Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
HUBUNGAN MAMALIA DENGAN JENIS VEGETASI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI AGUS PRIYONO KARTONO1), GUNAWAN2), IBNU MARYANTO3), SUHARJONO3) 1) Divisi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB Bogor,
email:
[email protected]
2) Alumni Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB 3) Puslitbang Biologi-LIPI, Cibinong
Bogor, email:
[email protected]
ABSTRACT
Relationship of mammals and vegetation species in Gunung Ciremai National Park. The study of fod resources and the distribution of mammalia was conducted in Palutungan, Linggarjati, Seda, Cibeureum, Sayana, Bandorasa, Pajambon and Sukamukti resort at Gunung Ciremai from May to July 2007. The mammals was observed in this study were Sus scrofa, Muntiacus muntjak, Paradoxurus hermaphroditus, Nycticebus javanicus, Trachypithecus auratus, Macaca fascicularis, and Presbytis aygula. The relationship between number of those species and vegetation density are presented. Further, the existence forrelation of the carnivore of Panthera pardus melas and Prionailurus bengalensis have positive correlation with Paradoxurus hermaphroditus. The observation also indicated that there are no significantly related correlation population distribution of Muntiacus muntjak vs Sus scrofa, Paradoxurus hermaphroditus and Presbytis aygula; Paradoxurus hermaphroditus vs Trachypithecus auratus; and Nycticebus javanicus vs Presbytis aygula. Key words: Mammals, vegetation, Ciremai
PENDAHULUAN
Populasi mamalia herbivora dipengaruhi oleh kombinasi antara ketersediaan pakan dengan tekanan predator (Richards & Coley 2007). Kebutuhan pakan berbagai jenis mamalia herbivora berbeda-beda menurut jenis, umur, serta ketersediaan pakan baik jenis tumbuhan pakan maupun produktivitas pakan. Namun demikian, herbivora tidak memakan tumbuhan pakan secara acak tetapi cenderung memilih jenis tumbuhan tertentu yang disukainya (Colebrook et al. 1990, Tolkamp et al. 1998) yang terutama dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: (a) kandungan nutrisi dan/atau zat beracun pada bagian tumbuhan tertentu (van Wiesen 1996) dan (b) ketersediaan relatif pakan secara spasial dan temporal (Belovsky & Schmitz 1994). Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis pakan oleh jenis-jenis mamalia herbivora adalah ukuran tubuh dan morfologi pencernaan yang pada umumnya dapat dinyatakan sebagai adaptasi evolusioner terhadap faktor-faktor dasar tersebut (Milton 1979, Laska et al. 2003). Ketersediaan relatif sumber pakan herbivora dipengaruhi oleh produktivitas serta distribusi spasial tumbuhan. Di wilayah tropis, peningkatan ketinggian tempat mengakibatkan terjadinya penurunan keanekaragaman spesies tumbuhan,
menurunnya tinggi maksimum pohon serta mengecilnya ukuran daun sehingga produktivitas biomassa menurun (Ohsawa 1995). Produktivitas hijauan pakan yang tinggi terjadi pada tapak-tapak rumpang akibat pohon rebah karena intensitas cahaya yang sampai ke permukaan tanah lebih tinggi dibanding dengan areal hutan rapat (Richards & Coley 2007). Kepadatan herbivora dan predator pada areal berumpang ini lebih tinggi dibanding dengan areal hutan yang relatif rapat. Jika produktivitas hijauan pakan rendah maka sumberdaya pakan menjadi pembatas herbivora, yang pada akhirnya berpengaruh pada populasi predator. Sebaliknya, jika produktivitas hijauan pakan tinggi maka populasi herbivora akan meningkat sampai pada tingkat yang dapat mendukung populasi predator secara substansial sehingga populasi herbivora akan dibatasi oleh predator (Richards & Coley 2007). Hubungan keanekaragaman spesies mamalia herbivora dengan keanekaragaman jenis vegetasi di kawasan TNGC perlu diketahui sehingga upaya konservasi jenisjenis mamalia tersebut dapat mencapai sasaran secara baik dan benar. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan keanekaragaman mamalia herbivora dengan kerapatan jenis-jenis vegetasi serta mengidentifikasi jenis-jenis vegetasi
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
dominan penentu sebaran populasi mamalia herbivora. BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini dilakukan di kawasan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah Kuningan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada 16 Mei sampai 29 Juli 2007. Peralatan yang digunakan terdiri atas: teropong binokuler, kompas brunton, altimeter, GPS receiver, kamera digital, pita meter, tali rafia serta buku panduan lapangan mamalia. Pengumpulan data mamalia dilakukan dengan menggunakan unit contoh berbentuk transek jalur (strip transect) dengan panjang transek 1.750 m dan lebar 100 m. Jumlah unit contoh pengamatan mamalia sebanyak 12 transek jalur yang diletakkan pada delapan lokasi, yakni tiga jalur di Palutungan, Linggarjati dan Seda masing-masing dua jalur, serta di Cibeureum, Sayana, Bandorasa, Pajambon dan Sukamukti masing-masing sebanyakn satu jalur pengamatan. Pengumpulan data vegetasi dilakukan melalui penarikan unit contoh berbentuk jalur berpetak berukuran panjang 100 m dengan lebar 20 m. Lokasi pengumpulan data vegetasi ditempatkan sesuai dengan letak unit contoh transek jalur pengamatan mamalia. Posisi areal pengamatan terletak pada 06o50'11.6"– LS dan 108o23'48.3"– 06o56'16.3" 108o28'33.0" BT. Analisis data populasi mamalia dilakukan dengan menggunakan metode King, sedangkan analisis hubungan mamalia dengan jenis-jenis vegetasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi linear berganda. Penentuan jenisjenis vegetasi yang mempengaruhi keberadaan mamalia herbivora dilakukan dengan menggunakan metode regresi dalam pola stepwise. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis data adalah SPSS for Windows ver 13. HASIL
Kondisi Vegetasi Kawasan TNGC memiliki tipe penutupan lahan yang terdiri atas: areal kebun,
padang alang-alang, hutan tanaman pinus, dan hutan alam. Berdasarkan formasi hutan, kawasan TNGC merupakan hutan hujan tropis yang terbagi atas tiga formasi, yakni: hutan dataran rendah, hutan pegunungan dan hutan sub alpin. Total jenis vegetasi yang ditemukan dalam plot pengamatan sebanyak 189 jenis, namun yang dapat diidentifikasi sebanyak 166 jenis dari 59 famili, terdiri atas 120 jenis vegetasi pohon dan 46 jenis vegetasi non-pohon (rumput, semak, perdu dan herba). Berdasarkan jumlah anggota spesies pada satu famili maka terdapat lima famili tumbuhan yang mendominasi, yakni Euphorbiaceae 15 jenis (9,04%), Lauraceae 14 jenis (8,43%), Moraceae 14 jenis (8,43%), Myrtaceae 8 jenis (4,82%), dan Rubiaceae 8 jenis (4,82%). Jenis-jenis vegetasi yang teridentifikasi disajikan pada Lampiran 1. Sebaran jumlah jenis vegetasi pohon berdasarkan formasi hutan adalah di kawasan hutan tanaman pinus (700–850 mdpl) sebanyak 14 jenis, hutan dataran rendah (500–1000 mdpl) sebanyak 69 jenis, hutan pegunungan (1000–2400 m dpl) sebanyak 86 jenis dan hutan sub alpin (2400–2700 mdpl) sebanyak 38 jenis. Total jumlah jenis vegetasi sumber pakan mamalia herbivora yang ditemukan di kawasan TNGC sebanyak 45 jenis, terdiri atas 39 jenis ditemukan dalam plot pengamatan dan 6 jenis ditemukan di luar plot pengamatan. Namun demikian, jumlah jenis yang ditemukan dalam plot pengamatan yang dapat diidentifikiasi hanya 38 jenis dari 19 famili. Jenis vegetasi sumber pakan dari didominasi oleh famili Moraceae, Arecaceae, Euphorbiaceae dan Myrtaceae. Famili Moraceae, Euphorbiaceae dan Myrtaceae ditemukan hampir pada semua formasi hutan, kecuali di kawasan hutan tanaman pinus. Sebaran jenis-jenis vegetasi potensial sebagai pakan tersebut adalah sebagai berikut: di kawasan hutan tanaman pinus sebanyak 5 jenis, hutan dataran rendah 32 jenis, hutan pegunungan 30 jenis dan hutan sub alpin sebanyak 15 jenis. Total kepadatan jenis vegetasi potensial sebagai sumber pakan bagi mamalia herbivora di TNGC tertinggi terdapat di kawasan hutan sub alpin, yakni sebanyak 112.750,00 ind./ha sedangkan terendah
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
adalah di kawasan hutan tanaman pinus sebagai sumber pakan mamalia herbivora yakni sebanyak 3.200,00 individu/ha. berdasarkan habitus disajikan pada Tabel 1. Kerapatan jenis-jenis vegetasi potensial Tabel 1. Kerapatan jenis-jenis vegetasi sumber pakan mamalia herbivora di kawasan TNGC Habitus
Tumbuhan bawah Semai
Kepadatan vegetasi sumber pakan mamalia herbivora (individu/ha) HtPn
24.166,66
48.000,00
0
1.600,00
2.240,00
0
3.200,00
Jumlah
3.200,00
Pohon
HtPg
0
Pancang Tiang
HtDR
0
66.666,66 15.200,00 1.366,65
108.999,97
HtSA
0
26.000,00
80.000,00
1.580,00
3.000,00
10.560,00
27.200,00 2.550,00
88.380,00
112.750,00
Keterangan: HtPn=hutan tanaman pinus, HtDR=hutan dataran rendah, HtPg=hutan pegunungan, HtSA=hutan sub alpin
Jenis-jenis vegetasi tumbuhan bawah drum serrature (INP 35,49%) untuk tingkat yang mendominasi kawasan hutan tanaman semai, Lithocarpus ewyckii (INP 31,35%) pinus adalah Eupatorium odoratum (INP untuk tingkat pancang dan Castanopsis 28,68%), sedangkan pada tingkat semai javanica (INP 34,87%) untuk tingkat pohon. didominasi oleh jenis Caliandra caliandra Di kawasan hutan sub alpin, jenis tumbuhan (INP 90,47%). Pada tingkat pancang bawah yang dominan adalah S. crispus (INP didominasi oleh Dillenia excelsa (INP 55,64%), vegetasi tingkat semai didominasi 86,36%), tingkat tiang dan pohon didomijenis Flemingia strobilifera (INP 34,79%), nasi oleh Pinus merkusii dengan INP tingkat pancang didominasi jenis Actinoberturut-turut 268,32% dan 275,85%. Di daphne macroptera (INP 29,52%), tingkat kawasan hutan dataran rendah, jenis-jenis tiang didominai jenis Psychotria viridiflora vegetasi yang dominan adalah sebagai (INP 38,78%) dan tingkat pohon didominasi berikut: tumbuhan bawah didominasi jenis jenis L. ewyckii (INP 41,79%). jukut galunggung (INP 32,71%), tingkat Tingkat kesamaan komunitas berbagai semai didominasi jenis Ficus montana (INP formasi hutan berdasarkan indeks Sorensen 38,89%), tingkat pancang didominasi jenis untuk berbagai tingkat vegetasi di kawasan C. caliandra (INP 19,04%), tingkat tiang TNGC sangar rendah. Maksimum indeks adalah jenis pulus Ficus sp. (INP 22,09%) kesamaan komunitas terjadi pada vegetasi dan tingkat pohon didominasi jenis F. tingkat pertumbuhan pancang antara variegata (INP 31,18%). Jenis-jenis vegetasi formasi hutan pegunungan dengan hutan yang dominan di kawasan hutan pegusub-alpin. Indeks kesamaan komunitas nungan adalah Strobilanthes crispus (INP berbagai formasi hutan di kawasan TNGC 49,00%) untuk tumbuhan bawah, Clerodendisajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks kesamaan komunitas vegetasi pada berbagai formasi hutan di kawasan TNGC Tipe Habitat
Ht. Pinus – Ht. Dataran Rendah Ht. Pinus – Ht. Pegunungan Ht. Pinus – Ht. Sub Alpin
Ht. Dataran Rendah – Ht. Pegunungan Ht. Dataran Rendah – Ht. Sub Alpin Ht. Pegunungan – Ht. Sub Alpin
Tumbuhan Bawah 10,49 5,88 9,57
17,78 14,47 27,37
Semai
9,71 4,60 0,61 4,24 2,38
17,94
Pancang 4,77 2,80 0
14,82
1,34
55,65
Tiang
Pohon
0,37
0,35
1,36 0
13,86
5,89
11,55
0,25 0,28
11,44
3,95
11,68
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
Mamalia Herbivora Kekayaan Jenis
Mamalia herbivora yang ditemukan di kawasan TNGC sebanyak tujuh jenis dari lima famili, yakni: babi hutan Sus scrofa, kijang muncak Muntiacus muntjak, musang
luwak Paradoxurus hermaphroditus, kukang jawa Nycticebus javanicus, lutung budeng Trachypithecus auratus, monyet ekor panjang Macaca fascicularis dan surili Presbytis aygula. Kepadatan jenis-jenis mamalia herbivora disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata kepadatan jenis-jenis mamalia herbivora berdasarkan formasi hutan di kawasan TNGC Nama Lokal
Spesies
Famili
Kijang muncak
M. muntjak
Cervidae
Monyet ekor panjang
M. fascicularis
Babi hutan
S. scrofa
Musang luwak
P. hermaphroditus
Lutung budeng
T. auratus
Kukang jawa
N. javanicus
Surili
P. aygula
Jumlah
HtPn
Suidae
Viverridae Lorisidae
Cercopithecidae Cercopithecidae Cercopithecidae
Formasi Hutan (...ind/ha...)
0,0667 0,0222
0,0889
HtDR
0,0667 0,1667 3,5321 0,4333 4,1988
HtPg
0,1305 0,0850 0,0920 0,2962 0,0838 0,6037
HtSA
0,0819 0,0089 0,0495 0,0047 0,0093 0,0668 0,1484 0,2210
Keterangan: HtPn=hutan tanaman pinus, HtDR=hutan dataran rendah, HtPg=hutan pegunungan, HtSA=hutan sub alpin
Jenis Vegetasi Penentu Sebaran Populasi
Babi hutan (S. scrofa) merupakan jenis mamalia dari famili Suidae yang ditemukan di TNGC. Jenis mamalia ini termasuk omnivora karena pakannya meliputi buahbuahan yang jatuh dan biji-bijian, akarakaran, terna dan bahan tumbuhan lainnya, cacing tanah, serta binatang kecil lainnya (Payne et al. 2000). Makanan babi hutan selalu berubah-ubah menurut musim sepanjang tahun, namun yang paling banyak dikonsumsi adalah buah-buahan dan bijibijian. Di South Carolina, babi hutan banyak memakan berbagai jenis rumput pada musim semi, sedangkan pada musim panas banyak mengkonsumsi akar-akaran, tumbuh-tumbuhan, akar umbi dan daundaunan. Di daerah beriklim lebih hangat, babi hutan memakan apa saja yang menjadi makanannya berdasarkan ketersediaan pakan tersebut di habitatnya (Wood & Roark 1980). Sebaran babi hutan di kawasan TNGC meliputi kawasan hutan dataran rendah, hutan pegunungan dan hutan sub alpin. Keberadaan babi hutan di kawasan ini ditentukan oleh 11 jenis vegetasi, yakni kiplik Ficus sp., surian Palaquium
impressinervium, kiputri Podocarpus neriifolius, huru kopi Saprosma arborea, mareme Glochidion arborescens, cangcaratan Psychotria sp., huru madam Litsea sanguinolenta, pakis Pityrogramma calomelanos, kimeong Timonius sp., kiseer Antidesma tetandrum, dan pasang dadap Lithocarpus sundaicus (F=8,561; p=0,00; r2=0,299). Hubungan keberadaan babi hutan (Y) dengan kepadatan (individu/ha) jenis-jenis vegetasi disajikan pada Tabel 4. Salah satu jenis mamalia herbivora dari famili Cervidae yang ditemukan di TNGC adalah kijang muncak. Jenis ini membutuhkan makanan terutama berupa buah dan semak, serta hanya memakan secara selektif bagian-bagian tumbuhan. Kijang muncak menempati habitat pada satu atau beberapa tipe vegetasi sepanjang tahun, namun lebih banyak menempati habitat daerah bagian atas (Meijaard & Sheil 2008). Perumputan menempati proporsi yang lebih tinggi dalam pemenuhan kebutuhan pakan bagi kijang muncak dibanding dengan pakan buah (Barrette 1977). Sebaran jenis kijang muncak di kawasan TNGC meliputi tiga formasi hutan, yakni hutan tanaman pinus, hutan
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
pegunungan dan hutan sub alpin. Jenis ini tidak ditemukan pada formasi hutan dataran rendah. Jenis-jenis vegetasi penting yang menentukan sebaran kijang muncak di TNGC adalah: mangga pari Mangifera indica, huru langsep Aglaia squamulosa, rukem Falcourtia rukam, huru kawoyang Prunus arborea, kitiwu Miliosma pinnata, calodas Ficus microcarpa, huru mungkal Actinodaphne procera, dan kerteu Alangium rotundifolium (F=7,19; p=0,00; r2=0,19). Hubungan kijang muncak dengan jenis-jenis vegetasi disajikan pada Tabel 4. Musang luwak merupakan jenis mamalia omnivora yang ditemukan pada seluruh formasi hutan di kawasan TNGC. Jenis ini merupakan satwaliar nokturnal arboreal dan terestrial, tetapi lebih aktif di permukaan tanah. Jenis pakan bagi musang luwak meliputi buah-buahan, dedaunan, arthropoda, cacing tanah dan moluska (Payne et al. 2000). Musang luwak dapat hidup pada habitat hutan tinggi, hutan sekunder, perkebunan dan kebun masyarakat. Sebaran jenis musang luwak di TNGC dipengaruhi oleh sebaran jenis nangsi Villebrunea rubescens dan panggang Trevesia sundaica (F=5,025; p=0,007; r2=0,038). Hubungan antara keberadaan musang luwak dengan jenis vegetasi disajikan pada Tabel 4. Kukang merupakan primata yang hidup di hutan tropis Indonesia, menyukai hutan primer dan sekunder, semak belukar dan rumpun-rumpun bambu. Di Indonesia terdapat dua spesies kukang, yakni: N. coucang yang tersebar di Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan serta kepulauan sekitarnya; dan N. javanicus yang penyebarannya hanya di Jawa. Kukang jawa bersifat nokturnal dan arboreal pada sebagian besar pepohonan berukuran kecil sampai sedang. Jenis makanan kukang jawa meliputi binatang-binatang kecil, sebagian besar serangga, dan buah-buahan yang berdaging (Payne et al. 2000). Sebaran populasi kukang jawa di kawasan TNGC dipengaruhi oleh jenis-jenis vegetasi kiputih Litsea cuceba, kilaki Zizyphus horsfieldii, huru jambu Pisonia umbellifera, kitambaga Syzygium antisepticum, saninten C. javanica dan nangsi V. rubescens (F=9,686; p=0,000; r2=0,306)(Tabel 4).
Lutung budeng atau lutung jawa terdiri atas dua sub spesies, yakni lutung budeng T.a. auratus yang berada di kawasan hutan Jawa Timur dan lutung Jawa Barat T.a. mauritus. Lutung budeng termasuk dalam kelompok pemakan daun (folivorous). Sumber pakan bagi lutung budeng adalah jenis-jenis pohon, perdu, epifit/parasit pada pohon dan paku-pakuan. Pergerakan harian kelompok lutung antara 92–132 m/hari dengan luas wilayah jelajah antara 12,4– 18,5 ha. Jenis-jenis vegetasi yang menentukan sebaran populasi lutung budeng di kawasan TNGC adalah kiputri P. neriifolius, huru kopi S. arborea, kiplik Ficus sp., mareme G. arborescens dan surian Palaquiurn impressinervium (F=5,404; p=0,000; r2= 0,098) (Tabel 4). Monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis mamalia pemakan buah (frugivorous) yang sangat selektif. Primata ini memakan buah dan daun-daun muda dari genus Ficus, Dillenia, Diospyros, Koordersiodendron, Dracontomelon, Bambusa sp. dan beranekaragam jenis lainnya (Kurland 1973). Komposisi bagian tumbuhan yang dimakan oleh monyet ekor panjang terdiri atas: daun sebanyak 49,93%, buah 38,54%, bunga 6,60% dan lain-lain sebanyak 5,94% (Sugiharto 1992). Selain sebagai frugivorous, jenis primata ini juga mempunyai alternatif sumber pakan lain, yakni: serangga, rumput, jamur, moluska, krustase, akar, umbi dan telur burung (Lindburg 1980). Ficus spp. merupakan jenis vegetasi yang menjadi sumber pakan utama bagi monyet ekor panjang karena dapat menghasilkan dedaunan muda sepanjang tahun dan berbuah 2-3 kali setiap tahun (Chivers 1980). Di kawasan TNGC, jenis-jenis vegetasi yang menentukan keberadaan monyet ekor panjang adalah: binuang Tetrameles nudiflora, kigambir Uncaria gambir, salam Syzygium polyanthum, huru kadu Elaeagnus latifolius, kopi Canthium confertum, carui Pterospermum javanicum, huru kadoya Dysoxylum alliaceum, sawo manggung Casimiroa edulis, kisampang Evodia latifolia, simpur Dillenia excelsa, benda Artocarpus elasticus, kibonteng Platea latifolia, kacu Artocarpus sp., gintung, afrika, beringin Ficus benjamina dan ipis kulit Decaspermum
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
fruticosum (F=12,293; p=0,000; r2=0,47) (Tabel 4). Surili merupakan primata pemakan daun (folivorous). Komposisi pakan surili meliputi daun 65%, buah 14%, bunga 7% dan biji 1% (Rowe 1996). Di kawasan hutan konsesi Unocal Geothermal Indonesia Gunung Salak Sukabumi, jumlah jenis vegetasi yang dimanfaatkan oleh surili sebagai sumber pakan sebanyak 36 jenis dari 19 famili. Pakan utama surili adalah jenis-jenis vegetasi dari famili Moraceae 26,47% dan Fagaceae 11,76%. Jenis-jenis Tabel 4. Hubungan keberadaan mamalia (Y) vegetasi
vegetasi lain adalah dari famili Euphorbiaceae 8,82%, Araliaceae 5,88%, Myrtaceae 5,88%, Rubiaceae 5,88% dan famili lainnya 35,29% (Siahaan 2002). Di kawasan TNGC, sebaran populasi surili dipengaruhi oleh jenis-jenis vegetasi kiputri P. neriifolius, huru kopi S. arborea, mareme G. arborescens, surian P. impressinervium, kiplik Ficus sp., cangcaratan Psychotria sp., huru madam L. sanguinolenta, pasang L. ewyckii dan pasang dadap L. sundaicus (F=8,494; p=0,000; r2=0,239) (Tabel 4).
dengan kepadatan (individu/ha) jenis-jenis
Babi hutan (Sus scrofa) Y = 0,074 + 0,003.Kiplik + 0,001.Surian + 0,006.Kiputri + 0,003.Huru_kopi + 0,003.Mareme + 0,006.Cangcaratan + 0,001.Huru_madam + 0,001.Pakis + 0,005.Kimeong + 0,003.Kiseer + 0,002.Pasang_dadap Kijang muncak (Muntiacus muntjak) Y = 0,028 + 0,007.Mangga_pari + 0,014.Huru_langsep + 0,003.Rukem + 0,005.Huru_kawoyang + 0,007.Kitiwu + 0,005.Calodas + 0,006.Huru_mungkal + 0,004.Kerteu Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) Y = 0,065 + 0,001.Nangsi + 0,003.Panggang Kukang (Nycticebus javanicus) Y = 0,002 + 0,001.Kiputih + 0,001.Kilaki + 0,005.Huru_jambu + 0,001.Kitambaga + 0,0000539.Saninten + 0,0000669.Nangsi Lutung budeng (Trachypithecus auratus) Y = 0,199 + 0,016.Kiputri + 0,008.Huru_kopi + 0,007.Kiplik + 0,009.Mareme + 0,004.Surian Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) Y = 0,288 + 0,132.Binuang + 0,395.Kigambir + 0,296.Salam + 0,395.Huru_kadu + 0,296.Kopi + 0,084.Carui + 0,036.Huru_kadoya + 0,065.Sawo_manggung + 0,065.Kisampang + 0,092.Simpur + 0,087.Benda + 0,079.Kibonteng + 0,078.Kacu + 0,133.Gintung + 0,564.Afrika + 0,244.Beringin + 0,034.Ipis_kulit Surili (Presbytis aygula) Y = 0,066 + 0,008.Kiputri + 0,004.Huru_kopi + 0,005.Mareme + 0,002.Surian + 0,004.Kiplik + 0,007.Cangcaratan + 0,001.Huru_madam + 0,001.Pasang + 0,003.Pasang_dadap
Berdasarkan hubungan jenis-jenis vegetasi dengan sebaran mamalia herbivora maka terdapat 44 jenis vegetasi dari 23 famili yang menentukan sebaran mamalia di kawasan TNGC. Famili vegetasi yang paling menentukan sebaran mamalia adalah Moraceae, Rubiaceae dan Lauraceae. Hubungan Antar Mamalia Herbivora
Jenis-jenis satwaliar mamalia herbivora yang ditemukan di kawasan hutan TNGC dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni mamalia herbivora terestrial dan arboreal. Jenis satwaliar yang termasuk dalam herbivora terestrial adalah babi hutan, kijang muncak dan musang luwak; sedangkan herbivora arboreal
adalah kukang jawa, lutung budeng, monyet ekor panjang dan surili. Berdasarkan korelasi Pearson (r) maka sebaran populasi babi hutan memiliki hubungan positif yang sangat nyata dengan musang luwak, kukang jawa, lutung budeng dan surili; tetapi berhubungan negatif sangat nyata dengan monyet ekor panjang. Populasi kijang muncak berhubungan negatif sangat nyata dengan kukang jawa, lutung budeng dan monyet ekor panjang; sedangkan musang luwak berhubungan berhubungan positif sangat nyata dengan kukang jawa dan surili tetapi berhubungan negatif sangat nyata dengan monyet ekor panjang. Jenis mamalia herbivora terestrial kukang jawa berhubungan negatif sangat nyata dengan lutung budeng dan monyet ekor panjang. Lutung budeng memiliki
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
hubungan negatif nyata dengan monyet sangat nyata dengan surili. Koefisien ekor panjang tetapi berhubungan positif korelasi dan tingkat signifikansi antar sangat nyata dengan surili; sedangkan mamalia herbivora disajikan pada Tabel 5. monyet ekor panjang berhubungan negatif Tabel 5. Koefisien korelasi antar jenis mamalia herbivora di kawasan TNGC Jenis Mamalia Babi hutan
Kijang muncak Musang luwak Kukang jawa
Lutung budeng
Monyet ekor panjang
r Sig. r
Sig. r
Sig.
Kijang muncak
Musang luwak
Kukang jawa
0,385
0,000
0,001
–0,055
0,534** 0,051 0,418
r
Sig. r
Sig.
0,213**
0,517**
Monyet ekor panjang –0,421**
0,770**
0,000
0,000
0,108
Lutung budeng 0,000
–0,231**
–0,336**
0,000
0,534
0,000
0,532**
–0,039
–0,198** 0,002
r
Sig.
0,000
–0,246** –0,414** 0,000
–0,146* 0,020
–0,161* 0,010
Keterangan: **) = korelasi sangat nyata pada α=0,01; *) = korelasi nyata pada α=0,05
Karnivora
Selain jenis-jenis mamalia herbivora juga ditemukan dua jenis mamalia karnivora, yakni macan tutul jawa Panthera pardus melas kucing hutan atau kucing kuwuk Prionailurus bengalensis. Macan tutul jawa merupakan satwa karnivora dari suku Felidae. Pakan macan tutul jawa meliputi binatang melata, ketam, serangga, kelelawar, penyu laut, landak, trenggiling, burung merak, ayam hutan, teledu, musang, owa abu-abu, monyet ekor panjang dan anjing (Hoogerwerf 1970, Grzimek 1975, Lekagul & McNeely 1977, Dit. PPA 1982). Meskipun jenis sumber pakan macan tutul beragam, tetapi sebaran macan tutul di kawasan TNGC hanya berhubungan positif nyata dengan sebaran musang luwak. Kucing hutan merupakan satwa nokturnal dan arboreal yang dapat menempati habitat berupa areal hutan, perkebunan dan kebun masyarakat. Jenis pakan bagi kucing hutan meliputi mamalia kecil dan serangga besar (Payne et al. 2000). Di kawasan TNGC sebaran kucing hutan hanya berhubungan positif dengan musang luwak.
Surili
0,000 0,101
0,253** 0,000
–0,099 0,116
0,506** 0,000
–,294** 0,000
PEMBAHASAN Sebaran populasi sebagian jenis mamalia herbivora berhubungan sangat nyata dengan sebaran jenis-jenis vegetasi sumber pakan. Berdasarkan koefisien kesamaan komunitas Jaccard maka hampir semua tipe habitat yang diamati dapat dikategorikan memiliki komunitas yang berbeda antar satu tipe habitat dengan tipe habitat lainnya. Koefisien kesamaan komunitas tertinggi terjadi antara tipe habitat hutan pegunungan dengan hutan sub alpin, yakni untuk komunitas tumbuhan bawah sebesar 27,37%, untuk tingkat pertumbuhan semai sebesar 17,94%, tingkat pertumbuhan pancang sebesar 55,65%, tingkat pertumbuhan tiang sebesar 11,55% dan tingkat pertumbuhan pohon sebesar 11,68%. Kesamaan komunitas tumbuhan yang rendah antar tipe habitat ternyata memberikan pengaruh terhadap perbedaan jenis-jenis mamalia herbivora yang menempati habitat bersangkutan. Mamalia herbivora di TNGC sebagian besar ditemukan di tipe habitat hutan sub alpin, yakni sebanyak 7 jenis. Koefisien kesamaan komunitas Jaccard untuk mamalia herbivora
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
tertinggi terjadi antara tipe habitat hutan pegunungan dengan hutan sub alpin, yakni sebesar 70,55%. Salah satu jenis mamalia di kawasan TNGC yang sebarannya hampir tidak bergantung pada sebaran vegetasi dan tipe ekosistem adalah P. hermaphroditus. Hal ini ditunjukan oleh ditemukannya musang luwak pada seluruh tipe ekosistem yang diamati. Meskipun P. hermaphroditus membutuhkan pakan sebagian besar berupa buah dan daun, namun jenis ini hanya berhubungan dengan V. rubescens dan T. sundaica yang menghasilkan buah keras. Selain itu, berdasarkan tipe habitat maka P. hermaphroditus merupakan salah satu jenis mamalia yang dapat hidup pada habitat hutan tinggi, hutan sekunder, perkebunan maupun kebun masyarakat. Hutan tanaman pinus merupakan tipe ekosistem yang miskin keanekaragaman jenis-jenis vegetasi. Selain mamalia P. hermaphroditus, di kawasan ini hanya ditemukan jenis S. scrofa dan M. muntjak. Jenis M. muntjak dapat menempati habitat beberapa tipe vegetasi sepanjang tahun dengan pakan utama berupa buah dan semak, namun lebih banyak menempati habitat daerah bagian atas (Meijaard & Sheil 2008). Jenis-jenis pohon penghasil buah yang menentukan sebaran M. muntjak di TNGC adalah A. squamulosa, F. rukam, P. arborea, M. pinnata, F. microcarpa, A. procera, dan A. rotundifolium. Selain itu, di kawasan hutan tanaman juga ditemukan jenis-jenis sumber pakan M. muntjak antara lain Calliandra callothyrsus, Eupatorium odoratum, Melastoma sylvaticum dan Desmodium heterophyllum. Keberadaan M. muntjak berhubungan erat dengan N. javanicus, T. auratus dan M. fascicularis. Hal ini mengindikasikan bahwa M. muntjak memanfaatkan buah-buahan dari pohon tinggi seperti F. microcarpa yang terjatuh maupun sisa makanan jenis-jenis primata. Selain M. muntjak, keberadaan S. scrofa juga hubungan sangat erat dengan keberadaan primata. Namun demikian, jenis pohon penghasil buah yang dimakan oleh S. scrofa berbeda dengan M. muntjak. Jenisjenis pohon yang menentukan keberadaan S. scrofa adalah Antidesma tetandrum, Ficus sp., G. arborescens, L. sundaicus, L.
sanguinolenta, P. impressinervium, P. calomelanos, P.s neriifolius, Psychotria sp., S. arborea dan Timonius sp. Kedua mamalia herbivora terestrial ini diduga memanfaatkan sisa makanan primata sebagai salah satu sumber pakannya. Di habitat hutan dataran rendah hanya ditemukan jenis-jenis S. scrofa, P. hermaphroditus, M. fascicularis dan T. auratus. Kondisi hutan dataran rendah yang cenderung terganggu berpengaruh terhadap jenis-jenis mamalia yang menempatinya, yakni pada umumnya mamalia yang menyukai daerah terbuka seperti Macaca fascicularis dan jenis yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap perubahan lingkungan. Berdasarkan kepadatan populasi maka habitat hutan dataran rendah merupakan habitat yang memiliki total kepadatan populasi tertinggi dibanding dengan tipe habitat lainnya, yakni kepadatan M. fascicularis 3,5321 individu/ha, T. auratus 0,4333 individu/ha, Sus scrofa 0,0667 individu/ha dan P. hermaphroditus 0,1667 individu/ha. Jenis-jenis mamalia yang ditemukan di habitat hutan pegunungan P. aygula, T. auratus, S. scrofa, M. muntjak dan P. hermaphroditus. Meskipun memiliki jumlah jenis yang lebih tinggi dibanding dengan tipe hutan dataran rendah, namun total kepadatan populasi lebih rendah dibanding dengan habitat hutan dataran rendah. Total kepadatan populasi di habitat hutan pegunungan hanya 0,5956 individu/ha, yang terdiri atas P. aygula 0,0838 individu/ha, T. auratus 0,2962 individu/ha, S. scrofa 0,1305 individu/ha, M. muntjak 0,0850 individu/ha dan P. hermaphroditus 0,0920 individu/ha. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada habitat ini merupakan jenis yang merupakan sumber pakan bagi jenis-jenis mamalia pemakan daun dan buah. Semua jenis mamalia herbivora yang ditemukan pada penelitian ini dijumpai di habitat hutan sub alpin. Namun demikian, total kepadatan populasi seluruh mamalia herbivora di habitat ini lebih rendah dibanding dengan tipe habitat hutan pegunungan maupun hutan dataran rendah. Kekayaan jenis mamalia herbivora di
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
habitat hutan sub alpin ini berbanding terbalik dengan kekayaan jenis tumbuhan. Kekayaan jenis tumbuhan di TNGC berangsur-angsur menurun dari tipe habitat hutan dataran rendah, habitat hutan pegunungan hingga habitat hutan sub alpin. Penurunan kekayaan jenis tumbuhan ini sesua dengan hasil penelitian Kitayama (1992) yang menyatakan bahwa kekayaan jenis tumbuhan tertinggi pada kawasan dengan ketinggian sekitar 1400 m dpl dan akan menurun secara perlahan pada ketinggian tempat 2600–2800 mdpl. KESIMPULAN
Keberadaan musang luwak P. Hermaphroditus tidak dipengaruhi oleh sebaran vegetasi dan tipe ekosistem, sebaliknya kesamaan komunitas tumbuhan yang rendah antar tipe habitat ternyata memberikan pengaruhi terhadap perbedaan jenis-jenis mamalia. DAFTAR PUSTAKA
Barrette C. 1977. Some aspects of the behaviour of muntjacs in Wilpattu National Park. Mammalia 41:1–34. Belovsky GE and OJ Schmitz. 1994. Plant defense and optimal foraging by mammalian herbivores. Journal of Mammalogy 75:816–832. Chivers DJ. 1980. The siamang in Malaya: A field study of primate in trophical rain forest. Contribution on Primatology 4:1–135. Colebrook WF, JL Black, DB Purger, WJ Collins and RC Rossiter. 1990. Factors affecting diet selection by sheep V. Observed and predicted preference ranking for six cultivars of subterranean clover. Australian Journal of Agricultural Research 41:957–967. [Dit PPA] Direktorat Perlindungan dan Pelestarian Alam. 1978. Mamalia di Indonesia. Direktorat Perlindungan dan Pelestarian Alam Direktorat Jenderal Kehutanan. Bogor. Grzimek B. 1975. Animal Life Encyclopedia Vol. 12, Mammal III. London: Van Nostrand Reinhold Company.
Hoogerwerf A. 1970. Ujung Kulon, The Land of The Last Javan Rhinoceros. Leiden: EJ Brill. Kitayama K. 1992. An altitudinal transect study of the vegetation on Mount Kinabalu, Borneo. Vegetatio 102:149–171. Kurland J. 1973. A natural historis of kera macaques (Macaca fascicularis) at Kutai Reserve Kalimantan Timur. Indonesia. Primates 14:245–263 Laska M, JML Baltazar and ER Luna. 2003. Food preferences and nutrinet composition in captive pacas Agouti paca (Rodentia, Dasyproctidae). Mammalian Biology 68:31–41. Lekagul B and JA McNeely. 1977. Mammals of Thailand. Bangkok: Kurusapha Ladprao Press. Lindburg DG. 1980. The Macaques: Studies in ecology, behavior and evolution (Ed). Van Nostrand Reinhold Company. New York. 384p. Meijaard E and D Sheil. 2008. The persistence and conservation of Borneo’s mammals in lowland rain forests managed for timber: observations, overviews and opportunities. Ecological Restoration 23: 21–34. Milton K. 1979. Factors influencing leaf choice by howler monkeys: A test of some hypotheses of food selection by generalist herbivores. The American Naturalist 114:362–378. Ohsawa M. 1995. Latitudinal comparison of altitudinal changes in forest structure, leaf-type, and species richness in humid monsoon Asia. Vegetatio 121:3–10. Payne J, CM Francis, K Phillipps dan SN Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. Bogor: Wildlife Conservation Society Indonesia Program. Siahaan AD. 2002. Pendugaan parameter demografi populasi surili (Presbytis aygula Linnaeus 1758) di kawasan Unocal Geothermal Indonesia, Gunung Salak [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor .
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
Sugiharto G. 1992. Studi perilaku makan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Tinjil, Jawa Barat [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor . Richards LA and PD Coley. 2007. Seasonal and habitat differences affect the impact of food and predation on herbivores: a comparison between gaps and understory of a tropical forest. Oikos 116: 31–40. Tolkamp BJ, RJ Dewhurst, NC Friggens, I Kyriazakis, RF Veerkamp and JD
Oldham. 1998. Diet choice by dairy cows 1: Selection of feed protein content during the first half of lactation. Journal of Dairy Science 81:2657–2669. van Wiesen SE. 1996. Do large herbivores select a diet that maximizes shortterm energy rate? Forest Ecological Management 88:149–156. Wood GW and DN Roark. 1980. Food habits of feral hogs in Coastal South Carolina. Journal of Wildlife Management 44:506–511.
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
Lampiran 1. Jenis-jenis tumbuhan di kawasan TNGC No.
Nama Lokal
1 Kileho 2 Kerteu, kereteup 3 Daho 4 Renghas 5 Limus 6 Mangga pari 7 Lame 8 Pulai, kame, lame 9 Jelutung 10 Angrit 11 Kijago 12 Panggang 13 Huru dapung 14 Huru lancang 15 Binuang 16 Simpur 17 Huru kadu 18 Wuni 19 Pereng 20 Huru koneng, kiseer 21 Kiendog 22 Cerem 23 Huru duren 24 Kisereh 25 Mareme 26 Kipare 27 Mara 28 Kurai 29 Kareumbi 30 Tarisi 31 Kaliandra 32 Kihiur, huru saninten 33 Saninten, kingkilaban 34 Pasang 35 Pasang dadap/sapu 36 Picung 37 Rukem 38 Kibonteng 39 Hambirung, kimeri 40 Huru piit 41 Huru mungkal 42 Kiteja 43 Kiamis 44 Petag hurang, kihurang 45 Huru kembang 46 Huru kawoyang 47 Kiputih 48 Huru kiteja 49 Huru madam 50 Huru menceng 51 Kitales 52 Huru terong
Spesies
Saurauia sp. Alangium rotundifolium Dracontomelon dao (Blanco) Merr Gluta renghas Mangifera foetida Lour. Mangifera indica L. Alstonia angustiloba Miq. Alstonia scholaris (L) R.Br. Dyera lowii Kopsia sp Macropanax dispermum Trevesia sundaica Miq. Combretum sp. Connarus sp. Tetrameles nudiflora Dillenia excelsa Elaeagnus latifolius Antidesma bunius (L.) Spreng. Antidesma montanum Bl Antidesma tetandrum Bl. Aporosa sphaeridophora Merr. Breynia cernua (Poir.) M.A. Drypetes longifolia Exoecaria virgata Glochidion arborescens Glochidion rubrum Macaranga rhicinoides Mallotus paniculatus Omalanthus populneus Albizia lebbeck Caliandra caliandra Castanopsis accuminatissima (Bl.) DC. Castanopsis javanica (Bl.) DC. Lithocarpus ewyckii Lithocarpus sundaicus Pangium edule Falcourtia rukam Platea latifolia Bl. Engelhardia servata Actinodaphne macroptera Actinodaphne procera Nees Cinnamomum burmanii Ness ex Bl. Cinnamomum iners Reinw. ex Bl. Cryptocarya densiflora Bl. Cryptocarya ferrea Bl. Endiandra rubescens (Bl) Miquel Litsea cuceba (Lauv) Pers. Litsea lanceolata Litsea sanguinolenta Machilus rimosa Notaphoebe umbelliflora Persea excelsa (Blume) Kosterm.
Famili
Actinidiaceae Alangiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Apocynaceae Apocynaceae Apocynaceae Apocynaceae Araliaceae Araliaceae Combretaceae Cornaceae Datiscaceae Dilleniaceae Elaegnaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Fabaceae Fabaceae Fagaceae Fagaceae Fagaceae Fagaceae Flacouraceae Flacourtiaceae Icacinacae Juglandaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae
Formasi HPn HDR HPg HSA √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
Lampiran 1. Lanjutan No.
Nama Lokal
53 Huru nangka 54 Bungur 55 Kait besi 56 Huru cantigi 57 Huru langsep 58 Kadoya, huru kadoya 59 Andewi, sentul 60 Lantoro 61 Petai-petaian 62 Benda 63 Kacu 64 Hampelas 65 Beringin 66 Pangsor 67 Beunying 68 Hamberang 69 Bisoro 70 Calodas 71 Manis mata 72 Walen 73 Kiplik 74 Pulus 75 Kondang 76 Ipis kulit 77 Kibereum 78 Ceremeh 79 Kitambaga 80 Petag 81 Putat manggung 82 Salam 83 Petag kopo, huru salam 84 Huru jambu 85 Hahapan 86 Pinus 87 Kibima, jamuju 88 Kiputri 89 Sawuhem 90 Afrika 91 Kilaki 92 Kawoyang, kitamiang 93 Kopi 94 Cangcaratan 95 Huru tangkil 96 Huru kopi 97 Kimeong 98 Kigambir 99 Gempol 100 Huru meuhmal 101 Kisampang 102 Kitiwu 103 Lingsir 104 Kihoe
Spesies
Persea rimosa (Bl.) Kosterm. Lagerstroemia speciosa Memecylon excelsum Bl. Aglaia odorata Aglaia squamulosa Dysoxylum alliaceum Sandoricum koetjape Merr. Leucaena glauca Bth. Parkia javanica Merr. Artocarpus elasticus Reinw. ex Bl. Artocarpus sp. Ficus ampelas Ficus benjamina L Ficus callosa Willd. Ficus fistulosa Ficus grossularoides Burm. f. Ficus hispida Ficus microcarpa Ficus montana Burm. f. Ficus ribes Ficus sp. Ficus sp. Ficus variegata Decaspermum fruticosum Eugenia spicata Lamk. Eugenia uniflora Syzygium antisepticum (Bl.) Syzygium densiflorum Syzygium lineatum Syzygium polyanthum Walp Syzygium pycnanthum Pisonia umbellifera Seem. Flemingia strobilifera R.Br. Pinus merkusii Podocarpus imbricatus Bl. Podocarpus neriifolius D. Don Xanthophyllum excelsum Miq. Maesopsis eminii Zizyphus horsfieldii Prunus arborea (Bl.) Kalkm. Canthium confertum Psychotria sp. Psychotria viridiflora Saprosma arborea Timonius sp. Uncaria gambir Roxb. Nauclea excelsa Acronychia sp. Evodia latifolia Miliosma pinnata Guioa pleuroptesis Macecocarpus pubescens
Formasi HPn HDR HPg HSA Lauraceae √ √ Lythraceae √ Melastomataceae √ Meliaceae √ √ Meliaceae √ √ Meliaceae √ √ √ Meliaceae √ √ Mimosaceae √ Mimosaceae √ Moraceae √ √ Moraceae √ √ √ Moraceae √ √ Moraceae √ √ Moraceae √ Moraceae √ √ √ Moraceae √ √ Moraceae √ √ Moraceae √ √ Moraceae √ Moraceae √ √ Moraceae √ √ Moraceae √ √ Moraceae √ √ Myrtaceae √ √ Myrtaceae √ Myrtaceae √ Myrtaceae √ √ Myrtaceae √ √ √ Myrtaceae √ Myrtaceae √ Myrtaceae √ √ Nyctaginaceae √ Papilionaceae √ Pinaceae √ Podocarpaceae √ √ Podocarpaceae √ Polygalaceae √ Rhamnaceae √ √ Rhamnaceae √ √ Rosaceae √ √ Rubiaceae √ √ √ Rubiaceae √ √ Rubiaceae √ √ Rubiaceae √ Rubiaceae √ √ Rubiaceae √ Rubiaceae √ Rutaceae √ √ Rutaceae √ √ Sabiaceae √ Sapindaceae √ √ Sapindaceae √ Famili
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
Lampiran 1. Lanjutan No.
Nama Lokal
105 Rerak 106 Sawo manggung 107 Pungpurutan 108 Surian 109 Canar 110 Bintinu 111 Carui 112 Hantap 113 Jirag 114 Huru sawo 115 Huru kibeunter 116 Kibeunter 117 Camun 118 Leksa 119 Gurunggutu 120 Nangsi, ruyung 121 Antret 122 Baboyoran 123 Beti 124 Bosot 125 Canggogo 126 Depak 127 Gintung 128 Huru kapundung 129 Kutupuk 130 Singadapa 131 Nilam 132 Pecah beling 133 Poh-pohan 134 Kicarirang 135 Talas-talasan 136 Talas hutan 137 Binbin 138 Kawung 139 Kawung monyet 140 Bubuai 141 Kirinyuh 142 Babadotan 143 Kispong 144 Begonia 145 Paku tihang 146 Seruni 147 Paku-pakuan 148 Teki 149 Karas tulang 150 Singkong 151 Meniran 152 Orok-orok 153 Babakoan 154 Harendong 155 Kisuruh 156 Pandan
Formasi HPn HDR HPg HSA Mischocarpus pentapetankul sundaicus Sapindaceae √ Casimiroa edulis Sapotaceae √ √ Mimusops elengi Sapotaceae √ √ √ Palaquiurn impressinervium Sapotaceae √ Smilax leucophylla Smilacaceae √ √ √ Melochia umbullata Sterculiaceae √ √ Pterospermum javanicum Sterculiaceae √ √ Sterculia coccinea Jack Sterculiaceae √ Symplocos fasciculata Zoll. Symplocaceae √ √ Symplocos odoratissima Symplocaceae √ √ Debregeasia sp. Urticaceae √ Macutia diversifolia Urticaceae √ √ √ Pipturus incanus (BI.) Wedd Urticaceae √ Poikilospermum suaveolens Urticaceae √ Clerodendrum serrature (L.) Spr. Verbenaceae √ √ Villebrunea rubescens Verbenaceae √ √ UK UK √ UK UK √ UK UK √ UK UK √ UK UK √ UK UK √ UK UK √ √ UK UK √ √ UK UK √ UK UK √ Hemigraphis confinis (Nees) T. Ander Acanthaceae √ Strobilanthes crispus Acanthaceae √ √ √ Buchanania arborescens (Bl.) Bl. Anacardiaceae √ Cladium bicolor Araceae √ Colocasia esculenta (L) Shott Araceae √ Homalomena cordata Schott. Araceae √ Areca pumida Arecaceae √ √ Arenga pinnata (Wurmb) Merr. Arecaceae √ √ Arenga sp. Arecaceae √ Pinanga coronata Arecaceae √ √ Eupatorium odoratum L.f. Asteraccae √ √ √ Ageratum conyzoides L. Asteraceae √ √ √ Emilia sonchifolia (L.) DC. ex Wight Asteraceae √ Begonia laciniata Roxb Begoniaceae √ Cyathea contaminans Ceatheaceae √ Wedelia biflora (L.) DC. Compositae √ Alsophila glauca J.Sm. Cyatheaceae √ √ √ √ Cyperus compactus Cyperaceae √ Euphorbia teruccali Euphorbiaceae √ √ Manihot esculenta Crautz Euphorbiaceae √ Phyllanthus urinaria Linn Euphorbiaceae √ Clotaria striata Fabaceae √ Scaevola frutescens Goodenaeaceae √ Melastoma sylvaticum Blume Melastomataceae √ √ √ Nyctanthes arboristis L. Oleaceae √ Pandanus polycephalus Lamk. Pandanaceae √ √ Spesies
Famili
Jurnal Biologi Indonesia 5(3):279–294; Februari 2009
Lampiran 1. Lanjutan No.
Nama Lokal
157 Kacang-kacangan 158 Sengserehan 159 Seruh 160 Sereh gunung 161 Jukut embun 162 Ilat (Ilalang) 163 Rumput gajah 164 Seta 165 Pakis hatta 166 Pakis 167 Jukut bau 168 Cabe hutan 169 Hurip cai 170 Lantanan 171 Pulus hutan 172 Tembelekan 173 Tepus 174 Laja gowa 175 Laos 176 Lampuyan 177 Bokoran 178 Bunga sagu 179 Bunga talas 180 Jukut galunggung 181 Jukut kilaki 182 Jukut rambat 183 Kembang kingkong 184 Oyeh 185 Pokpongsueng 186 Rerambatan 187 Rinai 188 Rumput rambat 189 Rumput-rumputan
Spesies
Desmodium heterophyllum D.C. Piper aduncumLinn. Piper betle Piper caducibrateum C.DC Bothriochloa pertusa Imperata cylindrica (L.) Beauv. Pennisetum purpureum Setaria sphacelata Acrostichum aureum L. Pityrogramma calomelanos (L.) Link Paederia scandens (Lour.) Merr. Capsicum annuum L. Pteudoran themum Centella asiatica (L.) Urb. Laportea stimulans Lantana camara L. Achasma megalocheilos Griff. Alpinia malaccensis Languas sp. Zingiber americans Bl. UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK
Famili
Papilionaceae Piperaceae Piperaceae Piperaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Polypodiaceae Polypodiaceae Rubiaceae Solanaceae Sterculiaceae Umbelliferae Urticaceae Verbenaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Zingiberaceae UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK UK
Formasi HPn HDR HPg HSA √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √