PENDIDIKAN KEMANDIRIAN BERBASIS PONDOK PESANTREN DI PONDOK PESANTREN AL-MANAR SALATIGA Studi Pada Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2011-2012
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh YEYEN EPTA _______________________________
111 070 52
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected] PERSETUJUAN PEMBIMBING
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected] PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Saudara Yeyen Epta dengan Nomor Induk Mahasiswa 111 070 52 yang berjudul ”Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran kabupaten Semarang Tahun 2011-2012” telah dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal ….. bulan ………….. Tahun …….. 2012 dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I.).
Salatiga,
2012 M. …. adf 1432 H
Panitia Ujian Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
…………………………….. NIP. …………………………
……………………………… NIP. …………………………..
Penguji 1
Penguji 2
……………………………… NIP. …………………………..
………………………………. NIP. ……………………………
Pembimbing
M. Ghufron, M.Ag NIP. 197208142003312 1001
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Yeyen Epta
NIM
: 111 070 52
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, .................... 2012 Yang menyatakan,
Yeyen Epta NIM : 111 070 52
MOTTO
”Hiduplah laksana pohon buah yang berbuah lebat; tumbuh di tepi jalan dan ketika dilempari orang dengan batu, dibalas dengan buah” (Abu Bakar al-Syibli)
”Menjadi manusia yang sesungguhhya yang bisa memanusiakan manusia”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan buat : 1. Bapak dan ibuku yang tersayang atas restu dan kasih sayangnya yang senantiasa menjadi kekuatan dalam setiap langkah dan keberhasilanku. Terima kasih untuk pemberian do’a dan pengorbanan kepadaku yang tak terkatakan. 2. Saudara-saudaraku tercinta atas persaudaraan yang selalu memberikan do’a dan dukungan dengan tulus. 3. Jodoh dan masa depanku 4. Sahabat-sahabat terbaikku Een Boen, Dum Markudum, si Kucrut Rohim, Syeikh Kom Medi, dan temen-temen ku yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. 5. Almamater di angkatanku. 6. Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Manar, yang senantiasa menjadi motivator selama penelitian dan penulisan skripsi penulis. 7. Temen-temen ku yang ada di cabang HMI salatiga, dan 8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu pada kesempatan kali ini yang telah membantu penulis dengan hati terbuka
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul ”Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Pondok Pesantren AlManar Bener Kecamatan Tengaran kabupaten Semarang Tahun 2011-2012”. Skripsi yang ditulis ini menyangkut tentang pentingnya masalah kualitas keagamaan kaitannya dengan pendidikan kemandirian. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gelar Sarjana strata 1 pada Fakultas Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Karya tulis ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ketua STAIN Salatiga 2. KAPROGDI Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga 3. Bapak M. Ghufron, M. Ag. yang telah membimbing peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ini dengan tulus dan penuh kesabaran. 4. Pengasuh, Pengurus, Ustadz, Ustadzah dan para santri Pondok Pesantren AlManar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang yang memberikan izin dalam penelitian dan membantu dalam pengumpulan data
5. Teman-teman baikku bang Prima, Rohim, Dum, Een, Idit dan yang selalu mendukung, memotifasi dan membantuku dengan tulus. 6. Teman-teman Senasib dan Seperjungan di Himpunan Mahasiswa Islam(HMI). Meskipun kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan secara maksimal, namun penulis yakin masih banyak kekurangannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang khususnya.
Penulis
Yeyen Epta NIM. 111 070 52
ABSTRAK Yeyen Epta, 2012. Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran kabupaten Semarang Tahun 2011-2012. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Skolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Bp. Ghufron, M.Ag. Penelitian ini upaya untuk mengetahui; 1. Pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren, 2. Kualitas pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren, 3. Faktor pendukung dan kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian Kualitatif, metode pengumpulan datanya dengan metode observasi dan wawancara. Metode yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan bagaimana pendidikan kemandirian pada pondok pesantren tersebut. Dalam Tugas Akhir ini, membahas bagaimana pendidikan kemandirian pada pondok pesantren. Seperti kita ketahui santri yang berada di pondok pesantren dibesarkan dan dididik dalam suatu lingkungan pesantren tanpa adanya orang tua. Jadi pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah memusatkan pada para santri tersebut secara total. Secara umum ada keterikatan yang kuat antara para santri dengan pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah atau siapapun yang berada di sekitar lingkungan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena sejak masuknya santri ke pesantren tersebut perhatian terpusat pada para santri dan dalam perkembangan selanjutnya para santri tersebut memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah dan lingkungannya. Sebagai pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah perlu mendidik para santri agar tumbuh menjadi anak yang mandiri meskipun banyak kendalakendala yang harus dihadapi. Pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener adalah Pertama pendidikan kemandirian dibidang keagamaan yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesadaran beragama santri adalah : forum kajian Islam, seni baca Alqur’an, khitobah tiga bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris), shalawat, shalat berjamaah dan shalat dhuha, shalat sunah, peringatan hari besar Islam dan lain sebagainya semuanya terkumpul dalam kegiatan harian, kegiatan mingguan, kegiatan bulanan dan kegiatan tahunan. Kedua pelaksanaan pendidikan kemandirian life skill juga dengan mengedepankan pengembangan skill santri dengan pembimbing yang benar-benar menguasai dalam bidangnya. Sedangkan dalam pelaksanaannya tidak hanya pemberian materi atau teori saja melainkan juga dengan praktek langsung. Pendidikan kemandirian life skill yang diajarkan adalah otomotif sepeda motor, las listrik, menjahit dan memasak.
Kualitas pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Dalam pendidikan kemandirian baik dari segi kegamaan maupun dari peningkatan skill secara utuh memberikan peningkatan kwalitas pendidikan pondok pesantren. Hal tersebut menandakan bahwa kualitas pendidikan di pondok pesantren AlManar Bener sangat baik dengan memperhatikan tingkah laku maupun perbuatan santri dan juga dengan melihat para alumni yang dapat mempraktekkan life skill mereka baik di dunia kerja maupun kesehariannya. Kwalitas pendidikan tersebut juga dibuktikan dengan penerimaan santri yang tiap tahunnya meningkat. Faktor yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener baik dari segi agama maupun life skill terdiri atas 2 bagian yaitu : Faktor Intern yang mendukung dalam faktor ini adalah pengasuh, pengurus dan ustadz selaku pembina. Faktor ekstern yang mendukung dalam factor ini adalah sarana prasarana seperti masjid, perpustakaan, buku, labolatorium bengkel Otomotif, bengkel las, ruang jahit, ruang pelatihan dan sumber belajar lain yang dapat digali. Factor kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener adalah hambatan yang biasa sering ditemui dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian ini adalah santri sering menganggap pendidikan kemandirian keagamaan kurang menarik, sehingga mengenyampingkan kegiatan tersebut. Selain itu sarana dan prasarana yang kurang meamdai juga menghambat dalam pendidikan kemandirian tersebut. Jadi, sikap mandiri sangatlah penting bagi para santri karena untuk bekal kehidupan kelak sepanjang hidupnya. Dan sebagai pengasuh, pengurus, ustadz, dan ustadzah, bisa membina para santri untuk memastikan nilai nilai yang tanamkan dan tumbuhkan itu cukup apa tidak. Karena sebagai modal dalam kehidupan mereka selanjutnya. Selain itu sebagai pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah harus selalu memberikan bimbingan secara moral dan memberi contoh teladan yang baik pada para santri yang dapat melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan.
DAFTAR BAGAN
Bagan I
Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Struktural
Bagan 2
Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Non-Struktural
Bagan 3
Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Manar Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
DAFTAR TABEL
Tabel I
Nama Kyai yang Pernah Menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Al-Manar
Tabel II
Daftar Asatidz Pondok Pesantren Al-Manar Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Tabel III
Daftar Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Manar Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
LEMBAR BERLOGO .............................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN............................................................. ....
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................
v
MOTTO .......................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
viii
ABSTRAK....................................................................................................
x
DAFTAR BAGAN .....................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xiv
BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
4
E. Manfaat Penelitian ..................................................................
4
F. Penegasan Istilah ....................................................................
5
G. Metodologi Penelitian ............................................................
7
H. Sistematika Penulisan Skripsi ..................................................
15
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ................................................................ A. Kerangka Teoritik …………………………………………………
18 18
1. Tinjauan Tentang Kemandirian …………...……………… 1618 2. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren ……....................................... 26 B. Pendidikan Kemandirian Menurut Pandangan Islam ........................ 39 C. Kerangka Analisis …………………………………………………. 47
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ........................... 48 A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang …………................... 5048 1. Sejarah Singkat ...................................................................
48
2. Letak Geografis ..................................................................
53
3. Sarana Prasarana ................................................................
54
4. Keadaan Asatidz, Karyawan dan santri ............................................ 55 5. Struktur Organisasi ……………………………………………
59
B. Pelaksanaan Pembelajaran di Pondok Pesantren al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten semarang.........................
61
1. Kurikulum …….……………………………………………….. 61 2. Metode Pengajaran …………………………………………….. 63 C. Program Pengembangan Pondok Pesantren dan Masyarakat .........
65
1. Peranan Pondok Pesantren dalam Pelaksanaan Pengembangan Masyarakat …………………………………………………………. 65 2. Penyelenggaraan Unit Usaha dan Pengembangan Ketrampilan
di Pondok Pesantren …………………………………………………. 68 D. Keadaan Sosial Kemasyarakatan Sekitar Pondok Pesantren ………. 69 E. Latar Belakang Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Ponpes Al-Manar Bener ………………………………. 70 1. Pendidikan kemandirian keagamaan …………………………… 70 2. Pendidikan kemandirian peningkatan life skill ………………
BAB IV : PEMBAHASAN ........................................................................
73
77
A. Penyajian Dan Analisis Data Pelaksanaan pendidikan Kemandirian ……………………………………………………………77 1. Pelaksanaan Pendidikan Kemandirian keagamaan …………….. 77 2. Pelaksanaan pendidikan kemandirian life skill ………………….. 82 B. Usaha-Usaha Pendidikan kemandirian Dalam Meningkatkan Keberhasilan dan Kwalitas Pendidikan Santri ……………………… 89 1. Usaha Pendidikan kemandirian Dalam Meningkatkan Keberhasilan ……………………………………………………….89 2. Kwalitas Pendidikan Santri ……………………………………….. 93 C. Faktor Pendukung Dan Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Pendidikan kemandirian ……………………………………………….94 1. Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Pendidikan kemandirian … 94 2. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Pendidikan kemandirian … 95
BAB V : PENUTUP .................................................................................
98
A. Kesimpulan …………………………………………………..........
98
B. Saran ………………………………………………………............
100
C. Penutup ............................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 102 LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kegiatan yang melibatkan setiap orang dan seluruh lapisan masyarakat. Setiap orang sejak awal sampai akhir sangat berurusan dengan pendidikan, baik pendidikan untuk diri sendiri, anak-anak (keluarga) maupun untuk anggota masyarakat. Pendidikan ini pada dasarnya adalah merupakan kewajiban untuk selalu menyempurnakan diri, membangun kualitas hidup, dan bertanggung jawab atas amanah sebagai kholifah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan mengandung makna sebagai usaha membangun pribadi menjadi warga negara dan bangsa yang baik. Dengan pendidikan akan terbina kepribadian yang harmonis. Terbinanya kepribadian seseorang diharapkan dapat secara bertahap mengatur kehidupannya,
mengatasi
persoalan-persoalan
guna
mencukupi
kebutuhannya, dan dapat mengarahkan hidupnya kepada sesuatu yang lebih berguna secara mandiri. Dalam Ilmu Pendidikan disebutkan bahwah pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus Pondok Pesantren adalah lembaga yang dapat dikatakan merupakan wujud proses perkembangan sistem pendidikan Islam, dimana pesantren menjadi salah satu media utama pengaruh Islam dalam pembinaan moral
bangsa indonesia. Pendidikan Pondok Pesantren lebih mengedepankan pendidikan agama, karena pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang sangat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai. Agama mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan dirinya sendiri yang dapat menjamin keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kebahagiaan lahir batin. Pondok Pesantren adalah salah satu lembaga yang mampu memberi pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan, baik jasmani, ruhani, maupun intelegensi, karena sumber nilai dan norma-norma agama merupakan kerangka acuan dan berfikir serta sikap ideal para santri. Sehingga pesantren sering disebut sebagai alat tranformasi kultural. Fungsi pokok pesantren adalah mencetak ulama dan ahli agama. Kegiatan pembelajaran yang terjadi di pesantren tidaklah sekedar pemindahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan tertentu tetapi yang terpenting adalah penanaman dan pembentukan nilai-nilai tertentu kepada santri. Sebuah lembaga pendidikan akan dinilai berhasil oleh masyarakat bukan sekedar dilihat dari tingginya nilai mata pelajaran siswa, namun lebih dilihat pada kemampuan Spiritual Quotient dan Emotional Quotient, yang berarti kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi, memahami emosi orang lain, memiliki ketahanan dalam menghadapi berbagai masalah, bersikap sabar, memiliki kepercayaan diri, dan bersikap mandiri jauh lebih penting.
Semua ini dapat muncul tak lepas dari peran serta para kiai atau ustadz, kakak kelas, yang selama dua puluh empat jam terus menerus senantiasa memberi bimbingan, pengarahan sehingga setiap gerak gerik mereka selalu terawasi dengan seksama untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya. Berdasarkan pengamatan penulis tampak belum ada yang meneliti tentang
PENDIDIKAN
KEMANDIRIAN
BERBASIS
PONDOK
PESANTREN DI PONDOK PESANTREN AL-MANAR SALATIGA (Studi pada pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang Tahun 2011-2012). Dengan demikian masalah yang diangkat dalam penelitian ini telah memenuhi unsur pembaharuan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut; 1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang Tahun 2011-2012? 2. Bagaimana kualitas santri dalam pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang Tahun 2011-2012? 3. Bagaimana factor pendukung dan kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang Tahun 2011-2012?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka penulis dapat
menentukan tujuan penelitian ini adalah; 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011-2012. 2. Untuk mengetahui kualitas pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah 2011-2012. 3. Untuk mengetahui factor pendukung dan kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah 2011-2012.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi; 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan islam di pondok pesantren di AlManar. 2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis dapat menambah wawasan pengalaman tentang pendidikan Islam dalam bidang kemandirian berbasis pondok pesantren. b. Bagi pondok pesantren Al-Manar dapat memberi motivasi untuk lebih meningkatkan kemampuan dan skil dalam mengembangkan pendidikan kemandirian santri. Bagi peneliti berikutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan maksud yang terkandung dalam istilah-istilah pada judul skripsi, maka penulis menegaskan istilah pokok yang terkandung dalam skripsi sebagai berikut: 1. Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Depdiknas, 1989: 204). Pendidikan berasal dari kata “didik” yang memberi awalan “pe” dan akhiran “an” mengandung arti perbuatan (hal, cara). Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu Paedagogie, yang berarti bimbingan yang diarahkan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “education” berarti pengembangan
atau bimbingan. Dalam bahasa Arab sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan (Ramayulis, 2004: 1) Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pendidikan adalah usaha maksimal yang dilakukan untuk menjalani aktifitas maupun kegiatan-kegiatan dengan menggunakan kemampuan berfikir, menganalisa dengan serius dan bertanggung jawab atas semua yang diperbuat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 2. Kemandirian Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain (Depdiknas, 2007: 710). Meningkatkan kemandirian pesantren berarti meningkatkan pesantren dalam ikut membangun bangsa dan ikut memperkokoh rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan kemandirian adalah usaha maksimal yang dilakukan santri untuk menjalani rutinitas yang ada dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari orang luar demi mewujudkan cita-cita bersama.
3. Berbasis Pondok Pesantren
Secara bahasa pesantren berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti tempat menginap. Adapun kata pesantren merupakan bentukan dari kata santri mendapat affiks “pe-an” menjadi pesantrian (DEPAG, 2003: 12). Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyiaran Islam, pada umumnya pondok pesantren sebagai tanggungjawab ketaatan terhadap Allah Swt untuk mengajarkan ajaran agama islam dari dasar. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, berbasis pondok pesantren adalah tempat pembentukan karakter seseorang dari paling dasar yang tinggal didalam lembaga tersebut untuk mengembangkan baik sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial secara bertahap sesuai dengan tingkat pertumbuhan, perkembanganya dan tingkat kecerdasan serta potensi spiritual yang dimiliki masing-masing santri.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif yang prosedurnya menghasilkan data deskriptif yang disusun
peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angkaangka (Jamal, 2011: 75). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya: perilaku, persepsi, motivasi tindakan, secara holistic dan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah (Moleong, 2009: 6), yaitu dengan cara menggali, menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan realitas. Dengan demikian penelitian ini bertujuan mendiskripsikan fenomena meningkatkan kualitas untuk mengamati
bentuk- bentuk
kemandirian belajar santri dengan menggunakan landasan berfikir fenomenologis sebagai landasan pokok dalam penelitian kualitatif, dimana berupaya memahami kenyataan yang disajikan tidak dalam bentuk angka dan Data kualitatif hanya dapat digolongkan dalam wujud kategori-kategori. Misalnya pernyataan orang tentang suatu keadaan bagus, buruk, mencekam, menarik, membosankan, sangat istimewa dan sebagainya. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan, sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-
dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrumen pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolok ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan atau sumber data lainnya di sini mutlak dilakukan. Peneliti mengadakan komunikasi dengan objek penelitian memakai bahasa Jawa Krama Alus, yang memungkinkan komunikasi lebih akrab dan mudah dipahami sehingga akan terjalin baik antara peneliti dan responden. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data secara terperinci mengenai hal-hal yang bertalian dengan permasalahan yang sedang diteliti, misalnya mengenai tingkat kemandirian santri dalam kehidupan sehari-hari di tempat penelitian, pandangan ustad mengenai konsep dasar kemandirian santri berbasis pondok pesantren, kondisi lingkungan tempat penelitian dan lain sebagainya. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan difokuskan pada Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah. 4. Sumber Data Data dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber lapangan. Sumber data lapangan adalah kyai pembimbing lembaga, santri dan ustad sebagai pelaku di pondok pesantren dan ulama di lingkungan yang
mendukung. Sedangkan sumber sekunder yaitu dokumen-dokumen yang merupakan hasil laporan, hasil penelitian, serta buku-buku yang ditulis orang lain tentang pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren. 5. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: a. Metode Observasi Obsevasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Jamal, 2011: 123). Pengamatan terhadap gejala-gejala subjek yang diteliti ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung dalam situasi yang sebenarnya atau situasi
buatan. Sedangkan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi secara langsung dalam situasi yang sebenarnya. Metode ini digunakan dalam mengamati pelaksanaan kegiatan pendidikan kemandirian baik dalam hal keagamaan terutama pendidikan kemandirian dalam meningkatkan life skill santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener. b. Metode Wawancara Wawancara atau interviu adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya-jawab sepihak yang dilakukan dengan sistematik dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Hadi, 2007: 218). Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara yaitu: 1) tidak terstuktur, adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang
akan ditanyakan. 2) terstruktur, adalah pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list (Arikunto, 2006: 227). Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Metode wawancara dalam penelitian ini dipakai penulis untuk mengambil data tentang pelaksanaan pendidikan kemandirian baik dalam hal keagamaan terutama pendidikan kemandirian dalam meningkatkan life skill santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener serta perannya dalam membentuk kemandirian belajar santri di pondok tersebut. c. Metode Dokumentasi Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal yang variabelnya berupa catatan-catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang struktur organisasi, tenaga pendidikan, daftar anak didik, dan data lain yang diperlukan dalam penelitian. 6. Analisis Data Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam metode penelitian, karena dengan analisa data dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisa data menurut patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam
suatu pola, kategori, dan satuan uraian data (Jamal, 2011: 164). Data dalam penelitian kualitatif sangat beragam bentuknya, ada berupa catatan wawancara, rekaman suara, gambar, foto, peta, dokumen, bahkan rekaman pada shoting lapangan. Orientasi umum penelitian ini terletak pada aspek bagaimana sebenarnya pendidikan kemandirian berbasis pesantren di Al-manar Bener tahun 2011-2012, untuk itu metode yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkan kedalam pola, tema, atau kategori tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep (Pohan, 2007:133). analisis data ini sendiri akan dilakukan dalam tiga cara yaitu : a. Reduksi Data Data yang diperoleh dilapangan ditulis dalam bentuk uraian yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan kepada hal-hal yang penting dan berkaitan dengan masalah, sehingga memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil wawancara. reduksi dapat membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek yang dibutuhkan.
b. Pengkajian data
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data-data yang telah tereduksi dengan kajian ilmu yang berhubungan dengan tema penelitian, dalam hal ini data-data wawancara yang diperoleh di lapangan tentang pendidikan kemandirian akan dikaji lebih mendalam kemudian mengaitkan dengan kehidupan para santri. c. Kesimpulan dan Verifikasi Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian disimpulkan sehingga
makna data bisa ditemukan.
Namun
kesimpulan itu baru bersifat sementara saja dan bersifat umum. Supaya kesimpulan diperoleh secara lebih mendalam, maka diperlukanya data yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan di awal tadi. Penarikan sebuah kesimpulan tersebut penulis menggunakan metode: a. Deduktif, cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan umum untuk menilai suatu kejadian yang khusus (Hadi, 2007: 47). b. Induktif, cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret kemudian digeneralisasi yang mempunyai sifat umum (Hadi, 2007: 47).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa kriteria tertentu, yang dibagi menjadi empat kriteria yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan keabsahan, yaitu : d. Derajat Kepercayaan (Credibility) Kredibilitas ini merupakan konsep pengganti dari konsep validitas internal dalam penelitian kuantitatif, Kriteria kredibilitas ini berfungsi untuk melakukan penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat
dicapai. Adapun teknik dalam
menentukan kredibilitas ini adalah memperpanjang masa observasi, menganalisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, tri angulasi serta member check. e. Keteralihan (transferability) Konsep ini merupakan pengganti dari vadilitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal diperlukan dalam penelitian kuantitatif
untuk
memperoleh
generalisasi.
Dalam
kualitatif
generalisasi tidak dipastikan, ini bergantung pada pemakai, apakah akan dipastikan lagi atau tidak, karena tidak akan terjadi situasi yang sama. Transferability hanya melihat kemiripan sebagai kemungkinan terhadap situasi-situasi yang berbeda. Teknik yang digunakan untuk transferabilitas ini dilakukan dengan uraian rinci (Thick descrition)
f. Kebergantungan (Dependendability)
Konsep ini merupakan pengganti dari konsep reability dalam penelitian kuantitatif, reability tercapai bila alat ukur yang digunakan secara berulang-ulang dan hasilnya sama. Dalam penelitian kualitatif, alat ukur bukan benda melainkan manusia atau si peneliti itu sendiri. Lain dari pada itu, rancangan penelitian terus berkembang. Yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin selama penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing, yaitu pemeriksaan data yang sudah dipolakan. g. Kepastian (confirmability) Konsep ini merupakan pengganti dari konsep objektifitas pada penelitian kuantitatif. Bila pada kualitatif, objektifitas itu diukur melalui orangnya atau penelitianya. Diakui bahwa peneliti itu memiliki pengalaman subjektif. Namun, bila pengamatan tersebut dapat disepakati oleh beberapa orang, maka pengalaman peneliti itu bisa dipandang objektif. Jadi persoalan objektifitas dan subjektifitas dalam peneliti kualitatif sangat ditentukan oleh seseorang.
G. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan penulisanya, adapun tata urutanya sebagai berikut : BAB I :
PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat: Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Penegasan istilah,
Metode penelitian dan Sistematika penulisan
skripsi. BAB II
LANDASAN TEORI Landasan teori berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu : pendidikan kemandirian yang
meliputi pengertian,
faktor-faktor
kemandirian,
kemandirian sebagai tujuan pendidikan dan bimbingan Berbasis pondok pesantren yang meliputi pengertian dan sejarah pesantren, model pondok pesantren, kepemimpinan pondok pesantren, peran pondok pesantren, tujuan dan metode pendidikan pondok pesantren. BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, subyek dan obyek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel dan analisis data.
BAB IV
PEMBAHASAN Pada bab ini akan menguraikan analisis tentang Latar belakang
pendidikan
pesantren,
analisis
kemandirian tentang
berbasis
pelaksanaan
pondok
pendidikan
kemandirian, analisis tentang usaha-usaha pendidikan kemandirian dalam meningkatkan
keberhasilan dan
kwalitas
pendidikan
pendukung
dan
santri,
analisis
kendala-kendala
tentang
dalam
faktor
pelaksanaan
pendidikan kemandirian. BAB V
PENUTUP Berisi kesimpulan hasil penelitian, kritik dan saran yang berhubungan dengan pihak terkait.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritik 1. Tinjauan Tentang kemandirian a. Pengertian kemandirian Menurut Anita Lie (2004: 2) dan Sarah Prasasti (2004: 3), menyatakan: “Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari atau dengan sedikit bimbingan sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya”. “Kemandirian adalah perilaku yang menentukan bagaimana kita bereaksi terhadap situasi setiap hari yang memerlukan beberapa jenis keputusan bersifat moral dan merupakan sikap yang harus dikembangkan seorang anak untuk bisa menjalani kehidupan tanpa ketergantungan ke orang lain”. Kemandirian merupakan sebuah mentalitas yang diajarkan oleh Islam. Kemandirian merupakan mental untuk berani menjalani kehidupan tanpa menggantungkan diri kepada orang lain, akan tetapi seseorang harus mempunyai keyakinan bahwa kehidupan seseorang tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi kehidupan seseorang harus selalu digantungkan kepada Allah. Ajaran kemandirian ini tidak hanya disampaikan secara teori di dalam kelas akan tetapi Pondok Pesantren Bener Al- Manar juga mempraktekkan pendidikan kemandirian ini dalam kehidupan Pondok. Misalnya, pondok tidak menggantungkan nasib dan perjalanannya kepada siapapun akan tetapi nilai yang ditanamkan oleh
Bapak Pimpinan dalam setiap pertemuan bahwa Pondok Pesantren Bener Al- Manar hanya bergantung kepada Allah. Hanya Allah lah tempat bergantung dan bernaung. Begitu juga dengan kehidupan para santri. Seluruh santri yang mengenyam pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Bener AlManar harus mampu mengatur kehidupannya sendiri yang dimulai dari mengatur hal-hal yang kecil hingga hal-hal yang besar seperti misalnya mengatur dan membagi waktu untuk menjalani seluruh aktifitas, mengatur keuangan, mengatur hati dan pikiran dalam berinteraksi dengan orang lain dan masih banyak lagi lainnya. Pendidikan merupakan faktor yang paling efektif untuk perubahan sosial
manakala
pendidikan
masyarakat
tersebut
ditingkatkan,
diefektifkan, dikonstruksi dengan baik. Bukan berarti orang yang berijazah tinggi di sini akan memperoleh ekonomi yang layak. Akan tetapi yang dimaksud pendidikan di sini, pendidikan yang bermakna luas, baik pendidikan formal, non formal maupun informal dan bukan hanya terbatas pada pendidikan di sekolah. Hal ini memang perlu dipahamkan kepada masyarakat, karena selama ini banyak orang yang menganggap pendidikan hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah saja. Padahal pendidikan formal tidak terlalu signifikan dalam menentukan tarif ekonomi yang layak ketika sudah kerja.
Kebanyakan masyarakat yang sukses dalam memnempuh kariernya dalam bisnis adalah mereka yang benar-benar banyak memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar di luar sekolah. Sebab, untuk membangun ekonomi yang baik tidak terlalu mengandalkan kecerdasan intelgensi (IQ), akan tetapi lebih banyak pada kecerdasan emosionalnya(EQ). Dalam teori pendidikan juga disebutkan bahwa ranah pendidikan bukan hanya pada pengembangan IQ saja. Seperti yang diungkapkan oleh Bloom, bahwa ada tiga ranah yang perlu dicapai oleh pendidik, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Seperti halnya tiga teori kecerdasan yang kita ketahui bahwa manusia yang perlu dikembangkan dan masingmasing mempunyai peran yang signifikan dalam pengembangan potensi dirinya, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Dalam dunia kerja, kecerdasan IQ bukanlah andalan satu-satunya yang dibutuhkan. Akan tetapi lebih pada penkeanan kecerdasan emosional dan spiritualnya. Dalam hal ini seseorang dituntut untuk mempunyai pengalaman yang banyak dalam hal bisnis (berdagang) demi membangun ekonomi yang layak di masa depan.
b. Kemandirian sebagai tujuan pendidikan Menyinggung tujuan akhir pendidikan yang penting baik pendidikan di sekolah/madrasah maupun di pondok pesantren, maka
aspek kemandirian yang utama. Tujuan pendidikan untuk memandirikan peserta didik merupakan tujuan pendidikan yang bersifat modern, tidak bersifat tradisional yang menutut anak patuh dan mengikuti apa yang diajarkan. Bahkan oleh Kelompok Kerja Filosofi, dan Kebijakan Strategi Pendidikan Nasional (Fasli Jalal, 2001: 44) dinyatakan bahwa kemandirian dipandang sebagai nilai inti pendidikan nasional. Nilai inti kemandiriaan tampil sebagai proses pemberdaya. Artinya, dengan berbagai pembekalan isi dan wawasan yang dikembangkan melalui pendidikan kreatifitas individu dan satuan social ditumbuhkan sehingga secara jeli dan cerdas mampu mensinergikan lingkungan. Oleh karena itu dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pun, kemandirian merupakan salah satu aspek penting dalam rumusan tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa kita. Anak/santri sebagai
peserta
didik
yang
memiliki potensi
sebelumnya tidak berdaya menjadi berdaya setelah melalui proses pendidikan. Adapun keberdayaan bercirikan kesadaran dan kemampuan diri, pemahaman yang sehat terhadap kenyataan kehidupan, pola kehidupan yang sehat, bebas dari perasaan takut dari manapun datangnya, keberanian untuk berfikir dan bertindak, memiliki informasi yang memadai untuk menjalani kehidupan, dan memiliki keteguhan pendirian.
Kemandirian sebagai salah satu tujuan pendidikan bukannya sesuatu yang dipilih menurut selera pribadi. Ia didasarkan pada konstruktivisme, suatu teori ilmiah. Kemandirian bukan sekedar pengkhususan kualitas tertentu, melainkan untuk membantu masingmasing orang memilih atau menolak hal-hal yang ada di hadapannya. Kemandirian intelektual dan moral adalah arah yang pasti dituju oleh tiap orang, yang mengkoordinasikan pandangan-pandangan. Hal ini berkaitan dengan kemandirian sebagai esensi kehidupan yang berkualitas merefleksikan integritas nilai-nilai hidup. c. Faktor pendukung kemandirian Pada dasarnya anak akan tumbuh mandiri, apabila anak tersebut berada dalam lingkungan yang orang-orang disekelilingnya mampu menciptakan faktor yang dapat mendukung mereka untuk tumbuh berkembang dengan normal dan bahagia. Ahli psikolog perkembangan Elizabeth Hurlock (1995: 28), menyebutkan beberapa kondisi penting yang mendukung kebahagiaan dalam awal masa kanak-kanak. 1. Kesehatan yang baik memungkinkan anak menikmati apapun yang ia lakukan dan berhasil dalam melakukannya. 2. Lingkungan yang merangsang dimana akan memperoleh kesempatan untuk menggunakan kemampuannya semaksimal mungkin.
3. Mengembangkan ekspresi-ekspresi kasih sayang yang wajar seperti menunjukkan rasa bangga terhadap prestasi anak dan meluangkan waktu bersama anak melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. 4. Harapan yang realistis sesuai dengan kemampuan anak sehingga anak memperoleh kesempatan yang wajar. 5. Mendorong kreativitas dalam bermain dan menghindari cemooh atau kritik yang tidak perlu yang dapat mengurangi semangat anak untuk mencoba kreatif. 6. Diterima oleh saudara-saudara kandung dan teman-teman bermain sehingga anak dapat mengembangkan sikap yang baik terhadap berbagai kegiatan sosial. Ini dapat didorong oleh bimbingan dalam hal bagaimana menyesuaikan dengan orang lain dan oleh adanya panutan yang baik di rumah untuk ditiru. 7. Suasana gembira dan bahagia di rumah sehingga anak akan belajar berusaha untuk mempertahankan suasana ini. 8. Prestasi dalam kegiatan yang penting bagi anak dan dihargai oleh kelompok dengan siapa anak mengidentifikasi diri. Berdasarkan teori-teori di atas dapat kita pahami bahwa khususnya menumbuhkan rasa mandiri dibutuhkan lingkungan yang kondusif serta keterlibatan orang tua dan pendidik dalam membimbing. Dalam pondok pesantren inilah yang penulis anggap sebagai tempat yang tepat dalam menumbuh kembangkan kemandirian. Walaupun di pondok pesantren para orang tua santri tidak terlibat langsung akan tetapi
lingkungan
dan
para
pendidik
sangat
mendukung
dalam
hal
kemandirian. d. Faktor penghambat pemandirian Santri yang dikatakan mandiri yaitu santri yang bisa menyelesaikan tugasnya sendiri tanpa bantuan orang lain, tetapi karena ketika masih banyi kebutuhannya yang lebih kecil sangat tergantung kepada orang lain. Apakah itu orang tua ataupun orang dewasa lainnya. Namun, sejalan dengan pertambahan usia, santri tersebut akan berkembang mandiri bila secara mental dan fisik memang sudah siap untuk belajar mandiri. Oleh karenanya, bila santri yang diharapkan oleh lingkungan sudah berkembang mandiri, tetapi ternyata masih mempertahankan “tingkah laku bayinya” santri akan menemui kesulitan dalam mengembangkan dirinya serta mengganggu penyesuaian dengan lingkungan sosialnya. Ketidakmandirian bisa mencakup secara fisik maupun mental, misalnya selalu meminta bantuan orang lain untuk mengurus kebutuhan fisiknya atau dalam pengambilan keputusankeputusan. Pada balita, salah satu ciri nyata santri tidak mandiri adalah Santri yang tidak bisa ditinggal ibunya, meski dalam waktu singkat ketika awal masuk dalam pondok pesantren. Ketidakmandirian santri biasanya tidak hanya ditujukan kepada orang dewasa, tetapi kepada siapa saja yang mau menerimanya, misalnya teman sebaya. Dan akibatnya perasaan tidak mampu akan membuat santri sangat mudah dipengaruhi oleh di lingkungannya. Apapun yang dilakukannya seringkali bukan atas keinginannya sendiri, tetapi lebih dasar
keinginan orang lain atau kelompok. Santri tidak punya kemampuan untuk melepaskan diri dari kelompok, dalam bersikap maupun bertingkah laku karena mereka memang tidak pernah belajar untuk jadi mandiri. Ada beberapa hal yang menyebabkan santri tidak mandiri, yaitu : 1. Bantuan yang berlebihan Banyak orang tua yang merasa “kasihan” melihat anaknya bersusah payah melakukan sesuatu sehingga langsung memberikan pertolongan perlakuan yang menganggap anak tidak bisa apa-apa seperti itu sebenarnya justru memberi kesempatan pada anak untuk memanipulasi bantuan orang tua. Anak cenderung tidak mau berusaha di kala mengalami kesulitan. 2. Rasa bersalah orang tua Hal ini sering dialami oleh orang tua yang keduanya bekerja atau mereka yang memiliki anak sakit-sakitan/cacat. Orang tua ingin menutupi rasa bersalah mereka dengan memenuhi segala keinginan anak.
3. Terlalu melindungi Anak yang diperlakukan seperti porselen, cenderung akan tumbuh menjadi anak yang rapuh. Mereka akan goncang di kala mengalami kesulitan karena selama ini orang tua selalu memenuhi segala permintaaannya.
4. Perhatian atau ketidakacuhan berlebih Banyak anak yang memakai senjata merengek atau menangis karena tahu orang tuanya surplus perhatian. Itu bisa juga terjadi pada anak yang orang tuanya bersikap acuh tak acuh. Mereka sengaja malas melakukan segala sesuatunya sendiri agar mendapat perhatian dari orang tua. 5. Berpusat pada diri sendiri Anak yang masih sangat egosentris, memfokuskan segalanya untuk kebutuhan dirinya sendiri. Mereka begitu mementingkan dirinya sehingga orang harus menuruti segala kehendaknya. 2.
Tinjauan Tentang Pondok Pesantren a. Pengertian Pondok Pesanten Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq ( )ﻓﻨﺪوقyang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Menurut Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti (2005: 11) berpendapat bahwa pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilainilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materimateri keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (societybased curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata
sebagai
lembaga
keagamaan
murni,
tetapi
juga
(seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnyal. (HS. Mastuki, El-sha, M. Ishom, 2006: 1) Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. (Haedari, H.Amin , 2007: 3) Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah AlWashliyah dan Hidayatullah. b. Sejarah Umum Pondok Pesantren Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang,
timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempattempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo. (Rochidin Wahab, 2004: 153, 154)
c. Jenis Pondok Pesantren Secara umum pondok pesantren dibedakan menjadi dua bagian. 1) Pondok pesantren salafi Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan),
dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an. 2) Pondok pesantren modern Pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya
tetap
menekankan
nilai-nilai
dari
kesederhanaan,
keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah
Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak. Pada awal mulanya model atau jenis pondok pesantren salafilah yang diterapkan. Seiring dengan tututan perkembangan jaman maka munculah pondok pesantren modern. Menurut Karel A. Steenbrink dalam majalah Tajdid (2009: 358), Salah satu dari keempat sebab-sebab terjadinya moderenisasi pesantren,yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para
pembaharu
Islam
untuk
melakukan
perubahan
Islam
di
Indonesia.Sebab-sebab terjadinya moderenisasi pesantren diantaranya : 1) Munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembali kepada AlQur’an dan sunah” sebagai isu sentral yang mulai di tadaruskan sejak tahun 1990, Maka sejak saat tiu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/ konservatif, mulai mengemukan sebagai wancana public. 2) Kian mengemukanya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda. 3) Terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi. 4) Dorongan kaum Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. d. Kepemimpinan Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai sebuah institusi dari lembaga-lembaga lain yang ada di dalamnya biasanya sudah menerapkan manejemen modern. Lembaga-lembaga di luar institusi di pisah secara structural. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga independensi lembaga tersebut dan untuk memberikan kebebasan berekspresi atau berinovasi bagi pengembangan lembaga. Kondisi seperti ini tentu berbeda dengan keberadaan suatu lembaga yang hanya merupakan bagian terstruktural dalam lembaga dan menejemen pondok pesantren. Dalam hal ini A. Halim et al (2005: 238) menjelaskan bahwa secara garis besar, model kepemimpinan pondok pesantren dapat dikategorikan dalam dua kategori, yaitu :
1) Integrated Struktural Yang mana semua bidang/unit yang ada dalam pondok pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dengan pondok pesantren. Artinya, semua bidang/unit dengan berbagai ragam spesifikasi, berada dalam suatu organisasi. System kendali organisasi berpusat hanya berpusat pada satu orang, maka
dapat
dipastikan
bahwa
system
keorganisasian
dan
kelembagaan semua harus mendapat restu kyai. Inilah problem klasik kelembagaan, yang biasanya banyak dijumpai di pondok pesantren salafi. Meski demikian apabila figure kyai adalah seorang yang demokaratis, otoritarianisme kelembagaan dapat di hindari.
Bagan 1 Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Struktural A. Halim et al (2005: 238)
2) Integrated Non-Struktural Sistem ini unit/bidang usaha yang dikembangkan pondok pesantren terpisah secara structural organisatoris. Artinya, setiap bidang usaha mempunyai struktur sendiri yang independent. Meski demikian, secara emosional dan ideologis tetap menyatu dengan pesantren. Pemisahan lembaga ini dimaksudkan sebagi upaya kemandirian lembaga, baik dalam pengelolaan atau pengembangannya.
Bagan 2 Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Non-Struktural A. Halim et al (2005: 239)
: Garis Komando : Garis Koordinasi e. Peran Pondok Pesantren Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. federspiel salah seorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatra), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah
meng hasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.(Irfan Hielmy, 2000: 120) Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting di Indonesia dan negara-negara lainnya yang penduduknya banyak memeluk agama Islam. Alumni pondok pesantren umumnya telah bertebaran di seluruh wilayah Indonesia. f. Tujuan dan Metode Pendidikan Pondok Pesantren 1) Tujuan pendidikan pondok pesantren Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang dirumuskan dengan jelas sebagai acuan program-program pendidikan yang diselenggarakan. Tujuan utama pondok pesantren adalah untuk mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang di
maksudkan untuk
meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran serta tanggungjawab sosial. Menurut M. Dian Nafi’ et al (2007: 50) tujuan pendidikan pondok pesantren secara spesifik,l beberapa pondok pesantren yang tergabung dalam Forum Pesantren merumuskan berbagai tujuan pendidikannya, yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu : a) Pembentukan akhlak/kepribadian Berpijak pada hadits Nabi Muhammad SAW ﻣﻜﺎرم
اﻧﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻻﺗﻤﻢ
“ اﻻﺧﻼقsesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Ahmad) b) Penguatan kompetensi santri Kompetensi santri dikuatkan melalui empat jenjang tujuan yaitu : i. Wasail Penguasaan skolastik atas mata pelajaran di pesantren di tempatkan sebagai wasail,baik penguasaan itu berada dalam ranah kognitif, efektif, maupun psikomotorik. ii. Ahdaf Pemberian mata pelajaran sesuai dengan jenjangnya, seperti halnya jenjang ula mata pelajarannya banyak hafalan. Jenjang wustha mata pelajaran hafalan dan analisis mulai berkembang. Jenjang ‘ulya mata pelajaran mencakup kajian kasus dan kompetensi sebagai guru sejawat santri dijenjang dasar, dan hal tersebut berjalan sampai jenjang terakhir. iii. Maqashid Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan di lembaga pesantren adalah lahirnya mutafaqqih fi ad-din, yaitu orang yang ahli di bidang ilmu agama islam. Karena cabangcabang ilmu di dalam agama islam itu banyak, maka selalu terdapat kekhususan sesuai dengan kemampuan santri calon kyai. iv. Ghayah
Tujuan akhir atau ghayah adalah mencapai ridla Allah SWT. Disitulah ahwal dan maqamat mulai dipahami karena dijalani, melebihi yang terbaca dalam literature selama di dalam pondok sebagai santri mukim, karena di sana para santri baru mempelajari. c) Penyebaran ilmu Penyebaran ilmu atau nasyru al-‘ilmi menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran agama islam. Kalangan pesantren mengemas penyebaran ilmu ini dalam kegiatan dakwah yang memuat prinsip al-amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar. Kewajiban ini bahkan menjadi sebuah keyakina bagi kalangan pesantren, sebagai pembeda antar orang mukmin dengan munafik. Iman al-Ghazali lebih keras menyatakan, bahwa meninggalkan amar makruf nahi munkar berarti keluar dari komunitas orang mukmin. 2) Metode pendidikan pondok pesantren Metode
pendidikan
membahas
tentang
cara-cara
yang
ditempuh guru untuk memudahkan murid memperoleh ilmu pengetahuan, menumbuhkan pengetahuan ke dalam diri penuntut ilmu dan menerapkannya dalam kehidupan. Dalam hal ini M. Dian Nafi’ et al (2007: 67) mengemukakan bahwa metode pengajaran di pesantern adalah bandongan atau wetonan dan sorogan.
Bandongan dilakukan dengan cara kyai/guru teks-teks kitab yang berbahsa arab, menerjemahkannya ke dalam bahasa lokal, dan sekaligus menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut. Metode ini dilakukan dalam rangka memenuhi kompetensi kognitif santri dan memperluan referensi keilmuan bagi mereka. Aspek kognitif yang semua santri menjadi aktif adalah metode pengajaran yang juga menjuadi cirri khas pesantren yaitu sorogan. Metode sorogan adalah semacam metode CBSA yang santri aktif memilih kitab, biasanya kitab kuning yang akan dibaaca, kemudian membaca dan menerjemahkannya di hadapan kyai, sementara itu kyai mendengarkan bancaan santri itu dan mengoreksi bacaan atau terjemahannya jika diperlukan. Aspek efektif santri juga ditingkatkan melalui poembinaan akhlak/kepribadian. Konsep barokah atau berkah yang ada di pesantren, yaitu keyakinan bahwa jika seorang santri bersungguhsungguh dalam belajar di pesantren maka akan mendapatkan barokah, juga menjadi andil di dalam meningkatkan minat dan semangat santri untuk belajar.
B. Pendidikan Kemandirian Menurut Pandangan Islam Kemandirian dalam pandangan Islam merupakan sikap hidup yang
tidak
pernah dilepaskan dari tugas manusia, yakni merealisasikan misinya di dunia sebagai hamba Allah (’abdullah) dan pemimpin di muka bumi (
khalifatullah fi al ardh ). Tugas manusia sebagai ‘abdullah diungkapkan dalam Al-Quran Surat Ad-Dzariyat: 56: ÇÎÏÈ Èb r߉ ç7÷èu‹Ï9 žw Î)}§ RM} $#ur £` Ågø:$#àM ø)n=yz $tBur
Artinya; Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Departemen Agama RI, 2005: 523). Tugas manusia
sebagai hamba dan khalifah Allah, bukanlah dua
tugas yang terpisah, tetapi merupakan kesatuan utuh yang menyatu dan membentuk sikap manusia yang bermakna. Manusia hanyalah hamba (budak) yang terbatas di hadapan Allah dan bersamaan dengan itu, ia menjadi subyek yang bebas di hadapan alam. Hakikat perhambaan adalah ketundukkan, kepatuhan, ketaatan dan kepasrahan kepada Allah. Artinya di hadapan Allah seorang hamba tidak memiliki kekuasaan apapun selain patuh, taat, dan berserah diri, sedangkan berhadapan dengan makhluk Allah, baik manusia maupun alam, ia ditugaskan sebagai pemimpin, dituntut mengembangkan potensinya untuk menjaga, memelihara, dan memakmurkan bumi. Tugas perhambaan kepada Allah dan kekhalifahan di muka bumi merupakan suatu kesatuan tugas yang tidak terpisah-pisahkan. Dorongan perhambaan manusia kepada Allah, menjelmakan dirinya menjadi khalifah. Sebaliknya, karena penyerahan yang total kepada Allah ia menjadi khalifah di bumi.
Bagi umat Islam, kemandirian itu telah tersirat dalam pengakuan awal sebagai umat yang mengimani keesaan Allah (tawhid) dalam kalimat syahadat yang berbunyi: Asyhadualla ilaa haillallah (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah). Tuhan adalah sesuatu yang didambakan dan mendominasi diri. Bagi seorang muslim tidak ada yang didambakan dan mendominasi dirinya selain Allah, karena itu di muka bumi, ia akan hidup merdeka; dalam arti tidak menggantungkan dirinya kepada apapun selain Allah. Dengan demikian keimanan terhadap keesaan Allah melahirkan kemandirian. Di samping pandangan-pandangan di atas, makna kemandirian terungkap secara eksplisit dalam Al-Quran sehingga dapat dibaca melalui ayat-ayatnya
yang
mengandung
perintah
agar
seseorang
tidak
menggantungkan diri kepada orang lain. Kemandirian sebagai suatu sikap percaya kepada kemampuan diri sendiri, mau mengambil inisiatif (tidak menunggu bantuan orang lain), berani mengambil keputusan sendiri, mampu bertahan hidup tanpa bergantung pada pihak lain atau menjadi beban orang lain, dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Kemandirian dalam ajaran Islam, tercermin dalam Al-Quran dan Alhadis yang mendorong manusia untuk berusaha sebagai berikut: Pertama. Allah SWT memerintahkan setiap hamba-Nya untuk mencari nafkah atau bekerja. Orang yang memiliki pekerjaan dapat melepaskan diri dari ketergantungan orang lain (mandiri). Allah berfirman dalam Al-Quran Surat An-Naba: 11: ÇÊÊÈ $V© $yètB u‘$pk¨]9$# $uZù=yèy_ ur
Artinya: Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan (Departemen Agama RI, 2005: 582). Siang hari merupakan waktu yang disediakan untuk bekerja mencari nafkah dan mengusahakan kehidupan; yang dimaksud ayat ini adalah bekerja keras berusaha agar manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai keinginannya di dunia. Ayat ini mengisyaratkan aspek waktu saat manusia dituntut untuk bekerja dan hidup mandiri tanpa menjadi beban tanggungan orang lain. Dalam Al-Quran Surat Al-A’raf: 10 Allah berfirman: ÇÊÉÈ tb rãä3 ô± s? $¨B Wx ‹Î=s% 3|· ÍŠ»yètB $pkŽÏù öN ä3 s9 $uZù=yèy_ ur ÇÚ ö‘F{ $#’ÎûöN à6 »¨Z©3 tB ô‰ s)s9ur
Artinya: Kami telah menjadikan untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kamu berterima kasih (Departemen Agama RI, 2005: 151). Bumi merupakan lapangan atau wahana untuk bekerja melestarikan kehidupan dunia. Allah telah menetapkan hukum-hukum-Nya atas alam (sunnatullah). Orang yang mau bekerja keras mengembangkan potensai dirinya akan memperoleh hasil yang baik, sebaliknya orang yang enggan mendayagunakan kemampuan dan potensinya akan merugi. Orang yang bekerja keras menggunakan potensi dirinya, baik akal, tenaga, dan alam lingkungannya yang telah dianugerahkan Allah merupakan bentuk syukur atau berterima kasih kepada Allah. Sebaliknya orang yang memiliki akal dan badan yang sehat tetapi membiarkan dirinya menganggur dan alam di depan matanya dibiarkan terbengkalai merupakan bentuk kufur nikmat.
Orang yang mengkufuri nikmat Allah akan mendapatkan siksaan, yakni kesengsaraan dan kemiskinan. Ayat di atas menunjukkan aspek ruang dimana manusia dapat berkiprah optimal mengolah dan mengembangkan kemampuannya sehingga tidak tergantung kepada orang lain. Ayat tersebut diperkuat dengan firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Jumu’ah: 10 berikut: #ZŽÏWx. ©! $# (#rãä.øŒ$#ur «! $# È@ ôÒ sù ` ÏB (#qäótGö/$#ur ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû (#rãϱ tFR$$sù äo4qn=¢Á 9$# ÏM uŠÅÒ è% #sŒÎ*sù
ÇÊÉÈ tb qßs Î=øÿè? ö/ä3 ¯=yè©9
Artinya: Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Departemen Agama RI, 2005:554). PerintahNya untuk menyebar di muka bumi, mencari rizki dan keutamaan mengandung arti bahwa kehidupan manusia yang baik dalam pandangan Allah adalah manusia yang dinamis dan kreatif. Kedua, Nabi Muhamad SAW. menyebutkan rizki terbaik adalah yang diperoleh dengan keringat sendiri. Beliau melarang umatnya menjadi pengemis atau menjadi beban orang lain. Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Anas menyebutkan ; ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻟﯿﺲ ﺑﺨﯿﺮﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮك دﻧﯿﺎه ﻻﺧﺮﺗﮫ وﻻ اﺧﺮﺗﮫ ﻟﺪﻧﯿﺎه: ﻋﻦ اﻧﺲ ﻗﺎل (ﺣﺘﻲ ﯾﺼﯿﺐ ﻣﻨﮭﻤﻤﺎ ﺟﻤﯿﻌﺎ ﻓﺎن اﻟﺪﻧﯿﺎ ﺑﻼغ اﻟﻲ اﻻﺧﺮة وﻻ ﺗﻜﻮﻧﻮا ﻛﻼ ﻋﻠﻲ اﻟﻨﺎ س ) رواه اﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ
Artinya : Dari Anas ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda “ tidak baik orang yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat saja, atau meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia saja, tetapi harus memperoleh kedua-duanya. Karena kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju akhirat. Oleh karena itu jangan sekali kali kamu menjadi beban orang lain.” ( H.R. Ibnu Asakir ) Kehidupan dunia dan akhirat merupakan kehidupan yang tidak bisa dipisahkan karena mengejar kehidupan dunia atau akhirat saja bukanlah suatu yang dianjurkan. Kehidupan yang Islami adalah kehidupan yang selalu mempertimbangkan akhirat ketika bekerja keras mencukupi hidup. Demikian pula sebaliknya, mengembangkan dan merealisasikan makna ibadah khusus (ibadah yang langsung kepada Allah, seperti solat) sehingga bermakna bagi kehidupan dunia. Karena itu, kegiatan apapun yang dilakukan seorang muslim akan bermakna ibadah di hadapan Allah. Larangan untuk hidup menjadi beban orang lain pada hadis di atas menunjukkan pentingnya kemandirian dan tidak tergantung kepada orang lain. Bahkan hidup tergantung kepada orang lain merupakan bentuk syirik, sebab seorang muslim hanya tergantung kepada Allah saja. Kehidupan dunia harus dihadapi oleh manusia secara sungguhsungguh dan bekerja keras. Dengan bersungguh-sungguh dan bekerja keras itu, manusia dapat hidup mandiri dan bebas dari ketergantungan orang lain.
ٍﻷَنْ ﯾَﺄْﺧُﺬَ اَﺣَﺪُﻛُﻢْ اَﺣْﺒُﻠَﮫُ ﺛُﻢﱠ ﯾَﺎْﺗِﻰ اﻟْﺠَﺒَﻞَ ﻓَﯿَﺎْﺗِﻰَ ﺑِﺤُﺰْﻣَﺔ: ِﻗَﺎلَ رَﺳُﻮلُ اﷲ:َوَﻋَﻦْ اَﺑِﻰ ﻋَﺒْﺪِاﷲِ اﻟﺰﱡﺑَﯿْﺮِﺑﻦِ اﻟﻌَﻮﱠامِ ﻗَﺎل َﯾَﺴْﺄ
ْاَن
ْﻣِﻦ
ُﺧَﯿْﺮٌﻟَﮫ
ُوَﺟْﮭَﮫ
ﺑِﮭَﺎ
ُاﷲ
ﻓَﯿَﻜُﻒﱠ
ﻓَﯿَﺒِﯿْﻌَﮭَﺎ
ِﻇَﮭْﺮِخ
ﻋَﻠَﻰ
ٍﺣَﻄَﺐ
ْﻣِﻦ
ُ ﯾَﺴْﺄَلَ اﻟﻨﱠﺎسَ اَﻋْﻄَﻮْهُ اَوْ ﻣَﻨَﻌُﻮْه Artinya : Dari Abi Abdillah (Zubair) bin Awwam Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada memintaminta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak”. [HR Bukhari, no. 1471]. Ketiga, Allah SWT. Mempersilakan hamba-hamba-Nya untuk memilih jalan hidup yang diberikan-Nya. Setiap manusia diberi keleluasaan berpikir dan bersikap secara mandiri dalam memilih jalan hidupnya, tentu dengan konsekuensinya masing-masing. Firman Allah dalam Al-Quran Surat AlBalad: 10: ÇÊÉÈ Èûøïy‰ ôÚ ¨Z9$#çm»oY÷ƒy‰ yd ur
Artinya: “Dan telah Kami tunjukkan dua jalan” (Departemen Agama RI, 2005: 594). Dua jalan yang dimaksud adalah jalan baik dan jalan buruk yang dapat dipilih oleh manusia sesuai dengan keinginannya. Keduanya memiliki konsekuensi baik dan buruk yang harus dipertanggungjawabkannya di dunia maupun akhirat.
Keempat, Islam mengajarkan bahwa setiap orang adalah pemimpin, minimal
pemimpin
pertanggungjawabannya.
atas
dirinya
Dengan
sendiri,
demikian
dan
jelaslah
akan
dimintai
bagaimana
Islam
menuntut umatnya agar mandiri dalam mencari rezeki, beramal, bahkan kemandirian dalam menyikapi ajaran Islam sendiri. Fondasi utama kemandirian adalah iman dan ilmu, yakni keyakinan dan pemahaman terhadap ajaran Islam. Iman adalah keyakinan yang mendorong seseorang untuk melakukan dan bersikap sesuai dengan keyakinannya itu. Iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan mendorong untuk hanya menggantungkan dirinya kepada Allah; tidak kepada yang lain. Dengan itu, seorang beriman akan menghadapi kehidupan dengan bebas; tidak mau diperbudak atau tergantung kepada sesuatu. Hidup seperti itu menunjukkan sikap kemandirian. Kemandirian sebagai nilai yang terpuji telah dikembangkan Nabi dalam membangun pribadi dan umatnya. Beberapa cara Nabi membangun kemandirian umat antara lain: Pertama, jenjang pribadi. Dalam tahap ini Rasulullah berusaha membina hubungan dengan diri sendiri, sebagai pribadi yang layak dipercaya, berkemampuan, dan dapat menjadi teladan bagi orang lain. Kedua, jenjang antar pribadi. Rasulullah membina hubungan dengan orang lain, menanamkan kepercayaan kepada orang lain bahwa dirinya seorang yang berjiwa mandiri, sehingga orang lain mau bersinergi dengannya.
Ketiga,
jenjang
manajerial
Lebih
menekankan
bagaimana
menyelesaikan pekerjaan bersama dengan orang lain, yakni memberdayakan orang-orang yang ada dalam wilayah pengaruhnya. Keempat, jenjang organisasi (penyelarasan). Yakni membentuk sebuah struktur
dan
sistem
masyarakat
yang
benar-benar
mandiri
dengan
berlandaskan nilai-nilai Islam. Nabi bersabda yang artinya: Suatu harta yang ada padaku tidak kusembunyikan dari kalian. Sesungguhnya barang siapa yang menjaga kesucian dirinya, Allah akan menjaganya dari hal-hal yang tidak baik. Barang siapa yang bersabar, Allah akan memenuhi dirinya dengan kesabaran. Dan barang siapa yang memohon kecukupan, Allah akan mencukupi. Dan tidaklah sekali-kali kau diberikan sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas dibandingkan sabar. Hadis ini menganjurkan untuk bersifat qona’ah (merasa cukup), menahan diri dari meminta-minta kepada orang lain, sabar dan tawakal kepada Allah serta mencari rizkinya, dengan apa yang didapatkan, maka Allah akan menolong dalam kondisinya itu. Dicatat juga dalam sejarah bahwa ketika hijrah, Nabi Muhamad SAW. dan rombongan (kaum Anshar). Abdurrahman bin Auf sebagai salah seorang Anshar menolak tawaran salah seorang kaum muhajirin untuk diberi harta dan isterinya. Dengan demikian jelas bahwa Islam menganjurkan nilai-nilai kemandirian pada penganutnya. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya perintah agar kita tidak menggantungkan diri kepada orang lain.
C. Kerangka Analisis Dewasa
ini
banyak
upaya
untuk
mengoptimalkan
pendidikan
kemandirian terus dilakukan oleh berbagai pihak, ta luput dari lembaga pondok pesantren juga melakukan hal tersebut. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa (Nation Character Building) untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, pendidikan yang mengsilkan peserta didik yang dapat mandiri merupakan sasaran pengembangan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh. Seiring dengan era otonomi dengan asas desentralisasi, peningkatan kualitas pendidikan menuntut
partisipasi dan pemberdayaan seluruh
komponen pendidikan dan penerapan konsep pendidikan sebagai suatu sistem. Pendekatan pendidikan kemandirian yang sesuai dengan paradikma dan gagasan tersebut diatas adalah konsep School Based Managemenet atau manajemen berbasis sekolah. Pendidikan selama ini baru berada pada taraf pengembangan kemmpuan kognitif, yang sifatnya mengembangan fungsi reproduktif. Pendidikan belum mampu membangun etos kerja, jati diri dan percaya diri, untuk menghadapi masalah-masalah yang nyata di masayakat.
Hal ini juga terbukti dengan adanya Ujian Akhir Nasional (UAN) yang mengedepakan nilai-nilai nominal (angka) yang tertulis di atas kertas saja. Kelulusan siswa ditentukan oleh tinggi rendahnya nilai ujian akhirnya. Padahal ujian yang demikian hanya menyentuh aspek kognitifnya saja. Ironis lagi, tak jarang ditemukan kecurangan-kecurangan dalam mengerjakan soalsoal UAN, misalnya guru memberikan jawaban kepada siswanya. Yang demikian itu tentunya dapat merusak nilai-nilai kemandirian siswa dalam enyelesaikan sebuah masalah, sehingga pada akhirnya dapat berefek pada masa depan siswanya, khususnya dalam ekonomi. Untuk membangun ekonomi yang baik di masa depan, saat ini bangsa membutuhkan pendidikan kemandirian. Dengan pendidikan kemandirian terhadap siswa diharapkan di masa depan ia tidak bergantung kepada orang lain dalam menyelesaikan suatu masalah dan dalam mengembangan kualitas ekonomi bangsa. Sehingga potensi SDA Indonesia yang melimpah tidak disiasiakan dan diberikan kepada orang lain (orang asing). Dan pemerintah seharusnya
lebih
memperhatikan
kembali
pendidikan
bangsa,
dan
mempioritaskan pendidikan di antara aspek-aspek yang lain, karena pendidikan adalah penentu kualitas ekonomi di masa depan.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Gambaran
Umum
Pondok
Pesantren
Al-Manar
Bener
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Sejarah Singkat Dengan mengambil data dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012, Al-Manar adalah sebuah Pondok Pesantren putra-putri yang terletak di Jalan Raya Solo-Semarang. Tepatnya di Desa Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, 3 Km sebelah selatan kota Salatiga. Nama Al-Manar secara resmi muncul pada masa K. Fatkhurrohman tahun 1982 yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Pesantren as Suyuthiyyah yang didirikan dan dirintis oleh al Mukarrom Simbah K. Djalal Suyuthi pada tahun 1913. Misi Al-Manar adalah menciptakan generasi yang berakhlakul Karimah yang mampu menghadapi tantangan zaman modern. Misi itu dituangkan dalam kurikulum yang menerapkan sistem klasik (sorogan dan bandongan) yang bertitik berat pada kajian-kajian kitab kuning karangan ulama syafi’iyah. Oleh karena itu, substansi yang ditekankan adalah Nahwu, Sorof, Fiqih, Ushul Fiqih, Hadists, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Tarikh. Berikut ini adalah potret singkat perjalanan Ponpes Al-Manar yang diambil dari beberapa sumber.
Desa Petungsari adalah sebuah desa yang sekarang bernama “Bener”. Karena penjajahan yang dialaminya, kesulitan
dalam mengembangkan syiar islam dirasakan sekali oleh masyarakat desa ini. Cuma satu dua orang yang mengenal ajaran islam, bahkan masyarakat desa ini dikenal sebagai masyarakat yang rusak yang akrab dengan mo limo dan jauh dari agama serta banyak nonmuslimnya. Adalah Bapak Juwahir, salah satu warga desa Petungsari yang memimpin sebuah mushola, yang merasa tergugah untuk memperdalam ajaran Agama Islam dengan menjadi santri dari Kyai Naim, Kyai dari Desa Cabean. Semakin hari jamaah di musholanya semakin bertambah sehingga terjadilah sebuah kesepakatan antara bapak Juwahir dengan Kyai Naim untuk mendatangkan seorang Kyai untuk mengasuh jamaah yang semakin bertambah itu. Beberapa bulan kemudian, Kyai Na’im meminta K. H. Djalal Suyuthi untuk memikul tugas tersebut. Karena mushola sudah tidak mampu menampung jamaah, maka Bapak juwahirpun mewakafkan sebagian tanahnya untuk dijadikan Masjid. Untuk mensyiarkan dakwah islamiyah, beliau mendirikan Pondok Pesantren pada tahun 1926. pada masa kepemimpinan beliau, kondisi bangsa Indonesia berada pada masa penjajahan. Keadaan paling tragis terjadi tahun 1942-1946 di masa penjajahan Jepang. Pondok Pesantren mengalami
kemacetan total karena tekanan Jepang. Baru pada tahun 1950 kehidupan kembali normal dan pada tahun itu pula K. H. Djalal suyuthi dipanggil oleh Allah SWT. Sepeninggal K. H. Djalal Suyuthi, kepemimpinan Pondok Pesantren dipegang oleh K. H. Duri (putra beliau) dan Pondok Pesantren ini diberi nama “As Suyuthiyyah”, diambil dari nama pendirinya. K. H. Duri memegang kepemimpinan hingga tahun 1963 dengan santri sekitar 50-70 orang. Setelah K. Duri meninggal pada tahun 1963, Pesantren dipimpin oleh adik beliu yang bernama K. H. Suhudi. Pada masa kepemimpinan beliau K. H. Suhudi, Pesantren banyak mengalami goncangan karena pengaruh suhu politik di Indonesia. Sebagai puncak resesi/goncangan itu, pada tahun 1975 jumlah santri tinggal 23 orang. Tetapi pada tahun itu pula didirikan TK dan fasilitas pendidikan ditambah untuk mendidik anak-anak usia TK tersebut. Pada tahun 1983, kepemimpinan pondok pesantren digantikan oleh keponakannya yang bernama K. Fatkhurrohman karena K. H. Suhudi. Saat itu keadaan pondok pesantren telah normal kembali. Beliau banyak mengadakan pembaharuan.
Antara lain perubahan nama pondok pesantren menjadi “AlManar” yang diambil dari nama group orkes gambus di Desa Bener yang saat itu ketenarannya sampai ke Jawa Timur sekitar tahun 1960-1975. Masjid lama yang dibangun oleh K. H. Djalal Suyuthi dipugar, bangunan pondok ditambah dan pendidikan formal dimasukkan ke dalam kurikulum Pondok Pesantren. Pada tahun 1985 didirikanlah Madrasah Tsanawiyah menyusul pada tahun 1989 didirikan Madrasah Aliyah. Terakhir pada tahun 1992 beliau mendirikan Yayasan al-Manar sebagai wadah yang lebih formal dan legitimit. Namun beliau belum sempat melihat perkembangan Al-Manar lebih lanjut karena dipanggil oleh Allah pada tanggal 28 juli 1993. Sepeninggal K. Fatkhurrohman pada tahun 1993, kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh menantu beliau, K. Muhammad Imam Fauzi. Pada masa ini Madrasah Aliyah diubah menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (1994/1995). Dan jumlah santri mencapai 537 santri dari Jawa dan Luar Jawa. Namun pada tanggal 11 Mei 2000/6 Shofar 1421 beliau meninggal dunia dalam usia 35 tahun.
Sepeninggal beliau kepemimpinan dipimpin oleh K. As’ad Haris Nasution. Yang merupakan putra dari K. Fatkhurrohman. Sampai buku ini dibuat, kepemimpinan Pondok Pesantren Masih berada di tangan K. As’ad Haris Nasution. Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa tokoh-tokoh yang pernah mengasuh Pondok Pesantren Al-Manar adalah sebagai berikut:
TABEL I NAMA KYAI YANG PERNAH MENJADI PENGASUH PONDOK PESANTREN AL-MANAR No
Nama
Periode
1
Kyai Haji Djalal Suyuthi
Tahun 1913-1950
2
Kyai Haji Duri
Tahun 1950-1963
3
Kyai Haji Muh. Suhudi
Tahun 1963-1983
4
Kyai Fatkhurrohman
Tahun 1983-1993
5
Kyai M. Imam Fauzy
Tahun 1993-2000
6
Kyai As’ad Haris Nasution F.
Tahun 2000-sekarang
Letak Geografis Adapun lokasi dari berdirinya Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang beralamatkan di :
a. Desa
:
Bener
b. Kecamatan
:
Tengaran
c. Kabupaten
:
Semarang
d. Provinsi
:
Jawa Tengah
e. Kode Pos
:
-
f. No. Telp
:
-
Keadaan dari tanah berdirinya Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang ini yayasan ini didirikan pada tahun 1985, dan tercatat pada akte notaris No 02,tanggal 5 Desember 1990 pada notaris Tuan Dimyati SH. Lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Manar secara garis besar dapat di kelompokkan ke dalam dua jenis; lembaga pendidikan yang mengikuti kurikulum dari Departemen Agama, dan lembaga pedidikan yang menggunakan kurikulum mandiri. Adapun lembaga pendidikan yang menggunakan kurikulum Departemen Agama adalah: Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah (Prog, IPS & Prog, Keagamaan) Sedangkan lembaga pendidikan yang menggunakan kurikulum mandiri adalah Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah, dan program-program yang berada di dalamnya. Adapun letak Pondok
Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut :
1. Pondok pesantren Al-Manar terletak di Desa Bener. letak geografis Desa Bener adalah sebagai berikut: a. Batas bagian utara
: Kody`a Salatiga
b. Batas bagian timur
: Dusun Cebongan
c. Batas bagian selatan
: Dusun Cabean
d. Batas bagian barat
: Jalan raya Solo-Semarang
2. Sedangkan letak pondok pesantren Al-Manar adalah sebagai berikut: a. Batas bagian barat
: Perumahan penduduk
b. Batas bagian utara
: Jalan Projo
c. Batas bagian timur
: sawah penduduk
d. Batas bagian selatan
: sawah penduduk
Data diambil dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012. Sarana dan Prasarana Dalam upaya untuk menunjang tujuan pendidikan kemandirian di Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai serta pemanfaatannya secara optimal. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki Pondok Pesantren Al-Manar, antara lain : a. Luas Tanah
: 4020 m2
b. Gedung
: 14 Unit
c. Masjid
: 1 Unit
d. Ruang
1) Ruang tamu
: 2 Unit
2) Ruang ustadz
: 2 Unit
3) Ruang TU
: 1 Unit
4) Ruang kelas
: 12 Unit
5) Asrama santri
: 10 Unit (Pa = 6 & Pi = 4)
6) Perpustakaan
: 1 Unit
7) Otomotif
: 1 Unit
8) Las
: 1 Unit
9) Menjahit
: 1 Unit
10) Memasak
: 1 Unit
11) WC Pa
: 2 Unit
12) WC Pi
: 6 Unit
13) Kantin
: 4 Unit
e. Halaman
:1
f.
:
Sisa tanah
g. Status Tanah
: Wakaf
Data diambil dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012. Keadaan Asatidz, Karyawan dan Santri Keadaan Asatidz, Karyawan Ustadz/guru adalah ujung tombak sebuah lembaga pendidikan, karena di tangan Ustadz/guru keberhasilan proses belajar mengajar, baik yang berkaitan dengan kualitas Ustadz/guru maupun kuantitas Ustadz/guru. Kualitas meliputi kemampuan Ustadz/guru, kompetensi Ustadz/guru, sehingga dengan demikian Ustadz/guru merupakan unsur yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu kuantitas dan kualitas tenaga pendidik selalu saja diupayakan oleh setiap
lembaga yang mengelola pendidikan yang tujuan akhirnya meningkatkan kualitas santri dan pondok pesantren tersebut melalui out put yang dihasilkan oleh pondok pesantren tersebut. Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang memiliki tenaga edukatif 40 orang, termasuk Kyai pengasuh pondok pesantren. Sedang untuk membantu kelancaran urusan administrasi, baik yang berhubungan dengan ustadz maupun dengan santri, Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dipegang oleh pengasuh pondok pesantren dan beberapa ustadz yang ditunjuk untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :
TABEL II DAFTAR ASATIDZ PONDOK PESANTREN AL-MANAR BENER KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG NO
Nama
Jabatan
1
K. As’ad Haris N.F.
2
K. Taufiqurrohman
3
K. Muhsinun
4
Iman Sulaiman
5
Prehanto, S.PdI
6
Habib Makmun
7
Nuryanto, S.PdI
8
Ahmad Mustafid, A.Ma
9
Makmun Santoso M.Pd
10
Najib Syaifullah
11
Ivah Fauzah
12
Siti Badriyah
13
Muh. Khaeroni, S.PdI
14
Ahmad Rifa’i
Ustadz
15
Sugeng Muhlisin, S. PdI
Ustadz
16
Gunawan
Ustadz
17
Siti Nafisah
18
Khabiburrokhman, M.Pd
Ustadz
19
Sukron Nailil Huda
Ustadz
20
Arif Hidayatullah
Ustadz
21
Ni’matul Istiqomah
22
Ahmad Makmun, S.PdI
23
M. Abdul Aziz
Pengasuh Ustadz
Ustadz Ustadz Ustadz Ustadz Ustadz Ustadz Ustadz Ustadz Ustadzah Ustadzah Ustadz
Ustadzah
Ustadzah Ustadz Ustadz
24
M. Khoirul Umam
25
Siti Affah
26
Fatoni, S.E
27
M. Sodiq
28
Asmu’i
29
Siti Zulaikho, S.Pd I
30
Rohmat Hidayat, S. PdI
31
Fathul Bahri
32
M. Ilzam Syah Almutaqi
33
Muntahani’
34
Nasta’in
35
Isma’il, S.PdI
36
Dwi Mahrus Salim
37
M. Matori
38
M. Arwani
39
M. Sholikin
Ustadz
40
Tho’if Ahmad
Ustadz
Ustadz Ustadzah Ustadz Ustadz Ustadz Ustadzah Ustadz Ustadz Ustadz Ustadzah Ustadz Ustadz Ustadz Ustadz Ustadz
Dari 40 tenaga edukatif tidak kesemuanya mengajar pendidikan agama melainkan sebagian dari mereka mengaarkan tentang life skill seperti Otomotof, Las, Menjahit dan Kursus Memasak. Keadaan santri Santri
merupakan
subjek
dalam
pendidikan
yang
selalu
membutuhkan arahan, bimbingan dan didikan dari ustadz. Pondok Pesantren
Al-Manar
Bener
Kecamatan
Tengaran
Kabupaten
Semarang, mempunyai santri sebanyak 115 santri. Kondisi santri Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut :
TABEL III
DAFTAR JUMLAH SANTRI PONDOK PESANTREN ALMANAR BENER KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG
NO
KELAS
JUMLAH SANTRI
1
III A Pa/Pi
14
2
III B Pa
23
3
III B Pi
20
4
III C Pa
25
5
III C Pi
28
6
IV Pa
25
7
IV Pi
29
8
V Pa
15
9
V Pi
20
10
VI Pa/Pi
22
11
VII Pa/Pi
12
Santri-santri yang terdaftar di atas kesemuanya berada di dalam asrama pondok pesantren dikarenakan asal mereka yang berbeda daerah. Kebanyakan dari santri berasal dari jawa tengah walaupun juga terdapat sebagian santri yang berasal dari luar wilayah jawa tengah bahkan ada yang dari luar jawa. Data tersebut diambil dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012. Struktur Organisasi Struktur organisasi pada suatu pondok pesantren sangat diperlukan, dengan upaya penggabungan kerja beberapa orang atau kelompok dapat mencapai tujuan bersama. Yaitu tujuan pendidikan
nasional pada umumnya dan tujuan pendidikan pada pondok pesantren
tersebut
organisasi Pondok
pada
khususnya.
Adapun
bagan
struktur
Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang, adalah sebagai berikut :
Bagan 3 STRUKTUR ORGANISASI PONDOK PESANTREN AL-MANAR BENER TENGARAN SEMARANG
PENGASUH K. AS’AD HARIS NF Ny FATIHAH ULFAH
KETUA AHMAD MUSTAFID, NAJIB SYAIFULLAH
SEKRETARIS
BENDAHARA
AHMAD RIFA’I
M. ILZAM SYAH DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
Pelaksanaan Pembelajaran di Pondok Pesantren al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten semarang Kurikulum Kurikulum pendidikan keagamaan di pondok pesantren al-Manar berkiblat kepada pondok Lirboyo (MHM) dan pondok pesantren al-Ittihad Poncol. Yaitu menggunakan sistem klasik (Sorogan dan Bandungan) dan menggunakan sistem klasikal. Adapun kitab-kitab yang dikaji adalah kitab klasik yang bermazhab Syafi’iyah. Kitab-kitab hasil karya ulama’ klasik tersebut digolongkan kepada Nahwu, Sorof, Fikih, Hadits, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Tarikh. Untuk lebih rincinya kitab-kitab yang diajarkan di pondok pesantren al-Manar adalah sebagai berikut: a. Nahwu -
Jurumiyah
-
Sulam Munawaroh
-
Matan Jurumiyah
-
Matan dan Syarah al-Imriti
-
Matan dan syarah al-fiyah
b. Sorof -
Qowa’idul I’lal
-
Amtsilatu Tashrifiyah
-
Qowa’idusy-shorfiyah
c. Fiqh -
Mabadi’ul fikih dan Wadhih
-
Kasifatu Saja
-
Safinatun-najah
-
Fath-hul Qorib
-
Fath-hul muin
-
Fath-hul wahab
d. Ushul Fikih -
Mabadi’ul Fikiyah
-
Asyulami
-
Al-Bayan
-
Al-Lumak
-
‘Irsyadul Fukhul
e. Hadist -
Arbainun-Nawawi
-
Abi Jamroh
-
Bulughul Marom
-
Musnad Syafi’i
-
Jawahirul Bukhori
f. Tafsir -
Tafsir Juz ‘amma
-
Tafsir Jalalain
-
Tafsir al-Itqon
g. Tauhid -
Badi’ul Amaly
-
Aqidatul Awam
-
Jawahirul Kalamiyah
-
As-Sanusiyah
h. Etika dan Tasawuf
i.
-
Nashoikhul Ibad
-
Ta’limul muta’alim
-
Al-Fath-hus Sholawah
-
Bidayatul Hidayah
-
‘Irs Yadul Ibad
-
Tambihul Ghofilin
Tarikh -
Khulasoh Nurul Yaqin
-
Tarikhul Islami
Sedangkan kurikulum pendidikan dalam peningkatan life skill para santri di pondok pesantren al-Manar merujuk pada kurikulum pendidikan pada sekolah kejuruan yang ada. Yaitu lebih mengutamakan praktek disbanding
dalam
penyampaian
materinya.
Adapun
pendidikan
peningkatan skill para santri tersebut adalah Otomotif, Las, Menjahit dan Memasak. Data tersebut diambil dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012.
Metode Pengajaran a. Metode Penyajian Sebagai langkah awal untuk mencapai tujuan dan arah pendidikan tersebut, adalah dengan jalan membangun suasana kehidupan yang
dijiwai oleh pancajiwa pondok. Hal ini selaras dengan slogan-slogan yang sangat terkenal di kalangan para santri yaitu “Berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikir bebas”, sehingga lahir manusia yang cakap, penuh dedikasi, trampil dan mampu menghadapi segala persoalan dan tantangan yang akan dijumpainya di dalam masyarakat kelak. Sistem pendidikan dan
pengajaran
di
pondok
pesantren
menerapkan sistem klasikal dan dalam bentuk. Yang dimaksud dengan sistem klasikal adalah: “Cara belajar dalam kelas pada suatu rombongan murid-murid yang sebaya dan mempunyai tingkat pengetahuan yang sama di ajar oleh seorang guru dalam waktu yang sama dan bahan pelajaran yang sama pula”. Sistem klasikal ini berbeda dengan sistem lama yaitu sistem sorogan,
dimana
masing-masing
santri
mempunyai
tingkat
pengetahuan yang berbeda, bahan yang diajarkan sesuai dengan permintaan santri. Guru pada sistem klasikal wajib memperhatikan kemajuan kelas secara keseluruhan di samping memperhatikan tiap-tiap santri secara perseorangan. Tempat belajar yang digunakan ruang yang dilengkapi dengan meja dan tempat duduk santri, papan tulis dan meja kursi guru. Tentang hasil sistem ini memang lebih efesien tidak banyak waktu
yang terbuang sedang nilai pelajaran secara minimal bagi santri yang keluar dari pondok pesantren dapat diukur. Sistem pendidikan ko-edukasi diterapkan juga di pondok pesantren ini. Sistem pendidikan ko-edukasi yaitu sistem pendidikan dimana santri putri belajar bersama dengan santri putra dalam satu kelas. Ini hanya diterapkan pada kelas enam dan tujuh, mengingat banyaknya tantangan karena pada umumnya sistem pendidikan kebanyakan pondok pesantren menggunakan sistem tradisional. Hal yang demikian perlulah diketahui bahwa pada umumnya Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren dasar pendidikannya adalah mencetak kader umat berda’wah mengembangkan agama Islam. Dan ciri khas pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang arahnya memperdalam pengetahuan keagamaan. Data tersebut diambil dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012.
Program Pengembangan Pondok Pesantren dan Masyarakat 1. Peranan Pondok Pesantren dalam Pelaksanaan Pengembangan Masyarakat Perkembangan
masyarakat
dewasa
ini
menghendaki
adanya
pembinaan anak didik yang dilakukan secara seimbang antara nilai dan sikap,
pengetahuan,
kecerdasan
dan
ketrampilan,
kemampuan
berkomunikasi dengan masyarakat secara luas, serta meningkatkan kesadaran terhadap alam lingkungannya. Asas pendidikan yang demikian
itu
diharapkan
dapat
merupakan
upaya
pembudayaan
untuk
mempersiapkan warga guna melakukan suatu pekerjaan yang menjadi mata pencahariannya dan berguna bagi masyarakatnya, serta mampu menyesuaikan diri secara kontinu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Untuk memenuhi tuntutan pembinaan dan pengembangan masyarakat berusahan mengerahkan segala sumber dan kemungkinan yang ada agar pendidikan secara keseluruhan mampu mengatasi berbagai problem yang dihadapi masyarakat dan bangsa. Kini masyarakat dan bangsa dihadapkan dengan berbagai masalah dan persoalan yang mendesak. Masalah-masalah yang paling menonjol ialah tekanan masalah penduduk, krisis ekonomi, pengangguran, arus urbanisasi dan lainnya. Sementara krisis nilai, terancamnya kepribadian bangsa, dekadensi moral semakin sering terdengar. Dalam upaya mengerahkan segala sumber yang ada dalam bidang pendidikan untuk memecahkan berbagai masalah tersebut, maka eksistensi pondok pesantren akan lebih disorot. Karena masyarakat dan pemerintah mengharapkan pondok pesantren yang memiliki potensi yang besar dalam bidang pendidikan. Watak otentik pondok pesantren yang cenderung menolak pemusatan (sentralisasi), merdeka dan bahkan desentralisasi dan posisinya di tengahtengah pemberdayaan dan transformasi masyarakat secara efektif, diantaranya: a. Peranan Instrumental dan Fasilitator
Hadirnya pondok pesantren yang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan
dan
keagamaan,
namun
juga
sebagai
lembaga
pemberdayaan umat merupakan petunjuk yang amat berarti. Bahwa pondok pesantren menjadi sarana bagi pengembangan umat ini tentunya memerlukan sarana bagi pencapaian tujuan. Sehingga pondok pesantren mengembangkan hal yang demikian berarti pondok pesantren tersebut telah berperan sebagai alat atau instrumen pengembangan potensi dan pemberdayaan umat. b. Peranan Mobilisasi Pondok pesantren merupakan lembaga yang berperan dalam mobilisasi masyarakat dalam perkembangan mereka. Peranan seperti ini jarang dimiliki oleh lembaga atau perguruan lainnya, dikarenakan hal ini di bangun atas dasar kepercayaan masyarakat bahwa pondok pesantren adalah tempat yang tepat untuk menempa akhlaq dan budi pekerti yang baik. Sehingga bagi masyarakat tertentu, terdapat kecenderungan yang memberikan kepercayaan pendidikan hanya kepada pondok pesantren. c. Peranan Sumber Daya Manusia Dalam sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pondok pesantren sebagai upaya mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, pondok pesantren memberikan pelatihan khusus atau diberikan tugas magang di beberapa tempat yang sesuai dengan pengembangan yang
akan dilakukan di pondok pesantren. Di sini peranan pondok pesantren sebagai fasilitator dan instrumental sangat dominan. d. Sebagai Agent of Developmen Pondok pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang ditawarkan. Kehadirannya bisa disebut sebgai agen perubahan sosial, yang selalu melakukan pembebasan pada masyarakat dari segala keburukan moral, pemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari pemiskinan ekonomi. e. Sebagai Center of Excellence Institusi pondok pesantren berkembang sedemikian rupa akibat persentuhan-persentuhannya dengan kondisi dan situasi zaman yang selalu berubah. Sebagai upaya untuk menjawab tantangan zaman ini, pondok pesantren kemudian mengembangkan peranannya dari sekedar lembaga keagamaan dan pendidikan, menjadi lembaga pengembangan masyarakat. Pada tataran ini pondok pesantren telah berfungsi sebgai pusat keagamaan, pendidikan dan pengembangan masyarakat. 2. Penyelenggaraan Unit Usaha dan Pengembangan Ketrampilan di Pondok Pesantren Dengan anggapan dasar bahwa tidak semua lulusan atau keluaran pondok pesantren akan menjadi ulama atau kyai, dan memilih lapangan pekerjaan di bidang agama, maka keahlian-keahlian lain seperti
pendidikan ketrampilan perlu diberikan kepada santri sebelum santri itu terjun ketengah-tengah masyarakat sebenarnya. Dipihak lain, guna menunjang suksesnya pembangunan, sebagai suatu lembaga yang cukup berpengaruh di tengah-tengah masyarakat ini merupakan potensi yang di miliki oleh pondok pesantren secara historis dan tradisi. Perkenalan atau persentuhan dunia pondok pesantren dengan berbagai bidang ketrampilan dan usaha pemberdayaan masyarakat sangatlah menguntungkan dan amat strategis. Kegiatan ini dapat di kembangkan oleh pondok pesantren dan dimulai dengan: a. Perencanaan (menumbuhkan gagasan, menetapkan tujuan, mencari data dan informasi, merumuskan kegiatan-kegiatan usaha dalam mencapai tujuan sesuai dengan potensi yang ada, melakukan analisis dan musyawarah) b. Pemilihan jenis usaha dan macam usaha 1) Luas lahan yang dimiliki pondok pesantren 2) Sumber daya manusia 3) Tersedianya sarana perlatan dan bahan baku yang ada di pondok pesantren 4) Kemungkinan pemasarannya. Ini erat kaitannya dengan potensi permintaan
masyarakat terhadap jenis produksi, barang atau
bahkan jasa tertentu. Atas dasar tersebut dilakukan pemilihan terhadap jenis-jenis dan macam usaha yang dapat didirikan di pondok pesantren, yaitu:
a. Bidang perdagangan b. Bidang pertanian dan Agribisnis c. Bidang industri kecil d. Bidang Elektronika dan perbengkelan e. Bidang keuangan/lembaga keuangan f. Bidang koprasi Data tersebut diambil dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012.
Keadaan Sosial Kemasyarakatan Sekitar Pondok Pesantren Keadaan warga pesantren terutama pengasuh, guru-guru dan para santri dengan pihak luar pesantren tidak bisa lepas dari perkembangannya dan pengaruh pesantren tersebut terhadap masyarakat luas dan tanggapan yang diterimanya. Dari uraian di atas nampak bahwa kegiatan-kegiatan warga pesantren sering kali melibatkan kepentingan-kepentingan masyarakat sekitarnya sehingga suatu hubungan saling belajar antara anggota masyarakat dengan para warga pesantren. Pada hakikatnva masyarakat dengan para warga pesantren adalah merupakan Society (masyarakat yang belajar bersama) karena apa yang dipelajari para santri sering merupakan masalah yang aktual dari masyarakat itu sendiri. Hubungan yang sangat erat antara pondok pesantren dan masyarakat se1ama ini merupakan realisasi dari pelaksanaan sistem pendidikan komprehensif yang tertuang dalam “Integrated Curricullum” yang berdasar
atas asas keseimbangan antara nilai dan sikap, pengetahuan, ketrampilan serta kemampuan komunikasi dan kesadaran akan ekologi lingkungannya. Dan pula sesuai dengan misi yang dibawa oleh lembaga pendidikan ini sebagaimana tertera pada arah dan tujuan pendidikan yakni kemasyarakatan. Data tersebut diambil dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012.
Latar Belakang Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Ponpes Al-Manar Bener 1. Pendidikan kemandirian keagamaan a. Latar belakang kemandirian keagamaan Latar belakang pendidikan kemandirian di Pondok Pesantren Al-Manar Bener dapat peneliti himpun berdasarkan hasil wawancara dan observasi di tempat penelitian,
Adapun hasil dari proses
wawancara yang telah kami laksanakan adalah sebagai berikut : Abah As’ad Haris (Jum’at, 04 Januari 2012) pengasuh Ponpes menjelaskan bahwa awal pendidikan kemandirian di Pondok Pesantren Al-Manar Bener , bersamaan dengan berdirinya Pondok Pesantren AlManar Bener
yaitu pada tahun 1913. Yang melatar belakangi
pendidikan kemandirian ini dikarenakan para santri bukan hanya lulusan dari Pondok Pesantren Ibtidaiyah atau Pondok Pesantren Tsanawiyah dan juga dari Pondok Pesantren Aliyah saja akan tetapi ada juga yang lulusan dari SD,SMP dan SMA, sehingga melalui pendidikan kemandirian ini perlu dipacu dalam meningkatkan baik
dalam hal pengetahuan keagamaan maupun sikap dan perbuatan untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harapan para santri akan menambah wawasan keagamaan dan tidak ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dwi Mahrus Salim (Jum’at, 04 Januari 2012) selaku humas dalam kepengurus pondok pesantren menambahkan bahwa yang melatar belakangi dimulainya pendidikan kemandirian
ini adalah
banyaknya input Pondok Pesantren Al-Manar Bener yang lulusan dari SD,SMP dan SMA atau pondok pesantren-pondok pesantren umum lainnya. Jadi untuk menyeimbangi pengetahuan agama dengan lulusan dari MI, MTs dan MA maka dibentukklan pendidikan kemandirian keagamaan yang diisi dengan pembelajaran bahasa arab dan dilanjutkan dengan baca Alqur’an. Semua itu dilaksanakan setiap hari sebelum ataupun sesudah jam pelajaran. Kami berharap, kata beliau dengan adanya organisasi pendidikan kemandirian keagamaan tersebut dimana memberikan bermacam-macam kegiatan seperti, kjaian islami, shalawat, seni baca Alqur’an, dan lain sebagainya yang telah diberikan secara luas akan memberikan konstribusi pada santri untuk mengamalkan dan mengerjakan serta menjalankan syari’at islam dengan baik dan sungguh sehingga akan menjadi menusia yang kamil sesuai dengan yang diharapkan oleh tujuan pendidikan islam itu sendiri. b. Tujuan kemandirian keagamaan
Untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan keagamaan di Pondok Pesantren Al-Manar Bener , berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Rahmad Hidayat (Jum’at, 04 Januari 2012) sebagai salah satu pengurus dan pembimbing pendidikan kemandirian keagamaan,
menjelaskan
bahwasanya
pendidikan
kemandirian
keagamaan salah satu tujuannya yaitu untuk menambah wawasan pengetahuan dan penguasaan baik dalam pengetahuan keagamaan yang ada pada santri. Dan dengan adanya pendidikan kemandirian ini, juga akan meningkatkan minat dan bakat santri dalam belajar agama dengan lebih intensif lagi seperti baca Al-Qur’an, kithabah, kajian keislaman, shalawat, dan lain sebagainya.
c. Tar get kemandirian keagamaan Rahmad Hidayat (Jum’at, 04 Januari 2012) sebagai pengurus Ponpes
menjelaskan
bahwa
untuk
meningkatkan
keberhasilan
pendidikan kemandirian, dengan mengacu pada pencapaian visi dan misi untuk pengembangan nilai, moral, etika, dan estetika sangat berpengaruh terhadap perkembangan pengalaman pengalaman pada santri. Situasi dapat berupa suasana yang tenang, harmonis, nyaman, teratur dan akrab, sebaliknya situasi dapat berupa suasana yang kurang mendukung bagi santri misalnya suasana yang gersang, bermusuhan, acuh tak acuh dan bising.
Kemudian Ismail (Jum’at, 04 Januari 2012) selaku pengurus dalam pendidikan pondok pesantren
menambahkan bahwa semua
situasi pendidikan tersebut sangat berpengaruh terhadap kesadaran moral santri (juga pada kemampuan akademik santri) karena hal itu melibatkan pertimbangan-pertimbangan psikologis seperti persepsi, sikap, kesadaran dan keyakianan mereka. 2. Pendidikan kemandirian peningkatan life skill a. Latar belakang pendidikan kemandirian peningkatan skill santri Latar belakang pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill di Pondok Pesantren Al-Manar Bener dapat peneliti himpun berdasarkan hasil wawancara dan observasi di tempat penelitian, Adapun hasil dari proses wawancara yang telah kami laksanakan adalah sebagai berikut : Abah As’ad Haris (minggu, 06 Januari 2012) pengasuh Ponpes menjelaskan bahwa awal pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill para santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener , ketika ada salah satu dari alumni yang telah sukses dalam dunia bisnis kemudian datang berkunjung ke pondok pesantren dan memberi masukan agar para santri selain diajarkan ilmu agama juga diajarkan ketrampilan agar nantinya setelah terjun ke masyarakat dapat mengembangkan ketrampilan yang didapatkannya dari pondok pesantren. Yang melatar belakangi pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill ini dikarenakan para santri setelah keluar dari pondok pesantren agar
memiliki suatu skill khusus yang dapat dikembangkan. Selain itu bagi santri yang akan masuk ke dunia kerja sudah memiliki kemampuan tersendiri. Melalui pendidikan kemandirian ini perlu dipacu dalam meningkatkan sikap dan perbuatan untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harapan para santri akan menambah wawasan dan tidak ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seharihari. Dwi Mahrus Salim (Minggu, 06 Januari 2012) pengurus Ponpes menambahkan bahwa yang melatar belakangi dimulainya pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill santri ini adalah banyaknya output santri yang hanya memiliki kemampuan dalam pengetahuan agama. Jadi untuk menyeimbangi pengetahuan agama dengan ketrampilan hidup maka dibentukklah pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill yang diisi dengan pelatihan otomotif, pelatiahan las, pelatiahan menjahit dan pelatiahan memasak. Kegiatan tersebut dilaksanakan dua kali dalam seminggu yaitu pada hari Minggu dan hari Jum’at. Bahwa dengan adanya pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill tersebut dapat memberikan ketrampilam dan lain sebagainya yang telah diberikan secara luas akan memberikan konstribusi pada santri untuk mengerjakan serta menjalankan dengan baik dan sungguh sehingga akan menjadi santri yang aktif dan kreatif sesuai dengan yang diharapkan oleh tujuan pendidikan. b. Tujuan pendidikan kemandirian peningkatan skill santri
Isma’il
(Minggu,
06
Januari
2012)
pengurus
Ponpes
menjelaskan bahwa tujuan diadakannya pendidikan kemandirian peningkatan skill santri adalah untuk meningkatkan minat dan bakat santri dalam mengembangkan kreativitas mereka dengan lebih intensif lagi seperti : 1) Otomotif Sepeda Motor Diajarkan kepada para santri agar menjadi montir yang handal sehingga setelah santri lulus dari pondok pesantren dapat masuk dalam dunia kerja otomotif bahkan dapat membuka bengkel sendiri. 2) Las Listrik Diajarkan kepada para santri agar selain santri memiliki keahlian dalam ilmu agama juga memiliki keahlian dalam mengelas sehingga setelah santri lulus dari pondok pesantren dapat masuk dalam dunia kerja bidang pengelasan bahkan dapat membuka industri sendiri. 3) Menjahit Diajarkan kepada para santriwati karena kebanyakan dari santri perempuan yang berminat, agar selain santriwati tersebut memiliki keahlian dalam ilmu agama juga memiliki keahlian dalam menjahit sehingga setelah santri lulus dari pondok pesantren dapat masuk dalam dunia kerja bidang garmen bahkan dapat tailor yang membuka usaha sendiri.
4) Memasak Diajarkan kepada para santri agar santri dapat memenuhi kebutuhan makannya sendiri tanpa tergantung pada orang lain.
BAB IV PEMBAHASAN D. Penyajian Dan Analisis Data Pelaksanaan Pendidikan Kemandirian 1. Pelaksanaan pendidikan kemandirian keagamaan Dwi Mahrus Salim (Jum’at 11 Januari 2012) menyatakan dan menjelaskan bahwa dalam pelaksaaan pendidikan kemandirian keagamaan Pondok Pesantren Al-Manar Bener ini dibimbing oleh ustadz. Beberapa pendidikan kemandirian yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesadaran beragama santri adalah : forum kajian Islam, seni baca Alqur’an, khitobah tiga bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris), shalawat, shalat berjamaah dan shalat dhuha, shalat sunah peringatan hari besar Islam dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan pelaksanaan kegiatan tersebut: a. Kegiatan Harian 1) Menciptakan Situasi Pondok pesantren Islami Yang Kondusif Tujuannya adalah menciptkan suasana lingkungan pondok pesantren dan warga pondok pesantren yang Islami sehingga lingkungan pondok pesantren akan tersentuh oleh rasa keagamaan. Kegiatan
ini
biasanya
dilakukan
melalui:
Membiasakan
mengucapkan salam sambil cium tangan kepala pondok pesantren dan ustadz serta apabila murid memasuki ruang ustadz. a) 04.30 – 04.45 jamaah sholat subuh b) 04.45 – 06.00 pengajian sorogan
c) 07.00 – 12.00 KBM MI, MTs, MA dan MAK d) 08.00 – 10.00 pengajian bandongan kurikulum ma’had & sholat dhuha e) 12.00 – 12.30 jamaah sholat dhuhur f) 13.30 – 15.00 KBM Madin jam I g) 15.00 – 15.30 jamaah sholat asar h) 15.30 – 16.45 KBM Madin jam II i) 17.00 – 17.30 pengajian bandongan j) 17.45 – 18.15 jamaah sholat magrib k) 18.15 – 19.00 pengajian sorogan l) 19.00 – 19.20 jamaah sholat isak m) 19.45 – 21.00 takror/musyawaroh n) 21.15 – 22.00 pengajian bandongan ( Qur’an&Hadits ) b. Kegiatan Mingguan 1) ahad pagi 05.00 – 08.30 Pengajian bandongan & jamaah Sholat dhuha 2) senin 19.45 – 21.00 Albarjanji antar kamar 3) kamis 16.30 – 17.30 Ziarah kemakbaroh 4) kamis 18.00 – 20.00 mujahadah kubro 5) jum’at 05.00 – 06.00 mujahadah as-ma’ul husna 6) jum’at 15.30 – 17.15 pengajian bandongan 7) jum’at 19.45 – 21.00 khitobah antar kamar
c. Kegiatan Bulanan 1) Kajian Islami Tujuan utamanya adalah agar santri muslim secara kaffah baik aqidah, amal ibadah maupun muamalah. Selain itu kajian Islami juga bertujuan untuk mengkaji serta memperdalam dan mencari jati diri sehingga terciptalah kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai insan yang beriman dan bertaqwa yang memiliki tanggung jawab pribadi maupun sosial. Kagiatan kajian Islami ini tidak hanya dikhususkan bagi para santri saja, tetapi juga bagi seluruh warga Pondok Pesantren AlManar Bener dan diwajibkan bagi bagi para penustadzs. Kegiatan ini biasanya diisi dengan dialog/diskusi, ceramah, dan lain sebagainya. Kegiatan ini rutin dilaksanakan tiap bulan. 2) Tadarus dan Khataman Alqur’an Tujuannya adalah agar tercipta situasi yang agamis serta menambah kelancaran dalam membaca ayat Alqur’an juga menimba pahala yang telah dijanjkan oleh Allah SWT serta mempertebal keimanan. Selain itu juga terdapat kegiatan rutin yang diadakan dan diikuti baik oleh pengurus saja maupun oleh semua santri seperti : a) setengah bulan sekali khitobah & al-Barjanji umum (kubro) b) 1 bulan sekali pertemuan pengurus c) 3 bulan sekali pertemuan umum (kubro)
d) 6
bulan
sekali
imtihanul
awal
(test)
Maddin
(robi’ul
awal&sya’ban) d. Kegiatan Tahunan 1) Peringatan Hari-Hari Besar Islam Tujuan dari kegiatan ini adalah mendalami setiap peristiwa penting untuk dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan perjuangan dan pengorbanan para pejuang yang terdahulu terutama tauladan para Nabi dan Rasul. Waktu pelaksanaannya sesuai dengan yang telah ditentukan dalam kalender nasional. Biasanya peringatan-peringatan hari besar Islam yang dilaksanakan Pondok Pesantren Al-Manar Bener adalah: a) Peringatan isro’ mi’roj b) Peringatan tahun baru hijriah c) Peringatan maulid nabi Muhammad d) Hari raya idhul adha (qurban) 2) Podok Ramadhan Tujuan dari kegiatan ini adalah agar santri dapat menimba ilmu pengetahuan praktis yang tidak diajarkan. Dalam kegiatan ini ustadz memberi tugas kepada santri untuk menulis laporan kegiatan selama pondok ramadhan, ini dimaksudkan agar para santri termotivasi untuk lebih bersemangat dan bersungguhsungguh dalam mengamalkan ibadah pada bulan suci ini khususnya santri pada umumnya agar santri akan terbiasa untuk
selalu mengamalkan apa yang telah dilaksanakan pada bulan ramadhan. 3) Penyembelihan Hewan Qurban Tujuan ini adalah agar para ustadz, pegawai dan para santri dapat berlatih rela berqurban sesuai dengan kemampuan masingmasing. Kegiatan ini biasa dilaksanakan setelah Shalat Idul Adha. 4) Bakti Sosial Bakti Sosial ini dilaksanakan oleh Pondok Pesantren yang dikoordinasi oleh ustadz. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar dapat membantu para fakir miskin dan yatim piatu. Selain kegiatan tersebut juga yang tidak kalah penting dan juga dilakukan rutin tiap tahunnya adalah : a. Penerimaan santri baru pada tiap-tiap tahun pelajaran baru b. Pada tiap bulan sya’ban diadakan pengajian akbar ( akhirussanah) pertemuan wali santri dan ramah tamah dengan wali santri c. Bersama-sama dengan akhirussanah diadakan khoul K.H Djalal Suyuthi d. Satu tahun sekali diadakan pertemuan dan ramah tamah santri alumni al-Manar e. Setiap dua tahun diadakan reformasi struktur ma’had serta programnya. Training centre pembekalan santri alumni ( mutakhorij ) dalam eksistensinya dimasyarakat
2. Pelaksanaan pendidikan kemandirian life skill Isma’il
(Jum’at 18 Januri 2012) menyatakan dan menjelaskan
bahwa dalam pelaksaaan pendidikan kemandirian life skill di Pondok Pesantren Al-Manar Bener
ini dibimbing oleh ustadz dan juga oleh
pembina-pembina lain yang sengaja didatangkan dari luar pondok pesantren. Beberapa pendidikan kemandirian yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan skill santri adalah : Otomotif, Las, Menjahit dan Memasak. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan pelaksanaan kegiatan tersebut seperti halnya yang telah dipaparkan oleh Isma’il (Jum’at 18 Januri 2012) : a. Otomotif Kemandirian dalam otomotif yang diajarkan di pondok pesantren ini adalah otomotif mesin sepeda motor dengan tujuan agar santri memiliki kompetensi sebagai mekanik sepeda motor seperti yang tersaji dalam,
menguasai dasar pengelolaan dan pengembangan bengkel
sepeda motor, dan mampu mengelola bengkel sesuai dengan keahlian yang diperoleh dari pendidikan ini. Sedangkan pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1. Pemberian teori Pemberian teori ini dilakukan oleh M. Mathori yang mana materi tersebut tentang mesin otomotif meliputi dasar-dasar motor dan bahan bakar mesin. Materi selanjutnya adalah Chasis /Rangka
Sepeda Motor yang meliputi chasis /rangka, kemudi, peredam getaran/shock absorber, pemindah tenaga, pelek dan jeruji dan Rem.
Tidak hanya itu saja masih ada materi tentang Kelistrikan Sepeda Motor yang muat tentang dasar listrik dan bateray, sistem pengapian konvensional dan elektronik (CDI), dan sistem starter dan pengisian pada sepeda motor serta sistem kelistrikan bodi sepeda motor 2. Pelaksanaan praktik Setiap
pemberian
materi
selesai
maka
para
santri
melaksanakan praktek yang mana praktek yang dilakukan adalah perawatan dan perbaikan sepeda motor meliputi perawatan dan perbaikan bahan bakar bensin (karburator), tune up sepeda motor dan overhaul motor bensin (sepeda motor). Praktik selanjutnya adalah perawatan dan perbaikan rangka sepeda motor yang meliputi perawatan dan perbaikan chasis /rangka, perawatan dan perbaikan kemudi, perawatan dan perbaikan peredam getaran/shock absorber, pemindah tenaga, perawatan serta perbaikan pelek dan jeruji dan perawatan serta perbaikan rem. Praktik yang terakhir oleh santri adalah perawatan dan perbaikan kelistrikan sepeda motor yang meliputi perawatan dan perbaikan bateray, perawatan dan perbaikan sistem pengapian konvensional dan elektronik (CDI), perawatan dan perbaikan sistem
starter dan pengisian pada sepeda motor serta perawatan dan perbaikan sistem kelistrikan bodi sepeda motor.
Setelah diadakan kegiatan tersebut diharapkan para santri dapat melaksanakan pekerjaan sebagai mekanik sepeda motor sesuai dengan kompetensi/keahlian yang dimiliki dan juga dapat mengelola dan mengembangkan bengkel sepeda motor.
b. Las Listrik Keterampilan las perlu diperkenalkan bagi santri khususnya dalam melengkapai pengetahuan otomotif. Karena las paling banyak digunakan atau diterapkan pada otomotif dan sepeda motor. Tidak semua pondok pesantren memiliki peralatan las, disamping harganya yang cukup mahal juga tenaga yang mengoperasikan belum banyak yang menguasainya. Sangat tepat jika santri pondok pesantren AlManar Bener diperkenalkan cara mengoperasikan dan melatih keterampilan dengan menggunakan peralatan tersebut sehingga para santri lebih percaya diri. Pengenalan dan pelatihan dilaksanakan di bengkel pondok pesantren Al-Manar Bener dan dibimbing oleh guru yang kompeten dan didatangkan dari luar pondok pesantren yang telah memiliki keterampilan yang tidak diragukan lagi. Gambaran pelaksanaan dan materi dalam kegiatan pengelasan tersebut adalah :
1)
Pemotongan/Persiapan las Dalam pelaksanaan ini para santri mempersiapkan segala peralatan
yang
memperhatikan
akan
digunakan
klasifikasi
dan
dalam
prinsip
pengelasan pemotongan
dan telah
dimengerti serta prosedur penyalaan dan pemotongan telah dimengerti juga macam-macam nyala api dan penggunaanya. Selain itu juga para santri juga telah mengetahui pemotongan plat dengan brander potong, memotong lurus dan miring, memotong dengan msin gerinda tangan, dan mengetahui jenis logam ferro dan non ferro 2)
Pengelasan Las Listrik Gas Metal Arc Welding (GMAW) Santri yang telah diberi teori tentang prosedur pengelasan kemudian disuruh mempraktekan pengelasan karena santri telah menguasainya. Kegiatan praktek tersebut adalah memperagakan proses las listrik SMAW. Setelah santri mampu memperagakan kemudian santri disuruh mempraktekkan bagaimana posisi tangan dalam
teknik
pengelasan.
Sebelum
santri
mempraktekan
pengelasan secara langsung, santri harus mengetahui tentang jenis dan ukuran elektroda serta penggunaanya serta penggunaan arus pengelasan
dan
juga
macam-macam
sambungan
las
dan
kegunaanya. Setelah berbagai proses tersebut dilalui oleh para santri maka santri lansung mempraktekan cara pengelasan dengan
pengelasan standart. Setelah hal tersebut di lalui dengan baik maka santri mempraktekan pengelasan dengan posisi las di bawah tangan, kemudian pengelasan dengan posisi las horizontal, posisi las vertical, dan posisi las overhead. Setip tahapan-tahapan pengelasan di atas setiap santri mengalami cacat las kemudian santri harus mengetahui cara mengatasinya. c. Manjahit kegiatan menjahit yang diajarkan pada santri mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa dalam menjahit sehingga memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh nilai ekonomi. Pelaksanaan kegiatan menjahit di pondok pesantren Al-Manar Bener adalah : 1.
Pemberian materi Pemberian materi ini dilakukan oleh Muntahanik sebagai ustadzah dan pembeimbing dalam kegiatan menjahit yang mana hal awal yang dilakukan adalah dengan pemberian meteri tentang pengetahuan terhadap piranti menjahit pendukung. Adapun materi tersebut antara lain mencakup piranti menjahit pokok, terdiri macam dan bagian-bagian mesin, yaitu mesin jahit manual, mesin jahit otomatis, mesin jahit semi otomatis, mesin jahit industri dan mesin jahit penyelesaian. Tidak hanya diberi tahu tentang peralatan
menjahit
akan tetapi juga diberikan meteri tentang cara
perawatannya. Pemberian materi selanjutnya adalah cara mengoperasikan mesin jahit dan mesin pelengkap lainnya kemudian dilanjutkan dengan mendesain dan membuat pola serta cara memotongnya. Tahap selanjutnya dengan penyaian materi tentang cara menjahit. 2.
Pelaksanaan praktek Setelah materi selesai diberikan oleh ustadzah Muntahanik kemudian menjadi tugas ustadzah Siti Affah untuk membimbing dalam praktrik para santri. Praktik pertama yang dilakukan oleh santri adalah mengoperasikan mesin jahit baik manual maupun otomatis sesuai dengan standar pengoperasiannya, disamping itu santri
melaksanakan
pemeliharaan
mesin
jahit
dengan
melaksanakan pembersihan mesin meliputi : Membersihkan bagian luar mesin dari debu-debu dan sisa-sisa benang dan kain, Membersihkan bagian dalam mesin dengan menggunakan lap halus, Membersihkan debu-debu dan kotoran yang menempel dengan kuas sehingga debu-debu yang menempel bersih, Membersihkan mesin dengan kain halus bagian bodynya setiap akan dan setelah selesai dipergunakan untuk menjaga kebersihan mesin, dan menutup mesin sesudah digunakan, Meminyaki mesin dengan cara menetesi minyak mesin (oli mesin khusus).
Praktek selanjutnya adalah dengan merancang desain maupun pola dengan menggunakan kestas sebelum dimal pada kain dan dilanjutkan dengan pemotongan serta penjahitan dan pemasangan aksesoris lainnya. d. Mamasak Pelaksanaan kegiatan memasak ditangani oleh uztadzah Siti Nafsiyah dengan pelaksanaan sebagai berikut : 1. Pemberian materi Materi yang diajarkan pertama kali adalah dengan pengenalan berbagai macam alat memasak serta penggunaanya. Kemudian dilanjutkan dengan pengenalan berbagai macam bumbu serta fungsinya dan pengenalan berbagai macam masakan beserta alat dan bumbu yang dibutuhkan sekaligus cara pemasakannya dan penyajiannya. 2. Pelaksanaan praktek Setelah materi diberikan kepada santri kegiatan selanjutnya adalah mempraktekannya. Setiap pemberian satu resep masakan oleh ustadzah maka santri langsung mempraktekannya dengan menyiapkan alat, bumbu, bahan, cara memasak dan cara penyaiannya.
E.
Usaha-Usaha
Pendidikan
Kemandirian
Dalam
Meningkatkan
Keberhasilan dan Kwalitas Pendidikan Santri 1. Usaha Pendidikan kemandirian Dalam Meningkatkan Keberhasilan Rahmad Hidayat (Minggu, 20 Januari 2012) sebagai pengurus Ponpes menjelaskan bahwa pendidikan kemandirian memberikan dampak kualitas keberagamaan terhadap aktivitas pondok pesantren. Ustadz dan santri secara aktif menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran baik kesadaran beragama maupaun kesadaran hidup (peningkatan skill). Dalam konteks Pendidikan Nasional, semua cara, kondisi, dan peristiwa dalam pendidikan kemandirian sebaiknya selalu diarahkan pada kesadaran nilai-nilai agama sekaligus pada upaya pemeliharaan fitrah beragama.
Karena
itu Pondok Pesantren Al-Manar
Bener
juga
mengadakan pendidikan kemandirian life skill yang dikembangkan secara integral baik dalam penataan fisik maupun pengalaman psikis. Dari penelitian yang sudah terdata diatas, yang penulis dapatkan berdasarkan pengamatan pada waktu pelaksanaan baik pendidikan kemandirian keagamaan maupun pendidikan kemandirian life skill dan dari hasil wawancara dengan pengurus dan pembinan pendidikan kemandirian keagamaan dan kemandirian life skill yang bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener, banyak sekali usaha-usaha yang dilakukan oleh para pengurus dan ustadz.
Pengurus dan ustadz dalam membimbing pendidikan kemandirian untuk meningkatkan keberhasilan santri, diantaranya yaitu: a. Kultur Keagamaan Pondok Pesantren Untuk pengelolaan pendidikan agama Islam sebagai kultur Pondok Pesantren, sebagian besar perilaku dan kebiasaan yang dikembangkan berjalan sukarela. Namun demikian Pondok Pesantren Al-Manar Bener secara tegas membuat peraturan seperti dalam tata tertib pondok pesantren. Hal-hal yang bersifat kultural yang dikembangkan di Pondok Pesantren, misalnya: 7K (Ketrampilan, Kerapian,
Kebersihan, Keindahan,
Kesopanan,
Ketertiban dan
Keamanan), kebiasaan untuk melakukan shalat jum’at di masjid pondok pesantren, pembiasaan shalat dhuha, shalat berjama’ah, tadarus, shalat sunah dan bacaan Alqur’an, berdo’a diawal dan diakhir jam pelajaran, kebiasaan mengucapkan salam, penggalangan infak santri secara sukarela, penyediaan majalah dinding khusus untuk opini keislaman pelibatan ustadz dalam forum pengajian dan pemberian keleluasaan kepada santri untuk mengelola kegiatan keagamaan. Sedangkan dalam kemandirian life skill kebiasaan untuk melakukan praktek baik otomotif, las, menjahit maupun memasak di tempat yang sudah disediakan, pembiasaan perawatan alat-alat yang tersedia, penyediaan majalah dinding khusus untuk opini tentang life skill yang ada dan
pelibatan ustadz maupaun pembimbing dalam
forum kajian ilmiyah yang berkenaan dengan life skill dan pemberian keleluasaan kepada santri untuk mengelola kegiatan life skill. b. Peningkatan Motivasi Motivasi dapat menjadi faktor penentu keberhasilan belajar santri. kecenderungan saat ini, motivasi peserta didik dalam belajar agama masih perlu ditingkatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa minat membaca, menulis dan berkarya dalam bidang keagamaan hanya terjadi pada sebagian kecil santri yang masih tergolong baru namun semakin lama para santri akan senang dengan hal tersebut. Sedangkan pemberian motivasi dalam pendidikan kemandirian tentang skill juga tidak dikesampingkan walaupun kegiatan ini sangat banyak diminati oleh santri baik santri yang masih baru maupun yang sudah lama. Pemberian motivasi ini dimaksudkan agar santri tidak hanya bisa melakukan apa yang telah dilakukan oleh pembimbing tetapi juga agar bisa menciptakan inovasi baru yang belum ditemukan oleh orang lain. c. Pengembangan Keilmuan Dalam hal pendidikan kemandirian keagamaan , pengurus dan ustadz memerintahkan kepada santri untuk mengadakan suatu kajian keislaman yang diisi dengan diskusi/dialog, ceramah dan tadabur ayatayat Alqur’an. Tidak hanya dalam hal keagamaan dalam hal pendidikan kemandirian
untuk
meningkatkan
skill
santri,
pengurus
juga
menyediakan beberapa sarana diantaranya bengkel otomotif, bengkel las, ruang menjahit dan tempat khusus untuk pelatihan memasak. Selain itu juga pembimbing dan pengurus memberi keleluasaan kepada santri untuk belajar di luar pondok pesantren. d. Mengikuti Berbagai Lomba Dalam
meningkatkan
pendidikan
kemandirian
keagamaan
perlombaan ini bisa dilakukan antar santri, antar kelas dalam satu pondok
pesantren
ataupun
antar
pondok
pesantren.
Biasanya
perlombaan ini dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari besar Islam. Perlombaan ini bertujuan agar santri menghargai, merenungkan betapa besar sejarah dan perjuangan Nabi dan para Sahabat dulu. Sedangkan dalam meningkatkan pendidikan kemandirian di bidang life skill perlombaan ini juga dilakukan antar santri maupun antar sekolah. e.
Evaluasi Dalam Berbagai Kegiatan
Evaluasi sangat penting untuk dilakukan karena, dengan evaluasi bisa mengukur kemampuan dan kemajuan yang telah diperoleh. Dengan evaluasi juga bisa mengukur segala kekurangan-kekurangan yang harus dibenahi kembali. Hal ini dilakukan baik dalam pendidikan kemandirian keagamaan maupaun pendidikan kemandirian di bidang life skill. 2. Kwalitas Pendidikan Santri Dalam pendidikan kemandirian baik dari segi kegamaan maupun dari peningkatan skill secara utuh kegiatan ini memberikan janji akan
peningkatan kwalitas pendidikan pondok pesantren Al-Manar Bener pada akhirnya bertujuan menciptakan pondok pesantren yang mapan eksklusif dan kondusif dalam kegiatan pendidikan. Dari segi keagamaan para santri baik putra maupun putrid dapat menyerap dan mengamalkan banyak sekali berbagai macam materi, hal ini dapat diamati dengan kegiatan, perbuatan dan sikap kesehariannya. Sedangkan dari segi peningkatan skill santri yang mengikuti dan setelah purna dari pondok pesantren dapat menerapkan dan mempraktekan apa yang telah dipelajari di pondok pesantren sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kwalitas pendidikan santri dalam peningkatan skill sangat baik walaupun masih perlu pengembangan lebih lanjut. Kwalitas pendidikan santri di pondok pesantren Al-Manar Bener ini juga bisa dilihat dari penerimaan santri baru tiap tahunnya yang semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kwalitas pendidikan di pondok pesantren tersebut memang benar-benar tidak meragukan.
F.
Faktor
Pendukung
Dan
Kendala-kendala
Dalam
Pelaksanaan
Pendidikan Kemandirian 1. Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Pendidikan kemandirian Baik pendidikan kemandirian keagamaan maupun pendidikan kemandirian life skill dalam setiap pelaksanaan pendidikan kemandirian tersebut di Pondok Pesantren Al-Manar Bener , dalam meningkatkan keberhasilan santri banyak sekali faktor-faktor yang mendukung kegiatan
tersebut, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan itu bisa brejalan dengan lancer. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Isma’il (Minggu, 20 Januari 2012) selaku sebagai pegurus dalam departemen pendidikan Pondok Pesantren Al-Manar Bener, beliau juga menambahkan bahwa adapun faktor-faktor pendukung diantaranya adalah: 1) Faktor Intern Yang mendukung dalam faktor ini adalah ustadz selaku Pembina, ustadz-ustadz lain yang dianggap mampu menguasai tentang keilmuan keagamaan yang mendalam dan ustadz maupun pembimbing yang memiliki kemampuan dalam meningkatkat skill santri, kerjasama antara pengurus, antar anggota. 2) Faktor ekstern Sumber belajar yang sangat menunjang adalah sumber belajar yang sudah disediakan secara formal seperti perpustakaan, buku, labolatorium ( bengkel Otomotif, bengkel las, ruang jahit, ruang pelatihan memasak), masjid dan sumber belajar lain yang dapat digali. Sehingga pemanfaatan sumber belajar yang telah disediakan perlu difungsikan secara optimal. 2. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Pendidikan kemandirian a. kendala-kendala dalam pendidikan kemandirian Dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian keagamaan di Pondok Pesantren Al-Manar Bener , juga tidak terlepas dari hambatan. Hambatan yang biasa sering ditemui dalam pelaksanaan pendidikan
kemandirian
ini
adalah
santri
sering
menganggap
pendidikan
kemandirian keagamaan kurang menarik, sehingga mengenyampingkan kegiatan tersebut. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Isma’il (Minggu, 20 Januari 2012) selaku sebagai pegurus dalam departemen pendidikan Pondok Pesantren Al-Manar Bener bahwa dalam pendidikan kemandirian keagamaan ini, khususnya dalam bidang qiro’ah hambatan yang seringkali ditemukan adalah kurangnya bakat dan minat yang dimiliki oleh santri. Selain itu, pada saat ujian ataupun liburan secara otomatis pendidikan kemandirian tidak dapat dilaksanakan, hal inilah yang menyebabkan para santri malas untuk mengikutinya kembali. Sebagaimana yang diungkapkan Ustd. Dwi Mahrus Salim (Minggu, 20 Januari 2012) bahwa saat ujian dan liburan, pendidikan kemandirian keagamaan secara keseluruhan diliburkan. Hal tersebut dilakukan agar santri dapat berkonsentrasi dalam mengikuti berbaga ujian. Namun demikian Ustd. M. Mathori (Minggu, 20 Januari 2012) menambahkan bahawa pendidikan kemandirian dalam hal peningkatan skill tetap disenangi oleh para santri seperti peltihan otomotif, las, menjahit dan memasak. Akan tetapi hal ini juga mengalami kendala dalam sarana prasarana yang kurang memadai sehingga para santri harus mencari di tempat lain karena sarana prasarana yang dibutuhkan belum tersedia sepenuhnya dan harus antri dalam penggunaan sarana prasarana
tersebut karena jumlahnya yang terbatas dan tidak seimbang dengan jumlah santri. b. Alternative pemecahannya Untuk mengatasi hambatan tersebut, para pembimbing selalu bekerja keras dan bekrja sama dengan ustadz atau orang tua santri untuk selalu giat dalam mengikuti pendidikan kemandirian keagamaan. Untuk menarik minat para santri maka pengurus dan ustadz melakukan inovasi baru dalam pengajaran seperti halnya pemberiany hadiah tanpa pemberitahuan lebih dulu, memberikan kesempatan pada santri untuk mengkaji keadaan di luar pondok pesantren dan sebagainya. Sedangkan dalam pendidikan kemandirian life skill pembimbing dan pengurus berusaha memenuhi kebutuhan sarana prasana dengan kerjasama dengan pihak lain yang bersedia menjadi donatur. Untuk menarik minat para santri maka pengurus dan ustadz biasanya juga mendatangkan tenaga pengajar atau pembina dari luar pondok pesantren sehingga dengan hal ini maka diharapkan dapat menarik minat para santri.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari data yang telah terhimpun, dilankutkan dengan uraian data dan pengkajian, maka dapat dipeoleh kesimpulan adalah sebagai berikut 1. Pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener adalah Pertama pendidikan kemandirian dibidang keagamaan yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesadaran beragama santri adalah : forum kajian Islam, seni baca Alqur’an, khitobah tiga bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris), shalawat, shalat berjamaah dan shalat dhuha, shalat sunah, peringatan hari besar Islam dan lain sebagainya semuanya terkumpul dalam kegiatan harian, kegiatan mingguan, kegiatan bulanan dan kegiatan tahunan. Kedua pelaksanaan pendidikan
kemandirian
life
skill
juga
dengan
mengedepankan
pengembangan skill santri dengan pembimbing yang benar-benar menguasai dalam bidangnya. Sedangkan dalam pelaksanaannya tidak hanya pemberian materi atau teori saja melainkan juga dengan praktek langsung. Pendidikan kemandirian life skill yang diajarkan adalah otomotif sepeda motor, las listrik, menjahit dan memasak. 2. Kualitas pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Dalam pendidikan kemandirian baik dari segi kegamaan maupun dari peningkatan
skill
secara utuh
memberikan peningkatan kwalitas
pendidikan pondok pesantren. Hal tersebut menandakan bahwa kualitas
pendidikan di pondok pesantren Al-Manar Bener sangat baik dengan memperhatikan tingkah laku maupun perbuatan santri dan juga dengan melihat para alumni yang dapat mempraktekkan life skill mereka baik di dunia kerja maupun kesehariannya. Kwalitas pendidikan tersebut juga dibuktikan dengan penerimaan santri yang tiap tahunnya meningkat. 3. Faktor yang mendukung dan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener adalah : a. Faktor Pendukung Faktor yang menjadi pendukung dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian baik dari segi agama maupun life skill terdiri atas 2 bagian yaitu : 1) Faktor Intern Yang mendukung dalam faktor ini adalah pengasuh, pengurus dan ustadz selaku pembina. 2) Faktor ekstern Yang mendukung dalam factor ini adalah sarana prasarana seperti masjid, perpustakaan, buku, labolatorium
bengkel
Otomotif, bengkel las, ruang jahit, ruang pelatihan dan sumber belajar lain yang dapat digali. b. Faktor Kendala Hambatan yang biasa sering ditemui dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian ini adalah santri sering menganggap
pendidikan kemandirian keagamaan kurang menarik, sehingga mengenyampingkan kegiatan tersebut. Selain itu sarana dan prasarana yang
kurang
meamdai
juga
menghambat
dalam
pendidikan
kemandirian tersebut.
B. Saran Saran yang akan disampaikan, yang dapat menumbuhkan kemandirian pada santri adalah : 1. Sebagai pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah harus selalu memberikan bimbingan secara moral dan memberi contoh teladan yang
baik
pada
anak
yang
dapat melalui kegiatan-kegiatan
pembiasaan. 2. Sebagai pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah khususnya harus memberikan kebutuhan yang diperlukan
santri karena
mereka
masih sangat membutuhkan bantuan orang lain. 3. Sebagai pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah yang sibuk, harusnya meluangkan waktu untuk santi supaya pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah dapat mengetahui perkembangan intelektualnya dan sebagai tanda respon bahwa kita sangat memperhatikan segala kegiatan yang telah ia lakukan.
C. Penutup Dengan mengharap rahmat dan ridho Allah SWT, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat pertolongan-Nya dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar meskipun banyak rintangan. Skripsi ini dapat terwujud juga karena adanya bantuan dari berbagai pihak yang terkait. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan harapan semoga amal kebaikannya diterima dan dibalas di sisi Allah SWT dengan balasan yang lebih baik. amin. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari yang namanya kesempurnaan dan masih banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun demi kebaikan penulis untuk melanjutkan study. Penulis juga berharap agar skripsi ini memberi manfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi pihak Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa meridhoi dan memberi petunjuk setiap langkah-langkah kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
A.Halim, RR. dkk. 2005. Menejemen Pesantren . Yogyakarta : Pustaka Pesantren Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta Asmani Ma’mur, Jamal. 2011. Tuntunan Lengkap Metode Praktis Penelitian Pendidikan. Jogjakarta. Diva Press Dian nafi’.M, Abd. A’la, Hindun Anissah, Abdul azis, Abdul Muhaimin. 2007. Praksis Pembelajaran Pesantren, Yogyakarta : Institut For Training and development ITD Fatah dkk. 2005.Rekontruksi Pesantren Masa Depan, Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra Hadi, Sutrisno. 2007. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset Haedari, H.Amin. 2007. Transformasi Peasntren, Jakarta : Media Nusantara Hielmy, Irfan. 2000. Wancana Islam, ciamis : Pusat Informasi Pesantren Hurlock, Elizabeth B. 1995. Psikologi Perkembangan, Jakarta : Erlangga Lie, Anita dan Prasasti Sarah. 2004. 101 Cara Membina Kemandirian dan Tanggung Jawab Anak, Jakarta : Elex Media Komputindo
Mastuki, El-sha, M. Ishom. 2006. Intelektualisme Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka Moleong, Lexy. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Sudrajad Rasyid, MM, Drs. H. Muhammad Nasri dan Dra. Hj. Sundarini. 2005.
Kewirausahaan Santri (Bimbingan Santri Mandiri), Jakarta : Pt. Citra yuda Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia Wahab, Rochidin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : Alfabeta Wahid, Marzuki. 1999. Pesantren Masa Depan. Bandung: Pustaka Hidayah Data Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012. Depag. 2003. Pola Pembelajaran di Pondok Pesantren. Jakarta: Ditpekapontren Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-Jum’anatul ‘ali Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur. Bandung : CV. Penerbit J-ART Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka ------------- 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Majalah Tajdid. 2009. Lembaga Penelitian dan Pengembangan, ciamis Kelompok Kerja Filosofi dan Kebijakan Strategi Pendidikan Nasional, Fasli Jalal : 2001
LAMPIRAN
FILE NOTE Tempat Penelitian
: Pondok Pesantren Al-Manar Bener
Tanggal
: Minggu, 31 Desember 2011
Kunjungan ke
: 1 (pertama)
1. Situasi dan Kondisi Pondok Pesantren Al-Manar Kunjungan pertama penulis meminta izin untuk melakukan penelitian di Pondok Pesantren Al-Manar kemudian dilanjutkan dengan mencari dokumen yang dibutuhkan seperti : a. Sejarah Singkat b. Letak Geografis c. Sarana dan Prasarana d. Keadaan Asatidz, Karyawan dan Santri e. Struktur Organisasi
Setelah mendapatkan document yang dibutuhkan penulis meminta izin untuk melakukan wawancara kepada pihak-pihak Ponpes yang bersangkutan yang akan dilksanakan pada hari Jum’at, 04 Januari 2012.
FILE NOTE Tempat Penelitian
: Pondok Pesantren Al-Manar Bener
Tanggal
: Jum’at, 04 Januari 2012
Kunjungan ke
: 2 (Dua)
2. Latar Belakang Pendidikan Kemandirian Keagamaan a. Bagaimana latar belakang diadakannya pendidikan kemandirian keagamaan di Ponpes Al-Manar Bener (visi,misi,tujuan&target)? Dwi Mahrus Salim : Yang melatar belakangi dimulainya pendidikan kemandirian
ini adalah banyaknya input Pondok
Pesantren Al-Manar Bener
yang lulusan dari
SD,SMP dan SMA atau pondok pesantren-pondok pesantren umum lainnya. Jadi untuk menyeimbangi pengetahuan agama dengan lulusan dari MI, MTs dan
MA
kemandirian
maka
dibentukklan
keagamaan
yang
pendidikan diisi
dengan
pembelajaran bahasa arab dan dilanjutkan dengan baca Alqur’an. Semua itu dilaksanakan setiap hari sebelum ataupun sesudah jam pelajaran. Kami berharap, kata beliau dengan adanya organisasi pendidikan kemandirian keagamaan tersebut dimana memberikan bermacam-macam kegiatan seperti, kjaian islami, shalawat, seni baca Alqur’an, dan lain sebagainya yang telah diberikan secara luas akan memberikan
konstribusi
pada
santri
untuk
mengamalkan dan mengerjakan serta menjalankan syari’at islam dengan baik dan sungguh sehingga akan menjadi menusia yang kamil sesuai dengan yang diharapkan oleh tujuan pendidikan islam itu sendiri. b. Siapa yang memprakarsai pendidikan kemandirian di Ponpes Al-Manar Bener?
Abah As’ad Haris : Awal pendidikan kemandirian di Pondok Pesantren AlManar Bener , bersamaan dengan berdirinya Pondok Pesantren Al-Manar Bener
yaitu pada tahun 1913.
Yang melatar belakangi pendidikan kemandirian ini dikarenakan para santri bukan hanya lulusan dari Pondok Pesantren Ibtidaiyah atau Pondok Pesantren Tsanawiyah dan juga dari Pondok Pesantren Aliyah saja akan tetapi ada juga yang lulusan dari SD,SMP dan SMA, sehingga melalui pendidikan kemandirian ini perlu dipacu dalam meningkatkan baik dalam hal pengetahuan keagamaan maupun sikap dan perbuatan untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harapan
para
santri
akan
menambah
wawasan
keagamaan dan tidak ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. c. Apa visi dan misi pondok pesantren sesuai dengan penddikan kemandirian dan apa tujuan pendidikan kemandirian di Ponpes Al-Manar Bener? Rahmad Hidayat : Untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan keagamaan di Pondok Pesantren Al-Manar Bener , sebagai salah satu pengurus dan pembimbing pendidikan kemandirian keagamaan,
menjelaskan
bahwasanya
pendidikan
kemandirian keagamaan salah satu tujuannya yaitu untuk
menambah
wawasan
pengetahuan
dan
penguasaan baik dalam pengetahuan keagamaan yang ada pada santri. Dan dengan adanya pendidikan kemandirian ini, juga akan meningkatkan minat dan bakat santri dalam belajar agama dengan lebih intensif lagi seperti baca Al-Qur’an, kithabah, kajian keislaman, shalawat, dan lain sebagainya. d. Apa target yang akan dicapai dengan diadakannya pendidikan kemandirian di ponpes al-manar?
Rahmad Hidayat
:
Untuk
meningkatkan keberhasilan pendidikan
kemandirian, dengan mengacu pada pencapaian visi dan misi untuk pengembangan nilai, moral, etika, dan estetika sangat berpengaruh terhadap perkembangan pengalaman pengalaman pada santri. Situasi dapat berupa suasana yang tenang, harmonis, nyaman, teratur dan akrab, sebaliknya situasi dapat berupa suasana yang kurang mendukung bagi santri misalnya suasana yang gersang, bermusuhan, acuh tak acuh dan bising. Ismail
: Semua situasi pendidikan tersebut sangat berpengaruh terhadap kesadaran moral santri (juga pada kemampuan akademik
santri)
karena
hal
itu
melibatkan
pertimbangan-pertimbangan psikologis seperti persepsi, sikap, kesadaran dan keyakianan mereka.
FILE NOTE Tempat Penelitian
: Pondok Pesantren Al-Manar Bener
Tanggal
: Minggu, 06 Januari 2012
Kunjungan ke
: 3 (tiga)
3. Latar Belakang Pendidikan Kemandirian Life Skil a. Bagaimana latar belakang diadakannya pendidikan kemandirian Life Skill di Ponpes Al-Manar Bener (visi,misi,tujuan&target)? Dwi Mahrus Salim : Yang melatar belakangi dimulainya pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill santri ini adalah
banyaknya
output
santri yang
hanya
memiliki kemampuan dalam pengetahuan agama. Jadi untuk menyeimbangi pengetahuan agama dengan ketrampilan hidup maka dibentukklah pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill yang diisi dengan pelatihan otomotif, pelatiahan las, pelatiahan menjahit
dan pelatiahan memasak.
Kegiatan tersebut dilaksanakan dua kali dalam seminggu yaitu pada hari Minggu dan hari Jum’at. Bahwa dengan adanya pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill tersebut dapat memberikan ketrampilam dan lain sebagainya yang telah diberikan secara luas akan memberikan konstribusi pada santri untuk mengerjakan serta menjalankan dengan baik dan sungguh sehingga akan menjadi santri yang aktif dan kreatif sesuai dengan yang diharapkan oleh tujuan pendidikan. b. Siapa yang memprakarsai pendidikan kemandirian Life Skill di Ponpes AlManar Bener? Abah As’ad Haris : Awal pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill para santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener , ketika ada salah satu dari alumni yang telah sukses dalam dunia bisnis kemudian datang berkunjung ke pondok pesantren dan memberi masukan agar para santri selain diajarkan ilmu agama juga diajarkan ketrampilan agar nantinya setelah terjun ke masyarakat dapat
mengembangkan
ketrampilan
yang
didapatkannya dari pondok pesantren. Yang melatar belakangi pendidikan kemandirian dalam peningkatan skill ini dikarenakan para santri setelah keluar dari pondok pesantren agar memiliki suatu skill khusus yang dapat dikembangkan. Selain itu bagi santri yang akan
masuk
kemampuan
ke
dunia
tersendiri.
kerja
sudah
Melalui
memiliki pendidikan
kemandirian ini perlu dipacu dalam meningkatkan sikap dan perbuatan untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harapan para santri akan menambah
wawasan dan tidak ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. c. Apa tujuan pendidikan kemandirian Life Skill di Ponpes Al-Manar Bener? Isma’il : Tujuan diadakannya pendidikan kemandirian peningkatan skill santri adalah untuk meningkatkan minat dan bakat santri dalam mengembangkan kreativitas mereka dengan lebih intensif lagi seperti : Otomotif Sepeda Motor diajarkan kepada para santri agar menjadi montir yang handal sehingga setelah santri lulus dari pondok pesantren dapat masuk dalam dunia kerja otomotif bahkan dapat membuka bengkel sendiri. Las Listrik diajarkan kepada para santri agar selain santri memiliki keahlian dalam ilmu agama juga memiliki keahlian dalam mengelas sehingga setelah santri lulus dari pondok pesantren dapat masuk dalam dunia kerja bidang pengelasan bahkan dapat membuka industri sendiri. Menjahit diajarkan kepada para santriwati karena kebanyakan dari santri perempuan yang berminat, agar selain santriwati tersebut memiliki keahlian dalam ilmu agama juga memiliki keahlian dalam menjahit sehingga setelah santri lulus dari pondok pesantren dapat masuk dalam dunia kerja bidang garmen bahkan dapat tailor yang membuka usaha sendiri. Memasak diajarkan kepada para santri agar santri dapat memenuhi kebutuhan makannya sendiri tanpa tergantung pada orang lain.
FILE NOTE Tempat Penelitian
: Pondok Pesantren Al-Manar Bener
Tanggal
: Jum’at, 11 Januari 2012
Kunjungan ke
: 4 (empat)
4. Pelaksanaan Pendidikan Kemandirian Keagamaan a. Bagaimana Pelaksanaan pendidikan kemandirian keagamaan? Dwi Mahrus Salim : Pelaksaaan pendidikan kemandirian keagamaan Pondok Pesantren Al-Manar Bener
ini dibimbing
oleh ustadz. Beberapa pendidikan kemandirian yang dikembangkan
dalam
rangka
meningkatkan
kesadaran beragama santri adalah : forum kajian Islam, seni baca Alqur’an, khitobah tiga bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris), shalawat, shalat berjamaah dan shalat dhuha, shalat sunah
peringatan
hari
besar
Islam
dan
lain
sebagainya. Kegitan tersebut kami rangkum dalam kegiatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan, untuk lebih jelasnya adik dapat melihat di dokumen tenyang ponpes al manar ini semua kegiatan keagamaan terangkum di situ. Penulis kemudian melanjutkan mencari dokumen yang berkenaan dengan hal tersebut.
FILE NOTE Tempat Penelitian
: Pondok Pesantren Al-Manar Bener
Tanggal
: Jum’at, 18 Januari 2012
Kunjungan ke
: 5 (Lima)
5. Pelaksanaan Pendidikan Kemandirian life Skill a. Bagaimana Pelaksanaan pendidikan kemandirian life skill? Isma’il : Pelaksaaan pendidikan kemandirian life skill di Pondok Pesantren Al-Manar Bener
ini dibimbing oleh ustadz dan juga oleh
pembina-pembina lain yang sengaja didatangkan dari luar pondok pesantren. Beberapa pendidikan kemandirian yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan skill santri adalah : Otomotif, Las, Menjahit dan Memasak. b. Bagaimana pelaksanaan pendidikan life skill di bidang otomitif ? Isma’il : Kemandirian dalam otomotif yang diajarkan di pondok pesantren ini adalah otomotif mesin sepeda motor dengan tujuan agar santri memiliki kompetensi sebagai mekanik sepeda motor seperti yang tersaji dalam,
menguasai dasar pengelolaan dan
pengembangan bengkel sepeda motor, dan mampu mengelola bengkel sesuai dengan keahlian yang diperoleh dari pendidikan ini. Sedangkan pelaksanaannya adalah sebagai berikut : Pemberian teori dilakukan oleh M. Mathori yang mana materi tersebut tentang mesin otomotif meliputi dasar-dasar motor dan bahan bakar mesin. Materi selanjutnya adalah Chasis /Rangka Sepeda Motor yang meliputi chasis /rangka, kemudi, peredam getaran/shock absorber, pemindah tenaga, pelek dan jeruji dan Rem. Tidak hanya itu saja masih ada materi tentang Kelistrikan Sepeda Motor yang muat tentang dasar listrik dan bateray,
sistem pengapian konvensional dan elektronik (CDI), dan sistem starter dan pengisian pada sepeda motor serta sistem kelistrikan bodi sepeda motor Setiap pemberian materi selesai maka para santri melaksanakan praktek yang mana praktek yang dilakukan adalah perawatan dan perbaikan sepeda motor meliputi perawatan dan perbaikan bahan bakar bensin (karburator), tune up sepeda motor dan overhaul motor bensin (sepeda motor). Praktik selanjutnya adalah perawatan dan perbaikan rangka sepeda motor yang meliputi perawatan dan perbaikan chasis /rangka, perawatan dan perbaikan
kemudi,
perawatan
dan
perbaikan
peredam
getaran/shock absorber, pemindah tenaga, perawatan serta perbaikan pelek dan jeruji dan perawatan serta perbaikan rem. Praktik yang terakhir oleh santri adalah perawatan dan perbaikan kelistrikan sepeda motor yang meliputi perawatan dan perbaikan bateray, perawatan dan perbaikan sistem pengapian konvensional dan elektronik (CDI), perawatan dan perbaikan sistem starter dan pengisian pada sepeda motor serta perawatan dan perbaikan sistem kelistrikan bodi sepeda motor. c. Bagaimana pelaksanaan pendidikan life skill di bidang las ? Isma’il
: Keterampilan las perlu diperkenalkan bagi santri khususnya dalam melengkapai pengetahuan otomotif. Karena las paling banyak digunakan atau diterapkan pada otomotif dan sepeda motor. Tidak semua pondok pesantren memiliki peralatan las, disamping harganya yang cukup mahal juga tenaga yang mengoperasikan belum banyak yang menguasainya. Sangat tepat jika santri pondok pesantren Al-Manar Bener diperkenalkan cara mengoperasikan dan melatih keterampilan dengan menggunakan peralatan tersebut sehingga para santri lebih percaya diri. Pengenalan dan pelatihan dilaksanakan di bengkel pondok pesantren Al-Manar Bener dan dibimbing oleh guru yang
kompeten dan didatangkan dari luar pondok pesantren yang telah memiliki keterampilan yang tidak diragukan lagi. Gambaran pelaksanaan dan materi dalam kegiatan pengelasan tersebut adalah : Pemotongan/Persiapan las dalam pelaksanaan ini para santri mempersiapkan segala peralatan yang akan digunakan dalam pengelasan
dan
memperhatikan
klasifikasi
dan
prinsip
pemotongan telah dimengerti serta prosedur penyalaan dan pemotongan telah dimengerti juga macam-macam nyala api dan penggunaanya. Selain itu juga para santri juga telah mengetahui pemotongan plat dengan brander potong, memotong lurus dan miring, memotong dengan msin gerinda tangan, dan mengetahui jenis logam ferro dan non ferro. Pengelasan Las Listrik Gas Metal Arc Welding (GMAW), Santri yang telah diberi teori tentang prosedur pengelasan kemudian disuruh
mempraktekan
pengelasan
karena
santri
telah
menguasainya. Kegiatan praktek tersebut adalah memperagakan proses las listrik SMAW. Setelah santri mampu memperagakan kemudian santri disuruh mempraktekkan bagaimana posisi tangan dalam teknik pengelasan. Sebelum santri mempraktekan pengelasan secara langsung, santri harus mengetahui tentang jenis dan ukuran elektroda serta penggunaanya serta penggunaan arus pengelasan dan juga macam-macam sambungan las dan kegunaanya. Setelah berbagai proses tersebut dilalui oleh para santri maka santri lansung mempraktekan cara pengelasan dengan pengelasan standart. Setelah hal tersebut di lalui dengan baik maka santri mempraktekan pengelasan dengan posisi las di bawah tangan, kemudian pengelasan dengan posisi
las
horizontal, posisi las vertical, dan posisi las overhead. Setip tahapan-tahapan pengelasan di atas setiap santri mengalami cacat las kemudian santri harus mengetahui cara mengatasinya.
d. Bagaimana pelaksanaan pendidikan life skill di bidang Menjahit? Isma’il : kegiatan menjahit yang diajarkan pada santri mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa dalam menjahit
sehingga
memiliki
keterampilan
yang
dapat
dimanfaatkan untuk memperoleh nilai ekonomi. Pelaksanaan kegiatan menjahit di pondok pesantren Al-Manar Bener adalah : Pemberian materi dilakukan oleh Muntahanik sebagai ustadzah dan pembeimbing dalam kegiatan menjahit yang mana hal awal yang dilakukan adalah dengan pemberian meteri tentang pengetahuan terhadap piranti menjahit pendukung. Adapun materi tersebut antara lain mencakup piranti menjahit pokok, terdiri macam dan bagian-bagian mesin, yaitu mesin jahit manual, mesin jahit otomatis, mesin jahit semi otomatis, mesin jahit industri dan mesin jahit penyelesaian. Tidak hanya diberi tahu tentang peralatan menjahit akan tetapi juga diberikan meteri
tentang
cara
perawatannya.
Pemberian
materi
selanjutnya adalah cara mengoperasikan mesin jahit dan mesin pelengkap lainnya kemudian dilanjutkan dengan mendesain dan membuat pola serta cara memotongnya. Tahap selanjutnya dengan penyaian materi tentang cara menjahit. Pelaksanaan praktek diberikan oleh ustadzah Muntahanik kemudian
menjadi
tugas
ustadzah
Siti
Affah
untuk
membimbing dalam praktrik para santri. Praktik pertama yang dilakukan oleh santri adalah mengoperasikan mesin jahit baik manual
maupun
otomatis
pengoperasiannya,
disamping
sesuai itu
dengan
santri
standar
melaksanakan
pemeliharaan mesin jahit dengan melaksanakan pembersihan mesin meliputi : Membersihkan bagian luar mesin dari debudebu dan sisa-sisa benang dan kain, Membersihkan bagian dalam mesin dengan menggunakan lap halus, Membersihkan
debu-debu dan kotoran yang menempel dengan kuas sehingga debu-debu yang menempel bersih, Membersihkan mesin dengan kain halus bagian bodynya setiap akan dan setelah selesai dipergunakan untuk menjaga kebersihan mesin, dan menutup mesin sesudah digunakan, Meminyaki mesin dengan cara menetesi minyak mesin (oli mesin khusus). Praktek selanjutnya adalah dengan merancang desain maupun pola dengan menggunakan kestas sebelum dimal pada kain dan dilanjutkan
dengan
pemotongan
serta
penjahitan
dan
pemasangan aksesoris lainnya. e. Bagaimana pelaksanaan pendidikan life skill di bidang memasak? Isma’il
: Pelaksanaan kegiatan memasak ditangani oleh uztadzah Siti Nafsiyah dengan pelaksanaan sebagai berikut : Pemberian materi yang diajarkan pertama kali adalah dengan pengenalan berbagai macam alat memasak serta penggunaanya. Kemudian dilanjutkan dengan pengenalan berbagai macam bumbu serta fungsinya dan pengenalan berbagai macam masakan beserta alat dan bumbu yang dibutuhkan sekaligus cara pemasakannya dan penyajiannya. Pelaksanaan
praktek
diberikan
kepada
santri
kegiatan
selanjutnya adalah mempraktekannya. Setiap pemberian satu resep
masakan
oleh
ustadzah
maka
santri
langsung
mempraktekannya dengan menyiapkan alat, bumbu, bahan, cara memasak dan cara penyajiannya.
FILE NOTE Tempat Penelitian
: Pondok Pesantren Al-Manar Bener
Tanggal
: Minggu, 20 Januari 2012
Kunjungan ke
: 6 (Enam)
6. Usaha Pendidikan kemandirian Dalam Meningkatkan Keberhasilan a. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan Ponpes al-Manar dalam meningkatkan kualitas pendidikan kemandirian..? Rahmad Hidayat : pendidikan kemandirian memberikan dampak kualitas keberagamaan terhadap aktivitas pondok pesantren. Ustadz dan santri secara aktif menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran baik kesadaran beragama maupaun kesadaran hidup (peningkatan skill). Dalam konteks Pendidikan Nasional, semua cara, kondisi, dan peristiwa dalam pendidikan kemandirian sebaiknya selalu diarahkan pada kesadaran nilai-nilai agama sekaligus pada upaya pemeliharaan fitrah beragama. Karena itu Pondok Pesantren Al-Manar Bener juga mengadakan pendidikan kemandirian life skill yang dikembangkan secara integral baik dalam penataan fisik maupun pengalaman psikis. Setelah mendapat penjelasan tersebut penulis mengadakan pengamatan secara langsung dari pelaksanaan sehingga dapat menyimpulkan bahwa : f. Kultur Keagamaan Pondok Pesantren Untuk pengelolaan pendidikan agama Islam sebagai kultur Pondok Pesantren, sebagian besar perilaku dan kebiasaan yang dikembangkan berjalan sukarela. Namun demikian Pondok Pesantren Al-Manar Bener secara tegas membuat peraturan seperti dalam tata tertib pondok pesantren. Hal-hal yang bersifat kultural yang dikembangkan di Pondok Pesantren, misalnya: 7K (Ketrampilan, Kerapian, Kebersihan, Keindahan, Kesopanan, Ketertiban dan Keamanan), kebiasaan untuk melakukan shalat jum’at di masjid pondok pesantren, pembiasaan shalat dhuha, shalat berjama’ah, tadarus, shalat sunah dan bacaan Alqur’an, berdo’a diawal dan diakhir jam pelajaran, kebiasaan mengucapkan salam, penggalangan infak santri secara sukarela, penyediaan majalah dinding khusus untuk opini keislaman pelibatan ustadz dalam forum
pengajian dan pemberian keleluasaan kepada santri untuk mengelola kegiatan keagamaan. Sedangkan dalam kemandirian life skill kebiasaan untuk melakukan praktek baik otomotif, las, menjahit maupun memasak di tempat yang sudah disediakan, pembiasaan perawatan alat-alat yang tersedia, penyediaan majalah dinding khusus untuk opini tentang life skill yang ada dan pelibatan ustadz maupaun pembimbing dalam forum kajian ilmiyah yang berkenaan dengan life skill dan pemberian keleluasaan kepada santri untuk mengelola kegiatan life skill. g. Peningkatan Motivasi Motivasi dapat menjadi faktor penentu keberhasilan belajar santri. kecenderungan saat ini, motivasi peserta didik dalam belajar agama masih perlu ditingkatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa minat membaca, menulis dan berkarya dalam bidang keagamaan hanya terjadi pada sebagian kecil santri yang masih tergolong baru namun semakin lama para santri akan senang dengan hal tersebut. Sedangkan pemberian motivasi dalam pendidikan kemandirian tentang skill juga tidak dikesampingkan walaupun kegiatan ini sangat banyak diminati oleh santri baik santri yang masih baru maupun yang sudah lama. Pemberian motivasi ini dimaksudkan agar santri tidak hanya bisa melakukan apa yang telah dilakukan oleh pembimbing tetapi juga agar bisa menciptakan inovasi baru yang belum ditemukan oleh orang lain. h. Pengembangan Keilmuan Dalam hal pendidikan kemandirian keagamaan , pengurus dan ustadz memerintahkan kepada santri untuk mengadakan suatu kajian keislaman yang diisi dengan diskusi/dialog, ceramah dan tadabur ayat-ayat Alqur’an. Tidak hanya dalam hal keagamaan dalam hal pendidikan kemandirian untuk meningkatkan skill santri, pengurus juga menyediakan beberapa sarana diantaranya bengkel otomotif, bengkel las, ruang menjahit dan tempat khusus untuk pelatihan memasak. Selain itu juga pembimbing dan
pengurus memberi keleluasaan kepada santri untuk belajar di luar pondok pesantren.
i.
Mengikuti Berbagai Lomba Dalam
meningkatkan
pendidikan
kemandirian
keagamaan
perlombaan ini bisa dilakukan antar santri, antar kelas dalam satu pondok pesantren ataupun antar pondok pesantren. Biasanya perlombaan ini dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari besar Islam. Perlombaan ini bertujuan agar santri menghargai, merenungkan betapa besar sejarah dan perjuangan Nabi dan para Sahabat dulu. Sedangkan dalam meningkatkan pendidikan kemandirian di bidang life skill perlombaan ini juga dilakukan antar santri maupun antar sekolah. j.
Evaluasi Dalam Berbagai Kegiatan Evaluasi sangat penting untuk dilakukan karena, dengan evaluasi bisa mengukur kemampuan dan kemajuan yang telah diperoleh. Dengan evaluasi juga bisa mengukur segala kekurangan-kekurangan yang harus dibenahi kembali. Hal ini dilakukan baik dalam pendidikan kemandirian keagamaan maupaun pendidikan kemandirian di bidang life skill.
b. Bagaimana kwalitasa pendidikan santri ? Rahmad Hidayat : Dari segi keagamaan para santri baik putra maupun putrid dapat menyerap dan mengamalkan banyak sekali berbagai macam materi, hal ini dapat diamati dengan kegiatan, perbuatan dan sikap kesehariannya. Sedangkan dari segi peningkatan skill
santri yang
mengikuti dan setelah purna dari pondok pesantren dapat menerapkan dan mempraktekan apa yang telah dipelajari di pondok pesantren sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kwalitas pendidikan santri dalam
peningkatan skill sangat baik walaupun masih perlu pengembangan lebih lanjut. Kwalitas pendidikan santri di pondok pesantren AlManar Bener ini juga bisa dilihat dari penerimaan santri baru tiap tahunnya yang semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kwalitas pendidikan di pondok pesantren
tersebut
memang
benar-benar
tidak
meragukan.
c. Apa saja yang menjadi factor-faktor yang menunjang dan yang menghambat dalam Isma’il : Faktor-faktor pendukung diantaranya adalah : Faktor Intern yaitu ustadz selaku Pembina, ustadz-ustadz lain yang dianggap mampu menguasai tentang keilmuan keagamaan yang mendalam dan ustadz maupun pembimbing yang memiliki kemampuan dalam meningkatkat skill santri, kerjasama antara pengurus, antar anggota. Faktor ekstern yaitu sumber belajar yang sudah disediakan secara formal seperti perpustakaan, buku, labolatorium ( bengkel Otomotif, bengkel las, ruang jahit, ruang pelatihan memasak), masjid dan sumber belajar lain yang dapat digali. Sehingga pemanfaatan sumber belajar yang telah disediakan perlu difungsikan secara optimal.
Isma’il : Pendidikan kemandirian keagamaan, khususnya dalam bidang qiro’ah hambatan yang seringkali ditemukan adalah kurangnya bakat dan minat yang dimiliki oleh santri. Selain itu, pada saat ujian ataupun liburan secara otomatis pendidikan kemandirian tidak dapat dilaksanakan, hal inilah yang menyebabkan para santri malas untuk mengikutinya kembali.
Dwi Mahrus Salim : Saat ujian dan liburan, pendidikan kemandirian keagamaan
secara
keseluruhan
diliburkan.
Hal
tersebut dilakukan agar santri dapat berkonsentrasi dalam mengikuti berbaga ujian. M. Mathori : Pendidikan kemandirian dalam hal peningkatan skill tetap disenangi oleh para santri seperti peltihan otomotif, las, menjahit dan memasak. Akan tetapi hal ini juga mengalami kendala dalam sarana prasarana yang kurang memadai sehingga para santri harus mencari di tempat lain karena sarana prasarana yang dibutuhkan belum tersedia sepenuhnya dan harus antri dalam penggunaan sarana prasarana tersebut karena jumlahnya yang terbatas dan tidak seimbang dengan jumlah santri. Untuk mengatasi hambatan tersebut, para pembimbing selalu bekerja keras dan bekrja sama dengan ustadz atau orang tua santri
untuk
selalu
giat
dalam
mengikuti
pendidikan
kemandirian keagamaan. Untuk menarik minat para santri maka pengurus dan ustadz melakukan inovasi baru dalam pengajaran
seperti
halnya
pemberiany
hadiah
tanpa
pemberitahuan lebih dulu, memberikan kesempatan pada santri untuk mengkaji keadaan di luar pondok pesantren dan sebagainya. Sedangkan
dalam
pendidikan
kemandirian
life
skill
pembimbing dan pengurus berusaha memenuhi kebutuhan sarana prasana dengan kerjasama dengan pihak lain yang bersedia menjadi donatur. Untuk menarik minat para santri maka pengurus dan ustadz biasanya juga mendatangkan tenaga pengajar atau pembina dari luar pondok pesantren sehingga dengan hal ini maka diharapkan dapat menarik minat para santri.