SIFAT DAN KUALITAS FISIK DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.) YANG DIPROSES MENJADI PELLET
NABILLAH HAVIDZATI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat dan Kualitas Fisik Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) yang Diproses Menjadi Pellet adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Nabillah Havidzati NIM D24090088
ABSTRAK NABILLAH HAVIDZATI. Sifat dan Kualitas Fisik Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) yang Diproses Menjadi Pellet. Dibimbing oleh HERI AHMAD SUKRIA dan PANCA DEWI MANU HARA KARTI. Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour.) di Indonesia belum banyak di manfaatkan untuk pakan ternak. Proses pengeringan dan pengolahan tanaman sebagai bahan baku pakan berpengaruh terhadap kadar air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik daun tanaman torbangun serta pengaruh terhadap proses dan kualitas pellet khususnya kadar air bahan yang berbeda (12%, 13.5%, 15%) sebelum proses pelleting. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Peubah yang diamati meliputi berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, pellet durability index serta kadar air. Penambahan air dengan level yang berbeda pada tepung daun torbangun memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, dan pellet durability index. Namun tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap berat jenis. Kata kunci: kadar air, kualitas fisik, pellet, Torbangun
ABSTRACT NABILLAH HAVIDZATI. Physical Characteristic Properties and Physical Qualited of Leave Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) Processed Into Pellets. Supervised by HERI AHMAD SUKRIA and PANCA DEWI MANU HARA KARTI. Physical characteristics of ration are important aspects in feed mill industry, because they are related to handling efficiency, processing and storage. Torbangun plant in Indonesia has not used for animal feed. The process of drying and processing plants as feed ingredients affect the moisture content. This study aims to determine the physical properties of plant leaves torbangun and the influence on physical pellet quality in particular due to different moisture content of materials (12%, 13.5%, 15%) prior to pelleting process. The experimental design used was a completely randomized design with 3 treatments and 4 replications. The experimental data were analyzed using analysis of variance (ANOVA), the different among treatments were further tested using Duncan Test. The parameters observed were pellet durability index, spesific gravity, bulk density, compacted bulk density, angle of respone and moisture content of pellet. Different moisture content of torbangun level significantly affect (P <0.05) the bulk density, compact bulk density, angel of heap, and pellet durability index, however do not significantly (P> 0.05) affect the specific gravity. Keywords: moisture content, pellet, physical characteristics, Torbangun
SIFAT DAN KUALITAS FISIK DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.) YANG DIPROSES MENJADI PELLET
NABILLAH HAVIDZATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Sifat Dan Kualitas Fisik Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) yang Diproses Menjadi Pellet Nabillah Havidzati D24090088
Disetujui oleh
~
Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MScAgr Pembimbing I
Tanggal Lulus: (
0 1 OCT
2~
1.3 )
Ir Panca Dewi MHK, MSi Pembimbing II
Judul Skripsi : Sifat dan Kualitas Fisik Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) yang Diproses Menjadi Pellet Nama : Nabillah Havidzati NIM : D24090088
Disetujui oleh
Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MScAgr Pembimbing I
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimushshaalihaat, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah proses pelleting, dengan judul Sifat dan Kualitas Fisik Pellet Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour.). skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai Juni 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sifat fisik tepung daun torbangun dan pengaruh perbedaan kadar air tepung daun torbangun terhadap kualitas dan sifat fisik pellet daun torbangun. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan, namun penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran yang membangun sangat dibutuhkan oleh penulis untuk menyempurnakannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Nabillah Havidzati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN
2
Bahan
2
Alat
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Prosedur Percobaan
2
Proses pengeringan daun Torbangun
2
Perlakuan penelitian
2
Proses pembuatan pellet
3
Peubah yang diukur
3
Prosedur Pengukuran
3
Kadar air
3
Berat jenis
3
Kerapatan tumpukan
3
Kerapatan pemadatan tumpukan
4
Sudut tumpukan
4
Pellet durability index
4
Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN
4 5
Karakteristik Daun Torbangun
5
Proses Pengeringan
6
Kadar Air Daun Torbangun
7
Pengaruh Perbedaan Kadar Air Bahan Terhadap Proses Pelleting
8
Sifat Fisik Tepung Daun Torbangun
8
Pengaruh Perbedaan Kadar Air Terhadap Sifat dan Kualitas Fisik Pellet
9
Kualitas Fisik Pellet Daun Torbangun SIMPULAN DAN SARAN
12 13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
17
UCAPAN TERIMAKASIH
17
DAFTAR TABEL 1
Karakteristik daun Torbangun segar dan sesudah proses pengeringan dan pelleting
5
2
Sifat fisik tepung daun Torbangun
9
3
Sifat fisik pellet daun Torbangun
10
DAFTAR GAMBAR 1
Daun Torbangun sebelum dan sesudah menjadi pellet
5
2
Pellet daun Torbangun dengan perlakuan kadar air bahan 12%, 13.5%, dan 15%
9
Perubahan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan tepung dan pellet daun Torbangun dengan perlakuan kadar air bahan berturut 12%, 13.5% dan 15%
10
3
DAFTAR LAMPIRAN 1
Analisis ragam sudut tumpukan pellet Torbangun
16
2
Analisis ragam pellet durability index pellet Torbangun
16
3
Analisis ragam kerapatan tumpukan pellet Torbangun
16
4
Analisis ragam kerapatan pemadatan tumpukan pellet Torbangun
16
5
Analisis ragam berat jenis pellet Torbangun
16
PENDAHULUAN Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) adalah salah satu jenis tanaman belukar yang tumbuh di dataran rendah dan mempunyai manfaat cukup banyak, salah satunya tanaman Torbangun memiliki kandungan Lactagagum yang cukup tinggi yang berfungsi meningkatkan produksi ASI pada wanita (Damanik 2006). Daun Torbangun diketahui dapat digunakan untuk memperbaiki metabolisme tubuh dan meningkatkan produksi susu (Rumetor et al. 2006). Manfaat lain tanaman torbangun memiliki tiga komponen senyawa penting salah satunya thymol yang merupakan antibiotik alternatif yang menjanjikan dan dapat digunakan untuk ternak tanpa memberikan efek negatif terhadap daging atau susu yang diproduksi (Acamovic et al. 2005). Tanaman Torbangun di Indonesia belum banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sehubungan dengan zat aktif yang ada di dalamnya, tanaman Torbangun perlu penanganan khusus dalam pengolahannya agar lebih efisien dan terjaga sehingga tidak mudah rusak ketika dijadikan pakan ternak. Salah satu teknologi pengolahan pakan yaitu mengubah daun tanaman Torbangun dalam bentuk pellet. Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas (Irawan 2011). Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti, dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Hall 1980). Proses pengeringan tanaman sebagai bahan baku pakan bentuk hijauan yang akan dijadikan pellet memiliki pengaruh terhadap penyimpanan bahan pakan dan kandungan nutrien di dalamnya. Terdapat beberapa cara dalam mengeringkan bahan pakan diantaranya adalah pengeringan matahari langsung dan secara artifisial (menggunakan alat pemanas oven). Pengeringan akan berpengaruh terhadap kadar air serta kualitas fisik daun sebelum dilakukan proses pelleting. Pelleting adalah proses pembuatan pakan berbentuk tepung (mash) yang dipadatkan dan ditekan dengan menggunakan roller dan dimampatkan melalui lubang silinder yang disebut die, sehingga dapat menghasilkan pakan bentuk pellet. Proses pemadatan dan pemampatan ditentukan oleh desain pemasangan roller dan die (Thomas et al. 1997). McElhiney (1994) menyatakan bahwa pellet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta kualitas fisik pellet adalah karakteristik dan ukuran partikel bahan. Bahan pellet yang memiliki kadar air terlalu tinggi akan mempengaruhi kualitas fisiknya terutama pada pellet durability index, semakin tinggi kadar air maka tingkat kekokohan pellet semakin rendah. Kadar air yang melebihi standar, penggunaan steam rendah, dan waktu pendinginan yang kurang (cooling) dapat menyebabkan pellet menjadi menggumpal, sebaliknya kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan pellet menjadi tidak berbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sifat fisik tepung daun Torbangun dan pengaruh perbedaan kadar air tepung daun Torbangun terhadap kualitas dan sifat fisik pellet daun Torbangun.
2
METODE PENELITIAN Bahan Bahan pellet penelitian menggunakan daun tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) yang ditanam di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Tanaman torbangun ditanam pada lahan seluas 200 m2 yang sebelumnya dilakukan penanaman stek tanaman Torbangun pada polybag, setelah berumur 2 minggu tanaman Torbangun ditanam pada lahan, setiap 4 minggu sekali dilakukan pemupupukan menggunakan pupuk kandang ayam. Tanaman torbangun dipanen pada umur tanam 19 minggu berupa bagian daun yang tumbuh pada batang 4 helai kebawah dari daun tunas. Alat Proses penggilingan daun torbangun menggunakan mesin giling Semi fixed hammer mill 5,5 HP (ukuran sceen 5 mm). Mesin pellet yang digunakan adalah Wood pelleting 15 HP kapasitas 500 - 700 kg jam-1, menggunakan die dengan ukuran 4 mm. Peralatan lain yang digunakan terdiri dari timbangan digital (tipe SCA-301), termometer, sprayer, terpal, karung, dan bak penampung. Pengukuran kualitas fisik pellet menggunakan timbangan analitik (Scot Pro OHAUS), gelas piala, gelas ukur, pengaduk, corong, jangka sorong, penggaris, vibrator ball mill dan tumbler 50 RPM. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Agrostologi dan Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari bulan Maret 2013 sampai Juni 2013. Prosedur Percobaan Proses pengeringan daun Torbangun Daun tanaman Torbangun yang telah di panen ditimbang berat segarnya, selanjutnya dikeringkan sinar matahari dalam greenhouse selama 24 jam, setelah 24 jam daun Torbangun dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 7 hari. Daun yang telah dikeringakan dalam oven yang bersuhu 60oC selama 7 hari selanjutnya digiling menggunakan mesin giling dengan screen 5 mm. Sampel bahan penelitian diukur kadar airnya pada saat setelah proses pengeringan dan proses penggilingan untuk mengetahui kadar air sebelum proses pelleting. Perlakuan penelitian Bahan penelitian yang telah digiling kemudian dilakukan 3 perlakuan bahan yang memiliki kadar air yang berbeda. Diberikannya perlakuan penambahan kadar air bertujuan untuk meningkatkan kadar air bahan.
3 Penambahan kadar air dilakukan dengan cara menyemprotkan aquades menggunakan sprayer untuk mengondisikan kadar air bahan menjadi 12%, 13,5%, dan 15%. Bahan yang telah siap diperlakukan kadar air selanjutnya dibuat pellet. pellet yang telah dihasilkan kemudian disimpan untuk diambil sampel yang selanjutnya dilakukan pengujian sifat dan kualitas fisik pellet. Proses pembuatan pellet Tepung daun tanaman Torbangun dengan kadar air bahan 12%, 13,5% dan 15% sudah siap untuk di pellet. Bahan yang akan di pellet dengan kadar air 12%, 13,5%, dan 15% sebanyak 1 kg, selanjutnya dimasukkan kedalam mesin pellet dengan ukuran die 4 mm untuk dicetak menjadi pellet. Pellet yang dihasilkan didinginkan di ruang terbuka untuk menurunkan suhu pellet sampai dengan suhu kamar selama ± 15 menit. Pellet yang sudah dingin kemudian diambil sampelnya untuk pengujian sifat fisik meliputi kadar air (KA) pellet, berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sudut tumpukan (ST) dan pellet durability index (PDI). Peubah yang diukur Pengujian sifat dan kualitas fisik bahan pakan meliputi kadar air, aktivitas air, kadar kehalusan, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, berat jenis dan pellet durability index. Peubah yang diukur pada penelitian ini yaitu kadar air, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, berat jenis dan pellet durability index. Prosedur Pengukuran Prosedur pengukuran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kadar air (AOAC 1994). Sampel yang akan diuji kadar air ditimbang sebanyak 3 g dalam cawan kemudian dimasukkan dalam oven 105oC selama 24 jam. Perhitungan kadar air dengan menggunakan rumus : Kadar air (%) =
Berat awal – Berat akhir Berat awal
X 100%
Berat jenis (Khalil 1999a). Sampel sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi 300 ml air kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat penghilangan ruang udara antar partikel ransum. Berat jenis dihitung dengan rumus : Berat jenis (kg m-3) =
Berat bahan (kg) Perubahan volume aquades (m3)
Kerapatan tumpukan (Khalil 1999a). Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan sampel sebanyak 100 g ke dalam gelas ukur kemudian sampel dalam gelas ukur tersebut dilihat ketinggiannya berdasarkan volume yang tertera pada gelas ukur. Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus :
4 Kerapatan tumpukan (kg m-3) =
Berat bahan (kg) Volume ruang(m3)
Kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti kerapatan tumpukan tetap volume sampel dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus : Kerapatan pemadatan tumpukan (kg m-3) = Berat bahan (kg) Volume setelah pemadatan (m3) Sudut tumpukan (Khalil 1999b). Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan sampel pada ketinggian tertentu melalui corong yang dipasang pada kaki tiga sampai sampel jatuh pada bidang datar yang beralaskan papan. Satuan sudut tumpukan adalah derajat (o). Besar sudut tumpukan dihitung dengan rumus : Tan α = (2t/d) Pellet durability index (Fairfield 2003). Pengukuran durability dilakukan dengan cara memasukkan sampel sebanyak 500 g ke dalam alat penguji daya gesekan selama 10 menit. Selanjutnya sampel yang telah diuji disaring dengan menggunakan saringan nomor 8 untuk memisahkan pellet yang masih utuh dengan pellet yang telah lolos saringan (hancur). Pellet durability index dihitung dengan menggunakan rumus : PDI (%) = Berat sampel pellet utuh (g) X 100% Berat sampel pellet sebelum disaring (g) Analisis Data Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Rancangan penelitian ini menggunakan 3 perlakuan kadar air dengan 4 kali ulangan, P1 = Perlakuan kadar air bahan 12%, P2 = Perlakuan kadar air bahan 13,5 %, P3 = Perlakuan kadar air bahan 15 %. Persamaan matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993): Xij = µ + τi + εij Keterangan : Xij = Respon pengamatan pada kadar air ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum pengamatan τi = Pengaruh kadar air ke-i (i= 1, 2, 3, 4) εij = Galat perlakuan ke-i (i= 1, 2, 3, 4) dan galat ulangan ke-j (j=1, 2, 3, 4) Data yang diperoleh akan dianalisa menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan perbedaan yang signifikan dilakukan Uji Lanjut Duncan (Steel and Torrie 1995).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Daun Torbangun
A
B
C
Gambar 1 Daun Torbangun sebelum dan sesudah menjadi pellet. A: Daun Torbangun segar, B: daun Torbangun kering dan C: pellet Torbangun Tanaman Torbangun memiliki ciri-ciri daun berhadapan, tunggal, tebal dan berbulu halus. Daun torbangun memiliki karakteristik aroma, warna dan tekstur fisik yang berbeda sebelum dan sesudah diproses menjadi pellet. Daun Torbangun segar (Gambar 1) berwarna hijau daun, memiliki aroma harum khas Torbangun segar dan berbulu halus pada daunnya. Berbeda dengan daun Torbangun segar, Gambar 1 menunjukkan bahwa daun Torbangun yang sudah melalui proses pengeringan berubah warna menjadi hijau kecoklatan, aroma harum menyengat dan mudah hancur. Perubahan warna menjadi kecoklatan diduga akibat adanya reaksi kimia pada kandungan zat aktif daun Torbangun salah satunya lactogagum. Setelah menjadi pellet terjadi perubahan warna kembali menjadi coklat kehijauan hal ini dimungkinkan karena adanya reaksi maillard. Reaksi maillard terjadi karena reaksi - reaksi antar karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer dari asam amino selama pemanasan (Winarno 1991). Pellet daun Torbangun memiliki aroma menyerupai teh akan tetapi lebih menyengat dan sangat kuat, serta memiliki tekstur yang halus. Karakteristik daun Torbangun sebelum dan sesudah diproses menjadi pellet dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik daun Torbangun segar dan sesudah proses pengeringan dan pelleting Parameter
Segar
Daun Torbangun Kering Hijau kecoklatan
Warna
Hijau daun
Aroma
Harum khas torbangun segar
Harum menyengat
Berbulu halus
Mudah hancur
Tekstur fisik
Pellet Coklat kehijauan Harum menyerupai teh, menyengat sangat kuat Halus
6 Daun Torbangun segar yang telah dipanen mengalami penyusutan selama proses pengolahan, hal ini diakibatkan karena kehilangan kadar air dalam bahan selama proses pengeringan pada penelitian ini. Penyusutan daun Torbangun segar menjadi daun Torbangun kering sebesar 87.3%. Daun Torbangun kering setelah proses penggilingan pada penelitian ini mengalami penyusutan sebesar 3.4%, hal ini diakibatkan karena adanya bahan yang tertinggal dalam mesin maupun adanya bahan yang terjatuh. Penyusutan adalah hilangnya bahan selama proses produksi berlangsung dan pada saat penanganan serta penyimpanan bahan. Selama proses pelleting bahan tepung daun Torbangun juga mengalami penyusutan sebesar 6.5%, persentase penyusutan pada proses pelleting ini melebihi standar nilai persentase penyusutan yang dapat ditolelir oleh pabrik pakan. Secara keseluruhan proses dari segar sampai dengan menjadi pellet persentase penyusutan sebesar 9.8%, penyusutan pada penelitian ini cukup tinggi. Menurut McElhiney (1994) bahwa penyusutan yang diharapkan di pabrik pakan adalah yang mendekati nol persen dan persentase penyusutan yang bisa ditolerir yaitu berkisar antara 0.74 - 0.81%. Penyusutan selama proses produksi dapat terjadi, McElhiney (1994) menyatakan bahwa penyusutan bahan pada saat pelleting terjadi karena bahan jatuh, terbuang, dan kurangnya perawatan dan kebersihan pelleter. Tingginya persentase penyusutan dapat mengakibatkan tingginya biaya produksi, mempercepat kerusakan mesin produksi, menghambat kelancaran proses produksi dan menurunkan kualitas fisik pellet serta menurunkan keuntungan pabrik pakan.Penyusutan dalam proses produksi berkesinambungan dapat dikurangi dengan cara melakukan kontrol dan pengawasan terhadap kerja setiap alat produksi yang memungkinkan bahan dapat terjatuh atau terbuang dalam bentuk debu dan perlu dibuat hopper yang besar sudut kemiringannya sesuai dengan besarnya sudut tumpukan mash. Cara lainnya yaitu dengan melakukan sistem perawatan dan kebersihan pada setiap mesin-mesin produksi selama periode tertentu. Hal tersebut dilakukan untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan pabrik (Yulia 2005). Proses Pengeringan Daun Torbangun yang telah dipanen kemudian dikeringkan didalam rumah kaca selama 24 jam. Suhu dalam rumah kaca pada pagi hari tercatat 25oC, siang hari 26oC, dan sore hari 27oC. Suhu yang lebih tinggi pada sore hari dikarenakan adanya efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah proses masuknya radiasi dari matahari dan terjebaknya radiasi dalam atmosfer akibat gas rumah kaca sehingga menaikkan suhu permukaan bumi, yang terjadi dengan rumah kaca ini cahaya matahari menembus kaca dan dipantulkan kembali oleh benda-benda dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar infra merah. Namun gelombang panas itu terperangkap di dalam ruangan kaca serta tidak bercampur dengan udara dingin di luarnya. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi daripada di luarnya. Tujuan pengeringan dalam rumah kaca adalah untuk proses pelayuan daun Torbangun sehingga ketika dikeringkan didalam oven 60oC pengeringan daun Torbangun terjadi secara sempurna. Pada prisipnya hijauan pakan yang berkadar air tinggi harus dilayukan terlebih dahulu sehingga bobot keringnya mencapai 30% - 40%, proses pelayuan dilakukan karena pada oven tekanan akan meningkat jika kadar air dalam suatu bahan atau hijauan masih terlalu tinggi karena dalam oven tidak terdapat sirkulasi udara serta
7 suhunya konstan, berbeda dengan dehydrator yang terdapat sirkulasi udara didalamnya sehingga suhunya dapat berubah - ubah. Pengeringan menggunakan artificial dryer seperti oven atau dehydrator lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan matahari akan tetapi, kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan yang dikeringkan. Penggunaan artificial dryer dalam proses pengeringan lebih efisien, pengontrolan suhu lebih mudah dan tidak tergantung cuaca dibandingkan proses pengeringan pada rumah kaca ataupun melalui sinar matahari langsung, namun proses pengeringan menggunakan pengering buatan dibutuhkan biaya investasi cukup tinggi. Kadar Air Daun Torbangun Air merupakan komponen penting dalam bahan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa yang sangat menentukan mutu bahan sehingga kandungan air dalam bahan turut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno et al. 1984). Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan derajat keterikatan air (Syarief dan Halid 1993). Pengukuran kadar air pada daun Torbangun dikeringkan dalam oven 60oC selama 7 hari digunakan untuk mengetahui kadar air setelah pengeringan dan diperoleh hasil 8.25%, namun waktu proses pengeringan yang telah dilakukan terlalu lama seharusnya pengeringan menggunakan oven hanya berkisar 10 jam, kadar air yang dicapai juga terlalu rendah. Lama waktu pengeringan menggunakan oven 60oC dikarenakan penumpukan daun Torbangun yang dikemas dalam paperbag terlalu padat didalam oven, sehingga energi menjadi berkurang dan sirkulasi udara dalam proses pengeringan menjadi lambat. Menurut Wirakartakusumah (1992) bahwa proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Estiasih (2009) bahwa kecepatan pengeringan maksimum dipengaruhi oleh pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan. Faktor - faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa antara lain luas permukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara (RH), tekanan atmosfer, penguapan air dan lama pengeringan. Bahan kering daun Torbangun segar pada penelitian ini sebesar 10.98%, tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Mahmud et al. (1990) yang menunjukkan bahwa bahan kering daun Torbangun sebesar 7.50%. Perbedaan ini disebabkan adanya variasi bahan kering yang diakibatkan karena adanya perbedaan musim dan waktu panen. Selama proses pengeringan daun torbangun menjadi warna hijau kecoklatan, hal ini diduga karena adanya reaksi pencoklatan (browning) yang merupakan reaksi antara asam organik atau asam - asam amino dengan gula pereduksi (Winarno 1991) yang ditandai dengan perubahan kecoklatan yang terjadi pada daun torbangun setelah melalui proses pengeringan. Reaksi non - enzimatik ini akan menurunkan kandungan protein didalamnya. Setelah melalui proses penggilingan, kadar air daun Torbangun menjadi 8.98%. Hal ini diakibatkan setelah proses pengeringan menggunakan oven daun disimpan pada kondisi suhu ruang sehingga kadar airnya meningkat kembali. Faktor yang mempengaruhi meningkatnya kadar air bahan yaitu suhu dan kelembaban. Kelembaban yang tinggi berpengaruh terhadap kondisi sampel yang disimpan terutama pada peningkatan kadar air. Kelembaban yang tinggi
8 menyebabkan banyak uap air di udara yang mengakibatkan mudah diserapnya uap air oleh bahan (Wiraatmadja et al. 1995). Perpindahan uap air di udara direpresentasikan dari kelembaban yang berbeda - beda, kadar air tinggi akan meningkatkan tekanan uap, pada kelembaban yang rendah terjadilah perpindahan air dari yang tinggi ke yang rendah kandungan airnya. Udara dari luar diadsorb dan bergerak sampai terjadi kesetimbangan. Pengaruh Perbedaan Kadar Air Bahan Terhadap Proses Pelleting Pellet merupakan hasil dari proses pengolahan bahan baku secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas serta tekanan. Faktor yang mempengaruhi kualitas pellet antara lain pati, serat dan lemak. Pati jika dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi yang berfungsi sebagai perekat sehingga mempengaruhi kualitas pellet. Menurut Pfost (1976) proses penting dalam pembuatan pellet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap air panas (conditioning), pencetakan (extruding) serta pendinginan. Pembuatan pellet tepung daun Torbangun tidak memerlukan binder (perekat), karena daun Torbangun mengandung pati di dalamnya. Temperatur dan uap air di perlukan untuk aktifasi molekul protein yang dapat berfungsi sebagai pengikat alami (natural binder). Penambahan air pada saat dikondisikan untuk kadar air bahan dengan cara menyemprotkan air pada tepung daun Torbangun, dilakukan sebelum proses pelleting. Penambahan air ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar air bahan yang berbeda terhadap kualitas fisik pellet daun Torbangun. Setelah dikondisikan, tepung (mash) daun Torbangun di proses menjadi pellet, setelah keluar dari mesin pellet, pellet harus didinginkan selama 15 menit agar uap panas pada pellet keluar, Nalladurai et al. (2008) menjelaskan pendinginan setelah proses pelleting dapat berkisar antara 4 - 15 menit. Daya tahan pellet berkurang jika pellet tidak didinginkan dengan proses pendinginan yang benar. Menurut Thomas et al. (1996) pellet yang tidak didinginkan dengan benar tidak akan memiliki ketahanan benturan, karena adanya tekanan diantara lapisan luar (yang didinginkan) dan lapisan dalam (pusat hangat). Sampai tingkat tertentu udara dingin akan menangkap panas dari pellet selama proses pendinginan. Pellet yang baik adalah pellet yang seragam, tidak berdebu, tidak retak, tahan terhadap tekanan dan bantingan, dan mempunyai tingkat kekerasan yang sesuai. Sifat Fisik Tepung Daun Torbangun Pengujian kualitas fisik merupakan salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui dan mengukur kualitas pellet, antara lain kadar air, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Sifat - sifat fisik bahan seperti kadar air, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, serta sudut tumpukan sangat perlu diketahui, karena bisa dijadikan indikator penurunan kualitas bahan pakan dan akan mempengaruhi volume ruang penyimpanan baik curah atau berwadah, penimbangan dan pengangkutan. Kandungan serat kasar pada suatu bahan juga mempengaruhi sifat dan kualitas fisik pellet baik secara langsung maupun tidak langsung. Serat kasar dengan kandungan selulosa yang tinggi (ikatan yang mudah retak) akan menghasilkan pellet yang kaku. Serat kasar dengan kandungan lignin yang tinggi
9 (ikatan kayu yang tidak mudah retak) menyebabkan pellet yang kurang kaku. Struktur dari serat kasar akan mempengaruhi hasil tekanan. Nilai berat jenis tepung daun torbangun sebelum dilakukan proses pelleting sebesar 1067.5 (kg m-3), rendahnya nilai berat jenis pada daun torbangun dalam bentuk tepung (sebelum pemeletan) menunjukkan bahwa daun torbangun bentuk tepung memiliki sifat amba atau bulky karena berat jenis merupakan indikator dalam menentukan sifat bulky dari suatu bahan. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan tepung daun torbangun sebesar 362.50 (kg m-3). Hasil kerapatan tumpukan (Tabel 2) sebesar 300.00 (kg m-3), hasil ini sesuai dengan pernyataan Gauthama (1998) bahwa tepung hijauan mempunyai kerapatan tumpukan 120 - 380 kg m-3. Tabel 2 Sifat fisik tepung daun Torbangun Peubah* Kadar air (%) BJ(kg m-3) KT(kg m-3) KPT(kg m-3) ST (◦)
Tepung 8.98 ± 0.11 1 067.50 ± 146.60 300.00 ± 8.16 362.50 ± 5.00 36.54 ± 1.14
*BJ = Berat Jenis, KT = Kerapatan Tumpukan, KPT = Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ST = Sudut Tumpukan, PDI = Pellet durability index
Nilai sudut tumpukan tepung daun torbangun sebesar 36.54o, hasil ini sesuai dengan pernyataan Ghautama (1998) bahwa nilai sudut tumpukan pada bahan pakan bentuk tepung lebih dari 35o. Pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan luas permukaan dan daya kohesivitas pakan, serta akan meningkatkan nilai sudut tumpukannya. Pengaruh Perbedaan Kadar Air Terhadap Sifat dan Kualitas Fisik Pellet Sifat fisik pellet sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan, ukuran pencetak, jumlah air, tekanan dan metode setelah pengolahan serta penggunaan bahan pengikat/perekat untuk menghasilkan pellet dengan struktur yang kuat, kompak dan kokoh sehingga pellet tidak mudah pecah (Retnani et al. 2010). Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai kepuasan konsumen terhadap bahan. Sifat dan kualitas fisik pellet daun Torbangun yang diukur pada penelitian ini antara lain kadar air (KA), berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sudut tumpukan (ST) dan pellet durability index (PDI). Berdasarkan Tabel 3 perlakuan kadar air sebelum proses pelleting dan setelah proses pelleting terjadi penurunan. Perlakuan Kadar air bahan 12% menurun setelah proses pelleting menjadi 11.18%, kadar air bahan 13.5% setelah proses pelleting menjadi 11.78% dan kadar air bahan 15% menurun setelah proses pelleting menjadi 12.50%, hal ini dikarenakan adanya proses pemanasan pada saat proses pelleting yang menyebabkan air bahan menguap. Gambar 2 menunjukkan bahwa pellet daun torbangun terbaik dari perlakuan kadar air bahan pada gambar pellet nomor dua yakni dengan perlakuan kadar air bahan 13.5%.
10
a
b
c
Gambar 2 Pellet daun torbangun dengan perlakuan kadar air bahan 12%, 13.5%, dan 15%. a: 12%, b: 13.5%, dan c: 15% Kadar air erat kaitannya dengan sifat fisik pellet. Semakin tinggi kadar air menyebabkan nilai pellet durability index semakin rendah hal ini dikarenkan pellet mudah hancur sehingga mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan dan nilai kerapatan pemadatan tumpukan menjadi rendah, kadar air yang berdifusi ke dalam bahan menyebabkan keeratan hubungan antar partikel rendah sehingga pellet yang dihasilkan mudah hancur. Tabel 3 Sifat fisik pellet daun Torbangun Peubah Kadar air (%) BJ(kg m-3) KT(kg m-3) KPT(kg m-3) ST (◦) PDI (%)
Kadar Air Tepung Daun Torbangun* 12% 13.5% 15% 11.18 ± 0.17 11.75 ± 0.15 12.50 ± 0.10 1 380.00 ± 57.74 1 335.00 ± 73.71 1 360.00 ± 87.18 565.00 ± 26.46ab 592.50 ± 38.62a 537.50 ± 25.00b 632.50 ± 20.62a 622.50 ± 22.17a 592.50 ± 9.57b 15.94 ± 1.22b 19.56 ± 1.25a 15.52 ± 0.57b 97.17 ± 0.70a 97.78 ± 1.30a 69.32 ± 1.85b
*Huruf kecil menunjukkan hasil berbeda nyata pada (P<0.05); BJ = Berat Jenis, KT = Kerapatan Tumpukan, KPT = Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ST = Sudut Tumpukan, PDI = Pellet durability index.
Berat jenis memegang peranan penting terhadap nilai sifat fisik serta proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan karena menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan. Nilai berat jenis pada Tabel 2 menunjukkan berat jenis tepung daun Torbangun lebih rendah dibandingkan dengan berat jenis pellet dengan kadar air bahan 12%, 13.5%, 15%. Peningkatan nilai kadar air tidak memberi pengaruh nyata terhadap nilai berat jenis pellet daun Torbangun (P>0.05). Hal ini diduga pemadatan yang terjadi di dalam mesin tidak sama sehingga ruang antar partikel di dalam pellet berbeda. Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara masa bahan dengan volume ruang yang ditempati melalui proses pencurahan, sedangkan kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan, misalnya penggoyangan (Khalil 1999a). Tabel 3 menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) pada nilai kerapatan tumpukan begitu pula dengan nilai kerapatan pemadatan tumpukan (P<0.05). Hal ini dikarenakan kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh kadar air pellet yang mengalami penurunan saat proses pelleting. Namun pada nilai kerapatan pemadatan
11 tumpukan nilainya semakin turun dengan seiring tingginya kadar air. Semakin tinggi kadar air pellet maka semakin rendah nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pellet
Nilai Sifat Fisik (kg m-3)
700
632.5 565
600
592.5
622.5
592.5 537.5
500 362.5
400 300 300 200 100 0
tepung
pellet 1
pellet 2
pellet 3
Perlakuan Gambar 3 Perubahan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan tepung dan pellet daun Torbangun dengan perlakuan kadar air bahan berturut 12%, 13.5% dan 15%. KT KPT Kerapatan tumpukan dihitung setelah menempatkan suatu bahan ke dalam wadah dengan volume konstan tanpa getaran. Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel – partikel bahan (Wirakartakusumah 1992). Nilai kerapatan tumpukan berbanding lurus dengan laju alir pakan, semakin tinggi kerapatan tumpukan maka laju alir pakan semakin meningkat. Nilai kerapatan tumpukan berbanding terbalik dengan kandungan air dan partikel asing dalam bahan (Fasina et al. 1993), sehingga peningkatan kandungan air atau partikel asing akan menurunkan nilai kerapatan tumpukannya sehingga membutuhkan wadah bervolume yang lebih sedikit. Perbedaan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (Gambar 3) pada daun Torbangun sebelum dan sesudah dibentuk pellet disebabkan karena daun Torbangun bentuk tepung sudah mengalami pemadatan saat proses pembuatan pellet sehingga memiliki nilai kerapatan yang tinggi. Bahan yang mempunyai kerapatan rendah (<450 kg m-3) membutuhkan waktu mengalir dengan arah vertikal lebih lama dan sebaliknya dengan bahan yang mempunyai kerapatan yang lebih besar (>500 kg m-3) termasuk kategori bahan yang mengalir cepat (Khalil 1999a). Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pellet daun Torbangun yang lebih besar menunjukkan bahwa daun Torbangun bentuk pellet memerlukan ruang atau volume yang lebih kecil per satuan berat tertentu dibandingkan dengan daun Torbangun bentuk tepung.
12 Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan lebih baik dalam melihat keambaan pakan serta dalam mempertimbangkan besarnya kapasitas alat pengolahan dan sarana penyimpanan. Kedua nilai sifat fisik tersebut lebih mencerminkan kebutuhan ruang bahan dengan bobot tertentu di lapangan, sedangkan keambaan suatu bahan secara praktis terlihat dari tingkat pemadatannya (Ghautama 1998). Sudut tumpukan adalah sudut yang dibentuk antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan yang terbentuk jika bahan dicurahkan (Henderson et al. 1981). Sudut tumpukan penting diketahui karena mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan perlengkapan pemindahan bahan lainnya karena sudut tumpukan berkorelasi dengan kemudahan bergerak bahan. Sudut tumpukan pada tepung (Tabel 2) lebih besar dibandingkan dengan sudut tumpukan pellet (Tabel 3), menurut Fasina et al. (1993) ransum yang mudah mengalir pada kisaran sudut tumpukan 30 – 38o. Sudut tumpukan pada perlakuan kadar air bahan 12%, 13.5%, dan 15% pada kisaran dibawah 30o hal ini menunjukkan bahwa pellet daun Torbangun sangat mudah mengalir pada bidang miring. Sudut tumpukan akan mempengaruhi flowability atau daya alir suatu bahan terutama akan berpengaruh terhadap kecepatan dan efisiensi proses pengosongan silo secara vertikal pada saat pemindahan dan pencampuran bahan (Khalil 1999b). Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai sudut tumpukan pada setiap perlakuan perbedaan kadar air bahan berbeda nyata (P<0.05). Kualitas Fisik Pellet Daun Torbangun Kualitas dari pellet dapat dilihat dengan menggunakan metoda pengamatan visual seperti keseragaman warna, tekstur permukaan, panjang, diameter, debu dan kehancuran juga palatabilitas. Mengingat metoda pengamatan visual ini dapat bersifat subjektif, maka kontrol kualitas pellet dapat dilengkapi dengan metode durability test. Pellet durability terkait dengan berbagai proses dalam pemanfaatan pellet seperti proses transportasi (pengangkutan), pendistribusian, serta untuk mengetahui kualitas fisik pellet yang dihasilkan, oleh karena itu pengukuran pellet durability penting dilakukan (Thomas et al. 1996). Tabel 3 menunjukan bahkan pellet dengan perlakuan kadar air bahan 12% dan 13.5% berbeda nyata dengan perlakuan kadar air bahan 15% (P<0.05). Menurut Murdinah (1989) pellet yang baik adalah pellet yang kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh. Nilai Pellet durability index yang turun mengakibatkan nilai kerapatan tumpukan dan nilai kerapatan tumpukan menjadi rendah, karena adanya butiran-butiran atau serbuk dari pellet yang hancur. Nilai pellet durability index dari perlakuan kadar air bahan 12% dan 13.5% masih pada kisaran diatas 96% sehingga dapat dikatakan bahwa pellet daun Torbangun ini tergolong kokoh dan tidak mudah rapuh, menurut Doizer (2001) standar nilai durability terbaik adalah 96% untuk hasil yang optimum. Sedangkan pada perlakuan kadar air bahan 15% nilai durability cukup rendah jauh di bawah 96% yang berarti tidak kokoh dan sangat rapuh, hal ini dikarenakan kandungan air pada pellet tersebut cukup tinggi. Thomas et al. (1996) menjelaskan bahwa dalam industri pakan daya tahan benturan yang tinggi maka memiliki kualitas pellet yang tinggi pula. Kadar air memepengaruhi nilai kerapatan tumpukan, kerapatan
13 pemadatan tumpukan, sudut tumpukan dan pellet durability index. Hasil menunjukan bahwa kadar air yang cukup tinggi berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, serta pellet durability index (PDI). Pengujian pellet durability index (PDI), pellet yang memiliki kadar air paling tinggi cenderung lebih rapuh dibandingkan dengan pellet yang berkadar air rendah, sehingga berpengaruh terhadap nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan pellet yang berkadar air rendah. Sayekti (1999) menyatakan bahwa kerapatan pemadatan tumpukan di pengaruhi oleh kadar air. Semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan maka volume ruang yang ditempati pellet menjadi lebih kecil. Kadar air mempengaruhi nilai sudut tumpukan, semakin tinggi kadar air maka nilai sudut tumpukan semakin rendah (Tabel 3), pada perlakuan kadar air bahan 15% lebih kecil dibandingkan dengan sudut tumpukan perlakuan kadar air bahan 12% dan 13% karena pada kadar air bahan 15% semakin sulit mengalir karena pellet mudah hancur dan banyak yang kembali dalam bentuk tepung. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi sudut tumpukan, diduga pada penelitian ini range (kisaran) kadar air bahan setelah di lakukan proses pelleting tidak terlalu berbeda jauh.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perbedaan kadar air bahan daun Torbangun memberikan pengaruh nyata terhadap kerapat tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sudut tumpukan (ST), dan pellet durability index (PDI). Namun tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis (BJ). Pellet daun Torbangun pada perlakuan kadar air bahan 13.5% memberikan sifat dan kualitas fisik yang terbaik dibandingkan perlakuan kadar air bahan 12% dan 15%. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perhitungan penyusutan bahan pada saat proses pengolahan dengan menggunakan mesin yang standar untuk mengetahui nilai penyusutan, pengaruh partikel size bahan, dan efisiensi proses pengolahan daun Torbangun.
DAFTAR PUSTAKA Acamovic T, Brooker JD. 2005. Biochemistry of plant secondary metabolites and their effects in animals. Proceedings of the Nutrition Society. 64 : 403-412. AOAC. 1994. Official method of analysis of the association of official chemist. Arlington (US): Association of Official Analytical Chemist.
14 Damanik R, Wahlqvist ML, Wattanapenpaiboon N. 2006. Lactagogue effects of Torbangun, a Bataknese traditional cuisine. J Asia Pacific Clin Nutr. 15(2):267-274. Dozier WA. 2001. Pellet quality for more economical poultry meat. J Feed Intel. 52 (2): 40-42. Estiasih, Teti, Ahmadi K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang (ID): Bumi Aksara. Fasina OD, Sokhansanj S. 1993. Effect of moisture on bulk handling properties of alfalfa pellets. J Canada Agric Engeener. 35(4): 269-272. Fairfield DA. 2003. Pelleting for profit-part 1. Feed and Feeding Digest. 54 (6) : 1-5. Gauthama P. 1998. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral, serta hijauan pada kadar air dari ukuran partikel yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hall CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. Weinheim (DE): Eastern Graphics, Old Saybrook. Irawan IA. 2011. Pengeringan. Banten (ID): Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap kualitas fisik ransum lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Med Pet. 22 (1): 1-11. Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap kualitas fisik ransum lokal : sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis. Med Pet. 22 (1): 33-42. Mahmud, Mien K. 1990. Komposisi zat gizi pangan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. McElhinney RR. 1994. Feed Manufacturing Industry IV. Arlington (US): American Feed Industry Association. Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat makanan udang berbentuk pelet [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nalladurai K, Morey RV. 2008. Factors affecting strength and durability of densified biomass products. J Anim Feed Sci Tech. 33:337-359. Pfost HB. 1976. Feed manufacturing technologi. America Feed Manufacturing Association. Virginia (US): Arlington. Retnani Y, Nining, Rahmayeni, Lidy. 2010. Uji sifat fisik ransum ayam broiler bentuk pellet yang ditambahkan perekat onggok melalui proses penyemprotan air. Agripet. 1(10): 13-18. Rumetor SD, Jachja J, Widjajakusuma R, Permana I, Sutama IK. 2007. Manfaat suplementasi daun bangun – bangun (Coleus amboinicus L.) dan kombinasi zinc – vitamin E dalam ransum basal terhadap fermentasi rumen in vitro kambing peranakan etawa. Seminar Nasional AINI VI; 2007 Jul 26-27; Yogyakarta (ID): ISBN hlm 429-435. Sayekti WBR. 1999. Karakteristik sifat fisik berbagai varietas jagung (Zea mays) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Arcan. Syarif R, Halid. 1994. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
15 Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Penerjemah Bambang Sumantri. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Thomas M, Van der poel AFB. 1996. Physical quality of pelleted animal feed 1. Criteria for pellet quality. J Anim Feed Sci Tech. 61:89-112. Thomas M, Van der Poel AFB. 1997. Physical quality of pelleted animal feed 2: Contribution of processes and its condition. J. Anim. Feed Sci Tech. 64: 59-78. Winarno FG. 1991. Kimia pangan dan gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 1984. Kimia pangan dan gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Wirakartakusumah MA. 1992. Sifat fisik pangan. Departemen pendidikan dan kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Wiraatmadja S, Prihatiningsih E, Sumangat D. 1995. Studi pembuatan selai jambu mete (Anacardum occideltale L.): pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanannya. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Agustina Y. 2005. Kualitas fisik pellet ransum broiler mengandung bahan dengan ukuran partikel yang berbeda pada proses produksi berkesinambungan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
16 Lampiran 1 Analisis ragam sudut tumpukan pellet Torbangun Sumber
dB
Perlakuan Galat Total koreksi
2 9 11
Jumlah kuadrat 1.562 0.443 2.005
Kuadrat tengah 0.781 0.049
F hit
Pr>
15.87
0.00
Keterangan: dB: derajat bebas, F hit: F hitung
Lampiran 2 Analisis ragam pellet durability index pellet Torbangun Sumber
dB
Perlakuan Galat Total koreksi
2 9 11
Jumlah kuadrat 2 114.984 16.757 2 131.742
Kuadrat tengah 1 057.492 1.861
F hit
Pr>
567.97
0.00
Keterangan: dB: derajat bebas, F hit: F hitung
Lampiran 3 Analisis ragam kerapatan tumpukan pellet Torbangun Sumber
dB
Perlakuan Galat Total koreksi
2 9 11
Jumlah kuadrat 6 050.000 8 450.000 14 500.000
Kuadrat tengah 3 025.000 938.889
F hit
Pr>
3.22
0.00
Keterangan: dB: derajat bebas, F hit: F hitung
Lampiran 4 Analisis ragam kerapatan pemadatan tumpukan pellet Torbangun Sumber
dB
Perlakuan Galat Total koreksi
2 9 11
Jumlah kuadrat 3 466.667 3 025.000 6 491.667
Kuadrat tengah 1 733.333 336.111
F hit
Pr>
5.16
0.00
F hit
Pr>
0.37
0.00
Keterangan: dB: derajat bebas, F hit: F hitung
Lampiran 5 Analisis ragam berat jenis pellet Torbangun Sumber
dB
Perlakuan Galat Total koreksi
2 9 11
Jumlah kuadrat 4 066.667 49 100.000 53 166.667
Keterangan: dB: derajat bebas, F hit: F hitung
Kuadrat tengah 2 033.333 5 455.555
17
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Benny Arifin dan Ibu Azizahtul Wafiroh yang dilahirkan di Lamongan, 09 Desember 1991. Penulis bersekolah di SD Negeri 6 Babat, SMP Negeri 3 Babat, dan dilanjutkan di SMA Negeri 1 Babat. Penulis lulus tahun 2009 dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama mengikuti studi, penulis aktif sebagai staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia HIMASITER pada tahun 2011 hingga 2012 dan organisasi Forum Mahasiswa Lamongan (FORMALA). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Ilmu dan Manajemen Pastura dan Pengantar Manajemen Pastura yang dikelola oleh Laboratorium Agrostologi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) dan Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) yang didanai oleh dikti pada tahun 2010 - 2012.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi dan Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MscAgr selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi, Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi yang telah memberikan banyak dukungan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS selaku dosen pembahas seminar hasil penelitian penulis pada tanggal 18 Juli 2013 serta Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc dan Bramada Winiar Putra, SPt Msi selaku dosen penguji sidang serta Dilla M Fassah, SPt MSc selaku dosen panitia sidang penulis. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Industri Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB yang telah membantu selama penelitian dilaksanakan. Ungkapan terima kasih juga kepada kedua orang tua dari penulis (Bapak Benny Arifin dan Ibu Azizatul Wafiroh), kakak - kakak dari penulis (Mbak Riken dan Mas Iqbal), sahabat sahabat penulis (Astrie Linda, Brilian Desca, Lisa, Lita Hidayati, dan Dessy Afni), teman - teman tim penelitian dan Nutritiousz 46, serta Sandria Ardhana atas segala doa dan kasih sayangnya. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah berat amal kebaikan penulis dan pembimbing di akhirat kelak. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan umatnya yang setia hingga akhir zaman.