POLA ASUH KYAI DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri)
Aqil Kiki Ardiansyah, Saifullah, Salma Sunaiyah
ABTSRAK
Kedisiplinan hakikatnya adalah sekumpulan tingkah laku individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan pendidikan disiplin adalah agar setiap individu memiliki disiplin jangka panjang. Disiplin jangka panjang itu dalam artian disiplin yang tidak hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan atau otoritas, tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri sebagai salah satu ciri kedewasaan individu. Masing-masing orang tua memiliki perlakuan yang berbeda-beda dalam mengasuh dan membimbing, begitu juga dengan lembaga pondok pesantren. Dari paparan tersebut fokus penelitian ini adalah : 1)Bagaimana Pola Asuh Kyai Dalam Mendidik Santri di Pondok Pesantren Mambaul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri? 2)Bagaimana Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Mambaul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri? 3)Bagaimana Pola Asuh Kyai Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Mambaul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif, metode pengumpulan data melalui: observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan untuk pengecekan keabsahan data menggunakan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan dan trianggulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Pola asuh yang diterapkan di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri yaitu : Pola Asuh Authoritative (Demokratis). (2) Kedisiplinan santri di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri yaitu : Santri menjadi penurut, taat pada aturan, tepat waktu, tertib dan berkurangnya pelanggaran yang dilakukan santri. (3) Pola Asuh Kyai Dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri yaitu dengan teladan atau contoh, pembiasaan, penyadaran, dan pengawasan. Kata Kunci: Pola Asuh dan Kedisiplinan
A. Pendahuluan Penelitian ini dilakukan di lembaga Pon. Pes. Mambaul Hisan kecamatan pesantren kota kediri yang diasuh oleh Kyai H. Khusnul Wafaq Kholid Faisol. Pon. Pes. Mambaul Hisan merupakan salah satu lembaga pendidikan islam yang berasaskan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang didalamnya menyelenggarakan progam-progam pendidikan non formal meliputi pengajian, majlis ta’lim, dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Suatu perkumpulan atau lembaga masyarakat seperti Pondok pesantren sekaligus Panti asuhan termasuk kelompok sosial dalam jumlah besar karena didalamnya terdapat masyarakat pesantren, yaitu pengurus, pengasuh dan santri-santri yang tinggal di pesantren tersebut. Semua itu disebut anggota kelompok yang pastinya terjadi interaksi antara satu dengan yang lainnya dan saling ketergantungan. Interaksi merupakan hubungan antara dua atau lebih individu manusia dan perilaku individu yang saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki perilaku individu lain atau sebaliknya. Setiap individu pasti hidup ditengah-tengah kelompok baik kelompok besar maupun kecil. Kelompok merupakan agregat sosial dimana anggota-anggota yang saling tergantung, dan setidak-tidaknya memiliki potensi untuk melakukan interaksi satu sama lain.1 Orang tua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan kedisiplinan, sehingga nilai-nilai disiplin dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak atau santri. Sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi sangat pesat. Globalisasi memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari globalisasi yaitu teknologi semakin maju dengan adanya barang-barang elektronik yang semakin canggih seperti vidio game, televisi dan hanphone. Sedangkan dampak negatif di era globalisasi yaitu dengan adanya barang-barang elektronik yang semakin maju seperti vidio game, hanphone, dan televisi. Kalau tidak disadari dengan disiplin
1
David O.Searsdkk, PsikologiSosial, (Jakarta: PenerbitErlangga, 1985), 107.
maka anak atau santri akan menjadi malas misalnya sudah waktunya untuk belajar, karena terlalu asyik nonton televisi menyebabkan santri menjadi malas untuk belajar sesuai waktunya. Disinilah peran dan tanggung jawab orang tua atau pengasuh sangat dibutuhkan dalam memberikan pendidikan disiplin dalam diri anak atau santri. Disiplin sangat penting artinya bagi perkembangan anak atau santri, dengan mengenal aturan-aturan perbuatan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Apabila aturan-aturan telah tertanam, santri akan berusaha menghindari perbuatan-perbuatan yang terlarang dan cenderung melakukan perbuatan yang di anjurkan. Tujuan pendidikan disiplin adalah agar setiap individu memiliki disiplin jangka panjang. Disiplin jangka panjang itu dalam artian disiplin yang tidak hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan atau otoritas, tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri sebagai salah satu ciri kedewasaan individu. Masing-masing orang tua memiliki perlakuan yang berbeda-beda dalam mengasuh dan membimbing, begitu juga dengan lembaga pondok pesantren. Dalam membentuk disiplin pada anak atau santri dapat dipengaruhi juga oleh bentuk pola asuh yang diterapkan pada orang tua dalam mengasuh dan membina, Menurut Dr. Baumrind, dalam teorinya terdapat 3 macam pola asuh orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak atau santri, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan dan juga memberikan kebebasan untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak atau santri bersifat hangat. Pola asuh Otoriter adalah Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Pola asuh permisif adalah Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur / memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali disukai oleh anak atau santri.
Berdasarkan landasan penelitian inilah, bahwa mengingat kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan pada santri melalui pola asuh yang baik dan benar, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini lebih jauh tentang “Pola Asuh Kyai Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Mambaul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri)”.
B. Seputar Pola Asuh dan Pondok Pesantren 1. Pengertian Pola Asuh Pembahasan tentang pola asuh sebenarnya sudah banyak dilakukan, baik dalam perspektif Islam maupun psikologi. Hasil yang dicapai sering terjadi pada kajian nyata dampak macam-macam pola asuh, tapi kurang mencapai pada bagaimana menciptakan generasi yang berkualitas dari teori pola asuh yang dilakukan.2 Sebelum membahas terlalu jauh tentang pola asuh, ada baiknya terlebih dahulu penulis uraikan tentang pengertian dari pola asuh itu sendiri. Pola asuh terdiri dari dua suku kata, yaitu pola dan asuh. Menurut kamus besar bahasa indonesia, pola memiliki pengertian gambaran yang dipakai untuk contoh atau sistem cara kerja.3 Sedangkan asuh, memiliki pengertian menjaga (merawat dan mendidik), serta membimbing (membantu, melatih).4 Dari kedua pengertian diatas, pola asuh dapat dipahami sebagai suatu gambaran yang dipakai contoh atau sistem cara kerja untuk menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu serta melatih seseorang. Pada dasarnya pola asuh pada seorang anak berasal dari mana saja, misalnya dari orang tua, guru, saudara, masyarakat, lingkungan sekitar, bahkan juga ada yang dari pembantu atau yang biasa disebut baby sister. Orang tua adalah individu yang memegang peranan penting sebagai ayah atau ibu bagi anak-anaknya.
Mereka
merupakan
individu
yang sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan kepribadian anak, karena hubungan antara orang tua dan anak lebih bersifat pengasuhan secara langsung.
2
Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting (Jogjakarta : Diva Press, 2009), 41. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 54. 4 ibid., 652. 3
Orang tua mempunyai tugas bertanggung jawab untuk membimbing dan mengarahkan anaknya agar kelak ketika dewasa mampu berhubungan dengan orang lain secar benar, cara orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anak biasanya di sebut dengan pola asuh orang tua.5 Akan tetapi, kenyataan yang terjadi banyak di lingkungan kita tidak semua orang tua mampu dan mempunyai waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak dengan tangan mereka sendiri. Sebagian orang tua, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pilihan lain kecuali harus tetap bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup, menjadi orang tua tunggal, dan mempunyai anak kecil lagi. Selain itu, wanita modern juga dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan untuk diakui oleh lingkungan sosialnya dan kebutuhan untuk berprestasi. Pada akhirnya keberadaan tempat penitipan anak dan jasa pengasuh tentu akan sangat teresa manfaatnya.6 Menyerahkan tugas pengasuhan anak kepada pihak lain tentu akan menimbulkan dampak positif dan negatif baik kepada anak maupun kita sebagai orang tuanya. Menurut Wahyuning, pola asuh adalah merupakan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak.7 Mussen mengatakan bahwa pola asuh itu sebagai cara yang dilakukan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak
mencapai tujuan yang
diinginkan. Tujuan tersebut antara lain: pengetahuan, nilai, moral dan standar prilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti.8 Selain itu, menurut Baumrind yang dikutip oleh Muallifah menyatakan bahwa “pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan menuju pada proses pendewasaan. Sedangkan menurut Theresia Indira Shanty, yang dikutip oleh Muallifah juga menyatakan,
5
Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 2 “Peran Pengasuh Pengganti Ibu Bekerja Bagi Anak Usia 0-4 Tahun” http://niarist.blogspot.com/2010/08/peranpengasuh-pengganti-ibu-bekerja. Di akses tanggal 20 April 2015 7 Wahyuning, Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak (Jakarta: Alek Media Komputindo, 2003), 126. 8 Mussen, Perkembangan dan Kepribadian Anak (Jakarta: Arcon, 1994), 395. 6
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau prilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak. Termasuk cara menerapkan aturan, mengajarkan nilai/normal, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap dan prilaku yang baik, sehingga dijadikan contoh atau panutan bagi anaknya.
Dari berbagai pendapat diatas, maka yang dimaksud pola asuh orang tua adalah sikap atau prilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak, untuk mendorang anak mencapai tujuan yang diinginkan dengan cara membimbing dan mengarahkan agar kelak ketika dia dewasa nanti dapat bersosialisasi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. 2. Macam-macam Pola Asuh Menurut Baumrind, terdapat 3 macam pola asuh orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif. 1) Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiranpemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Misalnya ketika orang tua menetapkan untuk menutup pintu kamar mandi ketika sedang mandi dengan diberi penjelasan, mengetuk pintu ketika masuk kamar orang tua, memberikan penjelasan perbedaan laki-laki dan perempuan, berdiskusi tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak misalnya tidak boleh keluar dari kamar mandi dengan telanjang, sehingga orang tua yang demokratis akan berkompromi dengan anak.9 2) Otoriter Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman misalnya, kalau tidak mau makan, 9
http://maunur1201110010.wordpres.com/artikel, Pola Asuh Menurut Para Ahli, di akses tanggal 21 April 2014.
maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Misalnya anaknya harus menutup pintu kamar mandi ketika mandi tanpa penjelasan, anak laki-laki tidak boleh bermain dengan anak perempuan, melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak dilarang bertanya tentang lawan jenisnya. Dalam hal ini tidak mengenal kompromi. Anak suka atau tidak suka, mau atau tidak mau harus memenuhi target yang ditetapkan orang tua. Anak adalah obyek yang harus dibentuk orang tua yang merasa lebih tahu mana yang terbaik untuk anak-anaknya. 3) Permisif Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang
cukup
darinya.
Mereka
cenderung
tidak
menegur
/
memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali disukai oleh anak. Misalnya anak yang masuk kamar orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi dibiarkan begitu saja tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar yang tidak layak untuk anak kecil, degan pertimbangan anak masih kecil. Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini hanya tidak ingin konflik dengan anaknya.10
2.
Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Setiap manusia dalam melakukan sebuah tindakan tidak terlepas dari sebuah alasan. Begitu juga dengan orang tua dalam menerapkan pola asuh atau suatu perlakuan tertentu terhadap anak-anaknya. Menurut Mussen bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh dalam keluarga, yaitu sebagai berikut :
a. Lingkungan Tempat Tinggal
10
http://psikologi.or.id/Psikologi-Umum-Pengantar/Membentuk Anak Disiplin dengan Pola Asuh yang Domokratis,
di akses tanggal 21 April 2014.
Lingkungan tempat tinggal keluarga akan mempengaruhi cara orang tua dalam menerapkan pola asuh. Hal ini bisa kita lihat, apabila suatu keluarga tinggal di kota besar, maka orang tua akan banyak mengontrol anak karena merasa khawatir, misal: melarang anak untuk pergi kemana-mana sendirian. Hal ini sangat jauh berbeda dengan kondisi keluarga di pedesaan, kemungkinan orang tua tidak begitu khawatir anaknya pergi kemana-mana sendirian.11 b. Status Sosial Ekonomi Adanya perbedaan kelas sosial dalam keluarga menimbulkan adanya perbedaan dalam menanggapi tentang cara mengasuh anak yang tepat dan di terima. Gunarsa mengatakan bahwa “dalam mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut: Pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut oleh orang tua, tipe kepribadian orang tua, kehidupan perkawinan orang tua dan alasan orang tua mempunyai anak.12 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu karakteristik orang tua yang berupa : a) Kepribadiaan orang tua. Setiap orang tua berbeda dalam tingkat energi, kesabaran, intelegensi, sikap dan kematangan. Karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan orang tua untuk memenuhi tuntutan peran sebagai orang tua dan bagaimana tingkat sensifitas orang tua terhadap anak-anaknya. b) Keyakinan.
Keyakinan
yang dimiliki
orang tua mengenai
pengasuhan akan
mempengaruhi nilai dari pola asuh dan akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam pengasuhan anaknya. c) Persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua. Bila orang tua merasa bahwa orang tua mereka dahulu berhasil menerapkan pola asuhnya pada anak dengan baik, maka mereka akan menggunakan tehnik serupa dalam mengasuh anak bila mereka merasa pola asuh yang di gunakan orang tua mereka tidak tepat, maka orang tua akan beralih ke teknik pola asuh yang lain.
11
Singgih Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga (Jakarta: Gunung Mulia, 1991), 152. Ibid, 153.
12
d) Pendidikan orang tua. Orang tua yang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi, dan mengikuti kursus dalam mengasuh anak lebih menggunakan teknik pengasuhan authoritative dibandingkan dengan orang tua yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam mengasuh anak. e) Jenis kelamin. Ibu pada umumnya lebih mengerti anak dan mereka cenderung kurang otoriter bila dibandingkan dengan bapak f) Jenis kelamin anak. Orang tua umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dari pada anak laki-laki. g) Temperamen. Pola asuh yang diterapkan orang tua akan sangat mempengaruhi tempramen seorang anak. Anak yang menarik dan dapat beradaptasi akan berbeda pengasuhannya dibandingkan dengan anak yang cerewet dan kaku. h) Kemampuan anak. Orang tua akan membedakan perlakuan yang akan di berikan untuk anak yang berbakat dengan anak yang memiliki masalah dalam perkembangannya. i) Situasi. Anak yang mengalam rasa takut dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman oleh orang tua. Tetapi sebaliknya, jika anak menentang dan berprilaku agresif kemungkinan orang tua akan mengasuh dengan pola outhoritative.13 B. Kedisiplinan: Pengertian, Tujuan, Faktor dan Langkah-langkah yang menegakkan Disiplin 1. Pengertian Disiplin Menurut Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi , Filsafat dan Pendidikan, menjelaskan “kata disiplin biasanya diartikan sebagai usaha untuk menyekat, mengawal dan menahan”.14 Akan tetapi sebenarnya lebih pada makna disiplin itu sendiri diartikan dengan melatih, mendidik, dan mengatur atau hidup teratur. Berikut ini beberapa pengertian dari disiplin antara lain: a. Disiplin menurut Djamarah yang dikutip oleh Nova Sandewita, disiplin adalah "Suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok”.15
13
“Pola Asuh” http:dewintahani.blogspot.com/2010/03/pola-asuh.html. Di akses tanggal 20 April 2015. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi , Filsafat dan Pendidikan, (Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang, 1990), 60. 15 Nova Sandewita. “Disiplin dalam Belajar”. LearningOn Line, 2014, http://vhasande.blogspot.com, 21 Oktober 2014, diakses 9 November 2014. 14
b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa disiplin adalah: 1. Tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya). 2. Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib. 3. Bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu.16 c. Menurut Ekosiswoyo dan Rachman, menjelaskan “kedisiplinan hakikatnya adalah sekumpulan tingkah laku individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan”.17 d. Menurut Ariesandi, menjelaskan arti disiplin sesungguhnya adalah “proses melatih pikiran dan karakter anak secara bertahap sehingga menjadi seseorang yang memiliki kontrol diri dan berguna bagi masyarakat”.18 Kata disiplin berasal dari bahasa Latin “discipulus‟ yang berarti “pembelajaran”. Jadi, disiplin itu sebenarnya difokuskan pada pengajaran. Menurut Ariesandi arti disiplin sesungguhnya adalah proses melatih pikiran dan karakter anak secara bertahap sehingga menjadi seseorang yang memiliki kontrol diri dan berguna bagi masyarakat. 19 The Liang Gie mendefinisikan disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati. Good‟s dalam Dictionary Of Education mengartikan disiplin sebagai berikut : a. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif. b. Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, meskipun menghadapi rintangan. c. Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah. d. Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan. Dari pengertian-pengertian tersebut jelas bahwa disiplin adalah suatu keadaan dimana sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan semestinya, serta ada suatu pelanggaran16
“Kedisiplinan”. Repository On Line, http://repository.usu.ac.id diakses 9 November 2014. Ibid., 18 Ariesandi, Rahasia Mendidik Anak Agar Sukses dan Bahagia, Tips dan Terpuji Melejitkan Potensi Optimal Anak, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 230-231. 19 Ibid. 17
pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut dilakukan
untuk
meningkatkan prestasi akademik
peserta didik
Musrofi
cara
diantaranya
yang adalah
meningkatkan kedisiplinan anak.20 2.
Tujuan Disiplin Menurut Maman Rachman mengemukakan tujuan disiplin ada 3 yaitu: a. memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang. b. mendorong siswa melakukan yang baik dan benar. c. membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan d. siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. 21
3. Langkah-Langkah Menegakkan Disiplin Menurut Joko Wahyono dalam bukunya cara ampuh merebut hati murid ada 10 langkah asertif (bertindak tegas tanpa memalukan murid) dalam menegakkan disiplin antara lain: a. Pergoki mereka ketika sedang berbuat baik b. Gunakan isyarat positif c. Gunakan kedekatan fisik d. Gunakan pertanyaan untuk membuat anak kembali terfokus e. Ulangi arahan secara personal f. Akui dan arahkan kembali g. Berikan pengingat aturan yang jelas h. Berikan pilihan yang jelas i. Gunakan konsekuensi yang telah disetujui j. Gunakan strategi “keluar”22 4. Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
20
M. Musrofi, Melesatkan Prestasi Akademik Siswa, Cara Praktis Meningkatkan Prestasi Akademik Siswa Tanpa Kekerasan dan Tanpa Harus Menambah Jam Belajar, (Yogjakarta: PT Pustaka Intan Madani, Anggota IKAPI, 2010), 3. 21 Akhmad Sudrajat. “Disiplin Siswa di Sekolah”. Pendidikan Multikulturan di Indonesia on line, 2008, https://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses tanggal 9 desember 2014. 22 Joko Wahyono, “Cara Ampuh Merebut Hati Murid”, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2012), 48-53.
Kedisiplinan bukan merupakan ssesuatu yang terjadi secara otomatis atau spontan pada diri seseorang melainkan sikap tersebut terbentuk atas dasar beberapa faktor yang mempengaruhinya Adapun faktor-faktor tersebut yakni : 1) Faktor Intern Yaitu faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, faktor-faktor tersebut meliputi : a. Faktor Pembawaan Menurut aliran nativisme Menurut aliran nativisme bahwa nasib anak itu sebagian besar berpusat pada pembawaannya sedangkan pengaruh lingkungan hidupnya sedikit saja. Baik buruknya perkembangan anak. Sepenuhnya bergantung pada pembawaannya.23 Pendapat itu menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan orang bersikap disiplin adalah pembawaan yang merupakan warisan dari keturunannya seperti yang dikatakan oleh John Brierly, “Heridity and environment interact in the production of each and every character” (keturunan dan lingkungan berpengaruh dalam menghasilkan setiap dan tiap-tiap prilaku). b. Faktor Kesadaran Kesadaran adalah hati yang telah terbuka atas pikiran yang telah terbuka tentang apa yang telah dikerjakan. Disiplin akan lebih mudah ditegakkan bilamana timbul dari kesadaran setiap insan, untuk selalu mau bertindak taat, patuh, tertib, teratur bukan karena ada tekanan atau paksaan dari luar.24 Paparan tersebut menunjukkan jika seseorang memiliki kesadaran atau pikirannya telah terbuka untuk melaksanakan disiplin maka ia pun akan melakukannya. c. Faktor Minat dan Motivasi Minat adalah suatu perangkat manfaat yang terdiri dari kombinasi, perpaduan dan campuran dari perasaan-perasaan, harapan, prasangka, cemas, takut dan kecenderungankecenderungan lain yang bisa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Sedangkan 23
Muhammad Kasiran, Ilmu Jiwa Perkembangan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 27. Soegeng Prijodarminto, Disiplin Kiat Menuju Sukses, (Jakarta:Pradnya Paramita, 1994), 23.
24
motivasi adalah suatu dorongan atau kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam berdisiplin minat dan motivasi sangat berpengaruh untuk meningkatkan keinginan yang ada dalam diri seseorang. Jika minat dan motivasi seseorang dalam berdisiplin sangat kuat maka dengan sendirinya ia akan berprilaku disiplin tanpa menunggu dorongan dari luar. 2) Faktor Ekstern Yaitu faktor yang berada diluar diri orang yang bersangkutan. Faktor ini meliputi : a) Contoh atau Teladan Teladan atau modellingadalah contoh perbuatan dan tindakan sehari-hari dari seseorang yang berpengaruh. Keteladanan merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses, karena teladan itu menyediakan isyarat-isyarat non verbalsebagai contoh yang jelas untuk ditiru. Uraian tersebut menunjukkan bahwa teladan sangat berpengaruh dalam pembentukan tingkah laku yang dicontohkan rasul. b) Nasihat Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh katakata yang didengar.Oleh karena itu teladan dirasa kurang cukup untuk mempengaruhi seseorang agar berdisiplin. Menasihati berarti memberi saran-saran percobaan untuk memecahkan suatu masalah berdasarkan keahlian ataupandangan yang objektif. Dalam Bahasa Inggris nasihat disebut advice yaitu opinion about what to do, how to behave. pendapat tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana bertingkah laku). c) Faktor Latihan Melatih berarti
memberi anak-anak pelajaran khusus
atau bimbingan untuk
mempersiapkan mereka menghadapi kejadian atau masalah-masalah yang akan datang. Latihan melakukan sesuatu dengan disiplin yang baik dapat dilakukan sejak kecil sehingga lama-kelamaan akan terbiasa melaksanakannya, jadi dalam hal ini sikap disiplin yang ada pada seseorang selain berasal dari pembawaan bisa dikembangkan melalui latihan. d) Faktor Lingkungan
Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pendidikan yaitu lingkungan, demikian juga dalam disiplin. Lingkungan sekolahan misalnya dalam kesehariannya siswa terbiasa melakukan kegiatan yang tertib dan teratur karena lingkungan yang mendukung serta memaksanya untuk berdisiplin. Kyai dan Pondok Pesantren Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya, sehubungan dengan itu, sudah sewajarnya jika pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Kyai dengan kelebihannya, terutama pengetahuannya tentang Islam, seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami kagungan tuhan dan rahasia alam, dan karenanya mereka dianggap memiliki kedudukan yang terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal mereka menunjukkan kekhususannya dengan bentuk-bentuk pakaian yang merupakan simbol kealiman yang berupa kopiah dan sorban. Peranan kyai sebagai guru tentunya sebagai tempat bertanya. Kemudian, peranannya sebagai orang tua, kyai merupakan tempat dimana santri mengadu, terutama jika santri mempunyai masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri.25 1. Pemangku Masjid dan madrasah Menurut Horikoshi terdapat empat dasar bagi para kyai didalam pengabdiannya pada masyarakat. Kyai mengabdi di masjid, di madrasah, di pesantren dan di sekolah dengan sistem sekolah. Pengabdian inilah pada gilirannya yang menentukan seseorang disebut kyai oleh masyarakat, sebab untuk menjadi kyai tidak ada kriteria formal, melainkan terpenuhinya beberapa syarat non formal. Predikat kyai besar akan diperoleh apabila terpenuhinya beberapa syarat, diantaranya: a. keturunan, biasanya kyai besar memiliki silsilah yang cukup panjang dan valid, b. Pengetahuan agama, seseorang tidak akan pernah memperoleh predikat kyai apabila tidak menguasai pengetahuan agama atau kitab-kitab Islam klasik, bahkan ke populeran kyai ditentukan oleh keahliannya menguasai cabang ilmu agama tertentu.
25
Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, (Jakarta, Rineka Cipta, 2007), 62-64.
c. jumlah muridnya, merupakan indikasi kebesaran kyai yang terlihat dari banyaknya murid yang mengaji kepadanya. d. cara mengabdinya kyai kepada masyarakat. 2. Pengajar dan Pendidik Tugas utama seorang kyai ialah mengajar dan mendidik para siswanya untuk menguasai nilai-nilai ajaran dalam agama Islam, serta mengejawantahkan dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan mengajar dan mendidik seorang kyai dapat memelihara keyakinan dan nilai-nilai kultural, bahkan tidak jarang terjadi seorang kyai menjadi personifikasi dari nilai-nilai itu sendiri. Keberadaan seorang kyai di pesantren, tidak hanya mengajar kepada santri agar menjadi pandai, melainkan lebih dari itu tanggungjawab kyai adalah mendidik siswa agar berwatak sesuai dengan misi yang diemban dalam agama Islam. Pengajaran dan pendidikan yang diberikan kyai kepada siswanya tersebut disertai Dengan harapan bahwa kelak dikemudian hari siswanya dapat menggantikan kedudukan kyai di desanya masing-masing sebagai petugas agama dalam komunitas Islam, dengan demikian maka akan menjadi proses Islamisasi melalui pengajaran dan pendidikan. 3. Ahli dan Penguasa Hukum Islam Secara tradisional, dalam hal ini kyai, dibebani tugas untuk memelihara dan menafsirkan hukum. Meskipun sebagian besar hukum-hukum Islam ditegaskan dalam Al-Qur'an dan diberi penjelasan didalam hadits. Tetapi kesukaran-kesukaran penafsiran muncul ketika praktikpraktik ritual tertentu, ibadat, tidak ditetapkan secara jelas. Peraturan yang tidak jelas ini disebut mutasyabihat. Dalam sejarah Islam ayat-ayat yang mutasyabihat ini menyebabkan terjadinya perbedaan yang serius diantara para ulama Islam, walaupun imam madzhab yang empat telah mapan. Dan sampai sekarang beberapa perdebatan khilafiah masih berlangsung ditengah-tengah ulama.
Menghadapi persoalan yang muncul sehari-hari ditengah-tengah masyarakat, kyai biasanya memecahkan persoalan dengan berkonsultasi diantara mereka, dengan merujuk pada kitab-kitab Islam klasik.26 i. Hubungan Kyai dan Pondok Pesantren Sosok kyai di pesantren dikenal sebagai penguasa tunggal. Semua santri dan anak didiknya senantiasa hormat, patuh dan taat terhadap segala kebijakan dan aturan yang diprogramkan oleh kyai. Kendatipun itu dipandang sebagai kelemahan dalam sistem manajemen Pondok Pesantren, namun harus pula diakui beberapa kelebihan yang dimiliki oleh kyai dalam mengelolah Pondok Pesantren tersebut. Dalam keseharian, tugas-tugas kyai di pesantren yang bisa dilakukan, antara lain: tugas selaku pimpinan pesantren, tugas sebagai guru/pengajar para santri, tugas selaku perencana, tugas mencari dana untuk kelangsungan pesantren, tugas sebagai muballigh/dai ditengah-tengah masyarakat, sekaligus sebagai penuntun masyarakat dalam kegiatan ibadah.27 Pengaruh kyai pesantren menengah dan besar, daya motivasi mereka dikalangan penduduk pedesaan acapkali berdasarkan kekuatan kharismatik. Seni bicara dan berpidato yang terlatih. Digabung dengan kecakapan mendalami jiwa penduduk desa, mengakibatkan kyai dapat tampil sebagai juru bicara masyarakat yang diakui. Dengan demikian ia mempunyai kemungkinan yang besar sekali untuk mempengaruhi penbentukan kehendak. Kepemimpinan kyai yang timbul sebagai pendiri pesantren yang bercita-cita tinggi dan mampu mewujudkannya. Kepemimpinan ini biasanya didasarkan pada tempaan pengalaman dan dilandasi keunggulan-keunggulan potensial dalam pribadinya sehingga dapat mengalahkan pribadi-pribadi lain sekitarnya. Kepemimpinan kyai ini diterima masyarakat sejak ratusan tahun silam, terutama oleh warga pesantren sebagai pendukung utamanya.28 C. Metode Penelitian Penelitian ini adalah kualitatif, sedangkan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari pengasuh dan santri Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan. Selain itu, teknik Pengumpulan 26
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, (Malang, Kalimasahada Press, 1993), 47-50. 27 Mahpuddin Noor, Potret Dunia Pesantren, (Bandung, Humaniora, 2006), 30. 28
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, 13-16.
data melalui observasi, wawancara, dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif dengan membuat gambaran yang sistematis.
D. Pembahasan 1.
Pola Asuh Kyai Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Santri Dalam hal ini Ustad Zainudin mengungkapkan bahwa cara-cara untuk mendisiplinkan santri yaitu dengan cara memberikan teladan, memberikan contoh terlebih dahulu dan kemudian ditirukan oleh santrinya. Berikut kutipan hasil wawancara peneliti. Untuk mereka yang baru atau mereka yang berusia kecil maka kita berikan penjelasan lalu kami berikan contoh-contohnya. Misalkan santri yang di bawah kelas 5 SD maka dia belum diberikan tugas-tugas seperti kakak-kakaknya. Ketika ia sudah duduk di bangku 6 SD dia mulai diberikan jadwal piket yang mudah-mudah dulu misalnya menyapu, maka pengasuh menjelaskan bagaimana menyapu dengan mencontohkannya, kemudian sholat berjama’ah yang dilakukan bersama-sama, dan bangun tepat pada waktunya. Jadi dengan mereka melihat adanya contoh dari para pengasuh serta ustad dan ustadzahnya mereka akan dengan mudah melakukan aktivitasnya masing-masing. Hal ini tentunya juga tidak terlepas dari ketelatenan para pengasuh untuk membimbing anak-anak asuhnya sehingga dapat hidup dengan disiplin yang baik.29 Kemudian ustad Iqfi Syifa’ul Ulinuha juga menjelaskan bagaimana permulaan dalam
memberikan teledan atau contoh dalam meningkatkan kedisiplinan kepada santrinya. Berikut penuturannya. Untuk disini cara yang dilakukan pengasuh dalam meningkatkan kedisiplinannya dengan
memberikan contoh-contoh yang bagus misalnya, bangun pagi-pagi untuk
melakukan tugas piket, membersihkan tempat tidur, menyapu halaman dan mematuhi 29
Wawancara dengan Zainudin, selaku Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015.
Ustad atu Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan
peraturan yang ada di pondok pesantren. Dengan memberikan contoh diatas maka santri-santri akan meniru apa yang dilakukan pengasuhnya, misalnya sebelum pengasuhnya datang untuk membangunkannya, santri sudah bangun terlebih dahulu dan segera merapikan tempat tidurnya, melaksanakan semua tugas yang sudah dijadwalkan, tepat waktu dalam proses pembelajaran seperti diniyah dan belajar bersama.30
Sesuai apa yang diungkapkan pengasuh bahwasannya ketika proses pembelajaran diniyah mereka menyampaikan pesan bagaimana bertutur kata yang baik dan yang lainnya. Jadi para ustad-ustadzahnya juga memberikan contoh secara langsung ketika proses pembelajaran diniyah misalnya saja dengan mengenakan pakaian yang rapi dan sopan, bertutur kata yang santun dengan sesama ustad dan juga dengan santri-santri lainnya. Para ustad juga memantau para santrinya dalam melakukan semua tugasnya dan sesuai pengamatan yang dilakukan penelitibahwa kegiatan yang dilakukan pengasuh dalam hal meningkatkan kedisiplinan santri misalnya,pada saat diniyah datang sebelum jam masuk, berpakaian rapi dan mematuhi peraturan yang ada di pondok pesantren, Ini sesuai apa yang disampaikan santri yang duduk ditingkat SMA. Dapat diketahui bahwa apa yang dilakukan pengasuh atau ustad dalam meningkatkan displin pada santrinya terlihat baik, terbukti dengan cara yang ditanamkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kedisiplinan bahwa mereka mengikuti apa yang dilakukan pangasuhnya dan yang terpenting adalah ketika pola pengasuhan yang dilakukan para pengasuh juga sangat berpengaruh dalam menentukan kedisiplinannya, jika pengasuhanya kurang maksimal atau tidak adanya pengontrol maka santri akan bertindak semaunya. Dalam kegiatan lain pengasuh mencontohkan bagaimana cara hidup yang disiplin dengan melihat kegitan-kegiatan yang dilakukan pengasuh, misalnya sholat berjama’ah, bangun pagi-pagi untuk mebersihkan halaman pondok dan tempat tidurnya dan lain sebagainya. Itu semua adalah cerminan dari kami semua untuk memberikan panutan bagi anak-anak atau santri yang ada di pondok pesantren. 31
30
Wawancara dengan Iqfi Syifa’ul Ulinuha, 12 April 2015. Observasi, di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015.
31
Dalam upaya pengasuh dalam meningkatkan kedisiplinan santrinya tidak terlepas dari faktor penghambat dan pendukung. Faktor pendukung dan penghambat pengasuh dalam meningkatkan kedisiplinan santri di antaranya : 1.
Sistem Pendidikan dan Materi-materi yang diajarkan Sistem pendidikan di pondok pesantren mamba’ul hisan dalam meningkatkan kedisiplinan santri mengacu pada pondok pesantren pada umumnya yaitu dengan adanya sistem asrama sehingga santri yang
mempunyai keluarga yang jauh dapat
terpelihara dan terjaga dengan baik dalam pengawasan pengasuh dan ustad-ustadzahnya di pondok tersebut.32 Pendidikan di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan ini juga mengalokasikan pada pendidikan diniyah untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Lembaga pendidikan madratsah diniyah ini berada dibawah naungan tanggung jawab pengasuh dan Kyai. 2.
Kegiatan-kegiatan Spritual (Keagamaan) Kegiatan-kegiatan spritual yang dilakukan di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri adalah seperti istighotsah, yasinan, tahlil, diba’iyah, dan muhadloroh. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut yang dilaksanakan secara rutin sesuai dengan jadwal yang sudah ada maka santri akan terlatih melakukan kegiatan tersebut tanpa adanya paksaan dari orang lain. Dan juga penanaman nilai-nilai ajaran Islam lebih mudah, sehingga dapat menimbulkan ketenangan dan ketentraman terhadap jiwa santri.33
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan bahwa benar apa yang diamati tentang seluruh kegiatan yang di pondok pesantren tersebut mereka melakukan semuanya tanpa adanya paksaan dan sudah menjadi aktivitas sehari-hari. Dan ketika ada santri yang melakukan kesalahan misalnya, terlambat melakukan sholat jama’ah atau kesiangan,
32
Wawancara dengan Iqfi Syifa’ul Ulinuha, 12 April 2015. Wawancara dengan Fahmi, Ustad atau Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015. 33
pengasuh atau ustadnya tidak langsung memarahinya tetapi menasehati ataupun menanyai apa yang membuat mereka terlambat atau kesiangan.34 3.
Kekompakan para ustad dan ustadzah dalam segala bidang Dalam segala bidang urusan didalam Pondok Pesantern Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri selalu berusaha untuk kompak dengan menjalin kerja sama yang baik secara kekeluargaan. Misalnya dalam mengurusi santri secara bersama-sama membagi tugas dengan baik dan tertata dengan rapi.35
Ini berdasarkan apa yang disampaikan Kiai H. Khusnul Wafaq Kholid Faisol, menuturkan bahwa suatu kepengurusan yang baik salah satunya adalah dengan adanya kerja sama yang baik oleh para ustad dan ustadzah. Untuk semua ustad dan ustadzah saya harap untuk kompak, mau bekerja sama dengan baik untuk mengurus santri-santriwati disini dengan sabar dan memberkan pengarahan yang baik, saling membantu, dan saling bertukar fikiran ketika ada suatu permasalahan bagaimana menyikapinya, agar santri atau anak tetap mendapat pengasuhan yang utuh. 36
Dari hasil observasi berkaitan dalam meningkatkan kedisiplinan santri salah satunya adalah kekompakan para ustadz dan ustadzahnya dalam membagi tugas dan bersabar dalam mengajari santrinya ini sesuai apa yang disampaikan oleh Kyainya, misalnya dalam hal sholat berjama’ah para ustad berganti peran untuk membangunkan para santri yang bangunnya agak susah dan ketika belajar bersama yang tempatnya di kelas diniyah ada soal yang tidak dimengerti oleh ustadnya maka ustadzah yang lainnya membantunya.37 4.
Pemantauan secara langsung dari Kyai Hampir seluruh kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh para santri tidak lepas dari pengawasan Kyai. Beliau selalu aktif dalam memantau santri asuhnya agar terhindar dari marabahaya yang tidak ingin sampai terjadi. Misalkan ketika diniyah Kyai ikut
34
Observasi, di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015. Wawancara dengan Zainudin, Pengasuh atau Ustad Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015. 36 Kyai H. Khusnul Wafaq Kholid Faisol, di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015. 37 Observasi, di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015. 35
serta memantau proses pembelajaran madrastah diniyah dan berkeliling melihat apakah ada santri yang tidak ikut serta dalam pembelajaran diniyah. Selain itu juga ikut serta membantu para ustad dan ustadzah membangunkan para santri yang sangat sulit untuk dibangunkan dan mengikuti sholat berjama’ah.38
Hal ini dibuktikan ketika proses pembelajaran berlangsung seperti diniyah dan belajar bersama, Ibu Nyai melihat-lihat keadaan santrinya apakah bandel pada saat diterangkan atau ramai sendiri dan ketika ada santri yang ramai sendiri di kelas tanggapan dari ustadnya menganai santri tersebut adalah dengan diberikan arahan atau nasehat bahwa hal itu tidak baik karena akan menggangu santri lainnya.39 Sedangkan faktor penghambat pengasuh dalam meningkatkan kedisiplinan santri di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri diantaranya adalah pengaruh media massa, dan pengaruh lingkungan pondok. E. Penutup Kajian ini menunjukkan bahwa: 1. Pola Asuh Kyai Dalam Mendidik Santri di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri adalah Pola Asuh Authoritative (Demokratis), yaitu yang memberi keseimbangan antara pembatasan dan otonomi/kebebasan, sedangkan disisi lain memberi kesempatan pengembangan percaya diri. Pola asuh ini memiliki ciriciri yang antara lain: Kebebasan dari pengasuh tanpa melepas kontrol, Memberikan reward/hadiah kepada santri saat mendapatkan prestasi baik, Mendukung segala kegiatan santri selama tidak menggangu belajarnya dan berdampak positif, Menanamkan santri untuk percaya diri, Mengajari santri untuk belajar mandiri, Memberikan kehangatan di dalam keluarga. 2. Pola asuh di atas melahirkan kedisiplinan sebagai berikut: Santri menjadi penurut, taat pada aturan, santri menjadi tepat waktu, santri menjadi tertib, berkurangnya pelanggaran yang dilakukan santri.
38
Wawancara dengan Zainudin, Pengasuh atau Ustad Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015. 39 Observasi, di Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan Kecamatan Pesantren Kota Kediri, 12 April 2015.
DAFTAR PUSTAKA Ariesandi, Rahasia Mendidik Anak Agar Sukses dan Bahagia, Tips dan Terpuji Melejitkan Potensi Optimal Anak, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Arifin,Imron.Kepemimpinan Kyai Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, Malang: Kalimasahada Press, 1993.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Jakarta : Rineka Cipta, 2002.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Galba, Sindu. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Jakarta:Rineka Cipta, 2007. Gunarsa, Singgih. Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga Jakarta: Gunung Mulia, 199. J. Moleong, Lexi. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 2000. K. Norman,DenzindanYvonna S. Lincoln, The Sage Handbook Of Qualitative Research Third Edition. London: Sage Publications Ltd, 2005.
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi , Filsafat dan Pendidikan, Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang, 1990.
Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting Jogjakarta : Diva Press, 2009. Mussen, Perkembangan Dan Kepribadian Anak Jakarta: Arcon, 1994. Noor, Mahpuddin. Potret Dunia Pesantren, Bandung, Humaniora, 2006. O.Sears, David dkk.PsikologiSosial.Jakarta: PenerbitErlangga, 1985. Putra, Nusa dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif pendidikan Agama Islam.Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Shochib, Moh. Pola Asuh Orang Tua Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Sugiyono. Memahami penelitian kualitatif Bandung : Alfabeta, 2005. Wahyono, Joko. “Cara Ampuh Merebut Hati Murid”, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2012.
Wahyuning, Mengkomunikasikan moral Kepada Anak, Jakarta: Alek Media Komputindo, 2003.
W. Creswell, John. Reseach Design Qualitative, Quantitative, and mixed Metods Appoaches USA : SAGE Publications, 2009.
http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/membentuk anak disiplin dengan pola asuh yang domokratis, di akses tanggal 21 April 2014.
http://maunur1201110010.wordpres.com/artikel, Pola Asuh Menurut Para Ahli, di akses tanggal 21 April 2014. “Pola Asuh” http:dewintahani.blogspot.com/2010/03/pola-asuh.html. Di akses tanggal 20 April 2015 Nova Sandewita. “Disiplin dalam Belajar”. Learningon line, 2014, http://vhasande.blogspot.com, 21 Oktober 2014, diakses 9 November 2014. “Kedisiplinan”. Repository on line, http://repository.usu.ac.id diakses 9 November 2014. Nova Sandewita. “Disiplin dalam Belajar”. Learningon line, 2014, http://vhasande.blogspot.com, 21 Oktober 2014, diakses 9 November 2014. “Kedisiplinan”. Repository on line, http://repository.usu.ac.id diakses 9 November
2014. Akhmad Sudrajat. “Disiplin Siswa di Sekolah”. Pendidikan Multikulturan di Indonesia on line, 2008, https://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses tanggal 9 desember 2014.