SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA TANGERANG PADA TAHUN 2004-2008
Oleh
ABDUL FIQIH 104082002675
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2010
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Tempat Tanggal Lahir Agama Alamat Kode Post No. Tlp/HP
: Abdul Fiqih : Brebes, 21 April 1986 : Islam Perum Taman Kedaung JL Melati 1 A1/18 Pamulang-Tangerang Selatan : 15412 : 021-96971386/ 0857-8015-4286
PENDIDIKAN FORMAL 1. MIN Rungkang-Losari-Brebes 2. MTs Salafiyah Syafi’iyah Babakan- Ciwaringin-Cirebon 3. MAN Model Babakan-Ciwaringin-Cirebon 4. S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lulus Tahun 1998 Lulus Tahun 2001 Lulus Tahun 2004 Lulus Tahun 2010
PNDIDIKAN NON-FORMAL 1. Pondok Pesantren Asrorurrofi’ah Babakan-Ciwaringin-Cirebon 2. Pondok Pesantren AL-Faqih Babakan-Ciwaringin-Cirebon PENGALAMAN ORGANISASI 1. PMII komisariat Fakultas Ekonomi UIN Jakarta 2005 2. Wakil Ketua DPM-J Akuntansi 2005 3. Anggota Tim Sukses Capres BEM-J Akuntansi 2005 4. Pernah Aktif di KPMDB Jakarta Raya 5. Staff Bidang Keilmuan IMMAN Cabang Jakarta 2004-2005 6. Ketua Bidang Humas & Senora IMMAN Cabang Jakarta 2005-2006 7. Sekretaris Umum IMMAN Cabang Jakarta 2006-2007
i
1998-2001 2001-2004
ABSTRACT The aim of research is to know the influence of region taxes, retribution, and region owned company, after legal income to the realization of PAD at Tangerang City from 2004-2008 and to know what efforts DPKAD of Tangerang City do to improve the income of PAD in Tangerang City. And method of research that I used is an analysis method and multiply regression test, while a sample that I used is date time series of pure income report per year from 2004-2008 by method of purposif sampling. Final conclusion is independent variable: are taxes, retribution, company and other legal income, simultaneously it can explain and influence significantly the realization of revenue of PAD 0,846% or 84,6% partially taxes and other revenue influence legally while two other variables: region retribution and region owned company do not influence significantly to the realization of revenue at PAD. Keyword: are taxes, retribution, owned company result, other legal revenue and realization of revenue of PAD
ii
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap realisasi PAD Kota Tangerang pada tahun 2004-2008 dan mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh aparatur DPKAD Kota Tangerang untuk meningkatkan realisasi penerimaan PAD Kota Tangerang. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode analisis dan uji regresi berganda. Sampel yang digunakan adalah rentetan data laporan penerimaan Pendapatan Asli Daerah pertahun dari tahun 2004-2008. dengan menggunakan purposif sampling. Kesimpulan terakhir adalah bahwa variabel independen yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah secara simultan mampu menjelaskan dan berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD sebesar 0,846 atau 84,6%. Sedangkan secara parsial hanya pajak dan pendapatan lain-lain yang sah yang berpengaruh signifikan, sedangkan dua variabel lain yaitu retribusi daerah dan hasil perusahaan milik daerah secara parsial kurang berpengaruh secara signifikan terhadap relasasi penerimaan PAD Kota Tangerang. Kata Kunci: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Pendapatan Lainlain Yang Sah dan Realisasi Penerimaan PAD.
iii
KATA PENGANTAR
Dengan rahmat dan kasih sayang Allah dengan ridha-Nya serta petunjuk-Nya, dengan segala kekuasaan Alhamdulillahirabbil’ alamin, segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam pemilik hidup yang hakiki, pemilik kekayaan yang sempurna, pemilik ilmu yang maha luas tiada terkira, raja dari segala manusia jin malaikat dan makhluk lainnya yang lemah, Maha Suci Allah dari segala sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Dengan rahmat Nya, serta kemurahan-Nya kepada semua hamba-Nya, penulis hamba yang lemah serta banyak kekuarangannya ini dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Di Kota Tangerang Periode 2004-2008”. Shalawat dan salam semoga Allah panjatkan kepada Rasulllah SAW yang telah mengibarkan panji islam di muka bumi dengan petunjuk serta inayah-Nya yang tiada terkira, sehingga kita sebagai manusia yang mempunyai akal dan hati menjadi manusia yang mulia dan sempurna, semoga Allah SWT dapat mengampuni segala dosa-dosa hamba-Nya yang mengikuti ajaran Muahmmad Rasulullah SAW,pemilik akhlaqul karimah,manusia agung kekasih Allah yang sempurna tanpa cela. Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi, dengan penuh kesadaran bahwa skripsi ini tedapat kelemahan-kelemahan dan jauh dari kesempurnaan (kesempurnaan hanya milik Allah), walaupun begitu, penulis hamba yang dha’if ini tetap memakai kode etik dan aturan-aturan yang berlaku layaknya sebuah karya ilmiah yang tanpa diragukan lagi keilmiahannya. Skripsi ini tidak akan selesai penulisannya begitu saja tanpa bantuan dari semua manusia yang turut berjasa dalam penggarapan skripsi saya ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai aturan yang berlaku. Oleh karena itu atas kesadaran dan kerendahan hati hamba yang dha’if ini mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya tak bisa diukur dalamnya dengan meter yang tak terhingga kepada: 1. Walidainie Orang Tua (semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan menyayanginya) Bapak Ahmad Zaini dan Ibu Siti Aminah yang Alhamdulillah selalu memberikan semua dukungan dan fasilitas yang saya butuhkan selama saya study, saya sangat bersyukur kepada Allah mempunyai orang tua sebaik engkau,
iv
tanpa rasa kesal dan pamrih,yang selalu memberikan pelajaran bagaimana menjalani hidup yang diridhoi Allah, mendidik dari kecil dengan penuh nuansa religius. Keringat, tangisan air mata dan kesedihanmu sungguh saya tak bisa membalas jasa-jasamu sampai kapanpun,hanya do’a kepada Allah agar engkau senantiasa sehat, diberikan umur panjang, dimurahkan rizqinya, dimudahkan segala urusannya, dihilangkan segala beban dan kesulitannya, dijauhkan dari segala bahaya, diridhoi atas segala pebuatannya dan diampuni segala dosa-dosa engkau, Ya Allah semoga engkau selalu menyayangi beliau,sebagaimana dia menyayangiku dari kecil tanpa rasa pamrih Aamiin. Adik-adik saya Ahmad Fauzi, Irfan Zidny, Wilda Turrahmah semoga kelak engkau menjadi manusia-manusia yang mulia baik disisi Allah maupun dalam padangan manusia Aamiin. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku dosen pembimbing I yang mudahmudahan senantiasa ikhlas ditengah-tengah kesibukannya untuk meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Rini, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memberikan solusi atas segala kesulitan yang penulis temukan sehingga bisa selesai. 4. Bapak Afif Sulfa SE, Ak, M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Ibu Yessi Fitri SE, Ak, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. 6. Segenap jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta atas semua curahan ilmu dan perhatiannya. 7. Bapak Taufiq S.E, M.Si selaku Kasi Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tangerang yang telah memberikan izin untuk riset dan data-data kepada penulis serta bantuan lain yang penulis butuhkan. 8. Teruntuk yang special dinda Nurul engkau adalah Khadijahku disaat aku dalam tekanan dan menenangkan segala beban pikiranku, engkau adalah Aisyahku disaat aku kesulitan dalam menghadapi masalah-masalahku dan memberikan solusi yang melegakan hatiku, semoga engkau menjadi seperti Siti Khadijah dan Siti Aisyah dalam hidupku.
v
9. Untuk semua teman-teman seperjuangan baik di IMMAN Jakarta, KMSGD, HIMA-CITA, KPMDB, PPMB, MAKOM ALBAB (Majelis Komunikasi Alumni Babakan) Khususnya angkatan 2004. 10. Untuk teman-teman akuntansi C 2004 dan juga anak pajak A 2004 semuanya terima kasih. 11. Untuk teman-teman kosan dulu semoga anda sukses semua. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan ketulusannya menjadi amal kebaikan dan dibalas kebaikan dengan berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.
Jakarta, September 2010 Penulis
Abdul Fiqih
vi
DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ i ABSTRACT........................................................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................. iii KATA PENGANTAR........................................................................................... iv DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah
…………………………………….
1
………………………………………… 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………… 7 BAB II
LANDASAN TEORITIS A. Sumber Penerimaan Daerah …………………………………
9
1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah ………………………..
9
2. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah ………………….. 10 a. Pajak Daerah ……………………………………………... 10 b. Retribusi Daerah …………………………………………. 35 c. Hasil Perusahaan Milik Daerah ………………………….. 40 d. Pendapatan Lain-lain Yang Sah …………………………. 40 B. Pajak dan Ruang Lingkupnya ………………………………... 41 1. Definisi Pajak ……………………………………………… 41
vii
2. Fungsi dan Tujuan Pajak ………………………………...... 43 3. Sistem Pemungutan Pajak …………………………………. 45 4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak ………………………….. 47 5. Azas Pemungutan Pajak …………………………………… 49 6. Pengelompokan Pajak ……………………………………... 49 7. Tarif Pajak ……………………………………………….... 51 8. Kewajiban dan Hak-hak Wajib Pajak ……………………... 53 C. Pajak Dalam Pelaporan Keuangan Daerah …………………… 55 D. Penelitian Sebelumnya ……………………………………….. 57 E. Kerangka Pemikiran …………………………………………... 59 F. Hipotesis ……………………………………………………… 61 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………. 62 B. Metode Penentuan Sampel ……………………………………. 62 C. Metode Pengumpulan Data …………………………………… 63 D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis …………………………… 64 E. Operasional Variabel Penelitian
BAB IV
……………………………... 71
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kota Tangerang …………………………… 73 B. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi DPKAD......... 82 C. Analisa dan Pembahasan ……………………………………... 104 1. Perbandingan Realisasi Penerimaan PAD …………………. 104 2. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, HPMD dan
viii
Pendapatan Lain-lain Yang Sah Tahun 2004-2008 ………… 112 a. Uji Asumsi Klasik ……………………………………….... 112 1. Hasil Uji Normalitas Data ………………………………. 112 2. Hasil Uji Multikolonieritas ……………………………... 113 3. Hasil Uji Heterokedastisitas ……………………………. 114 4. Hasil Uji Autokorelasi ………………………………….. 115 b. Uji Hipotesis ……………………………………………… 116 1. Uji Koefisien Determinasi ……………………………… 116 2. Hasil Uji F ……………………………………………… 118 3. Hasil Uji t ………………………………………………. 119 c. Perbandingan Analisis Penulis dengan Penelitian-penelitian Sebelumnya ……………………………………………….. 124 3. Upaya-upaya ang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang Khususnya DPKAD Dalam Meningkatkan Penerimaan PAD Di Kota Tangerang ………………………………………….. 127 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………… 129 B. Implikasi ………………………………………………………. 133 C. Saran …………………………………………………………... 134
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 136 LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 138
ix
DAFTAR TABEL Tabel
Keterangan
Halaman
1.1
Target dan Realisasi PAD .................................................
4
2.1
Pajak Reklame Permanen .................................................
25
2.2
Pajak Reklame Insendentil .................................................
25
4.1
Kapasitas Produksi, Distribusi Dan Air Terjual ………….. 81
4.2
Realisasi Penerimaan PAD ................................................. 104
4.3
Hasil Uji Multikolonieritas ................................................. 113
4.4
Hasil Uji Autokorelasi ........................................................ 116
4.5
Hasil Uji Koefisien Determinasi ........................................ 116
4.6
Hasil Uji F .......................................................................... 118
4.7
Hasil Uji t ........................................................................... 119
x
DAFTAR GAMBAR Gambar
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran.....................................................................
60
4.1
Grafik Perkembangan Penerimaan PAD......................................
107
4.2
Hasil Uji Normalitas Data............................................................
113
4.3
Hasil Uji Heteroskedasitas………………………………............
115
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun 2004..............................................................................................138
2
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun 2005..............................................................................................139
3
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun 2006 .............................................................................................140
4
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun 2007..............................................................................................141
5
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Pendapatan Lain-lain yang Sah dan PAD Tahun 2008..............................................................................................142
6
Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................143
7
Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................144
8
Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................145
9
Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................146
10
Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................147
11
Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................148
12
Out put Regresi Berganda dalam SPSS V13 ..............................149
13
Struktur Organisasi DPKAD Kota Tangerang.............................150
14
Struktor Organisasi Pemerintah Kota Tangerang ........................151
15
Surat Izin Penelitian/Riset............................................................152
xii
16
Surat Rekomendasi Penelitian LINMAS Kota Tangerang ....................................................................................153
17
Surat Keterangan Hasil Wawancara ............................................155
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik dimana didalamnya dikenal adanya daerah-daerah otonom sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi sesuai dengan ketentuan UU No.12 tahun 2008, Maka Ada 2 (dua) tingkatan daerah otonom (yaitu daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri), yang dibagi menjadi daerah tingkat I (Propinsi) dan daerah tingkat II (Kabupaten dan Kota Madya). Sejalan dengan UU No.12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta UU No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dimana pemerintah daerah baik pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten maupun kota telah diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangga daerahnya sendiri melalui otonomi daerah yang mengedepankan kemandirian daerah. Dimana otonomi daerah mensyaratkan adanya kemandirian dibidang pembiayaan/ keuangan. Keuangan ini penting karena tidak ada satu kegiatan pemerintah pun yang tidak membutuhkan biaya. Keuangan merupakan salah satu sumber hidupnya daerah karena otonomi tanpa ditunjang oleh kemampuan keuangan akan lemah sekali. Menurut salah seorang pakar bidang keuangan Prof.Dr.Rochmat Soemitro.S.H. adalah kunci bagi keberhasilan penyelenggaraan urusan-
1
urusan rumah tangga daerah. Sumber-sumber keuangan daerah dapat diperoleh dari dana perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD), pinjaman dan bantuan lainnya. Sedangkan berdasarkan ketentuan UU No.33 tahun 2004 sumber-sumber pendapatan daerah antara lain: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan daerah 4. Lain-lain hasil usaha daerah yang sah. b. Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah, yang terdiri dari: 1. Sumbangan dari pemerintah 2. Sumbangan-sumbangan
lain,
yang
diatur
dengan
peraturan
perundang undangan. 3. Lain-lain pendapatan yang sah. Dalam otonomi daerah sumber-sumber keuangan daerah/Pendapatan Asli Daerah dalam keuangan daerah merupakan salah satu tolak ukur yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pada umumnya daerah dikatakan siap untuk melaksanakan otonomi daerah apabila PAD-nya dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada APBD. Sumber utama pembangunan daerah harus dapat dibiayai dari PAD, sehingga daerah tidak bergantung dari subsidi pemerintah pusat. Dengan demikian daerah dapat dengan leluasa melakukan akselerasi pembangunan daerahnya dengan tanpa beban pengaruh dari pemerintah pusat sesuai dengan makna dari otonomi
2
daerah yaitu melaksanakan sendiri segala urusan pemerintahan diluar kelima urusan yang masih ditangani oleh pemerintah pusat (Tjip Ismail, Januari : 2004). Sebagai konsekuensi menjalankan otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001 pemerintah Kota Tangerang berupaya untuk meningkatkan sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) agar mampu membiayai
penyelenggaraan pemerintah dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah di Kota Tangerang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Dari keempat sumber Pendapatan Asli
Daerah tersebut perlu
ditingkatkan upaya
intensifikasi
dan
ekstensifikasi yang salah satunya adalah dengan meningkatkan efisiensi sumber daya dan sarana yang terbatas, serta meningkatkan efektifitas pemungutan yaitu mengoptimalkan potensi yang ada serta terus diupayakan menggali sumber-sumber pendapatan yang baru yang kemudian potensinya memungkinkan sebagai kontribusi yang signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah di Kota Tangerang. Kota Tangerang merupakan kota yang mempunyai kultur dan nuansa perkotaan yang religius dan juga sebagai hinterlandnya DKI Jakarta semakin banyak orang yang bermukim dan menetap sehingga potensi wajib-wajib
pajak yang baru dapat
meningkatkan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah, selain itu semakin banyaknya dibangun pusat-pusat bisnis terpadu meliputi
3
perkantoran, perumahan, pusat perbelanjaan, makanan cepat saji dari luar negeri menjadikan potensi pajak daerah semakin besar. Tabel 1.1 Daftar Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Kota Tangerang Periode 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Target 97.899.759.826,107.313.373.998,122.228.416.207,133.412.795.107,145.417.607.708,-
Realisasi 108.978.535.129,122.149.992.517,135.853.641.888,164.053.027.186,192.475.130.150,-
Pencapaian 111.32% 112.09% 111.22% 120.76% 132.36%
Sumber: DPKAD Kota Tangerang
Sumber Pendapatan Asli Daerah adalah dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil laba dari perusahaan milik daerah dan dari hasil usaha lain-lain yang sah yang diterima oleh pemerintah daerah Kota Tangerang. Adapun pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah Kota Tangerang adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak bahan galian golongan C, pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, pajak sarang burung walet, PBB Perkotaan dan pedesaan, dan BPHTB. Pajak-pajak daerah tersebut diharapkan dapat meningkatkan PAD, selain dari hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan usaha-usaha lainnya yang sah, sehingga bisa digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Dengan demikian hasil pemungutan dari sektor pajak akan dapat lebih berperan dalam menunjang usaha-usaha pembangunan khususnya pembangunan yang dilaksanakan di Kota Tangerang.
4
Kota Tangerang memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang cukup besar terus memacu perkembangan sebagai upaya untuk mensejahterakan masyarakat dan mewujudkan Kota Tangerang sebagai pusat
perekonomian
berwawasan
lingkungan.
Pada
tabel
1.1
menggambarkan target dan realisasi pendapatan daerah di Kota Tangerang selama satu periode dari tahun 2004-2008. Dari tabel 1.1 diatas dapat disimpulkan bahwa realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan selalu melebihi nilai yang ditargetkan. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Ahmad Najib (2006), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Karawang. Hasilnya menunjukan bahwa terjadi peningkatan secara signifikan, yang diketahui dari keempat variabel independen yaitu pajak daerah, perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah yang berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang. Sesuai dengan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tangerang tahun 2004-2008. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu objek penelitian dan tahun penelitian. Pada penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang dengan menggunakan metode convenience sampling yaitu metode pemilihan sampel non probabilitas (nonprobability sampling method) dimana anggota sampel yang dipilih
5
atau diambil berdasarkan kemudahan mendapatkan data yang diperlukan, yaitu dengan mengambil data bulanan dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada penelitian ini menggunakan metode analisisnya dengan metode regresi berganda yang dihasilkan dari output SPSS. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti mencoba untuk meneliti tentang pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap realisasi penerimaan PAD di Kota Tangerang serta perbandingan realisasi penerimaan kedua variabel independen dan dependen tersebut. Maka peneliti mengambil judul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang Pada Tahun 2004-2008”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat penulis rumuskan beberapa masalah yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup pembahasannya berkisar pada: 1. Apakah pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah berpengaruh terhadap realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tangerang baik secara parsial maupun simultan?
6
2. Upaya apa saja yang perlu dilakukan oleh pemerintahan Kota Tangerang untuk meningkatkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Tangerang? 3. Bagaimanakah perbandingan antara realisasi penerimaan PAD dengan penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian: a. Untuk menganalisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan usaha lain-lain yang sah terhadap realisasi Pendapatan Asli Daerah di Kota Tangerang. b. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Tangerang untuk meningkatkan realisasi Pendapatan Asli Daerah. c. Untuk mengetahui perbandingan antara realisasi penerimaan PAD dengan penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah. 2. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini antara lain:
7
a. Bagi penulis; dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dibidang ekonomi dan perpajakan, khususnya mengenai penerimaan Pendapatan Asli daerah. b. Bagi Akademis; hasil penelitian ini diharapkan akan menambah bahan referensi atau acuan bagi studi tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Usaha Lain-lain yang Sah atau penelitian dengan objek yang sejenis. c. Bagi Masyarakat; diharapkan akan memberikan sumbangan berupa informasi yang berarti bagi masyarakat luas, yang ada hubungannya dengan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil usaha lain-lain yang sah. d. Bagi Instansi Terkait; dalam hal ini adalah pemerintah Kota Tangerang, pertimbangan
hasil
penelitian
dalam
ini
mengevaluasi
bermanfaat
sebagai
efektivitas
dan
bahan efisiensi
penerimaan Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber pembangunan daerah. e. Bagi para pembaca; penelitian ini bermanfaat dalam menambah khazanah keilmuan, intelektualitas dan aktualisasi diri.
8
BAB II LANDASAN TEORITIS
5. Sumber Penerimaan Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri dengan melakukan segala upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan demikian pemerintah daerah dapat melaksanakan tugas pemerintahan
dan
pembangunan
yang
semakin
mantap
demi
kesejahteraan masyarakatnya. Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Jadi dapat disimpulkan PAD merupakan suatu penerimaan daerah yang berasal dari sumber-sumber wilayahnya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam UU No.33 tahun 2004 sebagai salah satu sumber pendapatan dalam kaitan pelaksanaan otonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah harus betul-betul dominan dan mampu memikul beban kerja yang diperlukan hingga pelaksanaan
9
otonomi daerah tidak dibiayai oleh subsidi atau dari sumbangan dari pihak ketiga atau pinjaman daerah. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah tidak dapat dipisahkan dari pendapatan daerah secara keseluruhan. Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), UndangUndang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Adapun Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara lain: a) Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pajak daerah dapat digolongkan kedalam dua kategori menurut tingkat pemerintahan daerah, yaitu: Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kotamadya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah: 1) Jenis Pajak Propinsi terdapat dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
10
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. e. Pajak Rokok. 2) Jenis Pajak Kabupaten Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel Bedasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang No 11 tahun 2008
tentang pajak hotel
menerangkan hal-hal sebagai
berikut: 1) Pengertian Pajak
hotel
adalah
pungutan
daerah
atas
pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap
istirahat,
memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu di kelola dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2) Objek Pajak Hotel Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel, sesuai peraturan daerah No. 11 tahun 2008 meliputi hal-hal sebagai berikut:
11
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, antara lain: Gubug pariwisata (cottage), motel, wisma, pariwisata, pesanggarahan (hostel), losmen dan rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 15 atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. b) Pelayanan penunjang sabagai kelengkapan fasilitas penginapan
dan
memberikan
kemudahan
dan
kenyamanan, antara lain telepon, faximail, telex, fotocopy,
pelayanan
cuci,
setrika,
taksi,
dan
pengangkutan lainnya yang disediakan atau yang dikelola oleh hotel. c) Fasilitas olah raga dan hiburan, antaa lain pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotek, yang disediakan oleh hotel. d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Pada pajak hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh penginapan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu:
12
a) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. b) Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren. c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran. d) Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon, yang dipergunakan oleh umum di hotel. e) Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. 3) Subjek Pajak Hotel Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel atas pelayanan hotel. 4) Tarif Pajak Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% yang ditetapkan dengan peraturan daaerah kabupaten kota hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan pada pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masingmasing daerah kabupaten / kota.
13
5) Perhitungan Pajak Hotel Pajak Hotel Terutang =
Penghasilan Buto dalam 1 bulan x Tarif Pajak
Contoh: PT. Hotel Dedy Jaya terletak di kota Tangerang, memiliki data jenis kamar, jumlah kamar, dan tarif sebagai berikut: a) Standar Doble 10 kamar dengan tarif perhari Rp 65.000. b) Standar triple 10 kamar dengan tarif perhari Rp 85.000; c) Standar doble 10 kamar dengan tarif perhari Rp 85.000. d) Standar triple 8 kamar dengan tarif perhari Rp 120.000. e) Superior 6 kamar dengan tarif perhari Rp 175.000. Bulan
November
2009
memperoleh
penghasilan
dari
penggunaan kamar: a) Kamar Standar double sebanyak 20 hari b) Kamar Standar triple sebanyak 20 hari c) Kamar Deluxe double sebanyak 15 hari d) Kamar Deluxe triple sebanyak 10 hari e) Kamar Superior triple sebanyak 12 hari Hitunglah berapa pajak hotel yang harus dibayar oleh PT. Hotel Dedy Jaya untuk bulan November 2009. Jawab: = ( 20 x Rp 65.000; ) + ( 20 x Rp 85.000; ) + ( 15 x Rp 120.000; )
14
= ( 10 x Rp 150.000; ) + ( 12 x Rp 175.000; ) = Rp 1.300.000; + Rp 1.700.000; + Rp 1.800.000; + Rp 2.100.000; = Rp 6.900.000; b. Pajak Restoran Restoran adalah usaha penyediaan dan penjualan makanan bertempat disebagian atau seluruh bangunan termasuk penyediaan / penjualan makanan dan minuman yang diantar atau dibawa pulang. Pajak restoran adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran oleh orang pribadi atau badan. 1) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran Dasar pengenaan pajak restoran adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 tentang perubahan
atas
Undang-undang Republik
Indonesia
Nomor 33 tahun 2004 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Lebih khusus pasal 2 ayat point (d) point tentang pajak Kabupaten/Kotamadya. Di samping itu, yang menjadi landasan hukum atas pengenaan pajak restoran adalah sebagai berikut: a) Perda Provinsi Banten No.38 Tahun 2009 b) Perda No. 2 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran
15
c) Perda No. 16 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran d) Perda Kota Tangerang No.9 Tahun 2009 2) Objek, Subjek, dan Wajib Pajak Restoran Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Seperti Rumah Makan, Bar, Cafe, Warung Nasi. Pengecualian Objek Pajak Restoran: 1. Usaha Jasa Boga atau catering yang merupakan objek pajak pemerintah pusat berdasarkan peraturan No. 65 Tahun 2001. 2. Pelayanan restoran atau rumah makan yang memilki omset atau peraturan usaha di bawah 30 juta rupiah pertahun (tidak mengikat dan dapat berubah sewaktuwaktu menyesuaikan dengan kondisi ekonomi melalui gubernur. 3. Restoran atau rumah makan yang satu manajemen dengan hotel. Subjek pajak restoran adalah perorangan pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran kepada restoran. Dengan demikian setiap konsumen, selain membayar tarif restoran, wajib pula membayar restoran sebesar 10% dan tarif restoran kepada pengusaha restoran.
16
Wajib Pajak restoran adalah pengusaha restoran yang harus menyetorkan pajak restoran yang dibayar oleh konsumen kepada Dinas Pendapatan selaku Kas Daerah. 3) Saat Terutang Pajak, Dasar Pengenaan Pajak Restoran, Tarif, dan Cara Perhitungan. a) Saat Terutang Pajak Restoran Yaitu disaat terjadinya pembayaran ke pengusaha restoran atas pelayanan restoran termasuk yang dibayar di muka/ down payment. b) Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang diberikan konsumen kepada restoran. Masa pajak adalah jangka waktu lamanya 1 (tahun) bulan takwim. c) Cara Perhitungan Pajak Restoran = Tarif Pajak (10%) x Dasar Pengenaan Contoh Perhitungan Pajak Restoran: Sebuah restoran menyediakan makanan dan minuman di tempat, sekaligus melayani pesanan. Berdasarkan laporan perusahaan, selama 1 bulan restoran tersebut memperoleh pendapatan dari konsumen yang makan di restorannya sebesar Rp. 15.000.000,00. Berapakah pajak restoran yang harus dibayar oleh restoran tersebut. Cara perhitungan pajak:
17
Tarif Pajak
= 10%
Dasar Pengenaan Pajak
= Omzet
= Rp 64.000.000,00 + Rp 15.000.000,00 = Rp 79.000.000,00 Maka Pajak yang harus dibayarkan adalah: 10% x Rp 79.000.000,00 = 7.900.000,00 4) Sistem Pajak Restoran Adalah Self Assesment atau wajib pajak menghitung, melaporkan dan membayar pajak yang terutang sendiri. 5) Bukti Transaksi Pembayaran Pajak Restoran 1. Setiap bentuk transaksi restoran atau rumah makan diharuskan menggunakan bon atau bill atau sesuai dengan keputusan Gubernur. 2. Setiap bon /bill harus memliki tanda perporasi atau legalisasi pajak dengan mengajukan secara tertulis ke kepala dinas pendapatan daerah. 3. Sanksi yang diberikan untuk wajib pajak yang tidak pakai perporasi /legalisasi adalah sebesar 2% perbulan dari dasar pengenaan pajak. 4. Bagi wajib pajak yang tidak menggunakan bon atau bill dikenakan sanksi sebesar 2% perbulan dari dasar pengenaan pajak.
18
c. Pajak Hiburan Berdasarkan Peraturan Daerah kota Tangerang No.10 Tahun 2008 tentang pajak hiburan, menarangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Pengertian Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, dan/ atau keramain, dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas berolahraga. 2) Objek Pajak Hiburan Objek pajak hiburan dalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Berdasarkan peraturan daerah (perda) kota Tangerang No.10 Tahun 2008 objek pajak hiburan meliputi: a) Pertunjukkan film b) Pertunjukkan kesenian daaan sejenisnya c) Pagelaran musik dan tari d) Diskotik e) Karaoke f) Klub Malam g) Permainan Billiar h) Permaianan Ketangkasan
19
i) Panti Pijat j) Mandi Uap k) Pertandingan Olahraga l) Tempat Rekreasi m) Kolam Renang n) Persewaan Video Kaset, VCD,/DVD, LD o) Pasar Malam dan hiburan umum komersial lainnya. Pada pajak hiburan, tidak semua penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk obek pajak, yaitu penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, atau kegiatan keagamaan. 3) Subjek Pajak Hiburan Pada pajak hiburan, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Secara sederhana subjek pajak adalah konsumen yang menikmati hiburan. 4) Tarif Pajak Hiburan Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% yang ditetapkan dalam peraturan daerah kabupaten / kota.
20
5) Perhitungan Pajak Hiburan Pajak Hiburan Terutang = Jumlah Pembayaran Untuk Menonton x Tarif
Contoh: PT. Dedy Jaya Tangerang menyelenggarakan pagelaran musik Dewa 19 di stadion Benteng Tangerang. Satu tiket yang terjual untuk VVIP dengan harga Rp 600.000,- sebanyak 150 lembar, VIP dengan harga Rp 350.000,- sebanyak 250 lembar, Kelas I dengan harga Rp 150.000,- sebanyak 15.000,- lembar, Kelas II dengan harga Rp 60.000,- sebanyak 15.000,- lembar. Hitung berapa pajak hiburan yang harus dibayar oleh PT. Dedy Jaya, jika tarif pajak hiburan untuk pagelaran musik di Kota Tangerang ditetapkan 10%. Jawab: Penghasilan PT. Dedy Jaya = (150 x Rp 600.000,-) + (250 x Rp 350.000,-) + (15.000 x Rp 150.000,-) + (15.000,-) + (15.000 x Rp 60.000) =
Rp 90.000.000 + 87.500.000,- + 2.250.000.000,- + Rp 9.000.000.000,-)
= 11.427.500.000 Pajak Hiburan yang terutang PT. Dedy Jaya Tangerang = 10% x Rp. 11.427.500.000,= 1.142.750.000,-
21
d. Pajak Reklame Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang tingkat II No. 4 tahun 2009 tentang pajak reklame, menerangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Pengertian Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik pehatian umum atas suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. 2) Objek Pajak Reklame Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa periklanan yang terdaftar pada dinas pendapatan daerah kabupaten/kota. Penyelenggara reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame adalah sebagaimana yang disebut dibawah ini: a) Reklame Papan/Billboard/Megatron.
22
b) Reklame kain/Baliho. c) Reklame melekat stiker. d) Reklame selebaran. e) Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan. f) Reklame udara; reklame menggunakan balon udara. g) Reklame suara; reklame melalui kendaraan yang menggunakan pengeras suara. h) Reklame film dan slide; reklame yang menggunakan atau memperlihatkan
gambar
yang
berubah-ubah
mempergunakan layar monitor. i) Reklame peragaan, antara lain reklame melalui peragaan produk langsung kepada konsumen. Tidak semua penyelenggara reklame dikenakan pajak ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak reklame, yaitu: a. Penyelenggara reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan jenisnya. b. Penyelenggara reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
23
3) Subjek Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% yang ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 4) Perhitungan Pajak Reklame Pajak Reklame terutang = Nilai sewa x Tarif
Contoh: Tahun 2009 PT Dedy Jaya Kota Tangerang membuat reklame papan nama tiang sebanyak empat buah dengan luas masing-masing 40m yang diletakan ditempat yang berkategori 1 tahun. Hitung berapa pajak reklame. Jawab: -
Tarif pajak reklame 25%, jumlah luas reklame = 4 x 40m = 160m Nilai strategis papan nama tiang 1 tahun untuk kategori utama = 120.000/m² NJOP/m² untuk papan nama tiang = Rp 180.000/m² Nilai sewa dihitung dengan penjumlahan nilai strategis dan nilai jual objek pajak Pajak Reklame = Nilai Sewa x Tarif Pajak = 160 m² x (Rp 120.000,-/m² + Rp 180.000,-/m²) x 25% = Rp 48.000.000,- x 25% = Rp 12.000.000,-
24
Tabel 2.1 Pajak Reklame Permanen
No
1
2 3
Jenis Reklame Papan nama tiang Papan nama bersinar/neon box Papan nama tiang toko
Masa Pajak
Nilai Strategis/M² B C
Utama
A
D
E
NJOP/M²
1 tahun
120.000
110.000
100.000
60.000
80.000
70.000
180.000
1 tahun
130.000
120.000
110.000
100.000
90.000
80.000
220.000
1 tahun
80.000
70.000
60.000
50.000
40.000
30.000
120.000
Tabel 2.2 Pajak Reklame Insendentil
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Reklame Baliho Spanduk Umbul-umbul Layar cover (3040m) Layar cover (2030m) Tanda Toko Bendera Plastik Timplate Kendaraan Selebaran Poster Stiker Balon Udara Slide/Film
Masa Pajak 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan
Nilai Strategis (Rp) 24.000/m 75.000/m 7.500/m
NJOP (Rp) 40.000/m 90.000/m 80.000/m
1 Bulan
400.000/m
750.000/buah
1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan 1 Bulan
300.000/m 7.500/m 20.000/m 100.000/m -
500.000/buah 50.000/buah 2.000/lembar 12.500/lembar 150.000/m 200/lembar 200/lembar 75.000/lembar 500.000/buah 20.000/detik
25
e. Pajak Penerangan Jalan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang No.8 Tahun 1999 tentang pajak penerangan jalan, menerangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Pengertian Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga
listrik
untuk
menerangi
jalan
umum
yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. 2) Objek Pajak Penerangan Jalan Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, diwilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya
dibayar
oleh
pemerintah
daerah
Kabupaten/Kota Tidak semua penggunaan listrik dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak temasuk objek pajak penerangan jalan yaitu: a) Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. b) Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, perwakilan asing,
26
dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik. c) Penggunaan tenaga listrik yang bukan berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi terkait. d) Penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah: misalnya penggunaan tenaga listrik yang khusus digunakan untuk tempat ibadah serta panti asuhan yatim piatu dan sejenisnya. 3) Subjek Pajak Penerangan Jalan Pada Pajak Penerangan Jalan, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana subjek adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha penerangan jalan. 4) Tarif Pajak Penerangan Jalan Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan palng tinggi sebesar 10% dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 5) Perhitungan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) PPJ terutang = Nilai Jual Tenaga Listrik x Tarif Pajak
27
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Berdasarkan Peraturan Daerah Pemerintah Kota Tangerang
No.
7 tahun 1999 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, menerangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Pengertian Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. 2) Objek Pajak Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan golongan C, pengertian kegiatan pengambilan bahan golongan C adalah pengambilan bahan galian golongan C dari sumber alam didalam dan atau permukaan bumi yang dimanfaatkan. Bahan galian golongan C meliputi: -
Asbes Batu tulis Gips Batu kapur Batu apung Batu permata Bentonit Dolomite Feldspar Garam batu (halite) Batu setengah permata
-
Grafit Granit Perlit Kalsit Kaolin Magnesit Mika Tras Marmer Tanah Liat Tanah Serap
Opsidien Oker Phospat Pasir Kuarsa Leusit Talk Tawas Nitrat Tanah Pasir&Kerikil
28
Pada pajak pengambilan bahan galian golongan C, tidak semua pengambilan bahan galian golongan C dikenakan pajak, Objek pajak dikecualikan terhadap kegiatan: a) Kegiatan pengambilan bahan galian golongan C yang nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk mengambil bahan galian golongan C tersebut dan tidak dimanfaatkan secara ekonomis. Contoh kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, kegiatan pertambangan golongan A, golongan B, dan penanaman kabel listrik/telepon. b) Pengambilan bahan galian lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah. 3) Subjek Pajak Subjek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah orang
pribadi
atau
badan
yang
menyelenggarakan
pengambilan bahan galian golongan C. 4) Tarif Pajak Tarif pajak pengambilan bahan galian golongan C ditetapkan paling tinggi sebesar 20% yang ditetapkan dengan peraturan daerah. 5) Perhitungan Pajak Terutang = Nilai jual hasil pengambilan bahan galian Golongan C x Tarif Pajak
29
Di Indonesia ada yang membedakan jenis penambang yang melakukan pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, yakni pengusaha tambang rakyat tradisional. Perbedaan itu terkait dengan tarif pajak yang ditetapkan, yakni untuk penambang pengusaha dikenakan 20%, jika penambang tradisional pemungutan
biasanya yang
dikenakan dilakukan
tarif
dipungut
20%,
sedangkan
dengan
official
assessment yakni dibayar sendiri oleh wajib pajak dengan memberitahukan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). g. Pajak Parkir 1) Pengertian Pajak
Parkir
adalah
pajak
yang
dikenakan
atas
penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 2) Objek Pajak Parkir Objek Pajak Parkir yakni penyelenggaraan pajak parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
30
penitipan kendaraan bemotor dan garasi yang memungut bayaran. Pajak Parkir dikecualikan terhadap beberapa objek sebagai berikut: a) Penyelenggara tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. b) Penyelenggara parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik. c) Penyelenggara tempat parkir lainnya yang diatur dalam peraturan daerah. d) Subjek Pajak Parkir yakni orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. e) Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 20% yang ditetapkan dalam peraturan daerah. h. Pajak Sarang Burung Walet 1) Pengertian Pajak sarang burung walet adalah pajak yang dikenakan atas pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet. 2) Objek Pajak sarang burung walet Adalah pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet.
31
3) Subjek Pajak sarang burung walet Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau
Badan
yang
melakukan
pengambilan
dan/atau
mengusahakan Sarang Burung Walet. 4) Tarif Pajak Sarang Burung Walet Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi 10% yang ditetapkan dengan peraturan daerah. i. Pajak PBB Pedesaan dan Perkotaan 1) Pengertian Pungutan yang di pungut atas bumi dan bangunan yang mempunyai yang dikenakan bumi dan bangunan dan pengertian bumi disini adalah tanah dan perairan yang berada dipermukaan bumi, sedangkan yang dimaksud bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan, termasuk dalam pengertian bangunan adalah hotel, pabrik, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, tanah mewah, galangan kapal, dermaga, dan fasilitas lain yang memberikan manfaat. 2) Objek PBB Pedesaan dan Perkotaan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
32
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 3) Subjek PBB Pedesaan dan Perkotaan Subjek
Pajak
Bumi
dan
Bangunan
Perdesaan
dan
Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai
memperoleh
suatu
manfaat
atas
hak
atas
Bumi
dan/atau
Bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. 4) Tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. j. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 1) Pengertian Pungutan yang dikenakan atas perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 2) Objek BPHTB Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi: a. pemindahan hak karena: 1) jual beli
33
2) tukar menukar 3) hibah 4) hibah wasiat 5) waris 6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain 7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 8) penunjukan pembeli dalam lelang 9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap 10) penggabungan usaha 11) peleburan usaha 12) pemekaran usaha atau 13) hadiah. b. pemberian hak baru karena: 1) kelanjutan pelepasan hak; atau 2) di luar pelepasan hak. 3) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 4) Tarif BPHTB Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
34
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
b) Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah didasarkan pada undangundang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. a) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi
daerah
adalah
pungutan
daerah
sebagai
pembayaran atas jasa pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. b) Objek dan Golongan Retribusi Daerah 1. Objek Retribusi Daerah Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi daerah adalah berbagai jenis pungutan yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu dikelompokan kedalam tiga golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.
35
2. Golongan Retribusi Daerah Penggolongan
retribusi
dimaksudkan
guna
menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi. Sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas tiga golongan: a. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat 3 huruf a, retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan terentu. 2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. 3) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. 4) Jasa tersebut layak dikenakan retribusi. 5) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.
36
6) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan sumber pendapatan daerah yang potensial. 7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas layanan yang lebih baik. Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam peraturan pemerintah No.66 Tahun 2001 pasal 2 ayat 2, sebagaimana dibawah ini: 1) Retribusi pelayanan kesehatan. 2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. 3) Retribusi biaya cetak pelayanan kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil . 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat. 5) Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum. 6) Retribusi pelayanan pasar. 7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor. 8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. 9) Retribusi biaya penggantian cetak peta. 10) Retribusi pengujian kapal perikanan. b. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan
oleh pemerintah daerah dengan menganut
prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta, sesuai dengan Undang-
37
undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat 3 huruf b. retribusi udaha dapat ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut 1) Retribusi jasa bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. 2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta. Tetapi belum memadai atau terdapat harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis-jenis retribusi jasa usaha diatur dalam peraturan pemerintah no. 66 tahun 2001 pasal 3 ayat 2, sebagaimana dibawah ini: 1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah. 2) Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan. 3) Retibusi tempat pelelangan. 4) Retribusi terminal. 5) Retribusi tempat khusus parkir. 6) Retribusi penyedotan kakus/WC. 7) Retribusi rumah potong hewan. 8) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal. 9) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga. 10) Retribusi penyebrangan diatas air. 11) Retribusi pengolahan limbah cair.
38
12) Retribusi penjualan produksi usaha daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan,
pengawasan
atas
pengaturan, kegiatan,
pengendaliandan
pemanfaatan
ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana,
atau
fasilitas
tertentu
guna
melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 pasal 18 ayat 3 huruf C, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut ini: 1) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. 2) Perizinan
tersebut
benar-benar
diperlukan
guna
melindungi kepentingan umum. 3) Biaya
yang
menjadi
beban
dan
biaya
untuk
menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai oleh retribusi perizinan.
39
Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu diatur dalam peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2001 pasal 4 ayat 2, adalah sebagaimana dibawah ini: 1. Retribusi izin mendirikan bangunan. 2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol. 3. Retribusi izin gangguan. 4. Retribusi izin trayek.
c) Hasil Perusahaan Milik Daerah Adalah penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah
dan
pengelolaan
keuangan
daerah
yang
dipisahkan,
penerimaan ini antara lain berasal dari perusahaan daerah, penyertaan modal daerah ke pihak ketiga. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan (antara lain: bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah )
d) Pendapatan Lain-lain yang Sah Adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha diluar kegiatan dan pelaksanaan tugas daerah, misalnya penerimaan dan sumbangan pihak ketiga, hasil penjualan milik daerah (Penjualan drum bekas aspal), penerimaan jasa giro.
40
B. Pajak dan Ruang Lingkupnya 1. Definisi Pajak Batasan atas definisi pajak sangat beraneka ragam, dalam hal ini penulis tidaklah akan menyelidiki batasan manakah diatara beraneka ragam definisi itu yang lebih tepat daripada lainnya. Banyak para ahli dibidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi yang berbeda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi mempunyai inti dan tujuan yang sama. Sebagai bahan pertimbangan, berikut ini penulis sajikan beberapa definisi dari para ahli dan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimuat secara kronologis sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pibadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Definisi dari Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul ”Pajak berdasarkan Asas Gotong Royong” Universitas Padjadjaran, Bandung, 1964. “Pajak adalah iuran wajib pajak, berupa uang atau barang dagang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam menacapai kesejahteraan umum”. (Erly Suandy, 2005 : 10)
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Mr.Dr.N.J.Fiedmann: “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang oleh pihak penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
41
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.(Siti Resmi, 2003 : 1). Definisi yang diberikan oleh Prof.Dr Rochmat Soemitro.SH. dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan” menyatakan sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kuasa negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan ) dengn tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”, (H.S.Munawir, 2003 : 3). Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Pajak merupakan iuran wajib dari rakyat yang diserahkan kepada negara, sehingga yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, Negara dalam hal ini adalah Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. b. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang yang berlaku serta aturan pelaksanaanya. c. Tanpa ada jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual atau pemerintah (tidak ada
hubungan antara jumlah pembayaran objek dengan
kotraprestasi secara individual). d. Pajak digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran
pemerintah
yang
bermanfaat
bagi
42
masyarakat luas dan bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. e. Negara (pemerintah) sebagai pihak pemungut pajak berkewajiban berusaha untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Fungsi dan Tujuan Pajak a. Fungsi Pajak Telah diketahui bahwa ada dua fungsi pemungutan pajak, yaitu: 1) Fungsi Budgeteir (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgeteir artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan, melalui cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak. 2) Fungsi Regulerend ( Fungsi Mengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi dan tujuantujuan tertentu di bidang keuangan. Melalui pajak pemerintah juga dapat mengatur kebijakan ekonomi. Dengan kebijakan fiskal, pemerintah dapat mengambil kebijakan dalam melindungi industri dalam negeri agar mampu bersaing dengan cara menetapkan pajak yang tinggi bagi hasil
43
produksi barang-barang dari luar negeri yang diimpor ke Indonesia. Penetapan tarif pajak tinggi juga dapat mencegah dan mengatasi inflasi. Kebijakan pemerintah yang melakukan kebijakan pajak yang rendah atau bahkan memberikan kebebasan pajak atau tax holding untuk masa tertentu dapat diambil pemerintah ketika perekonomian yang
cenderung
diharapkan
mengalami
pengusaha
akan
kelesuan termotivasi
(penurunan). untuk
Sehingga
meningkatkan
investasinya dan membuka lapangan pekerjaan sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat. b. Tujuan Pajak Dalam bukunya yang bejudul Fiscal Policy, Foreign Exchange control and Ekonomic Develovment (ditulis pada tahun 1954) Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemoe mengatakan bahwa fiscal policy sebagai alat suatu pembangunan harus mempunyai satu tujuan yang simultan, yaitu secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan untuk menyalurkan private saving ke sektor-sektor yang produktif sekaligus digunakan untuk mencegah pengeluaran-pengeluaran yang menghambat pembangunan atau yang “mubadzir” dalam berbagai bentuknya. (Santoso Brotodihardjo, 1998:205). Secara sederhana dapat penulis katakan bahwa tujuan dari pemungutan pajak adalah sebagai sumber pandapatan atau penerimaan suatu negara yang kemudian akan dialokasikan untuk membiayai
44
pengeluaran-pengeluaran, baik pengeluaran rutin maupun pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pengalokasiannya negara dalam hal ini pemerintah harus menetapkan skala priorotas untuk bidang-bidang tertentu.
3. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan atas 3 macam, antara lain: a. Official Assesment System Adalah sutau sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada aparatur perpajakan (Fiskus) untuk menentukan jumlah pajak yang terutang sesuai Undang-undang. Ciri-ciri sistem ini adalah sebagai berikut: 1) Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang berada pada pada fiskus (aparatur pajak). 2) Wajib pajak bersifat pasif; menunggu dan menerima hasil dari perhitungan yang dilakukan oleh fiskus. 3) Utang pajak timbul/dapat diketahui setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. 4) Fiskus dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan pada Undang-undang.
45
b. Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya (jumlah) pajak yang harus dibayar. Ciri-ciri sistem ini adalah: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. 2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya bertugas mengawasi. 4) Wajib pajak dipandang memahami tata cara perhitunga pajak. 5) Wajib pajak dituntut untuk bersikap jujur; memberikan laporan yang sebenarnya. c. Whitholding System Adalah
suatu
sistem
pemungutan
pajak
yang
memberiwewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri system ini adalah sebagai berikut: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga (konsultan pajak). 2) Wajib pajak dan fiskus bersikap pasif. 3) Utang pajak dapat diketahui dari laporan pihak ketiga.
46
4) Pihak ketiga dituntut untuk bersikap jujur; memberikan laporan yang sebenarnya berdasarkan pada Undang-undang.
4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak Agar didalam pemungutan pajak tidak menimbulkan berbagai hambatan atau berlawanan, maka harus memenuhi beberapa syarat antara lain sebagai berikut: a. Syarat keadilan Tujuan dari setiap hukum adalah menegakan keadilan, begitupun dalam bidang pajak. Adil dalam perundang-undangan pajak maupun dalam hal pelaksanaan pemungutannya. Adil dalam perundangundangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, tanpa adanya diskriminasi serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak Wajib Pajak untuk mengajukan kebertan, penundaaan dalam
pembayaran
dan
mengajukan
banding
kepada
Majelis
Pertimbangan Pajak b. Syarat Yuridis Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas dan baik untuk Negara maupun warganya. Bagi Negara-nagara hokum, maka segala sesuatu harus
diatur
atau
ditetapkan
dalam
undang-undang
termasuk
47
pemungutan pajak. Pemungutan pajak harus memperoleh persertujuan dari rakyatnya melalui DPR. Di Indonesia, pajak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa: “Pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai untuk keperluan Negara) hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang”. c. Syarat Ekonomis (tidak mengganggu peekonomian) Keseimbangan dalam kehidupan ekonomi tidak boleh terganggu karena adanya pemungutan pajak. Oleh karena itu kebijakan pemungutan pajak harus diusahakan supaya tidak menghambat lancarnya perekonomian, baik dalam bidang produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. Disamping itu, pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan umum apalagi menghalang-halangi usaha rakyatnya dalam mencapai kebahagiaan/kesejahteraan. d. Syarat Finansial (pemungutan pajak harus efisien) Hasil pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup sebagian dari pengeluaran-pengeluaran negara sesuai dengan fungsi budgeteir. Oleh karena itu pelaksanaan pemungutan pajak hendaknya tidak memakan biaya pemungutan yang besar dan pemungutan itu hendaknya dapat mencegah inflasi.
48
e. Sistem Pemungutan Pajak harus Sederhana. Untuk mencapai efisiensi, memudahkan dan memotivasi masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya maka harus diterapkan sistem pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan sehingga masyarakat tidak terganggu dengan permasalahan yang sulit.
5. Azas Pemungutan Pajak Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut Pajak: . a. Asas Tempat Tinggal Negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak. b. Asas Kebangsaan Pengenaan pajaknya dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. c. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari suatu Negara yang memungut pajak (waluyo dan wirawan, 2000:10)
6. Pengelompokan Pajak a. Menurut Golongannya 1) Pajak langsung. Yaitu pajak yang harus dipikul jugs harus dipikul atau di tanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau
49
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan 2) Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau piahk ketiga Contoh: Pajak Pertambahan Nilai b. Menurut Sifatnya 1) Pajak Subyektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak penghasilan 2) Pajak Obyektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: PPh dan PPnBM c. Menurut Lembaga Pemungutannya 1) Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB, Bea Materai.
50
2) Pajak Daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. (Yusdianto Prabowo,2002:7). Pajak Daerah terdiri atas: a) Pajak daerah tingkat I (Pripinsi): Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Bea Balik
Nama
Tanah,
Pajak
Izin
Penangkapan
Ikan
di
Wilayahnya. b) Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya): Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Reklame,
Pajak Hiburan,
Pajak
Penerangan Jalan, Pajak bahan Galian C dan Pajak pemanfaatan ABT/AP.
7. Tarif Pajak Untuk mencapai kondisi adanya keadilan atau tekanan yang sama bagi para wajib pajak, maka salah satu alatnya adalah tarif. Tarif yang berlaku harus dapat mencerminkan adanya keadilan pajak adalah sebagai berikut: a. Tarif Pajak Proporsional Tarif pajak proporsional yaitu taraf berupa persentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak.
51
b. Tarif Pajak Meningkat (Progresif) Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaanya semakin besar. Memperhatikan kenaikan persentase tarifnya, tarif pajak progresif dapat dibagi menjadi: Tarif Progresif Progresif Dalam hal ini kenaikan persentasenya semakin besar. Tarif Progresif Tetap Kenaikan persentasenya tetap Tarif Progresif Degresif Kenaikan persentasenya semakin kecil c. Tarif Pajak Degresif Tarif pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar. d. Tarif Pajak Tetap Dalam tarif pajak ini adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak, oleh karena itu besarnya pajak yang terutang tetap.(Waluyo dan Wirawan. 2002 : 1)
52
8. Kewajiban dan Hak-hak Wajib Pajak Dari ketentuan yang dimuat dalam undang-undang pajak nasional (UU Perpajakan tahun 2007) terdapat kewajiban dari wajib pajak dan hakhaknya sebagai berikut: a. Kewajiban Wajib Pajak 1) Wajib Pajak
Melaksanakan pendaftaran diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib (NPWP) sebagai identitas diri Wajib Pajak. Dengan diperolehnya NPWP, berarti Wajib Pajak telah terdaftar di Direktorat
Jenderal
Pajak.
Fungsi
NPWP
tersebut
selain
dipergunakan untuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, juga berguna menjaga ketertiban dalam membayar pajak dan dalam hal pengawasan administrasi perpajakan. Terdapat WP yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi pidana. 2) Mengambil sendiri blangko surat pemberitahuan (SPT) ditempattempat yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk melapokan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan laporan tentang pemenuhan pambayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pejak serta laporan tentang pembayaran pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga.
53
3) Wajib Pajak (WP) wajib untuk mengisi dengan benar dan lengkap dan menandatangani sendiri Surat Pemberitahuan Pajak kemudian mengembalikan surat pemberitahuan itu kepada kantor inspeksi pajak. 4) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan. Pada dasarnya setiap orang dan badan usaha yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan diharuskan mengadakan pembukuan. b. Hak-hak Wajib Pajak Wajib Pajak mempunyai hak untuk menerima tanda bukti pemasukan Surat pemberitahuan. Pengirim surat Pemberitahuan melalui kantor pos dan giro harus dilakukan secara tercatat, dan tanggal pengiriman dianggap sebagai tanggal penerimaan. 1) Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan penundaan penyampaian Surat Pemberitahuan. Penundaan pengajuan SPT dari wajib pajak disebabkan wajib pajak mengalami kesulitan dalam menyelasaikan pembukuannya. 2) Wajib Pajak mempunyai hak untuk melakukan pembetulan sendiri Surat Pembeitahuan (SPT) yang telah dimasukan pembetulan atas surat pemberitahuan dapat dilakukan oleh wajib pajak apabila terdapat kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh wajib Pajak. 3) Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan dan penundaan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
54
4) Wajib Pajak berhak melakukan pengambilan kelebihan pembayaran pajak serta memperoleh kepastian terbitnya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP). 5) Wajib Pajak berhak melakukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam SKP dalm penerapan peratuan perundang-undangan perpajakan. 6) Wajib Pajak berhak mengajukan keberatan dan berhak atas kepastian terbitnya surat keputusan atas surat permohonan keberatannya. 7) Wajib Pajak behak mengajukan permohonan banding atas surat keberatannya yang telah diputuskan oleh Direktur Jenderal Pajak. 8) Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru. 9) Wajib Pajak behak memberi kuasa khusus kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.
C. Pajak dalam Pelaporan Keuangan Daerah Perbedaan antara akuntansi pemerintahan dengan akuntasi pada perusahaan komersial menyebabkan perbedaan dalam pelaksanaan kegiatan akuntansi termasuk penggunaan kelompok-kelompok akun yang digunakan. Peningkatan kebutuhan akuntansi bagi sektor pemerintahan disebabkan karena
semakin
pengembangan
dan
meningkatnya pembangunan
keterlibatan Negara
pemerintah untuk
dalam
meningkatkan
55
kesejahteraan rakyat, serta makin besarnya volume anggaran Negara dan makin kompleksnya transaksi keuangan pemerintah. Dalam tatanan Negara demokrasi, pemerintah sebagai wakil rakyat dituntut untuk bersikap transparan kepada masyarakatnya. Transapransi tersebut berupa pelaporan keuangan yang menggambarkan pengelolaan atas sumber-sumber daya yang signifikan; penggunaan sumber-sumber tersebut untuk peningkatan kesejahteraan rakyat; dan yang ketiga adanya pemisahan antara manajemen dengan pemilikan sumber-sumber daya. Dalam pelaporan keuangan yang disusun oleh pemerintah adalah untuk kepentingan para pemakai yang potensial dan sangat beragam. Informasi dalam pelaporan keuangan sektor pemerintahan tidak ditujukan kepada kelompk-kelompok pengguna tertentu, melainkan kepada semua pengguna tanpa membedakan kepentingan masing-masing (Common Needs). Adapun dalam pelaporan keuangan pemerintah pusat khususnya pada sektor pajak meliputi asersi piutang pajak, asersi sumber-sumber penerimaan pajak, dan sersi belanja pajak. b. Asersi Piutang Pajak – Aset Keuangan Aset keuangan yang dimaksud mencakup Kas, Pinjaman dan Uang Muka, Piutang, Piutang Pajak, Investasi, dan Pembayaran dimuka. c. Asersi sumber-sumber penerimaan pajak Pendapatan pemerintah dari sektor pajak bukan merupakan elemen dari pengukuran kinerja seperti halnya pendapatan disektor bisnis.
56
Penerimaan pajak dapat dipandang sebagai sumber pembelanjaan dalam pengertian bahwa sumber tersebut merupakan penerimaan dari penyedia sumber eksternal yang digunakan untuk membelanjai aktifitas dan bukan dari penjualan barang dan jasa. Oleh karena itu, penerimaan pajak merupakan sarana untuk membelanjai operasi itu. d. Belanja Pajak Pemerintah menggunakan sistem pajak untuk memenuhi tujuan sosial dan ekonomi melalui dua cara; yaitu sebagai wahana utama untuk menghimpun pajak, dan sebagai cara untuk memberikan insentif khusus atau meningkatkan perilaku khusus diatara wajib pajak. Di beberapa Negara, misalnya memberikan pembebasan pajak untuk kepentingan investasi dibidang-bidang tertentu. Selain pembebasan pajak juga diberikan keringanan pajak, penurunan tarif pajak, dan kredit pajak. Tindakan tersebut dikatakan sebagai belanja pajak (tax expenditure). Karena tindakan tersebut mengurangi tagihan pajak dari mereka yang menerimanya dan karena itu merupakan subsidi yang meyebabkan langsung belanja.
D. Penelitian Sebelumnya 1. Oleh Miftahul Huda (Skripsi, UIN: 2006), yang meneliti tentang Analisa Pengaruh Pajak Sektor Parwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah(PAD) Kota Depok Periode 2001-2005.
57
Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak sektor pariwisata (pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan) terhadap perubahan Pendatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa pajak sektor pariwisata mempunyai hubungan (korelasi) positif dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perubahan PAD. 2. Oleh Mochamad Adam Hamdani (2002) yang meneliti tentang Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok. Berdasarkan hasil penelitiannya potensi target dan realisasi penerimaan
pajak
restoran
sudah
cukup
optimal
dikerenakan
berkembangnya jasa usaha restoran dikota depok dan dipengrauhi oleh pembangunan dan faktor geografis strategis berbatasan dengan ibu kota DKI Jakarta. 3. Oleh Nurul Hadi (Skripsi UIN:2008), tentang Optimalisasi Penerimaan Retribusi Daerah dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah(PAD) Di Kota Depok Periode Th 2002-2006. Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
optimalisasi penerimaan retribusi daerah dan mengetahui sejauh mana pengaruh peneriman retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kota Depok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa penerimaan retribusi daerah di Kota Depok Tahun 2002-2005 sudah mencapai optimal, sedangkan di tahun 2006 penerimaan retribusi daerah
58
tidak mencapai optimal. Disamping itu, dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah mempunyai hubungan (korelasi) positif dengan perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 4. Oleh Ahmad Najib (Skripsi UIN: 2006), tentang Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah terhadap penerimaan PAD pada Kabupaten Karawang. Data yang digunakan adalah laporan bulanan Pendapatan Asli Daerah selama satu periode yaitu tahun 2001-2005. Penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda yang kemudian dilakukan uji F dan t yang telah dinyatakan bebas dari uji asumsi klasik. Berdasarkan hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa keempat
variabel
independen
(pajak
daerah,
retribusi
daerah,
perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain yang sah) berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PAD Kabupaten Karawang.
E. Kerangka Pemikiran
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut pemerintah daerah guna mendukung menjalankan roda pemerintahan daerah. Pajak daerah meliputi semua pajak yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota/kabupaten dalam hal ini tepatnya di Kota Tangerang.
59
Sesuai dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bab V pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber pada pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan miik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah. Optimalisasi pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah sangat menentukan terhadap realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dikarenakan keempat variabel tersebut dapat berpengaruh terhadap naik dan turunnya realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan yang ditargetkan pemerintah daerah setempat dalam hal ini objek penelitiannya berlokasi di Kota Tangerang. Untuk membantu mempermudah dalam pembacaan dan pembahasan skripsi ini, maka pemulis cantumkan kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
PAJAK DAERAH ( X1 )
RETRIBUSI DAERAH(X2 )
HPMD ( X3 )
REALISASI PENERIMAAN PAD KOTA TANGERANG (Y)
PENDAPATAN LAINLAIN YANG SAH(X4)
60
F. Hipotesis
Hipotesis
adalah
jawaban
sementara
terhadap
masalah
penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Secara teknis hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai populasi yang akan di uji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Dengan melihat sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kota Tangerang. Ha : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan
lain-lain yang sah secara simultan berpengaruh terhadap
PAD. Ho : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah secara parsial bepengaruh terhadap PAD.
61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Peneliti memilih tempat penelitian di Pemerintahan Kota Tangerang sebagai objeknya. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian arsip (archival research) pada Kantor Pemerintah Kota Tangerang, khususnya pada Dinas Pengelolaan Keuangan Aset dan Daerah (DPKAD). Hal ini penulis lakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun data yang dibutuhkan oleh penulis adalah data sekunder eksternal, yakni suatu data yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Aset dan Daerah (DPKAD) Kota Tangerang dalam bentuk hasil akhir dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah pertahunan, dalam lima tahun terakhir mulai dari tahun 2004-2008.
B. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang penulis pergunakan adalah metode purposive sampling yaitu Convenience Sampling. Bentuk sampling ini termasuk ke dalam metode pemilihan sampel nonprobablitas (Non Probability Sampling Method) dimana anggota sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan mendapatkan data yang diperlukan atau
62
unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan atau mudah untuk mengukurnya dan bersifat kooperatif (Abdul Hamid, 2007 : 24)
C. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara mendasar dan benar. Metode skripsi yang digunakan penulis adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Kepustakaan Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Nu Indriantoro), Bambang Soepomo, 2002 : 150 ) untuk mencari data sekunder eksternal yang diperlukan peneliti dapat menggunakan daftar referensi yng berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini secara langsung penulis memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berasal dari buku-buku, majalah-majalah, jurnal dan perangkat lainnya yang berkaitan dengan tema skripsi. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Selain menggunakan tinjauan pustaka, penulis juga secara langsung meneliti sumber-sumber yang dapat dijadikan sebagai data. Penelitian yang penulis lakukan dengan menggunakan study time series dimana data yang dikumpulkan penulis berupa data rentetan waktu yaitu selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. (Nur Indriantora, Bambang Soepomo, 2002 : 96).
63
Data yang penulis maksud dapat diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan Aset dan Daerah (DPKAD) Kota Tangerang. Data yang berasal adalah hasil akhir berupa penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil-hasil usaha lainnya yang sah pertahunan, dalam lima tahunan terakhir mulai tahun 20042008.
D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis 1. Analisis Asumsi Klasik
Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan menguji apakah sebuah model regresi, variabel indevenden, variabel dependen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik-titik) pada sumbu diagonal atau grafik. Dasar pengambilan keputusannya jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, sedangkan jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. (Ghozali, 2005 : 112).
64
b. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi maka dinamakan terdapat problem multikolonieritas (Multikon). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem multikon ini salah satunya dilakukan dengan melihat nilai Tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF). Model regresi daikatakan terbebas dari multikolonieritas jika mempunyai nilai VIF tidak lebih dari 10 dan mempunyai nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 (Bhuono Agung, 2005 :58) c. Uji Heteroskedasitas Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidak samaan varians dan residual dan suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedasitas.
Model
regresi
yang
baik
tidak
terjadi
heteroskedasitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedasitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang meyatakan
model
regresi
linier
berganda
tidak
terdapat
heteroskedasitas jika:
65
1) Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0. 2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas atau dibawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data sebaliknya tidak berpola. (bhuono Agung 2005 : 63) d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi anara variabel pengganggu (e) pada periode tertentu dengan variabel periode sebelumnya. Autokorelasi sering terjadi pada sampel dengan data time series dengan n-sampel adalah periode waktu. Sedangkan untuk sampel data crossction dengan n-sampel item seperti perusaahaan, orang, wilayah, dan lain sebagainya. Jarang terjadi Karena variabel pengganggu item sampel yang satu berbeda dengan yang lain. Cara mudah mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Model regresi linier berganda terbebas dari autokorelasi jika nilai durbin Watson hitung terletak di daerah No Autocarelasi. Penentuan letak tersebut dibantu dengan tabel dl dan du, dibantu dengan nilai k (jumlah variabel independen) (Bhuono Agung, 2005 : 59)
66
Deteksi adanya autokorelasi dengan menggunakan durbin Watson, dimana: 1) Angka D-W dibawah 2 berarti ada autokorelasi positif 2) Angka D-W dinatara -2 sampai +2 tidak ada autokorelasi 3) Angka D-W diatas +2 berati ada autokorelasi negatif 2. Uji Hipotesis Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah metode regresi berganda, yaitu metode yang apabila dalam persamaan garis regresi berganda, yaitu metode yang apabila dalam persamaan garis regresi tercakup dua variabel (termasuk variabel tak bebas Y), maka regresi ini disebut dengan regresi linier berganda (multiple linier regression ). Dalam regresi linier ini variabel tak bebas Y bergantung kepada dua variabel atau lebih variabel. Analisa regresi berganda linier sedemikian itu didasarkan pada 3 asumsi: 1) Distribusi probabilitas bersyarat variabel dependen bagi serangkaian variabel independen mengikuti pola atau kurang lebih normal. 2) Distribusi bersyarat variabel dependen bagi tiap kombinasi variabel independen memiliki varians yang sama. 3) Nilai-nilai variabel dependen harus independen satu dengan yang lainnya. Regresi berganda bertujuan untuk mengetahui kelinieran pengaruh variabel jumlah pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan miik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap
67
realisasi Pendapatan Asli Derah, untuk pengujian hipotesis model regresi berganda adalah sebagai berikut: Rumus: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Keterangan: Y
: Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Variabel dependen)
X1
: Penerimaan Pajak daerah
X2
:
Penerimaan Retribusi Daerah
X3
:
Penerimaan Hasil Perusahaan Milik Daerah (BUMD)
X4
:
Penerimaan Hasil-hasil Usaha yang Sah
a
: Konstanta
b
: Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen
Hipotesis Berkaitan dengan pengujian yang akan dilakukan dalam uji regresi yang dilakukan secara simultan dengan uji F dan secara individu dengan uji t, maka hipotesis alternatif (Ha) yang diusulkan dalam uji regresi linier berganda adalah sebagai berikut: Ho: koefisien regresi tidak signifikan Ha: koefisien regresi signifikan
68
Kriteria Pengujian: Jika PAD < 0,05 maka Ho ditolak Jika PAD > 0,05 maka Ho diterima Dalam pengujian hipotesis, analisis dilakukan melalui : a. Uji R (Koefisien Determinasi) Uji koefisien determinasi (R) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen dalam output SPSS, koesien determinasi terletak pada table Model Summary dan tertulis R Square. Namun untuk regresi linier berganda sebaiknya menggunakan R Square yang sudah disesuaikan atau tertulis Adjusted R Square, karena disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Karena nilai Adjusted R dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Jika Adjusted R Square adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai R Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square berkisar antara 0 sampai 1 artinya semakin kuat kemampuan kuat kemampuan variabel
independen
dapat
menjelaskan
varaiabel
dependen.
Sebaliknya jika niali Adjusted R Square semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah kemampuan variabel independent dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen. Pada umumnya sampel
69
dengan data deret waktu (time series) memiliki R Square maupun Adjusted R Square cukup tinggi (di atas 0,5), sedangkan sampel dengan data item tertentu yang disebut data silang (Crossection) pada umumnya memiliki R Square maupun Adjusted R Square agak rendah (di bawah 0,5), namun tidak menutup kemungkinan data jenis crossection memiliki nilai R Square maupun Adjusted R Square cukup tinggi. (Ghozali, 2005 : 83). b. Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel-variabel
independen secara bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel independent secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen, maka digunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05. jika nilai probability F lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memproduksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independent secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika nilai probability F lebih kecil dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. c. Uji t - Statistik Uji
t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan
masing-masing variabel independent secara individual (parsial)
70
terhadap variabel dependen. Cara untuk melakukan uji t-ada 2 yaitu dengan melihat tingkat signifikansi dan dengan membandingkan antara nilai t hitung dengan nilai t-tabel. Untuk mengetahui ada dan tidaknya pengaruh masing-masing variabel-variabel independent secara individual terhadap variabel dependen digunakan tingkat signifikansi 0,05. sedangkan untuk membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel digunakan ketentuan bahwa apabila nilai statistic t hitung lebih tinggi dibandingkan nilai tabel maka menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. (Ghozali, 2005 : 85)
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai yang ditetapkan dalam suatu penelitian. Variabel operasional yang akan diteliti adalah sebagai berikut: a) Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
71
b) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c) Hasil perusahaan milik daerah adalah penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan, penerimaan ini antara lain berasal dari perusahaan daerah, penyertaan modal daerah ke pihak ketiga. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan (antara lain : bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah) d) Hasil-hasil usaha lainnya yang sah adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha diluar kegiatan dan pelaksanaan tugas daerah, misalnya penerimaan dan sumbangan pihak ketiga, hasil penjualan milik daerah (penjualan drum bekas aspal), penerimaan jasa giro. e) Pendapatan Asli Daerah adalah suatu daftar target realisasi penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber keuangan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah (BUMD), dan pendapatan lain-lain yang sah dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku No. 16 Tahun 2001 Kota Tangerang.
72
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kota Tangerang 1. Sejarah singkat kota Tangerang Untuk mengungkapkan asal-usul Kota Tangerang sebagai kota “benteng” diperlukan catatan-catatan yang menyangkut perjuangan. Menurut sari tulisan F. de Haan yang diambil dari VOC resolusi tanggal 1 juni 1660 dilaporkan bahwa Sultan Banten telah membuat negeri besar yang terletak sebelah barat sungai untung jawa, dan untuk mengisi negeri baru tersebut Sultan Banten memindahkan 5 sampai 6000 penduduk. Kemudian dalam dag register tertanggal 20 desember 1668 diberitakan bahwa Sultan Banten telah mengangkat Raden Sina Patij dan Kyai Demang sebagai penguasa di daerah baru tersebut, karena dicurigai akan merebut kerajaan, Raden Sina Patij dan Kyai Demang di pecat Sultan. Sebagai gantinya diangkat pengeran adipati lainnya. Atas pemecatan tersebut Ki Demang sakit hati kemudian tindakan selanjutnya ia mengadu domba antara banten dan VOC tetapi ia terbunuh di kademangan. Dalam arsip VOC selanjutnya, yaitu dalam dag register tertanggal 4 maret 1980 menjelaskan bahwa penguasa Tangerang pada waktu itu adalah Keaij Dipati Soera Dielaga. Kyai Soeradilaga dan putranya Subaraja minta perlindungan kepada kompeni dengan diikuti 143 pengiring dan tentaranya (keterangan ini terdapat dalam dag
73
register tanggal 2 juli 1982). Ia dan pengiringnya ketika itu diberi tempat sebelah timur sungai berbatasan dengan pagar kompeni. Ketika bertempur dengan Banten, atas jasa keunggulannya itu ia diberi gelar Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Arya Soetadilaga diangkat menjadi Bupati Tangerang I dengan wilayah meliputi antara sungai angke dan cisadane. Gelar yang digunakannya adalah Aria Soetidiliga I. kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 April 1684, Tangerang menjadi kekuasaan kompeni, Banten tidak mempunyai hak untuk campur tangan dalam mangatur tata pemerintahan kota Tangerang. Salah satu dalam pasal perjanjian tersebut berbunyi “dan harus diketahui dengan pasti sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka akan tetap ditentukan yaitu daerah yang dibatasi oleh sungai untung jawa atau Tangerang dari pantai laut jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh aliran sungai tersebut dengan kelokan-kelokannya dan kemudian menurut garis lurus dari daerah selatan hingga utara sampai laut selatan. Bahwa disepanjang untung jawa atau Tangerang akan menjadi milik atau ditempati kompeni”. Dengan adanya perjanjian tersebut daerah kekuasaan bupati bertambah luas sampai sebelah barat sungai Tangerang. Untuk mengawasi Tangerang maka dipandang perlu menambah pos-pos penjagaan di sepanjang perbatasan sungai Tangerang, karena orangorang Banten selalu menekan penyerangan secara tiba-tiba. Menurut
74
peta yang dibuat pada tahun 1962, pos yang paling tua terletak di muara sungai mookervart, tepatnya disebelah utara kampung baru. Namun kemudian ketika didirikan pos yang baru, bergeserlah letaknya ke sebelah selatan atau tepatnya di muara sungai Tangerang. Menurut arsip gewone resolutie van hat casteel Batavia tanggal 3 April 1705 ada rencana merobohkan bangunan-bangunan dalam pos karena hanya berdinding bamboo kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan tembok. Gubernur Jenderal Zwaardeczon sangat menyetujui usulan tersebut, bahkan diinstruksikan untuk membuat pagar tembok mengelilingi bangunan-bangunan dalam pos penjagaan. Hal ini dimaksudkan agar orang Banten tidak dapat melakukan penyerangan. Banteng baru yang akan dibangun untuk ditempati direncanakan punya ketebalan dinding 20 kaki atau lebih. Disana akan ditempatkan 30 orang eropa dibawah pimpinan seorang vandrig (peltu) dan 28 orang makasar yang akan tinggal diluar benteng. Bahan dasar benteng adalah batu bata yang diperoleh dari bupati Tangerang Aria Soetadilaga I. Setelah benteng selesai dibangun personilnya menjadi 60 orang eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan orang hitam adalah orangorang Makasar yang direkrut sebagai serdadu kompeni. Benteng ini kemudian menjadi basis kompeni dalam menghadapi pemberontakan dari
Banten.
Kemudian
pada
tahun
1801,
diputuskan
untuk
memperbaiki dan memperkuat pos atau garnisun itu, dengan letak bangunan baru 60 roeden agak ke tenggara, tepatnya terletak disebelah
75
timur jalan besar pal 17. Orang-orang pribumi pada waktu itu lebih mengenal bangunan ini dengan sebutan “benteng”. Sejak itu, Tangerang terkenal dengan nama sebutan benteng. Benteng ini sejak tahun 1812 sudah tidak terawatt lagi, bahkan menurut “Superintendant of public building and Work “ tanggal 6 Maret 1816 menyatakan : “benteng dan barak di Tangerang sekarang tidak terurus, tak seorangpun melihatnya lagi. Pintu dan jendela banyak yang rusak bahkan diambil orang untuk kepentingannya”.
2. Kondisi Geografis Kota Tangerang Sebagai wilayah yang langsung berbatasan dengan ibu kota DKI Jakarta,
Kota
Tangerang
memiliki
keuntungan
dan
kerugian.
Keuntungannya kota tersebut bisa nebeng nama besar ibu kota Negara. Para warganya bisa memanfaatkan fasilitas publik sebuah metropolitan, baik itu berupa jalan-jalan yang mulus, tempat-tempat rekreasi dan pusat komersial yang modern, atau berbagai kemudahan komunikasi canggih. Namun kerugian berdekatan dengan sebuah ibu kota, yag secara khusus sangat dirasakan oleh pemda. Banyak warga kota Tangerang yang tinggal didaerah perbatasan dengan Jakarta, enggan mengakui berdomisili di kota Tangerang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya papan nama yang mencantumkan nama “ Jakarta Selatan atau Jakarta Barat” padahal sebenarnya berada diwilayah Tangerang.
76
Nama besar dan sedikit gengsi dilengkapi segala kelengkapan fasilitas Jakarta sebagai sebab warga kuang begitu mengakui domisili sendiri. LUAS WILAYAH KOTA TANGERANG
No
Kecammatan
Luas (Km2)
1
Ciledug
8,76
2 3
Larangan
9,39
Karang Tengah
10,47
Cipondoh
17,91
Pinang
21,59
Tangerang
15,78
Karawaci
13,47
Cibodas
9,61
Jatiuwung
14,4
Priuk
9,54
Neglasari
16,07
Batuceper
11,58
Benda Jumlah
25,61
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
184,23
Orientasi geografis kota Tangerang wilayah kota Tangerang berada antara 6˚ 6 LS- 6˚ 13 LS dan 106˚ 36 - 106˚ - 42˚ BT dengan luas wilayah 184,23 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut: □ Batas Utara
: Kabupaten Tangerang
□ Batas Selatan
: Kabupaten Tangerang
□ Batas Timur
: DKI Jakarta
□ Batas Barat
: Kabupaten Tangerang
77
3. Jumlah Penduduk Kota Tangerang Jumlah penduduk kota Tangerang pada tahu menurut sensus penduduk tahun 2000 adalah 1.311.746 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 653.566 jiwa dan perempuan sebanyak 658.180 jiwa. Setiap tahun jumlah penduduk kota Tangerang selalu mengalami peningkatan dengan laju petumbuhan rata-rata sebesar 3.5% pertahun. Jumlah penduduk pada tahun 1997 adalah sebanyak 1.180.930 jiwa dan pada tahun 2001 menjadi 1.354.226 jiwa. Masyarakat Kota Tangerang bersifat heterogen dengan jenis mata
pencaharian
yang
bervariasi.
Sebagian
besar
penduduk
mempunyai mata pencaharian di sektor industri (30,50%), perdagangan (25,62%) dan jasa (20,06).
4. Kondisi Perekonomian Kota Tangerang Sumber utama perekonomian kota Tangerang adalah berasal dari sektor industri pengolahan sebesar 58,45%, menyusul perdagangan, hotel dan restoran, kedua sector ini menguasai hampir 85% kegiatan ekonomi dan dapat dipastikan bahwa sektor tersebut memberikan kontribusi utama pada Pendapatan Asli Daerah. Pada bagian tenaga kerja diatas juga disebutkan bahwa sekitar 75% angkatan kerja yang ada di kota tangerang bergerak disektor industri, perdagangan dan jasa. Hal tersebut
selaras
dengan
kondisi
perekonomian
daerah
yang
mengandalkan sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja.
78
Keuangan daerah pada APBD 2002 Kota Tangerang masih mendominasi peerolehan dana yang merupakan dana perimbangan keuangan pusat dan daerah, yaitu sebesar 70% dari total APBD, sedangkan Pendapatan Asli Daerah hanya memberikan kontribusi sebesar
19%.
Hal
tersebut
memperlihatkan
bahwa
kegiatan
perekonomian yang didominasi oleh sektor industri dan perdagangan masih belum memberikan kontribusi yang cukup besar pada APBD kota Tangerang.
5. Fasilitas Umum dan Sosial Kota Tangerang 1. Fasilitas Pendidikan Pada tahun 2001 fasilitas pendidikan yang ada di kota Tangerang antara lain TK, SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. JUMLAH FASILITAS PENDIDIKAN No
Kecamatan
Pendidikan TK
SD
SMP
SMA
PT
1
Ciledug
18
34
16
10
-
2
Larangan
23
31
9
-
-
3
K.Tengah
20
31
11
7
-
4
Cipondoh
17
39
11
6
-
5
Pinang
15
44
11
5
-
6
Tangerang
37
67
29
15
5
7
Karawaci
19
65
14
15
-
8
Cibodas
9
45
21
-
-
9
Jatiuwung
8
23
5
2
-
10
Priuk
19
29
6
4
-
11
Neglasari
6
31
5
4
-
12
Batuceper
13
29
1
2
-
13
Benda
13
18
1
2
-
Jumlah Sumber kota Tangerang 2008
79
2. Fasilitas Kesehatan Dalam upaya meningkatkan masalah kesehatan kota Tangerang terus meningkatkan pelayanannya dengan upaya pengadaan berbagai sarana dan prasaran kesehatan. Fasilitas kesehatan yang ada di kota Tangerang adalah rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, posyandu, dan penyebarannya sudah cukup merata di setiap kecamatan. Daftar Jumlah Rumah Sakit di Kota Tangerang No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ciledug Larangan K. Tengah Cipondoh Pinang Tangerang Karawaci Cibodas Jatiuwung Priuk Neglasari Batuceper Benda Jumlah
Rumah Sakit 1 1 3 1 1 1 8
Jenis Puskesmas 2 2 2 2 1 2 4 4 2 2 1 1 2 27
RS Bersalin 7 1 3 1 2 1 2 2 6 2 4 1 32
Poliklink 9 2 13 4 19 12 5 22 5 5 7 7 105
Sumber : kota Tangerang 2008
6. Sarana dan Prasarana Pemukiman a. Komponen Air Bersih Daerah pelayanan air bersih kota Tangerang terdiri dari: Daerah perumahan yang air bersihnya dilayani oleh developer sendiri.
80
1. Daerah perumahan dan industri yang dilayani oleh PDAM kota Tangerang. Wilayah pelayanan air bersih Kota Tangerang meliputi 13 kecamatan yang dikelola 3 institusi yaitu : 1. Cabang babakan, dengan IPA babakan kapasitas 80 I/det dan IPA cikokol kapasitasnya 500 I/det dan 100 I/det. 2. Cabang perumnas I dengan IPA perumnas kapasitas 40 dan 20 I/det, serta IPA cikokol kapasitas 500 I/det dan 100/det. 3. Cabang perumnas II, dengan IPA cikokol dengan kapasitas 500/det. Total kapasitas terpasang saat ini adalah 740 I/det, sumber air baku yang dipakai adalah sungai cisadane dengan kapasitas produksi sekitar 647 I/det dan distribusi system pemompaan. Penduduk yang terlayani dari system air bersih tersebut sekitar 34,03% penduduk kota Tangerang. Kapasitas produksi, distribusi, air terjual dan persentase kebocoran air PDAM kota tangerang tahun 1997-2003 dirinci sebagai berikut: Tabel 4.1 Kapasitas Produksi, Distribusi, Air Tejual dan Persentase Kebocoran PDAM Kota Tangerang 1999-2003 Tahun
Panjang Pipa Terpasang
Kapasitas Produksi
Distribusi
Persentase Kebocoran
Air Terjual
1999
1.169.484
1.081.525
730.673
128.651
32
2000
2.446.655
2.225.569
1.652.558
211.296
28
2001
4.241.022
4.091.376
3.373.632
294.318
21
2002
5.912.128
5.612.678
4.366.332
294.318
21
2003
6.962.821
5.747.280
5.162.424
309.014
18
81
Sumber : PDAM Kota Tangerang
Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kapasitas produksi, distribusi, jumlah air terjual dan panjang pipa terpasang, dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan tersebut diiringi dengan penurunan tingkat kebocoran. Ini menunjukan bahwa kinerja PDAM kota Tangerang mengalami peningkatan. Jumlah sambungan rumah juga mengalami peningkatan yang signifikan jika di lihat dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003, jumlah sambungan mengalami peningkatan rata-rata 29,5% setiap tahunnya.
B) Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Organisasi Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 1) Kedudukan Sesuai dengan ketentuan pasal 3 peraturan Walikota Tangerang No. 37 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Dinas Pengelolaan dan Aset Daerah Kota Tangerang (DPKD) Kota Tangerang, menetapkan bahwa Dinas pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah Kota Tangerang berkedudukan sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota Tangerang dibidang pemungutan. Dalam pelaksanaan tugas pokok Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKD) Kota Tangerang dipimpin oleh kepala dinas
82
DPKD Kota Tangerang yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota Tangerang. 2) Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan sebagian fungsi urusan rumah tangga daerah dalam bidang pemungutan daerah dan mengadakan koordinasi dengan
instalasi
lain
dalam
perencanaan,
pelaksanaan
serta
pengendalian pemungutan daerah. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi diatas maka dibuat pemisahan masing-masing: a) Kepala Dinas 1. Kepala Dinas mempunyai tugas pokok memimpin, mengatur, mengkoordinasikan
dan
mengendalikan
seluruh
kegiatan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Dinas Pengelolaan Keungan dan Aset Daerah dalam penyelenggaraan urusan daerah yang berkenaan dengan pendapatan serta pengelolaan keuangan dan aset. 2. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Dinas mempunyai fungsi: -
Perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan tugas dan fungsi dinas.
-
Penyelenggaraan penyusunan usulan program, rencana kerja, kinerja, dan anggaran dinas.
83
-
Penjabaran
kebijakan
strategis
serta
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan teknis dibidang pendapatan serta pengelolaan keuangan dan aset. -
Pengkoordinasian pelayanan teknis administrasi bagi semua perangkat daerah dan masyarakat dalam lingkup urusan pendapatan serta pengelolaan keuangan dan aset.
-
Perumusan kebijakan pembangunan, pengadaan, serta rehabilitasi prasarana, dan sarana fisik dalam lingkungan dinas.
-
Penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan kemampuan berprestasi para pegawai dilingkungan dinas.
-
Pelaporan.
b) Sekretariat 1. Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris yang mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas dalam pengkoordinasian pelaksanaan kebijakan penyelenggaraa tugas dan fungsi dinas serta menyelenggarakan kegiatan dibidang administrasi umum, keuangan, kepegawaian, dan perencanaan. 2. Untuk menjalankan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, sekretaris mempunyai fungsi: -
Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan sekretariat.
84
-
Penyelenggaraan
administrasi
umum,
administrasi
kepegawain dan administrasi keuangan. -
Pengawasan dan pembinaan terhadap para kepala sub. Bagian yang dibawahkannya.
-
Pelaporan.
c) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Sub Bagian umum dan Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian Umum yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi sekretariat dibidang administrasi umum dan kepegawaian. Untuk menjalankan tugas pokok sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini, Kepala Sub Bagian mempunyai fungsi: -
Penyusunan ususlan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan sub bagian umum dan kepegawaian.
-
Pelaksanaan
urusan-urusan
ketatausahaan,
kearsipan,
kepegawaian, kerumahtanggaan serta perlengkapan perkantoran. -
Pelaksanaan pelayanan administrasi umum kepada seluruh unit kerja di lingkungan dinas.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
85
d) Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat dibidang keuangan. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tesebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Sub Bagian Keuangan mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Sub Bagian Keuangan.
-
Penyusunan usulan anggaran tahunan dinas beserta perubahan dan perhitungannya.
-
Pelaksanaan kegiatan dibidang administrasi keuangan dinas.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
e) Sub Bagian Peencanaan Sub Bagian Perencanaan dipimpin oleh Kepala Sub Bagian Perencanaan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi sekretariat dibidang perencanaan. Untuk melakasanakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan sub bagian perencanaan.
86
-
Penyusunan usulan program, rencana kerja, dan rencana kinerja tahunan dinas.
-
Pelaksanaan kegiatan dibidang administrasi perencanaan.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
f) Bidang Pendapatan Bidang pendapatan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur, dan mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas dinas dalam lingkup pendataan objek pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya, pendaftaran wajib pajak daerah, penetapan besaran pajak daerah, serta penagihan pajak daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Bidang Pendapatan mempunyai fungsi: -
Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan bidang pendapatan.
-
Penyelengaraan pendataan objek pajak daerah dan pendapatan asli daerah lainnya.
-
Penyelenggaraan pendaftara wajib pajak daerah.
-
Penyelenggaraan penghitungan serta penetapan besaran pajak daerah.
87
-
Pelaksanaan penagihan pajak daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para kepala seksi yang dibawahkannya.
-
Pelaporan.
g) Seksi Pendaftaran dan Pendataan Seksi Pendaftaran dan Pendataan dipimpin oleh kepala seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas bidang pendaptan yang berkenaan dengan pendataan objek pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya, pendaftaran wajib pajak daerah, serta penyusunan rencana perolehan
pendapatan
daerah
yang
bersumber
dari
dana
perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasala ini, kepala seksi pendaftaran dan pendataan mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan seksi pendaftaran dan pendataan.
-
Pelaksanaan pendataan objek pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya.
-
Pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak Daerah.
88
-
Pelaksanaan penyusunan rencana perolehan pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
h) Seksi Penetapan Seksi Penetapan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas bidang pendapatan yang berkenaan dengan penghitungan serta penetapan besaran pajak daerah, pemeriksaan sederhana terhadap pembukuan wajib pajak daeah serta pengelolaan barang kuasai. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, kepala seksi penetapan mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan seksi penetapan.
-
Pelaksanaan penghitungan serta penetapan besaran pajak daerah.
-
Pelaksanaan pemeriksaan sederhana terhadap pembukuan wajib pajak daerah.
-
Pelaksanaan pengelolaan barang kuasai.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadapa para pegawai yang membantunya,
89
-
Pelaporan.
i) Seksi Penagihan Seksi Penagihan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas bidang pendapatan yang berkenaan dengan penagihan pajak daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah, pengurusan pendapatan daerah di luar Pendapatan Asli daerah, serta pembukuan dan pelaporan realisasi pendapatan daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, kepala seksi penagihan mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan seksi penagihan.
-
Pelaksanaan penagihan pajak daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah.
-
Pelaksanaan pengurusan pendapatan daerah diluar Pendapatan Asli Daerah.
-
Pelaksanaan pengurusan pendapatan daerah diluar Pendapatan Asli Daerah.
-
Pelaksanaan pembukuan dan laporan realisasi pendapatan daerah.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
90
j) Bidang Anggaran Bidang Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur, dan mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas dinas dalam lingkup penyusunan rancangan peraturan daerah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta penyiapan Anggaran Kas daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Bidang Anggaran mempunyai fungsi: -
Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan bidang anggaran.
-
Penyelenggaraan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Penyelenggaraan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang rancangan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Penyelenggaraan penyiapan anggaran Kas Daerah.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para kepala seksi yang dibawahkannya.
-
Pelaporan.
k) Seksi Penyusunan Anggaran Seksi Penyusunan Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur
91
pelaksanaan sebagian tugas Bidang Anggaran yang berkenaan dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Penyusunan Anggaran mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi Penyusunan Anggaran.
-
Pelaksanaan penghimpunan serta pengolahan data informasi yang berkenaan degan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Pelaksanaan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Pelaksanaan penyusunan Rancangan Peatuan Daerah tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
l) Seksi Pengendalian Anggaran Seksi Pengendalian Anggaran dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan tugas Bidang Anggaran yang berkenaan dengan
92
penerbitan Surat Penyediaan Dana (SPD). Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Pengendalian Anggaran mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi Pengendalian Anggaran.
-
Pelaksanaan penyiapan Anggaran Kas Daerah.
-
Pelaksanaan penerbitan Surat Penyediaan Dana (SPD).
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
m)
Pelaporan.
Seksi Kas Daerah Seksi Kas Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas Bidang Anggaran yang berkenaan dengan pengelolaan kas daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Kas Daerah mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi Kas Daerah.
-
Pelaksanaan pemantauan terhadap penerimaan dan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Pelaksanaan pengelolaan Buku Kas Daerah.
93
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
n) Bidang Penatausahaan dan Akuntansi Bidang Penatausahaan dan Akuntansi dipimpin oleh seorang kepala
bidang
meencanakan,
yang dan
mempunyai mengatur
dan
tugas
pokok
memimpin,
mengendalikan
kegiatan
penyelenggaraan sebagian tugas dinas dalam lingkup penelitian terhadap permintaan pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, akuntansi pada tingkat Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan Bendahara Umum Daerah (BUD), serta
evaluasi
terhadap
laporan
keuangan
dan
laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Bidang Penatausahaan dan Akuntansi mempunyai fungsi: -
Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Bidang Penatausahaan dan Akuntansi.
-
Penyelenggaraan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
-
Penyelenggaraan akuntansi pada tingkat Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan Bendahara Umum Daerah (BUD).
94
-
Penyelenggaraan evaluasi terhadap laporan keuangan dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para Kepala Seksi yang dibawahkannya.
-
Pelaporan.
o) Seksi Penatausahaan Keuangan Daerah Seksi Penatausahaan Keuangan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas Bidang Penatausahaan dan Akuntansiyang berkenaan dengan penelitian terhadap Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Penatausahaan Keuangan Daerah mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, da anggaran tahunan Seksi Penatausahaan Keuangan dan Daerah.
-
Pelaksanaan penelitian terhadap permintaan pembayaran atas beban Anggaan Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Pelaksanaan penelitian terhadap permintaan pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daserah.
-
Pelaksanaan penelitian terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen pelengkap Surat Perintah Membayar (SPM).
95
-
Pelaksanaan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
-
Pengawasan
dan
pembinaan
terhadap
pegawai
yang
membantunya. -
Pelaporan.
p) Seksi Akuntansi Seksi Akuntansi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas bidang penatausahaan dan akuntansi yang berkenaan dengan pelaksanaan akuntansi pada tingkat Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan Bendahara Umum Daerah (BUD). Untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Akuntansi mempunyai fungsi sebagai berikut: -
Penyusuna usulan rencana kerja, kinerja dan anggaran tahunan Seksi Akuntansi.
-
Pelaksanaan akuntansi pemerintahan daerah pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD).
-
Pelaksanaan akuntansi pemerintahan daeah pada bendahara umum.
-
Pelaksanaan
penyusunan
lapoa
keuangan
dan
laporan
pertanggungjawaban tingkat pemerintah daerah dan Bendahara Umum Daerah (BUD)
96
-
Pengawsan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
q) Seksi Evaluasi Seksi Evaluasi dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas bidang penatausahaan dan akuntansi yang berkenaan dengan
evaluasi
atas
laporan
keuangan
dan
laporan
pertanggungjawaban bendahara penerimaan serta penelitian terhadap kelengkapan
Surat
Pertanggung
Pengeluaran.
Untuk
mendukung
Jawaban
(SPJ)
pelaksanaan
Bendahara
tugas
pokok
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Evaluasi mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi Evaluasi.
-
Pelaksanaan evaluasi atas laporan keuangan dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
-
Pelaksanaan verifikasi, evaluasi, dan analisis, terhadap laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan.
-
Pelaksanaan
peneitian
terhadap
kelengkapan
Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) Bendahara Pengeluaran.
97
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
r) Bidang Aset Bidang Aset dipimpin oleh seorang kepala bidang yang mempunyai tugas pokok, memimpin, merencanakan, mengatur dan mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas Dinas dalam lingkup administrasi, mutasi, dan pemberdayaan aset. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini, Kepala Bidang aset mempunyai fungsi: -
Penyelenggaraan penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Bidang Aset.
-
Penyelenggaraan administrasi aset.
-
Penyelenggaraan adminstrasi mutasi aset.
-
Penyelenggaraan adminstrasi pemberdayaan aset.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para Kepala Seksi yang dibawahkanya.
-
Pelaporan.
s) Seksi Administrasi Aset Seksi Adminstrasi Aset dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas Bidang Aset yang berkenaan dengan pengadminstrsian
98
pengadaan dan pemeliharaan barang daerah serta aset. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Adminstrasi Aset mempunyai fungsi: -
Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anngaran tahunan Seksi Administrasi Aset.
-
Pelaksanaan pengadministrasian pengadaan barang daerah.
-
Pelaksanaan pengadministrasian pemeliharaan barang daerah.
-
Pelaksanaan pengadminstrasian aset.
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
t) Seksi Mutasi Aset Seksi Mutasi Aset dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memmpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas Bidang Aset yang berekenaan dengan administrasi mutasi aset serta penghapusan dan pemindahtanganan aset. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi Mutasi Aset mempunyai fungsi: -
Penyusunan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi Mutasi Aset.
-
Pelaksanaan administrasi aset.
-
Pelaksanaan penghapusan dan pemindah tanganan aset.
99
-
Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya.
-
Pelaporan.
u) Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan sebagian tugas bidang asetyang berkenaan dengan
pemanfaatan
dan
pemberdayaan
aset.
Untuk
menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Kepala Seksi mempunyai fungsi: - Penyusunan usulan rencana kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset. - Pelaksanaan pembinaan pemanfaatan dan pemberdayaan aset. - Pelaksanaan administrasi pemberdayaan aset. - Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya. - Pelaporan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pemberdayaan Aset dibantu oleh: -
Petugas penghimpunan data potensi anak.
-
Petugas proses pemberdayaan aset.
-
Petugas adminstrasi pemanfaatan dan pemberdayaan aset.
100
-
Operator Komputer.
v) Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional terdiri dari jenis-jenis jabatan fungsional yang berada pada dinas meliputi: 1. Statistisi 2. Asiparis 3. Pranata Komputer Pemegang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Dalam hal pemegang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini lebih dari seorang, dibentuk kelompok jabatan fungsional. Dalam hal jabatan funsioanal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini dipimpin oleh pemegang jabatan fungsional yang paling senior. Jumlah pegawai negeri sipil yag memangku setiap jenis jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, beserta rincian tugasnya masing-masing, ditetapkan degan keputusan Walikota. w) Tata Kerja Hal-hal yang menjadi tugas dan fungsi dinas serta masingmasing unit kerja dinas merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
101
Kegiatan operasioanal dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi dinas dilaksanakan oleh Kepala Dinas besama-sama dengan Seketariat, Bidang-bidang, Sub Bagian, Seksi-seksi, dan Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan Dinas. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas menyelenggarakan hubungan fungsional dengan instansi lain yang memiliki kaitan fungsi dengan dinas. Kepala Dinas secara taktis operasioanl dan teknis administratif berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Setiap pimpinan unit kerja dinas wajib memimpin dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas kepada unit kerja dinas dibawahnya atau pegawai yang membantunya. Setiap pimpinan unit kerja dinas salam melaksanakan tugasnya berkewajiban menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, sinkronisasi dan simplikasi serta akuntabilitas kerja. x) Pelaporan Kepala
Dinas
wajib
memberikan
laporan
tentang
pelaksanaan tugasnya secara teratur, jelas, dan tepat waktu kepada Walikota melalui Seketaris Daerah. Setiap pimpinan unit kerja dinas wajib mengikuti, mematuhi petunjuk, dan betanggung jawab kepada pimpinan unit
102
kerja dinas yang membawahkannya serta memberikan laporan secara tepat waktu. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan unit kerja dinas dari pimpinan unit kerja dibawahnya wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan petimbagan lebih lanjut untuk memberikan petunjuk kepada unit kerja yang dibawahkannya tersebut. Pengaturan mengenai jenis laporan dan tata cara penyampaiannya berpedoman kepada peaturan perundang-undangan yang berlaku. y) Hak Mewakili Dalam hal berhalangan untuk melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas menunjuk Sekretaris untuk mewakilinya. Apabila Sekretaris karena sesuatu yang berhalangan, maka Kepala Dinas dapat menunjuk salah seorang Kepala Bidang yang paling senior. z) Kepegawaian Kepala Dinas diangkat dan diberhentikan oleh Walikota atas usul Sekretaris Daerah setelah berkonsultasi dengan Gubernur Provinsi Banten. Pejabat
lainnya
dilingkungan
dinas
diangkat
dan
diberhentikan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan pelimpahan kewenangan dari walikota. Pembiayaan atas pelaksanaan tugas Dinas berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta sumber pembiayaan lain yang sah.
103
C. Analisa dan Pembahasan 1. Perbandingan Realisasi Penerimaan PAD dengan Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pendapatan Lain-lain Yang Sah Pada Tahun 2004-2008 Tabel 4.2 Realisasi Penerimaan PAD dengan Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pendapatan Lain-lain Yang Sah Pada Tahun 2004-2008 Periode JenisPenerimaan X1 X2 X3 X4 Y
2004 73.883.817.667 24.438.801.682 1.560.971.931 9.094.943.849
2005
2006
2007
2008
79.368.013.720
92.156.784.042 109.439.654.143 121.428.620.428
107,42%
116,11%
118,75%
110,95%
24.827.124.613
22.155.110.158
25.885.814.246
32.487.536.469
101,59%
89,24%
116,84%
125,50%
3.017.666.389
5.287.566.187
13.727.558.797
10.609.368.977
193,32%
175,22%
259,62%
14.937.187.795
16.254.181.501
15.000.000.000
164,24%
108,82%
92,28%
77,29% 27.949.604.276 186,33%
108.978.535.129 122.149.992.517 135.853.641.888 164.053.027.186 192.475.130.150 112,09%
111,22%
120,76%
117,32%
Realisasi penerimaan PAD, pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah dapat dilihat dari tabel 4.1 diatas, dapat kita ketahui bahwa pada tahun 2004 jumlah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah mencapai angka Rp.73.883.817.667,- kemudian dari sektor retribusi daerah mencapai angka Rp. 24.438.801.682,- dari sektor penerimaan hasil perusahaan milik daerah mencapai angka Rp. 1.560.971.831,-
dan pendapatan
104
lain-lain yang sah Rp. 9.094.943.849,- dan Realisasi penerimaan asli daerah mencapai angka sebesar Rp. 108.978.535.000,-. Pada tahun 2005 jumlah penerimaan dari sektor pajak daerah mengalami peningkatan,
dengan total penerimaan sebesar Rp.
79.368.013.720,- dengan total persentase kenaikan sebesar 107,42%, kemudian
dari
sektor
retribusi
daerah
mencapai
angka
Rp.
24.827.124.613 dengan total persentase kenaikan sebesar 101,58%, sedangkan penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah mengalami peningkatan sebesar Rp. 3.017.666.389 dengan persentase kenaikan sebesar 193,3%, sedangkan penerimaan yang berasal dari sektor pendapatan lain-lain yang sah mencapai angka sebesar Rp 14.937.187.795 dengan persentase kenaikan sebesar 164,23% dan penerimaan dari PAD mencapai angka sebesar Rp. 122.149.992.517,dengan persentase kenaikan sebesar 112,08%. Pada tahun 2006 dapat diketahui bahwa penerimaan yang berasal dari sektor pajak daerah terus mengalami peningkatan sebesar Rp. 92.156.784.042,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,11%, kemudian penerimaan dari retribusi daerah mengalami penurunan sebesar Rp 22.155.110.158,- dengan persentase penurunan sebesar 89,23% dari pada tahun sebelumnya. Kemudian penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah mengalami peningkatan sebesar 175,22%. Pada penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah meningkat sebesar Rp. 16.254.181.501,- dengan persentase kenaikan
105
sebesar 108,81% dengan tahun 2005. Dan pada penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp. 135.853.941.888,- dengan persentase kenaikan sebesar 111,21%. Pada tahun 2007, dapat diketahui pada penerimaan daerah yang berasal dari pajak daerah mengalami peningkatan pula sebesar Rp. 109.439.654.143,- dengan persentase kenaikan sebesar 108,75% dan pada penerimaan yang berasal dari retribusi daerah meningkat sebesar Rp. 25.885.814.246,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,83% kemudian di tahun 2007 ini penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah meningkat tajam sebesar Rp. 13.727.558.797 dengan persentase kenaikan sebesar Rp. 259,61% akan tetapi pada penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah mengalami penurunan sebesar Rp. 14.737.837.000 dengan persentase penurunan sebesar 90,67%. kemudian penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah meningkat Rp. 163.790.864.298,- dengan persentase kenaikan sebesar 120,56%. Pada tahun 2008 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun yaitu tahun 2004-2008 penerimaan-penerimaan daerah tersebut diatas terus
mengalami peningkatan yaitu dari penerimaan pajak daerah
mengalami
peningkatan
sebesar
Rp.
121.428.620.428,-
dengan
persentase kenaikan sebesar 110,95% , kemudian penerimaan darri retribusi
daerah
mengalami
peningkatan
pula
sebesar
Rp.
32.487.536.000,- dengan persentase kenaikan sebesar 126,50%, akan
106
tetapi penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah menurun sebesar Rp. 10.609.368.977,- dengan persentase penurunan sebesar 77,28%. Dan penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah meningkat tajam sejumlah Rp. 27.949.604.276,- dengan persentase kenaikan sebesar 189,64%, sedangkan penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp. 192.475.130.155,- dengan persentase kenaikan sebesar 117,51%. Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Penerimaan PAD Kota Tangerang Periode Tahun 2004-2008 Penerimaan PAD dalam 5 tahun 250.000.000.000
Jumlah Penerimaan
200.000.000.000 X1 X2
150.000.000.000
X3 X4
100.000.000.000
Y 50.000.000.000 0 1
2
3
4
5
Tahun
Keterangan :
Garis Warna Pink X1 (Pajak Daerah) Garis Warna Hijau X2 (Retribusi Daerah) Garis Warna Orange X3 (Hasil Perusahaan Milik Daerah) Garis Warna Biru X4 (Pendapatan Lain-lain Yang Sah) Garis Warna Biru Muda Y (Pendapatan Asli Daerah)
Dari gambar grafik 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa garis warna pink yang menunjukan variabel X1 yaitu pajak daerah selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya sehingga terlihat garis kurva yang
107
semakin menanjak itu artinya bahwa dari variabel penerimaan pajak daerah memberikan kontribusi yang paling besar ke PAD Kota Tangerang
dan sangat dominan dibanding dengan variabel yang lain.
Kemudian pada garis warna hijau yang menunjukan variabel X2 yaitu retribusi daerah juga mengalami kenaikan pada tahun 2005, 2007, dan pada tahun 2008 terkecuali pada tahun 2006, variabel tersebut mengalami penurunan penerimaan sehingga terlihat garis yang sedikit menurun pada tahun ke-3 atau tahun 2006. Selanjutnya garis warna orange yang menunjukan variabel X3 yaitu hasil perusahaan milik daerah tiap tahun juga mengalami kenaikan ini dilihat dari garis yang semakin menanjak pada tahun 2005, 2006 dan 2007 tetapi pada awal tahun 2008 garis warna orange tersebut sedikit menurun ini mengindikasikan bahwa pada tahun ke 5atau tahun 2008 penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah mengalami penurunan. Kemudian garis warna biru yang menunjukan variabel X4 yaitu pendapatan lainlain yang sah pada tahun 2005, 2006 garis kurva warna biru tersebut semakin menanjak kemudian di tahun ke-4 atau tahun 2007 garis kurva warna biru semakin menurun pada tahun ke-5 atau tahun 2008 garis kurva warna biru kembali menanjak, hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah pada tahun 2007 mengalami penurunan dan pada tahun 2008 kembali meninngkat. Pada garis warna biru muda adalah variabel dependen (PAD) itu sendiri atau variabel Y terlihat garis kurva yang semakin menanjak signifikan, hal
108
ini mengindikasikan bahwa realisasi penerimaan PAD di Kota Tangerang selama periode tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-5 yang merupakan tanda dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 terus mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Diagram 4.1 Diagram prosentase Efektifitas PAD dalam 5 tahun Periode Tahun 2004-2008 Prosentase Penerimaan PAD dalam 5 tahun 300,00% X3
Prosentase
250,00% X3
200,00%
X4
150,00%
X1 X2
100,00%
Y
X4
X3
X1 X4Y X2
X1 X1X2
Y X4
X1X2
Y
X2 X3
X3
X4 Y
50,00% 0,00% 1
2
3
4
5
Tahun
Keterangan : X1 (Pajak Daerah) X2 (Retribusi Daerah) X3 ( Hasil Perusahaan Milik Daerah) X4 ( Pendapatan Lain-lain Yang Sah) Y (PAD)
Dari gambar diagram 4.1 diatas prosentase penerimaan variabel X1 atau pajak daerah pada tahun ke-2 atau tahun 2005 sebesar 107,42 % atau naik sekitar 7% dari tahun ke-1 atau tahun 2004. kemudian prosentase penerimaan variabel X2 atau retribusi daerah pada tahun ke-2 atau tahun 2005 sebesar 101,59% atau naik sekitar 1% dari
109
tahun ke-1 atau tahun 2004. selanjutnya prosentase penerimaan variabel X3 atau hasil perusahaan milik daerah pada tahun ke-2 atau tahun 2005 sebesar 193,32% atau naik sekitar 97% di banding penerimaan tahun ke-1 atau 2004. dan variabel indepedenden yang terakhir posentase penerimaan pendapatan lain-lain yang sah X4 pada tahun ke-2 atau tahun 2005 total penerimaan mencapai 122.149.992.517 naik 100% lebi dari tahun 2004 yang hanya 108.978.535.129. Pada tahun ke-3 atau tahun 2006 prosentase kenaikan variabel X1 atau pajak daerah sebesar 116,11% atau naik sekitar 9% dari tahun 2005 yang hanya 107,42%. Kemudian prosentase variabel X2 atau retribusi daerah pada tahun 2006 sedikit mengalami penurunan prosentase sebesar 89,24% atau turun sekitar 11% dari tahun 2005. Selanjutnya prosentase penerimaan variabel X3 atau hasil perusahaan milik daerah pada tahun ke-3 atau tahun 2006 sebesar 175,22% atau turun sekitar 18% atau di banding penerimaan ke-2 atau tahun 2005 yang mencapai 193,32%. Dan variabel independen terakhir prosentase penerimaan pendapatan lain-lain yang sah X4 pada tahun ke-3 atau tahun 2006 sebesar 108,82 % atau turun sekitar 55% dari tahun ke-2 atau tahun 2005 yang mencapai 164,24%. Untuk variabel dependen yaitu realisasi PAD atau Y pada tahun 2006 total penerimaan mencapai 135.853.641.888. naik sekitar 2% dari tahun 2005 yang hanya 122.149.992.517.
110
Pada tahun ke-4 atau tahun 2007 prosentase kenaikan variable X1 atau pajak daerah sebesar 118,75% atau naik sekitar 2% dari tahun 2006 yang hanya 116,11%. Kemudian presentase kenaikannya sebesar 116,11%. Kemudian presentase variable X2 atau retribusi daerah pada tahun 2007 prosentase kenaikannya sebesar 116,84% atau naik sekitar 27% dari tahun 2006. Selanjutnya prosentase penerimaan variable X3 atau hasil perusahaan milik daerah pada tahun ke-4 atau tahun 2007 sebesar 259,62% atau naik tajam sekitar 80% di banding penerimaan tahun ke-3 atau tahun 2006 yang hanya 175,32%. dan variabel indepeden terakhir presentase penerimaan pendpatan lain-lain yang sah X4 pada tahun ke-4 atau tahun 2007 sebesar 92,28% atau turun sekitar 16% dari tahun ke-3 atau tahun 2006 yang hanya 108,82%. Untuk variabel depeden yaitu realisasi penerimaan PAD atau Y total penerimaan pada tahun 2007 sebesar 164.053.027.186. naik sekitar 20% dari total penerimaan tahun 2006 yang hanya 135.853.641.888. Pada tahun ke-5 atau tahun 2008 prosentase kenaikan variabel X1 atau pajak daerah sebesar 110,95% atau turun sekitar 8% dai tahun 2007 yang mencapai 118,11%. Kemudian presentase variabel X2 atau retribusi daerah pada tahun 2008 prosentase kenaikannya sebesar 125,50% atau naik sekitar 10% dari tahun 2007. Selanjutnya presentase penerimaan variabel X3 atau hasil perusahaan milik daerah pada tahun ke-5 atau tahun 2008 sebesar 77,29% atau turun drastis sekitar 180% dibanding penerimaan tahun ke-4 atau tahun 2007 yang mencapai
111
259,62%. dan variabel indepeden yang terakhir adalah presentase penerimaan pendapatan lain-lain yang sah X4 pada tahun ke-5 atau tahun 2008 sebesar 186,33% atau naik sekitar 90% dari tahun ke-4 atau tahun 2007 yang hnaya 92,28% untuk variabel realisasi penerimaan PAD total penerimaan pada tahun 2008 mencapai 192.475.130.150 naik sekitar 20% dari tahun 2007 yang hanya 164.053.027.186.
2. Pengaruh Pajak Daerah, Reribusi Daerah, Hasil Perususahaan Milik Daerah dan Penerimaan Hasil-hasil Usaha Yang Sah Terhadap Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun 2004-2008 a. Uji Asumsi Klasik 1) Hasil Uji Normalitas Data Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan normality probability plot. Dari gambar 4.2 dapat dilihat hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data berada disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah terdistribusi dengan normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2002 : 76).
112
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Data
2) Hasil Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki
korelasi
antar
variabel
independennya.
Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolonieritas Collinearity Statistics Model
1
Tolerance
VIF
(Constant) Pajak Daerah
.290
3.449
Retribusi Daerah
.537
1.862
Hasil Perusahaan Milik Daerah
.529
1.892
.604
1.657
Pendapatan lain-lain yang sah a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah Sumber : Hasil Pengolahan data SPSS
113
Pada tabel 4.3 diketahui hasil perhitungan nilai tolerance untuk penerimaan pajak daerah adalah 0,290, penerimaan retribusi daerah 0,537, penerimaan hasil perusahaan milik daerah 0,529, pendapatan lain-lain yang sah 0,604. Hasil perhitungan tersebut menunjukan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 10%. Karena mempunyai nilai tolerance kurang dari 0,1 maka model regresi dapat dikatakan bebas dari multikolonieritas (Bhuono Agung, 2005 :58). Sedangkan hasil dari perhitungan nilai VIF juga menunjukan hal yang sama yaitu tidak ada variabel bebas yang memiliki VIF lebih dari 10. Hasil perhitungan nilai VIF penerimaan pajak daerah adalah 3,449, penerimaan retribusi daerah 1,862, penerimaan hasil perusahaan milik daerah 1,892, penerimaan pendapatan hasil usaha lain-lain yang sah 1,657. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolonieritas. 3) Hasil Uji Heterokedastisitas Gambar 4.3 merupakan grafik hasil uji heteroskedastisitas. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu y. hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sehingga dapat
114
disimpulkan bahwa model penelitian ini tidak mengalami problem heteroskedastisitas. Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedasitas
Sumber : Hasil Pengolahan data SPSS 4) Hasil Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji, apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa hasil uji autokorelasi pada model regresi ini menunjukkan angka Durbin Watson sebesar 1,193. Karena angka Durbin Watson mendekati angka atau di sekitar angka 2 maka model tersebut terbebas dari asumsi klasik autokorelasi dan terletak di daerah No Autocorelation.
115
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Model Summary(b) Model
DurbinWatson
1
1,193
a. Predictors (Constant), Penerimaan Pajak Daerah, Rertibusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Penerimaan Hasil Usaha Lain-lain Yang sah b. Dependent Variable: Realisasi Penerimaan PAD Sumber : Hasil Pengelolaan data dengan SPSS 12
b. Uji Hipotesis 1) Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model 1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.925a
.856
.846
1317050933.020
a. Predictors: (Constant), Pendapatan lain-lain yang sah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah Sumber : hasil Pengolahan data dengan SPSS
Uji
koefisien
determinasi
(R)
digunakan
untuk
menentukan seberapa besar kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Pada penelitian ini R Square yang digunakan adalah R Square yang sudah disesuaikan
116
atau Adjusted R-Square, karena disesuaikan dengan jumlah variabel independent yang digunakan dalam penelitian. Hasil output SPSS pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,846 atau 84,6 % hal ini berarti bahwa variabel independen penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan penerimaan pendapatan hasil usaha lain-lain yang sah
mampu menjelaskan variabel
dependen realisasi penerimaan PAD sebesar 84,6%, selebihnya sebanyak 15,4% lagi yang lain sepeti : dana perimbangan dan pinjaman daerah. Dari penerimaan
hasil PAD
penelitian mampu
ini,
84,6%
dijelaskan
variabel
oleh
realisasi
variabel
atau
dipengaruhi oleh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pendapatan dari hasil-hasil usaha lain yang sah. Sedangkan sisanya yaitu 15,4% yang lain, seperti dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Atas dasar itu maka realisasi penerimaan PAD yang terjadi pada tahun 2004-2008 diharapkan mengalami peningkatan setiap tahunnya sesuai dengan yang diharapkan oleh aparat DPKAD Kota Tangerang yang diimbangi dengan peningkatan penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil-hasil usaha lainnya yang sah yang seimbang dengan penerimaan yang berasal dari sumber perimbangan dana. Selain
117
itu, faktor tindakan pemungutan oleh aparat pemerintah DPKAD Kota Tangerang diharapkan seefektif dan seefisien mungkin dalam melaksanakan pemungutan terhadap masyarakat Kota Tangerang. Dengan demikian terciptanya pelimpahan wewenang pengelolaan dan pemungutan yang lebih baik, lebih andal, dan valid
yang
mana
sangat
berpengaruh
terhadap
realisasi
penerimaan PAD Kota Tangerang. 2) Hasil Uji F Tabel 4.6 Hasil Uji F ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Mean Square
df
Regressio n
5.689E20
4
Residual
9.540E19
55
F
1.422E20 81.996
Sig. .000a
1.735E18
Total 6.643E20 59 a. Predictors: (Constant), Pendapatan lain-lain yang sah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Dari Anova(b) pada tabel 4.6 didapat F hitung sebesar 81,996 dengan tingkat signifikasi 0,000 karena tingkat signifikasi dibawah 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahan milik daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD.
118
3) Hasil Uji t
Tabel 4.7 Hasil Uji t Coefficientsa
Standardize d Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
t
Beta
5.768E8
8.004E8
Pajak Daerah
.883
.156
Retribusi Daerah
.403
Hasil Perusahaan Milik Daerah Pendapatan lainlain yang sah
Sig. .721
.474
.538
5.672
.000
.271
.104
1.488
.143
1.401
.525
.187
2.667
.010
1.726
.462
.246
3.735
.000
a. Dependent
Variable: Pendapatan Asli Daerah Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Berdasarkan hasil tabel 4.7, maka dapat diperoleh suatu persamaan regresi sebagai berikut: Y = 5.768 + 0, 883 X1 + 0, 403 X2 + 1, 401 X3+ 1,726 X4 Nilai konstanta alpha (α) sebesar 5.768 menunjukan bahwa jika penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan hasil-hasil usaha yang sah dianggap konstan maka realisasi penerimaan PAD adalah 5.768. Dari persamaan regresi hasil tabel 4.7 nilai 0,883 X1 merupakan koefisien regresi yang menunjukan bahwa setiap adanya
penambahan
jumlah
Pajak
Daerah
sebesar
119
1.000.000.000.
maka
penerimaan
Pajak
Daerah
akan
meningkatkan realisasi penerimaan sebesar 883.000.000,sedang nilai 0,403 X2 merupakan koefisien regresi yang menunjukan bahwa setiap adanya penambahan Retribusi Daerah sebesar 1.000.000.000. maka juga akan meningkatkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah sebesar 403.000.000,- sedang nilai 1,401 X3 merupakan korfisien regresi yang yang menunjukan bahwa setiap ada penambahan penerimaan Hasil Perusahaan Milik Daerah 1.000.000.000. maka akan meningkatkan realisasi penerimaan sebesar 1.401.000.000. sedangkan nilai 1,726 X4 merupakan koefisien regresi yang menunjukan bahwa setiap adanya penambahan Hasil-hasil Usaha Yang Sah sebesar 1.000.000.000.
maka
juga
akan
meningkatkan
realisasi
penerimaan sebesar 1.726.000.000. Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari uji t hitung untuk penerimaan pajak daerah sebesar 5,672 sedangkan untuk nilai t-tabel dengan tingkat signifikansi ( α ) = 0,05 dan DK ( Derajat Kebebasan ) = jumlah data ( n)-1 = 60-1 = 59, maka diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,001 hal ini berarti t-hitung lebih besar dari t-tabel. Jika statistik t-hitung > statistik t-tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD.
120
Sedang uji t untuk penerimaan retribusi daerah adalah sebesar 1,488. Nilai tersebut lebih kecil dari t-tabelnya yaitu 2,001. Jika t hitung < dari statistik t-tabel maka Ha ditolak dan Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan dari retribusi daerah
tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap realisasi penerimaan PAD. Pada uji t-hitung untuk penerimaan hasil perusahaan milik daerah adalah sebesar 2,667 nilai tersebut lebih besar dari t-tabelnya yaitu 2,001. Jika t-hitung > dari statistik t-tabel, maka Ha diterima dan Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah sedikit berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD. Pada uji t-hitung untuk penerimaan hasil-hasil usaha yang sah adalah sebesar 3,735 nilai tersebut lebih besar dari ttabelnya yaitu 2,001, jika t-htung > dari t-tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak. sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan dari hasil-hasil usaha yang sah berpengaruh secara signifikan terhadap terhadap realisasi penerimaan PAD. Dari
output
SPSS
pada
tabel
coefficients
juga
menunjukan bahwa penerimaan pajak daerah menghasilkan tingkat
signifikansi
sebesar
0,000
yang
menunjukan
probabiltasnya lebih kecil dari 0,05 dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti penerimaan dari pajak daerah
121
terhadap realiasi penerimaan PAD secara parsial berpengaruh secara signifikan. Pada tabel coeficient penerimaan dari hasil retribusi daerah menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,143 yang menunjukan probabilitas lebih besar dari 0,05 dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti penerimaan dari retribusi daerah terhadap realisasi penerimaan PAD tidak berpengaruh secara signifikan. Pada menghasilkan
penerimaan tingkat
dari
perusahaan
signifikansi
probabilitasnya sedikit lebih besar
sebesar
milik 0,010
daerah yang
dari 0,05 sehingga Ho
diterima dan Ha di tolak. Maka penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah secara parsial sedikit berpengaruh secara signifikan. Sedangkan penerimaan dari pendapatan hasil-hasil usaha yang sah menghasilkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Maka pengaruh penerimaan dari hasil usaha-usaha yang sah terhadap realisasi penerimaan PAD secara parsial berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan hasil analisis statistik diatas, diketahui bahwa penerimaan dari retribusi daerah terdapat pengaruh yang kurang
signifikan
terhadap
realisasi
penerimaan
PAD.
122
Berdasarkan pengamatan, dikarenakan dari tahun ke tahun salah satu sumber penerimaan PAD tersebut kurang begitu optimal dalam realisasinya terutama untuk penerimaan retribusi daerah seperti retibusi pelayanan kebersihan, retribusi pelayanan pemakaman, retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, dan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, dimungkinkan kurang maksimal dalam pemungutannya sehingga penerimaan dari retribusi-retibusi tersebut tersebut dapat mengurangi kas daerah. Akan tetapi, ada peneriman yang berasal dari pajak daerah
dan penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah
berpengaruh signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD. Pemungutan yang dilaksanakan oleh aparat DPKD Kota Tangerang telah maksimal, sehingga sangat memberikan kontribusi yang menguntungkan bagi APBD Kota Tangerang. Dalam hal ini Kota Tangerang dapat menjalankan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001 sampai sekarang. Dengan demikian kota Tangerang dapat mengupayakan untuk terus meningkatkan membiayai
sumber-sumber penyelenggaraan
PAD
tersebut
pemerintahan
agar
dapat
dan
dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
123
c.
Perbandingan Analisis Penulis dengan Penelitian-penelitian Sebelumnya. Berdasarkan analisis penelitian diatas, penulis akan memperbandingkan
dengan
analsis
penelitian-penelitian
sebelumnya yang mendukung terhadap penelitian diatas. Adapun penelitain-penelitian tersebut antara lain: 1. Oleh Miftahul Huda (Skripsi, UIN: 2006), yang meneliti tentang Analisa Pengaruh Pajak Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok periode 20012005. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak sektor pariwisata (pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan) terhadap perubahan PAD. 2. Oleh Mochamad Adam Hamdani (2002) yang meneliti tentang Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok Berdasarkan penelitiannya potensi target dan realisasi penerimaan pajak restoran sudah cukup optimal dikarenakan berkembangnya jasa usaha restoran dikota depok dan dipengaruhi oleh pembangunan dan faktor geografis strategis berbatasan dengan ibu kota DKI Jakarta. 3. Oleh Nurul Hadi (Skripsi UIN: 2008), tentang Optimalisasi penerimaan Retribusi Daerah dan Pengaruhnya terhadap
124
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Depok periode Tahun 2002-2006. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui optimalisasi penerimaan retribusi daerah dan mengetahui sejauh mana pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di Kota Depok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa penerimaan retribusi daerah di kota Depok tahun 20022005 sudah mencapai optimal, sedangkan di tahun 2006 penerimaan
retribusi
daerah
tidak
mencapai
optimal.
Disamping itu, dapat disimpulkan bahwa retribusi daeah mempunyai hubungan (korelasi) positif dengan perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dan memiliki kontribusi signifikan
terhadap
perubahan
PAD
dan
menunjukan
pengaruh retribusi yang lemah terhadap PAD. 4. Oleh Ahmad Najib (Skripsi UIN: 2006), tentang Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah terhadap penerimaan PAD pada Kabupaten Karawang. Data yang digunakan adalah laporan bulanan Pendapatan Asli Daerah selama satu periode
125
yaitu tahun 2001-2005. Penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda yang kemudian dilakukan uji F dan t yang telah dinyatakan bebas dari uji asumsi klasik. Berdasarkan hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa
keempat
variabel
independen
(pajak
daerah,
perusahaan milik daerah, serta pendapatan lain-lain yang sah berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD di kabupaten Karawang). Dari beberapa penelitan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang berpengaruh positif dan kuat pengaruhnya terhadap realisasi penerimaan PAD yaitu penerimaan yang berasal dari jumlah pajak daerah dan penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah. Sedangkan penerimaan dari retribusi daerah dan hasil-hasil usaha yang sah kurang memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD. Dan hal ini perlu adanya upayaupaya yang harus dilakukan oleh aparatur DPKD dan masyarakat sekitar kota Tangerang, agar tidak terjadi adanya penerimaan-penerimaan yang belum terrealisasi di tahuntahun yang akan datang yang mengakibatkan penerimaan PAD menurun, demi tercapainya efektifitas dan efisiensi pemungutan PAD kota Tangerang.
126
3. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang khususnya DPKD dalam meningkatkan realisasi penerimaan PAD di Kota Tangerang. Dalam menjalankan tugasnya sebagai aparatur DPKD ada upayaupaya yang perlu dilakukan demi meningkatkan pendapatan daerah terutama dari sektor PAD. Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam mengoptimalkan penerimaan PAD antara lain sebagai berikut: 1. Melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi. 2. Untuk pajak reklame dilakukan penertiban reklame secara rutin khususnya izin yang temporer atau tidak tetap seperti spanduk, umbulumbul, baliho, karena hal ini sangat efektif dengan melakukan penurunan, dimana setelah media reklame kain tersebut yang tak berizin diturunkan maka pemasangan reklame tersebut akan segera mengurus izinnya dan membayar pajak. 3. Untuk hotel, retoran, parkir, dan izin hiburan dilakukan checker selama satu bulan penuh yang dibagi beberapa shift serta dilakukan selama 24 jam bagi penginapan atau hotel. 4. Melakukan ekstensifikasi secara rutin untuk mencari potensi-potensi baru untuk pajak daerah, dimana setiap ada pembangunan pusat-pusat bisnis disitu akan muncul potensi baru seperti potensi parkir, restoran, hiburan dan lainnya. 5. Melakukan kerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan dalam melakukan pendataan terhadap potensi pajak
127
daerah untuk meningkatkan target pendapatan baik untuk hotel, restoran, hiburan, parkir swasta, dan pajak lainnya dengan mencatat data potensi untuk dijadikan database.
128
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Tangerang selama kurun waktu dari tahun 2004-2008 kedua, untuk mengetahui besarnya pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan daerah, dan pendapatan lain-lain yang sah terhadap pendapatan asli daerah dan yang ketiga, adalah untuk melihat upaya-upaya apa saja yang dilakukan aparatur DPKAD Kota Tangerang dalam mengoptimalkan pemungutan PAD di Kota Tangerang, Adapun kesimpulannya yaitu: 1. Dapat dilihat dari tahun 2004-2008, realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini di pengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, Hasil Usaha Lain-lain yang Sah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dari target yang ditetapkan oleh DPKAD Kota Tangerang dari tahun-tahun sebelumnya. 2. Penerimaan dari dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan hasil usaha lainnya yang sah yang sudah terrealisasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan PAD. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda memiliki nilai koefisien determinasi
129
(R) yang sudah disesuaikan sebesar 0,846 atau 84,6 % variabel dependen realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan sisanya 15,4 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan. 3. Pada uji F dapat dilihat dari tabel ANOVA, bahwa variabel pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah memiliki nilai F hitung 81.996 dengan tingkat signifikansi 0,000 karena tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah secara bersama-sama berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD. 4. Pada uji t-test dapat dilihat dari tabel coefficient, bahwa variabel pajak daerah memiliki nilai 0,000 < 0,05 artinya penerimaan dari pajak daerah secara parsial berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD atau Ha diterima dan Ho ditolak. Kemudian variabel retribusi daerah memiliki nilai 0,143 > 0,05. artinya penerimaan dari retribusi daerah secara parsial
tidak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
realisasi
penerimaan PAD, dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima. Selanjutnya variabel hasil perusahaan milik daerah memiliki nilai 0,010 > 0,05. artinya penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah secara parsial kurang berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi penerimaan PAD, dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima. Dan yang terakhir variabel pendapatan lain-lain yang sah memiliki nilai
130
0,000 < 0,05 artinya penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah secara parsial berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD atau Ha diterima dan Ho ditolak. 5. Terjadi peningkatan jumlah penerimaan, pada tahun 2005 penerimaan dari pajak daerah mencapai angka 79.368.013.720,- atau naik sebesar 107,42 % dari tahun 2004, dari retribusi daerah juga mengalami peningkatan penerimaan sebesar 24.827.124.613,- atau sekitar 101,58 % dari tahun 2004, diikuti dengan penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah mengalami peningkatan sebesar 3.017.666.389,- dengan persentase kenaikan sebesar 193,3 % dari tahun 2004, dan selanjutnya penerimaan dari pendapatan lain-lain yang sah mengalami peningkatan sebesar 14.937.187.795,- dengan persentase kenaikan sebesar 164,23 % dari tahun 2004. Pada tahun 2006 dapat diketahui bahwa penerimaan yang berasal dari sektor pajak daerah terus mengalami peningkatan sebesar Rp. 92.156.784.042,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,11%, kemudian penerimaan dari retribusi daerah mengalami penurunan sebesar Rp 22.155.110.158,- dengan persentase penurunan sebesar 89,23% dari pada tahun sebelumnya. Kemudian penerimaan dari hasil perusahaan milik daerah mengalami peningkatan sebesar 175,22%. Pada penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah meningkat sebesar Rp. 16.254.181.501,- dengan persentase kenaikan sebesar 108,81% dengan tahun 2005. Dan pada penerimaan yang
131
berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp. 135.853.941.888,- dengan persentase kenaikan sebesar 111,21%. Pada tahun 2007, dapat diketahui pada penerimaan daerah yang berasal dari pajak daerah mengalami peningkatan pula sebesar Rp. 109.439.654.143,- dengan persentase kenaikan sebesar 108,75% dan pada penerimaan yang berasal dari retribusi daerah meningkat sebesar Rp. 25.885.814.246,- dengan persentase kenaikan sebesar 116,83% kemudian di tahun 2007 ini penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah meningkat tajam sebesar Rp. 13.727.558.797 dengan persentase kenaikan sebesar Rp. 259,61% akan tetapi pada penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah mengalami penurunan sebesar Rp. 14.737.837.000 dengan persentase penurunan sebesar 90,67%. kemudian penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah meningkat Rp. 163.790.864.298,- dengan persentase kenaikan sebesar 120,56%. Pada tahun 2008 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun yaitu tahun 2004-2008 penerimaan-penerimaan daerah tersebut diatas terus
mengalami peningkatan yaitu dari penerimaan pajak daerah
mengalami
peningkatan
sebesar
Rp.
121.428.620.428,-
dengan
persentase kenaikan sebesar 110,95% , kemudian penerimaan darri retribusi
daerah
mengalami
peningkatan
pula
sebesar
Rp.
32.487.536.000,- dengan persentase kenaikan sebesar 126,50%, akan tetapi penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah
132
menurun sebesar Rp. 10.609.368.977,- dengan persentase penurunan sebesar 77,28%. Dan penerimaan yang berasal dari pendapatan lain-lain yang sah meningkat tajam sejumlah Rp. 27.949.604.276,- dengan persentase kenaikan sebesar 189,64%, sedangkan penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah meningkat sebesar Rp. 192.475.130.155,- dengan persentase kenaikan sebesar 117,51%. 6. Adanya upaya yang dilakukan oleh aparatur DPKAD Kota Tangerang yaitu dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk dapat mengoptimalkan penerimaan PAD Kota Tangerang.
B. Implikasi 1. Sesuai dengan Undang-undang No.33 tahun 2004 menyebutkan bahwa sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah antara lain : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber yang sangat potensial untuk terus di optimalkan penerimaannya untuk daerah yang telah melakukan otonomi atau yang sedang melakukan transformasi menuju otonomi daerah sehingga ketergantungan kepada pemerintah pusat dapat dikurangi dan bagi daerah yang mempunyai sumber penghasilan yang potensial agar lebih diarahkan kepada fungsi distributif. 2. Dalam penelitian ini 84,6 % realisasi penerimaan PAD mampu dijelaskan oleh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik
133
daerah dan pendapatan lain-lain yang sah. Yang berarti sektor dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah dapat meningkatkan dan menentukan realisasi penerimaan PAD. Dengan demikian peningkatan realisasi penerimaan PAD yang terjadi pada tahun 2004-2008 di kota Tangerang sudah sesuai yang diharapkan sebagaimana yang telah diupayakan oleh DPKAD Kota Tangerang untuk mengoptimalkan penerimaan PAD baik secara ekstensifikasi maupun intensifikasi. 3. Realisasi penerimaan PAD, disesuaikan oleh pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Semakin meningkat penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan yang sah, maka akan meningkatkan realisasi penerimaan PAD.
C. Saran 1. Kepada aparatur DPKAD Kota Tangerang agar lebih mengoptimalkan potensi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang sah, dengan terus menggenjot penerimaan apa saja yang mempunyai potensi meningkatkan PAD. 2. Kepada masyarakat, instansi, lembaga bisnis atau pun wajib pajak yang lainnnya agar mempunyai kesadaran dalam membayar pajak dengan tepat waktu tanpa melampaui jatuh tempo pembayaran, sehingga dapat meminimalkan penurunan PAD.
134
3. Melakukan
pembinaan,
penelitian
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan kewajiban dalam membayar pajak berdasarkan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
135
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid MS, “Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Syarif Hidayatullah, Grafika karya Utama, Jakarta, 2007, Cet. Ke.2. Adam hamdani, Mochamad, “Optimalisasi Peningkatan Pendapatan Pajak Restoran di Kota Depok”, Skripsi IPB, 2002. Adi Prigo Hari, Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Belanja Daerah, Belanja Pembangunan dan PAD, symposium nasional akuntansi IX, Padang. 2006. Arianto, Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Anggaran dan Belanja Daerah (APBD), Jakarta, 2006. Ayuningtyas, Arniyanti “Analisis Pengaruh Pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Anggaran Belanja Daerah” (Study Kasus Pada Seluruh Provinsi di Jawa Tengah), Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Bohari MS, “Pengantar Hukum Pajak”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, Cet. Ke-3. Brotodiharjo, R Santoso, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” Edisi Ke-3, PT. Rafika Aditama, Bandung, 1998. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan “Kamus Besar Bahasa Indonesia” Balai Pustaka, Jakarta, 1999. Hadi Nurul, “Optimalisasi Penerimaan Retribusi Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok Periode Tahun 2002-2006”, Skripsi UIN, Jakarta: 2008. Huda Miftahul,” Analisa Pengaruh Pajak Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok Periode 2001-2005”, Skripsi, UIN: 2006. Imam, Ghozali, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS 12,0 for Windows”, Alfabeta, Bandung, 2001. Indriantoro Nur, Supomo Bambang, “Metodologi Penelitian Bisnis”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2002, Cet. Ke-2. Mardiasmo, “Perpajakan”, Andi Offset, Yogyakarta, 2009. Munawar HS, “Perpajakan”, Liberty Yogyakarta 1997. Nugroho, Bhuono Agung, “Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS”, Andi Offset, Yogyakarta, 2005, Ed.1.
136
Purwanto, Suharyadi, “Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”. PT. Salemba Empat Patria, Jakarta, 2004, Ed.Pertama Buku 2. Resmi Siti, “Perpajakan”, buku 1 edisi 5 Salemba Empat, Jakarta, 2009. Republik Indoensia, Undang-Undang No.28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Republik Indoensia, Undang-Undang No.12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah. Republik Indoensia, Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Santoso Singgih, “SPSS Mengolah Data Statistik Secara Professional” Elek Komputindo, Jakarta, 2002. Situs Internet, http://www.depok.go.id Situs Internet, http://www.republika.co.id Situs Internet, http://www.ipb.ac.id Situs Internet, http://www.kotatangerang.go.ac.id Tjahyono Ahmad, dan Husein Fakhri Muhammad, “Perpajakan”, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN edisi ketiga cetakan pertama, Yogyakarta, 2005. Undang-undang Otonomi Daerah, Citra Umbara, Bandung, 2008. Waluyo, “Perpajakan Indonesia” Salemba 4, Jakarta, 2002, Buku 2.
137
138
Coefficientsa Standardize d Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
5.768E8
8.004E8
Pajak Daerah
.883
.156
Retribusi Daerah
.403
Hasil Perusahaan Milik Daerah Pendapatan lainlain yang sah a. Dependent
Beta
t
Sig. .721
.474
.538
5.672
.000
.271
.104
1.488
.143
1.401
.525
.187
2.667
.010
1.726
.462
.246
3.735
.000
Variable: Pendapatan Asli Daerah
Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions Eigenval Model Dimension ue Condition Index (Constant) 1
Pajak Daerah
Hasil Perusahaan Milik Daerah
Retribusi Daerah
Pendapatan lain-lain yang sah
1
4.623
1.000
.00
.00
.00
.01
.00
2
.249
4.306
.03
.00
.01
.63
.01
3
.071
8.058
.08
.00
.74
.03
.10
4
.043
10.360
.40
.00
.00
.05
.75
5
.013
18.892
.49
.99
.25
.28
.14
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Residuals Statisticsa Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
Predicted Value
4.43E9
1.95E10
1.21E10
3.105E9
60
Std. Predicted Value
-2.455
2.405
.000
1.000
60
2.260E8
7.360E8
3.629E8
1.143E8
60
4.65E9
2.02E10
1.21E10
3.147E9
60
-2.783E9
4.736E9
.000
1.272E9
60
Std. Residual
-2.113
3.596
.000
.966
60
Stud. Residual
-2.276
3.726
-.010
1.015
60
-3.229E9
5.084E9
-2.772E7
1.410E9
60
-2.370
4.270
-.001
1.059
60
Mahal. Distance
.754
17.443
3.933
3.560
60
Cook's Distance
.000
.204
.023
.048
60
Centered Leverage Value
.013
.296
.067
.060
60
Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual
Deleted Residual Stud. Deleted Residual
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah