Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
HUKUMAN TAHANUS SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENIGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI PUTRI PESANTREN AL-BASYARIYAH Jaka Ismail1, Ferdinandus Ngare 2, Mahardiansyah Suhadi3 1 Universitas BSI Bandung,
[email protected] 2 Universitas BSI Bandung,
[email protected] 3 Universitas BSI Bandung,
[email protected] ABSTRACT Tahannus Punishment Case Study as a form of moral education in Pondok Pesantren AlBasyariyah Bandung This research suggests how a program tahannus punishment as an effort to improve discipline and improvement of the morals of the students who violate disciplines sunah cottage. Researchers use this study to examine how the strategy, implementation and results of the program tahanus punishment in improving discipline and improvement of the morals of the students who violate disciplines sunna cottage. The goal is to provide new reference on the implementation of penalties to improve discipline. This study uses a theoretical study of organizational communication with the application of theory acceptance of the authority of Chester Barnard. Data collected by observation depth interviews and literature study. Thus, the study produces an overview of the process of moral education through program tahanus punishment. Keywords : Tahannus, Student. ABSTRAK Tahannus sebagai bentuk pendidikan moral di Pondok Pesantren Al-Basyariyah Bandung. Penelitian ini mengemukakan tentang bagaimana sebuah program hukuman tahannus sebagai upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak para santri yang melanggar sunah disiplin pondok. Peneliti menggunakan penelitian ini untuk mengkaji bagaimana strategi, pelaksanaan, dan hasil dari program hukuman tahanus dalam upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak para santri yang melanggar sunah disiplin pondok. Tujuannya untuk memberikan referensi baru tentang implementasi hukuman untuk meningkatkan kedisiplinan. Penelitian ini menggunakan kajian teoritis komunikasi organisasi dengan penerapan teori penerimaan kewenangan Chester Barnard. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Sehingga, penelitian ini menghasilkan sebuah gambaran proses pendidikan moral melalui program hukuman tahanus. Kata Kunci : Tahannus, Santri Putri.
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
59
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
PENDAHULUAN Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang mencangkup kaidahkaidah agama islam. Pesantren sendiri memfokuskan kepada para santri (siswa/siswi) mereka secara sadar dan terencana untuk lebih mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, dan berahklak mulia. Tujuan tersebut beralaskan agar para santri dapat mengamalkan ajaran atau kaidah agama islam yang bersumber dari kitab suci AlQur’an dan hadist. Melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, pelatihan, serta penggunaan pengalaman sebagai bentuk pembelajaran. Para santri tinggal di dalam asrama yang telah disediakan oleh pihak pondok pesantren, dan belajar di bawah bimbingan guru atau yang lebih dikenal dengan sebutan ustadz/ustadzah. Pondok pesantren Al-Basyariyah yang terletak di daerah Cigondewah, Kab. Bandung. Merupakan salah satu pondok pesantren yang berbasis pondok pesatren khalafiyah (modern). Meskipun pondok pesantren Al-Basyariah berbasis pesantren khalafi, pesantren Al-Basyariyah memiliki program hukuman yang khas dan unik, hukuman tersebut dinamakan Tahanus. Pengertian tahanus sendiri adalah menyepi, menyendiri, mengasingkan diri atau menjauhkan diri dari keramain atau kegiatan sehari-hari untuk merenung. Sedangkan menurut kamus Arab-Bahasa Indonesia, tahanus diartikan beribadah dalam waktu beberapa malam, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, dan meninggalkan menyembah berhala. Pondok pesantren Al-Basyariyah menerapkan kedisiplinan yang tinggi, baik dari segi berpakaian, tingkah laku, beribadah, dan belajar. terlihat dari aturanaturan yang diterapkan di pondok pesantren Al-Basyariyah. Setiap para santri memiliki buku undang-undang mengenai tata tertib, selama berada di area lingkungan pondok pesantren AlBasyariyah. Buku yang berisi undangundang yang berisi aturan-aturan untuk para santri serta sanksi bila para santri itu melanggar. Dibagikan secara cuma-cuma dengan harapan para santri bisa lebih disiplin serta mengetahui konsekuensi apa saja, jika para santri melanggar aturan
yang berada di area pondok pesantren AlBasyariyah. Hukuman yang diberikan bagi santri yang melanggar di bagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang, dan berat. Jenis pelanggaran tersebut antara lain; (1) Kategori ringan seperti absensi ghaib (bolos), akan di beri hukuman ringan hukuman tersebut berupa teguran secara lisan, atau berdiri dan menghafal AlQur’an, Hadist, atau materi mata pelajaran. (2)Kategori sedang, merokok di area pondok pesantren, berkomunikasi dengan lawan jenis menggunakan cara apapun. Akan di berikan hukuman bagi santri putra di botak lenang atau di cukur hingga gundul dan memakai papan pelanggaran, Bagi santri putri di beri pakaian mencolok dan memakai papan pelanggaran. Pada (3)kategori berat, jenis pelanggaran berupa, kabur dari pondok pesantren, sifah (pacaran), mencuri, dan sebagainya. Hukuman yang di berikan berupa di beri pakaian mencolok dan memakai papan pelanggaran, dan menjalani hukuman tahanus. Program hukuman tahanus tersebut diberikan kepada santri yang melanggar peraturan dalam tingkatan yang cukup berat, sesuai ketentuan yang berlaku di pondok pesantren Al-Basyariyah. Pemberian hukuman Tahanus pada santri yang melanggar tidak dilakukan secara sembarangan, namun ada beberapa prosedural yang harus dijalankan terlebih dahulu. Pemberian hukuman tahanus terhadap santri yang melanggar peraturan pondok pesantren Al-Basyariyah. Tidak mengenal usia atau pun gender, hukuman tahanus di terapkan bagi semua santri yang berada di bawah bimibingan pondok pesantren AlBasyariyah. Jika santri tersebut melanggar kedisiplinan yang tergolong pada kategori berat, Seperti yang telah di jelaskan pada paragraf sebelumnya. Hukuman tersebut bertujuan agar para santri yang melanggar, diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan dan memperbaiki ahklak para santri yang melanggar aturan kedisiplinan pondok pasantren. Bagi para santri yang akan menjalani hukuman tahanus, akan diberi dua pilihan yaitu, apakah bersedia menjalani hukuman
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
60
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
tahanus atau mengundurkan diri dari pondok pesantren Al-Basyariyah. Jika santri tersebut bersedia menjalani hukuman tahanus maka santri tersebut di liburkan dari segala kegiatan sehari-hari, termasuk belajar pendidikan umum (scorsing). Tahanus sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu: (1) Tahanus KBM, tahanus yang memperbolehkan santri tersebut mengikuti kegiatan bejar mengajar, (2) Tahanus non KBM santri tidak diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan belaar mengajar selama selama berada di dalam tahanus. para santri yang melanggar akan di awasi oleh bagaian keamanan pondok pesantren AlBasyrariyah yaitu Majelis Penegakan Sunah Disiplin (MPSD) yang berada di bawah naungan Organisasi Santri Pesantren Al-Basyariyah (OSPA). Tugas MPSD selain mengawasi para santri yang berada dalam tahanus. OSPA juga diberi tugas untuk dapat menilai ahklak santri yang sedang menjalani program hukuman tahanus. Dengan konteks penelitian yang telah dijelaskan di atas peneliti tertarik perihal, mengapa program hukuman tahanus dijadikan sebagai acuan untuk pendidikan moral dan bagaimana program hukuman tahanus tesebut dijadikan sebagai metode untuk meningkatkan kedisiplinan dan pebaikan akhlak, bagi para santri putri yang melanggar peraturan pondok pesantren Al-Basyariyah. Penelitian ini menggunakan metodelogi penelitian kualitatif. Berbeda dengan metodologi penelitian kuantitatif yang mengharuskan peneliti untuk menjaga jarak terhadap penelitian yang sedang ditelitinya. Dalam penelitian kualitatif justru peneliti menjadi instrumenn kunci, peneliti terlibat sepenuhnya dalam kegiatan informan kunci yang menjadi subjek penelitian dan sumber informasi penelitian. Hal tersebut diharapkan peneliti dapat merasakan keadaan yang lebih mendalam tentang subjek yang yang sedang ditelitinya. KAJIAN LITERATUR Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi
tertentu. Definisi tersebut lebih menekankan pada aspek fungsional (objektif). Sedangkan bila dilihat dari perspektif interpretatif (subjektif), komunikasi organisasi dipandang sebagai proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Komunikasi organisasi merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi (Pace & Faules, 2001: 31-33). Pengertian Pasantren Pesantren berasal dari kata santri dgn awalan pe-dan akhiran an berarti tempat tinggal santri. Pesan tren adalah lembaga pendidikan islam yang didirikan untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. Pada kenyataannya pesantren kini beragam, lembaga itu memperhatikan gambaran sebuah lingkungan pendidikan dengan segala unsurnya, yang secara tradisional berkembang dengan pusat kegiatan pedalaman ilmu-ilmu agama. Sementara itu, lembaga pendidikan serupa, karena berangkat dari unsur-unsur modern tidak disebut dengan pesantren. Kenyataannya membuktikan bahwa sistem pendidikan pondok pesantren yang berkembang secara dinamis dan dapat diterima di masyarakat. Seperti kata Arifin (2005) Pondok pesantren sebagai pusat pendalaman ilmuilmu agama islam, pondok pesantren masih tetap diakui oleh masyarakat karena beranggapan bahwa pendidikan kepribadian pesantren lebih unggul dibandingkan pendidikan sekolah atau madrasah. Istilah pesantren telah akrab pemakaiannya di kalangan masyarakat untuk membedakan antara pendidikan islam dan pendidikan umum. Menurut Arifin (2005) pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
61
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
independent dalam segala hal. Pendidikan dalam pondok pesantren berdasarkan pada pendidikan islam, yaitu pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim pada diri anak didiknya. Pendidikan pada pondok pesantren bersifat total pada hampir seluruh aspek diri. Pendidikan sendiri dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu, selain dengan kegiatan belajar mengajar, melalui tindakan atau ajaran ajaran informal dalam kehidupan sehari-hari, juga melalui suatu tindakan sebab akibat di yang sering kita istilahkan dengan hukuman. Pengertian Hukuman Hukuman dalam bahasa inggris punishment adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum. Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan. Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan. Hukuman mengajarkan tentang apa yang tidak boleh dilakukan. Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan kepada pihak pelaku perilaku menyimpang.Hukuman semestinya diberikan sebanding dengan kualitas penyimpangan yang dilakukan. Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya pemberian hukuman dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang. Siapakah yang dimaksud sebagai pihak yang berwenang, sangat tergantung pada konteks persoalannya. Misalnya, dalam konteks kehidupan di kantor, maka pihak berwenang adalah atasan. Dalam konteks kehidupan sosial pihak yang berwenang memberikan hukuman misalnya polisi atau pengadilan. Hukuman Tahannus Tahannus merupakan sebuah program hukuman yang diterapkan di pondok pesantren Al-Basyariyah Cigondewah Kab. Bandung. Pengertian Tahannus sendiri
adalah menyepi, menyendiri, atau mengasingkan diri, menjauhkan diri dari keramain atau kegiatan sehari-hari, di sebuah tempat yang telah di sediakan pihak pondok pesantren, untuk merenung atau memperbaiki akhlak dengan cara beribadah agar tidak melanggar aturan pondok pesantren Al-Basyariyah. Sedangkan menurut kamus Arab-Bahasa Indonesia, Tahannus diartikan beribadah dalam waktu beberapa malam, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, dan meninggalkan menyembah berhala. Pemberian hukuman Tahannus terhadap santri yang melanggar peraturan pondok pesantren Al-Basyariyah. Tidak mengenal usia atau pun gender, hukuman Tahannus di terapkan bagi semua santri yang berada di bawah bimibingan pondok pesantren AlBasyariyah. Jika santri tersebut melanggar kedisiplinan yang tergolong pada kategori berat, Seperti yang telah di jelaskan pada paragraf sebelumnya. Hukuman tersebut bertujuan agar para santri yang melanggar, diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan dan memperbaiki akhlak para santri yang melanggar aturan kedisiplinan pondok pasantren. Bagi para santri yang akan menjalani hukuman Tahannus, akan terlebih dahulu di beri dua pilihan. Yaitu apakah bersedia menjalani hukuman Tahannus atau mengundurkan diri dari pondok pesantren Al-Basyariyah. Jika santri tersebut bersedia menjalani hukuman Tahannus maka santri tersebut di liburkan dari segala kegiatan sehari-hari, termasuk belajar pendidikan umum (scorsing). Kegiatan para santri yang berada di Tahannus difokuskan kepada pendekatan diri kepada Allah seperti, mengaji, berdzikir, berpuasa, tahazud muhasabah diri atas perbuatan yang telah di perbuatnya. Sehingga setelah menjalani hukuman Tahannus para santri yang melanggar akan menyesalinya dan akan lebih disiplin dan ber-akhlak lebih baik. Selama berada di dalam Tahannus para santri yang melanggar akan di awasi oleh pengawas keamanan pondok pesantren AlBasyrariyah, atau lebih dikenal sebagai OSPA (Organisasi Santri Pesantren AlBasyariyah). Tugas OSPA selain mengawasi para santri yang berada dalam Tahannus. OSPA juga diberi tugas untuk
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
62
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
dapat menilai akhlak santri yang sedang menjalani program hukuman Tahannus. Pengertian Kedisiplinan Disiplin atau kedisiplinan adalah sikap kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan. Secara sadar dan disepakati oleh semua bagian organisasi, serupa dengan permasalahan dari fokus masalah peneliti yang ingin mengetahui bagaimana hukuman Tahannus dapat meningkatkan kedisiplinan para santri yang melanggar aturan-aturan yang ada. Pengertian Akhlak Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. cara membedakan akhlak, moral dan etika yaitu Dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq menggunakan ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya. Kata akhlak menurut Arifin (2005) diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak. Teori Perilaku (Teori Komunikasi - Kewenangan Chester Barnard) Sejak Barnard (1938) mempublikasikan The Functions of the Executive-nya, pikiran-pikiran baru muncul. Ia menyatakan bahwa organisasi adalah
sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara mekanis. Suatu struktur mekanis yang jelas dan baik tidaklah cukup. Kelompok-kelompok alamiah dalam struktur birokratik dipengaruihi oleh apa yang terjadi, komunikasi ke atas adalah penting, kewenangan berasal dari bawah alih-alih dari atas, dan pemimpin perlu berfungsi sebagai kekuatan yang padu. Definisi Barnard mengenai organisasi formal, suatu sistem kegiatan dua orang atau lebih yang dilakukan secara sadar dan terkoordinasikan menitikberatkan konsep sistem dan konsep orang. Orang-orang, bukan jabatanjabatan, merupakan suatu organisasi formal. Tekenannya pada aspek-aspek kooperatif organisasi mencerminkan poentingnya unsur manusia. Brnard menyatakan bahwa eksistensi sebuah organisasi (sebagi suatu sistem kerja sama) bergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan kemauan untuk bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama pula. Maka, ia menyimpulkan bahwa “fungsi pertama seorang eksekutif adalah mengembangkan dan memelihara suatu sistem komunikasi”. METODE PENELITIAN Metode adalah cara kerja untuk memudahkan peneliti guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode lebih memfokuskan kepada strategi, proses, dan pendekatan dalam memilih jenis dan waktu dari data yang diperlukan. Menurut E. Ardianto metode penelitian kualitatif merupakan perilaku artistik. Pendekatan filosofis dan aplikasi metode dalam kerangka penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk memproduksi ilmuilmu “lunak”, seperti sosiolog, antropologi (komunikasi dan public relations, Pen.). Kepedulian utama peneliti kualitatif adalah bahwa keterbatasan obejktivitas dankontrol sosial sangat esensial. Penelitian kualitatf berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara utuh. Peneliti menggunakan
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
63
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
pendekatan ini karena dianggap tepat dalam menjelaskan kasus yang diangkat dalam penelitian ini yang memberikan kebebasan dalam menjelaskan program hukuman tahanus dalam peningkatan kedisiplinan serta perbaikan akhlak para santri yang melanggar di pondok pesantren Al-Basyariyah Cigondewah, Kab. Bandung. Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma ini adalah paradigma yang hampir merupakan anitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu social sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku social yang bersangkutan menciptakan dan memelihara atau mengelola dunia sosial mereka. Studi kasus menjadi metode yang digunakan peneliti, merupakan metode pengumpulan data secara komphrensif mengenai berbagai aspek individu, kelompok, organisasi, program, atau situasi sosial untuk mengetahui program hukuman tahanus dalam upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhalak para santri pelanggar di pondok pesantren Al-Basyariyah Cigondewah, Kab. Bandung. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek yang diteliti, mereka sering menggunakan metode: wawancara, survey, dan data apapun untuk menguraikan suatu kasus secara rinci dan jelas, secara tidak langsung menelaah sejumlah kecil variabel dan memilih suatu sampel besar yang mewakili populasi. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Selain studi kasus masih ada beberapa metode yang lain seperti eksperimen, survey, historis, dan analisis informasi dokumenter (seperti dalam studi-studi ekonomi). Penggunaan setiap metode memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri, tergantung kepada tiga hal yaitu: 1) tipe pertanyaan penelitiannya, 2) kontrol yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa perilaku yang akan ditelitinya, dan 3) fokus terhadap fenomena
penelitiannya (fenomena kontemporer atau historis). Subyek dari penelitian ini adalah pihakpihak yang disebut dengan informan. Penulis akan mewawancarai informan utama yaitu Buya atau Pimpinan dari yayasan pondok pesantren Al-Basyariyah, Cigondewah, Kab. Bandung. Selaku perancang program hukuman tahanus, dan juga ketua keamanan dari OSPA selaku pengawas para santri yang sedang menjalani hukuman tahanus. Sedangkan Objek penelitian dalam penelitian ini adalah prgram hukuman tahanus dalam upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak para santri pelanggar di pondok pesantren Al-Basyariyah, Cigondewah, Kab. Bandung. PEMBAHASAN Analisis Merancang Pesan Komunikasi Pada Program Hukuman Tahannus Dalam Upaya Peningkatan Kedisiplinan dan Perbaikan Akhlak Santri Pelanggar di Pondok Pesantren Al-Basyariyah Pada sebuah program dibutuhkan suatu strategi untuk mencapai tujuan program tersebut, strategi dalam sebuah program bisa di dapatkan melalui ide dan inspirasi. Demikian dengan program hukuman Tahannus yang memiliki strategi untuk meningkatkan kedisiplinan serta memperbaiki akhlak para santri yang melanggar aturan sunah disiplin pondok jenis pelanggaran berat. Untuk mempermudah pembahasan analisis tentang strategi program hukuman Tahannus sebagai upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak peneliti telah mereduksi data menjadi 2 dimensi yaitu, (1) Ide dan Inspirasi, (2), Kegiatan Wajib Menjalalani Tahannus. Tahannus sendiri dalam kamus bahasa ArabIndonesia berarti beribadah dalam waktu beberapa malam. Dari hasil wawancara dengan informan A dan C perihal apa itu program hukuman Tahannus juga dalam istilah lain bisa di artikan dengan penjara. Program tahnus yang diterapkan di pondok pesantren Al-Basyariyah bukanlah seperti penjara pada umumnya. Program hukuman Tahannus di pondok pesantren AlBasyariyah, selain membuat jera santri yang melanggar pihak pondok memiliki
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
64
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan serta memperbaiki akhlak para santri pelanggar. Terciptanya program hukuman Tahannus yang diterapkan di pondok pesantren AlBasyariyah, berdasarkan data yang peneliti dapatkan dilapangan, peneliti menemukan bagaimana terciptanya program hukuman Tahannus. Hukuman Tahannus terinspirasi dari kisah Rasulallah Nabi Muhammad SAW, yang pergi ke gua Hiro untuk menangkan diri. Informan A membuat program hukuman Tahannus untuk membina para santri pondok pesantren AlBasyariyah yang melanggar jenis pelanggaran berat, agar lebih disiplin dan dapat memperbaiki akhlaknya. Program sendiri bisa diartikan sebagai cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dimana melalui hal tersebut bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Program sendiri menurut kamus besar bahasa indonesia adalah rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan. Sebuah organisasi yang berbentuk sebagai instansi pendidikan seperti pondok pesantren AlBasyariyah ini, tentunya memiliki program-program yang dibuat untuk mencapai tujuan pondok pesantren itu sendiri. Seperti program hukuman Tahannus merupakan salah satu program yang dibuat untuk menanggulangi permasalahan pelanggaran sunah disiplin pondok. Dengan adanya program hukuman Tahannus ini diharapkan tercapainya tujuan untuk menciptakan santri yang berkarakter sesuai denzasasxzcsdcgan visi dan misi pondok pesantren Al-Basyariyah itu sendiri. Disiplin merupakan sikap mental yang tecermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat mengenai kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku, sedangkan akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Pengertian dari disiplin dan akhlak sendiri jika dikaitkan dengan ungkapan informan A mengenai pemilihan program hukuman Tahannus sebagai upaya untuk
meningkatkan kedisiplinan dan perbaikan akhlak antara lain, untuk merubah sikap atau mental dari seorang santri yang bertingkah laku yang kurang baik dalam mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh pihak pondok pesantren. Diadakannya program hukuman Tahannus oleh pondok pesantren Al-Basyariyah bertujuan untuk mengontrol sikap dan mental para santri yang melanggar, agar lebih mau mengikuti peraturan pondok pesantren Al-Basyariyah melalui kegiatan-kegiatan selama menjalani program hukuman Tahannus. Kegiatan-kegiatan yang harus dijalani para santri yang terkena porgram hukuman Tahannus seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, berpuasa sunah, serta shalat wajid dan sunah akan membuat hati para santri tersebut tenang. Ketenangan para santri tersebut tercipta karena kegiatan yang dijalani selama dalam hukuman Tahannus, dengan tenangya hati mendorong santri yang telah menjalani hukuman Tahannus untuk lebih banyak berbuat kebaikan atau disebut berakhlak mulia. Peneliti menangkap bahwa adanya pertunjukan pesan yang ingin disampaikan pihak pondok pesantren kepada santri yang sedang menjalani program hukuman Tahannus. Pertunjukan pesan sendiri seperti yang sudah dijelaskan di bab II adalah Menunjukan (to display) pesan yang kita bawa agar dapat diperhatikan oleh orang lain atau seseorang. Peneliti memperhatikan mengenai kegiatankegiatan yang dirancang oleh pihak pondok pesantren Al-Basyariyah, merupakan sebuah perilaku penyampaian pesan untuk memerintahkan atau membuat santri itu menjadi lebih disiplin serta lebih berkelakuan baik. Hal tersebut terlihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh santri pelanggar seperti; membaca Al-Qur’an sebanyakbanyaknya sampai minimal satu kali tamatan, melakukan sholat wajib maupun sunah, berpuasa senin-kamis dan puasa sunah lainnya, serta melakukan dzikir sebanyak-banyaknnya. Apa yang dilakukan santri pelanggar selama menjalani program hukuman Tahannus tersebut, pada dasarnya merupakan kegiatan beribadah yang diharapkan
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
65
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
membuat para santri pelanggar dapat mendekatkan diri pada Allah SWT dan membuat hati mereka tenang. Dengan hati yang tenang, pihak pondok pesantren berharap setelah selesainya santri menjalani program hukuman Tahannus, santri tersebut diharapkan bisa lebih disiplin dan berkelakuan lebih baik dari sebelumnya. Perubahan sikap santri yang telah menjalani hukuman tahannus merupakan keberhasilan dari santri tersebut, dalam menafsirkan pertunjukan pesan yang disampaikan oleh pihak pondok pesantren melalui program hukuman Tahannus. Penafsiran sendiri berarti menguraikan atau memahami sesuatu dengan suatu cara tertentu. Penafsiran pesan dalam kasus penelitian ini, santri yang sedang menjalani program hukuman tahanus. Secara sadar menerima pesan berupa kegiatan-kegiatan beribadah sehingga santri tersebut memaknai kegiatan tersebut sebagai acuan untuk perubahan diri kea rah yang lebih baik. Analisis Proses Komunikasi Pada Pelaksanaan Program Hukuman Tahannus Sebagai Upaya Peningkatan Kedisiplinan dan Perbaikan Akhlak di Pondok Pesantren Al-Basyariyah Setelah adanya sebuah strategi dalam program hukuman Tahannus yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalah kedisiplinan dan perbaikan akhlak para santri yang melanggar. Program hukuman Tahannus masuk ketahap pelaksanaan. Didalam tahap pelaksanaan ini segala bentuk rancangan program seperti kegiatan-kegiatan serta peraturan yang telah dibuat di program hukuman Tahannus, haruslah dilaksanakan dan dipatuhi oleh setiap elemen yang terlibat dari program hukuman Tahannus itu sendiri. Untuk mempermudah pembahasan analisis tentang pelaksanaan program hukuman Tahannus sebagai upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak peneliti telah mereduksi data menjadi tiga dimensi yaitu, (1) Penetapan hukuman, (2),Kendala, dan (3) Solusi. Data perihal tiga dimensi tersebut bisa dilihat pada table kategorisasi di lampiran halaman.
Penetapan hukuman Tahannus, tidaklah dilakukan secara asal dan sembarangan. Proses penetapan hukuman Tahannus dilakukan secara tahap demi tahap. Perihal mengenai proses penetapan hukuman Tahannus terhadap santri pelnggar. Terdapat proses komunikasi organisasi, yaitu komunikasi ke atas (upward communication). Arah komunikasi ke atas adalah proses penyampaian pesan dari seseorang yang mempunyai jabatan lebih rendah dari penerima pesan. Didalam organisasi biasanya dipergunakan untuk menyampaian usulan, ide, keluhan, pengaduan, atau laporan. Komunikasi ini terlihat pada saat proses pengesahan penetapan hukuman Tahannus dimulai dari perundingan antar anggota MPSD yang memiliki jabatan lebih rendah dari koordinator Tahannus. Berlanjut pada koordinator program hukuman Tahannus yang meminta persetujuan kepada mudirroh selaku kepala sekolah yang memiliki jabatan lebih tinggi, dan terakhir dari mudirroh memberikan proposal hukuman kepada buya selaku pimpinan pondok pesantren Al-Basyariyah. Komunikasi yang terjadi pada saat penetapan hukuman masih mengcakup komunikasi organisasi bawah ke atas. Selain komunikasi organisasi bawah ke atas dalam ungkapan B1 dan B2 menggambarkan salah satu teori komunikasi organisasi yaitu teori kewenangan Chester Barnard. Seperti yang telah dijelaskan di bab II, Barnard menyatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi kemauan untuk bekerja sama. Barnard menyebutkan empat syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu pesan yang bersifat otoritatif: 1. Orang tersebut memahami pesan yang dimaksud. 2. Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi. 3. Orang tersebut percaya pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama, bahwa pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya. 4. Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan.
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
66
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
Seperangkat premis tersebut menjadi terkenal sebagai Teori Penerimaan Kewenangan.Yang dimaksud dari point satu dari empat persyaratan teori kewenangan Chester Barnard adalah santri yang telah dinyatakan bersalah, dan akan mendapatkan hukuman Tahannus bisa memahami maksud dari pemberian hukum tersebut. Lalu pada point dua disebutkan bahwa santri yang terkena hukuman Tahannus harus percaya pada pihak pondok pesantren Al-Basyariyah bahwa pemberian hukuman Tahannus itu sesuai dengan tujuan pondok pesantren, yaitu meningkatka kedisiplinan dan memperbaiki akhlak dari santri pelanggar itu sendiri. Pada point ke tiga menjelaskan bahwa didalam putusan penetapan hukuman bagi santri yang melanggar harus ada minat yang sama. Minat disini adalah tindaka yang disepakati untuk mencapai tujuan yang sama. Minat bagi pondok pesantren memberikan hukuman Tahannus adalah untuk meningkatan kedisiplinan dan memperbaiki akhlak, sedangkan minat bagi santri pelanggar menjalani hukuman Tahannus adalah secara sadar ingin meningkatkan kedisiplinan dan memperbaiki akhlak santri itu sendiri. Point ke empat yaitu point terakhir dari premis teori penerimaan kewenangan ini merupakan point yang terpenting, dimana keberhasilan program hukuman Tahannus ini tergantung kepada individu santri itu sendiri. Keberhasilan yang dimaksud merupakan kesanggupan dari santri yang melanggar, untuk menjalani hukuman Tahannus sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan dalam program hukuman Tahannus. Jika santri itu sanggup mengikuti peraturan saat menjalani hukuman Tahannus hingga akhir, maka program hukuman Tahannus dalam upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak tersebut berhasil. Dalam pelaksanaan sebuah program tentunya tidak akan selalu lancar sesuai dengan yang direncanakan, terdapat beberapa santri yang bersikap acuh tak acuh dan menyepelekan dalam menjalani kegiatan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan program hukuman Tahannus. Dalam kasus seperti ini jika di kaitkan dengan Teori Kewenangan Chester
Barnard bahwa banyak pesan tidak dapat dianalisis, dinilai dan diterima, atau ditolak dengan sengaja. Tetapi kebanyakan arahan, perintah, dan pesan persuasif termasuk kedalam zona acuh-tak-acuh (zone of indifference) seseorang. Bila kita melihat kembali ke premis mengenai Teori Penerimaan Kewenangan hubungan dengan permasalahan adanya santri yang acuh tak acuh dalam menjalani program hukuman Tahannus. Terdapat adanya ketidak sanggupan santri yang melanggar tersebut untuk menjalani program hukuman Tahannus, dimana seperti yang dijelaskan oleh empat syarat Teori Penerimaan Kewenanangan yaitu Orang tersebut percaya pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama, bahwa pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya. Pesan yang disampaikan oleh pihak pondok pesantren Al-Basyariyah berupa aturan-aturan yang harus dijalani oleh santri yang sedang di hukum Tahannus. Tidak dapat di dianalisis, dinilai dan diterima, atau ditolak dengan sengaja. Sehingga santri yang sedang menjalani hukuman Tahannus tersebut menjadi acuh tak acuh. Berdasarkan kasus yang terjadi didalam penelitian ini yaitu permasalahan mengenai kendala dalam menjalani pelaksanaan program hukuman Tahannus, khususnya permasalahan tentang santri yang acuh tak acuh. Santri tersebut tidak memenuhi syarat pada point ke tiga dalam Teori Penerimaan Kewenangan yaitu, santri tersebut menerima pesan (pesan disini adalah aturan yang ada didalam program hukuman Tahannus), tetapi tidak dapat di dianalisis, dinilai dan diterima, atau ditolak dengan sengaja (aturan yang ada didalam Tahannus tidak sepenuhnya dijalankan). Selain kendala dari individu santri yang acuh tak acuh saat menjalni program hukuman Tahannus. Terdapat kendala lain seperti yang di ungkapkan informan B2 selaku bagian keamanan yang bertugas untuk memantau santri yang sedang melaksanakan program hukuman Tahannus. Proses komunikasi disini merupakan bentuk komunikasi antar pribadi, komunikasi antar pribadi itu sendiri adalah proses komunikasi proses berlangsungnya pengiriman pesan antara
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
67
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
dua individu secara secara langsung (face to face) atau melalui media yang memiliki umpan balik yang bertanda pesan itu tersampaikan. “Pesan” di dalam kasus keluhan santri ini merupakan ketakutan dari si santri itu sendiri dalam menjalani program hukuman Tahannus, sedangkan umpan balik (FeedBack) dari pesan tersebut adalah, ketersediaannya B2 selaku bagian pengawas santri pelanggar untuk menemani santri yang sedang ketakutan. Tidak hanya proses komunikasi antar pribadi, dalam pernyataan B2 mengenai keluhan santri manja tersebut peneliti melihat keterkaitan kendala yang dihadapi, dengan Teori Penerimaan Kewenangan. Santri tersebut tidak memenuhi syarat dalam menerima pesan yang bersifat otoritatif (program hukuman Tahannus). Premis yang tidak terpenuhi oleh santri tersebut adalah poin ke empat, yang menjelaskan bahwa orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan pesan. Kendala selanjutnya yang dihadapi B2 dalam pelaksanaan program hukuman Tahannus adalah dari pihak keluarga santri yang sedang menjalani hukuman Tahannus. Dalam kasus ketidak terimaannya pihak keluarga santri terhadap program hukuman Tahannus ini. Peneliti menilai karena adanya kesalah pahaman pada masing-masing individu perihal penerimaaan pesan. Karena secara umum komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu atau komunikasi juga bisa diartikan sebagai upaya yang bertujuan untuk membentuk makna yang sama. Disini peneliti melihat adanya kesalah pahaman pihak keluarga dalam memaknai pesan yang disampaikan oleh B2 mengenai hukuman Tahannus. Hal ini terlihat pada protes pihak keluarga terhadap B2 yang tidak terima atas dihukumnya santri yang merupakan salah satu anggota pihak keluarga yang melakukan protes.Dalam setiap kendala dalam pelaksanaan sebuah program sebuah organisasi, tentunya harus
memiliki solusi untuk menyelesaikan segala kendala yang terjadi. Terbentuknya santri yang acuh tak acuh dalam menjalani program hukuman Tahannus ini disebabkan oleh kembalinya banyak pesan tidak dapat dianalisis, dinilai, dan diterima, atau ditolak dengan sengaja. Sehingga membuat santri tersebut menjadi acuh tak acuh saat menjalani program hukuman Tahannus tersebut. Disini peneliti melihat adanya usaha pembentukan makna yang dilakukan oleh B1 selaku pihak pengasuh santri, untuk mengarahkan santri tersebut agar menjalani program hukuman dengan baik dan benar. Pembentukan makna disini adalah dengan cara berupa mengaja santri acuh tak acuh tersebut ngobrol santai dengan diseling pembekalan berupa nasihat. Dengan harapan terbentuknya makna baru mengenai program hukuman Tahannus, sehinggga membuat santri acuh tak acuh tersebut menjalani hukuman Tahannus dengan baik dan benar. Selain dengan obrolan santai, pembekalan, dan nasihat ada juga solusi lain untuk memecahkan setiap kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program hukuman Tahannus. Pihak pondok pesantren AlBasyariyah menghadapi protes dari pihak keluarga. Divisi keamanan pondok pesantren pada setiap minggunya melakukanpertemuan dengan ketua ospa dan koordinator keamanan utuk melaksanakan rapat. Rapat tersebut dilakukan untuk mengutarakan kendalakendala yang mereka hadapi. Pada saat rapat juga mereka berpikir bersama dalam mencari solusi untuk setiap kendalakendala yang dihadapi oleh bagian keamanan. Perihal pencarian solusi untuk segala kendala yang dialami oleh bagian keamanan pondok pesantren Albasyariyah, pada saat melaksanakan program hukuman Tahannus, merupakan proses dari komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi sendiri merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi. Yang dimaksud dalam bertransaksi disini bukanlah bertaransaksi uang, melainkan
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
68
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
bertaransaksi pesan. Dengan adanya transaksi pesan antar anggota organisasi, anggota lain bisa memahami maksud dari pesan antar anggota organisasi tersebut. “Pesan” dalam kasus ini berupa kendalakendala yang dialami oleh masing-masing anggota organisasi, dan yang dimaksud dengan pemberian makna atas apa yang terjadi dalam kasus ini, merupakan pemberian solusi bagi setiap kendala yang dihadapi oleh bagian keamanan pondok pesantren Al-Basyariyah. Dimana solusi tersebut merupakan buah pemikiran bersama. Dalam kasus ini juga terdapat Komunikasi diagonal (diagonal communication) adalah komunikasi yang dilakukan antar individu atau kelompok pada bagian berbeda dan tingkatan yang berbeda pula. Komunikasi diagonal banyak terjadi pada organisasi berskala besar dimana ketergantungan antar bagian/divisi yang berbeda sangat besar. Kelebihan dari komunikasi ini dapat mempercepat penyebaran inf1ormasi.
organisasi. Dalam konsep manajemen, imbalan merupakan salah satu alat untuk penningkatan motivasi para individu. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan sesuatu perbuatan baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, imbalan juga bertujuan agar seseorang menjadi lebih giat lagi dalam melakukan usahanya untu meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya. Jika imbalan merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka hukuman sebagai bentuk reinforcement yang negative, tetapi kalu diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang, supaya seseorang tersebut jera dan tidak akan melakukan pelanggaran lagi. Jadi hukuman yang dilakukan harus bersifat memperbaiki dan mendidik kearah yang lebih baik.
Analisis Hasil Program Hukuman Tahannus Dalam Upaya Peningkatan Kedisiplinan dan Perbaikan Akhlak Santri yang Melanggar di Pondok Pesantren Al-Basyariyah Setelah dilakukannya pelaksanaan strategistrategi khusus yang diterapkan di program hukuman Tahannus, dengan harapan tercapainya tujuan pondok pesantren AlBasyariyah dalam upaya meningktkan kedisiplinan serta memperbaiki akhlak para santri yang melanggar. Dapat mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu berdasarkan data yang peneliti dapatkan dilapangan peneliti mencoba untu membagi menjadi tiga dimensi yaitu (1) Perubahan, (2) Tujuan, dan (3) Harapan perihal hasil yang didapatkan program hukuman Tahannus mengenai upaya peningkatan kedisipinan dan perbaikan akhlak. Sebuah organisasi berjalan, dimana dalam sebuah organisasi terdapat hukuman (punishment) maupun (reward) yang menjadi salah satu untuk memotivasi individu agar mengerjakan tujuan dari organisasi dengan baik dan benar. Selain itu imbalan dan hukuman juga sangat berpengaruh dalam kinerja sebuah
Disini pondok pesantren Al-Basyariyah yang berperan sebagai instansi pendidikan memberikan hukuman (punishment), terhadap santri yang merupakan anggota dari pondok pesantren Al-Basyariyah itu sendiri. hukuman yang diberikan kepada santri tersebut adalah program hukuman Tahannus, hukuman diberikan karena adanya pelanggaran yang masuk dalam kategori pelanggaran berat yang dilakukan oleh santri. Dengan kegiatan-kegiatan yang diterapkan di program hukaman Tahannus, seperti membaca Al-Qur’an, shalat wajib dan shunah, berpuasa, dan berdzikir. Diharapkan dapat membuat hati yang melanggar lebih tenang, dengan hati yang tenang santri tersebut dapat merenung dan menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya dan tidak akan mengulangi lagi serta memperbaiki kelakuan santri tersebut yang pada awalnya kurang baik. Semakin santri tersebut menjalani hukuman dengan baik dan benar, serta di ikuti dengan adanya perubahan yang meningkat. Santri tersebut akan diberikan sebuah reward mengenai masa hukuman Tahannus tersebut bahkan dikeluarkan langsung masa hukuman Tahannus. Sebuah organisasi memiliki tujuan yang
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
69
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
ingin dicapai, tujuan tersebut terwujud dengan tercapainya visi organisasi. Dalam proses pencapaian visi tersebut ada tindakan-tindakan yang tepat, agar organisasi dapat bekerja secara optimal dan efektif. Seperti sebuah program yang dibuat untuk membantu sebuah organisasi agar dapat mencapai tujuannya. Pembuatan program dalam organisasi haruslah memiliki perencanaan yang matang, meliputi strategi-strategi yang konkrit sesuai dengan tujuan organisasi tersebut. Setelah adanya perancangan program, tentu pada tahap selanjutnya memasauki tahap pelaksanaan yang di mana sebuah program dijalankan dengan aturan-aturan yang telah diterapkan di dalam program tersebut untuk mencapai tujuan. Tahap selanjutnya setelah pelaksanaan, kita bisa melihat hasil dari program tersebut apakah program yang dibuat itu berhasil atau tidak untuk mencapai tujuan organisasi. Seperti yang diungkapkan oleh informan C mengenai perubahan sikapnya setelah menjalani hukuman Tahannus menjadi pribadi yang lebih disiplin dan lebih berkelakuan baik, hal tersebut menjadi bukti bahwa program hukuman Tahannus tersebut berhasil. Bukti tersebut terlihat dari perubahan saat membaca Al-Qur’an yang menjadi lebih sering dan dihafalkan. Kegiatan belajar informan C pun yang asalnya kurang begitu berminat dalam belajar karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara intens selama menjalani program hukuman Tahannus, informan C menjadi lebih rajin belajar. Keberhasilan program tersebut dalam merubah sikap para santri pelanggar menjadi bukti efektiftiftas dalam merubah santri menjadi lebih disiplin dan berakhlak mulia. Efektifitas program hukuman Tahannus sebagai peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak para santri. Dengan adanya kegiatan-kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh para santri selama menjalani program hukuman tahananus terbukti efektif. Hal tersebut dibuktikan dengan terciptanya lingkunganyang kondusif seperti tidak adanya kegiatan tawuran, bermusuh-musuhan antar santri, perkelahian antar santri selama di dalam lingkungan pondok pesantren AlBasyariyah. Berbeda dengan tingkat
kedisiplinan di lembaga pendidikan lain yang notabene para orang tua, guru, dan para penjabat pendidikan kewalahan dalam mengatasi masalah kedisiplinan. Peneliti melihat terjadinya keberhasilan penyampaian pesan dari organisasi (pondok pesantren Al-Basyariyah) kepada para anggotanya (santri) yang berada di dalam lingkungan pondok pesantren AlBasyariyah. Pesan yang ingin disampaikan adalah berupa visi yang menjadi tujuan dari pesantren Al-Basyariyah. Dimana jika ada santri yang tidak sesuai visi pondok pesantren Al-Basyariyah dengan cara melanggar peraturan yang ada santri tersebut akan mendapatkan hukuman. Maka dengan tesampaikannya pesan tersebut kepada para santri, tercapailah visi dari pondok pesantren Al-Basyariyah. Dengan tercapainya visi pondok pesantren Al-Basyariyah melalui program hukuman Tahannus sesuai dengan harapan pondok pesantren Al-Basyariyah. Dengan adanya program hukuman Tahannus dan hukuman-hukuman yang diterapkan oleh pondok pesantren Al-Basyariyah, pada dasarnya bukan lah bermaksud untuk mengancam santri yang mendulang ilmu di pondok pesantren Al-Basyariyah. Melainkan untuk meningkatkan kedisiplinan serta menjadikan anak didiknya mempunyai akhlak yang mulia. Seperti keinginan informan A agar para santri yang menjadi anak didik pesantren bisa mewujudkan apa yang menjadi visi pondok pesantren Al-Basyariyah terapkan. Yaitu untuk menciptakan para santri yang menjadi pemimpin mutaqim, mutafaqifidin, berbudi luhur, berbadan sehat, ikhlas beramal, terampil, dan berjiwa juang. PENUTUP Simpulan Dari hasil penelitian yang telah peneliti gunakan, yaitu dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan pembahasan dari bab sebelumnya dengan kaitan analisis peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Strategi yang diterapkan di program hukuman Tahannus berupa kegiatankegiatan ibadah seperti shalat, mengaji, berdzikir, dan merupakan
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
70
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
bentuk upaya peningkatan kedisiplinan dan perbaikan akhlak para santri pelanggar. Strategi tersebut terinspirasi dari salah satu amal perbuatan Rosulallah Muhammad SAW yang menyepikan diri ke dalam gua Hiro, untuk menenangkan diri, ketika menghadapi persoalan yang sangat berat. Kisah Rosulallah Muhammad SAW tersebut oleh pihak pondo pesantren Al-Basyariyah di implementasikan menjadi sebuah bentuk acuan pendidikan moral bagi para santri yang melanggar. 2. Dalam pelaksanaan program hukuman tahanus, sebelum santri tersebut dijatuhi program hukuman tahanus ada beberapa procedural yang harus dipenuhi. Seperti persidangan dan pengesahan surat penetapan program hukuma tahannus. Kendala yang didapat oleh pihak pondok pesantren terdapat pada individu santrinya sendiri yang acuh tak acuh saat menjalani program hukuman tahanus, adapula santri yang tidak memiliki kesiapan mental dan fisik dalam menjalani program hukuman tahannus. Tidak hanya internal pihak eksternal seperti protes keluarga santri pun menjadi kendala yang dialami pihak pondok pesantren. 3. Setiap kendala yang dihadapi pihak pondok pesantren perihal pelaksanaan program hukuman tahanus, bisa diatasi dengan baik sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Seperti mengatasi kendala santri yang acuh tak acuh dan santri manja, pihak pondok pesantren mengatasinya dengan memberi pembekalan berupa nasihat agar santri tersebut mengerti dan menjalani program hukuman tersebut dengan baik, sedangkan bagi keluarga yangprotes pihak pesantren dengan sabar menjelaskan tujuan dari program hukuman tahanus bagi santri pelanggar tersebut hingga pihak keluarga santri dapat mengerti. Solusi tersebut bisa didapatkan karena kerja sama antar bagian keamanan melalui rapat yang di adakan pada setiap minggunya.
REFERENSI Denzin, Norman K. dan Lincoln, Yvonna S. (2009). Handbook of Qualitative Research Thousand Oaks. California : Sage Publications. Efendy,
Onong Uchjana. (2009). Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Hadari,
Nawawi. (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Kriyantono, Rahmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Maelong, Lexy J, (2005). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Pace, R wayne, Faules, Don F, (2002). KOMUNIKASI ORGANISASI: Strategi meningkatkan kinerja perusahaan, Bandung : PT. Remaja. Rosdakarya. Qomar, Mujamil. (2007). PESANTREN Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi. Jakarta : ERLANGGA. Strauss, Anselm, Corbin, Julier, (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif,Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif : Dilengkapi Dengan Contoh Proposal dan Loparan Penelitian. Bandung : Alfabeta Vardiansyah, Dani. (2004. PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI : Pendekatan Taksonomi Konseptual/GAI. Bogor : Ghalia Indonesia. Wiryanto, 2004. Pengantar Ilmu
ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
71
Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. III No. 1 April 2016
Komunikasi. Jakarta : Anggota Ikapi.
PT.
Grasindo
Yin, Robert K, 2012. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
di Jurusan Televisi dan Film di Universitas BSI Bandung pada tahun 2013. Kini aktif mengajar di Universitas BSI Bandung.
BIODATA PENULIS Jaka Ismail, S.I.Kom. Bungsu dari tiga bersaudara, lahir di Cimahi, 02 Desember 1994. Berkeinginan untuk serius dibidang desain seni grafis, dan perfilman. Kini masih bergelut dengan kesehariannya menjadi mahasiswa Jurusan Televisi dan Film sejak tahun 2012 di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas BSI Bandung. Jurnal ini merupakan tulisan ilmiah pertama yang di tulis oleh Jaka dibantu oleh Ferdinandus dan Mahardiansyah. Selain tulisan ini Jaka biasanya menulis skrip-skrip film. Pria bergolongan darah B ini menyukai genre film Misteri atau Thriller. Ferdinandus Ngare, S.Ip., M.I.Kom. Alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tahun 2011. Lahir di Kupang, pada tanggal 20 Maret 1982. Menyelesaikan pendidikan Strata 1 Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Pasundan pada tahun 2007. Pernah berkesempatan mengikuti seminar
Budaya Manggarai Di Dalam Gereja Katholik Di Keuskupan Ruteng – Manggarai – NTT dengan judul karya ilmiah “Upacara Ritual Penti dan Congko Lokap di Kabupaten Manggarai”. Saat ini aktif mengajar di Universitas BSI Bandung. Mahardiansyah Suhadi, S.I.Kom., M.M. Dosen muda yang lahir di Bandung pada tanggal 30 Januari. Owner dari VKTRS wedding documentation. Pernah menjadi analis dalam gelaran event Festival Taman Film Bandung yang diselenggarakan oleh BCCF dan tersertifikasi sebagai PR Junior di LSP-PRI. Berpengalaman sebagai dewan Juri pada event Broadcasting Movie Award. Telah menyelesaikan Magister management pada tahun 2016 dan Strata 1 ISSN: 2355-0287 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jkom
72