PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI KULTUR PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh ASHLAHUL ARIFIN NIM 111-12-125
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI KULTUR PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh ASHLAHUL ARIFIN NIM 111-12-125
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
iii
Dr. M. Gufron, M.Ag. Dosen IAIN Salatiga PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal
: Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan Hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa: Nama
: Ashlahul Arifin
NIM
: 111-12-125
Judul
:
PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI KULTUR PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga).
dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Salatiga, 14 September 2016 Pembimbing
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Dr. M. Gufron, M.Ag. iv
KEMENTERIAN AGAMA INSTITU AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email:
[email protected]
SKRIPSI PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI KULTUR PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga) disusun Oleh: ASHLAHUL ARIFIN NIM: 111-12-125 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 30 September 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Dr. Imam Sutomo, M.Ag
Sekretaris Penguji
: Dr. M. Gufron, M.Ag.
Penguji I
: Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag
Penguji II
: Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd
Salatiga, 30 September 2016 Dekan
Suwardi, M.Pd. NIP. 19670121 199903 1 002 v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Ashlahul Arifin
NIM
: 11112125
Fakultas
: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga,14 September 2016 Penulis
Ashlahul Arifin 111-12-125
vi
MO T T O
حسَنَةٌ لِ َويْ كَاىَ َي ْرجُى َ ٌلَقَدْ كَاىَ لَكُنْ فِي َرسُىلِ اللَّهِ ُأسْىَة َخرَ وَذَكَر اللَّهَ كَثِير ِ اللَّهَ وَا ْليَىْم الْآ Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al Ahzab, 33:21)
vii
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Kedua orang tua saya Bapak Sarno dan Ibu Karsiyah yang telah membesarkan dan mendidik saya dengan sepenuh hati, dengan segala pengorbanan dan kasih sayang yang takkan pernah bisa terganti. 2. Kakak tersayang Mbak Mir’atun Khasanah bersama keluarga kecilnya, Mas Ihwan dan dek Dika, terima kasih atas dorongan dan motivasinya. 3. Calon Istriku tercinta Mbak Ayu Ratnasari yang senantiasa mendampingi dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Kyai/ pengasuh serta para santri pondok pesantren salafiyah pulutan yang telah memotivas dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Semua teman-teman PAI D Unyu-Unyu Bathok angkatan 2012 IAIN Salatiga, terima kasih atas semangat belajar dan motivasinya.
viii
KATA PENGANTAR Maha suci Allah atas segala karunianya, seraya berserah diri kepada-Nya, Dzat yang telah mengerakan hati dan fikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI KULTUR PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)” dapat disimpulkan. “Apalah arti diriku tanpamu, Apalah arti ilmuku tanpa ridhomu, dan engkaulah yang mengajariku dengan perantara guruguruku. Wahai Dzat Yang satu-satunya tempat hamba bersandar, berikan aku jalan keselamatan.” Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada cahaya diatas cahaya, yaitu Nabi besar Muhammad SAW. Tidak lupa kepada para kolega beliau dari Anbiyaa dan Mursaliin, juga Auliyaa Allah yang sama-sama menegakan kalimat laa ilaaha illa Allah. Begitu juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabi’at, ulama mu’tabarah, hujjaj kiyai, guru, santri juga para cendikiawan muslim dan para pelajar yang selalu siaga untuk menebar rahmat, melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan panji-panji Islam. Semoga penulis dan pembaca termasuk ke dalam golongan tersebut. Amiin Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan perjuangan. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih juga penghargaan yang sebesar-besarnya dengan penuh rasa tadzim kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini, terlebih kepada: 1. Bapak Dr.Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
ix
2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku ketua jurusan Progdi PAI. 4. Bapak Dr. M. Gufron, M.Ag., selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan memberi petunjuk serta meluangkan waktu dan perhatian dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan bagian Akademik IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan pada saya. 6. Bapak Drs. KH. Abdul Basyit, M.Pd.I, selaku pengasuh pondok pesantren Salafiyah Pulutan Sidorejo Salatiga yang telah mengasuh, mendidik, dan membimbing kepada penulis. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis bermunajat kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa yang telah dilakukan. Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis kerjakan mendapat keridhaan dan kecintaan-Nya. Akhirnya, semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat khususnya bagi penulis juga bagi pembaca umumnya. Amin. Salatiga, 14 September 2016 Penulis
Ashlahul Arifin NIM. 11112125
x
ABSTRAK Arifin, Ashlahul. 2016. 11112125. Pembentukan Akhlaq Santri Melalui Kultur Pesantren (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)Tahun 2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M. Ag. Kata kunci : Kultur Pendidikan Pesantren, Akhlak, Pondok Pesantren Pulutan Salatiga Penelitian ini memfokuskan korelasi antara kultur pendidikan pesantren terhadap pembentukan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. Kemudian juga mencari adakah keterkaitan antara kultur pesantren dengan pembentukan akhlak santri dan santriwati. Karena kultur adalah budaya pesantren yang mempengaruhi pola pikir, mental, karakter, kebiasaan serta akhlak para santri yang menggunakan sistem asrama dengan pengawasan para ustadz. Diharapkan kultur pendidikan pesantren bisa membentuk pribadi yang unggul yaitu pribadi yang berakhlaqul karimah. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? (2) Apa saja kegiatan yang dilakukan santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? (3) Bagaimana hubungan kultur pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga dengan pembentukan akhlak para santri? Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analisis, korelasi, menggunakan dokumen perpustakaan (library research), ataupun diluar perpustakaan atau wawancara dalam pengumpulan data. Hasil penelitian ini penulis dapat membatasi masalah yaitu kultur pendidikan pesantren dan pembentukan akhlak santri. Berdasarkan hasil penelitian, korelasi antara kultur pendidikan pesantren terhadap pembentukan akhlak santri dapat dikatakan sangat berhubungan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil korelasi variabel kultur pendidikan akhlak santri (variabel X) dengan Pembentukan akhlak santri (variabel Y). Jadi dapat disimpulkan bahwa kultur pendidikan di pesantren dapat membina karakter santri, pembentukan mental, kebiasaan beribadah, konsepsi diri, sikap yang mulia bagi para santri, sehingga mampu membentuk akhlaqul karimah. Semoga dengan berakhlaqul karimah maka dapat memberikan dampak baik bagi santri, baik terhadap Allah, orang lain maupun lingkungannya.
xi
DAFTAR ISI LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................iv PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................vi MOTTO ............................................................................................................... vii PERSEMBAHAN............................................................................................... viii KATA PENGANTAR ...........................................................................................ix ABSTRAK .............................................................................................................xi DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................5 C. Tujuan Penelitian .....................................................................................5 D. Manfaat Hasil Penelitian .........................................................................5 E. Penegasan Istilah .....................................................................................6 F. Metode Penelitian ....................................................................................9 1. Jenis Penelitian ....................................................................................9 2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................10 3. Subyek Penelitian ..............................................................................11 4. Metode Pengumpulan Data ...............................................................13 5. Teknik Analisis Data .........................................................................15 G. Sistematika Penulisan ............................................................................18
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Akhlaq ................................................................................18 1. Pengertian Akhlaq .............................................................................18 2. Metode Pembentukan Akhlaq ...........................................................19 3. Sumber-sumber ajaran Akhlaq ..........................................................25 4. Tujuan pembinaan Akhlaq.................................................................26 5. Pembagian Akhlaq .............................................................................27 6. Metode Pembentukan Akhlaq di pesantren .......................................28 a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlaq .............28 b. Metode Pesantren dalam membentuk perilaku santri ..................24 c. Pengaruh Kiai terhadap santri ......................................................36 d. Peran Pesantren dalam pembentukan akhlaq ................................41 B. Pesantren ...............................................................................................42 1. Pengertian Pesantren..........................................................................42 2. Ciri-ciri khusus dan karakteristik khusus pesantren ..........................43 3. Kultur Pesantren ................................................................................45 a. Pengertian Kultur .........................................................................45 b. Budaya Sekolah ...........................................................................49 c. Kultur Pesantren ............................................................................54 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data .........................................................................................61 1. Letak strategis pondok pesantren salafiyah pulutan ..........................61 2. Profil pondok pesantren salafiyah pulutan ........................................62 3. Visi, Misi, Motto, Academic Distinctiveness, aturan dan etika santri ...............................................................................................................64 4. Keadaan ustadz dan santri .................................................................66 5. Sejarah berdirinya pondok pesantren dan silsilah pengasuh ............68 6. Kronologi pembangunan dan bentuk fisik pondok pesantren ..........72
xiii
7. Kondisi keagamaan masyarakat sekitar pondok pesantren ...............74 8. Kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren salafiyah pulutan ...74
B. Temuan Penelitian .................................................................................77 1. Kultur pendidikan pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga .......77 2. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan dalam usaha pembentukan akhlak ....................................................................................................75 3. Hubungan kultur pendidikan ponpes dengan pembentukan akhlak para santri ...............................................................................................79 BAB IV PEMBAHASAN A. Kultur pondok pesantren terhadap pembentukan akhlak para santri di pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga ..............................86 1. Pentinnya pendidikan yang diterapkan pondok pesantren ................86 2. Kultur pendidikan dalam pembentukan akhlak .................................86 B. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan dalam usaha pembentukan akhlak ................................................................................................................................87 1. Kegiatan pendidikan harian di pesantren...........................................87 2. Metode pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren ................90 C. Hubungan kultur pendidikan ponpes dengan pembentukan akhlak para santri ......................................................................................................................94 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................................96 B. Saran-saran ............................................................................................98 C. Penutup ................................................................................................100
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel I Nama-nama responden dalam penelitian ...............................................11 2. Tabel II Manifestasi Budaya ..............................................................................57 3. Tabel III Daftar nama ustadz pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga.......66 4. Tabel IV Nama-nama santri pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga ........67
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka 2. Daftar Riwayat Hidup 3. Kisi-kisi wawancara 4. Pedoman wawancara 5. Daftar Responden 6. Surat ijin penelitian 7. Surat keterangan penelitian 8. Lembar konsultasi pembimbing 9. Laporan SKK
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam non-formal yang ada di Indonesia. Peranan pesantren dalam syiar Islam di Indonesia sangatlah penting dan terasa sekali manfaatnya. Islam adalah agama yang mengatur semua aspek kehidupan, baik berkaitan dengan urusan ketuhanan maupun urusan yang berkaitan dengan duniawi atau kemanusiaan. Pada masa ini kebudayaan semakin berkembang pesat. Akan tetapi justru akhlaq dan moral generasi bangsa semakin mengalami kemerosotan. Jika tidak dibekali dengan ilmu dan iman yang kuat, maka generasi muda yang akan datang menjadi generasi lemah. Dari segi akhlaqya, para pemuda saat ini mengalami krisis akhlaqul karimah. Sikap tawadhu’ yang seharusnya dimiliki, justru menjadi sebaliknya. Yang paling bertanggung jawab terhadap degradasi moral bangsa adalah umat islam. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah orang Islam. Nilai-nilai keislaman harus ditanamkan sejak kecil. Pengetahuan tentang agama dapat diperoleh di lembaga formal maupun lembaga non-formal. Di lembaga formal yaitu sekolah diberikan mulai dari pendidikan paling rendah sampai jenjang tertinggi. Sedangkan pada lembaga non-formal pendidikan agama diperoleh melalui Madrasah Diniyyah maupun pondok pesantren. Pondok Pesantren merupakan tempat mempelajari pengetahuan islam secara
matang.
Dalam
kesehariaannya,
1
pondok
pesantren
memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Tetapi secara umum, pada pondok pesantren mengajarkan pengetahuan keislaman, kedisiplinan dan kebiasaan yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan dipondok pesantren inilah yang nantinya akan dilakukan pula oleh para santri setelah lulus dari pondok. Berbekal ilmu yang dimiliki, para santri dapat menerapkan ilmunya dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan perubahan itu diharapkan santri mampu memahami ilmu-ilmu umum sekaligus agama secara berimbang. Semboyan salah seorang pengasuh Pesantren Darul Ulum, Musta’in Romli (1930-1985), yaitu santri harus “berotak London dan berhati Masjidil Haram” merupakan gagasan yang menarik. “Berotak London” menggambarkan keluasan penguasaan ilmu pengetahuan, dan “Berhati Masjidil Haram” menggambarkan kedalaman pemahaman
dan
pengamalan
keagamaan
santri.
Semua
itu
akan
menggambarkan keseimbangan antara kekuatan pikir dan dzikir dalam diri santri. Santri yang kelak mampu berpartisipasi dalam kemajuan jaman dengan tetap selalu dekat dengan Allah. Orangtua memasukkan anaknya ke pondok pesantren biasanya disertai dengan harapan agar si anak mempunyai ilmu agama yang bagus, berakhlaq mulia dan memahami hukum-hukum Islam. Selama ini tidak ada kekhawatiran bahwa dengan menuntut ilmu di pesantren akan menjauhkan kasih-sayang orangtua terhadap anak. Anak yang tinggal di pondok pesantren dalam waktu cukup lama tetap bisa beridentifikasi kepada kedua orangtuanya. Dengan
2
menjalin komunikasi secara intens dan teratur diharapkan anak tidak akan kehilangan figur orangtua. Seperti kita ketahui bahwa sumber identifikasi seorang anak tidak hanya kedua orangtuanya, tetapi bisa juga kepada figur-figur tertentu yang dianggap dekat dan memiliki pengaruh besar bagi anak. Keberadaan Kiai, pembimbing, ustad maupun teman sebaya juga bisa mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Kelebihan inilah yang dimiliki pesantren sebagai lembaga pendidikan. Dengan segala keterbatasannya pesantren mampu menampilkan diri sebagai lembaga pembelajaran yang berlangsung terus-menerus hampir 24 jam sehari. Aktivitas dan interaksi pembelajaran berlangsung secara terpadu yang memadukan antara suasana keguruan dan kekeluargaan. Kiai sebagai figur sentral di pesantren dapat memainkan peran yang sangat penting dan strategis yang menentukan perkembangan santri dan pesantrennya. Kepribadian Kiai yang kuat, kedalaman pemahaman dan pengalaman keagamaan yang mendalam
menjadi
jaminan
seseorang
dalam
menentukan
pesantren
pilihannya. Salah satu pesantren yang ikut berperan dalam pendidikan islam adalah Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. Pondok pesantren salafiyah memberi nuansa yang menarik pada proses pembelajarannya. Dimana semua santri yang mukin di pondok pesantren adalah mahasiswa, baik yang berasal dari IAIN Salatiga atau UKSW. Para asatid yang ada dipondok pesantren juga memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda, ada yang berasal dari
3
pendidikan lokal (pesantren salaf) dan ada juga yang pernah menjalani pendidikan di luar negeri. Tentunya masih-masing ustad akan memiliki caracara yang berbeda dalam penyampaian materinya. Semua kegiatan belajarmengajar di pondok pesantren, harapannya akan dapat membentuk karakter dari para santri. Karena semua kegiatan pembelajaran berkesinambungan dan dilakukan rutin sehingga menjadi kebiasaan. Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlaq adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. Kebiasaan
dipandang
sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan. Harapan yang bisa mungkin terjadi adanya kebiasaan atau kultur pesantren yang positif menjadikan seseorang melakukan hal yang sama, meskipun sudah tidak dilingkungan pondok pesantren. Tentunya hal ini berkesinambungan dengan pembentukan akhlaq seseorang. Dari uraian di atas menarik penulis untuk meneliti tentang apakah ada pengaruh kultur pendidikan dipesantren terhadap pembentukan akhlaq para santri. Dalam penulisan skripsi ini peneliti tertarik untuk mengangkat skripsi dengan judul Pembentukan Akhlaq Santri Melalui Kultur Pesantren (Study kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga). Dengan harapan, peneliti dapat mendapatkan data dan informasi yang ada tentang pendidikan akhlaq di pondok pesantren serta dampak yang dirasakan bagi santri.
4
B. Rumusan Masalah Dari pemaparan di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini: 1. Bagaimana kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? 2. Apa saja kegiatan yang dilakukan santri santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? 3. Bagaimana hubungan kultur pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga dengan pembentukan akhlaq para santri? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. 2. Mengetahui kegiatan yang dilakukan santri di Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga 3. Mengetahui adakah hubungan kultur pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga dengan pembentukan akhlak para santri. D. Manfaat Hasil penelitian 1. Praktis a. Diharapkan dapat memberikan wawasan para santri tentang pentingnya mendapatkan pendidikan di pesantren khususnya di sekitar salatiga. b. Diharapkan dapat menambah wawasan kepada orang tua dalam memilih lembaga
pendidikan
yang
menitik
beratkan
pada
pembentukan budi pekerti santri yang berahklaqul karimah.
5
pendekatan
c. Diharapkan
dapat
dijadikan
ilmu
pengetahuan
sebagai
dasar
pertimbangan dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik yang menyangkut masalah
pendidikan tentang pembentukan akhlaqul
karimah. d. Diharapkan menambah pengetahuan bagi penulis khususnya tentang korelasi kultur pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlaqul karimah para santri. 2. Teoretik a. Dapat menyumbangkan wacana baru bagi orang tua tentang pendidikan akhlaq sebagai pedoman mengenai kultur pendidikan pembentukan akhlaq santri melalui peran pendidikan di pesantren. b. Dapat menjadi panduan dalam mendidik akhlaq santri yang sesuai dengan ajaran islam. E. Penegasan Istilah 1. Kultur Pendidikan Pesantren a. Kultur Secara sederhana, Deal (1985: 605) mendefinisikan kultur sekolah sebagai satuan pendidikan dengan “cara kita berbuat di sini.‟ Jika ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini dapat kita kemukakan menjadi, cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren (Sulton dan Khusnurdilo, 2005:26).
6
Konteks kultur dalam skripsi ini adalah mengenai kultur atau kebiasaan positif yang dilakukan oleh pondok pesantren yang diteliti yang memiliki pengaruh baik terhadap santri. b. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan dan terencana untuk mewujudkan
suasana
belajar
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Anonim; UU Sisdiknas, 2007:3). Sedangkan pendidikan yang dimaksud oleh penulis ialah bimbingan atau usaha sadar yang dilakukan oleh asatid terhadap pembentukan moral dan akhlaq menuju kepribadian yang baik dan beriman. c. Pesantren Pesantren menurut John berasal dari bahasa Tamil, -santri yang berarti guru mengaji. C.C Berg juga berpendapat bahwa istilah santri berasal dari kata shastri (bahasa India) yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra, yang berarti buku-buku suci, bukubuku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan (pendidikan islam integratif hal. 155)
7
Berdasarkan konsep tersebut dapatlah dipahami bahwa pesantren berasal dari India dan dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama hindu di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil alih oleh Islam. Sekarang pesantren dimaknai sebagai sarana dan tempat murid-murid mengaji, khususnya dengan tujuan meningkatkan kekuatan keagamaan (religous power) Islam. Pesantren adalah model lembaga pendidikan islam pertama yang mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional. Secara historis, pesantren tidak saja mengandung makna keislaman tetapi juga keaslian indonesia. Seperti dikatakan A. Malik Fadjar (1998:21), pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki watak indigenous (pribumi) yang ada sejak kekuasaan Hindu-Budha dan menemukan formulasinya yang jelas ketika Islam berusaha mengadaptasikan (mengIslamkan)-nya. Dari uraian diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa kultur pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan, yang dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh lembaga pendidikan dalam pesantren tersebut. 2. Pembentukan Akhlaq Akhlaq adalalah bentuk jamak dari kata khuluk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari pengertian etimologi ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur
8
hubungan manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan manusi degan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta (Azmi, 2006:40). Secara termologi akhlaq (budi pekerti) yang terdiri dari kata budi dan pekerti, “budi“ ialah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh perasaan hati yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dengan tingkah laku manusia (Djatmiko, 1996:26). Menurut Al Ghozali, bahwa akhlaq yang baik itu hanya dapat dicapai dengan empat syarat yaitu “ tenaga, ilmu, tenaga amarah, tenaga syahwat (keinginan), dan tenaga keadilan antara ketiga tersebut (Nasirudin, 2010:33). Sedangkan akhlaq yang dimaksud oleh penulis ialah tingkah laku atau akhlaq yang mulia yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan mahluk, baik diri sendiri maupun orang lain. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam membahas permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu: data atau informasi yang terkumpul berbentuk kata kata atau gambar, tulisan hasil penelitian berisi kutipan-kutipan dari kumpulan informasi untuk memberikan ilustrasi dan mengisi isi laporan. Dalam penelitian kualitatif,
9
peneliti lebih menitik beratkan kepada gejala proses dari pada hasil dari proses tersebut. Penelitian
kualitatif
menggunakan
metode
kualitatif
yaitu
pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, antara lain; a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah jika berhadapan dengan kenyataan jamak. b. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. c. Metode ini lebih peka lebih menyesuaikan dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.(Moleong, 1999:9-10) 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Kecamatan Sidorejo, Salatiga. Penulis memilih lokasi tersebut karena merupakan salah satu pondok pesantren yang letaknya strategis di daerah yang dekat dengan wilayah kota Salatiga. Sedangkan letaknya berada di desa Pulutan yang terdiri dari perkampungan penduduk. Adapun waktu penelitian ini akan dilaksanakan kurang lebih 3 bulan (Juni-Agustus) dari proses pengumpulan data hingga selesai penelitian. 3. Subjek Penelitian Secara keseluruhan santri pondok pesantren salafiyah pulutan berjumlah 37 santri, terdiri dari 11 santri putra dan 26 santri putri. Peneliti
10
menggunakan wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaanpertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan (Arikunto, 2013:172). Responden dalam penelitian ini adalah Pengawas, pengasuh, Kiai, 2 santri pengurus, 5 santri putra dan 5 santri putri. Responden dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif (Sugiyono, 2010:124). Santri yang menjadi responden adalah mereka yang sudah menjalani pendidikan di pondok pesantren selama 4 tahun. Berikut nama-nama responden dalam penelitian ini. Tabel 1 Nama-nama Responden dalam penelitian. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Kode AB SR ZU HE WK WNF BPD MAR ABI AR TI RS KZ RT AN
Nama Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I. KH. Shonwasi Ridwan H. Zunaedi, BA. Sholihul Hadi Wawan Kurniawan Wahyu Najib Fikri Bangkit Putra Dewandaru Muhammad Abdul Rasyid Ahmad Abidin Arif Ridho Titik Isniatus Salihah Risa Suryani Khuzaimah Retna Tri Susanti Siti Maskanah
11
4. Metode Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah sebagai pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunkan seluruh alat indra (Arikunto, 1998:146). Metode observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai alat bantu untuk mendapatkan data-data antara lain: data tentang sosio kultural yang meliputi, kegiatan keagamaan di Podok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. Dan data tentang keadaan lokasi Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. b. Wawancara Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara dan digunakan untuk menilai keadaan seseorang mencari data tentang variabel latar belakang orang tua, pendidikan, perhatian sikap terhadap sesuatu (Arikunto, 1998:145) Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data tentang pentingnya mendalami ilmu pengetahuan tentang agama islam di pondok pesantren yang salah satu tujuannya adalah untuk pembentukan akhlaqul karimah bagi para santrinya. Metode wawancara ini ditujukan kepada para responden yang ada, yaitu adalah pengasuh pondok pesantren, pengurus, ustad, santri (yang sudah melakukan study lebih dari 4 tahun) dan wali santri. Wawancara yang akan dibahas yaitu mengenai peran pendidikan pesantren, pembentukan akhlaqul karimah.
12
c. Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998:236). Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data keadaan lokasi pondok pesantren, sejarah berdirinya pondok pesantren, tempat beribadah yang ada di lingkungan pesantren, dan situasi belajar mengajar di pondok pesantren salafiyah pulutan. 5. Teknik analisis data Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan uraian dan hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan data dan sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan kepada tema dan hipotesisi kerja itu. Jadi analisis data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data (Meleong, 1999:280).
13
a. Deduktif Deduktif adalah proses pendekan yang berangkat dari kebenaran umum mengenai suatu fenomena (teori) dan meggeneralisasikan kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan (prediksi). Dengan kata lain deduktif berarti menyimpulkan hubungan yang tadinya tidak tampak berdasarkan generalisasi yang sudah ada. (Azwar, 2007:40) Pendekatan deduktif adalah berfikir dari suatu keadaan yang abstrak kepada yang kongkret. Dengan kata lain deduktif adalah kaidah umum dengan mengambil kesimpulan khusus. Penerapan pendekatan deduktif dimaksud dalam penelitian ini yaitu membantu menyimpulkan hal-hal yang bersifat umum menjadi khusus atau kongkret dalam penelitian ini untuk menyimpulkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan. b. Induktif Induktif adalah proses logika yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada teori. Dengan kata lain induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi (Syaifuddin Azwar, 2007:40). Pendekatan induktif dimaksudkan untuk membantu pemahaman tentang pemaknaan dalam data yang rumit melalui pengembangan tema-
14
tema yang diikhtisarkan dari data kasar. Pendekatan ini jelas dalam analisis data kualitatif. Analisis data secara induktif ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: 1) Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyatan jamak sebagai yang terdapat dalam kata. 2) Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan penelitian responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel. 3) Analisis demikian lebih dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya. 4) Analisis induksi lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan. 5) Analisis demikian dapat mempehitungkan nilai-nilai secara eksplisif sebagai bagian dari struktur analisis (Meleong,1999:10). Adapun penerapan pendekatan induktif dalam penelitian ini digunakan untuk mengorganisasikan faktor-faktor dan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga tahun 2016. c. Reduksi Reduksi data adalah proses penelitian, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan sesuai dengan tema yang diteliti. Data yang
15
diperoleh dari lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci (Nasution, 2003:129). Pada mulanya data yang diperoleh dikumpulkan dan diidentifikasi secara sederhana yang sesuai dengan data yang diperoleh yaitu tentang indikasi mengenai akhlaq yang dimiliki santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. Kemudian data tersebut disusun secara teliti, sistematis dan terperinci dalam bentuk uraian atau laporan. d. Sintesis Sintesis yaitu mengintegrasikan semua unsur baik dan menyisihkan atau melengkapi semua unsur yang tidak memadai. Sintesis itu tidak menambah pemahaman serba baru, melainkan menyeimbangkan semua yang telah ditentukan (Bakker dan Zubair, 1994:100). Penerapan sintesis dalam penelitian ini yaitu menggabungkan pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan pokok permasalahan mengenai akhlaq para remaja saat ini, dari hasil data-data yang telah disusun secara sistematis yaitu tentang kondisi sosio kultural, persepsi pendidikan pesantren, dan variabel pembentukan akhlaq Kemudian
data-data
tersebut
digabungkan
dengan
para santri. pengetahuan-
pengetahuan yang berkaitan dengan pokok permasalahan tentang pembentukan akhlaqul karimah para santri. G. Sistematika Penulisan Sistematika disini dimaksudkan sebagai gambaran umum akan dibahas dalam skripsi ini yang terdiri dari 5 bab dengan rincian sebagai berikut:
16
Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka berisi tentang landasan teori yang membahas tentang kultur pendidikan di pesantren, pembentukan akhlaqul karimah dan korelasi kultur pendidikan pesantren dengan pembentukan akhlaq Bab III Paparan data dan temuan penelitian berisi tentang paparan data temuan penelitian yang meliputi kultur pendidikan di pesantren, pembentukan akhlaqul karimah dan
korelasi kultur pendidikan pesantren
dengan
pembentukan akhlaq Bab IV Pembahasan berisi tentang pendidikan di pesantren, pembentukan akhlaqul karimah. Bab V Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Akhlaq 1. Pengertian Akhlaq Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlaq ialah bentuk jamak dari khuluk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at (Mustofa,1997:11). Akhlaq disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluk merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluk ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. Dilihat dari sudut istilah (terminologi) para ahli berbeda pendapat, namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat pendapat ahli dihimpun sebagai berikut; a. Menurut
Ibnu
Maskawih
dalam
bukunya,
Tahdzibul-akhlaq
watathhirul-araq memberikan definisi akhlaq sebagai berikut: “Akhlak itu adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (terlebih dahulu)” (Chabib Thoha, 1999:110). b. Menurut Nasirudin akhlaq adalah sesuatu yang telah tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses (Nasirudin, 2009:31). Karena sudah terbentuk, akhlaq disebut juga dengan kebiasaan. Kebiasaan adalah 18
tindakan yang tidak lagi banyak memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Kebiasaan adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan mudah. c. Menurut Syaikh Muhamad bin Ali as-Syarif al-Jurjani mengartikan akhlaq sebagai stabilitas sikap jiwa yang melahirkan tingkah laku dengan mudah tanpa melakukan proses berpikir (Nasirudin, 2009:32). d. Menurut
Imam
Ghazali
dalam
bukunya
Ihya’
Ulum
al-Din
mendefinisikan akhlaq sebagai berikut: Akhlaq merupakan ungkapan tentang keadaan yang melekat pada jiwa dan darinya timbul perbuatanperbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan kepada pemikiran dan pertimbangan (Nasirudin, 2009:32). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlaq adalah kehendak dan tindakan yang sudah menyatu dengan pribadi seseorang dalam kehidupannya sehingga sulit untuk dipisahkan. 2. Metode Pembentukan akhlak a. Melalui Teladanan yang Baik (Uswah Hasanah) Kehidupan ini sebahagian terbesar dilalui dengan meniru atau mencontoh oleh manusia yang satu pada manusia yang lain. Sesuatu yang dicontoh itu mungkin bersifat baik dan mungkin pula bernilai keburukan. Bagi umat islam keteladanan yang paling baik dan utama, terdapat di dalam diri dan pribadi Rasulullah Muhammad SAW. Sebagaimana difirmankan Allah di dalam surat Al-Ahzab ayat 21. Firman tersebut mengatakan sebagai berikut:
19
َخرَ وَذَكَر ِ س َىةٌ حَسَنَةٌ لِ َويْ َكاىَ َيرْجُى اللَّهَ وَالْ َيىْم الْآ ْ َُلقَدْ كَاىَ لَكُنْ فِي رَسُىلِ اللَّهِ أ اللَّهَ كَثِيرًا Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al Ahzab, 33:21) Di dalam diri Rasulullah terhimpun dan tercermin pribadi yang bersumber dari isi kandungan Al-Qur’an, yang bila dijadikan suri teladan, Insya Allah akan mengantarkan seseorang pada keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Untuk mencontoh agar menjadi sama dengan Rasulullah, memang tidak mungkin, karena hanya beliau sendiri, manusia yang diciptakan untuk memiliki pribadi yang mulia itu. Pribadi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Siddiq yakni pribadi yang selalu berkata dan berbuat benar, satu antara kata dan perbuatan. Tabligh yakni pribadi yang tidak menyembunyikan segala sesuatu yang harus disampaikan dari Allah SWT, baik berupa perintah atau laranganNya. Maksum yakni pribadi yang jauh dan terhindar dari perbuatan dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Amanah yakni pribadi yang dipercaya karena kejujuran yang tiada duanya dalam perkataan dan perbuatan. Fatonah yakni pribadi yang memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga selalu bijaksana dalam perkataan dan perbuatan, terutama dalam mengambil keputusan dan
20
memimpin umat islam. Pribadi yang seperti teladan Rasulullah itulah yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan setiap pendidik, khususnya orang tua. Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan anak (subyek) didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan teladan dalam keburukan. Dengan keteladanan itu, diharapkan anak didik akan mencontoh atau meniru segala sesuatu yang baik di dalam perkataan dan perbuatan pendidiknya. Banyak sekali keteladanan yang perlu ditampilkan orang tua atau pendidik seperti guru (ustadz) dan para alim ulama. Keteladanan dalam disiplin kerja dan disiplin waktu, kebersihan dan hidup sehat, kejujuran dan lain-lain, baik dalam kondisi kehidupan pada umumnya maupun khusus dalam menjalankan perintah dan manjauhi larangan Allah SWT. Keteladanan sangat penting artinya, karena dalam interaksi pendidikan, anak (subyek) didik tidak sekedar menangkap/ memperoleh makna sesuatu dari ucapan pendidiknya, akan tetapi justru melalui/ dari pribadi, yang tergambar pada sikap dan tingkah laku para pendidiknya. b. Melalui Pembiasaan (amal) Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sangat banyak kebiasaan yang berlangsung otomatis dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Kebiasan-kebiasaan baik itu telak dilakukan secara turun-temurun dari generasi yang satu ke generasi yang berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan itu
telah
membudaya
dalam
21
masyarakatnya
masing-masing.
Diantaranya mungkin saja terdapat kebiasaan dalam satu masyarakat yang terasa janggal bagi masyarakat lain. Penguasaan kebiasaan itu dari satu generasi ke generasi berikutnya, sebahagian terbesar diturunkan melalui proses pendidikan, sehingga membudaya dalam kehidupan. Bersamaan dengan itu melalui proses pendidikan pula dihindari dan dikurangi kebiasaan-kebiasaan buruk, yang dapat merugikan kehidupan secara perseorangan atau dilingkungan suatu masyarakat. Kebiasaan dala kehidupan beragama yang perlu dibentuk agar menjadi tingkah laku yang dilakukan secara otomatis. Misalnya kebiasaan mengucapkan salam pada waktu masuk atau meninggalkan rumah bila ada orang lain. Demikian pula kebiasaan bangun pagi dan segera meninggalkan tempat tidur, berwudhu dan manunaikan shalat subuh. Kebiasaan melafalkan basmalah setiap memulai pekerjaan, selajutnya melafalkan alhamdulillah setelah menyelesaikan suatu pekerjaan ataupun setiap kali mendapat nikmat dari Allah SWT. Contoh lain kebiasaan segera menunaikan shalat lima waktu, apabila telah masuk waktu shalat, harus dipupuk terus sejak masa kanak-kanak. Sedangkan kebiasaan menunda-nunda mengerjakan shalat sampai mendekati habis waktu shalat yang satu dan segera memasuki waktu shalat berikutnya, harus dibuang agar tidak menjadikan kebiasaan. Dari uraian diatas jelas bahwa ada dua jenis kebiasaan yang perlu diteruskan melalui proses pendidikan. Kedua jenis kebiasaan itu adalah:
22
Kebiasaan yang bersifat otomatis, yang dilakukan meskipun anak-anak yang harus melakukannya tidak mengerti makna atau tujuannya. Misalnya kebiasaan menyikat gigi pada pagi dan malah hari sebelum tidur, kebiasaan bangun pagi dan segera menunaikan shalat subuh, kebiasaan membaca basmalah sewaktu memulai pekerjaan dan lainlain. Kebiasaan yang dilakukan atas dasar pengertian dan kesadaran akan manfaat atau tujuannya. Misalnya kebiasaan menunaikan shalat lima waktu yang dipahami betapa meruginya orang yang meninggalkan shalat, kebiasaan orang menunaikan shalat secara khusuk dan tertib, karena mengetahui sugguh merugi dan sia-sia seseorang yang lalai dan tidak khusuk dalam menunaikan shalat dan lain-lain. Pendidik harus mampu memberikan pengertian bahwa hidup dengan kebiasaan yang baik memang akan bersifat rutin, namun demikianlah hidup yang penuh dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat rutin, agar mampu menghindari kebosanan atau keengganan dalam melaksanakannya. c. Melalui Pemahaman (Ilmu) Pemahaman ini dilakukan dengan cara menginformasikan tentang hakikat dan nilai-nilai yang terkandung di dalam obyek itu. Sebagai contoh, taubat adalah obyek akhlaq, oleh karena taubat dengan segala hakikat dan nilai-nilai kebaikannya harus diberikan kepada si penerima pesan (anak didik, santri atau diri sendiri). Penerima pesan selalu diberi
23
pemahaman tentang obyek itu, sehingga benar-benar memahami dan meyakini bahwa obyek itu benar-benar berharga dan bernilai dalam kehidupannya baik didunia maupun akhirat. Proses pemahaman itu berupa pengetahuan dan informasi tentang betapa pentingnya akhlaq mulia dan betapa besarnya kerusakan yang akan timbul akibat akhlaq yang buruk. Pemahaman berfungsi memberikan landasan logis teoritis mengapa seseorang harus berakhlaq mulia dan harus menghindari akhlaq tercela. Dengan pemahaman seseorang menjadi tahu, insaf dan terdorong untuk senantiasa berakhlak mulia. Pemahaman dapat bersumber dari al-Qur’an, sunnah, maupun pertanyaan-pertanyaan etis dari orang salih. Proses pemahaman itu dilakukan oleh diri sendiri maupun orang lain seperti kiai, guru, ustadz orang tua dan orang-orang yang merasa bertanggung jawab untuk membentuk akhlak yang mulia. Bagi yang sudah menyadari akan penyakit dan keburukan akhlaknya, tentu dapat melakukan pemahaman secara mandiri dengan cara berfikir dan bertadabbur, membaca dan memahami teks syar’iyyah maupun mendengarkan melalui majlis-majlis mauidlah dan ta’lim. Namun bagi yang belum mempunyai pemahaman tentu dibutuhkan pihak luar untuk ikut memberikan pemahaman. Proses pemahaman melalui orang lain dapat dilakukan melalui proses pengajaran dengan berbagai metode seperti ceramah, cerita, diskusi, nasihat, penugasan dan lain sebagainya.
24
Ketiga proses di atas tidak dapat dipisah-pisahkan, karena proses yang satu akan memperkuat proses yang lain. Pembentukan akhlaq yang hanya menggunakan proses pemahaman tanpa pembiasaan dan uswatun khasanah akan bersifat verbalistik dan teoritik. Proses pembiasaan tanpa pemahaman hanya akan menjadikan manusia seperti robot yakni berbuat tanpa memahami makna. Akhlak yang hanya dihasilkan oleh proses seperti ini akan mudah roboh. Pembentukan akhlak yang tidak didukung oleh teladan orang-orang terdekat akan berjalan lambat. 3. Sumber-sumber Ajaran Akhlaq Sumber ajaran akhlaq ialah Al Qur’an dan Hadist. Tingkah laku Nabi Muhammad merupakan contoh suri tauladan bagi umat manusia semua. Ini ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur’an :
َخرَ وَذَكَر ِ س َىةٌ حَسَنَةٌ لِ َويْ كَاىَ َيرْجُى اللَّهَ وَالْ َيىْم الْآ ْ َُلقَدْ كَاىَ لَكُنْ فِي َرسُىلِ اللَّهِ أ اللَّهَ كَثِيرًا Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al Ahzab, 33:21). Tentang akhlaq pribadi Rosullullah dijelaskan pula oleh A’isyah RA. Berkata Sesungguhnya akhlaq Rosullullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau, merupakan sumber akhlaq yang kedua setelah Al Qur’an.
25
Segala ucapan dan perilaku beliau senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah . Allah berfirman:
)٤( ًَ) ِإىْ ُه َى إِال وَحْيٌ يُىح٣( ي الْ َهىَي ِع َ ق ُط ِ )وَهَا يَ ْن Terjemah: Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (QS. An-Najm, 53:3-4). Kehidupan ini sebahagian terbesar dilalui dengan meniru atau mencontoh oleh manusia yang satu pada manusia yang lain. Sesuatu yang dicontoh itu mungkin bersifat baik dan mungkin pula bernilai keburukan. Bagi umat islam keteladanan yang paling baik dan utama, terdapat di dalam diri dan pribadi Rasulullah Muhammad SAW. 4. Tujuan Pembinaan Akhlaq Tujuan akhir sebuah ibadah adalah takwa. Bertakwa mengandung arti melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala larangan agama. Ini berarti menjauhi perbuatan perbuatan jahat dan melakukan perbuatan perbuatan baik (akhlaqul karimah). Perintah Allah ditujukan kepada perbuatan perbuatan baik dan larangan berbuat jahat (Akhlaqul Mazmumah). Orang yang bertakwa berarti orang yang berakhlaq mulia, berbuat baik dan berbudi luhur. Akhlaq dalam islam
jasmani dan rohani mereka. Kebebasan
manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, tanpa mengorbankan kepentingan
jasmani dan rohani mereka. Pentingnya
pendidikan akhlaq tidak terbatas pada perseorangan saja, tetapi penting
26
untuk masyarakat, umat dan kemanusiaan seluruhnya. Atau dengan kata lain akhlaq itu penting bagi perseorangan dan masyarakat sekaligus. Sebagaimana perseorangan tidak sempurna kemanusiaannya tanpa akhlaq, begitu juga masyarakat dalam segala tahapnya tidak baik keadaannya, tidak lurus keadaannya tanpa akhlaq, dan hidup tidak akan bermakna tanpa akhlk yang mulia. Jadi bisa dikatakan bahwa akhlaq mulia adalah dasar pokok untuk menjaga bangsa bangsa, negara-negara, rakyat dan masyarakat. Oleh karena itu, timbulnya amal soleh yang berguna untuk kebaikan umat dan masyarakat. Tidak akan ada suatu umat, negara ataupun rakyat yang menyeleweng dari prinsip-prinsip akhlaq yang mulia atau mengarah ke sifat foya-foya, pemubaziran, kerusakan dan kedhaliman, kecuali ia akan dihancurkan oleh Allah oleh karena sifat-sifat tersebut. Jadi bahaya keruntuhan akhlaq bagi umat dan masyarakat jauh lebih besar dari pada yang dapat dihitung
dirasakan dan diraba (Toumy,
1979:318). 5. Pembagian Akhlaq Keadaan jiwa yang ada pada seseorang itu adakalanya melahirkan perbuatan terpuji dan ada kalanya melahirkan perbuatan tercela. Oleh karena itu akhlaq ditinjau dari sifatnya dibagi dua, yaitu: a. Akhlaq Terpuji (mahmudah) atau kadang disebut dengan Akhlaq Mulia (karimah).
27
Akhlaq yang baik ialah segala tingkah laku yang terpuji (mahmudah) juga bisa dinamakan fadhilah (kelebihan). Al-Ghazali menggunakan perkataan munjiyat yang berarti segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau kejayaan. Akhlaq yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik (Yatimin, 2007:12). b. Akhlaq Tercela (madzmumah) ialah perangai atau tingkah laku pada tutur kata yang tercermin pada diri manusia, cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Akhlảqul madzmủmah ialah perangai yang tercermin dari tutur kata, tingkah laku, dan sikap yang tidak baik. Akhlaqul madzmumah menghasilkan pekerjaan buruk dan tingkah laku yang tidak baik. Akhlaq tidak baik dapat dilihat dari tingkah laku perbuatan yang tidak elok, tidk sopan dan gerak-gerik yang tidak menyenangkan. Tiang utama dari akhlaq tidak baik adalah hawa nafsu. (Rosidin, 2015: 35) 6. Pembentukan akhlak di pesantren a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak Untuk
menjelaskan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pembentukan akhlak ada tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran nativisme. Kedua, aliran Empirisme. Dan ketiga aliran konvergensi. Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari
28
dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain.
Jika
seseorang
sudah
memiliki
pembawaan
atau
kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendiri nya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran intuisisme dalam penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran ini
tampak kurang
menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan atau pembentukan dan pendidikan. (Abuddin, 2004:165 ) Kemudian menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Akan tetapi berbeda dengan pandangan aliran konvergensi, aliran ini berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.
29
Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari surat an Nahl ayat 78; Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (Q.S. An Nahl : 78). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Menurut
Hamzah
Ya’kub
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terbentuknya akhlak atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor intern dan faktor ekstern. 1) Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsurunsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah; (a) Instink (naluri) Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang
30
berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara mekanis. Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu bapakan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya. (b) Kebiasaan Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering diulang-ulang (c) Keturunan Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut al Waratsah atau warisan sifat-sifat. Warisan sifat orang tua terhadap keturunanya, ada yang sifatnya langsung dan tidak langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah seorang pahlawan, belum tentu anaknya
31
seorang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sifat itu turun kepada cucunya. (d) Keinginan atau kemauan keras Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu.
Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam. Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan, azam (kemauan keras). Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat memuat pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak itulah menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku menjadi baik dan buruk karenanya. (e) Hati nurani Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktuwaktu memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku manusia berada diambang bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati” yang dalam bahasa arab disebut dengan dhamir. Dalam bahasa Inggris disebut “conscience”. Sedangkan “conscience” adalah sistem
32
nilai moral seseorang, kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku. Fungsi hati nurani adalah memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak senang (menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang baik (Imamuddin, 1989:106). Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia. 2) Faktor ekstern Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ; (a) Lingkungan Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan (milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup.30 Misalnya lingkungan alam mampu mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang; lingkungan pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku. (b) Pengaruh keluarga Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas fungsi
keluarga
dalam
33
pendidikan
yaitu
memberikan
pengalaman kepada anak baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua. Dengan demikian orang tua (keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan memberikan pengaruh yang besardalam pembentukan akhlak. (c) Pengaruh sekolah Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi akhlak anak. Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai berikut; “Kewajiban sekolah adalah melaksanakan pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga, pengalaman anakanak dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak yang kurang diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah dibetulkan, perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh diperbaiki dan begitulah seterunya. Di dalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan, dari kecakapan-kecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-tuntunan dan contoh yang baik, dan belajar menahan diri dari kepentingan orang“(Ahmadi, 1991:269). (d) Pendidikan masyarakat Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah kumpulan individu dalam kelompok yang diikat oleh ketentuan negara,
kebudayaan,
dan
agama.
Ahmad
D.
Marimba
mengatakan; “Corak dan ragam pendidikan yang dialami
34
seseorang dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini meliputi segala
bidang
baik
pembentukan
kebiasaan.
Kebiasaan
pengertian (pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan”. Dari paparan di atas maka jelas bahwa pembentukan akhlak selain dari faktor intern juga dari faktor ekstern. Maka disinilah peran pondok pesantren sangat penting. Dari berbagai kegiatan dan kultur di dalam pondok pesantren maka terdapat beberapa metode yang diterapkan di dalam pesantren serta peran Kiai di pesantren. b. Metode Pesantren dalam Membentuk Perilaku Santri Apakah sebenarnya Perilaku? Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan. Dalam konteks ini maka setiap perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu pastilah terkonseptualisasikan dari ketiga ranah ini. Perbuatan seseorang atau respon seseorang terhadap rangsang yang datang, didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap obyek rangsang tersebut, dan seberapa besar
35
keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan. Bagi pesantren setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam membentuk perilaku santri, yakni 1) Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); 2) Latihan dan Pembiasaan; 3) Mengambil Pelajaran (ibrah); 4) Nasehat (mauidzah); 5) Kedisiplinan; 6) Pujian dan Hukuman (targhib wa tahzib) Terkait dengan kebiasan santri yang bersifat rutinitas menunjukkan kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan aktivitas rutin, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang tidak tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat melakukan sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang mayoritas seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama. Apabila kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan rutinitas santri, maka kemungkinan santri memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. c. Pengaruh Kiai terhadap santri Sebelum menguraikan kedudukan (peran) kiai di pesantren, terlebih dahulu penulis uraikan pengertian kiai. Kata "Kiai" berasal dari bahasa jawa kuno "kiya-kiya" yang artinya orang yang dihormati.
36
Sedangkan dalam pemakaiannya dipergunakan untuk: pertama, benda atau hewan yang dikeramatkan, seperti kyai Plered (tombak), Kyai Rebo dan Kyai Wage (gajah di kebun binatang Gembira loka Yogyakarta), kedua orang tua pada umumnya, ketiga, orang yang memiliki keahlian dalam Agama Islam, yang mengajar santri di Pesantren. Sedangkan secara terminologis menurut Ziemnek pengertian kiai adalah "pendiri dan pemimpin sebuah pesantren sebagi muslim "terpelajar"
telah
membaktikan
hidupnya
"demi
Allah"
serta
menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan Islam. Namun pada umumnya di masyarakat kata "kyai" disejajarkan pengertiannya dengan ulama dalam khazanah Islam[28]. Menurut Hartono karisma yang dimiliki kiai merupakan salah satu kekuatan yang dapat menciptakan pengaruh dalam masyarakat. Ada dua dimensi yang perlu diperhatikan. Pertama, karisma yang diperoleh oleh seseorang (kiai) secara given, seperti tubuh besar, suara yang keras dan mata yang tajam serta adanya ikatan genealogis dengan kiai karismatik sebelumnya. Kedua, karisma yang diperoleh melalui kemampuan dalam pengausaan terhadap pengetahuan keagamaan disertai moralitas dan kepribadian yang saleh, dan kesetiaan menyantuni masyarakat. (http://www.brunet.bn/news/pelita/25jan/ Agustus 2016, 07.53. PM )
37
teropong.htm
Sabtu,
6
Kiai dan pesantren merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan alternatif sebagian telah melakukan penyesuaian dan standarisasi pendidikannya dengan pendidikan umum, misalnya SMP, SMU, SMK, dan universitas. Dengan kata lain, sebagian pesantren ada yang telah melakukan perubahan model, yaitu dari model salafi menjadi khalafi, Perubahan itu diharapkan dunia pesantren tetap diminati masyarakat. Oleh karena itu, perubahan-perubahan
substansial
harus
dilakukan
untuk
mengakomodasi sebagian dari tuntutan jaman. Dengan perubahan itu diharapkan santri mampu memahami ilmuilmu umum sekaligus agama secara berimbang. Semboyan salah seorang pengasuh Pesantren Darul Ulum, Musta’in Romli (1930-1985), yaitu santri harus “berotak London dan berhati Masjidil Haram” merupakan gagasan yang menarik. “Berotak London” menggambarkan keluasan penguasaan ilmu pengetahuan, dan “Berhati Masjidil Haram” menggambarkan kedalaman pemahaman dan pengamalan keagamaan santri. Semua itu akan menggambarkan keseimbangan antara kekuatan pikir dan dzikir dalam diri santri. Santri yang kelak mampu berpartisipasi dalam kemajuan jaman dengan tetap selalu dekat dengan Allah. Orangtua memasukkan anaknya ke pondok pesantren biasanya disertai dengan harapan agar si anak mempunyai ilmu agama yang bagus, berakhlak mulia dan memahami hukum-hukum Islam. Selama
38
ini tidak ada kekhawatiran bahwa dengan menuntut ilmu di pesantren akan menjauhkan kasih-sayang orangtua terhadap anak. Anak yang tinggal di pondok pesantren dalam waktu cukup lama tetap bisa beridentifikasi
kepada
kedua
orangtuanya.
Dengan
menjalin
komunikasi secara intens dan teratur diharapkan anak tidak akan kehilangan figur orangtua. Seperti kita ketahui bahwa sumber identifikasi seorang anak tidak hanya kedua orangtuanya, tetapi bisa juga kepada figur-figur tertentu yang dianggap dekat dan memiliki pengaruh besar bagi anak. Keberadaan Kiai, pembimbing, ustad maupun teman sebaya juga bisa mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Kelebihan inilah yang dimiliki pesantren sebagai lembaga pendidikan.
Dengan
segala
keterbatasannya
pesantren
mampu
menampilkan diri sebagai lembaga pembelajaran yang berlangsung terus-menerus hampir 24 jam sehari. Aktivitas dan interaksi pembelajaran berlangsung secara terpadu yang memadukan antara suasana keguruan dan kekeluargaan. Kiai sebagai figur sentral di pesantren dapat memainkan peran yang sangat penting dan strategis yang menentukan perkembangan santri dan pesantrennya. Kepribadian Kiai yang kuat, kedalaman pemahaman dan pengalaman keagamaan yang mendalam menjadi jaminan seseorang dalam menentukan pesantren pilihannya.
39
Berdasarkan pertimbangan di atas, santri mengidentifikasi Kiai sebagai figur yang penuh kharisma dan wakil atau pengganti orang-tua (inloco parentis). Kiai adalah model (uswah) dari sikap dan tingkahlaku santri. Proses sosialisasi dan interaksi yang berlangsung di pesantren memungkinkan santri melakukan imitasi terhadap sikap dan tingkah-laku Kiai. Santri juga dapat mengidentifikasi Kiai sebagai figur ideal sebagai penyambung silsilah keilmuan para ulama pewaris ilmu masa kejayaan Islam di masa lalu. Kiai atau Ustad di pesantren bisa menempatkan diri dalam dua karakter, yaitu sebagai model dan sebagai terapis. Sebagai model, Kiai atau Ustad adalah panutan dalam setiap tingkah-laku dan tindaktanduknya. Bagi anak usia 7-12 tahun hal ini mutlak dibutuhkan karena Kiai atau Ustad adalah pengganti orangtua yang tinggal di tempat yang berbeda. Dalam pesantren dengan jumlah santri yang banyak diperlukan jumlah Ustad yang bisa mengimbangi banyaknya santri sehingga setiap santri akan mendapatkan perhatian penuh dari seorang Ustad. Jika rasio keberadaan santri dan ustad tidak seimbang, maka dikhawatirkan ada santri-santri yang lolos dari pengawasan dan mengambil orang yang tidak tepat sebagai model. Sebagai terapis, Kiai dan Ustad memiliki pengaruh terhadap kepribadian dan tingkah-laku sosial santri. Semakin intensif seorang ustad terlibat dengan santrinya semakin besar pengaruh yang bisa diberikan. Ustad bisa menjadi agen kekuatan dalam mengubah perilaku
40
dari yang tidak diinginkan menjadi perilaku tertentu yang diinginkan. Akan sangat bagus jika anak dapat belajar dari sumber yang bervariasi, dibandingkan hanya belajar dari sumber tunggal. d. Peran pesantren dalam pembentukan akhlaq Masing-masing pondok pesantren memiliki tujuan pendidikan yang berbeda, sering kali sesuai dengan falsafah dan karakter pendirinya. Sekalipun begitu setiap pondok pesantren mengemban misi yang sama yakni dalam rangka mengembangkan dakwah Islam, selain itu di karenakan pondok pesantren berada dalam lingkungan Indonesia, setiap pondok pesantren juga berkewajiban untuk mengembangkan cita-cita dan tujuan kehidupan berbangsa sebagaimana tertuang dalam falsafah negara; Pancasila dan UUD 1945. Menurut Manfred Ziemek yang dikutib oleh Mujamil Qamar dalam bukunya pesantren dari trasformasi metodologi menuju demokratisasi institusi tujuan pesantren adalah membentuk kepribadian memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan pengetahuan.(Mujamil Qomar:2002:4) Kultur
pondok
pesantren
banyak
memberi
warna
dan
menginspirasi para santri untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, baik dimasa sekarang maupun masa yang akan datang. Kultur pesantren yang khas dan suri tauladan dari kiai
serta
ustadz di pesantren banyak menginspirasi para santri. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kultur pendidikan pondok pesantren
41
menjadikan kebiasaan yang positif yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu menciptakan individu yang berakhlakul karimah, baik akhlak kepada Allah, sesama manusia maupun lingkungannya.
B. PESANTREN 1. Pengertian Pesantren Pesantren menurut John berasal dari bahasa Tamil, -santri yang berarti guru mengaji. Berg juga berpendapat bahwa istilah santri berasal dari kata shastri (bahasa India) yang berarti orang yang tahu bukubuku suci agama Hindu atau sarjanan ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dri kata shastra, yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. (Muliawan, 2005:155) Berdasarkan konsep tersebut dapatlah dipahami bahwa pesantren berasal dari India dan dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama hindu di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil alih oleh Islam. Sekarang pesantren dimaknai sebagai sarana dan tempat murid-murid mengaji, khususnya
dengan tujuan meningkatkan
kekuatan keagamaan (religous power) Islam. “Pesantren” yaitu suatu lembaga pendidikan islam, yang di dalamnya terdapat seorang Kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (anak didik) dengan sarana masjid yang digunakan
42
untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri (Muhaimin, 1993:299) Sebagai suatu lembaga pendidikan jelas sekali bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang berada di luar sistem persekolahan (pendidikan di luar sekolah). Pesantren tidak terikat oleh sistem kurikulum, perjenjangan, kelas-kelas atau jadwal pembelajaran terencana secara ketat. Pesantren merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang berkembang di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, dalam beberapa hal lembaga ini bersifat merakyat. Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang unik dan memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang membedakan lembaga pendidikan ini dengan lembaga pendidikan lain. 2. Ciri-ciri Khusus dan Karakteristik Khusus Pesantren a. Pondok Pondok berasal dari kata Funduk yang berarti hotel atau asrama. Pondok berfungsi sebagai asrama bagi santri. Pondok merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan
tradisional
dimasjid-masjid
yang
berkembang
dikebanyakan wilayah Islam negara-negara lain. b. Masjid Suatu pesantren mutlak mesti memiliki masjid, sebab disitulah pada mulanya dilakanakan proses belajar-mengajar, komunikasi antara kiai dan santri. Masjid merupakan elemen yang tak dapat
43
dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik sembahyang jum’at, dan pengajaran kitab-kitab klasik. Masjid merupakan manifestasi uniersalisme dari sistem pendidikan islam. c. Santri Santri dalam penggunaannya di lingkungan pesantren seorang alim (berilmu) yang hanya dapat disebut kiai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam suatu pesantren. Santri terdiri dari dua kelompok: 1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan menetap dalam pondok pesantren. 2) Santri kalong, murid-murid yang berasal dari desa-desa disekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik (glajo) dari rumahnya sendiri. d. Kiai Menurut asal usulnya, kata kiai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar kehormatan yang saling berbeda. Pertama, kiai sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; umpamanya, “Kiai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada dileraton Yogyakarta. Kedua, kiai sebagai gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. Ketiga, kiai sebagai gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agam
44
islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik Islam kepada para santrinya (Muliawan, 2005:155). Sedangkan, penggunaan istilah kiai di sini merujuk pada orang yang memimpin sebuah pesantren. 3. Kultur Pesantren a. Pengertian Kultur Beragam definisi dikemukakan oleh para ahli dalam memberikan batasan tentang “pengertian budaya atau sering disebut kultur”. Tilman (2002:4) mendefinisikan budaya sebagai: a group’s individual and collection ways of thinking, beliving, and knowing, which includes their shared experience, consciousness, skills, values, forms of expression, social institutions and behaviours (Furkan, 2013:23). Definisi ini menjelaskan bahwa budaya adalah cara berpikir, kepercayaan, dan pengetahuan bersama individu dan kelompok yang terdiri dari pengalaman, kesadaran, keterampilan, nilai, bentuk ekspresi, institusi sosial dan perilaku bersama. Young Pai (1990:21) mengatakan: “Culture is most commonly viewed as that pattern of knowledge, skill, behaviour, attitude and beliefs, as well as material artifact produced by ahuman society and transmitted from one generation to another. Culture is the whole of humanity’s intelectual, social, technological, political, economic, moral, religious, and aesthetic accomplishment (Furkan, 2013:24)”. Definisi ini menjelaskan bahwa kebudayaan biasanya dipandang sebagai
pola
pengetahuan,
45
keterampilan,
perilaku,
sikap,
dan
keyakinan, maupun material artefak yang dihasilkan oleh suatu masyarakat dan dialihkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan adalah keseluruhan capaian intelektual, sosial, teknologi, politik, ekonomi, moral, agama dan kecakapan estetis umat manusia. Dari definisi budaya atau kultu yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi beberapa unsur yang terdapat dalam istilah budaya, di antaranya: 1) sebagai pola pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap, dan keyakinan, serta artefak material yang dihasilkan oleh masyarakat manusia; 2) budaya ditransfer (diwariskan) generasi ke generasi lain; 3) budaya sebagai keseluruhan pencapaian kemanusiaan, intelektual, sosial, teknologi, politik, ekonomi, moral, keagamaan, dan keindahan. Budaya merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai dan hasilnya yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu , suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah, di samping keluarga, merupakan lembaga utama yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antara generasi tersebut. Williams dalam Barker, C. 2005:55 berpendapat bahwa makna kebudayaan
harus
dipelajari
46
dalam
konteks
kondisi-kondisi
produksinya, sehingga membentuk gambaran kita tentang kebudayaan sebagai suatu keseluruhan cara hidup (Furkan, 2013:27). Dengan demikian, budaya adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan manusia yang merupakan hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya termasuk hasil karya fisik seperti benda-benda yang digunakan dalam kehidupan manusia dan memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari. Gibson (1996:76) mengartikan kultur sebagai berikut: “Kultur mengandung pola eksplisit maupun implisit dari dan untuk perilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan dalam simbol, menunjukkan hasil kelompok manusia secara berbeda, termasuk bendabenda hasil ciptaan manusia. Inti utama dari kultur terdiri dari ide tradisional (turun-temurun dan terseleksi) dan terutama pada nilai yang menyejarah (historisitas) (Komariah, 2005:96)”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:149) mendefinisikan budaya dalam dua pandangan, yaitu pertama, hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; kedua, menggunakan pendekatan antropologi yaitu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Senada dengan definisi tersebut adalah pendapat Farid dan Philip (1987), yang menyatakan bahwa
47
budaya sebagai norma dan perilaku-perilaku yang disepakati oleh sekelompok orang untuk bertahan hidup dan berada bersama. Gibson (1996:76) mengidentifikasi bahwa para ahli yang telah mendefinisikan kultur sebelumnya sepakat menyimpulkan bahwa kultur memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Mempelajari, kultur diperlukan dan diwujudkan dalam belajar, observasi, dan pengalaman. 2) Saling berbagi, individu dalam kelompok, keluarga, dan masyarakat saling berbagi kultur. 3) Transgenerasi, merupakan kumulasi dan melampaui generasi satu ke generasi lain. 4) Persepsi pengaruh, membentuk perilaku dan struktur bagaimana seorang menilai dunia. 5) Adaptasi, kultur didasarkan pada kapasitas seseorang berubah atau beradaptasi. Orientasi kultural dari suatu masyarakat mencerminkan interaksi dari lima karakteristik tersebut. Kesimpulannya adalah bahwa budaya merupakan pandangan hidup (way of life) yang dapat berupa nilai-nilai, norma, kebiasaan, hasil karya, pengalaman, dan tradisi yang mengakar di suatu masyarakat
dan
memengaruhi
orang/masyarakat tersebut.
48
sikap
dan
perilaku
setiap
b. Budaya sekolah Definisi budaya sekolah bisa berbeda-beda antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain, namun substansi dari budaya sekolah bisa diasumsikan sama. Seperti dikatakan Deal, Terrence E & Kent D. Petersen (1992:2) bahwa: “School have a culture that is definitely their own. There are, in the school, complex ritual of personal relationship, a set of folkways, mores, and irrational sanctions, a moral code based upon them”. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa konsep budaya yang dimiliki masing-masing sekolah berbeda dan bukan sesuatu hal yang baru, sekolah memiliki suatu budaya menurut definisi budaya mereka sendiri. Hakiki Mahfuzh (2010:1) berpendapat bahwa budaya sekolah merupakan organisasi dalam konteks persekolahan. Budaya sekolah sebagai kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai yang dianut sekolah, yakni dalam bentuk bagaimana warga sekolah seperti komite sekolah, yayasan (untuk swasta), kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lain. Kultur sekolah merupakan faktor yang esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif serta memiliki kecakapan personal dan akademik (Furkan, 2013:28). Pengertian budaya sekolah yang dipaparkan ahli tersebut diatas berbeda-beda tergantung cara pandang mereka, namun substansi
49
dalam budaya sekolah terdapat nilai-nilai, keyakinan yang menjadi spirit dan pedoman bagi sekolah untuk melakukan kegiatan pendidikannya dan menjadi identitas sekolah tersebut. Jadi, budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah yang didasari
oleh
nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan,
adat
istiadat,
kebiasaan-kebiasaan, norma-norma yang berlaku dan digunakan sebagai spirit dalam berperilaku, berinteraksi yang ditampakkanoleh warga sekolah secara konsisten dalam kehidupan baik disekolah maupun di luar lingkungan sekolah untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan-persoalan
kehidupan
sehari-hari
serta
mengambil keputusan yang tepat. Budaya sekolah sangat penting dalam membentuk karakter peserta didik, sebab ia menjadi nilai dan norma dalam kegiatan dan aktifitas peserta didik. Dengan demikian peserta didik maupun warga sekolah lainnya memiliki motivasi untuk belajar, bekerja sama dan meningkatkan sikap yang baik dalam berinteraksi antara warga sekolah. 1) Unsur-unsur budaya sekolah Djemari Mardapi (2004:7) membagi unsur-unsur budaya sekolah ditinjau dari usaha peningkatan kualitas pendidikan sebagai berikut: a) Budaya sekolah yang positif
50
Budaya sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung
peningkatan
kualitas
pendidikan,
misalnya
kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi, dan komitmen terhadap belajar. b) Budaya sekolah yang negatif Budaya sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap peningkatan mutu pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan , misalnya siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa jarang melakukan kerjasama dalam memecahkan masalah. c) Budaya sekolah yang netral Budaya sekolah netral yaitu budaya yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini bisa berupa arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa dan lain-lain (Furkon, 2013:31). Hedley
Beare
dalam
Hakiki
Mahfuzh
(2010)
mendeskripsikan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua kategori, yaitu unsur kasat mata dan unsur tidak kasat mata. Unsur kasat mata mempunyai makna kalau berkaitan atau mencerminkan apa yang tidak kasat mata. Yang tidak kasat mata adalah filsafat atau pandangan dasar sekolah mengenai kenyataan yang luas, makna hidup atau yang dianggap penting dan harus diperjuangkan oleh
51
sekolah. Halm itu harus dinyatakan secara konseptual dalam rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih konkret yang akan dicapai oleh sekolah. Adapun unsur yang kasat mata dapat termanifestasi secara konseptual meliputi: (1) visi, misi, tujuan dan sasaran; (2) kurikulum; (3) bahasa komunikasi; (4) narasi sekolah; (5) narasi tokoh-tokoh; (6) struktur organisasi; (7) ritual atau upacara; (8) prosedur belajar mengajar; (9) peraturan sistem ganjaran/hukuman; (10) layanan psikologi sosial; (11) pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat. Unsur yang materil dapat berupa: fasilitas dan peralatan, artefak dan tanda kenangan serta pakaian seragam (Furkon, 2013:32). Herminarto(2005:12) mengidentifikasi budaya sekolah sebagai berikut: (1) Artefak. Artefak memiliki dua jenis yaitu (a) artefak yang dapat diamati seperti: arsitektur, tata ruang, eksterior dan interior, kebiasaan dan rutinitas, peraturan-peraturan, ritusritus, simbol, logo, slogan bendera, gambar-gambar, tandatanda, sopan santun, cara berpakaian; (b) artefak yang tidak dapat diamati berupa norma-norma atau cara-caratradisional berprilaku yang telah lama dimiliki kelompok. (2) Nilai-nilai keyakinan. Nilai dan keyakinan yang ada disekolah dan menjadi ciri utama sekolah misalnya; (a) ungkapan rajin
52
pangkal pandai, (b) air beriak tanda tak dalam, dan berbagai penggambaran nilai dan keyakinan lain (Furkon, 2013:32). Dalam Depdiknas (2003:1) menyatakan bahwa: Elemen penting budaya sekolah adalah norma, keyakinan, tradisi, upacara keagamaan, seremoni, dan mitos yang diterjemahkan oleh sekelompok orang tertentu. Hal ini dapat diliah dari kebiasaankebiasaan atau perbuatan yang dilakukan warga sekolah secara terus menerus. Budaya sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: (1) budaya yang dapat diamati, berupa konseptual yaitu struktur organisasi, kurikulum, behavior (perilaku) yaitu kegiatan belajar mengajar, upacara, prosedur, peraturan dan tata tgertib; material yaitu fasilitas dan perlengkapan; (2) budaya yang tidak dapat diamati berupa filosofis, yaitu visi misi serta nilai-nilai: yaitu kualitas keefektivitas, keadilan, pemberdayaan dan kedisiplinan (Furkon, 2013:34). 2) Faktor yang mempengaruhi pengembangan budaya sekolah Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan budaya sekolah
merupakan
faktor
yang
dapat
mendukung
dan
menghambat pelaksanaan pengembangan budaya sekolah di satuan pendidikan. Faktor-faktor tersebut yakni faktor internal dan faktor eksternal.
53
a) Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi pengembangan budaya sekolah yang berasal dari lingkungan sekolah diantaranya (a) kepala sekolah, (b) guru, (c) tenaga kependidikan, (d) peserta didik, (e) visi sekolah, (f) program sekolah, (g) peraturan sekolah, dan (h) sarana prasarana pendidikan. b) Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi budaya sekolah di luar lingkungan sekolah. Faktor eksternal yang dimaksud dalam tulisan ini antara lain: (a) masyarakat, (b) komite sekolah; (c) orang tua dan keluarga; (d) dinas pendidikan setempat; (e) letak geografis sekolah. c. Kultur pesantren Kamus Sosiologi Modern menyatakan bahwa kultur adalah totalitas dalam sebuah organisasi, way of life termasuk nilai-nilai, normanorma dan karya-karya yang diwariskan antar generasi. Kultur merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu dan kelompok yang dapat ditunjukkan oleh perilaku organisasi yang bersangkutan (Rika, 2008:55). Secara sederhana, Deal (1985: 605) mendefinisikan kultur sekolah sebagai satuan pendidikan dengan “cara kita berbuat di sini.‟ Jika ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini dapat kita kemukakan
54
menjadi, cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren (Sulton dan Khusnurdilo, 2005:26). Vygotsky menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang berasal dari hubungan sosial dan kultur. Baik itu kultur individual maupun hubungan pendidikan dengan perkembangan berperan penting dalam perkembangan kognitif karena memberi dasar untuk menyimpulkan asumsi dasar tentang pembelajaran. Menurut Vygotsky, kultur bukan hanya memberi latar untuk pengembangan kognitif individual. Kultur juga memberi simbol-simbol kultural (perangkat psikologis) dan anak belajar berpikir dengan bentuk penalaran ini (Zuhrati 10069.Blogspot.com). Menurut Antropolog Clifford Geertz, salah satu ilmuwan yang memberikan
sumbangan
penting
dalam
mendeskripsikan
tentang
pengertian kultur pesantren mengemukakan bahwa: “Kultur pesantren dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang pesantren. Atau suatu perilaku, nilai- nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya (Zamroni, 2000:149)”. Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam, memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan pendidikan, dan perilaku orangorang yang berada didalamnya. McBrien dan R.S Brandt (1997:89) mendefinisikan budaya sekolah sebagai berikut:
55
“Definition of scholl Culture: the sum of the values, culture, safety practices, and organizational structure within a school that cause it to fucntion and reach in particular ways”.
Budaya sekolah atau School Culture didefinisikan Stop dan Smith (1994:232) sebagai berikut: School culture can be defined as the historically transmitted patterns of meaning that include the norms, values, beliefs, ceremonies, ruituals, tradition, and myths unstood, maybe in varying degress, by members of the school community. This system of meaning often shapes what people think and how they act (Komariah, 2005:102). Berdasarkan kajian tersebut, penulis mengartikan budaya sekolah sebagai karakteristik khas sekolahyang dapat diidentifikasi melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkannya, dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh personel sekolah yang membentukn satu kesatuan khusus dari sistem sekolah. Beberapa manifestasi budaya dapat diidentifikasi dari cara-cara para anggota organisasi berkomunikasi, bergaul, dan menempatkan diri dalam perannya sebagai tuan rumah, atau dapat ditangkap dari cara-cara bersikap, kebiasaan anggota organisasi dalam melakukan keseharian operasionalisasi yang dapat berbentuk upacara, ritual, ataupun seragam yang dikenakan. Tabel berikut menjelaskan manifestasi budaya.
56
Tabel 2 Manifestasi Budaya Manifestasi Story
Deskripsi Cerita yang didasarkan atas kejadian sebenarnya tetapi sering
pula
merupakan
campuran
kebenaran
dan
khayalan. Folkate
Cerita yang sepenuhnya khayalan.
Simbol
Setiap objek, tindakan, kejadian kualitas, dan hubungan yang memberikan sarana bagi penyampaian makna.
Gesture
Gerak
bagian
tubuh
yang
digunakan
untuk
mengekspresikan makna/maksud. Artifact
Objek material (benda) yang dibuat oleh orang untuk memfasilitasi pengekspresian budaya.
Sumber: Diadaptasi dari Trice & Beyer, 1984 (dalam Hodge and Anthony,1988, Organizational Theory, 3th ed.) Massachuesetts: Allyn & Bacon, INC.
Sergiovani (1987) mengutip pendapat Lundberg (1985) yang menyebutkan bahwa BO muncul dalam empat tingkatan, yaitu 1) Artifact; 2) Perspectives; 3) Values; 4) Assumption. Berdasarkan kenyataan tersebut maka untuk mendeskripsikan budaya suatu organisasi, pertama kali yang harus dilakukan adalah mengamati perwujudan budaya tersebut, baru kemudian menangkap maknanya. Dari uraian di atas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa kultur pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan, yang
57
dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh lembaga pendidikan dalam pesantren tersebut. Selain dari beberapa unsur tersebut, pesantren juga memiliki ciri khas yang unik lainnya, yaitu metode pengajaran kitab dengan cara wetonan atau bandongan, sorogan, dan hafalan. 1) Metode pengajaran kitab Wetonan atau bandongan adalah metode pengajaran dengan cara santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiai. Kiai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, santri menyimak kitab masingmasing dan membuat catatan. Sedangkan sorogan adalah metode pengajaran dengan cara santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Metode ini adalah metode yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan di pesantren. Sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid. Metode hafalan adalah metode yang paling umum dalam pesantren, terutama untuk hafalan Al-Qur’an dan hadis. Jumlah kuantitas hafalan surat atau ayat menjadi penentu tingkat keilmuan santri (Muliawan, 2005:156). 2) Kegiatan pondok pesantren Kegiatan-kegiatan dalam pondok pesantren adalah mencakup “ Tri Dharma Pondok Pesantren “ yaitu:
58
1) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT 2) Pengembangan ilmu yang bermanfaat 3) Pengabdian terhadap agama, masyarakat dan negara. Unsur-unsur dan kegiatan pondok pesantren itu dengan istilah elemen pesantren yang meliputi: pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab islam klasik, santri dan kiai. Kultur merupakan jiwa (spirit) sebuah pesantren yang memberi makna terhadap setiap kegiatan di pesantren, dan menjadi jembatan antara aktifitas dan hasilnya. Kultur merupakan sintesa antara etika dan rasionalitas, sebuah keadaan yang mengantarkan kita, minimal secara konseptual, melebihi batas-batas manusiawi menuju tingkatan kreatifitas, seni dan intelek yang tinggi. Kultur juga merupakan kendaraan (vehicle) untuk mentransmisikan nilai-nilai pendidikan (Cavabagh dan Dellar, 1998). Jika kultur sebuah pesantren lemah, maka tidak tercipta situasi kondusif bagi perkembangan pesantren. sebaliknya jika kulturnya kuat maka akan menjadi fasilitator penting bagi pengembangan sekolah. Karena restruktur secara hirarkis saja tidak cukup memberikan pengaruh signifikan terhadap pengembangan pesantren. Sebagaimana kompleksnya dunia pendidikan, sebuah usaha reformasi pendidikan menghendaki pendekatan multispektif, termasuk perspektif budaya atau kultur. Secara sosiologis kultur mengacu kepada kebiasaan atau praktekpraktek, karakter-karakter yang merefleksikan kesepakatan-kesepakatan 59
makna, kognisi, symbol, atau pengalaman sebuah kelompok masyarakat.ia menyangkut cara seseorang berperilaku, memberi reaksi atau menyikapi sesuatu. Dalam kata-kata yang sederhana kultur merupakan “cara kita melakukan sesuatu di sini” (the way we do thinks around here). Secara estetika, kultur berhubungan dengan suatu usaha tanpa henti untuk mencapai sesuatu yang ideal tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia, melihat kultur sebagai pencarian terhadap kesempurnaan dengan maksud mengetahui apa yang menjadi kepentingan orang banyak. Dari kedua definisi di atasmengandung maknasebuah proses yang terus
menerus
tanpa
akhir.
Dengan
demikian,
jika
kultur
merepresentasikan idealitas manusia, maka ia merupakan sesuatu yang dinamis, makhluk progresif, sebuah potensi yang dapat membawa kepada proses belajar yang tak pernah berakhir, “long life education”.
60
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. PAPARAN DATA 1. Letak Strategis Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan terletak di Jalan Imam Bonjol, Pulutan Lor, Kec. Sidorejo, Kota Salatiga Kode Pos 50773. Dari pusat kegiatan kota Salatiga, Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan berjarak± 2 km. Rute yang biasa ditempuh untuk sampai di lokasi Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan adalah melalui Jetis ke arah barat (arah Ambarawa) sejauh 2 km (lihat lampiran rute Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan, Lamp. 1). Sedangkan lokasi Pondok Pesantren Salafiyah Pulutanyang tenang, terletak dipinggir kampung Pulutan Utara, memungkinkan para santri yang mukim disana terdorong untuk betah belajar dan mengaji disana. Santri yang datang bermukim dan mengaji disana datang dari sekitar Salatiga, Batang, Semarang, Pati, Purwodadi, Boyolali, Solo, Sumatra, Kalimantan dll. Santri-santri yang mukim dan belajar ngaji di Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan, pada tahun 1970-an dan tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai santri ngaji, artinya menjadi santri adalah satu-satunya aktifitas keseharian yang mereka tekuni. Tetapi pada masa-masa tahun 1975-an dan tahun-tahun sesudahnya Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan dihuni sebagian besar santri sekolah, para santri belajar di 61
pondok Pesantren Salafiyah dan memiliki kewajiban sekolah. Hal ini merupakan gejala umum yang dialami oleh pondok-pondok pesantren masa sekarang. Maka ada satuhal yang perlu disimpulakan bahwa keadaan tersebut merupakan perkembangan baik pada lembaga pendidikan pondok pesantren, karena dinilai masyarakat dan generasi muda ternyata masih memiliki rasa antusias untuk belajar dan mengaji di pondok pesantren. 2. Profil Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga merupakan sebuah institusi pendidikan keagamaan, yang juga berusaha membekali santrisantrinya dengan keterampilan-keterampilan. Sehingga Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga terdapat struktur kepengurusan guna peningkatan sumber daya santrinya. Adapun secara statistik profil pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga adalah sebagai berikut: a.
Nama
: Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatig
b.
Alamat
: Jl. Imam Bonjol, Pulutan Lor, Sidorejo, Salatiga
c.
Telepon
: 08179512623
d.
Pengasuh
: Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I
e.
Tahun berdiri
: 1770 M/1192 H
f.
Status tanah
: Waqaf
62
SUSUNAN PENGURUS ORGANISASI SANTRI PONDOK PESANTREN SALAFIYAH PULUTAN SALATIGA BADAN PEMBINA Pengasuh
: Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I
Penasehat
: KH. Shonwasi Ridwan
BADAN PENGURUS HARIAN Ketua
:
1. Sholihul Hadi 2. Annilta Manzilah Adlimah Sekretaris
:
1. Abdul Rosid 2. Risa Suryani Bendahara
:
1. Wawan Kurniawan 2. Nuril Mimin Jannah Tarbiyah
:
1. Wahyu Najib Fikri 2. Titik Isniatus Solikhah Bahasa : 1. Ihda Muflih Saifullah 2. Roisa Indriani Keamanan : 1. Arif Ridho 2. Risma Zuliana Dewi Humas : 1. Bangki Putra Dewandaru 2. Khuzaimah Kebersihan : 1. Panji Asoka Rahmat Wiguna 2. Retna Tri Susanti Pangan/ konsumsi : 1. Jamasri 2. Erni Istiani
63
3. Visi, Misi, Motto, Academic Distinctiveness, Aturan dan EtikaSantri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga Visi Menjadi
Pesantren
yang
unggul
dengan
mewujudkan
keseimbangan kemampuan keilmuan keislaman dan kemampuan bermasyarakat. Misi a. Mewujudkan Santri yang menguasai dan memahami tradisi-tradisi Ahlussunah wal Jama`ah. b. Mewujudkan Santri yang menguasai keilmuan keislaman: Aqidah, Akhlaq, Fiqih dan Usul Fiqih, Hadist dan Ilmu Al-Hadist, Al-Qur`an dan Ilmu Al-Quran dan Ilmu Falaq. c. Mewujudkan Santri yang menguasai ilmu-ilmu alat, yaitu bahasa Arab dan Inggris d. Mewujudkan
Santri yang mempunyai social skill (kemampuan
bermasyarakat) yang kuat dan kepedulian sosial yang tinggi MOTO a. Khoirunnasi anfa`uhum linnas b. Khoirunnasi ahsanuhum khuluqon c. Al-Muhafadlotu `ala qadiimissalih wal akhdu bi jadiidil aslah
64
Academic Distinctiveness Adapun keilmuan dan kegiatan yang akan dikembangkan dan menjadi ciri khas dari Pesantren Salafiyah adalah sebagai berikut: a. Ilmu Falaq. b. Pengembangan Kemampuan Kemasyarakatan. c. Bahasa (Inggris). Aturan dan Etika Santri Ponpes Salafiyah Pulutan a. Santri (mukim) diharuskan mengikuti semua kegiatan ponpes. b. Santri Putri diharuskan berjilbab dan berpakaian rapi, sopan dan elegan (tidak tembus pandang dan ketat). c. Santri Putra memakai sarung, pakaian rapi dan peci ketika berjama`ah dan mengikuti kajian. d. Santri Putra tidak boleh memasuki Pondokan Putri Tanpa seizin Pengasuh dan Pengurus Santri Putri. e. Santri Putri tidak boleh memasuki kamar Santri Putra. f. Santri tidak boleh melakukan kegitan di atas jam 11 malam. g. Santri harus menjunjung tinggi sifat jujur, amanah dan tanggung Jawab. h. Santri harus izin pengurus ponpes dan pengasuh ketika akan bermalam di luar pondok. i. Santri dianjurkan menyapa dengan salam kepada pengasuh, sesepuh masyarakat, asatidz dan masyarkat Pulutan pada umumnya. j. Santri bergabung dengan kegiatan masyarakat, seperti kerjabakti.
65
4. Keadaan Ustadz dan Santri a. Keadaan ustadz SelainDrs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I para ustadz pondok pesantren SalafiyahPulutan Salatiga berasal dari masyarakat sekitar dan alumni yang mempunyaikepedulian terhadap perkembangan pesantren serta para santri sendiriyang telah dianggap mampu untuk mengajar dan berkompeten padadisiplin ilmu yang telah dikuasai. Tabel III Daftar nama ustadz Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. No.
Asatidz Reguler
Asatidz Tematik
1
KH Abdul Basith, MPd.I
Dr. Ilya Muhsin, M.Si
2
KH Sonwasi Ridwan, BA
Dr. M. Ghufron, M. Ag
3
KH Dimyati Haramain
Dr. Faqih Nabhan
4
KH Zunaidy, BA
KH. Imam Baihaqi, M.Ag
5
K. Muhyi
Moh Khusen, M.Ag, MA
6
Munajat, MA, PhD
Kastolani, M.Ag
7
Murtadlo, S.Ag
Miftahuddin, M.Ag
8
Ahmad Asy’ari, S.Ag
Syukron M.Si
9 10 11 12 13 14
Agus Sauedy, Lc Wahidin, M.Pd.I H. Dimyati Susilo Prof. Dr. Mansur Prof. Dr. Budiharjo Kastolani, M.Ag
66
b. Keadaan santri Sedangkan para santri berasal dari banyak daerah diantaranya: Batang, Boyolali, Pati, Purwodadi, Demak, Magelang dan daerah-daerah lain. Semua santri ponpes salafiyah adalah mahasiswa, mayoritas dari IAIN Salatiga dan beberapa dari UKSW dan STIEAMA. Adapun nama-nama santri secara terinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel IV Daftar Nama Santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Nama Sholihul Hadi Ahmad Abidin Fadhil Yahya Budi Utomo Wawan Kurniawan M. Abdul Rosid Wahyu Najib Fikri Ihda Muflih Saifullah Panji Asoka Rahmat Wiguna Arif Ridho Jamasri Bangki Putra Dewandaru Annilta Manzilah Adlimah Dwi Supriatiningsih Diah Ayu Sita Erni Istiani Fauzul Muna Amalia Firdha Afifia Putri Leiliyah Maghfuroh Nuril Mimin Jannah Retna Tri Susanti Siti Maskanah
67
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
Ulun Nlayyiroh Umi Maghfiroh Uswatun Khasanah Titik Isniatus Solikhah Himmatul Aliyah Risa Suryani Roisa Indriani Anggun Klarasinta Khuzaimah Miftah Nuril Maulida Risma Zuliana Dewi Fitri Ananta Yustika Maulani Laila Risalul Umami Iin Isna Sofiana Taufiqotul Baroroh
Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
5. SejarahBerdirinya Pondok Pesantren dan Silsilah Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. a. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan didirikan pada tahun 1770 M bertepatan dengan tahun 1192 H. Pondok Pesantren Salafiyah Pulutandidirikan bersama dengan dibangunnya Masjid Asy-Syarqowi Pulutan. Masjid Asy-Syarqowi merupakan masjid induk di daerah Pulutan dan sekitarnya. Masjid Asy-Syarqowi dikatakan masjid tertua disekitar daerah Pulutan dan wilayah sekitarya, setelah Masjid Kauman Kota. Dengan satu petunjuk cerita, bahwaMasjid Asy-Syarqowi pada masa lalu merupakan masjid yang digunakan untuk melaksanakan solat jum’at didaerah Pulutan dan daerah lain seperti Candran, Candi, Jombor dan daerah lain disekitarnya.
68
Antara bangunan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan dan bangunan Masjid Asy-Syarqowi dibangun dengan bentuk berhadapan. Bangunan pondok menghadap barat dan bangunan masjid menghadap timur. Sedangkan tentang nama masjid adalah diambil dari nama pendirinya yakni Kyai Syarqowi. Dua bangunan tersebut yaitu Pondok Pesantren Salafiyah dan Masjid Asy-Syarqowi yang berada di dalam satu lokasi dan dibangun bersamaan nampaknya memiliki arti khusus. Mestinya ada hikmah yang terkandung, yang sampai saat ini belum terungkap. Bangunan fisik gedung didirikan di tanah milik KH. Kozin. Tanah seluas 50 m2 untuk bangunan masjid Asy-Syarqowi, dan tanah seluas 60 m2 untuk bangunan Pondok Pesantren Salafiyah. Tanah seluas 50 m2 untuk Masjid Asy-Syarqowitelah memiliki status wakaf sedang tanah untuk bangunan Pondok Pesantren masih merupakan hak milik. Bangunan fisik gedung Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan dibangun dengan bahan kayu jati untuk rangkanya dan dinding bambu untuk (gedheg), pada kali pertama dibangun. Jadi terbilang merupakan bangunan tipe sangat sederhana. b. Silsilah Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Untuk mengetahui silsilah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan, diperlukan keluarga Kyai Syarqowi. Maka silsilah ini lebih tepat jika dimuali dari kakek Kyai Syarqowi yakni Mbah Primbon Tarunodipo.
69
Mbah Primbon Tarunodipo berputra empat orang; anak pertama tidak diketahui (missing), Sukimin, Rakimin, dan Ta’lim. Dari Ta’lim menurunkan Kyai Syarqowi; generasi pertama Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan, sekaligus pendirinya. Sementara itu Kyai Syarqowi berputra Kyai Surur yang akhirnya menjadi generasi kedua Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan. Kyai Surur menikah dengan Ny. Siti Aisyah, yang menurunkan enam putra yakni KH. Soleh Bandungan, Kyai Dalail Jombor, KH. Dakoik Nawawi Pulutan, Sofiah (wafat pada usia 21 tahun), KH. Damanhuri Pulutan dan H. Khozin Pulutan. Pada tahun 1928 Kyai Surur berangkat ibadah haji ke tanah suci dan wafat disana. Untuk itulah diantara enam putra itu harus ada yang menempati sebagai pengganti pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan sebagai generasi ketiga dari para pendahulunya. Sebagai genersi ketiga yaitu KH. Dakoik Nawawi. Untuk sekedar diketahui generasi-generasi pendahulu adalah imam-imam ajaran thariqah Naqshabandiyah Qadiriyah, yang para jamaahnya datang dari segala penjuru Salatiga dan Kabupaten Semarang berjumlah ratusan pengikut. Kelebihan-kelebihan “linuih” memang telah dikenal oleh masyarakat, bahwa KH. Dakoik Nawawi dan para pendahulunya mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Hal ini diketahui para nara sumber dan masyarakat. Jika diceritakan disini dapat disebutkan, diantara para sesepuh itu yakni KH.
70
Dakoik Nawawi mempunyai kelebihan dapat berjalan di atas air, dapat membuat pepaya yang sudah matang menjadi keras sehingga para santri tidak dapat mengelupas kulitnya, dan lain-lain kelebihan dalam ilmu batin. Tahun 1987 KH. Dakoik Nawawi wafat pada usia 106 tahun, selanjutnya generasi keempat Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan diserahkan kepada KH. Kodri Nawawi yang merupakan putra dari KH. Dakoik Nawawi dari Istri yang ketiga (Ny. Romzatun). Penyerahan kepengasuhan tersebut dibuktikan dengan wasiat: -
Untuk imam Jum’atan diserahkan kepada Kyai. Mu’minan (Pulutan kidul).
-
Untuk pengurusan bangunan fisik pondok diserahkan kepada Muh. Jajuli (mantan santri/ lurah pondok).
-
Untuk
pengasuh
Pondok
Pesantren
Salafiyah
Pulutan
diwasiatkan kepada KH. Kodri Nawawi. Selanjutnya KH. Kodri Nawawi menunjuk Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I sebagai generasi kelima pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan. Namun, KH. Abdul Basit menghendaki agar tanggung jawab kepengasuhan pondok pesantren tidak hanya beliau saja, tetapi bersamasama dengan para tokoh agama yang lain. Diantara tokoh agama tersebut adalah KH. Zunaidi, BA., KH. Sonwasi Ridwan, Kyai. Dimyati Haromen, Munajat, P.hd., Kyai. Bastari.
71
Dari berbagai sumber data tentang pemilihan lurah pondok, dapat disimpulkan bahwa model pemilihan lurah pondok pesantren kebanyakan ditunjuk oleh sang Kyai pengasuh. Penunjukannya dilakukan dengan pengamatan secara khusus (maknawiyah). Biasanya siapa yang pandai dalam mengaji diangkat dan ditunjuk sebagai pemimpin santri dengan maksud sebagai badal Kyai pengasuh (pengganti sementara selama sang Kyai mengalami kesibukan di luar pondok pesantren). Jadi, lurah disini berfungsi sebagai koordinator para santri yang lebih junior. Pemilihan lurah baru dilaksanakan secara demokrasi sekitar tahun 1988. Karena santri semakin banyak dan pengetahuan mereka mengikuti perkembangan zaman, maka mendorong untuk dilaksanakan pemilihan lurah pondok pesantren melalui suara terbanyak. Sedangkan Kyai Pengasuh memberikan legitimasi dengan persetujuan pada lurah yang telah dipilih para santri. 6. Kronologi Pembangunan dan Bentuk Fisik Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga a.
Kronologi Pembangunan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga Seperti diketahui bangunan fisik gedung Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan didirikan dengan menggunakan bahan bangunan yang sederhana yakni kayu jati dan dinding kepangan bambu (gedheg). Bentuk bangunan berkaki 16 buah setinggi 50cm dari permukaan tanah, dengan 6 buah kamar berbentuk persegi seluas 2 x 2 m2. Di tengah bangunan
72
terdapat ruang persegi panjang sisa dari kamar-kamar yang ada, sekaligus tempat mengaji dan tempat tidur. Pada tahun 1950 dinding gedheg tersebut direhab dengan dinding papan kayu sengon. sebenarnya dinding gedheg tersebut masih dianggap baik, sehingga sebagian tokoh masyarakat di Pulutan tidak menyetujui hal tersebut. Bangunan Pondok Pesantren yang relatif kecil dan sederhana tidak seimbang dengan jumlah santri yang ada. Santri yang bermukim di Pondok Pesantren Salafiyah semakin banyak, apalagi jika ditambah dengan santri kalong akan semakin membengkak. Hal ini menjadi pemikiran para tokoh agama di desa Pulutan. Pada tahun 1967/1968 bangunan fisik gedung pondok pesantren ditambah dengan bangunan baru yang ditepatkan di bagian utara pondok yang lama (semula tempat sepeda santri).
bangungan ditambah lagi
dengan bangunan baru berbentuk U pada tahun 1984/1985 ditempatkan dibelakang bangunan pondok yang lama. seluruh kamar berjumlah 21 dan semua diperuntukkan sebagai tempat tidur para santri. Sebagai tambahan perlengkapan untuk keperluan memasak santri, maka dibuat pula dapur dan sumur. untuk pendukung bangunan dibuat pula tempat sepeda dan tempat jemuran. Untuk masa sekarang fasilitas gedung telah dianggap cukup memenuhi. Hanya perbaikan/ renovasi/ rehab harus sering dilakukan disebabkan bangunan yang ada merupakan
73
bangunan tua/ cukup umur, dan bahan bangunan yang dipakai terlihat memiliki kualitas yang tidak begitu baik. 7. Kondisi Keagamaan Masyarakat sekitar Pondok Pesantren Kondisi masyarakat lingkungan sekitar pondok merupakan masyarakat yang religius, artinya masyarakat memiliki banyak kegiatan keagamaan seperti kegiatan rutin tahlil keliling, pengajian rutin melibatkan santri pondok. Masyarakat lingkungan pondok sangat mendukung kegiatan pesantren dan memberikan perhatian yang bersifat kekeluargaan sehingga hubungan emosional antara masyarakat sekitar dengan santri terbilang cukup sangat baik. Tidak hanya dalam hal kegiatan keagamaan akan tetapi kegiatan yang bersifat sosial seperti, pengurus jenazah, olahraga dilapangan, mantenan, dan sebagainya. Para santri pondok dilibatkan sebagai bentuk kerukunan. Hal ini menunjukkan interaksi sosial yang baik dapat memberikan pembelajaran dan pendewasaan bagi para santri untuk kehidupan bermasyarakat di masa mendatang. Sehingga ketika keluar dari pondok para santri alumni dapat mengamalkan ilmunya serta bermanfaat bagi lingkungan sekitar. 8. KegiatanBelajar mengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Seperti pondok-pondok pesantren yang lain, Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan menggunakan sistem sorogan (Individual) dan bandongan (klasikal).
74
a. Sistem Sorogan/ Bandongan dan kitab-kitab yang dikaji Bandongan merupakan bentuk belajar mengajar dengan cara ustadz membaca kitab kuning yang dikaji, memberi makna dan menerangkan isi yang dibaca, sedangkan kelompok santri menyimak dan menulis makna dan keterangan ustadz yang dianggap penting pada kitab yang masing-masing dibawa santri. Kitab yang dikaji hanya satu jenis. Kitab-kitab kuning yang biasa digunakan dalam pengajian bandongan di Pondok Pesantren Salafiyah antara lain: Ta’limu almuta’allim, Kifayatul Akhyar, Durrotun Nasikhin, Mukhtarol Hadist, Dan kitab-kitab kuning lain yang diintruksikan oleh ustadz. Kemudian ada beberapa kegiatan yang menjadi rutinitas harian maupun mingguan para santri, antaralain: Shalat Tahajut dan Duha, Kegiatan Khitobah, Tadarus Al-Qur’an, Barjanji dan Rebana, Ziarah Kubur, Tahlilan. 1) KurikulumPembelajaran disesuaikan dengan intruksi ustadz, artinya kurikulum bersifat fleksible. Apa yang menjadi anjuran Kyai itulah yang menjadi bahan pembelajaran para santri. 2) Lokasi/ Tempat Belajar Mengajar Kehidupan Pondok Pesantren merupakan kehidupan penuh sahaja. Hal ini mungkin disebabkan karena keterbatasan fasilitas yang ada dan yang digunakan. Sedangkan dalam proses belajar mengajar di
75
Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan, tempat yang dipergunakan antara lain: a) Aula (jerambah) pondok pesantren. b) Kamar (gotaan/ kotak) pondok pesantren. c) Rumah penduduk yang diperlukan. d) Serambi Masjid. Memang untuk tempat belajar mengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan bisa dianggap belum teratur, artinya belum memiliki tempat tertentu untuk kegiatan belajar mengajar. Hal ini sampai saat sekarang masih berlangsung disebabkan: a) Belum adanya tempat khusus untuk kegiatan belajar mengajar. b) Keinginan individu santri untuk mengaji bermacam-macam. (1) Ada individu santri yang ingin mengaji pada sesama santri yang lebih senior, otomatis tempat yang digunakan adalah kamar santri. (2) Ada individu santri yang ingin mengaji pada seorang ustadz yang ada disekitar pondok pesantren sehingga proses kegiatan belajar mengajar harus dilaksanakan di rumah ustadz(yang notabene rumah penduduk).
76
B. TEMUAN PENELITIAN 1. Kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga a. Pentingnya pendidikan yang diterapkan pondok pesantren Di pondok pesantren salafiyah pulutan, para santri dibiasakan untuk mengikuti solat berjamaah di masjid asy syarqowi. Melaksanakan hal yang menjadi wejangan para kyai, misalnya saja melaksanakan ibadah-ibadah sunnah seperti pembiasaan solat sunnah misalnya saja solat jahajjut, shalat dhuha, shalat sunnah rawatib, shalat hajat, dan pembiasaan puasa sunnah. Seperti yang disampaikan Ana “Menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk mengaji, shalat berjama’ah, shalat malam, puasa senin-kamis dan ajaran sunah lainnya” Sebagaimana Titik berpendapat Pembiasaan Shalat berjama’ah, biasanya sebelum Subuh sudah dibangunkan untuk melaksanakan shalat malam atau shalat sunah lainnya.
Selain itu, sebagai seorang santri hendaknya selalu bersikap dengan santun, sesuai dengan etika yang ada. Sebagaimana disampaikan oleh Kh. Sonwasi Ridwan: “Apapun keadaanya dan dimanapun tempatnya, perilaku santri harus tetap ditunjukkan, dan ketika berbaur dengan masyarakat sadar bahwa dia seorang yang dan menjaga perilakunya”.
Beliau juga menyampaikan pendapat tentang tujuan pendidikan pesantren:
77
“Tujuan pendidikan pesantren adalah satu, menjadikan orang yang ma’yul islami kesadaran terhadap tugas-tugas keislamannya kuat. Menjadi orang yang bisa dicontoh oleh orang yang ada disekitarnya. Hubbul watonmencintai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)”
Hal ini dimaksudkan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pembiasaan-pembiasan tersebut pada akhirnya akan menjadi pembiasaan yang baik kelak saat santri terjun dimasyarakat. Santri dapat dijadikan sebagai uswah bagi masyarakat dan orang-orang terdekat. Hal ini menjadi suatu akhlaqul karimah. b.
Kultur pendidikan dalam pembentukan akhlaq Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang memiliki peran yang utuh dalam membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang nantinya mampu menjawab tantangan dunia pendidikan. Kultur pendidikan yang ada di pesantren salafiyah antara lain Pembelajaran kitab-kitab kuning, bimbingan pengasuh pondok pesantren terhadap santri dan bertujuan dalam pembentukan akhlaqul karimah. Pendidikan merupakan dasar bagi perkembangan pola pikir dan sikap moral manusia dalam kehidupannya. Apabila pendidikan anak dinilai kurang, terutama pendidikan agama, maka moral mereka akan berkembang kurang baik dan dalam waktu lama akan merusak lingkungan masyarakatnya (Haryanto, 2012:214). Demikian juga apa yang disampaikan oleh Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I bentuk-bentuk pendidikan akhlaq:
78
“Bentuk-bentuknya tentu melalui pengajian, melalui kegiatankegiatan yang ada di pondok terkait dengan menghadapi tamu atau apa, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pondok”. 2. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan santri dalam usaha pembentukan akhlaq santri pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga a. Kegiatan yang dilakukan santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga Sepertiyang disampaikan KH.AbdulBasith bahwa: “Kegiatannya ada kegiatan harian dan mingguan. Kegiatan harian seperti mengaji kitab-kitab kuning setelah shalat Subuh, Maghrib, dan Isya’. Sedangkan kegiatan yang mingguan, seperti diba’an yang dilaksanakan setiap malam Jumat. Kemudian ro’an dilaksanakan setiap Jumat pagi. Selain itu, setiap Jumat malam Sabtu diadakan khitobah untuk melatih sikap percaya diri sebagai bekal santri kelak saat terjun di masyarakat”. Sesuai yang disampaikan oleh Abdul Rasid bahwa: “Banyak sekali selain pengajian kitab-kitab turros, kitab-kitab kuning, kemudian ada pelatihan tarik suara seperti tilawah, kita setiap malam Jumat ba’da magrib ada yasinan, kemudian setelah isa ada barzanji, kemudian pada Jumat pagi ziarah kubur ke makam Mbah Dakoik Nawawi selaku babat alas pondok Salafiyah ini. Malam Sabtu ada khitobah, kemudian pada malam Selasa biasanya kita manakiban yang dipimpin oleh pak kyai sendiri” Santri mengikuti kajian kitab-kitab sesuai dengan jadwal yang ada. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana keilmuan bagi santri, sehingga memiliki intelektual agama yang kuat. 1)
Kegiatan pendidikan rutin di pesantren Setiap harinya para santri mengikuti kajian kitab-kitab kuning sesuai dengan jadwal. Hal ini sebagai sarana santri untuk menambah wawasan dan keilmuan. Kitab-kitab yang dikaji seseuai dengan intruksi kyai ataupun permintaan dari santri, terkadang
79
disesuaikan juga dengan hari libur sekolah/ PHBI. Misalnya saja saat puasa, kajian kitab disesuaikan dengan waktu, kira-kirta dalam satu bulan sudah selesai, artinya kitab yang dikaji lebih tipis. 2)
Shalat Tahajut dan Duha Pagi-pagi sebelum subuh, biasanya para santri sudah dibangunkan oleh kyai, untuk melaksanakan shalat sunnah tahajjut dan shalat sunnah fajar, setelah itu mengikuti shalat berjamaah. Hal ini ditanamkan oleh kyai Abdul Basit agar selalu tertanam dalam diri santri, sehingga menjadi suatu kebiasaan yang istiqomah. Hal ini menjadi salah satu yang tertanam dalam diri santri, karena terbiasa di pondok pesantren melaksanakan hal ini, sehingga saat dirumah sudah berjalan dengan sendirinya tanpa paksaan.
3)
Kegiatan Khitobah Kegiatan khitobah dilaksanakan setiap hari jum’at malam sabtu, kegiatan ini sebagai sarana santri untuk memupuk mental dalam berbicara di depan umum, sekaligus sebagai sarana santri untuk memberi masukan kepada santri lain. Santri belajar bagaimana menjadi karakter/ seseorang yang sedang berbicara di depan umum. Misalnya saja ada yang menjadi pembawa acara, pengisi acara, sambutan dan lain-lain.
80
4)
Tadarus Kegiatan tadarus di pondok pesantren dilaksanakan setiap ba’da magrib, isa’ dan subuh sebelum memulai kajian kitab kuning dengan kyai. Tadarus memupuk santri untuk mengingat ayat-ayat suci Allah, agar hati menjadi tenang.
5)
Barjanji dan Rebana Berzanji atau rebana dilaksanakan setiap hari kamis malam ba’da shalat isa. Semua santri mengikuti kegiatan ini, didampingi oleh ustaz dan diikuti juga oleh warga masyarakat sekitar. Dalam kenyataannya, grup rebaga pondok pesantren terkadang juga dipanggil untuk mengisi di acara hajatan-hajatan warga sekita, misalnya saja pada acra mantenan, sunatan, pengajian dan lain-lain.
6)
Ziarah Kubur, Tahlilan Ziarah kubur biasanya dilaksanakan kamis sore ba’da shalat asar ataupun hari jum’at pagi sebelum kegiatan ro’an dilaksanakan. Tahlilan juga merupakan hal lain yang menjadi kegiatan para santri, biasanya dilaksanakan setiap kamis malam ba’da magrib. Santri juga dilatih untuk bisa memimpin tahlil.
b. Metode pendidikan yang diterapkan di pesantren pulutan salatiga 1) Metode keteladanan Keteladanan dari seorang kiai merupakan salah satu kultur pesantren yang pasti ada, kyai menjadi panutan kyai dalam
81
bertindak dan beribadah. Hal-hal yang menjadi kebiasaan kyai biasanya akan menjadi uswah bagi santri, biasanya santri akan mengikuti hal tersebut. 2) Metode Latihan dan Pembiasaan Pembiasaan yang diterapkan di pondok pesantren salafi diantaranya mengikuti shalat berjamaah, berkata baik. Santri dilatih untuk menjalani tirakat dalam bentuk puasa sunnah dan sunnahsunnah lainnya. Tak terkecuali pembiasan dalam shalat berjamaah. Seperti yang disampaikan oleh Kh. Abdul Basith: “Pembiasaan yang dilakukan melaksanakan shalat berjama’ah.”
misalnya
pembiasaan
3) Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran) Saat mengakaji sebuat kitab kuning, terkadang kyai memberi gambaran cerita yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi para santri. 4) Mendidik melalui mauidzah (nasehat) Nasehat adalah salah satu bentuk kasih sayang ataupun perhatian kyai kepada seorang santri. Setiap harinya santri selalu mendapat nasehat-nasehat yang baik ari para kyai, baik saat melakukan kajian kitab ataupun saat duduk bersama di jerambah masjid setelah shalat. “Seperti disampaikan Abdul Rasid ketika setiap hari ada contoh yang baik, ada kata-kata yang selalu memotivasi kami untuk berbuat baik itu pasti ada perubahan”.
82
Dalam kesehariannya, kyai selalu memberikan nasehat-nasehat yang baik kepada para santri, baik saat mengaji, bercengkerama di jerambah masjid dan sebagainya. 5) Mendidik melalui kedisiplinan Salah satu kedisiplinan yang terus dihimbau oleh kyai adalah disiplin dalam melaksanakan shalat dan ibadah wajib ataupun sunnah lainnya. Termasuk dalam disiplin mengaji, sebelum kyai datang, santri harus siap untuk menerima ilmu yang disampaikan. 6) Mendidik melalui targhib wa tahzib Kyai
mengaitkan
ayat-ayat
Al-Qur’an
dengan
realitas
keseharian siswanya, sehingga makna ayat-ayat itu benar-benar ditujukan buat mereka. Metode ini sesuai dengan kejiwaan manusia, bahwa manusia menyukai kesenangan dan kebahagiaan, dan ia membenci kesengsaraan dan kekurangan. Guru harus bisa meyakinkan siswa agar mereka selalu cenderung pada iman dan kebaikan, dan menghindari kekufuran. 7) Mendidik melalui kemandirian Santri dilatih mandiri untuk melakukan apapun aktifitas yang ada di pesantren, seperti mencuci baju, memasak makanan sendiri dan sebagainya. Kemandirian dalam mengatur keuangan pondok pesantren juga menjadi salah satu bentuk kemandirian.
83
3. Hubungan kultur pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga dengan pembentukan akhlaq para santri. Kultur pendidikan yang ada di pesantren seperti uswah dari kyai, kajian kitab kuning, dan nasehat-nasehat yang diberikan, menjadi suatu pembelajaran bagi santri. Pembiasaan yang baik dipesantren, kegiatankegiatan yang ada di pesantren pada ahirnya akan menjadi suatu akhlaq yang tertanam dalam diri santri. Kultur pendidikan di pesantren memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan pendidikan lain ataupun pendidikan formal disekolah. Dengan pembelajaran yang ada, pembiasan-pembiasaan dan nasehat yang diberikan kyai/pengasuh kepada para santri tentunya akan menjadi sesuatu yang dapat merubah diri santri menjadi lebih baik, artinya pemahaman tanggung jawab sebagai seorang hamba yang diwajibkan menjalankan perintahNya dan menjauhi segala larangannya. Pendidikan pesantren yang khas secara berkesinambungan pada akhirnya akan membentuk akhlaq santri yang baik, atau yang biasa disebut dengan akhlaqul karimah.
84
BAB IV PEMBAHASAN A. Kultur Pondok PesantrenTerhadap Pembentukan Akhlaq Para Santri di Pondok Pesantren Salafiah Pulutan Salatiga. 1. Pentingnya pendidikan yang diterapkanPondok pesantren Manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Generasi muda adalah generasi yang akan berperan dimasa yang akan datang. Oleh karenanya harus dibekali dengan iman yang kuat dalam menghadapi kehidupan yang semakin berkembang. Banyak tantangan yang akan dihadapi; masalah moral, susila, pendidikan, politik dan sebagainya. Maka dibutuhkan benteng iman yang kokoh
dan pengetahuan agama
sebagai syarat yang mutlak dimiliki generasi muda, khususnya para santri. 2. Kultur pendidikan dalam pembentukan Akhlaq Setiap pendidikan memiliki kultur yang berbeda-beda. Dan pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang memiliki kultur yang unik yang berbeda dari lembaga pendidikan lainnya. Dan merupakan bagian dari lingkungan dan kultur merupakan ruh dari sebuah pesantren. Salah satu faktor penting dalam pembentukan
akhlaq
adalah
kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudahdikerjakan.
85
Kebiasaan
dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah nurani.
Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering diulang-ulang. Harapannya kebiasaan-kebiasaan positif yang dijalani dipesantren seperti ritual peribadatan: shalat, mengaji, tahajut, mengurus diri secara mandiri, disiplin dan sebagainya dapat dijalankan meskipun santri tersebut tidak berada dilingkungan pondok pesantren. Selain itu sikap ketawadhu’an terhadap guru maupun orang yang lebih dituakan adalah hal yang penting karena perbuatan tersebut adalah salah satu ciri akhlaqul karimah. Semua bentuk kebiasaan itulah yang akan menginspirasi dan dilakukan pula dimasa mendatang sehingga terbentuklah akhlaq yang mulia. B. Aktivitas sehari-hari yang dilakukan santri dalam usaha pembentukan akhlaq pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga. 1. Kegiatan Pendidikan Harian di pesantren a. Ngaji Kitab: Ba’da Magrib, Isya’, Subuh Seperti pondok-pondok pesantren yang lain, Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan menggunakan sistem sorogan (Individual) dan bandongan (klasikal). Kegiatan ini dilakukan hampir setiap hari. Sistem Sorogan/ Bandongan dan Kitab-Kitab Yang Dikaji antara lain: Ta’limu al-muta’allimu, Kifayatul Akhyar, Durrotun Nasikhin, Mukhtarol Hadist, dan kitab-kitab kuning lain yang diintruksikan oleh ustadz.
86
Santri mengikuti kajian kitab-kitab sesuai dengan jadwal yang ada. Hal ini dimaksudkan sebagai sara menambah keilmuan bagi santri sehingga memiliki intelektual agama yang kuat. Seperti yang disampaikan oleh KH. Abdul Basit bahwa: “Kegiatannya ada kegiatan harian dan mingguan. Kegiatan harian seperti mengaji kitab-kitab kuning setekah shalat subuh, magrib, dan isa’. Sedangkan kegiatan mingguan seperti diba’amn yang dilaksanakan setiap kamis malam jum’at. Kemudian khitobah yang dilaksanakan setiap jum’at malam, dan ro’an yang dilaksanakan setiap jum’at pagi.
Sesuai yang disampaikan oleh Abdul Rasyid bahwa: “Banyak sekali, selain pengkajian kitab-kitab turros, kitab-kitab kuning, kemudian ada pelatihan tarik suara seperti tilawah, kita setiap malam jum’at ba’da magrib yasinan, kemudian setelah isa’ ada berzanji, kemudian pada jum’at pagi ziarah kubur ke makam mbah Dakoik Nawawi selaku babat alas pondok salafiyah ini. Malam sabtu ada khitobah, kemudian pada malam selasa biasanya kita manaqiban yang dipimpin oleh pak kyai sendiri”.
b. Shalat Tahajut dan Duha Pagi-pagi sebelum subuh biasanya para santri sudah dibangunkan oleh kiai, untuk melaksanakan shalat sunnah tahajjut dan shalat sunnahfajar, setelah itu mengikuti shalat subuh berjamaah. Hal ini ditanamkan oleh kiai Abdul Basit agar selalu tertanam dalam diri santri, sehingga menjadi suatu kebiasaan yang istiqomah. c. Kegiatan Khitobah Kegiatan khitobah dilaksanakan setiap hari jum’at malam sabtu, kegiatan ini sebagai sarana santri untuk memupuk mental dalam
87
berbicara di depan umum, sekaligus sebagai sarana santri untuk memberi masukan kepada santri lain. Santri belajar bagaimana menjadi karakter/ atau seseorang yang sedang berbicara didepan umum. Misalnya saja menjadi pembawa acara, pengisi acara, sambutan dan lain-lain. d. Tadarus Kegiatan tadarus di pondok pesantren dilaksanakan setiap ba’da magrib, isa’ dan subuh sebelum memulai kajian kitab kuning dengan kiai. Tadarus memupuk santri untuk selalu mengingat ayat-ayat suci Allah, agar hati menjadi tenang. e. Barjanji dan Rebana Berzanji dan rebana dilaksanakan setiap hari kamis malam ba’da shalat isa’. Semua santri mengikuti kegiatan ini, didampingi oleh ustadz dan diikuti juga oleh warga masyarakat sekitar. Dalam kenyataannya, grup rebana pondok pesantren terkadang juga dipanggil untuk mengisi di acara hajatan-hajatan warga masyarakat sekitar, misalnya saja pada acara mantenan , sunatan, pengajian da lain-lain. f. Ziarah Kubur dan Tahlilan Ziarah kubur biasanya dilaksanakan pada kamis sore ba’da shalat asarataupun hari jum’at pagi sebelum kegiatan ro’an dilaksanakan. Tahlilan juga merupakan hal lain yang menjadi kegiatan para santri, biasanya dilaksanakan setiap kamis malam ba’da magrib. Santri juga dilatih untuk bisa memimpin tahlil.
88
2. Metode pendidikan yang diterapkan di pesantren di Pondok Pesantren Pulutan Salatiga Berbicara kultur pesantren maka identik dengan penerapan metode yang digunakan. Setidaknya ada 7 metode yang diterapkan dalam membentuk perilaku Santri di Pondok Pesantren Pulutan salatiga, yakni a. Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); b. Latihan dan Pembiasaan; c. Mengambil Pelajaran (ibrah); d. Nasehat (mauidzah); e. Kedisiplinan; f Pujian dan Hukuman (targhib wa tahzib); g. Mendidik melalui kemandirian. a. Metode keteladanan Pendidikan perilaku lewat keteladana adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit bagi para santri. Dalam pesantren, pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan. Kiai dan ustadz di Pondok pesantren Pulutan Salatiga senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain. b. Metode Latihan dan Pembiasaan Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiaasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap normanorma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan di pesantren di pondok ini biasanya akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada kiai dan ustadz. Pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya. Sedemikian, sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana
89
santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya pada adik-adik pada junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian. c.
Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran) TujuanPaedagogis dari ibrah adalah mengntarkan manusia pada kepuasaan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang. Dalam hal ini Kiai maupun ustadz dipondok pesantren pulutan memberikan ceramah tentang sejarah maupun tentang peristiwa yang fenomenal untuk kemudian dikaji dan mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi.
d. Mendidik melalui mauidzah (nasehat) Kiai
dan
ustadz
di
pondok
pesantren
ini
memberikan
mauidzahnya secara rutin dalam kegiatan mengaji sehingga diperoleh berbagai nasehat yang sangat bermanfaat bagi para santri. Metode mauidzah, mengandung tiga unsur, yakni: 1). Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini santi, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam beramal; 2). Motivasi dalam melakukan kebaikan; 3). Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
90
Nasehat yang diterima untuk para santri ini menjadi sesuatu yang rutin diperoleh, karena motivasi berbuat kebaikan harus ditanamkan dan dikuatkan. e. Mendidik melalui kedisiplinan Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sangsi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi. Sangsi
diberikan
kepada
santri
yang
melanggar
dengan
memperhatikan hal berikut:
1) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran; 2) Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar memberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik; 3) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi santri yang melanggar, misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau jenis pelanggaran disengaja atau tidak.
Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri
91
yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren. f. Mendidik melalui targhib wa tahzib Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain; targhib dan tahzib. Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa. Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan hukuman. Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran agama)
yang
tujuannya
memantapkan
rasa
keagamaan
dan
membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu dan tempat. Adapun metode hadiah dan hukuman berpijak pada hukum rasio (hukum akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat ruang dan waktu. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajianpengajian, baik sorogan maupun bandongan. g. Mendidik melalui kemandirian Kemandirian tingkah-laku adalah kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanakan keputusan secara bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa berlangsung
92
di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan yang bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian. Pada tulisan ini, keputusan yang dimaksud adalah keputusan yang bersifat rutinitas harian. Terkait
dengan
kebiasan
santri
yang
bersifat
rutinitas
menunjukkan kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan aktivitas rutin, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang tidak tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat melakukan sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang mayoritas seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama. Apabila kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan rutinitas santri, maka kemungkinan santri memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.
93
C. Hubungan kultur pendidikan Pesantren dengan pembentukan akhlaq santri Menurut Antropolog Clifford Geertz salah satu ilmuan yang memberikan sumbangan penting dalam mendeskripsikan tentang pengertian kultur pesantren mengemukakan bahwa kultur pesantren dapat dideskripsikan pola nilai-nilai, mios, kebiasaan, yang dibentuk dalam perjalanan panjang pesantren atau prilaku nilai nilai, sikap hidup dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan cara memecahkannya (Zamroni, 2000:149). Dan dari uraian diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa kultur pesantren itu mengandung nilai nilai prilaku,pembiasaan, yang dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh lembaga pendidikan pesantren tersebut.
94
95
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Persepsi Kultur Ponpes Terhadap Pembentukan Akhlak a.
Pentingnya pendidikan yang diterapkan untuk pembentukan Akhlaqul Karimah Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang aalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan . jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Pendapat lain mengatakan Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode. Maka benar bahwa mendidik santri dengan kutur pendidikn yang baik maka menjadikan kebiasaan yang positif yang membentuk akhlaqul karimah.
b.
Kultur yang membangun Aspek-aspek pembentukan Akhlak Kultur pesantren yang khas dan sauri tauladan dari kiai serta ustad dipesantren banyak menginspirasi para santri. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kultur pendidikan pondok pesantren 96
menjadikan kebiasaan yang positif yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu menciptakan individu yang berakhlaqul karimah, baik akhlak kepada Allah, sesama manusia maupun lingkungannya. 2. Aktivitas/ kegiatan santri yang dilakukan dalam usaha pembentukan akhlak. a. Kegiatan santri di pesantren 1) Kegiatan Pendidikan Harian di pesantren 2) Shalat Tahajut dan Duha 3) Kegiatan Khitobah 4) Tadarus 5) Barjanji dan Rebana, 6) Ziarah Kubur dan Tahlilan b. Metode yang dilaksanakan di ponpes dalam membangun pembentukan akhlaqul karimah. h. Metode keteladanan i. Metode latihan dan pembiasaan j. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran) k. Mendidik melalui mauidzah (nasehat) l. Mendidik melalui kedisiplinan m. Mendidik melalui targhib wa tahzib n. Mendidik melalui kemandirian
97
3. Korelasi pendidikan pesantren terhadap akhlaq santri Kultur pesantren itu mengandung nilai nilai prilaku,pembiasaan, yang dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh lembaga pendidikan pesantren tersebut. B. Saran-saran Ada beberapa saran yang terkait dengan hasil penelitian tentang kultur Pondok pesantren terhadap pembentukan Akhlaqul Karimah sebagai berikut: 1. Kultur Pondok Pesantren a. Kepada Seluruh Ustadz Pondok Pesantren Bahwa kondisi akhlak generasi muda harus terus menerus dibenahi dan menjadi tanggung jawab bersama terutama Lembaga pendidikan baik formal maupun non formal (pondok Pesantren) guna membangun
generasi muda yang berakhlaqul karimah.
Kultur pondok pesantren harus tetap dipertahankan karena diharapkan mampu mencetak santri yang memiliki sikap tawadhu’ dan berakhlaqul karimah b. Kepada Santri ponpes Bahwa kultur yang ada di podok pesantren merupakan pendidikan pendewasaan diri sebagai sarana untuk melatih kebiasaan yang positif dan membangun akhlaqul karimah. 2. Pembentukan Akhlaqul karimah
98
a. Kepada Seluruh Ustadz Pondok Pesantren Bahwa kondisi akhlak generasi muda harus terus menerus dibenahi dan menjadi tanggung jawab bersama terutama Lembaga pendidikan baik formal maupun non formal (pondok Pesantren) guna membangun generasi muda yang berakhlaqul karimah b. Kepada Santri Ponpes Bahwa pendidikan di pondok pesantren sangatlah penting karena tidak hanya pendidikan agama saja yang diperoleh melainkan pendidikan akhlak yang mulia sesuai dengan norma agama, sosial dan norma hukum sehingga mampu menjadi generasi muda yang berkualitas. c. Kepada masyarakat Bahwa pendidikan di pondok pesantren sangatlah penting karena tidak hanya pendidikan agama saja yang diperoleh melainkan pendidikan akhlak yang mulia sesuai dengan norma agama, sosial dan norma hukum sehingga mampu menjadi generasi muda yang berkualitas. Maka kepada masyarakat henndaknya memasukkan anak ke pondok pesantren menjadi pilihan utama dalam membangun akhlaqul karimah
99
C. Penutup Demikian kajian skripsi yang dapat peneliti sajikan, tentu semua masih banyak kekeliruan dan kekurangan, sehingga dapat dikaji ulang kembali. Oleh karena itu peneliti tidak menutup kritik maupun saran yang dapat membangun dan dapat menghasilkan pemahaman yang efektif dan efisien. Akhirnya puji syukur “Alhamdulilah” panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberi petunjuk, kemudahan serta kelancaran dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Seiring do’a peneliti haturkan kepada Sang Kholik semoga bermanfaat dan menginspirasi khususnya bagi peneliti dan masyarakat. Amiiiiin.
100
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah Aceh, Aboebakar. 1991. Pendidikan Sufi Sebuah Karya Mendidik Akhlak ManusiaKarya Filosof Islam di Indonesia Cet ke-3. Solo: CV. Ramadhani. A’isyah. 2010. “Model Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini (Studi Kasus pada Masyarakat Alas Roban Desa Sentul Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun 2009)”Skripsi.Salatiga: JurusanTarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Amin, Achmad.1992. Etika. Jakarta: Bulan Bintang Arikunto, Suharsimin. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Azizy, Qodri. 2003. Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (mendidik anak sukses masa depan: Pandai dan Bermanfaat). Ali, Muhammad Daud. 2000. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Basit, Muhammad Abdul. 1995. “Dokumen Sejarah Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan, Sidorejo, Salatiga ”Dokumen. Salatiga: Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan. Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta Engku, Iskandar dan Zubaidah. Sejarah Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Furkon, Nuril. 2013. Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah, Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama. Hamid, Abdul. 2003. Madrasah Pendidikan Jiwa, .Jakarta: Gema Insani. Haryanto, Sugeng. 2012. Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok Pesantren Sidogiri-Pasuruan). Jakarta: Kementrian Agama RI Ibrahim, Anis. 1972. Almu’jam Al Wasith. Mesir : Darul Ma’arif. 1
Imammuddin, Basuni. et.al., Kamus Kontekstual Arab Indonesia. Depok: Ulinuha Press. Jamhari, Zainudin Muhammad Jamhari. 1998. Al Islam Jilid 2. Bandung: Pustaka Seti. Katsier, Ibnu.1986. Tafsir Ibnu katsier, Terj. Halim Bahreisy dan Bahreisy. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2005.Visionari Leadership menuju sekolah efektif, Jakarta: Bumi Aksara. Marimba, Ahmad. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: alMa‟arif. Masyhud, Sulton dan Moh. Khusnurdilo. 2005. Manajement Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. Maslihah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: CV. Orbittrust Corp. Mas’ud, Abdurrachman dkk., 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Muhaimin dan Abdul Mujib.1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya Cet. Ke-1. Bandung: PT. Trigenda Karya. Mustofa.1997. Ahlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia, 1997. Nasirudin. 2009. Pendidikan Tasawuf. Semarang: RaSAIL Media Group. Ratnasari, Ayu. 2016. “Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Guru dan Fasilitas Belajar Serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi Siswa Manu 01 Limpung Kec. Limpung Kab.Batang Tahun Pelajaran 2015/2016”Skripsi. Semarang: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri WalisongoSemarang. Razak, Nasrudin. 1993. Razak, Dienul Islam. Bandung: Al Ma’arif. Rosidin. 2015. Pengantar Akhlak Tasawuf. Semarang: CV Karya Abadi Jaya Sa’adah, Lailatus. 2015. “Sekularisme dan Pendidikan Akhlak (Studi Atas Pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas Tentang Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Menghadapi Sekularisme)” Skripsi.
2
Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al Qur’an, Bandung: Mizan. Soegarda Purbakawatja. 1976. Ensiklopedia pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Syaihany, Oemar Muhammad Al Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Terj.hasan Langggulung. Jakarta: Bulan Bintang. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Sujatma, Rika Rachmita. 2008. Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Jurnal Pendidikan. Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam Cet. Ke6.Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Umary, Barmawey. 1991. Materi Akhlak. Solo: Ramadhani. Ya’kub, Hamzah. 1993. Etika Islam. Bandung: Diponegoro Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: BIGRAF Publising Zuhrati.2003. Pengalaman Mengenai Peran Kultur.www.Zuhrati10069.Blogspot. com.
3
Lamp. 1 Skema rute/ letak strategis Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
masjid
candran pp. salafiyah
4
Lamp. 1.2 Skema Bentuk Bangunan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
2
3 3 7 4
1 5 6
8
9 12
12
12
12 9
12
13
12
11
9
11
11
10
Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Masjid Gudang Masjid Wc. Putri Tempat wudlu putri Tempat wudlu putra Wc. Putra Sumur
8. Garasi/ kantor 9. Kamar santri putra 10. Dapur 11. Wc. santri putri 12. Kamar santri putri 13. Aula
5
6
Lamp. 3.3 Silsilah Keluarga Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Primbon Jarunodipo
(Missing)
Sukimin
Rukimin
Ta'lim
KH. Syarqowi KH. Surur & Ny. Siti Aisyah
KH. Soleh
K. Dalail
Sofiah KH. Dakoik Nawawi
& Ny. Siti Aisyah
& Istri kedua
& Ny. Romzatun
1. KH. Dimyati
1. Toha
2. Siti Khoiriyah
2. KH. Kodri Nawawi
3. H. Sofwan
3. Salaubin 4. Khasoni 5. Muflihah 6. Muamir 7. Arfiatun 8. Zunaidi BA. 9. Tasrifah 6
KH. Damanhuri
H. K
Lampiran 2 1. Dokumentasi Wawancara dengan Asatidz
7
2. Dokumentasiwawancara dengan santri
8
Lampiran 3 Dokumentasi Kegiatan di pesantren 1. Berzanji/ diba’an
2. Dokumentasi Khitobah 9
3. Kegiatan penyembelihan hewan qurban
10
11
LAMPIRAN
12
Lampiran 1 Pedoman Wawancara A. Identitas Informan Kode Responden : Kode Data : Pekerjaan : Hari/tanggal : Waktu : B. Sasaran Wawancara Bagaimana pembentukan akhlaqul karimah pada santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan. Bagaimana peran pendidikan pesantren dalam pembentukan akhlak santri. C. Butir-butir Pertanyaan Daftar Pertanyaan Wawancara Kyai 1. Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? 2. Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak? 3. Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 4. Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah? 5. Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? 6. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 7. Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 8. Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren? 9. Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, apakah harapan Kyai kepada para santri setelah lulus dari pondok pesantren/ 10. Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
13
Lampiran 2 Pedoman Wawancara A. Identitas Informan Kode Responden : Kode Data : Pekerjaan : Hari/tanggal : Waktu : B. Sasaran Wawancara Bagaimana pembentukan akhlaqul karimah pada santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan. Bagaimana peran pendidikan pesantren dalam pembentukan akhlak santri. C. Butir-butir Pertanyaan Daftar Pertanyaan Wawancara Pengurus 1. Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? 2. Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak? 3. Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 4. Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah? 5. Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? 6. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 7. Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 8. Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren? 9. Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak? 10. Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
14
Lampiran 3 Pedoman Wawancara A. Identitas Informan Kode Responden : Kode Data : Pekerjaan : Hari/tanggal : Waktu : B. Sasaran Wawancara Bagaimana pembentukan akhlaqul karimah pada santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan. Bagaimana peran pendidikan pesantren dalam pembentukan akhlak santri. C. Butir-butir Pertanyaan Daftar Pertanyaan Wawancara Santri 1. Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? 2. Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak? 3. Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 4. Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah? 5. Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? 6. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 7. Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? 8. Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren? 9. Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak? 10. Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
15
Lampiran 4 Kode Penelitian Peran Pendidikan Pesantren dalam pembentukan Akhlaqul karimah Santri (Study kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga) 1. Responden No. Kode Nama 1. AB Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I. 2. SR KH. Shonwasi Ridwan 3. ZU H. Zunaedi, BA. 4. HE Sholihul Hadi 5. WK Wawan Kurniawan 6. MNF Muhammad Najib Fikri 7. BPD Bangkit Putra Dewandaru 8. MAR Muhammad Abdul Rasyid 9. ABI Abidin 10. AR Arif Ridho 11. TI Titik Isniatus Salihah 12. RS Risa Suryani 13. KZ Khuzaimah 14. RT Ratna 15. AN Ana 2. Metode Kode W O D
Metode Penelitian Wawancara Observasi Dokumentasi
3. Kategori Sumber Responden Kode PE K PG S
Keterangan Pengasuh Pondok Pesantren Kyai Pengurus Santri
16
Lampiran 5 Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : AB Kode Data : W/PE/AB Hari/ Tanggal : Rabu, 24 Agustus 2016 Waktu : 08.00 – 08.30 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B : Ya kalau di pesantren itu pendidikan akhlak itu justru yang paling utama, kalau pendidikan keilmuan itu justru nomor berikutnya, yang pertama itu akhlak yang utama. A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak? B
: Ya kalau penghambatnya paling tidak justru lingkungan, lingkungan itu biasanya banyak faktor banyak hal yang kaitannya dengan lingkungan itu mungkin karena memang di sini kondisi pondoknya masih terbuka, kadang-kadang banyak terpengaruh oleh kondisi luar. Kondisi fisik melihat adab di lingkungan sekitar. Kedua, kadang-kadang penghambat yang berikutnya terkait dengan akhlak mungkin masih banyak yang kurang memahami saja sesungguhnya manfaat atau peran akhlak itu sendiri, menghayati yang sesungguhnya. Ya kalau penunjang justru ketauladanan terutama dari seorang guru/ seorang kyai itu menjadi faktor yang paling menunjang. Kemudian antar teman bisa saling memberikan contoh ketauladanan, karena akhlak lebih cenderung pada ketauladanan tidak cukup hanya lisan. Kalau ajakan lisan itu hanya verbal saja bahkan tidak begitu dominan, yang menjadi dominan justru uswatun khasanah.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Bentuk-bentuknya tentu melalui pengajian, melalui kegiatan-kegiatan yang ada di pondok terkait dengan menghadapi tamu atau apa, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pondok.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Pembiasaan yang dilakukan misalnya pembiasaan melaksanakan shalat berjama’ah. 17
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Kegiatannya ada kegiatan harian dan mingguan. Kegiatan harian seperti mengaji kitab-kitab kuning setelah shalat Subuh, Maghrib, dan Isya’. Sedangkan kegiatan yang mingguan, seperti diba’an yang dilaksanakan setiap malam Jumat. Kemudian ro’an dilaksanakan setiap Jumat pagi. Selain itu, setiap Jumat malam Sabtu diadakan khitobah untuk melatih sikap percaya diri sebagai bekal santri kelak saat terjun di masyarakat.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kalau kurikulum pesantren itu sesuai apa yang ada di dalam kitab-kibab akhlak, di hadis-hadis juga banyak.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Yang menjadi pelaksana pendidikan akhlak di pesantren tentunya adalah Kyai sebagai pengajar dan santri sebagai penerima ilmu.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Yang namanya akhlak itu justru akan mengangkat derajat seseorang, kalau seseorang ingin diangkat derajatnya justru dari akhlak itu, diangkat derajatnya oleh siapapuun jadi orang yang mulia itu karena akhlaknya bukan kepandaiannya. Dan ketika seseorang ahlaknya baik, ilmunya itu akan ikut, seberapapun ilmu yang dimiliki. Justru orang pandai yang tidak didasari akhlak, ilmunya itu tidak ada faedahnya.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Akhlak santri, pesannya ya harus direalisasikan bersama dengan teman, masyarakat, guru dan terutama juga akhlak ketika beribadah kepada Allah sesuai dengan aturan yang ada.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, apakah harapan Kyai kepada para santri setelah lulus dari pondok pesantren?.
B
: Mengamalkan ilmunya, mengisi diri dengan akhlak kemudian bisa bermanfaat bisa berperan di masyarakat dengan baik. Harapannya seperti itu.
18
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : MAR Kode Data : W/S/MAR Hari/ Tanggal : Rabu, 24 Agustus 2016 Waktu : 19.46 WIB – selesai. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B : Pendidikan akhlak itu sangat penting, bahwasannya kita tahu bahwa menteri pendidikan itu menyarankan bahwa pendidikan karakter itu di nomor satukan ketimbang yang lainnya, ketimbang psikomotorik dan yang lain. Pesantren itu adalah salah satu lembaga yang mencetak para orangorang yang berakhlak, kalau masalah nanti dia pinter itu bonus. A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak? B
: Kalau yang menjadi penghambat itu kurangnya pemahaman, bahwasannya ketika seorang santri mengaji menimba ilmu akan ditadaburi apa isi ngaji tersebut. Kemudian diterapkan dalam dirinya, dan penerapan itu yang menjadi akhlak, merubah perilakunya menjadi lebih baik. Hambatannya, para santri kurang memahami kurang dapat mengaplikasikan apa yang didapat dari ngaji tersebut kepada diri sendiri. Untuk penunjangnya, para santri di sini Alhamdulillah masih diingatkan oleh Kyai, oleh para senior yang lain. Misalnya, ada santri masuk kemudian unggah-ungguhnya kemudian kesopanannya itu kurang pasti seniornya akan menegur akan memberi contoh yang baik itu adalah salah satu yang menjadi taladan. Jadi para senior itu menjadi teladan santrisantri yang akhlaknya kurang atau belum baik.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Untuk pembiasaanya di pondok pesantren Salafiyah ini, seperti salah satu contoh pak Kyai selalu mendisiplinkan kami dalam shalat Subuh misalnya, ketika sudah waktunya adzan Subuh kita dibangunkan untuk disiplin. Itu juga salah satu bentuk pembentukan karakter yang baik juga itu, bangun pagi. Kemudian ketika ada santri sang memakai pakaian yang tidak sopan, itu pasti akan disindir oleh kyai atau para asatid di pondok ini.
19
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Banyak sekali selain pengajian kitab-kitab turros, kitab-kitab kuning, kemudian ada pelatihan tarik suara seperti tilawah, kita setiap malam Jumat ba’da magrib ada yasinan, kemudian setelah isa ada barzanji, kemudian pada Jumat pagi ziarah kubur ke makam Mbah Dakoik Nawawi selaku babat alas pondok Salafiyah ini. Malam Sabtu ada khitobah, kemudian pada malam Selasa biasanya kita manakiban yang dipimpin oleh pak kyai sendiri.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Untuk kurikulum yang digunakan pokoknya kita manut apa dawuhnya kyai saja, bersifat fleksibel.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kalau yang menjadi pelaksana itu Kyai, santri dan warga masyarakat. Karena ketika ada salah satu santri yang melakukan tindakan kurang baik, masyarakat yang akan menilai. Kalau para senior, asatid dan Kyai itu pasti tidak akan dapat melihat 24 jam salah satu yang dapat menilai gerak-gerik santri di luar adalah masyarakat. Sebagai salah satu stake holder yang penting.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Ya tujuannya kita itu meneruskan dakwah nabi, nabi saja diturunkan untuk membenahi akhlak. Seperti hadits “innamȃ bu’itstu li-utammima lakhlȃq (aku diutus untuk menyempurnakan [terwujudnya] akhlaq yang mulia). Kemudian kita ingin meneruskan dakwah nabi itu supaya kedepannya orang itu tidak seenaknya sendiri, orang itu mempunyai tata cara hidup, mempunyai sopan santun.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Ya walaupun itu hanya setitik dari satu lembar yang kosong itu pasti ada, ketika setiap hari ada contoh yang baik, ada kata-kata yang selalu memotivasi kami untuk berbuat baik itu pasti adalah. Ada sedikit perubahan.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
20
B
: Untuk para santri, agar dapat mengaplikasikan apa yang didapat dari mengaji tersebut, jadi tidak hanya masuk dari telinga kiri keluar telinga kanan. Kita harus mentadaburi apa yang kita pelajari, mempraktekkan apa yang kita pelajari dan terus mengembangkan diri kita itu untuk selalu berbuat baik. Dan imbasnya adalah menjadi insan yang kaffah, menjadi manusia yang berakhlak sempurna.
Nb: Hal yang berbeda dari pondok ini yaitu kita sebagai santri diserahkan dengan seluruhnya, kita mempunyai wewenang dan otoritas. Itu yang membedakan, jadi ketika di pondok lain itu ada pengurus ada yang lain itu dari pihak asatid kalau kita tidak. Kita diserahkan sepenuhnya jadi manajemen pondok. Kemudian tata tertib itu kita yang buat sendiri dan tujuannya juga kita mentaati apa yang kita buat sendiri.
21
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : ABI Kode Data : W/S/ABI Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 22.11 WIB – selesai. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Menurut saya pendidikan pesantren sangat penting sekali, karena menurut saya pendidikan di pesantren sangat komplit sekali, dari sebuah kurikulum di pesantren, kalau melihat pendidikan di pesantren itu sudah mengalahkan pendidikan umum karena dari pagi sampai malam kita mengaji. Kalau masalah akhlak itu muncul dari pribadi masing-masing, karakter seseorang memang berbeda-beda, tapi karena kita seorang santri yang hidup di pesantren, dan pesantren adalah tempat untuk membentuk diri menjadi lebih baik.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Faktor utama yang menjadi penghambat adalah dari lingkungan yang ada di pesantren, yang namanya sifat negatif itu cepat diikuti para santri, soalnya yang berbau negatif itu pasti berbau kenikmatan.contoh disaat ada suara adzan ternyata kita asik main ps, padahal adzan adalah panggilan Allah. Ketika kita sering keluar, jangang ngaji itu juga faktor penghambat karena yang namanya maksiat itu memang asik, tapi jangan ditiru.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kita dilatih disiplin oleh romo Kyai, khususnya shalat jamaah. Misalnya, saat pagi kyai berupaya membangunkan santri agar ikut berjama’ah subuh. Kyai juga menunjukkan kewibawaan dengan memberi contoh tauladan yang baik, dimana para santri mengikuti hal tersebut.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Selalu istiqomah dalam mengaji, dalam rangka menambah wawasan ilmu, entah santrinya itu banyak ataupun sedikit.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga? 22
B
: Untuk kegiatannya dari malam senin sampai malam sabtu alhmdulillah full, malam senin itu ada Mukhtarol Hadits, kemudian malam selasa setelah Maghrib itu kita manaqiban, terus habis isa itu kita ngaji falaq, ta’limul muta’alim, terus mbah Shon itu Nashoihul Ibad, Sulam Taufiq itu di malam kamis habis Isya’, bagaimana bacaan shalat itu yang benar dan cara kita khusu’ dengan Allah, terus ada berzanji, ada khitobah.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kurikulum yang digunakan itu K13, Kompetensinya santri dapat merubah akhlaknya.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Pelaksananya ya seorang Kyai.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren? B
: Tujuan utama pendidikan di pesantren adalah untuk mencetak generasi yang berbobot, di mana generasi itu mau mengamalkan apa yang telah didapatkan, sitiko diamalke timbang akeh ora diamalke. Untuk merubah bangsa ini menjadi lebih baik.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Ya Insya Allah kalau diri saya pribadi itu masih berusaha, karena saya masih banyak keburukannya, ngrasani, entah bagaimana saya itu yang menilai adalah orang lain, tapi dari diri saya berusaha ingin menjadi baik.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Ya pesan saya, ketika kita berbicara dengan siapapun itu hati-hati dan waspada. Karena apa, ucapan kita itu belum tentu di respon baik oleh orang lain. Makanya kita itu harus berhati-hati dalam perkataan, karena lidah itu memang lentur ora ono balunge, tapi sekali ngomong itu man ceter koyo Harimau. Kita harus membentengi diri sendiri agar tidak terjerumus kepada hal yang tidak benar.
Nb
: Semua santri di pondok ini Salafiyah kebanyakan adalah mahasiswa, dan lingkungan masyarakat sekitar mendukung pendidikan yang ada di pesantren, baik tua maupun muda.
23
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : HE Kode Data : W/S/ HE Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 21.40 WIB – selesai. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Kalau dalam pesantren, dari awal itu adalah pembentukan akhlak santri, terbentuk dalam suatu proses di mana seseorang itu melakukan perubahan dari akhlak yang buruk menjadi akhlak yang baik, di mana salah satunya adalah di pondok pesantren.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Faktor penghambat dalam pembentukan karakter seseorang itu, kalau di sini tercondong dalam perilaku yang ada di sini terutama pada santri putra, ada beberapa santri yang tidak mematuhi aturan dan itu menjadi momok dalam hancurnya akhlak tersebut. Bisa jadi perilaku seseorang itu mencontoh perilaku tersebut. Kalau faktor itu bisa dari diri sendiri dan orang lain, misalnya jarang melakukan sesuatu atau melanggar sesuatu.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kalau pembentukan akhlak itu kita terapkan pada kegiatan sehari-hari, pada saat kita melakukan apa itu diselingi dengan pembicaraan yang baik dan membuat seseorang itu menjadi baik dan tidak boleh membuat akhlak seseorang itu menjadi tidak baik.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Kalau pondok pesantren itu mengajarkan akhlak santri dan mengaji kitab kuning, agar santri bisa mengambil hikmahnya dari kitab tersebut.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
24
B
: Kalau dalam kegiatan itu kita sering melakukan kegiatan mengaji kitab, ada khitobah, diba’an, yasinan dan lain sebagainya.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Dalam pondok pesantren ini menggunakan akhlaqul banin.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Ya semua, dari kalangan pengurus, maupun asatid semuanya berperan dalam membentuk akhlak santri.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Tujuan utamanya, jika seorang santri terjun langsung dalam masyarakat itu akan bisa menjadikan contoh yang baik dalam berhubungan sehari-hari dalam masyarakat tersebut.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Kalau dari diri saya terutama dalam akhlak itu berbeda, dulu sebelum masuk pesantren dan sesudah itu pasti berbeda, kalau saat di rumah itu belum berbau akhlak pondok tetapi kalau sudah masuk pada ranah pesantren pasti ada perubahan dalam perilaku.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Dari santri itu agar untuk memperbaiki perilaku seseorang, agar perilakunya lebih baik.
Nb
: Kalau untuk pondok itu sama, pembelajaran kajian Islami di mana di pondok lain itu belum tentu ada, yaitu kita mempelajari ilmu falaq atau ilmu perbintangan.
25
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : MNF Kode Data : W/S/MNF Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 19.01 – 19.11 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Pada dasarnya pendidikan nasional di Indonesia itu mengacu pada pendidikan ponok pesantren, bahwasanya pondok pesantren itu secara tidak langsung memberikan pendidikan akhlak dengan segala aturanaturan dan tata tertibnya yang sudah tertera di pondok pesantren. meskipun pondok pesantren bukan lembaga pendidikan formal, namun pendidikan nasional bercermin pada pendidikan pesantren.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Kurangnya rasa hormat santri kepada pengurus, karena pengurus di pesantren adalah para santri itu sendiri. Kemudian kurangnya rasa ta’dim dan sikap tawaduk santri kepada Kyai. Faktor penunjang yakni dibina akhlaknya dengan adanya pembelajaran kitab-kitab, kegiatan-kegiatan, tata tertib, dan lain-lain.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Pertama tata tertib, kedua pembelajaran dan sistem pembelajaran yang ada di pondok pesantren, dan kajian-kajian kitab yang ada.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Pertama, shalat berjama’ah, menganjurkan fastabiqul khairat (berlombalombalah dalam kebaikan)
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Kegiatan harian mengaji setiap ba’da Maghrib, Isya’ dan Subuh. Kegiatan mingguan seperti barzanji, manaqiban, khitobah, ro’an (bersihbersih) setiap hari Jumat
26
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kurikulum berbasis kompetensi, sesuai dengan Kyai, lebih fleksibel. Adanya saling keterbukaan antara santri dan Kyai.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Dapat dilihat dari dua sudut,. Pertama dari santri selaku subyek atau penerima pendidikan. Kedua, dari asatidnya sebagai objeknya. Jadi stimulus responnya tetap ada. Setidaknya, kalau asatid tidak menjelaskan, tapi secara tidak langsung asatid mempraktekkannya. Jadi, santri bisa menerima pembelajarn tersebut melalui peneladanan yang dilakukan oleh santri terhadap asatid.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Kita menganut pada prinsip Al ulama’ warasatul anbiya’ (ulama pewaris para nabi). Sebaik mungkin kita melakukan fastabiqul khairat sebagaimana layaknya santri.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Pembentukan akhlak yang baik, karena label seorang santri setelah terjun di masyarakat, yang dilihat utama adalah akhlaknya, kepandaiannya itu nomor dua. Perubahan selanjutnya yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat yang dapat diimplementasikan di masyarakat, ditularkan kepada orang lain.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Pertama, melakukan prinsip fastabiqul khairat. Kedua, menjaga akhlak.
27
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : AN Kode Data : W/S/AN Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 21.27– 21.34 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Dalam pembentukan akhlak, pendidikan pesantren itu sangat penting terutama dalam pembentukan karakter yang baik.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Faktor pergaulan teman sangat mempengaruhi. Baik buruknya teman sangat mempengaruhi terhambatnya proses pendidikan akhlak di pondok pesantren. Faktor lingkungan, lingkungan yang baik pasti mendukung hal-hal yang
baik. A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Bentuk-bentuk pembinaan seperti mengaji, shalat jama’ah ditertibkan, TPQ, bakti sosial, shalat malam dirutinkan untuk melatih santri supaya bisa mengatur waktu, bisa memanfaatkan waktu dengan baik.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk mengaji, shalat berjama’ah, shalat malam, puasa senin-kamis dan ajaran sunah lainnya.
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Mengaji, khitobah, diba’an, kerja bakti dan bakti sosial yang diadakan di luar pondok.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
28
B
: Untuk sementara ini belum ada karena pondok ini belum lama ditempati, jadi belum ditetapkan kurikulumnya.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Pelaksananya seluruh anggota yang ada di lingkungan pondok pesantren, dari mulai santri, Pak Kyai, warga dan masyarakat sekitar.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Mencetak generasi yang baik, berakhlaqul karimah, anak yang soleh dan solehah.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Perubahan yang saya rasakan dari sebelum di pesantren dan setelahnya, sebelunya saya itu susah bersosialisasi, sekarang hidup di pondok pesantren bersama teman-teman menjadi bisa bersosialisasi dengan temanteman sekitar. Kemudian dari pembiasaan shalat, awalnya tidak pernah tepat waktu karena sudah terbiasa di pondok pesantren itu terjadwal harus tepat waktu bisa mempraktekkan di rumah juga. Kemudian pembiasaan puasa-puasa sunnah, sebelumnya tidak pernah sekalipunpuasa sunnah sekarang menjadi rutin.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Pesannya adek-adek harus lebih bisa baik lagi, dalam mengikuti program-program yang ada di pondok pesantren.
29
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : RT Kode Data : W/S/RT Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 21.20– 21.27 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Pendidikan akhlak sangat penting, karena di zaman sekarang banyak akhlak anak yang kurang baik, akibat penyalahgunaan internet. Pesantren sangat penting dalam mengendalikan banyaknya akhlak yang kurang baik.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Faktor yang menghambat biasanya sering ngobrol pada saat mengaji, sering mengulur waktu, pengaruh buruk dari teman. Teman dan masyarakat yang baik dapat menunjang pembentukan akhlak yang baik.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Bentuk-bentuk pembinaan seperti mengaji, shalat jama’ah
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Berjama’ah, mengaji, shalat malam, puasa kliwonan, senin-kamis.
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Mengaji, diba’an, tahlilan, ro’an, TPQ bersama.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Tidak ada kurikulum yang terikat, sesuai intruksi dari bapak Kyai.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Santri.
30
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Tujuan pendidikan akhlak tentunya untuk membentuk akhlak yang baik.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Perubahan sangat besar bagi saya sendiri, awalnya saya tidak memakai jlbab, sekarang saya memakai jilbab. Dahulu saya tidak bisa mengaji akhirnya bisa mengaji. akhlak saya sebelumnya kurang baik, sekarang insya Allah menjadi baik.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Pesannya, saat kita di pondok kita konsentrasi kegiatan di pondok. Misalnya waktunya mengaji, kita mengaji. Setelah kita keluar dari pondok akhlak kita menjadi baik.
Nb : Hal yang menarik dari pondok Salafiyah daripada pondok lain yaitu para santri bisa membaur dengan masyarakat.
31
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : TI Kode Data : W/S/TI Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 20.05– 20.18 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Sangat penting, pendidikan di pondok pesantren lebih dari 50% mempengaruhi dalam pembentukan akhlaqul karimah. Karena di pondok pesantren dibiasakan oleh Kyai. Sikap tawaduknya santri terhadap Kyai sangat dianjurkan.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Ada faktor intern dan ekstern, faktor intern yaitu dari diri sendiri, kadang sifat-sifat yang negatif muncul, seperti malas dan sebagainya yang dapat mempengaruhi akhlak kita. Jadi, tergantung bagaimana kita bisa mengontrol diri kita sendiri untuk berakhlaqul karimah. Kalau kita dapat menerapkan pengetahuan kita dengan benar, Insya Allah semakin sedikit hambatannya. Namun, jika pengetahuan kita banyak tetapi tidak bisa menerapkannya, maka dapat menghambat proses pembentukan akhlak yang baik. Faktor ekstern dapat berasal dari teman dan lingkungan. Jika teman kita mempunyai akhlak yang kurang baik, dan kita mudah terpengaruh, tidak bisa menyaring mana akhlak yang bak dan tidak, maka hal itu dapat menghambat terbentuknya akhlaqul karimah. faktor penujang sama dengan faktor penghambat, namun dari sisi positifnya. Ustadz juga berperan dalam menunjang, Kyai selalu memberikan pitutur-pitutur yang baik. Selain itu, mendorong dan membina para santrinya untuk berakhlaqul karimah, baik melalui wejangan lisan, mengaji kitab, uswatun hasanah atau tauladan dari seorang Kyai. Jika kita mengikuti teman kita yang baik juga salah satu faktor penunjang.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Pembinaan akhlak, kajian-kajian kitab di pondok bersama para Kyai. Adanya jadwal piket yang mengajarkan menjaga kebersihan.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
32
B
: Pembiasaan Shalat berjama’ah, biasanya sebelum Subuh sudah dibangunkan untuk melaksanakan shalat malam atau shalat sunah lainnya.
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Mengaji setelah Maghrib, Isya, Subuh, diba’an, ro’an.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Tidak menggunakan kurikulum yang paten. Biasanya kita berdiskusi apa yang akan kita pelajari.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Santri, guru/asatid. Selain itu warga yang menjadi cermin bagi kita untuk berkaca bagaimana kita berakhlaqul karimah.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Tujuan utamanya agar akhlaqul karimah dapat tertanam dalam jiwa para santri. di manapun mereka berada, mereka tetap berakhlaqul karimah, tidak hanya dalam pengawasan.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Ada, perubahan itu seperti pembiasaan shalat malam. Kalau di pondok, bangun subuh itu pasti. Kalau tubuh tidak fit, baru tidak bangun malam. Kalau di rumah, lebih berat. Jadi, selama di pondok, banyak hal-hal positif yang saya lakukan dan banyak ilmu-ilmu yang didapat saya serap untuk diterapkan.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Dapat mempertahankan akhlaqul karimah dan mungkin bisa ditambah atau ditingkatkan, adapun akhlak yang tidak baik tidak mempengaruhi.
33
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : RS Kode Data : W/S/RS Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 20.55– 21.03 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Pendidikan akhlak di pondok pesantren sangat penting, karena di pondok pesantren, santriwan santriwati itu belajar agama dan semuanya pasti akhlaqul karimah.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Faktor yang menghambat yang pertama handphone, banyaknya social media yang tidak digunakan secara efektif. faktor penunjang seperti mengaji kitab.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Selain dicontohkan oleh Kyai atau ustadz, setiap malam Sabtu ada kegiatan Khitobah, di mana kita diberi kesempatan untuk menyampaikan sepatah du apatah kata.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: Ketepatan waktu berjama’ah, membangunkan untuk shalat tahajud, shalat gerhana dan sebagainya. Jadi, Kyai lebih mencontohkan, kemudian santri mengikuti.
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Selain mengaji kitab salaf, shalat tahajud, khitobah. Kalau membaca AlQur’an itu pasti, masing-masing anak setelah shalat.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kurikulumnya masih salaf atau tradisional, dari Kyai.
34
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Santriwan santriwati, sedangkan penanggung jawab atau yang memberi contoh yaitu asatid, dan di atasnya bisa dibilang pak Kyai.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Tujuan pendidikan akhlak untuk membentuk karakter santriwan santriwati berdasarkan karakteristik salafiyah yaitu tradisional.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Perubahan sangat berpengaruh terutama dalam kegiatan mengaji, jama’ah. Hal lain misalnya, kalau temannya puasa jadi ikut puasa, temannya belajar bahasa Arab, juga ikut belajar bahasa Arab. Selain itu dari cara berpakaian juga lebih sopan, memakai rok, tidak celana atau legging.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Pesannya, senantiasa menumbuhkan dan mengembangkan akhlaqul karimah secara istiqomah. Tidak hanya di pondok, tetapi juga di rumah dan di kampus. Everywhere and everytime.
Nb : Perbedaan dengan pondok lain yaitu, kalau kita santrinya mahasiswamahasiswa. Adanya kajian-kajian kemahasiswaan, tidak ada kata manja, kita semua melakukan segala sesuatu secara mandiri dan bersama-sama.
35
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : KZ Kode Data : W/S/KZ Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 21.08– 21.17 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Sangat penting sekali, karena di pondok pesantren berbeda dengan pendidikan di sekolah-sekolah umum. Di pondok pesantren banyak sekali adab-adab sopan santunnya, tata krama, dan itu sangat penting sekali dalam membentuk kepribadian atau akhlaqul karimah para santrinya. Pasti berbeda akhlak anak yang berada di pondok pesantren dibandingkan dengan anak di sekolah-sekolah umum. Anak yang di pondok pesantren pasti lebih bagus dan lebih tawaduk dengan temannya.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Faktor yang menghambat antara lain gadget, laptop sangat mempengaruhi orang jadi individual. Faktor lain, karena di sini mahasiswa semua, berbaur dengan teman di kampus dari berbagai macam karakter, jadi akhlaknya terkontaminasi dengan teman-temannya. Selain itu, kurangnya pemantauan dari pengasuh pondok pesantren. Faktor yang menunjang misalnya dari masyarakat, ada warga yang memantau santri. Jika warga melihat ada santri yang pulang terlambat atau terlalu malam, perempuan dan laki-laki berboncengan, itu warga mengingatkan.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Melalui teguran langsung dari warga atau pengasuh walaupun tidak intensif. selain itu, juga ada pelajaran-pelajaran hadits tentang akhlak. Walaupun sedikit, tapi ilmu yang diperoleh itu diamalkan. kemudian dari pak Kyai juga selalu diberi amalan-amalan yang baik-baik.
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
36
B
: Shalat berjama’ah, ikut pengajian dengan warga, di bulan Ramadhan ada salah satu kegiatan yang materinya tentang akhlak yang baik, shalat malam.
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Kegiatan pokoknya mengaji. Kemudian diba’an, khitobah.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Tidak ada kurikulum patokan, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, fleksibel. Tidak ada kurikulum patokan seperti sekolah pada umumnya.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Semua pihak di lingkungan pondok pesantren. Terutama pak Kyai, masyarakat, dan santri.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Untuk membentuk akhlak yang baik, dan nanti saat kembali ke rumah kita sudah dibekali akhlak yang baik untuk terjun langsung di masyarakat.
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B
: Sedikit ada, seperti yang dulunya jarang berjama’ah sekarang sering berjama’ah. Amalan-amalan lain dan sopan santun juga ada perubahan.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Pesannya, kita harus menghormati yang lebih tua, menjaga bicara, jaga diri, lingkungan dan sekitarnya.
37
Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden : SR Kode Data : W/K/SR Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016 Waktu : 17. 30– 17.47 WIB. A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlak? B
: Tujuan pokok pendidikan di pesantren, disamping ilmiah atau keilmuan adalah pembentukan karakter santri. Sehingga dengan duanya itu berjalan, ilmiah keilmuan dan pembentukan karakter pada akhirnya, satu akan menjadi orang-orang yang berilmu dan beramal. Kemudian yang kedua karena santri itu selalu ditunggui oleh Kyai, sehingga mereka mempunyai uswah atau kiblat dalam melaksanakan sesuatu, ada rujukan. Dari sekian banyak lembaga pendidikan yang sekaligus menerapkan ilmu amaliah adalah pesantren.
A
: Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang menjadi penghambat dan penunjang: a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan? b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses pembentukan akhlak?
B
: Salah satu hambatannya itu, karena sekarang banyak santri yang mondoknya itu nyambi, sekolah nyambi mondok. Mestinya harus dibalik mondok nyambi sekolah. Karena mondoknya hanya nyambi maka komitmennya kurang. Jika sekolahnya libur maka mondoknya juga libur. Pendidikan di pondok tidak bisa maksimal karena sangat tergantung pada alokasi waktu diperguruan atau sekolahan. Niat sangat menentukan, nek niatku mondok berarti orientasi konsentrasinya di pondok. Artinya apapun kegiatan di pondok mestinya harus diikuti. Tetapi banyak juga akhirnya program di pondok tidak diikuti, hanya sebatas di pondok. Santri memerlukan metode lain untuk pengembangan diri. Jadi akan sangat sempurna jika anak-anak mondok sekaligus kuliah. Sehingga pengembangan metodologi, pengembangan pola pikir itu akan lengkap. Jadi basic ilmu bisa lewat pondok tetapi pengembangan keilmuannya lewat pendidikan formal. Di pondok untuk pengembangan pemikiran tidak ada, kalau diperkuliahan kan ada. Jadi akan lengkap.
A
: Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
38
B
:
A
: Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B
: ya pembiasaan berzanji, dan pembiasaan-pembiasaan lain yang harusnya terprogram oleh pondok. Pembiasaan fasih untuk berbicara, bagai manapun mahasiswa pada ahirnya akan terjun di masyarakat. Perlu diadakan tes/ ujian pondok, misalnya tes membaca al-Qur’an.
A
: Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
B
: Kegiatan kajian kitab-kitab kuning, dan berzanjen dan sebagainya.
A
: Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Kurikulumnya ya kegiatan yang ada di pesantren, sesuai intruksi kyai.
A
: Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B
: Pelaksananya adalah kyai/ pengasuh pondok pesantren dan para santri.
A
: Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok pesantren?
B
: Tujuan pendidikan pesantren adalah satu, menjadikan orang yang ma’yul islami kesadaran terhadap tugas-tugas keislamannya kuat. Menjadi orang yang bisa dicontoh oleh orang yang ada disekitarnya. Hubbul waton mencintai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
A
: Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren, apakah harapan Kyai kepada para santri setelah lulus dari pondok pesantren.
B
: Santri dapat memiliki keilmuan yang baik dan amal yang baik. Santri dapat menjadi contoh di lingkungan kelak di masyarakat.
A
: Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
B
: Hubungan antar santri tetap dijaga/ saling mengisi. Tetap mencerminkan bahwa apapun keadaannya dia adalah santri, perilaku santri harus tetap ditunjukkan dan dimanapun ketika berbaur dimasyarakat tetap sadar bahwa dia seorang santri. Seberapapun pengembangan keilmuan tetap dijaga.
39
DAFTAR NILAI SKK Nama
: Ashlahul Arifin
NIM
: 111-12-125
PA
: Dr. M. Gufron, M.Pd
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
No.
Nama Kegiatan
Pelaksanaan
1.
Orientasi Pengenalan Akademik dan kemahasiswaan (OPAK) oleh DEMA STAIN Salatiga Orientasi Pengenalan Akademik dan kemahasiswaan (OPAK) oleh HMJ Syari’ah STAIN Salatiga Orientasi Dasar Keislaman (ODK) oleh ITTAQO dan CEC
05-07 Peserta September 2012 08-09 Peserta September 2012 10 September Peserta 2012
3
Seminar Enterpreneurship dan Perkoperasian 2012 oleh MAPALA MITAPASA dan KSEI STAIN Salatiga Achievment Motivation Training oleh JQH dan LDK
11 September Peserta 2012
2
12 September Peserta 2012
2
Library User Education oleh UPT Perpustaakaan STAIN Salatiga Gerakan Santri Menulis Sarasehan Jurnalistik Ramadhan di Pondok Pesantren Al-Falah Salatiga Training Pembuatan Makalah oleh Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
13 September Peserta 2012` 31 September Peserta 2012
2
13 Oktober Peserta 2012 Seminar Regional oleh ITTAQO 27-28 Oktober Peserta Aktualisasi bahasa Arab Sekolah Tinggi 2012 Agama Islam negeri STAIN Salatiga
2
10
Seminar Nasional oleh KOMPAS 05 April 2013 bersama AQUA DWIPAYANA “Berhenti Kerja Semakain kaya”
Peserta
2
11.
Seminar Tafsir Tematik oleh JQH 04 Mei 2013 STAIN Salatiga Bedah Buku oleh Lembaga Dakwah 25 Mei 2013 Kampus (LDK) “Sang Maha Segalanya
Peserta
2
Peserta
2
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8. 9
12.
1
Jabatan
Nilai
3
2
2
4
mencintai Sang Mahasiswa” 13.
14. 15
16.
17.
18.
19. 20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Lomba Cerpen Islami dalam rangka MILAD LDK Darul Amal STAIN Salatiga XI Seminar Regional Deteksi Dini Gangguan Perkembangan pada Anak Penerimaan Anggota Baru (PAB) JQH 2013
13 Juni 2013
Peserta
2
18 Juni 2013
Peserta
4
Peserta
2
Peserta
4
Pemateri
4
Peserta
2
Panitia
8
08 November Panitia 2014
3
16 Desember Panitia 2014
8
27 Desember Peserta 2014
2
Workshop Pengembangan Desain Modul 24-27 Mei Peserta Pendidikan Toleransi, HAM dan 2015 Perdamaian di Pesantren Seminar Nasional oleh Dewan 27 Juni 2015 Peserta Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri salatiga
4
Training & Field Trip Peningkatan Pemahaman Perdamaian di Pesantren Berperspektif HAM dan Islam Seminar Nasional Kewirausahaan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Salatiga
2-5 Oktober Peserta 2015
4
30 Oktober Peserta 2015
8
23-24 November 2013 SK Pengangkatan Kepengurusan HMPS 20 Juli 2014 Pendidikan Agama Islam Periode 20142015 GARDIKA (Gema Ramadhan di 29-31 Agustus Kampus) Pesantren Kilat di SMPN 3 2013 Salatiga Upgrading dan Rapat Kerja Pengurus 06 September Himpunan Mahasiswa Program Studi 2014 (HMPS) Pendidikan Agama Islam Seminar Nasional Bahasa Arab oleh 09 Oktober ITTAQO 2013 Diklat Microteaching oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga WORKSOP NASIONAL oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga Harmonisasi Lingkungan oleh MAPALA MITAPASA STAIN Salatiga
2
8
27.
IAIN Salatiga Bersholawat dan Orasi 03 November Peserta Kebangsaan oleh Dewan Mahasiswa 2015 (DEMA) IAIN Salatiga
2
28.
Pengajian Isro’ Mi’roj oleh REMASTA 06 Mei 2016 Simo Boyolali
Panitia
3
29.
Nusantara Mengaji “300.000 Khataman 08 Mei 2016 Al-Qur’an se-Indonesia Untuk Keselamatan & kesejahteraan Bangsa” oleh JQH Al-Furqon IAIN Salatiga Sertifikat Regional Workshop Tahfidz 04 Juni 2016 oleh JQH Al-Furqon IAIN Salatiga
Peserta
3
Peserta
2
Dialog Nasional “Peningkatan Konsep 19 Juni 2016 Hablum Minannas Melalui Ramadhan” JUMLAH
Peserta
8
30.
31.
Salatiga, 14 September 2016 mengetahui, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun, M.Ag NIP. 19700510 199803 1003
3
108
1
2
3
4
5