Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Rencana Pola Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung Pada
bagian
ini
akan
dijelaskan
mengenai
rencana
pola
pengembangan dan pengelolaan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung. Rencana ini disusun berdasarkan permasalahan yang terjadi di lapangan dan strategi yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya. Rencana pola pengembangan lebih difokuskan pada aspek fisik keruangan, sedangkan rencana pengelolaan lebih ditekankan pada aspek kelembagaan Sebagaimana kajian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, masalah yang dihadapi oleh Kabupaten Bandung dalam pengembangan kawasan industri tembakau adalah sebagai berikut : 1. Secara spatial, lokasi budidaya dan industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung tersebar di 17 Kecamatan . 2. Industri Hasil tembakau belum terorganisasi baik, yang berimplikasi pada pemasaran yang dilakukan secara parsial oleh masing-masing lokasi budidaya industri hasil tembakau. 3. Belum adanya skenario pengembangan kawasan industri tembakau, sehingga menghambat pengembangan kawasan industri tembakau secara terpadu dan berkelanjutan. 4. Masih kurangnya infrastruktur penunjang, khususnya pergudangan. Dalam industri hasil tembakau, gudang digunakan untuk menyimpan hasil
tembakau
sebelum
dipasarkan
dan
peningkatan
kualitas
tembakau. Daun olahan tembakau akan semakin berkualitas apabila disimpan dalam waktu yang cukup lama. 5. Proses pengolahan daun tembakau pada umumnya masih dilakukan secara tradisional, sehingga kualitas yang dihasilkan masih belum memenuhi standar yang disyaratkan oleh industri.
LAPORAN AKHIR
VI - 1
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
6. Masih kurangnya infrastruktur perkreditan (koperasi). Beberapa petani harus meminjam uang terlebih dahulu untuk pengembangan lahan pertanian dan pengolahan hasil tembakau. Dengan adanya koperasi diharapkan agar peminjaman dapat dilakukan dengan bunga yang sangat rendah. 7. Belum adanya asosiasi petani dan pengolah tembakau yang dapat membawa petani dan pengolah tembakau pada posisi nilai tawar yang baik. Selama ini harga masih dipermainkan oleh para pengumpul.
Strategi pengembangan kawasan industri tembakau berdasarkan permasalahan yang ada adalah: 1. Sosialisasi standarisasi pengolahan tembakau sesuai dengan kriteria industri dan pelatihan bagi petani dan pengolah tembakau untuk memenuhi standar yang diharapkan. 2. Pengembangan kelembagaan petani dan pengolah tembakau dalam bentuk asosiasi-asosiasi. 3. Diversifikasi produk olahan tembakau dan rokok dengan nilai nikotin rendah. 4. Pengembangan infrastruktur pergudangan, transportasi, dan perkreditan. 5. Pengembangan kawasan industri tembakau terintegrasi.
Berdasarkan strategi yang dirumuskan diatas, skenario pengembangan kawasan industri di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : 1. Mengintegrasikan secara keruangan sentra industri tembakau di Kabupaten Bandung. 2. Merumuskan hirarki maupun klaster kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung. 3. Merumuskan Fungsi Kegaiatan Industri Tembakau pada masingmasing hirarki. 4. Merumuskan kebutuhan ruang pada masing-masing sentra industri tembakau sesuai dengan hirarki nya.
LAPORAN AKHIR
VI - 2
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
5. Merumuskan
kelembagaan
dan
pengelolaan
kawasan
industri
tembakau.
6.1 Rencana Pola pengembangan Kawasan Industri Tembakau di kabupaten Bandung Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana pola pengembangan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung adalah dengan menggunakan konsep agropolitan. Konsep agropolitan sendiri secara spasial adalah mengintegrasikan antara desa dan kota sebagai keterkaitan ekonomi yang saling membutuhkan dan bersifat
interdependensi.
Keterkaitan
dan
interdependensi
menurut
Douglass (1998) direalisasikan dengan menempatkan fungsi kota sebagai pusat transportasi dan perdagangan pertanian, sedangkan fungsi desa sebagai produksi dan produktivitas pertanian. Desa dan kota merupakan satu kesatuaan muatan fungsional wilayah yang seharusnya saling bersinergi dan melengkapi (komplementer). Menurut Tarigan (2003) pendekatan keterkaitan desa-kota dalam pembangunan wilayah perdesaan juga dapat menaikkan nilai tukar produk/ jasa masyarakat perdesaan melalui : (1) upaya memindahkan proses produksi dari kota ke desa untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk/ jasa yang dihasilkan oleh masyarakat perdesaan melalui bantuan modal, sarana produksi dan pelatihan; (2) memperpendek jalur produksi, distribusi, dan pemasaran produk/ jasa masyarakat untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi melalui pembentukan satuan partisipatif bagi pengembangan produk/ jasa secara spesifik; (3) memberikan akses yang lebih besar bagi masyarakat perdesaan terhadap faktor-faktor produksi barang/ jasa seperti modal, bahan baku, teknologi, sarana dan prasarana. Pembangunan
agropolitan
yang
terintegrasi
bertujuan
untuk
menghasilkan sistem ruang terencana yang berperan didalam melayani dan menghubungkan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi dari manusianya.
LAPORAN AKHIR
VI - 3
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Sistem ruang ini membentuk keterkaitan antar lokasi-lokasi secara berhirarki (berjenjang) berupa struktur ruang agropolitan. Menurut ESCAP (1979 : hal. 63) jenjang pusat-pusat yang melayani wilayah pembangunan pertanian terdiri dari kota regional (regional city), kota distrik (district town), dan kota lokal (local town). Masing-masing pusat ini memiliki fungsi yang didasarkan kepada kemampuan melayani sejumlah ukuran penduduk. Apabila dikaitkan dengan konsep secondary cities pemikiran Rondinelli, maka kota kedua tersebut adalah kota distrik. Rondinelli dan Ruddle (ESCAP, 1979 : hal 65) mengemukakan bahwa kota distrik merupakan saluran utama didalam memenuhi kebutuhan dasar barang dan jasa penduduk (petani) sebagai pengganti dari hasil-hasil pertanian yang mereka jual. Dalam konsep agropolitan, kota kedua ini dapat dianggap sebagai lokasi pusat-pusat pelayanan pertanian dan perdesaan atau pusat agropolitan. Pusat agropolitan bersama dengan unit-unit pengembangan (setingkat kecamatan) membentuk satu kawasan agropolitan, dimana masing-masing memiliki fungsi sebagai berikut (Douglass, 1986; diambil dari Ruchyat Deni Djakapermana, 2003 : hal. 7). Pusat agropolitan, berfungsi sebagai : a.
Pusat pedagangan dan transportasi.
b.
Penyedia jasa pendukung pertanian.
c.
Pasar konsumen produk non-pertanian.
d.
Pusat industri pertanian (agro-based industri).
e.
Penyedia pekerjaan non pertanian.
f.
Pusat
agropolitan
dan
hinterlandnya
terkait
dengan
sistem
permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten. Unit-unit kawasan pengembangan, berfungsi sebagai : a.
Pusat produksi pertanian.
b.
Intensifikasi pertanian.
c.
Pusat pendapatan perdesaan dari permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian.
d.
Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian.
LAPORAN AKHIR
VI - 4
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Lebih lanjut, pola pengembangan Kawasan Industri Tembakau dalam konteks struktur tata ruang pengembangan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung secara teoritis didasarkan pada konsep core-periphery area. Konsep ini memandang wilayah sebagai suatu hubungan sosial ekonomi antara pusat dan daerah pinggiran. Dalam konteks pengembangan kawasan industri tembakau, hubungan dimaksud adalah hubungan antara kecamatan lokasi kawasan industri tembakau)
di
inti dengan kecamatan lainnya (sentra produksi kawasan
pengembangan
industri
tembakau
Kabupaten Bandung. Struktur tata ruang ini akan mengintegrasikan lokasi-lokasi kegiatan on-farm dan off-farms s e d e m i k i a n r u p a sehingga
tujuan
pengembangan kawasan industri tembakau
dapat tercapai, dan dibentuk untuk : (a). Menciptakan dan memudahkan hubungan antara kecamatankecamatan sentra produksi on-farm
maupun
kecamatan-
kecamatan yang potensial di kembangkan menjadi sentra pengolahan industri tembakau dengan
kecamatan
yang
dijadikan sebagai pusat kawasan indutsri tembakau (inti) sebagai sentra kegiatan off-farm. (b). Menciptakan kemudahan bagi pelaku kegiatan yang berdiam di kecamatan-kecamatan yang ada di kawasan industri tembakau untuk dapat menikmati fasilitas dan prasarana sosial ekonomi pendukung
kegiatan
industri
tembakau
sesuai
dengan
hirarkinya. (c). Menciptakan sistem atau pola distribusi sarana sosial ekonomi yang berjenjang (hirarki). (d).Menciptakan keterkaitan antar pusat-pusat pasar tembakau yang lebih kuat sehingga mampu membangun pola supply demand industri tembakau lebih efisien. Berdasarkan
konsep
agropolitan
yang
telah
dijelaskan,
pengembangan Kawasan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung akan
LAPORAN AKHIR
VI - 5
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
dikembangkan secara terintegrasi, dan secara struktur ruang dibagi kedalam 3 (tiga) Hirarki, yaitu : 1. Orde I
: Pusat Kawasan Industri Tembakau Regional.
2. Orde II
: Pusat Kawasan Industri Tembakauyang melayani kecamatan-kecamatan sentra industri tembakau.
3. Orde III
: Daerah Bahan Baku Kawasan Industri Tembakau.
Keterkaitan
antar hirarki pusat
pengembangan
industri tembakau
ditunjukkan pada Gambar 6.1.
Gambar 6.1 Hirarki Keruangan Pengembangan Kawasan Industri Tembakau Pada Bab 5 telah dijelaskan lokasi-lokasi kecamatan yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan industri tembakau. Penentuan lokasi potensial ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut : 1. Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Bandung (RTRW Kabupaten Bandung Tahun 2007 – 2027). 2. Ketersedian Bahan Baku Industri Tembakau. 3. Lokasi Pasar. 4. Infrastruktur Pendukung.
LAPORAN AKHIR
VI - 6
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Berdasarkan hasil analisis pada Bab 5, pembagian hirarki/orde kawasan industri tembakau adalah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.1, sedangkan distribusi kecamatan berdasarkan hirarki dapat dilihat pada Gambar 6.2.
Tabel 6.1. Hirarki Pengembangan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung No
Hirarki
Kecamatan
1
Orde I
Cicalengka.
2
Orde II
Ciparay dan Soreang.
Orde III
Ciwidey, Kutawaringin, Cimaung, Arjasari, Pacet, Baleendah, Paseh, Cimaung, Nagreg, Cileunyi, Cikancung, Cilengkrang, Pasirjambu, dan Rancabali.
3
LAPORAN AKHIR
VI - 7
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Gambar 6.2. Distribusi Kecamatan berdasarkan Hirarki Pengembangan LAPORAN AKHIR
VI - 8
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Kecamatan Cicalengka terpilih sebagai kawasan dengan Orde I disebabkan karena kecamatan ini merupakan kecamatan yang paling potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan industri tembakau berdasarkan kriteria pengembangan kawasan industri.Kecamatan untuk Orde II dan Orde III ditentukan berdasarkan distribusi spasial.
Industri hasil tembakau yang sudah berkembang di Kabupaten Bandung adalah industri hulu, berupa pengeringan dan perajangan daun tembakau. Berdasarkan karakteristik yang ada, industri hasil tembakau di Kabupaten
Bandung
dapat
dikembangkan
hingga
industri
antara.
Berdasarkan deskripsi diatas, pengembangan fungsi kawasan industri tembakau menurut hirarkinya adalah sebagai berikut (Tabel 6.2).
Tabel 6.2 Fungsi Kegiatan Kawasan berdasarkan Hirarki Pengembangan No 1
Hirarki Orde I
Fungsi Kegiatan Kawasan -
2
Orde II
-
3
Orde III
Pusat Pemasaran Regional Kabupaten Bandung Pengumpul hasil produksi tembakau dari hirarki yang lebih kecil. Industri pengolahan hasil tembakau Dapat dikembangkan kelompok Industri Antara (Industri Bumbu Rokok serta kelengkapan lainnya (KBLI 16009), meliputi: tembakau bersaus, bumbu rokok dan kelengkapan rokok lain seperrti klembak menyan, saus rokok, uwur, klobot, kawung dan pembuatan filter Sentra Pertanian Tembakau Pengumpul Hasil produksi Tembakau dari hirarki yang lebih kecil. Industri pengolahan hasil tembakau Sentra Pertanian Tembakau
Sentra Pertanian Tembakau
LAPORAN AKHIR
VI - 9
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Lokasi kecamatan sentra industri tembakau di Kabupaten Bandung letaknya tersebar di 17 Kecamatan.Untuk memudahkan pengelolaan
maka
perlu
dibentuk
pembagian
klaster
dengan
mempertimbangkan hubungan hirarki antar kecamatan sentra industri tembakau. Definsi dari Klaster Industri sendiri adalah ―Klaster industri merupakan kelompok usaha spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis‖.
Pengembangan/penguatan
klaster
industri
tembakau
di
Kabupaten Bandung merupakan alternatif pendekatan yang dinilai efektif dan efeisien untuk membangun pengembangan industri tembakau. Bagi pelaku
ekonomi
industri
tembakau,
pendekatan
klaster
industri
membantu upaya yang lebih fokus bagi terjalinnya kemitraan/hubungan yang saling menguntungkan dan pengembangan jaringan bisnis yang luas. Pengembangan klaster industri tembakau di Kabupaten Bandung dimaksudkan dalam rangka memperbaiki kelemahan seperti pemasaran dan perkembangnnya menunjukan gambaran parsial di setiap sentra industri tembakau.
Pendekatan Klaster industri tembakau Kabupaten Bandung, dalam
pengembangannya
memperhatikan
posisi
letak
geografis
kecamatan sentra industri tembakau, dan terdapatnya kecamatan yang memiliki lebih dari satu hirarki.
Klaster yang direncanakan untuk Kabupaten Bandung dalam memperkokoh pengembangan industri tembakau akan dikembangkan menjadi 3 (tiga) klaster sebagaimana dijelaskan pada Tabel 6.3.
LAPORAN AKHIR
VI - 10
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Tabel 6.3 Klaster Industri Tembakau di Kabupaten Bandung No 1
Klaster I
2
II
3
III
Kecamatan Rancabali, Pasirjambu, Ciwidey, Kutawaringin, Soreang, Cimaung Ciparay, Cimaung, Arjasari, Pacet, Ibun, Baleendah, Cileunyi, Cilengkrang Cicalengka, Paseh, Cikancung, Nagreg,.
Mengenai gambaran rencana klaster dan sirkulasi pola pemasaran industri tembakau di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Gambar 6.3 dan Gambar 6.4.
LAPORAN AKHIR
VI - 11
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Gambar 6.3. Klaster Pengembangan Kawasan Industri
LAPORAN AKHIR
VI - 12
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Gambar 6.4. Rencana Sirkulasi Pola Pemasaran Industri Tembakau
LAPORAN AKHIR
VI - 13
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
6.2 Rencana Kebutuhan ruang Kawasan Industri Tembakau Kawasan industri yang akan dikembangkan merupakan kawasan pergudangan, yang dikembangkan pada Orde 1, yang melayani seluruh kabupaten (regional), dan Orde 2 yang melayani beberapa kecamatan. Fungsi dari gudang adalah untuk menyimpan sementara hasil pengolahan tembakau sebelum dijual. Disamping itu, gudang juga berfungsi untuk meningkatkan dan menstandarkan kualitas hasil olahan sesuai dengan standar pasar. Pengelolaan melalui kawasan industri juga dimaksudkan untuk mendapatkan harga terbaik.
Dalam
pengembangan
ruang
Kawasan
Industri
Tembakau
Kabupaten Bandung mengacu terhadap besaran volume produksi yang dikumpukan di pusat orde 2 dan orde 1.Berdasarkan data lapangan, volume produksi total (ton/panen) tembakau adalah 10.208 ton/panen dan produksi (ton/Ha) adalah 2.449,92 ton/ha. Secara lengkap data dimaksud menurut klaster dapat dilihat pada Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Jumlah Produksi berdasarkan Klaster Klaster III III III III II II II II II II II II
Kecamatan Cicalengka Cikancung Nagreg Paseh Total Arjasari Balaendah Cilengkrang Cileunyi Cimaung Ciparay Ibun Pacet
LAPORAN AKHIR
Orde I III III III III III III III III II III III
Produksi Total (ton/Panen) 1.096,00 848,00 1.080,00 1.056,00 4.080,00 480,00 200,00 500,00 320,00 152,00 1.688,00 888,00 1.252,00
Produksi (ton/Ha) 263,04 203,52 259,20 253,44 979,20 115,20 48,00 120,00 76,80 36,48 405,12 213,12 300,48
VI - 14
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Klaster
Kecamatan
Total I Ciwidey I Kutawaringin I Pasir Jambu I Rancabali I Soreang Total Total Seluruh Klaster
Orde
III III III III II
Produksi Total (ton/Panen) 5.480,00 160,00 152,00 120,00 96,00 120,00 648,00 10.208,00
Produksi (ton/Ha) 1.315,20 38,40 36,48 28,80 23,04 28,80 155,52 2.449,92
Untuk kebutuhan luas bangunan gudang, berdasarkan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, bangunan gudang dengan luas 300 M2 dapat menampung 23 Ton Tembakau.
Disamping sebagaimana
di
mempertimbangkan atas,
mengacu
besaran pada
volume
produksi
PERATURAN
MENTERI
PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35/M-IND/PER/3/2010
TENTANG PEDOMAN TEKNIS KAWASAN INDUSTRI, pola penggunaan lahan untuk kawasan industri adalah sebagai berikut, •
Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal.
•
Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal.
•
Jalan dan saluran antara 8 — 12% dari total luas areal.
•
Fasilitas penunjang antara 6 — 12% dari total luas areal.
Pola penggunaan lahan di kawasan industri secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 6.5.
LAPORAN AKHIR
VI - 15
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Tabel 6.5. Pola Penggunaan Lahan Kawasan Industri No 1
2
Jenis Penggunaan Kapling Industri
Jalan dan Saluran
Struktur Penggunaan (%)
Keterangan
Maksimal 70 %
Setiap kapling harus mengikuti ketentuan BCR sesuai dengan Perda setempat (60 : 40)
8 —12 %
-
-
3
Ruang Terbuka Hijau
4
Fasilitas penunjang
Minimal 10%
6-12 %
Untuk tercapainya aksessibilitas di mana ada jalan primer dan jalan sekunder (pelayanan) Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton Perkerasan jalan minimal 7 m
Dapat berupa jalur hijau (green belt), taman dan perimeter Dapat berupa Kantin, Guest House, Tempat lbadah, Fasilitas Olah Raga, dll.
2.
Dengan mengacu koridor di atas, kebutuhan ruang pengembangan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung pada masing-masing Orde adalah sebagaimana disampaikan pada Tabel 6.6.
LAPORAN AKHIR
VI - 16
sebaiknya
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Tabel 6.6. Pola Penggunaan Lahan Kawasan Industri Tembakau Kabupaten Bandung Luas Lahan Kawasan Proyeksi Daya Industri Lokasi Tampung Orde kecamatan Produksi Luas Komponen % Tembakau (ton) (M2) Kapling 70% 31.955 Gudang Jalan dan 10% 4.565 Saluran Ruang I Cicalengka 2.449,92 Terbuka 10% 4.565 Hijau Fasilitas 10% 4.565 penunjang TOTAL 100% 45.650 Kapling 70% 17.155 Gudang Jalan dan 10% 2.451 Saluran Ruang II Ciparay 1.315,20 Terbuka 10% 2.451 Hijau Fasilitas 10% 2.451 penunjang Total 100% 24.508 Kapling 70% 2.029 Gudang Jalan dan 10% 290 Saluran Ruang III Soreang 155,52 Terbuka 10% 290 Hijau Fasilitas 10% 290 penunjang Total 100% 2.899
LAPORAN AKHIR
VI - 17
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
6.3 . Skenario Kelembagaan dan Pengelolaan Kawasan Industri Tembakau Pada bagian ini akan dijelaskan pola-pola pembangunan dan pengelolaan kawasan industri tembakau, yang berupa fasilitas pergudangan, terutama fasilitas pergudangan pada Orde 1 dan Orde 2.
6.3.1 Pembangunan Kawasan Industri Pembangunan kawasan industri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Pembangunan
dilakukan
oleh
pemerintah
daerah
dengan
menggunakan dana APBD. 2. Pembangunan dilakukan oleh masyarakat melalui asosiasi atau koperasi. Penjelasan dari pola-pola pembangunan kawasan industri diatas secara detail dijelaskan pada bagian berikut. 1.Pembangunan kawasan industri dilakukan oleh pemerintah Dalam pengembangan kawasan industri (fasilitas pergudangan) di setiap orde, pemerintah dapat menggunakan dana APBD, misalnya dana yang bersumber dari cukai tembakau. Keuntungan dari alternatif ini adalah pemerintah
dapat
mengontrol
dan
mengintervensi
seluruh
proses
pengelolaan kawasan, karena fasilitas fisik dimiliki oleh pemerintah, berupa asset daerah. Kerugian alternatif ini adalah pemerintah daerah harus menyiapkan unit khusus untuk mengawasi dan memelihara fasilitas fisik yang ada ataumelekatkan fungsi pengawasan dan pemeliharaan ini dalam unit yang sudah ada. Biaya pemeliharaan dibebankan kepada pemerintah. Pemerintah tentu saja dapat memungut iuran untuk penggunaan fasilitas fisik tersebut.
LAPORAN AKHIR
VI - 18
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Barang yang diperoleh dari dana APBD atau dapat juga berasal dari perolehan lainnya yang sah disebut sebagai Barang Milik Daerah (BMD). Perolehan lainnya yang sah yang dimaksudkan disini dapat berupa: 1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. barang
yang
diperoleh
sebagai
pelaksanaan
dari
perjanjian/kontrak; 3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undangundang; atau 4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap.
Pengelolaan
BMD
dapat
dilakukan
dengan
berbagai
cara.
Pengelolaan BMD meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, piñata usahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yangsedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barangmilik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsii kementerian/ lembaga/ satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/ bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
LAPORAN AKHIR
VI - 19
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara/ daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola
barang. Kerjasama
pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/ daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan
Negara
bukan
pajak/pendapatan
daerah
dan
sumber
pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/ daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/ atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang miliknegara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan penggunadan/atau kuasa pengguna barang
dan/atau
pengelola barang dari tanggung jawab
administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/ daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan,dihibahkan
atau
disertakan
sebagai
modal
pemerintah.Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/ daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Tukar-menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/ daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah pusat/ pemerintah daerah
LAPORAN AKHIR
VI - 20
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa barang yang diadakan oleh pemerintah melalui dana APBD, seperti yang terdapat dalam skenario 1 ini, pengelolaannya dapat dilakukan oleh pemerintah atau pihak lain melalui proses sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serahguna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa Barang milik negara/ daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/ daerah. Jangka waktu penyewaan barang milik negara/ daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara/ daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/ daerah.
Pinjam Pakai Pinjam pakai barang milik negara/daerah dilaksanakanantara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah. Jangka waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah paling lama 2 tahun
Kerjasama pemanfaatan Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara/daerah dan meningkatkan penerimaan negara/ pendapatan daerah. Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/ daerah dilaksanakan dengan bentuk:
LAPORAN AKHIR
VI - 21
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/ bupati/ walikota;
kerjasama pemanfaatan atas sebagian tanah dan/ atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang;
kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah selain tanah dan/ atau bangunan.
Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah untuk memenuhi biaya operasional/ pemeliharaan/ perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik negara/ daerah dimaksud;
mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikut sertakan sekurang-kurangnya lima peserta/ peminat, kecuali untuk barang milik negara/ daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;
mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas umum negara/ daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan;
besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;
besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil
kerjasama
pemanfaatan
harus
mendapat
persetujuan
pengelola barang;
selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik negara/ daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan;
LAPORAN AKHIR
VI - 22
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dandapat diperpanjang.
Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah.
Bangun guna serah dan bangun serah guna Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara/ daerah dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut:
pengguna
barang
memerlukan
bangunan
dan
fasilitas
bagi
penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi; dan
tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah untuk penyediaan bangunandan fasilitas dimaksud.
Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani. Penetapan mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/ peminat. Mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:
membayar kontribusi ke rekening kas umum negara/daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk olehpejabat yang berwenang;
tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindah tangankan objek bangun guna serah dan bangunserah guna;
memelihara objek bangun guna serah dan bangun serah guna.
dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian barang milik negara/ daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus
LAPORAN AKHIR
VI - 23
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsipemerintah.
Izin mendirikan bangunan hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus diatas namakan Pemerintah Republik Indonesia/ Pemerintah Daerah.
Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna tidak dapat dibebankan pada Anggaran.
2. Pembangunan dilakukan oleh masyarakat melalui asosiasi atau koperasi Pada alternatif ini seluruh proses pembangunan kawasan industri (pergudangan) dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama, melalui asosiasi. Dalam alternatif ini semua biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang didapat menjadi milik masyarakat. Terdapat beberapa sumber dana pembangunan yang dapat digunakan, yaitu modal sendiri dan modal luar (modal asing). Koperasi dapat memanfaatkan modal sendiri dan modal asing dalam upaya memenuhi kebutuhan modalnya. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari koperasi itu sendiri atau modal yang menanggung resiko. Adapun modal sendiri meliputi : 1. Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayar oleh anggota koperasi kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai anggota. Nilai atau besaran simpanan pokok diatur dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Koperasi yang bersangkutan. 2. Simpanan wajib yaitu jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. 3. Dana Cadangan yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri
LAPORAN AKHIR
VI - 24
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
dan untuk menutupi kerugian koperasi yangmungkin terjadi atau bila diperlukan. Dana cadangan juga dimaksudkan bagi jaminan koperasi di masa yang akan datang dan diperuntukkan bagi perluasan usaha. Pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota. 4.
Hibah
merupakan
sumbangan
dari
pihak-pihak
tertentu
yang
diserahkan kepada koperasi dalam upaya ikut serta mengembangkan usaha koperasi.
Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara ada di dalam perusahaan koperasi, dan bagi perusahaan koperasi modal tersebut merupakan utang, yang pada saatnya harus dibayar kembali atau biasanya didapatkan dari proses pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya. Modal ini dapat dikelompok menjadi utang jangka pendek (jangka waktunya paling lama 1 tahun), utang jangka menengah (jangka waktunya paling lama 10 tahun) dan utang jangka panjang (jangka waktunya lebih dari 10tahun). Modal asing atau modal pinjaman ini dapat berasal dari pinjaman anggota yang memenuhi syarat, koperasi lain yang didasari atas perjanjian kerjasama, bank dan lembaga keuangan, penerbitan obligasi dan surat utang berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, atau sumber lain yang sah berupa pinjaman dari bukan anggota. Alternatif modal pada koperasi ditunjukkan pada Gambar 6.5 berikut. Alternatif pembangunan kawasan industri dengan menggunakan modal masyarakat pada dasarnya sulit dilakukan mengingat modal yang dimiliki masyarakat masih sangat terbatas dan asosiasi yang ada belum cukup kuat.
LAPORAN AKHIR
VI - 25
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Alternatif Modal Koperasi
Modal Sendiri
Simpanan Pokok
Simpanan Wajib
Modal Asing
Dana Cadangan
Hibah
Pinjaman Anggota
Koperasi Lain
Obligasi
Perbankan
Gambar 6.5 Alternatif Modal Koperasi
6.3.2 Pengelolaan Kawasan Industri Pada bagian ini akan dijelaskan pola pengelolaan kawasan industri. Pola pengelolaan
kawasan
industri
akan
dijelaskan
berdasarkan
pola
pembangunannya.
1. Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya berasal dari Dana APBD Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, barang yang berasal dari Dana APBD dapat dikelola dengan beberapa cara, seperti sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun-guna serah atau bangun serah guna, dan hibah. Dari semua alternatif yang disebutkan, yang paling mungkin dilakukan hanyalah sewa dan hibah. Pinjam pakai dilakukan antar pemerintah/pemerintah daerah, sedangkan kerjasama pemanfaatan harus dilakukan melalui tender, demikian juga dengan bangun-guna serah dan bangun serah guna.
Dalam konsep sewa, masyarakat atau kelompok
masyarakat membayar sewa secara rutin dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah, sedangkan dalam konsep hibah bangunan diserahkan
LAPORAN AKHIR
VI - 26
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
kepada masyarakat untuk kepentingan umum, dan pemerintah tidak mendapatkan bayaran. Selain itu, tentu saja pemerintah dapat saja mengelola fasilitas gudang yang sudah disediakan dengan mananggung semua biaya pemeliharaan.
Apabila barang berupa fasilitas pergudangan akan disewakan kepada masyarakat, ini berarti bahwa masyarakat harus membayar sewa. Mengingat kondisi saat ini dimana petani dan pengolah tembakau juga menghadapi masalah ketidakpastian harga, alternatif ini agak sulit dilakukan. Hibah merupakan alternatif yang lebih mungkin untuk dilakukan karena masyarakat akan menerima fasilitas yang ada tanpa harus membayar, tetapi pengolaan fasilitas dilakukan oleh masyarakat. Untuk memudahkan pengelolaan barang hibah, masyarakat dianjurkan untuk membentuk asosiasi, misalnya dalam bentuk koperasi. Pengelolaan BMD oleh pemerintah daerah kemungkinan juga akan sulit dilakukan, karena pada umumnya pemerintah daerah sudah memiliki tupoksi tersendiri. Gambar 6.6 dan Tabel 6.7 menunjukkan alternatif pengelolaan kawasan industri apabila pembangunannya dilakukan oleh pemerintah.
Pembangunan Dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Disewakan kepada Masyarakat
Dihibahkan kepada Masyarakat
Dikelola oleh Pemerintah Daerah
Gambar 6.6 Alternatif Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya Dilakukan Pemerintah Daerah
LAPORAN AKHIR
VI - 27
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Tabel 6.7 Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya Dilakukan oleh Pemerintah Daerah Sumber Dana Pembangunan APBD
Sumber Dana Pengelolaan Masyarakat (Asosiasi/Koperasi) melalui Sewa
APBD
Masyarakat (Asosiasi/Koperasi) melalui Hibah
APBD
APBD
Keterangan Pola ini menuntut masyarakat/ petani/pengelola harus menyediakan uang untuk membayar sewa, disamping pengelolaan dan pemeliharaan Pola ini hanya menuntut masyarakat/petani/pengelola menyediakan uang untuk pengelolaan dan pemeliharaan Pola ini menuntut pemerintah daerah untuk mengelola kawasan industri, sedangkan SDM terbatas
2. Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya Berasal dari Masyarakat (Koperasi) Pengelolaan kawasan industri yang pembangunannya dilakukan oleh masyarakat melalui koperasi dilakukan oleh anggota koperasi. Keuntungan yang didapat merupakan keuntungan anggota.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 45, UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun bukuyang bersangkutan. SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan, perkoperasian dan keperluan lain dari kopreasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. SHU juga merupakan sisa dari pendapatan koperasi setelah dipergunakan untuk memenuhi seluruh biaya-biaya operasional organisasi
LAPORAN AKHIR
VI - 28
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
koperasi, sisa itu dapat berbentuk sisa positif atau sisa negatif atau sisa nihil.
Sisa Hasil Usaha Koperasi dibagikan kembali kepada anggota sesuai dengan jasa masing-masing anggota dalam memanfaatkan pelayanan koperasi atau transaksi dengan koperasi. SHU ini juga dapat disisihkan untuk dana cadangan yang jumlahnya dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan dan berdasar ketetapan dalam AD/ART Koperasi. SHU yang dibagikan misalnya dalam bentuk cadangan koperasi, jasa anggota, dana pengurus,
dana
karyawan,
dana
pendidikan,
dana
sosial,
dana
pembangunan lingkungan, yang besarnya ditentukan oleh aturan masingmasing koperasi. SHU ini merupakan sumber modal sendiri yang nilainya ditentukan oleh pendapatan yang dihasilkan oleh koperasi, besaran biaya, alokasi modal kerja, partisipasi anggota, profesionalitas manajemen koperasi, dan perputaran modal kerja.
Koperasi memberi manfaat ekonomi kepada anggotanya secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat ekonomi langsung yaitu manfaat ekonomi yang langsung diterima oleh anggota koperasi dalam bentuk manfaat harga yang menguntungkan bagi anggota serta manfaat bunga yang menguntungkan anggota, sedangkan manfaat ekonomi tidak langsung berupa nilai Sisa Hasil Usaha yang diterima anggota.
Manfaat ekonomi langsung diperoleh ketika anggota melakukan proses transaksi dengan koperasi, sedangkan manfaat ekonomi tidak langsung didapat pada akhir tahun buku selama anggota memanfaatkan pelayanan barang maupun jasa yang ada dikoperasi. Manfaat ekonomi keberadaan koperasi kepada anggota akan memberikan dampak mikro maupun makro. Dampak mikro koperasi berupa peningkatan pelayanan perusahaan koperasi bagi kegiatankelompok usaha dan atau ekonomi rumah tangga anggota (baik sebagai konsumen maupun produsen), dan dampak makro berupa pembangunan organisasi koperasi yang mampu
LAPORAN AKHIR
VI - 29
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
meningkatkan
pendapatan
dan
kesejahteraan
anggota
maupun
lingkungannya. Keberadaan dan perkembangan koperasi sejatinya dapat memberi manfaat-manfaat utama bagi anggota koperasi berupa kelancaran usaha, stabilitas ekonomi rumah tangga, pemenuhan kebutuhananggota, pemasaran hasil produksi, pengadaan input/ sarana produksi dengan harga yang stabil dan memadai.
Koperasi adalah suatu organisasi ekonomi rakyat, yang mempunyai dua sifat: sosial danekonomis. Koperasi bersifat sosial artinya koperasi itu merupakan kumpulan orang yang berusahauntuk saling menolong dan bukan hanya kumpulan modal yang melulu berorientasi pada laba saja.
Seperti telah dijelaskan pembangunan dan pengelolaan kawasan industri yang paling mungkin adalah pembangunan dilakukan oleh pemerintah, kemudian dihibahkan kepada asosiasi atau koperasi, dan selanjutnya pengelolaan dilakukan oleh asosiasi atau koperasi tersebut. Pada bagian berikut akan dijelaskan proses eksternal dan internal pada kawasan industri. Proses eksternal adalah proses sebelum olahan tembakau masuk ke kawasan industri Orde 1, sedangkan proses internal adalah proses, yang terjadi dalam kawasan industri Orde 1.
Sebelum masuk kawasan industri, petani memetik daun tembakau. Pada tahapan ini terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan, yaitu petani hanya menyimpan daun tembakau lalu dikumpulkan oleh koperasi dan dibawa ke gudang terdekat (Orde 3 dan Orde 2), dan pengolahan yang distandarkan dilakukan di Kawasan Pergudangan Orde 1. Apabila pengolahan akan dilakukan di Fasilitas Orde 3 dan 2 harus dipastikan pengolahan yang dilakukan sesuai standar. Koperasi berperan pada setiap orde. Daun tembakau dan olahannya dijemput oleh koperasi di setiap orde dan petani mendapatkan bayaran sesuai dengan hasil produksi dan kualitas yang disyaratkan. Sumber dana untuk membayar daun tembakau dan olahannya dapat diperoleh dari modal asing.
LAPORAN AKHIR
VI - 30
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Proses internal adalah proses didalam kawasan industri (Orde 1). Dalam kawasan industri proses yang dilakukan adalah peningkatan kualitas dan standarisasi, apabila yang dibawa pada Orde 3 dan Orde 2 adalah daun tembakau, atau hanya penyimpanan sebelum dibawa ke pabrik/industri, apabila proses pengolahan sudah dilakukan di Orde 3 dan Orde 2. Koperasi dalam konteks ini berkewajiban mencari pasar untuk olahan hasil tembakau. Proses Eksternal dan Intenal Kawasan Industri Orde 1 ditunjukkan pada Gambar 6.7 dan Gambar 6.8 berikut.
Lokal
• Orde 3 • Pemanenan Daun Tembakau, Simpan di Gudang Orde 3 • Daun Tembakau Diangkut dan Dikumpulkan di Gudang Orde 2
• Orde 2 • Penyimpanan Daun Tembakau sebelum dibawa ke Gudang Ciparay dan Orde 1 Soreang • Orde 1 • Pengolahan dan Standarisasi Kualitas Olahan Daun Tembakau Cicalengka • Penjualan Olahan tembakau ke Industri
Gambar 6.7 Alternatif 1 Proses Eksternal dan Internal Kawasan Industri
LAPORAN AKHIR
VI - 31
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
Lokal
Ciparay dan Soreang
• Orde 3 • Pemanenan dan Pengolahan Daun Tembakau, Simpan di Gudang Orde 3 • Olahan Tembakau Diangkut dan Dikumpulkan di Gudang Orde 2 • Orde 2 • Penyimpanan Olahan Daun Tembakau sebelum dibawa ke Gudang Orde 1
• Orde 1 • Penyimpanan dan Penjualan Olahan Daun Tembakau Cicalengka • Penjualan Olahan tembakau ke Industri
Gambar 6.8 Alternatif 2 Proses Eksternal dan Internal Kawasan Industri
Dalam pengelolaan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung ketersediaan modal merupakan hal utama yang perlu mendapat perhatian. Penyimpanan hasil olahan tembakau tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas, tetapi juga untuk menempatkan petani pada posisi nilai tawar yang lebih baik. Namun demikian penyimpanan tembakau di dalam gudang menyebabkan petani dan pengolah tembakau tidak dengan segera mendapatkan hasil, padahal petani membutuhkan modal untuk upaya penanaman dan pengolahan tembakau periode berikutnya. Koperasi tentu saja dapat membantu mengatasi permasalahan ini dengan asumsi tersedia modal asing. Pada tahap awal pengembangan kawasan industri, ketersediaan modal sendiri sulit diharapkan. Apabila tidak tersedia modal asing, maka sistem resi gudang dapat dijadikan alternatif. Resi gudang adalah bukti kepemilikan barang di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang ini dapat dialihkan, diperjual belikan, atau dapat dijadikan sebagai agunan tanpa agunan yang lain.
LAPORAN AKHIR
VI - 32
Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau
LAPORAN AKHIR
VI - 33