REWARD DAN PUNISHMENT SEBAGAI BENTUK KEDISIPLINAN DI PONDOK PESANTREN AGRO NUUR EL FALAH PULUTAN SALATIGA SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: MUHAMMAD ALFI WIBOWO NIM: 11111212
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
“NIAT ADALAH UKURAN DALAM MENILAI BENARNYA SUATU PERBUATAN, OLEH KARENANYA, JIKA NIATNYA BENAR TENTU PERBUATAN ITU BENAR, DAN JIKA NIATNYA BURUK MAKA PERBUATAN ITU BURUK.”
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Kedua orang tuaku, bapak Su’udi dan ibu Muromah tercinta yang dengan do`a dan seluruh pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan harapan membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran. 2. Kakak-kakakku mbak Fu’ah, mbak Wati, mas Dani, mas Agung dan mas Lutfi yang selalu memberi semangat juga motivasi untuk selalu optimis. 3. Keluarga Besar Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi. 4. Ustadz Sholeh, ustadz Muhib, ustadz Fatkhur, ustadz Yakin, dan ustadz Sukron yang memberikan inspirasi serta motivasi dalam penyelesaian skripsi. 5. Teman-teman PAI-F dan teman-teman IAIN Salatiga yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk persahabatan dan pertemanan yang luar biasa. 6. Almamaterku IAIN Salatiga
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Reward dan Punishment sebagai Bentuk Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.
2.
Bapak Su’udi
dan Ibu Muromah tercinta yang telah mencurahkan
pengorbanan dan do’a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis. 3.
Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
4.
Bapak Drs. Abdul Syukur, M. Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan nasihat, arahan serta masukan-masukan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi.
viii
5.
Ibu Rukhayati, M. Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.
6.
Bapak Mufiq, M. Phil selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak nasehat dan arahan di awal semester selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga.
7.
Seluruh dosen dan petugas Administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung.
8.
Keluarga besar Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Amin Ya Robbal ’Alamin Salatiga, 03 Maret 2016 Penulis
ix
ABSTRAK Wibowo, Muhammad Alfi. 2016. Reward dan Punishment Sebagai Bentuk Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Drs. Abdul Syukur, M. Si., Kata kunci: Reward dan Punishment, Pendidikan Kedisiplinan Penelitian ini membahas tentang penerapan reward dan punishment untuk mewujudkan kedisiplinan dalam segala kegiatan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Desa Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga. Fokus penelitian ini meliputi: 1) Bagaimanakah penerapan reward dan punishment dalam pendidikan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 2) Bagaimanakah efektifitas penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 3) Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 4) Bagaimanakah konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting. Peneliti bertindak langsung sebagai instrument dan sebagai pengumpul data hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diperoleh dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu melakukan reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini mengadakan keabsahan data dengan menggunakan ketekunan pengamatan triangulasi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa: 1) Penerapan reward bukan hanya dengan materi saja, bisa juga dengan ucapan, sedangkan penerapan punishment selain mengikuti peraturan di pondok juga dengan menghafal surat-surat pendek, menambah jam belajar malam dan juga hukuman fisik yang mendidik, seperti push up, lari mengelilingi halaman. 2) Keduanya sangat efektif dalam implementasi kedisiplinan, walaupun yang lebih dominan adalah keefektifan punishment karena sering terjadinya pelanggaran. 3) Fator pendukung: pengurus mempunyai komitmen yang kuat, adanya oraganisasi dari santri, adanya pengabdian dari alumni, tata tertib yang sudah disepakati oleh pengurus dan pengasuh, dan lingkungan yang kondusif. Faktor penghambat: lemahnya pengawasan, penerapan reward dan punishment yang kurang konsisten, kesadaran santri kurang, pengaruh dari tempat tinggalnya maupun pergaulan, dan kurangnya bimbingan bagi santri yang melanggar. 4) Konsep pendidikan kedisiplinan yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah hampir sama dengan asrama TNI yakni melaksanakan kegiatan pesantren dengan disiplin sesuai waktunya.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN .....................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................................
iv
MOTTO ..........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Fokus Penelitian ......................................................................
5
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
6
D. Kegunaan penelitian ................................................................
6
E. Penegasan Istilah .....................................................................
7
F. Metode Penelitian ....................................................................
10
G. Sistematika Penulisan Skripsi ..................................................
18
KAJIAN PUSTAKA A. Reward .....................................................................................
20
B. Punishment ..............................................................................
30
C. Pendidikan Kedisiplinan ..........................................................
44
D. Reward dan Punishment sebagai Bentuk Kedisiplinan ...........
55
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Desa Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga .............................
58
B. Hasil Temuan ...........................................................................
73
xi
BAB IV PEMBAHASAN A. Penerapan Reward dan Punishment dalam Pendidikan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah ...................................
81
B. Efektifitas Reward dan Punishment ........................................
83
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat .............................
84
D. Konsep Pendidikan Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah ..........................................................................
BAB V
86
PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................
88
B. Saran ........................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
91
LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan
adalah
proses
pembentukan
diri
manusia
secara
menyeluruh, bukan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi mengupayakan bagaimana agar menjadi manusia yang bermoral baik, mandiri, tanggung jawab serta mampu menghadapi kehidupan dengan tetap bijaksana. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi manusia, karena dengan pendidikan mampu mengembangkan potensi yang ada di dalam diri manusia. Bagi suatu bangsa, pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi kesejahteraan masyarakat, serta mampu mengantisipasi sutau hal yang akan menimpa. Di Indonesia terdapat sebuah lembaga pendidikan tertua yakni pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan salah satu contoh pendidikan nonformal yang eksistensinya masih diakui masyarakat sampai saat ini. Meskipun pada awalnya, nama pondok pesantren hanya dikenal di sebagian wilayah Indonesia, tetapi pondok pesantren diidentifikasikan oleh para ahli dengan nama yang diberikan untuk lembaga pendidikan islam tradisional di Indonesia. Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tradisional dalam proses berdirinya tidak terlepas dari peran kyai dengan ilmu yang dimilikinya serta dengan keikhlasan dalam beramal, perilakunya sesuai 1
2
dengan apa yang disampaikan kepada masyarakat sebagai suri tauladan bagi para santri khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan keadaan seperti itu, maka berdirilah sebuah lembaga kehidupan masyarakat yang mandiri dan ditunjang oleh sarana dan prasarana sebagai media kegiatan belajar mengajar. Setiap peraturan yang diterapkan di pondok pesantren dimaksudkan untuk menanamkan kedisiplinan. Dalam menegakkan kedisiplinan ini diperlukan keteladanan dari kyai dan pengurus pondok pesantren. Peraturan serta pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren merupakan upaya untuk menanamkan rasa tanggung jawab serta disiplin dalam diri para santri, sehingga pondok pesantren sanggup tampil dalam sebuah lembaga pendidikan yang ideal. Maka, pemberian hukuman di dunia pendidikan merupakan bagian dari proses mendidik yang bertujuan mendorong anak didik agar memiliki kedisiplinan untuk belajar. Al-Quran sebagai dasar utama pendidikan Islam, hal ini menggariskan metode mengasuh, memelihara dan mendidik anak secara sempurna mulai metode keteladanan, perintah, nasehat cerita, ganjaran bahkan metode metode larangan atau hukuman dan yang lainnya, semua metode tersebut ditujukan pada manusia, jika dasar-dasar metode yang diterapkan searah dan sejalan terhadap apa yang digariskan Allah SWT, maka keselamatan perjalanan manusia akan terjamin serta terwujudkan peran, tujuan manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini.
3
Prinsip hukuman merupakan salah satu prinsip pendidikan yang fundamental, yang diletakkan agama islam dalam posisi penting. Meskipun tidak ada prinsip ini, tentu tidak ada bedanya antara orang yang berbuat kebaikan dan orang yang berbuat kejahatan (buruk) (Budaiwi, 2002: 1) Kendatipun ganjaran itu adalah kebalikan dan imbangan logis dari hukuman, akan tetapi peranannya dalam penerapan kedisiplinan tidak begitu besar. Ganjaran diterapkan sebagai sarana mendorong mutu kecerdasan, bukan mutu jiwa dan karakter. Ganjaran lebih banyak berkaitan dengan keberhasilan. Kemampuan pesantren dalam menerapkan reward dan punishment kadang tidak seimbang. Hal ini dikarenakan bahwa yang lebih dominan dalam pendidikan kedisiplinan adalah hukuman. Walaupun disisi lain ganjaran begitu diperlukan dalam pendidikan sebagai motivasi pembelajaran. Dalam kontek ini, pendidikan pesantren pada dasarnya merupakan pendidikan syarat dengan nuansa transformasi sosial. Pesantren berikhtiar meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian sosial yang pada mulanya
ditekankan
diimplikasikan
dalam
kepada
pembentukan
penerapan
reward
moral dan
keagamaan
punishment
yang
sehingga
menumbuhkan kedisiplinan dalam jiwa santri, baik disiplin dalam belajar, disiplin waktu, maupun disiplin peraturan yang ada dan kemudian dikembangkan kepada rintisan-rintisan pengembangan yang lebih sistematis dan terpadu. Pondok pesantren juga menjadikan para santri sebagai manusia yang dapat berguna bagi orang lain. Selain itu juga menjadikan manusia yang
4
benar serta pintar. Benar dalam hal perilaku serta tindakan dan pintar dalam melawan tantangan zaman. Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah adalah sebuah pondok pesantren yang mana hanya santri putra, dan tidak ada santri putrinya. Pesantren ini memiliki perhatian khusus terhadap pendidikan di bidang pertanian terutama dalam pengembangan agro bisnis dan agro indutri. Karena sejak dini santri dididik untuk ikut terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni dan fasilitas yang memadai. Sehingga diharapkan setelah lulus dari pesantren, santri memiliki skill yang mumpuni dalam bidang pertanian, berakhlaqul karimah, berjiwa mandiri, dan produktif sebagai bekal dalam berdakwah dan berjuang di tengah-tengah masyarakat. Pesantren
ini
mempunyai
asumsi
bahwa
pesantren
mampu
menumbuhkan nilai-nilai pokok yakni seluruh kehidupan ini diyakini sebagai ibadah. Dari nilai pokok ini berkembang nilai-nilai luhur lainnya, seperti nilai keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan kedisiplinan. Dalam hal kedisiplinan, karena ada salah satu pengurus yang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), maka konsep yang diterapkan dalam menumbuhkan kedisiplinan dalam diri para santri ada sebagian yang hampir mirip di asrama tentara. Oleh karena itu, setiap santri yang melanggar peraturan akan ada hukuman tersendiri yang telah ditetapkan di pondok. Disiplin yang diterapkan bertujuan untuk meningkatkan kualitas belajar santri dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) agar lebih baik dalam
5
perkembangannya.
Adapun
tujuannya
adalah
untuk
perkembangan
pengendalian diri sendiri yaitu dalam hal mana santri dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar. Serta mampu mematuhi serta taat pada peraturan yang diterapkan di pondok. Karena itu para pengurus haruslah secara aktif dan terus menerus berusaha, untuk memainkan peranan yang makin kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu, dengan cara bertahap mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri itu pada santri. Strategi untuk mencapai tujuan mengembangkan pesantren, antara lain melalui keteladanan pengasuhnya, melalui nasehat-nasehat, bimbingan dan hukuman
(ta’zir) serta ganjaran,
disamping
sejarah
(tarikh)
dan
diterapkan dengan penuh disiplin. Sistem pendidikan tersebut, sikap dan tingkah laku santri yang menunjukkan kepri badian yang baik, bersahaja, sopan santun dan jarang sekali terjadi perkelahian, misalnya sesama santri atau dengan orang lain. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul “REWARD DAN PUNISHMENT SEBAGAI BENTUK KEDISIPLINAN DI PONDOK PESANTREN AGRO NUUR EL FALAH PULUTAN SALATIGA”. B. Fokus Penelitian 1. Bagaimanakah penerapan reward dan punishment dalam pendidikan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah? 2. Bagaimanakah efektivitas reward dan punishment terhadap kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah?
6
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah? 4. Bagaimanakah konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah? C. Tujuan Penelitian 1. untuk mengetahui penerapan reward dan punishment dalam pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah 2. untuk mengetahui efektivitas reward dan punishment terhadap pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan reward dan punishment yang ada di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. 4. Untuk mengetahui konsep pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. D. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan tentang penerapan dan efektivitas reward (ganjaran) dan punishment (ta’zir) terhadap pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah 2. Manfaat praktis a. Bagi IAIN Salatiga, untuk menambah perbendaharaan perpustakaan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
7
b. Bagi santri, dapat meningkatkan kedisiplinan yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah c. Bagi asatidz, sebagai informasi dan pengetahuan dalam menerapkan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. d. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang reward dan punishment sebagai implementasi pendidikan kedisiplinan yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah E. Penegasan Istilah Untuk menghindari salah persepsi dalam penggunaan kata pada judul penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok antara lain adalah: 1. Reward (ganjaran) Ganjaran adalah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang. Umumnya, anak mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuatannya yang menyebabkan mendapat ganjaran itu baik. Selain sebagai motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dicapai, atau lebih tepatnya lebih disiplin dalam memanage waktu dan peraturan yang berlaku. (Purwanto, 2007: 182) 2. Punishment Dalam istilah pondok pesantren, punishment sering diartikan sebagai ta’zir. Pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran. Ta’zir juga diartikan Ar Rad wa Al Man’u, artinya
8
menolak dan mencegah akan tetapi menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi, pengertiannya adalah sebagai berikut:
Ta’zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta’zir itu adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuannya atau pelaksanaanya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hukuman tidak
secara
menetapkan
global
saja.
hukuman
hanya
menetapkan
artinya
pembuat undang-undang
untuk
masing-masing
ta’zir,
melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringanya sampai yang seberat-beratnya (Muslich, 2005: 18-19) Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa hukuman sebagai tindakan edukatif berupa perbuatan pendidik yang dilakukan dengan sadar pada anak didiknya (santri) dengan memberi peringatan dan pelajaran kepadanya atas pelanggaran yang diperbuatnya sesuai prinsip-prinsip dan nilai-nilai keislaman. Sehingga santri sadar dan menghindari segala macam pelanggaran dan kesalahan yang tidak diinginkan atau berhati-hati dalam setiap melakukan sesuatu. 3. Pendidikan Pendidikan diakatakan sebagai proses penyiapan peserta didik agar memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan hari ini dan esok juga
9
harus dilihat dari dimensi informasi dan transformasi. Dengan kata lain, kemampuan tersebut akan dicapai hanya melalui intensitas mencari, mengolah dan meninterpretasikan informasi (Zainuddin, 2008: 8) Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat (Roqib, 2009: 15-16). 4. Kedisiplinan Kata
“disiplin”
memiliki
beberapa
makna
diantaranya,
menghukum, melatih, dan mengembangkan kontrol diri sang anak. Marylin E. Gootman, Ed. D., seorang ahli pendidikan dari University Of Georgia di Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin akan membantu anak untuk mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu anak mengenali perilaku yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009: 22). 5. Pondok pesantren Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam berbeda dengan pendidikan lainnya baik dari aspek sistem pendidikan maupun unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi sistem pendidikannya, terlihat dari proses belajar mengajarnya yang cenderung sederhana dan tradisional, sekalipun juga terdapat pesantren yang bersifat memadukannya dengan sistem pendidikan modern (Ghazali, 2003: 17) Pondok pesantren yang dimaksudkan adalah Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah yang berada di wilayah Pulutan Kota Salatiga.
10
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud reward dan punishment sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah adalah ganjaran dan hukuman yang bersifat edukasi atau mendidik serta motivasi yang diterapkan dan dilaksanakan oleh para pengurus terhadap santri yang tertib dan patuh terhadap peraturan dan santri yang melanggar peraturan di pondok pesantren agro nuur el falah. Sehingga santri mampu mengenali kesalahannya dan juga mengoreksinya. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif ini dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail (Sugiyono, 2011: 14). Oleh karena itu penulis akan mengambil penelitian lapangan yakni dengan cara memperoleh data melalui penyelidikan berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi guna memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan,
11
analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011: 9). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang objektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah-masalah yang ada di penelitian ini. Sesuai dengan focus penelitian, maka masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah konsep reward dan punishment yang diterapkan sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga. Oleh karena itu, penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif kualitatif karena dalam penelitian ini data primernya menggunakan data yang bersifat data verbal yaitu berupa deskripsi yang diperoleh dari pengamatan kegiatan pola interaksi antara pengurus dengan santri. 2. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti sangatlah penting yakni peneliti menjadi instrumen kunci dalam mengumpulkan data yang ada. Hal ini sesuai dengan pendekatan kualitatif yang akan digunakan. 3. Lokasi Penelitian Peneliti akan memilih lokasi di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga, karena peneliti ingin mengetahui konsep serta efektivitas reward dan punishment terhadap pendidikan kedisiplinan yang diterapkan di pondok pesantren tersebut.
12
4. Sumber Data Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah kata tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam hal ini jenis datanya berupa kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik (Moleong, 2008: 157) a. Kata-kata dan tindakan Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama yang dicatat melalui catatan
tertulis
atau
melalui
perekaman
video/audio
tapes,
pengambilan foto atau film. Dengan kata lain, data-data yang akan dikumpulkan berasal dari informan-informan yang ada di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah diantaranya pengasuh dan pengurus pondok. b. Sumber tertulis (dokumen) Data tertulis ini sebagai tambahan yang diambil dari dokumen pondok pesantren atau dokumen lainya yang ada kaitannya dengan penelitian. c. Foto Foto digunakan untuk keperluan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yakni foto yang berkaitan dengan reward dan punishment sebagai implementasi pendidikan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.
13
5. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa adanya prosedur pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang diinginkan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data yang valid maka peneliti akan menggunakan metode sebagai berikut: a. Metode observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam lainnya (Sugiyono, 2011: 145) Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi dan kondisi Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah serta hal-hal yang ada hubungannya dengan data yang penulis butuhkan, karena itu penulis itu kemukakan bahwa pelaksanan dari metode ini juga didukung oleh metode lain. b. Metode interview Interview digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti, atau bahkan juga untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam mengenai penerapan dan efektivitas
14
reward dan punishment sebagai bentuk kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah atau juga faktor-faktor keberhasilan dalam menerapkan reward dan punishment. c. Metode dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa
berbentuk
tulisan,
gambar,
atau
karya-karya
monumental (Sugiyono, 2011: 240) Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan (Moleong, 2008: 217). Dokumen-dokumen di sini bisa di peroleh melalui peninggalan tertulis seperti: arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku dan lain sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian tersebut. Selain itu juga dapat berupa dokumen-dokumen yang dimiliki oleh objek penelitan 6. Analisis data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
15
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2011: 244). Menurut Moleong (2008: 248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukandengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi
satuan
yang
dapat
dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut pemahaman analisis data diatas dapat dikemukakan tahapan analisis data antara lain: a. Mempelajari data dengan merumuskan masalah yang akan diteliti b. Menyusun temuan-temuan data kata kunci berdasarkan data yang telah terkumpul c. Menuliskan model perencanaan selanjutnya berdasarkan temuantemuan data sebelumnya d. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik guna mengumpulkan data selanjutnya e. Perencanaan pengumpulan data berikutnya Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap menganalisis data. Agar mudah ditarik kesimpulan maka diolah dalam bentuk analisis deskriptif
yaitu suatu upaya menggambarkan
atau
melukiskan keadaan atau obyek penelitian dengan mengemukakan gejala-gejala secara lengkap didalam aspek yang diselidiki, agar jelas
16
keadaan atau kondisinya pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1995: 63) 7. Pengecekan keabsahan data Keabsahan data yang akan peneliti lakukan yaitu dengan menggunakan kriteria kredibilitas. Hal ini dimaksudkan bahwa data yang dikumpulkan sesuai dengan apa yang ada dalam latar belakang. Menurut Lexy J. Moleong (2008: 327-334) bahwa dalam menerapkan teknik pemeriksaan data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Perpanjangan keikutsertaan Jadi peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan
data
tercapai.
Karena
menurut
yang
sudah
dikemukakan, bahwa instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif adalah penelti itu sendiri. Maka keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data, waktunya pun tidak singkat, akan tetapi ada perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. b. Ketekunan/keajegan pengamatan Dalam hal ini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dalam teknik ini menuntut peneliti agar mampu menguraikan secara rinci bagaimana dapat melakukan pengamatan secara detail dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan.
17
c. Trianggulasi Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang
lain.
Trianggulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Dengan teknik ini, peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori dengan cara: 1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan 2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data 3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan d. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi Teknik ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat mereview persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. 8. Tahap-tahap penelitian Langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut: a. Sebelum pelaksanaan penelitian 1) Mengajukan judul penelitian
18
2) Menyusun proposal penelitian 3) Konsultasi kepada pembimbing b. Tahap pelaksanaan penelitian 1) Melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan 2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan fokus penelitian 3) Pencatatan data yang sudah terkumpul 4) Mengembangkan data yang terkumpul c. Tahap menganalisis 1) Mencoding data 2) Menganalisis dengan analisis diskriptif 3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian 4) Mengecek keabsahan data d. Tahap penulisan laporan 1) Melaporkan hasil penelitian 2) Konsultasi kepada pembimbing G. Sistematikan Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan membagi dalam beberapa bab. Dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun dengan baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah. Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut: Bab I
: Dalam bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penelitian.
19
Bab II
: Menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan teori ini ini pembaca dapat mengetahui pengertian yang berkaitan dengan pendidikan kedisiplinan, pengertian reward dan punishment (ta’zir), dan efektivitas reward dan punishment (ta’zir).
Bab III
: Pembahasan tentang reward dan punishment (ta’zir) sebagai bentuk kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.
Bab IV
: Merupakan analisis data tentang pembahasan reward dan punsihment (ta’zir) sebagai bentuk kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah.
Bab V
: Merupakan kesimpulan dari beberapa bab terdahulu. Selain itu peneliti akan mengemukakan saran.
20
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Reward 1. Pengertian Reward (ganjaran/hadiah) Reward adalah sesuatu yang menyenangkan. Jika guru (pendidik) berkomentar baik terhadap anak didiknya maka dapat dikatakan sebagai reward. Karena anak didik menganggap komentar guru menyenangkan baginya, sehingga perkataan baik itu dianggap sebagai hadiah (Sriyanti, 2009: 42) Maslow mengatakan bahwa penghargaan adalah salah satu dari kebtuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya. Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam pengembangan diri dan tingkah laku anak. Seseorang akan terus berupaya meningkatkan dan mempertahankan disiplin apabila pelaksanaan disiplin itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapatkan penghargaan (Wantah, 2005: 164). Sedangkan dalam bahasa Arab, “ganjaran/hadiah” diistilahkan dengan “tsawab”. kata tsawab ini bisa berarti dengan pahala, upah, balasan (Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudlor, 2002: 638). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa istilah “ganjaran/hadiah” dalam bahasa Arab dipakai untuk sebuah imbalan yang sifatnya positif atau baik. Dalam pembahasan yang lebih luas, reward dapat dilihat sebagai alat pendidikan yang bersifat preventif dan represif yang menyenangkan 20
21
dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar siswa. Reward berfungsi sebagai alat yang bersifat preventif bermaksud untuk mencegah masuknya pengaruh-pengaruh buruk dari luar ke dalam diri anak didik. Adapun yang bersifat represif dimaksudkan untuk penindakan yang sifatnya menindas, yakni menindas tindakan-tindakan atau perilaku negatif siswa agar anak tetap berada dalam koridor yang benar (Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, 2001: 143) Penggunaan
reward
dalam
pembelajaran
anak
usia
dini
dimaksudkan untuk membuat anak lebih giat lagi dalam melakukan sesuatu guna memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dapat dicapainya. Dengan kata lain, siswa menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi (Purwanto, 2007: 170). Jadi, maksud reward yang terpenting bukanlah hasil yang dicapai seorang siswa, melainkan dengan hasil yang telah dicapai siswa itu, pendidik bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih keras pada siswa tersebut untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penghargaan adalah suatu hal positif yang diperoleh anak karena anak telah menunjukkan suatu perbuatan yang baik. Pemberian penghargaan kepada anak akan meningkatkan perilaku yang sesuai dengan aturan yang berlaku, serta membuat anak untuk menghindari diri dari perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan. Dengan pemberian penghargaan anak akan berusaha berperilaku disiplin.
22
Dalam dunia pendidikan, reward digunakan sebagai bentuk motivasi atau sebuah penghargaan untuk hasil atau prestasi yang baik, dapat berupa kata-kata pujian, pandangan senyuman, tepukan
tangan
serta
sesuatu
pemberian
yang menyenangkan anak didik,
misalnya pemberian beasiswa bagi yangtelah mendapat nilai bagus. Penerapan reward di bangku pendidikan dasar adalah bentuk motivasi yang berorientasi pada keberhasilan belajar atau prestasi anak. Menurut Dalam dunia pendidikan, reward diarahkan pada sebuah penghargaan terhadap anak yang dapat meraih prestasi sehingga reward tersebut bisa memberikan motivasi untuk lebih baik lagi. Hadiah di dalam al-Qur‟ an
biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub, di antaranya ada yang mempergunakan lafadz ajr ( )أﺟﺮdan tsawab ( )ﺛﻮابseperti dalam Al-Qur’an: -
Surat Al-Baqarah : 62,
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan
23
tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62) (Shihab, 2013: 10) -
Surat Al-„Ankabut : 58
Artinya: “dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang Tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal.” (Qs. Al-Ankabut: 58) (Shihab, 2013: 403)
Al-Qur’an menjelaskan bahwa penghargaan atau ganjaran/hadiah menunjukkan balasan terhadap apa yang diperbuat oleh seseorang dalam
kehidupan ini atau di akherat kelak karena amal perbuatan yang baik. Dalam Al-Qur’an disebutkan :
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Fushilat : 46) (Shihab, 2013: 481)
24
Dari ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian reward merupakan suatu bentuk penghargaan atas prestasi yang telah diraih seseorang atau bentuk motivasi terhadap apa yang telah diperbuatnya. Dalam proses belajar mengajar, pemberian hadiah merupakan salah satu bentuk alat pendidikan dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru untuk anak didik sebagai satu pendorong, penyemangat dan motivasi agar anak didik lebih meningkatkan prestasi hasil belajar sesuai yang diharapkan. Dan diharapkan dari pemberian hadiah
tersebut
muncul
keinginan
dari
di
anak
untuk
lebih
membangkitkan minat belajar yang tumbuh dari dalam diri anak didik itu sendiri. Ada beberapa pendapat yang berbeda-beda dari para ahli pendidikan tentang reward menyetujui
dan
sebagai
menganggap
alat
pendidikan.
Sebagian
reward dipakai sebagai alat untuk
membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali. Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut pendapat mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapkan imbalan atau pujian, tetapi
semata-mata
kewajibannya.
karena pekerjaan atau perbuatan itu memang
25
2. Macam dan Fungsi Reward Untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan kepada anak merupakan suatu hal yang sulit. Ganjaran sebagai pendidikan banyak sekali macamnya. Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan ganjaran bagi anak didiknya, yaitu: a. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak. b. Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti, “Rupanya sudah baik pula tulisanmu, Min. Kalau kamu terus berlatih, tentu akan lebih baik lagi.” c. Pekerjaan juga dapat menjadi suatu ganjaran. Contoh, Engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3 ini rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.” d. Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu. Mislanya, “karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik,dan lekas selesai, sekarang saya (guru) akan mengisahkan sebuah cerita yang bagus sekali.” Ganjaran untuk seluruh kelas dapat juga bernyanyi atau berdarmawisata. e. Ganjaran juga dapat berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya, pensil, buku tulis, makanan atau benda lain. Tetapi, dalam hal ini guru juga harus berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda itu, mudah benar ganjaran
26
berubah menjadi “upah” bagi murid-murid. (Purwanto, 2007: 183) Menurut Edy Siswanto ada 2 macam reward (hadiah) yaitu: a. Berupa ucapan Guru dalam menyampaikan ilmunya tidak luput dari kesalahan, demikian juga siswa di kelas. Perlunya guru meminta maaf disetiap akhir pelajaran tentunya membuat murid juga akan merasakan pentingnya ucapan tersebut. Lebih penting lagi untuk diperhatikan adalah
penghargaan
terhadap
setiap
tindakan/aktivitas
anak.
Contohnya: baik, pekerjaanmu bagus, perlu ditingkatkan, seratus untuk anda, coba mari kita kerjakan bersama, hal ini perlu sekali dilakukan baik berupa pujian maupun harapan dan saran. b. Berupa tindakan 1) Pemberian poin atau nilai. 2) Menepuk punggung siswa dengan berkata bagus-bagus. 3) Membubuhkan tanda tangan. 4) Memberikan secarik tulisan berupa saran dan kritik yang membangun serta harapan. 5) Memberikan
pengumuman
bagi
pemenang
disertai
tepuk
tangan temannya. 6) Memberikan
hadiah
berupa
buku/pensil
(http://kholifatulmusfiroh.blogspot.ae//2013/04).
atau
uang
dsb
27
3. Syarat-syarat Reward Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan reward agar bisa menjadi alat pendidikan yang efektif, yakni sebagai berikut: a. Untuk memberikan ganjaran/hadiah yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Ganjaran/hadiah dan penghargaan yang salah dan tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan. b. Ganjaran/hadiah yang diberikan kepada seorang anak hendaknya jangan menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapatkan ganjaran/hadiah. c. Memberikan ganjaran/hadiah hendaknya hemat. Terlalu kerap atau terus- terusan memberikan ganjaran/hadiah dan penghargaan akan menjadi hilang arti ganjaran/hadiah itu sebagai alat pendidikan. d. Janganlah memberi ganjaran/hadiah dengan menjanjikan lebih dahulu sebelum
anak-anak
ganjaran/hadiah
yang
menunjukkan
prestasi
kerjanya
apalagi
diberikan
kepada
seluruh
kelas.
Ganjaran/hadiah yang telah diberikan lebih dahulu hanyalah akan membuat anak-anak berburu-buru dalam bekerja dan akan membawa kesukaran- kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai. e. Pendidik harus berhati-hati dalam memberikan ganjaran/hadiah, jangan sampai ganjaran/hadiah yang diberikan kepada anak-anak
28
diterimanya sebagai upah dari jerih payah yang telah dilakukannya (Purwanto, 2007: 184). 4. Efektifitas Reward (ganjaran/hadiah) Teknik
reward
(hadiah/ganjaran)
merupakan teknik
yang
dianggap berhasil menumbuhkembangkan kedisiplinan dalam diri anak. Pemberian penghargaan dapat membangkitkan sikap disiplin anak untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu serta mentaati peraturan yang deiterapkan.
Di
mana
tujuan
pemberian
penghargaan
adalah
membangkitkan atau mengembangkan sikap disiplin terhadap pertauran. Jadi,
penghargaan
berperan
untuk
membuat
pendahuluan
saja.
Penghargaan adalah alat bukan tujuan, hendaknya diperhatikan jangan sampai penghargaan ini menjadi tujuan. Tujuan pemberian pengharagaan dalam belajar adalah bahwa setelah seorang menerima pengharagaan karena telah melakukan kegiatan belajar serta berlaku disiplin dengan baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas. Sebaliknya bila seorang belajar untuk mencari penghargan berupa hadiah dan sebagainya, ia didorong oleh motivasi ekstrinsik, oleh sebab tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung di dalam perbuatan itu sendiri. Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila mereka belajar agar lebih sanggup mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, agar memperoleh pengertian, pengetahuan, sikap baik, penguasaan kecakapan. Hasilhasil itu sendiri telah merupakan hadiah atau ganjaran bagi sesuatu
29
yang dilakukan dengan baik telah melakukannya. Membangkitkan motivasi tidak
mudah.
Untuk
itu
perlu
mengenal
murid
dan
mempunyai kesanggupan kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat anak. Selain itu, guru dalam hal ini adalah ustadz juga harus memperhatikan dalam pemberian reward (ganjaran/hadiah). Karena bisa jadi anak (santri) yang mendapatkan reward menjadi sombong atas apa yang diraihnya, baik itu dalam hal kegiatan yang wajib maupun kegiatan ekstra. Oleh karena itu, pemberian reward sangat efektif untuk menanamkan sikap kedisiplinan dalam diri anak. Akan tetapi juga harus diperhatikan dalam pemberian reward, agar anak dapat mengambil hikmah serta dapat menerapkan kedisiplinanya dengan baik serta menghindarkan anak dari sifat membanggakan diri dan sombong. Selain itu, reward merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi siswa, maka akibat yang ditimbulkan dari adanya pemberian reward adalah sikap positif siswa terhadap pembelajaran. Selain itu, reward juga memiliki akibat, baik yang positif maupun yang negatif, yakni sebagai berikut: a. Reward bisa menjadi penguat (reinforcement) bagi siswa untuk selalu melakukan kegiatan-kegiatan positif dalam pembelajaran. b. Pemberian reward dapat menimbulkan rasa percaya diri pada siswa yang mendapatkannya,
30
c. Reward bisa menarik minat siswa secara keseluruhan pada pembelajaran, d. Reward bisa membuat siswa yang tidak mendapat reward untuk belajar lebih keras lagi dengan harapan akan memperoleh reward pada kesempatan yang lain, Reward bisa membuat siswa menjadi “kurang ikhlas” dalam berusaha, sebab usahanya didasari oleh adanya keinginan mendapat reward, bukan untuk mencapai prestasi yang tinggi, sehingga jika siswa tahu ia tidak akan mendapat reward, maka siswa cenderung akan mengurangi usahanya dalam belajar. Inilah efek negatif pemberian reward (http://www.pendidikandasar.net) B. Punishment (Ta’zir/Hukuman) 1. Pengertian Punishment (Ta’zir/Hukuman) Ta’zir itu adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuannya atau pelaksanaanya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa
hanya
menetapkan hukuman secara global saja. artinya pembuat undangundang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing ta’zir, melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringanringanya sampai yang seberat-beratnya (Muslich, 2005: 19) Menurut prof. Gunning, Kohnstamm, dan Scheler bahwa hukuman itu adalah tiada lain daripada pengasahan kata hati, atau membangkitkan kata hati. Hukuman yang baik menampar diri orang yang dihukum
31
terutama mengenai moralnya, dan dapat dirasakannya sebagai duka cita karena ia berbuat demikian kemudian ia menyesal (Purwanto, 2007: 193) Di dalam Al Qur’an hukuman biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub. Diantaranya ada yang menggunakan lafadz ‘iqab ()ﻋﻘﺎب, ‘adzab ()ﻋﺬاب, rijz ()رﺟﺰ, ataupun keterangan lainnya. Hukuman pada dasarnya merupakan akibat dari suatu perbuatan manusia sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah AtTaubah ayat 74 yang berbunyi:
... Artinya: “...dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (QS. At taubah: 74) (Shihab, 2013: 199)
Terkait dengan hukuman baginda Rasulullah SAW dalam beberapa hadistnya beliau menjelaskan sekaligus memberikan suri teladan bagaimana menerapkan hukuman, diantaranya
yaitu hadist
yang
diriwiyatkan oleh ulama terkenal, yaitu Imam Abu Daud ra, sebagai berikut:
32
ﻋن ﻋﺑد ﷲ ﺑن ﻋﻣرو ﺑن اﻟﻌﺎص ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳول ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ و ﺳﻠم ﻣروا اوﻻدﻛم ﺑﺎﻟﺻﻼة وھم اﺑﻧﺎء ﺳﺑﻊ ﺳﻧﯾن واﺿرﺑوھم ﻋﻠﯾﮭﺎ وھم اﺑﻧﺎء ﻋﺷر و ﻓرﻗوا ﺑﯾﻧﮭم ﻓﻲ اﻟﻣﺿﺎﺟﻊ Artinya: “Artinya; dari abdullah bin amr bin ash ra, beliau berkata, rasulullah saw bersabda, perintahkanlah kepada anak-anakmu shalat, sedang merka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau meninggalkannya, sedang mereka berumur sepuluh tahun. Dan pisahkanlah di antara mereka itu dari tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud) (Al Albani, 2012; 198)
Berdasarkan ayat dan hadist di atas, dijelaskan barang siapa mengerjakan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, maka akan mendapatkan
hukuman
sesuai
dengan
tingkat
kesalahan
yang
diperbuatnya. Secara rasional, ibadah (seperti shalat, shaum (puasa) dan ibadah lainnya) berperan mendidik pribadi manusia yang keadaran dan pikirannya terus- menerus berfungsi dalam pekerjaannya. Hadist di atas memberikan pengertian bahwa anak harus diperintahkan mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun, dan diberi hukuman pukul ini supaya anak menyadari kesalahan. Makna dari kata ( )و اﺿﺮﺑﮫdalam hadist tersebut adalah memberikan pukulan secara fisik, karena anak meninggalkan shalat. Disamping itu, pukulan yang diberikan harus mengenai badannya dan tidak boleh mengenai wajahnya. Sebab, pukulan tersebut harus diberikan
33
kepada anak ketika sudah berumur 10 tahun, karena pada usia 10 tahun ke atas anak sudah dianggap mempunyai tanggung jawab (baligh). Hukuman d e n g a n memukul merupakan hal yang diterapkan oleh Islam sebagaimana hadist Nabi di atas. Pukulan dilakukan pada tahap terakhir, setelah memberikan nasehat dan cara lain tidak bisa. Tata cara yang tertib ini menunjukkan bahwa pendidik tidak boleh menggunakan yang lebih keras jika yang lebih ringan sudah bermanfaat, sebab pukulan adalah hukuman yang paling berat dan tidak boleh menggunakannya kecuali jika dengan jalan lain tidak bisa. Hukuman di dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja. Perilaku yang dirasa tidak menyenangkan disebut sebagai punishment (Sriyanti, 2009: 42) Hukuman ialah “hukuman yang tidak ditentukan oleh Allah untuk setiap perbuatan maksiat yang tidak ada had atau kafarat”. Sehingga dapat dibedakan antara hukuman yang diputuskan oleh Negara oleh hukuman yang diterapkan oleh kedua orang tua dalam keluarga dan para pendidik di sekolah. Sebab, hudud atau hukuman atau ta’zir bedanya adalah sama-sama bertujuan untuk memberi pelajaran baik bagi si pelaku atau pun orang lain, semua itu adalah sebagai cara yang tegas dan cepat untuk memperbaikinya (Ulwan, 1999: 311)
34
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa yang dimaksud dengan hukuman adalah memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan atau pembalasan dengan sengaja pada anak didik dengan maksud supaya anak didik merasa jera. Perlu dijelaskan bahwa pembalasan bukan berarti balas dendam, sehingga anak benar-benar insyaf dan sadar, kemudian berusaha memperbaiki perbuatan yang buruk. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hukuman memiliki tujuan perbaikan, bukan menjatuhkan hukuman pada anak didik dengan alasan balas dendam. Dari itulah seorang pendidik dan orang tua dalam menjatuhkan hukuman haruslah secara seksama dan bijaksana, artinya ketika menjatuhkan hukuman tidak sekedar menyakiti atau membuat jera anak. Maka dari itu maka hukuman haruslah mengandung unsur-unsur pendidikan, baik diputuskan oleh hakim maupun yang dilakukan orang tua dan para pendidik terhadap anaknya. Dari beberapa uraian tentang pengertian hukuman tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa hukuman sebagai tindakan edukatif berupa perbuatan orang dewasa atau pendidik yang dilakukan dengan sadar pada anak didiknya dengan memberi peringatan dan pelajaran kepadanya atas pelanggaran yang diperbuatnya sesuai prinsip-prinsip dan nilai-nilai keislaman. Sehingga anak didik menjadi sadar dan menghindari segala macam pelanggaran dan kesalahan yang tidak diinginkan atau berhatihati dalam setiap melakukan sesuatu.
35
2. Macam dan Fungsi Hukuman Menghukum merupakan sesuatu yang tidak disukai, namun perlu diakui bersama bahwa hukuman itu memang diperlukan dalam pendidikan karena berfungsi menekan, menghambat aau mengurangi bahkan menghilangkan perbuatan yang menyimpang (Khalifah, 2004: 119) Ada pendapat yang membedakan hukuman itu menjadi dua macam, yaitu: a. Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran sehingga hal itu dilakukannya
sebelum
pelanggaran
itu
dilakukan.
Misalnya,
seseorang dimasukkan atau ditahan di penjara, (selama menantikan keputusan hakim) karena perkara tersebut ia ditahan preventif dalam penjara. b. Hukum represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya pelanggaran, oleh adanya dosa yang diperbuat. Jadi hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan ((Ngalim Purwanto, 2007: 189) William
Sterm
membedakan
tiga
macam
hukuman
yang
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima hukuman itu.
36
a. Hukuman asosiatif Seorang anak pada umumnya mengasosiasikan antara hukuman dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya anak menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang. Hukuman jenis ini bisa diterapkan untuk anak usia dini yang hanya mampu merasakan dan mengasosiasikan sesuatu. b. Hukuman Logis Hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak besar. Dengan hukum ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik. Anak mengerti bahwa ia mendapat hukuman itu adalah akibat dari kesalahan yang diperbuatnya. Misalnya seorang anak disuruh menghapus papan tulis bersih-bersih karena ia telah mencoret-coret dan mengotorinya. c. Hukuman Normatif Hukuman normatif adalah hukuman yang bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Hukuman ini dilakukan terhadap pelanggaranpelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu, dan mencuri maupun kedisiplinan. Jadi, hukuman normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak dan kepribadian anak-anak. Dengan hukuman ini, pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak, menginsafkan anak terhadap perbuatannya yang salah, dan memperkuat
37
kemauannya untuk selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan (Purwanto, 2007: 190). Hukuman normatif ini penting diterapkan, sebab moral merupakan inti dari pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Secara jelas M. Atiyah Al-Abrasyi mengungkapkan tentang pendidikan moral sebagai berikut:
إِنﱠ اﻟﺘﱠﺮْ ﺑِﯿﱠﺔَ اﻟ ُﺨﻠُﻘِﯿﱠﺔُ ھِﻲَ رُوْ ُح اﻟﺘﱠﺮْ ﺑِﯿﱠﺔُ اْﻻِ ْﺳﻼَ ِﻣﯿﱠ ِﺔ Menurut pendapat M.Athiyah al-Abrasyi tersebut di atas, jelaslah bahwa pendidikan moral atau akhlak merupakan ruh (jiwa) pendidikan Islam, sehingga kedudukannya sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan Islam (http://www.pendidikandasar.net) Selain pendapat di atas, hukuman itu juga dapat dibedakan sebagai berikut: a. Hukuman alam Yang menganjurkan hukuman ini adalah J. J. Rousseau. Menurut pendapatnya, anak-anak ketika dilahirkan adalah suci, bersih dari segala noda dan kejahatan. Yang menyebabkan rusaknya anak itu adalah masyarakat manusia itu sendiri. Maka dari itu, menurut pendapatnya supaya anak-anak dididik menurut alamnya. Maksudnya adalah biarlah alam yang menghukum anak itu. Seperti: seorang anak bermain air kotor, kemudian akibatnya adalah demam atau gatal-gatal. Itu adalah hukuman alam. Rousseau menambahkan lagi bahwa biarkan anak itu merasakan sendiri akibat sewajarnya dari perbuatannya sendiri, nanti anak itu akan insaf dengan sendiri.
38
Tetapi, teori Rousseau ini ditinjau secara pedagogis tidak mendidik. Karena dengan hukuman alam, anak tidak dapat mengetahui norma-norma tentang mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan harus diperbuat dan mana yang tidak boleh. Anak tidak dapat berkembang sendiri ke arah yang sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan yang sebenarnya. b. Hukuman yang disengaja Hukuman ini lawan dari hukuman alam. Hukuman ini dilakukan dengan sengaja dan bertujuan. Sebagai contoh hukuman yang dilakukan pendidik terhadap anak didiknya. (Purwanto, 2007: 190-191) Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hukuman alam itu memang benar adanya, karena suatu saat apa yang diperbuat maka akan mendapat balasannya, perbuatan baik mendapat balasan perbuatan baik begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini seperti yang termaktub dalam firman Allah dalam Surat Al Zalzalah ayat 7-8 yang berbunyi:
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Al Zalzalah: 7-8) (Shihab, 2013: 599)
Akan tetapi, dalam tinjauan pedagogis hukuman alam kurang efektif, karena anak tidak dapat mengetahui norma-norma etika mana yang
39
harus dan boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Selain itu anak juga tidak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya yang sesuai dan dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan yang akan diterimanya. Oleh karena itu, hukuman dijatuhkan sesaat setelah kesalahan tersebut dilakukan itu bukan
menundanya itu lebih baik dari pada
menunggu hukuman (hukuman alam) dari apa yang dia lakukan dengan sendirinya. Sebab menunnda memberikan hukuman hingga waktu lama atau sebentar dapat menghilangkan arti penting yang terkandung di balik sanksi dan hukuman yang dijatuhkan tersebut. Hukuman perlu diberikan kepada anak, mengapa demikian? di bawah ini akan diuraikan mengapa hukuman menjadi penting untuk dilakukan: a. Agar tidak mengulang kejadian yang sama Pada dasarnya anak memiliki rutinitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dengan adanya rutinitas yang dilakukan anak, maka kemudian akan menjadikan anak lalai. Faktor lalai ini yang menyebabkan seorang anak menjadi lalai (El-Ghani, 2009: 52). Andaikata anak melakukan kesalahan satu ataupun dua kali mungkin bisa dimaklumi, namun jika anak melakukan berulang kali, maka hukuman menjadi pilihan dan harus dilakukan agar anak jera (kapok) untuk melakukan kesalahan yang sama (El-Ghani, 2009: 53).
40
b. Bisa mengambil pelajaran dan hikmah Kesalahan bagaimanpun juga akan menjadikan anak bisa mengambil tentang peristiwa yang dihadapinya (El-Ghani, 2009: 54). Dengan pemberian hukuman kepada anak ada harapan bahwa anak akan menjadi hati-hati dan sebagai pelajaran yang akan datang agar tidak mengulang peristiwa yang pernah dialaminya. c. Konsistensi sebuah perjanjian Hukuman yang baik pada dasarnya adalah sebuah konsekuensi dari perjajian dari seorang guru terhadap murid, jika anak berbuat salah maka seorang anak akan mendapatkan hukuman baiknya lagi anak yang melakukan kesalahan mau mengakui dan menyediakan diri untuk di hukum tanpa seorang guru yang mendesak untuk melakukan hukuman (El- Ghani, 2009: 56). Uraian diatas tentang macam hukuman kiranya dapat disimpulkan bahwasanya hukuman itu dapat diterapkan dalam pendidikan, terutama hukuman yang bersifat pedagogis. Menghukum bilamana perlu dan jangan terus menerus serta hindarilah hukuman jasmani atau badan jikalau benarbenar tidak terpaksa. Adapun yang termasuk hukuman psikis antara lain; terlalu banyak perintah, larangan, teguran, dan tidak mengindahkan keinginan anak, sehingga banyak menyebabkan gangguan terhadap ketegangan anak. Sedangkan dalam pross belajar itu perlu adanya motivasi untuk berbuat sesuatu, sedang bila kita untuk berbuat dengan cara tertentu,
41
timbul kecenderungan yang kuat untuk memastikan tentang kebenaran dari keinginan kita tersebut. Selagi anak masih bisa di didik dengan lembut dan kasih sayang, maka jangan sekali-kali orang tua melayangkan tangannya. Kita tahu bahwa hukuman dalam pendidikan anak merupakan metode terburuk yang sedapat mungkin kita hindari, akan tetapi dalam kondisi itu harus dipergunakan. 3. Syarat Penerapan Hukuman Dalam hukuman harus dimulai dari yang paling ringan dulu, hukuman fisik baru
boleh
dilakukan
sebagai
alternatif
terakhir.
Dianjurkan bagi para pendidik, guru maupun orang tua yang percaya akan cara ini harus mengetahui tentang hakekat yang berhubungan dengan hukuman. Salah satu sarana untuk menghindarkan anak dari sifat jahat adalah dengan pendekatan psikologis, bersikap seperti anak dan mengajak bicara dengan bahasa yang mudah dipahami olehnya. Dalam hal ini, Arief (2002: 131) menyatakan bahwa hukuman yang bersifat pendidikan (pedagogik), harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih dan sayang. b. Harus didasarkan pada alasan “keharusan”. c. Penyesalan Harus menimbulkan kesan dihati anak. d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. e. Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan
42
Menurut Purwanto (2007:191-192) syarat-syarat hukuman yang pedagogis itu antara lain sebagai berikut: a. Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan. Hukuman tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang.dalam hal ini, seorang guru atau orang tua agak bebas dalam menetapkan hukuman mana yang akan diberikan kepada anak didiknya. b. Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. Yang berarti bahwa ia harus mempunyai nilai mendidik (normatif) bagi si terhukum: memperbaiki perilaku dan moral anak. c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau balas dendam yang bersifat perseorangan.
Hukuman
tersebut
tidak
memungkinkan
adanya
hubungan baik antara pendidik dengan peserta didik. d. Jangan menghukum pada waktu marah. Sebab, jika demikian, kemungkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlalu berat. e. Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu. f. Bagi anak, hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya. Karena hukuman itu, anak merasa menyesal dan merasa bahwa untuk sementara waktu dia kehilangan kasih sayang pendidiknya. g. Jangan melakukan hukuman badan, sebab pada hakikatnya hukuman badan itu dilarang oleh negara, tidak sesuai dengan perikemanusiaandan merupakan penganiayaan terhadap sesama makhluk. Lagi pula,
43
hukuman badan tidak meyakinkan adanya perbaikan pada si terhukum, akan tetapi sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap suka melawan. h. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara pendidik dengan anak didiknya. Untuk itu, hukuman yang diberikan dapat dimengerti dan dipahami oleh anak. Anak dalam hatinya menerima hukuman itu dan merasakan keadilan hukuman itu. Anak hendaknya memahami bahwa hukuman yang diterimanya adalah akibat yang sewajarnya dari pelanggaran yang telahdiperbuatnya sendiri. i. Adanya kesanggupan memberi maaf dari pendidik sesudah memberikan hukuman dan setelah anak mengakui kesalahannya. Dengan kata lain, agar hubungan baik antara pendidik dan anak didik dapat terjalin baik. Dengan demikian dapat terhindar dari perasaan atau sakit hati yang mungkin timbul pada anak. Adapun
hukuman
fisik, Athiyyah
al-Abrasyi
memberikan
kriteria, yaitu: a. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada anak didik di bawah umur 10 tahun. b. Alat pemukulnya bukan benda-benda yang membahayakan, misalnya lidi, tongkat kecil, dan lain sebagainya. c. Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali, dan d. Hendaknya diberikan kesempatan untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan
memperbaiki
kesalahan
yang
pernah
mereka
kerjakan
44
(http://www.pendidikandasar.net) 4. Efektivitas Hukuman (Ta’zir) Sepintas ditelusuri, hukuman yang dikenal dalam dunia pendidikan menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam karyanya al-Tarbiyah al- Islamiyah dimaksudkan bahwa, hukuman atau punishment (al-uqubah) lebih sebagai usaha edukatif untuk memperbaiki dan mengarahkan siswa ke arah yang benar (al-irsyad wa al-ishlah) bukan semata-mata praktek hukuman dan siksaan yang memasung kreativitas (al-zajr wa al-intiqam), melainkan sebagai usaha mengembalikan siswa ke arah yang baik dan memotivasinya menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif dan produktif. Oleh sebab itu hukuman merupakan salah satu instrumen pengukuran pendidikan bagi kualitas fungsional edukatif siswa yang bermasalah maupun berprestasi, dalam hal ini hukuman adalah vaksinasi dini dalam konteks mendidik yang layak diberikan kepada mereka yang bermasalah. Karenanya, merupakan tugas dan tanggungjawab semua pihak, khususnya kalangan akademis maupun praktisi pendidikan untuk memantau lebih dekat bagaimana pengelolaan pendidikan yang selama ini berjalan, berkaitan dengan penerapan hukuman dalam kegiatan akademik di berbagai lembaga pendidikan. C. Pendidikan Kedisiplinan Dalam hal ini akan dijelaskan beberapa definisi “disiplin” menurut para ahli diantaranya yaitu:
45
1. Kata “disiplin” memiliki beberapa makna diantaranya, menghukum, melatih, dan mengembangkan kontrol diri sang anak. Marylin E. Gootman, Ed. D., seorang ahli pendidikan dari University Of Georgia di Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin akan membantu anak untuk mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu anak mengenali perilaku yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009: 22). 2. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya
(http://didefinisipengertian.blogspot.sg/2015/06/definisi-
disiplin-pengertian-menurut-ahli.html) Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah sikap mental yang dengan penuh kesadaran dan keinsyafan untuk memenuhi tertib baik yang tertulis maupun tidak, yang didapati dari latihan atau pembiasaan. Dari pengertian ini, ada 3 unsur penting dalam kedisiplinan yaitu: 1. Adanya rasa kepatuhan, yaitu segala perbuatannya harus sesuai dengan tata tertib yang berlaku baik waktu, tempat maupun keadaan. 2. Adanya rasa kesadaran, yaitu bukan didasarkan atas paksaan ari luar, melainkan atas kesadaran dari diri sendiri dengan mengetahui arti pentingnya peraturan tersebut. 3. Adanya rasa tanggung jawab, yaitu sikap menerima sanksi bila telah melakukan pelanggaran. Disiplin bukanlah syarat dari pendidikan, tetapi pengalaman hakiki yang pertama. Disiplin berkembang dalam pergaulan sosial melalui contoh-
46
contoh yang baik dan konsisten dari lingkungannya. Disiplin tumbuh dalam pengalaman-pengalaman kehidupan yang tertur. Maka dari itu, disiplin sebagai pedoman dan pemberian kepastian berperilaku terikat pada masyarakat tempat dia berpijak. Dari sinilah timbulnya berbagai bentuk disiplin, salah satunya adalah disiplin sekolah serta disiplin kelompok masing-masing dengan dasar-dasar dan peraturanperaturan yang diterapkan berlainan. Dari
paparan
diatas,
sebenarnya
lebih
ditekankan
kepada
pengertian bahwa kedisiplinan disini lebih mengarah pada ketaatan dan kepatuhan santri dalam mengikuti seluruh proses pembelajaran. Kedisiplinan ini lebih tergolong dalam sebuah kewajiban mematuhi seluruh aturanaturan yang ada di pesantren. Ketaatan dan ketundukan santri kepada kyainya juga tidak lepas dari kitab Ta’limul Muta’alim karya Az-Zarnuji yang dijadikan sebagai pedoman etika dan pembelajaran di pesantren dalam menuntut ilmu, yang dalam kitab tersebut diajarkan ketaatan dan kepatuhan kepada kyai atau guru yang dirasa sangat berlebihan, seperti dinyatakan bahawa menghormati hewan piaran seorang kyai sama halnya menghormati kyai tersebut (Misrawi, 2004: 144145) Keberadaan kyai dalam pesantren sangat sentral sekali. Karena selain sebagai pemilik pondok pesantren juga sebagai penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren sesuai dengan pola yang dikehendaki. Hal ini terlihat dari fenomena di pesantren, yakni sikap santri yang merasa takut bila
47
berhadapan dengan kyainya, jangan duduk dalam forum, berpapasan dengan kyainya saja sudah kabur dan menghindar. Santri
juga
sungkan
bila
menatap wajah kyai. Dalam pandangan santri, menatap wajah kyai bisa diartikan menentang, dan itu sama halnya dengan tidak tawadhu’, tidak taat, dan bisa kualat (Murod, 1999: 28) Menurut Masyhud (2003: 14-15) bahwa pesantren lekat dengan figur kyai. Hal ini erat kaitannya dengan dua faktor berikut. Pertama, kepemimpinan yang tersentralisasi pada individu yang bersandar pada kharisma. Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual (atau keluarga), bukan komunal. Otoritas individu kyai sebagai pendiri sekaligus pengasuh pesantren sangat besar dan tidak bisa diganggu gugat. Faktor nasab (keturunan) juga kuat sehingga kyai bisa mewariskan kepemimpinan pesantren pada anaknya yang dipercaya tanpa ada komponen pesantren yang berani memprotes. Dengan demikian, bagaimanapun juga kyai adalah tokoh sentral pesantren yang berperan dalam mengawal para santri kepada gerbang kesuksesan belajar, karena tidak bisa dipungkiri bahwa pesantrenlah yang mempunyai metode paling lengkap serta menerapkannya dalam pembelajaran sehari-hari seperti ta’lim (pemberian
petunjuk
secara
teknis
ajaran
keislaman), ta’dib (pemberdayaan sikap-sikap yang berbudaya), tadris (petunjuk langsung melalui pengalaman) serta tarbiyah (pemekaran serta penguatan segi-segi kerohanian).
48
Di pesantren juga terdapat pengawasan yang ketat, yakni menyangkut tata norma dan nilai, semisal tentang prilaku peribadatan khusus dan normanorma muammalat tertentu. Ini adalah faktor lain yang mempengaruhi kedisiplinan santri. Kemudian dalama preaksisnya pengurus pesantren-lah yang berperan aktif dalam mengontrol kegiatan dalam sehari-hari yang berlangsung di pesantren tersebut. Yang tentunya, hal ini juga terkait dengan manajemen pesantren sendiri dalam menentukan kedisiplinan para santri. Tetapi walaupun demikian masih banyak ditemukan beberapa santri yang tidak disiplin atau istilah lain “kebal peraturan”, artinya walaupun peraturan telah dibuat sedemikian ketat tapi itu semua tidak menutup kemungkinan masih ditemukannya pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh santri. Namun dari sekian faktor yang ada, yang paling dominan adalah niatan awal seorang santri dalam usahanya menuntut ilmu di pesantren, yang kemudian termotivasi oleh lingkungan pesantren yang syarat denga kehidupan yang agamis. Dan bentuk kedisiplinan dalam pendidikan di sini adalah kepatuhan pada peraturan- peraturan pesantren dalam rangka untuk menuntut ilmu, yang dalam tataran aplikatifnya adalah aktif dalam kegiatan pembelajaran (ngaji), aktif menjalankan akivitas ritual pesantren. Pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren berawal dari niat ikhlas dakwah untuk menegakkan kalimat-Nya, didukung dengan sarana prasarana sederhana dan terbatas. Akan tetapi banyak juga terdapat pesantren yang mempunyai sarana prasarana mewah, namun kyai dan santrinya tetap mencerminkan
perilaku-perilaku
kesederhanaan.
Walaupun
dengan
49
keterbatasan sarana dan prasarana, tetapi tidak menyurutkan kyai dan santri untuk melaksanakan program program pesantren yang telah dicanangkan. Mereka seakan sepakat bahwa pesantren adalah tempat untuk melatih diri (riyadloh) dengan penuh keprihatinan. Relevan dengan jiwa kesederhanaan di atas, maka pendidikan pesantren bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan agama Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia (Masyhud, 2003: 92-93) Merujuk dari uraian di atas, maka akan menumbuhkan perilakuperilaku sebagai berikut: 1. Kepatuhan santri kepada kyai. Para santri menganggap bahwa menentang kyai, selain tidak sopan juga dilarang agama, bahkan tidak memperoleh berkah karena durhaka kepadanya sebagai guru 2. Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren. 3. Kemandirian sangat terasa di pesantren. 4. Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan (ukhuwwah islamiyyah) mewarnai pergaulan di pesantren. 5. Disiplin yang sangat dianjurkan.
50
6. Keprihatihan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini sebagai akibat kebiasaan puasa sunnah, dzikir, i’tikaf, shalat tahajjud dan bentuk-bentuk riyadloh lainnya atau menauladani kyainya yang menonjolkan sikap zuhd (Masyhud, 2003: 93-94) 7. Kehidupan agama yang baik dapat diperolehsantri di pondok pesantren itu, karena memang pondok pesantren adalah tempat pendidikan dan pengjaran agama (Ghazali, 2003: 25) Dalam hal ini, pendidikan kedisiplinan yang diterapkan di pondok pesantren dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Disiplin dalam mematuhi tata tertib yang ditetapkan di pondok pesantren. Tata tertib adalah sederetan peraturan-peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam suatu tata kehidupan tertentu. Dengan adanya tata tertib, kegiatan santri lebih terkontrol. Karena bagi santri yang melanggar tata tertib akan dikenakan hukuman sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan. Oleh karena itu, santri dapat belajar dari kesalahannya dan mampu merperbaikinya serta tidak mengulanginya. 2. Disiplin dalam kegiatan pembelajaran (ngaji) Dalam hal ini anak dikatakan disiplin terhadap tata tertib manakala ia senantiasa aktif dalam mengikuti setiap pelajaran di pondok pesantren, dalam
artian
tidak
pernah
absen
serta
aktif
dalam
mengikuti pembelajaran baik itu di kelas, di masjid ataupun di asrama. Banyak
fenomena
yang terjadi
bahwa santri kurang aktif dalam
mengikuti kegiatan. Supaya anak tersebut tidak ketinggalan materi
51
pelajaran yang disampaikan guru atau ustadz, maka keaktifan santri adalah menjadi keharusan dan sebagai wujud kongkrit dari disiplin pada tata tertib pondok pesantren. Kegiatan-kegiatan yang biasa dilaksanakan di pondok pesantren guna mengembangkan kedisiplinan para santri diantaranya adalah: a.
Sorogan Sorogan adalah suatu suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan jalan santri membaca kitab dihadapan kyai (Ghazali, 2003: 29) Metode ini merupakan kegiatan pembelajaran yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan di bawah bimbingan ustadz atau kyai (Maksum, 2003: 74) Dengan
adanya
kegiatan
sorogan
para
santri
mampu
mengembangkan kedisiplinan dalam pembelajaran karena santri dituntut untuk bisa membaca kitab dihadapan ustadz atau kyai. b.
Wetonan Wetonan adalah kegiatan yang mana kyai atau ustadz membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak apa yang kyai atau ustad baca (Ghazali, 2003: 29) Dalam penterjemahannya kyai atau ustadz dapat menggunakan berbagai bahasa yang menjadi bahasa utama para santrinya, misalnya: memakai bahasa jawa, bahasa sunda, ataupun bahasa Indonesia, agar mudah dimengerti dan dipahami oleh para santri (Maksum, 2003: 87)
52
c.
Muhadloroh Kegiatan ini dilakukan setiap bulan. Di dalam kegiatan muhadloroh terdapat acara pembacaan dziba’iyyah wal khitobiyyah dan duror (bersholawat diiringi dengan alat musik rebana). Muhadloroh melatih santri untuk bisa tampil di depan umum tanpa rasa canggung. Dengan menyampaikan khitobiyyah-nya (pidato) dengan berbagai bahasa. Selin khitobiyyah, santri juga membaca dziba’iyyah (kitab maulid al barzanjiy).
d.
Bahtsul masail Bahtsul masail juga dinamakan dengan diskusi untuk membahas suatu permasalahan yang ada dan sudah ditentukan. Bahtsul masail dilakukan setiap minggu, ada juga yang dilakukan satu bulan sekali. Konsep kegiatan ini yaitu para santri membentuk beberapa halaqoh (kumpulan beberapa santri), tetapi biasanya dibagi tiap kamar atau bahkan tiap asarama yang mana sudah dipilih sesuai dengan kemampuannya. Setelah itu, permasalahan yang ada dibahas secara terperinci yang mana disertai dengan dalil (bukti) yang kuat. Setelah selesai membahas permasalahan, kemudian kyai, ustadz, atau santri (yang
mumpuni
ilmunya)
menyimpulkan
jalan
keluar
dari
permasalahan yang sudah dibahas tadi. Menurut
Maksum
(2003:
92)
metode
bahtsul
masail
merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan diskusi atau
53
seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh seorang kyai atau ustadz atau mungkin santri senior, untuk membahasa atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya santri bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan ataupun pendapatpendapatnya. Dengan demikian, metode ini lebih menitik beratkan pada
kemampuan
perseorangan
didalam
menganalisis
dan
memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu. e.
Tazayyun Tazayyun
dikalangan
umum
lebih
dikenal
dengan
membersihkan lingkungan. Kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh santri guna menjaga kebersihan lingkungan serta menjaga kesehatan. f.
Takror Takror adalah kegiatan belajar bersama di kelas masingmasing. Dengan takror, santri dapat mempersiapkan pelajaran di hari berikutnya.
g.
Nastamir Nastamir adalah kegiatan membaca Al-Qur’an secara tartil, yang dilaksanakan di masjid. Kegiatan ini dilaksanakan menjelang maghrib.
h.
Syawwir Kegiatan ini hampir sama dengan bahtsul masail, akan tetapi
54
kegiatan ini dilaksanakan di asrama yang mana pelaksanaanya di bagi menurut jenjang pendidikannya. Untuk yang se tingkat MTs sendiri dan yang se tingkat MA sendiri. 3. Disiplin terhadap kebijakan dan kebijaksanaan pesantren Dalam kehidupan manusia yang semakin lama semakin kompleks, selalu diatur dengan peraturan baik itu tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan
yang
tertulis
adalah
tata
tertib
dan
undang-undang,
sedangkan yang tidak tertulis adalah adat istiadat dan norma masyarakat. Kebijakan dan kebijaksanaan pondok pesantren. Semua lembaga pendidikan baik formal atau non formal, negeri atau swasta pasti menetapkan kebijakan dan kebijaksanaan, kebijakan dan kebijaksanaan sekolah
mengatur
kehidupan anak yang bersifat kurikuler atau
ekstrakulikuler. Kebijakan dan kebijaksanaan lembaga bukanlah tujuan akhir dari pendidikan, melainkan termasuk alat pendidikan yang bersifat mencegah pada hal-hal yang mengganggu atau menghambat kelancaran program lembaga. Dengan
demikian,
santri
dituntut
dan
dilatih
untuk
mentaati kebijakan dan kebijaksanaan tersebut sehingga tertib dan teratur. Dengan latihan dan kebiasaan ini anak terlatih untuk berpegang teguh pada norma yang ada dan dapat memperlancar belajarnya tanpa banyak hambatan, sehingga bila sudah tertanam hal demikian maka akan mempermudah tercapainya tujuan pendidikan yang telah ada.
55
Menurut Gunarsa (2002: 137), disiplin perlu dalam mendidik anak supaya anak mudah : a. Meresapkan
pengetahuan
dan
pengertian
sosial
antara
lain
mengenai hak milik orang lain. b. Mengerti dan segera menurut, untuk menjalankan kewajiban secara langsung mengerti larangan-larangan. c. Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk. d. Belajar
mengendalikan
keinginan
dan
berbuat
sesuatu
tanpa
merasa terancam oleh hukuman. e. Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain. D. Reward dan Punishment sebagai Bentuk Kedisiplinan Pengembangan nilai-nilai kedisiplinan dapat dilakukan melalui belajar
operan.
Belajar
operan
diartikan
sebagai
belajar
dengan
menggunakan konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku. Sehingga jelas bahwa reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Konsekuen
yang
menyenangkan
dapat
diartikan
sebagai
reward
(pengahargaan), sedangkan konsekuen yang tidak menyenangkan dapat diartikan sebagai punishment (hukuman). Pemberian reward diberikan bagi santri yang rajin dan memiliki prestasi akademik maupun non-akademik, artinya pemberian penghargaan tidak hanya
berupa
barang,
tetapi
pesantren
memberikan pujian.
Kalaupun memberikan berupa barang bisa dengan memberikan kitab atau
56
piagam yang diberikan setiap bulan atau diberikan pada waktu akhirus sannah. . Pemberian hadiah dapat memotivasi santri untuk menguasai prilaku yang baik yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian santri akan lebih mampu menyesuaikan diri. Oleh karena itu, fungsi pemberian hadiah salah satunya sebagai nilai mendidik, karena pemberian
penghargaan
menujukkan
bahwa tingka laku santri adalah
yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh lingkungannya. Selain memberikan reward sebuah lembaga pendidikan
juga
memberikan penguatan negatif berupa hukuman (punishment). Pemberian hukuman dalam dunia pendidikan tidak ada yang sifatnya fisik maupun psikis, tetapi hukuman yang bersifat edukatif (mendidik) yakni dengan cara tidak menyakiti badan, sehingga santri lebih tertib dan menyadari kesalahannya. Sedangkan cara penyampaian yang dilakukan oleh pengurus tidak berupa kekerasan, namun dengan melakukan pendekatan secara intern sehingga mengena pada diri santri. Dengan demikian santri akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukannya. Pemberian hukuman bagi santri yang melanggar tata tertib misalnya: membaca Al-Qur’an 1 juz atau lebih, menghafalkan surat-surat pendek atau surat-surat pilihan dalam al-Qur’an, menghafalkan nadhoman (shorof ataupun tajwid), memakai pakaian yang berbeda atau memakai tanda hukuman, mencukur rambut kepala atau dengan nilai poin dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam pembentukan sikap karakter santri yang disiplin
melalui
pembinaan
akan
diberikan
konsekuensi
yang
57
menyenangkan. Dalam pengembangan nilai-nilai karakter didukung dengan adanya pemberian penghargaan (reward) dan punishment (hukuman) pada pelaksanaannya. Pemberian penghargaan diberikan bagi santri yang rajin dan memiliki prestasi disekolah, artinya pemberian penghargaan tidak hanya berupa barang, tetapi guru bisa berupa pujian. Misalnya, santri yang tidak pernah terlambat dan selalu berpakaian rapi yakni saat melaksanakan kegiatan di pesantren, guru/pengajar akan memberikan apresiasi dengan menjabat tangan dan berkata “Bagus sekali, kamu termasuk contoh santri teladan”. Sedangkan pemberian hukuman diberikan pada santri agar tetap menegakkan kedisiplinan dengan mematuhi tata tertib pesantren. Hukuman yang diberikan pada santri bersifat mendidik tidak sholat berjamaah sanksi yang diberikan misalnya menghafal ayat-ayat Al Quran. Pemberian hukuman bertujuan untuk memberikan efek jera terhadap santri yang melanggar tata tertib agar tidak mengulangi perbuatannya. Memberikan hukuman terhadap santri yang melakukan pelanggaran atau kesalahan, perlu dilaksanakan dengan pendekatan yang bermuatan pendidikan agar dapat mendorong santri untuk menyadari kesalahannya dan memiliki komitmen untuk memperbaiki diri sehingga pelanggaran atau kesalahan itu tidak terulang lagi. Penggunaan tindakan tegas yang mendidik terhadap
santri
akan
tetap
menyuburkan
kasih
sayang,
dapat
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan santri, dan mampu membentuk budi pekerti yang baik pada santri, serta tetap menghargai dan menghormati pengajar
pesantren, sehingga kewibawaan pengajar tetap
58
terpelihara. Pemberian punishment (hukuman) diberikan pada santri yang melanggar aturan. Apabila terdapat santri yang melanggar tata tertib yang berlaku di pesantren maka akan dikenai sanksi atau hukuman sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan di pesantran tersebut.
59
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Desa Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga 1. Letak geografis Pondok
Pesantren
Agro
Nuur
El-Falah
berada
di
Jln.
Dipomanggolo RT/RW 04/05, Kelurahan Pulutan, Kecamatan sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah. Dengan Luas Tanah 40000 M² dan Luas Bangunan 15000 M². Pondok Pesantren Agro Nuur El-Falah didirikan bersamaan dengan berdirinya Yayasan Sosial Yatim Piatu Dharma Lestari yaitu pada tanggal 20 Mei 2002 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional dengan Akta Notaries Muhammad Fauzan, SH. No. 43 Tahun 2002. Kemudian pada tanggal 24 Februari 2003 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dharma Lestari beroperasional dengan berdasarkan Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor : 420/66/2003. Selanjutnya pengembangan pendidikan mendirikan sekolah lanjutan tingkat kejuruan yakni Sekolah Menengah Kejuruan-Sekolah Pertanian Pembangunan (SMK-SPP) Dharma Lestari yang beroperasional berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor : 86/kpts/SM.110/K/05 pada tanggal 28 Juli 2005 tentang pendirian dan pembukaan program studi tanaman pangan dan 59
60
hortikultura pada Sekolah Menengah Kejuruan-Sekolah Pertanian Pembangunan Dharma Lestari. 2. Sejarah Menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang masih sangat tertinggal dalam bidang pendidikan dibandingkan dengan Negaranegara lain. Keterpurukan bidang pendidikan ini ditambah lagi dengan keterpurukan dalam sektor perekonomian ummat, Sehingga umat tidak dapat mengakses pendidikan secara maksimal. Kondisi inilah yang memberikan dorongan kuat bagi berbagai kalangan untuk dapat secara serius memberikan jalan keluar bagi anak-anak yang tidak mampu agar dapat mengakses pendidikan secara optimal, yang di antaranya adalah Yayasan Sosial Yatim Piatu Dharma Lestari. Yayasan Sosial Yatim Piatu Dharma Lestari lebih memfokuskan pada dunia pendidikan, karena pendidikan adalah merupakan kunci keberhasilan dalam setiap kehidupan individu, masyarakat bahkan suatu bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa sangat tergantung pada keberhasilanya dalam pendidikan. Nabi Muhammad saw bersabda :
ﻣن ارد اﻟدﻧﯾﺎ ﻓﻌﻠﯾﮫ ﺑﺎﻟﻌﻠم و ﻣن ارد اﻷﺧرة ﻓﻌﻠﯾﮫ ﺑﺎﻟﻌﻠم و ﻣن اردھﻣﺎ ﻓﻌﻠﯾﮫ ﺑﺎﻟﻌﻠم “Barang siapa menginginkan dunia, maka haruslah dengan ilmu, barang siapa menginginkan akhirat, maka haruslah dengan ilmu dan barang siapa menginginkan keduanya maka haruslah dengan ilmu”. (H. R. Thabrani)
61
Hal inilah yang mendorong Bapak Haji Dharmo Supono yang berasal dari Boyolali sebagai pendiri tunggal untuk mendirikan Yayasan Sosial Yatim Piatu Dharma Lestari yang menaungi Pondok Pesantren Agro Nuur El-Falah. SMP Dharma Lestari dan SMK-SPP Dharma Lesari sebagai wahana untuk membangun ummat sekaligus sebagai ungkapan syukur yang mendalam kepada Allah SWT atas limpahan taufiq, hidayah dan karunia kepada beliau dalam meniti usaha-usaha beliau sampai saat ini. Yayasan ini menggunakan sistem subsidi silang dengan cara infaq sodaqoh bagi keluarga yang mampu dan gratis tanpa biaya bagi keluarga yang tidak mampu dengan membawa keterangan dari kelurahan sebagai bukti. Dengan fasilitas belajar secara menyeluruh dan cuma-cuma (gratis) dari kebutuhan tempat (asrama), pakaian, makan serta kebutuhan lain membuat para santri semangat dalam menjalankan aktifitas yang direncanakan oleh yayasan dan pondok pesantren. Pada awalnya (Juli 2002) hanya menampung anak-anak dari daerah korban konflik seperti Aceh, Poso, Nusa Tenggara Timur sebanyak 53 anak. Selanjutnya dipertimbangkan dan dikembangkan menerima santri dari lingkungan dan daerah lainya, sehingga sampai dengan saat ini berjumlah kurang lebih 200 anak dan pada periode sekarang ini beberapa santri dari lingkungan sekitar banyak yang mendaftarkan putranya di pondok pesantren.
62
Pondok pesantren ini dinamakan Pondok Pesantren Agro Nuur El-Falah yang berarti “Nuur” (cahaya) dan “El-Falah” (kemenangan) dengan harapan para santri yang juga siswa SMP dan SMK-SPP Dharma lestari kelak menjadi seorang dai, pemimpin umat dan bangsa yang mandiri serta menguasai bidang agrobisnis yang memiliki jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa berdikari, jiwa ukhuwah islamiyah dan jiwa bebas. Sedangkan Yayasan ini dinamakan “Dharma Lestari” yang sama dengan penamaan SMP dan SMK-SPP Dharma Lestari mengandung arti yang sangat luhur. “Dharma” dimabil dari nama bapak beliau “Dharma Tahir”. Dharma berarti hibah/pemberian/amal, sedang “Lestari” diambil dari nama ibu beliau “Sri Lestari” yang berarti senantiasa, selalu dan selamanya. Jadi Dharma Lestari mengandung arti do’a semoga apa yang beliau hibahkan di jalan Allah SWT dicatat sebagai amal jariyah yang tidak terputus.
إذا ﻣﺎت اﺑﻦ آدم اﻧﻘﻄﻊ ﻋﻤﻠﮫ إﻻﻣﻦ ﺛﻼث: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ (ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎرﯾﺔ اوﻋﻠﻢ ﯾﻨﺘﻔﻊ ﺑﮫ او وﻟﺪ ﺻﺎﻟﺢ ﯾﺪﻋﻮاﻟﮫ )رواه اﻟﺘﺮﻣﯿﺬى Artinya : Rosulullah SAW bersabda : apabila manusia mati maka putuslah segala amalnya kecuali tiga hal : amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendiakan kepada kedua orang tua (HR. Tirmidzi)
Pondok Pesantren Agro nuur El Falah hanya khusus santri putra, dan tidak ada santri putrinya. Pesantren ini memiliki perhatian khusus
63
terhadap pendidikan di bidang pertanian terutama dalam pengembangan agro bisnis dan agro indutri. Karena sejak dini santri dididik untuk ikut terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni dan fasilitas yang memadai. Sehingga diharapkan setelah lulus dari pesantren, santri memiliki skill yang mumpuni dalam bidang pertanian, berakhlaqul karimah, berjiwa mandiri, dan produktif sebagai bekal dalam berdakwah dan berjuang di tengah-tengah masyarakat. 3. Visi, misi dan tujuan Visi
: Menjadikan Santri Agro Nuur El-Falah Insan yang Disiplin, Berilmu, Bertaqwa, dan Bermoral serta Berprestasi
Misi
: Menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal yang tertib administrasi, dengan mengutamakan kedisiplinan, kejujuran, dan kebersihan serta akhlaqul karimah yang berasaskan Islam
Tujuan : a. Mengajak umat untuk hidup Islami dengan mengamalkan Al Qur’an dan As-Sunnah b. Menghidupkan pola fikir ilmiah berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah c. Menerapkan
nilai-nilai
universal,
humanisme
dan
sosialisme Islam dalam pendidikan (buku profil Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah)
64
4. Tata tertib Pada tulisan ini, penulis akan menguraikan dan menjelaskan tata tertib yang ditetapkan di Pondok Pesantren Agro nuur El Falah: a. Kewajiban Santri a) Wajib beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. b) Wajib menjaga nama baik Pengasuh dan Pondok Pesantren. c) Wajib berakhlaq karimah dalam berhubungan dengan Pengasuh, Asatidz/ah, Pengurus, sesama Santri, dan Masyarakat. d) Wajib mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan oleh Pondok Pesantren. e) Wajib mngikuti Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah dan Madrasah Diniyah f) Wajib shalat berjamaah Lima Waktu g) Wajib
ijin
kepada
Pengasuh
atau
Pengurus
bila
ingin
meninggalkan/keluar dari lingkungan Pondok Pesantren sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (keluar dan masuk harus lewat gerbang depan satpam serta membawa kartu perijinan dan mencatat di buku perijinan) h) Diperbolehkan ijin pulang setiap bulan 1(satu) hari, boleh diambil 3 (tiga) bulan sekali 3 (tiga) hari dan harus dijemput oleh orang tua atau wali atau seseorang yang diberi surat keterangan untuk menjemput dengan menunjukkan surat keterangan dari orang tua santri.
65
i) Diperbolehkan ijin pulang selain ketentuan di atas apabila ada keperluan yang mendesak atau darurat yang tidak bisa ditinggalkan dan tetap harus dijemput orang tua atau wali. j) Wajib menjaga ketertiban, keamanan, dan kebersihan diri, lingkungan, dan fasilitas Pondok Pesantren. k) Wajib berpakaian muslim, sopan, dan rapi sesuai syariat ketika waktu
pembelajaran
Madrasah
Diniyyah
dan
ketika
meninggalkan/keluar dari Pondok Pesantren. l) Wajib berpakaian seragam sekolah yang telah ditentukan ketika Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Sekolah. m) Wajib menghormati tamu sesuai tata krama dan ketentuan yang berlaku. Santri diijinkan menerima tamu dan kunjungan orang tua setiap Hari Jum’at. n) Wajib mematuhi tata tertib yang berlaku di Pondok Pesantren. o) Wajib memotong rambut dengan ukuran 0, 1, 2 cm p) Mengikuti ro’an umum sebagaimana yang telah ditentukan oleh seksi kebersihan. q) Mengikuti minimal 3 kegiatan ekstrakurikuler yang ada di pondok pesantren r) Wajib menjadi anggota koperasi b. Larangan a) Memakai atau mengambil hak orang lain tanpa seijin pemiliknya.
66
b) Mengadakan dan atau mengikuti kegiatan yang mengganggu aktivitas di Pondok Pesantren. c) Melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban Pondok Pesantren. d) Dilarang membawa alat elektronik berupa Handphone (HP), Laptop, Ipod ataupun alat elektronik lainya kecuali musik box. e) Music box diperbolehkan di waktu selain waktu belajar (setelah takror). f) Bagi yang ketahuan membawa HP maka HP disita dan tidak dikembalikan (menjadi hak Majelis Ma’arif) g) Setiap santri dilarang merusak fasilitas yang ada di Pondok Pesantren. h) Setiap santri dilarang memetik buah-buahan yang ada di Pondok Pesantren tanpa seijin pengurus. c. Anjuran a) Bagi santri yang dijenguk keluarga dianjurkan sowan ke pengasuh b) Memperbanyak membaca Alqur’an dan ibadah-ibadah sunnah lainnya. c) Memanfaatkan waktu senggang untuk belajar dan musyawaroh. d) Mengembangkan bakat, minat dan kreatifitas. d. Sanksi a) Santri yang melanggar tata tertib ini dikenakan peringatan dan atau sanksi sesuai dengan pelanggarannya.
67
b) Santri yang telah mendapat peringatan tiga kali dan masih melakukan pelanggaran, maka atas kebijakan Pengurus dengan ijin Pengasuh akan diserahkan kembali kepada walinya. c) Jika santri melakukan pelanggaran yang dianggap berat, maka langsung diserahkan kepada walinya dengan ijin pengasuh. e. Aturan Tambahan Aturan tambahan yang telah ada dan tidak tertulis dalam tata tertib dianggap tetap berlaku. f. Perubahan Operasional a) Tata tertib ini dapat dirubah oleh Pengasuh atau Pengurus Pondok Pesantren. b) Ketentuan-ketentuan di atas akan diatur dan dilaksanakan sesuai dengan struktur kepengurusan Pondok Pesantren. c) Tata tertib ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya (file dokumen Sekretaris Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah) 5. Kegiatan Santri Kegiatan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Agro nuur El Falah dibagi menjadi dua: a.
Kegiatan wajib Kegiatan wajib adalah kegiatan yang harus diikuti dan dilaksanakan oleh para santri. Sehingga kalau ada santri yang meninggalkan kegiatan wajib maka akan mendapatkan balasan yang sesuai dengan kegiatan apa yang ditinggalkanya. Kegiatan wajib yang
68
dilaksankan di Pondok Pesantren Agro nuur El Falah adalah sebagai berikut: 1) Sholat berjamaah di masjid Sholat merupakan sebuah aktifitas ritual yang hukumnya wajib bagi setiap yang mengaku beragama islam dan merupakan wahana latihan bagi umat islam untuk mencari jatidiri di hadapan sang kholik lalu diapresiasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Penekanan sholat pada santri bertitik tolak pada : a) Aplikasi sholat dimensi megical/rohani (ketenangan jiwa) b) Aplikasi sholat dimensi epistimologis (kecerdasan berfikir) c) Aplikasi sholat dimensi sosial (kecerdasan sosial) Ketiga dimensi ini akan terbentuk dengan pemahaman bahasa sholat, baik bahasa lisan (oral language) atau bahasa tubuh (body language). Sholat pada santri mempunyai stressing yang kuat untuk dilakukan secara berjamaah. Dalam berjamaah pemahaman yang dilakukan pada santri adalah tentang : a) Leadership/kepemimpinan memimpin) b) Ketaatan pada pimpinan c) Kemufakatan dalam jamaah d) Persamaan derajat e) Disiplin
(sanggup
dipimpin
dan
siap
69
2) Apel pengecekan Dalam apel ini dilakukan setiap pagi, siang, dan malam pada saat akan melakukan makan. Fungsi dari apel ini adalah untuk melakukan pengecekan anggota kamar yang mana setiap regu yang menyiapkan mempersiapkan semua anggotanya. Ada kemungkinan santri yang tidak hadir itu sakit, pulang, ataupun juga tanpa keterangan yang akan disanksi bagi yang melanggarnya. 3) Sorogan pagi dan malam Sorogan merupakan cara penyampaian bahan pelajaran dimana kyai atau ustazd mengajar santri seorang demi seorang secara bergilir dan bergantian, santri membawa kitab sendirisendiri. Mula-mula kyai mebacakan kitab yang diajarkan kemudian menterjemahkan kata demi kata serta menerangkan maksudnya, setelah itu santri disuruh membaca dan mengulangi seperti apa yang tela dilakukan kyai, sehingga setiap santri menguasainya 4) SMP dan SMK-SPP Dharma Lestari SMP dan SMK-SPP Dharma Lestari merupakan bentuk pendidikan formal guna mempermudah proses transformasi keilmuan dan pemantauan moralitas dan integritas santri. 5) Madrasah Diniyyah Sekolah pendidikan agama yang merupakan pendidikan di pondok pesantren guna memperdalam ilmu agama. Karena sangat penting bagi para santri dalam menimba ilmu agama tidak hanya di
70
formalnya saja. Keseriusan dalam tholabul ilmi menjadikan santri mampu meresapi ilmu yang telah diajarkan. 6) Nastamir Kegiatan membaca Al-Qur’an secara murottal yang dilakukan dengan bersama-sama di masjid. Kegiatan ini bertujuan sebagai penggerak santri agar rajin dalam membaca Al-Qur’an serta memahami apa yang terkandung di dalamnya. 7) Kajian kitab ekstra Seperti lazim berjalan di beberapa pesantren, di Pondok Pesantren Agro Nuur El-Falah juga menerapkan metode dan kajian kitab yang serupa yang mengambil waktu ba’da maghrib dan ba’da isya. Kitab-kitab tersebut meliputi berbagai disiplin ilmu menurut tingkat kemampuan santri. Diantranya Tafsir, Hadist, Fikih, Akhlak dan Tasawuf. Kitab-kitab tersebut diajarkan dengan maksud : a) Melatih santri membaca dan memahami dengan mengaplikasikan kaidah-kaidah Nahwu dan Sorof b) Mengenalkan para santri istilah-istilah dan metode-metode pembahasan kitab-kitab klasik c) Melatih para santri menghargai karya para ulama pendahulu dan memahami situasi, kondisi waktu kodifikasi kitab tersebut d) Mendorong para santri untuk selalu berkarya sebagaimana karangan para ulama-ulama dahulu.
71
8) Takror Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Dimaksudkan sebagai sarana untuk mengulas ulang/mentelaah terhadap materimateri yang telah disampaikan dengan metodologi musyawarah serta untuk mempersiapkan materi-materi yang akan disajikan besok harinya. b.
Kegiatan ekstra Kegiatan ekstra adalah kegiatan tambahan sebagai penunjang aktifitas para santri dalam berkreasi dan berorganisasi yang pelaksanaanya ada yang ditentukan dan ada juga sesuai dengan kondisi dan keadaan yang berada di Pondok Pesantren Agro Nuur ElFalah di antara kegiatan tersebut adalah : 1) Pelatihan qiro’ah
5) Muhadloroh
2) Pelatihan rebana
6) Pidato
3) Pelatihan gamelan
7) Topeng ireng
4) Kepramukaan
8) Kaligrafi
72
6. Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Agro nuur El Falah a.
Pendiri
b.
Pengurus pondok pesantren
: H. Darmo Supono
Pengasuh
: KH. Usman Mansur, BA
Majlis ma’arif
: Nur Soleh, S. Pd. I
Sekretaris
: Mustofa Lutfi, S. Sy
Bendahara
: Najmu tsakib
Bag. Pendidikan
: Muhammad syukron S. Pd.I
Bag. Kamtib
: Agus Supriyadi
Bag. Kebersihan
: Muhdi
Bag. Pemeliharaan
: H. Supardi
Bag. Logistik
: Kamilin A. Md
Kepala sekolah SMP
: Khafidul Mu’in, S. Pd. I
Kepala sekolah SMK-SPP
: Durrotur Rosyidah, S. Ag
Kepala madrasah
: Zaenal anwar
Kepala asrama
: M. Muhibbur Rohman, S. Pd. I
Pengawas asrama
: Akiyas Juhad Mahya Ayatullah Asbanu Latif Muhammad Khilmi Muhammad Mahmud Muhammad Muslih Safi’i
73
Sugiyatno Samroni Taufik Akbar Wahab Zaenal Muttaqin Zubaidi
7. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang ada di Pondok Pesantren Agro nuur El Falah diantaranya: Nama Barang
Keterangan
a.
Gedung asrama
1
b.
Gedung madrasah
2
c.
Masjid
1
d.
Rumah tinggal ustadz
4
e.
Rumah tinggal pengasuh
2
f.
Perpustakaan
1
g.
Ruang komputer
1
h.
Kantor sekretariat
3
i.
Kamar mandi
20
j.
Kolam renang
1
k.
Mobil
1
l.
Kopontren
1
m. Gedung OPPN
1
74
n.
Salon potong rambut
1
o.
Gerobak sampah
2
p.
Pendopo
1
q.
Lahan pertanian
r.
Dapur
3 ha 1
Adapun sarana prasarana yang lainnya di Pondok Pesantren Agro nuur El Falah juga terdapat 4 halaman yang luas, dimana setiap setiap hari sekali digunakan untuk bermain sepak bola, sepak takraw dan volly. Selain itu di Madrasah juga terdapat alat-alat kebersihan, seperti: Sapu lidi, sapu lantai, sulak, alat pel dan tempat sampah. Di pondok ini juga mempunyai beberapa bidang tanah yang digunakan oleh para santri untuk bercocok tanam. Karena Pondok Pesantren Agro nuur El Falah adalah pondok yang bergerak di bidang bisnis terutama dibidang pertanian. Oleh karena itu ada beberapa alat pertanian, seperti traktor, artko (angkong), cangkul, sabit dan alat pertanian lainnya. Selain itu, juga terdapat alat-alat musik tradisional dan alat musik rebana. (Buku Profil Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah) B. Hasil Temuan 1. Penerapan Reward dan Punishment Menurut ustadz NS sebagai Majlis Ma’arif, yang ditemui pada 10 November 2015 pukul 17.10 WIB. Beliau mengatakan: “Dipondok kita menerapkan reward dan punishment mengarah agar anak mempunyai suatu kedisiplinan dan suatu tanggung jawab terhadap apa yang sudah diterapkan dipondok ini. Namun karena ini, kebetulan juga saya sebagai
75
anggota TNI yang di minta untuk membantu dalam pendidikan dipondok ini memang reward dan punidhment yang diterapkan bertujuan untuk mendidik. Dalam penerapannya sebagai pengembangan pendidikan kedisiplinan kami membuat konsep hampir sama dengan pendidikan tentara. Seperti halnya; pada pagi hari sebelum mereka berangkat sekolah sebagai pengecekan kita mengadakan apel pagi, dari situ juga ada reward dan punishmentnya, bagi mereka yang bisa tertib apel pagi akan ada reward tersendiri, begitupun juga bagi mereka yang terlambat atau tidak ikut apel pagi akan ada tindakan tersendiri. Yang jelas punishmentnya sebagai pendidikan.” Menurut Ustadz MR sebagai penasehat asrama, yang ditemui pada 12 November 2015 pukul 19.30 WIB. “Beliau mengatakan: “berhubung dipondok kita ini mengacu pada pondok salafiyyah, maka saya sebagai penasehat asrama menerapkan reward dan punishment mengikuti dari apa yang sudah ditentukan di sini. Baik itu reward atau punishment kan bisa dilakukan oleh tiap-tiap ustadz yang mengajar, maksudnya terserah dari ustadznya sendiri, selain yang sudah ditetapkan di pondok ini lho. Seumpama, santri yang telat atau yang tidak masuk di jam pelajaran saya, mungkin saya kasih hukuman dia menghafal nadhoman atau saya suruh setoran surat-surat pendek. Kalau mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan, sudah jelas santri yang tidak masuk akan ada tindakan sendiri.” Menurut Ustadz MS sebagai bagian pendidikan, yang ditemui pada tanggal 16 November 2015, pukul 14.00 WIB. Beliau mengatakan: “tetap ada reward dan punishment yang kami terapkan disini, akan tetapi yang lebih dominan mungkin dalam menerapkan punishment. Walaupun sebenarnya, para ustadz yang mengampu tidak sadar bahwa apa yang mereka ucapkan di kelas itu bisa saja berupa reward seperti yang sampean tadi ungkapkan bahwa reward bisa jadi berupa ucapan, pemberian hadiah atau yang lainnya kan? Nah, mungkin juga ustadz pengampu tidak sadar jika dia sudah memberikan reward kepada santri.”
76
Menurut ustadz FR sebagai salah satu pengurus Madrasah Diniyyah, yang ditemui pada tanggal 16 november 2015, pukul 17.00 WIB Beliau mengatakan: “dalam menerapkan reward, reward itu tidak identik dengan materi, sebagai contoh dengan memberikan pujian itu bisa dijadikan reward. Untuk punishment, memang sementara ini mau diakui atau tidak lebih identik dengan fisik tentu kedepan hukuman ini lebih spesifik yang berkaitan dengan pendidikan tersebut. Maksudnya adalah, bagaimana hukum itu benar-benar memberi kontribusi yang positif bagi perkembangan para santri. Seperti, menghafalkan, membaca Al-Qur’an, membersihkan halaman ataupun WC dan sebagainya.” 2. Efektifitas reward dan punishment Menurut Ustad NS sebagai Majlis Ma’arif, yang ditemui pada 10 November 2015 pukul 17.10 WIB. Beliau mengatakan: “Untuk efektivitasnya, sebagai evaluasi setiap hari selasa kita mengadakan apel mulai dari ustadz penasehat kamar, ustadz pengampu. Dengan diadakannya reward dan punishment ini ada peningkatan dalam masalah kedisiplinan. Seperti yang dulu sering terlambat atau pun yang tidak apel dengan adanya punishment dapat mengingatkan santri yang lain apabila tidak melakukan apel dapat hukum itu, disamping itu juga dapat mengingatkan diri sendiri untuk tidak mengulangi perbuatannya. Dan kami menerapkan ini sudah berjalan hampir dua tahun dan ternyata ada peningkatan dalam hal kedisiplinan. Namun pada kenyataanya kalau tidak ada punishment yang menurut undang-undang dilarang memakai kekerasan, maka kita cari solusi tentang punishmen yang sifatnya mendidik. Tetapi kita juga agak keras, contoh; seperti santri yang sudah diberi punishment tetapi terus mengulang, mengulang, maka kita keras, tetapi kerasnya itu juga dalam rangka mendidik, karena saya juga sebagai tentara, maka ya hukuman fisik, seperti; “ya sudah sekarang kamu lakukan entah itu push up, lari-lari atau yang lainnya, yang penting keluar keringat. Setelah mereka mengeluarkan keringat kemudian mereka laporan kepada saya.”
77
Menurut Ustadz MR sebagai penasehat asrama, yang ditemui pada 12 November 2015 pukul 19.30 WIB. Beliau mengatakan: “keduanya punya efektifitas masing-masing. Contoh kecil setelah kami menerapkan reward yang kebetulan mungkin tidak sengaja, bisa menjadikan santri senakin berperilaku baik, tetapi juga ada yang merasa sombong. Dan setelah kita pelajari terutama punsihment, dalam konsep pendidikan sekarang kan hukuman itu tidak boleh yang memakai kekerasan, ya kan? Maka kita cari solusi untuk menerapkan hukuman atau ta’ziran yang mendidik, seperti lari keliling halaman depan asrama, atau yang lainnya. Tetapi juga ada dari santri itu ndablek, sering di ta’zir tetapi belum jera. Maklum, karena disini tidak sedikit yang dari luar jawa.
Menurut Ustadz MS sebagai bagian pendidikan, yang ditemui pada tanggal 16 November 2015, pukul 14.00 WIB. Beliau mengatakan: “masalah efektifitas, mungkin yang lebih dominan di sini adalah punishmentnya, karena menurut saya ya, yang efektif ya hukuman itu. Tapi juga tidak menutup kemungkinan kalau ternyata yang lebih efektif itu rewardnya dalam hal pendidikan kedisiplinan. Mengapa saya kok bilang lebih dominan hukumannya? Karena bagi santri yang melanggar akan dikenai hukuman yang sudah ditetapkan. Dengan adanya itu maka santri tersebut akan berfikir ulang untuk melakukan pelanggaran yang selanjutnya. Tetapi jangan dikira santri itu manut (patuh) semua, ada juga santri yang di ta’zir atau dihukum, besok mengulangi lagi perbuatannya.” Menurut ustadz FR sebagai salah satu pengurus Madrasah Diniyah, yang ditemui pada tanggal 16 november 2015, pukul 17.00 WIB Beliau mengatakan: “dalam dunia pendidikan, reward ataupun punishment itu adalah sesuatu hal yang signifikan adanya. Dengan adanya reward, seorang santri termotivasi untuk fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan). Ada konsekuensi logis ketika seorang santri tidak bisa melaksanakan apa yang menjadi target (apa yang diperintah oleh guru) sehingga diapun mendapat hukuman itu dengan penuh kesadaran. Karena ketika sadar dia akan belajar dari kesalahannya, dan setelah dia merasa salah tentu dia akan lebih berhati-hati dalam berbuat dan bertindak.
78
Reward itu adalah sebuah penghargaan bagi santri yang tentunya itu akan memicu memotivasi santri lain yang belum memenuhi target. Kesimpulannya adalah dengan adanya reward dan punishment itu sangat efektif untuk menunjang keberhasilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut”
3. Faktor yang mendukung dan yang menghambat Menurut Ustadz NS sebagai Majlis Ma’arif, yang ditemui pada 10 November 2015 pukul 17.10 WIB Beliau mengatkan: “Dari faktor yang mendukung itu seperti dari sistem yang kita bangun dulu, kemudian dari team, team dari ustadz maksudnya didalam mempunyai komitmen dalam menegakkan aturan mengenai permasalahn reward dan punishment yang mereka terapkan. Terus, yang menjadi kendala kita, masih adanya dari team kita ini dari para ustadz kurang peduli. Jadi dari sistem yang kita bangun harusnya anak yang melanggar bisa dicatat dibuku point, kebetulan juga dipondok ini juga ada sistem point lewat komputerisasi yang ada di situ, disekretariat. Seperti pada waktu diniyah tidak mau mengecek santri yang tidak hadir, tidak mengabsennya, tidak memanggil dan juga tidak memasukkanya ke point. Kemudian kita juga menerapkan guru piket, karena kita pondok pesantren, 24 jam,itu kadang-kadangan untuk memanggilnya itulah yang tidak dilaksanakan sehingga itu menjadi penghambat, sehingga banyak santri yang menyepelekan dikarenakan selain adanya guru piket juga ada piket santri yang mana, anggapan para santri bahwa yang piket itu adalah teman dia. Selain itu guru yang piket itu ada yang paham tentang sistem itu tetapi tidak melaksanakanya. Mungkin karena repot dengan kegiatan yang lain. Jadi dalam penerapan reward dan punishment kurang konsisten, kadang berjalan kadang enggak.” Menurut ustadz MR sebagai penasehat asrama, yang ditemui pada 12 November 2015 pukul 19.30 WIB. Beliau mengatakan: “untuk faktor yang mendukung dalam penerapan reward dan punishment itu karena salah satu pengurus, pak sholeh, merupakan anggota TNI. Jadi dalam hal penerapanya sudah terbantu dan alhamdulillah meningkat dari tahun sebelumnya. Selain itu, kami mengangkat beberapa alumni lulusan tahun kemarin untuk mengabdi di sini. Untuk faktor yang
79
menghambat, menurut saya sistem yang berjalan belum sepenuhnya terrealisasikan, karena ada beberapa dari ustadz yang mengajar kan tidak menetap disini, sedangkan yang ada disini sudah ada job tersendiri. Tambahan sedikit, santri yang tidak jera setelah di ta’zir. Menurut ustadz MS sebagai bagian pendidikan, yang ditemui pada tanggal 16 November 2015, pukul 14.00 WIB. Beliau mengatakan: “faktor pendukungnya seperti sistem yang berjalan sudah bagus, ada pengabdian dari alumni, yang nanti bisa mengkoordinir piket ustadz maupun piket dari santri. Sedangakan faktor yang menghambatnya seperti kurangnya kesadaran pada diri santri, pengaruh dari lingkungan tempat tinggal dan pergaulan, kurangnya pengawasan dan pembiasaan disiplin dari orang tua, minimnya pengetahuan santri terhadap tata tertib pesantren, dan kurangnya hubungan interpersonal antara santri dengan pengurus pondok terutama santri yang bermasalah terhadap tata tertib.” Menurut ustadz FR sebagai salah satu pengurus Madrasah Diniyah, yang ditemui pada tanggal 16 november 2015, pukul 17.00 WIB Beliau mengatakan: “dari faktor pendukung, yang pertama; dari pengasuh yang dituangkan dalam kesepakatan atau tata tertib. Kedua, tentang penegakan dari tata tertib tersebut yaitu adanya OPPN yang mana salah satu tugasnya yaitu menegakkan kedisiplinan. Ketiga, faktor lingkungan pondok yang kondusif yang tidak memungkinkan bagi santri keluar tanpa ijin. Dari faktor penghambatnya, pertama, masih ada sebagian santri yang belum menyadari pentingnya kedisiplinan. Kedua, belum menyadari manfaat kedisiplinan yang akan diterapkan dalam hidupnya nanti. Ketiga, pengawasan yang masih lemah dari OPPN maupun dari pengurus. Maksudnya mekanisme penanganan belum terlalu baku untuk diberlakukan. Keempat, sering terjadi overlaping atau terjadi kesalahpahaman siapa yang berhak untuk menangani atau menghukum.” 4. Konsep pendidikan kedisiplinan Menurut Ustadz NS sebagai Majlis Ma’arif, yang ditemui pada 10 November 2015 pukul 17.10 WIB
80
Beliau mengatakan: “Konsep dalam kedisiplinan menurut saya sendiri adalah salah satu kesadaran yang keluar dari diri sendiri, didalam melaksanakan baik itu kegiatan dan taat pada peraturan tanpa adanya paksaan. Kepingin kita anak itu tidak takut namun mereka sudah terbiasa dengan kegiatan yang ada dengan ikhlas, atau yang bisa kita katakan melaksanakan kegiatan, taat aturan itu dengan kesadaran diri sendiri. Kemudian sistem yang kita bangun kita mempunyai aturan dalam ADART dan dalam buku point itu sebenarnya sudah ada. Kalau njenengan mau lihat nanti bisa ke sekretariat. Jadi anak melanggar dapat point 25, anak kita panggil kemudian membuat surat pernyataan, point 50 anak dipanggil, orang tua juga membuat surat pernyataan , point 100 orang tua dipanggil lagi untuk meminta pertimbangan, point 150 seharusnya anak sudah dikeluarkan, namun dari kita ada suatu toleran untuk hal itu, anak kita masukkan ada dari kita menamaknnya rumah perubahan. Rumah perubahan itu kita beri kebebasan seluasluasnya, kita sudah tidak mau menasehati, tidak mau ngomongi lagi, disini Cuma aturan dirumah perubahan adalah dalam rangka mendukung disiplin tadi sudah ada aturan dia tidak boleh terlambat sekolah, dia tidak boleh keluar asrama, dia belajar harus tepat waktu itu sudah ada sistem yang kita bangun yang mengarah kepada disiplin itu. Kemudian dari sistem yang kita bangun harapan kita semuanya adalah kita ini mempunyai kepedulian. Kendalanya itu ya berasal dari team, yang merencanakan saya sendiri kemudian guru-guru yang mendukung inilah yang kita solidkan. Karena sehubungan ini pengasuh sedang sakit, maka saya sementara yang menjalankan kepengurusan. Tetapi juga tidak lepas dari pengawasan beliau. Setiap minggu kami melaporkan kegiatan-kegiatan yang sudah berlangsung. Selain itu kalau ada rapat hasilnya saya laporkan kepada beliau. Maka dari itu, rencana ke depan insya Allah karena saya memang baru dua tahun disini sekarang sistemnya sudah mulai terbangun dan saya sudah melibatkan santri senior di dalam menegakkan kedisiplinan nanti.” Menurut ustadz MR sebagai penasehat asrama, yang ditemui pada 12 November 2015 pukul 19.30 WIB. Beliau berkata: “konsep kedisiplinan yang diterapkan di pondok ini intinya melatih serta mendidik santri untuk patuh dan taat terhadap peraturan yang berlaku. Menurut saya, tidak hanya dalam konteks disiplin dalam pendidikan (belajar), tetapi juga dalam hal ibadah. Dalam penegakan kedisiplinan ini, butuh keteladan ustadz atau dari para pengurus.”
81
Menurut ustadz MS sebagai bagian pendidikan, yang ditemui pada tanggal 16 November 2015, pukul 14.00 WIB. Beliau berkata: “pendidikan kedisiplinan tidak akan berjalan tanpa adanya pengawasan dari para pengurus dan kesadaran dari santri itu sendiri. Oleh karena itu, para santri harus senantiasa menumbuhkan sikap disiplin mulai dari dirinya, dan juga mengembangkannya serta menjadi contoh bagi adik-adiknya (santri baru).” Menurut ustadz FR sebagai salah satu pengurus Madrasah Diniyah, yang ditemui pada tanggal 16 november 2015, pukul 17.00 WIB. Disiplin dalam arti kata melaksanakan sesuatu sesuai waktu yang telah ditentukan oleh pengurus pondok. Konsep dasarnya itu tidak lepas dari sosok figur seorang pak Nur Sholeh yang punya latar belakang TNI. Dalam prakteknya memang ada berbagai kendala, tapi karena adanya OPPN sehingga salah satu tugas mereka dalam menegakkan aturan-aturan yang ada, dari itu pengalaman itu diterapkan dengan harapan santri agro nuur el falah ini menjadi lebih disiplin, baik disiplin waktu, belajar maupun kegiatan-kegiatan di pondok. Dalam penegakan kedisiplinan ini butuh keteladanan seorang ustadz ataupun pengurus itu sendiri.”
82
BAB IV PEMBAHASAN
A. Penerapan Reward dan Punishment dalam Pendidikan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. Penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah diberikan kepada santri sesuai dengan perbuatannya. Penerapan reward dan punishment dilaksanakan dengan tujuan agar para santri mempunyai sikap kedisiplinan dan juga mempunyai rasa tanggung jawab dalam menerapkan dan mentaati peraturan ditetapkan di pondok. Jika para santri sudah mempunyai sikap demikian, maka akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku santri di pondok. Dan dapat menghindarkan santri dari hal-hal yang negatif yang dapat merugikannya. Penerapannya seperti melaksanakan apel, baik apel pagi, siang maupun malam. Dengan tujuan untuk mengontrol kesiapan santri untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pondok. Dalam hal ini, penerapam reward dan punishment bisa dilaksanakan oleh ustadz pengampu selain yang telah ditetapkan dalam peraturan pondok. Karena pemberian reward ataupun punishment merupakan respon seseorang terhadap orang lain karena perbuatannya. Bedanya, kalau reward merupakan respon yang positif. Sedangkan punishment merupakan respon yang negatif. Adapun respons positif bertujuan agar tingkah laku yang sudah baik akan lebih bertambah frekuensinya sehingga akan lebih baik lagi di masa mendatang. Sedang respons negatif (hukuman) bertujuan agar seseorang yang memiliki tingkah laku 82
83
yang tidak baik itu dapat berubah dan lambat laun akan mengurangi perilakui negatifnya.
Dalam realita yang ada, penerapan punishment lebih dominan, dikarenakan seringnya terjadi pelanggaran. Akan tetapi secara langsung asatidz pada waktu berlangsungnya pembelajaran, sebenarnya sudah menerapkan reward yang berupa pujian. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau reward lebih dominan dalam memotivasi para santri. Penerapan reward bukan berupa materi saja. Akan tetapi berupa pujian. Sedangkan dalam penerapan punishment masih identik dengan fisik. Walaupun demikian tidak sampai memberi rasa sakit terhadap santri. Selain itu juga dalam menghukum sekiranya memberikan kontribusi positif yang mana dapat menumbuhkan motivasi dalam diri para santri. Misalnya dalam menerapkan reward di kelas, bagi santri yang aktif dalam kelas serta disiplin, diberi pujian oleh ustadz pengampu, terkadang juga diberi hadiah berupa kitab. Sedangkan dalam penerapan punishment, bagi santri yang melanggar tata tertib pondok dikenakan sangsi berupa catatan point atau berupa peringatan dari pengurus pondok. selain itu, ustadz pada waktu mengajar juga menerapkan reward atau punishment, seperti santri yang tidak masuk madrasah maka hukumannya selain diberi point pelanggaran, juga diberi ta’zir dengan menambah jam belajar sendiri setelah jam belajar di kelas berakhir, yakni pukul 22.00-23.00 didampingi oleh pengurus Reward yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah berupa:
84
a.
Pujian
b.
Penilaian santri terbaik tiap 1 bulan sekali
c.
Penilaian kamar terbaik tiap akhir tahun Punishment yang diterapkan berupa:
a.
Bagi santri yang terlambat atau tidak mengikuti apel mengelilingi barisan sambil berteriak “saya terlambat atau saya tidak mengikuti apel”
b.
Adanya sistem point
c.
Membaca Al-Qur’an 1 juz jika tidak mengikuti satu kegiatan
d.
Menghafalkan surat-surat pendek (tergantung dari ustadz pengampu)
e.
Menambah jam belajar bagi para santri yang tidak berangkat diniyyah
f.
Mengembalikan santri kepada walinya jika melakukan perbuatan yang sudah melampaui batas. Dengan demikian penerapan reward dan punishment di Pondok
Pesantren Agro Nuur El Falah yang dilakukan seperti memberikan pujian pada saat pembelajaran berlangsung, menghukum bagi santri yang kurang disiplin dalam mengikuti kegiatan. Semua itu diberlakukan dengan tujuan untuk menumbuhkembangkan sikap kedisiplinan dalam diri santri serta memupuk rasa tanggung jawab dalam menerapkan dan mentaati peraturan yang berlaku di pondok. B. Efektifitas Reward dan Punishment 1.
Efektifitas reward a.
Mengembangkan motivasi yang ada dalam diri santri,
b.
Menumbuhkan sikap tawadhu’
85
c. 2.
Menumbuhkan perilaku fastabiqul khoirot
Efektifitas punishment a.
Menumbuhkan sikap kesadaran terhadap apa yang pernah dilakukan
a.
Menumbuhkan sikap kedisiplinan
b.
Menumbuhkan kehati-hatian terhadap perilaku yang akan dilakukan
c.
Sebagai penunjang untuk mencapai tujuan pendidikan Dengan demikian reward dan punishment efektifitas yang saling
melengkapi. Reward efektif dalam memotivasi santri untuk selalu berbuat baik, sedangkan punishment efektif dalam memotivasi santri untuk memiliki kesadaran
terhadap
apa
yang sudah
dilakukannya,
serta
memiliki
tanggungjawab dan konsekuen terhadap hukuman yang akan dijalaninya.. C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Penerapan reward dan punishment tidak akan berjalan dengan sendirinya, melainkan perlu kesadaran pada diri santri , latihan, kebiasaan, dan juga adanya kepedulian dari pengurus. Karena tujuan dari penerapan reward dan punishment itu adalah sebagai motivasi serta menumbuhkan kesadaran dan kedisiplinan dalam diri santri. Dengan adanya reward sebagai penghargaan atas apa yang telah dicapai oleh santri. Serta ada konsekuensi logis jika santri tidak bisa melaksanakan apa yang sudah menjadi wewenang dalam kegiatan di pondok sehingga santri mendapat hukuman dengan penuh kesadaran. Setelah sadar, mereka akan belajar dari kesalahannya, dan ketika mereka tahu itu salah, maka mereka akan senantiasa berhati-hati dalam bertindak.
86
Dari pernyataan di atas dalam penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah terdapat 2 faktor, yaitu: 1. Faktor pendukung a. pengurus pondok mempunyai komitmen yang kuat untuk menegakkan aturan
mengenai
permasalahan
reward
dan
punishment
yang
dilaksanakan b. adanya pengabdian dari alumni yang baru lulus, sehingga dapat membantu kinerja ustadz dan santri yang piket. c. Amanat dari pengasuh yang dituangkan dalam kesepakatan atau tata tertib. d. Adanya OPPN atau Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Agro Nuur ElFalah yang membantu dalam penegakan kedisiplinan. e. Faktor lingkungan pondok yang kondusif yang tidak memungkinkan bagi santri keluar tanpa ijin. 2. Faktor penghambatnya adalah sebagai berikut: a. Pengawasan yang masih lemah dari OPPN maupun dari pengurus. b. Kurang konsisten dalam penerapan reward dan punishment. c. Kurangnya kesadaran pada diri santri d. Pengaruh lingkungan tempat tinggal ataupun pergaulannya e. Minimnya pengetahuan santri terhadap tata tertib pesantren f. Kurangnya hubungan interpersonal antara santri dengan pengurus pondok terutama santri yang bermasalah terhadap tata tertib
87
g. Belum menyadari manfaat kedisiplinan yang akan diterapkan dalam hidupnya nanti D. Konsep Pendidikan Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Konsep kedisiplinan yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah adalah menumbuhkan kesadaran dalam diri santri dalam hal mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan taat serta patuh terhadap peraturan yang berlaku tanpa adanya paksaan. Karena dalam suatu lembaga kalau tidak ada tata tertib yang diterapkan maka proses kegiatan-kegiatan serta pembelajaran yang akan berlangsung tidak akan berjalan dengan lancar sesuai yang diharapkan oleh para pengurus. Dalam penegakan kedisiplinan dibantu oleh organisasi yang ditunjuk dari beberapa santri dengan dibantu oleh ustadz serta alumni yang dipilih untuk mengabdi. Penegakan kedisiplinan tidak lepas dari keteladanan dari asatidz. Agar para santri menerapkan apa yang sudah menjadi tanggungjawabnya. Selain itu juga santri senior bisa menjadi teladan yang baik bagi juniornya. Dalam mengembangkan kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah, diterapkan reward dan punishment. Walaupun sebenarnya dalam prakteknya masih banyak kendala. Akan tetapi sedikit demi sedikit membangun serta mencari formula untuk menetralisir kendala yang ada. Dengan adanya reward dan punishment para santri tidak ada anggapan mematuhi tata tertib akan tetapi terpaksa serta takut karena ada hukuman. Dengan pengertian itulah agar menjadikan santri ikhlas dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kepesantrenan serta dapat mematuhi dan mentaati peraturan
88
yang diterapkan di pondok dan juga ikhlas dalam menjalani hukuman yang diterimanya.
89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian dan data-data yang penulis sajikan dalam laporan skripsi ini, maka penulis akan memberi kesimpulan, yaitu: 1. Penerapan reward dan punishment di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah dapat dilaksanakan oleh pengurus maupun ustadz pengampu. Karena penerapan reward dan punishment merupakan respon para pengurus terhadap santri yang melanggar tata tertib. Penerapan reward bukan berupa materi saja, akan tetapi bisa dengan pujian. Sedangkan punishment yang diterapkan masih identik dengan fisik, tetapi tidak sampai memberikan rasa sakit pada santri, seperti halnya: berlari mengelilingi barisan santri bagi yang terlambat melaksanakan apel. Penerapan reward dan punishment mempunyai tujuan agar para santri mempunyai sikap kedisiplinan dan juga mempunyai rasa tanggung jawab dalam menerapkan dan mentaati peraturan ditetapkan di pondok dengan penuh ikhlas, serta dalam menjalaninya tanpa ada paksaan. 2. Efektifitas reward dan punishment dapat menunjang bagi tercapainya pendidikan di pesantren. Dengan adanya reward dan punishment santri dapat termotivasi, serta mampu memperbaiki kesalahan yang telah dilakukannya dan juga lebih berhati-hati dalam bertindak. 3. Adanya faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan reward dan punishment. Adapun faktor-faktornya adalah sebagai berikut 89
90
a. Fator pendukung: pengurus mempunyai komitmen yang kuat, adanya oraganisasi dari santri, adanya pengabdian dari alumni, tata tertib yang sudah disepakati oleh pengurus dan pengasuh, dan lingkungan yang kondusif. b. Faktor penghambat: lemahnya pengawasan, penerapan reward dan punishment yang kurang konsisten, kesadaran santri kurang, pengaruh dari tempat tinggalnya maupun pergaulan, dan kurangnya bimbingan bagi santri yang melanggar. 4. Konsep pendidikan kedisiplinan yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah hampir sama dengan asrama TNI. Karena kebetulan kepala pengurusnya adalah seorang anggota TNI. Walaupun dalam prakteknya masih banyak kendala. Yang terpenting adalah dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri santri untuk taat dan patuh terhadap tata tertib dengan penuh ikhlas tanpa adanya paksaan. Kedisiplinan yang diterapkan tidak lepas dari keteladanan kyai dan pengurus. B. Saran 1. Kepada pengurus Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah a. Konsisten dalam mengembangkan kedisiplinan dalam hal ini adalah penerapan reward dan punishment. b. Mempunyai komitmen dan pantang menyerah dalam mendidik dan membimbing santri. c. Adanya sikap pengurus dalam menberikan ta‟ziran atau ketika menyidang akan lebih baik jika lebih kepada menasehati dan tidak
91
membentak-bentak agar santri juga lebih nyaman dan tidak merasa takut sehingga hubungan antara pengurus dan santri bisa terjalin dengan baik. 2. Kepada santri Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah a. Ikhlaslah terhadap hukuman yang diterapkan di pondok. b. Patuhi dan jalankan tata tertib dan juga kegiatan kepesantrenan c. Hormati para pengurus dan ustadz pengampu, agar kelak bisa mendapat barokah dari ilmu yang didapatkan d. Belajarlah dengan sungguh-sungguh dengan penuh semangat, agar bisa mewujudkan cita-cita serta dapat bermanfaat bagi orang lain.
92
DAFTAR PUSTAKA
Al Albani, Muhammad Nashiruddin. 2012. Shahih Sunan Abu Daud. Jakarta; Pustaka Azzam Ali, Zainudddin. 2006. Hukum Islam (Pengantar Hukum Islam di Indonesia). Jakarta: Sinar Grafika Offset Arief, Arma’i. 2002. Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. Budaiwi, Ahmad Ali. 2002. Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak. Jakarta: Gema Insani. El-Ghani, Arini. 2009. Saat Anak Harus Dihukum. Yogyakarta: Power Books (IHDINA) Ghazali, Muhammad Bakri. 2003. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Prasasti. Khalifah, Izzat Qalami.
Iwadh. 2004. Kiat Mudah Mendidik Anak. Jakarta: Pustaka
Maksum. 2003. Pola Pembelajaran di Pesantren. Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.
Direktorat
Jenderal
Masyhud, Muhammad Sulthon dkk. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. Misrawi, Zuhairi. 2004. Menggugat Tradisi, Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU. Jakarta: Kompas. Moleong, lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Musfiroh, Kholifah. 2013. Reward dan Punishment, (Online). http://kholifatulmusfiroh.blogspot.ae//2013/04, Diakses pada tanggal 21 januari 2016 Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset. 92
93
___________________. 2005. Offset.
Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika
Nizar, Imam Ahmad Ibnu. 2009. Membentuk dan Meningkatkan Disiplin Anak Sejak Dini. Jogjakarta: Diva Press. Rachman, Budhy Munawar. 2006. Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban. Jakarta:Mizan. Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: Lkis. Shihab, M. Quraisy. 2013. Al Qu’an dan Maknanya. Tangerang: Lentera Hati. Sriyanti, Lilik, dkk. 2009. Teori-Teori Pembelajaran. Salatiga : STAIN,. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Zainuddin, M. 2008. Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyiapkan Generasi Ulul Albab. Malang: UIN-Malang Press. http://www.pendidikandasar.net/2014/11: Pengertian Reward dan Punishment, di akses pada tanggal 16 oktober 2015. http://didefinisipengertian.blogspot.sg/2015/06/definisi-disiplin-pengertianmenurut-ahli.html: Definisi Disiplin Pengertian Menurut Ahli, diakses 19 maret 2016.
LAMPIRAN
Santri yang mengikuti kegiatan ekstra Rebana
Lomba muhadloroh
Wawancara dengan ustadz MS
Wawancara dengan ustadz MH
Wawancara dengan ustadz FR
Santri yang tidak masuk madrasah
DAFTAR NILAI SKK
Nama
: MUHAMMAD ALFI WIBOWO
NIM
: 111 11 212
PA
: Mufiq, M. Phil.
Jurusan
: PAI
No
Jenis kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) “Revitalisasi Gerakan 1 Mahasiswa di Era Modern Untuk Kejayaan Indonesia”
2
Seminar Entrepreneurship dan Koperasi
3
User Education (Pendidikan Pemakai) 2011
4
5
6
7
Seminar Nasional Entrepreneurship 2012 “Tren Bisnis Berbasis Multimedia dan Teknologi Informatika sebagai Wujud Pasar Modern” Seminar “Membangun Sistem Integritas di Sektor Pendidikan Sebagai Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia” Seminar Nasional “Mewaspadai Gerakan Islam Garis Keras di Perguruan Tinggi” Seminar Nasional “Peran Lembaga Perbankan Syari’ah dengan Adanya Otoritas Jasa Keuangan (UU no. 21 Tahun 2011 tentang OJK)”
Pelaksanaan
Jabatan
Nilai
20-22 Agustus 2011
Peserta
3
25 Agustus 2011
Peserta
2
20 September 2011
Peserta
2
21 April 2012
Peserta
8
22 Mei 2012
Peserta
2
23 Juni 2012
Peserta
8
29 November 2012
Peserta
8
8
9
10
11
12
13
14
15
Seminar Nasional “Ahlussunnah Waljamaah dalam Perspektif Islam Indonesia” Public Hearing “Optimalisasi Kinerja Lembaga Melalui Kritik dan Saran Mahasiswa” Seminar Nasional dan Dialog Publik “Minimnya Pasokan Energi dalam Negeri; Pembatasan Subsidi BBM dan Peran Masyarakat dalam Penghematan Energi” Seminar “pencegahan bahaya NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif), HIV/AIDS Mewaspadai Pergaulan Bebas Untuk Membentuk Remaja yang Tangguh & Launching PIK SAHAJASA (Pusat Informasi & Konseling Sahabat Remaja Salatiga) STAIN Salatiga” Seminar Regional Pendidikan HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga “Menimbang Mutu dan Kualitas Pendidikan di Indonesia” Seminar Nasional Entrepreneurship “Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur Generasi Muda” Seminar Nasional “Bahasa Arab Inovasi Pembelajaran Bahasa: Upaya Menjaga Eksistensi Dan Masa Depan Pembelajaran Bahasa Arab” Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Mahasiswa V MTQ “Wahana Apresiasi Untuk
26 Maret 2013
Peserta
8
2 April 2013
Peserta
2
20 April 2013
Peserta
8
29 April 2013
Peserta
2
2 Mei 2013
Peserta
4
27 Mei 2013
Peserta
8
9 Oktober 2013
Peserta
8
23 Oktober 2013
Peserta
2
Mencetak Insan Qur’ani”
16
17
18
19
20
21
22
23
Sosialisasi Penanggulangan HIV/AIDS Kota Salatiga “Pelajar Berkualitas tanpa HIV/ AIDS, Pelajar Berakhlak tanpa Diskriminasi Pelaku HIV/ AIDS” Public Hearing “STAIN Menuju Iain dari Mahasiswa oleh Mahasiswa untuk Mahasiswa” Talk Show “Ciptakan Karakter Mahasiswa Religius dan Berakhlaq Mulia” Diklat Microteaching Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga Seminar Nasional Entrepreneurship oleh Gerakan Pramuka Racana Kusuma Dilaga – Woro Srikandi STAIN Salatiga PERBASIS (Perbandingan Bahasa Arab Bahasa Inggris)/ CEA (Comparison English Arabic) Internasional Seminar “Asean Econimic Comunity 2015; Prospects and Challenges For Islamic Higher Education” Training Kepribadian IAIN Salatiga
6 April 2014
Peserta
2
10 Juni 2014
Peserta
2
19 September 2014
Panitia
2
8 november 2014
Panitia
2
16 November 2014
Peserta
8
27 November 2014
Peserta
2
28 Februari 2015
Peserta
8
19 Mei 2015
Peserta
2
LAMPIRAN AKTIFITAS SANTRI PONDOK PESANTREN AGRO NUUR EL-FALAH
A. Aktifitas Harian Hari
WAKTU
KEGIATAN
Sabtu - Rabu
04.00-04.30 04.30-05.30 05.30-06.00
Bangun pagi dilanjutkan Shalat Subuh Berjamah Melaksanakan Pengajian Sorogan di Masjid Melaksanakan pembersihan umum sekitar ponpes Melaksanakan pembersihan pribadi Persiapan apel makan pagi dengan berpakaian seragam rapi Masuk kelas masing-masing Mengikuti pembelajaran di kelas masing-masing Sholat Dhuha Istirahat Mengikuti pembelajaran di kelas masing-masing Sholat Dhuhur berjamaah Apel di depan masjid dilanjutkan makan siang SMP istirahat siang Santri SMK melanjutkan pembelajaran Seluruh santri masuk Madrasah Diniyyah Melaksanakan Sholat Ashar berjamah Melanjutkan pelajaran diniyyah Melaksanakan giat cuoris (cuci, olah raga, istirahat) Nastamir Sholat Maghrib berjamaah Sorogan malam Sholat Isya berjamaah Makan malam diawali apel di depan masjid Kembali ke kamar masing-masing Kajian kitab ekstra Melaksanakan takror Santri diberi kesempatan nonton tv di tempat yang disediakan Melaksanakan istirahat kecuali yang jaga malam
06.00-06.20 06.20-06.45 06.45-07.00 07.00-09.40 09.40-10.00 10.00-12.00 12.15-12.30 12.30-13.00 13.00-14.30 14.30-15.30 15.30-16.00 16.00-16.45 16.45-17.30 17.30-18.00 18.00-18.30 18.30-19.00 19.00-19.30 19.30-19.45 19.45-20.00 20.00-20.30 20.30-21.30 21.30-22.30 22.30-04.00
Kamis
04.00-04.30 04.30-05.30 05.30-06.00 06.00-06.20 06.20-06.45 06.45-07.00 07.00-09.40 09.40-10.00 10.00-12.00 12.15-12.30 12.30-13.00 13.00-15.30 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.30 19.30-20.00 20.00-22.00
Jum’at
22.00-23.00 23.00-04.00 04.00-04.30 04.30-05.30 05.30-07.00 07.00-08.00 08.00-09.30 09.30-11.00 11.00-11.30 11.30-13.00 13.00-13.30 13.30-15.30
Bangun pagi dilanjutkan Shalat Subuh Berjamah Melaksanakan Pengajian Sorogan di Masjid Melaksanakan pembersihan umum sekitar ponpes Melaksanakan pembersihan pribadi Persiapan apel makan pagi dengan berpakaian seragam rapi Masuk kelas masing-masing Mengikuti pembelajaran di kelas masing-masing Sholat Dhuha Istirahat Mengikuti pembelajaran di kelas masing-masing Sholat Dhuhur berjamaah Apel di depan masjid dilanjutkan makan siang Pramuka Tazayyun (bersih-bersih) Ziarah Ke makam Yasinan dilanjutkan Sholawatan dan Shalat Isya berjamaah Apel dilanjutkan makan malam Minggu I Muhadloroh kamar Minggu II Istighotsah Minggu III Lomba Muhadloroh Minggu IV Istoghotsah Nonton bersama Istirahat kecuali yang jaga malam Bangun pagi dilanjutkan Shalat Subuh Berjamah Mahfudlot Melaksanakan pembersihan umum sekitar ponpes Olahraga, apel pengecekan dan sarapan Kegiatan di lahan Nonton bareng Persiapan Shalat Jum’at Semua Santri ke masjid Shalat Jum’at berjamaah Apel di depan masjid dilanjutkan makan siang Pelatihan Gamelan Olahraga Istirahat
15.30-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-18.30 18.30-19.00 19.00-19.30 19.30-19.45 19.45-20.00 20.00-20.30 20.30-21.30 21.30-22.30 22.30-04.00
Shalat Ashar berjamaah Olahraga Latihan qiroah Sholat Maghrib berjamaah Sorogan malam Sholat Isya berjamaah Makan malam diawali apel di depan masjid Kembali ke kamar masing-masing Kajian kitab ekstra Melaksanakan takror Santri diberi kesempatan nonton tv di tempat yang disediakan Melaksanakan istirahat kecuali yang jaga malam