SKENARIO II:
BAGAI MENGGENGGAM AIR DALAM TANGAN
CIRI-CIRI KUADRAN II
“BAGAI MENGGENGGAM AIR DALAM TANGAN” Sebagai berikut : 1. 2. 3.
Anak merasa takut ketika ingin pergi ke sekolah; Banyaknya sekolah yang dibakar; Terjadinya penurunan ekonomi para petani akibat banyaknya kebun dan sawah di bakar; 4. Banyaknya anak-anak yang kehilangan orang tua akibat konflik; 5. Adanya lapangan kerja tetapi keahlian tidak memadai; 6. Banyaknya pemerasan yang dilakukan oleh OTK (orang tak dikenal); 7. Banyaknya pelanggaran hak-hak anak; 8. Adanya manipulasi dana untuk sarana dan prasarana pendidikan; 9. Konsentrasi anak terganggu disaat melakukan proses belajar; 10. Terjadinya pelanggaran HAM; 11. Banyaknya anak-anak yang dipersenjatai oleh kedua belah pihak yang bertikai (menjadi cuak); 12. Terhambatnya kreatifitas anak dan kaum muda Aceh.
2
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
SKENARIO II:
BAGAI MENGGENGGAM AIR DALAM TANGAN
Pagi itu tepat hari Senin, awal Amat masuk ke sekolah, wajah Amat berseri penuh semangat, bagaikan semangat pejuang 45 (kuno banget yach) ! Amat merupakan siswa baru ajaran 2018. Amat berjalan terus dengan semangat sampai di persimpangan jalan Amat bertemu dengan Udin karena tujuan mereka sama yaitu ke sekolah dengan satu arah. Mereka berbincang – bincang tentang kebijakan pemerintah masalah pendidikan. Udin
: “Alhamdulillah tanyoe hana tarasa lee ujian UAN, sebab pemerintah ka melaksanakan program kelulusan hanalee UAN, sejak le’h geu pileh presiden baroe nyoe” (Alhamdulillah kita tidak mengikuti lagi UAN, karena pemerintah sudah melaksanakan program kelulusan tidak ada lagi UAN, sejak terpilihnya presiden baru).”
Ketika asyik berbincang–bincang terdengar suara tembakan, ternyata di ujung dekat sekolah mereka, terjadi baku tembak antara partai nasional dan partai lokal. Seketika itu suasana mencekam, Amat dan Udin pun terdiam pucat tiarap merunduk di dalam sebuah kios sederhana sampai datang aparat keamanan menyelamatkan mereka. Suasana semakin memanas karena kedua belah pihak ditambah, pihak keamana saling perang senjata. Amat tiba di rumah semua keluarga telah berkumpul, ibu Amat menangis dan memeluk Amat,sambil bercerita kepadanya. Ibu
: “Mat, keadaan sekarang hampir sama dengan konflik yang pernah terjadi pada tahun 1998 lalu, pada saat itu Aceh ingin berpisah dari NKRI, di sana banyak anak– anak yang takut ketika ingin pergi sekolah,keadaan itu membuat trauma yang berkepanjangan bagi anak Aceh. Sama halnya dengan kamu sekarang mat , hanya bedanya ini tentang partai politik yang menginginkan “KUDETA”. Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
3
Amat hanya terdiam sambil memandang wajah ibunya yang masih linglung akibat kontak senjata yang terjadi di depan matanya. Selasa pagi yang cerah tetapi suasana terlihat sepi. Amat bangun melihat keadaan rumah, ternyata kedua orang tua Amat menunggunya di ruangan makan.Amat pun segera duduk bersama dengan Ayah dan Ibunya. Amat Ayah Amat
: “Ada apa ini ( Tanya amat kepada orang tuanya )?” : “Mat, untuk sementara waktu kamu jangan berangkat ke sekolah dulu ya, keadaan sedang tidak stabil sekarang” : “Baik lah yah.”
Aku menjawab sambil berfikir bagaimana masa depan aku, bila keadaan konflik seperti ini. Padahal aku baru masuk sekolah tingkat pertama dengan segala fasilitas yang lengkap di sekolah baruku, (Amat terlihat murung ) Dari pada boring aku dengerin musik di HP aja ah,,, tiba–tiba HP Amat berbunyi ternyata Udin menelpon, langsung spontan Amat angkat telepon. Amat Udin Amat Udin Amat Udin
: “Hallo, peu na hai Din ? ( ada apa din ). : “Mat, gawat sekolah adek aku terbakar habis mat !, gimana ne kalau keadaannya begini, terus apa yang terjadi ?” : “Siapa yang bakar Din ?” : “Aku juga tidak tahu siapa pelakunya, sekarang di lokasi kebakaran sudah diperiksa oleh aparat kepolisian !” : ”iya, sekarang adikmu sekolah di mana ?” : “Aku juga belum tahu dia sekolah di mana, udah dulu ya Mat, aku mau lihat keadaan di sana “
Suasana semakin mencekam, hal itu bukan saja dirasakan oleh Amat, Udin, dan keluarganya, tetapi juga dirasakan oleh petani yang terpaksa menigngalkan kebun dan sawah mereka yang siap panen, sehingga mengakibatkan kemiskinan. Meskipun pemerintah telah mengadakan berbagai macam program untuk mengatasi hal itu tetapi Aceh saat ini dilanda kekacauan lagi. Amat membuka buku pelajarannya tentang sejarah Aceh, terbaca olehnya Aceh pernah di landa konflik yang panjang sehingga mencapai perdamaian tapi kini hancur lagi akibat kepentingan kelompok tanpa memikirkan apa yang terjadi.
4
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
Acehku menangis lagi, ketika anak–anak kehilangan orang tua, tangis mereka menyayat hati. Amat yang ketika itu sedang bermain, ia melihat dua bocah yang sedang menangis, orang tuanya meninggal karena terkena peluru siang itu. Walaupun kini ada perundang–undangan tentang perwalian anak yang di urus oleh BAZIS, tapi bagaimana semua bisa terwujud sesuai UU karena konflik!. Amat tak dapat lagi menahan tangisnya, ternyata penderitaan anak Aceh masih berlangsung sampai saat ini. Kenangan dan pengalaman buruk yang di derita anak Aceh sangat menyiksa. Tersenyum paksa, mungkin itu gambaran dari Raya kakak kelas Amat sekaligus tetangganya. Raya lulusan SMA yang mendapat pendidikan gratis hingga tamat, tapi sayang orang tuanya tidak mampu membiayai untuk sekolah kejenjang lebih tinggi. Pada saat itu pemerintah membuka lowongan pekerjaan pada sebuah pabrik tekstil yang berada di Aceh, itu merupakan kesempatan baik, tetapi sangat di sayangkan Raya tidak bisa menjahit bahkan ilmunya sangat terbatas karena Raya tidak pernah mengulang lagi pelajaran yang pernah didapatnya. Apa hendak dikata nasi telah menjadi bubur, mana bisa berubah menjadi beras lagi kan he,,he,,he,, Amat tersenyum dengan peribahasa yang dibuat seenak udelnya ! Belum sempat Amat tersenyum lepas datang sekelompok orang memakai cadar alias topeng macam film legendaris tahun 2008 “Ayat–Ayat Cinta”, tapi ini serem, mereka lewat di depan rumahku, mereka berada di dalam mobil mercy mewah. Aku langsung masuk ke rumah dan menyatakan hal itu kepada ibuku, spontan wajah ibuku berubah pucat, ibuku langsung menutup pintu, dan hari pun berlalu begitu cepat. Keesokan hari ayah membaca koran Harian Serambi, di sana ayah membaca pemerasan yang dilakukan oleh orang tak dikenal, mereka meneror dan memeras pejabat pemerintahan. Sungguh keadaan yang terkendali dari tindakan kriminalitas. Zamanku zaman hebat di mana manusia tidak pernah menghargai lagi hak–hak sesamanya, hebatnya kini manusia hanya mementingkan kepentingan sendiri, tidak adalagi yang namanya mengasihi yang muda menghormati yang tua, busyet wasiat itu tak lagi digarisbawahi oleh anak–anak dan orang tua, jadi tak heran walaupun di buat oleh pemerintah, UU perlindungan anak tidak juga bisa berfungsi. Konflik yang terjadi sekarang antara partai politik yang mengiginkan kedudukan justru
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
5
mengakibatkan terjadi pelecehan terhadap anak–anak yang dilakukan oleh mereka yang mereka memelihara POLITIK SETAN!, Amat pernah mendengar bahwa dulu pernah terjadi eksploitasi, trafficking, narkoba karena kurangnya perhatian pemerintah, tapi kini pemerintah telah menggunakan berbagai usaha toh,,,! Itu lebih parah, sampai nyawa manusia tak ada artinya lagi !, Tanpa memikirkan apa yang di inginkan anak Aceh sebenarnya. Dengan gencarnya mereka juga menghamburkan uang, sehingga dana untuk pendidikan juga disikat, dasar “TIKUS GOT” ! ujar Amat kasar. Ulah orang yang seperti itulah yang sangat merugikan, di tengah kekacuan akibat perang kedudukan, malah dana pendidikan dari pusat juga disedot! Sungguh Terlalu! tanpa mereka tahu bahwa kekacuan itu mengganggu kosentrasi anak pada saat mereka bersekolah, saya korbannya!. Tahun 2018 tahun yang begitu modern tetapi mengakibatkan ketamakan tersendiri bagi mereka, oknum yang tidak bertanggung jawab. Jika diibaratkan mereka tidak berhati manusia, tetapi tidak ada kata lain selain kata bajingan! Bagi mereka yang telah merusak ketenangan belajarku dan teman–temanku lain, lalu mereka menjadikan anak sebagai “Cuak Belanda Kubah”! Hal buruk yang terjadi pada tahun 2018 ini semakin lebih marak dan mengerikan. Aceh Suram Tergambar Lagi ? Itu realitanya, apa yang bisa di harapkan ketika aku dan banyak anak–anak Aceh lainya terhambat proses belajarnya, serta kurangnya kreativitas pemuda Aceh. Apa jadinya generasi Aceh 2018 ? Zaman demokrasi sebenarnya sangat memberi peluang bagi kita anak Aceh khususnya, tetapi…demokrasi dijadikan aksi demokratis perang dingin sesama saudara. Apapun kebijakan pemerintah tidak berlaku di Aceh, tidak berpengaruh di Aceh, konflik lagi…konflik lagi,,, lagi konflik! Bosan sebenarnya membicarakan konflik, ini generasi 2018, masih mengalami hal seperti ini. Inilah yang terjadi aku tidak bisa berangkat ke sekolah, tidak bisa menikmati hakku sebagai anak. Raya tetanggaku juga sama, pekerjaannya di depan mata hanya bisa dilihatnya dengan penuh tangis.
6
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
Bagaikan menggengam air di dalam tangan, itu yang Amat rasakan. Kejadiaan itu sangat memberi dampak yang begitu mengerikan. Konflik bagaikan monster yang siap menghancurkan semua impian peri dan dewa kecil di Acehku tercinta. Hal serupa juga pernah terjadi ketika ibu Amat, masih duduk di bangku SMA kenangan yang tersisa pada saat itu menimbulkan generasi yang tak berkembang, sulit membuka diri untuk maju, akibat trauma yang berkepanjangan. Pada saat itu terjadi berbagai macam pelanggaran HAM, nyawa manusia bagaikan tiada artinya, banyak anak–anak yang mengalami pelecehan seksual, kini tahun 2018 Aceh kembali menjelang kehancuran. Kesuraman itu terlihat lagi pada generasi Aceh, kenyatan buruk telah terjadi, di saat ilmu dan teknologi sangat mendukung, kesuraman itu tetap menjelma. Amat akan mengalami hal yan sama dengan ibunya, tahun 2018 adalah puncak dari puing kehancuran generasi Aceh. Tidak ada lagi sedikit pun harga diri manusia, gile bener!. Amat seolah ingin berontak! Apa yang bisa di lakukan Amat, sebelumnya Amat juga pernah melihat mungkin pada saat dia duduk di bangku sekolah dasar, pada masa itu pengaruh budaya luar dan teknologi sudah sangat pesat. Apa lagi sekarang tahun 2018, “perang sih perang, tapi tetap aja banyak oknum politik yang main gila dengan menggembor-menggemborkan sensasi”, korbanya bukan hanya musuh dari perebutan kekuasaan tetapi… peluapan nafsu yang dilakukan kepada anak–anak di bawah umur. Na’udzubillahi min dzalik. Ekonomi mencekik leher, lagi–lagi bukan hanya konflik perang dingin yang merebut kedudukan, kalau di pikir-pikir… tamak, serakah, tentang kedudukan itu lagu lama, setiap tahun terus terjadi, semua itu masuk menjadi masalah besar tahun 2018 ini. Konflik kali ini bukan hanya merugikan kelompok tertentu akan tetapi semua lapisan masyarakat, yang kaya takut akan pemerasan dan penodong pihak tertentu sehingga menimbulkan berbagai macam penyakit, stres berat yang berujung dengan ketidakwarasan. Bagaimana dengan yang miskin ?? Situasi seakan membunuh dengan perlahan–lahan tetapi sangat menyakitkan. Punya otakkah mereka para pembuat kerusuhan, mereka membuat seribu orang mengalami kelaparan, seakan nyawa manusia seakan berada di tangan mereka, Pemerintahanku gagal? Air mata yang mengalir dari wajah polos anak laki-laki kecil bernama Amat yang menggambarkan situasi saat itu. Meskipun segala upaya dilakukan, jalan damai dan negoisasi mencapai kesepakatan terus diupayakan tetapi apa, percuma. Sebelum keinginan kelompok pembunuh berdarah dingin itu tercapai, mungkin penekanan yang dilakukan oleh kelompok tertentu itu merupakan suatu senjata ampuh bagi Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
7
mereka yang ingin berkuasa. Mereka beranggapan bahwa kedamaian yang dulu sempat dicapai, dapat memberi mereka jembatan untuk dapat mencapai segala cita–cita busuknya, bunuh langsung lebih baik, dari pada menyiksa secara perlahan–lahan dan mengakibatkan kematian beribu nyawa dan beribu penerus bangsa. Bayangan kelam selalu menghantui Amat, apa yang bisa aku lakukan, “orang dewasa saja tidak bisa menghentikannya apa lagi aku ??”, hanya seorang anak kecil yang berusia 13 tahun. Suaraku mungkin didengar oleh orang dewasa karena Qanun tentang Perlindungan Anak telah disahkan, Aku menginginkan kedamaian, menginginkan cahaya terang dalam hidupku. What I Do, The Best Is My Future ? Jangan heran aku sedikit tahu Bahasa inggris, walaupun masih terdapat kesalahan, tapi,,, bagaimana aku bisa mengubah kesalahanku itu jika untuk bersekolah saja aku tidak bisa!. Hujan turun membasahi bumi tetapi aku tak bisa lagi merasakan itu sebagai anugerah yang dinanti para petani. Walaupun hujan turun petani juga tidak bisa menikmatinya lagi. Sore itu terdengar lagi keributan yang membuat aku MUAK! Seandainya aku diciptakan sebagai “Spiderman” yang dapat melindungi semua orang, aku akan melakukannya untuk mencapai suatu kehidupan damai. Walaupun pada akhirnya nanti timbul puing reruntuhan kota Acehku yang hancur, akan tetapi menghasilkan Aceh tanpa konflik. Meskipun akhirnya tubuh mungil sang Spiderman luka bahkan akan hilang, tetapi senyumku terus tergambarkan karena setelah itu tidak ada lagi yang namanya konflik di Aceh ? Seketika aku tersadar, bahwa itu tidak mungkin, dunia khayalanku terlalu tinggi menjadi super hero bagiku, padahal disini, aku hanya berdiri sebagai Amat yang mengalami peristiwa yang mengerikan. Kejadian ini hanya membuat aku terduduk diam di pojok lemari, sambil mendengarkan pesta senapan antara aparat pemerintahan dan sekelompok monster jahat!. Hampir 3 minggu Amat tidak masuk sekolah “matahari dan embun pagi selalu tersenyum dan menyapaku ketika pagi”, ujarnya! Acehku bagai jasad yang tak bernyawa! Aktivitas perkantoran, ekonomi, pendidikan masih berjalan tapi keadaannya kini semua orang dilanda kekhawatiran yang sangat luar biasa, di mana ayah memikirkan nasib anak dan istrinya yang berada di rumah, sebaliknya istri dan anak juga memikirkan ayahnya sehingga aktivitas tak berjalan dengan seharusnya. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, pemerintah menguras pikiran untuk mencapai jalan yang terbaik, sebelum akhirnya harus ada lagi operasi yang dilakukan oleh militer. Operasi itu pernah juga di rasakan oleh anak Aceh sebelumnya meninggalkan noda hitam dari daerah operasi daerah militer tetapi mendapat setitik cahaya terang, serta di tempuh suatu kesepakatan damai. Berpindah dari masa lalu, kini 2018 dengan berbagai macam cara manusia untuk mencapai keinginannya. Omong ja kita sudah terbebas dari zaman jahilliah, tapi,,, sisa–sisa manusia biadab itu 8
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
masih saja ada. Fakta mengatakan dari tahun 2008 silam, banyak atau tak terhitung dari jumlah korban pembunuhan, dari pelecehan seksual sampai politik uang. Mungkin di sini aku terlalu berfikir yang lebih tetapi itu wajar karena aku anak era 2018, ya segala fasilitatas untuk aku dalam berfikir tersedia. Mungkin pemikiranku hanya sampai di sini, aku tidak bisa menikmati fasilitas itu lagi, aku hanya bisa melihat ruangan kelasku yang sempat aku rekam pada saat orientasi siswa di sekolah. “Akankah aku bisa melihan ruangan yang penuh dengan ilmu, senyuman damai kawan–kawanku?”, celoteh Amat. Kenangan indah melalui handphone Amat, ternyata membuatnya tersenyum manis. Belum sempat Amat menikmati kenangan indah itu dengan kepuasan sebenarnya, terdengar lagi suara tembakan yang membuatku spontan tiarap. Bagaikan suatu pendidikan autodidak aku langsung tiarap. Setiap kali terdengar suara tembakan, suaranya terasa dekat sekali sehingga ibu dan ayahku mendekap erat aku, aku melihat wajah kedua orang tuaku, terlintas olehku apa yang di rasakan oleh anak Aceh yang tidak lagi memiliki orang tua? Ketika situasi kacau balau, tanpa orang yang mendekap erat mereka, ketakutan mengelilingi mereka, tak tau berlindung pada siapa? Situasi ini menggambarkan situasi kota Aceh yang dibanjiri darah. Satu jam berlalu, aku tak mendengar lagi suara pesta senjata api. Kemudian ibu dan ayahku membawaku untuk beristirahat, walaupun mata dan hatinya masih terus berhati–hati, mereka mencoba memberikan aku ketenangan sehingga aku terlelap tidur dalam kegelisahan. Pagi menyonggsong lagi, terjaga aku ketika mobil ambulans jenazah melintas di depan rumahku. Aku pun segera bangun dan menemui kedua orang tuaku, kulihat wajah mereka terlihat pucat dan lelah, karena mereka terjaga semalam. Meski lelah mendera mereka tetap mencoba tersenyum. Kemudian kedua orang tuaku mengajakku sarapan bersama, tetapi aku tahu apa yang mereka pikirkan. Ketika asyik menyantap sarapan pagi, terdengar penyiar berita TV memberitakan masalah kejadian kontak senjata semalam, ternyata menjatuhkan 5 korban jiwa, 4 korban dari orang yang tak di kenal dan 1 dari aparat kepolisian. Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
9
Luka Acehku Berdarah Lagi ? Tahun 2018 bukan waktu yang mengalami masa krisis kemanusiaan lagi. Pada saat banjir darah pada tahun1998 silam, menggapa harus terulang lagi, belum puaskah mereka ? Kita sudah damai, tak lagi mempermasalahkan perhatian pemerintah pusat terhadap Aceh karena semua telah diberikan melalui UUPA yang telah disahkan. Adil sekali pemerintahan memberikan amnesti dan kesempatan kepada mantan pemimpin GAM untuk memimpin Aceh 2006 – 2011. Sebenarnya kalau pemerintah memikirkan konsekuensi dengan memandang Irwandi Yusuf sebagai orang yang pernah memimpin suatu kelompok saparatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI yang mengakibatkan banjir darah, mayat bergelimpangan di Aceh. Tentu Irwandi Yusuf tidak akan bisa memimpin pada priode itu, tetapi pemerintah ingin membuktikan bahwa tidak ada diskriminasi lagi antara mantan pemimpin GAM dengan pemimpin partai lain, selagi mereka mampu kenapa tidak? Aku masih saja merasa heran, dengan kebijakan demokrasi yang adil, masih banyak oknum–oknum yang gila kedudukan bertikai sesama partai politik, hanya demi kepuasan semata. Kalau begini bersyukurlah bayi-bayi yang suci yang meninggal saat mereka baru di lahirkan karena mereka belum sempat mengalami hal yang menyedihkan ini. Ketika malam datang, Acehku serasa menyeramkan, tidak lagi bersahabat, bahkan terasa memilukan. Jiwa orang yang tak berdosa terbunuh, mengakibatkan Aceh menjadi zona setan pada malam hari. Menurutku orang yang membunuh lebih kejam dari pada setan!, “sungguh manusia telah berhati iblis, tega membunuh sesama manusia!” Sebuas–buas singa dia tidak akan membunuh anaknya sendiri, iyakan,,, betulkan,,,! Tapi manusia demi kedudukan, jangankan orang lain, darah dagingnya rela dikorbankan demi kedudukan. Kedudukan lhoo, ingatingat ting!. Busyet dah persetan dengan itu semua, kalau akhirnya konflik lagi,,, perang lagi,,, miskin lagi,,,akhirnya lagilagilagi gila,,, bukan maju tapi hancur. Kenapa ya orang dewasa githo, padahal mereka sudah lebih dulu merasakan asinnya garam, apa mereka menganggap kita numpang yaa! Tanyaku terus datang bertubi–tubi, tanpa ada jawaban pasti, pada siapa aku bertanya?, orang tuaku pun bungkam seribu bahasa. Situasi yang tidak menentu seperti ini, mengulang kisah konflik yang berkepanjangan serta bencana terbesar dunia, yang menelan banyak korban jiwa. Generasi Aceh terlantar sampai 5 generasi. karena konflik lhoo,,, konflik terus,,,Sadar nggak sich,,,, wooy,,, 5 generasi akibat konflik, apakah mau di korbankan 2 generasi lagi,,, menangislah para pahlahwan kemerdekaan, tidak lagi dihargai perjuangan mereka yang membebaskan 10
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
kita dari penjajahan Belanda. Renungilah hal ini, kemerdekaan telah kita dapat, bukankah kita yang diberi tanggung jawab untuk memajukan, tapi,,,, kok malah 5 generasi Aceh yang mengalami berbagai macam permasalahan setelah merdeka! Belanda kah hana gabuk lee jinoe. Jadi kenapa kita sesama kita yang ingin menjajah negeri kita sendiri! Seandainya kita berfikir lebih manusiawi, 5 generasi Aceh, mereka merupakan aset yang dapat membangun Aceh, memberikan warna baru bagi Aceh. Sebenarnya bukan orang lain yang mengakibatkan Aceh terus di landa konflik, tapi,,, memang orang Aceh yang berfikir terlalu sempit dalam memandang suatu masalah. Islam mengatakan bahwa “Perbedaan Adalah Rahmat”. Sungguh firman ALLAH itu dapat menjadi suatu patokan bagi rakyat Aceh, karena Aceh Serambi Mekah. Sungguh tidak sulit bagi rakyat Aceh untuk mengartikan perkatan ALLAH SWT, sesal Amat ketika pada malam jumat itu ia melantunkan ayat suci Al Quran. Keheningan malam itu, membuat Amat seakan berbicara kepada Zat yang Maha Esa, bahwa semua yang terjadi adalah kehendak dari-Nya, maka semua yang terjadi di Aceh adalah konsekuensi dari perbuatan manusia itu sendiri. Amat pun kemudian terlelap tenang seakan kedamaian malam seperti ini yang selalu di inginkan di Aceh. Hembusan angin pagi dan suara sahutan ayam jantan, membangunkan aku, Alhamdulillah… Amat panjatkan atas perlindungan yang telah di berikan ALLAH kepadanya. Wajah damai terpancar dari wajah Amat, walaupun situasi Aceh masih kacau saat ini. Suatu kebijakan baru dari pemerintah untuk Aceh khususnya bagi anak Aceh, yang memberikan terobosan baru dengan metode home schooling, di mana anak–anak bisa belajar di rumah sambil bermain, tapi hal itu tidak bisa dinikmati oleh semua anak Aceh, hanya sebagian anak saja yang berada di perkotaan dan orang tuanya mampu. Walaupun belajar di rumah siswa yang belajar home schooling dapat mengikuti ujian kelulusan sama dengan sekolah negeri yang diolah oleh pemerintah. Itu merupakan kebijakan baik, di saat kebijakan yang tepat ada, tetapi itu tak akan terwujud jika Aceh mengalami konflik lagi. Penerawangan otakku masih saja tentang kehancuran Aceh, hanya dengan satu susunan kata yang terdiri dari 6 huruf abjad itu konflik bisa menghancurkan Aceh, Aceh hancur,,,haruskah? Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
11
“Never Smile and Education for Children In Aceh”, buram,tak terbaca, itu gambaran Aceh pada saat ini. Ketika semua kebijakan pemerintah baik, lagi-lagi konflik Came Back to Aceh. Ibarat makanan favorit yang tidak bisa ditinggalkan, menjadi santapan lezat bagi para serigala berbulu domba itu, lain halnya dengan aku yang merasa itu sebagai racun yang mematikan. Ketika kita berbicara masalah manusia dan kebutuhannya, bahwa manusia itu tidak pernah puas. Manusia sekarang mengedepankan nafsu daripada logika dan hati nurani. Tahun 2018 mungkin dalam matematika merupakan angka genap yang langsung memberikan hasil apabila dibagi dengan angka 2. Apakah 2018 juga merupakan awal kesuraman bagi 5 generasi terdahulu? Harus berapa banyak korban lagi?. Amat menggambarkan bahwa pemerintah saat ini membangun semua sistem pemerintahan dan aparaturnya dengan meninggalkan semua hal buruk. Belajar dari kesalahan sehingga saat ini terdapat titik cerah untuk menyelesaikan setiap masalah, walaupun kita ketahui bahwa pemerintahan kita terkenal dengan tingkat korupsi yang mengkhawatirkan, terkenal dengan tingkat pengangguran terbesar. Kini sudah ada jalan keluar, maka dengan demikian tingkat kemiskinan berkurang. Hal yang paling penting pemerintah telah membebaskan anak–anak dari bayangan UAN dengan suatu sistem pendidikan yang dapat diserap oleh siswa serta memberikan motivasi guru untuk mengajar. “Tetapi sayang sungguh disayang maksud hati tak kesampaian, kini konflik datang membayang siap menghancurkan semuanya” Kabut senja yang berubah menjadi angin puting beliung menghancurkan segala kebijakan tersebut, angin itu bukan hanya menghancurkan harta benda bahkan nyawa sekalipun. Angin konflik memang sudah mendarah daging di bumi Serambi Mekkah ini. Aku yang pada saat ini, terjebak dalam bencana itu, hanya mampu menangis melihat kehancuran. Pada 2018 Amat terpaku lagi melihat pemandangan yang penuh kehancuran dan penuh histeris, dimana gedung yang tinggi telah berdiri, hijaunya kota yang indah, tingkat teknologi canggih semakin memudahkan anak Aceh. Tapi…semua itu berubah menjadi menakutkan, gedung tinggi berubah menjadi monster, hijaunya kota menjadi kekeringan yang gersang, teknologi menjadi teror, sungguh tidak bisa dibayangkan, bersyukurlah mereka yang bisa menikmati kedamaian. Aku rindu dengan damai.
12
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
Jika kita beralih pada masalah anak dan pemuda 2018, pada saat dihadapkan pada situasi yang sekarang aku alami, sungguh aku tak bisa berkata apapun. Sebab, di manapun kita berada dan apapun yang kita lakukan selalu saja merasa takut, bagaikan orang yang kehilangan arah. Setiap rangkaian peristiwa merupakan suatu proses pendewasaan bagi suatu wilayah dan masyarakatnya untuk dapat memandang sebuah masalah itu dengan baik tanpa harus adu senjata lagi. Tidak salah, banyak orang menilai bahwa masyarakat Aceh mudah dipecah belah oleh pihak tertentu. Jika kita coba menelisik apa sebenarnya tujuan kita berorganisasi, mampukah kita menjadi pemimpin? ini yang harus dipikirkan dengan benar oleh para politikus yang memiliki daya berpikir kritis tentang segala kemungkinan. Bukan asal kritis sehingga menghasilkan krisis moral dan jatuh pada saparatisme, lama–lama menjadi bengis, banyak istri dan anak menangis maka tolonglah para politikus yang tersadis berpikirlah realistis dan lihatlah melalui agamis. Bermacam kritik pedas selalu mereka dapatkan. STOP! cukup 5 generasi saja, jangan di tambah lagi, tegas Amat sambil menangis. Ah ,,, capek menangis terus, tak ada yang perduli, aku salah satu dari berjuta anak Aceh yang sedang mengalami kehancuran ini, masa depan yang suram telah menjadi kaca spion bagiku. Puing-puing asa,,, menjadi bayangan nyata atas kemunduran Aceh. Hari ini tepat pada Hari Senin, sebulan di mana Amat mengharapkan mendapatkan kembali haknya atas pendidikan. Aku hanya bisa terdiam… menangis…marah…,semua terasa berkumpul sesak di dadaku! Bukan hanya diriku yang merasakannya, tapi,,,seluruh masyarakat Aceh, harapan yang telah disusun oleh sekelompok anak dan pemuda Aceh pada tahun 2008 silam tidak menghasilkan Acehku tersenyum lagi, bahkan sebaliknya yang ada hanya tangisan dan darah yang terlihat oleh masyarakat Aceh,. Begitu banyak anak yang kehilangan orang tuanya,,,seorang istri yang menjadi janda karena keganasan konflik,... konflik seperti monster bagi masyarakat Aceh,,,
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
13
Membuat Aceh menangis dan terus menangis menatap hidup yang seakan tidak menentu,,, tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan kapan berakhir konflik. Hari ini,,esok ,,atau kapan… hanya waktu yang dapat menjawab semua misteri konflik di Aceh,,, Perebutan kekuasaan akan menghancurkan anak–anak,,, pemuda atau bahkan seluruh Aceh, sedangkan yang kita ketahui konflik di Aceh mengakibatkan keterpurukan 5 generasi,,, So Long Time. Semua belum tentu akan berakhir disaat semua fasilitas terjangkau tapi… keadaan yang mengubah semua itu.... Amat ,,,, Udin,,, keluarganya dan juga masyarakat Aceh di tahun 2018 masih saja merasakan,,,konflik. Disaat konflik sekarang ini, tidak terlihat kemungkinan adanya perdamaian, harus ditempuh dengan perang lagi. Pada tahun 2018 ini manusia dihadapkan pada krisis keparcayaan diri, apa jalan yang terbaik serta bagaimana arahnya mereka tidak tahu. Sacara logika semua peristiwa yang pernah terjadi di Aceh, pasti ada hikmahnya. Tapi, yang terlihat kini peristiwa dan masa lalu tidak menjadi suatu pelajaran, malah semakin parah. Kesulitan yang tidak akan ada habisnya, bagai suatu runtutan rencana yang telah ditentukan kehancurannya. Padahal kejadian ini di lakukan oleh pihak tertentu karena kerakusan mereka itu sehingga mengubah mereka menjadi ular berkepala 2, bergigi taring, yang siap melahap mangsa asal perutnya tidak kelaparan.santap abis. Capek Ya,,,,,Bicara Soal Konflik,,,Konflik dan Konflik,,,,,Cape Dech…! Era Globalisasi memaksa manusia untuk memiliki ilmu pengetahuaan yang tinggi, untuk dapat bersaing dengan dunia luar. Keadaan ini terus berjalan sampai akhir Amat menuliskan kisahnya pada tahun 2018. Amat mengartikan keadaan masyarakat Aceh ibarat “Menggengam Air Dalam Tangan”, peristiwa itu menorehkan kembali rangkaian peristiwa konflik yang sangat berkepanjangan sampai menghancurkan generasi Aceh saat itu. Ternyata konflik yang berkepanjangan memberi satu titik kedamaian melalui perjanjian dan berbagai proses untuk mewujudkannya. Kini tiba di saat perhatian dan kebijakan pemerintah membaik, konflik mulai muncul lagi. Bahkan konflik ini terjadi diantara partai naisonal dan partai lokal, perang saudara itu kembali terjadi lagi, perebutan kekuasaan menjadikan Aceh kembali did era konflik .
14
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
Konflik mempersulit segalanya, apapun kebijakan pemerintah berbuntut pada ketakutan dan kematian. Politikus semakin ingin melihat penderitaan masyarakat, walaupun mereka menempuh jalan yang salah tapi tetap dilakukan demi keserakahan untuk mendapatkan kedudukan. Kehancuran kini telah terjadi, harapan dari anak dan pemuda Aceh yang sengaja disusun hancur sudah karena konflik lagi,,, kematiaan lagi…, kebodohan lagi… Bahkan kemiskinan lagi di tahun 2018, sungguh disayangkan apa yang di cita–citakan oleh masyarakat Aceh lenyap tak berbekas, yang ada hanya kematian, dan kesengsaraan... yang patut dipertanyakan kepada diri kita, apakah konflik itu sebuah ajang untuk memperlihatkan kekuasaan?. Potret anak dan pemuda Aceh tergambar sudah, dengan cerita Amat bahwa konflik memegang kekuasan tahun 2018. Meskipun kebijakan pemerintah memberikan kemudahan dari masalah, namun berbagai masalah jika dihadapkan dengan konflik memerlukan waktu yang cukup lama. Tak ada lagi pendidikan, tak ada lagi senyum indah perdamaian semua berakhir masa depan Aceh suram sudah. kini yang tergambar pertumpahan darah, tanpa diketahui kapan berakhir.
Mainstreaming Partisipasi Anak Dalam Pembanguna Perdamaian Pandangan Kelompok Anak dan Kaum Muda untuk Mengkonstruksikan Skenario Masa Depan Atjeh
15