ISSN 1978-9513
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
PENGGUNAAN STRATA VEGETASI OLEH BURUNG DI KAWASAN WISATA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK Gautama Wisnubudi Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta
ABSTRACT This research was conducted in Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP). Observations were conducted on avifaunas (birds), vegetation and vegetation strata usage birds in the eastern part of GHSNP at four location along the looptrail of Cikaniki, Citalahab and the trail of Cikudapaeh waterfall and around The Nirmala’s Tea Plantation trail. The cencus method was used for birds and vegetation observation. Vegetation on all of the trails were dominated by Altingia exelsa. Results of Avifaunas showed that there were about 138 species of birds in eastern part of GHSNP, with 100 species in Citalahab loop trail, 86 species in Cikaniki loop trail, 51 species in around The Nirmala’s Tea Plantation trail and 46 species in Cikudapaeh waterfall trail. For vegetation strata usage, most of the birds using stratum V, followed by stratum VI, stratum IV, stratum III, stratum II, and stratum I. Key words : vegetation, stratum, birds
PENDAHULUAN Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu margasatwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan satwa di Indonesia. Jenisnya sangat beranekaragam dan masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Untuk hidupnya burung memerlukan syarat-syarat tertentu, antara lain ialah kondisi habitat yang cocok dan aman dari segala macam gangguan. Burung merupakan satwaliar pengguna ruang yang cukup baik, yang terlihat dari penyebarannya, baik secara horizontal maupun vertikal. Berdasarkan stratifikasi penggunaan ruang pada profil hutan maupun penyebaran secara horizontal pada berbagai tipe habitat, menunjukkan adanya kaitan yang erat antara burung dengan lingkungan hidupnya
Wisnubudi G
terutama dalam pola adaptasi dan strategi untuk memperoleh sumber pakan (Peterson, 1980). Menurut Orians (1969) faktor lain yang menentukan keanekaragaman jenis burung pada suatu habitat adalah kerapatan kanopi. Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif terbuka akan digunakan oleh banyak jenis burung untuk melakukan aktivitasnya, dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup. Penyebaran vertikal pada jenis-jenis burung dapat dilihat dari stratifikasi ruang pada profil hutan. Berdasarkan stratifikasi profil hutan maka dapat diperoleh gambaran mengenai burung dalam memanfaatkan ruang secara vertikal, yang terbagi dalam kelompok burung penghuni bagian paling atas tajuk hutan, burung penghuni tajuk utama, burung penghuni tajuk pertengahan, penghuni tajuk bawah, burung penghuni semak dan lantai hutan, selain itu juga terdapat kelompok burung 41
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
yang sering menghuni batang pohon. Penyebaran jenis-jenis burung sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam (Peterson, 1980). Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan kawasan hutan hujan tropis asli terluas yang masih ada di Pulau Jawa dengan ketinggian sekitar 500 sampai dengan 1.929 m dpl. Kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 pada tanggal 26 Pebruari tahun 1992 tentang perubahan fungsi dan penunjukkan Cagar Alam Gunung Halimun menjadi Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) dengan luas kawasan sebesar 40.000 ha. Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts11/2003, kawasan ini diperluas menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan luas 113.357 ha dan terletak di Propinsi Jawa Barat dan Banten meliputi Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Ekosistem yang ada merupakan habitat bagi berbagai jenis satwaliar dan tumbuhan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penyebaran dan komposisi jenis burung dan bagaimana pola aktivitas jenis-jenis burung pada setiap stratifikasi profil hutan. Selain itu,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai jenisjenis burung pada berbagai kondisi habitat (jalur) yang ada di kawasan Wisata TNGHS sehingga dapat digunakan sebagai dasar kegiatan pelestarian dan pemanfaatannya termasuk pengembangan kegiatan ekowisata birwatching di dalamnya.
METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Pengamatan dilakukan di kawasan TNGHS bagian Timur pada 4 lokasi berbeda, yaitu pada jalur Cikaniki, jalur Citalahab, jalur Curug Cikudapaeh dan jalur sekitar perkebunan Teh Nirmala.
B. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data untuk data burung menggunakan teknik observasi langsung di sepanjang jalur menggunakan metode sensus dengan mencatat semua kontak yang terdiri dari data jenis burung, penyebaran vertikal dan aktivitas burung serta penggunaan vegetasi dan ruang. Pencatatan stratifikasi (penyebaran vertikal) dengan klasifikasi ketinggian ruang burung untuk beraktifitas adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Interval penyebaran burung secara vertikal
No.
Tempat
Ketinggian
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lantai/tanah Semak-semak rendah Semak-semak sedang Semak-semak tinggi Pohon di bawah tajuk Pohon di atas tajuk
0,00 – 0,15 0,15 – 0,60 0,60 – 1,80 1,80 – 4,50 4,50 – 15,00 > 15,00
Sumber:van Balen (1984) Wisnubudi G
42
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
Identifikasi jenis burung menggunakan buku panduan lapangan burungburung di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Bali (MacKinnon et al, 1993). Untuk data habitat dilakukan dengan cara analisis vegetasi menggunakan petak contoh
ukuran 10x20 meter yang ditempatkan secara acak pada masing-masing jalur. Parameter yang diamati terdiri dari: jenis pohon, tinggi total pohon, tinggi bebas cabang dan kanopi.
Tabel 2. Stratifikasi tajuk pada hutan hujan tropis
Stratum
Vegetasi
Tinggi total (meter)
A B C D E
Pohon Pohon Pohon Perdu dan semak Herba, paku-pakuan, lumut dan semak
> 30 20-30 4–20 1–4 s/d 1
Data penggunaan habitat oleh burung dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu: makan, main, istirahat dan bersarang. Analisis. Keanekaragaman jenis burung dihitung menggunakan Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (van Helvort, 1981).
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi vegetasi Jjalur Cikaniki mempunyai ketinggian antara 950-1.100 m dpl. didominasi oleh jenis rasamala Altingia exelsa. Vegetasi pohon yang termasuk stratum A dari jenis Altingia exelsa, stratum B diantaranya jenis Altingia exelsa, ganitri Elaeocarpus ganitrus dan kawoyang Prunus arborea. Stratum C dari jenis Jengkot Payena acuminate, Kikeuyeub Euonymus javanicus, Pasang Quercus gameliflora, Huru Litsea sp., Kawoyang Prunus arborea dan Kiajag Ardisia zollingeri. Kondisi kerapatan penutupan tajuk terhadap permukaan tanah tidak begitu rapat. Vegetasi stratum D dan Wisnubudi G
E merupakan tumbuhan bawah diantaranya jenis Patat, Pakis, Calamus adspersus, Licuala spinosa dan Pandanus furucatus. Tumbuhan epifit diantaranya jenis kadaka dan Anggrek appendiculata. Tumbuhan liana diantaranya jenis Dinochloa scandens dan Freycinetia javanica. Kondisi vegetasi memperlihatkan adanya stratifikasi tinggi tajuk mulai dari tumbuhan bawah (rumput dan semak) hingga tingkat pohon. Jalur Citalahab mempunyai ketinggian antara 1.100-1.150 m dpl. didominasi oleh jenis Puspa Schima walichii, Altingia exelsa diikuti Pasang Quercus gemeliflora. Vegetasi dengan stratum A diantaranya dari jenis Schima walichii dan Kihaji. Stratum B diantaranya dari jenis Kihiur Castanopsis javanica, Gompong Polyscias sp, Barununggul Bridelia glauca, Quercus gemeliflora, Castanopsis acuminatissima. Sedang stratum C diantaranya dari jenis hamirung Vernonia arborea, Mara Macaranga rhizomoides, Ipis kulit Decaspermum fruticosum, Litsea sp., Kipare Glochidion philippiceum dan Prunus arborea. Jenis vegetasi stratum D dan E merupakan
43
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
tumbuhan bawah diantaranya dari jenis Sarcandra glabra, Bentiris, Eupatorium inulifolum, Pakis, Ramokuya, Congkok dan Plectocomia elongata. Sedang tumbuhan epifit dari jenis Asplenium nidus. Tumbuhan liana dari jenis Dinochloa scandens dan Kibulu. Kerapatan penutupan tajuk terhadap permukaan tanah memperlihatkan kerapatan yang lebih dibandingkan dengan jalur Cikaniki. Jalur Curug Cikudapaeh mempunyai ketinggian antara 1.100-1.200 m dpl. didominasi oleh jenis Altingia excelsa. Selain itu, jenis Altingia exelsa menempati baik pada stratum A dan juga B, vegetasi pohon yang termasuk stratum B yang lainnya adalah Saninten Castanopsis argentea. Sedangkan vegetasi pohon yang termasuk stratum C diantaranya adalah Kokosan monyet Dysoxylum excelsum, Quercus gemeliflora, Prunus arborea, dan Kibonteng Tomonius cericeous. Vegetasi lain yang termasuk stratum D dan E, yaitu tumbuhan bawah diantaranya Sarcandra glabra, Cariang, dan Kokopian leutik. Tumbuhan epifit terutama dari jenis Kadaka, sedangkan untuk tumbuhan liana terutama dari jenis Dinochloa scandens. Kerapatan penutupan tajuk terhadap
permukaan tanah menunjukkan keadaan yang lebih rapat dibandingkan jalur ekowisata Cikaniki. Jalur sekitar Perkebunan Teh Nirmala mempunyai ketinggian antara 950-1.050 m dpl. didominasi dari jenis tanaman Teh Camelia sinensis, terdapat juga vegetasi pohon lainnya hanya dari stratum C seperti Kidamar Agathis dammara, Sungkal Peronema canescens, dan Cordyline fructicosa yang berfungsi sebagai tanaman pelindung pada perkebunan, tumbuhan bawah pada jalur ini relatif tidak ditemukan. Untuk kerapatan penutupan tajuk terhadap permukaan tanah, menunjukkan kondisi yang relatif rapat
B. Komposisi dan kekayaan jenis Burung Tercatat sebanyak 138 jenis burung yang berasal dari 96 marga, 33 suku dan 10 bangsa burung. 100 jenis diantaranya ditemukan di jalur Citalahab, 86 jenis di jalur Cikaniki, 51 jenis di jalur Curug Cikudapaeh dan 46 jenis di jalur sekitar Perkebunan Teh Nirmala.
Tabel 3. Komposisi jenis burung pada jalur Cikaniki, Citalahab, Curug Cikudapaeh, serta sekitar Perkebunan Teh Nirmala.
Komposisi Jumlah Bangsa Jumlah Marga Jumlah Jenis
Cikaniki 7 63 86
Jalur Pengamatan Citalahab Cikudapaeh Perkebunan Teh 9 7 9 72 37 47 100 46 51
C. Penyebaran vertikal jenis burung Penyebaran vertikan jenis burung menunjukkan posisi burung menurut ketinggiannya. Sebagian besar individu Wisnubudi G
jenis burung menggunakan stratum V sebagai tempat melakukan aktivitasnya. Kemudian diikuti oleh stratum VI, stratum IV, stratum III, stratum II, dan stratum I.
44
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
Secara umum, jumlah individu burung berkaitan dengan jumlah jenis burung (Tabel 3 dan Gambar 1), kecuali pada penyebaran di stratum I dan stratum
190
200
II. 43 individu burung yang menggunakan stratum II terdiri 15 jenis, sedangkan 40 individu burung yang menggunakan stratum I terdiri 18 jenis burung.
186
180 160 140 120 100
100
Jenis
80
Individu
80 55
60
54 43
40
28
40
18
20
15
18
0 V
VI
IV
III
II
I
Stratum
Gambar 1. Perbandingan penggunaan stratum oleh jenis dan individu burung.
Pada Tabel 4. dan Gambar 1. terlihat bahwa terdapat 80 jenis burung dengan 190 individu burung yang menggunakan stratum V, urutan kedua, ditempati stratum VI yang digunakan oleh 55 jenis burung dengan 186 individu burung. Urutan ke tiga, ditempati stratum IV yang digunakan oleh 28 jenis burung dengan 100 individu burung, urutan ke empat dan ke enam adalah stratum I dan stratum III yang sama-sama digunakan oleh 18 jenis burung, namun berbeda dalam hal jumlah individu burung (53 dan 40 individu burung). Sedangkan stratum II pada urutan ke lima yang digunakan oleh 15 jenis burung dengan 43 individu burung. Penggunaan stratum pada penyebaran vertikal jenis burung, memperlihatkan 83 jenis burung menempati Wisnubudi G
hanya satu stratum, sedang 59 jenis burung lainnya menempati lebih dari satu stratum, yaitu 44 jenis burung menempati dua stratum, 13 jenis burung menempati tiga stratum dan 2 jenis burung sisanya menempati empat stratum. Jenis burung yang menempati empat stratum, yaitu Walet linchi Collocalia linchi dan Sikatanrimba dada-coklat Rhinomyias olivacea. Fungsi dan penggunaan habitat oleh burung dilihat dari aktivitas burung yang teramati, yang dilakukan oleh burung dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu makan, istirahat, sarang, dan bermain. Tidak seluruh aktivitas burung teramati, pada saat pengamatan. Sebagian besar individu jenis burung lebih banyak teramati sedang bermain dan beristirahat. Termasuk kategori bermain, yaitu berkicau.
45
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
Pemanfatan habitat yang terlihat paling tinggi adalah pada penggunaan Rasamala Altingia exelsa oleh 32 jenis burung. Semak-semak juga digunakan oleh 24 jenis burung. Pemanfaatan habitat yang paling tinggi, yaitu untuk kegiatan bermain dan beristirahat, sedangkan yang paling sedikit adalah pemanfaatan untuk bersarang. Fungsi bermain dan beristirahat bagi burung, selama pengamatan terlihat hampir selalu dilakukan secara bersamaan.
B. Pembahasan Tingginya nilai kekayaan jenis burung yang ada, hal ini dikarenakan TNGHS merupakan kawasan hutan hujan tropis asli yang tersisa dan terluas yang masih ada di Pulau Jawa memiliki komposisi jenis pohon yang sangat heterogen. Hutan hujan tropika sampai saat ini dikenal sebagai tipe hutan hujan yang unik dengan keanekaragaman jenis satwaliar dan vegetasi yang tertinggi dunia. Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman kondisi lingkungan dimana hutan hujan tropika berkembang sesuai periode waktu yang tersedia dan kemungkinan adanya migrasi dengan pertukaran jenis, yang mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan satwaliar, terutama burung. Diantaranya dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembangbiak maupun mengasuh anak-anaknya. Akibatnya habitat alami burung-burung ini semakin terdesak dan terisolasi ke daerah-daerah pegunungan, terutama di Jawa Barat yang merupakan wilayah subur dan bervegetasi rapat di Pulau Jawa. Medan yang sangat sulit di daerah hutan pegunungan untuk dapat dirambah oleh manusia, menyebabkan untuk sementara menjadi kawasan yang baik bagi jenis-jenis burung (MacKinnon, 1995).
Wisnubudi G
Menurut Farimansyah (1981) keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi dapat merupakan tempat sumber pakan, tempat berlindung maupun tempat bersarang dari jenis-jenis burung. Menurut Orians (1969) keanekaragaman jenis burung dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kelimpahan epifit, kelimpahan buah-buahan, keterbukaan lantai hutan dan komposisi jenis pohon. MacArthur (1972) menyatakan keanekaragaman jenis burung dapat pula dipengaruhi oleh distribusi vertikal dari dedaunan atau keanekaan tinggi tajuk. Umumnya kawasan hutan pegunungan akan memiliki jumlah jenis burung yang relatif tinggi, bila dibandingkan dengan padang rumput yang produktivitasnya rendah. Hal ini disebabkan komposisi yang cenderung melimpah sehingga memiliki jumlah jenis burung yang beragam (Ricklefs, 1978). Menurut Peterson (1980) juga menyatakan bahwa, berdasarkan pada pola stratifikasi penggunaan ruang pada profil hutan maupun penyebaran secara horizontal pada berbagai tipe habitat di alam, menunjukkan adanya kaitan yang sangat erat antara burung dengan lingkungan hidupnya, terutama dalam pola adaptasi dan strategi untuk mendapatkan sumberdaya. Setiap jenis burung akan menempati habitat tertentu sesuai dengan keperluan hidupnya. Keberhasilan burung untuk hidup di dalam suatu habitat sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam memilih serta menciptakan peluang khususnya baginya (Allen, 1961). Pada Tabel 4 dan Gambar 1, terlihat terdapat 80 jenis burung dengan jumlah 190 individu burung yang menggunakan stratum V. Urutan kedua, adalah stratumVI yang digunakan oleh 55 jenis burung dengan 186 individu burung, urutan ketiga adalah stratum IV dengan 28 jenis burung dengan 100 individu burung. Urutan ke empat dan ke enam adalah, stratum I dan 46
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
III yang sama-sama digunakan oleh 18 jenis burung, namun berbeda dalam hal jumlah individu burung (50 dan 40 individu burung). Urutan ke lima adalah stratum II yang digunakan oleh 15 jenis burunug dengan 43 individu burung. Penggunaan stratum pada penyebaran vertikal jenis burung, memperlihatkan 83 jenis burung menempati lebih dari satu stratum, yaitu 44 jenis burung menempati dua stratum, 13 jenis burung menempati tiga stratum dan 2 jenis burung sisanya menempati empat stratum. Jenis burung yang menempati stratum, yaitu Collocalia linchi dan Rhinomyias olivacea.
penyusunan habitat yang lebih homogen dan serta keadaan yang sangat terbuka tanpa penutupan. Hal ini pula yang menyebabkan perbedaan jenis burung yang dijumpai dengan jalur lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Allen AA. The Book of Bird Life. Van Nostrand Company Inc. New Yok. 1961. van Balen S. Comparisons of Bird Counts and Bird Observation in Neighbourhood of Bogor (Indonesia). Student Report, Departement Agricultural Univ. Wageningen. The Netherlands. 1984.
PENUTUP Pola penyebaran burung secara vertikal memperlihatkan bahwa penyebaran jenis-jenis burung tersebut berkaitan secara ekologi antara jenis burung dengan kebutuhan pakan yang terdapat pada stratum tersebut. Hal inilah menyebabkan terjadinya perbedaan dalam menggunakan stratum oleh burung. Beberapa jenis burung menggunakan lebih dari satu stratum, sedangkan jenis-jenis burung yang lain hanya menggunakan stratum tunggal. Selain itu, penyebaran vertikal berkaitan juga dengan kemampuan jenis burung tersebut. Jenis-jenis yang teradaptasi untuk berjlan tentu akan sulit untuk dijumpai dan menggunakan stratum yang lebih tinggi. Kemasaan komunitas yang tinggi antara jalur Cikaniki dan jalur Citalahab, disebabkan karena struktur tumbuhan yang lebih heterogen, dan penutupan tajuk yang lebih rapat dari habitat yang sama. Berbeda dengan jalur Curug Cikudapaeh, pada jalur ini relatif lebih sulit menemukan jenis burung. Jalur sekitar Perkebunan Teh Nirmala paling berbeda disebabkan karena karakteristik habitatnya juga paling berbeda dengan ketiga jalur yang lain. Struktur dan komposisi vegetasi Wisnubudi G
Farimansyah. Keragaman Jenis Burung pada Berbagai Lingkungan dan Sekitarnya. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 1981. Mac Arthur RH. Geographical ecology: Patterns in Distribution of Species. Harper and Row, New York. 1972. MacKinnon J, K Phillips dan B van Balen. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi. Bogor. 1998. Orians GH. The Number of Birds Species in Some Tropical Forest. Saunders College Pub. Japan. 1969. Peterson RT. Pustaka Life. Tiara Pustaka, Jakarta. 1980. Ricklefs RE. Ecology. Chiron Press Inc. New York 1978.
47
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
Tabel 4. Komposisi jenis burung menurut penyebaran ketinggian
Stratum
Jenis Burung
I
Coturnix chinensis Arborophila javanica Pellorneum pyrrogenys
Brachypteryx leucophrys Enicurus velatus Enicurus leschenaulti
Myiophoneus caeruleus Cettia vulcania
II
Centropus bengalensis Cinclidium Diana
Saxicola caprata Cisticola juncidis
Cisticola exilis Ficedula hyperythra
III
Seicercus grammiceps Megalurus palustris
Prinia inornata Erythrura prasina
IV
Muscicapa dauurica Aplonis minor
Anthreptes singalensis Arachnothera affinis
Prionochilus percussus
V
Treron olax Ducula badia Macropygia ruficeps Streptopelia chinensis Cuculus sparverioides Cacomantis sonneratii Cacomantis merulinus Cacomantis sepulcralis Surniculus lugubris Phaenicophaeus javanicus Harpactes reinwardtii Harpactes oreskios
Halcyon cyanoventris Todirhampus chloris Megalaima javensis Celeus brachyurus Meiglyptes tristis Eurylaimus javanicus Mirafra javanica Hirundo striolata Hemipus hirundinaceus Pycnonotus brunneus Oriolus cruentus Psaltria exilis
Pteruthius aenobarbus Abroscopus superciliaris Orthotomus sepium Orthotomus cuculatus Eumyias indigo Ficedula westermanni Rhipidura phoenicura Rhipidura javanica Lanius tigrinus Lanius schach
VI
Nycticorax nycticorax Spilornis cheela Accipiter gularis Ictinaetus malayensis Spizaetus bartelsi Falco moluccensis Ptilinopus porphyreus Macropygia unchall
Collocalia vulcanorum Hemiprocne longipennis Halcyon smyrnensis Dryocopus javensis Hemicircus concretus Tephrodornis gularis Coracina javensis Lalage sueurii
Dicrurus macrocercus Dicrurus hottentottus Platylophus galericulatus Zoothera dauma Gerygone sulphurea Cyanoptila cyanomelana Lophozosterops javanicus
I,II
Napothera epilepidota Pnoepyga pusilla
Stachyris thoracica Macronous flavicollis
Tesia superciliaris
I,III
Malacocincla sepiarium
Brachypteryx montana
I,V
Stachyris grammiceps
Stachyris melanothorax
II,III
Prinia familiaris
III,V
Orthotomus sutorius
Cyornis banyumas
Dicaeum trigonostigma
IV,V
Ficedula dumetoria Rhipidura euryura Nectarinia jugularis
Aethopyga siparaja Aethopyga mystacalis Arachnothera robusta
Dicaeum sanguinolentum Dicaeum trochileum
IV,VI
Arachnothera longirostra
V,VI
Phaenicophaeus curvirostris Hydrochous gigas Apus affinis Megalaima corvina Megalaima armillaris Picus miniaceus Reinwardtipicus validus
Hirundo tahitica Chloropsis sonnerati Chloropsis cochinchinensis Iole virescens Dicrurus leucophaeus Dicrurus annectans Dicrurus remifer
Sitta azurea Alcippe pyrroptera Crocias albonotatus Phylloscopus trivirgatus Artamus leucorhynchus Zosterops palpebrosus
I,II,III
Myiophoneus glaucinus
II,III,IV
Lonchura leucogastroides
Lonchura punctulata
III,IV,V
Pycnonotus aurigaster
Dicaeum concolor
Wisnubudi G
48
VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009
III,V,VI
Alophoixus bres
IV,V,VI
Cuculus saturates Sasia abnormis Picus puniceus
Pericrocotus miniatus Cyornis unicolor Culicicapa ceylonensis
III,IV,V,VI Collocalia linchi
Aethopyga eximia Zosterops montanus
Rhinomyias olivacea
Tabel 5. Fungsi dan penggunaan habitat oleh burung di kawasan TNGHS
No
Jenis Vegetasi
Jumlah Jenis Burung
Nilai Fungsi Habitat (%)
Total Makan Main Istirahat Sarang Total Makan Main Istirahat Sarang
Pohon 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Altingia exelsa Quercus gemeliflora Bridelia glauca Knema cinerea Kianak Elaeocarpus ganitrus Castanopsis 7. acuminatissima
32 24 12 7 6 4
0 0 0 0 0 0
32 24 12 7 6 4
32 24 12 7 6 4
1 0 0 0 0 0
22.70 17.02 8.51 4.96 4.26 2.84
0.00 22.70 22.70 0.00 17.02 17.02 0.00 8.51 8.51 0.00 4.96 4.96 0.00 4.26 4.26 0.00 2.84 2.84
0.71 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4
0
4
4
0
2.84
0.00
2.84
0.00
27 14 12 4
0 14 0 0
27 14 12 4
27 14 12 4
0 0 0 0
19.15 9.93 8.51 2.84
0.00 19.15 19.15 9.93 9.93 9.93 0.00 8.51 8.51 0.00 2.84 2.84
0.00 0.00 0.00 0.00
2.84
Non-Pohon 1. 2. 3. 4.
Semak Caliandra calothyrsus Camelia sinensis Musa salaccenis
Wisnubudi G
49