SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat
Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan menampilkan pembangunan pertanian berawal dari desa. Pendekatan baru ini dinilai kontekstual dan berpotensi mampu mandiri, asal didukung dengan desain dan praktek kebijakan yang tepat. Pembangunan pertanian dan pedesaan perlu mengacu pada dimensi holistik dan inklusif yang mencakup pola hubungan sosial, politik, ekonomi dan budaya. 2. Tujuan dari seminar nasional ini adalah : a. Memperoleh pemahaman yang mendalam tentang permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian dan pedesaan; b. Memahami secara kritis berbagai kelemahan konsep dan strategi dalam pelaksanaan pembangunan pertanian dan pedesaan; c. Mendapatkan alternatif dan rumusan baru tentang konsep dan strategi pembangunan pertanian dan pedesaan di masa mendatang. 3. Kepala Badan Litbang Pertanian dalam sambutannya menyatakan bahwa pelaksanaan seminar ini sejalan dengan inisiatif Komisi IV DPR-RI untuk meningkatkan pembangunan pertanian dan pedesaan. Hal ini juga sejalan dengan World Development Report 2008 yang menyatakan bahwa lintas utama penanggulangan kemiskinan di pedesaan adalah melalui peningkatan produktivitas, profitabilitas, dan keberlanjutan pertanian skala kecil. Dalam mendorong pembangunan pertanian dan pedesaan, Badan Litbang Pertanian telah melaksanakan program Primatani yang akan dikembangkan oleh Departemen Pertanian di 10.000 desa di seluruh provinsi. B. Peran Sektor Pertanian dalam Ekonomi Pedesaan 4. Sumbangan sektor pertanian terhadap PDB selama ini cenderung menurun sesuai dengan semakin meningkatnya dan terdiversifikasinya perekonomian Indonesia. Kecepatan turunnya pangsa pertanian dalam PDB tidak diikuti dengan kecepatan dalam pangsa tenaga kerja sehingga menjadikan gap produktivitas tenaga kerja sektor pertanian dengan sektor non pertanian. Pembangunan selama ini belum berhasil mengangkat petani dan pertanian pada posisi yang seharusnya. Kesenjangan kesejahteraan petani dibandingkan dengan pekerja di sektor lainnya semakin melebar. 5. Akses petani terhadap sumber-sumber produktif semakin terbatas. Pemilikan lahan semakin terbatas sehingga perlu adanya kesempatan memperoleh pendapatan di luar usahatani. Peluang-peluang ekonomi di pedesaan perlu lebih didiversifikasi. Sektor non pertanian yang semula bersifat usaha sampingan semakin menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi dan menjadi sumber pendapatan yang penting bagi rumah tangga di pedesaan. 6. Peran sektor pertanian dalam pendapatan rumah tangga pertanian cenderung mengalami penurunan selama kurun waktu tiga dasa warsa terakhir. Penurunan peran tersebut terutama bersumber dari sub sektor
1
tanaman pangan. Namun demikian sektor pertanian tetap dijadikan sumber pendapatan utama rumah tangga pedesaan di Jawa maupun luar Jawa. 7. Dalam perspektif kemiskinan, pembangunan pertanian dan pedesaan seharusnya dapat dijadikan dasar mengurangi angka kemiskinan di sektor pertanian dan pedesaan. Masih relatif tingginya angka kemiskinan secara nasional mengindikasikan program-program penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya berhasil. Faktor terpenting dari kegagalan program kemiskinan di Indonesia adalah cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin dan kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri. 8. Keberadaan Lembaga keuangan Mikro (LKM) memiliki peran strategis sebagai intermediasi aktivitas perekonomian yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga perbankan umum. Pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan, namun masih bias pada usaha-usaha ekonomi non pertanian. Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan kapital, kelayakan ekonomi uasahatani, karakteristik usahatani dan bimbingan teknis pengguna jasa LKM. 9. Dalam periode 1996-2006, permintaan komoditas bernilai ekonomi tinggi (hortikultura), khususnya di perkotaan meningkat sekitar 3-4 kali lipat. Namun demikian, permintaan yang sangat tinggi ini dipenuhi sekitar 60 persen dari pasar impor. Booming hortikultura ini adalah phenomena ”demand driven”. Konsekuensinya pemerintah perlu melakukan reorientasi pembinaan pelaku agribisnis dan pasar sebagai berikut: (a) Memberikan dukungan dan fasilitasi kepada para pelaku, khususnya petani, agar mampu merespon dengan baik lonjakan pasar tersebut; (b) Urgensi pembentukan forum komunikasi antara pelaku agribisnis agar mampu dengan sigap merespon dinamika pasar; dan (c) Pengembangan infrastruktur perdagangan pasar tradisional yang didukung dengan sistem keterkaitan pasar dan sistem logistik yang efisien, serta sarana transportasi dan keamanan yang baik. 10. Dalam forum WTO, perundingan menyangkut sektor pertanian mencakup tiga pilar utama, yaitu bantuan domestik, subsidi ekspor dan akses pasar. Apabila negara maju menurunkan bantuan domestiknya akan berdampak pada peningkatan harga seluruh komoditas pertanian. Oleh karena itu dampak terhadap penggunaan sumberdaya lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam lainnya memiliki potensi pertumbuhan positif, khususnya dalam pengembangan komoditas kedelai. Penurunan subsidi ekspor akan berdampak positif pada peningkatan produksi pertanian Indonesia. Kebijakan tarif impor kedelai akan meningkatkan keuntungan usahatani dan surplus bersih yang diterima petani. C. Perspektif Kegiatan Non Pertanian dalam Ekonomi Pedesaan 11. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi sektor pertanian maka masyarakat pedesaan harus mencari alternatif sumber pendapatan dari luar pertanian. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk pedesaan tidak cukup hanya mengandalkan sektor pertanian, tetapi juga harus diikuti dengan usaha non-pertanian. Pengembangan usaha pertanian yang dilakukan juga jangan difokuskan pada peningkatan produksi pangan semata, tetapi juga pada produk-produk pertanian yang bervariasi dan bernilai ekonomi tinggi.
2
12. Kegiatan non-pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja di pedesaan adalah usaha perdagangan dan industri pengolahan, namun dengan partisipasi yang bersifat stagnan (37,0%) dalam periode 1998-2006. Kinerja usaha ini masih banyak mempekerjakan pekerja keluarga yang tidak dibayar dan sebagian besar merupakan usaha berskala mikro dan kecil dengan ciri lemah dalam manajerial, modal, dan ketrampilan. Ciri yang demikian menyebabkan nilai tambah yang diberikan oleh usaha perdagangan dan industri pengolahan di pedesaan masih relatif kecil. Untuk mengatasi hal ini diperlukan peran pemerintah baik dalam bentuk dukungan peningkatan ketrampilan teknik dan usaha, modal, dan mengembangkan program kemitraan dengan industri pengolahan skala besar. 13. Secara nasional agroindustri berperan lebih besar dalam meningkatkan output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja dibandingkan sektor pertanian primer. Namun sektor agroindustri belum mampu meningkatkan pendapatan rumah tanagga buruh tani dan petani sebaik pendapatan yanag diterima rumah tangga non pertanian di kota. 14. Untuk meningkatkan nilai tambah usaha pertanian primer dan agroindustri pengembangannya harus dilakukan secara simultan di wilayah pedesaan. Agar nilai tambah yang diterima petani makin meningkat maka keterlibatan petani tidak hanya sebagai produsen tetapi juga dalam proses predagangan dan proses industri pengolahannya. D. Aspek Sosial Budaya dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan 15. Upaya untuk meningkatkan produktivitas padi sawah telah dilakukan melalui berbagai bentuk kegiatan. Salah satunya adalah program peningkatan mutu intensifikasi (PM). Penelitian di lapangan menunjukkan terjadinya penurunan partisipasi petani dalam mengikuti program tersebut. Penyebabnya adalah karena belum optimalnya pembinaan dan pelayanan, terutama dari lembaga penyuluhan, serta ketidakselarasan antara tujuan peningkatan produksi padi nasional dengan motivasi petani untuk peningkatan pendapatan rumah tangga. Kedepan, perlu penyempurnaan manajemen disamping pendampingan yang lebih baik agar dapat mengimplementasikan kegiatan serupa secara memuaskan. 16. Pelaksanaan program pembangunan pertanian yang menggunakan pendekatan kelembagaan, semestinya didahului dengan analisis kebijakan secara memadai. Studi kasus pada pengembangan agribisnis kedelai memperlihatkan bahwa kelembagaan yang kurang berhasil dikembangkan dengan baik, telah menjadi salah satu kendala yang mempengaruhi efektivitas kegiatan. Kedepan, kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan seharusnya mempertimbangkan relasi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat; mempertimbangkan indigenous teknologi; dan memberdayakan kelembagaan pertanian untuk menciptakan kemandirian petani dan masyarakat pedesaan pada umumnya. 17. Pengendalian hama secara terpadu (PHT) merupakan salah satu pendekatan yang diharapkan untuk pengembangan komoditas pertanian, dengan mempertimbangkan kelestarian sumberdaya lingkungan. Kegiatan SLPHT pada lada memperlihatkan berbagai dampak positif, terutama berupa peningkatan penerapan teknologi dan produktivitas usahatani. Namun demikian, untuk mencapai efektivitas yang lebih tinggi, manajemen usahatani di tingkat petani perlu semakin ditingkatkan.
3
18. Dalam hal pembiayaan usaha pertanian, selain dari pemerintah yang disalurkan melalui berbagai program, akses peternak terhadap lembaga pembiayaan formal menunjukkan peningkatan. Keberadaan lembaga pembiayaan formal sangat dibutuhkan, namun agar lebih efektif, perlu dikembangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai unit pelayanan kredit di pedesaan. 19. Sistem perdagangan hasil-hasil komoditas pertanian yang berlangsung dalam bentuk tradisional non formal, tidak mudah untuk ditransformasikan menjadi bentuk yang modern-formal. Pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih adil dan berimbang untuk pengembangan perdagangan melalui dukungan kepada para pelaku di dalamnya, yaitu para pedagang dari seluruh level sistem tataniaga 20. Kegiatan budi daya padi ekologis (BPE) terwujud dari keprihatinan rusaknya lingkungan sumberdaya selama ini. BPE dilaksanakan oleh petani, dengan memperhatikan daya dukung dan kesinambungan lingkungan. Pelaksanaannya di lapang telah membuktikan bahwa, menggerakkan pertanian dan pedesaan berdasarkan kondisi sosial komunitas BPE, sangat ideal diimplementasikan, karena menghargai potensi dan kearifan lokal masyarakat. E. Kebijakan Strategis Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 21. Peran pertanian dinilai strategis sebagai penggerak ekonomi pedesaan, sehingga kinerjanya perlu terus ditingkatkan. Peningkatan kinerjanya dapat diupayakan melalui peningkatan penguasaan aset pertanian utama (air, lahan, SDM), iklim usaha pertanian, pengelolan pasar, serta public-private partnership dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan. Kebijakan ini perlu dikomplemen dengan upaya peningkatan nilai tambah melalui pengembangan produk dan agroindustri di pedesaan. 22. Transformasi struktural pembangunan ekonomi pertanian dan pedesaan di Indonesia sedang berproses dan terdapat variasi kinerja secara spasial. Perlu dilakukan pengelompokkan wilayah menurut tingkat pencapaian saat ini (berbasis pertanian, masa transisi, berbasis perkotaan) dan dirumuskan strategi serta kebijakan yang tepat dengan sasaran pencapaian kesetaraan produktivitas sektor pertanian dan non pertanian. 23. Partisipasi masyarakat pedesaan dalam kegiatan non pertanian dalam periode 1998-2006 bersifat stagnan pada tingkat sekitar 37,0%. Kondisi ini menguatkan komitmen pentingnya peran sektor pertanian. Arah pengembangan kedepan yang perlu dipertimbangkan adalah pengembangan komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti hortikultura dan peternakan. Pengembangan komoditas ini perlu difasilitasi dengan kelembagaan pasar yang mampu memfasilitasi keterkaitan langsung petani kecil dengan pasar modern. Fasilitasi teknis, ekonomi, dan sosial yang dibangun oleh ”dedicated supplier” dalam pemasaran komoditas hortikultura ke pasar modern patut dijadikan model pengembagan pasar dengan keberpihakan pada petani kecil. 24. Dalam konteks yang lebih general, dengan mengacu pada keterbatasan kontribusi sektor pertanian dalam struktur pendapatan rumah tangga pedesaan, perlu dipertimbangkan arah pembangunan pedesaan kedepan, ssebagai berikut : a. Percepatan transformasi struktural melalui perluasan, percepatan, dan pemantapan pertumbuhan ekonomi melalui integrasi ekonomi pertanian,
4
pedesaan, dan perkotaan. Kebijakan strategis yang dapat dipertimbangkan adalah: (i) mengatasi ketimpangan produktivitas antara sektor pertanian dan non pertanian; (ii) menyeimbangkan pembangunan dan investasi pedesaan dan perkotaan; (iii) peningkatan kapasitas SDM penduduk miskin dan kemampuan akses terhadap kegiatan ekonomi. b. Penerapan paradigma pertumbuhan inklusif dalam pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan. Prinsip dasarnya adalah penciptaan kesempatan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan akses bagi semua pihak terhadap kesempatan tersebut, ”Incentive growth for poverty alleviation” : generating opportunity for sustainable economic growth and access for all”.
5