BAHASAN UTAMA
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI Erizal Jamal 1
Abstract Revitalizing agricultural and rural sectors which is in accordance with the effort of combating poverty, is one of the strategies chosen by The Kabinet Indonesia Bersatu (The United Indonesian Cabinet) in the frame of making the 'Development of the Whole Indonesian People' come true, wherein the target is the continuous economic growth, job vacancies availability, and poverty combat. However, this activity is, unfortunately, predictive and not based on accurate data, so that some determined targets seem incompatible with one another, especially those of monopolizing lands and of the peasants working in agricultural lands. In addition, it is not very clear what kind of effort to do to improve the land monopoly system in peasant level. This passage is trying to view the chances of improving the land monopoly system in peasant level, through a land consolidation started, with the land monopolizing improvement /land tenure reform, in peasant level. Such an effort could be of an initiation basic for the continued effort of consolidation that would enable peasants to get lands of certain width in one space. This effort is furthermore expected to open any other attempt related to agricultural attempts carried out by peasants.
Pendahuluan
secara menyeluruh melalui upaya Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan
Keinginan pemerintah untuk menata
Kehutanan, yang telah dicanangkan
kembali
oleh Presiden pada tanggal 11 Juni
pembangunan
pertanian
1 Ahli Peneliti Madya pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen
Pertanian.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
105
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI
yang lalu merupakan suatu angin
dominan akhir-akhir ini—atau hanya
segar bagi upaya peningkatan kese-
petani yang mengusahakan lahan.
jahteraan masyarakat desa, setelah
Karena bila dihitung dari seluruh ru-
selama ini mereka hanya menjadi alat
mah tangga yang mengusahakan ta-
produksi dan pelengkap dalam pelak-
naman padi di Jawa saja misalnya,
sanaan pembangunan secara umum.
menurut data BPS pada sensus per-
Berbagai peringatan telah dilontarkan
tanian
banyak kalangan agar program ini ti-
8.457.724 KK, sementara lahan sa-
2003,
jumlahnya
sebesar
dak terjebak dalam retorika politik
wah di Jawa cuma tersedia 3.334.627
dan menjadi proyek departemen tek-
hektar. Dengan cara perhitungan se-
nis semata (Kompas, 16 Juli 2005).
derhanapun tidak mungkin setiap ru-
Hal ini terutama berkaitan dengan ku-
mah tangga dapat mengusahakan la-
rang kuatnya dasar penetapan berba-
han sawah minimal satu hektar.
gai target dalam program ini. Tulisan ini akan mencoba melihat beSalah satu target yang perlu dikritisi
berapa
langkah
menyangkut rencana pencanangan
mungkin dapat dilakukan dalam upa-
lahan abadi 15 Juta hektar dan pemi-
ya memperbaiki distribusi lahan di
likan lahan pertanian di Jawa dan Bali
tingkat
seluas minimal 1 hektar per kepala
kaitannya dengan luas pengusahaan
keluarga dan luar Jawa/Bali 2,5 hek-
minimal seperti yang telah ditarget-
tar per KK (Bab IV tentang Manaje-
kan di atas. Pendekatan yang diguna-
men Pelaksanaan RPPK (Revitalisasi
kan dalam tulisan ini adalah pene-
Pertanian, Perikanan, dan Kehutan-
laahan terhadap berbagai hasil pene-
petani,
pragmatis
terutama
yang
dalam
an, dalam buku Revitalisasi Perta-
litian yang ada, yang terkait dengan
nian,
Kehutanan,
isu lahan dan reforma agraria. Bebe-
2005). Masalahnya, dalam buku pro-
rapa data primer dalam tulisan ini di-
gram yang dikeluarkan kantor Menko
ambil dari hasil penelitian penulis ten-
Perekonomian tersebut tidak begitu
tang Efficiency of Land Tenure Con-
jelas pola dan cara yang akan ditem-
tracts in West Java, Indonesia (2005).
Perikanan
dan
puh dalam mencapai target tersebut. Selain itu perlu juga ada kejelasan
Secara detil runut dari tulisan ini akan
petani mana yang menjadi target dari
diawali dengan mengutip beberapa
program tersebut, apakah seluruh pe-
konsep dan target Revitalisasi perta-
tani dalam arti luas—termasuk petani
nian yang telah dicanangkan peme-
tidak berlahan yang jumlahnya makin
rintah berikut beberapa tinjauan kritis
106
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA
terhadap konsep dan target tersebut.
baru sekitar 33,3 persen yang menga-
Pada bagian selanjutnya, akan dilihat
ku membaca keseluruhan konsep
beberapa fakta yang ada di lapangan
yang ada, sisanya hanya mengetahui
dan kemungkinan pencapaian target
dari pidato pejabat di atasnya tanpa
yang ditetapkan. Di bagian akhir akan
membacanya. Tentu kalau dilakukan
diuraikan beberapa langkah prag-
penelitian yang lebih mendalam, teru-
matis yang mungkin dilakukan, teru-
tama pada para pengambil kebijakan
tama dalam kaitannya dengan pe-
di luar Departemen Pertanian, tingkat
ngembangan berbagai pola pengusa-
pemahaman terhadap program ini
haan lahan yang ada di masyarakat.
akan lebih kecil lagi. Kabinet Indonesia bersatu sebenar-
Konsep Revitalisasi Pertanian
nya telah menetapkan revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan yang
Konsep Revitalisasi Pertanian menjadi
sejalan dengan upaya pengentasan
begitu populer saat ini, sehingga rasa-
kemiskinan sebagai salah satu dari
nya tiada hari tanpa ada pejabat yang
tiga strategi yang digunakan untuk
berbicara tentang revitalisasi perta-
operasionalisasi konsep pembangun-
nian, mulai di tingkat lokal sampai na-
an yang menggunakan strategi tiga
sional. Sepertinya tidak lengkap bila
jalur (triple track strategy) yang ber-
tidak menyinggung konsep ini jika
azas
berbicara tentang pembangunan pe-
dan pro-poor. Dua strategi lainnya
desaan, apalagi pembangunan perta-
adalah
nian dalam arti umum. Dengan demi-
ekonomi diatas 6,5 persen per tahun
kian, dalam arti pengenalan program,
melalui percepatan investasi dan eks-
pencanangan yang dilakukan presi-
por serta pembenahan sektor riil un-
den telah mencapai sasarannya.
pro-gowth,
pro-employment,
peningkatan
pertumbuhan
tuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapang-
Namun demikian, jika berbicara ten-
an kerja baru (Bab I buku Revitalisasi
tang pemahaman terhadap konsep
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
utuh dari program ini, nampaknya
2005).
masih memerlukan waktu untuk sosialisasi, karena ketika penulis secara
Secara konsepsi, Revitalisasi Perta-
acak melakukan wawancara pada be-
nian mengandung arti kesadaran un-
berapa pejabat di lingkup Departe-
tuk menempatkan kembali arti pen-
men Pertanian di Pusat dan daerah,
ting sektor pertanian secara propor-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
107
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI
sional dan kontekstual, dalam arti
pertanian lebih pada potret keadaan
menyegarkan kembali vitalitas serta
saat ini, dan bukan suatu data yang
memberdayakan
bersifat prediktif tentang kondisi 5—
kemampuan
dan
meningkatkan kinerja pertanian da-
25 tahun ke depan.
lam pembangunan nasional dengan Seharusnya suatu program besar se-
tidak mengabaikan sektor lain.
macam Revitalisasi Pertanian diawali Revitalisasi pertanian dimaksudkan
dari suatu analisis yang komprehensif
sebagai upaya membangun pertanian
tentang konfigurasi ruang dan lahan
dengan cara yang lebih partisipatif,
pada satu satuan waktu tertentu,
dan bukan berorientasi proyek untuk
dengan
menggalang dana. Melalui revitalisasi
perubahan yang terjadi di masyarakat
pertanian diharapkan tumbuh komit-
dan tataran global. Katakanlah de-
men dan kerjasama seluruh stake-
ngan memadukan data fisik keterse-
holder serta adanya perubahan para-
diaan lahan dan berbagai kemung-
digma pola pikir masyarakat dalam
kinan perubahan yang akan terjadi
memperhatikan
berbagai
melihat pertanian. Dalam hal ini per-
dalam 5—25 tahun ke depan serta
tanian seharusnya tidak hanya dilihat
kecenderungan permintaan masya-
sebagai urusan bercocok tanam yang
rakat terhadap berbagai produk yang
sekedar menghasilkan komoditas un-
terkait dengan penggunaan lahan,
tuk dikonsumsi, tetapi juga mempu-
akan
nyai multifungsi dan merupakan way
konfigurasi lahan dan ruang pada 5—
didapat
gambaran
tentang
of life serta sumber kehidupan seba-
25 tahun ke depan. Kondisi inilah se-
gian besar masyarakat kita.
harusnya yang dijadikan pijakan dalam membuat program atau kegiatan.
Lemahnya Dasar Penentuan Tar-
Berdasarkan data yang bersifat pre-
get Revitalisasi Pertanian
diktif 5—25 tahun ke depan, pemerintah bisa merencanakan berbagai
Satu persoalan berkaitan dengan pro-
perubahan, dengan melakukan pene-
gram revitaliasi pertanian adalah le-
kanan pada program tertentu. Misal-
mahnya dasar yang digunakan dalam
nya, dari data yang ada diketahui bah-
penyusunan target program. Seperti
wa tanpa intervensi pemerintah diper-
halnya dalam perencanaan pemba-
kirakan lahan pertanian akan berku-
ngunan lainnya, dasar pijakan yang
rang dalam jumlah tertentu pada 5—
digunakan dalam program revitalisasi
25 tahun ke depan. Bila pemerintah
108
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA
tidak menghendaki kondisi ini, maka
syarakat, terutama berkaitan dengan
pemerintah dapat menetapkan se-
kemungkinan pengembangan kegiat-
jumlah aturan yang mencegah terja-
an industri yang berbasis pertanian.
dinya perubahan peruntukan lahan
Menilik
pemikiran
Krisnamurthi
dan melakukan percepatan pence-
(2004) yang mencoba menelaah ke-
takan
berbagai
terkaitan kegiatan usaha tani dan
lokasi. Selain itu dengan mengetahui
industri yang berbasis pertanian, de-
konfigurasi lahan dan ruang pada 5—
ngan mengambil contoh petani padi,
lahan
baru
pada
25 tahun ke depan, pemerintah dapat
menyatakan bahwa jumlah petani
menyusun target yang lebih realistis
yang terlibat dalam kegiatan budi-
dalam menetapkan luas satuan lahan
daya memang harus berkurang, na-
yang dikuasai oleh petani dan upaya
mun jumlah kesempatan kerja dalam
yang perlu dilakukan untuk menyerap
'sistem industri beras' harus mening-
kelebihan tenaga kerja yang ada di
kat. Secara teoretis konsep ini me-
pedesaan.
mang indah, namun secara faktual sulit sekali merealisasikannya, teru-
Akibat lemahnya dasar yang diguna-
tama karena terbatasnya pengem-
kan dalam penetapan target, antara
bangan yang bisa dilakukan untuk in-
satu target dan lainnya terkadang ti-
dustri berbasis padi atau beras.
dak saling mendukung. Sebagai contoh, penetapan dasar target untuk pe-
Analisis yang dilakukan Pakpahan, et.
nguasaan lahan dan jumlah petani
al. (2004) justru memperlihatkan
yang bekerja di pertanian terasa se-
bahwa salah satu hambatan perce-
perti saling bertolak belakang. Pe-
patan pembangunan pertanian di In-
nguasaan lahan di Jawa dan Bali ditar-
donesia dibandingkan dengan bebe-
getkan minimal 1,0 hektar per KK dan
rapa negara di Asia adalah lambatnya
luar Jawa/Bali 2,5 hektar per KK, se-
pengurangan orang yang bekerja di
mentara jumlah tenaga kerja yang
pertanian dibandingkan pengurangan
bekerja di pertanian justru diharap-
Produk Domestik Bruto (PDB) perta-
kan meningkat dari 41,2 juta orang
nian. Seperti terlihat pada Tabel 1, se-
tahun 2005 menjadi 44,5 juta orang
tiap 1% penurunan pangsa PDB per-
tahun 2009.
tanian di Korea Selatan diikuti oleh 1,56% pengurangan tenaga kerja
Penetapan target cenderung bias pa-
pertanian, sementara di Indonesia se-
da perhitungan teoretis dan kurang
tiap penurunan 1% PDB pertanian ha-
didasarkan pada keadaan riil di ma-
nya diikuti penurunan pangsa tenaga
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
109
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI
kerja di sektor pertanian sebesar
bahwa kunci bagi upaya percepatan
0,43%. Dengan demikian, sektor per-
pembangunan pertanian justru terle-
tanian di Indonesia menanggung be-
tak pada upaya pengembangan usaha
ban tenaga kerja yang terlalu berat di-
yang tidak berbasis lahan di pede-
bandingkan negara lain di Asia. Salah
saan. Revitalisasi pedesaan merupa-
satu solusi yang disarankan untuk
kan jawaban yang lebih tepat dengan
mempercepat pembangunan perta-
sasaran
nian di Indonesia, apalagi dalam u-
nonpertanian di pedesaan, atau upa-
pengembangan
kegiatan
pe-
ya peningkatan sumberdaya manusia
nguasaan lahan, adalah dengan me-
di pedesaan yang dapat mengisi ke-
ngurangi tenaga kerja yang bekerja di
butuhan tenaga kerja terampil di per-
pertanian. Senada dengan pemikiran
kotaan atau pasar tenaga kerja di pa-
di atas, Simatupang, et. al. (1990)
saran global.
paya
meningkatkan
rata-rata
sejak lima belas tahun yang lalu telah digalakkan
Hal senada disampaikan oleh Hayami
upaya mengurangi pekerja di sektor
dan Kikuchi (1981) dalam mengana-
pertanian, dan ini merupakan titik
lisis keberhasilan Taiwan dan Jepang
kunci bagi peningkatan pendapatan
dalam memperbaiki distribusi pe-
petani.
nguasaan lahan petaninya. Menurut
menyarankan
perlunya
Hayami dan Kikuchi (1981), disamPengurangan disini diartikan sebagai
ping faktor lain seperti dukungan
upaya untuk mengurangi tekanan
yang kuat dari pemerintah dan keter-
terhadap lahan, dan dalam kondisi
sediaan data lahan yang akurat, Je-
seperti ini pengembangan kegiatan
pang dan Taiwan berhasil dalam
agroindustri memang solusi yang sa-
memperbaiki distribusi penguasaan
ngat diharapkan. Persoalannya seka-
lahan petaninya karena didukung oleh
rang, karena kegiatan pertanian uta-
cepatnya ekspansi sektor nonper-
ma di Jawa didominasi pada usaha
tanian dalam menyerap tenaga kerja
tani padi dan bahan pangan lainnya
pertanian yang ada, sehingga te-
yang lemah kaitan ke depannya,
kanan terhadap lahan menjadi menu-
maka peluang pengembangan agro
run dan upah di sektor pertanian me-
industri di Jawa kecil sekali.
ningkat.
Berdasarkan uraian di atas terlihat
110
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA Tabel 1 Perbandingan perubahan struktur ekonomi di beberapa negara di Asia, tahun 1957 dan 2002
Negara
GDP Pertanian (%)
Tenaga Kerja Pertanian (%)
56 17
61 44
45 9
58 21*
38 9
82 50*
41 4
70 12
1. Indonesia 1957 2002 2. Malaysia 1957 2002 3. Thailand 1957 2002 4. Korea Selatan 1957 2002 Catatan: * = tenaga kerja pria Sumber: Pakpahan, et. al. (2005)
Hal lain yang tidak kalah pentingnya
dalam usahatani, serta partisipasi da-
adalah kejelasan definisi petani yang
lam kegiatan berburuh tani. Dengan
digunakan. Menilik definisi yang digu-
cara seperti ini dia mendapatkan bah-
nakan Badan Pusat statistik (BPS),
wa yang benar-benar petani hanya
petani adalah orang yang mengu-
sekitar 20—25 persen dari seluruh
sahakan lahan untuk kegiatan budi-
penduduk desa.
daya pertanian atau orang yang bekerja di pertanian termasuk jasa per-
Kejelasan dalam definisi ini menjadi
tanian (BPS 2004). Dengan definisi
penting karena, dengan definisi yang
seperti ini tampak bahwa sebagian
ada saat ini, sepertinya seluruh pen-
besar penduduk pedesaan Indonesia
duduk desa itu hanyalah petani. Aki-
adalah petani. Bila kita lihat lebih jer-
bat cara pandang seperti ini, maka
nih, terutama kalau dihitung berda-
pembangunan
pedesaan
seakan
sarkan curahan waktu dan tenaga
hanya menjadi tanggung jawab de-
serta sumbangan pendapatan per ke-
partemen teknis yang terkait dengan
giatan, maka peran pertanian cende-
pertanian semata. Pola pikir semacam
rung
Pincus
ini nampaknya juga sudah merasuki
(1996) mencoba mengelompokkan
para pengambil kebijakan di negeri
penduduk desa berdasarkan pengua-
ini, sehingga ketika pencanangan re-
saan lahan, penggunaan buruh tani
vitalisasi pertanian beberapa waktu
semakin
mengecil.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
111
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI
yang lalu, yang terlibat dalam ke-
ngan melihat besaran konversi atau
giatan ini hanyalah departemen tek-
alih fungsi lahan pertanian. Konversi
nis yang terkait dengan pertanian da-
lahan sawah menjadi lahan nonper-
lam arti umum.
tanian dari tahun 1999—2002 diperkirakan mencapai 330.000 ha atau setara dengan 110.000 ha/tahun.
Potret Tentang Kondisi Lahan Sa-
Luas baku lahan sawah juga cende-
at Ini
rung menurun. Antara tahun 1981— 1999, neraca pertambahan lahan sa-
Berkaitan dengan lahan pertanian,
wah seluas 1,6 juta ha, tetapi antara
dasar yang digunakan dalam penyu-
tahun 1999 sampai 2002 terjadi pen-
sunan berbagai program dan kebi-
ciutan luas lahan sawah seluas 0,4
jakan dalam revitalisasi pertanian
juta ha karena tingginya angka kon-
adalah potret tentang keadaan saat
versi.
ini. Beberapa data yang digunakan sudah terlalu sering kita dengar dan
Sementara itu potensi lahan yang ma-
baca. Salah satu fakta yang diung-
sih dapat digunakan juga diung-
kapkan adalah:
kapkan, tetapi kurang jelas keadaan dan kemungkinan pemanfaatannya
Peningkatan jumlah penduduk tahun 2000—2003 sekitar 1,5 persen per tahun menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan terhadap sumberdaya lahan dan air. Luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa dan Bali hanya 0,34 ha per rumah tangga petani. Secara nasional, jumlah petani gurem (petani dengan luas lahan garapan <0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga petani pada tahun 2003 dengan rata-rata peningkatan jumlah petani gurem sekitar 2,4 persen per tahun (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2005). Persoalan konflik penggunaan lahan, terutama antara sektor pertanian dan nonpertanian, juga diungkapkan de-
112
lebih
lanjut.
Secara
detil
diung-
kapkan: Diperkirakan terdapat sekitar 9 juta ha lahan terlantar yang dewasa ini ditutupi semak belukar dan alang-alang. Pemanfaatan lahan yang berpotensi ini secara bertahap akan dapat mengantarkan Indonesia tidak saja berswasembada produk pertanian, tetapi juga berpotensi untuk meningkatkan volume ekspor, apalagi jika insentif untuk petani dapat ditingkatkan. Di samping itu, sekitar 32 juta ha lahan, terutama di luar Pulau Jawa, sesuai dan berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2005).
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA
Sampai saat ini, informasi sumber-
petani lain yang lahannya lebih luas,
daya lahan yang tersedia pada Pusat
dan kemudian petani berlahan sempit
Penelitian dan Pengembangan Tanah
ini banyak yang menjadi buruh tani a-
dan Agroklimat sebagai salah satu
tau bermigrasi ke wilayah perkotaan.
pusat penelitian yang tertua dan terlengkap di Indonesia dalam pemetaan
Kondisi ini menyebabkan jumlah bu-
lahan belum begitu lengkap. Sebagai
ruh tani makin meningkat dari waktu
gambaran, untuk seluruh Indonesia,
ke waktu, sehingga suplai tenaga bu-
sampai saat ini yang lengkap tersedia
ruh tani juga meningkat. Sementara
baru berupa peta pada skala eks-
itu permintaan relatif tetap atau bah-
plorasi (1:1.000.000), sedangkan da-
kan menurun karena berbagai sebab
ta/peta pada skala tinjau (1:250.000)
yang
baru sekitar 57% dari total wilayah
bangan teknologi dan makin terbuka-
Indonesia, dan peta pada skala semi
nya wilayah pedesaan untuk buruh ta-
berkaitan
dengan
pengem-
detil hingga 1:50.000 atau lebih ha-
ni dari luar desa. Tingginya per-
nya sekitar 13% (Badan Litbang Dep-
saingan dalam mendapatkan peker-
tan 2005). Dengan demikian data di
jaan menyebabkan tingkat upah ter-
atas masih perlu diuji kebenaran dan
tekan. Sebagai gambaran, dapat dili-
ketepatannya.
hat pada tabel 2, tingkat upah petani yang berupa bawon di salah satu desa
Terbatasnya lahan yang dapat diusa-
di Subang, Jawa Barat, terus menun-
hakan untuk usaha tani tidak saja
jukkan penurunan dari waktu ke wak-
menyebabkan makin sempitnya rata-
tu. Dengan terbatasnya peluang usa-
rata luas penguasaan oleh petani, te-
ha yang tersedia di pedesaan, penu-
tapi juga makin menekan tingkat
runan upah riil ini akan berdampak
upah di pedesaan. Petani berlahan
besar pada kesejahteraan masya-
sempit rentan sekali untuk meng-
rakat secara keseluruhan.
alihkan penguasaan lahannya kepada
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
113
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI Tabel 2 Perubahan dari pola bagi hasil untuk bawon di desa Mariuk, Jawa Barat, Tahun 1940—2004
Bagian hasil untuk yang melaksanakan panen Tahun
1/5
1940 a) 1950 a) 1965 a) 1975 a) 1980 b) 1990 c) 2004 d)
100 77 56
1/6 23 34 2
1/7
1/8
6 18 12 3
4 36 44 41
1/9
1/10
11 44 18 11
33 38 89
a) Hayami and Kikuchi (1981) b) Wiradi and Makali (1984) c) Pincus (1996) d) Jamal (2005)
Berdasarkan gambaran di atas, maka
Berkaitan dengan reformasi keagra-
upaya perbaikan yang akan dilaksa-
riaan dengan tujuan meningkatkan
nakan dalam rangka revitalisasi per-
akses petani terhadap lahan dan air
tanian adalah melalui: (i) reformasi
serta meningkatkan rasio luas lahan
keagrariaan untuk meningkatkan ak-
per kapita, belum begitu jelas pen-
ses petani terhadap lahan dan air ser-
dekatan yang akan digunakan dalam
ta meningkatkan rasio luas lahan per
program riilnya. Selama ini ada dua
kapita; (ii) pengendalian konversi la-
pendekatan yang digunakan dalam
han pertanian dan pencadangan la-
penataan penguasaan lahan di ma-
han abadi untuk pertanian sekitar 15
syarakat, yaitu pendekatan struk-
juta ha; (iii) fasilitasi terhadap pe-
tural dan teknokratis (Sumaryanto et.
manfaatan lahan (pembukaan lahan
al. 2002). Melalui pendekatan struk-
pertanian baru); serta (iv) penciptaan
tural penataan penguasaan dilakukan
suasana yang kondusif untuk agro-
by design melalui suatu aturan hu-
industri pedesaan sebagai penyedia
kum/kebijakan pemerintah. Salah sa-
lapangan kerja dan peluang pening-
tu bentuk utama dari pendekatan ini
katan
adalah
pendapatan
serta
kesejah-
teraan keluarga petani (Kementerian Koordinator 2005).
Bidang
Perekonomian
penataan
pemilikan/pe-
nguasaan melalui landreform. Pendekatan kedua yang bersifat teknokratis intinya
adalah
bahwa
struktur
penguasaan lahan tidak harus by design, karena struktur penguasaan la-
114
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA
han bersifat dinamis dan surplus eko-
pertanian potensial akan semakin
nomi tanah (land rent) akan menjadi
berkurang dan secara rata-rata pe-
penentu dalam pola alokasi antar
nguasaan lahan oleh petani akan
sektor maupun antar individu dalam
mengecil.
masyarakat. Dalam kondisi seperti di atas salah Sejak tahun 1966, pelaksanaan land-
satu peluang yang dapat digunakan
reform di Indonesia boleh dikatakan
untuk memperbaiki penguasaan la-
sudah berhenti sama sekali. Menurut
han di tingkat petani, terutama di Ja-
Moniaga
(1993),
selama
periode
1960—1965 pemerintah Indonesia mendistribusikan 850.128
hektar
lahan
sebanyak
melalui
program
wa, adalah melalui land tenure reform.
landreform. Selama pergolakan poli-
Langkah Pragmatis yang Mungkin
tik 1966—1967, sekitar 150.000 hek-
untuk Dilakukan.
tar dari lahan yang sudah didistribusikan tersebut diambil kembali
Secara mikro petani telah melakukan
oleh pemilik awalnya. Sampai saat ini
konsolidasi lahan, yang diindikasikan
belum jelas bagaimana bentuk land-
oleh adanya pergeseran proporsi ru-
reform yang mungkin dilaksanakan,
mah tangga dengan status lahan
terutama di Pulau Jawa.
garapan sakap, sewa, dan gadai (Ru-
Sementara itu penataan pemilikan/
sekarang adalah bagaimana kita me-
sastra et. al. 2000). Persoalannya penguasaan lahan yang diserahkan
nata semua pergeseran yang ada,
pada mekanisme pasar akan menye-
sehingga upaya ini tidak saja dapat
babkan
sektor
pertanian
banyak
meningkatkan rata-rata pengusaan
mengalami kesulitan. Hasil analisis
lahan di tingkat petani, tetapi juga
ekonomi sewa lahan (land rent eco-
meningkatkan
nomics) menunjukkan bahwa rasio
melalui perbaikan dalam fragmentasi
efisiensi
usahatani
land rent pengusahaan lahan untuk
pemilikan, fragmentasi fisik hampar-
usahatani padi dibandingkan dengan
an, dan jarak antar persil. Selain itu
penggunaan untuk perumahan dan
upaya ini juga diharapkan dapat me-
industri adalah satu berbanding 622
nunjang upaya pengembangan usaha
dan
Winoto
lain yang terkait dengan usahatani
1996). Dengan demikian, tanpa cam-
yang ada. Ini menjadi penting meng-
pur tangan pemerintah, lahan-lahan
ingat persoalan ketersediaan lapang-
500
(Nasoetion
dan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
115
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI
an kerja di pedesaan masih belum
Secara ekonomi, dari hasil penelitian
terpecahkan sampai saat ini.
yang saya lakukan (Jamal 2004), terlihat bahwa efisiensi usahatani padi
Secara umum, bagi petani kaya di
tidak berbeda nyata pada berbagai
pedesaan Jawa, akumulasi lahan me-
sistem penguasaan lahan yang ber-
lalui sistem sewa dan gadai lebih
beda. Yang banyak mempengaruhi
dominan dibandingkan bagi hasil. Se-
efisiensi
mentara itu bagi petani tidak ber-
persil yang dimiliki petani dan jumlah
lahan atau berlahan sempit, bagi hasil
sumber penghasilannya. Semakin ba-
merupakan pilihan utama karena me-
nyak jumlah persil lahan yang dimiliki
reka tidak harus menyediakan dana
petani, ada kecenderungan usaha ta-
tunai pada awal kegiatan usaha (tabel
ni tersebut semakin tidak efisien, ter-
3). Persoalannya sekarang adalah pe-
utama
tani penerima bagi hasil umumnya
hamparan. Sementara itu petani yang
usahatani
karena
adalah
jumlah
fragmentasi
fisik
berada dalam posisi lemah karena
jumlah sumber penghasilannya sedi-
tidak ada jaminan bahwa mereka da-
kit atau yang berkosentrasi pada usa-
pat mengusahakan lahan dalam ku-
hatani padi saja misalnya, maka efi-
run waktu tertentu. Semuanya ter-
siensi usahataninya juga semakin
gantung
lahan,
tinggi. Ini mengindikasikan bahwa
tanpa ada perjanjian tertulis yang
upaya konsolidasi lahan, terutama
lebih mengikat. Selain itu, karena
yang dapat dilakukan pada areal yang
petani dalam kategori ini dominan
sama dan berdekatan serta menjadi
jumlahnya, maka posisi tawar mere-
mata pencaharian utama petani, akan
ka dengan pemilik lahan umumnya
meningkatkan efisiensi usaha tani.
kebaikan
pemilik
lemah.
116
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA Tabel 3 Kepemilikan awal lahan (hektar) oleh petani yang menerima bagi hasil, sewa, dan gadai di beberapa desa di Jawa Barat, tahun 2004. Karakteristik Petani
Bagi hasil (%)
Sewa (%)
Gadai (%)
36.8 21.1 28.1 5.3 8.8
16.1 6.4 22.6 19.4 35.5
15.4 7.7 17.9 33.3 25.6
Persentase penghasilan petani dari usahatani padi
36.8
20.5
16.1
Persentase penghasilan petani dari kegiatan non-pertanian
26.8
39.8
43.9
Luas lahan awal yang dimiliki oleh petani (hektar) tidak berlahan • 0.10 - 0.49 • 0.5 - 0.99 • 1.00 - 2.00 • > 2.00
Sumber: Jamal (2004)
Bila dilihat factor payment dari input
lahan di pedesaan, terutama pada pe-
yang digunakan, termasuk lahan dan
tani berlahan sempit dan tak berla-
curahan waktu penggarap (tabel 4),
han, adalah melalui penyempurnaan
terlihat bahwa secara rata-rata ba-
sistem bagi hasil yang ada. Penyem-
gian penggarap untuk bagi hasil rela-
purnaan yang dibutuhkan adalah da-
tif lebih baik dibandingkan sewa. Pada
lam hal kepastian lamanya waktu ga-
sistem sewa, penggarap menang-
rap bagi penggarap dan, bila jumlah
gung biaya relatif lebih tinggi untuk
persil yang digarap lebih dari satu,
lahan dibandingkan sistem lainnya.
upaya
Pada sistem gadai, penerima gadai
lahan garapan pada hamparan yang
cenderung menikmati bagian hasil
sama dan dengan lusan minimal ter-
agar
penggarap
mendapat
yang lebih baik. Hal ini disebabkan
tentu. Secara umum pola ini diharap-
petani yang menggadai umumnya
kan dapat menginisiasi pola konso-
adalah petani yang terdesak untuk
lidasi lahan lanjutan sebagaimana
mendapatkan uang tunai dan posi-
yang dikonsepkan dalam corporate
sinya sangat lemah dalam proses
farming misalnya, tapi tentunya bu-
transaksi.
kan dalam arti menghilangkan kepastian batas kepemilikan lahan petani.
Dari gambaran di atas, terlihat bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki penguasaan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
117
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI Tabel 4 Factor payments(a) dan factor shares (b) per hektar dalam usahatani padi pada berbagai sistem penguasaan lahan di Jawa Barat tahun 2004
Bagi hasil INPUT Biaya Transaksi Benih dan lainnya (c) Tenaga kerja Kapital (d) Lahan Lainnya (e) Bagian untuk Penggarap Total output/ hektar (kg)
Sewa
Gadai
Factor Payment
Factor Share
Factor Payment
Factor Share
Factor Payment
Factor Share
22 745 1429 281 2016 35 1127
0.4 13.2 25.3 5.0 35.7 0.6 19.9
124 840 1355 314 2166 60 806
2.2 14.8 23.9 5.5 38.2 1.0 14.2
142 923 1531 312 1345 24 1651
2.4 15.6 25.8 5.3 22.7 0.4 27.8
5,654
5,666
5,928
(a) Factor payment dikonversi dari nilai input dalam rupiah kedalam satuan fisik output, dalam hal ini padi. (b) Factor share: % factor payment pada setiap input dari total padi yang dihasilkan petani. (c) Benih, pupuk, herbisida dan pestisida. (d) Sewa alat , mesin, dan bunga pinjaman uang. (e) Biaya irigasi dan pajak
Konsolidasi lahan dalam satu hampar-
suatu program nasional, namun kare-
an tidak saja akan memudahkan pe-
na data dasar yang digunakan dalam
ngelolaan, tetapi juga akan membuka
perencanaan masih berupa potret
berbagai kemungkinan pengembang-
keadaan saat ini dan bukan data yang
an kegitan pendukung, seperti pe-
bersifat prediktif, maka ditemukan
ngembangan usahatani terpadu de-
beberapa kelemahan mendasar da-
ngan ternak. Upaya ini diharapkan
lam penetapan target, terutama ber-
dapat membuka peluang usaha baru
kaitan dengan luas penguasaan mini-
dan peluang kerja baru bagi pendu-
mal dan jumlah total petani. Kedua target ini terasa bertolak belakang,
duk pedesaan.
terutama karena terbatasnya peluang pengembangan
agroindustri
untuk
usahatani yang berbasis komoditi pa-
Kesimpulan dan Saran
ngan seperti padi. Revitalisasi pertanian sudah disepakati merupakan salah satu upaya
Upaya perbaikan distribusi pengua-
yang sistematis untuk memperbaiki
saan lahan di tingkat petani dapat
kehidupan petani di pedesaan. Wa-
dilakukan melalui pendekatan struk-
laupun sudah diluncurkan sebagai
tural dan sporadis. Melalui pende-
118
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA
katan struktural, penataan pengua-
Pada tataran praktis, kedua pende-
saan dilakukan by design melalui
katan di atas masih terkendala berba-
suatu aturan hukum/kebijakan pe-
gai sebab, diantaranya lemahnya da-
merintah. Salah satu bentuk utama
ta lahan yang ada dan belum berfung-
dari pendekatan ini adalah penataan
sinya
pemilikan/penguasaan melalui land-
baik. Salah satu upaya pragmatis
mekanisme mungkin
kontrol
dilakukan
dengan
reform. Pendekatan kedua yang ber-
yang
sifat teknokratis intinya adalah bahwa
penataan sistem penguasaan lahan di
adalah
struktur penguasaan lahan tidak ha-
tingkat petani, dengan memberikan
rus by design, karena struktur pe-
penekanan pada upaya bagi hasil.
nguasaan lahan bersifat dinamis dan
Penataan diharapkan tidak saja mem-
surplus ekonomi tanah (land rent)
perbaiki luasan lahan yang dapat di-
akan menjadi penentu dalam pola
usahakan petani, tetapi juga mening-
alokasi antar sektor maupun antar in-
katkan efisiensi usahatani dan mem-
dividu dalam masyarakat.
buka peluang pengembangan usaha lain yang terkait dengan usaha tani.
Daftar Pustaka
Badan Litbang Deptan. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Jakarta: Badan Litbang Deptan. Biro Pusat Statistik. 2004. Sensus Pertanian 2003 Hasil Pendaftaran Rumah Tangga. Jakarta: BPS. Hayami & M. Kikuchi. 1981. Asian Village Economy at the Crossroads. Tokyo: University of Tokyo Press. p.275. Jamal, Erizal. 2005. Efficiency of Land Tenure Contracts in West Java, Indonesia. Dissertation at University of Philippines Los Banos.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
119
REVITALISASI PERTANIAN DAN UPAYA PERBAIKAN PENGUASAAN LAHAN DI TINGKAT PETANI
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Indonesia 2005, untuk Rakyat, Tanah Air dan Generasi Indonesia Mendatang. Jakarta: Kantor Menko Bidang Perekonomian. Krisnamurthi, B. 2004. “Arti Penting Pertanian: Masa Lalu dan Masa Depan”. Agro-Ekonomika XXXIV(2). Jakarta: PERHEPI. Moniaga, S. 1993. “Toward Community-based Forestry and Recognition of Adat Property Rights in the Outer Islands of Indonesia”, in J. Fox (ed.). Legal Frameworks for Forest Management in Asia: Case Studies of Community/State Relations. Honolulu: East West Center Program on Environment. pp. 131—150. Nasoetion, L. I. dan J. Winoto. 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Keberlanjutan Swasembada Pangan. Prosiding Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Kerjasama Puslit Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford Foundation. Bogor. Pakpahan, A., H. Kartodihardjo, R. Wibowo, H. Nataatmadja, S. Sadjad, E. Haris dan H. Wijaya. 2005. Membangun Pertanian Indonesia: Bekerja, Bermartabat dan Sejahtera. Cetakan II. Bogor: Himpunan alumni IPB Bogor. Pincus, J. 1996. Class Power and Agrarian Change: Land and Labor in Rural West Java. London: MacMillan Press. Rusastra, I. W., S.K. Darmoredjo, Wahida, dan A. Setiyanto. 2001. “Konsolidasi Lahan untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis”, dalam Rusastra, dkk. (peny.). Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 ke depan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Simatupang, P., S.H. Susilowati, dan Markos. 1990. “Pengganda Tenaga Kerja dan Pendapatan Agro-industri di Indonesia”, dalam P. Simatupang, dkk (peny.). Agro Industri Faktor Penunjang Pembangunan Pertanian di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Agro Ekonomi.
120
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
BAHASAN UTAMA
Sumaryanto, Syahyuti, Saptana, dan B. Irawan. 2002. “Masalah Pertanahan di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Tindak Lanjut Pembaruan Agraria”. Forum penelitian Agro Ekonomi 20(2). Bogor: Puslitbang Sosek Pertanian. Wiradi, G and Makali. 1984. ”Penguasaan Tanah dan Kelembagaan”, dalam F. Kasryno (peny.). Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 43—130.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006
121