ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SEMARANG
SKRIPSI Di Ajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Disusun Oleh : ARIEF EKA ATMAJA NIM. C2B307002
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011
i
PERSETUJUAN SKIPSI
Nama Penyusun
: Arief Eka Atmaja
Nomor Induk Mahasiswa
: C2B307002
Fakultas / Jurusan
: Ekonomi / Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Judul Usulan Penelitian
: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SEMARANG
Dosen Pembimbing
: DRS. R.MULYO HENDARTO, MSP
Semarang, 19 September 2011 Dosen Pembimbing
DRS. R.MULYO HENDARTO, MSP NIP. 196104161987.10.1001
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Mahasiswa
: Arief Eka Atmaja
Nomor Induk Mahasiswa
: C2B307002
Fakultas/Jurusan
: Ekonomi/Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Judul Skripsi
: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SEMARANG
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal Semarang, 5 Desember 2011
Tim Penguji 1…………………………………………………..(……………………………..) 2…………………………………………………..(……………………………..) 3. …………………………………………………(……………………………..)
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKIRPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya, ARIEF EKA ATMAJA, Menyatakan bahwa skripsi dengan judul: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SEMARANG, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesunggunya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuanpenulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan sayasendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan oran glain seolah-oleh hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima. Semarang, Yang membuat pernyataan,
(Arief Eka Atmaja) NIM : C2B307002
iv
ABSTRAK
Persoalan Pemerintah Kota Semarang adalah ketergantungan Pemerintah Kota Semarang terhadap transfer dari Pemerintah Pusat berupa DAU atau DAK. sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didonminasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil, sedangkan proporsi PAD masih relatif kecil. Dana transfer dari pemerintah berupa Dana Alokasi Umum di Kota Semarang selalu meningkat di setiap tahunnya yang berarti Kota Semarang belum mampu mandiri tanpa bantuan pemerintah pusat. Untuk itu perlu di ketahui variabel apa saja yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Semarang. Dari hasil analisis dalam penelitian ini dapat di simpulkan, secara bersama-sama Variabel Pengeluaran Daerah, Jumlah Penduduk dan PDRB berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Secara individual, Variabel Pengeluaran Daerah , Jumlah Penduduk dan PDRB dapat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah, yang memiliki pengaruh terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Semarang adalah Jumlah Penduduk. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien regresi tertinggi yaitu 5.742. Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Daerah, Jumlah Penduduk, Pendapatan Domestik Regional Bruton (PDRB)
v
ABSTRACT
The issue of Semarang Government is a dependency of DAU and DAK transfer from Central Government. states that local revenue sources regarding to autonomy and decentralization is recently dominated to donation and budget of central government in the form of Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus and Dana Bagi Hasil, whereas the proportion of PAD is relatively low. Transfer budget from the government of Dana Alokasi Umum always increases every year in Semarang means that Semarang is not able to be independent without central government donation. Therefore it is important to know what variables which have significant impact to the local revenue in Semarang. prove that local revenue in Semarang is influenced by Government Spending, PDRB and the total population. Based on the analysis result, the conclusion is Variable of Regional Spending, Total Population and PDRB are altogether impact to the Local Revenue. Individually, Variable of Regional Spending, PDRB and total population may impact to Local Revenue, The most impact variable is Total Revenue in Semarang and total population. It is proven by the highest regression coefficient value is 5.742. Keywords : Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Daerah, PDRB, Jumlah Penduduk
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .............................. iii PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................. iv ABSTRACT................................................................................................... v ABSTRAK .................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ...............................................................................vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x BAB I
PENDAHULUAN..................................................................... 1 1.1.Latar Belakang .................................................................... 1 1.2.Rumusan Masalah ............................................................... 8 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................ 9 1.4.Sistematika Penulisan........................................................ 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 12 1.1.Landasan Teori .................................................................. 12 1.2.Penelitian Terdahulu ......................................................... 25 1.3.Kerangka Pemikiran .......................................................... 26 1.4.Hipotesis ............................................................................ 26
BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................ 27 1.1.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .... 27
vii
1.2.Jenis dan Sumber Data ...................................................... 28 1.3.Metode Analisis ................................................................ 28 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 34 1.1.Deskripsi Obyek Penelitian ............................................... 34 1.2.Analisis Data ..................................................................... 40 1.3.Interpretasi Hasil ............................................................... 46
BAB V
PENUTUP ............................................................................... 49 5.1. Simpulan ........................................................................ 49 5.2. Keterbatasan ................................................................... 50 5.3. Saran .............................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 51 LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 52
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Dana Alokasi Umum Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ..................... 3 Tabel 1.2 Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ................. 4 Tabel 1.3 Pengeluaran Daerah Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ....................... 6 Tabel 1.4 PDRB Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ............................................. 7 Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Tahun 2004 – 2008 ..................................................... 8 Tabel 4.1 Dana Alokasi Umum Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ................... 35 Tabel 4.2 Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ............... 36 Tabel 4.3 Pengeluaran Daerah Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ..................... 37 Tabel 4.4 PDRB Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 ........................................... 38 Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Tahun 2004 – 2008 .................................................. 39 Tabel 4.6. Hasil Estimasi OLS .............................................................................. 40
ix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Tabulasi Data ............................................................................. 52 LAMPIRAN B Output Eviews Hasil Estimasi OLS ............................................. 53 LAMPIRAN C Output Eviews Hasil Uji Autokorelasi ........................................ 54 LAMPIRAN A Output Eviews Uji Normalitas .................................................... 55 LAMPIRAN A Output Eviews Uji Linieritas ...................................................... 56 LAMPIRAN A Output Eviews Uji Multikolenieritas .......................................... 57 LAMPIRAN A Output Eviews Uji Heterokedasitas ............................................ 59
x
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, Kabupaten dan Kota memiliki kewenangan yang lebih luas. Seperti tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam UU No.32 Tahun 2004 BAB III Tentang Pembagian Urusan Pemerintah, juga dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah dapat menjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan, ada 16 kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk kabupaten/kota, namun ada urusan pemerintah yang oleh Undang-undang di tentukan menjadi urusan pemerintah pusat, yaitu, Politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, dan agama. Untuk mendukung terselenggaranya
Otonomi
Daerah
yang optimal
maka
diberlakukanlah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perimbangan keuangan ini diatur dalam UU No 33 Tahun 2004. Desentralisasi fiscal yang di atur dalam UU Nomor 33 tahun 2004 terdiri dari tiga macam, yaitu Pajak Daerah (Tax Assignment), Dana Bagi Hasil (Revenue Sharing) dan Dana Alokasi Umum serta Dana Alokasi Khusus. Dengan desentralisasi fiskal ini, pemerintah daerah diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan daerahnya sehingga Pemerintah Daerah mandiri dalam pengelolaan keuangannya dan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat.
2
Kemandirian ini dapat di capai dengan mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang bersumber dari Pajak daerah, Retribusi, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain lain PAD yang sah, seperti di atur dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 6. Namun dalam prinsip kebijakan perimbangan keuangan dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 2 dijelaskan bahwa perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan pemerintah Daerah. Pemerintah pusat juga bertugas untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan fiscal di daerah, untuk itu Pemerintah Pusat memberikan Dana Perimbangan. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 pasal 3 dijelaskan Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiscal antara pemerintah dan pemerintahan Daerah dan antarpemerintah daerah. Dana perimbangan ini terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Berdasarkan UU No 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Pendapatan Daerah yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Soleh dan Rochmansjah (2010) menjelaskan bahwa sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didonminasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil, sedangkan proporsi PAD masih relatif kecil. Adanya Dana Perimbangan melalui DAU ini ternyata justru menjadi ketergantungan.
3
Tabel 1.1 Data Celah Fiskal Kota Semarang Tahun 2002-2008 (Dalam Ribu Rupiah)
Tahun
Kapasitas Fiskal
Kebutuhan Fiskal
Celah Fiskal
2002
311.269.048,00
550.370.875,00
239.101.827,00
2003
331.836.100,00
598.875.473,00
267.039.373,00
2004
344.503.461,00
632.113.681,00
287.610.220,00
2005
378.450.804,00
661.416.259,00
282.965.455,00
2006
413.501.484,00
926.051.194,00
512.549.710,00
2007
426.916.155,00
1.127.301.609,00
700.385.454,00
2008 456.593.054,00 1.325.301.609,00 Sumber : Data Direktora Keuangan RI di Olah
868.708.555,00
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa Celah Fiskal terus bertambah di setiap tahunnya, Dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 Celah fiscal selalu mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan bahwa Pendapatan Kota Semarang belum mampu mendanai kebutuhal fiskalnya sendiri dan tergantung dengan Transfer pemerintah pusat dalam bentu DAU ataupun DAK. Berdasarkan UU No 33 Tahun 2004, DAU adalah transfer dari pemerintah bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang di maksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiskal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity).
4
Tabel 1.2 Dana Alokasi Umum Kota Semarang Tahun 2002 – 2010
No
Tahun
DAU ( Dalam Juta rupaiah)
1 2005 333.098 2 2006 513.812 3 2007 586.736 4 2008 634.864 5 2009 687.638 Sumber : Departemen keuangan, diolah
% Peningkatan DAU 54,71% 14,19% 8,20 % 8,31%
Dari tabel 1.2 terlihat bahwa dana transfer dari pemerintah berupa Dana Alokasi Umum dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 terus mengalami peningkatan. Yang berarti bahwa kemandirian keuangan Daerah di Kota Semarang masih belum mencukupi kebutuhan fiskal daerah. Prakosa (2007) mengatakan bahwa, dengan adanya transfer dana dari Pemerintah pusat
tersebut,
bagi
Pemda
merupakan
sumber
pendanaan
dalam
pelaksanaan
kewenangannya. Namun dalam kenyataannya, transfer dana tersebut merupakan sumber dana utama Pemda untuk membiayai belanja daerah. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Seharusnya kekurangan dari transfer dana tersebut diharapkan dapat diambil dari sumber pendanaan sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD).
5
Tabel 1.3 Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang Tahun 2005 – 2008
No
Tahun
PAD (Dalam Ribu Rupiah)
1 2004 155.825.000,00 2 2005 189.772.000,00 3 2006 224.822.680,00 4 2007 238.237.351,00 5 2008 267.914.250,00 Sumber : Bps Kota Semarang, diolah
% Peningkatan PAD 21,78% 18,46% 5,96% 12,45%
PAD Kota Semarang setiap tahun terus meningkat, terlihat dalam Tabel 1.3. namun peningkatan PAD di setiap tahun ini tidak memberikan dampak yang cukup signifikan dalam upaya menuju kemandirian daerah dibuktikan dengan terus meningkatkan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat yang tercermin dari perolehan DAU yang terus meningkat di setiap tahunnya. Soleh dan Rochmansjah (2010) menjelaskan bahwa sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didonminasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil, sedangkan proporsi PAD masih relatif kecil. Di Dalam UU No. 33 Tahun 2004 telah diatur bahwa Pemerintah Daerah dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam rangka miningkatkan kapasitas fiskal selain melalui Dana Bagi Hasil Pajak dengan pengelolaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di Pisahkan dan PAD lain-lain yang sah. Dengan melakukan optimalisasi PAD dengan meningkatkan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
6
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di Pisahkan dan PAD lain-lain yang sah serta mengoptimalisasikan Bagi Hasil Pajak diharapkan dapat meningkatkan kemandirian. Santosa dan Rahayu (2005) membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah di pengaruhi oleh Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan segenap unsur satu lapisan masyarakat. Santosa dan Rahayu (2005) mengatakan, Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan.
Pengeluaran
tersebut
sebagian
digunakan
untuk
administrasi
pembangunan dan segaian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi. Dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, maka aliran penerimaan pemerintah melalui PAD juga meningkat. Tabel 1.4 Belanja Daerah Pemerintah Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 (Ribu rupiah)
Tahun
Belanja Daerah (Ribu rupiah)
% Peningkatan Belanja Daerah
2004 632.113.681 2005 661.416.259 2006 926.051.194 2007 1.127.301.609 2008 1.325.301.609 Sumber : BPS Kota Semarang, diolah
4.63 % 40.01 % 21.73 % 17.56 %
Tabel 1.4 menunjukan bahwa belanja daerah pemerintah Kota Semarang terus mengalami peningkatan sesuai dengan kebutuhan fiskalnya. Di tahun 2005 Belanja Daerah
7
meningkat 4,63%, di tahun 2006 dan 2007 Belanja Daerah meningkat 40,01% dan 21.73% dan di tahun 2008, Belanja Daerah meningkat 17,56%. Santosa dan Rahayu (2005) Mengatakan Hubungan antara PAD dengan PDRB merupakan hubungan secara fungsional, karena PDRB merupakan fungsi dari PAD. Dengan meningkatnya PDRB maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya
Tabel 1.4 PDRB Kota Semarang Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2004 – 2008
Tahun
PDRB (Ribu Rupiah)
2004 15.402.671,37 2005 16.194.264,63 2006 17.118.705,29 2007 18.142.639,97 2008 19.156.814,30 Sumber : BPS Kota Semarang, Diolah
% Peningkatan PDRB 5.13 % 5.70 % 5.98 % 5.59 %
Tabel 1.5 menunjukan PDRB Kota Semarang meningkat di setiap tahunnya, tahun 2005 PDRB meningkat 5,13%, tahun 2006 dan 2007 PDRB meningkat 5,70% dan 5,98% dan di tahun 2008 PDRB meningkat 5,59%. Adam Smith (dikutip oleh Santosa dan Rahayu, 2005) Menjelaskan bahwa, dengan didukung bukti empiris, pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Santosa dan Rahayu (2005) mengatakan, penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan
8
perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jtunlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik jugs meningkat.
Tabel 1.6 Jumlah Penduduk Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Jumlah Penduduk
% Peningkatan Jumlah Penduduk
1.388.021 1.418.324 1.432.954 1.453.549 1.480.630
2.18 % 1.03 % 1.43 % 1.86 %
Sumber : BPS Kota Semarang, di olah Jumlah penduduk mengalami peningkatan di setiap tahunnya, terlihat dalam table 1.6 tahun 2005 Jumlah Penduduk meningkat 2,18%, tahun 2006 dan 2007 Jumlah penduduk meningkat 1,03% dan 1,43%. Tahun 2008 Jumlah penduduk meningkat 1,86%. 1.2. Rumusan Masalah Persoalan Pemerintah Kota Semarang adalah ketergantungan Pemerintah Kota Semarang terhadap transfer dari Pemerintah Pusat berupa DAU atau DAK. Soleh dan Rochmansjah (2010) menjelaskan bahwa sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didonminasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil, sedangkan proporsi PAD masih relatif kecil. Dana transfer dari pemerintah berupa Dana Alokasi Umum di Kota Semarang selalu meningkat di setiap tahunnya yang berarti Kota Semarang belum mampu mandiri tanpa bantuan pemerintah pusat.
9
Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kota Semarang. Santosa dan Rahayu (2005) membuktikan bahwa, Pendapatan Asli Daerah di pengaruhi oleh Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk. Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk merupakan hubungan fungsional. Rumusan masalah dalam penelitian ini dirinci sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Semarang? 2. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Semarang? 3. Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Semarang?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Secara ringkat penelitian ini bertujuan untuk : a. Menganalisis pengaruh Faktor Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Semarang. b. Menganalisis pengaruh apakah Faktor PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Semarang. c. Menganalisis pengaruh Faktor Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Semarang
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : a. Data dan Informasi dalam penelitian ini dapat di jadikan referensi bagi pihak pihak yang melakukan penelitian serupa.
10
b. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Pendapatan Asli Daerah di Kota Semarang.
1.4. Sistematika Penulisan
Agas Penulisan tertulis secara sistematis guna untuk mempermudah pemahaman, maka penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latarbelakang masalah, rumusan masalah, kegunaan dan tujuan serta sistematika penulisan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menguraian Tinjauan Teori yang merupakan dasar Teoritis penelitian, kerangka pemikiran yang digambarkan dalam sebuah bagan dan uraian hipotesis dalam penelitian ini
BAB III
METODE PENELITIAN Dalam bab ini menguraiakan tentang variable penelitian dan Operasional Variabel, Jenis dan Sumber Data yang diguanakan dalam penelitian ini beserta penjelasan tentang metode pengumpulan data, serta uraian tentang metode analisis yang digunakan.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini menguraikan tentang deskripsi objek penelitian, Analisis data yang menitik beratkan pada hasil olahan data sesuai dengan alat dan teknik analisis yang digunakan, dalam bab ini juga akan diuraikan interpertasi hasil.
11
BAB V
PENUTUP Dalam bab ini merupakan bab terakhir penulisan yang memuat simpulan, keterbatasan dan saran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu Kewenangan otonomi daerah adalah keseluruhan kewenangan penyelenggaraaan pemerintahan, sepertiperencanaan, perizinan, dan pelaksanaan, kecuali kewenangan di bidang-bidang pertahnan keamanan, peradilan, politik luar negeri, moneter/fiskal dan agama serta kewenangan lainnya yang di atur oleh peraturan perundangan yang lebih tinggi. Penyelenggaraan otonomi di tingkat provinsi meliputi kewenangan-kewenangan lintas kabupaten dan kota dan kewenangan-kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan daerah otonom kabupaten dan kota, serta kewenangan bidang pemerintahan lainnya (Safitri, 2009). Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan mengguanakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan; (2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah (Landiyanto,2005). Halim Abdul & Mujib Ibnu (2009) menjelaskan, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
12
yaitu berupa system keuangan daerah yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab antar tingkat pemerintahan sesuai dengan pengaturan UU tentang Pemerintahan Daerah. UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah meliputi ruang lingkup pengaturan dari : 1. Prinsip-prinsip pembiayaan fungsi pemerintahan di Daerah. 2. Sumber-sumber pembiayaan fungsi dan tugas tanggung jawab Daerah yang meliputi. a. Pendapata Asli Daerah b. Dana Perimbangan c. Pinjaman d. Pembiayaan pelaksanaan asa dekonsentrasi bagi provinsi 3. Pengelolaan dan Pertangungjawaban kauangan daerah 4. Sistem informasi keuangan daerah.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 27 Jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang di tetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Yang dimaksud celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 28, yang dimaksud Kebutuhan fiskal daerah adalah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum, sedangan yang di maksud Kapasitas Fiskal Daerah adalah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.
13
Sumber Pendapatan Asli Daerah berasal dari : Pajak Daerah, Retribusi daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sedangkan Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Safitri,2009). Prakosa (2003) Menjelaskan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh oran gpribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembanguna daerah. Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000, Pajak Daerah Kota / Kabupaten terdiri dari :
1. Pajak Hotel; 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame; 5. Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; 7. Pajak Parkir.
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus di sediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, sehingga bisa disimpulkan bahwa retribusi daerah adalah retribusi yang dipungut daerah karena adanya suatu balas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah pemungut retribusi. (Prakosa,2005). Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu:
14
1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah (pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan; 2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta 3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentupemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang di bagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-undang ini merupakan penyelarasan dengan Undang-undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali di ubah terakhir dengan Undangundang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-undang ini di muat pengaturan mengenai Bagi Hasil Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sector pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dan DAK, dialihkan menjadi DBH. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah, DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiscal (fiscal gab) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dalam
15
Undang-Undang ini di tegaskan kembali mengenai formula celah fiscal dan penambahan variable DAU. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiscal kecil akan memperoleh aloksi DAU relative kecil. Sebaliknya, Daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiscal besar akan memperoleh alokasi DAU relative besar. Secara implicit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kepasitas fiscal. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus didaerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Prasarana pelayanan dasar masyrakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indicator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kineja ekonomi di suatu negara. Sedangkan untuk tingkat wilayah, Propinsi maupun Kabupaten/Kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya. Total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun) dihitung sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Haryanto,2004). Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,
16
kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1) terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Yang termasuk urusan wajib adalah sebagai berikut: a. Pendidikan b. Kesehatan c. Pekerjaan umum d. Perumahan rakyat e. Penataan ruang f. Perencanaan pembangunan g. Perhubungan h. Lingkungan hidup i. Pertanahan j. Kependudukan dan catatan sipil k. Pemberdayaan perempuan l. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera m. Sosial n. Tenaga kerja o. Koperasi dan usaha kecil dan menengah p. Penanaman modal q. Kebudayaan r. Pemuda dan olah raga s. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri
17
t. Pemerintahan umum u. Kepegawaian v. Pemberdayaan masyarakat dan desa w. Statistik x. Arsip y. Komunikasi dan informatika Sedangkan yang termasuk dengan urusan pilihan adalah sebagai berikut : a. Pertanian b. Kehutanan c. Pariwisata d. Kelautan dan perikanan e. Perdagangan f. Perindustrian g. Transmigrasi.
Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang dikiasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan. Untuk Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari : a. Pelayanan umum b. Ketertiban dan ketentraman c. Ekonomi d. Lingkungan hidup
18
e. Perumahan dan fasilitas umum f. Kesehatan g. Pariwisata dan budaya h. Pendidikan i. Perlindungan sosial
Belanja menurut kelompok belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program. Yang termasuk Belanja Tidak Langsung adalah sebagai berikut : a. Belanja Pegawai Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
b. Belanja Bunga Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. c. Belanja Subsidi Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. d. Belanja Hibah
19
Belanja hibah digunakan untukmenganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepadapemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ peroranganyang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. e. Bantuan Sosial Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. f. Belanja Bagi Hasil Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. g. Bantuan Keuangan Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
h. Belanja tidak terduga Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya,
20
termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup. kegiatan.Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.yang termasuk belaja langsung adalah : a. Belanja Pegawai Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah, b. Belanja Modal Belanja modal untukpengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. c. Belanja Barang dan Jasa Belanja barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Santosa dan Rahayu (2005) membuktikan bahwa, Pendapatan Asli Daerah di pengaruhi oleh Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk. Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk merupakan hubungan fungsional. a. Hubungan PAD dan Pengeluaran Pemerintah Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan segenap unsure satu lapisan masyarakat. Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas
21
pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan.
Pengeluaran
tersebut
sebagian
digunakan
untuk
administrasi
pembangunan dan segaian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi. b. Hubungan PAD dan Jumlah Penduduk Adam Smith (dikutip oleh Santosa dan Rahayu, 2005) Menjelaskan bahwa, dengan didukung bukti empiris, pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Santosa dan Rahayu (2005) mengatakan, penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jtunlah penduduk meningkat mica pendapatan yang dapat ditarik jugs meningkat. c. Hubungan PAD dan PDRB Santosa dan Rahayu (2005) Mengatakan Hubungan antara PAD dengan PDRB merupakan hubungan fungsional, karena PDRB merupakan fungsi dari PAD. Dengan meningkatnya PDRB maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya.
22
\ 2.3. Kerangka Pemikiran Santosa dan Rahayu (2005) membuktikan Pendapatan Asli Daerah di pengaruhi oleh Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk. Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk merupakan hubungan fungsional Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam penelitian ini kerangka pemikiran di gambarkan sebagai berikut.
Pengeluaran Pemerintah Daerah
PDRB Daerah
PAD
Jumlah Penduduk
2.4. Hipotesis Hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah : 1. Di duga ada pengaruh positif antara Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Semarang
23
2. Di duga ada pengaruh positif antara PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Semarang. 3. Di duga ada pengaruh positif antara Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Semarang.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdiri dari Variabel dependen (Y) adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Semarang, Variabel Independen (X1) adalah Pengeluaran Pemerintah Kota Semarang, Variabel Independen (X2) adalah PDRB Kota Semarang, Variabel Independen (X3) adalah Jumlah Penduduk Kota Semarang. 1. Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah di Kota Semarang. Satuan dalam ribu rupiah, Data di ambil dari Data Badan Pusat Statistik Kota Semarang tahun 1989-2008. 2. Pengeluaran Pemerintah Daerah adalah semua kewajiban daerah yang di akui sebagi pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan di Kota Semarang. Satuan dalam ribu rupiah. Dalam hal ini data Pengeluaran Pemerintah
24
merupakan data yang di ambil dari Badan Pusat Statistik Kota Semrang tahun 19892008. 3. Jumlah Penduduk adalah jumlah orang yang tinggal di Kota Semarang. Data di ambil dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang tahun 1989-2008. 4. PDRB adalah Total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun) di Kota Semarang atas dasar harga konstan. Satuan dalam juta rupiah. Data di ambil dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang tahun 19792008.
3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di ambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semrang. Data bersifat time series dengan periode 1989 – 2008. Data yang diperlukan dalam penelitian adalah : 1. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang tahun 1979 – 2008 2. Pengeluaran Pemerintah Daerah Kota Semarang tahun 1979 – 2008 3. Jumlah Penduduk Kota Semarang tahun 1979 – 2008 4. PDRB Kota Semarang atas dasar harga konstan tahun 1979 – 2008
3.3. Metode Analisis Untuk mengetahui Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan PDRB Kota Semarang terhadap Pendapatan Asli Daerah, penelitian ini menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Ghozali (2009) mengatakan Ordinary Least Square (OLS) adalah untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen. Secara matematis model persamaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ
25
Dimana : Y = Pendapatan Asli Daerah X1 = Pengeluaran Pemerintah Daerah X2 = Jumlah Penduduk X3 = Pendapatan Domestik Regional Bruto
Selanjutnya perlu dilakukan adanya uji asumsi klasik dan uji statistik. 1. Uji Asumsi Klasik Untuk mengambil kesimpulan berdasarkan hasil regresi, maka model persamaan harus terbebas dari penyimpangan asumsi klasik. Dalam penelitian ini di khususkan pad apenelaahan gejala autokorelasi, multikolinearitas, dan heterokeditas. a. Pengujian Autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel pengganggu pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel pengganggu pada periode lain. Jika terdapat autokorelasi, maka parameter yang diestimasi akan bisa dan variannya tidak minima. Dalam penelitian ini autokorelasi dideteksi dengan menggunakan metode Durbin Watson (DW test). Nilai dw yang diperoleh dibadingkan dengan dL pada table statistic d dari Durbin Watson. du
= tidak ada autokorelasi
dw
= ada autokorelasi positif
dw>4-dL
= ada autokorelasi negative
du
= tidak dapat disimpulkan
26
b. Pengujian Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana salah satu atau lebih variabel bebasnya dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel bebas lainnya. Menurut Imam Ghozali (2009), Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Faktor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh bariabel bebas lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk mengukur ada tidaknya gejala multikolinearitas adalah nilai tolerance dengan batas minimal sebesar 0,10 atau nilai VIF maksimal 10. c. Pengujian Heteroskedarisitas Heterokedastisitas adalah penyebaran yang tidak sama atau adanya varians yang tidak sama dari setiap unsure gangguan. Dalam penelitian ini, uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya penyimpangan asumsi klasi jenis heteroskedasitisitas ini adalah dengan melihat grafik scatterplot. Apabila dalam grafik scatterplot tidak menunjukkan suatu pola maupun bentuk yang tertenu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi tersebut tidak mengandung Heteroskedastisitas. d. Pengujian Normalitas Pengujian normalitas data dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang ada agar dapat menentukan model analisis yang paling tepat digunakan. Uji normalitas data ini dilakukan dengan menggunakan analisis grafik uji normalitas normal plot. Model regresi memenuhi asumsi normalitas bila memiliki distribusi data normal atau mendeteksi normal. (Ghozali, 2005)
27
2. Uji Statistik a.
Penafsiran Koefisien Determinasi (R2) Penafsiran ini dimaksudkan untuk menentukan seberapa besar variabel tak bebas yang
dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebasnya dengan menggunakan perhitungan koefisien determinasi (determination coefficient) yang disimbolkan dengan R2. Nilai koefisien determiniasi adalah diantara nol dan satu (0
: b1,b2,b3 = 0, artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruhi
terhadap variabel tak bebas. H1
: b1, b2, b3 ≠ 0, artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel tak bebas. Pengujian ini dilakukan sebagai berikut : Bila Fhit < Ftab, maka dapat disimpulkan terima Ho tolak H1 yang artinya semua variabel bebas bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap bariabel tak bebas atau bariabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas.
28
Bila Fhit < Ftab, Maka dapat disimpulkan tolak Ho terima H1 yang artinya semua variabel bebas merupakan penjelas yang signifikan dan positif terhadap variabel tak bebas atau bariabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tak bebas. c.
Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji t) Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat apakah secara individual variabel bebas
mempunyai pengaruh terhadap variabel tak bebas, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hipotesis yang dilakukan sebagai berikut : Ho : bi = 0, artinya suatu variabel bebas tidak berpengaruh terhadap bariabel tak bebas. H1 : bi > 0, artinya suatu variabel bebas berpengaruhpositif terhadap variabel tak bebas. Pengujian ini dilakukan sebagai berikut : Bila t hit < t tab : Maka dapat disimpulkan terima Ho dan H1 yang artinya suatu variabel bebas bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel tak bebas atau variabel bebas secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Bila t hit < t tab : Maka dapat disimpulkan tolak Ho dan terima H1 yang artinya suatu variabel bebas merupakan penjelas yang signifikan dan positif terhadap variabel tak bebas atau variabel bebas secara individual berpengaruh terhadap variabel tak bebas.