KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL
LAMPIRAN KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL NOMOR KEP- 38 /SJ/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2010 - 2014
RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2010-2014 BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Negara dan Lembaga Tahun 2010-2014, yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Untuk memenuhi amanat tersebut di atas, Menteri Keuangan telah menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 (KMK 40/2010). Sebagaimana diatur dalam Diktum KETIGA KMK 40/2010, Unit Eselon I, Eselon II, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Keuangan wajib menyusun Renstra Unit yang merupakan platform Unit Organisasi di Lingkungan Kementerian Keuangan atas pelaksanaan Visi dan Misi Kementerian Keuangan dan akan dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan program dan kegiatannya. Sekretariat Jenderal sebagai salah satu Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan berkewajiban menyusun Renstra Sekretariat Jenderal, yang merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) dan memuat Visi, Misi, Strategi, Program, Kegiatan, dan Rencana Aksi sesuai dengan tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal. 1.1. KONDISI UMUM Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/ 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/ PMK.01/2009, Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi Departemen Keuangan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Struktur organisasi Sekretariat Jenderal pada saat disusunnya Renstra Sekretariat Jenderal Tahun 2005-2009 terdiri dari 10 Unit Eselon II sebagaimana tabel evolusi organisasi di bawah. Pada akhir periode Renstra Sekretariat Jenderal Tahun 2005-2009, jumlah Unit Eselon II lingkungan Sekretariat Jenderal menjadi 14 unit. KMK NOMOR 302/KMK.01/2004 NO UNIT ORGANISASI 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kepegawaian 3. Biro Perlengkapan 4. Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan 5. Biro Hukum 6. Biro Hubungan Masyarakat 7. Biro Umum
NO 1. 2. 3. 4.
PMK NOMOR 100/PMK.01/2008 UNIT ORGANISASI Biro Perencanaan dan Keuangan Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Biro Hukum Biro Bantuan Hukum
5. 6. 7.
Biro Sumber Daya Manusia Biro Hubungan Masyarakat Biro Perlengkapan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -28. 9. 10.
Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Sekretariat Pengadilan Pajak
8.
Biro Umum
9.
Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Pusat Investasi Pemerintah Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik Sekretariat Pengadilan Pajak
10. 11. 12. 13. 14.
Berikut ini disampaikan capaian kinerja Sekretariat Jenderal untuk periode tahun 2005-2009: a. Biro Perencanaan dan Keuangan Dalam bidang perencanaan dan keuangan, hal-hal yang telah dicapai yaitu sebagai berikut: 1) Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka menyusun rencana strategis, rencana kerja, anggaran, dan pelaksanaannya, dengan output antara lain: a) tersusunnya Renstra Departemen Keuangan dan Renstra Sekretariat Jenderal Tahun 2005-2009; dan b) tersusunnya Rencana Kerja (Renja), Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dan Daftar Isian Pelaksaan Anggaran (DIPA) Departemen Keuangan setiap tahun. 2) Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) dan penyusunan database ketenagakerjaan sektor keuangan, dengan output antara lain: a) terlaksananya capacity building setiap tahun bagi anggota tim yang menangani PUG dengan menghadirkan pakar gender sebagai narasumber dan advokasi PUG bagi pejabat eselon II di lingkungan Departemen Keuangan yang berada di kantor pusat dan Kantor Wilayah (Kanwil) DKI Jakarta; b) tersusunnya aplikasi Sistem Informasi dan Monitoring Ketenagakerjaan (Simnaker) berbasis web. Sebagai catatan, mengingat belum optimalnya server, maka saat ini sedang dibuat aplikasi yang sifatnya offline; dan c) terlaksananya monitoring pada 480 perusahaan pada 13 asosiasi sektor keuangan. 3) Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka penyusunan laporan keuangan departemen, dengan output antara lain: a) terwujudnya peningkatan opini Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) atas Laporan Keuangan Departemen Keuangan; b) terwujudnya peningkatan pembinaan dan koordinasi dalam rangka penyusunan laporan keuangan tingkat eselon I dan Departemen Keuangan; dan c) terwujudnya peningkatan pemahaman dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) mengenai akuntansi pemerintah.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -34)
Meningkatkan pelayanan di bidang perbendaharaan secara tepat waktu, dengan output antara lain: a) terselesaikannya penerbitan Surat Keputusan Pembebanan Ganti Rugi (SKPGR) setiap tahunnya; b) terbayarnya Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) kepada pegawai lingkup departemen sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c) terselesaikannya Surat Perintah Membayar (SPM) berdasarkan DIPA; dan d) terselesaikannya Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) (triwulanan) tahun berjalan dan terselesaikannya Keputusan Menteri Keuangan tentang Penunjukan Pejabat Pelaksanaan Anggaran setiap tahunnya.
b. Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Dalam bidang organisasi dan ketatalaksanaaan, hal-hal yang telah dicapai yaitu sebagai berikut: 1) Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, dengan output antara lain: a) terselesaikannya usulan rancangan Peraturan Presiden/Keputusan Menteri Keuangan di bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan; b) ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pedoman Analisis Beban Kerja; c) ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan tentang Pedoman Analisis Jabatan; d) ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Tentang Standar Operasi Prosedur; dan e) ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di lingkungan Departemen Keuangan. 2) Melakukan penilaian mutu pelayanan pada kantor-kantor pelayanan, dengan output antara lain terwujudnya unit pelayanan publik yang cepat, tepat, dan transparan berkelanjutan setiap tahun dan ditetapkannya kantor-kantor pelayanan percontohan yang memberikan pelayanan terbaik (pelayanan prima) sebanyak 4 (empat) kantor setiap tahunnya. 3) Menerapkan prinsip-prinsip good governance, dengan output antara lain tersusunnya dan tersampaikannya Rencana Kinerja Tahunan (RKT), Penetapan Kinerja (PK) dan Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Departemen Keuangan secara tepat waktu setiap tahun. c. Biro Hukum Dalam bidang hukum, hal-hal yang telah dicapai yaitu sebagai berikut: 1) Penataan baik secara fisik maupun penempatannya dalam database secara elektronik peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan kekayaan negara, yang dilakukan dengan berkoordinasi bersama unit-unit terkait
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -4di lingkungan Departemen Keuangan. Output dari penataan tersebut antara lain sebagai berikut: a) terlaksananya pengelolaan dokumentasi dan informasi peraturan perundangundangan dan perpustakaan hukum, serta terkoneksinya peraturan perundang-undangan melalui jaringan internet sebanyak 1.421 peraturan untuk periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2009; b) terlaksananya penyempurnaan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDIH) pada tahun 2007; dan c) terselenggaranya SJDIH sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 2) Mengkoordinasikan dan merumuskan penyusunan peraturan perundangundangan di bidang keuangan dan kekayaan negara, dengan output antara lain: a) ditetapkannya 3 (tiga) Undang-Undangan (UU) di bidang keuangan dan kekayaan negara pada tahun 2005; b) ditetapkannya 5 (lima) UU di bidang keuangan dan kekayaan negara pada tahun 2006; c) ditetapkannya 7 (tujuh) UU di bidang keuangan dan kekayaan negara pada tahun 2007; d) ditetapkannya 5 (lima) UU di bidang keuangan dan kekayaan negara pada tahun 2008; e) ditetapkannya 11 (sebelas) UU di bidang keuangan dan kekayaan negara pada tahun 2009; f) tersusunnya 12 (dua belas) Rancangan Undang-Undang (RUU) di bidang keuangan dan kekayaan negara pada tahun 2005-2009 dengan rincian: i. satu RUU masih dalam pembahasan internal Kementerian Keuangan, yaitu RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara; ii. tiga RUU masih dalam pembahasan Panitia Antar Departemen, yaitu: -
RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara;
-
RUU tentang Lelang; dan
-
RUU tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah;
iii. dua RUU yang telah diajukan kepada Presiden untuk dilakukan pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu: -
RUU tentang Akuntan Publik; dan
-
RUU tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan;
iv. satu RUU yang sudah ditetapkan menjadi UU, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; v. satu RUU yang diputuskan ditunda pembahasannya oleh Menteri Keuangan, yaitu RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak; vi. tiga RUU yang diputuskan untuk tidak dilanjutkan pemrosesannya menjadi UU, yaitu: -
RUU tentang Pengampunan Pajak;
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -5-
RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara; dan
-
RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 Tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan/Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara Serta Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara;
vii. satu RUU yang masih menunggu konfirmasi dari Komisi VI DPR karena RUU tersebut akan diambil alih oleh DPR, yaitu RUU tentang Keuangan Mikro. 3) Menyempurnakan pedoman penyusunan peraturan perundang-udangan di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai suatu Standard Operating Procedure (SOP) baku, dengan output tersusunnya Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Pimpinan Unit Organisasi Eselon I, dan Keputusan Pimpinan Unit Organisasi Eselon I Di Lingkungan Kementerian Keuangan. 4) Mempercepat pelaksanaan penyelesaian masalah hukum, dengan output terselenggaranya proses di badan peradilan dan terpenuhinya proses pemeriksaan di kejaksaan/kepolisian dari tahun 2005 sampai tahun 2009 sebanyak 622 perkara. 5) Menyusun dan menyempurnakan SOP dalam penanganan perkara, dengan output tersusunnya SOP dalam penanganan perkara hukum yang disempurnakan pada tahun 2006. 6) Melakukan kajian hukum atas berbagai peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan kekayaan negara serta permasalahan hukum yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan dan eks. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dengan output antara lain: a) terselenggaranya peningkatan kualitas telaahan hukum dan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum di bidang keuangan dan kekayaan negara serta permasalahan eks. BPPN dari tahun 2005 sampai tahun 2009 sebanyak 698 berkas; dan b) terkirimnya pegawai untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, seminar, pendidikan lanjutan baik di dalam maupun di luar negeri dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 sebanyak 55 orang. d. Biro Sumber Daya Manusia Dalam bidang SDM, hal-hal yang telah dicapai yaitu: 1) Menyelenggarakan analisis kebutuhan SDM dalam rangka rekruitmen pegawai, dengan output tersusunnya Analisa Kebutuhan Kader Pejabat Struktural Eselon IV sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan penyaringan pada setiap tahunnya. 2) Mengajukan formasi ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara berdasarkan analisis kebutuhan pegawai (manpower planning/HR plannning), dengan output tersusunnya formasi pegawai berdasarkan kualifikasi pendidikan pada setiap tahunnya.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -63) Melaksanakan staffing/penempatan sesuai dengan kebutuhan unit, dengan output teralokasikannya pegawai baru pada tempat/kedudukan yang sesuai dengan kebutuhan unit pada setiap tahunnya. 4) Menyelenggarakan kajian pola mutasi sebagai pilot project penyusunan pola mutasi, dengan output tersusunnya konsep pola mutasi jabatan hasil pilot project pada tahun 2007. 5) Menyusun pola mutasi untuk seluruh unit di lingkungan Departemen Keuangan, dengan output antara lain: a) tersusunnya konsep awal pola mutasi Departemen Keuangan dan Rancangan Penelitian Lapangan pada tahun 2006; b) terselenggaranya penelitian lapangan; c) tersusunnya laporan penelitian pada tahun 2007; dan d) tersusunnya konsep pola mutasi jabatan Departemen Keuangan pada tahun 2008. 6) Menyelenggarakan pilot project assesment center dengan output terlaksananya Pilot Project Assesment Center tahun 2006. 7) Menyusun Standar Kompetensi Jabatan untuk seluruh unit, dengan output tersedianya Standar Kompetensi Jabatan seluruh unit pada tahun 2007. 8) Menyusun materi dan metode assesment center seluruh unit, dengan output tersedianya materi dan metode Assessment Center Departemen Keuangan pada tahun 2008. 9) Menyusun SOP pertukaran dan pemutakhiran (updating) data antar unit pembina kepegawaian, dengan output antara lain, terselenggaranya pertemuan rutin anggota tim SOP Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) dan tersedianya dokumen SOP yang telah ditetapkan pejabat berwenang pada tahun 2007. 10) Melakukan pelaksanaan dan pengendalian implementasi SOP serta sinkronisasi database kepegawaian unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan, dengan output antara lain: a) tersebarnya informasi dan pelaksanaan SOP di lingkungan Pembina Kepegawaian pada tahun 2007; dan b) terselenggaranya kegiatan monitoring pelaksanaan SOP pada tahun 2007 sampai dengan 2009. 11) Mengembangkan Aplikasi Kepegawaian berbasis transaksi/mutasi kepegawaian (office automation) untuk lingkup Departemen Keuangan, dengan output terbentuknya aplikasi SIMPEG versi perbaikan secara periodik (2 tahun) pada tahun 2008. 12) Mengembangkan fitur dan content website sdm.depkeu.go.id, dengan output antara lain: a) terbentuknya fitur yang diperbaharui pada tahun 2007; dan b) ter-update-nya informasi terbaru mengenai kepegawaian secara cepat. 13) Mengembangkan tata naskah dinas (dossier) modern berbasis teknologi informasi, dengan output antara lain:
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -7a) terbentuknya aplikasi dasar digital archive/library untuk dossier pada tahun 2009; dan b) terbentuknya database awal dossier versi digital pada tahun 2008. 14) Melakukan optimalisasi fitur hotline mengenai pelayanan pegawai Departemen Keuangan di website Biro Kepegawaian (www.sdm.depkeu.go.id) bekerja sama dengan unit teknis terkait, dengan output antara lain: a) meningkatnya respon dan hits terhadap situs wsm.depkeu.go.id pada tahun 2009; dan b) terbentuknya redaksi/desk website pada tahun 2007. 15) Memberikan penghargaan/tanda jasa dan penegakan disiplin pegawai, dengan output antara lain: a) terlaksananya penganugerahan piagam penghargaan Satya Lancana Karya Satya (SLKS) dan piagam penghargaan pensiun setiap tahun; dan b) terlaksananya sosialisasi dan bimbingan teknis mengenai peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian di lingkungan Departemen Keuangan tahun 2007 sampai dengan 2009. 16) Menyelenggarakan pertemuan rutin unit pembina kepegawaian dan unit teknis terkait, dengan output terselenggaranya pertemuan rutin unit pembina kepegawaian dan unit teknis terkait di lingkungan Departemen Keuangan secara triwulanan pada tahun 2006. e. Biro Hubungan Masyarakat Dalam bidang Hubungan Masyarakat (Humas), hal-hal yang telah dicapai yaitu: 1) Mempercepat penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan kekayaan negara, dengan output terselenggaranya pembahasan dengan DPR terhadap: a) Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; b) Perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; c) Perubahan UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai; d) Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; e) Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; f) Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah; dan g) Perubahan UU Nomor 15 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pada pahun 2006 sampai dengan 2009. 2) Melakukan analisis opini publik terhadap kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara, serta menyusun program yang responsif, dengan output antara lain: a) terlaksananya pemantauan, analisis, dan penyusunan laporan perkembangan opini publik setiap bulannya; dan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -8b) terlaksananya edukasi publik mengenai peraturan perundang-undangan keuangan melalui seminar, diskusi, sarasehan, kegiatan sosial budaya, serta kegiatan lainnya setiap tahunnya. 3) Menyusun rencana program dan audit komunikasi di lingkungan Departemen Keuangan, dengan output terlaksananya pilot project audit komunikasi pada tahun 2009. Adapun yang belum terlaksana adalah tersusunnya blue print audit komunikasi pada tahun 2009 disebabkan audit masih dilaksanakan berdasarkan prioritas. 4) Melakukan diseminasi kebijakan, data, dan informasi di bidang keuangan dan kekayaan negara melalui media massa dalam negeri dan luar negeri, dengan output antara lain: a) tersampaikannya data dan informasi mengenai kebijakan fiskal dan hasil pelaksanaannya kepada media secara akurat setiap bulannya; b) terselenggaranya jumpa pers, wawancara, dan kunjungan pers setiap bulannya; dan c) tersusunnya siaran pers dan tanggapan/bantahan setiap bulannya. 5) Menjalin hubungan dan kerjasama dengan media massa dalam negeri dan luar negeri, dengan output antara lain: a) terselenggaranya kunjungan pimpinan Departemen Keuangan ke kantor media setiap tahunnya; b) terselenggaranya seminar atau diskusi bersama media setiap tahunnya; dan c) terselenggaranya pelatihan, lokakarya dan orientasi wartawan media setiap tahunnya. 6) Menerbitkan media internal dan eksternal (majalah, brosur, leaflet, booklet, pamflet, dan lain lain), dengan output antara lain: a) tersedianya tabloid keuangan setiap bulannya; dan b) terancangnya leaflet/pamflet/brosur, spanduk, annual report, dan compact disk interaktif setiap tahunnya. 7) Melakukan pemutakhiran database informasi di bidang keuangan dan kekayaan negara, dengan output tersusunnya database layanan informasi publik, database untuk easy reference manual, database pidato, database makalah, dan database pimpinan setiap bulannya. 8) Melakukan penataan tata letak (lay out) dan muatan (content) www.depkeu.go.id secara berkelanjutan, dengan output antara lain:
website
a) tertatanya layout dan content pada website www.depkeu.go.id dan website Biro Humas Departemen Keuangan secara berkelanjutan; dan b) terselenggaranya rencana kerja untuk melakukan koordinasi dengan pengelola situs internet yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan secara berkesinambungan. Dalam bidang kehumasan hal-hal yang belum dicapai yaitu: 1) Membentuk tim penyusunan SOP tentang diseminasi, sosialisai dan komunikasi kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara, dengan output yang seharusnya dihasilkan, yaitu terbentuknya tim penyusunan dan konsep SOP tentang diseminasi, sosialisasi, dan komunikasi publik mengenai peraturan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL -9perundang-undangan dan kebijakan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara di lingkungan Departemen Keuangan pada tahun 2006. Belum terbentuknya tim penyusunan dan konsep SOP dimaksud disebabkan masing-masing eselon 1 belum sepakat dengan isi materi SOP. 2) Melakukan koordinasi antar unit eselon I dalam persiapan dan pelaksanaan diseminasi dan komunikasi kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara, dengan output yang seharusnya dihasilkan yaitu terbentuknya: a) tim koordinasi antar unit Eselon I di lingkungan Departemen Keuangan sebagai pelaksanaan operasional penerapan SOP pada tahun 2009; b) konsep kajian tentang diseminasi, sosialisasi, dan komunikasi publik mengenai peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara di lingkungan Departemen Keuangan secara berkelanjutan. Belum terbentuknya tim koordinasi dan konsep kajian dimaksud disebabkan masing-masing Eselon I belum sepakat dengan materi SOP. f. Biro Perlengkapan Dalam bidang perlengkapan, hal-hal yang telah dicapai yaitu: 1)
Melakukan pembinaan administrasi perlengkapan, dengan output antara lain: a) terciptanya tertib administrasi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi perlengkapan departemen pada setiap tahun, terselenggaranya pembinaan dan monitoring Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) serta kecermatan dalam pencatatan Barang Milik Negara (BMN) setiap tahunnya; b) terselenggaranya pembinaan dan monitoring SABMN serta kecermatan dalam pencatatan BMN setiap tahunnya; c) tersusunnya konsep Pedoman Penatausahaan BMN di lingkungan Departemen Keuangan pada tahun 2009. Penetapan konsep dimaksud masih menunggu diterbitkannya perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/ PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan d) tersertifikasinya tanah milik Sekretariat Jenderal di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sekitarnya sebanyak 7 (tujuh) lokasi sampai dengan tahun 2009 dengan hasil 3 lokasi telah disertifikasi, 2 lokasi telah di alihstatuskan menjadi Rumah Negara Golongan III, dan 2 lokasi sedang dilaksanakan verifikasi.
2) Melaksanakan pengelolaan perlengkapan departemen, dengan output antara lain: a) terpenuhinya kebutuhan peralatan dan perlengkapan kantor di lingkungan Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan pada setiap tahunnya; b) tersampaikannya Laporan BMN Semesteran, Laporan BMN Tahunan, dan Buku Inventaris Kementerian setiap tahunnya secara tepat waktu, dan terlaksananya proses tindak lanjut penghapusan BMN pada setiap tahunnya.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 10 c)
Meningkatkan sarana dan prasarana lingkup kantor pusat departemen dan Gedung Keuangan Negara (GKN) serta sarana dan prasarana lainnya, dengan output antara lain: a) terselesaikannya pembangunan gedung Sekretariat Jenderal Tower I dan II serta bangunan GKN di beberapa daerah secara bertahap, antara lain GKN III Makassar, GKN Manado, Mess GKN Denpasar I Bali, dan pembangunan kembali GKN Aceh dan GKN Yogyakarta sampai dengan tahun 2009; b) terlaksananya perawatan/rehabilitasi gedung dan sarana gedung di daerah setiap tahunnya; c) tersedianya perlengkapan sarana GKN setiap tahunnya; dan d) tersedianya prasarana lingkungan GKN setiap tahunnya.
g. Biro Umum Dalam bidang umum hal-hal yang telah dicapai yaitu: 1)
Melakukan pembinaan, pengelolaan dan pengamanan dokumen/arsip serta sistem kearsipan yang efisien dan efektif di lingkungan Departemen Keuangan, dengan output antara lain: a) terlaksananya pembinaan, pengelolaan, dan pengamanan dokumen/arsip serta sistem kearsipan yang efektif dan efisien; b) terlaksananya penilaian dan penghapusan arsip Eselon I, pemindahan Arsip dari Panitia Penilai Arsip ke Ciledug, pemilahan dan penilaian dokumen/arsip Bank Beku Operasi/Bank Beku Kegiatan Usaha; c) menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 492/KM.1/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Surat Dan Pengamanan Dokumen/Arsip; d) dan penyusunan konsep jadwal Retensi Arsip Fasilitatif di lingkungan Departemen.
2)
Meningkatkan pelayanan pencetakan Nota Keuangan/Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan barang cetakan lainnya, dengan output terselenggaranya pencetakan dalam rangka memenuhi kebutuhan Nota Keuangan/RAPBN dan Rencana Kerja Anggaran-Kementerian/Lembaga (RKAK/L) sebanyak 3.500.000 lembar setiap tahunnya.
3)
Melakukan pembinaan tata persuratan dan administrasi umum, dengan output antara lain: a) terlaksananya penatausahaan surat-surat secara benar dan tepat waktu setiap tahunnya; b) terlaksananya pengelolaan Pedoman Administrasi Umum yang mendukung penyelenggaraan administrasi pemerintah di lingkungan Departemen Keuangan secara berkelanjutan dengan menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Persuratan yang telah terintegrasi antara Tata Usaha (TU) Departemen, TU Sekjen, dan TU Menteri, melalui jaringan Local Area Network (LAN); dan c) terselenggaranya ketatausahaan di lingkungan Departemen Keuangan secara benar dan seragam setiap tahunnya.
4)
Melaksanakan tugas-tugas keprotokolan, dengan output kegiatan pimpinan yang efektif dan efisien setiap tahunnya.
terselenggaranya
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 11 5)
Meningkatkan pengelolaan pemeliharaan sarana, gedung, peralatan dan kendaraan dinas di lingkungan Departemen Keuangan, dengan output antara lain: a) terselenggaranya perbaikan/pemeliharaan gedung dan peralatan instalasi listrik serta peralatan lainnya dan kendaraan dinas yang efektif dan efisien setiap tahunnya; b) terselenggaranya pelayanan penggunaan kendaraan dinas secara efektif dan proporsional setiap tahunnya, terciptanya kondisi tertib dan aman lingkungan kerja Kantor Pusat dan rumah jabatan pimpinan setiap tahunnya; c) terpenuhinya pelayanan dan penyempurnaan sistem jaringan telekomunikasi di lingkungan Kantor Pusat Departemen Keuangan setiap tahunnya; d) terciptanya kondisi tertib dan aman lingkungan kerja Kantor Pusat dan rumah jabatan pimpinan setiap tahunnya; dan e) terwujudnya tertib administrasi, penginventarisasian, pengelolaan serta pelaporan Barang Milik/Kekayaan Negara Sekretariat Jenderal serta unit-unit satuan kerja yang secara administratif di bawah pembinaan Sekretaris Jenderal.
6)
Meningkatkan pelayanan pelaksanaan pembayaran gaji dan TKPKN serta perawatan kesehatan pegawai, dengan output antara lain: a) terselenggaranya pembuatan daftar gaji dan TKPKN tepat waktu setiap tahunnya; dan b) terpenuhinya kesejahteraan dan pelayanan perawatan pegawai di lingkungan kantor pusat Departemen Keuangan setiap tahunnya.
h. Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan 1) Penyusunan Strategi ICT (ICT Strategy) yang terdiri dari Kebijakan ICT (ICT Policy), Perencanaan ICT (ICT Plan) dan Standar ICT (ICT Standard), dengan output antara lain: a) terbitnya surat Keputusan tentang Kebijakan ICT (ICT Policy) Departemen Keuangan pada tahun 2009, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 260/ KMK.01/2009 tentang Kebijakan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Departemen Keuangan; b) tersusunnya cetak biru (blueprint) Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Departemen Keuangan pada tahun 2005 dan penyempurnaannya pada tahun 2006; dan c) terbitnya surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 512/KMK.01/2009 tentang Kebijakan dan Standar Penggunaan Akun dan kata Sandi, Surat Elektronik dan Internet di Lingkungan Departemen Keuangan, pada tahun 2009. 2)
Peningkatan infrastruktur TIK di Departemen Keuangan berupa: a) terealisasinya saluran Wide Area Network (WAN) ke GKN pada tahun 2005 dan tahun 2006, dan ke Kanwil di luar GKN pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009; b) tersedianya saluran Virtual Private Network (VPN) dial untuk kantor operasional di luar GKN pada tahun 2005 sampai dengan 2009; c) tersedianya saluran seluler untuk mobile phone pada tahun 2005 sampai dengan 2009;
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 12 d) terwujudnya pengembangan LAN unit, penyediaan perangkat keras dan piranti lunak pada tahun 2005 sampai dengan 2009; e) terealisasinya topologi jaringan komunikasi data pada tahun 2005 sampai dengan 2009; f) terealisasinya pengembangan Disaster Recovery Center (DRC) pada tahun 2008 dan pengembangan Data Center GKN pada tahun 2008 sampai dengan 2009; 3)
Pengembangan dan pengelolaan sistem aplikasi enterprise dan internal berupa: a) terimplementasinya aplikasi persuratan dan penyempurnaannya hingga tahun 2009, yang digunakan di lingkungan Sekretariat Jenderal; b) terimplementasinya aplikasi kepranataan di Pusat Informasi dan Teknologi (Pusintek) sejak tahun 2006; c) terimplementasinya aplikasi e-procurement di Biro Perlengkapan sejak tahun 2008; d) terwujudnya aplikasi Digital Library di Pusintek, DJA dan BKF; e) tersedianya gateway Departemen Keuangan yang merupakan sistem antar muka (interface) untuk memberikan layanan pertukaran data antar unit dan antar lembaga pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Sampai dengan Tahun 2009, pengembangan sistem pertukaran data unit Eselon I selain untuk DJA, DJPB, DJPK dan DJPU masih belum selesai terbangun. Demikian halnya dengan pengembangan Portal Sistem Kolaborasi Data dan Informasi dengan web service sebagai interface pertukaran data antar unit, yaitu selain DJA, DJPB, DJPK dan DJPU belum selesai terbangun. Untuk pembentukan Unit ICT di daerah belum terlaksana, karena masih memerlukan kajian dan koordinasi antara Biro SDM, Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, dan Biro Perlengkapan selaku unit yang berwenang dalam penyempurnaan unit organisasi GKN.
i. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Dalam bidang pembinaaan akuntan dan jasa penilai, hal-hal yang telah dicapai yaitu: 1) Mempercepat penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keuangan dan kekayaan negara, dengan output tersusunnya rancangan peraturan perundangan di bidang penilai. Untuk peraturan mengenai penyelenggaraan akuntan pada Register Negara masih dalam proses pembahasan dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2) Membuat sistem pemeriksaan akuntan publik dan penilai publik, dengan output antara lain: a) tersusunnya pedoman dan penyempurnaan pemeriksaan terhadap akuntan publik dan Kantor Akuntan Publik (KAP) atas penugasan audit industri khusus; b) tersusunnya manual dan penyempurnaan operasional pemeriksaan atas penilai usaha; dan c) tersusunnya Pedoman atau Pertimbangan bagi akuntan publik dan KAP yang melakukan audit atas bisnis kecil.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 13 3) Tenaga akuntan publik dan penilai yang berkualitas, dengan output antara lain: a) terlaksananya penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL); dan b) terselenggaranya PPL Penilai dalam rangka implementasi Standar Penilaian Indonesia (SPI). 4) Membuat sistem informasi terpadu, dengan output tersedianya sistem informasi yang sistematis di bidang akuntan, akuntan publik, dan KAP. j. Sekretariat Pengadilan Pajak Dalam bidang kesekretariatan pada Pengadilan Pajak, hal-hal yang telah dicapai yaitu: 1) Terlaksananya dukungan terhadap kelancaran tugas hakim, pimpinan, dan pegawai baik dalam fungsi manajemen, administratif, maupun yudikatif, dengan output tersedianya fasilitas kebutuhan kerja hakim, pimpinan, dan pegawai setiap tahunnya, baik dalam manajemen, pelaksanaan administratif perkantoran, maupun yudikatif persidangan. 2) Pengembangan Sistem Informasi Sengketa Pajak (SISPA), dengan output antara lain: a) terlaksananya dokumentasi hasil pengembangan spesifikasi teknis dan fungsional untuk administrasi sengketa pajak; b) terselenggaranya SISPA yang modern dan dikembangkan secara bertahap; dan c) tersedianya infrastruktur ICT dan sistem informasi secara bertahap sesuai dengan pengembangan SISPA. 3) Peningkatan pelayanan informasi berbasis teknologi informasi, dengan output antara lain: a) tersedianya situs web Pengadilan Pajak dan Sekretariat Pengadilan Pajak yang dapat diakses oleh publik; dan b) tersedianya database dan publikasi Putusan Pengadilan Pajak melalui situs web. Database untuk seluruh putusan pada tahun 2009 belum dapat dilaksanakan dan untuk digitalisasi putusan akan dilaksanakan mulai tahun 2010. 4) Pengukuran tingkat kepuasan masyarakat, dengan output hasil survei atas tingkat kepuasan pengguna pelayanan sengketa pajak yang telah dilaksanakan pada tahun 2008 (sebagai baseline indeks kepuasan stakeholders). Indeks kepuasan stakeholders pada survei pertama adalah 68,46 dari 599 valid responden. Survei kedua atas tingkat kepuasan pengguna pelayanan sengketa pajak yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2009 untuk mengukur tingkat kepuasan stakeholders setelah perbaikan sistem Pengadilan Pajak belum dapat dilaksanakan karena implementasi Case Management and Court Administration System tertunda. Survei kedua akan dilaksanakan pada tahun 2013. 1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN a. Biro Perencanaan dan Keuangan Potensi di Bidang Perencanaan dan Keuangan adalah:
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 14 1) Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor 0412/M.PPN/06/2009 serta SE1849/MK/2009 tanggal 19 Juni 2009 tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, dalam rangka penyusunan RPJMN 2010-2014 dan Renstra K/L 2010-2014 dimana K/L diharapkan sudah mengimplementasikan reformasi perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja dengan perspektif jangka. SEB tersebut diterbitkan sebagai dasar hukum bagi K/L untuk melakukan restrukturisasi program dan kegiatan untuk kemudian mengimplementasikan hasil restrukturisasi program dan kegiatan dimaksud dalam proses penyusunan RPJMN 2010-2014 dan Renstra K/L 2010-2014 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Renja K/L, RKA-K/L dan DIPA. 2) Implementasi pendekatan penyusunan Medium Term Expenditure Framework atau Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dan pendekatan penyusunan Performance Based Budgeting atau Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). Kedua pendekatan ini dapat mewujudkan pelaksanaan anggaran yang lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. 3) Pada tahun 2010 Kementerian Keuangan akan menjadi pilot project dalam penerapan Anggaran Responsif Gender (ARG). Sebagai langkah persiapan DJA sedang menyusun Aplikasi RKA-KL yang Responsif Gender agar dalam penyusunan RKA-KL 2010 sudah mengakomodir hal-hal yang berkaitan dengan PUG. Untuk Implementasi ARG pada Tahun 2010, K/L diminta untuk menggunakan analisis gender dalam penyusunan Kerangka Acuan atau Terms of Reference (TOR) sebagai salah satu persyaratan pengajuan perencanaan anggaran. 4) Telah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.01/2007 tentang dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 46/KMK.01/2007 yang menjadi dasar bagi pengkajian berkaitan dengan kewenangan, pola dan struktur Pejabat Pelaksanaan Anggaran sehingga dapat mengoptimalkan pembinaan perbendaharaan. 5) Opini BPK atas Laporan Keuangan yang diperoleh oleh Departemen Keuangan Tahun Anggaran (TA) 2006 dan 2007 adalah disclaimer, dan untuk TA 2008 telah meningkat menjadi wajar dengan pengecualian (qualified opinion). Peningkatan opini ini mencerminkan adanya upaya-upaya peningkatan kualitas Laporan Keuangan yang dilaksanakan setiap tahun oleh Departemen Keuangan. Adapun permasalahan yang dihadapi adalah: 1) penyelenggaraan SAI masih menghadapi beberapa kendala, khususnya untuk akuntansi pendapatan perpajakan, piutang pajak, dan aset tetap; 2) dalam rangka menerapkan reformasi perencanaan dan penganggaran sampai saat ini belum ada arah/kebijakan yang jelas dan terukur mengenai tahapan/milestone penerapan anggaran berbasis kinerja diluar restrukturisasi program dan kegiatan; 3) adanya masa transisi sistem penyusunan anggaran menuju Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) yang sampai dengan tahun 2010 masih belum terlaksana dengan sempurna sehingga mempengaruhi proses penyusunan anggaran; 4) belum tersedianya pedoman pelaksanaan pengarusutamaan gender lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai pengarusutamaan gender di Kementerian Keuangan;
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 15 5) pengumpulan database ketenagakerjaan sektor keuangan berbasis web sampai saat ini belum didukung dengan infrastruktur IT yang memadai; dan 6) belum optimalnya fungsi pengkajian serta monitoring terkait adanya keberagaman kondisi penunjukan Pejabat Pelaksana Anggaran dan pelaksanaan anggaran. Penunjukan Pejabat Pelaksana Anggaran, khususnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada unit organisasi berbeda-beda, ada yang pejabat eselon I, II, III, dan IV, bahkan hingga pelaksana. Mengenai pejabat yang dapat menjabat sebagai PPK perlu dilakukan pengaturan yang jelas, karena PPK memiliki dampak pengeluaran anggaran yang cukup besar. b. Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Potensi di bidang organisasi dan ketatalaksanaan adalah: 1) penataan organisasi; 2) business process yang meliputi SOP dan Pedoman Administrasi Umum (Tata Naskah Dinas/TND), dan 3) analisa jabatan fungsional. Penataan organisasi diperlukan karena organisasi bersifat dinamis. Dinamika organisasi disebabkan oleh berbagai hal antara lain: 1) kebijakan pimpinan, 2) tuntutan kebutuhan masyarakat, 3) kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penataan organisasi dilakukan berdasarkan hasil Analisis Beban Kerja (ABK) dan hasil analisis jabatan. Organisasi yang ingin diwujudkan adalah organisasi moderen, yang efektif, efisien, responsif, transparan, dan akuntabel, right sizing, independen, one stop service, built in control, dan adanya check and balances. Sedangkan SOP diperlukan untuk dijadikan guidance bagi semua pemangku kepentingan, agar setiap pemangku kepentingan mengetahui dengan jelas alur dan tahapan suatu pekerjaan, siapa yang berkewajiban dan bertanggung jawab atas setiap tahap dan pekerjaan berkenaan. Dengan demikian akan dapat dihindari adanya deviasi, duplikasi dan keterbengkalaian pekerjaan, yang pada akhirnya akan melahirkan efektifitas dan efisiensi serta transparansi dalam penyelesaian setiap pekerjaan. Sedangkan Pedoman Administrasi Umum diperlukan untuk menjadi acuan pelaksanaan administrasi kedinasan dan kelancaran arus komunikasi serta informasi antar unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, agar terjadi kesamaan persepsi antar dan intra unit tersebut. Adapun analisis jabatan fungsional diperlukan karena adanya kecenderungan setiap organisasi untuk melakukan penajaman fungsi pada bagian-bagian organisasi berkenaan. Kecenderungan tersebut mengarah kepada fungsionalisasi setiap pekerjaan, yang pada akhirnya setiap organisasi akan lebih kaya fungsi dibanding strukturnya. Analisis jabatan fungsional dimaksudkan untuk membantu setiap unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan agar bisa menyediakan wadah bagi tenaga-tenaga fungsional yang diperlukan. Sedangkan permasalahan yang dihadapi secara umum adalah kurangnya tenaga yang memenuhi kualifikasi/kompetensi yang diperlukan. Saat ini sebetulnya
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 16 sudah tersedia pegawai yang sangat potensial namun masih memerlukan peningkatan ketrampilan baik melalui keterlibatan langsung atau training. Adapun permasalahan pada setiap bidang adalah sebagai berikut: 1) Permasalahan yang dihadapi di bidang penataan organisasi adalah (a) organisasi Kementerian Keuangan merupakan organisasi yang besar dan bersifat holding company type, dan (b) kebijakan pengembangan organisasi Kementerian Keuangan tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor internal tetapi juga harus mengacu pada kebijakan kelembagaan yang digariskan oleh Kementerian PAN. 2) Permasalahan yang dihadapi di bidang proses bisnis antara lain penyelesaian SOP bergantung pada perkembangan perubahan organisasi, perkembangan teknologi, dan tuntutan masyarakat yang sangat dinamis. 3) Permasalahan yang dihadapi pada Pedoman Administrasi umum, sangat berkaitan dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) dan harus selalu menyesuaikan dengan perkembangan kebijakan Menpan tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas. Namun, payung kebijakan di bidang tata naskah dinas di lingkungan Kementerian Negara PAN tidak lebih cepat dari perkembangan perubahan/kebutuhan tata naskah dinas di lingkungan Kementerian Keuangan. 4) Permasalahan pada kegiatan perancangan dan pengembangan jabatan fungsional, selain tergantung pada dinamika organisasi juga terkendala oleh tahapan proses yang harus dilalui dalam pembentukan jabatan fungsional, dimana salah satunya proses pembentukan/penyempurnaan jabatan fungsional sangat tergantung kepada komitmen pimpinan unit yang bersangkutan. c. Biro Hukum Potensi di bidang hukum adalah adanya perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pengelolaan keuangan dan kekayaan negara sebagai konsekuensi dengan diterbitkannya paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan kekayaan negara. Selain itu, keikutsertaan Pemerintah dalam berbagai perjanjian internasional, regional baik yang bersifat multilateral maupun bilateral juga berkontribusi menyebabkan perubahan dalam sistem pengelolaan keuangan dan kekayaan negara. Perubahan-perubahan di atas memperkenalkan prinsip-prinsip baru dalam pengelolaan keuangan dan kekayaan negara maupun pola hubungan antara Lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif serta antar Lembaga-Lembaga Eksekutif. Pengenalan prinsip-prinsip baru serta pola hubungan antar lembaga tersebut menghendaki dilakukannya penyempurnaan/penyusunan/pembuatan berbagai peraturan yang bersifat implementatif menyangkut pengelolaan keuangan dan kekayaan negara. Hal ini perlu didukung dengan perangkat hukum yang sesuai dengan dinamika/perkembangan terkini untuk lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Oleh karena itu, penerbitan peraturan baru dan/atau penyempurnaan peraturan-peraturan yang telah ada yang terkait dengan Kementerian Keuangan perlu disinergikan dan dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 17 Permasalahan yang dihadapi adalah masih terbatasnya bahan referensi dikarenakan kurangnya ketersediaan dana untuk mengadakan bahan/dokumentasi hukum yang lengkap, antara lain berupa jurnal ilmiah, buku-buku terbaru, kesempatan mengembangkan ilmu/pengetahuan di bidang hukum yang fokus pada aspek hukum keuangan, ekonomi, perdata internasional dan lainnya, baik di dalam maupun luar negeri, belum maksimalnya sistem pengelolaan peraturan perundangundangan dan kepustakaan di bidang keuangan dan kekayaan negara, dan belum memadainya SDM baik dari aspek kuantitas maupun kualitas dibandingkan dengan beban kerja dalam rangka penanganan masalah hukum, kajian hukum, dan pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum, peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan kekayaan negara. d. Biro Bantuan Hukum Potensi di bidang bantuan hukum adalah adanya kebutuhan penanganan perkara, pendampingan dan pemberian telaahan/pertimbangan hukum kepada para pimpinan/pejabat/pegawai/unit Kementerian Keuangan yang terkait dengan proses litigasi baik dalam tahap pemeriksaan perkara pidana, perdata, tata usaha negara, dan uji materiil, baik di lingkup nasional maupun internasional. Permasalahan yang dihadapi adalah belum optimalnya koordinasi dengan unit yang digugat dan belum cukup tersedianya SDM yang terlatih untuk menangani permasalahan litigasi yang berlangsung di luar negeri selain juga yang terlatih dalam suatu permasalahan khusus. Selain itu, masih terdapat pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2008 tentang Bantuan Hukum Di Lingkungan Kementerian Keuangan yang belum berjalan dengan baik, yaitu terkait koordinasi dengan unit dalam hal pelaporan dan peraturan lebih lanjut mengenai bantuan biaya jasa advokat dan perjalanan dinas bagi pegawai yang telah mutasi/pensiun yang diminta keterangan, saksi/saksi ahli oleh penyidik. e. Biro Sumber Daya Manusia Potensi di bidang administrasi kepegawaian, yaitu: 1) jumlah SDM yang cukup dari segi kuantitas berdasarkan hasil Analisis Beban Kerja, adanya Assessment Center, 2) Deployment SimpegTM, 3) program reformasi birokrasi nasional, dan 4) perubahan paradigma tata kelola SDM. Sedangkan permasalahan di bidang administrasi kepegawaian, yaitu: 1) aturan di bidang kepegawaian yang saat ini sudah tidak memenuhi tuntutan kebutuhan pengelolaan SDM; 2) SDM pengelola keuangan belum professional; 3) jumlah Assessor Internal yang belum mencukupi; 4) belum adanya aturan baku yang mengatur mengenai jabatan assessor; dan 5) aplikasi SimpegTM belum diimplementasikan secara menyeluruh. f. Biro Hubungan Masyarakat Potensi di Bidang Kehumasan adalah:
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 18 1) tercapainya peningkatan persepsi positif Kementerian Keuangan di mata publik; 2) terwujudnya pemahaman dan dukungan publik kepada Kementerian Keuangan; dan 3) tercapainya koordinasi yang berkualitas di internal Kementerian Keuangan dan dengan stakeholders. Permasalahan yang dihadapi adalah: 1) belum optimalnya kompetensi kehumasan SDM; 2) belum terwujudnya koordinasi yang baik antar unit humas internal Kementerian Keuangan; 3) belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai; 4) belum tersedianya sistem informasi yang terintegrasi terkait kehumasan di Kementerian Keuangan; dan 5) belum optimalnya pemenuhan informasi kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). g. Biro Perlengkapan Potensi di bidang perlengkapan adalah ketersediaan dana yang dialokasikan dalam DIPA Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dan dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai unit pendukung (supporting unit), maka penggunaan dana tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu: 1) Pemenuhan kebutuhan akan sarana dan prasarana, terutama penyediaan ruang kerja semua Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang berkantor di Kompleks Kantor Pusat Kementerian Keuangan (Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 dan Jl. Wahidin Raya No. 1, Jakarta) 2) Pemenuhan kebutuhan akan sarana dan prasarana, terutama penyediaan perlengkapan yang dibutuhkan oleh semua biro-biro di lingkungan Sekretariat Jenderal dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal guna pencapaian tugas dan fungsi Kementerian Keuangan secara keseluruhan. Dalam rangka meningkatkan kualitas, baik dari sisi efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas, selain melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan fasilitas teknologi e-procurement, Biro Perlengkapan juga melakukan asistensi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Keuangan serta menyusun procurement plan pada Kantor Pusat Sekretariat Jenderal. Selain itu, dalam rangka meningkatkan: 1) kualitas para pejabat/pegawai yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Keuangan, akan terus dilakukan sosialisasi dan pelatihan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Keuangan, serta ujian sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah bekerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP); dan 2) penggunaan dan pemanfaatan BMN pada Kementerian Keuangan yang optimal, akan terus dilaksanakan inventarisasi terhadap aset-aset yang belum terbentuk/ tidak dimanfaatkan (idle) untuk selanjutnya dialihstatuskan/redistribusi kepada Unit Eselon I yang membutuhkan. Permasalahan yang dihadapi adalah perlu ditingkatkannya kemampuan SDM di bidang perencanaan, penganggaran, pengadaan barang/jasa, manajemen
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 19 pergudangan, manajemen dan pelaporan BMN. Seiring dengan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset, aset-aset tersebut perlu pula dilakukan pengamanan serta penguasaan baik secara fisik maupun secara hukum, terutama terhadap aset berupa tanah, bangunan rumah dinas, bangunan gedung kantor, serta kendaraan bermotor. h. Biro Umum Potensi di bidang umum adalah jumlah SDM yang cukup memadai dalam pelaksanaan tugas dapat memberikan dukungan kerumahtanggaan Kantor Pusat Kementerian Keuangan. Dengan mayoritas tugas operasional di lapangan, SDM yang ada mempunyai mobilitas yang relatif tinggi. Dari sisi dukungan anggaran juga cukup memadai untuk membiayai kegiatan dukungan kerumahtanggaan. Potensi lain adalah dari sisi kelembagaan/organisasi dimana sebagian besar kegiatan bidang umum sudah tertuang dalam SOP. Permasalahan utama bidang umum adalah belum meratanya kualitas dan kompetensi SDM. Kemampuan teknis di lapangan kurang diimbangi dengan kemampuan administrasi. Untuk menunjang pelaksanaan tugas, sangat dibutuhkan SDM dengan kemampuan administrasi keuangan negara serta keahlian di bidang pengadaan barang/jasa. Kondisi ini sangat terasa seiring dengan meningkatnya kegiatan di bidang umum. Pada sisi kelembagaan, perlu dilakukan peninjauan ulang atas uraian jabatan dan SOP yang ada demi penyempurnaan tata kelola organisasi. Ada beberapa aktivitas yang belum tertuang dalam SOP, mengingat aktivitas tersebut sangat terkait dengan unit/bidang lain sehingga diperlukan adanya suatu SOP bersama (SOP link). Jumlah aset yang dikelola bidang umum relatif besar, terutama aset berupa tanah dan bangunan. Pengelolaan aset tetap memerlukan koordinasi yang terus menerus terutama pencatatan nilai aset hasil kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh unit lain. Masalah yang muncul adalah ketika unit pengguna aset tetap tidak melaporkan adanya penambahan nilai dari aset tersebut sehingga tidak tercatat dalam SIMAK BMN Sekretariat Jenderal. Dalam pengelolaan administrasi keuangan, lingkup tugas bidang umum relatif luas yang meliputi pengumpulan data dari seluruh Indonesia terkait dengan proses pengembalian remunerasi. Masalah yang masih sering ditemui adalah adanya perbedaan data setoran pengembalian remunerasi antara Sekretariat Jenderal dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Hal ini terjadi karena sistem informasi dan teknologi di bidang perbendaharaan yang belum terkoneksi (online) sehingga proses rekonsiliasi tidak dapat dilaksanakan secara tepat waktu. i. Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan Potensi yang dapat dimanfaatkan di bidang TIK adalah: 1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 260/KMK.01/2009 tentang Kebijakan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan; 2) Tim Reformasi TIK (TRTIK) yang pada tahun 2010 menjadi Komite Pengarah TIK sebagai sarana komunikasi dan koordinasi unit-unit TIK Kementerian Keuangan;
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 20 3) SDM TIK; 4) Infrastruktur dan jaringan Kementerian Lapangan Banteng dan WAN;
Keuangan berupa LAN di kampus
5) Pusat Data dan DRC Kementerian Keuangan; 6) Sistem Kolaborasi Data (Siskolab) untuk pooling data dan informasi; dan 7) Penerapan best practices TIK seperti COBIT, ITSM, ITPM, dan ISMS di lingkungan pengelola TIK Kementerian Keuangan. Permasalahan utama di bidang TIK, yaitu: 1) belum lengkapnya kebijakan-kebijakan, standar-standar, serta prosedur-prosedur terkait pengelolaan dan pemanfaatan TIK; 2) belum diterapkannya konsep Deconsolidate Centralized sebagai model organisasi TIK Kementerian Keuangan dimana kebijakan, standar, dan pemantauan dilakukan secara terpusat, serta operasional TIK yang memilki aspek kesamaan dan/lintas unit dikelola oleh Unit Pengelola ICT Shared Services, sedangkan operasional TIK yang bersifat khusus dilakukan oleh unit-unit terkait; 3) belum adanya leader dalam area TIK Kementerian Keuangan yang menentukan arah pengembangan serta investasi TIK kedepannya. Leader yang dimaksud adalah Chief Information Officer (CIO) tingkat Kementerian Keuangan; 4) belum terbentuknya Unit TIK Pusat; 5) belum ditunjuknya Unit Pengelola ICT Shared Services sebagai penyelenggara Layanan TIK yang memiliki aspek kesamaan dan/atau lintas Unit Eselon I; 6) duplikasi investasi TIK di lingkup Kementerian Keuangan yang menyebabkan tidak efisiennya penggunaan anggaran TIK Kementerian Keuangan; 7) Kementerian Keuangan belum memiliki Disaster Recovery Plan (DRP) yang merupakan bagian dari Business Continuity Management (BCM); 8) Kementerian Keuangan belum memiliki pooling data dan informasi terpusat; 9) tidak semua unit pengguna memiliki Service Level Agreement (SLA) dengan Pusintek; dan 10) masih ditemukan penggunaan software tidak berlisensi di lingkungan Kementerian Keuangan. j. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Potensi di bidang pembinaan dan pengawasan Akuntan Publik dan Penilai Publik adalah: 1) mempercepat penyelesaian RUU tentang Akuntan Publik; 2) mengajukan penyusunan RUU tentang Pelaporan Keuangan, dalam rangka memperluas pasar (klien) jasa Akuntan Publik; 3) menyelenggarakan PPL bagi Akuntan Publik dan Penilai Publik, bekerjasama dengan masing-masing asosiasi yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI);
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 21 4) bekerjasama dengan IAPI dan MAPPI dalam rangka penyusunan standar profesional sebagai panduan bagi profesi dalam menjalankan kegiatannya; 5) menyusun program pemeriksaan Akuntan Publik dan Penilai Publik; dan 6) mengadakan pelatihan yang berkaitan dengan akuntansi, auditing, dan penilaian untuk pegawai pembinaan dan pemeriksaan dalam rangka meningkatkan kompetensi. Permasalahan yang dihadapi di bidang pembinaan dan pengawasan Akuntan Publik dan Penilai Publik adalah: 1) banyaknya pemalsuan penggunaan jasa Akuntan Publik karena kurangnya pemahaman masyarakat pengguna jasa. Sementara peraturan yang mengatur Akuntan Publik baru setingkat PMK, sehingga menyulitkan Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) untuk melakukan penegakan hukum terkait pelanggaran tindak pidana; 2) terdapat laporan Penilaian yang tidak ditandatangani oleh Penilai Publik; dan 3) telah berakhirnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 406/KMK.06/2006 tentang Usaha Jasa Penilai Berbentuk Perseroan Terbatas, sejak tanggal 31 Desember 2009 yang berpotensi menimbulkan isu nasional, yaitu: a) Penilai Publik meminta rangkap jabatan pada PT Perusahaan Jasa Penilai yang berubah menjadi PT bidang usaha konsultan; b) diusulkan oleh (Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia (GAPPI) agar PT bidang usaha konsultan dapat melakukan kegiatan di luar bidang penilaian antara lain konsultan manajemen properti, dengan permintaan agar Kementerian Keuangan dapat menjadi pembina; Apabila permintaan tidak dipertimbangkan, maka dikhawatirkan akan terjadi gejolak yakni unjuk rasa. k. Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Potensi di bidang analisis dan harmonisasi kebijakan adalah: 1) SDM dengan latar belakang yang berbeda-beda, baik pendidikan maupun pengalaman kerjanya mendukung pelaksanaan tugas Pushaka dalam memonitor dan mengharmonisasi kebijakan Menteri Keuangan secara keseluruhan; 2) secara organisasi/institusional Pushaka mempunyai 3 (tiga) peran/fungsi, yaitu sebagai Private Office Menteri Keuangan, sebagai Delivery Unit Kebijakan Menteri Keuangan, dan sebagai Strategic Management Office bagi Kementerian Keuangan. Ketiga peran/fungsi di atas diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerja Kementerian Keuangan secara keseluruhan dengan cara membantu dan mendukung semua agenda kegiatan Menteri Keuangan, memonitor pelaksanaan kebijakan Menteri Keuangan secara rutin sehingga setiap Eselon I dapat menyelesaikan target-target yang diberikan Menteri Keuangan sesuai tenggat waktu yang diberikan, serta membuat laporan capaian Indikator Kinerja Utama secara berkala agar kinerja yang dijanjikan dapat dicapai dengan baik. Permasalahan yang dihadapi adalah: 1) Pushaka merupakan unit yang unik dan baru serta belum banyak dimiliki oleh Kementerian/Lembaga Pemerintahan. Hal ini merupakan permasalahan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 22 tersendiri, karena untuk membentuk unit yang berfungsi secara efektif dan efisien sulit diperoleh pembanding; 2) dalam pelaksanaan tugas, Pushaka dituntut untuk dapat mendukung secara penuh program dan kegiatan Menteri Keuangan; dan 3) masih adanya keterbatasan kewenangan dalam pelaksanaan tugas, antara lain dalam proses penyelesaian tindak lanjut Rapat Pimpinan, tingkat capaian tersebut sangat tergantung dari penyelesaian yang menjadi tanggungjawab Unit Eselon I. l. Sekretariat Pengadilan Pajak Potensi di bidang pelayanan administrasi sengketa pajak adalah: 1) adanya berbagai peraturan perundang-undangan seperti Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan yang mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Sekretariat Pengadilan Pajak, antara lain meliputi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2003 tentang Sekretariat Pengadilan Pajak serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 24/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Pengadilan Pajak yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.01/2007 tanggal 28 Desember 2007; 2) motivasi Hakim, pimpinan Sekretariat Pengadilan Pajak dan staf yang tinggi dalam rangka memproses sengketa pajak tepat waktu sesuai dengan ketentuan; 3) Pengadilan Pajak merupakan lembaga peradilan pajak satu-satunya di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan proses persidangan antara lain: 1) semakin meningkatnya volume permohonan penyelesaian sengketa pajak; 2) peningkatan sengketa pajak yang tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas Pengadilan Pajak dalam penyelesaian sengketa pajak; 3) perubahan komposisi sengketa pajak (Bea Cukai dan Pajak) tidak sebanding dengan komposisi Hakim/majelis yang ada; 4) proses penyelesaian sengketa pajak membutuhkan waktu yang lama dan berimbas pada peningkatan biaya penyelesaian sengketa pajak. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan organisasi, sumber daya manusia dan sarana serta prasarana antara lain: 1) belum memadainya infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (ICT) karena proyek Case Management and Court Administration System (CMCAS) saat ini masih dalam tahap pengembangan; 2) masih diperlukan penyempurnaan terhadap penataan organisasi dan proses bisnis; 3) kurangnya kegiatan sosialisasi dan komunikasi kepada pemangku kepentingan dan publik; 4) belum tersosialisasikannya standarisasi manajemen kasus Pengadilan Pajak yang meliputi tata tertib dan tehnik pemeriksaan, metode pembuktian, dan mutu putusan sebagai acuan dalam penyelesaian sengketa pajak; 5) belum terwujudnya SOP atau standarisasi administrasi Pengadilan Pajak.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 23 m. Pusat Investasi Pemerintah Potensi di bidang investasi pemerintah adalah : 1) terkait dengan aspek permodalan, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 merupakan satuan kerja pada Kementerian Keuangan yang mengemban tugas selaku penyelenggara kewenangan operasional investasi. Dalam rangka menyelenggarakan kewenangan operasional tersebut, PIP memiliki modal yang berasal dari pemerintah. Selain didukung oleh modal pemerintah, PIP juga diberikan kewenangan untuk mencari sumber pendanaan lain. Sebagai contoh, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pernah menyatakan bahwa kebutuhan dana investasi untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia Tahun 2010 - 2014 sebesar Rp 1.429 triliun. Dibandingkan dengan kemampuan pemerintah untuk membiayai kebutuhan infrastruktur di Indonesia Tahun 2010 - 2014 sebesar Rp 451 triliun, masih terdapat gap kebutuhan pembiayaan sebesar Rp 978 triliun atau sebesar 69%. Gap pembiayaan tersebut diharapkan dapat didanai melalui pengembangan kerja sama pemerintah-swasta maupun masyarakat. Dalam hal ini PIP ingin mengambil peran sebagai pengisi gap yang terjadi. Peran serta tersebut tidak hanya menutup gap pembiayaan dan menambah penerimaan bagi PIP yang diterjemahkan lebih lanjut sebagai PNBP, namun juga akan meningkatkan pertumbuhan infrastruktur di Indonesia yang dipercayai mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dialokasikan secara khusus dana investasi yang lebih besar untuk menutup gap antara kebutuhan dana investasi dengan kemampuan pembiayaan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia Tahun 2010-2014; 2) terkait dengan aspek regulasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah disebutkan bahwa investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana atau barang untuk pembelian surat berharga dan investasi langsung bersifat jangka panjang dengan tujuan mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lainnya. Dinyatakan lebih lanjut bahwa investasi yang bersifat jangka panjang adalah investasi yang mempunyai jangka waktu lebih dari 12 bulan. Hal tersebut masih mengikat bagi PIP dalam berinvestasi khususnya yang bertujuan untuk mendapat manfaat ekonomi yakni dalam rangka meningkatkan pendapatan. Kedepan perlu dipikirkan penyesuaian regulasi tersebut sehingga investasi menjadi lebih fleksibel dan dapat meraih peluang-peluang investasi baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek (kurang dari 12 bulan); 3) terkait dengan aspek perkembangan Investasi Global, disadari bahwa pelaksanaan investasi oleh suatu negara tidak dapat dipisahkan dari dinamika investasi dunia. Pada saat ini banyak negara telah berhasil mengembangkan organisasi pengelola investasi dalam bentuk Sovereign Wealth Funds (SWFs). PIP telah berperan aktif dalam forum-forum SWFs Internasional. Hal tersebut memacu PIP untuk lebih mengembangkan bisnisnya setara dengan SWFs lain di dunia.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 24 n. Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik Untuk mendukung program Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan dan dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, persaingan sehat, dan akuntabilitas di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah, salah satu upaya yang dilakukan pada Kementerian Keuangan adalah melaksanakan pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara elektronik (e-Procurement). Sejalan dengan hal tersebut, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009 dibentuk Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik (Pusat LPSE) pada Kementerian Keuangan. Proses pelaksanaan e-procurement di lingkungan Kementerian Keuangan dilakukan melalui aplikasi www.lpse.depkeu.go.id. Sampai dengan tahun 2009, pelaksanaan e-procurement telah diterapkan untuk lingkungan Kantor Pusat Kementerian Keuangan dengan nilai paket pekerjaan di atas Rp. 5 (lima) milyar dan pada tahun 2010 diubah menjadi di atas Rp. 1 milyar, sedangkan wilayahnya diperluas menjadi seluruh propinsi di Pulau Jawa (di luar Jakarta) dengan nilai pekerjaan di atas Rp. 2 milyar. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik pada Kementerian Keuangan dimulai sejak tahun 2008 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42 /PMK.01/2008 tentang Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik di lingkungan Departemen Keuangan. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik, sampai dengan tahun 2009, telah diterapkan untuk lingkungan Kantor Pusat Kementerian Keuangan dengan nilai paket pekerjaan di atas 5 (lima) milyar. Nilai paket tersebut pada tahun 2010 diubah menjadi di atas 1 milyar, sedangkan wilayahnya diperluas meliputi seluruh propinsi di Pulau Jawa (di luar Jakarta) dengan nilai pekerjaan di atas 2 milyar. Pusat LPSE, untuk mengembangkan layanannya mengadakan kerjasama dengan menyelenggarakan Memorandum Of Understanding (MOU) dengan Kementerian/Lembaga untuk memberikan pelayanan pengadaan secara elektronik dan pemberian pelatihan melalui fasilitas LPSE Kementerian Keuangan. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan layanan Pusat LPSE diantaranya adalah apabila terjadi permasalahan yang terkait dengan masalah sistem aplikasi atau jaringan, tidak dapat diselesaikan secara mandiri dikarenakan baik jaringan maupun sistem aplikasi adalah dibawah pengawasan/kewenangan instansi lain. Sistem aplikasi di bawah pengawasan LKPP sedangkan jaringan di bawah pengawasan Pusintek. Selain permasalahan sistem aplikasi dan infrastruktur jaringan, beberapa permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan pengembangan layanan pengadaan barang/jasa secara elektronik di lingkungan Kementerian Keuangan adalah belum mencukupinya jumlah SDM baik dari segi kualitas maupun kuantitasa di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dan teknologi informasi. Untuk menjamin layanan dari pihak-pihak terkait akan dibuat SLA dengan LKPP dan Pusintek. Dengan SLA tersebut diharapkan jaminan layanan dari pihakpihak terkait tersebut dapat diandalkan. Disamping itu, untuk mempercepat penyelesaian masalah serta koordinasi yang terkait dengan sistem aplikasi dan jaringan infrastruktur dibuat Tim Kerja bersama untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul baik dari segi aplikasi maupun jaringan. Adapun, untuk
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 25 mengatasi masalah belum terpenuhinya kualitas maupun kuantitas SDM, dilaksanakan dengan membuka kesempatan kepada pegawai Kementerian Keuangan untuk menjadi pegawai LPSE serta dilakukan pengembangan kualitas SDM melalui pelatihan SDM. o. PROJECT SUPPORT AND SERVICES UNIT (PSSU) – GFMRAP GFMRAP atau Tim Penyempurnaan Pengelolaan Keuangan dan Administrasi Pendapatan Negara (P3KAP) dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 234/KM.1/2004 tanggal 4 Juni 2004 tentang Pembentukan Tim Penyempurnaan Pengelolaan Keuangan dan Administrasi Pendapatan Negara. Secara umum keberadaan Tim P3KAP bertujuan untuk memperkuat efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan dan mobilisasi pendapatan negara secara berkesinambunagan dengan program yang mendorong terciptanya integritas yang tinggi, meningkatkan transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan/perkuatan tata Pemerintahan/ Instansi diharapkan akan membantu stabilitas ekonomi makro, percepatan perbaikan iklim investasi, serta percepatan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, yang akan berdampak pula terhadap penurunan angka kemiskinan. Untuk membantu serta memberikan dukungan dalam upaya pencapaian tujuan tersebut seperti yang percantum dalam KMK diatas perlu dibentuklah Tim sekretariat (PSSU-GFMRAP). Selain mendukung dan memberikan layanan untuk GFMRAP, PSSU juga harus memberikan dukungan dan layanan terhadap Public Financial Management – Multi Donor Trust Funds (PFM-MDTF) sesuai dengan amanat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.01/2009 tanggal 21 April 2009 tentang Perubahan atas Keputusn Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2009 tentang Pengaturan Susunan Organisasi dan Pelaksanaan Proyek Penyempurnaan Pengelolaan Keuangan dan Administrasi Pendapatan Negara. Permasalahan yang dihadapi oleh GFMRAP secara keseluruhan adalah adanya keterlambatan pelaksanaan kegiatan yang sudah direncanakan dalam DIPA dengan realisasi yang dilakukan, terutama terkait dengan pengadaan konsultan-konsultan baik indiviidual maupun firm consultants pada PSSU maupun di Project Implementation Units (PIU), sehingga secara keseluruhan pencapaian tujuan GFMRAP secara keseluruhan menjadi terlambat. Untuk PSSU sendiri hambatan atau permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya SDM yang ada, mengingat dengan bertambahnya tanggung jawab PSSU untuk memberikan dukungan dan layanan kepada PFM-MDTF dalam hal mengelola kegiatan dan dana, dimana banyak instansi yang terlibat (PIU), hal tersebut sangatlah dibutuhkan, karena beban yang dihadapi semakin banyak. Untuk mengatasi permasalahan di atas akan dilakukan koordinasi dengan pihak yang berwenang dalam pemenuhan kebutuhan SDM, serta lebih meninggkatkan koordinasi dengan PIU-PIU yang ada, serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap rencana kerja yang telah disusun oleh PSSU maupun oleh para PIU.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 26 BAB II VISI, MISI, DAN STRATEGI SEKRETARIAT JENDERAL
1.3. VISI Visi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan adalah “Menunjang tercapainya pengelola keuangan dan kekayaan negara yang dipercaya dan akuntabel”. Frase “menunjang tercapainya” mengandung pengertian bahwa Sekretariat Jenderal sebagai unit pendukung (supporting unit) bagi Kementerian Keuangan, berupaya menunjang tercapainya visi Kementerian Keuangan, yaitu dengan memberikan dukungan pelayanan administratif bagi semua unit di lingkungan Kementerian Keuangan agar pelaksanaan tugas teknis dapat berjalan dengan baik dan lancar. Frase “pengelola keuangan dan kekayaan negara”, mengandung pengertian bahwa Kementerian Keuangan merupakan lembaga yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara dan memelihara barang milik negara. Kata “dipercaya” mengandung pengertian bahwa semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat karena pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dilakukan secara transparan, yaitu semua penerimaan negara, belanja negara, dan pembiayaan defisit anggaran dilakukan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kata “akuntabel” mengandung pengertian bahwa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang mengacu pada praktek terbaik internasional yang berlandaskan asas profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan. 1.4. MISI Berdasarkan Visi tersebut di atas, Sekretariat Jenderal menetapkan Misi sebagai berikut: a. Membangun dan mengembangkan organisasi berlandaskan administrasi publik sesuai dengan tuntutan masyarakat. b. Membangun dan mengembangkan SDM yang amanah, profesional, berintegritas tinggi dan bertanggung jawab. c. Membangun dan mengembangkan teknologi informasi keuangan yang modern dan terintegrasi serta sarana dan prasarana strategis lainnya. d. Membangun dan mengembangkan tata kelola yang tertib dan handal. e. Menjamin pelayanan teknis lainnya yang optimal.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 27 2.3.
STRATEGI
Berdasarkan Visi dan Misi yang telah ditetapkan tersebut di atas, serta mempertimbangkan hasil identifikasi kondisi dan permasalahan, Sekretariat Jenderal mempunyai strategi yang digunakan untuk mencapai Visi dan Misi tersebut dilengkapi dengan indikator kinerja. a. Pembentukan SDM Kementerian Keuangan yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Indikator kinerja yang ingin dicapai yaitu prosentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya, yang meliputi: 1) prosentase pejabat tematik yang telah memenuhi standar kompetensi; 2) prosentase pejabat non tematik yang telah memenuhi standar kompetensi. b. Pengembangan organisasi Kementerian Keuangan yang handal dan moderen. Indikator kinerja yang ingin dicapai yaitu: 1) prosentase penyelesaian penataan/modernisasi organisasi Kementerian Keuangan; 2) prosentase penyelesaian SOP c. Pembangunan sistem TIK Kementerian Keuangan yang terintegrasi. Indikator kinerja yang ingin dicapai yaitu: 1) jumlah kebijakan di bidang TIK; 2) pencapaian SLA indeks. d. Pengelolaan anggaran Kementerian Keuangan yang optimal. Indikator kinerja yang ingin dicapai yaitu prosentase penyerapan DIPA. e. Tata kelola yang tertib dan handal. Indikator kinerja yang ingin dicapai yaitu: 1) Rata-rata persentase realisasi janji pelayanan quick win: a. SJ.6.1.1 Waktu rata-rata penyelesaian PMK/KMK; b. SJ.6.1.2 Waktu rata-rata penyelesaian izin akuntan publik dan penilai publik. 2) Persentase penyelesaian administrasi kepegawaian tepat waktu. 3) Persentase ketepatan waktu penyelesaian pendapat hukum (legal opinion). 4) Waktu rata-rata penyelesaian konsep jawaban di pengadilan tingkat pertama. 5) Jumlah kegiatan komunikasi. 6) Persentase satker Kementerian Keuangan yang telah melakukan koreksi neraca. 7) Persentase pemenuhan kebutuhan kerumahtanggaan Kantor Pusat Kementerian Keuangan. 8) Persentase penyelesaian tindak lanjut kebijakan Menteri Keuangan pada rapim. 9) Peningkatan capaian rata-rata indikator kinerja utama Depkeu-Wide.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL - 28 10) Jumlah kebijakan di bidang e-procurement. f. Peningkatan Pelaksanaan Tugas Lainnya. 1) Persentase jumlah berkas banding siap sidang. 2) Persentase tindak lanjut terhadap KAP dan KJPP yang terlambat menyampaikan laporan. 3) Rasio portofolio investasi jangka panjang dibanding portofolio investasi lainnya.