Sederet hal Menarik yang Kamu Temui Jika Kuliah di Ilmu Sejarah UNAIR UNAIR NEWS – Sebagian dari kita, mungkin, menganggap bahwa mempelajari sejarah adalah hal yang membosankan. Hal itu disebabkan oleh banyak hal, salah satunya yakni metode pembelajaran sejarah yang kita terima di bangku sekolah tidak cukup efektif untuk membuat siswa menyenangi ilmu yang sesungguhnya penting ini. Betapa tidak, ilmu sejarah mengajak kita mempelajari rekaman peristiwa masa lalu dari semua dimensi kehidupan yang bisa menjadi penentu langkah kebijakan di masa depan. Kali ini, bersama Gayung Kasuma, S.S., M.Hum., selaku Koordinator Program Studi Ilmu Sejarah UNAIR, tim UNAIR NEWS mengulas tentang beberapa hal menarik jika anda kuliah di Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga. Selengkapnya sebagai berikut. 1. Dari Penulisan Kreatif, Membuat Film, Hingga Interpretasi Kebenaran Pada Prodi Ilmu Sejarah UNAIR, ada mata kuliah Penulisan Kreatif yang mengajarkan mahasiswa untuk menulis opini, feature, artikel, puisi, hingga menulis di media massa. Karya tulis yang dihasilkan dalam mata kuliah ini kemudian diterbitkan ke dalam sebuah buku. Tentunya, topik Penulisan Kreatif ini tetap dengan nuansa sejarah. Ada juga mata kuliah Visualisasi Sejarah. Karya yang dihasilkan mata kuliah ini yaitu film dokumenter yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Film merupakan media yang cukup efektif dalam penyampaian pesan, utamanya sebuah peristiwa sejarah.
Departemen Ilmu Sejarah UNAIR pada tahun 2011 lalu, mendapat dana dari Program Hibah Kompetisi Institusi (PHKI) untuk sarana prasarana untuk perlengkapan membuat video oleh mahasiswa. “Ini mata kuliah yang saya kira mendukung. Apalagi ada wacana jangka panjang, syarat lulus tidak harus berupa skripsi yang dicetak, tapi bisa jadi seseorang yang punya kemampuan merekam masa lalu melalui sebauh film,” ujar Gayung. Selain itu, mahasiswa diajak menginterpretasi peristiwa melalui matakuliah Metodologi dan Praktik Penelitian Sejarah yang di dalamnya terdapat kritik sumber. Seringkali, peristiwa sejarah memiliki beragam versi. Melalui kritik sumber, mahasiswa diajak untuk menafsirkan peristiwa sejarah dari beragam sumber. “Ada ucapan di kalangan akademisi bahwa sejarah itu milik orang yang menang, milik orang yang berkuasa. Kita tidak bisa menampik itu. Bisa jadi itu benar. Karena ditonjolkan untuk kepentingan tertentu. Bisa jadi ada relasi dengan kekuasaan, politik, dan beberapa kepentingan. Oleh karena itu ada kritik sumber,” ujar Gayung. 2. Peristiwa Sejarah Itu Tidak Pernah Titik “Perlu dicatat bahwa peristiwa sejarah itu tidak pernah titik, dia koma. Tidak akan berakhir sebuah peristiwa menjadi absolut,” ujar Gayung. Apa artinya? Selama proses temuan sumber yang baru, akan ada klarifikasi atau pelurusan sejarah. Di dalam prinsip sejarah ada istilah subjektifitas dan objektifitas. Selama penulisan sejarah hanya ditemukan sumber sebatas itu, ya hanya sebatas itu sejarah tercatat. Seperti kata Gayung, selama ada sumbersumber sejarah yang baru, maka sejarah akan ditulis ulang. 3. Menerima Keberagaman Versi
Melalui kritik sumber, mahasiswa diajak menelaah sebuah peristiwa sejarah yang bersumber dari beragam versi. Mahasiswa harus memperhatikan beberapa hal, seperti siapa penulis sejarah dan dari mana sumber sejarah itu ditulis. “Oleh karena itu, dalam sejarah bangsa kita ada berbagai peristiwa-peristiwa yang menjadi kontrovesi. Akhirnya, belajar sejarah itu kita menerima beragam versi. Nanti kita akan menentukan terhadap Kritik Sumber,” kata Gayung. Misalnya saja, materi sejarah di buku sekolah mengatakan bahwa Indonesia dijajah Belanda hingga 350 tahun lamanya. Namun, ketika masuk perguruan tinggi dan mempelajari sejarah, akan kita temukan fakta-fakta yang beragam. Sebab ternyata, Belanda membutuhkan waktu 300 tahun untuk menguasai wilayah-wilayah di Indonesia. Hal itu seperti yang dituturkan Gj Resink dalam bukunya Bukan 350 Tahun Dijajah (2012), dan Jos Wibisono dalam artikelnya di Majalah Historia berjudul Mitos 350 Tahun Penjahan (13/09/2011). Hal itu adalah contoh kecil betapa peristiwa sejarah di masa lalu, memiliki beragam versi sesuai kepentingan penulisnya. Pemahaman mahasiswa menjadi banyak dan beragam. Pada peristiwa G30S/PKI misalnya, kita tidak hanya mendapatkan cerita dari satu sumber saja. Namun bisa beragam sumber seperti versi pemerintah, versi tentara, versi pelaku, hingga versi korban. 4. Belajar dengan Berkunjung Langsung ke Sumber Sejarah Semua mata kuliah yang ditawarkan pada prodi Ilmu Sejarah, mengharuskan mahasiswa untuk berkunjung di tempat-tempat bersejarah. Misalnya, pada mata kuliah Musiologi mahasiswa berkunjung ke museum. Sehingga, belajar sejarah tidak melulu duduk di bangku dan membaca buku. Tapi berkunjung langsung ke objek peristiwa sejarah tersebut. 5. Museum Sejarah dan Budaya Adalah Satu-satunya di Indonesia Sejak Desember 2016 lalu, telah resmi dibuka Museum Sejarah
dan Budaya UNAIR yang dikelola oleh Departemen Ilmu Sejarah. Museum ini menjadi musem ketiga di UNAIR setelah Museum Etnografi (FISIP) dan Museum Pendidikan Dokter (FK). Museum Sejarah dan Budaya UNAIR ini menyimpan benda-benda seperti buku kuno dan arsip penting dalam penelitian sejarah, serta foto dan benda yang merepresentasikan kegiatan sehari-hari manusia pada masa lalu, seperti proyektor kuno, keris, pedang, tombak, dan wayang. 6. Ilmumu Berguna Dimanapun Kamu Bekerja Dari beragam ilmu yang diberikan itu, mahasiswa sejarah memiliki bekal kreatifitas dan softskill yang bisa diaplikasikan di tempat ia bekerja usai lulus kuliah. Gayung mengatakan, sebaran lulusan Ilmu Sejarah bekerja pada bidang yang beragam. “Lulus tidak harus kerja di bidang sejarah, tapi ekspresi diri berangkat dari sejarah. Di perusahaan misalnya, mahasiswa sejarah bisa menjadi orang yang melihat rekam perusahaaan di masa lalu. Mengapa mengalami kemunduran maupun kemajuan? Analisis itu untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan perusahaan,” ujarnya. Jika bekerja di bidang
yang linier dengan bidang sejarah,
salah satu pilihannya yaitu bekerja di bidang museologi, bekerja di permusiuman dengan menjadi kurator. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan
Peduli Mahasiswa Kurang Mampu, UNAIR Canangkan Perubahan Mekanisme UKT UNAIR NEWS – Sebentar lagi, gerbang menuju kampus idaman akan dibuka. Calon mahasiswa siap bersaing untuk memperebutkan jatah kursinya di Perguruan Tinggi (PT) yang diharapkan. Berbagai persiapan telah dipertimbangkan sematang mungkin oleh pihak PT. Begitu juga dengan Universitas Airlangga (UNAIR). Dalam jumpa pers sosialisasi SNMPTN, Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA mengatakan, UNAIR memiliki sedikit perubahan dalam mekanisme prosedur pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal). “Secara nominal, UNAIR tidak ada perubahan, hanya saja mekanismenya yang sedang kita pelajari,” ujarnya di hadapan awak media di Ruang Rektor, pada Senin (16/1). Berkaca pada banyaknya mahasiswa yang meminta keringanan UKT, Prof. Nasih mengungkapkan akan ada sedikit perubahan. “Kasus kita, ada mahasiswa yang dapat UKT 5. Namun di semester berikutnya minta keringanan, itu yang sedang kami pelajari. Nah, kita sedang merancang prosedur untuk pembayaran di awal, jadi dalam bentuk sumbangan universitas. Tapi nanti UKT-nya jadi lebih ringan,” jelasnya. Pertimbangan tersebut tercetus karena adanya perubahan kondisi ekonomi mahasiswa yang tak menentu. Kendati secara perhitungan menurun, namun menurut Prof. Nasih manfaatnya akan terasa secara sosial. “Ya kan banyak mahasiswa yang ditengah jalan ditinggal orang tuanya, atau di PHK (Putus Hubungan Kerja,red). UNAIR tetap menjamin, bagi mereka yang tidak mampu juga akan kami pikirkan,” ujarnya. “Kita ingin teman-teman kita yang tidak
mampu juga bisa bersaing,” tambahnya. Namun prosedur tersebut masih mengikuti respons dari masyarakat. Apabila masyarakat menanggapi dengan positif, bukan tidak mungkin hal tersebut akan terealisasi. Namun, apabila respons masyarakat negatif, maka UNAIR akan tetap mengacu pada prosedur pembayaran UKT sebelumnya. Selain itu, terkait beasiswa bidik misi, Prof. Nasih menyerukan seluruh calon mahasiswa kurang mampu agar mendaftarkan diri pada program Bidikmisi. Kendati selama ini ada anggapan bahwa mahasiswa pelamar Bidikmisi yang tidak diterima di SNMPTN dan SBMPTN akan gagal. Namun, di UNAIR, mahasiswa Bidikmisi lewat jalur mandiri pun akan dipertimbangkan. “Jadi jangan khawatir tidak diterima di jalur SBMPTN atau SNMPTN, karena UNAIR juga mempertimbangkan Bidikmisi lewat jalur mandiri,” jelasnya. “Mereka yang kaya kan bisa les privat, manggil guru ke rumah untuk ngajari juga bisa jadi lolos SNMPTN itu sudah lumrah. Nah, yang tidak mampu ini harus kita pikirkan,” imbuhnya. Terkait jumlah kuota penerimaan SNMPTN dan SBMPTN yang menurun, Prof. Nasih mengungkapkan bahwa pihaknya ingin lebih selektif dalam penerimaan calon mahasiswa baru. Menurutnya, hanya siswa yang punya potensi untuk masuk PT saja yang diterima. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Nasih juga sempat memberikan komentar terkait penggunaan tes masuk PT menggunakan sistem CBT (Computer Based Test). Untuk tahun ini, kuota tes melalui CBT secara nasional berjumlah 30.000 peserta. Sedangkan, UNAIR akan menyediakan kuota tes CBT sekitar seribu peserta. “Ke depan, CBT akan terus didorong. 30.000 itu masih gak sampai 5 persen dari total, itu kecil sekali. Oleh karena itu kita akan mendorong, kita mensupport penuh kebijakan itu,” pungkasnya.(*)
Penulis : Dilan Salsabila Editor : Defrina Sukma S.
UNAIR Tingkatkan Kualitas Kerja Sama ke Jepang UNAIR NEWS – Dalam rangka menjajaki dan memperbaiki kualitas kerja sama dengan institusi mitra Universitas Airlangga (UNAIR), UNAIR mengadakan kunjungan institusi mitra ke Jepang selama enam hari. Perwakilan kegiatan tersebut terdiri dari Direktur Kemahasiswaan Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., CN; Wakil Dekan I FIB Puji Karyanto, S.S., M.Hum; dan Ketua Departemen Sastra Jepang Dwi Anggoro Hadiutomo, S.S., M.Hum., Ph.D. Kunjungan tersebut dilakukan ke enam universitas di berbagai kota, yakni Kumamoto University di Kumamoto, Kansai University di Osaka, Nara Women University di Nara, Ashinaga Foundation di Tokyo, Shizouka University of Art and Culture di Hamamatsu, dan Rikkyo University di Tokyo. Rombongan berangkat dari Surabaya dan tiba di bandara Haneda di Tokyo pada tanggal 11 Desember 2016. Rombongan melanjutkan perjalanan pada pagi hari menuju Kumamoto yang berada di pulau Kyushu dan disambut oleh salah seorang mahasiswa UNAIR asal FIB Sastra Jepang (Lukman Hakim) yang sedang mendapatkan beasiswa Japanese Studies dari pemerintah Jepang selama setahun di Kumamoto University. Setelah itu, rombongan UNAIR mengunjungi kantor pusat dari sebuah yayasan yang selama ini telah banyak memberikan dukungan kepada Departemen Sastra Jepang, yaitu Ashinaga Foundation. Yayasan tersebut memberikan dukungan dengan
mengirimkan dua orang Jepang sebagai asisten pengajar setiap tahun sejak 2008. Selain itu, Ashinaga Foundation juga memberikan dukungan mobility outbond mahasiswa Sastra Jepang UNAIR ke Hiroshima University, Kansai University, Nagasaki University dan program short term selama dua minggu di Jepang. Dalam kesempatan tersebut, UNAIR juga membicarakan potensi sekaligus peningkatan kerja sama dengan universitas yang dikunjungi. Banyak dari universitas di Jepang yang menyampaikan ketertarikan mereka untuk melaksanakan pertukaran mahasiswa ke UNAIR. Mereka juga mengajak untuk saling mempromosikan program short term masing-masing universitas. “Harapan mendatang, kunjungan kali ini dapat meningkatkan aktivitas internasional di Departemen Sastra Jepang, yang suka tidak suka memang agak terbatas pada Jepang. Namun, Departemen Sastra Jepang juga menyadari bahwa hubungan berlandaskan keilmuan Japanese Studies tidak harus terbatas pada negara Jepang saja, kerja sama dengan negara lain dalam lingkup ilmu yang sama mulai dijajaki untuk pengembangan kerja sama internasional di masa mendatang,” pungkas Dwi Anggoro ketika ditemui pada Senin, (9/1).(*) Penulis : Lovita Cendana Editor : Dilan Salsabila
Tingkatkan Penelitian dan Publikasi, UNAIR Adakan Roadshow ke Fakultas UNAIR NEWS – Guna menggenjot jumlah publikasi penelitian di jurnal bereputasi internasional terindeks Scopus, Bidang Tiga
Universitas Airlangga mengadakan roadshow ke fakultasfakultas. Bidang Tiga ini merupakan badan, pusat, dan lembaga yang berada di bawah struktur Wakil Rektor III yang bertanggung jawab terhadap kerjasama, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Kali ini, Senin (16/1), Bidang Tiga mengadakan roadshow ke Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dalam roadshow yang diikuti oleh para dosen di fakultas, hadir petinggi bidang tiga yang terdiri dari Wakil Rektor III Prof. Ir. M. Amin Alamsjah, Ph.D., Ketua Lembaga Penelitian dan Inovasi Prof. Hery Purnobasuki, Ph.D., Ketua Lembaga Pengabdian, Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (LP4M) Prof. Jusuf Irianto, M.Comm., dan Sekretaris International Office and Partnership Margaretha Rehulina, M.Sc. Di bidang publikasi penelitian, Hery memaparkan kewajiban dosen terutama doktor, lektor kepala, dan lektor untuk melakukan publikasi penelitian. Kalangan profesor wajib melakukan publikasi penelitian minimal sebanyak 1 judul per tahun. Sedangkan, lektor kepala wajib melakukan publikasi minimal sebanyak 1 judul per 2 tahun. Selain itu, mahasiswa S-3 juga diwajibkan untuk melakukan publikasi penelitian di jurnal internasional. Hal tersebut untuk mendukung target UNAIR tahun 2017 untuk mempublikasikan sebanyak 438 publikasi riset terindeks Scopus dan Thomson Reuters. Selain Hery, ada pula Jusuf di mana pihaknya akan melakukan pendampingan dalam pembuatan proposal pengabdian masyarakat pada lingkungan akademik Universitas Airlangga. Penguatan kerjasama Salah satu cara untuk mendukung jumlah publikasi penelitian adalah penguatan kegiatan kerjasama internasional. Margaretha memberikan contoh, dalam satu relasi kerjasama antara UNAIR dan perguruan tinggi mitra, setidaknya ada tiga kegiatan yang
bisa dilakukan. Yakni, kolaborasi riset.
pertukaran
mahasiswa,
staf,
dan
“Agar tidak ada sleeping MoU (memorandum of understanding), kirim saja lima atau sepuluh mahasiswa ke university partner. Di awal dan di akhir semester, dikirim juga staf (pengajar) ke sana. Itu sudah terhitung sebagai visiting scholar. Selama satu semester itu, lakukan komunikasi yang intensif dengan profesor di sana. Pasti dalam komunikasi itu, berbuah ide-ide untuk melakukan riset. Masalahnya sekarang, apakah ada semangat atau tidak?,” tutur Margaretha. Ke depan, Margaretha berharap, setiap fakultas memiliki duta fakultas (faculty ambassador) yang bertugas sebagai perantara komunikasi antara lembaga pusat dan fakultas. Dosen Fakultas Psikologi itu menambahkan, bahwa pihak IOP juga bertugas untuk menjembatani komunikasi kerjasama antara mitra dengan pihak fakultas yang ingin melakukan kerjasama. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Faridah Hari