SAMBUTAN KETUA PANITIA SEMINAR NASIONAL RETII KE-9 TAHUN 2014 Assalamu’alaikum wr.wb. Salam sejahtera bagi kita semua Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Seminar Nasional ReTII ke-9 Tahun 2014 dapat terlaksana. Seminar tahun ini mengusung tema “EcoTechnology”: Paradigma Pembangunan Masa Depan untuk Mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Seminar Nasional ReTII ke-9 tahun ini diikuti oleh 102 pemakalah dengan rincian dari STTNAS sebanyak 27 pemakalah dan dari perguruan tinggi lainnya sebanyak 75 pemakalah. Adapun sebaran institusi perguruan tinggi yang telah berpartisipasi antara lain: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Diponegoro Semarang, ITS Surabaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta, UII Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Jakarta, Universitas Trisakti Jakarta, UNISSULA Semarang, Universitar Kristen Petra Surabaya, Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Negeri Semarang, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Universitas Islam Malang, Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir BATAN dan beberapa perguruan tinggi lainnya. Panitia mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Keynote-speech, para pemakalah, hadirin dan semua pihak yang telah ikut serta mendukung terselenggaranya kegiatan seminar tahunan ini. Panitia telah bekerja semaksimal mungkin agar acara seminar tahunan berlangsung dengan baik dan lancar. Namun apabila masih ada didapati adanya beberapa kekurangan dari panitia, kami dari panitia memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang konstruktif dari para peserta sangat kami harapkan demi perbaikan acara seminar dimasa mendatang. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi acara seminar ini dan bermanfaat bagi kita semua khususnya untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan Indonesia. Amin. Wassalamu’alaikum wr.wb. Yogyakarta, 13 Desember 2014 Hormat Kami,
Fahril Fanani, S.T., M.Eng. Ketua Panitia
Dalam Rangka Pembukaan Seminar Nasional Rekayasa Teknologi dan Informasi (ReTII) ke-9 Yogyakarta, 13 Desember 2014 Assalamu’alaikum wr.wb Salam sejahtera bagi kita semua Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan ridhoNya kita dapat berkumpul di sini dalam rangka Seminar ReTII ke-9 dalam keadaan sehat wal’afiat. Mudah-mudahan Allah SWT juga memberi kemudahan kepada panitia dalam menyelenggarakan seminar ini. Demikian juga kepada para peserta dalam mengikuti acara seminar ini. Seminar ReTII kali ini merupakan yang ke-9 dan merupakan agenda tahunan STTNAS yang dimaksudkan agar dapat menjadi ajang temu para pakar untuk saling tukar pengalaman, informasi, berdiskusi, memperluas wawasan dan untuk merespon perkembangan teknologi yang demikian pesat. Selain itu diharapkan adanya kerja sama dari para pakar yang hadir sehingga menghasilkan penelitian bersama yang lebih berkualitas dan bersama-sama pula ikut memecahkan persoalan-persoalan teknologi untuk kemandirian bangsa. Semoga seminar ini dapat terselenggara dengan baik dan memenuhi harapan kita semua. Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada panitia dan semua pihak yang membantu sehingga acara Seminar ReTII ke-9 ini dapat terselenggara dengan baik. Jika ada yang kurang dalam penyelenggaraan seminar ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Wassalamu’alaikum wr.wb. Yogyakarta, 13 Desember 2014 Ketua STTNAS
Ir. H. Ircham, M.T.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
DAFTAR ISI Halaman
SUSUNAN PANITIA .................................................................................................
i
SAMBUTAN KETUA PANITIA ..............................................................................
ii
SAMBUTAN KETUA STTNAS ...............................................................................
iii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
v
BUKU I TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PERSAINGAN EKONOMI GLOBAL .. 1.
Rekayasa Peralatan Pendeteksi Dini Kerusakan Pada Motor Listrik Di Industri Berbasis Komputer Tugino ...............................................................................................................................
1
PenggunaanCharge TransferSystem(CTS)untuk Mereduksi MedanListrik PermukaanBumi dan Mengurangi Sambaran Petir Langsung Struktur Tower Antena Jenis Vertikal Budi Utama.......................................................................................................................
7
RancangBangun Sistem Pengolahan Limbah Urin untuk Penyiraman Urinoir, Uji RegresiHasil Pengukuran Volume Air Penyiram pada Urinoir Penentu Input error DwiCahyadi1, B.S. Dwi Rahayu Purwanti2, Nana Sutarna3 .............................................
15
Rancangbangun Laci Penitipan Perlengkapan Pengendara Motor Terintegrasi pada SistemPerparkiran Berbasis RFID Pengaruh Jarak Terhadap Variasi Penghalang RFID Readeruntuk Buka-Tutup Laci Penitipan Perlengkapan Pengendara Gita Putri Karina1, B.S. Rahayu Purwanti2, Nana Sutarna3 ............................................
21
Pengaruh Filter Pasif pada Jaringan Listrik Industri dan Rumah Tangga Akibat Pembebanan Air Condition (AC) Inverter DjodiAntono .....................................................................................................................
27
Pengenalan Tutur Vokal Bahasa Indonesia Menggunakan Metode DWT dan DTW A. Asni B.1, Risanuri Hidayat2,Noor Akhmad Setiawan3 ..................................................
37
Design of PIController for Angular Velocity Control of Brushed DC Motor plus Neuro Adaptive Control Sabat Anwari ....................................................................................................................
43
PotensiEnergi Panas Bumi di Kabupaten Banyuwangi : Studi Awal Model Perencanaan Penyediaan Energi Listrik jangka Panjang Yusak Tanoto1, Ekadewi Anggraini Handoyo2 .................................................................
49
ManuverKelompok NPC Berbasis Boids Pengembangan Game Real Time Stategy Yonly Adrianus Benufinit1, Moch. Hariadi2, Supeno Mardi S.N3 .....................................
55
10. Monitoring dan Kendali Lampu Berbasis jaringan WiFi untuk Mendukung Smart Home Firdaus1, Aninditya Anggari Nuryono2, Alvin Sahroni3 ...................................................
61
11. DampakPemberian Impuls Tegangan Berulang Terhadap Tingkat Perlindungan Arrester Tegangan Rendah Diah Suwarti.....................................................................................................................
69
12. Publikasi Museum Melalui Sistem Log Activity Menggunakan Teknologi RFID Shiyami Milwandhari .......................................................................................................
77
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | v
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
13. Aplikasi ID Card Radio Frequency Indentification (RFID) Sebagai Starter Key Elektrik Digital Berbasis Mikrokontroller AVR ATMega16 Joko Prasojo1, Sudiana2 ..................................................................................................
83
14. Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Beasiswa Menggunakan MetodeNaive Bayes Classiffier Riana Dewi H.1, Yunita2, Novi Indrawati3 ........................................................................
89
15. Kendali Penstabil Frekuensi dan Tegangan untuk Pembangkit Listrik Mikrohidro Menggunakan Beban Komplemen dengan Pengendali PID dan PWM Ana Ningsih1, Oyas Wahyunggoro2, M. Isnaeni BS3 ........................................................
95
16. EkstraksiConnected Component dan Transformasi Ruang Warna CIELAB untuk SegmentasiCitra Penyakit pada Daun Tanaman Jagung Frangky Tupamahu1, Septian Enggar Sukmana2, Christyowidiasmoro3..........................
101
17. SeleksiRule Menggunakan Rough Set Theory untuk Diagnosis Penyakit Tuberkulosis Suhardi1, Noor Akhmad Setiawan2, Indriana Hidayah3 ...................................................
107
18. Sistem Akuisisi Data Suhu Multipoint dengan Mikrokontroler Mytha Arena1, Arif Basuki2 ..............................................................................................
113
19. Pembuatan Alat Pengukur Tingkat Polusi Udara Berbasis Mikrokontroller AT89s51 Menggunakan Sensor TGS 2600 Vadlya Ma’arif1, Nuzul Imam Fadlilah2 ...........................................................................
119
20. Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Beasiswa SMK Menggunakan MetodeBackpropagation Teti Rohaeti1, Yoyon Kusnendar Suprapto2, Eko Mulyanto3 ............................................
127
21. Media Promosi Destinasi Pariwisata Melalui Game Petualangan Edukasi Let’sExplore Indonesia Tourist Destination Ahmad Ubaidillah1, Ahmad Zakky Hidayatullah2 ............................................................
133
22. Studi Awal Alat Proteksi Petir dengan Metode Pembalik Muatan Siti Saodah1, Aji Tri Mulyanto2, Teguh Arfianto3 .............................................................
141
23. Rancangan Awal Prototipe Miniatur Pembangkit Tegangan Tinggi Searah TigaTingkatdengan Modifikasi Rangkaian Pengali Cockroft-Walton Waluyo1, Syahrizal2, Sigit Nugraha3, Yudhi Permana JR4 ...............................................
147
24. Sentiment Analysis Berbasis Big Data Petrix Nomleni1, Mochamad Hariadi2, I Ketut Eddy Purnama3 .....................................
153
25. Rancang Bangun Sistem Pengambilan dan Pemuatan Kemasan yang Dikendalikan MelaluiPLC Omron CP1E-E40DR-A Asniar Aliyu1, Arif Basuki2 ...............................................................................................
161
26. Analisis Efek Tunda Waktu Terhadap Performa Sistem Kendali Jaringan Berbasis ZigBee IEEE 802.145.4 Sisdarmanto Adinandra1, Rahmat Wahyu Pratama2, Alvin Sahroni3...............................
167
27. Kendali Robot Pemonitor Jarak Jauh Berbasis Smartphone Android, ImplementasiSistem dan Analisis Kualitas Video Streaming Sisdarmanto Adinandra1, Wisnu Ainun Pangestu2, Alvin Sahroni3 ..................................
173
28. SistemPengatur Lalu-lintas Terjadwal dan Terkoordinasi Untuk PersimpanganGondomanan,Kantor Pos, dan Bintaran Freddy Kurniawan1, Denny Dermawan2, Okto Dinaryanto3............................................
179
29. Simulasi Maximum Power Point Tracking pada Panel Surya Menggunakan SimulinkMATLAB Wahyudi Budi Pramono1, Dwi Ana Ratna Wati2, Maryonid Visi Taribat Yadaka3 ..........
189
vi | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
30. Pengelompokan Data Guru Untuk Pemilihan Calon Pengawas Satuan Pendidikan Menggunakan Metode Fuzzy C-Means dan Kohenen Self Organizing Maps Muslem1, Eko Mulyanto Yuniarno2, I Ketut Eddy Purnama3 ...........................................
197
31. Ekstraksi Model Proses Bisnis pada Aplikasi Web E-Commerce dengan Web Mining Kartina Diah Kesuma Wardhani1, Dini Nurmalasari2 .....................................................
205
32. Simulasi Pergerakan Evakuasi Bencana Tsunami Menggunakan Algoritma Boids danPathfinding I Made Pasek Mudhana1, Mauridhi Hery Purnomo2, Supeno Mardi S.N3 .......................
211
33. Rancang Bangun Sistem Telemonitoring Suhu Pasien dengan Teknologi Nirkabel Tito Yuwono1, Fadillah Adhar Hanafi2, KMS Zulfikar Gemilang3 ...................................
219
34. Pengembangan Extensi Fitur Akses Quiz pada Moodle Mobile Berbasis Android Resmana Lim1, Pieter Sindu Wijaya2, Andrea H.3, Rolly Intan4, Justinus Andjarwirawan5 ................................................................................................................
223
35. Aplikasi Pertempuran 10 November 1945 Berbasis Android Andreas Handojo1, Resmana Lim2, Albert Halim3, Viky Radja4, Aldi Renaldi5 ...............
229
36. Aplikasi Platform Resilient Berbasis Mobile Untuk Manajemen Bencana Wiratmoko Yuwono1, Idris Winarno2, Tri Harsono3 ........................................................
235
37. Pengelompokan Data DIPA Berbasis Penyerapan Anggaran Menggunkan Metode Self Organizing Map (SOM) Haerul Harun2, I Ketut Eddy Purnomo2, Eko Mulyanto Y3 ..............................................
241
38. Easy Mart Aplikasi Penjualan untuk Toko Furniture Berbasis Android Christian Adiputra1, Andreas Handojo2, Ibnu Gunawan3 ................................................
249
39. KendaliAuti-TuningBerbasis Loop-Shaping pada Sistem Orde Dua Atikah Surriani1, Meilia Safitri2, Almira Budiyanto3, Adha Cahyadi4..............................
255
40. Mini Scada Berbasis Mikrokontroler Atmega 32 dengan Komunikasi Modbus RS 485 danSistem Monitoring Menggunakan Visual Basic Medilla Kusriyanto1, Muhammad Syariffudin2.................................................................
261
41. Pengontrolan Genset Jarak Jauh Melalui Website Berbasis Mikrokontroller ArduinoMega 2560-16AU Sitti Wetenriajeng Sidehabi1, St. Nurhayati Jabir2 ...........................................................
267
42. A Hybrid Newton-Raphson Unbalanced Three-Phase Loadflow and Rotor’s qd0 ReferenceFrame of Syncronous Generator Model as An Alternative Tool for Studying The Impact of Unbalanced Loads on Power Angle Change of Three Phase Synchronous Generator Connected The Power System Grid Sugiarto ............................................................................................................................
273
43. Perancangan Visual Docking Guidance System (VDGS) Untuk Sistem Parkir Pesawat Terbang Denny Dermawan 1, M. Jalu Purnomo2 ...........................................................................
277
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | vii
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
REKAYASA PERALATAN PENDETEKSI DINI KERUSAKAN PADA MOTOR LISTRIK DI INDUSTRI BERBASIS KOMPUTER Tugino1, Harianto 2 1 2
Jurusan Teknik Elektro Sekolah Tinggi teknologi nasional Yogyakarta Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi teknologi nasional Yogyakarta Jl. Babarsari CT Depok Sleman Yogyakarta 55281 Telp: 0274 485390, Fax 024 487249
[email protected]
ABSTRAK
Kerusakan motor listrik dapat dideteksi secara dini dari temperaturenya. Temperature motor listrik yang abnormal yang terjadi disebabkan karena adanya kerusakan diantaranya kerusakan pada bearing, ketidak seimbangan beban, miss alightment, kegagalan isolasi pada lilitan motor dan lainlain. Penelitian ini bertujuan untuk merancang alat monitoring dan analisis temperature motor listrik berbasis komputer. Penelitian ini dapat digunakan untuk membantu mendeteksi secara dini terjadinya kerusakan awal pada motor listrik yang dapat menyebabkan pola temperature dan amplitudo yang cenderung naik, sehingga dapat medukung program pemeliharaan pada motor listrik. Alat tersebut terdiri dari tiga sensor temperature yaitu sensor suhu A, B dan C, penguat sensor menggunakan Opamp, Data Akuikisi ke komputer dengan komunikasi USb serta komputer yang diprogram dengan Labview. Setelah melakukan pengujian maka didapat bahwa alat telah dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Pengujian pola temperature motor yang mengalami gangguan akan cenderung lebih tinggi dari pada motor bekerja normal. Temperature motor yang lebih tinggi tersebut bias diakibatkan karena motor berbeban tidak seimbang, terdapat kerusakan pada lilitan atau kerusakan mekanis.. Pada pengujian terlihat bahwa monitoring temperature akan dapat terdeteksi jika terdapat kejanggalan pada motor yang akan menyebabkan kenaikan temperature, jika kenaikan tersebut melebihi batas yang telah diseting maka alat akan menyalakan alarm lampu. Kata kunci : peralatan, pendeteksi dini, kerusakan, motor PENDAHULUAN
Motor listrik sangat diperlukan untuk kalangan industri maupun rumah tangga, pemakaiannya meliputi banyak penggunaan seperti untuk penggerak, conveyor, pompa, , kompresor dan lain-lain. Kebanyakan pengguna motor jarang memperhatikan tentang penyebab terjadinya kerusakan pada motor tersebut. Adakalanya pengguna tidak mengetahui sebabsebab kerusakan dari motor tersebut. Sebenarnya kerusakan motor dapat dideteksi secara dini dari temperaturnya. Temperatur motor listrik yang abnormal yang terjadi disebabkan karena adanya kerusakan diantaranya kerusakan pada bearing, ketidak seimbangan beban, miss alightment, kegagalan isolasi pada lilitan motor dan lain-lain. Seorang ahli listrik dapat mendeteksi jenis dan tingkat
kerusakan motor listrik dengan sinyal temperaturnya seperti layaknya seorang dokter mendeteksi penyakit pasiennya dengan menganalisa denyut/detak jantungnya. Pendeteksian dini terhadap kerusakan motor dengan melihat pola temperatur motor yang terjadi dapat mendukung program predictive maintenance yang saat ini digalakkan oleh kalangan industri. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh temperature akibat dari kerusakan pada motor. Temperatur merupakan respon dari sebuah sistem elektrik maupun mekanik baik yang diakibatkan oleh gaya eksitasi yang diberikan maupun perubahan kondisi operasi sebagai Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 1
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
fungsi waktu. Analisis perbandingan temperature motor yang berkondisi baik (normal) dan yang dibuat cacat pada komponennya secara bertingkat sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan jenis dan tingkat kerusakan motor tersebut. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk memperoleh suatu alternatif baru rekayasa sistem monitoring dan analisis temperatur motor listrik yang menggunakan basis komputer dengan unjuk kerja yang baik tetapi dengan biaya yang lebih murah dan bahan tersedia di pasaran Indonesia. Selain itu untuk memperkecil faktor ketergantungan alat monitoring temperatur yang berasal dari import yang cenderung harganya mahal dan susah didapat. Selain penguasaan teknologi aplikasi komputer pada sistem monitoring temperatur juga untuk mengembangkan sumber daya manusia lokal yang kreatif dan produktif. Dari hasil penelitian nantinya adalah produk teknologi yang dapat dikembangkan dan dipasarkan dengan menjalin kerjasama perusahaan elektronika dan komputer didalam negeri. METODE PENELITIAN Penelitian diawali dengan mengumpulkan data sistem monitoring dan analisis temperature motor listrik. Hasil pengumpulan data tersebut dipakai untuk merancang sistem perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (soft ware) dari alat monitoring temperature tersebut. Pelaksanan perancangan maupun pembuatan dilakukan setahap demi setahap guna mendapatkan hasil yang maksimal. Metode Penelitian dari sistem perancangan alat di mulai dengan membuat alat monitoring temperature terpisah dari sistem komputer, setelah didapat hasil yang maksimal kemudian digabungkan ke dalam sistem yang akan digunakan. Pemakaian komputer sebagai alat bantu digunakan untuk mempermudah tampilan hasil temperature motor, analisis hasil serta sistem kerja secara keseluruan. Peralatan sistem monitoring dan analisis temperature motor listrik direncanakan terdiri dari beberapa rangkaian diantaranya adalah Sensor Temperature, Penguat sensor, 2 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Data akuisisi, Komputer, ADC ( Analog to Digital Converter ), Alarm dan lampu Indikator. Gambar 1. menunjukkan diagram blok alat monitoring dan analisis temperature motor listrik berbasis Komputer. Gambar 2. menunjukkan diagram alur dari rencana program yang akan digunakan dalam sistem monitoring dan analisis temperature motor listrik berbasis komputer tersebut. Diagram alur program meliputi sistem pilihan pada menu tampilan, pembacaan 3 unit sensor temperature dari motor yang terdiri dari temperature sensor A, B dan C. Hasil pembacaan temperature dari sensor tersebut dapat ditampilkan secara real time dan digunakan untuk keperluan analisis data. .
Gambar 1. Diagram blok alat monitoring dan analisis temperature motor listrik berbasis Komputer
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
.
Gambar 3. Peralatan monitoring dan analisis temperature motor listrik berbasis Komputer
Gambar 2. Diagram alur program
Apabila temperature menunjukkan abnormal pada salah satu sensor atau keduanya maka komputer akan mengaktifkan alarm dan lampu indikator. Selain dapat ditampilkan data temperature tersebut juga dapat direkan dalam data base yang nantinya dapat digunakan untuk keperluan analisis data untuk laporan harian, mingguan atau bulanan. DATA DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan pembuatan dari alat monitoring, maka selanjutnya melakukan pengujian masing-masing bagian dan setelah dicapai hasil yang baik dilanjutkan pengujian secara keseluruhan. Pengujian meliputi pengujian sensor temperature, rangkaian penguat sensor, dan sistem interfacing monitoring temperature dengan komputer.
Pengujian sensor suhu dan penguatnya ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dari sensor tersebut. Pengujian dilakukan dengan menyambungkan sensor ke masukan penguat sensor ke keluaran dimasukkan ke Data akuisisi kemudian dibaca di komputer. Tabel 1 perbandingan antara masukan suhu dan keluaran tegangan keluaran sensor. Hasil percobaan tersebut kemudian dibandingkan dan dibuat grafik. Hasil pengujian sensor terlihat pada Grafik perbandingan antara masukan dan keluaran terlihat pada gambar 4. Hasil pengujian penguat sensor terlihat bahwa perbandingan masukan dan keluaran dari sensor menunjukkan kecenderungan linier. Setiap kenaikan suhu termomoter yang berasal dari sumber panas yaitu solder maka sensor suhu dan penguat menunjukan respon kenaikan tegangan juga. Apabila dibuat regresi liniernya maka akan diapatkan persamaan seperti pada gambar 3. Hal tersebut sangat penting untuk mengetahui unjuk kerja sensor Tabel 1.Perbandingan antara masukan suhu dan tegangan keluaran sensor No 1 2 3 4
Suhu oC 28 30 32 35
Tegangan mV 280 300 320 350
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 3
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Suhu oC 37 38 40 45 47 50 55 59 63 75 79 82 86 90 95 101
No 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tegangan mV 370 380 400 450 470 500 550 590 630 750 790 820 860 900 950 1010
Gambar 5. Pengukuran Gabungan sensor temperature 1, 2 dan 3 Dalam program telah dibuat bahwa apabila suhu mencapai diatas level yang ditentukan maka lampu alarm akan berubah warna pada tampilan akan menyala. Hal ini dimaksudkan agar ada peringatan saat suhu mencapai tinggi. Batas alarm yang menandakan suhu tinggi dapat disetting ulang dengan merubah program
1200
y = 10x
Tegangan (mV)
1000
800
600
400
200
0 0
20
40
60
80
100
120
Suhu (oC)
Gambar 4. Grafik perbandingan antara masukan suhu dan keluaran tegangan Percobaan selanjutnya adalah percobaan seluruh alat dengan basis komputer. Hasil percobaan di perlihatkan pada gambar 5. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa masing masing sensor temperature baik sensor 1, 2 dan 3 telah dapat bekerja dengan baik. Pada setiap kenaikan temperature sensor motor, sensor dapat merespon kenaikan tersebut dengan ditunjukkannya pada tampilan program . komputer. Warna merah pada tampilan program menunjukkan bahwa suhu telah mencapai diatas suhu yang telah di seting.
4 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 6. Percobaan Pengukuran suhu pada Motor Kompresor Percobaan pada motor kompresor terdeteksi bahwa kondisi suhu pada motor yang mempunyai kondisi jelek cenderung berpola naik atau lebih tinggi dibandikngkan dengan motor dengan kondisi Baik.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 2. Hasil Pengukuran suhu pada Motor Kompresor Temp 1 Temp 2 Temp 3 o
( C)
o
( C)
o
( C)
Keterangan Lama Uji (menit) Kondisi Motor Jelek
58.67
57.72
40.53
10 Kondisi Motor Baik
42.16
54.17
41.50
perancangan dan pembuatan hingga pengujiannya
10
KESIMPULAN
1. Setelah melakukan perancangan, pembuatan dan pengujian dari alat monitoring temperature motor listrik berbasis komputer maka didapat bahwa alat telah dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan. 2. Pengujian temperature motor yang dilakukan diantarannya saat motor tanpa beban, motor berbeban seimbang dan berbeban tidak seimbang. Pada pengujian terlihat bahwa alat monitoring temperature akan dapat mendeteksi jika terdapat kejanggalan pada motor yang akan menyebabkan kenaikan temperature, jika kenaikan tersebut melebihi batas yang telah diseting maka alat akan menyalakan alarm dan lampu tanda bahaya. 3. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk membantu mendeteksi secara dini terjadinya kerusakan awal pada motor listrik yang dapat menyebabkan pola temperature yang cenderung naik dan tidak stabil, sehingga dapat medukung program pemeliharaan pada motor listrik.
DAFTAR PUSTAKA 1. Miftahuddin, Yerri S. , Aulia, S. A, 2010, Identifikasi kerusakan mesin Berputar Berdasarkan Sinyal Suara dengan Methoda Adaptif neuro Fuzzy Inference System, Repositionery, ITS Surabaya 2. Kiessel E.T, 1997. Industrial Electronic, International Edition Prentice Hall, Singapore 3. Sumartono, 2012, Kaji Analisis Perawatan Prediktif Pada Unit Pompa Dengan Menggunakan Sinyal Getaran, Proceeding Seminar Nasional Polban Bandung 4. Theraja, B.L., 1981, Hand Book of Electrical Engineering, Mc Graw Hill, New Dhelhi. 5. Tugino, 1994, Pengendalian Kecepatan Putar Motor Arus Searah denganPengaturan Tegangan Berbasis Komputer, Skripsi, STTNAS, Yogyakarta. 6. Wijianto dan Marwan E., 2010, Aplikasi Response Getaran untuk menganalisis Fenomena Kavitasi pada Instalasi pompa Sentrifugal, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 2, UMS Surakarta 7. Wolfgang, L., 1989, Pengukuran Pengendalian dan Pengaturan dengan PC, Elek Media Komputindo, Jakarta
UCAPAN TERIMAKASIH Dengan telah selesainya penelitian ini maka penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. DP2M Dirjen Dikti Kemdikbud yang telah membiayai penelitian ini. 2. P3M STTNAS yang telah mendukung dan membantu dalan setiap tahapan kegiatan penelitian ini. 3. Segenap Anggota Tim Peneliti dan Mahasiswa yang membantu secara penuh atas terselesainya hasil
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 5
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
6 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
PENGGUNAAN CHARGE TRANSFER SYSTEM (CTS) UNTUK MEREDUKSIMEDAN LISTRIK PERMUKAAN BUMI DAN MENGURANGI SAMBARAN PETIR LANGSUNG STRUKTURTOWER ANTENA JENIS VERTIKAL Budi Utama. Tenaga edukatif pada jurusan teknik elektro STTNAS Yogyakarta Tlp. Rumah : 0274 886783 Tlp. Kantor : 0274 485390 HP : 08 1313 9999 53 Email :
[email protected]
Abstrak Telah dikerjakan suatu simulasi komputer untuk mengetahui tingkat pengurangan intensitas ‘medan listrik total’ (Epb) ketika ter- jadi kanal ‘lidah lompat’ (stepped leader) petir di puncak tower antena penerima/pemancar PT ANTEVE yang dipasang dengan Charge Transfer System (CTS). Juga diamati pengaruh penggunaan CTS dengan jumlah elektroda titik yang bervariasi (dari satu elektroda titik sampai dengan 10 000 buah elektroda titik) terhadap intensitas medan listrik yang ditimbulkan oleh lidah lompat pada variasi ‘ketinggian’ (HSL atau Hsl), saat perambatannya menuju permukaan bumi. Objek sampel penelitian terdiri dari sebuah Charge Transfer System (CTS) yang berbentuk ‘donat’, terdiri tidak kurang 500 sampai 800 helai kawat halus (sebagai elektroda titik/jarum ) dengan ujung runcing dan panjang sekitar 30 cm sampai 46 cm. Diameter donat lebih kurang 3 meter. CTS ini diletakan di puncak menara antena PT ANTEVE di dusun Bukit Patuk, desa Ngoro-oro, Gu- nung Kidul – Yogyakarta. Hasil penelitian simulasi ini menunjukan bahwa Charge Transfer System (CTS) yang diletakan dipuncak menara antena pene- rima/ pemancar milik PT ANTEVE dengan jumlah elektroda titik sebanyak 800 buah mampu mengurangi intensitas medan listrik sebesar 215 kV/m (43 %) terhadap medan listrik breakdown (500 kV/m) antara celah CTS dan lidah lompat. Disisi lain juga terungkap bahwa penggunaan secara bersama sama antara CTS dan proteksi lightning rod dapat membuat pelepasan/peluahan (discharge) muatan pada lidah lompat petir ke ujung lightning rod dengan amplitudo impulskecil. Kata Kunci : Charge Transfer System (CTS), Petir, Struktur, Tower Antena
1.
Latar Belakang
Kawasan Indonesia termasuk kawasan dengan tingkat kepadatan (density) sambaran petir yang tinggi dengan kisaran angka isokeraunic level (IKL) antara 60 sampai dengan 125. Kawasan yang mempunyai angka IKL ter- tinggi jatuh pada kota Bogor – Jawa Barat dengan IKL = 120. Potensi terjadinya petir di Indonesia sangat tinggi. Indonesia terletak pada khatulistiwa yang mempunyai hari guruh (petir) sangat tinggi dengan aktivitas 100 sampai 200 hari guruh per tahun, demikian dikatakan oleh pakar petir dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Rey- naldo Zoro (juga sebagai Ketua Pusat Penelitian Petir Institut Teknologi Bandung), dalam seminar mengenai petir yang diselenggarakan oleh Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap bersama PT Aditech Matra di Cilacap, Senin 31 Oktober 2011. Bahaya sambaran petir adalah tingkat (level) angka medan listrik atau gradien tegangan yang teradiasi secara elektromagnetik disekitar kanal petirnya. Potensi pengerusakannya juga sangat berdam- pak besar. Pascasambaran petir ke suatu struktur akan memunculkan tegangan lebih yang cukup sangat tinggi yang beraktualisasi sebagai gelombangtegangan dan arus yang merambat pada
struktur dalam bentuk impuls (im- pulse). Satu diantara banyak cara untuk mengurangi atau meurunkan angka intensitas gradien tegangan yang ditim- bulkan oleh petir dan awan petir ini adalah dengan menggunakan Charge Transfer System (CTS) sebagai proteksi tambahan setelah pemasangan proteksi petir jenis batang vertikal (lightning rod) yang dipasangkan pada pucak struktur yang dilindungi.Solusi yang dikerjakan melalui metoda pemodelancell awan petir dan beberapa rumusan fisikanya [2] dengan bantuan komputer sebagai simulator melalui sistimatika : tujuan dan manfaat, metoda yang digunakan diagram alur pemecahan permasalahan, hasil dalam bentuk grafik/kurva medan listrik versus ketinggian lidah lompat (Stepped leader) petir. 1.1 Deskripsi mengenai Charge Transfer System Charge Transfer System (CTS) merupakan sebuah sistem yang bertujuan untuk menghindari pemunculan suatu peluahan sambaran petir dengan magnitud impuls yang sangat tinggi di dalam kawasan yang dilindungi.Charge Transfer System berpotensi untuk mengoleksi/ menumpulkan/ menghimpun muatan yang terinduksi oleh awan-badai petir (thunderstorm) dari suatu
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 7
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
desain area permukaan bumi yang diproteksi dan mentransfer muatan ini melalui ionizer ke dalam udara sekitarnya. Prosses ketika sebuah titik yang tajam/runcing dibenamkan di dalam medan elektrostatik yang mentransfer muatan dari ionizer keda- lam udara ini dikenal sebagai peluahan titik (point dis- charge). Ionizer adalah unit yang mengubah atom neutral menjadi atom yang bermuatan negatif atau atom yang bermuatan positif. Ini merupakan suatu prosses perubahan sebuah atom menjadi termuati (muatan listrik). Bentuk Charge Transfer System (CTS) ini dapat beru- pa susunan kerangka (frame) yang mempunyai beberapa pola, ada yang berbentuk melingkar, setengah lingkaran, setengah bola atau berbentuk payung. Beberapa bentuk CTS ini dikenal dengan nama Spline Ball Ionizer (SBI), Spline Ball Terminal (SBT), dan ion plasmagenerator (IPG) ketiga jenis ini dirancang untuk mempertinggi ke mampuan proteksi petir jenis lightning rod dalam mengo-leksi beberapa bentuk sambaran petir yang menuju ke tanah. Sejarah Charge Transfer System (CTS) dimulai pada tahun 1930, saat itu pekerja ladang minyak California Se- latan sudah mematenkan konsep aslinya. Pada tahun 1971, Roy B. Carpenter Jr memperoleh (hak) patennya saat bekerja untuk angkatan udara Amerika Serikat (United States Air Force, USAF). Carpenter adalah kepala teknisi (Chief Engineer) untuk tim pen-desain pesawat luar ang- kasa (space shuttle) pertama. Setelah meninggalkan pekerjaannya di USAF beliau mengembangkan patennya ke dalam bentuk dissipation array system (DAS). Tidak sam- pai diawal tahun 1990-an teori dibalik DAS ini maju dan berkembang menjadi CTS yang tersedia hingga saat ini. Saat ini Charge Transfer System menerima perhatian la- yak di luar negeri [1]. Dua universitas Russia, Institut Fisika Moskow dan Teknologi serta Krzhizhanovsy Power Engineering Insti- tute melakukan penelitian yang luas pada CTS ini, bersa- ma dengan negara Jepang. Dua perusahaan listrik di Je- pang, Hitachi dan NEC, juga terlibatdalam dukungan, penelitian, dan penjualan sistem ini. Beberapa negara Asia tenggara, termasuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia, menggunakan CTS. Penggunaan terbesar Charge Trans- fer System, di luar Amerika Serikat adalah Venezuela [1]. Menara antena untuk audio dan video stasiun PT ANTEVE yg berlokasi di desa NgoroOro, Bukit Patuk, Gunung Kidul–Yogyakarta menggunakan CTS berbentuk seperti roti donat. 1.2 Lokasi dan Kondisi Klimatologi (climatology) Klimatologi adalah studi tentangiklim,secara ilmiahdidefinisikan sebagaikondisi cuacarata-rata selamaperiode waktu. Iklim dikawasan Yogyakarta dan sekitarnya mempunyai level yang sama pada iklim beberapa dearah di kawasan Indonesia barat, tengah, dan Indonesia timur. Di desa Ngoro Oro, rata rata suhu bergerak pada margin angka 23o C sampai dengan 31o C dengan angka kelem- baban 63
8 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
sampai dengan 84 pada 04 Agustus 2014. Ang- ka ini tidak berbeda jauh untuk hari hari yang lainnya wa- laupun kondisi cuaca hujan, berawan ataupun cerah[2]. Menara antena ANTEVE dilokasikan di atas bukit Patuk, desa Ngoro-oro yang pada waktu musim penghujan frequensi terjadi petir sangat berpotensi untuk merusak peralatan pada piranti elektronikanya. Kawasan desa Ngoro Oro adalah kawasan yang termasuk berbukit bukit di- mana kontur tanah berupa campuran perbukitan cadas dan tanah.Menara yang menyangga antena dan kabel coaxial terletak disebelah tenggara ( 22.3 km) dari pusat kota yogyakarta, dan berada 420 meter di atas level per- mukaan laut dengan posisi geometris 1100 31” 36 “ lin- tang selatan dan 70 bujur timur Tempat ini sangat ideal untuk menempatkan beberapa stasiun penerima dan penguatatan sinyal televisi, kemudian dipancarkan kembali keka- wasan kota Yogyakarta yang secara geografis terletak dilembah/bawah bukitnya.Menara antena ini mempunyai ketiggian vertikal ke atas setinggi 100 meter dengan loka- si di puncak bukit sehingga sangat rawan sekali terhadap sambaran petir langsung maupun dampak sambaran in- duksi walaupun angka level isokraunic-nya (IKL) termasuk rendah dibandingkan dengan kota Bogor jawa barat.Resistans pentanahan untuk sistem pentanah yang baik sulit dicapai karena jenis tanah kapur ditambah dengan ketinggian bukitnya, jadi untuk mendapatkan titik air di bawah tanah sulit dicapai.
2.
Tujuan dan manfa’at Penelitian
Penelitian (simulasi) ini mencoba mengungkapkan dan mengetahui seberapa jauh hubungan antara posisi ke- tinggian perjalanan lidah lompat, Hsl, (stepped leader) yang menuju kepermukaan bumi dan nilai angka gradien tegangan, Epb, setelah pemasangan charge transfer system (CTS) di atas puncak menara antena. Dengan pema- paran hubugan antara ketinggian posisi lidah lompat (stepped leader) dengan permukaan bumi, maka keeffektivi- tasan penggunaan CTS dapat diketahui, demikian juga nilai total medan listrik pada permukaan bumi juga dapat ditentukan melalui sebuah persamaan empiris. Kemudian, manfaat dari penelitian ini adalah dapat memasang CTS ini pada menara menara komunikasi yang lainnya karena CTS mampu mengurangi medan lis- trik disekitar titik puncak menara sehingga sambaran petir yang menghantam puncak menara tidak sampai dengan peluahan muatan listrik secara besar besaran sehingga me ngurangi kerusakan fisik dari semua komponen kompo- nen telekomunikasi yang berada di puncak menara maupun yang berada di bagian bawah (dasar) menara antena dimana banyak terdapat komponen komponen piranti (device) elektronika.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.
Metoda
Pelaksanaan penelitian ini dikerjakan melalui bebera- pa tahapan. Tahapan yang dimaksud antara lain menen- tukan model persamaan yang paling mungkin mendekati dengan fenomena fisika yang ditimbulkan oleh sebuah sambaran petir berserta lidah lompatnya (stepped leader). Metoda pemodelan (modelling) dan simulasi yang disertai beberapa perhitungan dengan metoda iterasi dikerjakan dalam penelitian ini. 3.1 Model Cell Awan Petir (Thundercloud Cell) Model sebuah cell awan petir (thundercloud) yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian simulasi ini dipre- sentasikan dengan sebuah dwikutub (dipole) dengan bagi- an sebelah bawah (dasar) awan dimuati dengan muatan negatipdan bagian sebelah atas awan bermuatan positip [2]. Biasanya suatu model cell awan petir juga memasuk- an muatan positif lokal yang dilokasikan pada jarak di ba- wah awan. Untuk kesederhanaan perhitungan maka muat- an ini diabaikan dan dimodelkan seperti pada gambar : 1 di bawah ini. Data tentang muatan listrik di dalam cellawan petir juga ditunjukan di dalam tabel : 1. 3.2 Interaksi antara Kanal Petir dan CTS Besar medan listrik keseluruhan pada permukaan bu- mi dihitung menurut persamaan [2]:
EQ = Komponen medan listrik yang dihasilkan oleh mu atan negatipcell awan petir dalam satuan (kV.m). ECTS= Komponen medan listrik yang dihasilkan oleh muatan ruang untuk CTS, dgn satuan (kV/m). Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung komponen medan listrik total yang terdiri dari : EQ, E+Q, (EQ), dan komponen (ECTS) adalah sebagai berikut,
Q = muatan dalam satuan (Coulomb) ; H = ketinggian po- sisi muatan Q dalam satuan (meter) ; (1/4o) = 9 × 106. Komponen medan listrik eqivalen, ESL, dihasilkan oleh lidah lompat (stepped leader) petir pada posisi yang diberikan, dihitung menurut persamaan (3) seperti di bawah ini [2],
HQ v t
= kerapatan muatan pada lidah lompat (C/m) = ketinggian muatan negatip (m) = kecepatan perambatan lidah lompat (m/detik) = waktu gerakan lidah lompat (detik).
Tabel : 1 Data rata rata cell awan petir (thundercloud cell) [2] Ketinggian Awan Positif Hpos (m)
Q (C)
Ketinggian Awan Negatif Hneg (m)
Negara
+Q (C)
AfrikaSelatan
+ 40
10 000
40
5 000
England
+ 24
6 000
20
3 000
Japan
+ 120
8 500
120
6 000
Pengurangan muata negatip, Q, disebabkan oleh lidah lompat dihitung sebagai berikut [2],
E+Q= Komponen medan listrik yang dihasilkan oleh mu atan positip cell awan petir dalam satuan (kV/m).
Perhitungan dikerjakan dengan langkah iterasi sama de- ngan 1 meter perambatan untuk lidah lompat. Pada lang- kah awal prosses terjadi petir medan listrik pada level per mukaan bumi yang dihasilkan oleh muatan muatan di da- lam awan petir (thundercloud) dihitung terlebih dahulu. Nilai medan listrik ini digunakan untuk menghitung arus ion awal dari CTS. Muatan ruang yang dihasilkan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 9
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
oleh CTS dihitung sebagai suatu perkalian arus ion dan durasi langkahnya (panjang langkah dibagi ke dalam kecepatan perambatan liidah lompat petir). 3.3 Subjek Penelitian Subjek penelitian berupa suatu bangun CTS yang berbentuk melingkar seperti roti donat.
Jumlah titik diasumsikan 500 sd 800 titik
30 cm sd 40 cm
Ujung kawat halus berupa titik Simpul pengikat kawat halus
Jumlah titik diasumsikan 500 sd 800 titik
30 cm sd 40 cm
3 meter
(a)
(b) Gambar : 2 Model Charge Transfer System (CTS) yang berbetuk donat dengan jumlah titik elektroda jarum 800 buah titik
10 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
3.3.1 Jumlah Elektroda Titik pada Charge Tranfer Sysem (CTS) Perhitungan interaksi antara kanal petir dan Charge Transfer System (CTS) dikerjakan untuk elektroda jarum titik tunggal (single point), yakni berupa lightning rod dan untuk sejumlah titik, mulai dar 100 sampai dengan 10.000 titik (elektroda jarum). Charge Transfer System yang digunakan oleh PT ANTEVE yang berlokasi di dusun Se- pat, desa Ngoro-oro, Kec Bukit Patuk, Gn Kidul – Yogyakartaadalah berbentuk sebagai mana ditunjukan pada gambar : 2 dan gambar : 3. Jumlah titik (ujung kawat halusnya, melingkar membentuk donat) diasumsikan berkisar antara 500 titik ujung kawat halus sampai dengan800 titik ujung kawat halus. Setiap titiknya menimbulkan medan listrik yang dinotasikan sebagai ECTS dengan satuan (kV/m). 3.3.2 Medan Listrik dipermukaan Bumi Total medan listrik pada level permukaan bumi setelah pemasangan CTS dihitung melalui persamaan (1). Pada persamaan (1) komponen medan listrik yang diha- silkan oleh muatan positip dan negatip pada cell awan petir dihitung melalui data muatan awan tabel : 1 atau data baru dari suat lokasi, kemudian dengan menggunakan persamaan (2) angka medan listrik untuk awan dengan muatan Q dapat dihitung. Pengurangan medan listrik yang disebabkan oleh pengurangan muatan negatip pada cellawan petir yang mengalir melalu gerakan lidah lompat petir (stepped leader) bergerak menuju ke tanah / bumi dinyatakan dengan notasi (EQ) dengan satuan (kV/m). Sedangkan Q adalah muatan yang meyebabkan pengurangan inensitas medan listrik, E, dihitung dengan persamaan (4). Pada persamaan (4) kerapatan muatan (Coulomb per meter) merupakan kerpatan muatan listrik yang terkandung di dalam kanal lidah lompat petir (step-
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
ped leader), dengan kecepatan rambat (v) dan satuan meter per mikro-detik (m/ detik). Karena asumsi titik sebanyak 500 titik sd 800 titik maka diperlukan perhitungan yang berulang ulang sebanyak titik yang diasumsikan. Prosses ini dikerjakan dengan kalang ‘do loop’ oleh kom- puter sebagai simulatornya. Data muatan listriknya diperoleh dari tabel : 1. Muatan listrik (Q), kecepatan rambat lidah lompat (v), dan kerapatan muatan () dipilih sesuai dengan kawasan yang dievaluasi.
hasil yang jelas mengenai medan listrik di permukaan tanahyang ditmbulkan oleh CTS milik ANTEVE maka gambar : 5 disederhanakan lagi dengan menghapuskan kurva 1, 2, 3, 4, 5, dan kurva 6 sehingga diperoleh gambar : 6.
3.3.3 Jarak Gerak Lidah Lompat (stepped leader) Dalam perhitunggan ini akan diamatimedan listrik dipermukaan bumi ketika posisi lidah lompat petir yang menuju ke bumi pada bentangan jarak sebesar 50 meter sampai dengan 30 meter dari titik puncak menara (puncak menara ini sendiri terletak dalam ketinggian 100 meter dari permukaan tanah/bumi). Data yang diperlukan adalah terdiri dari data alam dan data desainer untuk struktur charge transfer system yang dipasangkan dipuncak menara. Data alam dapat berupa angka isokraunic level (IKL), angka permitivity udara (), nilai besar muatan awan petir (Q). Sedangkan data desainer meliputi : tinggi menara antena dimensi dan parameter dari CTS yang digunakan dan dimensi lightning rod atau proteksi jenis batang vertikal. Kedua data ini (data alam dan data desainer) diinstalasikan di input program untuk keperluan simulasi dengan mengunakan model formula dan model awan petir yg dipilih. Hasil simulasi ini menghasilan nilai angka medan listrik secara keseuruhan (total) di permukaan bumi, setinggi 100 meter (karena tinggi menara antenna 100 meter). Setelah itu dihitung lagi secara berulang dengan data yang sama untuk posisi lidah lompat yang selaanjutnya (pada penelitian ini diambil sebesar 50 m, 49 m, dan 48 m dan seterusnya). Metoda yang digunakan adalah meng- gunakan model awan petir sebagamana ditunjukan dalam gambar : 1, Secara keseluruhan prosses perhitung an ini dapat digambarkan melalui diagram alir (flow chart ) seperti gambar : 4.
4.
Gambar : 4 Diagram alir Pelaksanaan Penelitian
Hasil dan Kesimpulan
Gambar : 5 yang dibuat oleh Drabin (1999) menunjukan hasil perhitungan medan listrik pada level permuakaan bumi/tanah untuk pemasangan CTS dengan jumlah titik yang berbeda dan dikaitkan dengan nilai E = f (HSL), kecuali kurva dengan garis yang terputus putus. HSLatau Hsl adalah posisi ketinggian ujung lidah lompat ketika perjalanannya dari awan petir menuju ke bumi. Kurva 1 sampai dengan 5 masing masing menunjukan kurva kurva CTS untuk jumlah titik 1, 100, 500, 1 000, 5 000, dan CTS dengan jumlah titik 10 000 buah. Sumbuh axis adalah nilai posisi ketinggian lidah lompat sedangkan sumbuh ordinatnya adalah intensitas medan listrikdi permukaan bumi / tanah, Epb. Untuk mendapatkan
Gambar : 5 Medan Listrik Versus Ketinggian Lidah Lompat Petir dengan jumlah elektrodatitik/jarum berbeda
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 11
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pada gambar : 5 terlihat kurva dengan garis terputus pu- tus hanya disisipkan/ditambahkan ). Gambar : 5 menunjukan 6 kurva masing masing kurva 1, 2, 3, 4, 5, dan kurva 6 mewakili CTS dengan 1 titik, 100, 500, 1 000, 5 000, dan CTS dengan 10 000 buah titik.
Medan Listrik pada level Permukaan Tanah (Epb) [kV/meter]
Medan listrik Epb = f (Hsl) dengan CTS 800 buah titik 1200
1100
Epb = (18858.6102) x [Hsl](-0.97137)
1000
900
800
700
600
500
400
300
200 100
90
80
70
60
50
40
30
20
Ketinggian ujung ‘Lidah Lompat’ (Hsl) Petir (meter)
Gambar : 7 Luncuran Lidah Lompat Petir menuju CTS
Pada gambar : 5 terlihat kurva dengan garis terputus putus hanya disisipkan/ditambahkan ).Gambar : 5 menunjukan 6 kurva masing-masing kurva 1, 2, 3, 4, 5, dan kurva 6 mewakili CTS dengan 1 titik, 100, 500, 1 000, 5 000, dan CTS dengan 10 000 buah titik. Pada gambar : 6 hasil perhitungan medan listrik pada level permukaan bumi untuk CTS milik ANTEVE dengan jumah elektroda titik 800 buah. Jumlah titik elektroda jarum yang banyak akan mengurangi tingkatan intensitas medan listrik dipermukaan bumi. Charge Trasfer System(CTS) yang digunakan oleh menara antena ANTEVE memiliki 800 buah titik elektroda jarum mampu mengurangi intensitas medan listrik pada permukaan bumi,Epb, dibandingkan dengan kurva 1 mempu nyai satu batang vertikal proteksi petir; kurva 2 mempunyai 100 buah titik elektroda jarum; dan kurva 3 mempunyai 500 buah titik elektroda jarum.
12 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Charge Transfer System milik ANTEVE ini (dengan 800 buah titik elektroda jarum) di- supplai oleh persamaan : Epb = (18858.61) × (Hsl)( 0.971) .Persamaan ini membuat hubungan antara Epb dan Hsl yang secara detail memberikan data sebagaimana pada tabel : 2. Notasi Hsl menunjukan jarak ujung lidah lompat (stepped leader) petir yang ditententukan mulai dari perjalanan awalnya menuju bumi dengan ketinggian 100 meter yang bergerak turun hingga mencapai 20 meter di permukaan bumi. Hubungan illustrasi rambatan lidah lompat petir yang bersesuaian dengan tabel : 2 ini ditunjukan melalui gambar : 7 yang mendeskripsikan sebuah kanal lidah lompat (stepped leader) petir pada lintasan jarak 50 m, 40 m, dan 30 m dengan kecepatan 1 meter per detik, dan kerapatan muatan () = 1 mili-Coulomb per meter. Jika pada pun- cak menara antena menggunakan satu buah titik elektroda (ini berarti menggunakan proteksi petir jenis lightning rod) maka intensitas medan listrik saat perambatan kanal lidah lompat petir mencapai ketinggian 20 meter sebesar 1 800 kV per meter (lihat gambar : 5). Petir yang menimbulkan medan listrik sebesar 1800 kV/m ini akan menimbulkan suara yang menggelegar karena terjadi peluahan (discharge) muatan listrik pada awan secara besar-besaran dan bersifat impuls. Pada kondisi ini atmosfier terkondisi menjadi explosive expansion. Udara sama seperti gas, ketika molekul udara mengalami pemanasan, maka molekul udara ini akan mengembang, semangkin cepat unsur udara ini memanas maka semangkin cepat tingkat ekspansinya (pengembangannya). Tetapi ketika udara ini dipanaskan sampai pada angka 30 0000 C (54 0000 F) dalam hitungan mikro-an detik (artinya sangat cepat sekali) maka akan terjadi/muncul sebuah fenomena apa yang dikenal dengan nama ‘ekspansi ledakan’ (explosive expansion). Fenomena inilah yang kita temui ketika sebu ah sambaran petir yang diikuti dengan suara yang meng-eksplosiv). Disini udara mengembang dengan cepat sekali sehingga memampatkan udara disekitarnya/di depannya, dengandemikian akan terbentuk gelombang kejut yang mirip dengan ledakan sonik (sonic-boom). Ledakan sonik ini terjadi bila sebuah objek melaju melebihi kecepatan suara (344 m perdetik). Dengan menggunakan CTS, peluahan (discharge) secara besar besaran ini dapat dihindarkan melalui jumlah elektroda jarum yang lebih banyak, yaitu : 800, 1000, 5000, dan 10000 buah titik elektroda jarum (gambar : 5). Menara antena ANTEVE menggunakan Charge Transfer System (CTS) dengan jumlah elektroda jarum 800 buah. CTS ini mempunyai diameter 3 meter melingkar seperti roti donat dan ditempatkan di puncak menara antena yang bertujuan untuk mengurangi intensitas medan listrik.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
5.
Kesimpulan 1. Terungkap bahwa penggunaan Charge Transefr System (CTS) pada struktur menara antena ANTEVE dapat mengurangi tingkat intensitas medan listrik disekitar struktur menara saat terjadi kanal lidah lompat petir di atasnya. 2. Dosis pengurangan intensitas medan listrik sebesar 43 % (dari 500 kV/m menjadi 285 kV/m). 3. Penggunaan Charge Transfer System (CTS) dapat memperbaiki/membantu kinerja dari lightning rod (pro teksi petir jenis batang vertikal) kovensional.
Ucapan Terima Kasih Kepada : 1. Stasiun televisi PT ANTEVE di Dusun Sepat Desa Ngoro-Oro, Bukit Patuk – Gunung Kidul, Yogyakarta (fasilitas dan data objek penelitian) 2. Bapak Koordinator Kopertis V Yogyakarta (bantuan dana penelitian) 3. Pendamping penyusunan laporan penelitian Bapak Prof. Dr.Ir Tarcius Haryono (Kapala Lab Tegangan Tinggi UGM). 4. Semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian
Daftar Pustaka [1]. Carpenter, RB., dan Drabkin, MM., 1997, “Improvement of Lightning Protection against Direct Lightning Strokes”, IEEE 1997 International Symposium on Electromagnetic Compatibility, Austin, Texas – USA. [2]. Drabkin, MM., 1999., “Interactionbetween Lightning Channeland CTS”, 0-7803-5057X/99/$10.00,Lightning Eliminatorand Consultans (LEC), Inc 6687 Arapahoe Rd Boulder, Colorado – USA. [3]. Golde, RH (ed), 1977, Lightning Protection, Vol.2, Academic Press, New York 1977. [4]. Utama, B., 2002, “Penentuan Medan Listrik Impuls Petir pada Sistem Pemodelan SUTET 500 kV, 50 Hz” Thesis Jurusan Teknik Elektro Fakultas TeknikUniversitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta-Indonesia (INA). [4]. Utama, B., 2009, “Penentuan Akumulasi Intensitas Gradien Tegangan pada Isolasi Kabel akibat Pasca sambaran Petir keStrukturTower ANTEVE dengan Metoda Celah Kapasitor (Capacitor –Gap) Bahan berlapis Banyak”,hal. 03,laporan penelitian melalui dana DIPA Kopertis Wilayah V nomor : 0169.0/023-04.2/XIV/2009 tahunanggaran 2009, Departemen Pendidikan NasionalKoordinasi Perguruan Tinnggi Swasta Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta – Indonesia. [5]. Williams, E., 2007, “The Global Electrical Circuit : a Review, Massachusetts Instituteof Technology (MIT), International Conference on Atmospheric Electricity, Agustus-2007, Beijing, China (CHN). [6]. Zoro. R., Sirait, KT., 1987, “Proteksi Sistem Tenaga bagian I Proteksi terhadap
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 13
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tegangan Lebih pada Sistem Tenaga Listrik”, Diktat kuliah, jurusan Tek.Elektro, FT. Industri Teknologi Bandung.
Sumber referensi Internet : [7].http://ecmweb.com/power-qualityarchive/prevent‐lightnig-strikes-chargetransfer-systems
[8]. http://meteo.bmkg. go.id/prakiraan/indonesia
14 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Rancang Bangun Sistem Pengolahan Limbah Urin untuk Penyiraman Urinoir Uji Regresi Hasil Pengukuran Volume Air Penyiram pada Urinoir Penentu Input Error
Dwi Cahyadi1, B. S. Rahayu Purwanti2, Nana Sutarna3 Mahasiswa Teknik Elektronika Industri, Politeknik Negeri Jakarta1 Dosen Teknik Elektronika Industri, Politeknik Negeri Jakarta2 Dosen Teknik Elektronika Industri, Politeknik Negeri Jakarta2
[email protected] [email protected] [email protected] 3 Abstrak Penelitian ini mempelajari penggunaan motor AC satu hase pada sistem penyiraman pada urinoir. Masalah ketersedian air bersih sering muncul dan perlu diupayakan penggunaannya agar lebih hemat. Pemakaian berlebihan (boros) dan tidak digunakan secara tepat merupakan salah satu faktor langkanya air bersih. Ketidakseimbangan pemakaian air bersih, perlu dicarikan solusinya. Salah satu solusinya dengan memanajemen penggunaan air bersih, misalnya pengolahan limbah urin pada urinoir. Energi listrik yang dikonsumsi (penggerak motor 1 phase) mempengaruhi debit air yang terpompa. Penghematan listrik pada motor untuk sirkulasi air dari penyiraman ke urinoir, ke penampung limbah dan kembali ke penyiram. Penyiraman urinoir tidak memerlukan air bersih lagi, cukup air sirkulasi pengolahan limbah urin. Bukatutupnya valve penyiram Volume air penyiram dapat diatur sesuai dengan banyak/sedikitnya urin yang tertampung sementara pada penampung limbah urin. Sistem otomasi penyiraman memerlukan kontroler “smooth” agar pemakaian air dan penggunaan energy pada motor lebih hemat. Penelitian ini untuk menentukan nilai error sistem penyiraman dengan pendeteksi levet air sensor ultrasonik dan pengatur motor mikrokontroler ATMega 16. Pengolahan limbah urin pada urinoir dengan proses daur ulang limbah menjadi solusi manajemen penggunaan air bersih. Alat penyiram urinoir dibangun dengan mengobservasi penggunaan air penyiram dan daur ulang limbah urin (plus air penyiram). Penggunaan air bersih dapat lebih hemat dengan pengolahan limbah dari urine dan penyiram urinoir. Tujuan penelitian adalah menghitung nilai error volume air penyiram. Nilai error volume air diperoleh dari perbandingan perhitungan data pengukuran dengan formula regresi linier. Error keduanya sebesar 12 % identic dengan menghemat air 91 % dari tarif PAM/penyiraman urinoir. Kata Kunci: motor AC, satu fasa, limbah urinoir, valve on-off
1. Pendahuluan Penggunaan energi berkelanjutan (sustainable energy) semakin mendapat perhatian luas [Ambarita, Himsar. 2011,]. Penggunaan energy berkelanjutan berkontribusi meminimalkan pemanasan global. Bentuk kebijakan dan partisipasi dapat dilakukan dengan cara fisiensi energy, usahausaha mencari energi baru dan terbarukan merupakan maksud dari kebijakan tersebut. Sekitar 474 Exa joule energy dunia 13,6% berasal dari sumber energy terbarukan dan energy nuklir menurut data tahun 2008 [British Proteleum, 2009]. Sumber energi terbarukan bagian teebanyak disumbang energi air (hydropower) sebanyak 66,5% [REN21. 2014]. Penghematan air bersih sudah dicanangkan oleh pemerintah pusat [P3TKEBT, ESDM, 2008]. Penggunaan air bersih sehemat mungkin dapat menyelamatkan sumber daya air
bersih. Salah satu yang perlu dihemat adalah pemanfaatan air limbah untuk penyiram urinoir. Urinoir sebagai tempat buang air kecil (BAK) khususnya laki-laki, limbahnya dialirkan langsung ke pembuangan/selokan. Ilustrasi, satu orang (buang air kecil) diperkirakan membuang 0,7 liter air penyiraman urinoir. Urine yang dikekeluarkan oleh satu orang laki-laki dewasa rata-rata 0,3 liter. Total air limbah urinoir (air penyiram dan urin) yang terbuang ke selokan melalui urinoir sebanyak 1 liter/orang. Dalam waktu satu hari rata-rata bisa sepuluh orang BAK di satu urinoir. Satu hari ratarata membuang sepuluh liter air yang berpotensi menjadi air bersih. Asumsikan satu liter air bersih berharga Rp 500, maka sepuluh liter air bersih berharga Rp 5000. Bisa diilustrasi sepuluh orang BAK pada urinoir dalam satu hari berakibat membuang uang lima ribu rupiah. Dalam satu tahun satu orang BAK di urinoir membuang uang
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 15
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
mencapai Rp 1.825.000. Bukan uang kecil jika satu urinoir digunakan minimal 50 kali per hari. Urinoir dilengkapi pembasuh dan penyiram diambil dari PAM (Perusahaan Air Minum) atau air tanah. Penyiraman dapat memanfaatkan air limbah yang telah diolah, tidak berbau dan jernih adalah syarat cukup. Oleh karena itu perlu didesain alat dan sistem penyiram urinoir dengan air pengolahan limbah urinoir. Penelitian ini mengobservasi motor satu fasa sebagi pemompa air penyiraman urinoir. Volume air yang dipompa motor dibandingkan selisihnya antara tanpa mikrokontroler dan dengan mikrokontroler sebagai pengatur pengolahan limbah urin. Alasan penelitian dilaksanakan, ketidakseimbangan penggunaan air bersih. Dampak ketidakseimbangan adalah langkanya air bersih, sehingga sistem pengolahannya. Pengaturan kecepatan putar motor pemompa merupakan salah satu upaya penghematan air bersih. Motor AC dapat bekerja secara normal jika mendapatkan tegangan 220 Volt. Pengaturan motor dengan penyesuaian banyak/cukup/sedikitt volume air penyiramnya dapat deprogram sesuai dengan kebutuhan penyiraman . Pemogramanan pengaturan putaran motor dengan bahasa C, compiler Codevision pada mikrokontroler. Sistem pengaturan motor berbasis mikrokontroler dapat mengkondisikan on-off valve penyiram urinoir. Buka-tutup valve (on-off)dengan masukan logika “1” atau “0” berasal dari mikrokontroler. Logika “1” atau “0” dari mikrokontroler berfugsi sebagai pengaktif modul relay. Modul relay mengatur putaran motor satu fasa, poisi on (buka valve), off (tutup valve).
2. Metode Realisasi penyiram urinoir dengan air olahan limbah urin adalah:
Penggunaan ulang limbah urin dari urinoir memerlukan filter (penyaring). Limbah urin pada urinoir difilter agar bebas dari pengotor (tissue yang hancur) supayaairnya layak digunakan ulang. 2.2 Kontrol on-off berbasis mikrokontroler Kontrol on-off dapat diaplikasikan pada semua peralatan elektronik [Hamdan, 2012]. Motor listrik dapat diatur dan dikontrol kecepatannya dengan mikrokontroler. Kontrol on-off motor sistem penyiraman urinoir dengan Mikrokontroler AVR ATMega 16. Modul Mikrokontroler mengatur/mengontrol putaran motor secara on-off untuk buka-tutp valve penyiram urinoir.Mikrokontroler ATMega 16 dipilih karena fungsi dan fasilitas lengkap, harga murah, konsumsi daya rendah, kecepatan eksekusi instruksi cocok. Pemrograman bahasa C mudah, tersedia compiler CV-AVR.Kontoler ATMega 16 banyak dipilih untuk membangun bermacam-macam aplikasi embedded sistem [Mediaty Arief, 2011]. Intervace K-125 ke pin mikrokontroler untuk intruksi pengatur/pengendali on-off ke PORTB (Gambar 1). 2.3 Sensor Ultrasonik Pengukur Ketinggian Air Sensor ultrasonic melalui frekuensi 20 KHz20 MHz (tergantung media yang dilewati) pada gelombang akustik. Modul sensor Ultrasonik dapat mengukur jarakantara3cmsampai300cm. Keluaran darimodul sensor ultrasonik berupa pulsa yang lebarnya merepresentasikan jarak [Mediaty Arief, 2011]. Lebarpulsa yang dihasilkan modul sensor utrasonikbervariasidari115uSsampai 18,5 mS. Secaraprinsip modulsensorultrasonik terdiridarisebuahchippembangkit sinyal40 KHz, sebuahspeakerultrasonicdansebuahmikropon ultrasonik.Speaker ultrasonikmengubah sinyal 40KHzmenjadi suarasementaramikropon ultrasonikberfungsiuntukmendeteksi pantulan suara. Sensor ultrasonik berfungsi untuk mengukur ketinggian air pada penampung. 2.4 Motor 1 Fasa sebagai Pemompa Air
Gambar 2. Rangkaian Motor Satu Fasa Gambar 1 Diagram Alir Sistem Penyiram Urinoir 2.1 Pengolahan Limbah Urinoir Limbah air berasal dari sisa pembungan produksi industri, limbah rumahan dan limbah yang berada pada tempat umum. Olahan limbah diolah dan digunakan ulang sesuai dengan pemanfatannya. 16 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
(Gambar 3). Penggunaanya dijadikan input sistem untuk mengontrol motor penyiraman. Peletakan sensor ultrasonic dapat dilihat pada gambar 4. Peletakan motor (Gambar 4) sebagai pemompa air penyiram urinoir (Gambar 5).
Box Panel
M1 Gambar 3. Rotor Motor Pompa Air Rangkaian dasar motor satu fasa sebagai pemompa air (Gambar 2). Daya motor satu fasa kecil, efisiensi relatif rendah (38%-70%) [Alexander Tino. 2012].Inti stator motor (Gambar 3) terdiri dari lapisan plat-plat besi (liminasi) tersusun rapi dan disetiap ujung diklem. Laminasi dibentuk menjadi alur-alur dan gigi-gigi alur stator. Konduktor rotor motor terbuat dari batang tembaga, dan aluminium.
Sensor Penampung 1 Gambar 4. Model Urinoir Tampak Belakang
2.5 Perhitungan Data Hasil Pengukuran dengan Regresi Linier Data hasil pengukuran dianalisis dengan regresi linier (1) dan dihitung koefisien regresinya. Pengolahan data dengan uji regresi linear seperti persamaan (1). Koefisien regresi linier dihitung dengan persamaan-persamaan (2), (3), (4) dan persamaan (5). …………………………..…..…(1) …………….…….(2) ….….. (3) .....(4) . ……….....….(5)
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Instalasi Alat dan Sistem Pengolah Limbah Urine pada Model Urinoir Motor satu fasa (M1) mempunyai dua kumparan stator yaitu: kumparan utama (U) dan kumparan bantu (B) yang digulung pada stator dengan perbedaan sudut 90o. Tahanan kumparan bantu lebih besar dari kumparan utama, sedangkan reaktansinya dibuat lebih kecil. Pada sistem tersebut rotor motor digunakan sebagai pemutar pompa air. Aliran air searah dengan arah putar rotor motor
Gambar 5. Model Urinoir Tampak Depan 3.2 Pengujian Sistem Tujuan pengujian data hasil pengukuran untuk mengetahui fungi. kinerja sistem. Tahapan pengambilan dan pengolahan data adalah: (a) Pengambilan data sampel level limbah urinoir pada penampung 1 dengan menghitung dan menentukan linieritas. (b) Uji linieritas data dengan regresi menunjukkan memodelkan kestabilan putaran motor dan penyiraman, (c) Pengambilan data level air penyiraman pada pada penampung 1 setelah formula regresi linier deprogram, (d) Perhitungan selisih/error volume air penyiram dengan pengambilan data huruf (a) dan huruf (b).
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 17
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pengujian data sampel berfungsi untuk mencari hubungan antara nilai level limbah urin dan nilai level air penyiraman. Data dua variabel yang telah didapat kemudian dimasukkan ke persamaan(2). Y adalah air penyiraman dan X adalah level air limbah urinoir. Nilai a=0.000539899 dan b=0.397345863. Niai-nilaia b (koefisienkoefisien regresi) disubstitusikan ke (1). Hasil substitusi diperoleh (3). Hasil perhitungan data pengukuran sesuai persamaan regresi (6). Nilai X adalah nilai pengambilan level permukaan air secara acak. Nilai X merupakan bentuk input volume air penyiram. ……….(6) 3.3 Level Permukaan Air dan Volume Air Penyiraman Air penyiraman diuji dengan mengukur ketinggian air yang terdapat pada penampung 1.Pengukuran volume dengan cara membaca level permukaan air di penampung 1. Level menunjuukan kapasitas dan volume air penyiram. Pengukuran air penyiram urinoir diulang 24 kali dengan volume rata-rata 4.1 liter. Volume air penyiram diukur dengan sensor ultrasonic sebagai pendeteksi level permukaan air. Hasil pengukuran level permukaan pada penampung 1 dengan sensor ultrasonik dianalisis. Metode analisa regresi dapat membentuk formula untuk mengetahui kekuatan hubungan dua jenis data. Data hasil pengukuran level permukaan air dan data perhitungan sesuai dengan formula regresi di penampung 1 (Gambar 6). Penggunaan air untuk penyiram urinoir kecenderungan lebih banyak dari data pengukuran. Penggunaan data dengan formula regresi dandiolah/diatur dengan mikrokontroler lebih sedikit/hemat airnya. Lonjakan penggunaan air pada hasil pengukuran ke empat saja, data hasil pengukuran lainnya lebih kecil.
Visualisasi penyebaran data hasil pengukuran level permukaan air dan persamaan linieritas regresi (Gambar 7). Formula regresi linier menghasilkan model persamaan pengukuran level permukaan air. Level permukaan air dikonversi sebagai penggunaan volume air penyiram urinoir. Model menunjukkan bahwa hasil pengukuran dapat menjadi input formula. Formula dimaksudkan untuk penghematan pemakaian air pada urinoir. Kekuatan hubungan hasil pengukuran dengan formula sebagai input sistem perlu diuji. Hasil uji dengan regresi linier menunjukkan, prediksi pemakaian air penyiram berada di sekitar data pengukuran. Data pengukuran sebagai input formula dan nilai R2=1, menunjukkan hubungan kedua variabel kuat Gambar 8). Penggunaan motor satu fasa untuk penyiraman sesuai dengan pergerakan rotor pada motor. Pengaturan dan pengontrolan motor mendapatkan input dari level permukaan limbah urin pada urinoir. Analisa regresi untuk mendapatkan persamaan linear dari sampel percobaan yang menghasilkan bentuk atau formula. Persamaan formula diterapkan pada sistem untuk mengontrol air penyiraman sesuai limbah urin. Penghematan penggunaan air sesuai dengan formula analisa regresi. Nilai rata-rata error output sistem dengan pengaturan sebesar ± 0.12. Error muncul dikarenakan tegangan yang didapat oleh motor listrik tidak stabil. Oleh karena itu dibutuhkan sistem control dengan logika fuzzy. Batas nilai error pada Fuzzy berada pada interval 0 Error (e) 1 . Hasil pengukuran error level permukaan air dari sensor ultrasonic pada sistem telah berfungsi dan sesuai dengan target.
Gambar 6 Perbandingan Data Pengukuran dan Formula Regresi Level Permukaan Air
18 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 6. Pengukuran Level Permukaan dan Limbah Air Penyiraman
Gambar Prediksi Linier Level Ketinggian Permukaan Air
4. Kesimpulan Penyiram urinoir dengan metode pengolahan limbah urine menghemat air bersih sebagai penyiram (98%±0.12). Model alat penyiram urin dapat direalisasikan pada urinoir umum, seperti bandara, terminal, rumah sakit. Ucapan Terima Kasih Politeknik Negeri Jakarta melalui Dana PNBP, skim Hibah Penelitian Riset Grant Dosen dan Mahasiswa Tahun Anggaran 2014. Daftar Pustaka Ambarita, Himsar, 2011, Kajian Eksperimental Performansi Pompa dengan Kapasitas 1,25 m3/menit Head 12 m jika Dioperasikan sebagai Turbin, Jurnal DinamisII: 8, p.1-8. Alexander Tino, Ambrosius, 2012, Pengaruh Modifikasi Belitan Stator Motor Induksi 1 Fasa Rotor Sangkar Menjadi Motor Induksi 3 Fasa Terhadap Perubahan Daya Keluaran, Jurnal ELTEK10: 2, p.33-46.
Hamdan, Isa dan Slamet Winardi, 2012. Rancang Bangun Kontrol Peralatan Listrik Otomatis Berbasis AT89S51, Jurnal Monitor, 1: 1, p.1119. Mediaty Arief, Ulfah. 2011. Pengujian Sensor Ultrasonik PING untuk Pengukuran Level Ketinggian dan Volume Air, Jurnal Ilmiah Elektrikal Enjiniring UNHAS, 09: 02, p. 72-77. British Proteleum, Statical Review of Worl Energy, [Online], Diakses [28 Mei 2014] dari http://bp.com Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konversi Energi, [Online], diakses[30 Mei 2014] darihttp://p3tkebt.esdm.go.id Renewable Energy Policy Network for the 21st Century,[Online], Diakses [2 Juni 2014] dari http://rent21.net
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 19
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
20 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Rancang bangun Laci Penitipan Perlengkapan Pengendara Motor Terintegrasi pada Sistem Perparkiran Berbasis RFID Pengaruh Jarak terhadapVariasi Penghalang RFID Reader Untuk Buka-Tutup Laci Penitipan Perlengkapan Pengendara
Gita Putri Karina1, B. S. Rahayu Purwanti2, Nana Sutarna3 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri
[email protected]. Dosen Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Jakarta,
[email protected] Dosen Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Jakarti3
Abstrak Penelitian ini mempelajari sensitifitas RFID 12KHz pada sistem perpakiran terintegrasi pada laci penitipan perlengkapan pengendara. Pengguna sepeda motor meningkat seiring kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Nominal pembelian BBM per-minggu lebih murah dibandingkan dengan tarif angkutan umum pulang-pergi. Kemacetan di perjalanan menyebabkan ketidaktepatan waktu tiba ketujuan. Peningkatan pengguna motor idealnya diikuti pemekaran area parkir. Pemekaran berimbas pada upaya pengamanan motor dan perlengkapan kendaraan berikut atributnya. Upaya pengamanan area parkir oleh satpam, mencocokan nomor kendaraan dengan STNK berimbas pada kepadatan antrian didepan pintu keluar/masuk area parkir. Sistem perpakiran belum dilengkapi penitipan dan pengamanan perlengkapan berkendara. Pengguna area parkir merasa nyaman saat hujan motor tidak basah atau menitipkan jas hujan dan bebas pencurian. Peningkatan kuantitas sepeda motor mengakibatkan kebutuhan lahan parker semakin signifikan. Faktor kenyamanan dan keamanan menjadi kebutuhan pengguna lahan parkir tidak boleh diabaikan. Kartu parkir (Tag RFID) didekatkan ke kotak RFID (RFID reader) saat keluar/masuk area parkir Nomor unik kartu parkir terpindai oleh kotak RFID dikomunikasikan serial kemikrokontroler. Komunikasi menginstruks imikrokontroler untuk memindai status pemiliknya. Pemindai mendeteksi status kartu dan mengeksekusi status kartu, sebagai Petakapas atauPedekapas. Pengeksekusian kartu RFID untuk masuk-keluar area parkir berkaitan dengan penggunaan Laci PERKARA tempat penyimpan/penitipan perlengkapan pengendara. Tujuan penelitian adalah mengukur sensitifitas RFID reader terhadap penghalang plastik, kaca dan tanpa penghalang. Hasil penelitian membuktikan bahwa Sensitifitas kartu diuji dengan jarak pemindaian (1-6 cm) antaraTag ke reader RFID. Hasil penelitian membuktikan bahwa sensitifitas pemindaian RFID teruji pada jarak 3 cm dan tidak dipengaruhi oleh jenis penghalang. Kata kunci :SIMPARK, Pedekapas, Petakapas
1. Pendahuluan Sistem perparkiran motor konvensional, yaitu dengan metode pemeriksaan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) dan bukti parkir/karcis retribusi pembayaran. Prosedur ini merupakan upaya manajemen perparkiran. Satpam, mencocokan nomor kendaraan sesuai dengan STNK saat motor keluar dari area parkir. Pengamanan dan kenyamanan keluar/masuk area parkir dapat dilihat dari panjangnya antrian didepan pintu keluar/masuk parkir. Sistem perpakiran kampus belum dilengkap isistem pengmanan perlengkapan berkendara. Perlengkapan berkendara yang dimaksud adalah helm, kaostangan, masker dan lain sebagainya yang merepotkan jika dibawa ke kelas. Pengguna area parkir menyimpan perlengkapannya dengan menyelipkan/ menggantungkan pada motor. Terbukanya Ketertataan area parkir identik dengan penataan perlengkapan pengendara supaya tidak tercecer, kehujanan, kecurian sekaligus mengurangi kenyamanan pengguna lahan parkir.
Teknologi identifikasi dengan pemindaian sudah berkembang, diawali sistem barcode pemindai dengan sistem optik [Swetha J. 2014]. RFID identik dengan barcode pemindaiannya memanfaatkan frekuensi gelombang radio. RFID terdiri dari Tag (kartu) memuat nomor unik sebagai identitas dan reader (box) sebagai pemindai. Karakteristik RFID Tag analog identik dengan barcode label dan RFID reader identik dengan pemindai barcode. Aplikasi RFID pada sistem pengamanan laci penitipan telah diteliti. Nomor unik pada RFID tag identik dengan informasi pengguna, seperti nomor laci, namapenggunadan lain sebagainya. Laci penitipan akan otomatis membuka laci penitipan ketika RFID Tag didekatkan ke RFID reader. RFID reader dihubungkan dengan mikrokonroler untuk dapat mengontrol data masukan berupa data pemindaian dari RFID reader secara terus menerus.Teknologi RFID untuk mengidentifikasi pengguna kartu [K.Srinivasa Ravi, dkk 2013], terdaftar ata utidak terdaftar dalam sistem. Tag RFID didekatkan ke RFID reader, nomor unik terpindai RFID reader Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 21
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dikomunikasikan serial kemikrokontroler dan diidentifikasi. Hasil identifikasi dapat berupa perubahan logic pada pin keluaran. Pelayanan parkir yang dilengkapi dengan kamera sebagai Sistem Informasi parkir lebih efisien [Vanessa W. S. Tang, Yuan Zheng, Jiannong Cao. 2006.]. Model pendeteksi perparkiran dengan mendeteksi wajah (camera) tidak memungkinkan tamu parkir. Tamu/bukan penghuni gedung tidak dikenali sistem, sehingga perlusolusi. Teknologi perparkiran motor berbasis RFID memperbaiki sistem kamera [Zul Bahrum C. 2007]. SIMPARK [Sugeng Mulyono, dkk. 2013] menunjukkan bahwa rancang bangun sistem perparkiran berbasis RFID terdisplay di PC (Personal Computer). Instruksi mikrokontroler dari sesnsor PIR yang mendeteksi keberadaan motor. Komunikasi serial modul RFID untuk proses masuk/keluarnya motor dari tempat parkir, dan didisplay ke komputer. Data input dari komunikasi serial terhadap masuk/keluarnya pengguna area parkir. Dicocokan dengan data di database. RFID mendeskripsikan sebuah metode [Hamid. 2010.], mampu mengirimkan identitas (berbentuk nomor unik).
2.1 InstalasiRFID (Radio Frequency Identification) 12KHz Pengiriman data secara nirkabel memanfaatkan gelombang radio Sebuah sistem RFID terdiri dari tiga komponen yaitu tag RFID, RFID reader dan sistem host komputer. Pengiriman dan penerimaan data menggunakan tag yang dilengkapi antena untuk menerima/merespon query yang dipancarkan oleh transceiver. RFID reader memiliki beberapa antena sebagai piranti pemindai tag RFID. RFID reader mengirim dan menerima ke dan dari tag. Dalam riset ini menggunakan RFID tipe ID 12 (Gambar 2) yang bekerja pada frekuensi 125134KHz. Host komputer merupakan piranti yang berperan menyimpan database.
2. Metode MULAI STUDI LITERARTUR SIMPARK
PERANCANGAN MODEL PALANG DAN LACI REALISASI MODEL PERPARKIRAN
PENGUJIAN SISTEM
Gambar 2 RFID Reader 12KHz
SISTEM BUKA TUTUP PALANG SISTEM BUKA TUTP LACI SISTEM DATA BASE
T SESUAI?
Y SELESAI
Gambar 1. Skematik Rangkaian Pengatur Laci
Metode penelitian dalam diagram alir (Gambar 1). Penelitian ini merupakan pengembangan dari SIMPARK dengan melengkapi sistem penitipan/ penyimapanan. SIMPARK merupakan sistem bukatutup pintu untuk masuk/keluarnya motor dari/ke perparkiran.Sistem dimodifikasi, dilengkaki sarana penyimpanan perlengkapan pengendara motor, seperti helm, jacket, jas hujan. Desainnya berbentuk laci untuk Penyimpanan Perlengkapan Pengguna Perparkiran [PERKARA].
22 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
2.2 SistemBuka-TutupLaciOtomatis Sistem laci penitipan berbasis RFID dengan pegendali menggunakan mikrokontroler telah diteliti sistem memanfaatkan RFID untuk mengidentifikasi pengguna jasa laci penitipan. RFID dengan status dikenali mengeksekusi program untuk menonaktifkan penguncian laci. penguncian laci menggunakan selenoida. Sistem penguncian dengan selenoida dikendalikan oleh mikrokontroler. 2.3 Perancangan RangkaianPengatur Laci Program pengatur Laci PERKARA dirancang diaplikasikan sebagaipebuka dan petutup pintu palang parkir dan pintu laci. Iinstruksi pendeteksian komunikasi serial terhadap RFID Laci PERKARA dan instruksi on-off tombol penguncian terhadap kunci selenoida PERKARA. Data input komunikasi serial RFID dengan laci diidentifikasi/dicocokan sesuai didatabase pada pengontrol. Pengontrol dengan ATmega 16 dan program aplikasi/modul mikrokontroler BASCOM AVR. Data input berupa nomor unik Tag RFID. Data input teridentifikasi cocok/terdaftar, instruksi on-off dari mikrokontroler terhadap solenoid. Selenoid pengunci laci terpilih terbuka dan nomor/kode laci terpilih ditampilkan pada LCD 2X16. Keunggulan mikrokontroler ATMega 16 memiliki fasilitas dan fungsi lengkap, harganya
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
murah, konsumsi daya rendah jika dibandingkan dengan kecepatan eksekusi instruksi. 2.4 Pengujian Sensitifitas Pemindaian Tujuan pengujian adalah mengukur jarak sensitif pemindaian RFID reader terhadap Tag RFID yang didekatkan. Variasi digunakan penghalang plastik setebal 0.5cm, kaca 0.5cm dan tanpa penghalang. Indikator keberhasilan pemindaian berupa selenoid pada laci dengan nomor tertentu dinon-aktifkan/laci terbuka. Jarak pengukuran 0 cm hingga 6 cm dengan perubahan jarak sebanyak 1 cm. 2.5 Analisi Data Jarak Pemindaian Kartu dan Penghalang. Data hasil pengukuran dianalisis dengan chi square (1) dan dihitung nilai derajat kebebasannya. X2P = ∑
...............................................(1)
Perhitungan Chi-Square (1), derajat kebebasan (2).Data dikelompokan kedalam tabel kontingensi (6 baris X 4 kolom). Jumlah kolom sesuai dengan variabel (jarak pindai), baris seusia jumlah laci. Nilai derajat kebebasan dan derajat kemaknaan (α) menentukan nilai ChiTabel. Perbandingan ChiHitung dan ChiTabel menentukan hasil hipotesa.
Gambar 3. Laci PERKARA
(R-1)(C-1).........................................................(2)
3. Hasil dan Pembahasan Pengukuran jarak pindai tag-Reader RFID untuk mengetahui pemakaian tegangan saat posisi laci buka-tutup. Saat laci tertutup tidak ada pemakain tegangan, rata-rata tegangan saat laci terbuka adalah 4,8 Volt. 3.1 Instalasi ON-OFF Pengunci Laci Selenoid merupakan suatu jenis kumparan terbuat dari kabel panjang yang dililitkan pada induktor. Selenoid diidentifikasi ON dan OFF, posisi selenoid bergerak kedepan (mengunci) status ON. Posisi selenoid bergerak keposisi mundur (membuka) status OFF.
Gambar 4. Rangkaian Kontrol Laci PERKARA
Pengaturan ON dan OFFpadaselenoid oleh mikrokontroler dengan memberikan logik 1 dan 0 pada port modul pengendali selenoid. sistem selenoid sebagai pengunci laci penitipan. Nomor ID teridentifikasi terdaftar menonaktifkan (OFF) selenoid laci nomor tertentu sesuai dengan database, tombol mengaktifkan (ON) 3.2 Pengujian Hipotesis Tujuan pengujian untuk mengetahui pengaruh variasi jarak dan penghalang RFID terhadap buka-tutup penguncian Laci PERKARA. Tahapan pengambilan dan pengolahan data adalah :
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 23
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
a)
Pengambilan data pemindaian RFID jarak 16cm dengan perubahan sebesar 1cm, b) Variasi perlakuan terhadap RFID reader; tanpa penghalang, pengalang kaca setebal 0.5cm, penghalang plastik setebal 0.5cm c) Pengujian hipotesis: (H0) dan alternative ekspetasi (H1) dengan Tabel chi-kuadrat. H0:: tidak ada pengaruh jarak tergadap hasil deteksi sensor dengan dan tanpa penghalang. Pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui pengaruh dua variabel yakni variasi jarak deteksi RFID reader terhadap pembukaan penguncian Laci PERKARA. Data pengujian berupa jumah keberhasilan pembukaan penguncian Laci PERKARA terhadap dua variabel. 3.3 Pengaruh Variasi Jarak dan Variasi Kondisi RFID Terhadap Pembukaan Penguncian Laci Indikator pembukaan penguncian laci berupa perubahan level tegangan pada selenoid. Pengukuran level tegangan selenoid saat Tag RFID didekatkan /dipindai oleh RFID reader. Modul relay normally closed mengendalikan kondisi selenoid. Kondisi yang dimkasud adalah relay ON dan relay OFF. Perubahahn level tegangan kaki-kaki mikrokontroler yang terhubung dengan masukan relay menginstruksikan posisi ON/OFF-nya relay. Perubahan level tegangan 0V menjadi 5V pada selenoid menginstruksikan kondisi OFF.
Pengukuran tegangan (Vinput), Voutput(dua variable). Pengambilan data acak untuk keempat laci pengujian dikategoriakan berhasil/tidak buka pengunci. Jumlah data pengujian 540 sample dengan rincian 360 (Gambar 5) kategori berhasil membuka pengunci, 180 kategori gagal membuka pengunci. Sample data pengujian (Gambar 5) kategori berhasil membuka penguncian dikelompokan sesuai jarak (cm). Nilai kontingensi, yaitu kesetaraan jumlah antara kartu terpindai hasil pengukuran dan harapan (expectation) pada jarak 30 cm Jumlah kartu terpindai (O) tidak menyimpang jauh dari nilai ekspektasi dengan simbol E. Nilai derajat kebebasan (∑Kolom-1)X(∑Baris-1). Nilai ChiTabel dengan derajat kebebasan 10 dan alfa 95% adalah 2,558. Nilai ChiHitung>ChiTabel. Gambar 6 adalah grafik data jarak pemindaian RFID reader Laci PERKARA. Tren garfik untuk ketiga perlakuan menunjukan semakin besar angka jarak pemindaian semakin sedikit jumlah keberhasilan. Pada jarak pemindaian hingga 3 cm untuk ketiga perlakuan jumlah keberhasilan pemindaian sebanyak tiga puuh dari tiga puluh percobaan. Hipotesa Nol (H0) ditolak dan Hipotesa 1 (H1) diterima. Variasi jarak pemindaian 0 cm sampai dengan 6 cm dan antara Tag dengan Reader RFID diberi penghalang.
Gambar 5 Hasil Pengujian Regresi untuk Tengangan Input pada Relay Tiga jenis penghalang adalah kaca setebal 0,5 cm, plastik setebal 0,5 cm dan tanpa penghalang mempengaruhi pembukaan penguncian laci. Data pengujian jarak pemindaian Tag RFID terhadap RFID reader diaplikasikan pada grafik Tren grafik
24 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
mendeskripsikan jumlah keberhasilan pemindaian Tag RFID pada jarak yang divariasikan dan diberi perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah diberikan penghalang, berupa platik setebal 0,5 cm dan kaca setebal 0,5 cm, diantara RFID raeder dan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tag RFID saat melakukan pemindaian. Pengujian dilakukan sebanyak tiga puluh kali untuk masingmasing perlakuan. Angka pengujian sebanyak tiga puluh dirincikan dengan lima kali pengujian untuk setiap Tag RFID yang berjumlah enam kartu. Jarak yang divariasikan dari 1 cm hingga 6 cm, dengan perubahan jarak bertambah 1 cm.
4. Kesimpulan Sistem buka-tutup laci dapat diimplementasikan di area parkir dan terkoneksi pada SIMPARK. Ucapan Terima Kasih Politeknik Negeri Jakarta melalui Dana PNBP, skim Hibah Penelitian Riset Grant Dosen dan Mahasiswa Tahun Anggaran 2014.
Gambar 6 Jarak danVariasi Penghalang Tag-Reader
Gambar 7 Uji Kontingensi terhadap Jumlah Kartu Terpindai Daftar Pustaka Hamid. 2010. The Development Computerized Parking System with Cost Automation and Using of RFID as User Unique Identity. National Seminar of Applied Information
Technology 2010 (SNATI 2010), pp. F72-F8, ISSN: 1907-5022 K.Srinivasa Ravi, G.H.Varun, T.Vamsi, P.Pratyusha. 2013. RFID Based Security System. International Journal of Innovative Technology and Exploring
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 25
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Engineering (IJITEE). Volume-2, Issue-5. ISSN : 2278-3075. Sugeng Mulyono, B.S. Rahayu Purwanti, Zainal NurArifin, Azwardi. 2013. The Development of Motorcycle Parking System based on RFID and Visual Basic Database. Proceeding on ASAIS, State Polytechnic of Jakarta Swetha J. 2014. RFID Based Automated Bank Locker System. International Journal of Research in Engineering and Technology (IJRET). Volume:03 Issue : 05. ISSN:23191163 | pISSN:2321-7308 Vanessa W. S. Tang, Yuan Zheng, Jiannong Cao. 2006. An Intelligent Car Park Management System Based on Wireless Sensor Networks Internet and Mobile Computing Lab. Department of Computing The Hong Kong Polytechnic University, P. R. China. Proceeding of the First International Zul Bahrum C. 2007. Microcontroller Application for Parking System. Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007, PP. 200-203 BIOGRAFI Gita Putri Karina lahir di Jakarta 24 Agustus 1993. Lulus dari SD Muhammadiyah 56 tahun 2005, SMPN 40 Jakarta Pusat tahun 2008 dan SMAN 35 Jakarta tahun 2011. Penulis melanjutkan studi di Politeknik Negeri Jakarta. Jursan Teknik Elektro, 20112014. Purwanti lahir di Ungaran, Jawa Tengah, Indonesia. Gelar sarjananya diraih dari Jurusan Matematika, Fakultas Teknik di Universitas Diponegoro Semarang, tahun 1997
. Nana Sutasna. Gelar megister Fisika Instrument dari FMIPA Universitas Indonesia tahun 2008. Ruang lingkup penelitian meliputi Fuzzy, AN, dan ANFIS sistem control. Selain itu model matematika serta instrumentasi.
26 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
PENGARUH FILTER PASIF PADA JARINGAN LISTRIK INDUSTRI DAN RUMAH TANGGA AKIBAT PEMBEBANAN AIR CONDITION (AC) INVERTER Djodi Antono, Adi Wasono, Yusnan Badruzzaman Dosen Teknik Elektro Polines Semarang,
[email protected] Abstrak Perkembangan teknologi memudahkan orang semakin simpel dalam mengoperasikan suatu alat yang disebut ’plug and play’. Akan tetapi teknologi yang dipakai akan mempunyai efek samping dibidang lainnya. Sebagai contoh adalah penggunaan beban beban non linear, terutama peralatan peralatan listrik berbasis elektronik (penggunaan sistem inverter pada AC) yang banyak terhubung pada sistem distribusi tenaga listrik tegangan rendah telah menyebabkan arus jala-jala sistem menjadi terkotori atau terdistorsi oleh efek gelombang baru yang ditimbulkan yang disebut harmonik. Tingginya tingkat kandungan arus harmonik yang terdapat pada sistem distribusi tenaga listrik dapat menimbulkan berbagai macam persoalan pada sistem tersebut, antara lain faktor daya sistem menjadi rendah, munculnya arus pada penghantar netral. Harmonik yang ditimbulkan oleh AC Inverter ini sangat mengganggu bahkan merugikan sistem bila melebihi batas standar yang ditetapkan IEEE 519-1992. Dengan menerapkan filter pasif single tuned sebagai upaya mengurangi distorsi arus dan tegangan (total harmonic distortion THDV dan THDI) pada jaringan listrik akibat pengoperasian (AC Inverter) dengan daya 2HP atau 1500 watt,pemakaian filter pasif single tunedpada AC Inverter telah berhasil mengurangi harmonik arus sebasar kurang lebih 78 %. Harmonik arus 95 % saat AC Inverter dijalankan pada suhu 31°C tanpa filter dan 17% saat AC Inverter dijalankan pada suhu 31°C dengan filter. Kata Kunci:Harmonik arus/tegangan, AC Inverter , Filter
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kualitas daya listrik disebut baik apabila memenuhi kriteria gelombang arus dan tegangan berupa sinusoidal murni dan frekuensi fundamentalnya 50 Hertz. Jika tidak, salah satu penyebab adalah adanya harmonik dalam sistem jaringan listrik yang merusak bentuk gelombang sinusoidal tegangan dan arus. Hal ini umumnya dipicu oleh beban non linear, salah satunya adalah Air Condition Inverter (AC Inverter).Harmonik yang ditimbulkan oleh AC Inverter ini sangat mengganggu bahkan merugikan sistem bila melebihi batas standar yang ditetapkan IEEE 519-1992. (Asnil, Universitas Gadjah Mada, 2009) Pada penelitian ini dipaparkan suatu metoda untuk mengurangi kandungan harmonik arus pada sistem tenaga listrik akibat penerapan AC Inverter pada jaringan listrik 1 phasa rumah tangga atau perkantoran.Konsep dasar yang dikembangkan pada metoda ini adalah pengurangan harmonik arus sistem jaringan listrik dilakukan dengan menghilangkan komponen-komponen harmonik arus (harmonik orde) yang mendominasi pada jaringan dengan cara memasangkan filter pasif yang dirangkai single tuned. 1.2 Perumusan Masalah Peralatan yang berbasis elektronik seperti inverter yang dipakai sebagai penggerak kecepatan apabila dijalankan akan menghasilkan
harmoniktegangan dan arus yang akan mengganggu jaringan tegangan rendah, sehingga kualitas tenaga listrik pada jaringan tersebut menjadi jelek, hal ini akan mengakibatkan berbagai permasalahan kelistrikan.Pada penelitian ini akan dirumuskan permasalahan yang meliputi: 1) Banyaknyaharmonik yang ditimbulkanpada jaringan tegangan rendahakan diukur dan dipelajari pengaruhnya. 2) Karakteristik harmonik yang terjadi saat AC Iverterdijalankan tanpa filter dan suhu diset 31°C sampai dengan 20°C. 3) Karakteristik harmonik yang terjadi saatAC Inverter dijalankan dengan filter dan suhu diset 31°C sampai dengan 20°C. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mempelajari timbulnya harmonik pada jaringan listrik tegangan rendahakibat penerapan Air Condition Inverter. 2. Mengukur besaran dan bentuk gelombang yang telah “mengotori” jaringan listrik tegangan rendah, dan memberikan solusi pemecahan untuk mengatasinya. 3. Merancang bangun peralatan filter untuk meredam harmonik yang timbul akibat pembebanan Air Condition Inverter pada jaringan listrik tegangan rendah.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 27
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
1.4 Manfaat Penelitian Pada penelitian ini Air Condition Inverter dipakai sebagai obyek penelitian.Karena Air Condition Inverterteknologi inverternya menggunakan komponen power elektronik maka akan menimbulkan arus harmonik yang dapat mengakibatkan terkotorinya jaringan listrik. Untuk membersihkannya diperlukan cara tertentu dengan merancang suatu filter yang dipasangkan dekat sumber penghasil harmonik tersebut. Dengan demikian jika AC Inverter telah dipasang filter maka diharapkan tidak mengakibatkan timbulnya harmonik arus maupun tegangan yang mengotori jaringan listrik sehingga jaringan listrik aman digunakan. 1.5 Prinsip Dasar Inverter Inverter merupakan suatu peralatan yang dapat digunakan untuk mengkonversikan sumber daya AC menjadi tegangan DC yang kemudian dikonversikan lagi menjadi sumber daya AC dengan frekuensi yang sesuai. Cara ini bisa dipakai karena diketahui bahwa kecepatan sinkron motor induksi berbanding lurus dengan frekuensi sumber dayanya. Sumber daya dari PLN mempunyai frekuensi yang konstan, yaitu 50 Hz. Salah satu cara yang efektif untuk menghasilkan tegangan dengan frekuensi yang bisa diatur yaitu dengan jalan membangkitkannya sendiri. Untuk itu diperlukan suatu sumber daya DC.Sumber daya ini diperoleh dari sumber daya PLN yang disearahkan dengan rectifier.Selanjutnya sumber dayaini ditapis dengan filter DC untuk mendapatkansumber daya DC yang lebih rata. Kemudian dengan melalui suatu rangkaian switch (disebut sebagai jembatan inverter) yang bisa dikendalikan sedemikian rupa, sumber daya itu bisa diubah menjadi sumber daya AC pada ujung beban. Dengan cara mengontrol waktu pensaklaran dari switch-switch tersebut dengan menggunakansinyal PWM (Pulse Width Modulation) seperti terlihatpada gambar 1.1 (Sigit Budhi Santoso, Aris Rakhmadi, Universitas Gadjah Mada, 2003).
Gambar 1.1. Prinsip Dasar Inverter
Dengan menerapkan inverter pada air condition, maka akan banyak diperoleh keuntungan secara teknis bila dibandingkan dengan cara lain. Beberapa keuntungan tersebut antara lain: mempunyai jangkauan kecepatan yang lebih lebar, 28 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
mempunyai beberapa pola untuk hubungan tegangan dan frekuensi, mempunyai fasilitas penunjukan meter, mempunyai lereng akselerasi dan deselerasi yang dapat diatur secara independen, kompak, serta sistem lebih aman Namun penggunaan komponen elektronika daya pada AC Inverter ersebut didalam sistem tenaga listrik menimbulkan masalah baru yaitu gangguan harmonik. Gangguan harmonik ini dapat dikurangi dengan menggunakan kontrol sinyal modulasi lebar pulsa(Pulse Width Modulation – PWM) atau memasang filter kapasitor. 1.6 Harmonik Pada Sistem Tenaga Listrik Harmonik merupakan suatu fenomena yang timbul akibat pengoperasian beban listrik non linier, yang pada dasarnya adalah gejala pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya (kelipatan dari frekuensi fundamental, misal: 100Hz, 150Hz, 200Hz, 300Hz, dan seterusnya)(gambar 2.1)
Gambar 1.2 Gelombang fundamental dan harmonik ke 3
1.7 Sumber-Sumber Harmonik Yang Utama 1.7.1 Penyearah Pada saat ini, penyearah adalah sumber utama harmonik. Dari sisi pengendalian, secara garis besar ada tiga jenis penyearah, yaitu : 1. Penyearah tak terkendali (dengan dioda) 2. Penyearah terkendali (dengan thyristor) 3. Penyearah PWM (dengan transistor) Semua peralatan elektronik, yang meliputi televisi, sistem AV, printer, scanner, UPS dan battery charger, komputer, monitor, oven microwave, lampu fluorescent dengan ballast elektronik, dll menggunakan penyearah jenis ini pada seksi front-end-nya. Penyearah tak terkendali tiga fasa sangat banyak dijumpai dalam sektor industri. Penyearah ini sangat lazim dijumpai pada seksi front-end pengendali putaran motor-motor asinkron tiga fasa dalam semua sektor industri . 1.7.2 Lampu Hemat Energi (LHE) Pada saat ini, berkaitan dengan semakin mahalnya biaya energi, PLN dan produsen lampu rajin mempopulerkan apa yang disebut dengan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
“lampu hemat energi” (LHE). Sebenarnya, LHE adalah lampu fluorescent yang dioperasikan pada frekuensi tinggi (~10-200kHz). Frekuensi tinggi ini didapat dari inverter kecil dalam ballast elektronik. Inverter ini disuplai dari suatu penyearah yang tidak lain adalah penyearah dari jenis pertama sebagaimana telah disinggung di atas. 1.7.3. Pengaruh yang ditimbulkan oleh Harmonik a, Saluran transmisi Harmonik arus pada konduktor akan menyebabkan bertambahnya rugi-rugi saluran sebagai akibat adanya pemanasan tambahan. b. Transformator Efek harmonik pada transformator adalah harmonik arus menyebabkan meningkatnya rugi-rugi tembaga. Selain itu harmonik juga dapat menyebabkan pemanasan lebih pada isolasi, dan akan mempersingkat umur penggunaan isolasi. c. Mesin-Mesin Berputar (Rotating Machines) Harmonikakan menimbulkan panas tambahan sehingga menambah rugi-rugi tembaga dan besi, yang berpengaruh pada efisiensi mesin. d. Bank Kapasitor (Capasitor Banks) Distorsi tegangan akan menyebabkan rugi daya tambahan pada kapasitor. Pada frekuensi yang lebih tinggi, besar reaktansi dari kapasitor akan menurun sehingga harmonik arusyang mengalir ke kapasitor juga semakin besar. e. Peralatan konsumen Peralatan elektronik pada konsumen juga dapat terpengaruh oleh harmonik. f. Televisi: harmonikakan mempengaruhi nilai puncak tegangan yang dapat berdampak perubahan pada ukuran gambar TV dan kecerahan TV. g. Komputer: dapat mengganggu sistem pemrosesan data karena tegangan supply terdistorsi. h. Terjadi kesalahan pada pembacaan di alat pengkukuran, contohnya adalah KWH meter.
dari bentuk gelombang periodik yang terdiri dari harmonik gelombang sinus murni.Untuk gelombang sinus murni pada frekuensi dasar, THD adalah nol. Kerusakan individu harmonik untuk tegangan dan arus ordo h-th didefinisikan sebagai Vh/V1dan Ih/I1. 1.9 Cara Kerja Air Condition Kompresor yang ada pada sistem pendingin dipergunakan sebagai alat untuk memampatkanfluida kerja (refrigent), jadi refrigent yang masuk ke dalam kompresor dialirkan ke condenser yang kemudian dimampatkan di kondenser.Di bagian kondenser ini refrigent yang dimampatkan akan berubah fase dari refrigent fase uapmenjadi refrigent fase cair, maka refrigent mengeluarkan kalor yaitu kalor penguapan yangterkandung di dalam refrigent. Adapun besarnya kalor yang dilepaskan oleh kondenser adalah jumlahan dari energi kompresor yang diperlukan dan energi kalor yang diambil evaparator darisubstansi yang akan didinginkan.Pada kondensor tekanan refrigent yang berada dalam pipa-pipa kondenser relatif jauh lebihtinggi dibandingkan dengan tekanan refrigent yang berada pada pipi-pipa evaporator.Setelah refrigent lewat kondenser dan melepaskan kalor penguapan dari fase uap ke fase cair maka refrigent dilewatkan melalui katup ekspansi, pada katup ekspansi ini refrigent tekanannyaditurunkan sehingga refrigent berubah kondisi dari fase cair ke fase uap yang kemudiandialirkan ke evaporator, di dalam evaporator ini refrigent akan berubah keadaannya dari fase cair ke fase uap, perubahan fase ini disebabkan karena tekanan refrigent dibuat sedemikianrupa sehingga refrigent setelah melewati katup ekspansi dan melalui evaporator tekanannya menjadi sangat turun.
1.8 Indeks Harmonik Definisi indikasi harmonik yang umum digunakan. 1.8.1Total Harmonic Distortion (Distortion Factor) Definisi yang umum digunakan adalah indeks harmonik THDV = √[Σ∞h=2 (Vh)2 / Vh]
(1)
THDI = √[Σ∞h=2 (Ih)2 / Ih]
(2)
Indeks harmonik didefinisikan sebagai rasio dari harga rms komponen harmonik ke harga rms komponen dasar dan biasanya dinyatakan dalam persen.Indeks ini digunakan untuk mengukur deviasi
Gambar 1.3 Instalasi Air Condition
1.10 Air Condition Inverter Air conditioner adalah salah satu peralatan rumah tangga yang paling banyak memakan listrik. Maka jika akan memasang air conditioner di rumah, sudah sewajarnya memilih AC hemat listrik. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 29
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Disinilah peran teknologi inverter dimanfaatkan. Untuk menjelaskannya, mari kita gunakan setting suhu sebagai contoh. Jika di siang hari yang panas Anda memilih suhu 25° C pada AC tanpa inverter, air conditioner otomatis akan mati sendiri ketika suhu ruangan sudah dibawah 25° C, dan akan hidup lagi pada saat suhu naik diatas 25° C. Hal ini akan terus berulang dan akan menyebabkan banyak energi listrik yang terbuang sia-sia. Selain itu gangguan oleh adanya suara air conditioner yang hidup dan mati berulangulang dapat dihindari.Pada AC inverter, dimungkinkan untuk menjaga ruangan pada suhu tertentu tanpa air conditioner harus hidup dan mati berulang-ulang. Pada air conditioner, teknologi inverter terintegrasi di dalam unit outdoor.Compressor AC didalam unit outdoor mengubah tingkat kompresi refrigerant, maka dalam proses tersebut dimungkinkanlah pengaturan suhu. Pada kenyataanya, pengaturan ini diperoleh dari pengubahan kecepatan motor didalam compressor AC. Karena kecepatan motor dapat dikontrol dengan halus pada berbagai tingkat, invertercontrol memungkinkan air conditioner tidak hanya hemat listrik, namun juga mampu melakukan pengaturan suhu yang lebih baik. Fungsi kunci dari inverter ini terletak pada komponen yang disebut microcontroller.
Gambar 1.4 Perbandingan keuntungan AC inverter dengan non inverter
1.11 Filter Pasif Filter ini dapat kelompok
menjadi
2
1.11.1 Filter seri Digolongkan sebagai jenis resonansi paralel dan penghalang dengan impedansi tinggi pada frekwensi yang ditala. Gambar filter seri adalah sebagai berikut: (Dr. Gary W. Chang Dr. Paulo F. Ribeiro and S. J. Ranade, 1999)
Beberapa keuntungan padaAC inverter: Waktu yang lebih cepat untuk mencapai suhu ruangan yang kita inginkan. "Tarikan" pertama pada listrik 1/3 lebih rendah dibandingkan AC yang tidak menggunakan teknologiinverter. Lebih hemat energi dan uang karena teknologi ini menggunakan sumber daya yang 30% lebih kecil dibandingkan AC biasa. Beberapa merk air conditioner bahkan mengklaim dapat menghemat listrik hingga 60% dibanding AC tanpa inverter. Dapat menghindari beban yang berlebihan pada saat AC dijalankan. Fluktuasi temperatur hampir tidak terjadi (lihat gambar).
digolongkan
Gambar 1.5Filter seri dan karakteristik
1.11.2Filter parallel Digolongkan sebagai jenis resonansi seri dan penjebak dengan impedansi tinggi pada frekwensi yang ditala. Gambar filter parallel adalah sebagai berikut: (Dr. Gary W. ChangDr. Paulo F. Ribeiroand S. J. Ranade, 1999).
Gambar 1.6 Filter paralel
=
(3)
Q=
=
=
(4)
BW
(5)
2. METODE PENELITIAN 2.1. Sumber Daya Institusi Pengembangan penelitian berbasis dengan sumber dayaLaboratorium Mesin-mesin Listrik dan Laboratorium Kendali Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang. Sumber daya yang dimiliki institusi yang berupa peralatan dan dataakan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendukung penelitian ini. 30 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.2
Passive Filter Single Tuned Filter pasif merupakan metode penyelesaian yang efektif dan ekonomis untuk masalah harmonik. Tipe filter pasif yang paling umum adalah filtersingle tuned. Filter ini sebagian besar dirancang untuk mengalihkan harmonik arusyang tidak diinginkan dalam sistem tenaga. Parameter utama yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan R, L, C pada saat perencanaan filter pasif adalah quality factor (Q), nilai ini akan menentukan ketajaman penalaan. Dalam hal ini filter dapat berupa tipe Q tinggi untuk ketajaman penalaannya pada ordo harmonik frekuensi rendah biasanya berharga antara 30 sampai dengan 60. Sedangkan tipe Q rendah biasanya pada daerah 0.5 sampai dengan 5 mempunyai impedansi rendah dengan batasan frekuensi yang luas.( Jeong-Chay Jeon, 2004) Filter single tune termasuk filter seri contoh dari filter single tuned yang umum digunakan pada tegangan rendah (380 V) seperti gambar 2.5. Passive filtersingle tuned digunakan untuk mengurangi penyimpangan tegangan pada sistem tenaga dan juga sebagai koreksi faktor daya. Nilainilai resistan, induktan dan kapasitan ditentukan oleh parameter sebagai berikut : • Daya reaktif pada tegangan nominal (var) • Frekuensi penalaan (Hz) • Faktor kualitas Perencanaan filter antara lain :
XC = XL =2 fL (9)
L=
d. Faktor kualitas (Q) filter didefinisikan sebagai perbandingan antara induktansi (atau kapasitansi) pada saat resonansi dengan besaran resonansi (10)
Q= X0 =
dengan resonansi
L=
=
(11)
XL = XC = X0 pada keadaan
2.3. Peralatan yang dipergunakan 1. Air Condition Inverter 2 HP1 buah 2. Voltmeter 1 buah 3. Ampere meter 1 buah 4. Power quality meter 1 buah 5. Komputer/Laptop 1 buah 6. Kabel penghubung secukupnya 7. Unit Filter 1 buah 2.4. Rangkaian Percobaan
a. Menentukan nilai kapasitansi kapasitor sesuai kebutuhan kompensasi faktor daya Qc= P (tan φawal - tan φakhir)
(6)
b. Menentukan nilai kapasitor XC=
(7) =
C=
Gambar 2.1 Rangkaian percobaan tanpa filter
(8)
dengan : QC = besarnya kompensasi daya reaktif yang diperlukan V = tegangan sistem yang digunakan (380V) f = frekuensi fundamental (50Hz) c.Menentukan nilai induktor Nilai induktor dicari berdasarkan prinsip resonansi
Gambar 2.2 Rangkaian percobaan dengan filter
2.5. Diagram Alir Penelitian dimulai dengan menyiapkan keseluruhan peralatan dan bahan penelitian (2.3).
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 31
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dan merangkainya seperti gambar 2.1 dan 2.2. kemudian penelitian dengan gambar 2.1 dilakukan untuk mendapatkan data harmonik arus saat AC inverter dijalankan dengan beban ringan (seting suhu tinggi) dan dilanjutkan dengan beban dinaikkan (seting suhu diturunkan). Selanjutnya dihitung dan diamati harmonik arusnya dan dibuatkan rancangan filternya. Dengan menggunakan filter tersambung pada rangkaian percobaan gambar 2.2 dilakukan pengukuran harmonik arus. Jika hasilnya terjadi penurunan harmonik arus yang signifikan maka percobaan selesai, tetapi jika tidak rancangan filternya diganti.
induktor karena diperlukan induktor dengan harga relatif besar dan kemampuan arusnyapun relatif besar, induktor seperti ini tidak ada dipasaran sehingga perlu dibuatkan sendiri dan diberi bahan inti ferit 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Penelitian watak harmonik sebelum dipasang filter 3.1.1Pengukuran Harmonik Tegangan AC Inverter Tanpa Filter Untuk mengetahui kandungan harmonik arus maupun tegangan AC Inverter, maka perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan peralatan power analyzer Kyoritsu KEW 6310. Gambar 3.1memperlihatkan hasil pengukuran harmonik tegangan sampai dengan harmonik ke-30. Terlihat bahwa harmonik tegangan 2,8 % tidak melebihi dari batas yang ditentukan standart IEEE. Hal ini dapat dijelaskan bahwa inverter pada AC tidak mengganggu bentuk gelombang tegangan.
Gambar 3.1 Spektrum Harmonik Tegangan AC inverter 2 Hp
Gambar 2.3 Diagram flowchart penelitian
2.6. Kesulitan-Kesulitan Kesulitan yang ditemui selama melakukan penelitian adalah pada saat pembuatan filter, yaitu mencari nilai komponen yang sesuai dengan hasil rancangan. Terutama untuk komponen resistor yang membutuhkan kemampuan daya yang besar dengan nilai kecil, komponen dengan spesifikasi yang seperti ini tidak ditemukan di pasaran. Untuk mengatasi hal ini, dibuat dengan cara memparalel dan menseri resistor yang ada. Nilai resistan yang dibuat diusahakan sebisa mungkin mendekati nilai rancangan. Demikian pula dalam pembuatan
32 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
3.1.2 Pengukuran Harmonik Arus AC Inverter Tanpa Filter Pada gambar 3.2 memperlihatkan spektrum harmonik arus yang terjadi saat AC Inverter dijalankan dengan seting suhu adalah 31 °C.Inverterakan bekerja menjalankan motor AC Inverter dan seperti yang terlihat pada gambar 5.2 spektrum harmonik arus AC Inverter 2 HP dengan THDI=95.4 %. Harmonik arus yang dominan terjadi pada harmonik orde 3, 5, 7, 9. Bentuk gelombang tegangan masih dalam keadaan baik / sinusoidal (tidak cacat) tetapi bentuk gelombang arus sangat tidak beraturan/tidak sinusoidal (cacat) seperti yang terlihat pada gambar 5.3 Gelombang tegangan dan arus AC inverter 2 Hp seting suhu 31° celcius. Dari keadaan fisik, motor kompresor AC akan bekerja dengan putaran lebih lambat (Inverter bekerja mengubah frekwensinya menjadi lebih kecil dari 50 hz).
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dirancang dan dibuat filtersingletune kebutuhan untuk AC Inverter 2 HP.
Gambar 3.2 Spektrum Harmonik Arus AC inverter 2 Hp seting suhu 31° celcius
sesuai
3.2 Pengukuran Harmonik Arus AC Inverter Dengan Filter Gambar 3.5 memperlihatkan hasil pengukuran harmonik tegangan sampai dengan harmonik ke-30. Terlihat bahwa harmonik tegangan 2,8 % tidak melebihi dari batas yang ditentukan standart IEEE. Hal ini dapat dijelaskan bahwa harmonik tegangan pada AC inverter tidak mengganggu bentuk gelombang tegangan.
Gambar 3.3 Gelombang tegangan dan arus AC inverter 2 Hp seting suhu 31° celcius
Pada gambar 3.4 memperlihatkan spektrum harmonik arus yang terjadi saat AC Inverterdijalankan dengan seting suhu adalah 20°C.Inverter akan bekerja menjalankan motor AC Inverter dan seperti yang terlihat pada gambar 5.10 spektrum harmonik arus AC Inverter 2 HP dengan THDI=23,5%. Harmonik arus yang merata (rendah). Dari keadaan fisik, motor kompresor AC akan bekerja dengan putaran cepat dari seting suhu 25°C. Pada keadaan ini Inverter dapat dikatakan tidak bekerja (inverter kerja ringan) dengan harmonik arus yang timbul semakin sedikit.
Gambar 3.4 Harmonik Arus AC inverter 2 Hp seting suhu 20° celcius
Gambar 3.5 Spektrum Harmonik Tegangan AC inverter 2 Hp dengan filter
Pada gambar 3.6 memperlihatkan hasil pengukuran harmonik arus AC Inverter 2 HP dengan filter telah terpasang pada jaringan listrik dan menghasilkan THDI = 15,8%. AC Inverterdijalankan dengan seting suhu 31°C, dengan demikian setelah pemasangan filter terjadi penurunan harmonik arus 80% yaitu dari THDI =95,5% menjadi THDI = 15,8%. Bentuk gelombang tegangan masih utuh berbentuk sinusoidal, sedangkan bentuk gelombang arus sudah terbaiki terlihat bentuk sinusoidalnya meski belum sempurna, hal ini seperti terlihat pada gambar 3.7.
Untuk menghilangkan harmonik arus yang timbul saat unit inverter AC Inverter 2 HP bekarja pada suhu diseting 31°C sampai dengan 20°C
Gambar 3.6 Harmonik Arus AC inverter 2 Hp dengan Filter seting suhu 31° celcius
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 33
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 3.7 Gelombang tegangan dan arus AC inverter 2 Hp dengan Filter seting suhu 31° celcius
Pada gambar 3.8 memperlihatkan hasil pengukuran harmonik arus AC Inverter 2 HP dengan filter telah terpasang pada jaringan listrik dan menghasilkan THDI = 16,2%. AC Inverter dijalankan dengan seting suhu 20°C, dengan demikian setelah pemasangan filter terjadi penurunan harmonik arus 79,3% yaitu dari THDI =95,5% menjadi THDI = 17,6%.
Gambar 3.10 Karakteristik Suhu versus Harmonik arus AC Inverter 2 HP dengan filter
Gambar 3.11 Karakteristik Suhu versus Harmonik arus AC Inverter 2 HP tanpa / dengan filter
Gambar 3.8Harmonik Arus AC Inverter 2 HP denganfilter seting suhu 20° Celcius
Gambar 3.9 dan gambar 5.10 memperlihatkan karakteristik suhu versus harmonik arus AC Inverter 2 HP tanpa filter dan dengan filter. Terlihat bahwa jika AC Inverter dijalankan dengan seting suhu hangat yaitu pada suhu 31, 30, 29, 28, dan 27 unit inverter AC Inverter akan bekerja dan menghasilkan harmonik arus THDIyang cukup besar ( 95% sampai dengan 24%). Setelah dipasang filter single tune, pada gambar 3.10 karakteristik suhu versus Harmonik arus AC Inverter 2 HP, Terlihat bahwaharmonik arus THDI jauh turun pada kisaran 17% Sedangkan pada gambar 3.11 Karakteritik suhu versus harmonik tegangan terlihat samabesaran harmonik tegangan THDV baik AC Inverter 2 HP dipasang filter single tune maupun tidak dipasang filter single tune 4. KESIMPULAN
Gambar 3.9 Karakteristik Suhu versus Harmonik arusAC Inverter 2 HP tanpa filter
34 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
1. Harmonik arus yang dihasilkan AC Inverter untuk menggerakkan motor induksi masih relative tinggi (pada penelitian ini THDI 95%), sedangkan harmonik tegangan relative rendah (pada penelitian ini THDV 2%). 2. Pada keadaan AC Inverter tanpafilter single tuned dan saat inverter aktif harmonik arus dominan akan muncul pada orde 3, 5, 7, 9 (orde ganjil selain 1 dengan frekuensi dibawah 1500 hertz).
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3. Pada keadaan AC Inverter dengan filter single tuned dan berbeban motor kompresor, harmonik arus turun menjadi THDI 17%. Sedangkan harmonik tegangan pada semua kondisi penelitian relatif tetap kurang lebih 2 %. 4. Semakin seting suhu diturunkan, maka harmonik arus semakin menurun. 5Passive filter single tunedmampu mereduksi harmonik arus sebesar THDI 78% pada keadaan AC Inverteraktif unitinverternya. DAFTAR PUSTAKA
Gambar Lampiran 1 Spektrum Harmonik Arus AC inverter 2 Hp tanpafilterseting suhu 31° celcius
[1]Asnil, aplikasifilter pasif untuk mereduksi harmonik pada inverter, Tesis, Alumni Program Studi Teknik Elektro Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, 2009. [2]Djodi Antono, “ Pengaruh Filter Pasif Single Tune Pada Jaringan Listrik Tegangan Rendah Akibat Pembebanan Penggerak yang Dapat Diatur Kecepatannya”,Tesis, Alumni Program Studi Teknik Elektro Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, 2011.9 [3]Gary W Dr. Chang Dr. Paulo F. Ribeiro and S. J. Ranade, “Harmonic Theory “, IEEE, 199 [4]Sigit Budhi Santoso, Aris Rakhmadi, Pengendalian Kecepatan Motor Induksi Melalui InverterAltivar 18 Berdasarkan Kendali Fuzi Berbasis PLC, Alumni Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2003. [5]Usman Saleh Baafai, “ Sistem Tenaga Listrik : Polusi Dan Pengaruh Medan Elektromaknetik Terhadap Kesehatan Masayrakat”, PIDATO Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, 2000 Lampiran Printscreen Harmonik Arus AC Inverter 2 Hp Tanpa Filter Semua pengukuran harmonik arus menggunakan clamp sensing arus jenis Rogowski dengan dikalungkan dua putaran sehingga arus yang tertera pada gambar berikut adalah dibagi 2, contoh gambar berikut ini arus terbaca 3,3 A arus sesungguhnya adalah 1,65 A.
Gambar Lampiran 2Harmonik Arus AC inverter 2 Hp dengan filter seting suhu 31° celcius
Gambar Lampiran 3Filter single tune AC Inverter
Gambar lampiran 4AC Inverter 2 HP
Gambar Lampiran 5 Implementasi Instalasi Rangkaian Pengukuran Harmonik tegangan dan arus AC Inverter
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 35
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
36 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pengenalan Tutur Vokal Bahasa Indonesia Menggunakan Metode DWT dan DTW A.Asni B.1, Risanuri Hidayat 2, Noor Akhmad Setiawan 3 Mahasiswa S2 Teknik Elektro dan Teknik Informasi, Universitas Gadjah Mada1
[email protected] Teknik Elektro dan Teknik Informasi,Fakultas Teknik , Universitas Gadjah Mada2 Teknik Elektro dan Teknik Informasi,Fakultas Teknik , Universitas Gadjah Mada3 Abstract Bunyi tutur vokal bahasa indonesia masih sulit dibedakan oleh sistem pengenalan tutur. Sifat non-stasioner, perbedaan kecepatan, dan noise merupakan faktor yang mempengaruhi hasil pengenalan tutur. Penelitian ini bertujuan mengukur kesamaan dan perbedaan antar isyarat-isyarat tutur vokal Bahasa Indonesia dengan melakukan ekstraksi ciri berbasis DWT. Dekomposisi WPT full binary level 3 dan 5 diterapkan untuk ekstraksi ciri. Algoritma DTW diterapkan untuk validasi dengan cara mengukur kesamaan dua isyarat tutur . Hasil yang dicapai menunjukkan tingkat akurasi pengenalan yang tinggi hingga 100 % . Selisih pengukuran terbaik dari dekomposisi WPT full binary level 3 sebesar 72 % sedangkan dekomposisi level 5 hanya 12 % . Kata Kunci: Dynamic Time Warping ,DTW, Discrete Wavelet Transform, DWT
I. PENDAHULUAN Identifikasi satu kata atau satu huruf vokal yang dituturkan menjadi masalah tersendiri bagi sistem pengenalan tutur. Contoh isyarat tutur yang sama dari satu sumber penutur dan diulang diwaktu berbeda sehingga memiliki kecepatan dan waktu pencuplikan yang berbeda akan menjadi masalah pada suatu sistem identifikasi tutur, berbeda dengan otak manusia yang dengan cerdas mampu mengidentifikasi hal tersebut dengan mudah. Metode Dynamic Time Warping (DTW) merupakan salah satu metode untuk mengatasi perbedaan kecepatan yang pertama kali diusulkan oleh Saoke dan Chiba [1]. Faktor lain yang mempengaruhi sistem pengenalan isyarat tutur diantaranya, sifat isyarat tutur yang tidak stasioner dan noise yang tidak bisa lepas dari lingkungan isyarat tutur.Berbagai Algoritme ekstraksi ciri dan pengenalan pola telah dikembangkan untuk memperoleh hasil yang optimal yang diukur berdasarkan tingkat akurasi pengenalan hingga efisiensi dari segi komputasi[1-9]. Sistem pengenalan tutur yang handal adalah sistem yang mampu mengatasi sifat non-stasioner dari isyarat tutur dan bisa menyaring kebisingan yang ikut dalam isyarat tutur serta mampu mengatasi perbedaan kecepatan isyarat tutur. Metode DTW sudah banyak diteliti dan diterapkan dalam pengenalan isyarat tutur diantaranya, untuk pengenalan kata terisolasi angka digit menggunakan bahasa Inggris, dengan menerapkan ekstraksi ciri Mel Frequency Cepstral Coefficient (MFCC)[2-4]. [2],[3],[4]Penelitian tentang perbandingkan metode DTW dan Hidden Markov Models (HMM) dengan
ekstraksi Mel Frequency Cepstrum Coefficient (MFCC) menyimpulkan bahwa metode HMM lebih unggul dalam penerapan isyarat tidak starsioner dibandingkan metode DTW[5].Untuk menyamai tingkat akurasi pengenalan pola HMM , filter median ditambahkan pada metode DTW[6]. Selanjutnya pengembangan metode DTW untuk peningkatan akurasi pengenalan, dengan penerapan algoritme Shape Averaging (SA) pada DTW dilakukan oleh peneliti[7]. Kemudian berdasarkan review peneliti lainya disimpulkan bahwa metode DTW memiliki keunggulan dalam mengatasi distorsi akibat pergeseran waktu dan tidak memerlukan komputasi yang kompleks[8]. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas akurasi pengenalan di fokuskan pada pengembangan algoritme DTW, sebagian besar menerapkan metode ekstraksi ciri MFCC, peneliti yang lain menerapkan algoritme tambahan untuk menyaring isyarat. Penelitian metode ekstraksi ciri menggunakan DWT dengan menghitung nilai entropy minimum dari hasil lokalisasi adaptiffrekuensi untuk mencari basic terbaik hasil dekomposisi DWT telah dilakukan peneliti [9]. Peneliti yang lain menggunakan metode DWT untuk mengatasi isyarat yang mengandung derau dengan melakukan dekomposisi hingga level 5. Prosedur pada ekstraksi ciri yang sebelumnya menggunakan Mel Scale filter-bank digantikan hasil dari paket wavelet [10]. Peneliti yang lain menerapkan ekstraksi ciri yang menggunakan energi dari frekuensi sub-band hasil dekomposisi Wavelet Transform (WT) dan diterapkan bersama metode pengenalan pola GMM[11].
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 37
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Hasil peneliti terdahulu dari uraian di atas belum ada yang penerapan metode DWT bersama DTW tradisional pada vokal Bahasa Indonesia. Penelitian ini telah mengupayakan sebuah ekstraksi ciri menggunakan metode DWT yang dapat mengoptimalkan hasil pengenalan DTW tradisional. Tiga metode ekstraksi ciri dibandingkan yaitu; metode pertama menggunakan metode dyadic DWT level 8 yang terdiri dari 9 ciri, metode kedua menggunakan full binary DWT level 3 yang terdiri dari 8 ciri dan metode ketiga menggunakan full binary DWT level 5 yang terdiri dari 32 ciri. Pengukuran DTW dilakukan untuk menentukan metode DWT yang optimal. Metode kedua dan ketiga adalah metode yang diusulkan untuk dibandingkan dengan metode ekstraksi ciri pertama dari peneliti [9].
II. DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT) Wavelet adalah gelombang dengan durasi terbatas yang memiliki nilai rata-rata nol. Tidak seperti isyarat sinusoida yang secara teoritis memiliki panjang dari minus ke plus tak terhingga, wavelet memiliki awal dan akhir. Era tahun 80-an wavelet muncul sebagai revolusi frekuensi-waktu dalam pemrosesan sinyal. Pada tahun 1989 Mallat mengusulkan algoritme Fast Discrete Wavelet Transform (DWT) untuk menguraikan isyarat menggunakan satu set dekomposisi Quadrature Mirror Filter (QMF), yang memiliki sifat khusus wavelet untuk setiap band-pass dan low-pass. Sejak periode ini wavelet telah diterapkan dalam berbagai bidang termasuk dinamika fluida, teknik, geofisika keuangan, studi nada musik, audio, pemampatan gambar dan de-noising .Dalam analisis wavelet diskrit ,informasi yang tersimpan dalam koefisien wavelet tidak diulang, memungkinkan regenerasi lengkap dari sinyal asli tanpa redundansi atau pengulangan informasi yang sama[10-11]. DWT diaplikasikan dalam data diskrit untuk menghasilkan keluaran diskrit yang mentransformasikan isyarat dari domain waktu (domain asli dari isyarat tutur) ke domain wavelet. Proses dekomposisi dan rekonstruksi menggunakan Fast DWT merupakan proses konvolusi antara isyarat dan koefisien filter, hasil konvolusi kemudian diseleksi menggunakan faktor 2 untuk proses downsamping dan upsampling. Persamaan proses dekomposisi :
a
( j 1) k
h
n
n2 k
a
( j) n
(a
( j)
h )(2k ) (0)
(1)
38 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
g
d k( j 1)
n
n2 k
a n( j ) (a ( j ) g (1) )(2k )
(2)
Persamaan proses rekonstruksi:
a k( j )
h
n
k 2n
a k( j ) (a ( j 1)
a n( j 1) g k 2 n d n( j 1) k
(3)
h)(k ) (d ( j 1) g )(k )
Dengan: a a k( j 1) p 0
( j 1)
if
k 2p
if
k 2 p 1
if if
k 2p k 2 p 1
(4)
dan d ( j 1) d k( j 1) p 0
( j 1)
a ( j 1)
dan d adalah koefisien aproksimasi dan detail pada level j+1 yang nilainya ( j 1)
( j )
dan d k
berasal dari a k
yang melalui operasi
dyadupsampling seperti pada persamaan 2-6 ,yaitu menambahkan nilai nol diatara 2 titik interval, jika interval ganjil akan diisi dengan nol, kemudian hasilnya akan dikonvolusikan dengan koefisien filter h (LPF) dan g ( HPF) Isyarat sebelumnya dinormalisasi menggunakan dc removal, dan isyarat diam dibuang sebelum proses dekomposisi. Aplikasi fungsi “wpdec” yang ada pada Matlab wavelet toolbox digunakan untuk dekomposisi isyarat tutur. Tiga cara berbeda untuk memperoleh vektor ciri diterapkan untuk mencari karakteristik isyarat tutur vokal. Jenis wavelet Daubechies (db-N ,orde (N=2 dan N=10) akan diterapkan dalam memperoleh vektor ciri. Metode pertama menggunakan metode dyadic DWT level 8 yang terdiri dari 9 ciri, metode kedua menggunakan full binary DWT level 3 yang terdiri dari 8 ciri dan metode ketiga menggunakan full binary DWT level 5 yang terdiri dari 32 ciri. Proses pembentukan vektor ciri dengan menghitung energi masing-masing frekuensi sub-band hasil rekonstruksi [9]:
Ei
N
X (k ) i
k 1
2
(5)
Secara umum proses pengenalan isyarat tutur dilakukan seperti pada Gambar 1. . Total energi dihitung dengan persamaan
Eto t
I
E i 1
i
2
(6)
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
N adalah panjang isyarat, l adalah jumlah sub-band frekuensi ., karakteristik vektor ciri diperoleh dengan membagi setiap total energi subband dengan total energi yang ada pada level j dengan persamaan (7)
V energi
Ei E tot
(7)
Gambar 2. Gambar Dekomposisi Dyadic DWT lev-3
III. DYNAMIC TIME WARPING (DTW) Dynamic Time Warping adalah algoritme berbasis kesamaan ukuran yang memberikan hasil pengukuran jarak antara dua isyarat. Asumsikan dua isyarat tutur, didefinisikan mengatakan x (ti) dan x (tj), masing-masing dengan basis waktu sendiri, ti dan tj. Juga menganggap bahwa awal dan akhir dari isyarat suara yang dikenal, masing-masing dinotasikan sebagai (tis,tif) dan (tjs, tjf). Jika kedua isyarat adalah sampel pada tingkat yang sama, maka sample t kedua isyarat mulai i = j = 1. Pemetaan fungsi, i = j. (i / j), adalah menuju linear. Isyarat tutur bersifat tidak linear, sehingga fungsi non-linear time warping harus dihitung, dengan beberapa asumsi. Misal fungsi, w (k), didefinisikan sebagai urutan titik: c (1), c (2), ... .., c (k), dimana c (k) = (i (k), j (k) ) adalah pencocokan dari titik i (k) pada basis waktu pertama dan titik j (k) pada basis waktu kedua. Proses warping, w (k), hanya boleh dengan batasan yang diberikan, dengan pengaturan yang disebut: Gambar 1 . Proses Pengenalan Isyarat
1.
2.
Monotonic; i(k-1) ≤ i(k) dan j(k-1) ≤ j(k) , yaitu langkah jalur tidak akan kembali ke waktu (indeks) ,sehingga tidak ada pengulangan jalur pada ciri isyarat yang sama. Continuity; i(k)-i(k-1) ≤ 1 dan j(k)-j(k-1) ≤ 1, yaitu fungsi warping tidak akan melompoti waktu (indeks), hal ini menjamin jalur tidak akan mengabaikan ciri isyarat yang penting.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 39
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
1 jika dwt(x, x) d(x, y) dwt( x, x) = 0 jika dwt(x, x) d(x, y)
(9)
IV. IMPLEMENTASI METODE YANG DIUSULKAN Bahan penelitian berupa rekaman tutur yang diperoleh dari satu sumber penutur yang menuturkan huruf vokal; “a” ,”e”,”i”,”o”,”u”, masing-masing diulang sebanyak 3 kali, yang di simpan dalam format “wav”. Sehingga diperoleh 15 isyarat tutur. Proses ekstraksi ciri sesuai langkah pada Bagian II yang menguraikan metode ekstraksi ciri sehingga diperoleh 15 vektor ciri pada masingmasing metode. Dari 15 vektor ciri dibuat berpasangan hingga diperoleh 225 kemungkinan pasang data yang diukur dengan menerapkan metode DTW yang dijelaskan pada Bagian III sehingga menghasilkan 225 hasil pengukuran DTW, diataranya ada 9 yang merupakan pasangan target untuk masing-masing isyarat vokal . Jarak DTW hasil pengukuran dirangkum dalam lembar kerja menggunakan microsoft excel. Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil pengukuran dari masing-masing metode ekstraksi ciri untuk kemudian dianalisis guna memperoleh metode yang lebih baik untuk di terapkan lebih lanjut.
Gambar 2. Proses Dynamic Time Warping 3.
Kedua batasan pertama dan kedua dituliskan pada persamaan (8)
(i (k ), j (k 1), c (k 1) = (i (k ) 1, j ( k ) 1), or (i ( k ) 1, j ( k ). 4.
V. HASIL SIMULASI DAN DISKUSI
( 8)
Boundary; i(1)=1, j(1)=1, dan i(K)= I , j(K)=J, yaitu langkah penjajaran (warping), dimulai dari titik (1,1) dan berakhir pada titik (I,J), jika dalam matriks maka berawal dari posisis kiri atas dan berakhir pada posisi kanan bawah..
Contoh hasil vektor ciri dari metode pertama (dekomposisi dyadic DWT level 8) pada Gambar 4. Metode kedua (dekomposisi full binary DWT level 3) dan Metode ketiga (dekomposisi full binary DWT level 3), pada Gambar 5 dan 6. Hasil pengujian metode yang diusulkan dari 225 pasangan pengukuran menggunakan 15 isyarat tutur vokal dari sumber penutur yang sama, sebagai berikut: 1.
Nilai
persentase
pengenalan
100
Metode DTW digunakan untuk menentukan kesamaan atau perbedaan antara dua isyarat tutur yang dibandingkan tanpa proses pelatihan terlebih dahulu dengan menggunakan diskriminasi jarak. Keluaran algoritme DTW ada dua yaitu, nilai jarak DTW dan isyarat yang dinormalisasi dengan DTW. Dalam penelitian ini yang dingunakan adalah nilai jarak DTW saja. Data diperoleh dari pengukuran DTW berdasarkan hasil pengukuran jarak terkecil yang digunakan dalam pengenalan pola menggunakan persamaan logika (10) untuk mengambil keputusan : Gambar 3. Hasil Vektor Isyarat Vokal “a” dengan Metode I
40 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
%
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
menggunakan vektor ciri orde 2 dan orde 10 mother wavelet Daubechies
Perbandingan hasil pengukuran dari masingmasing metode disajikan pada Tabe 1. Nilai yang di cetak tebal menandakan hasil pengukuran yang terbaik diantara ketiga metode yang diujikan.Tiap metode terdapat 25 hasil pengukuran DTW. Metode kesatu memberikan 4 dari 25 hasil terbaik (16%), metode kedua memberikan 18 dari 25 hasil terbaik (72%), sementara metode ketiga hanya memberikan 3 dari 25 hasil pengukuran terbaik (12%). Table 1. Tabel Perbandingan Metode Ekstraksi Ciri Isyarat Tutur Vokal bedasarkan hasil pengukuran DTW
Gambar 4. Hasil Vektor Isyarat Vokal “a” dengan Metode II
Gambar 5. Hasil Vektor Ciri Isyarat vokal “a” dengan Metode III
2.
Nilai persentase pengenalan 100 % diperoleh dari metode satu (dyadic DWT level 8), metode dua (full binary DWT level 3), dan metode tiga (full binary DWT level 5)
Vektor ciri dari metode I, II dan III diuji dengan menggunakan pengukuran DTW. Hasil yang diperoleh dari pengujian mencapai tingkat akurasi 100 % untuk masing-masing metode. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk membandingkan ketiga metode dengan menganalisis jarak yang terbaik dalam pengukuran menggunakan vektor ciri masing-masing. dibandingkan jarak hasil pengukukuran DTW untuk melihat . Karakteristik Vektor ciri masing-masing metode dapat dilihat pada Gambar 3, gambar 4, Gambar 5. Vektor ciri dikatakan baik jika dibandingkan dengan vektor ciri dari kelas yang sama maka akan menghasilkan pengukuran yang paling kecil sebaliknya jika dibandingkan dengan vektor ciri yang berasal dari kelas yang berbeda maka jarak pengukuran menjadi lebih besar.
VI. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan metode DWT dan DTW dapat diterapkan dalam pengenalan isyarat tutur vokal Bahasa Indonesia, sebuah metode ekstraksi ciri yang lebih efektif dengan 8 vektor ciri dan pengenalan pola DTW tradisional dapat digunakan sehingga waktu komputasi dapat dihemat. Analisis pengenalan masih bersifat hitungan manual, dan dapat dikembangkan untuk dibuat otomatis oleh peneliti berikutnya sehingga dapat diujikan untuk jumlah data yang lebih besar.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 41
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
REFERENSI [1]
H. Sakoe and S. Chiba, “Dynamic Programming Algorithm Optimization for Spoken Word Recognition,” IEEE Trans. Acoust., vol. ASSP26, no. 1, pp. 43–49, 1978.
[2]
S. D. Dhingra, G. Nijhawan, and P. Pandit, “Isolated Speech Recognition using MFCC and DTW,” IJAREEIE, pp. 4085–4092, 2013.
[3]
A. Bala, “Voice Command Recognition System Based on MFCC AND DTW,” vol. 2, no. 3491, pp. 7335–7342, 2010.
[4]
L. Muda, M. Begam, and I. Elamvazuthi, “Voice Recognition Algorithms using Mel Frequency Cepstral Coefficient ( MFCC ) and Dynamic Time Warping ( DTW ) Techniques,” Jouranal Comput., vol. 2, no. 3, pp. 138–143, 2010.
[5]
S. C. Sajjan and C. Vijaya, “Comparison of DTW and HMM for Isolated Word Recognition,” IEEE, no. 1, pp. 466–470, 2012.
[6]
Z. Yuxin, Y. Miyanaga, and C. Siriteanu, “New Robust Speech Recognition Using DTW in Noise,” IEEE Isc. 2010, no. 1, pp. 34–38, 2010.
[7]
D. Srisai and C. A. Ratanamahatana, “Efficient Time Series Classification under Template Matching using Time Warping Alignment,” IEEE Int. Conf. Comput. Sci. Converg. Inf. Technol., pp. 685–690, 2009.
[8]
P. Senin, “Dynamic Time Warping Algorithm Review,” Hawaii,USA, 2008.
[9]
C. J. Long and S.Datta, “Wavelet Based Feature Extraction for Phonem Recognition,” IEEE Spok. Lang. 1996. ICSLP 96. Proceedings., Fourth Int. Conf., vol. 1, pp. 264–267, 1996.
[10]
X. Wu, F. Tian, and J. Liu, “An Improved Speech Feature Extraction Algorithm Using DWT,” pp. 1086–1090, 2008.
[11]
X. Zhao, Z. Wu, J. Xu, K. Wang, and J. Niu, “Speech Signal Feature Extraction Based on Wavelet Transform,” IEEE Int. Conf. Intell. Comput. Bio- Med. Instrum., no. 1, pp. 1–4, 2011.
42 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Design of PI Controller for Angular Velocity Control of Brushed DC Motor plus Neuro Adaptive Control
Sabat Anwari Departmen of Electrotechnic ITENAS Bandung
[email protected] Abstrak Recently, the DC motor has been widely used in industry even though its maintenance costs are higher than the induction motor. Although control theory has made great advance in the last few decades, which has led to many sophisticated control schemes, PID (Proportional Integral Derivative) control still remains the most popular type of control being useed in industries today. This popularity is partly due to the fact that PID controllers have simple structures and very well understood principles. PI controller is essentially PID controller with the derivative (D) coefficient set equal to zero. A derivative coefficient is not essential and may have a detrimental effect on system response characteristics especially in a first order system.Generally, the DC servo motor systems have uncertain and nonlinear characteristics which degradeperformance of controllers.To alleviate the problems,we added a robustifying adaptive gain. Based on aLyapunov synthesis method, it was shown that the proposed adaptive gain guaranteed the convergence of the tracking error to zero and the global boundedness of all signals in the closed-loop system. Keywords : brushed dc motor, PI controller, neural adaptive control, simulation.
1. Introduction Due to its excellent speed control characteristics, the DC motor has been widely used in industry even though its maintenance costs are higher than the induction motor (Fisher, et. al., 1996). As a result, speed control of DC motor has attracted considerable research and several methods have evolved. Although many advanced control techniques such as robust control (Kucukdemiral, et. al., 1999), model reference adaptive control (Anwari and Kusumah, 2006), robust model reference adaptive control (Anwari, 2006), ADALINE Based Adaptive Control (He and Xu, 2008), Fuzzy Logic Control (Akbarzadeh, et. al., 1997; Bulut, et. al., 2000), neural network (Weerasoorya and Al-Sharkawi, 1991), and sliding mode control (Jovanovic and Golo, 1997) have been proposed to improve system performances, the conventional PI/PID controllers are still dominant in majority of realworld servo systems (Nandam and Sen, 1987). PID controllers are simple in structure, easy for implementation, have low cost, inexpensive maintenance, and effectiveness. However, they may produce large overshoots and overoscillatory responses. Combining PID control with other control techniques often results in advanced hybrid schemes that are able to improve pure PID controllers. For example, Kim et al proposed a fuzzy pre-compensated PID controller for a DC motor position servo system (Kim, et. al., 1994); Matsunaga et al presented a
switching-type hybrid scheme in which the system controller switches between a fuzzy controller and a PID controller (Matsunaga, 1991); Li and Tsang proposed concurrent relay-PID controller (Li and Tsang, 2007). PI controller is essentially an adaptation of PID controller with the derivative (D) coefficient set equal to zero. PI controller is simpler than PID controller. Although the formulae for the PI coefficients are simple, they are applicable to DC motor control system. One of the first applications of a PI controller to DC motor control system was carried out by Zein et al (Zein, et. al., 1990). They used a switchable dead-band PI controller to control DC motor. Ji and Sul proposed self tuning PI controller using digital signal processor (Ji and Sul, 1995). Iracleous and Alexandridis used fuzzy logic to tune PI controller (Iracleous and Alexandridis, 1995). Sundareswaran and Vasu proposed genetic algorithm to tune PI controller for speed control of DC motor (Sundareswaran and Vasu, 2000). Dobra proposed a robust PI synthesis, via LMI optimization (Dobra, 2002). In this paper, we propose a combination of a classical PI controller and neural adaptive control to improve transient response. The first is to design PI controller. The second is to add a robustifying adaptive neural controller to maintain stability in the face of modeling imprecision and uncertainty. In the simulation experiments of this paper, the proposed controller was applied on brushed DC motor control to prove its effectiveness.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 43
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2. Modelling A theory is a general statement of principle abstracted from observation. A model is a representation of a theory that can be used for control and prediction. For a model to be useful, it must be realistic and yet simple enough to understand and manipulate. These requirements are not easily fulfilled as realistic models are seldom simple and simple models are seldom realistic. The scope of a model is defined by what is considered relevant. Features or behaviour that is relevant must be included in the model and those that are not can be ignored. Modelling refers to the process of analysis and synthesis to arrive at a mathematical description that contains the relevant dynamic charac-teristics of the particular model (Ong, 1998).
Figure 1. Brushed DC Motor Construction
The stator of the DC motor has poles, which are excited by DC current to produce magnetic fields. The rotor has a ring-shaped laminated iron-core with slots. Coils with several turns are placed in the slots. The distance between the two legs of the coil is about 180 electric degrees. The coils are connected in series. To keep the torque on a DC motor from reversing every time the coil moves through the plane perpendicular to the magnetic field, a split-ring device called a commutator is used to reverse the current at that point. The commutator shown in Figure 2 consists of insulated copper segments mounted in a cylinder. The electrical contacts to the rotating ring are called "brushes" since copper brush contacts were used in early motors. Modern motors normally use spring-loaded carbon contacts, but the historical name for the contacts has persisted. Two brushes are pressed to the commutator to permit current flow. The brushes are placed in the neutral zone (magnetic field is close to zero) to reduce arcing (Krause, 1989).
44 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Figure 2. Concept of The Commutator
In any electric motor, operation is based on simple electromagnetism. A current carrying conductor generates a magnetic field which when placed in an external magnetic field, it will experience a force proportional to the current in the conductor and to the strength of the external magnetic field. The internal configuration of a DC motor is designed to harness the magnetic interaction between a current-carrying conductor and an external magnetic field to generate rotational motion. The geometry of the brushes, commutator contacts, and rotor windings are such that when power is applied, the polarities of the energized winding and the stator magnet(s) are misaligned, and the rotor will rotate until it is almost aligned with the stator's field magnets. As the rotor reaches alignment, the brushes move to the next commutator contacts, and energize the next winding. To perform the simulation of a system, an appropriate model needs to be established. For this paper, the system contains a DC motor. Therefore, a model based on the motor specifications needs to be obtained.
Figure 3. Schematic Diagram of a Brushed DC Motor
Applying a constant stator current and assuming magnetic linearity, the basic motor equations are (1) Tm K m I a
ea K m
(2)
Let the switch SW be closed at t = 0. After the switch is closed,
Vt e a I a R a L aq
di a dt
(3)
From Equation (2) and (3)
Vt K m I a R a L aq
di a dt
(4)
d (5) B TL dt The term B represents the rotational loss torque of the system. Tm K m I a J
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
The state-space representation is given by the equations: x Ax Bu (6) y Cx Du where
B/J x , A i a R a / L aq
0 B 1 / L aq
and D 0 .
Km / J , K m / L aq
1/ J , V u t , y , C 1 0 , 0 TL
The transfer function between angular velocity and voltage is
Av 2 Vt s B1s B 0
(7)
AL 2 TL s B1s B 0
B1
Av
Since TL is unknown, it can be included in the plant perturbation, hence transfer function of the nominal plant is
G 0 (s)
50.3 s2
(16)
The exact model and the nominal model can be related as (17) G G 0 (1 m ) where G is exact model, G 0 is nominal model, and m is a multiplicative perturbation.
3. Controller Design
The transfer function between angular velocity and Load Torque is
where
TL d (15) 2 50.3 Vt dt 19.8 x 10 6
(8)
Km , J L aq
AL
Km , J2
(B R a )K m . B K m ,.and B0 J L aq J L aq
The PI controller can be written in this form:
C(s)
K p (s K i /K p ) s
(18)
If we set K i 2 and K p 10 then the closed loop 50.3 Kp transfer function is 10 (19) CLTF(s) s 10
In most DC motors, the rotor inductance and the value of B are small that can be neglected to lead to reduced order. If is neglected then Eq. (4) becomes (9) Vt K m I a R a
Uncertanty in processes dynamics of the plant lead to poor control performances if controller parameters are not properly adapted. To overcome this problem we propose control input as follows (20) C(s) PI(controller) C r where C r is a robustifying control term.
If B is neglected then Eq. (5) becomes d Tm K m I a J TL dt
The first stage in designing an adaptive controller scheme for DC motor, the goal of the control is to drive speed of a dc motor ω to the desired speed ω d . Let us
(10)
The current-voltage relationship for the left hand side of the equation can be written and manipulated to relate between voltage and angular velocity.
Vt e a Ra V K m t Ra d J TL V K m dt t Km Ra
Ia Tm Km
d K 2m dt J R a
K m JR a
(11) (12
T Vt L J
(13) (14)
The nominal first order linear model of a motor is shown in (15).
define e ω ω d as a tracking error. We firstly define the error metric as follows: t
s e λ e dτ
(21)
0
where λ is a positive real constant. The goal is an ideal condition i.e. (22) s0 (23) s 0 If system states remain on the ideal condition, the tracking error e will governed after such finite amount of time by the first-order differential equation e λ e 0 . Thus the tracking error e will converge asymptotically to 0 as t because λ is a positive constant (Slotine and Li, 1991). Based on PI controller applied in nominal model (model without uncertainty) will imply (24) e K e 0
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 45
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Based on PI controller applied in real model with uncertainty will imply (25) e K e where is the error between application of real model and nominal model. Let the control input u can be chosen as Eqs. 20 will imply (26) e K e C r The robustifying control term C r can be constructed as a function of error metric variable s , as follows (27) C r W1s W2 where W1 and W2 are adaptable weights that are updated during the operation. The goal is to push s to zero in finite time.
Weights are updated using simple gradient descent approach –in continuous form– or back propagation :
j w
found. Using the chain rule, the derivative can be written as
E E k w j k w j
(s γ s) σ (s γ s) k i E for j 1 w j (s γ s) (s γ s) k for j 2
(28)
The function selected is positive definite and its vanishes only when s 0 . A global reaching condition is its time derivative be negative definite. Choosing its time derivative as γs2 (29) V where, γ is a positive constant, restricts the derivative to be negative definite. Substituting (28) into (29), the following equation is obtained (30) s s γs2 Going one step further, (31) s (s γ s) 0 Hence, for the Lyapunov stability criteria to be held, (32) s γ s 0 must be satisfied for s 0 . A solution to this problem can be using an adaptive weight that minimizes the function s γ s and eventually makes it zero, without need for the information about the system dynamics. As stated above, the goal is to push the function s γ s to zero. To achieve this goal the error function
E
1 (s γ s) 2 2
(33)
is introduced to the system and weights are updated accordingly.
46 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
(35)
Substituting (33) into (35) and taking the derivatives, the following equation is obtained:
(36)
4. Simulation Results Load torque was unknown but in the simulation it was assumed as follows (37) TL 19.8 x 10 6 Nm In order to validate the control strategies as described above, digital simulation was carried out on a DC motor drive system. A comparative study of the results obtained with Proportional Integral Derivative (PID) controller and PI Controller plus Neuro Adaptive Control (PINAC) was presented in this section. The control simulation results are shown in Figure 4 and Figure 5. 1.4
1.2
angular velocity (rad/sec)
1 2 s 2
(34)
where, η is the learning constant, generally chosen between 0 and 1. To compute the weight updates, the derivative of the error function E w.r.t. w j should be
To achieve this requirement, the following Lyapunov function is selected
V
E w j
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
1
2
3
4 time (sec)
5
6
7
8
Figure 4. Simulation Result of DC Motorwith a PID Controller
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
1 0.9
angular velocity (rad/sec)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5 0.6 time (sec)
0.7
0.8
0.9
1
Figure 5. Simulation Result of DC Motorwith a PINAC Controller
Figure 4 shows that the response of the DC motor with Proportional Integral Derivative (PID) controller while Figure 5 depicts the speed of the DC motor using PI Controller plus Neuro Adaptive Control (PINAC) controller. Applying a PID controller to the system, the speed achieved is slightly lower than the PINAC. There is no overshoot when PINAC is applied while using PID there is a little overshoot. Results in Fig. 4 and Fig. 5 show that the PINAC performs slightly better than the PID controller.
5. Conclusions The control of DC motor was investigated in this research work with PI Controller plus Neuro Adaptive Control (PINAC) controller. The conclusion is that PINAC was found to be superior, more robust, faster, flexible, and less sensitive to the parameter variations as compared with conventional PID controllers. Simulation results are presented to demonstrate the potential of the proposed scheme. It had been shown that the proposed scheme has several advantages such as, small steady state error, fast response, and small overshoot.
References Akbarzadeh, T. M. R., Kim, Y.T.,and Feerouzbakhsh, B. (1997).Evolutionary Fuzzy Speed Regulation for a DC Motor, Proceedings of the 29th Southeastern Symposium on System Theory (SSST '97).pp.292–296. Anwari, S. (2006). Robust Model Reference Adaptive Control of Angular Velocity Control Simulation of Brushed DC Motor, JurnalTeknikElektro.Vol. 6.No. 1. pp. 30– 36. Anwari, S. and Kusumah, D. (2006).Angular Velocity Control Simulation of Brushed DC Motor Using Model Reference Adaptive Control.JurnalItenas, Vol. 9. No. 4. pp. 169–174. Bulut, M., Cansever, G., and Ustun, S. V. (2000).Fuzzy Model-Based Learning for a DC Motor Controller.ICSPAT 2000 DSP
World Conference, Dallas, Texas. USA.16-19 Oct. Dobra, P. (2002).Robust PI Control for Servo DC Motor.International Conference on Control Applications.Vol. 1. pp. 100–110. Fisher, M. E., Ghosh, A., and Sharaf, A. M. (1996).Intelligent Control Strategies for Permanent Magnet DC Motor Drives.Proceedings of the 1996 International Conference on Power Electronics, Drives and Energy Systems for Industrial Growth. New Delhi. India.Vol. 1.pp. 360–366. He, S. and Xu, X. (2008). Hardware/Software Codesign Approach for an ADALINE Based Adaptive Control System.Journal of Computers.Vol. 3.No. 2, Feb. pp. 29–36. Iracleous, D. P. and Alexandridis, A. T. (1995). Fuzzy Tuned PI Controllers for Series Connected DC Motor Drives.Proceedings of the IEEE International Symposium on Industrial, Athens. Greece.Vol. 2. pp. 495–499. Ji, J. K. and Sul, S. K. (1995).DSP-Based Self-Tuning IP Speed Controller with Load Torque Compensation for Rolling Mill DC Drive.Trans. on Industrial Electronics.Vol. 42.No. 4.Aug. pp. 382– 386. Jovanovic, Z., and Golo, G. (1997).DC Motor Position Control by Discrete-Time Variable Structure Controllers.The Scientific Journal FactaUniversitatis, Series: Mechanics, Automatic, Control and Robotics. Vol.2. No 7. pp. 291–300. Kim, J. H., Kim, K. C., and Chong, E. K. P. (1994).FuzzyPrecompensated PID Controllers.IEEE Trans. Contr. Sys. Tech. Vol. 2. pp. 406–411. Krause, P. C. and Wasynczuk, O. (1989).Electromechanical Motion Devices.McGraw-Hill. Singapore. Kucukdemiral, I. B., Cansever, G., and Gulez, K. (1999).Design of a Dynamic and Robust Speed Controller for a DC Servo Motor by Using a DSP.Proc. 2nd International Conference on Mathematical and Computational Applications in Engineering. Baku. Azerbaijan. Sep. 1–3.pp. 289– 297. Li, G. and Tsang, K. M. (2007).Concurrent Relay-PID Control for Motor Position Servo Systems.International Journal of Control, Automation, and Systems.Vol. 5.No. 3. June. pp. 234–242. Matsunaga, N. (1991).Fuzzy Hybrid Control of DC Servomotor.Trans. IEE Japan.Vol. 111. pp. 105– 111. Nandam, P. K. and Sen, P. C. (1987).Analog and Digital Speed Control of DC Drives Using Proportional Integral and Integral-Proportional Control Techniques.IEEE Trans. Ind. Electron, Vol. 34. pp. 227–233. Ong, C. M. (1998).Dynamic Simulation of Electric Machinery.Prentice Hall International. New Jersey. Slotine, J.E., and Li., W.(1991).Applied Nonlinear Control.PenticeHall International. New Jersey.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 47
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sundareswaran, K. and Vasu, M. (2000).Genetic Tuning of PI Controller for Speed Control of DC Motor Drive.Proceedings of IEEE International Conference on Industrial technology (ICIT-2000).Goa. Vol.1. Jan. pp.521–525. Weerasoorya, S. and Al-Sharkawi, M. A. (1991). Identification and Control of a DC Motor Using Back-Propagation Neural Networks.IEEE transactions on Energy Conversion. Vol. 6, No. 4.Dec. pp. 663–669. Zein, S., Kassas, M., and Wells, F. M. (1990).A Switchable DB-PI Controller for DC-Motor Drives with Transient Requirement.Proceedings of the IEEESoutheastcon '90. New Orleans. LA. April.Vol. 3. pp. 842–846.
48 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Potensi Energi Panas Bumi di Kabupaten Banyuwangi: Studi Awal Model Perencanaan Penyediaan Energi Listrik Jangka Panjang
Yusak Tanoto 1, Ekadewi Anggraini Handoyo 2 Program Studi Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra, Surabaya1
[email protected] Program Studi Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra, Surabaya 2
[email protected]
Abstrak Makalah ini memaparkan potensi pemanfaatan energi panas bumi yang terdapat di daerah Blawan-Ijen di perbatasan Kabupaten Bondowoso-Banyuwangi untuk penyediaan energi listrik setempat. Perencanaan penyediaan energi listrik jangka panjang tahun 2014-2028 untuk Kabupaten Banyuwangi dimodelkan menggunakan software LEAP (Long Range Energy Alternatives Planning System) berdasarkan proyeksi konsumsi energi listrik di semua sektor pengguna. Proyeksi konsumsi energi listrik Kabupaten Banyuwangi mencapai 1.863 GWh pada 2028, atau meningkat sebesar 190% dibanding 2013. Mempertahankan pembangkit yang telah ada sampai tahun 2028, dibutuhkan pasokan daya tambahan sebesar 34,2 GWh dengan biaya total penyediaan energi sebesar US$ 1,028 milliar. Solusi kompetitif dapat dilakukan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi, dimana kebutuhan energi telah dapat disuplai oleh gabungan kedua pembangkit dengan biaya US$ 1,19 milliar disamping adanya penurunan tingkat emisi CO2 dan penghematan batu bara. Kata Kunci: Energi panas bumi, penyediaan energi listrik, energi terbarukan, berkelanjutan.
1. Pendahuluan Keberlanjutan pembangunan di berbagai sektor dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan energi listrik yang mencukupi dan berkualitas. Kecukupan penyediaan energi listrik merupakan salah satu issue krusial yang hingga saat ini terus diupayakan melalui penambahan kapasitas pembangkit listrik. Masih banyaknya pemadaman listrik dan ketidak terpenuhinya permintaan energi listrik mencerminkan adanya ketidakcocokan level penyediaan dan level permintaan. Di samping itu, upaya penyediaan energi listrik dewasa ini semakin erat dikaitkan dengan upaya pelestarian lingkungan. Alternatif sumber daya energi terbarukan mulai dimanfaatkan walaupun dalam skala yang masih kecil. Salah satu sumber energi terbarukan yang tersedia dengan melimpah di Indonesia adalah energi panas bumi atau geothermal. Total kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia hingga tahun 2013 adalah 1,3 GW (Renewables 2013 Global Status Report, 2013), dari keseluruhan potensi sebesar 13,4-14,7 GW (Tanoto and Wijaya, 2011). Pemodelan penyediaan energi di tingkat negara telah banyak dilakukan melalui berbagai report maupun makalah ilmiah, namun demikian, aplikasi sejenis untuk tingkat daerah atau kabupaten belum banyak dipublikasikan,
sedangkan setiap daerah atau kabupaten dituntut untuk dapat merencanakan penyediaan energi listrik dalam bentuk rencana ketenagalistrikan daerah, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemaparan proyeksi konsumsi energi listrik jangka panjang di Kabupaten Banyuwangi serta potensi pemanfaatan energi panas bumi yang terdapat di Gunung Ijen sebagai bahan bakar PLTP melalui studi pemodelan perencanaan penyediaan energi listrik jangka panjang tahun 2014-2018 di Kabupaten Banyuwangi. Energi panas bumi, sebagai salah satu bentuk energi bersih dan terbarukan akan dianalisa dan dibandingkan dengan penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dalam hal total biaya sistem pembangkitan. Makalah ini disusun sebagai berikut: metode penelitian meliputi data, tool, dan pendekatan analisa disampaikan pada bagian 2, diikuti oleh hasil simulasi, pemodelan, dan pembahasan yang disampaikan pada bagian 3. Kesimpulan disampaikan di akhir makalah ini, yaitu bagian 4, dan diakhiri dengan dengan ucapan terima kasih dan daftar pustaka acuan.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 49
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2. Metode Bagian ini menjelaskan kondisi geografis, demografis, dan data sektor ketenaga listrikan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2013, penjelasan singkat tentang software LEAP, serta metodologi simulasi data untuk memperoleh model perencanaan penyediaan energi listrik jangka panjang. 2.1 Kondisi Umum Geografis, Demografis, dan Tenaga Listrik Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten yang terletak di ujung timur pulau Jawa. Secara astronomis, Kabupaten Banyuwangi terletak pada 7°43’-8°46’ Lintang Selatan dan 113°53’-131°58’ Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Banyuwangi mempunyai batas-batas: sebelah Utara dengan Kabupaten Situbondo, sebelah Selatan dengan Samudra Hindia, sebelah Timur dengan Selat Bali, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember. Memiliki luas wilayah 5.782,5 km2, Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten dengan wilayah terluas di propinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 mencapai 1.574.778 orang (Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2014), atau naik sebesar 0.37% dibanding jumlah penduduk tahun 2012, dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 3,2. Sementara itu, besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2013, yaitu Rp. 13,511 Triliun (harga konstan), mengalami kenaikan sebesar 6.8% dibanding tahun sebelumnya. Jumlah pelanggan listrik berdasarkan jenis tarif (sektor) dan konsumsi energi listrik pada tahun 2013 ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1: Jumlah pelanggan dan konsumsi energi listrik tahun 2013 di Kabupaten Banyuwangi. Konsumsi Jumlah listrik Jenis Tarif (sektor) pelanggan (MWh) Rumah Tangga 368.684 400.673,75 Kantor pemerintah 1.645 26.558,73 Sosial 10.304 19.803,56 Bisnis 17.733 61.229,95 Industri 480 132.968,73 Sumber: Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2014.
2.2 LEAP (Long Range Energy Alternatives Planning System) LEAP (Long Range Energy Alternatives Planning System) merupakan sebuah software perencanaan energi berbasis energy accounting, yang digunakan untuk memodelkan perencanaan energi berbasiskan skenario penyediaan dan perminataan. Dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute, LEAP mengedepankan fleksibilitas penggunaan data, kemudahan penggunaan, dan analisa dampak dari pemilihan skenario perencanaan (SEI, 2006). LEAP merupakan modeling tool terintegrasi yang bekerja berdasarkan annual-time
50 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
step calculation, yang dapat digunakan untuk melacak konsumsi energi, produksi, dan ekstraksi dan transformasi sumber daya di semua sektor dalam sistem energi nasional. Di dalam LEAP, terdapat lima modul, yaitu: asumsi kunci, permintaan, transformasi, sumber daya, dan dampak sektor nonenergi (Modul Pelatihan Perencanaan Energi LEAP, 2009). Struktur LEAP dan flowchart perhitungan simulasinya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Struktur dan Flowchart Perhitungan Simulasi LEAP
Seperti terlihat pada Gambar 1, metodologi LEAP terdiri dari unsur-unsur penting, diantaranya: Demand analysis, Transformation analysis, Resources analysis, dan Emission analysis. Penjabaran metodologi ini lebih lanjut dapat dilihat pada [12]. Dibandingkan dengan tools energy modeling lainnya, LEAP memiliki beberapa keuntungan, antara lain: hasil analisa berupa tabel maupun grafik yang dapat dengan mudah dihubungkan dengan MS-Office, fleksibilitas penerapan model untuk sistem energi lokal, nasional, dan regional dalam kurun waktu jangka menengah maupun panjang, dukungan untuk sejumlah metodologi pemodelan yang berbeda meliputi metodologi bottom-up, penggunaan akhir, teknik akuntansi untuk pemodelan ekonomi makro top-down pada sisi permintaan, dan berbagai metodologi akuntansi dan simulasi untuk pembangkit listrik seperti pemodelan dan perencanaan perluasan kapasitas pembangkit. Sudah banyak report, artikel conference, dan peer-reviewed artikel jurnal telah dipublikasikan pada topik-topik yang mengikutsertakan LEAP sebagai tool untuk menganalisa penggunaan energi dan implikasinya, pemodelan energi, supplydemand, analisa mitigasi emisi, dan biaya-biaya yang terccakup dalam perencanaan aktifitas energi. Diantara beberapa report dan artikel ilmiah tersebut yaitu analisa potensi reduksi permintaan energi dan emisi pada sektor transportasi di Cina (Yan, X., Crookes, R.J., 2009), identifikasi visibilitas energi berkelanjutan di pulai Kreta, Yunani (Giatrakos G.P., et. al., 2009), investigasi peningkatan efisiensi energi pada bangunan gedung di Cina (Li, J., 2008),
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
aplikasi LEAP pada skenario perencanaan sektor ketenagalistrikan Panama dan implikasinya (Madeleine, M, Bryan, K., 2014), analisa skenario jangka panjang untuk transisi energi terbarukan pada sektor tenaga listrik Korea (Park, N.B., Yun, S.J., Jeon, E.C., 2013), peramalan jangka panjang untuk supply-demand energi di Taiwan (Huang, Y., Yun Chang, J., Chieh, Y.P., 2011), dan publikasi lainnya yang didokumentasikan pada website LEAP. 2.3 Skenario Model Perencanaan PenyediaanKonsumsi Tenaga Listrik Jangka Panjang Pendekatan yang dilakukan pada proyeksi konsumsi energi listrik untuk masa yang akan datang dapat dilakukan dengan metode regresi linear berganda ataupun metode DKL dengan memperhitungkan beberapa variabel, diantaranya pertumbuhan jumlah penduduk dan PDRB. Pada makalah ini, proyeksi konsumsi energi listrik dilakukan oleh software LEAP. Proyeksi konsumsi energi listrik menggunakan data prosentase pertumbuhan pelanggan listrik yang didapatkan dari data rata-rata pertumbuhan jumlah pelanggan listrik Kabupaten Banyuwangi tahun 2008-2013. Tabel 2: Rata-rata pertumbuhan konsumsi energi listrik tahun 2008-2013 di Kabupaten Banyuwangi. Rata-rata Rata-rata Jenis Tarif pertumbuhan pertumbuhan (sektor) konsumsi pelanggan energi (%) (%) Rumah Tangga 7,28 6,37 Kantor 4,74 10,75 pemerintah Sosial 8,08 5,02 Bisnis 4,04 0,85 Industri 9,41 8,93 Sumber: PT. PLN Distribusi Jatim (Persero), diolah kembali
Terdapat dua skenario penyediaan energi listrik yang dipertimbangkan dalam model perencanaan ini, yaitu skenario existing menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dinamakan skenario Business as Usual (BAU), dan skenario energi berkelanjutan dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang bersumber dari energi panas bumi Gunung Ijen, dinamakan skenario Sustainable Electricity Energy (SEE). Skenario BAU hanya mengandalkan PLTU sebagai satu-satunya penyedia listrik dan dijalankan mulai awal tahun simulasi hingga akhir periode simulasi. Efisiensi pembangkit ditetapkan sebesar 35%. Sementara itu, PLTP akan ditambahkan ke dalam sistem sejak tahun 2019 dengan kapasitas 110 MW menurut keterangan tertulis Dinas ESDM Jatim. Saat ini, ijin usaha pertambangan untuk PLTP Blawan-Ijen telah terbit. Komponen biaya pembangkitan listrik yang meliputi biaya unit pembangkit, biaya bahan bakar, dan biaya operation & maintenance (O&M) dari
kedua jenis pembangkit dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3, biaya bahan bakar dan biaya O&M didapatkan dari Laporan Statistik Tahun 2012 PT. PLN (Persero) dengan konversi kurs Rp. 12.000 per US$ 1. Tabel 3: Komponen biaya pembangkitan. Biaya Biaya Jenis Biaya unit bahan O&Mb a pembangkit pembangkit bakarb c 6e PLTU 1.126.000 52,18e d e 3e PLTP 1.800.000 84,66 Keterangan: a) US$/MW, b) US$/MWh, c) BATAN, 2012, d) Sanyal, 2005, e) Statistik Tahunan PLN 2012
3. Hasil dan Pembahasan Proyeksi kebutuhan beban di Kabupaten Banyuwangi untuk semua sektor tahun 2014-2028 adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Proyeksi konsumsi energi listrik di Kabupaten Banyuwangi tahun 2014-2028 berdasarkan analisa LEAP
Pada tahun 2028, sektor rumah tangga diproyeksikan mengkonsumsi energi listrik sebesar 1.150 GWh, diikuti oleh sektor industri, bisnis, sosial, dan pemerintah, masing-masing sebesar 512,4 GWh, 110,9 GWh, 63,5 GWh, dan 26,6 GWh. Secara keseluruhan, proyeksi konsumsi listrik mencapai 1.863 GWh, atau meningkat sebesar 190% dibanding konsumsi tahun 2013 yang sebesar 641,234 GWh. 3.1 Skenario BAU Pada skenario ini, ditetapkan cadangan batu bara di awal tahun simulasi sebesar 6 juta metrik ton tanpa adanya penambahan cadangan. Dari analisa, dibutuhkan PLTU dengan kapasitas 250 MW untuk dapat mengcover permintaan beban hingga tahun 2028. Namun demikian, terdapat sejumlah konsekuensi antara lain: cadangan batu bara akan habis pada tahun 2028 yang berakibat perlunya tambahan cadangan batu bara sebesar 664,4 Ribu Ton Coal Ekuivalen pada tahun 2028; diperlukan tambahan suplai energi listrik di luar pembangkit sebesar 3,2 GWh dan 34,2 GWh masing-masing pada tahun 2027 dan 2028; diperlukan biaya total penyediaan energi sebesar US$ 1,028 milliar. Suplai energi listrik dari pembangkit dan yang
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 51
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
ditransmisikan sampai kepada konsumen (karena rugi-rugi) terdapat pada Gambar 3, termasuk tambahan energi listrik dari luar pembangkit.
Gambar 3. Energi listrik yang dibangkitkan dan ditransmisikan dalam skenario BAU
Gambar 4. Tren penurunan cadangan batu bara dalam skenario BAU, tidak mencukupi tahun 2028
Pada Gambar 3, terlihat bahwa dengan mengandalkan batu bara sebagai satu-satunya sumber energi, persediaan batu bara akan habis pada tahun 2028 dan tetap diperlukan suplai listrik dari luar pembangkit yang ada. 3.2 Skenario SEE Pada skenario SEE, kapasitas pembangkit PLTU dapat diturunkan menjadi sebesar 150 MW dengan masuknya PLTP 110 MW pada tahun 2019. Dari hasil analisa, terlihat bahwa masuknya PLTP menyebabkan cadangan batu bara tetap ada hingga tahun 2028 sebesar 843 Ribu Ton Coal Ekuivalen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Disamping itu, tidak diperlukan tambahan suplai energi listrik dari luar sistem karena kebutuhan energi telah disuplai oleh gabungan PLTU dan PLTP. Proporsi suplai energi dari PLTU dan PLTP adalah sebagai berikut: tahun 2014-2018 PLTU menyuplai 761,9 998 GWh. Pada tahun 2019, PLTU menyuplai 742.1 GWh sedangkan PLTP berkontribusi sebesar 326,5 GWh, meningkat hingga 607,8 GWh pada tahun 2028. Secara total dari tahun 203 hingga tahun 2028, PLTP berkontribusi sebesar 30% dari total energi listrik yang dapat disuplai. Secara grafik, energi yang disuplai oleh PLTU dan PLTP ditampilkan pada Gambar 6. Perbandingan biaya total
52 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
pembangkitan listrik antara skenario BAU dan SEE dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 5. Tren penurunan cadangan batu bara dalam skenario SEE
Gambar 6. Komposisi penyediaan energi listrik dari PLTU dan PLTP pada skenario SEE Tabel 4: Perbandingan biaya total antara skenario BAU dan skenario SEE (dalam Juta US$). Skenario 2019 2023 2028 BAU (PLTU) 55,3 72,5 100,5 SEE (PLTU + PLTP) 66,4 87,3 123,5
Dari segi biaya, skenario SEE menghasilkan biaya total sebesar US$ 1,19 miliar, atau US$ 160 juta lebih tinggi dibanding skenario BAU. Namun demikian, keuntungan dari skenario SEE disamping terjaganya cadangan batu bara adalah dampak lingkungan terkait dengan emisi CO2 yang dapat ditekan, kurang lebih 25-30% lebih rendah dibanding emisi dengan skenario BAU. Jika lama waktu studi pemodelan diperpanjang, maka biaya yang dikeluarkan oleh skenario SEE akan lebih kecil dan semakin mendekati biaya pada skenario BAU. Jika ditinjau dari sudut pandang energy balance, pada skenario BAU terdapat kondisi kekurangan suplai energi listrik dari pembangkit existing sebesar 3,2 GWh pada tahun 2027 dan 34,2 GWh pada tahun 2028. Sementara itu, kondisi kekurangan pasokan listrik untuk memenuhi pertumbuhan permintaan tidak terjadi pada skenario SEE. Energy Balance selama tiga tahun terakhir untuk skenario BAU maupun skenario SEE dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6 berikut ini.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 5: Energy Balance pada skenario BAU (dalam GWh) 2028 2026 2027 Produksi 34,2 Impor 3,2 Ekspor 34,2 Suplai Primer Total 3,2 Pembangkitan Listrik 1.707,1 1.826,3 1.926,9 -98,1 T&D -96,7 -97,6 Transformasi Total 1.610,4 1.728,7 1.828,8 Rumah Tangga 998,9 1.071,7 1.149,7 63,5 Sosial 54,4 58,8 26,6 Pemerintah 26,6 26,6 512,4 Industri 428 468,3 110,9 Bisnis 102,5 106,6 Permintaan Total 1.610,4 1.731,9 1.863,1 Tabel 6: Energy Balance pada skenario SEE (dalam GWh) 2028 2026 2027 Produksi Impor Ekspor Suplai Primer Total Pembangkitan Listrik 1.730,4 1.855,1 1.989,1 -99,5 T&D -98,1 -98,9 Transformasi Total 1.632,3 1.756,1 1.889,7 Rumah Tangga 998,9 1.071,7 1.149,7 63,5 Sosial 54,4 58,8 53,2 Pemerintah 48,5 50,8 512,4 Industri 428 468,3 110,9 Bisnis 102,5 106,6 Permintaan Total 1.632,3 1.756,1 1.889,7
4. Kesimpulan Makalah ini memaparkan hasil analisa pemodelan penyediaan energi listrik jangka panjang untuk Kabupaten Banyuwangi dengan 2 skenario, dengan PLTU dan kombinasi PLTU dan PLTP. Pada simulasi menggunakan skenario ke-2, didapatkan bahwa sistem dapat menyuplai energi listrik tanpa adanya kekurangan pasokan, disamping adanya keunggulan dari sisi proteksi lingkungan hidup, dan penghematan cadangan sumber energi fosil. Penelitian selanjutnya perlu memasukkan analisa biaya lebih detail, mencakup biaya sumber daya energi, harga jual, dan biaya tambahan pasokan listrik, demikian juga harga jual kelebihan produksi listrik sehingga didapatkan hasil analisa ekonomi yang lebih detail.
Ucapan Terima Kasih Presentasi makalah ini dalam Seminar Nasional RETII ke-9 tahun 2014 di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta merupakan bagian dari luaran penelitian Hibah Bersaing. Penulis berterima kasih atas bantuan dana Hibah Penelitian Desentralisasi DIKTI tahun 2014, melalui DIPA Kopertis 7 Jawa Timur.
Daftar Pustaka Renewables 2013: Global Status Report, [Online], Diakses di: http://www.ren21.net/ren21activities/globalst atusreport.aspx [8 Agustus 2014]. Tanoto, Y., Wijaya, M.E. (2011). Economic and Environmental Emissions Analysis in Indonesian Electricity Expansion Planning: Low-rank Coal and Geothermal Energy Utilization Scenarios. In IEEE Conference on Clean Energy and Technology. Kuala Lumpur, Malaysia, June 27-29. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. (2014). Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2014, [Online], Diakses di: http://banyuwangikab.bps.go.id/?hal=publika si_detil&id=160 [2 Oktober 2014]. Stockholm Environment Institute. (2006). Longrange Energy Alternative Planning System, User Guide, Boston, USA. Wijaya, M.E., Ridwan, M.K. (2009). Modul Pelatihan Perencanaan Energi LEAP. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. National Nuclear Energy Agency (BATAN) (2002). Comprehensive Assessment of Different Energy Sources for Electricity Generation in Indonesia (CADES) Phase I, Jakarta, Indonesia. Sanyal, S. K., (2005). Cost of geothermal Power and Factors that Affect It, In World Geothermal Congress, Turkey, April 24-29. PT. PLN (Persero) (2013). Statistik Tahunan 2012 PLN. Jakarta, Indonesia. Yan, X., Crookes, R.J. (2009). Reduction potentials of energy demand and GHG emissions in China’s road transport sector. Energy Policy Vol. 37 (2009), p. 658–68. Giatrakos G.P., Tsoutsos, T.D., Zografakis, N. (2009). Sustainable power planning for theI sland of Crete. Energy Policy Vol. 37 (2009), p. 1222–1238. Li, J. (2008). Towards a low-carbon future in China’s building sector-a review of energy and climate models forecast. Energy Policy Vol. 36 (2008), p. 1736–1747. Madeleine, M, Bryan, K. (2014). Long-term scenario alternatives and their implications: LEAP model application of Panama's electricity sector, Energy Policy 68 (2014), p. 146-157. Park, N.B., Yun, S.J., Jeon, E.C. (2013). An analysis of long-term scenarios for the transition to renewable energy in the Korean electricity sector, Energy Policy 52 (2013), p. 288-296. Huang, Y., Yun Chang, J., Chieh, Y.P. (2011). The long-term forecast of Taiwan’s energy supply and demand: LEAP model application, Energy Policy 39 (2011), p. 6790-6803.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 53
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
54 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Manuver Kelompok NPC Berbasis Boids Pengembangan Game Real Time Strategy
Yonly Adrianus Benufinit1, Moch. Hariadi2, Supeno Mardi S. N3 Mahasiswa Program Pasca Sarjana, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya1 E-mail:
[email protected] Dosen Pembimbing Program Pasca Sarjana, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya2,3 Abstrak Perkembangan teknologi game komputer sekarang ini semakin bertambah pesat. Non Player Character (NPC) sangat penting dalam pengembangan sebuah game perang berbasis Real Time Strategy (RTS). Untuk itulah sebuah NPC didesain dan diberi teknik Artificial Intelligence (AI) yang sesuai sehingga dapat melakukan manuver secara berkelompok di suatu medan pertempuran. Dalam penelitian ini, perancangan NPC meliputi analisa game, identifikasi perilaku NPC, dan merancang Finite State Machine (FSM) untuk NPC. FSM digunakan untuk menentukan gerak pasukan (Army) yang akan berperang dalam menghadapi Enemy yang diimplementasikan dalam Algoritma Boids, dan simulasi game menggunakan Unity 3D. Penelitian ini menunjukan bahwa kinerja NPCmampu bermanuver secara kelompok. Kata Kunci: Artificial Intelligence, Finite State Machine, Gerak Pasukan, Real Time Strategy.
1. Pendahuluan Perkembangan komputer sekarang ini telah membawa game komputer menuju pada tingkatan yang lebih tinggi. Game komputer bukan hanya merupakan suatu permainan saja tetapi sudah menjadi barometer komputer itu sendiri. Peningkatan dan pengembangan game komputer bukan hanya pada sisi grafis saja. Peningkatan juga meliputi dari sisi cerita dan Non Player Character (NPC). NPC merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu game komputer modern. Keberadaan NPC dalam suatu game komputer sudah menjadi faktor penting dalam menentukan game itu menarik atau tidak. NPC bergerak secara otomatis, terkendali oleh program komputer. NPC memiliki Artificial Intelligence (AI), walau sering kali AI untuk NPC itu sangat bisa diterka dan ditebak. Artificial Intelligence adalah teknik yang digunakan dalam permainan komputer yang menerapkan tiruan dari kecerdasan manusia terhadap perilaku NPC. Dalam membangun sebuah gameAI, yang harus dilakukan adalah mengevaluasi perilaku NPC dan menentukan teknik AI yang sesuai untuk NPC. Agar NPC selaku agen cerdas dapat bergerak sealami mungkin, maka pada agen cerdas tersebut diberi AI untuk membuat perilaku taktis dalam bermanuver untuk mengalahkan musuh, baik itu saat mengumpan musuh keluar dari markasnya, menyerang maupun saat melindungi pasukan di medan pertempuran. Penentuan gerak pasukan yang dipilih untuk agen cerdas dibuat dengan model Finite State Machine (FSM) dan diimplementasikan
menggunakan Algoritma Boids. Dalam penelitian ini, akan disimulasikan manuver kelompok NPC dalam gameberbasis Real Time Strategy (RTS) dengan menggunakan Unity 4.3.4. Berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu pada game ini pemain melakukan penyerangan secara manual dan harus dikendalikan atau dikontrol satu persatu sehingga terkesan kurang agresif dalam melakukan penyerangan. Oleh karena itu penulis mencoba merancang sebuah manuver kelompok NPC untuk lebih efisien dalam melakukan penyerangan maupun melindungi pasukan dari serangan musuh dengan menggunakan Algoritma Boids. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat sebuah manuver kelompok NPC dalam melakukan penyerangan. Dengan adanya metode ini diharapkan lebih efektif untuk diterapkan pada game ini sehingga pasukan tidak perlu digerakkan satu per satu. Dalam paper ini akan dijelaskan mengenai pengembangan sebuah game RTS dan metode serta algoritma yang digunakan dalam membuat sebuah manuver dalam berperang.
2. Metode Metodeyang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development. 2.1 Research Untuk penelitian kali ini ada beberapa kajian pustaka dan dasar toeri yang dijadikan sebagai acuan dalam merancang sebuah manuver kelompok NPC.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 55
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Manuver Manuver diartikan sebagai gerakan yang tangkas dan cepat dari pasukan dalam perang, (artikata.com). Taktik perang adalah cabang ilmumiliter yang berurusan dengan manuver untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh strategi. Taktik perang sebagai ilmu dan seni tentang pelaksanaan manuver pasukan dan penggunaan alat senjata untuk memenangkan pertempuran.
Cohesion Menghitung dan menentukan titik pusat dari kelompok dan mengarahkan posisi agen ke arah titik pusatnya.
o
Gambar 2. Cohesion
nPos neN
N
Gambar1. Model Flocking Dalam Bermanuver
Dalam simulasi manuver kelompok NPC, taktik adalah tingkat terendah perencanaan, melibatkan unit-unit kecil mulai dari beberapa puluh hingga beberapa ratus orang. Pada penelitian kali ini digunakan model flocking dalam bermanuver, dimana tim Army terdiri dari tiga kompi. Dalam bermanuver, kompi yang pertama mengumpan musuh keluar dari markasnya, kompi yang kedua melakukan penyerangan ke daerah pertahanan musuh, sedangkan kompi yang ketiga melindungi pasukan dari serangan musuh.
Dimana : nPos= Posisi Jumlah Agen agentPos= Posisi Agen nVel= Kecepatan SeluruhJumlah Agen o Alignment Mengambil rata-rata dari semua kecepatan agen yang lain dan melakukan penyesuaian kecepatan agen untuk pindah ke arah kelompok.
Gambar 3. Alignment
Normalize
( nVel )
neN
Non Player Character (NPC) Non Player Character atau yang biasa disebut NPC merupakan karakter dalam suatu game atau simulasi yang perilakunya tidak dapat dikendalikan oleh user. Contoh yang paling banyak ditemui dalam suatugame adalah musuh yang dihadapi ketika bermain game. Keberadaan NPC seringkali menjadi faktor yang menyebabkan user memainkan game tersebut terus – menerus. Banyak teknik yang digunakan untuk membuat NPC yang dapat berperilaku realistis dan bervariasi. Salah satu teknik yang digunakan adalah Finite State Machine (FSM). Kelebihan utama dari FSM adalah implementasi yang mudah dan hasil yang cukup memuaskan pada tingkat tertentu. Dalam perkembangannya, NPC dibangun dengan konsep agen.
Algoritma Boids AlgoritmaBoids adalah sebuah metode yang menggambarkan gerak atau perilaku dari sebuah kelompok. Perilaku yang dihasilkan sangat mirip dengan burung berkelompok. Algoritma ini menggunakan 3 prinsip untuk menentukan pergerakan Boids yaitu cohesion, alignment, separation.
56 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Separation Mengatur jarak atau membatasi posisi sebuah agen jika terlalu dekat dengan agen lainnya, dengan cara melakukan penyesuaian arah dan kecepatan untuk menghindari benturan (collision). o
Gambar 4. Separation
Normalize (agentPos nPos) neN
Game Real Time Strategy Sebelum melakukan penelitian, harus dipastikan untuk memilih sebuah game engine yang berbasis Real Time Strategy (RTS) yaitu game yang menerapkan strategi pada waktu nyata. Untuk penelitian kali ini dilakukan pada sebuah game perang berbasis RTSGame yang terdiri dari dua buah kubu yang berperang yaitu kubu Army (pemain) dan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
kubu Enemy (musuh). Warna putih untuk kubu Army dan merah untuk kubu Enemy.
Analisa Game Padagame ini, analisa dilakukan untuk mengetahui sistem attack dari Army yang masih terkesan manual dalam bermanuver.
Gambar5. Game RTS
2.2 Development Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam proses pengembangan penelitianyang meliputi perancangan, implementasi hingga menghasilkan manuver kelompok NPC berdasarkan situasi medan perang yang dihadapi.
Identifikasi Perilaku NPC Halpertama yang dilakukan untuk menentukan dan mendesain teknik AI yang sesuai pada objek NPC adalah mengidentifikasi behavior dari objek NPC tersebut. Army atau pasukan dapat mencari jalur untuk menuju daerah pertahanan dari Enemy (musuh) dan nantinya mempunyai kemampuan untuk bermanuver dalam menyerang maupun menghindar dari serangan Enemy.
Merancang Finite State Machine untuk NPC Finite State Machine dapat mendefinisikan sebuah kumpulan dari kondisi yang menentukan kapan state seharusnya berganti. State yang sebenarnya menentukan bagaimana perilaku State Machine. NPC membutuhkan Finite State Machine untuk kemampuannya yang bisa ditingkatkan. Ketika NPC sudah dibangun di dalam peta, apabila pemain menginginkan NPC tersebut ditingkatkan kemampuannya maka NPC harus merubah tingkatan dari perilakunya. Disini FSM menentukan pergerakan NPC dari ketiga kompi yang ada. Dimana kompi yang pertama ditentukan untuk mengumpan enemy keluar dari markasnya, kompi yang kedua untuk menyerang enemy, kompi yang ketiga untuk melindungi pasukan.
Gambar 6. Flowchart Metode Penelitian
2.3Perancangan Perancangan terdiri dari tiga tahap yakni, menganalisa game, mengidentifikasi perilaku NPC, dan merancang Finite State Machine (FSM) untuk NPC.
G ambar8. FSM untuk NPC
2.4Implementasi Padatahap implementasi kali ini yaitu menerapkan Algoritma Boids pada NPC sehingga NPC dapat bergerak secara taktis dalam bermanuver.
Gambar 7. Diagram Alir Perancangan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 57
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
lebih jelas proses penyerangan untuk mengalahkan Enemy.
Gambar 11. Screenshoot hasil yang diharapkan Gambar9. Diagram Alir Implementasi
4. Kesimpulan
Setelah FSM dirancang dan pada NPC diberi AI maka selanjutnya adalah membuat implementasi algoritma Boids pada NPC sehingga dapat berjalan dalam sebuah animasi. Untuk itu dibuat sebuah program yang dapat menggabungkan kondisi dan rumus yang diperhitungkan sehingga saat aplikasi dijalankan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Manuver Kelompok NPC Manuverkelompok NPC didapatkan setelah FSM mengetahui perilaku NPC dan diimplementasikan dalam algoritma Boids sehingga menghasilkan sebuah manuver berkelompok yang digunakan Army untuk maju berperang.
Ga mbar10. Simulasi Manuver Kelompok NPC
Prajurit (hijau) bertugas untuk mengumpan Musuh (enemy) untuk keluar dari markasnya. Setelah musuh mendekat maka Tank (biru) langsung melakukan penyerangan sambil mendekat ke daerah pertahanan musuh. Dan Tank (kuning) bersiap untuk melindungi Prajurit dan Tank yang berperang. 3.2 Hasil Yang Diharapkan Dari proses penelitian, diharapkan bisa mendapatkan hasil berupa manuver NPC secara berkelompok untuk menghancurkan pertahanan musuh sehingga game ini terkesan lebih menarik dan
58 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Kesimpulan dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah metode yang tepat untuk merancang sebuah manuver kelompok NPC berbasis Boids pada sebuah game berbasis Real Time Strategy.Dimana pada awalnya pasukan dan tank dikendalikan satu per satu sehingga tidak tampak skema perang seperti apa. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan macammacam Enemy dan skema penyerangannya lebih bervariasi.
Daftar Pustaka Da Silva A.R., Lages W.A. and Chaimowicz L. Improving Boids Algorithm in GPU using Estimated Self Occlusion.Universidade Federal de Minas Gerais. Buro M.. Call for AI Research in RTS Ganes. Department of Computing Science, University of Alberta, Edmonton, AB, T6J 2E8, Canada. Lara-Cabrera R., Cotta C. and Fernandez-Leiva A.J.. A review of computational intelligence in RTS games. Arif Y.M., Wicaksono A. and Kurinawan F.. Pergantian Senjata NPC pada Game FPS Menggunakan Fuzzy Sugeno. Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Sainstek UIN Maulana Malik Ibrahim Malang., Jurusan Multimedia SMKN 3 Batu. Mardi Supeno S.N., Arif Y.M., Hariadi M. and Purnomo M.H.. Perilaku Taktis Untuk NonPlayer Characters Di Game Peperangan Meniru Strategi Manusia Menggunakan Fuzzy Logic Dan Hierarchical Finite State Machine. Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, STIMIK Asia Malang. Mardi Supeno S.N., Wahyudi E., Puspito D.W., Christyowidiasmoro, Hariadi M. and Purnomo M.H.. Perilaku Agen Cerdas Berbasis BOIDS Untuk Simulasi Kerumunan Pada Keadaan Bahaya. Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sujjada A., Hariadi M. and Mardi Supeno S.N.. Formasi Pasukan Perang Menggunakan Algoritma Boids. Pasca Sarjana Teknik Elektro,
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Definisi “manuver”, Diakses di: http://www.artikata.com/arti-339818-manuver/. [03 April 2014] Boids Algorithm, Diakses di: http://frnsys.com/topics/boids/. [03 April 2014] Takti Perang, Diakses di: http://id.wikipedia.org/wiki/Taktik_perang/. [03 April 2014]
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 59
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
60 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Monitoring dan Kendali Lampu Berbasis Jaringan WiFi untuk Mendukung Smart Home Firdaus1), Aninditya Anggari Nuryono2),Alvin Sahroni3) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia
[email protected]
Abstrak Smart home adalah sebuah hunian yang dilengkapi dengan jaringan komunikasi, berbagai layanan dan peralatan elektronik yang bisa dipantau, diakses dan dikendalikan menggunakan komputer dengan tujuan supaya lebih efektif dan efisien dalam pemakaian energi listrik. Salah satu jaringan yang digunakan adalah Wi-Fi(Wireless Fidelity). Artikel ini akan membahas sebuah sistem monitoring dan kendali lampu berbasis jaringan Wi-Fi yang menggunakan beberapa perangkat yaitu Xbee S6, lampu, sensor fotodiodedan laptop atau PC (Personal Computer). Server monitoring menggunakan Visual Basic 6.0 sebagai antarmuka dengan user, access point sebagai pemancarWi-Fi, dan indikator untuk mengetahui status lampu secara real time. Kendali lampu inibertujuan untuk mempermudah pengguna (user) memonitoring, mematikan serta menghidupkan lampu. Sistem kendali dan monitoring kondisi lampu secara real timetelah bekerja dengan baik. Kata Kunci: Fotodiode, Lampu, Smart Home,Wi-Fi, Xbee S6
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
Perkembangan yang pesat di bidang teknologi komputer, elektronik, telekomunikasi maupun mekanik telah menghasilkan berbagai macam aplikasi canggih dan cerdas dengan berbagai macam tujuan seperti monitoring dan kendali berbagai macam piranti elektronik. Salah satu kendali yang dapat diaplikasikan pada smart home yaitu kendali piranti listrik. Seseorang tidak harus menekan tombol saklar ON/OFF yang terletak di dekat piranti listrik tersebut, tetapi dapat dikendalikan dari jarak jauh.
Telemonitoing dan kendali secara wireless telah banyak diimplementasikan dalam berbagai bidang seperti medis, militer dan industri. Salah satu aplikasi monitoring dan kendali yang diterapkan pada bidang perumahan adalah kendali lampu.
Salah satu jaringan komunikasi yang dapat digunakan pada monitoring dan kendali adalah jaringan Wi-Fi. Jaringan Wi-Fi merujuk pada standar protokol IEEE 802.11 (Institute of Electrical and Electronics Engineers). Salah satu produk di pasaran yang mendukung protokol ini adalah XBee S6, menggunakan standar protokol 802.11b/g/n dengan frekuensi 2,4 GHz. Modul Xbee S6 berfungsi sebagai transceiver (transmitter-receiver)yang dapat mengirim dan menerima data ke perangkat lain dari jarak 120 meter dan mempunyai kecepatan transfer data hingga 65 Mbps. Berdasarkan uraian diatas, penulis merancang dan membuat kendali lampu berbasis Wi-Fi agar mempermudah pengguna (user) untuk menghidupkan dan mematikan lampu serta dapat mengetahui keadaan lampu secara real time.
Artikel berjudul Desain Sistem Kendali Lampu Pada Rumah Dengan Mini WebServer AVR ditulis oleh Rizki Priya Pramata. Pada artikel ini, dirancang sebuah sistem kendali yang bisa diakses melalui handphone, laptopmaupun piranti elektronik lainnya yang dilengkapi dengan aplikasi wireless. Piranti tersebut dapat mengakses web untuk menghidupkan dan mematikan lampu. Artike llain berjudul Remote Monitoring and Controlling System Based on Zigbee Networks ditulis oleh Soyoung Hwang dan Donghui Yu. Artikel ini dirancang untuk mengendalikan dan memonitoring lampu secara real-time menggunakan jaringan Zigbee. Piranti yang digunakan adalah Zigbee, relay, lampu, server dan client. Zigbee berfungsi sebagai koordinator, relay sebagai saklar lampu, lampu sebagai benda yang dikendalikan, server sebagai penerima data yang dikirim oleh client dan client sebagai interface yang memiliki kendali ON/OFF menggunakan smartphone atau laptop. Web pada server menggunakan bahasa pemrograman JMF (Java Media Framework). Artikel berikutnya berjudul Rancang Bangun Kendali Lampu Menggunakan Mikrokontroler ATmega8538 Berbasis Android Melalui Bluetooth
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 61
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dan Speech Recognition ditulis oleh Anggit Supriyanto. Artikel ini bertujuan merancang sebuah sistem untuk mengendalikan perangkat elektronik menggunakan mikro-kontroler, smartphone Android, Bluetooth serta fasilitas speech recognition. Sistem yang dimaksud adalah perangkat yang dapat mengendalikan elektronik secara wireless menggunakan smartphone Android. Studi ini menggunakan sistem point-to-multipoint dimana terdapat 1 server dan 3 buah node.Server berfungsi sebagai access point, pengendali dan monitoring terhadap node-node tersebut serta terdapat indikator status lampu.Modul Xbee S6 sebagai node yang berfungsi sebagai Wi-Fi transceiver. Xbee S6 relatif murah (low cost), mudah dibawa kemana-mana (mobile), mempunyai catu daya rendah serta kompatibel dengan ATmega8 yang digunakan pada artikel ini. Pada tiap node, terdapat lampu sebagai benda yang dikendalikan dan fotodiode yang berfungsi sebagai sensor cahaya lampu atau feedback terhadap kondisi lampu. Kondisi lampu akan ditampilkan pada interface di server secara real time.
3. Perancangan Sistem 3.1 Dasar Perancangan Sistem Studi ini menggunakan beberapa komponen utama yaitu Xbee S6, laptop, mikrokontroler, lampu dan sensor. Cara kerja sistem ini adalah laptop membuat jaringan Wi-Fi. Setelah jaringan Wi-Fi terbentuk, node-node akanmengakses Wi-Fi. Selanjutnyaserver mengirimkan data untuk menghidupkan atau mematikan lampu. Data tersebut diolah oleh mikrokontroler pada node lampu untuk menyambung atau memutus relay. Sensor akan mendeteksi kondisi lampu (mati atau hidup), dan mengirim data ke mikrokontroler, kemudian data tersebut dikirim ke server oleh Xbee S6 melalui jaringan Wi-Fi. Skema sistem dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1 Skema Sistem Monitoring Dan Kendali lampu
3.2 Perancangan Perangkat Keras Perancangan perangkat keras terdiri dari 3 bagian yaitu sistem minimum, fotodiode dan relay. Sistem minimum terdiri dari 2 bagian utama adalah mikrokontroler ATmega8 sebagai pemroses data dan Xbee S6 sebagai transceiver. Fotodiode berfungsi 62 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
sebagai sensor. Relay berfungsi sebagai saklar dan mengendalikan lampu AC 220 volt. Bentuk fisik perangkat keras yang telah dibuat dapat dilihat pada gambar 2.
(a)
(b) Gambar 2 Bentuk Fisik Perangkat Keras 1 lampu (a) dan 2 lampu (b)
3.3 Perancangan Perangkat Lunak Perancangan perangkat lunak terbagi menjadi 2 bagian yaitu perangkat lunak sebagai interface kendali lampu pada server dan sebagai pembaca data pada mikrokontroler. Diagram alir pada server ditunjukkan pada gambar 3 dan diagram alir pada sistem minimum ditunjukkan pada gambar 4. 3.4 Interface Visual Basic Pada Server Pemrograman interface pada server menggunakan Visual Basic 6.0.Interface berfungsi sebagai kendali dan sebagai monitoring keadaan lampu.Interface kendali lampu pada server dapat dilihat pada gambar 5.Tombol connect dan disconnectberfungsi untuk menyambung dan memutus komunikasi dari server ke setiap node. Node A memiliki alamat IP 192.168.1.1 dengan alamat port 9750. Node B memiliki alamat IP 192.168.1.2 dengan alamat port9750. Node C memiliki alamat IP 192.168.1.3 dengan alamat port 9750. Tombol ON/OFF pada setiap node berfungsi sebagai saklar untuk menghidupkan dan mematikan lampu. Status lampu pada setiap node berfungsi sebagai indikator lampu ketika dalam keadaan hidup atau mati.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.5 Konfigurasi Xbee S6 Xbee S6 harus dikonfigurasi terlebih dahulu parameter-parameternya agar dapat beroperasi dengan benar. Mode konfigurasi yang digunakan pada artikel ini adalah transparent (AT) dengan sistem 16 bit. Konfigurasi Xbee S6 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Konfigurasi Xbee S6
Pada tabel 1 terdapat active scan yang berfungsi untuk mencari jaringan Wi-Fi. SSID “Test Xbee” adalah nama jaringan Wi-Fi yang dipancarkan oleh access point dan diakses oleh Xbee S6. Destination IP address 192.168.2.1 adalah alamat IP access point. Destination port 2616 dan C0 source port 2616adalah alamat port tujuan dan alamat port node dalam bentuk satuan heksa. Module IP address 192.168.1.2 adalah alamat IP pada node 2.
Gambar 3 Diagram Alir Server
IP address mask 255.255.255.0adalah alamat IP subnet mask pada laptopdan Xbee S6. IP address of gateway 192.168.2.1 adalah alamat IP gateway pada server dan Xbee S6. Menggunakan mode transparent dan tidak menggunakan password pada encryption enable. Baud rate pada semua node sama dengan baud rate pada serveryaitu 9600.
G ambar 4 Diagram Alir Sistem Minimum
Gambar 5 Interface Kendali Lampu Pada Server
3.6 Konfigurasi Access Point Pada artikel ini menggunakan jaringan Wi-Fi. Konfigurasi Access Point dapat dilihat pada gambar 6.Pada gambar 6 terdapat “Test Xbee” yang merupakan nama jaringan Wi-Fi. Setelah melakukan konfigurasi access point, kemudian melakukan konfigurasi alamat IP laptop. Konfigurasi alamat IP server ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 6 Konfigurasi Access Point
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 63
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 9 Xbee S6 Tidak Terhubung Server Gambar 7 Konfigurasi Alamat Server
4. Hasil Pengujian dan Pembahasan Pengujian dilakukan terhadap perangkat dan sistem yang telah dibuat sudah bekerja sesuairancangan yang diharapkan serta analisis terhadap perangkat dan sistem.
Xbee S6 tidak terhubung pada jaringan Wi-Fikarena Xbee S6 berada di luar batas maksimum daya pancar jangkauan access point. Ketika Xbee S6 masih berada di dalam cakupan jaringan Wi-Fi, maka Xbee S6 akan terhubung pada jaringan Wi-Fi, seperti yangterlihat pada gambar 10.
4.1 Pengujian Catu Daya Sistem Minimum Pengujian catu daya dilakukan dengan mengukur tegangan keluaran (V out) pada rangkaian. Spesifikasi catu daya sistem yang dibutuhkan sebesar 5 volt untuk menyuplai rangkaian sistem dan 3.1 volt hingga 3.6 volt untuk menyuplai Xbee S6. Hasil pengukuran catu daya untuk sistem minimum dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 10 Xbee S6 Terhubung Access Point
Gambar 8 Pengukuran Catu Daya Pada Rangkaian Sistem Minimum dan Xbee S6
Dari hasil pengukuran, diperoleh catu daya sistem sebesar 4,86 volt. Catu daya tersebut sudah dapat digunakan untuk menyuplai sistem minimum, sensor dan relay dengan baik karena telah memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Hasil pengukuran catu daya pada Xbee S6 dapat dilihat pada gambar 8. 4.2 Pengujian Xbee S6 Sebagai Transceiver Pengujian pada Xbee-S6 sebagai transceiver bertujuan untuk mengetahui apakah Xbee S6 terhubung dan saling berkomunikasi dengan server. Metode pengujian ini menggunakan command prompt dan HyperTerminal sebagai penampil data yang dikirim oleh Xbee S6. Xbee-S6 yang tidak terhubung pada jaringan Wi-Fi dapat dilihat pada gambar 9.
64 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Pada gambar 10 terdapat perintah pada command prompt “ping 192.168.1.2 -t”. PING (Packet Internet Groper) berfungsi untuk mengecek koneksi node yang terhubung dengan jaringan Wi-Fi. IP 192.168.1.2 merupakan alamat IP node B. “-t” berfungsi untuk melakukan ping tanpa henti. Reply from 192.168.1.2 mengindikasikan bahwa node terhubung dan adanya feedback komunikasi dari node 2 yang mempunyai alamat IP 192.168.1.2. TTL=64 (time to live) adalah penanda waktu agar paket kiriman ping tidak terus menerus terkirim. Bytes=32 merupakan ukuran paket ICMP (Internet Control Message Protocol) PING secara default. Time=1ms mengindikasikan ketersediaan bandwidth untuk paket PING, jika bandwidth PING habis maka statistik dari time semakin besar. Node 2 mengirim data ADC ke server dan ditampilkan di HyperTerminal ditunjukkan pada gambar 11.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 11 Tampilan Data ADC di HyperTerminal
Nilai tegangan masuk yang digunakan sensor fotodiode sama dengan tegangan referensi karena port AVCC dihubungkan ke port tegangan referensi. Jika tegangan masuknya 0 volt, maka nilai ADC nya 0. Jadi nilai maksimal ADC adalah 1023.Pada pengujian sensor fotodiode terhadap lampu pijar, didapat hasil bahwa nilai ADC terkecil adalah 831 terhadap lampu pijar dengan jarak 1 cm ketika sensor fotodiode mendapat banyak cahaya lampu pijar. Nilai ADC maksimal pada lampu pijar adalah 1023 dengan jarak 1 cm ketika sensor fotodiode tidak terkena cahaya lampu pijar. Nilai ADC pada lampu pijar 5 watt sama dengan pada lampu pijar 10 watt. Nilai-nilai ADC terlihat pada gambar 13.
Pada gambar 11 terdapat data 1023. Data tersebut adalah data ADC yang dikirim oleh node 2 ke server menggunakan protokol TCP. Data tersebut mengindikasikan bahwa node 2yang terhubung pada jaringan Wi-Fi dapat mengirim data ADC ke server dan ditampilkan pada perangkat lunak HyperTerminal. 4.3 Pengujian Sensor Fotodiode Pengujian dilakukan untuk mengetahui nilai ADC yang dihasilkan oleh sensor fotodiode terhadap lampu TL dan pijar. Lampu TL yang digunakan memiliki daya sebesar 18 watt dan 23 watt serta lampu pijar memiliki daya sebesar 5 watt dan 10 watt. Pada pengujian sensor terhadap lampu TL, didapat hasil bahwa nilai ADC terkecil adalah 831 untuk lampu TL dengan jarak 1 cm. Nilai ADC maksimal jika sensor fotodiode tidak terkena cahaya lampu TL adalah 1023. Nilai ADC pada lampu TL 18 watt sama dengan nilai ADC pada lampu TL 23 watt. Nilai-nilai ADC tersebut terlihat pada gambar 12.
Gambar 13 Nilai ADC terkecil dan nilai ADC maksimal pada Lampu Pijar
Pada artikel yang akan dirancang, sudut yang digunakan sensor fotodiode terhadap lampu TL dan pijar sebesar ± 90o agar sensor fotodiode mendapat banyak cahaya lampu. Nilai ADC yang digunakan adalah 900 pada lampu TL dan lampu pijar sebagai acuan untuk menentukan kondisi lampu yang di aplikasikan pada interface di server. 4.4 Pengujian Skenario 1 Pengujian dilakukanuntuk menguji sistem pada 1 node yang telah dibuat dan mengetahui jarak pancar maksimum access point ketika tanpa sekat dan ada sekat antara server dengan node. Pengujian jarak maksimum tanpa sekat ditunjukkan pada gambar 14.
(a)
(b)
Gambar 12 Nilai ADC terkecil (a) dan Nilai ADC maksimal (b) pada lampu TL
Berdasarkan dari hasil pengujian tegangan masukan sensor fotodiode, didapat tegangan sebesar 3,91 volt. Jadi, Nilai ADC pada gambar 12(a), diperoleh dari: (1) 831
Gambar 14 Pengujian Jarak Pancar Maksimum Access Point Tanpa Sekat
Berdasarkan gambar 14, jarak node dengan access point sejauh 9 meter. Jarak ini merupakan jarak
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 65
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
maksimum yang dapat dipancarkan oleh server atau access point. Ketika jarak node lebih dari 9 meter dari access point, node tidak dapat terhubung ke dalam jaringan Wi-Fi. Hal ini dikarenakan pemantulan sinyal yang mengenai kursi, meja, dinding dan benda padat lainnya. Jarak pancar maksimal dari laptop ini juga diperoleh dari literatur konfigurasi Ad-Hoc pada jaringan Wi-Fiuntuk laptop. Pada konfigurasi Ad-Hoc, jarak pancar Wi-Fi yang dapat diakses antar komputer harus kurang dari 30 feet. Hal ini, berarti jarak pancar Wi-Fi maksimum sejauh 9,24 meter, karena 1 feet = 0,3048 cm sehingga jarak= 30 x 0,3048 = 9,24 meter. Setelah node terhubung ke dalam jaringan Wi-Fi, server akan mengirimkan perintah untuk menghidupkan dan mematikan lampu dengan menekan tombol ON/OFF yang terdapat pada interface di server. Saat ON ditekan, lampu pijar hidup. Saat tombol OFF ditekan, lampu pijar mati. Pada saat lampu hidup dan mati, sensor akan aktif dan memiliki nilai ADC tertentu karena terkena dan tidak terkena cahaya dari lampu pijar. Setelah mendapatkan nilai ADC dari pengujian sensor sebelumnya, nilai ADC tersebut diolah oleh mikrokontroler dan kemudian dikirim ke Xbee S6. Selanjutnya, Xbee S6 mengirim nilai ADC tersebut ke server melalui jaringan Wi-Fi. Nilai ADC tersebut merupakan feedback dari lampu dan kemudian diolah oleh interface di server sebagai indikator untuk menampilkan status lampu. Indikator node pada interface menunjukkan warna hijau jika nilai ADC kurang dari 900. Ketika ADC lebih dari 900, maka indikator node pada interface akan berwarna merah. Indikator lampu pada node di interface dapat dilihat pada gambar 15.
Node Ruang B Sekat
8,5 meter
Ruang A Server
Access Point
Gambar 16 Pengujian Menggunakan Sekat diantara Node dan Server
Berdasarkan gambar 16, access point berada di ruang A dan node berada di ruang B. Ruang A dengan ruang B dibatasi oleh dinding. Setelah melakukan pengujian, jarak maksimum yang dipancarkan oleh access point dan dapat diakses oleh node turun menjadi 8,5 meter. Hal ini karena adanya fenomena tabrakan antar sinyal (Air Collision) yang disebabkan oleh efek propagasi gelombang radio seperti scattering, reflection maupun diffraction. Scattering adalah proses terjadinya penghamburan sebuah gelombang radio akibat gelombang yang menabrak ujung permukaan benda yang lancip. Reflection adalah proses terjadinya pemantulan gelombang radio secara berulang-ulang karena menabrak permukaan benda. Diffraction adalah sebuah fenomena yang terjadi saat gelombang radio menabrak sebuah permukaan dan membuatnya berpindah arah propagasi. 4.5 Pengujian Skenario 2 Pengujian skenario 2 dilakukan untuk menguji sistem dengan menggunakan 2 node yaitu node A dan node C.Alamat IP pada node A adalah 192.168.1.1 dengan alamat port adalah 9750. Alamat IP pada node Cadalah 192.168.1.3 dengan alamat port adalah 9750. Tiap-tiap node ditempatkan pada jarak yang berbeda dari server. Pengujian menggunakan 2 node ditunjukkan pada gambar 17.
Gambar 15 Indikator Saat Lampu Hidup
Pengujian menggunakan sekat bertujuan untuk mengetahui jarak pancar maksimum server dan keakuratan data yang dapat dikirim oleh node ke sever. Sekat berbentuk benda padat dengan ketebalan serta kerapatan yang cukup tinggi. Pengujian menggunakan sekat diantara node dan server yang ditunjukkan pada gambar 16.
66 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 17 Pengujian Menggunakan 2 Node
Berdasarkan gambar 17, pada node A terdapat sebuah lampu TL 18 watt. Jarak node A dengan server sejauh 3,53 meter. Pada node C terdapat
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
sebuah lampu pijar 5 watt. Jarak node Cdengan server sejauh 9 meter. Berdasarkan dari hasil pengujian, didapat data seperti pada tabel 2. Tabel 2 Hasil Pengujian Pada Skenario 2 Node Status Lampu Di Server A C A C ON Lampu Lampu Hijau Hijau Hidup Hidup OFF Lampu Lampu Merah Merah Mati Mati
Tombol
Dari tabel 2 terlihat bahwa pengujian sistem pengendalian dan monitoring lampu pada 2 titik node dengan menggunakan interface dapat bekerja dengan baik. Interface dapat menunjukkan dan menampilkan status lampu baik dalam keadaan hidup atau mati serta dapat menghidupkan dan mematikan lampu sesuai dengan node yang dituju. 4.6 Pengujian Skenario 3 Pengujian skenario 3 dilakukan untuk mengetahui kondisi lampu yang rusak yang terdapat pada node A. Proses pengujian lampu dalam keadaan rusak ditunjukkan pada gambar 18 dan indikator saat lampu dalam keadaan rusak pada interface di server ditunjukkan pada gambar 19.
Gambar 18 Pengujian Lampu Dalam Keadaan Rusak
Gambar 19 Indikator Saat Lampu Rusak
4.7 Pengujian Skenario 4 Pengujian dilakukan dengan menggunakan access point eksternal.Pada pengujian sebelumnya, hanya menggunakan 1 laptop yang berfungsi sebagai access point sekaligus server, namun pada pengujian ini akan menggunakan 2 laptop. 1 laptop hanya berfungsi sebagai access point dan 1 laptop lainnya hanya berfungsi sebagai server seperti yang ditunjukkan pada gambar 21. Alamat IP server adalah 192.168.2.1, alamat IP access point adalah 192.168.1.5 dan alamat IP node adalah 192.168.1.1 dengan alamat port ketiga piranti tersebut adalah 9750.
Gambar 20 Pengujian Menggunakan 1 Node dan 2 Laptop
Berdasarkan gambar 20, access point akan membentuk jaringan WiFi. Setelah jaringan WiFi terbentuk, server dan node akan terhubung ke dalam jaringan Wi-Fi. Selanjutnyaserver akan menjalankan perintah untuk menghidupkan atau mematikan lampu yang ada di node dengan menekan tombol ON/OFF pada server. Dari hasil pengujian, server dapat mematikan dan mematikan lampu yang telah terhubung pada access point dengan jarak 9 meter pada ruang terbuka atau tanpa menggunakan sekat. Indikator status lampu pada server dapat membaca keadaan lampu dengan tepat yaitu ketika tombol ON ditekan, maka status lampu menunjukkan warna hijau dan ketika tombol OFF ditekan, maka status lampu menunjukkan warna merah. 4.8 Pengujian Sistem Secara Keseluruhan Pengujian ini dilakukan dengan penambahan 1 buah node yaitu node B. Pengujian sistem secara keseluruhan ditunjukkan pada gambar 21. Pada node A, terdapat sebuah lampu TL 18 watt. Jarak node A dengan server sejauh 3,53 meter. Pada node B, terdapat sebuah lampu TL 23 watt dan lampu pijar 10 watt. Jarak node B dengan server sejauh 5,54 meter. Pada node C, terdapat sebuah lampu pijar 5 watt. Jarak node Cdengan server sejauh 9 meter. Berdasarkan dari hasil pengujian, didapat data seperti pada tabel 3.
Berdasarkan gambar 18 dan 19, ketika saklar ON ditekan, status lampu node A menunjukkan berwarna merah. Setelah dilakukan pengecekan terhadap lampu, lampu tersebut tidak menyala. Setelah lampu diganti dengan lampu baru, lampu tersebut dapat menyala. Hal ini menunjukkan bahwa lampu tersebut rusak. Kerusakan lampu dapat disebabkan berbagai macam hal, seperti sudah lama dipakai.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 67
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Daftar Pustaka
Gambar 21 Pengujian Secara Keseluruhan
Tabel 3Hasil Pengujian Pada Keseluruhan
Berdasarkan tabel 3, setelah tombol saklar ON/OFF di masing-masing interface node, lampu-lampu yang terdapat pada masing-masing node dapat hidup atau mati.Ketika tombol ON node B di server untuk menghidupkan lampu 2, lampu tersebut hidup dan indikator status lampu 2 pada node B di server menunjukkan warna hijau. Ketika tombol ON ditekan untuk menghidupkan lampu 3, lampu tersebut hidup dan indikator status lampu 3 menunjukkan warna hijau. Begitu juga ketika tombol OFF di tekan pada interface untuk mematikan lampu 2 dan 3, indikator status lampu menunjukkan warna merah. Jadi, dengan adanya penambahan 1 node yang terdapat 2 lampu, interface dapat menghidupkan dan mematikan lampu serta membedakan kondisi status lampu secara tepat dan real time. 5. Kesimpulan Dari hasil pengujian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Jaringan Wi-Fi dapat dibangun dengan menggunakan 3 buah modul Xbee S6 yang terhubung pada access point secara Ad-Hoc.Xbee S6 dapat mengirim nilai ADC yang dihasilkan oleh sensor ke server melalui jaringan Wi-Fi.Sistem kendali dan monitoring lampu yang dibangun dapat digunakan pada 3 node yaitu node A, node B dan node C pada jarak 3,53 meter, 5,54 meter dan 9 meter.Interface yang dibuat dapat mengendalikan dan memonitoring lampu secara real time serta dapat mengetahui keadaan lampu, jika ada lampu yang mengalami kerusakan.Sistem kendali dan monitoring lampu dapat dibangun dengan menggunakan access point eksternal.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih pada Jurusan Teknik Elektro UII.
68 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Li Jiang, Da-You Llu, Bo Yang, (2004) Smart Home Research, Proceedings of the Third International Conference on Machine Learning and Cybernetics, Shanghai, 26-29 August Changsu Suh; Young-Bae Ko, (2008) Design and implementation of intelligent home control systems based on active sensor networks, IEEE Transactions on Consumer Electronics, vol.54, no.3, pp.1177,1184, August Dae-Man Han; Jae-Hyun Lim, (2010) Design and implementation of smart home energy management systems based on zigbee, IEEE Transactions on Consumer Electronics, vol.56, no.3, pp.1417,1425, Aug. M. H. Abd Wahab, N. Abdullah, A. Johari, H. Abdul Kadir, (2010) GSM Based Electrical Control System for Smart Home Application, Journal of Convergence Information Technology, Volume 5, Number 1, February R. D. Prama,(2013)Desain Sistem Kendali Lampu Pada Rumah Dengan Mini Web Server AVR, Malang. S. Hwang and D. Yui, Remote and Controlling System Based on Zigbee Networks, (2012) International Journal of Software Engineering and Its Applications, vol. 6. A. Supriyanto, (2013)Rancang Bangun Kendali Lampu Menggunakan Mikrokontroler ATmega8538 Berbasis Android Melalui Bluetooth dan Speech Recognition. Datasheet Xbee Wi-Fi RF Module, Digi International, 2011. A. Pradana, Belajar Elektronika Asik, Menyenangkan dan Terlengkap. Available at http://elkaasik.com/karakteristik-photodioda/ Iswanto, (2008) Implementasi Sistem Embeded Mikrokontroler ATmega8535 Dengan Bahasa Basic. A. P. Mavino and B., (1984) Prinsip-prinsip Elektronika. B. W. and S. Firmansyah, (2010) Elektronika Digital Dan Mikroprosesor. A. Basuki, (2006)Algoritma Pemrograman 2 Menggunakan Visual Basic 6.0, Surabaya. K. D. Octovhiana, (2003) Cepat Mahir Visual Basic 6.0.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
DAMPAK PEMBERIAN IMPULS TEGANGAN BERULANG TERHADAP TINGKAT PERLINDUNGAN ARRESTER TEGANGAN RENDAH Diah Suwarti Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Jln. Babarsari No 1, Sleman, Yogyakarta
[email protected]
Intisari Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang panas dan lembab, oleh karena itu Indonesia mempunyai hari guruh lebih tinggi dibanding negara lainnya yaitu antara100 -200 hari guruh per tahun. Surja petir dapat menimbulkan tegangan lebih dan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tegangan rendah dan peralatan elektrik tegangan rendah. Kerusakan peralatan elektrik yang diakibatkan tegangan lebih berdasarkan angka statistik mencapai 31,68%. Prosentase ini merupakan terbesar dibanding prosentase karena sebab-sebab lain. Arester adalah peralatan yang digunakan untuk memproteksi peralatan dan sistem elektrik terhadap tegangan lebih yang salah satu penyebabnya adalah surja petir.Karena banyak arester tegangan rendah yang dijual di pasaran dan dapat dimanfaatkan untuk melindungi peralatan listrik rumah tangga maka diperlukan penelitian untuk mengetahui tingkat perlindungan (margin) salah satu arester tegangan rendah setelah diterpa beberapa buah cacah impuls tegangan. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa tingkat perlindungan arester terhadap peralatan yang dilindunginya dengan diberikan (6 dan 10) buah cacah impuls dengan puncak tegangan impuls 16 kV, 20 kV, 25 kV dan 30 kV, berturut-turut sebesar 15,7%, 11,20% untuk klas VW1 dan 57,8 %, 55,025 % untuk klas VW2; 83,14%, 82,06% untuk klas VW3. Untuk puncak tegangan impuls 20 kV berturut-turut ‐38,44%, ‐42,94% untuk klas VW1;18,48%, ‐ 22,94%, untuk klas VW2 dan19,0741,55% , 37,058% untuk klas VW3. Puncak tegangan impuls 25 kV berturut-turut ‐60,92%,‐60,92% untuk klas VW1 ;‐40,92%, ‐40,92%, untuk klas VW2 dan 19,07% , 19,07% untuk klas VW3. Puncak tegangan impuls 30 kV berturut-turut ‐78,91%,‐74,41% untuk klas VW1 ; ‐58,91%,‐54,41%, untuk klas VW2 dan 1,08% , 5,58% untuk klas VW3 Kata kunci: Surja petir, arester tegangan rendah, margin.
1. Pendahuluan Surja petir dapat menimbulkan tegangan lebih dan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tegangan rendah dan peralatan listrik tegangan rendah dengan beberapa mekanisme.Mekanisme pertama melalui sambaran petir langsung pada jaringan tegangan rendah.Mekanisme kedua adalah sambaran petir yang tidak langsung mengenai jaringan tegangan rendah tapi petir menyambar pohon ataupun tanah di sekitar jaringan tegangan rendah. Sambaran tidak langsung ini menyebabkan kopling elektromagnetik antara jaringan dan sambaran petir sehingga mengakibatkan tegangan induksi pada jaringan . [5] Mengingat semakin besar jumlah kerusakan yang ditimbulkan oleh surja petir karena semakin banyaknya pemakaian komponen elektronik oleh masyarakat luas dan industri maka diperlukan sistem proteksi petir yang mampu melindungi peralatan tegangan rendah. Arrester adalah peralatan yang digunakan untuk memproteksi peralatan dan sistem elektrik terhadap tegangan lebih yang salah satu penyebabnya adalah surja petir. Arester tegangan rendah pada umumnya terbuat dari bahan ZnO. [5]
Ketahanan suatu peralatan memikul tegangan surja petir, jika dipasang pada suatu sistem bertegangan tertentu disebut BIL (Basic Impuls Level). Untuk setiap peralatan yang akan dipasang pada sistem tersebut selisih BIL peralatan yang dilindungi dengan tingkat proteksi arrester yang melindunginya disebut margin. Margin biasanya ditetapkan (20 – 30%) dari BIL peralatan yang dilindungi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat perlindungan arester terhadap peralatan yang dilindungi apabila arester tersebut diterpa oleh beberapa buah cacah impuls.
2. Dasar Teori 2.1. Petir Petir merupakan proses alam yang terjadi di atmosfer yang mungkin terjadi sebelum dan pada saat terjadi hujan (thunder strom). Muatan akan terkonsentrasi di dalam awan atau bagian dari awan dan muatan yang yang berlawanan akan timbul pada permukaan tanah di bawahnya. Apabila muatan bertambah, beda potensial antara awan dan tanah akan naik sehingga kuat medan di udarapun akan naik. Jika kuat medan ini melebihi kuat medan diantara awan-awan tersebut maka akan terjadi
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 69
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
pelepasan muatan. Kuat medan yang diperlukan untuk memulai aliran (streamer) adalah EB = 10 – 40 kV/m, pada awan yang mempunyai ketinggian 1 – 2 km diatas tanah dapat menghasilkan tegangan 100 MV. [2] 2.2. Proses terjadinya petir Sambaran diawali oleh kanal muatan negatif, menuju daerah yang terinduksi positif dan sambaran yang terjadi umumnya adalah sambaran muatan negatifdari awan ke tanah. Tahapan sambaran petir diperlihatkan pada Gambar (1).
Gambar 1.Tahapan sambaran petir ke tanah dan arus impuls yang terjadi( Sirait, 1987,Proteksi sistem tenaga)
2.3. Arester Arester merupakan peralatan yang didesain untuk melindungi peralatan lain dari tegangan surja (baik surja hubung maupun surja petir) dan pengaruh follow current. Sebuah arester harus mampu bertindak sebagai isolator, mengalirkan beberapa miliamper arus bocor ke tanah pada tegangan sistem dan berubah menjadi konduktor yang sangat baik, mengalirkan ribuan amper arus surja ke tanah, memiliki tegangan yang lebih rendah daripada tegangan withstand dari peralatan ketika terjadi tegangan lebih, dan menghilangan arus susulan mengalir dari sistem melalui arester (power follow current) setelah surja petir atau surja hubung berhasil didisipasikan (Petunjuk Operasi &Pemeliharaan Lighling Arester, PLN, 2010). 2.4. Prinsip Kerja Arrester Prinsip kerja rangkaian proteksi surja / arester secara umum ditunjukkan dalam Gambar 2.Sebuah rangkaian proteksi surja tidak boleh mempengaruhi operasi normal dari sistem yang diproteksi. Artinya, impedan seri harus sangat kecil (Z1 << Z2) dan impedan paralel harus sangat besar (Z2 >> ZL) untuk tegangan dan frekuensi sinyal normal. Misalkan ZL adalah impedan beban.
70 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 2 Rangkaian proteksi surja secara umum (Vernon Cooray, 2010)
Pengalihan surja ke konduktor referensi atau bumi memiliki kelemahan. Ketika arus gelombang surja yang besar menyebar melalui jaringan referensi dengan cara yang tidak terkendali, ini akan menyebabkan gangguan dalam sistem yang sehat lainnya. Oleh karena itu, perlindungan seri tampaknya lebih diinginkan.Namun, sampai saat ini tidak ada perangkat non linier serial yang kuat, cepat dan handal yang dapat menggantikan perlindungan paralel.Dari persyaratan tersebut di atas, pirantipiranti proteksi (proteksi surja) harus nonlinear.komponen–komponennon-linear dapat dikelompok-kan menjadi tiga kelompok: 1. Perangkat yang memiliki tegangan konstan selama konduksi surja (pemotongan)
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.
Perangkat yang mengubah keadaan dari insulator menjadi konduktor yang baik selama konduksi surja. 3. Perangkat yang memiliki impedan seri yang besar untuk tegangan CM (isolator disisipkan dalam seri, misalnya CM filter, trafo isolasi, opto-isolator. Proteksi surja seri yang lain atau piranti pembatas termasuk sekering, pemutus rangkaian, induktor dan temperature-dependent resistors). Spark gap terdapat dalam tabung keramik diisi dengan gas inert (gas tabung discharge) dan varistor oksida logam adalah piranti yang sangat populer dalam proteksi instalasi tegangan rendah (Vernon Cooray, 2010). 2.5. Arester tegangan Rendah MOV (Metal Oxide Varistor) Arester surja jenis MOV didesain tanpa menggunakan celah (gaplessa). Arester jenis MOV merupakan arester yang banyak diterapkan pada sistem tegangan rendah, karena memiliki kemampuan pemotongan tegangan rendah jenis MOV memiliki rating arus pelepasan sebesar 1 kA hingga 15 kA. Biasanya, varistor dibuat dalam bentuk piringan dan karenanya memiliki nilai kapasitansi yang besarnya pada kisaran 0,2-10 nF. Termasuk induktan kaki varistor akan melengkapi rangkaian setara dari varistor, yang ditunjukkan pada Gambar (3). Varistoradalah perangkat yang bertindak cepat dengan tanggapan waktu kurang dari 0,5 μs. Kinerja varistor dipengaruhi oleh suhu. Kebocoran arus yang berlebihan dapat menaikkan suhu varistor tersebut. Karena varistor memiliki koefisien suhu negatif, arus akan meningkat jika varistor bertambah panas, yang akan meningkatkan arus lebih jauh, sehingga akhirnya timbul panas yang belebihan. Varistor biasanya digunakan untuk melindungi sistem elektronik dari tegangan lebih transien yang merambat pada listrik. Ada berbagai jenis model varistor yang telah dikembangkan pada masa lalu yang sedang digunakan untuk berbagai aplikasi dan tergantung pada jenis varistor yang digunakan. Energi yang diserap dalam keramik pada sebuah varistor didistribusikan di seluruh keramik pada butiran-butiran dibandingkan pada sebuah persimpangan tunggal seperti pada bahan semikonduktor. Varistor dapat menahan transien pulsa tunggal sampai dengan 150 persen dari arus pengenalnya, tetapi varistor mungkin rusak pada transien multipulse pada 75 persen dari arus pengenalnya dari puncak arus. Ketika varistor dioperasikan pada tegangan operasi sistem, varistor hanya bisa menahan 40 persen dari arus pengenal dalam lingkungan multipulse.
Gambar 3 Model rangkaian ekivalen dari varistor (Vernon Cooray, 2010)
2.6. Karakteristik Arus-Tegangan Surge Protection Device (SPD) Standar internasional IEC616431Edition2.0(03/2005) mendefinisikan karakteristik dan tes untuk Surge Protection Device pada sistem distribusi tegangan rendah seperti diperlihatkan padaGambar (4).
Gambar 4Karakteristik arus/waktu dari sebuah SPD dengan varistor.(Overvoltage protection, Chapter J, Schneider Electric - Electrical installation guide 2010)
3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode perbandingan, yaitu membandingkan arus bocor masing-masing arrester sebelum maupun setelah diterpa impuls dengan nilai yang ada pada Standar InternasionalIEC61643-1Edition2.0(03/2005). Hasil perbandingan tersebut diharapkan dapat menginformasikan tentang tingkat perlindungan arrester setelah diterpa beberapa impuls tegangan. 3.1.Bahan Penelitian Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tiga arester tegangan rendah yaitu arester merek Merin Gerin/Schneider type PF40 1P. Data spesifikasi arester terlihat pada tabel (1). Tabel 1. Data Teknis arester No
Data teknis
Merin Gerin PF40 1P
1
Maximum Current Discharge. Imax (kA)
40
2
Nominal Discharge Current. In (kA) Voltage Protection Level. Up. (kV) Rated Voltage Network. Un (V) Maximum Continous Operating Voltage. Uc (V)
15
3 4 5
≤1,5 230 260
6
Operating Frequensi
50/60 Hz
7
Operating Voltage
230/260 V AC
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 71
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
No
Data teknis
8
Permanent operating Current. Ic
<1mA
9
Respone time
<25 ns
10
Operating Temperature
-250C s/d
11
Standard
dengan puncak tegangan impuls 16 kV; 20 kV; 25 kV dan 30 kV. Data hasil pengujian arester sebelum (keadaan baru) dan setelah diterpa 6 dan 10 buah cacah impuls pada puncak tegangan impuls 16 kV; 20 kV; 25 kV dan 30 kV diperlihatkan pada Tabel (2) ,tabel (3) dan tabel(4).
Merin Gerin PF40 1P
+600C IEC 61643-1 T2 EN 61643-11 Type 2
Tabel.2. Data pengujian arus bocor AC sebelum diterpa impuls Pengujian Arester : MG PF40 1P Temperatur : 280C, Waktu Pengujian : 18 Maret 2011/14s/d16 wib Tekanan : 985 mm Hg Tempat Pengujian : Lab. TTT bawah Kelembaban : 67, 5% Tegangan Arus Bocor No Kerja (V) Arester (μA) 1 20 20,5 2 40 42,1 3 60 65,7 4 80 86,8 5 100 108,8 6 120 130,2 7 140 150,1 8 160 172,6 9 180 210 10 200 250 11 220 330 12 240 450 13 260 640 14 280 880 15 300 1230 16 320 1670 17 340 2320 18 360 2950 19 380 3620 20 400 4250
3.2. Alat penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah satu unit generator impuls OGAWA SEIKI buatan jepang, resistor tegangan tinggi, kapasitor dan osiloscope LeCroy 9354 AL 500MHz. 3.3. Jalannya penelitian a. Pengujian besar arus bocor arester sebelum diterpa impuls tegangan (keadaan baru) dan setelah diterpa impuls tegangan Dasar dari penelitian ini adalah dengan memberikan tegangan kerja AC mulai dari 20 s.d. 400 volt pada arester, sebelum dan sesudah dikenai impuls. Tegangan kerja yang diberikan pada masingmasing arester diberikan pada nilai dibawah sampai melebihi nilai tegangan operasi maksimum (Uc) masing-masing arester. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik arus bocor terhadap tegangan kerjapada arester sebelum dan sesudah arester tersebut diterpa impuls. Hasil pengujian ini akan menunjukkan karakteristik (V-I) arester sebelum dan sesudah diterpa impuls sehingga akan terlihat pula ketahanan arrester setelah diterpa impuls. Gambar 5 menunjukkan blok diagram pengujian arus bocor arester. Variac
Trafo Step-Up
Amper meter
Arrester
Volt meter
Gambar 5. Blok diagram pengujian arus bocor arrester
b. Membandingkan antara arus bocor arester hasil pengujian dengan Standar internasional IEC61643-1Edition2.0(03/2005) Standar internasional IEC616431Edition2.0(03/2005) mendefinisikan karakteristik dan tes untuk SPD pada sistem distribusi tegangan rendah seperti diperlihatkan padaGambar4.
Tabel.3. Data pengujian arus bocor AC pasca impuls No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tanggal Pengujian Temperature Tekanan udara Kelembaban Waktu pengujian
72 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Arus bocor AC pasca impuls (μA ) pada Tegangan Impuls (KV) 20 25 Cacah Impuls (cacah) 6 10 6 10
16 6
10
24,7 47,8 71.00 96.2 117.9 140,5 166,3 190,3 220 280 360 540 750 1090
25 50 70 80 100 130 150 180 220 280 370 520 760 1100
207 470 730 970 1130 1230 1390 1580 1780 1980 2200 2380 2590 2790
199.8 318.2 580 760 1000 1200 1370 1590 1800 1980 2190 2610 2790 3000
221.6 450 710 960 1200 1460 1690 1960 2180 2460 2720 2940 3200 3480
1530 2120 2830 3630 4520 5480
1500 2070 2750 3540 4360 5160
3000 3180 3410 3590 3780 3950
3190 3390 3390 3600 3770 3980
20/8/2 014 28 1009
21/8/2 014 29 1001
21/8/2 014 27 1009
72 08.00
72 09.30
72 10.00
30 6
10
225.5 360 580 750 980 1190 1370 1580 1780 1980 2180 2390 2570 2780
230 370 580 740 960 1190 1390 1560 1780 1970 2180 2400 2560 2780
230 360 560 760 980 1180 1350 1560 1770 1990 2170 2370 2570 2820
3720 3990 4280 4540 4900 5370
2990 3180 3580 3770 3940 5390
3000 3160 3390 3580 3760 3950
2980 3170 3390 3600 3780 3940
21/8/2 014 29 1001
21/8/2 014 28 1013
21/8/2 014 28 1011
21/8/2 014 28 1009
21/8/2 014 28 1009
72 11.00
72 10.09
62 10.09
62 13.00
62 14.00
Tabel.4. Data pengujian tegangan residu arester MG jenis PF40 1P
4. Hasil Pembahasan 4.1. Data hasil pengukuran Arus bocor arester dan tegangan pemotongan arester sebelum dan setelah diterpa 6 dan 10 buah cacah impuls
Teg ang an Ker ja (V) 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400
Pengaturan osiloskop No
1
μs
mV
10
200
Tegangan impuls Vimp (kVolt) Osilo skop (mV)
569
16
Tegangan residu Vres (Volt) 6 cacah μs
mV
29 27 30 27
814900 758700 843000 758700
Osilo skop (mV) 32 32 32 32
Riil (mV) 899200 899200 899200 899200
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pengaturan osiloskop No μs
mV
Tegangan impuls Vimp (kVolt) Osilo skop (mV)
Tgl Pengujian 0 Temperatur ( C) tekanan (mm Hg) Kelembaban ( %) Waktu Pengujian Pengaturan osiloskop No μs
mV
2
Tegangan impuls Vimp (kVolt) Osilo Riil skop (kV) (mV)
712
20
Tgl Pengujian 0 Temperatur ( C) tekanan ( %) Kelembaban (mm Hg) Waktu Pengujian Pengaturan osiloskop No
3
μs
mV
10
200
Tegangan impuls Vimp (kVolt) Osilo Riil skop (kV) (mV)
888
25
Tgl Pengujian 0 Temperatur ( C) tekanan ( %) Kelembaban (mm Hg) Waktu Pengujian Pengaturan osiloskop No
4
μs
mV
10
200
Tgl Pengujian 0 Temperatur ( C) tekanan ( %) Kelembaban (mm Hg) Waktu Pengujian
Tegangan impuls Vimp (kVolt) Osilo Riil skop (kV) (mV)
1067
30
Tegangan residu Vres (Volt) 6 cacah Osilo Riil skop (mV) (mV) 22 618200 32 899200 24 674400 29 814900 30 843000 32 899200 29 814900 32 899200 30 Maret 2011 30 Maret 2011 27 28 985 984 70 67 08.00 10.30 Tegangan residu Vres (Volt) 6 cacah 10 cacah Osilosk Osilo Riil Riil op skop (mV) (mV) (mV) (mV) μs
mV
104 104 104 104 96 96
2922400 2922400 2922400 2922400 2697600 2697600
112 3147100 96 2697600 104 2922400 104 2922400 104 2922400 104 2922400 104 2922400 112 3147100 104 2922400 104 2922400 20 Agustus 2014 20 Agustus 2014 27 28 1013 1011 73 62 08.00 10.30 Tegangan residu Vres (Volt) 6 cacah 10 cacah Osilosk Osilo Riil Riil op skop (mV) (mV) (mV) (mV) 144 4046400 144 4046400 144 4046400 128 3596800 144 4046400 136 3821600 136 3821600 136 3821600 136 3821600 136 3821600 144 4046400 136 3821600 136 3821600 136 3821600 136 3821600 136 3821600 20 Agustus 2014 20 Agustus 2014 28 28 1009 1009 62 62 12.30 13.30 Tegangan residu Vres (Volt) 6 cacah 10 cacah Osilosk Osilo Riil Riil op skop (mV) (mV) (mV) (mV) 160 4496000 168 4720800 160 4496000 160 4496000 176 4945600 160 4496000 176 4945600 160 4496000 160 4496000 168 4720800 168 4720800 160 4496000 160 4496000 160 4496000 160 4496000 160 4496000 20 Agustus 2014 20 Agustus 2014 28 28 1009 1009 72 72 14.30 15.30
Nilai Arus bocor arester Merin Gerin,pada tegangan operasi kerja maksimum (Uc) sebelum diterpa impuls/dalam kondisi baru, lebih kecil dari pada arus bocor baku ( 1 mA), (ABB Application Guidelines, 2010). Artinya bahwa kondisi arester yang diuji dalam kondisi laik-kerja. Nilai Arus bocor arrester, pada tegangan operasi kerja maksimum (Uc) setelah diterpa beberapa cacah impuls masih dibawah 1mA sampai dengan
puncak impuls tegangan 16 kV, lebih dari 16 kV, arus bocor arrester sudah diatas 1mA, hal ini menunjukkan bahwa arrester sudah mengalami degradasi/ penurunan kualitas kerja . Berdasarkan data tegangan residu arrester setelah diterpa beberapa cacah impuls dan dengan dinaikkannya puncak tegangan impuls maka dapat dikatakan bahwa arester MG pada puncak tegangan impuls 16 kV dengan 6 dan 10 buah cacah impuls tegangan mempunyai nilai tegangan residu tertinggi masing-masing yaitu (814,900 volt dan 899,200 Volt). Nilai tegangan residu arester MG tersebut belum melebihi batas ketahanan tegangan klas VW1 dan VW2 pada standar SNI 04-7021.21-2004. Artinya tegangan residu arester masih di bawah standar klas VW1 maupun VW2 dan tegangan residu arester dalam batas aman untuk peralatan listrik yang beroperasi di bawah 250 volt. Untuk tegangan puncak 20 kV arester MG dengan 6 dan 10 buah cacah impuls tegangan mempunyai nilai tegangan residu tertinggi sebesar 2,922,400 volt . Nilai tegangan residu arester MG tersebut sudah melebihi batas ketahanan tegangan klas VW1 dan VW2, tetapi belum melebihi batas ketahanan tegangan VW3 pada standar SNI 047021.21-2004. Artinya tegangan residu arester sudah di atas standar klas VW1 maupun VW2 tetapi masih di bawah standar klas VW3, dan dikatakan tegangan residu arester sudah tidak aman untuk peralatan listrik yang beroperasi pada tegangan 60 DC, tetapi masih aman untuk peralatan yang beroperasi pada tegangan 250 volt. Untuk tegangan 25 kV arester MG dengan 6 dan 10 buah cacah impuls tegangan mempunyai nilai tegangan residu tertinggi sebesar 4,046,400 volt . Nilai tegangan residu arester MG tersebut sudah melebihi batas ketahanan tegangan klas VW1 dan VW2, tetapi belum melebihi batas ketahanan tegangan VW3 pada standar SNI 047021.21-2004. Artinya tegangan residu arester sudah di atas standar klas VW1 maupun VW2 tetapi masih di bawah standar klas VW3, dan dikatakan tegangan residu arester sudah tidak aman untuk peralatan listrik yang beroperasi pada tegangan 60 DC, tetapi masih aman Pada puncak tegangan impuls 30 kV arester MG dengan 6 dan 10 buah cacah impuls tegangan mempunyai nilai tegangan residu tertinggi sebesar 4,945,600 volt. Nilai tegangan residu arester MG tersebut sudah melebihi batas ketahanan tegangan klas VW1 dan VW2, tetapi belum melebihi batas ketahanan tegangan VW3 pada standar SNI 04-7021.21-2004. Artinya tegangan residu arester sudah di atas standar klas VW1 maupun VW2 tetapi masih di bawah standar klas VW3, dan dikatakan tegangan residu arester sudah tidak aman untuk peralatan listrik yang beroperasi pada tegangan 60 DC, tetapi masih aman untuk peralatan yang beroperasi pada tegangan 250 volt.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 73
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Perbandingan antara tegangan residu untuk masing-masing puncak tegangan impuls 16kV, 20kV, 25kV dan 30kV dengan 6 dan 10 kali cacah impuls tegangan diperlihatkan pada Gambar 6dan 7. Grafik Tegangan Residu Arrester 6 kali cacah puncak impulse 16,20,25,30kV
6
6
x 10
Klas ketahan an Tegang an VW1 VW2 VW3
Tegangan residu (mV)
5 Pck 16 kV Pck 20 kV Pck 25 kV Pck30 kV VW3 VW2 VW1
4
3
2
1
0
Tabel 5 Hasil perhitungan margin perlindungan tegangan residu Arrester
0
2
4
6
8
10 12 Cacah impulse
14
16
18
16 kV 6 kali 10 kali 15,7 57,8 83,14
11,20 55,02 82,06
Margin perlindungan tegangan residu Arester (%), 6kali dan 10 kali cacah impuls, Pada puncak tegangan impuls (kV) 20 kV 25 kV 6 kali 10 kali 6 kali 10 kali -38,44 18,48 41,55
-42,94 -22,94 37,058
-60,92 -40,92 19,07
-60,92 -40,92 19,07
30 kV 6 kali 10 kali -78,91 -58,91 1,08
Grafik margin perlindungan tegangan residu arester dengan puncak impuls tegangan 16, 20, 25 dan 30 kV untuk 6 kali dan 10 kali cacah impuls diperlihatkan pada Gambar 8 dan Gambar 9.
20
Gambar 6 Grafik tegangan residu arester pada puncak tegangan impuls 16kV, 20kV, 25kV dan 30kV dengan 6 kali cacah impuls Grafik Tegangan Residu Arrester 10 kali cacah puncak impulse 16,20,25,30kV
6
6
x 10
Tegangan residu (mV)
5 pck 16kV pck 20kV pck 25kV pck 30kV VW3 VW2 VW1
4
3
2
1
0
0
2
4
6
8
10 12 Cacah impulse
14
16
18
20
Gambar 7 Grafik tegangan residu arester pada puncak tegangan impuls 16kV, 20kV, 25kV dan 30kV dengan 10 kali cacah impuls
4.2 Hasil perhitungan margin perlindungan tegangan residu Arrester Selisih BIL peralatan yang dilindungi dengan tingkat proteksi arester yang melindungi (Margin) biasanya ditetapkan (20 -30)% dari BIL peralatan yang dilindungi. Margin perlindungan tegangan residu arester dapat dicari. Perhitungan Margin perlindungan tegangan residu arester MG adalah sebagai berikut: Batas ketahanan tegangan klas VW1 (1000 volt) dengan 6 kali cacah impuls pada puncak tegangan impuls 16 kV: Selisih BIL peralatan yang dilindungi dengan tingkat proteksi arester yang melindungi adalah : 1000 volt – 843,000 volt =157,00 volt. Dapat dikatakan bahwa 157,00 volt adalah 15,7% dari BIL peralatan yang dilindungi, hal ini berarti margin arester MG untuk peralatan yang beroperasi pada tegangan DC di bawah 60 volt dapat dikatakan kecil, Vpemotongan< BIL peralatan. Untuk puncak tegangan impuls 20 kV, 25 kV dan 30 kV, masing-masing 6 kali dan 10 kali cacah impuls dengan batas ketahanan tegangan pada klas VW1, VW2 dan VW3, dapat dihitung dengan cara yang sama dan hasil perhitungan diperlihatkan pada tabel(5).
74 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 8 Grafik Hubungan Margin perlindungan tegangan residu arrester dengan 6 kali cacah impuls terhadap BIL Peralatan
Gambar 9 Grafik Hubungan Margin perlindungan tegangan residu arrester dengan 10 kali cacah impuls terhadap BIL Peralatan Artinya, margin atau tingkat perlindungan alat yang diuji pada penelitian ini dipengaruhi oleh banyaknya cacah impuls dan tingkat puncak impuls tegangan yang diberikan. Semakin banyak cacah impuls dan semakin tinggi puncak impuls tegangan maka tingkat perlindungan (Margin) dari arrester semakin rendah. alat yang diuji pada penelitian ini cocok digunakan untuk peralatan listrik dengan batas ketahanan tegangan klas VW2 (2000 volt) hanya pada puncak impuls tegangan 16 kV baik dengan 6 ataupun 10 kali cacah impuls dan untuk peralatan listrik dengan batas ketahanan tegangan klas VW3 (5000 volt) untuk puncak impuls tegangan
-74,41 -54,41 5,58
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
16 kV dan 20 kV baik pada 6 kali maupun 10 kali cacah impuls, karena mempunyai margin yang besar dan diatas yang distandarkan yaitu > 20%, serta tegangan residu masih dibawah 2000 volt dan 5000 Volt. Untuk peralatan listrik dengan batas ketahanan tegangan klas VW1 (1000 volt) perlu pertimbangan untuk memakai alat yang diuji walaupun tegangan residu masih dibawah 1000 volt untuk puncak tegangan impuls 16 kV. Hal ini dikarenakan margin yang didapatkan kecil (< 20%)dari BIL peralatan yang dilindungi. Berdasarkan tabel 4 dapat dinyatakan bahwa dengan puncak impuls tegangan yang lebih dari 25 kV arrester sudah tidak mampu melindungi peralatan listrik baik pada klas ketahanan tegangan VW1, VW2 maupun VW3. Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin besar puncak tegangan impuls dan semakin banyak cacah impuls yang diberikan akan mengakibatkan besarnya arus bocor pada arrester atau bisa dikatakan arrester mengalami degradasi/ penurunan kualitas materialnya, sehingga arrester akan mengalami kerusakan.
[2]
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Arus bocor semakin besar dengan meningkatnya puncak impuls tegangan dan banyak cacah impuls yang diterpakan pada arrester. 2. Besar tegangan puncak dan banyaknya cacah impuls yang diterpakan pada arrester mempengaruhi besar tegangan residu arrester dan tingkat perlindungan (margin) arrester dalam melindungi peralatan listrik. 3. Alat yang diuji pada penelitian ini cocok digunakan untuk peralatan listrik dengan batas ketahanan tegangan klas VW2 (2000 volt) hanya pada puncak impuls tegangan 16 kV baik dengan 6 ataupun 10 kali cacah impuls dan untuk peralatan listrik dengan batas ketahanan tegangan klas VW3 (5000 volt) untuk puncak impuls tegangan 16 kV dan 20 kV baik pada 6 kali maupun 10 kali cacah impuls, karena mempunyai margin yang besar dan diatas yang distandarkan yaitu > 20%, serta tegangan residu masih dibawah 2000 volt dan 5000 Volt. Untuk peralatan listrik dengan batas ketahanan tegangan klas VW1 (1000 volt) perlu pertimbangan untuk memakai alat yang diuji walaupun tegangan residu masih dibawah 1000 volt untuk puncak tegangan impuls 16 kV. Hal ini dikarenakan margin yang didapatkan kecil (< 20%)dari BIL peralatan yang dilindungi.
[9]
[3] [4] [5]
[6] [7] [8]
Sirait &Zorro., 1987,”Proteksi Terhadap Tegangan Lebih”, Jurusan Teknik Elektro FTI ITB. Tobing L.B., 2003,”Peralatan Tegangan Tinggi”, PT Gramedia Pustaka Utama. …………….,2010, “Overvoltage protection, Chapter J, Schneider Electric Electrical installation guide 2010 …………, Zoro R., 2009,“Induksi dan Konduksi Gelombang Elektromagnetik akibat sambaran petir pada Jaringan Tegangan Rendah”, Makara Teknologi Vol. 13 No. 1, April 2009 : 25-32. …………., 2010, “Petunjuk Operasi & Pemeliharaan Lightning Arester” Operation Manual, PLN. …………., 2004,”Peralatan dan Sistem Telekontrol” Standart Nasional Indonesia (SNI) Suwarti D., 2011,“Pengaruh Kenaikan Tegangan Impuls Terhadap Tingkat Perlindungan Peralatan Listrik Pada Arrester Tegangan Rendah”Prosiding SENOPUTRO Widyanto A., 2009, “Unjuk Kerja Arrester Tegangan Rendah”, UGM
Daftar Pustaka [1]
Cooray V., 2010,”Lightning Protection”, Institution of Engineering and Technology, London, United Kingdom
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 75
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
76 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
PUBLIKASI MUSEUM MELALUI SISTEM LOG ACTIVITY MENGGUNAKAN TEKNOLOGI RFID
Shiyami Milwandhari Program Studi Manajemen Informatika Politeknik Pos Indonesia
[email protected]
Abstrak Keberadaan museum saat ini semakin terkesampingkan akibat penurunan apresiasi masyarakat terhadap sejarah dan kebudayaan dengan pilihan masyarakat yang lebih besar dijatuhkan pada pusat-pusat keramaian. Eksistensi museum dapat ditumbuhkan melalui peran pengunjung dalam menyebarluaskan informasi selama mungunjungi museum dengan memanfaatkan jejaring sosial milik pengunjung. Jejaring sosial sebagai media komunikasi yang digunakan oleh hampir seluruh masyarakat di indonesia dapat dijadikan salah satu media publikasi yang efektif dan efisien. Maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat memposting kegiatan pengunjung didalam museum ke jejaring sosial milik pengunjung, sehingga informasi tersebut dapat dibagi ke pengguna jejaring sosial lain yaitu dengan membangun system log activity yang terintegrasi dengan jejaring sosial facebook menggunakan teknologi RFID sebagai pengidentifikasi dan penyimpan informasi secara otomatis. Hasil yang didapat dari system log activity ini adalah system dapat terintegrasi dengan jejaring sosial facebook dan teknologi RFID, system dapat mencatat data log kunjungan yang terposting ke jejaring sosial facebook dan dapat melakukan manajemen data pengunjung. Kata Kunci: museum, jejaring sosial, log activity, rfid.
1. Pendahuluan Museum adalah lembaga yang mempunyai peranan strategis dalam melestarikan dan mengkomunikasikan sumber daya budaya yang sangat beragam, sebagai salah satu asset pariwisata Indonesia. Selain mempunyai nilai tangible museum juga mempunyai nilai intangible seperti pengetahuan dan budaya yang bermakna luhur. Keberadaan museum juga tidak dapat digeser atau digantikan, karena peran museum sangat besar dalam menanamkan nilai nasionalisme dan mengenal budaya Indonesia. Keberadaan museum saat ini semakin tersampingkan dengan rendahnya apresiasi masyarakat terhadap sejarah dan kebudayaan dengan pilihan masayarakat yang lebih besar dijatuhkan pada pusat keramaian, seperti tempat hiburan dan pusat perbelanjaan. Berdasarkan data Bappenas, jumlah pengunjung museum setiap tahunnya masih di bawah 10 persen dari jumlah penduduk indonesia setiap tahunnya, seperti tercatat pada tahun 2006 jumlah pengunjung sebesar 4,56 juta dan terus menyusut menjadi 4,17 juta pengunjung pada tahun 2008. Oleh karena itu dibutuhkan evaluasi untuk memperbaiki fungsi museum dan menarik pengunjung dengan publikasi secara efektif sehingga mendorong eksistensi museum untuk meningkatkan kualitas masyarakat, antara lain dalam membentuk pembelajaran, pelayanan
informasi, dan penyediaan tempat rekreasi yang edukatif. Dibutuhkan penerapan teknologi untuk mempublikasikan secara cepat dan luas melalui media komunikasi massa dengan konsep penerapan teknologi pengunjungan. Media komunikasi massa yang biasa digunakan sebagai alat publikasi seperti koran, tv, buku dan radio atau disebut sebagai media tradisional merupakan media komunikasi massa yang memiliki karakteristik tersendiri dalam cara penyebaran dan penyajian informasinya, namun masing-masing media ini memiliki kelemahan yang sama yaitu keterbatasan dalam jangkauan akses dan umpan balik. Sosial media merupakan media komunikasi massa online yang mempunyai karakteristik berbeda dengan media tradisional, sosial media memungkinkan komunitas cepat terbentuk dan berkomunikasi secara efektif, layanan sosial media terbuka untuk umpan balik dan partisipasi mendorong suara, komentar dan berbagi informasi. Salah satu jenis sosial media adalah situs jejaring social. Melihat penggunaan jejaring sosial dalam beberapa tahun terakhir yang meningkat drastis dengan 43,6 juta jumlah pengguna Facebook dan 19,5 juta jumlah pengguna Twitter, Indonesia merupakan negara dengan tingkat penggunaan sosial media yang besar di dunia[2]. Dengan melihat fenomena ini, maka penggunaan jejaring sosial dapat dimanfaatkan sebagai salah satu media untuk mempublikasikan museum secara luas, efektif dan efisien.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 77
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Eksistensi museum dapat ditumbuhkan salah satunya dengan peran pengunjung dalam menyebarluaskan informasi dan pengalaman selama mengunjungi museum kepada masyarakat. Untuk memanfaatkan jejaring sosial sebagai media publikasi dan penumbuh eksistensi museum, maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat mencatat dan memposting setiap aktivitas kunjungan pengunjung secara otomatis ke akun jejaring sosial milik pengunjung, sehingga informasi tersebut dapat diketahui dan dibagi ke pengguna jejaring sosial lain secara langsung dan real time. Secara tidak langsung setiap informasi yang tersebar ini dapat menumbuhkan eksistensi museum. RFID (Radio Frequency Identification) merupakan suatu teknologi identifikasi yang fleksibel, mudah digunakan dan sangat cocok untuk operasi otomatis. Teknologi ini dapat menangkap data secara elektronik untuk mengidentifikasi, melacak dan menyimpan informasi yang tersimpan dalam tag RFID. Dengan teknologi ini maka dapat digunakan sebagai alat untuk otomasi dalam mencatat setiap informasi aktivitas kunjungan di museum. Setiap pengunjung museum akan mendapatkan unique visitor id yang disinkronisasikan dengan akun jejaring social milik pengunjung, sehingga setiap aktivitas pengunjung mulai dari masuk dan keluar museum, menelusuri setiap kawasan dan bagian-bagian di museum akan teridentifikasi dan tercatat ke system dan secara otomatis terposting ke akun jejaring sosial milik pengunjung. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini akan dibangun Sistem Log Activity menggunakan integrasi teknologi RFID dengan jejaring social sebagai penerapan teknologi pengunjungan untuk media publikasi museum.
2. Metode Dalam metode penelitian ini, digunakan tahapantahapan sebagai pedoman untuk mencapai proses penelitian yang efektif dan efisien. Tahapan proses dalam penelitian ini dituangkan dalam suatu kerangka pemecahan masalah yang dibagi dalam: 1. Tahap inisiasi, Tahap ini merupakan pengenalan umum pada topik yang dibahas. Tahap ini juga merupakan tahap untuk melakukan koordinasi dengan tim peneliti untuk melakukan pembagian tugas dan mematangkan rencana penelitian. 2. Tahap identifikasi masalah dan pengumpulan data, Tahapan ini dilakukan untuk mendefinisikan masalah yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pendefinisian masalah dilakukan melalui
78 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
3.
4.
5.
6.
pengenalan lapangan dari riset yang akan dilakukan. Selain itu masalah diperoleh dari studi literatur dan melihat kondisi eksisting dari proses bisnis, teknologi dan sumber daya yang tersedia di museum geologi bandung. Tahap penentuan spesifikasi kebutuhan, Berdasarkan analisa permasalahan dan informasi yang diperoleh dari studi literature dan proses bisnis maka dapat ditentukan spesifikasi dari protipe yang akan dirancang dan dibuat. Spesifikasi ini akan meliputi spesifikasi teknologi yang digunakan, model bisnis, perangkat hardware dan Software aplikasi yang dibuat.. Tahap perancangan sistem. Berdasarkan spesifikasi teknis yang telah ditentukan selanjutnya dapat dirancang sistem yang akan dibangun. Tahapan perancangan ini mencakup perancangan arsitektur sistem, perancangan data, antar muka, dan perancangan proses. Tahap pembuatan prototype. Rancangan sistem yang telah dibuat kemudian diimplementasikan dengan proses pengkodean (coding) sesuai dengan bahasa pemrograman. Pengembangan sistem dilakukan secara modular untuk memudahkan jika terjadi kesalahan dan kekeliruan. Tahap pengujian dan pelaporan, Penujian bertujuan untuk mengetahui adanya bug pada pada source code maupun hardware sehingga perlu dilakukan perbaikan. Setelah tahap ini selesai maka akan disusun laporan lengkap dari penenlitian ini.
Populasi target penelitian ini adalah pengunjung museum dan pengelola museum Geologi Bandung. Teknik Sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Cluster Random Sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompokkelompok unit yang kecil. Populasi dari cluster merupakan subpopulasi dari total populasi. Pengelompokan secara cluster menghasilkan unit elementer yang heterogen seperti halnya populasi sendiri (Nazir,1988:366).
3. Hasil dan Pembahasan Tahap analisis kebutuhan dilakukan dengan menyebarkan angket ke pengunjung museum geologi. Berdasarkan angket, tingginya minat para pengunjung yang dalam mengakses internet dan memanfaatkannya sebagai sumber informasi, referensi, memeriksa email, berkomunikasi, berjejaring sosial yang mana Facebook merupakan web yang paling banyak di akases. Pelajar memperbaharui status 2 hingga 5 kali dalam sehari, dan menyebarkan informasi mengenai berita dan kejadian terkini. Sistem Log Activity adalah aplikasi yang dibangun untuk melakukan proses reservasi online, manajemen pengunjung museum yang terkoneksi dengan sosial media facebook, mencatat otomatis semua activity log
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dari pengunjung yang dilakukan di masingmasing area dan dapat ter-record dan ter-upload ke akun facebook pengunjung menggunakan teknologi RFID.
rancangan system yang dimodelkan dengan Use Case Diagram.
Dalam mengembangkan Sistem Log Activity, pemilihan desain arsitektur teknologi dirancang sesuai dengan kebutuhan mulai dari perencanaan, pengaturan, dan evaluasi. Hal ini dilakukan guna menjaga efektifitas dan efisiensi dalam proses pengembangan sistem. Berikut adalah gambaran arsitektur teknologi Sistem Log Activity.
Gambar 2. Use Case Diagram Sistem Log Activity
Gambar 1. Arsitektur Teknologi
Jenis arsitektur yang digunakan pada sistem log activity ini adalah client-server. Kapanpun dan dimanapun, pengguna dapat mengakses system melalui koneksi internet. Server sebagai penyedia layanan selalu menunggu permintaan dari pengguna yang terhubung ke dalam jaringan local maupun global. Server berada di belakang firewall. Server ini mempunyai dua jalur jaringan, jalur utama terkoneksi melalui server & firewall, kemudian untuk mengantisipasi apabila terjadi gangguan jaringan, digunakan satu jalur link backup yang terkoneksi ke proxy.
Perancangan sistem log activity secara garis besar diawali dengan aktivitas reservasi online oleh pengunjung menggunakan akun jejaring social facebook, aktivitas ini sebagai tahap awal mendapatkan data pengunjung. Setiap pengunjung yang telah melakukan reservasi akan tersimpan dalam sistem dan sistem akan memposting data reservasi tersebut ke akun facebook pengunjung. Selanjutnya pengunjung melakukan registrasi untuk mendapatkan tag RFID. Dengan RFID ini setiap aktivitas kunjungan akan tersimpan ke log visitor dan system akan memposting log tersebut ke akun facebook pengunjung sesuai area yang telah dikunjungi. Selain menyimpan log visitor, sistem dapat mengelola data kunjungan dengan adanya fitur manajemen reservasi dan waktu kunjungan. 3.2 Implementasi Sistem Berdasarkan analisis dan konsep perancangan Sistem Log Activity yang telah dibuat, pada bagian ini dilakukan implementasi system sesuai dengan tujuan utamanya. Adapun hasil implementasi yang tercapai adalah sebagai berikut :
3.1 Perancangan Sistem Dalam tahap perancangan, system log activity ini menggunakan teknik pemodelan Unified Modelling Language. Berikut adalah gambaran
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 79
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 3. Implementasi Reservasi Online
Pada halaman ini pengunjung menambahkan data reservasi ke dalam form dengan menginputkan alamat, institusi dan jumlah pengunjung yang akan mengunjungi museum. Setelah melakukan reservasi maka sistem akan melakukan update status otomatis ke akun facebook pengunjung dengan informasi tanggal reservasi kunjungan seperti pada gambar 4 di bawah ini :
Gambar 4. Implementasi Posting Data Reservasi Ke Akun Facebook
Gambar 5. Implementasi Kelola Data Pengunjung
Pada halaman ini admin dapat melihat log reservasi pengunjung museum dengan informasi yang ditampilkan adalah data pengunjung, tanggal reservasi, tanggal log dan IP Address.
80 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 6. Implementasi Posting Data Log Activity Ke Akun Facebook
Gambar 7. Implementasi Manajemen Data Pengunjung
Pada halaman ini admin dapat melakukan pengaturan data master waktu kunjungan, hari libur nasional, kategori pengunjung dan kewarganegaraan,
4. Kesimpulan
Gambar 5. Implementasi Log Activity Pengunjung
Pada halaman ini admin dapat melihat log activity pengunjung museum, dengan informasi yang ditampilkan adalah data pengunjung, waktu log activity pengunjung, lokasi kunjungan dan keterangan lokasi kunjungan. Hasil dari log activity pengunjung ini juga dapat dilihat oleh pengunjung di akun facebook pengunjung seperti gambar. 6 di bawah ini :
Kesimpulan yang dapat di uraiakan berdasarkan hasil implementasi system log activity ini adalah: 1. Terintegrasinya Sistem Log Activity dengan jejaring sosial Facebook dan Teknologi RFID. 2. Mendapatkan data pengunjung dari jejaring sosial facebook pengunjung melalui sistem reservasi online. 3. Mendapatkan data Log Activity yang ter-posting ke jejaring sosial Facebook melalui teknologi RFID. Dalam proses pengembangan Sistem Log Activity, perlu dikaji lebih dalam lagi tentang communication system dan social marketing dengan menggunakan berbagai macam kemampuan media sosial yang ada. Selain itu pengembangan berikutnya sebaiknya mengintegrasikan lebih dari satu jejaring sosial yang ada seperti Twitter, LinkedIn dan Google Plus.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 81
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada : 1. Dirjen DIKTI. 2. Direktur Politeknik Pos Indonesia. 3. Ketua LPPM Politeknik Pos Indonesia. 4. Ketua Program Studi Manajemen Informatika
Daftar Pustaka ___________, Social Network, http://oxforddictionaries.com/definition/s ocial network, 17 Mei 2012, 20:50 WIB. Wheeler Steve., Anatomy of a PLE, http://stevewheeler.blogspot.com/2010/-07/anatomyof-ple.html, 24 Mei 2012, 17:00 WIB. Mayfield Antony., What is social media?, iCrosing, United Kingdom, 2010. Wasserman, Stanley., Faust, Katherine., Social Network Analysis in the Social and Behavioral Sciences., Social Network Analysis: Methods and Applications, Cambridge University Press, 1994. ___________, Key Facts, http://newsroom.fb.com/content/default.as px?News-AreaId=22, 17 Mei 2012, 21:30 WIB. ___________, PHP SDK, http://developers.facebook.com/docs/refer ence/php/, 18 Mei 2012. Bhatt , Himanshu and Bill Glover. RFID Essentials. (Sebastopol: O'Reilly, 2006). Manish , Bhuptani. RFID Field Guide: Deploying Radio Frequency Identification Systems. (Massachusetts: Prentice Hall 2005) Lahiri,
Sandip. RFID Sourcebook. (Massachusetts: Prentice Hall, 2005).
Haryanto, Bambang.2004.Rekayasa Sistem Berorientasi Objek. Bandung:Informatika Bandung. Wheeler Steve., Anatomy of a PLE, http://stevewheeler.blogspot.com/2010/-07/anatomyof-ple.html, 24 Mei 2012, 17:00 WIB.
82 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Aplikasi Id Card Radio Frequency Identification (Rfid) Sebagai Starter Key Elektrik Digital Berbasis Mikrokontoller AVR ATMEGA16 Joko Prasojo 1, Sudiana 2 Jurusan Teknik Elektro, STTNAS Yogyakarta1,2 Babarsari, Depok, Sleman, Yogyakarta
[email protected] Abstrak Pesatnya perkembangan teknologi berbanding lurus dengan tingginya tingkat kriminalitas. Tingkat kriminalitas di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jenis kejahatan yang ditemukan juga semakin bertambah, dari pembunuhan, perampokan dan pencurian. Fakta lain yang terjadi saat ini yaitu tingkat pencurian kendaraan bermotor di Yogyakarta yang relatif tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya media cetak maupun elektronik yang memberitakan kasus-kasus pencurian kendaraan bermotor. Pencurian terjadi disebabkan oleh kelalaian pemilik dan juga disebabkan oleh kurangnya sistem keamanan yang terdapat pada kendaraan bermotor karena hanya menggunakan kunci kontak. Langkah untuk mengatasi masalah pencurian tersebut salah satunya adalah dengan memberikan sistem pengaman ganda pada kendaraan motor. Fenomena tersebut menjadi titik tolak bagi peneliti untuk memanfaatkan teknologi ID Card dan Radio Frequency Identification (RFID) sebagai pengaman pendukung kunci kontak pada kendaraan bermotor yang difungsikan untuk pengamanan sepeda motor. RFID merupakan teknologi yang berfungsi untuk melakukan deteksi dan identifikasi obyek melalui data yang dikirim melalui frekuensi radio. Pengaplikasian teknologi RFID pada kendaraan bermotor memerlukan perancangan arsitektur sistem yang baik sehingga mampu untuk meningkatkan keamanan dari kasus pencurian.. Dalam hal ini akan dipaparkan bagaimana pengaplikasian kartu RFID sebagai sarter key pada kendaraan bermotor sehingga menambah keamanan pada kendaraan tersebut. Berdasarkan pengujian dan cara kerja dari Aplikasi Id Card Radio Frequency Identification (RFID) Sebagai Starter Key Elektrik Digital Berbasis Mikrokontoller Avr Atmega16 diberikan dalam bentuk hasil pengujian perangkat keras, yang terdiri atas, pengujian power supply, pengujian mikrokontroller, pengujian driver relay, pengujian jarak RFID dan pengujian keseluruhan dengan id card yang diregistrasi dan yang tidak diregistrasi. Hasil menunjukan bahwa sistem mampu mendeteksi kendaraan tercuri dan memicu sistem alarm. Penerapan sistem ini akan mencegah terjadinya tindak pencurian dan membatu dalam penyelidikannya Kata kunci: RFID, Tag, AVR ATMega 16.
1.
Pendahuluan
Pesatnya perkembangan teknologi berbanding lurus dengan tingginya tingkat kriminalitas. Tingkat kriminalitas di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jenis kejahatan yang ditemukan juga semakin bertambah, dari pembunuhan, perampokan dan pencurian. Fenomena tersebut tidak diimbangi dengan banyaknya kasus yang berhasil dipecahkan. Sindikat pelaku tindak kriminal juga semakin mahir dalam melakukan aksi kejahatannya, misalnya spesialis pembunuhan, spesialis pencurian, dan lain sebagainya. Fakta lain yang terjadi saat ini yaitu tingkat pencurian kendaraan bermotor di Yogyakarta yang relatif tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya media cetak maupun elektronik yang memberitakan kasus-kasus pencurian kendaraan bermotor. Pencurian terjadi disebabkan oleh kelalaian pemilik dan juga disebabkan oleh kurangnya sistem keamanan yang terdapat pada kendaraan bermotor karena hanya menggunakan kunci kontak. Langkah untuk mengatasi masalah pencurian tersebut salah satunya dengan memberikan sistem pengaman ganda pada sepeda motor. Fenomena tersebut menjadi titik tolak bagi peneliti untuk mencoba memanfaatkan teknologi ID
Card dan Radio Frequency Identification (RFID) sebagai pengaman pendukung kunci kontak pada kendaraan bermotor.
2.
Metode Penelitian
Langkah awal dalam perancangan adalah membuat satu blok diagram yang merupakan gambaran dasar untuk merancang dan akhirnya membuat suatu sistem/alat yang akan dibuat. Sehingga keseluruhan blok diagram rangkaian tersebut akan menghasilkan suatu sistem yang dapat difungsikan atau dapat bekerja sesuai dengan perancangan. Secara blok diagram penulis membagi menjadi beberapa bagian yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Blok diagram sistem
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 83
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Radio frequency identification3 (RFID) adalah proses identifikasi seseorang atau objek dengan menggunakan frekuensi transmisi radio. Radio frequency identification (RFID) menggunakan frekuensi radio untuk membaca informasi dari sebuah devais kecil yang disebut tag atau transponder (Transmitter + Responder). Tag RFID akan mengenali diri sendiri ketika mendeteksi sinyal dari devais yang kompatibel, yaitu pembaca RFID (RFID Reader). Sedangkan Tag ID adalah devais yang dibuat dari rangkaian elektronika dan antena yang terintegrasi di dalam rangkaian tersebut. Rangkaian elektronik dari tag RFID umumnya memiliki memori sehingga tag ini mempunyai kemampuan untuk menyimpan data. Memori pada tag dibagi menjadi sel-sel. Beberapa sel menyimpan data Read Only, misalnya serial number yang unik yang disimpan pada saat tag tersebut diproduksi. Sel lain pada RFID mungkin juga dapat ditulis dan dibaca secara berulang. Prinsip kerja dari alat pengaman kendaraan bermotor ini memanfaatkan kartu RFID sebagai kunci pertama sebelum kunci kontak kendaraan bermotor diaktifkan. Dengan demikian sebelum kunci kontak diaktifkan maka motor diharuskan untuk mendekatkan kartu RFID. Tetapi ketika motor tidak mengaktifkan kartu RFID, maka motor akan memberikan peringatan sirine sebagai tanda bahaya. Pada alat pengaman kendaraan bermotor ini menggunakan mikrokontroler ATMega sebagai pengendali utama (central processing unit) dan RFID reader (pembaca tag RFID) sebagai masukan. Sedangkan keluaran atau output sistem yaitu relay sebagai pengaman kunci. 1. Perancangan perangkat keras (Hardware) Gambar 2 adalah rangkaian lengkap alat yang terdiri rangkaian sistem minimum ATMega 16, driver relay, relay CDI, relay buzzer, dan rangkaian power supply.
Gambar 2. Skematik sistem rangkaian
a. Sistem minimum mikrokontroller Rangkaian mikrokontroler menggunakan sistem minimum, yaitu sebuah Crystal 11,059200 MHz dan dua buah kapasitor sebesar 22pf. Pemakaian osilator kristal 11,059200 MHz dimaksudkan agar baudrate yang dihasilkan oleh rangkaian ini adalah 19200, sehingga terjadi kesamaan baudrate
dengan RFID dan mampu menjalin komunikasi dengan baik b. ID-12 sebagai RFID reader Bagian ini adalah rangkaian RFID reader yang berfungsi untuk membaca kartu RFID. Rangkaian ini terdiri dari sebuah ID12 sebagai reader (pembaca), dan beberapa komponen pendukung yaitu resistor 4K7 Ohm dan 330 Ohm, transistor BC547 sebagai pemicu dan sebuah LED. Resistor ini digunakan sebagai hambatan agar arus yang masuk sesuai dengan kebutuhan, baik pada transistor maupun pada LED. LED ini digunakan sebagai indikator bahwa ada sebuah kartu RFID yang terdeteksi oleh reader. Jika ada maka LED akan menyala (berkedip). Pin 1 pada ID-12 berfungsi sebagi ground, pin 9 sebagai jalur data yang dikirim ke mikrokontroler, pin 3 dan pin 4 digunakan sebagai antena, pin 2 sebagai reset, pin 11 sebagai sumber arus, pin 6 sebagai future dan pin 7 sebagai format selector. Seperti gambar 3.
Gambar 3. Skema RFID ID-12 sebagai reader (Sumber: data sheet RFID)
c. Kartu RFID Jenis tag RFID yang digunakan pada alat adalah berbentuk kartu dan termasuk tag pasif, yaitu tag yang catu dayanya diperoleh dari medan yang dihasilkan oleh pembaca RFID. Tag ini hanya mampu mengirimkan informasi dalam jarak yang dekat. d. Driver relay dan indikator kontak Dalam rangkaian driver relay ini terdiri dari dua buah rangkaian switching transistor yaitu rangkaian saklar 1 (pin PA.3), rangkaian saklar 2 (pin PA.2), dan rangkaian relay indikator kontak (pin PA.0). Rangkaian saklar 1 berfungsi untuk menegendalikan arus yang mengalir ke buzzer. Rangkaian saklar 2 berfungsi untuk mengendalikan coil (CDI). Sedangkan rangkaian relay indikator kontak berfungsi sebagai indikasi kunci kontak dalam keadaan on/off. Rangkaian dan komponen pada saklar 1 dan 2 adalah sama, tetapi untuk masing-masing port pengendali ke mikrokontroler dan kondisi relay difungsikan berbeda. e. Rangkaian power supply
84 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Rangkaian pengaman kendaraan bermotor ini membutuhkan tegangan 5 volt DC. Rangkaian regulator ini berfungsi untuk menurunkan tegangan aki 12 volt ke 5 volt. Terdapat IC yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dengan keluaran 5 volt, yaitu IC LM 7805, merupakan regulator DC yang cukup stabil. Untuk meratakan tegangan output dari LM 7805 maka perlu ditambahkan kapasitor elektrolit sebesar 100 μF/16 volt. f. Pembuatan lay-out PCB Proses pembuatan lay-out PCB diawali dengan menggambar tata letak komponen menggunakan PCB Wizard 3.50. Tata letak komponen harus dirancang terlebih dahulu agar nantinya komponen dapat dipasang secara teratur dan benar. Pengaturan tata letak komponen disesuaikan dengan bentuk dan besar komponen serta hubungannya dengan rangkaian. Kemudian gambar yang sudah jadi tersebut dicetak lalu dicopy dengan kertas glossy. Pada bagian ini harus diperhatikan sebaiknya hal-hal sebagai berikut: 1. Memperhatikan hubungan antar komponen agar tidak terjadi kekeliruan. 2. Membuat jalur yang menghubungkan antar komponen sependek dan sekecil mungkin. 3. Tata letak komponen sebaiknya simetris. 4. Usahakan tidak terlalu banyak jumper.
3.
2. Perancangan Perangkat Lunak (Software) Perangkat lunak yang akan dibuat secara garis besar dapat digambarkan dalam suatu flowchart, seperti pada Gambar 4.
2. Pengujian mikrokontroler Tujuan dari pengujian ini yaitu untuk mengetahui tegangan pada setiap pin pada mikrokontroler yang terhubung dengan driver relay (fungsi transistor sebagai saklar). Sehingga akan diketahui kebutuhan arus basis transistor untuk memberikan status saklar tertutup sehingga akan menggerakan relay. Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian mikrokontroler.
Hasil Dan Pembahasan
Titik pengujian dilakukan pada titik rangkaian power supply, rangkaian mikrokontroler, rangkaian driver relay buzzer, driver relay CDI, relay indikator kunci kontak, RFID reader 12 dan pengujian alat secara keseluruhan. Untuk hasil pengujian dijelaskan satu-persatu dengan urutan sebagai berikut. 1. Pengujian power supply Pada rangkaian power supply terdiri dari accu sebagai sumber listrik, dioda sebagai penyearah tegangan, IC regulator LM7805 sebagai penyetabil tegangan, dan kapasitor sebagai filter. Rangkaian power supply menghasilkan tegangan keluaran sebesar +5V seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengujian power supply No 1
Input Voltage (Volt DC) 12
Output Voltage (Volt DC) 4,9
Gambar 5. Titik uji power supply
Tabel 2 Hasil Pengujian mikrokontroler
Gambar 4. Flow chart program
Pada sistem ini, perintah-perintah diprogram dengan bahasa pemrograman Bascom. Kemudian, program program ditulis dengan program Bascom AVR dan di-download-kan ke dalam mikrokontroler melalui program universal downloader dengan compile hexadecimal.
Tegangan
Titik Pengujian Ke -
Mikrokontroler ( Port µC )
Fungsi Port
1 2 3
PA.3 PA.2 PA.0
Relay buzzer Relay CDI Indikator kontak
Non Aktif 0 Volt 0 Volt 0 Volt
Aktif 4,9 Volt 4,9 Volt 4,9 Volt
3. Pengujian driver relay Pengujian rangkaian driver relay dilakukan dengan memberikan tegangan 5 volt pada masukan driver relay. Tegangan 5 volt digunakan sebagai simulasi keluaran dari mikrokontroler.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 85
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 3 Hasil pengujian driver relay Masukan
Keluaran
Pin 37
Pin 38
Relay Buzzer
Relay CDI
0
0
Mati
Mati
1
0
Hidup
Mati
0
1
Mati
Hidup
450
Berdasarkan Tabel 3 di atas ada beberapa kondisi yaitu: a. Ketika pin 37 dan pin 38 diberi masukan 0 Volt (logika low) maka relay buzzer dan relay CDI mati. b. Ketika pin 38 diberi masukan 5 Volt (logika high), dan pin 37 diberi masukan 0 Volt (logika low) maka relay buzzer akan hidup, sedangkan relay CDI dalam kondisi mati. c. Ketika pin 37 diberi masukan 5 Volt (logika hight), dan pin 38 diberi masukan 0 Volt (logika low) maka relay CDI akan hidup, sedangkan relay buzzer dalam keadaan mati. d. Oleh karena itu berdasarkan Tabel 3 pengujian diatas rangkaian driver relay dapat bekerja dengan baik. 4. Pengujian jarak RFID Pengujian antena ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan jarak toleransi komunikasi antara kartu RFID dengan RFID reader. Pengujian menggunakan antena internal yang sudah terintegrasi di dalam RFID reader. Dalam datasheet RFID reader ID-12 disebutkan bahwa kemampuan pembacaan dengan menggunakan antena internal sejauh 4 cm. Pengujian antena internal ini menggunakan 3 buah kartu RFID yang akan dibaca oleh reader dalam 4 posisi. Pengujian pertama dengan mendekatkan kartu RFID pada reader dengan posisi kartu RFID diletakkan horizontal diatas reader. Pengujian kedua dengan mendekatkan kartu RFID pada reader dengan posisi tag diletakkan horizontal dengan miring 450, pengujian ke tiga degan mendekatkan kartu RFID pada reader dengan posisi kartu RFID diletakan dibawah reader, dan pengujian ke empat mendekatkan kartu RFID pada reader dengan posisi kartu RFID pada bawah reader dengan miring 450. Tabel 4. Hasil pengujian pembacan tag RFID tanpa penghalang Data Tag Kartu RFID 1 Kartu RFID 2 Kartu RFID 3 Rata-rata
Horizontal atas 3,2 3,4 3,3 3,3
Jarak Baca Maksimal (cm) Atas Horizontal miring 450 Bawah 3,7 4 3,7 3,8 3,6 3,6 3,7 3,8
Tabel 5. Tabel pengujian pembacaan tag RFID dengan penghalang Jarak Baca Maksimal (cm) Jenis Horizontal Atas Horizontal Bawah Penghalang atas miring Bawah miring
Bawah miring 450 4 4,5 4,3 4,2
86 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
450
Kertas
3,9
3,7
4,2
4
Mika
3,6
3,8
4
4,3
Besi
0
0
0
0
Berdasarkan hasil Tabel 5, RFID reader dapat membaca kartu RFID pada dari segala posisi dengan rata-rata 3,75cm., RFID reader tidak dapat membaca kartu RFID pada posisi tegak lurus (vertikal) terhadap reader. RFID reader dapat membaca beberapa penghalang antara lain kertas dan mika, namun pada penghalang besi RFID reader tidak bisa membaca kartu RFID bahkan pada jarak pengujian terdekat. Prinsip kerja reader RFID berdasarkan medan magnet, maka kemampuan reader akan menurun atau bahkan tidak bisa membaca pada penghalang dari logam (besi). Hal ini dikarenakan tidak terjadi medan magnet pada saat reader didekatkan, sehingga tersedia daya pada kartu RFID. Terbacanya kartu RFID oleh RFID reader ditandai dengan bunyi pada buzzer yang terintegrasi pada RFID reader setelah kartu RFID didekatkan. 5. Pengujian secara keseluruhan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja aplikasi kartu RFID sebagai sistem pengaman secara keseluruhan. Pengujian dilakukan dua kali dengan kartu RFID yang berbeda, yaitu kartu RFID yang telah diregistrasi dan yang belum diregistrasi. Pengamatan dilakukan dengan mengamati kondisi relay buzzer, relay CDI dan kondisi kendaraan bermotor. Untuk pengujian keseluruhan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Memastikan semua jalur dan semua komponen telah terhubung dan terpasang dengan benar. 2. Siapkan dan hidupkan alat. 3. Dekatkan kartu RFID dengan reader RFID. 4. Catat hasil pengamatan pada tabel pengujian. Tabel 6. Pengujian alat dengan tag RFID yang diregistrasi Masukan Keluaran Kartu Kunci Relay Relay Keterangan RFID kontak Buzzer CDI Kendaraan kondisi mati Tidak 0 0 Mati karena tidak ada Aktif masukan Tidak Buzer hidup sebagai 0 1 Hidup Aktif peringatan keamanan Tidak Motor tidak bias 1 0 Mati Aktif dihidupkan karena
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi Masukan
1
1
Mati
Keluaran menunggu masukan kunci kontak setelah 10 detik sistem meminta masukan kartu Motor dapat distater Aktif untuk dihidupkan
Berdasarkan Tabel 6 ada beberapa kondisi yaitu : a. Saat kartu RFID yang diregistrasi tidak didekatkan dan kunci kontak tidak diaktifkan maka buzzer dan relay kontak tidak aktif. b. Saat kunci kontak diaktifkan dan kartu RFID tidak didekatkan maka relay CDI tidak menyambung sehingga motor tidak dapat dijalankan, selain itu sistem juga menghidupkan buzzer sebagai peringatan keamanan kendaraan bermotor. c. Saat kartu RFID didekatkan dan kunci kontak tidak diaktifkan maka relay CDI tidak tersambung sehingga motor tidak dapat dijalankan, setelah 10 detik kunci tidak diaktifkan maka sistem secara otomatis meminta memasukan kartu RFID. d. Saat kartu RFID didekatkan kemudian kunci kontak diaktifkan maka relay CDI tersambung sehingga motor dapat dijalankan. Tabel 7. Pengujian alat dengan tag RFID yang tidak diregistrasi Masukan Keluaran Kartu Kunci Relay Relay Keterangan RFID kontak Buzzer CDI Kendaraan kondisi Tidak 0 0 Mati mati karena tidak Aktif ada masukan Buzer hidup sebagai Tidak 0 1 Hidup peringatan Aktif keamanan Tidak Kendaraan kondisi 1 0 Mati Aktif mati Buzer hidup sebagai 1 1 Mati Aktif peringatan keamanan
peringatan keamanan kendaraan. Proses kerja alat secara keseluruhan dalam hal ini di aplikasikan pada kendaraan sepeda motor seperti pada Gambar 6, langkah-langkahnya sebagai berikut : a) Posisi kendaraan dalam keadan mati karena posisi kunci kontak dalam keadaan off b) Motor di On kan dengan menggunakan kunci kontak kondisi motor mati dan buzzer akan menyala sebagai peringatan dikarenakan tidak mendekatkan kartu RFID sebagai starter key ke RFID reader. c) Mendekatkan kartu RFID ke RFID reader dengan kartu yang salah dengan ditandai indikator LED tidak menyala. d) Motor di On kan dengan menggunakan kunci kontak maka kondisi motor mati dan buzzer akan menyala sebagai peringatan dikarenakan kartu RFID yang didekatkan ke RFID reader tidak terdaftar dalam mikrokontroller. e) Mendaftarkan kartu RFID supaya terdaftar dalam mikrokontroller dengan menekan tombol scan ditandai indikator LED berwarna hijau menyala. f) Mendekatkan kartu RFID ke RFID reader dengan kartu yang diterima oleh mikrokontroller dengan ditandai indikator LED menyala berwarna merah. g) Motor di On kan dengan menggunakan kunci kontak maka motor dapat dinyalakan
Berdasarkan Tabel 7. ada beberapa kondisi yaitu: a. Saat kartu RFID yang tidak diregistrasi tidak diaktifkan dan kunci kontak tidak diaktifkan maka buzzer dan relay kontak tidak aktif. b. Saat kunci kontak diaktifkan dan kartu RFID tidak didekatkan maka relay CDI tidak menyambung sehingga motor tidak dapat dijalankan, selain itu sistem juga menghidupkan buzzer sebagai peringatan keamanan kendaraan bermotor. c. Saat kartu RFID yang tidak diregistrasi diaktifkan dan kunci kontak tidak diaktifkan maka buzzer dan relay CDI tidak aktif. d. Saat kartu RFID yang tidak diregistrasi dan kunci kontak diaktifkan maka motor tidak dapat dijalankan karena menggunakan kartu yang salah, selain itu buzzer berbunyi sebagai
Gambar 6. Pengujian Keseluruhan Pada Sepeda Motor
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 87
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
4.
Kesimpulan
4.1 Kesimpulan Setelah mengamati dan membahas pengaplikasian Kartu RFID (Radio Frequency Identification) Sebagai Starter Key Elektrik Digital Berbasis Mikrokontroler AVR ATMega 16, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan meggunakan program BASCOM-AVR sistem kendali lebih mudah karena program ini cukup lengkap dengan adanya simulator untuk LED dan LCD sehingga bisa melihat program yang dibuat didalam simulasi dan sebelum didownloadkan kedalam mikrokontroler. 2. Penggunaan alat dilakukan dengan cara menghubungkan perangkat lunak (Software) dan perangkat keras (Hardware) sehingga dapat dilihat kemampuan program dalam mengendalikan mikrokontroler 3. Jarak pembacaan kartu RFID oleh RFID reader maksimal tanpa penghalang pada posisi horizontal atas adalah 3,3 cm ; pada posisi atas miring 450 adalah 3,7 cm ; pada posisi horizontal bawah adalah 3,8 cm, dan pada posisi horizontal bawah miring 450 adalah 4,2 cm. 4. Kartu RFID dapat terbaca oleh RFID reader meskipun ada penghalang, kecuali penghalang dari bahan logam, dan dalam posisi tegak lurus terhadap RFID reader. 5. Mikrokontroler tidak dapat memberikan perintah untuk mengaktifkan driver relay jika data yang terbaca oleh reader RFID tidak sesuai dengan data yang ada pada memori mikrokontroler. 4.2 Saran 1. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam pembuatan alat, usahakan menggunakan sistem yang sederhana dalam rangkaiannya namun memiliki kemampuan atau kualitas maksimal dalam pemilihan. 2. Dalam alat ini buzzer akan mati bila kunci kontak dimatikan pada saat kartu RFID tidak diinputkan. Untuk pengembangan lebih lanjut dari alat ini, maka sebaiknya buzzer akan tetap menyala sebelum menekan tombol khusus. 3. Untuk menambah fungsi dari alat ini, maka dapat dikembangkan lagi adanya sistem monitoring bagi yang menggunakan kendaraan bermotor tersebut.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) yang telah memberi dukungan dan Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Dosen Pemula bagi Dosen Perguruan Tinggi Swasta No. DIPA023.04.1.673453/2014 Tanggal 5 Desember 2013
88 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
revisi 1 Tanggal 29 April 2014 yang telah membiaya penelitian ini.
Daftar Pustaka Agfianto, 2003, Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Blocher, R., 2002, Dasar Elektronika. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mardiyono, 2011, Perancangan Arsitektur Sistem Deteksi Anti Pencurian Pada Perpustakaan Radio Frequency Identification. Semarang: Teknik Elektro Polines. Budiyanto,D,2010, Aplikasi Mikrokontroller AT89S51 Sebagai stater Elektrik Digital Pada Kendaran Bermotor Dengan Penampil LCD. Yogyakarta: Teknik Elektro IST AKPRIND Maryono, 2005, Dasar-Dasar Radio Frequency Identification (RFID), Teknologi yang berpengaruh di perpustakaan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Suranti, 2010, Pembuatan Sistem RFID Menggunakan Parallax's Reader Module. Jakarta: Bina Nuswantara University. United States Government Accountability Office, 2005, Radio Frequency Identification Technology in the Federal Government. Informaton Security: http://www.gao.gov/new.items/d05551.pdf. Utomo, B. T. (2007). Rancang Bangun Pengaman Mobil Berbasis Mikrokontroler At89s51 dengan Aplikasi Telepon Seluler Sebagai Indikator Alarm. Malang: Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang. Wahyudin, D., 2006, Belajar Mudah Mikrokontroler AT89S52 dengan Bahasa Bascom-8052. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wardhana, 2006, Belajar Sendiri Mikrokontroler Atmel AVR Seri ATMega8535 Simulasi, Hardware dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Beasiswa Menggunakan Meotde Naive Bayes Classiffier Riani Dewi H1, Yunita2, Novi Indrawati3 Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura Kampus UTM, Jl. Raya Telang Po Box Kamal 69162 E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Beasiswa merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan meringankan beban biaya pendidikan bagi siswa maupun mahasiswa. Di perguruan tinggi program beasiswa ini diberikan kepada mahasiswa yang masih aktif kuliah dan tidak melebihi masa studi normal. Jadi mahasiswa yang mengajukan beasiswa minimal semester 2 karena sudah mempunyai nilai IPK dan maksimal semester 8. Mahasiswa yang mendaftar beasiswa harus memenuhi syarat yang sudah di tentukan oleh pihak universitas. Dalam penelitian ini ada beberapa kriteria-kriteria yang digunakan untuk penyeleksian beasiswa, yaitu Penghasilan Orangtua, IPK, PLN, dan Tanggungan Keluarga. Metode yang digunakan untuk seleksi beasiswa adalah metode Naive Bayes Classiffier Classifier , metode ini akan mengklasifikasi pendaftar beasiswa menjadi dua kelas yaitu kelas layak dan tidak layak. Diharapkan sistem ini dapat berfungsi optimal dan baik dalam melakukan seleksi beasiswa. Kata Kunci : kriteria, seleksi, klasifikasi Abstract Scholarship is one of the goverment’s program that aims to ease the burden of education expenses for student or university student. In college the scholarship awarded to student who are still active and doesn’t exceed the normal study period. So, students who apply for scholarship at minimum of 2 semester because they have a value of GPA and the maximum of 8 semester. The students who enroled of scholarship must be eligible that has been specified by the university. In this research, there are several criteria used for the selection of scholarship, that is Income of Parents, GPA, PLN, and Dependant of Family. The method used for scholarship selection was method of Naive Bayes Classiffier;this method would classify the registrants into two classes, that is worthy and unworthy class. Should us that this system could function optimally and better for selection of scholarship. Keyword : criteria, selection, classification
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hak setiap warga Negara adalah mendapatkan pengajaran, dan haktersebut dicantumkan dalam Pasal 31 (1) Undang-Undang Dasar 1945. Mengacu pada pasal tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan juga wajib menjamin terlaksananya pendidikan yang bermutu untuk setiap warga negara Indonesia tanpa adanya diskriminasi. Hal tersebut diutamakan juga untuk warga negara yang kurang mamputetapiberprestasi dan berpotensi akademik yang baik. Oleh karena itu setiap lapisan lembaga pendidikan tidak tekecuali perguruann tinggi negeri akan memberikan beasiswa setiap semesternya untuk meringankan beban pendidikan mahasiswa. Dalam penyeleksian beasiswa ada beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing lembaga. Pada penelitian ini kriteria yang digunakan adalah Penghasilan Orangtua, IPK, PLN, dan Tanggungan Keluarga. Bidang kemahasiswaan penyeleksi beasiswa memerlukan suatu sistem yang dapat membantu memberikan solusi dalam penyeleksian mahasiswa penerima beasiswa. Oleh karena itu dibangun suatu sistem pendukung keputusan penyeleksian beasiswa
yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan metode Naive Bayes Classiffieryang dianggap mampu memberikan hasil yang akurat dalam pengklasifikasian pendaftar beasiswa ke dalam dua kelas yaitu kelas layak dan kelas tidak layak. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membangun sebuah sistem pendukung keputusan untuk penyeleksian penerimaanbeasiswa dengan kriteria Penghasilan Orangtua, IPK, PLN dan Tanggungan. 2. Membuat suatu sistem pendukung keputusan menggunakan metode Naive Bayes Classiffie. 1.3 Penelitian Terdahulu Sholihah[1] meneliti tentang penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ada di Universitas Trunojoyo Madura. Penelitian tersebut dilandaskan oleh beberapa faktor diantarannya adanya pemberian Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura yang berbeda-beda berdasarkan beberapa kriteria yang
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 89
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
telah ditentukan. Ada empat golongan besaran nilai UKT yang ada di Universitas Trunojoyo Madura, golongan 1 bernilai 1.000.000, golongan 2 bernilai 1.800.000, golongan 3 bernilai 2.250.000, dan golongan 4 bernilai 2.500.000. Untuk menentukan besaran pada masing-masing mahasiswa peneliti membuat suatu sistem pendukung keputusan menggunakan metode Naive Bayes Classiffier. Pada penelitian ini mampu memberikan hasil dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi. Dari beberapa skenario, skenario satu memberikan akurasi paling tinggi dengan hasil pada data kategorik 90 % sedangkan pada skenario hasil pada dua data kategorik 78.67%. Kusumadewi[2] pada penelitiannya mengenai pengklasifikasian status gizi seseorang menggunakan alat ukur antropometri sebagai variabel input. Penelitian tersebut didasarkan adanya suatu perbedaan status gizi pada masingmasing individu. Alat ukur menggunakan antropometri digunakan untuk menentukan keadaan gizi seseorang, untuk hasil yang optimal ada beberapa pedoman antropometri diantaranya penilaian terhadap usia dan berat badan, panjang badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas. Pada penelitian ini terdapat 5 golongan status gizi yaitu berat kurang, berat normal, obesitas kurang, obesitas sedang, dan obesitas berat. Untuk menentukan status gizi tersebut menggunakan metode Naive Bayes Classiffie, dengan hasil yang cukup berakurasi tinggi yaitu bernilai 93,2%. Hasibuan dkk, [3] pada penelitiannya mengenai seleksi penerimaan beasiswa, penelitian dilakukan di SMAN 2 Metro. Penelitian ini bedasarkan pada adanya kendala dan kesulitan dalam proses penyeleksian beasiswa di SMAN 2 Metro. Pada penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai perhitungan manualnya dan menggunakan expert choice, untuk mendapatkan hasil keputusan yang konsisten. Kesalahan yang sering terjadi dalam perhitungan metode ini adalah terjadinya kesalahan pada penetuan bobot dan proses pembandingkan secara berpasangan. Fredrik [4] meneliti tentang masa studi mahasiswa berdasarkan jalur penerimaan menggunakan klasifikasi data mining. Penelitian ini dilakukan di STMIK Palangkaraya terhadap mahasiswa jurusan D3 Manajemen Informatika pada tahun kelulusan 2006-2008. Penelitian ini dapat digunakan untuk membantu peningkatan perbaikan kualitas perguruan tinggi tersebut. Peneliti menggunakan metode Naive Bayes Classiffier untuk penelitian ini. Dengan metode Naive Bayes Classiffier untuk pengklasifikasian dan prediksi dapat memberikan suatu hasil berupa informasi atau pengetahuan yang dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan atau strategi pihak institusi dalam rangka meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
90 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Jananto[5] meneliti mengenai pencarian perkiraan masa studi mahasiswa. Penelitian dilakukan di Universitas Stikubank (UNISBANK) Semarang. Penelitian dilakukan untuk bisa mengetahui masa studi mahasiswa di suatu universitas, karena masa studi mahasiswa sangatlah penting untuk suatu perguruan tinggi demi meningkatkan perbaikan kualitas.Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode Naive Bayes Classiffier. Algoritma Naive Bayes Classiffier menghitung perbandingan peluang antara jumlah dari masing-masing kriteria.Dari hasil uji coba diperoleh tingkat kesalahan prediksi berkisar 20% sampai dengan 50% dengan data training dan testing yang diambil secara random. Namun rata-rata tingkat kesalahan berkisar 20 % hingga 34%. Tinggi rendahnya tingkat kesalahan dapat disebabkan oleh jumlah record data dan tingkat konsistensi dari data training yang digunakan. Sedangkan hasil prediksi dari ketepatan lama studi dari mahasiswa angkatan 2008 adalah sebesar 254 mahasiswa diprediksi ”Tepat Waktu” dan sisanya yaitu 4 orang diprediksi ”Tidak Tepat Waktu”.
2. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian pengambilan keputusan ini adalah metode Naive Bayes Classiffier. Metode ini menggunakan konsep probabilitas yang bertujuan untuk melakukan klasifikasi data pada class tertentu.[6] Metode Naive Bayes Classiffiermerupakan penyederhanaan dari teorema Bayes, penemu metode ini adalah seorang ilmuwan Inggris yang bernama Thomas Bayes. Probabilitas bersyarat adalah dasar dari teorema Bayes yang dinyatakan dalam persamaan 1. ............(1) Probabilitas X di dalam Y adalah probabilitas interseksi X dan Y dari probabilitas Y atau dengan bahasa lain P(X|Y) adalah prosentase banyaknya X didalam Y. Algoritma dalam metode Naive Bayes Classiffieradalah algoritma teknik klasifikasi. Pada pengklasifikasianNaive Bayes Classiffier diasumsikan bahwa ciri pada kelastertentu tidak ada hubungannya dengan ciri dari kelaslainnya. Penjelasan teorema Naive Bayes Classiffierseperti pada persamaan 2. ..........(2) dimanaC merupakan kelas, sementara variabel F1..Fn karakteristik petunjuk yang dibutuhkan untuk melakukan klasifikasi. Selanjutnya adalah mencari nilai posterior yang digunakan sebagai perbandingan dengan nilai posterior kelas-kelas lainnya untuk menentukan ke kelas apa suatu sampel akan diklasifikasikan. Hal tersebut ditunjukan pada persamaan 3 dan 4.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
P P P X
Y1,Y1,Y3…Yn |X P Y1| X * P Y2| X *…. ...........(3) Yn| X X |Y1,Y1,Y3,...Yn P X * P Y1| X * P Y2| ............ 4 *…P Yn| X
Dalam metode Naive Bayes Classiffierterdapat dua fase yaitu fase training dan testing. 1. Data Pelatihan Jika jenis data bersifat kategorial untuk sebagian data yang telah diketahui kelasnya diproses untuk membentuk model perkiraan. Namun jika jenis data bersifat numeric, maka proses training harus melewati beberapa tahapan yaitu perhitungan nilai mean, variance, dan deviasi standart pada tiap kriteria untuk masing-masing golongan. 2. Data Percobaan Proses ini merupakan proses perhitungan data yang mengacu pada data training. Pada proses ini ada beberapa tahapan, yaitu menghitung peluang kriteria terhadap golongan, menghitung peluang setiap golongan, dan menentukan nilai maximal pada masingmasing posterior.
Proses Training Data dalam metode Naive Bayes Classiffier ditunjukan pada Gambar 1 dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Mulai. 2. Menginputkan data pelatihan atau Training Data. 3. Pre-processing data dengan parameter yang digunakan bersifat kategorikal. 4. Proses perhitungan dengan metode Naive Bayes Classiffier untuk data kategorikal langkah pertama yang dihitung adalah probabilitas setiap kelasnya. 5. Selanjutnya menghitung probabilitas atribut dalam kelasnya. 6. Hasil probabilitas yang telah dihitung. 7. Selesai. Data Percobaan (Testing Data)
A. Rancangan Sistem a. Flowchart Data Pelatihan (Training Data)
Gambar 2. Perancangan Testing Data
Gambar 1. Perancangan Training Data
Proses Testing Data merupakan proses inti dari metode Naive Bayes Classiffier. Pada proses ini akan dihasilkan keputusan akhir dari perhitungan metode Naive Bayes Classiffier. Proses tersebut ditunjukan pada Gambar 2 dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Mulai. 2. Menginputkan Testing Data dimana data ini merupakan data pendaftar beasiswa. 3. Pre-processing data dengan parameter yang digunakan bersifat kategorikal. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 91
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
4.
5. 6. 7.
8. 9.
Membaca Training Data, karena proses pada Testing Data mengacu pada Training Data. Menghitung peluang kriteria terhadap masing-masing kelas. Menghitung peluang pada setiap posterior. Setelah menghitung peluang pada setiap posterior, dilanjutkan dengan menentukan peluang maximal dari posterior. Hasil akhir berupa keputusan dari peluang maximal tersebut. Selesai.
b. Use Case
Gambar 3. Use Case Sistem
Secara garis besar, use case rancangan sistem pendukung keputusan yang akan dibuat adalah seperti pada Gambar 3. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan pada alur sistem secara umum.: 1. Actor : admin dan pegawai 2. Use Case: Manajemen user : Merupakan User Case untuk olah data user sesuai dengan tingkatan level. Menginputkan data pendaftar : Merupakan User Case untuk menginputkan data pendaftar beasiswa yang dilakukan oleh pegawai. Proses Naïve BayesClassifier : Merupakan Use Case untuk melakukan perhitungan penyeleksian terhadap data mentah pendaftar beasiswa menggunakan Naive Bayes Classifier untuk mendapatkan hasil yang layak diterima dan tidak layak. Review hasil seleksi beasiswa :
92 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Merupakan Use Case hasil seleksi dari perhitungan menggunakan Naive Bayes Classifier. 2.1 Metode Pengumpulan Data Untuk menyelesaikan penelitian ini, berikut adalah metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti : 1. Penelitian Lapangan. Penelitian lapangan dilakukan di Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian mengenai pendaftar beasiswa tahun 2014. Bentuk penelitian yang dilakukan antara lain: a. Wawancara Wawancara atau mengajukan tanya jawab dengan staf penyeleksi beasiswa Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura untuk menggali informasi lebih detail mengenai proses beasiswa. 2. Penelitian Kepustakaan Pada penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan studi literatur dengan pembelajaran melalui buku, e-book, jurnal, internet, dan sumber referensi lainnya. 2.2 Metode Analisa Data Pada penelitian ini jenis data yang digunakan bersifat kategorik dengan beberapa kriteria yaitu Penghasilan Orangtua, PLN, PBB dan Tanggungan Keluarga. Setelah melakukan pengumpulan data dan menentukan jenis data kemudian data akan diolah menggunakan metode Naïve BayesClassifier. Pada metode Naïve Bayes Classifier akan diklasifikasi ke dalam dua class yaitu class layak dan class tidak layak untuk mendapatkan beasiswa.
3. Hasil dan Pembahasan Perancangan sistem penentuan beasiswa di jelaskan bahwa proses yang di lakukan dalam metode Naïve BayesClassifier yaitu menentukan data training. Dalam metode ini tedapat data berbentuk numeric dan kategorikal, jika data berbentuk numeric, maka penghitungannya menggunakan nilai mean, deviasi standart dan variance nya. Jika data berbentuk kategorikal, maka akan dihitung probabilitas setiap kelas dan probabilitas setiap atribut dalam kelasnya. Dalam studi kasus ini menggunakan data kategorik. Sebagai contoh data training ditunjukan pada Tabel 1:
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 1. Data Training
Gambar 5. Data Testing
Gambar 5 merupakan data testing atau data pengujian, data testing yang diinputkan ini nantinya akan ditentukan oleh sistem menggunakan metode Naïve Bayes Classifier.
Data training atau data pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 data training. Pada penggunaan data training ini bisa menggunakan beberapa skenario untuk uji coba sistem.
Gambar 6. Hasil Data Testing
Gambar 6 menunjukan perhitungan data testing, hasil perhitungan diatas merupakan perhitungan posterior pada masing-masing class yaitu class layak dan class tidak layak. Setelah menghitung masing-masing nilai posterior lalu menentukan nilai posterior maximum dari kedua class tersebut untuk menentukan keputusan apakah mahasiswa tersebut layak atau tidak untuk menerima beasiswa. Hal tersebut merupakan proses akhir dari metode Naïve Bayes Classifier.
4. Kesimpulan
Gambar 4. Pehitungan Probabilitas
Gambar 4 diatas merupakan perhitungan probabilitas yang dilakukan untuk menentukan probabilitas dari masing-masing kriteria pada setiap class. Perhitungan probabilitas ini mengacu pada jumlah data taraining atau data pelatihan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah : 1. MetodeNaïve Bayes Classifiermemberikanproses penyeleksian yang cepat dan algoritmanya mudah dimengerti. 2. Bahwa jumlah data training atau data pelatihan dapatmempengaruhi tingkat akurasi. 3. Dibutuhkan beberapa uji coba (skenario) data training atau data pelatihan unuk mendapatkan hasil dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 93
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Saran yang dapat peneliti sampaikan antara lain : 1. Dalam penelitian ini hanya menggunakan 5 kriteria untuk penyeleksian mahasiswa penerima beasiswa. Untuk penelitian selanjutnya bisa ditambah beberapa kriteria lagi. 2. Jenis pengelompokan data dalam penelitian ini bersifat kategorik, untuk hasil yang lebih optimal mungkin bisa ditambah dengan perhitungan data numeric. 3. Untuk mengetahui hasil perbandingan perhitungan seleksi beasiswa penelitian selanjutnya bisa menggunakan metode yang lain.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada kedua orang tua kami, yang tak hentinya memberikan do’a serta semangat untuk kami dan kepada dosen pembimbing kami tercinta ibu Andharini Dwi Cahyani,S.Kom,M.Kom yang senantiasa membimbing dan memberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.
Daftar Pustaka [1] Sholihah, Ani.2013. Sistem Penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan metode Naive Bayes Classiffier Classifier. Program Studi Teknik Informatika Universitas Trunojoyo. [2] Kusumadewi, Sri.2009.Klasifikasi Status Gizi Menggunakan Naive Bayesian Classification.Jurusan Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia. [3] Said Hasibuan, Aulia Vitari dan Muhammad.2010.Sistem Penunjang Keputusan Penerimaan Beasiswa Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process. Studi Kasus Penerimaan Beasiswa Di Sman2 Metro.Magister Teknologi Informasi IBI Darmajaya [4] Ulysses, John Fredrik .125301917.Data Mining Classification Untuk prediksi Lama MasaStudi Mahasiswa Berdasarkan Jalur Penerimaan Dengan Metode Naive Bayes. Magister Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta. [5] Jananto, Arief.2013. Algoritma Naive Bayes untuk Mencari Perkiraan Waktu Studi Mahasiswa. Program studi sistem informasi universitas Stikibank. [6] Natalius, Samuel.2010/2011. Metoda Naïve Bayes Classifier dan Penggunaannya pada Klasifikasi Dokumen. Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika.
94 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
KENDALI PENSTABIL FREKUENSI DAN TEGANGAN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK MIKROHIDRO MENGGUNAKAN BEBAN KOMPLEMEN DENGAN PENGENDALI PID DAN PWM Ana Ningsih 1, Oyas Wahyunggoro 2, M Isnaeni BS 3 Fakultas Teknik UGM1
[email protected] Fakultas Teknik UGM 2 Fakultas Teknik UGM 3 Abstrak Pemanfaatan energi air yang mengalir dari ketinggian tertentu yang kemudian dimanfaatkan untuk memutar kincir turbin dan diubah menjadi energi listrik atau yang disebut pembangkit listrik mikrohidro merupakan salah satu solusi dalam masalah krisis energi selama ini. Selain itu, kestabilan tegangan sangat diperlukan dalam kelangsungan penggunaan pembangkit listrik. Tegangan yang tidak stabil membuat peralatan listrik (beban) mudah rusak. Untuk mengurangi ketidakstabilan ada berbagai cara, salah satunya yaitu menggunakan rangkain kendali elektronik beban semu/ komplemen. Intinya generator akan dibebani dengan total beban yang selalu konstan, beban pada konsumen ditambah beban komplemen (semu) sama dengan kapasitas nominal generator. Penelitian ini menggunakan generator 3 phase dan motor induksi 3 phase sebagai mesin penggerak, beban utama menggunakan lampu dan beban semu menggunkan pemanas. Kendali utama menggunakan mikrokontroler Dspic30f4012 dihubungkan dengan sensor tegangan. Mikrokontroler bekerja menggunakan PWM dengan umpan balik menggunakan PID, yang kemudian PWM memberikan informasi pulsa ke rangkaian penggerak beban. Penggunaan PID pada sistem kendali ini akan menghasilkan tegangan di generator pada 50 Hz dan 220Vac baik ada beban ataupun tidak. Sehingga tegangan yang disalurkan ke konsumen stabil dan tidak merusak peralatan elektronik.
Kata Kunci: Beban komplemen (semu), mikrokontroler dspic30f4012, mikrohidro, PWM, PID.
1. Pendahuluan Energi merupakan kebutuhan pokok manusia. Sumber energi sekarang didominasi oleh sumber energi primer seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara, padahal sumber energi primer tersebut semakin lama persedianya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui oleh sebab itu dibutuhkan sumber energi alternatif untuk kehidupan yang akan datang. Salah satu nya yaitu pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Pemilihan PLTMH sebagai sumber energi terbaharukan karena Indonesia kaya akan potensi sumber daya air terlihat dari letak geografisnya. Mikrohidro adalah sumber pembangkit listrik terbatas yang memanfaatkan ketingian aliran air pada level tertentu di sungai, yang kemudian digunakan untuk memutar turbin dan disambungkan ke generator, sehingga generator tersebut menghasilkan sumber energi listrik yang dapat dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna. Dalam pembuatan mikrohidro diperlukan sebuah perancangan agar mikrohidro tersebut bekerja secara optimal, salah satunya yaitu mengatur putaran motor generator dalam keadaan tetap agar tegangan dan frekuensi yang dihasilkan stabil. Pada penelitian yang dilakukan Inggih Surya Permana, dkk (2010). dalam paper berjudul
”Rancang bangun pengontrolan beban secara elektronik pada pembangkit listrik”, mengatakan tingkat performasi suatu sistem pembangkit listrik di tentukan oleh output hasil frekuensinya, terutama pembangkit listrik mikrohidro. Pemakaian beban yang tidak menentu akan membuat frekuensi berubah dan membuat peralatan listrik (beban) tersebut mudah rusak, pengontrolan beban secara elektronik pada pembangkit listrik ini dapat meminimalkan kerusakan akibat frekuensi keluaran dari sistem distribusi yang tidak stabil, penggunaan kontrol beban secara elektronik lebih murah dibanding kontrol menggunakan governor, selain itu dimensi luasanya pun lebih ringkas dan praktis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sebuah penyelesaian dengan berbagai metode, Salah satu solusinya yaitu (Induction Generator Controller) IGC generator induksi 3 phase, adalah sebuah kendali yang mengatur beban elektronik, cara kerjanya yaitu generator akan dibebani dengan total beban yang selalu konstan. Beban pada konsumen ditambah beban komplemen (semu) sama dengan kapasitas nominal generator. Hal ini mengakibatkan putaran generator senantiasa konstan. Sehingga tegangan dan freuensi yang dihasilkan tetap pada 220V dan 50 Hz. Penggunaan PID di dalam sistem kontrolnya diharapkan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 95
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
menghasilkan nilai output sesuai dengan yang diharapkan Sistematika penulisan ini adalah: Abstrak yang berisi intisari dari penelitian yang dilakukan. Bab 1 Pendahuluan berisi latar belakang, studi literatur dan tujuan penelitian. Bab 2 Metode berisi: diagram kerja secara keseluruhan, rangkaian sensor tegangan, rangkaian penyearah 1 phase, rangkaian pengerak beban semu, mikrokotroler, algoritma pemrograman dan penalaan PID. Bab 3 berisi hasil dan pembahasan, yaitu hasil pengukuran sesor suhu dan penalaan PID. Bab 4 berisi kesimpulan. Kemudian ucapan terimakasih dan daftar isi.
Rangkaian Sensor Tegangan Sensor tegangan berfungsi untuk mendeteksi tegangan yang dihasilkan oleh sumber. Prinsip kerjanya yaitu sumber tegangan Vac dari generator dihubung ke trafo primer, sedangkan trafo sekunder dihubung ke jembatan dioda. Tegangan 220 Vac diubah menjadi tegangang 6Vdc yang kemudian disearahkan gelombang penuh menggunakan jembatan dioda. Nilai R1 dan R2 digunakan untuk menentukan batas tegangan 220 yang dibaca oleh sensor. Nilai R1 = 551 dan R2 = 389
2. Metode
Sehingga dihasilkan tegangan 2,52 Vdc saat tegangan 220 Vac. Titik ini yang akan dipakai sebagai acuan dalam pembacaan sensor ke mikrokontroler.
Untuk meyelesaikan permasalahan diatas maka diperlukan sebuah perancangan perangkat keras maupun perangkat lunak. Kendali IGC (Induction Generator Controller) komponen utama yang harus ada adalah beban semu (komplemen) dan kontrol itu sendiri. Adapun gambar blok kerjanya sbb:
Gambar 2. Sensor tegangan
Rangkaian Penyearah 1 Phase Rangkaian penyearah yang digunakan adalah penyearah gelombang penuh 1 phase, untuk menyearahkan sumber Vac dari generator, dengan menggunakan diode bridge tipe KBJ508 spesifikasi 5 amper. Gambar 1. Diagram Blok kerja
Secara umum cara kerja sistem kendali penstabil frekuensi dan tegangan mikrohidro sebagai berikut. Ketika generator berputar dan memberikan sumber tegangan ke beban utama secara bersamaan sensor tegangan membaca dan mengirimkannya ke mikrokontroler melalui ADC, kemudian mikrokontroler mengaktifkan algoritma PID dan meneruskanya ke PWM, PWM memberikan sinyal pulsa ke rangkaian penggerak beban semu (bertindak sebagai saklar) untuk mengaktifkan/ mematikan beban semu. Sistem kalang tertutup dibuat agar mempertahan nilai tegangan generator tetap 220 Vac. Jadi ketika tegangan turun/naik kemudian dibaca oleh sensor dan diterjemahkan oleh mikrokontroler, maka PID memulai aksinya untuk menjaga nilai error sekecil mungkin dan meneruskan nya ke PWM, yang kemudian PWM memberikan isyarat ke rangkaian penggerak beban semu untuk mengaktifkan /mematikan beban semu. Beban semu digunakan sebagai peyeimbang dari beban utama agar generator bekerja pada tegangan 220 Vac. 2.1 Metode Pengumpulan Data Rangkaian pendukung yang digunakan adalah:
96 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 3. Rangkaian Penyearah 1 phase
Rangkaian Penggerak Beban Semu Rangkaian penggerak beban semu menggunakan optocoupler 4n35 sebagai pemisah antara sumber arus 5Vdc dengan 220Vdc, dan mosfet sebagai saklar untuk beban semu, pemilihan mosfet sebagai saklar karena bisa bekerja pada tegangan yang tinggi dan daya yang besar dibanding dengan transistor
Gambar 4. Rangkaian penggerak beban semu
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 6. Diagram alir pemrograman mikrokontroler
Mikrokontroler Dspic30f4012 Mikrokontroler dspic 30f4012 adalah keluaran dari perusahaan microchip dengan tipe data 16bit. Struktur utama dari mikrokontroler ini yaitu: inti CPU, sistem integrasi dan pendukungnya. Didalam inti CPU terdapat CPU itu sendiri, data memory, program memory, mesin DSP dan interupsi. Pada rangkaian sistem minimum dihubungkan dengan rangkaian powersupply, rangkaian reset dan rangkaian osilator, untuk osilator yang digunakan 20 MHz. sedangkan untuk rangkaian downloader mikro hanya dihubungkan ke port seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Penalaan PID Didalam pemrograman algoritma PID dibutuhan nilai parameter untuk Kp, Ki dan Kd. Metode yang digunakan untuk menentukan tuning PID yaitu dengan respon waktu Ziegler Nichols dan metode kinerja terbaik. Dikarenakan metode ini mudah dan dapat menghasilkan nilai terbaik. Respon Waktu Kalang Terbuka Ziegler Nichos Pada metode ini langkah- langkah pengukuranya terlihat di Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir pengambilan data metode respon waktu
Gambar 5. Sistem minimum mikrokontroler
Algoritma Pemrograman Kontrol utama dalam sistem ini menggunakan mikrokontroler dspic 30f4012 yang mempunyai fitur internal PWM, bahasa pemrograman yang diggunakan yaitu bahasa c. Adapun diagram alir dari pemrograman mikrokontroler sebagai berikut:
1. Pengukuran dilakukan pada saat kalang terbuka, belum menggunkan algoritma hanya ADC dan PWM saja. 2. Pengukuran dilakukan di rangkain penggerak beban semu, ini dikarenakan rangkaian tersebut yang paling mendekati beban semu yaitu titik yang akan dikontrol. Pada beban semu tidak dapat dilakukan pengukuran karena beban semu menggunakan tegangan 220v sedangkan fitur pada osiloscope hanya mampu mengukur sampai 20v saja 3. Pengukuran dilakukan saat diberi beban utama 100 watt, karena pada beban maksimal maka hasil pengukuran akan lebih terlihat jelas dari pada beban 25watt. Adapun hasil pengukuran metode respon waktu kalang terbuka terlihat di Gambar 8.
Gambar 8. Grafik pengukuran respon waktu kalang terbuka
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 97
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3. Hasil dan Pembahasan Penalaan PID Kinerja Terbaik Metode ini dilakukan dengan uji coba berualang – ulang, sehingga dihasilkan nilai penalaan PID dengan kinerja terbaik, 2.2 Metode Analisis Data Pada metode uning PID menggunakan waktu respon lup terbuka, didapat gambar di bawah ini.
3.1 Sensor suhu Langkah pertama dalam melakukan pemrograman algoritma ini adalah dengan melakukan pengukuran di sensor tegangan, proses ini dilakukan ketika sistem masih kalang terbuka tanpa adanya kendali PID, adapun hasil pengukurannya adalah pada tabel 2. Tabel 2. hasil pengukuran sensor tegangan Beban utama (Watt) 0 25 50 75 100
L T K
Gambar 9. Grafik pengukuran respon waktu lup terbuka dengan penalaan PID
Dari gambar 9 dapat dijabarkan untuk nilai yang didapat yaitu: L = 20 ms= 0,02 s T = 60 ms = 0,06 s K= 4 Sesuai dengan hasil di atas persamaaan berikut, menjadi :
Kp Ti Td
T/K.L 0 0
Teg Output (Vdc) 3.54 3.35 3.17 2.83 2.6
Frek (Hz) 56,9 55,6 53,5 51,2 50
Dari hasil penalaan PID dengan nilai parameter Kp=0.9 Ki=25 dan Kd=0.001, adalah Saat beban semu 100 Watt
kita masukan ke
PI 0.9 T/K.L 3.3 T 0
Teg Input (Vac) 296 282 260 237 221
3.2 Hasil Pengukuran PID Respon Waktu Kalang Terbuka Ziegler Nichols
Tabel 1. Parameter Tuning Untuk metode respon waktu kalang terbuka P
Beban Semu (Watt) 100 75 50 25 0
PID
Gambar 10. Grafik respon waktu saat beban 100 W
Saat beban semu 75 Watt
1.2T/K.L 2L 0.5L
Maka di dapat nilai untuk PID adalah:
Gambar 11. Grafik respon waktu saat beban 75W
Saat beban semu 50 Watt
Persamaan ideal kontrolnya
Dari persamaan tabel 1, maka dimasukan nilai didapat Kp=0.9 Ki=25 dan Kd=0.001. Langkah selanjutnya yaitu memasukan nilai tuning tersebut ke algoritma PID. Gambar 12. Grafik respon waktu saat beban 50 W
98 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Kedua seting Kp dengan Ki=0 dan Kd=0, nilai Kp dinaik turunkan sehingga di dapat hasil yang maksimal yaitu Kp =5. Ketiga seting Kd dengan Kp=5 dan ki=0. Nilai Kp dinaik turunkan untuk mendapatkan respon terbaik yaitu pada nilai Kd=3. Dari ujicoba diatas didapat nilai Kp=5, Ki=0, Kd=3. Hasil pengukuranya adalah
Saat beban semu 25 Watt
Saat beban semu 100 Watt
Gambar 13. Grafik respon waktu saat beban 25W Tabel 3. Hasil pengukuran Beban Utama (Watt)
Beban semu (Watt)
Teg Generator (Vac)
Frek (Hz)
0
100
235
53
25
75
226
51,3
50
50
222,5
50,5
75
25
218
49,8
100
0
214
48,9
Gambar 15. Grafik kinerja terbaik beban 100w
Saat beban semu 75 Watt
3.3 Penalaan PID Kinerja Terbaik Dalam langkah percobaan penentuan tuning PID dengan kinerja terbaik, dilakukan uji coba secara berulang-ulang, adapun langkah-langkanya pada gambar 14, adalah: Mulai
Didapat nilai Ki, cari Kp
Inisialisasi Prog utama, register ADC & PWM
Out nilai PDC ke PWM
Gambar 16. Grafik kinerja terbaik beban 75w
Saat beban semu 50 Watt
Tidak
Input ADC dari sensor
Mempercepat respon
Ya Titik tengah 558 dibuat nol Range sensor diperlebar 5x,
Membalikan nilai PDC agar berbanding searah dng PWM
Didapat nilai Ki, & Kp, cari nilai Kd
Out nilai PDC ke PWM
Gambar 17. Grafik kinerja terbaik beban 50w
Pengendalian PID Tidak
Penalaan Kp=1, Ki=0 cari nilai Ki
Saat beban semu 25 Watt
Efek redam
Ya Out nilai PDC ke PWM
Tidak
Ambil data & disimpan
Ya Error hilang
Selesai
Gambar 14. Diagram alir penalaan PID kinerja terbaik
Pertama seting Kp=1, Kd =0, kemudian nilai Ki dinaik turunkan, ketika Ki diberi nilai terjadi osilasi meskipun nilai yang di berikan sangat kecil, maka diputuskan Ki=0.
Gambar 18. Grafik kinerja terbaik beban 25w
Untuk hasil pengukuran tegangan di generator terlihat pada tabel 4.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 99
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 4. Hasil pengukuran di generator No
Beban semu (Watt)
1 2 3 4
0 25 75 100
Teg Generator (Vac) 220 220 220 220
Frekuensi (Hz) 50 50 50 50
4. Kesimpulan 1. Dengan penggunaan kontrol IGC (Induction Genertor Controller) dapat dihasilkan kontrol generator secara otomatis. 2. Penggunaan mikrokontroler Dspic 30f4012, memudahkan penggunaan baik secara pemrograman maupun perancangan perangkat keras. 3. Proses penentuan penalaan PID menggunakan metode respon waktu belum menunjukan hasil yang maksimal, karena tegangan di generator belum bisa konstan di 220Vac. 4. Penentuan penalaan PID mencari kinerja terbaik menghasilkan tegangan keluaran generator tetap pada 220 Vac baik saat saat ada beban maupun beban penuh.
Ucapan Terima Kasih Pada penelitian ini, peneliti mengucapkan terimaksih kepada Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Program Studi S2 Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Daftar Pustaka Jasa, L, Hery, M, (2010) ” Aplikasi Neural Network Pada System Control Turbin Mikro hidro”, Lontar Komputer vol. 1 no.1, Desember Inggih Surya Permana, Yahya Chusna Arief, Suryono “ Rancang Bangun Pengontrolan Beban Secara Elektronik Pada Pembangkit Listrik (perangkat lunak)”, ST, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Surabaya, Indonesia. Mbabazi, Leari, (2010), “Analysis and Desain of Electronic Load Controllers for Micro-hydro Systesm in the Developing World”, University of Sheffield, E-Future. Zuhal, Zhanggischan, (2004), “Prinsip Dasar Elektronika”, Gramedia.
100 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Ekstraksi Connected Component dan Transformasi Ruang Warna CIELAB Untuk Segmentasi Citra Penyakit Pada Daun Tanaman Jagung Frangky Tupamahu 1, Septian Enggar Sukmana2, Christyowidiasmoro3 Teknik Informatika, Politeknik Gorontalo1
[email protected] Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2
[email protected] Teknik Multimedia dan Jaringan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 3
[email protected] Abstrak Kemampuan manusia untuk mengenali objek penyakit yang disebabkan oleh ganguan tersebut perlu diuji oleh laboratorium untuk memperoleh hasil yang lebih akurat. Infeksi penyakit yang disebabkan oleh ganguan mikroorganisme pada daun tanaman jagung memberi dampak kerugian pada hasil panen para petani.. Pada ilmu biometrika dapat membantu mengidentifikasi objek penyakit daun jagung tersebut dengan melakukan proses Segmentasi. Transformasi ruang warna RGB ke CIELab untuk persamaan persepsi citra dari hasil akuisisi menggunakan perangkat yang berbeda. Segmentasi objek penyakit pada citra daun berdasarkan ukuran terbesar luas area komponen objek yang terhubung pada ruang warna CIE a* dalam bentuk citra monokrom dan telah dilakukan pelabelan. Percobaan dilakukan menggunakan data sejumlah 30 citra dengan hasil untuk penyakit hawar daun, memiliki luas area terbesar pada citra ke-10 dan pada penyakit bercak daun memiliki luas area pada citra ke-22. Kata Kunci: Bioinformatika, CIE a*, Labeling, luas area
1. Pendahuluan Setiap saat, mikroorganisme menginfeksi berbagai macam daun tumbuhan, salah satunya adalah daun jagung. Infeksi yang dilakukan oleh mikroorganisme membawa dampak buruk bagi daun jagung. Cendawan sebagai salah satu jenis mikroorganisme membawa penyakit seperti bulai, bercak daun, hawar daun, hawar upih, karat daun, busuk batang, dan gosong bengkak. Daun yang terinfeksi penyakit menunjukkan perubahan struktur daun yang meliputi perubahan terhadap warna, tekstur, dan bentuk. Bagian daun yang terinfeksi oleh penyakit mampu dideteksi secara kasat mata, namun hal tersebut harus diuji di laboratorium. Penanganan untuk kegiatan di laboratorium dapat terbantu melalui bantuan secara bioinformatika pada ilmu visi komputer, sebuah daun harus mendapatkan perlakuan khusus supaya bagian daun yang terinfeksi penyakit mampu diketahui lokasinya dengan tepat. Segmentasi citra merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hal tersebut cukup beralasan karena segmentasi citra mampu mengidentifikasi piksel-piksel yang berbagi karakteristik visual tertentu secara khusus. Berbagai penelitian tentang penyakit pada tumbuhan secara bioinformatika telah dilakukan. AlHiary dkk. (Al-Hiary,Bani-Ahmad,Relayat, Braik, Rahamneh.,2012) melakukan evaluasi terhadap deteksi dan klasifikasi penyakit daun yang dilakukan
secara otomatis. Penerapan K-means dan Neural networks diformulasikan untuk klastering dan klasifikasi penyakit yang memberikan efek pada daun tanaman. Chaudhary dkk. (Chaudhary, Chaudhari, Cheeran, Godara.,2012) menerapkan pendekatan transformasi warna untuk mendeteksi titik penyakit pada daun tumbuhan melalui perbandingan efek dari CIELAB, HIS, dan YCbCr. Kulkarni (Kulkarni,Patil,2012) menerapkan gabor Filter untuk filter dan segmentasi citra tumbuhan untuk filter dan segmentasi citra tumbuhan, deteksi penyakit tumbuhan dilakukan menggunakan ANN. Segmentasi citra juga dilakukan oleh Weizheng dkk. (Weizheng,Yangchun,Zanliang, Hongda.,2012) menggunakan metode Otsu melakukan deteksi tingkat penyakit pada daun tumbuhan. Seema (Seema,2012) menerapkan semgentasi citra berwarna menggunakan CIELAB yang dikombinasikan dengan Ant Colony Optimization untuk tujuan deteksi objek-objek yang terdapat pada suatu citra. Paper ini cukup up-to-date untuk perspektif ilmu visi computer terutama pada lingkup penerapan segmentasi terhadap objek penyakit yang terdapat pada daun tumbuhan. Kontribusi untuk kegiatan penelitian ini adalah memberikan hasil segmentasi yang sesuai dengan perspektif mata manusia sehingga objek penyakit daun tanaman jagung yang tersegmentasi merupakan objek yang terdeteksi dengan baik dan tepat. Tujuan jangka panjang
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 101
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi T Indusstri dan Informasi
peneliitian ini addalah membangun tool untuk diagnosa penyakit pada daun jagung, segm mentasi yang dilakukan dappat menjadi sebuah s ekstennsi bagi tool teersebut. P Paper ini terddiri dari bebeerapa bagian,, yaitu: bagiann 2 tentang metode m penelitiian yang terdiiri dari: metodde pengumpuulan data; metode untuuk pra pengoolahan citra dimana trannsformasi geeometri dilakuukan pada lanngkah awal untuk u menorm malisasi citra, kemudian dilanjutkan d d dengan pengggantian nilai filter f referenssi, dan transfoormasi dari RGB R ke CieLaab; ekstraksi fitur f biner. Haasil dan pembbahasan tercanntum pada baagian 3. Bagiian 4 berisi tentang t kesim mpulan dari penelitian pada paper ini.
Malang. Haasil pengambiilan citra daaun terinfeksii ditunjukkan pada p Gambar 2.
2. Metode M Penellitian
A. Transforrmasi Gemom metri Objek penyakit yanng telah di akuisisi a pada gambar 2 dipotong d (Croopping) pada bagian yang terinfeksi penyakit. p Lanngkah tersebu ut berfungsi untuk memperoleh daerahh objek penyak kit pada daun tersebut. Untuk menguurangi waktu u komputasi, dimensi gam mbar citra peenyakit diredu uksi menjadi 640 x 480 piksel.
S Segmentasi c citra merupakkan kegiatan paling dasar dan penting dilakukan d dallam pengenalaan pola dimanna penerapannnya digunakaan untuk menngubah citra input i ke dalam m output berddasarkan atribuut yang diambbil dari citraa tersebut seehingga citraa dapat terbaggi ke dalam inntensitasnya masing m - masinng agar objek dan backgrouund dapat dibeedakan lebih tepat. t Laangkah pertam ma yang dilakkukan adalah akuisisi a citra pada daun yang terinffeksi menggunakan kamerra digital. Berikutnya, prooses pra penggolahan dilakuukan untuk penyeragam man dimensi pada seluruuh gambar yaang telah diaakuisisi. Setellah pra pengoolahan dilakkukan, citraa penyakit daun ditrannsformasi ke ruang warrna CIELab untuk mempperoleh chrom matic warna dari d objek peenyakit. Selanjjutnya terjadii proses pelabbelan terhadapp piksel pada citra chromaatic yang telahh di binerisasi untuk mempperoleh citra yang saling berhubungann. Pada peneliitian ini tahhapan untuk mendapatkann pola penyaakit pada citraa daun dilakukkan ditunjukaan pada gambar 1.
a. b. Gambbar 2. Objek Peenyakit Hasil Akkuisisi, (aa). Bercak Daunn,(b). Hawar daaun
2.2 Pra Penggolahan Citraa
Gambar 3. Objek penyaakit yang telah di d potong (Croppping)
B. Order strratisctic filter Denoisiing dilakukann pada gambaar yang telahh dinormalisassi. Hal ini dilakukan karena citraa penyakit daaun jagung tterdapat bulu u-bulu halus,, kotoran daan debu yang terjadi pada saatt pengambilann citra dilakkukan di laahan jagung.. Denoising pada p penelitiaan ini menggu unakan orderr stratisctic filter yang dikkenal sebagaii rank Filter.. Filter ini meengganti nilai piksel refereensi gambar 4 dengan nilaai median pikksel tetanggaa yang telahh diurutkan unntuk menemukkan nilai med dian dari nilaii piksel tetanggga piksel refeerensi yang teelah diurutkann sebelumnya. Filter mediaan adalah fillter nonlinierr yang sering digunakan ppada teknik computer c visii dan pengolahhan citra.
Gambbar 1. Blok diaggram segmentassi objek penyakkit pada citra daun.
2.1 Metode M Pengumpulan Dataa Pada pengam mbilan citra penyakit p pada daun jagung menggunakan kamerra digital (Nikon COOL LPIX S3500, lensa zoom 26-182mm,f/3 2 3.4-6.4, 20.1 MP) mode: macro. m Lokassi pengambilaan data dilakuukan di kec Blimbing, B kel Arjosari Kabbupaten
102 | Sekolah S Tinggi Teknologi T Nasio onal (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 4. Perbaikan P citra menggunakan median filter Persamaan perbaikan citra menggunakan n filter mediann (1) f ( x , y ) meddian{ g ( s ,t )} ..................................... 1 ( s ,t )S x , y
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Te eknologi Industri dan Informasii
C. Trransformasi RGB R ke CIELab P Pada persepssi pandangann manusia, hampir tidak ada masalahh untuk mennsegmentasi gambar g penyaakit meskipunn dengan penyyakit yang bervvariasi. Namuun hal tersebuut bermasalahh ketika dihaadapkan pada persepsi messin. Perbedaaan nilai warnna pada setiapp perangkat penangkap citrra. Untuk meengatasi telah hal tersebut, ruuang warna CIELab didefiinisikan untuuk menyeraggamkan skalaa pada diagraam chromatticity yang sebanding dengan perseppsi mata manuusia (Gaurav.,,2002). Tiiga parameterr Gambar 4 dalam modeel dari pencaahayaan pada warna w dimanaa pada model L* = 0 lebih condong kee hitam dann jika L* = 100 menunnjukan putihh. Untuk model m a* bernilai b negatiive menginddikasikan waarna hijau dan d a* bernillai positif inddikasi warna merah selannjutnya untukk b* menginndikasikan warna w biru bernilai b negatiive dan indikkasi kuning untuk b* bernilai b positif. Hubungann tak linier koordinat L*a*b* L menirrukan respon tak linier pada p mata manusia m (Rathore1,Kumar,V Verma.,2012)
13 x x 0.008856 f ( x) ........ 7.7887 x 16 x 0.008856 116
4
2.3 Ekstrak ksi Fitur A. Citra Bin ner Binerisaasi citra adalahh salah satu proses p penting yang sering dilakukan d padaa teknik visi komputer dan pengolahan ciitra. Jenis citraa ini adalah seb buah citra dua dimensi dimaana sebuah mattriks berukuran n M x N yang setiap selnya berisi represenntasi nilai logical ”True” atau ngan 0 atau 1 “False” yang disebut juga ddata logik bilan yang setara dengan nilai inttensitas 255 nillai logic 0 dan nilai intensiass 0 untuk nilai booel 1. Dimaana bilangan 0 tersebut sering diasosiasikann dengan warn na putih dan 1 h (gambar 55). untuk warna hitam
C biner dan nnilai matrix array citra biner Gambar 5. Cira Umumnnya, citra biner terbentuk dari citra intensitas yang mengalaami proses treesholding. Prosses ini sangat sederhana, peertama-tama tetapkan sebuah h nilai T yang terletak dianntara range nnilai intensitas. Ubah nilai intensitas darri setiap pikseel dengan men ngikuti aturan berikut : Gambar 4. Interprettasi sumbu CIE ELAB dan sumbbu sifat dasar a* dan b* b Transfformasi RGB dilakukan untuuk memperoleeh nilai L*a*bb* pertama-tam ma dilakukan trransformasi kee ruang warna XYZ pada ciitra daun yang terinfeksi yanng telah dilakuukan filter mengggunakan filter median mengggunakan persam maan (2).
X 0.6070 Y 0.2990 Z 0.0000
0.17734 0.2000 R 0.5864 0.1146 G .......... 2 0.0661 1.1175 B
Selanjutnya, ruang warna w XYZ di konversi ke ruangan r warna CIEL*a*b menngikuti persamaaan (3).
g ( n)
0, jikaa f ( n ) T ................................................. 5 1, jikaa f ( n ) T
B. Connectedd Component L Labeling
Citra yaang memiliki objek lebih dari satu dapat dihitung denngan melakukkan pelabelan n berdasarkan ciri mendasaar pada tiap-tiap objek terssebut. Dalam pengolahan citra, algooritma komp ponen yang terhubung menemukan kelompok nilai piksel intensitas terrhubung yangg memiliki niilai intensitas yang sama paada sebuah cittra.
L * 116 f (Y/ Yn ) 16 a* 500 f (X/X n ) f (Y/Yn ) ......................... 3 b* 200 2 f (Y/Yn ) f (Z/Zn ) Nilai Xn,Yn,Zn = 1. dan untuk nilai maan berikut (4)). mengggunakan persam
f
d dihitung
P objekk berdasarkan daerah yang Gambar 6. Pelabelan salinng berhubungaan dalam citra biner b
Se ekolah Tinggi Te eknologi Nasion nal (STTNAS) Yogyakarta | 103 3
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Teknik ini memanfaatkan teori connectivity piksel pada citra. Piksel-piksel dalam region disebut connected (terdapat konektifitasnya atau connectivity) bila mematuhi aturan adjacency atau aturan “kedekatan” piksel gambar 6. Aturan kedekatan piksel ini memanfaatkan sifat ketetanggaan piksel. Dengan demikian pikselpiksel yang di katakan connected pada dasarnya memiliki sifat adjacency satu sama lain yang masih memiliki hubungan neighborhood atau ketetanggaan. beberapa jenis ketetanggan piksel, yaitu 4-konektivitas, yang terdiri dari dua piksel, P dan Q memiliki nilai konektivitas disebut 4connectivity jika Q merupakan bagian dari N4(P) dan 8-konectivitas,terdiri dari dua piksel,P dan Q memiliki nilai konektivitas disebut 4-connectivity jika Q merupakan bagian dari N8(P)
telah dilakukan perbaikan menggunakan filter median di transformasi ke ruang warna CIELab. Hasil transformasi tersebut terlihat bahwa warna kromatis CIE a* (gambar 9.c), secara visual terlihat perbedaan foreground dan backround sehingga mampu menggambarkan bentuk objek penyakit dengan baik dibandingkan dengan hasil L* dan b*. kromatis warna a* ditransformasi ke bentuk citra biner (gambar 11.b) yang selanjutnya dilakukan proses scaning pada piksel citra untuk mencari piksel yang saling terhubung dimana, piksel berwarna putih yang terhubung tersebut membentuk region yang bervariasi, bernilai homogen yang sepintas terlihat seperti objek penyakit. Piksel yang saling terhubung dilakukan pelabelan dengan memberi nilai interger secara berurutan. Dari pelabelan tersebut, dihitung nilai area piksel tiap-taip label yang kemudian diurutkan kembali label tersebut dari nilai terkecil sampai yang terbesar. Label yang mempunyai nilai area piksel terbesar adalah label yang merepresentasikan objek penyakit pada citra daun dalam bentuk citra biner. selanjutnya dilakukan pengkombinasian antara array R,G,B dengan label yang merupakan objek penyakit. hasil kombinasi (gambar 11.b).
a. b. Gambar 7. Bentuk-bentuk ketetanggan piksel (a). 4-tetangga, (b), 8-tetangga
C. Luas area objek Setelah proses pelabelan pada piksel yang saling berhubungan, kemudian dilakukan proses ekstraksi pada piksel yang saling berhubungan sehingga mendapatkan ciri dengan menganalisis luas objek untuk mengenali ciri objek objek tersebut. Ekstraksi ciri dilakukan pada citra penyakit dalam bentuk citra biner yang telah di beri label pada daerah piksel yang saling berhubungan dimana proses pelabelan piksel bernilai 0 menunjukan sebagai latar belakang (background) dan label bernilai tidak sama dengan nilai latar belakang pada piksel yang mempunyai nilai piksel tinggi menjadi latar depan (foreground) gambar 6. Pengukuran luas pada piksel yang saling berhubungan untuk mendapatkan ciri dari pada objek tersebut dimana, untuk ukuran luas/Area objek i dihitung berdasarkan persamaan (6) M 1 N 1
Ai Oi ( x, y )
.............................................. 6
x 0 y 0
dimana Oi=1 jika (x,y) adalah piksel objek
3. Hasil dan Pembahasan Percobaan dilakukan pada citra penyakit bercak daun hawar yang disebabkan oleh jamur/cendawan pada
daun tanaman jagung dengan data berjumlah 30 untuk tiap penyakitnya. Data citra penyakit yang digunakan dalam bentuk RGB gambar 9.b yang
104 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 9. Konversi warna RBG ke ruang warna CIELab (a). Koponen L*, (b) L* dalam bentuk biner (c). Koponen a*, (d) a* dalam bentuk biner (e). Koponen b*, (f) b* dalam bentuk biner
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
terkait dengan hama dan penyakit pada tanaman jagung.
Gambar 10. Ukuran luas area pada labelan piksel yang saling berhubungan.
(a) (b) Gambar 11. Pemisahan foreground (objek penyakit) pada daun tanaman jagung dengan background (a). Penyakit pada daun (b). Detail objek penyakit.
4. Kesimpulan Pengambilan citra penyakit dengan menggunakan kamera, sering tidak berisi informasi karakteristik warna citra dari perangkat yang digunakan sehingga berdampak pada hasilnya dimana nilai piksel terlihat secara substansial berbeda dengan pada perangkat komputer. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, transformasi warna RGB ke ruang warna CIELab bersifat penting. Fitur biner merupakan bagian penting dilakukan untuk proses pemisahan antara foreground dan background dimana kondisi nilai piksel ‘0’ untuk background dan ‘1’ untuk foregraound hal ini tentunya memudahkan pengenalan terhadap objekobjek yang merupakan bagian dari foreground dengan melakukan pencarian (scanning) piksel menggunakan aturan 8 ketetanggan dan dilakukan pelabelan pada piksel yang saling berhubunga sehingga memudahkan indetifikasi region yang menjadi objek berdasarkan nilai area piksel terbesar. Untuk kegiatan selanjutnya, segmentasi dilakukan dengan pendekatan otomatis atau dengan kata lain tanpa melalui cropping dan pengelompokkan jenis penyakit pada daun tanaman jagung tersebut.
Daftar Pustaka Anand. H. Kulkarni, Ashwin Patil R. K. (2012). “Applying Image Processing Technique To Detect Plant Disease”. International Journal of Modern Engineering Research. Vol 2, Issue 5, p. 3661-3664 Gaurav Sharma (2002), “Digital Color Imaging., Handbook”, CRC Press.p. H. Al-Hiary, S. Bani-Ahmad, M. Relayat, M. Braik, A. Al Rahamneh (2011), “Fast and Accurate Detection and Classification of Plant Disease”. International Journal of Computer Applications. Vol 17. Issue 1, p. 31-38 Patil J.K., Kumar Raj (2011). “Advances in Image Processing for Detection of Plant Disease”. Journal of Advanced Bioinformatics Applications and Research, Vol 2, Issue 2, p. 135-141. Piyush Chaudhary, Anand K. Chaudhari, A.N. Cheeran, Sharda Godara (2012). “Color Transforms Based Approach for Disease Spot Detection on Plant Leaf”. International Journal of Computer Science and Telecommunications. Vol 3. Issue 6, p. 65 – 70. Rathore1. V.S, Kumar.M.S, Verma.A (2012),”Colour Based Image Segmentation Using L*A*B* Colour Space Based On Genetic Algorithm” International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering.,Vol 2,Issue 6.,p.156-162 Seema Bansal, Deepak Aggarwal (2011), “Color Image Segmentation using CIELab Color Space using Ant Colony Optimization”. International Journal of Computer Applications. Vol. 29. Issue 9, p. 28-34 Shen Weizheng, Wu Yachun, Chen Zanliang, Wei Hongda (2008). “Grading Method of Leaf SpotDisease Based on Image Processing”. International Conference on Computer Science and Software Engineering.
Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih pada Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan juga kepada bapak Prof. (Riset). Dr. Ir. Moh. Cholil Mahfud, M.S yang telah meluangkan waktu,tenaga dan pemikiran untuk membantu penulis selama melakukan penelitian Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 105
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 12. Lampiran hasil segmentasi
106 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Seleksi Rule Menggunakan Rough Set Theory Untuk Diagnosis Penyakit Tuberkulosis
Suhardi1, Noor Akhmad Setiawan2, Indriana Hidayah3 Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta1
[email protected] Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta2 Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta3 Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metode seleksi rule untuk memfilter sejumlah rule yang berjumlah besar untuk diagnosis penyakit Tuberkulosis menggunakanRough Sets Theory (RST) pada data set Tuberkulosis. Seleksi rule pada penelitian ini terdiri dari dua tahapan. Ekstraksi rule berdasarkan batasan nilai support tertentu diterapkan pada tahap pertama. Seleksi berbasis rough set dengan konsep reduksi atribut digunakan pada tahap kedua denganruleterekstraksi pada tahap pertama disusun membentuk tabel keputusan baru. Dari percobaan yang telah dilakukan terhadap rule yang terseleksi menunjukkan bahwa metode yang diusulkan dapat memilih sejumlah kecil rule dengan tetap menjaga kualitas nilai klasifikasi dan mempermudah dalam pengambilan keputusan. Kata Kunci: Ekstraksi, klasifikasi, reduksi atribut, support.
1. Pendahuluan Paru-paru adalah organ penting yang merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan manusia. Organ ini memiliki peranan pada sistem pernapasan, karena dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen. Organ yang terletak di bawah tulang rusuk ini mempunyai tugas yang berat untuk mengatur pertukaran oksigen. Jika udara yang kita hirup tercemar dan terdapat berbagai bibit penyakit yang berkeliaran di udara akan menimbulkan berbagai penyakit paru-paru. Tuberculosis(TB)atau biasa disebut TBC adalah contoh penyakit yang banyak diderita oleh manusia. TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman yang disebut Mycobacterium tuberculosis.Sebagian besar TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya[1]. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun [2].Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [3], Indonesia berada pada urutan kelima dengan beban TB tertinggi didunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 kasus dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya.Untuk membuat diagnosis yang tepat, keberadaan mikroorganisme dalam dahak harus dibuktikan. Untuk membuktikan adanya Mycobacterium tuberculosis dalam dahak dibutuhkan media kultur sebagai baku emas untuk mendeteksi adanya Mycobacterium tuberculosis,
dimana sample dahak yang diperoleh dari pasien ditanam ke media ini selama 45 hari, setelah itu media kultur diperiksa untuk melihat tanda-tanda reproduksi bakteri[4].Namun metode ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan teknik machine learning untuk memudahkan diagnosis tuberkulosis, diantaranya seperti bagging, AdaBoost, Random forest tree, ANFIS, PART, Roughs sets dan data mining [4][5][6].Namun jika dilihat dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tersebut sebagian besar menggunakan data medis dari rumah sakit setempat sehingga terdapat kemungkinan adanya perbedaan karekteristik data medis misalnya jumlah fitur yang digunakan. Pada penelitian ini diusulkan metode seleksi rule (aturan)menggunakan Rough Set Theory (RST)untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis dengan data yang digunakan diperoleh dari rumah sakit umum Dr. Sardjito Yogyakarta. Metode ekstraksirule pada tahap awal diusulkan pada penelitian ini untuk mereduksi rule yang berjumlah besar.Dengan batasan nilai support terhadap sejumlah rule yang masih berjumlah besar, didapatkan rule yang lebih sedikit.Teknik RST kemudian digunakan untuk menyeleksisejumlah rulehasil reduksi agar didapatkan rule yang lebih sedikit, dengan tetap menjaga kualitas performa klasifikasi dari sebelum dilakukan proses seleksidan mempermudah dalam pengambilan keputusan.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 107
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2. Metode Penelitian ini menggunakanmetode seleksirule untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis. Data yang digunakan diperoleh dari rumah sakit umum Dr. Sardjito Yogyakarta. Proses seleksi terbagi atas dua tahap, pertama ekstraksi rule diterapkan untuk mereduksi sejumlah rule yang berjumlah besar dengan batasan nilai support,kemudian seleksi ruledengan RST digunakan untuk menyeleksi rule hasil reduksi untuk mendapatkan rule yang lebih sedikit dengan tetap menjaga kualitas performa klasifikasidari sebelum dilakukan proses seleksi. 2.1 Dataset Tuberkulosis Dataset Tuberkulosis diperoleh dari data rekam medik pasien di rumah sakit umum Dr. Sardjito Yogyakarta. Proses pengambilan data dilakukan dengan membaca hasil rekam medik pasien yang pernah dirawat di rumah sakit dan didiagnosis penyakit tuberkulosis dengan bantuan dokter paru rumah sakit umum Dr. Sardjito.Data yang diperoleh sebanyak 183 objek dengan jumlah atribut sebanyak 23 dan satu atribut kelas.Atribut dari kumpulan data medis ini dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) data demografi dan hasil temuan klinis, (2) hasil temuan laboratorium medis, dan (3) hasil temuan radiologi.Tabel 1 menunjukkan daftar atribut dari dataset tuberkulosis yang digunakan pada penelitian ini. Tabel 1. Atribut tuberkulosis Nama variabel 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Gender Age group Malaise Arthralgia Exhaustion Unwillingness for work 7. Loss of appetite 8. Loss in weight 9. Sweating at nights 10. Chest pain 11. Back pain 12. Coughing
Nama variabel 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Haemoptysis Fever Erythrocyte Haematocrit Haemoglobin Leucocyte Active specific lung lesion Calcific tissue Cavity Pneumonic infiltration Pleural effusion
Pada kelompok pertama Parameter gender menunjukkan apakah pasien seorang laki-laki atau perempuan.Parameter ini bernilai biner.Parameter age group menunjukkan kelompok usia pasien dengan nilai numerik. Parameter Malaise, arthralgia, exhaustion, unwillingness for work, loss of appetite, loss in weight, sweating at nights, chest pain, back pain, coughingdan Haemoptysisadalah parameter bernilai biner. Nilai ini menunjukkan nilai positif atau negatif pada pasien.Fever berarti pasien dalam keadaan demam, parameter ini diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu: " 0 " berarti demam biasa yang hampir 36,5 derajat Celcius, "1" berarti demam dalam rentang tinggi, 108 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
dan "2" berarti nilai demamsubfebrile yang tidak melebihi 38,5 derajat Celcius. Pada hasil temuan laboratorium medis, kelompok inidikategorikan dalam beberapa parameter tes darah, diantaranya Erythrocyte adalah sel-sel darah merah.Haematocrit adalah rasio volume yang ditempati oleh sel darah merah untuk volume seluruh darah.Haemoglobin adalah oxygen-transport metalloproteinase yang mengandung besi dalam sel darah merah.Leucocytes adalah sel darah putih, parameter ini bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, penyakit dll.Parameter hasil temuan laboratorium medisini bernilai numerik. Pada hasil temuan radiologi, parameter active specific lung lesion menunjukkan apakah ada bukti radiologis dari tuberkulosis paru lesi pada pasien.Parameter Calcific tissue menunjukkan apakah pasien memiliki penyakit tuberkulosis sebelumnya.Parameter Cavity menyatakan apakah ada pembukaan seperti luka pada paru-paru pasien atau tidak.Parameter Pneumonic infiltrationmenunjukkan jika ada radang paru-paru seperti luka yang terlihat di X-ray pada dada pasien, dan Parameter Pleural effusion berarti akumulasi cairan yang berlebihan pada selaput paruparu.Parameter hasil temuan radiologi ini merupakan parameter bernilai biner. 2.2 Rough Set Theory (RST) Rough settheory (RST) dikembangkan oleh Zdzislaw Pawlak pada tahun 1980-an [8], RST ini sangat berguna untuk menemukan hubungan dalam data yang disebut pengetahuan. Hasil penemuan pengetahuan berupa rule (aturan) yang mudah dimengerti dan bermakna,yang dihasilkan dari ekstraksi pola data. Metode RST muncul sebagai salah satu metode matematika untuk mengelola ketidakpastian, ambiguitas dan ketidakjelasan dari hubungan data yang tidak lengkap dan sulit dimodelkan secara matematis. Untuk S=(U,A) dan B ⊆A, dimana a ∈ B, dengan : INDs (B) = {(x, x') ∈ U x U | ∀a ∈ B, a(x) = a(x')}dapat dikatakan bahwa a dapat diabaikan dalam B, dan : INDs (B) =INDs (B – {a} jika sangat diperlukan a dapat diabaikan. Himpunan B dikatakan independen jika semua atributnya diperlukan. Setiap subset B' dari B disebut reduct dari B jika B' adalah independen dan INDs (B’) =INDs (B). Reduct dapat didefinisikan sebagai subset minimal dari beberapa atribut yang memiliki hasil klasifikasi yang sama. Dengan kata lain, atribut yang bukan unsur reduct merupakan redundant dari klasifikasi. Reducts relatif didasarkan pada elemen objek-objek tertentu
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.3 Rule Extraction dan Rule Selection
x∈U
Ekstraksi rule (aturan) didasarkan pada nilai support dari masing-masing rule. Tujuannya untuk mereduksi sejumlah rule sehingga didapatkan jumlah rule yang lebih sedikit.Hal ini telah dilakukan pada penelitian sebelumnya [7]. Misalnya untuk, DS = (U, C ∪D) Yang merupakan tabel keputusandari ∀x∈U, maka c1(x),...,ck(x), d(x) dapat didefinisikan, dimana {c1,...,ck} = C dan {d} = D. Decision rule didapatkan dari, c1(x),...,c2(x) → d(x). C merupakan reduct dariatribut kondisi yang merupakan hasil reduksi dari tabel keputusan. Seleksi rule RST dilakukan karena rule yang didapat masih terlalu banyak dan panjang. Untuk menyerderhanakan jumlah rule dapat dilakukan melalui metode RST. Jika R = {Rule1, Rule2,..., Rulej} merupakan subset rule yang didapatkan dari Rough Set sebagai tabel keputusan yang baru, dimana rule berlaku sebagai subset atribut. Nilai 1 dari atribut Rulea jika objekxb pada decision (d) mempunyai nilai yang sama dengan tabel keputusan dan bernilai 0 jika tidak bernilai sama. Nilai pada kolom (atribut) j+1 sama dengan nilai decision, dengan a = 1,...,j dan b = 1,...,i. Tabel keputusan baru dapat direduksi menggunakan konsep rough set. Reduct yang didapat dari hasil reduksi atribut merupakan rule yang memiliki nilai akurasiyang besar. Untuk selanjutnya sejumlah rule hasil reduksi RST dapat diuji coba nilai akurasi nya menggunakan data uji kembali.Tabel 2 memperlihatkan rule dan nilai support, danTabel 3 memperlihatkan tabel keputusandari seleksi rule yang akan dilakukan menggunakan RST.
Rule2
...
Rulej-1
Rulej
D
x3
Rule1 0
0
...
0
0
No
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. Yes
xi-2
0
1
...
0
1
xi-1
0
0
...
0
0
No
xi
0
1
...
1
1
Yes
2.4 Langkah-langkah penelitian Pada tahapan penelitian, pertama dataset tuberkulosis dilakukan pembersihan data dengan membuang data yang terdapat missing value yang terlalu banyak. Selanjutnya datayang bernilai numerik didiskretisasi dengan algoritme boolean reasoning.Data hasil diskretisasi tersebut kemudian dilakukan reduksi atribut menggunakanGenetic algorithm dengan piihan object related reduct yang sekaligus menghasilkan rule. Untuk proses selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dan seleksirule menggunakan teknik RST. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Rosetta Rough Set Toolkit.Langkah-langkah pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Dataset Tuberkulosis
Generate Rule (IF‐THEN) Hasil akurasi
Ekstraksi Rule (support)
seleksi Rule
Diskritisasi (Bolean Reasoning Algorithm )
Perbersihan Data
Reduksi Atribut (Genetic Algorithm)
Gambar 1. Langkah-langkah penelitian
Tabel 2. Contoh n rule dan nilai support rule
support
Rule1
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Data Preprocessing
47
Rule2
46
Rule3
45
Rule4
45
Rule4
44
.
.
.
.
.
.
Rulen-3
2
Rulen-2
1
Rulen-1
1
Rulen
1
Pada proses awal datasetdilakukan pembersihan data dengan membuang data yang tidak lengkap atau missing value dan dibuat menjadi dua kelas yaitu kelas positif diberi label ‘yes’ dan kelas negatif diberi label ‘no’.Untuk kelas positif merupakan data pasien yang menderita penyakit tuberkulosis dan kelas negatif adalah data pasien yang tidak menderita penyakit tuberkulosis, dengan rincian kelas positif berjumlah 103 objek dan kelas negatif berjumlah 80 objek.Data hasil preprocessing dapat dilihat pada Tabel 4. Tebel 4. Data hasil preprocessing
Tabel 3.Tabel keputusandenganrule sebagai atribut x∈U
Rule2
...
Rulej-1
x1
Rule1 0
1
...
1
Rulej 1
x2
0
0
...
0
0
D
No
Gender
Age
.
No
1 2
1 0
58 55
. .
Yes
.
cavity
. .
0 0
pleural effusion 0 0
Status yes yes
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 109
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
No
Gender
Age
.
3 4 5 6 7 . . 177 178 179 180 181 182 183
1 1 0 0 1
40 1 43 34 42
. .
. .
. . . . . . .
0 1 1 1 1 0 1
5 19 25 57 15 4 46
. . . . .
.
Status
0 0 0 0 0
pleural effusion 0 0 0 0 0
. .
. .
. .
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
no yes no yes no no no
cavity
. . . . . . .
. . . . .
yes yes yes yes no
dengan akurasi 0.956 atau 95.6%. Pada Tabel 6 diperlihatkan rule yang diproleh dari prosesreduct. Tabel 6.Rule dari proses reduct
Atribut numerik Age
Nilai diskret [*,16), [16,23), [23, 30), [30,43), [43, 54), [54, 66), [66, *)
Fever
[*, 35.8), [35.8, 36.2), [36.2, *)
Erythrocyte
[*, 4.1), [4.1, 4.4 ), [4.4, 4.7), [4.7, *)
Haematocrit
[*, 36), [36, *)
Decision Rule
Support
1
unwillingness_for_work(1) AND loss_of_appetite(1) => status(yes)
47
2
exhaustion(1) AND loss_of_appetite(1) => status(yes)
46
3
unwillingness_for_work(1) AND loss_in_weight(1) => status(yes)
45
4
exhaustion(1) AND loss_in_weight(1) => status(yes)
44
5
malaise(1) AND exhaustion(1) loss_in_weight(1) => status(yes)
44
. . .
Proses selanjutnya data yang benilai 110numerik dilakukan proses diskretisasi dengan menggunakan boolean reasoning.Pada penelitian ini data yang bernilai 110numerik terdapat pada atribut age, fever,erythrocyte, haematocrit, haemoglobin dan leucocyte. Hasil diskretisasi dapat dilihat pada Tabel 5,dimana nilai [*,12) berarti Haemoglobin<12, [12,13) berarti 12≤Haemoglobin<13,dan [13,*) berarti Haemoglobin ≥13. Tabel5. Hasil diskretisasi
No
AND
. . .
. . .
1299
age([23, 30)) AND erytrocyte([4.7, haematocrit([*, 36)) => status(no)
*))
1300
age([23, 30)) AND loss_in_weight(0) erytrocyte([4.7, *)) => status(yes)
1301
fever([*, 35.8)) AND haemoglobin([*, 12)) AND leucocyte([5250, 6250)) => status(no)
1
1302
age([66, *)) AND erytrocyte([4.7, haematocrit([36, *)) => status(yes)
AND
1
1303
exhaustion(1) AND coughing(0) erytrocyte([4.4, 4.7)) => status(no)
AND
1
*))
AND
1
AND
1
3.2 Rule Extraction dan Rule Selection Pada proses ini rule yang didapatkan kemudian diekstraksi menggunakan basic filtering, dimana parameter yang digunakan adalah berdasar nilai support.Pada penelitian ini digunakan nilai support=22, yang artinya ruleyang memiliki nilai support dibawah 22 akan dihapus. Hasil ekstraksi ruledapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.Rule terekstraksi No
Decision Rule
Haemoglobin
[*, 12), [12, 13), [13, *)
1
Leucocyte
[*, 5250), [5250, 6250), [6250, *)
2
exhaustion(1) AND loss_of_appetite(1) => status(yes)
3
unwillingness_for_work(1) status(yes)
=>
45
4
malaise(1) AND exhaustion(1) AND loss_in_weight(1) => status(yes)
44
5
exhaustion(1) AND loss_in_weight(1) => status(yes)
44
6
malaise(1) AND exhaustion(1) AND chest_pain(1) => status(yes)
40
7
malaise(1) AND unwillingness_for_work(1) AND chest_pain(1) => status(yes)
40
8
loss_of_appetite(1) AND chest_pain(1) => status(yes)
35
9
gender(1) AND malaise(1) AND unwillingness_for_work(1) => status(yes)
33
10
loss_in_weight(1) AND chest_pain(1) => status(yes)
33
11
exhaustion(0) AND chest_pain(0) pneumonic_infiltration(0) => status(no)
12
gender(1) AND malaise(1) AND exhaustion(1) => status(yes)
32
13
unwillingness_for_work(0) AND pneumonic_infiltration(0) => status(no)
32
14
malaise(1) AND exhaustion(1) AND coughing(1) => status(yes)
32
15
unwillingness_for_work(0) AND chest_pain(0) back_pain(0) AND pleural_effusion(0) => status(no)
AND
32
malaise(1) AND unwillingness_for_work(1) AND coughing(1) => status(yes)
32
Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa proses diskretisasi membagi fitur-fiturdengan tipe data numerik menjadi tipe nominal dengan interval tertentu. Fitur age didiskretisasi menjadi 7 interval,fitur Fever didiskretisasi menjadi 3 interval, fitur Erythrocyte didiskretisasi menjadi 4 interval, fitur Haematocrit didiskretisasi menjadi 2 interval, fitur Haemoglobin didiskretisasi menjadi 3 interval, dan fitur Leucocyte didiskretisasi menjadi 3 interval. Selanjutnya data di-split menjadi menjadi 50:50, dengan92objek data dijadikan data latih dan 91objek data dijadikan data uji,dan selanjutnya data di-reduct menggunakan ROSETTA Genetic algorithm dan discernibility object related, didapatkan minimal subset atribut tereduksi, dan selanjutnya akan dilakukan generate rule,kemudian rule yang didapat diujikan ke data uji untuk dilihat hasil klasifikasinya. Dari proses reductyang dilakukan diperoleh jumlah reduct sebanyak 622, jumlah rule sebanyak 1303
110 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
16
AND
Support
unwillingness_for_work(1) status(yes)
AND
loss_of_appetite(1)
=>
46
loss_in_weight(1)
chest_pain(0)
47
AND
AND
33
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
No
Decision Rule
Support
17
unwillingness_for_work(1) AND coughing(1) => status(yes)
32
18
unwillingness_for_work(0) AND pleural_effusion(0) => status(no)
32
19
exhaustion(1) AND coughing(1) => status(yes)
32
20
loss_of_appetite(1) AND loss_in_weight(1) AND chest_pain(1) => status(yes)
32
21
loss_in_weight(0) AND chest_pain(0) pneumonic_infiltration(0) => status(no)
AND
31
loss_in_weight(0) AND chest_pain(0) AND active_specipic_lung_lesion(0) AND pneumonic_infiltration(0) => status(no)
31
22 23
malaise(1) AND loss_of_appetite(1) AND coughing(1) => status(yes)
30
24
loss_of_appetite(1) AND coughing(1) => status(yes)
30
25
malaise(0) => status(no)
26
loss_of_appetite(0) AND chest_pain(0) pneumonic_infiltration(0) => status(no)
27
loss_in_weight(1) AND coughing(1) => status(yes)
28
malaise(1) AND unwillingness_for_work(1) leucocyte([6250, *)) => status(yes)
29
unwillingness_for_work(1) status(yes)
AND
leucocyte([6250,
30
unwillingness_for_work(1) status(yes)
AND
haematocrit([*,
31
gender(1) AND unwillingness_for_work(1) loss_in_weight(1) => status(yes)
32
chest_pain(0)
AND
29 AND
29 28
No
Decision Rule
Support
pleural_effusion(0) => status(no) malaise(1) AND loss_in_weight(1) AND fever([36.2, *)) => status(yes)
53
22
Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa hasil ekstraksi ruledengan nilai support =22 menghasilkan jumlah rule sebanyak 53 dengan nilai akurasi tetap sebesar 0.956 atau 95.6%. Selanjutnya, dengan teknik seleksi ruleberbasis RST dibuat tabel keputusan baru dari rule yang sudah terekstraksi.Rule hasil ekstraksi disusun menjadi atribut dari tabel keputusan baru, dan 92 objek dari data latih digunakan sebagai instance.Kemudian data di-reduct menggunakanROSETTA Johnson’s algorithm dan discernibilityfull object diperoleh limareduct yang merepresentasikan limarule terseleksi. Kelima reduct tersebut adalah Rule1, Rule6, Rule11, Rule37, dan Rule41.Rule terseleksi dapat dlihat pada Tabel 8.
AND
27
*))
=>
27
36))
=>
27
AND
27
No
Decision Rule
27
1
unwillingness_for_work(1) AND loss_of_appetite(1) => status(yes)
1
exhaustion(1) AND haematocrit([*, 36)) => status(yes)
33
exhaustion(1) AND leucocyte([6250, *)) => status(yes)
26
malaise(1) AND exhaustion(1) AND chest_pain(1) => status(yes)
6
2
Tabel 8.Rule hasil seleksi Rule No.
34
exhaustion(1) AND unwillingness_for_work(1) leucocyte([6250, *)) => status(yes)
AND
26
11
malaise(1) AND exhaustion(1) AND leucocyte([6250, *)) => status(yes)
26
3
exhaustion(0) AND chest_pain(0) pneumonic_infiltration(0) => status(no)
AND
35
37
malaise(1) AND loss_of_appetite(1) AND haematocrit([*, 36)) => status(yes)
25
4
sweating_at_nights(0) AND coughing(0) pneumonic_infiltration(0) => status(no)
AND
36
sweating_at_nights(0) AND coughing(0) pneumonic_infiltration(0) => status(no)
AND
24
5
pneumonic_infiltration(1) => status(yes)
37
back_pain(0) AND active_specipic_lung_lesion(0) status(no)
coughing(0) AND AND pleural_effusion(0) =>
24
38 39
malaise(1) AND loss_in_weight(1) AND haematocrit([*, 36)) => status(yes)
24
40
back_pain(0) AND coughing(0) AND pneumonic_infiltration(0) => status(no)
24
41
pneumonic_infiltration(1) => status(yes)
23
coughing(0) AND AND pleural_effusion(0) =>
23
42
chest_pain(0) AND active_specipic_lung_lesion(0) status(no)
Proses selanjutnya dilakukan pengujian rule terseleksi terhadap 91 data uji.Dari 5 rule terseleksi didapat hasil akurasi sebesar 0.956 atau 95.6%. Nilai akurasi ini sama jika dibandingkan dengan nilai akurasi pada saat sebelum dilakukan proses seleksi dengan RST, yang artinya dengan jumlah rule yang lebih sedikit kualitas performaklasifikasinya tetap sama.
43
chest_pain(0) AND back_pain(0) AND coughing(0) AND pneumonic_infiltration(0) => status(no)
23
4. Kesimpulan
44
unwillingness_for_work(1) AND fever([36.2, *)) => status(yes)
23
45
exhaustion(1) AND fever([36.2, *)) => status(yes)
23
46
exhaustion(1) status(yes)
=>
23
47
chest_pain(0) AND coughing(0) AND pneumonic_infiltration(0) => status(no)
23
exhaustion(0) AND coughing(0) AND pneumonic_infiltration(0) => status(no)
22
48 49
malaise(1) AND loss_of_appetite(1) AND fever([36.2, *)) => status(yes)
22
50
loss_in_weight(0) AND coughing(0) AND pleural_effusion(0) => status(no)
22
51
loss_in_weight(0) AND coughing(0) pneumonic_infiltration(0) => status(no)
22
52
AND
chest_pain(1)
AND
coughing(1)
AND
loss_in_weight(0) AND coughing(0) AND haemoptysis(0) AND
22
41
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Metode seleksi rule berbasis RST telah berhasil digunakan untuk menyeleksi limaruledari 1303 ruletanpa mengurangi kualitas nilai akurasinya yaitu sebesar 95.6%.
Ruleterseleksi dapat digunakan sebagai basis pengetahuan untuk sistem pendukung pengambilan keputusan dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis.
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan lebih banyak data untuk meningkatkan proses pembuatan model. Optimasi model diperlukan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 111
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
untuk meningkatkan akurasi dan pengambilan keputusan yang cepat.
Ucapan Terima Kasih Dalam melakukan penelitian ini, penulis telah mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai piihak. Penulis megucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Noor Akhmad Setiawan, S.T., M.T., Ph.D selaku dosen pembimbing utama, dan Ibu Indriana Hidayah, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing pendamping, yang telah dengan penuh kesabaran dan ketulusan memberikan ilmu dan bimbingan terbaik kepada penulis. 2. Para Bapak/Ibu Dosen Program Studi S2 Teknik Elektro Universitas GadjahMada yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 3. Para Bapak/Ibu Karyawan/wati Program Studi S2 Teknik ElektroUniversitas Gadjah Mada yang telah membantu penulis dalam proses belajar.
Daftar Pustaka [1] Departemen Kesehatan Republik Indonesia,”PedomanNasional Penanggulangan Tuberkulosis”, edisi kedua. Cetakan pertama. 2006. [2] Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, “Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia”, 2006. [3] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, “Terobosan menuju akses universal Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014”, 2011 [4] Tamer Uçar, Adem Karahoca, Dilek Karahoca, “Tuberculosis disease diagnosis by using adaptive neuro fuzzy inference system and rough sets”,Neural Computing and Applications Appl., Vol 23, no. 2, pp. 471483 2013 [5] Asha.T, Dr. S. Natarajan, Dr. K.N.B. Murthy, “Diagnosis of Tuberculosis using Ensemble methods”, Computer Science and Information Technology (ICCSIT), International Conference, Vol.8 , pp: 409 – 412, 2010 [6] Tamer Uçar, Adem Karahoca, “Predicting existence of Mycobacterium tuberculosis on patients using data mining approaches,” Procedia Computer Science, Vol 3, Pages 1404-1411, 2011 [7] N.A.Setiawan,P.A.Venkathachalam,and Ahmad Fadzil M.H,”Rule Selection for Coronary Artery Disease Diagnosis Based
112 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
on Rough Set, International Journal of Recent Trends Engineering, 2009 [8] Z. Pawlak, "Rough Sets," International Journal of Computer and Information Sciences, vol. 11, pp. 341-355, 1982
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sistem Akuisisi Data Suhu Multipoint Dengan Mikrokontroler Mytha Arena 1, Arif Basuki 2 Dosen Jurusan Teknik Elektro STTNAS Yogyakarta Jln. Babarsari, Depok, Sleman, Yogyakarta 55281.
[email protected] 1 Abstrak Penelitian ini merupakan studi awal dari sistem telemetri suhu multipoint melalui jaringan komputer. Sistem ini diharapkan bisa diaplikasikan untuk mengamati suhu fluida pada sejumlah titik ukur. Dikarenakan suhu adalah informasi yang akan diolah dan ditransmisikan, maka data suhu yang informatif menjadi sebuah keharusan agar keputusan dan analisis dapat dilakukan dengan cermat. Untuk mewujudkannya, diperlukan metode pengumpulan data suhu yang mudah, cepat, akurat, dan berkesinambungan, yang menjadi tujuan pada penelitian ini. Sistem akuisisi data yang dibuat terdiri atas 3 termokopel tipe K yang mempunyai jangkauan suhu dari 0°C 800°C sebagai sensor suhu, 3 buah max6675 untuk pengkondisi sinyal, mikrokontroler sebagai pengolah data, penampil LCD, dan media penyimpan menggunakan SD card. Sistem akuisisi data ini diuji dengan meletakkan termokopel pada ruang tungku pemanas yang dipanaskan hingga suhu 800°C dan mengukur tegangan yang dihasilkan termokopel selama pemanasan berlangsung. Suhu terukur secara periodik dengan periode 1 detik ditampilkan pada penampil LCD dan disimpan pada SD card. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masingmasing termokopel menunjukkan sifat linier dengan sensitivitas pengukuran 41,11µV/°C, dan error sebesar 1,15.% dibandingkan termokopel referensi. Kata kunci : multipoint, akuisisi data, termokopel, mikrokontroler
1. Pendahuluan Kebutuhan informasi yang cepat dan akurat telah menjadi sebuah keharusan, tidak terkecuali pada dunia industri, seperti informasi pengukuran suhu pada sejumlah titik ukur suatu plant besar yang dikarenakan kondisi dan tempat seringkali tidak dapat dipantau secara langsung setiap saat. Untuk mendapatkan informasi suhu secara cepat dan akurat perlu dikembangkan sebuah sistem pengukuran yang dapat mengurangi kerugian akibat proses perolehan, pengumpulan dan analisis data yang lambat dan kurang akurat pada cara konvensional. Pengukuran suhu sebagai suatu besaran fisis yang sering digunakan dalam sistem kontrol merupakan salah satu langkah dalam akuisisi data. Dalam merancang sistem akuisisi data, elemen penting yang perlu diperhatikan adalah pembuatan signal conditioning. (Bambang Heru K, 2008) telah melakukan perancangan signal conditioning termokopel tipe K yang digunakan untuk pengambilan data suhu pada pengamatan fenomena termohidrolika reaktor. Agar tegangan keluaran dari termokopel tersebut dapat digunakan sebagai tegangan masukan ADC0804, maka tegangan perlu dikuatkan sebesar 490 kali. dengan menerapkan rangkaian penguat instrumentasi yang mempunyai impedansi masukan dan CMRR tinggi, selain itu besar penguatan dapat diatur dengan memutar variabel resistor untuk mendapatkan tegangan keluaran yang sesuai.
Sementara, (Siswo Wardoyo,2013) melakukan pembuatan Data logger dengan mikrokontroler ATMega8535 dan interface berupa Labview sebagai data logging merupakan sistem akuisisi data yang memberikan selisih pengukuran dengan alat ukur acuan sebesar 2,52% untuk pengukuran suhu, dan 4,42% untuk pengukuran tegangan. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana membuat sistem akuisisi data suhu multipoint yang mampu mengukur suhu secara real time, menampilkannya pada penampil dan meyimpannya pada media penyimpan. Data pengukuran yang tersimpan diharapkan dapat diproses lebih lanjut seperti pengiriman melalui jaringan internet. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah sistem akuisisi data suhu pada sejumlah titik pengukuran suatu plant besar yang mampu mengukur suhu secara real time menampilkan, dan disimpan untuk diolah lebih lanjut. Tulisan selanjutnya akan berisi tentang metode penelitian, hasil dan pembahasan, dan kesimpulan.
2. Metode Sistem akuisisi data suhu untuk beberapa titik ukur yang akan dibuat mempunyai blok sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 113
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 2. Termokopel
Gambar 1. Blok sistem akuisisi data multipoint
2.1 Linieritas Pengukuran yang ideal adalah jika hubungan antara input pengukuran(nilai sesungguhnya) dengan output pengukuran(nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur) berbanding lurus. Sebuah elemen dikatakan linier jika nilai input (I) dan output (O) yang berkaitan terletak pada sebuah garis lurus. Garis lurus ideal menghubungkan titik minimum I/O dengan titik maksimum I/O dan dinyatakan dalam persamaan garis sebagai berikut: Oideal = KI + a dengan K adalah kemiringan garis dan a adalah pembuat nol 2.2 Sensitivitas Sensitivitas menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan perubahan keluaran, ΔO, dibandingkan perubahan masukan, ΔI, yang dinyatakan sebagai ∆O/∆I. Untuk elemen linear dO/dI sama dengan slope atau gradien K dari garis linear. Sedangkan untuk elemen non-linear dO/dI= K +dN/dI. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan“satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama (konstan) untuk jangkauan pengukuran keseluruhan, yaitu sama dengan kemiringan garis. 2.2 Termokopel Termokopel adalah sensor temperatur yang paling banyak digunakan dalam industri besi dan baja karena kesederhanaan dan kehandalannya. Termokopel ini akan mengubah besaran fisis berupa suhu ke besaran elektrik dengan hasil keluaran tegangan DC.
114 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Termokopel, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, terdiri atas dua kawat logam, yaitu logam A dan logam B yang disambung menjadi satu, disebut measurement (“hot”) junction dan disisi yang lain, kawat logam yang tidak tersambung, dikoneksikan dengan rangkaian akuisisi data. Sambungan antara kawat-kawat logam termokopel dengan kawat tembaga disebut reference (“cold”) junction. Tegangan yang dihasilkan pada reference junction tergantung pada suhu di measurement junction dan reference junction, sehingga suhu reference junction harus diketahui terlebih dahulu untuk mendapatkan pembacaan suhu yang akurat. Proses ini disebut dengan kompensasi reference junction (cold junction compensation). Kompensasi reference junction dilakukan ketika termokopel digunakan untuk pertama kalinya dengan merendam reference junction pada kotak berisi es seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Metode ini banyak digunakan pada berbagai jenis termokopel sehingga pada tabel termokopel selalu dinyatakan bahwa suhu referensi adalah 0°C. Metode kompensasi seperti ini dalam banyak sistem pengukuran secara teknis kurang praktis, sebagai gantinya sering digunakan piranti yang sensitif suhu seperti dioda, RTD, dan termistor untuk mengukur suhu pada reference junction.
Gambar 3. Rangkaian termokopel dasar
2.3 MAX6675 MAX6675 adalah pengkondisi sinyal yang mendapatkan masukan dari termokopel tipe K dan mengubah suhu menjadi data digital 12 bit. MAX6675 telah dilengkapi dengan kompensasi cold/reference junction dan protokol komunikasi serial Serial Peripheral Interface (SPI) untuk mengirimkan data digital hasil pengukuran ke unit pengolah seperti mikrokontroler. Gambar 4 menunjukkan rangkaian cara menyambungkan termokopel dan MAX6675 dengan mikrokontroler.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 4. Rangkaian MAX6675 dan termokopel
lebih tinggi juga akan tetap menujukkan hasil ukur yang akurat. Data suhu tinggi ini, diperoleh dengan meletakkan ketiga termokopel pada ruang tungku pemanas yang dipanaskan hingga suhu 800°C. Pada ujung kawat tembaga dari masing – masing termokopel dipasang voltmeter digital seperti yang terlihat pada Gambar 6, untuk melihat perubahan tegangan yang dihasilkan oleh perubahan suhu termokopel. Data suhu yang terbaca per 1 detik ditampilkan pada penampil LCD dan disimpan pada SD card, sedangkan perubahan tegangan dicatat per menit.
Mikrokontroler pada sistem yang dibuat berfungsi sebagai unit pengolah dan pengendali hingga diperoleh data suhu yang dapat dibaca, ditampilkan, disimpan, dan akhirnya dapat diolah lebih lanjut. Gambar 5 menunjukkan diagram alir proses akuisisi data suhu.
Gambar 6. Pengumpulan data suhu 3 termokopel
Dalam menganalisis data hasil pengukuran akan dilihat 2 karakteristik sistematik, yaitu linearitas dan sensitivitas pengukuran. Pengukuran dikatakan ideal jika hubungan antara nilai sesungguhnya dan nilai yang ditunjukkan alat ukur atau hubungan nilai input dan output adalah berbanding lurus. Sementara, sensitivitas alat ukur menunjukkan kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukkan “perubahan keluaran dibandingkan perubahan masukan” yaitu ∆O/∆I. Untuk elemen linear dO/dI sama dengan slope atau gradien K dari garis linear. Sensitivitas pengukuran linier sifatnya konstan.
3. Hasil dan Pembahasan
Gambar 5. Diagram alir akuisisi data suhu
2.4 Metode Pengukuran Suhu Terdapat 2 tahapan pengukuran yang dilakukan: a. pengujian termokopel dan termometer, b. pengujian termokopel pada sistem akuisisi data. Pada pengukuran suhu dengan termokopel dan termometer, ingin dipastikan bahwa termokopel yang akan digunakan dapat menunjukkan hasil ukur dengan benar, sehingga jika diaplikasikan untuk pengukuran suhu yang
Bab ini meliputi pengujian termokopel dan termometer serta pengujian termokopel pada sistem akuisisi data. 3.1 Pengujian termokopel dan termometer Pada pengujian ini, ingin dilihat keakuratan pembacaan suhu oleh termokopel dibandingkan dengan alat ukur suhu yang sudah dikenal, yaitu termometer batang. Hasil pengujian tahap ini ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan pengukuran suhu termokopel dan termometer Suhu,°C
No.
Kesalahan
Termometer
Termokopel
1
29
31
0,068965517
2
33
33
0
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 115
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Suhu,°C
No.
Termokopel Referensi
Kesalahan
Termokopel Referensi
Suhu
Tegangan
Suhu
Tegangan
0,014925373
(°C)
(mV)
(°C)
(mV)
35
0
90
3,682
490
20,218
35
35,75
0,021428571
100
4,096
500
20,644
6
35,25
36,25
0,028368794
110
4,509
510
21,071
7
36,5
37,25
0,020547945
120
4,92
520
21,497
130
5,328
530
21,924
8
37,9
38
0,002638522
140
5,735
540
22,35
9
40
40,25
0,00625
150
6,138
550
22,776
10
45
45,75
0,016666667
160
6,54
560
23,203
11
91
92,25
0,013736264
170
6,941
570
23,629
12
94
98
0,042553191
180
7,34
580
24,055
13
96
99,25
0,033854167
190
7,739
590
24,48
14
97
99,15
0,022164948
200
8,138
600
24,905
15
97,5
99
0,015384615
210
8,539
610
25,33
220
8,94
620
25,755
16
98
101
0,030612245
230
9,343
630
26,179
17
98
100,75
0,028061224
240
9,747
640
26,602
0,021538709
250
10,153
650
27,025
260
10,561
660
27,447
270
10,971
670
27,869
280
11,382
680
28,289
290
11,795
690
28,71
300
12,209
700
29,129
310
12,624
710
29,548
320
13,04
720
29,965
330
13,457
730
30,382
340
13,874
740
30,798
350
14,293
750
31,213
360
14,713
760
31,628
370
15,133
770
32,041
380
15,554
780
32,453
390
15,975
790
32,865
400
16,397
800
33,275
Termometer
Termokopel
3
33,5
34
4
35
5
Rerata kesalahan
Dari Tabel 1 terlihat bahwa kesalahan yang ditunjukkan oleh termokopel dibandingkan dengan termometer batang untuk rentang pengukuran suhu sampai 1000 C sebesar 2,1%. 3.2 Pengujian termokopel pada sistem akuisisi data Pada pengujian ini, diamati suhu yang ditunjukkan oleh ketiga termokopel ukur dan tegangan yang dihasilkan di masing-masing termokopel untuk dibandingkan dengan suhu dan tegangan termokopel referensi. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Suhu dan tegangan termokopel referensi Termokopel Referensi
Termokopel Referensi
Suhu
Tegangan
Suhu
Tegangan
(°C)
(mV)
(°C)
(mV)
10
0,397
410
16,82
20
0,798
420
17,243
30
1,203
430
17,667
40
1,612
440
18,091
50
2,023
450
18,516
60
2,436
460
18,941
70
2,851
470
19,366
80
3,267
480
19,792
116 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Untuk mendapatkan hasil pengukuran suhu menggunakan termokopel yang akurat diperlukan pengkondisi sinyal, yang dilakukan oleh MAX6675 yang mempunyai skala suhu linier yang dinyatakan dalam volt/°C.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 3. Suhu dan Tegangan Alat Akuisisi Data Termokopel 1
Alat akuisis Data Termokopel 1
Termokopel 2
Alat akuisis Data
Termokopel 3
Suhu
Tegangan
Suhu
Tegangan
Suhu
Tegangan
(°C)
(mV)
(°C)
(mV)
(°C)
(mV)
30
0
30
0
30
0
32
0,1
29
0
30
0
34
0,1
29
0
30
0
36
0,2
29
0
29
0
37
0,2
29
0
30
0
35
0,2
29
0
31
0
33
0,1
29
0
32
0
32
0,1
28
0
31
0
32
0,1
31
0
31
0
35
0,2
69
1,5
45
0,6
42
0,4
107
3,3
63
1,3
53
1
153
4,9
88
2,4
79
2
159
5,3
108
3,4
91
2,5
135
4,3
108
3,4
125
3,3
123
3,7
112
3,5
158
5,2
124
3,7
120
3,7
190
6,6
127
4,1
130
4,2
219
7,7
135
4,4
142
4,5
247
9,7
148
4,8
157
5,2
277
10,3
163
5,3
173
5,7
304
11,5
179
6,1
191
6,5
333
12,6
197
6,9
208
7,3
356
13,5
217
8,3
228
8,1
377
14,3
237
8,6
248
8,9
398
15,2
259
9,5
269
9,7
418
16
281
10,4
290
10,5
437
16,8
304
11,3
312
11,2
457
17,7
329
12,5
336
12,4
476
18,4
354
13,4
359
13,5
493
19,1
378
14,3
382
14,3
511
19,8
402
15,3
406
15,4
529
20,5
426
15,7
429
16,5
545
21,2
450
17,3
452
17,3
Termokopel 2
Termokopel 3
Suhu
Tegangan
Suhu
Tegangan
Suhu
Tegangan
(°C)
(mV)
(°C)
(mV)
(°C)
(mV)
561
21,9
473
18,2
475
18,3
578
22,6
496
19,2
498
19,4
594
23,2
518
20,1
520
20,3
609
23,8
542
21
543
21,2
624
24,4
565
22,1
565
22,3
638
25
591
23,1
589
23,3
652
25,6
614
24,1
612
24,1
666
26,2
636
25
633
24,9
679
26,7
656
25,7
653
26
692
27,4
672
26,6
670
26,5
706
27,8
688
27,1
686
27,1
718
28,3
703
27,7
700
27,4
730
28,8
718
28,3
714
28,2
741
29,2
730
28,8
727
28,7
751
29,7
743
29,3
739
29,3
760
30
753
29,7
750
29,4
771
30,5
764
30,1
762
30,1
782
30,9
776
30,7
774
31
794
31,5
787
31,1
785
31,1
805
31,9
799
31,6
797
31,5
816
32,3
809
32
808
32
826
32,8
820
32,5
819
32,5
837
33,2
830
32,9
830
32,9
Dari hasil pengujian didapatkan bahwa kurva karakteristik ketiga termokopel uji bersifat linier dengan sensitivitas 41.11 µV/°C, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan sensitivitas termokopel referensi yaitu 41.59 µV/°C (dengan nilai kesalahan 1.15% ) Sensitivitas yang cenderung sama ini juga dapat ditunjukkan dengan kemiringan (slope) yang sama pada grafik tegangan terhadap suhu.seperti yang terlihat pada Gambar 6. Perbedaan sensitivitas yang terjadi karena saat termokopel uji pertama kali digunakan tidak dilakukan kompensasi dengan merendam reference junction dalam air es untuk mendapatkan suhu 0°C.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 117
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 7. Grafik pengukuran suhu termokopel alat uji dan termokopel referensi
Untuk hasil pengujian linearitas hubungan antara nilai sesungguhnya dan nilai yang ditunjukkan alat ukur dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik linearitas termokopel referensi dan alat ukur
4. Kesimpulan Sistem akuisisi data suhu yang terdiri atas 3 termokopel telah menunjukkan karakteristik sistematik yang baik, yaitu mempunyai karakteristik linier dengan sensitivitas ukur 41.11 µV/°C dan nilai kesalahan 1,15%.
Ucapan Terima Kasih Terimakasih kepada Dikti yang telah membiayai penelitian ini dengan skema Penelitian Dosen Pemula.
Daftar Pustaka ________, “Analog Devices”, www.analog.com, 17/10/2014. ________, “Konsep Akuisisi Data dan Konversi”, http://ocw.gunadarma.ac.id, 22/07/08. ________, “Manual MAX6675 K-type Thermocouple Temperature Sensor, www.indoware.com,10/09/2014.
118 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
________, Sensor dan Pengkonversi http://www.toko-elektronika.com 22/07/08.
Data,
Bakshi, U.A., A.V., K.A.,(2008), Electrical Measurements, Technical Publication Pune. Bambang, H.K., Handoyo, D., (2008), Perancangan sinyal conditioning termokopel tipe K sebagai masukan ADC – 0804, Prosiding Seminar Penelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir. Basuki, A, Arena, M, 2013, Sistem Telemetri Melalui Jaringan Komputer Berbasis Internet Protocol, Prosiding Seminar Retii – 8. Duff, M., Towey, J., (2010), Two Ways to Measure Temperature Using Thermocouples Feature Simplicity, Accuracy, and Flexibility, Analog Dialog 44-10. Prahara, A. dkk, “Sensor suhu”, http://www.google.co.id 15/06/2009 Wardoyo, S., Munarto, R., Putra, V. P.,(2013) Rancang Bangun Data Logger Suhu Menggunakan Labview, Jurnal Ilmiah Elite Elektro, Vol. 4, No.1, Maret 23-30.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pembuatan Alat Pengukur Tingkat Polusi Udara Berbasis Mikrokontroller At89s51 Menggunakan Sensor Tgs 2600 Vadlya Maarif1, Nuzul Imam Fadlilah2 Program Studi Teknik Informatika AMIK Bina Sarana Informatika Purwokerto Email:
[email protected] Program StudiTeknikInformatika AMIK BinaSaranaInformatikaPurwokerto Email:
[email protected]
Abstrak Telah dilakukan perancangan dan realisasi alat pengukuran pencemaran udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600. Sistem terdiri atas perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas mikrokontroler AT89S51, sensor TGS 2600, Op-Amp, dan LCD sebagai penampilnya. Perangkat lunak mikrokontroler dalam sistem ini dibuat dengan menggunakan bahasa assembly. Sistem ini bekerja ketika mendeteksi kadar gas karbonmonoksida (CO) yang melewati sensor. Kemudian sistem ini telah terealisasi dan dapat menampilkan pesan pada LCD tentang kadar polutan di suatu tempat dapat diketahui. Kata kunci : TGS 2600, AT89S51,CO, Op-Amp, LCD
1. Pendahuluan Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makluk hidup dan keberadaan benda lainnya, sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi untuk kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya. Udara pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan, maka pengendalian udara menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pencemaran udara diartikan sebagai turunnya kualitas udara, sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya dan akhirnya tidak dapat dipergunakan lagi sebagai mana mestinya sesuai dengan fungsinya. Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara diperlukan suatu alat sebagai pemantau kualitas udara. Oleh karena itu, muncul suatu ide untuk membuat alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600 yang peka terhadap gas karbon monoksida. Pada alat ini menggunakan LCD sebagai tampilan visualnya dalam menampilkan pesan-pesan atau hasil dari inputan karbon monoksida yang terdeteksi sehingga alat ini dimaksudkan akan lebih berguna dari alat sebelumnya.
2. Metode Menurut data WHO polusi udara berkontribusi pada sekitar tujuh juta kematian seluruh dunia. Di asia tenggara merupakan wilayah yang menderita polusi udara terburuk di dunia. Untuk Indonesia, berdasar data evaluasi kualitas udara perkotaan 2012 yang dikeluarkan oleh
kementrian lingkungan hidup, jumlah angka lolos uji emisi dikota metropolitan, kota besar, dan kota sedang maupun kecil hampir memiliki prosentase yang sama sekitar 47%. 2.1 MetodePengumpulan Data Penulis mencoba mencari hasil uji emisi di tempat pengukuran emisi kendaraan, melihat kondisi, survey di lokasi terminal dan lingkungan pabrik untuk mengetahui kondisi kualitas udara dan keadaan masyarakat lingkungan sekitar. Studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori, data-data atau informasi sebagai bahan acuan dalam melakukan perencanaan, pembuatan dan percobaan.
2. Landasan Teori Pembuatan Alat Pengukur Tingkat Polusi Udara Berbasis Mikrokontroler AT89S51 menggunakan Sensor TGS 2600 telah dilakukan perancangan dan realisasi alat pengukur pencemaran udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600. Alat ini terdiri atas perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas mikrokontroler AT89S51, rangkaian sensor TGS 2600, Op-Amp, dan LCD sebagai penampilnya. Perangkat lunak mikrokontroler dalam sistem ini dibuat dengan menggunakan bahasa assembly. Alat ini bekerja ketika mendeteksi kadar gas karbon monoksida yang melewati sensor. Kemudian keluaran yang berupa tegangan dikonversi oleh Op-Amp untuk diproses ke mikrokontroler dan ditampilkan ke LCD agar mempermudah pembacaan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 119
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.1.Integrited Circuit (IC) IC adalah singkatan dari Integrated Circuit atau berarti rangkaian terpadu. IC merupakan rangkaian gabungan dari sejumlah komponen menjadi satu. Dalam IC monolithic, suatu chip tunggal merupakan dasar komponen individual yang dipadukan dengan sejumlah chip atau komponen lain dalam pembuatan. IC hybrid terdiri dari atas satu IC monolithic atau lebih, dipasang pada beberapa komponen yang serupa. IC merupakan Rangkaian gabungan dari sejumlah komponen menjadi satu. Dalam IC monolithic, suatu chip tunggal merupakan dasar komponen individual yang dipadukan dengan sejumlah chip atau komponen lain dalam pembuatannya. Op-Amp (IC LM324) Menurut Adi (2010:41) menjelaskan bahwa “Op-amp adalah piranti elektronika analog serbaguna yang mempunyai banyak fungsi. Piranti ini dikemas dalam bentuk suatu IC yang di dalamnya terdiri dari banyak transistor, resistor, dan kapasitor”. Penguat operasional mempunyai dua masukan (input) diferensial, yaitu inverting dan noninverting, serta penguatan loop terbuka (open loop gain) yang tidak terhingga besarnya. Hampir semua op-amp hanya mempunyai satu terminal keluaran.
apabila terjadi perubahan tegangan masukan pada catudaya. Fungsi lain dari regulator tegangan adalah untuk perlindungan dari terjadinya hubung singkat pada beban. Cara pemasangan dari regulator tegangan tetap 78XX pada catu daya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar II.3RangkaianDasar Regulator TeganganPositif 78xx
2.1.1
Gambar II.1 Penguat operasional dasar.
Gambar II.2 Rangkaian ekivalen op-amp frekuensi rendah.
2.1.2 IC Regulator LM7805 Salah satu tipe regulator tegangan tetap adalah 7805. Regulator tegangan tipe 7805 adalah salah satu regulator tegangan tetap dengan tiga terminal, yaitu terminal VIN(Volt In), GND(Ground) dan VOUT(Volt Out). Tegangan keluaran dari regulator 78XX memungkinkan regulator untuk dipakai dalam sistem logika. Regulator tegangan 78XX dirancang sebagai regulator tegangan tetap, meskipun demikian dapat juga keluaran dari regulator ini diatur tegangan dan arusnya melalui tambahan komponen eksternal. Pada umumnya catu daya selalu dilengkapi dengan regulator tegangan. Tujuan pemasangan regulator tegangan pada catu daya adalah untuk menstabilkan tegangan keluaran
120 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Kondensator masukan C1 dibutuhkan untuk perata tegangan sedangkan kondensator keluaran C2 memperbaiki tanggapan peralihan. Regulator tegangan tetap 78xx dibedakan dalam tiga versi yaitu 78XXC, 78LXX dan 78MXX. Arsitektur dari regulator tegangan tersebut sama, yang membedakan adalah kemampuan mengalirkan arus pada regulator tegangan tersebut. Data karekteristik dari regulator tegangan tipe 78XX dapat dilihat pada tabel berikut. Angka XX pada bagian terakhir penulisan tipe regulator 78xx merupakan besarnya tegangan output dari regulator tersebut. Kemudian huruh L, M merupakan besarnya arus maksimum yang dapat dialirkan pada terminal output regulator tegangan positif tersebut. Untuk penulisan tanpa huruf L ataupun M (78(L/M)xx) pada regulator tegangan positif 78xx maka arus maksimal yang dapat dialirkan pada terminal outputnya adalah 1 ampere. Karakteristik dan tipe-tipe kemampuan arus maksimal output dari regulator tegangan positif 78xx dapat dilihat pada tabel diatas. Kode huruf pada bagian depan penulisan tipe regulator 78xx merupakan kode produsen (AN78xx, LM78xx, MC78xx) regulator tegangan positif 78xx.
2.3 Sensor TGS 2600 Menurut Setiawan (2009) “Sensor adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi dan berfungsi mengukur magnitude tertentu dan mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar dan kimia. Sensor dikategorikan melalui pengukur dan memegang peranan penting dalam pengendalian proses pabrikasi modern”. Sensor TGS 2600 adalah transducer utama yang digunakan dalam rangkaian ini, yang merupakan sebuah sensor kimia atau gas sensor. Sensor ini mempunyai nilai resistansi Rs yang akan berubah bila terkena gas dan juga mempunyai sebuah pemanas (heater) yang digunakan untuk membersihkan ruangan sensor dari kontaminasi udara luar.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
menurunnya ketinggian penghalang dari daerah sambungan. Dengan menurunnya penghalang maka resistansi sensor akan juga ikut menurun.
Gambar II.4 Struktur Sensor TGS 2600
Pemanas pada sensor memerlukan tegangan yang konstan (± 5 Volt DC) agar sinyal output sensor dapat terjaga keseimbangannya. Karakteristik tegangan pemanas terhadap resistansi sensor terdapat pada Gambar II.5.
Gambar II.5 Karakteristik tegangan pemanas terhadap resistansi sensor
Bahan detektor gas dari sensor TGS 2600 adalah metal oksida, khususnya senyawa SnO2. Ketika kristal metal oksida (SnO2) dihangatkan pada temperatur tertentu, oksigen akan diserap pada permukaan kristal dan oksigen akan bermuatan negatif. Tegangan permukaan yang terbentuk akan menghambat laju aliran elektron seperti tampak pada ilustrasi Gambar II.16.
Gambar II.7 Ilustrasi ketika terdeteksi adanya gas
2.4. Liquid Crystal Display (LCD) LCD Display Modul M1632 buatan Seiko Instrument Inc. terdiri dari dua bagian, yang pertama merupakan panel LCD sebagai media penampil informasi dalam bentuk huruf/angka dua baris, masing-masing baris bisa menampung 16 huruf/angka. Bagian kedua merupakan sebuah sistem yang dibentuk dengan mikrokontroler dan ditempelkan dibalik panel LCD, yang berfungsi untuk mengatur tampilan informasi serta mengatur komunikasi M1632 dengan mikrokontroler yang memakai tampilan LCD tersebut. Dengan demikianpemakaian M1632 menjadi sederhana, sistem lain yang memakai M1632 cukup mengirimkan kode-kode ACSII dari informasi yang ditampilkan seperti layaknya memakai sebuah printer.
2.5 Mikrokontroler Dijelaskan oleh Adi (2010:105) bahwa “Mikrokontroler pada dasarnya adalah komputer dalam satu chip, yang di dalamnya terdapat mikroprosesor, memori, jalur Input/Output (I/O) dan prangkat pelengkap lainya”. Gambar blok diagram sebuah mikrokontroler seperti diperlihatkan Gambar II.19.
Gambar II.8 Blok Diagram Mikrokontroler.
a.
Gambar II.6 Ilustrasi penyerapan O2 oleh sensor.
Di dalam sensor, arus elektrik mengalir melewati daerah sambungan(grain boundary) dari kristal SnO2. Pada daerah sambungan, penyerapan oksigen mencegah muatan untuk bergerak bebas. Jika konsentrasi gas menurun, proses deoksidasi akan terjadi, rapat permukaan dari muatan negatif oksigen akan berkurang, dan mengakibatkan
Mikrokontroler AT89S51 Mikrokontroler tipe AT789S51 dengan arsitektur MCS51 adalah produksi ATMEL yang memiliki sistem memori, pewaktu port serial dan 32bit I/O di dalamnya sehingga memungkinkan untuk membentuk suatu sistem yang terdiri dari satu chip dan tidak memerlukan external memory (memori luar) untuk menyimpan source code. AT89S51 merupakan memori dengan teknologi nonvolatile
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 121
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
memori yang dapat diisi ulang ataupun dihapus berkali-kali. Beberapa fitur standar yang dimiliki oleh AT89S51: 1. Flash 4-k byte 2. Beroperasi pada tegangan 4 sampai 5,5 Volt 3. Bekerja maksimal pada frekuensi 0 sampai 33 MHz 4. RAM 128-bit 5. 32 pin I/O 6. Watchdog Timer 7. Dua data pointer 8. Dua counter 16-bit 9. Sebuah arsitektur perintah lima vektor dua tingkat 10. Sebuah port serial rangkap 11. Osilator di dalam keping dan clock circuitry AT89S51 mempunyai 4-kbyte Flash PEROM (Programmable and Read Only Memory) yang memiliki kemampuan untuk ditulis ulang hingga 1000 kali dan berisikan perintah standar MCS51. Kombinasi CPU 8-bit serba guna dengan System Programmable Flash pada sebuah keping monolitik. Mikrokontroler AT89S51 didesain dengan logika statis pada operasi bawah ke frekuensi nol dan mendukung dua software berkemampuan memilih mode power saving. Mode-0 menghentikan CPU dan membiarkan RAM, pewaktu atau counter, pot serial dan sistem perintah melanjutkan fungsinya. Mode power down menyimpan isi RAM dan membekukan osilator, tidak memfungsikan semua keping lainnya sehingga perintah eksternal selanjutnya atau perangkat keras mengalami reset. b. KonfigurasiPena-pena mikrokontroler AT89S51 Mikrokontroler AT89S51 memiliki 40 pin yang diperlihatkan pada gambar II.20
2.6
Konsep Dasar Program
2.6.1. Bahasa Assembly Menurut Karmila (2010) “Bahasa assembly dikategorikan sebagai bahasa tingkat rendah (low level languange). Ini untuk menggambarkan kekhususannya sebagai bahasa yang berorientasi pada machine dependent”. Bahasa assembly ini lazim digunakan dalam berbagai pembuatan program dari suatu alat. Bahasa pemrograman ini memang tergolong sulit karena masih menggunakan bahasa yang berorientasi pada mesin. Namun pemakaian bahasa Assembler banyak digunakan di berbagai pembuatan program karena sudah familier dari awal dan banyak tutorial mengenai bahasa tersebut. 2.6.2. ASM51 Untuk membuat program serta mengkompail bahasa assembly ke dalam bentuk hexa kita menggunakan sebuah softwere yang dinamakan ASM51. 2.6.3. Downloader Atmel 89 Series Downloader merupakan suatu interface yang berfungsi untuk memasukan program dari komputer ke dalam suatu mikrokontroler. Atmel 89 Series Programmer merupakan suatu downloader keluaran dari sunrom. Atmel 89 Series Programmer yang mendukung banyak seri mikrokontroler keluarga 89 keluaran Atmel. Tipe mikrokontroler yang didukung antara lain: AT89C51, AT89LV51, AT89C52, AT89S51 dan lain-lain.
Gambar II.10Downloader Atmel 89 Series
2.6.4. PCB Designer Menurut Vikry (2011) “PCB Designer adalah salah satu software yang berguna untuk membuat jalur PCB”. Program ini temasuk ringan digunakan sehingga mudah dalam penggunaannya. Contoh tampilan dari software ini adalah sebagai berikut
Gambar II.11Layout PCB Designer
3 Pembahasan Gambar II.9 Konfigurasi Pin AT89S51
122 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
3.1. Tinjauan Umum Alat Pembuatan Alat pengukur Tingkat Polusi Udara Berbasis Mikrokontroler AT89S51 menggunakan Sensor TGS 2600 telah dilakukan.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sistem terdiri atas perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas mikrokontroler AT89S51, rangkaian sensor TGS 2600, Op-Amp, dan LCD sebagai penampilnya. Perangkat lunak mikrokontroler dalam sistem ini dibuat dengan menggunakan bahasa assembly. Sistem ini bekerja ketika mendeteksi kadar gas karbon monoksida yang melewati sensor. Kemudian keluaran yang berupa tegangan dikonversi oleh Op-Amp untuk diproses ke mikrokontroler dan ditampilkan ke LCD agar mempermudah pembacaan. Penggunaan penampil LCD di sini dimaksudkan sebagai perbaikan pada alat sebelumnya yang hanya menggunakan lampu indikator warna sebagai penampil serta menggunakan indeks diagram saja. Dengan penggunaan LCD sebagai penampil ini diharapkan dapat membantu masyarakat sekitar agar lebih mudah untuk memahami kondisi udara di sekitar mereka. 3.2. Blok Rangkaian Berikut adalah gambar blok rangkaian dari alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600.
Gambar III.1 Diagram blok pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600.
Keterangan : 1. Catu daya Berfungsi sebagai sumber tegangan yang nantinya akan masuk ke alat. 2. Sensor TGS 2600 Berfungsi sebagai pendeteksi gas karbon monoksida. 3. Op-Amp Berfungsi sebagai pengkonversi tegangan yang nantinya akan diproses ke dalam mikrokontroler AT89S51. 4. Mikrokontroler AT89S51 Berfungsi sebagai pemroses yang berisi perangkat lunak atau program. 5. LCD Berfungsi sebagai penampil pesan berupa kumpulan karakter yang akan disampaikan sehingga mudah dipahami oleh pembaca.
3.3. Gambar Rangkaian
Gambar III.2 Blok rangkaian alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600.
3.4. Cara Kerja Alat Cara kerja dari alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler menggunakan sensor TGS 2600 adalah sebagai berikut: A. Power Supply Power supplymemperoleh arus dari tegangan PLN sebesar 220 volt AC, kemudian oleh transformator tegangan diturunkan dan diubah menjadi arus DC sehingga menghasilkan tegangan keluaran sebesar 5 volt. Sehingga nantinya tegangan yang masuk ke alat maksimal menjadi 5 volt. B. Input Komponen Input dari alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler menggunakan sensor TGS 2600 adalah sensor TGS 2600 dan OpAmp. Sensor TGS 2600 berfungsi untuk mendeteksi gas karbon monoksida yang melewati sensor tersebut. Kemudian keluaran yang berupa tegangan dikonversi oleh Op-Amp untuk diproses ke mikrokontroler. C. Proses Setelah keluaran berupa tegangan dari sensor dan dikonversi oleh Op-Amp kemudian masuk ke proses di dalam mikrokontroler AT89S51. Mikrokontroler ini berisi program yang berfungsi memproses kinerja alat yang nantinya akan ditampilkan ke LCD. D. Output Output akhir dari alat ini adalah sebuah pembacaan hasil tingkat polutan yang sebelumnya diproses di dalam mikrokontroler, kemudian ditampilkan di LCD berupa kumpulan karakter “bersih”, “tercemar”, “polusi rendah”, “polusi sedang”, “polusi tinggi”, sehingga pesan yang ingin disampaikan alat ini mudah dipahami oleh pembaca.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 123
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.6. Hasil Percobaan Pengujian tingkat polusi udara ditunjukan pada tabel di bawah:
3.5. Perancangan Program 3.5.1. Flow chart Program
Tabel III.1 Tabel ruang sistem pengujian Volta ge
0– 0,5
Ind ek
Kateg ori
050
baik
Tampila n LCD
Bersih
Gambar III.3 Flow chart program pengukur tingkat polusi udara
0,51 –1
51100
Sedan g
Tercem ar
3.5.2. Konstruksi Sistem (Coding) Tahap-tahap program yang dijalankan perangkat lunak adalah: 1. Deklarasi 2. Inisialisasi program 3. Inisialisasi LCD 4. Pengaturan tingkat polusi udara Program dari alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600 merupakan program yang menjelaskan tentang komponen-komponen pemrograman yang berisi port-port yang digunakan dan dihubungkan dengan perangkat keras, registerregister dan kontrol hardware yang akan dikendalikan. Listing program pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600 adalah sebagai berikut:
1,01– 1,99
101 199
Kuran g sehat
Rendah
2– 2,99
201 299
Sanga t Tidak sehat
Sedang
3– <5
300 500
Berba haya
Tinggi
;=============================; UDARA ; OLEH VADLYA MAARIF ;============================= rs bit p3.0 rw bit p3.1 e bit p3.2 ; org 0h clr p2.5 acall inisial_lcd acall promo main: jb P2.7,bahaya clr p2.5 jb P2.6,siaga1 jb p2.1,siaga jb p2.0,awas acall aman sjmpmain .................................dst.
POLUSI
124 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Keterangan Tingkat mutu udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan bangunan atau nilai estetika Tingkat mutu udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia aataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitive dan nilai estetika Tingkat mutu udara yang bersifat merugikan pada manusia atau pun hewan kelompok hewan yang peka atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun estetika Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar Tingkat mutu udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi
Sumber: ISPU Hasil percobaan alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler AT89S51 menggunakan sensor TGS 2600. Pada kesempatan ini penulis telah melakukan pengujian dari berbagai sumber polusi. Hasil percobaan/pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel III.2 berikut
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel III.2 Tabel Hasil Pengujian dengan berbagai sumber polusi Sumber Polusi Asap lilin Asap kertas Asap rokok putih Asap rokok kretek Asap rokok import Asap Karet Asap obat nyamuk Asap tisu Asap sampah daun
Tegangan keluaran sensor (Volt) Mikrokontroler AT89S51 0,23 0,55
2. Tampilan LCD
Udara bersih Tercemar
1,33
Polusi rendah
2,12
Polusi sedang
1,26
Polusi rendah
4,11
Polusi tinggi
0,67
Tercemar
0,25
Udara bersih
2,66
Polusi sedang
Dari hasil percobaan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat polusi udara tiap sumber berbeda-beda tergantung dari jenis bahan serta kepekatan dari polutan yang dihasilkan. Namun kuantitas dari polutan juga berpengaruh terhadap tingkat polusinya. Semakain tinggi polutan bertambah, maka semakin tinggi pula tingkat polusinya. Sebagai contoh, asap rokok dalam hasil pengujian adalah polusi rendah, tetapi bisa saja menjadi tinggi apabila tingkat polutannya bertambah dan semakin pekat.
3.
kurang sehat, 200-299 udara tidak sehat, >300 berbahaya. Alat pengukur tingkat polusi udara ini dapat mendeteksi tingkat polusi udara dengan keterangan udara bersih, tercemar, polusi rendah, polusi sedang, dan polusi tinggi berdasarkan deteksi sensor. Sensor ini hanya dapat mendeteksi CO dalam gas.
5. Daftar Pustaka Adi,
Agung Nugroho. 2010. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Mekatronika.
Asdep Urusan informasi Dputi VII KLM, Air Quality Report, Jakarta. http://www.air.ky.gov/programs/monitoring/Air+Qu ality+Index.btm (2 Mei 2013) Bishop, Owen. 2004. Dasar-dasar Elektronika. Jakarta. Erlangga. Figaro Group. 2003. Technical Information For TGS2600. USA. Figaro USA, INC. Figaro Engineering Incorporation. 2003. Version Change Of FIC93619A to FIC02667. http://www.figarosensor.com (5 Mei 2013) ISPU. 2003. Index Standar Pencemaran Udara. Jakarta. Bapedal. http://www.acronymfinder.com/Indeks-StandarPencemar-Udara-(Indonesian%3A-Air-PollutantStandards-Index)-(ISPU).html(2 Mei 2013) Karmila.2009. Belajar Bahasa Assembler. karmila.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/1475 /Assembler-1.pdf? (28 Mei 2013) Musbikhin. Tutorial mcs51 intruksi-intruksi loop dan jump. http://www.musbikhin.com/tutorial-mcs51-instruksi-instruksi-jump-loop-dan-call. (27 Mei 2013) Mikrokontroler AT89S51. www.Atmel.com (16 Mei 2013) Purnama, Agus. 2012. LED (Light Emitting Dioda). http://elektronika-dasar.web.id/komponen/led-lightemitting-dioda/. (15 Mei 2013).
Gambar III.4 Alat pengukur tingkat polusi udara berbasis mikrokontroler menggunakan sensor TGS2600
Widodo, Thomas Sri. 2003. Elektronika Dasar. Jakarta. Erlangga.
4. Kesimpulan Setelahdibuat alat pengukur tingkat polusi udara, maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Berdasar ruang pengujian sensor, untuk indek/ nilai kualitas udara nilai 0-50 udara baik, 51-100 udara sedang, 101-199 udara
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 125
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
126 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sistem Pendukung Keputusan Penerima Beasiswa SMK Menggunakan Metode Backpropagation
Teti Rohaeti 1, Yoyon Kusnendar Suprapto 2, Eko Mulyanto 3 Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya1,2,3
[email protected]
Abstrak Proses seleksi beasiswa di SMK selama ini dilakukan secara manual belum melibatkan kemajuan di bidang teknologi sehingga kurang tepat sasaran dimana siswa yg seharusnya mendapatkan beasiswa tetapi tidak mendapatkan beasiswa dan sebaliknya siswa yang seharusnya tidak mendapatkan beasiswa tetapi mendapatkan beasiswa. Hal ini mengakibatkan banyak peserta didik yang terancam putus sekolah. Untuk itu diperlukan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) dalam pemberian beasiswa untuk meningkatkan tingkat ketepatan prediksi dalam distribusi beasiswa. Penelitian ini akan membuat klasifikasi peserta didik penerima beasiswa dengan menggunakan metode Backpropagation. Hasil klasifikasi digunakan untuk membuat Sistem Pendukung Keputusan (SPK) dalam pemberian beasiswa yang tujuannya untuk meningkatkan tingkat ketepatan prediksi dalam distribusi beasiswa yang mengacu pada Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengujian tingkat akurasi prediksi memakai data testing yang dihasilkan jaringan dengan model yang sudah terlatih adalah sebesar 99,00083% . Kata Kunci: Artificial Neural Network, Backpropagation, Beasiswa BSM , SPK.
1. Pendahuluan Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) ini merupakan bukti komitmen dan keberpihakan Pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik dari keluarga yang kurang mampu untuk mengikuti pendidikan dan terhindar dari putus sekolah. Permasalahan yang sering muncul ialah kurang tepatnya distribusi beasiswa. Peserta didik yang seharusnya berhak mendapatkan beasiswa namun tidak mendapatkan beasiswa dan sebaliknya peserta didik yang seharusnya tidak berhak mendapatkan beasiswa namun mendapatkan beasiswa. Salah satu faktor penyebab kurang tepatnya distribusi beasiswa adalah proses seleksi beasiswa yang dilakukan secara manual belum menghasilkan informasi yang tepat. Hal ini berdampak pada tingginya tingkat putus sekolah, menurut Pusat Data dan Statistik Pendidikan (PDSP, Kemdikbud) tahun 2010 menunjukkan bahwa 90.263 ribu siswa SMA/SMK/MA putus sekolah. Dari penelitian sebelumnya dijeleskan solusi untuk mengatasi permasalahan kurang tepatnya pendistribusian beasiswa, salahsatunya penelitian yang dilakukan oleh Dalu Nuzlul Kirom, Yusuf Bilfaqih, Rusdhianto Effendie pada tahun 2012 dengan judul ”Sistem Informasi Manajemen Beasiswa ITS Berbasis Sistem Pendukung Keputusan Menggunakan Analytical Hierarchy Process” dan penelitian yang
dilakukan oleh Anik Andriani pada tahun 2013 dengan judul ”Sitem Pendukung Keputusan Berbasis Decision Tree Dalam Pemberian Beasiswa Studi Kasus: AMIK BSI Yogyakarta ” Namun demikian Sistem Pendukung Keputusan yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya diterapkan di perguruan tinggi. Pembuatan Sistem Pendukung Keputusan yang di bahas dalam penelitian ini diterapkan di SMK dimana kriteria penerima beasiswa sudah ditentukan, mengacu pada Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu metode yang sudah banyak dikembangkan untuk pendugaan. Metode ini juga dapat dipakai untuk meramalkan berdasarkan pola kejadian yang ada di masa lampau. Ini dapat dilakukan mengingat kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk mengingat dan membuat generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperbaiki bobot adalah metode bacpropagation. Metode ini umum digunakan untuk diaplikasikan pada penyelesaian suatu masalah berkaitan dengan identifikasi, prediksi, pengenalan pola dan sebagainya. Pada latihan yang berulang–ulang, algoritma ini akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik. Hal ini berarti bahwa “bobot interkoneksi” JST semakin mendekati bobot yang seharusnya. Kelebihan lain yang dimiliki JST ini adalah kemampuannya untuk belajar Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 127
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
(bersifat adaptif) dan kebal terhadap adanya kesalahan (Fault Tolerance) dengan kelebihan tersebut JST dapat mewujudkan sistem yang tahan akan kerusakan (robust) dan konsisten bekerja dengan baik. Dengan karakteristik yang dimiliki tersebut diharapkan bisa mencapai tujuan yang diharapkan yaitu membuat Sistem Pendukung Keputusan (SPK) menggunakan metode Backpropagation yang mampu meningkatkan tingkat ketepatan prediksi dalam distribusi beasiswa dengan mengacu pada Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam penelitian ini, digunakan sistem pembahasan sebagai berikut, pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan. Metode akan diuraikan metode atau pendekatan yang akan digunakan dalam menjawab permasalahan penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. Hasil dan pembahasan, akan menguraikan hasil daripada penelitian yang dilakukan beserta pembahasannya. Kesimpulan dan saran merupakan kesimpulan yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk pengembangan daripada penelitian.
Data Calon Penerima Beasiswa
Data training sebesar 70% Data testing sebesar 30%
Kartu Tanda Penduduk Kartu Keluarga Kelas Program Keluarga Harapan
Penentuan Kriteria Penerima Beasiswa
Kartu Perlindungan Sosial Surat Keterangan Tidak Mampu Surat Keterangan Panti Asuhan Rekening Listrik Rangking Kelas
Klasifikasi Penerima Beasiswa menggunakan metode Backpropagasi
Inisialisasi Bobot Umpan Maju (Feed Forward) Umpan Mundur (Backpropagation) Kondisi Stopping
2. Metode Penelitian eksperimen menggunakan data dalam penelitiannya dan menghasilkan kesimpulan yang mampu dibuktikan oleh pengamatan atau percobaan. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan data siswa di SMK Kota Palangka Raya sejumlah 256 data yang dibagi menjadi data training dan data testing dengan perbandingan 70% dan 30%, sehingga diperoleh 177 data training dan 76 data testing. Data training digunakan untuk memperoleh hasil klasifikasi siswa penerima beasiswa dalam bentuk Backpropagation, sedangkan data testing digunakan untuk mengukur tingkat akurasi dari hasil klasifikasi tersebut. 2.1. Metodologi Penelitian Metoda penelitian yang diuraikan pada bab ini merupakan acuan dalam melakukan penelitian melalui urutan langkah pelaksanaan penelitian. 1. Data Calon Penerima Beasiswa Data yang di ambil merupakan data peserta didik SMK di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah tahun 2013/2014 yang ada di Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, yang nantinya di bagi menjadi dua yaitu data training sebesar 70% dan data testing sebesar 30%.
128 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Evaluasi & Validasi
Membuat Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
Pengujian Sistem
Bantuan Siswa Miskin OUTPUT Tidak Mendapatkan Gambar 1. Metodologi Penelitian
2.
Kriteria Penerima Beasiswa Kriteria beasiswa beasiswa ada sembilan hal yaitu kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), kelas, program keluarga harapan (KPH), kartu perlindungan social (KPS), surat keterangan tidak mampu (SKTM), surat keterangan panti asuhan,
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
rekening listrik dan rengking kelas. Mengacu pada Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengenai perbandingan bobot kesembilan kriteria untuk beasiswa BSM, diperlihatkan oleh Tabel 1. Dibawah ini :
d.
Tabel 1. Bobot Kriteria Beasiswa BSM Kriteria KTP KK Kelas
PKH KPS SKTM Panti Asuhan Rekening Listrik
Rangking Kelas
3.
Keterangan Ada Tidak Ada Tidak 1 2 3 Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak s/d 450 va 900 va 1300 va 2200 va Tidak ada 1 2 3 >3
Bobot 1 0 1 0 3 2 1 2 0 4 0 4 0 0 4 4 3 2 1 0 3 2 1 0
Klasifikasi Penerima Beasiswa menggunakan Metode Backpropagasi a. Inisialisasi Bobot Inisialisasi bobot secara random (diberi nilai kecil secara acak) diambil 0. b. Umpan maju (Feed Forwared) Umpan maju digunakan sebagai algoritma untuk menghitung nilai aktivasi yang ada pada semua neuron baik yang ada di lapis tersembunyi atau hidden layer ataupun lapis keluaran atau output layer. Fungsi aktivasi yang di pakai adalah fungsi signoid. Fungsi sigmoid merupakan salah satu dari sekian fungsi aktivasi yang sering digunakan pada jaringan saraf tiruan. Fungsi sigmoid merupakan fungsi aktivasi yang menggunakan metode Backpropagation. Fungsi ini memiliki interval output 0 sampai 1. c. Umpan Mundur (Backpropagation) Backpropagation merupakan sebuah algoritma yang berfungsi untuk melakukan perhitungan balik dari neuron keluaran agar memiliki nilai bobot yang sesuai dalam jaringan neural
e. f. g. h.
network. Dengan komputasi balik ini nilai error atau kesalahan bisa dikurangi dengan cukup baik. Kondisi Stopping Terdapat dua kondisi stopping pada algoritma Backpropagation. Kedua kondisi stopping digunakan dengan logika OR. Jadi kondisi stopping akan terjadi jika besarnya error yang terjadi telah bernilai lebih kecil dari nilai error maksimum yang telah ditetapkan atau jika besarnya epoch lebih besar dari besarnya epoch maksimum yang telah ditetapkan. Evaluasi dan Validasi Membuat Sistem Pendukung Keputusan SPK Penggujian sistem dilakukan menggunakan data testing sebesar 30%. Output Output atau keluran yang dihasilkan yaitu mendapatkan Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Tidak Mendapatkan Beasiswa
2.2. Backpropagation Algoritma pelatihan Backpropagation dapat dijelaskan rinciannya sebagai berikut : Langkah 0: Pemberian inisialisasi penimbang (diberi nilai kecil secara acak) Langkah 1: Ulangi langkah 2 hingga 9 sampai kondisi akhir iterasi dipenuhi. Langkah 2: Untuk masing-masing pasangan data pelatihan (training data) lakukan langkah 3 hingga 8 Umpan maju feed forward Langkah 3: Masing-masing unit masukan (Xi, i = 1,…….,n) menerima sinyal masukan Xi dan sinyal tersebut disebarkan ke unit-unit bagian berikutnya (unit-unit lapis tersembunyi) Langkah 4: Masing-masing unit dilapis tersembunyi dikalikan dengan penimbang dan dijumlahkan serta ditambah dengan biasnya.
Z _ in j Voj i 1 XiVij n
(1)
Kemudian dihitung sesuai dengan fungsi pengaktif yang digunakan:
Zj f (Z _ in j )
(2)
bila yang digunakan adalah fungsi sigmoid maka bentuk fungsi tersebut adalah:
Zj
1 1 exp
z _ in j
(3)
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 129
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Langkah 5: Masing-masing unit keluaran (Yk, k = 1, 2, 3…m) dikalikan dengan penimbang dan dijumlahkan serta ditambah dengan biasnya:
Y _ ink Wok j 1 Z jW jk
Selanjutnya dikaliakan dengan turunannya dan fungsi pengaktifnya untuk menghitung galat.
j _inj f ' (y _inj )
(11)
p
Kemudian dihitung kembali sesuai dengan fungsi pengaktif
Yk F ( y _ in k ) Backpropagasi Galatnya
Langkah berikutnya menghitung perbaikan penimbang (digunakan untuk memperbaiki Vij).
(4)
(Backpropagation)
Vij j Xi
(12)
(5)
Kemudian menghitung perbaikan bias (untuk
dan
memperbaiki
Vij
)
Memperbaiki Penimbang Langkah 6: Masing-masing unit keluaran (Yk, k = 1,….m) menerima pola target sesuai dengan pola masukan saat pelatihan atau training dan dihitung galatnya:
Langkah 8 Masing-masing keluaran unit (Yk, K = 1,.,m) diperbaiki bias dan penimbangnya (j = 0,…. n),
Wjk(baru) = Wjk(lama) + 4Wjk
k (tk yk ) f ' ( y ink )
(6)
f ' ( y ink )
menggunakan fungsi
Karena signoid, maka:
(7)
Menghitung perbaikan penimbang kemudian untuk memperbaiki Wjk)
Wjk k Z j
(
(8)
Menghitung perbaiakan koreksi:
Wok k
(9)
dan menggunakan nilai delta ( semua unit lapis sebelumnya.
d k ) pada
Langkah 7 Masing-masing penimbang yang menghubungkan unit-unit lapis keluaran dengan unit-unit lapis tersembunyi (Zj , j = 1…..,p) dikalikan delta ( sebagai masukan berikutnya.
_ inj k1kWjk
Masing-masing unit tersembunyi (Zi, K = 1,..,p) diperbaiki bias dan penimbangnya (j= 0,., n), Vjk(baru) = Vjk(lama) + 4Vjk
f '(yink) f '(yink)(1 ff'(yink))) yk(1yk)
d k ) dan dijumlahkan ke
unit-unit
lapis
m
(10)
130 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
(13)
(14)
Langkah 9 Uji Kondisi pemberhentian atau stopping (akhir iterasi)
2.3. Implementasi Backpropagation Pelatihan Pelatihan jaringan dilakukan dengan menggunakan Matlab Tools. Inisiasi model jaringan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Jaringan terdiri dari 3 layer yaitu input, hidden dan output. 2. Variabel/parameter yang digunakan sebagai pembentuk jaringan antara lain jumlah epoch atau iterasi maksimal : 1000 iterasi 3. Selanjutnya hasil latihan akan disimpan dan diukur akurasinya dengan dibandingkan dengan target seharusnya. 4. Selanjutnya jaringan yang sudah dilakukan pelatihan/learning model tersebut disimpan untuk dapat dilakukan testing terhadap dataset testing. Hasil testing ini juga akan diukur akurasinya, dibandingkan dengan target data testing yang seharusnya 6. Simulasi learning yang dilakukan dapat terlihat pada gambar simulasi berikut :
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
4.
Berikut adalah grafik regresi antara target dengan data inputan, menunjukkan bahwa secara umum setelah dilakukan training, data output dari atributatribut prediktor yang dimasukkan mendekati atau FIT target :
Gambar 2. Simulasi Learning
4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Evaluasi Model Dari model yang digunakan diatas diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat akurasi prediksi memakai data testing yang dihasilkan jaringan dengan model yang sudah terlatih adalah sebesar 99,00083%. 2. Dari 1000 epoch yang dilakukan, performance terbaik jaringan (nilai error makin mendekati nol) adalah pada angka error : 0,000163 pada epoch ke 217 3. Berikut adalah gambaran grafik training state yang dihasilkan oleh jaringan dari parameter yang dimasukkan, menunjukkan keragaman perubahan nilai parameter (gradient) didalam penghitungan error :
Gambar 3. Grafik training state
Gambar 4. Grafik Regresi
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 131
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
4.2. Pembangunan Sistem Pembangunan sistem pendukung keputusan pemberian beasiswa menggunakan Matlab dengan menerapkan hasil klasifikasi dengan backpropagation, hasilnya sebagai berikut:
3.
jaringan dengan model yang sudah terlatih adalah sebesar 99,00083%. Penerapan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) menggunakan metode Backpropagation mampu meningkatkan tingkat ketepatan prediksi dalam distribusi beasiswa dengan mengacu pada Petunjuk Teknis yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya yaitu menambahkan output beasiswa, selain beasiswa BSM seperti beasiswa berprestasi atau beasiswa yang lainnya.
Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Yoyon K. Suprapto M.Sc. dan Dr. Eko Mulyanto Yuniarno, ST., MT. selaku pembimbing. Rekan-rekan dari Telematika CIO 2013 yang banyak memberikan bantuan ikut berperan dalam memperlancar penelitian dan penulisan paper ini. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Mohamad Ridwan yang telah memberikan dukungan moral dan material.
Daftar Pustaka Anik Andriani. 2013. Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Decision Tree Dalam Pemberian Beasiswa. ISSN: 2089-9815. Dalu Nuzlul Kirom, Yusuf Bilfaqih, Rusdhianto Effendie. 2012. Sistem Informasi Manajemen Beasiswa ITS Berbasis Sistem Pendukung Keputusan Menggunakan Analytical Hierarchy Process. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6. Prasetyo, Eko. 2012. Data Mining Konsep dan Aplikasinya Menggunakan Matlab. Yogyakarta: Andi. Purnomo, Mauridhi Hery; Kurniawan, Agus. 2006. Supervised Neurol Network dan Aplikasinya,. Yogyakarta: Graha Ilmu. Widodo, Prabowo Pudjo dkk. 2013. Penerapan Data Mining dengan Matlab. Bandung: Rekayasa Sains Gambar 3. Form SPK Penerima Beasiswa
4. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Metode Backpropagation dapat digunakan dalam membuat klasifikasi sebagai dasar dalam pembangunan sistem pendukung keputusan pemberian beasiswa. 2.
Evaluasi hasil klasifikasi penerima beasiswa dengan metode Backpropagation menghasilkan tingkat akurasi prediksi memakai data testing yang dihasilkan
132 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Media Promosi Destinasi Pariwisata Melalui Game Petualangan Edukasi Lets’s Explore INDONESIA Tourist Destination Ahmad Ubaidillah 1, Ahmad Zakky Hidayatullah 2 Teknik Informatika Universitas Trunojoyo Madura 1, 2 Jl Raya Telang, Kamal, Bangkalan, 69162. ahmadubaidillah5@gmail. com1 Abstrak Pariwisata merupakan sebuah industri jasa yang digunakan sebagai salah satu pendorong perekonomian dunia. Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan yang cepat di dunia. Promosi pariwisata sangat penting dan menentukan kemajuan tingkat pengunjung pada suatu tempat pariwisata. Juga berpengaruh bagi kelangsungan tempat pariwisata tersebut. Semakin tinggi angka pengunjung, semakin berhasil promosi pariwisata yang dilakukan dan berdampak pada peningkatan taraf kehidupan masyarakat sekitar. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari tempat parisiwata dengan menjadi guide, berdagang, menawarkan penginapan, dan bentuk jasa lain yang dapat menaikkan taraf kehidupan masyarakat sekitar lokasi pariwisata. Semakin meningkat taraf kehidupan masyarakat sekitar lokasi pariwisata, semakin mapan pula pariwisata daerah tersebut. Oleh karena itu kami menggunakan media game interaktif dengan menggunakan construct 2 yang berbasis HTML 5, untuk mempromosikan pariwisata, karena keunggulannya, salah satunya adalah biaya yang lebih hemat di bandingkan dengan mengguanakan poster, flyer, maupun iklan, penyebaran yang lebih luas karena hampir semua orang memiliki handphone dan memainkan game di handphone mereka, dan sasaran promosi yang tak terbatas karena kita bisa membidik sasaran dari usia muda sampai usia dewasa, dalam game ini juga memberikan edukasi mengenai tempat-tempat pariwisata yang di promosikan, sehingga akan lebih bermanfaat. Kemudahan mengakses game ini membuat game ini bisa di mainkan siapapun dan di manapun dengan menggunakan handphone. Kata Kunci: game edukasi, Pariwisata sektor andalan Pembangunan ekonomi, Pengetasan kemiskinan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, game petualangan.
1. Pendahuluan 1.1. Promosi Pariwisata Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan usaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Yoeti,1980:110). Pariwisata merupakan sektor yang penting di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) No. 09/02/Th. XV 1 Februari 2012 (Badan Pusat Statistik. Februari, 2012), sepanjang tahun 2011 sektor pariwisata Indonesia menyumbang devisa Negara berkisar 8,6 miliar dolar AS dengan jumlah total pengunjung pelancong mancanegara berkisar 7,65 juta orang. World Tourism Organization (WTO) meramalkan pada tahun 2019, industri pariwisata Asia Pasifik akan mengalami perkembangan yang menjanjikan, diantaranya pendapatan dari sektor pariwisata berkisar US$1, 002 milyar dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 124 juta jiwa. Fenomena ini dapat membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi dan Gross Domistic Product (GDP) (Chen,2011:Vol.16,No.4). Salah satu faktor yang dapat mendorong pertumbuhan pariwisata adalah promosi efektif di bidang
pariwisata. Pada hakekatnya promosi adalah suatu kegiatan dari pemasaran (Yoeti, 1995:51). Pemerintah Indonesia memberikan dukungan pada peningkatan promosi pariwisata. Ini bisa dilihat dari hasil keputusan pemerintah yang mengeluarkan Keputusan Presiden RI No 22 Tahun 2011 tentang Badan Promosi Pariwisata (BPP). BPP bertujuan untuk melakukan promosi efektif di bidang pariwisata Indonesia. promosi itu sendiri adalaah usaha untuk memperbesar daya tarik objek wisata terhadap calon wisatawan. Wisatawan dan kebutuhannya tidak digarap akan tetapi produk wisatanya yang lebih di sesuaikan dengan permintaan wisatawan (koekadijo,2000:4). Target promosi pariwisata yang dilakukan pemerintah adalah pelancong. Pelancong merupakan orang asing pada suatu objek wisata yang sering kali tidak familiar dengan lokasi, bahasa, harga, barang atau jasa di tempat dia berkunjung. Pemerintah sudah berupaya mengurangi kendala pariwisata yang dihadapi pelancong dan meningkatkan pariwisata dengan membentuk BPP. Badan ini merupakan gabungan asosiasi swasta, praktisi dan akademisi yang bergerak di bidang pariwisata. Badan yang berkantor di Jakarta ini, memiliki tujuan untuk menjembatani pemerintah pusat dan daerah. BPP masih baru sehingga belum bisa dinilai keefektivitasnya. Pemerintah melakukan usaha promosi pariwisata di antaranya dengan membangun media website, memasang spanduk, menyebarkan pamflet dan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 133
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
menyelenggarakan seminar, namun usaha ini masih bersifat satu arah. Usaha yang satu arah berpotensi kurang memenuhi keinginan pelancong. Pelancong dapat mengalami kesulitan untuk menentukan pilihan tempat berkunjung dan dapatmelewatkan beberapa informasi penting ketika berada di lokasi-lokasi tertentu. 1. 2. Game Media Promosi dan Edukasi Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah promosi pariwisata adalah dengan menggunakan game interaktif dengan HTML5 yang di gunakan untuk media interaktif promosi pariwisata, Game harus memiliki desain antarmuka yang interaktif dan mengandung unsur menyenangkan (Wiharjo 2004:264). Dengan sasaran teknologi piranti bergerak yang di miliki oleh pelancong, mereka dapat mengakses game tersebut dimanapun dan kapan pun tanpa harus menginstall game tersebut, game ini memberikan saran tempat pariwisata dan pengetahuan tentang parisiwata di Indonesia, Dari sisi teknologi informasi, game edukasi adalah salah satu sarana yang baik untuk memberikan pembelajaran yang efektif bagi pemain (Schumm, Wiesebrock, Munz, 2007: Vol.54, No.6), Game bisa menjadi sarana belajar yang menyenangkan dan diyakini lebih efektif. Hal ini dikarenakan pemain secara simultan baik sadar ataupun tidak mengalami fase pembelajaran yang disisipkan dalam alur permainan game. Yang pasti, suasananya tentu menyenangkan (Susi Yulianti, 2012:6). Multimedia sangatlah efektif. Multimedia menjadi media yang ampuh untuk pengajaran dan pendidikan serta untuk meraih keunggulan bersaing perusahaan (M. Suyanto 2003:125). Sehingga para pelancong bisa mendapatkan informasi tanpa harus menyimpan berbagai jenis brosur, mencari spanduk, mengikuti seminar pariwisata dan sebagainya. Game ini akan memudahkan pelancong untuk mengenal tempattempat pariwisata di kota-kota Indonesia, dalam game ini ada rekomendasi tempat-tempat yang di kunjungi sehingga bisa memberika mereka gambaran dan arahan jika berkunjung dan berpariwisata di kota tersebut.
2. Metode Bagian ini menjelaskan jenis metode kualitatif dan kuantitatif atau bisa disebut mixedresearch Johnson dan Cristensen (2007) memberikan definisi tentang metode penelitian kombinasi (mixed recearch) sebagai berikut. Metode penelitian kombinasi merupakan pendekatan dalam penelitian yang mengkombinasikan atau menghubungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Hal ini mencakup landasan filosofis, penggunaan
134 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan mengkombinasikan kedua pendekatan dalam penelitian. Metode penelitian kombinasi adalah suatu metode penelitian kuantitatif dan kualitatifuntuk digunakan secara bersama-samadalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan objektif. Dengan menggunakan metode kombinasi maka realibilitas data akan dapat ditingkatkan, karena relibilitas data yang tidak dapat diuji dengan metode kualitatif atau sebaliknya. 2. 1 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melaui dua tahap, yaitu: 1. Wawancara Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data terkait dengan tempat pariwisata yang ingin di promosikan baik mengenai lokasi pariwisata, maupun cerita yang pernah terjadi di tempat pariwisata tersebut, data yang di kumpulkan dengan teknik wawancara ini mempunyai kelebihan dalam dalam mendapatkan informasi terbaru tentang tempat pariwisata tersebut. 2. Studi Literatur Studi literatur yang dilakukan adalah mempelajari literatur-literatur berkaitan dengan tempat pariwisata yang di inginkan, tentang cerita dan legenda yang pernah terjadi disana serta mempelajari literature yang berkaitan dengan teknik promosi serta penelitianpenelitian terkait game edukasi. 2. 2 Metode Pengembangan Perangkat lunak Sedangkan untuk pengembangan perangkat lunak melalui empat tahap, antara lain: 1. Identifikasi Kebutuhan Tahap ini merupakan tahap awal analisis konsep dan tata cara game yang akan dibangun. Disesuaikan dengan data yang di dapat dan karakteristik calon pengguna. 2. Desain Tahap ini membahas rancangan game, meliputi: konten, jalan cerita (storyline), tata cara permainan (gameplay), serta antarmuka dan entitas game (storyboard). 3. Implementasi Tahap ini meliputi implementasi hasil desain sistem melalui pengkodean. Produk berupa aplikasi game petualangan edukasi. 4. Pengujian dan Evaluasi Tahap pertama pengujian system adalah dengan menggunakan pengujian blackbox, yaitu dengan menjalankan permainan dan mengevaluasi apakah implementasi sistem sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 2. 3 Desain Game Pada bagian ini akan membahas tentang fitur game, jalan cerita, dan tata cara bermain.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2. 3. 1 Fitur Game Fitur-fitur yang ada pada game adalah sebagai berikut. a. Jumlah pemain satu (single player). b. Grafik game adalah dua dimensi dan berwarna. c. Jenis game adalah petualangan (adventure) yang di gabungkan dengan kuis di akhir stage. d. Lokasi, informasi serta deskripsi Tempat pariwisata disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya 2. 3. 2 Jalan Cerita (storyline) Game petualangan ini di rancang untuk di mainkan oleh segala umur dan kalangan untuk media promosi dan pengetahuan tentang objekobjek pariwisata di indonesia yang di kemas dalam konsep kuis dan permainan berbasis multimedia yang mendidik dan menyenangkan, game ini disajikan dengan grafis yang menarik, dan jalan cerita menarik yang bisa di ikuti oleh semua umur, membuat game ini bisa di mainkan oleh semua kalangan. Pada game ini kita akan menjadi bejo, seorang pengangguran yang melamar untuk menjadi travel writer (orang yang menuliskan pengalaman pariwisata), bejo ingin menjadi travel writer untuk bisa menyalurkan hobby nya yaitu berpetualang, lamaran bejo pun di terima dan bejo harus mengunjungi destinasi wisata di beberapa kota di Indonesia untuk mulai berwisata dan menulis tentang tempat-tempat yang dia kunjungi, bejo akan berkeliling dan mengunjungi semua tempat pariwisata di kota tersebut, akan tetapi bejo mempunyai sindrom short term memory sejak dia kecil sehingga dia selalu lupa atas tempat-tempat yang pernah dia kunjungi sebelumnya, sehingga sebagai writer bejo harus mampu mengingat semua tempat yang dia kunjungi untuk sebuah tulisan yang mernarik dan tidak memberikan informasi yang setengahsetengah, oleh karena itu bejo selalu mengosongi bagian-bagian yang tidak dia ingat untuk di kemudian hari dia ingat-ingat lagi untuk menyelesaikan tulisan tersebut, oleh karena itu ayo kita bantu bejo menyelesaikan tulisan nya. Kita bantu bejo supaya mendapatkan penghargaan sebagai penulis terbaik, supaya bejo bisa mendapatkan bayaran dari tulisannya, sehingga dia bisa berpetualang di kota-kota lain yang belum dia kunjungi dan terus menuliskan pengalamannya berpariwisata. 2. 4 Perangkat Lunak Penggunaan perangkat lunak tidak terbatas pada satu atau dua perangkat lunak aplikasi yang ada. Dalam penerapan pembuatan game ini,
digunakan beberapa perangkat lunak yang dipandang cukup fleksibel dan handal dalam menangani kasuskasus yang berkaitan dengan pembuatan game ini. a. Construct 2 Construct 2 adalah 2D game engine buatan Scirra, perusahaan yang berasal dari kota London, Inggris. Yang di khususkan untuk pemula. Menggunakan based HTML5 dalam memainkan gamenya dan drag dan drop visual scripting dalam pembuatan gamenya yang memungkinkan pengguna membuat suatu game secara cepat. b. Paint Tool Sai Easy paint tool sai adalah software pengolah grapich raster dan software untuk menggambar, di buat oleh systemax software pada 2 agusts 2004. Paint tool sai tersedia dalam bahasa jepang dan terjemahan official inggris. c. Inkscape Adalah professional software pengolah vector graphic yang bersifat opensource. d. Audacity Adalah software open source yang di gunakan untuk mengedit audio. 2. 3. 3 Tata Cara Bermain (gameplay) Pemain akan memilih jalan cerita mereka sendiri, mereka di bebaskan untuk memilih kota yang akan di kunjungi sesuai dengan uang yang mereka miliki di dalam game ini, disana akan di suguhkan komik pendek tentang bejo yang mengunjungi destinasi wisata yang terdapat di kota yang dia pilih/kunjungi, pemain harus menghafalkan nama-nama tempat pariwisata tersebut supaya bisa membantu bejo menyelesaikan tulisannya, player membantu bejo dengan cara menjawab pertanyaan yang akan di berikan di akhir cerita yang akan menjadi penentu tulisan bejo, apakah layak di terima atau tidak, dari tulisan inilah bejo akan mendapatkan bayaran untuk biaya petualangan selanjutnya dan mengunjungi tempat-tempat pariwisata di kota-kota Indonesia.
3. Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini akan membahas tentang implementasi antarmuka dan pengujian sistem. 3. 1 Gambaran Umum Secara umum game ini dirancang untuk mempromosikan destinasi pariwisata yang ada di Indonesia, dalam game ini juga memberikan pengajaran/menambah tentang wawasan player tentang destinasi pariwisata Indonesia, melalui media game yang unik dan menarik dalam penyampaian pesannya. pengguna mendapatkan wawasan, pengetahuan serta kesenangan dalam memainkan game yang menarik yang di rancang untuk promosi destinasi wisata Indonesia dengan penyuguhan cerita yang lucu dan quiz
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 135
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
yang menantang, pemain dapat menggunakannya untuk meningkatkan daya imajinasinya dalam proses memahami cerita serta meningkatkan daya ingat ketika menjawab pertanyaan yang di sajikan. Pada game ini terdapat suara dan gambar yang akan menarik perhatian pemain untuk memainkannya.
b. Actifity Diagram Diagram aktivitas adalah representasi grafis dari seluruh tahapan alur kerja. Diagram ini mengandung aktivitas, pilihan tindakan, perulangan dan hasil dari aktivitas tersebut, diagram ini digunakan untuk menjelaskan proses bisnis dan alur kerja operasional secara langkah demi langkah dari komponen suatu sistem.
Gambar 3. Actifity yang menerangkan tentang alur dari system game ini. Gambar 1. Flowchart menggambarkan game secara umum.
a. Use case Diagram Use case diagram ini berfungsi untuk enggambarkan kelakuan (behavior) sistem yang akan dibuat, Use Case mendeskripsikan sebuah interaksi antara satu atau lebih aktor dengan system game yang akan dibuat, use case juga akan menjelaskan secara sederhana fungsi sistem game ini dari sudut pandang user.
3. 2 Identifikasi Kebutuhan dan Kelayakan Untuk mempermudah mengidentifikasi kebutuhan sistem dalam menentukan keseluruhan secara lengkap, maka dibagi kebutuhan sistem menjadi dua jenis yaitu kebutuhan fungsional dan nonfungsional. 3. 2. 1 Kebutuhan Sistem 3. 2. 1. 1 Kebutuhan Fungsional Kebutuhan fungsional adalah kebutuhan yang berisi proses-proses apa saja yang nantinya dilakukan oleh aplikasi yang berisi informasi-informasi apa saja yang harus ada dan dihasilkan oleh aplikasi. Adapun analisa kebutuhan fungsional meliputi: 1. Game harus ada narasi yang menjelaskan peraturan permainan dan menjelaskan cara bermain permainan dalam game. Dengan begitu akan memudahkan pengguna untuk memainkannya. 2. Pada menu utama terdapat beberapa setting standar agar pengguna bisa merasa nyaman saat bermain. 3. Pada setiap permainan terdapat penilaian dan reward yang bertujuan untuk menuju stage selanjutnya 3. 2. 1. 2 Kebutuhan Non-Fungsional Kebutuhan non fungsional dapat dikatakan sebagai tipe kebutuhan yang berisi property perilaku yang dimiliki oleh sistem, meliputi :
Gambar 2. Use Case menggambarkan interaksi player dengan game.
136 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
1. Operasional a. Perangkat Lunak Kebutuhan perangkat lunak yang dimaksudkan adalah kebutuhan pernagkat lunak yang digunakan dalam pembuatan game edukasi ini. Berikut perangkat lunak yang digunakan : Construct 2 Inkscape Audacity. Paint tool Sai
pornografi, penipuan dan hal-hal yang menyangkut kejahatan.
b. Perangkat Keras Kebutuhan perangkat keras dalam hal ini yang dimaksud adalah kebutuhan peralatan dasar dalam pembuatan Game edukasi ini yaitu spesifikasinya sebagai berikut :
3. 3 Implementasi Antarmuka Antarmuka utama yaitu antarmuka untuk peletakan judul game dan button yang bisa di gunakan player, pada tahap ini player bisa memilih untuk langsung bermain, melihat tentang developer atau mengatur music. Berikut adalah contoh implementasi antarmuka Main Menu.
a. Pengembang sistem 1. Intel Core duo 1. 8 GHz 2. Memory DDR2 2. 5 GB 3. Hardisk HITACHI 160 GB 4. VGA Intel Gma
3. 2. 2. 3 Kelayakan Operasional Dari segi operasional game ini dikatakan layak karena saat ini sudah banyak masyarakat yang mampu mengoperasikan gadget dengan baik dan game ini mudah dijalankan. Sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menggunakan game ini sudah cukup banyak.
b. Pengguna sistem 1. Android Min 800Mhz 2.Android Versi 2.3 (Ginggerbread) 3. RAM Min 512 MB 3. HTML5 Support. c. Sumberdaya Manusia Kebutuhan ini meliputi individu yang akan terlibat langsung dalam pembuatan game edukasi ini. Manusia sebagai pencipta dan pengguna sistem sehingga sistem ini bisa digunakan sesuai fungsi.
Gambar 4. Tampilan Awal Game (Main Menu)
2. Kinerja Menjelaskan seberapa bagus kinerja perangkat lunak yang dikembangkan dalam memberi ketertarikan dalam bermain game edukasi ini. Game edukasi ini dapat dijalankan dan dimainkan dengan baik dengan standar operasional yang disarankan. Gambar 5. Tampilan Ketika Music di Matikan.
3. 2. 2 Kelayakan Sistem 3. 2. 2. 1 Kelayakan Teknologi Dari segi kelayakan teknologi, game ini dapat dikatakan layak karena untuk menjalankan game ini menggunakan perangkat gadget yang tidak memerlukan spesifikasi gadget yang tinggi. 3. 2. 2. 2 Kelayakan Hukum Kelayakan hukum dapat dilihat berdasarkan legalitas software yang digunakan dan isi atau informasi yang dibangun. Game ini dikatakan layak hukum karena software yang digunakan bersifat legal dan ada yang bersifat open source dan juga isi yang terkandung dalam game tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku dan dari segi content tidak mengandung unsure
Gambar 6. Tampilan ketika berada di halaman info.
Antar muka berikutnya adalah stage scene yaitu tempat dimana player bisa memilih kota yang ingin di kunjungi sesuai dengan uang yang di miliki di dalam
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 137
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
game, disini player memilih stage yang terbuka/bisa dia kunjungi sesuai dengan uang yang di miliki di dalam game.
Gambar 10. Tutorial Scene (bag 1)
Gambar 7. Stage Scene
Antarmuka selanjutnya yaitu antarmuka untuk cerita yang akan di suguhkan kepada player, yang mana dalam cerita tersebut player bisa mengetahui berbagai tempat pariwisata di kota tertentu, dan player harus mengingat pointpont penting dalam cerita tersebut yang nantinya akan menjadi jawaban dari quis yang di berikan di akhir cerita, di dalam antar muka ini player bisa memilih untuk menekan button “next” untuk melanjutkan cerita atau button “back” untuk mengulangi cerita sebelumnya, dan game akan menampilkan button finish ketika cerita berahir, dan player tidak bisa kembali membaca cerita yang sudah di suguhkan di stage tersebut.
Gambar 11. Tutorial Scene (bag 2)
Antar muka ini adalah antar muka quiz dimana player harus menjawab pertanyaan dengan menekan salah satu button jawaban yang ada, player harus menjawab pertanyaan yang di berikan dengan batas waktu tertentu.
Gambar 12. Quiz Scene Gambar 8. Story Scene (bag 1)
Antar muka ini adalah Score Scene yang akan menunjukan nilai yang di peroleh player dalam stage yang di lalui, di antarmuka ini player akan mendapatkan reward sesuai dengan achievement yang di peroleh.
Gambar 9. Story Scene (bag 2)
Antar muka ini adalah antar muka tutorial yang akan menjelaskan player tentang cara bermain, tutorial ini akan muncul selama 5 detik di setiap tutorialnya. Gambar di tunjukkan pada gambar 8 dan 9.
138 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 13. Score Scene
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3. 3 Pengujian Sistem Pengujian sistem di lakukan dengan metode blackbox untuk pengujian secara teknis apakah system dapat digunakan dengan sempurna. a. Pengujian blackbox Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah persyaratan fungsional perangkat lunak sudah sesuai dengan cara menjalankan permainan dan mengevaluasi apakah implementasi sistem sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode ujicoba blackbox memfokuskan pada keperluan fungsional dari software. Karena itu ujicoba blackbox memungkinkan pengembang software untuk membuat himpunan kondisi input yang akan melatih seluruh syaratsyarat fungsional suatu program. . Daftar rencana pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1: Daftar Rencana Pengujian menggunakan blackbox. No Komponen Butir Uji yang di Uji 1 Main Menu Memilih tombol play Memilih tombol information Memilih tombol music 2 Stage Scene Apakah pilihan kota muncul Apakah bisa memilih kota 3 Story Scene Memilih tombol next Memilih tombol back Memilih tombol finish 4 Tutorial Scene Apakah Tutorial Muncul 5 Quiz Scene Memilih tombol jawaban benar Memilih tombol jawaban salah Memilih tombol pause Apakah pertanyaan muncul Apakah jawaban muncul Apakah waktu berjalan Apakah score bertambah 6 Score Scene Apakah nilai sesuai Apakah sesuai dengan achievement Apakah mendapatkan reward Memilih tomobol play again Memilih tombol next stage Memilih tombol Main Menu
Hasil pengujian fungsional pada game menunjukkan bahwa game sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
4. Kesimpulan Setelah mempelajari dan menganalisa berbagai masalah dalam implementasi game ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Indonesia masih belum melirik melakukan promosi destinasi pariwisata menggunakan game meskipun pemerintah sudah mendukung dan menggalakkan promosi pariwisata di Indonesia. 2. Game petualangan edukasi “Let`s Explore Indonesia Tourist destination” akan mengenalkan dan mempromosikan destinasi pariwisata di Indonesia. 3. Dengan adanya pilihan kota yang bisa di pilih di dalam game ini, kita akan di ajak berkeliling Indonesia dan berkunjung di tempat pariwisata yang terkenal di kota tersebut dengan cerita yang menarik, dengan grafik yang lucu, sehingga membuat player betah untuk memainkannya. 4. Game ini menjadi media promosi dan penambah wawasan tentang tempat-tempat pariwisata yang mungkin masih belum banyak di ketahui oleh masyarakat. 5. di dalam game ini juga kita di ajarkan untuk mempromosikan tempat wisata kita kepada orang lain melalui blog, karena dalam game ini kita akan berperan sebagai seorang travel writer.
5. Saran Untuk perkembangan game ini selanjutnya adalah: 1. penambahan kota yang bisa di kunjungi oleh pemain. 2. perbaikan di sisi grafis dalam komik yang ada dalam game, sehingga bisa membuat player menyukai game ini. 3. mengubah bentuk dari komik strip menjadi visual novel sehingga lebih atraktif dan menarik karena mengkolaborasikan antara sebuah cerita dan unsurunsur multimedia. 4. penambahan di sisi bahasa yang saat ini masih menggunakan bahasa indonesia, sangatlah di perlukan, sehingga tidak hanya orang Indonesia saja yang bisa memainkan game ini, tapi semua orang di dunia bisa memainkan game ini.
Ucapan Terima Kasih Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang memiliki keistimewaan dan pemberian segala kenikmatan besar, baik nikmat iman, kesehatan dan kekuatan didalam penyusunan paper ini. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad SAW. keluarga dan para sahabatnya dan penegak sunnah-Nya sampai kelak akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Andarini Dwi Cahyani selaku Dosen Pengampu mata kuliah metode penelitian, disela-sela rutinitasnya namun tetap meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, dorongan, saran dan arahan sejak rencana penelitian,
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 139
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
pengumpulan bahan, hingga selesainya penulisan penelitian ini.
Daftar Pustaka Oka A. Yoeti Oka.1983. Pemasaran Pariwisata. Bandung : Angkasa Offet. Badan Pusat Statistik. (2012, Februari) BPS [Online].Available:www.bps.go.id/getfile. php?news=904 R.J.C. Chen, "Impacts of International Tourism on Economies in the Asia-Pacific Region: Opportunities and Challenges," Tourism Analysis, Vol. 16, No. 4 2011. Yoeti,Oka. A. 1993, Komunukasi,Komunikasi dan Humas,Jakarta : Bumi Aksara. Yoeti, Oka. A. 1995, Pengantar Ilmu Pariwisata, Jakarta : Angkasa. Soekadijo. R. G. 2000, Anatomi Pariwisata, Memahami Pariwisata Sebagai Sistematic Linkage,Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Wihardjo, Pembelajaran Berbantuan Komputer Untuk Anak, PT. Graha Ilmu, Yogyakarta, 2004. Peter Schumm, Andreas Wiesebrock, Frank Allgower Ulrich Munz, "Motivation and Learning Progress through Educational Games," IEEE Transaction on Industrial Electronics, vol. 54, no. 6, pp. 3141-3144, Desember 2007. Susi Yulianti. 2012. Naskah Publikasi:Analisa dan Perancangan Game Edukasi Berbasis Java. YOGYAKARTA : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA M. Suyanto, Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, Andi Offset, Yogyakarta, 2003. Elita Suratmi ,”Metode Kombinasi”. Available:http://elitasuratmi.wordpress.co m/2013/02/11/metode-kombinasi/
140 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN Siti Saodah1,Aji Tri Mulyanto2, Teguh Arfianto3 1. 2. 3.
Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Email :
[email protected]
ABSTRAK Sistem proteksi petir merupakan suatu sistem yang sangat diperlukan pada saat ini, mengingatperalatan listrik semakin berkembang dengan pesat. Sistem ini melindungi kita serta peralatanlistrik kita dari sambaran langsung. Di Indonesia sendiri sebagai kawasan dengan intensitas petir yang tinggi. Secara umum, sistem proteksi petir eksternal terdiri dari dua yaitu sistem proteksi Aktif dansistem proteksi Pasif.Pada penelitian ini akanmembahas tentang studi awalalat sistem proteksi petir dengan metode pembalik muatan dengan menggunakan prinsip kerja Op-Amp dimana Dalam pengujiannya akan membandingkan dua buah finial dengan mengukur kuat medan listrik antara keduanya,dimana salah satu finial akan dipasang alat pembalik muatan. Besar pengujian alat proteksi ini menggunakan tegangan 0-230 VDC dengan jarak finial 1-5 cm.Pembahasan dari hasil pengujian dua buah finial yang telah diujikan menunjukkan bahwa kuat medan listrik yang dipasang dengan pembalik muatan lebih kecil dibandingkan dengan kuat medan listrik tanpa pembalik muatan.dalam pengujiannya hanya menggunakan parameter tegangan, jarak, kelembaban udara dan suhu disekitarnya. Kata kunci: Sistem proteksi petir, muatan, air terminal, kuat medan listrik.
1. Pendahuluan Latar Belakang Indonesia memiliki hari guruh yang tinggi dengan jumlah sambaran petir yang banyak, parameter arus petir yang tinggi, sehingga kerusakan dan kerugian yang di tumbulkan akibat sambaran petir pun cukup besar.Mengingat kerusakankerusakan yang dapat timbul akibat adanya sambaran petir, maka munculah berbagai usaha untuk mengatasi sambarannya. Di dalam bidang teknik elektro dikenal dengan proteksi petir. Kerusakan tersebut terjadi karena adanya sambaran langsung ke peralatan atau bangunan. Proteksi petir sendiri terbagi menjadi dua yaitu proteksi aktif dan proteksi pasif. Proteksi aktif bekerja dengan menyebarkan ion-ion disekitar yang bertujuan untuk mengarakan pilot leader ke air terminal, sedangkan proteksi pasif bekerja secara pasif dimana air terminal hanya di letakkan pada titik-titik tertentu sesuai dengan perhitungan dan karakter petir pada daerah tersebut. Dengan melihat kerusakan akibat sambaran petir serta proteksi petir saat ini, maka penulis akan mencoba merancang serta menguji proteksi petir dari hasil hipotesa yang diteliti pada thesis yang ditulis dengan judul Simulasi Dan Analisa Perancangan Alat Penangkal Petir Dengan Metoda Pembalik Muatan, yang mana prinsip kerja dari alat ini berdasarkan pada Operasional Amplifer (OpAmp) inverting.
Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah studi awal tentang system proteksi petir dengan metoda pembalik muatan Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan untuk mengurangi ruang lingkup pembahasan. Adapun batasan masalah tersebut adalah: 1. Tegangan uji yang digunakan untuk pengujian alat adalah 0-230 VDC. 2. Parameter hasil pengujian dari alat hanya dibandingkan dengan hasil hipotesa yang diteliti pada thesis yang ditulis dengan judul Simulasi Dan Analisa Perancangan Alat Penangkal Petir Dengan Metoda Pembalik Muatan. 3. Untuk perancangan alat di batasi dengan cara kerja Op-Amp inverting. 4. Perhitungan tegangan dari alat menggunakan teori Op-Amp inverting. 5. Pada saat pengujian alat awan di asumsikan sebagai muatan positif (+).
2. Tinjauan Pustaka Kosep dasar sistem proteksi petir Penelitian ini mengacu pada standard IEC 1024-1/1990, IEC 1024-1-1/1993, IEC 62305 tentang proteksi terhadap sambaran petir. Menurut
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 141
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
standar IEC diatas, daerah yang ditempati peralatan dan personil di bagi dalam zona-zona proteksi dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut :
Gambar 1 Zona Proteksi Petir Zona OA Daerah dimana dengan kemungkinan disambar petir langsung dan objek tersebut harus sanggup untuk menerima dan menyalurkan seluruh arus petir ke tanah pada saat terjadi sambaran. Zona OB Daerah yang terlindung dari bahaya sambaran petir secara langsung, namun masih mendapat impuls elektromagnetik yang sangat kuat. Daerah ini disebut proteksi eksternal yang terdiri dari batang finial, down conductor dan sistem pentanahan. Zona 1 Daerah yang terlindung dari bahaya sambaran petir secara langsung dan pengaruh medan magnetik yang lemah akibat sudah teredam oleh dinding bangunan. Zona 2 Daerah di dalam zona 1 dengan perlindungan seperti cabinet.
• Franklin Rod (Sudut lindung) • Bola-Gelinding Franklin Rod (Sudut Lindung) Pengamanan bangunan terhadap sambaran kilat dengan menggunakan system penangkal petir Franklin Rod merupakan cara yang tertua namun masih sering digunakan karena hasilnya dianggap cukup memuaskan, terutama untuk bangunanbangunan dengan bentuk tertentu, seperti misalnya : menara, masjid dan bangunan-bangunan lain yang beratap runcing. Franklin Rod (Tongkat Franklin), alat ini berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa kerucut dengan sudut puncak 1120. Agar daerah perlindungan besar, Franklin Rod dipasang pada pipa besi dengan tinggi 1-3 meter. Makin jauh dari Franklin Rod makin lemah perlindungan di dalam daerah perlindungan tersebut. Franklin roda dapat dilihat berupa tiang-tiang di bubungan atap bangunan. Sistem yang digunakan untuk mengetahui area proteksi dari penyaluran petir ini adalah dengan menggunakan sistem proteksi kerucut.
Gambar 2 Sistem Proteksi Kerucut Sistem Proteksi Petir Eksternal Sistem proteksi petir eksternal menghindari bahaya langsung suatu sambaran petir pada instalasiinstalasi, peralatan-peralatan yang terpasang diluar gedung/bangunan, di menara dan bagian-bagian luar bangunan. Dalam hal ini termasuk juga perlindungan terhadap manusia yang berada di luar gedung. Sistem proteksi petir ekternal terbagi menjadi 2 yaitu: 1. Proteksi aktif 2. Proteksi pasif Proteksi Petir Pasif Finial :Fungsi utama dari sistem ini adalah untuk menangkap sambaran petir langsung pada titik yang ditentukan (yaitu terminal udara) sehingga arus petir dapat diteruskan melalui down conductor ketanah secara aman. Finial (terminal) udara dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga dapat melindungi peralatan / instalasi / personil. Finial udara untuk gedung-gedung dipasang di atas atap struktur yang bersangkutan sesuai dengan bentuk bangunannya dengan metoda perencanaan sebagai berikut :
142 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Bola-Gelinding Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya rumit. Dengan metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang bergulir di atas tanah, sekeliling struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga bertemu dengan tanah atau struktur yang berhubungan dengan permukaan bumi yang mampu bekerja sebagai penghantar. Titik sentuh bola bergulir pada struktur adalah titik yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung penangkap petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyambar bangunan. Besarnya R berhubungan dengan besar arus petir yang dinyatakan dengan persamaan : R (m) = I0,75 Bila ada arus petir yang lebih kecil dari nilai I tersebut mengenai bangunan, bangunan masih bisa tahan. Tetapi bila arus petir lebih besar dari arus tersebut, akan ditangkap oleh penangkap petir.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.
Metode Pembuatan Dan Pengujian Alat
Perancangan Alat Pembalik Muatan start Persiapan Studi Literatur Studi simulasi alat Pembuatan Alat
Apakah Alat sesuai dengan Simulasi?
Gambar 3 Zona Proteksi Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere Method) Mesh
Persiapan pengujian alat
Studi Tegangan DC
Penghantar untuk finial-atas, penghantar pada atap, harus membentuk suatu poligon tertutup dimana ujung-ujung poligon tersebut berada dekat dengan ujung-ujung bangunan
Apakah Nilai kuat medan istrik dari Op‐Amp lebih kecil dari Finial konvensional?
Hasil Pengujian End
Gambar 5 Flowchart Perancangan Serta Pengujian Alat Perancangan Model Penelitian
Gambar 4 Metode Jaring Down Conductor Fungsi dari down conductor adalah menyalurkan arus petir ketanah yang telah ditangkap terminal udara secara aman yang tentunya impedansi dari kabel konduktor ini haruslah rendah sehingga tegangan yang terjadi tidak melebihi kekuatan isolasi dari kabel dan peralatan itu sendiri. Untuk menghindari adanya bahaya dari sparting atau loncatan arus (side flashing), rute dari down conductor haruslah sependek mungkin tanpa adanya patahan-patahan. Pembumian (Grounding) Pembumian adalah menanam satu/beberapa elektroda kedalam tanah dengan cara tertentu untuk mendapatkan tahanan pembumian yang diinginkan. Elektroda pembumian tersebut membuat kontak langsung dengan bumi. Penghantar bumi yang tidak berisolasi yang ditanam dalam bumi dianggap sebagai bagian dari elektroda bumi. Sebagai bahan elektroda, digunakan tembaga atau baja yang di galvanisasi atau dilapisi tembaga sepanjang kondisi setempat tidak mengharuskan memakai bahan lain (misalnya pada perusahaan kimia).
Gambar 6 Model Penelitian Muatan listrik yang terkonsentrasi di awan akan menginduksikan muatan lawannya pada permukaan bumi. Pilot leader akan menyambar gedung yang muatannya berlawanan dan disalurkan ke tanah. Pada penelitian ini diharapakan ketika ada pilot leader maka pada permukaan bumi akan menghasilkan muatan yang sama sehingga tidak terjadi sambaran. Pemodelan Awan Dalam pemodelan pembuatan awan menggunakan 2 plat yang sejajar seperti dijelaskan oleh Abdul Rojak dalam penelitian Evaluasi Kebutuhan Sistem Proteksi Eksternal, yang mana mengingat dimensi bumi maka bumi dan awan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 143
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dianggap rata terhadap awan. Untuk memodelkan awan tersebut dalam penelitian ini penulis mencoba menggunakan pembangkitan tegangan DC, berhubung pengujian alat menggunakan tegangan rendah maka untuk pembangkitan tegangan DC menggunakan rangkaian Dioda Bridge.
Gambar 7 rangkaian pembangkitan tegangan DC
rangkaian Op-Amp Inverting dan Non Inverting yang digunakan dalam pembatas antara air terminal dan grounding, dalam peralatan yang digunakan dengan metoda perbandingan dibuat dua buah air terminal dengan dua konsep Op-Amp rangkaian pembangkit tegangan tembus DC. Plat sejajar finial yang berbeda satu air terminal langsung ke ground dan yang kedua air terminal yang sudah di beri rangkaian Op-Amp. Rangkaian pembangkit tegangan tembus DC digunakan untuk pengetesan rangkaian yang sudah digunakan untuk membangkitkan muatan yang diberikan pada plat sejajar sehingga konsentrasi muatan pada ujung air terminal terbentuk untuk mengetahui pola dan arah sambaran. Kedua air terminal dalam rangkaian dibuat dengan fungsi yang berbeda yang satu difungsikan untuk menyalurkan dan yang kedua difungsikan untuk menolak terjadinya tegangan tembus. Desain Rangkaian Op-Amp
Pemodelan Pembalik Muatan
Gambar 10 Rangkaian pembalik muatan
4. Gambar 8 Desain Pengujian Alat Dalam pembuatan alat penangkal petir pembalik muatan terdapat beberapa kompenen yang terdiri dari Tembaga pejal sebagai finial, Op-Amp inverting digunakan untuk menghasilkan muatan yang berlawanan. Model Pengujian Alat
Rangkaian Pembangkit Tegangan Tembus Impuls / DC OP AMP
Gambar 9 Model Pengujian Alat Untuk pengujian alat penangkal petir yang dilakukan dengan merancang sebuah peralatan
144 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Hasil Pengujian Dan Pembahasan
Hasil Penelitian Tujuan dari pengukuran kuat medan listrik ini adalah mendapatkan nilai kuat medan listrik antara dua buah finial pada tegangan serta jarak tertentu. Kemudian data ini akan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengingat penelitian ini baru direalisasikan untuk perkembangan proteksi petir ke depannya. Data hasil penelitian ini menggunakan tegangan 50V, 100V, 150V, 200V,230V dan jarak finial terhadap awan adalah 1 cm, 2 cm, 3 cm, 4 cm, 5cm. berikut data pengujian dari pengukuran dua buah finial dengan membandingkan kuat medan listrik antara keduanya. Tabel 1 pengukuran dengan jarak finial 1 cm
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 2 pengukuran dengan jarak finial 2 cm
Tabel 3 pengukuran dengan jarak finial 3 cm
Tabel 4 pengukuran dengan jarak finial 4 cm
Gambar 12 Grafik Kuat Medan Listrik rata-rata terhadap kenaikan TeganganDengan jarak finial konstan 3 cm Pengaruh Kelembaban Terhadap Kuat Medan Listrik Kuat medan listrik dipengaruhi adanya muatan listrik. Muatan listrik yang berbeda yang saling bertumbukan menyebabkan adanya beda potensial. Pada serangkaian pengujian yang telah dilakukan, pada penelitian ini menghubungkan nilai kuat medan listrik dengan kelembaban dan suhu, dimana kelembaban dan suhu pada medan listrik berpengaruh pada permitifitasnya.
Tabel 5 pengukuran dengan jarak finial 5 cm
Gambar 13 Grafik Kuat Medan Listrik Terhadap Kelembaban Udara dengan Tegangan 200 volt dengan Jarak Finial 3 cm Semakin lembab suatu keadaan, menyebabkan kondisi di daerah tersebut semakin basah, sehingga konduktivitas meningkat. Pengukuran kuat Medan Listrik Dari data tersebut akan diambil beberapa data untuk di plot menjadi sebuah grafik Dari data tersebut akan diambil beberapa data untuk di plot menjadi sebuah grafik agar memudahkan penulis untuk menganalisa data tersebut.
Gambar 13 Grafik Kuat Medan Listrik Terhadap Suhu dengan Tegangan 200 volt dengan Jarak Finial 3 cm
Gambar 11Grafik Kuat Medan Listrik Rata –rata terhadap Jarak Finial dengan Tegangan Konstan 100 Volt
Sama halnya seperti kelembaban, suhu juga salah satu faktor yang mempengaruhi permitivitas pada medan listrik, hanya saja nilai kelembaban berbanding terbalik dengan suhu, dapat dilihat pada gambar 13, bahwa semakin rendah suhu, maka
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 145
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
semakin besar medan listrik di area tersebut, dikarenakan semakin rendah suhu, maka kelembaban semakin tinggi menyebabkan konduktifitas semakin tinggi.
5. Penutup Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil dan pembahasan dalam pengujian adalah sebagai berikut : 1. Dalam pengujian dua buah finial dengan menguji kuat medan listrik antara kedua buah finial tersebeut adalah finial yang dipasang dengan Op-Amp lebih kecil dibandingkan dengan finial konvensional 2. Kuat medan listrik terbesar rata-rata berada pada jarak 1 cm dan kuat medan lsitrik terkecil rata-rata berada pada jarak 5 cm, maka dapat di simpulkan bahwa semakin jauh jarak finial maka semakin kecil juga kuat medan listriknya. 3. Sebagai proteksi petir maka harus mempertimbangkan suhu dan kembaban, karena Suhu dan kelembaban udara berpengaruh terhadap konduktivitas udara, sehingga mempengaruhi permitivitas pada medan listrik. Saran Pada kesempatan ini penulis akan memberikan saran-saran agar pada penelitian selanjutnya saran ini dapat berguna dan penelitian ini dapat disempurnakan.berikut saran-saran penulis: 1. Pada saat pengujian dan pengukuran kuat medan listrik seharusnya pastikan menggunakan remote dan jauh dari manusia.karena akan sangat berpengaruh. 2. Pengembangan alat ini bertujuan sebagai proteksi petir, untuk ke depannya pastikan dan pelajari yang mempengaruhi kuat medan listrik seperti kelembaban dan suhu udara serta pengaruh lainya dalam aplikasi alat ini. 3. Dalam pembuatan dan pengujian alat pembalik muatan pastikan alat bekerja sesuai dengan teori dalam pengembangannya.karena pada pengujian dan pengukuran ini merujuk pada hasil simulasi yang telah diteliti.
6.
Daftar Pustaka Asep Dadan Hermawan, “Optimalisasi System Penangkal Petir Eksternal Menggunakan Jenis Early Streamer (Stud Kasus UPT LAGG BPPT)”, Skripsi Universitas Indonesia, 2010. Teguh Afrianto, “Simulasi dan Analisa Perancangan Alat Penangkal Petir dengan
146 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Metoda Pembalik Muatan, Tesis Universitas Indonesia, 2013. Abdul Rojak, “Evaluasi Kebutuhan System Proteksi Petir Eksternal”,Tugas Akhir, 2001. Zoro, Reynaldo., Karakteristik Petir dan Kondisi Cuaca di Daerah Tropis–Kasus Gunung Tangkuban Perahu, Disertasi Doktor, ITB, Bandung, September 1999 ERITECH Lightning Protection Handbook,2009 Kent H Lundberg “ Internal and External Opamp compensation: A control–centric tutorial”American control conference, 2004 IEC 1024-1-1, “Protection of structures against lightning” , First Edition 1993-08. Zoro, Reynaldo, “ Sistem Proteksi Diktat Kuliah Teknik Elektro Itenas, Bandung 1993. Muhammad Zuhdi, ”Pengaruh Kelembaban Dan Temperature Udara Terhadap Kuat Medan Listrik Dan Medan Magnet Di Bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 Kv”, Tugas Akhir, 2013
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Rancangan Awal Prototipe Miniatur Pembangkit Tegangan Tinggi Searah Tiga Tingkat dengan Modifikasi Rangkaian Pengali Cockroft-Walton Waluyo 1, Syahrial 2, Sigit Nugraha 3, Yudhi Permana JR 4 Program Studi Teknik Elektro, Itenas, Bandung
[email protected] 1 Abstrak Tegangan tinggi searah merupakan salah satu sarana yang digunakan pada berbagai pengujian bahan isolasi dan digunakan pada layar tabung. Selain itu, tegangan tinggi arus searah juga digunakan pada saluran transmisi daya listrik. Dengan demikian tegangan tinggi arus searah sangat diperlukan keberadaannya. Makalah ini memaparkan hasil penelitian berupa rancangan prototipe miniatur pembangkit tegangan tinggi searah dengan modifikasi pengali Cockroft-Walton. Studi dalam rancangan prototipe ini, tegangan rendah bolak-balik disearahkan terlebih dahulu dan selanjutnya ditingkatkan dengan modifikasi rangkaian CockroftWalton voltage multiplier. Hasil tegangan keluaran dari rangkaian ini merupakan bentuk tegangan tinggi searah. Bentuk tegangan tinggi arus searah keluaran di-tap (disadap) dengan suatu resistive voltage divider, sehingga bentuk gelombang tegangan arus searah dapat diukur dan direkam dengan storage digital oscilloscope. Dari hasil rancangan untuk tiga tingkat diperoleh tegangan yang terukur sebesar 3750 Volt DC, dimana hubungan antara tegangan output DC terhadap tegangan input AC berbentuk linier. Kata Kunci: tegangan tinggi searah; Cockroft-Walton; voltage divider; tiga tingkat
1. Pendahuluan Pada dasarnya perkembangan suatu sistem tenaga listrik sangat pesat, sehingga membutuhkan suatu transmisi tegangan tinggi. Dalam hal ini ruang lingkup tegangan tinggi sangat luas, antara lain meliputi fenomena tegangan tinggi, seperti transmisi tegangan tinggi, pembangkitan tegangan tinggi arus searah, gejala tembus listrik, dan lain-lain. Pembangkitan suatu tegangan tinggi terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya pembangkitan tegangan tinggi bolak – balik (AC), pembangkitan tegangan tinggi searah (DC) dan pembangkitan tegangan tinggi impuls. Khusus pembangkitan tegangan tinggi arus searah (DC) pada dasarnya dapat dilakukan dengan beberapa cara, namun pada alat yang kami rancang pembangkitan yang dipergunakan merupakan pembangkitan tegangan tinggi arus searah dengan modifikasi pembangkit Cockroft-Walton. Pembangkitan tegangan arus searah (DC) ditujukan untuk mengetahui fenomena tegangan tinggi seperti gejala tembus listrik pada bahan isolasi. Oleh sebab itu, rancangan dan pembuatan rangkaian ini ditujukan sebagai alat uji bahan isolasi tegangan tinggi, khususnya tegangan tinggi DC. Tegangan tinggi DC secara bertahap akan membuat sistem isolasi mengalami degradasi. Sedangkan tujuan khusus rancangan ini adalah suatu miniatur prototipe pembangkit tegangan tinggi arus searah dengan memanfaatkan tegangan searah hasil modifikasi rangkaian pengali Cockroft-Walton. Pembangkit tegangan tinggi searah merupakan salah satu sarana yang sangat penting, khususnya untuk skala laboratorium, untuk keperluan berbagai
penelitian dan pengujian terhadap fenomena bahan isolasi listrik tegangan tinggi, baik isolasi yang bersifat padat, cair maupun gas. Adapun inovasi yang ditargetkan adalah penggunaan metoda pembangkit tegangan impuls dengan memanfaatkan tegangan tinggi searah dengan modifikasi rangkaian pengali CockroftWalton. Realisasikan pembangkitan tegangan tinggi searah ini dengan perubahan berbagai besar amplitudo, yaitu dengan mengatur nilai tegangan bolak-balik masukan. Prototipe alat ini sangat berguna sebagai dasar perancangan sumber pembangkit tegangan tinggi impuls untuk skala yang lebih besar. Pembangkit tegangan impuls dalam skala yang besar tersebut akan berguna untuk penelitian dan pengujian berbagai bahan isolasi pada sistem kelistrikan. Rangkaian sederhana untuk pembangkitan tegangan tinggi searah merupakan penyearah setengah gelombang. Di sini RL merupakan resistansi beban dan C kapasitans untuk menghaluskan tegangan keluaran d.c. Jika kapasitor tidak dihubungkan, pulsa timbul pada tegangan d.c. pada terminal keluaran dimana dengan kapasitans C, pulsa pada terminal keluaran dapat diredam. Dengan asumsi transformator ideal dan resistans internal dioda kecil selama konduksi, kapasitor C dimuati untuk tegangan maksimum Vmax selama konduksi dioda D. Asumsi bahwa tidak ada beban terhubung, tegangan d.c. pada kapasitans tetap konstan pada Vmax dimana tegangan suplai berosilasi antara Vmax dan selama setengah siklus negatif potensial dari titik A menjadi - Vmax dan kemudian dioda terpasang Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 147
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
untuk 2 Vmax. Hal yang sama jika transformator digrounding. Tegangan d.c. ini berosilasi antara nol dan 2Vmax dan dibutuhkan untuk rangkaian Kaskade. Ketika tegangan tinggi d.c. dibangkitkan, digunakan rangkaian pengganda tegangan atau pengali tegangan kaskade. Salah satu yang paling popular rangkaian pengganda adalah Greinacher. Cockroft dan Walton menyarankan suatu perbaikan pada rangkaian yang dikembangkan oleh Greinacher untuk menghasilkan tegangan tinggi D.C. Rangkaian kaskade fasa tunggal banyak langkah (multistage) merupakan pengembangan dari tipe CockroftWalton. Tegangan pada semua kapasitor adalah 2 Vmax, kecuali untuk C1 dimana hanya Vmax. Tegangan output total adalah 2nVmax dimana n adalah jumlah tingkat (stage). Dengan demikian penggunaan multistage disusun dengan cara yang memungkinkan diperoleh tegangan sangat tinggi (Wadhwa, 2007). Ketika generator dibebani, tegangan output tidak pernah mencapai 2nVmax. Gelombang output akan terdiri dari ripple pada tegangan. Dengan demikian, terdapat dua besaran yang timbul, yaitu jatuh tegangan dan ripple V (Wadhwa, 2007; Naidu, 1999). Untuk rangkaian n-stage, ripple total akan menjadi : V
I 2f
1 2 3 n … ... C '1 C ' n C 'n 1 C 'n2
I 2 3 . . n ......................................... (2) fC 3
dimana V adalah jatuh tegangan, C besar masingmasing kapasitor yang sama, dan n merupakan banyaknya tingkat. Tegangan output diberikan oleh :
Vo max 2nVmax
2.2 Simulasi Dalam pensimulasian menggunakan PSIM 6.0 ditunjukkan oleh Gambar 2.
alat ex,
ini kami sebagaimana
(1)
dimana V = ripple tegangan, f = frekuensi, Cn' , Cn' 1 , Cn' 2 , .... = besar kapasitansi kapasitor dari terakhir (tingkat ke-n) sampai pertama. Jatuh tegangan secara pendekatan adalah :
V
Gambar 1 Diagram Blok pembangkitan tegangan tinggi
I 2 3 . .n ...................... (3) fC 3
Dimana Vomax adalah tegangan maksimum keluaran, Vmax merupakan tegangan maksimum yang terjadi pada rangkaian. Adapun penelitian yang dilakukan adalah membangkitkan tegangan searah (DC). Penyearah yang akan digunakan adalah full rectifier. Dengan demikian nilai rata-rata tegangan DC yang dihasilkan akan lebih besar dan lebih rata (smooth). Hasil gelombang tegangan DC diukur dan direkam dengan digital storage oscilloscope.
2. Metode Rancangan 2.1 Perancangan Alat Diagram blok pembangkitan tegangan tinggi arus searah (DC) dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah (Waluyo, 2014).
148 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 2 Simulasi pembangkitan tegangan tinggi DC
2.3 Perakitan Alat Dalam perakitan pembangkitan tegangan tinggi arus searah (DC) komponen yang dipergunakan diantaranya transformator, dioda, kapasitor, resistor, circuit breaker, fuse dan kabel penghubung. Transformator yang di pergunakan merupakan transformator step-up, dengan karakteristik transformator isolasi - tap 500 Watt / 0,5 Ampere. Dalam perakitan pembangkitan tegangan tinggi arus searah (DC) peranan diode sangatlah penting, dimana prinsip kerja dari diode tersebut hanya mengeluarkan salah satu arus saja, baik positif atau negatif tergantung dari keperluan output. Pada perakitan alat ini diode yang di pergunakan merupakan dioda high-voltage dengan type : 25F120/1322. Kapasitor yang dipergunakan merupakan kapacitor arus searah (DC) dengan type : PAG/450 Volt-100F. Resistor yang dipergunakan merupakan resistor keramik dengan karakteristik : 3,3 MΩ/3 Watt dan 20 KΩ/3 Watt. Circuit breaker pada rangkaian ini berfungsi sebagai pengaman sekaligus sakelar dengan karakteristik CB 6 Ampere. Fuse pada rangkaian ini berfungsi sebagai pengaman dengan karakteristik 0,8 Ampere. Kabel penghubung pada alat ini merupakan kabel dengan karakteristik : NYA 1000 Volt.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3. Hasil dan Pembahasan Gambar 3 memperlihatkan rangkaian simulasi pembangkitan tegangan tinggi DC 2 tingkat. Dalam mensimulasikan rangkaian alat ini, digunakan PSIM 6.0 ex (Waluyo, 2014).
Gambar 5 Rangkaian simulasi pembangkitan tegangan tinggi DC 3 tingkat
Gambar 3 Rangkaian simulasi pembangkitan tegangan tinggi DC 2 tingkat
Gambar 4 memperlihatkan sinyal masukan (input) dan keluaran (output) pembangkitan tegangan tinggi DC 2 tingkat hasil simulasi. Kurva pertama memperlihatkan gelombang masukan, berupa tegangan bolak-balik (AC) tegangan rendah. Kurva kedua memperlihatkan besar tegangan keluaran hasil simulasi, yang mana mencapai 3000 Volt. Sedangkan kurva ketiga memperlihatkan gelombang yang disadap (di-tapped) pada voltage divider yang mencapai sebesar 20 Volt.
Gambar 6 memperlihatkan sinyal masukan (input) dan keluaran (output) pembangkitan tegangan tinggi DC 3 tingkat hasil simulasi. Kurva pertama memperlihatkan gelombang masukan, berupa tegangan bolak-balik (AC) tegangan rendah. Kurva kedua memperlihatkan besar tegangan keluaran hasil simulasi, yang mana mencapai sekitar 4500 Volt. Sedangkan kurva ketiga memperlihatkan gelombang yang disadap (di-tapped) pada voltage divider yang mencapai sebesar 30 Volt.
Gambar 6 Sinyal pembangkitan tegangan tinggi DC 3 tingkat
Gambar 4 Sinyal pembangkitan tegangan tinggi DC 2 tingkat
Gambar 5 memperlihatkan rangkaian simulasi pembangkitan tegangan tinggi DC 3 tingkat. Dalam mensimulasikan rangkaian alat ini, digunakan PSIM 6.0 ex.
Gambar 7 memperlihatkan transformator stepup (penaik tegangan), dimana berfungsi sebagai pemisah utama secara elektrik antara rangkaian sumber dengan rangkaian sistem tegangan searah yang dilipatkan (ditinggikan). Dengan demikian, rangkaian akan relatif lebih aman, dimana bila terjadi sejenis hubung singkat tidak langsung mempengaruhi atau dipengaruhi oleh sumber tegangan. Selain itu, transformator ini berfungsi untuk penaik tegangan, dengan nilai nominal sisi primer bertegangan 220 Volt dan sisi sekunder maksimum 1000 Volt, dengan tapping 110 Volt, 220 Volt, 630 Volt dan 1000 Volt. Transformator ini menerima tegangan dari sumber listrik dan menyalurkan tegangan ke rangkaian penyearah (rectifier) dan rangkaian pelipat tegangan searah.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 149
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
voltmeter DC yang mampu mengukur tegangan sampai 3000 Volt. Selain itu terdapat osiloskop yang berfungsi mengukur bentuk dan besar tegangan searah yang dihasilkan. Pada kondisi ini, tegangan yang yang terukur sebesar sekitar 3000 Volt dengan bentuk tegangan searah (DC). (a) tampak samping
(b) tampak atas
Gambar 7 Transformator step-up untuk menyuplai penyearah
Gambar 8 memperlihatkan foto sebagian rangkaian penyearah (rectifier) dan pembangkit tegangan searah (DC). Fungsi rangkaian penyearah (rectifier) adalah untuk menyearahkan tegangan bolak-balik (AC) yang berasal dari transformator step-up, dimana tegangan sudah dinaikkan, menjadi tegangan searah. Selanjutnya, tegangan searah tersebut dilipatkan agar meningkat. Gambar 10 Rangkaian pengukuran tegangan keluaran dari tegangan searah
(b) tampak samping
Gambar 11 sampai Gambar 12 memperlihatkan beberapa contoh gelombang tegangan keluaran DC hasil pengukuran, dimana berturut-turut sebesar 64 V, 1680 V dan 3750 V. Sedangkan Gambar 14 merupakan grafik hubungan antara tegangan output DC terhadap tegangan input AC.
(a) tampak atas Gambar 8 Rangkaian penyearah dan pelipat/pengali (multiplier) tegangan searah
DC VOLTAGE AMPLITUDES (Volt)
100
80
60
40
20
0 0
5
10
15
20
25
TIME (ms)
Gambar 11 Gelombang keluaran tegangan DC sebesar 64 Volt (input 10 V ac) 1800 1600 DC VOLTAGE AMPLITUDE (Volt)
Gambar 9 memperlihatkan rangkaian transformator tersambung dengan penyearah dan pelipat tegangan. Dari rangkaian tersebut, tegangan suplai keluaran dari transformator masuk menuju rangkaian penyearah (rectifier) dan selanjutnya masuk ke rangkaian pelipat tegangan DC.
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0
5
10
15
20
25
TIME (ms)
Gambar 12 Gelombang keluaran tegangan DC sebesar 1680 Volt (input 200 V ac) 4000
DC VOLTAGE AMPLITUDE (Volt)
3600 3200 2800 2400 2000 1600 1200 800 400 0 0
5
10
15
20
25
TIME (ms)
Gambar 9 Rangkaian transformator tersambung dengan penyearah dan pelipat tegangan
Gambar 10 memperlihatkan foto rangkaian pengukuran tegangan keluaran dari tegangan searah yang dihasilkan. Dalam rangkaian tersebut terlihat
150 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 13 Gelombang keluaran tegangan DC sebesar 3750 Volt (input 450 V ac)
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
AVERAGE DC OUTPUT VOLTAGES (Volt)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0
100
200
300
400
500
AC INPUT VOLTAGES (Volt)
Gambar 14 Besar tegangan keluaran DC sebagai fungsi tegangan masukan AC
Dari sini jelaslah bahwa tingkatan rangkaian bertambah atau tegangan input bertambah maka tegangan keluaran DC juga bertambah.
4. Kesimpulan Untuk sementara bisa diambil kesimpulan bahwa telah berhasil tegangan searah dapat dinaikkan atau dilipatkan menjadi tegangan yang lebih tinggi, dari tegangan rendah, di bawah 1000 Volt, menjadi tegangan menengah, di atas 1000 Volt, baik secara simulasi maupun secara riil pada rangkaian hardware yang telah dirangkai. Secara simulasi dirancang sampai 3 (tiga) tingkat sehingga tegangan keluaran bisa mencapai sekitar 3750 Volt. Untuk saran tahap berikutnya, rangkaian hardware pengali tegangan DC akan ditingkatkan, rencananya sampai 4 (tingkat), sehingga tegangan yang dihasilkan menjadi sekitar 6000 Volt DC, sebagaimana sesuai dengan simulasi yang sudah dibuat. Dengan demikian, tegangan yang relatif tinggu tersebut dapat digunakan untuk pembangkit tegangan impuls, yaitu sampai udara tembus, untuk selanjutnya dipakai untuk pengujian. Saran selanjutnya, tegangan tinggi DC yang telah dibangkitkan sebaiknya dibebani dengan beberapa beban, sehingga diperoleh karakteristik tegangan jatuh.
Ucapan Terima Kasih Makalah ini merupakan draft hasil riset tahap awal yang dibiayai oleh LP2M Itenas tahun 2014. Naskah yang lebih lengkap dan detail akan dipublikasikan dalam suatu jurnal internasional atau jurnal lainnya. Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada LP2M Itenas dalam hal bantuan dana penelitian ini.
Daftar Pustaka [1] [2] [3]
Wadhwa,C.L., High Voltage Engineering (Second Edition), New Age International (P) Limited, Publishers, 2007, pp.81. Naidu, M, High Voltage Engineering, McGraw Hill Professional, 1999. Waluyo, , ‘Rancangan Prototipe Miniatur Pembangkit Tegangan Tinggi Impulse dengan Parameter Variabel dan Pemanfaatan Tegangan Keluaran Pengali Cockroft-Walton sebagai Sarana Pengujian Isolasi’ Laporan Kemajuan Penelitian, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaaan Masyarakat, Institut Teknologi Nasional, Bandung 2014.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 151
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
152 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sentiment Analysis Berbasis Big Data Sentiment Analysis Based Big Data Petrix Nomleni1), Mochamad Hariadi2), I Ketut Eddy Purnama3) 1,2, 3)
Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopemeber Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya, 60111 INDONESIA Email:
[email protected]
Abstrak Pemerintah sebagai pelayan masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Maka perlu diadakan suatu perbaikan secara bertahap guna meningkatkan pelayanan masyarakat (public services) sebagai tugas utama pemerintah, untuk itu perlu adanya sikap keterbukaan dari pemerintah untuk dapat menerima setiap keluhan masyarakat mengenai kebijakan / program yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat. Media Center merupakan sistem pelayanan informasi yang terintegrasi kepada masyarakat Kota Surabaya untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan dengan berbagai cara seperti ide, pengaduan, keluhan, kritik, saran dan pertanyaan. Untuk itu perlu adanya klasifikasi untuk sentiment analysis keluhan masyarakat informasi yang masuk ke media center sehingga pengelola dapat memberikan informasi yang efisien dan tepat kepada masyarakat dan pemerintah dapat mengetahui bidang mana yang perlu dibenahi dalam pembangunan. Sentiment analysis merupakan proses klasifikasi dokumen tekstual ke dalam beberapa kelas seperti sentimen positif dan negatif serta besarnya pengaruh dan manfaat dari sentiment analysis tersebut. Pada penelitian ini dibahas klasifikasi keluhan masyarakat terhadap pemerintah pada media sosial facebook dan twitter sapawarga data berbahasa Indonesia menggunakan metode Support Vector Machine (SVM) yang dijalankan dalam komputasi terdistribusi dengan menggunakan Hadoop. Pengujian dilakukan dengan perhitungan precision, kecepatan, akurasi.Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kehandalan metode yang diusulkan untuk mencapai peningkatan kecepatan dan akurasi klasifikasi. Kata kunci: Media Center, Hadoop, Support Vector Machine, klasifikasi, sentiment analysis
1. PENDAHULUAN Dalam era perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat di Indonesia saat ini, keterbukaan atau transparansi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam rangka melaksanakan fungsi pengontrolan.Seperti kita ketahui bahwa kehadiran pemerintah sebagai pelayan masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Sistem birokrasi yang ada sekarang ini yang dianggap sebagai sarang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), penghambat investasi dan lain-lain. Untuk itu perlu diadakan suatu perbaikan secara bertahap guna meningkatkan pelayanan masyarakat (public services) sebagai tugas utama pemerintah, maka terlebih dahulu perlu adanya sikap keterbukaan dari pemerintah untuk dapat menerima setiap kritik, saran ataupun keluhan masyarakat mengenai kebijakan/program yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat misalnya penyelewengan kebijakan dan lain-lain. Hal ini juga dianggap sangat penting untuk mengaktifkan peran masyarakat, LSM dan lain-lain sebagai suatu fungsi kontrol terhadap setiap kebijakan pemerintah. Perkembangan teknologi yang sangat cepat, tentunya membuka peluang untuk mewujudkan harapan baru.Dengan adanya konsep e-government sebagai salah satu upaya yang dikembangkan untuk memperbaiki sistem birokrasi tentunya perlu
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Untuk itu Pemerintah Kota Surabaya membangun media center yang merupakan sistem pelayanan informasi yang terintegrasi kepada masyarakat Kota Surabaya untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan dengan berbagai cara seperti ide, pengaduan, keluhan, kritik, saran dan pertanyaan. Sebelum adanya media center masyarakat memberikan keluhannya secara manual dengan mendatangi langsung ke Dinas Kominfo Kota Surabaya, tetapi dengan adanya media komunikasi media center memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan keluhannya tanpa harus datang ke media center. Namun dengan adanya media center yang menampung keluhan masyarakat ini menimbulkan pekerjaan baru bagi petugas pengelola data media center untuk memproses dan memilah-milah data keluhan masyarakat yang masuk. Metode yang digunakan saat ini dengan mencetak isi dari website media center tersebut, baru kemudian meneruskan keluhan yang sudah dipilah-pilah secara manual. Dengan meningkatnya jumlah keluhan masyarakat yang masuk, maka proses memilah-milah keluhan secara manual menjadi sangat tidak efisien untuk dilakukan. Sebagai solusi permasalahan, maka diperlukan sebuah proses yang berjalan secara otomatis untuk melakukan perklasifikasian dan sentiment
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 153
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
analysisdata keluhan masyarakat yang masuk. Manfaat sentiment analysis sangat penting untuk mengetahui sejauh mana data keluhan masyarakat terhadap pembangunan serta digunakan sebagai alat bantu untuk melihat respon masyarakat terhadap pembangunan kota Surabaya. Mengingat jumlah data keluhan yang masuk begitu besar maka diperlukan sebuah proses analisa data yang mampu menangani hal ini. Salah satu alternatif yang tersedia saat ini adalah menggunakan analisa big data.Karakteristik data sumber dari analisa big data adalah data yang memiliki 3 karakteristik yaitu volume(ukuran data yang besar), variety(tipe datanya bervariasi dari data tidak terstruktur dan data terstruktur) dan velocity(transaksi data dalam jumlah yang besar). Ini sesuai sekali dengan profil dari data website media center Pemkot Surabaya.
2. DASAR TEORI 2.1 Sentiment Analysis Sentiment analysis adalah studi komputasi mengenai sikap, emosi, pendapat, penilaian, padangan dari sekumpulan teks yang fokusnya adalah mengekstraksi, mengindentifikasi atau menemukan karakteristik sentimen dalam unit teks menggunakan metode NLP(Natural Language Processing), statistik atau machine learning Sentiment analysis merupakan proses klasifikasi dokumen tekstual ke dalam beberapa kelas seperti sentimen positif dan negatif serta besarnya pengaruh dan manfaat dari sentimen analisis menyebabkan penelitian ataupun aplikasi mengenai sentimet analysis. Saat ini perkembangan penelitian sentimen analisis mempunyai perkembangan yang sangat pesat bahkan di Amerika lebih dari 20 sampai 30 perusahaan memfokuskan pada layanan sentiment analysis. Pada dasarnya sentiment analysis merupakan klasifikasi, namun dalam implementasinya tidak mudah karena seperti proses klasifikasi biasa dikarenakan terkait penggunaan bahasa dimana terdapat ambigu dalam penggunaan kata, tidak adanya intonasi dalam sebuah teks, dan perkembangan dari bahasa itu sendiri. Sentiment analysis bermanfaat juga dalam dunia usaha seperti melakukan analisa tentang sebuah produk yang dapat dilakukan secara cepat serta digunakan sebagai alat bantu untuk melihat respon konsumen terhadap produk tersebut, sehigga dapat membuat langkah-langkah strategis pada tahapantahapan berikutnya. 2.2 Media Center Media Center adalah sistem pelayanan informasi terintegrasi yang memberikan kesempatan bagi masyarakat Surabaya yang ingin berpartisipasi dalam perkembangan pembangunan kota Surabaya dan bentuk partisipasi masyarakat terwujud dalam keluhan, pengaduan, kritik, saran dan pertanyaan yang terkait dengan proses pembangunan dan pelayanan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Sebelum adanya media center keluhan
154 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
masyarakat langsung ke Dinas Kominfo dimana menjadi pusat media center, tetapi dengan adanya media komunikasi media center maka masyarakat dapat memberikan keluahan, saran, kritikan melalui media komunikasi tanpa harus langsung ke Dinas Kominfo. Sejak awal pembangunannya Media Center mempunyai tiga karakteristik yaitu responsif (merespon setiap data keluhan masyarakat yang masuk kedalam Media Center) integratif(menggintegrasikan data keluhan masyarakat yang masuk ke Media Center) dan infomatif (memberikan informasi yang terupdate kepada masyarakat). Dalam sistem kerjanya media center menerima informasi atau keluhan masyarakat melalui media komunikasi kemudian operator mengumpulkan informasi tersebut dan memberikan kepada SKPD terkait setelah itu integrasi data dengan TPKPM maksimal 1x60 menit setelah itu feed back dari SKPD terkait ke operator media center dan feed back ke masyarakat maksimal 1x24 jam dan kemudian data disimpan ke dalam database.[2]
Gambar 2.1 SOP Media Center
2.3 Big Data Saat ini proses pengolahan data baik dalam sistem pemerintahan maupun perusahaan swasta sudah menggunakan data center dan setiap bidang atau unit kerja sudah mempunyai data center dan hampir semuanya sudah terhubung antar satu dengan yang lainnya dan setiap hari datanya akan semakin bertambah dan semakin banyak variasi data yang yang disimpan serta jumlah transaksi data yang semakin besar maka diperlukan perangkat komputer yang sangat mahal dan membutuhkan tenaga IT yang sangat baik untuk mengoperasikannya. Untuk itu diperlukan proses analisa Big Data yang dalam pengertiannya sebagai pemecahan masalah ketika teknologi lama tidak lagi mampu melayani proses pengolahan data yang sangat besar. Big data mempunyai tiga karakteristik yaitu volume(ukuran data yang besar dan terdistribusi di banyak server), variety (tipe data bervariasi dari data terstruktur hingga dari tidak terstruktur), dan velocity (jumlah transaksi data yang besar sehingga perubahan ukuran data juga akan semakin besar). Prinsip kerja big data yaitu tidak membuang atau menghapus sebuah data dikarenakan data tersebut
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
menjadi penting dalam kurun waktu tertentu, proses data secara real-time dan mampu mengekstrasi dan transformasi sebuah data tanpa menghapus data awalnya. 2.4 Hadoop Hadoop merupakan sebuah software framework teknologi terbaru berbasis Java dan sangat mudah didapatkan karena hadoop merupakan software open source. Hadoop diciptakan untuk pengolahan data yang sangat besar hingga petabyte dimana pengolahan data-data tersebut dilakukan dengan cara mendistribusikan data-data tersebut kedalam beberapa komputer yang telah di cluster dan komputer-komputer tersebut terhubung satu dengan yang lainnya.
Gambar 2.2 Hadoop Model
Dalam perancangannya terdapat bagian seperti Common Hadoop yang fungsinya untuk menyediakan akses ke filesystem dan Common Hadoop berisi paket file dan skrip yang dibutuhkan Hadoop untuk memulai pekerjaannya. Paket ini menyediakan kode sumber, documen dan bagian kontribusi yang cakupannya sangat besar dan waktu penjadwalan kerja yang efektif.File sistem Hadoop harus kompatibel karena wajib memberikan lokasi jaringan yang dipakai agar node dapat bekerja. Salah satu contoh ketika cluster Hadoop kecil yang didalamnya terdapat sebuah master node dan beberapa node untuk bekerja atau lebih dikenal dengan slave node. Master node terdiri dari beberapa bagian yaitu jobtracker, tasktracker, name node, dan data node.Node untuk bekerja terdiri dari data node dan tasktracker, walaupun hanya untuk mendapatkan pekerja node data, dan hanya pekerja node menghitung. Pada sistem cluster yang sangat besar, file sistem HDFS dikerjakan dengan server name node diperuntukan pada host indeks file sistem, dan sebuah name node sekunder dapat menghasilkan snapshot dari struktur memori namenode, sehingga mencegah korupsi sistem file dan mengurangi hilangnya data. Demikian pula, serverjobtracker dapat mengelola penjadwalan kerja secara mandiri.
Dalam cluster Hadoop MapReduce mesin digunakan mengcloudfile sistem alternatif, name node itu, name node sekunder dan arsitektur data node dari HDFS digantikan oleh setara file sistem-spesifik. Dalam sistem inti kerjanya Hadoop terdiri atas 2 bagianyaitu : 2.4. HDFS(Hadoop Distributed File System) HDFS Merupakan sebuah file sistem yang fungsinya untuk menyimpan data yang sangat besar jumlahnya dengan cara mengdistribusi data-data tersebut kedalam banyak komputer yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Cara kerjanya yaitu file yang masuk kemudian dipecahpecah dalam bentuk blok sebesar 64 MB atau bisa dikonfigurasi sendiri besarnya. Kemudian data direplikasi kedalam beberapa node(biasanya 3 node), dan disimpan dalam beberapa rak yang berbeda dengan tujuan agar menjaga reability dari HDFS. Untuk itu file system sangat membutuhkan server induk atau master node yang berfungsi untuk menyimpan metadata dari data yang ada di HDFS dan data-data tersebut disimpan dalam server-server (datanode) yang dapat diakses melalui protokol HTTP serta data nodenya saling terkait satu dengan lainnya untuk menjaga konsistensi datagan menggunakan protokol HTTP. Data node ini bisa saling berkomunikasi satu sama lain untuk menjaga konsistensi datadan memastikan proses replikasi data berjalan dengan baik. HDFS mempunyai kelemahan yaitu master node bersifat Single Point of Failure yang akan membuat data akan hilang apabila server master node mati. Walaupun dalam HDFS ada secondaryname node tetapi tetapi secondary name node hanya menyimpan informasi terbaru dari struktur direktori pada name node. Untuk itu untuk mengatasi kelemahan yang ada maka dibuatkan cloning dari server name node ke beberapa server yang berbeda sehingga terjadi gangguan terhadap name node maka akan langsung digantikan oleh cloningnya. Keuntungan dari HDFS adalah jobtracker dan tasktracker yang membuat jadwal dan peta serta mengurangi pekerjaan untuk tasktrackers pada lokasi-lokasi data.Sebagai contoh jika data pada node A (x, y, z) dan data yang terdapat node B (a, b, c).jobtracker akan jadwal node B untuk melakukan peta / mengurangi tugas pada (a, b, c) dan node A akan dijadwalkan untuk melakukan peta/mengurangi tugas pada (x, y, z). maka akan mengurangi jumlah lalu lintas yang berjalan di atas jaringan dan mencegah transfer data yang tidak perlu. Hadoop ketika digunakan dengan file sistem lain keunggulan ini tidak ada. Dan memberikan dampak yang signifikan terhadap waktu penyelesaian pekerjaan yang dapat ditunjukkan waktu data dijalankan dengan pekerjaan intensif.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 155
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.4.2 MapReduce Merupakan software framework yang digunakan untuk mendukung distribusi computing dengan menjalankan data yang sangat besar dan pertama kali diperkenalkan oleh Google.dalam proses kerjanya terdiri atas dua proses yaitu :
Gambar 2.3 MapReduce
2.4.2.1 Map Sebuah proses ketika master node menerima masukkan berupa data atau file, kemudian masukan tersebut dipecah menjadi beberapa bagian permasalahan yang kemudian didistribusikan ke worker nodes. Worker nodes ini akan memproses beberapa bagian permasalahan yang diterimanya untuk kemudian apabila masalah tersebut sudah diselesaikan, maka akan dikembalikan ke master node. 2.4.2.2 Reduce Sebuah proses ketika master nodemenerima jawaban dari semua bagian permasalahan dari banyak data nodes, kemudian menggabungkan jawaban-jawaban tersebut menjadi satu jawaban besar untuk menghasilkan penyelesaian dari permasalahan utama. Keuntungan MapReduce adalah proses map dan reduce dijalankan secara terdistribusi. Setiap proses mapping sifatnya independen yang membuat proses dijalankan secara simultan dan paralel. Begitu juga dengan proses reducer dilakukan secara paralel pada waktu yang bersamaan, selama output dari operasi mapping mengirimkan key value yang sesuai dengan proses reducernya. Dalam proses MapReduce dapat diaplikasikan di cluster server dengan jumlah yang banyak sehingga dapat mengolah data dalam jumlah besar hanya dalam beberapa jam saja. Dalam kerja hadoop, mapreduce engine ini terdiri dari satu jobtracker dan satu/banyak tasktracker.JobTracker merupakan server penerima job dari client, kemudian mendistribusikan jobs tersebut ke tasktracker yang akan mengerjakan sub job sesuai yang diperintahkan jobtracker. Sistem kerja ini mendekatkan pengolahan data dengan data itu sendiri, sehingga ini akan sangat signifikan mempercepat proses pengolahan data. Dalam kerjanya HDFS file sistem bukan hanya diperuntukan untuk map/reduce tetapi saat ini ada beberapa project lain yang related dengan hadoop
yang dapat dijalankan diatas HDFS seperti HBase, Pig, Hive, dll. 2.5 Support Vector Machine(SVM) Support Vector Machine (SVM) pertamakali dikembangkan oleh Boser, Guyon,danVapnik.Pada tahun 1992 ketika diadakan di Annual Workshop onComputational Learning Theory.Support Vector Machine (SVM) merupakan sistem pembelajaran yang pengklasifikasiannya menggu-nakan ruang hipotesis berupa fungsi-fungsi linear dalam sebuah ruang fitur (feature space) berdimensi tinggi.Dalam konsep SVM berusaha menemukan fungsi pemisah (hyperplane) terbaik diantara fungsi yang tidak terbatas jumlahnya. Hyperplane pemisah terbaik antara kedua kelas dapat ditemukan dengan mengukur margin hyperplane tersebut dan mencari titik maksimalnya. Pada awalnya prinsip kerja dari SVMyaitu mengklasifikasi secara linear(linear classifier), kemudian SVM dikembangkan sehingga dapat bekerja pada klasifikasi non linear. Formulasi optimasi SVM untuk masalah klasifikasi dibedakan menjadi dua kelas yaitu klasifikasi linear dan klasifikasi non-linear.
Gambar 2.4Support Vector Machine(SVM)
2.5.1 KlasifikasiLinear Dalam kerjanya SVM pada konsepnya dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah kelas pada input space. Dua kelas, +1 dan 1, beserta masing-masing pattern. Dalam mengklasifikasi untuk mendapat hasil yang baik hyperplane digunakan untuk memisahkan menjadi dua kelas dengan mengukur margin hyperplane tersebut dan mencari titik maksimalnya, margin adalah jarak antara hyperplane terdekat dengan pattern terdekat dari masing-masing kelas dan pattern yang paling dekat dengan hyperplane disebut support vector.
Gambar 2.5 Klasifikasi Linear
156 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
benar berbeda leksikal dari kata-kata formal, karena itu strategi adalah untuk membangun sebuah kamus dan menggunakannya untuk menerjemahkan kata informal menjadi kata-kata formal.[1]
Gambar2.6 Klasifikasi Linear
2.5.2 Klasifikasi Non Linear Pada klasifikasi non-linear data yang berada dalam ruang sebuah vector awal harus dipindahkan ke ruang vector baru yang berdimensi lebih tinggi.Misal fungsi pemetaan dinotasikan sebagai x. Pemetaan ini bertujuan untuk merepresentasikan data ke format yang linearly separable pada ruang vector baru.Prosesnya optimisasi pada fase ini diperlukan perhitungan dot product dua buahcontoh pada ruang vector baru.Dot product kedua buah vector xi dan xj dinotasikan sebagai xi.xj. Nilai dot product kedua vector ini dapat dihitung secara tidak langsung,yaitu tanpa mengetahui proses transformasi.
Gambar 2.7 Klasifikasi Non Linear
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Dasar Penelitian Saat ini Pesan teks bahasa Indonesia dari media sosial seperti Twitter atau Facebook, orang cenderung menggunakan kata-kata tidak formal daripada yang formal seperti menggunakan angka untuk mengganti alfabet, karakter berulang vokal, dan menggunakan kata-kata informal yang umum untuk menggantikan kata-kata resmi. Untuk memproses kata-kata seperti itu, maka harus dilakukan tahapan-tahapan preprocessing seperti berikut: Converse karakter numerik ke dalam alfabet, seperti ’du2k’ menjadi ’duduk’ Hapus pengulangan vokal, seperti ’aduuuh’ menjadi ’aduh’ Terjemahkan kata informal menjadi kata-kata resmi menggunakan kamus, seperti ’cemungudh’ ke ’Semangat’. Meskipun beberapa kata informal salah eja dari kata-kata formal, tetapi beberapa lainnya benar-
Gambar 3.1 Arsitektur Sistem Sentiment Analysis 3.2 Perancangan Sistem
Gambar 3.2 Perancangan Sistem
3.2.1 Akuisisi Data Pada tahapan awal ini data yang diakusisi atau dikumpulkan dari situs jejaring sosial Twitter dan Facebook yang terhubung langsung melalui API (Application Programing Interface) dan menambahkan proses deteksi bahasa untuk mendapatkan data atau dokumen yang berhasa indonesia. 3.2.2Preprocessing Pada tahapan ini dokumen yang diakusisi kemudian dimasukkan kedalam sistem. Dalam proses presprocessing ada beberapa tahapan yaitu: Cleaning Tahapan atau proses membersihkan dokumen teks yang masuk dari kata-kata yang tidak diperlukan untuk mengurangi noise pada proses klasifikasi seperti karakter html, kata kunci,ikon,hashtag dan lain-lain. Case folding Tahapan atau proses untuk menyeragamkan bentuk huruf serta menghilangkan tanda baca. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 157
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
untuk penelitian ini hanya menerima huruf latin A sampai Z. Parsing Tahapan atau proses membagi atau memecah dokumen menjadi sebuah kata dengan melakukan analisa terhadap kumpulan kata dengan memisahkan kata tersebut dan menentukan struktur sintaksis dari tiap kata tersebut. Filter Tahapan untuk memilih data pada twitter dan facebook yang berbahasa Indonesia saja dan apabila ditemui kata berbahasa Indonesia tidak baku maka diganti dengan sinonimnya berupa kata baku yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI).
Gambar 3.3 Preprocessing
3.2.3 Ekstraksi Fitur
Part of Speech (POS)Tagger Tahapan atau proses pada ekstrasi fitur yang bertujuan untuk memberikan kelas pada kata. Kelas kata yang dipilih adalah kata sifat (adjective), kata keterangan (adverb), kata benda (noun) dan kata kerja (verb), untuk diketahui dari empat jenis kata diatas merupakan jenis kata yang banyak mengandung sentimen. Penentuan kelas kata berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI). Stemming Tahapan atau proses dari ekstraksi fitur yang bertujuan mengurangi variasi kata yang memiliki kata dasar sama. Proses stemming juga menggunakan bantuan Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI).
3.2.4 Pembobotan Pada tahapan pembobotan ini fitur yang digunakan adalah unigram dengan pembobotan menggunakan Term Presense (TP), Term Frequency (TF), Term Frequency-Inverse Document Frequency.Pada tahapan ini kata dan simbol direpresentasi kedalam bentuk vektor dan TF-IDF, kata dan simbol direpresentasi ke dalam bentuk vektor dan tiap kata atau simbol dihitung sebagai satu fitur. Untuk perhitungan bobot digunakan rumus sebagai berikut: Term Presense (TP) ni(d)=1, jika fitur fi ada didokumen d ni(d)=0, jika fitur fi tidak ada di dokumen d Term Frequency (TF) →d:=(n1(d), n2(d),··· nm(d)) Term Frequency Inverse Document Frequency (TF-IDF) ni(d) = dfi.logD/dfi dimana :dfi adalah banyak data/dokumen yang mengandung fitur i(kata) yang dicari D adalah jumlah dokumen. Setelah perhitungan bobot tiap term dilakukan, selanjutnya proses penentuan kelas sentimen yang memberikan argumen maksimum dengan membandingkan nilai dari ketiga kelas sentimenttersebut. 3.2.5 Klasifikasi Dokumen
Gambar 3.4 Ekstraksi Fitur Gambar 3.5 Kalsifikasi Dengan SVM
158 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pada penelitian ini dokumen yang sudah diolah kemudian dimasukkan kedalam Hadoop Distributed File Sistem (HDFS) yang kemudian diolah data tersebut menggunakan algoritma SVM.Untuk mendapatkan hasil klasifikasi terbaik, diujikan menggunakan tiga kelas sentimen kemudian membandingkan nilai dari tiga kelas tersebut. 3.2.6 Hasil Sentimen Analisis Proses akhir menggunakan 3-fold cross validation dengan membandingakn tiga kelas sedangkan untuk klasifikasi ditabulasi dalam tabel confusion matrix.
4. ANALISA HASIL Dalam Pengujian data yang sudah diakuisisi dari twitter dan facebook, kemudian diberi nilai untuk mengetahui setiap atribut yang diuji pada setiap pengujian. Pengujian ini dilakukan dengan beberapa kali percobaan dengan data latih atau test yang berbeda. Pengujian ini untuk mengetahui seberapa besar kehandalan dari system untuk memberikan sebuah hasil yang lebih akurat. Pengujian pertama adalah pengujian untuk mengetahui bagaimana kemampuan sistem terhadap berbagai macam variasi data latih dan data uji dengan berbagai macam nilai.Pengujian kedua adalah pengujian untuk mengetahui pengaruh besarnya data latih terhadap akurasi sistem.Pengujian ketiga adalah pengujian untuk mengetahui akurasi metode klasifikasi SVMdalam melakukan klasifikasi pada data yang tidak seimbang. Pengujian pengujian ini menggunakan 200 data yang dilakukan menggunakan data sebanyak 200 data.
71% dan dalam pengujian kedua didapatkan hasil seperti tabel dibawah ini Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian 2
Pada Pengujian ketiga dengan data latih 80 dan data uji 120 akurasi pengukuran yang didapatkan sebesar 70% dan dalam pengujian kedua didapatkan hasil seperti table dibawah ini Tabel 4.2 Hasil Pengujian 3
Hasil Pengujian pertama dengan data latih 120 dapat digambarkan dalam grafik seperti dibawah ini
Tabel 4.1 Dataset Pengujian
Gambar 4.1 Grafik Pengujian 1
Hasil Pengujian kedua dengan data latih 100 dapat digambarkan dalam grafik seperti dibawah ini Pada Pengujian pertama dengan data latih 120 data uji 80 akurasi pengukuran yang didapatkan sebesar 72,5% dan dari pengujian pertama didapatkan hasil seperti tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian 1
Pada pengujian kedua dengan data latih 100 dan data uji 100 akurasi pengukuran yang didapatkan sebesar
Gambar 4.2 Grafik Pengujian 2
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 159
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Hasil Pengujian kedua dengan data latih 80 dapat digambarkan dalam grafik seperti dibawah ini
Gambar 4.3 Grafik Pengujian 3
5. KESIMPULAN Dari hasil perancanngan, pengujian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan : 1. Analisa terhadap setiap keluhan yang masuk ke media center Sapawarga Kota Surabaya dapat diklasifikaskan menggunakan metode klasifikasi Support Vector Machine untuk mendapatkan nilai sehingga diketahui polaritas keluhan yang masuk yang dpat menjadi acuan dan masukkan yang bernilai untuk tim media center dalam mengelola dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. 2. Keakuratan klasifikasi akan semakin tinggi apabila data latih yang dipergunakan semakin banyak tetapi tidak menutup kemungkinan jika kata-kata yang masuk bermakna ganda atau mengalami pembiasan maka akan mengurangi pembiasan. 3. HDFS sangat penting dalam penyimpanan pengelolaan data yang besar karena data tidak bias di hapus dan dapat dijalankan secara real time sehingga data yang lama dapat ditemukan kembali dalam waktu yang relatif singkat.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Tuhan Yesus yang selalu menjaga dan melindungiku dan kepada istriku serta semua keluargaku tercinta yang selalu berdoa untukku. Ucapan terima kasih juga penulis kepada : Bapak Mochamad Hariadi, ST., M.Sc., Ph.Ddan Bapak DR. I Ketut Eddy Purnama, ST, MT sebagai dosen pembimbingku Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Teman-teman CIO ITS angkatan 2013 Semua pihak yang membantu saya baik moril substansi maupun materi untuk dapat menyelesaikan paper ini walaupun masih baik kekurangan. God Bless You All
160 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
References
Edwin Lunando, Ayu Purwarianti,2013, Indonesian Social Media Sentiment Analysis with Sarcasm Detection,. Media Center Pemerintah Kota Surabaya(Dinas Komunikasi & Informatika Kota Surabaya) Neethu M S, Rajasree R, 2013 Sentiment Analysis in Twitter using Machine Learning Techniques, Javier Conejero, Peter Burnap, Omer Rana, Jeffrey Morgan, 2013. Scaling Archived Social Media Data Analysis using a Hadoop Cloud Federico Neri, Carlo Aliprandi, Federico Capeci, Montserrat Cuadros, Tomas ByShoba G, 2012, Sentiment Analysis on Social Media Sang-Hyun Cho,Hang-Bong Kang Statistical Text Analysis and Sentiment Classification in Social Media Visalakshi P and Karthik TU,2011 MapReduce Scheduler Using Classifiers for Heterogeneous Workloads, Richard Colbaugh, Kristin Glass, 2011 Agile Sentiment Analysis of Social Media Content for Security Informatics Applications Kazunari Ishida,2010Periodic Topic Mining from Massive Amounts of Data, ang-Hyun Cho, Hang-Bong Kang, 2012, Statistical Text Analysis and Sentiment Classification in Social Media Keke Cai, Scott Spangler, Ying Chen, Li Zhang, 2006, Leveraging Sentiment Analysis for Topic Detection Muhamad Yusuf Nur dan Diaz D. Santika, 2011, Analisa Sentimen Pada Dokumen Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan (Support Vector Machine), Ni Wayan Sumartini Saraswati, 2013, Naive Bayes Classifier dan Support Vector Machines Untuk Sentiment Analysis, Noviah Dwi Putranti dan Edi Winarko, 2013, Analisis Sentimen Twitter untuk Teks Berbahasa Indonesia dengan Maximum Entropy dan Support Vector Machine, Imam Fahrur Rozi, Sholeh Hadi Pramono, Erfan Achmad Dahlan, 2012,Implementasi Opinion Mining (Analisis Sentimen)Implementasi untuk Ekstraksi Data Opini Publik pada Perguruan Tinggi, Judith Hurwits, Alan Nugent, Dr. Fern Helper, Marcia Kaufman, 2013 , Big Data For Dummies A Wiley Brand, Irwin King, Michael R. Lyu, Haiqin Yang, 2013 Online Learning for Big Data Analytics, Budi Santosa Tutorial Support Vector Machine
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Rancang Bangun Sistem Pengambilan Dan Pemuatan Kemasan Yang Dikendalikan Melalui PLC OMRON CP1E-E40DR-A Asniar Aliyu 1, Arif Basuki 2, Rudy 3 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Jl Babarsari, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55287 Telp/Fax: (0274) 485 390 / (0274) 487 249
[email protected] 1
Abstrak Tujuan dari penelitian “Rancang Bangun Sistem Pengambilan dan Pemuatan Kemasan yang Dikendalikan Melalui PLC OMRON CP1E-E40DR-A” adalah merancang bangun prototipe sistem pengambilan dan pemuatan kemasan (palletizing) yang bekerja berdasarkan kendali yang diberikan melalui PLC untuk tujuan edukasi. Penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu perancangan perangkat-keras dan perangkat-lunak. Perangkat-kerasnya adalah prototipe sistem palletizing baik bagian mekanik maupun elektriknya sedangkan perangkat-lunaknya adalah pemrograman melalui PLC. Dalam sistemnya digunakan motor DC, sensor kedekatan, dan sensor batas sebagai komponen elektriknya (perangkat-keras). Bagian ini dioperasikan melalui PLC Omron untuk mengontrol sistem berdasarkan aliran program yang dibuat. Berdasarkan hasil pengujian per bagian maupun keseluruhan sistem didapatkan hasil pengujian catu daya sebesar 12 volt yang digunakan untuk memberikan catu pada motor sistem mekanik palletizing dan konveyor. Hasil pengujian rangkaian kedekatan menunjukkan bahwa rangkaian sensor kedekatan berfungsi dengan baik, yaitu ketika sensor tidak terhalang sebuah objek maka tegangan luarannya sebesar 0,67 volt dan ketika sensor terhalang objek sebesar 6,74 volt. Bahwa berdasarkan pengukuran respon sensor terhadap ada tidaknya kemasan diperoleh jarak baca sensor berkisar kurang lebih 3,6 cm. Hasil pengujian aplikasi PLC terhadap mekanik menunjukkan bahwa program yang diisikan ke PLC memberikan luaran sebagaimana diharapkan. Berdasarkan hasil pengujian keseluruhan sistem menunjukkan bahwa sistem mampu bekerja sesuai yang diharapkan. Kata-kunci: PLC, sistem palletizzing, motor DC, sensor kedekatan, sensor batas
1.
Pendahuluan
Berbagai robot dibuat untuk tujuan pabrikasi dan dapat ditemukan di pabrik-pabrik di seluruh dunia. Dengan menggunakan robot dan sifat otomatisasi dalam sistem pabrikasi untuk tugas mengambil, menempatkan, memuat dan membongkar secara luas pada produk dan desain pengemasan dengan solusi robotik akan dapat menolong pabrikasi yang lebih fleksibel, terpercaya dalam proses dan ketepatan waktu yang tinggi. Bahwa penelitian ini berangkat dari masih minimnya media edukasi[2] di kampus mengenai aplikasi otomatisasi dalam industri seperti proses pengambilan dan pemuatan kemasan (palletizing), sehingga penelitian ini dititikberatkan pada rancang bangun sistem pengambilan dan pemuatan kemasan yang dikendalikan oleh yang dikendalikan melalui PLC OMRON CP1E-E40DR-A. Untuk kemudahan maka sistem pengambilan dan pemuatan kemasan disederhanakan penyebutannya menjadi sistem palletizing. Robot industri secara resmi didefinisikan oleh ISO sebagai kontrol otomatis, dapat diprogramulang, manipulator terprogram multiguna dalam
tiga atau lebih aksis. Bidang robotik industri lebih praktis didefinisikan sebagai studi, desain, dan kegunaan sistem robot untuk pabrikasi [1],[3]. Jenis aplikasi robot dalam industri salah satunya adalah pick and place (palletizing), inspeksi produk, dan lain sebagainya. Pada bagian pengemasan untuk pelabelan palletizing, robot dapat menangani beberapa fungsi otomatis. Mereka dibentuk untuk mengintegrasikan dengan manajemen alur kerja, dokumentasi elektronik dan sistem catatan elektronik untuk meningkatkan akses ke data, memungkinkan melacak setiap pesanan melalui proses pengemasan. Robot dalam sistem palletizing ditunjukkan dalam Gambar 1. Robot ini memberikan fleksibilitas, kehandalan, dan kapasitas jauh melampaui keterbatasan tradisional, manual, berdedikasi palletizes.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 161
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 2 Diagram skematik sistem
Gambar 1. Robot dalam sistem palletizing
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang bangun prototipe sistem palletizing layaknya yang ada dalam industri pengemasan yang terdiri atas bagian pencapit, pengangkat mekanik pencapit, pemutaran tiang palletizing, dan peletakkan kemasan di atas konveyor. Setiap gerakan palletizing ini dipicu oleh sensor yang aktif saat adanya kemasan yang telah siap untuk diproses. Sistem ini bekerja berdasarkan kendali yang diberikan melalui PLC OMRON CP1E-E40DR-A. Sistematikan penulisan artikel ilmiah ini dimulai dengan pendahuluan, diikuti pemaparan metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan ditutup dengan penarikan kesimpulan atas hasil yang dicapai.
2.
A.
Perancangan mekanik sistem palletizing Rancangan mekanik sistem palletizing yang akan direalisasikan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Gambar 3.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini dimulai dari tahapan pengumpulan bahan, perancangan sistem, dan pengujian sistem yang dijelaskan sebagai berikut. 2.1 Pengumpulan bahan Dalam tahapan ini dipersiapkan materi-materi pendukung dalam melaksanakan penelitian baik bahan habis pakai maupun peralatan yang akan digunakan. Perijinan juga dipersiapkan untuk pihakpihak terkait, karena penelitian ini direncanakan dilaksnaakan di ruang Laboratorium Listrik Dasar STTNAS. 2.2 Perancangan sistem Perancangan sistem meliputi perancangan perangkat-keras dan perangkat-lunak. Perancangan perangkat-keras adalah perancangan mekanik atau miniatur yang akan digerakan oleh PLC dan perancangan elektrik yang merupakan pengkawatan antara PLC dengan komponen elektrik untuk menggerakan mekaniknya. Perancangan perangkatlunak adalah program yang diisikan ke PLC untuk mengendalikan mekanik sistem pengemasan ini. Secara umum rencana sistem yang akan dibuat ditunjukkan dalam Gambar 2.
162 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Keterangan: 1. Motor DC12 V pengangkat mekanik pencapit 2. Tiang palletizing 3. Motor DC 12 V penggerak pencapit 4. Piringan pemutar tiang 5. Motor DC 12 V pemutar tiang 6. Konveyor 7. Mekanik pencapit 8. Konveyor dari proses pengisian dan penutupan
Gambar 3. Sistem mekanik palletizing
Sistem palletizing bekerja dimulai setelah kemasan yang telah diisi ditutup pada proses sebelumnya yang berada pada ujung konveyor pertama, kemudian akan diambil dan diletakkan pada konveyor kedua dan berjalan untuk dikemas dalam sebuah tempat yang telah tersedia. B.
Perancangan sistem elektrik Perancangan sistem elektrik penelitian ini secara garis besar diberikan dalam bentuk diagram kotak berikut.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 4. Diagram kotak sistem elektrik palletizing
a.
Komponen-komponen masukan Komponen-komponen masukan adalah komponen yang dihubungkan ke alamat masukan PLC, Adapun komponen-komponen masukannya ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3 : Komponen-komponen masukan Komponen Saklar tekan (push button) Saklar batas (Limit switch)
Sensor kedekatan (Proximity Sensor)
Fungsi menghidupkan dan mematikan sistem palletizing. membatasi setiap pergerakan yang dilakukan oleh alat tersebut. Diantaranya adalah pembatasan saat menjapit kemasan, pembatasan saat mekanik bergeraknaik dan turun, serta pembatasaan pada saat tiang dan mekanik palletizing bergerak. mendeteksi keberadaan benda di dekatnya tanpa kontak fisik.
Gambar 5. PLC Omron CP1E-E40DR-A
C.
Diagram pengkawatan antara PLC dengan komponen masukan dan luaran
Hubungan antara perangkat-keras dan perangkat-lunak pada sebuah sistem harus dihubungkan sebaik mungkin untuk menjalankan program dalam membentuk suatu sistem yang diinginkan. Pengalamatan merupakan penyambungan antara modul masukan/luaran pada PLC dengan komponen-komponen masukan dan luaran. Pada perancangan sistem ini terdapat 10 masukan dan 7 luaran seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.
b.
Komponen-komponen luaran Komponen-komponen luaran adalah komponen yang dikendalikan melalui PLC. Adapun komponenkomponen luarannya ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4: Komponen-komponen luaran Komponen LED (Light emitting diode) Motor DC[4]
Relai
c.
Fungsi sebagai indikator saat sistem bekerja. memutar palletizing, mengangkat sistem mekanik penjepit, membuka dan penutup mekanik panjepit dan menggerakkan konveyor menyambungkan atau memutus arus listrik untuk motor DC
Pengontrol Logika Terprogram PLC yang digunakan adalah PLC Omron CP1E-E40DR-A berjumlah 40 I/O. PLC ini mempunyai 24 masukan dan 16 luaran. Tegangan masukan yang dibutuhkan oleh PLC ini adalah 100VAC – 240VAC, mempunyai memori 2000 langkah dan 2000 kata, dan termasuk dari PLC relai. Digunakan PLC 40I/O berdasarkan jumlah masukan dan luaran yang akan digunakan dalam perencanaan sistem. Gambar PLC Omron CP1E-E40DR-A ditunjukkan oleh Gambar 5.
Gambar 6. Skema pengkawatan PLC dengan komponen masukan dan luaran
D.
Perancangan perangkat-lunak Hubungan antara komponen masukan dengan modul masukan PLC, antara komponen luaran dengan modul luaran PLC akan menjadi kesatuan sistem dengan program PLC[6]. Diagram-alir sistem palletizing ditunjukkan dalam Gambar 7.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 163
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.3 Pengujian sistem Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui apakah sistem dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Pengujiannya mencakup pengujian per bagian sistem dan pengujian respon sistem keseluruhan dengan urut-urutan proses pengujian ditunjukkan dalam Gambar 9.
Gambar 7. Diagram-alir proses kerja sistem palletizing Gambar 9. Diagram-alir proses pengujian sistem
Pada saat tombol ON di tekan maka sistem akan berada pada kondisi standby, setelah sensor kedekatan mendeteksi adanya kemasan, maka sistem palletizing mulai beroperasi. Mekanik pencapit bergerak turun dari tiang palletizing menuju ke kemasan dan mencapitnya, kemudian mengangkat naik kemasan untuk diletakkan pada konveyor berjalan. Setelah proses selesai sistem akan kembali ke mode standby.
4.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil rancang bangun Sistem Pengambilan dan Pemuatan Kemasan yang Dikendalikan Melalui PLC OMRON CP1E-E40DR-A ditunjukkan dalam Gambar 10. Keberhasilan penelitian ini diindikasikan dengan beroperasinya alat sesuai dengan yang diharapkan.
E.
Perancangan rangkaian catu daya Catu daya merupakan sebuah rangkaian elektronik yang berfungsi untuk memberikan suplai tegangan keseluruhan rangkaian yang ada. Pada sistem palletizing ini catu daya berfungsi untuk memberi tegangan pada rangkaian elektronik berupa relai, sensor kedekatan dan motor-motor penggerak pada peralatan palletizing. Catu daya yang digunakan adalah 12 volt. Skema rangkaian catu daya diperlihatkan pada Gambar 8.
Gambar 10. Sistem pengambilan dan pemuatan (palletizing) kemasan
Gambar 8. Rangkaian catu daya
164 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Langkah pertama untuk menjalankan proses adalah menekan tombol saklar pada kondisi ON, setelah saklar ditekan maka sistem palletizing akan masuk di mode standby. Pada mode standby ini sistem palletizing belum melakukan pergerakan sebelum dipicu oleh adanya kemasan yang terdeteksi oleh sensor kedekatan.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Ketika sensor kedekatan mendetaksi adanya suatu kemasan, maka mekanik pencapit akan bergerak turun mendekati kemasan seperti dalam Gambar 11. Dalam pergerakan turun mekanik pencapit nantinya akan berhenti setelah mekanik pencapit menyentuh saklar batas.
melakukan proses pemindahan selanjutnya. Gambar 14 menunjukan mekanik pencapit melepaskan kemasan di atas konveyor.
Gambar 14. Mekanik pencapit melepas kemasan
Gambar 11. Mekanik pencapit mulai bergerak turun mendekati kemasan
Selanjutnya mekanik pencapit akan bekerja mencapit kemasan dan bergerak naik seperti dalam Gambar 12.
Selanjutnya konveyor akan bergerak untuk bergeser untuk memberi ruang untuk kemasan berikutnya. Setelah kemasan berderet sebanyak empat kemasan, maka konveyor akan bergerak untuk mendorong kemasan untuk masuk ke dalam kemasan yang lebih besar.
5.
Kesimpulan
Rancang bangun sistem pengambilan dan pemuatan kemasan yang dikendalikan melalui PLC OMRON CP1E-E40DR-A untuk tujuan edukasi sudah berhasil direalisasikan.
Ucapan Terima Kasih
Gambar 12. Mekanik pancapit membawa kemasan dan bergerak naik
Ketika tiang palletizing menyentuh saklar yang berada pada ujung atas tiang, maka mekanik pencapit akan berhenti dan tiang palletizing akan berputar. Keadaan ini ditunjukkan dalam Gambar 13.
Gambar 13. Tiang palletizing berputar
Mekanik pencapit akan bergerak turun untuk menempatkan kemasan di atas konveyor. Apabila kemasan telah diletakkan, maka sistem palletizing akan bergerak kembali ke keadaan semula untuk
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua STTNAS dan Ketua Jurusan Teknik Elektro atas ijin penggunaan Laboratorium Listrik Dasar dan kepada saudara Rudy Agus Susanto yang telah banyak membantu dalam menyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA ABB Robotics Partner, 2008, Packaging Industry, www.abb.com/robotics A. F. Kheiralla, 2007, Design and Development of a Low Cost Programmable Logic Controller Workbench for Education Purposes, International Conference on Engineering Education – ICEE 2007 Allen G., 2007, New Industrial Automation Laboratory & Courses Ecet Techonology Program Advancement, Proceedings of the Spring 2007 American Society for Engineering Education Illinois-Indiana Section Conference. Choon E. A., 2005, DC Motor Speed Control Using Microcontroller PIC 16F877A, Tesis Mahasiswa Fakultas Teknik Elektro, Universitas Teknologi Malaysia www.PAControl.com, OMRON-PLC-Programming, Industrial Automation Training
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 165
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
166 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Analisis Efek Tunda Waktu Terhadap Performa Sistem Kendali Jaringan Berbasis ZigBee IEEE 802.145.4 Sisdarmanto Adinandra 1, Rahmat Wahyu Pratama 2, Alvin Sahroni 3 Laboratorium Kendali dan Automasi Industri Jurusan Teknik Elektro 1, Fakultas Teknologi Industri 2, Universitas Islam Indonesia3
[email protected] 1
Abstrak Teknologi jaringan data telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir dengan berbagai keunggulannya. Perkembangan ini memungkinkan industri mengadopsi konsep kendali berbasis jaringan (networked control system/NCS). NCS memanfaatkan jaringan nirkabel untuk mentransmisikan sinyal kendali dan pembacaan sensor. Penerapan NCS secara real-time tidak terlepas dari pegaruh tunda waktu (delay). Artikel ini membahas tentang pengaruh delay pada sebuah sistem NCS dengan piranti komunikasi ZigBee. Jalur nirkabel digunakan untuk mengirimkan sinyal kendali dari PLC menuju sebuah motor DC. Sistem diuji pada kondisi dengan dan tanpa penghalang. Pada setiap skenario nilai delay perangkat dirubah-rubah. Dari hasil pengujian diketahui bahwa delay dan jarak antara pengendali dan plant yang meningkat menyebabkan naiknya nilai settling time. Hal yang sama juga meningkatkan nilai maximum overshoot dan dapat mengakibatkan ketidakstabilan sistem. Kata Kunci: Sistem Kendali Jaringan, delay, ZigBee, setting time, maximum overshoot
1.
Pendahuluan
Networked Control System (NCS) atau sistem kendali berbasis jaringan adalah sebuah sistem kendali kalang tertutup yang melibatkan jaringan nirkabel pada proses transmisi data. Hal tersebut yang membedakan sistem kendali berbasis jaringan dengan sistem kendali konvensional. Sinyal kendali dari pengendali dikirim dan diterima oleh aktuator melalui sepasang perangkat jaringan komunikasi. Pembacaan sensor kemudian dikirimkan kembali ke pengendali dengan perangkat komunikasi wireless untuk diolah. Protokol yang digunakan pada sistem kendali berbasis jaringan biasanya mengacu pada standar IEEE 802.15.4 seperti MiWi, WirelessHART, dan The ZigBee (Bauer 2012). Terlepas dari jenis protokol jaringan yang digunakan, secara keseluruhan sistem kendali berbasis jaringan selalu dipengaruhi oleh delay, sehingga sering terjadi keterlambatan dalam penyampaian data. Delay mungkin tidak terlalu berpengaruh pada sistem kalang terbuka seperti sistem on-off secara estafet di pabrik-pabrik. Delay jaringan dapat menurunkan performa dari sistem, seperti naiknya nilai maximum overshoot atau settling time. Oleh karena itu, untuk menangani delay pada sistem kendali berbasis jaringan dibutuhkan suatu analisis yang mendalam mengenai proses pengiriman dan penyampaian data pada jaringan sehingga dapat ditemukan cara yang tepat untuk menangani delay tersebut baik secara praktis maupun teoritis. Penelitian untuk menjawab tantangan tersebut telah banyak dilakukan. Salah satunya oleh Bhuiya et.al (2013) menunjukkan bahwa PLC sebagai pengendali mampu mengendalikan suatu plant
sederhana berupa batch process secara wireless melalui sepasang perangkat komunikasi XBee. Sistem yang dibangun merupakan sistem on-off yang mengendalikan proses pengisian cairan pada suatu bejana. Pengiriman data secara wireless dilakukan dengan memanfaatkan modul digital input output pada XBee . Pada penelitian tersebut sistem mampu berjalan dengan baik. Namun karena sistem yang digunakan adalah on-off maka penelitian tersebut belum cukup untuk menunjukkan keandalan XBee dalam sistem yang kontinyu. Pada penelitian lain oleh Bauer (2013), dilakukan analisis teori NCS yang deterministic. Sistem diuji menggunakan perangkat komunikasi TelosB. Pada penelitian tersebut plant yang digunakan adalah pendulum dengan 2 buah sensor yaitu sensor posisi cart dan sensor sudut pendulum, yang datanya ditransmisikan secara wireless kepada pengendali yang langsung terhubung dengan kabel ke aktuator. Setelah dilakukan percobaan dan analisis, diketahui bahwa delay yang diakibatkan oleh efek jaringan yaitu interval waktu transmisi yang bervariasi, waktu delay yang berubah-ubah, keterbatasan media komunikasi, dan paket data yang terputus sangat berpengaruh pada kestabilan sistem kendali jaringan. Secara umum delay pada sistem kendali berbasis jaringan dibagi 2, yaitu delay dari sensor ke pengendali τsc dan delay dari pengendali ke aktuator τca. Sedangkan delay pada saat transmisi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu delay perangkat dan delay jaringan. Delay perangkat terdiri atas delay yang terjadi pada node sumber dan node tujuan. Delay pada node sumber terdiri dari waktu preprocessing τpre dan waktu tunggu τwait. Sedangkan delay pada
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 167
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
node tujuan adalah postprocessing τpost. Delay jaringan terdiri dari jumlah antara waktu transmisi data dan tundaan propagasi pada jaringan τprop,seperti ditunjukkan oleh persamaan 1, sehingga delay keseluruhan dapat dinyatakan dengan persamaan 2. (Lian et.al 2002). τtx = N × τbit+ τprop τdelay = τpre + τwait + τtx + τpost
(1) (2)
Sedangkan jarak atau range kerja dari ZigBee sendiri adalah sekitar 76 m, lebih jauh dibandingkan dengan Bluetooh (Suryani dan Rizal, 2010). Teknologi ini mendukung berbagai macam topologi, seperti bintang, mesh, dan lainnya. Keunggulan teknologi ZigBee diantaranya adalah harganya yang murah, konsumsi daya yang rendah (sehingga dapat menggunakan baterai dengan ukuran kecil), serta reliabilitas yang tinggi (Kinney, 2003). Tulisan ini membahas tentang analisis pengaruh delay terhadap performa sistem kendali jaringan yang menggunakan ZigBee sebagai piranti komunikasi. Sistem terdiri dari sebuah motor DC dan PLC. Parameter yang diamati adalah nilai settling time, maximum overshoot, dan keadaan steady state.
2. Gambar 1. Diagram pewaktuan pengiriman data antara dua node (Lian et.al 20002).
Waktu preprocessing Waktu preprocessing adalah waktu yang dibutuhkan oleh node sumber untuk mendapatkan data dari lingkungan eksternal (aktuator/plant) kemudian memproses dan mengubahnya ke bentuk yang sesuai dengan format data jaringan. Waktu tunggu Waktu tunggu terjadi saat node sumber menunggu antrian ketersediaan jaringan sebelum mengirim paket data. Waktu transmisi pada jaringan Waktu transmisi adalah hal yang paling menentukan dalam sistem jaringan, karena bergantung pada data rate, ukuran pesan, dan jarak antara 2 node. Waktu transmisi dapat dinyatakan dengan persamaan 2. Dimana N adalah panjang pesan dalam bit, τbit adalah kecepatan data per bit per satuan waktu, dan τprop adalah waktu propagasi. Selama kecepatan transmisi pada media komunikasi adalah 2.108 m/s, τprop dapat diabaikan pada kendali jaringan skala kecil. Waktu postprocessing Adalah waktu yang dibutuhkan oleh node tujuan untuk menerjemahkan data jaringan kemudian memprosesnya dan memberikan output kepada aktuator. Salah satu protokol komunikasi nirkabel yang saat ini popular adalah ZigBee yang sudah dikenal sejak tahun 2007. ZigBee bukanlah suatu protokol jaringan komunikasi yang digunakan untuk pengiriman data yang besar dengan transfer rate yang tinggi. Protokol ini cocok untuk sistem dengan transfer rate rendah dan jarak yang jauh, sehingga cukup tepat untuk diaplikasikan pada sistem pengendalian di dunia industri. ZigBee memilki transfer rate sekitar 250Kbps, yang lebih rendah dibandingkan dengan WPAN lain seperti bluetooth yang mempunyai transfer rate hingga 1Mbps.
168 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Perancangan Penelitian
Sistem
dan
Metode
2.1 Perancangan Sistem Pada penelitian ini perancangan meliputi perancangan hardware motor DC, PLC, ZigBee dan antarmuka diantaranya dan software untuk menjalankan semuanya. Sistem yang dirancang bertujuan untuk membuat kecepatan motor DC tetap stabil berdasarkan set point yang telah ditentukan. Gambaran umum system yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai set point dan konstanta PID dimasukkan ke dalam PLC LG Master K120S melalui software CIMON D yang berfungsi sebagai interface antara user dan pengendali. Output dari PLC berupa duty cycle OFF dari fungsi PWM. Data PWM tersebut kemudian diolah dan diubah ke dalam bentuk data serial oleh mikrokontroler (µC) 1. Selanjutnya, µC 1 akan mengirim data serial tersebut secara wireless melalui XBee A. Data serial kemudian diterima oleh XBee B dan diubah menjadi sinyal PWM oleh µC 2. Output PWM dari µC 2 yang masih berbentuk digital dengan tegangan 5 VDC diubah ke bentuk analog 24 VDC oleh driver motor.
Gambar 2. Blok diagram sistem.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Untuk mendapatkan nilai error sebagai input PID digunakan sebuah roda cacah tipis yang dikopel dengan poros motor serta sebuah sensor optocoupler untuk menghasilkan pulsa berdasarkan jumlah lubang yang terbaca sehingga nilai kecepatan aktual dan nilai error diketahui oleh pengendali. Pulsa yang terbaca dikirim melalui kabel kepada modul input PLC. PLC melalui fungsi high speed counter kemudian menghitung kecepatan motor dalam satuan rotation per minute (rpm). A. Sistem Minimum µC Sistem minimum µC pada sistem ini digunakan untuk mengirim data dalam bentuk serial. Hal ini dikarenakan XBee tidak dapat mengenali data duty cycle PWM yang dikeluarkan oleh PLC. Pada penelitian ini µC yang digunakan adalah ATMEGA 8. B. Sensor Optocoupler Pulsa yang terkirim ke PLC tergantung dari hasil pembacaan sensor optocoupler. Sensor optocoupler terdiri dari 2 bagian yaitu led dan photo transistor. Bila cahaya yang terpancar dari led tidak sampai kepada sensor photo transistor karena terhalang oleh bagian dari roda cacah maka output dari optocoupler akan berlogika rendah (0). Sedangkan ketika kondisi sebaliknya output dari optocoupler adalah logika tinggi (1). Digunakan rangkaian switching pada bagian ground dengan IRF 540 yang terhubung dengan PLC agar tegangan output sensor yaitu 5VDC dapat melakukan trigger ke relay pada modul input PLC dengan baik.
Gambar 4. Rangkaian sensor optocoupler.
C. Kendali PID pada PLC dan Perancangan SCADA Kendali PID adalah sebuah aksi kendali untuk membuat nilai output sesuai dengan nilai set point/set value (SV). Kendali PID membandingkan nilai SV dengan nilai pembacaan sensor atau dikenal dengan present value (PV). Ketika terdapat perbedaan antara nilai SV dan PV yang diistilahkan dengan nilai error (E), pengendali akan memberikan output berupa nilai manipulation value (MV) untuk menghilangkan nilai E tersebut. Pada sistem ini, nilai MV diubah dalam bentuk duty cycle PWM untuk menggerakkan motor DC. Fungsi-fungsi yang digunakan pada aksi kendali PID untuk PLC LG Master K120S diantaranya adalah high speed counter yang bertugas
menghitung kecepatan motor dan menghasilkan PV, PID dan PID cal sebagai penghitung dan penghasil output kendali PID berupa MV, dan PWM sebagai output dari PLC. Sedangkan sistem SCADA menggunakan software CIMON D. SCADA digunakan untuk memudahkan user dalam memasukkan konstanta PID dan set point serta memantau respon dari plant. Tampilan animasi terdiri dari dua bagian, yaitu bagian input dan output. Bagian input terdiri dari button untuk mengaktifkan keseluruhan sistem dan dynamic tag untuk memasukkan nilai proportional, integral, derivative, dan set point. Sementara pada bagian output terdiri dari indicator lamp; dynamic tag untuk menampilkan nilai manipulation value, kecepatan, dan PWM value; serta trend untuk menampilkan grafik respon sistem. 2.1 Metode Pengumpulan Data Pengujian dalam penelitian ini dibagi ke dalam 2 skenario yaitu dengan gangguan, yang berupa penghalang di sekitar daerah pengujian, dan tanpa gangguan. Pengujian dilakukan pada jarak 0 sampai 10 meter untuk tiap skenario. Untuk tiap skenario, diberlakukan penetapan nilai delay perangkat yang terbagi dalam 4 konfigurasi, yaitu (1) 0 ms, (2) 10 ms, (3) 100 ms, dan (4) 200 dan 100 ms.
Gambar 5. Tampilan user interface.
2.2 Metode Analisis Data Setelah semua data hasil percobaan didapatkan, langkah berikutnya adalah menyajikan data tersebut dalam bentuk grafik. Grafik berisi perubahan nilai parameter settling time, maximum overshoot, serta tingkat osilasi pada kondisi steady state terhadap jarak uji. Dari grafik tersebut dapat dianalisis pengaruh delay yang disebabkan oleh perangkat maupun jaringan terhadap performa sistem.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengujian Open Loop Pengujian secara open loop bertujuan untuk mengetahui karakteristik motor terhadap perubahan nilai PWM.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 169
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.3 Hasil Pengujian dan Analisis Skenario I A. Respon transien
Gambar 6. Grafik kecepatan motor terhadap PWM.
Dari Gambar 6 terlihat bahwa motor baru berputar pada nilai PWM 30% dan terus mengalami kenaikan hingga nilai 100%. 3.2 Pengambilan Data Baseline dan Pengujian Secara Wireless Sebelum dilakukan pengambilan data baseline terlebih dulu dilakukan tuning PID. Dari beberapa kali tuning didapatkan konstanta PID yang terbaik yaitu = 1,1, = 1,6, dan = 0,8. Nilai konstanta ini teruji pada 3 set point yaitu 3200, 3400, dan 3600 rpm. Data baseline digunakan sebagai dasar untuk mengetahui kondisi ideal dari sistem. Pada pengambilan data baseline, seluruh hardware terhubung dengan kabel sehingga tidak terdapat adanya tundaan dan kondisi ideal dari sistem dapat tercapai. Pengambilan data baseline untuk masingmasing set point dilakukan sebanyak 5 kali. Dari grafik yang diperoleh dapat ditentukan nilai maximum overshoot (Mp) dan settling time (ts) dari masing-masing pengujian.
Gambar 8. Nilai Mp pada set point 3200 rpm.
Hasil dari seluruh pengujian pada skenario I memiliki tren yang serupa seperti Gambar 8. Mp untuk keseluruhan pengujian nilainya sangat bervariasi. Didapatkan fakta bahwa sinyal kendali yang ditransmisikan secara wireless ternyata dapat memperbaiki nilai Mp. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan karakteristik dari output PWM dari PLC dan µC, dimana output dari µC ternyata lebih baik dari PLC.
Gambar 9. Nilai ts pada set point 3200 rpm.
Gambar 7. Perbandingan nilai rata-rata Mp dan ts.
Dari Gambar 7 terlihat bahwa semakin tinggi set point nilai parameter maximum overshoot akan semakin mengecil. Sedangkan untuk parameter settling time cenderung tidak berbeda jauh untuk tiap set point.
170 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Perubahan nilai set point dari 3200, 3400, dan 3600 rpm memiliki pengaruh untuk performa sistem. Semakin tinggi nilai set point yang diberikan, maka nilai Mp akan semakin kecil. Sedangkan untuk nilai ts secara umum nilainya selalu berada diatas baseline. Hal ini cukup wajar, karena dengan pengiriman sinyal kendali secara wireless maka sistem menjadi lebih sulit untuk mencapai kondisi steady state. Data yang acak setelah jarak 3 meter disebabkan oleh adanya pantulan sinyal yang disebabkan oleh meja yang ada di sekitar daerah pengujian Pantulan sinyal dapat menyebabkan hilangnya paket data sehingga memperpanjang nilai ts. Kecenderungan dari sistem ini adalah menuju nilai kecepatan tertinggi apabila dalam jangka waktu tertentu tidak mendapatkan sinyal kendali yang dibutuhkan. Kasus yang terjadi pada pengujian ini adalah pada fase sesaat setelah rise time, paket data
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
sering hilang sehingga sistem menuju ke kecepatan tertinggi dan tidak kembali ke steady state, seperti ditunjukkan oleh Gambar 16. Hal ini menyebabkan nilai rata-rata ts menjadi sangat tinggi karena apabila mencapai kondisi ini maka nilai settling time adalah 60 detik. Kondisi seperti ini biasanya terjadi saat jarak yang makin dijauhkan, karena menambah jarak akan sama dengan menambah efek pantulan dan menambah frekuensi hilangnya paket data. Besarnya nilai ts juga dipengaruhi oleh tundaan pada saat transmisi sinyal kendali, yang dikenal dengan tundaan transmisi atau τtx. Hal ini diketahui dari beberapa pengujian untuk jarak yang jauh, dimana terkadang sistem tidak langsung merespon saat tombol start ditekan. Dari hasil pengamatan pada pengujian skenario ini dapat disimpulkan bahwa konfigurasi 1 (normal) pada transmisi sinyal kendali secara wireless merupakan konfigurasi terbaik dalam hal parameter Mp. Namun konfigurasi apapun tidak mampu untuk membuat nilai ts tetap bertahan di daerah sekitar nilai baseline, karena kuatnya pengaruh dari lingkungan. Pantulan dari benda di sekitar tempat pengujian membuat nilai ts cukup tinggi, dapat dilihat dari cukup banyaknya pengujian yang mencapai nilai tertinggi (60 detik) yang berarti sistem tidak pernah mencapai kestabilan dan juga menyebabkan tingginya nilai rise time.
3.4 Hasil pengujian dan analisis skenario II A. Respon transien Dari pengujian skenario II dapat disimpulkan bahwa konfigurasi normal tetap memiliki hasil yang paling baik dalam parameter Mp. Untuk setiap konfigurasi memiliki kecenderungan yang sama, yaitu nilai naik pada jarak 10 meter. Sedangkan konfigurasi apapun tetap tidak berpengaruh untuk nilai ts. Nilai ts untuk skenario II lebih baik daripada skenario I, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari jarak pengujian tidak lebih besar daripada pengaruh gangguan yang disebabkan oleh lingkungan. B. Osilasi pada kondisi steady state Tingkat osilasi pada skenario II cenderung bervariasi. Tidak adanya penghalang justru mempunyai pengaruh pada keadaan steady state, karena peningkatan osilasi tidak memiliki kecenderungan ke suatu jarak tertentu. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa ternyata tundaan yang menyebabkan menurunnya performa sistem dapat terjadi kapan saja dan di jarak berapa saja, dan sulit untuk diketahui penyebabnya.
B. Osilasi pada kondisi steady state
Gambar 11. Nilai Mp pada set point 3200 rpm.
Gambar 10. Kondisi steady state keadaan normal pada set point 3200 rpm.
Secara umum sistem berosilasi ringan dan tetap stabil pada jarak 0 – 3 meter, hanya pada beberapa pengujian karena sebab yang tidak diketahui sistem tidak mencapai kestabilan pada jarak kurang dari 3 meter. Konfigurasi τwait dan τpost tidak berpengaruh pada tingkat osilasi pada kondisi steady state. Dari keseluruhan konfigurasi terdapat kecenderungan bahwa untuk jarak yang jauh frekuensi osilasi sedang dan berat akan lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa efek lingkungan yang menyebabkan pantulan ditambah dengan efek dari jarak yang jauh akan mengakibatkan osilasi meningkat pada keadaan steady state.
Gambar 12. Nilai ts pada set point 3200 rpm.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 171
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 13. Kondisi steady state keadaan normal pada set point 3200 rpm.
4. Kesimpulan Dari pengujian yang sudah dilakukan, ternyata konfigurasi normal pada tundaan perangkat menghasilkan nilai overshoot yang lebih kecil diantara konfigurasi lainnya. Gangguan yang disebabkan oleh pantulanpantulan benda di sekitar perangkat transmisi memiliki pengaruh yang cukup besar pada tingginya nilai ts, karena gangguan menyebabkan hilangnya paket data. Selain itu ts tinggi juga disebabkan oleh tundaan transmisi yang menyebabkan nilai rise time menjadi lama. Jarak tidak terlalu berpengaruh pada performa sistem kendali berbasis jaringan, karena jarak pengujian yang hanya 0-10 meter tidak sebanding dengan kecepatan transmisi data di udara yaitu 2.108 m/s. Hal ini dibuktikan dari nilai ts pengujian tanpa gangguan yang lebih kecil daripada saat pengujian dengan gangguan. Data osilasi sedang dan berat yang tersebar pada keadaan tanpa gangguan menunjukkan bahwa tundaan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, sehingga sangat sulit untuk mengukur dan mengetahui penyebabnya. Untuk penelitian yang berkaitan dengan NCS akan lebih baik apabila pengendali langsung menggunakan µC atau dengan software MATLAB Simulink, karena akan mempermudah dalam konfigurasi baik hardware maupun software. Selain itu perlu dipertimbangkan penggunaan XBee jenis lain. Hal ini dikarenakan modul XBee S1 yang digunakan sangat sensitif terhadap hilangnya paket data sehingga waktu tunda yang terjadi menjadi lebih sulit untuk diukur.
Daftar Pustaka Ahamed. D. S. S. R. , (2009) "The Role of ZigBee Technology in Future Data Communication System," Journal of Theoretical and Applied Information Technology. Arrosyid, M. H., Tjahjono, M. H., dan Sunarno, E., (2009), "Implementasi Wireless Sensor Network untuk Monitoring Parameter Energi Listrik Sebagai Peningkatan Layanan Bagi Penyedia Energi Listrik," Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Bauer, N., (2013), "Networked Control Systems From Theory to Experiments," PhD Thesis, Technische Universiteit Eindhoven, Eindhoven, Netherlands.
172 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Bhuiya, K., Anish, K., Parekh, D., dan Laxmi, K., "Low cost wireless control monitoring using PLC and SCADA," International Journal of Scientific and Research Publications, vol. 3, no. 9, pp. 1-4, Sep. 2013. Ginting, J., (2009), "Analisis Kestabilan Sistem Kendali Terhadap Tundaan," Universitas Diponegoro Bachelor Thesis. Kinney, P., (2003), "ZigBee Technology: Wireless Control that Simply Works," in Communications Design Conference. Lian, F.-L., Moyne, J., dan Tilbury, D. "Network Design Consideration for Distributed Control Systems," IEEE TRANSACTIONS ON CONTROL SYSTEMS TECHNOLOGY, vol. 10, no. 2, pp. 297307, Mar. 2002. Lunze, J., Ed., (2014) Control Theory of Digitally Networked. Switzerland: Springer International Publishing. Pale, A., (2010), "Kendali Kecepatan Motor DC Berbasis Scada Menggunakan Pengendalian PID," Universitas Islam Indonesia Bachelor Thesis. Suryani, V., dan Rizal, A., "Analisis Kelayakan Penggunaan Protokol Wireless Untuk Transmisi Data Pada Wireless Body Area Network (WBAN)," Institut Teknologi Telkom. Tipsuwan,. Y. dan Chow, M.-Y., (2003), "Control Methodologies in Networked Control Systems.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Kendali Robot Pemonitor Jarak Jauh Berbasis Smartphone Android Implementasi Sistem Dan Analisis Kualitas Video Streaming Sisdarmanto Adinandra 1, Wisnu Ainun Pangestu 2, Alvin Sahroni 3 Laboratorium Kendali dan Automasi Industri Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
[email protected] 1
Abstrak Teknologi robotika, khususnya robot beroda telah mengalami perkembangan yang pesat. Kemajuan di bidang teknologi nirkabel mempermudah pengendalian robot jauh. Sebagai salah satu protokol komunikasi nirkabel, WIFI dapat digunakan untuk mengirimkan data berupa teks, suara ataupun gambar dalam bentuk video streaming. Kualitas video streaming dipengaruhi oleh frame rate dan frame size. Penelitian ini membahas tentang pembuatan kendali robot jarak jauh yang dikendalikan dengan perangkat android secara nirkabel dan dapat melihat hasil streaming dari kamera pada robot dengan perangkat android yang sama. Pengujian dilakukan dalam kondisi indoor dan outdoor dengan menggunakan tiga merk smartphone yang berbeda sebagai pengendalinya serta variasi frame rate dan frame size. Dari hasil pengujian indoor didapatkan bahwa smartphone C memberi hasil streaming pada jarak yang terjauh. Sedangkan untuk pengujian outdoor, smartphone A memberikan hasil streaming yang terbaik. Selain itu dibuktikan juga bahwa semakin tinggi frame rate dan frame size maka jarak maksimal streaming akan lebih pendek. Kata Kunci: kendali robot jarak jauh, wifi, video streaming, android.
1. Pendahuluan Robotika merupakan teknologi yang telah berkembang pesat dan sudah tidak asing lagi pada zaman sekarang ini. Banyak robot yang telah dibuat dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, contohnya saja seperti robot yang digunakan untuk menelusuri tempat-tempat yang sangat berbahaya apabila dilakukan oleh manusia. Sehingga teknologi robot menjadi salah satu pilihan untuk menggantikan pekerjaan manusia demi meningkatkan keselamatan. Salah satu robot yang populer saat ini yaitu robot vision yang merupakan jenis robot beroda yang dilengkapi dengan kamera yang terpasang pada robot tersebut. Berbagai jenis pengendalian kerap dikembangkan untuk mempermudah manusia mengendalikan robot, mulai dari yang masih menggunakan kabel hingga wireless. WiFi adalah salah satu jenis komunikasi wireless yang dapat mengirimkan data berupa teks, suara, bahkan gambar. Teknik untuk mengirimkan data berupa gambar tersebut dinamakan video streaming. Dengan teknik video streaming, maka gambar yang tertangkap di kamera dapat dikirimkan dalam bentuk bit-bit data dan ditampilkan pada layar secara real time. Android merupakan sistem operasi yang paling banyak digunakan pada smartphone saat ini. Berbagai aplikasi android telah banyak dibuat sebagai antarmuka bagi pengguna karena sifatnya yang open source sehingga lebih mudah untuk memodifikasi programnya. Smartphone juga menggunakan komunikasi wireless berbasis WiFi
sehingga memungkinkan untuk dapat saling berinteraksi dengan perangkat yang juga menggunakan komunikasi yang sama. Penelitian ini membahas tentang sistem kendali robot beroda secara wireless dengan menggunakan antarmuka berbasis smartphone android dan dapat menampilkan hasil streaming kamera pada layar smartphone yang sama. Dasar teori 1.1 Komunikasi WiFi WiFi adalah kependekan dari Wireless Fidelity yang merupakan salah satu jenis komunikasi wireless yang sangat umum digunakan. WiFi memiliki pengertian yaitu sekumpulan standar yang digunakan untuk Wireless Local Area Network (WLAN) yang didasari pada spesifikasi IEEE 802.11 (Wiguna et.al, 2012) Salah satu protokol yang digunakan dalam komunikasi WiFi adalah TCP/IP. TCP merupakan connection-oriented, yang berarti kedua computer yang ikut serta dalam penukaran data harus melakukan hubungan terlebih dahulu sebelum pertukaran data berlangsung. IP bertanggung jawab setelah hubungan berlangsung. IP bertugas untuk me-rute paket data di dalam jaringan. 1.2 Video Streaming Video streaming adalah urutan dari “gambar yang bergerak” yang dikirimkan dalam bentuk yang telah dikompresi melalui jaringan wireless dan ditampilkan oleh player ketika video tersebut telah
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 173
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
diterima oleh user yang membutuhkan. Proses streaming dipengaruhi oleh: Frame size, Frame rate, dan Data rate. Frame size adalah ukuran gambar dalam pixels yang merupakan gabungan dari tinggi dan lebar. Frame rate adalah sekumpulan gambar tunggal yang bergerak tiap detik (fps) untuk membuat sebuah rangkaian video. Sedangkan Data rate adalah kecepatan pengiriman data yang diukur dalam bytes per second (bps) (Heriman et.al, 2007) 1.3 Android Pada platform android, Software Development Kit (SDK) yang digunakan adalah Eclipse. Untuk mengembangkan aplikasi android dibutuhkan plugin bernama Android Developer Tools (ADT). ADT ini berfungsi untuk mengemulasikan sebuah aplikasi yang dibuat seakan-akan ketika aplikasi dijalankan, aplikasi tersebut berjalan pada hardware yang sebenarnya. Dalam mengembangkan aplikasi android menggunakan SDK, terdapat bagian penting pada aplikasi itu sendiri yaitu Activity Class, Android Manifest, Android UI, dan R.java. Activity Class merupakan class yang berisi halaman yang akan tampil pada layar ketika aplikasi berjalan. R.java merupakan class yang secara otomatis dihasilkan ketika membangun sebuah aplikasi. R.java berfungsi untuk menjembatani antara class dan layout. Setiap aplikasi android mutlak memiliki sebuah Android Manifest yang terdapat pada file AndroidManifest.xml. Pada manifest ini terdapat informasi mengenai spesifikasi dari aplikasi yang diciptakan. Setiap aplikasi android memiliki file manifest yang berbeda yang bergantung pada akses yang akan digunakan oleh aplikasi tersebut (Pramono et.al, 2010) 1.4 EMS Wifi Shield EMS Wifi Shield merupakan modul addon/shield yang berfungsi sebagai modul WiFi untuk modul mikrokontroler Arduino. Dengan menggunakan modul ini maka modul Arduino dapat dengan mudah terhubung ke jaringan WiFi dengan hanya menggunakan antarmuka UART TTL. Modul ini bekerja pada frekuensi 2,4GHz dengan power output sebesar +18dBm. Jarak jangkauan dari modul ini sangat bergantung juga dari kekuatan sinyal dari modul WiFi yang terhubung seperti WiFi Router, PC (sebagai access point) ataupun smartphone Android OS (Tethering)
Gambar 1. Blok diagram sistem
Pada bagian pengendali, android remote akan mengirimkan data berupa karakter ke EMS Wifi Shield melalui access point. Data karakter yang diterima kemudian dikirimkan ke Arduino melalui komunikasi serial. Kemudian Arduino akan membaca data serial yang diterima lalu mengirimkan sinyal logika dan PWM ke driver untuk menentukan aksi motor. Pada saat yang bersamaan, android kamera juga mengirimkan data berupa gambar ke android remote dalam bentuk bitbit data melalui access point. Kemudian data yang diterima ditampilkan pada layar android remote secara real time. 2.1 Wiring Hardware pada Robot Hardware yang terdapat pada robot terdiri dari atas beberapa bagian yaitu modul wifi to serial, mikrokontroler, driver motor, dan motor DC. Modul wifi to serial yang digunakan adalah EMS Wifi Shield dan mikrokontroler yang digunakan adalah Arduino Uno. Driver motor yang digunakan adalah driver modul L298N. Untuk dapat menggerakkan motor DC dibutuhkan sinyal logika dan sinyal PWM dari Arduino sebagai masukan untuk driver. IN1, IN2, dan ENA adalah masukan untuk motor kiri, sedangkan IN3, IN4, dan ENB adalah masukan motor kanan. Koneksi pin antara Arduino dengan driver dapat terlihat pada Gambar 2.
2. Metode Perancangan sistem pengendali robot jarak jauh berbasis smartphone android ini meliputi perancangan hardware dan perancangan software. Diagram blok system dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2. Wiring Arduino, driver, dan motor DC
174 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 5. Tampilan aplikasi android (a)
(b)
Gambar 3. (a) Flowchart sistem untuk menggerakkan robot (b) untuk menampilkan streaming kamera.
2.2 IP Webcam IP Webcam merupakan suatu aplikasi gratis dari Google PlayStore yang dapat digunakan untuk video dan audio streaming. IP Webcam dapat digunakan dalam jaringan WiFi tanpa akses internet. Ketika aplikasi dijalankan, maka IP Webcam akan memberikan alamat IP dan port dari android kamera dalam bentuk URL yang dapat dilihat pada perangkat apapun yang terhubung dengan jaringan yang sama menggunakan browser. 2.3 Pemrograman Arduino Tipe Arduino yang digunakan pada sistem ini adalah Arduino Uno yang diprogram menggunakan software Arduino dengan bahasa C Arduino sebagai bahasa pemrogramannya. Pada program inti Arduino, modul Arduino Uno akan membaca data serial yang diterima dalam bentuk karakter yang disimpan pada variabel “data”. Saat data serial diterima, maka modul Arduino Uno akan memberikan sinyal logika ke driver untuk menggerakkan motor. Karakter yang diterima oleh Arduino Uno dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data serial yang diterima dan fungsinya Karakter Fungsi w atau W Robot maju x atau X Robot mundur a atau A Robot belok kiri d atau D Robot belok kanan z atau Z Robot mundur kiri c atau C Robot mundur kanan
Setelah data serial diterima, maka selanjutnya arduino akan mengirimkan sinyal logika dan sinyal PWM ke driver untuk menentukan aksi dari robot. Tabel 2. Konfigurasi sinyal logika dan PWM terhadap aksi robot Aksi
IN1
IN2
IN3
IN4
PWMA
PWMB
Maju
High
Low
High
Low
200
200
Mundur
Low
High
Low
High
200
200
Belok kiri
Low
Low
High
Low
200
200
Belok kanan
High
Low
Low
Low
200
200
Mundur kiri
Low
Low
Low
High
200
200
Mundur kanan
Low
High
Low
Low
200
200
2.4 Konfigurasi EMS Wifi Shield Untuk melakukan konfigurasi pada EMS Wifi Shield maka digunakan modul FTDI breakout sebagai perantara untuk menghubungkan EMS Wifi Shield dengan PC. Kemudian digunakan software terminal seperti Tera Term pada PC untuk mensetting EMS Wifi Shield agar dapat terkoneksi secara otomatis dengan access point yang diinginkan. Adapun perintah-perintah yang digunakan untuk men-setting EMS Wifi Shield dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perintah-perintah untuk konfigurasi EMS Wifi Shield Perintah Fungsi $$$ set wlan ssid AndroidWAP set wlan auth 3 set wlan passphrase 12345678
set wlan join 1
set wlan ext_ant 1
Masuk dalam mode Command Mengatur nama SSID dari access point yang akan dikoneksikan Mengatur tipe security yang digunakan yaitu WPA1PSK/WPA2-PSK Mengatur password SSID dari access point Mengatur EMS Wifi Shield agar dapat men-scan dan terkoneksi otomatis dengan SSID yang telah ditentukan Mengatur EMS Wifi Shield agar menggunakan antena eksternal
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 175
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Perintah
Fungsi
set ip dhcp 0 set ip address 192.168.1.4 set ip gateway 192.168.1.1 set ip netmask 255.255.255.0
Menonaktifkan fitur DHCP Mengatur IP address Mengatur IP gateway Mengatur subnet mask Mengatur port number yang digunakan Untuk menggunakan protokol TCP/IP Menyimpan konfigurasi Restart EMS Wifi Shield
set ip localport set ip protocol 1 Save Reboot
3. Hasil dan Pembahasan Sistem diuji dengan 3 macam smartphone yang berbeda. Untuk masing-masing smartphone dilakukan pengaruh jarak pengendali dan robot terhadap kualitas video streaming. Pengujian dilakukan pada lingkungan indoor dan outdoor.
Gambar 8. Grafik hubungan antara transfer rate dengan jarak pada kondisi indoor
3.1 Pengujian dengan Smartphone A
Gambar 9. Grafik hubungan antara transfer rate dengan jarak pada kondisi outdoor
Gambar 6. Grafik hubungan antara jarak dengan frame size dan frame rate kamera pada kondisi indoor
Gambar 7. Grafik hubungan antara jarak dengan frame size dan frame rate kamera pada kondisi outdoor
Pada pengujian jarak terhadap frame size dan frame rate ini, dalam kondisi indoor ternyata smartphone A masih mampu melakukan proses streaming dengan jarak maksimal yaitu 51,6 m dengan menggunakan setting-an frame size dan frame rate yang berbeda. Namun dalam kondisi outdoor, jarak streaming yang dapat dilakukan cenderung tidak stabil. Hal ini terjadi karena pada kondisi outdoor, area sinyal untuk menyebar menjadi lebih luas dan sinyal menyebar ke arah yang tak beraturan sehingga lama kelamaan menyebabkan sinyal menghilang (free path loss).
176 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Pada pengujian ini, kecepatan mengirim untuk setiap frame rate memiliki karakteristik yang cenderung stabil, sedangkan pada kecepatan menerima terjadi peningkatan transfer rate yang sangat tinggi pada awal jarak. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya sisi penerima membutuhkan usaha yang lebih besar untuk menangkap data yang tersebar di udara dan mendemodulasikan sinyalnya agar data tersebut dapat terbaca. Namun pada kondisi outdoor, kecepatan mengirim dan menerima terlihat lebih kacau. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sinyal pada kondisi outdoor. 3.2 Pengujian dengan Smartphone B Pada pengujian jarak terhadap frame size dan frame rate dengan smartphone B, terlihat bahwa pada kondisi indoor dan outdoor proses streaming mengalami penurunan jarak maksimal ketika frame size dan frame rate dinaikkan. Ini menunjukkan bahwa frame size dan frame rate berpengaruh terhadap jarak streaming kamera. Hal ini terjadi karena semakin tinggi frame size dan frame rate, maka ukuran file gambar yang harus dikirimkan juga semakin besar. Sehingga bandwidth yang tersedia tidak cukup untuk mengirimkan file yang besar tersebut. Inilah yang membuat streaming menjadi tidak lancar hingga akhirnya terputus.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 10. Grafik hubungan antara jarak dengan frame size dan frame rate kamera pada kondisi indoor
Gambar 13. Grafik hubungan antara transfer rate dengan jarak pada kondisi outdoor 3.3 Pengujian dengan Smartphone C
Gambar 11. Grafik hubungan antara jarak dengan frame size dan frame rate kamera pada kondisi outdoor
Gambar 12. Grafik hubungan antara transfer rate dengan jarak pada kondisi indoor
Pada pengujian dalam kondisi indoor terlihat bahwa, transfer rate memiliki karakteristik yang sama dengan pengujian smartphone A. Semakin jauh jaraknya maka kecepatan mengirim dan menerima cenderung mengalami penurunan. Pada kecepatan menerima juga mengalami peningkatan yang drastis di awal jarak seperti pada pengujian smartphone A. Sedangkan pada kondisi outdoor, karakteristik transfer rate juga terlihat tidak konsisten yang disebabkan oleh gangguan dari lingkungan sekitar sehingga membuat sinyal sering menghilang.
Gambar 14. Grafik hubungan antara jarak dengan frame size dan frame rate kamera pada kondisi indoor
Gambar 15. Grafik hubungan antara jarak dengan frame size dan frame rate kamera pada kondisi outdoor
Hasil pengujian dengan smartphone C menunjukkan hasil yang berbeda. Pada pengujian ini terlihat bahwa smartphone C masih mampu melakukan proses streaming dengan baik dalam kondisi indoor dengan jarak maksimal yaitu 51,6 m. Namun dalam kondisi outdoor, proses streaming terlihat mengalami penurunan jarak saat frame size dan frame rate dinaikkan.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 177
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
yang lebih maksimal jika menggunakan smartphone A dibandingkan dengan smartphone yang lain. Untuk perbaikan kualitas sistem perlu dipertimbangkan penggunaan modul wi-fi yang dapat diakses secara peer-to-peer antara smartphone dan robot.
Daftar Pustaka Gambar 16. Grafik hubungan antara Transfer rate dengan jarak pada kondisi indoor
Gambar 17. Grafik hubungan antara Transfer rate dengan jarak pada kondisi outdoor
Pada pengujian dengan smartphone C, transfer rate terlihat memiliki karakteristik yang sama baik dalam kondisi indoor maupun outdoor. Pada kondisi outdoor, trend yang terlihat dari grafik untuk kecepatan mengirim dan menerima cenderung normal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi outdoor smartphone C memiliki kemampuan menangkap sinyal yang lebih baik dibandingkan dengan merk smartphone yang lain.
4. Kesimpulan Berdasarkan pada pengujian yang telah dilakukan, proses streaming kamera dapat dilakukan dengan jarak yang lebih jauh dalam kondisi indoor dibandingkan dengan dalam kondisi outdoor. Frame size dan frame rate yang digunakan pada kamera berpengaruh terhadap jarak maksimal streaming. Semakin tinggi frame size dan frame rate yang digunakan maka ukuran file yang harus dikirimkan akan semakin besar sehingga membutuhkan bandwidth yang besar pula untuk mengirimkannya. Namun semakin jauh jarak antara pengirim dan penerima maka bandwidth yang tersedia akan semakin kecil sehingga file yang berukuran lebih besar tidak dapat terkirim dengan sempurna karena ada beberapa paket data yang terbuang. Hal ini yang kemudian membuat streaming kamera terputus. Pada kondisi indoor, streaming kamera dapat dilakukan dengan jarak yang lebih maksimal jika menggunakan smartphone C dibandingkan dengan smartphone yang lain. Namun pada kondisi outdoor, streaming kamera dapat dilakukan dengan jarak
178 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Heriman, L. , Gunardi, H. dan Wilidarma, T., (2007). Implementasi dan Analisis Unjuk Kerja Video Streaming Pada Jaringan Kabel dan Nirkabel Dengan Metode Multicast. Jakarta. Innovative Electronics, [Online], Diakses di: http://innovativeelectronics.com/index.php?pg=ie_pd et&idp=182. [2013]. Noor, M. O., dan Afandi, A., (2005). Perancangan dan Implementasi Aplikasi Video Streaming Berbasis Web. Jakarta. Pradana, F. A. , Mazharuddin, A., dan Suardinata, I. W., (2011). Rancang Bangun Aplikasi Berpindah Pengendali Robot Berbasis Android Menggunakan Koneksi Bluetooth. Pramono, A., Mazharuddin, A., dan Studiawan, H., Aplikasi Pemantauan Lalu Lintas Mobil Dengan Menggunakan Sensor Gerak dan Mikrokontroler Arduino. Surabaya. Saleh, K., (2011). Rancang Bangun Robot Pemantau Wireless Berbasis Mikrokontroler ATmega8535 Menggunakan Bahasa Basic. Jurnal Penelitian Sains, vol. XIV, no.4. Simanjuntak, M. G., (2012). Perancangan Prototipe Smart Building Berbasis Arduino UNO. Medan. Syahid, (2012). Rancang Bangun Robot Beroda Berbasis Android Menggunakan Komunikasi USB, vol. I, pp.33-42.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sistem Pengatur Lalu-lintas Terjadwal dan Terkoordinasi untuk Persimpangan Gondomanan, Kantor Pos, dan Bintaran Freddy Kurniawan1, Denny Dermawan2, Okto Dinaryanto3 Prodi Teknik Elektro, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto1,2
[email protected] Prodi Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto 3
Abstrak Salah satu penyebab kemacetan lalu-lintas di Kota Yogyakarta adalah tidak efektifnya pewaktuan pengaturan lalu-lintas oleh alat pengatur lalu-lintas yang ada. Ketidakefektifan ini disebabkan pengatur lalu lalu-lintas tidak dapat mengikuti perubahan kepadatan kendaraan dan tidak adanya koordinasi pewaktuan antara beberapa pengatur berdekatan. Untuk mengatasi hal tersebut dibentuklah prototipe sistem pengatur lalu-lintas terjadwal dan terkoordinasi berbasis mikrokontroler ATmega128A. Sistem ini terdiri dari sebuah pengatur lalu-lintas master yang mewakili pengatur lalu-lintas di persimpangan Gondomanan, dan dua buah pengatur lokal yang mewakili pengatur di Kantor Pos dan Bintaran. Setiap pengatur lalu-lintas mempunyai basis data yang berisi jadwal pewaktuan isyarat lalu-lintas yang akan digunakan untuk pengaturan lalu-lintas. Pengatur master juga melakukan koordinasi atas kerja kedua pengatur lokal dengan cara mengirim data sinkronisasi secara nirkabel. Ketiga pengatur lalu-lintas telah dapat mengatur sesuai jadwal dan terkoordinasi. Prediksi pergerakan kendaraan telah dibuat menjadi diagram trayektori. Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem ini dapat menurunkan waktu tempuh kendaraan hingga 40%. Kata Kunci: mikrokontroler, pengatur lalu-lintas, terjadwal, terkoordinasi.
Abstract One of the causes of traffic congestion in the city of Yogyakarta is the ineffectiveness of the current trafficlight timing. The ineffectiveness is caused by the traffic controllers are unable to accommodate the variety of traffic volume and no coordination among any adjacent traffic controllers. To overcome the problem, the prototype of pre-timed and coordinated traffic control system based on an ATmega128A microcontroller is presented. The system consists of a master traffic controller that represents the traffic controller at Gondomanan intersection and two local traffic controllers that represent traffic controllers at the Kantor Pos and Bintaran intersections. Each traffic controller has a database containing signal-timing plans that will be allocated to manage vehicle flows in the lane for the signalized intersection. In order to coordinate both local controllers, the master controller also sends synchronization data to them wirelessly. All controllers have been able to control the traffic flow according to their schedule and in coordinated manner. Prediction of the vehicle's movement has been made based to be a trajectory diagram. The result of the analysis showed that the system could reduce vehicle travel time up to 40%. Keywords: microcontroller, traffic controller, pre-timed, coordinated.
1.
Pendahuluan
Kemacetan lalu-lintas merupakan hal yang biasa terjadi di kota Yogyakarta. Hal ini terutama terjadi pada jam-jam sibuk, yaitu pada saat masyarakat pergi bekerja, siang hari, dan pada saat masyarakat pulang dari tempat pekerjaannya. Kemacetan biasanya berupa antrian panjang di persimpangan yang diatur oleh alat pengatur isyarat lalu-lintas (APILL). Sementara itu, pada tengah malam, beberapa kendaraan harus tetap menunggu di setiap pengatur lalu-lintas meskipun tidak ada kendaraan lain yang melewati persimpangan tersebut. Terjadinya fenomena kemacetan pada jam-jam sibuk dan adanya waktu terbuang pada malam hari disebabkan tidak dapatnya pengatur lalu-lintas
menyesuaikan dengan volume kendaraan yang datang ke persimpangan tersebut. Sudah banyak penelitian dilakukan untuk memperbaiki kinerja pengatur lalu-lintas sehingga dapat mengikuti variasi perubahan volume kendaraan. Mansur dkk. (2005) telah mencoba membuat perencanaan waktu hijau efektif untuk persimpangan di Mirota Kampus Yogyakarta. Askerzade (2010) telah membuat implementasi pemrosesan citra dan logika kabur untuk menghitung jumlah kendaraan yang datang, dan mengirim data tersebut ke mikrokontroler. Selanjutnya mikrokontroler inilah yang mengatur isyarat lalu-lintas. Hongjin Zhu (2013) telah membuat sistem pendeteksian kendaraan yang sedang bergerak menggunakan pendeteksian sisi
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 179
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
horisontal dan auto korelasi. Dengan metode ini dimungkinkan terdeteksinya dua kendaraan yang terekam kamera dalam poisisi saling tumpang tindih. Meskipun algoritma pendeteksian kendaraan telah dikembangkan, namun tidak ada jaminan hasil pendeteksian kendaraan selalu akurat. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan kesalahan pengaturan lalu-lintas. Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah sistem pengatur lalu-lintas harus mempunyai jadwal pewaktuan pengaturan lalu-lintas. Jadwal ini akan digunakan jika data dari sistem pendeteksi kendaraan dinyatakan tidak sah (invalid). Jadwal pewaktuan ini didapat sebagai hasil analisis dari data survei. Salah satu penyebab lain dari kemacetan lalu-lintas adalah tidak adanya koordinasi antara beberapa pengatur lalu-lintas. Hal ini terutama terjadi pada beberapa pengatur lalu-lintas yang berdekatan. Salah satu kasusnya adalah di Jl. Senopati dan Jl. Sultan Agung, yaitu di pangatur lalu-lintas di persimpangan Gondomanan, Kantor Pos, dan Bintaran. Akibatnya, dari arah barat banyak kendaraan yang sebelumnya telah berhenti di lampu merah di persimpangan Kantor Pos, harus berhenti lagi di lampu merah di Gondomanan, dan kembali berhenti lagi di lampu merah di Bintaran, demikian pula sebaliknya dari arah timur. Untuk mengatasi hal tersebut, harus dibuat pengatur isyarat lalu-lintas terkoordinasi. Dengan sistem ini, kerja beberapa pengatur lalu-lintas dapat dikoordinasi sehingga pewaktuan semua pengatur lalu-lintas dapat sinkron. Hal ini bertujuan agar sebagian besar kendaraan yang mendapat isyarat hijau di suatu pengatur lalu-lintas akan kembali mendapat isyarat hijau di pengatur lalu-lintas berikutnya. Penelitian untuk membentuk sistem pengatur lalulintas terkoordinasi telah banyak dilakukan. Shamshirband (2012) telah membuat model kooodinasi antara beberapa pengatur lalu-lintas dengan menggunakan jaringan syaraf sebagaimana pada teori permainan. Primantary dan Jatmiko (2010) juga telah membuat model arsitektur desentralisasi untuk membentuk pengatur lalu-lintas pada persimpangan yang tidak terstruktur. Dan pada tahun 2014, Kurniawan juga telah membuat prototipe sistem pengatur isyarat lalu-lintas terkoordinasi untuk simpang empat Gondomanan dan Bintaran (Kurniawan, 2014). Sistem pengatur lalu-lintas modern di negara maju pada umumnya berbasis prosesor 32 bit dan dikoordinasi oleh sistem komputer yang bertindak sebagai server (FHWA, 2008). Sementara itu, pengatur lalu-lintas di Indonesia saat ini pada umumnya berbasis mikrokontroler MCS-51. Dikarenakan keterbatasan kecepatan CPU dan memori mikrokontroler tersebut, sangat kecil kemungkinan dibentuk sistem pengatur lalu-lintas
180 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
terjadwal dan terkoordinasi ini menggunakan mikrokontroler tersebut. Pada penelitian ini, dibentuklah sistem pengatur lalu-lintas terjadwal dan terkoordinasi berbasis mikrokontroler AVR ATmega128A. Dengan menggunakan jadwal pewaktuan yang disimpan di EEPROM internal mikrokontroler tersebut, diharapkan sistem ini dapat mengatur lalu-lintas secara terjadwal mengikuti volume kendaraan harian dan terkoordinasi. Sistem ini diharapkan dapat secara efektif menurunkan kemacetan kendaraan yang sering terjadi. Pada tulisan ini akan dipaparkan hasil penelitian berupa prototipe sistem pengatur lalu-lintas terjadwal dan terkoordinasi berbasis mikrokontroler AVR ATmega128A. Tulisan dibuat dengan urutan: metode penelitian yang meliputi deskripsi perangkat keras dan perangkat lunak, jadwal pewaktuan dan metode sinkronisasi; hasil dan pembahasan yang meliputi diagram trayektori kendaraan, kinerja sistem dan pengembangan pada penelitian selanjutnya; dan kesimpulan.
2.
Metode Penelitian
Studi kasus dilakukan untuk persimpangan Gondomanan, Kantor Pos dan Bintaran di Kota Yogyakarta. Sistem terdiri dari tiga buah prototipe pengatur lalu-lintas untuk ketiga persimpangan tersebut sebagaimana Gambar 1. Untuk melakukan koordinasi, pengatur lalu-lintas di Gondomanan bertindak sebagai pengatur master karena persimpangan ini merupakan persimpangan tersibuk di antara persimpangan yang lain; sedangkan pengatur yang lain bertindak sebagai pengatur lokal. Sistem ini menggunakan pendekatan sistem terdistribusi. Setiap pengatur lalu-lintas lokal dapat dioperasikan secara mandiri (stand-alone) maupun terkoordinasi. Setiap pengatur lalu-lintas mempunyai komponen utama mikrokontroler ATmega128A, RTC DS1307 sebagai pembangkit waktu dan modul komunikasi nirkabel KYL-1020U. Mikrokontroler AVR ATmega128A mempunyai memori flash 128 kB yang dapat digunakan untuk menyimpan program pengaturan lalu-lintas beserta subprogram sinkronisasi, SRAM 4 kB yang dapat digunakan untuk menyimpan variabel program sementara, dan EEPROM 4 kB yang dapat digunakan untuk menyimpan basis data yang berisi jadwal pewaktuan pengaturan lalu-lintas. RTC DS1307 digunakan untuk pembangkit waktu (clock generator) presisi yang digunakan untuk data pewaktuan setiap pengatur lalu-lintas. Sedangkan modul komunikasi KYL-1020U digunakan untuk komunikasi data dari pengatur master ke pengatur lokal. Modul ini juga digunakan untuk penyalinan basis data secara nirkabel dari terminal operator ke setiap pengatur lalu-lintas.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 1. Blok diagram sistem
2.1 Jadwal Pengaturan Lalu-lintas Jadwal pewaktuan pengaturan lalu-lintas untuk setiap persimpangan dimasukkan ke EEPROM setiap mikrokontroler di setiap pengatur. Jadwal yang berlaku untuk waktu 7 × 24 jam tersebut berisi waktu dimulai sebuah slot waktu (hhi:mmi), waktu hijau setiap fase (gj,i), waktu kuning (Yi), dan waktu pengosongan (Ri) sebagaimana Gambar 2.
Gambar 2 Jadwal pengaturan lalu-lintas
Satu hari dibagi menjadi sepuluh slot waktu; sementara itu dalam satu minggu disediakan tiga jadwal yang dapat digunakan untuk hari-hari kerja (Senin-Jumat), Sabtu dan Minggu. Parameter gj,i merupakan waktu hijau untuk slot waktu j fase i. Nilai gj,i dapat berkisar dari 8 hingga 60 detik atau nol. Jika nilai gj,i = 0 untuk i = 1~4, maka pada slot waktu j tersebut pengatur lalu-lintas tidak akan mengatur lalu-lintas dan hanya memberikan isyarat kuning berkedip. Nilai Yi merupakan nilai durasi waktu kuning berlangsung; sedangkan nilai Ri merupakan nilai durasi waktu jeda antara diakhirinya isyarat kuning fase i dengan dimulainya isyarat merah
fase berikutnya. Keduanya bernilai tetap untuk seluruh slot waktu. Nilai siklus pada slot waktu j ( ) merupakan penjumlahan dari nilai waktu hijau ditambah waktu kuning dan pengosongan untuk semua fase sesuai Persamaan (1).
(1)
Menurut dokumen FHWA, semakin tinggi volume kendaraan, maka nilai siklus juga mestinya semakin tinggi (FHWA, 2008). Nilai Cj maksimal pada sistem ini adalah 255 detik. Agar kedua pengatur lokal dapat bekerja secara sinkron, dalam slot waktu yang sama pengatur master dan lokal dapat mempunyai waktu hijau berbeda, namun harus mempunyai siklus yang sama (FHWA, 2008). Jadwal pengatur lokal berisi tambahan data offset dan koefisien adaptasi. Offset θj adalah perbedaan antara waktu dimulainya isyarat hijau fase 1 di pengatur master dengan waktu dimulainya isyarat hijau fase 1 di pengatur lokal pada slot waktu j. Sedangkan koefisien adaptasi pj adalah nilai persentasi perubahan maksimal atas total waktu hijau semua fase pengatur lokal pada slot waktu j untuk melakukan sinkronisasi pewaktuan pengatur lokal terhadap pengatur master. Offset dapat bernilai dari nol hingga Cj. Sedangkan koefisien adaptasi dapat bernilai 0 hingga 99. Nilai pj = 0 berarti pada slot waktu j pengatur local tidak disinkronkan dengan pengatur master. Nilai waktu kuning (Yi) dan pengosongan (Ri) untuk fase i bernilai tetap untuk seluruh slot waktu. Nilai tersebut dibatasi untuk kisaran 0 hingga 15 detik. Seluruh nilai parameter dalam jadwal menggunakan format bilangan integer 8 bit; dan seluruh perhitungan yang dilakukan pada sistem ini juga menggunakan operasi matematis atas bilangan bulat 8 dan 16 bit (integer operation). Nilai waktu hijau, kuning, pengosongan, dan offset dimasukkan ke EEPROM mikrokontroler setiap pengatur lalu-lintas melalui sebuah perangkat lunak Traffic Management Centre. Perangkat tersebut dibuat
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 181
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dalam bahasa pemrograman Pascal menggunakan Borland Delphi 7. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai ekfetif yang didapat dari hasil survei di lapangan. Nilai efektif waktu hijau suatu fase merupakan nilai durasi hijau pada fase tersebut yang tepat membuat semua kendaraan dapat berjalan karena mendapat isyarat hijau. Sementara itu nilai offset setiap pengatur lokal ditentukan dari diagram trayektori efektif kendaraan pada jam-jam tertentu. N W
L1 E
P1 ~ P2
S
L4
2.2 Koordinasi Pengatur Lalu-lintas Setiap pengatur lalu-lintas mempunyai 4 fase. Urutan fase mengikuti Gambar 3. Urutan fase untuk pengatur lalu-lintas di Gondomanan mengikuti arah jarum jam, sedangkan urutan fase di Kantor Pos mengikuti urutan fase yang digunakan saat ini. Sedangkan urutan fase di pengatur lalu-lintas Bintaran mengalami perubahan agar pewaktuan di pengatur lalulintas tersebut dapat disinkronkan dengan pewaktuan pengatur lalu-lintas di Gondomanan.
L8
L5 Persimpangan P2 Kantor Pos
P3~P4 P3 P4
Jl. KHA Dahlan P1
Persimpangan P1 Gondomanan P4
P4
L2
P2
Jl. Senopati 440 m
Persimpangan
P2 Bintaran
L6 Jl. Sultan Agung 360 m
P3
L7
L3
P3 P1
L9
Jl. Kusumanegara
L10
Gambar 3. Urutan fase pada ketiga pengatur lalu-lintas
Titik referensi untuk sinkronisasi adalah di akhir fase 4. Untuk mewujudkan sinkronisasi, di akhir fase 4 ini, pengatur master mengirim data sinkronisasi kepada semua pengatur lokal secara nirkabel. Pengatur lokal menerima data ini dan mencatat waktu saat data diterima sebagai tM. Selanjutnya di akhir fase 4 siklus pengatur lokal tL, setiap pengatur lokal mengubah waktu hijau untuk satu siklus berikutnya agar nilai ofset berikutnya (θ’) yaitu selisih antara tM dan tL akan sama dengan nilai ofset yang ada di slot waktu saat itu (θ). Dari gambar 3 tersebut terlihat bahwa fase 4 pengatur lalu-lintas di Kantor Pos (P4.KP) dapat disinkronkan dengan fase 4 pengatur di Gondomanan (P4.G) sehingga kendaraan yang telah mandapat isyarat hijau di fase 4 pengatur di Kantor Pos langsung mendapat isyarat hijau di fase 4 pengatur di Gondomanan. Untuk mencapai kondisi sinkron, P4.G harus berlangsung sesudah P4.KP sebagaimana Persamaan (2). (2) dengan adalah waktu tempuh kendaraan dari persimpangan kantor Pos ke Gondomanan. Dikarenakan pangatur lalu-lintas di persimpangan Gondomaman bertindak master, maka pewaktuan pengatur lalu-lintas di Kantor Pos-lah yang harus mengikuti pewaktuan pengatur di Godomanan. Persamaan (2) diubah manjadi Persamaan (3) berikut.
182 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
(3) Persamaan (3) berarti berlangsung detik sebelum . Persamaan tersebut tidak dapat direalisasikan dalam pemrograman karena baru dapat ditentukan pada saat . Untuk itu, data sinkronisasi yang dikirim pengatur master saat ini digunakan untuk mensinkronkan pewaktuan pada siklus berikutnya. Berlangsungnya fase 4 di Kantor Pos mengikuti persamaan (4) (4) Ketertinggalan P4.KP atas P4.G merupakan offset pewaktuan pengatur lalu-lintas lokal 1 di Kantor Pos atas pengatur master di Gondomanan. Nilai offset (θ) mengikuti Persamaan (5). (5)
3.
Hasil dan Pembahasan
Berdasar analisis atas data hasil survei, aliran kendaraan di persimpangan Kantor Pos, Gondomanan, dan Bintaran mempunyai pola tertentu. Dengan jarak antara persimpangan Gondomanan dan Bintaran sekitar 360 meter, kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut akan cenderung mempunyai pola. Sementara itu, jarak antara persimpangan Kantor Pos dan Gondomanan sekitar 450 meter. Kendaraan yang melalui ruas tersebut juga mempunyai pola. Namun pola kendaraan di ruas jalan tersebut kadang agak kabur karena terganggu oleh aktifitas penyeberangan jalan di ruas jalan tersebut, terutama penyeberang jalan di depan Taman Pintar.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Berdasar hasil survei kedatangan kendaraan pada ketiga persimpangan mengikuti pola sebagai berikut. 1. Kendaraan yang datang ke mulut barat persimpangan Gondomanan sebagian besar berasal dari isyarat hijau fase 3 (P3) dan sebagian lain dari fase 1 (P1) di persimpangan Kantor Pos. Kendaraan ini akan mendapat isyarat hijau fase 4 (P4) di persimpangan Gondomanan. Kendaraan dari L1 tidak membentuk pola dikarenakan terdapat rambu ke kiri jalan terus. 2. Kendaraan yang datang ke mulut timur persimpangan Kantor Pos sebagian besar berasal dari isyarat hijau fase 2 (P2) dan sebagian lagi dari fase 1 (P1) di persimpangan Gondomanan. Kendaraan ini akan mendapat isyarat hijau fase 4 (P4) di persimpangan Kantor Pos. Kendaraan dari L7 tidak membentuk pola dikarenakan terdapat rambu ke kiri jalan terus. 3. Kendaraan yang datang ke mulut timur persimpangan Gondomanan sebagian besar
4.
berasal dari isyarat hijau fase 3 (P3) dan sebagian lagi dari fase 2 (P2) di persimpangan Bintaran. Kendaraan ini akan mendapat isyarat hijau fase 2 (P2) di persimpangan Gondomanan. Kendaraan dari L10 diabaikan dikarenakan sangat sedikit. Kendaraan yang datang ke mulut barat persimpangan Bintaran sebagian besar berasal dari isyarat hijau fase 4 (P4), sebagian lagi dari fase 3 (P3), dan sebagian kecil dari fase 1 (P1) di persimpangan Gondomanan. Kendaraan ini akan mendapat isyarat hijau fase 4 (P4) di persimpangan Bintaran.
3.1
Diagram Trayektori Kendaraan Adanya pola kendaraan yang melintas pada kedua ruas jalan tersebut mengakibatkan adanya pola kedatangan kendaraan di mulut barat dan timur persimpangan Kantor Pos, Gondomanan dan Bintaran. Dari pola kedatangan tersebut dapat disusun diagram trayektori kendaraan yang melintas di antara ketiga persimpangan tersebut. Diagram trayektori pada Gambar 4 mengilustrasikan perjalanan kendaraan pada jam-jam sibuk.
Gambar 4. Diagram trayektori kendaraan pada jam-jam sibuk
Di Jalan Senopati, khususnya pada ruas jalan antara persimpangan Kantor Pos dan Gondomanan, kendaraan dapat melaju dengan kecepatan rata-rata 40 ~ 45 km/jam. Pada jamjam sibuk, kendaraan dapat melaju dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam dengan waktu tempuh sekitar 40 detik; sementara itu pada jamjam tidak sibuk, kendaraan dapat melaju dengan kecepatan rata-rata 45 km/jam dengan waktu tempuh sekitar 35 detik. Sementara itu di Jalan Sultan Agung, khususnya pada ruas jalan antara persimpangan Gondomanan dan Bintaran, kendaraan dapat melaju dengan kecepetan rata-rata 40 ~ 50
km/jam. Pada jam-jam sibuk, kendaraan dapat melaju dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam dengan waktu tempuh sekitar 32 detik; sementara itu pada jam-jam tidak sibuk, kendaraan dapat melaju dengan kecepatan rata-rata 50 km/jam dengan waktu tempuh sekitar 26 detik. 3.2 Jadwal Pengaturan Lalu-lintas Berdasar hasil analisis atas hasil survei terhadap kondisi lalu-lintas, persimpangan Gondomanan mempunyai volume kendaraan paling tinggi di antara kedua persimpangan yang lain. Pengatur lalu-lintas di Gondomanan mestinya mempunyai siklus pengaturan paling tinggi. Namun dikarenakan agar dapat bekerja Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 183
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Nilai waktu hijau (g), kuning (Y), pengosongan (R), dan juga nilai offset (θ) dan koefisien adaptasi (p) ketiga pengatur lalu-lintas yang berlaku pada hari-hari kerja dapat dilihat pada Tabel 1.
secara sinkron semua pengatur harus mempunyai nilai siklus sama, maka kedua pengatur lokal dibuat mempunyai siklus yang sama dengan master.
Slot waktu
Waktu mulai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
00:00 04:00 06:00 06:30 07:10 08:00 10:00 15:30 18:00 23:00
Tabel 1: Jadwal pewaktuan pengatur lalu-lintas untuk hari kerja Pengatur master Pengatur Lokal 1 Pengatur Lokal 2 (Gondomanan) (Kantor Pos) (Bintaran) g1 g2 g3 g4 g1 g2 g3 g4 p g1 g2 g3 g4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 11 10 10 9 10 10 0 0 8 10 10 10 0 13 18 27 20 17 14 25 20 74 20 10 16 25 24 50 15 20 35 24 26 18 24 24 74 20 13 19 30 29 50 17 21 32 24 24 20 24 24 100 20 13 20 29 29 53 21 22 30 24 26 21 23 25 100 20 11 20 30 33 53 28 23 32 25 27 25 26 28 100 20 11 28 31 35 55 30 23 30 25 25 27 26 28 100 20 11 28 31 35 55 25 23 26 25 22 24 24 27 100 20 11 26 28 31 55 15 15 15 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Waktu kuning
Y1 3
Y2 3
Y3 3
Y4 3
Y1 3
Y2 3
Y3 3
Y4 3
Y1 3
Y2 3
Y3 3
Y4 3
Waktu pengosongan
R1 5
R2 5
R3 5
R4 5
R1 5
R2 6
R3 5
R4 5
R1 7
R2 5
R3 5
R4 5
Pengatur master mengatur lalu-lintas mulai pukul 04:00 hingga 23:59; sedangkan pengatur lokal mengatur mulai pukul 04:00 hingga 22:59. Pengatur lokal 1 dan 2 bekerja secara sinkron mulai slot waktu 3 (pukul 06:00) hingga akhir slot waktu 9 (pukul 22.59). Untuk setiap pengatur lalu-lintas, setiap slot waktu dengan nomor sama dapat mempunyai waktu hijau berbeda, namun harus mempunyai siklus sama. Pada slot waktu 7 dan 8, semua pengatur mempunyai siklus C7,8 = 140 detik. Dengan waktu tempuh dari persimpangan Kantor Pos ke ) 40 detik, maka sesuai Bintaran ( Persamaan (5), offset pewaktuan pengatur lalulintas di Kantor Pos atas pewaktuan pengatur di Gondomanan adalah detik. Pada kondisi ini fase 1 pengatur lokal ini tertinggal 100 detik terhadap fase 1 pengatur master. Jika kondisi ini belum tercapai, maka algoritma sinkronisasi di pengatur lokal akan mengubah waktu hijau (gi) beberapa fase untuk satu siklus berikutnya agar dicapai kondisi sinkron yaitu θ = 100 detik. Jika kondisi sinkron telah tercapai, maka kondisi ini akan bertahan hingga berubahnya nilai θ yaitu dimulainya slot waktu 7. Sementara itu pada slot waktu 3, kondisi lalulintas masih belum terlalu ramai, kendaraan dapat melaju dengan rata-rata 45 km/jam dengan waktu tempuh sekitar 35 detik. Siklus pengaturan saat itu C3 = 110 detik. Sesuai Persamaan (5) offset pewaktuan pengatur di kantor Pos adalah detik. Dengan cara yang serupa, ditentukanlah offset pewaktuan pengatur lalu-lintas di Bintaran. Sesuai diagram trayektori pada Gambar 4,
184 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
p 0 0 20 20 20 20 20 20 20 0
kendaraan harus menunggu beberapa detik untuk mendapatkan isyarat hijau di P2.G dan P4.B. 3.3 Waktu Tunggu Kendaraan pada Jam-jam Sibuk Antrian panjang kendaraan biasanya terjadi pada jam-jam sibuk. Slot waktu 7 merupakan salah satu waktu terjadi kemacetan. Kadang beberapa kendaraan di mulut timur persimpangan Gondomanan dan mulut barat persimpangan Bintaran harus menunggu isyarat hijau hingga dua siklus. Jika digunakan pengatur tidak terkoordinasi, maka kedatangan kendaraan merupakan fungsi acak. Kendaraan dapat datang kapan saja di suatu mulut persimpangan. Di asumsikan waktu hijau dapat membuat tepat semua kendaaran dalam antrian dapat berjalan. Waktu tunggu kendaraan untuk mendapat isyarat hijau pada fase i dapat menjadi minimum ( ) yaitu bernilai nol jika kendaraan tersebut datang pada saat tepat pengatur mulai memberikan isyarat hijau. Namun jika kendaraan datang pada saat tepat pengatur mulai memberikan isyarat merah, maka waktu tunggu kendaraan tersebut menjadi maksimal. Waktu tunggu maksimum pada fase i mengikuti dapat dihitung dengan mengurangi waktu siklus dengan waktu hijau fase tersebut sebagaimana Persamaan (6). (6)
Slot waktu 7 dan 8 merupakan jam-jam sibuk. Siklus pengaturan lalu-lintas ketiga persimpangan pada slot waktu tersebut bernilai paling tinggi di antara waktu slot yang lain, C7 = 140 detik. Berdasar jadwal pengaturan ketiga pengatur lalu-lintas pada Tabel 1, dibuatlah perkiraan waktu tempuh kendaraan yang melintas di ketiga persimpangan pada slot waktu 7 sebagaimana Tabel 2(a).
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Baris kedua pada tabel tersebut memperlihatkan rute kendaraan yang terjadi setelah kendaraan mendapat isyarat hijau fase 1 pengatur di Gondomanan (P1.G) dan menuju ke persimpangan Bintaran. Kendaraan tersebut mendapat isyarat hijau fase 4 pengatur di Bintaran (P4.B) dengan waktu tunggu sekitar 0
detik (langsung mendapat isyarat hijau) hingga 102 detik (kendaraan datang pada saat isyarat merah dimulai). Dengan waktu tempuh kendaraan dari persimpangan Gondomanan ke Bintaran sekitar 32 detik, maka waktu tempuh kendaraan dari mendapat isyarat hijau di P1.G hingga keluar dari persimpangan Bintaran adalah sekitar 32~134 detik.
Tabel 2(a): Perkiraan waktu tempuh kendaraan dengan pengatur lalu-lintas biasa Waktu Waktu Waktu Waktu Waktu tunggu Waktu tempuh Rute 1 Rute 2 tempuh tunggu tempuh tunggu rute 1~2 rute 1~2 32 0~102 0~102 32~134 P1.G P4.B 32 0~102 0~102 32~134 P3.G P4.B 40 0~112 32 0~102 0~214 72~286 P1.KP P4.G P4.G P4.B 40 0~112 32 0~102 0~214 72~286 P3.KP P4.G P4.G P4.B 40 0~112 32 0~102 0~214 72~286 P4.KP P4.G P4.G P4.B 40 0~109 0~109 40~109 P1.G P4.KP 40 0~221 32 0~112 0~109 72~293 P1.B P2.G P2.G P4.KP 40 0~221 0~109 72~293 32 0~112 P2.B P2.G P2.G P4.KP 40 0~221 0~109 72~293 32 0~112 P3.B P2.G P2.G P4.KP Tabel 2(b): Perkiraan waktu tempuh kendaraan dengan pengatur lalu-lintas terkoordinasi Waktu Waktu Waktu Waktu Waktu tunggu Waktu tempuh Rute 1 Rute 2 tempuh tunggu tempuh tunggu rute 1~2 rute 1~2 32 0~10 0~10 32~42 P1.G P4.B 32 25~50 25~50 57~87 P3.G P4.B 40 85~105 32 10~45 95~150 167~222 P1.KP P4.G P4.G P4.B 40 20~45 . 32 10~45 30~90 102~162 P3.KP P4.G P4.G P4.B 40 0~10 32 10~45 10~55 82~127 P4.KP P4.G P4.G P4.B 40 10~30 10~30 50~70 P1.G P4.KP 32 75~85 40 10~25 85~110 157~182 P1.B P2.G P2.G P4.KP 32 40~65 40 0~5 40~70 112~142 P2.B P2.G P2.G P4.KP 32 15~35 40 0~5 15~35 87~107 P3.B P2.G P2.G P4.KP
Keterangan: KP = Kantor Pos
G = Gondomanan
Ketiga persimpangan didominasi oleh kendaraan yang melintas dari mulut barat persimpangan Kantor Pos (L4) menuju Gondomanan (L2) dan Bintaran (L6-L9), dan sebaliknya (L9-L6-L2L4). Khusus untuk persimpangan Gondomanan, kendaraan dari mulut selatan persimpangan tersebut dan juga cukup mendominasi. Baris kelima pada Tabel 2(a) memperlihatkan perkiraan waktu tempuh kendaraan dengan rute L4-L2-L6-L9. Kendaraan-kendaraan tersebut mendapat isyarat hijau pada fase 3 pangatur lalulintas Kantor Pos (P3.KP) dan bergerak ke Gondomanan denngan waktu tempuh 40 detik. Kemudian kendaraan tersebut mendapat isyarat hijau di fase 4 pengatur Gondomanan (P4.G) dengan waktu tunggu 0~112 detik. Selanjutnya kendaraan-kendaraan tersebut bergerak ke persimpangan Bintaran dengan waktu tempuh 32 detik untuk selanjutnya mendapat isyarat hijau fase 4 pengatur Bintaran (P4.B) dengan waktu tunggu 0~112 detik. Pada studi kasus ini, pewaktuan isyarat hijau ruas jalan L4-L2-L6-L9 disinkronkan. Usaha ini dilakukan agar kendaraan yang mendapat isyarat hijau di fase 3 dan 4 pengatur Kantor Pos (P3.KP
B = Bintaran
dan P4.KP) akan langsung mendapat isyarat hijau di fase 4 pengatur Gondomanan (P4.G) dan kembali mendapat isyarat hijau di fase 4 pengatur Bintaran (P4.B). Untuk itu pengatur lokal 1 (Kantor Pos) dikoordinasi agar pewaktuan P3.KP dan P4.KP sinkron dengan pewaktuan P4.G di pengatur master. Demikian pula untuk pengatur lokal 2 (Bintaran), P4.B harus sinkron dengan P4.G. Usaha tersebut juga harus memperhatikan kendaraan yang bergerak sepanjang L9-L6-L2-L4. Sehingga usaha tersebut juga harus dapat mensinkronkan P3.B dengan P2.G, dan P4.KP dengan P2.G. Salah satu trayektori kendaraan sebagai hasil usaha sinkronisasi dapat dilihat pada Gambar 3. Pengatur lokal 1 mempunyai offset 100 detik, dengan kata lain P1.KP tertinggal 100 detik dari P1.G. Dari diagram trayektori kendaraan didapat bahwa waktu tunggu untuk mendapat isyarat hijau di P4.G sekitar 0 hingga 20 detik. Kendaraan yang mulai berjalan pada saat dimulainya isyarat hijau P3.KP akan menunggu 20 detik untuk mendapat isyarat hijau di P4.G; sedangkan kendaraan terakhir yang mulai berjalan pada saat isyarat hijau P4.KP berakhir akan langsung mendapat isyarat hijau di P4.G.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 185
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sebagian besar kendaraan yang mendapat isyarat hijau di P4.G tersebut menuju ke P4.B. Dari diagram trayektori kendaraan terlihat bahwa waktu tunggu untuk mendapat isyarat hijau di P4.B sekitar 10 hingga 45 detik. Dengan mengasumsikan waktu tempuh kendaraan dari persimpangan Kantor Pos hingga Gandomana sekitar 40 detik dan dari Gondomanan hingga Bintaran sekitar 32 detik, maka total waktu tempuh kendaraan dari mulut barat persimpangan Kantor Pos (yang mendapat isyarat hijau pada P3.KP dan P4.KP) hingga keluar dari persimpangan Bintaran (karena mendapat isyarat hijau pada P4.B) adalah 82~127 detik. Dengan digunakannya pengatur lalu-lintas terkoordinasi, nilai total waktu tempuh ini mengalami penurunan sekitar 26% hingga 42 %. Sementara itu waktu tempuh kendaraan dari mulut timur persimpangan Bintaran (yang mendapat isyarat hijau pada P3.B) hingga keluar dari persimpangan Kantor Pos (karena mendapat isyarat hijau pada P4.KP) adalah 87~107 detik atau mengalami penurunan hingga sekitar 47 %. Penurunan waktu tempuh pada slot waktu 7 untuk rute yang lain dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan digunakannya pengatur lalu-lintas sikron, hampir semua rute mengalami penurunan waktu tempuh cukup berarti. Hal ini disebabkan adanya penurunan waktu tunggu untuk menanti isyarat hijau pada suatu pengatur lalu-lintas di semua persimpangan. Tabel 3 Penurunan waktu tempuh kendaraan Penurunan Rute 1 Rute 2 waktu tempuh 55% P1.G P4.B 13% P3.G P4.B -9% P1.KP P4.G P4.G P4.B 26% P3.KP P4.G P4.G P4.B 42% P4.KP P4.G P4.G P4.B 19% P1.G P4.KP 7% P1.B P2.G P2.G P4.KP 30% P2.B P2.G P2.G P4.KP 47% P3.B P2.G P2.G P4.KP
Satu-satunya waktu tempuh yang justru mengalami kenaikan adalah rute dari mulut selatan persimpangan Kantor Pos (P1.KP) yang menuju persimpangan Bintaran. Namun jumlah kendaraan pada rute tersebut relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kendaraan di ruterute lain. 3.4 Penggunaan Memori dan Sumber Daya CPU Mikrokontroler Program pengatur isyarat lalu-lintas di APILL master hanya menggunakan 8574 byte (6,5 %) dari ruang memori flash dan 271 byte (6,2 %) dari ruang SRAM. Sedangkan penggunaan ruang memori flash dan SRAM di APILL lokal sedikit lebih besar karena terdapat 186 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
algoritma sinkronisasi. Namun sesungguhnya, program pengatur isyarat lalu-lintas ini hanya menggunakan sekitar 1,5 % ruang SRAM. Ruang sebesar 4,7 % SRAM hanya digunakan pada saat terjadi penyalinan data dari basis data ke terminal dan sebaliknya. Sementara itu, basis data yang berisi jadwal pengaturan isyarat lalu-lintas untuk 7 × 24 jam di APILL master hanya menempati 4,8 % ruang EEPROM. Basis data di APILL lokal menempati ruang sedikit lebih tinggi dikarenakan adanya tambahan data pembatas p dan nilai offset. Tabel 4 Penggunaan memori dan sumber daya mikrokontroler Memori yang digunakan Jenis Kapasitas Master Lokal Memori (Byte) (Byte) (%) (Byte) (%) Flash 131072 8574 6.5 10914 8.3 SRAM 4351 271 6.2 337 7.7 EEPROM 4096 192 4.7 252 6.2
Secara umum, pada saat CPU hanya membutuhkan waktu 10 milidetik untuk mengeksekusi algoritma pengaturan isyarat lalu-lintas. Algoritma ini dieksekusi setiap satu detik. Dengan demikian, siklus kerja CPU ×100 % = 1%. hanya seditar 3.5 Pengembangan Sistem Dengan melihat penurunan waktu tempuh dan penggunaan sumber daya mikrokontroler, sistem dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai berikut. 1. Sistem dapat dikembangkan dengan menambah pengatur lalu-lintas terjadwal dan sinkron lain di sepanjang Jl. KHA Dahlan dan Jl. Kusumanegara. 2. Sistem dapat ditambah dengan pengatur lalu-lintas sinkron untuk penyeberang jalan di antara persimpangan Kantor Pos dan Gondomanan. Dengan memberi kesempatan aktifitas penyeberangan pada saat ruas jalan tersebut kosong, penambahan ini tidak akan menambah waktu tempuh kendaraan yang melintas di kedua persimpangan tersebut. 3. Sistem dapat dikembangkan di tempat lain dengan menyesuaikan kembali jadwal pengaturan dan offset pengatur lalu-lintas. 4. Dari masih kecilnya penggunaan sumber daya di mikrokontroler, sistem ini dapat dikembangkan secara lebih leluasa dengan menambah algoritma lain untuk melengkapi fasilitas pada pengatur isyarat lalu-lintas ini.
4.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di muka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Sistem pengatur isyarat lalu-lintas terjadwal dan terkoordinasi dapat menurunkan waktu tunggu kendaraan untuk mendapatkan isyarat hijau sehingga dapat menurunkan waktu tempuh kendaraan hingga 40 %. 2. Sistem ini dapat dibentuk berbasis mikrokontroler ATmega128A.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.
5.
Sistem ini masih dapat dikembangkan secara lebih leluasa.
Daftar Pustaka
Askerzade IN, Mahmood M., (2010). Control the Extension Time of Traffic Light in Single Junction by Using Fuzzy Logic. International Journal of Electrical & Computer Sciences IJECS – IJENS, 10(2): p. 48-55 Federal HighWay Administration, (2008). Traffic Signal-timing Manual. Federal Highway Administration. U.S. Department of Transportation, p. 61-649. Jatmiko W, Azurat A, Wibowo AH, Marihot H, Wicaksana M, Takagawa I, Sekiyama K, Fukuda T., (2010). Self-Organizing Urban Traffic Control Architecture with SwarmSelf Organizing Map in Jakarta: Signal Control System and Simulator, International Journal on Smart Sensing and Intelligent Systems, 3(3): p. 443-465. Kurniawan F., (2014). Prototipe Sistem Pengatur Isyarat Lalu-Lintas Terkoordinasi untuk Simpang Empat Gondomanan dan Bintaran, Jurnal Teknologi, (7)1: hal. 6472. Mansur, Agus, Rilo Purnawan, Agung, Nugraha, 2005, Penentuan Durasi Lampu Lalu-lintas di Perempatan Mirota Kampus Jogjakarta yang Optimal dengan Menggunakan Software Arena 5.0, Proceeding Seminar Nasional Teknologi Simulasi dan Aplikasinya untuk Optimasi Industri, Auditorium Pasca Sarjana UGM, 1 – 2 Juni, hal. 108 – 114. Primantari LFA., (2010). Koordinasi Pengaturan Lampu Lalu Lintas (Studi kasus: Ruas Jalan Prof. Dr. Sorharso - Adi Sucipto A.Yani - Adi Soemarmo). Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur, 8(12): hal. 13-30. Xie XF, Smith S, Barlow G., (2012). ScheduleDriven Coordination for Real-Time Traffic Network Control. Proceedings 22nd International Conference on Automated Planning and Scheduling (ICAPS). Atibaia, Sao Paulo, Brazil, p. 323-331. Zhu H, Fan H, Guo S., (2013). Moving Vehicle Detection and Tracking in Traffic Images based on Horizontal Edges. TELKOMNIKA Indonesian Journal of Electrical Engineering, 11(11): p. 64776483.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 187
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
188 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Simulasi Maximum Power Point Tracking pada Panel Surya Menggunakan Simulink MATLAB Wahyudi Budi Pramono 1, Dwi Ana Ratna Wati 2, Maryonid Visi Taribat Yadaka 3 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 1,2,3
[email protected] 1
Abstrak Matahari merupakan salah satu dari sumber energi terbarukan. Pemanfaatan sinar matahari menggunakan panel surya sebagai pembangkit listrik mulai dikembangkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Panel surya memiliki keunggulan seperti ramah lingkungan karena tidak mempunyai limbah yang menyebabkan polusi, murah perawatan, dan mudah dalam penerapannya. Daya yang dihasilkan oleh panel surya dipengaruhi faktor suhu dan intensitas cahaya. Masalah utama penggunaan panel surya adalah efisiensi yang masih rendah. Penelitian ini menyajikan usaha untuk meningkatkan efisiensi konversi energi oleh panel surya dengan menggunakan metode Maximum Power Point Tracking [MPPT]. Prinsip utama metode ini adalah mengatur besar tegangan output dari panel surya agar diperoleh daya maksimum untuk setiap intensitas sinar matahari yang berbeda beda. Pengaturan tegangan output panel surya dilakukan dengan menggunakan buck boost converter yang dikendalikan dengan sinyal PWM dengan mempertimbangkan intensitas sinar matahari yang diterima panel surya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penggunaan metode ini daya keluaran panel surya lebih tinggi sebesar 64,78% - 87,06% dibandingkan tanpa MPPT. Kata Kunci: buck boost converter, PWM, MPPT, panel surya
1. Pendahuluan Matahari merupakan salah satu dari sumber energi terbarukan. Pemanfaatan sinar matahari menggunakan panel surya sebagai pembangkit listrik mulai dikembangkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Panel surya memiliki keunggulan seperti ramah lingkungan karena tidak mempunyai limbah yang menyebabkan polusi, murah perawatan, dan mudah dalam penerapannya. Daya yang dihasilkan oleh panel surya dipengaruhi faktor suhu dan intensitas cahaya. Namun panel surya memiliki kekurangan dalam hal efisiensi yang rendah. Selain itu karakteristik V-I panel surya adalah non-linear dan berubah terhadap radiasi dan suhu permukaan panel surya. Secara umum terdapat titik yang unik pada kurva V-I maupun V-P, yang dinamakan Maximum Power Point (MPP), dimana pada titik tersebut panel surya bekerja pada efisiensi maksimum dan menghasilkan daya keluaran yang paling besar. Letak dari MPP tidak diketahui tetapi dapat dicari menggunakan perhitungan atau algoritma penjejak. Oleh karena itu algoritma Maximum Power Point Tracker (MPPT) dibutuhkan untuk menjaga titik kerja panel surya agar berada pada titik MPP. Penelitian tentang perancangan pengendali fuzzy untuk optimasi panel surya yang dilakukan oleh Wibisono (2010). Penelitian ini merancang sistem kendali untuk memaksimalkan transfer
daya dari panel surya. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur keluaran dari NI DAQ USB-6009 yang dikontrol menggunakan logika fuzzy berupa sebuah sinyal tegangan DC yang kemudian diteruskan sebagai masukan ke pembangkit PWM (Pulse Width Modulation). Daya maksimal yang mampu dihasilkan pada penelitian ini sebesar 23,0317 watt. Penelitian selanjutnya tentang perancangan pengendali PID pada optimasi transfer daya panel surya berbasis LAB VIEW telah dilakukan oleh Agus Saputra (2011). Penelitian ini mengambil data dari panel surya berupa tegangan dan arus yang kemudian diakuisisi menggunakan NI-DAQ yang selanjutnya di-interface menggunakan LAB VIEW 8.6. Dengan mengunakan kontrol PID didapatkan daya maksimum 50,57 watt dengan tegangan 15,88 volt dan arus sebesar 3,184 ampere.
2. Teori 2.1 Panel Surya Panel surya merupakan suatu alat yang terdiri dari sel sel surya yang dapat mengubah cahaya menjadi listrik. Panel surya sering disebut dengan sel photovoltaic. Untuk menyerap energi, panel surya bergantung pada efek photovoltaic. Penyerapan ini menyebabkan arus mengalir diantara dua lapisan bermuatan yang berlawanan. Untuk mendekati kinerja dari panel surya, suatu modul metematis dikembangkan untuk menirukan karakteristik dari panel surya yang ditunjukkan gambar 1 (selva, 2013).
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 189
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
50 800 W/m2 45
900 W/m2 1000 W/m2
40 35 Daya (watt) 30 25
Gambar 1 Rangkaian model panel surya
20 15
Dari gambar 1 direpresentasikan dalam persamaan matematis sebagai berikut (salmi,2012) :
V IRs q(V IRs ) I I ph Is (exp 1) R sh NKT
10 5 0 0
5
10 15 Tegangan (V)
20
25
Gambar 2 Karakteristik V-P untuk level radiasi 3.5
(1)
800 W/m2 900 W/m2 1000 W/m2
3
Keterangan, Iph adalah arus photovoltaic, q ialah muatan elektron (1.602 x 10-19 C), N ialah faktor ideal panel surya, K merupakan konstanta Boltzman (1.38 x 10-23 JK-1), dan Is ialah arus saturasi diode. Untuk mengetahui nilai Iph dapat diketahui dengan persamaan 2 (salmi,2012).
Arus (A)
2.5
2
1.5
1
0.5
0 0
5
10 15 Tegangan (V)
20
25
Gambar 3 Karakteristik V-I untuk level radiasi
I ph (I sc K i (T 298))
β 1000
( 2)
Keterangan, Isc merupakan arus hubung singkat), T ialah temperatur panel surya dalam derajat kelvin, Ki merupakan koefisien suhu arus hubung singkat (0.0017A/oC), dan β adalah radiasi matahari (W/m2). Arus saturasi diode dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
I s I rs (
T Tref
) 3 exp((
T Tref
1)
q.E g TKN
( 3)
Keterangan, Irs merupakan arus saturasi diode pada temperatur 298, Eg adalah jarak energi dalam bahan semikonduktor. Karakteristik keluaran panel surya berupa kurva non linear dan dipengaruhi oleh suhu dan radiasi sinar matahari yang ditunjukkan pada gambar 2 dan gambar 3. Gambar 2 merupakan grafik hubungan antara tegangan dengan daya panel surya dan gambar 3 merupakan grafik hubungan tegangan dengan arus panel surya menggunakan suhu 298 K, intensitas cahaya 1000 W/m2, 900 W/m2, dan 800 W/m2.
MPPT merupakan sistem elektronik yang dioperasikan pada sebuah panel surya sehingga panel surya bisa menghasilkan daya maksimum (Abouda,2013). Cara kerja dari MPPT ini adalah dengan mengubah titik operasi atau titik kerja pada kurva karakteristik P-V dari panel surya sehingga sistem DC-DC converter dapat memaksa panel surya untuk membangkitkan daya maksimum sesuai kemampuan panel surya pada setiap perubahan level intensitas penyinaran matahari. MPPT bukan pencarian secara mekanis yang menggeser arah modul panel surya sesuai arah matahari akan tetapi mengoptimalkan daya keluaran pada sistem pengendalinya (Babgei, 2012). Gambar 4 menunjukkan prinsip kerja algoritma MPPT yang bekerja pada tiga daerah kondisi yakni kondisi saat kenaikan daya, kondisi saat puncak daya, dan kondisi saat penurunan daya. Kondisi saat kenaikan daya ditunjukkan oleh kenaikan grafik ke arah maksimum dengan perubahan daya bernilai positif (dP>0). Ketika berada di kondisi puncak, tidak ada perubahan daya (dP=0), sedangkan saat terjadi penurunan daya ditunjukkan oleh grafik yang menurun dengan perubahan daya bernilai negatif (dP<0).
Gambar 4 Prinsip kerja MPPT
190 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.2 Buck boost converter
Gambar 5 Rangkaian buck boost converter
(r rm )(R rC ) (rm rd )(R rC )D iL L L(R rC )
Gambar 5 merupakan rangkaian buck boost converter yang merupakan gabungan dari buck dan boost converter dan berfungsi mengubah titik kerja daya keluaran panel surya (Modabbernia,2013). Rangkaian buck boost converter memiliki tegangan keluaran converter besar sedangkan arus keluaran converter kecil atau tegangan keluaran converter kecil sedangkan arus keluaran converter besar. Berikut adalah hubungan antara tegangan dengan duty cycle.
I Vout D in Vin I out 1 D
( 4)
Dari persamaan tersebut dapat diketahui D Vout Vin ( ) 1 D
(5)
1 D I out I in ( ) D
( 6)
Keterangan Vin = tegangan masukan (volt). Vout = tegangan keluaran (volt). Iin = arus masukan (ampere). Iout = arus keluaran (ampere). D = duty cycle dengan nilai 0 sampai 1. Buck boost converter digunakan untuk mengkonversi energi dari yang dihasilkan panel surya agar memperoleh daya listrik yang stabil di posisi puncak. Merujuk pada gambar 5 buck boost converter dapat dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai berikut (Modabbernia, 2013):
R.rC .D' R.D' 1 D' iL VC VG L(R rC ) L(R rC ) L
R.rC .D' 1 D' D' Vm Vd io L L L(R rC )
(7 )
VC RD' R VC iL (R rC )C (R rC )C (R rC ) (8) Vo
R.rC .D' R.rC R iL VC io R rC R rC R rC
I out
D'.rC VC R iL io R rC R rC R rC
(9 ) (10)
Keterangan: iL : arus pada induktor Vc : tegangan pada kapasitor VG : Tegangan Input Vo : tegangan converter Iout : arus output converter io : arus input rL : hambatan pada induktor rm : hambatan pada mosfet rC : hambatan pada kapasitor rd : hambatan diode D’ : duty cycle ketika off 2.3 Pulse Width Modulation (PWM) Pulse Width Modulation (PWM) secara umum adalah sebuah cara memanipulasi lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu periode, untuk mendapatkan tegangan yang berbeda. Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang tetap, tetapi memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Sinyal PWM dapat terlihat seperti gambar 6. Lebar pulsa PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal asli yang belum termodulasi.
Gambar 6 Sinyal PWM
Penelitian ini menggunakan fungsi PWM sebagai data masukan kendali suatu perangkat converter. PWM digunakan untuk mengendalikan daya keluaran dari converter. Sinyal PWM memiliki frekuensi gelombang yang tetap akan tetapi duty cycle yang bervariasi dari 0 1. Dari gambar 6, duty cycle dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 191
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
d
Ton Ton Toff
(11)
Dengan keterangan d adalah duty cycle, Ton merupakan waktu hidup, dan Toff adalah waktu off. Penelitian ini akan mensimulasikan perangkat panel surya dan buck boost converter dengan menggunakan simulink MATLAB untuk mendapatkan nilai daya output maksimum. Pengaturan buck boost converter dilakukan dengan menggunakan PWM.
3. Metode Perancangan sistem simulasi panel surya meliputi pemodelan panel surya, duty cycle, dan buck boost converter. Perancangan sistem pengendali ini, keseluruhan sistem disimulasikan dalam perangkat lunak, baik pemodelan panel surya maupun buck boost converter. Perancangan simulasi menggunakan fitur simulink yang terdapat pada MATLAB 7.8.0 R2009a
Gambar 7 Perancangan simulasi panel surya
Gambar 9 Simulasi panel surya
3.2 Pemodelan buck boost converter Perancangan sistem panel surya dengan memanfaatkan fasilitas toolbox pada Simulink. Proses komputasi pada panel surya terdiri dari pembacaan input, memproses input, dan menampilkan output. Proses komputasi dalam bentuk diagram alir ditunjukkan gambar 10. Berdasarkan persamaan (9) tegangan keluaran buck boost converter dapat diimplementasikan ke dalam Simulink yang ditunjukkan gambar 11.
3.1 Perancangan simulasi panel Surya Perancangan sistem panel surya dengan memanfaatkan fasilitas toolbox pada Simulink. Proses komputasi pada panel surya terdiri dari pembacaan input, memproses input, dan menampilkan output. Proses komputasi dalam bentuk diagram alir ditunjukkan gambar 8. Berdasarkan persamaan (1) panel surya dapat diimplementasikan ke dalam Simulink yang ditunjukkan gambar 9.
Gambar 10 Diagram alir buck boost converter
Gambar 11 Tegangan keluaran buck boost converter Gambar 8 Diagram alir simulasi panel surya
192 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Berdasarkan persamaan (10) arus keluaran buck boost converter dapat diimplementasikan ke dalam Simulink sebagai berikut:
Grafik tegangan dengan daya pada panel surya 60
Daya panel surya (watt)
50
40
30
20
10
0
0
5
10
15
20
25
Tegangan panel surya (V)
Gambar 14 Pengaruh tegangan terhadap daya panel surya Tabel 1 Perbandingan datasheet dengan simulasi
Parameter Daya maksimum Isc Voc Vmax Imax
Gambar 12 Arus keluaran buck boost converter
4. Hasil dan Pembahasan Pengujian ini menampilkan hasil uji coba simulasi, analisis, dan pembahasan kinerja sebuah sistem MPPT. Pulsa PWM dioperasikan pada frekuensi 14 kHz dengan duty cycle 10 90%.
Simulasi
Error
50 watt
50,6 watt
1,20%
3,3 A 22,2 V 17,5 V 3A
3,3 A 21,3 V 17,04 V 2,97 A
0% 4,05% 2,60% 1,00%
Perbandingan nilai datasheet panel surya dengan simulasi terlihat pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa nilai error daya maksimum sebesar 1,2%, error tegangan hubung buka sebesar 4,05%, error tegangan maksimal sebesar 2,6%, dan error arus maksimal sebesar 1,0%. Nilai error yang kurang dari 5% menunjukkan bahwa simulasi ini masih baik.
4.1 Pengujian panel surya Berdasarkan pengujian sistem kalang terbuka menggunakan intensitas penyinaran 1000 W/m2 dan suhu permukaan panel surya 298 K diperoleh nilai tegangan naik dari 0 – 21 volt, sedangkan arus bergerak turun dari 3,3 – 0 ampere. Grafik hubungan tegangan dan arus yang ditunjukkan pada gambar 13.
4.2 Pengujian buck boost converter Berdasarkan hasil pengujian menggunakan sistem kalang terbuka terjadi kenaikan tegangan dan daya sampai titik puncak dan kemudian turun pada saat kenaikan duty cycle. Lain halnya dengan arus ketika terjadi kenaikan duty cycle besar arus keluaran akan turun hingga titik terendah dan kemudian nilai arus akan meningkat. Berikut hasil pengujian dari buck boost converter:
Grafik tegangan dan arus pada panel surya 3.5
3
Arus panel surya (A)
Datasheet
2.5
2
1.5
1
Tabel 2 Pengujian buck boost converter dengan intensitas 1000 W/m2 dan suhu 318 K
0.5
0 0
5
10
15
20
25
Tegangan panel surya (V)
Gambar 13 Pengaruh tegangan terhadap arus panel surya
Gambar 13 merupakan gambar hubungan antara tegangan dan arus dimana arus bernilai konstan hingga terjadi penurunan nilai arus ketika kenaikan nilai tegangan dari 0 – 21 volt. Berbeda dengan arus, daya memiliki kenaikan nilai hingga pada tegangan tertentu nilai daya berkurang. Pada simulasi ini daya mengalami kenaikan dari 0 – 50 watt pada tegangan 0 – 16,5 volt, tetapi saat tegangan naik dari 16,5 – 21,0 terjadi penurunan daya dari 50 – 0 watt. Grafik hubungan antara tegangan dan daya ditunjukkan pada gambar 14.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Duty cycle 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
Voutput (V) 0,70 2,33 4,33 6,83 10,02 14,11 19,15 23,44 13,95
Ioutput (A) 2,90 2,84 2,77 2,68 2,56 2,42 2,23 2,08 2,42
Poutput (W) 2,06 6,64 12,02 18,35 25,75 34,16 42,86 48,82 33,85
Berdasarkan tabel 2 nilai daya keluaran buck boost converter lebih rendah dari daya maksimal keluaran panel surya, akan tetapi tegangan keluaran converter lebih besar dari keluaran panel surya. Daya keluaran converter lebih rendah dari daya masukan karena di dalam converter tersebut terdapat rugi-rugi. Kerugian ini dapat diminimalkan dengan mengoptimalkan nilai duty cycle. Duty cycle dapat menaikkan daya hingga
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 193
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Grafik duty cycle dengan daya keluaran converter
Daya keluaran converter (watt)
50
40
Perbandingan daya input dan output converter 49.7 Daya output converter Daya input converter
49.6 49.5
Daya (watt)
maksimal pada nilai tertentu. Ketika duty cycle melewati titik puncak maka akan terjadi penurunan daya. Hasil pengujian keluaran daya converter tersebut ditunjukkan pada gambar 15.
49.4 49.3 49.2 49.1
30
49
20
0
2
4
8
10
Gambar 16 Perbandingan daya panel surya dengan daya converter
0
-10
6
Waktu (detik)
10
Perbandingan daya input dan output converter berubah intensitas 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
50
1
Duty cycle
daya output converter daya input converter
Gambar 15 Hubungan duty cycle dengan daya
4.3 Analisis Hasil Simulasi Berdasarkan pengujian menggunakan duty cycle 81,49%, intensitas cahaya 1000 W/m2, dan suhu panel surya 45oC diperoleh perbedaan arus panel surya dengan arus converter ditunjukkan pada gambar 16. Gambar 16 merupakan grafik hubungan daya input dan daya output converter. Daya input converter memiliki nilai 49,42 watt sedangkan daya keluaran converter 48,95 watt. Pengujian kedua menggunakan intensitas 800 W/m2, 200 W/m2, dan 980 W/m2 dengan duty cycle 81,49% yang ditunjukkan gambar 17 dan 18. Gambar 17 merupakan perbandingan nilai daya input converter dengan output converter dengan perubahan intensitas dari 800 W/m2, 200 W/m2, dan 980 W/m2. Daya keluaran converter memiliki nilai yang lebih kecil dari daya input converter. Hal ini dikarenakan terdapat rugi-rugi dalam pemakaian converter. Gambar 18 merupakan grafik perbandingan tegangan input dan output dari converter dengan perubahan tingkat penyinaran. Nilai tegangan keluaran converter memiliki nilai yang lebih besar dari input. Hal ini dikarenakan karakteristik converter yang meningkatkan tegangan keluaran tetapi mengurangi nilai arus keluaran. Namun saat intensitas penyinaran kurang dari 200 W/m2 tegangan keluaran converter lebih rendah dari tegangan input converter.
194 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Daya (watt)
30
20
10
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Waktu (detik)
Gambar 17 Grafik perbandingan daya input dan output converter Perbandingan tegangan input dan output converter berbagai intensitas 25 tegangan output tegangan input
20
Tegangan (V)
Gambar 15 merupakan respons dari converter terhadap kenaikan duty cycle. Ketika duty cycle dinaikkan dari 0 - 90% maka mengakibatkan daya mengalami kenaikan dan mencapai titik puncak pada duty cycle tertentu dan kemudian turun. Nilai maksimal daya converter diperoleh pada saat duty cycle bernilai 81,49% dengan 48,95 watt.
40
15
10
5
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Waktu (detik)
Gambar 18 Grafik perbandingan tegangan input dan output converter
4.4 Pengujian MPPT Pengujian ini menggunakan panel surya yang terhubung beban langsung dan panel surya yang terhubung dengan converter. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan daya maksimum panel surya pada tingkat intensitas cahaya dan suhu panel surya tertentu, serta mengetahui daya yang diserap beban tanpa menggunakan sistem MPPT. 4.5 Pengujian dengan perubahan intensitas Pengujian ini menggunakan rangkaian panel surya yang terhubung beban dan panel surya yang terhubung converter dengan duty cycle 81,49%, suhu panel surya yang tetap, dan intensitas cahaya yang berubah. Pengujian ini juga menggunakan beban yang berubah dari 12 Ohm, 15 Ohm, dan 18 Ohm. Hasil pengujian panel surya dengan MPPT dan non-MPPT menggunakan suhu 45oC ditunjukkan pada tabel 3.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 3 Perbandingan Daya antara sistem non-MPPT dengan sistem MPPT dengan Perubahan Intensitas
Beban (Ohm)
12
15
18
Intensita s (W/m2)
1000 800 600 1000 800 600 1000 800 600
NonMPPT (watt) 24,71 19,61 11,90 19,77 15,69 9,52 16,47 13,07 7,93
MPPT (watt)
46,21 35,43 19,61 36,97 28,34 15,69 30,81 23,62 13,07
Persen tase kenaik an (%) 87,00 80,67 64,78 87,00 80,62 64,81 87,06 80,71 64,81
Pengujian ini menggunakan intensitas 1000 W/m2, 800 W/m2, dan 600 W/m2 dengan hambatan 12 Ohm, 15 Ohm, dan 18 Ohm. Panel surya dengan sistem MPPT memiliki daya yang lebih besar daripada panel surya tanpa sistem MPPT. Selisih daya yang dihasilkan dari kedua sistem antara 7,71 watt hingga 14,34 watt dengan persentase 64,78% hingga 87,06%.
Gambar 19 Perbandingan Sistem MPPT dengan NonMPPT menggunakan beban 12 Ohm
Gambar 19 merupakan hasil pengujian menggunakan sistem MPPT dan non-MPPT pada beban 12 Ohm dengan intensitas 1000 W/m2, 800 W/m2, dan 600W/m2. Dari gambar 19 diketahui bahwa pada intensitas 1000 W/m2 nilai daya yang menggunakan sistem MPPT mempunyai nilai 46,21 watt sedangkan panel surya non-MPPT 24,71 watt. Pada intensitas 800 W/m2 MPPT memiliki daya 35,43 watt sedangkan non-MPPT 19,61 watt. Dengan menggunakan intensitas 600 W/m2 sistem MPPT mengeluarkan daya sebesar 19,61 watt sedangkan sistem non-MPPT mengeluarkan daya sebesar 11,90 watt. Berdasarkan gambar 19 dapat diketahui bahwa penggunaan sistem MPPT memiliki daya keluaran yang lebih besar daripada sistem non-MPPT. 4.6 Pengujian dengan perubahan suhu Pengujian ini menggunakan rangkaian panel surya yang terhubung beban dan panel surya yang terhubung converter dengan suhu panel
surya yang berubah dan intensitas cahaya yang tetap. Pengujian ini juga menggunakan beban yang berubah dari 12 Ohm, 15 Ohm, dan 18 Ohm. Hasil pengujian panel surya dengan MPPT dan non-MPPT menggunakan intensitas pencahayaan 1000 W/m2 ditunjukkan pada tabel 4. Tabel 4 Perbandingan Daya antara sistem non-MPPT dengan sistem MPPT dengan Perubahan Suhu Panel Surya
Beban (Ohm)
12 Ohm
15 Ohm
18 Ohm
Suhu Panel Surya (K) 298 313 318 323 298 313 318 323 298 313 318 323
NonMPPT (watt)
MPPT (watt)
Persentase kenaikan
25,14 24,82 24,71 24,60 20,11 19,86 19,77 19,68 16,76 16,55 16,47 16,40
47,16 46,44 46,21 45,98 37,70 37,15 36,97 36,79 31,42 30,96 30,81 30,65
87,43% 87,10% 87,00% 86,91% 87,46% 87,05% 87,00% 86,94% 87,47% 87,06% 87,06% 86.89%
Pengujian ini menggunakan 298, 313 K, 318, dan 323 K dengan hambatan 12 Ohm, 15 Ohm, dan 18 Ohm. Panel surya dengan sistem MPPT memiliki daya yang lebih besar daripada panel surya tanpa sistem MPPT. Selisih daya yang dihasilkan dari kedua sistem antara 14,24 watt – 21,98 watt dengan persentase 86,89% - 87,46%. Pada tabel 4 diketahui bahwa daya yang dihasilkan panel surya berbanding terbalik dengan suhu permukaan panel surya. Semakin tinggi suhu permukaan panel surya maka daya yang dihasilkan lebih kecil akan tetapi ketika suhu permukaan panel surya semakin rendah maka daya yang dihasilkan semakin besar. Kenaikan nilai daya panel surya juga tergantung pada beban yang terpasang. Beban yang terpasang berbanding terbalik dengan daya yang dihasilkan panel surya. Semakin besar beban yang terpasang maka daya keluaran akan semakin kecil sebaliknya semakin kecil beban yang terpasang maka daya keluaran semakin besar. Grafik hubungan pemasangan beban yang berbeda dengan suhu permukaan 313 K ditunjukkan pada gambar 20.
Gambar 20 Perbandingan sistem MPPT dengan non-MPPT dengan beban yang berubah
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 195
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 20 merupakan pengujian sistem MPPT dengan non-MPPT dengan intensitas cahaya 1000 W/m2, temperatur 313 K, dan hambatan bervariasi dari 12 Ohm, 15 Ohm, dan 18 Ohm. Sistem non-MPPT memiliki daya sebesar 24,82 watt, 19,86 watt, dan 16,55 watt sedangkan sistem MPPT memiliki daya 46,44 watt, 37,15 watt, dan 30,96 watt. Daya yang dihasilkan panel surya mengalami penurunan seiring dengan penambahan beban yang terpasang pada rangkaian. Semakin besar beban yang terpasang maka daya yang diserap semakin besar pula akan tetapi daya yang dapat dimanfaatkan semakin kecil.
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tugas akhir ini diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: 1. Panel surya menggunakan sistem MPPT menghasilkan daya keluaran yang lebih besar daripada Panel Surya tanpa sistem MPPT. Persentase selisih daya panel surya tanpa MPPT dan panel surya dengan MPPT 64,78% - 87,06%. 2. Daya yang dihasilkan oleh panel surya lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang diserap oleh panel surya daripada suhu permukaan panel surya. Selisih daya yang dihasilkan dari kedua sistem antara 14,24 watt – 21,98 watt dengan persentase 86,89% - 87,46% 3. Daya maksimal panel surya dapat dihasilkan dengan menggunakan duty cycle 81,49%
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kami sampaikan kepada Jurusan Teknik Elektro yang telah membantu dalam pendanaan penelitian ini
Daftar Pustaka Abouda, S., 2013, Design, Simulation, and Voltage Control of Standalone Photovoltaic System Based MPPT Aplplication to a Pump system, International Journal of Renewable Energy Research, vol. 3, pp. 541-542. Babgei A. F., 2012, Rancang Bangun Maximum Power Point Tracker (MPPT) pada Panel Surya Dengan menggunakan metode Fuzzy, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Modabbernia M. R., 2013, The State Space Average Model of Buck-Boost Switching Regulator Including all of The System Uncertainties, International Journal on
196 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Computer Science and Engineering (IJCSE), vol. 5, pp. 120-125. Salmi, T., 2012, Matlab/Simulink Based Modelling of Solar Photovoltaic Cell, International Journal of Renewable Energy Research, vol. 2, pp. 231215. Saputra A., 2011, Perancangan Pengendali PID pada Optimasi Transfer Daya Panel Surya Berbasis Lab View, Jurusan Teknik Elektro UII, Yogyakarta. Selva S., 2013, Modeling and Simulation of Incremental Conductance MPPT Algorithm for Photovoltaic Applications, International Journal of Scientific Engineering and Technology, vol. 2, pp. 681684. Wibisono R. D. G., 2010, Perancangan Pengendali Fuzzy untuk Optimasi Panel Surya, Jurusan Teknik Elektro UII, Yogyakarta.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pengelompokan Data Guru Untuk Pemilihan Calon Pengawas Satuan Pendidikan Menggunakan Metode Fuzzy C-Means dan Kohonen Self Organizing Maps Muslem 1, Eko Mulyanto Yuniarno 2, I Ketut Eddy Purnama 3 Magister Telematika (Konsentrasi CIO), Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya 1
[email protected] Jurusan Teknik Elektro,Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya 2 ,3 Abstrak Mutu pendidikan sangat bergantung dari pengelolaan pendidikan, salah satu faktor penting dalam pengelolaan pendidikan adalah pengawasan dan evaluasi. Pengawasan pendidikan yang berkesinambungan dan didukung dengan penunjukan pengawas yang sesuai kompetensi akan berimplikasi terhadap mutu pendidikan. Permasalah yang saat ini sering terjadi adalah proses pengelompokan data guru untuk dipilih menjadi calon pengawas masih konvensional, sehingga diperlukan suatu model pengelompokan data guru untuk mendapatkan informasi yang berguna dalam merencanakan langkah-langkah strategis dan regulasi kebijakan penentuan calon pengawas satuan pendidikan. Dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi khususnya bidang data mining, pada penelitian pengelompokan data guru ini menggunakan metode fuzzy cmeans dan kohonen self organizing maps, dan hasil pengelompokan dilakukan analisa dengan melakukan pengukuran penyebaran data. Dari hasil penelitian didapatkan dengan membentuk beberapa pengelompokan pada FCM dengan memberikan nilai akurasi error 0.1 dan kohonen SOM yang diatur learning rate dan laju pembelajarannya, didapatkan hasil pengelompokan dengan 3 cluster dengan memberikan learning rate 0.8 dan laju pembelajaran 0.7 pada metode kohonen SOM mempunyai nilai varian yang ideal sebesar 0.0088 dibandingkan pengelompokan pada FCM dan daripada metode yang sama dengan membentuk kelompok yang berbeda. Kata Kunci: cluster variance, clustering, data guru , fuzzy c-means, kohonen SOM, pengawas
1. Pendahuluan Pendidikan merupakan faktor penting dalam mencapai tingkat kesejahteraan suatu bangsa. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan output masyarakat yang berkualitas dan mandiri, untuk meningkatkan mutu pendidikan, selain faktor pengelolaan diperlukan monitoring dan evaluasi dengan melakukan pengawasan pada setiap jenjang satuan pendidikan. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, konsep pengawasan sesungguhnya menempati posisi yang sangat strategis, disebabkan karena seberapapun bagusnya sebuah perencanaan program pendidikan, jika tanpa dibarengi dengan proses pengawasan yang memadai, maka segala program yang dicanangkan sebelumnya akan menjadi tidak terukur secara jelas tingkat keberhasilannya, bahkan sangat memungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi didalamnya yang sulit untuk dideteksi[9]. Untuk kepengawasan diperlukan penunjukan seorang pengawas pada tiap satuan pendidkan. Pengawasan satuan pendidikan adalah seorang kepala sekolah dan guru yang diberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk melakukan pengawasan pendidikan dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan tertentu[7,8]. Pengawasan pengelolaan pendidikan yang berkesinambungan dan penunjukan pengawas
yang sesuai kompetensi akan berimplikasi terhadap mutu pendidikan. Permasalahan yang saat ini terjadi adalah proses pengelompokan data guru untuk dipilih menjadi calon pengawas masih dilakukan secara konvensional, tidak mampu mengeksplorasi data guru secara cepat dan akurat dan penilaian calon yang tidak objektif sesuai kompetensi masingmasing calon pengawas sehinga diperlukan suatu pengelompokan data guru untuk mendapatkan informasi yang berguna dalam merencanakan langkah-langkah strategis dan kebijakan dalam mengambil keputusan unutk penerimaan calon pengawas satuan pendidikan. Dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi khusunya dibidang data mining, penelitian ini akan menggunakan metode fuzzy c-means (FCM) dan kohonen self organizing maps (SOM). Pengelompokan dengan FCM mampu mencari pola sampel data dari dalam databases yang besar dengan variabel dan kompleksitas tinggi[2], pengelompokan pada kohonen SOM mampu mengelompokkan dokumen dengan konteks dan isi yang mirip[4]. Pada penelitian ini terdiri atas lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut. Pendahuluan berisi tentang hal-hal yang mendasari penelitian ini dilakukan serta identifikasi permasalahan, bab tinjauan pustaka berisi uraian teori, yang dijadikan landasan untuk melakukan penelitian ini, bab metodologi penelitian membahas tentang uraian
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 197
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
metodologi yaitu tahapan yang dilakukan, metode yang digunakan yaitu fuzzy c-means dan kohonen SOM, bab analisa dan pembahasan adalah uraian hasil analisa dan pembahasan terhadap hasil pengelompokan data yang dilakukan dan pembahasan pengukuran hasil pengelompokan, dan bab terakhir berisi kesimpulan dan saran merupakan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran terhadap pengembangan penelitian selanjutnya. Digunakan kedua metode tersebut bertujuan untuk dapat memperoleh model pengelompokan yang ideal terhadap karakteristik dari data guru, hasil pengelompokan yang dibentuk diukur penyebaran dari data guru untuk mendapatkan pengelompokan yang ideal menggunakan cluster variances, sehingga dapat diperoleh hasil pengelompokan data guru yang dapat direkomendasikan untuk diangkat sebagai calon pengawas satuan pendidikan sesuai dengan aturan penilaian kriteria dari setiap parameter data guru secara akurat untuk menjadi calon pengawas satuan pendidikan pada jenjang tertentu.
2. Metode Metode yang akan digunakan dalam penelitian pengelompokan data guru untuk pemilihan calon pengawas satuan pendidikan yaitu dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi khusunya bidang data mining untuk pengelompokan data yaitu menggunakan metode fuzzy c-means dan kohonen self organizing maps, hal ini sesuai dengan karakteristik data guru yang beragam yang perlu dikelompokkan sehingga dapat memunculkan calon pengawas yang mempunyai kompetensi dan layak untuk dicalonkan sebagai pengawas, kedua metode ini tergolong kedalam unsupervised learning, artinya pembelajaran yang tidak terawasi, dalam konsep artificial neural network sebuah output tidak ditentukan target yang harus dicapai. Adapun sistem kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 1. 1 Blok diagram penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data guru, dan Kepala Sekolah dari Kabupaten Aceh Utara yang berupa data kuantitatif. Peneliti mendapatkan data secara sekunder yang
198 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
menghimpun dari berbagai jenis data seperti dari data UKG 2012, data guru sertifikasi, data tunjangan jabatan fungsional 2013 sehinga diperoleh data yang cukup dalam penelitian ini. Atribut data guru yang digunakan adalah status Guru/Kepala Sekolah, jenjang pendidikan, kualifikasi pendidikan, masa kerja, umur, pangkat, dan sertifikasi, hal ini sesuai parameter aturan penilaian calon pengawas satuan pendidikan, jumlah data yang digunakan 315. Secara detail berikut alur pengerjaan dalam penelitian ini :
Gambar 1. 2 Alur pengerjaan penelitian
Data guru yang akan dilakukan untuk tahap proses clustering terlebih dahulu dilakukan tahap data preprocessing, hal ini dilakukan untuk validasi data terhadap duplikasi, dan melakukan pembersihan terhadap record data yang tidak digunakan dan selanjutnya dilakukan normalisasi berupa transformasi data untuk dapat digunakan pada proses pengelompokan dengan melakukan penyesuain transformasi data input antara range 0 sampai 1, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : (1)
Khusus untuk parameter, status, kualifikasi pendidikan, jenjang pendidikan, pangkat, sertifikasi dilakukan dengan mengkonversi data parameter tersebut kedalam range 0 dan 1, sebagai contoh untuk parameter status dikonversi sebagai berikut : Tabel 1. 1 Contoh konversi data status Nilai Konversi Status Input Kepsek SMK 20 1 Kepsek SMA 19 0.95 Guru SMK 18 0.90 Guru SMA 17 0.85 Kepsek SMP 16 0.80 Guru SMP 15 0.75 Kepsek SD 14 0.70 Guru SD 13 0.65 Kepsek TK 12 0.60 Guru TK 11 0.55
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Setelah tahap data prepocessing selesai, dilakukan tahap pengelompokan yaitu menggunakan metode fuzzy c-means dan kohonen self organizing maps. a. Fuzzy C-Means Pengelompokan dengan metode FCM yang merupakan salah satu artificila neural network yang unsupervised learning dengan didasarkan pada teori logika fuzzy. Konsep dasar FCM adalah menentukan titik pusat cluster yang akan ditandai sebagai titik lokasi rata-rata untuk setiap cluster-nya. Berikut ini algoritma dari FCM [11]: 1. Tentukan data berupa matrix n x m, jumlah cluster (c ≥2), pangkat pembobot (w>1), maksimum iterasi, fungsi objektif (P0=0), akurasi (ɛ=nilai positif yang sangat kecil), iterasi awal (t=1) 2. Buat matrix partisi awal (µ) secara acak, 3. Hitung pusat cluster dari setiap cluster :
a.
Inisialisasi : a. Menentukan bobot Wij secara acak, b. Menentukan laju pembelajaran, c. Menentukan bentuk dan jari-jari (R). b. Selama kondisi penghentian berrnilai salah, lakukan langkah 3 sampai langkah 8, c. Untuk setiap vektor masukan X, lakukan langkah 4 sampai langkah 6 , d. Hitung jarak Euncledian D(j) , untuk setiap j (j=1..2..m) dengan nilai bobot Wj dan data masukan Xi (1=1..,2..,3), dengan persamaan : (5)
e. f.
Menentukan indeks j sedemikian hingga Dj minimum, Lakukan perbaikan nilai bobot Wij untuk setiap unit j disekitar J dengan menggunakan persamaan :
(2) 4.
Hitung fungsi objektif pada iterasi ke–t :
(6) g.
Modifikasi laju pembelajaran saat iterasi selesai : (7)
h.
Uji kondisi penghentian.
(3) 5.
Update derajat keanggotaan µ :
(4) dengan i=1..2..n ; k=1..2..c 6.
Cek kondisi berhenti : a. Jika : (P1-Pt) < ɛ atau (t < MakIterasi) maka berhenti, b. Jika tidak : t = t +1, mengulang langkah 3.
Pada pengelompokan yang digunakan dengan FCM akan digunakan nilai matrik partisi awal (µ) secara random dan nilai akurasi error sebesar 01, nilai ini diberikan pada setiap kelompok yang akan dibentuk yaitu 2,3 dan 4 kelompok, dan akan dilihat perbedaan hasil penyebaran data pada setiap pengelompokannya. Kohonen self organizing maps Metode kohonen SOM merupakan salah satu bagian dari artificial neural network yang unsupervised learning dimana data target tidak ada yang ditentukan, pada kohonen SOM diberikan pengetahuan dasar berupa parameter data dan bobot yang ditentukan dan hanya neuron pemenang yang diupdate bobotnya. Adapun algoritma metode kohonen self organizing maps[1] adalah sebagai berikut :
Untuk dapat mendapatkan hasil penyebaran data yang maksimal, pada pengelompokan dengan kohonen SOM akan dilakukan penentuan terhadap learning rate dan laju pembelajarannya, setiap pengelompokan data yang dibentuk akan dibedakan nilai learning rate dan laju pembelajarannya. c. Analisis evaluasi pengelompokan Pengelompokan data guru yang dihasilkan akan dilakukan evaluasi pengelompokan data dengan melakukan analisis pengukuran penyebaran data yang terjadi dengan menggunakan cluster variance yang merupakan model untuk melakukan pengukuran terhadap penyebaran data yang terjadi. Dalam cluster variance sebuah cluster mencapai ideal apabila nilai keanggotaan sebuah kelompok mempunyai kesamaan yang tinggi dan berbeda dengan kelompok yang lainnya[6]. Besarnya nilai penyebaran data yang terjadi dalam sebuah kelompok dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
b.
(8) dengan : : Varian pada kelompok c, c : 1..k, dimana k:jumlah kelompok, di : data ke-i pada suatu kelompok, : rata-rata suatu data pada satu kelompok,
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 199
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Dalam cluster variance ada 2 model pengukuran evaluasi pengelompokan dari segi internal yaitu variance within cluster (Vw) digunakan untuk mengukur tingkat penyebaran data didalam sebuah kelompok yang dibentuk, kelompok yang ideal adalah yang mempunyai nilai Vw yang minimum, yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : (9) dengan : N : jumlah semua data, : jumlah data dalam sebuah kelompok i, : Varian pada kelompok ke i Selanjutnya dari segi eksternal pengukuran cluster variance adalah variance between cluster yaitu pengukuran penyebaran data antar kelompok yang dibentuk, nilai Vb yang tinggi menandakan sebuah kelompok yang ideal, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
pada FCM, akan digunakan pusat cluster sebagai bobot awal pada metode kohonen SOM untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan dengan kohonen SOM. Pemberian bobot pada metode kohonen SOM yang berupa pusat cluster pada metode FCM dilakukan untuk mengukur seberapa nilai penyebaran data yang terjadi dengan mengatur learning rate dan laju pembelajarannya, yang akan dibandingkan dengan pengelompokan kohonen SOM yang nilai bobot awal ditentukan secara random. Pada pengelompokan data guru menggunakan FCM untuk membentuk 2, 3 dan 4 cluster, dengan mengatur parameter yaitu nilai akurasi error = 0.1, maksimum iterasi = 100, fungsi objektif= 0, pangkat pembobot = 2, dan untuk setiap nilai keanggotaan data atau µ matrik-nya merupakn nilai random. maka didapatkan informasi nilai untuk penyebaran data dalam cluster dan antar cluster dan nilai varian keseluruhannya adalah sebagai berikut : Grafik Variance Within Cluster 0.0226
0.025
0.02
0.0178
(10) dengan : c : jumlah kelompok, : jumlah data dalam sebuah kelompok i, : rata-rata nilai
Nilai Vw
0.02 0.015
Vw
0.01 0.005 0 2
3
4
Gambar 1. 3 Nilai Vw pada FCM
Untuk keseluruhan varian dari semua kelompok yang terbentuk dapat dihitung dengan melakukan perhitungan variance within cluster (Vw) dan variance between cluster (Vb) , nilai sebuah varian (V) yang semakin kecil menandakan sebuah kelompok yang ideal, untuk dapat menghitung varian dari seluruh kelompok yang terbentuk adalah dengan persaman sebagai berikut:
Hasil pengukuran penyebaran data dengan membentuk 2,3 dan 4 cluster pada FCM didapatkan pengelompokan dengan 4 cluster merupakan yang paling ideal, namun harus diketahui nilai variance between cluster-nya, adapun nilai Vb yaitu sebagai berikut :
Grafik Variance Between Cluster 8.2452
(11)
3. Hasil dan Pembahasan Sesuai dengan alur pengerjaan penelitian yang menggunakan metode fuzzy c-means dan kohonen SOM, berikut ini diuraikan hasil penelitian yang didapatkan dan pembahasannya : 3.1 Fuzzy c-means Hasil pengelompokan yang mempunyai nilai varian yang minimum dengan pembentukan cluster > 2
200 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Nilai Vb
Berdasarkan analisa terhadap pengelompokan data guru menggunakan metode FCM dan kohonen SOM, maka akan diambil hasil pengelompokan yang paling ideal dari segi pengukuran cluster variance untuk menjadi rekomendasi terhadap pemilihan calon pengawas satuan pendidikan.
8 3.3954
4
Vb 2
1.3796
1 2
3
4
Gambar 1. 4 Nilai Vb pada FCM
Nilai variance between cluster pada pengelompokan FCM sangat bervariasi hal ini berdasarkan nilai Vb. Nilai Vw yang ideal belum tentu mempunyai nilai Vb yang ideal. Keseluruhan nilai varian dari beberapa cluster yang dibentuk adalah sebagai berikut:
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
0.02
NIlai Varian
3.3 Kohonen SOM, Pada hasil pengelompokan yang didapatkan dengan menggunakan metode kohonen SOM yang diberikan nilai bobot awal secara random, mempunyai nilai varian yang berbeda, dimana untuk pengelompokan 2 cluster dengan learning rate 0.6 dan laju pembelajtan 0.5 , untuk 3 cluster diberikan learning rate 0.8 dan laju pembelajaran 0.7, dan untuk 4 cluster diberikan learning rate 0.9 dan laju pembelajtan 0.8. Berikut ini hasil cluster variance berupa grafik Vw, Vb dan varian keseluruhannya yaitu :
Grafik Varian 0.01638
0.015 0.01
0.00524 0.00243
0.005 0 1
2
3
4
5
Cluster Varian
Gambar 1. 5 Nilai varian FCM
Grafik Variance Within Cluster SOM
Nilai varian keseluruhan terbaik adalah pengelompokan dengan menggunakan metode FCM pada 2 cluster dengan nilai varian sebesar 0.00243.
Tabel 1. 2 Nilai pusat cluster FCM 0.77 0.75
0.53 0.53
0.95 0.96
0.79 0.81
0.43 0.50
0.85 0.86
0.89 0.92
0.75 0.77
0.53 0.54
0.96 0.95
0.81 0.78
0.50 0.44
0.86 0.85
0.91 0.88
3.2 FCM + Kohonen SOM Nilai pusat cluster pada tabel 1.2 tersebut akan digunakan sebagai bobot awal pada pengelompokan dengan kombinasi metode FCM dan kohonen SOM, dengan memberikan learning rate 0.9 dan laju pembelajaran 0.8 dengan membentuk 4 cluster, didapatkan nilai cluster variance sebagai berikut : Tabel 1. 3 Nilai cluster variance Metode Penilaian Variance within cluster FCM + SOM Variance between cluster Varian keseluruhan Variance within cluster FCM Variance between cluster Varian keseluruhan
Nilai 0.0068 6.0741 0.00112 0.0178 3.3954 0.00524
Ternyata nilai varian pada FCM+Kohonen SOM mempunyai hasil yang lebih ideal dibandingkan dengan pengelompokan pada FCM pada pengelompokan dengan 4 cluster, bahkan nilai varian keseluruhan mempunyai nilai lebih ideal dibandingkan dengan metode FCM pada pengelompokan 2,3 dan 4 cluster.
0.0198
Nilai Vw
0.02 0.015 0.0085
0.01
0.0067
Vw
0.005 0 1
2
3
4
Cluster
Gambar 1. 6 Nilai Vw pada kohonen SOM
Nilai variance within cluster (Vw) pada kohonen SOM mempunyai nilai yang terbaik ada pada pengelompokan 4 yaitu dengan nilai Vw sebesar 0.0067. dan hasil untuk variance between cluster (Vb) untuk pengelompokan 4 cluster tidak mempunyai nilai terbaik namun ada pada pengelompokan dengan 3 cluster, dan berikut ini nilai variance between cluster (Vb) pada kohonen SOM :
Grafik Variance Between Cluster SOM 12
9.6805 8.3942
10 Nilai Vb
Pengelompokan dengan 2 cluster pada FCM untuk pemilihan calon pengawas satuan pendidikan belum bisa mewakili menunjukan calon-calon pengawas yang memenuhi untuk nominasi calon utama, sedang dan rendah, dikarenakan pengelompokan terbaik ada pada cluster yang dibentuk dengan 2 cluster. Sehingga akan diambil pengelompokan 4 cluster dengan nilai varian sebesar 0.00524, dengan nilai pusat cluster-nya sebagai berikut :
0.025
8
6.1626
6 Vb
4 2 0 1
2
3
4
Cluster
Gambar 1. 7 Nilai Vb pada kohonen SOM
Berdasarkan nilai variance between cluster (Vb), nilai yang paling maksimum ada pada pengelompokan 3 cluster dengan nilai 9.6805. Nilai varian keseluruhan pada pengelompokan kohonen SOM yaitu sebagai berikut:
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 201
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Grafik Varian SOM 0.00236
Nilia Varian
0.0025 0.002 0.0015
0.00088
0.001
0.00109 Varian
0.0005 0 1
2
3
4
Cluster
Gambar 1. 9 U-matrix visualisasi Gambar 1. 8 Nilai varian pada kohonen SOM
Pada pengelompokan dengan menggunakan metode kohonen SOM didapatkan informasi bahwa pengelompokan dengan membentuk 3 cluster dengan nilai learning rate 0.8 dan laju pembelajaran 0.7 mempunyai hasil varian yang ideal dibandingkan dengan pengelompokan untuk 2 dan 4 cluster dengan kohonen SOM dengan nilai varian sebesar 0.00088 dan juga lebih ideal dibandingkan dengan pengelompokan pada metode FCM.
Hasil degradasi warna yang dipetakan dengan umatrix memperlihatkan posisi setiap data input yang masuk kedalam pengelompokan yang dibentuk dengan 3 cluster. Dan keseluruhan data yang masuk pada setiap pengelompokan yang dibentuk sebagai berikut:
Berikut ini diuraikan perbedaan nilai varian terkecil dari pengelompokan yang didapatkan yaitu : Tabel 1. 4 Perbedaan nilai varian keseluruhan Metode Varian FCM 0.00243 FCM + SOM 0.00112 SOM 0.00088
Nilai varian terbaik pada FCM sebesar 0.00243 didapatkan dari pengelompokan dengan 2 cluster, nilai varian kombinasi metode FCM+Kohonen SOM sebesar 0.00112 didapatkan dari pengelompokan 4 cluster, dan varian metode Kohonen SOM adalah sebesar 0.00088 dari pengelompokan dengan 3 cluster. 3.4 Visualisasi Hasil pengelompokan Kohonen self organizing maps dapat direpresentasikan sebagai unified distance matrik atau u-matrix[12]. Visualisasi pengelompokan dilakukan pada pengelompokan yang mempunyai nilai varian terbaik, hal ini dilakukan untuk dapat melihat nominasi dari setiap data masukan untuk dapat dipilih dalam nominasi utama, menengah dan rendah. Dan berikut ini hasil dari u-matrix pada pengelompokan dengan membentuk 3 pengelompokan sebagai berikut :
202 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 1. 10 U-matrix visualisasi dan labelling
Hasil dari visualisai u-matrix dapat dirincikan data input yang masuk dalam pengelompokan, yaitu sebagai berikut :
Cluster 1 2 3
Tabel 1 Nominasi data input Data Guru Nominasi Nominasi Nominasi Utama (P1) Sedang (P2) Rendah (P3) 105 4 175 31
Nominasi utama berjumlah 105 data (cluster 1), nominasi sedang sebanyak 179 data (cluster 2), dan nominasi rendah sebanyak 31 data (cluster 3). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan nilai varian minimum ada pada pengelompokan dengan membentuk 3 cluster metode kohonen SOM yang bobot awal random, dengan memberikan learning rate 0.8 dan laju pembelajarannya 0.7, dengan hasil nilai variance within cluster (Vw) sebesar 0.0085 dan variance between cluster (Vb) sebesar 9.6805, dan hasil nilai varian keseluruhannya sebesar 0.00088, merupakan nilai varian yang paling minimum. Dan proses penyebaran data dari 315 data guru, diperoleh informasi cluster 1 sebanyak 105 data guru, cluster 2 sebanyak 179 data, dan 31 data masuk kedalam cluster 3. Hasil pengelompokan ini
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dapat mewakili dari nominasi utama, sedang dan rendah untuk dijadikan rekomendasi untuk pemilihan calon pengawas satuan pendidikan.
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka didapatkan beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut : 1. Metode pengelompokan dengan FCM dengan memberikan akurasi error sebesar 0.1, nilai keanggotan data µ matrik secara random dengan membentuk 2, 3 dan 4 cluster mempunyai nilai penyebaran data dalam cluster yang ideal pada pengelompokan 2 cluster dengan nilai 0.02, dan nilai penyebaran antar cluster tebaik pada pengelompokan 2 cluster sebesar 8.2452. keseluruhan varian terbaik juga ada pada pengelompokan 2 cluster sebesar 0.00243 2. Metode pengelompokan dengan mengunakan kohonen SOM dengan membentuk 2,3 dan 4 cluster dan melakukan pemberian nilai learning rate dan laju pembelajaran pada setiap cluster yang dibentuk, mempunyai nilai cluster variance yang lebih ideal dibandingkan dengan FCM dan pengelompokan kombinasi FCM dengan kohonen SOM, hal ini berdasarkan nila varian keseluruhan pada pengelompokan dengan 3 cluster yaitu sebesar 0.00088. 3. Pemberian nilai learning rate dan laju pembelajaran pada metode kohonen SOM menentukan hasil penyebaran data yang diinginkan sesuai cluster yang dibentuk.
[5] Ilham, B.Priyambodo. 2011. Impelementasi Metode Single Lingkage untuk Menentukan Kinerja Agen pada Call Centre Berbasis Asterisk for Java. Surabaya,Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), [6] A.R. Barakbah, Cluster Analysis, Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, ITS. [7] BSNP, PERMENDIKNAS No.27 Tahun 2007, Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, [8] Badan PSDMPK dan PMPTK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012, Pedoman Penilaian Kinerja Pengawas Sekolah [9] Prof, Dr Nana Sudjana, Departemen Pendidikan Nasional, Direktoral Jenderal PMPTK.2006, Standar Mutu Pengawas [10] Budi Santosa Tutorial, 2007, Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis, ISBN: 978-979-756-224-3, Graha Ilmu. [11] Eko Prasetyo, 2012, Data Mining Konsep dan Aplikasi Menggunakan Matlab, Andi. [12] Juha Vesanto, Johan Himberg, Esa Alhoniemi, Juha Parhankangas, April 2000, Som Toolbox For Matlab 5, ISSN: 1456-2243 ,Helsinki University of Technology. Finland
Pada pengembangan penelitian kedepan perlu diperhatikan nilai akurasi error yang ditentukan pada FCM, dan pada metode kohonen SOM diperlukan penentuan khusus untuk memperhatikan nilai matrix bobot awal, juga perlu dilakukan evaluasi pengukuran hasil pengelompokan dengan metode yang lain.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan mendukung saya untuk menyelesaikan paper ini masih belum sempurna.
Daftar Pustaka [1] Laurene Fausett,1994, Fundamentals of Neural Networks, [2] Sylvia Jane A.S, 2007, Fuzzy C-Means Clustering Model Data Mining for Recognizing Stock Data Sampling, IJCCS Vol.1 No.2 June 2007. [3] Juha Vesanto, Esa Alhoniemi, 2000, Clustering of the Self Organizing Maps, IEEE Transactions on Neural Networks Vol.11, No.3, May.2000, [4] Shekar Candra, Shoba G, 2009, Classification Of Documents Using Kohonen's Self Organizing Maps, International Journal of Computer Theory and Engineering, Vol:1, No.5, Desember 2009.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 203
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
204 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
EKSTRAKSI MODEL PROSES BISNIS PADA APLIKASI WEB E-COMMERCE DENGAN WEB MINING Kartina Diah Kesuma Wardhani 1, Dini Nurmalasari 2 Teknik Informatika,Politeknik Caltex Riau1
[email protected] Teknik Komputer, Politeknik Caltex Riau 2 Abstrak Saat awal proses bisnis yang berjalan pada sebuah perusahaan maupun organisasi dimodelkan setelah melalui proses requirement elicitation pada tahap analisis dalam Software Development Life Cycle (SDLC). Proses ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar jika stakeholder yang berkepentingan berada pada jarak dan ruang yang berjauhan. Keberhasilan implementasi e-commerce merupakan proses perbaikan berkelanjutan yang cepat dan bijak terhadap proses bisnis dalam menyikapi perubahan perilaku dan kebutuhan konsumen. Untuk menyikapi perubahan tersebut sistem e-commerce dapat merekam aktivitas konsumen di toko “virtual”, termasuk apa yang konsumen lihat, apa yang dimasukkan ke dalam keranjang belanja, dan sebagainya dalam bentuk data log. Penelitian ini memberi kontribusi dengan menggunakan teknologi web mining untuk mengekstrak model proses bisnis pada aplikasi e-commerce yang berasal dari data log hingga menghasilkan sebuah model proses bisnis bagi aplikasi e-commerce. Model proses bisnis yang dihasilkan dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi pengembang aplikasi e-commerce dalam mengembangkan aplikasi tanpa melakukan tahapan analisis dan desain. Kata Kunci: model proses bisnis, e-commerce, requirement elicitation, web mining
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Proses bisnis pada awalnya ditetapkan secara manual berdasarkan peraturan dan prosedur yang diterapkan di organisasi. Perekayasa sistem mendapatkan peraturan dan prosedur suatu organisasi melalui proses requirement elicitation, yaitu proses mengumpulkan dan memahami, menemukan, menggali, mempelajari kebutuhan pelanggan, pengguna dan stakeholder sehingga aplikasi yang dikembangkan dapat mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan pelanggan (Hickey & Davis, 2003). Requirement elicitation adalah proses yang sulit dilakukan untuk proyekproyek perangkat lunak skala besar dengan banyak pemangku kepentingan yang terlibat, mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan (Mulla & Girase, 2012). Requirement elicitation sendiri merupakan bagian dari proses requirement engineering untuk tahap pengembangan aplikasi (Sommerville, n.d.). Dari gambar (1.1) terlihat 4 tahapan proses yang dilakukan dalam requirement engineering pada bagian pengembangan aplikasi, salah satunya adalah requirement elicitation and analysis. Tahapan ini menghasilkan model sistem untuk aplikasi yang akan dikembangkan.
Gambar 1-1 Requirement Engineering Process by Ian Sommerville and Gerald Kotoya (Sommerville, I., Software Engineering 7th ed)
Model sistem tersebut adalah deskripsi abstrak dari sistem yang sedang dilakukan analisis terhadap kebutuhannya. Model sistem tersebut salah satunya adalah model proses yaitu model yang menggambarkan semua aktivitas yang dapat dilakukan oleh sistem dalam rangka menjalankan fungsi organisasi atau bisnis. Dewasa ini pengguna aplikasi semakin bervariasi dengan kebutuhan yang berbeda-beda terhadap aplikasi yang sama. Proses bisnis harus selalu dievaluasi untuk dapat memberikan pelayanan dan kenyamanan bagi pengguna. Untuk itu perusahaan merekam aktivitas pengguna aplikasi untuk mendapatkan informasi aktual dari pelanggan berdasarkan aktivitas real di lapangan ketika pengguna menjalankan prosedur tertentu. Aktivitas pengguna tersebut direkam dalam bentuk data log (Grace & Nagamalai, 2011). Teknologi web usage
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 205
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
mining adalah salah satu metode dari web mining yang secara spesifik ditujukan untuk mengekstraksi informasi dari data log yang merekam aktivitas pengguna aplikasi pada saat berinteraksi dengan aplikasi web (Sharma, 2011). Data log merekam identitas pengguna web bersamaan dengan perilaku browsing mereka pada situs web. Web usage mining diterapkan pada e-commerce untuk dapat mengetahui perilaku browsing pelanggan sehingga dapat dilakukan prediksi dari perilaku pengguna dalam situs web, melakukan perbandingan terhadap penggunaan situs web yang diharapkan dengan penggunaan aktual dari pengguna, sehingga dari sana dapat dijadikan sebagai dasar memperbaiki fungsionalitas dan tampilan dari web e-commerce dalam rangka memberi layanan yang sesuai dengan kepentingan pengguna(Patel, Chauhan, & Patel, 2011; Vellingiri & Pandian, 2011). 1.2 State of The Art WUM adalah aplikasi teknik data mining untuk menemukan pola penggunaan dari data web dengan tujuan memahami dan memberikan layanan yang lebih baik pada aplikasi berbasis web (Cooley, Mobasher, & Srivastava, 2013; Wang, 2000). Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan proses pre-processing data untuk memastikan data yang akan diproses lebih lanjut sudah bersih dari data-data yang tidak diperlukan maupun dilengkapi dengan data yang sesuai dengan kebutuhan. Tahap selanjutnya adalah pattern discovery yaitu tahapan melakukan generate rules dan pattern. Proses yang dilakukan pada tahap ini termasuk juga melakukan generate dari data statistik, seperti jumlah halaman yang paling sering diakses, halaman awal yang paling sering diakses, dan waktu rata-rata setiap halaman diakses. Algoritma data mining yang digunakan pada tahap ini diantaranya adalah assosiation rule, dan sequential pattern. Proses mining selanjutnya adalah pattern analysis yaitu proses menampilkan hasil analisa yang diperoleh dari proses pattern discovery kedalam tampilan dengan visualisasi yang mudah dimengerti oleh pengguna. Output proses ini dapat berupa aturanaturan, pola, dan gambaran statistic (Cooley et al., 2013; Gomes, 2005; Han, J., Kamber, 2000). 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menghasilkan sebuah desain struktur aplikasi web e-commerce menggunakan Web Mining 2. Untuk mengetahui apakah Web Mining dapat menghasilkan model proses bisnis untuk aplikasi web e-commerce 3. Untuk menganalisa teknik mining yang dapat digunakan untuk menghasilkan model proses bisnis dengan Web Usage Mining Adapun sistematika pembahasan sub bab berikutnya pada makalah ini yaitu Sub Bab II membahas mengenai metode yang digunakan untuk
206 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
menghasilkan model proses bisnis menggunakan data log. Sub Bab III membahas mengenai hasil dan pembahasan tentang model proses bisnis yang dihasilkan. Sub Bab IV berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta ucapan terimakasih.
2. Metode Bagian ini menjelaskan mengenai metode yang digunakan untuk menghasilkan model proses bisnis menggunakan data log. Bagian ini dibedakan menjadi 2 pembahasan yaitu metode pengumpulan data dan metode analisa data. 2.1 Metode Pengumpulan Data Untuk melakukan analysis model proses bisnis sebuah aplikasi diperlukan data log yang merupakan rekaman aktivitas pengguna selama berinteraksi dengan aplikasi. Model proses yang akan dianalysis pada penelitian ini adalah model proses bisnis dari aplikasi webstore, sedangkan data log yang digunakan adalah data log web yang berasal dari rujukan penelitian Ivancsy,dkk yaitu Click Stream data dari ECML/PKDD 2005 Discovery Challenge1 yang merupakan kumpulan data click stream dari 7 buah toko web. Log yang direkam adalah aktivitas setiap pengguna dari ketujuh aplikasi webstore sejak awal pengguna berinteraksi pada halaman web hingga akhir meninggalkannya. Setiap baris pada data log berisi informasi sebagai berikut: Inisialisasi Toko Waktu IP address Session Halaman yang dikunjungi Halaman referensi
Gambar 2-1 Contoh Data Log Untuk mendapatkan model proses dari halaman yang diakses secara terurut diperlukan tahapan preprocessing untuk mengidentifikasi sebuah urutan yang dianggap valid untuk dapat diikutkan pada mining proses pada tahap selanjutnya. Pre-processing dilakukan untuk WUM dengan teknik frequent pattern pada data akses log web 1
http://lisp.vse.cz/challenge/CURRENT/
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
melalui beberapa tahap yaitu data cleaning, session identification dan data conversion. Data cleaning Aktivitas yang dilakukan pada data cleaning antara lain membersihkan data log dari noise, seperti data yang tidak lengkap, atribut yang tidak relevan dengan kebutuhan mining sehingga hanya atribut session ID, visited page dan timestamp yang tersisa pada log file. 1 session akan diidentifikasi sebagai sesi tunggal yang berisi sekumpulan event, visited page adalah halaman yang diakses oleh pengguna pada satu session, dan timestamp adalah durasi akses ketika pengguna mengakses sebuah halaman web. Session identification Pada sebuah log file, 1 transaksi dinyatakan dalam 1 buah sesi dimana untuk satu sesi akan berisi urutan halaman yang diakses oleh pengguna untuk satu halaman web yang diakses pada interval waktu tertentu. Antara 1 sesi dengan sesi yang lain untuk pengguna yang diidentifikasikan dengan IP Address yang sama akan dibedakan oleh interval waktu idle (30 menit). Hal ini dilakukan karena pada data akses log tidak terdapat informasi kapan sesi seorang pengguna berakhir. Selain itu 1 sesi hanya berlaku untuk 1 pengguna ketika mengakses 1 halaman web saja. Jika pengguna berpindah halaman web, maka akan diidentifikasikan sebagai 1 sesi baru. Data Conversion Kebutuhan data untuk proses mining menggunakan frequent sequence discovery mengharuskan data dikonversi menjadi bentuk dataset. Setiap record data diubah menjadi bentuk itemset dan sequences yang disebut sebagai sequence database. Sequence database merupakan satu set urutan dimana setiap urutan adalah daftar dari itemset-itemset. Sebuah itemset adalah serangkaian item yang berbeda. Sedangkan kebutuhan data jika menggunakan frequent subtree discovery mengharuskan data dikonversi menjadi scope-list yang berisi tree yang direpresentasikan dalam bentuk urutan event. 2.2 Metode Analisis Data Metode web mining dikelompokkan berdasarkan jenis data yang diekstrak terdiri dari web content mining (WCM), web struktur mining (WSM), dan web usage mining (WUM). Pola aktivitas pengguna pada aplikasi e-commerce akan merujuk menjadi sebuah proses berurutan yang dilakukan pengguna ketika mengeksekusi sebuah prosedur misalnya diawali dari ketika pengguna mulai melihat produk apa saja yang akan dibeli, memasukkan produk yang akan dibeli kedalam kantong belanja, hingga menyelesaikan satu prosedur transaksi pembelian seperti terlihat pada Gambar (2.2).
Gambar.2-2 Contoh urutan proses transaksi pembelian
Data akses log akan menyimpan informasi aktivitas pengguna dimulai saat klik pertama mengakses halaman web step y step hingga klik terakhir mengakhiri akses web. Klik tersebut diasumsikan adalah halaman per halaman web yang diakses oleh pengguna (visited page). Urutan visited page inilah yang kemudian akan merujuk menjadi sebuah proses model transaksi untuk aplikasi e-commerce. Dari sini diambil kesimpulan bahwa untuk menghasilkan sebuah model proses dengan menganalisis data dari akses log web diprediksi akan diperoleh dengan menggunakan metode WUM. Hal ini merupakan hipotesa yang akan dibuktikan dengan melakukan percobaan terhadap beberapa file log akses. Pengetahuan yang diharapkan akan diperoleh dengan menggunakan metode WUM terkait penelitian ini adalah pola urutan akses pengguna ketika berinteraksi pada web store. Untuk menghasilkan sebuah proses model seperti dijelaskan sebelumnya, diperlukan analisa terhadap teknik mining yang akan digunakan dalam mengekstrak data akses log dengan WUM. Model proses yang dihasilkan berdasarkan asumsi bahwa setiap kali pengguna mengakses sebuah aplikasi e-commerce seperti toko web, akan memiliki kecenderungan yang sama atau hampir sama ketika mengakses halaman-halaman web pada saat berbelanja. Dari asumsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin banyak pembeli melakukan pembelian dengan tahapan proses yang sama atau frequent maka proses tersebutlah yang akan dijadikan sebagai acuan proses bisnis yang akan dimodelkan oleh organisasi yang memiliki pusat perbelanjaan tersebut. Analisa Teknik Mining untuk Menghasilkan Model Proses
Analisa selanjutnya dilakukan terhadap metode yang akan digunakan pada frequent pattern sehingga menghasilkan proses model pada aplikasi ecommerce. Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk menemukan pola akses dari pengguna web, yaitu frequent item discovery, frequent sequence discovery, frequent subtree discovery. Log akses web berisi urutan kejadian atau akitivitas atau events (items), dengan informasi mencakup session identifier dan informasi akses pengguna. Informasi tersebut juga dapat merupakan kombinasi dari beberapa informasi yang dikandung dalam format log tertentu. Sebagai contoh, format informasi dari sebuah akses log adalah <SessionId, EventId>, sedangakan data log akses web dari
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 207
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
beberapa session sesuai format adalah sebagai berikut: <100,a><100,b><200,e><200,a><300,b><200,e><1 00,d><200,b><400,a><400,f><100,a><400,b><300, a><100,c><200,c><400,a><200,a><300,b><200,c> <300,f><400,c><400,f><400,c><300,a><300,e><3 00,c> Data log akses disebut sebagai basisdata transaksi, selanjutnya dipre-proses menjadi sebuah web akses sekuen basisdata. Urutan log akses dalam database transaksi pada pada masing-masing baris terdiri dari ID Transaksi (TID) yang berasal dari session dan urutan akses (access sequence) yang berasal dari event. Pre-proses dilakukan dengan mengelompokkan setiap session dengan event yang dilakukan di dalamnya. Misalkan untuk session 100, event yang dilakukan terdiri dari a,b,d,a,dan c. Sehingga basisdata sekuen yang berasal dari basisdata transaksi dapat dilihat pada Tabel (2.1). Tabel 2.1 Contoh Sequence Database
Frequent Itemset Discovery Untuk mendapatkan pola akses menggunakan metode frequent item discovery akan diperoleh pola akses terhadap halaman yang paling sering diakses oleh pengguna seperti pada Gambar (2.3). Frequent item discovery menemukan pola akses pengguna berdasarkan halaman yang paling sering diakses tanpa memperhatikan urutan aksesnya.
Gambar.2 -3 Contoh Proses Model dari Akses Web dengan Frequent Item Discovery
Ada informasi yang tidak sesuai dengan proses model yang dibutuhkan karena untuk mendapatkan sebuah proses model urutan menjadi atribut itemset yang diperhitungkan, sehingga metode ini tidak dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah proses model untuk aplikasi e-commerce. Frequent sequence discovery
Gambar.2 -4 Contoh Proses Model dari Akses Web dengan Frequent Sequence Discovery Tabel 2.2 Contoh Frequent Sequence Database
Tabel (2.1) terdiri dari set item yang berasal dari event atau akses, yaitu a,b,c,d,e,f selanjutnya disebut sebagai item, dan kombinasi dari 1 atau lebih item disebut sebagai itemset. Dari 4 data transaksi, nilai support untuk itemset “a,b,e” adalah 3 dari 4 atau ¾ atau 75%. Karena itemset “a,b,e” terdapat hanya dalam 3 transaksi yaitu (200,300,400). Jika batas minimun support (minsup) yang diinginkan untuk menentukan itemset yang frequent adalah 75% atau lebih rendah maka itemset “a,b,e” merupakan sebuah itemset yang frequent selanjutnya disebut sebagai frequent itemset. Jika batas minsup yang diinginkan adalah lebih besar dr 75%, maka itemset “a,b,e” bukan merupakan frequent itemset karena itemset tersebut memiliki nilai support dibawah nilai minsup yang diinginkan. Sedangkan nilai support untuk item a adalah 4, item b adalah 4, item c adalah 4, item d adalah 1, item e adalah 3, dan item f adalah 2. Jika minimum support yang dingikan untuk setiap item adalah 3, maka item a,b,c,e adalah frequent item, item yang tidak frequent selanjutnya tidak akan diikutkan dalam basisdata sekuen. 208 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Untuk mendapatkan pola akses menggunakan metode frequent sequence discovery, selain diperoleh pola akses terhadap halaman yang paling sering diakses oleh pengguna sequence atau urutan akses juga menjadi penentu pola yang dihasilkan. Sehingga dari pola yang dihasilkan terdapat kesesuaian dengan proses model yang dibutuhkan karena untuk mendapatkan sebuah proses model urutan menjadi atribut itemset yang diperhitungkan, sehingga metode ini dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah proses model untuk aplikasi ecommerce. Frequent subtree discovery Tree mining adalah turunan dari Frequent Structure Mining (FSM) yaitu yang berhubungan dengan penggalian pola dalam database besar yang mewakili interaksi kompleks antara entitas. FSM tidak hanya mencakup teknik mining seperti asosiasi dan sequence tetapi juga generalisasi ke pola yang lebih kompleks seperti tree dan graph. Tree mining pada WUM dapat digunakan untuk untuk mengabaikan semua informasi tautan dari log, dan menemukan set halaman yang sering diakses oleh pengguna. Selain itu juga dapat membentuk pola urutan tautan yang diikuti oleh pengguna, serta menemukan pola urutan path yang paling sering dilalui pengguna dalam bentuk tree. Dari path yang sering dilalui oleh pengguna tersebut dapat ditemukan juga subtree yang paling sering diakses pada halaman web.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Misalkan D adalah sebuah tree (T) database (yaitu, forest), dan subtree S ≤ T untuk beberapa Τ ϵ D. Setiap terbentuk S dapat diidentifikasi dengan persamaan tersebut, yang diberikan sebagai himpunan posisi yang tepat (dalam T) untuk node di | T | = n, dan {s1, s2, ..., sm} menjadi node di S, dengan | S | = m. Maka S memiliki persamaan {ti1, Ti2, ..., tim}, jika dan hanya jika: 1) l (sk) = l (tik) untuk semua induk tik di T. Kondisi 1) menunjukkan bahwa semua label simpul di S persamaan yang tepat di T, sementara 2) menunjukkan bahwa topologi tree dari node yang tepat di T sama dengan S. δT (S) menunjukkan jumlah kejadian dari subtree S di T. dT (S) = 1 jika δT (S) > 0 dan dt (S) = 0 jika dT (S) = 0. Support dari subtree S dalam database didefinisikan sebagai σ(S) = ΣTED dT (S), yaitu, jumlah tree di D yang terdiri dari setidaknya terbentuk satu S. Weighted support S didefinisikan sebagai σω(S)= ΣTED δT (S), yaitu, jumlah kejadian dari S atas semua tree di D. Biasanya, nilai support diberikan sebagai percentase dari jumlah tree di D. Sebuah subtree S adalah frequent jika support lebih dari atau sama dengan nilai minsup yang ditetapkan. Fk adalah himpunan semua frequent subtree berukuran k. Minsup ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan filter terhadap seluruh subtree yang akan diikutkan pada proses mining selanjutnya. Gambar 2.5 adalah contoh proses model yang dihasilkan dengan frequent subtree dari data pada tabel 3.2.
berasal dari data log web karena melihat kesesuaian proses dan kelengkapan fitur yang ada untuk melakukan mining proses mulai dari pre-processing data logs hingga visualisasi model proses bisnis yang dihasilkan dari algoritma mining yang digunakan. Model proses yang dihasilkan dari mining proses sebagaimana yang diuraikan sebelumnya adalah seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3.1 Model Proses hasil Web Mining Menggunakan Heuristik Miner Keterangan : /+ : Halaman Home ct+ : Halaman Kategori Produk ls+ : Halaman List Produk dt+ : Halaman Detil Produk findf+ : Halaman Pencarian Produk dan kosik+ : Halaman Keranjang Belanja
Struktur halaman web diperoleh dari alur proses yang dihasilkan dari model proses. Alur proses yang dihasilkan dari model proses tersebut adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.
Gambar 2-5 Contoh Proses Model dari Akses Web dengan Frequent Subtree Discovery
Pola akses menggunakan metode frequent subtree discovery, selain diperoleh pola akses terhadap halaman yang paling sering diakses oleh pengguna dan sequence atau urutan akses juga dapat memberikan rekomendasi struktur halaman web dari akses pengguna. Sehingga dari pola yang dihasilkan terdapat kesesuaian dengan proses model yang dibutuhkan karena untuk mendapatkan sebuah proses model urutan menjadi atribut itemset yang diperhitungkan, sehingga metode ini dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah proses model untuk aplikasi e-commerce.
Aksesories
4.
Home Detail Product Shopping Cart Product Category Product List Find Product Detail Product Home Find Product Detail Product Shopping Cart Product Category Product List Find Product Home Product List Find Product Detail Product Shopping Cart Product Category Product List Home Product Category Product List Find Product Detail Product Shopping Cart Product Category
Alur proses diatas menggambarkan sequential proses yang biasa dilakukan oleh pengguna halaman web ketika berinteraksi pada halaman web e-commerce. Secara umum struktur halaman web dari aplikasi ecommerce dihasilkan seperti dilihat pada bagan di bawah ini:
3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini ditujukan untuk mengekstrak model proses dari data log sehingga pada penelitian ini memanfaatkan tool ProM pada tahap pattern discovery dengan menggunakan algoritma tertentu untuk melakukan analysis terhadap data log yang
Gambar 3.2 Struktur Umum Halaman Web E-Commerce
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 209
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa sebuah aplikasi e-commerce memiliki struktur web dari halaman Home, pengunjung diberikan fasilitas untuk langsung mengakses produk yang dibutuhkan melalui fasilitas Product Category, Product List dan Product Detail. Pada halaman utama tersebut juga disediakan fasilitas Find yang memudahkan pengunjung mencari produk tertentu berdasarkan Nama maupun Kategori. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi pengembang aplikasi e-commerce maupun bagi organisasi atau individu yang hendak menggunakan e-commerce sebagai sarana pengenalan dan penjualan produknya melalui internet.
4. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Proses transaksi yang dilakukan oleh konsumen pada toko virtual secara umum memiliki kesamaan dengan konsumen pada toko konvensional, hanya saja pelayan dan petugas kasir yang ada pada toko konvensional tergantikan dengan tombol-tombol navigasi. Kejelasan navigasi dan tampilan halaman web yang nyaman menjadi faktor yang paling berpengaruhi pada aplikasi toko online. 2. Web usage mining dapat digunakan untuk menghasilkan model proses bisnis yang berasal dari akitivitas real (behavior) pengguna pada saat berinteraksi dengan aplikasi. Deviasi dapat saja dihasilkan antara model proses bisnis yang ditetapkan oleh organisasi dengan model proses bisnis yang terjadi dari aktivitas real. 3. Nilai minimum support yang digunakan pada tahap preprocessing data berpengaruh terhadap jumlah event yang akan diikutkan pada proses mining dan dapat mempengaruhi model proses yang dihasilkan. 4. Frequent sequence mining dapat digunakan sebagai teknik mining pada data log untuk menghasilkan model proses bisnis yang berasal dari kebiasaan pengguna ketika berinteraksi dengan aplikasi. Agoritma heuristik miner yang digunakan pada proses mining menghasilkan sebuah model proses yang menunjukkan pola kebiasaan atau aktivitas pengguna secara sequential pada saat mengakses sebuah web store. Penelitian ini mampu menjawab permasalahan yang telah dikemukanan sebelumnya. Desain struktur halaman web e-commerce yang dihasilkan dari analisa model proses bisnis yang berasal dari aktivitas aktual para pengunjunga halaman web ecommerce dapat dijadikan rekmendasi bagi para pengembang aplikasi e-commerce. Dengan menggunakan desain struktur ini, kebutuhan utama sebuah aplikasi e-commerce dapat dipenuhi sehingga
210 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
pengembang aplikasi e-commerce dapat langsung mengimplementasikan aplikasi tanpa melalui tahapan analisis yang panjang. Namun algoritma dan perkakas yang digunakan pada penelitian ini mempengaruhi model proses yang dihasilkan, hingga beberapa kebutuhan lain sebuah aplikasi ecommerce seperti fasilitas komunikasi dua arah dari admin sistem dengan pelanggan tidak dapat terpenuhi.
Ucapan Terima Kasih Terimakasih penulis sampaikan pada Allaah SWT dan pada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis hingga penelitian ini selesai. Kepada keluarga besar penulis dan institusi tempat penulis mengajar dan melakukan penelitian, rekan sejawat penulis di lingkungan isntitusi.
Daftar Pustaka Cooley, R., Mobasher, B., & Srivastava, J. (2013). Data Preparation for Mining World Wide Web Browsing Patterns. Knowledge and Information Systems, 1(1), 5–32. doi:10.1007/BF03325089 Gomes, M. (2005). Web Structure Mining : An Introduction. IEEE International Conference on Information Acquisition, 590–595. Grace, L. K. J., & Nagamalai, D. (2011). Analysis Of Web Logs And Web User In Web Mining. arXiv preprint arXiv:1101.5668., 3(1), 99–110. Han, J., Kamber, M. (2000). Data mining: concept and techniques. Morgan Kaufmann Publisher. Hickey, A. M., & Davis, A. M. (2003). Elicitation technique selection: how do experts do it? Journal of Lightwave Technology, 169–178. doi:10.1109/ICRE.2003.1232748 Mulla, N., & Girase, S. (2012). A New Approach To Requirement Elicitation Based On Stakeholder Recomendation And Collaborative Filtering. IJSEA, 3(3), 51–60. Patel, K. B., Chauhan, J. A., & Patel, J. D. (2011). Web Mining in E-Commerce : Pattern Discovery , Issues and Applications. International Journal of P2P Network Trends and Technology, 1, 40–45. Sharma, K. (2011). Web Mining : Today and Tomorrow. Electronics Computer Technology (ICECT), 2011 3rd International Conference, (Icect), 399–403. Sommerville, I. (n.d.). Software Engineering (7th ed.). Vellingiri, J., & Pandian, S. C. (2011). A Survey on Web Usage Mining. Global Journal of Computer Science and Technology, 11(4). Wang, Y. (2000). Web Mining and Knowledge Discovery of Usage Patterns. CS748T Project (Part I), (Part I), 1–25.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Simulasi Pergerakan Evakuasi Bencana Tsunami Menggunakan Algoritma Boids dan Pathfinding Movement of the Tsunami Evacuation Simulation Using Boids and Pathfinding Algorithm I Made Pasek Mudhana 1, Mauridhi Hery Purnomo 2, Supeno Mardi Susiki Nugroho 3 Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 1,2,3
[email protected] 1
Abstrak Musibah bencana alam tsunami yang terjadi menerjang Indonesia khususnya Aceh dan sekitarnya yang memakan banyak korban, telah memberikan gambaran kebutuhan evakuasi dini pada saat terjadi suatu musibah, khususnya Tsunami. Penelitian ini mensimulasikan pergerakan kerumunan orang untuk bergerak menuju suatu titik evakuasi pada saat terjadinya gempa bumi yang diperkirakan menimbulkan bahaya tsunami. Simulasi ini menentukan jarak terdekat/terpendek dari posisi individu, meminimalkan terjadinya tabrakan dalam menghindari segala hambatan yang ditemui baik hambatan statis maupun dinamis yang ditemui pada saat melewati rute jalan yang telah ditentukan. Penerapan model kerumunan diselesaikan dengan menggunakan algoritma boids, yang didalamnya terdiri dari algoritma flocking, obstancle avoidance, collition detection, dengan ditambahkan dengan algoritma pathfinding. Kata Kunci: Simulasi, Evakuasi, Boids, Flocking, Obstacle Avoidance, Collition Detection, Pathfinding.
1. Pendahuluan Proses evakuasi adalah proses yang sangat membutuhkan ketepatan dalam pengalokasian waktu, terutama didalam penanganan kejadian bencana yang bersifat kompleks seperti evakuasi tsunami. Seperti diketahui bersama tsunami adalah terjadinya gelombang besar yang disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat dibawah laut. Biasanya gelombang besar tsunami akan menghantam daerah pesisir pantai dengan kekuatan yang cukup dahsyat yang bisa mengakibatkan korban jiwa dan harta benda. Dalam kondisi seperti ini, perlu dilakukan evakuasi yang bertujuan untuk menyelamatkan penduduk dari bahaya tsunami, dari tempat yang berpotensi terkena tsunami ketempat yang dianggap aman. Dengan evakuasi diharapkan dapat mengurangi atau meminimaliasai jumlah korban jiwa. Perihal yang paling erat hubungannya dengan evakuasi adalah waktu, semakin lama proses evakuasi atau semakin besar waktu evakuasi yang dibutuhkan maka akan semakin banyak jiwa yang terancam. Selain itu proses evakuasi juga dipengaruhi oleh banyaknya penduduk yang harus diselamatkan serta lokasi dimana para penduduk tersebut berada. Jadi semakin banyak jumlah penduduk dan semakin kompleks bentuk denah pemukiman maka proses evakuasi akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya yang berjudul Simulasi Pergerakan
Pengunjung Mall Menggunakan Flocking dan Obstacle Avoidance (Dewi, 2012) tentang kelebihan algoritma boids, pada penelitian ini akan menerapkan algoritma boids dengan menggunakan flocking, obstacle avoidance, collision detection dengan pathfinding untuk mensimulasikan pergerakan orang pada saat evakuasi bencana tsunami menuju suatu titik evakuasi dalam menghindari hambatan statis berupa benda diam di dalam perjalanan menuju titik evakuasi dan hambatan dinamis berupa benda bidang bergerak dan meminimalkan frekuensi jumlah tabrakan yang terjadi antar penduduk/orang karena meningkatnya jumlah populasi. 1.1 Dasar Teori 1.1.1 Definisi Bencana dan Tsunami Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 211
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan (tsu berarti lautan, nami berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi. 1.1.2 Definisi Evakuasi Evakuasi adalah perpindahan langsung dan cepat dari orang-orang yang menjauh dari ancaman atau kejadian yang sebenarnya dari bahaya. Contoh berkisar dari evakuasi skala kecil sebuah bangunan karena ancaman bom atau kebakaran sampai pada evakuasi skala besar sebuah distrik karena banjir, penembakan atau mendekati badai. Dalam situasi yang melibatkan bahan-bahan berbahaya atau kontaminasi, pengungsi sebaiknya didekontaminasi sebelum diangkut keluar dari daerah yang terkontaminasi. Rencana evakuasi darurat dikembangkan untuk memastikan waktu evakuasi teraman dan paling efisien bagi semua penduduk yang diharapkan dari suatu bangunan, kota, atau wilayah. Sebuah tolok ukur kinerja (benchmark) ”waktu evakuasi” untuk bahaya yang berbeda dan kondisi dibuat. Benchmark ini dapat dilakukan melalui penggunaan praktik terbaik, peraturan atau menggunakan simulasi, seperti model aliran manusia dalam sebuah bangunan, untuk menentukan benchmark. Perencanaan yang tepat akan menggunakan beberapa jalan keluar serta teknologi untuk memastikan evakuasi penuh dan lengkap. Pertimbangan untuk sejumlah situasi pribadi yang mungkin mempengaruhi kemampuan individu melakukan evakuasi. Situasi-situasi pribadi itu mungkin termasuk sinyal alarm yang menggunakan tanda atau sinyal yang bisa didengar dan dilihat. Peraturan-peraturan seperti kode bangunan dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan panik dengan memungkinkan individu menyiapkan kebutuhan untuk mengevakuasi diri tanpa menyebabkan alarm. Perencanaan yang tepat akan menerapkan pendekatan semuabahaya sehingga rencana itu dapat digunakan kembali untuk beberapa bahaya yang mungkin ada. (Abraham, 1994). 1.1.3 Perilaku Orang Berjalan Dalam kehidupan nyata, kecepatan berjalan setiap orang tidaklah sama, tergantung oleh banyak faktor, antara lain: umur, jenis kelamin, waktu berjalan (pagi, siang atau malam), tujuan perjalanan, reaksi terhadap environment sekitar, temperatur udara dan lain-lain. Beberapa pakar transportasi menggunakan kecepatan rata-rata 1,20 m/detik (72 m/menit), namun untuk pejalan kaki yang cenderung berjalan lebih lambat, menggunakan kecepatan 0,90 s/d l,00m/detik (54-60m/menit)(Aspelin, 2005).
212 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
1.1.4 Algoritma Boids Boids adalah sebuah algoritma yang merepresentasikan gerak dari sebuah kawanan. Perilaku yang dihasilkan sangat mirip dengan kumpulan ikan atau kawanan burung. Gerak boids dihasilkan dari tiga aturan sederhana yaitu cohesion, alignment, separation (Reynolds, 2010). 1.1.4.1 Separation Pembatasan jika sebuah agen terlalu dekat dengan agen lainnya, dengan cara melakukan penyesuaian arah dan kecepatan untuk menghindari benturan (collision). Agen akan menjaga jarak agar tidak nempel dengan flocksmate atau tetang ganya. Aturan ini mengarahkan (steering) agar Boids bergerak menghindari kondisi yang padat (crowded) oleh kawanan tetangganya. Hal ini memungkinkan Boids: 1. Menghindari terjadinya tabrakan 2. Menjaga agar boids tetap terpisah pada jarak pisah tertentu yang realistis atau tidak terlalu berdekatan
Gambar 1. Separation (Reynold, 2010)
Separation dapat di rumuskan persamaan berikut;, (Cui, 2006).
sesuai
pada
Dimana Vsr adalah kecepatan yang ditentukan oleh aturan separation seperti pada gambar 1, d(Px,Pb) adalah jarak antara boid x dengan tetangga b, Vx dan Vb adalah kecepatan boid x dan boid b, d2 adalah nilai jarak yang telah ditetapkan. 1.1.4.2 Alignment Mengambil rata-rata dari semua percepatan agen yang lain dan melakukan penyesuaian percepatan untuk pindah kearah kelompok. Mengarahkan agent menujuposisi rata-rata tetangga. Aturan ini mengarahkan (steering) agar Boids bergerak ke arah yang merupakan tujuan dari sebagian besar kawanan di tetangga lokalnya. Boids berusaha untuk menyesuaikan kecepatannya (arah, kecepatan bergerak) dengan kecepatan tetanggatetangganya. Hal ini memungkinkan Boids: 1. Mengimbangi pemisahan 2. Membuat boids bergerak pada satu arah tujuan umum yang sama
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Dimana Vcr adalah kecepatan yang ditentukan oleh aturan cohesion seperti pada gambar 3, d(Px,Pb) adalah jarak antara boid x dengan tetangga b, d2 adalah nilai jarak yang telah ditetapkan, sedangkan adalah perhitungan arah vector point. 1.2
Gambar 2. Alignment (Reynold, 2010)
Alignment dapat di rumuskan sesuai pada persamaan berikut, (Cui, 2006).
Dimana Var adalah kecepatan yang ditentukan oleh aturan alignment seperti pada gambar 2, d(Px,Pb) adalah jarak antara boid x dengan tetangga b, n adalah total jumlah tetangga, Vx adalah kecepatan boid x, d1 dan d2 adalah nilai jarak yang telah ditetapkan. 1.1.4.3 Cohesion Menghitung pusat keseluruhan kelompok dan mengarahkan agen ke arah titik pusatnya. Agen akan mencoba untuk tetap dekat dengan kelompoknya. Aturan ini mengarahkan (steering) agar Boids (agen) bergerak maju ke arah yang merupakan tujuan dan sebagian besar kawanan di tetangga lokalnya. Hal ini memungkinkan Boids: 1. Tetap bersama-sama dengan kawanan lokalnya 2. Melakukan kegiatan pengumpulan beberapa kawanan maupun pemisahan kawanan ke dalam 2 kelompok
Obstacle Avoidance Perilaku menghindari harnbatan (obstacle avoidance) memberikan kemampuan karakter untuk manuver di environment dengan menghindari harnbatan sekitarnya. Ada perbedaan penting antara menghindari harnbatan (obstacle avoidance) dan perilaku melarikan diri (flee). Flee akan selalu mengarahkan karakter untuk menjauh dari lokasi tertentu, sedangkan obstacle avoidance tindakan akan diambil hanya jika suatu hambatan yang terdekat terletak tepat di depan karakter. Sebagai contoh, jika sebuah mobil mengemudi sejajar dengan dinding, obstacle avoidance akan mengambil tindakan korektif kemudi, tapi flee akan berusaha untuk berpaling dari dinding, akhinya mengemudi tegak lurus dengan dinding. Implementasi dari perilaku obstacle avoidance berhubungan dengan penghindaran rintangan dimana tidak harus terjadi tabrakan. Bayangkan sebuah pesawat berusaha untuk menghindari gunung. Tujuan dari perilaku obstacle avoidance adalah untuk menjaga sebuah silinder imajiner (sebagai hambatan) yang berada di depan karakter bola, seperti yang diilustrasikan pada Gambar di bawah. Silinder A dan B terletak disepanjang sumbu didepan karakter bola. Perilaku menghindari hambatan mempertimbangkan setiap kendala yang pada gilirannya mungkin menggunakan skema portioning spasial untuk menyisihkan jarak agar keluar dari hambatan dan menentukan apakah karakter bola bersinggungan dengan silinder (Reynolds, 2010).
Gambar 4. Obstacle Avoidance (Reynold, 2010) Gambar 3. Cohesion (Reynold, 2010)
Menghitung pusat keseluruhan kelompok dan mengarahkan agentke arah titik pusatnya. Yakni, jumlah posisi dari sernua tetangga dibagi dengan posisi dengan jumlah tetangga. Akhirnya, menggunakan perilaku seek agen bergerak menuju titik pusat. Cohesion dapat di rumuskan sesuai pada persamaan berikut, (Cui, 2006).
1.3 Collision Detection Collision detection atau pendeteksian tumbukan adalah proses pengecekan apakah beberapa buah objek spasial saling bertumbuk atau tidak. Jika ternyata ada paling sedikit dua buah objek yang bertumbuk, maka kedua objek tersebut dikatakan saling bertumbukkan Pada ruang spasial dua dimensi objek yang bertumbuk berarti objek spasialnya beririsan. Teknik pendeteksian tumbukan bisa dikelompokkan menjadi dua macam yaitu priori detection dan post detection. Priori detection adalah pengecekan tumbukan sebelum tumbukan tersebut terjadi, sedangkan post detection
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 213
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
adalah pengecekan tumbukan setelah tumbukan tersebut terjadi. (Maulana,2010) Beberapa algoritma collision detection (Compsci, 2011): 1. Basics: Simple collision detection Rectangle – rectangle Circle – circle Circle - rectangle 2. Intermediate Line – line Circle – line Bounding boxes 3. Advanced Arbitrary polygonal shapes Collision detection berdasarkan waktu untuk mencegah over lap dan meningkatkan precision Pada penelitian ini, akan menerapkan algoritma Collision Detection (Circle – rectangle dan circle - line). 1.4 Algoritma Pathfinding Tujuan dari algoritma pathfinding adalah untuk menemukan jalur terbaik dari vertex awal ke vertex akhir. Secara umum algoritma pathfinding digolongkan menjadi dua jenis (Stuart Russel dan Peter Norvig, 1995), yaitu : 1. Algoritma Uniformed Search. Algoritma uniformed search adalah algoritma yang tidak memiliki keterangan tentang jarak atau biaya dari path dan tidak memiliki pertimbangan akan path mana yang lebih baik. Yang termasuk dalam algoritma ini adalah algoritma Breadth-First Search. 2. Algoritma Informed Search. Algoritma informed search adalah algoritma yang memiliki keterangan tentang jarak atau biaya dari path dan memiliki pertimbangan berdasarkan pengetahuan akan path mana yang lebih baik. Yang termasuk algoritma ini adalah algoritma Dijkstra dan algoritma A*. 1.4.1 Algoritma A* Dalam ilmu komputer, metode A* (A Star) adalah graph search algorithm yang mencari path (jalur) dari titik awal yang diberikan menuju titik tujuan. A* pertama kali dijabarkan oleh Peter Hart, Nils Nilsson dan Bertram Raphael pada tahun 1968. (Wikipedia, 2014) Metode A* adalah metode yang merupakan hasil pengembangan dari metode dasar Best First Search. Metode ini mengevaluasi setiap titik dengan mengkombinasikan dengan g(n), nilai untuk mencapai titik n dari titik awal, dan h(n), nilai perkiraan untuk mencapai tujuan dari titik n tersebut.
214 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Ketika g(n) memberikan hasil evaluasi nilai untuk mencapai titik n, dan h(n) memberikan nilai estimasi untuk mencapai tujuan dari titik n, maka didapatkan f(n) = nilai estimasi yang terkecil yang melewati titik n.
2. Metode 2.1 Pembuatan Model Simulasi Pembuatan model simulasi dari algoritma Boids mengunakan suatu bahasa pemrograman html dan javascrip, dalam hal ini hanya menggunakan pemodelan dua dimensi. Adapun flowchart dari sistem simulasi ini dapat dilihat pada gambar 5. dibawah ini.
Gambar 5. Flowchart sistem simulasi
2.2 Desain Environment Desain Environment terbatas yang dibatasi oleh dinding pembatas pada layar tampilan, sehingga sekelompok orang yang bergerak ke target utama akan menentukan jalur masing-masing dengan terlebih dahulu menentukan jarak terpendek dengan target utama. Setiap orang akan bergerak kearah kerumunan untuk bisa menuju target utama. Environment dirancang memiliki satu target utama.
Gambar 6. Desain Environment
Desain Environment dibuat dengan menerapkan kerumunan orang-orang yang bergerak bebas dan acak memiliki target tertentu. Kerumunan dapat dilakukan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
setelah arah masing-masing kelompok berdasarkan karakteristik diidentifikasi. Volume kerumunan tampak seperti kumpulan partikel fluida yang bergerak sesuai dengan kekuatan eksternal yang mendorong mereka 2.3
Pembuatan Algoritma Boids dan Pathfinding. Adapun pembutan Algoritma boids dengan menggunakan flocking, obstacle avoidance, collision detection dengan pathfinding dibuat dengan menerapkan keramaian orang-orang yang bergerak secara bebas dan acak yang mempunyai target tertentu. Volume kerumunan tampak seperti koleksi fluida partikel yang bergerak menuju tujuan target utama yang sama. Target adalah area yang harus dituju oleh semua orang. Pada simulasi ini, target pergerakan pengunjung berupa area titik aman tertentu, dapat dilihat pada flowchart.
Algoritma boids meliputi menjaga jarak agar menghindari terjadinya tabrakan antar agen (tetangga) dalam suatu kelompok tertentu yang mengarahkan boids bergerak menghindari kondisi yang padat agar tetap terpisah pada jarak pisah tertentu, boids berusaha menyesuaikan kecepatan (arah, kecepatan bergerak) dengan kecepatan agen tetangganya untuk bergerak ke arah tujuan kelompok yang sama dan mengarahkan agen ke titik pusat kelompok untuk tetap dekat dengan kelompoknya dengan mengarahkan boids bergerak menuju arah yang merupakan tujuan utama.
3. Hasil dan Pembahasan Dalam tulisan ini, simulasi dibuat menggunakan html dan javascrip. Dirancang untuk menempatkan posisi setiap penduduk dengan arah pergerakan bebas acak.. Posisi setiap orang tidak ada dan tidak boleh menempati area yang berwarna hitam. Sebuah target ditempatkan di salah satu sudut environment. Gerakan untuk menerapkan kelompok boids dengan tiga aturan: alignment, separation dan cohesion. Seluruh (kerumunan) bergerak menuju target dengan kecepatan tertentu. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Simulasi Pergerakan Evakuasi
Gambar 6. Flowchart algoritma boids dan pathfinding
3.1 Analisa Hasil Pergerakan Populasi Menuju Target Analisa pencapain hasil simulasi tentang bagaimana pergerakan kerumunan orang menuju satu target utama diperoleh dengan melakukan uji coba pengaruh waktu yang diperlukan untuk mencapai target utama terhadap jumlah populasi kerumunan. Pada simulasi menggunakan kecepatan (velocity) agen = 12 pixel/detik. Simulasi dilakukan pada lebar layar : 150 pixel dan tinggi = 100 pixel. Simulasi ini mewakili ruang sebenarnya yang berukuran 900 x 600 m, dengan kecepatan 1.2 m/detik. Data hasil pengukuran pengaruh waktu yang diperlukan untuk mencapai target utama terhadap jumlah populasi kerumunan dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat dari hasil tabel tersebut, semua orang dalam berbagai jumlah populasi yang berbeda-beda di dalam area evakuasi, berhasil menuju target utama tanpa ada satupun yang tertinggal. Namun, semakin banyak atau semakin meningkat jumlah populasi kerumunan orang atau penduduk dalam area maka akan semakin banyak waktu yang diperlukan oleh kerumunan tersebut untuk mencapai target utama.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 215
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 1: Pengukuran Pengaruh Waktu terhadap Jumlah Populasi
Gambar 9. Grafik Kecepatan Rata-Rata Pergerakan Orang Terhadap Jumlah Populasi Kerumunan
3.2 Analisa Pencapaian Hasil Persentase Jumlah Penduduk yang berhasil menuju target utama
Dari data hasil pengukuran pengaruh waktu yang diperlukan untuk mencapai target utama terhadap jumlah populasi kerumunan orang pada Tabel 1, dapat diperlihatkan dengan grafik pada Gambar 8. Dari grafik tersebut terlihat bahwa, ke naikkan waktu akan terus bertambah seiring bertambahnya jumlah populasi kerumunan penduduk untuk bergerak mencapai target utama.
Berdasarkan Buku Masterplan Pengurangan Resiko Bencana Tsunami (BNPB, 2012), mengenai waktu evakuasi minimal yang diperlukan oleh orangorang yang berada dalam wilayah jangkauan tsunami jika terjadi bencana yang berpontensi tsunami adalah dalam jangka waktu maksimal 59 menit setelah terdengarnya sirene peringatan dini. Mengacu pada hal tersebut, pada simulasi ini ditetapkan waktu evakuasi maksimal untuk para penduduk mencapai target utama jika terjadi keadaan darurat. Data hasil pengukuran diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 1: Pengukuran Persentasi Jumlah Penduduk Terperangkap dan Berhasil Menuju Target
4. Kesimpulan Hasil Simulasi
Gambar 8. Waktu Rata-Rata Pergerakan Orang Terhadap Jumlah Populasi Kerumunan Dari data pada Tabel 1, dapat diperlihatkan pada grafik Gambar 9, pengaruh kecepatan rata-rata masing- masing orang mencapai target utama dipengaruhi dengan bertambahnya jumlah populasi di dalam area. Semakin meningkatnya jumlah populasi, akan menurunkan tingkat kecepatan rata-rata per orang untuk bergerak mencapai target utama.
216 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Penggunaan algoritma boids dan pathfinding berhasil diterapkan sebagai algoritma untuk simulasi kerumunan menuju target tertentu. Peubah simulasi adalah jumlah penduduk dan keceparan rata-rata menuju target. Pertambahan jumlah kerumunan membutuhkan selang waktu yang lebih menuju target yang diinginkan. Algoritma boids dan pathfinding berhasil memenuhi waktu maksimal yang diperlukan unutk melakukan evakuasi yaitu kurang dari 59 menit.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada semua pihak yang mendukung saya untuk menyelesaikan paper ini walaupun masih banyak kekurangan. Terutama untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Kominfo, Jurusan Teknik Elektro, Mauridhi Hery Purnomo, Supeno Mardi Susiki Nugroho, Kawan-kawan CIO ITS Angkatan 2013.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Daftar Pustaka Abrahams, John, (1994) , Fire escape in difficult circumstances ,chapter 6, In: Stollard Aspelin, K, (2005), Establishing Pedestrian Walking Speeds, Karen Aspelin, P.E.,P.T.O.E., ITE District 6 Technical Chair Parsons Brinckerhoff Albuquerque, New Mexico. Portland State University. BNPB (2012) Masterplan Pengurangan Resiko Bencana Tsunami Compsci, (2006), Collision Detection Tutorial, at http://compsci.ca/v3/ viewtopic.php?t=13661 [Maret 2014] Cui, X, (2006), A Flocking Based Algorithm for Document Clustering Analysis, Journal of System Architecture Dewi, Meilany, (2012), Simulasi Pergerakan Pengunjung Mall Menggunakan Flocking dan Obstacle Avoidance, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Tesis Maulana, S, N, (2010), Penggunaan Struktur Data Quad-Tree dalam Algoritma Collision Detection pada Vertical Shooter Game,Makalah IF3051 Strategi Algoritma Sem.I Tahun 2010/2011, Institut Teknologi Bandung, Bandung Reynolds, C.W, (2010), Steering Behaviors For Autonomous Characters, http://www.red3d.com/cwr/steer/gdc99/ [Maret 2014] Stuart Russell, Peter Norvig, (1995), Artificial intelligence : a modern approach PrenticeHall, Inc. A Simon and Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632 Undang-undang Nomor 24 Tahun (2007), Penggulangan Bencana Wikipedia, (2014), A* search algorithm, at http://en.wikipedia.org/wiki/A* search algorithm [Juni 2014]
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 217
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
218 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
RANCANG BANGUN SISTEM TELEMONITORING SUHU PASIEN DENGAN TEKNOLOGI NIRKABEL Tito Yuwono1, Fadillah Adhar Hanafi2, KMS Zulfikar Gemilang3 123
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia Jalan Kaliurang Km 14,4 Sleman Yogyakarta 55584 email :
[email protected] Abstrak
Suhu badan merupaka indikator utama pasien sebagai penanda awal pasien masih sakit atau sudah menuju sehat. Oleh sebab itu secara berkala pasien di rumah sakit dicek suhunnya oleh perawat secara berkala. Prosedur pengecekan suhu pasien oleh perawat dirumah sakit dilakukan secara berkala pada waktu tertentu. Akan tetapi pengecekan ini tampak kurang efektif sebab bisa jadi kondisi pasien sangat buruk atau kritis ketika tidak sedang dicek. Pada penelitian ini dikaji solusi dari masalah tersebut dengan membangun prototype pemantau suhu pasien secara realtime dengan teknologi nirkabel. Dengan peralatan ini, tenaga medis dengan mudah memantau suhu pasien bahkan suhu pasien dapat terekam secara automatik. Peralatan utama transmisi menggunakan adalah TRW. Dari pengujian peralatan didapat hasil bahwa peralatan berfungsi dengan baik.Untuk pengujian indoor dengan jangkauan transmisi sekitar 8 m. Kata kunci: Suhu Pasien, monitoring, nirkabel, TRW
1.
Pendahuluan
Di dalam ilmu kedokteran suhu adalah salah satu indikator yang digunakan untuk memantau baik buruknya kesehatan pada pasien. Oleh karena itu sudah menjadi prosedur umum bagi para perawat untuk selalu memantau dan mencatat suhu para pasien untuk kemudian diteliti oleh dokter. Suhu merupakan indikator penting bagi semua pasen di rumah sakit. Indikator ini yang akan digunakan untuk melakukan diagnosa awal pada pasien untuk menentukan tindakan selanjutnya yang akan diambil oleh dokter. Prosedur pengecekan suhu pasien oleh perawat dirumah sakit dilakukan secara berkala pada waktu tertentu. Akan tetapi pengecekan ini tampak kurang efektif sebab bisa jadi kondisi pasien sangat buruk atau kritis ketika tidak sedang dicek. Melihat dari masalah di atas maka dibutuhkan perangkat yang dapat mendeteksi suhu pasien dan dapat dipantau dari jauh sehingga pengambilan suhu dan pencatatan suhu pasien tidak lagi dilakukan dengan kunjungan yang dilakukan oleh perawat ataupun dokter dengan cara satu persatu dan masih dicatat menggunakan kertas, ketika seorang perawat maupun dokter memantau pasien dari kamar ke kamar. Alat pemantau ini nantinya dapat dipasang pada ruangan dokter ataupun perawat menggunakan komputer yang terhubung langsung dengan sensor suhu pada ruang pasien, ditambahkan juga pencatatan otomatis agar data dapat ditampilkan dalam bentuk grafik, dimana hal ini sangat membantu perawat ataupun dokter dalam menganalisa kesehatan dari para pasien itu sendiri.
2.
Studi Pustaka
Suhu merupakan data medis yang umum dan sangat penting di rumah sakit. Salah satunya adalah sebagai variabel utama untuk hipotesis sebuah
penyakit serta kondisi pasien, apakah pasien semakin sakit ataukah proses menuju kesembuhan. Di rumah sakit, pengecekan suhu pasien dilakukan secara berkala. Perawat visit ke ruang pasien kemudian memonitor beberapa data medis termasuk suhu. Pada penelitian ini akan dirancang dan dibangun sistem monitoring suhu pasien dengan teknologi nirkabel sehingga akan mempermudah staf medis dan yang lebih penting adalah suhu pasien dapat dideteksi dengan cepat. Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Alumona,TL.(2014) dengan objek penelitian adalah transmisi parameter psikologi dengan teknologi Body Area Network (BAN). Sedangkan teknologi transmisi tang digunakan adalah SMS.. Penelitian lain, dikerjakan oleh Aria A, Bilandi N. (2014). Pada penelitian ini difokuskan pada kombinasi antara WBAN dan WSN (Wireless Sensor Network) dengan menggunakan zigbee. Sementara itu dalam Halapeti P, Patil S. (2014) dan Otto C,et.al.( 2006) memfokuskan pada pengiriman data jantung. Penelitian lain yang sejenis adalah penelitian mengenai Rancangan Bangun Sistem Monitoring Nirkabel Obyek Bergerak pada Ruang (Studi kasus Monitoring Alat Kesehatan pada Rumah Sakit) oleh Azhar (2012). Pada penelitian ini mengaplikasikan sebuah pengirim TRW-2.4GHz guna memudahkan para petugas kesehatan untuk melacak lokasi alaat kesehatan berupa infus, tabung oksigen dan alat kesehatan yang lain agar dapat digunakan lebih dari satu pasien dalam jangka waktu yang berdekatan. Pada penelitian ini, akan dikaji, didesain dan dibangun sistem monitring suhu pasien dengan menggunakan TRW. Suhu pasien dapat diamati dan disimpan dalam database yang realtime. Sebagai
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 219
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
referensi utama Wensing(2013).
3.
komponen
TRW
adalah
3.2 Bagian Repeater
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode eksperimen laboratorium dan uji lapangan. Pengirim yang digunakan berjumlah 2 unit, yakni untuk mengukur suhu pasien dan suhu ruang pada inkubator. Kemudian untuk penerima yangdigunakan berjumlah 1 unit yang nantinya akan menerima 2 data yang dikirim oleh 2 pengirim. Setelah data diterima oleh penerima, data tersebut kemudian dikirim ke komputer untuk direkam. Gambar 1 merupakan gambar blok diagram sistem secara keseluruhan.
Gambar 3. Untai bagian repeater
3.3 Bagian Receiver Rangkaian penerima terdiri dari rangkaian power supply, rangkaian sistem minimum mikrokontroler ATmega16, dan rangkaian FTDI.
Gambar 1. Skema monitoring suhu pasien Gambar 4. Untai bagian receiver
3.1 Bagian Pengirim Pada perancangan modul pengirim digunakan sistem minimum ATMega16 yang kemudian akan dikoneksiakan dengan sensor LM35DZ, TRW 2,4GHz, dan LCD. Pada ketiga komponen tersebut akan dikoneksiakan pada port-port yang ada dimikrokontroler ATMega16 yang telah sesuai pada datasheet. Pada perancangan skematik modul pengirim, port-port yang dimiliki oleh mikrokontroler ATMega16 digunakan sesuai dengan kebutuhan perancangan skematik dan pengujian sistem.
4.
Hasil dan Pembahasan
Pada bab 4 ini akan didiskusikan hasil dari penelitian ini. Untuk memudahkan tenaga medis melihat suhu pasien dari ruangan, maka didesain antarmuka grafis monitring suhu pasien. Gambar 5 menyajikan bentuk hasil desain antar muka suhu pasien.
Gambar 5. Antarmuka grafis suhu pasien Gambar 2. Untai bagian pengirim
220 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
4.1 Pengujian kinerja transmisi Pada bagian ini pengujian difokuskan untuk mencari jarak maksimum dalam mengirim data di
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
luar ruangan atau di dalam ruangan. Luar ruangan di sini merupakan area luas di luar bangunan tanpa hambatan, sedangkan untuk indoor merupakan lokasi di dalam ruangan dengan kondisi alat diletakkan di dalam kamar dengan pintu terbuka. Modul yang digunakan sebanyak 2 buah dengan masing-masing modul diberi tegangan maksimum yaitu 3,4 Volt. Berikut hasil pengujian alat pada Tabel 1.
5.
Kesimpulan
Dari uji coba yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Keseluruhan peralatan dapat bekerja dengan baik. Semua komponen maupun subsistem mampu bekerja baik secara fungsional. 2. Dari hasil pengujian pada penelitian ini jarak kirim sejauh 21 meter untuk outdoor, dan di dalam ruangan sebesar 8 meter.
Tabel 1: Hasil pengujian indoor dan outdoor
Saran penelitian selanjutanya: 1. Sebaiknya sensor yang digunakan ke depan adalah sensor suhu yang wireless sehingga nyaman untuk pasien. 2. Untuk penggunaan teknologi nirkabel bisa menggunakan transceiver Xbee untuk hasil yang lebih baik. 4.2 Pengujian Indoor dengan partisi tembok Pada percobaan kali ini akan dilakukan simulasi pemantauan secara nirkabel dengan lingkungan semirip mungkin dengan bangsal rumah sakit. Tempat yang dipilih adalah banguna kost berlantai 2 dengan 6 kamar semi outdoor. Bangunan ini memiliki panjang 12 meter dan lebar 11 meter dengan luas ruangan kurang lebih 3 x 2 meter berjejer sebanyak 6 kamar. Berikut adalah gambar denah simulasi percobaan selanjutnya.
Gambar 6. Model tata ruang klinik RS Tabel 2: Hasil pengujian di setiap ruang
Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa hanya 3 kamar terdekat dengan server yang dapat mengirim data sampai ke tujuan, sisanya data yang dikirm tidak sampai. Hal ini dikarenakan gelombang yang dipancarkan oleh pemancar terhalang oleh banyak penyekat sehingga data tidak sampai pada penerima.
Daftar Pustaka Alumona,TL.(2014). Remote Monitoring of Patients Health using Wireless Sensor Networks (WSNs). IIJEC Volume 2, Issue 9, September 2014 Aria A, Bilandi N. (2014). A Review: Wireless Body Area Networks for Health Care. IJIRCCE Vol. 2, Issue 4, April 2014. Ariyanto, M.B. (2011). 20 Aplikasi Mikrokontroler ATmega 8535 ATmega 16 Menggunakan ascom_AVR+CD. Yogyakarta: Andi Didin wahyudi, 2007. Belajar mudah mikrokontroler AT89s52 dengan bahasa BASIC menggunakan BASCOM-8051. yogyakarta: Andi Publisher. Azhar A. (2012). Rancang BangunSistem Monitoring Nirkabel Obyek Bergerak pada Ruang (Studi Kasus Monitoring Alat Kesehatan pada Rumah Sakit). skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia. Halapeti P, Patil S. (2014). Healthcare Monitoring System Using Wireless Sensor Networks. International Journal of Advanced Research in Computer Science & Technology (IJARCST 2014). Vol. 2, Issue 2, Ver. 3 (April - June 2014) Otto C,et.al.( 2006). System Architecture of A Wireless Body Area Sensor Network For Ubiquitus Health Monitoring. Journal of Mobile Multimedia, Vol. 1, No.4 (2006) 307326 Wenshing, “TRW-2.4Ghz RF Module Datasheet”, ww.wenshing.com.tw/Data _Sheet/TRW24G_2.4GHz_RF_Tranceiver_Module_Data_ Sh eet_E.pdf, diakses pada tanggal 01 Januari 2013.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 221
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
222 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pengembangan Extensi Fitur Akses Quiz Pada Moodle Mobile berbasis Android Resmana Lim1, Pieter Sindu Wijaya2, Andreas H2, Rolly Intan2, Justinus Andjarwirawan2 1)
2)
Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121 – 131 Surabaya 60236 E-mail:
[email protected]
Abstrak Aplikasi sistem manajemen pembelajaran elektronik (e-learning) saat ini banyak digunakan untuk melakukan kegiatan belajartanpa harus beradadi ruang kelasfisik. Penggunaan Moodle sebagai Learning Management System (LMS) telah banyak memberikan manfaat.Moodle dilengkapi dengan aplikasi Moodle Mobile yang dapat diinstal pada perangkat Android. Aplikasi inimemiliki banyak fitur yang telah diimplementasikan untuk mengakses materi belajar. Namun fitur akses quiz masih belum dapat sepenuhnya diakses langsung pada mobile device. Proyek ini melakukan modifikasi aplikasi Moodle Mobile dan menyediakan tambahan web-services agar fitur quiz dapat berjalan pada piranti mobile. Pengguna yang terdaftar sebagai guru dapat membuat pertanyaan dan membuat quiz untuk kemudian dikerjakan oleh murid. Aplikasi telah di uji dengan berbagai perangkat android. Berdasarkan hasil pengujian, aplikasi ini dapat bekerja dengan baik pada versi Android 4,0-4,3 atau Jelly Bean. Murid dapat mengerjakan quiz secara langsung pada aplikasi mobile yang dikembangkan. Keyword :Moodle Mobile, m-learning, Android, quiz online
1.
Pendahuluan
Salah satu sistem pembelajaran elektronik (elearning) yang banyak digunakan saat ini adalah Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Evironment). Moodle memungkinkan adanya kegiatan belajar mengajar antara pengajar dan peserta tanpa harus bertemu dalam satu ruang kelas. Moodle adalah aplikasi web dengan berbagai fitur seperti penempatan konten belajar, forum diskusi, chat, tugas online, quiz, dan lain lain. Fitur Quizdibuat untuk peserta didik dapat mengerjakan soal-soal latihan secara online. Quiz dibuat oleh pengajar, yang mana beberapa jenis Quiz yang diberikan adalah antara lain Essay, Multiple Choice, dan Multiple Answer. Saat ini juta tersedia aplikasi Moodle Mobile untuk mengakses konten Moodle dari perangkat bergerak (smartphone, tablet)(Juan Leyva, 2014). Belum semua fitur dapat secara langsung diakses via aplikasi mobile tersebut. Misalkan Quiz, saat ini belum ada fitur untuk pembuatan Quiz yang dilakukan melalui perangkat mobile. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuatlah sebuah aplikasi tambahan pada aplikasi Moodle Mobile yang dapat berjalan pada perangkat berbasis Android dengan
memanfaatkan web services sebagai sarana pertukaran data yang akan dilakukan antara perangkat dengan database pada server. Fitur yang dibuat adalah pengajar dapat membuat Quiz melalui perangkat Android sedangkan peserta dapat mengerjakan Quiz melalui perangkat Android. Selanjutnya akan diulas pada bagian 2 beberapa teknologi pendukung yang diperlukan, dilanjutkan dengan desain sistem dan implementasi serta diakhiri dengan pengujian dan penyampaian kesimpulan.
2.
Teknologi Pendukung
2.1. Platform E-Learning Moodle Moodle adalah open source Course Management System (CMS) yang digunakan oleh banyak universitas dan sekolah sebagai platform e-learning. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk kedalam “ruang kelas” digital untuk mengakses materi pembelajaran. Selama 10 tahun terakhir, pengguna Moodle telah menunjukkan pertumbuhan yang besar. Jumlah skenario penggunaan Moodle sangat bervariasi dengan dukungan situs Moodle.org yang menyediakan ratusan plug-in tambahan (modul Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 223
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
kegiatan, courses, blok, theme, integrasi dan hacks). Plug-in tambahan ini adalah kontribusi dari komunitas pengembang Moodle yang bersifat open source (Xhafa, Caballe, Rustarazo, & Barolli, 2010).
yang memungkinkan menulis aplikasi native dengan teknologi web. Phone Gap merupakan framework aplikasi mobile berbasis HTML5, CSS3, JQuery Mobile, dan Javascript (Steven Suehringand, 2013)
2.2. Moodle Mobile
3.
Dalam beberapa tahun telah dikembangan beberapa aplikasi mobileyang menyediakan akses aplikasi Moodle bagi pengguna bergerak. Itu tersedia dengan banyak fitur dan antar muka yang userfriendly (Sakharkar, Iyer, & Baru, 2009; Zamfirache, Eftcnoiu, Iosif, Olteanu, & Tapus, 2013).Moodle head quater (HQ) Moodle.org telah membangun aplikasi Moodle untuk pengguna ponsel/tablet berbasis HTML 5 yang berjalan pada android dan iOS.
Desain sistem dari aplikasi yang dibuat mengarah pada alur web services dan desain database yang digunakan. Juga desain inter face (form-form) yang akan digunakan pada aplikasi untuk menambahkan fitur-fitur seperti menambahkan Quiz, soal, dan mengerjakan Quiz pada aplikasi mobile.
Aplikasi resmi moodle mobile dikembangkan olehJuanLeyva(Juan Leyva, 2014) dengan dukungan dari Jerome Mouneyrac, Moodle HQ dan lain-lain. Moodle Mobile Apps mempunyai fitur meliputi : 1) desain Responsif untuk telepon dan tablet, 2) Upload gambar ke folder pribadi, 3) Rekam file audio dan meng-upload ke folder pribadi, 4) Kirim pesan pribadi ke peserta kuliah (bisa dilakukan secara offline), 5) Mengambil catatan pribadi tentang peserta kuliah, 6) Menambahkan peserta kuliah ke kontak telepon, 7) akses cepat kekonten kuliah.
Desain Sistem
3.1. Flowchart sistem Pertama kali aplikasi dijalankan akan keluar halaman Login (gambar 1) dengan inputan berupa site URL, username, dan password. Aplikasi berkomunikasi dengan web services yang dikembangkan penulis (Lim, Wijaya, Andjarwirawan, Handojo, & Intan, 2014) pada server Moodle untuk memeriksa username dan password pada database. Apabila user terdarfar dalam sistem, maka berikutnya user berhak untuk mengakses konten kuliah beserta dengan quiz yang ada.
Khusus untuk fitur akses Quiz, saat ini mobile apps yang tersedia masih belum menyediakan akses langsung. Siswa mengerjakan quiz masih melalui web browser yang mana ini terasa kurang nyaman karena masih belum menyatu dengan mobile apps. Penelitian ini mencoba untuk memodifikasi moodle mobile apps agar akses quiz (membuat dan mengerjakan quiz) dapat tersedia langsung pada apps.
2.3. Android Development Tools Proyek ini memanfaatkan Android Development Tools (ADT) Bundle. Ini merupakan sebuah paket aplikasi yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi berbasis Android. ADT Bundle terdiri dari aplikasi dua aplikasi yangg diperlukan untuk membuat suatu aplikasi Android, yaitu Eclipse IDE dan Software Development Kit (SDK). ADT Bundle dilengkapi dengan fitur yang mendukung dalam mengembangkan aplikasi Android seperti LogCat Monitor yang digunakan untuk memberikan informasi error message, warning, dan process log saat aplikasi sedang dijalankan. 2.4. PhoneGap Selain ADT, penulis memanfaatkan PhoneGap yaitu sebuah aplikasi dengan platform HTML5
224 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 1. Proses Login Pada bagian View kelas (gambar 2), web services akan mengirimkan data user dan mengembalikan data kelas yang sedang diikuti oleh user berdasarkan userid yang dimiliki. Dengan demikian user memperoleh akses hanya kepada kelas yang diikuti saja.Alur pembuatan Quiz (gambar 3) dimulai dengan memeriksa useriddari user. Jika user terdaftar sebagai pengajar, maka diberikan akses untuk membuat Quiz dan juga membuat/ menambahkan soal-soal. Kemudian alur untuk siswa mengerjakan Quiz dapat dilakukan oleh user sebagai peserta Course/kuliah (gambar 4). Web services akan me-request data Quiz yang akan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
ditampilkan dan setelah selesai dikerjakan, web services akan mengirimkan data jawaban dari user kedalam database.
3.2. Desain User Interface Desain user interface yang ditambahkan pada aplikasi mobile moodle antara lain desain form untuk membuat Quiz oleh pengajar.Setelah pengajar membuat Quiz, terdapat form untuk membuat soal dan menambahkan soal pada Quiz yang sudah dibuat sebelumnya.Jika status user sebagai peserta Course, maka akan muncul menu untuk Take Quiz atau mengerjakan quiz yang sudah dibuat sebelumnya.Web services akan memanggil soal yang ada pada Quiz dan menampilkan pada user untuk dikerjakan.
Gambar 2. Proses Melihat Kelas
Gambar 5. Desain Form Create Quiz
Gambar 3. Proses Membuat Quiz
Gambar 6. Form Membuat Soal
Gambar 7. Form Mengambil Quiz
Gambar 4. Proses Mengerjakan Quiz Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 225
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
array('course' => $course_id,'section' => $section_no) ); if($sectionData2) { foreach($sectionData2 as $sectionData1) { $section_id = $sectionData1->id; }} $module_id = 16;//quiz $module_name = "quiz";
Gambar 8. Form Mengerjakan Quiz
3.3. Database mdl_course mdl_enrol id_enrol
Integer <M> enrol_enrol Variable characters (20) status_enrol Integer sortorder_enrol Integer name_enrol Variable characters (255) enrolperiod_enrol Integer enrolstartdate_enrol Integer enrolenddate_enrol Integer expirynotify_enrol Integer expirythreshold_enrol Integer notifyall_enrol Integer password_enrol Variable characters (50) cost_enrol Variable characters (20) currency_enrol Variable characters (3) customint1_enrol Integer customint2_enrol Integer customint3_enrol Integer customint4_enrol Integer customint5_enrol Integer customint6_enrol Integer customint7_enrol Integer customint8_enrol Integer customchar1_enrol Variable characters (255) customchar2_enrol Variable characters (255) customchar3_enrol Variable characters (255) customdec1_enrol Decimal (12,7) customdec2_enrol Decimal (12,7) customtext1_enrol T ext (255) customtext2_enrol T ext (255) customtext3_enrol T ext (255) customtext4_enrol T ext (255) timecreated_enrol Integer timemodified_enrol Integer
has
mdl_user_enrolments Integer <M> id_user_enrolments status_user_enrolments Integer timestart_user_enrolments Integer timeend_user_enrolments Integer timecreated_user_enrolments Integer timemodified_user_enrolments Integer Identifier_1
has
mdl_user id_user <M> Long integer auth_user Variable characters (20) confirmed_user Short integer policyagreed_user Short integer deleted_user Short integer suspended_user Short integer username_user Variable characters (100) password_user Variable characters (255) idnumber_user Variable characters (255) firstname user Variable characters (100) ...
id_course Integer <M> fullname_course Variable characters (254) shortname_course Variable characters (255) idnumber_course Variable characters (100) summary_course Text (255) summaryformat_course Short integer format_course Variable characters (20) showgrades_course Short integer newsitems_course Integer startdate_course Integer marker_course Integer maxbytes_course Integer legacyfiles_course Integer showreports_course Integer visible_course Short integer visibleold_course Short integer groupmode_course Integer groupmodeforce_course Integer lang_course Variable characters (30) calendartype_course Variable characters (50) theme_course Variable characters (50) timecreated_course Integer timemodified_course Integer requested_course Short integer enablecompletion_course Short integer completionnotify_course Short integer cacherev Integer
contain
has
mdl_course_sections id_course_sections Integer <M> name_course_sections Variable characters (255) summary_course_sections Text (255) summaryformat_course_sections Integer sequence_course_sections Text (255) visible_course_sections Integer availablefrom_course_sections Integer availableuntil_course_sections Integer showavailability_course_sections Integer
Identifier_1
Identifier_1
Identifier_1 Enrolled belongs to mdl_role contain
id_role Long integer <M> name_role Variable characters (255) shortname_role Variable characters (100) description_role Text (255) sortorder_role Long integer archetype_role Variable characters (30)
(D)
Identifier_1 has
mdl_course_modules id_course_modules In idnumber_course_modules V In added_course_modules In score_course_modules In indent_course_modules In visible_course_modules In visibleold_course_modules In groupmode_course_modules In groupingid_course_modules In groupmemberonly_ In completion_course_modules In completiongradeitemnumber_course_modules In completionview_course_modules In completionexpected_course_modules In availablefrom_course_modules In availableuntil_course_modules In showavailability_course_modules In showdescription_course_modules
mdl_role_assignments Integer <M> id_role_assignments timemodified_role_assignments Integer component_role_assignments Variable characters (100) sortorder_role_assignments Integer
contain
mdl_context
belongs to
Integer <M> id_context contextlevel_context Integer path_context Variable characters (255) depth_context Integer
Identifier_1 mdl_external_tokens
Identifier_1
id_external_tokens Integer token_external_tokens Variable characters (128) tokentype_external_tokens Integer externalserviceid_external_tokens Integer iprestriction_external_tokens Variable characters (255) validuntil_external_tokens Integer timecreated_external_tokens Integer lastaccess_external_tokens Integer
mdl_question_answers id_question_answers Integer <M> answer_question_answer Variable characters (100) answerformat_question_answers Integer fraction_question_answers Decimal (12,7) feedback_question_answers T ext (255) feedbackformat_question_answers Integer
Required
Member
has
has
Identifier_1
Identifier_1 mdl_question_attempt_steps mdl_quiz
id_question_attempt_steps Integer <M> sequencenumber_question_attempt_steps Integer state_question_attempt_steps Variable characters (13) fraction_question_attempt_steps Decimal (12,7) timecreated_question_attempt_steps Integer Identifier_1 attempt to
Save to
mdl_modules
id_quiz <M> Integer name_quiz Variable characters (255) intro_quiz Text (255) introformat_quiz Integer timeopen_quiz Integer timeclose_quiz Integer timelimit_quiz Integer overduehandling_quiz Variable characters (16) graceperiod_quiz Integer preferredbehaviour_quiz Variable characters (32) attempts_quiz Integer attemptonlast_quiz Integer Categories by grademothod_quiz Integer decimalpoints_quiz Integer questiondecimalpoints_quiz Integer reviewattempt_quiz Integer t i I t ... i
mdl_question id_question Integer name_question Variable characters (255 Text (255) questiontext_question Integer questiontextformat_question Text (255) generalfeedback_question Integer generalfeedbackformat_question Decimal (12,7) defaultmark_question Decimal (12,7) penalty_question Variable characters (20) qtype_question l th ti I t ...
has has
id_modules Integer <M> name_modules Variable characters (20) cron_modules Integer lastcron_modules Integer search_modules Variable characters (255) visible_modules Integer
Contain
Identifier_1
mdl_question_categories id_question_categories Integer <M> name_question_category Variable characters (100) info_question_categories T ext (255) infoformat_question_categories Integer stamp_question_categories Variable characters (255) parent_question_categories Integer sortorder_question_categories Integer Identifier_1
mdl_question_attempts Integer <M> id_question_attempts behavior_question_attempts Variable characters (20)
has
belongs to Used
mdl_quiz_feedback
Identifier_1 mdl_question_attempt_step_data Integer <M> id_question_attempt_step_data name_question_attempt_step_data Variable characters (32) value_question_attempt_step_data T ext (255)
contain
has
id_quiz_feedback Integer feedbacktext_quiz_feedback Text (255) feedbacktextformat_quiz_feedback Integer mingrade_quiz_feedback Decimal (10,5) maxgrade_quiz_feedback Decimal (10,5)
mdl_quiz_question_instances
Identifier_1
Integer <M> id_quiz_question_instances grade_quiz_question_instances Decimal (12,7)
mdl_question_usages
Identifier_1
id_question_usages Integer <M> component_question_usages Variable characters (255) preferredbehaviour_question_usages Variable characters (32)
qtype_multichoice_options id_qtype_multichoice_options Integer <M> layout_qtype_multichoice_options Integer single_qtype_multichoice_options Integer shuffleanswers_qtype_multichoice_options Integer correctfeedback_qtype_multichoice_options T ext (255) correctfeedbackformat_qtype_multichoice_options Integer partiallycorrectfeedback_qtype_multichoice_options T ext (255) partiallycorrectfeedbackformat_qtype_multichoice_options Integer incorrectfeedback_qtype_multichoice_options T ext (255) incorrectfeedbackformat_qtype_multichoice_options Integer answernumbering_qtype_multichoice_options Variable characters (10)
Identifier_1 (D)
has
has
mdl_quiz_attempts id_quiz_attempts Integer <M> layout_quiz_attempts Text (255) currentpage_quiz_attempts Integer preview_quiz_attempts Integer state_quiz_attempts Variable characters (16) timestart_quiz_attempts Integer timefinish_quiz_attempts Integer timemodified_quiz_attempts Integer timecheckstate_quiz_attempts Integer sumgrades_quiz_attempts Decimal (10,5) needsupgradetonewqe_quiz_attempts Integer
attempt to
mdl_quiz_grades Integer <M> id_quiz_grades grade_quiz_grades Decimal (10,5) timemodified_quiz_grades Integer
Grade
Identifier_1
Identifier_1
Gambar 9. Entity Relationshop Diagram
Desain database yang digunakan menggunakan stuktur database yang sudah ada pada aplikasi Moodle. Sehingga fungsi web services disini memanfaatkan data yang ada sesuai kebutuhan.
4.
Implementasi Sistem
Aplikasi dimulai dengan menampilkan halaman login. Kemudian web services akan memeriksa user yang melakukan login dan dibedakan masuk sebagai pengajar atau peserta.Pengajar dapat menambahkan Quiz pada suatu Course melalui perangkat Android dengan memanfaatkan web services yang sudah dibuat sehingga dapat sinkron antara Quiz yang ada pada aplikasi dan yang ada pada website.
if($teacher == 1) { $sectionData2 = $DB->get_records ('course_sections',
226 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
$quiz = new stdClass(); $quiz->course = $course_id; $quiz->name = $name; $quiz->intro = $description; $quiz->introformat = 1; $quiz->timeopen = 0; $quiz->timeclose = 0; $quiz->timelimit = 0; $quiz->overduehandling = "autoabandon"; $quiz->graceperiod = 0; $quiz->preferredbehaviour = "deferredfeedback"; $quiz->attempts = 0; $quiz->attemptonlast = 0; $quiz->grademethod = 1; $quiz->decimalpoints = 2; $quiz->questiondecimalpoints = -1; $quiz->reviewattempt = 69904; $quiz->reviewcorrectness = 4368; $quiz->reviewmarks = 4368; $quiz->reviewspecificfeedback = 4368; $quiz->reviewgeneralfeedback = 4368; $quiz->reviewrightanswer = 4368; $quiz->reviewoverallfeedback = 4368; $quiz->questionsperpage = 1; $quiz->shufflequestions = 0; $quiz->shuffleanswers = 1; $quiz->questions = ""; $quiz->sumgrades = 0.00000; $quiz->grade = 10.00000; $quiz->timecreated = 0; $quiz->timemodified = time(); $quiz->browsersecurity = "-"; $quiz_id = $DB->insert_record ("quiz",$quiz); $qfeed = new stdClass(); $qfeed->quizid = $quiz_id; $qfeed->feedbacktext = ""; $qfeed->feedbacktextformat = 1; $qfeed->mingrade = 0; $qfeed->maxgrade = 11; $qfeed_id = $DB->insert_record ("quiz_feedback",$qfeed); $course = $DB->get_record ('course',array('id' => $course_id)); $smodule = new stdClass(); $smodule->course = $course_id; $smodule->module = $module_id; $smodule->instance = $quiz_id; $smodule->section = $section_id; $smodule->idnumber = ""; $smodule->added = time(); $smodule->score = 0;
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
$smodule->indent = 0; $smodule->visible = 1; $smodule->visibleold = 1; $smodule->groupmode = 0; $smodule->groupingid = 0; $smodule->groupmembersonly = 0; $smodule->completion = 0; $smodule->completionview = 0; $smodule->completionexpected = 0; $smodule->availablefrom = 0; $smodule->availableuntil = 0; $smodule->showavailability = 0; $smodule->showdescription = 0; $smodule_id = $DB->insert_record ("course_modules",$smodule); $context = context_module:: instance($smodule_id); $qcat = new stdClass(); $qcat->name = "Default for ".$name; $qcat->contextid = $context->id; $qcat->info = "The default category for quiz $name"; $qcat->infoformat = 0; $qcat->stamp=""; $qcat->parent = 0; $qcat->sortorder= 999; $qcat_id = $DB->insert_record ("question_categories",$qcat); $sectionData = $DB->get_record ('course_sections', array('id' => $section_id) ); if($sectionData) { if($sectionData->sequence == "") { $sectionData->sequence = $smodule_id; } else { $sectionData->sequence = $sectionData->sequence.", ".$smodule_id; } $DB->update_record ('course_sections', $sectionData);} $event = \core\event\course_module_ created::create(array( 'courseid' => $course->id, 'context' => $context, 'objectid' => $smodule_id, 'other' => array( 'modulename' => $module_name, 'name' => $name, 'instanceid' => $quiz_id ))); $event->trigger(); rebuild_course_cache($course->id, true); $sukses = 1;}
Peserta yang dapat mengerjakan Quiz yang telah dibuat pada perangkat Android dengan pemanfaatan web services. Pada halaman Take Quiz, web services akan memanggil soal yang sudah dibuat dalam database kemudian ditampilkan
pada perangkat Android mengerjakan Quiz tersebut.
peserta
yang
$cmData = $DB->get_record ('course_modules',array( 'id' => $cm_id, 'module' => 16) ); if($cmData) { $quiz_id = $cmData->instance; $quizData = >get_record('quiz',array( 'id' => $quiz_id) ); if($quizData) { $soal = array(); $attemptData2 = $DB-> get_records('quiz_attempts', array('quiz' => $quiz_id, 'userid' => $user_id)); if ($attemptData2) {
akan
$DB-
foreach($attemptData2 as $attemptData) { $attempts = 1; }} $course = $DB->get_record ('course',array( 'id' => $course_id)); $context = context_course:: instance($course_id); $qcat_id = 0; if ($qcat_datas = $DB->get_records( 'question_categories',array ('contextid'=>$context->id,'parent' => 0 ))) { foreach($qcat_datas as $qcat_data) { $qcat_id = $qcat_data->id; }} $quizQuestionData2 = $DB->get_records( 'quiz_question_instances', array('quiz' =>$quiz_id)); if($quizQuestionData2) { foreach($quizQuestionData2 as $quizQuestionData) { $question_id = $quizQuestionData ->question; $grade = $quizQuestionData->grade; $questionData = $DB->get_record ('question',array('id' $question_id)); if($questionData) { $questiontype=""; $answers = array(); if($questionData->qtype == "essay"){ $questiontype = "Essay";}
=>
if($questionData->qtype == “multichoice") { $questiontype = "MultipleChoices"; $questionOptionData2 $DB->
=
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 227
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
get_records('qtype_
6.
multichoice_options',array(
Juan Leyva. (2014). Official Moodle Mobile Application. Retrieved April 06, 2014, from http://docs.moodle.org/dev/Moodle_Mobile
'questionid' => $question_id)); if($questionOptionData2) { foreach($questionOptionData2 as $questionOptionData) { if($questionOptionData-> single == 0) { $questiontype = "Multiple Answers";}}} $questionAnswerData2 = $DB->get_records('question_answers', array('question' => $question_id)); if($questionAnswerData2) { foreach($questionAnswerData2 as $questionAnswerData) { array_push($answers,array( "id" => $questionAnswerData->id, "answer" => $questionAnswerData->answer, "fraction" => $questionAnswerData ->fraction));}}} if($questiontype != "") { array_push($soal,array( "id" => $questionData->id, "name" => $questionData->name, "questiontext" => $questionData ->questiontext, "grade" => $grade, "qtype" => $questionData->qtype, "questiontype" => $questiontype, "answers" => $answers ));}}}} $data = array( "quizId" => $quizData->id, "name" => $quizData->name, "intro" => $quizData->intro, "soal" => $soal, "teacher" => $teacher, "attempts" => $attempts);
5.
Kesimpulan
Proses mulai dari perancangan sistem sampai pengujian aplikasi yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.Dari hasil pengujian terhadap beberapa perangkat Android yang digunakan, yaitu Android versi 4.1 – 4.3 (Jelly Bean) dan versi 4.4.2 (KitKat), aplikasi dapat berjalan dengan baik pada semua perangkat. Siswa dapat mengerjakan quiz dan Tutor dapat membuat quiz secara langsung pada moodle mobile apps hasil modifikasi. Kendati demikian soal yang bergambar masih belum dapat ditampilkan sempurna. Letak folder gambar pada server Moodle masih belum dapat ditampilkan. 228 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Daftar Pustaka
Lim, R., Wijaya, P. S., Andjarwirawan, J., Handojo, A., & Intan, R. (2014). Web Services Extension for Accessing Quiz on Moodle Mobile Application. In 1st International Conference on Engineering Science and Technology Innovation. Bali, Indonesia. Sakharkar, H., Iyer, S., & Baru, M. (2009). MOLE: An Extension to MLE Moodle. In National Conference on Open Source Sofware (pp. 1–10). Mumbay. Steven Suehringand, J. V. (2013). PHP, MySQL, Javascript & HTML5 ALL-IN-ONE FOR DUMMIES. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. Xhafa, F., Caballe, S., Rustarazo, I., & Barolli, L. (2010). Implementing a Mobile Campus Using MLE Moodle. In 2010 International Conference on P2P, Parallel, Grid, Cloud and Internet Computing (pp. 207–214). IEEE. doi:10.1109/3PGCIC.2010.35 Zamfirache, V., Eftcnoiu, A., Iosif, P., Olteanu, A.C., & Tapus, N. (2013). Extending the moodle course management system for mobile devices. In 2nd International Conference on Systems and Computer Science (pp. 103–108). IEEE. doi:10.1109/IcConSCS.2013.6632031
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Aplikasi Pertempuran 10 November 1945 berbasis Android Andreas Handojo1, Resmana Lim2, Albert Halim1, Viky Radja1, Aldi Renaldi1 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra1 [email protected] Program Studi Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra2 Abstrak Pemanfaatan teknologi mobile device seperti pada smartphone ataupun tablet-pc telah merambah ke berbagai bidang. Mulai dari dunia hiburan, pendidikan, bisnis, kesehatan, life-style, dan tidak ketinggalan pada bidang wisata. Konvergensi teknologi komputasi, multimedia, dan komunikasi data berbasis telepon seluler ini telah mengubah banyak gaya hidup manusia termasuk dalam mengakses informasi. Penelitian yang dilakukan berusaha mengembangkan sebuah aplikasi untuk mengeksplorasi sejarah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Aplikasi ini diharapkan pengguna dapat belajar seputar sejarah kepahlawanan Surabaya dalam bentuk yang menarik dengan menggabungkan antara text, picture, sound, dan fasilitas google map; sehingga, dapat memberikan pemahaman yang menarik seputar sejarah peristiwa pertempuran 10 November 1945. Aplikasi dibuat pada mobile device berbasis Android yang dapat dijalankan pada smartphone dan pc-tablet sehingga mudah dijalankan oleh khalayak umum terutama generasi muda untuk memahami sejarah pertempuran Surabaya dengan media yang menarik. Dari pengujian, aplikasi telah mampu melakukan fungsi seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan, pengujian dengan menggunakan sampling kuestioner kepada pengguna didapatkan bahwa aplikasi menarik minat dari pengguna, sebesar 80%. Dapat disimpulkan bahwa aplikasi yang dibuat cukup memenuhi target awal penelitian. Kata Kunci: sejarah, kepahlawanan, aplikasi, android.
1. Pendahuluan Guna meningkatkan pendapatan daerah maka dilakukan berbagai daya upaya. Seperti misalnya eksplorasi terhadap sektor pariwisata. Selain mengeksplorasi keindahan, peninggalan masa lampau, serta kekayaan budaya (Taufik Akbar, 2012, Andri Busana, 2012), salah satu hal yang harus mulai dikembangkan adalah eksplorasi wisata sejarah terutama sejarah perjuangan kepahlawanan bangsa Indonesia. Pariwisata kepahlawanan merupakan salah satu sektor pariwisata yang menarik dan menjanjikan untuk dieksplor. Mengingat selain berisi peristiwa bersejarah kepahlawanan, peralatan pertempuran, lokasi dan gedung-gedung bersejarah yang sangat menarik dan menjanjikan untuk menarik wisatawan, wisata kepahlawanan ini dapat juga berisi semangat kepahlawanan/heroism yang ada pada negara. Yang mana hal ini, tentu sangat penting untuk diajarkan dan ditanamkan bagi seluruh masyarakat terutama bagi generasi muda. Wisata kepahlawanan sendiri bukanlah merupakan hal yang baru untuk ditawarkan, seperti contohnya di Amerika dikenal wisata pertempuran perang saudara, di Perancis dikenal wisata pertempuran Napoleon. Di Indonesia sendiri, wisata kepahlawanan masih belum di eksplorasi secara dalam, umumnya wisata kepahlawanan disajikan dalam bentuk museum yang juga sering kurang terkelola dengan baik serta tidak terpublikasikan dengan baik.
Hal ini, bukan saja merugikan sektor wisata tetapi juga merugikan sisi lain seperti sisi pendidikan dan penanaman nilai-nilai kebangsaan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengangkat tema kepahlawanan ini, seperti misalnya menciptakan karakter komik dari tokoh pahlawan kemerdekaan seperti misalnya Kapten Pattimura (Bungsu, 2012) dan dalam bentuk Encyclopedia 30 tokoh pahlawan kemerdekaan (Sebastian, 2012). Sementara pengembangan teknologi mobile device telah berkembang pesat dan mulai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti misalnya keperluan wisata (Kenteris, 2009, schrep, 2004, Busana, 2012), test online (Handojo, 2013), absensi perkuliahan (Handojo, 2013), dan lain-lain. Hal ini, merupakan peluang bagi dikembangkannya informasi pariwisata sejarah kepahlawanan untuk dikembangkan dalam bentuk aplikasi mobile device. Berdasarkan permasalahan di atas, pada penelitian ini dicoba untuk mengekplorasi wisata kepahlawanan, dalam hal ini pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan. Ekplorasi wisata ini dilakukan dalam bentuk pembuatan aplikasi berbasis android yang memiliki fitur informasi sejarah pertempuran 10 November 1945, gallery foto, lokasi bersejarah, beserta tagging lokasi pada Google Map, serta dilengkapi dengan fitur GPS dan fasilitas get direction ke lokasi tertentu dengan menggunakan fasilitas Google Map API. Aplikasi ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat luas khususnya para generasi muda Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 229
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
untuk dapat mempelajari kisah kepahlawanan bangsa Indonesia serta sekaligus berkunjung ke lokasi-lokasi bersejarah seputar pertempuran 10 November 1945. Aplikasi ini dibangun pada perangkat mobile device berbasis android dengan pertimbangan bahwa perangkat tersebut memiliki pengguna android hingga saat ini terus meningkat. Selain itu, perangkat mobile device saat ini telah ditunjang dengan kemampuan yang menarik seperti misalnya fitur tampilan, resolusi monitor, serta grafik yang cukup berkualitas sehingga sesuai dengan kebutuhan aplikasi yang akan dibuat. Selain itu, perangkat juga telah didukung dengan fasilitas koneksi internet dan Global Positioning System (GPS). Hal-hal ini tentunya dapat semakin menarik para pengguna mobile device khususnya kaum muda.
2. Metode Adapun langkah-langkah dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut (Gambar 1): Pertama-tama dilakukan studi pustaka terkait dengan sejarah pertempuran 10 November 1945 dan terkait dengan teknologi mobile device/Android. Langkah berikutnya adalah survei lokasi sejarah pertempuran guna pengambilan gambar serta mengambil koordinat pada peta. Berikutnya dilakukan proses desain sistem aplikasi mulai dari interface, database, sistem serta fitur-fitur yang tersedia. Setelah desain selesai dilakukan maka dibuatlah aplikasi sistem yang meliputi dari sejarah pertempuran, lokasi bersejarah, foto-foto/gallery, serta peta (tagging) lokasi pada Google Map. Kemudian setelah implementasi selesai dilakukan maka dilakukan testing terhadap aplikasi yang telah dibuat dan dilakukan juga pengujian dengan cara pembagian kuestioner terhadap pengguna, sehingga diketahui tingkat kesuksesan dari aplikasi yang telah dibuat.
Android. Android menggunakan Java sebagai bahasa pemogramannya (Safaat, 2012). Arsitektur Android terdiri dari Linux Kernel, Libraries, Android Runtime, Application Framework, dan Applications. Arsitektur lengkap platform ini dapat dilihat pada Gambar 2.
3.1. Android SDK (Software Development Kit) Android SDK adalah tools API (Application Programming Interface) yang diperlukan untuk mulai mengembangkan aplikasi pada platform Android menggunakan bahasa pemrograman Java (Safaat, 2012).
3.2. Android Development Tools (ADT) Android Development Tools (ADT) adalah plugin yang didesain untuk IDE Eclipse untuk memberikan kemudahan dalam mengembangkan aplikasi Android dengan menggunakan IDE Eclipse. Dengan menggunakan ADT akan lebih mudah dalam membuat aplikasi project Android, membuat GUI sebuah aplikasi, dan menambahkan berbagai komponen lainnya. Selain itu, dengan ADT, user dapat membuat package Android (.apk) yang digunakan untuk mendistribusikan aplikasi Android yang telah dibuat (Safaat, 2012).
3. Android Android adalah sistem operasi untuk telepon seluler yang berbasis Linux. Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam peranti bergerak. Awalnya, Google Inc. membeli Android Inc., pendatang baru yang membuat peranti lunak untuk ponsel. Kemudian untuk mengembangkan android, dibentuklah Open Handset Alliance, konsorsium dari 34 perusahaan hardware, software, dan telekomunikasi, termasuk Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, T-Mobile, dan Nvidia. Pada Juli 2005 Android telah diakuisisi oleh Google dan pada 5 November 2007 barulah secara resmi Android di rilis oleh Google. Dalam pengembangan aplikasi, Android menyediakan Android SDK yang menyediakan tools dan API untuk para pengembang aplikasi dengan platform
230 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 1. Metodologi Penelitian
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
yang digunakan untuk pengujian seperti terlihat pada Tabel 1.
Gambar 2. Arsitektur Android (Safaat, 2012)
4. Google Maps Google Maps merupakan sebuah layanan peta dunia virtual berbasis website yang disediakan oleh Google. Layanan ini gratis dan dapat ditemukan di http://maps.google.com. Google Maps menawarkan peta yang dapat digeser, diperbesar, diperkecil, dan dapat diganti dalam beberapa mode (map, satelit, hybrid, dan lain-lain). Dapat ditambahkan fitur Google Maps dalam web dengan Google Maps API. Google Maps API adalah library JavaScript. Dengan menggunakan Google Maps API, waktu dan biaya dalam pembuatan aplikasi peta digital dapat dihemat (Shodiq, 2009)
Tabel 1: Spesifikasi Mobile Device untuk Pengujian Jenis Operating Display Memory (size) Internal System Samsung Dual-core 480x800 8 GB, 1 Galaxy 1.2 GHz pixels,5.0 GB RAM Grand Cortex-A9, inches I9082 v4.1.2 (Jelly (~187 ppi) Bean) Samsung Quad-core 720x1280 32 GB Galaxy 1.6 GHz pixels, 5.5 storage, 2 Note II Cortexinches GB RAM N7100 A9,v4.1.1 (~267 ppi) (Jelly Bean) LG G2 Quad-core 1080x192 16 GB, 2 2.26 GHz 0 pixels, GB RAM Krait 400i , 5.2 inches v4.2.2 (Jelly (~424 ppi) Bean
Ketika pertama kali aplikasi dijalankan maka akan muncul splash screen seperti tampak pada Gambar 3.
5. Pertempuran 10 November 1945 Surabaya Adapun sekelumit sejarah dari pertempuran dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 antara pemuda dan tentara Indonesia dengan tentara Inggris dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertempuran ini dipicu oleh kematian salah Brigjen A. W. S. Mallaby dalam sebuah insiden tanggal 30 Oktober 1945 dalam gencatan senjata antara Indonesia dan Inggris. Pertempuran Surabaya berakhir dengan dikuasainya Surabaya oleh pasukan Inggris setelah 3 minggu peperangan. Pada akhir bulan November 1945 seluruh kota Surabaya telah jatuh ke tangan Inggris. Para pejuang Indonesia yang masih hidup bergabung dengan ribuan pengungsi yang melarikan diri meninggalkan Surabaya, kemudian mereka membuat garis pertahanan baru mulai dari Mojokerto di Barat hingga ke arah Sidoarjo di Timur. Peristiwa inilah yang memicu terjadinya perlawanan di berbagai daerah dan diperingati sebagai hari pahlawan setiap tanggal 10 November (Alwi, 2012, Purwono, 2006, Ariwibowo, 2009).
6. Hasil dan Pembahasan
Samsung Galaxy Note LG G2 2 Gambar 3. Splash Screen Tampilan Awal Aplikasi
Pengguna dapat melihat history dari pertempuran dalam bentuk chapter-chapter sesuai alur cerita sejarah pertempuran 10 November 1945. Bagian history ini akan bersifat urutan yang harus dibaca berdasarkan urutannya sehingga, ketika sebuah chapter selesai dibaca maka baru chapter berikutnya akan terbuka/unlock (Gambar 4). Hal ini, ditujukan agar pengguna dapat membaca sejarah pertempuran dengan runtut.
Guna pengujian aplikasi yang telah dibuat digunakan 4 buah mobile device berbasis Android dengan spesifikasi dan kemampuan berbeda. Di mana, hal ini ditujukan untuk menguji implementasi aplikasi pada berbagai mobile device yang berbeda. Adapun spesifikasi dari peralatan mobile device
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 231
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Samsung Galaxy Samsung Galaxy Grand Note 2 Gambar 4. Tampilan Menu History
Cerita sejarah yang disajikan, dilengkapi dengan foto-foto, baik foto bersejarah, foto lokasi, ataupun foto-foto ilustrasi perjuangan (Gambar 5).
LG G2
LG G2
Samsung Galaxy Note 2
Gambar 7. Tampilan Menu Gallery
Aplikasi ini juga dilengkapi dengan peta lokasi bersejarah pada masa kini. Pengguna dapat melihat lokasinya pada aplikasi dengan menggunakan fasilitas Google Map (Gambar 8). Selain itu, pengguna juga dapat melihat posisi pengguna saat ini dengan menggunakan GPS dan mendapatkan arahan (get direction) guna menuju lokasi bersejarah tersebut.
Samsung Galaxy Note 2
Gambar 5. Tampilan History Content
Selain unlock chapter berikutnya, dengan menuntaskan sebuah chapter maka pengguna akan juga dapat membuka gallery foto yang ada pada chapter tersebut (Gambar 6). Maka, semakin banyaknya chapter terbuka maka semakin banyak koleksi foto yang dapat dilihat oleh pengguna (Gambar 7).
LG G2
Samsung Galaxy Note 2
Gambar 8. Tampilan Menu Get Direction dengan Menggunakan GPS dan Google Map API
Ketika pengguna berada pada lokasi yang terdapat pada aplikasi maka pengguna dapat menyalakan aplikasi yang ada guna mendapatkan fasilitas unlock untuk sejarah ataupun foto tambahan yang ada pada lokasi tersebut.
6. Kesimpulan
LG G2
Samsung Galaxy Note 2
Gambar 6. Tampilan Kumpulan Foto dalam Chapter
232 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Dari proses penelitian ini dapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasi yang dibuat telah dapat melakukan fungsi melihat informasi lokasi bersejarah, menampilkan galeri, peta dengan arahan menuju lokasi berdasarkan posisi user, serta melakukan pencatatan secara otomatis dengan menggunakan GPS locator terhadap lokasi-lokasi yang telah dikunjungi user. Berdasarkan pengujian yang dilakukan melalui kuestioner terhadap 40 responden dengan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
berbagai latar belakang usia maupun pendidikan, didapatkan bahwa 80% responden memiliki pendapat bahwa aplikasi ini sangat menarik dan bermanfaat bagi kota Surabaya. Penelitian selanjutnya dapat menambah aplikasi dengan fitur-fitur yang lebih menarik seperti misalnya mini-game, quiz, dan video.
Ucapan Terima Kasih Penelitian ini terselenggara dengan dana Penelitian Hibah Bersaing DIKTI nomor 002/SP2H/P/K7/KM/2014. Terima kasih atas peran serta tim mobile device Kenny Basuki, Yohanes Nicolas, Malvin Yuwono, Yohan Alvin, Laurentius Dion, Daniel Wilhenson, Daniel Satria Utama, Haryanto, William Sanjaya yang memungkinkan aplikasi ini dibuat
applications. Proceedings of the 12th annual ACM International Conference Sebastian. (2012), Designing Encyclopedia Publication of 30 Heroes, Struggle for Indonesian Independence, Digital Repository Universitas Bina Nusantara Shodiq, Amri. (2009). Tutorial Dasar Pemograman Google Maps API. http://www.scribd.com/doc/16846801/TutorialDiakses Dasar-Pemrograman-Google-Maps-API.
[20 Januari 2014]
Daftar Pustaka Akbar, T. (2012), Implementation of Augmented Reality Using GPS-Based Tracking In Bandung Tour Guide Application Development Platform Based Android, Digital Repository UNIKOM. Alwi, D. (2012), Battle of Surabaya November 1945, PT. Bhuana Ilmu Populer. Ariwibowo, B. (2009). Battle of Surabaya 10 November 1945. http://umum.kompasiana.com/2009/11/23/perte mpuran-surabaya-10-november-194528773.html. Diakses [19 Januari 2014] Bungsu, Aghil Boy. (2011), Designing Visual Comic Hero Series Captain Pattimura As Alternative Media Read For Children Primary School Age, Digital Repository UPN Veteran Jatim Busana, A. (2012), Tourism Navigation System in East Java on Android Smartphone, Digital Repository STIKOM. Handojo, A., Assianto L., A., Noertjahyana, A., (2013). Android-Based Online Test Applications and Websites for Teaching and Learning. Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi (ReTII). Handojo, A., Andjarwirawan, J., Wonodihardjo, J.. (2013). Class Attendance Application using Near Field Communication (NFC) on Android. Conference on Information Technology Computer and Electronic Engineering. Kenteris, M., Gavalas, D., & Economou, D. (2009). An Innovative Mobile Electronic Tourist Guide Application. Personal and Ubiquitous Computing. Vol. 13. Purwono, N. (2006), Mana Soerabaia Koe Mengais Butiran Mutiara Masa Lalu, Pustaka Eureka. Safaat, N. (2012). Application Programming Mobile Smartphone and Android-Based Tablet PC. Bandung: Penerbit Informatika Scherp, A., & Boll, S. (2004). Generic support for personalized mobile multimedia tourist
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 233
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
234 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Aplikasi Platform Resilient Berbasis Mobile Untuk Manajemen Bencana Wiratmoko Yuwono1, Idris Winarno2, Tri Harsono3 Departemen Teknik Informatika dan Komputer, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS)1,2,3 [email protected] 1 [email protected] 2 [email protected] 3
Abstrak Sistem Informasi kebencanaan sangatlah dibutuhkan guna memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat. Semakin cepat dan akurat informasi yang disampaikan maka sistem deteksi, evakuasi dan penangan bencana dapat dilakukan sedini mungkin.Sistem kebencanaan terdiri dari berbagai macam aplikasi yang terpadu dalam satu kesatuan sehingga pengguna dapat dengan mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan. Aplikasi-aplikasi yang dibangun untuk mendukung sistem informasi kebencanaan berasal dari berbagai sistem yang bermacam-macam jenis teknologinya, maka dibutuhkan sebuah platform yang fleksibel yang dapat menjembatani aplikasi-aplikasi tersebut agar dapat menjadi satu kesatuan yang padu. Pada penelitian ini dibangun aplikasi yang dapat dijalankan pada platform yang berbeda. Aplikasi berupa aplikasi berbasis mobile. Hasil dari aplikasi ini, dapat menjembatani data kebencanaan dari aplikasi lainnya, kedalam satu aplikasi kebencanaan platform resilient. Pada pengujian beberapa device mobile, aplikasi dapat berjalan dengan optimal. Kata Kunci: Platform, Resilient, Kebencanaan, Mobile
1. Pendahuluan Indonesia merupakan daerah rawan bencana karena wilayah Indonesia terletak diantara tiga lempeng bumi yang masih aktif.Terbukti sejumlah wilayah di Indonesia mengalami bencana terutama gempa dan tsunami seperti di Aceh, Nusa Tenggara Barat, Toli-Tolo, Yogyakarta, dan Mentawai. Menurut Kepala Badan Geologi Departemen ESDM, R Sukhyar, selama ada dinamika di lapisan bumi, maka akan tetap terjadi potensi gempa [1].Sangat disayangkan pemerintah Indonesia belum menemukan solusi penanganan bencana yang tepat dan cepat untuk mengurangi dampak bencana. Mantan Wakil Presiden sekaligus Ketua Umum Palang Merah Indonesia, Jusuf Kalla, berpendapat bahwa pemerintah harus lebih cepat untuk mengatasi segala bentuk dampak bencana alam yang terjadi [1]. Penanganan bencana yang lambat, berakibat dampak bencana yang terjadi pun semakin besar. Selain itu ketidaksiapan masyarakat maupun pemerintah serta respon yang ada bersifat kacau. Sehingga tidak hanya masyarakat yang menjadi korban, namun berbagai infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, manajemen gawat darurat, semuanya lumpuh.Atau meskipun infrastrukturnya masih utuh, manajemen bantuan yang lama dan rumit mengakibatkan bertambah banyaknya korban berjatuhan. Kita membutuhkan reaksi yang cepat untuk menanggulangi dan mengurangi dampak bencana yang ada. Semua elemen yang terkait, baik masyarakat maupun pemerintah memerlukan
koordinasi untuk saling melengkapi satu sama lain. Namun permasalahannya sulitnya koordinasi antar pihak sehingga meskipun bantuan datang cukup cepat, pendistribusian bantuan sering kali tidak merata atau bahkan pihak yang terkait tidak berani mengeluarkan bantuan karena sistem yang rumit [2]. Dengan adanya teknologi informasi semua permasalahan tersebut bisa diatasi dengan baik yaitu dengan menghubungkan semua elemen yang terkait seperti pemerintah, masyarakat, donatur maupun sukarelawan sehingga mereka bisa bekerja sama sebagai satu kesatuan. Hasil penelitian dari beberapa sumber bahwa pemerintah memang harus memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi. Salah satu aplikasi yang mengimplementasikan dari sistem informasi kebencanaan adalah aplikasi Sahana.Sahana merupakan aplikasi manajemen bencana yang bersifat open source yang dikembangkan oleh para sukarelawan yang sebagian besar berasal dari Sri Lanka ketika bencana gempa dan tsunami melanda Asia Selatan tahun 2004 [2]. Sahana saat ini memiliki keterbatasan dimana sistem informasi bersifat tertutup, sehingga jika pengguna memiliki beberapa aplikasi yang akan digabungkan dengan Sahana maka pengguna harus melakukan modifikasi terhadap kode-kode program yang terdapat di Sahana seperti yang dilakukan pada proyek akhir yang berjudul “Rancang Bangun Middleware dan Ekstraksi Data Platform Resilient Untuk Manajemen Bencana”[10]. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem informasi kebencanaan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 235
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
yang bersifat terbuka atau fleksibel agar dapat denganudah diintegrasikan dengan aplikasi-aplikasi
pendukung tanpa harus melakukan perubahan kodekode pada program utamanya.
2. Metode 2.1 Desain global Platform Manajemen Bencana
Resilient
untuk
Gambar 1 Desain Global Platform Resilient untuk Manajemen Bencana
Gambar 1 menunjukkan tujuan dalam penelitian ini, dimana aplikasi platform resilient mempunyai beberapa jenis, seperti HDR GIS, AI, Embedded System, Mobile Application dan datawarehouse, dibangun dengan platform yang berbeda, baik dari sisi hardware, Operating System (OS) dan jenis aplikasi. Selanjutnya penelitian ini difokuskan pada pembuatan aplikasi presentasi berbasis mobile multiplatform, yang dapat berjalan pada hardware mobile yang berbeda dan pada OS mobile yang berbeda pula.
236 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
2.2 Perancangan Sistem Untuk membangun sebuah aplikasi berbasis mobile, peneliti merujuk pada dasar dari ilmu interaksi manusia dan komputer seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 mengenai diagram human computer interface. Sesuai dengan topik penelitian, yaitu membangun aplikasi platform berbasis mobile yang dapat dijalankan pada multiplatform, peneliti membuat aplikasi berbasis phonegap, Sehingga aplikasi dapat ditransfer keberbagai platform mobile yang diinginkan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 2 Aspek Human Computer Interface
Sumber Data Platform Resilient Manajemen Bencana
Middleware
Platform 1
Platform 2
Aplikasi Platform Resilient Berbasis Mobile untuk Manajemen Bencana
Gambar 3 Alur Proses Data aplikasi platform resilient berbasis mobile untuk manajemen bencana
Aplikasi direncanakan berjalan pada hardware berikut : 1. Iphone 2. Ipad 3. Tablet Android 4. Windows Phone 5. Android Phone 6. Android Mini PC Dan Berjalan pada Operating System Berbasis Mobile seperti : 1. Windows Mobile OS 2. IOS 3. Android Untuk itu, peneliti membuat aplikasi yang dapat berjalan pada semua OS.
Pada gambar 4, menu View Data ini menampilkan Data Disaster, Time Disaster dan Data Regional, dalam view data tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Begitu juga dengan menu entry data terdapat data disaster yang berfungsi sebagai menampilkan semua data disaster seperti gempa dengan skala tertentu, banjir bandang, time disaster berfungsi untuk menampilkan data waktu dimana bencana itu terjadi dan data regional berfungsi untuk menampilkan data tata letak terjadinya bencana, pada tahap regional ini terdapat data berupa longitude dan latitude nya, yang nanti nya digunakan untuk tampilan informasi pada peta geografis. Disamping itu juga terdapat menu untuk memasukkan data pada saat terjadinya bencana dan fitur yang lain yaitu rollback data.
237 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
(f)
Gambar 4. Perancangan user interface (a) Halaman inialisasi entry data, (b) Halaman entry nama data bencana (c) Halaman entry nama tipe data bencana (d) Halaman entry tanggal bencana (e) Halaman entry wilayah bencana (f) Mencari peta bencana
3. Hasil dan Pembahasan Hasil aplikasi akan dijalankan pada beberapa variasi perangkat mobile dengan spesifikasi sebagai berikut : Tabel 1 : Peralatan untuk pengujian Nama
Ukuran Layar (Pixel)
Spesifikasi Tambahan
Perangkat Iphone
640 x 1136
Ipad
1536 x 2048
Tablet Android
800 x 1280
Windows
Chip A7 dengan arsitektur 64 bit Dual-core 1.3 GHz Cyclone
Android Phone
Quad Core 1.2GHz
MTK 6589, CPU Dual-core 1,2
780 x 1280
GHz, GPU PowerVR SGX544
Pengujian dilakukan pada beberapa perangkat mobile yang berbeda-beda, semua fasilitas layanan seperti pada gambar 4 diuji. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah aplikasi dapat berjalan dengan baik dan sesuai target yang diinginkan.
Berikut daftar uji aplikasi platform resilient berbasis mobile. Tabel 2 : Daftar uji fungsionalitas aplikasi No
Uji Fungsi
1
View Data Master Disaster View Data Time Disaster View Data Regional Disaster Entry Data Master Disaster Entry Data Time Disaster Entry Data Regional Disaster Rollback Data Master Disaster Rollback Data Time Disaster Rollback Data Regional Disaster
2 3 4 5 6 7 8
(a)
(e)
Gambar 5. Aplikasi dijalankan dibeberapa perangkat mobile (a) Iphone (b) Ipad (c) Tablet Android (d) Windows Phone (e) Android Phone
Quad Core 1.2GHz
480 x 800
Phone
(d)
(ARM v8-based)
(b)
(c)
238 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
9
Target Hasil Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100%
Hasil Sebenarnya Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100%
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel 3 : Daftar uji kecepatan akses aplikasi tiap peralatan mobile No
Uji Fungsi
Target Hasil Rata-Rata < 5 detik
Hasil Sebenarnya 3 detik
1
Iphone
2
Ipad
< 5 detik
3.5 detik
3
Tablet Android
< 5 detik
6 detik
4
Windows Phone
< 5 detik
4.2 detik
5
Android Phone
< 5 detik
4.1 detik
Pengujian daftar uji fungsi pada tabel 2, dilakukan untuk melihat fungsi pada tiap-tiap menu yang disediakan. Pengujian dilakukan pada semua peralatan mobile yang disediakan. Pengujian pada tabel 3, dilakukan pada kondisi yang sama pada jaringan seluler GSM dengan kecepatan konstan rata-rata 1 Mbps, dihitung ratarata akses tiap fasilitas aplikasi. Pengujian selanjutnya adalah dengan melakukan pengujian data. Pengujian data yang dimaksud adalah porting data dari luar platform resilient, masuk kedalam database platform resilient lalu hasil porting data tersebut ditunjukkan pada aplikasi mobile platform resilient ini. Aspek yang diuji yaitu Keakuratan data Tabel 4 : Pengujian data No
Uji Fungsi
1
View Data Master Disaster View Data Time Disaster View Data Regional Disaster
2 3
Target Hasil Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100%
Hasil Sebenarnya Berfungsi 100% Berfungsi 100% Berfungsi 100%
Pengujian selanjutnya adalah pengujian yang dilakukan pada beberapa orang yang mengerti mengenai aplikasi mobile, mengerti aplikasi teknologi aplikasi dan beberapa orang yang awam aplikasi IT. Total populasi yang melakukan pengujian adalah 30 orang. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 5 : Pengujian oleh user No
Aspek
Prosentase % Cukup
Baik
1
Keakuratan
100
2
Kemudahan Pengoperasian
50
50
3
Performa
75
25
4
Tampilan
100
5
Kemanfaatan
6
Teknologi Terkini
100 25
75
3.1 Diskusi Dalam penelitian ini, aplikasi masih menggunakan phonegap, sehingga data yang diambil terlalu berat dan agak lama dikarenakan aplikasi phonegap perlu menginterpret kode javascript agar bisa diterima native SDK. Selain itu juga tampilan terlihat sama untuk semua platform dan tampilan terkadang tidak terlihat seperti mobile app sehingga untuk perkembangan kedepannya diharapkan agar simulasi dibangun dengan menggunakan native SDK, untuk tampilan lebih kearah mobile dan memperhatikan user interface dan user experience. Namun dari sisi kemanfaatan, aplikasi ini dinilai beberapa user sangat bermanfaat.
4. Kesimpulan Dari beberapa daftar uji penelitian ini, dapat diambil 2 point penting : 1. Aplikasi platform resilient berbasis mobile untuk manajemen bencana berhasil dijalankan pada beberapa flatform dan device mobile yang berbeda 2. Pada pengujian beberapa device mobile, aplikasi dapat berjalan dengan optimal.
Ucapan Terima Kasih Peneliti mengucapkan terima kasih pada : 1. Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi yang membiayai penelitian ini 2. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) 3. Rekan-Rekan peneliti pada riset center Hazard and Disaster Research (HDR) di PENS. 4. Anas Turmudzi, mahasiswa IT PENS angkatan 2011. 5. Dan Rekan-Rekan yang lain yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Daftar Pustaka [1]. Harsono Tri, Winarno Idris, Yuwono Wiratmoko.“Desain Platform Resilient Untuk Manajemen Bencana”. Penelitian Unggul Perguruan Tinggi PENS 2013. [2]. Pemerintah Lamban Tangani Bencana “ http://www.koran-sindo.com/node/359480“ (Last Updated - 09Juli 2013 - 19:00). [3]. Wikipedia. (t.thn.). WSDL. Dipetik April5, 2013, dari Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/WSDL. [4]. Penjelasan MySQL “http://id.wikipedia.org/wiki/ MySQL“ (Last Updated - 05Maret 2014 - 19:00). [5]. Wikipedia. (t.thn.). Layanan Web. Dipetik September 26, 2013, dari Wikipedia: http:// id.wikipedia.org/wiki/Layanan_web [6]. Rizki Aditya.“Mengenal wsdl dan struktur”. Dipetik Juni 6, 2012 dari Website: http://
239 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
[7].
[8].
[9].
[10].
www.adityarizki.net/2012/06/mengenal-wsdldan-strukturnya-dalam-web-service/. Rackham, “Simple PHP MySQL Class”. Dipetik Agustus 17, 2010, dari Website:http:// edrackham.com/php/simple-php-mysql-class. Phonegap, help. ”http://docs.phonegap.com/en/ 3.5.0/index.html” (Last Updated - October 2012). Penanggunalan Bencana “http:// arifrohmansocialworker.blogspot.com/2012/09 /telaahan-sistem-terpadupenanggulangan.html”. (Last Updated October 2009). Koopman Dave. “Nusoap WSDL service return array of complex data”. Dari Website :http://www.koopman.me/2008/01/nusoapwsdl-service-return-array-of-complex-data. (Last Updated - 28Jan 2008)
240 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pengelompokan Data DIPA Berbasis Penyerapan Anggaran Menggunakan Metode Self Organizing Map (SOM) Haerul Harun 1, I Ketut Eddy Purnomo 2, Eko Mulyanto Y. 3 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, ITS, Surabaya1 haerul.harun[at]gmail.com Dosen Jurusan Teknik Elektro, ITS Surabaya 2 ketut[at]ee.its.ac.id Dosen Jurusan Teknik Elektro, ITS Surabaya 3 ekomulyanto[at]ee.its.ac.id Abstrak Selama ini regulasi untuk mengatasi keterlambatan penyerapan anggaran ditujukan secara umum ke semua satuan kerja pengguna anggaran APBN karena tidak diketahui satuan kerja mana yang berpotensi besar mengalami keterlambatan penyerapan anggaran, padahal karakteristik setiap satuan kerja sangat beragam. Satuan kerja yang di tahun sebelumnya terlambat penyerapannya belum tentu tahun ini juga akan mengalami keterlambatan karena Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) setiap satuan kerja berubah-ubah setiap tahun. Jumlah satuan kerja yang sangat banyak dan beragam tidak sebanding dengan jumlah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan SDM di KPPN tersebut yang sangat terbatas. Hal ini berakibat pada rentang kendali yang sangat luas, sehingga dimungkinkan regulasi tidak tepat menyasar satuan kerja yang sangat berpotensi mengalami keterlambatan penyerapan anggaran. Untuk itu dibutuhkan sistem yang dapat mengelompokkan satker berdasarkan tingkat penyerapan anggarannya sehingga regulasi bisa difokuskan ke kelompok satuan kerja yang kemungkinan tingkat penyerapannya paling rendah. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang diberikan kepada setiap satuan kerja pada akhir tahun sebelum tahun anggaran berjalan dimulai, berisi beberapa data yang mungkin dapat diolah untuk menemukan kelompok satker yang tingkat penyerapannya paling rendah. Pengolahan data secara cepat, efisien dan efektif sangat diperlukan oleh Ditjen Perbendaharaan guna mendapatkan informasi dan mendukung pengambilan keputusan. Metode yang akan digunakan dalam mengelompokkan DIPA adalah metode Self Organizing Map (SOM). Metode ini merupakan bagian dari Jaringan Syaraf Tiruan yang tergolong dalam unservised learning dan mempunyai kemampuan untuk mengelola data-data input tanpa harus memiliki nilai sebagai target. Metode SOM dapat memberikan keluaran berupa kelompok-kelompok satker berdasarkan tingkat penyerapan anggarannya. Kata Kunci: penyerapan terlambat, dana APBN, Jaringan Saraf Tiruan, Kohonen
1. Pendahuluan Keterlambatan penyerapan anggaran merupakan masalah yang klasikal karena terjadi di setiap tahun anggaran dan sampai saat ini masih sulit untuk ditemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Selain itu masalah ini tidak hanya terjadi di kotakota besar namun hampir merata terjadi di setiap daerah maka sangat wajar jika banyak pihak yang khawatir dengan kondisi penyerapan anggaran APBN. Untuk wilayah Propinsi Jawa Timur diperoleh data penyerapan anggaran untuk TA 2011 sampai dengan 2013 (Tabel 1) yaitu pada Triwulan III tingkat penyerapannya di bawah 60% dan pada triwulan IV penyerapannya minimal 90%. Beberapa hal yang dapat terjadi sebagai dampak dari penyerapan anggaran yang lambat adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang merupakan indikator keberhasilan pembangunan ekonomi, kerugian secara ekonomis terhadap keuangan negara dan terhambatnya peluang investasi pemerintah. Tiga hal tersebut berpengaruh besar terhadap perekonomian negara. Persoalan keterlambatan penyerapan anggaran terjadi di banyak satuan kerja
sehingga mempengaruhi rata-rata penyerapan anggaran seluruh satuan kerja.
tingkat
Tabel 1: Data Penyerapan APBN di Prop. Jawa Timur TA
Pagu (dlm jutaan rp)
Triwulan III
Triwulan IV
2011
29.570.439
50 %
94 %
2012
31.611.813
53 %
93 %
2013
38.411.820
50 %
90 %
Sumber : Aplikasi Monev Kanwil DJPB Prov. Jatim
Menumpuknya permintaan dana di penghujung tahun juga memunculkan masalah tersendiri khususnya bagi pegawai di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang bertugas menguji Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Sesuai Standar Operasional Procedur (SOP) yang dikeluarkan oleh Ditjen Perbendaharaan, setiap SPM harus diselesaikan dan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 241
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) nya paling lambat 1 (satu) jam sejak SPM tersebut diterima. Banyaknya SPM yang harus diperiksa dalam rentang waktu yang sangat pendek mengakibatkan tingginya resiko kesalahan dalam pemeriksaan sehingga sangat mungkin lolos beberapa SPM yang tidak benar dan dapat mengakibatkan kerugian Negara. Berdasarkan hasil Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan (Herriyanto, 2012) ditemukan lima faktor penyebab keterlambatan penyerapan anggaran yang terdiri atas 84 variabel. Dalam DIPA setiap satker berisi datadata yang diantaranya termasuk dalam ke 84 variabel tersebut sehingga jika data-data dalam DIPA dapat ditemukan suatu pola yang saling berkaitan dengan penyerapan anggaran maka itu dapat menjadi sebuah informasi yang sangat bermanfaat Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah data dalam DIPA dapat digunakan sebagai input untuk mengelompokkan satker berdasarkan tingkat penyerapan anggarannya dengan menggunakan metode SOM sehingga dapat ditemukan kelompok satker dengan tingkat kemungkinan penyerapannya paling rendah. Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh Pemerintah sebelum membuat regulasi khususnya dibidang penganggaran dan perbendaharaan negara sehinggga kedepannya nanti penyerapan anggaran belanja negara dapat dilakukan sesuai dengan perencanaannya
pencairan dana untuk belanja modal tidak semudah belanja barang apalagi belanja pegawai. Semakin tinggi persentase belanja modal maka kemungkinan terlambatnya penyerapan anggaran akan jauh lebih besar.
2. Dasar Teori
2.1.6 Dana Pinjaman/ Hibah Luar Negeri, Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan, rupiah maupun dalam bentuk barang dan atau jasa yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa atau devisa yang dirupiahkan, rupiah maupun dalam bentuk barang dan atau jasa yang diperoleh dari Pemberi Hibah Luar Negeri yang tidak perlu dibayar kembali. Pencairan dana yang bersumber dari PHLN tidak semudah dana yang bersumber dari Rupiah Murni (RM). Ada beberapa persyaratan/ dokumen yang secara khusus harus dipenuhi agar dana PHLN tersebut bisa dianggarkan dalam DIPA maupun pada saat akan dicairkan, sehingga penyerapan anggarannya lebih lambat.
2.1 DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. DIPA berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungja-wabkan. DIPA berlaku untuk satu tahun anggaran dan memuat informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran. Beberapa data yang ada dalam DIPA yang bisa dijadikan paramater untuk menilai tingkat penyerapan anggaran setiap satker yaitu: 2.1.1 Belanja modal, adalah pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal sangat erat kaitannya dengan penyerapan anggaran. Prosedur
242 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
2.1.2 Belanja Pegawai, Adalah dana yang disediakan/dialokasikan dalam DIPA untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta lain lain belanja pegawai. 2.1.3 Belanja Barang, Adalah dana yang disediakan/ dialokasikan dalam DIPA untuk pengadakan barang/jasa, pemeliharaan dan perjalanan dinas. 2.1.4 Dana Blokir Dana blokir adalah dana yang terdapat dalam DIPA namun karena suatu hal sehingga dana tersebut untuk sementara waktu tidak dapat dicairkan. Semakin besar dana yang diblokir maka kemungkinan terlambatnya penyerapan anggaran akan jauh lebih besar juga. 2.1.5 Dana PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang bukan berasal dari penerimaan perpajakan. Pencairan dana PNBP yang telah dianggarkan dalam DIPA sangat bergantung terhadap jumlah penerimaan non pajaknya. Semakin besar persentase dana PNBP dalam DIPA suatu satker maka kemungkinan terlambatnya penyerapan juga akan semakin besar
2.1.8 Kode Kewenangan Satker Kode kewenangan satker tergantung jenis DIPA nya. Jika DIPA satker tersebut adalah DIPA Kantor Pusat (KP) maka pasti kewenangannya adalah KP. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.02/2013, berdasarkan Bagian Anggaran
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
dari Kementerian/ Lembaga maka ada 5 (lima) jenis DIPA yaitu - DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat (KP) yaitu DIPA yang dikelola oleh Satker Kantor Pusat dan/atau Satker pusat suatu Kementerian/ Lembaga, termasuk di dalamnya DIPASatker Badan Layanan Umum (BLU) pada kantor pusat, dan DIPA Satker Non Vertikal Tertentu (SNVT). - DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD) yaitu DIPA yang dikelola oleh Kantor/ Instansi Vertikal Kementerian/Lembaga di daerah termasuk di dalamnya untuk DIPA Satker BLU di daerah. - DIPA Dana Dekonsentrasi (DK) yaitu DIPA dalam rangka pelaksanaan dana dekonsentrasi, yang dikelola oleh SKPD Provinsi yang ditunjuk oleh Gubernur. - DIPA Tugas Pembantuan (TP) yaitu DIPA dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan, yang dikelola oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang memberi tugas pembantuan. - DIPA Urusan Bersama (UB) yaitu DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka pelaksanaan Urusan Bersama, yang pelaksanaannya dilakukan oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/ Kota yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga berdasarkan usulan Kepala Daerah. Satuan kerja dengan kode kewenangan KP/KD cenderung lebih mudah dalam proses penyerapan anggarannya dibandingkan dengan satker yang memiliki kode kewenangan DK/TP/UB.
keluarnya menuju neuron-neuron yang lain. Pada jaringan saraf, hubungan ini dikenal dengan nama bobot. Informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut (Kusumadewi, 2004). Proses pembelajaran terhadap perubahan bobot dalam Jaringan Saraf Tiruan ada 2, yaitu Pembelajaran terawasi (supervised learning) dan Pembelajaran tak terawasi (unsupervised learning). Pada metode unsupervised, tidak dapat ditentukan hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran (Santosa, 2007). Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu Salah satu metode dalam Jaringan Saraf Tiruan yang menggunakan pembelajaran tak terawasi adalah Self Organizing Map (SOM). 2.3 SOM Self Organizing Maps (SOM) adalah salah satu metode dalam Jaringan Syaraf Tiruan. Dengan metode ini, suatu lapisan yang berisi neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiri berdasarkan input nilai tertentu dalam suatu kelompok yang dikenal dengan istilah cluster. Selama proses penyusunan diri, kelompok yang memiliki vektor bobot paling cocok dengan pola input (memiliki jarak paling dekat) akan terpilih sebagai pemenang. Neuron yang menjadi pemenang beserta neuron-neuron tetangganya akan memperbaiki bobot-bobotnya. Arsitektur SOM (Gambar 1) terdiri dari 1 lapisan input dan 1 lapisan output. Setiap unit pada lapisan input (x) dihubungkan dengan semua unit di lapisan output (y) dengan suatu bobot keterhubungan wij.
2.2 Penyerapan Anggaran Penyerapan Anggaran adalah sejumlah dana dalam DIPA yang telah dibelanjakan/ direalisasikan dalam suatu periode tertentu. Untuk mengetahui persentase penyerapan anggaran suatu satker digunakan rumus : dengan : P : Penyerapan anggaran, RA : Akumulasi realisasi anggaran satker, PA : Akumulasi pagu anggaran satker.
2.3 Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Saraf Tiruan yang sering juga disebut Artificial Neural Network adalah suatu konsep rekayasa pengetahuan dalam bidang kecerdasan yang didesain dengan mengadopsi sistem saraf manusia, yang pemrosesan utamanya ada di otak (Prasetyo, 2012). Bagian terkecil dari otak manusia adalah sel saraf yang neuron. Penggunaan neuronneuron secara simultan memjadikan otak dapat memproses informasi secara paralel dan cepat. Seperti halnya sistem kerja otak manusia, Jaringan syaraf tiruan juga terdiri dari beberapa neuron dan terdapat hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akan memindahkan informasi yang diterima melalui sambungan
Gambar 1. Arsitektur SOM
Penyelesaian permasalahan pengelompokan data menggunakan Jaringan SOM dipengaruhi oleh parameter-parameter seperti jumlah kelompok yang akan dibentuk, learning rate, maksimum iterasi sehingga jika proses dilakukan beberapa kali dengan data masukan yang sama, akan berpengaruh pada pengelompokan data yang dihasilkan.
3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode yang mampu menggali informasi tersembunyi dalam tumpukan database yaitu metode pengelompokan dengan algoritma Self Organizing Map (SOM). Secara garis besar sistematika penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 243
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.2 Pemilihan Data Data yang diperoleh dari aplikasi Monev, sebelum diolah dengan menggunakan algoritma SOM harus mengalami proses pemilihan data berdasarkan fungsi dan kegunaannya. Hal ini dilakukan karena banyak data khususnya untuk DIPA tertentu tidak sesuai dengan kelaziman. Data yang tidak lazim, tidak konsisten dan banyak kekeliruan membuat hasil data pengelompokan menjadi tidak akurat.
Persiapan data
Pemilihan Data Normalisasi Data Pengelompokan Data Informasi dan pengetahuan Gambar 2. Bagan Sistematika Penelitian
3.1 Persiapan Data Persiapan data dilakukan dengan mengambil data DIPA di Aplikasi Monev yang diakses melalui jaringan intranet pada Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Propinsi Jawa Timur. Tabel 2: Konversi Input Data Persentase pagu belanja modal terhadap total pagu Pagu Belanja 51 dan 52
kriteria
Nilai input
0 – 100 %
0 - 100
100 %
0
< 100 %
1
Persentase pagu blokir terhadap total pagu
0 – 100 %
0 - 100
Persentase pagu PNBP terhadap total pagu
0 – 100 %
0 - 100
Persentase Pagu PHLN terhadap total pagu
0 – 100 %
0 - 100
Kewenangan Satker
KP/KD
0
DK/TP/UB
1
Sesuai dengan parameter yang digunakan dalam penelitian ini maka ada 3 file yang diambil dari Aplikasi Monev yaitu Laporan Pergerakan Pagu, Laporan Pergerakan Blokir serta Laporan Pagu dan Realisasi.Data awal yang diperoleh dari aplikasi belum dalam bentuk persentase sehingga untuk data yang berupa nilai rupiah yang berkaitan dengan parameter yang akan digunakan, perlu dilakukan perhitungan awal terlebih dahulu untuk mengetahui persentasenya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
244 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
3.3 Normalisasi Data Normalisasi data dilakukan agar seluruh data input memiliki derajat keanggotaan yang sama yaitu bernilai minimal 0 dan tidak lebih dari 1. rumus yang digunakan adalah : X0 Xn = Xmax Tabel 3: Hasil Normalisasi Data Data Persentase pagu belanja modal terhadap total pagu
Persentase pagu blokir terhadap total pagu
Persentase pagu PNBP terhadap total pagu
Persentase pagu PHLN terhadap total pagu
Nilai input
Hasil Normalisasi
0 - 100
0 0,01 0,02 … 1
0 - 100
0 0,01 0,02 … 1
0 - 100
0 0,01 0,02 … 1
0 - 100
0 0,01 0,02 … 1
3.4 Pengelompokan Data Pengelompokan terhadap data DIPA menggunakan algoritma SOM. Tahapan proses dimana data yang sudah dipraproses dikelompokkan dengan menggunakan cara kerja algoritma SOM. Tahapannya adalah a. Menentukan nilai learning rate dan jumlah kelompok yang akan dibentuk. b. Menentukan nilai bobot awal secara acak dan nilai bobot bias c. Memilih data input secara urut dimulai dari data ke-1 dan dirumuskan sebagai (x). d. Hitung jarak antara data input dengan setiap bobot input dan dirumuskan sebagai Dist(i)). e. Nilai dari jarak tersebut di atas dinegatifkan dan ditambah dengan bobot biasnya sehingga diperoleh rumus a(i) = -Dist(i) + b(i) f. Setelah diperoleh nilai a(i) dari data pada masing-masing kelompok maka dapat diketahui
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
kelompok mana yang memiliki nilai a(i) paling besar. Jika kelompok I yang memiliki nilai a(i) paling besar maka data input yang dipilih masuk ke kelompok I. g. Bobot input yang menuju ke kelompok I akan diupdate dengan rumus
Kode Satker
% Penyerapan Triwulan III
102
7.05
103
5.29
105
81.37
108
64.35
111
64.88
113
4.12
115
74.93
118
0.00
3. Hasil dan Pembahasan
119
29.04
Data yang digunakan adalah data pagu dan realisasi anggaran satuan kerja yang berada dalam wilayah pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) seluruh Propinsi Jawa Timur. Dalam uji coba, data sampel yang digunakan sejumlah 100 data dengan rata-rata persentase penyerapan sebesar 42.72 %. Pembentukan kelompok didasarkan pada 6 (enam) atribut yaitu : - persentase pagu belanja modal terhadap total pagu keseluruhan - persentase pagu belanja pegawai dan belanja barang - persentase pagu yang diblokir terhadap total pagu keseluruhan - persentase pagu belanja yang bersumber dari PNP, terhadap total pagu keseluruhan. - persentase pagu belanja yang bersumber dari PNP, terhadap total pagu keseluruhan - kode kewenangan satuan kerja Penentuan lainnya adalah : - jumlah kelompok = 4 - maksimal iterasi = 20 - learning rate = 0.7 - update learning rate = 0.6 Proses pengelompokan menggunakan Aplikasi berbasis web dengan bahasa pemrograman PHP. Hasil dari proses pengelompokan itu dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7 berikut.
121
64.21
122
29.84
125
3.66
127
63.72
128
90.03
140
94.21
142
16.30
143
9.61
148
0.00
428
67.71
429
42.54
430
23.48
431
48.85
432
64.79
433
39.44
434
56.38
435
60.65
436
38.99
437
51.65
438
32.53
439
42.36
440
66.26
441
44.37
442
80.14
443
42.05
h. Bobot bias juga akan diupdate dengan rumus
i.
Langkah c sampai h dilakukan hingga mencapai maksimum iterasi.
Jumlah anggota Kelompok 1 ada 34 anggota dengan rata-rata persentase penyerapan anggaran di Triwulan III adalah sebesar 44.26 %. Dari 34 anggota tersebut, 21 diantaranya memiliki persentase penyerapan di bawah 60% dengan ratarata persentase penyerapan sebesar 27.03 % dan 13 anggota lainnya memiliki persentase penyerapan di atas 60% dengan rata-rata persentase penyerapan sebesar 72.10 %. Tabel 4: Anggota Kelompok 1 Tabel 5: Anggota Kelompok 2
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 245
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Kode Satker
% Penyerapan Triwulan III
Kode Satker
% Penyerapan Triwulan III
394
63.62
101.00
30.82
398
77.13
104.00
22.55
399
76.10
107.00
0.00
402
79.85
109.00
0.00
403
75.01
110.00
0.00
404
75.21
114.00
19.88
406
71.74
116.00
46.29
407
76.73
117.00
0.00
415
77.25
120.00
0.20
Jumlah anggota Kelompok 2 adalah 9 anggota dengan rata-rata persentase penyerapan anggaran di Triwulan III adalah sebesar 74.74 %. Dari 9 anggota tersebut, seluruhnya memiliki persentase penyerapan di atas 60%
123.00
0.07
124.00
21.17
126.00
0.00
129.00
8.97
130.00
0.03
Tabel 6: Anggota Kelompok 3
131.00
0.00
132.00
0.00
133.00
0.00 0.00
Kode Satker
% Penyerapan Triwulan III
106
24.24
135.00
112
82.61
136.00
0.00
134
0.00
137.00
17.78
138
16.43
139.00
0.38
150
85.71
141.00
0.00
395
66.27
144.00
30.20
408
68.15
145.00
0.00
409
77.57
146.00
0.00
410
75.40
412
70.70
147.00
0.43
413
76.49
149.00
30.90
414
72.60
396.00
50.03
416
76.81
397.00
49.98
417
73.16
400.00
53.31
401.00
34.07
405.00
58.42
411.00
37.76 66.65
419
72.69
420
74.06
421
75.93
422
75.26
418.00
423
76.43
426.00
56.01
424
75.20
427.00
69.71
425
73.43
Jumlah anggota Kelompok 3 adalah 21 anggota dengan rata-rata persentase penyerapan anggaran di Triwulan III adalah sebesar 68,36 %. Dari 21 anggota tersebut, 3 diantaranya memiliki rata-rata persentase penyerapan di bawah 60% yaitu sebesar 13.56 % dan 18 anggota lainnya memiliki persentase penyerapan di atas 60% dengan rata-rata penyerapan sebesar 74.92 % Tabel 7: Tabel Anggota Kelompok 4
246 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Jumlah anggota Kelompok 4 adalah 36 anggota dengan rata-rata persentase penyerapan anggaran di Triwulan III adalah sebesar 19.60 %. Dari 36 anggota tersebut, 34 diantaranya memiliki persentase penyerapan di bawah 60% dengan rata-rata penyerapan sebesar 16.74 % dan 2 anggota lainnya memiliki persentase penyerapan di atas 60% dengan rata-rata penyerapan sebesar 68.18 %.
Dari 4 kelompok tersebut di atas dapat diketahui bahwa kelompok yang ke-4 adalah kelompok yang paling rentan memiliki tingkat penyerapan terendah karena :
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
-
Rerata persentasenya penyerapannya berada di bawah standar penyerapan yang ditetapkan Rerata persentase penyerapannya terkecil dibandingkan kelompok lainnya. Jumlah anggota kelompoknya dengan persentase penyerapan di bawah 60% adalah yang terbanyak dibandingkan kelompok lainnya.
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: - Metode Self Organizing Map dapat digunakan untuk mengelompokkan satker berdasarkan tingkat penyerapan anggarannya. - Hasil pengelompokan telah mampu menampilkan kelompok satker yang tingkat penyerapannya di bawah standar penyerapan yang ditetapkan dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Keuangan.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak khususnya kepada Dosen Pembimbing yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
Daftar Pustaka Arijatmiko, W. (2012). Sistem Pendukung Keputusan Multidimensi Dengan Metode Self Organizing Map untuk Nominasi Sertifikasi Pendidik. Haykin, S. (2005). Neural Network A Comprehensive Foundation. Pearson Education. Herriyanto, H. (2012). Faktor-Faktor Yang Menpengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Pada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Irman Hermadi, d. (2006). Clustering Menggunakan SOM, Studi Kasus: Data PPMB IPB. Kusumadewi, S. (2004). Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Matlab dan Excel Link. Yogyakarta: Graha Ilmu. Prasetyo, E. (2012). Data Mining Konsep dan Aplikasi Menggunakan Matlab. Yogyakarta: Andi Offset. Santosa, B. (2007). Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 247
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
248 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Easy Mart Aplikasi Penjualan untuk Toko Furniture Berbasis Android
Christian Adiputra 1, Andreas Handojo 2, Ibnu Gunawan 3 Universitas Kristen Petra1 [email protected] Universitas Kristen Petra 2 Universitas Kristen Petra 3 Abstrak Suatu bisnis pastinya bertujuan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada biaya yang telah dikeluarkan, salah satunya adalah bisnis furniture. Namun pada zaman sekarang ini cukup sulit untuk mencapai hal tersebut. Harga - harga yang melambung dikarenakan semakin sedikitnya sumber daya. Sedikitnya lahan yang tersedia membuat para pemilik bisnis furniture berpikir kembali untuk mengembangkan bisnisnya. Sebagai solusi dari permasalahan tersebut, terdapat aplikasi “Easy Mart” yang dapat berfungsi sebagai keranjang belanja dan katalog. Aplikasi berbasis pada Android, media yang digunakan adalah telepon genggam dengan tujuan mempermudah dan memperingkas. Melalui fitur - fitur yang dimiliki Android seperti WIFI dan kamera, aplikasi ini dapat digunakan. Aplikasi ini nantinya dapat digunakan untuk melihat info - info produk yang ada yang terintegrasi dengan database. Selain itu melalui aplikasi ini nantinya pemakai dapat membaca barcode dari produk yang ada dan juga melihat promo. Semua itu dapat dilakukan dalam telepon genggam. Apabila pemakai ingin berbelanja terdapat fitur keranjang belanja. Untuk menyelesaikan transaksi hanya cukup dengan mengirimkan data keranjang belanja ke kasir. Kata Kunci: Android, Barcode, Server, Web Services.
1. Pendahuluan Bisnis furniture merupakan bisnis yang terus berkembang. Banyaknya jenis furniture membuat bisnis ini memiliki potensi yang tak terhingga. Indonesia sudah terkenal dengan karya furniturenya, terlebih dalam hal furniture kayu jati. Jenis ini sangat terkenal dan diminati oleh masyarakat dunia. Teknologi yang semakin maju juga ikut memajukan bisnis di bidang ini. Melalui internet para konsumen dapat dengan mudah mencari furniture dengan bahan dan jenis yang diinginkan. Berkembangnya bisnis furniture ini tentunya juga menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Masyarakat telah banyak memanfaatkan bisnis ini sebagai investasi bisnis yang menguntungkan. Tentunya banyaknya koleksi dari suatu toko akan menjadi pembanding mana toko yang lebih baik. Hal ini kemudian akan mengarah ke space yang semakin mahal dan terbatas. Untuk menambah space yang lebih besar maka toko perlu mengeluarkan biaya lebih untuk hal tersebut. Selain biaya space agar koleksi dari toko tersebut dapat dilihat oleh masyarakat, pihak toko perlu membuat katalog dari produk. Easy Mart merupakan solusi dari kedua masalah tersebut. Melalui media telepon genggam Android aplikasi ini dapat digunakan. Instalasi yang diperlukan juga tidak banyak, hanya sebuah server local dan WIFI. Pemilik toko tidak perlu khawatir dengan terbatasnya lokasi, karena lewat aplikasi ini semua koleksi yang sudah tersimpan di database dapat dilihat oleh konsumen. Selain itu, aplikasi ini juga
dapat menjadi katalog untuk konsumen untuk melihat promo yang sedang berjalan atau mana produk yang termasuk baru di koleksi.
2. Metode Pada penelitian ini digunakan metode kualitatif yaitu dengan melakukan studi kasus. Studi kasus ditujukan kepada toko furniture dengan kasus dalam hal kurangnya luas lokasi dari toko dan penting atau tidaknya diterbitkan katalog produk dari toko tersebut. Hal ini didasari dengan fitur aplikasi yang berfungsi sebagai solusi dari 2 hal tersebut. Selain itu dilakukan juga survey kepada pelaku bisnis dalam bidang bisnis furniture. Survey didasarkan pada kemudahan aplikasi, keindahan tampilan, fungsi utama dari aplikasi, dan kelancaran jalannya aplikasi. Terdapat 4 kategori responden yang terlibat dalam survey. 2.1 Metode Pengumpulan Data Mempelajari sistem bisnis yang dimiliki oleh toko furniture, terlebih pada bagian marketing dan sales dari toko furniture. Melakukan analisa aplikasi baik web maupun mobile yang telah dibuat dan diaplikasikan pada toko furniture. Dilanjutkan dengan menyusun database yang dibutuhkan oleh sebuah toko furniture. Pada akhirnya dilakukan implementasi aplikasi pada toko furniture disertai dengan pembagian kuesioner kepada beberapa responden.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 249
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
2.2 Metode Analisis Data Melalui data statistik dari hasil survey yang telah dilakukan maka responden dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori responden yaitu
karena informasi pada aplikasi Android menggunakan database yang telah di entry oleh admin pada aplikasi admin. 3.2 Data Flow Diagram
Pemilik toko Staf toko Pelanggan Desainer Interior
Responden diatas telah mengisi kuesioner dan mencoba aplikasi. Responden memiliki range umur diatas 18 tahun, dan kebanyakan adalah para pekerja yang memang aktif di bidang industri furniture. Pengambilan data dilakukan selama 3 hari, dengan menyediakan Android sebagai media uji coba. Setelah responden selesai mencoba aplikasi, responden kemdudian mengisi kuesioner. Data yang diperoleh dapat dilihat pada bagian bab 3.
3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan proses pengimplementasian dan proses survey dari aplikasi, maka diperoleh hasil dalam bentuk tabel dan gambar fungsi aplikasi. Aplikasi diterapkan pada salah satu toko furniture di Surabaya. 3.1 Garis Besar Sistem Kerja Aplikasi
Gambar 1 Desain Sistem Aplikasi Tujuan awal dari pembuatan Easy Mart adalah untuk mengurangi cost yang sebelumnya digunakan oleh toko untuk ruang yang lebih besar dan membuat katalog fisik yang menghabiskan biaya. Gambar 3.1 menunjukkan desain sistem dari aplikasi Easy Mart. Berdasarkan dari 2 hal tersebut Easy Mart dapat menjadi solusi bagi toko-toko furniture untuk mengatasi masalah tersebut. Selain untuk membantu dari sisi toko, aplikasi ini juga sangat mempermudah proses belanja dari para konsumen itu sendiri melalui penggunaan mobile device yang mudah dibawa. Easy Mart memiliki dua aplikasi yaitu aplikasi untuk admin dan aplikasi Android. User ini sendiri nantinya akan dibagi menjadi dua yaitu Member dan Pegawai. Kedua aplikasi perlu untuk selalu aktif
250 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 2 DFD Level 0
Gambar 3.2 adalah Data Flow Diagram Level 0 dari Easy Mart. Terdapat 3 entitas yaitu yaitu Admin, Member, dan Pegawai. Member adalah user dari aplikasi Easy Mart dan Pegawai adalah user yang dapat mengakses fitur lebih dari aplikasi Easy Mart. Admin memiliki akses untuk siste admin dari aplikasi Easy Mart yang berbasis web. Informasi data dan penjualan semua dapat diakses oleh Admin yang dibagi menjadi admin dan kasir. Aplikasi Easy Mart terdiri dari 2 bagian yaitu : 1. Aplikasi Android menggunakan Eclipse dan bahasa Java. 2. Aplikasi Web dengan PHP script dengan Bootstrap, yang berfungsi sebagai Server dan Web Service menggunakan Apache Web Server. Apache Web Server merupakan web server yang memiliki fitur untuk menghubungkan antara aplikasi Android dengan aplikasi Admin, sehingga pertukaran data akan lebih mudah dan cepat. Apache Web Server terdiri dari web service dan database Server. Gambaran Aplikasi dapat dilihat pada Gambar 4.1, 4.2, dan 4.3. 3.3 Aplikasi Android Aplikasi Android terdapat 2 fungsi yaitu sebagai katalog product dan shopping cart. Terdapat 2 hak akses yaitu member dan pegawai. Sebagai pegawai, user dapat memakai semua fitur dari aplikasi, untuk member hampir segala fitur dapat digunakan hanya fitur yang bersifat menyimpan rahasia perusahaan saja yang tidak dapat diakses oleh member.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
menyelesaikan transaksi maka aplikasi Penjualan ini akan mencetak nota penjualan rangkap dua.
Gambar 5 Aplikasi Web History Penjualan 3.5 Tabel
Gambar 3 Aplikasi Android Selain memiliki fitur diatas tersebut, terdapat fitur penggunaan barcode scanner. Fitur ini bertujuan untuk mempermudah user berbelanja tanpa harus mencari product apabila product yang dimaksud ada pada display. 3.4 Aplikasi Web Aplikasi web memiliki kegunaan sebagai server dapat dilihat pada gambar 4.1 . Aplikasi hanya bisa diakses oleh dua jenis hak akses yaitu Admin dan Kasir. Admin bertanggung jawab atas segala data dari perusahaan. Kasir bertugas untuk menjalankan aplikasi kasir yang teradapat pula di dalam aplikasi Web. Aplikasi Web ini dibuat menggunakan PHP dan Ajax, dan menggunakan library Bootstrap.
Tabel 1. Jumlah Responden Responden Jumlah Pemilik Toko 4 Staf Toko 5 Pelanggan 5 Desainer Interior 3 Jumlah 17 Tabel 2. Fungsi Responden Pemilik Toko Staf Toko Pelanggan Desainer Interior Jumlah
Rata-Rata Penilaian 4 4.4 4.2 4 16.6
Tabel 3. Tampilan Responden Pemilik Toko Staf Toko Pelanggan Desainer Interior Jumlah
Rata-Rata Penilaian 4.3 4 3.8 4 16.1
Tabel 4. Kelancaran Responden Pemilik Toko Staf Toko Pelanggan Desainer Interior Jumlah
Gambar 4 Aplikasi Web Aplikasi Penjualan hanya dapat diakses oleh kasir dapat dilihat pada gambar 4.2, Aplikasi ini berfungsi untuk menampilkan data shopping cart dari konsumen yang telah mengirimkan data ke server. Aplikasi ini menyeleksi data berdasarkan pada email dari konsumen . Setelah konsumen ingin
Rata-Rata Penilaian 4 5 4 4 17
Tabel 5. Kemudahan Responden Rata-Rata Penilaian Pemilik Toko 4.4 Staf Toko 4 Pelanggan 4 Desainer Interior 3.6 Jumlah 16
3.6 Gambar
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 251
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gambar 6.. Easy Mart Splash Screen
Gambar 8. Halaman Kategori
Pada saat pertama kali mengakses aplikasi maka akan terdapat splash screen yang menunjukkan logo dari Easy mart. Setelah itu akan muncul pada layar tampilan login. Terdapat pilihan server yang dapat dipilih, dan apabila user belum memiliki username dan password terdapat fitur sign-up untuk mendaftar.
Gambar 9. Halaman Search Product
Gambar 7. Halaman Awal Easy Mart
Halaman muncul setelah berhasil melakukan login pada aplikasi. Pada saat pertama kali masuk data list belanja akan kosong, apabila sebelumnya kita telah memiliki list belanja yang belum selesai checkout maka pada kunjungan berikutnya data tersebut masih tersimpan.
252 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Pencarian produk dapat berdasarkan kategori dan subkategori. Sesuai dengan gambar 3, kategori dari produk telah dijabarkan pada awal, apabila diperlukan pencarian yang lebih spesifik dapat menggunakan fitur search. Metode search dapat berdasarkan pada kategori dan subkategori, namun apabila tidak memiliki gambaran spesifik dari produk yang diinginkan maka dapat melakukan search secara menyeluruh. User juga dapat melihat preview dari produk melalui foto yang ada.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
4. Kesimpulan Dari hasil survey dan implementasi Easy Mart aplikasi penjualan toko furniture berbasis pada Android ini, dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. Aplikasi telah mampu menyimpan dan menampilkan data dari toko sesuai dengan benar dan sesuai input dari user. 2. Barcode dapat terintegrasi dengan baik, berbasis pada database yang digunakan. 3. Tampilan sudah cukup memuaskan secara desain dan penataan. 4. Kecepatan aplikasi memproses input user, bergantung pada besar traffic pada saat itu.
Ucapan Terima Kasih
Gambar 10. Halaman Info Produk
Gambar 11. ZXing Barcode Scanner Selain dengan metode search, pencarian juga dapat menggunakan barcode scanning. Terdapat barcode scanner yang terintegrasi dengan database dari toko.
Penyelesaian Jurnal Ilmiah ini didasarkan pada teori yang telah diperoleh pada perkuliahan, buku-buku literatur, bimbingan dosen dan data-data yang diperoleh penulis pada Jurnal Ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan, pengarahan, dukungan, doa serta segala bantuan kepada berbagai pihak yang telah membantu terwujudnya Jurnal Ilmiah ini, antara lain kepada: 1. Bapak Andreas Handojo, M.MT., Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra 2. Bapak Ibnu Gunawan, M.MT., M.MT., Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra 3. Dandy Rungkat .S.Kom 4. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama perkuliahan dan pengerjaan jurnal ilmiah ini.
Daftar Pustaka Gilmore
Gambar 12. Halaman Info Promo yang Sedang Berlaku
Jason. (2010) Beginning PHP and MySQL. United States of America Android Apps with Eclipse. (2010). Android. retrieved November, 3, 2014, from www.it-ebooks.info Formalization of the Data Flow Diagram Rules for Consistency Check. (2010). Rosziati Ibrahim, Siow Yen Yen. retrieved September, 21, 2014, from www.arxiv.org Victor Matos (2010). Android Persistency: SQL Databases. retrieved October, 31, 2014,from http://grail.cba.csuohio.edu ZXing. (2010). ZXing Multi-Format 1D/2D Barcode Image Processing Library With Clients For Android, Java. retrieved October, 31, 2014 from code.google.com/p/zxing Zigurd Mednieks, Laird Dornin, G. Blake Meike, Masumi Nakamura (2011). Programming Android. United States of America : O’Reilly
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 253
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
254 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Kendali Auto-Tuning Berbasis Loop-Shaping pada Sistem Orde Dua Atikah Surriani, Meilia Safitri, Almira Budiyanto, Adha Cahyadi Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada [email protected] Abstrak
Penelitian ini mengajukan perbandingan kalang yang diinginkan (L) dalam sistem kendali PD auto-tuning berbasis Loop Shaping pada sistem quadrotor. Perbandingan dilakukan pada kawasan frekuensi dengan parameter sensitivitas, kalang terbuka GC(s), dan pendukung sensitivitas atau kalang tertutup sistem. Perbandingan menggunakan tiga nilai kalang yang diinginkan (L) Loop Shaping yang berbeda, . Dari hasil simulasi memperlihatkan bahwa sistem dengan menggunakan L(s), sistem memiliki tanggapan yang paling baik. Hal ini dikarenakan L(s) memiliki integrator yang mendekati sistem. Hasil perbandingan ini dibuktikan dengan tanggapan ketinggian sistem ketinggian quadrotor pada L(s) memiliki tanggapan waktu tunak lebih cepat yaitu 13,5 detik. Dari penelitian ini didapat nilai ketinggian dari sistem ketinggian quadrotor dapat mencapai nilai referensi. Dengan memilih Kalang yang diinginkan (L) yang tepat mampu menghasilkan nilai Kp dan Kd yang sesuai bagi sistem mencapai nilai referensi. Kata Kunci: Ketinggian, Loop shaping, Quadrotor
1. Pendahuluan Sistem kendali merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Sistem kendali berfungsi sebagai umpan balik pada sistem kalang tertutup. Pada sistem umpan balik terdapat proses (hubungan sebab-akibat) dimana operasinya bergantung pada satu atau lebih parameter input yang menimbulkan perubahan pada beberapa parameter lain (Ozbay, 2000). Salah satu pengendali yang banyak digunakan adalah menggunakan pengendali PID (Proportional Integral Derivatif). Pada lingkungan industri, pengendali PID secara umum digunakan untuk proses kontrol pada suhu, tekanan, aliran dan lainlain (Murthy, Kumar, & Kumari, 2012). Selain digunakan pada lingkungan industri, pengendali PID juga digunakan pada lingkungan akademisi dalam makalah penelitian, karena memiliki banyak keuntungan. Salah satu keuntungan dari pengendali PID adalah kesederhanaan struktural dan kemampuan yang cukup untuk memecahkan banyak masalah kontrol secara praktis. Meskipun pengendali PID didasarkan pada model matematika yang tepat yang telah dijamin stability, reliability, dan controllability-nya pada sistem yang linear, tetapi pada sistem nonlinear pengendali PID terkadang tidak sesuai penggunaannya (Vindhya & Reddy, 2013). Oleh karena itu, pengendali PID biasanya dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Salah satu pengembangan dari penggunaan pengendali PID adalah dengan memberikan fitur tambahan seperti auto-tuning, gain scheduling, serta proses adaptasi yang dilakukan secara terus-menerus. Sehingga dalam penelitian ini,
dilakukan auto-tuning berdasarkan loop-shaping. Auto-tuning menjadi sangat penting, karena pada dasarnya kalang yang diinginkan merupakan hasil kali dari perhitungan plant dan pengendali. Setelah kita menentukan karakteristik kalang yang diinginkan, serta diketahui karakteristik plant-nya, maka kita tinggal mengatur pengendali agar sesuai dengan kalang yang diinginkan. Oleh karena itu, auto-tuning sangat diperlukan agar pengendali dapat menyesuaikan nilai secara otomatis. Loop-shaping dalam perancangan pengendali adalah metode yang sangat populer. Dalam loopshaping terdapat kompensator yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk mengubah sensitivitas kalang tertutup dan digunakan untuk dapat saling melengkapi sensitivitas respon frekuensi dengan mengubah bentuk respon kalang terbuka dengan tetap menjaga kestabilannya. Metode loop-shaping ini adalah proses berulang untuk mencapai respon yang diinginkan kalang tertutup. Keuntungan utama dari loop-shaping adalah kebebasan memilih struktur pengendali dan kemungkinan bagi peneliti di bidang kontrol untuk menilai secara langsung dalam setiap penyesuaian pengendali (Shragai, 2001). Salah satu plant yang sedang banyak digunakan di dunia teknik saat ini adalah quadrotor (P.I.Corke, 2011). Quadrotor merupakan sistem yang under-actuated dengan banyak input banyak output sehingga merupakan sistem nonlinear yang pada faktanya sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu pada penelitian ini, dilakukan studi kasus autotuning berdasarkan loop-shaping menggunakan quadrotor, sehingga quadrotor dapat dikendalikan dengan baik. Quadrotor merupakan pesawat tanpa Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 255
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
awak yang saat ini sedang marak digunakan baik pada lingkungan akademisi untuk penelitian, lingkungan militer untuk pertahanan, maupun pada lingkungan amatir yang dilakukan untuk sekedar hobi. Terdapat berbagai macam pesawat tanpa awak, seperti pesawat dengan sayap tetap (Beard et al., 2005) (Green & Oh, 2006), pesawat dengan 2 atau 3 rotor (birotor atau trirotor (Yoo, Oh, Won, & Tahk, 2010) (Salazar-cruz, 2008), dan helicopter (Shim, Kim, & Sastry, 2000). Dalam penelitian ini digunakan quadrotor yaitu pesawat dengan 4 rotor karena mudah untuk dikendalikan, serta tidak memerlukan tempat yang luas untuk melakukan proses mendarat dan lepas landas. Implementasi yang dilakukan pada sistem quadrotor ini adalah pada saat keadaan hovering atau melayang. Pada bab 1, dibahas mengenai pendahuluan dan latar belakang penelitian. Bab 2 dibahas mengenai loop-shaping dan auto-tuning. Bab 3 mengenai implementasi auto-tuning berdasar loopshaping menggunakan program Matlab. Terakhir, bab 4 membahas mengenai kesimpulan.
harus Akan tetapi dalam perancangannya dan memenuhi persamaan , sehingga kita tidak dapat membuat nilai dan yang kecil dalam waktu yang bersamaan (Gaikwad, Dash, & Stein, 1999). Loop shaping adalah suatu metode yang digunakan untuk membuat target loop agar dapat memiliki kriteria loop tertutup yang diinginkan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam sistem kendali umpan balik, pengendali merupakan komponen penting dari sistem. Metode loop shaping dapat digunakan untuk memperoleh pengendali yang sesuai. Dalam metode ini pertamatama kita tentukan fungsi alih loop yang memenuhi . Target fungsi alih loop yang dipilih harus memenuhi kriteria kestabilan dan robustness. Setelan menuntukan fungsi alih , fungsi alih pengendali dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan persamaan berikut (Hover, 2009),
2. Metode
Akan tetapi penentuan fungsi alih pengendali dengan cara ini sangat sulit jika plant yang dikendalikan merupakan plant yang kompleks. Dalam penelitian ini fungsi alih pengendali ditentukan secara otomatis dengan menggunakan metode Gradient.
2.1 Loop Shaping Dalam suatu sistem kendali umpan balik (feedback), hadirnya gangguan dan ketidakpastian yang berasal dari keadaan sekitar menjadi suatu tantangan untuk tetap menjaga agar output sistem tetap sesuai dengan yang kita inginkan. Pada sistem kendali umpan balik pemilihan pengendali menjadi hal penting karena akan menentukan tujuan dari sistem kendali tersebut dapat tercapai atau tidak. Gambar 1. menunjukkan sistem kendali umpan balik sederhana (Ozbay, 2000).
.
(2.3)
2.2 Auto-tuning PD auto-tuning dengan metode Gradient dan yang bertujuan untuk menentukan nilai optimal. Gambar 2. menunjukkan blok diagram PD auto-tuning secara umum. PD auto-tuning terdiri dari pengendali PD, tapis lolos bawah, kalang yang diinginkan, dan penala PD dengan menggunakan metode Gradient (Budiyanto, Safitri, Surriani, Sartika, & Cahyadi, 2014).
Gambar 1. Sistem Kendali Umpan Balik Sederhana (Ozbay, 2000)
Berdasarkan Gambar.1 besarnya kesalahan sistem atau tracking error adalah , dengan adalah referensi dan adalah keluaran. Fungsi sensitivitas ( ) dan fungsi pendukung sensitivitas ( ) diberikan oleh persamaan (2.1) (2.2) dengan merupakan plant yang dikendalikan dan merupakan pengendali. Untuk mendapatkan tracking error yang kecil dan . dapat diperoleh dengan meminimalisasi
256 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 2. Blok Diagram PD Auto-tuning (Budiyanto et al., 2014)
Error e(s) berfungsi sebagai masukan untuk pengendali PD dan keluaran dari pengendali dari isyarat PD U(s) sebagai, (2.4) Untuk memverifikasi digunakan tapis sebagai pelengkap kalang L, sebagai berikut
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
(3.11)
(2.5) Fungsi objectif dari auto-tuning untuk mendapatkan error minimum adalah, (2.6) Sehingga, dengan menggunakan metode gradient, parameter PD dapat diperoleh dengan, (2.7) (2.8) adalah matriks skala yang dimana terkait dengan gain adaptif, sehingga pilihan terbaik untuk Г adalah matriks diagonal.
3. Studi Kasus Studi kasus yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan plant quadrotor. Konstanta yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Ataka et al., 2013), (3.1) (3.2) (3.3) (3.4) (3.5) (3.6) (3.7) .
(3.8)
Guna menyederhanakan sistem dalam penelitian ini, quadrotor akan dianggap berada dalam keadaan hovering (melayang). Ketika dalam keadaan hovering, quadrotor memerlukan daya angkat yang konstan, sehingga keadaan-keadaan selain dianggap sangat kecil dan dapat diabaikan serta kecepatan sudut dari keempat rotornya dapat dianggap sama. Dalam hal ini hanya 2 persamaan keadaan yang dipertimbangkan, yaitu posisi dan kecepatan Dengan menggunakan metode linearisasi Jacobian, persamaan keadaan quadrotor dalam keadaan hovering dapat representasikan sebagai, State
:
(3.9)
Keluaran :
(3.10)
Berdasarkan persamaan keadaan tersebut didapatkan fungsi alih sebagai berikut,
Analisis sistem kendali ketinggian quadrotor atau keluaran z dilakukan dengan analisis tanggapan sistem dalam kawasan frekuensi. Perbandingan yang dilakukan berdasarkan parameter sensitivitas S serta pendukung sensitivitas T dari Loop Shaping yang diinginkan L(s) terhadap kalang terbuka (GC) dari sistem ketinggian sistem quadrotor. Dengan menggunakan diagram Bode Plot hasil tanggapan sistem ketinggian quadrotor dapat dianalisis dalam kawasan frekuensi. Fungsi sensitivitas S menunjukkan bagaimana umpan balik mempengaruhi gangguan. Gangguan dengan frekuensi yang lebih rendah daripada frekuensi crossover sensitivitas yang dilemahkan oleh umpan balik dan frekuensi dengan yang diperkuat oleh umpan balik. Untuk sistem dengan umpan balik error, fungsi alih dari referensi output sebanding dengan fungsi pendukung sensitivitas T. Persamaan Fungsi sensitivitas S dan pendukung sensitivitas T seperti yang terlihat pada persamaan 2.1 dan 2.2., dimana P adalah plant dan C adalah pengendali Pada sistem ketinggian yang dibangun dilengkapi dengan tapis lolos bawah. Tapis lolos bawah pada sistem ketinggian quadrotor digunakan untuk mengurangi noise pada sistem yang bekerja pada frekuensi tinggi, sehingga dapat membantu sistem menjadi lebih robust. Fungsi alih dari tapis yang digunakan adalah sebagai berikut, .
(3.12)
Dimana digunakan sebagai koefisien penala, nilai a dan b dipilih sedemikian sehingga tapis stabil. Pada penelitian ini nilai a dan b ditetapkan sebesar 2 dan 1. Untuk memulai perbandingan digunakan tiga buah nilai L(s) yang berbeda, yaitu dengan menggunakan L dengan sistem orde satu dan L dengan sistem orde dua. Nilai kalang yang diinginkan L pada percobaan pertama dipilih dari sistem orde satu, yaitu (3.13) Dilanjutkan dengan pemilihan Loop Shaping L(s)\ . (3.14) Menggunakan percobaan dengan menggunakan kalang yang dinginkan orde satu yang memiliki nilai pole yang berada di daerah Left Half Plane, dan menganalisis hasil tanggapan sistem berdasarkan kalang yang diinginkan tersebut. Nilai L dengan sistem orde dua, yang juga memiliki pole dalam daerah Left Half Plane yaitu, . (3.15)
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 257
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
"Sensitivitas GS" VS "Sensitivitas L" 50 0
Gambar 5. Sensitivitas dari Dibandingkan Dengan Sensitivitas Sistem
Pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8 menunjukkan perbandingan dari , dengan GC(s) dari system quadrotor. Dari diagram bode terlihat bahwa tanggapan kalang terbuka pada memiliki tanggapan yang paling baik berdasarkan grafik pada Gambar 6. Pada studi kasus ini GC sistem memiliki nilai gain margin tak terhingga hal ini dikarenakan sistem GC memiliki pole bernilai 0 sehingga membawa sistem menjadi stabil kritis. "GC" VS "L" 200 GC 100 Magnitude (dB)
Dipilih kedua nilai L tersebut karena memiliki kestabilan yang baik, untuk menjadi pembanding keluaran sistem dan menjadi masukan bagi penala kendali PD sistem ketinggian quadrotor. Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5 menunjukkan perbandingan dari sensitivitas sistem pengendalian ketinggian quadrotor GC(s) dengan , . Berdasarkan Diagram Bode terlihat dari tanggapan sensitivitas dari Gambar 3 menggunakan L(s) memiliki tanggapan grafik sensitivitas yang paling baik dibandingkan dengan tanggapan sensitivitas dengan menggunakan L1(s) dan L2(s). Terlihat dari Gambar 3 grafik sensitivitas dari GC(s) memiliki pendekatan paling baik dengan L(s) sedang pada Gambar 4 dan Gambar 5 grafik tanggapan frekuensi sistem memiliki rentang lebih besar.
L
0 -100
Magnitude (dB)
-200
-50
S GC
-300 180
SL
-100
0
Phase (deg)
-150 -200 45
-180
Phase (deg)
0 -45
-360 -4
10
-3
-2
10
10
-90
-1
0
10
10
1
2
10
3
10
10
Frequency (rad/sec)
Dibandingkan Dengan Gambar 6. Perbandingan GC Sistem
-135 -180 -4
-3
10
-2
10
10
-1
0
10
1
10
10
Frequency (rad/sec)
Gambar 3. Sensitivitas dari Dibandingkan Dengan Sensitivitas Sistem
0
GC1
50 Magnitude (dB)
"Sensitivitas GC1" VS "Senstivitas L1" 20
L1
0 -50 -100 -150
GC1
-20
-200 180
L1
-40
90 Phase (deg)
Magnitude (dB)
"GC1" VS "L1" 100
-60 -80 45
0 -90 -180 -270
Phase (deg)
0
-360 -2
-1
10
-45
10
0
10
10
1
2
10
Frequency (rad/sec)
Dibandingkan Gambar 7. Perbandingan Dengan GC Sistem
-90 -135 -180 -2
-1
10
0
10
1
10
10
"GC2" VS "L2"
Frequency (rad/sec)
100
"Sensitivitas GC2" VS "Sensitivitas L2" 20
Magnitude (dB)
Gambar 4. Sensitivitas dari Dibandingkan Dengan Sensitivitas Sistem
GC2
50
L2
0 -50 -100
Magnitude (dB)
0
-150 -20
-200 180
S GC2 -40
S L2
90 Phase (deg)
-60
Phase (deg)
-80 45
0 -90 -180
0
-270
-45
-360 -2
10 -90
-1
10
0
10
1
10
2
10
Frequency (rad/sec)
-135 -180 -2
10
-1
0
10
10
1
10
Frequency (rad/sec)
258 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 8. Perbandingan Dibandingkan Dengan GC Sistem
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Berikut pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11 menunjukkan perbandingan pendukung sensitivitas (T) system dengan , . Pendukung sensitivitas (T) dari sistem merupakan kalang tertutup sistem (Budiyanto et al., 2014) yaitu (3.16)
"Closed Loop GC" VS "Closed Loop L" 50 T GC
Magnitude (dB)
0
TL
-50 -100 -150 -200 -250 90
Perbedaan gain margin dan phasa margin dari tersebut dikarenakan pada analisis GC dari sistem didapatkan pole yang bernilai 0, dan ini membawa kalang sistem menjadi stabil kritis. Namun dari grafik tanggapan pendukung sensitivitas sistem memiliki pendekatan paling baik pada L(s). Dari hasil perbandingan sensitivitas, kalang terbuka sistem GC(s), pendukung sensitivitas sistem didapatkan bahwa sistem dengan memiliki tanggapan paling baik karena sistem GC(s) mampu menghasilkan tanggapan sistem yang mendekati dengan L atau kalang yang diinginkan. Hal tersebut terjadi karena kalang yang diinginkan yang memiliki integrator yang mendekati sistem GC(s). Dan hasil tersebut dapat dilihat dari respon ketinggian dari sistem.
Phase (deg)
0
Ketinggian (Z) pada L = 1/(s+0.01)
-90
0
-180
-1
-270
-2 -3
10
-2
-1
10
0
10
10
1
2
10
3
10
10
Frequency (rad/sec)
z (m )
-360
-3 -4
Gambar 9. Perbandingan Kalang Tertutup Dibandingkan Dengan Pendukung Sensitivitas (T) Sistem
-5 -6
0
5
10
15
20
25 t(s)
30
35
40
45
50
Gambar 12. Ketinggian pada
"Closed Loop GC1" VS "Closed Loop L1" 50 T GC1 Magnitude (dB)
0
Ketinggian (Z) pada L Orde 1
T L1
0 -50
-1
-100 -150
z (m )
-2
-200 90
-3
Phase (deg)
0
-4
-90 -180
-5
-270
0
5
10
15
20
25 t(s)
30
35
40
45
50
-360 -2
-1
10
0
10
1
10
2
10
Gambar 13. Ketinggian pada
10
Frequency (rad/sec)
Gambar 10. Perbandingan Kalang Tertutup Dibandingkan Dengan Pendukung Sensitivitas (T) Sistem
Ketinggian (Z) pada L Orde 2 0 -1
"Closed Loop GC2" VS "Closed Loop L2"
-2 z (m )
50 T GC2 Magnitude (dB)
0
T L2
-3
-50
-4
-100 -150
-5 -200 90
5
10
15
20
25 t(s)
30
35
40
45
50
Gambar 14. Ketinggian pada
0 Phase (deg)
0
-90 -180 -270 -360 -2
10
-1
10
0
10
1
10
2
10
Frequency (rad/sec)
Gambar 11. Perbandingan Kalang Tertutup Dibandingkan Dengan Pendukung Sensitivitas (T) Sistem
, , Perbandingan kalang tertutup dengan pendukung sensitivitas (T) sistem dari diagram terdapat perbedaan yang signifikan.
Gambar.12, Gambar.13, Gambar.14 menunjukkan respon ketinggian dari sistem quadrotor dari 3 , , dan Pada kalang tertutup Gambar 12, 13 , 14 memperlihatkan bahwa pada orde 2 memiliki waktu keadaan tunak paling lambat yaitu 41 detik, dan memiliki waktu keadaan tunak yang paling cepat yaitu 13.5 detik. Perbandingan waktu tunak dari masing-masing sistem ditunjukkan pada Tabel.1
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 259
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Tabel1.Perbandingan Waktu Tunak , Loop Shaping Waktu Tunak (detik) 13,5 25,2 41
4. Kesimpulan Penelitian ini mengajukan perbandingan kalang kalang yang diinginkan (L) dalam sistem kendali PD auto-tuning berbasis Loop Shaping pada sistem quadrotor. Perbandingan dilakukan pada kawasan frekuensi dengan parameter sensitivitas, kalang terbuka GC(s), dan pendukung sensitivitas atau kalang tertutup sistem. Perbandingan menggunakan tiga nilai kalang yang diinginkan (L) Loop Shaping yang berbeda, . Dari hasil simulasi memperlihatkan bahwa sistem dengan menggunakan L(s), sistem memiliki tanggapan sensitivitas, kalang terbuka, pendukung sensitivitas GC(s) yang paling baik. Hal ini dikarenakan L(s) memiliki integrator yang mendekati sistem. Hasil perbandingan ini dibuktikan dengan tanggapan ketinggian sistem ketinggian quadrotor pada L(s) memiliki tanggapan waktu tunak lebih cepat yaitu 13,5 detik dibandingkan dengan yang memiliki tanggapan waktu tunak 25,2 detik juga yang memiliki tanggapan waktu tunak sebesar 41 detik. Dari penelitian ini didapat nilai ketinggian dari sistem ketinggian quadrotor dapat mencapai nilai referensi. Dengan memilih Kalang yang diinginkan (L) yang tepat mampu menghasilkan nilai Kp dan Kd yang sesuai bagi sistem mencapai nilai referensi.
Daftar Pustaka Ataka, A., Tnunay, H., Inovan, R., Abdurrohman, M. Q., Prestianto, H., Cahyadi, A., & Yamamoto, Y. (2013). Controllability and Observability Analysis of the Gain Scheduling Based Linearization for UAV Quadrotor. Robotics, Biomimetics, and Intelligent Computational Systems (ROBIONETICS), 2–8. Beard, R., Kingston, D., Quigley, M., Snyder, D., Christiansen, R., Johnson, W., … Goodrich, M. A. (2005). Autonomous Vehicle Technologies for Small. Journal of Aerospace Computing, Information, and Communication, 2(January), 92– 108. Budiyanto, A., Safitri, M., Surriani, A., Sartika, D. A., & Cahyadi, A. (2014). Quadrotor Multi-Loop PD Auto-tuning Based on GM-Loop Shaping. In Regional Conference on Computer and Information Engineering (RC-CIE). Yogyakarta: Jurusan Elektro dan Teknologi Informasi. Gaikwad, S., Dash, S., & Stein, G. (1999). Loop-Shaping Ideas. IEEE, I, 589–593. Green, W. E., & Oh, P. Y. (2006). Autonomous Hovering of a Fixed-Wing Micro Air Vehicle. IProceedings of the 2006 IEEE International Conference on Robotics and Automation, (May), 2164–2169.
260 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Hover, F. (2009). Design of Electromechanical Robotic System. Massachussets: MIT OpenCourseWare. Murthy, B. V., Kumar, Y. V. P., & Kumari, U. V. R. (2012). Application of Neural Networks in Process Control : Automatic / Online Tuning ofPID Controller Gains for, (978), 348–352. Ozbay, H. (2000). Introduction to Feedback Control Theory. Ohio: CRC Press LLC. P.I.Corke. (2011). Robotics, vision and control: fundamental algorithm in MATLAB (p. no. v 73). Brisbane: Springer. Salazar-cruz, S. (2008). Real-Time Stabilization of a Small Three-Rotor Aircraft. IEEE Transactions on Aerospace and Electronic System, 44(April), 783– 794. Shim, D. H., Kim, H. J., & Sastry, S. (2000). Control System Design for Rotorcraft-based Unmanned Aerial Vehicles using Time-domain System Identification. Proceedings of the 2000 IEEE International Conference on Control Applications, (2), 808–813. Shragai, H. (2001). Loop Shaping Controller Design Using the Sbode Plot. In Proceedings of the American Control Conference (pp. 2792–2796). Arlington. Vindhya, V., & Reddy, V. (2013). PID-Fuzzy Logic hybrid Controller for a Digitally Controlled DC-DC Converter. In International Conference on Communication and Conservation of Energy (ICGCE) (pp. 362–366). Chennai: IEEE. Yoo, D.-W., Oh, H.-D., Won, D.-Y., & Tahk, M.-J. (2010). Dynamic modeling and control system design for Tri-Rotor UAV. 2010 3rd International Symposium on Systems and Control in Aeronautics and Astronautics, 762–767. doi:10.1109/ISSCAA.2010.5632868
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
MINI SCADA BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 DENGAN KOMUNIKASI MODBUS RS 485 DAN SISTEM MONITORING MENGGUNAKAN VISUAL BASIC Medilla Kusriyanto ST., M.Eng.1, Muhammad Syariffudin2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia1 Yogyakarta Email:[email protected] Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia2 Yogyakarta Abstrak Perkembangan sistem automasi sebagai sarana mempermudah pekerjaan manusia sangat pesat. SCADA merupakan sistem automasi yang bisa menghubungkan beberapa perangkat keras yang disebut sebagai SLAVE dengan satu perangkat yang disebut sebagai MASTER dengan berbagai macam protokol sistem komunikasi. SCADA dewasa ini masih terintegrasi dengan PLC sebagai komponen utama. Penelitian ini mengangkat sistem SCADA dengan menggunakan mikrokontroler keluarga AVR yang terdiri dari 2 mikrokontroler sebagai SLAVE dan satu mikrokontroler sebagai master. Sistem ini menggunakan protokol komunikasi Modbus dengan memanfaatkan IC MAX 485 sebagai antarmukanya. Sistem digunakan untuk memonitor suhu di 2 tempat yang berbeda dan dimonitor menggunakan PC yang terintegrasi dengan sistem monitoring secara real time. Sistem monitoring dirancang menggunakan bahasa Visual Basic 6. Hasil percobaan mendemontrasikan sistem dapat berfungsi sebagai sistem monitoring dengan menggunakan protokol komunikasi Modbus secara real time. Kata kunci: modbus, sistem monitoring
1.
Pendahuluan
Pesatnya perkembangan teknologi elektronika pada dunia industri memberi dampak yang sangat signifikan dalam bidang komunikasi data dan instrumenst. Sejalan dengan perkembangan teknologi tersebut metode komunikasi data juga berkembang, dengan macam-macam aplikasi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). SCADA adalah sistem yang mengumpulkan informasi atau data-data dari lapangan dan kemudian mengirimkannya ke sebuah komputer pusat yang akan mengatur dan mengolah data-data tersebut. Protokol komunikasi SCADA juga digunakan pada sistem otomasi kontrol di industri sebagai sistem komunikasi data untuk memantau dan mengontrol peralatan industri. SCADA pada industri saat ini masih menggunakan sistem kontrol PLC (programable logic controller). Sistem SCADA pada PLC memiliki kelemahan dalam segi ekonomis. Untuk meminimalisasi kekurangan pada PLC diganti dengan sistem kontrol seperti mikrokontroler, karena sistem mikrokontroler memiliki fungsi yang sama pada PLC. Penelitian sebelum dilakukan oleh Miftahul Huda, [1] dengan judul “Protokol Komunikasi Modbus RTU pada Otomasi Industri”.Penelitian [1] menjelaskan tentang protokol sistem otomasi pada industri menggunakan komunikasi modbus RTU
(remote teminal unit) sistem protokol komunikasi bekerja pada otomasi industri menggunakan sistem SCADAscada. Pada SCADA ini menggunakan sistem komunikasi antar master dan slave untuk mengirim data dan menerima data dari obyek. Peneliatian lainnya dilakukan oleh Andhika Dwipradipta, [2] dengan judul “Perancangan SCADA pada Plant Sistem Pengolahan Air Limbah". Penelitian [2] ini merancang alat SCADA yang dapat mengolah air limbah.Untuk perencanaan atau PLANT sistem pengolahan tersebut menggunakan perancangan atau simulasi menggunakan PLC(Programmable Logic Controller). Pada penelitian [2] ini mengulas tentang bagaimana merancang suatu sistem kontrol perencanaan alat SCADA cara pengolahan air limbah. Dengan perancangan-perancangan untuk mendukung terciptanya alat tersebut yaitu perancangan penerimaan data serial pada RTU menggunakan fasilitas subrutin USART receiver interrupt pada ATMega8535 digunakan untuk receiver dan prossesing data online. Penelitian ini mengangkat mini SCADA berbasis mikrokontroler ATMega32 dengan protokol komunikasi Modbus yang terintegrasi dengan sistem monitoring. Mikrokontroler merupakan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 261
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
perangkat menyerupai PLC yang memiliki fungsi dasar lebih banyak dan ekonomis.
2.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah perancangan perangkat keras, perancangan perangkat lunak, pengumpulan data dan pengolahan data. Pada penelitian ini menggunakan ATmega32 sebagai pusat kendali dan pengolah data dengan IC MAXIM max485 sebagai interface komunikasi data. Pengiriman tersebut menggunakan dua kabel sistem komunikasi yang dikoneksikan dengan maxim max485. Dalam perancangan ini menggunakan sistem Modbus, pada sistem Modbus ini menggunakan satu master dan dua slave sebagai transmitter dan reciever. Rancang bangun alat ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu PC (Personal Unit) untuk memonitoring dan master-slave untuk mengirim dan menerima data. Untuk lebih jelas perhatikan pada gambar 1.
2.1.b Perangkat keras Master Master merupakan antarmuka antara slave dengan sistem monitoring PC. Master berfungsi sebagai pengumpul data dari slave yang akan dijadikan data monitoring juga sebagai pengirim data ke slave. Rangkaian master terdiri dari mikrokontroler ATMega32, MAX485 sebagai antarmuka komunikasi modbus dengan slave, LCD dan RS232 sebagai antarmuka mikrokontroler dengan PC. Layout master ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Layout rangkaian master
Gambar 1. Diagram Blok Master dan slave
2.1 Perancangan Perangkat Keras 2.1.a Konfigurasi Sistem Mini SCADA Pada perancangan ini peneliti merancang perangakat keras yang dibangun tersusun atas 1 master dengan 2 slave dan akan terbentuk jaringan bus. Konfigurasi sistem mini SCADA dengan sistem modbus diperlihatkan pada gambar 2. Sistem mini SCADA pada penelitian ini terdiri dari 1 master dan 2 slave yang terhubung dengan menggunakan protokol komunikasi modbus menggunakan antarmuka MAX 485. Diagram blok sistem ditunjukkan pada gambar 2.
2.1.c Perangkat Keras Slave Slave merupakan bagian yang digunakan untuk mengambil data yang berada terpisah dengan master. Jarak slave dengan master maksimal adalah 1200 meter dengan menggunakan 2 kabel. Hal ini dikarenakan protokol komunikasi yang digunakan antara master dan slave adalah komunikasi modbus. Slave terdiri dari mikrokontroler ATMega32, sensir LM35 sebagai pengambil data suhu, dan max 485 sebagai antarmuka komunikasi modbus. Slave juga dilengkapi dengan dip-switch yang digunakan untuk menentukan alamat. Layout slave ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4. Layout rangkaian slave
Gambar 2. Konfigurasi Mini SCADA
262 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
2.2. Perancangan Perangkat Lunak Perancangan perangkat lunak terbagi dalam 3 bagian, yaitu perangkat lunak untuk master, perangkat lunak untuk slave dan perangkat lunak
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
sistem monitoring. Diagram alir perangkat lunak master ditunjukkan pada gambar 5.
monitoring pada penelitian ini ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 7. Sistem monitoring dengan 2 slave 2.3. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengujian perangkat keras secara berulang dan disajikan dalam bentuk tabel. Pengambilan data juga dilakukan dengan menggunakan alat terkalibrasi. Data akan disajikan dalam bentuk tabel.
Gambar 5. Perangkat lunak master
Master akan mengirim perintah dalam bentuk logika untuk memfungsikan MAX485 dalam mode write hal ini dilakukan untuk mendeteksi alamat slave yang sesuai. Master akan menerima data apabila terdapat alamat slave yang sesuai dengan alamat yang dikirimkan master. Diagram alir perangkat lunak slave ditunjukkan pada gambar 6.
2.4. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan untuk menguji keberhasilan sistem komunikasi modbus dengan 2 slave menggunakan mikrokontroler keluarga AVR. Pengolahan data juga dilakukan untuk menunjukkan akurasi alat terhadap besaran yang diukur dan dimonitoring. Akurasi alat diukur dengan persamaan 1 sebagai berikut:
(1)
3.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengujian didapatkan dengan memberi perlakuan terhadap besaran yang diukur pada sensor yang terdapat pada amsing masing slave. Besaran juga akan diukur dengan menggunakan alat yang sudah terkalibrasi. 3.1. Hasil pengujian slave 1 Hasil pengujian didapatkan dengan memberi panas pada sensor suhu LM 35 yang terdapat pada slave 1. Pengujian dilakukan dengan menggunakan air panas. Data hasil pengujian ditunjukkan pada tabel 1. Data ini dibaca melalui LCD yang ada pada master. Tabel 1. Data hasil pengujian slave 1. No Gambar 6. Perangkat lunak slave
Sistem dilengkapi dengan perangkat lunak monitoring menggunakan PC yang dirancang dengan menggunakan visual basic 7. Bentuk sistem
1 2 3 4
Suhu termometer (0C) 76 67 64 78
Suhu terukur (0C) 75 66 63 76
LM35 Teg.sensor 70 65 62 75
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 263
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
5 6 7 8 9 10
75 70 66 64 63 60
73 70 65 63 62 57
70 69 60 60 60 56
Data Hasil Pembacaan Slave 2 80
75
70 suhu
Dari tabel 1 ditunjukkan bahwa komunikasi master dengan slave 1 berhasil dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan terbacanya besaran suhu yang terdapat pada slave 1 oleh master. Grafik hasil percobaan pengambilan data pada slave 1 ditunjukkan pada gambar 8.
65
60 data termometer data slave 2 55
Data Hasil Percobaan Slave 1 80 datatermometer data slave 1
1
2
3
4
5 6 Percobaan ke
7
8
9
10
Gambar 9. Hasil pembacaan suhu slave 2
75
3.3 Pengolahan Data Pengolahan data digunakan untuk mendapatkan nilai error dari hasil pengujian yang sudah dilakukan . Untuk mendapatkan nilai error pada alat mini SCADA dengan termometer menggunakan persamaan 1.
suhu
70
65
60
55
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Percobaan ke
Gambar 8. Grafik data hasil pembacaan slave 1
3.2. Hasil Pengujian Slave 2 Hasil pengujian didapatkan dengan memberi panas pada sensor suhu LM 35 yang terdapat pada slave 2. Pengujian dilakukan dengan menggunakan air panas. Data hasil pengujian ditunjukkan pada tabel 2. Data ini dibaca melalui LCD yang ada pada master. Tabel 2. Hasil pembacaan data pada slave 2 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu termometer (0C) 73 67 73 66 77 68 79 72 68 72
Suhu terukur (0C) 69 63 70 65 73 64 78 71 64 66
LM35 Teg.sensor 70 62 71 66 75 65 70 70 64 65
Dari tabel 2 ditunjukkan bahwa nilai suhu yang terdapat pada slave 2 terbaca oleh master. Hal ini menunjukkan bahwa komunikai antara master dan slave 2 berhasil. Data pembacaan suhu pada slave 2 ditunjukkan pada gambar 9.
264 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
3.3.a Error pada pengujian data Slave 1 Dari tabel data pengamatan pada slave 1 yang ditunjukkan pada tabel 1 dan dengan menggunakan persamaan 1, didapat error sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Error data pengamatan slave 1 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu termometer (0C) 76 67 64 78 75 70 66 64 63 60
Suhu terukur (0C) 75 66 63 76 73 70 65 63 62 57
Error
0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0 0,01 0,01 0,01 0,05
Dari tabel 3 didapat rerata error pengamatan data pada slave 1 sebesar 0,15%. Grafik error ditunjukkan pada gambar 10.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
3.4 Hasil pengamatan pada sistem monitoring Sistem monitoring digunakan untuk mengetahui nilai suhu yang terdapat pada slave 1 dan slave 2 secara real time. Kedua nilai suhu ditampilkan dalam bentuk level dan grafik sebagaimana ditunjukkan pada gambar 12.
Nilai error pengamatan data pada slave 1 0.05
error rerata error
0.045 0.04 0.035
Error data
0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0
0
1
2
3
4 5 Percobaan ke
6
7
8
9
Gambar 10. Error data pengamatan pada slave1
3.3.b Error pada pengujian data Slave 2 Dari tabel data pengamatan pada slave 2 yang ditunjukkan pada tabel 2 dan dengan menggunakan persamaan 1, didapat error sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.
Gambar 10. Sistem monitoring pada PC
Dari gambar 12 ditunjukkan bahwa perangkat lunak sistem monitoring dapat membaca suhu yang terdapat pada slave 1 maupun slave 2.
Tabel 4. Error data pengamatan slave 2 No Suhu Suhu Error termometer terukur (0C) (0C) 1 73 69 0,05 2 67 63 0,05 3 73 70 0,04 4 66 65 0,01 5 77 73 0,05 6 68 64 0,05 7 79 78 0,01 8 72 71 0,01 9 68 64 0,05 10 72 66 0,08
4.
Dari tabel 4 didapat rerata error pengamatan data pada slave 1 sebesar 0,4%. Grafik error ditunjukkan pada gambar 11. Nilai error pengamatan data pada slave 2 0.08 error data rerata error
0.07
Kesimpulan
Sistem mini SCADA dengan menggunakan mikrokontroler keluarga AVR dengan 2 slave dan 1 master serta terintegrasi dengan perangkat monitoring dapat berjalan dengan baik. Hasil pembacaan sensor pada slave 1 dan slave 2 berhasil dilakukan dengan rerata kesalahan sebesar 0,1 % dan pembacaan sensor pada slave 2 sebesar 0,4%. Data pembacaan sensor telah berhasil disajikan pada sistem monitoring menggunakan PC. Sistem mini SCADA dengan mikrokontroler ini dapat digunakan sebagai alternatif yang ekonomis dibandingkan dengan sistem SCADA berbasis PLC. Data yang disajikan pada sistem monitoring masih bersifat off-line, sehingga untuk penelitian berikutnya, data dapat disajikan data on-line yang terintegrasi dengan sistem informasi pada smartphone.
0.06
Error data
Daftar Pustaka 0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
1
2
3
4 5 Percobaan ke
6
7
Gambar 11. Error data pengamatan pada slave 2
8
9
Huda, Miftahul. Protokol Komunikasi Modbus RTU pada Otomasi Industri. Tenaga profesiaonal. Yogyakarta. Dwipradipta, Andhika, (2008) Perancangan SCADA pada Plant Sistem Pengolahan Air Limbah’. Makalah Tugas Akhir. UNDIP. Semarang. Sivasothy, Sivakumar, (1998) Transcivers and Repeaters Meeting The EIA RS-485 Interface Standart, National Semiconduktor. Nelson, Todd (1995). The Practical Limits Of RS485. National Semiconductor. .
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 265
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Sudjadi, (2005) Teori Dan Aplikasi Mikrokontroller. Graha Ilmu. Semarang. ________, (1996) Modicon Modbus Reference Guide PI-MBUS 300, Modicon Inc., North Andover, Massachusetts.
266 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Pengontrolan Genset Jarak Jauh Melalui Website Berbasis Mikrokontroller Arduino MEGA 2560-16AU Sitti Wetenriajeng Sidehabi1, St. Nurhayati Jabir2 Dosen Program Studi Teknik Elektro Industri, Akademi Teknik Industri Makassar 1,2 Jl. Sunu No. 220, Makassar 60236 [email protected] 1 [email protected] 2
Abstrak Genset saat ini banyak digunakan pada masyarakat secara luas seperti pada perhotelan, perbankan, rumah sakit, maupun industri. Genset biasanya digunakan sebagai back-up suplai utama PLN pada saat terjadi pemadaman listrik. Penggunaan genset membutuhkan sistem kontrol yang dapat bekerja secara otomatis dan dikontrol dari jarak jauh, meskipun operator/pengguna tidak berada di tempat tersebut. Untuk memudahkan operator/pengguna mengetahui kondisi genset seperti tegangan dan arus serta menyalakan dan mematikan genset dari jarak jauh maka dibuatlah sebuah sistem pengontrolan genset yang terdiri dari Mikrokontroller ARDUINO MEGA 2560-16AU sebagai pusat sistem kontrol dan pengolahan data yang terintegrasi dengan WEB, sensor tegangan/arus ACS712, Relay 12V, Rangkaian Driver relay 5V serta Liquid Cristal Display (LCD). Mikrokontroler ini mendapat input dari sensor arus ACS712 untuk mengukur arus genset yang diolah oleh mikrokontroler sesuai pemrograman bahasa C yang telah diinput ke sistem tersebut. Hasil pembacaan sensor ditampilkan pada layar LCD dan selanjutnya akan ditampilkan juga melalui halaman WEB. Untuk tampilan WEB menggunakan software HTML, PHP dan CSS dimana semua instruksi terpusat pada mikrokontroler ini. Hasil pengukuran dari pengujian dilakukan dengan membandingkan sistem ini dengan alat ukur standar diperoleh prosentase kesalahan yaitu tegangan sekitar 0,45 % dan arus sekitar 0%. Pada pengujian WEB dilakukan dengan menguji tombol ON dan OFF yang terdapat pada tampilan Website untuk memastikan apakah Genset bisa dinyalakan dan dimatikan dari jarak jauh. Sistem Pengontrolan Genset ini bekerja dengan baik. Kata kunci: Genset, Sensor ACS712, Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16AU, WEB.
1. Pendahuluan Generator set (Genset) merupakan bagian dari generator dan suatu alat yang dapat merubah energi mekanik menjadi energi listrik. Genset adalah suatu generator listrik yang terdiri dari panel, dengan bahan bakar bensin atau solar. Genset dapat digunakan sebagai sistem cadangan listrik. Genset secara luas digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan sumber listrik yang kontinyu, seperti rumah sakit, perbankan, perhotelan dan industri. Proses pengontrolan genset diperlukan untuk mengetahui keadaan atau proses yang sedang berlangsung pada genset. Pengontrolan genset ini dapat dilakukan dari jarak jauh dengan mematikan dan menyalakan genset secara otomatis melalui internet. Sistem ini bertujuan untuk memudahkan operator/pengguna mengetahui kondisi genset secara langsung tanpa perlu berada di lokasi tersebut sehingga pada penelitian ini mengangkat tema tentang pengontrolan genset jarak jauh melalui website berbasis Mikrokontroler Arduino Mega 2560-16AU. Salah satu solusi yang telah diterapkan pada sistem pengontrolan ini dilakukan oleh Eko Kristanto (2013) dengan mengembangkan suatu instrumen untuk memonitoring suhu jarak jauh generator AC berbasis mikrokontroller dengan bluetooth. Alat ini
berfungsi untuk memonitor suhu generator dari jarak jauh tanpa kabel pada saat generator bekerja dengan tujuan generator dapat dipantau dari jarak jauh sehingga memudahkan dalam memantau suhu generator. Suyuti dkk (2013) membuat suatu pengukuran emisi udara yang berbasis WEB dengan menggunakan mikrokontroller dan Tristanto dkk melakukan monitoring dan pengendalian level cairan jarak jauh berbasis WEB. Penelitian ini memperkaya penelitian-penelitian sebelumnya. Sistem ini menambah kemampuan yaitu mematikan dan menyalakan genset melalui WEB yang tidak terdapat pada penelitian sebelumnya. Sistem pengontrolan genset ini terdiri dari Mikrokontroller ARDUINO MEGA 2560-16AU sebagai pusat sistem kontrol dan pengolahan data yang terintegrasi dengan WEB, sensor arus ACS712, Relay 12V, Rangkaian Driver relay 5V serta Liquid Cristal Display (LCD). Mikrokontroler ini mendapat input dari sensor arus ACS712 untuk mengukur arus genset yang diolah oleh mikrokontroler sesuai pemrograman bahasa C yang telah diinput ke sistem tersebut. Hasil pembacaan sensor ditampilkan pada layar LCD dan selanjutnya akan ditampilkan juga melalui halaman WEB. Untuk tampilan WEB menggunakan software HTML, PHP dan CSS dimana semua instruksi
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 267
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
terpusat pada mikrokontroler ini. Pengontrolan genset yang berbasis WEB ini dapat diakses secara online, sehingga memudahkan pemantauan dan pengontrolan genset secara otomatis dengan menulis http://atsonline.esy.es/ di portal internet.
2. Perancangan Sistem adalah melakukan perancangan secara menyeluruh terhadap rangkaian dan alat yang akan digunakan.
2. Metode
4. Tahapan pembuatan alat ini merupakan realisasi dari rancangan yang telah dibuat. Realisasi rancangan dilakukan dengan menggunakan project board terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan ke PCB (printed circuit board).
3. Selanjutnya Pencarian dan pemilihan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang diperlihatkan pada gambar 1. Diagram Alir Penelitan dan gambar 2. Sistem pengontrolan genset jarak jauh melalui website berbasis Mikrokontroler Arduino Mega 2560-16AU.
5. Kemudian melakukan pengujian alat. Pengujian dilakukan untuk mengetahui hasil pengukuran dimulai dari hasil pengukuran pada LCD selanjutnya menguji pembacaan di WEB.
MULAI
Studi Literatur
6. Tahapan terakhir yaitu melakukan analisis data dengan menbandingkan hasil pengujian sistem penelitian ini dengan hasil alat ukur standar dalam bentuk prosentase kesalahannya.
Perancangan Sistem
Pencarian dan Pemilihan Bahan
Tidak
Semua Bahan Tersedia Ya Pembuatan Alat
Pengujian Alat
Tidak
Sistem Bekerja Ya Analisis
Gambar 2. Sistem pengontrolan genset jarak jauh melalui website berbasis Mikrokontroler Arduino Mega 256016AU
Pembuatan Laporan
SELESAI
Gambar.1 Diagram Alir Penelitian Sistem pengontrolan genset jarak jauh melalui website berbasis Mikrokontroler Arduino Mega 2560-16AU
Metode penelitini ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : 1. Studi literatur yaitu mengkaji jurnal dan mempelajari referensi yang berkaitan dengan alat penelitian berupa data sheet generator dan sensor arus ACS712, data sheet Mikrokontroler Arduino Mega 256016AU, Bahasa C serta WEB Programming.
268 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem yang terdiri dari perangkat yang diteliti, perangkat pengukuran, perangkat pengolah data. Adapun bahan dan alat tersebut adalah sebagai berikut: a) Genset adalah salah satu mesin alternatif untuk pembangkit listrik ketika aliran listrik dari PLN tidak menyala/padam. Genset yang dipakai dengan kapasitas daya 3000 Watt. b)
Sensor Arus tipe ACS712, untuk mengetahui pengukuran arus ketika genset digunakan.
c)
Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16AU yang terhubung dengan Liquid Crystal Display (LCD) sebagai pusat pengontrol dan pengolah data yang digunakan untuk memproses keluaran yang berasal dari sensor arus/tegangan
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
d)
Relay 12 V digunakan untuk menjalankan ON dan OFF secara otomatis.
e)
Rangkaian Driver Relay 5 VDC yang memberikan instruksi kepada relay 12 V untuk mengeksekusi instruksi ON dan OFF secara otomatis.
f)
Website digunakan untuk menampilkan data pengukuran dari sensor secara real time serta mematikan dan menyalakan genset secara otomatis melalui online.http://atsonline.esy.es/
Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16AU juga berfungsi sebagai pusat pengendali untuk mematikan dan menyalakan genset secara otomatis melalui website. Mikrokontroler yang digunakan mempunyai 100 pin seperti pada gambar 5. Skematik Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16AU dan sensor ACS712 dengan input sensor arus ACS712 dihubungkan dengan pin 94 pada mikrokontroler sedang input relay terletak pada pin A78.
3. Hasil Dan Pembahasan Untuk mengetahui prinsip kerja Sistem pengontrolan genset jarak jauh melalui website berbasis Mikrokontroler Arduino Mega 2560-16AU dapat dilihat pada blok diagram secara keseluruhan sistem ini pada gambar 3. Blok Diagram secara keseluruhan sistem ini. CATU DAYA
GE NS ET
SENSOR ARUS(A CS712)
A D C
MIKROKONT ROLER ARDUINO MEGA 256016AU
L C D
W E B
Gambar 3. Blok Diagram secara keseluruhan sistem
Keluaran Catu Daya Genset akan menjadi input ke sensor yaitu sensor arus tipe ACS712. Hasil keluaran dari sensor ini akan manjadi masukan pada Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16AU yang ditampilkan di LCD Monitor yang terletak di panel terlihat pada gambar 4. Tampilan Keluaran dari LCD dan dapat diakses melalui WEB untuk memonitoring keadaan genset secara real time. Tampilan Web berupa data-data seperti arus, tegangan serta kontrol ON dan OFF. Perubahan parameter pada kondisi genset akan mempengaruhi besaran resistansi yang selanjutnya mempengaruhi arus keluaran sensor yang menjadi masukan dari Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16AU.
Gambar 4. Panel Sistem pengontrolan genset jarak jauh melalui website berbasis Mikrokontroler Arduino Mega 2560-16AU
Gambar 5. Skematik Mikrokontroller Arduino Mega 256016AU dan sensor ACS712
Untuk menyalakan dan mematikan genset, yaitu mendapat masukan dari website yang berupa menyalakan (pada WEB ON otomatis) dan mematikan (pada WEB tertulis OFF) genset secara otomatis, akan memberi sinyal ke Mikrokontroler Arduino. Selanjutnya keluaran mikrokontroller ini akan memberi perintah ke Rangkaian Driver Relay Mikro 5 VDC seperti terlihat pada gambar 6. Rangkaian elektronika Driver Relay 5 V DC. Rangkaian ini digunakan untuk memutuskan atau pun menyalakan melalui Relay 12 VDC yang tersambung ke terminal PLN. Pada driver relay ini digunakan transistor type PNP yang berfungsi sebagai transistor switching, pada kaki emitter diberi masukan 0 volt (ground) sehingga ketika transistor pada kaki basis diberi logika 0 oleh kontroller maka tegangan 0 volt (ground) tersebut akan keluar ke kaki collector, dimana kaki collector transistor ini sebelumnya telah terhubung dengan salah satu kaki coil dengan relai 5 volt DC. Kaki coil relai 5 volt DC lainnya terhubung dengan +5 volt DC sehingga relay tersebut akan mengontak (switching) atau aktif. Relai 5 volt DC ini juga digunakan untuk mengaktifkan relai 12 volt DC, hal ini dengan cara menghubungkan kaki common dari relay 5 volt DC dengan tegangan 0 volt (ground) kemudian kaki NO dihubungkan dengan salah satu kaki coil relai 12 volt
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 269
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
DC dan kaki coil satunya telah terhubung dengan tegangan 12 volt DC. Kaki common dari relai 12 volt DC ini juga telah terhubung dengan salah satu jalur tegangan bolak-balik (AC) dan ketika relay 12 volt DC ini aktif maka dapat meneruskan tegangan AC yang digunakan untuk mengaktifkan device setelahnya.
Gambar 6. Rangkaian elektronika Driver Relay 5 V DC Software yang digunakan pada Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16 AU yaitu Bahasa C sebagai kompilernya. Listing program bahasa C dapat dilihat pada Gambar 7. Tampilan Listing Program Bahasa C.
berbasis web yang memiliki kemampunan untuk memproses data dinamis. Php sebagai bahasa untuk proses data ekxtensi file.php Pada prinsipnya server akan bekerja apabila ada permintaan dari pengguna yaitu mengontrol dan monitoring kondisi genset. Cascading Style Sheet (CSS) merupakan aturan untuk mengendalikan beberapa komponen dalam sebuah web sehingga akan lebih terstruktur dan seragam. CSS bukan merupakan bahasa pemograman. CSS digunakan untuk mempercantik tampilan, ekstensi file .css. File web berada dalam Mikrokontroller Arduino MEGA 2560-16AU didesain untk menampilkan data-data sensor ke dalam bentuk tabel, File ini akan disertakan dengan file index.html yang dibuat dihosting atsonline[dot]esy[dot]es. Tampilan Website dapat dilihat pada gambar 7. Tampilan WEB untuk Sistem pengontrolan genset jarak jauh melalui website berbasis Mikrokontroler Arduino Mega 2560-16AU. Website ini harus menggunakan IP control statis untuk memudahkan dalam mengintegrasikan dengan listing program pada Mikrokontroller Arduino Mega 2560-16AU yang digunakan. Untuk mengakses hasil Sistem Monitoring Penggunaan Genset pada Industri Kecil secara Real Time Berbasis WEB dapat dilakukan dengan mudah melalui jaringan internet dengan menulis di portal http://atsonline.esy.es/
Gambar 7. Tampilan Listing Program Bahasa C
Pembuatan Website menggunakan software XAMPP, HTML, PHP dan CSS serta listing program yang terintergrasi dengan Mikrokontroller Arduino ATMega 2560-16AU. XAMPP adalah perangkat lunak bebas, yang mendukung banyak sistem operasi, merupakan kompilasi dari beberapa program. Fungsinya adalah sebagai server yang berdiri sendiri (localhost) yaitu server lokal. HyperText Markup Language (HTML) adalah sebuah tampilan dasar dalam bentuk ekstensi file.html yang digunakan untuk membuat sebuah halaman web dengan menampilkan berbagai informasi. PHP adalah singkatan dari Hypertext Preprocessor merupakan bahasa pemrograman 270 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 7. Tampilan WEB untuk Sistem Monitoring Penggunaan Genset pada Industri Kecil secara Real Time Berbasis WEB
Pengujian Analisa Perbandingan Output PLN dan Genset. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkat output dari 2 (dua) kondisi, yaitu pada saat kondisi sumber tegangan PLN diaktifkan dan pada saat kondisi tegangan genset yang
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
diaktifkan dengan menggunakan beban lampu halogen 1500 watt. Hasil pembacaan pada alat ukur dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1 Hasil Pengukuran Output PLN / Genset
Daftar Pustaka Anto, Budhi. 2011. Saklar Pemindah Otomatis Untuk Genset Portabel Berbasis Mikrokontroler Attiny2313. Jurnal Sains dan Teknologi 10 (2) : 91-97.
Genset PLN 219 V 220 V 6,5 A 6,5 A Dari hasil di atas terlihat perbedaan antara tegangan dan arus yang dihasilkan oleh kedua sumber tegangan dengan selisih sebagai berikut:
Djuandi, Fery 2011. Pengenalan www.tokobuku.com
‐
Tegangan PLN – Tegangan Genset = 220 Volt – 219 Volt = 1 Volt Dengan prosentase kesalahan sebesar =
Hanggar S, Effendie R, Ramlie M. 2012. Perancangan dan Impelementasi Kontroler PID untuk Pengendalian Tegangan pada Generator Set. Jurnal Teknik ITS Vol. 1, ISSN: 2301-9271.
‐
Arus PLN – Arus Genset = 6,5 A – 6,5 A = 0 A Dengan prosentase kesalahan sebesar
Pengukuran Tegangan Arus
Dari hasil pengukuran di atas bahwa perbedaan hasil pengukuran yang didapatkan masih dalam batasan toleransi yang wajar menurut PUIL 2000 yaitu ±5%. Sehingga tegangan dan frekuensi dapat dikatakan aman untuk digunakan pada peralatan listrik rumah tangga, perhotelan dan industri kecil.
4.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan anaisa dapat disimpulkan bahwa : 1.
2.
3.
Sistem pengontrolan Genset secara Real Time ini menggunakan Mikrokontroller ARDUINO ATMEGA 2560-16AU yang terkoneksi dengan WEB yang terdiri dari Sensor arus ACS 712, Relay 12 V, Rangkaian Driver relay 5VDC, Mikrokontroller ARDUINO MEGA 256016AU dengan WEB dan LCD. Hasil pengukuran dari pengujian sistem dibandingkan dengan alat ukur standar diperoleh rata-rata prosentase kesalahan yaitu perbandingan output PLN dan Genset untuk tegangan sekitar 0,45 % dan arus sekitar 0 %. Kekurangan pada penelitian ini yaitu terdapatnya delay waktu antara penekanan pada tampilan ON dan OFF pada Website dengan Relay 12 V kemungkinan terjadi crash pada tampilan LCD.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian yang telah mendanai penelitian ini dalam Program Sarana Penelitian Terapan Industri (SPIRIT).
Arduino.
Fahmizal. 2012. Sistem Minimum Mikrokontroller ATMega 8535/16/32 Series. https://fahmizaleeits.wordpress.com/tag/fungs i-pin-atmega-8535/. Download : [21 Februari 2014].
Kompas. 2014. Krisis Listrik di Sulsel Belum Diatasi. Kristanto, Eko. 2013. Monitoring Suhu Jarak Jauh Generator AC Berbasis Mikrokontroller. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Ming, YU., Vankar, A. M., Wei SU. 2005. An Environment Monitoring System Architecture Based on Sensor Networks, International Journal of Intelligent Control and systems, (Online), VOL. 10, NO. 3, September, 201209., http://www.asmemesa.org/IJICS/files/20/2yu-201-209.pdf, diakses 20 Februari 2014 Pardosi, Mico 2004. Pengenalan Internet Burst of energy. Penerbit INDAH Surabaya Suhana N. 2002. Rangkaian Kontrol Panel Genset. ITB. Bandung. Sutarno. 2007. Modul Dasar Pemeliharaan Listrik. SMK Muhammdiyah 6 GemolongSragen.http://listrikpemakaian.wor dpress.com/2011/07/11/kontaktor-magnetikmagnetic-contactor-mc/. Download : [21 Februari 2014]. Suyuti, Ansar. 2011. Perancangan Alat Ukur Emisi Real Time Pada Pusat Listrik Tenaga Diesel. Jurnal Ilmiah “Elektrikal Engineering” UNHAS. Volume 09/No. 01/JanuariApril/2011. Suyuti, Ansar. 2012. Perancangan Emisi Udara Nox Pada PLTD Secara Real Time Berbasis Mikrokontroler. Prosiding 2012 Hasil Penelitian Fakultas Teknik. Volume 6: Desember 2012, Group Teknik Elektro, ISBN: 978-979-127255-0-6. Suyuti, Ansar. 2013. Web-Based Gas Emission Level Monitoring of Diesel Power Plant Using Multi-Sensors. International Journal of Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 271
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Engineering and Innovative Technology (IJEIT) Volume 3, Issue 2, August 2013. Tristanto, Agus, Santosa, Yomas Andika, S.P., R. Arum. Monitoring dan Pengendalian Level Cairan Jarak Jauh Berbasis WEB. Jurusan Elekto, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Wicaksono H. 2012. Catatan Kuliah “Automasi 1”. Universitas Kristen Petra. http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 9/23404/3/Chapter%20II.pdf Download : [21 Februari 2014]. Yon Rijono 1997, Dasar Teknik Tenaga Listrik. Penerbit Andi Yogyakarta.
272 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
A Hybrid Newton-Raphson Unbalanced Three-Phase Loadflow and Rotor’s qd0 Reference Frame of Syncronous Generator Model as An Alternative Tool for Studying The Impact of Unbalanced Loads on Power Angle Change of Three Phase Synchronous Generator Connected the Power System Grid Sugiarto Electrical Engineering Department, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta, Indonesia. [email protected]
Abstrak Isu tentang dinamika sistem tenaga sering dipelajari dengan melihat respon dinamis generator yang terhubung dengan grid listrik, dengan interaksi keduanya menjadi fokus pertimbangan. Paper ini menguraikan kajian khusus tentang dampak beban takseimbang dari grid terhadap perubahan sudut rotor generator sinkron dalam kondisi mapan dengan bukti-bukti kuantitatif. Karena interaksi dinamis biasanya ditandai oleh karakteristik interaksi oleh kedua struktur-grid dan variabel status terkait maka penggambaran akurat tentang perilaku dinamis dari generator sinkron dalam kondisi takseimbang dapat dilukiskam oleh model nonlinier diferensial - aljabar kompleks. Pada paper ini, tool alternatif untuk mempelajari perilaku dinamis dibentuk dari hibrid aliran daya tiga fasa tidak seimbang Newton-Raphson dan kerangka referen qd0 rotor generator sinkron. Window aktif dengan model generator ini didasarkan pada kerangka referen qd0 dan dikembangkan menggunakan Graphical User Interface (GUI) Visual berkemampuan memeriksa sudut rotor dari mesin setelah kemunculan gangguan kecil dengan fokus pada elektromagnetik dinamis yang dipengaruhi oleh beban takseimbang. Aliran daya tiga fasa takseimbang NewtonRaphson digunakan untuk memperoleh masukan terminal generator melalui analisis aliran beban pada grid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pengaruh yang signifikan dari beban takseimbang terhadap sudut daya. Kata kunci: Beban takseimbang, kondisi mapan, GUI, Aliran daya takseimbang Newton-Raphson, kerangka referen qd0 rotor Abstract – The issues considering power system dynamics are often studied by looking at the dynamic responses of generators connected through the power grid, taking their interactions into consideration. This work decribes a specific study on the impact of unbalanced loads of the grid on rotor angle change of synchronous generators under steady state condition with quantitive evidence. Since the dynamic interactions are usually characterized by both grid-structure-related and statusrelated variables, an accurate portrait of the dynamic behavior of synchronous generators under unbalanced conditions can be described by a complex nonlinear differential-algebraic model. In this paper, an alternative tool for studying such dynamic behaviour was created by hybrid Newton-Raphson unbalanced three-phase loadflow and rotor’s qd0 reference frame of synchronous generator. Active windows with this generator model based on qd0 framework were developed using Visual’s Graphical User Interface (GUI) capability to examine the rotor angle of the machine after small perturbations, focusing on electromagnetically dynamic as affected by load unbalance. Newton-Raphson unbalanced loadflow was used to derive the generator’s terminal inputs through load-flow analysis on the grid. The results showed that the significant influence of unbalanced loads occured in power angle. Keywords: Unbalanced load, Steady-state condition, GUI, Newton-Raphson unbalanced loadflow, rotor’s qd0 reference frame.
1.
Introduction
The dynamics of the power system centered on the interaction dynamics generator connected to grid power systems. This is known as a dynamic interaction generally characterized by a combination relation grid structure and variables related to status. Variables related to the structure of the grid is usually a time invariant variables, such as the impedance of the transmission line, the location and type of generators and loads. While related variables are variables whose status varies according to the working steady state conditions,
such as bus voltage, power angle, and angular speed of the generator. To analyze the power system in the steady state needed a power flow analysis or load flow. As for the view angle changes synchronous generator power we need a complete mathematical model of balanced synchronous generator operated under unbalanced steady state condition. This needs a synchronous generator model which has a completely enough framework for analyzing the small-signal dynamic performance of power systems under unbalanced conditions.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 273
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
(Region 4) (ESDM, 2003). It also has 71 line nodes, 27 lines of inter buses and 9 generator nodes, as shown in Fig. 1. In this system, Paiton’s bus is the swing node and others are the PV nodes. System capacity is 100,000 MVA. The Test generators are Tanjung Jati B. The synchronous generator used in this study is a 820 MVA. 4-pole, 50 Hz, round-rotor generator, which is connected to the 500 kV EHV Jamali System through a 18 kV parallel transmission line. The model of this generator is shown in Fig. 2 and 3.
Until now there is no attractive theoretic mathematics models of synchronous generators used to analyze this kind of problems mentioned above. The presented study considers several typical synchronous generators which are connected to 500 kV EHV Jamali System, Indonesia. The study is carried out through the “hybrid” method by combination between unbalanced load-flow Newton to analyze the grid and determine the inputs of the test generator and the rotor’s qd0 reference frame of synchronous generator model to substitute the loadflow generator’s model. The verification of the proposed model was checked by comparing it with a Tecquiment NE9070 simulator. This work is organized as follows. A brief explanation about the concepts and algorithms involving the unbalanced condition of balanced synchronous generator is defined on Section I. Section II presents the simulation method of synchronous generator dynamic. The example and analysis are presented on Section IV. Section V presents the final conclusion obtained with the present study.
G G1_SRLYG2_SRL A YA G G
G G7_GRE SK GRES
TJATI B _
BDGSLT AN
IBT BK IBT BK
G G6_TJ. T-B
SBYBA
SAGULIN G
SURAL
IBT SBT IBT S
IBT_G
CAWA
G8_GRA TIG
G5_CRA TA G IBT BD
IBT_SL
IBT_S
IBT BD
CILEGO
IBT_CW
UNGA
CIRAT
GRA TI
IBT CW
Clos ely
G_PAIT IBT_CL IBT CL
CIBNON G
IBT G
MDRNCA NG
G3_MTW IBT CB IBT CB
KEMB
Study System
IBT_UG N2 IBT_UG
IBT_CR IBT_CR T1 T2
GAND
IBT_G
2.
BEKA SI
Rem ote
G4_S
TASI
M.TAWA R IBT KB IBT KB
IBT DPO
IBT CB IBT CB IBT CB
PEDA
IBT PD IBT_P
abc to dq0 Converter
Generator Block
Fig. 2. Balanced generator with unbalanced inputs
274 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
IBT_PTN
KEDIR
IBT TSI
Fig. 1. The studied power system
PAIT ON
IBT_PT
Transmi si ganda
DEPO
The studied power system is the 500 kV EHV Jamali System 8 autonomous grids of Indonesia network that comprises 4-regions, such as BantenJakarta (Region 1) , West Java (Region 2), Central Java-Yogyakarta (Region 3) and East Java-Bali
IBT GR
Transmi si l
IBT MDR
CIBA
G
G
IBT K
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Gain
– +
Gain
Slip
X
X Mux
+
X
Gain
X Mux
+
Mechanical loop
Electrical loop
Fig. 3. The inside section of synchronous generator
The mathematical description or model develop is based on concept of an ideal synchronous generator. The fields produced by the winding currents are assumed to be sinusoidal distributed around the air-gap. This assumption of sinusoidal field distribution ignores the space harmonics, which may have secondary effects on the machine’s behavior. It is also assumed that stator slots cause no appreciable variation of any of the rotor winding inductances with rotor angle (Boldea, 2006). A software package which applied GUI facilities has been created for analysis of power angle change of synchronous generator under unbalanced steady-state conditions (Fig. 4). As an example of using GUI capabilities, menu and plotting commands are implemented in a script file to provide interactive windows. The main menu, which is displayed after running the file, are shown in Fig. 5 and Fig. 6. The verification of the generator model is judged through comparing between generator’s respon by PSS Tecquipment NE9070 (Fig. 7) and by the proposed model under balanced and unbalanced conditions, respectively.
Fig. 5. The main window of the software tool
Fig. 6. The window of inserting the inputs for balanced generator and unbalanced inputs User Request
Simulation Command
Main software
GUI
Result Plot
Visual software Result Data
Fig. 4. Designed Simulator with GUI
The verification of the generator model is judged through comparing between generator’s respon by PSS Tecquipment NE9070 (Fig. 8) and by the proposed simulator under no load, balanced and unbalanced conditions, respectively (Sugiarto et al, 2013).
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 275
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
condition. If the grid is loaded by 7.5 % of unbalance, power angle becomes 1.251 rad. An interval of achievement of steady or t_SS conditions of 3.5 seconds (at 2 % error steady conditions).
4.
Fig. 7 . PSS Tecquipment NE9070
3.
Demonstration
Using Newton-Raphson unbalanced three phase loadflow software program one can get the flow calculation results from Fig. 1. Table 1 presents inter-phase voltage values of the test generator terminal, before and after loading condition. It is shown that under unbalanced loads condition, the phase angles of terminal generator voltage are deviated from its balanced value. The biggest deviation occurs when the grid operates under balanced load condition.
References
Table 1. Values of generator terminal voltage CONDITIONS OF SYNCHRONOUS GENERATOR
PHASE
Boldea, I., 2006, Synchronous Generator, Boca Raton FL: Taylor & Francis Group, LLC, 2006
TANJUNG JATI B VOLTAGE [P.U]
A
CONNECTED THE GRID
ESDM, “Pedoman dan Pola Tetap Pengembangan Industri Ketenagalistrikan Indonesia 20032020” in Bahasa, available: http//www.mkionline.org/ mki_online_files/Regulasi/BluePrintfinal.pdf
B
AND LOAD BALANCE
C
CONNECTED THE GRID
A
AND LOAD IMBALANCE OF 7.5%
C
B
Sugiarto, Hadi, S. P, Tumiran, Wijaya, F. D., 2013, Teaching the Large Synchronous Generator Dynamic Model under Unbalanced SteadyState Operation, Poceedings of 2013 International Conference on Information Technology and Electrical Engineering, (ICITEE 2013), 7-8 October, Yogyakarta, Indonesia.
Sudut Daya
1.2
D elt a ( ra dia l)
1
0.8
0.6
Tersambung grid dan seluruh beban seimbang Tersambung grid dan seluruh beban takseimbang 7.5% Tersambung grid dan hanya beban signifikan takseimbang 7.5%
0.4
0.2 0
1
2
3
Conclusion
A useful simulator for analysis power angle change of synchronous generator under unbalanced steady state sonditionhas been presented in this paper. Two operation conditions of the synchronous generator, load balanced and load imbalance of 7.5% are mathematically modeled then simulated using visual software. The simulation results state that power angle has been changed on the generator dynamic during balanced and unbalanced steady state condition. The developed tool is made easy to use by providing an active link with the simulated models using some of GUI functions. The given examples demonstrate helpfulness of the developed tool for analyzing power angle of synchronous generator connected to the grid and under unbalanced steady state operation
4
5
6
7
Waktu (detik)
Fig. 8. Power angle of Tanjung Jati B’s generator at balanced and unbalanced loads
Figure 8 represents power angle of Tanjung Jati B’s generator under balanced and unbalanced load conditions. There is an interesting phenomenon which has been occured. At steady state conditions, the Tanjung Jati B’s generator produces δ (power angle) of 1.248 rad in a balanced
276 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
PERANCANGAN VISUAL DOCKING GUIDANCE SYSTEM (VDGS) UNTUK SISTEM PARKIR PESAWAT TERBANG Denny Dermawan1), M. Jalu Purnomo2) Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto1,2 Jln. Janti Blok R Lanud Adisutjipto, Yogyakarta [email protected] [email protected]
Intisari
Sebelum ditemukannya teknologi Visual Docking Guidance System (VDGS), kegiatan pengendalian parkir pesawat terbang di Bandara, pilot dibantu oleh seorang Marshaller yang bertujuan untuk menjadi pengarah pergerakan pesawat menuju titik parkir yang benar. Semakin padatnya aktifitas pergerakan pesawat di apron menuntuk penggunaan teknologi alternatif sebagai pengganti Marshaller, teknologi ini disebut dengan Visual Docking Guidance Syatem (VDGS, alat bantu parkir pesawat terbang). Perancangan ini menggunakan LED superbright dan photo transistor sebagai sensor pembaca garis lintasan parking stand. Kombinasi LED akan mewakili posisi nosewhwll untuk selanjutnya ditransmisikan melalui gelombang radio dengan frekuensi AM 27 MHz. Gelombang ini diterima dan diolah oleh mikrokontroller PIC 16F84A untuk ditampilkan pada led dot matrik yang akan menampilkan display gerak ke kanan, ke kiri, lurus dan berhenti. Performa yang akan diuji pada penelitian ini adalah : jangkauan transmitter, tampilan dot matrik dan akurasi sensor yang digunakan. Kata Kunci : Visual Docking Guidance System (VDGS), mikrokontroller PIC16F84A Led dot matrix, Photo transistor. AM transceiver.
1. Pendahuluan Pertumbuhan transportasi udara dan perkembangan teknologi semakin tahun semakin pesat, hal ini menyebabkan pelayanan bandar udara melampaui kemampuan dalam menyediakan fasilitas untuk memenuhi pertumbuhan secara memadai. Sebagian besar sis tem tranportasi udara di bandar udara ditekan melebihi kemampuan kapasitas rancangan bandar udara yang telah ada, sehingga mengakibatkan memburuknya pelayan di bandar udara. Dalam transportasi udara, perhatian khusus diberikan pada pergerakan pesawat terbang, penumpang, dan barang , baik melalui bandar udara maupun sistem penerbangan. Demikian gambaran keadaan yang ada di bandara-bandara besar di Indonesia. Karena pertumbuhan transportasi udara semakin tahun semakin pesat. Di setiap bandar udara banyak kegiatan yang dilakukan, untuk melakukan tugas dan fungsi dari kegiatan yang ada di bandar udara, pihak pengelola bandar udara membentuk beberapa divisi, dinas maupun unit pelayanan untuk mengelola suatu bandar udara. Salah satu unit pelayanan bandar udara tersebut adalah Apron Movement Control (AMC). Divisi ini berada dibawah naungan dinas operasi bandar udara dan di pimpin oleh assisten manager sisi udara. Unit ini mempunyai peran yang sangat penting dalam menyeleng garakan pelayanan yang aman dan nyaman bagi setiap perusahaan yang berger ak dibidang transportasi udara.
Semakin berkembangnya teknologi tidak menuntut kemungkinan pada setiap bandar udara untuk kedepannya setiap pesawat terbang yang akan parkir di parking stand tidak lagi menggunakan marshaller namun menggunakan peralatan yang semakin canggih. Inilah perlunya Rancangan Visual Docking Guidance System Untuk Parking Stand Pesawat terbang.
2. Dasar Teori 2.1. Parking Stand Parking stand adalah area dimana pesawat terbang diparkir selama pelayanan darat, dengan jawak minimum 7,5 meter ter hadap sisi pesawat terbang kecuali untuk jarak aman wing tip yang dapat berkurang hingga jarak minimum. Area ini harus aman dari setiap kendaraan atau peralatan selama pesawat terbang bergerak dan diperjelas oleh garis batas peralatan atau aircraft boundary line (ABL). 2.2. Visual Docking Guidance System Visual Docking Guidance System adalah peralatan yang memandu pesawat terbang secara visual menuju ke tempat parkir di Apron secara ot omatis. Sistem panduan ini dirancang untuk memberikan penuntun docking dengan cepat halus dan presisi sampai pada gate terminal. Penanda Frekuensi mengontrol jenis pesawat terbang untuk memastikan apakah sesuai dengan informasi yang diberikan untuk docking. Alat ini menampilkan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 277
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
informasi yang jelas dan terlihat oleh pilot pada layar intensitas tinggi LED untuk arah docking yang benar. Prosedur docking dapat lebih cepat dengan menggunakan docking otomatis dari pada menggunakan marshaller. Parkir tanpa menggunakan marshaller akan lebih efektif karna penggunaan marshaller akan terkendala pada saat cuaca buruk dan memungkinkan staff yang sama untuk mengatasi tugas -tugas lain di apron, serta meminimalkan pergerakan jumlah petugas bandar udara yang bekerja di sekitar apron dengan alasan safety. 2.3. Konsep dasar Visual Docking Guidance System Konsep dasar dari alat ini adalah LED Super Bright berfungsi mengirim cahaya ke garis untuk di tampilkan lalu diterima oleh sensor, setelah itu rangkaian sensor dihubungkan oleh pengirim data. Data yang terbaca oleh sensor akan dikirim dan penerima akan menghubungkan data yang diterima dengan cara menghubungkan ke LED dotmatrix, dotmatrix akan menampilkan karakter sesuai dengan posisi pesawat terbang berada seperti Gambar 1.
Gambar 3 Indikator pesawat terbang kurang ke kanan
Jika panah menunjukkan arah kiri maka pilot harus mengarahkan pesawat terbang ke kiri seperti Gambar 4.
Gambar .4 Indikator pesawat terbang kurang ke kiri Gambar 1 Konsep dasar VDGS
2.4. Tampilan Indikator signal lurus Tanda LED menyala ke atas menunjukkan bahwa posisi pesawat terbang dalam keadaan lurus dengan garis seperti Gambar.2.
Posisi berhenti Bila posisi pesawat terbang sudah mencapai daerah dimana harus berhenti atau posisi sudah tercapai, layar akan menampilkan STOP seperti Gambar 5.
Gambar 5 Tanda berhenti Gambar.2 Pesawat terbang terbang dalam keadaan lurus
Pelacakan Ketika pesawat terbang telah tertangkap oleh frekuensi, pergerakan pesawat terbang akan ditampilkan oleh monitor LED. Jika panah menunjukkan arah kanan maka pilot harus mengarahkan pesawat terbang ke kanan seperti Gambar 3.
278 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
2.5. Sensor Ketepatan sensor dalam membaca garis itu sangat berpengaruh dalam ketepatan dan hasil yang diperoleh, jika sensor menyimpang 0,5 cm dapat mengakibatkan kesalahan yang fatal dalam pembacaan garis dan dapat berpengaruh terhadap posisi pesawat terbang. Adapun jarak sensor dengan tebalnya garis di parking stand harus disamakan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengoperasian alat tersebut seperti Gambar 4.1 di atas. Sensor sangat berpengaruh dalam ketepatan pembacaan garis dan warna sudah menjadi ketetapan, maka fungsi sensor
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
sangat berpengaruh dalam ketepatan pembacaan. Di bawah ini adalah skema pembacaan garis seperti pada Gambar.6
3.1. Sensor Pembaca Garis Sensor garis adalah komponen elektronika yang digunakan untuk merubah besaran fisik menjadi besaran listrik sehingga bisa di analisa dengan menggunakan rangkaian listrik. Pada rancangan sennsor phototransistor, nilai resistansinya akan ber kurang bila terkena cahaya dann bekerja pada kondisi riverse bias. Untuk p emberi pantulan cahayanya digunakan LED (Light-Emitting Diode), kompo nen ini mempunyai cahaya yang terang, sehingga cukup untuk mensuplai pantulan cahaya ke phototransistor.. Proses perancangan ini bertujuan untuk mengetahui skematik pola sensor garis untuk mengirimkan data yang terbaca oleh sensor te rsebut pada penelitian ini digunakan 3 buah sensor sepeti Gambar 8.
Gambar 6 Skema pembacaan sensor
3. Metode Penelitian Diagram alir penelitian diperlihatkan pada gambar 7.
Gambar 8. Pola pembuatan sensor
2. Proses pembaca an sensor LED (Light-Em itting Diode) Super bright berfungsi sebagai pengirim cahaya ke garis untuk dipantulkan lalu dibaca oleh sensor phototransistor. Sifat dari warna putih (permukaan terang) yang memantulkan cahaya dan warna hitam (pe rmukaan gelap) yang tidak memantulkan cahaya digunakan dalam aplikasi ini. Gambar 9 adalah ilustrasi mekanisme sensor garis jarak optimal phototransistor adalah sekitar 1,3 cm.
Gambar 9. Ilustrasi mekanisme sensor garis
Gambar 7. Flowchart penelitian
3.2. Sistem Radio Transceiver Sinyal radio yang digunakan adalah pemancar dan penerima radio Amplitudo Modulation (AM) dengan frekuensi kerja 27 MHZ. Bagian pemancardibangkit akan memancarkan sinyal sinyal yang diperoleh dari sensor pembaca garis, sedangkan bagian penerima akan menrima sinyal tersebut untuk
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 279
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
selanjutnya diberikan kepada mikrokontroller PIC 16 F84 A untuk diolah/ditampilkan pada dot matrik. Rangkaian pemancar dan penerima diperlihatkan pada gambar 10 dan 11.
Gambar 10. Rangkaian Pemancar
4. Hasil Pembahasan Sensor pembaca garis sensor berfungsi sebagai mata/alat penglihat dalam alat ini..Sistem pengirim data yang akan mengirim dan menerima dengan menggunakan sisten frekuensi memberi keuntungan yang lebih baik dan menghemat biaya ketimbang menggunakan sistem lain. Dengan menggunakan frekuensi 27 MHz dan menghubungkan penerima dengan tampilan LED dotmatrix maka data yang di terima akan menampilkan sesuai jalur pesawat terbang berada pada posisi yang benar atau tidak. Data yang diterima oleh penerima akan ditampilkan dengan LED dotmatrix. LED dotmatrik akan menunjukkan d imana posisi pesawat terbang berada dengan menampil karakter tanda panah kearah mana pesawat terbang seharusnya berada dan seorang pilot akan mengarahkan pesawat terbang sesuai dengan petunjuk dari karakter yang ditampilkan. Tampilan dot matrik diperlihatkan pada gambar 13.
Gambar 11. Rengkaian Penerima
3.3. PIC16F84A dan dot matrik LED Dotmatrix display untuk menampilkan display dari program yang kita buat dalam mikrokontroller PIC16F84A. Bahasa pemograman yang ditulis adalah bahasa assembly dan untuk penggerak led dot matrik menggunakan IC 74164.
Gambar 12. Rangkaian dot matrik dan PIC16F84A
280 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta
Gambar 13. Tampilan dot matrik
Waktu Waktu yang diperoleh untuk memarkirkan pesawat terbang dengan menggunakan alat ini panjang lintasan 3 meter, lebih singkat yaitu 30 detik. Sedangkan tanpa me nggunakan alat 35 detik, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa performa alat ini efisien untuk digunakan . Ketepatan Ketepatan sensor dalam membaca garis itu sangat berpengaruh dalam ketepatan dan hasil ya ng diperoleh, jika sensor menyimpang 0,5 cm dapat mengakibatkan kesalahan yang fatal dalam pembacaan garis dan dapat berpengaruh terhadap posisi pesawat terbang. Adapun jarak sensor dengan tebalnya garis di parking stand harus disamakan agar tidak terjadi ke salahan dalam pengoperasian a lat tersebut seperti Gambar 4.1 di atas. Sensor sangat berpengaruh dalam ketepatan pembacaan garis dan warna yang sudah menjadi ke tetapan, maka fungsi sensor sangat berpengaruh dalam ketepatan pembacaan.
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Jarak pengiriman data Dari data pengujian diperoleh hasil seperti Tabel 1 [6] Tabel 1 Tabel pengujian Jarak (M) 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Penerimaan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Tidak
[7] [8]
[9]
Rendah”, Makara Teknologi Vol. 13 No. 1, April 2009 : 25-32. …………., 2010, “Petunjuk Operasi & Pemeliharaan Lightning Arester” Operation Manual, PLN. …………., 2004,”Peralatan dan Sistem Telekontrol” Standart Nasional Indonesia (SNI) Suwarti D., 2011,“Pengaruh Kenaikan Tegangan Impuls Terhadap Tingkat Perlindungan Peralatan Listrik Pada Arrester Tegangan Rendah”Prosiding SENOPUTRO Widyanto A., 2009, “Unjuk Kerja Arrester Tegangan Rendah”, UGM
Dalam pembuatan alat ini performa yang didapatkan sesuai dengan yang diinginkan mulai dari ketepatan si stem pembacaan hingga pengiri man dan penampilan data yang di kirim. Jarak yang dapat dijangkau oleh alat ini sejauh 40 meter. Jarak tersebut di hitung dari antena pengirim hingga antena penerima. Dengan demikian jarak 40 meter merupakan jarak yang efektif dalam pengoperasiannya.
5.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Visual Docking Guidance System untuk parking stand pesawat terbang dirancang dengan melalui proses perancangan sistem Led Dotmatrix. 2. Performa transmitter pada alat ini memiliki jangkauan hingga 40 meter. 3. Waktu yang dibutuhkan alat ini untuk memarkirkan model pesawat terbang adalah 30 detik.
Daftar Pustaka [1]
[2]
[3] [4]
[5]
Cooray V., 2010,” Lightning Protection”, Institution of Engineering and Technology, London, United Kingdom Sirait & Zorro., 1987,”Proteksi Terhadap Tegangan Lebih”, Jurusan Teknik Elektro FTI ITB. Tobing L.B., 2003,”Peralatan Tegangan Tinggi”, PT Gramedia Pustaka Utama. …………….,2010, “Overvoltage protection, Chapter J, Schneider Electric - Electrical installation guide 2010 …………, Zoro R., 2009,“Induksi dan Konduksi Gelombang Elektromagnetik akibat sambaran petir pada Jaringan Tegangan
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta | 281
Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
282 | Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta