POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH KAMPUNG DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelas Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh Fajar Adzananda Siregar 104051001783
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH KAMPUNG DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN
Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Fajar Adzananda Siregar 104051001783
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang memiliki judul “Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten” telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 9 Juni 2008. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata 1 (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 9 Juni 2008 PANITIA SIDANG MUNAQASAH Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris merangkap Anggota,
Dra. Sukmayati NIP. 150234867
Dr. Murodi, M.A. NIP. 150254102 Anggota, Penguji I,
Penguji II,
Drs. Wahidin Saputra, M.A. NIP. 150276299
Prof. Andi Faisal Bakti, Ph.D NIP.150236319 Pembimbing,
DR. H. M. Idris A. Shomad, MA NIP. 150311326
ABSTRAK Nama : Fajar Adzananda Siregar NIM : 104051001783 Kegiatan komunikasi sangat penting bagi umat manusia. Komunikasi juga ikut berperan serta dalam terlaksananya proses belajar mengajar di sebuah lembaga pendidikan. Tanpa komunikasi maka tidak akan tercapai secara maksimal dalam mendapatkan sebuah hasil yang diinginkan. Tetapi untuk mencapai hal tersebut tidak boleh melakukan komunikasi secara
sembarang, diperlukan pola dan metode
komunikasi yang tepat sebagai penyokong kebutuhan penyampaian pesan oleh seorang kyai kepada santrinya. Maka dari itu, penulis merumuskan tentang pola komunikasi dan metode apa saja yang digunakan oleh kyai dan santri dalam pelaksanaan program kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, tangerang, Banten? Adapun teori yang diangkat berhubungan dengan pola komunikasi itu sendiri, dengan
menggunakan
pendekatan
kualitatif
melalui
pengamatan
lapangan,
wawancara, dan dokumentasi di Pondok Pesantren al-Asmaniyah secara langsung. Pondok pesantren al-Asmaniyah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar sejak tahun 2003. terdapat beberapa program pesantren yang disediakan untuk menambah pemahaman para santri terhadap ilmu agama Islam. Di antaranya adalah kajian kitab kuning, muhadasah, muhadarah, ubudiyah, baca tulis al-Qur’an (BTQ), dan seni baca al-Qur’an. Sebagai pengajar, H. Ahmad Sholihan, H. Armat Syarifuddin, H. Ahmad Ghozali, dan H. Ade Fauzy memiliki pengaruh yang besar dalam terselenggaranya kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren ini. Penyampaian komunikasi dilakukan dengan menggunakan beberapa pola dan metode, seperti pola komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi instruksional. Sedangkan metode yang digunakan seperti metode ceramah, hafalan, latihan, serta metode membaca dan menyimak.
KATA PENGANTAR Dengan ucapan Alhamdulillahi Robbil’alamin, pertama dan paling utama sangatlah pantas untuk diucapkan sebagai bentuk syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, kesabaran, dan ketabahan serta segala nikmat yang tak terbatas kepada penulis dalam menempuh jenjang perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini sebagai tugas akhir dalam studi. Tak lupa pula sholawat serta salam penulis limpahkan dan peruntukkan hanya kepada baginda Nabi Besar Muhammad saw, keluarganya, sahabat, dan para pengikutnya yang telah bersusah payah dalam menyebarkan agama Islam di muka bumi. Skripsi dengan judul “pola komunikasi kyai dan santri di Pondok Pesantren AlAsmaniyah Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial Islam (S.Sos.I) pada jurusan komunikasi dan penyiaran Islam, fakultas dakwah dan komunikasi, Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selesainya skripsi ini tak lepas dari dorongan moril maupun materil dari berbagai pihak. Dan semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda kepada mereka semua. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat: 1) Bapak Dr. H. Murodi, M.A. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 2) Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A. selaku Ketua Jurusan (Kajur) Komunikasi dan Penyiaran Islam, 3) Ibu Umi Musyarofah, M.A. selaku Sekretaris Jurusan (Sekjur) Komunikasi dan Penyiaran Islam, 4) Bapak Dr. H. M. Idris Abdul Shomad, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 5) Segenap dosen dan staff Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang secara tidak langsung telah memberi semangat dan tuntunan yang bermanfaat: yang utama
adalah Bapak Zakaria, Bapak Gungun, Bapak Sifak, Bapak Jumroni, Bapak Cecep, dan beberapa dosen lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 6) Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Asmaniyah, H. Achmad Sholihan, Ustadz H. Armat Syarifuddin, dan Ustadz Ade Fauzi. 7) Keluarga besar mahasiswa KPI B yang sudah kompak dan memiliki rasa kekeluargaan antar sesama dalam menjalani perkuliahan. 8) Teman diskusi dan bertukar pikiran: Mutmainah, Yayu, Haris, Mika, Choirunnisa, Samlanih, dan bang Munih yang selalu dapat dijadikan tempat bertanya dan mencari solusi. 9) Kepada ayah dan bunda-ku di rumah, adik-ku Fini dan abang-ku Firman, Kakek Doni, ’Mbah Carmeni dan keluarga besar di Cirebon, keluarga besar di Bandung, yang telah memberikan semangat serta doa dan pastinya tidak akan pernah terbayarkan dengan uang. 10) Dan segenap umat muslim yang telah memberikan doa-nya untuk kemajuan Islam di muka bumi.
Dan akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segalanya, semoga semua amal dan doa yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelasaian skripsi ini akan mendapatkan balasan dari Allah SWT... Amiin.
Tangerang, 17 Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK...........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR........................................................................................
ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1 B. Pembatasan Masalah....................................................................... 3 C. Rumusan Masalah........................................................................... 3 D. Tujuan Penelitian............................................................................ 4 E. Manfaat Penelitian.......................................................................... 4 F. Metodologi Penelitian..................................................................... 5 G. Tinjauan Pustaka............................................................................. 7 H. Sistematika Penulisan..................................................................... 9
BAB II KERANGKA POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI.......... 11 1. Pola Komunikasi............................................................................. 11 a. Pengertian Pola Komunikasi..................................................... 11 b. Jenis-jenis Pola Komunikasi..................................................... 12 c. Unsur-unsur Komunikasi.......................................................... 16 2. Kyai dan Santri............................................................................... 19 a. Pengertian Kyai......................................................................... 19 b. Pengertian Santri....................................................................... 22 c. Komunikasi Kyai dan Santri..................................................... 23 3. Pesantren......................................................................................... 24
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH, KAMPUNG DUKUH PINANG, TANGERANG, BANTEN......... 27 A. Sejarah Berdirinya.......................................................................... 27
B. Visi dan Misi................................................................................... 28 1) Visi........................................................................................... 28 2) Misi.......................................................................................... 28 C. Tujuan Pondok Pesantren............................................................... 29 D. Sistem Pendidikan.......................................................................... 30 1. Program pendidikan pesantren................................................ 31 2. Pendidikan Formal................................................................... 31 3. Pendidikan Non-Formal........................................................... 31 E. Struktur Pengurus Sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren............ 32 F. Program-program Pondok Pesantren............................................. 33 1. Program Jangka Pendek.......................................................... 34 2. Program Jangka Panjang......................................................... 34 3. Program Harian....................................................................... 35
BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH, KAMPUNG DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN ........................................................... .. . 41 A. Profil Guru Pembimbing.............................................................. 41 1. H. Ahmad Sholihan................................................................ 41 2. H. Armat Syarifuddin............................................................. 43 3. H. Ahmad Ghozali.................................................................. 45 4. H. Ade Fauzy.......................................................................... 46 B. Pola Komunikasi kyai dan Santri................................................. 48 1. Pelaksanaan Program Pesantren............................................. 48 2. Metode Pelaksanaan............................................................... 56 C. Analisis terhadap Pola Komunikasi Kyai dan Santri................... 57
BAB V PENUTUP..........................................................................................
60
A. Kesimpulan................................................................................
60
B. Saran-saran................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 62 LAMPIRAN....................................................................................................... 66
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Komunikasi adalah kebutuhan setiap individu. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Maka kegiatan komunikasi adalah sangat penting dilakukan oleh setiap manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya, manusia memang tidak bisa hidup tanpa berkomunikasi. Dalam persepektif agama, komunikasi sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia bersosialisasi, manusia dituntut agar pandai dalam berkomunikasi. Dapat kita liahat dalam al-Qur’an surat ar-Rahmaan ayat 1-4 yang berbunyi:
☺
Artinya: “(Tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al Quran, Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.1
Perlu disadari bahwa peran komunikasi tidak hanya terbatas pada kegiatan bersosialisasi saja, bahka proses belajar mengajar pun sangat memerlukan komunikasi. Karea proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan berupa 1
Prof. R.H.A. Soenarjo S.H. dkk, Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an; Jakarta, 1 Maret 1971), h.885.
ilmu melalui dari komunikator (guru) kepada komunikan (murid). Pesan yang disampaikan berisikan materi-materi pelajaran yang ada dalam kurikulum. Sumber pesan dapat berposisi sebagai guru, murid, dan lain sebagainya. Sedangkan salurannya berupa media pendidikan dan penerimanya adalah murid.2 Fungsi komunikasi tidak hanya sebagai pertukaran informasi dan pesan, tetapi juga sebagai kegiatan individu dan kelmpok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide. Agar komunikasi berlangsung efektif dan informasi yang hendak disampaikan oleh seorang pendidik dapat diterima dengan baik oleh murid, maka seorang pendidik dituntut untuk dapat menerapkan pola komunikasi yang baik pula.3 Pesantren sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tradisional, tempat untuk mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam yang menerapkan pentingnya moral keagamaan.4 Kyai dalam suatu pondok pesantren merupakan elemen yang penting. Sudah sewajarnya perkembangan pesantren semata-mata bergantung pada kepribadian kyai-nya. Di sebuah pesantren, kyai atau ustadz adalah salah satu yang enjadi faktor pemicu minat santri dalam mendalami ilmu agama. Dalam hal pembelajaran, kyai atau ustadz mempunyai peranan penting pula dalam membentuk sikap dan kepribadian para santri baik dalam tata pergaulan maupun kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan terciptanya sebuah suasana komunikasi yang baik antara kyai dan santri-nya. Pondok Pesantren al-Asmaniyah DukuhPinang, Tangerang, Banten adalah salah satu lembaga yang mempunyai perhatian terhadap pendidikan dalam mencapai kualitas santri yang dapat membaca dan memahami al-Qur’an dengan baik dan benar berdasarkan tata 2
H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta, 2005), cet.ke-1, h.11. Asnawir dan Basyaruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h.7. 4 Mastufu, Prinsip Pendidikan Pesantren, (Jakarta: Inis, 1994), h.55. 3
cara penyampaian yang dilakukan. Maka dari itu, penulis hendak mengangkat hal tersebut dengan judul pola komunikasi antara kyai dan santri di Pondok pesantren alAsmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten.
B. Pembatasan Masalah Proses belajar mengajar dapat berjalan lancar bila didukung oleh pola komunikasi yang baik antara kyai terhadap santrinya. Hal inilah yang hendak diteliti oleh penulis dalam penelitian ini. Agar tidak terlalu luas dalam pembahasannya, maka penulis hanya membatasi terhadap pola komunikasi kyai terhadap santri dalam pelaksanaan kegiatan program pendidikan pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah.
C. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah tersebut tertuang di dalam sebuah pertanyaan, yakni: 1. Bagaimanakah pola komunikasi antara kyai dan santri dalam kegiatan program pondok pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten? 2. Bagaimana metode yang diterapkan dalam pelaksanaan program tersebut?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan diadakannya penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pola komunikasi antara kyai dan santri dalam pelaksanaan program pondok pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah. 2. Untuk memperoleh gambaran tentang metode yang digunakan dalam program tersebut.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi atau perbandingan dalam usaha mengembangkan keilmuan yang sesuai dengan bidangnya, penelitian ini diharapkan akan menambah jumlah studi mengenai pola komunikasi di lembaga pendidikan Islam
2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan akan menjadi sebuah panduan tambahan bagi para juru dakwah untuk dapat menyampaikan dakwahnya dengan cara yang efektif dan se-efisien mungkin. Dengan adanya penelitian ini juga penulis berharap dapat memberikan sumbangsih guna memperluas wacana dakwah.
F. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha untuk menggambarkan secara jelas segala yang terjadi di lapangan dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan hasil berdasarkan tujuan penelitian. Pendekatan kualitatif ini menitik beratkan pada datadata penelitian yang akan dihasilkan berupa kata-kata melalui pengamatan dan wawancara.5 Adapun tahapan penelitian, yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Tempat Penelitian. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, akan dilaksanakan langsung di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten.
2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini adalah beberapa orang yang berkaitan dengan program pondok pesantren di Pondok Pesantren al-Asmaniyah, Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah proses pelaksanaannya.
3. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: 5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rhineka Cipta 1998) h. 10.
a. Observasi atau pengamatan langsung merupakan metode pertama yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Teknik observasi atau pengamatan yang peneliti gunakan adalah bersifat langsung dengan mengamati objek yang diteliti, yakni program pendidikan pesantren yang dilaksanakan di Yayasan Pondok Pesantren al-Asmaniyah.
b. Wawancara (interview), yaitu peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan orang-orang yang terlibat sebagai tokoh sentral di Pondok Pesantren al-Asmaniyah dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola komunikasi dalam poses pelaksanaan program pondok pesantren sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini. Sedangkan tehnik wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur yakni campuran antara wawancara struktur dan tidak berstruktur.6 Hal ini bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada narasumber dalam menjawab pertanyaan yang diberikan namun tetap terarah pada masalah yang diangkat.
c. Dokumentasi, yaitu proses pengumpulan dan pengambilan data berdasarkan tulisan-tulisan berbentuk catatan, buku, dokumen ataupun arsip-arsip milik Yayasan Pondok Pesantren al-Asmaniyah ataupun tulisan-tulisan lain yang memiliki keterkaitan dangan bahasan penelitian ini.
4. Pengolahan Data
6
Drs, Rusdin Pohan, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Yogyakarta: Lanarka, 2007), h.58.
Pada bagian ini, seluruh data yang didapatkan dari hasil wawancara di Pondok Pesantren al-Asmaniyah tersebut dikumpulkan dan disusun berdasarkan kecocokan dengan rumusan masalah yang telah disusun oleh peneliti.
5. Analisis Data Pada fase ini merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil keputusan/kesimpulan-kesimpulan
yang
benar
melalui
proses
pengumpulan,
penyusunan, penyajian dan penganalisaan data hasil penelitian yang berwujud katakata. Setelah itu, peneliti berusaha untuk menganalisa data dengan menyusun katakata ke dalam tulisan yang lebih luas.
G. Tinjauan Pustaka Penelitan ini diangkat berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang di antaranya adalah: 1. Pola komunikasi remaja masjid dalam upaya meningkatkan pemahaman agama melalui pengajian remaja tunas Islam, penelitian ini dilakukan oleh Abdul Fatah, tahun 2007. penelitian ini menemukan bahwa pola komunikasi yang digunakan dalam pengajian remaja tersebut menggunakan pola komunikasi kelompok dan komunikasi antar pribadi guan meningkatkan pemahaman bagi anggotanya.
2. Pola komunikasi fungsionaris partai keadilan sejahtera dewan pimpinan cabang Pondok Aren dalam mengembangkan dakwah, penelitian ini dilakukan oleh
Fajariyah, tahun 2007. secara umum penelitian ini menemukan bahwa pola komunikasi yang digunakan adalah pola komunikasi antar persona, dan pola komunikasi kelompok.
3. Pola komunikasi kelompok mentoring dalam pembinaan akhlak remaja di lingkunga yayasan al-Wafi Jakarta Selatan, penelitian ini dilakukan oleh Haidir, tahun 2007. penelitian ini hanya menemukan pola komunikasi kelompok kecil saja yang digunakan dalam proses pembinaan akhlak remaja di wilayah tersebut.
Adapun kelebihan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dibandingkan dengan beberapa penelitian di atas yaitu penulis mencoba mengungkapkan pola komunikasi yang dilakukan oleh kyai terhadap santri di dalam pelaksanaan program pondok pesantren di dalam sebuah lembaga pendidikan Islam bernama al-Asmaniyah.
H. Sistematika Penulisan Untuk Mempermudah pembahasan penelitian ini, secara sistematis penulisan laporan hasil penelitian dibagi kedalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan teori yang terdiri dari pola komunikasi, pengertian pola komunikasi, jenis-jenis pola komunikasi, unsur-unsur komunikasi, kyai dan santri, pengertian kyai, pengertian santri, komunikasi kyai dan santri, serta pesantren.
BAB III
Gambaran
umum
Pondok
Pesantren
al-Asmaniyah,
Kampung
DukuhPinang, Tangerang, Banten. mengenai sejarah berdiri, visi dan misi berdirinya Pondok Pesantren al-Asmaniyah, sistem pendidikan, struktur pengurus sekaligus pengasuh, serta program-program yang disediakan.
BAB IV
Pembahasan profil guru pembimbing, pola komunikasi kyai dan santri, pelaksanaan program pesantren, metode pelaksanaan, dan analisis terhadap pola komunikasi kyai dan santri di pondok pesantren alAsmaniyah.
BAB V
Penutup merupakan kesimpulan dan saran-saran serta dilengkapi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.
BAB II KERANGKA POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI
Secara umum, pola komunikasi sangat dibutuhkan dalam melakukan berbagai proses pendidikan agar dapat memberikan kemudahan kepada para komunikan dalam memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator. Di bawah ini akan dibahas dan dijelaskan tentang definisi maupun teori pola komunikasi.
A. Pola Komunikasi 1. Pengertian Pola Komunikasi Kata pola dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya bentuk atau sistem.7 Cara atau bentuk yang tetap sehingga pola dapat dikatakan sebagai contoh atau cetakan. Secara etimologis menurut Onong Uchjana Effendi “istilah komunikasi berasal dari perkataan Inggris communication yang bersumber dari bahasa latin, communication berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Makna hakiki dari communication adalah communis yang berarti sama, atau kesamaan arti sama halnya dengan pengertian tersebut.8 Sedangkan menurut Wilbur Schramm dalam uraiannya mengatakan bahwa definisi komunikasi berasal dari bahasa latin communis, common. Bilamana kita
7
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h.778. 8 Onong Uchjana Effendi, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar maju, 1992), cet.ke-1, h.4.
mengadakan komunikasi itu artinya kita mencoba untuk berbagi informasi, ide, atau suatu sikap. Jadi esensi dari komunikasi itu adalah menjadikan si pengirim dapat berhubungan bersama dengan si penerima guna menyampaikan isi pesan tersebut.9 Namun menurut Stewart L. Tubbs dan Silvia Mass, “ciri-ciri komunikasi yang baik dan efektif paling tidak menimbulkan lima hal”, yakni: a.
Pengertian, penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oelh komunikator. Maksudnya adalah seorang komunikator dapat menerapkan metode dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang kegiatan tersebut. Memahami message (pesan) yang disampaikan oleh komunikator. Kesenangan, menjadikan hubungan yang hangat dan akrab serta menyenangkan. Mempengaruhi sikap, dapat mengubah sikap orang lain sehingga bertindak sesuai dengan kehendak komunikator tanpa merasa terpaksa. Hubungan sosial yang baik, menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi. Tindakan, membuat komunikan melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan stimuli.10
b. c. d. e. f.
2. Jenis-jenis Pola Komunikasi Bila pola memiliki arti yang sama dengan bentuk, maka terdapat beberapa pola atau bentuk komunikasi yang terdiri dari lima macam jenis, yaitu: a. Komunikasi Intra Pribadi Komunikasi intra pribadi adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem saraf.11
9
T.A. Latief Rosyidi, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: 1985), h.48. Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi;edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, th.2007), cet.ke-24, h.13-16.
10
b. Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antar pribadi adalah proses penyampaian paduan pikiran dan perasaan oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan melakukan kegiatan tertentu.12 Hubungan komunikasi antar pribadi juga sering disebut sebagai komunikasi antar persona yakni komunikasi yang dilakukan antara dua orang dan komunikasinya dilakukan secara tatap muka, berlangsung secara dialogis dan saling menatap sehingga terjadi kontak pribadi.13 Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam situasi komunikasi antar persona atau tatap muka, yaitu: 1. Bersikaplah empatik dan simpatik. 2. Tunjukkanlah sikap sebagai komunikator terpercaya. 3. Bertindaklah sebagai pembimbing, bukan pendorong. 4. Kemukakanlah fakta dan kebenaran. 5. Berbicaralah dengan gaya mengajak, bukan menyuruh. 6. Jangan bersikap super. 7. Jangan menganggap enteng hal-hal yang mengkhawatirkan. 8. Jangalah mengkritik. 9. Janganlah emosional. 10. Bicaralah secara meyakinkan.14
c. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah penyampaian pesan oleh seorang komunikator kepada
11
sejumlah
komunikan
untuk
mengubah
sikap,
pandangan
atau
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1998), h.39. Onong Uchjana Effendi, Hubungan masyarakat: suatu study komunikologis, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), cet.ke-6, h.60. 13 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi teori dan praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), cet.ke-5, h.126. 14 Ibid, Onong Uchjana Effendy, h.127. 12
perilakunya.15 Komunikasi kelompok dibagi menjadi dua bagian, yakni komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. 1. Komunikasi kelompok kecil Menurut Robert F. Bales yang dikutip oleh Widjaja, kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat antara satu dengan yang lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, dimana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya yang cukup kentara, sehingga ia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudah memberikan tanggapan kepada masing-masing individu komunikan.16
2. Komunikasi kelompok besar Komunikasi kelompok besar adalah kelompok komunikan yang karena jumlahnya banyak, dalam suatu situasi komunkasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal.17
d. Komunikasi Massa Menurut Zulkarnaen Nasution dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Komunikasi Massa mengatakan bahwa komunikasi massa adalah proses penyampaian pesan atau informasi yang ditujukan kepada khalayak massa dengan
15
Onong Uchjana Effendi, Hubungan masyarakat: suatu study komunikologis, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), cet.ke-6, h.62. 16 H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), cet.ke-2, h.127. 17 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi teori dan praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), cet.ke-5, h.129.
karakteristik tertentu, sedangkan media massa hanya sebagai salah satu komponen atau sarana yang memungkinkan berlangsungnya peruses yang dimaksud.18
e. Komunikasi Medio Komunikasi medio adalah proses komunikasi antara komunikator pada komunikan dengan menggunakan alat sebagai perantara penyampaiannya. Adapun bentuk komunikasi media ini dilakukan dengan menggunakan media, seperti surat, telepon, vamplet, spanduk, dan lain sebagainya.19
f. Komunikasi Instruksional Komunikasi instruksional adalah komunikasi yang berhubungan dengan bidang pendidikan dan pengajaran. Istilah instruksional berasal dari kata instruction yang berarti penyajian, pelajaran, atau perintah juga dapat diartikan instruksi. Dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak diartikan perintah tetapi lebih mendekati arti pengajaran dan pelajaran, bahkan akhir-akhir ini kata tersebut sering diartikan sebagai pembelajaran. Memang ketiga kata tersebut dapat berlainan makna karena masing-masing menitikberatkan pada faktor-faktor tertentu yang menjadi perhatiannya.20
18
Zulkarnaen Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka) Onong Uchjana Effendy, Ilmu komunkasi teori & praktek, (Bandung: PT. remaja Rosda Karya, 1990), cet.ke-5, h.13 20 Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. remaja Rosdakarya, 2004), cet.ke-6, h.78. 19
3.
Unsur-unsur Komunikasi Di bawah ini adalah beberapa unsur dalam terlaksananya proses komunikasi
yakni: a. Komunikator Komunikator disebut juga sebagai encoder, yakni sebagai orang yang memformulasikan pesan yang kemudian menyampaikannya kepada orang lain. Unsur ini merupakan unsur penentu yang akan memilih pesan, media, dan efek yang diharapkan dalam proses komunikasi. Karena pihak komunikator yang disebut source atau sender lebih berkepentingan kepada komunikan karena adanya tujuan yang diharapkan.21
Untuk menjadi seorang komunikator yang baik terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
memiliki kepercayaan dari komunikannya. memiliki kemampuan komunikasi yang baik. mempunyai pengetahuan yang luas. sikap yang baik. memiliki daya tarik dalam arti ia memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap atau perubahan pengetahuan pada diri komunikan.22
Bila syarat tersebut dipenuhi oleh seorang komunikator, maka komunikasi pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima dengan baik oleh komunikannya.
21
Onong Uchjana Effendy, Ilmu komunkasi teori & praktek, (Bandung: PT. remaja Rosda Karya, 1990), cet.ke-5, h.18. 22 Onong Uchjana Effendy, kepemimpinan dan komunikasi, (Yogyakarta: PT.al-Amin Press, 1996), cet.ke1,h.59.
b. Pesan Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan harus mempunyai inti pesan (tema) sebagai pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat disampaikan melalui lisan dan melaluimedia, sedangkan bentuk pesan dapat berupa informatif yakni memberikan keterangan-keterang dan kemudian komunikan dapat mengambil keputusan sendiri. Ada beberapa bentuk pesan di antaranya yaitu: 1. Pesan informatif yaitu memberikan keterangan-keterangan dan memberikan komunikan mengambil kesimpulan sendiri. 2. Pesan persuasive yakni dengan bujukan akan membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan berupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan, namun perubahan ini adalah kehendak sendiri. 3. Pesan koersif yakni dengan menggunakan sanksi-sanksi bentuknya terkenal dengan agitasi dengan penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di antara sesamanya dan pada kalangan politik.23 Pendapat Wilbur Schramm yang dikutip oleh Widjaja mengemukakan beberapa tentang kondisi komunikasi yang sukses, yakni: 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik sehingga dapat menarik perhatian dari sasaran yang dimaksud. 2. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju pada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga dapat saling memahami. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu. 4. Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tantangan yang dikehendaki.24
23 24
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), cet.ke-2, h.12. Ibid, H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h.12.
c. Media Media berasal dari kata medium. Media adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah medium, yang secara harfiahnya adalah perantara, penyampai atau penyalur. Media adalah sasaran tempat berlalunya lambinglambang yakni sesuatu yang menghubungkan apa yang disampaikan komunikator kepada komunikan (individu, kelompok, publik dan massa). Media dalam kegiatan keagamaan yang dapat berupa podium, benda atau sarana prasarana lain yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan.
d. Komunikan Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Komunikan berfungsi sebagai decoder, yakni menerjemahkan lambing-lambang pesan ke dalam konteks pengertiannya sendiri.25 Komunikan yang mempunyai peranan sebagai penerima pesan atau pihak yang akan menjadi sasaran komunikasi agar tidak terjadi
hambatan-hambatan
sehingga
sampai
pada
tercapainya
tujuan
komunikasi.
e. Feedback Feedback atau umpan balik yaitu tanggapan komunikan apabila atas pesan yang disampaikan oleh komunikator. Jadi feedback atau umpan balik adalah respon atau tanggapan dari komunikan atas apa yang telah disampaikan oleh
25
Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan dan komunikasi, (Yogyakarta: PT.al-Amin Press, 1996), cet.ke1, h.59.
komunikator, dan umpan balik tersebut dapat positif ataupun negatif, tergantung pada bagaimana komunikator dalam usaha penyampaiannya.
f. Efek Efek adalah hasil akhir dari proses komunikasi, yaitu sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Jika sikap dan tingkah laku orang telah sesuai ataupun tidak sesuai dengan yang kita inginkan sebagai komunikator, berarti komunikasi yang telah dilakukan dapat dikatakan berhasil. Adapun dampak yang akan timbul dari terjadinya proses komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi:
1. Dampak Kognitif, yaitu dampak yang ditimbulkan pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau terjadi peningkatan intelektualitas di dalam dirinya. 2. Dampak Afektif, yaitu dampak yang dapat menimbulkan perasaan tertentu dan bergerak hati dalam diri seorang komunikan, seperti perasaan sedih, iba, gembira, dan lain sebagainya. 3. Dampak Behaviour, yaitu dampak yang paling tinggi kadarnya yakni dapat menimbulkan perilaku pada diri komunikan dalam bentuk tindakan atau kegiatan.26
B. Kyai dan Santri 1. Pengertian Kyai Pengertian kyai dalam Kamus Besar bahasa Indonesia adalah sebutan bagi alim ulama (cerdik dan pandai dalam agama Islam), sedangkan dalam sebuah pesantren, kyai adalah pembimbing, pengajar, atau pimpinan sebuah pesantren.
26
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet.ke-6, h.7.
Kyai menurut Manfred Ziemek adalah pendiri dan pimpinan sebuah pondok pesantren, yang sebagai muslimterpelajar telah meberikan hidupnya demi Allah serta menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan. Kyai berfungsi sebagai seorang ulama, artinya ia mengetahui pengetahuan dalam tata masyarakat Islam dan meafsirkan peraturan-peraturan dalam hukum Islam, dengan demikian ia mampu memberikan nasehat.27
Istilah kyai adalah sebutan yang diperuntukkan bagi para ulama trdisional di pulau jawa, walaupun sekarang kyai banyak tersebar di pulau Jawa dan juga di luar pulau Jawa. Istilah ustadz yang dahulunya digunakan sebagai tanda pengenal ulama modern, saat ini pun telah masuk ke dalam lingkungan pondok pesantren.28 Menurut asal muasalnya, sebagai mana di rinci oleh Zamarkasyari Dhofier, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda. Pertama, sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap sakti dan keramat. Kedua, sebagai gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya. Ketiga, sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren.29 Mengacu kepada pengertian ketiga yang dirinci oleh Zamarkasyi Dhofier tersebut, yaitu gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dengan mengajarkan berbagai jenis kitab kuning kepada para santrinya. Istilah tersebut biasanya digunakan diwilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur saja. Sementara di Jawa Barat menggunakan istilah ajengan,
27
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), h.131. Pradjata Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kiai pesantren-kiai Langgar jawa, (Yogyakarta: LKIS, 1999), cet. Ke-1, hal xiii. 29 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, (Jakarta; IRD Press, 2004), h.28. 28
di Aceh menggunakan istilah teuku, sedangkan di Sumatera Barat menggunakan istilah buya.30 H. Aboebakar Atjeh menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi kyai besar yaitu:31 - Pengetahuannya - Kesalehannya - Keturunannya - Jumlah muridnya.
Sedangkan Vrenden Bret memberikan skema yang hampir sama dengan H. Aboebakar Atjeh yakni:32 - Keturunan (seorang kyai mempunyai silsilah yang cukup panjang) - Pengtahuan agamanya - Jumlah Muridnya - Pengabdian dirinya pada masyarakat.
Dalam perkembangannya, gelar kyai dewasa ini tidak lagi digunakan bagi para pemimpin atau pengasuh pondok pesantren saja. Gelar kyai pun dianugerahkan sebagai bentuk penghormatan kepada seorang ulama yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keagamaannya, walaupun yang bersangkutan tidak memiliki pesantren. Gelar kyai ini
30
Ibid, HM. Amin Haedari, h.29. Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kyai Pesantren-Kyai Langgar Jawa, h.13. 32 Ibid, Dirdjosanjoto, h.14. 31
juga sering digunakan oleh para da’i atau muballigh yang biasa memberikan ceramah agama Islam.33
2. Pengertian Santri Santri menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang mendalami agama Islam; orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh; orang yang soleh.34 Sedangkan dalam istilah lain, santri berasal dari kata cantrik (dalam agama Hindu) yang berarti orang-orang yang ikut belajar dan mengembara dengan empu-empu ternama. Namun ketika diterapkan dalam agama Islam, kata cantrik tersebut berubah menjadi santri yang berarti orang-orang yang belajar kepada para guru agama.35 Santri dapat diartikan sebagai kelompok sosio religius, yakni hubungan mendasar antara mayarakat dengan agama. Bila hal ini terwujud, maka masyarakat akan terdorong ke dalam perhimpunan tersebut. Santri adalah murid yang belajar di pesantren. Seorang ulama bisa disebut sebagai kyai bila memiliki pesantren dan santri yang tinggal untuk mendalami ilmu agama berdasarkan kitab kuning. Oleh karena itu, aksistensi kyai biasanya juga berkaitan dengan adanya santri di pesantrennya. Santri terbagi menjadi dua yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren. Sedangkan santri kalong adalah murid yang tinggal tidak jauh dari lokasi berdirinya pesantren tersebut.
33
HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, (Jakarta; IRD Press, 2004), h.28-29. 34 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet.ke-1, h.783. 35 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren; sebuah potret perjalanan, ( Jakarta: Paramadina, 1997), h.20.
Para santri kalong pergi ke pesantren ketika ada tugas belajar dan aktivitas pesantren lainnya.36 Sehingga dapat dipahami bahwa santri adalah murid yang belajar dipesantren dan didampingi oleh seorang kyai dengan tujuan untuk lebih mendalami ilmu agama Islam.
3. Komunikasi Kyai dan Santri Kyai dan santri memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain dalam proses kegiatan belajar mengajar di pesantren. Komunikasi harus dibangun sejak awal. Kyai sebagai komunikator memiliki pengaruh yang sangat besar dalam usaha merubah sikap dan tingkah laku santrinya. Agar proses penyampaian pesan dapat berjalan dengan baik, diperlukan keterampilan yang baik pula oleh seorang kyai dalam menciptakan suasana yang baik agar para santri dapat mengikuti kegiatan dan terciptanya hubungan yang baik bagi santri dan kyai. Tujuan dari komunikasi yang dilakukan oleh santri dan kyai adalah untuk menciptakan adanya hubungan timbal balik di antara keduanya. Santri menganggap kyai seolah-olah seperti orang tuanya sendiri, dan kyai menganggap santri bagaikan anaknya sendiri. Sikap dan hubungan timbal balik iniuntuk menimbulkan suasana akrab dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus.37 Mastuhu menemukan dua pola komunikasi yang unik antara kyai terhadap santri. Sebagai mana gaya kepemimpinan sang kyai, dua pola komunikasi ini juga terdapat di semua pesantren yang dijadikan objek penelitiannya. Dua pola komunikasi tersebut adalah sebagai berikut: 36
HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, (Jakarta; IRD Press, 2004), h.35. 37 Ibid, HM. Amin Haedari, dkk, h.31-32.
Pertama, pola komunikasi otoriter-paternalistik. Yakni pola komunikasi antara pimpinan dan bawahan atau, meminjam istilah James C. Scoot yaitu patron-client relationship, dan tentunya sang kyai-lah yang menjadi pimpinannya. Sebagai bawahan, sudah tentu peran partisipatif santri dan masyarakat tradisional pada umumnya sangat kecil untuk mengatakan tidak ada, dan hal ini tidak bisa dipisahkan dari kadar kekharismatikan sang kyai. Kedua, pola komunikasi laissez faire. Yaitu pola komunikasi kyai dan santri yang tidak didasarkan pada tatanan organisasi yang jelas. Semuanya didasarkan pada tatanan organisasi yang jelas. Semuanya didasarkan pada konsep ikhlas, barakah, dan ibadah sehingga pembagian kerja antar unit tidak dipisahkan secara tajam. Seiring dengan itu, selama memperoleh restu sang kyai sebuah pekerjaan bisa dilaksanakan.38
C. Pesantren Pondok Pesantren merupakan gabungan dua kata yakni dari kata pondok dan pesantren. Pondok berarti tempat tinggal singgah besar yang disediakan untuk para turis, musafir, dan orang-orang yang berekreasi.39 Pesantren dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti asrama tempat santri atau murid-murid belajar mengaji dan sebagainya.40 Pesantren biasa disebut sebagai ’pondok pesantren’. Pesantren berasal dari kata santri yang berdasarkan kamus umum bahasa Indonesia, kata ini memiliki arti, yakni:
38
Ibid, HM. Amin Haedari, dkk, h.61-62. Lois Ma’luf, Al-Munjid, (Beirut: Darul Masyrik 1986), hal 59. 40 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; balai pustaka, 1986), hal 677. 39
1. Orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh. 2. Orang yang mendalami pengajiannya dalam agama Islam dengan berguru di sebuah tempat yang jauh.41
Menurut Manfred Ziemek, kata pondok berasal dari kata funduk yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memanglah merupakan tempat tinggal sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri yang diberi imbuhan berupa awalan pe- dan akhiran –an sehingga memiliki arti tempat, atau dengan kata lain tempat tinggal para santri. Namun terkadang dianggap sebagai gabungan dari kata sant (manusia baik) dan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan sebagai tempat pendidikan manusia baik-baik.42 Secara garis besar, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, pusat pengembangan jamaah masyarakat lingkungan yang diselenggarakan dalam kesatuan pemukiman. Kemudian dilihat dari fungsinya, pondok pesantren adalah sebagai tempat menginap para santri yang tidak datng dari daerah yang dekat, akan tetapi dari tempat-tempat yang jauh sesuai dengan kemashuran kyai atau lembaga pendidikannya. Kegiatan yang dilakukan pesantren tidak terbatas hanya pada kegiatan yang telah disiapkan berdasarkan kurikulum dan administrasinya saja, tetapi terdapat pula pendidikan lain dan bersifat non formal seperti pengajian kitab yang biasanya diadakan
41
WJ.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Bali Pustaka), hal 1007. A. Hawib Zaini, Dunia Pemikiran kaum Santri, (Yogyakarta: EKPSM NU, DIY Tompeyan TR III, 1994) hal 133. 42
selepas sholat subuh dan ba’da sholat isya, serta tabligh-tabligh berupa kajian ceramah singkat oleh para ustadz-ustadz yang bertugas.43 Menurut bapak H. Amin Haendari, Direktur Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren Departemen Agama Republik Indonesia (th.2006) mengatakan bahwa pondok pesantren adalah merupakan lembaga keagamaan dan memiliki fungsi sebagai tempat untuk mendalami ilmu agama (tafaqquh fiddin), serta sebagai wahana untuk kaderisasi kader-kader ulama.44 Pernyataan serupa pun dilontarkan oleh ketua PP Pendidikan, Ma’arif NU (th.2006) yang mengatakan bahwa sejak awal berdirinya, pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi Islam.45
43
Mastufu, Prinsip Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal 55. Kutipan wawancara, Majalah Bina Pesantren, edisi 02/tahun 1/Nopember 2006, h.15. 45 Ibid, h.30. 44
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ASMANIYAH KAMPUNG DUKUHPINANG, TANGERANG, BANTEN
A. Sejarah Berdiri Awal mula terbentuknya pondok pesantren Al-Asmaniyah, berawal sekitar tahun 1995-1996. Di sebuah tanah wakaf milik keluarga bapak Haji Asman, dengan luas kurang lebih sekitar + 3000 meter persegi, dibukalah sebuah lembaga pndidikan keagamaan dengan menganut sistem salafi. Pondok pesantren yang pada awalnya hanya berbentuk sebuah majlis bernama Miftahul Jannah telah berdiri di tengah-tengah kehidupan masyarakat Kampung Dukuhpinang. Dengan Bapak Haji Ahmad Ghozali sebagai pimpinan, lembaga inipun mencoba meniti usahanya di bidang pendidikan yang berfokus pada ilmu keagamaan. Seiring dengan perkembangan yang dialami oleh lembaga tersebut dari tahun ke tahun, maka anggota keluarga pemilik tanah atas lembaga tersebut pun bermusyawarah dan berinisiatif untuk membangun sebuah lembaga pendidikan formal tanpa meninggalkan pendidikan keagamaan yang telah lama ada. Maka, akhirnya kurang lebih sekitar tahun 2003 dicapailah kata mufakat dengan disertai berdirinya beberapa bangunan berbentuk ruangan-ruangan untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar. Sejalan dengan hal tersebut maka dimulailah proses kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan gabungan sistem pendidikan yakni salafi dan modern (sekolah formal).
Segala sesuatu mengenai surat-surat untuk keabsahan lembaga tersebut pun diurus sedemikian rupa, sehingga terbentuklah sebuah yayasan pondok pesantren dengan nama Al-Asmaniyah.46
B. Visi dan Misi Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan alternatif yang tidak lain sebagai penyokong suksesnya pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang main-main semata. Diperlukan sebuah keseriusan untuk menjalaninya, sebagai dasar dari kegiatan tersebut, sebuah lembaga manapun dituntut untuk memiliki kejelasan tentang visi dan misinya. Adapun secara umum visi dan misi dari Pondok Pesantren Al-Asmaniyah yaitu:
1. Visi Memperkuat Pendidikan keagamaan dalam sistem pendidikan nasional sehingga mampu menjadi lembaga alternatif di Indonesia dan menjadi lembaga pemberdayaan masyarakat.
2.
Misi Secara umum, misi yang diemban oleh Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah
ini adalah memberikan pendidikan dan pembekalan tentang dasar-dasar ilmu agama pada diri santri untuk dapat diamalkan bagi dirinya sendiri, orang lain, dan alam sekitar lingkungannya dalam memenuhi fungsi dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah swt, sehingga diharapkan para santri memiliki pengetahuan dan pemahaman 46
H. Ahmad Sholihan, Ketua Yayasan, Wawancara pribadi , (Aula Yayasan Pondok Pesantren AlAsmaniyah), Minggu, 10 Februari 2008.
melalui pengenalan tentang seluk beluk ilmu Agama secara mendasar sebagai bekal para santri dalam melanjutkan alur kehidupannya.47 Namun secara khusus, terdapat pula harapan yang ingin dicapai oleh Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah terhadap santri agar dapat bergerak secara langsung di bidang dakwah Islam berdasarkan kemampuan dan ilmu agama yang mereka miliki untuk disampaikan kepada masyarakat.48
C. Tujuan Pondok Pesantren Di antara tujuan pendidikan di pesantren ini adalah pembinaan kader muballigh yang dilaksanakan dengan pola pendidikan formaldan informal dengan program-program harian pesantren. Pembinaan kader muballigh ini berusaha untuk memperkenalkan dan melatih keberanian para santri untuk dapat berdakwah guna membangkitkan bakat-bakat yang terpendam di dalam diri mereka sehingga dapat melahirkan kader-kader muballigh baru di masa yang akan datang. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pencapaian tujuan tersebut, maka yayasan menerapkan unsur pembinaan kader muballigh tersebut ke dalam program harian yang dilakukan oleh para santri di kesehariannya. Bapak Haji Armat adalah salah satu pengajar di yayasan pondok pesantren ini. Dengan se-gudang pengalaman dan wawasan yang dimiliki sebagai juru dakwah sejak tahun 1986 dirasa cukup untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembinaan ini Demikian pula dalam program pesantren terdapat pula pembinaan kader qori dan qori’ah dengan tujuan untuk melatih dan mengembangkan kegiatan seni Islam sehingga
47
H. Ahmad Sholihan, Ketua Yayasan, Wawancara pribadi , (Aula Yayasan Pondok Pesantren AlAsmaniyah), Minggu, 10 Februari 2008. 48 H. Armat, staff pengajar, Wawancara pribadi, (Kantor Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah), Selasa, 04 Maret 2008.
terlahir kader-kader yang dapat men-sosialisasikan seni membaca al-qur’an kepada masyarakat kelak. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pencapaian tujuan tersebut, maka yayasan pun menunjuk bapak Ustadz Haji Ade Fauzy sebagai salah satu pengajar di yayasan pondok pesantren ini. Dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya, serta didukung pengalaman yang mumpuni di bidangnya tercatat beberapa kegiatan hari besar Islam sebagi seorang pendakwah atau pun pelantun ayat suci alqur’an pernah beliau lakoni, ditambah dengan beberapa perlombaan tingkat kabupaten dan provinsi pun pernah beliau alami, sehingga pihak yayasan pondok pesantren ini pun merasa perlu mengangkat beliau sebagai salah satu pengajar di yayasan tersebut. Inilah salah satu daya tarik dari pondok pesantren ini, karena kegiatan pembinaan kader qori dan qori’ah melalui program seni baca al-qur’an termasuk ke dalam program harian pondok pesantren Al-Asmaniyah ini.49
D. Sistem Pendidikan Dalam hal sistem pendidikan yang digunakan oleh yayasan pondok pesantren AlAsmaniyah adalah sistem modern, yang diharapkan dari program-programnya dapat memunculkan calon-calon muballigh yang handal dan kompeten, yang memiliki pengetahuan luas, fisik sehat dan bugar, serta memiliki jiwa atau rohani dengan akhlakul karimah yang kuat. Dengan menggunakan beberapa program pendidikan, yakni;
1. Program Pendidikan Pesantren
49
H. Ade Fauzy, pembina seni baca al-Qur’an, Wawancara pribadi, (AulaYayasan Pondok Pesantren AlAsmaniyah), Senin, 07 April 2008.
Lembaga ini memiliki program Pendidikan Pesantren beberapa program tersebut adalah program pengkajian kitab Islam klasik, muhadatsah, muhadarah, ubudiyah, baca tulis al-Qur’an, dan seni baca al-Qur’an dengan berpedoman kepada kurikulum Departemen Agama RI.
2. Pendidikan Formal Di samping kegiatan keagamaan, lembaga inipun mendirikan sebuah lembaga pendidikan umum Sekolah Menengah Pertama Islam (SMP-I) adapun masa belajar berlangsung selama 3 (tiga) tahun dan mengikuti ujian di akhir tahun ketiga dengan berpedoman pada kurikulum DIKNAS.
3. Pendidikan Non Formal Untuk menunjang kegiatan formal dan memberikan tambahan ilmu kepada para santrinya, yayasan Al-Asmaniyah ini pun mengadakan program ekstrakulikuler beberapa program tersebut adalah kegiatan pramuka, kursus Bahasa Inggris, komputer dan pelatihan seni Islam. Diharapkan dari masing-masing program tersebut dapat memeberikan tambahan ilmu dan keterampilan yang dapat dimiliki oleh tiap-tiap individu santri.
Bila dilihat dari sistem pendidikan yang digunakan oleh Pondok Pesantren AlAsmaniyah, dapat disimpulkan bahwa saat ini pondok pesantren tersebut dapat dikatakan sebagai pondok pesantren Modern (khalaf) reguler. Pondok pesantren khalaf adalah berusaha untuk menyatukan secara penuh sistem sekolah salafi dan sistem sekolah formal
seperti madrasah.50 Lembaga jenis ini memasukkan pelajaran umum dalam pendidikan pesantren seperti tipe-tipe sekolah umum seperti SD-I (MI), SMP-I (MTs), SMA-I (Madrasah Aliyah), dan Perguruan Tinggi.51
E. Struktur Pengurus dan Pengasuh Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah ini diusung oleh sebuah keluarga yang memiliki sepetak tanah seluas + 3000 meter persegi tepat berada di sebuah perkampungan penduduk yang sangat membutuhkan pendidikan. Mereka pun berinisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan keagamaan bahkan didukung pula dengan pendidikan formal di dalamnya. Bila dilihat secara umum dalam dunia pesantren, orang-orang yang memiliki kedudukan sebagai pengurus dapat juga dikatakan memilik posisi sebagai pengasuh. Baik pengasuh santri dalam hal pendidikan keagamaan, keuangan, hingga bagian konsumsi. Di bawah ini adalah beberapa orang yang memiliki kedudukan sebagai pengurus sekaligus pengasuh di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah dan tidak lain masih memiliki hubungan keluarga antara yang satu dengan yang lainnya. Setelah melakukan musyawarah keluarga dalam hal penentuan posisi dalam yayasan, maka didapatlah pembagian posisi tersebut, yaitu:
1. Pendiri Yayasan
50
: Bapak H. Asman
Wahyoetomo, Perguruan tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hal 82. 51 Wahyoetomo, Perguruan tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hal 89.
2. Penasehat
: KH. Ahmad Syatiri
3. Ketua Yayasan
: Bapak H. Achmad Solihan
4. Wakil Ketua Yayasan : Bapak H. Dede Fauzy 5. Sekretaris
: Hj. Tuti Kholilah
6. Bendahara
: Bapak H. Ahmad Ghozali
Beberapa pengurus sekaligus pengasuh inti pondok pesantren di atas, dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar pun turut dibantu juga oleh beberapa orang guru pembantu (tidak tetap). Beberapa orang guru pembantu (tidak tetap) tersebut lebih diarahkan untuk melaksanakan tugas belajar mengajar dalam hal pendidikan umum yang bersifat formal dan sesuai dengan ketentuan DIKNAS yang berlaku. Sehingga kegiatan belajar mengajar pesantren pun berjalan seiring dengan pendidikan formal yang dilakukan di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah tersebut.
F. Program Pondok Pesantren Untuk mendukung berjalannya roda pendidikan yang dijalani oleh lembaga alAsmaniyah agar dapat lebih berkembang, dibutuhkan beberapa program. Programprogram tersebut diharapkan dapat mendorong kemajuan dan perkembangan yayasan serta tidak keluar dari tujuan yang ingin dicapai oleh yayasan pondok pesantren tersebut, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi keilmuan formal maupun nilai-nilai keagamaannya.
Ada beberapa program pendidikan yang dilaksanakan dan ingin dicapai oleh Yayasan Pondok Pesantren al-Asmaniyah. Program-program tersebut dibagi menjadi tiga macam, yakni; program jangka pendek, program jangka panjang dan program harian.
1. Program Jangka Pendek Adapun yang menjadi program jangka pendek dari yayasan pondok pesantren ini adalah tetap meneruskan pendidikan keagamaan dalam sistem salafi yakni tetap dengan menggunakan kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning) sebagai media pembelajaran. Selain itu juga berusaha untuk tetap bertahan untuk melaksanakan program pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama Islam (SMP-I). Dari perpaduan inilah diharapkan agar para santri tidak merasa tertinggal dalam menjalani program pendidikan baik ilmu agama maupun ilmu umum.
2. Program Jangka Panjang Sedangkan mengenai program yang ingin dicapai secara jangka panjang oleh pondok pesantren ini adalah berusaha untuk mengembangkan tingkat pendidikan formal yang telah ada. Saat ini telah berdiri pendidikan formal se-tingkat SMP-I atau dapat disebut juga madrasah tsanawiyah, Untuk pencapaian selanjutnya, yayasan pondok pesantren ini bermaksud akan mendirikan pula pendidikan formal setingkat SMA dalam bentuk madrasah aliyah dan pendidikan formal se-tingkat perguruan tinggi.
3. Program Harian
Sebagai penyokong jalannya program jangka pendek maupun jangka panjang tersebut, secara umum yayasan pondok pesantren al-Asmaniyah juga memiliki beberapa program harian, seperti: a. Program Pendidikan Pesantren Adapun beberapa program yang termasuk ke dalam program pesantren adalah: 1) Kajian Kitab Kuning Kitab kuning adalah buku tentang ilmu keislaman yang dipelajari di pondok pesantren dan majelis taklim. Istilah kitab kuning sudah merata di dunia pesantren. Adapun beberapa kitab kuning yang dipelajari di pondok pesanten ini yaitu: a) Kitab Jurumiyah, Kitab ini dijadikan kitab dasar, karena kitab ini mempelajari tentang tata bahasa ataupun nahwu yang dapat kegunaan oleh santri untuk melatih dalam membaca kitab selanjutnya atau berbicara dengan bahasa arab. b) Kitab Safinah, kitab ini mempelajari tentang fiqih ibadah. c) Kitab Fathul Qorib, kitab ini pun mempelajari tentang fiqih ibadah yang membantu memperdalam kajian pengetahuan para santri dalam menambah wawasan keagamaan mereka di samping terdapat pula kitab safinah. d) Ta’lim Muta’allim, kitab ini membahas tentang metode belajar dan hubungan antara guru kepada murid. Kitab ini sangat berguna karena
dirasa dapat dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk untuk megetahui tata cara ataupun metode untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. e) Nashaihul
Ibad,
kitab
ini
berisikan
tentang
nasehat-nasehat
berdasarkan hadits-hadits dari ulama-ulama terdahulu. Hal ini sangat bermanfaat untuk mengajarkan segala sesuatu tentang kehidupan yang pernah dirasakan oleh para ulama terdahulu menyangkut beberapa hal tentang kehidupan.
2) Program Muhadatsah Muhadatsah merupakan latihan berbicara atau bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Arab. Metode inilah yang kemudian dalam dunia pesantren “modern” dikenal dengan metode hiwar. Dalam aplikasinya, metode ini diterapkan dengan mewajibkan para santri untuk berbicara, baik dengan sesama santri maupun dengan para ustadz atau kyai, dengan menggunakan bahasa Arab.
3) Program Muhadarah Muhadharah adalah suatu kegiatan latihan secara individual bagi para santri yang intinya bertujuan untuk melatih keterampilan mereka dalam berpidato. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh para santri dalam penggunaan bahasa saat berpidato.
Tata cara dalam melakukan kegiatan ini pun terbilang sangat mudah diterapkan, yakni dengan mewajibkan bagi tiap-tiap individu santri untuk dapat tampil dan maju ke depan lalu berbicara tentang suatu hal untuk didengarkan oleh santri yang lain. dalam penyampaian materi tersebut lebih difokuskan pada inti-inti materinya saja, dan untuk pelaksanaan praktek tersebut setiap santri memiliki waktu kurang lebih tujuh menit.52 Kegiatan seperti ini bertujuan untuk menambah motivasi dan keberanian para santri untuk berlatih dalam mengungkapkan sebuah hal dan berusaha untuk didengar serta mengusahakan untuk mendapatkan perhatian dari para pendengar tersebut.
4) Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) Program ini merupakan sebuah program yang sangat berguna bagi para santri karena dapat digunakan sebagai modal dasar mereka di masyarakat kelak. Program ini mempelajari tentang metode ataupun cara-cara membaca, dan menulis al-Quran.
5) Pelatihan Seni Baca Al-Qur’an Pelatihan seni baca al-Qur’an ini diberikan sebagai tambahan ilmu untuk mengembangkan keterampilan para santri dalam membaca al-Qur’an. Pelatihan ini dimaksudkan sebagai penyokong kemampuan para santri saat terjun dalam masyarakat kelak. Pola pengajaran yang diterapkan pun tidak 52
H. Armat, staff pengajar, Wawancara pribadi, (Kantor Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah), Selasa, 04 Maret 2008.
berbeda dengan program BTQ, yakni pengajar memberikan materi yang berkenaan dengan ilmu seni membaca al-Qur’an dan kemudian diikuti oleh segenap santri secara jamaah maupun individu.
6) Ubudiyah Program ini dilaksanakan sebagai ilmu tambahan bagi para santri khususnya dari segi ilmu agama. Program ubudiyah ini terdiri dari penjelasan teori (materi) dan praktikum yang membahas tentang kehidupan umat beragama termasuk dalam kegiatan ibadah. Dari kajian ini diharapkan para santri akan mendapatkan pembekalan yang cukup dan lebih mendalam terhadap seluk beluk wawasan keagamaannya. Lebih diharapkan lagi agar mereka dapat memahami dan mengerti tentang proses menjalani kehidupan umat beragama.. Kegiatan ini dimaksudkan agar para santri dapat mengerti
tidak hanya sebatas teori
(materi) saja, melainkan diharapkan agar para santri dapat mengetahui tentang tata cara pelaksanaannya sehingga mereka tidak canggung lagi bila tampil di dalam kehidupan bermasyarakat kelak.
b. Program Pendidikan Formal Selain pondok pesantren, yayasan Al-Asmaniyah ini pun memiliki sebuah lembaga pendidikan se-tingkat Madrasah Tsanawiyah yakni Sekolah Menengah Pertama Islam (SMP-I). Sehingga dengan adanya kegiatan belajar mengajar setingkat SMP tersebut, yayasan ini kini telah mengadopsi sistem DIKNAS dan
melaksanakan beberapa mata pelajaran seperti di beberapa sekolah umum lainnya. Beberapa di antaranya adalah matematika, ekonomi, dan Bahasa Indonesia.
c. Kegiatan Ekstrakurikuler (Non-Formal) Kegiatan ini dilakukan di luar jam pelajaran sekolah biasa, di sekolah atau di luar sekolah, secara berkala atau hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Pada umumnya kegiatan ekstrakulikuler ini mengandung unsur-unsur pembinaan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan terhadap kehidupan bernegara dan berbangsa, pembinaan terhadap kepribadian, hingga pembinaan terhadap apresiasi, seni dan potensi.53 Di bawah ini adalah beberapa kegiatan ekstrakulikuler yang terdapat di Yayasan Pondok Pesntren Al-Asmaniyah:
1). Keterampilan Komputer Kegiatan ini hanyalah sebagai penyokong kemampuan para santri untuk kebutuhan mereka di masa yang akan datang. Dalam kegiatan keterampilan ini, para santri hanya mendapatkan pengetahuan tentang dasar-dasar dalam pengoperasian alat teknologi ini. Salah satu program yang diajarkan kepada para santri adalah Ms. Word.
2). Kegiatan Pramuka 53
Buku Pedoman Pembinaan Kesiswaan Al-Asmaniyah, Yayasan Al-Asmaniyah, h. 83-84.
Kegiatan ini tidak lain untuk melatih kedisiplinan dan keterampilan para santri yang diharapkan dapat berguna ketika mereka telah berada di tengahtengah masyarakat. Kegiatan ini sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh mereka, karena kegiatan ini dinilai dapat membentuk karakter dan kepribadian para santri agar dapat bertahan dalam menghadapi cobaan-cobaan yang akan menghadang mereka di kemudian hari.
3) Pelatihan Seni Islam Sebuah kegiatan yang mengandung nilai-nilai Islami, yang dimaksudkan untuk melatih keterampilan santri dalam menguasai beberapa kesenian Islam. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari senin-kamis ba’da Ashar. Adapun pelatihan kegiatan seni Islam yang dilakukan di yayasan ini seperti pelatihan kesenian marawis, dan nasyid.
4). Kursus Bahasa Inggris Pelatihan dalam berbahasa Inggris ini dilaksanakan setiap hari Sabtu bada dzuhur. Kegiatan ini bermaksud untuk menambah wawasan dan pengetahuan para santri serta menambah kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa asing.
BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI
A. Profil Guru Pembimbing Proses pembinaan spiritual dan peningkatan skill (kemampuan) para santri dilaksanakan dalam program klasikal. Adapun sistem pembelajaran klasikal tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia dengan maksud untuk memberikan pembekalan dan pemahaman ilmu agama kepada para santri didampingi oleh guru-guru yang –penulis rasaberkompeten di bidang agama. Pembelajaran atau pembinaan spiritual dan peningkatan kemampuan (skill) dilakukan oleh hanya empat orang figur tokoh pesantren yakni Bapak H. Armat Syarifuddin, Bapak H. Ahmad Sholihan, bapak H. Ahmad Ghozali dan Bapak H. Ade Fauzy. Dengan masing-masing tokoh memiliki kualitas individual dalam memenuhi kebutuhan pembinaan yang mencukupi. Adapun untuk mengetahui lebih jauh mengenai profil dari ketiga orang tersebut akan dijelaskan berikut ini:
1. H. Achmad Sholihan Pria kelahiran Tangerang 36 tahun silam tepatnya pada tanggal 9 September 1972 ini memiliki motto hidup agar jadilah manfaat bagi keluarga, Agama, dan Bangsa. Beliau adalah salah satu tokoh penting dalam berdirinya Yayasan Pondok
Pesantren Al-Asmaniyah ini. Dibantu oleh seorang istri dan beberapa kaum kerabat, beliau pimpin pergerakan yayasan pendidikan ini. Dengan kata lain, beliaulah yang memiliki posisi sebagai ketua yayasan di antara anggota keluarga lainnya.54 Tidak pernah mengenyam pendidikan formal tidak membuat beliau berkecil hati. Tidak ada yang tidak mungkin bila Allah swt menghendaki. Pergerakan dakwahnya dimulai sejak ia melangkahkan kaki dan singgah di Pondok Pesantren Mursyidul Fallah, Bogor pada tahun 1985-1995. Beliau untuk mendalami ilmu agama selama 10 tahun di pondok pesantren tersebut. Beliau mengisahkan selalu mengkaji dan mendalami Islam melalui berbagai kitab-kitab kuning yang ia temukan. Setelah merasa jenuh, akhirnya beliaupun hijrah untuk menambah wawasan agamanya. Adalah Pondok Pesantren Raudhatul Tafsir menjadi tempat persinggahan berikutnya. Pondok pesantren yang masih terletak di wilayah Bogor inilah beliau menempa ilmu dan mengkaji ilmu tafsir. Dari tahun 1998-2000, beliau menggeluti dan mengkaji ilmu tafsir di pondok pesantren ini.55 Tidak sampai di situ saja, masih merasa kurang dalam wawasan agamanya, maka pada tahun 2001 pun beliau hijrah kembali ke sebuah pondok pesantren bernama Darrul Ibtida di wilayah Tangerang. Hingga tahun 2002 beliau menetap di sana dan mempelajari serta mndalami ilmu fiqih.56 Setelah merasa cukup, maka beliau pun kembali untuk tinggal bersama orang tuanya di Kampung Dukuhpinang, Tangerang. Dan pada tahun 2003 atas dasar pemikiran beliau dan kesepakatan hasil musyawarah keluarga, akhirnya berdirilah
54
H. Ahmad Sholihan, daftar riwayat hidup H. Ahmad Sholihan, daftar riwayat hidup 56 H. Ahmad Sholihan, daftar riwayat hidup 55
sebuah Yayasan Pondok Pesantren bernama Al-Asmaniyah dengan beliau sendiri sebagai ketua yayasan.57 Selain menjabat sebagai ketua yayasan, H. Achmad Sholihan tidak serta merta meninggalkan kewajibannya sebagai muballigh. Berbagai ilmu agama yang beliau miliki dari beberapa pesantren yang pernah ia singgahi pun ia ajarkan kepada para santri. Dengan kata lain bahwa, H. Acmad Sholihan pun ikut serta dalam kegiatan proses pendidikan di Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah ini. Program yang khusus ia lakoni adalah program kajian kitab kuning dan mulok. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa terdapat beberapa kitab yang dibahas dalam pondok pesantren ini, yakni kitab Jurumiyah, kitab Safinah, kitab Fathul Qorib, kitab Ta’lim Muta’allim, dan kitab Nashaihul Ibad. Bila dilihat dari perjalanan hidupnya, dapat disimpulkan bahwa beliau benarbenar buta akan ilmu-ilmu formal (umum) namun sangat kaya akan ilmu-ilmu agama. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan beberapa kitab yang telah beliau pelajari dan kuasai. Inilah yang dijadikan modal utama oleh beliau untuk menyebarkan dan menyiarkan ilmu agama yang dimillikinya.
2. H. Armat Syarifuddin Pemilik nama lengkap Armat Syarifuddin ini dalam kesehariannya sering menggunakan nama panggilan Abi Hani, hal ini dikarenakan bahwa Pria kelahiran Kampung Babakan, Desa Bencongan, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang ini memiliki seorang anak perempuan bernama Hani. Bermula saat mengenyam 57
H. Ahmad Sholihan, Ketua Yayasan, Wawancara pribadi , (Aula Yayasan Pondok Pesantren AlAsmaniyah), Minggu, 10 Februari 2008.
pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1981-1986 ia pun sudah berangan-angan ingin menjadi seseorang yang bergerak di bidang dakwah hingga selepas tamat dari sekolah dasar, ia pun melanjutkan pendidikan di sekolah yang memiliki keislaman yang cukup kental, As-syafi’iyah adalah lembaga pendidikan yang beliau singgahi dari tahun 1986-1993 ia telah banyak menyerap berbagai ilmu agama yang kiranya dapat digunakan olehnya sebagai modal berdakwah kelak. Tidak cukup puas dengan ilmu yang didapatkannya di As-Syafi’iyah, pada tahun 1993 beliau pun lalu merapat di Daarut Tafsir (Ciampea) guna mendalami ilmu keagamaannya.58 Selama 1 tahun ia menempa ilmu agama di Daarut Tafsir, kemudian ia pun melanjutkan pendidikannya dan hijrah untuk kuliah di lembaga pendidikan LaRoyba (Parung Panjang) untuk mengenyam pendidikan tingkat D2, namun baru beberapa tahun berjalan ia pun harus menyudahinya karena suatu hal dan akhirnya jenjang pendidikan D2 tersebut terputus di tengah jalan. Sempat vacum dalam menyerap pendidikan namun tidak menghentikan kegiatanya di bidang dakwah. Kini beliau memiliki posisi sebagai Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Miftahul Khaer diwilayah Sukabakti Kecamatan Curug, Tangerang sekaligus beliau meneruskan pendidikannya kembali di STKIP Kusuma Negara guna mendapatkan ijazah bergelar sarjana (S1) dan bergabung untuk mengajar di Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah, Dukuhpinang, Tangerang.59 Selama bergerak di bidang dakwah, beliau sudah mulai meniti karir tersebut semenjak di pesantren dan belajar di madrasah tsanawiyah (di lembaga pendidikan As-Syafi’iyah). Sering diajak oleh gurunya kala berdakwah dan mengisi kegiatan
58 59
H. Armat, daftar riwayat hidup H. Armat, daftar riwayat hidup
peringatan hari-hari besar Islam di luar lingkungan pesantren menjadikannya terbiasa dalam dunia dakwah.hingga kini beliau berposisi sebagai Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Miftahul Khaer di wilayah Sukabakti Kecamatan Curug, Tangerang, dan kegiatan dakwahnya pun tak akan pernah berhenti.60 Saat ini beliau pun masih tetap berdakwah walau hanya di wilayah Kecamatan Curug khususnya dalam beberapa pengajian bapak-bapak maupun ibu-ibu. Beliau pun pernah berdakwah hingga wilayah Malingping (Rangkas Bitung, Banten), Sukabumi, bahkan sampai ke wilayah Tasikmalaya. Bila melihat sejarah perjalanan beliau, sangatlah cocok dengan posisinya sebagai salah satu pengajar dan pembina program pembinaan kader muballigh di Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah ini. Wawasan dan pengalaman beliau sangatlah penting serta dapat mendukung keseharian dan tugas-tugasnya. Kemapanan ilmu menjadikan dirinya berkompeten sebagai pembina program muhadatsah dan muhadarah.
3. H. Ahmad Ghozali Beliau lahir kurang lebih sekitar 45 tahun yang lalu di wilayah Bencongan, Tangerang, Banten. Pria berdarah Sunda ini adalah salah satu tokoh pondok pesantren al-Asmaniyah. Sebelum ikut mengajar di al-Asmaniyah, beliau pun sempat mendalami berbagai ilmu agama beberapa tahun di pesantren Rumpak Sinang, pakulonan Barat, Tangerang. Lalu setelah merasa cukup, beliaupun melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren Nurul Huda, Bogor selama 1 tahun
60
H. Armat, daftar riwayat hidup
untuk menguatkan pemahaman agamanya. Setelah selesai, beliaupun ikut bergabung dan mengajar di pesantren al-Asmaniyah dalam program ubudiyah.
4. Ustadz Haji Ade Fauzy Pemilik nama kecil Dede Mamad ini termasuk ke dalam salah satu pembina yayasan Al-Asmaniyah yang memiliki segudang pengalaman di bidang dakwah Islam. Pria kelahiran Tasikmalaya 36 tahun yang lalu tepatnya tanggal 07 September 1972 ini dirasa memiliki cukup kemapanan di bidang keilmuan, baik agama maupun formal. Sejarah pendidikannya dimulai ketika beliau mendaftarkan dirinya sebagai siswa di sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kertawana di wilayah Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1985.61 Kemudian pada tahun 1986, beliau mencoba mendaftarkan dirinya di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN) Tasikmalaya hingga lulus pada tahun 1988. tidak hanya itu, pada tahun 1986 pun beliau terdaftar sebagai santri di Pondok Pesantren Al-Koeriyah, Cikatomas, Tasikmalaya.62 Setelah selesai, beliau menghentikan sejenak berguru di sekolah umum dan hijrah menuju Pondok Pesantren Baitul Hikmah, Haurkuring, Tasikmalaya hingga tahun 1995. Di tahun berikutnya H. Ade Fauzy memiliki keinginan untuk mendalami seni dalam membaca al-Qur’an, sehingga iapun mendaftarkan diri sebagai santri di Pondok Pesantren Al-Mubarok, Tasikmalaya hingga tahun 1997.63 Setelah merasa puas dengan kemampuan yang beliau miliki, di tahun yang sama beliaupun mencoba untuk menambah pengetahuan ilmu agamanya dengan 61
H. Ade Fauzy, daftar riwayat hidup H. Ade Fauzy, daftar riwayat hidup 63 H. Ade Fauzy, daftar riwayat hidup 62
merambah ke Pondok Pesantren Darussalam, Tasikmalaya untuk belajar dan mendalami ilmu tafsir hingga tahun 1998. Lalu di tahun yang sama beliau melanjutkan pendalaman ilmu agamanya di Pondok Pesantren Attawakal Salafi hingga tahun 1999. dan akhirnya di tahun itu pula beliaupun berhijrah dari Tasikmalaya menuju Tangerang untuk mencari peruntungannya. Hingga akhirnya pada tahun 2000, beliau dapat melanjutkan sekolah umumnya dengan mendaftarkan diri sebagai peserta program pemerintah paket C setara Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga lulus dan menetap di Kabupaten Tangerang, dan akhirnya di awal tahun 2007 beliaupun telah mendapatkan gelar sarjana (S1). Selama menetap di Tangerang, berbagai kegiatan dakwah dan sebagai qori pun ia lakoni, dimulai dari pengajian majelis ta’lim, hingga peringatan hari besar Islam pernah dijalaninya. Sederet pengalaman berorganisasi pun beliau raih. Dimulai sebagai kepala seksi rohani dan da’wah pada tahun 2001, kepala seksi pendidikan sebuah forum silaturahmi bernama (FSPP) di tahun 2002-2004, sebagai pengurus di majelis ta’lim Al-Munir sejak tahun 2004 hingga 2006, dan juga dari tahun 2003 hingga kini beliau masih terikat sebagai pengurus, pembina, sekaligus pengajar di Yayasan Al-Asmaniyah.64 Berdasarkan wawasan dan pengalaman tersebut beliau memiliki kompetensi yang sangat cukup untuk bergerak sebagai seorang muballigh professional maupun sebagai pelantun seni baca al-Qur’an. Pengetahuan secara umum maupun agama
64
H. Ade Fauzy, daftar riwayat hidup
beliau miliki. Sehingga beliaupun mendapat peran sebagai pengajar program baca tulis al-Qur’an (BTQ) dan program seni baca al-Qur’an.65
B. Pola Komunikasi Kyai dan Santri 1. Pelaksanaan Program Pesantren Proses pembelajaran akan mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal bila didukung dengan hubungan komunikasi yang baik antara kyai dan santri. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang mayoritas memberikan kajian mengenai ilmu agama secara mendalam. Begitu pula dengan pondok pesantren al-Asmaniyah mengemas pendidikan dalam sistem pendidikan formal dan in-formal, dengan tujuan agar para santri dapat mendalami berbagai ilmu agama dan ilmu umum. Dengan didukung oleh tingkat spiritual yang tinggi, pengetahuan dan wawasan yang luas dan berakhlakul karimah yang kuat. Berikut adalah beberapa program pendidikan pesantren dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh pondok pesantren al-Asmaniyah, di antaranya adalah: a) Kajian Kitab Kuning Pola pengajaran yang dilakukan dalam program pengkajian kitab kuning di pondok pesantren ini adalah proses pemberian materi kepada para santri secara keseluruhan secara bersama-sama mendengarkan ketika seorang ustadz atau kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan mengulas secara mendalam sebuah
65
H. Ade Fauzy, pembina seni baca al-Qur’an, Wawancara pribadi, (AulaYayasan Pondok Pesantren AlAsmaniyah), Senin, 07 April 2008.
materi dalam kitab berbahasa arab tersebut. Setelah itu berlangsung, saatnya berganti posisi dengan ustadz atau kyai mendengarkan para santri yang membaca kitab yang telah dibahas oleh sang kyai. Dan setelah kedua kegiatan tersebut berlangsung, saatnya kyai menyuruh para santri untuk menghafalkan tiap-tiap bait kitab yang telah dibahas tadi untuk mendapatkan tingkat pemahaman yang mencukupi. Pola komunikasi yang dilakukan dalam program ini yaitu dengan menggunakan pola komunikasi kelompok kecil yang dilakukan adalah menggunakan metode ceramah, kyai bertatap muka dengan sejumlah santri secara langsung dan membahas bait demi bait yang tedapat dalam kitab tersebut. Memang sangat cocok dengan pola seperti itu, karena santri memang mengharapkan agar seorang ustadz memberikan pengetahuan ilmu agamanya dengan kitab kuning sebagai kajiannya. Selain itu, kyai juga menggunakan pola komunikasi instruksional dengan memberi perintah kepada para santri untuk menghafal beberapa bait yang telah dibahas secara bersama-sama. Hal ini dapat menambah keilmuan santri dalam segi wawasan dan pengetahuan ilmu agama bagi diri mereka masing-masing.
b)
Program Muhadatsah Muhadatsah merupakan latihan berbicara atau bercakap-cakap dengan
menggunakan bahasa Arab. Program ini dapat melatih keterampilan dan kemampuan para santri untuk berbicara dalam bahasa Arab sama halnya ketika mereka berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Bila dilihat secara langsung,
pola komunikasi yang dilakukan oleh pengajar program ini adalah pola komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi instruksional yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka untuk berani mengungkapkan kata-kata dalam bahasa arab. Pola ini akan membiasakan para santri untuk dapat berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa arab. Pelaksanaan dalam program muhadatsah yaitu dengan mengumpulkan para santri di sebuah lapangan di pagi hari, mereka dipasangkan dengan seorang temannya untuk melaksanakan percakapan yang sudah mereka pelajari sebelumnya di rumah dalam bahasa Arab selama 15 menit. Setelah itu mereka dibariskan membentuk sebuah lingkaran dengan pengajar berada di tengah-tengah mereka, kemudian pengajar tersebut menunjuk salah seorang di antara para santri bergantian untuk bercakap-cakap antara ustadz dan santri selama 15 menit pula. Dan dalam waktu 15 menit setelahnya, ustadz memilih beberapa orang santri untuk tampil di hadapan teman-temannya untuk melakukan percakapan dalam bahasa Arab. Di sinilah pola instruksional memiliki peran agar mereka (santri) memiliki keberanian dalam berucap dengan bahasa Arab untuk dirinya sendiri atau dihadapan orang lain.
c) Program Muhadharah Muhadharah adalah suatu kegiatan latihan secara individual bagi para santri yang intinya bertujuan untuk melatih keterampilan mereka dalam berpidato. Sama halnya dengan program muhadatsah, program muhadarah ini menggunakan pola komunikasi kelompok dengan kyai memberikan penjelasan materi di hadapan
sejumlah santri menyangkut ilmu agama. Setelah itu, pengajar menggunakan pola komunikasi instruksional memerintahkan para santri untuk membuat sebuah naskah pidato dengan tema yang tidak ditentukan oleh pengajar, melainkan para santri dibebaskan untuk memilih tema sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini dimaksudkan agar mereka dibiasakan setiap minggunya untuk tampil membahas sebuah tema di hadapan orang lain. Karena muhadarah dilaksanakan secara terus menerus, maka sikap percaya diri dan keberanian tersebut akan muncul dengan sendirinya karena selalu diasah setiap minggunya. Dalam pelaksanaannya, para santri dikumpulkan dalam sebuah ruangan (bila terjadi hujan) namun pada umumnya mereka dikumpulkan di sebuah tanah lapang, dengan laki-laki perempuan berbaris rapi secara terpisah, dan didukung oleh sebuah pengeras suara (speaker) untuk memperjelas sebuah materi yang mereka bawakan. Pengajar akan menunjuk para santri secara acak untuk tampil di hadapan para teman-temannya. Sedangkan pengajar tersebut akan memantau perkembangan para santri dengan memberi penilaian di antara mereka. Pengajar akan memberikan sebuah nilai khusus untuk untuk beberapa orang yang dinilai memiliki kemampuan dalam bidang ini dan menampilkannya dalam beberapa peringatan hari besar Islam di lingkungan pondok pesantren. Inilah maksud dari adanya pembinaan mental dalam program tersebut, yakni melatih keberanian para santri ketika tampil di hadapan orang banyak. Dan dikemudian hari mereka pastinya sudah tidak merasa canggung lagi untuk tampil di hadapan masyarakat dalam melaksanakan perannya sebagai penyebar pesan dakwah.
Namun tidak semua santri dapat melaksanakan program ini dengan baik, karena masih terdapat para santri yang merasa malu untuk tampil di hadapan teman-temannya.
d) Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) Program ini sangat berguna bagi para santri karena dapat digunakan sebagai modal dasar mereka di masyarakat kelak. Program ini mempelajari tentang metode ataupun cara-cara membaca, dan menulis al-Quran. Kegiatan dilakukan di dalam kelas dengan kyai memberikan ceramah dan santri mendengarkan. Bila pembahasan telah selesai, maka sudah tentu sang kyai akan memberikan latihanlatihan sesuai dengan materi yang telah dibahas tadi. Pola komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan program ini adalah pola komunikasi kelompok dengan kyai memberikan ceramah materi dan sejumlah santri mendengarkannya. Dalam program inipun terdapat pola komunikasi instruksional, seperti memberikan laihan-latihan kepada para santri sesuai dengan materi yang telah dibahas. Pola pembinaan ini dilakukan dengan maksud agar para santri dapat memahami ilmu secara mendalam baik melalui materi dan tugas atau bahkan buku-buku pedoman yang diberikan oleh pengajar. Pola komunikasi yang dilakukan dirasa cukup untuk menambah wawasan dan pengetahuan mereka. Karena untuk mencari dan menambah pengetahuan yang tidak didapatkan oleh mereka dari seorang guru, tidak menutup kemungkinan mereka akan mencari sendiri melalui buku-buku pedoman lainnya. Dan ini akan menambah minat
mereka untuk mendalami sendiri kekurangan yang dimilikinya dalam hal mambaca, dan menulis al-Qur’an.
e)
Pelatihan Seni Baca Al-Qur’an Pelatihan seni baca al-Qur’an ini adalah pengembangan keterampilan para
santri dalam membaca al-Qur’an. Pelatihan ini dimaksudkan sebagai penyokong kemampuan para santri saat terjun dalam masyarakat kelak. Dalam pelaksanaan program ini terdapat dua pola komunikasi yang digunakan, yaitu pola komunikasi kelompok dan pola komunikasi instruksional. Pola komunikasi kelompok dilaksanakan dengan kyai memberikan contoh bacaan dengan menggunakan salah satu lagam dalam seni baca al-Qur’an dan kemudian sejumlah santri mengikuti secara bersama-sama dan terus berulang berkali-kali. Adapula pola instruksional dengan memberikan kesempatan kepada para santri untuk mencoba kemampuan mereka dalam membaca ayat demi ayat yang baru dicontohkan oleh kyai-nya. Kedua pola tersebut memiliki maksud dan tujuan yang berbeda. Pola komunikasi kelompok dimaksudkan agar para santri dapat mengetahui dan memahami tentang tata cara dalam melantunkan ayat suci al-Qur’an berdasarkan contoh dan ulasan yang disampaikan oleh pengajar. Sedangkan pola komuikasi instruksional dilakukan dengan maksud agar para santri tidak hanya paham dari sudut pandang teori saja melainkan juga dari praktekikum tiap-tiap individu santri. Pelatihan yang dilakukan sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan para santri dalam belajar seni baca al-Qur’an. Karena diharapkan mereka akan mendapatkan wawasan dari segi teori dan tata caranya. Dan mereka akan
mendapatkan sebuah pemahaman dan pengalaman dalam melaksanakan kegiatan seni
baca
al-Qur’an
sehingga
akan
memunculkan
keberanian
untuk
mempraktekkannya secara individu di masyarakat. Program ini dilaksanakan pada waktu ba’da solat dzuhur. Dan para santri dikumpulkan dalam sebuah posisi duduk yang telah diatur sedemikian
rupa
dengan posisi laki-laki dan perempuan terpisah. Dalam pelaksanaannya, para santri diwajibkan mengikuti dan mendengarkan penjelasan dari ustadz yang bertugas mengajar program ini.
f) Ubudiyah Program ini dilaksanakan sebagai ilmu tambahan bagi para santri khususnya dari segi ilmu agama. Dalam pelaksanaannya, ubudiyah adalah pemberian materi dan praktikum ilmu fiqih. Adapun pola komunikasi yang dilakukan oleh pondok pesantren dalam pelaksanaan program ubudiyah ini adalah pola komunikasi kelompok berdasarkan panduan buku pedoman kyai bertatap muka dengan sejumlah santri melalui metode ceramah, kyai berusaha memberikan penjelasan atau ceramah kepada para santri tentang sebuah materi dan terdapat pula pola instruksional dalam program ini yakni kyai memerintahkan para santri untuk menghafal dan memeraktekkannya secara individual. Hal ini dimaksudkan agar para santi dapat memahami secara mendalam dari segi materi maupun pelaksanaannya. Dan pola tersebut sangat cocok untuk meningkatkan pemahaman santri terhadap sebuah materi dalam hal fiqih tidak hanya dalam teori namun juga dari segi penerapan atau pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun pelaksanaan dalam program mulok ini adalah mereka (santri) dikumpulkan dalam sebuah ruangan. Program ini dibagi menjadi dua sesi waktu pelaksanaan, untuk minggu ke-1 dan ke-2 adalah kyai akan memberikan penjelasan secara gambalng mengenai materi fiqih tertentu. Sedangkan minggu ke-3 adalah pelaksanaan hafalan bagi para santri secara individual atau lebih dikenal dengan istilah setoran.
2. Metode Pelaksanaan Metode pembelajaran atau pembinaan sangat diperlukan pula untuk melancarkan proses penyampaian ilmu dari kyai kepada santri-nya. Karena, metode penyampaian turut menentukan keberhasilan suatu proses belajar mengajar dan tentunya didukung pula dengan pola komunikasi yang baik pula. Adapun beberapa metode yang dilakukan dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di pesantren al-Asmaniyah ini adalah metode ceramah, diskusi, dan praktek. a. Metode Ceramah Metode ini mayoritas menggunakan lisan oleh para pengajar untuk menyampaikan materi kepada santri. Metode ceramah dapat berupa pidato (rethorika), khutbah, mengajar, dan sebagainya. Kelebihan dari metode ini adalah sifatnya yang fleksibel artinya mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Maksudnya bila waktu mencukupi maka materi akan tersaji secara luas namun
bila memiliki keterbatasan waktu, maka kajian materi akan dipersingkat namun tetap fokus pada inti pembelajaran. Kelemahan dari metode ini adalah kurang efektifnya pemahaman para santri terhadap materi secara mendalam dikarenakan metode tersebut bersifat satu arah.
b. Metode Hafalan Metode ini mendorong para santri untuk dapat aktif dan bersungguh-sungguh dalam memperhatikan dan menguasai materi yang diberikan sehingga diharapkan para santri dapat lebih memahami persoalan yang dihadapinya. Metode ini memerintahkan para santri untuk dapat menguasai materi tanpa harus melihat buku pedoman.
c. Metode Latihan Metode ini dilaksanakan untuk melatih dan memunculkan rasa percaya diri dan keberanian para santri dalam menjalankan kegiatan yang diikuti oleh mereka. Selain itu, metode ini berusaha untuk membiasakan para santri untuk senantiasa mengasah kemampuannya dalam mengembangkan diri untuk lebih memahami dalam penerapan berbagai ilmu yang telah didapatkannya.
d. Metode Membaca dan Menyimak Metode membaca ini dilakukan oleh kyai pada saat ia menyampaikan materi berdasarka pedoman yang ada. Kyai berposisi sebagai penyampai pesan dan santri mendengarkan. Sedangkan metode menyimak ini dilakukan oleh kyai untuk
mengetahui tingkat pemahaman para santri saat mereka ditugaskan untuk membaca secara individual.
C. Analisis Terhadap Pola Komunikasi Kyai dan Santri Pola komunikasi yang dilakukan pondok pesantren al-Asmaniyah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah:
1. Komunikasi Antar Pribadi Pola komunikasi interpersonal (antar pribadi) dilakukan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Ada saatnya para santri berkonsultasi secara langsung kepada para pengajar ketika tidak mengerti dan merasa kesulitan dalam mengikuti beberapa program tersebut. Komunikasi antar pribadi ini terjadi saat di dalam maupun di luar jam belajar. Bentuk komunikasi ini dapat membantu kyai dalam meningkatkan semangat belajar kepada para santri-nya.
2. Komunikasi Kelompok Pola komunikasi kelompok kecil dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren ini dapat terjadi saat kyai menyampaikan materi kepada para santri di dalam pelaksanaan sebuah program. Program-program pesantren ini mayoritas dilakukan di dalam ruangan, dan massa yang berada di dalam ruangan tersebut dapat dikatakan sebagai kelompok kecil.
Dalam proses komunikasi melalui pola komunikasi ini, para pengajar selalu memperhatikan umpan balik dari santrinya. Penyampaian dengan komunikasi verbal yang dilakukan oleh para pengajar diharapkan dapat memberikan hasil maksimal dengan kualitas pemahaman para santri yang mencukupi. Keuntungan yang dapatkan saat pengajar menggunakan pola komunikasi kelompok ini adalah para pengajar dapat menguasai situasi dan mengetahui tanggapan para santri saat menerima materimateri yang telah diberikan.
3. Komunikasi Instruksional Dengan banyaknya pemberian tugas-tugas latihan atau hafalan, maka saat itulah para pengajar menggunakan pola komunikasi instruksional. Dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman para santri terhadap sebuah materi. Sehingga para santri tidak hanya memahami materi dari segi teori saja melainkan juga pelaksanaan-nya. Adapun beberapa macam instruksi yang diberikan oleh pengajar kepada para santri, antara lain: a.
Santri diharuskan menghafal bait demi bait dalam program kajian kitab kuning.
b.
Santri diwajibkan untuk membaca dan mengikuti materi yang dijelaskan oleh pengajar seperti dalam program kajian kitab kuning dan program seni baca al-Qur’an.
c.
Santri diharuskan dapat berbicara dalam bahasa Arab saat program muhadatsah berlangsung.
d.
Santri diharuskan untuk berani tampil secara individual dan berpidato saat program muhadarah.
e.
Secara umum santri diwajibkan untuk mengikuti setiap kegiatan proses belajar mengajar sebagai perhitungan faktor penilaian selama aktif di pesantren al-Asmaniyah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian tentang kegiatan yang dilaksanakan di pondok pesantren alAsmaniyah, kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten dalam melaksanakan proses belajar mengajar ilmu agama yakni dengan menggunakan pola-pola komunikasi dan beberapa metode sebagai pendukung untuk mencapai hasil akhir yang maksimal, akhirnya dari uraian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa: 1) Pola komunikasi yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren al-Asmaniyah secara umum menggunakan tiga macam pola yaitu komunikasi
antar
pribadi,
komunikasi
kelompok,
dan
komunikasi
instruksional.
2) Sedangkan metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren al-Asmaniyah ini menggunakan beberapa macam metode di antaranya adalah metode ceramah, metode hafalan, dan metode latihan serta metode membaca dan menyimak.
B. Saran-saran 1) Diharapkan untuk beberapa masa yang akan datang, terjadi perkembangan di dalam tubuh yayasan pondok pesantren alAsmaniyah. Dengan melakukan peningkatan kualitas guru pengajar dan perbaikan sarana prasarana yang dengan baik, agar tercipta peningkatan kualitas dalam diri para santri.
2) Kapada lembaga-lembaga terkait baik dalam tingkat pemerintahan atau lembaga pendidikan agama lainya, agar dapat membantu dan merangkul lembaga-lembaga pendidikan agama lain yang merasa perlu bantuan secara materil maupun nonmateril. Sehingga tercipta pemerataan kualitas pendidikan di seluruh lembaga pendidikan agama.
3) Kepada para peneliti yang bermaksud akan melakukan sebuah penelitian dengan mengangkat pembahasan pola komunikasi, diharapkan dapat meneruskan penelitian ini dengan membahas tentang efektifitas pola komunikasi di pesantren ini ataupun lembaga-lembaga terkait lainnya.
BAB VI DAFTAR PUSTAKA
A.N., Firdaus, Pelangi dakwah, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993. Al Hilali, Masdi, 38 Sifat Generasi Unggulan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999). Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rhineka Cipta 1998). Buku Pedoman Pembinaan Kesiswaan Al-Asmaniyah, Yayasan Al-Asmaniyah. Daradjat, Zakiyah, ilmu jiwa agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), cet. Ke-15. Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai pustaka, 1986). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1998). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996). Dirdjosanjoto, Pradjata, Memelihara Umat Kiai pesantren-kiai Langgar jawa, (Yogyakarta: LKIS, 1999), cet. Ke-1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet.ke-1. Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; balai pustaka, 1986).
Dirdjosanjoto, Pradjata, Memelihara Umat Kiai pesantren-kiai Langgar jawa, (Yogyakarta: LKIS, 1999), cet. Ke-1. Effendi, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. remaja Rosdakarya, 2004), cet.ke-6. Effendi, Onong Uchjana, Hubungan masyarakat: suatu study komunikologis, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2002), cet.ke-6. Effendi, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi teori dan praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), cet.ke-5. Effendy, Onong Uchjana, Kepemimpinan dan komunikasi, (Yogyakarta: PT.al-Amin Press, 1996), cet.ke-1. Effendi, Onong Uchjana, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar maju, 1992), cet.ke-1. El-Abad, Kamaludin, bimbingan latihan pidato da’wah fanu al-muhadharah, (Jakarta: simplex, 1997). H. Hamzah Ya’kub, DR., etos kerja Islami, petunjuk pekerjaan yang halal dan haram dalam syariat Islam, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992. Hielmy, Irfan, KH., Dakwah Bil-Hikmah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002). Haedari, dkk., HM. Amin, Masa Depan Pesantren, (Jakarta: IRD PRESS, 2004), cet.1 Ma’luf, Lois, Al-Munjid, (Beirut: Darul Masyrik 1986). Madjid, Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren; sebuah potret perjalanan, ( Jakarta: Paramadina, 1997). Mastufu, Prinsip Pendidikan Pesantren, (Jakarta: Inis, 1994). Mubarok, Achmad, Hakikat Dakwah,(Jakarta: Iqro Media Pencerahan Umat, No.12,2003).
Muriah, Dra. Siti, Metode Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mutiara Pustaka, 2000), cet. Ke-1. Nasution, Zulkarnaen, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka) Pohan, Drs, Rusdin, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Yogyakarta: Lanarka, 2007). Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976). Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi;edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, th.2007), cet.ke-24. Rosyidi, T.A. Latief, Dasar-dasar Rethorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: 1985). Sabri, H.M. Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta, 2005), cet.ke-1. Sendjaja, Sasa Djuarsa, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1998). Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survai: edisi revisi, (Jakarta:LP3ES, 1989) Soenarjo S.H. dkk, Prof. R.H.A., Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an; Jakarta, 1 Maret 1971). Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Cet. Ke-1. Usman, Asnawir dan Basyaruddin, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002). Wahyoetomo, Perguruan tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997). Widjaja, H.A.W., Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), cet.ke-2. Zaini, A., Dunia Pemikiran kaum Santri, (Yogyakarta: EKPSM NU, DIY Tompeyan TR III, 1994).
Zarkasyi, K.H. Imam, Praktikum; Bahan untuk Pengantar dan pengarahan Amaliah Tadris, (Jakarta: Tarbiyatul Muallimin/muallimat Al Islamiyah, 1995). Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986).
H. Ahmad Sholihan, daftar riwayat hidup H. Ahmad Sholihan, Ketua Yayasan, Wawancara pribadi , (Aula Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah), Minggu, 10 Februari 2008. H. Ade Fauzy, daftar riwayat hidup H. Armat, daftar riwayat hidup H. Ade Fauzy, Wakil Ketua Yayasan, Wawancara pribadi, (Rumah Wakil Ketua Yayasan Pesantren Al-Asmaniyah), Senin, 18 Juni 2008. Majalah Bina Pesantren, Revitalisasi pesantren: pasang surut peran dan fungsi pesantren, edisi 02/tahun I/Nopember 2006. Majalah Bina Pesantren, Media Informasi dan Artikulasi Dunia Pesantren, edisi 01/tahun 1/Oktober 2006.
BERITA WAWANCARA Hari/Tanggal Tempat Responden Jabatan
: Minggu, 10 Februari 2008 : Aula Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah : H. Ahmad Sholihan : Ketua Yayasan
1. Bagaimanakah awal mula sejarah berdirinya Yayasan Pondok Pesantren AlAsmaniyah ini? Awal mula terbentuknya pondok pesantren Al-Asmaniyah, berawal sekitar tahun 1995-1996. Di sebuah tanah wakaf milik keluarga bapak Haji Asman, dengan luas kurang lebih sekitar 3000 meter persegi, dibukalah sebuah lembaga pndidikan keagamaan dengan menganut sistem salafi. Pondok pesantren yang pada awalnya hanya berbentuk sebuah majlis bernama Miftahul Jannah telah berdiri di tengahtengah kehidupan masyarakat Kampung Dukuhpinang. Dengan Bapak Haji Ahmad Ghozali sebagai pimpinannya Seiring dengan perkembangan yang dialami, anggota keluarga pemilik tanah pun bermusyawarah dan berinisiatif untuk membangun sebuah lembaga pendidikan dan akhirnya sekitar tahun 2003 dicapailah kata mufakat sehingga terbentuklah sebuah yayasan pondok pesantren dengan nama Al-Asmaniyah.
2. Apakah visi dan Misi dibangunnya Yayasan Pondok Pesantren AlAsmaniyah ini?
Visi kami adalah: Memperkuat Pendidikan keagamaan dalam system pendidikan nasional sehingga mampu menjadi lembaga alternatif di Indonesia dan menjadi lembaga pemberdayaan masyarakat. Misi kami adalah: Memberikan pembekalan dasar-dasar Ilmu agama, sehingga diharapkan para santri memiliki pengetahuan dan pemahaman melalui pengenalan tentang seluk beluk ilmu Agama secara mendasar sebagai bekal para santri dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
3. Bila dilihat dari keadaannya, seperti apakah sistem pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah ini? Sistem pendidikan kami secara umum mengadopsi dua macam sistem pendidikan, yakni; 4. Sistem Salafiyah Pada awal berdirinya, lembaga ini mengadopsi sistem salafiyah (tradisional) berdasarkan pengajaran kitab kuning sebagai inti pendidikannya. 5. Sistem Pendidikan Nasional (Formal) Semenjak tahun 2003, lembaga ini telah mendirikan sebuah lembaga pendidikan umum setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun dikarenakan tidak meninggalkan pendidikan dengan nilai-nilai keagamaan yang kental maka tingkatan pendidikan tersebut memiliki sedikit perubahan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi Sekolah Menengah Pertama Islam (SMP-I). Sehingga
dengan adanya kegiatan belajar mengajar se-tingkat SMP tersebut, yayasan ini kini telah mengadopsi sistem DIKNAS.
4. Sampai saat ini, siapa sajakah yang berperan dan memiliki andil sebagai pengurus sekaligus pengasuh di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah ini? Orang-orang yang berperan di Yayasan Pondok Pesantren ini adalah Bpk H. Asman (sbg Pendiri Yayasan), KH. Ahmad Syatiri (sbg Penasehat), Bpk H. Achmad Solihan (sbg Ketua Yayasan), Bpk H. Dede Fauzy (sbg Wakil Ketua Yayasan), Hj. Tuti Kholilah (sbg Sekretaris), Bapak H. Ahmad Ghozali (sbg Bendahara), dan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di SMP-I pun kami turut dibantu juga oleh kurang lebih 20 orang guru pembantu (tidak tetap).
5. Selama perkembangannya, program apa saja yang hingga kini dijalankan dan ingin dicapai oleh Yayasan Pondok Pesantren Al-Asmaniyah? Ada beberapa program pendidikan yang sedang dilaksanakan dan ingin dicapai juga, kami coba melihat dari tiga sisi, yakni:
A. Program Jangka Pendek Adapun yang menjadi program jangka pendek dari yayasan pondok pesantren ini adalah tetap meneruskan pendidikan keagamaan dalam sistem salafi yakni tetap dengan menggunakan kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning) sebagai media
pembelajaran. Selain itu juga berusaha untuk tetap bertahan untuk melaksanakan program pendidikan formal setingkat sekolah Menengah Pertama Islam (SMP-I). B. Jangka Panjang Sedangkan mengenai program yang ingin dicapai secara jangka panjang oleh pondok pesantren ini adalah berusaha untuk mengembangkan tingkat pendidikan formal yang telah ada hingga madrasah aliyah dan pendidikan formal se-tingkat perguruan tinggi. C. Program Harian Sebagai penyokong jalannya program jangka pendek maupun jangka panjang tersebut, yayasan pondok pesantren Al-Asmaniyah juga memiliki program harian, seperti pengajian kitab kuning, program muhadasah, program muhadarah, pelatihan seni baca al-qur’an, kegiatan seni Islam, keterampilan komputer, ekstrakulikuler pramuka.
Yang diwawancara
H. Ahmad Sholihan Ketua Yayasan Al-Asmaniyah
DAFTAR WAWANCARA Hari/Tanggal Tempat Responden Jabatan
: Senin, 18 Juni 2008 : Kantor Yayasan : H. Ade Fauzy : Wakil ketua yayasan al-Asmaniyah
1. Telah diketahui bahwa terdapat beberapa program pesantren seperti kajian kitab kuning, muhadasah, muhadarah, ubudiyah, BTQ, dan seni baca al-Qur’an. Siapa saja yang berperan aktif dalam pelaksanaan program tersebut? Dan bagaimana pembagian kerjanya? Jawab: untuk pelaksanaan program selalu didampingi oleh pembimbing yang cukup berkompeten di masing-masing program, yakni: a. Kajian kitab kuning oleh H. Ahmad Sholihan b. Muhadasah oleh H. Armat Syarifuddin c. Muhadarah oleh H. Armat Syarifuddin d. Ubudiyah oleh H. Ahmad Ghozali e. BTQ oleh saya sendiri H. Ade Fauzy f. Dan seni baca al-Qur’an juga oleh saya sendiri H. Ade fauzy 2. Bagaimana tata cara pelaksanaan dari masing-masing program? Jawab: a. Kajian kitab kuning, dilaksanakan dengan guru pembimbing membaca bait demi bait kajian materi dalam kitab tertentu dan santri mendengarkan, setelah itu terjadi pergantian posisi dengan santri membaca secara individual bait-bait tersebut dan guru pembimbing mendengarkan, bila sudah selesai maka guru pembimbing berusaha menjabarkan dan menjelaskan secara gamblang kemudian diakhiri dengan guru pembimbing meminta santri untuk menghafal materi tersebut. b. Muhadasah, dilaksanakan dengan guru pembimbing melakukan interaksi langsung kepada sajumlah santri. Baik berupa interaksi kepada keseluruhan santri atau hanya sebatas individual santri dan tentuya dengan menggunakan bahasa Arab. c. Muhadarah, dilaksanakan dengan guru pembimbing memberikan araharahan kepada sejumlah santri berhubungan dengan kegiatan muhadarah itu sendiri. Setelah itu para santri ditugaskan untuk membuat sebuah tema pidato untuk mereka sampaikan dihadapan teman-temannya. d. Ubudiyah, dilaksanakan dengan guru pembimbing memberikan materi yang berhubungan dengan ilmu agama, dan biasanya adalah fiqih. Setiap dua minggu awal para santri mendapat masukan ilmu berdasarkan teori.
Namun di setiap minggu ke tiga pertemuan, para santri mendapatkan tugas hafalan tentang materi tersebut dan tidak menutup kemungkinan akan terlaksananya praktek untuk tiap individu santri terhadap kajian tersebut. e. BTQ, pelaksanaan-nya tidak beda dengan proses belajar mengajar lainnya. Guru pembimbing memberikan penjelasan materi dan santri mendengarkan. Setelah itu barulah guru pembimbing memberikan tugas kepada para santri berkenaan dengan materi tersebut untuk menambah pemahaman para santri terhadap materi yang telah dibahas. f. Seni baca al-Qur’an, dilaksanakan dengan guru pembimbing memberikan contoh kepada sejumlah santri dalam tata cara membaca al-Qur’an dengan menggunakan lagam tertentu, dan kegiatan tersebut harus disimak baikbaik oleh seluruh santri yang mengikuti kegiatan tersebut. Kemudian para santri dituntut untuk dapat mengikuti secara bersama-sama bahkan tidak menutup kemungkinan guru pembimbing menugaskan tiap individu untuk emncoba tampil, dengan maksud untuk mengukur sejauh mana pemahaman santri terhadap ilmu yang diberikan. 3. Pola komunikasi apa yang digunakan dalam pelaksanaan dari tiap-tiap program tersebut? Jawab: Bila membicarakan tentang pola komunikasi yang dilakukan, saya rasa untuk program kajian kitab kuning menggunakan pola komunikasi kelompok dan pemberian instruksi (instruksional). Sedangkan untuk program muhadasah pun menggunakan pola komunikasi kelompok, instruksional, dan komunikasi antar pribadi. Program muhadarah, menggunakan pola komunikasi kelompok dan instruksional saja. Dalam program ubudiyah pun sama dengan komunikasi kelompok dan instruksional saja. Begitu pula dengan program BTQ dan program seni baca al-Qur’an. 4. Dan metode apa saja yang efektif digunakan sebagai pendukung penggunaan pola komunikasi dari tiap-tiap program tersebut? Jawab: Untuk program kajian kitab kuning menggunakan metode ceramah dan metode hafalan bagi santri untuk mendalami kajian tersebut. Sedangkan program muhadasah menggunakan metode ceramah, hafalan dan laihan untuk membiasakan santri dalam melakukan komunikasi bahasa Arab. Program muhadarah menggunakan metode ceramah dan instruksional dalam mengetahui tingkat keberanian santri dalam berpidato. Program ubudiyah menggunakan metode ceramah, hafalan dan latihan. Berbeda dengan program BTQ yang hanya menggunakan metode ceramah dan latihan. Sedangkan program seni baca alQur’an menggunakan metode ceramah, latihan serta metode membaca dan menyimak.
Yang diwawancara,
H. Ade Fauzy Wakil Ketua Yayasan al-Asmaniyah
DEPARTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat 15412
Telp.7432728
FORMULIR PENDAFTARAN CALON PESERTA WISUDA SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2007/2008 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nama Tempat/Tanggal Lahir Nomor Pokok Fakultas Jurusan Program Judul Skripsi
8. Tanggal Lulus 9. No. Ijazah 10. Indeks Prestasi 11. Jabatan Dalam Organisasi Kemahasiswaan 12. Alamat Asal
13. Alamat Sekarang 14. Nama Ayah 15. Pendidikan Ayah 16. Pekerjaan Ayah 17. Nama Ibu 18. Pendidikan Ibu 19. Pekerjaan Ibu
: Fajar Adzananda Siregar : Jakarta/05 Oktober 1986 : 104051001783 : Dakwah dan Komunikasi : komunikasi dan Penyiaran Islam : S1 : Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah Kampung Dukuhpinang, Tangerang, Banten : 09 Juni 2008 : : 3.25 Yudisium: Amat Baik :: Perum. Dasana Indah, Blok RA7 No.19, Kel. Bojongnangka, Kec. Kelapa Dua, Tangerang, Banten :: H. Hendra M. Siregar : S2 : Pegawai : Hj. Titin Sri Agustini : S1 : Ibu Rumah Tangga
Jakarta, 25 Juni 2008 Tanda tangan Ybs, Pas Foto 3x4 Fajar Adzananda Siregar NIM 104051001783