KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI. Di Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh
Pramono Hadi Saputro NIM: 109011000241 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMANAH AL-GONTORY
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh
PRAMONO HADI SAPUTRO NIM: 109011000241 Di Bawah Bimbingan Dosen Pembimbing Skripsi
Drs. Zaimudin M.Ag NIP. 19590705 199103 1 002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
ABSTRAK KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMANAH ALGONTORY Kata Kunci : Kultur Pesantren, Karakter, Pondok Pesantren, al-Amanah alGontory. Penelitian ini memfokuskan pada korelasi antara kultur pesantren al-Amanah al-Gontory terhadap pembentukan karakter para santri dan santriwatinya. Kemudian juga mencari, adakah keterkaitan kultur pesantren dengan pola pembentukan karakter santri dan santriwatinya karena kultur adalah budaya pesantren yang mempengaruhi pola kehidupan, pola fikir, mental, serta karakter para santri, dipesantren mengunakan system pendidikan asrama dimana para santrinya didik secara paripurna, yaitu pendidikan 24 jam dalam pengawasan para guru. Diharapkan bisa membentuk pribadi-pribadi yang unggul yaitu pribadi yang bukan hanya pintar tetapi juga beriman. Yaitu pendidikan yang mengabungkan antara akal dan hati. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif analisis, dan korelasional dan juga menggunakan metode dokumentasi baik di perpustakaan (library research) ataupun di luar perpustakaan dalam pengumpulan data. Adapun analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Hasil penelitian ini penulis dapat membatasi masalah yaitu kultur pesantren dan karakter santri. Berdasarkan hasil penelitian, hubungan antara kultur pesantren dengan pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Amanah al-Gontory secara keseluruhan dapat dikatakan sudah sangat berhubungan. Hal ini dapat dilihat dari hasil korelasi antara variabel X (Kultur pesantren) dan variabel Y (Karakter santri). Jadi dapat disimpulkan bahwa kultur pesantren dapat membina karakter santri, dapat pula membentuk mental, kebiasaan, konsepsi diri dan sikap, semoga bisa membawa dampak baik bagi santri, baik terhadap Allah, diri sendiri dan akhlak terhadap sesama.
PRAMONO HADI SAPUTRO (PAI)
i
ii
KATA PENGANTAR
ِ بِس ِم الر ِحْي ِم َّ الر ْْحَ ِن َّ اهلل ْ
Maha suci Allah atas segala karunianya, seraya berserah diri kepada-Nya, Dzat yang telah mengerakan hati dan fikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI” dapat disimpulkan. “Apalah arti diriku tanpamu, Apalah arti ilmuku tanpa ridhomu, dan engkaulah yang mengajariku dengan perantara guru-guruku. Wahai Dzat Yang satu-satunya tempat hamba bersandar, berikan aku jalan keselamatan.” Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada cahaya diatas cahaya, yaitu Nabi besar Muhammad SAW. Melalui beliaulah semua umat Islam mendapatkan cahaya iman, sehingga benar-benar memahami Iman, Islam dan Ihsan. Tidak lupa kepada para kolega beliau dari Anbiyaa dan Mursaliin, juga Auliyaa Allah yang sama-sama menegakan kalimat laa ilaaha illa Allah. Begitu juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabi’at, ulama mu’tabarah, hujjaj kiyai, guru, santri juga para cendikiawan muslim dan para pelajar yang selalu siaga untuk menebar rahmat, melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan panji-panji Islam. Semoga penulis dan pembaca termasuk ke dalam golongan tersebut. Amiin Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan perjuangan, berkat doa dan semangat yang kalian berikanlah penulisan ini dapat terselesaikan pada waktu yang tepat insya allah. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga juga penghargaan yang sebesar-besarnya dengan penuh rasa tadzim kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terlebih kepada:
ii
1. Nurlena Rifa’i, M. A. Ph. D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberi kesan tersendiri bagi penulis, atas semangat dan ilmunya. 2. Bahrissalim, MA, Ketua Jurusan PAI dan Sapiudin Sidiq, M.Ag Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang sangat sabar dan profesional dalam mengabdikan dirinya di jurusan pendidikan agama Islam. penulis ucapkan terima kasih. 3. Dr. Zaimudin, MA, Dosen Pembimbing Skripsi yang begitu sabar telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuknya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 4. Drs, H. Masan AF, M. Pd, Dosen Penasehat Akademik yang penuh perhatian telah memberi bimbingan, arahan dan motivasi serta ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan. 5. Pimpinan dan karyawan/karyawati Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pelayanan dan pinjaman buku-buku yang sangat penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Selanjutnya ucapan terima kasih untuk orang terkasih yang kasihnya tetap menyinari sampai saat ini, kepasa kedua orag tuaku ayahanda tercinta Sutaryono dan Ibundaku Wiji lestari yang tiada kata lelah memberikan support yang tak ternilai harganya, doa kalian yang memberikan penulis kekuatan tuk menyelesaikan tugas ahir ini, semoga bisa mengangkat harkat derajat keluarga, juga adik adiku tersayang semoga bisa cepat segera meyusul untuk menyelesaikan tugas ahirnya adinda ajeng jiwa pangestu dan si bungsu bimo satrio wibowo semoga kita bisa membanggakan kedua orang tua kita. 7. Secercah cahaya yang mamasuki kedalam relung jiwa yang Allah berikan melalui Kyai waluyo Aminudiin dan keluarga, guru kehidupan kami, semoga cahaya itu tetap menyinari didalam kehidupan penulis dan keluarga, dan tak ada kata untuk rasa syukur, kami ucapkan trima kasih banyak yang tak ternilai harganya. iii
8. Dan juga kepada teman-teman seperjuangan di KAHFI MOTIVATOR SCHOOL khususnya untuk guru fikir kami, om Bagus dan keluarga yang banyak memberikan motivasi dari lubuk hati yang terdalam saya ucapkan trima kasih banyak. 9. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Agama Islam kelas f angkatan 2009, kenangan indah dan kebersamaan kita tidak akan terlupakan, terima kasih buat kalian yang menemani hari-hari penulis selama kuliah. 10. Tak lupa juga teman-teman HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan BMF Fakultas Tarbiyah serta DEMA ( Dewan Eksekutif Mahasiswa ), LAPENMI ( Lembaga pendidikan mahasiswa islam ) yang selalu ada dalam sumbangsih arahan dan pemikirannya, demi kelancaran skripsi ini dan telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar banyak tentang organisasi. 11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas segala bantuan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis. Khususnya kepada teman yang memberikan inspirasi dalam penelitian saudari robiatul adawiyah saya ucapkan trima kasih. 12. Dan teman-teman KABISAT ( Komunitas Besar Mahasiswa Islam ) teman teman perjuangan di kota ini, Bagus harianto, Asep eka, Masruri dan yang tak bisa dituliskan disini satu persatu, penulis ucapkan trima kasih, sukses untuk kita semua. Penulis bermunajat kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa yang telah dilakukan. Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis kerjakan mendapat keridhaan dan kecintaan-Nya. Akhirnya, semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat khususnya bagi penulis juga bagi pembaca umumnya. Amin. Jakarta, 07 Maret 2014
Pramono Hadi Saputro
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………
1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................
3
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...........................................................
5
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................
5
E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………...
6
BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren ..........................................................
7
1. Pengertian Pondok Pesantren .....................................................................
7
2. Model-Model Pondok Pesantren .................................................................
8
3. Asal-Usul Pesantren ...................................................................................
23
4. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren ........................................................
15
5. Tujuan Pondok Pesantren ............................................................................
21
6. Pengertian Kultur Pesantren .......................................................................
15
7. Fungsi Kultur Pesantren ..............................................................................
21
8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kultur Pesantren ...............................
15
9. Tujuan Pendidikan Islam.............................................................................
21
B. Pengertian Karakter Dan Unsur-Unsurnya .....................................................
15
1. Pengertian Karakter......................................................................................
21
v
2. Unsur-Unsur Karakter ..................................................................................
22
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...........................................................
23
D. Kerangka Berfikir. .....................................................................................
26
E. Pengajuan Hipotesis ....................................................................................
27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................
28
B. Metodologi Penelitian ...............................................................................
28
C. Variabel Penelitian………………………. ...............................................
40
D. Populasi dan Sampel…………………... ...................................................
35
E. Teknik Pengumpulan Data…………….. ...................................................
35
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ........................................................
40
a. Teknik Pengolahan Data ..................................................................
40
b
Teknik Analisis Data........................................................................
41
1. Uji Validitas ...............................................................................
41
2. Uji Reliabilitas ...........................................................................
42
3. Uji Normalitas ............................................................................
42
4. Uji Homogenitas ........................................................................
43
5. Uji Heteroskedatisitas ................................................................
43
6. Uji Korelasi ................................................................................
44
7. Perhitungan Koefisian Determinasi ...........................................
44
G. Hipotesis Statistik ......................................................................................
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................................................
46
1.
Gambaran Umum Pesantren al-Amanah al-Gontory ...............................
46
2.
Karakteristik Responden ..........................................................................
49
B. Karakteristik Variabel………………... ..................................................
50
1.
Pembagian Kelas Interval ........................................................................
50
2.
Uji Validitas ……... ................................................................................
55
3.
Uji Reliabilitas .........................................................................................
59
A. Deskripsi Data
vi
C. Uji Prasyarat Analisis Data .......................................................................
59
1. Uji Normalitas ...........................................................................................
60
2. Uji Homogenitas ........................................................................................
61
3. Uji Heteroskedastisitas...............................................................................
62
D. Uji Hipotesis ..............................................................................................
63
E. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................................
66
F. Keterbatasan Penelitian ..............................................................................
73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................
75
B. Implikasi ......................................................................................................
76
C. Saran ..........................................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
78
LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren tetap akan menarik untuk dikaji dan ditelaah kembali. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri serta berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, juga mengandung makna keaslian kultur di Indonesia ( indigenous )1. Ditinjau dari segi historisnya, pesantren merupakan bentuk lembaga pribumi tertua di Indonesia bahkan lebih tua lagi dari Republik ini. Pesantren sudah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Azra memberikan pertanyaan dan jawaban terkait mengapa pesantren tetap mampu bertahan di antara derasnya arus modernisasi, karena menurutnya pesantren tidak tergesa-gesa men-trasformasikan kelembagaan pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam modern sepenuhnya, tetapi melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan dan mendukung kontinuitas pesantren itu sendiri, seperti sistem perjenjangan, kurikulum yang jelas dan sistem yang baik.2 Yang paling tampak dari peran pesantren di masa lalu adalah dalam hal menggerakkan, memimpin, dan melakukan perjuangan mengusir penjajah. Pada masa-masa mendatang agaknya peran pesantren amat besar. Misalnya, arus globalisasi dan industrialisasi telah menimbulkan depresi dan bimbanganya pemikiran serta suramnya prespektif masa depan. Maka, pesantren amat dibutuhkan untuk menyeimbangkan akal dan hati3. Fenomena tersebut disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Di tengah kemajuan ilmu dan teknologi yang menjadi 1
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, ( Jakarta : Paramadina, 1997 ), hal. 3 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu ), cet 1, hal.187 3 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 192 2
1
2
motor bergeraknya modernisasi, dewasa ini banyak pihak merasa ragu terhadap eksistensi lembaga pendidikan pesantren. Keraguan itu dilatarbelakangi oleh kecenderungan dari pesantren yang bersikap menutup diri terhadap perubahan di sekelilingnya dan sikap kolot dalam merespon upaya modernisasi. Menurut Azyumardi Azra, kekolotan pesantren dalam mentransfer hal-hal yang berbau modern itu merupakan sisa-sisa dari respon pesantren terhadap kolonial Belanda.4 Akan tetapi pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang berada pada lingkungan masyarakat Indonesia dengan model pembinaan yang sarat dengan pendidikan nilai, baik nilai agama maupun nilai-nilai luhur bangsa. Sehingga pesantren menjadi sebuah lembaga yang sangat efektif dalam pengembangan pendidikan karakter (akhlak) peserta didik. Seperti ungkapan Sauri yang menyatakan bahwa “pendidikan karakter di pesantren lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan karakter di persekolahan”. Di Pesantren, model pembinaan pembelajaran yang dilaksanakan bersifat kholistik, tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif, akan tetapi aspek afektif dan psikomotorik siswa terasah dengan optimal.5 Melalui bidang pendidikan pesantren, Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory sebagai lembaga pendidikan melakukan tranformasi sosial budaya.
Untuk
menyelenggarakan
itu
Pondok
beberapa
Pesantren
lembaga
al-Amanah
pendidikan.
Baik
al-Gontory lembaga
pendidikan sekolah maupun lembaga pendidikan luar sekolah, yang dibentuk dalam bentuk kultur pesantren yang baik. Pendidikan yang dilaksakan di Pondok Pesantren al-Amanah alGontory di kemas dalam pembinaan yang integratif antara pendidikan asrama dan lembaga formal. Artinya terjadi proses saling mendukung dan 4
Hanun Asrohah, Op.Cit ,hal 186 Sri Wahyuni Tanshzil, Model
5
Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin Santri.. Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012,h 3
3
melengkapi antara pendidikan yang dilaksanakan di asrama santri dengan pendidikan dan pembinaan di lembaga formal. Pendidikan dan pembinaan yang dilakukan di sekolah diperdalam di asrama santri yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan di lembaga formal. Sehinggga pendidikan formal dan non formal tercipta budaya yang saling mendukung. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti kultur budaya bina santri Pendidikan Pesantren al-Amanah al-Gontory, karena kultur merupakan suatu yang penting dalam menjalankan aktifitas pesantren sebagai roda dalam mewujudkan tujuan ideal yang di cita-citakan sesuai dengan kebutuhan yang kemudian diperlakukan di Pondok Pesantren tersebut. Jika diamati kultur budaya mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia karena kultur budaya merupakan wahana dimana anak-anak manusia untuk pertama kali dan seterusnya mengalami proses pembelajaran menjadi manusia melalui interaksinya dengan sesamanya, alam yang maha tinggi dalam kehidupan sehari-hari yang kongkret dan apa adanya. Itulah sebabnya kebudayan disebut sebagai (life world). Pun juga budaya mempunyai peranan penting dalam proses membentuk nilai-nilai karakter santri. Apalagi dalam linkungan pondok pesantren. Dengan paparan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui secara jelas tentang ”Korelasi Kultur Pesantren Terhadap Pembentukan Karakter Santri ” Studi Kasus Di Pondok Al-Amanah al-Gontory.
B. Identifikasi Masalah Dari uraian singkat di atas, penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, diantaranya adalah: 1. Kultur Pesantren . Setiap lembaga pendidikan memiliki kultur yang berbeda-beda. Dan pesantren salah satu lembaga pendidikan yang memiliki kultur yang unik yang berbeda dari kultur lembaga pendidikan lainya. Dan ia merupakan bagian dari lingkungan, dan kultur merupakan ruh dari sebuah pesantren.
4
2. Proses pendidikan dalam pesantren Pendidikan pesantren merupakan pendidikan paripurna ,dimana santri dididik selama 24 jam. Apa yang santri lihat, dengar, dan rasakan didalamnya merupakan sebuah pendidikan. Dan pendidikan pesantren membentuk akal dan hati, dipersiapkan untuk bekal menjadi orang yang pintar dan benar. 3. Tujuan Pesantren. Tujuan pendidikan yang hakiki adalah mencapai akhlak yang sempurna. Hal ini sejalan dengan cita-cita para ulama dalam mendirikan pondok pesantren, yaitu terbentuknya insan kamil. 4. Lingkungan Pesantren. Selain sistem pesantren dan disiplin yang membentuk karakter dan bentuk pendidikan pesantren, lingkungan pesantren merupakan salah satu yang bisa dikatakan berhasil atau tidaknya sistem yang diterapkan di pesantren bisa terlihat dari baik atau tidaknya penciptaan yang baik lingkungan pesantren tersebut. 5. Sejarah pesantren “Jas Merah, Jangan lupakan Sejarah” Soekarno pernah mengatakan .Bangsa yang besar yang tidak melupakan akan sejarahnya. Begitu pula dengan pesantren, setiap pesantren pasti memiliki sejarah. Dan kita akan membahas bagaimana sejarah pesantren di nusantara. 6. Pengertian Karakter Hasil ahir dari pendidikan pesantren adalah pembentukan karakter para santri, sebaik apapun sistem pendidikan pesantren tetapi jika tidak menjadikan santri yang memiliki karakter yang baik maka sistemnya diragukan. 7. Unsur-Unsur Karakter. Dilihat dari asal katanya, “karakter” merupakan sebuah konsep yang berasal dari kata Yunani “charassein”, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Dan pola atau unsur-unsur yang
5
membentuk sebuah pesantren adalah : sikap, emosi, kepercayaan, dan kebiasaan.
C. Pembatasan Masalah Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat diketahui bahwa pada masa modern ini, dunia pendidikan Islam masih dihadapkan kepada beberapa problem pendidikan. Agar masalah yang diteliti lebih terarah dan tidak keluar dari jalur pembahasan, maka penulis memberi batasan masalahnya sebagai berikut: 1. Kultur pondok modern Al-Amanah al-Gontory. 2. Korelasi antara kultur pesantren dengan pembinaan karakter santri . 3. Objek yang diteliti adalah santri dan pengajar Al-Amanah alGontory.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan judul di atas, maka pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Adakah korelasi yang positif dan signifikan antara kultur Pesantren alAmanah al-Gontory.terhadap terbinanya karakter santri ?
E. Tujuan Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, penulis bertujuan untuk menemukan jawaban kuantitatif terhadap pertanyaan-pertanyaan utama yang tersimpul dalam rumusan masalah. Lebih rinci tujuan penelitian ini pada garis besarnya ada dua, yaitu : 1. Menguji korelasi antara variabel x tentang kultur pesantren dengan variabel y karakter santri. 2. Menguji hipotesis penelitian tentang korelasi variabel x dan y.
6
F. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa mengetahui korelasi antara kultur pesantren dengan karakter santri. Secara Praktis semoga dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dipesantren dengan menguji korelasi antara kultur pesantren dengan karakter santri.
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau meunasah, sedangkan di Minangkabau disebut surau.1 Sedangkan istilah pesantren secara etimologis berarti pe-santrian yang berarti tempat santri, Pondok pesantren adalah suatu lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Pesantren berarti tempat para santri.2 Poerwadarminta mengartikan pesantren sebagai asrama dan tempat muridmurid belajar mengaji.3 Louis Ma'lûf mendefinisikan kata pondok sebagai "khôn" yaitu "setiap tempat singgah besar yang disediakan untuk menginap para turis dan orang-orang yang berekreasi."4 Pondok juga bermakna "rumah sementara waktu seperti yang didirikan di ladang, di hutan dan sebagainya."5
1
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal.5 2 Zamakhsyari Dhafier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982 ), h. 18. 3 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 764. 4 Louis Ma'lûf, Kamus Munjid, ( Beirut: Dâr al-Mishria ), 1986, h. 597. 5 Muzayin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama,( Semarang: Toha Putra), h. 104.
7
8
Imam Zarkasyi mendefinisikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama islam yang wajib mengunakan system asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya karena semua kegiatan tersentral didalamnya, serta pengajaran agama islam yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.6 Menurut Manfred Ziemek, biasanya pesantren didirikan oleh para pemrakarsa kelompok belajar, yang mengadakan perhitungan dan memperkirakan kemungkinan kehidupan bersama bagi para santri dan ustad. Maka berdirilah sebuah pondok, tempat untuk hidup bersama bagi masyarakat belajar. Dengan kata "pondok" orang membayangkan "gubuk" atau "saung bambu", suatu lambang yang baik tentang kesederhanaan sebagai dasar perkiraan kelompok. Di sini guru dan murid tiap hari bertemu dan berkumpul dalam waktu yang lama bersama-sama menempuh kehidupan di pondok.7 Lebih lanjut Ziemek menilai pesantren sebagai lembaga "wiraswasta" dalam sektor pendidikan keagamaan, karena ciricirinya yang dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan pimpinanannya dan cenderung mengikuti suatu pola tertentu.8 2. Model-Model Pondok Pesantren Dalam bukunya (Pesantren Dalam Perubahan Sosial), Manfred Ziemek merinci model-model pondok pesantren menjadi lima jenis (A, B, C, D, dan E). Model A adalah model paling sederhana, di mana masjid digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai tempat pengajaran agama. Model ini khas dengan kaum sufi (pesantren tarekat) dengan pengajaran-pengajaran yang teratur di dalam masjid dengan pengajaran pribadi oleh anggota kaum, tetapi kaum santri tidak tinggal dalam pesantren. Jenis ini adalah tingkat awal dalam mendirikan sebuah
6
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,2005), Cet.ke 25, h.4 7 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), h. 18. 8 Manfred Ziemek, Op.Cit, h.97.
9
pesantren. Di sini diterima beberapa santri untuk tinggal di rumah pendirinya (kyai).9 Model B. Bentuk dasar model ini dilengkapi dengan suatu pondok yang terpisah, yaitu asrama tempat tinggal bagi para santri yang sekaligus menjadi ruangan belajar sederhana. Pondok terdiri dari rumah-rumah kayu/bambu. Model ini memiliki semua komponen pondok pesantren "klasik" (kyai, santri, pondok dan masjid). Model C terdiri dari komponen klasik diperluas dengan suatu madrasah, menunjukkan dorongan modernisasi. Madrasah dengan sistem kelas memberikan juga pelajaran umum. Kurikulumnya berorientasi kepada sekolah-sekolah pemerintah yang resmi. Anak-anak yang tinggal di sekitar pondok pesantren maupun para santri mukim belajar di madrasah sebagai alternatif terhadap sekolah pemerintah atau bahkan sekaligus mereka belajar di keduanya (sekolah umum/madrasah).10 Model D. Disamping perluasan komponen pesantren klasik dengan sekolah formal (madrasah) banyak pula pesantren yang memiliki program tambahan seperti keterampilan dan terapan bagi para santri dari desa-desa sekitar. Dalam sektor pertanian mereka memiliki keterampilan mengolah lahan, empang, kebun, peternakan,. Juga ada kursus-kursus seperti elektronik, perbengkelan, pertukangan kayu, dan lain-lain.11 Model E adalah jenis pesantren "modern". Di samping sektor pendidikan Islam klasik juga mencakup semua tingkat sekolah formal dari pendidikan
dasar
(SD)
hingga
pendidikan
tinggi
(PT).
Juga
diselenggarakan program keterampilan seperti: usaha pertanian, kerajinan, perikanan, dan lain-lain. Pada pondok pesantren model E ini, para santrinya turut mengelola pesantren dan mengorganisasi bentuk-bentuk swadaya koperasi. Program-program pendidikan yang berorientasi lingkungan mendapat prioritas utama; pesantren mengambil prakarsa dan mengarahkan 9 10 11
kelompok-kelompok
Manfred Ziemek, Op.Cit, h.104 Manfred Ziemek, Op.Cit, h.105 Manfred Ziemek, Op.Cit ,h.106
swadaya
di
lingkungannya.
10
Komunikasi intensif dan program pendidikan bersama mengaitkan podok pesantren "modern" dengan pesantren yang lebih kecil, yang didirikan dan dipimpin oleh para lulusan "pesantren-pesantren induk".12 3. Asal - Usul Pesantren Mengenai asal-usul pesantren, para ilmuwan berbeda pendapat namun dapat dikelompokan menjadi dua; Pendapat pertama, pesantren merupakan model dari system pendidikan islam yang kesamaan system pendidikan Hindu-Budha dengan system asramanya,Pigeud berpendapat yang dikutib oleh Syukri Zarkasi dalam bukunya gontor dan pembaharuan pendidikan pesantren, bahwa pesantren adalah komunitas independent yang menyendiri di tempat yang jauh dari kehidupan masyarakat dan banyak brmukim dipegunungan dan berasal dari lembaga sejenis zaman pra-islam semacam mandala dan asrama. Pendapat kedua mengenai asal-usul pesantren,menyatakan bahwa pesantren diadopsi dari lembaga pendidikan islam Timur Tengah.13
4. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sejarah mencatat bahwa kehadiran pesantren di Indonesia seiring dengan proses penyebaran agama Islam yang dipelopori oleh para wali .Awalnya, pesantren merupakan pusat-pusat penyebaran islam oleh para wali sambungan system zawiyah, yang menurut Imam Bawani adalah system
pembelajaran
diselengarakan
di
atau dalam
transmisi secara
keilmuan
yang
berkelompok
mula-mula berdasarkan
diversifikasikan aliran sehingga pada tatanan selanjutnya mengkristal menjadi aliran pemikiran agama ( school of thought ).14 Menurut riwayat yang mula-mula mendirikan pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim. Dipondok pesantren itulah beliau mendidik guru-guru agama serta mubalig-mubalig Islam yang menyiarkan agama Islam ke seluruh pulau 12
Manfred Ziemek, Op.Cit, h.106 Abdullah Syukri Zarkasyi, Opcit , Cet.ke 25, h.63-64 14 Imam Bawani dkk, Pesantren Buruh Pabrik , ( Yogjakarta : LKis ,2011), Cet 1, h 45. 13
11
Jawa.15 Diperkuat oleh S.M.N Al-Attas yang dikutib oleh Mujamil Qamar bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah penyebar Islam pertama Islam di Jawa yang mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa, bahkan berkali-kali mencoba menyadarkan raja Hindu-Budha Majapahit. Vikramavardhana ( berkuasa 788-833/1386-1429) agar masuk Islam. Sementara diidentifikasikan bahwa pesantren mulai
eksis sejak
munculnya masyarakat Islam di Nusantara. Tetapi pesantren yang dirintis oleh Maulana Malik Ibrahim belum jelas sistemnya, maka keberadaanya pesantrenya masih dianggap spekulatif dan masih diragukan.16 Sedangkan menurut Ahmad Janan dalam artikelnya memperkuat argument sebelumnya bahwa pesantren pertama kali berdiri adalah dimasa walisongo syeikh Malik Ibrahim atau Syeikh Maulana Maghribi diangap pendiri pertama pesantren di pulau Jawa.Pada masa sebelumnya sudah ada perguruan Hindu dan Buddha dengan system biara dan asrama sebagai pendidikan Islam. Isinya dirubah dari ajaran Hindu dan Buddha menjadi ajaran Islam, dan namanya pun berganti menjadi pondok pesantren.17 Pondok pesantren yang merupakan bapak dari pendidikan Islam di Indonesia, (pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia, sebelum pemerintahan kolonial Belanda memperkenalkan system pendidikan baratnya) didirikan karena adanya tuntutan zaman, hal ini dapat dilihat dari perjalanan historisnya, bahwa pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama dan da‟i. Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya, dimana dan siapa pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan 15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, ( Jakarta : Hidakarya Agung,1982),Cet 1, h 231 16 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, ( Jakarta : Erlanga,2002 ), hal 8. 17 .Ahmad Janan, Pondok Pesantren Dalam Perjalanan Sejarah.. Jurnal Pondok Pesantren. 55, 2008.
12
secara pasti. Berdasarkan hasil pendataan yang dilakasanakan oleh Departemen Agama Pada tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura dengan nama pesantren Jan Tampes II. Akan tetapi hal ini juga diragukan, karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Kendatipun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang peran sertanya tidak di ragukan lagi adalah sangat besar bagi perkembangan Islam di Nusantara.18 Awal mulanya kehadiran pesantren itu, orang-orang yang masuk Islam ingin mengetahui lebih lanjut tentang ajaran agama Islam, orang ingin bisa mengerjakan sembahyang, bisa berdo‟a, bisa membaca alQuran. Dari sinilah tumbuh pendidikan agama Islam, pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, di langgar, di masjid dan kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Kesan bahwa ajaran Islam di Jawa pada abad XVII dan XIX berada di bawah bayang-bayang Walisongo bukanlah hal yang berlebih-lebihan, bahkan selama hampir lima abad setelah periode Walisongo pengaruh mereka tetap terlihat jelas sampai sekarang. Pengaruh kuat Walisongo sepanjang abad-abad itu tampaknya bisa dipahami karena kesuksesan luar biasa dalam meng-Islamkan Jawa secara damai dan rekonsiliasinya dengan nilai dan kebiasaan lokal. Pendekatan
Walisongo
secara
berkesinambungan
dilanjutkan
dakwahnya melalui institusionalisasi pesantren, kesalehan sebagai jalan hidup santri, pemahaman yang jelas terhadap budaya asli. Salah seorang anak Jaka Tingkir, pangeran Benawa yang di perkirakan hidup pada awal abad XVII di Kudus Jawa tengah menghabiskan seluruh hidupnya dengan menjadi guru Tarekat. Meskipun memiliki trah ningrat, dia lebih menyukai kehidupan religius dari pada terlibat dalam kehidupan keluarganya. Pilihannya tinggal di kota religius, Kudus, dan spesialisasinya dalam bidang tarekat 18
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal,41.
13
benar-benar mirip dengan keadaan pendiri kota itu, sunan kudus, yang memiliki pengetahuan tantang Islam sangat mendalam sehingga disebut Wali al-„Alim (guru ilmu).19 Seabad setelah periode Walisongo pada abad XVI, pengaruh Walisongo dikuatkan oleh Sultan Agung yang memerintah kerajaan Mataram Yogyakarta, Jawa tengah, dari tahun 1613 hingga 1645.20 Sultan Agung seorang pengusaha terbesar di Jawa setelah periode Majapahit dan Demak, dikenal juga sebagai Sultan Abdurrahman dan Khalifatullah Sayyidin Panotogomo ing Tanah Jawi, yang berarti Khalifatullah atau pemelihara danpembimbing agama di Pulau Jawa. Dia meresmikan tahun muslim Jawa baru yang di dasarkan pada peredaran rembulan pada skala 1555 (dimulai pada bulan Maret 1633 M). Oleh karena itu tahun ini menjadi tahun pertama dari sistem penanggalan muslim Jawa baru, tahun Islam 1043 H di mulai pada tanggal 8 juli 1633M, dan konsekuensinya tahun muslim Jawa baru dimulai pada hari yang sama.21 Walisongo dalam dimensi sosio-religius selalu mengembangkan kwalitas ibadah dalam masyarakat, kemasyhuran mereka sebagaimana para pemimpin keagamaan yang berpengaruh dilanjutkan dengan keutamaan ulama di mata para santri Jawa selama berabad-abad, sejak Islam menjadi agama utama di Jawa kyai benar-benar memiliki status sosio-religius yang tinggi, setidaknya ada dua macam ulama setelah periode
walisongo.
Pertama
memegang
posisi
strategis
dalam
pemerintahan, yakni mereka yang hidup di bawah kedaulatan Sultan Agung yang berperan sebagai orang Alim di sebuah pondok pesantren. Posisi ini baik diperoleh melalui pernikahan antar keluarga raja atau melalui posisi yang ditawarkan kepada ulama yang diakui kualitasnya namun kebanyakan ulama adalah mereka yang betul-betul independen
Abdurrahman Mas‟ud, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual ArsitekturPesantren, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal 70. 20 Abdurrahman Mas‟ud, Op.Cit, hal, 75. 21 Fahruddin, “Peran Pesantren Dalam Menjaga Keluhuran Akhlaq Remaja Di Era Modern ”, Skripsi pada UIN Malang 2011,h 34, tidak dipublikasikan. 19
14
dari penguasa dan tinggal di pedesaan. Di Jawa, Abad XVIII dapat disaksikan sebuah kesinambungan yang sama tentang pendekatan dan misi Walisongo Da‟i tangan ulama itu, bahkan di Madura pada awal abad XIX juga terlihat sama akan signifikansi Walisongo dalam kehidupan social muslim. Dilaporkan bahwa sebelum kelahiran bayi Khalil Bangkalan (18911925 M) ayahnya H. Abd. Latif, seorang kyai di Bangkalan yang mempunyai lembaga pondok pesantren, memohon kepada Allah supaya kelak bayinya menjadi wali terkenal seperti Sunan Gunung Jati, salah seorang walisongo di Jawa Barat. Menurut pemikiran para santri, doa tampak selalu merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan keagamaan mereka.22 Mereka percaya bahwa berdoa selalu memiliki manfaat, karena Al-Quran memuat banyak ajaran tentang doa. Ketika penguasa muslim Jawa cendrung menjadi pendukung ilmu pengetahuan Islam, tradisi akademik dalam masyarakat sangat tampak. Pada abad XVII dan XVIII, tradisi orang Jawa melakukan perjalanan dalam rangka belajar di pondok pesantren terus tumbuh subur dengan munculnya kelompok sarjana-sarjana muslim baru dan para sufi yang tersebar di seluruh Jawa, khusunya di daerah pesisir utara. Para santri pengelana pergi dari satu pesantren ke pesantren lainnya dalam rangka menuntut ilmu pengetahuan dari seorang guru yang lebih terkenal. Bahwa tradisi ini tumbuh subur mungkin dari fertilisasi cross-cultural (proses perkawinan antar budaya) dengan tradisi Islam dimana thalab al-ilmu (mencari ilmu) merupakan sebuah ciri khas utama dari sistem pendidikan klasik dan banyak memberikan sumbangan terhadap persatuan Islam. Patut diperhatikan bahwa tradisi menuntut ilmu pengetahuan di Jawa pada abad XVII hingga XIX di tunjukan secara jelas dengan adanya sebuah catatan lokal yang ditulis pada seperempat pertama abad XIX yaitu kitab Tjentini. 23
22 23
Abdurrahman Mas‟ud, Op.Cit , h.183 Abdurrahman Mas‟ud.Op.Cit ,h.79.
15
Pada masa penjajahan kolonial Belanda, yaitu sekitar abad ke-XVIIan nama pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat berbobot terutama dalam bidang penyiaran agama Islam. Kelahiran pesantren baru selalu diawali dengan cerita perang nilai antara pesantren yang akan berdiri dengan masyarakat sekitarnya, dan diakhiri dengan kemenangan pihak pesantren sehingga pesantren dapat di terima untuk hidup di sebuah masyarakat, dan kemudian menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya dalam bidang kehidupan moral. Pesantren berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat pergerakan pengembangan Islam, hal ini seperti yang diakui oleh Dr. Soebardi dan Prof.Johns, yang di kutip oleh Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya ”tradisi pesantren”. “Lembaga-lembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak ke Islaman dari kerajaan-kerajaan Islam, dan yang memegang peranan paling penting bagi penyabaran Islam sampai ke pelosokpelosok. Dari lembaga-lembaga pesantren itulah asal usul sejumlah manuskrip tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas, yang di kumpulkan oleh pengembarapengembara pertama dari perusahaan-perusahaan dagang Belanda dan Inggris sejak akhir abad ke 16. untuk dapat betul-betul memahami sejarah Islamisasi di wilayah ini, kita harus mulai memperlajari lembagalembaga pesantren tersebut, karena lembaga inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di wilayah ini‟‟24 Walaupun pada masa penjajahan, pondok pesantren mendapat tekanan dari pemerintah kolonial Belanda, pondok pesantren masih bertahan terus dan tetap tegak berdiri, walaupun sebagian besar berada di pedesaan, Peranan pendidik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tetap diembannya. Telah banyak tokoh pejuang dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang berasal dari pesantren. Dalam sejarah perjuangan mengusir penjajahan di Indonesia, pondok pesantren banyak memberi 24
Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, ( LP3ES, Jakarta), h., 17-18.
16
andil dalam bidang pendidikan untuk memajukan dan mencerdaskan rakyat Indonesia. Perjuangan ini dimulai oleh Pangeran Sabrang Lor (Patih Unus), Trenggono, Fatahillah (jaman kerajaan Demak) yang berjuang mengusir Portugis (abad ke 15), diteruskan masa Cik Ditiro, Imam Bonjol, Hasanuddin, Pangeran Antasari, Pangeran Diponegoro, dan lain-lain sampai pada masa revolusi fisik tahun 1945.25 Dalam perkembangannya, pondok pesantren sangat pesat, pada zaman Belanda saja jumlah pesantren di Indonesia besar kecil tercatat sebanyak 20.000 buah.26 Perkembangan selanjutnya mengalami pasang surut, ada daerah tertentu yang membuka pesantren baru, ada pula pesantren di daerah lain yang bubar karena tidak begitu terawat lagi.
5. Tujuan Pondok Pesantren Masing-masing pondok pesantren memiliki tujuan pendidikan yang berbeda, sering kali sesuai dengan falsafah dan karakter pendirinya. Sekalipun begitu setiap pondok pesantren mengemban misi yang sama yakni dalam rangka mengembangkan dakwah Islam, selain itu di karenakan pondok pesantren berada dalam lingkungan Indonesia, setiap pondok pesantren juga berkewajiban untuk mengembangkan cita-cita dan tujuan kehidupan berbangsa sebagaimana tertuang dalam falsafah negara; Pancasila dan UUD 1945. Menurut Manfred Ziemek yang dikutib oleh Mujamil Qamar dalam bukunya pesantren dari trasformasi metodologi menuju demokratisasi institusi tujuan pesantren adalah membentuk kepribadian
memantapkan
akhlak
dan
melengkapinya
dengan
27
pengetahuan.
Menurut Mastuhu yang dikutib oleh M,Dian Nafi dkk tujuan utama pendidikan pesantren adalah mencapai hikmah atau wisdom ( kebijaksanaan) berdasarkan pokok ajaran islam yaitu memahami dan
Nawawi, “Sejarah Dan Perkembangan Pesantren”, Jurnal Study Islam Dan Budaya, 2006. Hasbullah. Op.Cit, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) hal,43. 27 Mujamil Qomar, Op. Cit, ( Jakarta : Erlanga,2002 ), hal 4 25 26
17
meningkatkan tentang arti kehidupan serta merealisasikan semua peranperan dan tangung jawab social.28 Secara
umum
tujuan
pendidikan
pondok
pesantren
adalah
membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi Muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan
secara
khusus
tujuan
pondok
pesantren
adalah
mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang „alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkan dalam masyarakat sebagaimana yang telah dikembangkan dalam pondok pesantren Modern. Tujuan pendidikan pondok pesantren di atas senada dengan tujuan pondok pesantren yang di paparkan oleh M. Arifin yang dikutip oleh Hasbullah dalam bukunya ”Kapita Selekta Pendidikan” (Khusus dan Umum)29 Bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kader-kader Muballigh yang diharapkan dapat meneruskan misinya dalam hal dakwah Islam disamping itu juga di harapkan bahwa mereka yang berstudi di pesantren menguasai betul ilmuilmu ke-Islaman yang diajarkan oleh para kyai. Adapun tujuan pendidikan pondok pesantren, tidak boleh lepas dari tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang No.2 tahun 1989 adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”
M.Dian Nafi‟ dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren, (Yogjakarta:Lkis Pelangi Aksaran,2007),cet 1, h, 49. 29 Hasbullah, Op.Cit ,hal, 44. 28
18
6. Pengertian Kultur Pesantren Kamus Sosiologi Modern menyatakan bahwa kultur adalah totalitas dalam sebuah organisasi, way of life, termasuk nilai-nilai, norma-norma dan karya-karya yang diwariskan antar generasi. Kultur merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu dan kelompok yang dapat ditunjukkan oleh perilaku organisasi yang bersangkutan.30 Secara sederhana, Deal (1985: 605) mendefinisikan kultur sekolah sebagai satuan pendidikan dengan “cara kita berbuat di sini.‟ Jika ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini dapat kita kemukakan menjadi „cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren.31 Vygotsky menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang berasal dari hubungan sosial dan kultur. Baik itu kultur individual maupun hubungan pendidikan dengan perkembangan berperan penting dalam perkembangan kognitif karena memberi dasar untuk menyimpulkan asumsi dasar tentang pembelajaran. Menurut Vygotsky, kultur bukan hanya memberi latar untuk pengembangan kognitif individual. Kultur juga memberi simbol-simbol kultural (perangkat psikologis) dan anak belajar berpikir dengan bentuk penalaran ini.32 Menurut Antropolog Clifford Geertz, salah satu ilmuwan Yang memberikan sumbangan penting dalam mendeskripsikan tentang pengertian kultur Pesantren Mengemukakan bahwa kultur pesantren dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, ritual, mitos dan kebiasaankebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang pesantren,33 atau suatu perilaku, nilai- nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan
Rika Rachmita Sujatma, “Pengembangan Kultur Sekolah”, Jurnal Pendidika, Jakarta, h 55, 2008. 31 H.M.Sulton Masyhud dan Moh.Khusnurdilo, .Manajement Pondok Pesantren, (Diva Pustaka Jakarta ,2005 ) h, 26. 32 Zuhrati, Pengalaman Mengenai Peran Kultur, 2013, ( www..Zuhrati 10069.Blogspot.com), 33 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: BIGRAF Publishing, 2000), h, 149. 30
19
penyesuaian dengan lingkungan dan sekaligus cara untuk me mandang persoalan dan memecahkannya. Dan dari uraian diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa kultur pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan, yang dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh lembaga pendidikan dalam pesantren tersebut.
7. Fungsi Kultur Pesantren Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka fungsi kultur pesantren adalah:34 1) Sebagai identitas dan citra suatu lembaga pendidikan yang membedakan antara pesantren yang satu dengan pesantren yang lain. Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor, seperti sejarah, kondisi, dan system nilai dilembaga tersebut. 2) Sebagai sumber, Kultur pesantren merupakan sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya yang dapat dijadikan arah kebijakan (strategi) lembaga pendidikan tersebut. 3) Sebagai pola perilaku , dimana kultur pesantren menentukan batasbatas perilaku yang telah disepakati oleh seluruh warga pesantren. 4) Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan.Dalam dunia yang berubah dengan amat pesat, kunci keberhasilan suatu organisasi umum maupun lembaga pendidikan dalam meningkatkan efektivitasnya terletak pada fleksibilitas dan kemampuan inovatifnya. Oleh karena itu lembaga pendidikan mau tidak mau harus berani melakukan perubahan guna peningkatan mutu lembaga tersebut. Dan salah satu jalan untuk melaksanakan strategi perubahan tersebut adalah dengan merubah kultur dilembaga pendidikan itu.
34
Taliziduhu Ndraha, Budaya organisasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), 45
20
5) Sebagai tata nilai. Kultur pesantren merupakan gambaran perilaku yang diharapkan dari warga pesantren dalam mewujudkan tujuan institusi pendidikan tersebut. Tata nilai yang dimaksud disini adalah aktualisasi dari keyakinan seseorang sebagai pemberian makna terhadap pekerjaan dan sebagai pengabdian kepada Tuhan YME, karena perilaku yang luhur diajarkan menurut ajaran ketuhanan yang diwujudkan melalui suatu pekerjaan.
8. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kultur Pesantren Adapun yang faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kultur pesantren adalah sebagai berikut: 1) Faktor internal. a. Pendiri organisasi Sumber kultur pesantren yang utama adalah para pendiri lembaga pendidikan itu. Dimana pembentukan institusi pendidikan oleh pendirinya didasarkan pada visi dan misi para pendiri itu. Para pendiri institusi memandang dunia disekitarnya menurut nilai yang termuat didalam
hidupnya,
latar
belakang
sosial,lingkungan
dimana
ia
dibesarkan serta jenis dan tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuhnya.35 b. Aspek- aspek lembaga pendidikan Adapun yang dimaksud aspek-aspek pendidikan disini adalah tenaga pengajar, administrasi, manajerial, dan lingkungan dalam lembaga itu. Apabila suatu perubahan atau pengembangan lembaga pendidikan perlu dilaksanakan dengan menerapkan beberapa kebijakan yang baru, maka strategi untuk implementasi kebijakan tersebut adalah dengan cara merubah kultur dilembaga itu. Akan tetapi berhasil tidaknya perubahan kultur itu tergantung pada tepat tidaknya strategi lembaga pendidikan tersebut dalam mengatur seluruh aspek lembaga pendidikan, seperti bentuk dan jenis kegiatan apa yang perlu dilakukan serta apa kegiatan 35
Taliziduhu Ndraha, Op.cit., hlm 49
21
pendukung yang perlu dilakukan. Kesemuanya itu harus tercakup dalam strategi lembaga pendidikan yang bersangkutan.36 2) Faktor eksternal Kiranya masih relevan untuk menekankan bahwa pesatnya perkembagan IPTEK yang perkembangannya melalu pergeseran paradigma sehingga hal ini berdampak sangat kuat terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk pada dunia pendidikan. Dengan demikian, dunia pendidikan dituntut oleh masyarakat agar dapat menyesuaikan dengan perubahan itu dan hal tersebut akhirnya berpengaruh pada kebijakan pesantren yang diimplementasikan melalui kultur pesantren.
B. Pengertian Karakter Dan Unsur-Unsurnya 1. Pengertian Karakter Dilihat dari asal katanya, “karakter” merupakan sebuah konsep yang berasal dari kata Yunani “charassein”, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Memiliki suatu karakter yang baik, tidak dapat diturunkan begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan. Dalam bahasa Arab karakter dikenal dengan istilah “akhlaq”, yang merupakan jama‟ dari kata “khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan budi pekeri, perangai, tingkah laku atau tabiat, tatakrama, sopan santun, adab dan tindakan (Saebani dan Hamid, 2010:13). Ibn Miskawai (W. 421H/1030 M) sebagai pakar akhlaq terkemuka menyatkaan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.37 Sedangkan karakter menurut Simon Philips yang dikutib oleh Fathul Mu‟in dalam bukunya Pendidikan
36
Taliziduhu Ndraha, Op.cit., hlm 51 Sri Wahyuni Tanshzil, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin Santri.. Jurnal Penelitian Pendidikan | Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 .h 5. 37
22
Karakter adalah kumpulan tata nilai menuju suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap, dan prilaku yang ditampilan.38 2. Unsur-Unsur Karakter Ada beberapa unsur dimensi manusia secara psikologis dan sosiologis yang mempengaruhi unsur-unsur terbentuknya karakter pada manusia.Unsurunsur ini kadang juga menunjukan bagaimana karakter seseorang .Unsur-unsur tersebut antara lain, sikap, emosi, kepercayaan dan kebiasaan. 1.Sikap Sikap seseorang biasanya adalah merupakan bagian dari karakternya bahkan diangap sebagai cerminan karakter seseorang tersebut. Tentu tidak selamanya benar, tetapi dalam hal tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapanya, biasanya menunjukan bagaimana karakternya. 2.Emosi Kata emosi berasal dari kata emovere dalam bahasa latin yang berarti (berarti luar dan movere artinya bergerak). Emosi adalah bumbu kehidupan sebab tanpa emosi ,kehidupan manusia akan terasa hambar.Manusia selalu hidup dengan berfikir dan merasa, oleh karena itu emosi merupakan salah satu bagian dari karakter. 3.Kepercayaan Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari factor' sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “ salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia. 4.Kebiasaan dan Kemauan
Fathul Mu‟in ,Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik Dan Praktik,( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,2011) h,160 38
23
Kebiasaan adalah komponen konotatif dari factor sosiopsikologis. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, tidak direncanakan. Ia merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi berkali-kali. Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berbeda dalam menangapi stimulus tertentu. Kebiasaan memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan. Sementara kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang ,jadi kebiasaan dan kemauan adalah bagian dari unsur-unsur karakter. 5.Konsepsi Diri Hal penting lainya yang berkaitan dengan ( pembangunan ) karakter adalah konsepsi diri. Konsepsi diri penting karena biasanya tidak semua orang acuh pada dirinya. Orang yang sukses biasanya adalah orang yang sadar bagaimana membentuk watak dan karakternya.39
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Adapun peneliti mendapatkan inspirasi dari penelitian terdahulu
yang
relevan adalah: Kultur pesantren dalam membentuk sumber daya manusia studi kasus di Pondok pesantren Nurul jadid Paiton Probolinggo,yang di tulis oleh saudara Zainuddin dari Uin Malang 2009. Skripsi menjelaskan tentang kultur budaya pesantren yang membentuk sumber daya manusia yang ada di dalam pesantren, bisa sumber daya santri, ustad maupun kyai sendiri.skripsi ini menekankan pengaruh kultur pesantren terhadap etos kerja dari sumber daya manusia adapun perbedaan dari skripsi penulis adalah ,penulis menekankan pembentukan karakter santri dari kultur pesantren. Dan penulis mendapatkan inspirasi penulisan kultur pesantren dari skripsi ini. Budaya
Pesantren:
Persimpangan
antara
Keindonesaan
dan
Keislaman,Jurnal Pesantren ditulis oleh Saidi .Sumber kompas. Didalam jurnal ini, pesantren dalam prakteknya, pesantren memiliki wilayah intern, dan ekstern yang keduanya tak bisa dipisahkan. Karena memuat semangat keislaman, dan 39
Fathul Mu‟in, Op,Cit, h, 168-179
24
keindonesiaa (Nasionalisme), dan perbedaan dari jurnal dan skripsi penulis adalah didalam jurnal ini menekankan tentang kultur pesantren dari sisi perjuangan nasionalisme Indonesia ,dan penulis kultur pesantren untuk pembentukan karakter santri. Pengalaman Mengenai Peran Kultur Terhadap Proses Belajar-Teori Vygotsky, Jurnal pendidikan ,penulis Zuhrati,Spd. Didalam jurnal ini, Vygotsky menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang berasal dari hubungan sosial dan kultur. Baik itu kultur individual maupun hubungan pendidikan dengan perkembangan berperan penting dalam perkembangan kognitif karena memberi dasar untuk menyimpulkan asumsi dasar tentang pembelajaran. Menurut Vygotsky, kultur bukan hanya memberi latar untuk pengembangan kognitif individual. Kultur juga memberi simbol-simbol kultural (perangkat psikologis) dan anak belajar berpikir dengan bentuk penalaran ini. Penulis mendapatkan inspirasi dalam penulisan definisi kultur pesantren. Perbedaan antara jurnal ini dengan skripsi penulis adalah jurnal ini membahas secara utuh tentang makna dan definisi kultur saja, sedangkan penulis menuliskan kultur pesantren dan fungsinya. Skripsi Korelasi Pendidikan Pondok Pesantren Dengan Prestasi Belajar Santri Di Mts An-nur .Khusaini UIN Malang 2006. Didalam skripsi ini dijelaskan tentang sejarah pesantren, dan pola pendidikan pesantren yang dapat meningkatkan prestasi dari hasil belajar santri. Dan penulis mendapatkan inspirasi tentang definisi pesantren dan sejarah pesantren, perbedaan antara skripsi ini dengan karya tulis penulis adalah skripsi ini lebih membahas tentang system pendidikan pesantren sedangkan penulis lebih menekankan kepada kultur pesantren. IBDA‟ Jurnal Study Islam Dan Budaya.Penulis Nawawi. Didalam skripsi ini dijelaskan tentang sejarah,basis kultural pesantren ,pendidikan keagamaan dipesantren, kurikulum, system pengajaran, dan sejarah pesantren, penulis mendapatkan inspirasi tentang definisi, dan sejarah pesantren, perbedaan yang terdapat dari jurnal ini dan tulisan penulis adalah jurnal ini masih menjelaskan
25
secara umum tentang makna dan definisi pesantren sedangkan penelitian penulis dikhususkan di Pondok pesantren al-Amanah-al-Gontory. Dari buku pendidikan karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, yang ditulis oleh Fatchul Mu‟in. Didalam buku ini tertuliskan tentang pendidikan karakter dan urgensi pendidikan progresif dan revitalisasi peran guru dan orang tua,dan penulis mendapatkan inspirasi dalam menuliskan definisi pesantren, dan perbedaan yang terdapat dalam buku dan dan skripsi penulis adalah jika didalam buku masih dijelaskan secara umum tentang makna karakter sedangkan didalam skripsi penulis dikhususkan tentang karakter santri. Dari buku Tradisi Pesantren yang ditulis oleh Zamakhsyari Dhofier. Didalam buku ini tertuliskan tentang studi pandangan hidup kyai dan visinya mengenai masa depan Indonesia dengan tradisi pesantren, di buku ini juga dituliskan akar dan sejarah awal pesantren dengan segala macam kultur budaya pesantren didalamnya, perbedaan antara buku ini dengan tulisan penulis adalah jika didalam buku ini masih bersifat umum dalam menjelaskan tentang sejarah dan kultur pesantren sedang penulis mengkhususkan dengan penelitian tentang pesantren di pondok pesantren Al-amanah alGontory. Tesis, Peningkatan Mutu Prndidikan Pesantren,( Studi Komparatif atas Pondok Ma‟hadut Tholabah dan Pondok Modern Daruu Ulil Albab di Kabupatan Tegal ) UIN jakarta penulis Ahmad Ta‟rifin. Didalam tesis ini penulis
menuliskan
tentang
bagaimana
meningkatkan
mutu
pesantren,bagaimana meningkatkan manajerial di dalam kultur pesantren,dan peningkatan professional guru atau ustad.Penulis dalam skripsi ini mendapatkan inspirasi tentang pondok pesantren dari tesis ini, dan perbedaan tesis ini dengan tulisan penulis adalah jika didalam tesis ini dijabarkan tentang bagaimana cara meningkatkan mutu pesantren sedangkan penulis menuliskan bagaimanakah korelasi dari kultur pesantren terhadap pembinaan karakter santri. Skripsi tentang Pengembangan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Dalam Mencetak Santri Profesional ( Studi Kasus di Pondok Pesantren An-nur II Al-Murtadho Bululawang,Malang ) UIN Malang 2010 . Didalam skripsi ini tertuliskan tentang pengembangan system pendidikan pesantren dan tujuan
26
pesantren berdasarkan undang-undang, penulis mendapatkan inspirasi tentang tujuan pesantren dan macam-macam pesantren, dan perbedaanya dengan skripsi penulis, skripsi penulis lebih menekankan pada pesantren dan kulturnya, sedangkan skripsi ini menekankan pada pesantren dan system pendidikanya. Jurnal Pesantren, Nu Online,Dengan Judul Antara Kultur Pesantren dan Kaum Intelektual Modern, penulis W.S. Abdul Aziz. Didalam jurnal ini menurut penulis. Gusdur walau dilahirkan dari ranah tradisional NU, namun pemikirannya membusur kepada arah modernis, baik dalam prespektif politik maupun wacana keagamaan. Dia mengharapkan walaupun berasal dari kultur pesantren tradisional tetap bisa berproses d kancah politik dan bisa bersaing dengan kaum modernis. Dan perbedaanya dengan skripsi penulis adalah jurnal ini lebih berbicara peran santri yang berasal dari kultur pesantren salafi terhadap perkembangan bangsa, sedang penulis menuliskan tentang kultur pesantren terhadap terbinanya karakter santri. Journal Pendidikan,Model Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi .Penulis Dasmin Budimansyah,dkk. Didalam jurnal ini dituliskan tentang bagaimana pengertian karakter,dan bagaimana menanamkan pendidikan karakter terhadap mahasiswa, penulis mendapatkan inspirasi tentang makna dan definisi karakter, dan perbedaanya dengan skripsi penulis adalah jika jurnal ini karakter mahasiswa sedangkan penulis adalah karakter santri.
D. Kerangka Berfikir Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren tetap saja menarik untuk dikaji dan ditelaah kembali. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri serta berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya tapi juga mengandung makna keaslian kultur di Indonesia. Dalam dunia pesantren terdapat kultur pesantren dimana kultur menjadi corak atau identitas pesantren dalam mendidik dan mengajarkan para santrinya .Dari kultur juga membentuk pola lingkungan pesantren yang setiap harinya para santri berada didalam system pendidikan paripurna yaitu pendidikan 24
27
jam, dan apa yang mereka lihat,mereka dengar dan mereka rasakan adalah suatu pendidikan.Khususnya untuk mendidik mental dan karakter santri menjadi pribadi yang kuat iman dan kaya amal. Karena membentuk karakter seseorang bukanlah dengan waktu yang cepat, pembentukan karakter membutuhkan proses yang panjang, serta adanya ketauladanan di lingkungan pesantren. Dengan demikian semua yang ada didalam pesantren bersunguh-sunguh menciptakan kultur pesantren yang positif dimaksudkan agar menjadi salah satu faktor yang membentuk kepribadian serta karakter santri. Dengan kata lain kultur pesantren sangat mempengaruhi karakter santri, karena kultur merupakan identitas utama suatu lembaga atau organisasi ,dapat juga dikatakan bahwa kultur merupakan ruh yang dapat membawa kemajuan atau kemunduran suatu lembaga. Begitu pula kultur yang ada dipesantren maka dapat dikaitkan keberhasilan pembentukan karakter pesantren dipengaruhi bagaimana pembentukan kultur pesantren yang telah dipetakan oleh para pendirinya.
E. Pengajuan Hipotesis Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu preposisi atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan untuk dasar pembuatan keputusan dan penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Semakin tinggi kualitas kultur pesantren maka akan semakin tinggi pula pembinaan karakter santri”. Berdasarkan hipotesis tersebut maka hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho) dapat dirumuskan. Adapun rumusan kedua hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: Ha:
Terdapat hubungan yang signifikan antara kultur pesantren dengan
terbinanya karakter santri. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kultur pesantren dengan terbinanya karakter santri.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil tempat di Pondok Pesantren al-amanah al-Gontory. Penelitian dilakukan selama satu bulan , terhitung pada tanggal 26 November 2013 sampai dengan selesai.
B.
Metode Penelitian Untuk
memperoleh
data,
fakta
dan
informasi
yang
akan
menggambarkan dan menjelaskan permasalahan tentang hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam dengan akhlak siswa, maka penulis menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif-analisis. Menurut Margono dalam bukunya Metodologi Penelitian Pendidikan menyatakan bahwa ”Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui”. 1 Di
dalam
metode
deskriptif-analisis
terdapat
upaya
untuk
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat.2 Metode deskriptif tidak hanya berhenti pada menggambarkan kondisi objek penelitian, tetapi juga menganalisanya berdasarkan metode, teori dan kemampuan peneliti.3 1
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Cet. 6, h. 105. 2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 7, h. 157. 3 Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 52
28
29
C. Variabel Penelitian Dalam setiap penelitian, istilah variabel tidak pernah ketinggalan. Menurut Y.W.Best yang disebut variabel penelitian adalah kondisi-kondisi atau serentiristik-serentiristik yang oleh peneliti dimanipulasikan,dikontrol atau diobservasikan dalam suatu penelitian.4 Dalam penelitian ini penulis mencari korelasi antara sistem pesantren al-Amanah al-Gontory dengan suasana belajar santri .Ini berarti ada variabel yaitu : 1. Definisi Teoritis Kultur Pesantren sebagai variabel bebas ( independent Variabel). Dalam penelitian ini kultur pesantren ibarat kendali situasi terkondisinya suasana belajar yang kondusif. 2. Definisi Oprasional Karakter santri sebagai variabel terikat ( Dependent Variabel ). Maka karakter santri menjadi salah satu dampak hasil pendidikan pesantren termasuk dari kultur budaya pesantren .
4
Cholid Narbuko Aksara,2003),cet.ke-5,h.118
dan
Abu
Ahmadi,
Metodologi
Penelitian,(Jakarta:Bumi
30
Tabel 1 Variabel Penelitian
NO
VARIABEL
1
Variabel X
DIMENSI
INDIKATOR
Kultur Pesantren Definisi Operasional 1. Sebagai
1. Bentuk
1. Kultur budaya
identitas dan
budaya atau
mengaji Al-quran
citra suatu
kultur
setelah sholat 5
pesantren.
waktu.
lembaga pendidikan.
2. Budaya mengunakan bahasa arab dan inggris dalam percakapan sehari-hari. 2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar
1. Sikap masayarakat terhadap para santri.
terhadap pesantren.
2. Sebagai
1. Pola pendidikan
1. Kyai/ustad dapat
31
sumber
kyai/ ustad
dijadikan suri
inspirasi
terhadap
tauladan bagi
,yang dapat
santri.
santri.
dijadikan
2. Peran
arah
kyai/ustad
1.Pengawasan kyai /
kebijakan.
dalam
ustad terhadap
menciptakan
santri.
kultur pesantren.
1. Disiplin pesantren 3. Sebagai pola prilaku.
1. Manfaat
membentuk
disiplin bagi
pola prilaku
santri.
santri. 2. Organisasi santri membentuk pola prilaku.
1. Dengan berorganisasi membuat mental lebih brani . 2. Jiwa pemimpin lebih berkembang . 3. Membentuk jiwa social.
32
1. Inovasi Pola
1. Pentingnya
kultur
laboraturium
pesantren
bahasa dan
mekanisme
mengikuti
computer
adabtasi
perkembang
dipesantren.
terhadap perubahan
an zaman.
4. Sebagai
2. Pentingnya labolaturium
lingkungan.
penelitian dipesantren.
\ 1. Hasil dari
1. Menghidupkan
kultur
sholat berjamaah.
pesantren 5. Sebagai tata nilai
untuk menciptakan
2. Budaya saling menghargai dan saling menghormati.
budi luhur santri dan santriwati. 2. Nilai budaya
1. Adanya hukuman bagi
disiplin
santri yang
santri.
terlambat mengikuti kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler.
2
Variabel Y
33
Karakter Santri Definisi Oprasional
1. Kerja bakti 1. Lebih Peka
bersama.
terhadap
2. Rasa tolong
lingkungan
menolong
1. Sikap
social.
terhadap sesama santri.
2. Sopan santun santri
terhadap guru.
terhadap
2. Kepatuhan santri
guru.
terhadap guru.
1. Santri senang 2.Emosi
1. Santri betah
berada di
berada
pondok.
dipondok.
2. Santri bangga dengan pondoknya.
3.Kepercayaan
1. Santri santun
1. Santri mempercayai keberkahan
1. Santri mencintai almamater pendidikanya.
1. Santri sangat menghormati kyainya.
kyai. 2. Santri
1. Santri rajin
mempercayai
belajar karena
hasil dari
mempercayai
kesunguhan.
selogan
34
„manjadda wajada.”
4.Kebiasaan
1. Kebiasaan mengucapkan salam terhadap orang lain.
2. Kebiasaan belajar bersama.
1. Santri biasa mengucapkan salam kepada orang lain.
1. Santri terbiasa belajar bersama.
1. Santri 5.Kosepsi Diri
1. Santri
menerapkan
mengharuskan
dalam dirinya
dirinya agar
untuk berbudi
berbudi tinggi
tinggi
dengan akhlak
2. santri menerapkan dalam dirinya berpengetahuan luas.
karimah. 1. Santri rajin membaca buku. 2. Santri gemar
3.Santri
berdiskusi.
mererapkan dalam dirinya harus berbadan sehat.
1. Santri senang berolahraga.
35
D. POPULASI DAN SAMPEL. 1. POPULASI Adalah keseluruhan subyek penelitian.5 Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas satu Mts Ponpes al-Amanah alGontory berjumlah 405 . 2. SAMPEL Adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili populasi yang diteliti.6 Sampel yang akan diambil adalah 20 % dari populasi yaitu 50 orang siswa. Menurut Suharsimi Arikunto di dalam bukunya “ Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktek” dijelaskan bahwa apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih. Tekhnik yang digunakan dalam mengambil sampel adalah sampel random atau acak.Penulis mengambil jumlah 15% dari jumlah keseluruhan yaitu 60 orang santri.
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis mengunakan beberapa teknik yaitu : 1. Observasi Observasi yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.7 Dalam hal ini penulis mengambil dari observasi tentang bagaimana budaya
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), Cet. 14, hal. 173 6
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), Cet. 14, hal. 174 7
Chilod Narbuko dan Abu Ahmadi, Op.Cit, h.70
36
kultur pesantren dari segi disipilin pesantren, kultur organisasi, sikap santrisantrinya dan segala bentuk yang mengacu pada kultur dan karakter pesantren. 2. Interview Wawancara adalah proses tanya jawab penelitian yang berlangsung secara lisan dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi
atau
keterangan-keterangan.8
Adapun
pihak
yang
diwawancarai adalah Kepala sekolah. Mengenai adakah korelasi antara kultur pesantren dengan pembentukan karakter santri.
3. Dokumentasi Metode dokumentasi ini digunakan sebagai usaha penulis untuk mendapatkan data-data mengenai keberadaan sekolah yang sedang diteliti dan data jadwal kegiatan santri dengan tujuan untuk melengkapi penelitian tersebut sehingga terdapatlah data yang signifikan. Adapun data-data ini diperoleh dari bagian data di pondok tersebut.
4.
Angket (Questionnaire) Metode angket adalah suatu daftar yag berisikan rangkaian pertanyaan
mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti untuk memperoleh data, angket ini disasarkan kepada responden (santri kelas I).9 Dengan menggunakan teknik angket, pengumpulan data sebagai data penelitian jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga, tidak memerlukan kehadiran peneliti, dapat dibagikan secara serempak kepada semua responden. Dan untuk mendapatkan data tentang korelasi kultur pesantren terhadap karakter santri.
8
Ibid, h. 83
9
Ibid, h. 76
37
TABEL 2 Kisi-kisi soal Angket NO
VARIABEL
INDIKATOR
NO POSITIF
Kultur
BUTIR NEGATIF
60 soal
atau kultur
1. Sebagai
pesantren.
1, 2, 3, 6, 7, 8
identitas dan
2. Adanya
4, 5
lembaga pendidikan.
dukungan dari masyarakat sekitar terhadap pesantren.
2. Sebagai
1. Pola
sumber
pendidikan
9, 10, 11
inspirasi,
kyai/ ustad
14, 15,
yang dapat
terhadap
dijadikan
santri.
arah kebijakan.
12, 13,
2. Peran kyai dalam menciptakan kultur pesantren.
3.Sebagai pola prilaku
.ITEM
1. Bentuk budaya
Pesantren.
citra suatu
JUMLAH
1. Disiplin
16,
17, 20,
pesantren
18,
19, 23, 24, 28,
membentuk pola prilaku santri.
21, 22,
,25, 26, 41, 42, 43, 27, 30, 31,
2. Organisasi
29, 34, 40,
32,
44, 45,
38
santri
33,
35,
membentuk
36,
37,
pola prilaku.
38,
39,
46, 47. 3. Sebagai
1. Inovasi
Pola 48,
49, 52, 53, 54
mekanisme
kultur pesantren 50, 51,
adabtasi
mengikuti
terhadap
perkembangan
perubahan
zaman
lingkungan.
5. Sebagai tata 1. Hasil dari kultur 55, nilai
pesantren untuk
56, 59, 60,
57, 58,
menciptakan budi luhur santri dan santriwati. 2. Nilai budaya disiplin santri. Karakter Santri. 6. Sikap.
1. Lebih Peka terhadap lingkungan social.
1, 2, 3, 5, 6, 10,11, 4, 7, 8, 17, 9, 12,
2. Sopan santun
13,
santri terhadap
16,
14,
guru. 7. Emosi
1. Santri senang
18,
berada di pondok.
20,
2. Santri bangga
21,
dengan
25, 26,
pondoknya.
19, 22, 23, 27, 28, 24,
60 soal
39
8. Kepercayaan
1. Santri mempercayai
29,
30, 36,37,38,
keberkahan kyai.
31,
32, 44, 45,
2. Santri
33, 34,
mempercayai hasil 35, dari kesunguhan. 40,
39, 41,
42, 43, 9. Kebiasaan
1. Kebiasaan mengucapkan
46,
47, 51, 52, 56.
salam terhadap
48,
49,
orang lain.
50,
2. Kebiasaan belajar bersama. 10. Kosepsi Diri
1. Santri menerapkan dalam dirinya untuk berbudi tinggi.
53, 54,
2. santri
55, 56,
menerapkan dalam 57, 58, dirinya berpengetahuan luas. 3. Santri mererapkan dalam dirinya harus berbadan sehat.
59, 60
40
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data a. Teknik Pengolahan Data Setelah data terkumpul dengan lengkap,tahap selanjutnya data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah dan hipotesa penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Editing Data Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data.Dimana tujuanya adalah untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan sampai sejauh mungkin.10 2. Kooding Kooding
adalah
mengklasifikasikan
jawaban-jawaban
dari
para
responden kedalam karegori-kategori .Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.11 Untuk lebih memudahkan dalam menyimpulkan hasil penelitian dari setiap variabel,maka dari jawaban angket yang hanya berupa angka dideskripsikan dengan kata-kata, yaitu :
10
Ibid,h.153
11
Ibid,h.154
41
Tabel 3 Pengukuran Secara Deskripsi Alternatif Jawaban
Pernyataan Positif
Negatif
Sangat setuju
4
1
Setuju
3
2
Tidak setuju
2
3
Sangat tidak setuju
1
4
b. Teknik Analisa Data. 1. Uji Validitas Uji validitas untuk mengetahui tingkat kevalidan suatu instrumen yang diperoleh dari angket (kuesioner) untuk mendapatkan data tentang variabel kultur pesantren dan karakter santri. Pengujian validitas dilakukan menggunakan program SPSS 20 dengan metode Korelasi Product Moment dari Pearson, dengan melihat angka koefisien korelasi (r) yang menyatakan hubungan antara skor per item dengan skor total. Dengan rumus sebagai berikut:12 ( √*
(
)(
) |
) (
) +
Keterangan: rxy
: Angka Indeks Korelasi “r” product Moment
N
: Number of Cases
∑XY
: Jumlah hasil perkalian skor X dan Y
∑X
: Jumlah seluruh skor X
∑Y
: Jumlah seluruh skor Y
12
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2013), cet. 1, h. 82.
42
2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas berfungsi untuk meyakinkan apakah instrumen yang dipakai dapat dipercaya untuk menggali data atau tidak. Pengujian reliabilitas dilakukan menggunakan program SPSS 20 dengan koefisien Cronbach‟s Alpha dan corrected item total correlation dengan rumusnya yaitu:13 [
(
][
)
Dimana, rumus Varians:
r
= Realibilitas instrumen/koefisien alfa
k
= Banyaknya butir soal = Jumlah varians butir = Total varians
N
= Jumlah responden
3. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dimiliki peneliti berdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas yang digunakan dalam perhitungan data penelitian ini menggunakan program SPSS 20 dengan uji Liliefors dengan rumus:14 Lh = Nilai terbesar dari |F(z) – S(z)| Keterangan: Lh
= Nilai Liliefors hitung
F(z)
= Peluang angka baku
S(z)
= Proporsi angka baku
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, maka nilai Lh dibandingkan dengan nilai kritis L (Ltabel/ Lt) 13 14
Syofian Siregar, Op. Cit, cet. 1, h. 117. Syofian Siregar, Op. Cit, cet. 1, h. 163.
43
pada taraf nyata 5% (0.05). Kriteria pengujian sampel dianggap normal jika nilai Lh lebih kecil dari Lt (Lh < Lt), dan sebaliknya sampel dianggap tidak normal jika nilai Lh lebih besar dari Lt (Lh > Lt). 4. Uji Homogenitas. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel atau data yang diteliti memiliki tingkat keragaman yang sama atau berbeda. Dan penulis mengunakan program spss 20. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji F untuk data yang independen, dengan rumus:15
Dimana
(𝑋 𝑛
𝑆
𝑋)
Keterangan: Fh
= Nilai hitung dari uji F
S²
= Nilai Varian dari masing-masing data
Untuk mengetahui apakah sampel memiliki tingkat keragaman yang sama atau berbeda, maka Fh dikonsultasikan ke dalam tabel nilai kritis F dengan taraf nyata 5% (0.05). Dalam pengujian ini data dianggap homogen (keragaman sama) apabila nilai Fh lebih kecil dari Ft (Fh < Ft). 5. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya.
Menurut
Santoso
(2007:242)
deteksi
adanya
heteroskedastisitas adalah : 1. Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas. 2. Nilai probabilitas < 0,05 berarti terkena heteroskedastisitas. Penulis menghitung data heteroskedastisitas mengunakan spss 20.
15
Syofian Siregar, Op. Cit, cet. 1, h. 174.
44
6. Uji Korelasi Perhitungan korelasi menggunakan Product Moment. Dimana Product Moment Correlation adalah salah satu teknik untuk mencari korelasi antara dua variable yang kerap kali digunakan. Teknik korelasi ini dikembangkan oleh Karl Pearson. Dan penulis menghitungnya dengan bantuan spss 20. Rumus korelasi Product Moment Karl Pearson, yaitu: 16
N xy ( x)( y )
N x
2
( x) 2 N y 2 ( y ) 2
Keterangan: rxy
= koefisien korelasi variable X dengan variable Y
∑ XY = jumlah dari hasil perkalian antara skor variable X dan skor variable Y X
= skor variabel X
Y = skor variabel Y
7. Perhitungan Koefisien Determinasi Perhitungan koefisien determinasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel X terhadap variabel Y yang dinyatakan dalam bentuk persen. Dimana rumus yang digunakan adalah rumus “Coefficient of Determination” atau koefisien penentu yang dalam hal ini digunakan untuk lebih memudahkan pemberian interpretasi angka indeks korelasi „r‟ product moment pada uji hipotesis di atas. Rumus Coefficient of Determination yaitu: KD = r² x 100 % KD = Koefisien determinasi r = Koefisien korelasi Adapun pedoman yang umum digunakan dalam memberikan interpretsi secara sederhana terhadap angka hasil koefisien korelasi product moment adalah sebagai berikut.17 :
16
Joko Sulistyo, 6 Hari Jago Spss 17, ( Yogyakarta : Cakrawala, 2010 ), Cet. 1, h.129.
45
Tabel 3.3 Besarnya “r” Product Moment (rxy) 0,00 – 0,20
Interpretasi Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat kolerasi, akan tetapi kolerasi itu sangat lemah atau sangat rendah diabaikan
sehingga (dianggap
kolerasi
itu
tidak
ada
kolerasi atau pengaruh antara variabel X dan variabel Y) 0,20 -0,40
Antara variabel X dan variabel Y terdapat kolerasi yang lemah atau rendah.
0,40 – 0,70
Antara variabel X dan variabel Y terdapat kolerasi yang sedang atau cukupan.
0,70 – 0,90
Antara variabel X dan variabel Y terdapat kolerasi yang kuat atau tinggi.
0,90 – 1,00
Antara variabel X dan variabel Y terdapat kolerasi yang sangat kuat atau sangat tinggi.
G. Hipotesis Statistik H. Ho
:
I. Ha
:
17
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010), Cet. 21, h 193
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Gambaran Umum Pesantren al-Amanah al-Gontory a. Letak Pesantren al-Amanah al-Gontory Letak Pesantren al-Amanah al-Gontory di daerah Tangerang Selatan, tepatnya di Jln. Taman Makam Bahagia ABRI Kelurahan Perigi Baru Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten Tlp/fax : 021-74862163. Untuk dapat sampai di pesantren kita bisa menempuhnya dengan menggunakan angkutan umum. Dari Plaza Bintaro kita dapat menggunakan angkutan umum jurusan Komplek Perumahan Graha Raya dengan menempuh perjalanan selama kurang lebih setengah jam. Kemudian berhenti di depan masjid al-Ghofur dan dilanjutkan lagi dengan berjalan kaki menuju pondok pesantren tersebut selama kurang lebih dua puluh menit. b. Sejarah Singkat Pesantren al-Amanah al-Gontory Pesantren Modern al-Amanah al-Gontory mulai dirintis pada tahun 1992. Pesantren ini lahir dari keinginan (Alm) H. Nadjih. Hidup untuk mendirikan sebuah pesantren yang sama dengan pesantren tempat beliau belajar dulu yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor. Beliau merasakan bahwa apa yang telah didapatnya dari Pondok Modern Darussalam Gontor sangat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Oleh karena itu, beliau mulai merintisnya di sebuah tempat di lembah dekat Situ Perigi. Berdirinya Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory pada tahun 1992 yang diawali dengan adanya keinginan almarhum H. Nadjih. Hidup selaku Waqif Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory sekaligus pembina Yayasan al-Urwatul Wutsqo Untuk mewakafkan tanahnya seluas 5,2 hektar guna mendirikan lembaga pendidikan seperti Pondok Modern
46
47
Gontor di wilayah Tangerang Selatan, namun saat ini yayasan tersebut berubah menjadi Yayasan al-Amanah al-Gontory yang diketuai oleh alUstadz Syahril Shiddiq, S.Ag Berangkat dari santri dengan jumlah 5 santri putra dan dewan guru 8 orang, namun Berkat usaha, kerja keras semua pihak dan kepemimpinan yang baik serta kerjasama yang solid, maka Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory mulai mendapat nama yang baik di mata masyarakat. Dukungan alumni dan masyarakat memberikan andil yang besar dalam perkembangan Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory selanjutnya. Dari tahun ketahun jumlah santri bertambah dan alumni yang melanjutkan ke perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri pun semakin meningkat serta peran aktif para alumni di masyarakat, hal ini semakin memperbaiki citra Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory. Seiring berkembangnya Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory dan tuntutan masyarakat maka pada tahun 2001 Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory menerima
Santriwati hingga saat ini.1 Pola pendidikan di
Pondok Modern al-Amanah al-Gontory menekankan kepada pembentukan pribadi
mukmin
muslim
yang
berbudi
tinggi,
berbadan
sehat,
berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto pendidikan di Pondok Pesantren al-Amanah alGontory. 1. Berbudi tinggi Berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh Pondok ini kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan; dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman motto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada. 2. Berbadan sehat Tubuh yang sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam pendidikan di pondok ini. Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat 1
Sahril Sidiq, hasil wawancara dengan Kepala Yayasan al-Amanah al-Gontory, pada hari kamis 19 Desember 2013 .
48
melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga, dan bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh santri sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. 3. Berpengetahuan luas Para santri di pondok ini dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi, sehingga seseorang itu tahu untuk apa ia belajar serta tahu prinsip untuk apa ia menambah ilmu. 4. Berpikiran bebas Berpikiran bebas tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya (liberal). Kebebasan di sini tidak boleh menghilangkan prinsip, teristimewa prinsip sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi petunjuk illahi (hidayatullah). Motto ini ditanamkan sesudah santri memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas.
49
2. Karakteristik Responden. Deskripsi data variabel penelitian ini, penulis menganalisis data dan terdapat dua varibel yaitu varibel kultur pesantren (varibel X) dan variabel karakter santri ( varibel Y) yang masing-masing variabel terdiri dari 40 item pertanyaan, jadi dari keduanya terdapat 80 item pertanyaan. Pada variabel (X) yang dapat dijadikan bahan untuk penelitian sebanyak 31 item pertanyaan dari 40 item setelah diuji validitas soal dengan spss 20, sedangkan untuk variabel (Y) yang dapat dijadikan bahan untuk penelitian sebanyak 37 item dari 40 pertanyaan yang telah diuji validitas soal dengan mengunakan spss 20. Jumlah santri laki-laki sejumlah 31 santri sedangkan santriwati sejumlah 29 di Pondok pesantren al-Amanah al-Gontory. Adapun peneliti mendapatkan sampel yang terdiri dari 31 santri dan 29 santriwati, mereka semua berada dikelas satu Mts yang terdiri dari 3 kelas untuk para santri yaitu: kelas A, kelas B, dan kelas C, sedang untuk santriwati juga semua duduk dikelas satu Mts yang terdiri dari 2 kelas yang terdiri dari kelas A dan B. Semua responden berumur 13 tahun.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Jenis Kelamin
Kelas
Laki-laki
Jumlah Kelas
Umur
3 terdiri dari kelas: A, 13 tahun B, C.
Perempuan
.
2 terdiri dari kelas: A, 13 tahun B
50
B. Karakteristik Variabel. 1.Pembagian Kelas Interval Untuk menentukan interfal kultur mengunakan rumus : k = 1 + 3,3 Log n k = 1 + 3,3 Log 60
k = banyaknya kelas n = banyaknya data
k = 1 + 6,8 y = 1+6 k = 8(dibulatkan) i = 32;8
i=4 Tabel 4.2 Kelas Interval Kultur Pesantren
Interval
F
Mid Point
Nilai nyata
F. Kum
91-94
2
92,5
91,5 – 94,5
2
95-98
2
96,5
95,5 – 98,5
4
99-102
9
100,5
99,5 – 102,5
13
103-106
10
104,5
103,5 – 106,5
23
107-110
10
108,5
107,5 – 110,5
33
111-114
19
112,5
111,5 – 114,5
52
115-118
7
116,5
115,5-118,5
59
119-221
1
220,5
119,5-221,5
60
Berdasarkan data diatas dapat diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.3 Min
89
Max
118
Mean
105,06
Median
105,00
Standar Deviasi
6,373
Range
29
Varian
40,620
51
Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui skor tertinggi yang diperoleh oleh santri dan santriwati dalam angket sebesar 220 dan skor terendah yang diperoleh siswa 91 sehingga diperoleh nilai rentang 29. Range tersebut tidak terlalu besar sehingga dapat diprediksi bahwa distribusi skor akan homogen. Semakin kecil range dari sebuah data maka nilai rata-rata yang diperoleh juga cukup representative untuk mewakili data yang bersangkutan. Dan untuk nilai tengah sebesar 105,00. Standar deviasi data pembelajaran pendidikan agama Islam ini tidak terlalu besar yaitu 6,373. Untuk menentukan tingkat kultur pesantren dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah peneliti menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) yaitu menempatkan individu ke dalam kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Dengan rumus: X < (µ - 1.0 α)
Rendah
(µ - 1.0 α) ≤ X < (µ + 1.0 α)
Sedang
(µ + 1.0 α) ≤ X
Tinggi
Dimana: X = skor total tiap-tiap item µ = mean teoritisnya α = standar deviasi dengan rumus tersebut di atas maka siswa dapat digolongkan ke dalam:
Tabel 4,4 Penggolongan Kultur Pesantren X < {105,06 - 1.0 (6,373)}
Rendah
X < 99
{105,06 - 1.0 (6,373)}≤ X < {105,06+ 1.0 (6,373)}
Sedang
100 ≤ X < 111
{105,06 + 1.0 (6,373)} ≤ X
Tinggi
112 ≤ X
Hasil dari penggolongan tingkat kultur pesantren, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
52
Tabel 4,5 Skor Skala Kultur Pesantren Kategori
Skor
Frekuensi
Prosentase
Rendah
0 – 99
7
12%
Sedang
100 – 111
28
47 %
Tinggi
112 – 118
25
42 %
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan skor antara 112 sampai dengan 118 sebanyak 25 santri dengan prosentase sebesar 42 % dan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan santri yang mendapat skor antara 100 sampai dengan 111 sebanyak 28 santri dengan prosentase sebesar 47% dan termasuk dalam kategori sedang. Dengan demikian dalam penelitian kultur pesantren ini hanya 12% santri saja yang mendapat skor antara 0 sampai dengan 62 termasuk dalam kategori rendah. Pada pengumpulan data karakter santri peneliti menggunakan angket yang disusun berdasarkan indikator yang mengacu pada teori yang terdapat pada Bab II. Diantaranya mengukur tentang karakter dari unsur-unsur yang ada didalamnya yaitu sikap, emosi, kepercayaan, kebiasaan, dan konsepsi diri. Perhitungan statistik data akhlak siswa menggunakan Microsoft Office Excel Untuk menentukan interfal kultur mengunakan rumus: k = 1 + 3, 3 Log n
k = 1 + 3, 3 Log 60
k = banyaknya kelas n = banyaknya data
y = 1+6 k = 8(dibulatkan) i =38 : 8
i= 4,75 dibulatkan 5.
53
Tabel 4.6 Kelas Interval Karakter Santri Interval
F
Mid Point
Nilai nyata
F. Kum
110-114
1
112
110,5 – 114,5
1
115-119
3
117
115,5 – 119,5
4
120-124
9
122
120,5 – 124,5
13
125-129
10
127
125,5 – 129,5
23
130-134
10
132
130,5 – 134,5
33
135-139
13
137
135,5 – 139,5
46
140-144
10
142
140,5 – 144,5
56
145-149
4
147
145,5- 149,5
60
Jumlah
60
Berdasarkan data diatas dapat diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.7 Deskripsi
Nilai
Nilai maksimum
148
Nilai minimum
110
Range
38
Mean
132,15
Median
133
Standar Deviasi
8,843
Varian
78.19
Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui skor tertinggi yang diperoleh oleh siswa pada tes karakter santri ini sebesar 148 dan skor terendah yang diperoleh siswa 110 sehingga diperoleh nilai rentang 38. Dan dari hasil
54
perhitungan diperoleh nilai rata-rata sebesar 132, 15 nilai tengah sebesar 133 dan Standar deviasi data instrument akhlak ini tidak terlalu besar yaitu 8, 843. Untuk menentukan tingkat penanaman karakter santri dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah peneliti menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) yaitu menempatkan individu ke dalam kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Dengan rumus: X < (µ - 1.0 α)
Rendah
(µ - 1.0 α) ≤ X < (µ + 1.0 α)
Sedang
(µ + 1.0 α) ≤ X
Tinggi
Dimana: X = skor total tiap-tiap item µ = mean teoritisnya α = standar deviasi Dengan rumus tersebut di atas maka siswa dapat digolongkan ke dalam:
Tabel 4.8 Penggolongan Kultur Pesantren X < {132,15 - 1.0 (8,843)}
Rendah
X < 123
{132,15 - 1.0 (8,843)}≤ X < {132,15+ 1.0 (8,843)}
Sedang
124 ≤ X < 140
{132,15 + 1.0 (8,843)} ≤ X
Tinggi
141 ≤ X
Hasil dari penggolongan tingkat pembelajaran pendidikan agama islam, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.9 Skor Skala Kultur Pesantren Kategori
Skor
Frekuensi
Prosentase
Rendah
0 – 123
10
10%
Sedang
124 – 140
38
38 %
Tinggi
141 – 148
12
12%
55
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan skor antara 141 sampai dengan 148 sebanyak 12 santri dengan prosentase sebesar 12 % dan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan santri yang mendapat skor antara 124 sampai dengan 140 sebanyak 38 santri dengan prosentase sebesar 38% dan termasuk dalam kategori sedang. Dengan demikian dalam penelitian kultur pesantren ini hanya 10% santri saja yang mendapat skor antara 0 sampai dengan 123 termasuk dalam kategori rendah. Setelah data yang diperoleh dideskripsikan seperti diatas, maka data-data tersebut akan diujikan tingkat validitas dan realibitasnya untuk mengukur apakah data-data tersebut adalah data-data yang valid dan layak untuk dijadikan penelitian:
2. Uji Validitas Uji Validitas digunakan sebagai uji prasyarat untuk mengetahui apakah data yang akan dipakai untuk pengujian hipotesis merupakan data valid atau tidak. Untuk itu data kuesioner yang telah di dapat, harus diuji validitasnya terlebih dahulu. Dalam uji validitas ini, butir pertanyaan yang dianggap valid adalah r hitung > r tabel. Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Kultur Pesantren No Variabel (X) Angket Kultur
Uji Validitas r Hitung
Pesantren
r
Keterangan
Tabel
1
Butir Pertanyaan 1
0,307
0,250
Valid
2
Butir Pertanyaan 2
0,270
0,250
Valid
3
Butir Pertanyaan 3
0,75
0,250
Tidak Valid
4
Butir Pertanyaan 4
0,361
0,250
Valid
5
Butir Pertanyaan 5
0,275
0,250
Valid
6
Butir Pertanyaan 6
0,506
0,250
Valid
7
Butir Pertanyaan 7
0,427
0,250
Valid
56
8
Butir Pertanyaan 8
0.377
0,250
Valid
9
Butir Pertanyaan 9
0,352
0,250
Valid
10
Butir Pertanyaan 10
0,477
0,250
Valid
11
Butir Pertanyaan 11
0,199
0,250
Tidak Valid
12
Butir Pertanyaan 12
0,301
0,250
Valid
13
Butir Pertanyaan 13
0,562
0,250
Valid
14
Butir Pertanyaan 14
0,409
0,250
Valid
15
Butir Pertanyaan 15
0,537
0,250
Valid
16
Butir Pertanyaan 16
0,446
0,250
Valid
17
Butir Pertanyaan 17
0,540
0,250
Valid
18
Butir Pertanyaan 18
0,553
0,250
Valid
19
Butir Pertanyaan 19
0,511
0,250
Valid
20
Butir Pertanyaan 20
0,217
0,250
Tidak Valid
21
Butir Pertanyaan 21
0,263
0,250
Valid
22
Butir Pertanyaan 22
0,331
0,250
Valid
23
Butir Pertanyaan 23
0,198
0,250
Tidak Valid
24
Butir Pertanyaan 24
0,259
0,250
Valid
25
Butir Pertanyaan 25
0,519
0,250
Valid
26
Butir Pertanyaan 26
0,275
0,250
Valid
27
Butir Pertanyaan 27
0,331
0,250
Valid
28
Butir Pertanyaan 28
0,474
0,250
Valid
29
Butir Pertanyaan 29
0,034
0,250
Tidak Valid
30
Butir Pertanyaan 30
0,242
0,250
Tidak Valid
31
Butir Pertanyaan 31
0,227
0,250
Tidak Valid
32
Butir Pertanyaan 32
0,115
0,250
Tidak Valid
33
Butir Pertanyaan 33
0,252
0,250
Tidak Valid
34
Butir Pertanyaan 34
0,332
0,250
Valid
35
Butir Pertanyaan 35
0,392
0,250
Valid
36
Butir Pertanyaan 36
0,351
0,250
Valid
37
Butir Pertanyaan 37
0,423
0,250
Valid
57
38
Butir Pertanyaan 38
0,525
0,250
Valid
39
Butir Pertanyaan 39
0,278
0,250
Valid
40
Butir Pertanyaan 40
0,546
0,250
Valid
Dari data diatas terdapat 40 item butir angket, setelah dihitung menggunakan program SPSS 20 terdapat 31 item butir angket yang valid dan 9 item butir angket yang tidak valid. Berdasarkan hasil tersebut hanya 31 item butir angket valid yang dapat digunakan untuk penelitian ini. Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Karakter Santri No Variabel (Y) Angket Karakter
Uji Validitas r Hitung
r Tabel
Keterangan
Santri 1
Butir Pertanyaan 1
0,503
0,250
Valid
2
Butir Pertanyaan 2
0,385
0,250
Valid
3
Butir Pertanyaan 3
0,478
0,250
Valid
4
Butir Pertanyaan 4
0,506
0,250
Valid
5
Butir Pertanyaan 5
0,657
0,250
Valid
6
Butir Pertanyaan 6
0,458
0,250
Valid
7
Butir Pertanyaan 7
0,538
0,250
Valid
8
Butir Pertanyaan 8
0,501
0,250
Valid
9
Butir Pertanyaan 9
0,517
0,250
Valid
10
Butir Pertanyaan 10
0,410
0,250
Valid
11
Butir Pertanyaan 11
0,498
0,250
Valid
12
Butir Pertanyaan 12
0,385
0,250
Valid
13
Butir Pertanyaan 13
0,532
0,250
Valid
14
Butir Pertanyaan 14
0,411
0,250
Valid
15
Butir Pertanyaan 15
0,491
0,250
Valid
16
Butir Pertanyaan 16
0,513
0,250
Valid
17
Butir Pertanyaan 17
0,269
0,250
Valid
58
18
Butir Pertanyaan 18
0,184
0,250
Tidak Valid
19
Butir Pertanyaan 19
0,361
0,250
Valid
20
Butir Pertanyaan 20
0,310
0,250
Valid
21
Butir Pertanyaan 21
0,481
0,250
Valid
22
Butir Pertanyaan 22
0,549
0,250
Valid
23
Butir Pertanyaan 23
0,341
0,250
Valid
24
Butir Pertanyaan 24
0,255
0,250
Valid
25
Butir Pertanyaan 25
0,495
0,250
Valid
26
Butir Pertanyaan 26
0,533
0,250
Valid
27
Butir Pertanyaan 27
0,697
0,250
Valid
28
Butir Pertanyaan 28
0,502
0,250
Valid
29
Butir Pertanyaan 29
0,354
0,250
Valid
30
Butir Pertanyaan 30
0,598
0,250
Valid
31
Butir Pertanyaan 31
0,470
0,250
Valid
32
Butir Pertanyaan 32
0,411
0,250
Valid
33
Butir Pertanyaan 33
0,570
0,250
Valid
34
Butir Pertanyaan 34
0,486
0,250
Valid
35
Butir Pertanyaan 35
0,468
0,250
Valid
36
Butir Pertanyaan 36
0,545
0,250
Valid
37
Butir Pertanyaan 37
0,207
0,250
Tidak Valid
38
Butir Pertanyaan 38
0,439
0,250
Valid
39
Butir Pertanyaan 39
0,309
0,250
Valid
40
Butir Pertanyaan 40
0,212
0,250
Tidak Valid
Dari data diatas terdapat 40 item butir angket, setelah dihitung menggunakan program SPSS 20 terdapat 37 item butir angket yang valid dan 3 item butir angket yang tidak valid.Berdasarkan hasil tersebut hanya 37 item butir angket valid yang dapat digunakan untuk penelitian ini.
59
3. Uji Reliabilitas
Uji realibilitas dalam penelitian ini juga dilakukan dengan SPSS 20. Suatu variabel dapat dikatakan realibel jika nilai Crobanch‟s Alpha dari variabel tersebut lebih besar dari 0,60 atau 60%. Tabel 4.12 Hasil Uji Realibilitas Variabel X Menggunakan SPSS 20 Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
0,721
32
Setelah proses dengan SPSS, maka didapat nilai Cronbanch‟s Alpha untuk variabel kultur pesantren adalah n = 0,721 %. Nilai Cronbach Alpha tersebut ternyata diatas 0,60%, maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan untuk variabel tersebut adalah reliable untuk memiliki tingkat realibilitas yang sangat baik. Tabel 4.13 Hasil Uji Realibilitas Variabel Y Menggunakan SPSS 20 Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
0,738
38
Setelah proses dengan SPSS, maka didapat nilai Cronbanch‟s Alpha untuk variabel karakter santri dan santriwati n = 0,738 %. Nilai Cronbach Alpha tersebut ternyata diatas 0,60%, maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan untuk variabel tersebut adalah reliable untuk memiliki tingkat realibilitas yang sangat baik.
C. Pengujian Persyaratan Analisis Data. Pengujian persyaratan analisis merupakan bagian penting dalam metode ilmiah, diperlukan guna mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Pada penelitian ini menggunakan skala linkert yaitu memberikan nilai 4-3-2-1 untuk pertanyaan positif dan memberikan
60
nilai 1-2-3-4 untuk pernyataan negatif. Maka dari itu penenulis melakukan beberapa pengujian yang persyaratan analisis data untuk mendapatkan data yang akurat untuk mendapatkan hasil otentik. 1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengukur tingkat normalnya suatu data dalam penelitian. Adapun data yang dianggap normal adalah L hitung < L tabel. Pada penelitian ini, uji normalitas akan diproses menggunakan SPSS 20 sehingga hasilnya dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Variabel X Menggunakan SPSS 20 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Nilai angket 0,117
Df
Sig.
60
.039
*. This is a lower bound of the true significance. didapat nilai n = Dari tabel setelah diproses dengan SPSS, maka diatas dapat diartikan bahwa L hitung untuk variabel kultur pesantren yaitu 0,117. Kemudian dalam jumlah respon sebanyak 60 orang maka nilai L tabel = 0,144. Maka dapat diketahui bahwa 0,104 < 0,144 (L hitung < L tabel). Maka dapat disimpulkan data berdistribusi normal. Maka data-data yang diperoleh oleh peneliti dari uji normalitas variabel x dapat dilanjutkan ketingkat analisis data. Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Variabel Y Menggunakan SPSS 20 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Nilai angket ,102
Df
Sig.
60
.196
*. This is a lower bound of the true significance. didapat nilai n =
61
Dari tabel setelah diproses dengan SPSS, maka diatas dapat diartikan bahwa L hitung untuk variabel kenakalan remaja smp dwi putra ciputat yaitu 0,102. Kemudian dalam jumlah respon sebanyak 60 orang maka nilai L tabel = 0,102. Maka dapat diketahui bahwa 0,102< 0,144 (L hitung < L tabel), maka dapat disimpulkan data berdistribusi normal. Maka data-data yang diperoleh oleh peneliti dari uji normalitas variabel y dapat dilanjutkan ketingkat analisis data.
2. Uji Homogenitas. Tabel 4.16 jawaban responden Levene Statistic df1 0.105
df2 1
Sig. 58
0.747
Dari hasil test of homogeneity of variances pada spss 20 dapat diketahui signifikansi sebesar 0.747.Nilai ini menunjukan bahwa nilai sig >
= 0.747 >
0,05, maka dapat disimpulkan kedua kelompok dari santri dan santriwati mempunyai varian yang sama. Maka data-data dapat dilanjutkan ketingkat analisis data.
62
3. Uji Heteroskedastisitas. Tabel 4.17
Spearman's rho
LAKI
PEREMPUAN .036
Unstandardized Residual -.035
.851
.854
30
30
30
Correlation Coefficient
.036
1.000
-.093
Sig. (2tailed)
.851
Correlation Coefficient
LAKI 1.000
Sig. (2tailed) N PEREMPUAN
N Unstandardized Residual
Correlation Coefficient
.624
30
30
30
-.035
-.093
1.000
.854
.624
30
30
Sig. (2tailed) N
30
Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi salah satu variabel independen lebih dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Maka data-data dapat dilanjutkan ketingkat analisis data.
63
D. Uji Hipotesis. Tabel 4.18 Hasil input data kolerasi menggunakan rumus Product Moment data diambil dari spss 20
kultur pesantren
kultur pesantren 1
Pearson Correlation
karakter santri .685**
Sig. (2tailed)
.000
N karakter santri
Pearson Correlation
60
60
.685**
1
Sig. (2tailed)
.000
N
60
60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil Perhitungan koefisien korelasi antara variabel kultur pesantren (X) dan variabel karakter santri (Y) didapat angka koefisien korelasi sebesar 0,685. Kemudian untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan variabel X (kultur pesantren) untuk pembentukan karakter santri (variabel Y), ini diketahui dari hasil Coefficient of determination (koefisien penentuan) dengan rumus sebagai berikut: KD
= r2 x 100% = 0,6852 x 100% = 0,469x 100% = 46,92
Artinya
variabel
kultur
pesantren
memberikan
kontribusi
terhadap
pembentukan karakter santri sebesar 47 % dan sisanya 53 % ditentukan oleh variabel lain. Berdasarkan perhitungan diatas ternyata angka korelasi antara variabel X dan variabel Y rxy yaitu= 0,685 (tidak bertanda negatif), berarti antara kedua variabel tersebut terdapat korelasi yang positif (korelasi berjalan searah) atau terdapat
64
hubungan positif antara kultur pesantren dengan pembentukan karakter santri. Kemudian nilai tersebut diinterpretasikan dengan cara sederhana yaitu dengan memberikan interpretasi terhadap angka koefisien product moment. Dalam memberikan interpretasi secara sederhana terhadap angka indeks hasil korelasi product moment pada umumnya menggunakan pedoman sebagai berikut : Tabel 4.19 Indeks korelasi product moment Besarnya “r” Product Moment
Interpretasi
(rxy) 0,00 – 0,20
Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah diabaikan
sehingga (dianggap
korelasi
itu
tidak
ada
korelasi atau pengaruh antara variabel X dan variabel Y) 0,21 -0,40
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang lemah atau rendah.
0,41– 0,70
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukupan.
0,71 – 0,90
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.
0,91 – 1,00
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi.
65
Apabila diperhatikan nilai
yang telah diperoleh yaitu 0,685 dan ternyata
terletak antara 0,40 – 0,70. Berdasarkan yang telah dikemukakan diatas, dapat dijelaskan bahwa korelasi antara variabel X (kultur pesantren) dan variabel Y ( karakter) adalah tergolong korelasi yang sedang atau cukup, sehingga dapat di interpretasikan bahwa antara kultur pesantren dan pembentukan karakter santri terdapat korelasi yang positif dan korelasi itu termasuk korelasi yang sedang atau cukup. Selanjutnya untuk menjawab hipotesis nol dan hipotesis alternatif dilakukan dengan berpedoman pada nilai tabel (r tabel) product moment. Hal pertama yang dilakukan adalah terlebih dahulu mencari df atau db (degree of freedom atau derajat kebebasan) dengan menggunakan rumus df = N-nr. Diketahui responden yang diteliti sebanyal 60 orang, maka N = 60. Kemudian terdapat 2 variabel yang penulis teliti dalam penelitian ini yaitu variabel X (kultur pesantren) dan variabel Y (karakter santri), maka nr = 2. Dengan demikian maka df = 60 - 2 = 58. Maka dapat diketahui dengan df sebesar 58 diperoleh r tabel pada taraf signifikasi 5% sebesar 0,250 dan pada taraf signifikasi 1% sebesar 0,325. Kemudian dapat diinterpretasikan sebagai berikut. Pada taraf signifikan 5% diketahui bahwa 0,685 > 0,250 (r hitung lebih besar daripada r tabel). Maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berarti pada taraf signifikasi 5% itu terdapat korelasi yang sedang atau cukup antara variabel X (kultur pesantren) dan variabel Y (pembentukan karakter’;. Berarti pada taraf signifikasi 1% juga terdapat korelasi yang sedang atau cukup antara variabel X (kultur pesantren) dan variabel Y (karakter santri). Dengan demikian korelasi positif antara variabel X (kultur pesantren) dengan variabel Y (karakter santri ),merupakan korelasi positif yang cukup meyakinkan.
E. Pembahasan Hasil Penelitian .
66
Dalam bagian ini akan disajikan hasil temuan sebagaimana yang dideskripsikan di atas. Pembahasan akan difokuskan pada permasalahan dan tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu; pertama, untuk mengetahui hubungan kultur pesantren dengan pembinaan karakter santri dalam pendidikan yang saling mendukung, alasan (reasons) pesantren al-Amanah al-Gontory dalam membentuk karakter dan kepribadian para santrinya. Kedua, untuk mengetahui proses pelaksaan budaya pembinaan karakter santri pesantren al-Amanah alGontory melalui kulturnya, dan ketiga faktor penghambat dan pendukung kultur pesantren al-Amanah al-Gontory dalam membentuk karakter para santrinya. Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk membangun karakter bangsa. Sayangnya, pendidikan karakter di Indonesia selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai. Pendidikan karakter yang dilakukan belum sampai pada tingkatan interalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.2 Ironi melihat kebobrokan karakter dan mental generasi muda kita dihadapkan dengan derasnya arus globalisasi saat ini,yang diserang dari berbagai arah ,lihat disekeliling kita korupsi dimana-mana kriminalitas merajarela, premanisme menjadi jalan keluar, dan tawuran pelajar menjadi hal yang biasa, semua itu terjadi karena rusak moral masyarakat kita dan yang penulis garis bawahi adalah tentang karakter dan mental masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya untuk karakter santri pesantren al-Amanah al-Gontory yang didalam karakter ada lima unsur penting yang diteliti dan dikorelasikan dengan kultur budaya pesantrennya 5 hal itu adalah : Unsur-unsur tersebut antara lain sikap, emosi, kepercayaan, dan kebiasaan
3
yang dikorelasikan peneliti dalam kultur pesantren ada dalam lima
hal yaitu:
1. Sebagai identitas 2. Sebagai sumber, kultur pesantren merupakan sumber inspirasi 2
.Abdullah Syukri Zarkasyi. “Peran Pesantren Dalam Pendidikan Karakter Bangsa”disampaikan dalam acara Serasehan Nasional Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa, hari Kamis, 14 Januari 2010 di Jakarta, hal.1-2 3 .Fathul Muin, Op.Cit. hal 167.
67
3. Sebagai pola perilaku. 4. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan 5. Sebagai tata nilai. Kesimpulan yang peneliti dapatkan adalah sangatlah besar pengaruh kultur pesantren dalam membentuk karakter dan kepribadian santri kesimpulan ini didapatkan dari hasil korelasi angket, wawancara serta penelitian. Didalam kultur pesantren lima unsur inilah yang mencakup bagaimana pola kehidupan santri dalam keseharian sehari-hari, identitas pesantren sebagai lembaga pendidikan islam merupakan pokok penting,karena pesantren yang tidak memiliki identitas yang jelas maka bisa dipertanyakan, adakah kultur pesantren dan system yang baik didalamnya? Peneliti mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian bahwa identitas pesantren yang jelas, pasti memiliki kultur dan system pesantren yang baik, dan dari identitas dapat membentuk suatu karakter . Sedangkah kultur sebagai sumber insprasi, sangatlah benar dilapangan adanya, dari hasil penelitian bahwa sumber inspirasi pesantren adalah kyai ataupun pimpinan pesantren, penulis menyimpulkan bahwa kyai yang memiliki visi dan misi besar dalam mengembangkan budaya atau kultur pesantren yang memiliki semboyan-semboyan dan filosofi hidup yang kuat, di pondok pesantren banyak semboyan-semboyan pandangan hidup kyai yang dipajang didinding pesantren, dan itu sangat berpengaruh bagi karakter santrinya karena, inspirasi ataupun contoh yang baik dari kyai salah satu factor yang mempengaruhi dalam pembentukan karakter santri. Sebagai pola perilaku, peran kultur membentuk pola fikir, pola kebiasaan, dan pola sikap dalam hubungan dengan orang lain, ini sudah diterapkan didalam kultur pesantren dimana santri sudah terbiasa hidup bersama-sama dan terbiasa dengan budaya antri, budaya disiplin pesantren, dan lain-lainya. Sudah pasti semua itu merupakan bagian dalam membentuk karakter santri, ataupun kultur sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan,dan tata nilai yang terdapat dalam kultur pesantren al-Amanah al-Gontory banyak mengikuti pola perkembangan zaman, seperti membuat labolatorium bahasa, dalam tata nilai juga masih memegang teguh nilai-nilai agama islam seperti mewajibkan shalat
68
berjamaah bagi para santrinya, budaya salam, Akan tetapi nilai-nilai keislaman dalam pesantren tidak boleh berubah karena merupakan tatanan moralitas yang bersifat rahmatan li al-„alamin (universal) yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadist4. Semua itu dicanangkan semata-mata untuk menanamkan akhlak yang baik bagi para santrinya. Budaya bina santri dari pendidikan pesantren al-Amanah al-Gontory adalah terdiri dari sarana dan prasarana berupa beberapa organisasi di dalamnya, yang antara lain biro kepesantrenan, biro koordinatorat, biro keuangan, biro kependidikan, dan elemen-elemen organisasi daerah asrama masing masing bagian, dan asrama masing-masing. Hal ini diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembinaan yang berlangsung dalam pesantren. Dari bagian-bagian organisasi selalu eksis mengadakan rapat rapat dalam menentukan rencana, strategi, disiplin, dan aturan-aturan, pengawasan dan membina para santri dalam pendidikan pondok pesantren al-Amanah al-Gontory. Hal ini telah menjadi budaya di pesantren tersebut. Didalam proses pendidikan pesantren ada kontak interaksi pendidikan paripurna yaitu pendidikan 24 jam yang hanya bisa dilakukan didalam pesantren ,semua itu bertujuan agar peserta didik menjadi orang yang berilmu dan beriman yang bisa mengkolaborasikan antara fikir dan hati.Pesantren menjadi sebuah wilayah yang memiliki budayanya tersendiri, ia memosisikan sebagai sub-kultur dimempunyai cara bersosialisasi tersendiri dalam memupuk mental,karakter dan sikap para santri agar tertanam jiwa agamis dan nasionalis. Unsur-unsur pembina sistem pendidikan pesantren Al-Amanah Al-Gontory sama halnya dengan pesantren pada umumnya,ada didalam element-element pesantren seperti:, kiyai, santri, Masjid, asrama, atau pondok, rumah kyai5. lembaga pendidikan formal. Untuk mencapai sebuah tujuan visi misi pesantren alAmanah al-Gontory dalam mencapai target pesantren pengurus selalu mengadakan rapat kepengurusan dalam dalam suasana menciptakan pembinaan Abdullah syukri zarkasyi,” Gontor Dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren” (jakarta:PT. Raja Grafindo,2005), hlm xii 5 .Zamakhsyari Dhofier,”Tradisi Pesantren Edisi Revisi : Studi Pandangan Hidup Kyai Dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia “( Jakarta : LP3ES,2011).hlm 79. 4
69
santri dalam pendidikan yang kondusif, efisien, dan terarah melalui kesepakatan bersama melalui hasil pembinaan dan pendidikan di Pesantren al-Amanah alGontory merupakan pola yang saling berhubungan antara pendidikan formal dan non formal serta pengembangan minat bakat, di pondok pesantren al-Amanah alGontory merupakan budaya yang telah terbangun. Keanekaragaman Asrama ( rayon ) merupakan salah satu media pendukung dalam pendidikan dan pembinaan santri mengingat sistem pendidikan dan pembinaan santri dilaksanakan selama 24 jam ( long life education). Hal ini rayon/asrama berfungsi sebagai wahana untuk membangun mentalitas, karakter, pemikiran serta kreatifitas santri menuju sebuah tipe manusia yang utuh yang sesuai dengan visi-misi pondok yaitu : berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas serta berfikiran bebas. Sehingga diharapkan santri dapat menuntaskan totalitas diri dan sosialisasi diri selama belajar di pondok tersebut dan hasil ahir dari kultur pesantren adalah membentuk karakter santrinya sebaik-baiknya karakter. Sistem pendidikan dan pembinaan santri pondok pesantren. Al-Amanah AlGontory adalah sistem pendidikan yang integral antara pendidikan kepesantrenan, pendidikan formal dan kegiatan pengembangan. Ini sudah merupakan tradisi kepesantrenan Al-Amanah Al-Gontory untuk membentuk kepribadian dan karakter para santrinya. Hal ini sesuai ajaran rasul yang tertuang dalam hadistnya : “sesunguhnya Aku ( Muhammad ) untuk menyempurnakan kesempurnaan akhlak “ dan dalam firman Allah ( Q.S al-Qalam ayat 4 ):
Artinya : Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.6 Pesantren Al-Amanah Al-Gontory dalam fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan pengkaderan memiliki peran untuk mempersiapkan kader yang akan berkiprah dan membangun masyarakat menuju tatanan yang islami seimbang dan utuh, baik jasmaniah maupun rohaniyah. 6
Al-Qur‟an dan Terjemahnya,(Jakarta: Maghfiroh Pustaka, 2006), h. 564
70
Pendidikan dan pembinaan yang dilaksanakan di Pondok pesantren alAmanah al-Gontory adalah pembinaan yang intergratif antara pendidikan Pesantren dan pendidikan lembaga pendidikan formal. Artinya terjadi proses saling mendukung dan melengkapi antrara pendidikan yang dilaksanakan di Pesantren dengan pendidikan dan pembinaan dilembaga formal. Pendidikan dan Pembinaan yang dilakukan di sekolah diperdalam. di asrama santri yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan di lembaga formal. Sehingga tujuan santri untuk mengaji dan membina akhlakul karimah diharapkan bisa tercapai secara sempurna. Paparan di atas menunjukkan bahwa proses pendidikan di pesantren tidak hanya pada kegiatan formal di sekolah saja, di samping kegiatan pembelajaran formal akademik dengan kegiatannya yang padat dan beragam juga terdapat kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler dengan intensitas, frekuensi, dan variasi yang tinggi di luar kelas. Seluruh kegiatan ekstrakurikuler itu ditangani organisasi santri dengan dibimbing dan dikawal oleh para senior mereka yang terdiri dari para guru staf pembantu pengasuhan santri, dengan dukungan guru-guru senior yang menjadi pembimbing masing-masing kegiatan dan yang seterusnya secara hirarkis sampai kepada Pimpinan Pondok. Pengawalan secara rapat, berjenjang dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh para santri senior dan guru. Dengan menjalankan tugas pengawalan dan pembinaan, sebenarnya mereka juga sedang melalui sebuah proses pendidikan kepemimpinan, karena semua santri, terutama santri senior dan guru adalah kader yang sedang menempuh pendidikan. Pimpinan Pondok membina mereka melalui berbagai macam pendekatan; pendekatan program, manusiawi (personal) dan idealisme. Mereka juga dibina, dibimbing, disupport, diarahkan, dikawal, dievaluasi dan ditingkatkan.7 Pembinaan ini diharapkan untuk memberikan pengetahuan yang menambah cakrawala berfikir serta pembentukan sikap mental-spiritual, bertingkah laku 7
Abdullah Syukri Zarkasyi. “Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin Gontor”. (Ponorogo: Trimurti press 2011) cet-2, hlm. 36
71
sesuai dengan tatakrama dan berakhlakul-karimah sesusai dengan potensi firahnya yang dikembangkan dlam lingkungan pesantren. menuju sebuah tipe pribadi manusia muslim yang seimbang dan utuh, baik jasmaniah maupun rohaniyah sesuai dengan visi misi Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory. Penulis mengkaitkan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara kultur pesantren dengan pembentukan karakter santri baik secara teoritis maupun dalam kenyataan didalam pesantren .Berikut adalah macam-macam strategi guru, atau kyai dalam menjalankan berbagai sistem dan kultur pesantren agar tercipta karakter santri: No
SISTEM
1
Keteladanan
STRATEGI Penonjolan sikap teladan dari para kyai, guru, pengasuh dan santri
2
Penciptaan
Semua
yang
lingkungan
dikerjakan,
dilihat,
dan
didengar,
dialami
dirasakan,
sehari-hari
harus
mengandung unsur pendidikan 3
Pengarahan
Kegiatan-kegiatan diawali dengan pengarahan terutama tentang nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya.
4
Pembiasaan
Menjalankan program-program pendidikan dari yang ringan ke yang berat dengan disiplin tinggi. Terkadang pemaksaan juga diperlukan.
5
Penugasan
Pelibatan
dalam
penyelenggaraan
kegiatan-
kegiatan pendidikan.8 Adapun pembahasan tentang keterkaitan dan komparasi temuan hasil penelitian dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan adalah : Kultur pesantren dalam membentuk sumber daya manusia studi kasus di Pondok pesantren Nurul jadid Paiton Probolinggo,yang di tulis oleh saudara Zainuddin dari Uin Malang 2009.Skripsi menjelaskan tentang kultur budaya pesantren yang
Abdullah Syukri Zarkasyi, “Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor”. (Ponorogo: trimurti press 2005). Cet 2. Hal. 115 8
72
membentuk sumber daya manusia yang ada di dalam pesantren ,bisa sumber daya santri,ustad maupun kyai sendiri.skripsi ini menekankan pengaruh kultur pesantren terhadap etos kerja dari sumber daya manusia,keterkaitanya dengan skripsi penulis sama-sama membahas tentang kultur pesantren. Pendidikan dan Pembinaan santri Pondok pesantren Nurul Jadid tidak hanya meliputi pendidikan keilmuan dan pengembangan wawasan, akan tetapi juga meliputi pendidikan keterampilan-keterampilan dan kewirausahaan yang harus dimiliki santri untuk siap memasuki dunia yang lebih nyata. Pengelolaan Pondok pesantren Nurul Jadid dalam upaya menciptakan sumber daya manusia para santrinya didasarkan pada doktrin dan trilogy santri yang terdapat pada pasca kesadaran yang merupakan filosofi kiai Zaini Mun’im pendiri skaligus pengasuh pertama pondok pesantren Nurul Jadid. Yaitu kesadaran beragama, berilmu, kesadarna berbangsa dan bernegara, kesadaran bermasyarakat, dan kesadaran berorganisasi. Dengan sestem pendidikan dan pembinaan yang dikelola oleh elemenelemen organisasi pondok Pesantren Nurul Jadid dengan baik yaitu suatu proses pelayanan untuk merubah pengetahuan, yang selalu terus menyesuaikan stuktur sesuai dengan kebutuhan proses perubahan sosial. Sehingga pondok pesantren Nurul Jadid memeberikan kepercayaan kepada masyarakat, bahwa pendidikan yang ada dalam pesantren tersebut benarbenar menjadi bagian media pengkaderan pemikir-pemikir agama (centre of excellent), mencetak sumber daya manusia (SDM), dan sebagai lembaga yang melakukan perberdayaan masyarakat. Komparasi antara skripsi penulis dengan hasil penelitian terdahulu adalah penulis lebih menekankan korelasi antara kultur pesantren dengan pembentukan karakter santri sedangkan penelitian terdahulu lebih menekankan pada pembentukan sumber daya manusia didalam pondok.
F. Keterbatasan Penelitian
73
Dalam penelitian ini, penulis menghadapi beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi kondisi dari penelitian yang dilakukan. Adapun keterbatasan tersebut antara lain: 1. Waktu yang tersedia untuk menyelesaikan penelitian ini relatif pendek padahal kebutuhan sampel sangat besar. 2. Dana yang dapat disediakan oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini sangat terbatas. 3. Keterbatasan dari kedua aspek tersebut mempengaruhi banyaknya dukungan petugas lapangan yang melakukan wawancara.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kultur pesantren terhadap terbinanya karakter santri. Hal ini dilandaskan pada : 1.
Berdasarkan hasil penelitian, hubungan antara kultur pesantren dengan pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Amanah al-Gontory secara keseluruhan dapat dikatakan sudah sangat berhubungan. Hal ini dapat dilihat dari hasil korelasi antara variabel X (Kultur pesantren) dan variabel Y (Karakter santri). Jadi dapat disimpulkan bahwa kultur pesantren dapat membina karakter santri, dapat pula membentuk mental, kebiasaan, konsepsi diri dan sikap, semoga bisa membawa dampak baik bagi santri, baik terhadap Allah, diri sendiri dan akhlak terhadap sesama.
2.
kultur pesantren sangat berkaitan erat dalam pembinaan karakter santri dalam membentuk akhlak yang mulia. Sehingga memunculkan anggapan bahwa akhlak santri dapat ditingkatkan dengan adanya kultur pesantren yang baik dan terorganisir.
3.
Pembinaan karakter santri
merupakan hal yang sangat penting,
khususnya bagi instansi pendidikan yang menaungi pendidikan dan pengajaran bagi peserta didiknya. Dalam pembinaan karakter, kultur yang ditetapkan pesantren besar pengaruhnya terhadap karakter dan kepribadian santri, maka wajib hukumnya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kultur pesantren agar lebih baik lagi.
74
75
B.
Implikasi Sebagai suatu penelitian yang telah dilakukan di lingkungan pendidikan yaitu di lingkungan dan kultur pesantren maka kesimpulan yang ditarik tentu mempunyai implikasi dalam bidang pendidikan dan juga penelitian-penelitian selanjutnya, sehubungan dengan hal tersebut maka implikasinya bahwa hasil penelitian mengenai variabel Kultur Pesantren yang diduga mempunyai korelasi dengan pembentukan karakter santri, ternyata menunjukkan hubungan yang signifikan, kedua variabel tersebut, variabel Kultur pesantren memberikan kontribusi terhadap variabel karakter santri , di mana kultur pesantren memberikan kontribusi sebesar 0,469 atau 46%. . Untuk itu perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan oleh lembaga di antaranya penelitian tentang korelasi kultur pesantren terhadap pembentukan karakter santri ini merupakan bukti ilmiah akan pentingnya kultur pesantren dalam pembentukan karakter santri maka sudah semestinya bagi lembaga untuk mempertahankanya
atau membuatnya
lebih baik lagi.
C. Saran Dengan terdapatnya hubungan yang signifikan antara kultur pesantren dengan pembentukan karakter santri , maka penulis memberikan beberapa saran kepada semua pihak yang bersangkutan sebagai berikut: 1. Bagi Pendidik a. Diharapkan kepada para pendidik agar memperhatikan pendidikan karakter para santrinya, karena karakter merupakan unsur penting dalam kepribadian dalam bertingkah laku, tanpa karakter yang baik maka tingkah lakupun tidak akan baik, dengan selalu memjaga kultur pendidikan pesantren karena kultur merupakan salah satu factor penting untuk mendidik karakter santri dipesantren.
76
b. Hendaknya pendidik menjadi suri tauladan yang baik bagi para siswanya. Dengan demikian siswa akan dapat memilih seorang figur yang tepat dan dapat mencerminkan akhlak yang baik dalam penutan karakter serta menjadi pemimpin yang amanah. 2. Bagi Siswa a. Keberhasilan dan kesuksesan dalam hidup tidak dapat terpisahkan dari anggapan seseorang tentang diri kita. Apabila karakter yang kita cerminkan adalah karakter yang baik maka masyarakat dapat menilai secara menyeluruh dan akan berimbas pada keberhasilan yang kita peroleh dan apabila karakter yang baik dari segala aktifitas yang sudah kita lakukan maka masyarakat akan menilai baik pula. b. Jagalah selalu sikap dan akhlak dalam bergaul di masyarakat, baik di rumah, di pesantren dan di lingkungan sekitar. Biasakan berprilaku akhlakul karimah dan mengikuti sunah Rasul.
77
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama, Semarang : Toha Putra. Arikunto, Suharsimi,
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. 14, 2010. Al-Qur’an dan Terjemahnya,,Jakarta: Maghfiroh Pustaka, 2006. Asrohah, Hanun , Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu Bawani , Imam dkk, Pesantren Buruh Pabrik , Yogjakarta : LKis. Dhafier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011. Fahruddin, “Peran Pesantren Dalam Menjaga Keluhuran Akhlaq Remaja Di Era
Modern ”, Skripsi pada UIN Malang
2011,
tidak
dipublikasikan. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Janan, Ahmad, Pondok Pesantren Dalam Perjalanan Sejarah., Jurnal Pondok Pesantren, 55 ,2008. Madjid, Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta : Paramadina, 1997. Ma'lûf , Louis, Kamus Munjid, Beirut: Dâr al-Mishria , 1986. Margono , S, Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 6, 2007. Mas’ud, Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual ArsitekturPesantren, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006 . Masyhud , H.M.Sulton dan Moh.Khusnurdilo, Manajement Pondok Pesantren, Diva Pustaka Jakarta , 2005 . Mu’in,
Fathul, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik Dan Praktik,
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011. Nafi’, M.Dian
dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren,
Pelangi Aksaran, cet 1, 2007.
Yogjakarta:Lkis
78
Narbuko, Cholid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta:Bumi Aksara, cet.ke-5, 2003. Ndraha, Taliziduhu, Budaya organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003. Nawawi, “Sejarah Dan Perkembangan Pesantren”, Jurnal Study Islam Dan Budaya, 2006. Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 52. Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982. Qomar,
Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, Jakarta : Erlanga,2002. Sidiq, Sahril, hasil wawancara dengan Kepala Yayasan al-Amanah alGontory, pada hari kamis 19 Desember 2013 . Siregar, Syofian, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Bumi Aksara, cet.1, 2013. Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010. Sujatma,
Rika
Rachmita, “Pengembangan
Kultur Sekolah”, Jurnal
Pendidika, Jakarta, h 55, 2008. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 7, 2009. Sulistyo, Joko, 6 Hari Jago Spss 17, Yogyakarta : Cakrawala , Cet. 1, 2010. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001. Tanshzil, Sri Wahyuni, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin Santri, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13 No. 2 Oktober 2012, h 5. Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Hidakarya Agung, Cet 1, 1982.
Jakarta :
79
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan,
Yogyakarta: BIGRAF
Publishing, 2000. Zarkasyi, Abdullah Syukri, Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin Gontor, Ponorogo: Trimurti press, cet-2, 2011. Zarkasyi, Abdullah Syukri, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. 25, 2005. Zarkasyi, Abdullah Syukri, Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor, Ponorogo: trimurti press, Cet.2, 2005. Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), h. 18.
HASIL WAWANCARA Hari/ Tanggal
:
Interview
19 Desember 2013 : Ustad Syahril Siddiq ,S.Ag,M.M.Pd
Jabatan Al-Gontory
: Kepala Yayasan Pondok Pesantren Al-Amanah
Pertanyaan
1. Saya ingin menanyakan bagaimana sejarah berdirinya Al-Amanah Al-Gontory ? 2. Bagaimanakah cara pembentukan kultur pesantren yang digunakan oleh Al-Amanah Al-Gontory? 3. Sebagai kepala yayasan Bagaimana bapak menanamkan karakter pada santri dan santriwati di Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory ? 4. Apakah kultur budaya organisasi di Pondok Al-Amanah Al-Gontory berjalan dengan baik? Jawaban 1. Menurut Ust Sahril Sidiq S.Ag,M.M.Pd .Pondok Pesantren Modern Al-Amanah Al-Gontory mulai dirintis pada tahun 1992. Pesantren ini lahir dari keinginan (Alm) H. Nadjih. Hi bin H.M. Hidup untuk mendirikan sebuah pesantren yang sama dengan pesantren tempat beliau belajar dulu yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor. Beliau merasakan bahwa apa yang telah didapatnya dari Pondok Modern Darussalam Gontor sangat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Oleh karena itu, beliau mulai merintisnya di sebuah tempat di lembah dekat Situ Perigi. Berdirinya Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory pada tahun 1992 yang diawali dengan adanya keinginan almarhum H. Nadjih Bin H. Idup selaku Waqif Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory sekaligus pembina Yayasan Al-Urwatul Wutsqo Untuk mewakafkan tanahnya seluas 5,2 hektar guna mendirikan lembaga pendidikan seperti Pondok Modern Gontor di wilayah Tangerang Selatan, namun saat ini yayasan tersebut berubah menjadi Yayasan Al-Amanah Al-Gontory yang diketuai oleh Al-Ustadz Syahril Shiddiq, S.Ag,M.M.Pd. Berangkat dari santri dengan jumlah 5 santri putra dan dewan
guru 8 orang, namun Berkat usaha, kerja keras semua pihak dan kepemimpinan yang baik serta kerjasama yang solid, maka Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory mulai mendapat nama yang baik di mata masyarakat. Dukungan alumni dan masyarakat memberikan andil yang besar dalam perkembangan Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory selanjutnya. Dari tahun ketahun jumlah santri bertambah dan alumni yang melanjutkan ke perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri pun semakin meningkat serta peran aktif para alumni di masyarakat, hal ini semakin memperbaiki citra Pondok Pesantren Al-Amanah Al-Gontory. 2. Menurut saya cara membentuk kultur pesantren disamping memerlukan waktu yang panjang juga ,membentuk system dan disiplin pesantren yang baik ,dan memciptakan budaya-budaya bina santri dengan budaya organisasinya,organisasi kepramukaan,organisasi ketrampilan ,dan juga organisasi dalam asrama-asrama santri , yang telat dibentuk sedemikian rapih agar dapat menciptakan kultur pesantren yang baik dan dinamis agar peran kultur bisa membentuk pola fikir,pola kebiasaan,dan pola sikap dalam hubungan dengan orang lain,ini sudah diterapkan didalam kultur pesantren dimana santri sudah terbiasa hidup bersama-sama dan terbiasa dengan budaya antri, budaya disiplin pesantren dan lain-lainya. Sudah pasti semua itu merupakan bagian dalam membentuk karakter santri. 3. Ya,seperti yang saya jelaskan tadi,dengan disiplin yang baik, system yang ditaati oleh para guru dan santrinya,dan semua kegiatan-kegiatan yang telah diterapkan dipondok semua itu diharapkan
bisa menciptakan karakter
santri maupun santriwati. 4.
Insya Allah sudah berjalan dengan baik,tetapi
masih banyak pekerjaan
rumah dan harus diperbaiki atau masih perlu banyak belajar dan dievaluasi agar bisa lebih baik lagi.
Angket Penelitian Korelasi Kultur Pesantren Terhadap Pembentukan Karakter Santri
Pengisi Kuisioner Nama
:
Tempat Tangal Lahir :
Kelas
:
Umur
:
Daerah Asal :
Asal Sekolah Sebelumnya :
Alasan Masuk Pondok :
Jakarta,..........................
(
) Pengisi Data
Petunjuk Pengisian :
1.
Berilah tanda (√) pada salah satu jawaban SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), atau STS (sangat tidak setuju) sesuai dengan keadaan anda yang sebenarnya.\
2.
Pendapat anda tidak akan mempengaruhi sedikit pun terhadap nilai sekolah anda dan tidak ada kaitannya. \
3.
Angket ini untuk kepentingan penelitian, oleh karena itu kami berharap jawaban yang obyektif, jujur dan tidak mengada-ngada.
4.
Atas kesediaan waktunya kami ucapkan terima kasih.
SKALA KULTUR PESANTREN TERHADAP KARAKTER SANTRI.
NO.
PERNYATAAN
1
Dengan membaca Al-quran membuat hati tenang
2
Membaca Al-quran sangat menyenangkan karena membuat fikiran jernih
3
Memahami isi kandungan dan makna Al-quran sangat menarik karena menambah wawasan.
4
Berbicara dengan mengunakan bahasa Arab dan Inggris di pesantren setiap hari adalah perkara mudah
5
Wajib berbicara bahasa Arab dan Inggris membebani diri saya
6
Sikap masayarakat terhadap para santri tidak baik
7
Kyai atau ustad dapat dijadikan suri tauladan bagi santri.
8
Kyai atau ustad tidak dapat dijadikan suri tauladan bagi santri.
9
Kyai atau ustad memberikan solusi bagi masalah yang dihadapi santri.
10
Disiplin sangat berguna untuk menjaga keteraturan pondok .
11
Pengurus organisasi pondok membantu menjalankan disiplin pesantren.
12
Banyak para santri yang melangar disiplin pondok
13
Disiplin membentuk mental dan karakter santri.
14
Pengurus organisasi pesantren tidak menjalankan disiplin pesantren.
15
Disiplin tidak membentuk mental dan karakter santri.
16
Dengan berorganisasi santri bisa lebih dewasa dalam berfikir.
17
Berorganisasi membuat santri malas belajar dikelas.
18
Santri yang berorganisasi banyak yang tidak naik kelas.
19
Dengan berorganisasi santri lebih peka terhadap lingkungan social.
20
. Organisasi merupakan unsur penting di pesantren.
21
Berorganisasi merupakan element yang tidak penting.
22
Organisasi di pesantren sangat beragam.
SS
S
TS
STS
23
Gerakan pramuka merupakan organisasi pesantren yang digemari santri.
24
Bagian keamanan merupakan organisasi pesantren yang paling ditakuti para santri.
25
Organisasi pesantren tidak berjalan dengan baik.
26
Organisasi pesantren tidak mengajarkan jiwa kepemimpinan
27
Berorganisasi merupakan hal yang tidak penting bagi santri.
28
Berorganisasi sangat membosankan.
29
Kultur pesantren mengikuti pola perkembangan zaman.
30
Penting adanya labolaturium bahasa dan komputer di pesantren untuk mengikuti perkembangan zaman.
31
Penting adanya labolatorium penelitian saints dipesantren untuk mengikuti perkembangan zaman.
32
Pesantren tidak perlu mengikuti perkembangan zaman karena tidak berdampak apapun bagi perkembangan pesantren
33
Santri menyadari pentingnya belajar pelajaran yang mngikuti pola perkembangan zaman.
34
Pesantren membudayakan sholat berjamaah.
35
Sholat adalah salah satu rukun islam yang harus dijalankan.
36
Dengan mengerjakan sholat hati menjadi tenang.
37
Budaya mengucapkan salam sangat dianjurkan
38
Budaya saling menghargai merupakan salah satu ajaran islam.
39
Pesantren tidak mengajarkan budaya saling menghormati dan menghargai dengan adanya budaya kekerasan.
40
Pesantren menanamkan nilai budaya disiplin santri.
41
Kebersamaan memperkokoh rasa persaudaraan sesama santri.
42
Dengan bersama-sama segala sesuatu lebih terasa ringan.
43
Kebersamaan itu merugikan.
44
Budaya tolong menolong adalah ajaran agama islam yang mengajarkan kebaikan dalam hubungan antar sesama manusia.
45
Tolong menolong tidak mendatangkan akibat yang positif.
46
Tolong menolong dengan sesama tidak berguna.
47
Santri harus patuh dengan nasehat guru.
48
Nasehat guru merupakan ajakan kepada kebaikan
49
Bersikap santun kepada guru termasuk ahlak mulia.
50
Sopan-santun kepada guru tidak dianjurkan.
51
Berada di pondok menbuat hati tentram.
52
Berada di pondok senang karena banyak teman.
53
Berada di pondok tidak menyenangkan karena kehidupanya keras.
54
Santri bangga dengan pondok tempat dimana ia belajar.
55
Tidak penting menjaga nama baik pesantren ,karena pesantren tidak memberikan manfaat apapun bagi santri.
56
Santri wajib menghormati kyainya.
57
Santri bersunguh-sunguh dalam belajar karena mempercayai selogan “ man jadda wajadda “
58
Berbuat baik terhadap guru merupakan syarat menuntut ilmu.
59
Tidak perlu kita berbuat baik karena belum tentu orang lain akan baik terhadap kita.
60
Kebaikan berakibat buruk.
61
Kebaikan akan selalu mengalir sepanjang masa .
62
. Orang yang baik akan disukai orang lain.
63
Santri percaya pahala kebaikan, maka selalu bertindak jujur dalam menjalankan amanah dalam mengemban organisasi
64
Jika salah bisa meminta maaf ,jadi bisa santri menjalankan organisassi dengan tidak amanah. Karena bisa meminta maaf
65
Organisasi tidak terlalu memberikan pendidikan penting,Maka biasabiasa saja dalam menjalankanya.
66
Mengucapkan salam adalah salah satu ciri orang mu’min.
67
Santri yang baik adalah yang selalu mengucapkan salam terhadap saudaranya.
68
Mengucapkan salam tidaklah wajib kesemua orang ,dianjurkan kepada orang yang kita kenal saja.
69
Jika ada teman yang mengucapkan salam saya tidak menjawabnya.
70
Belajar bersama merupakan hal yang menyenangkan.
71
Dengan belajar bersama bisa saling menanyakan pelajaran yang belum difahami.
72
Belajar bersama mengasikan ,karena bisa mencontek tugas milik teman.
73
Sebagai seorang santri jika ada teman yang mendapatkan musibah maka wajib menolongnya.
74
Sebagai seorang santri jika ada teman yang sakit maka wajib menjenguknya.
75
Ketika teman membicarakan kejelekan orang lain santri ikut serta membicarakan hal tersebut
76
Jika teman kita mendapatkan musibah maka saya menghinanya
77
Membaca buku tidaklah mendatangkan manfaat .
78
Santri yang baik adalah yang gemar membaca buku.
79
Bermain dengan teman lebih penting dari pada membaca buku dan berdiskusi.
80
Santri wajib lari pagi agar tubuh kuat