RENCANA INDUK PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOTA BANDUNG 2015 - 2019 1
Pendahuluan Sejalan dengan perkembangannya, Kota Bandung kini sudah dapat
dikategorikan sebagai kota Metropolitan, dimana kecenderungan perkembangan sektor
ekonominya
mengarah
ke
sektor
jasa
sebagai
tulang
punggung
perekonomiannya. Kota Bandung memiliki sejumlah potensi daerah, baik berupa lokasi yang strategis, perkembangan laju pertumbuhan ekonomi yang positif selama enam tahun terakhir,
kondisi iklim investasi yang cukup kondusif dengan nilai
investasi yang terus meningkat sejak tahun 2010, serta perkembangan industri kreatif yang cukup pesat. Namun
demikian,
Kota
Bandung
juga
masih
menghadapi sejumlah
permasalahan pada beberapa bidang pembangunan, antara lain, masalah kependudukan yang ditandai dengan proporsi penduduk umur muda meningkat pesat, sehingga tidak dapat ditopang oleh daya dukung lingkungan, Permasalahan kesehatan yang ditandai dengan
adalah sistem layanan kesehatan masih
menanggung beban lebih besar dibandingkan dengan kapasitasnya, termasuk mekanisme pengelolaannya. Permasalahan penataan kota yang ditandai dengan Pertumbuhan permukiman dan menurunnya luasan daerah terbuka yang tidak didukung drainase sering menyebabkan banjir atau genangan menetap di berbagai wilayah. Maupun, permasalahan sosial ekonomi yang ditandai dengan tingkat pengangguran terbuka cukup tinggi dengan perkembangan lapangan kerja yang terbatas. Dalam konteks mendorong kinerja litbang di Kota Bandung, Pemerintah Kota Bandung harus dapat mengelola potensi yang dimiliki secara optimal serta mengatasi permasalahan yang dihadapi melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang secara terarah, terkoordinasi, terpadu, dan berkesinambungan sebagai dasar dalam menyusun suatu rencana dan program. Saat ini, kegiatan penelitian dan pengembangan masih menghadapi sejumlah permasalahan, diantaranya:
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
1. Belum adanya mekanisme koordinasi yang jelas antara satu SKPD dengan SKPD yang lainnya dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk setiap tema prioritas pembangunan sehingga mengakibatkan kegiatan litbang yang dilakukan oleh satu SKPD dengan SKPD lainnya tidak saling terintegrasi. Hal ini berpotensi menyebabkan terjadinya duplikasi kajian yang dihasilkan oleh beberapa SKPD terkait tema prioritas pembangunan yang sama. 2. Dengan tidak adanya mekanisme koordinasi yang jelas antar SKPD serta keterpaduan dalam perencanaan kegiatan kelitbangan, maka akan sulit mengukur tingkat implementasi dari setiap kegiatan kelitbangan yang dilakukan oleh masingmasing SKPD tersebut. 3. Adanya Peraturan Bersama antara Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03 tahun 2012 Nomor 36 tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah menjadikan lingkup kewenangan kelitbangan tidak hanya meliputi penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi, tetapi juga harus mengakomodir pengembangan inovasi daerah. Masalah yang terjadi tersebut akan berdampak pada hasil dari penelitian dan pengembangan tidak dapat menjawab kebutuhan kota dan mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Untuk
itu
diperlukan
penyusunan
Rencana
Induk
Penelitian
dan
Pengembangan Kota Bandung 2015-2019 yang akan memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai tahapan yang jelas dan sistematis dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk setiap tema prioritas pembangunan yang mengacu pada seluruh dokumen perencanaan baik pusat maupun daerah Tahapan kegiatan penelitian dan pengembangan yang jelas dan sistematis dari tema prioritas pembangunan, akan mewujudkan mekanisme koordinasi yang baik antar SKPD, dimana setiap SKPD mengetahui peran serta kegiatan penelitian dan pengembangan apa saja yang harus dilakukan. Penyusunan Rencana Induk Penelitian dan Pengembangan juga menjadi dasar dalam pembentukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kota Bandung yang merupakan lembaga independen dalam menjalankan fungsi koordinasi, kerjasama, pengendalian kualitas, serta penetapan arahan kebijakan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD di kota Bandung.
RINGKASAN EKSEKUTIF
2
2
Pentingnya Rencana Induk Penelitian dan Pengembangan Kota dalam Pelaksanaan Pembangunan Rencana Induk Penelitian dan Pengembangan disusun berdasarkan urusan
wajib dan urusan pilihan pemerintah. Urusan wajib diambil berdasarkan standar pelayanan minimum yang harus diterima oleh masyarakat. Urusan pilihan diambil berdasarkan dokumen rencana daerah. Dokumen rencanan daerah terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang diturunkan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RIPP tidak hanya melihat dokumen rencana yang berhubungan dengan wilayah RIPP dibuat tetapi juga dokumen rencana yang berada pada tingkat lebh tinggi dibanding wilayahnya. Sedangkan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) merupakan pelaksana urusan pemerintah daerah yang terbagi menjadi kedua urusan terebut. Sehingga dalam mendukung ketercapaian tujuan dan target dalam pelaksanaan urusan pemerintahan,
SKPD
wajib
melaksanakan
setiap
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan yang mengacu pada Rencana Induk Penelitian dan Pengembangan. Pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh SKPD juga akan berdampak pada peningkatan kualitas regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Sumber: Hasil Analisis, 2014
RINGKASAN EKSEKUTIF
3
Ruang lingkup dari Rencana Induk Penelitian dan Pengembangan Kota Bandung tidak hanya menjabarkan tahapan dan arahan kegiatan penelitian dan pengembangan yang harus dilaksanakan untuk mengakomodir kebutuhan seluruh tema prioritas pembangunan dalam RPJMD sesuai dengan Permendagri No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa kegiatan kelitbangan adalah rangkaian kegiatan ilmiah yang bertujuan menghasilkan pemahaman baru dan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri di lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pemerintahan Daerah, namun juga harus dapat mengakomodir kebutuhan yang menjadi arahan Pemerintah Pusat yang dijabarkan dalam Agenda Riset Nasional (ARN). Hal ini sesuai dengan amanat UU No 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Litbang dan Penerapan IPTEK yang menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah berfungsi menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan serta sinergi unsur kelembagaan, sumber
daya,
dan
jaringan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
di
wilayah
pemerintahannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4
3
Tahapan
Penyusunan
Rencana
Induk
Penelitian
dan
Pengembangan Kota Bandung Pengerjaan kajian ini secara umum dilakukan dengan 5 fase pengerjaan, yang terdiri dari tahap evaluasi kondisi eksisting, tahap analisa permasalahan, tahap perumusan strategi, tahap roadmapping dan tahap penyusunan draft Raperwal sebagai penguatan terhadap dokumen Rencana Induk Penelitian dan Pengembangan Kota Bandung 2015-2019.
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Fase 1 – Evaluasi Kondisi Eksisting Pada tahap ini, dilakukan pemetaan dan identifikasi terhadap urusan wajib yang menjadi tema pembangunan prioritas 1. Pemetaan tujuan dan sasaran pada setiap dokumen perencanaan Dokumen perencanaan yang dipetakan adalah dokumen perencanaan yang mampu mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan dengan
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
memenuhi kebutuhan pemenuhan standar minimal pelayan publik, pemenuhan tujuan pembangunan, dan penerapan sistem inovasi daerah. Dokumen perencanaan yang dipetakan mencakup rencana pembangunan dan tata ruang nasional, rencana pembangunan dan tata ruang Provinsi Jawa Barat, rencana pembangunan dan tata ruang Kota Bandung, Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN), Agenda Riset Nasional (ARN), dan peraturan perundang-undangan terkait Standar Pelayanan Minimal (SPM). Fungsi pemetaan ini untuk memastikan tujuan dan sasaran yang akan diambil sebagai tema pembangunan benar menjadi priorita pembangunan dari level nasional, provinsi, hingga daerah. 2. Melakukan analisis effort-impact Analisis effort-impact dilakukan dengan menggunakan kriteria berikut,
Effort
Peran stakeholder yang akan menangani tema pembangunan yang dibagi menjadi pemerintah pusat, pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah daerah Kota Bandung
Impact
Tujuan dan sasaran hasil pemetaan dokumen perencanaan yang memenuhi kriteria tema pembangunan prioritas yaitu, a. memiliki
pengaruh
yang
besar/signifikan
terhadap
pencapaian
sasaran
pembangunan nasional b. memiliki keterkaitan multisektoral c.
memiliki dampak yang luas bagi masyarakat
d. memiliki daya ungkit yang signifikan terhadap pembangunan daerah Analisis impact dilakukan dengan meng-overlay tujuan dan sasaran hasil pemetaan dokumen perencanaan yang muncul berulang kali pada dokumen perencanaan yang berbeda. Kemunculan berulang kali pada dokumen perencanaan yang
berbeda
mengindikasikan
tujuan/sasaran
tersebut
menjadi
sasaran
pembangunan di tiap level pemerintahan dan memiliki dampak yang luas bagi masyarakat.
Selanjutnya
hasil
overlay
tujuan
dan
sasaran
dikelompokkan
RINGKASAN EKSEKUTIF
6
berdasarkan urusan dengan rumpun yang sama ke dalam
tema pembangunan
prioritas.
Fase 2 – Analisa Permasalahan Pada tahap ini, dilakukan identifikasi permasalahan yang terjadi dan peran stakeholder pada pelaksanaan tema pembangunan prioritas: a. Identifikasi Permasalahan Tema Pembangunan Prioritas -
Melakukan analisa SWOT untuk mengetahui kondisi eksisting pelaksanaan tema pembangunan prioritas baik berdasarkan kondisi intenal maupun kondisi eksternal
-
Melakukan analisa gap dalam identifikasi terhadap capaian target setiap tema prioritas pembangunan pada RPJMD dan Agenda Riset Nasional (ARN) untuk mengetahui apakah kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan sudah mendukung pencapaian target RPJMD dan Agenda Riset Nasional (ARN) tersebut atau masih memiliki sejumlah permasalahan sehingga belum dapat mendukung pencapaian target RPJMD dan Agenda Riset Nasional (ARN)
-
Identifikasi produktivitas kegiatan penelitian dan pengembangan meliputi alokasi anggaran, jumlah kegiatan, serta dampak dari output kegiatan litbang)
-
Identifikasi kebutuhan dan gap pembiayaan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan
-
Memetakan
pelaksanaan
tindak
lanjut
dari
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan untuk mendukung pencapaian target RPJMD dan Agenda Riset Nasional (ARN)
RINGKASAN EKSEKUTIF
7
b. Identifikasi Peran Stakeholder -
Melakukan identifikasi peran SKPD dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan setiap tema pembangunan prioritas pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
-
Pemetaan bentuk kerjasama dengan lembaga penelitian
-
Pendataan potensi kerjasama dengan lembaga penelitian
-
Melakukan identifikasi peran stakeholder dalam pembiayaan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan tema pembangunan prioritas
Fase 3 – Perumusan Strategi Pada tahap ini, dilakukan perumusan arahan kebijakan kegiatan penelitian dan pengembangan yang akan mendukung pelaksanaan tema pembangunan prioritas. a. Perumusan Arahan Kebijakan -
Penentuan tema penelitian dan pengembangan apa yang akan mendukung pemanfaatan potensi yang ada serta mengatasi permasalahan yang terjadi pada tema pembangunan prioritas tersebut. Tema penelitian dan pengembangan yang telah diidentifikasi sebelumnya, menjadi dasar dalam menyusun sasaran dan indikator ketercapaian dari sasaran tersebut.
-
Perumusan rancangan kegiatan penelitian serta program implementatif yang dibutuhkan pada setiap tema pembangunan prioritas tersebut.
b. Perumusan Mekanisme Koordinasi Penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengembangan juga perlu diatur dengan mekanisme koordinasi antar SKPD dan stakeholder terkait. Untuk itu berdasarkan hasil identifikasi kegiatan penelitian dan pengembangan apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung setiap tema pembangunan prioritas, selanjutnya perlu ditentukan indikator kinerja dari penguatan mekanisme koordinasi serta target apa saja yang harus dicapai dari setiap indikator kinerja suatu mekanisme koordinasi, sehingga kebutuhan-kebutuhan dalam pelaksanaan mekanisme penelitian dan pengembangan 1 pintu dapat dipenuhi. c. Perumusan Pola Pembiayaan Berdasarkan pemetaan peran stakeholder dalam hal dukungan pembiayaan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan, dirumuskan pola pembiayaan
RINGKASAN EKSEKUTIF
8
yang dapat dikembangkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan pada setiap tema pembangunan prioritas.
Fase 4 - Roadmapping Pada tahap ini, dilakukan roadmapping berdasarkan hasil perumusan kegiatan penelitian dan pengembangan pada tahap sebelumnya . Roadmap kegiatan penelitian dan pengembangan, yaitu tahapan langkah kerja yang dapat diimplementasikan dalam rangka mewujudkan kegiatan penelitian dan pengembangan yang mampu mendukung percepatan target capaian RPJMD dan Agenda Riset Nasional (ARN) berdasarkan studi literatur dan hasil analisis sebelumnya Roadmap disusun baik untuk jangka pendek, menengah, dan jangka panjang secara bertahap sesuai dengan kegiatan penelitian dan pengembangan apa saja yang dapat dilakukan. Kegiatan yang dilakukan dalam jangka pendek meliputi penyusunan penelitian sedangkan kegiatan yang dilakukan dalam jangka menengah maupun panjang dapat berupa piloting hasil penelitian serta pengembangan teknologi dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Fase 5 – Penyusunan Draft Raperwal Rencana Induk Penelitian dan Pengembangan Kota Bandung 2015-2019 harus menjadi acuan bagi seluruh SKPD dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai dengan tema pembangunan prioritas, untuk itu diperlukan penyusunan draft Raperwal penetapan RIPP untuk menguatkan peran RIPP dimana seluruh kegiatan penelitian dan pengembangan yang akan dijalankan harus mengacu pada RIPP ini.
RINGKASAN EKSEKUTIF
9
4
Kondisi Eksisting dalam Pelaksanaan Tema Pembangunan Prioritas
A.
REFORMASI BIROKRASI Reformasi birokrasi dilakukan untuk mendorong perbaikan dan peningkatan
kinerja birokrasi pemerintah. Pelaksanaan reformasi birokrasi terdiri dari beberapa sasaran yaitu peningkatan tata kelola pemerintahan, peningkatan kualitas pelayanan publik, peningkatan tata kelola aset dan keuangan daerah, serta penataan sumber daya manusia (SDM) pemerintahan. Berikut kondisi pelaksanaan reformasi birokrasi saat ini di Kota Bandung. 1. Tata Kelola Pemerintahan a. Belum
optimalnya
perencanaan,
implementasi,
dan
evaluasi
kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan daerah b. Belum optimalnya koordinasi antar SKPD dalam menjaga konsistensi perencanaan dan penganggaran c. Tuntutan penerapan teknologi informasi pada tatanan manajemen pemerintah di Kota Bandung d. Belum terkelolanya sumber data dan informasi yang mendukung proses perencanaan sehingga sumber data masih beragam e. Belum
optimalnya
sistem
pengendalian
internal
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan daerah f. Tuntutan akuntabilitas tata kelola pemerintahan g. Tuntutan pengembnagan kerjasama pemerintah dan swasta
2. Pelayanan Publik a. Belum optimalnya kualitas pelayanan publik pada SKPD termasuk kecamatan yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Kota Bandung hanya mencapai 67,03 b. Belum seluruh produk izin mampu bersaing dari sisi kecepatan waktu, kemudahan prosedur, dan biaya c.
Belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam internal BPPT untuk pelayanan perizinan dan aspek pendukungnya
RINGKASAN EKSEKUTIF
10
d. Informasi tentang potensi penanaman modal dan peluang investasi di Kota Bandung belum akurat dan belum tersedia secara optimal e. Mekanisme koordinasi lintas sektor antara Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dengan dinas teknis lain belum cukup terkoordinasi, terintegrasi, sederhana, dan tersinkronisasi baik dalam hal pelayanan perizinan maupun pemenuhan aspek pendukung f.
Tuntutan terhadap penyelenggaraan layanan publik yang lebih responsif dan adaptif
3. Tata Kelola Aset dan Keuangan Daerah a. Tuntutan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak b. Proses sertifikasi tanah milik pemerintah daerah masih terhambat sehingga pengamanan aset masih riskan c. Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bandung baru mencapai Wajar Dengan Pengecualian (WDP). d. Penatausahaan keuangan dan aset daerah belum sesuai Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) kegiata. e. Tuntutan pembaharuan sistem keuangan yang dilakukan secara transparan f. Tuntutan pengelolaan aset dan keuangan daerah yang lebih diarahkan kepada entrepreneurial management berorientasi kinerja
4. Sumber Daya Manusia (SDM) Pemerintahan a. Sumber daya aparatur Pemerintah Kota Bandung secara kuantitas cukup memadai tetapi SDM yang memiliki kemampuan dan kompetensi sesuai dengan tugas dan kewajiban utamanya masih kurang b. Belum tersusunnya standar kinerja yang terukur bagi setiap jabatan struktural dan fungsional c. Kebijakan pemerintah belum mendukung terbentuknya jabatan fungsional perencana dan peneliti di lingkungan Pemerintah Kota Bandung
RINGKASAN EKSEKUTIF
11
B.
PENDIDIKAN Pendidikan merupakan salah satu unsur penting pembangunan dalam
menciptakan sumber daya manusia berkualitas. Pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga
untuk
membangun
moral
dan
akhlak
bangsa.
Untuk
meningkatkan
pembangunan pendidikan, dapat dilakukan upaya peningkatan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu dan keunggulan pendidikan, peningkatan tata kelola pendidikan,
serta
peningkatan
pelayanan
kebudayaan.
Berikut
kondisi
penyelenggaraan masing-masing upaya pembangunan pendidikan di Kota Bandung. 1. Pemerataan Pendidikan a. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau masyarakat belum terwujud sepenuhnya b. Belum terpenuhinya kapasitas daya tampung sekolah c.
Lokasi sarana pendidikan yang semakin jauh dengan permukiman, khususnya permukiman baru
d. Tidak meratanya penyebaran sekolah dan penyebaran penduduk e. Biaya pendidikan sekolah menengah masih membebani orang tua peserta didik. f.
Penuntasan wajib belajar 9 tahun dan pengembangan wajib belajar 12 tahun terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) belum berjalan mantap dan sesuai harapan
2. Mutu dan Keunggulan Pendidikan a. Sarana dan Prasarana Pendidikan -
Tingginya tingkat kerusakan bangunan sekolah yang ada.
-
Nasib sekolah pinggiran yang masih minim sarana prasarana.
-
Terdapat kesenjangan dalam fasilitas sarana penunjang pembelajaran pendidikan yang bermutu, seperti perpustakaan, laboratorium, dan media pembelajaran.
-
Fasilitas/sarana
penunjang
pendidikan
termasuk
pengembangan
perpustakaan dan laboratorium sebagai sarana minat dan budaya baca belum memadai. b. Kurikulum, Kualitas Materi, dan Metode Pembelajaran
RINGKASAN EKSEKUTIF
12
-
Konten pembelajaran belum relevan, kontekstual, dan memiliki makna sosial yang sesuai dengan kekhasan persoalan sosial dan budaya masing-masing daerah.
-
Pembelajaran kepada siswa dalam meningkatkan kompetensi masih bersifat klasikal.
-
Inovasi dalam perencanaan kurikulum belum merata pada semua sekolah. Pada sekolah level bawah ketidaksiapannya cenderung semakin tinggi, sekolah mempersepsikan pelaksanaan Board Based Education (BBE)/life skills sebagai pendekatan tereduksi pada lingkup vokasional.
-
Kemampuan siswa Kota Bandung sebagai bagian dari siswa Indonesia dalam skala internasional masih rendah dalam hal bernalar, analisis kritis, dan kreativitas; hanya mampu berpikir dalam level analisa tingkat rendah dengan cara menghapal.
c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan -
Rendahnya kompetensi tenaga pendidikan yang masih di bawah standar.
-
Belum tercipta kegiatan yang dapat menampilkan produk karya secara kompetitif untuk guru. Belum meratanya disiplin guru dalam melaksanakan tugas
3. Tata Kelola Pendidikan a. Masih ada pelayanan lembaga pendidikan yang belum sesuai dengan standar nasional. b. Kemampuan manajerial sekolah dalam mengembangkan pelayanan pendidikan belum merata pada seluruh sekolah. c.
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran lembaga pendidikan masih rendah.
d. Belum optimalnya tatakelola sekolah menyangkut alokasi DAK untuk ruang kelas baru, dana BOS, dan DSP/SPP. e. Belum terpenuhinya kesejahteraan minimal guru. 4. Kebudayaan a. Belum optimalnya kontinuitas pembinaan terhadap lingkung seni, pelaku seni, dan komunitas-komunitas seni budaya. b. Belum optimalnya fasilitas pembinaan terhadap apresiator seni budaya daerah.
RINGKASAN EKSEKUTIF
13
c.
Belum adanya perencanaan yang sistemik mengenai penentuan lokasi kawasan seni dan budaya di Kota Bandung.
d. Diperlukan sarana dan prasarana seni dan budaya yang lebih representatif terhadap seni budaya yang berkembang di Kota Bandung. e. Bangunan-bangunan tua yang berarsitektur art deco rusak dan tak terawat bahkan di antaranya telah hilang. f.
Apresiasi generasi muda terhadap seni budaya daerah dirasa masih relatif minim.
g. Globalisasi yang semakin bebas akan sangat mungkin menghilangkan jejak kebudayaan dan kesenian lokal apabila tidak adanya inovasi dan kreatifitas dalam pelestariannya. h. Cepatnya kemajuan dunia IT menuntut sektor kebudayaan untuk bisa lebih beradaptasi dan dapat memanfaatkan fasilitas IT sehingga akan memberikan informasi yang lebih tersebar dan massal.
C.
KESEHATAN Kesehatan merupakan kompoenen penting dalam pembangunan masyarakat.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkan deraja kesehatan dan menciptakan masyarakat yang sehat jasmani agar dapat terus meningkatkan beraktivitas dan mengembangkan diri. Pembangunan kesehatan dilaksanakan salah satunya melalui pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. 1. Pelayanan Kesehatan a. Pelaksanaan terhadap upaya pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum optimal, terutama pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin dan kelompok rentan. b. Akses belum menjangkau seluruh masyarakat dan pelayanan kesehatan belum maksimal. c.
Pembiayaan Kesehatan - Belum semua masyarakat Kota Bandung terjamin pembiayaan asuransi kesehatan.
d. Sarana, Obat, dan Perbekalan Kesehatan - Kapasitas pelayanan Puskesmas belum optimal.
RINGKASAN EKSEKUTIF
14
- Masih adanya sarana pelayanan kesehatan yang tidak memenuhi syarat dan kelengkapan alat medis yang masih kurang. - Belum optimalnya sinergitas pelayanan kesehatan antara pemerintah dengan swasta dalam penyediaan sarana prasarana kesehatan e. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan - Profesionalisme
tenaga
kesehatan
dan
manajemen
perencanaan
pembangunan kesehatan secara fungsi belum optimal. Kemampuan aparatur dalam menjalankan standar operasional prosedur pelayanan kesehatan, ditinjau dari apsek mutu, masih perlu ditingkatkan 2. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan a. Penyakit-penyakit degeneratif akibat situasi kondisi perkotaan dan pola hidup cenderung membesar. b. Tingginya kontak Kota Bandung dengan dunia luar, besarnya pengaruh narkoba dan seks bebas, serta mobilitas penduduk yang cukup tinggi memiliki risiko lebih tertular penyakit. c.
Sistem transportasi Kota Bandung yang tidak tertata dengan baik dapat menjadi penghambat pembangunan kesehatan.
3. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Budaya hidup sehat belum tersebar ke masyarakat. b. Perilaku masyarakat tentang kesehatan khususnya pencegahan penyakit masih rendah sehingga perlu ditingkatkan upaya pemberian informasi yang benar tentang pencegahan penyakit.
D.
TRANSPORTASI Transportasi berpengaruh besar terhadap aktivitas masyarakat, mengingat
perannya dalam menentukan pergerakan manusia serta distribusi barang. Sektor transportasi Kota Bandung dituntut semakin berperan dalam mendukung pergerakan dan mobilitas masyarakat, barang, serta jasa guna mendukung tumbuhnya ekonomi kota sekaligus mempersempit kesenjangan antar daerah. Kondisi transportasi kota dapat dilihat berdasarkan jaringan jalan, jaringan prasarana, jaringan pelayanan, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pengguna jalan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
15
1. Jaringan Jalan a. Belum seimbangnya penambahan jaringan jalan di Kota Bandung dengan pertumbuhan jumlah penduduk b. Jaringan jalan yang tersedia saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan pola distribusi angkutan barang 2. Jaringan Prasarana a. Belum adanya terminal khusus barang di Kota Bandung yang akan menjadi sentra distribusi barang. b. Kurang tersedianya fasilitas perlengkapan jalan di Kota Bandung seperti marka, rambu, rambu pendahulu petunjuk jalan (RPPJ), dan paku jalan dikarenakan keterbatasan anggaran daerah serta maraknya aksi pencurian dan perusakan (vandalism). c.
Masih banyaknya wilayah di Kota Bandung yang belum terlayani oleh penerangan jalan umum (PJU).
d. Kualitas layanan traffic light rendah. e. Kondisi lahan parkir Kota Bandung terbatas dan belum dilengkapi oleh gedung parkir. Praktik parkir liar masih marak di beberapa ruas jalan yang bukan peruntukannya. 3. Jaringan Pelayanan a. Angkutan umum masih menjadi andalan bagi sebagian masyarakat dalam menggunakan jasa transportasi sehingga hal ini menjadi harapan untuk memajukan angkutan massal lebih intens lagi. b. Tingkat pelayanan angkutan umum, baik secara kualitas maupun kuantitas, di Kota Bandung saat ini masih rendah yang salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan disiplin operator yang rendah. c. Perlu dikembangkannya konsep sarana angkutan umum massal (SAUM) lebih lanjut yang sekiranya potensial digunakan seperti monorel, tram, atau cable car. 4. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas a. Kecenderungan terpolanya lingkungan kerja masa depan menggambarkan pola antar kegiatan dengan layanan antar moda transportasi yang salin terintegrasi secara kesisteman. b. Rendahnya tingkat disiplin pengguna jalan yang dipengaruhi oleh mental pengguna jalan dan masih lemahnya penegakan hukum bagi pelanggar lalu lintas.
RINGKASAN EKSEKUTIF
16
E.
LINGKUNGAN HIDUP Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kota Bandung saat ini
semakin menurun akibat tekanan aktivitas dan pertumbuhan penduduk. Kondisi tersebut dapat dilihat dari aspek pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan air tanah, serta kebencanaan. Berikut kondisi eksisting masing-masing aspek lingkungan hidup. pengendalian 1. Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup a. Adanya dampak pencemaran lingkungan hidup ikutan karena kondisi geografis Kota Bandung yang dikelilingi daerah lainnya yaitu Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. b. Air Sungai - Mengalami hambatan self purification (kemampuan badan air untuk memurnikan diri sendiri terhadap zat-zat pencemar ang masuk) akibat pencemaran secara kontinu di sepanjang bantaran sungai. - Daya asimilasi (kemampuan badan air untuk menerima beban limbah cair tanpa terjadi pencemaran) telah mengalami penurunan, bahkan di beberapa sungai yang melewati wilayah padat bisa dikatakan tidak ada. - Terjadi pendangkalan sungai akibat erosi dan sampah padat yang sengaja dibuang masyarakat atau terbawa aliran air hujan/drainase. - Kelas mutu sungai tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum dan sudah berada pada status tercemar ringan sampai tercemar berat. c. Udara - Daya tampung kualitas udara Kota Bandung mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan pencemaran udara, terutama oleh kendaraan bermotor, dan beberapa parameter konsentrasinya telah melampaui baku mutu. - Meningkatnya sumber emisi gas rumah kaca, emisi gas buang sumber bergerak, dan emisi gas buang sumber tidak bergerak. d. Penegakan Kebijakan Lingkungan Hidup - Masih adanya kebijakan lingkup bidang lingkung hidup yang perlu dilakukan perbaikan karena sudah tidak sesuai dengan kondisi daerah.
RINGKASAN EKSEKUTIF
17
- Masyarakat dan pelaku usaha kurang memperhatikan atau mengacuhkan peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan lingkungan hidup. - Kurangnya partisipasi masyarakat, pelaku usaha, dan stakeholder lainnya dala upaya pencegahan pencemaran dan perusakan serta rehabilitasi lingkungan hidup. 2. Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Air Baku - Rendahnya kualitas air tanah yang ditunjukkan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kota Bandung bahwa separuh dari sumur gali dan sumur pompa di kota tidak memenuhi syarat sebagai air bersih. - Tingginya penggunaan air tanah di Kota Bandung telah menyebabkan penurunan muka tanah serta hampir seluruh wilayah kota tergolong kategori I (pengambilan air tanah diperbolehkan hanya untuk air minum dan rumah tangga)
dan
kategori
II
(pengambilan
air
tanah
disarankan
tidak
diperkenankan untuk industri dan jasa). - Perkembangan pesat kota menyebabkan perubahan guna lahan yang tidak terkendali dan berpotensi mengurangi luas wilayah tangkapan air. - Tuntutan peningkatan penyediaan air baku yang dapat mengimbangi jumlah pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas industri, mall, dan hotel di Kota Bandung. b. Limbah - Kota Bandung sudah tidak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) di dalam kota sejak tahun 2006. Tempat pembuangan akhir (TPA) yang digunakan saat ini adalah TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat yang berakhir usia pakainya pada tahun 2015 sehingga perlu didorong alternatif lain dalam pengelolaan sampah seperti Teknologi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan. - Pengelolaan akhir sampah belum optimal dan belum mengembangkan sistem partisipatif untuk prinsip 3R (reuse, reduce, recycle). - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai bagian upaya pengurangan sampah Kota Bandung terhambat karena penolakan masyarakat sekitar.
RINGKASAN EKSEKUTIF
18
- Tingginya jumlah perusahaan yang belum mengelola limbah B3nya dengan baik. - Masyarakat kota masih memiliki kebiasaan membuang sampah di lahan kosong terlantar, sungai, atau selokan. - Tingkat kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah masih rendah dan konflik sosial yang berkaitan dengan pengelolaan sampah saat ini masih sering terjadi. - Terdapat Bank Sampah di tingkat Rukun Warga (RW) sebagai alternatif pengelolaan sampah dengan konsep 3R dan memiliki kemampuan reduksi sampah sebesar 60% di skala rumah tangga. 3. Kebencanaan a. Kota Bandung berada di Kawasan Cekungan Bandung yang dikelilingi oleh gunung api serta tiga patahan yaitu Sesar Lembang di wilayah utara, Sesar Cimandiri di wilayah barat, dan patahan dari Baleendah dan Ciparay hingga Tanjungsari di wilayah selatan. b. Peningkatan kerentanan bencana gempa bumi yang disebabkan tingginya kepadatan penduduk kota dan kepadatan bangunan. c. Peningkatan
kerentanan
bencana
kebakaran
yang
disebabkan
tingginya
kepadatan bangunan. d. Terjadi peningkatan suhu udara yang mengindikasikan perubahan iklim. e. Perlu
didorongnya
penerapan
konsep
gedung
ramah
lingkungan
untuk
mengendalikan penggunaan energi sekaligus mengurangi emisi gas dan efek rumah kaca.
F.
PENATAAN RUANG Tata ruang Kota Bandung telah diatur oleh Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Bandung Tahun 2011 – 2031 yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 Tahun 2011. Pelaksanaan rencana tata ruang hingga saat ini masih menghadapi kendala, salah satunya kepentingan masyarakat yang terkadang berbeda dengan kaidah perencanaan, sehingga ruang kota yang dibutuhkan belum terpenuhi dengan baik. Infrastruktur yang direncanakan pun belum memadai untuk digunakan, bahkan masih ada yang belum terwujud sesuai target
RINGKASAN EKSEKUTIF
19
pembangunan. Berikut kondisi detail pelaksanaan tata ruang dan pembangunan infrastruktur Kota Bandung. 1. Tata Ruang a. Masih kurangnya pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian penataan ruang di Kota Bandung. b. Perencanaan Tata Ruang - Diperlukan pemberian informasi dan sosialisasi yang lebih intensif mengenai produk tata ruang kepada masyarakat, terutama RTRWK yang saat ini telah berjalan. c.
Pemanfaatan Tata Ruang - Tuntutan optimalisasi fungsi Sub Pusat Pelayanan Kota yang ada (pusat sekunder). - Tuntutan intensifikasi pada pusat inti kota lama (peremajaan) dan Pengembangan PPK Gedebage. - Perlunya perencanaan, penataan, dan usaha revitalisasi kawasan kota lama. - Tuntutan optimalisasi peran dan fungsi baru Kota Bandung sebagai Kota Kreatif.
d. Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang - Diperlukan segera penetapan Raperda RDTR dan Peraturan Zonasi Kota Bandung sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang karena RTRWK saja tidak cukup untuk mengendalikan pembangunan kota. - Belum optimalnya pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Bandung terutama di Kawasan Bandung Utara. Contoh kasus yang ditemukan adalah masih adanya pembangunan yang tidak sesuai ijin yang dikeluarkan atau bangunan yang sudah memiliki izin namun pembangunannya tidak sesuai izin yang dimiliki. e. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) - Banyaknya lahan pemakaman yang diserobot oleh masyarakat dengan membangun bangunan liar. - Terbatasnya lahan dalam penyediaan RTH saat ini. - Perkembangan pesat kota menyebabkan perubahan guna lahan yang tidak terkendali dan berpotensi mengurangi luas wilayah RTH.
RINGKASAN EKSEKUTIF
20
- Diperlukan pembebasan bangunan liar di sempadan sungai dan sempadan jalur kereta api. 2. Jalan a. Jalan kota belum memadai untuk pergerakan orang dan barang walaupun panjang jalan kota yang berada dalam kondisi baik sebanyak 68,96% (LPPD AMJ Kota Bandung, 2012). b. Potensi kerusakan jalan di Kota Bandung lebih besar pada saat kondisi basah dibandingkan kondisi kering sehingga diperlukan penelaahan terkait daya tahan perkerasan jalan yang dapat mengatasi persoalan air yang menggenagi banyak segmen jalan. c. Pola dan hirarki jalan berkaitan dengan struktur penataan ruang. d. Daerah perbatasan masih dilayani oleh jalan lokal. e. Masih banyaknya wilayah di Kota Bandung yang belum terlayani oleh penerangan jalan umum (PJU). 3. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) a. Pada tahun 2012, tercatat prasarana air bersih yang disediakan PDAM baru dapat melayani 25% rumah tangga di Kota Bandung sedangkan 75% sisanya memiliki fasilitas air minum sendiri dalam bentuk sumur dangkal dan sumur dalam. b. Lokasi wilayah pelayanan PDAM masih jauh dari lokasi unit produksi dan terpusat di Bandung Utara sedangkan pertumbuhan kota terus meluas ke wilayah selatan, barat, dan timur. c.
Angka kehilangan air bersih masih tinggi dan ketersediaan air baku yang dapat diolah sedikit sehingga semakin memperkecil volume distribusi air bersih ke rumah.
d. Tuntutan peningkatan kapasitas produksi air bersih sesuai pertumbuhan jumlah penduduk dan dapat mengimbangi peningkatan aktivitas ekonomi seperti pembangunan mal dan hotel. e. Tuntutan peningkatan keterlibatan dunia usaha dalam pendanaan pembangunan SPAM dan keterlibatan masyarakat dalam pengolahan dan pembiayaan penyediaan air minum. f.
Kebutuhan terobosan teknologi baru untuk menaggulangi keterbatasan layanan PDAM saat ini seperti filterisasi air sungai dan pembangunan ground reservoir di lokasi rawan sumber air.
RINGKASAN EKSEKUTIF
21
g. Program pengelolaan SPAM Kota Bandung belum terintegrasi untuk jangka panjang dengan kebijakan dan aturan yang berlaku. 4. Sanitasi Lingkungan dan Persampahan a. Makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap aspek kesehatan akan menuntut pelayanan sanitasi sesuai dengan kriteria keseharan dan standar teknis. b. Air Limbah - Pada tahun 2012, tercatat prasarana air limbah yang disediakan PDAM baru melayani 61,9% wilayah Kota Bandung. - Pengolahan limbah baru melayani sistem terpusat Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan, sedangkan untuk Bandung Barat dan Bandung Utara belum tersedia sistem pelayanan. - Hanya terdapat satu buah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terletak di Bojongsoang dengan kapasitas 400.000 jiwa atau sebanding dengan kurang lebih 15% penduduk Kota Bandung. Kapasitas terpakai IPAL baru termanfatkan rata-rata sekitar 56%. - Pembanguan septic tank komunal masih terhambat karena keterbatasan anggaran dan sulitnya mencari lahan yang akan dibangun. c.
Persampahan - Kota Bandung sudah tidak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) di dalam kota sejak tahun 2006. Tempat pembuangan akhir (TPA) yang digunakan saat ini adalah TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat yang berakhir usia pakainya pada tahun 2015 sehingga perlu didorong alternatif lain dalam pengelolaan sampah seperti Teknologi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan. - Pengelolaan akhir sampah belum optimal dan belum mengembangkan sistem partisipatif untuk prinsip 3R (reuse, reduce, recycle).
d. Drainase - Saluran eksisting tidak berfungsi akibat sedimentasi dan penyempitan serta kurangnya kapasitas drainase mikro. - Drainase makro (sungai) mengalami pendangkalan dan penyempitan sehingga kapasitasnya dalam menampung air buangan semakin berkurang. - Tertutupnya saluran drainase oleh bangunan sehingga terjadi kesulitan saat pemeliharaan dan pengerukan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
22
- Masih adanya konstruksi drainase yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Diperlukan perencanaan dan penerapan teknologi drainase yang sesuai dengan keadaan lapangan, terutama kondisi topografi Kota Bandug yang vertikal dan horizontal. - Diperlukan inovasi yang dapat menghasilkan drainase multifungsi untuk mengurangi genangan yang terjadi di jalan. - Belum terintegrasinya sistem drainase satu wilayah dengan wilayah lainnya. - Terbatasnya ketersediaan lahan untuk pengembangan sistem drainase. 5. Perumahan dan Permukiman a. Masih adanya backlog perumahan sebesar 6 juta unit akibat meningkatnya kebutuhan rumah rata0rata 820.000 unit setiap tahunnya karena penambahan keluarga baru. b. Mahalnya harga tanah di Kota Bandung mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah yang layak, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). c. Pembangunan hunian vertikal dan peremajaan kawasan kumuh memiliki tingkat kesulitan yang tinggi terutama dalam ketersediaan anggaran pembebasan lahan, pelaksanaan pembebasan lahan, serta pengondisian masyarakat. d. Belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) perumahan dan permukiman. e. Belum mantapnya sistem pembiayaan dan pasar perumahan di Kota Bandung. f. Diperlukan integrasi program dan kegiatan perumahan dengan program kerja Kampung Juara berdasarkan Instruksi Walikota Bandung. 6. Penataan Bangunan dan Lingkungan a. Kesulitan dalam orientasi lokasi untuk pembangunan karena dipecah atau digabungnya kavling perumahan yang mengakibatkan tidak teraturnya nomornomor pembangunan. b. Bangunan-bangunan tua yang berarsitektur art deco rusak dan tak terawat bahkan diantaranya telah hilang. c. Tuntutan peningkatan keandalan bangunan, baik terhadap gempa maupun kebakaran, melalui persyaratan teknis dan persyaratan administrasi/perizinan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
23
G.
PRODUKTIVITAS DAERAH Kota Bandung memiliki peran penting dalam perekonomian Bandung Raya
maupun Jawa Barat. Kontribusi ekonomi Kota Bandung terhadap ekonomi Jawa Barat pada tahun 2012 mencapai 11,74%, lebih besar dibandingkan daerah lain di wilayah Bandung Raya. Sedangkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tahun 2012 berada di atas LPE Nasional (6,23%) yaitu sebesar 8,98%. Dilihat struktur ekonomi kota, kontribusi terbesar berasal dari sektor perdagangan dan jasa yang mencapai rata-rata 51% (berdasarkan PDRB Kota Bandung atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2012). Sektor-sektor tersebut dapat diturunkan menjadi koperasi dan UMKM, perdagangan dan industri kreatif, serta pariwisata. Berikut kondisi pelaksanaan masing-masing sektor di Kota Bandung. 1. Koperasi dan UMKM a. Kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap koperasi. b. Kurangnya partisipasi anggota terhadap pengembangan koperasi. c.
KUKM merupakan potensi ekonomi yang besar karena dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dan memiliki resistensi terhadap gejolak eksternal.
d. Terbatasnya kemampuan pelaku usaha koperasi dan UKM dalam mengakses pemodalan, memanfaatkan peluang pasar, dan kemampuan SDM. e. Sektor perbankan belum mampu menjamin alokasi dana yang memadai untuk mendanai proposal-proposal investasi yang diajukan, terutama oleh sektor rill dan sektor usaha kecil dan menengah (UKM). f.
Belum adanya sistem informasi dan database koperasi dan UKM.
2. Perdagangan dan Industri Kreatif a. Maraknya toko modern di Kota Bandung yang mendesak keberadaan pasar tradisional. b. Diperlukan pengembangan pasar tradisional dengan konsep baru yaitu pasar modern tematik sekaligus tradisional dan terjangkau oleh pedagang tradisional. c.
Terbatasnya kemampuan pelaku usaha perindustrian dan perdagangan dalam mengakses pemodalan, memanfaatkan peluang pasar, dan kemampuan SDM.
d. Terbukanya akses jaringan internet untuk promosi perindustrian dan perdagangan. e. Belum adanya sistem informasi dan database perindustrian dan perdagangan,
RINGKASAN EKSEKUTIF
24
f.
Tingkat kreativitas masyarakat dan pengusaha Kota Bandung dalam menciptakan produk-produk yang memiliki keunikan dan berdaya saing tinggi sehingga mendapat julukan sebagai Kota Kreatif.
g. Berkembangnya industri kreatif sebagai daya tarik wisata dan diprediksi menjadi salah satu lokomotif kemajuan ekonomi Kota Bandung. h. Kurang optimalnya pengembangan ekonomi kreatif dan One Village One Product. i.
Diperlukan keterlibatan pemerintah Kota Bandung, baik secara finansial maupun sebagai fasilitator, dalam pengembangan industri kreatif di Kota Bandung.
j.
Tingginya minat dan meningkatnya arus investasi di Kota Bandung
3. Pariwisata a. Pengembangan Produk Wisata - Daya dukung iklim, suasana, dan banyaknya obyek daya tarik wisata Kota Bandung yang menarik minat wisatawan. - Keberadaan Tol Cipularang telah mengakibatkan volume arus lalu lintas dan tingkat mobilitas penduduk antara Jakarta-Bandung dan daerah sekitarnya menjadi cukup tinggi, sehingga telah meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan tingkat hunian hotel. - Produk wisata MICE, wisata belanja, dan wisata berbasis pendidikan menjadi unggulan utama Kota Bandung. - Minimnya sarana dan prasarana MICE berskala besar. - Citra Kota Bandung sebagai surganya belanja dan makanan. - Perkembangan pusat perdagangan khususnya factory outlet dan wisata kuliner yang merupakan keunggulan Kota Bandung dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia. - Bandung sebagai pusat pendidikan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang karena PTN dan PTS yang ada cukup dikenal baik di dalam negeri. - Bangunan-bangunan tua yang berarsitektur art deco rusak dan tak terawat bahkan di antaranya telah hilang. - Belum optimalnya pengelolaan potensi produk wisata Kota Bandung. - Belum maksimalnya lama tinggal wisatawan di Kota Bandung. - Meningkatnya kebutuhan wisatawan untuk mendapatkan sambutan yang baik, pelayanan yang cepat dan tepat waktu, serta kenyamanan dan keamanan ketika berwisata.
RINGKASAN EKSEKUTIF
25
- Kebutuhan yang tinggi atas fasilitas daya dukung pariwisata yang memiliki kualitas dan kuantitas yang mampu menunjang wisatawan. - Diperlukan terobosan dalam penyediaan sarana prasarana pendukung pariwisata untuk meningkatkan kunjungan wisata seperti bus/trem wisata, sepeda wisata, serta pengadaan festival dan destinasi wisata baru. b. Promosi Wisata - Belum optimalnya sarana informasi dan interpretasi terhadap atraksi-atraksi wisata (alam, heritage, buatan manusia). - Belum optimalnya pemasaran pariwisata Kota Bandung terutama untuk wisatawan mancanegara, - Belum optimalnya integrasi dan koordinasi promosi wisata se-Bandung Raya. - Tuntutan penguatan pemasaran wisata secara integral melalui koordinasi dengan Kabupaten/Kota yang berada di lingkup wilayah Bandung Raya, termasuk promosi wisata melalui pameran di dalam maupun luar negeri. - Dukungan teknologi informasi sebagai sarana informasi wisata Kota Bandung. - Cepatnya kemajuan dunia IT menuntut sektor pariwisata untuk bisa lebih beradaptasi dan dapat memanfaatkan fasilitas IT sehingga akan memberikan informasi yang lebih tersebar dan massal. c. Sumber Daya Manusia Wisata - Tingginya kebutuhan akan SDM pariwisata yang berkompetensi internasional dan memiliki wawasan yang luas.
H.
SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN Tuuan dari pembangunan suatu kota adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Untuk itu, pengukuran kondisi sosial kesejahteraan harus dilakukan untuk mengetahui apakah pembangunan suatu kota tersebut berhasil atau tidak. Beberapa aspek penilaian untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat suatu kota adalah aspek sosial kependudukan dan aspek kondisi ketenagakerjaan. 1. Sosial Kependudukan a. Tingginya angka penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). b. Rendahnya penyerapan informasi kesejahteraan sosial oleh warga masyarakat. c. Ketidaksinergisan penanganan masalah sosial yang dilakukan oleh para stakeholder.
RINGKASAN EKSEKUTIF
26
d. Penanganan masalah sosial masih dilakukan secara parsial. e. Tingginya laju urbanisasi ke dalam Kota Bandung berpotensi meningkatkan jumlah penduduk dan menyebabkan masalah sosial baru. 2. Ketenagakerjaan a. Ketidaksesuaian antara kualifikasi jabatan lowongan kerja dengan bakat, minat, dan kemampuan pencari kerja. b. Terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia. c.
Tingginya pelanggaran norma ketenagakerjaan dan meningkatnya kasus perselisihan hubungan industrial.
d. Terbatasnya lokasi transmigrasi dan minimnya pemberangkatan transmigran.
I.
KETAHANAN PANGAN Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam mewujudkan ketahanan
ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Pemerintah Kota Bandung telah melakukan berbagai upaya di bidang ketahanan pangan antara lain penyusunan Master Plan Ketahanan Pangan Kota Bandung, pembuatan peraturan walikota terkait ketahanan pangan, dan pembebasan 32,8 Ha lahan sebagai sawah abadi. Pelaksanaan ketahanan pangan mencakup sistem penyediaan dan konsumsi pangan. Berikut kondisi masing-masing sistem di Kota Bandung. 1. Ketersediaan, Cadangan, dan Akses Pangan a. Penyediaan pangan di Kota Bandung masih terkendala oleh beberapa faktor di antaranya keterbatasan lahan, anomali iklim, dan bencana banjir. b. Berkurangnya luas lahan pertanian akibat adanya alih fungsi lahan menjadi perumahan, perkantoran, dan kawasan perdagangan. c. Kebutuhan pangan masyarakat Kota Bandung 96% mengandalkan pasokan dari luar wilayah Kota Bandung. d. Perlunya pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian. e. Tuntutan peningkatan kemudahan dan kemampuan akses pangan masyarakat. 2. Penganekaragaman dan Keamanan Pangan a. Implementasi percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) melalui pangan lokal, yang diharapkan dapat mengurangi konsumsi beras, belum dapat dilaksanakan secara optimal.
RINGKASAN EKSEKUTIF
27
b. Diperlukan adanya terobosan program, seperti konsep berkebun di pekarangan rumah atau pemanfaatan lahan kosong, untuk sementara ditanami tanaman produktif untuk memenuhi cadangan pangan kota. c. Sosialisasi keamanan jajanan anak sekolah khususnya di Sekolah Dasar (SD) belum dilaksanakan secara optimal.
5
Kondisi Eksisting Pelaksanaan Kegiatan Kelitbangan
A.
TINGKAT IMPLEMENTASI DARI HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN KELITBANGAN Tingkat
implementasi
dari
pelaksanaan
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan oleh SKPD-SKPD masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan, banyaknya kajian penelitian yang sudah dilakukan namun belum di perda/perwalkan. Sedangkan, setiap tahunnya, kajian yang diperda/perwalkan hanya sebanyak kurang lebih 18 kajian. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapat mekanisme tindak lanjut yang jelas terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan, karena
tidaknya
adanya
roadmap
yang
menjadi
acuan/guideline
dalam
menindaklanjuti setiap kegiatan penelitian dan pengembangan. Sehingga, kajian penelitian yang dihasilkan sebagian besar hanya dapat menjadi pedoman bagi SKPD terkait untuk menjalankan tupoksinya. B.
SUMBER
PEMBIAYAAN
DAN
ALOKASI
ANGGARAN
DALAM
PELAKSANAAN KEGIATAN KELITBANGAN Sumber pembiayaan yang masih hanya mengandalkan APBD Kota disebabkan oleh rumitnya administrasi apabila ada pembiayaan dari pusat/provinsi, dimana administrasi tidak terpusat di DPKAD. Sedangkan alokasi anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan oleh setiap SKPD rata-rata masih kurang dari 5% dari total anggaran Kondisi ini menunjukkan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan belum menjadi prioritas bagi SKPD dalam upaya percepatan pelaksanaan target pembangunan. Sedangkan kegiatan litbang
pada bidang Penelitian dan
Pengembangan Bappeda juga masih belum berjalan optimal, dimana alokasi
RINGKASAN EKSEKUTIF
28
penyerapan anggaran hanya 90.85% untuk tahun 2011 (RKPD Kota Bandung tahun 2013). C.
MEKANISME KOORDINASI DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN KELITBANGAN Pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang terdiri dari kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi belum memiliki mekanisme koordinasi yang jelas antar SKPD yang memiliki fungsi sebagai perencana (Bappeda), koordinasi (Setda) maupun pelaksana teknis (Dinas). Mekanisme koordinasi yang kurang jelas ini menyebabkan hal-hal dibawah ini, 1. Tumpang tindih pelaksanaan kajian antara SKPD Contoh : Tumpang tindih pelaksanaan kajian antara Bappeda dengan Setda, dimana Bappeda menyusun Kajian Kinerja BUMD dan Setda menyusun Kajian Review Kinerja BUMD. Adanya kesamaan tema dalam penyusunan kajian yang dikerjakan oleh SKPD ini menimbulkan kerancuan dalam mengidentifikasi tupoksi masing-masing SKPD itu dalam konteks pelaksanaan kegiatan kelitbangan. 2. Ketidakjelasan keterkaitan kajian yang disusun antar SKPD dalam mendukung misi RPJMD Contoh : Dalam upaya mendukung ketercapaian misi 5 RPJMD 2009-2013,
yaitu
Meningkatkan kinerja pemerintah Kota yang efektif, efisien, akuntabel dan Transparan Metropolitan.
dalam
upaya
meningkatkan
kapasitas
pelayanan
Kota
Maka, dilakukan penyusunan beberapa kajian oleh beberapa
SKPD. Namun, penyusunan kajian- kajian tersebut belum memiliki keterkaitan yang jelas satu dengan lainnya. Sehingga tidak dapat diketahui tingkat urgensi dari disusunya masing-masing kajian tersebut.
RINGKASAN EKSEKUTIF
29
6
Perumusan Arahan Kebijakan Kelitbangan untuk Setiap Tema Pembangunan Prioritas . Terdapat 4 tahap dalam perumusan arahan kebijakan kegiatan kelitbangan
agar kegiatan kelitbangan, mampu menjawab tantangan lima tahun ke depan maupun menyelesaikan permasalahan yang masih menjadi gap pembangunan dalam 5 tahun ke belakang. Perumusan arahan kebijakan juga harus dapat memenuhi standar pelayanan minimal, menghasilkan percepatan pencapaian visi kota serta memenuhi pelaksanaan sistem inovasi daerah. Berikut merupakan tahapan yang dibutuhkan dalam perumusan arahan kebijakan.
1. Melakukan pemetaan capaian pada akhir RPJMD 2009-2013 dan target akhir periode RPJMD 2013-2018 pada indikator kinerja setiap tujuan dalam tema pembangunan prioritas. 2. Menentukan gap yang terjadi pada capaian akhir RPJMD 2009-2013 dengan target akhir periode RPJMD 2014-2018. 3. Menurunkan Isu strategis pada setiap tema pembangunan prioritas yang telah dipetakan ke dalam gap yang terjadi pada setiap indikator kinerja. Gap pada setiap indiator kinerja juga digunakan untuk memperkuat kondisi isu strategis yang dipetakan
RINGKASAN EKSEKUTIF
30
4. Clustering arahan kebijakan kelitbangan 5 tahun ke depan berdasarkan isu strategis. Hasil dari perumusan arahan kebijakan kelitbangan sesuai dengan tahapan di atas untuk setiap tema pembangunan prioritas adalah sebagai berikut
RINGKASAN EKSEKUTIF
31
A. REFORMASI BIROKRASI
RINGKASAN EKSEKUTIF
31
RINGKASAN EKSEKUTIF
32
RINGKASAN EKSEKUTIF
33
B. PENDIDIKAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
34
RINGKASAN EKSEKUTIF
35
C. KESEHATAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
36
RINGKASAN EKSEKUTIF
37
D. TRANSPORTASI
RINGKASAN EKSEKUTIF
38
RINGKASAN EKSEKUTIF
39
E. LINGKUNGAN HIDUP
RINGKASAN EKSEKUTIF
40
F. PENATAAN RUANG
RINGKASAN EKSEKUTIF
41
RINGKASAN EKSEKUTIF
42
RINGKASAN EKSEKUTIF
43
G. PRODUKTIVITAS DAERAH
RINGKASAN EKSEKUTIF
44
RINGKASAN EKSEKUTIF
45
RINGKASAN EKSEKUTIF
46
H. SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
47
RINGKASAN EKSEKUTIF
48
I. KETAHANAN PANGAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
49
RINGKASAN EKSEKUTIF
50
7
Perumusan
Mekanisme
Koordinasi
dalam
Pelaksanaan
Kegiatan Kelitbangan
Pelaksanaan kegiatan kelitbangan harus berada di bawah koordinasi Badan Litbang Kota Bandung agar tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan kajian yang dilakukan oeh setiap SKPD. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi tugas dan fungsi dari Badan Litbang maupun SKPD agar terjadi pembagian yang jelas dalam pelaksanaan kegiatan Kelitbangan. Berikut pembagian tugas dan fungsi antara Balitbang dan SKPD. 1. Badan Litbang Kota Bandung sebagai Support System •
Mengidentifikasi kebutuhan kegiatan penelitian dan pengembangan baik dengan memetakan potensi dan permasalahan yang ada maupun sesuai aspirasi seluruh SKPD
•
Melakukan kegiatan penelitian yang memenuhi kriteria sebagai berikut
-
Berupa perumusan konsep dan strategi untuk mengatasi isu-isu strategis kota Bandung
-
Berupa Metode ilmiah dan sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan
-
Berupa Kajian yang menjadi dasar ilmiah bagi keperluan kemajuan kebijakan yang disusun oleh SKPD
•
Melakukan koordinasi kegiatan penelitian dan pengembangan yang diajukan oleh SKPD agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan litbang
2. BAPPEDA sebagai Perencana dan Penyusun Kebijakan Skala Kota / City Wide •
Mengajukan usulan kegiatan penelitian dan pengembangan kepada Balitbang yang akan dijadikan dasar dalam menyusun Dokumen Perencanaan dan Kebijakan skala kota
•
Menyusun dokumen perencanaan induk/ masterplan pada bidang, ekonomi, sosial budaya, pemerintahan, serta penataan ruang, sarana dan prasarana sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan pada hasil penelitian
RINGKASAN EKSEKUTIF
51
3. SKPD Teknis (Dinas, Bagian Setda) sebagai Pelaksana Program dan Aktivitas Tiap Sektor •
Mengajukan usulan kegiatan penelitian dan pengembangan kepada Balitbang yang akan dijadikan dasar dalam menyusun dokumen teknis perencanaan dan perancangan serta evaluasi pelaksanaan program
•
Menyusun dokumen teknis pelaksanaan ( SOP, Feasibility Study, DED) program sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan pada hasil penelitian
•
Menyusun dokumen evaluasi pelaksanaan program yang telah dilaksanakan
•
Melakukan pelaksanaan program dan aktivitas pada dokumen perencanaan
Sedangkan untuk memperjelaspelaksanaan tugas dan fungsi antara Balitbang dan SKPD tersebut, ditunjukkan oleh bagan mekanisme koordinasi di bawah ini.
RINGKASAN EKSEKUTIF
52
8
Kesimpulan
Dalam merumuskan arahan kebijakan kelitbangan, tahapan awal yang harus dilakukan adalah menentukan tema pembangunan prioritas. Tema pembangunan prioritas merupakan tema pembangunan yang menjadi prioritas kegiatan penelitian dan pengembangan kota dalam lima tahun ke depan. Untuk menjadi prioritas, suatu tema pembangunan harus memenuhi beberapa kriteria antara lain, a. Memiliki pengaruh yang besar/signifikan terhadap pencapaian dan sasaran pembangunan nasional; b. Memiliki keterkaitan multisektoral; c. Memiliki dampak yang luas bagi daerah dan masyarakat; dan d. Memiliki daya ungkit yang signifikan terhadap pembangunan daerah. Untuk mengetahui apakah suatu tema pembangunan memenuhi kriteria di atas, dilakukan pemetaan tujuan dan sasaran dokumen perencanaan nasional hingga daerah, peraturan perundangan terkait, dan kegiatan riset yang telah ditetapkan oleh pusat yang akan di-overlay menjadi beberapa tema pembangunan serta analisis effort-impact hasil overlay tema pembangunan sesuai kriteria. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapatkan 9 (sembilan) tema pembangunan prioritas yaitu, a. Reformasi Birokrasi; b. Kesehatan; c. Pendidikan; d. Transportasi; e. Lingkungan Hidup; f. Produktivitas Daerah; g. Penataan Ruang;
RINGKASAN EKSEKUTIF
53
h. Sosial dan Kesejahteraan; dan i.
Ketahanan Pangan. Selanjutnya, tema pembangunan prioritas didetailkan agar mampu memenuhi
urgensi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang mencakup pemenuhan standar minimal pelayanan publik (mengacu pada Peraturan Menteri mengenai SPM yang harus dipenuhi daerah), pemenuhan visi misi pembangunan Kota Bandung (mengacu pada RPJMD Kota Bandung Tahun 2014 – 2018), dan penerapan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) (mengacu pada Agenda Riset Nasional Tahun 2010 – 2014). Tahap selanjutnya dalam perumusan arahan kebijakan pada setiap tema pembangunan prioritas adalah melakukan identifikasi isu strategis setiap tema yang terjadi akibat adanya -
gap antara target pembangunan RPJMD 2009-2013 dan capaian dari target tersebut pada awal periode RPJMD 2014-2018, dimana gap tersebut diidentifikasi sebagai permasalahan dari tema pembangunan prioritas yang belum dapat diselesaikan
-
gap antara capaian pada awal periode RPJMD 2014-2018 dan target capaian pada akhir periode RPJMD 2014-2018, dimana gap tersebut diidentifikasi sebagai tantangan yang harus dapat dipenuhi untuk meningkatkan daya saing pembangunan kota Bandung Rumusan arahan kebijakan berdasrkan identifikasi isu strategis di atas, terdiri dari :
-
Penentuan tema penelitian dan pengembangan apa yang akan mendukung pemanfaatan potensi yang ada serta mengatasi permasalahan yang terjadi pada tema pembangunan prioritas tersebut. Tema penelitian dan pengembangan yang telah diidentifikasi sebelumnya, menjadi dasar dalam menyusun sasaran dan indikator ketercapaian dari sasaran tersebut.
-
Perumusan rancangan kegiatan penelitian serta program implementatif yang dibutuhkan pada setiap tema pembangunan prioritas tersebut.
RINGKASAN EKSEKUTIF
54
9
Rekomendasi
Dalam melakukan kegiatan kelitbangan diperlukan mekanisme koordinasi antara Badan Litbang Kota Bandung dengan SKPD agar tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan kajian. Pelu adanya pembagian tugas dan fungsi antara Badan Litbang dan SKPD yang jelas sebagai berikut : 1. Badan Litbang Kota Bandung sebagai Support System •
Mengidentifikasi kebutuhan kegiatan penelitian dan pengembangan baik dengan memetakan potensi dan permasalahan yang ada maupun sesuai aspirasi seluruh SKPD
•
Melakukan kegiatan penelitian
•
Melakukan koordinasi kegiatan penelitian dan pengembangan yang diajukan oleh SKPD agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan litbang
2. BAPPEDA sebagai Perencana dan Penyusun Kebijakan Skala Kota / City Wide •
Mengajukan usulan kegiatan penelitian dan pengembangan kepada Balitbang yang akan dijadikan dasar dalam menyusun Dokumen Perencanaan dan Kebijakan skala kota
•
Menyusun dokumen perencanaan induk/ masterplan pada bidang, ekonomi, sosial budaya, pemerintahan, serta penataan ruang, sarana dan prasarana sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan pada hasil penelitian
3. SKPD Teknis (Dinas, Bagian Setda) sebagai Pelaksana Program dan Aktivitas Tiap Sektor •
Mengajukan usulan kegiatan penelitian dan pengembangan kepada Balitbang yang akan dijadikan dasar dalam menyusun dokumen teknis perencanaan dan perancangan serta evaluasi pelaksanaan program
•
Menyusun dokumen teknis pelaksanaan ( SOP, Feasibility Study, DED) program sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan pada hasil penelitian RINGKASAN EKSEKUTIF
55
•
Menyusun
dokumen
evaluasi
pelaksanaan
program
yang
telah
dilaksanakanMelakukan pelaksanaan program dan aktivitas pada dokumen perencanaan Optimalisasi kegiatan kelitbangan juga perlu didukung oleh sumber-sumber pembiayaan yang tidak hanya mengandalkan APBD dan APBN. Badan Litbang dan SKPD harus memiliki inisiatif dalam mengajukan permohonan hibah dan pinjaman luar negeri. Dalam mengajukan permohonan hibah dan pinjaman luar negeri, Badan Litbang maupun SKPD harus melakukan penilaian dan seleksi terhadap kegiatan litbang yang dilakukan apakah sudah memenuhi kriteria-kriteria dalam pengajuan hibah dan pinjaman luar negeri.
RINGKASAN EKSEKUTIF
56
RINGKASAN EKSEKUTIF
57