55
SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN Sikap petani terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung Ilir. Sikap ini ditunjukkan oleh penilaian petani terhadap aspekaspek konversi lahan yang meliputi faktor penyebab konversi lahan, pola konversi lahan dan pemanfaatan lahan yang dikonversi, serta dampak konversi lahan terhadap kehidupan petani. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian dibagi menjadi empat kategori yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pernyataan yang diberikan merupakan pernyataan yang menunjukkan penilaian positif terhadap konversi lahan pertanian. Berdasarkan penilaian dari pernyataan yang diberikan, skor terendah dimiliki oleh responden (petani) yang menunjukkan sikap sangat setuju terhadap konversi lahan pertanian. Sementara skor tertinggi dimiliki oleh responden yang menunjukkan sikap sangat tidak setuju terhadap adanya konversi lahan pertanian. Skor ini diperoleh melalui jawaban responden saat mengisi kuesioner penelitian. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan sikap responden (petani) terhadap konversi lahan pertanian. Tabel 6 Jumlah responden menurut sikap terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir Kategori sikap
Jumlah responden (Orang)
Persentse (%)
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
1 5 42 12
1.7 8.3 70.0 20.0
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 42 responden (petani) memiliki sikap tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian. Posisi kedua dengan selisih yang cukup jauh dimiliki oleh petani yang sangat tidak setuju terhadap konversi lahan. Sementara petani yang menilai setuju bahkan sangat setuju terhadap konversi lahan pertanian berturut-turut berjumlah lima dan satu orang. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang terwakili oleh 60 responden memiliki sikap tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian. Konversi lahan pertanian di lokasi penelitian sebagian besar dimanfaatkan untuk perumahan. Berdasarkan hasil wawancara, sekitar 11,7% responden menyatakan tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian menjadi perumahan tetapi menyatakan setuju terhadap konversi lahan pertanian menjadi pabrik atau industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Sementara 1,7 persen menyatakan tidak setuju terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan kecuali untuk membangun rumah pribadi. Data tersebut menunjukkan bahwa sebesar 13,3% menunjukkan sikap setuju terhadap konversi lahan pertanian, namun tergantung pada pemanfaatan lahan yang dikonversi.
56 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian diduga memiliki hubungan dengan karakteristik individu responden. Karakteristik tersebut antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan tani, jumlah tanggungan dalam keluarga, tingkat pendapatan, dan penguasaan dan luas lahan oleh petani. Jenis kelamin dibedakan menjadi perempuan dan laki-laki. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 7 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan jenis kelamin Sikap petani Jenis kelamin
Total
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
Laki-laki
1 (1.7%)
3 (5.0%)
29 (48.3%)
9 (15.0%)
42 (70.0%)
Perempuan
0 (0.0%)
2 (3.3%)
13 (21.7%)
3 (5.0%)
18 (30.0%)
Total
1 (1.7%)
5 (8.3%)
42 (70.0%)
12 (20.0%)
60 (100.0%)
Tabel diatas menunjukkan bahwa sekitar 63,3% dari 70,0% responden berjenis kelamin laki-laki cenderung memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan responden laki-laki yang menyatakan tidak setuju sebanyak 48,3% dan sangat tidak setuju sebanyak 15,0%. Sikap negatif terhadap konversi lahan juga ditunjukkan oleh 26,7% dari 30,0% responden berjenis kelamin perempuan. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden perempuan yang menyatakan tidak setuju sebanyak 21,7% dan sangat tidak setuju sebanyak 5,0%. Tabel tersebut menyimpulkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Karakteristik responden berikutnya adalah usia. Penggolongan usia responden dilakukan berdasarkan sebaran data di lapangan (data emik). Usia responden digolongkan menjadi muda (<45 tahun), sedang (46-62 tahun), dan tua (>62 tahun). Data di lapangan menunjukkan bahwa jumlah petani didominasi oleh petani berusia sedang. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa petani yang berusia tua telah berkurang jumlahnya karena tidak mampu secara fisik untuk bekerja di sawah. Sementara petani yang berusia muda memiliki minat yang kurang terhadap pekerjaan tani. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan usia responden dapat dilihat sebagai berikut.
57 Tabel 8 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan usia Sikap petani Kategori usia
Muda (< 45 th) Sedang (46-62 th) Tua (> 62 th) Total
Total
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
0 (0.0%)
1 (1.7%)
13 (21.7%)
2 (3.3%)
16 (26.7%)
1 (1.7%)
2 (3.3%)
24 (40.0%)
8 (13.3%)
35 (58.3%)
0 (0.0%)
2 (3.3%)
5 (8.4%)
2 (3.3%)
9 (15.0%)
1 (1.7%)
5 (8.3%)
42 (70.0%)
12 (19.9%)
60 (100.0%)
Tabel diatas menunjukkan bahwa sekitar 25,0% dari 26,7% responden berusia muda cenderung memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan responden berusia muda yang menyatakan tidak setuju sebanyak 21,7% dan sangat tidak setuju sebanyak 3,3%. Sikap negatif terhadap konversi lahan juga ditunjukkan oleh sekitar 53,3% dari 58,3% responden berusia sedang. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden berusia sedang yang menyatakan tidak setuju sebanyak 40,0% dan sangat tidak setuju sebanyak 13,3%. Sikap yang sama ditunjukkan juga oleh sekitar 11,7% dari 15,0% responden berusia tua. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden berusia tua yang menyatakan tidak setuju sebanyak 8,4% dan sangat tidak setuju sebanyak 3,3%. Tabel tersebut menyimpulkan bahwa baik responden berusia muda, sedang, maupun tua memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Tingkat pendidikan responden digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kategori rendah dimiliki oleh responden dengan tingkat pendidikan SD atau sederajat, kategori sedang dimiliki oleh responden dengan tingkat pendidikan SMP atau sederajat, dan tingkat pendidikan tinggi dimiliki oleh responden dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat sebagai berikut.
58 Tabel 9 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan tingkat pendidikan Sikap petani Tingkat pendidikan
Rendah (SD) Sedang (SMP) Tinggi (SMA) Total
Sangat tidak Tidak setuju setuju
Total
Sangat setuju
Setuju
1 (1.7%)
4 (6.7%)
31 (51.6%)
10 (16.7%)
46 (76.7%)
0 (0.0%)
1 (1.7%)
4 (6.6%)
0 (0.0%)
5 (8.3%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
7 (11.7%)
2 (3.3%)
9 (15.0%)
1 (1.7%)
5 (8.4%)
42 (70.0%)
12 (19.9%)
60 (100.0%)
Tabel diatas menunjukkan bahwa sekitar 68,3% dari 76,7% responden berpendidikan rendah cenderung memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan responden berpendidikan rendah yang menyatakan tidak setuju sebanyak 51,6% dan sangat tidak setuju sebanyak 16,7%. Sikap negatif terhadap konversi lahan juga ditunjukkan oleh sekitar 6,6% dari 8,3% responden berpendidikan sedang. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden berusia sedang yang menyatakan tidak setuju sebanyak 6,6%. Sikap yang sama ditunjukkan juga oleh seluruh responden berpendidikan tinggi. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden berpendidikan tinggi yang menyatakan tidak setuju sebanyak 11,7% dan sangat tidak setuju sebanyak 3,3%. Responden berpendidikan tinggi tidak ada satu pun yang memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Tabel tersebut menyimpulkan bahwa baik responden berpendidikan rendah, sedang, maupun tinggi memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Status pekerjaan tani adalah status yang dipilih oleh responden dalam bekerja sebagai petani maupun buruh tani. Status ini dikategorikan menjadi dua, yaitu status pekerjaan tani sebagai pekerjaan utama dan sampingan. Status ini sulit dilihat ketika responden memiliki pekerjaan lain selain bertani. Oleh karena itu, perlu diketahui berdasarkan pertanyaan yang diberikan mengenai status mana yang dipilih oleh responden. Berikut ini disajikan tabel untuk mengetahui sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan status pekerjaan bertani.
59 Tabel 10 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan status pekerjaan bertani Sikap petani Status pekerjaan bertani
Sangat tidak Tidak setuju setuju
Total
Sangat setuju
Setuju
Utama
1 (1.7%)
4 (6.6%)
29 (48.3%)
9 (15.0%)
43 (71.7%)
Sampingan
0 (0.0%)
1 (1.7%)
13 (21.6%)
3 (5.0%)
5 (28.3%)
Total
1 (1.7%)
5 (8.3%)
42 (70.0%)
12 (20.0%)
60 (100.0%)
Tabel diatas menunjukkan bahwa sekitar 63,3% dari 71,7% responden berstatus pekerjaan tani sebagai pekerjaan utama cenderung memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan responden berstatus pekerjaan tani sebagai pekerjaan utama yang menyatakan tidak setuju sebanyak 48,3% dan sangat tidak setuju sebanyak 15,0%. Sikap negatif terhadap konversi lahan juga ditunjukkan oleh sekitar 26,6% dari 28,3% responden berstatus pekerjaan tani sebagai pekerjaan sampingan. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden berstatus pekerjaan tani sebagai pekerjaan sampingan yang menyatakan tidak setuju sebanyak 21,6% dan sangat tidak setuju sebanyak 5,0%. Tabel tersebut menyimpulkan bahwa baik responden berstatus pekerjaan tani sebagai pekerjaan utama maupun sampingan memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah orang dalam keluarga yang masih ditanggung biaya hidupnya oleh responden. Penggolongan jumlah tanggungan dalam keluarga dilakukan berdasarkan sebaran data di lapangan. Jumlah tanggungan dalam keluarga digolongkan menjadi sedikit, sedang, dan banyak. Kategori jumlah tanggungan dalam keluarga yang tergolong sedikit dimiliki oleh responden yang memiliki tanggungan < 3 orang, jumlah tanggungan sedang antara 3 – 5 orang, dan jumlah tanggungan banyak dimiliki oleh responden yang memiliki tanggungan > 5 orang. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan jumlah tanggungan dalam keluarga dapat dilihat pada tabel berikut.
60 Tabel 11 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan jumlah tanggungan dalam keluarga Jumlah tanggungan dalam keluarga
Sikap petani Sangat tidak Tidak setuju setuju
Total
Sangat setuju
Setuju
Sedikit (< 3 orang)
0 (0.0%)
2 (3.3%)
14 (23.4%)
8 (13.3%)
24 (40.0%)
Sedang (3–5 orang)
1 (1.7%)
3 (5.0%)
26 (43.3%)
3 (5.0%)
33 (55.0%)
Banyak (> 5 orang)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
2 (3.3%)
1 (1.7%)
3 (5.0%)
Total
1 (1.7%)
5 (8.3%)
42 (70.0%)
12 (20.0%)
60 (100.0%)
Data pada tabel menunjukkan bahwa sekitar 36,7% dari 40,0% responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong sedikit cenderung memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong sedikit yang menyatakan tidak setuju sebanyak 23,4% dan sangat tidak setuju sebanyak 13,3%. Sikap negatif terhadap konversi lahan juga ditunjukkan oleh sekitar 48,3% dari 55,0% responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong sedang. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong sedang yang menyatakan tidak setuju sebanyak 43,3% dan sangat tidak setuju sebanyak 5,0%. Sikap yang sama ditunjukkan juga oleh seluruh responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong banyak. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong banyak yang menyatakan tidak setuju sebanyak 3,3% dan sangat tidak setuju sebanyak 1,7%. Responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong banyak tidak ada satu pun yang memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Tabel tersebut menyimpulkan bahwa baik responden yang memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong sedikit, sedang, maupun banyak memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Tingkat pendapatan adalah besarnya pendapatan yang diperoleh responden dari pekerjaannya. Pekerjaan responden terbagi menjadi pekerjaan tani dan pekerjaan non tani bagi responden yang memiliki pekerjaan lain selain bertani. Penggolongan tingkat pendapatan responden dilakukan berdasarkan sebaran data di lapangan. Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Tingkat pendapatan tergolong rendah dimiliki oleh responden yang berpendapatan < Rp.8.000.000 per tahun. Tingkat pendapatan tergolong sedang dimiliki oleh responden yang berpendapatan Rp.8.000.000 – Rp.24.000.000 per tahun. Tingkat pendapatan tinggi dimiliki oleh responden yang berpendapatan > Rp.24.000.000 per tahun. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan tingkat pendapatan dapat dilihat pada tabel berikut.
61
Tabel 12 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan tingkat pendapatan Sikap petani Tingkat pendapatan
Total
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
Rendah
0 (0.0%)
3 (5.0%)
18 (30.0%)
5 (8.3%)
26 (43.3%)
Sedang
1 (1.7%)
1 (1.7%)
12 (20.0%)
4 (6.6%)
18 (30.0%)
Tinggi
0 (0.0%)
1 (1.7%)
12 (20.0%)
3 (5.0%)
16 (26.7%)
Total
1 (1.7%)
5 (8.3%)
42 (70.0%)
12 (20.0%)
60 (100.0%)
Data pada tabel menunjukkan bahwa sekitar 38,3% dari 43,3% responden yang memiliki tingkat pendapatan rendah cenderung memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan responden yang memiliki tingkat pendapatan rendah yang menyatakan tidak setuju sebanyak 30,0% dan sangat tidak setuju sebanyak 8,3%. Sikap negatif terhadap konversi lahan juga ditunjukkan oleh sekitar 26,6% dari 30,0% responden yang memiliki tingkat pendapatan sedang. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden yang memiliki tingkat pendapatan sedang yang menyatakan tidak setuju sebanyak 20,0% dan sangat tidak setuju sebanyak 6,6%. Sikap yang sama ditunjukkan juga oleh sekitar 25,0% dari 26,7% responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi. Sikap negatif ditunjukkan dengan pernyataan responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi yang menyatakan tidak setuju sebanyak 20,0% dan sangat tidak setuju sebanyak 5,0%. Tabel tersebut menyimpulkan bahwa baik responden yang memiliki tingkat pendapatan rendah, sedang, maupun tinggi memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Karakteristik individu yang terakhir adalah penguasaan dan luas lahan oleh petani. Penguasaan dan luas lahan oleh petani menjelaskan mengenai kepemilikan dan luas lahan yang dapat diakses oleh petani dan buruh tani. Penguasaan dan luas lahan oleh petani dikategorikan menjadi petani berlahan luas, petani berlahan sempit, dan petani tak berlahan (buruh tani). Petani dikatakan berlahan luas jika petani tersebut memiliki lahan dengan luas > 2 ha. Petani dikatakan berlahan sempit jika petani tersebut memiliki lahan dengan luas < 2 ha. Sedangkan dikatakan petani tak berlahan (buruh tani) jika petani tersebut tidak memiliki lahan. Berikut ini adalah sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan luas dan penguasaan lahan oleh petani.
62 Tabel 13 Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan luas dan penguasaan lahan oleh petani Kategori luas dan penguasaan lahan oleh petani
Sikap petani Sangat tidak Tidak setuju setuju
Total
Sangat setuju
Setuju
Petani berlahan luas ( > 2 ha )
0 (0.0%)
1 (1.7%)
13 (21.7%)
6 (10.0%)
20 (33.4%)
Petani berlahan sempit ( < 2 ha )
0 (0.0%)
3 (5.0%)
15 (25.0%)
2 (3.3%)
20 (33.3%)
Petani tak berlahan
1 (1.7%)
1 (1.7%)
14 (23.3%)
4 (6.6%)
20 (33.3%)
Total
1 (1.7%)
5 (8.4%)
42 (70.0%)
12 (19.9%)
60 (100.0%)
Data pada tabel 13 menunjukkan bahwa baik petani berlahan luas, petani berlahan sempit, maupun petani tak berlahan (buruh tani) cenderung memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan persentase untuk pernyataan tidak setuju sebanyak 21,7% untuk petani berlahan luas, 25,0% untuk petani berlahan sempit, dan 23,3% untuk petani tak berlahan (buruh tani) dari total pernyataan tidak setuju sebanyak 70,0%. Sementara pernyataan sangat tidak setuju sebanyak 10,0% untuk petani berlahan luas, 3,3% untuk petani berlahan sempit, dan 6,6% untuk petani tak berlahan (buruh tani) dari total pernyataan sangat tidak setuju sebanyak 19,9%. Berdasarkan tabel yang telah disajikan mengenai sikap petani terhadap konversi lahan pertanian berdasarkan karakteristik individu (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan bertani, jumlah tanggungan dalam keluarga, tingkat pendapatan, serta luas dan penguasaan lahan oleh petani) dapat disimpulkan bahwa 90% petani (70% tidak setuju dan 20% sangat tidak setuju) memiliki sikap negatif terhadap konversi lahan pertanian. Sikap ini menggambarkan bahwa konversi lahan yang dilakukan bukan hal yang diinginkan oleh petani maupun masyarakat setempat pada umumnya.
Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Sikap Terhadap Konversi Lahan Pertanian Nurjanah (2011) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa karakteristik individu dapat mempengaruhi sikap. Karakteristik tersebut meliputi usia, pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan pekarangan, status rumah dan pekarangan, dan pengeluaran dalam keluarga. Penelitian lain dilakukan oleh
63 Pertiwi (2011) yang menjelaskan mengenai faktor internal yang dapat mempengaruhi sikap. Faktor internal tersebut adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Pada penelitian ini karakteristik individu yang diuji antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan bertani, jumlah tanggungan dalam keluarga, tingkat pendapatan, serta penguasaan dan luas lahan oleh petani. Karakteristik individu yang diuji dihubungkan dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Karakteristik tersebut diuji melalui uji korelasi chi-square dan uji korelasi rank spearman untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian. Uji korelasi chi-square digunakan untuk karakteristik jenis kelamin. Sementara uji korelasi rank spearman digunakan untuk karakteristik usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan bertani, jumlah tanggungan dalam keluarga, tingkat pendapatan, serta luas dan penguasaan lahan oleh petani.
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Sikap Petani terhadap Konversi Lahan Pertanian Hasil uji korelasi chi-square (terlampir) menunjukkan bahwa nilai sigma yang diperoleh adalah 0,843. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih dari nilai α yaitu 0,05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki perbedaan sikap terhadap konversi lahan pertanian. Berdasarkan hasil wawancara, perempuan maupun laki-laki beranggapan bahwa konversi lahan pertanian sama sekali tidak membawa keuntungan atau perubahan positif lainnya untuk kehidupan mereka. Sebagian besar perempuan yang bekerja sebagai buruh tani menganggap bahwa konversi lahan dapat mengancam pekerjaan mereka. Hal yang sama dirasakan oleh petani dan buruh tani laki-laki yang memandang bahwa konversi lahan yang dilakukan hanya menguntungkan pihak luar dan menekan kehidupan petani.
Hubungan Antara Usia dengan Sikap Petani terhadap Konversi Lahan Pertanian Usia merupakan salah satu karakteristik individu yang diduga memiliki hubungan dengan sikap terhadap konversi lahan. Semakin muda usia seseorang diduga akan semakin setuju terhadap konversi lahan pertanian. Dugaan ini berawal dari pemikiran bahwa minat generasi muda semakin berkurang terhadap pertanian. Berdasarkan hasil uji statistik (terlampir) ternyata usia petani tidak memiliki hubungan yang nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa petani atau buruh tani yang berusia muda, sedang, maupun tua hampir memiliki pandangan dan sikap yang sama terhadap adanya konversi lahan pertanian, khususnya menjadi
64 perumahan. Bagi mereka, lahan pertanian yang dikonversi khususnya menjadi perumahan tidak memberikan jaminan bagi masa depan. Namun konversi lahan menjadi pabrik atau industri masih memberikan harapan bagi mereka yang berusia muda untuk bekerja di pabrik atau industri yang dibangun. Berbeda halnya dengan petani atau buruh tani yang berusia sedang dan tua, mereka beranggapan bahwa bertani adalah pekerjaan yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Sikap Petani terhadap Konversi Lahan Pertanian Tingkat pendidikan diduga memiliki hubungan yang nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan diduga semakin menunjukkan sikap tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian. Dugaan ini berawal dari pemikiran bahwa tingkat pendidikan yang tinggi dapat membawa seseorang untuk berpikir jangka panjang. Artinya, individu mampu mempertimbangkan perilaku yang dilakukan saat ini akan memiliki dampak terhadap masa mendatang. Sebaliknya, tingkat pendidikan yang rendah tidak berpikir jangka panjang sehingga sikap yang ditunjukkan adalah setuju terhadap konversi lahan pertanian. Hasil uji korelasi rank spearman (terlampir) menunjukkan bahwa nilai sigma yang diperoleh adalah 0,941. Nilai ini menujukkan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan petani dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian tidak dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan rendah, sedang, maupun tinggi. Hampir seluruh masyarakat memiliki pandangan untuk masa mendatang bahwa konversi lahan pertanian yang dilakukan secara terus menerus, petani maupun buruh tani memiliki kemungkinan besar untuk kehilangan pekerjaannya.
Hubungan Antara Status Pekerjaan Bertani dengan Sikap Petani terhadap Konversi Lahan Pertanian Status pekerjaan bertani merupakan karakteristik individu yang diduga memiliki hubungan nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian. Status pekerjaan bertani sebagai pekerjaan utama diduga memiliki kecenderungan sikap yang tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian. Sebaliknya, status pekerjaan bertani sebagai pekerjaan sampingan memiliki kecenderungan sikap yang setuju terhadap konversi lahan pertanian. Dugaan ini berawal dari pemikiran bahwa bertani sebagai pekerjaan utama memiliki ketergantungan yang lebih tinggi terhadap lahan pertanian. Hal ini karena pekerjaan bertani adalah pekerjaan yang dianggap lebih mampu memenuhi kebutuhan pokok. Sedangkan pekerjaan tani sebagai pekerjaan sampingan memiliki ketergantungan yang lebih rendah terhadap lahan pertanian. Hal ini karena pekerjaan lain selain bertani dinilai dapat lebih memenuhi kebutuhan pokok, dan pekerjaan tani sebagai pekerjaan penunjang untuk menambah memenuhi kebutuhan pokok.
65 Berdasarkan hasil uji korelasi rank spearman, dugaan tersebut ternyata salah. Nilai sigma yang diperoleh dari hasil pengolahan data adalah 0,896. Status pekerjaan bertani ternyata tidak memiliki hubungan dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian tidak dibedakan berdasarkan status pekerjaan bertani sebagai pekerjaan utama maupun sampingan. Sebagian besar petani maupun buruh tani yang yang memiliki status pekerjaan bertani sebagai yang utama menujukkan sikap tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian. Hal yang sama ditunjukkan oleh petani dan buruh tani yang memiliki stataus pekerjaan tani sebagai sampingan. Konversi lahan pertanian secara terus menerus dapat menyebabkan pengurangan pendapatan bahkan tidak memiliki pendapatan sama sekali karena pekerjaan bertani terancam tidak dapat dilakukan kembali.
Hubungan Antara Jumlah Tangungan dalam Keluarga dengan Sikap Petani terhadap Konversi Lahan Pertanian Jumlah tanggungan dalam keluarga diduga memiliki hubungan nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian. Semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga diduga cenderung memiliki sikap tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian dan sebaliknya. Dugaan ini berawal dari pemikiran bahwa jumlah tanggungan yang banyak membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan konversi lahan pertanian yang terus dilakukan dapat menyebabkan pendapatan mereka berkurang, sehingga kondisi mereka semakin sulit. Hasil uji statistik (terlampir) mengatakan bahwa dugaan tersebut tidak diterima. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai sigma yang diperoleh sebesar 0,142. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah tanggaungan dalam keluarga tidak memiliki hubungan nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian tidak dibedakan berdasarkan jumlah tanggungan dalam keluarga dengan kategori sedikit, sedang, maupun banyak. Bagi mereka, banyaknya tanggungan dalam keluarga tidak mempengaruhi sikap setuju atau tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian.
Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Sikap Petani terhadap Konversi Lahan Pertanian Tingkat pendapatan diduga memiliki hubungan nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian. Semakin tinggi tingkat pendapatan diduga cenderung memiliki sikap setuju terhadap konversi lahan pertanian, dan sebaliknya. Awal pemikiran dugaan ini adalah responden yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi masih dapat berusaha di bidang lain dengan modal pendapatan yang dimilikinya. Kondisi ini menyebabkan responden tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lahan pertanian. Sebaliknya, responden yang memiliki pendapatan yang lebih rendah dianggap tidak mampu untuk berusaha di bidang lain.
66 Hasil uji statistik (terlampir) ternyata tidak membenarkan dugaan tersebut. Nilai sigma yang diperoleh berada dibawah nilai α yaitu sebesar 0,797. Hal ini menujukkan bahwa tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian tidak dibedakan berdasarkan tingkat pendapatan rendah, sedang, maupun tinggi. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar responden yang memiliki pendapatan lebih tinggi ternyata menyikapi secara negatif terhadap konversi lahan pertanian, terutama yang dimanfaatkan untuk perumahan. Sikap yang sama ditunjukkan oleh sebagian besar responden berpendapatan rendah.
Hubungan Antara Luas dan Penguasaan Lahan oleh Petani dengan Sikap Petani terhadap Konversi Lahan Pertanian Karakteristik individu trerakhir yang diduga berhubungan nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian adalah luas dan penguasaan lahan oleh petani. Diduga bahwa semakin luas lahan yang dikuasai oleh petani maupun buruh tani maka semakin menunjukkan sikap tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian. Dugaan ini berawal dari pemikiran bahwa pendapatan petani berlahan luas sebagian besar diperoleh dari hasil bertani, sehingga petani ini memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lahan pertanian. Secara statistik, ternyata dugaan tersebut tidak dapat diterima. Hasil uji korelasi rank spearman (terlampir) menunjukkan bahwa nilai sigma yang diperoleh sebesar 0,370. Nilai tersebut menujukkan bahwa luas dan penguasaan lahan oleh petani tidak memiliki hubungan yang nyata dengan sikap petani terhadap konversi lahan pertanian di Desa Cihideung Ilir. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian tidak dibedakan berdasarkan luas dan penguasaan lahan oleh petani sebagai petani berlahan luas, petani berlahan sempit, dan petani tak berlahan (buruh tani). Hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa petani berlahan baik luas maupun sempit berencana untuk mewariskan lahan tersebut kepada keturunan mereka. Mereka menganggap bahwa nilai lahan akan berubah dari waktu ke waktu (semakin mengalami peningkatan). Oleh karena itu, lahan yang dimiliki lebih baik digunakan untuk investasi bagi masa depan, sehingga sebagian besar sikap yang ditunjukkan adalah tidak setuju terhadap konversi lahan pertanian. Sikap yang sama ditunjukkan oleh buruh tani. Sebagian besar buruh tani berpikir bahwa konversi lahan pertanian yang dilakukan secara terus menerus berisiko untuk melempar mereka ke dalam juramg kemiskinan.