI No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah namun Bank BNI sendiri membuat prosedur yang jauh lebih spesifik lagi untuk menafsirkan ketentuan yang ada di dalam PBI tersebut yaitu dengan menetapkan kebijakan yang dikeluarkan oleh divisi kepatuhan Bank BNI dalam bentuk sistem prosedur perihal transparansi informasi mengenai produk Bank BNI. Tetapi kebijakan tersebut secara detail tidak boleh dijelaskan selain dengan pihak yang berwenang. 2.
Bagaimana penerapan perlindungan data pribadi nasabah di BNI?
Jawaban : Bentuk penerapannya itu tersalurkan di dalam bentuk-bentuk ketentuan dalam formulir yang selalu diupdate sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Regulasi tersebut dibuat menjadi satu bagian di dalam formulir pembukaan rekening karena untuk menghemat biaya (cost benefit) dan karena alasan
psikologis. Karena apabila regulasi tersebut dibuat terpisah dengan formulir pembukaan rekening, pihak Bank BNI khawatir calon nasabah akan merasa tertekan dengan regulasi tersebut, yang akhirnya membuat si calon nasabah tersebut tidak berani untuk membuka rekening di bank kami. 3.
Apa yang dilakukan BNI jika menerima keluhan dari nasabah perihal nasabah yang merasa terganggu dengan penawaran-penawaran produk BNI lainnya?
Jawaban : Pastinya kami akan selalu menampung keluhan yang disampaikan dari setiap nasabah. Mengenai detail alur respons Bank BNI terhadap nasabah bisa kamu tanyakan langsung kepada Ibu Endah Kusumaningrum. Karena beliau adalah manager customer care.
Lampiran Hasil Wawancara
Narasumber
: Endah Kusumaningrum
Jabatan
: Manager Customer Care, divisi contact center
Hari/Tanggal : Selasa, 07 Januari 2014 Waktu
: 10.00
Tempat
: Gedung Landmark Tower A Jakarta Pusat, Lantai 15
1. Bagaimana konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI? Jawaban : Apa yang dijelaskan oleh pak Wawan kemarin pada dasarnya sama dengan apa yang akan saya jelaskan. 2. Bagaimana penerapan perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI? Jawaban : Pihak kami tidak langsung menerapkan apa yang menjadi ketentuan dari PBI tersebut.
Hal
itu
terjadi
karena
banyaknya
pertimbangan
yang
melatarbelakanginya yaitu diantaranya fleksibilitas usaha bank. Lagipula pihak kami memikirkan efisiensi terhadap cara untuk menyampaikan ketentuan tersebut kepada calon nasabah. 3. Apa yang dilakukan BNI jika menerima keluhan dari nasabah perihal nasabah yang merasa terganggu dengan penawaran-penawaran produk BNI lainnya?
Jawaban : Tentunya kami akan selalu menampung setiap keluhan yang disampaikan oleh nasabah, dan kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan masalah yang nasabah alami.
Lampiran Hasil Wawancara Narasumber : Wawancara ini dilakukan dengan 5 (lima) orang nasabah PT Bank BNI Cabang Pembantu Ciputat. Untuk menjaga kerahasiaan bank, Penulis tidak menyebutkan identitas nasabah tersebut. Ny. A sebagai nasabah pertama, Tn. B sebagai nasabah kedua, Ny. C sebagai nasabah ketiga, Ny. D sebagai nasabah keempat, dan Tn. E sebagai nasabah kelima. Hari : Rabu, 8 Januari 2014 Waktu : 14.00 Tempat : Wawancara dilakukan di kantor cabang pembantu PT. Bank BNI Ciputat
Pertanyaan : 1. Apakah benar bapak/ibu nasabah di PT Bank BNI? Ny. A : Iya betul, mas. Tn. B : Benar. Ny. C : Betul, mas. Ny. D : Iya, mas. Tn. E : Yup.
2. Jenis nasabah apakah bapak/ibu? Ny. A : Saya nasabah yang menabung, mas. Tn. B : Saya menabung dan juga mempunyai kartu kredit Bank BNI, mas. Ny. C : Saya nasabah deposan. Ny. D : Saya nasabah penyimpan, mas Tn. E : Saya nasabah yang hanya menabung disini.
3. Apakah bapak/ibu mengetahui perihal apa itu rahasia bank? Ny. A : Tidak, mas. Tn. B : Wah saya pernah dengar, tetapi tidak begitu mengerti. Ny. C : Tidak tahu, mas. Ny. D : Saya tidak begitu paham, mas. Tn. E : Tidak tahu, mas
4. Apakah bapak/ibu tahu data pribadi yang ibu berikan kepada Bank BNI itu dilindungi secara hukum? Ny. A : Wah saya tidak begitu mengerti, mas, memang iya ya? Tn. B : Iya saya mengetahuinya, mas. Ny. C : Tidak tahu, mas. Ny. D : Tidak, mas. Tn. E : Tidak.
5. Kalau saya boleh tau pada saat bapak/ibu membuka rekening tabungan di Bank BNI. Dijelaskan tidak oleh pihak BNI mengenai perihal data pribadi bapak/ibu sekalian dilindungi secara hukum? Ny. A : Saya tidak mendapatkan penjelasan mengenai hal tersebut, mas. Tn. B : Tidak, mas. Ny. C : Tidak mendapatkan penjelasan sama sekali, mas. Ny. D : Tidak, mas. Saya baru tahu dari mas aja mengenai hal ini.
Tn. E : Tidak sama sekali, mas.
6. Apakah bapak/ibu pada saat membuka rekening tabungan di Bank BNI sudah membaca semua isi klausula-klausula yang terdapat di formulir pembukaan rekening tabungan? Ny. A : Tidak, mas. Hehe Tn. B : Iya, saya membacanya. Namun tidak semuanya, mas. Ny. C : Iya sedikit, mas. Ny. D : Tidak, mas. Tn. E : Saya membacanya sedikit, mas.
7. Apakah bapak/ibu bersedia apabila dihubungi pihak Bank BNI atau pihak yang bekerja sama dengan Bank BNI perihal penawaran produk-produk lainnya? Ny. A : Boleh-boleh saya, mas. Tn. B : Tidak bersedia, mas. Ny. C : Tidak mau, mas. Ny. D : Boleh saja tidak masalah, mas. Tn. E : Tidak, mas.
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang
:
a. bahwa transparansi informasi mengenai
produk bank
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan good governance pada industri perbankan dan memberdayakan nasabah; b. bahwa transparansi informasi mengenai produk bank sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan pada nasabah mengenai manfaat dan risiko yang melekat pada produk bank; c. bahwa transparansi terhadap penggunaan data pribadi yang disampaikan nasabah kepada bank diperlukan untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak pribadi nasabah dalam berhubungan dengan bank; d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk mengatur transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah dalam suatu Peraturan Bank Indonesia; Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia .....
-2-
Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2. Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN
BANK
INDONESIA
TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal
1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud …..
-3-
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing. 2. Kantor Bank adalah kantor pusat, kantor cabang, dan kantor di bawah kantor cabang. 3. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa Bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). 4. Produk Bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk dan atau jasa lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai agen pemasaran. 5. Pihak Lain adalah pihak-pihak di luar Bank, termasuk namun tidak terbatas pada pihak-pihak yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank. 6. Data Pribadi Nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank. Pasal 2 (1) Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah. (2) Dalam menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang meliputi: a. transparansi informasi mengenai Produk Bank; dan b. transparansi penggunaan Data Pribadi Nasabah;
(3) Kebijakan .....
-4-
(3) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberlakukan di seluruh Kantor Bank. Pasal 3 Direksi Bank bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan prosedur transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. BAB II TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK Pasal 4 (1) Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap Produk Bank. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Nasabah secara tertulis dan atau lisan. (3) Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau tidak etis (misconduct). Pasal 5 (1) Informasi mengenai karakteristik Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sekurang-kurangnya meliputi: a. Nama Produk Bank; b. Jenis Produk Bank; c. Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank; d. Persyaratan …..
-5-
d. Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank; e. Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank; f. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan; g. Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan h. Penerbit (issuer/originator) Produk Bank; (2) Dalam hal Produk Bank terkait dengan penghimpunan dana, Bank wajib memberikan informasi mengenai program penjaminan terhadap Produk Bank tersebut. Pasal 6 (1) Bank
wajib
memberitahukan
kepada
Nasabah
setiap
perubahan,
penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam pasal 5. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada setiap Nasabah yang sedang memanfaatkan Produk Bank paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum berlakunya perubahan, penambahan dan atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank tersebut. Pasal 7 Bank dilarang mencantumkan informasi dan atau keterangan mengenai karakteristik Produk Bank yang letak dan atau bentuknya sulit terlihat dan atau tidak dapat dibaca secara jelas dan atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pasal 8 (1) Bank wajib menyediakan layanan informasi karakteristik Produk Bank yang dapat diperoleh secara mudah oleh masyarakat. (2) Penyediaan …..
-6-
(2) Penyediaan layanan informasi mengenai Produk Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7. BAB III TRANSPARANSI PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH Pasal 9 (1) Bank wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan memberikan dan atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. (2) Dalam permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank wajib terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan konsekuensi dari pemberian dan atau penyebarluasan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain. Pasal 10 (1) Permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilakukan oleh Bank sebelum atau setelah Nasabah melakukan transaksi yang berkaitan dengan Produk Bank. (2) Persetujuan Nasabah terhadap permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan penandatanganan oleh Nasabah pada formulir khusus yang dibuat untuk keperluan tersebut.
Pasal 11 …..
-7-
Pasal 11 Dalam hal Bank akan menggunakan data pribadi seseorang dan atau sekelompok orang yang diperoleh dari Pihak Lain untuk tujuan komersial, Bank wajib memiliki jaminan tertulis dari Pihak Lain yang berisi persetujuan tertulis dari seseorang dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data pribadinya. BAB IV SANKSI Pasal 12 (1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa teguran tertulis. (2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan dengan komponen penilaian tingkat kesehatan Bank. BAB V PENUTUP Pasal 13 Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini tidak berlaku bagi Badan Kredit Desa yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 dan Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9.
Pasal 14 …..
-8-
Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Bank Indonesia ini akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Januari 2005
GUBERNUR BANK INDONESIA
BURHANUDDIN ABDULLAH
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 16 DPNP/DPbS/DPBPR
PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH UMUM Pemilihan produk bank oleh nasabah seringkali lebih didasarkan pada aspek informasi mengenai manfaat yang akan diperoleh dari produk bank tersebut. Hal ini pada satu sisi terjadi karena pada umumnya informasi mengenai produk bank yang disediakan bank belum menjelaskan secara berimbang manfaat, risiko maupun biaya-biaya yang melekat pada suatu produk bank. Oleh karena itu, tidak jarang timbul perselisihan antara bank dengan nasabah yang disebabkan karena adanya kesenjangan informasi mengenai karakteristik produk bank yang ditawarkan
bank
kepada
nasabah.
Akibatnya,
hak-hak nasabah
untuk
mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh menjadi tidak terpenuhi.
Pada sisi yang lain, kurangnya informasi yang memadai mengenai
produk bank memungkinkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan kegiatan usaha perbankan yang dapat merugikan nasabah sehingga diperlukan adanya transparansi informasi mengenai produk bank untuk meningkatkan good governance di sektor perbankan. Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian data pribadi oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut untuk tujuan komersial tanpa izin .....
-2-
izin nasabah. Oleh karena itu, transparansi penggunaan data pribadi nasabah perlu dilakukan agar hak-hak nasabah tetap terlindungi. Dengan memperhatikan hal-hal diatas, maka transparansi informasi mengenai produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari untuk menjaga kredibilitas lembaga perbankan sekaligus melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 ayat (1) Cukup jelas ayat (2) Cukup jelas ayat (3) Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 ayat (1) Informasi tertulis antara lain dalam bentuk
leaflet,
brosur,
atau
bentuk …..
-3-
bentuk tertulis lainnya. ayat (2) Informasi secara lisan kepada Nasabah dapat dilakukan dengan menjelaskan ringkasan karakteristik Produk Bank, dengan tetap memperhatikan kelengkapan informasi yang disampaikan. ayat (3) Bank memberikan informasi yang akurat dan sebenar-benarnya mengenai Produk Bank yang akan dimanfaatkan Nasabah dengan memenuhi etika penyampaian informasi yang berlaku umum. Pemberian informasi dianggap menyesatkan (mislead) apabila Bank memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta, misalnya menyebutkan produk reksadana sebagai deposito. Pemberian informasi dianggap tidak etis (misconduct) antara lain apabila memberikan penilaian negatif terhadap Produk Bank lain. Pasal 5 ayat (1) huruf a Cukup jelas huruf b Jenis Produk Bank mengacu kepada kegiatan usaha Bank sebagaimana tercantum dalam ketentuan perundang-undangan yang
berlaku
seperti
giro,
tabungan,
deposito,
dan
kredit/pembiayaan. huruf c Bank menjelaskan secara terinci setiap manfaat yang dapat diperoleh Nasabah dari suatu Produk Bank dan potensi risiko yang …..
-4-
yang dihadapi oleh Nasabah dalam masa penggunaan Produk Bank. huruf d Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank mencakup antara lain dokumen yang diperlukan, mekanisme dan prosedur transaksi yang berkaitan dengan Produk Bank. huruf e Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank antara lain biaya administrasi, provisi, atau penalti. huruf f Bagi
Bank yang menjalankan
kegiatan
usaha secara
konvensional, informasi yang disampaikan mencakup metode perhitungan bunga untuk Produk Bank baik untuk Produk Bank yang terkait dengan penghimpunan maupun penyaluran dana. Bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, informasi yang disampaikan mencakup metode perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank yang berupa penghimpunan dana, dan metode perhitungan margin keuntungan serta perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank yang berupa penyaluran dana. huruf g Informasi mengenai jangka waktu mencakup perpanjangan dan penghentian jangka waktu dan atau manfaat Produk Bank sebelum jatuh tempo.
huruf h .....
-5-
huruf h Informasi mengenai penerbit Produk Bank antara lain mencakup keterangan mengenai siapa penerbitnya (Bank atau lembaga keuangan bukan bank), hubungan hukum antara penerbit dengan Bank dan Nasabah, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak. ayat (2) Informasi mengenai program penjaminan antara lain mengenai kejelasan apakah Produk Bank tersebut termasuk dalam program penjaminan. Pasal 6 ayat (1) Cukup jelas ayat (2) Untuk
Produk
Bank
tertentu
yang
frekuensi
perubahan
karakteristiknya relatif tinggi, seperti perubahan suku bunga tabungan, pemberitahuan dapat dilakukan melalui pengumuman di Kantor Bank dan atau media lain yang mudah diakses oleh Nasabah. Pasal 7 Penempatan tulisan, bentuk huruf, dan warna tulisan dalam penjelasan karakteristik Produk Bank disajikan secara proporsional dan wajar sehingga mudah dibaca. Kalimat yang digunakan dalam menjelaskan Produk Bank disajikan secara singkat dan jelas sehingga mudah dimengerti.
Pasal 8 …..
-6-
Pasal 8 ayat (1) Layanan informasi dapat berupa publikasi tertulis di setiap Kantor Bank dan atau dalam bentuk informasi secara elektronis yang disediakan melalui hotline service / call center atau website. ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 ayat (1) Yang dimaksud dengan tujuan komersial adalah pengunaan Data Pribadi Nasabah oleh Pihak Lain untuk memperoleh keuntungan. Peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya di bidang informasi debitur. ayat (2) Cukup jelas Pasal 10 ayat (1) Cukup jelas ayat (2) Klausula permintaan persetujuan bersifat opt-in, yaitu Bank dilarang melakukan hal-hal yang menjadi tujuan pencantuman klausula tersebut, sebelum Nasabah memberikan persetujuan. Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12 …..
-7-
Pasal 12 ayat (1) Cukup jelas ayat (2) Perhitungan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan Bank dilakukan pada aspek manajemen. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4475
-8-