Seminar Masyarakat Peneliti Kaju di Universitas Palangka Raya, 8 – 10 Agustus 2008 Sistem Loop Pemulihan Tanah Tercemar Timbal Menggunakan Proses Bioaugmentasi Kompos dan Fitoremediasi Tanaman Jarak Pagar Sarwoko Mangkoedihardjo1*, Surahmaida1, Cecilia Margareth1, dan Yetrie Ludang2 1
Laboratorium Ekotoksikologi, Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 2 Jurusan Kehutanan, Universitas Palangka Raya, Palangka Raya. *Penyaji: Tel 031.5948886/Fax 031.5928387/E-mail
[email protected]
Abstrak: Dua proses pemulihan tanah tercemar timbal dikaji secara simultan. Proses bioaugmentasi menggunakan kompos sebagai sumber mikroba. Proses fitoremediasi menggunakan kemampuan tanaman Jarak Pagar. Perlakuan tanah adalah pencemaran larutan timbal nitrat dengan konsentrasi Pb bertingkat sampai dengan 70 mg/Kg setelah menjalani uji rentang konsentrasi pendahuluan. Tingkat bioaugmentasi dan fitoremediasi dikaji berdasarkan kemampuan mikroba dan tanaman untuk menurunkan 50% konsentrasi awal timbal dari media (E-50). Efek toksisitas timbal terhadap mikroba dan tanaman dikaji berdasarkan eliminasi jumlah mikroba dan berat kering tanaman sebesar 50% dari jumlah awalnya (E-50). Hasil uji definitif menghasilkan fakta kemampuan kompos menurunkan Pb sebesar 55-65% untuk tanah tercemar timbal maksimum 10 mg/Kg dalam waktu 2 minggu, tanpa memberikan efek signifikan terhadap jumlah mikroba. Kemampuan tanaman menurunkan Pb sebesar 85-95% untuk tanah tercemar timbal maksimum 50 mg/Kg dalam waktu 2 minggu, tanpa memberikan efek sigfnifikan terhadap berat kering tanaman. Pemanfaatan prediktif penelitian ini adalah penerapan sistem loop pengelolaan lingkungan. Tingkat fitoremediasi adalah lebih tinggi dibanding tingkat bioaugmentasi, sehingga fitoremediasi tanaman Jarak Pagar merupakan proses pertama untuk menurunkan Pb dari 50 mg/Kg menjadi 10 mg/Kg. Proses berikutnya adalah bioaugmentasi kompos untuk menurunkan Pb menjadi kurang dari 10 mg/Kg. Kata kunci: Jarak Pagar, kompos, remediasi, timbal
PEDAHULUA Sumber utama pencemaran logam berat dari aktivitas kehutanan adalah terutama teknologi hasil hutan: industri perkayuan. Termasuk di dalamn industri perkayuan adalah penggunaan bahan bakar minyak untuk proses industri, penggunaan cat dan pengelolaan air limbahnya. Sumber kegiatan tersebut menghasilkan kontaminan logam berat, terutama timbal (Pb) yang menjadi pencemar tanah dan perairan (Nriagu, 1979; Kabata-Pendias and Pendias, 1989). Timbal merupakan pencemar lingkungan yang utama karena sebagian besar bersifat toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah (USEPA, 1993) dan mampu menyebar luas (Cunningham and Berti, 1993), sehingga menjadi pencemar multimedia lingkungan (Alloway and Ayres, 1997). Tanah tercemar Pb mengancam kehidupan biota tanah dan tanaman. Konsentrasi toksik terhadap daun tanaman adalah 30-300 µg Pb g-1 (Alloway and Ayres,1997). Dalam system mata rantai makanan biota maka ancaman logam berat tersebut dapat meluas secara biomagnifikasi sehingga mengancam kehidupan manusia. Logam berat
1
bersifat sangat sulit sampai tingkat tidak dapat didegradasi secara mikrobiologis. Untuk melakukan remediasi area yang tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik atau kimawi antara lain pertukaran ion, presipitasi, reverse osmosis, evaporasi, reduksi kimiawi (Hossain et al., 2005). Namun metode tersebut mahal, tidak efektif dan berdampak negatif bagi lingkungan (Lasat, 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan remediasi yang mudah, murah dan efisien agar lahan yang tercemar logam berat dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan dengan aman. Salah satu metoda remediasi yang dapat digunakan adalah fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan teknik pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan proses tumbuhan sehingga rhizosphere menjadi kondusif untuk proses mikrobiologis zat pencemar (Yoshihara, 2004). Metode ini mudah diaplikasikan, efisien, murah dan ramah lingkungan (Schnoor et al., 2003). Fitoremediasi logam berat dalam tanah telah banyak dilakukan baik dalam skala laboratorium maupun penerapan lapangan. Namun kebanyakan tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan subtropis (Wang et al., 2003; O’Connor et al., 2003; Bennet et al., 2003; Lombi et al., 2001; Greenfield, 1989; Solhi et al., 2005). Beberapa tumbuhan tropis dan tersedia mudah di Indonesia adalah eceng gondok dan bunga matahari (Kania et al., 2002; Ghosh and Singh, 2005). Sejauh ini belum terdapat penelitian fitoremediasi menggunakan tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Tumbuhan dari famili Euphorbiaceae ini banyak ditemukan di pinggir-pinggir jalan dan biasanya digunakan sebagai tanaman pembatas pagar dan tanaman hias, mudah didapatkan dan diperbanyak, mudah tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan. Tumbuhan ini juga dikembangkan sebagai tanaman budidaya untuk sumber energi alternatif bahan baku minyak nabati, yaitu biodiesel. Dengan demikian, pilihan tanaman Jarak Pagar untuk fitoremediasi tanah tercemar logam berat sekaligus dapat menjadi sumber baku energi alternative. Penting diperhatikan adalah tumbuhan mati setelah menyerap Pb maupun sisa tumbuhan pasca panen dan pasca penggunaan tumbuhan Jarak Pagar untuk proses konversi bioenergi (keduanya berkandungan Pb). Sisa tumbuhan tersebut dapat menjalani proses pengomposan secara mikrobiologis, sehingga produk kompos mengandung mikroba yang mampu dan/atau tahan terhadap Pb. Karena itu, penelitian ini mengeksplorasi penambahan kompos berkandungan mikroba tahan Pb ke dalam lahan tercemar Pb untuk mempercepat proses eliminasi Pb tanah, yang dikenal sebagai proses bioaugmentasi (Hozumi et al., 2000). Penelitian ini dilaksanakan untuk mendukung penggalakan penanaman tanaman Jarak Pagar untuk fitoremediasi tanah tercemar timbal, sekaligus menjadi sumber energi alternatif. Sisa tanaman tercemar dapat dikomposkan, yang dapat dimanfaatkan kembali untuk memulihkan kualitas tanah tercemar timbal, sebagai sistem loop pengelolaan lingkungan.
METODOLOGI Tempat penelitian Penelitian bertempat pada Laboratorium Ekotoksikologi, Jurusan Teknik Lingkungan ITS pada kurun waktu Februari-Juli 2008. Khusus percobaan fitoremediasi dilaksanakan pada rumah tumbuhan (greenhouse). Pelaksanaan pengukuran parameter fisik kimia dan mikrobiologi dilaksanakan pada Laboratorium Kualitas Lingkungan ITS, Laboratorium Teknik Kimia ITS, Laboratorium MIPA UNAIR dan Laboratorium BTKL Surabaya.
2
Alat dan bahan Tanaman Jarak Pagar dikoleksi dari Kebun Bibit Jarak Pagar Pandaan. Tinggi tanaman ± 20 cm dengan tujuan untuk menyeragamkan tanaman uji sehingga memudahkan pengamatan dalam analisa parameter. Tanaman ditanam dalam reaktor pot polybag dengan diameter ± 20 cm dan tinggi ± 25 cm. Susunan pot uji dipersiapkan untuk 3 perulangan percobaan. Bahan tanah uji diambil dari tanah taman subur di sekitar Laboratorium Ekotoksikologi. Tanah dicuci menggunakan asam nitrat untuk melarutkan seluruh logam yang ada dan dikonfirmasi melalui pengukuran parameter kualitas tanah. Pencemaran media tanah dilakukan dengan penjenuhan larutan timbal nitrat sampai tingkat konsentrasi Pb sebesar 90 mg/Kg selama 24 jam sebagai percobaan range finding test. Hasil range finding test menunjukkan tingkat konsentrasi maksimum Pb yang tidak mematikan tumbuhan dan mikroba adalah 70 mg/Kg. Hasil tersebut digunakan untuk membuat perlakuan percobaan definitif untuk pencemaran Pb tanah secara bertingkat sampai dengan 70 mg/Kg. Kompos uji diambil dari kompos komersial. Perlakuan kompos adalah sama dengan tanah uji. Pencampuran media tanah tercemar dan kompos disiapkan untuk percobaan komposisi media kompos/tanah/kompos sebesar 3 (750 g kompos + 250 g tanah) dan komposisi media kompos/tanah sebesar 1 (500 g kompos + 500 g tanah). Pelaksanaan percobaan Parameter tumbuhan diukur tinggi tanaman, luas daun dan diameter batang (tiap minggu) dan berat kering (di akhir percobaan). Pengukuran logam berat pada akar, batang dan daun dilaksanakan di akhir percobaan. Parameter media tanah dan kompos meliputi koloni mikroba dan logam Pb pada tiap minggu. Parameter temperatur dan pH dilaksanakan tiap minggu. Pengukuran tinggi tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan penggaris, dimulai dari mengukur di atas permukaan tanah sampai ujung daun. Diameter batang diukur menggunakan penggaris berulir. Luas daun dapat ditaksir dengan mengukur panjang dan lebar daun. Pada akhir percobaan dilakukan analisa berat kering tanaman dengan cara akar dan tunas dicuci dengan air kran. Dibilas dengan air suling dan panaskan pada suhu 80 0C selama 3x24 jam sampai berat konstan dan diukur sebagai berat kering. Analisa logam berat tanaman dan tanah dipersiapkan masing-masing 2 g berat kering dilarutkan dalam 6 mL HNO3 65%, 2 mL H2O2 2% dan 2 mL air destilasi. Pemanasan dilakukan pada suhu 100 0C selama 25 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no 42. Homogenisasi ekstrak dalam shaker dilakukan selama 2 jam. Ekstrak homogen disaring dengan kertas Whatman no 42 untuk pengukuran Pb menggunakan AAS. Analisa temperatur dan pH media dilakukan dengan menyiapkan 2 g media dan dilarutkan dalam 10 mL asam nitrat dan pengukuran suhu dan pH menggunakan meter kit. Identifikasi mikroskopis dilakukan untuk analisis mikroba, dan enumerasinya menggunakan metode plate counts. HASIL DA PEMBAHASA Bioaugmentasi kompos Berdasarkan hasil uji identifikasi mikroorganisme diperoleh fakta terdapat perbedaan spesies mikroba. Terutama Pseudomonas putida terdapat dalam tanah dan Bacillus subtilis terdapat dalam kompos. Kedua spesies mikroba aktif pada kondisi
3
pH media dalam kisaran 6,8-8,0. Jumlah koloni spesies mikroba dalam kompos lebih besar 2-3 kali dibanding jumlah koloni spesies mikroba tanah. Range finding test terhadap tanah tercemar timbal sampai dengan 90 mg/Kg menghasilkan fakta bahwa konsentrasi maksimum Pb yang dapat diturunkan mikroba pada tingkat konsentrasi 70 mg/Kg. Percobaan definitif tanah tercemar timbal pada rentang konsentrasi Pb sampai 70 mg/Kg menghasilkan fakta signifikant (p<0,05) untuk tanah tercemar timbal sebesar 10 mg/Kg. Fakta tersebut memberi makna bahwa bioremediasi adalah efektif untuk tanah tercemar timbal sebesar maksimum 10 mg/Kg. Pada kondisi ini kemampuan bioremediasi tanah tercemar timbal dapat ditingkatkan oleh penambahan kompos dalam tanah (Gambar 1). Hasil umum menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi Pb dalam kompos/tanah sebesar 3 adalah lebih besar dibanding penurunan konsentrasi Pb dalam kompos/tanah sebesar 1. Penurunan mikroba dalam kompos/tanah sebesar 3 adalah lebih kecil dibanding penurunan mikroba dalam kompos/tanah sebesar 1. Hasil tersebut menunjukkan kemampuan mikroba kompos untuk memperbaiki bioremediasi mikroba tanah (terjadi bioaugmentasi). Tingkat bioaugmentasi dikaji melalui efek proporsi media kompos/tanah. Efek proporsi media dinilai berdasarkan kemampuan menghasilkan penurunan kumulatif Pb dan mikroba (Mi) sebesar 50% dari konsentrasi awalnya (E-50). Dalam waktu sama 2 minggu, penurunan kumulatif Pb dalam kompos/tanah sebesar 3 dan 1 masing-masing adalah 65% dan 55%, tanpa memberikan efek siginifikan (kurang dari 50%) jumlah mikroba. Hasil tersebut menunjukkan tingkat bioaugmentasi ditentukan oleh proporsi kompos/tanah, makin besar kompos makin tinggi tingkat bioaugmentasi tanah tercemar timbal.
Gambar 1: Penurunan kumulatif timbal dan mikroba dalam media kompos dan tanah
4
Fitoremediasi tanaman Jarak Pagar Range finding test terhadap tanah tercemar timbal sampai dengan 90 mg/Kg menghasilkan fakta terjadi efek terhadap daun (Gambar 2). Pengamatan mingguan sejak daun sehat (a) diikuti efek kerusakan struktural: nekrosis (b, c) dan klorosis (d, e) serta penggulungan mati (f) sebagai kerusakan fungsional ketidak mampuan menjalankan fungsi pertumbuhan.
Gambar 2: Kerusakan daun pada kondisi tanah tercemar timbal 90 mg/Kg Fakta tersebut dipakai sebagai dasar penetapan percobaan definitif untuk tanah tercemar timbal pada konsentrasi maksimum Pb sebesar 70 mg/Kg. Percobaan definitif menghasilkan fakta signifikant (p<0,05) kemampuan tumbuhan menurunkan Pb, sesuai dengan kemampuan tumbuhan menurunkan logam berat (Kumar et al., 1995; McGrath et al., 1997). Pada penelitian ini tanah tercemar timbal sebesar maksimum 53 mg/Kg dapat diturunkan oleh tanaman Jarak Pagar. Pada kondisi tersebut kemampuan fitoremediasi tanah tercemar timbal pada tingkat konsentrasi awal Pb sebesar 6 dan 53 mg/Kg diketengahkan pada Gambar 2. Hasil umum menunjukkan bahwa Pb dalam tanah dengan konsentrasi awal 6 mg/Kg dan 53 mg/Kg adalah menurun disertai dengan penurunan berat kering (BK) tanaman dari semula 41,1 g/Kg menjadi 24 g/Kg. Fakta tersebut menunjukkan kemampuan fitoremediasi disertai dengan efek penurunan berat kering tanaman. Tingkat fitoremediasi dinilai berdasarkan kemampuan menghasilkan penurunan kumulatif Pb melebihi E-50. E-50 untuk Pb adalah besaran eliminasi (penurunan) Pb dibanding konsentrasi awalnya. Tingkat efek berat kering tanaman dinilai berdasarkan penurunan kumulatif BK kurang dari E-50. E-50 untuk BK adalah besaran eliminasi (penurunan) BK dibanding BK awal, sebagai batas aman kemampuan tanaman. Hasil yang diperoleh adalah tingkat fitoremediasi meningkat dengan meningkatnya tingkat pencemaran timbal dalam tanah dan masih berada di atas batas aman kemampuan tanaman (penurunan kumulatif BK < E-50).
5
Gambar 2: Penurunan kumulatif timbal oleh tanaman Jarak Pagar dan efeknya terhadap berat kering tanaman Sistem loop remediasi Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka remediasi tanah tercemar timbal dapat dilakukan secara sistem loop. Sistem loop adalah proses remediasi dilakukan lebih dulu oleh tanaman Jarak Pagar, yang mempunyai kemampuan menurunkan timbal pada konsentrasi sampai 50 mg/Kg. Setelah timbal dalam tanah berkurang mencapai 10 mg/Kg, maka kompos ditambahkan ke dalam tanah untuk menurunkan Pb. Kompos dapat berasal dari penguraian sisa tanaman tersebut, sehingga terjadi siklus penurunan Pb dalam siklus kehidupan tanaman. KESIMPULA Dalam waktu 2 minggu, tanaman Jarak Pagar mampu menjalankan proses fitoremediasi tanah tercemar timbal sampai tingkatan konsentrasi Pb 50 mg/Kg tanpa memberi efek signifikan terhadap penurunan berat kering tanaman. Dalam waktu yang sama, kompos mampu menjadi sumber mikroba untuk menjalankan bioaugmentasi remediasi tanah tercemar timbal dalam tanah sampai 10 mg/Kg. Dimensi dan kondisi percobaan adalah sama untuk tanaman dan kompos, yang menunjukkan tingkat fitoremediasi oleh tanaman Jarak Pagar adalah lebih tinggi dibanding tingkat bioaugmentasi oleh mikroba kompos. Daftar Pustaka Alloway, B.J and D.C. Ayres, (1997), Chemical Principles of Environmental Pollution, 2nd Edition, Blackie Academic and Professional, Chapman & Hall, London
6
Bennet L.E., Burkhead J.L., Hale K.L., Terry N., Pilon M., Pilon-Smits E.A. (2003). “Analysis of transgenic Indian mustard plants for phytoremediation of metalcontaminated mine tailings”. J. Environ. Qual. Vol. 32(2). Page 432-440. Cunningham, S.D. and W.R. Berti (1993), Remediation of contaminated soils with green plants: An overview, In Vitro Cell. Dev. Biol. 29P: 207-212 Ghosh M, Singh SP. (2005). A Review on Phytoremediation of Heavy Metals and Utilization of Its Byproducts. Appl Ecolo. Enciron. Res 3(1):1-18 Greenfield, J.C. (1989). Vetiver grass (Vetiveria), the ideal plant for vegetative soil and moisture conservation. The World Bank. Wahington D.C. Hossain, M.A., Kumita, M., Michigami, Y. and Mori, S. (2005). Optimization of parameters for Cr (VI) adsorption on used black tea leaves. Adsorption 11(5-6): 561-568. Kabata-Pendias A, Pendias H (1989), Trace elememts in the Soil and Plants, CRC Press, Boca Raton, FL Kania J. Hannigan M, Kujundzic TE (2002). Phytoremediation. 2pp. Available at: http://www.colorado.edu/MCEN/EnvTox/Phytoremedy.pdf Kumar, P.B.A.N., Dushenkov, V., Motto, H. and Raskin, I. (1995). “Phytoeextraction: The Use of Plants to Remove Heavy Metals from Soils”. Environ. Sci. Technol. 29: 1232-1238. Lasat, M.M. (2002), Phytoextraction of toxic metals: a review of biological mechanisms. J. Environ.Qual. 31, 109-120. Lombi E., Zhao F.J., Dunham S.J., MacGrath S.P. (2001). “Phytoremediation of heavy metal-contaminated soils: natural hyper-accumulation versus chemically enhanced phytoextraction”, J. Environ. Qual, Vol. 30(6), hal. 1919-1926. McGrath, S.P., Z.G. Shen, dan Zhao, F.J. (1997), “Heavy metal uptake and chemical changes in the rhizosphere of Thlaspi caerulescens and Thlaspi ochroleucum grown in contaminated soils”, Plant Soil, 188:153-159. Nriagu, J.O. (1979). Global inventory of natural and anthropogenic emissions of trace metals to the atmosphere, Nature 279: 409-411 O’Connor C.S., Leppi N.W., Edwards R., Sunderland G. (2003). “The combined use of electro-kinetic remediation and phytoremediation to decontaminate metalpolluted soils: laboratory scale feasibility study”, Environ. Monit. Asses, Vol. 84(1-2), hal. 141-158 Schnoor, J.L and McCutcheon, S.C. (2003). Phytoremediation Transformation and Control of Contaminants. Wiley-Interscience Inc. USA. USEPA. 1993. Clean Water Act. Sec 503. Vol. 58. No 32. (U.S. Environmental Protection Agency Washington, D.C.) Wang, Q.R., Cui Y.S., Liu X.M., Dong Y.T., “Christine P. (2003). Soil contamination and plant uptake of heavy metals at polluted sites in China”. J. Environ. Sci. Health. Vol. 38(5), hal. 823-838. Yoshihara, T. (2004). Cleaning of cadmium contaminated soil using plants for phytoremediation. Central Research Institute of Electric Power Industry. Japan. http://www.criepi.denken.or.jp/en/e_publication/pdf/den391.pdf. Hozumi, T., Tsutsumi, H. and Kono, M. (2000) Bioremediation on the shore after an oil spill from the Nakhodka in the Sea of Japan. I. Chemistry and characteristics of the heavy oil loaded on the Nakhodka and biodegradation tests on oil by a bioremediation agent with microbial cultures in the laboratory. Marine Pollution Bulletin, 40, 308-314.
7