BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. Kondisi Geografis Kabupaten Ponorogo terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 1.371,78 km2 yang secara administratif terbagi ke dalam 21 Kecamatan dan 305 desa/ kelurahan. Menurut kondisi geografisnya, Kabupaten Ponorogo terletak antara 111o17’ – 111o52’ Bujur Timur (BT) dan 7o49’ – 8o20’ Lintang Selatan (LS) dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut yang dibagi menjadi 2 sub area, yaitu area dataran tinggi yang meliputi Kecamatan Ngrayun, Sooko, Pudak dan Ngebel dan tujuh belas Kecamatan lainnya merupakan daerah dataran rendah. Jarak Ibu Kota Kabupaten Ponorogo dengan Ibu Kota Propinsi Jawa Timur (Surabaya) kurang lebih 200 Km ke arah Timur Laut dan ke Ibu Kota Negara (Jakarta) kurang lebih 800 Km ke arah Barat. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut :
Utara
: Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Nganjuk.
Timur
: Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek
Selatan
: Kabupaten Pacitan
Barat
: Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah)
Secara administratif wilayah Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi, 21 Kecamatan serta 305 Kelurahan dan Desa, 947 Dusun/ Lingkungan, 2.272 Rukun warga (RW) dan 6.842 Rukun Tetangga (RT). Untuk menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah Kabupaten Ponorogo didukung oleh segenap pegawai ditingkat Kabupaten, Kecamatan sampai Desa/Kelurahan, yang berada di Kantor, lembaga teknis, BUMD, Dinas, Badan serta unit unit pelaksanan teknis lainnya. Jumlah Pegawai Negeri Sipil dari tahun ke tahun akan
mengalami
berkembangnya
peningkatan
seiring
meningkat
dan
organisasi serta kebijakan Pemerintah Pusat. Jumlah
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
dengan
Bab II _ Halaman 17
Pegawai Negeri Sipil di kabupaten Ponorogo pada Tahun 2009 adalah 12.570 orang meningkat 1,55 persen dibandingkan tahun 2008 yang lalu. Dilihat dari keadaan geografisnya, Kabupaten Ponorogo dibagi rnenjadi 2 sub area, yaitu area dataran tinggi yang meliputi Kecamatan Ngrayun, Sooko, Pulung, dan Ngebel sisanya merupakan dataran rendah. Berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat dikelompokkan 241 desa berada pada ketinggian dibawah 500 m diatas permukaan laut, 44 desa berada pada 500-700 m diatas permukaan laut; dan 18 desa berada di ketinggian lebih dari 700 m diatas permukaan laut. Di Kabupaten Ponorogo terdapat 14 sungai dengan panjang sungai antara 4 sampai 58 km. Luas wilayah Kabupaten Ponorogo 1.371,78 km2 terdiri atas tanah sawah seluas 348,67 km2 dan tanah kering seluas 1.023,11 km2. Sebagian besar wilayah Kabupaten Ponorogo terdiri atas area hutan, tegal dan sawah. Untuk area hutan jumlah produksi hutan dan ikutannya meliputi: kayu untuk pertukangan dari kayu jati 864 m2, kayu non jati 7.940 m2, kayu untuk bahan bakar dari kayu jati 170 sm, kayu non jati 2.889 ;bahan terpentyn 1.354 ton, bahan gondorukem 6.750 ton, minyak kayu putih 38.476 kg, dan getah pinus10.286 ton, disamping potensi hutan, Kabupaten Ponorogo juga memiliki kandungan bahan tambang. Berdasarkan wilayah kecamatan jenis bahan tambang adalah: Kecamatan Ngrayun memiliki kandungan mangaan; oker,dan tras (17.792 m2); kecamatan Slahung memiliki kandungan seng, mangaan, batu gamping (6.273 m2); kaolin, bentonit (437 m2), zeolit (797 m2), gypsum (26.000 ton), tras (1.305 m2) Kecamatan Bungkal memiliki kandungan seng; Kecamatan Sambit memiliki kandungan tras; Kecamatan Sawoo memiliki kandungan batu gamping (23.600, 2 m3), Kecamatan Sooko memiliki kandungan tras (454 m2), emas (260.000 m2); Kecamatan Pulung memiliki kandungan emas (142,5 juta ton), mangaan. Tras (87.237,78 m2) dan sirtu; Kecamatan Sampung memiliki kandungan batu gamping (39.939 m2), tras 837,01ha; Kecamatan Jenangan memiliki kandungan sirtu; dan kecamatan Ngebel memiliki kandungan; emas dan tras (87.237,78 Kg). Sedangkan untuk 10 kecamatan lainnya belum ada penelitian, sehingga tidak diketahui sumber daya alam berupa bahan tambang. Selain potensi tersebut, Kabupaten Ponorogo juga memiliki potensi wisata alam berupa Telaga Ngebel yang
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 18
masih asli, Air Terjun Pletuk, Hutan Kucur, wisata religi yaitu makam Bathoro Katong, KH Besari, Goa Maria, dll.
2.2. Perekonomian Daerah Kegiatan ekonomi dalam suatu daerah mempunyai peranan penting dalam mendukung laju pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi ini banyak ditentukan oleh berbagai faktor seperti laju inflasi, pertumbuhan ekonomi dan juga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam mengembangkan ekonomi
di suatu daerah, pengumpulan dan
penghitungan data Produk Domestik semakin penting dan dirasakan manfaatnya
utamanya
sebagai
bahan
evaluasi
dan
perencanaan
pembangunan. Untuk pengembangan sistem, perencanaan dalam memonitor perkembangan dan kemajuan pembangunan di segala bidang khususnya di bidang ekonomi di tingkat kabupaten, data Produk Domestik sangat diperlukan. Dengan mengevaluasi data setiap tahun, PDRB di Kabupaten Ponorogo mengalami kenaikan secara signifikan, baik dilihat dari nilai atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku. Dalam penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku menggunakan harga pada tahun yang bersangkutan. PDRB Kabupaten Ponorogo ADHB tahun 2009 adalah 6.575.434,92 sedangkan ADHK adalah 3.190.837,45.
Tabel 2.1. Nilai Produk Domestik Regional Bruto Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2005-2009 Nilai Produk Domestik Regional Bruto No.
Tahun
1
2
ADH Berlaku (Juta Rupiah 3
ADH Konstan (Juta Rupiah) 4
1
2005
3.824.242,10
2.567.909,41
2
2006
4.396.397,29
2.694.520,72
3
2007
5.002.064,19
2.871.341,71
4
2008
5.805.450,60
3.034.363,54
5
2009
6.575.434,92
3.190.837,45 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2010
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 19
Ditinjau dari nilai PDRB Kabupaten Ponorogo, baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku sejak tahun 2005 sampai tahun 2009 per sektor kegiatan usaha, peranan sektor pertanian masih sangat dominant walaupun pada akhir tahun 2009 (27,76%) mengalami penurunan, namun tidak begitu signifikan. Setelah sektor Pertanian yang perannya cukup besar adalah sector perdagangan hotel dan restoran. Selama kurun waktu lima tahun justru ada kecenderungan naik artinya telah terjadi pergeseran dari kegiatan pertanian mengarah pada kegiatan perdagangan, walaupun belum maksimal.
Tabel 2.2.
Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas dasar Harga Berlaku (ADHB) per sektor Kabupaten Ponorogo Tahun 2005-2009 PDRB Atas dasar Harga Berlaku (ADHB)
SEKTOR
2005
2006
2007
2008
2009
1. Pertanian
28,88
28,77
28,48
27,98
27,76
2. Pertambanga Penggalian
2,89
2,78
2,74
2,57
2,47
3. Industri
9,26
9,42
9,56
9,61
9,83
4. LisGasAir
1,44
1,57
1,63
1,47
1,42
5. Bangunan
9,01
9,05
9,18
9,61
9,25
6. Dagang
24,96
24,81
25,22
25,18
25,56
7. Angkutan
5,71
5,74
5,63
5,74
5,86
8. Keuangan
5,37
5,21
5,13
5,38
5,63
9. Jasa-jasa
12,49
12,66
12,41
12,45
12,21
Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2010.
Di Sektor pertanian produksi tanaman padi (sawah dan ladang) produksinya pada tahun 2005 mencapai 3.318.524 Ku, dengan rata-rata produksi 55,92 Ku/hektar. Kemudian menurun pada tahun 2006 menjadi
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 20
3.262.480 Ku, dengan rata-rata produksi 57,17 Ku/hektar. -Tahun 2007 produksinya 3.978.000 Ku, dengan rata-rata produksi 62,57 Ku/hektar. Untuk tahun 2008 produksinya 3.942.780 Ku dengan rata-rata produksi 62,04 Ku/hektar. Untuk tahun 2009 produksinya 4.222.813 Ku, dengan rata-rata Produksi 62,04 Ku/hektar. Produksi jagung juga mengalami
peningkatan
dibanding tahun 2008, dari 1.389.940 Ku menjadi 1.999.830 Ku. Produksi ubi kayu mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2008 dari 4.456.950 Ku menjadi 3.620.324 Ku.
Gambar 1.
Peranan Subsektor pertanian dalam membentuk PDRB Kabupaten Ponorogo Tahun 2009
3,62% 2,98%
Subsektor tanaman pangan (20,50%)
20,50%
Subsektor Tanaman Perkebunan (2,98%) Subsektor Peternakan (3,62%)
Tabel 2. 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Per Ha Tanaman Pangan di Kabupaten Ponorogo Tahun 2005-2009 Padi ( Sawah dan Ladang ) Tahun 1
2
Produksi (Ku) 3
2005
59.342
3.318.524
55,92
2006
57.070
3.262.480
57,17
2007
63.580
3.978.000
62,57
2008
63.553
3.942.780
62,04
2009
64.241
4.222.813
64,88
Luas Panen (Ha)
Rata-rata Produksi (Ku/Ha) 4
Sumber data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, 2010
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 21
Untuk hasil dari subsektor perkebunan untuk tanaman kelapa, kopi, cengkeh mengalami penurunan produksi. Kelapa sebesar 140.022 Ku. Kopi Arabika 318,4 Ku dan Kopi Robusta 1.166,4 Ku, cengkeh 2.979,4 Ku. Begitu juga untuk tanaman jambu mente, kapuk randu dan tembakau produksinya dibanding tahun 2003. Untuk jambu mente sebesar 1.761,6 Ku, kapuk randu 2.034,39 Ku, tembakau Virginia 704,2 Ku dan Tembakau Jawa 1.868,5 Ku. Untuk
tanaman
janggelan
yang
dikembangkan
dikawasan
Ngrayun
mengalami peningkatan menjadi 5.333 Ku. Produksi tanaman tebu di 17 kecamatan, juga relative tetap yaitu 85.152,8 Ku kristal gula. Sedangkan untuk tanaman panili pada tahun 2000 - 2003 produksi panili sebesar 34,2 Ku, 33 Ku, 40,8 Ku, 62 Ku sedang
tahun 2004 mengalami penurunan
menjadi 59,6 Ku. Tanaman panili yang dikembangkan di Kecamatan Ngebel, Sawoo, Pulung, Ngrayun, dan Sooko. Sementara itu produksi buah-buahan diantaranya pisang 333.287 Ku, mangga 1.603.312 Ku, jeruk keprok 239.697 Ku, papaya 68.128 Ku, nangka 40.558 Ku, alpokat 89.516 Ku, manggis 5.670 Ku, sawo 2.876 Ku, salak 1.407 Ku. Belimbing 4.276 Ku, jambu air 1.107 Ku, sukun 574 Ku, melon 42.167 Ku, durian 149.511 Ku, rambutan 17.074 Ku, sersak 673 Ku. Produksi sayur sayuran adalah cabe rawit 22.894 Ku, kangkung 746 Ku, terong 1.152 Ku, bawang merah 21.439 Ku, boncis 32.102 Ku, cabe besar 1.787 Ku, bayam 466 Ku, wortel 42.629 Ku, kacang panjang 2.682 Ku, ketimun 868 Ku, labu 1.143 Ku, tomat 1.742 Ku, bawang putih 28 Ku, semangka 120 Ku, sawi 14.317 ku. Disektor peternakan ternak besar yang banyak dikembangkan yaitu sapi dengan jumlah total 50.532 ekor, kerbau 77 ekor, kuda 123 ekor dan sapi perah 1.525 ekor. Untuk ternak kecil meliputi kambing sejumlah 66.748, domba 19.800 ekor. Untuk unggas meliputi ayam kampung 470.513 ekor, menthok 13.323 ekor dan itik 28.251 ekor. Untuk pengembangan ternak sapi dilakukan insiminasi buatan pada sapi potong, jumlah akseptor 36.072 dan jumlah sapi 38.724 ekor dan jumlah kelahiran 25.649 ekor, sedangkan untuk sapi perah mulai perkembangan cukup besar terjadi mulai tahun 2008 sebanyak 636.744 ekor, tahun 2009 bertambang menjadi 850.500 ekor. Dari sektor peternakan ini, produksi daging sapi 818.350 kg, daging
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 22
kerbau 10.272 kg, daging kambing 1.774.850 kg, dan daging domba 98.100 kg, daging ayam kampung produksinya 520.700 kg, ayam boiler 901.510 kg, itik 789.330 kg, telor ayam kampong 1.552.400 kg, ayam ras 579.430 kg dan telor itik 565.600 kg. Pengembangan perikanan menunjukkan hasil yang cukup baik. Luas areal perikanan untuk perairan umurn 324,30 Ha dan dengan produksi 33,15 ton, senilai Rp. 431.630.000,00. Untuk areal kolam luas areal 33,14 Ha produksinya mencapai 961,30 ton, senilai Rp. 10.958.820.000,00, jenis ikan yang dikembangkan mujair, katak, tawas, udang, lele, dan lain-lain. Perkembangan industri di Kabupaten Ponorogo menunjukkan adanya peningkatan. Jumlah industri kecil dan kerajinan pada tahun 2005–2009 berturut-turut adalah 21.168 unit, 21.418 unit, 21.514 unit, 21.607 unit dan 21.703 unit. Seiring dengan peningkatan jumlah industri penyerapan tenaga kerja pun meningkat. Penyerapan tenaga kerja industri kecil dan kerajinan tahun 2005 – 2009 adalah : 51.103 orang, 51.940 orang, 52.467 orang, 52.632 orang dan 52.947 orang. Dari 52.947 unit industri tersebut yang masuk industri formal adalah 721 unit, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak
9.087
orang
dan
nilai
produksi
total
sebesar
Rp.
274.665.450.000,00. Untuk industri non formal mencapai 20,982 unit dengan 43.860 tenaga kerja, dan dengan nilai produksi total sebesar Rp. 195.896.414.000,00. Keberadaan
fasilitas
perekonomian
di
suatu
wilayah
sangat
diperlukan untuk memudahkan masyarakat setempat dalam melakukan aktivitas ekonomi, seperti lembaga keuangan, pasar dan pertokoan. Kondisi perekonomian merupakan indikator utama untuk mengetahui maju tidaknya suatu wilayah. Perkembangan
lembaga
keuangan,
sangat
penting
mendukung perkembangan ekonomi masyarakat akhir-akhir ini.
dalam Dengan
jumlah lembaga keuangan formal yang mencapai ratusan unit, telah dirasa mencukupi dalam menunjang kegiatan ekonomi masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Hal ini tercermin dari jenis lembaga keuangan terbanyak adalah koperasi dan BKD/BPR (Bank Perkreditan Rakyat) yang sebagian besar bergerak dalam bidang usaha simpan pinjam, akibatnya masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi tambahan dana/ modal dalam
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 23
pengembangan usahanya. Jumlah KUD sampai dengan akhir tahun 2009 adalah 27 unit sedangkan koperasi non KUD mengalami peningkatan yang luar biasa menjadi 574 unit naik 76 Koperasi dibandingkan tahun 2008 yang berjumlah 498 unit atau naik 0,76%. Bertambahnya jumlah sarana perekonomian yang berupa
swalayan
yang
cukup
membanggakan
merupakan
indikasi
perkembangan ekonomi yang menggembirakan.
Tabel 2.4. Jumlah Koperasi Beserta , Anggota dan Permodalannya Di Kabupaten Ponorogo Tahun 2005-2009 KUD Tahun
Non K U D
Jumlah
Anggota
Modal
Jumlah
Anggota
Modal
1
2
3
4
5
6
7
2005
27
74.395
39.399.837
410
35.904
64.703.693
2006
27
74.406
47.157.653
437
36.681
68.882.489
2007
26
71.693
44.854.855
473
36.279
102.159.690
2008
26
71.994
51.356.280
499
42.857
106.950.044
2009
26
74.156
45.526.727
570
42.014
109.366.200
Sumber: Dinas Indakop dan UMK Kabupten Ponorogo
Kabupaten Ponorogo memiliki modal/ prasarana dasar berupa lahan pertanian dan merupakan salah satu daerah penyangga pangan di Jawa Timur. Luas lahan sawah 34.800 Ha, terdiri dari daerah irigasi teknis seluas 30.091 Ha, setelah teknis seluas 625 Ha, non teknis seluas 2.228 Ha dan tadah hujan seluas 1.856 Ha. Sedangkan lahan kering seluas 102.378 Ha digunakan untuk pekarangan dan bangunan 21.654 Ha, Tegal/Ladang 30.270 Ha, Hutan Negara 46.940 Ha, Hutan Rakyat 108 Ha, Perkebunan 200 Ha dan lainnya 3.206 Ha. Modal/prasarana produksi lain yaitu bidang industri, jumlah industri kecil dan kerajinan tahun 2009 ini mengalami peningkatan bila dibanding tahun lalu, dari 21.607 unit pada tahun 2008 meningkat menjadi sekitar 21.703 unit pada tahun 2009 dengan tenaga kerja yang dapat terserap sebesar 52.947 orang.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 24
Untuk
mengetahui
tingkat
kesejahteraan
rakyat.
Salah
satu
indikatornya adalah penggunaan jasa listrik oleh rumah tangga. Pada akhir tahun 2009 jumlah rumah tangga pelanggan listrik yaitu65.823 pelanggan dengan nilai penjualan mencapai Rp. 2.504.035.070 pada bulan Desember 2009. Selain itu untuk menggunakan air bersih dari PAM
mengalami
penurunan dari 14.684 rumah tangga pada tahun 2008 menjadi 14.353 rumah tngga pada tahun 2009 atau mengalami penurunan sebesar 331 pelanggan. Surat ijin usaha perdagangan yang diterbitkan pada tahun 2009 di Kabupaten Ponorogo adalah sebesar 796 unit. Sedangkan untuk wajib tera ulang dan UTTP yang ditera ulang bagi sarana perdagangan seperti neraca, anak timbangan dan lainnya secara umum mengalami penurnan. Adapun jumlah perusahaan yang mendaftar di sektor perdagangan pada tahun 2009 ini adalah sebesar 678 perusahaan. Dalam rangka menunjang sub sektor kepariwisataan perlu kiranya tersedianya sarana penginapan yang memadai. Di Kabupaten Ponorogo terdapat 12 hotel maupun losmen yang berada di dalam kota dan 4 penginapan berada di tempat wisata Telaga Ngebel dengan jumlah kamar sebanyak 314 kamar dengan 525 tempat tidur. 2.3. Aspek Demografi Penduduk merupakan
obyek sekaligus subyek pembangunan,
sehingga data penduduk sangat penting sebagai salah satu data pokok. Data pokok ini dapat diperoleh dari hasil Sensus penduduk, Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan registrasi penduduk. Dari sudut pandang ekonomi,
penduduk/
manusia
merupakan
salah
satu
faktor
utama
pembangunan, karenanya peningkatan sumber daya manusia (SDM) mutlak diperlukan untuk mencapai hasil pembangunan yang maksimal. Perencanaan dan pengelolaan SDM harus tepat dan terarah, untuk itu diperlukan adanya data kependudukan yang up to date. Data pokok kependudukan yang dibutuhkan antara lain, jumlah, kepadatan, pertumbuhan, rasio jenis kelamin dan komposisi penduduk menurut umur. Menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009 penduduk Kabupaten Ponorogo pada akhir tahun 2009 sebesar 899.328 jiwa
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 25
mengalami perkembangan sebesar 0,38%
dengan komposisi jumlah
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Diantara 21 kecamatan yang ada, kecamatan Ponorogo mempunyai penduduk
yang paling banyak yaitu 75.443 jiwa atau 8,39% disusul
kecamatan Babadan dan Kecamatan sawoo. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ponorogo
656 jwa per 1 km2, dengan kepadatan tertinggi
berada di Kecamatan Ponorogo sebesar 3.382 jiwa/ km2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Pudak sebesar 177
jiwa/ km2. ( Sumber data
Statistik tahun 2009). Sedangkan berdasarkan hasil registrasi penduduk, perkembangan penduduk di Kabupaten Ponorogo tahun 2009
berjumlah 1.003.767 jiwa
mengalami penurunan sebesar 2,24% dibandingkan tahun lalu tahun 2008 sebesar 1.026.775 jiwa yang naik sebesar 9,17% dari tahun 2007 sebesar 940.565 jiwa. (sumber data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ponorogo Tahun 2009).
Tabel 2. 5.
Perkembangan penduduk Kabupaten Ponorogo berdasarkan hasil survey nasional (Susenas) tahun 2005-2009
Tahun
Laki-laki
Perempuan
3
Jumlah
Perkembangan Jiwa
%
5
6
1
2
2005
439.382
441.319
880.701
11.046
1,27
2006
446.970
439.016
885.986
5.285
0,60
2007
448.539
442.763
891.302
5.316
0,60
2008
445.601
450.320
895.921
4.619
0,52
2009
443.305
456.023
899.328
3.407
0,38
4
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo
Komposisi penduduk Kabupaten Ponorogo dengan interval 15 tahun menunjukkan bahwa mayoritas penduduk mengelompok pada usia dewasa dimana kelompok terbesar pada usia 15-29 tahun, kemudian disusul pada kelompok periode umur 30-44 tahun. Hal ini dapat dipahami bahwa pada interval umur 15-29 dan periode umur 30-44 tahun merupakan periode umur produktif bagi seorang laki-laki dan perempuan . Jumlah usia produktif
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 26
yang besar ini merupakan modal sekaligus asset yang potensial untuk perbaikan Ponorogo ke depan.
Pada usia inilah saat yang tepat untuk
memberikan bekal yang memadai dalam berbagai ketrampilan dan skil untuk dapat lebih mandiri dan mampu berwirausaha dibandingkan mereka hanya sebagai buruh kasar atau menjadi tenaga kerja ke luar negeri, menjadikan fenomena yang berkembang di masyarakat Kabupaten Ponorogo saat ini. Untuk mewujudkan wirausaha mandiri tentunya diperlukan campur tangan Pemerintah Daerah dalam hal permodalan dan juga meningkatan skill melalui program pemberdayaan. Jumlah
penduduk Kabupaten Ponorogo sesuai hasil sensus
penduduk yang dilakukan Badan Pusat statistik Kabupaten Ponorogo pada akhir tahun 2009 sebesar 899.328 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk perempuan sebesar 456.023 jiwa atau 50,71% lebih besar jumlahnya dibanding penduduk laki-laki sebesar 443,305
jiwa atau 49,29%. Jumlah
penduduk ini paling besar berada di Kecamatan Ponorogo sebesar 75,443 jiwa atau 8,38% dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar mencapai 3.382 per km, sedangkan kepadatan penduduk terkecil berada di Kecamatan Pudak sebesar 177 jiwa per km dengan jumlah penduduk juga terendah sebesar 8.652 jiwa. Menurut registrasi penduduk Kabupaten Ponorogo yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ponorogo
pada
akhir tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 2,24% dari tahun 2008. Jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 1.026.775 jiwa mengalami penurunan menjadi 1.003.767 jiwa pada tahun 2009. Secara keseluruhan penduduk wanita sedikit lebih banyak dibanding penduduk pria. Sex Ratio atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan akhir tahun menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya yaitu dari 99,75% menjadi 99,37%, yang berarti di Kabupaten Ponorogo penduduk perempuannya lebih banyak dibanding penduduk pria dimana setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk pria, diantara kondisi ini hampir merata di semua kecamatan, kecuali Kecamatan
Ngrayun, Mlarak, Jetis,
Jambon dan Kecamatan Badegan. Jumlah penduduk menurut hasil sensus dengan menurut hasil registrasi sedikit ada perbedaan, hal ini dikarenakan karna perbedaan pola
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 27
dan teknik untuk memperoleh data. Pada model sensus merupakan cara memperoleh data penduduk dengan menggunakan pendekatan De Jure dan De Facto. De Jure berarti seseorang dicacah berdasarkan tempat tinggal resmi/ tetap. Sedangkan de facto artinya seseorang dicacah berdasarkan dimana mereka ditemukan petugas pencacah lapangan. Bagi seseorang yang mempunyai tempat tinggal tetap tetapi sedang bertugas keluar wilayah lebih dari 6 bulan akan dicacah di wilayah tugasnya. Sebaliknya jika seseorang atau keluarga menempati suatu bangunan belum mencapai 6 bulan tetapi bermaksud menetap maka akan dicacah ditempat tersebut. Sedangkan registrasi penduduk merupakan kegiatan pencatatan secara rutin kejadian vital kependudukan seperti kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk yang terjadi di setiap desa/ kelurahan. Registrasi penduduk menggunakan konsep de Jure artinya pengumpulan data bersifat pasif yakni tergantung tingkat kesadaran masyarakat untuk melaporkan dan aktifnya aparat desa/kelurahan untuk mencatat kejadian vital kependudukan. Jumlah tenaga kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ponorogo pada tahun ini secara keseluruhan sejumlah 36.341 jiwa yang terdiri dari laki-laki 19,443
jiwa dan Perempuan 16.898 jiwa,
dengan berbagai latar belakang pendidikan. Untuk lulusan sekolah dasar berjumlah 107 orang, Sekolah menengah tingkat pertama umum berjumlah 1.017 orang, sekolah menengah tingkat pertama kejuruan berjumlah 364 orang, sekolah menengah tingkat atas umum berjumlah 9.874 orang, sekolah menengah tingkat atas kejuruan berjumlah 9.886 orang, Kursus-kursus setingkat SMTA berjumlah 530 orang, Sarjana muda dan yang sederajat berjumlah 5.179 orang sedangkan untuk lulusan Sarjana dengan berbagai disiplin ilmu berjumlah 9.384 orang.
Tingginya jumlah lulusan sarjana
menunjukkan bahwa masyarakat Ponorogo telah mempunyai tingkat kesadaran akan pendidikan yang cukup tinggi sehingga diperlukan keseimbangan penciptaan lapangan kerja baru agar mampu menampung lulusan yang masih dalam proses mencari kerja, atau dapat juga dengan memberikan ketrampilan dan menumbuhkan jiwa wirausaha , sehingga para sarjana mampu untuk menciptakan lapangan kerja baru. Kabupaten Ponorogo yang dikenal juga sebagai gudangnya pahlawan devisa / tenaga kerja Indonesia (TKI) atau tenaga Kerja Wanita (TKW) yang mampu
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 28
mendorong pertumbuhan ekonomi, pada tahun 2009 tercatat sebesar
1.268
jumlah TKI yang
mengalami penurunan dari tahun 2008 sebesar
1.488 orang
2.4. Aspek Pelayanan Umum Sejak diberlakukan penerapan UU No. 22 Tahun 1999 telah terjadi pergeseran model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efesiensi struktural ke arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan Negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi
merupakan keniscayaan dalam organisasi
negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentralisasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi
Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik, sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat, untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Konsepsi Pelayanan Publik, berhubungan dengan bagaimana meningkatkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dan/atau pemerintahan daerah menjalankan fungsi pelayanan, dalam kontek pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok (dasar) bagi seluruh masyarakat.
Bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perbaikan ekonomi, mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya
suatu
kualitas pelayanan
serta
pentingnya dilakukan perbaikan mutu pelayanan. Penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas, akan memacu potensi sosial ekonomi masyarakat
yang
merupakan
bagian
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
dari
demokratisasi
ekonomi.
Bab II _ Halaman 29
Penyediaan pelayanan publik yang bermutu merupakan
salah satu alat
untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut menjadikan pemberian pelayanan publik yang berkualitas
kepada
masayarakat
menjadi
semakin
penting
untuk
dilaksanakan.
Di Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain: a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan
tingkatan
penanggungjawab
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
instansi.
Respon
Bab II _ Halaman 30
terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali. b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat. c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait. e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat
pelayanan
kurang
memiliki
kemauan
untuk
mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 31
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan
dua
fungsi
sekaligus,
fungsi pengaturan
dan
fungsi
penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien. Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat
penting
merupakan
dalam
suatu
pelayanan
komitmen
publik.
Standar
penyelenggara
pelayanan
pelayanan
untuk
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan
penyelenggara
pelayanan.
Penetapan
standar
pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 32
lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya. 2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan
bahwa
proses pelayanan
dapat
berjalan
secara
konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal: a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus; b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku; c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan; d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan; e.
Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 33
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik; 4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan modelmodel pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi. Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 34
2.5. Sosial Budaya Daerah Pada
era
Otonomi
Daerah
sekarang
ini
Daerah
diberikan
kewenangan yang luas dalam menata dan mengelola daerahnya, sesuai kebutuhan lokal daerah masing –masing. Usaha-usaha pembangunan yang dilakukan Pemerintah Daerah bertujuan untuk menaikkan kualitas hidup manusia yang sering di sebut dengan “Kesejahteraan”. Melalui upaya tersebut pemerintah tidak hanya berusaha meningkatkan kualitas ekonomi saja tetapi juga menekankan sisi Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai subyek dan obyek pembangunan. Pemikiran ini dianggap lebih komprehensif karena mempertimbangkan sisi pembangunan manusia selain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Pembangunan manusia dimaksud tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan penduduk melainkan diarahkan kepada tercapainya produktivitas yang tinggi yang diikuti pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan. Indek
Pembangunan
Manusia
(Human
Development
Indeks)
merupakan indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang menggambarkan kemampuan dasar manusia yang dianggap sangat mendatar yaitu Indek Harapan Hidup, Indek Pendidikan dan Standar Hidup Layak atau disebut juga daya beli masyarakat. 1. Indek Harapan Hidup diharapkan mencerminkan tingkat kesehatan masyarakat. Usia hidup diukur melalui pendekatan angka harapan hidup waktu lahir yang dinotasikan dengan eo, angka ini menyatakan rata-rata lama atau usia hidup yang akan dicapai penduduk. Angka ini menunjukkan jumlah tahun yang diharapkan dapat dinikmati penduduk dalam suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian pertahun variabel
eo
diharapakan akan
mencerminkan rata-rata “dalam hidup” sekaligus hidup sehat masyarakat. 2. Indek Pendidikan atau disebut juga Komponen pengetahuan diukur melalui dua indikator, yaitu angka melek huruf (Adult Literacy Rate/ LIT) dan rata-rata lama sekolah (Mean Years of Schooling /MYS). Angka melek huruf menggambarkan kemampuan penduduk untuk membaca dan menulis huruf
latin,
sedangkan
rata-rata
lama
sekolah
dihitung
menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 35
tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan yang ditamatkan. Dalam penghitungan Indek Pendidikan ini populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahu keatas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Kedua indicator ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelmpok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan MYS merupakan gambaran terhadap ketrampilan yang dimiliki penduduk. 3. Standar hidup layak di Indonesia diukur dengan kemampuan daya beli (Purcasing Power Parity) yang tercermin dari pengeluaran riil per kapita dalam satu tahun. Angka ini menunjukkan kemampuan masyarakat untuk membeli sejumlah barang dan jasa sesuai dengan pendapatan yang diterima yang telah disesuaikan dengan nilai tukar rupiah di suatu daerah. Penggunaan pengeluaraan riil dimaksudkan untuk perbandingan antar daerah, karena dengan jumlah uang yang sama untuk diperoleh jumlah barang yang berbeda antar daerah. Untuk mengukur daya beli masyarakat antar propinsi di Indonesia digunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan adar dapat dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks Purcasing Power Parity (PPP).
Secara umum IPM Kabupaten Ponorogo dalam kurun waktu 20022009 mengalami kenaikan, hal ini berarti bahwa upaya pembangunan manusia yang berupa peningkatan kesejahteraan yang telah dilakukan selama
beberapa
tahun
telah
membawa
kemajuan
yang
cukup
menggembirakan. Data selengkapnya Indek Pembangunan Manusia (IPM) mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 adalah 2005 (65,72), 2006 (65,78), 2007 (67,40), 2008 (67,91), dan 2009 (69,55).
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 36
Tabel 2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2005 – 2009 No
Tahun
IPM
1
2
3
4
2005
65,72
5
2006
65,78
6
2007
67,40
7
2008
67,91
8
2009
69,55
Indek pembangunan manusia Kabupaten Ponorogo termasuk kategori menengah, dan mengalami perkembangan positif dan tren kenaikan. Pada tahun 2003 posisi IPM Kabupaten Ponorogo pada kelompok menengah bawah mengalami kenaikan pada level kelompok menengah sesuai standart IPM yang dikeluarkan oleh UNDP
Melihat kondisi tersebut diharapkan
pemerintah daerah lebih meningkatkan pembangunan di segala sektor khususnya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, sehingga di masa mendatang IPM Kabupaten Ponorogo dapat lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan terutama diperlukan sebagai dasar pengembangan kepribadian dan pola pikir yang konstruktif, kreatif dan inovatif. Pendidikan akan menumbuhkan kreatifitas dan produktifitas seseorang yang menjadikannya sebagai tenaga pembangunan yang, terampil cakap dan handal. Dengan demikian pembangunan di bidang pendidikan baik secara formal maupun non formal mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi daerah. Pembangunan pendidikan diarahkan pada peningkatan kualitas kecerdasan, mewujudkan manusia dan masyarakat yang mandiri, beriman dan bertagwa serta berbudi pekerti dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan pendidikan diorientasikan pada terselenggaranya program wajib belajar 12 tahun dengan memberikan kesempatan seluas luasnya kepada masyarakat kurang mampu dan atau yang terkena dampak krisis ekonomi, anak putus sekolah (dropout) karena alasan ekonomi.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 37
Berbagai jenis pendidikan kejuruan dan keahlian terus diperluas dan dikembangkan kerjasama antara duania pendidikan dengan dunia usaha untuk memenuhi kebutuhan
tenaga
kerja
terampil dan
profesional.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dikembangkan secara merata di seluruh wilayah dengan dasar kemampuan dan daya dukung serta kondisi daerah setempat. Pendidikan luar sekolah seperti kursus dan pelatihan ketrampilan telah diperluas dan ditingkatkan mutunya untuk meningkatkan ketrampilan dan profesionalisme serta kewirausahaan sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan manfaatkan kesempatan kerja. Pendidikan, pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan lainnya pada semua jenis, jalur, jenjang pendidkan dikembangkan secara terpadu dan memadai untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, sarana ketrampilan dan pelatihan, media dan teknologi pengajaran serta fasilitas pendidikan jasmani, dikembangkan dan disebarluaskan secara merata. Tersedianya sarana pendidikan yang memadai hingga ketingkat desa merupakan salah satu bentuk hasil pelaksanaan pembangunan di kabupaten Ponorogo. Perkembangan jumlah sekolah pada tahun 2009 meningkat cukup signifikan pada tingkat pendidikan TK, yang berarti bahwa kesadaran masyarakat
terhadap
pendidikan
usia
dini
semakin
meningkat.
Perkembangan jumlah murid pada tahun 2009 juga mengalami keniakan dari tahun sebelumnya. Pada tingkat pendidikan TK bila dibandingkan tahun ajaran lalu jumlah sekolah, murid dan guru terjadi perubahan menjadi 390 sekolah; 12.695 murid dan 1.194 guru. Tingkat SD mengalami perubahan menjadi 616 sekolah; 71.406 murid dan 6.725 guru. Tingkat SMP terjadi perubahan menjadi 86 sekolah; 27.204 murid dan 2.096 guru. Tingkat SMU terjadi perubahan menjadi 27 sekolah; 10.335 murid dan 898 guru. Dan Pada tingkat SMK terjadi kenaikan menjadi 35 sekolah; 11.315 murid dan 836 guru. Sedangkan untuk kondisi Madrasah, jumlah sekolah untuk semua tingkat pendidikan tidak banyak mengalami perubahan.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 38
Tabel 2.7. Jumlah sekolah, murid dan guru pada berbagai jenjang pendidikan di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2009 Keadaan (jumlah) No
Jenjang Pendidikan
Sekolah
Murid
Guru
1
TK
390
12.695
1.194
2
SD Negeri
603
68.081
6.487
SD Swasta
13
3.325
238
SMP Umum Negeri
53
23.378
1.678
SMP Umum Swasta
33
3.826
418
SMP Kejuruan Negeri
0
0
0
SMP Kejuruan Swasta
0
0
0
SMA Negeri
17
7.770
665
SMA Swasta
10
2.565
233
SMK Negeri
6
5.962
368
SMK Swasta
22
316
422
SMK Kecil
7
316
46
Kursus Negeri
0
0
0
Kursus Swasta
66
5.581
280
3
4
5
6
7
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo
Dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan adanya kecukupan jumlah pendidik, kualitas, kompetensi dan profesionalisme pendidik dalam merencanakan
dan
melaksanakan
proses
pembelajaran
dengan
menciptakan suasana yang menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis dan bermakna. Pembinaan tenaga pendidik untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam bidangnya sehingga berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Program sertifikasi guru disamping merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi guru juga dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik. Sampai dengan tahun 2009 ini jumlah guru yang telah lulus program sertifikasi adalah sebesar 65,35%. Sinkronisasi
dan koordinasi pembangunan pendidikan sangat
menentukan kecepatan keberhasilan pelaksanaan pembangunan pendidikan yang bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan.
Program nasional
managemen berbasis sekolah telah dilaksanakan secara menyeluruh
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 39
disekolah dan pada seluruh jenjang pendidikan. Program pembangunan fisik sekolah SD dan SMP yang didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat dilaksanakan dengan dukungan anggaran dari APBD Kabupaten/ Kota yang pelaksanaannya disinkronkan antara program pusat dan daerah. Dana alokasi khusus sampai dengan tahun 2009 diarahkan untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar sedangkan untuk tahun 2010 diarahkan untuk jenjang pendidikan SD dan SMP. Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang baik yang berasal dari dana APBN maupun APBD di Kabupaten Ponorogo telah dilaksanakan. Sampai dengan tahun 2009 ini anggaran pendidikan yang telah dialokasikan mencapai lebih dari 40%. Pendidikan Pra Sekolah sangat penting dan sangat menentukan bagi perkembangan anak usia dini utamanya dalam memberikan corak dasar terhadap perilaku anak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal
seperti Taman Kanak-
Kanak, Raudhatul Atfal atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur nonformal seperti
kelompok bermain, penitipan anak
serta jalur informal berupa
pendidikan di keluarga atau dilingkungan
dalam upaya menumbuh
kembangkan anak secara optimal untuk bekal/ kesiapan menuju pendidikan yang lebih tinggi. Prosentase anak pada usia dini yang terlayani mulai tahun 2005-2010
mengalami trend yang selalu meningkat. Pada tahun 2005
prosentase proporsi anak terlayani pada pendidikan anak usia dini (PAUD) sebesar 31,57%, tahun 2006 meningkat menjadi sebesar 43,84% , tahun 2007 meningkat menjadi sebesar 43,87%, tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 48% dan tahun 2009 meningkat menjadi sebesar 49,61%. Program Pendidikan
wajib belajar sembilan tahun bertujuan untuk
meningkatkan akses dan pemerataan layanan
pendidikan
dasar yang
bermutu dan terjangkau. Program pendidikan dasar meliputi tingkat SD/ SDLB, MI, paket A serta SMP, MTs dan Paket B. Program ini diantaranya meliputi: 1. Angka Kelulusan Sekolah Angka kelulusan sekolah untuk jenjang SD/MI berturut turut mulai 2005 adalah 100%, tahun 2006 angka kelulusan 100%, tahun 2007 angka
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 40
kelulusan 99,89%, tahun 2008 angka kelulusan 99,56% dan tahun 2009 angka kelulusan 100%
sedangkan tahun 2010
sebesar
%.
Sedangkan untuk jenjang SMP/MTs adalah angka kelulusan berturut turut mulai 2005 adalah 99,48%, tahun 2006 angka kelulusan 96,22%, tahun 2007 angka kelulusan 94,26%, tahun 2008 angka kelulusan 95,33% dan tahun 2009 angka kelulusan 96,67% . 2. Angka Partisipasi Kasar Untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam menikmati pelayanan pendidikan formal disetiap jenjang sekolah digunakan Angka Partisipasi Kasar (APK). Angka partisipasi kasar (APK) diukur dengan membandingkan antara jumlah siswa berada pada jenjang tertentu dengan jumlah siswa usia sekolah jenjang pendidikan yang sesuai yang hasilnya dinyatakan dalam persentase. Angka partisipasi kasar tingkat SD/MI di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2005 mencapai 106,46%, dan pada tahun 2009 telah mencapai 108,46%. Pada jenjang SMP/MTS APK pada tahun 2005 sebesar 88,10% dan meningkat terus setiap tahunnya dan pada tahun 2009 sebesar 99,78 %. 3. Angka Putus Sekolah 4. Angka putus sekolah merupakan sebuah tolok ukur atau indikasi kurangnya kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya pendidikan. Untuk mengukur angka putus sekolah adalah dengan membandingkan antara jumlah siswa putus sekolah pada tingkat dan jenjang tertentu dengan jumlah siswa pada tingkat dan jenjang yang sesuai pada tahun ajaran sebelumnya yang dinyatakan dalam presentase. Angka putus sekolah jenjang SD/MI/Paket A sampai dengan tahun 2009 sebesar 0,07%, jenjang SMP/MTs/Paket B sebesar 0,30% dan pada jenjang SMA/SMK/MA sebesar 0,35%. Angka Partisipasi Murni (APM) digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat
dalam menikmati
pelayanan pendidikan formal disetiap jenjang sekolah sesuai dengan kelompok umur. Angka partisipasi murni diukur dengan membandingkan antara jumlah penduduk kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Angka partisipasi murni (APM) di Kabupaten Ponorogo
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 41
sampai dengan tahun 2009 pada jenjang SD/MI sebesar 96,20%, pada tingkatan SMP/MTs mencapai 78,25%.
Dalam program pendidikan menengah ini bertujuan untuk menyiapan lulusan yang siap masuk dunia kerja bagi yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Pada jenjang ini merupakan upaya untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama yang signifikan sebagai dampak
dari
keberhasilan
program
wajib
belajar
sembilan
tahun.
Keberhasilan pelaksanaan program ini dapat dilihat tingkat capaian partisipasi masyarakat dalam menikmati pelayanan pendidikan formal (APK) jenjang SMA/MA/SMK yang mencapai 60,50% pada tahun 2009 . Untuk angka putus sekolah sebesar 0,40, angka partispasi murni (APM) tahun 2009 mencapai 60,22%. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah terhadap peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia sebagai subyek dan obyek pembangunan. Karakter dan kemampuan Sumber Daya Manusia akan sangat menentukan arah pembangunan bangsa. Dengan kemampuan SDM dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akan menentukan tingkatan bangsa dalam percaturan dunia. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa adalah dengan mencanangkan program wajib belajar yang merupakan keharusan anak usia sekolah untuk bersekolah. Baik program wajib belajar tingkat SD (6 tahun) yang telah berjalan, maupun yang sampai tingkat SMP (9 tahun). Hal ini menunjukkan tekad pemerintah akan pentingnya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Disamping itu tinggi rendahnya angka partisipasi pendidikan banyak ditentukan oleh kesadaran penduduk itu sendiri. Terutama pada usia sekolah untuk tetap bersekolah, serta tidak kalah pentingnya ketersediaan sarana penunjang pendidikan yang cukup memadai seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk usia sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan guna melihat lebih jauh daya serap pendidikan, maka kiranya perlu diamati angka tingkat partisipasinya. Ukuran yang dapat dipakai adalah Angka Partisipasi Sekolah.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 42
Angka ini dihitung berdasarkan perbandingan antara banyaknya penduduk yang masih sekolah dalam kelompok usia tertentu dibagi dengan jumlah penduduk yang seharusnya masih sekolah pada kelompok usia yang sama. Angka partisipasi sekolah mencapai 100 berarti sejumlah anak dalam kelompok usia sekolah tertentu dapat ditampung dan masih duduk dibangku sekolah tertentu seluruhnya. Perempuan dan laki-laki, baik sebagai manusia atau sebagai warga Negara di dalam hukum dan perundang undangan Indonesia tidaklah berbeda. Sebagai sumber daya insani
potensi yang dimiliki perempuan
tidaklah dibawah potensi laki-laki. Mereka memiliki kedudukan,hak dan kewajiban yang sama, namun kenyataannya,masih banyak dijumpai status dan peranan perempuan dalam masyarakat yang masih bersifat subordinatif, dan belum dianggap sebagai mitra sejajar dengan laki-laki. Hal itu terlihat dari masih sedikitnya perempuan yang berkesempatan menempati posisi di dalam pemerintahan, dalam badan legislatif, maupun yudikatif’serta didalam peranannya secara umum di masyarakat. Padahal tuntutan dari Millennium Development Goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan pada era millennium adalah
menuju
meningkatkan
kemitrasejajaran
keadilan
dan
laki-laki
kesetaraan
dan
gender
perempuan pada
dengan
setiap
sektor
pembangunan. Masalah ketidak adilan gender ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan,tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diukur dengan angka Indeks Pembangunan Gender (Gender Related Development Index atau GDI ) dan angka pemberdayaan Gender Empowerment Index atau GEM ). Selain itu banyaknya
peraturan
perundang-undangan,
kebijakan,
program,
dan
kegiatan pembangunan yang bias gender diskriminatif terhadap perempuan dan anak,serta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gebder serta kelembagaan yang peduli anak termasuk keterbatasan dana terpilah enurut jenis kelamin. Angka GEM dan GDI Indonesia termasuk terendah dibandingkan dengan Negara-negara Asean. Hal ini berarti ketidak adilan gender di berbagai bidang pembangunan masih merupakan masalah yang akan dihadapi dimasa mendatang. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dicermati dari analisis –analisis terhadap kondisi dan posisi perempuan yang relatif tertinggal di banding laki-laki dalam berbagai aspek
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 43
kehidupan. Dibidang pendidikan, data yang ada menunjukkan, semakain tinggi jenjang pendidikan semakin berkurang peserta didik perempuan tingginya angka putus sekolah dan buta huruf anak perempuan,serta masih banyaknya materi bahan ajar yang bias gender dan diskriminatif. Dibidang kesehatan,permasalahan yang sering muncul adalah berkaitan dengan tingginya Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI di Indonesia adalah tertinggi di ASEAN, 307 per 100.000 kelahiran hidup), rendahnya status gizi ibu hamil dan menyusui; rendahnya control perempuan dalam kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta rendah nya partisipasi dan tanggung jawab laki laki dalam kesehatan keluarga dan dalam ber-KB. Dibidang ekonomi, permasalahan dilihat dari terbatasnya akses perempuan untuk berusaha di bidang ekonomi produktif, termasuk akses untuk mendapatkan modal, pelatihan usaha, program perluasan kesempatan kerja dan informasi pasar yang mendorong kemandirian dan berwirausaha. Di bidang politik, rendahnya jumlah prosentase perempuan yang menjadi
anggota
wakil
rakyat
(DPR
dan
DPRD),
sebagai
kepala
pemerintahan, sebagai hakim, sebagai direktur dan pejabat struktural maupun fungsional merupakan pertanda rendahnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan. Di bidang hukum, masih terdapatnya peraturan perundang undangan yang bias gender, sehingga belum memperoleh perlindungan terhadap hakhaknya secara penuh. Masalah lain yang cukup serius dan perlu mendapatkan perhatian kita bersama adalah adanya kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan manusia serta lemahnya perlindungan terhadap anak. Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi suatu dimensi yang integral mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program nasional merupakan strategi Pengarus Utamaan Gender (PUG). Strategi ini dibangun dengan tujuan pokok
adalah
tercapainya
kesetaraan
dan
keadilan
gender
dalam
pembangunan nasional dan pembangunan daerah, dengan harapan tercipta kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan
dan
hak-haknya
sebagai
manusia
sehingga
mampu
berpartisipasi dalam kegiatan politik, sosial, ekonomi, budaya, memperoleh rasa aman dan nyaman serta menikmati hasil-hasil pembangunan. Inpres
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 44
Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional secara teknis diejawantahkan dalam pemahaman mengenai PUG yakni: 1. Strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender. 2. Mengintegrasikan persepektif gender ke dalam kebijakan, programprogram, proyek-proyek, aktifitas pembangunan di semua sektor pemerintahan. 3. Mengadopsi persepektif gender ke dalam siklus perencanaan 4. Mentransformasikan
keseluruhan
proses
dan
kerangka
kerja
perencanaan pembangunan yang responsif terhadap gender. 5. memperhitungkan dampak dari peran gender dan hubungan gender terhadap ketidaksetaraan dalam memperoleh akses dan manfaat khususnya dampak negatif terhadap perempuan. 6. Menciptakan suasana kondusif agar PUG lebih mudah diterima dan dilaksanakan.
Indikator makro pembangunan pemberdayaan perempuan Indonesia yang ditunjukkan dengan Gender Development Index (GDI) masih berada di peringkat yang belum menggembirakan dibanding negara-negara lain dan berada di posisi terendah dibandingkan negara-negara ASEAN. Pada tahun 1998 GDI Indonesia berada pada peringkat 90 dari 174 negara, tahun 2001 berada pada peringkat 92 dari 146 negara. Kabupaten Ponorogo yang berjumlah penduduk
899.328 orang
dengan komposisi penduduk perempuan relatif lebih banyak, yakni 456.023 orang dibandingkan penduduk laki-laki yang berjumlah 443.305 orang, mempunyai komitmen yang cukup tinggi dalam berupaya membangun kesetaraan dan keadilan gender dengan membentuk Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagi wujud komitmen pemerintah daerah sehingga kesetaraan dan keadilan anak serta perlindungan anakanak dapat terwujud. Dengan berbagai program kegiatan yang menyentuh perlindungan anak dan kesetaraan gender diarahkan untuk mempercepat integrasi program-program daerah ke dalam program propinsi dan programprogram nasional.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 45
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Rumah yang baik tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal atau berlindung, tetapi juga sebagai tempat untuk beristirahat, beribadah, berkomunikasi dengan keluarga, mendidik anak maupun bersosialasi dengan lingkungan. Dengan demikian kondisi rumah semestinya dapat memberikan rasa nyaman, aman dan memenuhi syarat kesehatan. Keadaan, kualitas dan fasilitas lingkungan perumahan merupakan cermin tingkat kesejahteraan masyarakat. Kualitas rumah yang baik antara lain memperhatikan sanitasi dan dilengkapi fasilitas perumahan yang baik seperti jenis lantai, jenis tembok, sumber penerangan, jarak tempat penampungan tinja dan lain-lain. Bertolak belakang dengan apa yang didefinisikan pada konsep tentang kesejahteraan adalah konsep mengenai kemiskinan, yang diartikan sebagai kekurangmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara umum. Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs). Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Hasil pengukuran kemiskinan yang baik dapat menjadi instrumen yang tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kebijakan yang ditujukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Penghitungan penduduk miskin dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu metode tidak langsung dan metode langsung. Penghitungan penduduk miskin dengan metode tidak langsung dilakukan melalui survey rumah tangga dengan
ukuran
pengeluaran
untuk konsumsi rumah
tangga.
Batas
kemiskinan ditentukan dari ketidakmampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan minimal makanan setara 21.000 kalori per kapita per hari ditambah kebutuhan non makanan. Data yang dihasilkan bersifat makro yang hanya menunjukkan jumlah namun tidak dapat menunjukkan lokasi keberadaan penduduk miskin. Penghitungan penduduk miskin dengan metode langsung dilakukan dengan pendataan penduduk miskin secara keseluruhan. Data yang dihasilkan bersifat mikro dan dapat menunjukkan alamat penduduk miskin. Pendataan langsung dilakukan dalam kegiatan PSE (Pendataan Sosial Ekonomi) yang kemudian dilanjutkan dengan program BLT (Bantuan
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 46
Langsung Tunai) dan PAM-DKB (Program Aksi Mengatasi Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak. Tingginya merupakan
jumlah
masalah
penduduk
yang
harus
miskin
di
diupayakan
Kabupaten
Ponorogo
penanggulangannya.
Berdasarkan hasil pendataan Program Perlindungan Sosial 2008 (PPLS 2008) jumlah Rumah Tangga Miskin keadaan 30 Oktober 2009 adalah 76.294 RTM dengan klasifikasi Rumah Tangga Sangat Miskin berjumlah 15.093 RTSM, Rumah Tangga Miskin berjumlah 28.038 RTM dan Rumah Tangga Hampir Miskin berjumlah 33.163 RTHM. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat miskin ini akan menjadi penting karena akan mendudukkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat
miskin,
diperlukan
berbagai
upaya
pemberdayaan
agar
masyarakat miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Selain itu, diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap masyarakat miskin dari beban (Liabilities) menjadi potensi (Asset). Management program-program kemiskinan dan pengangguran harus dilakukan dengan lebih baik. Banyak program kemiskinan dan pengangguran milik pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten yang saling tumpang tindih, sehingga efesiensi dan efektivitas program sangat rendah. Untuk itu pengelolaan program yang lebih baik merupakan keniscayaan yang saat ini diperlukan, mengingat dana pembangunan kita semakin terbatas. Program untuk rakyat miskin seharusnya dapat dipetakan sehingga menjadi mosaik yang bagus dilihat dari bentuk, ragam dan warna artinya: tidak perlu adanya penyeragaman (standarisasi) tetapi yang diperlukan adalah koordinasi yang efisien dan efektif. Lokasi, target, macam dan besarnya bantuan tentu bisa menjadi kualifikasi mengelompokkan program. Mengingat Kabupaten Ponorogo ini cukup luas dengan penduduk yang cukup besar manajemen program ini sangat penting. Bantuan yang ditujukan pada rumah tangga miskin merupakan upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, walaupun kenyataannya tidak hanya pemerintah yang berperan
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 47
tetapi juga lembaga swasta dan perorangan. Jenis bantuan yang diberikan tersebut dibedakan menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu bidang kesehatan, pangan/ ekonomi dan pendidikan. Bantuan di bidang kesehatan diwujudkan melalui jaring pengaman sosial berupa Jaminan Kesehatan Masyarakat (jamkesmas) yang dibiayai oleh
Pemerintah
Pusat
dan
didukung
dengan
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat Daerah (Jamkesmasda). Pada tahun 2009 kuota jumlah penduduk miskin di Kabupaten Ponorogo yang memperoleh Jamkesmas berjumlah 340.056 orang dan non kuota yang dibiayai oleh Kabupaten Ponorogo dan Propinsi Jawa Timur melalui jamkesmasda berjumlah 10.000 orang.
Pemberian kartu sehat pada rumah tangga yang tergolong dalam
karakteristik
miskin.
Kartu
sehat
tersebut
dapat
digunakan
untuk
mendapatkan keringanan biaya/bebas biaya pada saat berobat, periksa kehamilan, melahirkan dan keperluan KB. Di
samping
dibidang
kesehatan,
masih
ada
program
untuk
masyarakat miskin di bidang pendidikan berupa program kompensasi pengurangan
subsidi bahan
baker minyak (PKPS-BBM) dan
biaya
operasional sekolah (BOS) dan bantuan khusus murid (BKM) . Besarnya dana bos untuk tingkat SD/MI sebesar Rp. 33.083,3 , untuk SMP/Mts adalah Rp. 47.500,0 dan Bantuan Khusus murid untuk tingkat SMA/SMK sebesar Rp. 65.000,0. Dari 21 Kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo jumlah penerima bantuan di bidang pendidikan yang paling banyak adalah Kecamatan Ponorogo sejumlah 7.981 orang, disusul kecamatan Ngrayun berjumlah 5.903 orang dan yang paling sedikit berada pada Kecamatan Pudak yang
berjumlah 885
orang. Besarnya bantuan untuk masyarakat
miskin di bidang pendidikan merupakan bukti komitmen pemerintah dalam mengurangi jumlah penduduk miskin melalui peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) agar masyarakat lebih berdaya dan mampu menghadapi persaingan global. Penggunaan Kartu sehat Jamkesmas dan jamkesmasda oleh rumah tangga paling banyak dimanfaatkan untuk berobat, baik untuk berobat jalan maupun rawat inap. Sedangkan untuk Bantuan langsung kepada masyarakat miskin di bidang pangan/ ekonomi diwujudkan melalui pemberian beras murah dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 48
Dalam rangka peningkatan kesejahteraan juga telah dilaksanakan program transmigrasi. Untuk Tahun 2005 telah diberangkatkan sebanyak 41 transmigran, Tahun 2006 tidak memberangkatkan transmigran, Tahun 2007 sebanyak 33 transmigran, Tahun 2008 sebanyak 63 orang dan Tahun 2009 sebanyak 54 orang. Sedangkan yang menjadi TKI/TKW yang berangkat ke Luar Negeri Tahun 2008 sejumlah 1.488 orang terdiri dari laki-laki 236 dan perempuan 1.252 orang. Tahun 2009 sebanyak 1.268 orang dengan rincian laki-laki 115 orang dan perempuan 1.153 orang, dengan negara tujuan adalah Malaysia, Hongkong, Arab Saudi, Singapura, Abu Dhabi, dan Taiwan. Beberapa masalah sosial selain kemiskinan, yang perlu mendapat perhatian bantuan adalah para penderita cacat, dimana terdapat jumlah 2.945 orang penderita, yang terdiri dari tunanetra 832 orang, tuna wicara 861 orang, cacat mental 1.302 orang. Selain itu juga masih adanya penyakit sosial
seperti
minum-minuman
keras,
judi
narkoba,
pornografi,
maling/rampok. Jumlah wanita tuna susila tercatat 115 orang. Kepada wanita tuna susila ini telah dilakukan pelatihan, sedangkan yang berhasil direhabilitasi sebanyak 29 orang. Masyarakat Kabupaten Ponorogo mayoritas pemeluk Agama Islam sebesar 955.976 orang (99,42%), pemeluk Agama Katholik 2.967 orang (0,31%), Protestan 1.549 orang, Budha 503 orang dan Hindu 540 orang. Jumlah tempat ibadah meliputi Masjid berjumlah 1.775 , Musolla berjumlah 2.734 dan gereja berjumlah 20. Jumlah pesantren di Ponorogo mengalami kenaikan dari 67 pondok pesantren menjadi 89 pada tahun 2009 dengan jumlah santri perempuan 14.500 orang dan santri laki-laki berjumlah 17.416 orang. Kabupaten Ponorogo juga sangat terkenal dengan seni dan budayanya. Reyog Ponorogo merupakan trade mark yang sangat dikenal tidak hanya di Indonesia tetapi juga dikenal hingga ke manca negara. Reyog Ponorogo mampu menunjukkan kekhasan tersendiri termasuk dengan kehidupan waroknya. Jumlah organisasi kesenian Reyog Ponorogo sebanyak 267 unit seiring dengan program pemerintah Ponorogo, untuk menjaga kelestariannya sebagai budaya asli Ponorogo setiap desa disarankan minimal harus ada satu unit Reog. Sedangkan untuk ajang adu ketrampilan dalam pagelarannya setiap
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 49
bulan Suro diadakan festival Reyog yang diikuti peserta dari seluruh tanah air. Secara keseluruhan jumlah organisasi kesenian di Kabupaten Ponorogo adalah : Reog 267 unit (Reyog Dadak 214; Reyog Mini 23; Reyog Tek 30); samproh/hadroh 28 unit; karawitan 146 unit; terbang sholawat 105 unit; wayang kulit 68 unit; campursari 45 unit; khosidah 45 unit; band/orkes 28 unit; ketoprak/ludruk 24 unit; musik odrot 17 unit; jemblungan 6 unit; wayang orang 5 unit; kongkil 3 unit; dan lain-lain 26 unit.
2.6. Aspek Daya Saing Indonesia telah menjadi anggota WTO (World Trade Organization) suatu organisasi internasional di bawah PBB yang mengatur kegiatan perdagangan barang dan jasa antar negara. Agar produk-produk barang dan jasa khususnya produk-produk pertanian dari berbagai penjuru wilayah Indonesia (daerah-daerah) dapat memasuki pasar global, maka harus dapat mengikuti dan memenuhi prosedur, standar dan persyaratan yang ditetapkan oleh WTO antara lain yang tercantum pada Kesepakatan WTO-SPS (WTOSanitary and Phytosanitary Agreements) dan Kesepakatan WTO-TBT (WTOTechnical Barrier to Trade Agreements) Setiap negara yang ingin berhasil dalam memasarkan produkproduknya di pasar global harus dapat memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh WTO yang pada dasarnya knowledge and scientific based. Semua
negara
berusaha
memanfaatkan
kesepakatan
WTO
untuk
meningkatkan ekspor produk-produk pertanian ke negara sasaran, serta sedapat mungkin menghambat laju impor produk-produk luar negeri ke pasar domestik. Disamping itu, hampir semua negara maju dan beberapa negara sedang berkembang sibuk merancang, menyiapkan dan melaksanakan program Biosecurity atau Ketahanan Hayati yang bertujuan melindungi tumbuhan, hewan dan manusia di negaranya masing-masing dari organismeorganisme berbahaya yang mungkin datang dari luar negeri. Program Biosecurity tersebut secara tidak langsung terkait juga dengan isu-isu perdagangan.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 50
Negara-negara yang menguasai pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan persyaratan-persyaratan WTO dan persyaratan negaranegara sasaran ekspor adalah negara yang akan mampu bersaing di pasar dunia serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Banyak persyaratan, standar dan prosedur WTO-SPS yang merupakan sintesis atau perpaduan berbagai bidang ilmu. Peraturan dan ketentuan tentang Karantina Pertanian, seperti pelaksanaan PRA (Pest Risk Analysis) dan PFA (Pest Free Area) serta Keamanan Pangan seperti penetapan Batas Maksimum Residu Pestisida sangat bermuatan pengetahuan dan teknologi entomologi seperti taksonomi, biosistematik, biokimia, ekologi dan toksikologi. Dalam konteks peningkatan daya saing diberbagai sektor maka indikator utama adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan sekaligus menjaga kualitas produk dan keretsediaan barang (kwalitas produk) dipasaran dapat dilakukan secara berkesinambungan dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi sehingga Negara kita akan tetap survive dalam globalisasi dunia. Daya saing sebuah negara dapat dicapai dari akumulasi daya saing strategis perusahaan di daerah-daerah. Proses penciptaan nilai tambah (value added creation) berada pada ruang lingkup perusahaan. Sementara pada ruang lingkup negara, daya saing suatu bangsa ditentukan oleh interaksi antara kinerja ekonomi makro, seberapa jauh kebijakan pemerintah kondusif bagi dunia usaha,kinerja dunia usaha,dan infrastruktur. Secara Nasional, daya saing Indonesia makin merosot dari tahun ke tahun dan berada pada papan bawah. Menurut laporan International Institute for
Management
Development
(IMD)
dalam World
Competitiveness
Yearbook, daya saing Indonesia menempati urutan ke-50 pada 2006, menurun menjadi 54 pada 2007 dan bahkan pada 2008 ini peringkat Indonesia anjlok menjadi 55 dari 134 negara. Indonesia jauh di bawah negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Filipina. Penilaian versi World Economic Forum juga menunjukkan daya saing Indonesia (54) masih lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Menurunnya daya saing diakibatkan oleh rendahnya kualitas pelayanan birokrasi, tidak efisiennya
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 51
bisnis, meningkatnya biaya buruh, rendahnya kualitas infrastruktur, dan tingginya biaya investasi di Indonesia. Laporan yang sedikit berbeda muncul pada survei dan data Departemen Perindustrian (2008). Selama kurun waktu satu dekade ini, sektor industri Indonesia dilaporkan terus mengalami peningkatan daya saing. Secara umum, produk-produk Indonesia yang memiliki daya saing kuat di pasar ASEAN meningkat dari 1.537 produk pada periode 1993-1999 menjadi 1.820 produk pada periode 2000-2007. Dari sisi pertumbuhannya,
industri
mesin
merupakan
industri
yang
memiliki
pertumbuhan daya saing yang paling tinggi,yaitu sebesar 134,62%. Disusul industri teknologi informasi dan elektronika sebesar 93,90%, industri lain-lain 28,57%, industri kimia hulu 24,19%. Namun, perlu dicatat juga bahwa ada industri yang mengalami pertumbuhan daya saing yang negatif, yaitu industri maritim dan jasa teknologi. Sementara industri tekstil dan produk tekstil merupakan jenis industri yang daya saingnya paling kuat. Ada dua industri yang mengalami masa bonanza selama pemerintahan 2004-2009, yaitu industri alat angkut-mesin-peralatan yang laju pertumbuhannya mencapai 12,9%. Industri pupuk-kimia-barang dari karet menjadi cabang industri dengan laju pertumbuhan tertinggi kedua, sebesar 6,23%. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, industri manufaktur Indonesia menghadapi masalah struktural sebagai berikut: 1.
Masih sangat tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri.
2.
Lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri kita masih banyak yang bertipe "tukang jahit" dan "tukang rakit".
3.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana tecermin dari tingkat pendidikan tenaga kerja industri.
4.
Belum terintegrasinya usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan industri skala besar.
5.
Kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak subsektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati "monopoli", setidaknya oligopoli. Oleh karena itu, dalam pasar global, mau tidak mau distorsi yang menghalangi fair competition harus dihilangkan. Sudah saatnya
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 52
proteksi bagi industri yang tidak efisien dan "jago kandang" dihilangkan, setidaknya dikurangi porsinya. Momentum liberalisasi perdagangan dunia dan disepakatinya WTO agaknya merupakan external pressure untuk meniadakan berbagai proteksi yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Ini perlu dibarengi dengan berbagai persiapan kelembagaan, infrastruktur, dan suprastruktur dalam upaya meningkatkan daya saing di pasar global. Pengembangan usaha kecil dan koperasi sebagai basis ekonomi kerakyatan merupakan salah satu langkah strategis yang perlu ditindaklanjuti dengan langkah nyata dan tidak hanya berhenti pada retorika politik. Bagaimana daya saing industri Indonesia di pasar global? Dilihat dari indeks RCA (revealed comparative advantage) ternyata tidak berubah. Indeks RCA menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut di dunia. Sejak 1982 keunggulan komparatif Indonesia meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata 19% per tahun hingga 1994. Tidak berubahnya RCA Indonesia selama 1965-1982 besar kemungkinan karena ekspor kita masih didominasi minyak dan produk pertanian yang padat sumber daya alam (agricultural and resource-based industries). Setelah 1982, sejalan dengan upaya pengembangan broad-base industry,
produk
ekspor
nonmigas
Indonesia
semakin
beragam.Namun,beberapa studi berdasarkan RCA menunjukkan bahwa komoditas industri manufaktur Indonesia yang meningkat pangsa pasarnya di dunia masih didominasi produk berteknologi sederhana seperti karet, plastik,tekstil,kulit,kayu,dan
gabus.
Kendati
demikian,
yang
cukup
memprihatinkan adalah ada indikasi mulai melemahnya daya saing Indonesia sejak 1992.Salah satu sebab utamanya adalah masih terkonsentrasinya produk ekspor nonmigas yang tergolong hasil dari industri yang padat sumber daya alam (natural resource intensive/NRI) dan berbasis tenaga kerja yang tidak terampil (unskilled labour intensive/ULI). Agaknya Indonesia harus mulai bersiap-siap menyongsong tahapan keunggulan komparatif yang lebih tinggi,yaitu ke sektor padat teknologi (TI) dan padat tenaga ahli (HCI). Ini terbukti di kala pertumbuhan ekspor nonmigas kita mengalami penurunan selama
1993-1995.
Produk
yang
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
justru
menanjak
pertumbuhannya
Bab II _ Halaman 53
(setidaknya pertumbuhan nilai ekspornya 50% dan nilai ekspornya minimum USD100 juta) adalah produk dari industri TI dan HCI. Di antara produk ekspor yang naik daun adalah barangbarang elektronik, kimia, dan mesin nonelektronik,
termasuk
peralatan
telekomunikasi,
komputer
dan
komponennya. Menariknya, hampir semua produk tersebut memiliki rasio impor kurang dari 1, yang menunjukkan betapa produk-produk tersebut tidak memiliki kadar kandungan impor yang tinggi. Inilah pentingnya melakukan reformasi kebijakan industri nasional. Kebijakan industri "tradisional" sering dihubungkan dengan penentuan target sektor-sektor dan industri tanpa menghiraukan di mana sektor-sektor tersebut berlokasi dalam sebuah negara. Harus diakui, kebijakan industri kita selama ini bersifat aspasial (spaceless),
mengabaikan
di
mana
lokasi
industri
berada.
Sebaliknya,perspektif baru kebijakan industri lebih mendukung tindakantindakan horizontal dan menolak target sektoral. Dalam konteks ini, perspektif spasial pembangunan industri dengan berbasis kluster (industrial clusters/ districts) dan kompetensi inti daerah merupakan salah satu faktor kunci yang dapat membantu pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan kebijakan industri. Literatur mengenai kluster industri mengajarkan bahwa ciri penting dan utama dari suatu kluster adalah konsentrasi geografis dan spesialisasi sektoral.Dengan kata lain,kluster merujuk pentingnya spesialisasi dalam suatu daerah geografis yang berdekatan. Visi RPJMN 2009-2014 untuk membangun dunia usaha yang adil, sehat, dan berkembang perlu ditindaklanjuti dengan strategi dan reformasi kebijakan industri. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (KPIN) dengan Perpres No 28/2008 yang sudah dicanangkan perlu diintegrasikan dengan roadmap pembangunan infrastruktur (terutama listrik dan akses keuangan), energi (terutama gas dan batu bara), dan reformasi birokrasi.
2.7. Prasarana dan Sarana Daerah Untuk mendukung program pembangunan daerah dapat berjalan lancar dan memperoleh hasil yang maksimal diperlukan sarana dan prasarana pendukung yang memadai. Selain kuantitas yang perlu ditambah, peningkatan mutu/kualitas dari sarana dan prasarana juga perlu ditingkatkan.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 54
Sarana
dan
prasarana
vital
yang
cukup
berperan
dalam
proses
pembangunan antara lain di bidang transportasi, telekomunikasi, lembaga keuangan dan sarana perdagangan. Salah satu prasarana transportasi dalam kegiatan perekonomian serta kemudahan untuk mobilitas penduduk dalam kegaitan sosial adalah ketersediaan jalan yang baik.
Seiring dengan semakin meningkatnya
pembangunan nasional di Kabupaten Ponorogo senantiasa selalu dilakukan perbaikan dan pembangunan jalan Negara, Propinsi, Kabupaten maupun jalan poros desa. Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo memberikan perhatian pada peningkatan kualitas jalan disamping penambahan panjang jalan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penambahan panjang jalan selama tahun 2009 hanya 5,66 Km dari tahun 2008. Panjang jalan yang sudah diaspal untuk jalan Negara sepanjang 8,00 km, jalan propinsi sepanjang 86,58 km, dan jalan kabupaten sepanjang 689,91 km. Sementara jenis jalan kerikil sepanjang 149,10 km dan jalan tanah sepanjang 77,10 km. Pada tahun 2009 sekitar 41,71% jalan dalam kondisi baik, meningkat dari tahun 2008 sekitar 32,25%. Demikian pula dengan kondisi jalan yang rusak telah mengalami penurunan dari 19,91% pada tahun 2008 menjadi 18,59% pada tahun 2009. Hal ini cukup menggembirakan mengingat dengan meningkatnya kondisi dan kualitas jalan maka mobilitas penduduk akan semakin mudah sehingga aktifitas ekonomi masyarakat semakin lancar. Namun demikian penambahan panjang jalan tetap diperlukan agar penduduk di daerah pelosok desa dapat pula menikmati fasilitas umum yang sangat vital ini. Di sektor telekomunikasi nampaknya pengguna telepon mengalami peningkatan yang cukup pesat dibandingkan pengguna pos. Dalam sepuluh tahun terakhir sarana komunikasi yang berkembang pesat adalah telepon selular. Walaupun tidak tersedia data mengenai perkembangan telepon selular, namun dapat dilihat meningkatnya jumlah pengguna ponsel, mulai dari kalangan bawah sampai kalangan menegah dan atas. Sekarang ini ponsel sudah bukan merupakan barang mewah tetapi sudah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat mengingat begitu pentingnya komunikasi di segala lini kehidupan. Terlebih lagi dengan perkembangan dunia teknologi
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 55
informasi sekarang ini dunia semakin tidak ada batas ruang dan waktu, bahkan sudah banyak pengguna internet yang sudah merambah ke sektor rumah tangga dan tidak lagi hanya dilingkungan kantor pemerintah ataupun kantor swasta. 2.8. Kondisi Pemerintahan dan Sosial Politik Untuk menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah Kabupaten Ponorogo didukung oleh segenap pegawai ditingkat Kabupaten, Kecamatan sampai Desa/ Kelurahan, yang berada di Kantor, lembaga teknis, BUMD, Dinas, Badan serta unit unit pelaksanan teknis lainnya. Negeri Sipil
Jumlah Pegawai
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan
meningkat dan berkembangnya
organisasi serta kebijakan Pemerintah
Pusat. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di kabupaten Ponorogo pada Tahun 2009 adalah 12.570 orang meningkat 1,55 persen dibandingkan tahun 2008 yang lalu. Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah , merupakan dasar dalam upaya penataan kembali kelembagaan organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Ponorogo agar lebih proporsional, efektif, efisien serta benar- benar sesuai kebutuhan nyata daerah. Kabupaten Ponorogo telah melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor penerapannya di mulai awal tahun
41 Tahun 2007
yang
2009 yang lalu dengan pola miskin
struktur tetapi kaya fungsi dalam kerangka menuju tata kelola pemerintahan yang baik
yang dipresentasikan dalam bentuk peningkatan pelayanan
kepada masyarakat yang semakin ramah, murah, cepat, tepat dan benar. Pemilihan Umum 2009 menghasilkan Anggota DPRD Kabupaten Ponorogo 2009-2014 berjumlah 50 orang, dengan komposisi perolehan kursi partai politik di DPRD Kabupaten Ponorogo 2009-2014 sebagai berikut: Partai Kebangkitan Bangsa (7 kursi); Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (10 kursi); Partai Golkar (9 kursi); Partai Demokrat (7 kursi); Partai Persatuan Pembangunan (3 kursi); Partai Amanat Nasional (6 kursi); Partai Keadilan Sejahtera (1 kursi); Partai Bulan Bintang (1 kursi), PKPI (1 kursi), PKNU (3 kursi), HANURA (2 kursi), dan PNI Marhaenis (1 kursi). Komposisi Pimpinan
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 56
DPRD Kabupaten Ponorogo 2009-2014 adalah satu orang ketua dan tiga orang wakil ketua. Alat kelengkapan
dengan terdiri empat komisi yakni
Komisi A, B, C dan D serta empat badan yaitu Badan Kehormatan, Badan Musyawarah, Badan Anggaran dan Badan Legislasi Daerah. Sedangkan Fraksi di DPRD Kabupaten Ponorogo 2009-2014 adalah Fraksi PDI Perjuangan (10 orang anggota), Fraksi Golkar (9 orang anggota), Fraksi Demokrat (7 orang anggota), Fraksi Kebangkitan Bangsa (9 orang anggota), Fraksi PAN (7 orang anggota), dan Fraksi PKUI (8 orang anggota). Sedangkan untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo masa jabatan 2010-2015, yang diikuti oleh 3 pasangan calon yakni (1) Muhadi Suyono-Yusuf Pribadi, (2) Amin-Yuni Widyaningsih dan (3) SupriyantoNyamut Suseno, yang dimenangkan oleh pasangan nomor urut 2 yakni H. Amin- Yuni Widyaningsih secara mutlak dengan prolehan suara lebih dari 46%.
2.9. Potensi Energi Letak Indonesia yang berada dalam tatanan kerangka tektonik yang dilalui Cincin Api Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania menyebabkan banyak terdapat Gunung Api. Hal ini mengakibatkan Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar didunia yaitu sebesar 27 GW. Dari potensi ini hanya 1052 MW yang sudah dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Sehingga banyak sekali potensi energi panas bumi yang belum dimanfaatkan, diantaranya potensi panas bumi di daerah Ngebel Ponorogo Jawa Timur sebesar 120 MW, merupakan yang pertama akan dimanfaatkan di Jawa Timur dengan total potensi 1206,5 MW. Kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat dan diperkirakan akan terjadi krisis
energi
apabila
tidak
dilakukan
upaya-upaya
menggali
dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia. Ketidakmampuan dalam penyediaan pasokan energi listrik menyebabkan terjadi krisis energi listrik di Indonesia. Salah satu langkah untuk mengatasi krisis energi listrik tersebut, maka pemerintah menetapkan sasaran bauran energi nasional 2025, dengan komposisi panas bumi sebesar 9500 MW. Studi dan penelitian pemanfaatan panas bumi Ngebel Ponorogo untuk PLTP 120 MW dengan beberapa parameter yang akan dianalisis RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 57
antara lain adalah aspek teknis, ekonomi dan lingkungan. Sehingga kebutuhan energi listrik di Ponorogo dan daerah sekitarnya dapat terpenuhi dengan baik bahkan akan mampu mensuplai tenaga listrik untuk wilayah Jawa dan Bali. Kekurangan gas dan besarnya permintaan di bidang industri sejalan dengan besarnya kebutuhan listrik merupakan kesempatan besar bagi panas bumi untuk dapat disalurkan ke dalam kebutuhan pembangkit tenaga listrik. Pemboran sumur dangkal di Ngebel memperlihatkan temperatur yang berkisar 250-300 C. Batuan reservoir berada di bawah kedalaman 1000 meter sehingga tidak mahal untuk pengembangan Panas bumi. Dengan adanya hutan lindung di sekitar WKP, maka akan tidak ada masalah untuk keberadaan aquayer panas bumi. Titik berat UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan adalah terwujudnya tatakelola ketenagalistrikan di daerah yang ideal dan mandiri. Hal itu tercermin dengan adanya penentuan TDL regional ( perdaerah ) serta dorongan terhadap berkembangnya inovasi ketenagalistrikan. Tak bisa dimungkiri lagi bahwa tatakelola ketenagalistrikan harus dilakukan secara cerdas sesuai dengan trend global yang menuju kearah smarter planet. Kondisi itu semua bisa terwujud jika tatakelola ditunjang dengan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sedangkan inovasi ketenagalistrikan harus melibatkan segmen masyarakat yang terbelakang. Sayangnya, dua hal diatas masih sulit diwujudkan karena sebagian besar pemerintah daerah belum mampu menangkap semangat UU Nomor 30 Tahun 2009. Hal itu terlihat dari rendahnya kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD). Tatakelola ketenagalistrikan di daerah masih diwarnai dengan belum baiknya sistem informasi ketenagalistrikan. Pada era konvergensi sekarang ini penerapan aplikasi informasi berbasis data spasial bergeoreferensi sudah mampu mengintegrasikan data yang terkait informasi topografi dan unsur ketenagalistrikan. Perencanaan ketenagalistrikan daerah harus mampu merancang sistem informasi utilitas jaringan listrik yang berbasis GIS (Geographical Informations System). Sudah waktunya pemerintah daerah mampu menyajikan informasi distribusi jaringan listrik untuk keperluan RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 58
manajemen aset kelistrikan terutama dalam hal monitoring pemakaian daya listrik dalam tampilan antarmuka berbasis web. Sehingga besaran pemakaian dan proyeksi kebutuhan ketenagalistrikan daerah bisa dikelola secara baik. Rendahnya kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun RUKD juga mempersulit penyusunan Rencana (RUKN).
Untuk
itulah
Umum
proses penyusunan
Ketenagalistrikan RUKD oleh
Nasional
Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota memerlukan sistem yang bersifat intelegensi sehingga bisa mengakomodasi dan memproyeksikan aspek stakeholders yang terdiri dari pelaku usaha, pemegang
izin usaha penyediaan tenaga
listrik seperti BUMN, BUMD, Swasta dan Koperasi, pemegang izin operasi, konsumen tenaga listrik serta pihak-pihak terkait lainnya. Celakanya, penyusunan
RUKD
selama
ini
hanya
sekedar
formalitas
birokrasi.
Kontennyapun masih asal-asalan, tidak komprehensif dan kurang inovatif. Hal itu semakin mempersulit investor atau pelaku industri dan inovator ketenagalistrikan. Dengan adanya sistem informasi ketenagalistrikan daerah yang bersifat inteligensi ( Bussines Intelligent ) akan mempermudah peran pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi, kompilasi dan integrasi data dan informasi serta berbagai kebijakan yang berada di wilayah administrasinya untuk dijadikan RUKD. Pada prinsipnya Rencana Umum Ketenagalistrikan baik RUKD maupun RUKN mencakup dua aspek perencanaan yaitu perencanaan untuk sistem ketenagalistrikan yang tersambung ke Jaringan Transmisi Nasional (JTN) atau on grid planning dan perencanaan untuk sistem ketenagalistrikan yang tidak tersambung ke JTN atau off grid planning. Dengan demikian pemerintah daerah perlu mempersiapkan kedua jenis perencanaan tersebut secara cepat dan akurat. Diantaranya adalah proyeksi kebutuhan listrik didaerahnya kedepan secara analitis dan obyektif. Sistem informasi ketenagalistrikan yang bersifat inteligensi juga sangat membantu mengatasi persoalan pasokan listrik di kawasan industri. Sistem itu menerapkan basis data kelistrikan yang bersifat spasial serta didukung dengan adanya data daya dan tegangan di kawasan industri. Sehingga dengan mudah dapat dihitung besarnya resistensi arus serta drop
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 59
tegangan dan rugi daya saluran pada saluran yang dialiri oleh penyulang. Dengan penerapan sistem informasi ketenagalistrikan yang berbasis GIS bisa diwujudkan efisiensi penyaluran tenaga listrik yang seimbang karena penentuan daya tersambung dan daya terpakai kepada para pelanggan bisa diketahui secara tepat.
RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015
.
Bab II _ Halaman 60