RENCANA BISNIS INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR
SKRIPSI
DITTA NIRMALA F34070046
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Business Plan of Chocolate Bar Industry in Bogor Aji Hermawan, Erliza Hambali, and Ditta Nirmala Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone: 08568321259, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Cacao is an important agroindustrial product of Indonesia. Most of Indonesian cacao is exported in form of cacao beans. In contrast, the market of processed cacao such chocolate bars is filled by imported products. The purpose of this research is to make a business plan of chocolate bar company. The research scope includes studying market and marketing aspect, technological aspect, management and organizational aspect, and also financial aspect of a chocolate bar company in Bogor. The data collection methods used are interviews and documents and other secondary data collections. The data are mainly analized using investment analysis such as NPV, IRR, payback period, and risk analysis. The chocolate bar company is located in Cijeruk, Bogor, considering the access to available milk supply as an important raw material, while the location also has satisfactory infrastructure, human resource, and access to markets. The factory capacity is 1000 kg per day. The main raw materials are cocoa liquor and cocoa butter, supplied from a company from Tangerang. The company needs 33 workers. In terms of environment concerns, the company will only produces very small number of solid and liquid waste, which are safe for environment. The total investment needed is Rp. 6.737.746.660,- consisting of fixed asset investment Rp. 5.825.673.700,- and working capital Rp. 912.072.960,-. The NPV value is positive Rp. 5.387.822.787,-. The IRR is 22 percent. The Net B / C value is 1,80. The Payback period is 5,66 years. The investment figures show that the company is feasible to set up. Keywords: Business Plan, Cacao, Chocolate Bar
DITTA NIRMALA. F34070046. Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor. Di bawah bimbingan Aji Hermawan dan Erliza Hambali. 2011.
RINGKASAN Prospek industri pengolahan kakao menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap dikonsumsi sangat besar dilihat dari perkembangan industri hilir olahan kakao seperti industri cokelat batangan. Hal ini akan diperkuat apabila pasar domestik yang diisi oleh produk impor dapat direbut oleh industri nasional. Selain itu, pendirian industri ini penting dikarenakan mayoritas produk cokelat batangan yang berada di pasaran merupakan produk cokelat batangan yang diimpor dan sebagian besar cokelat batangan yang diproduksi di dalam negeri menggunakan bahan baku Cocoa Butter Substitute (CBS). Sehingga diharapkan dengan pendirian industri ini dapat meningkatkan kualitas produk cokelat batangan yang beredar di pasar lokal dan yang akhirnya bermuara pada terjadinya peningkatan konsumsi cokelat batangan secara bertahap. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat rencana bisnis pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar). Ruang lingkup penelitian meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana produksi, rencana sumber daya manusia, rencana keuangan dan manajemen resiko. Potensi pasar untuk industri cokelat batangan ini adalah sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun. Target pemasaran cokelat batangan ini lebih ditujukan pada konsumen kalangan menengah dan kalangan menengah atas khususnya masyarakat di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kemasan berbahan glossy yang menarik perhatian konsumen. Penyaluran produk cokelat batangan tersebut dengan membentuk suatu tim penjual produk cokelat batangan yang menawarkan secara langsung produk ini kepada konsumen dan perusahaan menggunakan counter khusus cokelat yang berdekatan dengan lokasi produksi cokelat batangan. Kapasitas produksi industri cokelat batangan ini adalah 1.000 kg (8.334 kotak) per hari dengan bahan baku, antara lain lemak cokelat, pasta cokelat, susu sapi segar, dan gula pasir sebanyak 1.000 kg per hari. Penentuan kapasitas bahan baku yang dipakai berdasarkan pada ketersediaan bahan baku, kapasitas maksimal mesin yang digunakan dan pangsa pasar yang tersedia. Industri ini direncanakan didirikan di Cijeruk, Bogor berdasarkan faktor kedekatan dengan salah satu sumber bahan baku yaitu susu cair segar yang berasal dari peternak sapi. Industri ini dijalankan oleh 33 orang tenaga kerja dengan deskripsi kerja masing-masing dengan luas pabrik sekitar 2.000 m2. Industri ini menghasilkan limbah padat dan limbah cair yang relatif kecil bahkan tidak berbahaya bagi lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan adalah sisa adonan yang tercecer di lantai ketika akan memasukkan adonan cokelat ke dalam mesin pencampuran. Limbah padat ini akan terurai secara alamiah dan tidak berbahaya bagi lingkungan, sehingga dapat dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan karena adanya proses pencucian peralatan produksi dan limbah domestik berasal dari kegiatan sanitasi (MCK) pabrik yang dapat ditangani dengan menggunakan septic tank. Investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan industri cokelat batangan ini sebesar Rp. 6.737.746.660,- yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp. 5.825.673.700,- dan biaya modal kerja sebesar Rp. 912.072.960,- pada tahun pertama. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa industri cokelat batangan ini layak untuk didirikan. Berdasarkan penghitungan kriteria investasi, diperoleh nilai NPV industri ini sebesar Rp. 5.387.822.787,-, nilai IRR-nya sebesar 22%, nilai Net B/C-nya sebesar 1,80. Payback Period industri ini adalah selama 5 tahun 8 bulan. Titik impas selama umur proyek industri cokelat batangan berada pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652 kotak. Dari analisis sensitivitas, industri ini masih layak untuk dijalankan dengan maksimum kenaikan
harga bahan baku sebesar 14% dan penurunan harga jual cokelat batangan maksimum sebesar 8%. Dari analisis risiko nilai tukar, depresiasi rupiah akan menyebabkan penurunan laba bersih, sebaliknya apresiasi rupiah akan menyebabkan peningkatan laba bersih. Depresiasi rupiah lebih besar dari 18% akan menyebabkan industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk dijalankan.
RENCANA BISNIS INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh DITTA NIRMALA F34070046
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan,
Ditta Nirmala F34070046
© Hak cipta milik Ditta Nirmala, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 April 1989. Penulis merupakan anak ke dua, putri dari pasangan Bapak Edy Suwarno dan Ibu Sutiyah. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Jaka Setia IV. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTPN 7 Bekasi pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 71 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada tahun 2010. Penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, diantaranya anggota KEMSI (Kesatuan Mahasiswa Bekasi) IPB (2007-sekarang), anggota UKF (Unit Konsevasi Fauna) IPB (2007-2008), divisi humas seminar Bioenergy Agroindustry Days Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (2008), sekretaris majalah “MIND” Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (Himalogin) tahun 2009, divisi humas seminar Atsiri Fair Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (2009), dan divisi konsumsi Agroindustry Days Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB (2009). Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tahun 2010 dengan judul “Pengembangan Sumber Daya Manusia di PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. – Divisi Bogasari, Jakarta”. Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor”. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. dan Prof. Dr. Erliza Hambali selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan dan membimbing dari awal hingga selesainya skripsi ini. 2. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah menguji dan memberikan saran kepada penulis guna menyempurnakan skripsi ini. 3. Keluarga tercinta, yaitu Ayah dan Ibu tersayang bapak Edy Suwarno dan ibu Sutiyah serta kakak Ditya Brata yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa, motivasi, semangat, dan pengorbanannya kepada penulis. 4. Ambar Rian Susanto yang tiada henti memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis. 5. Sahabat-sahabatku tersayang, Tiara, Gigi, Icha, Anza, Eny, Tyas, dan Sabila yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis. 6. Amanda Caessara, Fata Qurrota Ayun, dan Kartika Sari, teman satu bimbingan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 7. Teman seperjuangan TIN 44 dan Wisma Puri Fikriyah yang telah memberi semangat kepada penulis. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang agroindustri.
Bogor, Agustus 2011
Ditta Nirmala
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... x I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................... 1 1.2. TUJUAN ................................................................................................................... 2 1.3. RUANG LINGKUP ................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 3 2.1. KAKAO ..................................................................................................................... 3 2.1.1. Karakteristik dan Morfologi Kakao................................................................... 3 2.1.2. Pengolahan Biji Kakao ..................................................................................... 5 2.1.3. Potensi dan Manfaat Produk Olahan Kakao ...................................................... 8 2.1.4. Potensi Industri Kakao Indonesia ...................................................................... 9 2.2. COKELAT BATANGAN .......................................................................................... 14 2.2.1. Definisi Cokelat Batangan ................................................................................ 14 2.2.2. Jenis Produk Cokelat Batangan ......................................................................... 15 2.2.3. Jenis Cokelat Batangan ..................................................................................... 15 2.2.4. Kandungan dan Manfaat Cokelat Batangan ...................................................... 16 2.3. RENCANA BISNIS ................................................................................................... 16 2.3.1. Definisi Rencana Bisnis ................................................................................... 16 2.3.2. Tujuan Rencana Bisnis ..................................................................................... 17 2.3.3. Isi Rencana Bisnis ............................................................................................ 17
iv
III. METODE PENELITIAN ................................................................................................ 20 3.1. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL ............................................................. 20 3.2. TATA LAKSANA ..................................................................................................... 22 IV. RENCANA PASAR DAN PEMASARAN ..................................................................... 31 4.1. POTENSI PASAR...................................................................................................... 31 4.2. ANALISIS PERSAINGAN ........................................................................................ 32 4.3. STRATEGI PEMASARAN ....................................................................................... 33 4.3.1. Segmentasi ....................................................................................................... 33 4.3.2. Penetapan Target .............................................................................................. 37 4.3.3. Penetapan Posisi ............................................................................................... 37 4.3.4. Bauran Pemasaran ............................................................................................ 37 V. RENCANA TEKNIK DAN TEKNOLOGI ...................................................................... 42 5.1. BAHAN BAKU ......................................................................................................... 42 5.2. PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI ............................................................ 44 5.3. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI ......................................................................... 44 5.3.1. Proses Produksi ................................................................................................ 44 5.3.2. Mesin dan Peralatan.......................................................................................... 47 5.3.3. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan ........................................ 51 5.3.4. Neraca Massa ................................................................................................... 53 5.4. PENENTUAN LOKASI PABRIK.............................................................................. 53 5.5. PERENCANAAN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK ............. 54 5.6. ASPEK LINGKUNGAN ............................................................................................ 63 VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI .......................................................... 65 6.1. ASPEK LEGALITAS ................................................................................................ 65 6.1.1. Badan Usaha..................................................................................................... 65 6.1.2. Perizinan .......................................................................................................... 66 6.1.3. Pajak ................................................................................................................ 67 v
6.2. KEBUTUHAN TENAGA KERJA ............................................................................. 67 6.3. STRUKTUR ORGANISASI ...................................................................................... 70 6.4. DESKRIPSI PEKERJAAN ........................................................................................ 71 VII. RENCANA KEUANGAN ............................................................................................ 73 7.1. ASUMSI PERHITUNGAN KEUANGAN ................................................................. 73 7.2. BIAYA INVESTASI .................................................................................................. 74 7.3. PERHITUNGAN DEPRESIASI ................................................................................. 75 7.4. PRAKIRAAN BIAYA PRODUKSI DAN PENERIMAAN........................................ 75 7.5. PROYEKSI LABA RUGI .......................................................................................... 76 7.6. PROYEKSI ARUS KAS ............................................................................................ 77 7.7. KRITERIA KELAYAKAN INVESTASI ................................................................... 78 7.7.1. Net Present Value (NPV) ................................................................................. 78 7.7.2. Internal Rate of Return (IRR) ........................................................................... 78 7.7.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ..................................................................... 79 7.7.4. Payback Period (PBP) ...................................................................................... 79 7.7.5. Break Even Point (BEP) ................................................................................... 79 7.8. ANALISIS SENSITIVITAS ....................................................................................... 79 7.9. RISIKO NILAI TUKAR ............................................................................................ 80 IX. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 82 10.1. SIMPULAN ............................................................................................................. 82 10.2. SARAN ................................................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 83 LAMPIRAN ......................................................................................................................... 85
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram ................................... 7 Tabel 2.2. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat .......................... 7 Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia ..................................................... 10 Tabel 2.4. Standar nasional Indonesia biji kakao ................................................................... 12 Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan .......................................... 13 Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan............................................ 14 Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan ..................... 23 Tabel 4.1. Jumlah penduduk Indonesia dan setiap provinsi tahun 2010 ................................. 34 Tabel 4.2. Jumlah penduduk DKI Jakarta menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2010 .......................................................................................................... 35 Tabel 4.3. Jumlah penduduk Jawa Barat menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2010 .......................................................................................................... 35 Tabel 4.4. Pendapatan rata-rata buruh/karyawan/pegawai sebulan menurut provinsi tahun 2010 ............................................................................................. 36 Tabel 5.1. Kebutuhan energi listrik pada mesin dan peralatan produksi cokelat batangan ...... 52 Tabel 5.2. Lembar kerja untuk diagram keterkaitan antar aktivitas ........................................ 57 Tabel 5.3. Hasil perhitungan total closeness rating (TCR) untuk menentukan pusat aktivitas ............................................................................................................... 58 Tabel 5.4. Kebutuhan ruang produksi ................................................................................... 60 Tabel 5.5. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri cokelat batangan ..................................... 61 Tabel 6.1. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan ................ 68 Tabel 6.2. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri cokelat batangan .............................................................................................................. 70 Tabel 7.1. Komponen biaya investasi tetap yang dibutuhkan dalam pendirian industri cokelat batangan .................................................................................................. 74 Tabel 7.2. Prakiraan penerimaan industri cokelat batangan ................................................... 76 Tabel 7.3. Proyeksi laba rugi penjualan cokelat batangan dalam 10 tahun produksi............... 77 Tabel 7.4. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan .......................................................... 78 Tabel 7.5. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku ..................................... 80 Tabel 7.6. Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan ................... 80 vii
Tabel 7.7. Analisis sensitivitas terhadap risiko nilai tukar ..................................................... 80
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) .......................................................................... 3 Gambar 2.2. Tahapan pengolahan biji kakao ......................................................................... 5 Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia ............................................................ 11 Gambar 2.4. Pohon industri kakao ........................................................................................ 12 Gambar 2.5. Cokelat batangan ............................................................................................. 15 Gambar 3.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian...................................................... 21 Gambar 3.2. Diagram alir proses rencana pasar dan pemasaran............................................. 25 Gambar 3.3. Diagram alir proses rencana teknik dan teknologi ............................................. 26 Gambar 3.4. Diagram alir rencana manajemen dan organisasi ............................................... 28 Gambar 5.1. Diagram alir proses produksi cokelat batangan ................................................. 47 Gambar 5.2. Mesin pengolah cokelat .................................................................................... 47 Gambar 5.3. Mesin tempering ............................................................................................... . 48 Gambar 5.4. Mesin pencetak cokelat semi otomatis .............................................................. 49 Gambar 5.5. Cetakan cokelat ................................................................................................ 50 Gambar 5.6. Mesin pengemas cokelat ................................................................................... 50 Gambar 5.7. Timbangan digital............................................................................................. 51 Gambar 5.8. Neraca massa proses produksi cokelat batangan ............................................... 53 Gambar 5.9. Pola aliran bahan dalam ruang produksi cokelat batangan ................................. 55 Gambar 5.10. Bagan keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan ............................. 56 Gambar 5.11. Diagram keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan ......................... 59 Gambar 5.12. Tata letak industri cokelat batangan ................................................................ 62 Gambar 6.1. Struktur organisasi industri cokelat batangan .................................................... 71
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tampilan cokelat batangan dan desain kemasan cokelat batangan ..................... 86 Lampiran 2. Asumsi-asumsi untuk analisis keuangan industri cokelat batangan ................... 87 Lampiran 3. Perincian kebutuhan investasi pendirian industri cokelat batangan .................... 88 Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan............................................... 89 Lampiran 5. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel industri cokelat batangan .................. 92 Lampiran 6. Kebutuhan biaya operasional industri cokelat batangan ..................................... 94 Lampiran 7. Rekapitulasi produksi dan proyeksi penerimaan industri cokelat batangan ........ 96 Lampiran 8. Proyeksi laba rugi industri cokelat batangan ...................................................... 97 Lampiran 9. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan ....................................................... 98 Lampiran 10. Kriteria kelayakan investasi ............................................................................ 99 Lampiran 11. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku sebesar 13% ................................................................................................... 100 Lampiran 12. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan sebesar 8% ...................................................................................... 101 Lampiran 13. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap depresiasi rupiah sebesar 18% ............................................................................................................... 102
x
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, saat ini bidang pertanian nasional sudah melangkah lebih maju apabila diukur dari produktivitas bahan mentah atau bahan baku, tetapi kemajuan tersebut belum diikuti secara seimbang oleh kemajuan dalam tahap selanjutnya, yaitu agroindustri, perdagangan, dan pembiayaan. Pertanian akan mampu menjadi penopang utama perekonomian nasional apabila dikembangkan sebagai sebuah sistem yang terkait dengan industri dan jasa. Apabila pertanian hanya berhenti sebagai aktivitas budidaya, maka nilai tambah yang diperoleh akan kecil. Seharusnya, nilai tambah pertanian dapat ditingkatkan melalui agroindustri dan jasa berbasis pertanian. Pengembangan agroindustri nasional diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian. Selain itu, agroindustri memiliki peran strategis yang menghubungkan antara sektor pertanian pada kegiatan hulu dengan sektor industri pada sektor hilir. Dengan demikian, pengembangan agroindustri secara tepat dan baik diharapkan dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja, pendapatan petani, volume ekspor dan devisa yang diperoleh, pangsa pasar baik domestik maupun internasional, nilai tukar produk pertanian, dan penyediaan bahan baku industri. Salah satu hasil pertanian yang dapat dikembangkan melalui kegiatan agroindustri adalah kakao. Berdasarkan analisa ekonomi sejauh ini kakao mampu menyumbang devisa bagi perekonomian nasional sebesar US$ 1.413,4 juta, sekitar 70% diekspor dalam bentuk biji (Ditjenbun, 2010). Indonesia pada tahun 2006 sampai 2010 tetap menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan menguasai 6% pasar dunia dengan produksi biji kakao mencapai 535.000 ton per tahun (ICCO, 2010). Meskipun demikian, besarnya produksi bahan baku tersebut belum diikuti dengan perkembangan industri hilir pengolahan bahan baku menjadi produk, sehingga 70% nilai ekspor kakao Indonesia adalah biji kakao (Ditjenbun, 2010). Total kapasitas terpasang industri pengolahan kakao nasional mencapai 260.000 ton/tahun, akan tetapi kapasitas produksi hanya 115.000 ton/tahun. Kondisi tersebut terkait erat dengan sulitnya mendapatkan biji kakao terfermentasi lokal, rendahnya efisiensi dan efektifitas rantai tata niaga kakao serta penerapan PPN 5% biji kakao untuk industri. Akibat lain dari kurang berkembangnya industri pengolahan kakao adalah meningkatnya nilai impor produk olahan kakao. Sebagai contoh, pada tahun 2007 impor pasta kakao hanya sekitar 529 ton, namun pada tahun 2010 telah mencapai sekitar 2.254 ton (Kemenperin, 2010). Harus disadari bahwa baik pasar domestik dan global produk olahan kakao masih sangat terbuka luas. Selama ini tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia masih rendah, hanya berkisar 60 gram/kapita (0,06 kg/kapita/tahun). Untuk mendorong bergairahnya industri kakao nasional perlu peningkatan konsumsi domestik hingga mencapai 1 kg/kapita. Konsumsi tersebut tentunya sangat jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat sebesar 5,3 kg/kapita/tahun, negara-negara Eropa telah ada yang mencapai 10,3 kg/kapita/tahun (Ditjenbun, 2010). Selain itu, konsumsi cokelat global kini juga terus naik sebesar 2-4 % per tahun dan pertumbuhan permintaan biji kakao juga naik 2,6 % per tahun. Tetapi, pasokan biji kakao hanya tumbuh 2,3 % per tahun sehingga memicu kenaikan harga yang relatif cepat (Disbun Jawa Barat, 2010). Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dari negara lainnya dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan
1
industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Prospek industri pengolahan kakao menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap dikonsumsi sangat besar dilihat dari perkembangan industri hilir olahan kakao seperti industri cokelat batangan. Hal ini akan diperkuat apabila pasar domestik yang diisi oleh produk impor dapat direbut oleh industri nasional. Selain itu, menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. Tentunya, kondisi ini merupakan peluang positif bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar tersebut dan melakukan perencanaan bisnis untuk pendirian industri cokelat batangan, mengingat ketersediaan lahan masih cukup luas dan bahan baku yang belum diolah secara optimal. Selain itu, pendirian industri ini penting dikarenakan mayoritas produk cokelat batangan yang berada di pasaran merupakan produk cokelat batangan yang diimpor dan untuk produk cokelat batangan lokal menggunakan campuran lemak nabati bukan lemak cokelat. Sehingga diharapkan dengan pendirian industri ini dapat meningkatkan konsumsi produk olahan cokelat nasional terutama cokelat batangan dengan menggunakan bahan baku cokelat asli Indonesia tanpa tambahan lemak nabati.
1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membuat rencana bisnis pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar) yang meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, dan rencana keuangan.
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi rencana-rencana yang mempengaruhi pendirian industri cokelat batangan di lokasi terpilih yakni sebagai berikut : 1. Rencana pasar dan pemasaran, meliputi identifikasi potensi pasar dan strategi pemasaran. 2. Rencana teknik dan teknologi, meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, perencanaan kaspasitas produksi, teknologi proses produksi dan neraca massa, mesin dan peralatan yang digunakan, lokasi proyek dan tata letak pabrik, serta aspek lingkungan. 3. Rencana manajemen dan organisasi, meliputi aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan (job description). 4. Rencana keuangan, meliputi asumsi perhitungan finansial, biaya investasi, prakiraan harga dan permintaan, proyeksi laba dan rugi, proyeksi arus kas, dan kriteria kelayakan investasi, analisis sensitivitas, dan risiko nilai tukar.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
KAKAO (Theobroma cacao L)
2.1.1. Karakteristik dan Morfologi Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk famili Sterculiace. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dengan ordo Streculiaceae. Nama Theobroma yang berarti “Makanan Tuhan” diberikan oleh seorang botanist Swedia yang bernama Linnaeus (Knight, 1999). Taksonomi kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiosperma Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma Jenis : Theobroma cacao L Berikut ini contoh tanaman kakao (Theobroma cacao L) yang dapat dilihat pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) (Fly, 2010) Dalam perekembangannya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak dibudidayakan hanya 3 jenis, yaitu : 1. Criollo (fine cocoa atau kakao mulia) Criollo (dalam bahasa Spanyol berarti pribumi) merupakan tipe kakao yang bermutu tinggi (kakao mulia, chiced, edel cocoa). Ciri-ciri jenis Criollo mulia adalah buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit buah yang bertonjolan dan bertekuk-tekuk, biji tidak berwarna, kualitas tinggi dengan aroma dan rasa yang khas (Sunanto, 1999). 2. Forestero Varietas ini merupakan kelompok varietas terbesar yang diolah dan ditanam di Indonesia. Forastero (dalam bahasa Spanyol berarti pendatang) merupakan tipe yang bermutu rendah (kakao lindak, bulk cocoa) yang tumbuh pada ketinggian di bawah 400 meter dari permukaan laut. Ciri-ciri kakao lindak adalah buahnya berwarna ungu kuning dengan kulit buah yang hampir rata dan licin, biji berwarna ungu dan besar, cepat berbuah dengan aroma dan rasa yang kurang tajam dibandingkan Criollo (Sunanto, 1999).
3
3. Trinitario atau hibrida Varietas ini merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criollo. Bentuk buahnya ada yang agak bulat dan ada pula yang agak panjang dengan warna hijau atau merah. Menurut Nasution et al., (1985), mutu biji kakao Trinitario sedikit di bawah mutu biji kakao mulia. Biji kakao Trinitario mempunyai aroma yang segar dengan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna agak muda. Menurut Sunanto (1999), secara umum tanaman kakao terdiri dari beberapa bagian, yaitu batang, daun, bunga, akar, buah, dan biji. Masing-masing bagian memiliki karakteristik (morfologi) dan fungsi (fisiologi) tertentu, yaitu : 1. Batang dan cabang Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Tanaman kakao memiliki sifat dimorfisme, yaitu memiliki dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop, sedangkan yang arah pertumbuhannya ke samping disebut plagiotrop, cabang kipas atau fan. Pada pertumbuhannya yang berasal dari biji, akan terbentuk perempatan (jorket) pada pertumbuhan vertikalnya. Jorket merupakan tempat perubahan pola percabangan, yakni dari tipe ortotrop ke plagiotrop. 2. Daun Bentuk helai daun pohon kakao bulat memanjang, ujung daun meruncing, dan pangkal daun runcing. Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat. Warna daun dewasa hijau tua. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap. 3. Akar Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar leteralnya mendatar berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman 0-30 cm. Pertumbuhan akar sangat peka pada hambatan baik berupa batu, lapisan keras, maupun air tanah. Apabila selama pertumbuhan akar berbenturan dengan batu, akar akan membelah diri menjadi dua dan masing-masing tumbuh geosentris (mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang berbenturan terlalu besar, sebagian akar leteral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah. 4. Bunga Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya, bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga. Pembungaan tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor lingkungan (iklim). Pada lokasi tertentu, pembungaan sangat terhambat oleh musim kemarau atau musim dingin. Namun, di lokasi yang curah hujannya merata sepanjang tahun serta fluktuasi suhunya kecil, tanaman akan berbunga sepanjang tahun. 5. Buah dan biji Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih, apabila sudah masak berwarna kuning. Buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga. Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah (plasenta), dengan jumlah 20-50 biji. Jika dibelah melintang, biji terlihat tersusun dari dua kotiledon. Biji dibungkus oleh pulpa yang berwarna putih dan rasanya manis. Di
4
dalam pulpa mengandung zat penghambat perkecambahan. Namun terkadang biji berkecambah di dalam buah karena terlambat dipanen sehingga pulpanya menjadi terlalu kering.
2.1.2. Pengolahan Biji Kakao Tanaman kakao yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat adalah jenis forastero, dalam dunia perdagangan kakao jenis ini sering disebut kakao lindak atau bulk cocoa. Buah kakao terdiri dari 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase biji kakao di dalam buah sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji (Wood and Lass, 1985 dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2005). Permukaan biji diselimuti oleh lapisan pulpa atau pulpa berwarna putih. Biji kakao yang berasal dari buah yang matang mempunyai pulpa yang lunak dan terasa manis. Pulpa diketahui mengandung senyawa gula yang sangat penting sebagai media pembiakan bakteri selama proses fermentasi. Proses pengolahan biji kakao sangat menentukan akhir dari biji kakao tersebut. Proses pengolahan biji kakao akan menentukan cita rasa yang khas dan mengurangi atau menghilangkan cita rasa yang tidak baik. Misalnya, rasa pahit dan sepat yang disebabkan oleh kandungan senyawa purin, yaitu theobromin dan kafein untuk rasa pahit. Sedangkan jumlah theobromin di dalam kotiledon sekitar 1,5% dan kafein sekitar 0,15% (Sunanto, 1999). Tahap-tahap proses pengolahan biji kakao menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2005) dapat dilihat pada Gambar 2.2 : Panen buah masak
Sortasi buah Penyimpanan buah
Pengupasan buah
Fermentasi
Penjemuran
Pengeringan
Sortasi biji
Penggudangan Gambar 2.2. Tahapan pengolahan biji kakao (Puslit Kopi dan Kakao, 2005)
5
1. Sortasi buah Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat. 2. Pengupasan buah Pengupasan buah dilakukan dengan pemecahan buah dengan tujuan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Pengupasan harus dilakukan dengan hati-hati. Data lapangan menunjukkan bahwa jumlah biji terpotong atau terbelah oleh alat pemotong manual berkisar antara 3-6%. Selain meningkatkan jumlah biji yang cacat, biji yang terluka mudah terinfeksi oleh jamur (Puslit Kopi dan Kakao, 2005). 3. Fermentasi Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun juga untuk memperbaiki dan membentuk cita rasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Nasution, 1976). 4. Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji pasca fermentasi yang semula 50-55% menjadi 7% agar biji kakao aman disimpan sebelum dipasarkan ke konsumen. Pengeringan biji kakao umumnya dilakukan dengan 3 cara, yaitu cara penjemuran, mekanis, dan kombinasi (Ong, 1997). 5. Sortasi berdasarkan standar mutu biji kakao Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-2002). Standar mutu tersebut diperlukan sebagai tolak ukur untuk pengawasan mutu. Standar ini memuat karakteristik fisik biji kakao dan tingkat kontaminasi (tingkat kebersihan). Standar ini juga mencakup definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), dan cara pengemasan dan rekomendasi. Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Berdasarkan SNI tersebut, biji kakao juga didasarkan pada tiga hal, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran biji/100 gram. Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan pada jenis mulia (fine cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Sedangkan berdasarkan mutunya, biji kakao diklasifikasikan ke dalam 3 jenis, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Sortasi berdasarkan ukuran biji ditujukan untuk mengelompokkan biji kakao sesuai ukuran dan sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di dalamnya. Berikut ini merupakan standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 :
6
Tabel 2.1. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram Jumlah Biji/100 gram
Standar Mutu
86
AA
86-100
A
101-110
B
111-120
C
>120
S
Sumber : SNI 01-2323-2002 Puslitbang Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) merekomendasikan standar tambahan untuk biji kakao sebagai bahan baku cokelat untuk mendapatkan hasil pengolahan kakao yang optimal, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 : Tabel 2.2. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat Kriteria Mutu
Syarat
Tingkat fermentasi, hari
5
Kadar air, % (maks)
7
Kadar kulit, %
12-13
Kadar lemak, %
50-51
Ukuran biji
Seragam
Jamur
Nihil
Benda asing lunak
Nihil
Benda asing keras
Nihil
Sumber : Puslit Kopi dan Kakao (2005) 6. Penggudangan Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam kondisi yang aman sebelum dipasarkan ke konsumen. Serangan jamur dan hama pada biji kakao selama penggudangan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur merupakan cacat mutu yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan kesehatan. Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kakao adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang. Kadar air keseimbangan biji kakao pada kelembaban relatif udara 70% adalah 6-7% (Ritterbusch and Muehlbauser, 2000 dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2005).
7
2.1.3. Potensi dan Manfaat Produk Olahan Kakao Cokelat yang dihasilkan dari tanaman kakao merupakan sumber pangan yang kaya lemak (30%) dan karbohidrat (60%), protein, mineral seperti magnesium, kalium, natrium, kalsium, besi, tembaga, dan fosfor, dan berbagai jenis flavonoid seperti epikatekin, epigalokatekin, prosianidin, dan komponen bioaktif lainnya. Meskipun memiliki kadar lemak dan kadar gula yang tinggi, konsumsi cokelat dalam jumlah yang wajar dinyatakan aman bagi kesehatan. Menurut Mulato, et al. (2008) dalam Hamdani (2009), Produk olahan dari biji kakao, antara lain pasta cokelat, lemak cokelat, dan bubuk cokelat. Produk-produk tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika. Pasta cokelat (cocoa paste) dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semi cair. Lemak kakao (cocoa fat atau cocoa butter) merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Lemak kakao dikeluarkan dari pasta cokelat dengan cara dikempa atau dipres dan mempunyai warna putih kekuningan serta berbau khas cokelat. Kekerasan lemak cokelat mempunyai tingkat yang berbeda pada suhu kamar, tergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Keunggulan lemak kakao Indonesia dibandingkan lemak kakao dari Afrika Barat adalah adanya karakteristik khusus “Light Breaking Effect” dan “Hard Butter” (tidak mudah meleleh) yang cocok apabila dipakai untuk blending. Bubuk cokelat (cocoa powder) diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk atau tepung dari biji-bijian lainnya karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan, sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 340C, lemak menjadi tidak stabil yang menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump) (Puslit Kopi dan Kakao, 2005). Eksplorasi potensi cokelat dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja otak. Selain mengandung komponen-komponen flavonoid yang tinggi, cokelat ternyata juga mengandung zat-zat farmakologis yang dapat memberikan sensasi fisiologis dan psikologis. Zat-zat tersebut diantaranya senyawa amin biogenik, metilxantin, dan asam-asam lemak yang menyerupai kanabinoid. Beberapa senyawa amin biogenik yang terdapat pada cokelat adalah tiramin dan feniletilamin (FEA). FEA merupakan neuromodulator yang secara struktural dan farmakologis sama dengan katekolamin dan amfetamin. Keduanya merupakan stimulan otak. Secara alami FEA terdapat di otak dan terdistribusi di dalam sistem syaraf pusat. Senyawa tersebut berfungsi untuk menguatkan neurotransmisi dopaminergis dan noradrenergis dan sebagai modulator mood yang penting. Senyawa alkaloid metilxantin yang terdapat pada cokelat diantaranya, kafein dan teobromin. Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat dan jantung. Jantung akan terstimulasi sehingga meningkatkan aliran darah dan pernafasan. Efek psikologis yang didapat biasanya meningkatkan aktivitas mental dan tetap terjaga. Sedangkan pengaruh teobromin memiliki efek stimulasi lebih rendah dan memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai puncak efek farmakologis dibandingkan dengan kafein. Akan tetapi, karena penggunaan cokelat sebagai agen terapi juga dapat menimbulkan efek samping bahkan kontraindikasi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam memberikan rekombinasinya. Biasanya terapi tersebut tidak dianjurkan bagi penderita diabetes, kegemukan, hiperlipidemik, gangguan migrain dan sering gelisah (anxious) untuk mengkonsumsi cokelat (Departemen Kesehatan, 2008).
8
2.1.4.
Potensi Industri Kakao Indonesia
2.1.4.1.
Industri Pengolahan Kakao
2.1.4.1.1. Wilayah Potensi (Industri Pengolahan Kakao) Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao per tahun adalah sebagai berikut ; Pantai Gading (1.190.000 ton), Ghana (650.000 ton), Indonesia (535.000 ton) (ICCO, 2010). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 1.651.539 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 535.000 ton per tahun, dan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha. Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: Sumatera 174.588 ton (20,7 %), Jawa 33.837 ton (4 %), Nusa Tenggara 21.254 ton (2,5 %), Kalimantan 15.246 ton (1,8 %), Sulawesi 561.755 (66,6 %) ton, Maluku dan Papua 37.496 ton (4,4 %). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 1.555.596 Ha (94,2 %), Perkebunan Negara 50.104 Ha (3 %) dan Perkebunan Swasta 45.839 Ha (2,8 %) (Ditjenbun, 2010). 2.1.4.1.2. Pelaku Usaha Meskipun sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam bentuk bahan mentah, di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao. Mayoritas industri pengolahan cokelat terdapat di pulau Jawa. Menurut Kemenperin (2010), total kapasitas terpasang industri pengolahan kakao di Indonesia adalah sebesar 417.000 ton/tahun, sedangkan kapasitas terpakainya sebesar 244.000 ton/tahun. Pada umumnya produk yang dihasilkan dari industri tersebut adalah produk setengah jadi yang terdiri dari lemak cokelat, pasta cokelat, dan bubuk cokelat. Produk setengah jadi ini kemudian diolah kembali menjadi berbagai produk jadi oleh berbagai macam industri makanan berbahan baku cokelat seperti cokelat batangan, minuman cokelat, biskuit cokelat, susu cokelat, kosmetika, obat-obatan, dan sebagainya. Industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia apabila dilihat dari kapasitasnya adalah PT. Bumitangerang Mesindotama yang berlokasi di Tangerang. Perusahaan ini mempunyai kapasitas terpasang sebesar 120.000 ton/tahun dan kapasitas terpakai sebesar 80.000 ton/tahun, sedangkan industri pengolahan kakao terkecil adalah PT. Poleko Cocoa Industry/Hope yang berlokasi di Makassar dengan kapasitas terpasang dan kapasitas terpakainya sebesar 4.000 ton/tahun. Adapun pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pengolahan kakao dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan penyebaran industri kakao dapat dilihat pada Gambar 2.3.
9
Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia
No.
Perusahaan
Lokasi
Kapasitas
Kapasitas
Terpasang
Terpakai
Ton
%
Ton
%
Tangerang
120.000
28,77
80.000
32,78
Bandung
80.000
19,18
45.000
18,44
Tangerang
40.000
9,59
20.000
8,19
Kendari
35.000
8,39
-
0,00
1.
PT. Bumitangerang Mesindotama*)
2.
PT. General Food Industry*)
3.
PT. Davomas Abadi**)
4.
PT. Industri Kakao Utama**)
5.
PT. Maju Bersama Cocoa Industry**)
Makassar
24.000
5,75
14.000
5,73
6.
PT. Kopi Jaya Kakao**)
Makassar
24.000
5,75
14.000
5,73
7.
PT. Effem Indonesia**)
Makassar
17.000
4,07
17.000
6,96
8.
PT. Budidaya Kakao Lestari**)
Surabaya
15.000
3,59
5.000
2,04
9.
PT. Cacao Wangi Murni / JMH**)
Tangerang
15.000
3,59
8.000
3,27
10.
PT. Teja Sekawan*)
Surabaya
15.000
3,59
15.000
6,14
11.
PT. Unicom Kakao Makmur**)
Makassar
10.000
2,39
4.000
1,63
12.
PT. Cocoa Ventures Indonesia*)
Medan
7.000
1,67
7.000
2,86
13.
PT. Kakao Mas Gemilang*)
Tangerang
6.000
1,21
6.000
2,45
14.
PT. Mas Ganda*)
Tangerang
5.000
1,19
5.000
2,04
15.
PT. Poleko Cocoa Industry / Hope**)
Makassar
4.000
0,96
4.000
1,63
417.000
100,00
244.000
100,00
Total Sumber : Kemenperin (2010) *) Normal **) Beroperasi kembali
10
Sumatera Utara PT. Cocoa Ventures Indonesia
Sulawesi Tenggara PT. Industri Kakao Utama
Tangerang PT. Davomas Abadi PT. Cocoa Wangi Murni PT. Bumitangerang PT. Budidaya Kakao Lestari PT. Kakao Mas Gemilang PT. Mas Ganda
Sulawesi Selatan PT. Effem Indonesia PT. Maju Bersama Kakao PT. Kopi Jaya Kakao
Jawa Barat PT. General Food Industry PT. Trikeson Utama
Jawa Timur PT. Teja Sekawan Cocoa Industries PT. Budidaya Kakao Lestari
Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia (Kemenperin, 2010) 2.1.4.2.
Perkembangan Kakao Indonesia
2.1.4.2.1. Standar Mutu Kakao Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Satndar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-23232000). Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma cacao Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk Cocoa). Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk setiap klasifikasi jenis mutu. Berikut ini merupakan standar mutu kakao menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 :
11
Tabel 2.4. Standar nasionl Indonesia biji kakao No.
Karakteristik
1. 2. 3
Jumlah biji/100 gr Kadar air, %(b/b) maks Berjamur, %(b/b) maks
4. 5.
Tak terfermentasi %(b/b) maks Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks
6. 7. 8.
Biji pecah, % (b/b) maks Benda asing % (b/b) maks Kemasan kg, netto/karung
Mutu I
Mutu II
Sub Standar
* 7,5 3
* 7,5 4
* > 7,5 > 4
3 3
8 6
>8 >6
3 0 62,5
3 0 62,5
3 0 62,5
Sumber : SNI 01-2323-2000 Keterangan: * Revisi September 1992 * Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gram • AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100 • B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120 • Sub standar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120 2.1.4.2.2. Pohon Industri Kakao Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk kakao dan turunannya diperoleh dari bagian kakao yaitu biji dan kulit luarnya (sheel) yang diuraikan dalam suatu skema. Berikut ini merupakan contoh pohon industri kakao yang ditampilkan pada Gambar 2.4 :
Gambar 2.4. Pohon industri kakao (Kemenperin, 2010)
12
2.1.4.2.3. Produksi Kakao Indonesia Produksi biji kakao di Indonesia mencapai 535.000 ton per tahun dengan produktivitas ratarata 825 kg per Ha. Sementara kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit hanya sekitar 250.000 ton per tahun. Namun rendahnya kebutuhan kakao nasional itu bukan tanpa sebab. Hal ini dikarenakan pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5% untuk setiap kakao yang dibeli pabrik di dalam negeri. Sebaliknya, apabila produsen mengekspor produknya ke luar negeri, maka tidak dikenakan PPN. Dengan demikian produsen lebih suka melakukan ekspor. Produksi Indonesia 535.000 ton biji kakao. Di ekspor dalam bentuk biji 400.626 ton dan sisanya 134.374 ton diolah di dalam negeri. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan adalah sebesar 433.791,304 ton dengan nilai US$. 1.204.520.913 dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 2.5 :
Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Biji Kakao dan Kakao Olahan Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao lainnya Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh atau sebagian) Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan pemanis lainnya) Cokelat batangan (berat > 2 kg) Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat (berat > 2 kg) Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat dengan isi (berat > 2 kg) Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) Cokelat berbentuk tablet atau pastiles Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya tidak untuk eceran Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya untuk eceran
Volume (Ton)
Nilai (US$)
400.626
1.104.963.203
1.054 5.059
559.281 18.580.097
12.695
39.653.325
100 7.802
219.619 24.664.014
3.919 179
9.082.352 231.660
185 2
382.501 6.078
3 22
7.634 14.748
12
44.704
2.140
6.111.697
Sumber : Kemenperin (2010) Dari Tabel 2.5 terlihat bahwa jumlah ekspor produk olahan cokelat pada tahun 2010 menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap produk olahan cokelat saat ini. Kakao olahan yang memiliki volume ekspor tertinggi adalah olahan kakao menjadi kakao pasta yang dihilangkan seluruh lemaknya atau sebagian sebesar 12.695 ton. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan kakao pasta di luar negeri lebih besar bila dibandingkan dengan permintaan kakao pasta di dalam negeri. Sedangkan volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan adalah 33.111,596 ton dengan nilai US$. 115.030.180 dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 :
13
Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Biji Kakao dan Kakao Olahan Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao lainnya Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh atau sebagian) Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan pemanis lainnya) Cokelat batangan (berat > 2 kg) Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat (berat > 2 kg) Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat dengan isi (berat > 2 kg) Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) Cokelat berbentuk tablet atau pastiles Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya tidak untuk eceran Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya untuk eceran
Volume (Ton)
Nilai (US$)
23.141
84.423.087
2.095 157
258.266 646.348
2.098
6.110.419
1.456 1.512
1.331.194 5.986.173
263 207
707.451 1.470.035
759 317
7.187.621 1.605.725
251 69
758.043 434.167
1
891
792
4.110.760
Sumber : Kemenperin (2010) Tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut cokelat batangan rata-rata lebih diminati oleh pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan volume dan nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impor cokelat batangan.
2.2.
COKELAT BATANGAN (CHOCOLATE BAR)
2.2.1. Definisi Cokelat Batangan Cokelat batangan ialah manisan berbentuk batangan yang tersusun atas beberapa atau seluruh komponen diantaranya kakao padat, gula, dan susu. Keberadaan atau ketiadaan relatif bahan tersebut membentuk subkelas cokelat hitam, cokelat susu, dan cokelat putih. Merk cokelat batangan tertentu dijual untuk tujuan suplemen gizi. Cokelat batangan berkembang sekitar tahun 1900-an. Cokelat telah menjadi populer bertahun-tahun sebelum pengenalan bar tetapi gagasan untuk menciptakan sebuah cokelat batangan adalah untuk menyediakan cara yang lebih nyaman ketika mengkonsumsi cokelat dan ketika berpergian (Michael, 2010). Berikut ini salah satu contoh cokelat batangan yang ditampilkan pada Gambar 2.5 :
14
Gambar 2.5. Cokelat batangan (Michael, 2010)
2.2.2. Jenis Produk Cokelat Batangan Banyak jenis cokelat batangan yang tersedia di pasaran. Ada yang harganya mahal, ada pula yang harganya murah. Berikut ini perbandingan jenis cokelat dan manfaat masing-masing, yaitu : 1. Dark Chocolate Dark chocolate memiliki kandungan biji cokelat (kakao) yang paling tinggi yaitu paling sedikit 70% mengandung kakao. Dark chocolate memiliki kandungan kakao atau biji cokelat terbanyak, tanpa banyak gula dan tanpa lemak jenuh atau minyak sayur terhidrogenasi (HVO). 2. White Chocolate White chocolate hanya memiliki 33% kandungan cokelat atau kakao, sisanya adalah gula, susu dan vanila. Kandungan gula inilah yang dapat memberikan efek negatif, seperti kerusakan gigi dan penyakit diabetes. 3. Milk Chocolate atau Cokelat Susu Milk chocolate atau cokelat susu merupakan campuran kakao dengan susu dan ditambah gula. Cokelat jenis ini juga sangat digemari karena rasanya yang nikmat (Smanda, 2010).
2.2.3. Jenis Cokelat Batangan Menurut Smanda (2010), ada beberapa jenis cokelat batangan berdasarkan kandungannya yang terdapat di pasaran, antara lain : 1. Cokelat Kualitas Premium Cokelat kualitas premium mengandung lebih banyak cocoa liquor atau sari biji kakao yang berbentuk pasta (cairan berwarna cokelat pekat), cocoa butter dan cocoa solid. Semakin tinggi kandungan cocoa liquor, maka semakin terasa sensasi pahit dari cokelat tersebut. Cokelat dengan kualitas premium memiliki ciri-ciri sebagai berikut : - Cokelat cepat meleleh karena tingginya kandungan cocoa butter. - Dark chocolate berwarna cokelat gelap, bukan berwarna hitam. - Permukaan cokelat terlihat halus, mengkilap dan warnanya rata. - Saat cokelat dipatahkan, tekstur patahan seperti kulit pohon. - Ketika dimakan, tidak terasa seperti berpasir atau seperti mengandung lapisan lilin. Namun terasa halus, creamy, dan tidak berminyak. 2. Cokelat Couverture Cokelat Couverture mengandung cocoa butter sebesar 32%-39% yang membuat cokelat couverture lebih mengkilap dan rasanya lebih enak. Couverture biasanya dikembangkan dengan cita rasa bittersweet dan milk chocolate. Sebelum digunakan, cokelat couverture harus melewati proses tempering (menaikkan dan menurunkan suhu saat pelelehan cokelat) untuk menstabilkan kandungan
15
cocoa butter yang sudah meleleh. Tanpa proses tempering, tampilan cokelat couverture akan terlihat kusam dan sulit diaplikasikan. 3. Cokelat Compound Cokelat compound dibuat dari kombinasi cocoa powder, lemak nabati dan pemanis. Harga cokelat compound lebih murah daripada cokelat couverture. Compound tidak perlu melalui proses tempering, cukup dilelehkan dengan cara ditim sampai leleh dan siap untuk digunakan.
2.2.4. Kandungan dan Manfaat Cokelat Batangan Cokelat dengan kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% memiliki manfaat untuk kesehatan karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid. Dengan adanya antioksidan, tubuh akan mampu untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh. Besarnya kandungan antioksidan ini bahkan tiga kali lebih banyak dari teh hijau, minuman yang selama ini sering dianggap sebagai sumber antioksidan. Dengan adanya antioksidan, membuat cokelat menjadi salah satu makanan ataupun minuman kesehatan. Fenol, sebagai antioksidan mampu mengurangi kolesterol pada darah sehingga dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung juga berguna untuk mencegah timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah terjadinya stroke dan darah tinggi. Selain itu, kandungan lemak pada cokelat kualitas tinggi terbukti bebas kolesterol dan tidak menyumbat pembuluh darah. Cokelat juga mengandung beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E. Selain itu, cokelat juga mengandung zat maupun nutrisi yang penting untuk tubuh seperti zat besi, kalium dan kalsium. Kakao sendiri merupakan sumber magnesium alami tertinggi. Jika seseorang kekurangan magnesium, dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, diabetes, sakit persendian dan masalah bulanan wanita yaitu pra menstruasi (PMS). Dengan mengkonsumsi cokelat akan menambah magnesium dalam asupan gizi harian yang menyebabkan meningkatnya kadar progesteron pada wanita. Hal ini mengurangi efek negatif dari PMS. Manfaat lain dari cokelat adalah untuk kecantikan, karena antioksidan dan katekin yang ada di dalamnya dapat mencegah penuaan dini, sampai saat ini berkembang lulur cokelat yang sangat baik untuk kecantikan kulit. Kesalahan yang sering dilakukan pada saat memilih coklat adalah memilih coklat "bermerek" yang murah atau sangat murah. Cokelat demikian memiliki kandungan kakao (biji coklat) sedikit yaitu rata-rata kurang dari 20%, bahkan ada yang kurang dari 7%. Cokelat jenis ini juga memiliki kandungan gula yang tinggi yang dapat mengakibatkan kerusakan gigi dan kandungan lemak jenuh tinggi yang dapat mengakibatkan penyakit jantung (Smanda, 2010).
2.3.
RENCANA BISNIS (BUSINESS PLAN)
2.3.1. Definisi Rencana Bisnis Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana perusahaan atau pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha (business opportunities) yang terdapat di lingkungan eksternal perusahaan (Robbins and Coulter, 2003 dalam Solihin, 2007), menjelaskan keunggulan bersaing (competitive advantage) usaha, serta menjelaskan berbagai langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan peluang usaha tersebut menjadi suatu bentuk usaha yang nyata (Wheelen and Hunger, 2004 dalam Solihin, 2007).
16
2.3.2. Tujuan Rencana Bisnis Menurut Pinson (2003), ada tiga tujuan utama menulis rencana bisnis, antara lain : 1. Sebagai panduan Alasan utama menulis rencana bisnis yaitu mengembangkan suatu panduan yang dapat diikuti sepanjang usia bisnis. Rencana bisnis adalah cetak biru bisnis dan akan dilengkapi dengan alat untuk menganalisa dan menerapkan perubahan-perubahan agar usaha lebih menguntungkan. Rencana bisnis akan memberi informasi yang lebih rinci atas seluruh aspek operasi perusahaan di masa lalu dan masa sekarang, maupun proyeksi beberapa tahun ke depan. Bisnis baru belum memiliki sejarah, informasi yang ada dalam rencana hanya berdasarkan proyeksi. Rencana yang diberikan ke pemberi pinjaman harus dijilid, sedangkan untuk arsip sebaiknya menggunakan loose-leaf binder. Ini akan mempermudah bila perlu menambah data terbaru, seperti daftar harga, laporan keuangan, informasi pemasaran, dan lainnya. 2. Sebagai dokumentasi pendanaan Apabila mencari dana, rencana bisnis akan merinci bagaimana dana tersebut dapat memajukan tujuan perusahaan dan meningkatkan laba. Pemberi pinjaman ingin mengetahui cara pengusaha mengatur arus kas (cash flow) dan membayar pinjaman dan bunganya tepat waktu. Sedangkan investor ingin mengetahui apakah investasinya dapat meningkatkan kekayaan bersih (net worth) serta memperoleh laba atas investasi (return on invesetment, ROI) yang diharapkan. Pengusaha harus merinci bagaimana uang tersebut akan digunakan dan menggunakan angka-angka tersebut dengan informasi yang solid, seperti estimasi, norma industri, daftar harga, dan lainnya. Proyeksi tersebut harus beralasan, karena pemberi pinjaman dan investor sangat mungkin memiliki akses atas angkaangka statistik industri. 3. Bekerja di pasar luar negeri Apabila berbisnis secara internasional, rencana bisnis menjadi alat standar untuk mengevaluasi potensi bisnis di pasar luar negeri. Saat ini, tidak ada bisnis yang boleh mengabaikan potensi perdagangan internasional, karena pesatnya perubahan teknologi, komunikasi, dan transportasi. Rencana bisnis dapat menunjukkan cara agar bisnis dapat bersaing di era ekonomi global saat ini.
2.3.3. Isi Rencana Bisnis 2.3.3.1.Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan Rencana Bisnis Selain digunakan untuk keperluan internal perusahaan, rencana bisnis juga berguna untuk meyakinkan para investor maupun kreditor terhadap prospek usaha yang akan dijalankan. Sebagai sebuah dokumen yang akan menjadi peta panduan jalan (road map) bagi seluruh manajemen perusahaan yang berasal dari berbagai bidang fungsional atau pemasaran (marketing), sumber daya manusia (human resources), produksi (production), dan keuangan (finance), rencana bisnis yang dibuat perusahaan harus terhindar dari pandangan sempit masing-masing departemen perusahaan di dalam melihat arah pengusahaan perusahaan dalam jangka panjang. Rencana bisnis yang dibuat harus dapat dijadikan acuan yang handal dalam melihat letak usaha yang akan dijalankan perusahaan di tengah persaingan usaha saat ini dan lima tahun ke depan. Menurut Solihin (2007), pada saat menyajikan rencana bisnis kepada para investor ataupun kreditor, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan atau pengusaha adalah sebagai berikut :
17
1. Usahakan agar rencana bisnis yang disusun tidak terlalu tebal tetapi lengkap, artinya mencakup berbagai informasi yang dibutuhkan oleh evaluator baik dari pihak investor maupun kreditor untuk melakukan pengambilan keputusan. 2. Penampilan rencana bisnis harus dibuat menarik karena investor dan kreditor akan memperoleh kesan pertama terhadap perusahaan yang sedang mencari pendanaan dari penampilan rencana bisnis yang diajukan kepada mereka. 3. Sampul depan (front cover) rencana bisnis harus memuat nama perusahaan, alamat, nomor telepon perusahaan, dan bulan serta tahun rencana bisnis dikeluarkan. Hal tersebut untuk memudahkan calon investor atau kreditor melakukan komunikasi dengan perusahaan atau pada saat mereka memberikan jawaban balasan terhadap rencana bisnis yang disampaikan perusahaan. 4. Rencana bisnis yang baik harus mencantumkan ringkasan eksekutif (executive summary) yang dapat disampaikan dalam 2-3 halaman penjelasan mengenai keadaan usaha saat ini. 5. Penyusunan rencana bisnis harus diorganisasikan dengan baik agar pihak-pihak yang memperoleh penawaran rencana bisnis perusahaan dapat mengikuti alur penyajian rencana bisnis tersebut secara urut, sehingga penyajian rencana bisnis menjadi jelas. 6. Rencana bisnis yang baik akan mencantumkan risiko utama (critical risks) dari suatu bisnis yang akan dijalankan. Pencantuman risiko bisnis akan meningkatkan kewaspadaan dari pengusaha dan investor untuk menyiasati cara meminimalisir risiko bisnis tersebut. 2.3.3.2. Elemen-Elemen Rencana Bisnis Menurut Solihin (2007), meskipun terdapat variasi dalam penyusunan rencana bisnis, tetapi sebuah rencana bisnis yang baik sekurang-kurangnya akan mencantumkan tujuh elemen pokok, yaitu : 1. Ringkasan eksekutif yang merangkum secara singkat seluruh isi rencana bisnis baik yang menyangkut tujuan usaha, strategi usaha, tujuan penyusunan rencana bisnis, uraian umum usaha, rencana pemasaran, rencana produksi, rencana keuangan, dan risiko-risiko usaha di masa depan. 2. Uraian umum usaha (general business description) yang akan dijalankan. Uraian umum usaha akan menguraikan : a. Usaha apa yang akan dijalankan di mana hal ini sekaligus menjelaskan barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. b. Tujuan apa yang ingin dicapai perusahaan berikut strategi untuk mencapai tujuan tersebut. c. Bagaimana perkembangan usaha perusahaan sampai pada saat rencana bisnis disusun serta proyeksi usaha perusahaan di masa mendatang yang dikaitkan dengan tujuan dan strategi perusahaan. d. Siapa yang menjadi target pasar perusahaan e. Nilai apa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran untuk dapat meraih keunggulan bersaing (competitive advantage). f. Dimana usaha tersebut akan dijalankan. Hal ini berkaitan dengan pemilihan lokasi tempat usaha serta berbagai penjelasan yang logis mengapa usaha dijalankan di lokasi yang dipilih. g. Siapa yang akan menjalankan kegiatan usaha. Dalam bagian ini, uraian umum usaha akan menjelaskan manajemen inti dan tokoh kunci (key person) di dalam perusahaan yang akan terlibat dalam pengurusan perusahaan.
18
h. Bentuk badan usaha atau badan hukum apa yang dipilih oleh perusahaan untuk menjalankan usahanya. i. Bagaimana bidang fungsional manajemen akan dijalankan. 3. Rencana pasar dan pemasaran akan menjelaskan pasar sasaran yang dipilih serta bauran pemasaran yang dibuat perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, anggaran penjualan, dan sebagainya. 4. Rencana teknik dan teknologi menjelaskan antara lain proses produksi, bagaimana perusahaan menjaga kualitas produk, memperoleh pasokan bahan baku, pertimbangan pemilihan lokasi pabrik, anggaran produksi, dan sebagainya. 5. Rencana keuangan antara lain berisi proyeksi keuangan yang menunjukkan ekspektasi laba dari usaha yang akan dijalankan dalam beberapa tahun awal operasionalnya, proyeksi arus kas (cash flow), dan sebagainya. 6. Rencana manajemen dan organisasi antara lain berisi uraian mengenai jumlah personil yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha, spesifikasi apa yang dibutuhkan oleh masing-masing personil tersebut dilihat dari pengetahuan, keahlian, dan kemampuan (Knowledge, Skill, and Ability) yang dibutuhkan, anggaran tenaga kerja yang juga berisi proyeksi kebutuhan tenaga kerja dalam lima tahun ke depan, dan sebagainya. 7. Risiko-risiko utama yang dihadapi perusahaan di masa depan dan bagaimana antisipasinya untuk menghadapi risiko tersebut di masa yang akan datang.
19
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang untuk didirikannya industri skala menengah sampai skala besar karena sampai saat ini industri cokelat batangan masih terbatas di Indonesia (produk cokelat batangan dominan berasal dari luar negeri atau impor). Peluang tersebut masih terbuka lebar bagi pengusaha dan investor yang berminat menanamkan modalnya pada sektor industri pengolahan cokelat menjadi cokelat batangan. Sebelum proyek pendirian industri cokelat batangan diimplimentasikan, terlebih dahulu dilakukan rencana bisnis yang meliputi rencana dari berbagai aspek. Hal ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak pengambil keputusan. Dalam membuat perencanaan bisnis untuk pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar) harus mempertimbangkan beberapa faktor perencanaan, antara lain rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, serta rencana keuangan. Hasil dari perencanaan tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang mungkin ada, sehingga dapat disusun solusi pengembangannya. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen dan organisasi, aspek keuangan. Apabila data yang dikumpulkan belum cukup, maka kembali dilakukan pengumpulan data. Namun, jika data dan informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi, selanjutnya dilakukan tabulasi data dan analisis data pada setiap aspek. Setelah dilakukan analisis data, dilakukan penyusunan laporan lengkap. Setelah disusun dalam bentuk laporan, penelitian dinyatakan selesai. Teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan perencanaan bisnis ini adalah dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, baik data primer maupun data sekunder. Data yang terkumpul kemudian diolah, dihitung perencanaan dan perincian biaya investasi, dan dibuat perencanaan strategi yang tepat pada setiap faktor perencanan. Sebelum dilakukan perincian biaya, terlebih dahulu ditentukan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi finansial yang digunakan seperti umur ekonomis usaha, biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang dijual, dan sebagainya.
20
Diagram alir kerangka pemikiran penelitian yang merupakan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 : Mulai
Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk dan industri
Pengumpulan data (primer dan sekunder) dan tabulasi data
• •
Rencana pasar dan pemasaran Potensi pasar Strategi pemasaran (Segmenting, Targetting, Positioning, dan Bauran Pemasaran)
• • • • • • •
Rencana teknik dan teknologi Spesifikasi bahan baku Ketersediaan bahan baku Perencanaan kapasitas produksi Teknologi proses produksi Penentuan lokasi pabrik Perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik Aspek lingkungan
• • • •
Rencana manajemen dan organisasi Aspek legalitas Kebutuhan tenaga kerja Struktur organisasi Deskripsi dan spesifikasi pekerjaan
• • • • • • • • •
Rencana keuangan Asumsi perhitungan finansial Biaya investasi Perhitungan depresiasi Prakiraan biaya produksi dan penerimaan Proyeksi laba rugi Proyeksi arus kas Kriteria kelayakan investasi Analisis sensitivitas Risiko nilai tukar
Penyusunan laporan Selesai
Gambar 3.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
21
3.2. TATA LAKSANA Tahapan analisa yang harus dilakukan pada perencanaan bisnis adalah melakukan analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perencanaan bisnis tersebut yaitu rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, dan rencana keuangan. Perencanaan bisnis ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.
3.2.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yaitu perencanaan bisnis. Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pemecahan masalah pengambilan suatu keputusan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait serta para pakar pada bidang teknik dan teknologi yang sesuai. Untuk data sekunder diperoleh melalui laporan, artikel, jurnal, dan statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya. Contoh data yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 3.1 :
22
Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
1. Rencana Pasar dan Pemasaran a. Harga jual kakao dan chocolate bar b. Jumlah produksi kakao
Swalayan, internet, chocolate shop
Survei
Badan Pusat Statistik (BPS)
Pengumpulan dokumen
c. Jumlah permintaan kakao
Badan Pusat Statistik (BPS)
Pengumpulan dokumen
d. Jenis chocolate bar terlaris
Swalayan, internet, konsumen
Survei dan wawancara
Kementerian Perindustrian, internet
Pengumpulan dokumen
Internet
Pengumpulan dokumen
a. Daftar lokasi bahan baku chocolate bar
Internet
Pengumpulan dokumen
b. Daftar spesifikasi dan ketersediaan bahan baku chocolate bar
Dosen ahli, internet
Wawancara dan pengumpulan dokumen
c. Kapasitas produksi bahan baku chocolate bar
Dosen ahli, internet
Pengumpulan dokumen
d. Teknologi dan proses produksi pembuatan chocolate bar
Dosen ahli dan internet
Wawancara
e. Mesin dan chocolate bar
Dosen ahli dan pakar mesin dan alat chocolate bar
Wawancara
Ahli peruntukan wilayah pemerintah setempat
Wawancara
e.Daftar industri chocolate pesaing dan pendatang baru
bar
f. Daftar industri chocolate bar lokal dan impor 2. Rencana Teknik dan Teknologi
alat
f. Lokasi pendirian chocolate bar
pembuatan
industri
g. Metode perencanaan tata letak pabrik
Buku dan dosen ahli
dan
Wawancara
23
Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan (lanjutan) Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
3. Rencana Manajemen dan Organisasi a. Daftar jenis bentuk usaha
Undang-undang
Pengumpulan dokumen
b. Perizinan
Pemerintah setempat
Pengumpulan dokumen
c. Jenis struktur organisasi
Undang-undang
Pengumpulan dokumen
Buku, diktat, dan jurnal
Pengumpulan dokumen
Buku, diktat, dan jurnal
Pengumpulan dokumen
Produsen penghasil mesin, dosen ahli, internet
Wawancara dan pengumpulan dokumen
c. Metode perhitungan kriteria investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, dan BEP)
Buku, diktat, dan jurnal
Pengumpulan dokumen
d. Analisis sensitivitas
Dosen ahli, buku
Wawancara dan pengumpulan dokumen
e. Risiko nilai tukar
Dosen ahli, buku
Wawancara dan pengumpulan dokumen
d. Spesifikasi karyawan
dan
deskripsi
kerja
4. Rencana Keuangan a. Daftar penentuan asumsi b. Daftar harga produksi
mesin
dan
alat
3.2.2. Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, rencana keuangan, analisis risiko. 3.2.2.1. Rencana Pasar dan Pemasaran Aspek-aspek yang dikaji rencana pasar dan pemasaran meliputi potensi pasar, strategi pemasaran yang meliputi bauran pemasaran (marketing mix), dan STP (segmenting, targeting, positioning).
24
Langkah-langkah dalam rencana pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.2 : Mulai
Pencarian data sekunder
Tidak
Data cukup
?
Ya
Potensi pasar cokelat batangan Penentuan strategi pemasaran cokelat batangan
Penentuan STP (segmenting, targeting, positioning) dan bauran pemasaran (strategi produk, strategi harga, strategi distribusi, dan strategi promosi)
Selesai Gambar 3.2. Diagram alir proses rencana pasar dan pemasaran 3.2.2.2. Rencana Teknik dan Teknologi Rencana teknik dan teknologi meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa, dan perencanaan tata letak serta kebutuhan luas ruang produksi dari pabrik tersebut. Aliran proses rencana teknis dan teknologis dapat dilihat pada Gambar 3.3 :
Mulai
Bahan baku (spesifikasi bahan baku dan ketersediaan bahan baku)
Perencanaan kapasitas produksi
Teknologi proses produksi
A
25
A
Penentuan lokasi pabrik
Perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik
Aspek lingkungan
Selesai Gambar 3.3. Diagram alir proses rencana teknik dan teknologi Pemilihan jenis teknologi proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing komponen bahan pada setiap proses. Perencanaan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antar aktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antar aktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut : •
A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan.
•
E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.
•
I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.
•
U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat, dan
•
X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan (Apple, 1990).
Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antar aktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kemudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada bagan keterkaitan antar aktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antar aktivitas.
26
Tahapan proses dalam merencanakan bagan keterkaitan antar aktivitas adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan. 2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan pelayanan. 3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan lainnya. 4. Menentukan faktor atau sub faktor mana yang menunjukkan keterkaitan (produksi, pekerja, dan aliran informasi), dan 5. Mempersiapkan bagan keterkaitan antar aktivitas. 6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri bagan keterkaitan antar aktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan menurut logika ketergantungan kegiatan. 7. Memasukkan derajat hubungan antar aktivitas di dalam kotak yang tersedia. Bagan keterkaitan antar aktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi diagram keterkaitan antar aktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antar aktivitas : 1. Mendaftar semua kegiatan pada template kegiatan diagram keterkaitan antar aktivitas. 2. Memasukkan nomor kegiatan dari bagan keterkaitan antar aktivitas pada sisi pojok dan tengah setiap template kegiatan diagram keterkaitam antar aktivitas untuk menunjukkan derajat kedekatan antar aktivitas. 3. Melanjutkan prosedur untuk setiap template yang tersedia sampai keseluruhan kegiatan tercatat. 4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan yang A terlebih dahulu, kemudian E dan seterusnya, dan 5. Menggambarkan pola aliran sementara. Dari hasil lembar kerja diagram keterkaitan antar aktifitas yang telah dilakukan, kemudian dilakukan pengalokasian aktifitas dengan menggunakan metode Total Clossness Rating (TCR) yang dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan : V (rij) = derajat hubungan aktifitas yang diberikan pada aktifitas i dan j m = jumlah aktifitas Perancangan tata letak pabrik didasarkan atas diagram alir proses produksi dan diagram keterkaitan aktifitas yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya, tata letak pabrik disusun dengan denah yang efektif dan efisien serta disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Keefektifan dan keefisienan perancangan tata letak pabrik ini diperoleh dari minimalnya jarak perpindahan bahan, keteraturan tempat kerja, dan runutnya aliran proses. Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah
27
metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi. 3.2.2.3. Rencana Manajemen dan Organisasi Kajian terhadap rencana manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk perusahaan (aspek legalitas), kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja. Aliran rencana sumber daya manusia pada Gambar 3.4 :
Mulai
Aspek legalitas
Kebutuhan tenaga kerja
Struktur organisasi
Deskripsi kerja (job description)
Selesai Gambar 3.4. Diagram alir rencana manajemen dan organisasi 3.2.2.4. Rencana Keuangan Aspek-aspek yang digunakan dalam rencana keuangan meliputi asumsi perhitungan finansial, biaya investasi, prakiraan harga dan penerimaan, proyeksi laba dan rugi, proyeksi arus kas, dan kriteria kelayakan investasi. A. Kriteria Investasi Kadariah et al., (1999) mengungkapkan bahwa dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks yang disebut kriteria investasi (investment criteria). Pada umumnya kriteria investasi terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Setiap kriteria dipakai untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu proyek atau layak tidaknya suatu proyek atau usaha untuk dijalankan. 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu (Husnan dan Suwarsono, 2005). Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.
28
Keterangan : Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%) t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n) n = umur ekonomis proyek Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal. 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al. (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut.
[
-
]
Keterangan : NPV (+) = NPV bernilai positif NPV (-) = NPV bernilai negatif i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif Jika IRR dari suatu proyek atau usaha sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka NPV dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ I, maka proyek atau usaha layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al, 1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut.
Net B/C = NPV B-C Positif / NPV B-C Negatif Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999). 4. Break Even Point (BEP) dan Pay Back Period (PBP) Break Even Point atau titik impas merupakan titik dimana biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Kotler (1995) hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel dapat disajikan pada rumus berikut :
29
BEP = Total Fixed Cost / (Harga Per Unit – Variabel Cost Per Unit) Pay Back Period (PBP) merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan meliputi periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran investasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai berikut
Keterangan : n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (tahun) m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = manfaat bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp) B. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek finansial yang berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur tersebut berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya, bila terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi, maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000). Analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. Suatu proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi (Gittinger, 1986). C. Risiko Nilai Tukar Perubahan nilai tukar (foreign exchange rate exposure) merupakan salah satu sumber ketidakpastian makroekonomi yang mempengaruhi perusahaan. Dengan adanya globalisasi, pasar semakin terbuka terhadap perdagangan dan teknologi, sehingga perusahaan akan terpengaruh secara langsung terhadap nilai tukar. Perubahan nilai tukar dapat mempengaruhi perusahaan melalui berbagai cara seperti perusahaan berproduksi di dalam negeri untuk kebutuhan penjualan domestik dan luar negeri (ekspor) dan perusahaan berproduksi dengan menggunakan bahan baku impor.
30
IV.
RENCANA PASAR DAN PEMASARAN
Dalam menganalisis aspek pasar dan pemasaran, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti kedudukan produk saat ini, komposisi, dan perkembangan permintaan produk serta kemungkinan adanya persaingan. Selain itu pula dalam aspek pemasaran disusun atau dibentuk strategi serta taktik pemasaran perusahaan dalam menghadapi pasar global agar dapat mengikuti trend serta mengetahui selera konsumen terhadap produk yang akan dipasarkan atau dijual. Konsep pemasaran lebih menekankan kepada pemasaran dari produk kepada pelanggan. Tujuan sistem ini yaitu mencari laba atau keuntungan dimana pencapaiannya dengan menggunakan sistem bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P, yaitu product, price, promotion, dan place.
4.1. Potensi Pasar Produk yang akan diproduksi oleh industri yang direncanakan adalah cokelat batangan (milk chocolate). Produk cokelat batangan (milk chocolate) adalah produk makanan cokelat dengan beragam bentuk, unik, dan menarik. Selain itu, produk ini memiliki berat per kotaknya sebesar 120 gram. Produk ini terbuat dari cokelat asli yaitu cocoa liquor dan lemak cokelat, dengan penambahan bahan-bahan pendukung, seperti gula pasir dan susu sapi segar (fresh milk). Cokelat batangan ini mempunyai rasa yang manis, beraroma cokelat yang khas dan memikat, serta tekstur yang lembut dan mudah meleleh pada saat dimakan. Pada saat memasuki pasar harus memperkirakan pasar potensial agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara efektif. Pasar potensial adalah sejumlah konsumen yang mempunyai kadar minat tertentu pada tawaran tertentu. Menurut Kotler (2000) potensi pasar adalah batas yang didekati oleh permintaan pasar ketika pengeluaran pemasaran industri mendekati tidak terhingga, untuk lingkungan pemasaran tertentu. Potensi pasar bagi produk cokelat batangan ini diperkirakan dengan mempertimbangkan beberapa parameter, antara lain perkiraan jumlah potensi pembeli, perkiraan jumlah rata-rata yang dibeli oleh pembeli, dan perkiraan harga rata-rata produk cokelat batangan. Potensi pasar cokelat batangan dilihat dari sisi secara nasional dan potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Data untuk jumlah potensi pembeli diasumsikan diperoleh dari data jumlah penduduk nasional dan jumlah penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat pada tahun 2010 (BPS, 2011). Jumlah penduduk nasional yaitu sekitar 237.641.326 orang, sedangkan jumlah penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat yaitu sekitar 52.661.519 orang. Tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia yaitu berkisar 60 gram/kapita (0,06 kg/kapita/tahun) (Disbun Provinsi Jawa Barat, 2010), sedangkan tingkat konsumsi produk olahan kakao di beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat sebesar 5,3 kg/kapita/tahun, negara-negara Eropa telah ada yang mencapai 10,3 kg/kapita/tahun (Ditjenbun, 2010). Data untuk jumlah rata-rata yang dibeli oleh pembeli merupakan asumsi tingkat konsumsi produk cokelat batangan menurut pakar cokelat (kakao) dari Departemen Perindustrian yaitu sebesar 10% dari tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia. Asumsi ini dipakai karena tidak terdapat data spesifik mengenai tingkat konsumsi cokelat batangan di Indonesia. Sedangkan data untuk harga produk ratarata merupakan asumsi kisaran harga produk rata-rata cokelat batangan yang ada di pasaran sebesar Rp. 150.000,-/kg. Dari keterangan tersebut, maka dapat diperoleh potensi pasar nasional bagi produk cokelat batangan adalah sebesar ± Rp. 214 milyar/tahun sedangkan potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun. Potensi pasar dipilih di DKI Jakarta dan Jawa Barat karena kedua provinsi tersebut merupakan target pemasaran untuk produk cokelat batangan ini. Penentuan potensi pasar ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pangsa pasar (market share) yang dapat diambil oleh industri cokelat batangan ini dan memperkirakan jumlah permintaan pasar dari produk tersebut. Setelah mengetahui berapa besar potensi pasar dari produk cokelat
31
batangan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menentukan pangsa pasar (market share) dan jumlah permintaan efektifnya. Pangsa pasar (market share) merupakan kondisi pasar yang menunjukkan seberapa besar pasar yang mungkin digunakan untuk memasarkan produk. Industri cokelat batangan mengasumsikan untuk membidik pangsa pasar sebesar 5% dari potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun, sehingga potensi pasar untuk industri cokelat batangan ini adalah sebesar ± Rp. 2,4 milyar/tahun. Penentuan pangsa pasar yang diambil sebesar 5% karena cokelat batangan ini tergolong baru yang berada pada siklus produk tahap pengenalan, sehingga diperlukan pengenalan dan pencarian pasar. Nilai 5% dianggap cukup optimis untuk membuka pasar. Apabila mengambil pasar di atas 5%, maka dikhawatirkan pasar yang mampu diraih akan berkurang, namun apabila di bawah 5% terlalu pesimis untuk memulai meraih pasar produk cokelat batangan yang cukup potensial.
4.2. Analisis Persaingan Apabila dikaji dari potensi pasar akan cokelat batangan yang tinggi, maka peluang untuk mendirikan industri ini diduga cukup prospektif, terutama ditelaah dari masih rendahnya tingkat konsumsi produk olahan cokelat di Indonesia dan banyaknya produk cokelat batangan yang menggunakan bahan baku bukan dari cokelat asli. Hal ini mendukung pendirian industri cokelat batangan untuk menjadi salah satu produk pangan yang menggunakan bahan baku cokelat asli (pasta cokelat dan lemak cokelat) serta dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi produk olahan cokelat di Indonesia. Selain itu, apabila diamati akhir-akhir ini banyak sekali industri cokelat batangan yang menawarkan produk ataupun merek baru baik lokal maupun impor bagi semua usia dan kalangan. Dengan banyak bermunculan perusahaan baru di industri cokelat batangan, maka semakin memperketat persaingan pasar yang telah terjadi sebelumnya sehingga diharapkan para „pemain baru‟ ini mampu bersaing dengan industri cokelat batangan yang sejenis agar mendapat tempat di hati konsumen. Cokelat batangan yang ditawarkan kepada para konsumen cukup banyak jenis dan mereknya, seperti Silver Queen, Van Houten, Cadbury, Delfi, Toblerone, Droste, Guylian, Chocodot (Cokelat Dodol), Monggo, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan di Giant Supermarket Botani Square Bogor menunjukkan bahwa merek cokelat batangan yang biasa dibeli oleh para konsumen adalah Silver Queen. Alasan konsumen yang paling utama dalam membeli cokelat Silver Queen adalah karena harganya yang terjangkau dibanding merek cokelat yang lain dan tidak mudah meleleh pada suhu ruang. Media informasi yang paling berpengaruh yang menjadi sarana konsumen dalam mengenal dan mengetahui produk cokelat batangan adalah media mouth to mouth. Melihat salah satu kenyataan yang terjadi di pasar bahwa cokelat Silver Queen merupakan cokelat batangan yang mendominasi pasar konsumen kalangan menengah, sehingga dapat dikatakan pesaing utama cokelat batangan untuk kalangan menengah adalah cokelat Silver Queen apabila dilihat dari segi harganya yeng terjangkau, sedangkan apabila dilihat dari segi bahan baku yang digunakan berupa pasta cokelat dan lemak cokelat, cokelat Guylian juga merupakan pesaing untuk industri ini namun harganya mahal, segmentasinya untuk kalangan atas, dan merupakan produk cokelat impor. Ketersediaan cokelat batangan yang mengunakan bahan baku berupa pasta cokelat dan lemak cokelat masih sangat terbatas karena mayoritas cokelat batangan yang terdapat dipasaran menggunakan bahan baku berupa bubuk cokelat dan lemak kelapa sawit sehingga menyebabkan harga jualnya menjadi terjangkau. Oleh sebab itu, pesaing untuk industri ini tidak sebanyak dan sekuat cokelat batangan yang menggunakan bahan baku berupa bubuk cokelat dan lemak kelapa sawit. Di lain pihak, industri ini belum memiliki pesaing yang benar-benar sejenis, dalam artian belum ada
32
cokelat batangan buatan dalam negeri yang terbuat dari pasta cokelat dan lemak cokelat, sehingga produk ini masih mempunyai peluang pasar sendiri yang belum dimasuki oleh pesaing cokelat batangan lainnya.
4.3. Strategi Pemasaran Faktor yang menentukan dalam pencapaian keberhasilan dalam suatu industri adalah kemampuan industri tersebut dalam memenuhi kebutuhan konsumen melalui pemasaran produk yang dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Industri cokelat batangan memerlukan strategi pemasaran dan bauran pemasaran yang tepat. Strategi pembentukan dan pengembangan pasar adalah langkahlangkah yang dilakukan dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran pemasaran. Adapun strategi dalam upaya penguasaan dan pengembangan pasar produk cokelat batangan antara lain : Mengutamakan pemenuhan kebutuhan pasar domestik, dengan memberikan perhatian pada ruang cakupan (kota besar dan kompleks perumahan). Meningkatkan nilai tambah kualitas cokelat batangan dari bahan baku yaitu lemak kakao, sistem produksi, distribusi, dan pengawasan produk itu sendiri. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi cokelat yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Pemasaran produk cokelat batangan difokuskan pada konsumen yang menyukai produk cokelat terutama cokelat batangan dengan penjualan melalui strategi bisnis ke bisnis. Secara lebih spesifik, strategi pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal antara lain : 4.3.1. Segmentasi Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Perusahaan menetapkan berbagai cara yang berbeda dalam memisahkan pasar tersebut, kemudian mengembangkan profil-profil yang ada pada setiap segmen pasar, dan penentuan daya tarik masingmasing segmen. Segmentasi pasar menjadi hal yang paling penting dalam penerapan strategi pemasaran agar perusahaan dapat memenuhi preferensi kebutuhan dan keinginan pembeli. Pembagian segmentasi pasar adalah sebagai berikut : Segmentasi geografis yaitu pasar disesuaikan dengan kondisi wilayah, pembagian pasar menjadi unit geografis seperti negara, negara bagian, wilayah, provinsi dan lainnya. Segmentasi demografis yaitu pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabelvariabel demografis seperti usia, ukuran keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, agama, ras, kelas sosial, dan sebagainya. Segmentasi psikografis yaitu pasar dibagi sesuai gaya hidup dan kepribadian. Segmentasi perilaku yaitu pasar dibagi sesuai pengetahuan, sikap, pemakaian atau tanggapan mereka terhadap produk. Menurut publikasi BPS pada bulan Desember 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari 119.630.913 laki-laki dan 118.010.413 perempuan. Adapun jumlah penduduk setiap provinsi disajikan pada Tabel 4.1 :
33
Tabel 4.1. Jumlah penduduk Indonesia dan setiap provinsi tahun 2010 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatrea Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep.Bangka Belitung Kep.Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.494.410 12.982.204 4.846.909 5.538.367 3.092.265 7.450.394 1.715.518 7.608.405 1.223.296 1.679.163 9.607.787 43.053.732 32.382.657 3.457.491 37.476.757 10.632.166 3.890.757 4.500.212 4.683.827 4.395.983 2.212.089 3.626.616 3.553.143 2.270.596 2.635.009 8.034.776 2.232.586 1.040.164 1.158.651 1.533.506 1.038.087 760.422 2.833.381 237.641.326
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
Menurut survei BPS, provinsi Jawa Barat adalah daerah dengan penduduk terbanyak. Tercatat, total keseluruhannya mencapai 43.053.732 jiwa, sedangkan DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk sebanyak 9.607.787 jiwa. Segmentasi pasar produk cokelat batangan ini adalah masyarakat DKI Jakarta dan Jawa Barat yang berperan sebagai konsumen yang menyukai cokelat khususnya cokelat batangan sebagai makanan kesehatan dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan tubuh. Selain itu, segmentasi dilakukan berdasarkan geografis, dengan variabel segmentasi yang digunakan adalah wilayah negara karena produk cokelat batangan ini lebih mengacu dipasarkan di dalam negeri. Cokelat batangan ini akan dipasarkan ke daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat, karena sesuai dengan data kependudukan kedua daerah tersebut memiliki jumlah penduduk paling banyak dan paling padat dibandingkan provinsi yang lain. Segmentasi juga dilakukan berdasarkan demografis dimana pasar dibagi menjadi kelompokkelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti usia, jenis kelamin, dan penghasilan. Adapun variabel demografis seperti usia, jenis kelamin di DKI Jakarta dan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 :
34
Tabel 4.2. Jumlah penduduk DKI Jakarta menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2010 Kelompok Usia (Tahun)
Laki-Laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Laki-Laki dan Perempuan (Jiwa)
0–4
426.977
402.704
829.681
5–9
401.311
375.167
776.478
10 – 14
351.488
339.985
691.473
15 – 19
387.133
428.511
815.644
20 – 24
502.362
507.751
1.010.113
25 – 29
586.157
558.377
1.144.534
30 – 34
514.008
477.673
991.681
35 – 39
435.092
401.067
836.159
40 – 44
360.510
336.888
697.398
45 – 49
283.819
279.370
563.189
50 – 54
220.697
219.799
440.496
55 – 59
161.021
151.736
312.757
60 – 64
100.051
101.286
201.337
65 – 69
68.656
68.240
136.896
70 – 74
39.202
43.705
82.907
75 +
30.583
43.301
73.884
TT/Not Stated
1.871
1.289
3.160
Total
4.870.938
4.736.849
9.607.787
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
Tabel 4.3. Jumlah penduduk Jawa Barat menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2010 Kelompok Usia (Tahun)
Laki-Laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Laki-Laki dan Perempuan (Jiwa)
0–4 5–9 10 – 14
2.118.583 2.205.917 2.145.527
2.003.355 2.082.088 2.039.178
4.121.938 4.288.005 4.184.705
15 – 19
1.964.052
1.882.599
3.846.651
20 – 24 25 – 29
1.824.595 1.987.125
1.784.146 1.939.265
3.608.741 3.926.390
30 – 34
1.849.024
1.807.027
3.656.051
35 – 39 40 – 44
1.757.782 1.522.939
1.676.660 1.447.501
3.434.442 2.970.440
45 – 49
1.265.443
1.210.722
2.476.165
50 – 54 55 – 59
1.032.563 782.035
973.565 694.441
2.006.128 1.476.476
60 – 64
517.989
534.730
1.052.719
65 – 69
395.210
412.326
807.536
70 – 74
259.320
306.290
565.610
75 + TT/Not Stated
264.219 14.717
341.028 11.771
605.247 26.488
Total
21.907.040
21.146.692
43.053.732
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
35
Berdasarkan data BPS, industri cokelat batangan menentukan pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat yang kemudian dibagi menjadi kelompok menurut jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan serta kelompok menurut usia yang menyukai produk olahan cokelat khususnya produk cokelat batangan, yaitu anak-anak berkisar 5-9 tahun, remaja berkisar 10-19 tahun, dan dewasa berkisar 20-49 tahun. Adapun variabel demografis berdasarkan pendapatan rata-rata penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.4 : Tabel 4.4. Pendapatan rata-rata penduduk dalam sebulan menurut provinsi tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Pendapatan (Rp) 1.256.780 1.344.045 1.488.135 1.422.766 1.897.900 1.300.541 1.222.406 1.247.103 1.441.785 1.077.290 1.925.662 1.361.182 1.564.443 981.047 1.216.090 1.046.363 1.460.283 1.346.708 1.466.074 1.227.337 1.371.985 1.348.762 2.155.991 1.348.762 1.260.240 1.283.669 1.271.087 1.217.854 1.358.730 1.575.696 1.584.550 2.164.784 1.950.837 1.337.753
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Berdasarkan data BPS, industri cokelat batangan menentukan pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat yang kemudian dibagi menjadi kelompok menurut pendapatan rata-rata penduduk selama sebulan. DKI Jakarta mempunyai pendapatan rata-rata penduduknya sebesar Rp. 1.925.662/bulan, sedangkan Jawa Barat sebesar Rp. 1.361.182/bulan. Pembagian kelompok menurut pendapatan ratarata penduduk selama sebulan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan konsumen untuk membeli produk olahan cokelat khususnya cokelat batangan. Dari data di atas dapat terlihat bahwa pendapatan rata-rata pegawai di DKI Jakarta dan Jawa Barat cukup besar apabila dibandingkan dengan provinsi yang lain, sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki kemampuan untuk membeli produk cokelat batangan. Segmentasi juga dilakukan
36
berdasarkan psikografis dimana pasar dibagi sesuai gaya hidup. Cokelat batangan (milk chocolate) ini ditujukan bagi konsumen dengan gaya hidup yang menyukai cokelat dengan kualitas cokelat asli dengan tambahan susu sapi segar dan tidak mengandung banyak gula sehingga tidak menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan dan tidak menimbulkan kegemukan. 4.3.2. Penetapan Target Setelah proses segmentasi pasar selesai dilakukan, maka dapat diketahui beberapa segmen yang dianggap potensial untuk dimasuki. Secara umum, penetapan pasar sasaran dilakukan dengan mengevaluasi kelebihan setiap segmen, kemudian dilakukan penentuan target pasar yang akan dilayani. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Target pemasaran cokelat batangan ini lebih ditujukan pada konsumen dalam negeri, yaitu kepada perempuan khususnya masyarakat kalangan menengah (medium) di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kelompok usia remaja dan dewasa yang menyukai produk olahan cokelat khususnya produk cokelat batangan dengan kualitas cokelat asli, tidak mengandung banyak gula sehingga tidak menimbulkan kegemukan serta dikemas dengan kemasan tertentu serta menarik perhatian konsumen. 4.3.3. Penetapan Posisi Salah satu elemen penting dari strategi pemasaran adalah positioning. Positioning dapat diartikan penempatan keunggulan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Tujuan utama positioning dalam dunia bisnis, yaitu untuk menempatkan produk di pasar sehingga produk tersebut terpisah atau berbeda dengan merek-merek yang bersaing. Bila diamati pada keadaan pasar, produk cokelat batangan buatan dalam negeri (bukan impor) masih terbatas ditemukan, sehingga masih sangat potensial untuk dikembangkan. Keunggulan cokelat batangan antara lain menggunakan bahan baku dari lemak cokelat (cocoa butter) dalam negeri, sehingga apabila dimakan tidak menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan dan lebih mudah meleleh di lidah. Jenis cokelat batangan yang diproduksi adalah milk chocolate dimana pada campuran cokelat tersebut ditambahkan dengan susu sapi segar dan gula pasir. Melalui kegiatan positioning perusahaan harus mampu membentuk citra produk unggulan dimana persepsi konsumen terhadap cokelat batangan yang diproduksi sebagai produk makanan dalam negeri yang lebih unggul bila dibandingkan dengan produk pesaing yang mana mayoritas cokelat batangan berasal dari luar negeri (impor) dengan kualitas yang dapat dipercaya. Penetapan posisi yang dimiliki oleh produk milk chocolate ini adalah dengan menanamkan bahwa produk ini memiliki ciri khas cita rasa yaitu rasa cokelat asli dan tidak menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan, baik untuk kesehatan karena mengandung antioksidan yaitu fenol dan flavonoid, serta dapat menimbulkan rasa senang. Selain itu, produk ini merupakan produk asli dalam negeri buatan anak negeri dengan bahan baku 100% cokelat asli dalam negeri yang siap bersaing dengan produk cokelat batangan impor dan juga diharapkan dapat menjadi produk cokelat khas kota Bogor sehingga dapat dijadikan cinderamata bagi konsumen yang berwisata di kota Bogor. Jika dihubungkan dengan urutan segmentasi yang telah dipilih, maka penetapan posisi tersebut memegang peranan penting. Hal tersebut dikarenakan pengguna produk ini merupakan konsumen akhir dan produk akan bersaing secara langsung dengan kompetitor produk cokelat batangan sejenis yang telah lama dikenal masyarakat. 4.3.4. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat pemasaran untuk terus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Seperangkat alat tersebut diklasifikasikan menjadi
37
empat kelompok yang disebut 4P dalam pemasaran, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion) (Kotler, 1997). 1. Strategi Produk Strategi produk adalah suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk dilakukan agar perusahaan selalu menjaga mutu produk yang dihasilkan, sehingga mampu bersaing dengan produk lain yang sejenis. Strategi yang dilakukan pada produk yang ditawarkan mencakup kualitas (mutu), desain kemasan dan jenis produk. Untuk menjangkau pasar yang luas perlu diperhatikan kualitas yang diberikan oleh produk cokelat batangan yang dipasarkan. Kemasan dan label yang terjamin dari kerusakan produk akan mendorong konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Konsep pemasaran yang diterapkan adalah menggunakan konsep produk, dimana dalam pelaksanaannya sangat mengutamakan keunggulan produk sehingga produk diharapkan mampu bersaing dipasaran. Beberapa keunggulan produk cokelat batangan ini, antara lain: Pada proses produksinya menggunakan bahan baku berupa lemak cokelat yang berkualitas sehingga menghasilkan produk cokelat batangan yang memiliki cita rasa yang khas dan nikmat untuk dikonsumsi. Dengan menggunakan bahan baku berupa lemak cokelat, maka cokelat batangan yang dihasilkan apabila dikonsumsi tidak menyebabkan sakit di tenggorokan (aman untuk dikonsumsi). Cokelat batangan ini juga mudah meleleh di lidah ketika dikonsumsi. Strategi yang dapat diterapkan adalah melakukan pencampuran bahan dengan menggunakan lemak cokelat sehingga menghasilkan produk cokelat batangan yang memiliki nilai tambah yang tinggi apabila dibandingkan dengan cokelat batangan yang dibuat dari bahan lemak kelapa sawit. Hal ini merupakan salah satu keunggulan cokelat batangan yang harus tetap dipertahankan oleh perusahaan agar dapat menarik perhatian konsumen. Bentuk produk akhir dari cokelat batangan ini adalah berbentuk padat. Strategi lain yang harus juga diterapkan adalah dengan mengemas cokelat batangan dengan kemasan yang unik dan praktis dengan takaran tertentu agar lebih praktis ketika dikonsumsi oleh konsumen. Berat satu kotak cokelat batangan kurang lebih 120 gram dengan berat satu buah cokelat batangan sebesar 12 gram dengan bentuk cokelat yang bervariasi. Produk ini dikemas dengan kemasan primer (tray) berupa poly propylene (PP) berukuran 3.75 cm x 3.5 cm x 2.4 cm. Cokelat batangan yang telah terbungkus kemasan primer dimasukkan ke dalam kemasan sekunder (kotak cokelat) yang berasal dari bahan glossy dengan ukuran 15 cm x 10.5 cm x 2.4 cm ditambah dengan tutup kertas berlapis alumunium sebagai penutup tray dimana tutup tersebut berfungsi agar cokelat batangan tidak mudah meleleh, dan pada kemasan tersebut terdapat keterangan nama merk produk, tanggal produksi, masa kadaluarsa, kandungan gizi, dan sebagainya. Dalam satu kemasan sekunder terdapat 12 buah cokelat batangan yang sebelumnya telah diletakkan pada kemasan primer (tray). Kemasan tersier berupa kardus yang terbuat dari karton dengan ukuran 31.5 cm x 30 cm x 19.2 cm yang memuat 48 kotak (kemasan sekunder), sehingga dalam satu kemasan tersier (dus) terdapat 576 buah cokelat batangan. Tampilan cokelat batangan beserta kemasannya dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.
Strategi Harga
Menentukan harga suatu produk merupakan keputusan penting dari perusahaan, karena harga adalah satu-satunya variabel strategi pemasaran yang secara langsung menghasilkan pendapatan. Umumnya harga yang ditetapkan perusahaan akan berada pada suatu titik antara harga yang terlalu
38
rendah dan harga yang terlalu tinggi. Biaya produk menentukan harga terendah dan persepsi konsumen terhadap nilai produk menentukan harga tertinggi. Perusahaan harus dapat menentukan harga diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga yang paling baik. Menurut Kotler (2000) salah satu metode dalam penetapan harga yaitu harga margin. Dalam menentukan harga cokelat batangan digunakan metode harga margin. Dipilihnya metode tersebut karena dari sisi penjual memiliki kepastian yang lebih besar mengenai biaya daripada megena permintaan. Penjual tidak harus terlalu sering melakukan penyesuaian terhadap perubahan permintaan, dan jika semua perusahaan dalam industri menggunakan metode ini, maka harga akan cenderung sama dan persaingan harga akan minimal. Namun kelemahan dari metode ini adalah harga margin hanya berjalan jika benar-benar membawa ke tingkat penjualan yang dikehendaki dan penjual tidak memanfaatkan pembeli ketika permintaan pembeli tinggi Seperti diketahui kelemahan utama dari cokelat batangan sekarang adalah rendahnya konsumsi cokelat nasional dan harga cokelat batangan dengan menggunakan bahan baku lemak cokelat relatif mahal dibandingkan dengan cokelat batangan dengan menggunakan bahan baku dari lemak kelapa sawit. Tingginya harga tersebut disebabkan karena masih tingginya harga bahan baku dan harga untuk memproduksi cokelat batangan. Strategi yang dapat diterapkan untuk mempengaruhi harga adalah berkaitan dengan pengaruh kapasitas produksi cokelat batangan yang bersangkutan. Kapasitas produksi dari cokelat batangan dapat berpengaruh terhadap biaya produksi cokelat batangan tersebut. Oleh karena itu, strategi yang dapat diterapkan adalah harus tepat guna dalam memproduksi cokelat batangan, baik untuk penggunaan mesin dan peralatan maupun penggunaan bahan baku dan bahan tambahan, diusahakan untuk seefisien mungkin guna menghasilkan output yang tinggi sehingga biaya produksi yang dikeluarkan rendah serta harga jual ke konsumen dapat ditekan sehingga dapat bersaing dengan industri cokelat lainnya. Harga akhir produk cokelat batangan dalam satuan per kotak adalah sebesar : Harga pokok
=
biaya tetap rata-rata + biaya variabel rata-rata kapasitas penjualan rata-rata
= Rp. 14.855.252.260 / 1.896.152 = Rp. 7.834 Harga jual
= Harga pokok + Margin 20% = Rp. 7.834 + Rp 1.567 = Rp. 9.401 ~ Rp. 9.500 / kotak*
Keterangan : *: 1 kotak (120 gram) = 12 buah cokelat batangan
Penentuan harga cokelat batangan ini dengan menggunakan metode cost-plus, dimana perhitungan penentuan harga dilakukan dengan menghitung biaya ditambah dengan margin keuntungan yang dikehendaki oleh perusahaan. Rencana harga jual produk ini ditentukan dengan memperhitungkan persentase keuntungan yang hendak diraih yaitu sebesar 20% dari harga pokok produksi (HPP). Dengan margin keuntungan sebesar 20% dihasilkan harga jual cokelat batangan per kotak (120 gram) adalah Rp. 9500.
39
3. Strategi Tempat Menurut Kotler (2000) saluran pemasaran dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang saling tergantung satu dengan yang lainnya serta terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan. Saluran pemasaran dicirikan dengan jumlah tingkat saluran. Produk cokelat batangan sebagai barang konsumsi memiliki tipe saluran tersendiri untuk memasarkan produk tersebut kepada konsumen. Terdapat beberapa alternatif saluran pemasaran yang dapat digunakan dalam memasarkan produk cokelat batangan. Pertama, perusahaan dapat membentuk suatu tim penjual produk cokelat batangan yang menawarkan dan menjual secara langsung produk ini kepada konsumen yang menyukai produk olahan cokelat khususnya cokelat batangan. Kedua, perusahaan menggunakan counter khusus cokelat yang berdekatan dengan lokasi produksi dengan maksud meminimalisir biaya transportasi pemasaran dan memperkuat image positioning. Namun, pada tahap penetrasi pasar pada awal produksi dilakukan alternatif pertama, yaitu memasarkan langsung melalui tim penjual yang dibentuk oleh perusahaan. Hal ini dilakukan karena produk cokelat batangan yang dibuat masih dalam jumlah terbatas dan kegiatan pemasaran yang digunakan adalah perusahaan ke konsumen tertentu sehingga dibutuhkan komunikasi langsung antara penjual dengan pembeli. Pemilihan strategi ini mengharuskan perusahaan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pemasaran produk cokelat batangan yang dihasilkan, diantaranya pembentukan tim penjual, tempat persediaan produk, dan strategi pemasaran. 4.
Strategi Promosi
Promosi adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa kepada calon konsumen dengan tujuan menarik calon konsumen untuk membeli atau mengkonsumsinya, dengan adanya promosi produsen atau distributor mengharapkan adanya kenaikan angka penjualan. Menurut Kotler (1997), bauran promosi terdiri dari lima cara utama, yaitu : 1. Periklanan, yaitu semua bentuk presentasi non personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor yang ditunjuk dengan mendapat pembayaran. 2. Promosi penjualan, yaitu insentif jangka panjang untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli produk dan jasa. Promosi penjualan terdiri dari cara promosi pelanggan (sampel, kupon, penawaran pengembalian uang, potongan harga premi, hadiah, hadiah langganan, percobaan gratis, garansi, promosi gabungan, promosi silang, tampilan di tempat pembelian dan demonstrasi), promosi perdagangan (potongan harga, tunjangan iklan, dan pajangan barang gratis), dan promosi bisnis dan wiraniaga (pameran perdagangan, kontes bagi wiraniaga, dan iklan khusus). 3. Pemasaran langsung melalui penggunaan surat, telepon, dan alat penghubung non personal lainnya untuk berkomunikasi dengan atau mendapatkan respon dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu. 4. Penjualan personal, yaitu interaksi langsung antar satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan melakukan pembelian. 5. Hubungan masyarakat dan publisitas melalui berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau produk individualnya. Kegiatan promosi produk cokelat batangan dilakukan secara terus menerus untuk mengingatkan dan meyakinkan pembeli bahwa produk yang dijual dapat memberikan kepuasan dan memenuhi kebutuhan bagi konsumennya.
40
Tujuan promosi untuk industri cokelat batangan ini antara lain: Menyebarkan informasi dan membantu memperkenalkan produk cokelat batangan dari dalam negeri dengan banyak keunggulannya kepada target pasar potensial. Mengingatkan kembali kepada pelanggan mengenai manfaat dan peranan keberadaan produk di pasar. Untuk mendapatkan kenaikan penjualan dan profit dari produk cokelat batangan itu sendiri. Untuk mendapatkan pelanggan baru dan menjaga kesetiaan pelanggan terhadap produk cokelat batangan. Untuk menjaga kestabilan penjualan produk cokelat batangan ketika terjadi lemah pasar. Membedakan serta mengunggulkan produk cokelat batangan dibanding produk pesaing. Membentuk citra produk cokelat batangan di mata konsumen sesuai dengan yang diinginkan. Strategi pemasaran yang paling tepat digunakan strategi penjualan langsung ke konsumen karena target pasar produk cokelat batangan (milk chocolate) ini adalah konsumen yang menyukai produk olahan cokelat khususnya cokelat batangan. Hal utama yang dipertimbangkan dalam strategi pemasaran langsung ke konsumen cokelat adalah spesifikasi cokelat batangan yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan konsumen tersebut dimana kebutuhan akan cokelat yang terbuat dari cokelat asli (pasta cokelat dan lemak cokelat) sehingga tidak menimbulkan kegemukan apabila di konsumsi secara rutin. Strategi penjualan dilakukan melalui promosi dengan mengutamakan metode penjualan personal melalui presentasi produk, pertemuan penjualan, komunikasi melalui media elektronik (telepon, fax, email), program intensif, pemberian sample kepada konsumen dan pelanggan, pemberian kartu nama produk cokelat batangan kepada setiap konsumen yang membeli produk ini, dan melalui pameran dagang dan pameran cokelat nasional. Selain itu, promosi produk ini juga dapat dilakukan melalui website yang telah dibuat sendiri oleh perusahaan. Dalam melakukan promosi produk cokelat batangan akan dilakukan dua cara, yaitu melakukan penjualan dengan menjual sendiri menggunakan tenaga penjual yang dimiliki oleh perusahaan dan menjual produk dengan bekerja sama dengan UKM makanan yang berada di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Konsumen dari industri cokelat batangan ini merupakan konsumen di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat yang menyukai cokelat khususnya cokelat batangan dengan kualitas cokelat asli dengan tambahan susu sapi segar dan tidak mengandung banyak gula sehingga tidak menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan dan tidak menimbulkan kegemukan. Oleh karena itu, terdapat tiga tahapan untuk memperkenalkan kepada konsumen yang dimulai dari menarik perhatian (awareness), setelah itu tumbuh minat (interest), kemudian berkehendak (desire) untuk melakukan pembelian produk tersebut. Di Indonesia, produk cokelat batangan sudah lama dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat, namun cokelat batangan yang dikonsumsi berasal dari bahan baku bubuk cokelat dan lemak nabati yang apabila dimakan terasa sakit ditenggorokan, sehingga perusahaan perlu melihat peluang pasar utama. Selain itu, mayoritas cokelat batangan yang berada dipasaran berasal dari impor. Sehingga untuk memperoleh pasar perlu diciptakan pasar pengguna cokelat batangan dengan cokelat asli serta memperkenalkan produk yang dibuat pada pasar dengan menciptakan citra produk pada benak konsumen sebagai produk makanan yang memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh para pengguna.
41
V. RENCANA TEKNIK DAN TEKNOLOGI 5.1. Bahan Baku 5.1.1. Spesifikasi Bahan Baku Salah satu faktor produksi penting yang dikaji dalam rencana bisnis pendirian industri adalah bahan baku. Spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan menunjang kebutuhan informasi untuk mendapatkan bahan baku selama proses produksi berlangsung. Kakao Indonesia memiliki kualitas yang baik apabila dilakukan fermentasi dengan benar sehingga mencapai cita rasa yang setara dengan kakao yang berasal dari Pantai Gading atau Ghana. Selain itu, Indonesia mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus, yaitu “light breaking effect”, “hard butter” (tidak mudah meleleh) yang cocok apabila dipakai untuk blending. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi cokelat batangan antara lain lemak cokelat, pasta cokelat (cocoa liquor), susu sapi segar (fresh milk). Bahan baku berupa lemak cokelat dan cocoa liquor diperoleh atau disuplai dari industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia yang menghasilkan produk setengah jadi yaitu PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang dengan kapasitas terpakainya sebesar 80.000 ton/tahun. Sedangkan susu sapi segar (fresh milk) diperoleh atau disuplai dari peternak sapi yang berada di daerah Cijeruk, Kabupaten Bogor. Kapasitas produksi susu yang dihasilkan di daerah ini adalah sebesar 9.434.880 liter/tahun dari jumlah populasi sapi perah yang tersedia sebesar 1.638 ekor. Industri cokelat batangan membutuhkan bahan baku berupa lemak cokelat dan pasta cokelat sebesar 144 ton/tahun, sedangkan susu sapi segar sebesar 72.000 liter/tahun. Hal ini dapat dikatakan bahwa BT. Cocoa dan peternak sapi di Cijeruk, Bogor dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri cokelat batangan tersebut. Selain itu dengan menggunakan bahan baku lokal, maka biaya distribusi bahan baku dapat menurunkan biaya produksi serta harga bahan baku langsung dari produsen akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga dipasaran. 1. Pasta cokelat (cocoa liquor) Bahan baku berupa pasta cokelat yang digunakan adalah jenis cocoa liquor 500 A dan cocoa liquor 1000 A. Pemilihan jenis pasta cokelat ini berdasarkan perbedaan tingkat warna dari pasta cokelat tersebut. Jenis cocoa liquor 500 A memiliki warna pasta cokelat yang lebih muda dibandingkan dengan cocoa liquor 1000 A, sehingga warna cokelat batangan (milk chocolate) yang dihasilkan akan terlihat berbeda tergantung dari pasta cokelat yang digunakan dalam proses produksinya. Pasta cokelat dihasilkan dengan menggiling nib dari kakao (inti biji kakao) menjadi cairan yang halus. Pasta kakao yang dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 300 kg per hari. Bahan baku ini diperoleh dari PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang dengan harga Rp. 50.000/kg. 2. Lemak cokelat (cocoa butter) Lemak cokelat merupakan lemak nabati alami. Lemak cokelat mempunyai warna putihkekuningan dan mempunyai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu o
0
25 C, mencair pada temperatur 27 – 33 C dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin. Lemak coklat mempunyai tingkat kekerasan (pada suhu kamar) yang berbeda, bergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak coklat dari Indonesia, mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan lemak coklat asal Afrika Barat. Sifat ini sangat disukai oleh pabrik makanan cokelat karena produknya tidak mudah meleleh saat didistribusikan ke konsumen. Lemak cokelat dihasilkan melalui pengepresan cocoa liqour. Jumlah lemak dalam biji kakao, berkisar antara 50-60%. Lemak kakao yang dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 200 kg per hari. Bahan
42
baku ini diperoleh dari PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang dengan harga Rp. 85.000/kg. 3. Susu sapi segar (fresh milk) Susu adalah salah satu bahan makanan yang bergizi tinggi. Kandungan gizinya lengkap dengan sifat gizi yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Susu untuk bahan pembuatan cokelat batangan (milk chocolate) ini adalah susu yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi. Komponen-komponen penting dalam air susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa, enzim, dan beberapa mikroba. Umumnya susu mengandung air 87,1 persen, lemak 3,9 persen, protein 3,4 persen, laktosa 4,8 persen, abu 0,72 persen, dan vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E, dan K. Susu harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kebersihan, karena susu merupakan media yang paling baik bagi perkembangbiakan mikroba. Susu juga mudah pecah dan rusak bila penanganannya kurang baik, serta masa simpannya relatif singkat. Untuk menangani masalah tersebut, maka langkah yang paling tepat adalah dengan mengawetkan susu untuk memperpanjang masa simpannya. Susu sapi segar yang dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 250 liter per hari. Bahan baku diperoleh dari peternak sapi yang berada di daerah Cijeruk, Kabupaten Bogor dengan harga Rp. 7.500/liter. 4. Gula pasir Gula yang digunakan dalam pembuatan cokelat batangan (milk chocolate) adalah gula pasir yang sangat halus. Dinamai demikian karena ukuran butirannya sangat kecil sehingga dapat ditaburkan dari wadah berlubang-lubang kecil. Karena kehalusannya, gula ini lebih cepat larut dibandingkan gula putih pada umumnya. Gula ini tidaklah sehalus gula bubuk yang dihaluskan secara mekanis (dan biasanya dicampur dengan sedikit pati untuk menghindari penggumpalan). Gula pasir yang dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 250 kg per hari dengan harga sebesar Rp. 13.000/kg. 5.1.2. Ketersediaan Bahan Baku Ketersediaan bahan baku yang baik akan dapat menjaga keseimbangan proses produksi suatu industri. Kajian mengenai ketersediaan bahan baku dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana peluang ketersediaan bahan baku untuk masa yang akan datang. Menurut Kemenperin (2010), Industri pengolahan kakao di Indonesia berjumlah 16 buah. Beberapa industri pengolahan kakao tersebut antara lain PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang; PT. General Food Industry, Bandung; PT. Davomas Abadi, Tangerang; PT. Industri Kakao Utama, Kendari; PT. Maju Bersama Cocoa Industry, Makasar; PT. Budidaya Kakao Lestari, Surabaya; PT. Cocoa Ventures Indonesia, Medan; dan PT. Trikeson Utama, Garut. Bahan baku berupa pasta cokelat dan lemak cokelat yang digunakan pada industri cokelat batangan (milk chocolate) ini berasal dari industri pengolahan kakao yang menghasilkan produk setengah jadi yaitu PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang. Alasan pemilihan BT. Cocoa dibandingkan dengan industri pengolahan kakao lainnya antara lain BT. Cocoa merupakan industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksinya sebesar 80.000 ton/tahun, lokasinya terletak di Tangerang sehingga mudah dijangkau dengan lokasi pendirian industri cokelat batangan yang akan didirikan di daerah Cijeruk, Bogor (mengurangi biaya pengangkutan bahan baku), industri ini menggunakan 100% bahan baku (biji kakao) lokal yang berasal dari petani kakao lokal dalam bentuk kemitraan dan kualitas produk yang dihasilkan (lemak cokelat dan pasta cokelat) sangat baik. Selain itu bahan baku berupa susu sapi segar (fresh milk) yang digunakan pada industri cokelat batangan (milk chocolate) ini berasal dari peternak sapi perah yang berada di daerah Cijeruk, Bogor.
43
Kapasitas produksi susu yang dihasilkan di daerah ini adalah sebesar 9.434.880 liter/tahun dari jumlah populasi sapi perah yang tersedia sebesar 1.638 ekor, sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan baku berupa susu untuk proses produksi cokelat batangan ini.
5.2. Perencanaan Kapasitas Produksi Kapasitas produksi merupakan kuantitas atau jumlah satuan produk yang seharusnya diproduksi selama satuan waktu tertentu untuk mencapai keuntungan yang optimal dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan kapasitas produksi, yaitu dengan pendekatan pangsa pasar yang mungkin diraih, ketersediaan bahan baku, kapasitas teknologi proses, ketersediaan modal, dan kemampuan teknis. Menurut Sutojo (2000), penentuan kapasitas produksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi proyek yang akan didirikan. Kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi. Komponen tersebut, yaitu perkiraan jumlah penjualan produk di masa yang akan datang atau kemungkinan pangsa pasar yang akan diraih, kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, dan tenaga kerja, serta tersedianya mesin dan peralatan di pasar yang sesuai dengan teknologi yang diterapkan. Selain berdasar pada pertimbangan ketersediaan bahan baku, kemampuan, mesin dan peralatan yang digunakan serta waktu produksi yang tersedia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penentuan kapasitas produksi. Teknologi yang diterapkan pada produk ini adalah teknologi tepat guna karena disesuaikan dengan kebutuhan usaha, kondisi finansial, dan kemampuan pekerja dalam mengoperasikannya. Teknologi tepat guna bertujuan agar proses produksi berjalan dengan efektif dan efisien sehingga menghasilkan produktivitas yang tinggi. Kapasitas dalam pembuatan cokelat batangan ini juga ditentukan berdasarkan kemampuan investasi. Sejauh mana investasi mampu memenuhi target kapasitas produksi yang akan ditetapkan. Berdasarkan pertimbangan daya serap pasar, ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi, dan kemampuan teknis (kapasitas mesin dan peralatan produksi), maka kapasitas yang dipilih adalah mengambil 5% dari pangsa pasar yang tersedia. Penentuan pasar yang diambil sebesar 5% karena cokelat batangan ini tergolong baru yang berada pada siklus produk tahap pengenalan, sehingga diperlukan pengenalan dan pencarian pasar. Nilai 5% dianggap cukup optimis untuk membuka pasar. Apabila mengambil pasar di atas 5%, maka dikhawatirkan pasar yang mampu diraih akan berkurang, namun apabila di bawah 5% terlalu pesimis untuk memulai meraih pasar produk cokelat batangan yang cukup potensial. Target produksi pada tahun pertama pendirian industri cokelat batangan adalah sebesar 1.000 kg (8.334 kotak)/hari. Apabila dalam setahun terdapat 288 hari kerja, maka cokelat batangan yang dihasilkan sebanyak 2.400.192 kotak/tahun.
5.3. Teknologi Proses Produksi 5.3.1. Proses Produksi Proses pengolahan cokelat batangan dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut : 1.
Pencampuran bahan
Pada tahap pencampuran, semua bahan-bahan yang digunakan dikombinasikan sesuai dengan resep, kecuali lemak kakao ditambahkan pada proses conching bersamaan dengan penambahan aroma. Mesin pencampuran yang umum digunakan adalah mill. Prinsip kerja mesin ini adalah berputarnya silinder dasar mesin sebagai tempat adonan dan secara horizontal diikuti oleh perputaran dua roda granit penggilas campuran di atasnya secara vertikal. Namun, dalam rencana bisnis ini, mesin pencampuran, penghalusan, dan conching menggunakan Chocolate Processing Machine.
44
Pencampuran dilakukan selama 20 – 30 menit dengan suhu mesin sekitar 400C dan suhu campuran sekitar 300C. 2.
Penghalusan / pemastaan
Penghalusan adonan mutlak diperlukan agar cokelat batangan yang diperoleh tidak terasa kasar. Partikel-partikel kasar dapat berasal dari gula, pasta kakao maupun susu. Penghalusan yang baik akan menghasilkan ukuran partikel < 65 mesh untuk cokelat susu dan < 35 mesh untuk cokelat gelap. Penghalusan dilakukan selama 15 menit dengan suhu 30 0C. Mesin penghalus umumnya adalah roll mill dengan 5 roll. Pasta adonan dihaluskan pada permukaan dengan memanfaatkan tekanan dan gesekan antar roll. Hasil refining ini adalah adonan yang siap untuk masuk proses conching. 3.
Pematangan dan homogenisasi (conching)
Conching adalah proses pematangan dan homogenisasi adonan yang dilakukan pada waktu 30 menit dengan suhu > 600C. Selama proses ini, terjadi penurunan viskositas adonan, pengurangan bau-bau tidak enak, penurunan kadar air dan peningkatan aroma khas cokelat yang optimum. Lemak kakao ditambahkan pada tahap ini. Kondisi proses pematangan dan homogenisasi sangat tergantung pada bahan adonan serta tujuan akhir hasil olahan. Suhu pematangan dan homogenisasi produk cokelat adalah 49 – 520C jika penggunaan susu kental, 600C jika penggunaan susu bubuk full cream, dan 700C jika menggunakan susu bubuk skim. Proses pematangan dan homogenisasi sangat menentukan mutu produk cokelat batangan yang dihasilkan, sehingga penerimaan konsumen terhadap produk cokelat dan harganya sangat tergantung proses ini. Selama proses pematangan dan homogenisasi, terjadi penurunan kadar air menjadi setengah dari kadar air adonan awal, 25 – 30 % asam volatil menguap dan PH naik dari ± 4,9 menjadi ± 5,7. 4.
Tempering dan Pencetakan
Apabila ingin menghasilkan cetakan yang memuaskan, sebelum melakukan pencetakan, dilakukan proses tempering dimulai dengan mendinginkan adonan selama ± 15-25 menit. Setelah cukup dingin sekitar suhu 25-300C, adonan dimasukkan dalam mesin tempering. Mesin tempering berbejana logam dengan pengaduk yang berputar pada porosnya dan dilengkapi dengan jaket pendingin atau pemanas. Adonan yang mengalami tempering suhunya akan homogen. Milk chocolate membutuhkan suhu adonan siap cetak 30 – 310C sedangkan dark chocolate membutuhkan suhu adonan siap cetak 25 - 300C. Suhu yang terlalu rendah menyebabkan cokelat mudah patah, sedangkan jika terlalu tinggi menyebabkan terjadinya blooming, yaitu pengkristalan lemak kakao pada permukaan cokelat. Setelah dilakukan proses tempering, adonan cokelat dimasukkan ke dalam mesin pencetak cokelat batangan (moulding plant) untuk dilakukan proses pencetakan. Pencetakan dilakukan selama 15 – 25 menit dengan suhu campuran sekitar 300C. Pencetakan bertujuan untuk memperoleh cokelat batangan dengan bentuk, kenampakan, dan ukuran yang menarik. Cetakan dapat terbuat dari logam atau plastik. 5.
Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan setelah produk cokelat melalui proses pencetakan dan sebelum dilakukan pengemasan. Pendinginan dilakukan selama 12-24 jam pada suhu 15 – 210C (cokelat masih berada dalam cetakan). Selanjutnya, cokelat dikeluarkan dari cetakan dan siap untuk dikemas.
45
Pendinginan dilakukan pada ruangan dingin dan kering (ruangan ber-AC), dengan tujuan agar produk cokelat tidak rusak atau patah selama proses pengemasan. 6.
Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi hasil olahan akhir cokelat dari pengaruh lingkungan, sehingga mutu hasil olahan tetap baik dan dapat dikonsumsi dalam jangka waktu cukup lama. Pembungkus yang baik untuk produk cokelat adalah aluminium foil. Pengemasan dalam karton, kertas, kardus atau kaleng perlu dilakukan terhadap hasil olahan yang telah terbungkus tersebut. 7.
Penyimpanan
Untuk menjaga mutu cokelat tetap baik, maka setelah pengemasan sebaiknya produk cokelat disimpan selama 1 – 2 minggu pada suhu ± 250 C. Selama penyimpanan ini, terjadi pendewasaan cokelat sehingga tidak lunak pada suhu ruang. 8.
Penyimpanan produk di toko
Penyimpanan di toko sebaiknya pada ruangan yang bebas bau tajam, bersih, tidak lembab dan suhunya < 310 C (suhu mulai mencairnya lemak kakao). Ruang yang ideal adalah ruangan dingin dan kering (ruangan ber-AC). Berikut ini merupakan diagram alir proses produksi cokelat batangan yang dapat dilihat pada Gambar 5.1 :
Cocoa liquor (pasta cokelat), gula pasir, dan susu segar
Pencampuran t = 20-30 menit; T = 300C
Penghalusan atau pemastaan t = 15 menit; T = 300C
Cocoa butter (lemak cokelat)
Pematangan dan homogenisasi t = 30 menit; T = 600C
Tempering t = 15-25 menit; T = 30-310C
Pencetakan t = 15-25 menit; T = 300C
A
46
A
Pendinginan t = 12-24 jam; T = 15-210C
Pengemasan
Cokelat batangan dalam kemasan Gambar 5.1. Diagram alir proses produksi cokelat batangan
5.3.2. Mesin dan Peralatan Pada proses produksi cokelat batangan diperlukan beberapa mesin dan peralatan untuk mendukung proses produksi. Mesin dan peralatan yang digunakan pada proses produksi cokelat batangan antara lain mesin pencampuran, mesin penghalusan, mesin conching, mesin tempering, mesin pencetak cokelat semi otomatis, cetakan cokelat, mesin pengemas cokelat, ruang pendinginan, ruang penyimpanan, dan timbangan digital. 1) Mesin Pengolah Cokelat Mesin pengolah cokelat merupakan mesin pengolahan cokelat otomatis yang berfungsi dalam proses pencampuran, penghalusan, dan pematangan (conching) adonan. Prinsip kerja mesin ini adalah berputarnya silinder dasar mesin sebagai tempat adonan dan secara horizontal diikuti oleh perputaran dua roda granit penggilas campuran di atasnya secara vertikal. Mesin ini terdiri dari dua bagian, yaitu ball mill dan storage tank. Ball mill berfungsi dalam proses pencampuran, penghalusan, dan pematangan adonan, sedangkan storage tank berfungsi sebagai penampung sementara adonan yang telah diproses oleh ball mill yang selanjutnya adonan tersebut akan diproses ke mesin tempering.
Gambar 5.2. Mesin pengolah cokelat (PT. Jupiter Mitra Setia, 2010) Spesifikasi mesin Ball Mill :
Tipe mesin Kapasitas output
: BM - 50 - JMS : 250 kg / 1.5 jam
47
Konsumsi pemanas Dimensi bola baja
: 3.000 watt : 11 mm
Massa pipa / pasokan Struktur pipa
: Lapisan ganda untuk pemanas air : Besi baja (stainless steel) 304
Tangki mesin
: Besi baja (stainless steel) 304
Dimensi Berat
: (1120 x 1080 x 2330) mm : ± 1.200 kg
Kapasitas listrik
: 3 Kw, 380 V, 50 Hz, 3 fase
Spesifikasi Storage Tank :
Tipe mesin
: ST - 400 - JMS
Bahan tangki
: Besi baja (stainlesss steel) 304
Kapasitas output
: 600 kg
Pengontrol panas Dimensi Berat
: Termostat : Ø (1.982 x 2.475) mm : ± 500 kg
2) Mesin Tempering Mesin tempering merupakan mesin yang berfungsi untuk memanaskan dan mendinginkan cokelat yang telah dilakukan proses pencampuran, penghalusan, dan pematangan. Mesin ini bertujuan untuk menstabilkan emulsifikasi cokelat padat dan lemak cokelat. Proses ini memungkinkan cokelat untuk menyusut dengan cepat atau untuk disimpan di suhu ruangan selama beberapa minggu atau beberapa bulan tanpa kehilangan kegurihan dan permukaan cokelat yang mengkilat.
Gambar 5.3. Mesin tempering (PT. Berkat Wahana Saudara, 2011) Spesifikasi mesin : Tipe mesin Kapasitas tangki
: CW 60 : 60 kg cokelat
Kapasitas produksi Fungsi dosis standar
: 200 kg / jam
Kapasitas listrik : 3,5 Kw, 3 fase Teknologi mikroprosesor yang menampilkan suhu digital
48
3) Mesin Pencetak Cokelat Semi Otomatis Mesin pencetak cokelat semi otomatis merupakan mesin yang berfungsi sebagai pencetak cokelat yang sebelumnya telah dilakukan proses tempering (penstabilan cokelat). Tujuan pencetakan agar diperoleh cokelat batangan dengan bentuk, kenampakan, dan ukuran yang menarik.
Gambar 5.4. Mesin pencetak cokelat semi otomatis (PT. Jupiter Mitra Setia, 2010) Spesifikasi mesin:
Tipe mesin Pendingin AC (AC Cooling)
: SAMP - 225 - JMS : Kompresor motor 15 HP, merek Bitzer Type VI, buatan Eropa, lengkap dengan aksesoris
Gulungan kipas / unit pendingin Suhu
: Evaporator, kipas ganda : 0 - 50 C
Depositor otomatis
: 1 unit, 20 s/d 24 pompa piston
Alat penggetar (vibrator) Pemanas
: 2 unit penggetar vertikal dan 1 unit penggetar horizontal : 1 unit saluran pemanas cetakan
Saluran pendingin 1 unit
: Panjang 16 m dengan ketebalan lapisan besi baja 5 mm : Meja pengeluaran (output) dengan panjang 1 m
Konveyor utama Penggerak utama
: Rantai RS 60 dengan beberapa mata rantai : Kecepatan dinamo 2 HP dilengkapi PLC
Ukuran cetakan standar
: (175 x 275 x 24) mm
Kontrol panel
: Dilengkapi pengatur PLC
Dimensi Kapasitas output Kapasitas listrik mesin
: (23.740 x 1.250 x 1.500) mm : ± 300 cetakan / jam : 7,5 Kw, 380 V, 50 Hz, 3 Phase
49
4) Cetakan Cokelat (Moulds) Cetakan cokelat (moulds) merupakan peralatan yang berfungsi sebagai wadah pencetak cokelat yang diletakkan ke dalam mesin pencetak. Cetakan ini terbuat dari campuran kaca dan plastik dengan kualitas tinggi dan mengandung lapisan minyak sehingga ketika cokelat dikeluarkan dari cetakan, maka cokelat tersebut tidak akan lengket dan menghasilkan bentuk cokelat yang sempurna.
Gambar 5.5. Cetakan cokelat (Chocolate World, Belgia, 2011) Spesifikasi cetakan: Jenis cetakan
: Magnet Mould
Dimensi cetakan
: (135 x 275 x 24) mm
Jumlah jenis cetakan
: 300 cetakan
Berat cokelat batangan
: 10 gram
5) Mesin Pengemas Cokelat Mesin pengemas cokelat merupakan mesin yang berfungsi untuk mengemas cetakan cokelat dengan menggunakan bahan kemasan plastik.
Gambar 5.6. Mesin pengemas cokelat (PT. Jupiter Mitra Setia, 2010) Spesifikasi mesin: Kapasitas output
: 100 bungkus / menit
Bahan kemasan Kapasitas listrik
: Plastik : 3,5 Kw, 380 V, 50 Hz, 3 fase
Dimensi Berat
: ± (3000 x 1000 x 1500) mm : ± 1000 kg
50
6) Timbangan Digital Timbangan digital merupakan peralatan yang berfungsi untuk menimbang bahan baku yang akan digunakan untuk memproduksi cokelat batangan agar diperoleh takaran bahan yang sesuai dengan kebutuhan produksi. Bahan baku yang ditimbang antara lain pasta cokelat, lemak cokelat, susu sapi segar, dan gula pasir.
Gambar 5.7. Timbangan digital (PT. Digi Indonesia, 2011) Spesifikasi timbangan digital : Model Kapasitas alat
: DS-560 : 600 kg
Layar Suhu operasi
: LED : -100C s.d 400C
Kelembaban Dimensi layar
: 15% - 85% RH : (214 x 135 x 111) mm
Dimensi alas Kapasitas listrik
: (700 x 800 x 125) mm : 18 W (arus listrik utama); 3 W (saat menggunakan baterai)
5.3.3. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan Mesin dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi cokelat batangan sebagian besar memanfaatkan energi listrik. Pada Tabel 5.1 diperlihatkan jumlah energi listrik yang dibutuhkan oleh mesin dan peralatan pada produksi cokelat batangan.
51
Tabel 5.1. Kebutuhan energi listrik pada mesin dan peralatan produksi cokelat batangan Nama Mesin
Jumlah Mesin
Daya Listrik (kWh)
Jumlah Operasi Per Hari (jam)
kWh/Hari (kWh)
kWh/Bulan (kWh)
kWh/Tahun (kWh)
Mesin pengolah cokelat (Ball Mill)
1
3
6
18
432
5184
Mesin tempering
1
3,5
5
17,5
420
5040
Mesin pencetak cokelat semi otomatis
1
7,5
10
75
1800
21600
Mesin pengemas cokelat
1
3,5
2
7
168
2016
Timbangan digital
1
0,018
1
0,018
0,432
5,184
117,518
2820,432
33845,184
Total
52
5.3.4. Neraca Massa Produksi Neraca massa proses produksi cokelat batangan dapat dilihat pada Gambar 5.8 : Basis adonan = 1.000 kg (1 ton)/hari ; pasta cokelat (cocoa liquor) = 30 %, lemak cokelat (cocoa butter) = 20%, susu segar = 25%, dan gula pasir = 25%
- Cocoa liquor = 300 kg - Gula pasir = 250 kg - Susu segar = 250 kg
Pencampuran 80% 800 kg
Penghalusan atau pemastaan 80% 800 kg
- Lemak cokelat = 200 kg
Pematangan dan homogenisasi 100% 1.000 kg
Tempering 100% 1.000 kg
Pencetakan 100% 1.000 kg
Pendinginan 100% 1.000 kg
Pengemasan 100% 1.000 kg = 8334 kotak
Cokelat batangan dalam kemasan 100% 8334 kotak
Gambar 5.8. Neraca massa proses produksi cokelat batangan
5.4. Penentuan Lokasi Pabrik Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam pendirian suatu industri. Pemilihan lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisisensi
53
perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, pasokan tenaga kerja, dan fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad, 2005). Suatu industri yang lokasinya tidak tepat akan menghadapi persoalan yang terus menerus dan tidak terselesaikan, terutama dalam menghadapi persaingan sehingga kelangsungan hidup dan stabilitas industri tersebut akan selalu mengalami kesulitan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh keputusan yang tepat dalam penentuan lokasi, maka perlu dilakukan pengkajian berbagai faktor yang mempengaruhinya. Lokasi industri yang tepat dapat melayani proses-proses baru, perkembangan teknologi, dan dapat menampung kemungkinan-kemungkinan perluasan industri. Dalam studi ini tidak dilakukan penentuan alternatif lokasi untuk penentuan lokasi pendirian industri cokelat batangan. Pemilihan lokasi pendirian industri cokelat batangan telah ditetapkan di daerah Cijeruk, Kabupaten Bogor. Alasan pemilihan lokasi di daerah tersebut antara lain berdasarkan faktor kedekatan dengan salah satu sumber bahan baku yaitu susu cair segar yang berasal dari peternak sapi, di mana susu merupakan komoditi yang mudah rusak apabila tidak segera diproses lebih lanjut bila dibandingkan dengan lemak cokelat yang memiliki umur simpan dan daya tahan tinggi (tidak mudah rusak) sehingga memperkecil biaya transportasi, tersedia sumber daya manusia yang cukup, infrastruktur mendukung, dan dekat dengan target pasar dan pemasaran. Ketersediaan sumber daya manusia pun menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Pasokan sumber daya yang kompeten dan tenaga kerja tersedia dalam jumlah memadai. Dengan adanya industri cokelat batangan ini, tenaga kerja yang ada di daerah tersebut dapat terserap dan mampu mengurangi tingkat penggangguran. Faktor berbagai biaya seperti biaya transportasi pemasaran, biaya pembelian lahan, dan pembangunan lahan yang lebih rendah. Selain itu, di daerah ini memiliki kekurangan, yaitu kondisi jalan yang tidak terlalu lebar untuk dilalui oleh kendaraan yang besar sehingga dapat mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk distribusi bahan baku dari dan produk jadi menjadi lebih lama.
5.5. Perencanaan Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik Perencanaan tata letak sangat dibutuhkan dalam rangka pendirian suatu pabrik, karena hal ini berhubungan dengan penyusunan letak mesin, peralatan-peralatan produksi, dan ruangan-ruangan dalam pabrik. Pada tahapan proses pendirian industri cokelat batangan, penentuan desain tata letak menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan karena akan membuat proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini mengacu pada Heizer dan Render (2004) yang menyatakan bahwa tata letak merupakan salah satu strategi wilayah yang akan menentukan efisiensi operasi dalam jangka panjang. Tata letak yang efektif dapat membantu sebuah perusahaan mendapatkan strategi yang mendukung perbedaan, harga yang rendah atau respon. Menurut Purnomo (2004) perancangan tata letak pabrik dapat meminimumkan elemen-elemen biaya, seperti biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi lainnya, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perawatan mesin, dan biaya penyimpanan produk jadi. Pada penentuan tata letak pabrik, terdapat tiga tipe tata letak pada pabrik yaitu antara lain adalah: 1. Tata Letak Berdasarkan Produk (Layout by Product) Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses pengerjaan produksi suatu produk dari awal hingga akhir.
54
2. Tata Letak Berdasarkan Proses (Layout by Process) Layout pada jenis tata letak berdasarkan proses memiliki bagian yang saling terpisah satu sama lain dimana aliran bahan baku terputus-putus dengan mesin disusun sesuai fungsi dalam suatu group departemen. 3. Tata Letak Berdasarkan Stationary (Layout by Stationary) Tata letak jenis ini mendekatkan sumber daya manusia (SDM) serta perlengkapan yang ada pada bahan baku untuk kegiatan produksi. Industri cokelat batangan memproduksi satu jenis produk yaitu cokelat batangan (praline). Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah tipe produk. Dalam Layout by Product, mesin-mesin atau alat bantu disusun menurut urutan proses dari suatu produk. Produk bergerak secara terus menerus dalam suatu garis perakitan. Layout by Product akan digunakan apabila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produk yang kontinyu. Tujuan dari Layout by Product pada dasarnya adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya (Purnomo, 2004). Ruangan yang terdapat di industri cokelat batangan ini antara lain gudang bahan baku dan bahan penunjang, ruang produksi, ruang pendinginan, ruang pengemasan, gudang produk jadi, unit pengelolaan limbah, laboratorium, kantor, toilet, dan kantin. Luas ruang produksi adalah sekitar 720 m2. Tata letak ruang produksi adalah sebagai berikut : 1. Mesin pencampuran, pemastaan, dan homogenisasi 2. Mesin tempering 3. Mesin pencetakan Terdapat beberapa pola aliran bahan dalam ruang produksi, yaitu : pola aliran garis lurus jika proses produksinya pendek dan sederhana, pola aliran bentuk “L” jika terdapat keterbatasan pada besar gedung, pola aliran bentuk “U” jika aliran masuk dan keluar pada lokasi yang sama, pola aliran bentuk “O” jika bahan baku dan produk ditempatkan pada satu ruang, dan pola aliran bentuk “S” (zig zag) jika aliran produksi panjang. Aliran bahan yang lancar secara otomastis akan mengurangi biaya dan akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Pola aliran bahan dalam ruang produksi untuk memproduksi cokelat batangan adalah pola aliran bahan berbentuk garis lurus yang bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan pergerakan. Analisa aliran bahan sangat diperlukan dalam merancang suatu tata letak industri atau pabrik. Penentuan aliran bagi manajemen, material, aliran bahan, distribusi fisik dan logistik merupakan salah satu langkah dalam perencanaan fasilitas yang sangat penting terutama penentuan pola aliran bahan. Berikut merupakan pola aliran bahan dalam ruang produksi cokelat batangan yang dapat dilihat pada Gambar 5.9 : 1
2
3
Gambar 5.9. Pola aliran bahan dalam ruang produksi cokelat batangan Keterangan : 1. Mesin pencampuran, pemastaan, dan homogenisasi 2. Mesin tempering 3. Mesin pencetakan
55
Berdasarkan diagram alir proses produksi cokelat batangan, maka dilakukan analisis keterkaitan antar aktivitas untuk menentukan tata letak pabrik. Salah satu alat untuk menganalisa dan merancang keterkaitan antar kegiatan ini disebut Bagan Keterkaitan Antar Kegiatan atau AR-Chart. Keterkaitan antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk bagan dan diagram keterkaitan antar kegiatan yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan (letak atau lokasi) suatu kegiatan (ruang) tertentu dikaitkan dengan kegiatan (ruang) yang lain (Apple, 1990). Dalam merancang hubungan antar kegiatan, maka harus dipertimbangkan faktor penting yaitu persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk kegiatan atau ruang tertentu, karakteristik bangunan, letak bangunan, fasilitas eksternal, dan kemungkinan perluasan. Bagan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.10. Derajat keterkaitan di gambarkan dengan simbol sebagai berikut : A (Absolutely Important) E (Especially Important) I (Important) O (Ordinary) U (Unimportant) X (Undesirable)
: menunjukkan bahwa letak antar suatu kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan dengan kegiatan lain. : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu harus berdekatan. : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu harus cukup berdekatan. : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu tidak harus saling berdekatan. : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu bebas dan tidak saling terkait. : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu tidak boleh saling berdekatan dan harus saling berjauhan.
1.Stasiun penerimaan bahan baku A
2. Gudang bahan baku
O A
3. Ruang produksi
U U
U A
4. Ruang pendinginan
U O
A
5. Ruang pengemasan
O
A
U
X
7. Unit pengelolaan limbah X
8. Laboratorium
U
O
9. Kantor
U
U U
X
X X
U
X X
U
U U
X
X X
E U
U U
U U
U U
U I
O
11. Kantin
X
X
X
U
10. Toilet
U
U
X
U U
U
U U
U U
O
X
X
X X
X
O
6. Gudang produk jadi
U U
U I
12. Tempat parkir
Gambar 5.10. Bagan keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan
56
Penggunaan bagan keterkaitan aktivitas bertujuan untuk merencanakan dan menganalisa keterkaitan antar kegiatan dan informasi yang dihasilkan harus diwujudkan dalam bentuk diagram, yang dibuat dengan bantuan suatu lembar kerja. Bagan keterkaitan antar aktivitas sangat membantu dalam penempatan lokasi pusat kerja atau departemen, penunjukan kegiatan mana yang saling berkaitan, serta sebagai dasar dalam pengalokasian area kegiatan dalam suatu industri. Oleh karena itu, diagram keterkaitan antar aktivitas tersaji dalam bantuan lembar kerja pada Tabel 5.2 : Tabel 5.2. Lembar kerja untuk diagram keterkaitan antar aktivitas Aktivitas 1.
Stasiun penerimaan bahan
Simbol A (6)
E (5)
I (4)
O (3)
U (2)
X (1)
2
12
-
3
4,5,6,8,9
7,10,11
baku 2.
Gudang bahan baku
1,3
-
-
-
4,5,6,8,9,12
7,10,11
3.
Ruang produksi
2,4
-
-
1,5,6,8
9,11,12
7,10
4.
Ruang pendinginan
3,5
-
-
6
1,2,8,9,11,12
7,10
5.
Ruang pengemasan
4,6
-
-
3
1,2,8,9,11,12
7,10
6.
Gudang produk jadi
5
-
-
3,4
1,2,8,9,11,12
7,10
7.
Unit pengelolaan limbah
-
-
-
-
10,12
1,2,3,4,5,6, 8,9,11
8.
Laboratorium
-
-
-
3,9
1,2,4,5,6,10,12
7,11
9.
Kantor
-
-
12
8
1,2,3,4,5,6,10,11
7
10. Toilet
-
-
-
11
7,8,9,12
1,2,3,4,5,6
11. Kantin
-
-
12
10
3,4,5,6,9
1,2,7,8
12. Tempat parker
-
1
9,11
-
2,3,4,5,6,7,8,10
-
Bagan keterkaitan aktivitas di atas dijadikan patokan sebagai perhitungan keterkaitan antar ruang. Diagram keterkaitan antar aktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada (Apple, 1990). Untuk membuat diagram ini dihitung dengan menggunakan metode Total Closeness Rating (TCR). Berikut daftar hasil perhitungan Total Closeness Rating yang dapat dilihat pada Tabel 5.3 :
57
Tabel 5.3. Hasil perhitungan total closeness rating (TCR) untuk menentukan pusat aktivitas 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
TCR
1
0
6
3
2
2
2
1
2
2
1
1
5
27
2
6
0
6
2
2
2
1
2
2
1
1
2
27
3
3
6
0
6
3
3
1
3
2
1
2
2
32
4
2
2
6
0
6
3
1
3
2
1
2
2
30
5
2
2
3
6
0
6
1
2
2
1
2
2
29
6
2
2
3
3
6
0
1
2
2
1
2
2
26
7
1
1
1
1
1
1
0
1
1
2
1
2
13
8
2
2
3
2
2
2
1
0
3
2
1
2
22
9
2
2
2
2
2
2
1
3
0
2
2
4
24
10
1
1
1
1
1
1
2
2
2
0
3
2
17
11
1
1
2
2
2
2
1
1
2
3
0
4
21
12
5
2
2
2
2
2
2
2
4
2
4
0
29
(A=6, E=5, I=4, O=3, U=2, X=1) Analisis nilai TCR digunakan untuk melihat urutan kerja dengan lokasi yang harus berdekatan. Aliran proses diperlukan untuk melihat urutan kerja yang digunakan tata letak ruang industri cokelat batangan. Hasil analisis dari lembar kerja kegiatan keterkaitan aktivitas dan perhitungan nilai TCR menentukan diagram keterkaitan antar aktivitas seperti pada Gambar 5.11 :
58
A
E X1,2,7,8
Kantin 11
I10,13
O11
A
E
A3,5
E
A4,6
E
X7
X7,11
X7,11
Kantor
Ruang pendinginan
Ruang pengemasan
9
4
5
I10,13
O8
A1,3
E
I
O6
A2,4
E
I
O3
A5
E
X7,11,12
X7,11
X7,11
Gudang bahan baku
Ruang produksi
Gudang produk jadi
3
6
2 I
O
A2
E13
I
O1,5,6,8
A
I
O3,4
E
X7,11,12
X7,12
Stasiun penerimaan
Laboratorium
bahan baku
8
1 I
O3
I
A
E1
A
I9,12
O3,9 E
A
E
X
X
X
Tempat parkir
Toilet
Unit pengolahan limbah
12
10
7
O
I
O12
I
O
Gambar 5.11. Diagram keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan
59
Setelah dianalisis hubungan keterkaitan antar aktivitas dan dibuat bagan dan diagram keterkaitan antar aktivitas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan ruang yang diperlukan. Kebutuhan luasan ruang produksi tergantung pada jumlah mesin/peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana lain yang mendukung kegiatan produksi yang bersangkutan. Jumlah mesin atau tenaga kerja tergantung pada tingkat produksi secara keseluruhan dan tingkat produksi pada setiap tahapan kegiatan produksi. Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan mempunyai sistem kerja yang otomatis dan berteknologi tinggi, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak dan harus terampil, ahli dan mengerti dengan baik proses yang berjalan. Pada Tabel 5.4 disajikan kebutuhan ruang produksi. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri cokelat batangan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.4. Kebutuhan ruang produksi No
Jumlah
Nama Ruang
Sub total 2
Total x
Mesin
Operator
(m )
150 %
1.
Stasiun penerimaan bahan baku
-
-
100
150
1.
Gudang bahan baku
-
-
100
150
2.
Gudang produk jadi
-
-
100
150
3.
Ruang produksi
homogenisasi
1
2
20
30
Tempering
1
2
20
30
Pencetakan
1
2
100
150
4.
Ruang pendinginan
1
2
20
30
5.
Ruang pengemasan
1
2
20
30
5
10
480
720
Pencampuran, pemastaan, dan
Total
Area kelonggaran ditentukan sebesar 150 %. Kelonggaran 150 % ini disediakan untuk kegiatan penanganan bahan, pergerakan pekerja dan perawatan, lorong, kolom, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan. Jika jumlah mesin yang akan ditangani operator sudah ditetapkan, maka kebutuhan luas ruang untuk mesin atau peralatan dapat ditentukan. Salah satu metode dalam menentukan luasan ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi, serta luasan untuk melaksanakan proses operasi.
60
Tabel 5.5. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri cokelat batangan No.
Lokasi
1.
Ruang produksi
2.
Ruang non produksi
3.
Luas (m2) 720
a. Kantor
200
b. Laboratorium
100
c. Pengolahan limbah
60
d. Toilet
40
e. Kantin
60
Lain-lain a. Parkir
500
b. Jalan
120
c. Lahan terbuka
200 Total
2.000
61
Gerbang Belakang 10 m Stasiun Penerimaan Bahan Baku dan Penunjang
Ruang Pendinginan
Unit Pengelolaan Limbah
Gudang Bahan Baku dan Penunjang
Ruang Produksi
B
6m
a
8m
Ruang Pengemasan
17 m
a
Toilet
Laboratorium
5m
a
48.0 in. x 24.0 in.
Receptionist
a
Kantor
24.0 in. x 24.0 in.
60 m
Kantin
Gudang Produk Jadi
25 m
6m
10 m
Parkir
a
B
a
Gerbang Depan
80 m Gambar 5.12. Tata letak industri cokelat batangan
62 B
5.6. Aspek Lingkungan Limbah merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam industri yang dapat bersifat merugikan ataupun menguntungkan. Pencemaran pada setiap proses produksi tidak dapat dihilangkan atau dihindari tetapi pencemaran ini dapat dikendalikan sehingga menimbulkan dampak yang seminimal mungkin. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengendalian pada sumbernya. Setelah sumber pencemarnya diketahui, maka dilakukan pengenalan sifat dan karakter pencemar tersebut. Kemudian masing-masing sumber pencemar tersebut dimasukkan dalam suatu daftar dan dilakukan pengelompokan sesuai dengan karakter pencemarannya. Studi aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya. Studi aspek lingkungan hidup dilakukan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL dilakukan agar kualitas lingkungan tidak rusak dengan beroperasinya proyek-proyek industri. AMDAL harus mengacu pada peraturan dan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup setempat studi AMDAL dilakukan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 17 Tahun 2001, tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Kerusakan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini diakibatkan oleh kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak mengindahkan kelestarian alam sekitarnya (Pramudya, 2001). AMDAL terdiri dari 5 dokumen, yaitu PIL (Penyajian Informasi Lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RKL (Rencana Kelola Lingkungan). Tujuan studi AMDAL adalah untuk meminimumkan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif, maka segenap upaya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan uraian kegiatan yang dilakukan oleh pabrik, maka komponen kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap prakonstruksi, tahap konstruksi, tahap operasional dan tahap pasca operasi. Dari setiap tahap ini dilakukan analisis dan penanganan terhadap setiap limbah yang dihasilkan. Untuk penyusunan AMDAL perusahaan menggunakan jasa konsultan yang memiliki sertifikat AMDAL A (dasar-dasar AMDAL) atau B (penyusun) dan perusahaan menggunakan ahli di bidang cokelat batangan. Pemanfaatan limbah akan dapat menunjang pada peningkatan pendapatan industri. Industri cokelat batangan memiliki potensi untuk menghasilkan limbah. Secara garis besar limbah di bagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah yang dihasilkan oleh industri ini relatif kecil bahkan tidak berbahaya bagi lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi cokelat batangan adalah sisa adonan yang tercecer di lantai ketika akan memasukkan adonan cokelat ke dalam mesin pencampuran dan kemasan bahan baku produksi. Limbah padat ini akan terurai secara alamiah dan tidak berbahaya bagi lingkungan, sehingga dapat di buang langsung ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan karena adanya proses pencucian peralatan produksi dan limbah domestik berasal dari kegiatan sanitasi (MCK) pabrik. Limbah sisa produksi dan pencucian alat serta mesin akan melalui proses treatment terlebih dahulu pada pengolahan limbah. Limbah cair domestik yang terdapat dalam pabrik ditangani dengan menggunakan septic tank. Pembangunan Septic tank ini menggunakan beton dengan beberapa sekat dan bidang rembesan. Sekat pada septic tank berfungsi sebagai tempat untuk mengendapkan limbah secara bertahap. Bidang rembesan berfungsi untuk menyerap kotoran yang berasal dari sekat septic tank. Air yang keluar akan menjadi lebih baik kualitasnya. Dampak dari suatu proyek pembangunan baik pada aspek fisik ataupun kimia yang akan berpengaruh pada lingkungan adalah dampak kebisingan, dampak kualitas udara, dampak pada kuantitas dan kualitas air, dampak pada iklim atau cuaca, dan dampak pada tanah. Kebisingan dapat
63
dihasilkan dari konstruksi bangunan saat akan mendirikan sebuah pabrik, selain itu kebisingan diperoleh dari peralatan industri yang digunakan dan pada proses pengolahannya. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menggunakan cara pengolahan yang kurang bising, menggunakan alat-alat yang tingkat kebisingannya lebih rendah, penggunaan pagar dan peredam suara pada bangunan, serta penggunaan alat pelindung telinga untuk mengurangi kebisingan yang didengar oleh pekerja. Pencegahan, penanggulangan dampak negatif dari proses produksi dan pengembangan dampak positif sebagai upaya penanganan dampak dapat dilakukan sebagai berikut : a. Pencegahan dengan menggunakan bahan baku yang tidak atau kurang menghasilkan limbah berbahaya dan beracun yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia. b. Untuk mengatasi kebisingan yang dialami pekerja di lingkungan pabrik maka karyawan disarankan untuk mengenakan pelindung telinga (ear plug). c. Limbah cair hasil dari sisa proses produksi dan sisa pencucian alat atau mesin, serta air kegiatan domestik karyawan akan dialirkan ke saluran air limbah kawasan untuk selanjutnya diolah sebelum dibuang ke badan air penerima. d. Limbah padat yang dihasilkan dari sisa adonan yang tercecer sebaiknya dikumpulkan kembali dalam suatu tempat, selain itu dapat dilakukan pencegahan penceceran dengan melakukan proses produksi dengan hati-hati oleh pekerja. Untuk bahan kemasan bahan baku dan bahan penolong dapat digolongkan menjadi dua, yaitu bekas kemasan bahan tidak berbahaya dan bekas kemasan bahan berbahaya. Bahan kemasan yang tidak berbahaya seperti kertas dan plastik tersebut dikumpulkan di dalam gudang dan secara berkala akan diambil oleh pembeli, sedangkan untuk botol dan jerigen bahan akan dikembalikan kembali kepada pemasok. Bekas kemasan bahan yang berbahaya dikumpulkan ke tempat khusus dan dikirim ke Pusat Penanganan Limbah Industri (PPLI).
64
VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI 6.1. Aspek Legalitas Suatu industri yang didirikan perlu mendapatkan legalitas dari pihak yang terkait, dalam hal ini adalah pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan industri tersebut dan memberikan kemudahan dalam perjalanan melakukan kegiatan usaha, mendapatkan dukungan serta terikat pada kebijakan yang berlaku pada daerah tertentu. Untuk melegalisasi pendirian dan pengoperasian industri cokelat batangan perlu dibentuk menjadi badan usaha. 6.1.1. Badan Usaha Perusahaan yang ada di Indonesia terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi, Firma, Kongsi, Yayasan dan bentuk usaha tetap. Dalam hal pemilikan, bentuk perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran perusahaan, jenis perusahaan, pembagian laba, resiko yang akan ditanggung, pembagian pengawasan dan aturan penguasaan perusahaan. Bentuk badan usaha dari industri cokelat batangan adalah perseroan terbatas (PT). Pemilihan ini dilakukan dengan alasan modal investasi yang dibutuhkan relatif cukup besar. Perseroan terbatas adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta Peraturan pelaksanaannya” (UndangUndang Nomor 40, 2007). Selain itu bentuk badan usaha perseroan terbatas memiliki beberapa keuntungan yaitu : 1. Kewajiban terbatas Tidak seperti Partnership, pemegang saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan. Akibatnya, kehilangan potensial yang terbatas tidak dapat melebihi dari jumlah yang mereka bayarkan pada saham. Tidak hanya mengizinkan perusahaan untuk melaksanakan usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan. 2. Masa hidup abadi Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas modal yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lebih panjang dari aset perusahaan tetap dapat menjadi subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode pertengahan. 3. Efisiensi manajemen Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan ekspansi dan dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada. Selain itu, adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing-masing. 4. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi. 5. Memiliki komisaris yang bertanggung jawab sebagai pengawas.
65
6.1.2. Perizinan Dalam mendirikan perseroan terbatas (PT) diperlukan beberapa langkah perizinan yaitu dengan menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Syarat-syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut : 1. Pendiri minimal dua orang atau lebih (pasal 7 ayat 1). 2. Akta notaris yang berbahasa Indonesia. 3. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (pasal 7 ayat 4). 4. Akta pendirian harus disahkan oleh menteri kehakiman dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (pasal 7 ayat 4). 5. Modal dasar minimal Rp. 50.000.000,00 dan modal disetor minimal 25 % dari modal dasar (pasal 32 dan pasal 33). 6. Minimal satu orang direktur dan satu orang komisaris (pasal 92 ayat 3 dan pasal 108 ayat 3). 7. Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia kecuali PT. penanaman modal asing. Persyaratan material yang harus dipenuhi berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan kepada Notaris pada saat penandatanganan akta pendirian antara lain : 1. KTP dari para Pendiri (minimal dua orang dan bukan suami-isteri). Apabila pendirinya hanya suami-isteri (tidak pisah harta), maka harus ada satu orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri atau pemegang saham. 2. Modal dasar dan modal disetor. 3. Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri. 4. Susunan Direksi dan Komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Sedangkan untuk perizinan perusahaan berupa surat keterangan domisili perusahaan, NPWP perusahaan, SIUP, TDP/WDP dan PKP, maka dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan antara lain : 1. Kartu Keluarga Direktur Utama. 2. NPWP Direksi. 3. Fotokopi Perjanjian Sewa Gedung berikut surat keterangan domisili dari pengelola gedung (apabila kantornya berstatus sewa), sedangkan apabila berstatus milik sendiri, maka diperlukan fotokopi sertifikat tanah dan fotokopi PBB terakhir berikut bukti pelunasannya. 4. Pas foto Direktur Utama atau penaggung jawab ukuran 3x4 sebanyak dua lembar. 5. Foto kantor tampak depan, tampak dalam (ruangan berisi meja, kursi, komputer berikut satu hingga dua orang pegawainya). Biasanya ini dilakukan untuk mempermudah pada saat survei lokasi untuk PKP dan SIUP. 6. Stempel perusahaan.
66
6.1.3. Pajak Industri cokelat batangan tidak terlepas dari kewajiban pajak yang dibebankan, sesuai dengan Undang Undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang menyatakan bahwa yang menjadi subyek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perseroan atau perkumpulan lainnya, Firma Kongsi, Koperasi, Yayasan atau lembaga untuk usaha tetap. Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 Ayat 1b yang menyatakan bahwa pajak penghasilan untuk suatu badan dalam negeri dan bentuk badan usaha sebesar 28%.
6.2. Kebutuhan Tenaga Kerja Analisa kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu aspek dalam menajemen operasi yang perlu direncanakan pada awal proyek. Proses produksi cokelat batangan sebagian besar bahkan hampir keseluruhan dilakukan oleh mesin, namun dalam pelaksanaannya proses produksi tetap dibutuhkan tenaga kerja manusia sebagai operator, pengawas proses produksi, dan beberapa kegiatan produksi yang membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Selain dalam lingkup proses produksi, tenaga kerja dibutuhkan dalam pelaksanaan aktivitas di luar produksi, seperti kegiatan administrasi, kegiatan pemasaran, kegiatan distribusi dan transportasi, serta kegiatan lainnya. Tenaga kerja yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan. Industri cokelat batangan merupakan perusahaan dalam negeri yang baru didirikan sehingga kebutuhan sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting untuk ditetapkan dengan baik. Untuk saat ini perlu dibuat penggolongan pekerja ke dalam golongan tetap, yaitu beberapa orang pekerja mulai dari direktur, manajer, operator, dan staf masing-masing bidang yang telah ditetapkan dan sistem penggajian ditetapkan dengan cara pembayaran berkala setiap bulan. Sedangkan buruh angkut digolongkan ke dalam tenaga kerja tidak tetap. Penentuan jumlah tenaga kerja diperhitungkan dalam mengidentifikasi kegiatan, sifat, dan beban kerja sehingga dapat ditentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Rincian penetapan kebutuhan tenaga kerja disajikan pada Tabel 6.2.
67
Tabel 6.1. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan No. 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
Kegiatan Produksi b. Pencampuran, pemastaan, pematangan dan homogenisasi c. Tempering d. Pencetakan e. Pendinginan f. Pengemasan g. Teknisi pemeliharaan mesin dan peralatan Perencanaan produksi a. Membuat perencanaan produksi minimal 5 tahun ke depan b. Berkoordinasi dengan bagian pemasaran dan logistik untuk mengontrol kontinuitas produksi Administrasi dan keuangan a. Mengkoordinasi laporan administrasi dan keuangan a. Melakukan pembukuan perusahaan Pemasaran a. Membuat perencanaan pasar untuk 10 tahun ke depan (disesuaikan dengan umur proyek) b. Menetapkan sistem pemasaran bagi perusahaan c. Mengikuti pameran-pameran bisnis Logistik dan distribusi a. Memastikan persediaan bahan baku dan produk b. Pendistribusian bahan baku dan produk Keamanan Menjaga keamanan pabrik selama 24 jam (dibagi menjadi 2 shift) Pengawasan mutu
Sifat
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian
2 2 2 2 2 1
Temporer Rutin bulanan
1 1
Rutin harian Rutin harian
1 1
Rutin harian Rutin harian Temporer
1 1 1
Rutin harian Rutin harian
1 2
Rutin harian
4
68
Tabel 6.1. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan (lanjutan) No.
8. a. b. 9.
Kegiatan Melakukan pengawasan terhadap mutu produk yang dihasilkan Kebersihan Membersihkan lingkungan pabrik Membantu para pekerja memaintenance aset perusahaan Supir Mengendarai kendaraan perusahaan untuk kebutuhan di pabrik dan di kantor Jumlah
Sifat Rutin harian
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 2
Rutin harian Rutin harian
2
Rutin harian
4 33
69
Berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga kerja tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat tabel kebutuhan tenaga kerja beserta kualifikasinya yang disajikan pada Tabel 6.3. Tabel 6.2. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri cokelat batangan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Jabatan Direktur Manajer produksi dan QC Manajer administrasi dan keuangan Manajer logistik dan distribusi Manajer pemasaran Staf pemasaran Staf logistik dan distribusi Staf administrasi dan keuangan Operator Laboran Office boy (OB) Keamanan Supir Jumlah
Kualifikasi Pendidikan S1 S1 S1 S1 S1 SMA SMA SMA SMK Mesin SMK Analisis Kimia SMA SMA SMA
Jumlah (Orang) 1 1 1 1 1 2 2 1 11 2 2 4 4 33
Pada perencanaan ini diperkirakan jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah 33 orang. Pada awal pendirian industri, komposisi tenaga kerja terbanyak difokuskan pada bagian pemasaran. Hal ini berkaitan dengan sifat produk yang tergolong baru dan masih berada pada tahap pengenalan, sehingga pemasaran merupakan suatu hal yang penting dalam rangka pengenalan dan pencarian pasar cokelat batangan. Untuk perkembangan perusahaan selanjutnya tidak menutup kemungkinan dilakukan perubahan komposisi tenaga kerja maupun dilakukan rotasi kerja.
6.3. Struktur Organisasi Setelah identifikasi jabatan menghasilkan gambaran yang jelas, kemudian disusun neraca organisasi pengelola operasi. Hal ini dikarenakan penekanan kepada spesialisasi dan efisiensi, maka struktur organisasi operasi pada umumnya disusun atau dikelompokkan berdasarkan fungsi (dengan beberapa variasi seperti organisasi berdasarkan produk atau area). Organisasi lini memberikan kerangka dasar kepada organisasi selanjutnya apabila perusahaan tumbuh dan berkembang. Manajemen operasional industri yang baik akan mampu memenuhi segala kebijakan dan tujuan perusahaan. Tenaga manajemen yang ahli merupakan faktor utama dalam keberhasilan manajemen industri. Menurut Sutojo (2000), tenaga kerja yang tepat dan berkualitas dapat diperoleh dengan mengetahui beberapa hal penting, yaitu uraian jenis pekerjaan atau tugas pokok yang diperlukan untuk menjalankan operasional industri, struktur organisasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugastugas perusahaan secara efisien, persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk mengisi jabatan yang ada untuk mengisi kekurangan ahli. Semua pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan harus dirinci dan didistribusikan semuanya kepada orang-orang yang mampu bekerja di bidang tersebut. Untuk itu harus disiapkan mekanisme koordinasi. Pada perusahaan cokelat batangan yang akan didirikan, setiap pekerjaan didistribusikan kepada pekerja berdasarkan kualifikasi yang dimiliki.
70
Keseluruhan rangkaian kegiatan operasi akan dijalankan oleh beberapa bagian sesuai dengan bidang masing-masing. Secara umum struktur organisasi pada perusahaan cokelat batangan terbagi menjadi beberapa tahapan hirarki, yaitu direktur, beberapa manajer, dan staf. Rencana struktur organisasi perusahaan yang menunjukkan setiap bagian memiliki peranan dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 6.1 : Direktur
Manajer Pemasaran
Staf Pemasaran
Manajer Produksi dan QC
Laboran
Operator
Manajer Logistik dan Distribusi
Manajer Administrasi dan Keuangan
Staf Administrasi dan Keuangan
Staf Logistik dan Distribusi
Office Boy
Keamanan dan supir
Gambar 6.1. Struktur organisasi industri cokelat batangan
6.4. Deskripsi Pekerjaan Agar pembagian tugas dan tanggung jawab menjadi jelas, maka perlu disusun uraian kerja masing-masing posisi sehingga setiap tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap pekerjaan dideskripsikan secara jelas dan diberikan kepada pekerja yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut. Deskripsi tugas dan tanggung jawab disusun untuk memudahkan pekerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan di industri cokelat batangan antara lain : 1. Direktur Direktur bertugas mengelola keseluruhan fungsi perusahaan cokelat batangan yang meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan kegiatan manajer dan staf yang berada di bawahnya. 2. Manajer Pemasaran Manajer pemasaran bertugas memasarkan produk, melaksanakan strategi pemasaran yang ditetapkan, menjalankan kegiatan promosi, dan menjalin kerja sama dengan mitra. 3. Manajer Produksi dan Quality Control (QC) Manajer produksi dan quality control (QC) bertugas melakukan pengawasan dan pelaksanaan kegiatan produksi cokelat batangan, mengawasi kualitas bahan baku dan produk, memelihara dan menjaga sarana produksi, dan melakukan penelitian dan pengembangan produk (research and development) agar mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. 4. Manajer Administrasi dan Keuangan Manajer administrasi dan keuangan bertugas mengkoordinasikan laporan administrasi dan keuangan di dalam perusahaan.
71
5. Manajer Logistik dan Distribusi Manajer logistik dan distribusi bertugas mengelola pengadaan bahan baku dan bahan pembantu, pendistribusian produk, dan mengelola berbagai hal yang terkait dengan pengadaan logistik cokelat batangan. 6. Staf Pemasaran Staf pemasaran bertugas memasarkan produk, melaksanakan strategi pemasaran yang telah ditetapkan, menjalankan kegiatan promosi, dan pameran-pameran bisnis. 7. Staf Logistik dan Distribusi Staf logistik dan distribusi bertugas mengelola pendistribusian produk serta mengatur pengadaan dan pengelolaan bahan baku. 8. Staf Administrasi dan Keuangan Staf administrasi bertugas melaksanakan dan mengawasi kegiatan pencatatan administrasi dan keuangan kantor serta operasional perusahaan. 9. Laboran Laboran bertugas melakukan pengawasan terhadap mutu produk dengan melakukan pengecekan mutu bahan baku, hasil dari tiap tahap produksi, dan produk akhir sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan sesuai dengan arahan dari manajer produksi dan QC. 10. Operator Operator bertugas menjalankan mesin sesuai dengan prosedur yang ada dan memastikan mesin berjalan sesuai dengan kriteria yang sebenarnya. Operator harus selalu melakukan pengawasan terhadap proses produksi dan kinerja mesin agar tidak terjadi penyimpangan produk yang tidak diinginkan. Operator juga melakukan perawatan mesin dan alat-alat produksi. 11. Office Boy (OB) Office boy bertugas membersihkan lingkungan pabrik dan kantor serta membantu para pekerja memelihara aset perusahaan. 12. Keamanan Keamanan bertugas menjaga keamanan perusahaan dengan jumlah jam kerja 24 jam, siang dan malam dengan pembagian waktu kerja menjadi tiga shift. 13. Supir Supir bertugas mengendarai kendaraan perusahaan untuk kepentingan dan kebutuhan baik di pabrik maupun di kantor.
72
VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan perhitungan rencana keuangan diperlukan beberapa parameter yang berasal dari analisis sebelumnya yaitu kapasitas produksi, pangsa pasar, teknologi yang dipakai, pilihan peralatan, jumlah tenaga kerja, fasilitas pendukung, dan proyeksi-proyeksi harga. Rencana keuangan meliputi berbagai perhitungan kriteria investasi yang telah umum digunakan. Kriteria yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP), dan analisis risiko.
7.1. Asumsi Perhitungan Keuangan Rencana keuangan memerlukan beberapa penetapan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi pada saat kajian dilakukan dan didasarkan pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada analisis rencana-rencana yang lain, standar pendirian usaha, dan peraturan yang berlaku. Asumsi dasar yang menjadi perhitungan dalam rencana keuangan digunakan dapat menentukan kelayakan industri cokelat batangan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam rencana keuangan industri cokelat batangan ini, antara lain : a. Rencana keuangan dilakukan dengan biaya investasi untuk pendirian usaha baru. b. Umur investasi diasumsikan selama 10 tahun. c. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek adalah 50% dari nilai awal, nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari nilai awal, nilai sisa perlengkapan kantor dan nilai sisa perlengkapan utilitas adalah 10% dari nilai awal. d. Umur ekonomis peralatan kantor adalah 3 tahun, umur ekonomis perlengkapan utilitas adalah 5 tahun, umur ekonomis bangunan, mesin dan peralatan, serta biaya pra investasi adalah 10 tahun. e. Biaya pemeliharaan adalah 10% dari harga awal. f. Jumlah hari kerja per tahun adalah 288 hari dengan asumsi dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja dan dalam satu minggu terdapat 6 hari kerja. g. Bunga modal diasumsikan sebesar 12%. h. Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk pajak badan, yaitu sebesar 28%. i. Modal kerja dihitung berdasarkan asumsi biaya modal kerja adalah 10% dari penjualan pada tahun berikutnya. j. Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 40%, kapasitas produksi pada tahun kedua adalah 50%, kapasitas produksi pada tahun ketiga adalah 60%, kapasitas produksi pada tahun keempat adalah 70%, kapasitas produksi pada tahun kelima adalah 80%, kapasitas produksi pada tahun keenam adalah 90%, kapasitas produksi pada tahun ketujuh dan seterusnya adalah 100%. k. Proyek dimulai pada tahun ke-0 sedangkan produksi pertama dimulai pada tahun ke-1. Asumsi-asumsi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
73
7.2. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk mendirikan industri cokelat batangan. Biaya investasi yang diperlukan meliputi biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan, pembiayaan kegiatan praoperasi, serta biaya lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik sampai pabrik siap beroperasi. Biaya investasi tetap untuk mendirikan industri cokelat batangan meliputi biaya kegiatan awal (prainvestasi), tanah dan bangunan, fasilitas penunjang, mesin dan peralatan, alat kantor, dan biaya kontingensi. Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 6.737.746.660,-. Kebutuhan biaya investasi tetap adalah Rp. 5.825.673.700.-. Ringkasan biaya investasi tetap dapat dilihat pada Tabel 7.1, sedangkan rinciannya disajikan pada Lampiran 3. Tabel 7.1. Komponen biaya investasi tetap yang dibutuhkan dalam pendirian industri cokelat batangan No. Komponen 1. Biaya prainvestasi 2. Tanah dan bangunan 3. Fasilitas penunjang 4. Mesin dan peralatan 5. Alat kantor Subtotal Kontingensi 10% Total
Nilai Total (Rp) 80.000.000 3.360.000.000 19.000.000 1.725.567.000 111.500.000 5.296.067.000 529.606.700 5.825.673.700
Biaya prainvestasi adalah biaya yang digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan sebelum produksi mulai berjalan. Biaya prainvestasi meliputi studi kelayakan, perizinan, dan akte perusahaan dan pengesahan. Karena berbagai faktor, suatu perkiraan biaya tidak mungkin sepenuhnya tepat. Oleh sebab itu, dalam suatu rencana bisnis biasanya terdapat suatu kontingensi yang disiapkan untuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi. Biaya tanah dan bangunan tergolong tinggi yaitu sebesar Rp. 3.360.000.000,- dikarenakan tanah di daerah Cijeruk, Bogor membutuhkan tambahan biaya untuk dilakukan pematangan tanah dimana kondisi awal tanah tersebut tidak dapat langsung digunakan untuk mendirikan bangunan sehingga diasumsikan harga tanah sebesar Rp. 500.000,-/m2. Biaya kontingensi adalah biaya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga yang diperkirakan akan terjadi seperti bencana alam atau kesalahan perhitungan awal. Selain itu, biaya kontingensi juga disiapkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang mungkin terjadi selama berlangsungnya pelaksanaan rencana bisnis. Menurut Husnan dan Muhammad (2005) modal kerja dapat diartikan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar dengan kata lain modal kerja adalah dana awal yang diperlukan untuk membiayai kebutuhan operasioanal dan produksi pada waktu pertama kali dijalankan. Total biaya modal kerja yang dibutuhkan pada awal pendirian pabrik diasumsikan sebesar 10% dari total penjualan tahun berikutnya. Modal kerja yang dibutuhkan adalah Rp. 912.072.960,-. pada tahun pertama, sedangkan pada tahun kedua sampai tahun keenam membutuhkan tambahan biaya modal kerja sebesar Rp. 228.018.240,-. Pada tahun berikutnya tidak dibutuhkan tambahan untuk modal kerja karena produksi pada tahap sebelumnya sudah mampu terjual dan menutupi biaya modal kerja yang dibutuhkan.
74
7.3. Perhitungan Depresiasi Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat arus kas adalah depresiasi. Depresiasi adalah suatu metode perhitungan akuntansi yang bermaksud membebankan biaya perolehan aset dengan membayar selama periode tertentu dimana aset tersebut masih berfungsi (Soeharto,1995). Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud, misalnya gedung, mesin dan peralatan produksi, dan sebagainya seiring dengan waktu dan penggunaannya. Pada analisis ini metode yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line method). Dimana pada metode garis lurus memperhitungkan umur ekonomis, harga awal, dan nilai sisa. Umur ekonomis merupakan umur pakai mesin atau peralatan sehingga mesin atau peralatan tersebut dikatakan tidak menguntungkan lagi secara ekonomis walaupun sesungguhnya mesin atau peralatan tersebut masih dapat digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai depresiasi setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 340.069.560.-. Rincian perhitungan depresiasi ini disajikan pada Lampiran 4.
7.4. Prakiraan Biaya Produksi dan Penerimaan Biaya yang digunakan dalam rencana keuangan ini dikategorikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya variabel meliputi biaya bahan baku, biaya bahan kemasan, dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak dipengaruhi oleh intensitas kegiatan. Biaya yang termasuk biaya tetap adalah biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya administrasi, biaya promosi dan pemasaran, biaya penyusutan, dan biaya pemeliharaan. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel disajikan pada Lampiran 5 dan perhitungan biaya operasional lengkap disajikan pada Lampiran 6. Prakiraan biaya produksi cokelat batangan (total biaya tetap dan biaya variabel) pada tahun pertama sebesar Rp. 9.081.536.260,-, pada tahun kedua sebesar Rp. 10.561.976.260,-, pada tahun ketujuh dan seterusnya sebesar Rp. 17.964.176.260,-. Prakiraan biaya pada awal-awal produksi memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun ketujuh dan seterusnya, hal ini dikarenakan pada awal produksi kapasitas produksi belum penuh, sedangkan pada tahun ketujuh dan seterusnya kapasitas produksi sudah mencapai 100%. Pada tahun pertama perusahaan memproduksi sebanyak 40% dari kapasitas total. Pada tahun kedua perusahaan memproduksi 50%, pada tahun ketiga perusahaan memproduksi sebanyak 60%, pada tahun keempat perusahaan memproduksi sebanyak 70%, pada tahun kelima perusahaan memproduksi sebanyak 80%, pada tahun keenam perusahaan memproduksi sebanyak 90%, pada tahun ketujuh sampai tahun kesepuluh perusahaan memproduksi dalam kapasitas total sebanyak 100%. Produksi cokelat batangan dilakukan secara bertahap dan tidak langsung dalam jumlah persentase yang besar dikarenakan beberapa alasan, diantaranya produk ini termasuk produk baru dimana membutuhkan waktu untuk pengenalan produk dan kemungkinan dapat terjadi penjualan produk yang tidak terjual seluruhnya, pemasaran (marketing) produk ini belum jelas secara keseluruhan, dan produksinya disesuaikan dengan kapasitas alat dan mesin produksi yang tersedia. Prakiraan penerimaan yang diperoleh pada tahun pertama adalah Rp. 9.120.729.600,-, pada tahun kedua adalah Rp. 11.400.912.000,-, sedangkan prakiraan penerimaan pada tahun ketujuh dan seterusnya adalah Rp. 22.801.824.000,-. Harga dan penerimaan ini dihitung dengan asumsi harga tetap selama periode operasional. Informasi mengenai harga dan perkiraan penerimaan dapat dilihat pada Tabel 7.2 dan informasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
75
Tabel 7.2. Prakiraan penerimaan industri cokelat batangan Tahun ke-
Kapasitas produksi (%)
1
40
2
Produksi cokelat per tahun (kotak)
Total Penerimaan (Rp)
Biaya tetap (Rp/tahun)
Biaya variabel (Rp/tahun)
Harga jual (Rp)
960.077
3.159.776.260
5.921.760.000
9.500
9.120.729.600
50
1.200.096
3.159.776.260
7.402.200.000
9.500
11.400.912.000
3
60
1.440.115
3.159.776.260
8.882.640.000
9.500
13.681.094.400
4
70
1.680.134
3.159.776.260
10.363.080.000
9.500
15.961.276.800
5
80
1.920.154
3.159.776.260
11.843.520.000
9.500
18.241.459.200
6
90
2.160.173
3.159.776.260
13.323.960.000
9.500
20.521.641.600
7
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
8
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
9
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
10
100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
7.5. Proyeksi Laba Rugi Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode yang merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan. Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Jadi dari laporan rugi laba dapat dilihat keuntungan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu tertentu. Laba rugi adalah selisih antara penjualan bersih produk selama satu periode tertentu dengan total biaya selama periode yang sama. Laba bersih yang merupakan pengurangan laba operasi earning before interest and tax (EBIT) dengan pajak. Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 yaitu sebesar 28%, untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih pada proyek bernilai positif pada tahun pertama, hal ini dikarenakan produk cokelat batangan yang dihasilkan merupakan produk yang bernilai tambah tinggi. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan dalam analisis arus kas. Secara sederhana sistematika perhitungan rugi laba adalah sebagai berikut, biaya operasional dijumlahkan dengan biaya-biaya administrasi, penjualan, dan depresiasi sehingga akan didapatkan pendapatan kotor sebelum pajak, kemudian diperhitungkan pengeluaran untuk pembayaran pajak penghasilan sehingga didapatkan pendapatan bersih, yang setelah dikurangi laba ditahan dan ditambahkan depresiasi akan menjadi aliran kas bersih. Penyusunan laporan rugi laba harus dibuat sedemikian rupa agar mudah diikuti urutan jalannya perhitungan dari awal sampai akhir. Pada industri cokelat batangan diperkirakan setiap tahunnya perusahaan akan memperoleh pendapatan bersih setelah dikurangi pajak pendapatan sebesar Rp. 3.483.106.373,- bila beroperasi pada kapasitas produksi penuh. Besarnya proyeksi rugi laba ini dapat dilihat pada Tabel 7.3 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 8.
76
Tabel 7.3. Proyeksi laba rugi penjualan cokelat batangan dalam 10 tahun produksi Tahun ke-
Total Penerimaan (Rp)
Total Pengeluaran (Rp)
1
9.120.729.600
9.081.536.260
39.193.340
10.974.135
28.219.205
2
11.400.912.000
10.561.976.260
838.935.740
234.902.007
604.033.733
3
13.681.094.400
12.042.416.260
1.638.678.140
458.829.879
1.179.848.261
4
15.961.276.800
13.522.856.260
2.438.420.540
682.757.751
1.755.662.789
5
18.241.459.200
15.003.296.260
3.238.162.940
906.685.623
2.331.477.317
6
20.521.641.600
16.483.736.260
4.037.905.340
1.130.613.495
2.907.291.845
7
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
8
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
9
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
10
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
EBIT (Rp)
Pajak Penghasilan (Rp)
Laba Bersih (Rp)
7.6. Proyeksi Arus Kas Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran arus kas proyek dikelompokan menjadi tiga, yaitu aliran kas awal (initial cash flow), aliran kas periode operasi (operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow) (Soeharto, 2000). Aliran kas masuk terdiri dari laba bersih dan depresiasi (operational cash flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow), dan nilai sisa investasi (terminal cash flow). Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan dapat dilihat pada Tabel 7.4 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 9.
77
Tabel 7.4. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan Tahun ke-
Total Kas Masuk (Rp)
Total Kas Keluar (Rp)
Aliran Kas Bersih (Rp)
0
0
(6.737.746.660)
(6.737.746.660)
1
368.288.765
(228.018.240)
140.270.525
2
944.103.293
(228.018.240)
716.085.053
3
1.519.917.821
(328.368.240)
1.191.549.581
4
2.095.732.349
(228.018.240)
1.867.714.109
5
2.671.546.877
(1.781.028.540)
890.518.337
6
3.247.361.405
(328.368.240)
2.918.993.165
7
3.823.175.933
0
3.823.175.933
8
3.823.175.933
0
3.823.175.933
9
3.823.175.933
(100.350.000)
3.722.825.933
10
3.823.175.933
4.855.214.100
8.678.390.033
7.7. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP), analisis sensitivitas, dan risiko nilai tukar. Perhitungan kriteria-kriteria ini didasarkan pada aliran kas bersih (net cash flow) pada proyeksi arus kas. Bunga modal yang digunakan sebesar 12%. Berdasarkan proyeksi arus uang tersebut dapat dihitung berbagai kriteria investasi. 7.7.1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya dari suatu proyek investasi. Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan bersih selama 10 tahun setelah dikalikan discount factor yang dihitung pada masa kini. Berdasarkan investasi metode NPV, suatu investasi dikatakan layak untuk dijalankan jika nilainya lebih besar dari nol. Rincian mengenai perhitungan NPV industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 10, nilai NPV menunjukkan angka positif, yaitu Rp. 5.387.822.787,- pada discount factor 12% per tahun dengan umur investasi 10 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanam perusahaan sepanjang 10 tahun ke depan memperoleh manfaat bersih menurut nilai uang sekarang sebesar Rp. 5.387.822.787,-. Perhitungan rinci untuk memperoleh nilai NPV tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. 7.7.2. Internal Rete of Return (IRR) Internal Rete of Return (IRR) adalah discount factor pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka sebagai patokan dasar pembanding adalah discount factor, yaitu ditetapkan sebesar 12%. Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan discount factor, maka usaha dinyatakan layak. IRR pada industri ini sebesar 22%
78
yang berarti bahwa pendirian pabrik cokelat batangan layak untuk dilaksanakan. Perhitungan nilai IRR dapat dilihat pada Lampiran 10. 7.7.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio, yaitu suatu perbandingan nilai kini arus manfaat bersih dibagi dengan nilai sekarang arus biaya bersih. Analisis ini merupakan perbandingan antara jumlah present value dari net benefit yang bernilai negatif. Suatu investasi dikatakan layak apabila hasil perhitungan Net B/C nya lebih besar atau sama dengan satu. Dari hasil perhitungan Net B/C kegiatan investasi produksi cokelat batangan diperoleh nilai sebesar 1,80, yaitu setiap investasi Rp. 1,- yang dikeluarkan sekarang pada tingkat discount factor 12% akan memperoleh keuntungan bersih Rp. 1,80,-. Perincian nilai Net B/C disajikan pada Lampiran 10. 7.7.4. Payback Period (PBP) PBP merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung dari aliran kas bersih. Masa pengembalian ini dapat diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV yang besar menunjukkan jangka waktu pengembalian investasi yang ditanam semakin cepat. Dalam penentuan PBP dilakukan dengan cara discounted. Dari hasil perhitungan PBP investasi produksi cokelat batangan diperoleh 5,66 tahun yaitu investasi yang ditanam akan kembali setelah sekitar 5 tahun 8 bulan. Perincian PBP dapat dilihat pada Lampiran 10. 7.7.5. Break Even Point (BEP) Titik impas atau Break Even Point atau titik dimana total biaya produksi sama dengan penerimaan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Dalam penentuan BEP dilakukan dengan cara discounted BEP. Titik impas selama umur proyek industri cokelat batangan ini berada pada penjualan saat harga jual cokelat batangan Rp. 8.722,-. Titik impas selama umur proyek dalam bentuk unit, yaitu berada pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652 kotak.
7.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan proyek dibuat berdasarkan sejumlah asumsi yang disebabkan banyaknya faktor ketidakpastian mengenai kondisi dan situasi di masa depan. Perubahan asumsi yang digunakan akan berpengaruh pula terhadap keputusan akan layak atau tidaknya proyek. Karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas yang mengkaji sejauh mana unsur-unsur dalam aspek finansial ekonomi berpengaruh terhadap keputusan yang diambil terhadap perubahan unsur-unsur tertentu. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan harga baik yang terjadi pada sektor penerimaan maupun pengeluaran. Variabel yang diubah pada analisis sensitivitas antara lain harga bahan baku dan harga jual cokelat batangan. Apabila harga bahan baku mengalami peningkatan sebesar 14%, maka industri cokelat batangan ini masih dapat dijalankan namun proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal (berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, dan Net B/C sama dengan 1,00. Namun, apabila terjadi peningkatan harga bahan baku di atas 14%, maka industri ini menjadi tidak layak untuk didirikan. Rincian analisis sensitivitas ditunjukkan pada Tabel 7.5, sedangkan perhitungan analisis sensitivitas ini dapat dilihat pada Lampiran 11.
79
Tabel 7.5. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku Kriteria Kelayakan NPV (Rp) PBP (Tahun) Net B/C IRR (%)
Basis 5.387.822.787 5,66 1,80 22
Naik 14% 0 7,67 1,00 12
Apabila harga jual cokelat batangan mengalami penurunan sebesar 8%, maka industri cokelat batangan ini masih dapat dijalankan (proyek berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, dan Net B/C sama dengan 1,00. Namun, apabila terjadi penurunan harga jual di atas 8%, maka industri ini menjadi tidak layak untuk dijalankan. Rincian analisis sensitivitas ditunjukkan pada Tabel 7.6, sedangkan perhitungan analisis sensitivitas ini dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 7.6. Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan Kriteria Kelayakan NPV (Rp) PBP (Tahun) Net B/C IRR (%)
Basis 5.387.822.787 5,66 1,80 22
Turun 8% 0 7,64 1,00 12
7.9. Risiko Nilai Tukar Pertukaran mata uang asing akan mempengaruhi industri cokelat batangan. Hal ini dapat disebabkan oleh harga bahan baku, mesin, dan peralatan produksi yang mengacu pada nilai mata uang asing, yaitu dolar ($). Mata uang asing ini yang selanjutnya akan ditukarkan dengan mata uang domestik yaitu rupiah (Rp) dengan menggunakan sistem tarif pertukaran mata uang asing. Fluktuasi tarif pertukaran ini dapat menimbulkan ketidakpastian operasi usaha. Ketika industri cokelat batangan melakukan pembelian bahan baku berupa pasta cokelat (cocoa liquor) dan lemak cokelat (cocoa butter) serta mesin dan peralatan produksi berupa mesin tempering dan cetakan cokelat, rupiah berada pada nilai tukar dasar Rp. 8.500,-/1 U$ (6 Agustus 2011), laba bersih pada tahun pertama sebesar Rp. 28.219.205,- dan pada tahun kesepuluh sebesar Rp. 3.483.106.373,-. Dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa apresiasi rupiah akan membuat industri ini layak untuk dijalankan. Sebaliknya, depresiasi rupiah akan membuat industri ini cenderung menjadi tidak layak untuk dijalankan. Pada saat nilai rupiah terapresiasi, industri cokelat batangan memiliki nilai NPV positif, IRR lebih besar dari 22%, dan Net B/C lebih dari 1. Sebaliknya, saat nilai rupiah terdepresiasi sebesar 18% terjadi penurunan pada berbagai kriteria kelayakan, namun industri ini masih bisa dijalankan (proyek berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, Net B/C sebesar 1,00, dan rupiah berada pada nilai tukar sebesar Rp. 10.065,-/1 U$. Saat nilai rupiah terdepresiasi lebih dari 18%, industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk dijalankan. Rincian analisis sensitivitas ini dapat dilihat pada Tabel 7.7. Rincian perhitungan analisis sensitivitas terhadap depresiasi rupiah dapat dilihat pada Lampiran 13.
80
Tabel 7.7. Analisis sensitivitas terhadap risiko nilai tukar
No. 1.
2.
Komponen Bahan baku a. Pasta cokelat (cocoa liquor) b. Lemak cokelat (cocoa butter) Mesin produksi a. Tempering b. Cetakan cokelat
Harga Awal (Rp)
Harga Depresiasi (Rp)
Harga (U$)
50.000
60.391
6
85.000
100.651
10
253.000.000
299.587.269
29.765
240.000
281.822
28
Asumsi nilai tukar sebelum terdepresiasi = Rp 8.500 / 1 U$ Nilai tukar setelah terdepresiasi = Rp. 10.065 / 1 U$
81
VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Potensi pasar cokelat batangan dilihat dari sisi secara nasional dan potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Target pemasaran cokelat batangan ini lebih ditujukan pada konsumen dalam negeri, yaitu perempuan khususnya masyarakat di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kelompok usia remaja dan dewasa yang menyukai produk cokelat batangan dengan kualitas cokelat asli, tidak mengandung banyak gula sehingga tidak menimbulkan kegemukan dengan kemasan yang menarik. Pabrik cokelat batangan yang akan didirikan memiliki kapasitas produksi 1000 kg (8.334 kotak) per hari. Bahan baku berupa lemak cokelat dan cocoa liquor diperoleh dari industri pengolahan kakao yang menghasilkan produk setengah jadi yaitu PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang. Sedangkan susu sapi segar (fresh milk) diperoleh dari peternak sapi yang berada di daerah Cijeruk, Kabupaten Bogor. Berdasarkan informasi yang tersedia, diperkirakan pasokan bahan baku cokelat batangan untuk industri dapat terpenuhi. Cokelat batangan akan dijual dengan harga Rp. 9.500 per kotak. Industri cokelat batangan akan didirikan di Cijeruk, Bogor. Industri cokelat batangan yang akan didirikan memiliki bentuk badan usaha perseroan terbatas. Kebutuhan tenaga kerja untuk menjalankan industri cokelat batangan adalah 33 orang dengan kualifikasi sesuai dengan spesifikasi kerja yang menjadi tanggung jawab masing-masing pekerja. Dari hasil analisis lingkungan, industri cokelat batangan menghasilkan limbah berupa limbah cair dan padat yang tidak menimbulkan bahaya. Limbah yang dihasilkan diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke lingkungan. Total keseluruhan biaya investasi sebesar Rp. 6.737.746.660,- yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp. 5.825.673.700,- dan biaya modal kerja sebesar Rp. 912.072.960,- pada tahun pertama. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa industri cokelat batangan ini layak untuk didirikan. Berdasarkan penghitungan kriteria investasi, diperoleh nilai NPV industri ini sebesar Rp. 5.387.822.787,-, nilai IRR-nya sebesar 22%, nilai Net B/C-nya sebesar 1,80. Payback Period industri ini adalah sekitar 5 tahun 8 bulan. Titik impas selama umur proyek industri cokelat batangan berada pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652 kotak. Dari analisis sensitivitas, industri ini masih layak untuk dijalankan dengan maksimum kenaikan harga bahan baku sebesar 14%, dan penurunan harga jual cokelat batangan maksimum sebesar 8%. Dari analisis risiko pertukaran mata uang asing, depresiasi rupiah akan menyebabkan penurunan laba bersih, sebaliknya apresiasi rupiah akan menyebabkan peningkatan laba bersih. Depresiasi rupiah lebih besar dari 18% akan menyebabkan industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk dijalankan.
8.2. Saran Berbagai informasi yang didapat dari rencana bisnis pendirian industri cokelat batangan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, khususnya investor dalam merealisasikan pendirian industri cokelat batangan di Bogor. Adapun saran yang perlu dipertimbangkan untuk menyempurnakan penelitian ini adalah perlu dilakukan pengujian pasar (tes pasar) ke konsumen terhadap produk ini. Tes pasar dilakukan terhadap atribut-atribut produk, seperti tingkat kemanisan, bentuk, rasa, warna, dan sebagainya. Dari atribut produk tersebut dapat diketahui keinginan konsumen akan produk ini dan selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap produk ini.
82
DAFTAR PUSTAKA Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Mardiono dan Nurhayati, penerjemah; Sutalaksana I. Z., penyunting. Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan dari : Plant Layout and Material Handling. 3rd Edition. Fly. 2010. Pembuatan Cokelat. http://whitewishes.wordpress.com. [BPS] Badan Pusat Statistk. 2010. Statistika Kependudukan. BPS, Jakarta. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Manfaat Makanan Cokelat. http://www.depkes.id. [Disbun] Dinas Perkebunan. 2010. Peluang atau Prospek Pengembangan Perkebunan. Disbun, Provinsi Jawa Barat. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Peningkatan Mutu Kakao Nasional Menjadi Salah Satu Fokus Kegiatan Gernas Kakao. Ditjenbun, Jakarta. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan. Ditjenbun, Jakarta. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI Press, Jakarta. Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. Maspatiella, dan R. G. C. Varley. 1993. Pengantar Evalusi Proyek. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Heizer, J dan B. Render. 2004. Principle of Operations Management. Ed 7. Pearson Education Inc., New Jersey. Husnan, S. dan S. Muhammad. 2005. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. [ICCO] International Cocoa Organization. 2010. ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XXXVI, No. 3. http://www.icco.org. Kadariah, L., Karlina, dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2010. Volume dan Nilai Ekspor Biji Kakao dan Kakao Olahan. Kemenperin, Jakarta. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2010. Pengembangan Industri Hilir Kakao. Kemenperin, Jakarta. Knight, I. 1999. Chocolate and Cocoa; Health and Nutrition. Blackwell Science, London. Kotler, P. 1995. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Terjemahan. Salemba Empat, Jakarta. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Edisi 9e. Jilid Kedua. PT. Prenhalindo, Jakarta. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketujuh. Jilid Kedua. Terjemahan. UI Press, Jakarta. Michael, M. 2010. Chocolate Bar-Masih Delicious!. http://wisata.kompasiana.com/2010/12/18/Barmasih-delicious.
83
Hamdani, N. 2009. Studi Kelayakan Pendirian Industri Pengolahan Kakao (Theobroma cacao L) Skala Industri Kecil - Menengah (IKM) di Kabupaten Tanggamus, Lampung. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB, Bogor. Nasution, Z., B. Ciptadi dan S. Laksini. 1985. Pengolahan Cokelat. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ong, K. O. 1997. Cocoa Bean Processing – a review. The Planter, 53. 509. Pinson, L. 2003. Anatomy of a Business Plan. Canary, Jakarta. Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Graha Ilmu, Yogyakarta. [Puslit] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2005. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Puslit Kopi dan Kakao, Jember. Smanda, W. 2010. Mengenal Coklat-Couverture, Compound. http://www.cakefever.com/mengenalcoklat-couverture-compound/. [SNI] Standar Nasional Indonesia. SNI Biji Kakao. http://www.deprin.id. Soeharto, I. 2000. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga, Jakarta. Solihin, I. 2007. Memahami Business Plan. Salemba Empat, Jakarta. Sunanto, H. 1999. Cokelat : Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius, Yogyakarta. Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Damar, Jakarta. Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
84
LAMPIRAN
85
Lampiran 1. Tampilan cokelat batangan dan desain kemasan cokelat batangan Cokelat batangan
Kemasan cokelat batangan Kemasan tanpa cokelat batangan
Tampak depan dengan cokelat batangan
Tampak belakang
86
Lampiran 2. Asumsi-asumsi untuk analisis keuangan industri cokelat batangan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
18.
19.
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Variabel Asumsi Umur proyek Hari kerja per bulan Bulan kerja per tahun Jumlah hari kerja per tahun Nilai sisa bangunan dari nilai awal Nilai sisa tanah dari nilai awal Nilai sisa mesin dan peralatan dari nilai awal Nilai sisa perlengkapan utilitas Nilai sisa peralatan kantor Umur ekonomis peralatan kantor Umur ekonomis bangunan Umur ekonomis mesin dan peralatan Umur ekonomis perlengkapan utilitas Umur ekonomis biaya pra investasi Biaya pemeliharaan dari harga Kapasitas produksi (1000 kg) Target kapasitas produksi : a. Tahun 1 b. Tahun 2 c. Tahun 3 d Tahun 4 e. Tahun 5 f. Tahun 6 g. Tahun 7 h. Tahun 8 i. Tahun 9 j. Tahun 10 Kebutuhan bahan baku/hari a. Cocoa liquor b. Lemak cokelat (cocoa butter) c. Gula pasir d. Susu segar (fresh milk) Harga bahan baku a. Cocoa liquor b. Lemak cokelat (cocoa butter) c. Gula pasir d. Susu segar (fresh milk) Harga jual Discount factor Kontingensi Jumlah kemasan primer dan sekunder per hari Jumlah kemasan tersier per hari Harga kemasan primer (tray) dan sekunder (kotak cokelat) Harga kemasan tersier (kardus) Pajak penghasilan
Satuan Tahun Hari Bulan Hari % % % % % Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun % Kotak/Hari
Nilai 10 24 12 288 50 100 10 10 10 3 10 10 5 10 10 8,334
% % % % % % % % % %
40 50 60 70 80 90 100 100 100 100
Kg Kg Kg Liter
300 200 250 250
Rupiah/Kg Rupiah/Kg Rupiah/Kg Rupiah/Liter Rupiah/Kotak % % Kotak Dus
50,000 85,000 13,000 7,500 9,500 12 10 8,334 174
Rupiah/Unit Rupiah/Unit %
1,500 1,000 28
87
Lampiran 3. Perincian kebutuhan investasi pendirian industri cokelat batangan No. 1.
Komponen Biaya Prainvestasi a. Studi kelayakan b. Perizinan c. Akte perusahaan dan pengesahan
Harga Satuan (Rp)
Satuan
1 1 1
Paket Paket Paket
50,000,000 20,000,000 10,000,000
50,000,000 20,000,000 10,000,000 80,000,000
2000 1180
m2 m2
500,000 2,000,000
1,000,000,000 2,360,000,000 3,360,000,000
1 1 1 1 1
Paket Paket Paket Paket Paket
8,000,000 10,000,000 1,000,000 2,000,000 1,500,000
8,000,000 10,000,000 1,000,000 2,000,000 1,500,000 19,000,000
1 1 1 1 300 1 1 7 1
Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
175,000,000 55,000,000 253,000,000 660,000,000 240,000 100,000,000 90,000,000 3,000,000 3,250,000
1
Paket
15,000,000
175,000,000 55,000,000 253,000,000 660,000,000 72,000,000 100,000,000 90,000,000 21,000,000 3,250,000 1,429,250,000 15,000,000 15,000,000
3 2
Unit Unit
439,000 140,000,000
1,317,000 280,000,000 281,317,000 1,725,567,000
12 6 12 2 1 3 1
Unit Unit Paket Unit Paket Unit Unit
4,000,000 1,000,000 4,000,000 500,000 3,000,000 1,500,000 1,000,000
48,000,000 6,000,000 48,000,000 1,000,000 3,000,000 4,500,000 1,000,000 111,500,000 5,296,067,000 529,606,700 5,825,673,700
Total 1 2.
Tanah dan Bangunan a. Tanah b. Bangunan Total 2
3.
4.
5.
Fasilitas Penunjang a. Instalasi listrik b. Instalasi mesin c. Instalasi telepon d. Instalasi air e. Instalasi generator Total 3 Mesin dan Peralatan Mesin Produksi a. Ball mill b. Storage tank c. Tempering d. Semi automatic moulding plant standard e. Cetakan cokelat (moulds) f. Packaging machine g. Genset h. AC (Air Conditioning) i. Timbangan digital Sub Total 1 Peralatan Laboratorium Sub Total 2 Perlengkapan Utilitas a. Tabung pemadam kebakaran b. Kendaraan Sub Total 3 Total 4 Alat Kantor a. Komputer b. Lemari arsip c. Meja kursi kantor d. Pesawat telepon e. Alat tulis kantor f. Printer g. Fax Total 5 Total 1, 2, 3, 4, 5 (Modal Tetap) Kontingensi 10 % Total Investasi
Nilai Total (Rp)
Jumlah
88
Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan No. 1
Nilai Total (Rp)
Komponen
3
4
Nilai Sisa (Rp)
Biaya Penyusutan/Tahun (Rp)
Biaya Pemeliharaan/Tahun (Rp)
Biaya Prainvestasi a. Studi kelayakan
50,000,000
10
b. Perizinan
20,000,000
10
c. Akte perusahaan dan pengesahan
10,000,000
10
Total 1 2
Umur Ekonomis (Tahun)
5,000,000 2,000,000 1,000,000
80,000,000
8,000,000
Tanah dan Bangunan a. Tanah
1,000,000,000
b. Bangunan
2,360,000,000 Total 2
3,360,000,000
Total 3
8,000,000 10,000,000 1,000,000 2,000,000 1,500,000 19,000,000
Fasilitas Penunjang a. Instalasi listrik b. Instalasi mesin c. Instalasi telepon d. Instalasi air e. Instalasi generator
1,000,000,000 10
1,180,000,000
118,000,000
236,000,000
2,180,000,000
118,000,000
236,000,000
17,500,000
15,750,000
17,500,000
5,500,000
4,950,000
5,500,000
Mesin dan Peralatan Mesin Produksi a. Ball mill b. Storage tank
175,000,000
10
55,000,000
10
89
LaLampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan (lanjutan) (lanjutan) No.
Nilai Total (Rp)
Komponen c. Tempering d. Semi automatic moulding plant standard e. Cetakan cokelat (moulds) f. Packaging machine g. Genset h. AC (Air Conditioning) i. Timbangan digital Sub Total 1
253,000,000
10
660,000,000
10
72,000,000
10
100,000,000
10
90,000,000
10
21,000,000
10
3,250,000
10
1,429,250,000 15,000,000
Peralatan Laboratorium Sub Total 2
Umur Ekonomis (Tahun)
10
15,000,000
Nilai Sisa (Rp)
Biaya Penyusutan/Tahun (Rp)
Biaya Pemeliharaan/Tahun (Rp)
25,300,000
22,770,000
25,300,000
66,000,000
59,400,000
66,000,000
7,200,000
6,480,000
7,200,000
10,000,000
9,000,000
10,000,000
9,000,000
8,100,000
9,000,000
2,100,000
1,890,000
2,100,000
325,000
292,500
325,000
142,925,000
128,632,500
142,925,000
1,500,000
1,350,000
1,500,000
1,500,000
1,350,000
1,500,000
131,700
237,060
131,700
28,000,000
50,400,000
28,000,000
28,131,700
50,637,060
28,131,700
172,556,700
180,619,560
172,556,700
4,800,000
14,400,000
4,800,000
Perlengkapan Utilitas a. Tabung pemadam kebakaran b. Kendaraan Sub Total 3 Total 4 5
1,317,000
5
280,000,000
5
281,317,000 1,725,567,000
Alat Kantor a. Komputer
48,000,000
3
90
L Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan (lanjutan) No. (lanjutan)
Nilai Total (Rp)
Komponen
b. Lemari arsip c. Meja kursi kantor d. Pesawat telepon e. Alat tulis kantor f. Printer g. Fax Total 5 Total 1, 2, 3, 4, 5
Umur Ekonomis (Tahun)
6,000,000
3
48,000,000
3
1,000,000
3
3,000,000
3
4,500,000
3
1,000,000
3
111,500,000 5,296,067,000
Nilai Sisa (Rp)
Biaya Penyusutan/Tahun (Rp)
Biaya Pemeliharaan/Tahun (Rp)
600,000
1,800,000
600,000
4,800,000
14,400,000
4,800,000
100,000
300,000
100,000
300,000
900,000
300,000
450,000
1,350,000
450,000
100,000
300,000
100,000
11,150,000
33,450,000
11,150,000
2,363,706,700
340,069,560
419,706,700
91
Lampiran 5. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel industri cokelat batangan No. A. 1.
Komponen Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung a. Direktur
Jumlah
Satuan
Biaya Satuan (Rp)
Biaya Satuan/Tahun (Rp)
Biaya Total/Tahun (Rp)
1
orang/bulan
10,000,000
120,000,000
120,000,000
1
orang/bulan
8,000,000
96,000,000
96,000,000
1
orang/bulan
8,000,000
96,000,000
96,000,000
1
orang/bulan
8,000,000
96,000,000
96,000,000
1
orang/bulan
8,000,000
96,000,000
96,000,000
2
orang/bulan
5,000,000
120,000,000
120,000,000
2
orang/bulan
5,000,000
120,000,000
120,000,000
1
orang/bulan
5,000,000
60,000,000
60,000,000
2
orang/bulan
5,000,000
120,000,000
120,000,000
2
orang/bulan
3,000,000
72,000,000
72,000,000
4
orang/bulan
3,000,000
144,000,000
144,000,000
4
orang/bulan
3,000,000
144,000,000
144,000,000 1,284,000,000
a. Listrik dan air
1
per bulan
20,000,000
240,000,000
240,000,000
b. Telepon dan internet
1
per bulan
5,000,000
60,000,000
60,000,000
b. Manajer produksi dan QC c. Manajer administrasi dan keuangan d. Manajer logistik dan distribusi e. Manajer pemasaran f. Staf pemasaran g. Staf logistik dan distribusi h. Staf administrasi dan keuangan i. Laboran j. Office boy (OB) k. Keamanan l. Supir
2.
Total Biaya Administrasi
92
Lampiran 5. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel industri cokelat batangan (lanjutan) (lanjutan) No.
3. 4. 5. B. 1.
2.
Komponen
Jumlah
Satuan
c. Transportasi
1
per bulan
18,000,000
216,000,000
216,000,000
d. Alat tulis kantor (ATK) Total
1
per bulan
10,000,000
120,000,000
120,000,000 636,000,000
Biaya Promosi dan Pemasaran Biaya Penyusutan Biaya Pemeliharaan Total Biaya Tetap Biaya Variabel Bahan Baku
1
per bulan
40,000,000
480,000,000
480,000,000 340,069,560 419,706,700 3,159,776,260
Biaya Satuan/Tahun (Rp)
Biaya Total/Tahun (Rp)
a. Cocoa liquor
7,200
kg/bulan
360,000,000
4,320,000,000
4,320,000,000
b. Lemak cokelat (cocoa butter)
4,800
kg/bulan
408,000,000
4,896,000,000
4,896,000,000
c. Gula pasir
6,000
kg/bulan
78,000,000
936,000,000
936,000,000
d. Susu segar (fresh milk) Total Bahan Kemasan
6,000
liter/bulan
45,000,000
540,000,000
540,000,000 10,692,000,000
200,016
kotak/bulan
300,024,000
3,600,288,000
3,600,288,000
4,176
dus/bulan
4,176,000
50,112,000
50,112,000 3,650,400,000
11
orang/bulan
3,500,000
462,000,000
462,000,000 462,000,000 14,804,400,000 17,964,176,260
Kemasan primer dan sekunder
3.
Biaya Satuan (Rp)
Kemasan tersier Total Biaya Tenaga Kerja Langsung Operator mesin dan peralatan Total Total Biaya Variabel Total Biaya Tetap + Biaya Variabel
93
Lampiran 6. Kebutuhan biaya operasional industri cokelat batangan Tahun ke- (Rp) No. A.
Komponen
2
3
4
5
Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
B.
1
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
Biaya Administrasi
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
Biaya Promosi dan Pemasaran
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
Biaya Penyusutan
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
Biaya Pemeliharaan
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
Total Biaya Tetap
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
Bahan Baku
4,276,800,000
5,346,000,000
6,415,200,000
7,484,400,000
8,553,600,000
Bahan Kemasan
1,460,160,000
1,825,200,000
2,190,240,000
2,555,280,000
2,920,320,000
184,800,000
231,000,000
277,200,000
323,400,000
369,600,000
Total Biaya Variabel
5,921,760,000
7,402,200,000
8,882,640,000
10,363,080,000
11,843,520,000
Total Biaya Tetap + Biaya Variabel
9,081,536,260
10,561,976,260
12,042,416,260
13,522,856,260
15,003,296,260
Biaya Variabel
Biaya Tenaga Kerja Langsung
94
Lampiran 6. Kebutuhan biaya operasional industri cokelat batangan (lanjutan) Tahun ke- (Rp) No. A.
Komponen
7
8
9
10
Biaya Tetap Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
B.
6
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
Biaya Administrasi
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
Biaya Promosi dan Pemasaran
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
Biaya Penyusutan
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
Biaya Pemeliharaan
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
Total Biaya Tetap
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
Bahan Baku
9,622,800,000
10,692,000,000
10,692,000,000
10,692,000,000
10,692,000,000
Bahan Kemasan
3,285,360,000
3,650,400,000
3,650,400,000
3,650,400,000
3,650,400,000
415,800,000
462,000,000
462,000,000
462,000,000
462,000,000
Total Biaya Variabel
13,323,960,000
14,804,400,000
14,804,400,000
14,804,400,000
14,804,400,000
Total Biaya Tetap + Biaya Variabel
16,483,736,260
17,964,176,260
17,964,176,260
17,964,176,260
17,964,176,260
Biaya Variabel
Biaya Tenaga Kerja Langsung
95
Lampiran 7. Rekapitulasi produksi dan proyeksi penerimaan industri cokelat batangan Tahun ke-
Kapasitas produksi (%)
Produksi cokelat per tahun (kotak)
Biaya tetap (Rp/tahun)
Biaya variabel (Rp/tahun)
Harga jual (Rp)
Penerimaan (Rp)
Modal Kerja (Rp)
Tambahan Modal Kerja (Rp)
1
40
960,077
3,159,776,260
5,921,760,000
9,500
9,120,729,600
912,072,960
2
50
1,200,096
3,159,776,260
7,402,200,000
9,500
11,400,912,000
1,140,091,200
228,018,240
3
60
1,440,115
3,159,776,260
8,882,640,000
9,500
13,681,094,400
1,368,109,440
228,018,240
4
70
1,680,134
3,159,776,260
10,363,080,000
9,500
15,961,276,800
1,596,127,680
228,018,240
5
80
1,920,154
3,159,776,260
11,843,520,000
9,500
18,241,459,200
1,824,145,920
228,018,240
6
90
2,160,173
3,159,776,260
13,323,960,000
9,500
20,521,641,600
2,052,164,160
228,018,240
7
100
2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000
9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
228,018,240
8
100
2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000
9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
0
9
100
2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000
9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
0
10
100
2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000
9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
0
96
Lampiran 8. Proyeksi laba rugi industri cokelat batangan Deskripsi
1
2
Tahun ke3
4
5
A. Penerimaan Penjualan Total Penerimaan (Rp) B. Pengeluaran
9,120,729,600 9,120,729,600
11,400,912,000 11,400,912,000
13,681,094,400 13,681,094,400
15,961,276,800 15,961,276,800
18,241,459,200 18,241,459,200
Biaya tetap (Rp)
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
Biaya variabel (Rp) Total Pengeluaran (Rp) C. Laba Sebelum Pajak (Rp) D. Pajak Penghasilan (Rp) E. Laba Setelah Pajak (Rp)
5,921,760,000 9,081,536,260 39,193,340 10,974,135 28,219,205
7,402,200,000 10,561,976,260 838,935,740 234,902,007 604,033,733
8,882,640,000 12,042,416,260 1,638,678,140 458,829,879 1,179,848,261
10,363,080,000 13,522,856,260 2,438,420,540 682,757,751 1,755,662,789
11,843,520,000 15,003,296,260 3,238,162,940 906,685,623 2,331,477,317
Deskripsi
6
7
Tahun ke8
9
10
A. Penerimaan Penjualan Total Penerimaan (Rp) B. Pengeluaran Biaya tetap (Rp) Biaya variabel (Rp) Total Pengeluaran (Rp) C. Laba Sebelum Pajak (Rp) D. Pajak Penghasilan (Rp) E. Laba Setelah Pajak (Rp)
20,521,641,600 20,521,641,600
22,801,824,000 22,801,824,000
22,801,824,000 22,801,824,000
22,801,824,000 22,801,824,000
22,801,824,000 22,801,824,000
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
13,323,960,000 16,483,736,260 4,037,905,340 1,130,613,495 2,907,291,845
14,804,400,000 17,964,176,260 4,837,647,740 1,354,541,367 3,483,106,373
14,804,400,000 17,964,176,260 4,837,647,740 1,354,541,367 3,483,106,373
14,804,400,000 17,964,176,260 4,837,647,740 1,354,541,367 3,483,106,373
14,804,400,000 17,964,176,260 4,837,647,740 1,354,541,367 3,483,106,373
97
Lampiran 9. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan Deskripsi
Tahun ke- (Rp) 0
1
2
3
4
5
A. Kas Masuk Laba bersih
28,219,205
604,033,733
1,179,848,261
1,755,662,789
2,331,477,317
Penyusutan
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
Sub Total B. Kas Keluar
368,288,765
944,103,293
1,519,917,821
2,095,732,349
2,671,546,877
Investasi
(5,825,673,700)
Modal kerja
(912,072,960)
(111,500,000) (228,018,240)
(228,018,240)
(228,018,240)
Nilai sisa investasi
(1,725,567,000) (228,018,240)
(228,018,240)
11,150,000
172,556,700
Sub Total
(6,737,746,660)
(228,018,240)
(228,018,240)
(328,368,240)
(228,018,240)
(1,781,028,540)
C. Aliran Kas Bersih
(6,737,746,660)
140,270,525
716,085,053
1,191,549,581
1,867,714,109
890,518,337
Deskripsi
Tahun ke- (Rp) 6
7
8
9
10
A. Kas Masuk Laba bersih
2,907,291,845
3,483,106,373
3,483,106,373
3,483,106,373
3,483,106,373
Penyusutan Sub Total B. Kas Keluar
340,069,560 3,247,361,405
340,069,560 3,823,175,933
340,069,560 3,823,175,933
340,069,560 3,823,175,933
340,069,560 3,823,175,933
Investasi
(111,500,000)
Modal kerja
(228,018,240)
Nilai sisa investasi Sub Total C. Aliran Kas Bersih
11,150,000 (328,368,240) 2,918,993,165
(111,500,000) 2,280,182,400 0 3,823,175,933
0 3,823,175,933
11,150,000 (100,350,000) 3,722,825,933
2,575,031,700 4,855,214,100 8,678,390,033
98
Lampiran 10. Kriteria kelayakan investasi Tahun ke-
Bt - Ct (Rp)
Akumulasi (Rp)
DF 12 %
0
(6,737,746,660)
(6,737,746,660)
1.00
1
140,270,525
(6,597,476,135)
0.89
2
716,085,053
(5,881,391,082)
0.80
3
1,191,549,581
(4,689,841,502)
0.71
4
1,867,714,109
(2,822,127,393)
0.64
5
890,518,337
(1,931,609,056)
0.57
6
2,918,993,165
987,384,109
0.51
7
3,823,175,933
4,810,560,042
0.45
8
3,823,175,933
8,633,735,974
0.40
9
3,722,825,933
12,356,561,907
0.36
10
8,678,390,033
21,034,951,940
0.32
PV (Rp) 1 (6,737,746,660) 0 125,241,540 0 570,858,620 0 848,121,456 0 1,186,966,081 0 505,304,020 0 1,478,852,780 0 1,729,410,633 0 1,544,116,637 0 1,342,488,353 0 2,794,209,327
Kriteria
Nilai
NPV (Rp)
5,387,822,787
PBP (Tahun)
5.66
Net B/C
1.80
IRR (%)
22
NPV Kumulatif (Rp) (6,737,746,660) (6,612,505,120) (6,041,646,500) (5,193,525,044) (4,006,558,963) (3,501,254,943) (2,022,402,163) (292,991,530) 1,251,125,107 2,593,613,460 5,387,822,787
1
99
Lampiran 11. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku sebesar 14% Tahun ke-
Bt - Ct (Rp)
Akumulasi (Rp)
0
(6,737,746,660)
(6,737,746,660)
1.00
1
(388,414,427)
(7,126,161,087)
0.89
2
55,228,863
(7,070,932,223)
0.80
3
398,522,154
(6,672,410,070)
0.71
4
942,515,444
(5,729,894,626)
0.64
5
(166,851,566)
(5,896,746,192)
0.57
6
1,729,452,024
(4,167,294,168)
0.51
7
2,501,463,554
(1,665,830,614)
0.45
8
2,501,463,554
835,632,940
0.40
9
2,401,113,554
3,236,746,494
0.36
10
7,356,677,654
10,593,424,148
0.32
DF 12 %
PV (Rp) 1 (6,737,746,660) 0 (346,798,595) 0 44,028,112 0 283,660,197 0 598,985,604 0 (94,676,060) 0 876,194,218 0 1,131,535,076 0 1,010,299,175 0 865,865,619 0 2,368,653,315
Kriteria
Nilai
NPV (Rp)
0
PBP (Tahun)
7.67
Net B/C
1.00
IRR (%)
12
NPV Kumulatif (Rp) (6,737,746,660) (7,084,545,255) (7,040,517,143) (6,756,856,946) (6,157,871,343) (6,252,547,402) (5,376,353,184) (4,244,818,108) (3,234,518,934) (2,368,653,315) 0
1
100
Lampiran 12. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan sebesar 8% Tahun ke-
Bt – Ct (Rp)
Akumulasi (Rp)
DF 12 %
0
(6,663,073,644)
(6,663,073,644)
1.00
1
(378,706,935)
(7,041,780,579)
0.89
2
62,696,165
(6,979,084,414)
0.80
3
403,749,265
(6,575,335,149)
0.71
4
945,502,364
(5,629,832,785)
0.64
5
(166,104,836)
(5,795,937,621)
0.57
6
1,727,958,564
(4,067,979,057)
0.51
7
2,479,061,649
(1,588,917,408)
0.45
8
2,479,061,649
890,144,241
0.40
9
2,378,711,649
3,268,855,891
0.36
10
7,147,593,210
10,416,449,101
0.32
PV (Rp) 1 (6,663,073,644) 0 (338,131,192) 0 49,980,999 0 287,380,752 0 600,883,846 0 (94,252,345) 0 875,437,584 0 1,121,401,592 0 1,001,251,421 0 857,787,267 0 2,301,333,720
Kriteria
Nilai
NPV (Rp)
0
PBP (Tahun)
7.64
Net B/C
1.00
IRR (%)
12
NPV Kumulatif (Rp) (6,663,073,644) (7,001,204,836) (6,951,223,837) (6,663,843,085) (6,062,959,240) (6,157,211,585) (5,281,774,000) (4,160,372,408) (3,159,120,987) (2,301,333,720) 0
1
101
Lampiran 13. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap depresiasi rupiah sebesar 18% Tahun ke-
Bt – Ct (Rp)
0
(6,802,794,046)
(6,802,794,046)
1.00
1
(380,675,058)
(7,183,469,104)
0.89
2
65,594,942
(7,117,874,162)
0.80
3
411,514,942
(6,706,359,220)
0.71
4
958,134,942
(5,748,224,277)
0.64
5
(201,825,946)
(5,950,050,224)
0.57
6
1,750,324,942
(4,199,725,281)
0.51
7
2,524,963,182
(1,674,762,099)
0.45
8
2,524,963,182
850,201,083
0.40
9
2,424,613,182
3,274,814,266
0.36
10
7,392,004,080
10,666,818,346
0.32
Akumulasi (Rp)
DF 12 %
PV (Rp) 1 (6,802,794,046) 0 (339,888,444) 0 52,291,886 0 292,908,208 0 608,912,077 0 (114,521,462) 0 886,769,088 0 1,142,165,114 0 1,019,790,281 0 874,339,820 0 2,380,027,478
Kriteria
Nilai
NPV (Rp)
0
PBP (Tahun)
7.66
Net B/C
1.00
IRR (%)
12
NPV Kumulatif (Rp) (6,802,794,046) (7,142,682,491) (7,090,390,604) (6,797,482,397) (6,188,570,319) (6,303,091,782) (5,416,322,694) (4,274,157,579) (3,254,367,299) (2,380,027,478) 0
1
102