BAB I PENDAHULUAN Hutan alam dikenal sebagai suatu ekosistem yang stabil, dimana di dalamnya terjadi harmonisasi interaksi baik antar komponen biotik yang ada maupun antara komponen biotik dan abiotik. Dengan sendirinya, keberadaan komponen yang satu akan saling mempengaruhi keberadaan komponen yang lain. Keharmonisan proses ekologi yang demikian akan dengan cepat berubah ketika salah satu komponennya terganggu. Sejarah mencatat bahwa proses pengubahan hutan alam ke bentuk vegetasi lain oleh aktivitas manusia yang dimulai sejak ribuan tahun yang lalu merupakan sebuah contoh klasik tentang perubahan bentuk-bentuk ekosistem. Perubahan bentuk ekosistem ini meningkat dengan cepat sejak dekade tahun 1970an, ketika mulai diijinkannya penebangan pohon secara komersial, pelaksanaan program transmigrasi dan menjamurnya proyek-proyek hutan tanaman dan perkebunan. Sebagai akibat dari perubahan itu tidak mengherankan jika beberapa jenis sumberdaya biologinya mengalami kelangkaan, erosi genetika, karena tidak mengindahkan dan memperhatikan kaidah pelestariannya. Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi. Oleh karena itu keberadaan Taman Nasional tidak bisa dipungkiri tidak saja sekadar memenuhi fungsi-fungsi tersebut di atas, akan tetapi juga sebuah kawasan yang menyimpan keanekaragaman hayati dan merupakan daerah tangkapan air. Gunung Salak merupakan kawasan yang masih menyimpan banyak misteri tentang kekayaan hayati beserta ragam pemanfaatannya. Sayangnya potensi ini telah banyak mengalami penyusutan seiring dengan laju kerusakan hutan yang diakibatkan berbagai kegiatan manusia atau bahkan berbagai kebijakan yang kurang mempertimbangkan kelestariannya. Untuk mengantisipasi kerusakan yang lebih parah, maka pada tahun 2003 kawasan Salak ditunjuk sebagai bagian dari kawasan taman nasional. Penjelajahan untuk mengungkap flora yang terdapat di kawasan Gunung Salak dianggap penting karena beberapa penelitian tentang flora fauna yang pernah dilakukan di kawasan hutan gunung Salak diantaranya, di daerah Awibengkok (Kartawinata et al.,1985), Cianten (Mirmanto, 1991) dan koridor antara G. Salak dan G. Halimun (Wiriadinata, 1997). Bahkan jauh sebelumnya, gunung Salak merupakan magnet bagi para ilmuwan botani, tercatat diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh seorang botanis berkebangsaan Swedia Claes Frederic Hornstedt (1758-1809), murid dari Thunberg, kemudian disusul Hornstedt pada tahun 1783, Reinwardt pada tahun 1817 (Steenis 2006). Sejauh ini data dan informasi yang dikumpulkan masih juga belum memadai jika dibandingkan dengan data dan informasi
1
yang terkumpul dari kawasan hutan gunung Halimun. Itulah sebabnya penelitian dirasa masih diperlukan untuk melengkapi data dan informasi flora dan fauna dari kawasan hutan gunung Salak. Penelitian mendasar dari aspek ekologi vegetasi, etnobotani, eksplorasi dan inventarisasi keanekaragaman jenis tumbuhan dan keterkaitannya dengan kondisi habitat diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya pengelolaan Taman Nasional Halimun Salak. Penelitian ekologi vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode petak, sedangkan penelitian etnobotani dilaksanakan dengan menggali informasi dari masyarakat di sekitar lokasi penelitian. Untuk melengkapi data dan informasi keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan eksplorasi dan inventarisasi. Penelitian kali ini merupakan kegiatan bersama antara Pusat Penelitian Biologi LIPI dengan JICAGunung Halimun Salak National Park Management Project (GHSNPMP). Hasilnya diharapkan dapat disumbangkan dalam rangka membuat “guiden book” untuk menentukan arah dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi Halimun – Salak yang melibatkan masyarakat.
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan konservasi Indonesia yang berfungsi selain melindungi flora dan fauna unik yang ada di dalamnya juga mempungai fungsi lain yang tak kalah pentingnya yaitu sebagai pengatur tata air, pendidikan, penelitian, sumber plasma nutfah, pengembangan budidaya, rekreasi dan pariwisata. Dari pengertian tersebut tergambar bahwa betapa besar manfaat Taman Nasional sebagai pelayanan jasa. Awalnya kawasan ini merupakan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) yang ditetapkan melalui SK Menhut No. SK 282/KptsII/Menhut/1992 tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 hektar dan pada tanggal 23 Maret 1997 ditetapkan sebagai salah satu unit pelaksana teknis di Departemen Kehutanan. Seiring dengan tingginya proses degradasi hutan di Indonesia dan dengan adanya desakan parapihak yang peduli terhadap konservasi hutan, maka pada tahun 2003 kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut, dan kawasan sekitarnya yang sebelumnya merupakan kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola oleh perum Perhutani selanjutnya dialih fungsikan menjadi kawasan konservasi melalui SK Menhut No. SK 175/Kpts-II/Menhut/2003 tanggal 10 Juni 2003 menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan luas 113.357 ha.
Kawasan TNGHS secara administratif
terletak di 2 (dua) propinsi yaitu Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten serta 3 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Lebak. Kawasan TNGHS mempunyai ketinggian berkisar antara 500 – 2.211 mdpl.
Topografinya
bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Di sekitar kawasan TNGHS terdapat bukit memanjang mulai dari gunung Endut (di sebelah Barat) melintas gunung Kendeng (di kawasan Baduy) kemudian
2
perlahan menurun sampai ke gunung Honje dan semenanjung Ujung Kulon. Sedangkan di sebelah Timur berhubungan dengan gunung Gede Pangrango yang dipisahkan oleh sungai Citatih, sungai Cisadane dan jalan propinsi Ciawi – Sukabumi. Beberapa gunung yang ada di sebelah barat kawasan ini yaitu gunung Endut Barat (1.297 mdpl), gunung Pameungpeuk (1.455 mdpl), gunung Ciawitali (1.530 mdpl), gunung Kencana (1.831 mdpl), gunung Halimun Utara (1.929 mdpl), gunung Sanggabuana (1.920 mdpl), dan gunung Botol (1.850 mdpl). Sedangkan gunung-gunung yang terdapat di sebelah Timur Laut adalah gunung Kendeng Utara (1.377 mdpl), gunung Salak 1 (2.211 mdpl), gunung Salak 2 (2.180 mdpl), gunung Endut Timur (1.471 mdpl) dan gunung Sumbul (1.926 mdpl). Di bagian tenggara terdapat gunung kendeng Selatan (1.680 mdpl), gunung Panenjoan (1.350 mdpl), gunung Halimun Selatan (1.758 mdpl), Geologi kawasan TNGHS merupakan bagian dari deretan pegunungan Sumatra. Sebagian besar kawasan tersusun atas batuan vulkanik breksi, basaltik dan lava andesit dari periode Pleistosin dan beberapa strata dictic dari periode Prepleiosin (sekitar 10 – 20 juta tahun yang lalu). Berdasarkan peta tanah tinjau Jawa Barat, jenis tanah di daerah ini terdiri atas asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, asosiasi latosol coklat dan latosol coklat kekuningan, latosol coklat kemerahan dan latosol coklat, asosiasi latosol coklat kemerahan dan laterit, komplek latosol coklat kemerahan dan lithosol, asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu (LP Tanah, 1966). Bahkan Gunung Salak sampai saat ini masih berstatus gunung berapi strato type A dan tercatat terakhir meletus tahun 1938. Gunung Salak memiliki kawah yang masih aktif dan dikenal dengan nama Kawah Ratu. Menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson (1951) iklim di daerah kawasan TNGHS termasuk tipe A, dengan curah hujan tahunan sebesar 4.000 – 6.000 mm. Rata-rata curah hujan bulanan selalu > 100 mm, dengan bulan terkering (+ 200 mm) pada Juni sampai September dan terbasah (+ 550 mm) antara Oktober dan Maret, sehingga dapat digolongkan beriklim selalu basah (Kartawinata, 1975) dengan kelembaban udara rata-rata 88 %. Suhu rata-rata bulanan 31,5oC dengan suhu terendah 19,7oC dan suhu tertinggi 31,8oC. Vegetasi hutan di dalam kawasan TNGHS sangat bervariasi, baik berdasarkan ketinggian tempat maupun kondisi habitat setempat. Namun secara umum, berdasarkan permintakatan Steenis (1972) dapat dikelompokkan menjadi 3 mintakat, yaitu mintakat kaki pegunungan (collin), dengan ketinggian antara 500 dan 1000 m dpl, mintakat sub-pegunungan (1.000 - 1.500 m) dan mintakat pegunungan (1500 – 2400 mdpl). Sejauh ini data dan informasi flora dan fauna hutan gunung Halimun telah banyak diungkapkan melalui berbagai survei dan penelitian. Sayangnya hasilnya terserak dan tersebar di berbagai tempat dan besar kemungkinan belum terdokumentasi secara lengkap.
3
TNGHS merupakan salah satu Taman Nasional yang memiliki hutan pegunungan alami di Jawa yang sangat menarik. Kekayaan flora kawasan Gunung Halimun pernah dilakukan beberapa tahun lalu, diantaranya oleh Wiriadinata (1992). Ditinjau dari segi botani terutama taksonomi, kekayaan Flora Gn Salak sangat menarik karena merupakan salah satu ekotipe jenis-jenis tumbuhan yang pertama kali dipertelakan oleh Blume sekitar tahun 1825. Flora pegunungan yang masih tersisa umumnya berada pada ketinggian di atas sekitar 1500 -2000 m di atas permukaan laut, sedang bagian bawah umumnya telah berubah terbuka dan menjadi perladangan. Pengambilan kayu merupakan salah satu faktor yang cukup serius. Wilayah TNGHS terbagi ke dalam 26 kecamatan dan terdiri dari 106 desa. Jumlah penduduk di dalam dan sekitar kawasan lebih dari 250.000 jiwa.
Pada umumnya masyarakat yang ada adalah
masyarakat Sunda yang terbagi menjadi masyarakat kasepuhan dan bukan kasepuhan.Masyarakat kasepuhan secara historis penyebarannya berada di kampung Urug, Citorek, Bayah, Ciptamulya, Cicarucub, Cisungsang, Sirnaresmi, Ciptagelar dan Cisitu. Masyarakat kasepuhan ini memiliki struktur kehidupan yang berbeda dengan masyarakat biasa. Bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Sunda. Sedangkan agama pada umumnya adalah beragama Islam kecuali di beberapa wilayah kasepuhan masih menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Kehidupan sehari-hari masyarakat di dalam dan sekitar TNGHS pada umumnya adalah di bidang pertanian seperti sawah, ladang, kebun, kebun talun dan talun. Beberapa ada juga yang berdagang baik di dalam masyarakatnya maupun keluar kampung dan desanya, bahkan ada yang keluar pulau Jawa. Pada masyarakat kasepuhan, pertanian dilakukan atas arahan pimpinannya baik tatacara tanam, jenis padi, maupun ritual ketika sebelum, saat menanam, hingga panen. Pesta panen dalam masyarakat kasepuhan terkenal dengan istilah Seren Taun yang sering dihadiri turis baik lokal maupun mancanegara karena keunikannya. Dalam hubungannya dengan hutan, masyarakat kasepuhan memiliki sistim yang bila dikaji memiliki kearifan tersendiri. Mereka memiliki konsep turun temurun untuk mengelompokkan hutan sesuai fungsinya yaitu leuweung titipan (hutan titipan), leuweung tutupan (hutan tutupan), leuweung sampalan (hutan bukaan). Interaksi mereka terhadap hutan sangat kuat. Mereka mengenal hampir 400 jenis tumbuhan dan satwa yang dipergunakan sehari-hari baik untuk bangunan, kayu bakar, makanan, obat-obatan maupun untuk keperluan ritual. Di salah satu bagian dari TNGHS, yakni sekitar Gunung Salak, telah hidup selama ratusan tahun masyarakat lokal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan arkeologis di sekitar Gunung Salak, seperti di kampung Cibalay, Bogor, terdapat situs arkeologis berupa punden berundak peninggalan masa lalu. Diantara jejak-jejak kehidupan masa lalu yang masih dapat kita saksikan adalah yang terdapat di desa Cibalai, Bogor, dan di desa Girijaya. Di desa Girijaya ini terdapat tiga buah batu megalitikum yang
4
dianggap oleh masyarakat sebagai petilasan dari Eyang Santri, tokoh penyebar Islam dan juga pejuang dari Solo pada abad ke 19 yang menetap dan tinggal di desa ini. Tempat ini lebih dikenal dengan sebutan Pondok Gusti. Masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Salak masih memiliki kearifan tradisional dalam interaksinya dengan lingkungan. Hasil interaksi tersebut membangun konstruksi pemikiran masyarakat tentang Gunung Salak, sehingga Gunung ini memiliki makna tersendiri bagi masyarakat, hal ini bukan karena posisinya sebagai Taman Nasional melainkan juga karena memiliki keterkaitan yang erat dengan budaya dan tradisi setempat. Tradisi tersebut didapat oleh masyarakat secara turun temurun. Bagi para ilmuwanpun, Gunung Salak adalah salah satu magnet yang ada di Jawa. Dalam catatan sejarah, ilmuwan yang tercatat pernah melakukan penelitian diantaranya adalah seorang botanis berkebangsaan Swedia Claes Frederic Hornstedt (1758-1809), murid dari Thunberg. Hornstedt mengunjungi Gunung Salak pada tahun 1783. Setelah itu disusul oleh Reinwardt yang mendaki dan melakukan ekplorasi botani di gunung Salak pada tahun 1817 (Steenis 2006).
Lokasi Jelajah Daerah-daerah yang dijelajah meliputi 3 jalur, yaitu jalur/rute Cimalati, Pasir Reungit dan Cangkuang (Gambar I.1; peta diperoleh dari image landsat 2004 dan IKONOS tahun 2004). Penjelajahan jalur Cimalati dan Pasir Reungit dilakukan oleh short-term expert dari JICA, sedangkan jalur Cangkuang dilakukan bersama team gabungan short-term expert dari JICA dan tim dari Pusat Penelitian Biologi LIPI. Tim short-term expert dari JICA melakukan penjelajahan dalam waktu singkat, sehingga pengungkapan vegetasi dilakukan secara fisiognomi pada setiap perubahan ketinggian 50 - 100 m; yaitu dengan mencatat ketinggian tempat (m dpl.), tipe hutan, jenis dominant, jenis pohon menonjol disetiap titik pengamatan. Rute Cimalati dilakukan untuk mengetahui batas pegunungan rendah dan pegunungan atas. Dilain pihak, tim Pusat Penelitian Biologi melakukan koleksi dan inventarisasi serta studi ekologi pada jalur Cangkuang yang dibagi menjadi 4 sub-jalur, yaitu (1) ke arah puncak Salak-1; (2) ke arah Kawah Ratu; (3) daerah sekitar Pondok Bajuri; dan (4) daerah sekitar Pos Kancil (Gambar I.1). Di setiap sub-jalur dibuat petak-petak pencuplikan data berukuran 30 x 30 m2. Pemilihan tempat pembuatan petak dengan pertimbangan perbedaan ketinggian, fisiognomi dan kondisi habitat. Sebanyak 6 petak dibuat di sepanjang sub-jalur ke arah puncak Salak-1; 2 petak disekitar pondok Bajuri; 3 petak di sepanjang subjalur menuju Kawah Ratu; dan 1 petak di sekitar Pos Kancil. Pada daerah yang sama juga telah dilakukan inventarisasi dan eksplorasi tumbuhan.
5
Rute Pasir Reungit
2
9 8 7 10 11 6
Rute Cangkuang
4 5
3
1
12
Rute Cimelati
Gambar I.1. Peta jalur penelitian beserta petak-petak pencuplikan data vegetasi (1 s/d 12).
Adapun untuk penelitian etnobotani dilaksanakan di dua desa, yakni Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, dan Desa Girijaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Kedua desa ini dipilih dengan pertimbangan merupakan desa yang paling dekat dengan Gunung Salak dan memiliki tipikal yang berbeda. Desa Cidahu, lebih bernuansa agama, terdapat pesantren al-Qodiriyah yang dipimpinan KH Romli dan berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat dan membentuk pemahaman yang ada di masyarakat. Sedangkan desa Girijaya lebih pada pencarian dan penguatan akar tradisi Sunda. Di desa ini terdapat Padepokan Girijaya pimpinan Abah Ru’yat. Padepokan ini juga memiliki pengaruh di masyarakat. Tradisi dan kebudayaan klasik Sunda sering digelar di desa ini. Walaupun bernuansa tradisi, namun masyarakat yang tinggal di desa ini masih menjalankan ajaran normatif agama (Islam) seperti shalat, puasa, dan zakat. Di desa ini juga terdapat dua makam yang dianggap keramat oleh masyarakat, yaitu makam dari Eyang Abu Shomad (Eyang Abu) dan makam Eyang Muhammad Santri (Eyang Santri). Kedua tokoh ini oleh masyarakat dianggap sebagai penyebar agama Islam. Kedua makam ini setiap harinya ramai dikunjungi oleh peziarah. Kunjungan para peziarah makin ramai terutama pada hari-hari tertentu, seperti hari kamis dan jum’at, atau bulan Robiul awwal atau maulid dan bulan Muharram dalam sistem penanggalan Islam. Pada bulan Maulid masyarakat ziarah bersama ke makan Eyang Abu sekaligus juga diisi dengan tradisi-tradisi Sunda, penampilan wayang
6
Golek, jaipong, dan ritual ngramat yakni mendoakan hasil bumi. Sedangkan di bulan Muharram, masyarakat menggelar upacara tradisi Seren taun, yakni upacara selamatan dan ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan.
KEGIATAN di LAPANGAN Penjelajahan di Gunung Salak ini melibatkan para ahli dalam bidang taksonomi dan ekologi tumbuhan serta pakar etnobotani. Keterpaduan penelitian dengan melibatkan berbagai bidang keilmuan ini diharapkan mampu untuk mengungkapkan keanekaragaman hayati di daerah penelitian, tanpa harus meninggalkan kaidah keilmuan di bidangnya masing-masing. Adapun cara kerja untuk masing-masing kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:
Inventarisasi dan eksplorasi tumbuhan Kegiatan ini dilakukan untuk melakukan koleksi secara umum seluruh jenis tumbuhan yang sedang berbunga dan berbuah untuk kemudian diambil contohnya dan dijadikan spesimen herbarium. Setiap contoh tumbuhan yang terkumpul akan dilengkapi dengan label gantung untuk mencatat nama dan nomor kolektor serta tanggal dan lokasi pengambilan. Informasi lain seperti nama lokal, habitat, habitus, kegunaan dan data lingkungan lainnya dicatat di dalam buku koleksi. Meskipun ada jenis-jenis tumbuhan yang tidak lengkap memiliki bunga atau buah, yang sekiranya menarik dan unik juga akan dikumpulkan sebagai koleksi atau spesimen acuan. Jenis-jenis tumbuhan yang tidak dapat dikoleksi untuk sementara akan dicatat dalam buku lapangan guna melengkapi data kekayaan jenis. Semua contoh tumbuhan yang terkumpul disimpan dalam lipatan-lipatan kertas koran, dimasukkan ke dalam kantung plastik besar dan diawetkan dalam alkohol 70%, yang selanjutnya dikirim ke Herbarium Bogoriense untuk diproses dan kemudian diidentifikasi.
Analisis vegetasi Kegiatan penelitian ini meliputi pencuplikan data vegetasi dengan menggunakan metode petak. Sejumlah petak dengan ukuran 30m x 30m dibuat pada lokasi-lokasi dengan gradasi perubahan lingkungan seperti kondisi habitat dan ketinggian, ataupun fisiognomi yang berbeda. Jumlah dan interval antar petak ditentukan berdasarkan kondisi medan dan ketersediaan fasilitas pendukung. Pengumpulan data pohon meliputi diameter, tinggi, kegunaan, spesimen bukti, serta pengumpulan data lingkungan diantaranya posisi geografi, pH dan kelembaban tanah, dan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis kandungannya. Selain itu data sekunder diantaranya data lokasi, data iklim serta data lingkungan lainnya juga dikumpulkan.
7
Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis menurut cara yang umum dilakukan dalam kajian ekologi hutan (Cox, 1967; Greigh-Smith, 1964; Muller-Dombois & Ellenberg, 1974), sehingga diperoleh parameter-parameter frekuensi, dominansi, kerapatan, indeks keanekaragaman, kekayaan jenis, kemerataan jenis dan dominasi jenis. Dengan parameter tersebut dilakukan analisis ordinansi dan analisis stratifikasi hutan untuk mengetahui lapisan kanopi hutan.
Penelitian etnobotani Penelitian etnobotani dengan menerapkan metode wawancara semi struktural dan "open ended" terhadap masyarakat setempat, mengikuti sebagian aktifitas sehari-hari penduduk dan pengamatan langsung di lapangan. Penentuan jumlah responden dengan menggunakan metode "stratified random sampling". Responden di setiap lokasi diambil 30% dari jumlah Kepala Keluarga. Selain itu dilakukan pula wawancara secara mendalam terhadap ahli lokal. Setiap jenis sumber daya hayati yang berguna dicatat nama lokalnya dan diamati habitat, kegunaannya, bagian yang digunakan, cara penggunaan, nilai penting, nilai kegunaan dan nilai kepentingan budayanya. Penelitian etnoekologi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara masyarakat dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini diamati pengetahuan lokal tentang pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan oleh masyarakat (corpus) serta pengaruh yang ditimbulkannya (praxis). Untuk kepentingan identifikasi, sumber daya hayati berguna tersebut diambil contohnya dan dibuat koleksinya guna mengetahui nama ilmiahnya. Pengungkapan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang terdapat di kawasan gunung Salak terlebih dulu menentukan informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai nama lokal tumbuhan dan manfaat atau kegunaan dari tumbuhan tersebut. Wawancara secara open-ended dan secara mendalam dengan informan merupakan teknik yang mendasar guna mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang kegunaan dari suatu jenis tumbuhan dan makna kulturalnya dalam kehidupan mereka. Proses pengumpulan data lapangan dalam penelitian ini menggunakan tiga langkah. Langkah pertama adalah dengan mengajak informan ke petak ekologi yang dibuat. Setelah berada dalam petak, informan ditanyakan mengenai kegunaan berbagai tumbuhan yang ada di dalam petak secara open-ended. Langkah kedua adalah dengan wawancara langsung dengan masyarakat di desa mengenai kegunaan berbagai tumbuhan. Setelah kegunaan dari tumbuhan diketahui, maka dilakukan wawancara secara mendalam untuk mengetahui makna kultural dari tumbuhan tersebut. Langkah ketiga adalah mencatat nama lokal setiap jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan membuat voucer specimen untuk diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium Bogoriense supaya dapat diketahui nama ilmiah dari tumbuhan yang dimanfaatkan. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi, pertama di dalam petak sementara yang dibuat oleh tim ekologi. Petak ini berada pada ketinggian 1700 dpl dan di HM 18 (jarak 1800 meter dari persimpangan
8
atau sama dengan 4300 meter dari pos pertama pendakian dari arah Cidahu). Petak yang dibuat berukuran 30 X 30 meter. Kedua dilakukan di desa Cidahu, dan tempat ketiga di desa Girijaya. Sedangkan penelitian yang dilakukan di desa, proses pengumpulan data lapangan dengan tiga langkah. Langkah pertama adalah menentukan informan kunci dan informan biasa. Langkah kedua adalah dengan melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Langkah ketiga adalah dengan melakukan pengamatan terlibat (partisipatory observasion) dalam ritual keagamaan dan ritual tradisi yang dilakukan oleh mereka. Pada tanggal 20 Maret masyarakat di desa Giri Jaya menggelar ritual mauludan, satu ritual yang menggabungkan norma agama dan tradisi setempat. Dalam penelitian perspektif masyarakat mengenai Gunung Salak, terlebih dulu menentukan informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah orang yang memiliki pengetahuan luas tentang tradisi masyarakat, petuah dari leluhur, maupun ajaran-ajaran normatif dari agama. Informan tersebut dapat membantu peneliti untuk memilih informan lain yang juga memiliki pengetahuan luas. Oleh karena orang yang memiliki kompetensi di masyarakat yang tinggal di kawasan gunung Salak adalah orang-orang tua dan di-tua-kan oleh masyarakat, seperti Kyai, Dukun, Guru, serta Kuncen yang memiliki “kewajiban” menjaga suatu kawasan, maka peneliti memilih mereka sebagai informan kunci. Selain itu peneliti juga mewawancarai anggota masyarakat kebanyakan baik yang tinggal di dua desa, yaitu desa Cidahu kecamatan Cidahu dan desa Girijaya di kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi. Selain dari informan kunci yang ada di Desa Cidahu dan Desa Girijaya, wawancara juga dilakukan dengan para sesepuh atau orang yang di-tua-kan yang ada di wilayah Bogor. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan memiliki kesamaan persepsi sekaligus juga untuk konfirmasi data. Wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan kunci merupakan teknik yang mendasar guna mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang perspektif masyarakat, nilai kultural dan makna kehadiran gunung Salak dalam kehidupan mereka.
9
BAB II MENYELAMI PEMIKIRAN MASYARAKAT Setiap masyarakat, atau bahkan individu, memiliki cara pandang tersendiri tentang keberadaan Gunung atau Hutan. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman interaksi mereka terhadap kawasan gunung atau hutan. Di samping itu juga, persepsi juga terbentuk karena adanya “kepentingan”. Makin beragam kepentingan maka makin beragam juga persepsinya. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa gunung atau pun hutan, bagi masyarakat Indonesia, terutama daerah Jawa dan Sunda memiliki cerita tersendiri. Bila kita merunut sejarah dan juga melacak cerita-cerita rakyat, gunung atau hutan adalah tempat yang strategis. Gunung misalnya, sempat diyakini sebagai daerah turunnya para Batara yang hidup di Kahyangan ketika turun ke Bumi. Sebagai “landasan” para Batara di Bumi, maka Gunung kemudian disakralkan oleh masyarakat. Sedangkan hutan, pada masa lalu lebih dikonotasikan sebagai tempat penempaan kesaktian dan keberanian seseorang. Ada anggapan di masyarakat bahwa hutan adalah tempat bersemayamnya roh-roh jahat, tempat persembunyian para penyamun, dan lain-lain, sehingga ketika seseorang telah berhasil melewati hutan dengan selamat, maka hampir dapat dipastikan bahwa orang tersebut memiliki tingkat keberanian dan juga kesaktian yang tinggi di atas rata-rata orang kebanyakan. Selain itu, hutan juga, karena memiliki atmosfir yang teduh, menjadikan pilihan bagi orang-orang yang hendak kontemplasi, baik untuk mendekatkan diri pada Pencipta, menggembleng ilmu, maupun karena pelarian dari kehidupan masyarakat yang sudah tidak nyaman menurut anggapannya.
Hutan dan Masyarakat Girijaya Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di desa Girijaya diketahui bahwa masyarakat menyebut hutan yang terdapat di Gunung Salak sebagai leuweung tutupan (hutan terlarang). Bagi mereka, hutan dan apa yang terdapat di dalamnya adalah terlarang untuk diekploitasi, baik melalui penebangan maupun perburuan. Pelarangan penebangan hutan merupakan wasiat dari para leluhur. Pelarangan ini sifatnya mendasar, tanpa kecuali, namun karena kebutuhan manusia kemudian terdapat beberapa bagian dari hutan yang boleh dimanfaatkan, seperti ranting yang jatuh untuk keperluan kayu bakar atau buah yang jatuh untuk konsumsi pribadi bukan untuk mengambil keuntungan ekonomi dari buah yang terdapat di hutan. Menurut pak Asori salah satu sesepuh, dengan pertimbangan keselamatan kehidupan itulah maka para leluhur menganggap semua hutan pada dasarnya adalah leuweung tutupan. Bagian dari hutan yang sangat dilarang keras untuk ditebang, menurut masyarakat, adalah bagian lamping atau tebing. Larangan penebangan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Girijaya pada masa lalu terkait dengan keselamatan kehidupan manusia, karena bila pohon yang terdapat dalam hutan habis
10
ditebang, apalagi yang ada di lamping-nya maka tidak saja persediaan air akan habis melainkan juga dapat menimbulkan bencana longsor.
Hutan dan Masyarakat Cidahu Bagi masyarakat desa Cidahu, hutan yang ada di Gunung Salak dianggap sebagai “amanah” atau kepercayaan dari Tuhan untuk diolah dan dijaga kelestariannya. Terdapatnya hutan di sekitar desanya merupakan anugerah dari Tuhan, karena itu dengan adanya hutan maka keberlangsungan kehidupan masyarakat akan terus terjamin. AA Lili, sapaan akrab KH Romli, menegaskan bahwa menjaga amanah berupa hutan sama nilainya dengan menjaga dan mengamalkan ajaran agama, seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Menurutnya, bukanlah seorang muslim yang baik apabila dia menjalankan kewajiban agama namun masih melakukan kerusakan di hutan. Hal ini dikarenakan, menurut AA Lili, salah satu peran manusia adalah sebagai khalifah, atau wakil dari Tuhan yang ada di bumi. Dengan merusak hutan, maka tidak saja dia melanggar amanah melainkan juga telah mengabaikan perannya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Terdapat banyak teks dalam kitab suci ummat Islam yang berbicara tentang lingkungan dan tanggung jawab manusia untuk mengelolanya dengan bijak. Sehingga pada dasarnya menjaga pelestarian hutan sama pentingnya dengan menjalankan kewajiban yang lain. Bagi KH Romli, mengambil apapun dari hutan hukum dasarnya adalah terlarang, bahkan rumput sekalipun, hal ini dikarenakan hutan sudah ada yang mengelolanya. Mengambil manfaat dari hutan baru boleh dilakukan kalau sudah ada izin, dan itupun kalau tidak sampai merusak hutan, seperti mengambil rumput untuk ternak atau ranting-ranting pohon yang jatuh. Komitmen dan kesadaran sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga hutan ditunjukkan oleh masyarakat Cidahu ketika Balai Taman Nasional berencana membangun resort di kawasan Bumi Perkemahan Cangkuang, dimana pembangunan saat itu terhenti karena sesepuh dan masyarakat mencegah pembangunan yang menurut mereka merusak lahan hutan. Selain itu asal material bangunan berupa kayu juga diambil dari hutan. Setelah dijelaskan maksud pembangunan resort dan asal dari kayu yang digunakan tidak dari Taman Nasional maka pembangunan dilanjutkan dan masyarakat sangat mendukung keberadaan Taman Nasional.
Gunung dalam Persepsi Masyarakat Gunung Salak dengan hutan yang ada di dalamnya memiliki makna tersendiri bagi masyarakat. Di gunung salak tidak saja tersimpan berbagai mitos atau legenda tentang asa-usul suatu daerah, melainkan juga tersimpan berbagai “tanda” bagi kehidupan. Bagi masyarakat, kata “Salak” yang menjadi nama dari Gunung Salak memiliki makna sendiri. Terdapat satu pendapat yang mengatakan kata Salak berasal dari
11
kata “siloka” yang berarti simbol dari sesuatu yang perlu diurai dan ditemukan rahasianya. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kata Salak berasal dari kata “Salaka” yang berarti asal-usul dari suatu masyarakat. Sedangkan pendapat ketiga mengatakan kata Salak memang berasal dari kata “Salak” dari buah salak. Ketiga perbedaan penafsiran tentang salak ini memiliki implikasi persepsi yang berbeda. Bagi orang yang percaya pada pendapat yang pertama, mereka akan yakin bahwa rahasia kehidupan yang disimpan Tuhan terdapat di Gunung Salak, untuk itu mereka terus mencari dan berusaha menemukannya di Gunung Salak. Sedangkan bagi masyarakat yang percaya pada pendapat yang kedua, mereka menganggap bahwa tidak hanya asal-usul kehidupan melainkan juga masyarakat Sunda ada di gunung Salak. Pendapat ketiga percaya bahwa di puncak Salak terdapat buah salak raksasa yang terbuat dari emas, buah ini akan muncul dan memperlihatkan dirinya bagi orang-orang yang telah suci. Di Girijaya, walaupun sudah tersentuh dengan modernisasi namun unsur-unsur tradisionalnya masih kental terlihat. Diantaranya adalah masih digelarnya upacara tradisi seren taun, muludan,dan rabu wekasan. Upacara tersebut sarat dengan muatan pesan untuk menjaga hubungan baik manusia dan alam. Kekeramatan gunung Salak termaktub dalam pantun Bogor yang berjudul Paku Jajar Beukah Kembang, Pajajaran Seren Papan, dan Dadap Malang Sisi Cimandiri. Gugung salak dijuluki juga Giri Dwi Munda Mandala. Di gunung salak terdapat dua puncak yang bergerigi yang dinamakan Puncak Gajah dan Puncak Karamat.
Gambar II.1. Pembacaan Doa disertai bakar Kemenyan yang dilakukan pada acara Mauludan.
Bagi masyarakat yang berpegang pada tradisi dan masih terpengaruh oleh ajaran Hindu, kedua puncak yang terdapat di gunung Salak memiliki makna yang berbeda. Menurut Munandar (2007a) yang melakukan penelitian pada masyarakat ada di Sindang Barang, Puncak Gajah ditafsirkan sebagai tempat bersemayamnya arwah raja-raja Sunda Kuno yang telah ngahyang. Sedangkan puncak Keramat
12
ditafsirkan sebagai tempat persemayaman para Hyang, dewata Sunda Kuno, serta Raja-raja kerajaan Sunda. Diantara nilai penting yang lain dari gunung Salak adalah adanya anggapan bahwa gunung Salak tersebut sebagai Paku Jagat atau Paku Tetenger bagi Pakuan Pajajaran (Munandar 2007). Bahkan menurut abah Ru’yat (pemimpin Padepokan Girijaya, yang giat menghidupkan tradisi Sunda), di gunung Salak terdapat 12 tempat yang dihuni oleh Sang Hyang. Sedangkan bagi masyarakat Islam, di puncak keramat terdapat makam dari tokoh penyebar agama Islam yang berasal dari Cirebon, yaitu KH Hasan Basri yang bertugas menyebarkan agama Islam ke daerah Sunda seperti di Bogor, Sukabumi, Pelabuhan Ratu, dan Cianjur. Puncak Salak juga dianggap sebagai temapt berkumpulnya ghaib-ghaib Suci, seperti wali songo. Selain itu, masyarakat juga meyakini bahwa terdapat tiga pilar utama penopang kehidupan di daerah Sunda. Ketiga pilar itu berupa gunung, yaitu Gunung Salak, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango. Ketiga gunung ini sebagai perlambang dari huruf alif, lam, ha, ketiga kata ini yang kalau dibaca menjadi satu kata ilah yang berarti Allah atau Tuhan. Oleh masyarakat, ketiga gunung tersebut ditafsirkan sebagai simbol dari ajaran kebaikan. Gunung Salak adalah simbol dari alif (huruf pertama dalam abjad Arab) yang berarti hubungan vertikal. Sedangkan Gunung Pangrango adalah simbol dari lam dan Gunung Gede simbol dari ha. Munculnya anggapan yang demikian dari masyarakat menunjukkan adanya akulturasi budaya dan juga sinkretisme dalam sistem religi mereka. Anggapan ini juga menunjukkan proses islamisasi dan adanya “negosiasi” tradisi di masyarakat. Terlepas dari anggapan masyarakat mengenai gunung Salak, kawasan ini memang sejak dulu menyimpan misteri dan memiliki eksotisme sendiri, seperti apa yang disampaikan oleh seorang ilmuwan, A.R. Wallace, ia mengatakan; “Buitenzorg adalah tempat tinggal yang sangat menyenangkan. Daerah ini cukup tinggi sehingga terasa nyaman bagi orang yang tinggal di dataran rendah. Pemandangan alam di sini sangat indah dan tanahnya subur. Gunung Salak, sebuah gunung berapi yang puncaknya terpotong dan bergerigi, menjadi latar belakang yang khas bagi bentangan alam di sekitarnya (Wallace 2000).
Agama dan Pelestarian Lingkungan Persepsi masyarakat tentang hutan dan Gunung Salak memunculkan tradisi atau prilaku yang berbeda dengan daerah lainnya. Hal ini terjadi karena pola interaksi yang berbeda, keragaman hayati yang dimiliki, iklim dan cuaca yang berbeda, serta perbedaan lainnya. Walaupun terdapat perbedaan, namun memiliki tujuan yang sama, yakni menjaga kelestarian hutan sehingga tidak mengganggu kehidupan manusia. Dari hasil penelitian ini, terdapat dua “model” pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat. Pertama adalah melakukannya dengan melalui pendekatan agama. Bagi mereka melestarikan hutan merupakan satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia. Model kedua adalah dengan melalui
13
tradisi, mereka menggiatkan tradisi lama yang memang pada dasarnya adalah suatu ajaran “normatif” pada manusia untuk berlaku arif terhadap alam. Agama, dalam hal ini Islam, karena agama ini adalah agama yang dipeluk oleh semua penduduk desa Cidahu, telah meresap menjadi tuntunan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Peran agama di desa ini dipengaruhi oleh kharisma yang dimiliki oleh sosok pemimpin pesantren sebagai informal leader. Di desa ini terdapat satu pesantren dengan Kyai yang cukup berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Ketokoh-an yang dimilikinya, di samping karena dianggap memiliki derajat keilmuan agama yang lebih tinggi dari masyarakat kebanyakan juga karena beliau mengasuh santri yang menetap sebanyak kurang lebih 270 orang, ada juga santri yang tidak menetap. Dalam melestarikan keberadaan keanekaragaman hayati yang terdapat di gunung Salak, beliau melakukannya dengan pendekatan agama. Menurutnya, alam adalah ciptaan Allah, dan kita wajib mengolah dengan bijaksana dan melindunginya. Untuk dapat mengolah alam secara bijak, manusia terlebih dulu harus memiliki rasa keimanan yang kuat, lalu kesadaran menjalankan agama dengan benar. Tanpa itu alam hanya akan di rusaknya. Bagi orang yang memiliki kesadaran keimanan dan ketaatan terhadap aturan agama, maka orang tersebut tidak akan berani merusak dan mengambil, apa yang bukan miliknya. Hutan dan gunung itu jelas bukan milik kita dan sudah ada yang mengaturnya (pemerintah) maka rakyat tidak berhak mengambil apa yang ada dalam hutan. Kesadaran keagamaan yang dimilikinya menjadikan pesantren yang diasuhnya cukup berperan dalam menjaga hutan tetap lestari, ia bersama dengan masyarakat desa Cidahu berkali-kali melakukan sweeping terhadap orang yang mengambil pohon dari hutan. Dalam pandangannya, menebang pohon atau membunuh satu hewan pada hakekatnya membunuh banyak makhluk hidup, hal ini dikarenakan banyak dari makhluk hidup yang hidupnya sangat tergantung pada pohon yang ditebang atau hewan yang dibunuh. Islam, sebagai sebuah agama, banyak memiliki aturan dan anjuran untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dalam, al-Qur’an, terdapat beberapa teks yang menunjukkan tentang hubungan manusia dan alam. Dalam membahas Islam dan pelestarian Lingkungan, Abdillah (2005) membahasnya melalui pembangunan teologi lingkungan (eco-theology). Dalam Islam, menurut (Abdillah 2005) manusia memiliki derajat kesamaan dengan kehidupan makhluk yang lainnya, karena pada hakekatnya manusia dan lingkungan sama-sama berposisi sebagai karya cipta Ilahi yang tergabung dalam kesatuan ekosistem. Namun walaupun memiliki kesamaan, manusia diberi wewenang oleh Allah untuk mendayagunakan sumberdaya alam dalam batas-batas yang kewajaran ekologis (Abdillah 2005). Sedangkan Mangunjaya (2005) melihat persoalan Islam dan lingkungan dari aspek Tauhid, khilafh, sistim hukum al-Istishlah atau kemaslahatn umum, dan konsep halal-haram. Keempat konsep ini menjadi landasan normatif peran agama dalam pelestarian lingkungan. Di samping itu, ada konsep hima’ yakni
14
upaya melindungi spesies hidupan liar dengan menyediakan lahan untuk habitat asli mereka secara utuh. Sistem perlindungan kawasan seperti ini tercatat dalam sejarah pernah dilakukan oleh Nabi dan pemimpin setelahnya (Mangunjaya 2005, 2007). Selain hima’ menurut Mangunjaya juga terdapat konsep ihya almawat atau menghidupkan lahan, tanah, atau kawasan yang tidak produktif menjadi produktif merupakan anjuran syariah (Mangunjaya 2005).
Ritual tradisi dan Pelestarian Lingkungan Masyarakat Indonesia, secara garis besar terbagi dalam dua corak tradisi, yaitu masyarakat dengan corak tradisi maritim dan masyarakat dengan corak tradisi agraris. Setiap corak tradisi memiliki upacara tradisi sebagai bentuk penghargaan dan upaya revitalisasi hubungan manusia dan alam. Terdapat berbagai macam bentuk tradisi dalam pelestarian lingkungan, salah satunya adalah dengan ritual tradisi. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Padepokan Girijaya yang tinggal di desa Girijaya. Setiap tahunnya mereka melakukan tiga upacara adat. Pertama adalah upacara seren taun yang dilakukan setiap tangal 10 muharrom setiap tahunnya. Kedua, upacara muludan yang dilakukan setiap tanggal 12 bulan rabiul awwal dalam penanggalan Islam. Ketiga, adalah upacara rabu wekasan yang dilakukan pada hari rabu terakhir di bulan safar. Setiap upacara adat yang dilakukan selalu ada sedekah bumi yang dimaksudkan supaya manusia lebih menghargai bumi yang telah memberkan kehidupan bagi manusia. Selain itu juga ada ngancak (sesajen) yang diletakkan di empat manahab atau penjuru angin. Peletakan sesajen dan sedekah bumi merupakan bentuk penghargaan masyarakat terhadap adanya kehidupan selain di jagat manusia ini.
Gambar II.2. Ritual ngramat sebagai bagian dari tradisi muludan yang dilakukan oleh masyarakat desa Girijaya. Ritual ini sebagai ungkapan rasa syukur atas pemberian Tuhan kepada manusia berupa hasil bumi.
15
Terdapat rangkaian upacara dalam setiap pelaksanaan upacara tradisi. Rangkaian yang terdapat pada upacara seren taun yang dilakukan oleh masyarakat Padepokan Girijaya terdiri dari; ruwatan bumi, yaitu aneka makanan dikumpulkan dalam satu tempat kemudian di kubur, dalam penguburannya disertai mantra-mantra untuk keselamatan dan kesejahteraan. Kemudian sedekah bumi, yaitu masyarakat membawa dongdang/nampan yang berisi hasil bumi ke padepokan untuk dimakan secara bersama-sama, hal ini dilakukan sebagai bentuk syukur manusia atas apa yang telah diberikan bumi. Kemudian ada ngramat, yaitu pembacaan mantera-mantera dan juga tawasulan pada para leluhur, wali, dengan harapan hasil panen yang telah dan akan diperoleh mendapatkan berkah. Dalam ngramat ini selain sebagian dari hasil bumi juga masyarakat membawa air. Biasanya makanan yang telah di kramat dibawa pulang kembali, sedangkan air selain campuran untuk kebutuhan hidup seperti minum dan mandi juga untuk ditaburkan pada sawah mereka. Sebagai tradisi, upacara yang dilakukan oleh masyarakat Girijaya, mengandung muatan pesan simbolik tentang keakraban hubungan manusia dan alam. Sebagai bagian dari sistem religi, ritual seperti itu adalah bagian dari pola budaya yang dapat menjadi penuntun prilaku manusia. Menurut Geertz (1966) dengan melakukan pendekatan kebudayaan dari model bagi, menunjukkan bahwa ritual bisa menjadi pedoman dari perilaku budaya suatu masyarakat.
16
BAB III KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN
Sebagai negara yang dikenal dengan julukan mega-biodiversitas country, maka hampir dapat dipastikan bahwa setiap wilayah atau kawasan di Indonesia memiliki keanekaragaman yang antar satu dengan lainnya berbeda. Untuk membuktikan bahwa di Gunung Salak terdapat keanekaragaman yang tinggi maka dilakukan jelajah terhadap kawasan ini dan mencatat flora yang terdapat di dalamnya. Tentunya, flora yang tercatat atau pun yang dibuat herbariumnya adalah flora yang dilewati ketika jelajah dilakukan. Sangat mungkin terjadi bahwa tingkat keanekaragaman hayati yang terdapat di kawasan ini jauh lebih tinggi dari apa yang telah di hasilkan. Ini terjadi karena tidak semua bagian dari kawasan ini bisa dijelajahi. Hasil pengamatan dan pengumpulan specimen herbarium di kawasan ini tercatat sekitar 100 jenis (Lampiran 5), dan beberapa diantaranya disajikan pada Gambar III. 1; 2; 3.
Flora di jalur Cangkuang dan TNGHS Resort Cidahu Hasil pengamatan yang telah dilakukan disuguhkan untuk memberikan gambaran Kekayaan flora resort Cidahu ini. Yang dimaksud flora disini adalah jenis tumbuhan yang dijumpai mulai dari perbatasan wilayah Perum Perhutani dan Kebun Javana Spa serta hutan melalui jalur setapak. Dilokasi ini dapat dilihat daerah hutan yang terganggu dari Javana Spa mulai dari ketinggian 1400 m, dibagian selatan gunung Salak. Weinmannia blumei, Quercus lineata, Castanopsis argentea, Schima wallichii dijumpai dengan tinggi pohon 5-10 m, yang didominasi oleh jenis pionir Macaranga, Mallotus, Ficus, Symplocos fasciculate dan lain-lain. Salah satu jenis yang masuk dalam RDB yaitu Pinanga javana dijumpai disepanjang sungai. Kekayaan flora alami pada tepi hutan nampak lebih banyak dihuni oleh jenis pendatang seperti Agathis dammara dan Calliandra calothyrsus. Vegetasi pada tepian hutan nampak terbuka, bagian bawah banyak ditumbuhi oleh Chlomolaena odoratum (kirinyu). Jenis tumbuhan yang menarik untuk dikemukakan pada tepi hutan yang terbuka antara lain adalah Cyathea contaminans (paku tiang) yang banyak dijumpai dan juga dipelihara di Kebun Javana Spa. Paku ini sebenarnya telah masuk dalam status perlu dilindungi karena bagian bawah batangnya yang merupakan kumpulan akar berwarna hitam banyak diambil untuk media anggrek dan media tanaman hias lainnya serta diperdagangkan ke luar negeri, menyebabkan populasi alami menurun dan mengalami erosi yang sangat mengkawatirkan. Jenis ini termasuk dalam daftar CITES appendiks 2. Pohon yang umum dan banyak tumbuh di sini didominasi oleh Schima wallichii (puspa), yang perawakannya berupa pohon besar dengan kanopi berupa kerucut, rapat, daun tunggal berupa elips, mahkota bunga putih dan benangsari kuning tampak sangat menyolok. Pohon tersebut dapat dijumpai sepanjang jalan hingga bagian tepi kawah Ratu, beberapa pohon besar
17
yang sedang berbuah, Castanopsis tungurut banyak dijumpai di kanan kiri jalan, buahnya berduri dan biji berwarna coklat. Dijumpai juga beberapa pohon Weinmania blumei, dengan daun majemuknya dan daun penumpu yang besar, daun muda berwarna merah kecoklatan, tumbuh pada tempat terbuka ditepi hutan. Caryota rumphiana yang merupakan pohon palm soliter, mudah dikenal karena bentuk daunnya yang menyirip. Pohon Albizia lophanta dengan daun halusnya yang tersusun menyirip terdapat di beberapa tempat terbuka. Pada bagian kiri jalan setapak dijumpai satu pohon Fagraea blumei yang mempunyai kanopi memayung, bunga berupa terompet dan buah berupa gelendong ukuran kepalan tangan tumbuh tegak.
Gambar III. 1. Beberapa jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan gunung Salak
18
Tumbuhan liana yang dapat dijumpai disini antara lain Smilax macrocarpa (canar), sedang berbuah mirip anggur dan buah tersebut dapat dimakan walaupun rasanya asam dan segar. Jenis yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman hias karena mempunyai bunga berupa terompet warna merah sangat mencolok dan mudah dikembangkan melalui stek batang adalah Aeschynanthus radicans, A.horsfieldii dan Agalmyla parasitica, sangat umum dan mudah dikenal. Dijumpai bambu merambat Dinochloa scandens dan 2 jenis rubus yaitu Rubus moluccanus dan Rubus chrysophyllus merupakan tumbuhan berduri dengan mahkota bunga putih dan buah majemuk berwarna merah, kemudian dijumpai satu jenis Uncaria sp., dengan daun berhadapan, mempunyai kait untuk memanjat. Tumbuhan bawah lantai hutan cukup rapat terdiri dari berbagai jenis tumbuhan antara lain Melastoma malabatricum, Clidemia hirta, Impatiens platypetala, Begonia multangula, B. robusta dan B. muricata, Psychotria, Etlingera coccinea, Argostemma montana dan Elatostema sp.
Gambar III. 2. Beberapa jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan gunung Salak
Flora sekitar camp Bajuri Jenis pohon yang paling banyak dijumpai di daerah ini adalah Schima wallichii (puspa), sedangkan jenis-jenis lainnya adalah Vernonia arborea, Cinnamomum sintok, Glochidion arboretum, Castanopsis
19
acuminatissima, Dysoxylum densiflorum, Symplocos fasciculata, Ginotroches axilaris, Saurauia nodiflora dan Mallotus rhizinoides. Pada bagian bawah dapat dijumpai Melastoma malabatricum, M. trachyphyllum, Lasianthus viridis, Eurya acuminata dan lantai dasar banyak dijumpai Etlingera coccinea, Argostemma montanum, Begonia multangula, Geophila repens. Jenis tumbuhan liana yang nampak menonjol diantaranya adalah Uncaria, Plectocomia elongata (bubuai), Frecynetia javanica yang sedang berbunga dengan daun pelindung berwarna merah keunguan, Aeschynanthus radicans dan Agalmyla parasitica dengan bunga merah berupa corong yang mencolok, kemudian Medinilla speciosa yang juga sangat menarik dan berpotensi sebagai tanaman hias. Pada daerah ini dapat juga dijumpai Nepenthes gymnamphora yang populasinya sudah menurun.
Ardisia crispa
Arthrophyllum javanicum
Rhododendron javanicum (Bl.) Benn.
Lasianthus laevigatus Bl.
Pavetta Montana Reinw. Ex Bl.
Datura metel
Omalanthus populneus Zoll. & Mor.
Leea indica Burm.f
Rhodamnia cinerea
Ardisia sanginolenta DC
Tarena sp.
Ficus deltoidea Jack
Gambar III.3. Beberapa jenis tumbuhan di kawasan hutan gunung Salak, TNGHS
20
Flora di jalur Pasir Reungit dan sekitar kawah Ratu Pada ketinggian 1.200 m banyak dijumpai jenis-jenis pioneer seperti Macropanax dispermus, Mallotus paniculatus dan Ficus padana dengan ketinggian pohon sekitar 10m. Pada ketinggian 1.250m, dijumpai jenis-jenis primer diantaranya Altingia excelsa, Schima wallichii, Castanopsis javanica. Jenis dominan di daerah ini yaitu Schima wallichii (puspa) yang berupa pohon tegak dengan tinggi sekitar 25 m, diameter batang diatas 50 cm, dengan kulit batang berwarna gelap karena pengaruh uap belerang. Tumbuhan lain yang melimpah adalah Pandanus nitidus, mempunyai daun berupa pedang memita, buah mencapai panjang 50 cm, berdiameter sekitar 15 cm, paku tiang Cyathea contaminans dan Musa acuminata (pisang). Pada bagian lantai hutan dijumpai Schefflera spp., Aralia dasyphylla, Strobilanthes, Hedychium roxburghii, Hornstedtia pininga dan Melastoma sp. Jenis liana yang banyak adalah Polygonum sp, Dissochaeta, Ficus deltoidea, Smilax ceylanica, Medinilla speciosa dan beberapa tumbuhan paku. Beberapa jenis diantaranya disajikan pada Gambar III. 4. Dan pada ketinggian 1.360 m, yaitu sekitar fumarol tercium bau belerang yang kuat dan tidak ditemukan adanya tumbuhan yang tumbuh.
Gambar III. 4. Vegetasi disekitar kawah ratu, dan beberapa jenis yang dijumpai
21
Dibagian lebih bawah yaitu disekitar helipad vegetasi nampak terbuka (Gambar III. 5), pada bagian tepi dijumpai banyak tumbuh Begonia multangula yang sangat melimpah, dijumpai juga Centela asiatica, Plantago major dan pada bagian lereng yang masih berhutan nampak Cyathea contaminans, Ficus padana dan tumbuhan pendatang dari luar yang merupakan invasive species seperti Piper aduncum dan Calliandra calothyrsus.
Gambar III. 5. Helipad dan beberapa jenis rumput dan paku-pakuan di sekitarnya
Flora di jalur Cimalati Pada jalur Cimalati, pada ketinggian antara 1.100 dan 1.400 m dpl banyak dijumpai pohon jenis Schima wallichii, Lithocarpus sundaicus, Castanopsis javanica, Prunus arborea yang tumbuh sebagai jenis dominan atau pohon mencuat, dan pada ketinggian 1400 m banyak tumbuhan epifit. Pada ketinggian 1700 m, genus Vaccinium dan Rhododendron mulai terlihat sebagai vegetasi lapisan bawah. Jenis pohon dominan Schima wallichii dan Lithocarpus beralih ke Podocarpus pada ketinggian 1800 m. Jenis tumbuhan yang dijumpai sekitar jalur Cimalati disajikan dalam Lampiran 1.
22
BAB IV FISIOGNOMI KAWASAN GUNUNG SALAK DAN DAERAH KORIDOR Fisiognomi dapat diartikan sebagai kenampakan luar dari suatu vegetasi, dan dengan memetakannya ke dalam suatu wilayah, dapat memberikan gambaran umum tentang kondisi lingkungan alami wilayah tersebut. Selanjutnya peta fisiognomi tersebut dapat digunakan untuk mengelola komunitas lokal dengan memadukan pengetahuan di habitat alam pada setiap kategori dan lingkungannya. Pembagian kategori disesuaikan dengan kondisi wilayah dan tujuannya, untuk tujuan penelitian di gunung Salak kali ini ditentukan 6 kategori (Tabel V.1); dengan kriteria berdasarkan pada ketinggian pohon dan keadaan struktur hutan. Hutan primer, merupakan hutan dengan pepohonan yang tinggi, struktur dan diversitas tumbuhannya komplek. Hutan primer di gunung Salak digolongkan pada hutan tropis pegunungan yang dibagi menjadi hutan pegunungan bawah dan penungan atas tergantung pada ketinggiannya. Meskipun pembagian secara fisiognomi, hutan pegunungan atas dan bawah tidak berbeda, tetapi ketinggian tempat menjadi faktor penghambat untuk kehidupan tumbuhan dan hewan liar, sehingga pembagiannya perlu dibedakan untuk pengelolaan kawasan Taman Nasional. Tabel IV.1. Kategori fisiognomi dan penutupan lahan Fisiognomi Penutupan lahan Hutan Pegunungan atas Hutan primer Pegunungan bawah Hutan tanaman Perkebunan; Hutan tanaman Hutan sekunder Lahan garapan Daerah terbuka
Struktur Tinggi (20-40 m) dan komplek Tinggi (20-40 m) tetapi sederhana Semak Rendah (5-10 m) tetapi komplek Kebun campuran, perkebunan teh, Rendah (1-5 m) dan sawah, ladang sederhana Daerah terbuka, padang rumput, bangunan
Hutan Tanaman disekitar Gunung Salak merupakan tegakan dengan struktur sederhana tetapi pepohonannya tinggi, sehingga dikatagorikan tersendiri, hutan ini antara lain adalah hutan Agatis, Altingia excelsa dan kebun karet. Hutan sekunder merupakan hutan yang ditumbuhi semak dengan struktur hutan yang komplek, ketinggian pohon tidak terlalu tinggi tetapi mempunyai jumlah jenis yang banyak. Dalam pembagian fisiognomi pada table diatas, ada daerah yang digunakan untuk aktivitas manusia seperti kebun teh, persawahan atau ladang, serta dikatagorikan juga daerah yang tidak terdapat vegetasi yaitu daerah fumarol.
23
Berdasarkan hasil penelitian di tiga jalur (Cimalati, Pasir Reungit dan Cangkuang) serta di daerah kawasan koridor dan tempat lain, dapat ditentukan adanya beberapa tipe vegetasi secara fisiognomi, serta peruntukan lain. Adapun peta penutupan lahan dan peta fisiognomi kawasan gunung Salak dapat dilihat pada Gambar IV. 11 dan IV. 12. Berikut ini adalah tipe-tipe vegetasi dan peruntukan lain yang diperoleh dari pengamatan secara fisiognomi.
Hutan pegunungan atas Hutan pegunungan atas pada umumnya merupakan hutan primer dan hanya ditemukan disekitar puncak gunung Salak, dengan ketinggian di atas 1.800 m dpl. Pengamatan yang dilakukan pada jalur Cimalati pada ketinggian 1825 m dpl., dijumpai suku Podocarpaceae, yang terdiri atas jenis-jenis Podocarpus imbricatus dan P. neriifolius, nampak mendominasi lapisan kanopi atas dengan tinggi lebih dari 20 m (Gambar IV.1). Di daerah ini banyak epipit seperti paku-pakuan, anggrek, Rododendron dan Vaccinium yang hidup di batang pohon. Adapun jenis-jenis yang terdapat pada hutan pegunungan atas terdapat pada Tabel IV. 2a, 2b.
Gambar IV. 1. Hutan Pegunungan atas Jalur Cimalati (1.825 m dpl)
Hutan pegunungan bawah Hutan pegunungan bawah (Gambar IV. 2) di gunung Salak yang terdapat dalam kawasan taman nasional merupakan hutan primer yang tersebar pada ketinggian di bawah 1.800 m dpl. Tegakan hutan umumnya berkanopi rapat dengan tinggi 30-40 m, dengan beberapa pohon mencuat yang mencapai ketinggian hampir 50 m. Jenis-jenis utama pada tipe vegetasi ini antara lain Schima wallichii (Theaceae),
24
Castanopsis javanica, Lithocarpus elegans (Fagaceae), Altingia excelsa (Hamamelidaceae), Acer laurinum (Aceraceae), Engelhardia spicata (Juglandaceae), Polyosma ilicifolia (Saxifagraceae) dan Prunus arborea (Rosaceae). Jenis-jenis lainnya secara lengkap disajikan dalam Tabel IV. 2a, 2b.
Gambar IV. 2. Hutan pegunungan bawah (Jalur Cimalati (1.500 m dpl) Hutan berkategori hutan pegunungan bawah meluas kearah lereng Selatan dan Timur gunung Salak. Hutan yang meluas kearah Barat tersebar di antara gunung Berbakti dan Javana Spa, tetapi menjadi menyempit tak teratur karena adanya hutan sekunder yang berpusat di kawasan perusahaan listrik serta tidak berlanjut ke arah koridor pada bagian yang semakin kearah Barat.
Hutan tanaman Hutan tanaman seperti Agatis sp., Altingia excelsa, Pinus merkusii dijumpai dibagian batas tepi kawasan taman nasional; yang umumnya berumur sama dengan struktur hutan yang sederhana. Akan tetapi pada hutan tanaman Altingia excelsa yang sudah tua tinggi pohon dapat mencapai 40 m, seperti yang terlihat di gunung Bunder salah satu jalan masuk ke dalam kawasan taman nasional (Gambar IV.3). Kanopi hutan nampak sudah rapat ketika pepohonan (Altingia excelsa) mencapai tinggi di atas 5 m.
25
Gambar IV. 3. Hutan tanaman (Rasamala (Altingia excelsa) di Gn. Bunder)
Hutan sekunder Hutan sekunder umumnya dengan tinggi pohon rata-rata hanya mencapai 5-10 m, dan terdiri atas jenis-jenis pioner yang dijumpai di jalur Cangkuang maupun Pasir Reungit (Gambar IV. 4; 5). Jenis-jenis pioneer seperti Macropanax dispermus (Araliaceae), Mallotus paniculatus (Euphorbiaceae), Symplocos fasciculata (Symplocaceae), dan Ficus deltoidea (Moraceae) merupakan komponen utama hutan sekunder. Beberapa pohon jenis Weinmannia blumei (Theaseae) dengan tinggi 20-30 m nampak tersebar di beberapa tempat. Jenis-jenis lain yang tercatat dalam tipe vegetasi ini disajikan pada Tabel IV. 3; 4). Dalam peta penutupan lahan, tipe hutan ini termasuk dalam kriteria semak, dan tersebar sekitar bagian utara gunung Salak dan termasuk di dalamnya kawasan koridor. Komponen penyusun tipe hutan ini tidak saja jenis pioner tetapi juga terdapat beberapa jenis primer dalam fase suksesi seperti Castanopsis argentea and Lithocarpus elegans (Fagaceae). Hal ini menunjukkan adanya proses pemulihan atau suksesi, sehingga memungkinkan hutan sekunder akan mencapai pemulihan menjadi hutan primer jika gangguan tidak terjadi lagi. Kerusakan hutan dapat terjadi karena dua hal yaitu karena aktivitas manusia seperti pengaruh penggunaan lahan dimasa lalu dan illegal logging, serta secara alami yaitu letusan gunung, terutama sekitar daerah belerang di gunung Salak. Hal ini perlu mendapat perhatian dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan pada masa datang, karena saat ini hutan sekundernya mencakup areal yang luas. Dengan demikian proses pemulihan hutan sekunder menjadi hutan primer merupakan suatu hal yang perlu diwujudkan dalam rangka menyelamatkan habitat satwa liar.
26
Gambar IV. 4. Hutan sekunder (Jalur Cang Kuang 1300m dpl)
Gambar IV. 5. Hutan sekunder (Daerah koridor) Lahan garapan Dalam peta penutupan lahan, hutan campuran, perkebunan teh, ladang, sawah dan padang rumput digabungkan ke dalam 1 tipe fisiognomi yaitu dengan struktur rendah dan sederhana (Gambar IV. 6; 7; 8). Kategori fisiognomi ini mencakup daerah yang cukup luas di daerah koridor, begitu juga pada lereng utara gunung Salak pada ketinggian 1.600-1.700 m dpl. Kondisi semacam ini meluas sampai hutan pegunungan bawah, karena itu setiap perubahan di daerah tersebut perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
27
Gambar IV. 6. Lahan garapan Daerah koridor (Sawah)
Gambar IV. 7. Lahan garapan Sisi Utara koridor (Kebun teh)
Gambar IV. 8. Lahan garapan Sisi Selatan Koridor (Ladang)
Daerah terbuka Kategori fisiogomi ini ditandai dengan tidak adanya tumbuhan atau vegetasi yang dapat tumbuh, ini termasuk “fumarole” di lereng Barat gunung Salak dan lokasi bangunan pembangkit tenaga listrik di lereng bagian Barat gunung Salak (Gambar IV. 9; 10). Kedua lokasi tersebut mencakup areal yang cukup luas.
28
Gambar IV. 10. Daerah terbuka (Pembangkit tenaga listrik)
Gambar IV. 9. Daerah terbuka (“Fumarole”)
Tabel IV. 2a. Daftar jenis tumbuhan yang tercatat pada titik-titik pengamatan di jalur Cimalati O ut of NP
Species
Syzygium sp. W einm annia blum ei Planch. Ficus fistulosa Reinw.ex Bl. Ficus fulva Reinw. M acaranga triloba (Reinw.ex Bl.) M uell.Arg. M allotus paniculatus (Lam k) M uell.Arg. Sym plocos cochinchinensis (Lour.) M oore Sym plocos fasciculata Zoll. Lithocarpus sundaicus (Bl.) Rehd. Antidesm a tetrandrum Bl. Litsea resinosa Bl. Fagraea elliptica Roxb. Urophyllum arboreum (Reinw.ex Bl.) Korth. Lithocarpus daphnoides (Bl.) A.C am us Beilschm iedia m adang (Bl.) Bl. Pternandra azurea (Bl.) Burck. G lochidion rubrum Bl. Helicia robusta (Roxb.) R.Br.ex W all. Perrotteia alpestris Bl.) Loes Piper aduncum L. Calliandra callothyrsus M eissn. Cyathea contam inans (W all.) Copel. Pandanus furcatus Roxb. Agathis dam m ara (Lam b.) L.C.Rich.
Fam ily
J-Fam ily
M yrtaceae Cunoniaceae M oraceae M oraceae Lauraceae Euphorbiaceae Sym plocaceae Sym plocaceae Fagaceae Euphorbiaceae Laulaceae Loganiaceae Rubiaceae Fagaceae Lauraceae M elastom ataceae Euphorbiaceae Proteaceae Celastraceae Piperaceae Fabaceae Cyatheaceae Pandanaceae Araucariaceae
フトモモ科 クノニア科 クワ科 クワ科 クスノキ科 トウダイグサ科 ハイノキ科 ハイノキ科 ブナ科 トウダイグサ科 クスノキ科 マチン科 アカネ科 ブナ科 クスノキ科 ノボタン科 トウダイグサ科 ヤマモガシ科 ニシキギ科 コショウ科 マメ科 ヘゴ科 タコノキ科 ナンヨウスギ科
NationalPark Area
plt plt plt df nf df nf nf nd nf nf nf
nf
nf
nf
wp5
wp15 wp17 wp19 wp20 wp21 wp22 wp23 wp24 wp32 wp33
wp34
wp35
wp36
890 1025 1058 1111 1171 1209 1252 1301 1354 1404 1450 1520 ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
1615
1705
1825
-
Figure: G PS W P Num ber / Altitude [m ]
plt:Plantation area df:Forest disturbed by hum an activity nd:Forest disturbed in natural,G ap nf:Naturalforest
29
Tabel IV. 2b. Daftar jenis tumbuhan yang tercatat pada titik-titik pengamatan di jalur Cimalati. O ut of NP
Species
Fam ily
J-Fam ily
Podocarpus im bricatus Bl. Podocarpus neriifolius D.Don Astronia spectabilis Bl. Rhododendron sp. Daphne com posita (L.f.) G ilg. G ynotroches axillaris Bl. Lasianthus laevigatus Bl. Vaccinium bancanum M iq. M astixia pentandra Bl. Litsea noronhae Bl. O lea javanica (Bl.) Knobl. Psychotria robusta Bl. Saurauia bracteosa DC. Schim a wallichii (DC.) Korth. Platea excelsa Bl. Castanopsis javanica (Bl.) DC. Neolitsea cassia (L.) Kosterm . Prunus arborea (Bl.) Kalkm an Acer laurinum Hassk. M anglietia glauca Bl. Elaeocarpus sphaericus (G aertn.) K.Schum . Lithocarpus elegans (Bl.) Hatus.ex Soepadm o Payena leerii (T.& B.) Kurz. Syzygium rostratum (Bl.) DC. Vaccinium sp. Acronychia laurifolia Bl. Engelhardia spicata Lesch.ex Bl. Polyosm a ilicifolia Bl. Lindera bibracteata (Bl.) Boerl. Parkia interm edia Hassk. M elicope latifolia (DC.) T.G .Hartley Prunus javanica (T.& B.) M iq. Castanopsis argentea (Bl.) DC. Eurya acum inata DC.
Podocarpaceae Podocarpaceae M elastom ataceae Ericaceae Thym elaeaceae Rhizophoraceae Rubiaceae Ericaceae Cornaceae Laulaceae O leaceae Rubiaceae Actinidiaceae Theaceae Icacinaceae Fagaceae Lauraceae Rosaceae Aceraceae M agnoliaceae Elaeocarpaceae Fagaceae Sapotaceae M yrtaceae Ericaceae Rutaceae Juglandaceae Saxifragaceae Laulaceae Fabaceae Rutaceae Rosaceae Fagaceae Loganiaceae
マキ科 マキ科 ノボタン科 ツツジ科 ジンチョウゲ科 ヒルギ科 アカネ科 ツツジ科 ミズキ科 クスノキ科 モクセイ科 アカネ科 マタタビ科 ツバキ科 クロタキカズラ科 ブナ科 クスノキ科 バラ科 カエデ科 モクレン科 ホルトノキ科 ブナ科 アカテツ科 フトモモ科 ツツジ科 ミカン科 クルミ科 ユキノシタ科 クスノキ科 マメ科 ミカン科 バラ科 ブナ科 マチン科
NationalPark Area
plt plt plt df nf df nf nf nd
nf nf nf
nf
nf
nf
wp15 wp17 wp19 wp20 wp21 wp22 wp23 wp24 wp32 wp33
wp34
wp35
wp36
890 1025 1058 1111 1171 1209 1252 1301 1354 1404 1450 1520
1615 ○ ○ ○ ○
1705 ○
1825 ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
wp5
-
○
○
○
○
○
○ ○ ○
○
○ ○
○ ○ ○
○ ○
○
○
○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○
○ ○ ○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○
○ ○
30
Tabel IV. 3. Daftar jenis tumbuhan yang tercatat pada titik-titik pengamatan di jalur Pasir Reungit NationalPark Area
O ut of NP
Species
Fam ily
J-Fam ily
ノボタン科 A stronia spectabilis B l. クワ科 Ficus deltoidea Jack ト ウダイグサ科 G lochidion rubrum B l. クスノキ科 Litsea cubeba (Lour.) Pers. ノ M elastom a sylvaticum B l. M elastom ataceae ボタン科 M yrsinaceae ヤブコウジ科 Rapanea hasseltii (B l.ex Scheff.) M ez Theaceae ツバキ科 Schim a wallichii (D C .) Korth. Ham am elidaceae マンサク科 A ltingia excelsa N orona Fagaceae ブナ科 C astanopsis javanica (B l.) D C . Araliaceae ウコギ科 M acropanax disperm us (B l.) O .K. Rutaceae ミ カン科 M elicope latifolia (D C .) T.G .H artley Sym plocaceae ハイノキ科 Sym plocos fasciculata Zoll. Euphorbiaceae トウダイグサ科 A ntidesm a tetrandrum B l. Fagaceae ブナ科 C astanopsis argentea (B l.) D C . M oraceae クワ科 Ficus padana B urm .f. ブナ科 Lithocarpus elegans (B l.) H atus.ex Soepadm o Fagaceae Euphorbiaceae トウダイグサ科 M allotus paniculatus (Lam k) M uell.A rg. Lauraceae クスノキ科 Persea rim osa (B l.) Kosterm . Palm ae ヤシ科 Plectocom ia elongata M art.ex B l. Actinidiaceae マタタビ科 Saurauia bracteosa D C . Rhizophoraceae ヒルギ科 G ynotroches axillaris B l. G esneriaceae イワタバコ科 A galm yla parasitica (Lam k) O .K. M arattiaceae ナンヨウスギ科 A giopteris evecta H offm . Saxifragaceae ユキノシタ科 Polyosm a ilicifolia B l. M elastom ataceae ノボタン科 M edinilla speciosa Reinw .ex B l. C unoniaceae クノニア科 W einm annia blum ei Planch. C yatheaceae ヘゴ科 C yathea contam inans (W all.) C opel. C yatheaceae ヘゴ科 C yathea junghuhniana (Kuntze) C opel. Elaeocarpaceae ホルトノキ科 Elaeocarpus stipularis B l. Fagaceae ブナ科 Lithocarpus sundaicus (B l.) Rehd. Pinaceae マツ科 Pinus m erkusii Jungh.& D e V riese
plt
df df df nf nf fm
W P25
wp26 wp27 wp28 wp29 wp30 wp31
1045
1101 1150 1200 1247 1302 1360
M elastom ataceae M oraceae Euphorbiaceae Laulaceae
○
○
○ ○
○ ○
○
○
○ ○ ○
○ ○ ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Figure:G PS W P Num ber / Altitude [m ] pl t:Pl antati on area df:Forest disturbed by hum an activity nf:Naturalforest fm :Near Fum arole
31
Tabel IV. 4. Daftar jenis tumbuhan yang tercatat pada titik-titik pengamatan di jalur Cangkuang
Species
A stronia spectabilis B l. C astanopsis argentea (B l.) D C . Q uercus lineata B l. D ysoxylum densiflorum (B l.) M iq. P olyosm a ilicifolia B l. A rdisia fuliginosa B l. C yathea junghuhniana (Kuntze) C opel. M acropanax disperm us (B l.) O .K. Schim a w allichii (D C .) Korth. A cer laurinum H assk. C astanopsis tungurrut (B l.) D C . G ynotroches axillaris O m alanthus populneus (G eisel) P ax Sloanea sigun (B l) K.Schum . Sym plocos odoratissim a (B l.) C hoisy W einm annia blum ei P lanch. C aryota rum phiana B l.ex M art. Ficus fistulosa R einw .ex B l. Eurya acum inata D C . M acaranga triloba (R einw .ex B l.) M uell.A rg. M usa acum inata C olla P andanus furcatus R oxb. Saurauia bracteosa D C . Sym plocos fasciculata Zoll. G lochidion arborescens M acaranga rhizinoides (B l.) M uell.A rg. M allotus paniculatus (Lam k) M uell.A rg. P arasarianthes falcataria (L.) N ielsen P inanga javana B l. C hrom olaena odorata (L.) R .M .King & H .R obinson Etlingera coccinea (B l.) S.Sakai& N agam . Ficus padana B urm .f. Ilex cym osa B l. A gathis dam m ara (Lam b.) L.C .R ich. A rthrophyllum diversifolium B l.
Fam ily M elastom ataceae Fagaceae Fagaceae M eliaceae Saxifragaceae M yrsinaceae C yatheaceae A raliaceae Theaceae A ceraceae Fagaceae R hizophoraceae Euphorbiaceae Elaeocarpaceae Sym plocaceae C unoniaceae A recaceae M oraceae Theaceae Euphorbiaceae
M usaceae Pandanaceae A ctinidiaceae Sym plocaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Fabaceae A recaceae C om positae Zingiberaceae M oraceae A quifoliaceae A raucariaceae A raliaceae
J-Fam ily ノボタン科 ブナ科 ブナ科 センダン科 ユキノシタ科 ヤブコウジ科 ヘゴ科 ウコギ科 ツバキ科 カエデ科 ブナ科 ヒルギ科 トウダイグサ科 トウダイグサ科 ハイノキ科 クノニア科 ヤシ科 クワ科 ツバキ科 トウダイグサ科 バショウ科 タコノキ科 マタタビ科 ハイノキ科 トウダイグサ科 トウダイグサ科 トウダイグサ科 マメ科 ヤシ科 キク科 ショウガ科 クワ科 モチノキ科 ナンヨウスギ科 ウコギ科
N ationalP ark A rea opn opn df df df df w p39 w p40 w p41 w p42 w p43 w p44
1221 1250 1304 1358 1382 1403 ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Figure: G PS W P N um ber / A ltitude [m ] O pn: O pen area df : Forest disturbed by hum an activity
32
Gb. IV. 11. Peta fisiognomi kawasan G. Salak
Gb. IV. 12. Peta penutupan lahan kawasan G. Salak
33
BAB V ANALISIS VEGETASI Studi ekologi hutan dilakukan dengan menggunakan metoda baku, dimana data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis menurut cara yang umum dilakukan dalam kajian ekologi hutan, sehingga diperoleh parameter-parameter frekuensi, dominansi, kerapatan, indeks keanekaragaman, kekayaan jenis, kemerataan jenis dan dominasi jenis. Parameter tersebut selanjutnya dilakukan analisis ordinansi dan stratifikasi hutan untuk mengetahui lapisan kanopi hutan. Pencuplikan data vegetasi hanya dilakukan pada 1 dari 3 jalur pengamatan, sehingga hasil yang diperoleh belum dapat menggambarkan kondisi hutan gunung Salak secara lengkap. Namun demikian dalam sekala kecil sudah terlihat adanya pengelompokan vegetasi berdasarkan ketinggian tempat maupun kondisi medan. Dengan demikian diharapkan hasil ini dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut.
Komposisi floristik Dalam 12 petak pencuplikan data tercatat sebanyak 59 jenis pohon dengan diameter batang > 5 cm, yang terdiri atas 44 marga dan 26 suku (Lampiran 3). Ini relatif sangat rendah dibandingkan dengan dengan kekayaan jenis yang diperkirakan terdapat di kawasan gunung Salak. Namun demikian tingkat heterogenetitas secara umum tercatat cukup tinggi, ditandai dengan banyaknya jenis dengan frekuensi < 25 % (Gambar V.1). 50
Ju m lah jen is (% )
40 30 20 10 0 A
B
C
D
E
Kelas frekuensi (%)
Gambar V.1. Persebaran kelas frekuensi jenis dalam 12 petak pencuplikan data (A= 0-20 %; B= 20-30 %; C= 30-40 %; D= 40-50 %; E= 50-60 %)
34
Hanya beberapa jenis diantaranya Cyathea contaminans, Ardisia javanica, Eurya acuminata dan Dysoxylum densiflorum yang tersebar cukup merata. Dari 26 suku yang tercatat, Fagaceae, Cyatheaceae, Theaceae dan Lauraceae merupakan suku-suku tumbuhan yang paling utama di daerah penelitian (Tabel V.1). Suku-suku tersebut dengan jumlah jenis, jumlah individu dan luas bidang dasar yang relatif tertinggi. Tabel V.1. Luas bidang dasar (LBD= m2/ha), kerapatan (K= individu/ha), jumlah jenis (JJ) dan nilai penting suku (NPS) suku-suku pohon yang tercatat di daerah penelitian. Suku Fagaceae Cyatheaceae Theaceae Lauraceae Meliaceae Rutaceae Moraceae Euphorbiaceae Myrtaceae Saxifagraceae Myrsinaceae Melastomataceae Rubiaceae Suku-Suku Lain (13) Jumlah
LBD 9.58 0.86 2.26 1.05 1.83 1.53 0.48 0.93 1.11 1.54 0.36 1.74 0.28 2.98 26.52
K 108 192 100 78 75 48 19 25 50 47 65 22 39 128 996
JJ 4 2 4 6 2 3 7 5 3 1 2 1 3 16.00 59.00
NPS 53.73 25.90 25.33 21.95 17.82 15.68 15.58 14.48 14.28 12.22 11.28 10.46 10.07 51.20 300.00
Berdasarkan nilai penting rata-rata jenis pohon (NPR > 7,5) ditentukan jenis-jenis pohon yang paling utama di daerah penelitian (Tabel V.2). Jenis-jenis tersebut paling tidak tercatat sebagai jenis dominan di satu petak pencuplikan data. Dilain pihak 19 jenis lainnya dengan NPR yang rendah dan hanya terdapat pada 1 petak pencuplikan data. Tingginya nilai penting jenis Cyathea contaminans terutama karena persebarannya yang luas, yaitu terdapat di semua petak pencuplikan data. Dengan kata lain bahwa di setiap tempat dapat dijumpai adanya jenis Cyathea contaminans, yang merupakan salah satu ciri khas hutan pegunungan.
Struktur hutan Kerapatan pohon secara umum tercatat tidak terlalu tinggi dan dengan luas bidang dasar yang rendah pula. Dalam petak dengan luas luas total 1.08 ha (12 petak) hanya tercacah sebanyak 996 individu pohon (diameter > 5 cm), dengan total luas bidang dasar 26,52 m2/ha. Rendahnya luas bidang dasar menunjukkan bahwa banyak diantara pohon yang tercacah berukuran kecil (Gambar V. 2).
35
Tabel V. 2. Nilai penting jenis-jenis rata-rata (NPR) pohon dan di setiap petak pencuplikan data Jenis / Petak Cyathea contaminans Lithocarpus sundaicus Castanopsis javanica Dysoxylum densiflorum Polyosma illicifolia Ardisia javanica Astronia spectabilis Eurya acuminata Acronichya laurifolia Symplocos fasciculata Syzygium fascigiatum Schima wallichii Cinamomum sintoc Jenis-jenis lain (45) Jumlah
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
NPR
18.1
16.9
34.7
27.0
51.1
37.9
27.0
69.8
38.9
52.1
32.4
14.6
35.0
3.2
46.8
23.4
28.5
21.7
42.5
29.5
15.8
34.8
28.3
24.6
24.9
48.8
5.6
73.9
29.9
22.0
4.4
31.0
52.3
13.5
46.6
58.8
6.5
17.7
6.9
3.7
9.5
12.4
15.7
30.0
5.3
13.1
68.1
25.0
22.9
9.0
22.0
43.3
22.8
29.1
7.4
11.2
13.7
20.9
24.6
24.2
9.7
13.1
43.9
23.3
6.0
31.6
8.6
3.6
3.0
9.6 5.9 22.7
61.5
5.6
6.9
13.4
4.2
21.9
12.1
3.8
12.0
51.1
76.0
18.3
9.8
9.0
11.2
15.9
43.2
10.8
7.5
14.7
11.5
16.0
4.8
16.6
6.1
25.5
16.1
22.3
7.9
3.7
4.8
22.5
21.1
10.0
41.1
35.4
3.5
4.0
68.6
62.7
85.8
111.8
88.8
104.0
78.0
103.2
132.1
116.9
80.7
154.5
98.9
300
300
300
300
300
300
300
300
300
300
300
300
300
3.5
3.9
24.0
9.5
42.0
10.6
9.1
9.7
7.8
Dari seluruh individu yang tercacah, sebagian besar (81,4 %) berukuran kecil (diameter < 20 cm) dan hanya sekitar 1.8 % diantaranya yang mencapai ukuran > 60 cm. Tiga pohon terbesar (diameter > 100 cm) yang tercuplik hanya diwakili oleh 1 jenis yaitu Castanopsis javanica, dan beberapa pohon lain yang berukuran cukup besar (diameter 80-100 cm) diwakili oleh jenis-jenis Lithocarpus spicatus, Gynotroches axillaries dan Lithocarpus sundaicus. Berdasarkan nilai luas bidang dasar relatif, dapat dikatakan bahwa daerah penelitian didominasi oleh Castanopsis javanica dan Lithocarpus sundaicus, diikuti oleh Astronia spectabilis, Schima wallichii dan Dysoxylum densiflorum, Acronychia laurifolia dan Polyosma illicifolia (Tabel V. 3). Namun demikian dominasi jenis-jenis tersebut nampak bervariasi di masing-masing petak, yang menunjukkan adanya persebaran yang khas dari masing-masing jenis.
36
60
Jumlah individu (%)
50 40 30 20 10 0 < 10
< 20
< 30
< 40
< 50
< 60
< 70
< 80
> 80
Kelas diameter (cm) Gambar V. 2. Persebaran diameter pohon yang tercacah dalam 12 petak pencuplikan data.
Tabel V. 3. Jenis-jenis dominant yang tercacah di daerah penelitian. Jenis Castanopsis javanica Lithocarpus sundaicus Astronia spectabilis Schima wallichii Dysoxylum densiflorum Acronichya laurifolia Polyosma illicifolia Jenis-jenis lain Jumlah
P1
P2
42.1
P3
P4
10.9
P5 33.7
P6
P7
0.5 61.7
0.5 27.4 14.3 18.2 13.0 23.0 12.2 4.1
28.0 15.1
12.6 13.0
P8
3.5 17.2
5.7
P9
9.9
20.7
8.3 26.6
0.4 21.0 10.5
30.4 3.0
0.4 12.4 9.6
0.9
DR
8.3 10.4 13.2 14.8
7.1
4.6
5.6
13.7 18.1 5.9
2.4
P12
20.4 14.7
2.2
7.9 13.2
P11
7.7
0.3 1.8
P10
0.3
2.5
1.8
5.0
4.3
4.9
5.5
4.4
32.4 33.0 41.1 45.7 37.1 41.6
9.1 72.3 86.4 34.9 51.6 57.6 45.2
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
37
Pola komunitas Hasil analisis ordinasi menunjukkan adanya pengelompokan petak menjadi 4 kelompok (Gambar V. 3), yaitu: Kelompok 1: terdiri atas petak-petak 1, 2, 3, 4 dan 5; kelompok 2: terdiri atas petak-petak 6, 7, 10 dan 11; kelompok 3: terdiri atas petak 8 dan 9; dan kelompok 4: petak 12. Nampak bahwa petak 12 terpisah dari yang lain karena terdapat pada kondisi habitat dan ketinggian yang sangat berbeda.
0.5
9
Axis-2
12
8
1 0
2 5
7 10
3
4
6 11 -0.5 -1
0
1
Axis-1
Gambar V. 3. Pengelompokan petak-petak pencuplikan data berdasarkan analisis ordinasi (PCA) dengan parameter nilai dominansi jenis.
Kelompok 1 terdapat pada jalur ke arah puncak Salak-1, dengan ketinggian antara 1400 dan 1700 m dpl. Secara keseluruhan dalam kelompok ini dapat ditentukan sebagai komunitas Castanopsis – Polyosma dengan jenis-jenis dominan Castanopsis javanica, Polyosma illicifolia, Lithocarpus sundaicus, Astronia spectabilis, Acronichya laurifolia dan Schima wallichii. Kondisi hutan dari komunitas ini disajikan dalam Gambar V. 4. Kelompok 2 terdapat pada daerah sekitar Pondok Bajuri ke arah Puncak Salak-1, Kawah Ratu dan Cangkuang; pada ketinggian antara 1300 dan 1400 m dpl. Komunitas dalam kelompok-2 ini dapat ditentukan sebagai komunitas Castanopsis – Lithocarpus, dengan Castanopsis javanica, Lithocarpus sundaicus, Dysoxylum densiflorum, Schima wallichii, Astronia spectabilis dan Lithocarpus spicatus merupakan jenis-jenis dominan. Gambar V. 5. menunjukkan kondisi hutan dari komunitas ini.
38
Gambar V. 4. Contoh hutan yang termasuk tipe komunitas Castanopsis – Polyosma
Gambar V. 5. Contoh hutan yang termasuk tipe komunitas Castanopsis – Lithocarpus
39
Gambar V. 6. Contoh hutan yang termasuk tipe komunitas Eurya - Ficus
Kelompok-3 terdapat pada daerah jalur ke arah Kawah Ratu pada ketinggian antara 1.400 dan 1.450 m dpl. Kelompok-3 ini dapat ditentukan sebagai komunitas Eurya – Ficus (Gambar V. 6); dengan jenisjenis dominan diantaranya Eurya acuminate, Ficus padana, Evodia latifolia, Casearia velutina, Lithocarpus sundaicus dan Vernonia arborea. Kelompok-4 terdapat di daerah sekitar Pos Kancil pada ketinggian 1209 m dpl. Komunitas di daerah ini nampak berbeda dengan komunitas lainnya, yang kemungkinan karena perbedaan ketinggian ataupun pengaruh gangguan. Komunitas di daerah ini ditentukan sebagai komunitas Symplocos – Castanopsis, dengan Castanopsis javanica, Symplocos fasciculate, Glochidion rubrum, Ilex cymosa dan Lithocarpus sundaicus merupakan jenis-jenis dominan. Berdasarkan pengelompokan tersebut diatas dapat dikatakan ketinggian tempat merupakan faktor utama, meskipun lokasi (posisi geografi) juga ikut berperan. Struktur hutan diantara 3 komunitas tersebut nampak bervariasi, yang terlihat dari persebaran horisontal dan persebaran vertikal. Gambar V.7., menunjukkan adanya perbedaan stratifikasi hutan diantara ke 3 komunitas tersebut. Komunitas Castanopsis – Polyosma menunjukkan lapisan yang menerus dengan tinggi total pohon mencapai > 35 m. Pohon-pohon tertinggi dalam komunitas ini antara lain Schima wallichii, Castanopsis javanica dan Lithocarpus sundaicus. Begitu pula komunitas Castanopsis – Lithocarpus menunjukkan lapisan kanopi yang cukup menerus, tetapi dengan tinggi pohon kurang dari 30 m. Castanopsis javanica, Gynotroches axillaris, Astronea spectabilis dan Lithocarpus sundaicus tercatat
40
sebagai jenis-jenis tertinggi dalam komunitas ini. Dilain pihak komunitas Eurya – Ficus pohon-pohon tertinggi hanya mencapai 19,5 m yang terdiri atas jenis-jenis Ilex cymosa, Symplocos fasciculata, Castanopsis javanica dan Polyosma illicifolia. Stratifikasi hutan dalam komunitas ini, dengan lapisan kanopi yang tidak menerus, yang menunjukkan banyaknya rumpang (daerah terbuka).
Komunitas Castanopsis-Lithocarpus
Komunitas Castanopsis-Polyosma
40
Komunitas Eurya-Ficus
20
20 15
20
10 10
10
5
0
0 0
10
20
0
30
10
20
0 0
5
10
15
Tinggi cabang (m)
Gambar V. 7. Stratifikasi hutan pada setiap tipe komunitas
80 Kom-Castanopsis-Polyosma Kom-Castanopsis-Lithocarpus Kom-Eurya-Ficus
60 Jumlah pohon (%)
Tinggi total (m)
30
40
20
0 < 20
< 30
< 40
< 50
< 60
< 70
< 80
< 90
> 100
Kelas diameter (cm)
Gambar V. 8. Persebaran diameter pohon pada setiap tipe komunitas
41
Perbedaan fase diantara ke 3 komunitas tersebut juga terlihat dari perbedaan ukuran diameter pohon (Gambar V. 8). Pada komunitas Castanopsis-Polyosma dan komunitas Castanopsis-Lithocarpus tercatat bahwa pohon dengan diameter > 50 cm mencapai lebih dari 5 % dari pohon yang tercacah, sedangkan pada komunitas Eurya-Ficus tercatat kurang dari 2 %. Berdasarkan hasil tersebut di atas dapat dikatakan bahwa komunitas Eurya-Ficus masih dalam fase suksesi setelah mengalami gangguan. Di lain pihak dua komunitas lainnya, khususnya komunitas Castanopsis-Polyosma, sudah menuju ke arah fase klimaks ditandai dengan persebaran vertikal dan horisontal yang nampak menerus. Akan tetapi hasil ini kemungkinan belum menunjukkan kondisi hutan kawasan gunung Salak secara menyeluruh, karena pencuplikan data yang relatif sangat terbatas. Namun demikian diharapkan hasil yang telah terkumpul dapat dipakai sebagai acuan penelitian lebih lanjut.
42
BAB VI PEMANFAATAN TUMBUHAN
Berdasarkan wawancara yang dilakukan di dalam petak, diketahui bahwa mereka mengenal 36 jenis dan 28 famili dari tumbuhan yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat (Tabel VI.1). Sedangkan di desa Cidahu dan desa Girijaya, saat dikonfirmasi mengenai nama tumbuhan yang terdapat dalam petak, pengetahuan mereka tentang tumbuhan yang dimanfaatkan tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat desa Cidahu dan desa Girijaya, diketahui terdapat penambahan 44 jenis yang tidak terdapat dalam petak. Jenis-jenis tersebut terbagi dalam 30 family dari tumbuhan yang diketahui kegunaannya sebagai obat tradisional (Tabel VI.2). Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan yang terdapat di dalam petak, paling banyak digunakan sebagai bahan bangunan, kerajinan (furniture), teknologi tradisional, makanan, pakan ternak, dan kayu bakar (Gambar VI.1). Berdasarkan grafik di bawah dapat dilihat bahwa pemanfaatan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat terhadap sumberdaya alam yang terdapat di dalam petak adalah sebagai bahan bangunan, hal ini dikarenakan tumbuhan yang terdapat di dalam petak didominasi oleh pohon. Sedangkan tumbuhan bawah dan merambat dimanfaatkan sebagai obat, makanan, atau pakan ternak. Namun demikian, terdapat juga pohon yang dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Seperti kulit batang dari kiteja (Neolitsea javanica) yang dimanfaatkan sebagai pengganti obat nyamuk.
Kegunaan tumbuhan dalam petak 40.00 35.00
Persentase
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Kerajinan
Obat
Bahan Bangunan
Makanan
Pakan Ternak
Kayu bakar
Alat tradisional
Jenis kegunaan
Gambar V.1. Persentase pemanfatan jenis tumbuhan yang terdapat di dalam plot.
43
Berdasarkan wawancara yang dilakukan di desa Cidahu dan Girijaya, diketahui bahwa masyarakat mengenal dan memanfaatkan tumbuhan dengan berbagai macam cara pemanfaatannya. Jumlah jenis tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat Cidahu dan Girijaya sebagai obat-obatan tradisional lebih banyak dari pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Kasepuhan yang hanya mengetahui 40 jenis tumbuhan (Harada 2006). Perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Cidahu dan Girijaya terkait dengan akses informasi yang lebih terbuka. Pengetahuan pemanfaatan tumbuhan di desa Cidahu dan Girijaya tidak terpusat pada satu tokoh, melainkan menyebar pada individu-individu. Hal ini karena pengetahuan tersebut yang ada tidak saja berasal dari pewarisan melainkan juga dari adanya interaksi dengan masyarakat lain. Berbeda dengan masyarakat Kasepuhan yang masih “terpusat” pada satu tokoh. Masyarakat memiliki beragam cara pemanfaatan, ada satu jenis tumbuhan yang memiliki ragam pemanfaatan, atau yang hanya memiliki satu jenis pemanfaatan, ada yang digunakan sebagai bagian dari campuran jamu atau dimanfaatkan secara tersendiri, serta ada juga ada juga yang dimanfaatkan sebagai tindakan darurat. Namun umumnya, masyarakat mengenal berbagai macam kegunaan dari satu jenis tumbuhan. Dalam pemanfaatannya, masyarakat melakukannya dengan berbagai cara: (1) langsung dimakan untuk keadaan darurat, seperti Begonia robusta yang digunakan sebagai pertolongan pertama bagi orang yang keracunan (terasa pusing) akibat menghisap uap belerang terlalu banyak. (2) pemanfaatan tersendiri yang tidak memiliki manfaat lain, seperti Kicantung bila akar dan buahnya direbus diyakini sebagai obat kuat bagi laki-laki. Areuy (Ficania cordata) yang digunakan sebagai kerajinan tangan, untuk gelang. Kirinyuh (Clibadium surinamense) yang digunakan sebagai obat cacar atau luka di telinga. (3) satu jenis tumbuhan yang dapat digunakan dengan berbagai macam cara, seperti Harendong bulu (Clidermia hirta) selain digunakan sebagai campuran dalam godogan, daunnya dapat juga digunakan sebagai obat sakit gigi dengan cara daunnya diperes kemudian air yang keluar dari perasan diteteskan pada gigi yang sakit. Daun harendong bulu dapat juga digunakan sebagai penghilang rasa pahit dalam makanan yang direbus, penggunaannya dengan direbus secara bersama-sama. Dalam pemanfaatan tumbuhan untuk jamu godogan, masyarakat mengenal berbagai macam komposisi godogan, tergantung pada tujuan pemanfaatan godogan tersebut. Bila ingin menghilangkan pegal linu, menambah tenaga dan nafsu makan, maka komposisi jenis godogan yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah cecenet (Physalis minima L.), akar eurih (Imperata cylindrica Pers.), kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Bl) Miq), daun sembung (Blumea balsamifera (L.) Dc.), meniran (Phyllanthus niruri L.), kulit jirak (Symplocos fasciculata Zoll.), harendong (Melastoma malabatrichum), daun klewih (Artocarpus comunnis), iwung koneng (Bambusa vulgaris), kembang puspa (Schima
44
wallichii (DC) Korth.), kulit sintok (Cinnamomum sintoc Bl.) dan akar tekokak (Solanum torvum Swartz.). Bila ingin menciptakan obat kuat, maka ramuan jenis tumbuhan yang digunakan adalah akar bambu, kiurat, jukut bau, dan pinang. Ramuan ini diyakini dapat digunakan sebagai obat kuat. Bila hendak mengobati sakit disekitar lutut, maka ramuan yang dibuat adalah jukut bau (Ageratum conyzoides). Untuk mengobati kencing kurang lancar dan darah tinggi maka komposisi tumbuhannya adalah jumput bau (Ageratum conyzoides), cecenet (Physalis minima), dan daun alpukat (Persea americana). Sedangkan untuk penyakit liver (koneng) ramuan yang dibuat adalah rebusan daun alpukat dan daun sukun. (4) satu jenis tumbuhan yang memiliki berbagai macam pemanfaatan. Seperti pakis (Cyatea contansminan). yang memiliki ragam pemanfaatan, seperti, batang lapuk digunakan sebagai media tanaman hias, ruyung atau batangnya dapat juga digunakan sebagai tiang bangunan pondok di sawah atau kebun, daunnya dapat juga sebagai sayuran, daun dari pakis ini memiliki mitos tersendiri, namun bukan pada pemanfaatannya. Masyarakat tidak berani menggunakan daun dari pakis ini sebagai alas tidur ketika berada di hutan, karena menurut anggapan masyarakat pada masa lalu harimau bila menyimpan makanannya ditutupi dengan daun ini, sehingga dengan menjadikan daun pakis sebagai alas ada keyakinan manusia menyerahkan dirinya sebagai korban harimau. Untuk pohon-pohon besar, masyarakat umumnya mengenal pemanfaatannya sebagai bahan bangunan, bahan furniture, papan, atau kusen. Diantara jenis pohon yang memiliki pemanfaatan selain jenis-jenis diatas adalah Saninten (Castanopsis argentea), merupakan jenis pohon besar yang banyak manfaatnya, batangnya berkualitas terbaik untuk dibuat bahan bangunan Selain itu jirak (Simplocos psticulata), dan sintok (Cinnamomum sintok) kulitnya dimanfaatkan sebagai bahan campuran jamu godogan. Beberapa contoh tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar taman nasional disajikan pada Gambar VI. 2.
45
Kipait (Paspalum conjugatum) sebagai obat luka
Cente (Lantana camara) sebagai obat bisul atau bengkak
Takokak (Solanum torvum) Sebagai obat kuat dan darah tinggi, lalapan
Tempuyung (Sonchus arvensis) sebagai obat ginjal
Sntrong (Erectitus valerianifolia) sebagai obat darah tinggi dan penawar racun
Plantago major Sebagai obat batu ginjal dan obat kuat
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus)
sebagai obat sakit kencing batu dan ginjal
Antanan (Centella asiatica) sebagai obat kesemutan
Harendong (Melastoma malabatrichum) sebagai obat sakit perut
Gambar VI. 2. Beberapa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di desa Cidahu dan desa Girijaya.
46
Tabel V. 1. Tumbuhan Bermanfaat yang terdapat di dalam Petak Penelitian.
No. 1 2
Nama Lokal Kirujug Karag
3
Kiajag
Acronychia laurifolia Bl. Acronychia pedunculata (L.) Miq Ardisia crispa (Thunb) DC.
4
Kikeyep
Ardisia lurida Bl.
Myrsinaceae
5
Ramu kuya
Rubiaceae
6 7 8 9 10
Pakis buah Rotan lilin Kimerak Jara anak Sintok
Argostema montanum Bl. Ex DC. Blechnum orientale L. Calamus javanica Bl. Calliandra calothyrsus Meissn Castanopsis javanica (Bl.) DC. Cinnamomum sintoc Bl.
11
Harendong bulu Pakis benyeur Kiwates Kisampang Kigember
Clidemia hirta (L.) D. Don
Melastomataceae
Diplazium esculenta Sw.
Athyriaceae
Eurya acuminata DC. Evodia latifolia Dc. Ficus sp.
Theaceae Rutaceae Moraceae
Freycinetia angustifolia Bl.
Pandanaceae
17
Tandang tanah Kitiwu
Gynotroches axillaris Bl.
Rhizophoraceae
18
Tenung
Helicia robusta (Roxb.) R.Br. Ex Wall
Proteaceae
19
Pining
Horntedtia pininga (Bl.) Val.
Zingiberaceae
19 20
Kisaoh Kibeusi
Agnifoliaceae Lauraceae
21
Pasang
Ilex cymosa Blume Lindera bibracteata (Nees) Boerl. Lithocarpus sp.
Fagaceae
22
Manglit
Manglietia glauca Bl.
Magnoliaceae
23 24
Areuy Kiteja
Mikania cordata Neolitsea javanica Bl.
Asteraceae Lauraceae
25
Karemi
Omalanthus populneus (Geisl) pax.
Euphorbiaceae
12 13 14 15 16
Jenis
Suku
Kegunaan
Rutaceae Rutaceae Myrsinaceae
Bahan bangunan Furniture, Bahan Bangunan (kusen) Kulit batang digerus lalu campur dengan minyak kelapa buat obat koreng Furniture, Bahan Bangunan (kusen) Buat pakan ternak
Blechnaceae Arecaceae Fabaceae Fagaceae Lauraceae
Daun muda buat lalap. Buat anyaman. Bahan bangunan, furniture, kusen Bahan bangunan, furniture, kusen Kulit batang direbus, airnya diminum obat sakit pinggang/obat kuat. Sebagai obat Daun muda dimakan buat obat diare. Tiang bangunan Buat kayu bakar. Getahnya diminum buat obat diare. Buat tali. Kayu buat bahan bangunan dan furniture. Bahan Bangunan, kusen, balok, papan, dan kulitnya ditumbuk, airnya diminum buat obat diare/radang lambung. Akar direbus, airnya diminum untuk obat kuat. Bahan bangunan Kayu bakar, alat tradisional, balok Kayu buat bahan bangunan dan furniture. Kayu buat bahan bangunan dan furniture. Bahan kerajinan (gelang) Kulit kayu buat bahan obat nyamuk, kayunya buat bahan bangunan. Kayu bakar, bahan bangunan
47
26 27 28
Kibonteng Kihujan Kawoyang
Platea latifolia Bl. Poliosma ilicifolia Bl. Prunus arborea (Bl.) Kalkm.
Icacinaceae Saxifragaceae Rosaceae
29
Kawoyang
Prunus arborea (Bl.) Kalkm.
Rosaceae
30
Ramu giling
Schefflera lucida (Bl.) Frodin
Araliaceae
31 32 33
Puspa Canar Jirak
Schima Wallichii (DC) Korth. Smilax zeylanica L. Symplocos fasciculata Zoll.
Theaceae Smilacaceae Symplocaceae
34
Kisireum
Syzygium lineatum (Dc.) Merr.& Perry
Myrtaceae
35 36
Hamirung Peris
Vernonia arborea Buch.Ham Weinmannia blumei Planch
Asteraceae Cunnoniaceae
Furniture Bahan bangunan Kayu buat bahan bangunan dan furniture. Kayu buat bahan bangunan dan furniture. Kayu bakar, air dalam batang buat obat, bunganya sebagai hiasan Bahan bangunan, furniture, kusen Buah buat bahan manisan. Kayu buat bahan bangunan dan furniture. Obat luka, daun digerus lalu ditempelkan pada tempat yang luka. Bahan Bangunan Bahan bangunan, dan furniture Kayu buat bahan bangunan dan furniture.
Tabel V. 2. Tumbuhan Bermanfaat yang Diketahui Masyarakat sebagai Obat.
No. Nama Lokal Jenis 1. Harendong Melastoma malabatrichum
Familia Melastomataceae
2. Cangkoreh
Dinochloa scandens
Poaceae
3. Pacar
Impatiens platypetala Lindl.
Balsaminaceae
4. Alpukat
Persea americana
Lauraceae
5. Mahoni
Swietenia mahagoni
Meliaceae
6. Salam
Syzygium polyantha
Myrtaceae
7. Cangkudu
Morinda citrifolia L.
Rubiaceae
8. Jambu batu
Psidium guajava L.
Myrtaceae
9. Urang aring
Eclipta alba (L.) Hassk.
Asteraceae
10. Cecenet
Physalis minima L.
Solanaceae
Kegunaan Daun muda di makan untuk obat sakit perut. Batangnya di potong, airnya diteteskan pada mata buat obat trachum / rabun. Daun muda di gerus ditempelkan pada dahi buat obat demam / kompres. Daun di rebus, airnya di minum buat obat darah tinggi. Daun di rebus, airnya di minum buat obat diabet. Daun di rebus, airnya di minum, buat obat darah tinggi. Buah masak di juss lalu di minum buat obat darah tinggi, asam urat. daun di gerus, perasan airnya di minum buat obat diare, buah yang masak jambu merah buat obat demam berdarah. Daun di gerus di pakai keramas, buat menghitamkan dan menyuburkan rambut. Seluruh bagian tanaman direbus, airnya diminum, buat obat darah tinggi dan sakit pinggang.
48
11. Tangkur
Lopatherum gracile
Poaceae
12. Sembung
Blumea balsamifera (L.) Dc.
Asteraceae
13. Jukut bau
Ageratum conyzoides L.
Asteraceae
14. Harega
Bidens biternata
Asteraceae
15. Kumis kucing Orthosiphon grandiflorus Bold.
Labiatae
16. Sidagori
Sida rhombifolia L.
Malvaceae
17. Sintrong
Erechtites valerianifolia
Asteraceae
18. Jotang
Spilanthes iabadicensis
Asteraceae
19. Pungpurutan
Triumfetta rhomboidea
Malvaceae
20. Takokak
Solanum torvum Swartz.
Solanaceae
21. Tempuyung
Sonchus arvensis L.
Asteraceae
22. Cente
Lantana camara L.
Verbenaceae
23. Randu
Ceiba pentandra (L.) Gaerth.
Bombacaceae
24. Kikumat
Polygala paniculata
Polygalaceae
25. Kipait
Paspalum conjugatum Berg.
Poaceae
26. Eurih
Imperata cylindrica Pers.
Poaceae
27. Rane
Selaginella plana
Selaginellaceae
28. Meniran
Phyllanthus niruri L.
Euphorbiaceae
Umbi akar di rebus, airnya diminum buat obat kuat. Daun di rebus, airnya di minum buat obat nafsu makan dan obat perawatan sehabis melahirkan. daun di gerus ditempelkan pada yang luka buat obat luka, jika airnya di saring lalu diminum buat obat mah. daun digerus ditempelkan di uluhati / dada obat sesak napas, seluruh bagian tanaman direbus airnya diminum buat obat pegalpegal. Daunnya di rebus, airnya diminum buat obat sakit kencing. Obat luka/bisul, daun digerus kemudian ditempelkan pada tempat yang sakit, seluruh bagian tanaman direbus, airnya diminum buat obat memperlancar peredaran darah daun dilalap buat obat darah tinggi dan penawar racun. Daun dan batang di rebus airnya diminum buat obat darah tinggi daun direbus, airnya diminum obat diare Akar dan daun direbus, airnya diminum untuk obat kuat, buah dilalap buat obat darah tinggi. Daun dan batangnya direbus, airnya diminum buat obat batu ginjal. Obat bisul/bengkak, daun digerus ditempel kebagian yang sakit. Daun digerus, airnya diperas lalu diminum buat obat tajam/berak darah. daun diremas digosokkan/dibalurkan keperut untuk obat masuk angin. Obat luka, daun digerus lalu ditempelkan pada bagian yang luka. akar direbus, airnya diminum untuk obat sakit pinggang. Obat luka, daun digerus lalu ditempelkan kebagian yang luka, daun dikeringkan lalu digodog airnya, diminum buat obat setelah melahirkan Seluruh bagian tanaman direbus, airnya diminum buat obat pegal-
49
pegal. 29. Keji beling
Sericocalyx crispus
Acanthaceae
30. Ki urat
Plantago mayor L.
Plantaginaceae
31. Lampuyang
Zingiber aromatica Val.
Zingiberaceae
32. Suji
Pleomele angustifolia
Liliaceae
33. Tapak dara
Catharanthus roseus
Apocynaceae
34. Tapak liman
Elephantopus scaber L.
Asteraceae
35. Katuk
Sauropus androgynus (L.) Merr.
Euphorbiaceae
36. Paria
Momordica charantiaca L.
Cucurbitaceae
37. Calincing
Oxalis corniculata L.
Oxalidaceae
38. Pacing
Costus speciousus (Koen.) J.E. Smith Zingiberaceae
39. Reunde
Staurogyne elongata
Acanthaceae
40. Gedang gandul
Carica papaya
Caritaceae
41 Begonia
Begonia robusta
Begoniaceae
42 Limo
Litsea cubeba (Lour) Pers
Lauraceae
43 Daun Saga
Abrus precatorius L.
Fabaceae
44 Antanam
Centella asiatica
Apiaceae
Daun direbus, airnya diminum buat obat batu ginjal. Seluruh bagian tanaman direbus, airnya diminum buat obat batu ginjal dan obat kuat. Umbi akar digerus, airnya diperas kemudian diminum buat obat nafsu makan. Daun digerus, airnya diperas lalu diminum obat panas dalam/muntah darah. Direbus bersama adas dan pulosari, airnya diminum untuk obat kanker dan diabet. Seluruh bagian tanaman direbus, airnya diminum obat tambah darah dan diabet. Daun disayur buat memperbanyak ASI (Air Susu Ibu) Buah disayur untuk obat diabet dan darah tinggi. Daun muda dan buah dimakan buat obat sariawan. Obat eksim, umbi akar diparut/digerus lalu ditempelkan ketempat yang luka. daun direbus, airnya diminum obat pegal-pegal/sakit pinggang. Daun dan akar digerus, kemudian dicampur dengan air, lalu dibiarkan sampai satu malam, diminum pada pagi hari ketika baru bangun tidur. Sebagai obar rematik Batangnya sebagai obat keracunan belerang Batang kayunya yang harus sebagai penolak ular Daun dikunyah, sarinya sebagai obat sariawan Direbus seluruh bagian sebagai obat kesemutan
50
BAB VII PENUTUP
Pengetahuan lokal mengenai pemanfaatan tumbuhan menunjukkan adanya saling keterkaitan yang erat antara masyarakat dan lingkungan. Tumbuhan, disamping bernilai secara ekonomis, bermanfaat bagi masyarakat untuk mengobati penyakit, juga memiliki nilai-nilai kultural. Dalam tumbuhan terkandung mitos tentang masa lalu kehidupan masyarakat. Dengan demikian, ketidakterpisahkan masyarakat dengan tumbuhan yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak patut menjadi pertimbangan kebijakan pengelolaan Taman Nasional. Tanpa mempertimbangkan hal tersebut, menghilangkan kearifan lokal dan tujuan dari keberadaan Taman Nasional tidak akan tercapai. Bagi masyarakat desa Girijaya, gunung, terutama gunung Salak adalah tempat istimewa. Di tempat ini legenda, sejarah, dan mitos yang ada di masyarakat membaur menjadi satu. Gunung Salak juga menjadi saksi atas proses yang ada di masyarakat, proses islamisasi dan akulturasi budaya Islam dan Hindu-Budha. Hal ini dilihat dari versi dan “perebutan” mitos yang ada di Gunung Salak. Bagi masyarakat yang masih berpegang teguh pada tradisi, tempat-tempat yang ada di Gunung Salak di asosiasikan dengan mitos Hindu, seperti tentang Dewa-dewa atau juga tokoh-tokoh dalam legenda Hindu. Sedangkan bagi masyarakat Islam namun masih kuat tradisi “Sunda”nya tempat-tempat yang diasosiasikan dengan legenda Hindu diganti dengan sosok atau pun juga tokoh penyebar agama Islam di wilayah itu. Sedangkan bagi kelompok yang lain, Gunung Salak hanya dimaknai sebagai “titipan” dari Tuhan yang harus dirawat dengan baik. Perebutan dan negosisi kelompok yang ada di masyarakat juga ditunjukkan dari tafsiran mereka tentang suatu tempat peninggalan sejarah. Seperti di petilasan Eyang santri, sebagian besar masyarakat menganggap tempat ini sebagai tempat bersemedinya Eyang Santri, namun ada juga yang berpendapat bahwa tempat ini merupakan petilasan dari Sanghyang Guru Resi (Kakek dari Guru Minda dalam dongeng Lutung Kasarung). Gunung salak memiliki nilai penting bagi masyarakat Sunda secara umum dan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Salak. Bagi masyarakat, gunung Salak tidak saja sebagai daerah tangkapan air yang menyimpan dan menyediakan kebutuhan masyarakat akan air bersih melainkan juga di gunung Salak tersimpan sejarah, harapan, dan ketergantungan akan kehidupan. Di samping itu, berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan kearifan dalam memanfaatkan keanekaragaman yang terdapat di gunung Salak. Di samping pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan, masyarakat desa Cidahu dan desa Girijaya yang tinggal di kaki gunung Salak mempunyai inisitif yang berbeda dalam menjaga kelestarian gunung Salak.
51
Perbedaan ini menambah keragaman tradisi masyarakat. Perlu upaya yang lebih serius untuk mendorong inisitif pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengupayakan kesejahteraan bagi mereka.
Saran
Dari hasil survey diperoleh beberapa catatan penting yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan TN selanjutnya. Dimana pembagian kawasan ini sangat penting, setiap kawasan memiliki peranan yang cukup berarti sehingga masing-masing perlu dipertahankan atau dilestarikan. Pembagian ini antara lain: (1) Kawasan hutan pegunungan bawah dan atas merupakan hutan primer dan harus dipertahankan untuk menjadi area inti sebagai preservasi hewan dan tumbuhan liar. (2) Kawasan hutan pegunungan atas (>1800 dpl) yang tidak terlalu luas di gunung Salak mempunyai vegetasi yang sangat spesifik sehingga keberadaan kawasan ini menjadi sangat penting bagi T.N. Gunung Halimun-Salak. (3) Kawasan hutan pegunungan rendah berfungsi sebagai habitat hidupan liar seperti leopard dan gibbon. (4) Hutan tanaman, dapat digunakan sebagai buffer zone antara habitat yang essensial dan daerah luar. Informasi di buku ini masih kurang dari sempurna, karena waktu penjelajahan relatif singkat, sehingga perlu adanya studi ekologi lebih lanjut di beberapa lokasi terutama rute Cimalati dan Rute Pasir Reungit untuk melengkapi data. Pembuatan plot permanen untuk monitoring berkurang dan hilangnya keanekaragaman hayati juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh pemanasan global.
Ucapan Terimakasih
Survey flora gunung Salak ini adalah atas dukungan dan kerjasama antara JICA, TNG Halimun – Salak project dengan Pusat Penelitian Biologi – LIPI. Ucapan terimakasih kepada seluruh staff JICA dan Staff TNG Halimun – Salak yang memberikan banyak informasi tentang kondisi Gn Salak, memberikan dukungan dan kerjasama selama berlangsungnya survey ini. Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Kepala Pusat dan Kepala Bidang Botani di Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Kepala T. N.Gunung HalimunSalak, atas diperkenankannya mengadakan penelitian di Kawasan T. N. Gunung Halimun-Salak. Bpk. Ismirza, Bpk. Undang, Bpk Iwan, Bpk Agus, Bpk Tatang, Bpk. Endang, Bpk. Madani dan Bpk. Emad yang mendampingi selama dilapangan serta tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ika S.P. dan Bpk. Anhar yang mendukung terlaksananya proyek kerjasama ini. Terimakasih juga kami ucapkan kepada Bpk. Aden Muhidin, Bpk. Wardi, Bpk Hamzah dan Bpk. Nurdin atas kerjasamanya selama survey dilapangan. Ucapan terimakasih ini juga kami sampaikan kepada Bapak dan Ibu yang mendukung dan membantu kami memberikan informasi tentang pemanfaatan flora dan informasi lainnya tentang Gn. Salak di Desa Giri Jaya dan Desa Cidahu, tanpa mereka tidak lengkaplah buku ini.
52
Bibliografi Abdillah, M., 2001. Agama Ramah Lingkungan: Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina. Adimiharja, K., 2007. Leuweung Titipan: Hutan Keramat Warga Kasepuhan di Gunung Halimun. Makalah dalam Lokakarya, Situs Keramat Alami: Peran Budaya dalam Konservasi Keanekaragaman hayati. LIPI; Komite Nasional MAB Indonesia. Anonim., 2006. Mengenal 21 Taman Naional Model di Indonesia. Jakarta: Sub Direktorat Informasi Konservasi Alam. Anonim., 2007. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Periode 20072026. Bogor: JICA. Anonim., 2007. Taman Nasional Gunung Halimun-Salak: Menyingkap Kabut Gunung HalimunSalak. Bogor: Dephut dan JICA. Anonim., 2007. Taman Nasional Gunung Halimun-Salak: Menyingkap Kabut Gunung HalimunSalak. Bogor: Backer, C.A. & Bakhuizen vd Brink Jr. 1963-68. Fl, Java (3 vols) . Noord. Batavia. Cox,G.W. 1967. Laboratory Manual of General Ecology. M.C. Crown, Iowa. Geertz, C., 1966. Religion as a Cultural System, Dalam Michael Banton, Anthropological Approaches to the Study of Religion. London: Tavistock. Greigh-Smith, P. 1964. Quantitative Plant Ecology. Second Edition. Butterworths, London. Harada, K, Mulyati Rahayu, Anwar Ibrahim., 2006. Tumbuhan Obat Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat, Indonesia. Gunung Halimun-Salak National Park Management Project, Departemen Kehutanan dan JICA. Imron, M. Henny Warsilah, Dede Wardiat, Ari Wahyono., 2005. Gerakan Sosial untuk Konservasi Daerah Resapan Air di Kawasan Daerah Aliran Sungai Cisadane di JABOPUNJUR. Jakarta: LIPI Press. Iskandar, J., 2007. Pelestarian Daerah Mandala dan Keanekaragaman Hayati oleh Orang Badui. Makalah dalam Lokakarya, Situs Keramat Alami: Peran Budaya dalam Konservasi Keanekaragaman hayati. LIPI; Komite Nasional MAB Indonesia. Kartawinata, K. 1975. The ecological zone of Indonesia. Paper presented in the Symposium of Pasific Ecosystem, 13th Pasific Science Congress, Vancouver, August 1975. Kartawinata, K,, S. Riswan, E, Mirmanto & S. Prawiroatmodo. 1985. Structure and composition of montane rain forest in Awibengkok area, G. Salak. Unpublished report. Kodiran., 1996. Etika Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mangunjaya, F.M., 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia. Mangunjaya, F.M., 2007. Keramat Alami dan Kontribusi Islam dalam Konservasi Alam. Makalah dalam Lokakarya, Situs Keramat Alami: Peran Budaya dalam Konservasi Keanekaragaman hayati. LIPI; Komite Nasional MAB Indonesia. Mirmanto, E. 1991. Struktur dan komposisi hutan DAS Cisadane hulu. Dalam: Witjaksono, RM Marwoto & EK Supardiyono (eds). Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH, Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor, 15 Mei 1991. hal. 33-41. 53
Muller-Dombois, D & H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley, New York. Munandar, A.A., 2007a. Situs Sindang Barang Bukti Kegitan Keagamaan Masyarakat Kerajaan Sunda (Abad ke-13-15 M): Laporan Penelitian awal. Bogor: Padepokan Giri Sunda Pura. Munandar, A.A., 2007b. Pemukiman Kuna di Bogor: Tinjauan Berdasarkan Data Tertulis dan Tinggalam Arkeologis. Makalah dalam Seminar Kesejarahan Kota Bogor 6 September 2007. Dinas Informasi, Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor. Rais, S, Dkk., 2007. Kawasan Konservasi Indonesia. Jakarta: Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Resosudarmo, I.A.P. dan Carol J Pierce Colfer (Peny)., 2003. Ke mana Harus Melangkah: Masyarakat, Hutan, dan Perumusan Kebijakan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Schmidt & JHA Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with WesternNew Guinea. Kementrian Perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisic, Jakarta. Verhandelingen, No.42. H, Mohammad Fathi Royyani, Vera Budi Lestari, dan Asep Sadeli., 2007. Penelitian ke Cagar Biosfer Cibodas, Propinsi Jawa Barat. Laporan Perjalanan. Bogor: Puslit-Biologi LIPI. Steenis, C.G.G.J, van, 1972. Mountain Flora of Java. Brill, Steenis, C.G.G.J van., 2006. Flora Pegunungan Jawa. Bogor; Puslit-Biologi LIPI. Wallace, A.R., 2000. Menjelajah Nusantara: Ekspedisi Alfred Russel Wallace Abad ke-19. (Diterjemahkan oleh A.S. Nasution dan Mahyuddin Mendim. Bandung: Remaja Rosda Karya. Wiriadinata, H. 1997. Floristic study of Gunung Halimun National Park. In: M. Yoneda, H. Simbolon & J. Sugardjito (eds.). Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia, Vol. II. The Inventory of Ntural Resources in Gunung Halimun National Park. LIPI-PHPAJICA. Hal. 7-13. Yogaswara, H., 2007. Situs Keramat Alami sebagai Alternatif Pengakuan Hak-Hak Masyarakat Adat: Kasus Kasepuhan Cibedug, Banten. Makalah dalam Lokakarya, Situs Keramat Alami: Peran Budaya dalam Konservasi Keanekaragaman hayati. LIPI; Komite Nasional MAB Indonesia.
54
55
Lampiran 1. Land data of Gunung Salak (Cimalati route)
G nung S alak vegetation C im alati R oute D ate 2008/3/6, 11 M em bIchikaw a,Ism ail,Iw an C om m ent WP
A lt
5
890 960 1025 15 1058
Forest type P lantation P lantation P lantation P lantation
17 1111 N aturaldisturbed 19
P rim ary
20 1209 N aturaldisturbed
21 1252 P rim ary
22 1301 P rim ary
Forest H ight S pecies
5 5 7 10
4 20
20
25-30
25-30
A gathis dam m ara (Lam b.) L.C .R ich. A gathis dam m ara (Lam b.) L.C .R ich. C alliandra callothyrsus M eissn. C alliandra callothyrsus M eissn. S chim a w allichii (D C .) Korth. C yathea contam inans (W all.) C opel. P andanus furcatus R oxb. P errotteia alpestris B l.) Loes P iper aduncum L. H elicia robusta (R oxb.) R .B r.ex W all. C astanopsis javanica (B l.) D C . S chim a w allichii (D C .) Korth. Lithocarpus sundaicus (B l.) R ehd. G lochidion rubrum B l. W einm annia blum ei P lanch. P runus arborea (B l.) Kalkm an S chim a w allichii (D C .) Korth. P ternandra azurea (B l.) B urck. B eilschm iedia m adang (B l.) B l. Fagraea elliptica R oxb. Lithocarpus daphnoides (B l.) A .C am us S chim a w allichii (D C .) Korth. N eolitsea cassia (L.) Kosterm . C astanopsis argentea (B l.) D C . U rophyllum arboreum (R einw .ex B l.) Korth. C astanopsis javanica (B l.) D C .
Fam ily A raucariaceae A raucariaceae Fabaceae Fabaceae Theaceae C yatheaceae P andanaceae C elastraceae P iperaceae P roteaceae Fagaceae Theaceae Fagaceae Euphorbiaceae C unoniaceae R osaceae Theaceae M elastom ataceae Lauraceae Loganiaceae Fagaceae Theaceae Lauraceae Fagaceae R ubiaceae Fagaceae
J-Fam ily ナンヨウスギ科 ナンヨウスギ科 マメ科 マメ科 ツバキ科 ヘゴ科 タコノキ科 ニシキギ科 コショウ科 ヤマモガシ科 ブナ科 ツバキ科 ブナ科 トウダイグサ科 クノニア科 バラ科 ツバキ科 ノボタン科 クスノキ科 マチン科 ブナ科 ツバキ科 クスノキ科 ブナ科 アカネ科 ブナ科
Em erg. D om in. Smal l P ioneer other
○ ○ ○ ○
○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
56
Lampiran 1. (lanjutan) C om m ent WP
A lt
23
Forest type
1354 N aturaldisturbed
1404 P rim ary 24
32
1450 P rim ary
Forest H ight S pecies
P runus arborea (B l.) Kalkm an S chim a w allichii (D C .) Korth. Lithocarpus sundaicus (B l.) R ehd. P latea excelsa B l. Litsea resinosa B l. A cronychia laurifolia B l. A ntidesm a tetrandrum B l. 20-25 S chim a w allichii (D C .) Korth. M allotus paniculatus (Lam k) M uell.A rg. S ym plocos cochinchinensis (Lour.) M oore M anglietia glauca B l. P olyosm a ilicifolia B l. Eurya acum inata D C . S ym plocos fasciculata Zoll. Ficus fulva R einw . Ficus fistulosa R einw .ex B l. M acaranga triloba (R einw .ex B l.) M uell.A rg. 35-40 S chim a w allichii (D C .) Korth. A cronychia laurifolia B l. C astanopsis javanica (B l.) D C . Eurya acum inata D C . W einm annia blum ei P lanch. S yzygium sp. C astanopsis argentea (B l.) D C . 20-25 A cronychia laurifolia B l. S chim a w allichii (D C .) Korth.
Fam ily R osaceae Theaceae Fagaceae Icacinaceae Laulaceae R utaceae Euphorbiaceae Theaceae Euphorbiaceae S ym plocaceae M agnoliaceae S axifragaceae Loganiaceae S ym plocaceae M oraceae M oraceae Lauraceae Theaceae R utaceae Fagaceae Theaceae C unoniaceae M yrtaceae Fagaceae R utaceae Theaceae
Em erg. D om in. Smal l P ioneer other J-Fam ily バラ科 ツバキ科 ○ ブナ科 クロタキカズラ科 クスノキ科 ミカン科 トウダイグサ科 ツバキ科 ○ トウダイグサ科 ○ ハイノキ科 モクレン科 ユキノシタ科 マチン科 ハイノキ科 ○ クワ科 ○ クワ科 ○ クスノキ科 ○ ツバキ科 ○ ミカン科 ○ ブナ科 ツバキ科 クノニア科 フトモモ科 ブナ科 ミカン科 ツバキ科 ○
57
Lampiran 1. (lanjutan) C om m ent WP
A lt
Forest type
Forest H ight S pecies
33
1520 P rim ary
25-35
34
1615 P rim ary
25-30
Fam ily R osaceae P runus javanica (T.& B .) M iq. S axifragaceae P olyosm a ilicifolia B l. Icacinaceae P latea excelsa B l. R osaceae P runus arborea (B l.) Kalkm an R utaceae M elicope latifolia (D C .) T.G .H artley Fagaceae C astanopsis javanica (B l.) D C . Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. S axifragaceae P olyosm a ilicifolia B l. A ceraceae A cer laurinum H assk. Lauraceae N eolitsea cassia (L.) Kosterm . Fabaceae P arkia interm edia H assk. Juglandaceae Engelhardia spicata Lesch.ex B l. Fagaceae C astanopsis javanica (B l.) D C . Laulaceae Lindera bibracteata (B l.) B oerl. Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. R utaceae A cronychia laurifolia B l. M elastom ataceae A stronia spectabilis B l. S axifragaceae P olyosm a ilicifolia B l. M yrtaceae S yzygium rostratum (B l.) D C . Lithocarpus elegans (B l.) H atus.ex S oepadm oFagaceae Juglandaceae Engelhardia spicata Lesch.ex B l. Elaeocarpus sphaericus (G aertn.) K.S chum . Elaeocarpaceae P odocarpaceae P odocarpus neriifolius D .D on P odocarpaceae P odocarpus im bricatus B l. Lauraceae N eolitsea cassia (L.) Kosterm . S apotaceae P ayena leerii (T.& B .) Kurz.
Em erg. D om in. Smal l P ioneer other J-Fam ily バラ科 ユキノシタ科 ○ クロタキカズラ科 バラ科 ミカン科 ブナ科 ツバキ科 ○ ○ ユキノシタ科 ○ カエデ科 ○ クスノキ科 マメ科 クルミ科 ○ ブナ科 ○ クスノキ科 ○ ツバキ科 ○ ○ ミカン科 ノボタン科 ユキノシタ科 フトモモ科 ブナ科 ○ クルミ科 ○ ホルトノキ科 マキ科 ○ マキ科 ○ クスノキ科 ○ アカテツ科
58
Lampiran 1. (lanjutan) C om m ent WP
A lt
Forest type
35
1705 P rim ary
36
1825 P rim ary
Forest H ight S pecies
C astanopsis javanica (B l.) D C . V accinium sp. R hododendron sp. 20-30 P latea excelsa B l. P odocarpus im bricatus B l. S chim a w allichii (D C .) Korth. A stronia spectabilis B l. A cer laurinum H assk. P runus arborea (B l.) Kalkm an O lea javanica (B l.) Knobl. M anglietia glauca B l. Litsea noronhae B l. S aurauia bracteosa D C . P sychotria robusta B l. 20 P odocarpus im bricatus B l. P odocarpus neriifolius D .D on A stronia spectabilis B l. S chim a w allichii (D C .) Korth. C astanopsis javanica (B l.) D C . P latea excelsa B l. M astixia pentandra B l. G ynotroches axillaris B l. V accinium bancanum M iq. N eolitsea cassia (L.) Kosterm . D aphne com posita (L.f.) G ilg. Lasianthus laevigatus B l. R hododendron sp.
Fam ily Fagaceae Ericaceae Ericaceae Icacinaceae P odocarpaceae Theaceae M elastom ataceae A ceraceae R osaceae O leaceae M agnoliaceae Laulaceae A ctinidiaceae R ubiaceae P odocarpaceae P odocarpaceae M elastom ataceae Theaceae Fagaceae Icacinaceae C ornaceae R hizophoraceae Ericaceae Lauraceae Thym elaeaceae R ubiaceae Ericaceae
Em erg. D om in. Smal l P ioneer other J-Fam ily ブナ科 ツツジ科 ○ ツツジ科 ○ クロタキカズラ科 ○ マキ科 ○ ツバキ科 ○ ノボタン科 カエデ科 バラ科 モクセイ科 ○ モクレン科 ○ クスノキ科 ○ マタタビ科 ○ アカネ科 ○ マキ科 ○ マキ科 ○ ノボタン科 ツバキ科 ○ ブナ科 クロタキカズラ科 ミズキ科 ヒルギ科 ツツジ科 ○ クスノキ科 ○ ジンチョウゲ科 ○ アカネ科 ○ ツツジ科 ○
59
Lampiran 2. Land data of Gunung Salak (Pasir reungit route)
G nung S alak vegetation P asir reungit R oute 2008/3/7 D ate I chi kaw a,Ism ail,Iw an M em b C om m ent WP
A lt
25 26
Forest type Forest H ight S pecies P lantation 5-10 P inus m erkusii Jungh.& D e V riese N aturaldisturbed 10-15 Lithocarpus sundaicus (B l.) R ehd.
27 1150 N aturaldisturbed
15
28 1200 N aturaldisturbed
10-15
Fam ily P inaceae Fagaceae C unoniaceae W einm annia blum ei P lanch. Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. A raliaceae M acropanax disperm us (B l.) O .K. Euphorbiaceae M allotus paniculatus (Lam k) M uell.A rg. Elaeocarpaceae Elaeocarpus stipularis B l. P alm ae P lectocom ia elongata M art.ex B l. C yatheaceae C yathea contam inans (W all.) C opel. C yatheaceae C yathea junghuhniana (Kuntze) C opel. S axifragaceae P olyosm a ilicifolia B l. Lithocarpus elegans (B l.) H atus.ex S oepadm o Fagaceae Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. P alm ae P lectocom ia elongata M art.ex B l. Fagaceae C astanopsis javanica (B l.) D C . Fagaceae C astanopsis argentea (B l.) D C . M elastom ataceae M edinilla speciosa R einw .ex B l. G esneriaceae A galm yla parasitica (Lam k) O .K. M arattiaceae A giopteris evecta H offm . Euphorbiaceae M allotus paniculatus (Lam k) M uell.A rg. Euphorbiaceae A ntidesm a tetrandrum B l. R hizophoraceae G ynotroches axillaris B l. Fagaceae C astanopsis argentea (B l.) D C . P alm ae P lectocom ia elongata M art.ex B l. Lauraceae P ersea rim osa (B l.) Kosterm . A ctinidiaceae S aurauia bracteosa D C . M oraceae Ficus padana B urm .f.
Em erg. D om in. Smal l P ioneer other J-Fam ily マツ科 ブナ科 ○ クノニア科 ツバキ科 ○ ウコギ科 ○ ○ トウダイグサ科 ○ ホルトノキ科 ヤシ科 ヘゴ科 RDB ヘゴ科 ユキノシタ科 ○ ブナ科 ツバキ科 ヤシ科 ブナ科 ブナ科 ノボタン科 イワタバコ科 ナンヨウスギ科 トウダイグサ科 トウダイグサ科 ヒルギ科 ブナ科 ヤシ科 クスノキ科 マタタビ科 クワ科
60
Lampiran 2. (lanjutan) C om m ent WP
A lt
29 1250
Forest type P rim ary forest
Forest H ight S pecies
20
30 1300 P rim ary
20-25
31 1360 N atruraldisturbed
10-15
Fam ily H am am elidaceae A ltingia excelsa N orona Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. Lithocarpus elegans (B l.) H atus.ex S oepadm o Fagaceae Euphorbiaceae A ntidesm a tetrandrum B l. A raliaceae M acropanax disperm us (B l.) O .K. M oraceae Ficus padana B urm .f. Fagaceae C astanopsis argentea (B l.) D C . Fagaceae C astanopsis javanica (B l.) D C . Euphorbiaceae G lochidion rubrum B l. R utaceae M elicope latifolia (D C .) T.G .H artley A raliaceae M acropanax disperm us (B l.) O .K. S ym plocaceae S ym plocos fasciculata Zoll. Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. H am am elidaceae A ltingia excelsa N orona M yrsinaceae R apanea hasseltii (B l.ex S cheff.) M ez Laulaceae Litsea cubeba (Lour.) P ers. Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. M elastom ataceae A stronia spectabilis B l. M oraceae Ficus deltoidea Jack
M elastom a sylvaticum B l.
Em erg. D om in. Smal l P ioneer other J-Fam ily マンサク科 ○ ツバキ科 ○ ブナ科 トウダイグサ科 ウコギ科 クワ科 ブナ科 ブナ科 ○ トウダイグサ科 ミカン科 ウコギ科 ハイノキ科 ○ ツバキ科 ○ マンサク科 ヤブコウジ科 クスノキ科 ○ ツバキ科 ○ ノボタン科 クワ科 ○ ○ M elastom ataceae ノボタン科 ○ ○
61
Lampiran 3. Land data of Gunung Salak (Cang Kaung route)
G nung S alak vegetation C ang Kuang R oute 2008/3/12 D ate M em bIchikaw a,Ism ail,Iw an C om m ent WP
A lt
37 38 39
1127 1165 1221
Forest type N P G ate Javana S pa G rassland
Forest H ight S pecies
40
1250 G rassland
41
1304 N aturaldisturbed
42
1358 N atyraldisturbed
Fam ily
A raucariaceae 15-20 A gathis dam m ara (Lam b.) L.C .R ich. Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. C unoniaceae W einm annia blum ei P lanch. A raliaceae A rthrophyllum diversifolium B l. Theaceae Eurya acum inata D C . C unoniaceae W einm annia blum ei P lanch. M oraceae Ficus padana B urm .f. Theaceae Eurya acum inata D C . A quifoliaceae Ficus padana B urm .f. Euphorbiaceae M acaranga triloba (R einw .ex B l.) M uell.A rg. Zingiberaceae Etlingera coccinea (B l.) S .S akai& N agam . M usaceae M usa acum inata C olla C hrom olaena odorata (L.) R .M .King & H .R obinsonC om positae Euphorbiaceae M acaranga rhizinoides (B l.) M uell.A rg. Euphorbiaceae M allotus paniculatus (Lam k) M uell.A rg. C unoniaceae W einm annia blum ei P lanch. M oraceae Ficus fistulosa R einw .ex B l. Theaceae S chim a w allichii (D C .) Korth. Fabaceae P arasarianthes falcataria (L.) N ielsen
G lochidion arborescens P inanga javana B l. W einm annia blum ei P lanch. P olyosm a ilicifolia B l. Eurya acum inata D C .
Euphorbiaceae A recaceae C unoniaceae S axifragaceae Theaceae
J-Fam ily
ナンヨウスギ科 ツバキ科 クノニア科 ウコギ科 ツバキ科 クノニア科 クワ科 ツバキ科 モチノキ科 トウダイグサ科 ショウガ科 バショウ科 キク科 トウダイグサ科 トウダイグサ科 クノニア科 クワ科 ツバキ科 マメ科 トウダイグサ科 ヤシ科 クノニア科 ユキノシタ科 ツバキ科
Em erg. D om in. Smal l P ioneer
other
○ ○ ○
○
○ ○ ○
○ ○ RDB ○
○ ○
62
Lampiran 3. (lanjutan) C om m ent WP
A lt
Forest type
Forest H ight S pecies
43
1382 P rim ary
44
1403 N aturaldisturve
S ym plocos fasciculata Zoll. A stronia spectabilis B l. Ficus fistulosa R einw .ex B l. S aurauia bracteosa D C . C aryota rum phiana B l.ex M art. M acaranga triloba (R einw .ex B l.) M uell.A rg. M usa acum inata C olla P andanus furcatus R oxb. 20-25 Q uercus lineata B l. C astanopsis tungurrut (B l.) D C . C astanopsis argentea (B l.) D C . A stronia spectabilis B l. S chim a w allichii (D C .) Korth. G ynotroches axillaris D ysoxylum densiflorum (B l.) M iq. S ym plocos odoratissim a (B l.) C hoisy O m alanthus populneus (G eisel) P ax A cer laurinum H assk. S loanea sigun (B l) K.S chum . 30-35 C astanopsis argentea (B l.) D C . Q uercus lineata B l. P olyosm a ilicifolia B l. A stronia spectabilis B l. D ysoxylum densiflorum (B l.) M iq. M acropanax disperm us (B l.) O .K. A rdisia fuliginosa B l. C yathea junghuhniana (Kuntze) C opel.
Fam ily S ym plocaceae M elastom ataceae M oraceae A ctinidiaceae A recaceae Euphorbiaceae
Em erg. D om in. Smal l P ioneer J-Fam ily ハイノキ科 ノボタン科 クワ科 ○ マタタビ科 ヤシ科 トウダイグサ科 バショウ科 M usaceae P andanaceae タコノキ科 Fagaceae ブナ科 ○ Fagaceae ブナ科 Fagaceae ブナ科 ○ M elastom ataceae ノボタン科 Theaceae ツバキ科 R hizophoraceae ヒルギ科 M eliaceae センダン科 ○ S ym plocaceae ハイノキ科 ○ Euphorbiaceae トウダイグサ科 A ceraceae カエデ科 Elaeocarpaceae トウダイグサ科 Fagaceae ブナ科 ○ Fagaceae ブナ科 ○ S axifragaceae ユキノシタ科 M elastom ataceae ノボタン科 M eliaceae センダン科 ○ A raliaceae ウコギ科 ○ M yrsinaceae ヤブコウジ科 ○ C yatheaceae ヘゴ科
63
other
Lampiran 4. The location of ground survey point C im alati D 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Lat M 44 44 44 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43
S 33.6 7.9 1.5 57.1 55 50.8 45.6 43.5 40.4 35.7 30.6 25.2 20.2 16.8
D 6 6 6 6 6 6
Lat M 41 41 42 42 42 42
S 6.9 48.3 1 13.1 27.1 32.3
A lt D ate 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/6 2008/3/11 2008/3/11 2008/3/11 2008/3/11 2008/3/11
tim e 9:53 10:35 10:46 11:09 11:23 11:38 12:00 12:52 13:11 9:23 9:53 10:29 11:09 12:08
WP 5 15 17 19 20 21 22 23 24 32 33 34 35 36
tim e 9:57 10:26 10:46 11:34 12:07 12:55
WP 25 26 27 28 29 30
tim e 8:27 9:02 9:20 9:31 9:45 10:03 10:25 11:38
WP 37 38 39 40 41 42 43 44
890 1058 1111 1171 1209 1252 1301 1354 1404 1450 1519 1615 1705 1825
D 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106
Lon M 45 45 45 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44
S 26 9 3.6 57.1 55.9 53.6 47.3 45 43.6 39.1 35.7 30.2 25.9 19.7
D 106 106 106 106 106 106
Lon M 41 41 41 42 42 42
S acc 34.5 39.2 47.2 10.4 20.1 24.6
acc
* * * *
P asir reungit A lt D ate 2008/3/7 2008/3/7 2008/3/7 2008/3/7 2008/3/7 2008/3/7
1045 1101 1150 1200 1247 1302
C ang K uang Lat
A lt D ate 2008/3/12 2008/3/12 2008/3/12 2008/3/12 2008/3/12 2008/3/12 2008/3/12 2008/3/12 acc:
D 1127 1165 1221 1250 1304 1358 1382 1403
M 6 6 6 6 6 6 6 6
S 44 44 44 44 44 44 43 43
D 46.1 40.3 25.4 17.8 11.8 0.7 49.9 50.7
106 106 106 106 106 106 106 106
Lon M S acc 42 52.1 42 54.8 42 48.5 42 40.8 42 35.8 42 29 42 23.9 42 30.5
The accuracy of GPS data were usually 10 15m. Since the satellite condition, Altitude data of WP 32-35 were measured by barometer.
64
Lampiran 5. Daftar jenis tumbuhan yang tercatat di kawasan gunung Halimun dan gunung Salak. Ket.: 1) Mirmanto, E. & H. Wiriadinata (19); 2) Tim JICA dan tim Puslit Biologi; 3) Plot gunung Salak; 4) SUKU ACANTHACEAE
ACERACEAE ACTINIDACEAE
AGAVACEAE ALANGIACEAE
AMARANTHACEAE ANACARDIACEAE
ANNONACEAE
APIACEAE APOCYNACEAE
Species Agrostema boragineum Dflugossa filiformis (Bl.) Bremek. Gendarussa vulgaris Nees Hemigraohis javana Pseudoranthenum acuminatissimum (Miq.) Radlk. Sericocalyx crispus (L.) Bremek. Straurogyne bibracteata Bl. Straurogyne elongata (Bl.) O.K Strobilanthes blumei Bremek Strobilanthes cernua Bl. Strobilanthes paniculata (Nees) Miq. Strobilanthes repanda Bl. Acer laurinum Hassk. Saurauia bracteosa DC. Saurauia cauliflora DC Saurauia nudiflora DC Saurauia pendula Bl. Saurauia reinwardtiana Bl. Cordyline fructicosa (L.) A. Chev. Alangium chinense (Lour.) Rehder Alangium javanicum Alangium rotundifolium (Hassk.) Bloem. Achyranthes aspera L. Cyathula prostrata (L.) Bl. Buchanania arborescens (Bl.) Bl. Gluta renghas L. Mangifera foetida Lour. Mangifera indica L. Semecarpus heterophylla Bl. Goniothalamus macrophyllus (Bl.) Hook.f.& Thoms. Orophea hexandra Bl. Polyalthia lateriflora (Bl.) King Polyalthia subcordata (Bl.) Bl. Centela asiatica (L.) Urb. Alstonia scholaris (L.) R.Br. Alstonia spectabilis Alyxia reinwardtii Bl.
Halimun1 + + + + + + + + + + +
Salak2 +
Plot3
Dimanfaatkan4
+ + +
+ +
+ +
+
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
+
+ +
65
APOCYNACEAE
AQUIFOLIACEAE ARACEAE
ARALIACEAE
ARAUCARIACEAE ARECACEAE
Chilocarpus suaveolens Bl. Kopsia arborea Melodinus orientalis Bl. Tylophora villosa Bl. Voacanga grandiflora Willubeia apiculata Ilex cymosa Bl. Alocasia longiloba Miq. Anadenrum microstachyum (Miq.) Back. Anthurium andreanum Linden Arisaema filiformis Bl. Arum sp. Caladium bicolor (W. Ait) Vent. Homalomena cordata Schott. Homalomena humilis (Jack) Hook.f Homalomena pendula Pothos sp. Raphidophora korthalsii Schott. Raphidophora montana (Bl.) Schott. Schismatoglottis calyptrata (Roxb.) Zoll. & Mor. Scindapsus hederaceus (Zoll. & Mor.) Miq. Scindapsus pictus Hassk. Typonium sp. Arthrophyllum diversifolium Bl. Macropanax concinnus Miq. Macropanax dispermum (Bl.) O.K. Polyscias nodosa (Bl.) Seem. Schefflera aromatica (Bl.) Harms. Schefflera fascigiata (Miq.) Miq. Schefflera lucida (Bl.) Frodin Trevesia sundaica Miq. Agathis dammara (Lamb.) L.C. Rich Calamus adspersus Bl. Calamus ciliaris Bl. Calamus heteroides Bl. Calamus javensis Bl. Calamus reinwardtii Bl. Calamus rhomboideuss Bl. Caryota mitis Lour. Caryota rumphiana Bl. Daemonorops melanochaetes Bl. Licuala spinosa Thun. Nenga pumila (Mart.) Wendl.
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
+
+
+
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
66
ARECACEAE ARISTOLOCHIACEAE ASCLEPIADACEAE
ASTERACEAE
Pinanga coronata Bl. ex Mart) Bl. Pinanga javana Bl. Plectocomia elongata Mart.ex Bl Aristolochia sp. Discidia punctata (Bl.) Decne Discidia rumularifolia Discidia truncata Decne Hoya Hoya macrophylla Bl. Hoya multiflora Bl. Ageratum conyzoides L. Bidens biternata Blumea balsamifera (L.) D.C. Blumea lacera (Burm.f.) D.C. Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H. Robinson Clibadium surinamense L. Crossocephalum crepidioides (Bth.) S. Moore Eclipta alba (L.) Hassk. Elephantopus scaber L. Erechtites valerianifolia Erigeron sumatrensis Retz. Eupatorium inulifolium H.B.K. Eupatorium odoratum Eupatorium riparium Reg. Eupatorium triplinerve Vahl Mikania micranta Sonchus arvensis L. Sphaeranthus indicus L.
+ + + +
+ + + + +
+ +
+ +
BALANOPHORACEAE BALSAMINACEAE
BEGONIACEAE
+
+ + +
+ + + + +
+ + + + +
+
+ +
+
+
Spilanthes acmella Spilanthes iabadicensis ATHYRIACEAE
+ +
Vernonia arborea Buch-Ham Diplazium bantamense Diplazium cordifolium Balanophora globosa Jungh. Impatien chonoceras Hassk. Impatien javensis (Bl.) Steud. Impatien platypetala Lindl. Impatien walleriana Hook.f. Begonia bracteata Jack
+
Begonia isoptera Dryand.
+
Begonia longifolia Bl.
+
Begonia multangula Bl.
+
+ + + + + +
+ + + + +
+
+ +
+
+
67
+
Begonia muricata BEGONIACEAE
Begonia robusta Bl.
+
+ +
BLECHNACEAE
Blechnum orientale L.
BOMBACACEAE
Neesia altisima (Bl.) Bl.
+
BURMANIACEAE
Burmania lutescens Becc.
+
BURSERACEAE
Canarium denticulatum
+
CAMPANULACEAE
Lobelia angulata Forst.f.
+
CAPPARACEAE CAPRIFOLIACEAE
Capparis cantoniensis Lour.
+
Viburnum coriaceum Bl.
+
Viburnum lutescens Bl.
+
Viburnum sambucinum Bl.
+
Euonymus javanicus Bl.
+
Perrottetia alpestris (Bl.) Loes.
+
Chloranthus elatior R.Br. ex Link
+
Sarcandra glabra
+
Calophyllum soulattri
+
Garcinia celebica L.
+
Garcinia diodica Bl.
+
Garcinia sp.
+
Terminalia microcarpa Decne
+
Commelina diffusa Burm.f.
+
+
Commelina paludosa Bl
+
+
Forrestia mollissima (Bl.) Kds.
+
Pollia hasskarlii Rolla Rao
+
Ipomoea aquatica Forsk
+
Merremia umbellata (L.) Hall.f.
+
CELASTRACEAE CHLORANTACEAE CLUSIACEAE
COMBRETACEAE COMMELINACEAE
CONVOLVULACEAE CORNACEAE
CUCURBITACEAE
CUNNONIACEAE
+
+
+
Mastixia pentandra Bl. Mastixia trichotoma Bl.
+
Nyssia javana (Bl.) Wang.
+
Sechium edule (Jacq.) Swat
+
Trichosantes ovigera Bl.
+
Trichosantes quinquangulata A.Gray
+
Trichosantes sumatrana Cogn.
+
Trichosantes tricuspidata Lour.
+
Trichosantes villosa Bl.
+
Zehneria indica
+
Weinmania blumei Planch.
+
+
+
68
CYATHEACEAE
CYPERACEAE
Cyathea contaminans (Wall.) Copel.
+
+
Cyathea junghuhniana (Kuntze) Copel.
+
+
Cyathea rachiborskii
+
Carex baccan Nees
+
Cyperus kyllinga Endl.
+
Fimbristylis sp.
+
Gahnia javanica Zoll ex Mor.
+
Hypolytrum humile (Steud.) Burck.
+
Hypolytrum nemorum (Vahl) Spreng.
+
Kylinga monocephala Rottb.
+
Scleria laevis Retz.
+
Scleria melanostema
+ +
Scleria pubescens Scleria pubescens
+
+
Daphniphyllum glaucescens Bl.
+
+
Dillenia javanica
+
Tetracera indica
+
Dioscorea alata L.
+
Dioscorea numularia Lmk.
+
DIPTEROCARPACEAE
Dipterocarpus hasseltii
+
EBENACEAE
Diospyros buxifolia
+
ELAEAGNACEAE ELAEOCARPACEAE
Elaeagnus latifolia L.
+
Elaeocarpus ascronodia Master
+
Elaeocarpus oxypyren K. & V.
+
Elaeocarpus petiolatus (Jack) Wall.
+
Elaeocarpus sphaericus (Gaertn.) K. Schum.
+
DAPHNIPHYLLACEAE DILLENIACEAE DIOSCOREACEAE
+
Elaeocarpus stipularis Bl. ERICACEAE
Sloanea sigun (Bl.) K.Schum
+
Rhododendron javanicum (Bl.) Benn.
+
Rhododendron malayanum Jack
+
+
+
+ +
Rhododendron sp. EUPHORBIACEAE
+
Antidesma minus Bl.
+
Antidesma montanum Bl.
+
Antidesma tetandrum Bl.
+
Aporusa frutescens
+
Aporusa sphaeridophora Merr.
+
Blumeodendron tokbrai (Bl.) Kurz.
+
Breynia microphylla (T. & B.) M.A.
+
+
+
+
+
69
EUPHORBIACEAE
Bridelia glauca Bl.
+
Bridelia minutiflora Hook. f.
+
Claoxylon glabrifolium Miq.
+
Claoxylon polot (Burm.f.) Merr.
+
Croton laevifolius Bl.
+
Glochidion arborescens Bl.
+
+
Glochidion molle Bl.
+
+
+
Glochidion philippicum
+ +
+
+
+
+
+
Glochidion rubrum Glochidion rubrum Bl.
+
Glochidion sericeum (Bl.) Hook.f.
+
Macaranga rhizinoides Macaranga rhizinoides (Bl.) MA
+
Macaranga tanarius (L.) M.A.
+
Macaranga triloba (Reinw. ex Bl.) M.A.
+
+
Mallotus paniculatus (Lamk) Muell. Arg.
FABACEAE
Omalanthus populneus Zoll. & Mor.
+
+
+
Ostodes panniculata Bl.
+
+
+
Phyllanthus niruri L.
+
Phyllanthus urinaria L.
+
Pimeleodendron pavorioides Sapium seliferum (L.0 Roxb.
+ +
Sauropus androgynus (L.) Merr.
+
Abrus precatorius L.
+
Albizia falcataria (L.) Fosberg
+
+ +
Archidendron clypearia (Jack) Niels. Archidendron fagifolium
+
Calliandra calothyrsus Meissn
+
Calliandra tetragona
+
Dalbergia tamarindifolia
+
Erythrina orientalis
+
Milletia dehiscens
+
Milletia sericea
+
Mimosa pigra
+
Mimosa pudica
+
+
Parasarianthes falcataria (L.) Nielsen
+
Parkia intermedia Hassk.
+
Pithecellobium ellipticum (Bl.) Hassk.
+
+
+
70
FABACEAE
FAGACEAE
FERNS FLACOURTIACEAE
Pterocarpus indicus Willd.
+
Sphatolobus ferruginensis Bth.
+
Sphatolobus littoralis Hassk.
+
Castanopsis acuminatissima (Bl.) A.D.C.
+
Castanopsis argentea (Bl.) DC
+
+
Castanopsis javanica (Bl.) DC.
+
+
Castanopsis tungurrut (Bl.) DC.
+
+
Lithocarpus daphnoides (Bl.) A. Camus
+
Lithocarpus elegans (Bl.) Hatus. ex Soepadmo
+
Lithocarpus spicatus
+
+
+
+
Lithocarpus sundaicus (Bl.) Rehd.
+
Lithocarpus teijsmanii (Bl.) Rehd.
+
Quercus gemelliflora Bl.
+
+
+
Quercus lineata
+
+
+
Quercus pyriformiv Steen.
+
Oleandra pistilaris
+
Pteridium aquilinum
+
Casearia tuberculata Bl.
+
+ +
Casearia velutina
GENTIANACEAE GESNERIACEAE
+
Flacourtia rukam Zoll. & Mor.
+
Pangium edule Reinw.
+
+
Gentiana quadrifaria Bl. Aesynanthus horsfieldii R.Br.
+
Aesynanthus radicans Jack
+
+
Agalmyla parasitica (Lamk) O.K.
+
Cyrtandra coccinea
+
Cyrtandra glabra
+
Cyrtandra oblongifolia Bth. ex Hk.
+
Cyrtandra pendula Bl.
+
Cyrtandra picta Bl.
+
Cyrtandra rostrata Bl.
+
Cyrtandra sandei De Vr.
+
Cyrtandra sulcata Bl.
+
Didymocarpus asperifolia (Bl.) Bakh.f.
+
Didymocarpus zollingeri (Clarke) O.K.
+
GNETACEAE
Gnetum cuspidatum
+
HAMAMELIDACEAE
Altingia excelsa Noronha
HYPERICACEAE
Cratoxylum sumatranum
+
71
HYPOXIDACEAE ICACINACEAE
Curculigo orchimoides Gaertn.
+
+
Gomphandra javanica (Bl.) Val.
+
+
+
Platea excelsa Bl.
+
+
+
+
Platea latifolia Bl.
+
Stemonurus secundiflorus Bl.
+
IRIDACEAE
Trimeza martinicensis (L.) Herb.
JUGLANDACEAE LAMIACEAE
Engelhardia spicata Lesch. ex Bl. Anisomeles indica (L.) O.K.
+ +
Orthosiphon grandiflorus Bold.
LAURACEAE
+
Plectranthus galeatus
+
Scutellaria discolor
+
Beilschmiedia madang (Bl.) Bl.
+
Cinnanomum sintoc Bl.
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Lindera bibracteata (Nees) Boerl.
+
Litsea accendens Litsea cubeba (Lour.) Pers.
+
Litsea diversifolia Bl.
+
Litsea elliptica Bl.
+
Litsea ferruginea Bl.
+
Litsea grandis
+
Litsea javanica Bl.
+
Litsea mappacea (Bl.) Boerf.
+
Litsea noronhae Bl.
+
+
Litsea resinosa Bl.
+
+
Litsea tomentosa Bl.
+
Litsea tuberculata (Bl.) Boerl.
+
Neolitsea cassia (L.) Kosterm.
+
+
Neolitsea trilivervia (Bl.) Merr
+
+
+
+
+
Nothaphoebe coriacea LECYTHIDACEAE LEEACEAE LILIACEAE
Persea rimosa (Bl.) Kosterm.
+
Planchonia valida (Bl.) Bl.
+
Leea indica Burm.f
+
Leea rubra Bl. Dianella javanica (Bl.) Kth.
+
Disporum cantoniense (Lour.) Merr.
+
Molineria capitulata (Lour.) Herb.
+
Molineria latifolia Herb. ex Kurz
+
Pleomele angustifolia
+ +
+
+
72
LILIACEAE
Pleomele elliptica
+
LOBELIACEAE
Lobelia sp.
+
LOGANIACEAE
Fagraea elliptica Roxb.
MAGNOLIACEAE
MALPHIGIACEAE MALVACEAE
MARANTHACEAE
+
Fagraea fragrans Bl.
+
Fagraea lanceolata Bl.
+
Geniostoma arborescens (Reinw.) O.K.
+
Magnolia candolii Bl.
+
Manglietia glauca Bl.
+
Michelia montana Bl.
+
Hiptage benghalensis (L.) Kurz
+
+
Sida acuta Sida rhombifolia L.
+
Triumfetta rhomboidea
+
+
+
+
Urena lobata
+
Donax cannaeformis (G.Forst.) K.Schum.
+
Marantha arundinacea Tuss.
+ +
Agiopteris evecta Hoffm. MELASTOMATACEAE
+
Astronia spectabilis Bl.
+
+
Clidemia hirta D. Don.
+
+
Creochiton bibracteata (Bl.) Bl.
+
Dissochaeta gracillis (Jack) Bakh.f.
+
Dissochaeta leprosula (Bl.) Bl.
+
Dissochaeta reticulata Bl.
+
Marumia muscosa Bl.
+
Medinella exima Bl.
+
Medinella laurifolia Bl.
+
+ +
+
+ +
Medinella sp. Medinilla speciosa Reinw.ex Bl.
+
Melastoma affine D. Don
+
Melastoma malabathricum L.
+
Melastoma normale D. Don
+
+ + +
Melastoma polyanthum Melastoma sylvaticum Bl.
+
Memecylon excelsum Bl.
+
Memecylon myrsinoides Bl.
+
Memecylon oleaefolium Bl.
+
Omphalopus fallax (Jack) Naud.
+
Pachycentria sp.
+
+
73
MELASTOMATACEAE
MELIACEAE
MENISPERMACEAE
MONIMIACEAE MORACEAE
Pternandra azurea (Bl.) Burck.
+
Rhodamnia sp.
+
Sonerilla heterophylla Jack
+
Aglaia sp.
+
Dysoxylum alliaceum Bl.
+
+
+
Dysoxylum densiflorum (Bl.) Miq.
+
+
+
Dysoxylum excelsum Bl.
+
Melia azedarach
+
Sandoricum koetjapi (Burm.f.) Merr.
+
Toona sureni (Bl.) Merr.
+
Fibraurea chloroleuca
+
Perycampylus cauliflora (Miers) Diels
+
Perycampylus glaucus (Lam.) Merr.
+
Stephania capitata (Bl.) Spreng.
+
Stephania corymbosa (Bl.) Spreng.
+
Stephania japonica var. discolor
+
Kibara coriacea
+
Artocarpus elasticus Reinw. ex Bl.
+
Artocarpus gemeziana Wall. ex Trec.
+
Artocarpus integra
+
Ficus alba Reinw. ex Bl.
+
+
+
+
+
Ficus ampelas Ficus aspericula
+
+ +
Ficus deltoidea Jack Ficus elastica Nois ex Bl.
+
Ficus fistulosa Reinw. Ex Bl.
+
+
+
+
Ficus fulva Reinw. Ficus fulva Reinw. ex Bl.
+
Ficus globosa Bl.
+ +
Ficus grosullarioides Ficus involucrata Bl.
+
Ficus lepicarpa Bl.
+
Ficus montana Burm.f.
+
Ficus padana Burm.f.
+
Ficus pisocarpa
+
Ficus ribes Reinw. Ex Bl.
+
Ficus sagitata Vahl.
+
Ficus sinuata Thunb.
+
+
+
+
+
+
+
74
MORACEAE MUSACEAE MYRISTICACEAE
MYRSINACEAE
Ficus variegata Bl.
+
+
Poikilospermum suaveolens (Bl.) Merr.
+
+
Musa acuminata Colla
+
+
Musa salaccensis Zoll.
+
Horsfieldia glabra (Bl.) Warb.
+
Horsfieldia irya
+
Knema cinerea (Poir) Warb.
+
Knema laurina (Bl.) Warb.
+
Myristica guatteriifolia DC Ardisia crispa (Thunb) DC.
+
Ardisia fuliginosa Bl.
+
+
Ardisia laevigata Bl.
+
Ardisia odotophylla
+
Ardisia pendula Mez
+
+
+
Ardisia sanguinolenta DC
+
+
+
Labisia pumila (Bl.) F.Vill.
+
Maesa latifolia (Bl.) D.C.
+
Maesa ramentacea Wall.
+
Myrsine avensis (Bl.) D.C.
+
Myrsine hasseltii Bl. ex Scheff
+ +
Rapanea hasseltii (Bl. ex Scheff.) Mez Cleistocalyx operculata Merr. & Perry
+
Decaspermum fruticosum J.R.& G.Forst
+
Eugenia densiflora (Bl.) Duthie
+
Eugenia fascigiata
+
+
Eugenia pycnantum
+
+
+
+
Syzygium antisepticum (Bl.) Merr & Perry
+
Syzygium gracilis (Korth.) Amsh.
+
Syzygium lineatum (Bl.) Merr & Perry Syzygium polyanthum
+
Syzygium racemosum (Bl.) D.C.
+
Syzygium rostratum (Bl.) D.C.
+
+
+ + +
Syzygium sp.
NEPENTHACEAE
+ +
Ardisia javanica
MYRTACEAE
+
Syzygium suringarianum (K.&V.) Amsh.
+
Syzygium syzygioides (Miq.) Amrh. Tristania sp.
+
Nepenthes gymnophora Reinw. ex Nees
+
+ +
75
OLEACEAE
Chionanthus montanus Bl.
+
Chionanthus ramiflorus
+
Jasminum multiflorum (Burm.f.) Andr.
+ +
Olea javanica (Bl.) Knobl. ONAGRACEAE ORCHIDACEAE
Ludwigia linifolia Vahl.
+
Agrostophyllum bicuspidatum
+
Agrostophyllum denbergii
+
Agrostophyllum laxum J.J.Sm.
+
Apostasia nuda
+
Appendicula alba
+
Appendicula buxifolia
+
Appendicula congenera
+
Appendicula cornata
+
Appendicula cristata
+
Appendicula pendula
+
Appendicula ramosa Bl.
+
Appendicula reflexa
+
Arundina graminifolia
+
+
Bulbophyllum Bulbophyllum absonditum J.J.S
+
Bulbophyllum aliifolium
+
Bulbophyllum cernuum (Bl.) Lindl.
+
Bulbophyllum elongatum
+
Bulbophyllum flavescens
+
Bulbophyllum flavidiflorum
+
Bulbophyllum lobbii Lindl.
+
Bulbophyllum macranthum
+
Bulbophyllum obtusipetalum
+
Bulbophyllum odoratum
+
Bulbophyllum ovalifolium
+
Bulbophyllum pahudii
+
Bulbophyllum petiolatum
+
Bulbophyllum scotifolium
+
Bulbophyllum stelis
+
Bulbophyllum unguiculatum
+
Bulbophyllum violaceum
+
Bulbophyllum xylocarpi
+
Calanthe abbreviata
+
76
ORCHIDACEAE
+
Calanthe orchimoides Ceratochilus biglandulosus Bl.
+
Ceratostylis capitata
+
Ceratostylis subulata
+
Chelonistele sulphurea (Bl.) Pfitz.
+
Coelogyne fuliginosa
+
Coelogyne longifolia Lindl.
+
Coelogyne miniata
+
Coelogyne simplex
+
Coelogyne speciosa
+
Corybas pictus (Bl.) O.K.
+
Cryptostylis arachnites
+
Cymbidium ensifolium
+
Cymbidium lancifolium Hook.
+
Cymbidium pubescens Lindl.
+
Dendrobium aloifolium
+
Dendrobium crumenatum
+
Dendrobium excavatum
+
Dendrobium hymenophyllum Lindl.
+
Dendrobium lobulatum
+
Dendrobium mutabile
+
Dendrobium pandaneti
+
Dendrobium paniferum
+
Dendrobium reflexitepalum J.J.S.
+
Dendrobium spathilingue
+
Dendrobium tenellum (Bl.) Lindl.
+
Dendrobium tetraede
+
Dendrochilum aurantiacum Bl.
+
Dendrochilum brachyotum
+
Dendrochilum cornutum Bl.
+
Dendrochilum exalatum
+
Dendrochilum pallideflavens
+
Dilochia wallichii Lindl.
+
Dipodium scandens
+
Disperis javanica
+
Eria biflora
+
Eria erecta (Bl.) Lindl.
+
Eria flavescens (Bl.) Lindl.
+
77
ORCHIDACEAE
Eria junghunii
+
Eria lobata
+
Eria oblitterata
+
Eria robusta
+
Eria tenuiflora
+
Erythrodes brevicalcar
+
Eulophia nuda Lindl.
+
Flickingeria fimbricata
+
Goodyera reticulata (B.) Bl.
+
Lecanorchis javanica
+
Lecanorchis multiflora
+
Lepidogyne longifolia
+
Liparis bilobulata J.J.S.
+
Liparis compressa
+
Liparis gibbosa
+
Liparis pallida (Bl.) Lindl.
+
Liparis rheedii
+
Macodes petola (Bl.) Lindl.
+
Malaxis koordersii
+
Malaxis ridleyi
+
Micropera callosa
+
Microsaccus affinis
+
Nephelaphyllum pulchrum
+
Nephelaphyllum tenuiflorum Bl.
+
Oberonia imbricata
+
Oberonia microphylla
+
Oberonia similis
+
Octarrhena parvula
+
Phaius flavus (Bl.) Lindl.
+
Phaius tankervillae (W. Ait.) Bl.
+
Pholidota globosa (Bl.) Lindl.
+
Pholidota imbricata
+
Pholidota pallida
+
Plocoglottis javanica Bl.
+
Podochilus muricatus
+
Podochilus serpyllifolius (Bl.) Lindl.
+
Podochilus tenuis
+
Polystachya concreta
+
78
ORCHIDACEAE
OXALIDACEAE PANDANACEAE
Pteroceras compressum
+
Pteroceras fraternum
+
Renanthera matutina
+
Robiquetia spathulata
+
Saccolobium rantii
+
Saccolobium sigmoideum
+
Sarcostoma javanica
+
Schoenorchis juncifolia Bl.
+
Spathoglottis aurea
+
Spathoglottis plicata Bl.
+
Spiranthes sinensis
+
Tainia elongata J.J.S.
+
Thrixspermum anceps
+
Thrixspermum conigerum
+
Thrixspermum pensile
+
Thrixspermum purpurascens
+
Thrixspermum squarrosum J.J.S.
+
Trichotosia ferox
+
Trichotosia pauciflora
+
Vanda tricolor Lindl. Oxalis corniculata L.
+ +
+
Freycinetia angustifolia Bl.
+
+
Freycinetia insignis Bl.
+
Freycinetia javanica Bl.
+
+
Freycinetia sp.
+
+
Pandanus furcatus Roxb.
+
+ +
Pandanus nitidus PASSIFLORACEAE
PINACEAE PIPERACEAE
+
Pandanus tectorius Soland. ex Park.
+
Passiflora edulis Sims.
+
Passiflora foetida L.
+
Passiflora quadrangularis L.
+
Pinus merkusii Jungh. & De Vriese
+
Peperomia laevifolia (Bl.) Miq.
+
Peperomia tetraphylla (Forst.f.) Hook. ex Arn.
+
+
Piper aduncum L.
+
+
Piper caninum Bl.
+
Piper nigrescens
+
Piper retrofaractum
+
+
+
79
PITTOSPORACEAE PLANTAGINACEAE POACEAE
Pittosporum moluccanum (Lmk.) Miq.
+
Pittosporum ramiflorum (Z.&M.) Zoll. ex Miq. Plantago mayor L.
+ + +
Axonophus compressus Bambusa vulgaris Schrad. ex Wendl.
+
Dendrocalamus asper (Schult.f.) Back. ex Heyne
+
Digitaria sanguinalis Scov.
+
Dinochloa scandens (Bl. ex Nees) O.K.
+
Eleusine indica (L.) Gaertn.
+
Gigantochloa apus (Bl.ex Schult.f.) Kurz
+
Gigantochloa atroviolacea Widjaja Gigantochloa hasskarliana (Kurz) Backer ex Heyne
+
Gigantochloa pseudoarundinacea (Steud.) Widjaja
+
Gigantochloa robusta Kurz
+
Imperata cylindrica var major C.E. Hubb.
+
+
+
Isachne alben Isachne pangerangensis Z. & M.
PODOCARPACEAE
+
Lopathorium gracile
+
Oplismenus compositus
+
Paspalum conjugatum Berg.
+
Paspalum longifolium Roxb.
+
Pogonatherum paniceum (LamHack.k)
+
Schizostachyum blumei Nees
+
Schizostachyum brachycladum Kurz
+
Schizostachyum ireten Steudel
+
Setaria palmifolia (Willd.) Stapf.
+
Thysanolaena maxima (Roxb.) O.K.
+
Dacrycarpus imbricatus (Bl.) de Laub.
+
POLYGONACEAE PROTEACEAE
Podocarpus neriifolius D.Don
+
Prumnopytis amara (Bl.) de Laub Polygala paniculata L.
+
Polygala venenosa Juss. ex Poir
+
Xanthophyllum excelsum
+
Polygonum chinensis L.
+
+
+
+ +
+ +
Helicia robusta (Roxb.) R.Br. ex Wall Helicia roxbughii (R.Br.) Bl.
+
+
Podocarpus imbricatus Bl.
POLYGALACEAE
+
+
+
80
PROTEACEAE RANUNCULACEAE RHAMNACEAE
RHIZOPHORACEAE ROSACEAE
Helicia serrata (R.Br.) Bl.
+
Thalictrum javanicum Bl.
+
Maesopsis enemii
+
Ziziphus javanensis Bl.
+
Gynotroches axillaris Bl. Prunus arborea (Bl.) Kalkm.
+
Prunus gricea (C. Muell.) Kalkm.
+
+
+
+
+
+
+
Prunus javanica (T. & B.) Miq.
RUBIACEAE
+
Pygeum latifolium Miq.
+
Rubus elongatus Smith
+
Rubus mollucanus L.
+
Rubus rosaefolius J.E. Smith
+
Argostemma borragineum Bl. ex DC
+
+
Argostemma montanum Bl. ex DC
+
+
Argostemma uniflorum Bl. ex DC
+
+
Borreria laevis (Lamk) Griseb.
+
Diodia ocymifolia Bremek
+
+
+
Geophila repens Hedyotis rigida
+
Hypobathrum frutescens Bl.
+
Ixora javanica
+
Ixora salisifolia
+
Lasianthus constrictus Wight.
+
Lasianthus inodorus Bl.
+
Lasianthus laevigatus Bl.
+
Lasianthus lucidus Bl.
+
Lasianthus oculuscati Bl.
+
Lasianthus purpureus Bl.
+
Lasianthus reticulatus Bl.
+
Lasianthus rhinocerotis Bl.
+
Lasianthus stercorarius Bl.
+
Maschalocorymbus corymbosus (Bl.) Brem.
+
Musaenda frondosa L.
+
Mycetia cauliflora
+
Mycetia javanica (Bl.) Reinw. ex Korth.
+
Neocauclea clycina (Bartl. ex DC.) Mrr.
+
Neonauclea obtusa (Bl.) Merr.
+
Nertera granadense
+
+
+
+
+
+
+
+
81
RUBIACEAE
Ophiorrhiza junghunii
+
Pavetta indica L.
+
Pavetta montana Reinw.ex Bl.
+
Psychotria curviflora Wall.
+
Psychotria montana Bl.
+ +
Psychotria robusta Bl. Psychotria sarmentosa Bl.
+
Randia schoemannii (T. & B.) Bakh
+
Randia wallichii Hook. f.
+
Saprosoma arboretum Bl.
+
Tarenna fragrans (Bl.) K. & V.
+
Timonius seriaceus (Desf.) K. Sch.
+
Timonius timon (Spreng) Merr.
+
Uncaria gambir Roxb.
+
Uncaria glabrata (Bl.) DC
+
Uncaria pedicelata
+
Urophyllum arboreum (Reinw. ex Bl. ) Korth
+
+
+
+
+ +
Urophyllum corymbosum
RUTACEAE
Urophyllum glabrum Wall.
+
+
Wendlandia glabrata DC
+
+
Acronychia laurifolia Bl.
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Acronychia pedunculata (L.) Miq Euodia glabra (Bl.) Bl.
+
Euodia latifolia DC
+
SAPOTACEAE
+
+
Melicope latifolia (DC.) T.G. Hartley SABIACEAE SAPINDACEAE
+
Ruta oppositifolia
+
Meliosma lanceolata Bl.
+
Arytera Sp.
+
Lepisanthes tetraphylla
+
Mischocarpus frutescens Bl.
+
Mischocarpus sundaicus Bl.
+
Nephelium juglandifolium Bl.
+
Otophora alata Bl.
+
Pometia pinnata forma glabra (Bl.) Jacobs
+
Pometia pinnata forma tomentosa
+
Payena leerii (T. & B.) Kurz.
+
Planchonella nitida
+
+
82
SAXIFAGRACEAE SCROPHULARIACEAE
SELAGINELLACEAE SMILACACEAE
SOLANACEAE
Polyosma illicifolia Bl.
+
Polyosma integrifolia Bl. Lindernia sp.
+
Picria felterrae Lour.
+
Torenia asiatica
+
+
+
+
+
Selaginella plana
+
Smilax leucophylla Bl.
+
+
Smilax macrocarpa Bl.
+
+
Smilax zeylanica L.
+
+
Lysianthes laevis
+
Lysianthes lysimachioides Physalis minima L.
+ +
+
+
Solanum verbascifolium Bl. STAPHYLIACEAE
STEMONACEAE STERCULIACEAE
SYMPLOCACEAE
THEACEAE
THYMELAEACEAE ULMACEAE
URTICACEAE
Turpinia montana (Bl.) Kurz.
+
Turpinia sphaerocarpa Hassk.
+
Stemona javanica (Kth.) Engl.
+
Commersonia bartramina
+
Sterculia coccinea Jack
+
Sterculia subpeltata
+
Symplocos cochichinensis (Lour.) S. Moore
+
+
+
Symplocos fasciculata Zoll.
+
+
+
+
Symplocos odoratissima (Bl.) Chaisy
+
+
Eurya acuminata DC.
+
+
+
+
Eurya glabra (Bl.) Korth.
+
Gordonia excelsa (Bl.) Bl.
+
Laplacea integerrima Miq.
+
Pyrenaria serrata Bl.
+
Schima wallichii (DC.) Korth.
+
+
+
+
Ternstroemia japonica (Thun.) Thun.
+
+
+
Ternstroemia lanceolata
+
+
+
Thea lanceolata (Bl.) Piere
+
+
+
+
Daphne composita (L.f.) Gilg. Gonystyllus macrophyllus (Miq.) Airy Shaw
+
Celtis timorensis Span.
+
Gironniera subaequalis Planch.
+
Trema orientalis (L.) Bl.
+
+
Elattostema nigrescens Miq.
+
+
Elattostema sinuatum (Bl.) Hassk.
+
83
URTICACEAE
VACCINIACEAE
Laportea stimulans (L.f.) Gaud. Ex Miq.
+
Pilea angulata (Bl.) Bl.
+
Pilea melastomoides (Poir.) Bl.
+
Pipturus sp.
+
Procris frutescens Bl.
+
Procris pedunculata (Forst. f.) Wedd..
+
Villebrunea rubescens Bl.
+ +
Vaccinium bancanum Miq. Vaccinium laurifolium (Bl.) Miq.
+
Vaccinium lucidum (Bl.) Miq.
+ +
Vaccinium sp. VERBENACEAE
VITACEAE
ZINGIBERACEAE
Vaccinium varingiaefolium (Bl.) Miq. Callicarpa longifolia Lamk.
+
Cayratia geniculata (Bl.) Gagn.
+
Cayratia japonica
+
Clerodendrum laevifolium
+
Lantana camara L. Ampelocissus thyrsiflora
+
Cissus discolor Bl.
+
Pterisanthes cissoides Bl.
+
Tetrastigma glabratum (Bl.) Planch.
+
Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch.
+
Tetrastigma papilissum (Bl.) Planch.
+
Vitex trifoliata L.
+
Achasma foetus Val.
+
Alpinia galanga (L.) Swartz
+
Alpinia javana Bl.
+
Alpinia robusta
+
Alpinia scabra Bl.
+
Amomum compactum Soland. ex Maton
+
Amomum pseudopoetens Val. Brachychilum horsfieldii (R.Br. Ex Wall.) O.G. Peters. Costus speciousus (Koen.) J.E. Smith
+
+
+
+
+ +
+ +
Etlingera coccinea (Bl.) S. Sakai & Nagam. Etlingera punicea (RSm.oxb.) R.M.
+
Etlingera solaris
+
Globba marantina L.
+
84
ZINGIBERACEAE
Globba pendula
+
Hedichyum conorarium
+
Hornstedtia paludoa (Bl.) Val.
+
Hornstedtia pininga (Bl.) Val.
+
Nicolaia solaris (Bl.) Horan. Zingiber aromatica Val.
+
+ +
+
+
85