EFEKTIFITAS HUKUMAN TERHADAP KEDISIPLINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM
Oleh AKHMAD JIHAD NIM: 106011000066
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
EFEKTIFITAS HUKUMAN TERHADAP KEDISIPLINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: AKHMAD JIHAD 106011000066
Dosen Pembimbing
Yudhi Munadi, MA. NIP. 19701203 199803 1 003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul “Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam sidang Ujian Munaqasah pada tanggal 2 Maret 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Jakarta, 2 Maret 2011 Panitia Sidang Munaqosah
Ketua Panitia
Tanggal
Tanda Tangan
Bahrissalim, M.Ag_________ NIP. 1968030.199803.1.002
……………
…...………
……………
……………
Penguji I Dra.Hj. Elo Albugis, M.Ag NIP. 19560119.199403.2.001
……………
…………….
Penguji II Dra. Hj. Djunaidatul Munawarah, M.Ag NIP. 19580918.198701.2.001
…………….
……………..
Sekretaris Drs. Sapiudin Shidhiq, M.Ag NIP. 19670328.200003.1.001
Mengetahui : Dekan,
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005.198703.1.003
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Akhmad Jihad
Nim
: 106011000066
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : “Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam”. Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Februari 2011
(Akhmad Jihad)
KATA PENGANTAR
ِن الّرَحِ ْيم ِ هلل الّرَحْ َم ِ سمِ ا ْ ِب Alhamdulillâhi al-ladzî nawwaranâ bi al-’ilmi wa al-’aqli. Segenap puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan petunjuk, bimbingan dan kekuatan lahir batin kepada diri penulis, sehingga penelitian hasil dari sebuah usaha ilmiah yang sederhana ini guna menyelesaikan tugas akhir kesarjanaan terselesaikan dengan sebagaimana mestinya, setelah menjalani proses akademik yang cukup panjang. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan oleh-Nya kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, sosok historis yang membawa proses transformasi dari masa ”uncivilized” yang gelap gulita ke arah alam yang sangat terang benderang dan berperadaban ini, juga kepada para keluarga, sahabat serta semua pengikutnya yang setia disepanjang zaman. Penelitian yang berjudul EFEKTIFITAS HUKUMAN TERHADAP KEDISIPLINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM ini pada dasarnya disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karenanya hal ini merupakan kulminasi-formal akademik yang sudah barang tentu tetap disertai akuntabilitas akademik juga, penelitian ini sebenarnya juga merupakan sebuah karya ilmiah perdana penulis di bidang kependidikan, jadi sebenarnya tulisan ini bukan hanya untuk memenuhi kewajiban akademik (scholar duty) saja tapi juga merupakan sebuah bentuk dari buah pikiran dan kerja keras penulis dalam menyusunnya. Cukup terharu rasanya ketika penulis telah menyelesaikan proses akademik dan penyusunan skripsi ini. Karena dengan media ini penulis telah banyak belajar, berfikir, berimajinasi, mencurahkan segenap kemampuan dalam hal pemikiran, kreativitas dan ketelitian untuk memenuhi kebutuhan kurioritas (rasa ingin tahu) penulis dalam masalah pendidikan. Dan penulis sadar akan berbagai kelemahan, kebodohan dan keterbatasan yang ada dalam diri penulis
v
yang terdapat di dalam tulisan ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.”wamâ ûtîtum min al’ilmi illa qalîlan”. Dalam proses penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada hamba-hamba Allah yang membantu penulis sehingga karya sederhana ini bisa menjadi kenyataan, bukan hanya angan dan keinginan semata. Mereka adalah: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Bahrissalim, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yudhi Munadi, MA., selaku dosen pembimbing yang telah dengan tekun dan sabar serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan kritik konstruktif dalam proses penyusunan penelitian ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing, mendidik dan memberikan pencerahan untuk selalu berpikir kritis-edukatif-transformatif-inovatif menggali ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah selama berada di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. K. H. Ahmad Syahiduddin dan Ustadzah Dra. Hj. Enah Huwaenah selaku pimpinan Pondok Pesantren Daar el-Qolam dan semua ustadz dan ustadzah yang telah mendidik dan memberikanku bekal ilmu dunia maupun akhirat ketika menjadi santri. 6. Ustadz Umar yang merupakan wali kelasku ketika kelas enam di Pondok Pesantren Daar el-Qolam dan banyak memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Teman seperjuanganku Novri Haryono yang sedang mengabdi di almamater tercinta Pondok Pesantren Daar el-Qolam yang telah banyak membantu ketika pengumpulan data untuk skripsi ini. 8. Santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Daar el-Qolam yang menjadi responden untuk penelitian ini. Hikmah Qolbi, Fitri al-Maghfirah, Caesar
vi
Pamungkas, dan Mulya Fatwa. Terima kasih atas partisipasi kalian ketika memberikan data dalam wawancara. 9. Almarhum Ayahanda tercinta (Alm. Fadillah) yang selalu ada dihati dan sanubari, yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi indahku. Kasih sayangmu akan selalu abadi dihati keluarga ini. Kenangan indah bersamamu akan terus menyemangati kami dalam mengarungi lautan kehidupan yang fana. Do’a kami akan terus mengalir untuk ketenanganmu di alam sana. 10. Ibuku tercinta (Yusniati) yang senantiasa memeras keringat menitikkan air mata untuk keluarga, mendo'akan dan memberikan perhatian, motivasi serta kasih sayang yang tiada tara sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. 11. Kakakku (Rezha Fahlevi) yang meneruskan perjuangan ayahanda, menjadi bapak bagi adik-adiknya yang selalu memberikan motivasi serta kritik yang konstruktif untukku. 12. Adik-adikku tersayang (Hikmah Qolbi, Risky) yang selalu ada dalam suka maupun duka dikeluarga, yang motivasiku untuk bisa hidup dalam kesederhanaan dan sayang kepada saudara. 13. Ivana Megawati yang selalu menemaniku dalam penyusunan skripsi ini dengan tawa dan air mata, yang menginspirasiku dengan cinta dan kasih sayang untuk semangat dalam berusaha. Banyak pengorbanan yang sudah kita lalui dalam suka maupun duka. Kamu adalah bukti dari idiom Arab yang berbunyi: ”Alhayâtu bighoiri habîbah kahayâti al-ghorîbah”. Kaulah hal terindah dalam hidup ini yang membuatku sadar akan adanya harapan dan masa depan. Mudah-mudahan Allah menyatukan kita dalam ikatan suci yang takkan putus sampai ajal tiba. 14. Abi Sudirman Ketua Yayasan Panti Asuhan Darussalam Annur yang telah membimbing dan mengajarkan aku akan sedekah yang edukatif dalam memberikan perhatian mendalam kepada anak yatim dan dhu’afa dan telah menjadi bapak wawasan bagiku selama menjadi pengurus di sana, dan semua teman-teman pengurus di Yayasan Panti Asuhan Darussalam Annur, yaitu: Wahyu, Muhasan, Wawan, Tias, Wati. Dan adik-adikku di
vii
yayasan: Rian, Dimas, Fahri, Aklis, Jajat, Azis, Vicky, Yusuf, Dedet, Abi (Ebreng), Indra, Akbar, Widi, Bayu, Jaya, Nandu, Dewi, Desi, indri. Dan semua orang yang ada di yayasan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 15. Ustadz Zunni Nurrochim, M. Ag. dan Ustad Sofyan yang memberikan masukan dan do’a seorang ulama, yang sangat membantu dalam kelancaran penulis dalam menyusun skripsi ini. 16. Teman-teman seperjuangan dalam perjalanan panjang yang melelahkan, di FITK Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) angkatan 2006 kelas C, dan teman-teman di BEM-J PAI angkatan 2008-2009 terima kasih atas bantuan dan kerja samanya yang tak akan dilupakan. 17. Teman-teman kuliah; Iqbal Razi, Arip Wicaksono, Ina, Ephee, Apit, Maria, Jimi, Agus, Ali, Encung, Juned, Dayat, Ikeng, Isma, Puji, Munzir, Mui, dan semua teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 18. Teman-teman PPKT; Jojo, Mahmud, Ayu Arsyi, Ayudia, Ade, Ufi yang menemani saat praktek mengajar di SMA 87 dan semua siswa SMA 87 yang telah membantu meringankan beban ketika praktek mengajar. 19. Ustadz Sohib, teman-teman remaja masjid An-nur Poris Gaga Baru dan teman-teman CAME (Comunity Anak Majlis El-faurisy); Bari, Dian, Ina, Aris, Baynur, Dukut, Eman, Ratu, Jahro dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan masukan. 20. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun tak terlupakan bantuannya yang turut dalam penyelesaian penelitian ini.
viii
Akhirnya, semoga segala bantuannya yang tidak ternilai ini mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan balasan yang sepantasnya, dan semoga penelitian ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri.
Tangerang, 16 Februari 2011 Penulis
Akhmad Jihad
ix
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv ABSTRAK ...................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ........................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 4 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 5
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Hukuman .................................................................................... 7 1. Pengertian Efektifitas dan Hukuman .......................... 7 2. Syarat-syarat Hukuman ................................................ 12 3. Macam-macam Hukuman ............................................. 17 4. Tujuan Hukuman ........................................................... 18 5. Prinsip-prinsip Hukuman ............................................. 20 B. Kedisiplinan ................................................................................ 21 1. Pengertian Kedisiplinan ................................................ 21 2. Tujuan Disiplin ............................................................... 24 3. Bentuk-bentuk Disiplin.................................................. 25 C. Kerangka Konsep dan Definisi Operasional ........................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Disain Penelitian ......................................................................... 32 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 33 C. Pengumpulan Data ..................................................................... 33 x
a. Sumber Data ................................................................... 33 b. Jenis Data ........................................................................ 34 c. Cara dan Alat Bantu Pengumpulan Data .................... 35 D. Validitas Data ............................................................................. 35 E. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 37 1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Daar el-Qolam Gintung Jayanti Tangerang ................ 37 2. Landasan Filosofis Pondok Pesantren Daar el-Qolam40 3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daar el-Qolam ........ 41 4. Panca Jiwa dan Motto Pondok ..................................... 42 5. Fasilitas ........................................................................... 44 6. Jenjang Pendidikan........................................................ 46 7. Kurikulum ...................................................................... 47 B. Penyajian Data .......................................................................... 48 1. Proses Wawancara ......................................................... 48 2. Hasil Penelitian ............................................................... 49 1) Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri ....................................................... 49 a. Disiplin Waktu ....................................................... 49 b. Disiplin Belajar....................................................... 55 c. Disiplin Bertingkah Laku ...................................... 59 C. Interpretasi Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam ..................................................................................... 63 a. Efektifitas Disiplin Waktu ..................................... 64 b. Efektifitas Disiplin Belajar .................................... 66 c. Efektifitas Disiplin Bertingkah Laku ................... 69
xi
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 75 B. Saran ............................................................................................ 76
DAFTAR KEPUSTAKAAN ......................................................................... 78 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Kalender Penelitian ....................................................................... 33 Tabel 2: Profil Informan .............................................................................. 34 Tabel 3: Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam ......... 73
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kisi-kisi Instrumen Pedoman Wawancara 2. Pedoman Wawancara 3. Hasil Wawancara 4. Daftar Rekapitulasi Pelanggaran Santri Tahun Ajaran 2010-2011 5. Surat Keterangan Penelitian 6. Lembar Pengajuan Proposal Judul Skripsi 7. Surat Bimbingan Skripsi 8. Surat Permohonan Izin Penelitian 9. Surat Permohonan Izin Observasi 10. Surat Permohonan Riset/Wawancara
xiv
ABSTRAK AKHMAD JIHAD (NIM: 106011000011). Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam. Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta. 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pemberian hukuman (punishment) menurut teori pendidikan; (2) disiplin di Pondok Pesantren Daar elQolam; (3) efektifitas hukuman dalam mendisiplinkan peserta didik di Pondok Pesantren Daar el-Qolam. Pembahasan skripsi ini berdasarkan penelitian lapangan (field research) yang bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi, baik berupa hasil wawancara dan dokumen-dokumen pesantren yang berkaitan dengan variabel penelitian. Field Research dilakukan dengan cara terjun langsung kelapangan demi memperoleh data yang valid agar kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Dalam riset ini data yang diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen akan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Data yang terkumpul disusun dan kemudian baru dianalisis. Analisa ini berguna bagi penulis sebagai upaya penggalian lebih lanjut mengenai masalah efektifitas hukuman dalam mendisiplinkan santri. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Hukuman yang dijatuhkan kepada anak yang bersalah mempunyai syarat dan macamnya, karena hukuman yang baik itu bukanlah yang bersifat memojokkan tetapi menyadarkan dan mendidik. Jika terpaksa harus mendidik dengan hukuman, sebaiknya diberi peringatan dan ancaman lebih dulu. Jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati, lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan muka masam atau dengan cara agar ia kembali kepada perbuatan baik, atau kadang-kadang dipuji, didorong keberaniannya untuk berbuat baik. Perbuatan demikian merupakan perilaku yang mendahului tindakan khusus. (2) Pondok Pesantren Daar el-Qolam merupakan salah satu pesantren modern di Indonesia yang mengintegrasikan antara pendidikan tradisional yaitu pelajaran kitab kuning dan pendidikan modern yaitu yang mengacu kepada kurikulum nasional dipadu dengan bilingual dalam penyampaiannya di kelas dan disiplin berbahasa Inggris dan Arab di luar kelas. Dalam penelitian ini dibahas beberapa disiplin yang diterapkan di pondok pesantren tersebut, yaitu antara lain: disiplin waktu, disiplin belajar, dan disiplin bertingkah laku. (3) hukuman merupakan konsekuensi yang akan didapatkan bagi pelanggar disiplin di Pondok Pesantren Daar el-Qolam setelah sebelumnya diberikan peringatan dan ancaman sebagai penunjang disiplin agar tetap berjalan dengan baik. Hukuman yang diberikan memang terbukti efektif dalam membuat santri berdisiplin, apabila pemberian hukuman tersebut mengacu kepada pedoman dalam memberikan hukuman dan kebijakan pondok pesantren. Tetapi kadang hukuman akan berdampak pada perasaan benci anak didik apabila menyakiti fisik dan tidak mengandung unsur edukatif.
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedisiplinan selalu menjadi hal yang banyak dibicarakan oleh banyak orang, baik itu disiplin dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Terutama sekali disiplin yang ada di dalam suatu sekolah, karena di sekolah jelas sekali ada peraturan yang dimuat untuk mendisiplinkan anak didik di sekolah itu. Hal ini tentu saja tidak lepas dari seorang anak didik dan pendidiknya, terutama para pendidik, sebab disiplin sangat mempengaruhi keberhasilan seorang guru dalam mendidik, dengan mendidik dapat menjadikan seorang anak lebih bertanggung jawab atas segala tindakannya yang menyimpang dan dapat membuat anak didik lebih menghargai waktu dengan baik, sehingga tujuan pendidik didalam membentuk pribadi baik pada anak dapat tercapai. Seperti telah dikatakan diatas, bahwasanya disiplin tidak hanya kita temukan di sekolah atau lembaga-lembaga lain yang memberlakukan disiplin saja, akan tetapi disiplin yang kita temukan untuk pertama kali adalah di rumah, dengan peranan utama orang tua dalam mendidik kedisiplinan, sebab disiplin akan menjadi tanggung jawab orang tua murid jika keberadaan anak murid di rumah, begitu juga sebaliknya, disiplin akan menjadi tanggung jawab pihak sekolah (guru) jika keberadaan murid di sekolah. Menurut pendapat Thomas Gordon bahwa, “Disiplin (peraturan) ini dilakukan, karena semua orang tua dan guru mengakui akan pentingnya bahwa di
1
2
dalam tumbuh kembangnya anak membutuhkan batasan-batasan tertentu”.1 Batasan itulah nantinya yang akan membawa anak kepada kedisiplinan dalam sesuatu, dengan batasan itu seorang anak di didik untuk meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh orang tua ataupun gurunya, ketika seorang anak sudah biasa meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh orang tua ataupun gurunya, maka ia akan dengan mudah tanpa paksaan lagi bisa menjalani peraturan ataupun disipilin dengan baik. Untuk itu semua yang paling penting adalah bagaimana batasanbatasan tersebut dibangun, dan yang menjadi pokok persoalannya adalah bagaimana cara menentukan alat yang digunakan untuk disiplin agar lebih efektif. Karena dalam permasalahan ini para orang tua dan guru biasanya merasa tidak tahu bagaimana mereka harus bertindak, harus bertindak lunak atau keras, menjadi orang yang memberlakukan disiplin dengan keras (otoritas) atau menjadi seorang yang permisif. Keduanya mempunyai kelemahan masing-masing, lebih lanjut Thomas Gordon menjelaskan, “Bagi orang yang memberlakukan disiplin dengan ketat, mereka dapat dikatakan sebagai otoriter, sebab pengawasan terhadap disiplin dipegang sepenuhnya oleh orang tua dan guru atau pada orang yang lebih dewasa, sedangkan yang bersikap permisif, ini lebih bersikap toleran”. 2 Maksud dari sikap toleran ini adalah anak-anak diizinkan mengawasi dan mengatur, namun jumlah guru permisif seperti ini lebih sedikit dibandingkan sikap guru yang otoriter. Selain dari itu itu ada juga yang menggunakan alternatif lain, yaitu dengan menggabungkan keduanya, menggunakan cara otoriter dan permisif. Dalam hal ini seorang pendidik dituntut untuk bisa menjadi seorang yang “keras” pada saat tertentu, dan menjadi seorang yang “lembut” pada saat yang lain. Dengan kata lain seorang pendidik harus bisa melihat kondisi dan situasi sebelum ia bertindak dalam mendisiplinkan anak didik, yaitu dengan cara memilih cara mana yang harus digunakan, kapan harus menjadi seseorang yang otoriter dan kapan harus menjadi seorang yang permisif. Jika seseorang pendidik yang menerapkan otoritas
1
Thomas Gordon, Mengajar Anak Berdisiplin Diri, di rumah dan di Sekolah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 10. 2 Thomas Gordon, Mengajar Anak..., h. 12.
3
berdasarkan kekuasaan harus diingatkan secara khusus bahwa otoritas yang diterapkan haruslah berdasarkan rasa kasih sayang atau penuh kebajikan. Pada dasarnya otoritas itu sangat dibutuhkan dalam memberlakukan disiplin, seperti pendapat Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa: “Agar siswa mentaati kaidah peraturan, ia (siswa) harus merasakan adanya sesuatu yang berharga dan patut dihormati yaitu otoritas moral di mana kaidah itu ditanamkan”.3 Kedisiplinan juga membutuhkan penopang agar bisa tetap survive, sesuatu yang bisa menjadikan kedisiplinan bisa dijalani dengan sebaik-baiknya oleh anak didik, yaitu yang disebut dengan alat kedisiplinan, salah satunya adalah hukuman, yaitu suatu alat yang menjadi alternatif terakhir setelah alat pendidikan lain tidak efektif digunakan. Secara umum hukuman ini ditujukan untuk memperbaiki tingkah laku yang buruk menjadi baik, setelah anak menyadari dan menyesali perbuatan salah yang telah dilakukannya. Thomas Gordon mengatakan: “Selain itu juga hukuman dapat mencegah timbulnya beberapa prilaku anak yang tidak dapat diterima atau mengacaukan”.4 Hukuman selalu mengandung rasa tidak enak pada anak, oleh karena itu di dalam memberikan hukuman pendidik harus mempertimbangkan hukuman yang akan diberikan sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya. Dalam memberikan hukuman pendidik harus dengan sebaik mungkin menghindari hukuman fisik dan hukuman yang keras berdasarkan kekuasaan, sebab cara itu akan memupuk agresi dan kekerasan pula pada anak. Anak akan menjadi frustasi dan reaksinya akan menimbulkan agresi dan rasa dendam, dan hukuman yang seharusnya menjadi alat kedisiplinan agar anak lebih teratur dan terarah menjadi tidak efektif lagi, sebab hukuman fisik ini mengandung rasa dendam. Jadi hukuman fisik ini pada dasarnya hanya mengajari anak untuk menggunakan kekerasan itu sendiri, karena mereka akan menganggap bahwa kekerasan itu diperbolehkan. Jadi hukuman fisik yang kita bicarakan tadi tidak pantas diterapkan di sekolah, karena lebih banyak bernilai negatif, sedangkan hukuman yang dapat bernilai positif adalah hukuman yang bermakna mendidik 3
Emile Durkheim, Pendidikan Moral, Suatu Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, (Penerbit: Erlangga, 1990), h. 144. 4 Thomas Gordon, Mengajar Anak..., h. 86.
4
untuk mencapai kearah kedewasaan dan dapat dipertanggung-jawabkan, seperti pendapat Langeveld berikut ini: “Supaya suatu hukuman dapat dipertanggungjawabkan dan penderitaan yang ditimbulkan mempunyai nilai paedagogies, maka hukuman itu harus membantu anak menjadi dewasa dan dapat berdiri sendiri”.5 Melihat betapa pentingnya seorang pendidik dalam mengefektifkan hukuman terhadap kedisiplinan santri atau siswa, maka penulis tertarik meneliti masalah tersebut
dengan
judul:
“EFEKTIFITAS
HUKUMAN
TERHADAP
KEDISIPLINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM”. Judul tersebut penulis pilih atas dasar pertimbangan sebagai berikut: 1. Di setiap pondok pesantren memiliki disiplin pondok yang harus dilaksanakan oleh santri dan disiplin ini tidak akan berjalan tanpa adanya sanksi bagi santri yang melanggar, dengan demikian hukuman diberlakukan
untuk
meningkatkan
kedisiplinan
santri
dalam
melaksanakan peraturan pesantren. 2. Daar el-Qolam adalah pondok pesantren modern yang mempunyai sistem pengajaran yang menerapkan disiplin 24 jam, mulai dari santri bangun tidur sampai santri tidur kembali. 3. Penulis ingin mengetahui apakah hukuman yang diberlakukan di pondok pesantren tersebut efektif dalam mendisiplinkan santri. 4. Judul tersebut juga dipilih untuk memudahkan penelitian, karena penulis merupakan alumni dari pondok pesantren tersebut.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan Masalah i.
Efektifitas hukuman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah efektifitas hukuman yang diberikan oleh sistem pengajaran pesantren yang dalam hal ini dilaksanakan oleh guru (ustadz) ataupun pengurus (mudabbir) yang terkait kepada santri yang melanggar sebagai alat pendidikan.
55
M. J. Langeveld, diterjemahkan oleh I. P. Simanjuntak, Beknopte Theoritische Paedagogiek, (Jakarta: Aksara baru, 1984), h. 156.
5
ii.
Disiplin yang dimaksud di sini adalah disiplin santri dalam mematuhi peraturan dan tata tertib yang dibagi menjadi tiga, yaitu: Disiplin waktu, disiplin belajar, dan disiplin bertingkah laku.
b. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas maka penelitian ini dirumuskan dalam dua rumusan besar, yaitu rumusan masalah umum (Major Research Question), yaitu: -
“Hukuman apakah yang diberikan kepada santri yang melanggar peraturan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam”.
-
“Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang melanggar peraturan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam efektif dalam mendisiplinkan santri”.
Dan rumusan masalah khusus (Minor Research Question), yaitu: -
“Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang melanggar peraturan di pondok pesantren Daar el-Qolam efektif dalam mendisiplinkan waktu santri”.
-
“Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang melanggar peraturan di pondok pesantren Daar el-Qolam efektif dalam mendisiplinkan belajar santri”.
-
“Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang melanggar peraturan di pondok pesantren Daar el-Qolam efektif dalam mendisiplinkan tingkah laku (akhlak) santri”.
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menelaah keefektifan hukuman terhadap kedisiplinan santri di pondok pesantren Daar el-Qolam Gintung Jayanti Tangerang. 2. Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian yang menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan strata satu (S1) pada jurusan Pendidikan
6
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini akan berguna untuk: a. Pondok Pesantren Daar el-Qolam, dalam mengetahui efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri. b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi para pendidik dalam menerapkan kedisiplinan santri di pondok pesantren.
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Hukuman 1. Pengertian Efektifitas dan Hukuman Secara etimologi, efektifitas merupakan kata serapan berasal dari bahasa Inggris, yaitu effective menjadi efektif, lalu berubah menjadi efektifitas. Sedangkan menurut terminologi efektifitas berarti: “Dapat membawa hasil”.1 Sedangkan dalam kamus Ensiklopedia Indonesia, Efektifitas secara terminologi berarti, “menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan”.2 Jadi suatu usaha akan dapat dikatakan efektif kalau usahanya itu mencapai tujuannya. Hukuman sebagai salah satu alat pendidikan mendapat perhatian besar dari para filosof dan ahli pendidik muslim seperti: Ibnu Sina, al-Ghozali, al-Abdari, Ibnu Khaldun, dan Muhammad Athiyyah al-Abrasyi. Mereka sepakat berpegang pada prinsip yang menyatakan:
َِاْلِىقَا ٌَتُ خَ ٍْزٌ مِنَِ اْل ِعالَج “Menjaga (tindakan preventif) lebih baik ketimbang mengobati (tindakan kuratif)”.3 Tindakan kuratif dikatakan metode yang buruk dibandingkan dengan tindakan preventif karena tindakan mencegah adalah lebih baik daripada 1
G. B Yuwono, Pedoman Umum Ejaan Indonesia, yang telah disempurnakan. (Surabaya: Indah, 1987), cet, ke-1, h. 39. 2 Hasan Shadili, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, t. th), h. 883. 3 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Logos, 1999), h, 200.
7
8
mengobati, apabila seorang anak sudah mencoba sesuatu yang buruk dan sudah tercebur ke dalamnya maka akan lebih sulit lagi untuk mengajaknya untuk meninggalkan perbuatan buruk itu. Jadi hukuman yang berupa metode kuratif itu merupakan metode terburuk atau bisa dikatakan sebagai metode terakhir setelah metode lain tidak efektif digunakan. Adapun diantara para ahli pendidikan yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian hukuman diantaranya adalah sebagai berikut: a. Menurut KH. R. Zainuddin Fananie. “Pembalasan atas kerja yang tidak baik, yang merugikan bagi yang bersama, atau bagi dirinya anak didikan sendiri, supaya berhenti dan bertaubat dari kerjanya, dan menjadi cermin bagi lain-lainnya itulah yang disebut hukuman”.4 b. Menurut Amier Daien Indrakusuma. “Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa. Dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji dalam hatinya untuk tidak mengulanginya”.5 Kata “nestapa” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna sedih sekali atau susah hati, sedangkan “kenestapaan” berarti kesusahan hati atau kesedihan. c. Menurut M. Ngalim Purwanto. “Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan, atau kelemahan”.6 d. Menurut Drs. Suwarno. “Hukuman adalah memberikan atau mengadakan nestapa atau penderitaan dengan sengaja kepada anak yang menjadi asuhan kita dengan maksud 4
KH. R. Zainuddin Fananie, Pedoman pendidikan Modern, (Jakarta, Fananie Center, 2010), Cet. ke-1, h. 108. 5 Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), h. 150. 6 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), ed. Ke-2, Cet ke-8, h. 186.
9
agar penderitaannya itu betul-betul dirasakannya untuk menuju kearah perbaikan”. e. Menurut A. Mursal Hadi yang dikutip dari buku karangan Dr. Zaenuddin, dkk. “Hukuman adalah suatu perbuatan dimana seseorang sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pada orang lain dengan tujuan untuk memperbaiki atau melindungi dirinya sendiri dari kelemahan jasmani dan rohani sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran”.7 Dari semua pendapat yang telah dikemukakan diatas maka penulis dapat mengambil sebuah pemahaman bahwa hukuman adalah sesuatu yang diberikan kepada anak yang dapat membuatnya menderita dengan maksud agar penderitaannya itu dapat merubahnya ke arah yang lebih baik lagi. Selain pendapat beberapa ahli pendidikan yang mengemukakan pengertian tentang hukuman secara umum, sedangkan dalam syariat Islam telah diterangkan oleh sebuah ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa kita diperbolehkan memberikan hukuman kepada orang yang telah melakukan kesalahan, ayat tersebut berbunyi:
} ٣٤ : {النساء
7
Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet ke-1, h. 86.
10
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta myaratereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”. (Q. S. An-Nisa‟ 4: 34).8 Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kasus yang dialami oleh Sa„id bin Rabi„ yang telah menampar istrinya yaitu Habibah binti Zaid bin Abi Hurairah, karena telah melakukan nusyûz (pembangkangan). Habibah sendiri kemudian datang kepada Rasul s.a.w. dan mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasul. Rasul kemudian memutuskan untuk menjatuhkan qishâs kepada Sa„id. Akan tetapi, Malaikat Jibril kemudian datang dan menyampaikan wahyu surat an-Nisa„ ayat 34 ini. Rasulullah s.a.w. pun lalu bersabda (yang artinya), “Aku menghendaki satu perkara, sementara Allah menghendaki perkara yang lain. Yang dikehendaki Allah adalah lebih baik.” Setelah itu, dicabutlah qishâs tersebut.9 Dalam riwayat yang lain, sebagaimana secara berturut-turut dituturkan oleh al-Farabi, „Abd bin Hamid, Ibn Jarir, Ibn Mundzir, Ibn Abi Hatim, Ibn Murdawiyah, dan Jarir bin Jazim dari Hasan. Disebutkan bahwa seorang lelaki Anshar telah menampar istrinya. Istrinya kemudian datang kepada Rasul mengadukan permasalahannya. Rasul memutuskan qishâsh di antara keduanya. Akan tetapi kemudian, turunlah ayat berikut:
8
Tim Depag, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1992), ed. Revisi, h. 123. 9 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munîr, juz V, hlm. 53-54.
11
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS Thaha [20]: 114). Rasul pun diam. Setelah itu, turunlah surat an-Nisa‟ ayat 34 di atas hingga akhir ayat.10 Hukuman yang dilakukan oleh Sa‟id bin Rabi‟ kepada istrinya bukan sematamata karena dia dendam kepada istrinya, melainkan karena ada sebab yang memaksa dia melakukan itu yaitu kesalahan (pembangkangan) yang dilakukan oleh istrinya. Dan ketika Rasulullah ingin memberikan qishash kepada Sa‟id karena perlakuannya kepada istrinya tersebut turunlah surat An-nisa ayat 34 yang membolehkan pemberian hukuman kepada istri karena pembangkangannya. Selain ayat tersebut terdapat sebuah hadits yang juga berkaitan dengan pembahasan hukuman, yaitu:
َح َزمََلتَ بْنِ عَبّْدِ اْل َعزِ ٌْزِ بْنِ الزَبٍِْعِ بْنِ سَ َب َزة َ جزٍ أَخْ َبزَنَا ْ ُحَّدَثَنَا عَِلًُ بْنُ ح َ قَال:َع ِّموِ عَبّْدِ اْلّمَِلكِ بْنِ الزَبٍِْعِ سَ َبزَثَ عَنْ أَبِ ٍْوِ عَنْ جَ ِّدهِ قَال َ ْجهَ ِنًِ عَن ُ ْال ضزِبُ ْى ُه ْ وَا,َالةَ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنٍِْن َ ّص َ عَِلّمُىْا الّصَ ِبًَ ال:. م.رَسُىْلُ اهللِ ص َش َزة ْ َعَلَ ٍْهَا إِذَا بَلَغَ ع .}{رواه الخزمذي
10
Abdur Rahman ibn al-Kamal Jalaluddin as-Suyuthi, Dâr al-Mansyûr fî at-Tafsîr alMa’tsûr, juz III, hlm. 512-513. Beirut: Darul Fikr.
12
Artinya: “Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Harmalah bin Abdul Aziz Ar Rabi’ bin Sabrah Al Juhani memberitahukan kepada kami dari pamannya yaitu Abdul Malik bin Ar Rabi bin Sabrah dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Ajarkanlah anak kecil melakukan shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah dia karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun”. (H. R. Tirmidzi).11 Dari kedua dalil naqli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukuman boleh dilakukan dan bahkan harus dilakukan kepada orang-orang yang telah melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran dan sebelumnya ia telah tahu bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan atau dilanggar. Hukuman ini bermaksud untuk memberi peringatan atau teguran.
2. Syarat-syarat hukuman Dalam lingkungan sekolah selalu saja ada anak yang melakukan pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku di sekolah dan konsekuensi dari pelanggaran tersebut adalah hukuman. Hukuman diberlakukan jika alat pendidikan yang lain seperti peringatan atau teguran sudah tidak efektif lagi digunakan, maka hukuman sebagai alternatif terakhir yang dapat digunakan oleh pendidik. Hukuman ini mempunyai tujuan umum yaitu untuk memberikan kesadaran kepada pelanggar bahwa perbuatannya itu salah. Karena menurut Stern, kesadaran dapat terjadi karena adanya konflik.12 Dalam hal ini juga, seorang pemikir Islam yaitu Al-Ghozali, tidak sependapat kepada orang tua dan pendidik yang dengan cepat-cepat dan sekaligus memberi hukuman terhadap anak-anak yang berlaku salah dan melanggar peraturan. Hukuman adalah jalan yang paling akhir apabila teguran, peringatan dan nasihatnasihat belum bisa mencegah anak melakukan pelanggaran.13
11
H. Moh. Zuhri, dkk. Terjemahan sunan At-Tirmidzi, (Semarang: CV. As Syifah, 1992), Cet ke-1, jilid 1, h. 504-505. 12 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 241. 13 Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet ke-1, h. 86.
13
Hendaknya para pendidik atau guru mempergunakan cara-cara yang dapat menjauhkan anak melakukan perbuatan tidak baik yang dilakukan dalam bentuk persuatif dan kekeluargaan. Bila guru ingin mencegah anak berbuat buruk lebih baik menggunakan cara-cara yang membiarkan mereka seolah-olah tidak diperhatikan (metode atau kasar (metode
ٌ)حَعْزٌِْض, bukan cara langsung menegurnya dengan keras
ٌ)حَسْزٌِْخ.
Bahkan mereka diperlakukan dengan kasih sayang,
karena dengan demikian, anak tidak akan selalu berperilaku buruk. Dalam sebuah Hadits disebutkan: “Cintailah anak-anak dan kasih sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi). Berkaitan dengan hal ini Al-Ghozali mengatakan: “Karena dengan menegur secara kasar/keras akan menyingkapkan rasa takut dan menimbulkan keberanian menyerang orang lain, dan mendorong timbulnya keinginan untuk melakukan pelanggaran, sedang cara yang mendorong ke arah pengertian (metode
ٌ)حَعْزٌِْض
atau cara persuatif, membuat anak cenderung ke arah mencintai kebaikan, dan berpikir kreatif dalam memahami suatu kejadian oleh karena itu dengan cara ini anak akan dapat mengambil faedah dari kegemaran berpikir kritis terhadap suatu makna dalam setiap kejadian bahkan senantiasa mereka mencintai ilmu beserta sebab-sebab timbulnya ilmu itu”. Menurut Ibnu Sina: “Suatu kewajiban pertama ialah mendidik anak dengan sopan santun, membiasakannya dengan perbuatan yang terpuji sejak mulai disapih, sebelum kebiasaan jelek mempengaruhinya”. Jika terpaksa harus mendidik dengan hukuman, sebaiknya diberi peringatan dan ancaman lebih dulu. Jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati, lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan muka masam atau dengan cara agar ia kembali kepada perbuatan baik, atau kadangkadang dipuji, didorong keberaniannya untuk berbuat baik. Perbuatan demikian merupakan perilaku yang mendahului tindakan khusus. Tetapi jika sudah terpaksa memukul, cukuplah pukulan sekali yang menimbulkan rasa sakit, karena pukulan yang cukup banyak menyebabkan anak
14
merasa ringan, dan memandang hukuman itu sebagai suatu yang remeh. Menghukum dengan pukulan dilakukan setelah diberi peringatan keras (ultimatum) dan menjadikan sebagai alat penolong untuk menimbulkan pengaruh yang positif dalam jiwa anak. Hukuman yang dijatuhkan kepada anak yang bersalah mempunyai syarat dan macamnya, karena hukuman yang baik itu bukanlah yang bersifat memojokkan tetapi menyadarkan dan mendidik. Ada beberapa ahli yang mengemukakan syarat-syarat hukuman yang mendidik. KH. R. Zainuddin Fananie dalam bukunya mengatakan bahwa syarat-syarat diberikannya hukuman adalah sebagai berikut: 1. Agar hukuman itu menimbulkan rasa dan pengakuan salah, dan ingin bertaubat. Anak yang dihukum dengan tidak mengetahui atau merasa kesalahannya, memandang hukuman yang diberikan kepadanya itu semata-mata hanya merupakan tindakan dari kebencian orang yang menghukumnya (pendidik) saja. 2. Hendaklah hukuman itu seimbang dengan kesalahan. 3. Hukuman itu harus membuat (anak yang bersalah) merasa sakit dan merasakan kepahitan. 4. Supaya hukuman tadi membawa penyesalan, perasaan pedih dalam hatinya. Maka dari itu hendaknya jangan ada yang merasa sayang dan kasihan ketika mendapat hukuman itu. 5. Supaya anak didik itu paham bahwa hukuman adalah hasil (resiko) atau buah dari tiap-tiap kesalahan yang lazim diberikan. 6. Keadilan. Jangan sekali-kali hukuman itu diberikan melainkan kepada anak yang jelas melakukan kesalahan, dan perbuatan salah itu memang sengaja dilakukan.
15
7. Hukuman diberikan bervariatif berlainan menurut umur, karakter atau tabi‟at, sebagaimana juga hukuman diberikan bervariatif menurut kesalahan yang dilakukannya.14 Selain dari itu ada juga ahli pendidikan yang berpendapat bahwa syarat-syarat pemberian hukuman harus berfifat mendidik, yaitu antara lain: a. Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggung-jawabkan. Ini berarti bahwa hukuman itu tidak boleh dilakukan sewenang-wenang. b. Hukuman harus bersifat memperbaiki. c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat perseorangan. d. Jangan menghukum ketika sedang marah. e. Hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan sebelumnya. f. Bagi anak, hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya. g. Jangan melakukan hukuman badan/fisik. h. Hukuman tidak boleh merusakkan hubungan baik antara pendidik dengan anak didik. i. Sehubungan dengan butir hukuman di atas, maka perlu adanya kesanggupan memberi maaf oleh pendidik.15 Dari syarat-syarat di atas, jelaslah terlihat dan dapat dimaklumi bahwa di dalam memberikan hukuman harus bersifat mendidik dan harus disertai dengan pertimbangan apakah hukuman yang akan dijatuhkan itu sesuai dengan kesalahannya, sehingga dalam hal ini seorang pendidik tidak boleh berbuat seenaknya dalam menjatuhkan hukuman. Menurut Al-Gazhali, “Sebelum memberikan hukuman, pendidik harus menyelidiki latar belakang yang menyebabkan ia berbuat kesalahan serta mengenai umur yang membuat kesalahan tersebut harus dibedakan antara yang kecil dan yang besar dalam menjatuhkan
14
KH. R. Zainuddin Fananie, Pedoman Pendidikan Modern, (Jakarta: Fananie Center, 2010), Cet. Ke-1, hal. 113. 15 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan..., h. 192.
16
hukuman dan memberi pendidikan”.16 Pendidik yang baik tidak boleh memberikan hukuman dengan perasaan dendam, karena alasan rasa dendam di dalam memberikan hukuman itu sangat tidak baik dampaknya, dan hukuman yang telah dijatuhkan harus dapat dipertanggung-jawabkan. Pada dasarnya hukuman yang diinginkan disini adalah hukuman yang bersifat mendidik, jadi pendidik diharapkan jangan menjatuhkan hukuman yang dapat menyakiti badan/fisik, sebab itu akan mmeberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan jiwa anak, dan kemungkinan besar yang timbul bukannya rasa sesal si anak tetapi malah menimbulkan rasa kesal pada anak, dan mungkin bahkan anak akan merasa dendam terhadap guru yang menjatuhkan hukuman tersebut. Dan pada akhirnya itu akan membuat hubungan baik antara guru dengan murid menjadi renggang, dan jika hukuman yang dijatuhkan efektif, maksudnya dapat membuat anak menyesal maka sebaiknya pendidik jangan bersikap memojokkan atau mengungkit-ungkit kesalahannya dahulu, sebab itu akan membuat si ank menjadi rendah diri dan sulit untuk bergaul kembali. Jadi, yang terpenting hendaklah guru dapat bersikap lebih bijaksana dalam memberikan hukuman serta dapat memberi maaf kepada siswa yang telah menyesali kesalahannya untuk kemudian tidak berbuat kesalahan untuk yang kesekian kalinya. Oleh karena itu setelah pendidik menjatuhkan hukuman baiknya pendidik perlu melihat reaksi atau tanggapan anak yang muncul. Untuk itu ada pendapat beberapa ahli yang mengemukakan teorti tentang reksi yang mungkin timbul. Menurut pendapat Prof. Gunning, Khonstamm, dan Scheller, yaitu: “Hukuman itu tiada lain pengasahan kata hati atau mengbangkitkan kata hati”. Maksud dari hukuman membangkitkan kata hati disini adalah hukuman yang bernilai positif yaitu hukuman yang dapat membuat anak menyesal dan kemudian berusaha memperbaikinya, sedangkan hukuman yang bernilainegatif adalah hukuman yang dapat menimbulkan reaksi buruk yang tidak diinginkan seperti mendendam atau menentang, dikarenakan hukuman yang diberikan tidak seimbang dengan apa 16
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-6, h. 155.
17
yang diperbuatnya dan ini menimbulkan reaksi negative dari anak. Menurut Agus Sujanto, bahwa: “Anak akan bersikap menentang, apabila tuntutan yang diterima terlalu berat”.17
3. Macam-macam Hukuman Ada yang berpendapat bahwa hukuman itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Hukuman preventif yaitu, hukuman yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran, sehingga hal itu dilakukannya sebelum pelanggaran dilakukan. 2. Hukuman corektif yaitu, hukuman yang dilakukan oleh karena adanya pelanggaran, oleh adanya kesalahan yang telah dilakukannya. Jadi, hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran. Selain macam-macam hukuman yang terdapat di atas ada pula beberapa ahli yang mengemukakan tentang macam-macam hukuman ini, antara lain adalah: a. Hukuman Asosiatif Umumnya orang yang mengasosiasikan antara hukuman dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan yang tidak enak (hukuman) itu, biasanya anak akan menjauhi perbuatan yang baik atau yang dilarang. b. Hukuman Praktis Hukuman ini diberikan kepada anak yang agak besar, yang telah mengerti bahwa itu adalah akibat yang logis dari perbuatannya yang tidak baik. Anak mengerti bahwa ia mendapat hukuman akibat dari kesalahan yang dia perbuat. c. Hukuman Normatif Hukuman ini bermaksud untuk memperbaiki moral anak-anak, hukuman ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika. Jadi hukuman normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anakanak, dengan hukuman ini pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak,
17
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), h. 241.
18
menginsafkan anak itu terhadap perbuatannya yang salah dan memperkuat kemauan untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan. Menurut pendapat Suwarno, hukuman dapat dibagi menjadi empat, yaitu: a. Hukuman yang bersifat menjerakan, dengan tujuan agar setelah anak melakukan pelanggaran dan mendapat hukuman, kemudahan ia merasa jera dan akhirnya tidak mengulanginya lagi. b. Bentuk tujuan menakut-nakuti. Teori ini bertujuan untuk menimbulkan rasa takut pada orang yang belum pernah melakukan pelanggaran, sifat hukuman ini semakin lama semakin berat. c. Bentuk hukuman pembalasan, bertujuan untuk mengembalikan atau membalas dengan apa yang pernah dirusak anak. d. Hukuman membetulkan, teori ini bertujuan untuk memperbaiki anak kepada hal-hal yang positif dan memperbaiki hubungan antara anak didik dengan pendidik.18 Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang akan dijatuhkan oleh pendidik harus disesuaikan dengan kesalahan yang telah diperbuat. Jadi seorang pendidik harus hati-hati dan teliti dalam memberikan hukuman, agar tidak terjadi kesalah pahaman antar guru, anak didik serta orang tua yang anak didik tersebut. Hukuman akan menjadi efektif apabila seorang anak memandang hukuman yang telah diberikan itu sesuai dan logis untuknya. Apalagi jika ia menerima hukman tersebut karena ia memandang yang memberikan hukuman tersebut memang patut disegani, bukan karena rasa takut tetapi karena kewibawannya. Oleh karena itu wibawa sangat dibutuhkan sekali oleh seorang pendidik. 4. Tujuan Hukuman Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang maksud atau tujuan dari pada hukuman, dan salah diantaranya yaitu Ngalim Purwanto yang menyatakan bahwa maksud atau tujuan orang dalam memberikan hukuman itu sangat berkaitan dengan pendapat orang-orang mengenai teori hukuman, seperti: a. Teori Pembalasan 18
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta, Aksara Baru, 1982), Cet ke-1, h. 118.
19
Menurut teori ini hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap kesalahan dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang, tentu saja teori ini tidak boleh dipakai dalam pendidikan sekolah. b. Teori Perbaikan Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi maksud hukuman ini ialah untuk memperbaiki pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semacam itu lagi. Teori inilah yang bersifat paedagogies, karena bermaksud memperbaiki pelanggar baik lahiriyah maupun batiniyah. c. Teori Perlindungan Menurut teori ini hukuman diadakan untuk menlindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan. d. Teori Ganti Rugi Menurut teori ini hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita akibat dari kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini banyak dilakukan dalam masyarakat atau pemerintah. Dalam proses pendidikan, teori ini tidak cocok karena dengan menerima hukuman semacam ini anak jadi merasa tidak bersalah karena kesalahannya telah terbayar dengan hukuman. e. Teori Menakut-nakuti Menurut teori ini hukman diadakan untuk menimbulkan rasa takut kepada si pelanggar akibat perbuatannya yang melanggar itu sehingga ia akan selalu takut untuk melakukan perbuatan tersebut dan mau meninggalkannya. Teori ini juga membutuhkan teori perbaikan, sebab dengan teori ini besar kemungkinan anak meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena rasa takut bukan karena kesadaran bahwa perbuatannya bahwa perbuatannya memang salah dan tidak baik, dalam hal ini anak tidak terketuk kata hatinya.19 Selain menurut Drs. Ngalim Purwanto di atas sedangkan pendapat Charles Schaefer mengenai tujuan hukman tersebut bahwa: “Tujuan jangka pendek dari hukuman itu adalah untuk menghentikan tingkah laku yang salah, sedangkan tujuan jangka panjang panjangnya ialah untuk mengajar dan mendorong anak19
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan..., h. 188.
20
anak untuk menghentikan sendiri tingkah laku mereka yang salah, agar anak dapat mengarahkan dirinya sendiri. Anak-anak ingin dikoreksi, tetapi mereka menghendaki koreksi yang bersifat mengasuh dan mendorong mereka”. Dari pendapat diatas, maka dapat dikemukakan, bahwa tujuan atau maksud dari hukuman adalah mencegah, mengoreksi, dan memberi kesadaran kepada anak agar anak memahami kesalahannya sekaligus memperbaikinya dan tidak lagi mengulanginya dikemudian hari serta agar membuat anak berpikir lebih dewasa lagi. 5. Prinsip-prinsip Hukuman a. Prinsip Psikologi (kejiwaan) Pada dasarnya setiap anak memiliki banyak perbedaan baik dari segi fisik maupun psikis. Perbedaan inilah yang menjadi problem bagi guru didalam menentukan sikap maupun menjatuhkan hukuman kepada anak didiknya yang melakukan pelanggaran. Oleh karena itu seorang guru harus mengetahui dan memahami benar, bagaimana tabi‟at, kesenangan, pembawaan,
ataupun
akhlaknya. Untuk itu semua seorang guru dituntut mengenal muridnya dari dekat. Agar ia selalu mempertimbangkan langkahnya ketika ia menghadapi seorang murid yang bermasalah. Suatu hukuman mungkin akan cocok untuk seorang anak, tetapi belum tentu cocok juga bagi anak yang lainnya. Sebagaimana ungkapan AlGozhali yang berbunyi: “Bila dokter mengobati seluruh pasiennya dengan satu macam obat saja, tentu banyak dari mereka yang akan mati”. 20 Dari ungkapan di atas dapat dinyatakan bahwa seorang guru harus mempunyai berbagai macam metode dalam menghadapi anak muridnya. b. Prinsip keadilan Yang dimaksud prinsip keadilan disini adalah prinsip untuk menyesuaikan antara bentuk pelanggaran serta siapa yang melakukannya. Menurut Charles Schaefer: “Untuk kepentingan keadilan tetaplah ingat untuk mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Pelanggaran yang pertama atau sudah beberapa kali,
20
Nasharuddin Thaha, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya, (Jakarta: Mutiara, 1997), h. 43.
21
pelanggaran atau perbuatan karena dorongan yang tiba-tiba, sifat dan tingkah laku yang umum dan setiap perbuatan karena tertekan atau situasi.” c. Prinsip kasih sayang Salah satu syarat hukuman yang bersifat paedagogies adalah hukuman yang dapat diberikan atas dasar cinta kasih, ini berarti anak dihukum bukan karena benci atau karena pendidik ingin balas dendam dengan menyakiti anak didik. Tetapi pendidik ingin menghukum demi kebaikan anak, demi kepentingan dan masa depan anak. Oleh karena itu setelah hukuman diberikan jangan sampai berakibat putusnya hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didik. d. Prinsip keharusan atau keterpaksaan Hukuman bukanlah satu-satuya alat dalam mendidik dan bukan pula pilihan pertama yang harus dijatuhkan kepada anak didik yang melakukan pelanggaran. Hukuman ini dijatuhkan jika keadaan memaksa, karena alternatif lain sudah digunakan namun kurang efektif.
B. Kedisiplinan 1. Pengertian Kedisiplinan Disiplin merupakan istilah yang sudah memasyarakat di berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Kita mengenal adanya disiplin kerja, disiplin lalu lintas, disiplin belajar dan macam istilah disiplin yang lain. Masalah disiplin yang dibahas dalam penelitian ini hanya difokuskan mengenai disiplin belajar, disiplin waktu dan disiplin bertingkah laku. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Qur‟an dan Hadist yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59:
22
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. An-nisa: 59 ) Sebagai kata benda disiplin biasanya dipahami sebagai prilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan. Kata disiplin menurut Thomas Gordon berasal dari bahasa asing, yaitu: “Dicipline, yang artinya tertib atau ketertiban. Disiplin juga mempunyai dua arti yang berbeda, yang pertama seperti yang telah disebutkan di atas yaitu disiplin yang bertujuan untuk mengawasi, sedangkan yang kedua disiplin yang berkaitan dengan tindakan memberi instruksi, mengajar, dan mendidik”.21
Menurut W.J.S. Poerwadarminta disiplin adalah: “Latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib dan peraturan”.22
Sedangkan menurut Amatembun disiplin adalah: “Suatu keadaan tertib dimana para pengikut itu tunduk dengan senang hati pada ajaran-ajaran pemimpin atau suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang bergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati”.23
21
Thomas Gordon, Mengajar Anak Berdisiplin Diri, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 5. 22 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 245. 23 Amatembun, Management Kelas, (Bandung, IKIP, 1981), Cet ke-1. H. 8.
23
Sedangkan menurut Oemar Hamalik disiplin yaitu: “Mengikuti atau belajar dibawah seorang pemimpin”.24
Menurut purbawakaca: “Disiplin adalah proses pengamalan atau pengabdian kehendak-kehendak langsung, dorongan-dorongan keagamaan, keinginan atau kepentingan kepada suatu cita-cita atau tujuan tertentu untuk mencapai efek yang lebih besar”.25
Sedangkan
menurut
Soejardo,
disiplin
adalah:
“Kemampuan
untuk
mengendalikan diri dalam bentuk tidak sesuai dan bertentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan”.26
Dewa
Ketut
Sukardiv
dalam
bukunya
Bimbingan
dan
Konseling
mendefinisikan disiplin sebagai berikut: “Disiplin memberikan dua arti yang berbeda, tetapi keduanya mempunyai hubungan yang erat. Disiplin dibedakan arti positif dan negatif, arti positif adalah, suatu rentetan aktivitas atau latihan yang berencana yang dianggap perlu atau penting mencapai suatu tujuan tertentu. Arti negatif disiplin adalah hukuman terhadap prilaku yang dianggap tidak diinginkan karena telah melanggar peraturan atau tata tertib”. Dalam random house dictionary-nya Dr. Thomas Gordon kata kerja to disciplin (mendisiplin) didefinisikan sebagai “Menciptakan keadaan tertib dan patuh dengan pelatihan” dan “Pengawasan dan menghukum demi kebaikan”.27 Pendapat para ahli diatas mengindikasikan bahwa kedisiplinan itu berupa peraturan atau tata tertib, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh semua orang yang berada dalam lingkup kedisiplinan, dan dalam hal ini pada hakekatnya semua orang adalah termasuk kedalam lingkup kedisiplinan, baik dalam lingkungan keluarga, lngkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat, yang mana disiplin itu sendiri dilaksanakan agar tujuan yang
24
Oemar Hmalik, Mengajar, Azas, Metodik, (Bandung, Pustaka Mardiana, 1981), Cet ke-2,
h. 210. 25
Soegarda Purbawakaca, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), h. 81. Soedijarto, Pendidikan Sebagai Sarana Reformasi Mental Dalam Upaya Pembangunan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka 1999), h. 51. 27 Thomas Gordon, Mengajar anak..., h. 119. 26
24
diinginkan tercapai. Dan agar kedisiplinan tersebut berjalan lancar maka dalam hal ini dibutuhkan hukuman dan ganjaran sebagai alat pendukung. Kemudian yang terpenting dalam hal ini adalah seorang siswa perlu memiliki sikap disiplin dengan melakukan latihan yang memperkuat dirinya sendiri untuk selalu terbiasa patuh dan mempertinggi daya kendali diri. Sikap disiplin yang timbul dari kesadarannya sendiri akan dapat lebih memacu dan tahan lama, dibandingkan dengan sikap disiplin yang timbul karena adanya pengawasan dari orang lain. Seorang siswa yang bertindak disiplin karena ada pengawasan ia akan bertindak semaunya dalam proses belajarnya apabila tidak ada pengawas. Karena itu perlu ditegakkan di sekolah berupa koreksi dan sanksi. Apabila melanggar dapat dilakukan dua macam tindakan yaitu koreksi untuk memperbaiki kesalahan dan berupa sanksi. Keduanya harus dilaksanakan secara konsisten untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan pelanggaran terhadap norma dan kaidah yang telah disepakati bersama. Hal ini dilakukan mengingat orang cenderung berperilaku sesuka hati. Begitu pula di lingkungan keluarga. Disiplin perlu diajarkan kepada anak sejak kecil oleh orang tuanya. Anak yang dididik disiplin, perlu mendapatkan perlakuan yang sesuai/sepatutnya bagi orang yang belajar. Apabila anak telah mengetahui kegunaan dari disiplin, maka siswa sebagai manifestasi dari tindakan disiplin akan timbul dari kesadarannya sendiri, bukan merupakan suatu keterpaksaan atau paksaan dari orang lain. Sehingga siswa akan berlaku tertib dan teratur dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah. Dan akan menghasilkan suatu sistem aturan tata laku. Dimana siswa selalu terikat kepada berbagai peraturan yang mengatur hubungan dengan lingkungan sekolahnya dan lingkungan keluarganya.
2. Tujuan Disiplin Dalam hidup kita sebagai manusia harus menciptakan kedisiplinan agar hidup yang kita jalani ini serba teratur, dan agar tidak ada kekacauan, kesulitan dan ketidak berhasilan. Adapun pendapat para ahli mengenai tujuan daripada disiplin ini antara lain adalah: Menurut Hasan Langgulung bahwa tujuan disiplin adalah: “Menjadikan peserta didik dalam hidupnya mempunyai keteraturan sehingga
25
terarah berjalan menuju jalan yang dituju”.28 Sedangkan Menurut Alex Sobur, tujuan berdisiplin adalah: “Menjadikan peserta didik mempunyai pengendalian diri dengan mudah yaitu menghormati dan mematuhi peraturan-peraturan dan mempunyai ketegasan terhadap hal-hal yang boleh dilakukan dan yang dilarang”.29 Dari kedua pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua ahli sepakat bahwasanya disiplin bertujuan untuk menjadikan peserta didik mempunyai tingkah laku yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada demi kebaikan dirinya dan kebaikan bersama, dan dengan adanya disiplin tersebut akan membentuk manusia yang lebih bertanggung jawab dan tepat waktu, sehinga kehidupan akan lebih teratur dan terarah. 3. Bentuk-bentuk Disiplin Karena banyaknya bentuk-bentuk disiplin yang diterapkan, maka penulis hanya mambahas tiga bentuk disiplin saja, karena menurut penulis ketiga bentuk disiplin ini mempunyai peranan yang sangat signifikan bagi peserta didik atau santri. Disiplin yang ada didalam diri tidaklah terbentuk dengan sendirinya, akan tetapi melalui proses, yaitu dengan melakukan suatu kegiatan (disiplin) secara berulang-ulang sehingga yang melakukan menjadi terbiasa melakukannya sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pada akhirnya menjadi suatu sifat atau kepribadian. a. Disiplin Waktu Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwasanya hal yang paling mendasar daripada bentuk kedisiplinan yang pertama adalah disiplin waktu, dan sebagai contoh dari disiplin waktu ini dapat ditemukan pada kegiatan kita sehari-hari, seperti halnya shalat tepat pada waktunya, itu dapat membentuk kedisiplinan anak. Dan untuk membiasakan hal itu harus dilatih sejak kecil. Kewajiban shalat yang harus dikerjakan lima kali dalam sehari itu harus dirasakan oleh seorang anak sebagai suatu tanggung jawab yang harus dikerjakan, sehingga jika tidak dikerjakan maka akan menjadi suatu beban, karena didalam menerapkan disiplin 28
Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Al Husna, 1989), Cet ke-I, h. 400.
26
ada suatu alat yang digunakan agar berjalannya disiplin tersebut, dan alat tersebut adalah hukuman dan ganjaran. Sehingga bagi orang yang melanggar disiplin tersebut akan diberikan sangsi, seperti hukuman. Dan pada akhirnya mau tidak mau orang yang menjalaninya akan berpikir banyak jika mau melanggar. Dari kegiatan (shalat) yang pada awalnya dilakukan karena takut akan sangsi atau hukuman, tetapi karena sudah terbiasa pada akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan bahkan menjadi suatu kebutuhan, karena ia akan merasakan ada sesuatu yang hilang jika tidak dikerjakan. b. Disiplin Belajar Pada dasarnya belajar atau menuntut ilmu sangat penting bagi umat manusia umumnya dan juga menjadi wajib bagi umat Islam khususnya, meskipun kita berada dalam keadaan perang. Ini berarti kedudukan ilmu sangat penting bagi manusia. Dan menuntut ilmu itu juga salah satu cara lain untuk berjihad selain pergi ke medan perang. Agar dalam belajar atau menuntut ilmu berjalan dengan baik, teratur dan terarah, maka disiplin belajar dibutuhkan. Sehingga kita dapat belajar semaksimal mungkin. Dengan disiplin belajar akan menimbulkan kesadaran diri untuk belajar tanpa didorong oleh other-imposed atau faktor dari luar. Meskipun kita pada awalnya belajar bedasarkan dorongan dari luar, namun pada akhirnya keinginan belajar akan timbul dari dirinya sendiri. Karena jika ia tidak melaksanakan disiplin belajar itu, ia akan merasa rugi karena kehilangan waktu yang ia buang. Sehingga dia dapat mengatakan bahwa waktu adalah belajar. Menurut The Liang Gie, bahwa: “Berdisiplin dalam belajar selain akan membuat seseorang memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik, juga merupakan proses ke arah pembentukan watak yang baik sehingga akan tercipta suatu pribadi yang luhur”.30 Jadi memang pada dasarnya disiplin belajar itu selain dapat membentuk etos belajar yang baik juga dapat membentuk kepribadian yang baik pula. Dan salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan disiplin belajar secara intensif itu 30
The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, (Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi, 1985), Cet ke-5, h. 59.
27
adalah pondok pesantren. Karena segala aktivitas disana selalu dimotori, dan jika ada yang melanggar disiplin akan diberikan sangsi. Selain disiplin waktu disiplin belajar juga menjadi hal yang utama di sana. c. Disiplin Bertingkah Laku Selain dua disiplin yang sudah dibahas di atas, sekarang disiplin bertingkah laku yang akan penulis bahas. Yang dimaksud disiplin bertingkah laku disini adalah disiplin dalam bersikap, dalam perkataan maupun perbuatan yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW bersabda:
ٍحهَا وَخاَِلقِ النَاسَ بِخُُلقٍ حَسَن ُ ْئثَ الحَسَ َنتَ َحّم َ ًِس َ اِ َحقِ اهللَ حٍَْ ُثّمَا كُنْجَ وَاحْبِعِ ال )(رواه الطبزانى أبً ذر Artinya: “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana saja, iringilah kejahatan dengan kebaikan, maka terhapuslah kejahatan itu dan pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang baik.” (H. R. Thabrani dari Abi Zarr). Maksud dari hadits tersebut adalah agar santri tidak salah memilih dalam bergaul, santri dengan yang lainnya, sehingga akan terjalin hubungan yang baik di dalam maupun di luar lingkungan pondok pesantren. Dari uraian di atas, yaitu mengenai disiplin waktu, disiplin belajar, dan disiplin bertingkah laku dapat dilakukan dengan baik dan secara kontinu, maka ketiga disiplin itu akan menjadi suatu bagian dari dirinya, sehingga jika ia melanggar salah satu disiplin tersebut ia akan merasa rugi, karena ketiga disiplin tersebut telah menjadi suatu kebutuhan. C. Karangka Konsep dan Definisi Operasional Kerangka konsep dalam penelitian disamping berfungsi sebagai pedoman yang memperjelas jalan, arah dan tujuan penelitian juga akan membantu pemilihan konsep-konsep yang diperlukan guna pembentukan hipotesis. Dalam penelitian ini, kerangka konsep akan menjadi landasan untuk menjelaskan bagaimana efektifitas hukuman mempengaruhi disiplin belajar, disiplin waktu,
28
dan disiplin bertingkah laku santri di pondok pesantren Daar el-Qolam. Untuk itu akan dijelaskan bagaimana rasionalisasi kerangka konsep sebagai berikut: Bahwasanya
efektifitas
hukuman
itu,
jika
penggunaannya
dapat
mendisiplinkan santri, yaitu bilamana hukuman tersebut mengandung nilai paedagogis bukan bersifat agresi ataupun kekerasan. Jadi hukuman yang diinginkan bukan hanya sekedar membuat siswa jera saja, tetapi membuat sadar siswa bahwa hukuman yang telah dijatuhkan itu adalah bukan karena rasa dendam guru, akan tetapi karena rasa sayang guru terhadap siswa, karena tidak ingin anak muridnya melakukan kesalahan. Oleh karena itu hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik. Meskipun hukuman di sini sebagai alternatif terakhir yang digunakan guru (usstadz) untuk membuat jera santri yang berbuat salah, namun hukuman ini besar sekali pengaruhnya terhadap kedisiplinan santri. Sebab dengan hukuman ini santri akan merasakan penderitaan, dan jika ia mengulangi kesalahan yang sama, maka ia akan merasakan penderitaan yang sama bahkan lebih menderita, karena jika kesalahan yang sama dilakukan secara berulang-ulang, maka hukuman yang diberikan akan lebih berat dari kesalahan yang pertama. Namun hukuman yang diberikan tetap harus bersifat edukatif, sehingga kedisiplinan terhadap santripun bertambah. Dengan demikian, maka dapat diduga terdapat hubungan positif antara efektifitas hukuman dengan kedisiplinan santri. Masalah disiplin didalam sistem pendidikan bukanlah masalah yang berdiri sendiri, namun memiliki keterkaitan dengan komponen-komponen lain, karena pendidikan, pembelajaran, maupun pelatihan merupakan sebuah sistem. Oleh karena itu, kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem yang terdiri atas input, process, dan output. Komponen input terdiri atas kebijakan pondok pesantren, sumber daya organisasi meliputi SDM (Sumber Daya Manusia) pondok pesantren, yaitu antara lain; Dewan Guru/Ri‟ayah, Pengurus ISMI yang terkait, dan santri yang bersangkutan. Komponen process terdiri atas pelaksanaan penegakan disiplin, monitoring dan evaluasi. Komponen output meliputi keefektifitasan hukuman dalam merubah
29
sikap santri dalam berdisiplin, yaitu meliputi: pemanfaatan waktu, disiplin belajar dan bertingkah laku dalam berinteraksi.
Kerangka konsep penelitian ini dapat diskemakan sebagai berikut:
Masukan (input)
Proses (process)
Kebijakan
pelaksanaan
Luaran (Output)
Keefektifitasan
Pondok
penegakan
hukuman dalam
Pesantren
disiplin di
merubah
Sumber Daya Organisasi:
Pondok Pesantren Daar el-Qolam
santri
Dampak
Dampak Jangka
Antara
Panjang (Impact)
(Outcome)
sikap dalam
berdisiplin: Meningkatnya
SDM, yaitu antara lain; Dewan
perencanaan
Guru/Ri‟ayah, Pengurus ISMI yang terkait, dan santri yang
pengawasan dan evaluasi
bersangkutan.
1. Berdisiplin dalam memanfaatkan waktu dengan baik
kedisiplinan
2. Berdisiplin dalam belajar
santri
di
Terbentuknya
Pondok
kepribadian yang
Pesantren Daar
sempurna (Insan
el-Qolam
Kamil) yang bisa
3. Berdisiplin dalam bertingkah laku dalam berinteraksi.
me-manage hidupnya dengan baik, baik dalam berinteraksi dengan Tuhannya maupun dengan sesama manusia.
Keterangan: - - - - - - = variable yang dikaji dalam penelitian Untuk memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam kerangka konsep di atas di bawah ini dijelaskan definisi operasionalnya.
30
1. Input a. Kebijakan adalah ketetapan yang dibuat oleh pondok pesantren terkait dengan disiplin dan hukuman bagi yang melanggar disiplin. Teknik Pengumpulan Data (TPD)
: wawancara mendalam, telaah dokumen
Alat Pengumpulan Data (APD)
:
pedoman
wawancara,
dokumen bagian pengasuhan b. SDM adalah dewan guru/ri‟ayah, pengurus ISMI (Ikatan Santri Madrasatul Mu‟allimin al-Islamiyah) yang terkait dan santri yang bersangkutan. TPD
: wawancara mendalam, telaah dokumen
APD
: pedoman wawancara, dokumen daftar pelanggaran santri bagian keamanan, ibadah dan bagian bahasa.
2. Process a. Perencanaan adalah tahapan kegiatan yang dilakukan oleh pengurus ISMI yang terkait dalam merancang program kerja masing-masing bagian. TPD
: wawancara mendalam, telaah dokumen
APD
: pedoman wawancara, dokumen rancangan program kerja pengurus ISMI
b. Pengawasan dan evaluasi adalah proses pemantauan dan pengendalian yang dilakukan pada setiap proses pelaksanaan penegakan disiplin dalam setiap aktifitas sehari-hari di pesantren. Dan di evaluasi berkala dalam tingkat yang berbeda, yaitu sebulan sekali, dua bulan sekali, dst. TPD
: wawancara mendalam, telaah dokumen
APD :
pedoman
wawancara,
dokumen
evaluasi
daftar
pelanggaran santri 3. Output a. Berdisiplin dalam memanfaatkan waktu dengan baik adalah sebuah kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang santri.
31
TPD
: wawancara mendalam
APD
: pedoman wawancara
b. Berdisiplin dalam belajar adalah sebuah kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang santri. TPD
: wawancara mendalam
APD
: pedoman wawancara
c. Berdisiplin dalam bertingkah laku dalam berinteraksi adalah sebuah kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang santri. TPD
: wawancara mendalam
APD
: pedoman wawancara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Disain Penelitian Penelitian mengenai gambaran efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri di pondok pesantren Daar el-Qolam ini adalah suatu penelitan kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti dan dibandingkan dengan teori yang sesuai dengan masalah penelitian. Metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Moleong (2005) menyimpulkan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainlain, secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pembahasan skripsi ini berdasarkan penelitian lapangan (field research) yang bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi, baik berupa hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen-dokumen pesantren yang berkaitan dengan variabel penelitian.
32
33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan
di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Gintung,
Jayanti, Tangerang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan akademis, yakni Pondok Pesantren Daar el-Qolam adalah salah satu lembaga yang menerapkan kedisiplinan melalui media hukuman. Disamping itu Daar el-Qolam termasuk Pondok Pesantren yang telah memiliki ribuan alumni yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, yang berarti pesantren ini harus selalu melakukan peningkatan mutu alumninya. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2010 dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 1 Kalender Penelitian Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian NO
KEGIATAN PENELITIAN
Oktober 1
1.
Penyusunan BAB I
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Penyusunan Kerangka Teori BAB II Perumusan dan Penetapan Metode Penelitian Perumusan dan Penyusunan Alat Pengumpulan Data Penelitian Lapangan Pengolahan Data Penyusunan Hasil Penelitian
2
3
November 4
1
2
3
Desember 4
1
2
3
Ket.
4
23 Okt. s/d 5 Nov. 6 s/d 13 November 14 s/d 17 November 18 s/d 20 November 21 s/d 27 November 28 Nov. s/d 4 Des. 5 s/d 11 Desember
C. Pengumpulan Data a. Sumber Data Informan dari responden dipilih secara purposive yaitu orang yang memiliki pengetahuan terhadap masalah yang sedang diteliti dan mempunyai peranan baik dalam hubungannya dengan efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri, baik yang melanggar disiplin, yang memberikan hukuman kepada yang melanggar, maupun yang memberikan kebijakan terhadap hukuman apa yang harus diberikan kepada yang melanggar disiplin. Dengan kata lain informan dipilih dengan menggunakan prinsip kesesuaian dan kecukupan.
34
Kesesuaian berarti informan dipilih berdasarkan keterkaitan dengan topik penelitian, yakni meliputi dewan guru (bagian ri’ayah), pengurus (mudabbir) ISMI (Ikatan Santri Madrasatul Mu’allimin al-Islamiyah) Daar el-Qolam, dan santri yang belum pernah menjadi pengurus. Sedangkan
kecukupan
berarti
data
yang
diperoleh
harus
dapat
menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian. Jumlah informan dalam penelitian kualitatif bukanlah penentu utama penelitian ini, tetapi yang penting adalah kelengkapan data yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya tentang informan-informan yang terpilih dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 2 Profil Informan No.
Nama
Status
Keterangan
1.
H. Soleh Umar Harahap, S.Ag.,
Guru
Ketua 1 bagian ri’ayah
2.
Caesar Pamungkas
Santri
Pengurus bagian keamanan
3.
Hikmah Qolbi
Santri
Pengurus bagian bahasa
4.
Mulya Fatwa
Santri
Anggota
5.
Fitri Al-Maghfirah
Santri
Anggota
Sumber: Hasil Wawancara (diolah)
b. Jenis Data Data penelitian dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni data primer dan data sekunder. Pertama, data primer yakni data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) yakni untuk memperoleh informasi sejelas mungkin tentang hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kedua, data sekunder yakni data yang digunakan untuk melengkapi dan mendukung data primer. Data sekunder ini diperoleh melalui dokumentasi yang tersedia di lokasi penelitian. Selain itu, data sekunder dapat juga diperoleh melalui literature, hasil penelitian yang terkait dengan masalah yang diteliti.
35
c. Cara dan Alat Bantu Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yaitu wawancara mendalam (indepth interview), observasi, dan telaah dokumen. Metode wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan data dari semua informan yang telah disebut diatas. Sedangkan alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah panduan/pedoman wawancara mendalam (indepth interview guidelines), alat pencatat, alat perekam suara (tape recorder), catatan/hasil observasi di lapangan. D. Validitas Data Penelitian kualitatif dilakukan secara purposive sehingga agar validitas data tetap terjaga perlu dilakukan beberapa strategi, uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi yang terdiri atas triangulasi metode dan triangulasi sumber. Pertama, triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data yaitu dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan, observasi, dan telaah dokumen. Kedua, triangulasi sumber dilakukan dengan menggunakan sejumlah informan yang berbeda. Diambil dari beberapa pihak, seperti satpam, ibu dapur, dan penjaga koperasi pelajar (KOPEL) Pondok Pesantren Daar el-Qolam. Triangulasi sumber dilakukan untuk melakukan cross check data dengan fakta dari sumber lain yang diperoleh dari informan yang berbeda. E. Pengolahan dan Analisis Data Data yang didapat dari wawancara dikumpulkan untuk verifikasi, yakni untuk memeriksa kembali akurasi dan kelengkapan data. Dari hasil verifikasi tersebut, temuan dan data yang diperoleh dapat dianalisis untuk mengetahui kecenderungan yang terjadi dari obyek penelitian sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan secara manual dengan langkah-langkah berikut: a. Pengumpulan data melalui wawancara, telaah dokumen, dan observasi. b. Membuat transkrip data hasil wawancara dengan mengubah rekaman (audio) hasil penelitian setiap informan menjadi bentuk tulisan (laporan hasil wawancara). c. Penandaan pada data atau informasi yang mempunyai pola yang sama.
36
d. Mengelompokkan informasi-informasi yang terdapat pada transkrip masing-masing informan ke variabel-variabel yang telah ditentukan. e. Penyajian ringkasan data dalam bentuk tabel sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas. f. Analisis terhadap tabel data yang sudah dikategorikan berdasarkan sumber informasinya sesuai tujuan penelitian dengan menggunakan teknik analisis tema (thematic analysis) yakni sebuah metode analisis kualitatif yang mengidentifikasi, menganalisis, dan melaporkan polapola (tema) dalam data. Dengan kata lain, analisis tema adalah teknik analisis yang membahas data hasil penelitian yang dilihat sebagai tema untuk dicari kesenjangan datanya. Pada teknik ini dilakukan pengkodean informasi sehingga menghasilkan daftar tema.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Daar el-Qolam Gintung Jayanti Tangerang Pondok Pesantren Daar el-Qolam tidak berdiri langsung dengan kemegahan dan fasilitas yang kita saksikan pada hari ini. Daar el-Qolam tumbuh dan berkembang selaras dengan perjuangan yang tidak kenal lelah, perjuangan yang didasarkan atas niat ibadah untuk mencerdaskan kehidupan manusia, manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Beberapa tahun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, H. Qasad Mansyur mendirikan sebuah lembaga pendidikan dasar yang diberi nama Madrasah Masyarikul Anwar. Dalam perjalanan berikutnya, beliau berkeinginan agar alumninya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Untuk merealisasikan cita-cita luhur tersebut, H.Qasad Mansyur bermaksud menyekolahkan putra pertamanya Ahmad Rifa’i Arif di Pondok Modern Gontor. Meski keinginan tersebut banyak mendapat tantangan, agar Rifa’i Arif tidak perlu pergi jauh menuntut ilmu, tetapi dengan azam yang kuat, dan pertimbangan yang matang beliau tetap istiqomah dengan niatnya, karena itu pada tahun 1958, Ahmad Rifa’i Arif diberangkatkan ke Pondok Modern Darussalam Gontor, agar kelak ia bisa membuka lembaga pendidikan lebih tinggi dari yang didirikan ayahnya.
37
38
Ahmad Rifa’i Arief lahir di Gintung, 30 Desember 1942, anak pertama dari 12 bersaudara dari pasangan H. Qasad Mansyur dan Hj. Mastufah. Sejak kecil beliau ingin menjadi kyai, karenanya ia tekun belajar kepada sang ayah, kemudian memasuki sekolah rakyat pada tahun 1952 di Sumur Bandung sampai kelas 3. Pada tahun 1954, melanjutkan pendidikan dasarnya di Caringin Labuan, dan belajar mengaji kepada K.H. Sihabudin Makmun, juga di Madrasah Masyarikul Anwar (MMA). Di Gontor Ahmad Rifa’i Arif dikenal sebagai murid yang cerdas dan pandai berpidato. Pernah menjadi ketua umum Pelajar Islam Indonesia cabang Pondok Modern Gontor pada tahun 1963-1964, sampai beliau menamatkan pendidikannya di Gontor pada tahun 1964. Karena kecakapannya, beliau diminta mengajar di almamaternya dan menjadi sekretaris pribadi gurunya K.H. Imam Zarkasyi selama 2 tahun. Bermula dari sebuah dapur tua dan 1 hektar tanah daratan pemberian Hj. Pengki kepada H. Qasad Mansyur, K.H. Ahmad Rifa’i Arief memulai kiprahnya dalam lembaga pendidikan pondok pesantren yang bernama Madrasatul Mualimin AlIslamiyah (MMI) Daar el-Qolam. Dengan 22 anak didik yang tidak lain adalah adikadiknya, saudara-saudaranya dan masyarakat sekitar Desa Pasir Gintung. Daar elQolam berdiri pada tanggal 27 Rhamadan 1388 H, sementara awal dimulainya pendidikan pada tanggal 20 Januari 1968 M. Didasarkan atas keinginan untuk mencetak kader pemimpin umat yang mu'min, muttaqin dan rasikhina fil ilmi, dunia pendidikan yang bernafaskan Islam ini terus berpacu dan berkembang seiring dengan perkembangan dunia pendidikan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Selaras dengan eksistensinya sebagai lembaga tafaquh fi din, lembaga yang berdiri di atas dan untuk semua golongan. Merayap penuh keyakinan, diiringi ketekunan dan kesabaran, Ahmad Rifa’i Arief terus berjuang menghadap tantangan, menghalau cobaan yang datang. Tidak sedikit tekanan fisik ia dapatkan, maupun beban perasaan yang ia rasakan. Bendera telah ia tancapkan, layar telah ia kembangkan, pantang baginya mundur surut ke belakang.
39
Beragam peristiwa dengan selaksa keprihatinan ia rasakan, bermandi peluh dan tetesan air mata. Bermodal keyakinan akan kekuasaan Tuhan, bersandarkan idealisme akan kekayaaan Tuhan, ia terus berjalan menatap masa depan. Perkembangan yang cepat mulai terlihat pada tahun 1982, ketika Daar el-Qolam mendapat bantuan dana sebesar Rp.64.000.000,- dari Kerajaan Saudi Arabia, berkat bantuan K.H. Muhamad Natsir tokoh Masyumi yang sangat disegani. Bantuan tersebut dipergunakan untuk membangun asrama putra yang kemudian diberi nama gedung Saudi. Kepedulian Ahmad Rifa’i Arief terhadap dunia pendidikan tidak hanya terbatas pada Pondok Pesantren Daar el-Qolam saja. Pada tahun 1989 dicanangkan berdirinya Pondok Pesantren La Tansa Mashira yang proses pendidikannya dimulai pada tahun 1991. Seiring dengan tuntutan zaman, Daar el-Qolam kembali melebarkan sayapnya dengan mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi La Tansa Mashira di Rangkasbitung. Dan juga mendirikan Pondok Pesantren Wisata Sakinah La Lahwa di Pantai Kemuning, Labuan, Banten yang pembangunan fisiknya dimulai pada tahun 1996. Setelah Daar el-Qolam berkembang sesuai dengan cita-cita luhur H.Qasad Mansyur dan putra pertamanya, Madrasah Masyarikul Anwar yang menjadi cikal bakal Daar el-Qolam, diserahkan pengelolaanya kepada Drs. K.H. Ahmad Syanwani. Allah SWT mencintai hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Suami tercinta dari Hj. Nenah Hasanah ini dipanggil menghadap keharibaan-Nya dalam usia 55 tahun, pada hari Ahad 10 Safar 1418 H bertepatan dengan tanggal 15 Juni 1997 M. Meninggalkan 3 orang putra, 3 orang putri dan seorang cucu. Kepergiannya dirasakan terlalu cepat bagi orang-orang yang ditinggalkannya. Yang masih mengharap sentuhan lembutnya, yang masih merindukan petuahnya yang menyejukan. Takdir tak dapat ditolak, ia pergi meninggalkan nama besar dengan segala keharumannya. Pada hari Senin, 16 Juni 1997 diadakan rapat keluarga yang disaksikan oleh KH. Abdullah Syukri Zarkasyi pimpinan Pondok Modern Gontor, untuk menentukan
40
pengganti beliau, berdasarkan amanah yang almarhum sampaikan kepada Kyai Syukri semasa hidupnya, maka pada hari Selasa 17 Juni 1997 disertai derasnya hujan dan gemuruh petir yang menggelegar, dinobatkan Drs. K.H. Ahmad Syahiduddin, Dra. Hj. Enah Huwaenah keduanya adalah adik sekaligus murid almarhum serta putranya K.H. Adrian Mafatihullah Karim sebagai pimpinan selanjutnya. Mereka bertiga mengemban amanat besar dan tanggung jawab untuk mempertahankan dan mengembangkan karya besar beliau. Di samping merealisasikan cita-cita almarhum yang berkeinginan memiliki 4 buah pesantren. Kini pada usianya yang ke 43 Daar el-Qolam sudah berkembang pesat, berdiri di atas 31 hektar tanah dengan sarana dan fasilitas yang ada di dalamnya dengan santri yang kurang lebih 4500 santri. Perkembangan yang pesat ini tidak lain atas perjuangan almarhum yang meninggalkan sistem disertai dengan kebersamaan, dan komitmen berlandaskan amanat yang diembankan kepada komponen yang ada di dalamnya. Daar el-Qolam tidak boleh terkenal karena kyainya, Daar el-Qolam harus terkenal karena sistem yang ada di dalamnya. Begitulah pesan almarhum yang sering ia ungkapkan semasa hidupnya. Semuanya tidak terlepas dari anugerah, karunia, dan barakah Allah SWT. "Jangan mencari banyak, tetapi carilah barakah Allah”. Demikian pula Ahmad Rifa’i Arif berpesan semasa hidupnya. Setelah 6 tahun ditinggalkan pendirinya, Daar el-Qolam dan yang lainnya tetap eksis mengemban misinya, Daar el-Qolam terus berpacu dengan waktu membawa amanat dan kepercayaan umat. 44 tahun silam menjadi refleksi perjalanan panjang Daar el-Qolam, perjalanan yang dibalut suka dan duka yang menjadi cerita manis yang tetap terpatri di kedalaman hati, perjalanan yang tetap terkenang selama hayat dikandung badan. 2. Landasan Filosofis Pondok Pesantren Daar El-Qolam a. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang Termulia. Yang mengajar manusia dengan perantaraan pena (qalam). (QS. Al-Alaq: 1-4).
41
b. “Sedangkan orang-orang yang dalam ilmunya (rasikhun fi al-Ilmi), mereka berkata kami beriman pada al-Qur’an (ayat-ayat yang mutasyabihat), semuanya dari sisi Tuhan kami, tidaklah dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-orang yang berfikir (ulul albab). (QS. Ali Imran: 7). c. Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan juang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah: 122). 3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daar El Qolam a. Visi Mendidik dan mengajar masyarakat dengan qalam dan cahaya ilmu untuk membentuk komunitas berperadaban dan memindahkan kehidupan kota yang maju ke desa yang selalu tertinggal. Artinya membentuk kota dalam desa. b. Misi Pondok Pesantren Daar El-Qolam 1. Mempersiapkan kader-kader muslim masa depan yang rasikhun fil-ilmi, mempunyai jiwa perjuangan, iman dan ketaqwaan. 2. Menggabungkan
kurikulum
pondok
modern
dengan
kurikulum
Pemerintah (Departemen Agama) dalam rangka memberi kesempatan santri untuk dapat berkiprah lebih luas. 3. Memperluas medan juang santri meliputi seluruh aspek kehidupan dengan bekal Iman, Islam, dan Ikhsan. 4. Meningkatkan kemampuan tenaga pendidikan (guru-guru), secara metodik dan didaktik, serta penguasaan disiplin ilmu sesuai bidangnya.
42
5. Mengutamakan pndidikan mental di atas hal yang bersifat kognitif dan psikomotorik.1
4. Panca Jiwa dan Motto Pondok Pondok pesantren Daar el-Qolam (dan beberapa pesantren alumni Pondok Modern Daarussalam Gontor serta alumni Daar el-Qolam sendiri) mengusung lima dan empat falsafah yang disebut dengan "Panca Jiwa dan Motto Pondok". Panca jiwa adalah lima prinsip dasar yang mesti tertanam dalam jiwa siapapun yang menjadi penghuni pondok, entah itu kiyai, guru ataupun santri.
Panca jiwa pondok itu adalah sebagai berikut : 1. Keikhlasan. Jiwa ikhlas ialah perkara yang utama dan pertama yang mesti ada dalam diri manusia. Ikhlas mempunyai makna yang sangat dalam, yaitu membuang unsur-unsur yang mengarah kepada kepentingan pribadi yang dapat mengotori tujuan hidup, serta juga tujuan pendidikan dan pengajaran. Sebagai contoh dalam proses pendidikan dan pengajaran, guru mesti ikhlas dalam memberikan ilmu sebagai wujud syukur dan diniatkan ibadah kepada Allah sebagai pemilik ilmu. Manakala santri, mesti ikhlas dididik dan diajarkan dengan tujuan untuk memahami hakekat dirinya sebagai awal langkah untuk beribadah kepada Allah. 2. Kesederhanaan. Maksudnya adalah melakukan sesuatu berdasarkan keperluan bukan keinginan. Dengan demikian kesederhanan adalah sebuah sikap yang tidak diukur oleh kuantitas, besar atau kecil, banyak atau sedikit, murah atau mahal, tetapi karena ia diperlukan. Kesederhanaan juga berasaskan kepada kemampuan bukan kemauan. 1
Soleh Rosyad, Kiprah Kiyai Entrepreneur, (Banten: LPPM La-Tansa Mashiro, 2005), h. 73-82.
43
3. Berdikari. Sifat ini menunjukan kebebasan seseorang dalam menentukan sikap. Berdikari juga bermakna berusaha dengan kemampuan dirinya sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Sifat ini juga sangat penting untuk melahirkan jiwa-jiwa militan yang siap berjuang dan berbakti kepada masyarakat. Pondoknya pun demikian tidak menggantungkan kepada bantuan orang lain. 4. Ukhuwah Islamiyah. Maksud dari prinsip keempat ini adalah menjalin hubungan sesama manusia yang berasaskan kepada prinsip dari ajaran Islam yang damai dan toleran. Ukhuwah dalam Islam adalah nilai persaudaran dengan semangat tolong menolong yang tidak melihat batas-batas tertentu, seperti golongan, etnik bahkan agama atau keyakinan orang lain. Islam menyuruh umatnya untuk menghormati siapapun, bekerjasama dan bergaul tanpa memandang status sosial bahkan keyakinannya. Hal ini tentunya sangat selaras dengan ajaran Islam sebagai agama yang menyebarkan kedamaian universal atau rahmatan lil âlamîn. 5. Kebebasan. Sikap bebas berarti melepaskan diri dari pengaruh orang lain baik pikiran ataupun tindakan. Kebebasan bukan dimaksudkan berbuat sesuka hati, tetapi kebebasan dalam menentukan sikap dan pendapat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam. Kebebasan juga bersikap moderat tanpa memihak, yang dibelanya adalah kebenaran sesuai dengan ajaran agama. Berikut ini adalah Motto Pondok: 1. Berbudi luhur. Ini adalah sifat yang harus ada dalam diri manusia terutama generasi muda. Sifat ini sangat penting dan haruslah berada pada tingkat pertama sebelum sifat-sifat lain yang akan dimiliki.
44
2. Berbadan Sehat. Sebagai calon pemimpin masyarakat, kualitas fisik yang sehat dan kuat juga sangat penting. Akhlak yang mulia, ditambah dengan fisik yang prima akan melahirkan insan tangguh dalam menghadapi setiap tantangan dan cobaan. 3. Berpengetahuan Luas. Syarat ini tentunya tidak diragukan lagi. Ia juga syarat utama yang mesti dimiliki oleh calon pemimpin masa depan. Kesempurnaan seorang pemimpin dapat diketahui melalui budi pekerti, badan yang sehat serta pengetahuannya yang luas. 4. Berpikir Bebas. Kepribadian yang dibalut dengan akhlak, fisik yang sehat, ilmu yang luas harus mampu menempatkan dirinya pada tempat yang bebas, tidak terikat kepada siapapun. Yang dibelanya hanyalah kebenaran untuk kemaslahatan umat. 5. Fasilitas Kompleks Pondok Pesantren Daar El-Qolam terdiri atas:
Masjid (dengan nama Masjid as-Syifa untuk santriwan dan Masjid ar-Rahmah untuk santriwati),
Aula tempat pertemuan (tiga unit). Dua unit ditempatkan di Program Excellent Class sebagai gedung serba guna dan mushalla dengan nama "Ulul `Irfan" dan "Ulul `Izzah".
Lapangan olah raga
Gedung satu/dua/tiga lantai yang digunakan sebagai asrama untuk tinggal atau kelas untuk sekolah. o
Asrama putra:
Gedung Saudi ()مبنى السعودي
Gedung Indonesia
Gedung Ibn Rusyd ()مبنى ابن الرشد
Gedung Ibn Sina ()مبنى ابن سينا
45
o
Gedung al-Jamarat ()مبنى الجمرات
Gedung al-Fatah ()مبنى الفتاح
Gedung an-Najah ()مبنى النجاح
Gedung Bait al-Arqam ()مبنى بيت األرقام
Gedung Bait al-Ridha ()مبنى بيث الرضى
Gedung Ashab al-Kahfi ()مبنى أصحاب الكهف
Gedung H. Muhammad Natsir
Gedung Ulul Abrar
Gedung Ulul Albab
Gedung al-Manaf
Asrama putri:
Gedung an-Nashr
Gedung Masyithah I
Gedung Masyithah II
Gedung Masyithah III
Gedung Fatimah
Gedung Rifa`i I
Gedung Rifa`i II
Gedung Rifa`i III
Gedung Rifa`i IV
Gedung Rifa`i V
Gedung al-Farabi
Gedung Habibah
Gedung Mastufah I
Gedung Mastufah II
Gedung Ummul-Mu'minin
Gedung Khadijah
Gedung Rabiatul Adawiyah
Gedung Ulul Izzah
46
o
o
Gedung ISMI Putri
Asrama Guru/Asatidz:
Gedung as-Syahid
Gedung as-Shafa
Gedung al-Marwah
Gedung Perumahan Guru blok I
Gedung Perumahan Guru blok II
Gedung Perumahan Guru blok III
Gedung Perumahan Guru blok IV
Asrama lain-lain:
Wisma wali santriwan (terdapat 16 ruangan)
Wisma wali santriwati (terdapat 8 ruangan)
Ruang-ruang praktikum (praktikum IPA dan komputer)
Perpustakaan
Koperasi pelajar putra
Koperasi pelajar putri
Laboratorium computer
6. Jenjang pendidikan Pondok Pesantren Daar el-Qolam terdiri atas tiga buah jenjang pendidikan formal (menurut pada Depag dan Depdiknas), yakni:
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Daar el-Qolam
Madrasah Aliyah (MA) Daar el-Qolam
Sekolah Menengah Umum (SMU) Daar el-Qolam
Ada dua jenjang yang bisa ditempuh oleh para santri yang mengikuti pendidikan di Daar el-Qolam:
Jenjang 6 tahun (untuk lulusan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah) Adapun para santri yang mengikuti jenjang 6 tahun ini harus melewati pendidikan 6 tahun di pesantren: 3 tahun di pendidikan menengah pertama ditambah 3 tahun di pendidikan menengah atas (MA/SMU).
47
Jenjang 4 tahun (untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah) Adapun santri yang mengikuti jenjang pendidikan 4 tahun harus melewati 4 tahun di pesantren: 1 tahun untuk memperdalam ilmu agama, dan 3 tahun di pendidikan menengah atas (SMU/MA), mengingat mereka telah lulus pendidikan menengah tingkat pertama. Setelah satu tahun mereka mengikuti pendidikan agama, pada tahun kedua hingga tahun keempat, mereka akan bergabung dengan para santri yang mengikuti jenjang pendidikan 6 tahun di SMU/MA. Kelas jenjang 4 tahun ini disebut pula dengan Extension Class atau Experimental Class (tidak sama dengan Program Excellent Class) yang ditranslasikan dalam bahasa arab sebagai "Tajriibiyah".
7. Kurikulum Adapun kurikulum yang diterapkan dalam Pondok Pesantren Daar el-Qolam mencakup pelajaran agama dan pelajaran umum yang terintegrasi. Setiap hari santri mendapatkan pelajaran 7 jam pelajaran, yang masing-masing berdurasi 45 menit, diselai oleh 25 menit istirahat, yang berkisar dari pukul 7:00 waktu setempat hingga pukul 15:00 waktu setempat. Di luar jam formal tersebut, santri juga mendapatkan pengajaran al-Quran, kitab kuning, dan kursus-kursus yang bisa diikuti sesuai dengan minat dan kemampuan santri itu sendiri, seperti kursus Bahasa Inggris, kursus Bahasa Arab, kursus komputer, kursus bela diri, dan lain sebagainya. Integrasi sistem itu juga memudahkan para santri untuk melanjutkan pendidikannya pada tingkat pendidikan tinggi, khususnya ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang memang diperuntukkan untuk para lulusan madrasah dan pesantren. Bekal bahasa Arab dan Inggris yang telah diberikan semasa belajar di pondok, memudahkan para santri untuk memahami kurikulum pada IAIN. Beberapa santri Daar el-Qolam yang menjadi mahasiswa berprestasi di IAIN antara lain Ihsan Ali Fauzi, Muhammad Wahyuni Nafis, Nanang Tahqiq, Ismatu Rofi, dan Siti Nafsiah, yang menjadi mahasiswa unggulan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
48
Selain itu pula, banyak pula santri yang melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah seperti Mesir, Makkah dan Madinah. Karena memang di dalam kelas mereka juga belajar pelajaran ilmu umum, maka para santri juga akan dibimbing pelajaran umum dengan komposisi yang sama dengan pelajaran ilmu agama. Hal ini dilakukan agar para santri nanti setelah keluar dari pondok dapat melanjutkan ke lembaga pendidikan tinggi umum seperti kedokteran, teknologi dan lain sebagainya. Tujuan ini bermisi agar umat Islam nantinya dapat mengisi ruang-ruang sosial yang lebih beragam, tidak hanya dalam bidang kegamaan saja. Mulai tahun ajaran 2007/2008, Pondok Daar el-Qolam mencanangkan program kelas unggulan, yang disebut dengan Program Excellent Class. Di dalam program itu, semua siswa yang telah lolos kualifikasi dari segi nilai rata-rata saat kenaikan (minimal 6.25) dan kelakukan bisa merasakan pengalaman yang sedikit berbeda dengan kelas biasa (reguler). Di masing-masing kelas, yang terdapat 25 kelas itu, terdapat proyektor berteknologi Digital Light Processing (DLP) dan juga diizinkannya mereka untuk membawa dan menggunakan Internet melalui komputer atau notebook di luar jam pelajaran formal (seperti istirahat dan malam hari), tentu saja untuk menunjang pembelajaran. B. Penyajian Data 1. Proses Pengumpulan Data Kegiatan wawancara untuk memperoleh data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan di dalam lingkungan pondok pesantren Daar el-Qolam. Wawancara pertama dilakukan dengan fitri al maghfiroh santiwati kelas 4B, wawancara dilakukan pada tanggal 21 November 2010 pada jam 16.00 di saung sekitar lingkungan pondok pesantren. Wawancara kedua dilakukan dengan Hikmah Qolbi santriwati kelas 6 IPS A pada tanggal 21 November 2010 pada jam 17.00 dan wawancara dilakukan masih di tempat yang sama yaitu di saung sekitar lingkungan pondok pesantren. Wawancara ketiga dilakukan dengan Mulya Fatwa santri kelas 4 A pada tanggal 22 November 2010 pada jam 16.00 dan wawancara dilakukan di masjid putra pondok
49
pesantren Daar el-Qolam. Wawancara keempat dilakukan dengan Caesar Pamungkas santri kelas 6 IPS B pada tanggal 22 November 2010 pada jam 17.00 dan dilakukan di masjid putra pondok pesantren Daar el-Qolam. Wawancara kelima dilakukan dengan salah seorang pengajar (ustadz) di pondok pesantren Daar el-Qolam yang bernama ustadz H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., beliau adalah ketua 1 bagian pengasuhan putra, wawancara dilakukan pada tanggal 23 November, wawancara dilakukan di kediaman beliau. 2. Hasil Penelitian Untuk mengetahui hasil dari penelitian ini, berkenaan dengan efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri di pondok pesantren Daar el-Qolam, maka penulis terjun ke lapangan dan kemudian mengolah data yang diperoleh tersebut dengan teknik yang telah ditentukan, kemudian menyajikan data sesuai dengan masalah yang ingin disajikan. Dalam penyajian data ini penulis menyajikan dalam bentuk uraian dan disajikan dengan permasalahan yang meliputi elemen-elemen dari Minor Research Question penelitian ini yaitu: disiplin waktu, disiplin belajar dan disiplin bertingkah laku. Dan setelah melakukan analisis terhadap hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen penulis menemukan satu elemen baru yang terkait dengan penelitian ini yaitu elemen pengendalian diri yang merupakan bagian dari disiplin bertingkah laku. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka didapat data sebagai berikut: 1) Pelaksanaan Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri a. Disiplin Waktu Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan para pengurus Pondok Pesantren Daar el-Qolam yaitu Caesar Pamungkas (CP) selaku pengurus bagian keamanan dan Hikmah Qolbi (HQ) selaku pengurus bagian bahasa, maka diperoleh berbagai pernyataan yang terkait dengan efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri. Para pengurus ini mempunyai berbagai pendapat yang berbeda dalam tiga disiplin terkait yaitu disiplin waktu, disiplin belajar dan disiplin tingkah laku dan juga dalam satu elemen hasil temuan baru yaitu pengendalian diri yang merupakan bagian
50
dari disiplin tingkah laku. Dari segi disiplin waktu sebagai pengurus mereka samasama sering tidak mengambil jatah makan pada waktunya yaitu pada jam setengah 7 pagi, tetapi mereka sering mengambil jatah makan pada jam istirahat pertama. HQ menjelaskan bahwa penyebab dia tidak sempat untuk mengambil jatah makan pada waktunya adalah karena padatnya kegiatan di pagi hari khususnya pada hari sabtu, dia menerangkan bahwa pada hari tersebut santri di wajibkan untuk mengikuti upacara bendera, biasanya menurut HQ, setiap upacara pasti memakan waktu yang lama yang membuatnya tidak sempat untuk mengambil jatah makan pada waktunya
dan
solusinya adalah mengambil jatah makan pada jam istirahat kedua. Sebagaimana pernyataannya dalam wawancara sebagai berikut “Iya sering,,, seringnya itu pas hari sabtu pas upacara, karena biasanya upacara itu memakan waktu yang lama sampai saya tidak sempat untuk makan pagi, dan banyak juga teman teman yang tidak sempat, nah solusinya ya ngambil jatah di waktu istirahat pertama.”2 Lain halnya dengan Caesar Pamungkas, CP menerangkan bahwasanya dia tidak sempat untuk mengambil jatah makan pada waktunya adalah karena biasanya persiapan CP untuk berangkat ke kelas yang memakan waktu yang lama, yang membuatnya tidak sempat untuk mengambil jatah makan pada waktunya, diantaranya adalah waktu mandi dan menyiapkan buku yang akan di bawa ke kelas. Bahkan untuk hal mandi sebenarnya kadang-kadang dia tidak mengantri, CP menerangkan bahwasanya dia sering tidak mengantri mandi jika dia terburu-buru untuk berangkat ke masjid karena dia ingin berangkat ke masjid lebih awal, itupun apabila yang sedang mandi adalah temannya sesama kelas 6. Sebagaimana pernyataannya dalam hasil wawancara sebagai berikut
2
Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa, wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00 WIB.
51
“waktu itu saya buru-buru karena ingin berangkat ke masjid lebih awal dari biasanya... tapi saya tidak mengantri ketika yang mengantri itu teman teman saya semua dari kelas 6,,,.”3 Sedangkan dalam hal disiplin waktu yang berkaitan dengan berangkat ke kelas mereka berdua sama-sama pernah terlambat berangkat ke kelas, alasan yang mereka tuturkan pun hampir senada, CP menerangkan bahwasanya keterlambatannya berangkat ke kelas disebabkan karena tanggung jawabnya sebagai bagian keamanan, tanggung jawabnya adalah mengawasi santri di setiap rayon untuk tidak tidur lagi setelah shalat subuh dan mengawasi dapur para anggota untuk selanjutnya dia harus bersiap-siap berangkat ke kelas, hal ini yang menyita waktunya untuk bersiap berangkat ke kelas. HQ pun menerangkan bahwasanya keterlambatannya berangkat ke kelas adalah karena tanggung jawabnya sebagai pengurus bagian bahasa yang mengharuskannya mengawasi disiplin bahasa para santri sebelum akhirnya HQ bersiap untuk berangkat ke kelas, dan dia menyebutkan bahwa sebenarnya pengurus di berikan dispensasi waktu 5 menit dari waktu yang sudah ditentukan untuk masuk ke kelas yaitu jam 07.00 WIB. Konsekuensi dari pelanggaran adalah hukuman, begitu menurut mereka, ketika mereka terlambat untuk masuk kelas hukumannya adalah di jewer, dan mereka mengaku jera dengan hukuman yang diberikan, sebagaimana penuturan HQ sebagai berikut “Iya,,, hukumannya biasanya oleh guru yang bersangkutan yang sedang mengajar di kelas, hukumannya paling cuma dijewer trus setelah itu boleh duduk, tapi sebenarnya bukan di jewernya yang saya tidak mau tapi malunya, malu sama teman teman yang melihat saya sedang di jewer.” Dan dia menyebutkan bahwasanya sudah menjadi hal yang wajar jika seorang santri sesekali melanggar suatu disiplin, dalam hal ini yaitu terlambat ke kelas. Sebagaimana pernyataannya dalam wawancara sebagai berikut 3
Wawancara dengan Caesar Pamungkas, santriwan kelas 6 IPS B selaku pengurus bagian keamanan, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 17.00 WIB.
52
“... kalau menurut saya wajar kalau masih jadi seorang santri terlambat ataupun sesekali melanggar, engga afdhol kalau belum melanggar.”4 Kedua responden yang merupakan pengurus ini pun sama-sama mengikuti salah satu ekstrakurikurer yang di laksanakan di dalam lingkungan pondok, CP mengikuti ekskul karate, dia mengatakan bahwasanya ketertarikannya pada karate memang sudah ada bahkan sebelum dia masuk Pondok Pesantren. Sedangkan HQ mengikuti ekskul JMQ (Jam’iyyatul Qurro’), yaitu salah satu ekskul unggulan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam yang mengajarkan kepada santrinya untuk lebih fokus lagi dalam mempelajari al-Qur’an, selain mempelajari baca tulis al-Qur’an juga mempelajari Qira’ah Sab’ah dalam membaca al-Qur’an dan perbacaan tartil alQur’an, maupun
seni membaca al-Qur’an dengan mujawwaz. HQ mengatakan
bahwasanya jadwal latian JMQ itu sama dengan jadwal mengaji para santri yang lain yaitu setelah shalat maghrib sampai dengan adzan untuk shalat isya, jadi kegiatannya tidak mengganggu jadwal mengaji yang lain, dan HQ menerangkan bahwasanya dia tidak pernah terlambat untuk shalat berjamaah karena mengikuti ekskul ini. Walaupun mereka berdua adalah pengurus tetapi ada yang mengawasi disiplin ibadah mereka yaitu ustadz bagian Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) pusat, lebih lanjut CP menuturkan bahwasanya ada hukuman bagi pengurus yang terlambat untuk berangkat shalat berjamaah yaitu dipukul pahanya, sebagaimana pernyataannya sebagai berikut “... biasanya kalau sudah “hatta khomsah”, kita langsung kocar kacir dah buru-buru berangkat, nah kalau sudah sampai hitungan ke-5 hukumannya dipukul pahanya sekali, kalau sudah sampai kelima untuk yang kedua kalinya hukumannya di pukul dua kali,,, begitu seterusnya.”5
4
Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa, wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00 WIB. 5 Wawancara dengan Caesar Pamungkas, santriwan kelas 6 IPS B selaku pengurus bagian keamanan, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 17.00 WIB.
53
Kedua responden lainnya yaitu Mulya Fatwa (MF) dan Fitri Al-Maghfirah (FA) yang merupakan perwakilan dari salah satu dari a’dho (anggota) santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam, mempunyai pengalaman yang berbeda yang berkaitan dengan disiplin waktu, dari hasil wawancara penulis dengan MF dia menyebutkan bahwa dia selalu tepat waktu untuk mengambil jatah makan di pagi hari, dia menyebutkan bahwa penyebabnya adalah karena uang jajan yang minim yang dia terima per-bulan dari orangtuanya yang menyebabkannya jarang membeli makanan di kantin, sebagaimana dalam pernyataannya sebagai berikut “... karena kalau untuk makan biasanya saya tepat waktu karena hehe.., maklum lah uang jajan saya minim saya tidak bisa jajan seperti teman teman saya yang di kasih uang jajan yang banyak, oleh karena itu biasanya saya selalu awal waktu untuk makan di dapur walaupun kadang kadang saya kurang sreg sama lauknya yang seadanya.”6 Lain halnya dengan FA, dia menerangkan bahwa dia jarang mengambil jatah makan pada pagi hari, disamping kadang dari lauknya yang dia tidak suka di dapur, juga menurutnya kegiatan di pagi harinya yang membuatnya tidak sempat untuk mengambil jatah makan dipagi hari. Menurutnya dia memang sering tidak makan pagi karena dia tidak suka dengan lauk pada pagi hari, terlebih lagi pada hari sabtu hari upacara bendera yang memakan waktu lama sampai para santri banyak yang tidak bisa mengambil jatah makan pada waktunya. Pernyataannya adalah sebagai berikut “Iya pernah... malahan sering sekali karena tidak sempat makan kalau pagipagi, dan biasanya seringnya itu pada hari sabtu, karena pada hari sabtu itu kan upacara dan kita disuruh masuk itu lebih awal sekitar jam 7 kurang 15,
6
Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
54
dan kadang-kadang ustadnya juga lama bicaranya ketika upacara, yang lama tuh biasanya ustad hamdan, ustad odi.”7 Persamaan dari kedua responden ini adalah sama-sama mengikuti salah satu ekskul yang diadakan pondok, MF mengatakan bahwa dia mengikuti ekskul marawis yang sudah menjadi hobinya sebelum masuk Pondok Pesantren, sedangkan FA mengatakan bahwasanya dia mengikuti ekskul pramuka, dan mereka berdua menerangkan kadang-kadang karena mengikuti ekskul tersebut mereka sering terlambat untuk berangkat shalat berjamaah khususnya shalat maghrib, karena biasanya untuk ekskul disediakan waktu setelah shalat ashar sampai jaros (bel) untuk makan sore yaitu sekitar jam setengah 5. Berkaitan dengan disiplin waktu masuk kelas FA menuturkan bahwasanya dia belum pernah sama sekali terlambat untuk berangkat ke kelas. Karena menurutnya dia akan rugi jika dia terlambat masuk kelas, pelajaran di Pondok Pesantren sangat banyak dibandingkan dengan pelajaran di sekolah luar, oleh karena itu seorang santri biasanya akan terlambat untuk bisa mengikuti pelajaran selanjutnya apabila ia tidak masuk pada pertemuan sebelumnya. Banyak hal yang menjadi alasan terlambatnya santri ketika masuk kelas, MF mengungkapkan pernyataan yang berbeda yaitu penyebab keterlambatannya masuk kelas adalah karena biasanya santri ini tidur kembali setelah selesai shalat subuh dan melaksanakan kegiatan setelah shalat subuh seperti belajar kitab kuning dan ilqoul lughoh (penyampaian kosakata), ini terlihat dari hasil wawancaranya sebagai berikut “Yang membuat saya terlambat itu karena biasanya saya setelah shalat subuh tidur lagi sebentar di kamar hehe.., nah kadang kadang teman saya tidak ngebangunin saya ya udah deh saya jadi terlambat, tega banget.”8 Santri ini juga mengungkapkan bahwasanya setiap dari pelanggaran pasti ada hukumannya, dalam hal ini yaitu berhubungan dengan bagian pengajaran. Hukumannya bagi yang pertama kali terlambat adalah piket, yaitu membersihkan 7
Wawancara dengan Fitri al-Maghfirah, santriwati kelas 4 B, wawancara dilakukan di saung sekitar lingkungan Pondok Pesantren pada tanggal 21 November, jam 16.00 WIB. 8 Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
55
kelas di gedung sekitar lingkungan Pondok Pesantren dan ditugaskan untuk mencari pelanggar disiplin yang lain kemudian menulisnya di kertas jasus. b. Disiplin Belajar Dalam hal disiplin belajar semua santri yang menjadi responden baik dari perwakilan mudabbir (pengurus) maupun perwakilan a’dho (anggota) mempunyai banyak pernyataan yang senada, dalam hal ini penulis mendahulukan penyajian data kedua responden dari perwakilan pengurus, yaitu sebagai berikut: Kedua reponden ini mempunyai persamaan yaitu kadang-kadang mengantuk di kelas, mereka menyebutkan bahwa penyebab rasa kantuk yang meraka rasakan adalah karena padatnya kegiatan yang ada di Pondok, dari bangun tidur sampai tidur kembali ditambah tanggung jawab mereka sebagai pengurus yang harus mengatur kedisiplininan santri dalam berbagai hal, dan kurangnya istirahat adalah penyebab utamanya. Dalam hal ini mereka sependapat untuk membawa makanan ke kelas walaupun mereka tahu dan mengerti disiplin kelas yang melarang mereka untuk membawa makanan ke dalam kelas. Mereka menyebutkan bahwa makanan yang mereka bawa ke kelas adalah sebagai solusi untuk menghilangkan rasa kantuk yang kadang mereka rasakan dalam kelas. Bahkan CP menuturkan bahwasanya dia pernah dihukum karena ketahuan sedang makan permen saat guru sedang menerangkan pelajaran, dan CP diberi hukuman oleh guru yang bersangkutan yaitu untuk membawa permen untuk diberikan kepada seluruh teman sekelasnya. Bahkan karena seringnya dia mengantuk sampai-sampai dia dijuluki abu naum (tukang tidur) oleh teman-temannya. Sebagaimana penuturannya dalam wawancara sebagai berikut “Ngga boleh,,, tapi ada aja sih yang bawa makanan, seringnya sih bawa permen kopi gitu, ya kalo engga kopiko ya palingan permen kiss..., ... Saya pernah sekali ketahuan membawa permen kekelas trus saya disuruh bawa permen buat satu kelas..., ... malah sering sekali saya ngantuk di kelas, sampai
56
sampai saya punya julukan “abu naum”, teman-teman saya memanggil begitu.”9 Selanjutnya CP mengaku walaupun sudah diberi hukuman seperti itu dia masih tetap mengulangi perbuatannya yaitu membawa makanan ke kelas, karena menurutnya itu adalah solusi untuk menghilangkan rasa kantuknya di kelas, sebagaimana pernyataannya sebagai berikut “Engga,,, besokannya saya masih bawa permen juga, soalnya bagaimana ya... ya kalau tidak bawa permen nanti saya ngantuk di kelas.”10 Ketika waktu senggang saat pergantian pelajaran mereka berdua mengaku menggunakannya sekedar untuk menghilangkan rasa kantuk yang mereka rasakan saat pembelajaran, CP menerangkan bahwa biasanya dia pergi ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka untuk menghilangkan kantuknya, lain halnya dengan HQ yang mengaku justru dia malah memilih untuk tidur sebentar untuk menghilangkan rasa kantuk yang dia rasakan. Dalam hal belajar berbahasa wajib, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris kedua responden ini mengaku bahwa mereka pun tetap harus menaati disiplin bahasa walaupun mereka sudah menjadi pengurus, terlebih lagi HQ yang merupakan pengurus bagian bahasa, HQ menerangkan bahwasanya berat sekali untuk menjadi bagian bahasa, karena bahasa merupakan taajul ma’had (mahkota pondok) yang harus dijaga dengan baik dan sungguh-sungguh. Walaupun sudah menjadi pengurus tapi tetap ada yang mengawasi disiplin bahasa kelas 6 yaitu Central Language Improvement (CLI) yang merupakan pusat pengembangan bahasa di Pondok Pesantren Daar el-Qolam. Walaupun pengurus bagian bahasa sebenarnya tidak akan masuk persidangan bagian CLI, tetapi menurut HQ pernah ada bagian bahasa yang masuk CLI terlebih lagi yang masuk adalah ketua bagian itu sendiri. Sebagaimana pernyataan HQ dalam wawancara sebagai berikut 9
Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB. 10 Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
57
“Kalau pengurus bagian bahasa tidak masuk bagian CLI, tapi pernah ada kejadian pengurus bagian bahasa tepatnya yaitu ketua bagian bahasanya sendiri, dipanggil ke CLI dikarenakan dia berbicara dengan batavia, tetapi pada saat itu dia tidak berbicara di asrama melainkan dia berbicara ketika sedang dijenguk oleh keluarganya bersama teman-temannya, yang namanya... ngobrol sama teman kita diluar pondok pasti kita ngomong batavia kan,,,?! mungkin disitu ada anggota yang mendengar lalu melaporkannya ke CLI akhirnya si ketua ini di panggil ke CLI.”11 Lain halnya dengan CP yang mengaku bahwa dia pernah masuk CLI karena sedikit berbahasa Indonesia, itu pun menurutnya, karena solidaritasnya kepada teman, dia menerangkan bahwa ketika kelas 6 mendapatkan kertas jasus CLI maka temanteman kelas 6 yang lain harus bersedia untuk di tulis namanya di kertas jasus tersebut jika dia belum pernah masuk persidangan CLI, ataupun baru sekali masuk persidangan. Dalam kebanyakan disiplin di Pondok Pesantren Daar el-Qolam menggunakan sistem jasus, yaitu menggunakan mata-mata untuk mencari pelanggar disiplin, dan menuliskan nama si-pelanggar tersebut di kertas jasus untuk kemudian diserahkan kepada pengurus terkait. Wajib belajar malam yang dimulai ba’da shalat isya yaitu sekitar jam 17.30 WIB sampai jam 10.00 WIB menurut salah satu responden yang merupakan bagian keamanan ini justru tidak bisa dia gunakan dengan baik, karena tanggung jawab seorang pengurus bagian keamanan adalah untuk selalu mengawasi disiplin santri yang berhubungan dengan bagian keamanan dan membantu bagian pengajaran untuk mendisipkan belajar malam santri. Berkaitan dengan disiplin belajar anggota pun sebenarnya tidak jauh berbeda, kedua responden ini menerangkan mereka sering mengantuk di kelas, penyebabnya pun berbeda, MF mengatakan bahwa penyebab dari kantuknya adalah karena 11
Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa, wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00 WIB
58
padatnya kegiatan pondok yang membuatnya lelah ketika di kelas, dan juga karena malamnya dia kurang tidur. Berbeda dengan MF, FA menerangkan bahwa penyebabnya adalah metode ceramah yang dipakai guru dalam mengajar yang membuatnya jenuh dan mengantuk. Bahkan FA mengatakan dia sering membawa makanan ke dalam kelas, walaupun dia tahu dan mengerti disiplin kelas yang melarangnya untuk tidak membawa makanan ke dalam kelas. Untuk menghilangkan kantuknya kadang FA makan permen, atau cuci muka ke kamar mandi, bahkan bercanda dengan temannya untuk mengisi waktu senggang saat pergantian pelajaran. Dalam kaitannya dengan disiplin belajar berbahasa wajib yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris, kedua responden ini mempunyai cerita yang menarik untuk diteliti. Yang pertama adalah dari Mulya Fatwa, MF mengaku bahwa dia kesulitan untuk berbahasa wajib karena dia kurang lancar untuk berbahasa wajib, bahkan dia mengaku kadang-kadang dia tidak berbahasa wajib jika tidak ada pengurus, itu pun jika teman yang dia ajak ngobrol adalah teman dekatnya yang bukan jasus, dia pun menerangkan kadang-kadang ada juga teman dekatnya yang tetap saja menuliskan namanya di kertas jasus. Santri ini mengaku tahun ini dia sudah tiga kali masuk persidangan bagian bahasa, dan hukuman yang dia terima ketika masuk persidangan bagian bahasa untuk yang ketiga kalinya adalah menulis vocabularies (kosakata) sebanyak 60 dan dihafalkan kemudian dibuat di satu kalimat, ditambah lagi diberikan tiga kertas jasus. Masih berhubungan dengan pelanggaran disiplin bahasa, kedua responden ini pun mengatakan sering melihat contoh tidak baik dari kakak kelas, MF mengatakan dia sering melihat kakak kelas yang seenaknya berbahasa indonesia, begitu juga dengan FA, santri ini menerangkan sebagai berikut
59
“... berbicara tidak memakai bahasa wajib di depan anggota, kalau kita masih jadi anggota kan kita pasti takut untuk tidak berbahasa tapi kalau meraka kan sudah jadi kelas tinggi jadi merasa bebas gitu,,,.”12 Dia menerangkan bahwa kakak kelas yang dia kenal banyak yang mencontohkan perlakuan buruk yang tidak layak mereka contohkan di depan anggota mereka, selanjutnya FA menerangkan bahwa mungkin mereka berani untuk berbuat seperti itu karena mereka sudah menjadi kelas yang tertinggi. c. Disiplin Bertingkah Laku Dalam penyajian datanya, disiplin bertingkah laku terbagi menjadi dua bagian pembahasan, yaitu: 1) Hubungan dengan orang lain Dalam hal yang berhubungan dengan disiplin tingkah laku sebagai seorang pengurus CP dan HQ banyak dikenal oleh adik kelas, mereka menerangkan bahwa mereka banyak dikenal oleh adik kelas karena mereka merupakan pengurus yang menggerakkan disiplin yang berhadapan dengan adik kelas ataupun anggota setiap hari. CP mengatakan, ada adik kelas yang akrab dengan dia, tapi tidak sedikit juga adik kelas yang membenci dia, hal ini disebabkan karena CP adalah pengurus bagian keamanan yang mengharuskannnya untuk selalu menjaga wibawa dan bersikap tegas kepada anggota, khususnya kepada anggota yang melanggar, dia tidak pilih kasih dalam memberikan hukuman. Lain halnya dengan HQ, dia menerangkan bahwa banyak sekali adik kelas yang dekat dengan dia, khususnya adik kelas yang di JMQ, banyak adik kelas yang sering datang kepada dia untuk menanyakan suatu pelajaran. Hubungan kedua responden ini dengan sesama pengurus pun cukup baik, mereka mengenal semua pengurus, CP mengatakan bahwa dia mengenal baik semua pengurus putra tapi tidak mengenal keseluruhan dari pengurus putrinya, begitupun sebaliknya dengan HQ, dia mengenal semua pengurus yang putri tapi tidak dengan pengurus putra. Hubungan kedua responden ini dengan guru sama-sama kurang baik, 12
Wawancara dengan Fitri al-Maghfirah, santriwati kelas 4 B, wawancara dilakukan di saung sekitar lingkungan Pondok Pesantren pada tanggal 21 November, jam 16.00 WIB.
60
ini terlihat dari kedekatan mereka yang hanya kepada wali kelasnya saja, dan memang sudah menjadi tanggung jawab seorang wali kelas untuk bisa menjadi bapak bagi anak-anak kelasnya, dan kedua responden ini sama-sama tidak mengenal semua guru-guru yang mengajar di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, dari hasil pernyataan wawancara mereka mengaku sama-sama hanya mengenal guru yang pernah mengajar mereka saja. Dalam hal yang berhubungan dengan disiplin tingkah laku responden yang merupakan a’dho (anggota) MF dan FA mengatakan, mereka sering mengadakan kegiatan belajar kelompok yang merupakan inisiatif dari mereka sendiri dan teman teman, ini menunjukkan bahwasanya mereka mempunyai pergaulan yang positif dengan teman-teman mereka, dan mereka pun mempunyai persamaan dalam pernyataan mereka yang berkaitan dengan hubungan baik mereka dengan temanteman mereka, MF menerangkan bahwasanya dia hanya mengenal baik dengan semua teman-temannya yang putra saja, begitupun sebaliknya dengan FA, dia mengatakan bahwa dia hanya hafal dengan teman-temannya yang putri saja tapi tidak mengenal semua teman-teman putra yang se-angkatan dengannya. Hubungan mereka dengan pengurus pun bisa dikatakan cukup baik, ini terlihat dari pernyataan MF mengatakan dia dekat sekali dengan salah satu pengurus bagian ibadah, dan FA pun demikian, FA mengatakan dia dekat dengan salah satu pengurus, yaitu tepatnya pengurus bagian bahasa, dia sering sekali menanyakan pelajaran yang dia anggap sulit kepada pengurus tersebut, ini menunjukkan terbangunnya sebuah hubungan yang positif diantara mereka antara anggota dengan pengurus. Sedangkan berkaitan dengan hubungan mereka dengan adik kelas, mereka mempunyai pernyataan yang berbeda satu sama lain. MF mengatakan dia banyak mengenal adik kelas karena menurutnya dia adalah orang yang gampang bergaul dengan orang lain, lain halnya dengan FA, dia menerangkan bahwa dia kurang bisa bergaul dengan adik kelas. Yang menjadi persamaan dari kedua responden ini selanjutnya adalah sama-sama tidak mengenal semua guru di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, mereka mengatakan apabila bertemu dengan guru, mereka hanya memberi salam kepada guru yang
61
mereka kenal saja yaitu yang pernah mengajar di kelas mereka, tapi tidak kepada guru yang tidak mereka kenal. 2) Pengendalian diri Pengendalian diri disini merupakan satu elemen temuan baru yang ditemukan penulis dari hasil pengolahan data melalui wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Pengendalian diri adalah temuan baru yang dianggap perlu untuk di teliti lebih lanjut yang merupakan bagian dari disiplin bertingkah laku, khususnya dalam hal kaitannya dengan pembahasan penelitian ini yaitu efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri. Pembahasan yang pertama adalah penyajian data hasil wawancara penulis dengan pengurus, yaitu sebagai berikut: Dalam hal pengendalian diri, banyak pernyataan dari CP yang berhubungan dengan elemen ini, itu disebabkan karena memang CP adalah salah satu orang yang menggerakkan disiplin keamanan, CP menerangkan bahwasanya masih banyak kesulitan yang dia hadapi sebagai pengurus bagian keamanan, diantaranya adalah dia masih menemukan santri yang banyak melanggar yang dia temukan diluar persidangan, walaupun menurutnya pelanggaran yang dilakukan adalah pelanggaran kecil, seperti makan dan minum berdiri atau tidur tidak pada waktunya. Bahkan CP pernah membotak santri yang ketahuan sedang merokok di kamar mandi, menurut CP itu adalah hukuman terberat yang akan diterima santri apabila merokok. Lebih dari itu kabur dari pondok misalnya, atau mengintimidasi santri, maka santri tersebut akan langsung diserahkan kepada bagian pengasuhan pusat (ri’ayah). Disamping itu tutur CP, banyak dari teman-temannya yang tidak bisa mengendalikan diri yang melanggar disiplin tetapi tidak pernah ketahuan oleh ri’ayah, karena menurut CP mereka sesama kelas 6 tidak akan melaporkan temannya yang melanggar, santri ini tidak bisa mengatakan apakah ini bentuk dari solidaritasnya kepada sesama teman atau bahkan tindakan salah yang membiarkan pelanggaran terjadi. Banyak sekali teman yang melanggar, bahkan menurut CP ada temannya yang sampai dikeluarkan dari pondok karena ketahuan kabur dari pondok.
62
Lain halnya dengan HQ, dalam elemen ini yaitu yang berkaitan dengan pengendalian diri hanya sedikit pernyataan HQ yang berhubungan, diantaranya adalah pernyataan HQ yang menerangkan bahwasanya HQ kadang-kadang pada jam wajib belajar malam yaitu setelah shalat isya sampai jam 10 waktu setempat tidak belajar, HQ malah lebih memilih untuk mengobrol dengan teman-temannya, sebagaimana pernyataannya dalam wawancara sebagai berikut “... karena setiap malam semua santri diwajibkan untuk keluar kamar sampai jam 10, diwajibkan untuk keluar adalah untuk belajar. Tetapi kadang kadang ya saya bukannya belajar malah ngobrol sama teman teman.”13 Pembahasan yang kedua adalah penyajian data hasil wawancara penulis dengan santri Daar el-Qolam yang merupakan a’dho (anggota), yaitu sebagai berikut: Disiplin keamanan Pondok Pesantren Daar el-Qolam yang lebih terkait dengan pengendalian diri santri, dirasakan ketat sekali oleh santri yang masih menjadi anggota, hal ini karena santri yang masih menjadi anggota pengawasan keamanannya berasal dari dua pihak, yaitu pengurus bagian keamanan itu sendiri dan bagian pengasuhan pusat (ri’ayah), dari wawancara penulis dengan responden yang terpilih mereka menyatakan bahwa mereka pernah melanggar disiplin keamanan, seperti tidur tidak pada waktunya ataupun makan dan minum dengan berdiri, padahal hal ini dilarang untuk dilakukan di lingkungan Pondok Pesantren, tetapi mereka mengaku tidak pernah melanggar pelanggaran yang berat, seperti merokok, berkelahi ataupun kabur dari pondok. Dan mereka menerangkan bahwa sebenarnya mereka justru lebih sering menemukan banyak contoh yang tidak baik dari kakak kelas yang tidak bisa mengendalikan dirinya dengan baik dan secara tidak langsung telah mencontohkan prilaku buruk kepada santri lain, FA mengatakan bahwa dia sering menemukan kakak kelas yang makan dan minum dengan berdiri, bahkan dia menambahkan bahwa dia
13
Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa, wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00 WIB.
63
pernah menemukan kakak kelas yang berkata dengan teriak-teriak, lebih jelasnya FA mengatakan “... kadang ada yang berkata dengan teriak teriak, padahal kan tidak boleh, suaranya wanita kan aurat jadi tidak layak bagi seorang wanita untuk bicara dengan teriak-teriak.”14 Sama halnya dengan FA, MF pun mengatakan demikian, sebagaimana dalam pernyataannya “... ada juga salah satu kakak kelas yang merupakan salah satu pengurus juga yang kalau memarahi santri yang melanggar dia berkata kasar, seperti anjing, babi, ya gitu dah nama nama kebun binatang kayanya dia keluarin semua tuh. Padahal kan harusnya kakak kelas mencontohkan yang baik kepada adik kelasnya.”15 Dalam pernyataannya, salah satu responden yang masih merupakan anggota ini merasa bahwa pengurus sudah berbuat dzolim kepada anggota, walaupun sebenarnya dia sedang menjalani tanggung jawabnya untuk menggerakkan disiplin, tetapi katakata yang dia keluarkan tidak layak bagi seorang santri. Dan juga MF sering menemukan kakak kelas yang makan dan minum berdiri tanpa ada yang berani untuk menegurnya, hal ini menurut MF tidak selayaknya untuk dilakukan oleh seorang kakak kelas yang sudah besar dah lebih mengerti tentang disiplin. C. Interpretasi Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam Pada penelitian ini diperoleh fakta bahwa efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri bervariasi diantara para santri, faktor kelas pun turut serta dalam mempengaruhi efektifitas hukuman, faktanya adalah santri yang sudah kelas 6 justru lebih banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran berat seperti berkelahi, kabur dan merokok. Untuk lebih jelasnya fakta ini terlihat dari tabel Daftar Rekapitulasi 14
Wawancara dengan Fitri al-Maghfirah, santriwati kelas 4 B, wawancara dilakukan di saung sekitar lingkungan Pondok Pesantren pada tanggal 21 November, jam 16.00 WIB. 15 Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
64
Pelanggaran Santri Putra tahun ajaran 2010-2011 yang ditunjukkan dalam lampiran. Faktor kelas memang berperan besar dalam pelanggaran santri, karena seorang pengurus mempunyai waktu luang yang lebih banyak dibandingkan dengan anggota yang berpotensi untuk melanggar suatu disiplin. Hal ini pun senada dengan penuturan dari salah satu responden yang merupakan pengurus yang mengatakan bahwa disiplin bagi seorang pengurus ataupun kelas tinggi pada umumnya kembali kepada dirinya masing-masing lagi, karena banyaknya potensi untuk melakukan pelanggaran jadi mereka harus mempunyai dhomir (hati kecil) yang baik untuk bisa menaati disiplin walaupun tidak ada bagian ri’ayah yang melihat. a. Efektifitas Disiplin Waktu Dari pernyataan hasil wawancara mendalam kepada semua responden yang berhubungan dengan disiplin waktu, semua responden mengatakan bahwa mereka semua pernah terlambat berangkat ke kelas, hal yang menyebabkannya pun berbeda dari semua responden, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan keterlambatan mereka adalah karena padatnya kegiatan pada pagi hari setelah shalat subuh, para pengurus yang sibuk mengawasi disiplin anggota dan anggota yang diwajibkan untuk selalu tepat waktu dalam segala hal khususnya untuk berangkat ke kelas, hukuman yang diberikan dikelas oleh guru yang bersangkutan cukup efektif dalam membuat santri jera untuk tidak melakukan kesalahan yang sama, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh salah satu responden yang merupakan salah satu pengurus yang mengatakan bahwa hukuman berupa jeweran cukup memebuatnya jera untuk tidak akan terlambat lagi masuk kelas. Berkaitan dengan disiplin waktu mandi, terlihat bahwa yang menjadi permasalahan bagi santri adalah santri putra yang diharuskan untuk mandi di luar kamar, berbeda dengan santri putri yang mempunyai kamar mandi di dalam kamarnya. Hal ini menyebabkan banyaknya pelanggaran yang terjadi ketika mandi, salah satunya adalah santri yang mandi lebih dari seorang dalam satu kamar mandi, sebenarnya hal itu merupakan pelanggaran disiplin tetapi tetap saja masih banyak santri yang melakukannya, bahkan mandi bersama sudah menjadi sebuah kebiasaan
65
bagi sebagian santri. Dalam kaitannya dengan waktu makan santri, semua responden mengatakan sering tidak sempat makan pagi karena padatnya kegiatan pada pagi hari, kecuali salah satu responden yang mengatakan bahwasanya dia selalu tepat waktu ketika akan mengambil jatah makan pada pagi hari karena dia tidak mempunyai uang jajan yang lebih untuk membeli makanan ke kantin seperti kebanyakan santri lainnya. Faktor lauk-pauk yang disediakan di dapur pun mempengaruhi keinginan santri untuk makan di pagi hari bahkan santri lebih memilih untuk tidak makan karena lauknya yang kurang enak menurut dia. Hari sabtu yang merupakan hari upacara pun menjadi kendala bagi sebagian santri untuk bisa mengambil jatah makan pada waktunya, penyebabnya adalah dipercepatnya waktu masuk kelas santri 15 menit lebih awal dari sebelumnya. Hal yang berkaitan dengan waktu shalat berjamaah kebanyakan responden tidak ada masalah dengan itu, hal ini menunjukkan bahwa disiplin shalat berjamaah santri sudah relatif bagus, dan menurut salah satu responden bahwa biasanya semua santri tepat datang ke masjid pada waktunya untuk melaksanakan shalat berjamaah walaupun kadang masih banyak yang masbuq, dan yang mendapatkan hukuman adalah santri yang telat untuk datang ke masjid, bukan yang masbuq, penyebabnya adalah karena wudhunya yang mengantri, untuk itulah pengurus bagian ibadah selalu mengawasi saat santri sedang berwudhu, dan akan menghitung santri yang sedang wudhu jika shalat akan segera dimulai. Hukuman yang diberikan kepada santri yang masih berwudhu setelah diberi hitungan oleh pengurus adalah di pukul tangannya, dan hukuman tersebut efektif dalam mendisiplinkan santri untuk bersegera dalam berwudhu. Semua responden yang merupakan santri mengaku mengikuti salah satu ekstrakurikurer di pondok dan ternyata ada ekskul yang kadang membuat santri menjadi melanggar salah satu disiplin yang lain, untuk shalat maghrib berjamaah misalnya, keterlambatan yang disebabkan oleh ekskul untuk shalat maghrib berjamaah karena biasanya waktu latian ekskul adalah setelah shalat ashar sampai jaros makan sore, dan terkadang santri melebihi waktu yang sudah ditentukan untuk ekskul. Hal tersebut tersebut memakan waktu yang lama lebih daripada waktu yang
66
sudah ditentukan. Akibatnya santri telat untuk mandi dan makan sore, terlebih lagi untuk berangkat shalat maghrib berjamaah. Lebih lanjut lagi salah satu responden yang merupakan ketua 1 bagian ri’ayah putra yaitu H. Soleh Umar Harahap, S.Ag. mengatakan bahwasanya faktor yang paling berpengaruh dalam mendisiplinkan waktu santri adalah yang berwenang dalam menegakkan disiplin tersebut, dalam hal ini yaitu pengurus yang bersangkutan, beliau mengatakan “...faktor yang paling berpengaruh adalah yang berwenang dalam menegakkan disiplin tersebut, penegak disiplin mempunyai tanggung jawab besar terhadap bagian yang dia pegang, dan juga mempunyai wewenang terhadap punishment apa yang diberikan kepada santri yang melanggar dan reward apa yang akan diberikan kepada santri yang taat disiplin.”16 Hal ini juga terlihat dari kebijakan dewan guru yang mempercayakan pengurus yang terkait untuk merumuskan sendiri hukuman apa yang akan mereka berikan kepada santri yang melanggar disiplin, dan mengkonsultasikannya dahulu kepada bagian pusat sebelum akhirnya diterapkan. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pengurus yang memberikan hukuman non-prosuderal kepada pelanggar disiplin. b. Efektifitas Disiplin Belajar Berkaitan dengan disiplin belajar semua responden mengatakan bahwasanya mereka pernah mengantuk di kelas saat pembelajaran sedang berlangsung, penyebabnya adalah karena padatnya kegiatan di pondok mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Terlebih lagi karena metode pembelajaran yang dipakai oleh guru yang mengajar yang kurang bervariatif yang hanya memakai metode ceramah kadang membuat siswa jenuh dan mengantuk di kelas. Dan mereka semua mengaku pernah membawa makanan ke dalam kelas, gunanya adalah agar ketika mereka mengantuk mereka bisa menghilangkan kantuknya dengan makan, tetapi justru mereka akan dihukum apabila ketahuan makan saat belajar, sampai-sampai salah satu 16
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
67
responden mengatakan bahwa dia pernah di hukum membawa permen untuk se-kelas karena ketahuan makan permen saat pembelajaran, tetapi hukuman itu tidak membuatnya jera dan dia masih saja membawa permen setelah itu. Saat senggang ketika pergantian pelajaran pun para responden mengatakan bahwasanya mereka mengisinya yaitu dengan bercanda dengan teman, mengobrol untuk sekedar menghilangkan kantuk, cuci muka ke kamar mandi bahkan ada yang malah justru tidur sebentar untuk menghilangkan kantuknya. Dalam hal belajar berbahasa wajib yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris semua responden mengatakan pernah masuk pesidangan bahasa karena melanggar, dan semua mengatakan bahwasanya hukuman yang diberikan dalam persidangan cukup efektif dalam membuat mereka berdisiplin bahasa. Di Pondok Pesantren Daar elQolam bahasa Arab dan bahasa Inggris merupakan salah satu keunggulan dari Pondok ini, bahkan sampai saat ini kemampuan berbahasa santri Daar el-Qolam bisa diacungkan jempol karena sering memenangkan lomba-lomba yang berhubungan dengan bahasa, seperti lomba pidato bahasa Arab misalnya, debating dengan bahasa Inggris, dsb. Bahasa Arab dan bahasa Inggris merupakan mahkota Pondok yang harus dijaga oleh setiap individu dari santri Daar el-Qolam. Salah satu responden mengatakan bahwa setelah dia menjadi pengurus bagian bahasa dia sudah tidak lagi masuk bagian bahasa pusat (CLI), hal ini sebenarnya menjadikan suatu perasaan iri dari teman-temannya yang lain selain pengurus bagian bahasa yang terkesan diistimewakan oleh CLI, tetapi pengurus bagian bahasa pun akan tetap masuk persidangan bagian bahasa pusat apabila berbahasa dengan batavia, sebagaimana kasus yang pernah terjadi, yaitu salah satu pengurus bagian bahasa tepatnya ketua bagian bahasa yang masuk persidangan bagian bahasa pusat (CLI) karena di laporkan oleh salah satu santri yang melihatnya berbicara batavia (gue, loe), ini merupakan bentuk perlawanan santri terhadap pengurus yang menggerakkan disiplin tapi justru mereka sendiri tidak menjalankannya. Semua responden yang merupakan santri mengatakan bahwa jam wajib belajar pada malam hari yaitu setelah shalat isya sampai jam 10 malam, responden yang
68
merupakan salah satu pengurus bagian keamanan mengatakan bahwasanya dia mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi disiplin belajar santri bekerjasama dengan bagian pengajaran, yaitu mendisiplin waktu tidur santri pada jam 10 malam setelah belajar wajib malam hari. Semua responden mengaku selalu mengikuti muwajahah pada malam hari, muwajahah adalah belajar malam yang di adakan oleh wali kelas untuk menunjang pembejalaran santri dalam kelas yang membahas tentang pelajaran-pelajaran yang dianggap sulit oleh santri. Sebagian dari responden menerangkan bahwa mereka mengikuti muwajahah karena karena sebentar lagi akan menghadapi ujian yang memerlukan banyak persiapan pembelajaran, maka mereka harus giat belajar, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwasanya mereka mengikuti muwajahah karena takut dihukum, karena akan ada sanksi bagi siapa saja yang tidak mengikuti muwajahah, hal ini menunjukkan bahwa hukuman yang diberikan bagi siapa yang tidak mengikuti muwajahah pada malam hari cukup efektif dalam mendisiplinkan santri untuk belajar. Walaupun pada awalnya santri merasa terpaksa
untuk
melakukannya.
Kebijakan
ri’ayah
pun
ikut
andil
dalam
mendisiplinkan belajar santri, karena akan ada hukuman yang tegas bagi santri yang tidak mau belajar pada malam hari, lebih jelasnya H. Soleh Umar Harahap, S.Ag. menuturkan “...dan memberikan teguran yang tegas kepada mereka yang mangkir belajar, kita ingin menciptakan suasana di kota santri yang giat belajar,....”17 Bahkan lebih lanjut lagi beliau menerangkan bahwa walaupun dia adalah kelas 6 yang merupakan pengurus bagian, tetap akan diberi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, untuk dijadikan pelajaran bagi santri lain, khususnya kepada pengurus bagian yang lain untuk tidak menganggap remeh disiplin walaupun sudah menjadi pengurus.
17
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
69
c. Efektifitas Disiplin Bertingkah Laku Sebagaimana telah diterangkan di atas dalam penyajian data, dalam interpretasi datanya pun penulis membagi disiplin bertingkah laku menjadi dua bagian bahasan, yaitu hubungan dengan orang lain yang merupakan indikator dasar dari disiplin bertingkah laku, dan pengendalian diri yang merupakan temuan baru dari hasil pengolahan data. Interpretasi datanya adalah sebagai berikut: 1) Hubungan dengan orang lain Berdasarkan dari hasil wawancara mendalam dengan para responden yang merupakan santri diketahui bahwasanya semuanya bergaul baik dengan teman seangkatan mereka, banyak dari teman-teman yang mempunyai tabi’at yang kurang baik dengan terus-terusan melanggar berbagai macam disiplin walaupun hukuman sudah mereka dapatkan. Tetapi ada pula hubungan positif yang terjalin diantara teman, seperti yang dipaparkan responden yang menyatakan bahwa mereka sering mengadakan belajar kelompok bersama dengan teman-teman seangkatan. Mereka pun berhubungan baik dengan pengurus, hal ini ditunjukkan dari kedekatan mereka dengan salah satu pengurus bagian. MF mengatakan bahwa dia dekat dengan pengurus bagian ibadah, sedangkan FA mengatakan dia dekat dengan pengurus bagian bahasa. Kedekatan mereka membawa kepada hal yang positif yang ditunjukkan dengan kebersamaan mereka dalam belajar dan berangkat shalat berjamaah. Lain halnya dengan MF dan FA, CP dan HQ yang merupakan pengurus bagian mengatakan bahwasanya banyak adik kelas yang dekat dengan mereka tetapi banyak juga yang membenci, khususnya CP, sebagaimana yang telah diterangkan oleh CP bahwasanya bagian keamanan merupakan bagian yang banyak dibenci oleh para anggota, ini disebabkan tanggung jawab seorang pengurus bagian keamanan yang mengharuskan bersikap tegas dan adil dalam menghukum santri. Terkait hubungan santri dengan guru, santri terlihat kurang bisa bergaul dengan guru-guru di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, ini terlihat pernyataan santri yang mengaku hanya mengenal guru-guru yang pernah mengajar mereka saja. Mereka hanya dekat dengan wali kelas mereka masing-masing, hal ini merupakan suatu
70
kekurangan dalam berdisiplin tingkah laku, karena sudah seharusnya seorang murid untuk mengenal gurunya walaupun guru yang belum pernah mengajar sama sekali. Pancajiwa pondok dan motto pondok menjadi sorotan penulis dalam kaitannya dengan disiplin bertingkah laku, ukhuwah islamiyah khususnya, semua santri diharapkan bisa mengaplikasikan jiwa ukhuwah islamiyah dalam kehidupan sehariharinya, yaitu jiwa persaudaraan atas nama Islam yang mengedepankan nilai-nilai moral yang baik, saling tolong menolong dalam kebaikan, mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar. Dalam hal ini H. Soleh Umar Harahap, S.Ag selaku ketua 1 bagian pangasuhan putra menyatakan sebagai berikut “... yang paling penting adalah ukhuwah islamiyah yaitu mengajarkan santri untuk selalu menjaga hubungan baiknya dengan sesama teman, dengan kakak kelas dan juga dengan guru-gurunya pada khususnya... yaitu didalam lingkungan pondok, dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat di tempat mereka tinggal.”18 Ukhuwah islamiyah adalah salah satu Pancajiwa Pondok Pesantren Daar elQolam. Pancajiwa adalah lima prinsip dasar yang harus tertanam dalam jiwa siapapun yang menjadi penghuni pondok, entah itu kiyai, guru ataupun santri. Maksud dari ukhuwah islamiyah adalah menjalin hubungan sesama manusia yang berasaskan kepada prinsip dari ajaran Islam yang damai dan toleran. Ukhuwah dalam Islam adalah nilai persaudaran dengan semangat tolong menolong yang tidak melihat batasbatas tertentu, seperti golongan, etnik bahkan agama atau keyakinan orang lain. Islam menyuruh umatnya untuk menghormati siapapun, bekerjasama dan bergaul tanpa memandang status sosial bahkan keyakinannya. Sudah sewajarnya ukhuwah islamiyah menjadi sorotan bagi beliau, karena hubungan seseorang dengan orang lain bisa mempengaruhi akhlak orang tersebut, oleh karena itu seorang santri harus memilih dalam bergaul.
18
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
71
2) Pengendalian diri Dari elemen baru yang ditemukan oleh penulis hasil pengolahan data wawancara dan observasi adalah pengendalian diri, elemen ini merupakan bagian dari elemen disiplin bertingkah laku, ini ditambahkan karena pada kenyataannya banyak dari pernyataan santri dan tingkah lakunya yang berhubungan dengan elemen ini. Interpretasi hasil datanya adalah sebgaai berikut: Para responden yang merupakan anggota mengatakan bahwa mereka sering melihat kakak kelas yang tidak bisa mengendalikan dirinya dengan baik, seperti makan dan minum berdiri, kemudian ditambahkan juga bahwa kadang ada kakak kelas yang berbicara dengan teriak-teriak, yang seharusnya tidak layak untuk dilakukan oleh kakak kelas yang seharusnya mencontohkan yang baik kepada adik kelasnya. Bahkan terkadang ada pengurus yang memarahi santri dengan kata-kata kotor yang tidak seharusnya keluar dari mulut seorang santri, apalagi hal tersebut bertentangan dengan teori pendidikan. Dan pada faktanya, hukuman yang diberikan oleh pengurus yang nakal yang memberikan hukuman non-prosuderal pun menjadi salah satu kasus yang ditemui penulis saat wawancara dan telaah dokumen, salah satu santri kelas 6 yang merupakan pengurus bagian dibotak karena ketahuan memberikan hukuman di luar dari kebijakan Pondok Pesantren. Hal ini tidak seharusnya dilakukan, karena akan menimbulkan perasaan benci anggota kepada pengurus, walaupun memang terbukti hukuman seperti itu akan sangat efektif dalam membuat santri jera. Salah satu responden yang merupakan bagian keamanan pun menuturkan bahwa banyak kesulitan yang dia hadapi selaku bagian keamanan, diantaranya adalah santri yang tetap saja melanggar walaupun setelah diberi hukuman, tetapi biasanya hanya sekedar pelanggaran kecil seperti makan ataupun minum dengan berdiri dan tidur tidak pada waktunya. Dan santri akan jera untuk tidak melakukan pelanggaran berat lagi apabila telah dihukum, seperti yang dikatakannya bahwa dia pernah menjundi santri yang ketahuan onani, dan membotak santri yang ketahuan merokok. Hal ini terbukti tidak hanya efektif dalam mendisiplinkan si pelanggar disiplin, tetapi juga
72
efektif untuk teman-temannya yang melihatnya telah dihukum untuk tidak mengikuti perbuatannya. Sedangkan jika pelanggarannya sangat berat seperti berkelahi dan keluar dari pondok tanpa izin (kabur) maka santri tersebut langsung diserahkan kepada ri’ayah untuk selanjutnya diberikan hukuman berat, yaitu dikeluarkan dari Pondok Pesantren, karena pengurus bagian dari santri kelas enam tidak mempunyai hak untuk memberikan hukuman seperti itu. Dari tabel rekapitulasi pelanggaran santri menunjukkan bahwa santri yang melakukan pelanggaran berat dan mendapatkan hukuman sampai dikeluarkan dari pondok merupakan santri kelas tinggi yaitu kelas lima dan enam. Hukuman yang diberikan kepada santri yang melanggar pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang harusnya menjadi pelajaran bukan hanya bagi pelanggar disiplin tapi juga santri yang belum melanggar agar mengurungkan niatnya untuk melanggar. Hukuman yang diberikan kepada pelanggar disiplin sudah sewajarnya diterima, karena konsekuensi dari ketaatan adalah hadiah dan pelanggaran adalah hukuman, sedangkan tujuan dari hukuman itu sendiri merupakan penunjang untuk berjalannya sistem di suatu lembaga pendidikan, sebagaimana ketua 1 bagian ri’ayah putra menerangkan “Tujuannya adalah menjaga disiplin agar tetap bisa berjalan dengan baik, karena sudah sewajarnya di suatu lembaga pendidikan ada disiplin, sedangkan disiplin tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya hukuman bagi yang melanggar disiplin itu sendiri.”19 Disamping itu, hukuman yang diberikan juga harus bertahap dan klasikal. Yang berarti bahwa hukuman harus disesuaikan dengan seberapa berat tingkat pelanggaran yang dilakukan, dan berasal dari kelas berapa orang yang melakukan pelanggaran tersebut.
19
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
73
Tabel 3 Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam NO.
1.
NAMA SANTRI
Caesar Pamungkas
PELANGGARAN
HUKUMAN
PRILAKU SANTRI PASCA HUKUMAN
Berbicara dengan bahasa indonesia
Menghafal vocabularies
Jera
Terlambat masuk kelas
Di jewer
Jera
Mengantuk di kelas
Membawa makanan ke kelas
2.
Hikmah Qolbi
Tidak jera
Tidak jera
Tidur larut malam
Ditegur
Tidak jera
Terlambat shalat berjamaah
Dijewer
Jera
Terlambat masuk kelas
Dijewer
Jera
Mengantuk di kelas
Dibangunkan
Tidak jera
Membawa makanan ke kelas
Ditegur
Tidak jera
Terlambat datang ke masjid
Melanggar disiplin bahasa 3.
Di kagetkan sampai bangun Membawa permen untuk dibagikan sekelas
Mulya Fatwa
Dijewer/jalan jongkok sampai tempat wudhu Menulis vocabularies sebanyak 60 dan dihafalkan kemudian dibuat di satu kalimat
Jera
Jera
Tidur setelah shalat subuh
Ditegur
Tidak jera
Tidur di atas jam 10
Dijemur pada jam istirahat kedua
Jera
74
Mengantuk di kelas
Membawa makanan ke kelas
Terlambat shalat berjamaah Mengantuk di kelas
4.
Fitri Al-Maghfirah
Membawa makanan ke kelas
Satu kali Melanggar disiplin bahasa Sumber: Hasil wawancara (diolah)
Ditegur Berdiri di depan kelas dan membawa permen untuk semua teman satu kelas Dipukul tangannya Ditegur Membawa makanan untuk dibagikan kepada semua teman satu kelas/berdiri di depan kelas Menulis 200 vocabularies tanpa menghafalnya
Tidak jera
Tidak jera
Jera Tidak jera
Tidak jera
Jera
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukan telaah atas pemasalahan penelitian ini melalui pembahasan-pembahasan
pada
bab-bab
terdahulu,
dapat
dirumuskan
beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Disiplin di Pondok Pesantren Daar el-Qolam dirumuskan sedemikian rupa agar
santri
terbiasa
berdisiplin
dalam
kehidupan
sehari-harinya.
Berdisiplin dalam hubungannya dengan orang lain, yaitu: dalam keluarga, masyarakat dan negara. Dan terlebih lagi yaitu berdisiplin diri dalam berhubungan dengan Tuhannya. Untuk menjadi insan kamil yang mampu menyelaraskan antara hablun min Allah dan hablun min an-nas.
2. Pemberian hukuman kepada santri yang melanggar disiplin di Pondok Pesantren Daar el-Qolam mengedepankan kepada unsur edukatif tanpa kekerasan fisik, hukuman yang diberikan bertahap dan jenis hukumannya pun berbeda tergantung dari tingkat pelanggarannya dan santri yang melanggarnya. Tetapi masih ada segelintir orang yang masih memberikan
75
76
hukuman yang menyakiti fisik dan di luar dari kebijakan dalam memberikan hukuman. Adapun segelintir orang yang memberikan hukuman dengan kekerasan fisik atau hukuman yang non-prosuderal hanyalah
oknum
yang
tidak
bertanggung
jawab
yang
tidak
mengaplikasikan teori pendidikan dalam pemberian hukuman. Hukuman yang diberikan kepada pelanggar disiplin diharapkan agar santri merasa jera untuk tidak mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.
3. Balasan dari ketaatan adalah hadiah dan pujian, begitupun sebaliknya yaitu konsekuensi dari pelanggaran adalah hukuman. Hukuman yang diberikan kepada pelanggar disiplin di Pondok Pesantren Daar el -Qolam terbukti efektif dalam mendisiplinkan santri agar tidak mengulangi kesalahannya untuk yang kedua kalinya. Lebih lanjut lagi hukuman tersebut dirasakan pula efeknya pada santri yang akan melakukan pelanggaran agar mengurungkan niatnya untuk melakukan pelanggaran disiplin.
B. Saran
1. Untuk dewan guru yang termasuk ke dalam penggerak disiplin pusat dari semua bagian, agar meninjau ulang kebijakan-kebijakan yang telah diberlakukan kepada santri untuk ditingkatkan kembali. Dengan cara menjaga kebijakan-kebijakan lama yang masih terbukti efektif dalam mendisiplinkan santri dan merumuskan kebijakan-kebijakan baru yang lebih efektif dalam mendisiplinkan santri Pondok Pesantren Daar elQolam. 2. Untuk santri yang merupakan pengurus bagian (mudabbir/mudabbirah) Pondok Pesantren Daar el-Qolam, agar selalu sabar dalam mengurusi dan menggerakkan disiplin santri yang masih menjadi anggota untuk tidak memberikan hukuman di luar dari kebijakan Pondok Pesantren, karena pemberian hukuman non-prosuderal yang mengarah kepada kekerasan
77
fisik akan menimbulkan perasaan benci dan keterpaksaan dalam menjalankan disiplin. 3. Untuk semua santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam baik itu pengurus maupun anggota, agar senantiasa ikhlas dalam menjalankan disiplin yang diberlakukan
di
Pondok
Pesantren,
karena
setiap
disiplin
yang
diberlakukan oleh Pondok pasti ada manfaatnya untuk diri sendiri yang akan dirasakan nanti setelah menjadi alumni, yaitu akan bisa berdisiplin dalam kehidupan sehari-hari walaupun tidak ada yang mengawasi. Dan juga setiap santri agar memahami bahwa di setiap lembaga pendidikan pasti terdapat disiplin yang menjadi rambu-rambu dalam menciptakan suatu sistem pendidikan yang tertata rapi. 4. Penulis berharap, sekecil dan sesederhana apapun kajian ini dapat bermanfaat bagi para pemerhati dan praktisi pendidikan, khususnya pendidikan Islam di negeri ini.
78
DAFTAR KEPUSTAKAAN Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, Cet. Ke-1. Amatembun, Management Kelas, Bandung, IKIP, 1981, Cet ke-1. Daien Indrakusuma, Amir, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973. Durkheim, Emile, Pendidikan Moral, Suatu Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Penerbit: Erlangga, 1990. Fananie, Zainuddin, Pedoman pendidikan Modern, Jakarta, Fananie Center, 2010, Cet. ke-1. Gordon, Thomas, Mengajar Anak Berdisiplin Diri, di rumah dan di Sekolah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996. Hmalik, Oemar, Mengajar, Azas, Metodik, Bandung, Pustaka Mardiana, 1981, Cet ke-2. Jalaluddin as-Suyuthi, Abdur Rahman ibn al-Kamal, Dâr al-Mansyûr fî at-Tafsîr al-Ma’tsûr, juz III, Beirut: Darul Fikr. Langeveld, M. J., diterjemahkan oleh I. P. Simanjuntak, Beknopte Theoritische Paedagogiek, Jakarta: Aksara baru, 1984. Langgulung, Hasan, Manusia dan pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Al Husna, 1989, Cet ke-I. M. Athiyah, Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, Cet. Ke-6. Noer Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 1999. Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1985. Purbawakaca, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1997. Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, ed. Ke-2, Cet ke-8. Rosyad, Soleh, Kiprah Kiyai Entrepreneur, Banten: LPPM La-Tansa Mashiro, 2005.
79
Shadili, Hasan, Ensiklopedia Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, t. Th. Soedijarto, Pendidikan Sebagai Sarana Reformasi Mental Dalam Upaya Pembangunan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka 1999. Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Aksara Baru, 1984. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta, Aksara Baru, 1982, Cet ke-1. Thaha, Nasharuddin, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya, Jakarta: Mutiara, 1997. The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi, 1985, Cet ke-5. Tim Depag, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1992, ed. Revisi. Yuwono, G. B, Pedoman Umum Ejaan Indonesia, yang telah disempurnakan. Surabaya: Indah, 1987, cet, ke-1. Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, Cet ke-1. Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, Cet ke-1. Zuhaili, Dr. Wahbah, Tafsir al-Munîr, juz V. Zuhri, H. Moh., dkk. Terjemahan sunan At-Tirmidzi, Semarang: CV. As Syifah, 1992, Cet ke-1, jilid 1.
MOTTO
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). Kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna.” (Q.S. Al-Najm/53: 39-41)
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S. Alam Nasyrah/94: 7-8)
”Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya”. (Al-Hadits)
”Kemajuan yang kau dapatkan tidaklah terukur dengan keberhasilanmu memperbaiki segala apa yang telah terjadi, melainkan bagaimana kau merengkuh segala apa yang akan terjadi di masa depan........” (Kahlil Gibran)
PERSEMBAHAN Dengan tidak mengurangi rasa syukurku kepada Allah SWT, Tuhan sumber segala ”muara” esensi. Kupersembahkan totalitas usaha, karya, dan buah pikiran, Skripsi ini untuk:
Almarhum ayahanda tercinta, wahai ayah.. kenangan indah bersamamu membuatku semangat untuk menghadapi kerasnya hidup, akan kuteruskan perjuanganmu menjadi bapak untuk adik-adikku.
Ibuku tercinta, yang banyak menitikkan air mata dan memeras keringat untuk keluarga, yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, pengertian dan do’a yang tak terputus-putus untuk keberhasilanku.
Kakakku tersayang, yang selama ini menjadi bapak bagi adik-adiknya untuk meneruskan perjuangan yang dititipkan ayah, dan selalu mengorbankan kepentingannya untuk keluarga, aku bangga punya kakak sepertimu.
Adik-adikku tersayang, yang selalu mengalah dan “dikorbankan” untuk mendahulukan cita-cita ayah yang dititipkan kepadaku.
Ivana Megawati, yang selalu menemani dan membantu dalam penyusunan skripsi ini dengan tawa dan air mata, I love you so much...