PERUBAHAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT AKIBAT PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK (Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)
KIKI AMANDHA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2006 Kiki Amandha NRP E02400070
RINGKASAN KIKI AMANDHA. Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh Dr. Ir. HARIADI KARTODIHARJO, MS. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 175 tahun 2003 tentang perluasan kawasan TNGH-S maka Taman Nasional Gunung Halimun kini dikembangkan dan diperluas menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGH-S). Dengan adanya perluasan kawasan Taman Nasional ini, perubahan-perubahan pun terjadi didalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat akibat perluasan taman nasional, serta mengetahui peluang usaha yang mungkin muncul dengan adanya perluasan. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pengumpulan data sekunder dan pengambilan data primer. Data dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT kemudian disajikan dan dibahas secara deskriptif. Banyak masyarakat Desa Ciasihan yang mendirikan bangunan tempat tinggal di kawasan Taman Nasional. Lahan di daerah tersebut kebanyakan digunakan sebagai areal persawahan. Secara turun-temurun masyarakat desa sudah terlebih dulu tinggal menetap dan menggarap lahan tersebut. Setelah dikeluarkannya SK Menteri Kahutanan RI No. 175 tahun 2003, aksesibilitas masyarakat ke hutan tertutup sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengambil kayu bakar, tumbuhan obat dan keperluan lainnya. Perubahan mata pencaharian ini menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat Desa Ciasihan. Selain itu, pengelolaan tempat wisata yang belum jelas, juga menutup peluang munculnya jenis usaha baru. Diantara hasil hutan yang mereka manfaatkan, selain untuk dipergunakan sehari-hari, ada juga yang untuk dijual. Masih minimnya pengetahuan mereka akan teknologi hasil hutan, membuat mereka menjual hasil hutan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Sehingga hasil yang mereka peroleh sangat minim. Hutan tidak mungkin dipisahkan dari masyarakat karena hutan berada tidak jauh dari lingkungan mereka tinggal dan pengaruhnya dapat dilihat secara langsung. Hubungan hutan dan masyarakat dianggap menguntungkan terutama bagi para penggarap yang memanfaatkan lahan untuk areal pertanian. Pada umumnya responden merasakan manfaat hutan yang dirasakan dari segi ekonomi yaitu dengan adanya lahan pertanian yang dapat menjadi tempat bercocok tanam dan memberikan tambahan pendapatan dan pekerjaan bagi masyarakat yang berdampak pada pendapatan masyarakat desa. Selain itu juga ada manfaat ekologis berupa ketersediaan air. Hasil lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kayu. Hasil berupa kayu seringkali dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan, ranting untuk kayu bakar, bahkan adapula yang untuk dijual. Jenis tanaman yang mereka manfaatkan diantaranya kayu jenis Manii (Maesopsis emanii), Jeunjing (Paraserianthes falcataria), Rasamala (Althingia excelsa) dan Pasang (Quercus sundaicus).
PERUBAHAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT AKIBAT PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN-SALAK (Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)
KIKI AMANDHA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Skripsi :
Nama NRP
: :
Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) Kiki Amandha E02400070
Disetujui,
Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS Dosen Pembimbing
Diketahui,
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dekan Fakultas Kehutanan
Tanggal Lulus :
PRAKATA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas segala karunia rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi dengan judul Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu Penulis, yang telah mendidik dan mengenalkan tentang makna kehidupan serta tidak henti-hentinya mendoakan penulis. Bapak Dr. Ir. Hariadi Kartdiharjo, MS selaku dosen pembimbing, Bapak Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku dosen penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan, Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc selaku dosen penguji wakil dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan. Ucapan terima kasih kepada keluarga besar Sasongko dan Harun Alrasyid atas segala bantuan dan dukungannya selama penulis kuliah di IPB. Di samping itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak E. Sulaeman Rasyid yang telah membantu segala kebutuhan dan kelancaran penulis selama pengambilan data penelitian. Ucapan terima kasih untuk Ibu Nining, Dewi Anne Andhida, SP, Asep Irwan Hikmawan, SP, Alethea, Aulia, Christyo, Dhiya, Ajeng, Dawny, Ratu, Tommy, Jery, Indah G, Arina, Rina, Rini, Dharma, Indah S, Zulham, Dolly, Richo dan Wahyudi juga seluruh rekan-rekan Teknologi Hasil Hutan angkatan 37 dan angkatan 39. Serta rekan-rekan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan, dukungan dan perhatiannya, penulis ucapkan banyak terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bogor,
September 2006
Kiki Amandha
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Maret 1982 dari Ayah Muchyidin dan Ibu Esti Chrisyanthi Sasongko. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri I Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama
mengikuti
perkuliahan,
penulis
aktif
dalam
organisasi
kemahasiswaan yaitu BEM-E IPB, International Forestry Students Association (IFSA), serta HIMASILTAN. Kegiatan praktek yang pernah diikuti adalah Praktek Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) di Getas Jawa Timur-BaturadenCilacap, Praktek Kerja Lapang di PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Barat.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL………………………………………………………….
ii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….……
iii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………..…………
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang……………………………………….….…………….. 1 Tujuan Penelitian……………………………………….……………... 2 Manfaat Penelitian…………………………………….………………. 2 TINJAUAN PUSTAKA Ketergantungan Masyarakat Setempat Terhadap Hutan……………… 3 Masyarakat Sekitar Hutan…………………………………………….. 4 Analisis SWOT……………...………………………………………… 5 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian……..……………………………………. Objek Penelitian……………………………..……………………….... Alat dan Bahan…………………………………..…………………….. Metode pengumpulan data……………..…………………………..…. Penyajian, Pembahasan Data dan Penarikan Kesimpulan………….....
9 9 9 9 10
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak……………………………………………….…………………. 13 Kondisi Fisik dan Lingkungan…………………….………………….. 13 Sosial Ekonomi Masyarakat…………………….……………………. 13 Sarana dan Prasarana…………………………..……………………… 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden……………………………………………… 16 Penutupan Akses Masyarakat ke Dalam Hutan………………………. 17 Tingkat Ketergantungan Masyarakat…………………………………. 22 Hasil Analisis SWOT…………………………………………………. 24 SIMPULAN DAN SARAN……….………………………………………… 28 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 30 LAMPIRAN…………………………………………………………………. 32
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Mata pencaharian penduduk Desa Ciasihan…………………………… 13 2. Karakteristik responden………………………………………………... 16 3. Perubahan mata pencaharian penduduk Desa Ciasihan………………... 19 4. Tarif penjualan hasil hutan……………………………………………... 19 5. Perubahan tingkat pendapatan penduduk Desa Ciasihan………………. 20 6. Frekunsi pengambilan hasil hutan……………………………………… 20 7. Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan…………………………………. 22 8. Faktor internal kekuatan………………………………………………… 24 9. Faktor Internal kelemahan……………………………………………… 25 10. Faktor Eksternal Peluang……………………………………………….. 25 11. Faktor Eksternal Ancaman……………………………………………… 26
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Diagram SWOT…………….………………………………………..
10
2. Tingkat Pendidikan Desa Ciasihan…………...………………………
14
3. Hasil Analisis SWOT……………….………………………………..
24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian………………………………………………….. 32 2. Rekapitulasi mata pencaharian dan tingkat pendapatan masyarakat Desa Ciasihan sebelum dan sesudah penutupan akses…... 33 3. Hasil Wawancara dengan Responden (Perwakilan)…………………… 35
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 175 tahun 2003 tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas pada kelompok hutan Gunung Halimun dan kelompok hutan Gunung Salak seluas ± 113.357 hektar di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak maka Taman Nasional Gunung Halimun kini dikembangkan dan diperluas menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGH-S). Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan bahwa kawasan hutan yang berada di Gunung Halimun dan Gunung Salak merupakan kesatuan hamparan hutan dataran rendah dan pegunungan yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi dan sumber mata air bagi kehidupan masyarakat sekitarnya yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Dengan adanya perluasan kawasan Taman Nasional ini, perubahanperubahan pun terjadi didalamnya. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya, wilayah yang semula daerah koridor kini berubah menjadi bagian dari daerah taman nasional yang menyebabkan terciptanya enclave-enclave dan terjadinya perubahan fungsi hutan dari hutan produksi menjadi hutan lindung. Hal ini berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat sekitar kawasan, dampak tersebut ada yang bersifat positif maupun negatif. Ribuan warga masyarakat di tiga kabupaten yang berada disekitar kawasan tersebut mengandalkan hasil pertanian dan hasil hutan yang ada dari garapan lahan tersebut. Perubahan lain yang terjadi adalah dengan adanya perluasan kawasan. Luas kawasan TNGH yang semula sekitar 40.000 hektar kini berubah menjadi 113.357 hektar yang terdiri dari kelompok kawasan TNGH dan kawasan hutan Gunung Salak. Sejak dikeluarkannya SK Menhut tersebut memberikan dampak yang negatif dengan meningkatnya perambahan hutan sekitar kawasan terutama yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional tersebut yaitu wilayah
Bogor, Sukabumi dan Lebak. Lahan di daerah tersebut kebanyakan digunakan sebagai areal persawahan dan ladang. Banyak masyarakat yang mendirikan bangunan tempat tinggal (gubuk) di kawasan taman nasional tersebut. Perambahan yang sulit untuk dicegah karena sebagian besar perambah hutan telah terlebih dahulu menetap sebelum adanya perubahan fungsi kawasan dan penetapan kawasan sebagai taman nasional. Selain menghadapi masalah perambahan hutan, di kawasan taman nasional ini juga rawan akan pencurian kayu. Hingga kini, pencurian kayu rimba masih terus berlangsung secara periodik, terutama di daerah yang berbatasan dengan pemukiman penduduk. Melihat permasalahan yang terjadi perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai perubahan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat akibat perluasan Taman Nasional Gunung halimun-Salak.
Tujuan Penelitian Mengetahui perubahan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat akibat perluasan taman nasional, serta mengetahui peluang usaha yang mungkin muncul dengan adanya perluasan.
Manfaat Penelitian Memberikan masukan kepada masyarakat desa sekitar kawasan khususnya Desa Ciasihan dalam merumuskan strategi pengembangan potensi desa sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Sedangkan manfaat bagi pengelola taman nasional yaitu sebagai salah satu bahan pertimbangan dan masukan dalam pengelolaan agar berdaya guna dan lestari dalam pemanfaatannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA KETERGANTUNGAN MASYARAKAT SETEMPAT TERHADAP HUTAN Menurut Tadjudin (2000), jenis mata pencaharian masyarakat hutan sangat beragam. Sebagian dari mereka melakukan kegiatan budaya pertanian di dalam kawasan hutan. Lainnya hanya memetik hasil hutan non kayu seperti damar, getah, rotan, sarang burung, dan tanaman obat-obatan. Sebagian lainnya adalah mencari kayu bakar, menyabit rumput atau menggembalakan ternaknya di dalam kawasan hutan. Ahmad (1993) menyatakan masalah masyarakat lokal – tanah lokal – sumberdaya lokal ada pada tiap sektor ekonomi ekstraktif khusus untuk sektor kehutanan partisipasi ekonomis masyarakat ini memiliki tiga dimensi. Pertama, kesempatan memperoleh pendapatan melalui pemilikan lahan. Bagi masyarakat yang telah turun temurun tinggal di dalam dan tepi hutan, ini berarti pemilikan atau hak atas lahan hutan sebagai faktor produksi, misalnya dengan bertani dan memperoleh pendapatan darinya. Kedua, kesempatan memperoleh pendapatan dengan menjual tenaga kerja pada kegiatan ekonomi milik orang lain. Ketiga, kesempatan mengklaim atau menggunakan hak pemanfaatan atas hasil hutan, kayu dan non kayu, dari kawasan tertentu yang telah turun-temurun menjadi “lahan cadangan” masyarakat setempat. Hak atas sumberdaya lokal ini dapat bersifat komunal atau individual. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengakses sumberdaya hutan sebagai sumber mata pencaharian. Dengan demikian pengelolaan hutan akan mengangkat status kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Ketidakadilan yang ditandai dengan adanya ketimpangan dalam pemanfaatan hasil hutan. Pengelolaan hutan menempatkan masyarakat sebagai pelaku penting (Rahardjo, 2003). Menurut Wiratno, dkk. (2001), sistem kategorisasi kawasan konservasi sebenarnya bersifat fleksibel. Dalam konteks Indonesia, misalnya: persyaratan bahwa di dalam taman nasional harus bebas dari okupasi manusia tentu tidak dapat diterapkan sepenuhnya, karena sebagian besar masyarakat adat dan
masyarakat tradisional masih sangat mengandalkan hidupnya pada sumberdaya hutan, pesisir dan laut. Sebagian besar dari masyarakat ini bahkan masih tinggal menetap di dalam kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai taman nasional. UU No. 5 tahun 1990 pada pasal 30 memang menyebutkan bahwa taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman hayati spesies tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya. Namun pasal ini tidak secara khusus menggariskan persyaratan bahwa suatu taman naional harus bebas dari pemukiman masyarakat (Wiratno, dkk; 2001). Masih menurut Wiratno, dkk. (2001), banyak sekali masyarakat yang mendapat manfaat dari hasil hutan non kayu karena seluruh kegiatannya, mulai dari pengumpulan hingga pengolahan, umumnya dilakukan secara manual dan tidak mengharuskan keahlian yang terlalui khusus. Karena itu kegiatan ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar.
MASYARAKAT SEKITAR HUTAN Masyarakat hutan adalah masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan, yang kehidupan ekonomi, sosial dan budayanya tergantung pada keberadaan sumberdaya hutan. Masyarakat disini tidak sekedar dipandang sebagai rumah tangga (house hold) yang dalam konsep ekonomi ditetapkan sebagai sosok yang memiliki fungsi tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi sebesarbesarnya (Tadjudin, 2000). Sedangkan menurut Suharjito (2003), masyarakat lokal adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan dan bergantung kepada hutan untuk memenuhi kehidupannya (ekonomi, politik, religius dan lainnya). Kelompok masyarakat ini dapat berupa kumpulan beberapa keluarga atau rumah tangga yang membentuk unti kampung kecil, satu unit desa ataupun istilah lainnya sesuai dengan bahasanya (misalnya Gampong atau Mukim di Aceh, Silimo pada masyarakat Dani di Irian Jaya) sebagai satu kesatuan kehidupan. Masyarakat bukan hanya kumpulan keluarga atau rumah tangga, melainkan ia sebagai satu kesatuan unit sosio kultural, yakni membangun sistem sosio kultural, membangun
tata nilai, norma, aturan, dan pola-pola hubungan sosialnya untuk mencapai tertib sosial (social code). Masyarakat di sekitar taman nasional merupakan masyarakat tradisional Kasepuhan. Masyarakat tersebut memiliki pola kehidupan sangat unik dan kearifan dalam mengelola kawasan hutan di sekelilingnya selama puluhan tahun. Departemen Sosial pernah menggunakan istilah “Masyarakat Terasing” (MT), yang didefinisikan sebagai masyarakat yang terisolasi dan terbatas kemampuannya dalam berkomunikasi dengan masyarakat lain yang lebih maju. Sehingga agak terbelakang dan tertinggal dalam proses pengembangan kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya, keagamaan dan ideologi (Wiratno, dkk; 2001).
ANALISIS SWOT
Pengertian Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threts). Proses pengambilan keputusan strategis selain berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk menganalisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 1997). Menurut Yoeti (1996) dalam Hidayat (2001), analisis SWOT merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui dan menginventarisasi faktor-faktor sebagai berikut: 1. Kekuatan (Strengths) atau faktor-faktor internal yang menguntungkan. 2. Kelemahan (Weakness) atau faktor-faktor internal apa saja yang tidak menguntungkan. 3. Kesempatan (Opportunities) atau peluang yang dapat menjadi faktorfaktor yang menguntungkan. 4. Ancaman (Threats) atau faktor-faktor yang dapat mendatangkan kerugian. Analisis SWOT merupakan identifikasi yang sistematis dan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan, peluang dan ancaman yang dihadapinya serta dari strategi yang menggambarkan paduan terbaik diantaranya. Analisis SWOT dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman perusahaan. Apabila diterapkan dengan tepat, asumsi sederhana ini. Langkah-langkah dalam Analisis SWOT
Langkah-langkah dalam membuat analisis SWOT dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Menentukan Tujuan Analisis, yaitu untuk melihat pengaruh pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat akibat perluasan taman nasional gunung Halimun-Salak di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. 2. Melihat pengaruh dari latar belakang dan landasan yang sesuai, hal ini penting karena akan mempengaruhi hasil akhir yang akan dibuat dari hasil kuisioner dan diskusi, bukan hanya sekedar pandangan pribadi, sumber lain bisa didapat dari pandangan para ahli. Pilih juga metode pendekatan yang sesuai. 3. Persiapan latar belakang adalah suatu hal penting untuk langkah analisa untuk bisa efektif, dan harus dibagi di antara pelaku SWOT. Persiapan ini dapat dilaksanakan dalam dua langkah: penyelidikan atau survey, yang diikuti oleh pengumpulan data, dan merinci, yang diikuti oleh analisa dipusatkan. Pengumpulan informasi pada kelemahan dan kekuatan yang perlu dipusatkan pada aset, atau ketiadaan keterampilan tersebut. Pengumpulan informasi pada ancaman dan peluang perlu dipusatkan pada faktor eksternal dimana disini tidak hanya terdapat sedikit untuk kendali, seperti faktor ekonomi atau sosial. 4. Jika menyusun dan membuat daftar SWOT berlangsung dalam suatu populasi, memanfaatkan keuntungan-keuntungan dari objek penelitian. Agar mendorong terciptanya suatu atmosfir yang berguna untuk alir informasi dari responden untuk berkata dengan bebas tentang apa yang mereka rasakan sesuai dengan fakta yang ada, fasilitator mempunyai suatu peran kunci dan perlu membiarakan responden untuk berpikir secara bebas, tetapi bukan terlalu banyak. Adalah penting untuk membuat suatu subyek menjadi spesifik, analitis dan evaluatif didalam langkah menyusun dan membuat daftar SWOT, semata-mata bila hanya uraian saja tidaklah cukup. 5. Buat daftar Strength (kekuatan), kekuatan dapat berhubungan dengan kelompok responden, kepada lingkungan, ke persepsi, dan terhadap elemen “objek”, objek disini merupakan unsur-unsur yang meliputi keterampilan, pengetahuan dan kemampuan peserta. Kekuatan meliputi: ● Responden yang ramah, kooperatif dan mendukung ● Tingkatan keterlibatan objek yang sesuai sampai pendelegasian dan mendapat kepercayaan dari fasilitator 6. Buat daftar weakness (kelemahan). Sesi ini mestinya tidak mendasari suatu kesempatan untuk memusatkan pada hal negatif tetapi hanya merupakan suatu penilaian jujur menyangkut hal-hal yang berkaitan. Pertanyaan kunci meliputi: ● Apa yang menjadi rintangan? ● Faktor-faktor apa saja yang perlu diperkuat? ● Adakah mata rantai yang bersifat lemah? 7. Dibuat daftar opportunities (peluang). Langkah ini dirancang untuk menilai faktor yang sosio-ekonomi, demografis dan lingkungan, hubungan antar responden satu dengan yang lain atau dengan pihak
lain, untuk mengevaluasi manfaat yang akan mereka dapat dengan adanya perubahan. Contoh meliputi: ● Ketersediaan teknologi baru ● Informasi 8. Membuat daftar threats (ancaman) yang merupakan kebalikan peluang, dengan suatu pergeseran persepsi atau penekanan, mempunyai suatu dampak kurang baik. Adanya pembandingan antara ancaman terhadap peluang bukan menjadi suatu alasan terhadap terciptanya pesimisme; suatu pertanyaan perlu dipertimbangkan tentang bagaimana hal negatif atau pengalaman yang mungkin ada harus dibatasi atau bila perlu tidak usah ditanyakan. Faktor yang sama bisa muncul menjadi ancaman dan suatu kesempatan, sebagai contoh, teknologi informasi. Faktor eksternal yang dalam kenyataannya menghadapi tantangan, dan apakah suatu kelompok merasa menjadi ancaman atau peluang adalah sering suatu indikator moril berharga. 9. Membuat sistem evaluasi antara gagasan yang bertentangan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan daftar meng-compile, sort; jenis dan gagasan serta fakta kelompok dalam hubungan dengan sasaran hasil itu. Penting bagi peserta SWOT untuk memilih lima materi yang paling utama dari daftar dalam rangka memperoleh suatu pandangan lebih luas. Kejelasan sasaran hasil adalah kunci pada proses ini, sebab penghapusan dan evaluasi akan diperlukan untuk mendapatkan hasil dari hambatan itu. Walaupun beberapa aspek memerlukan riset atau informasi lebih lanjut, suatu gambaran yang obyektif diperlukan. Pada langkah ini, mulai muncul sebagai jawaban atas sasaran hasil itu. 10. Kemukakan temuan yang ada ke permukaan. Meyakinkan analisa SWOT yang digunakan dalam perencanaan selanjutnya, mengecek kembali temuan-temuan pada interval waktu yang sesuai, perlu diadakan pengecekan ulang apakah data yang dipakai masih sah.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat akibat perluasan taman nasional Gunung Halimun-Salak dilakukan di salah satu daerah yang terkena dampak perluasan yaitu Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan selama satu bulan mulai Mei 2006 sampai dengan Juni 2006.
Objek Penelitian Masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang tinggal di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dijadikan sebagai objek dalam penelitian yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipakai dalam penelitian ini meliputi: 1.
Peta wilayah
2.
Alat tulis dan hitung
3.
Data Potensi Desa Ciasihan
4.
Daftar Pertanyaan (Kuisioner)
Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data secara garis besar dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pengumpulan data sekunder dan pengambilan data primer langsung dari obyek penelitian. Adapun untuk lebih terperinci mengenai metode pengambilan dan pengumpulan data, dilakukan dengan cara: 1. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder didapatkan melalui penelusuran literatur, studi pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian. Data sekunder juga diambil melalui penelusuran studi pustaka berdasarkan penelitian serupa terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan tambahan. Data lain didapat berupa data statistik daftar isian potensi desa tahun 2005 yang dikeluarkan oleh pemerintah
kabupaten desa. Data ini kemudian akan dijadikan acuan dan pedoman sebagai awal pengambilan data primer. 2. Pengambilan Data Primer Beberapa cara yang dilakukan untuk pengambilan data primer dalam penelitian ini dengan mengadakan pengambilan data penelitian langsung terhadap masyarakat Desa Ciasihan yang menjadi objek penelitian melalui wawancara, untuk mendapatkan data primer yang berupa informasi dan keterangan-keterangan lain yang dibutuhkan seperti karakteristik responden, perubahan mata pencaharian penduduk sebelum dan setelah penutupan akses, tarif penjualan hasil hutan, perubahan tingkat pendapatan penduduk sebelum dan setelah penutupan akses, frekuensi pengambilan hasil hutan sebelum dan setelah penutupan akses, dan sumberdaya hutan yang dimanfaatkan sebelum dan setelah penutupan akses.
Penyajian, Pembahasan Data dan Penarikan Kesimpulan Data yang telah dianalisis menggunakan analisis SWOT kemudian disajikan dan ditampilkan sebagai pembahasan yang bersifat deskriptif yang merupakan prinsip kerja analisis SWOT berdasarkan daftar yang ada. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). BERBAGAI PELUANG 3. mendukung strategi turn-around
1. Mendukung strategi agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
4. mendukung strategi defensif
2. mendukung strategi diversifikasi
BERBAGAI ANCAMAN
Gambar 1. Diagram SWOT Kuadran I
:
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Desa tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy). Kuadran II
:
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, desa ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan
adalah
menggunakan
kekuatan
untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi diversifikasi (produk/pasar). Kuadran III
:
Desa menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi desa ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran IV
:
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, desa tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Tahapan kegiatan: 1. Tentukan faktor-faktor strategis eksternal 2. Tentukan faktor-faktor strategis internal 3. Rumuskan alternatif strategi Cara mengisi tabel: 1. Susunlah bebrapa faktor kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman. 2. Beri bobot masing-masing faktor, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategik. 3. Hitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (dibawah rata-rata), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi desa yang bersangkutan. 4. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasilnya berupa Nilai Pengaruh untuk masing-masing faktor.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Desa Ciasihan secara garis besar masuk dalam Kec Pamijahan Kabupaten Bogor. Secara administratif Desa Ciasihan: 1. Bagian Utara dibatasi Desa Cibitung Kulon 2. Bagian Selatan dibatasi Kabupaten Sukabumi 3. Bagian Barat dibatasi Desa Ciasmara 4. Bagian Timur dibatasi Desa Gunung Sari
Kondisi Fisik dan Lingkungan Desa Ciasihan memiliki luas dataran ± 664 ha. Terdiri dari 9 RW dan 45 RT dengan ketinggian tempat kurang lebih 700 mdpl. Curah hujan rata-rata yang ada pada data potensi desa tahun 2005 menyebutkan bahwa Desa Ciasihan memiliki curah hujan rata-rata sebesar 0,25 mm/t dengan suhu rata-rata 35°C.
Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk di Desa Ciasihan menurut data potensi desa tahun 2005 terdiri atass 8.876 jiwa dengan komposisi jenis kelamin 4.455 laki-laki dan 4.421 perempuan. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam (99,97% atau 8873 jiwa) sisanya memeluk agama lain (3 orang katolik). Mata
pencaharian
penduduk
desa
mayoritas
bergerak
dibidang
perdagangan, jasa dan pertanian seperti pada tabel dibawah: Tabel 1. Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciasihan No.
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
1.
Petani •
Petani pemilik sawah
112
•
Petani penggarap sawah
200
•
Buruh tani
379
Tabel 1. Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciasihan (lanjutan) No.
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
2.
Pengusaha
4
3.
Pengrajin
2
4.
Industri kecil
2
5.
Buruh industri
7
6.
Pertukangan
36
7.
Pedagang
997
8.
Pengemudi/Jasa
700
9.
Pegawai Negeri Sipil
30
10.
TNI/POLRI
4
11.
Pensiunan/purnawirawan
1
12.
Lain-lain
199
JUMLAH
2673
Sumber : Data Potensi Desa 2005 Pada umumnya keluarga mempunyai pekerjaan diluar pertanian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Rendahnya luas lahan pertanian yang dimiliki oleh petani mempengaruhi petani dalam upaya peningkatan penghasilan keluarga. Kesulitan mengakses lahan merupakan salah satu masalah dalam usaha peningkatan petani di Desa Ciasihan. Dari 2.561 orang dengan usia kerja, tingkat pendidikan penduduk Desa Ciasihan mayoritas hanya tamat Sekolah Dasar sebesar 49.78% (4.419 orang), 22.45% tidak tamat Sekolah Dasar (1.993 orang), 8.31% tamat SLTP (738 orang), 3.54% tamat SMU (314 orang) dan hanya 0.40% yang tamat akademi (D1-D3) serta 0.13% tamat pendidikan sarjana (S1). Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMU D1-D3 S1
Gambar 2. Tingkat Pendidikan Desa Ciasihan
Sarana dan Prasarana Beberapa sarana dan prasarana penting yang terdapat di Desa Ciasihan adalah sarana perhubungan berupa jalan, jembatan, dan angkutan. Jalan yang ada terdiri dari jalan aspal sepanjang 5.460 km, jalan yang diperkeras oleh batu sepanjang 8,5 km dan jalan tanah tanpa pengerasan sepanjang 1,7 km. Jembatan besi yang ada sebanyak dua buah serta jembatan beton 1 buah sepanjang 6 m. Sarana transsportasi yang ada di Desa Ciasihan yaitu angkutan perkotaan sebanyak 15 unit dan sepeda motor/ojek sebanyak 140 unit. Desa Ciasihan bisa dicapai dengan menggunakan angkutan perkotaan dari bogor, kemudian untuk mencapai lokasi dapat ditempuh dengan menggunkan jasa angkutan pedesaan atau menggunakan jasa ojek. Sarana perekonomian yang ada adalah warung penjual kebutuhan pokok berjumlah 105 buah sedangkan toko pertanian dan pasar umum masih belum ada. Sarana pendidikan berupa bangunan SD sebanyak 5 buah, 3 buah Sekolah Dasar Negeri dan 2 buah Madrasah Ibtidaiyah Negeri, serta sarana ibadah berupa mesjid sebanyak 17 buah.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden yang dipilih dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang merupakan penduduk Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Karakteristik responden yang terpilih adalah sebagai berikut: Tabel 2. Karakteristik Responden No. 1.
KARAKTERISTIK Umur
Pendidikan
Tanggungan
(orang)
(%)
-
-
31-40
15
50
41-50
6
20
>50
9
30
30
100
Tidak tamat
14
46.67
SD
16
53.33
SLTP
-
-
SMU
-
-
PT
-
-
30
100
0-3 (kecil)
6
20
4-6 (sedang)
12
40
>6 (besar)
12
40
30
100
Total 3.
Persentase
20-30
Total 2.
Jumlah
Total
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat jumlah responden menurut umur, jumlah responden terbanyak adalah usia antara 31-40 tahun yaitu sebanyak 15 orang (50%) diikuti usia >50 tahun sebanyak 9 orang (30%). Responden yang berusia 41-50 tahun hanya 6 orang (20%), hal ini dimungkinkan karena responden yang diambil adalah kepala rumah tangga.
Dari segi tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti responden, pada umumnya responden berpendidikan tamat SD yaitu sebanyak 16 orang atau 53,33%. Hal ini mencerminkan masih rendahnya tingkat pendidikan desa ini. Jumlah tanggungan yang dimiliki responden adalah 40% termasuk keluarga besar dengan jumlah tanggungan lebih dari 6 orang. Keluarga yang memiliki jumlah tanggungan 4-6 orang dengan kategori sedang sebesar 40% dan keluarga kecil dengan jumlah tanggungan 0-3 orang sebesar 20%.
Penutupan Akses Masyarakat ke Dalam Hutan Dengan adanya perluasan kawasan Taman Nasional ini, beberapa perubahan pun terjadi didalamnya. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya, Desa Ciasihan yang semula bukanlah bagian dari Taman Nasional kini berubah menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang menyebabkan perubahan fungsi hutan menjadi hutan konservasi. Beberapa manfaat kawasan konservasi merupakan sumberdaya dengan nilai guna langsung yang dapat dinilai dengan harga pasar, seperti penebangan hutan dan perikanan. Demikian juga manfaat-manfaat lain seperti rekreasi, yang bergantung kepada penggunaan langsung oleh manusia, juga dapat dinilai dengan banyak cara. Namun banyak manfaat yang disediakan kawasan konservasi termasuk taman nasional, yang justru sulit dinilai dalam satuan moneter. Manfaat-manfaat tersebut biasanya merupakan manfaat sosial yang sering justru menjadi justifikasi bagi perlindungan terhadap kawasan konservasi. Selain itu, terdapat kategori lain yang diajukan Dixon dan Sherman dalam Wiratno, dkk. (2001). Manfaat tersebut antara lain: 1. Manfaat rekreasi 2. Perlindungan daerah aliran •
Pengendalian erosi
•
Reduksi banjir setempat
•
Pengaturan aliran sungai
3. Proses-proses ekologis, yang meliputi: •
Fiksasi dan siklus nutrisi
•
Formasi tanah
•
Sirkulasi dan pembersihan udara dan air
•
Dukungan bagi kehidupan global
4. Keragaman hayati, meliputi: •
Sumber genetik
•
Perlindungan spesies
•
Keragaman ekosistem
•
Proses-proses evolusioner
5. Pendidikan dan penelitian 6. Manfaat-manfaat konsumtif 7. Manfaat-manfaat nonkonsumtif •
Estetika
•
Spiritual
•
Kultural/sejarah
•
Nilai keberadaan
8. Nilai-nilai masa depan, meliputi: •
Nilai guna pilihan Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan selama satu bulan mulai
tanggal 16 Mei 2006, masyarakat mengatakan bahwa sejak dikelurkannya SK Menhut no 175 tahun 2003, pihak pengelola Taman Nasional Gunung HalimunSalak telah datang melakukan sosialisasi. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa perubahan fungsi ini memberikan pengaruh terhadap kegiatan perekonomian masyarakat Desa Ciasihan. Masyarakat yang semula diperbolehkan untuk memanfaatkan lahan hutan, kini sesuai dengan fungsi hutan sebagai hutan konservasi, akses masyarakat menjadi tertutup. Dengan tertutupnya akses ke dalam hutan, masyarakat yang tadinya lebih mengandalkan hasil hutan selain pertanian kini hanya mengandalkan sektor pertanian saja. Banyak kepala keluarga yang mendirikan bangunan tempat tinggal di kawasan Taman Nasional. Lahan di daerah tersebut kebanyakan digunakan sebagai areal persawahan. Secara turun-temurun masyarakat desa sudah terlebih dulu tinggal menetap dan menggarap lahan tersebut. Setelah dikeluarkannya SK
Menteri Kahutanan RI No. 175 tahun 2003 tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas pada kelompok hutan Gunung Halimun dan kelompok hutan Gunung Salak seluas ± 113.357 hektar di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, aksesibilitas masyarakat ke hutan tertutup sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengambil kayu bakar, tumbuhan obat dan keperluan lainnya. Pengelolaan lahan oleh masyarakat pun semakin terbatas. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pihak Taman Nasional memperbolehkan masyarakat untuk tetap menggarap lahan akan tetapi tidak diijinkan untuk menambah atau membuka lahan baru. No
Tabel 3. Perubahan Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciasihan Mata Pencaharian Sebelum penutupan Setelah penutupan akses
1. 2. 3. 4. 5.
akses
Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) Bertani 27 90 27 90 Pedagang 16 53.33 16 53.33 Blandong 13 43.33 Tukang bangunan 1 0.03 1 0.03 ojek 3 10 3 10 Diantara hasil hutan yang mereka manfaatkan, selain untuk dipergunakan
sehari-hari, ada juga yang untuk dijual. Masih minimnya pengetahuan mereka akan teknologi hasil hutan, membuat mereka menjual hasil hutan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Sehingga hasil yang mereka peroleh sangat minim. Harga dari penjualan hasil hutan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tarif Penjualan Hasil Hutan No.
Jenis
Harga (Rp)
1.
Kayu bakar
1500/ikat
2.
Bambu
500/batang
3.
Manii (Maesopsis emanii)
10.000/pohon (diameter 20 cm)
4.
Jeunjing (Paraserianthes falcataria)
25.000/pohon (diameter 20 cm)
Perubahan mata pencaharian ini menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Tingkat Pendapatan Penduduk Desa Ciasihan Tingkat pendapatan
Sebelum penutupan
Setelah penutupan
(per bulan)
akses
akses
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
≤ Rp. 250.000,00
3
10
10
33.33
Rp 250.000,00 - Rp 500.000,00
9
30
16
53.33
Rp 500.000,00 - Rp 800.000,00
10
33.33
-
-
Rp 800.000,00 - Rp 1.200.000,00
3
10
4
13.33
≥ Rp 1.200.000,00
5
16.67
-
-
Total
30
100
30
100
Dari Tabel diatas dapat dilihat dimana sebelum penutupan akses, jumlah responden yang memiliki tingkat pendapatan diatas Rp 500.000,00 berjumlah 18 orang atau 60% dari seluruh responden.akan tetapi, setelah adanya penutupan akses, tingkat pendapatan masyarakat 86,66% berada dibawah Rp 500.000,00. dan hanya sekitar 4 orang atau 13.33% saja yang berpenghasilan antara
Rp
800.000,00 - Rp 1.200.000,00. No.
Tabel 6. Frekunsi Pengambilan Hasil Hutan Frekuensi Sebelum penutupan Setelah penutupan Pengambilan Hasil Hutan
1.
akses
akses
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
a. tidak pernah
7
23.33
7
23.33
b. jarang
10
33.33
23
76.67
c. sering
13
43.33
-
-
Kayu bakar (n=30)
Tabel 6. Frekunsi Pengambilan Hasil Hutan (lanjutan) No.
Frekuensi
Sebelum penutupan
Setelah penutupan
Pengambilan Hasil
akses
akses
Hutan 2.
3.
4.
5.
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
a. tidak pernah
17
56.67
30
100
b. jarang
7
23.33
-
-
c. sering
6
20.00
-
-
a. tidak pernah
20
66.67
30
100
b. jarang
3
10.00
-
-
c. sering
7
23.33
-
-
a. tidak pernah
27
90
30
100
b. jarang
3
10
-
-
c. sering
-
-
-
-
a. tidak pernah
27
90
27
90
b. jarang
3
10
3
10
c. sering
-
-
-
-
Kayu (n=30)
Bambu (n=30)
Singkong (n=30)
Tanaman obat(n=30)
Dari Tabel 6, dapat dilihat frekuensi masyarakat Desa Ciasihan ke dalam hutan. Dari Tabel ini pula kita dapat melihat bahwa semenjak dikeluarkannya SK Menhut no 175 tahun 2003, akses mereka untuk masuk dan memanfaatkan hasil hutan menjadi terbatas. Pengelolaan tempat wisata yang belum jelas, juga menutup peluang munculnya jenis usaha baru. Beberapa objek wisata menarik yang terdapat di Desa Ciasihan diantaranya air terjun, bumi perkemahan dan pemandangan alam. Di Desa Ciasihan terdapat beberapa air terjun yang potensial untuk dikembangkan. Beberapa tempat yang cocok untuk dikunjungi sebagi bumi perkemahan. Pemandangan hutan yang indah yang terdapat di Desa Ciasihan
merupakan potensi wisata yang tak kalah menarik untuk dinikmati. Untuk saat ini, pengembangan dan pembangunan kawasan-kawasan wisata tersebut dihentikan.
Tingkat Ketergantungan Masyarakat Kawasan Ekosistem Halimun merupakan salah satu hutan tropis di Pulau Jawa yang mempunyai keanekaragaman tinggi serta kekayaan alam yang sungguh potensial, kawasan ini juga mempunyai kekayaan sosial budaya masyarakat yang tinggi pula. Secara administratif kawasan ini berada di tiga kabupaten (Lebak, Sukabumi, dan Bogor) serta dua propinsi (Jawa Barat dan Banten). Pihak-pihak yang berkepentingan atas pengelolaan sumberdaya di kawasan ini, selain ketiga pemerintah daerah tersebut, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, PerumPerhutani, Perusahaan perkebunan, perusahaan pertambangan, dan masyarakat (adat dan lokal) pun mempunyai kepentingan disana. Tabel 7. Sumberdaya Hutan yang Dimanfaatkan No.
Sumberdaya
Sebelum penutupan
Setelah penutupan
Hutan yang
akses
akses
dimanfaatkan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
(orang)
(%)
1.
Tempat tinggal
30
100
30
100
2.
Lahan
30
100
30
100
Pertanian
(dalam hutan) 3.
Kayu bakar
23
76.67
23
76.67
4.
Kayu
13
43.33
-
-
5.
Bambu
10
33.33
-
-
6.
Singkong
3
10
-
-
7.
Tanaman obat
3
10
3
10
Bagi masyarakat sekitar hutan, hutan memiliki fungsi sebagai tempat penyangga dari seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi dan budaya mereka. Masyarakat sekitar hutan mendapatkan obat (tumbuhan obat), sumber daya air, bahan bangunan dan kayu bakar semuanya berasal dari hutan.
Hutan tidak mungkin dipisahkan dari masyarakat karena hutan berada tidak jauh dari lingkungan mereka tinggal dan pengaruhnya dapat dilihat secara langsung. Hubungan hutan dan masyarakat dianggap menguntungkan terutama bagi para penggarap yang memanfaatkan lahan untuk areal pertanian. Pada umumnya responden merasakan manfaat hutan yang dirasakan dari segi ekonomi yaitu dengan adanya lahan pertanian yang dapat menjadi tempat bercocok tanam dan memberikan tambahan pendapatan dan pekerjaan bagi masyarakat yang berdampak pada pendapatan masyarakat desa. Selain itu juga ada manfaat ekologis berupa ketersediaan air. Hasil lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kayu. Hasil berupa kayu seringkali dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan, ranting untuk kayu bakar, bahkan adapula yang untuk dijual. Pemanfaatan kayu pun disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang muncul seperti biaya pernikahan, biaya sekolah, biaya hajat sunatan, dan lain-lain. Jenis tanaman yang mereka manfaatkan diantaranya kayu jenis Manii (Maesopsis emanii), Jeunjing (Paraserianthes falcataria), Rasamala (Althingia excelsa) dan Pasang (Quercus sundaicus). Sedangkan pengambilan kayu bakar pada umumnya mengambil ranting tanaman yang mudah dijangkau dan yang kering. Pengambilan kayu bakar ini dilakukan responden karena mudah dan dekat jaraknya serta sulit memperoleh kayu bakar di tempat lain. Pengambilan kayu bakar biasanya dilakukan untuk tujuan kebutuhan sehari-hari dan ada juga yang menjual.
Hasil Analisis SWOT peluang 0.5 0.3 0.1 kelemahan
kekuatan -0.5
-0.1 0
0.5
-0.3
(0.2;-0.35)
-0.5 ancaman
Gambar 3. Hasil Analisis SWOT Potensi Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor berada pada posisi dimana meskipun menghadapi berbagai ancaman, Desa Ciasihan masih memiliki kekuatan karena memiliki nilai koordinat 0.20,-0.35 (disajikan pada Gambar 3). Faktor internal yang menjadi kekuatan bagi kondisi ekonomi masyarakat Desa Ciasihan adalah: Tabel 8. Faktor Internal Kekuatan No.
Variabel Kekuatan
Bobot
Rating
Nilai Pengaruh
1.
Kebiasaan masyarakat secara turun- 0.20
3
0.60
temurun 2.
Pergerakan penduduk
0.20
2
0.40
3.
Letak desa yang berada di dalam 0.30
4
1.20
3
0.90
kawasan Taman Nasional 4.
Potensi hutan yang tinggi Jumlah
0.30
3.10
Berdasarkan hasil analisis bahwa bobot internal kekuatan Desa Ciasihan yang memiliki derajat kepentingan relatif tertinggi adalah letak desa yang berada di dalam kawasan taman nasional dan potensi hutan yang tinggi (0,30), kemudian kebiasaan masyarakat secara turun temurun serta pergerakan penduduk (0,20).
Untuk faktor internal kelemahan Desa Ciasihan, yang memiliki derajat kepentingan relatif tertinggi adalah rendahnya tingkat pendidikan (0,25), disusul pemilikan lahan yang terbatas, kelembagaan masyarakat yang relatif lemah, keterbatasan informasi dan aksesnya (0,20), kemudian taraf ekonomi yang lemah (0,15). Selanjutnya nilai pengaruh setiap variabel disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Faktor Internal Kelemahan No.
Variabel Kelemahan
Bobot
Rating
Nilai Pengaruh
1.
Pemilikan lahan terbatas
2.
Kelembagaan
masyarakat
0.20
4
0.80
relatif 0.20
2
0.40
0.25
4
1.00
dan 0.20
2
0.40
0.15
2
0.30
lemah 3.
Tingkat pendidikan rendah
4.
Keterbatasan
informasi
aksesnya 5.
Taraf ekonomi lemah Jumlah
2.90
Derajat kepentingan relatif tertinggi untuk faktor eksternal peluang yaitu infrastruktur jalan desa yang relatif baik (0,30), disusul dengan banyak terdapatnya objek wisata (0,25), kemudian adanya perhatian dari LSM sekitar dan program-program pengembangan desa (0,20), selanjutnya diversifikasi hasil hutan dan murahnya tenaga kerja. Sealnjutnya nilai pengaruh setiap variabel disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Faktor Eksternal Peluang No.
Variabel Peluang
Bobot
Rating
Nilai Pengaruh
1.
Banyak terdapat objek wisata
0.25
3
0.75
2.
Infrastruktur jalan desa relatif baik
0.30
3
0.90
3.
Diversifikasi hasil hutan
0.05
1
0.05
4.
Adanya
program-program 0.20
2
0.40
2
0.10
pengembangan masyarakat desa 5.
Murahnya tenaga kerja
0.05
Tabel 10. Faktor Eksternal Peluang (lanjutan) No.
Variabel Peluang
Bobot
Rating
Nilai Pengaruh
6.
Adanya perhatian dari LSM sekitar
0.20
2
Jumlah
0.40 2.70
Faktor eksternal yang memiliki derajat kepentingan relatif tertinggi adalah tertutupnya akses masyarakat ke hutan (0,30), disusul dengan ketergantungan masyarakat akan hutan dan terbatasnya pemilikan lahan (0,25) kemudian terbatasnya peluang usaha (0,20). Nilai pengaruh setiap variabel disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Faktor Eksternal Ancaman No.
Variabel Ancaman
Bobot
Rating
Nilai Pengaruh
1.
Tertutupnya akses ke hutan
0.30
3
0.90
2.
Pemilikan lahan terbatas
0.25
4
1.00
3.
Terbatasnya peluang usaha
0.20
2
0.40
4.
Ketergantungan
akan 0.25
3
0.75
masyarakat
hutan Jumlah
3.05
Oleh karena itu, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Ciasihan, Kabupaten Pamijahan, Kabupaten Bogor perlu dilakukan upaya memaksimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang sehingga menghindari ancaman dan kelemahan. Diantara beberapa hal yang harus dilakukan seperti ijin bagi masyarakat untuk tetap diperbolehkan mengelola hutan secara lestari demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pengembangan teknologi hasil hutan lebih ditingkatkan lagi sehingga masyarakat dapat meningkatkan nilai hasil hutan tanpa melupakan kelestarian. Selain itu, pengembangan objek-objek wisata yang potensial dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat sekitar dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Serta pelaksanaan dan pemantauan program-program pengembangan desa baik yang tengah berjalan maupun yang akan berjalan.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.
Pemberlakuan SK Menteri Kehutanan RI No. 175 tahun 2003 tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas pada kelompok hutan Gunung Halimun dan kelompok hutan Gunung Salak seluas ± 113.357 hektar di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak membawa pengaruh yang kurang baik untuk masyarakat sekitar hutan karena masyarakat sekitar hutan menjadi kehilangan mata pencahariannya sehingga memicu terjadinya pengangguran, urbanisasi dan turunnya pendapatan.
2.
Akibat dari tertutupnya lahan, menyebabkan terjadinya perubahan mata pencaharian yang semula bertani dan menjual kayu, kini hanya mengandalkan pertanian.
3.
Pengelolaan tempat wisata yang belum jelas, menutup peluang munculnya jenis usaha baru.
4.
Tertutupnya akses masyarakat ke hutan menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat Desa Ciasihan dimana sebelum penutupan akses, sebesar 33.33% memiliki tingkat pendapatan antara Rp 500.000,00 – Rp 800.000,00; 30% memiliki tingkat pendapatan antara Rp 250.000,00 - Rp 500.000,00; dan 16.67% memiliki tingkat pendapatan ≥ Rp 1.200.000,00. Sementara setelah penutupan akses, 53.33% masyarakat memiliki tingkat pendapatan Rp 250.000,00 - Rp 500.000,00 dan 33.33% memiliki tingkat pendapatan ≤ Rp. 250.000,00.
Saran 1.
Adanya sikap bijak bagi pengelola taman nasional dan pemerintah daerah setempat dengan melihat potensi peran serta masyarakat yang tinggi dalam mendukung pembangunan kehutanan sehingga lahan yang dimiliki bisa diberikan dimanfaatkan dengan sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan guna menunjang keberadaan hutan yang menyumbangkan publik.
2.
Perlu adanya peningkatan teknologi pengolahan hasil hutan demi meningkatkan nilai hasil hutan tanpa meninggalkan prinsip kelestarian
3.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai dampak perluasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak terhadap faktor lainnya, seperti
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, M. 1993. Sumber Daya Lokal Untuk Masyarakat Lokal : Sebuah Impian. KONPHALINDO. Jakarta. Alikodra, H. S. 1983. Rancangan Penelitian Pengembangan Daerah Penyangga Taman Nasional. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Amir, H. 2001. Dampak Industri Pulp terhadap Pembangunan Daerah Studi Kasus di Propinsi Riau. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan) Bachrudin, A. B. 1999. Jenis Sumber Daya Taman Nasional Gunung Halimun yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Kiarasari Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan) Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. 1978. Laporan Penelitian. Premiliary Management Plant Taman Nasional Gunung Leuseur. Hidayat, R. 2003. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Wisata Alam di Wana Wisata Gunung Bunder dan Pengembangannya dengan Pendekatan Analisa SWOT. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan). Imawati. 2005. Pengaruh Moratotium Logging Kayu Rimba Terhadap Masyarakat Sekitar Hutan, Industri Perkayuan dan Pendapatan Daerah. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan) Rahardjo, B. 2003. Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Di dalam: Seminar Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS) 2003; Bogor, 7 September 2003. Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus BisnisReorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suharjito, D. 2003. Pengembangan Kapasitas Masyarakat Lokal dan Stakeholders Lain Dalam Pembangunan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Di dalam : Seminar Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS) 2003; Bogor, 7 September 2003.
Tadjudin, D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Lembaga Alam Tropika Indonesia. Bogor. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya. Wiratno, D., A. Syarifudin dan A. Kartikasari. 2001. Berkaca di Cermin Retak; Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelola Taman Nasional. The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement. Jakarta. Yuniningsih. 2005. Kontribusi Hutan Rakyat dalam Penyediaan Bahan Baku Industri dan Faktor-faktor yang Menetukan Keberlanjutannya (Studi Kasus di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan)
PETA LOKASI DESA CIASIHAN
Lampiran 2 Rekapitulasi mata pencaharian dan tingkat pendapatan masyarakat Desa Ciasihan sebelum dan sesudah penutupan akses No.
Mata Pencaharian
Tingkat Pendapata
Sebelum Penutupan akses
Setelah Penutupan akses
Sebelum Penutupan akses
1.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
2.
Berdagang, ojek
Berdagang, ojek
≤ Rp. 250.000,00
3.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
4.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
5.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp 800.000,00 – Rp. 1.200.000,00
6.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
7.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
R
8.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
R
9.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
R
10.
Bertani, Blandong
Bertani
≥ Rp. 1.200.000,00
R
11.
Bertani, Blandong
Bertani
≥ Rp. 1.200.000,00
R
12.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
R
13.
Berdagang, ojek
Berdagang, ojek
≤ Rp. 250.000,00
14.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp 800.000,00 – Rp. 1.200.000,00
R
15.
Bertani, Blandong
Bertani
≥ Rp. 1.200.000,00
R
16.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
R
17.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
R
18.
Bertani, Blandong
Bertani
≥ Rp. 1.200.000,00
R
19.
Bertani, Blandong
Bertani
≥ Rp. 1.200.000,00
R
20.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
R
21.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
22.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
23.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
R
24.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
R
25.
Berdagang, ojek
Berdagang, ojek
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
R
R
R
26.
Bertani, Blandong
Bertani
Rp. 500.000,00 – Rp. 800.000,00
27.
Bertani, Berdagang,
Bertani, Berdagang,
Rp 800.000,00 – Rp. 1.200.000,00
tukang bangunan
tukang bangunan
28.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
29.
Bertani, Berdagang
Bertani, Berdagang
Rp. 250.000,00 – Rp. 500.000,00
30.
Bertani
Bertani
≤ Rp. 250.000,00
R
R
Lampiran 3. Hasil wawancara dengan Responden (Perwakilan)
PERSEPSI MASYARAKAT (RESPONDEN)
I.
II.
Identitas Responden Nama
: Bpk. Didi Sukandi
Umur
: 70 tahun
Jenis Kelamin
: Pria
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: bertani
Jumlah anak
: 7 orang
PENDAPATAN 1. Pekerjaan sebelum terjadinya penutupan akses? Bertani dan menjual kayu 2. Berapakah pendapatan saudara setiap bulannya sebelum terjadinya penutupan akses? a. ≤ Rp. 250.000,00 b. Rp.250.000,00
- Rp. 500.000,00
c. Rp. 500.000,00
- Rp. 800.000,00
d. Rp. 800.000,00
- Rp. 1.200.000,00
e. ≥ Rp. 1.200.000,00 3. Pekerjaan setelah terjadinya penutupan akses? Bertani 4. Berapakah pendapatan saudara setiap bulannya setelah terjadinya penutupan akses? a. ≤ Rp. 250.000,00 b. Rp.250.000,00
- Rp. 500.000,00
c. Rp. 500.000,00
- Rp. 800.000,00
d. Rp. 800.000,00
- Rp. 1.200.000,00
e. ≥ Rp. 1.200.000,00
III. HUBUNGAN MASYARAKAT SEKITAR DENGAN HUTAN 1. Sumberdaya apa saja yang saudara manfaatkan dan frekunsi pengambilannya sebelum penutupan akses? No.
Jenis
Frekuensi
1.
Bambu
Sering
2.
Kayu Manii (Maesopsis emanii)
Sering
3.
Kayu Jenjing (Paraserianthes falcataria)
Sering
4.
Tanaman obat (Lempuyang)
Jarang
2. Sumberdaya apa saja yang saudara manfaatkan dan frekunsi pengambilannya setelah penutupan akses? No.
Jenis
Frekuensi
1.
Bambu
Tidak pernah
2.
Kayu Manii (Maesopsis emanii)
Tidak pernah
3.
Kayu Jenjing (Paraserianthes falcataria)
Tidak pernah
4.
Tanaman obat (Lempuyang)
Jarang
PERSEPSI MASYARAKAT (RESPONDEN)
I.
II.
Identitas Responden Nama
: Bpk. Samo
Umur
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Pria
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: bertani, berdagang
Jumlah anak
: 6 orang
PENDAPATAN 1. Pekerjaan sebelum terjadinya penutupan akses? Bertani dan menjual kayu 5. Berapakah pendapatan saudara setiap bulannya sebelum terjadinya penutupan akses? a. ≤ Rp. 250.000,00 b. Rp.250.000,00
- Rp. 500.000,00
c. Rp. 500.000,00
- Rp. 800.000,00
d. Rp. 800.000,00
- Rp. 1.200.000,00
e. ≥ Rp. 1.200.000,00 6. Pekerjaan setelah terjadinya penutupan akses? Bertani dan berdagang 7. Berapakah pendapatan saudara setiap bulannya setelah terjadinya penutupan akses? a. ≤ Rp. 250.000,00 b. Rp.250.000,00
- Rp. 500.000,00
c. Rp. 500.000,00
- Rp. 800.000,00
d. Rp. 800.000,00
- Rp. 1.200.000,00
e. ≥ Rp. 1.200.000,00
III. HUBUNGAN MASYARAKAT SEKITAR DENGAN HUTAN 1. Sumberdaya
apa
saja
yang
saudara
manfaatkan
dan
frekunsi
dan
frekunsi
pengambilannya sebelum penutupan akses? No.
Jenis
Frekuensi
1.
Kayu bakar
Sering
2.
Kayu Pasang (Quercus)
Sering
2. Sumberdaya
apa
saja
yang
saudara
manfaatkan
pengambilannya setelah penutupan akses? No.
Jenis
Frekuensi
1.
Kayu bakar
Jarang
2.
Kayu Pasang (Quercus)
Tidak pernah