SISTI NILAI MASYARAKAT KAWASAN PINGGIR HUTAN DALAM MENJAGA KELESTARIAN TAMAN WISATA DESA TAMANSARI GUNUNG SALAK - CIAPUS BOGOR Oleh : Ayat Taufik Arevin Dosen Akademi Pariwisata Indonesia (AKPINDO), Jakarta
Abstract The Sundanese people have been used to this habit of eating plants, such as lalab, for generations until today. Lalab, is a dish of fresh leaves and other part of plants, such as fruits, nuts and even flowers that are eaten along with the main food (rice). Indonesia is a tropical country that has abundant biological resources, and even is the world’s greatest mega biodiversity country. The Sundanese can always have their ‘Pohpohan’ sprouts as lalabs. In the future, they can still have food from their own, original natural resources. If the plant grew near a forest, an illegal forest exposure would be a very nice invasion victim. Perhaps the ‘Pohpohan’ plant, which is the original wild species that grows in the forest, will go extinct and we will never taste it again. The extinction of local plants could also be a result of the invasion of foreign plants. This creeping plant had destroyed some part of the park native ecosystem. If the invasion is not quickly stopped, native species of the park may become extinct. Farmers, gardeners and foresters should be more cautious about the foreign species introduced. The behavior of a species in its original habitat and in a new habitat could be very different. It’s possible that a plant is not dangerous in its original habitat but becomes very invasive and deadly in another habitat. Field research or study visit to the community forest in Taman Sari, Sub District Bogor, West Java. The collected information including social economic of the research location, history of the community forest, description of community forest (location, organization, management, agro-forestry, area, tree species, crop etc.) and proposal for community forest development in the future.
PENDAHULUAN Masyarakat yang menjaga kelestarian lingkungan alam, selain sangat peduli terhadap masalah lingkungan hidup pariwisata juga menjunjung tinggi pelestarian budaya, termasuk adat-istiadat masyarakat setempat sebagai bagian dari wujud kearifan lokal. Pariwisata juga mengedepankan paradigma penghapusan kemiskinan (poverty alleviation) karena aktivitas pariwisata mendorong kegiatan ekonomi. Multiplier effect pariwisata sangat besar, termasuk dalam hal penciptaan lapangan kerja. Tujuan penelitian yaitu untuk mempelajari masyarakat tani Pohpohan yang ikut serta dalam melestarikan hutan, melihat langsung apa manfaat hutan bagi masyarakat, dan bagaimana budidaya Pohpohan oleh masyarakat pinggir hutan. Penulisan laporan meski tidak sepenuhnya di dasari pada questioner yang telah dipersiapkan. Wawancara dilakukan menggunakan metode Quick Yielding Study/Research/Visit (Dirty Research), melalui
metode ini dapat dengan cepat memperoleh atau mengungkap sinyal yang ada. Agar bisa lebih mendalam (deep impression) perlu memahami falsafah yaitu: ‘manusia dianugrahi panca indera 2 mata, 2 kuping, 2 lubang hidung dan 1 mulut’ artinya manusia yang bijaksana akan lebih banyak berperilaku sebagai pengamat, pendengar, dan kepekaan yang baik sehingga akan sangat hati-hati untuk menggunakan mulutnya untuk berkata-kata. KEGIATAN KUNJUNGAN KE DESA TAMANSARI Tiba pukul 09.45 di kediaman Ketua KTH (Kelompok Tani Hutan) Desa Tamansari. Tokoh LSM Bina Mitra (yang kerjasama dengan Perum Perhutani) memberikan sambutan selamat datang kepada peneliti. Masyarakat berharap dengan adanya kunjungan ini dapat membawa dampak positif terhadap kemajuan dan kesejahteraan di wilayah tersebut. Kemudian kami diperkenalkan kepada tokoh masyarakat setempat yaitu staff penyuluh,
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
8
anggota KTH, kepala keamanan, dan kasepuhan Desa Tamansari Peneliti mengucapkan terimakasih atas sambutanya, selanjutnya menjelaskan tujuan dari kegiatan kunjungan ini. Dengan berbaur bersama seluruh koresponden diharapkan informasi mampu digali semaksimal mungkin, dilanjutkan dengan makan siang bersama, sebelum kunjungan kelokasi ladang Pohpohan yang terletak dipinggir hutan. Kunjungan dan kegiatan wawancara berakhir sekitar pukul 14.00, sebelum berpamitan kami diberi oleholeh satu kantong keripik Pohpohan berikut lalaban Pohpohan segar.
Gb 1. Peneliti mewawancarai Petani Pohpohan
Kawasan Pinggir Hutan Taman Sari
Gb. 2. Lokasi Penelitian Kawasan Pinggir Hutan Taman Sari PROFIL TAMANSARI SEBAGAI DESA PINGGIR HUTAN Desa Tamansari terletak di kawasan tepi hutan Gunung Salak. Berada di ke tinggian 1500 m di atas permukaan laut. Hutan di Gunung Salak bukan merupakan hutan produksi, tetapi hutan lindung, maka tidak diperbolehkan ada penebangan pohon untuk dijual maupun dimanfaatkan petani. Namun saat ini Dinas Kehutanan tengah menjajaki kerjasama dengan KTH untuk penanaman rotan. Di dalam hutan Gunung Salak terdapat aliran sungai yang cukup besar yaitu sungai Ciapus. Namun warga lingkungan sekitar hutan sangat sulit untuk mendapatkan air tanah. Di kawasan ini tidak terdapat sawah untuk tanam padi, juga kolam ikan karena kesulitan sumber air. Untuk kebutuhan sehari-hari air bersumber dari Sungai Ciapus yang dialirkan melalui pipa-pipa bambu.
Curug Nangka berjarak ± 2 km merupakan objek wisata yang juga berada di dalam kawasan hutan lindung Gunung Salak. DATA KELOMPOK TANI HUTAN DESA TAMANSARI Sebelumnya masyarakat melakukan kegiatan pertanian di lahan milik orang Jakarta dengan proyek tanam cabe. Pemilik lahan tidak pernah minta hasil garapan, yang penting bagi mereka yaitu tanahnya tidak hilang. Namun belakangan pemilik lahan akan memanfaatkan tanahnya untuk suatu usaha, tetapi kenyataannya hingga saat ini tidak juga terlaksana. Akhirnya para petani tidak lagi berkeinginan menggarap kembali lahan orang Jakarta tersebut, dan dibiarkan kosong hingga sekarang. Selanjutnya diantara mereka melakukan kegiatan jual-beli kayu, jenis kayu
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
9
duren dan pinus, yang ditanam atau ada di lahan pribadi masyarakat desa. Jenis kayu duren paling laku, jadi meski masih produktif, mereka terpaksa jual. Harga jual tertinggi bisa mencapai Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) perpohon. Lambat-laun modal mereka jual-beli kayu habis, begitu juga pohon/kayu durian menjadi sulit diperoleh, hal ini memicu para petani mencari alternatif lain yaitu tanam Pohpohan. Selama ini Pohpohan merupakan tanaman pekarangan rumah, dan warga tidak pernah memanfaatkannya. Tingginya permintaan akan Pohpohan menyebabkan petani berusaha mencari lahan yang mampu di garap. Maka dipilihlah kawasan pinggir hutan. Selanjutnya beberapa kelompok petani mengajukan ijin kepada Perum Perhutani untuk menggarap lahan hutan tersebut. Penyuluh hutan membolehkan para petani untuk membuka ladang tumpang sari, tetapi harus menjaga kelestarian hutan. Perum Perhutani memberikan ijin dengan persyaratan yang disepakati berikut: tidak melakukan penebangan pohon dihutan, tidak menggarap tebing dan tidak membuka lahan terlalu tinggi ke arah bukit untuk menghindari terjadinya longsor yang dapat merugikan semua pihak. Peraturan lain, jika lahan kosong karena tidak ditanami Pohpohan atau ditinggalkan maka petani wajib untuk menanaminya dengan bibit lain yang dapat ditemukan di hutan seperti tanaman buah Menteng, Nangka, Pete, atau Durian. Masyarakat pinggir hutan Taman Sari Community telah melakukan penanaman Pohpohan sejak 1992. Para petani dan keluarganya diberi izin oleh Dinas Kehutanan setempat untuk dapat mengelola hutan, jadi mereka cukup menyediakan modal tenaga dan pupuk alam saja. Juga karena kegiatan ini dilakukan secara turun temurun, masyarakat tidak pernah tahu persis berapa modal uang yang harus disediakan untuk melakukan kegiatan pertanian Pohpohan. Pada tahun 1995 kelompok tani di Mekar Sari terdiri dari 40 orang anggota petani, tahun 2004 berkembang menjadi 89 anggota petani. Kelompok Tani Hutan (KTH) dibentuk atas dasar untuk memudahkan koordinasi dan pembinaan oleh pihak Perum Perhutani. Pembagian kelompok berdasarkan masingmasing Rukun Warga (RW). Tiap kelompok RW terdiri dari 90 orang anggota diwakili masing-masing kepala rumah tangga. Kegiatan pertemuan anggota KTH dilaksanakan tiap 3 (tiga) bulan sekali. Dalam pertemuan dibahas tentang penyuluhan pertanian, penanaman, pemupukan, dan pemasaran hasil panen.
Pertemuan dengan penyuluh dilakukan satu tahun dua kali. Kesepakatan antara KTH dengan Perum Perhutani saling menguntungkan baik bagi pihak pihak petani maupun Perum Perhutani. Keuntungan untuk petani yaitu mereka memperoleh hak guna lahan yang seluas-luasnya sesuai modal kerja yang dimiliki tanpa perlu sewa. Sebelum ini petani tidak punya lahan, karena lahan turun-temurun (warisan) mereka telah terjual untuk biaya hidup dan membiayai hajatan keluarga. Sedangkan keuntungan untuk pihak Perum Perhutani yaitu wilayah hutan aman dari penebangan liar dan penjarahan kayu. Jika sebelumnya perlu seorang mandor untuk menjaga hutan maka saat ini tidak lagi. Para petani secara tidak langsung menjaga keutuhan hutan tersebut, bahkan kayu atau pohon mati-pun tidak ada yang mau tebang, sebab khawatir pemilik ladang marah karena tanaman Pohpohan yang ada di bawah menjadi rusak tertimpa oleh pohon yang tumbang. Para petani patuh pada aturan, meski tidak tertulis, karena takut dikenai sanksi tidak diberikan izin untuk memanfaatkan lahan hutan. Pihak Perum Perhutani, secara rutin tiap setahun sekali, mengadakan peninjauan untuk memperpanjang pemberian izin pemanfaatan lahan. Kontrak antara Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan Perhutani berlaku 1 tahun, dan dapat diperpanjang tanpa harus membayar, asalkan petani tidak melanggar peraturan yang ada. Petani dikenakan sanksi tidak boleh berladang jika tidak patuh pada aturan yang telah menjadi ketentuan tersebut. Ketua KTH berperan dalam memberikan peringatan kepada petani yang menjadi anggotanya, jadi pengelolaan hutan menjadi tanggungjawab bersama. Untuk kalangan pemuda desa terdapat Kelompok Taruna Tani Pemuda Desa/Kelurahan Tamansari berada dibawah binaan Bp. Dadang dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penyuluhan bidang Pertanian dan Kehutanan Cibungbulang. Kegiatan penyuluhan terjadwal di hari minggu khusus proyek tanaman keras seperti Mahoni, Menteng, Jambu, Sukun, Rambutan, Melinjo, dan Duren. KARAKTERISTIK DAN BUDIDAYA TANAMAN POHPOHAN Pohpohan (Buchanania arborescens) termasuk kedalam famili Anacardiaceae, yang mempunyai ciri utama sebagai berikut : pohonnya sejenis mangga tinggi mencapai 15 meter bertajuk lebar. Pohpohan sebagai tanaman perdu hanya dapat hidup dengan baik
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
10
disela-sela antara pohon tinggi besar di hutan yang dapat melindungi dari panas matahari secara langsung. Maka jika ada penebangan pohon secara tidak langsung akan merusak ladang Pohpohan. Tanaman ini juga sangat tergantung pada dingin dan musim penghujan. Jika kemarau tanaman ini akan mati sampai dengan ke akarnya.
umumnya dilakukan sebelum musim penghujan, atau segera setelah musim penghujan tiba. b. Penanaman; Cara tanam Pohpohan sangat mudah yaitu sekitar panjang 1 meter batang tua Pohpohan yang bertunas di stek menjadi 4 batang untuk ditanam lagi dengan jarak arak tanam antara 20 cm x 20 cm dilahan yang telah dipersiapkan. Untuk merangsang percepatan pertumbuhan pemupukkan dilakukan setiap habis panen. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang berasal dari peternakan ayam dengan harga Rp. 1.500,- hingga Rp. 4.000,- per karung. Tiap hektar memerlukan 200 karung pupuk.
Gb. 3. Pohpohan (Buchanania arborescens)
Gb. 5. Pemberian Pupuk pada Tanah sekitar Tanaman Pohpohan
Gb. 4. Lahan Pohpohan di sekitar Pinus Tanaman Pohpohan yang dibudidayakan masyarakat pinggir hutan Taman Sari dikelola sebagai berikut: a. Persiapan Lahan; Pohpohan adalah jenis tanaman perdu yang rentan oleh sinar matahari langsung dan memerlukan cukup air, jadi lahan yang dipilih yaitu area yang bersih dari tanaman lain dan harus berada di bawah bayangan pepohonan keras di hutan. Setelah lahan dibersihkan, lanjutkan dengan teknik terasing untuk mencegah terjadinya erosi namun memudahkan dalam supay air. Aktifitas ini
c. Perawatan; kegiatan ini meliputi pembersihan area tanam dari rumput atau tanaman liar dan kegiatan pemupukkan. Para petani biasanya melakukan penyiangan antara pukul 07.00 hingga 11.00 setiap pagi hari. Hal ini bertujuan memancing agar tanaman Pohpohan tumbuh subur dengan pesat. Sedangkan kegiatan pemupukkan tergantung modal yang dimiliki petani, sedikitnya satu atau dua kali setelah Pohpohan dipanen. Pemupukan alami menggunakan kotoran ternak yang dicampurkan dengan sekam padi. d. Pemanenan; daun Pohpohan dapat dipanen setiap satu atau dua kali dalam satu bulan. Produksi Pohpohan di masyarakat pinggir hutan Taman Sari rata-rata 39,772 ikat. Tiap ikat terdiri dari 4-5 tangkai. Biasanya Pohpohan dipanen oleh para petani dengan melibatkan seluruh anggota keluarganya.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
11
Gb. 6. Pohpohan Siap Panen e. Pemasaran; daun Pohpohan cukup mudah dipasarkan, karena di daerah Taman Sari terdapat 9 agen pemasaran (bandar) yang biasanya menampung dan membeli hasil panen masyarakat setempat. Keuntungan yang diperoleh yaitu para petani tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi, namun kekuranganya yaitu harga dikendalikan oleh para agen (bandar)
Gb. 7. Kegiatan Memanen Daun Pohpohan Modal kerja para petani Pohpohan diperoleh dengan cara menjual ternak kambing, domba, atau ayam. Besar-kecilnya modal kerja menentukan luas areal ladang yang akan mereka tanami. Luas areal yang digarap oleh KTH Tamansari seluas 75 hektar. Jika iklimnya mendukung (saat musim hujan) tiap hektar dapat menghasilkan 40.000 ikat untuk sekali panen. Tetapi saat kemarau hanya mampu menghasilkan 1.000 hingga 2.000 ikat saja. Harga jual Pohpohan per-ikat sama saja antara musim penghujan dengan musim kemarau, yaitu Rp. 70 per-ikat dan dipotong ongkos kuli angkut. Ukuran per-ikat terdapat 10 hingga 20 tali. Pada musim hujan dalam 1 bulan bisa 25
hari panen. Jika panen bagus setiap hektar ladang akan mampu memberikan penghasilan bersih untuk petani Rp. 30.000 per-hari, atau sekitar Rp. 1.000.000,- per bulan. Petani sangat berkeinginan meningkatkan usahanya, tidak hanya menjual Pohpohan dalam keadaan segar dengan harga ditentukan oleh pembeli. Para istri telah mengembangkan usaha rumah tangga dengan membuat keripik Pohpohan, dijual dengan harga Rp. 2.000 hingga Rp. 2.500,- per bungkus. Ide usaha rumah tangga dalam bentuk produksi keripik Pohpohan telah dimulai 2 tahun yang lalu, melalui binaan mahasiswa IPB, atas pertimbangan harga Pohpohan segar (mentah) sangat murah. Memang lebih menguntungkan namun saat ini keripik Pohpohan masih sulit untuk mencari pasar (penjualannya), berbeda dengan daun Pohpohan yang setiap panen akan dijemput langsung oleh para tengkulak ke petani langsung untuk kemudian dijual ke Pasar Induk di Kota Bogor. Pihak Perhutani sedang berusaha membantu mempromosikan keripik Pohpohan melalui kegiatan pameran-pameran yang diadakan oleh pemerintah terkait, diwakili oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Dalam waktu dekat tanggal 23 Desember 2006, selama 3 hari, akan ada Kongres I Perhutani (wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) di Jombang. INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA TAMANSARI Petani memiliki pandangan bahwa Ibu Bumi dan Bapak Langit harus disuguhi. Setiap manusia jangan hanya minta kesuburan tanah dan panen yang melimpah saja, sementara mereka tidak memperhatikan atau tidak peduli
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
12
dengan keberadaan Ibu Bumi. Maka dari itu setiap panen, petani harus melakukan ritual ucapan terima kasih kepada Ibu Bumi dengan cara potong ayam dikebun masing-masing, dipimpin tokoh masyarakat Bapak Ijam, kepala dan kaki ditanam sedangkan dagingnya bisa dimasak untuk dinikmati. Kegiatan syukuran ini telah dilakukan secara turun-temurun. Di kawasan hutan lindung Gunung Salak terdapat 2 makam, yaitu Eyang Ider dan Mbah Raksa Bumi, dianggap keramat oleh para penganutnya. Masyarakat setempat melakukan kegiatan ritual sembahan setahun sekali pada acara Muludan. Untuk hari lain biasanya dikunjungi (dijiarahi) oleh masyarakat di luar wilayah tersebut seperti Banten, Tanggerang, Karawang, dan Jonggol. Pada saat musim kering/panas Pohpohan tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan tanamannya mati sendiri. Maka tidak memungkinkan untuk tanam Pohpohan pada musim kemarau, sebagian petani beralih kegiatan dengan cara ambil pasir di sungai untuk dijual, petani lain yang tetap konsisten dengan Pohpohan akan memindahkan ladangnya ke tempat yang lebih teduh dan berair atau dipekarangan rumah. Untuk masa sulit, jika hasil panen Pohpohan tidak mampu memenuhi kebutuhan Pertemuan dengan penyuluh dilakukan satu tahun dua kali sehari-hari, maka petani akan memanfaatkan tabungannya dalam bentuk emas atau ternak kambing. Untuk kebutuhan pupuk kandang, petani membeli dari karyawan yang bekerja di peternakan. Di Desa Tamansari terdapat peternakan ayam (petelur dan pedaging) milik orang Jakarta, sang pemiliki cukup perhatian kepada masyarakat. Kepedulian berupa bantuan untuk membeli kursi sebanyak 100 buah dan janji akan membelikan tenda yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk hajatan. Selain Masyarakat juga biasa membeli pupuk kandang dari karyawan yang bekerja di peternakan tersebut. Iuran kelompok yang dibebankan kepada anggota KTH yaitu antara Rp. 5000 s.d Rp. 15.000 per bulan jika panen saja. Uang yang terkumpul digunakan untuk kegiatan sosial misal petani sakit atau melaksanakan perayaan. Selanjutnya jangka panjang akan dikembangkan untuk membantu / suntik modal dalam bentuk pinjaman lunak seperti operasional koperasi simpan pinjam. Anak petani terkadang mau membantu ayahnya berladang Pohpohan. Masyarakat berharap banyak dari hasil ladang Pohpohan. Mereka melihat prospeknya cukup baik, sehingga bersedia menjual ternak peliharaannya sebagai
modal berladang. Harapan bisa menyekolahkan anak setinggi mungkin terutama untuk anak lelaki. Para gadis akan menikah rata berumur 15-16 tahun, sedangkan jejakanya akan menikah di usia lebih dari 20 tahun. Kegiatan mencari nafkah tidak hanya menjadi tanggungan suami sebagai kepala rumah tangga, sebagian kaum wanita juga bekerja di industri seperti konfeksi dan sepatu/sandal. Namun tidak ada satupun yang berani untuk berprofesi sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri. Kegiatan pertemuan warga selain dalam KTH yaitu berbentuk pengajian rutin malam Jum’at khusus anak dan remaja, malam Selasa dan Minggu bagi ibu-ibu, sedangkan malam Senin diperuntukkan bapak-bapak. Tidak pernah terjadi keributan atau konflik karena setiap anggota masyarakat selalu bekerja sama seperti dalam pembukaan ladang, kegiatan ronda malam, perayaan (hajatan) keluarga. Juga saling mengingatkan untuk tidak menyimpang dari aturan kelompok yang telah disepakati dengan pihak Perhutani. Pak Wardi asalnya merupakan warga pendatang dari kampung lain. Ia menetap mulai tahun 1973 setelah menikah dengan perempuan dari kampung Tamansari tersebut, yang hingga kini menjadi isterinya. Atas kepercayaan warga kampung Tamansari ia dipercaya untuk memegang jabatan sebagai kepala keamanan. Kegiatan ronda malam menjadi tanggungjawab seluruh warga, dilakukan dengan berbagi tugas dan bergiliran setiap malam dari pukul 09.00 hingga menjelang subuh tiap kelompok terdiri dari 5 orang. Selain tidak pernah ada kasus pencurian, juga selama Pak Wardi mengembara di kampung Tamansari ini tidak pernah mengalami atau menemukan perselisihan atau konflik antar warga kampung. Warga kampung hidup rukun dan damai. Tokoh masyarakat yang menjadi panutan dan selalu didengar nasihatnya yaitu Pak Nur dan Pak Ijam. KESIMPULAN 1. Keberadaan hutan Gunung Salak bagi sebagian besar masyarakat kawasan/pinggir hutan, desa Tamansari adalah sangat berarti terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari. Akibat keluguannya di masa lalu, dengan mudahnya melepas atau menjual tanah atau lahan kepada orang-orang Jakarta hanya untuk merayakan ’hajatan’ dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka kini tidak memiliki lahan di tanah kelahirannya sendiri. Mereka masih beruntung tinggal di kawasan hutan lindung Gunung Salak, sehingga memperoleh kesempatan atau izin dari pemerintah melalui Perum Perhutani untuk dapat memanfaatkan
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
13
lahan hutan. Izin diperoleh jika masyarakat petani hutan mampu mematuhi aturan atas kesepakatan yang telah dibuat ke dua belah pihak. Maka selanjutnya masyarakat desa Tamansari mampu melanjutkan kehiduan mereka dengan berladang Pohpohan. Mereka sangat berterimakasih atas kebijakan dan bimbingan Perum Perhutani melalui Kelompok Tani Hutan (KTH). Budidaya tanaman Pohpohan membuat mereka optimis akan dapat menghidupi keluarga, menyekolahkan anak setinggi mungkin dan mereka dalam jangka panjang berharap dapat menunaikan ibadah haji. 2.
3.
Nilai (value) yang mereka anut yaitu - Nilai kepatuhan pada peraturan atau kesepakatan yang telah dibuat antara KTH dan Perum Perhutani sangat dijunjung oleh seluruh anggota KTH. Mereka harus mematuhi hal ini karena kehidupannya amat bergantung pada ijin yang diperoleh untuk dapat memanfaatkan lahan hutan. - Nilai kebersamaan mereka sangat kental, di dalam kelompok mereka bekerjasama membuka ladang, saling mengingatkan jika ada penyimpangan, melakukan panen bersama, dan mengadakan syukuran dan hajatan dengan kebersamaan pula. Jadi dalam keadaan susah dan senang mereka saling keterikatan. - Nilai kejujuran nampak dari keinginan membayar iuran anggota KTH yang disesuaikan dengan kemampuan panen mereka. Bahkan mereka ingin jumlah iuran diperbesar agar mampu membangun sebuah koperasi. Bentuk Koperasi yang didambakan yaitu koperasi simpan pinjam, sehingga mereka akan mampu memperoleh pinjaman untuk pengembangan usahanya. Tidak hanya untuk ladang Pohpohan tetapi juga ternak. - Nilai kesederhanaan nampak dari harapan mereka dari berladang Pohpohan bercitacita mampu menyekolahkan anak dan menunaikan ibadah haji. Hal ini merupakan kebutuhan yang mendasar dan tidak muluk-muluk. - Nilai kepasrahan yaitu petani memiliki pandangan bahwa Ibu Bumi dan Bapak Langit harus disuguhi. Setiap manusia jangan hanya minta kesuburan tanah dan panen yang melimpah saja, maka secara rutin mereka melakukan syukuran potong ayam di ladang yang sudah dilakukan secara turun temurun. Dampak value tersebut pelestarian hutan yaitu
dalam
kaitan
- Nilai kepatuhannya membuat mereka tidak akan melakukan penyimpangan seperti berladang di tebingyang dapat membuat longsor, tidak akan berladang terlalu tinggi yang akan merusak ekosistem hutan, dan tidak melakukan penebangan liar untuk membuka lahan Pohpohan. - Nilai kebersamaan menjadikan mereka menitipkan perut kepada Perum Perhutani, sedangkan Perum Perhutani menitipkan kelestarian hutan pada para petani. - Nilai kejujuran mereka untuk tidak terlalu mengandalkan ladang Pohpohan, karena dari usaha yang ada ingin dikembangkan dalam bentuk usaha peternakan. Para petani jika sudah tidak memanfaatkan atau akan berpindah ladang akan melakukan penanaman kembali ladang yang kosong dengan tanaman keras yang diperoleh dari dalam hutan. - Nilai kesederhanaan dan kepasrahan menjadikan mereka untuk tidak mengeksploitasi hutan secara besarbesaran. DAFTAR PUSTAKA Carbon Fixing Forest Management Project, 2005. Survey on Management Aspect of Two Community Forest in Bogor, West Java, Indonesia. Cooperation Project between Forestry Research and Development Agency (FORDA), Ministry of Forestry, Indonesia, Japan International Cooperation Agency (JICA). Published by Carbon Fixing Forest Management Project, Bogor Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta, DIA FISIP UI. Pikiran Rakyat.2003. Budidaya Lalap Pohpohan di Bogor. 11 Maret 2003 Romli, U. 2003. Antara Vitamin dan Pengamanan Hutan, Budidaya Lalap Pohpohan di Bogor. www.pikiranrakyat.com/pohpohan. Rosadi, E. 2003. Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Desa Taman Sari di Resort Pemangkuan Hutan Sukamantri Kesatuan Pemangkuan Hutan Bogor dan Pengembangannya. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa. Bogor.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
14