ORIGINAL ARTICLE
Peran Skor COPD Aseessment Test (CAT) sebagai Prediktor Kejadian Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada Jemaah Haji Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 Muhammad I Mokoagow1, Anna Uyainah2, Suharko Subardi3, Cleopas M Rumende2, Zulkifli Amin2 2
1 Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Divisi Respirologi dan Perawatan Penyakit Kritis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM 3 Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
ABSTRACT
Backrgound: Chronic Obsructive Pulmonary Disease (COPD) contributes to health problems during pilgrimage. Idenfticiation of individuals at risk of developing acute exacerbation during pilgrimage is important and therefore the use of CAT in predicting such risk in this special population merits further investigation. Objective: To evaluate CAT score as predictor of acute exacerbation in pilgrims with COPD. Methods: Prospective cohort sudy in pilgrims of DKI Jakarta Province in 2012. Subjects filled in CAT prior to departure. Diary cards to record acute exacerbation symptoms were given to subjects and their flight group doctors. Upon arrival at disembarkation point, interview, examination, and card collection were conducted. Acute exacerbation was determined according to diary cards and pilgrims’ health books. Results: Sixty one subjects recruited (93.4% male; mean age 58.8±8.5 years) and 57.4% subjects developed acute exacerbation. CAT score 0–25 (mean 8.2±5.5) and 63.9% were in mild CAT category (score<10). Relative Risk was 1.33, Positive Predictive Value 0.68 and AUC 0.773. Median CAT score for acute exacerbation was 9 dan non acute exacerbation 4 (p<0.0001, Uji Mann-Whitney). Conclusion: Numbers of acute exacerbation increased in moderate-severe CAT category but not statistically significant and CAT score has the ability to predict acute exacerbation. Key words: CAT score, acute exacerbation, COPD, pilgrims.
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berkontribusi terhadap masalah kesehatan selama penyelenggaraan haji. Identifikasi individu berisiko mengalami eksaserbasi akut selama pelaksanaan haji penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, penggunaan CAT dalam memprediksi risiko tersebut pada populasi khusus ini perlu diteliti. Tujuan: Mengevaluasi skor CAT sebagai prediktor kejadian eksaserbasi akut pada jemaah haji dengan PPOK. Metode: Penelitian kohort prospektif pada jemaah haji Embarkasi Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Subjek mengisi CAT sebelum keberangkatan. Selanjutnya diberikan kartu pencatatan gejala eksaserbasi akut kepada subjek dan dokter kelompok terbang (kloter). Saat kepulangan di tempat disembarkasi, dilakukan wawancara, pemeriksaan, dan pengumpulan kembali kartu pencatatan. Eksaserbasi akut ditentukan dari kartu pencatatan harian dan buku kesehatan haji jemaah. Hasil: Sebanyak 61 subjek direkrut (93,4% laki-laki; rerata usia 58,8±8,5 tahun) dan 57,4% subjek mengalami eksaserbasi akut. Skor CAT berkisar 0–25 (rerata 8,2±5,5) dan 63,9% tergolong kategori CAT ringan (skor<10). Didapatkan Risiko Relatif sebesar 1,33, Nilai Duga Positif: 0,68, dan AUC 0,773. Median skor CAT kelompok eksaserbasi akut 9 dan kelompok tidak eksaerbasi akut 4 (p<0.0001 Uji Mann-Whitney). Kesimpulan: Terdapat peningkatan kejadian eksaserbasi akut pada jemaah haji dengan CAT kategori sedangberat namun belum bermakna secara statistik dan skor CAT memiliki kemampuan untuk memprediksi terjadinya eksaserbasi akut. Kata kunci: skor CAT, eksaserbasi akut, PPOK, jemaah haji.
56
Korespondensi: dr. Muhammad I.Mokoagow,SpPD Email:
[email protected]
Indonesian Journal of
CHEST
Critical and Emergency Medicine
Vol. 1, No. 2 June - August 2014
Peran Skor CAT sebagai Prediktor Kejadian Eksaserbasi Akut PPOK
PENDAHULUAN Ibadah haji merupakan rukun Islam wajib yang dilakukan oleh setiap muslim pada bulan Dzulhijjah setiap tahunnya di Arab Saudi. Sekitar 2,5–3 juta orang menjadi jemaah haji setiap tahunnya dan hampir 10% berasal dari Indonesia. Pada tahun 2010, diperkirakan terdapat 2,8 juta jemaah haji dari seluruh dunia dan 222.930 jemaah di antaranya berasal dari Indonesia.1-3 Pelaksanaan ibadah haji melibatkan beragam aktivitas fisik berat yang dilakukan secara berkesinambungan.4-6 Terdapat pula beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja fisik seorang jemaah haji seperti: suhu lingkungan yang tinggi, paparan sinar matahari, kelembaban yang rendah, lingkungan manusia yang padat, dan risiko infeksi saluran pernapasan.7-10 Pada jemaah haji dengan penyakit menahun, keseluruhan faktor tersebut dapat menghambat pelaksanaan ibadah haji dan pada kondisi ekstrim dapat terjadi kelelahan akibat panas (heat exhaustion) dan serangan panas (heat stroke).11-13 Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) berkontribusi terhadap kemampuan aktivitas fisik seseorang. PPOK merupakan penyebab kematian keempat di dunia dengan prevalensi sebesar 3–23% di berbagai negara. Angka mortalitas akibat PPOK diperkirakan sekitar 4,4 – 130/100.000 penduduk.14,15 Sekalipun belum terdapat data yang akurat, diperkirakan terdapat 4,8 juta orang dengan PPOK di Indonesia dengan prevalensi sebesar 5,6 %.16 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) merekomendasikan penilaian multidimensi yang disebut Penilaian PPOK Gabungan yang menggabungkan derajat obstruksi atau riwayat eksaserbasi akut dan penilaian dari gejala/dampak yang dirasakan oleh penderita.14 Penilaian klasifikasi spirometrik saja seringkali tidak mewakili dampak PPOK terhadap kualitas hidup penderitanya.17 Penilaian kuantitatif gejala, diwakili COPD Assessment Test (CAT), ditujukan untuk mengevaluasi dampak kesehatan pada penderita.14,18 Instrumen ini telah divalidasi di beberapa negara Eropa serta Amerika Serikat dan memiliki korelasi yang baik dengan St George Respiratory Questionnaire (SGRQ) yang lebih kompleks.18-20 CAT yang telah diterjemahkan ke dalam 61 bahasa dan di Asia telah divalidasi secara bersama termasuk di Indonesia.18, 21 Uji ini berisikan 8 pertanyaan dengan skor antara 0 – 5 sehingga nilai total akan berkisar antara 0 dan 40. Semakin besar
skor seseorang makin tinggi dampak PPOK terhadap status kesehatan pasien. Pengisian kuesioner dalam CAT dilakukan secara langsung oleh pasien dan dapat dilakukan secara online.14,18 Pada pelaksanaan ibadah haji, PPOK merupakan permasalahan tersendiri. Penelitian pada jemaah haji Malaysia memperlihatkan bahwa PPOK terkait dengan durasi batuk yang lebih lama dibandingkan kontrol.22 PPOK dan asma merupakan penyebab utama terjadinya sepsis berat yang masuk dalam perawatan intensif.23 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) sendiri melaporkan bahwa angka perawatan jemaah haji dengan PPOK adalah sebesar 7,21 % pada tahun 2010.2 Eksaserbasi akut PPOK berdampak besar terhadap penurunan kondisi faal paru, kualitas hidup, serta berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.24 Roisin mendefinisikan eksaserbasi akut terjadi apabila ada keluhan saluran nafas yang memburuk minimal dua hari disertai adanya kunjungan ke dokter untuk pengobatan atau kunjungan ke rumah sakit untuk perawatan, atau adanya perubahan pengobatan seperti penambahan terapi antibiotik dan dosis steroid.25 Pencegahan eksaserbasi akut merupakan upaya penting untuk menghambat perburukan perjalanan penyakit dan penentuan faktor prediktor berkontribusi besar terhadap upaya preventif tersebut. Saat pelaksanaan ibadah haji, penderita PPOK berpeluang untuk mengalami eksaserbasi akut dan identifikasi kelompok berisiko menjadi hal penting. Kajian pada jemaah haji dengan PPOK memperlihatkan bahwa derajat obstruksi saluran napas umumnya ringan dan sebagian besar belum pernah terdiagnosis.27 Penggunaan parameter spirometrik maupun riwayat eksaserbasi akut sebelumnya pada jemaah haji tidak dapat dijadikan tolok ukur identifikasi risiko. Elemen Penilaian PPOK Gabungan yang mungkin dapat memprediksi kejadian eksaserbasi akut adalah evaluasi terhadap dampak PPOK secara kuantitatif dengan menggunakan CAT yang dirancang untuk menilai dampak kesehatan akibat PPOK.18,19 CAT telah digunakan dalam menilai perubahan kualitas hidup dan luaran program rehabilitasi paru pasca kejadian eksaserbasi akut serta untuk menilai derajat keparahan eksaserbasi akut.28–31 Selain itu, CAT juga telah dikaji perannya sebagai penapis dalam mendiagnosis PPOK.33,34 Penggunaannya yang sederhana dan nilai terukur
Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
57
Muhammad I Mokoagow, Anna Uyainah, Suharko Subardi, Cleopas M Rumende, Zulkifli Amin
yang diberikan menyebabkan CAT memiliki kegunaan praktis dalam menilai berbagai aspek terkait PPOK. Berdasarkan hal tersebut, CAT diperkirakan memiliki potensi sebagai prediktor kejadian eksaserbasi akut pada populasi jemaah haji dengan PPOK.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kohort prospektif ini dilakukan di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta sebelum pemberangkatan ke Arab Saudi dan di Terminal Haji Bandara Soekarno–Hatta saat kedatangan jemaah haji di Jakarta yang berlangsung dari September hingga Desember 2012. Populasi target penelitian ini adalah semua calon jemaah haji dengan PPOK atau gejala klinis PPOK yang datang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Sementara itu, populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua calon jemaah haji Provinsi DKI Jakarta dengan PPOK atau gejala klinis PPOK yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Embarkasi Pondok Gede sebelum keberangkatan tahun 2012. Sampel penelitian adalah seluruh jemaah haji yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan telah menandatangani surat persetujuan informed consent untuk ikut serta dalam penelitian. Kriteria penerimaan dalam penelitian ini adalah jemaah haji Embarkasi Provinsi DKI Jakarta tahun 2012, berusia > 40 tahun, terdiagnosis PPOK, dan bersedia ikut dalam penelitian. Sementara kriteria penolakan sampel: memiliki kontraindikasi untuk melakukan spirometri dan tidak bersedia mengisi lembar penilaian CAT. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif pada seluruh kelompok terbang (kloter) haji Provinsi DKI Jakarta saat pemeriksaan kesehatan akhir pra-keberangkatan. Bekerja sama dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan tim peneliti melakukan penapisan faktor risiko PPOK pada jemaah haji yang datang. Jemaah haji yang tersaring diminta untuk menjalani pemeriksaan kesehatan lebih lanjut setelah sebelumnya dijelaskan bahwa prosedur tersebut tidak mempengaruhi keberangkatan mereka yang sudah terjadwal berdasarkan kloter masing-masing. Selanjutnya spirometri dilakukan untuk memastikan diagnosis PPOK. Subjek penelitian mengisi CAT dan menjalani pemeriksaan uji jalan. Sebelum mengisi kuesioner CAT, peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada subjek. Subjek kemudian memilih 58
nilai dari skala 0 – 5 untuk tiap pertanyaan dalam CAT. Peneliti hanya membantu menjelaskan apabila terdapat pertanyaan dari subjek penelitian terkait 8 pertanyaan dalam CAT. Setelah seluruh pertanyaan terjawab, peneliti menjumlahkan skor ke dalam kolom yang tersedia. Kepada jemaah haji dengan PPOK diberikan kartu pemantauan kondisi selama di Arab Saudi setelah sebelumnya diberikan penjelasan cara pengisian kartu pemantauan tersebut. Kartu serupa juga diberikan kepada dokter kloter yang dalam kelompoknya terdapat subjek penelitian setelah sebelumnya diberikan penjelasan tentang pemantauan subjek penelitian. Data yang dikumpulkan mencakup: (1) Karakteristik sampel (usia, jenis kelamin, tempat tinggal, kebiasaan konsumsi rokok, pekerjaan, berat badan, dan tinggi badan), (2) Pemeriksaan fisik, (3) Spirometri: dilakukan 3 kali dalam posisi berdiri dan diambil nilai terbaik, dan (4) Penilaian melalui kuesioner CAT. Saat kembali ke tanah air, tim peneliti menemui subjek penelitian serta dokter kloter di terminal haji Bandara Soekarno-Hatta. Dilakukan wawancara singkat baik kepada subjek penelitian dan dokter kloter terkait kondisi subjek selama di Arab Saudi. Di samping itu, dilakukan pengumpulan kartu pemantauan gejala dan dokumentasi buku kesehatan jemaah haji. Keseluruhan data tersebut merupakan acuan untuk menentukan adanya eksaserbasi akut oleh tim panel. Data hasil penelitian dicatat dalam formulir penelitian dan selanjutnya ditabulasi. Proses validasi data dilakukan untuk menjamin keabsahan data yang direkam kemudian dilakukan proses pengolahan data menggunakan perangkat SPSS versi 17.0.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian direkrut pada saat pemeriksaan kesehatan haji di Puskesmas atau Embarkasi Jakarta sebelum keberangkatan jemaah haji ke Saudi Arabia. Dari sejumlah 7.074 jemaah haji Provinsi DKI Jakarta yang tercatat dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) tahun 2012, dilakukan perekrutan subjek berdasarkan seleksi anamnesis faktor risiko PPOK dan data buku kesehatan haji jemaah. Berdasarkan seleksi tersebut didapatkan 516 jemaah yang memiliki faktor risiko PPOK sesuai kriteria seleksi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri untuk menentukan
Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
Peran Skor CAT sebagai Prediktor Kejadian Eksaserbasi Akut PPOK
Tabel 2. Karakteristik Kejadian Eksaserbasi Akut (n=61)
diagnosis PPOK. Pada penelitian ini didapatkan 61 jemaah dengan PPOK. Tabel 1 memperlihatkan karakteristik subjek penelitian ini. Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Kejadian (%)
Usia ≥ 60 tahun < 60 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Klasifikasi Spirometri GOLD 1 GOLD 2 GOLD 3 GOLD 4 Penilaian PPOK Gabungan Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D
Eksaserbasi Akut (n=35)
Tidak Eksaserbasi akut (n=26)
Total
17 (63) 18 (52,9)
10 (37) 16(47,1)
27 34
33 (57,8) 2 (50)
24 (42,1) 2 (50)
57 4
18 (54,5) 15 (60) 2 (66,7)
15 (45,5) 10 (40) 1 (33,3)
33 25 3
0
0
0
20 (51,3) 14 (66,7) 0 1(100)
19 (48,7) 7 (33,3) 0 0 (0)
39 21 0 1
Kejadian Eksaserbasi Akut PPOK Sebanyak 35 orang (57,4%) jemaah haji mengalami eksaserbasi akut PPOK selama di Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, eksaserbasi akut PPOK lebih banyak terjadi pada jemaah berusia kurang dari 60 tahun, jenis kelamin laki-laki, klasifikasi spirometri GOLD 1, dan Penilaian PPOK Gabungan kelompok A. Karakteristik kejadian eksaserbasi akut pada penelitian ini diperlihatkan secara rinci dalam tabel 2. Penilaian CAT pada Subjek Penelitian Skor CAT dalam penelitian ini masuk ke dalam kategori ringan hingga sedang – berat dengan rerata skor CAT sebesar 8,2 ± 5,5. Hampir dua pertiga dari subjek penelitian memiliki total skor kurang dari 10 (kategori ringan). Tabel 3 – 5 memperlihatkan secara rinci sebaran skor CAT dalam penelitian ini.
Hubungan Kategori CAT dengan Kejadian Eksaserbasi Akut dan Kemampuan Prediksi Skor CAT Dilakukan tabulasi silang 2x2 antara kategori CAT sedang–berat (skor CAT 10-40) atau ringan (skor CAT <10) dan kejadian eksaserbasi akut. Selanjutnya, dari analisis Kai-kuadrat didapatkan nilai 1,643 dengan df 1; nilai p (2 arah) sebesar 0,200.
Kejadian (%) Eksaserbasi Akut (n=35)
Tidak Eksaserbasi akut (n=26)
Total
17 (63) 18 (52,9)
10 (37) 16(47,1)
27 34
33 (57,8) 2 (50)
24 (42,1) 2 (50)
57 4
18 (54,5) 15 (60) 2 (66,7) 0
15 (45,5) 10 (40) 1 (33,3) 0
33 25 3 0
20 (51,3) 14 (66,7) 0 1(100)
19 (48,7) 7 (33,3) 0 0 (0)
39 21 0 1
Usia ≥ 60 tahun < 60 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Klasifikasi Spirometri GOLD 1 GOLD 2 GOLD 3 GOLD 4 Penilaian PPOK Gabungan Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D
Tabel 3. Sebaran CAT Berdasarkan Kejadian Eksaserbasi Akut Kategori CAT
n (%)
Ringan (<10)
39 (63,9)
Sedang – Berat (≥10)
22 (36,1)
Tabel 4. Sebaran Kejadian Eksaserbasi Akut Kejadian (%)
Ringan (<10)
20 (51,3)
Tidak Eksaserbasi akut (n=26) 19 (48,7)
Sedang - Berat (≥10)
15 (68,2)
7 (31,8)
Kategori CAT
Eksaserbasi Akut (n=35)
Total
22
39
Tabel 5. Sebaran Berdasarkan Penilaian PPOK Gabungan Kategori CAT Sedang – Berat (≥ 10) Ringan (<10) Total
Penilaian PPOK Gabungan A
B
C
D
1 38 39
20 1 21
0 0 0
1 0 1
Total 22 39 61
Untuk menilai kemampuan skor CAT dalam memprediksi kejadian eksaserbasi akut dapat digunakan beberapa nilai antara lain: Risiko Relatif (RR), nilai duga (predictive value), dan Receiver Operator Curve (ROC) beserta nilai Area Under Curve (AUC) berikut. Perhitungan RR menunjukkan peningkatan risiko pada jemaah haji dengan PPOK yang masuk ke dalam kelompok CAT kategori sedang-berat dengan RR sebesar 1,33 (IK95% 0,875 –2,020). Sementara perhitungan nilai prediksi mendapatkan nilai Nilai
Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
59
inganmenilai (skor CAT <10) dan skor kejadian akut. Selanjutnya, dari eksaserbasi analisis Kai-akut ntuk kemampuan CATeksaserbasi dalam memprediksi kejadian
gan RR menunjukkan peningkatan risiko pada jemaah haji dengan PPOK
at didapatkan nilai 1,643 dengan df 1; nilai p (2 arah) sebesar 0,200.
unakan beberapa nilai antara lain: Risiko Relatif (RR), nilai duga (predictive value),
dalam kelompok CAT kategori sedang-berat dengan RR Untuk menilai kemampuan skor CAT dalam memprediksi kejadian Muhammad I Mokoagow, Anna Uyainah, Suharko Subardi, Cleopas M Rumende,eksaserbasi Zulkiflisebesar Amin akut1,33 (IK95%
ver Operator Curve (ROC) beserta nilai Area Under Curve (AUC) berikut.
digunakan beberapa nilai antara lain: Risiko Relatif (RR), nilai duga (predictive value),
Sementara nilai prediksi nilaidengan NilaiPPOK Duga rhitungan RR perhitungan menunjukkan peningkatan risikomendapatkan pada jemaah haji
Positif
Sensitivitas
60
Sensitivitas
Sensitivitas
eceiver Operator Curve (ROC) beserta nilai Area Under Curve (AUC) berikut. Dugasebesar Positif (Positive Predictive Value) sebesar calon jemaah Negatif haji DKI Jakarta tahun 2012 yaitu ctive Value) (IK95% 0,47 – 0,84) dan dari Nilai Duga uk ke dalam kelompok CAT0,68 kategori sedang-berat dengan RR sebesar 1,33 (IK95% Perhitungan RR menunjukkan peningkatan risiko pada jemaah haji dengan PPOK 0,68 (IK95% 0,47 – 0,84) dan Nilai Duga Negatif sebesar 45,2% dan 54,8% berturut-turut untuk calon 020). perhitungan nilai prediksi0,34 mendapatkan nilai Nilai Duga Positif masuk ke dalam kelompok CAT RR sebesar 1,33 (IK95% ctiveSementara Value) sebesar 0,49kategori (IK95% –dengan 0,64). Dengan menggunakan piranti (Negative Predictive Value)sedang-berat sebesar 0,49 (IK95% 0,34 jemaah haji laki-laki dan perempuan.3 Sekalipun di masa Predictive Value) sebesar 0,68 (IK95% 0,47 – 0,84) dan Nilai Duga Negatif –2,020). Sementara perhitungan prediksipiranti mendapatkan nilai Nilai Duga Positif PPOK didominasi laki-laki, telah terjadi Dengan menggunakan lunak statistik lalu prevalensi didapatkan– 0,64). kurva ROC nilai sebagai pada Gambar 1 dan perhitungan AUC didapatkan kurva ROC sebagai pada 1 dan peningkatan prevalensi dan angka kematian akibat Predictive Value) sebesar 0,49 (IK95% 0,34 – 0,64). menggunakan piranti ive Predictive Value) sebesar 0,68 (IK95% 0,47 – Gambar 0,84)Dengan dan Nilai Duga Negatif perhitungan AUC mendapatkan hasil sebesar 0,773 PPOK pada perempuan seiring peningkatan konsumsi asil sebesar 0,773 dengan IK 95% 0,647–0,898. tive Predictive Value) sebesar 0,49 sebagai (IK95% 0,34 – 0,64). Dengan menggunakan piranti tistik didapatkan kurva ROC pada Gambar 1 dan perhitungan AUC dengan IK 95% 0,647–0,898. tembakau di kalangan perempuan.14,63 Di Indonesia, statistik didapatkan kurva ROCIKsebagai pada Gambar 1 dan perhitungan kan hasil sebesar 0,773 dengan 95% 0,647–0,898. estimasiAUC prevalensi PPOK pada laki-laki umur di atas 30 tahun sebesar 1,6% dan perempuan 0,9%.64 apatkan hasil sebesar 0,773 dengan IK 95% 0,647–0,898. Konsumsi tembakau yang tinggi pada laki-laki di Indonesia mungkin berperan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 mendapatkan sebesar 65,9% laki-laki merupakan perokok aktif dan 9,4% lainnya merupakan kelompok pernah merokok dan telah berhenti setidaknya satu tahun terakhir.65 Sebagai faktor risiko, kebiasaan merokok berkontribusi terhadap terjadinya PPOK pada laki-laki.14 Oleh karenanya, dominasi subjek laki-laki pada penelitian ini diharapkan dapat mewakili kondisi umum pada Spesifisitas 11––Spesifisitas populasi di Indonesia. 1 – Spesifisitas Gambar 1. Kurva ROC Rerata indeks massa tubuh (IMT) subjek Gambar1. 1. Kurva Kurva ROC Gambar ROC penelitian adalah 23,35±4,3 kg/m2 atau dalam kisaran Gambar 1. Kurva ROC Tambahan Hasil Tambahan normal hingga obesitas menurut kriteria Asia Pasifik. mbahan Dilakukan Uji Shapiro-Wilk untuk melihat IMT yang tidak rendah pada subjek pada penelitian Uji Shapiro-Wilk untuk melihat sebaran data pada kedua kelompok skor nDilakukan lakukan Uji sebaran Shapiro-Wilk untuk melihat sebaran data pada kedua kelompok skor data pada kedua kelompok skor CAT. Pada ini tidak mencerminkan peran IMT dalam terjadinya Pada kelompok eksaserbasi akut didapatkan nilai 0.171 yang mencerminkan sebaran kelompok eksaserbasi akut didapatkan nilai 0.171 PPOK. Laki-laki dengan IMT yang rendah memiliki a kelompok eksaserbasi akut didapatkan nilai 0.171 yang mencerminkan sebaran an Uji Shapiro-Wilk untuk melihat sebaran data pada kedua kelompok skor l sementara pada kelompok tidak eksaserbasi akut didapatkan sebaran yang tidak yang mencerminkan sebaran normal sementara risiko lebih tinggi untuk menderita PPOK.66 Hal serupa ementara pada kelompok tidak eksaserbasi akut didapatkan sebaran yang tidak dari Studi PLATINO pada populasi kelompok tidak eksaserbasi dilaporkan l (p = 0,011). pada Berdasarkan hal tersebut, median skorakut CATdidapatkan yang mengalamijuga eksaserbasi ompok eksaserbasi akut didapatkan nilai 0.171 yang mencerminkan sebaran sebaran yang normal (p = 0,011). Berdasarkan Latineksaserbasi Amerika yang menemukan proporsi kelompok = 0,011). Berdasarkan haltidak tersebut, median skor CAT yang mengalami dalah 9 (nilai minimum 1; maksimum 25) dan kelompok tidak eksaserbasi akut median hal tersebut, tidak median skor CAT yang dengan IMT rendah ara padaminimum kelompok akutmengalami didapatkan yang atau tidaknormal lebih besar pada h 9 (nilai 1; maksimumeksaserbasi 25) dan kelompok tidak eksaserbasi sebaran akut median eksaserbasi akut adalah 9 (nilai minimum 1; kelompok PPOK dibandingkan bukan PPOK dan IMT maksimum dan kelompok tidak skor eksaserbasi rendah dikaitkan dengan derajat GOLD 3-4.67 11). Berdasarkan hal25)tersebut, median CATakut yang mengalami eksaserbasi median 4 (nilai minimum 0; maksimum 17). Untuk Hampir seluruh subjek penelitian (95,1%) dan kelompok tidak akut keparahan median obstruksi ringan dan nilai minimum 1; maksimum mengetahui kemaknaan25) perbedaan nilai tengah di eksaserbasi memiliki derajat antara kedua kelompok tersebut dipilih uji Mannsedang (GOLD1 dan 2), hanya 3 orang jemaah Whitney U. Berdasarkan hasil perhitungan dengan memenuhi kriteria GOLD 3 (berat), dan tidak ada menggunakan program peranti lunak didapatkan nilai subjek penelitian yang memiliki berada dalam GOLD p (2-arah) sebesar < 0,0001. 4 (sangat berat). Temuan ini mungkin terkait dengan kondisi bahwa seluruh subjek penelitian belum DISKUSI pernah didiagnosis PPOK saat direkrut oleh penelitian ini. Hal ini mengesankan bahwa limitasi aliran udara Karakteristik Subjek Penelitian yang ada pada jemaah haji dengan PPOK tersebut Lebih dari setengah dari jumlah subjek belum berdampak terhadap status kesehatan mereka. penelitian berusia kurang dari 60 tahun (55,7%) Kondisi PPOK yang tidak terdiagnosis ini tidak jarang dengan rerata usia sebesar 58,5 ± 8,5, serupa dengan dijumpai, bahkan GOLD sendiri memperkirakan penelitian PPOK jemaah haji sebelumnya dan data prevalensi PPOK sebenarnya lebih tinggi dari yang 2,3,27 jemaah haji Kementerian Kesehatan RI. Dari 61 dilaporkan.14,68,69 subjek penelitian ini, 93,4% berjenis kelamin laki-laki. Ketika dilakukan Penilaian PPOK Gabungan, Proporsi ini berbeda dengan proporsi jenis kelamin hampir seluruh subjek penelitian berada pada Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
Peran Skor CAT sebagai Prediktor Kejadian Eksaserbasi Akut PPOK
kelompok A dan B. Bila dibandingkan, proporsi jemaah haji dengan PPOK pada Kelompok A dua kali lebih besar dibandingkan Kelompok B sekalipun memiliki derajat obstruksi saluran napas yang sama (GOLD 1 atau 2). Kondisi ini sebenarnya memberikan peluang untuk melakukan upaya pencegahan perburukan kondisi PPOK di masa mendatang.
Kejadian Eksaserbasi Akut PPOK Angka eksaserbasi yang didapatkan pada penelitian ini cukup besar (57,4%). Kejadian eksaserbasi sendiri tidak selalu dapat terdokumentasikan dengan baik. Data eksaserbasi akut dari Inggris memperlihatkan 0,9% dari seluruh 11,7 juta kasus yang masuk perawatan rumah sakit dan 2,4% dari 4,2 juta kasus yang masuk perawatan medis darurat dalam kurun waktu 2003-2004. Pada layanan primer, estimasi pertambahan jumlah konsultasi ke dokter umum terkait eksaserbasi akut berkisar antara 1,46– 4,5 kali kunjungan/tahun. Data lain memperlihatkan rerata eksaserbasi antara 2,5–3 kali/tahun dan sekitar 50% dari kejadian tersebut tidak dilaporkan namun terdokumentasi dalam kartu catatan harian.70,71 Baik pada kelompok usia ≥60 tahun maupun < 60 tahun terlihat bahwa kejadian eksaserbasi akut tinggi. Namun demikian, apabila dibandingkan maka terlihat bahwa persentase subjek yang mengalami eksaserbasi akut lebih besar pada mereka yang berusia 60 tahun atau lebih (63% vs. 52,9%). Usia lanjut memang merupakan faktor penting dalam prevalensi PPOK dan prediktor dari prognosis buruk pada eksaserbasi akut. 74,75 Kejadian eksaserbasi akut pada kedua jender cenderung berimbang, laki-laki (57,8% vs. 42,1%) dan perempuan (50% vs.50%) namun jumlah subjek perempuan dalam penelitian ini sedikit sehingga tidak mungkin untuk dianalisis lebih lanjut. Diduga bahwa perempuan memiliki kerentanan terhadap efek merokok pada PPOK.76 Namun, belum ada kajian yang 80 60 40
45.5
Penilaian CAT pada Subjek Penelitian Skor CAT pada penelitian ini berkisar antara 0 – 25. Persentase subjek dengan skor CAT ≥ 10 sebesar 36,1% sementara persentase dengan skor CAT rendah (<10) 1,8 kali lebih besar (36,1% vs. 63,9%). Temuan ini memperlihatkan bahwa gejala yang dipersepsikan oleh jemaah dengan PPOK tidak berdampak besar terhadap status kesehatan mereka. Hal ini sejalan dengan kondisi bahwa seluruh subjek dalam penelitian ini baru terdiagnosis PPOK saat akan berangkat ke tanah suci. Nilai skor CAT keseluruhan terdistribusi normal dengan nila rerata sebesar 8,2±5,5. Nilai rerata skor CAT yang didapatkan penelitian cukup rendah dibandingkan studi validasi awal CAT (16±7,4 – 21,5±9,9), studi pada populasi umum di Eropa (17,7±8,4), dan studi validasi di Asia (17,7±8,2).19–21 Perbedaan tersebut mungkin terjadi karena terdapat perbedaan karakteristik subjek dari dari penelitian ini yang umumnya memiliki derajat obstruksi yang lebih ringan tersebut dengan rerata FEV1% prediksi 78,5 ±17,5 dibandingkan ketiga studi tersebut (52 ±19 pada studi validasi awal, 56,7± 20,1 pada studi populasi umum di Eropa, dan 52,08 ± 20,29 pada studi validasi di Asia. 19–21 Angka kejadian eksaserbasi akut pada penelitian ini tinggi tanpa memandang skor CAT. Meskipun demikian, persentase eksaserbasi akut pada kategori 66.7
60
54.5
melihat efek jender terhadap kejadian eksaserbasi akut PPOK yang mungkin dikarenakan prevalensi PPOK pada perempuan yang lebih rendah dalam populasi. Sekalipun FEV1% prediksi pada subjek penelitian ini berada dalam kategori GOLD 1 dan 2, angka kejadian eksaserbasi yang didapatkan cukup tinggi. Apabila dilakukan analisis lebih lanjut terhadap proporsi berdasarkan klasifikasi spirometri GOLD tersebut, terlihat kecenderungan untuk meningkat seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.
40
Eksaserbasi Akut Tidak Eksaserbasi Akut
33.3
20 0
GOLD 1
GOLD 2
GOLD 3
Gambar 2. Proporsi Kejadian Eksaserbasi Akut Menurut Klasifikasi GOLD
Gambar 2. Proporsi Kejadian Eksaserbasi Akut Menurut Klasifikasi GOLD Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
Penilaian CAT pada Subjek Penelitian
Skor CAT pada penelitian ini berkisar antara 0 – 25. Persentase subjek dengan skor
61
Muhammad I Mokoagow, Anna Uyainah, Suharko Subardi, Cleopas M Rumende, Zulkifli Amin
Skor CAT sedang-berat lebih besar dibandingkan kategori ringan (68,2% vs. 51,3%).
Hubungan antara Kategori CAT dengan Kejadian Eksaserbasi Akut dan Kemampuan Prediksi skor CAT CAT dirancang untuk menilai dampak kesehatan akibat PPOK.18,19 Instrumen ini telah diperlihatkan mampu menilai perubahan kualitas hidup dan sebagai alat pengukur luaran dalam rehabilitasi paru setelah kejadian eksaserbasi akut.28–30 Selain itu, CAT juga dapat dipergunakan untuk menilai derajat keparahan eksaserbasi akut.31 Namun, publikasi studi yang menggunakan skor CAT sebagai prediktor terjadinya eksaserbasi akut belum pada jemaah haji, sejauh yang diketahui, belum ada. Dari penelusuran kepustakaan, terdapat 1studi observasional prospektif multisenter yang menggunakan CAT sebagai prediktor eksaserbasi akut pada populasi umum tetapi hasil dari studi tersebut belum dipublikasikan.77 Studi-studi TORCH, Uplift, dan Eclipse menghubungkan antara derajat obstruksi dan risiko eksaserbasi akut. Hanya saja, data tersebut lebih menggambarkan kondisi derajat spirometri sedang hingga sangat berat.54,46,57 Prediktor yang dapat memperkirakan penderita PPOK akan sering mengalami eksaserbasi akut (≥2 kali/ tahun) adalah riwayat kejadian eksaserbasi akut sebelumnya. 14,55 Beberapa parameter di atas tidak mudah diaplikasikan pada populasi khusus jemaah haji yang umumnya tidak memiliki derajat obstruksi lanjut ataupun riwayat eksaserbasi akut sebelumnya. Oleh karenanya, penggunaan skor CAT sebagai prediktor memberikan pilihan untuk menentukan kelompok jemaah haji berisiko mengalami eksaserbasi akut. Penelitian ini mendapatkan peningkatan proporsi kejadian eksaserbasi akut sebesar 16,9% pada kelompok kategori CAT sedang-berat. Peningkatan ini penting untuk dicermati karena eksaserbasi akut dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan kualitas hidup.48,49 Hanya saja, peningkatan kejadian tersebut tidak bermakna secara statistik dan diperlukan ukuran sampel yang lebih besar. Perhitungan estimasi risiko memperlihatkan bahwa kelompok dengan kategori skor CAT sedang– berat berisiko 1,33 kali lebih tinggi untuk mengalami eksaserbasi akut dibandingkan kelompok dengan kategori skor CAT ringan. (RR 1,33; IK 95% sebesar 0,875–2,020). Sekalipun tidak bermakna, arah positif dari hubungan tersebut yang mengesankan 62
bahwa jemaah dengan PPOK yang memiliki skor CAT lebih tinggi berisiko lebih besar untuk mengalami eksaserbasi akut namun hubungan tersebut belum bermakna secara statistik. Peningkatan risiko sebesar 30% pada kelompok dengan skor CAT tinggi memiliki kepentingan secara klinis mengingat eksaserbasi akut merupakan episode penting yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit PPOK. Kemampuan prediksi skor CAT yang diperlihatkan oleh Nilai Duga Positif yang lebih dari 0,68. Dengan nilai tersebut dapat dikatakan bahwa jika terdapat 100 calon jemaah haji dengan PPOK yang memiliki skor CAT kategori sedang–berat, 68 orang akan mengalami eksaserbasi akut apabila tidak dilakukan tindakan intervensi yang memadai. Kurva ROC yang didapatkan dari penelitian ini juga memperlihatkan kurva berada pada daerah sebelah atas garis diagonal kurva ROC (Gambar 1). Garis diagonal sendiri mewakili tebakan acak (random guess) sehingga kurva ROC penelitian dapat dikatakan ini cukup baik. Sejalan dengan hal tersebut, perhitungan AUC dengan nilai 0,773 memperlihatkan bahwa skor CAT memiliki kemampuan prediksi sedang. Meskipun RR yang didapatkan belum bermakna, melihat nilai AUC dan PPV yang lebih dari 0,5 maka kemungkinan terjadinya eksaserbasi akut pada penelitian ini apabila mengacu pada skor CAT kategori sedang –berat bukanlah hanya berdasarkan peluang saja, sehingga dapat dikatakan bahwa skor CAT memiliki kemampuan untuk memprediksi kejadian eksaserbasi akut. Hasil Tambahan Pengujian non parametrik dengan menggunakan Mann-Whitney U mendapatkan perbedaan yang bermakna dari nilai tengah kedua kelompok tersebut. Sama dengan perbedaan rerata antarkedua kelompok tersebut, perbedaan nilai median juga sebesar 5. Perbedaan antara kedua kelompok yang diperlihatkan dalam penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang melihat perbedaan antara pasien PPOK stabil dengan yang mengalami eksaserbasi akut.19 Nilai skor CAT yang lebih tinggi pada kelompok yang lebih sering mengalami eksaserbasi akut juga diperlihatkan dalam suatu studi yang menilai kegunaan CAT dalam menilai derajat eksaserbasi akut.31 Dengan melihat nilai p yang sangat kecil yaitu kurang dari 0,0001, kecil kemungkinan bahwa perbedaan tersebut merupakan hanya kebetulan. Di
Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
Peran Skor CAT sebagai Prediktor Kejadian Eksaserbasi Akut PPOK
samping itu, apabila terdapat lebih banyak sampel pada kelompok tidak eksaserbasi akut maka sebaran data pada kelompok tersebut mungkin menjadi normal. Namun demikian, dalam pelaksanaannya hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena peneliti tidak bisa mengalokasikan subjek secara apriori. Kejadian eksaserbasi akut baru dapat diketahui setelah subjek menjalani ibadah haji di tanah suci. Adanya sekelompok jemaah haji dengan PPOK yang memiliki skor CAT tinggi sebelum keberangkatan pada penelitian ini dan kemudian mengalami eksaserbasi akut saat ibadah haji sebenarnya mengindikasikan bahwa kelompok tersebut sudah mengalami dampak PPOK terhadap status kesehatan sekalipun tidak satupun dari mereka telah didiagnosis PPOK. Identifikasi jemaah haji pra-keberangkatan dengan profil semacam itu memberikan peluang intervensi Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian Sejauh yang telah ditelusuri dari kepustakaan, belum tercatat laporan yang dipublikasikan tentang penggunaan CAT sebagai instrumen untuk mengevaluasi status kesehatan jemaah haji dengan PPOK pra-keberangkatan. Pada populasi khusus jemaah haji, penelitian ini memperlihatkan terjadinya peningkatan kejadian eksaserbasi akut pada kategori CAT sedang-berat. Penggunaan CAT memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan secara luas. CAT merupakan instrumen sederhana yang dapat dipergunakan secara luas Keterbatasan dari penelitian ini adalah: (1) kekuatan penelitian yang belum optimal untuk mendeteksi kemaknaan secara statisik dan perlu evaluasi lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar, (2) keterbatasan waktu untuk melakukan pemeriksaan pra-keberangkatan sedikit banyak telah mempengaruhi kemampuan untuk menjaring keseluruhan kloter, dan (3) penentuan eksaserbasi yang dilakukan berdasarkan data sekunder karena peneliti tidak ikut serta ke tanah suci. Sebagai upaya antisipasi dilakukan kerja sama dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan dan tim lain yang ada di lapangan untuk membantu menjaring jemaah haji yang memenuhi kriteria inklusi. Untuk memperkecil recall bias ataupun subjektivitas dari gejala eksaserbasi akut diupayakan beberapa langkah seperti: (1) peneliti utama pada penelitian divisi memberikan pembekalan
tentang PPOK pada jemaah haji kepada para dokter kloter, (2) diberikan kartu pemantauan gejala baik kepada dokter kloter maupun subjek penelitian yang memuat anjuran untuk melapor ke dokter kloter bila terjadi gejala saluran pernapasan beribadah haji, dan (3) buku kesehatan haji dari subjek penelitian didokumentasikan untuk kepentingan konfirmasi catatan kesehatan jemaah selama di Arab Saudi. Pemeriksaan spirometri yang dilakukan di embarbakasi untuk penegakan diagnosis membutuhkan waktu. Mengingat seluruh subjek penelitian baru terdiagnosis saat direkrut, pemeriksaan spirometri pada calon jemaah haji sebenarnya dapat dilakukan sebelumnya. Saat pemeriksaan kesehatan haji di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) beberapa bulan sebelum keberangkatan, identifikasi calon jemaah haji yang memiliki faktor-faktor risiko PPOK dapat dilakukan dan bila tidak terdapat fasilitas spirometri dapat dilakukan rujukan ke pusat layanan yang memiliki fasilitas tersebut.
KESIMPULAN
Terdapat peningkatan kejadian eksaserabasi akut pada kelompok kategori CAT sedang-berat dibandingkan kelompok kategori ringan yang penting secara klinis namun demikian belum didapatkan kemaknaan statistik dan Skor CAT memiliki kemampuan untuk memprediksi terjadinya eksaserbasi akut. Penilaian ini dapat dijadikan tolok ukur bagi petugas kesehatan haji untuk memberikan tatalaksana yang optimal pra-keberangkatan serta pemantauan petugas kesehatan haji saat melakukan ibadah haji agar tidak terjadi eksaserbasi akut di Arab Saudi. Peneliti menyarankan dilakukannya pelatihan khusus untuk meningkatkan kesadaran tentang PPOK pada petugas kesehatan agar mampu mengidentifikasi kasus tersangka dan melakukan proses skrining faktor-faktor risiko PPOK. Selain itu pemeriksaan spirometri pada jemaah haji dengan faktor risiko PPOK juga perlu dilakukan untuk mendiagnosis kasus PPOK saat melakukan pemeriksaan kesehatan beberapa bulan sebelum keberangkatan ke tanah suci dan keterbatasan layanan primer untuk melakukan pemeriksaan spirometri dapat diantisipasi dengan melakukan rujukan ke pusat layanan yang memiliki fasilitas tersebut.
Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
63
Muhammad I Mokoagow, Anna Uyainah, Suharko Subardi, Cleopas M Rumende, Zulkifli Amin
DAFTAR PUSTAKA 1. Central Department of Statistics and Informations Kingdom of Saudi Arabia. Hajj 2010 statistics. 2011. [cited 2011 Dec 18]; Available from: URL:http://www.cdsi.gov.sa/english. 2. Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan penyelenggaraan kesehatan Haji tahun 2010. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. 3. Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan penyelenggaraan kesehatan Haji tahun 2012. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013 4. Ahmed QA, Arabi YM, Memish ZA. Health risks at the Hajj. Lancet 2006 Mar 25; 367(9515):1008-15. 5. Gastrad AR, Sheikh A. Hajj: journey of a lifetime. BMJ 2005; 330:133–7 6. Al Shimemeri A. Cardiovascular disease in Hajj pilgrims.J Saudi Heart Assoc 2012; 24:123–127. 7. Memish ZA, Venkatesh S, Ahmed QA. Travel epidemiology: the Saudi perspective. Int J Antimicrob Agents 2003; 21(2):96-101. 8. Al-Anazi AF. Hajj 2011: A Unique Learning Experience for Final Year Emergency Medical Services Student. World Journal of Medical Sciences 2012; 7(2): 59-63. 9. Balkhy, H.H., Memish, Z.A., Bafaqeer, S. & Almuneef, M.A. Influenza a Common Viral Infection among Hajj Pilgrims: Time for Routine Surveillance and Vaccination. Journal of Travel Medicine 2004; 11: 82–86. 10. Al-Tawfiq JA, Memish ZA. The Hajj: updated health hazards and current recommendations for 2012. Euro Surveill 2012;17(41):pii=20295. Available from: URL: http://www. eurosurveillance.org/ViewArticle.aspx?ArticleId=20295 11. Afshin-Nia F, Dehkordi HM, Fazel MR, Ghanei M. How to reduce cardiovascular mortality and morbidity among Hajj Pilgrims: a multiphasic screening, intervention and assessment. Ann Saudi Med 1999; 19(1): 55–7. 12. Al Ghamdi SM, Akbar HO, Qari YA, Fathaldin OA, Al-Rashed RS. Patterns of admission to hospitals during Muslim pilgrimage (Hajj). Saudi Med J 2003; 24:1073-6. 13. Noweir MH, Bafail AO, Jomoah IM. Study of heat exposure during Hajj (pilgrimage). Environ Monit Assess. 2008 Dec; 147(1-3): 279-95. doi: 10.1007/s10661-007-0120-6. Epub 2008 Feb 12. 14. Roisin RR, Anzueto A, Bourbeao J, de Guia TS, Hui DSC, Jenskin C, et.al. Global Initiative For Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Global stategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease Update 2013. [cited 2013 Dec 12]. Available from: URL:http//www. goldcopd.org. 15. Stockley RA, Maninno D, Barners PJ. Burden and pathogenesis of chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc.2009;6:524-26. 16. Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjnaparamita, Riyadi J, Yunus F, Suradi dkk. Penyakit paru obstruktif kronik. diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. 17. Jones PW. Health status and the spiral of decline. COPD 2009 Feb; 6(1):59-63. 18. Jones P, Jenkins C, Bauerle O, et.al. COPD Assessment Test: Expert guidance on frequently asked questions [Online]. [Issue I: September 2009] [cited 2012 Dec 20];[8 screens]. Diunduh dari URL:http://www.CATestonline.org. 19. Jones PW, Harding G, Berry P, et al. Development and first validation of the COPD Assessment Test. Eur Respir J 2009; 34: 648-54. 20. Jones PW, Brusselle G, Dal Negro RW, Ferrer M, Kardos P, Levy ML, Perez T, Soler Cataluña JJ, van der Molen T, Adamek L, Banik N. Properties of the COPD assessment test in a cross-sectional European study. Eur Respir J 2011 Jul; 38(1): 29-35. 21. Kwon N, Amin M, Hui DS, Jung KS, Lim SY; Ta HD, Linh Thai TT, Yunus F, Jones PW. Validity of the COPD Assessment Test
64
translated into local languages for Asian patients. Chest 2013; 143(3):703–710. 22. Deris ZZ, Hasan H, Abdul Wahab MS, Sulaiman SA, Naing NN and Othman NH. The association between pre-morbid conditions and respiratory tract manifestations amongst Malaysian Hajj. Tropical Biomedicine 2010; 27(2): 294–300. 23. Baharoon S, Al-Jahdali H, Al Hashmi J, Memish ZA, Ahmed, QA. Severe sepsis and septic shock at the Hajj: Etiologies and outcomes. Travel Medicine and Infectious Disease 2008; 7:247–252. 24. Anzueto A. Impact of exacerbation on COPD. Eur Respir Rev 2010;19:113–8 . 25. Roisin RR. Towards a concensus definition for COPD exacerbations. Chest 2000; 117: 398–401S. 26. Ramsey SD, Hobbs FDR. Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Risk Factors, and Outcome Trials Comparisons with Cardiovascular Disease. Proc Am Thorac Soc 2006; Vol (3): 635–640. 27. Sakti A. Proporsi dan sebaran faktor risiko eksaserbasi akut PPOK jemaah haji embarkasi Jakarta pada tahun 2011-2012 [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2013. 28. Dodd JW, Marns PL, Clark AL, Ingram KA, Fowler RP, Canavan JL, Patel MS, Kon SS, Hopkinson NS, Polkey MI, Jones PW, Man WD. The COPD Assessment Test (CAT): Short- and Medium-term Response to Pulmonary Rehabilitation. COPD 2012 Apr 12. 29. Dodd JW, Hogg L, Nolan J, Jefford H, Grant A, Lord VM, Falzon C, Garrod R, Lee C, Polkey MI, Jones PW, Man WD, Hopkinson NS. The COPD assessment test (CAT): response to pulmonary rehabilitation. A multicentre, prospective study. Thorax. 2011 May; 66(5):425-9. 30. Jones PW, Harding G, Wiklund I, Berry P, Tabberer M, Yu R, et.al. Tests of the responsiveness of the COPD assessment test following acute exacerbation and pulmonary rehabilitation. Chest 2012; 142(1):134–140. 31. Mackay AJ, Donaldson GV, Patel ARC, Jones PW, Hurst JR, Wedzicha JA. Usefulness of the Chronic Obstructive Pulmonary Disease Assessment Test to evaluate severity of COPD exacerbations. Am J Respir Crit Care 2012; 185(11): 1218–1224. 32. Yoshimoto D, Nakano Y, Onishi K, Hagan G, Jones PW. The relationship between COPD assessment test (CAT) score and airflow limitation in Japanese patients aged over 40 with smoking history. Respirology 2013; 18 (Suppl.4):180. 33. Raghavan N, Yuk-Miu L, Webb KA, Guenette JA, Amornputtisathaporn N, Raghavan R , et.al.Components of the COPD Assessment Test (CAT) associated with a diagnosis of COPD in a random population sample. COPD 2012; 9:175–183. 34. Celli BR, Barnes PJ. Review Exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 2007; 29: 1224-38. 35. Manninno D M, Buist A S. s.l. Global burden of COPD: risk factor, prevalence, and future trends. Lancet 2007;370:765-73. 36. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian penyakit paru obstruktif kronik. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1022/MENKES/SK/ XI/2008. 2008. 37. O’Donnell D. Canadian Thorasic Society recommendations for management of chronic obstructive pulmonary disease-2007 Update. Can Respir J 2007; 14:5-32. 38. Celli BR. The light at the and of the tunnel: Is COPD prevalence changing? Eur Respir J 2010; 36: 718-9 39. White. Prevalence of COPD in primary care: no room for complacency. P. Family Practice 2009; 26: 1-2. 40. Regional COPD Working Groups. COPD prevalence in 12 AsiaPacific countries and regions: projections based on the COPD prevalence estimation model. Respirology 2003; 8: 192–8. 41. Nanshan Zhong, Chen Wang, Wanzhen Yao, Ping Chen, Jian Kang, Shaoguang Huang dkk. Prevalence of chronic obstructive pulmonary disease in China. American Journal of Respiratory and Critical Care 2007; 753: 176. 42. Reilly JJ SE, Shapiro SD. Chronic obstructive pulmonary disease. In: Kasper B, Longo, Fauci, Hauser,Jameson, ed. Harrison Principle of Internal Medicine. 18th ed: Mc Graw-Hill; 2011; Pp:1547-53.
Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
Peran Skor CAT sebagai Prediktor Kejadian Eksaserbasi Akut PPOK
43. Cosio MG SM, Agusti A. Immunologic Aspects of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. N Engl J Med 2009; 360: 2445-54. 44. Stephen Mark B, Yew K. Diagnosis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. American Family Physician 2008; 28: 87-92. 45. Barreiro TJ, Perillo I. An Approach to Interpreting Spirometry. Am Fam Physician 2004; 69:1107-15. 46. Celli BR, MacNee W. Standards for the diagnosis and treatment of patients with chronic obstructive pulmonary disease. American Thoracic Society and European Respiratory Society. Eur Respir J 2004; 32: 932–46. 47. Donaldson GC, Seemungal TAR, Bhowmik A, Wedzicha JA. Relation betwen exacerbation frequecy and lung function decline in chronic obstructive pulmonary disease. Thorax 2002; 57: 847-52. 48. Donaldson G C, Wedzicha JA. COPD exacerbation: Epidemiology. Thorax 2006; 61:164-8. 49. Burge S, Wedzicha JA. COPD Exacerbations: definitions and classifications. Eur Respir J 2003;21: 46-53. 50. American Thoracic Society. Standards for the diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 1995; 152:S77–S120. 51. Tsoumakidu M, Siafakas NM. Novel insights into the aetiology and pathophysiology of increased airway inflammation during COPD exacerbations. Respiratory Research 2006. 7:80; 1-10. 52. O’Donnell DE, Parker CM. COPD exacerbations 3: Pathophysiology. Thorax 2006;61:354–361. 53. Bestall JC, Paul EA, Garrod R, Garnham R, Jones PW, Wedzicha JA. Usefulness of the Medical Research Council (MRC) dyspnoea scale as a measure of disability in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Thorax 1999;581-6. 54. Agusti A, Calverley PM. Celli B, et.al. Characterisation of COPD heterogeneity in ECLIPSE cohort. Repir Res 2010; 11:122. 55. Hurst JR, Vestbo J, Anzueto A, et.al. Susceptibility to exacerbation in chronic obstructive pumonary disease. N. Engl J Med 2010; 363:1128-38. 56. Jenkins CR, Jones PW, Calverley PM, et.al. Efficacy of salmeterol/ fluticasone propionate by GOLD stage of chronic obstructive pulmonary disease: analysis from the randomized, placebocontrolled TORCH study. Respir Res 2009; 10:59. 57. Decramer M, Celli B, Kesten S, Lystig T, Mehra S, Tashkin DP. Effect of tioproprium on outcomes in patients with moderate chronic obstructive pulmonary disease (UPLIFT): a prespecified subgroup analysis of a randomised controlled trial. Lancet 2009; 374:1171-8. 58. Divo M, Cote C, de Torres JP, Casanova C, Marin JM, Pinto-Plata V, et al. Comorbidities and Risk of Mortality in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respir Crit Care Med. 2012; 186(2):155-61. 59. Sawka MN, Latzka WA, Matott RP, Montain SJ. Hydration effects on temperature regulation. Int J Sports Med. 1998; 19 (Suppl 2):S108–110. 60. Sawka MN, Cheuvront SN, Carter R 3rd. Human water needs. Nutr Rev 2005; 63:S30–39. 61. Popkin BM. Water, Hydration and Health. Nutr Rev 2010; 68(8): 439–458. 62. Ryan H, Trosclair A, Gfroerer J. Adult Current Smoking: Differences in Definitions and Prevalence Estimates—NHIS and NSDUH, 2008. Volume 2012, Article ID 918368, 11 pages. doi:10.1155/2012/918368. 63. Global Health Observation, World Health Organization. Prevalence of tobacco use [Online]. 2013 [Cited 2013 Oct 1]. Available from:URL:http://www.who.int/gho/tobacco/use/en/ 64. Patriani AA, Paramastri I, Priyanto MA. Family empowerment in pulmonary rehabilitation for chronic obstructive pulmonary disease patient in lung clinic of Yogyakarta.Berita Kedokteran Masyarakat 2010; Vol. 26(2): 55-62. 65. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010.
66. Harik-Khan RI, Fleg JL, Wise RA. Body mass index and the risk of COPD.Chest 2002; 121(2): 370–6. 67. Montes de Oca M, Tálamo C, Perez-Padilla R, Jardim JR, Muiño A, Lopez MV, Valdivia G, Pertuzé J, Moreno D, Halbert RJ, Menezes AM; PLATINO Team. Chronic obstructive pulmonary disease and body mass index in five Latin America cities: the PLATINO study. Respir Med 2008; 102(5):642-50. 68. Hill K, Goldstein RS, Guyatt GH, Blouin M, Tan WC, Davis LL, Heels-Ansdell DM, Erak M, Bragaglia PJ, Tamari IE, Hodder R, Stanbrook MB. Prevalence and underdiagnosis of chronic obstructive pulmonary disease among patients at risk in primary care. CMAJ 2010; 182(7): 673–8. 69. Mannino DM. Underdiagnosed chronic obstructive pulmonary disease in England: new country, same story. Thorax 2006; 61(12): 1032–1034. 70. Wedzicha JA, Donaldson GC.Exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Respir Care. 2003; 48(12):1204-13; discussion 1213-5. 71. Donaldson GC and Wedzicha JA.COPD exacerbations · 1: Epidemiology. Thorax 2006; 61(2): 164–168. 72. Miravitlles M, Ferrer M, Pont A`, Zalacain R, Alvarez-Sala J L, Masa F, et.al. Effect of exacerbations on quality of life in patients with chronic obstructive pulmonary disease: a 2-year follow up study. Thorax 2004; 59:387–395. 73. Bischoff EWMA, Schermer TRJ, Bor H, Brown P,van Weel C, van den Bosch WJHM. Trends in COPD prevalence and exacerbation rates in Dutch primary care. Br J Gen Pract 2009; 59: 927–933. 74. Niewoehner DE, Lokhnygina Y, Rice K, KuschnerWG, SharafkhanehA, Sarosi GA,et.al. Risk indexes for exacerbations and hospitalizations due to COPD. Chest 2007; 131:20–28. 75. Soler-Cataluna JJ, Martınez-Garcıa M A, Sanchez PR, Salcedo E, Navarro M, Ochando R. Severe acute exacerbations and mortality in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Thorax 2005; 60:925–931. 76. Sørheim IC, Johannessen A, Gulsvik A, Bakke PS, Silverman EK, DeMeo DL, et.al.Gender differences in COPD: are women more susceptible to smoking effects than men? Thorax 2010;65: 480485. 77. Glaxo Smith Kline. Predictive Ability of the Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Assessment Test (CAT) for Acute Exacerbations (PACE) in Patients With COPD. [online]. 2013 [disitasi 15 Desember 2013]; [1 screen].Available from: http:// clinicaltrials.gov/ct2/show/study/NCT01254032.
Ina J Chest Crit and Emerg Med | Vol. 1, No. 2 | June - August 2014
65