SKRIPSI
ANALISIS EFISIENSI KINERJA INDUSTRI TAPIOKA SKALA KECIL DI KOTA BOGOR DENGAN FRONTIER ANALYSIS
oleh Bimo Bayuaji F34104061
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Bimo Bayuaji. F34104061. Analisis Efisiensi Kinerja Industri Tapioka Skala Kecil di Kota Bogor dengan Frontier Analysis. Di bawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo. 2008
RINGKASAN Agroindustri merupakan salah satu sektor industri yang prospektif. Indonesia sebagai negara agraris dengan ketersediaan sumber daya alam khususnya pertanian memiliki peluang dalam pemberdayaan sektor agroindustri. Agroindustri di Indonesia pada umumnya berada dalam dalam skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Program pengembangan UKM sampai saat ini masih menemui beberapa kendala antara lain : kompetensi tenaga kerja yang relatif rendah karena tingkat pendidikan yang rendah, produk yang dihasilkan masih memiliki nilai tambah yang rendah dan nilai investasi yang rendah dibandingkan dengan investasi di sektor lainnya. Secara keseluruhan hal ini telah melemahkan peran dan kemampuan bersaing UKM dibandingkan pelaku usaha lainnya. Banyaknya jumlah UKM dan bervariasinya kegiatan UKM menyebabkan sulitnya mengidentifikasi efisiensi UKM secara umum. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan indikator untuk mengukur efisiensi dari suatu UKM. Pengukuran efisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Frontier Analysis. Output dari perhitungan menggunakan metode Frontier Analysis adalah tingkat efisiensi dari operasionalisasi UKM. Output juga menunjukkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan nilai efisiensi.. Pada penelitian ini, metode Frontier Analysis akan diterapkan pada industri tapioka. Industri tapioka merupakan salah satu sektor usaha kecil yang potensial. Industri tapioka memiliki keterkaitan erat baik pada sektor pertanian (backward) maupun pada industri menengah (forward). Keterkaitan ke belakang (backward linkage) industri tapioka terhadap sektor pertanian adalah penyediaan ubi kayu sebagai bahan baku, sedangkan keterkaitan ke depan (forward linkage) adalah dengan sektor industri yang memakai tapioka sebagai bahan baku seperti industri makanan, minuman, plywood, tekstil, pakan ternak dan sebagainya. Salah satu kota penghasil tapioka adalah Bogor dengan potensi sebesar 11.646 ton per tahun (Diperindagkop Kota Bogor, 2008). Pada umumnya industri tapioka skala kecil masih menerapkan metode tradisional dengan teknologi sederhana. Potensi yang dimiliki industri tapioka skala kecil dapat dicapai dengan meningkatkan efisiensinya. Penerapan metode Frontier Analysis pada industri tapioka di kota Bogor diharapkan dapat mengukur nilai efisiensi UKM dan menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi dan kinerja industri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dan kinerja Usaha Kecil dan Menengah khususnya industri tapioka skala kecil di Kota Bogor dengan metode frontier analysis. Penentuan input – output didasarkan pada sumber daya industri yang biasa dikenal dengan 7 M 1E (Man, Material, Method, Money, Market, Management, Machine, dan Environment. Pada penelitian ini variabel Man, Material, Money, Management, Machine, dan Environment digunakan sebagai variabel input. Variabel Method atau proses pengolahan pada industri tidak dijadikan input dengan alasan proses pengolahan seluruh industri sampel yang secara umum sama. Industri tapioka skala kecil seluruhnya menggunakan proses ekstraksi basah.. Produk dan Pemasaran (Market and Product) digunakan sebagai variabel output. Variabel input output dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja industri kecil. Besarnya skor efisiensi dan peningkatan variabel dapat dilihat setelah data dianalisis menggunakan metode Frontier Analysis. Analisis efisiensi kinerja menggunakan metode Frontier Analysis dilakukan dengan program Frontier Analyst. Analisis dilakukan dengan model constant return to scale dan skenario maximizing output. Skenario ini melihat efisiensi dengan memaksimalkan output dengan input yang diberikan. Hasil dari analisis adalah dari 6 industri kecil terdapat 3 industri yang memiliki efisiensi 100 %, yaitu D, E,dan F. Efisiensi Industri kecil C dan B adalah 98.13 % dan 94.34 %. Efisiensi paling rendah dimiliki industri kecil A sebesar 79.93 %. Efisiensi merupakan efisiensi relatif dimana industri kecil dibandingkan satu sama lain. Industri yang belum memiliki skor efisiensi 100 % dapat meningkatkan efisiensinya dengan meningkatkan variabel inputnya. Secara keseluruhan potensial improvements industri tapioka skala kecil dapat dilihat adalah variabel Product dapat ditingkatkan sebesar 8,93 % dengan melakukan peningkatan pada variabel Man (13,11 %), Material (22,17 %), Machine (3,72 %) dan Environment (5,65 %). Sementara efisiensi dapat dilakukan untuk variabel Modal (35,77 %) dan Management (10,65 %). Efficiency frontier hanya bisa dilakukan dengan 2 input dan 1 output untuk skenario maximizing output. Oleh karena itu, dilakukan analisis dengan 2 variabel yang memiliki korelasi paling tinggi yaitu Modal (0,89) dan Machine (0,77). Industri yang memiliki efisiensi 100 % adalah industri kecil E dan F. Industri D efisiensi 92,79 %, diikuti industri kecil C 87,59 %, industri kecil A 78,20 % dan B 67,98 % Efisiensi industri tapioka skala kecil dipengaruhi oleh variabel Man, Machine, Material, Money, Management, Environment, dan Market and Product. Variabel yang paling berpengaruh adalah Money dan Machine. Variabel Money akan mempengaruhi kapasitas suatu industri dan variabel Machine akan mempengaruhi produktivitas industri. Industri tapioka skala kecil di kota Bogor secara keseluruhan masih belum efisien. Hal ini terlihat dari efisiensi yang berbeda antara industri yang satu dengan yang lain dan masih ada industri yang belum efisien. Efisiensi industri tapioka skala kecil masih perlu ditingkatkan, salah satunya dengan pengunaan mesin untuk meningkatkan rendemen produk dan penambahan permodalan.
Bimo Bayuaji. F34104061. Efficiency Analysis of The Small Scale Tapioca Industries in Bogor with Frontier Analysis. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo. 2008
SUMMARY The agro industry is one of prospective industry sectors. Indonesia as agriculture country has a chance in developing the agriculture based industry. The agro industry usually developed in Small and Medium Enterprises (SME) scale. SME has a contribution as the largest employees absorbance, increased the export value, and increased the National Gross Domestic Income, in the other side looking from the micro condition SME still need to improve their work. SME development program still face several problems like : low human resources competency because of the low education rate, low added value of product, and low investment compare with other sectors. Overall this circumstances has weaken the role and the competency of SME compare with other business sectors. The huge numbers of SME and variation of working sectors cause problem in identifying the efficiency of SME in general.Based on that fact, we need an indicator to measure the efficiency of SME. The efficiency measurement can be done with Frontier Analysis method. The output of Frontier Analysis is the level of efficiency from SME operation. The output also show the factor that need to be concerned to increased the efficiency score. In this reasearch, Frontier Analysis implemented in tapioca industries. Tapioca industries is one of potential SME. This sector has a strong linkage towards the agriculture sectors and the industrial sectors. The backward linkage towards the agriculture sectors with the use of cassava as main material and the forward linkage towards the industrial sectors that use tapioca as material n industries, such as food industries, beverages industries, plywood, textile, animal feed and etc. Bogor is one of the city that produce tapioca with the potency of 11.646 tons/year. Most of the small tapioca industries still implementing tradisional method with simple technology, that use simple and unefficient equipment. The potency that owned by the small tapioca industries could be reach by increasing the efficiency of small tapioca industries in Bogor. The purpose of this research is to find out the efficiency of small medium entreprises especially small tapioca industries in Bogor with frontier analysis method. Input – outputs based on resources that known as 7 M 1E (Man, Material, Method, Money, Market, Management, Machine, dan Environment). Man, Material, Money, Management, Machine, and Environment use as input variables. Method or industrial process is not being compared because generally the process use in the industries is same with the wet extraction method. The input output variable could be increase to increase the small industri efficiency. The efficiency score and increasing variable could be seen after the data analyzed with frontier analysis method. The efficiency analysis with frontier analysis method done with Frontier Analyst program. The analysis done with constant return
to scale model and maximizing output scenario. This scenario will see the efficiency with maximizing output with the given input. The analysis results are from 6 industries, there are 3 industries that has 100 % efficiency that are D, E, and F. The efficiency of small industry C and B is 98,13 % and 94,34 %. The lowest efficiency is on small industry A with 79,93 %. The efficiency score is relative efficiency where small industries is compared one and another. The industry that has not reach 100 % efficiency score could increase their efficiency by increasing their input variable. Overall potential improvements of small tapioca industries shows that Product variable could increase by 8,93 % with increasing the variable Man (13,11 %), Material (22,17 %), Machine (3,72 %) and Environment (5,65 %). While efficiency could be done for Modal (35,77 %) and Management (10,65 %). Efficiency frontier could only do with 2 inputs and 1 output for maximizing output scenario. Therefore, the analysis done with 2 variables that has the highest correlation that are Modal (0,89) and Machine (0,77). Industry that has 100 % efficiency are small industry E and F. Industry D has 92,79 % efficiency, follow with small industry C with 87,59 %, small industry A 78,20 % and B 67,98 % The efficiency of small scale tapioca industries influenced by man, Machine, Material, Money, Management, Environment input variables and also the output variable ‘Market and Product’. The most influenced variables are Money and Machine. Money will influence the capacity of the industry and Machine will influenced the yield of the industry. Small scale tapioca industries in Bogor generally still in inefficient condition. This situation based on the efficiency score that different from one and another. The efficiency of small scale tapioca industries need to be increased. One of the solution is by using machine to increased the production yield and increasing working capital.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan ini sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : ” ANALISIS EFISIENSI KINERJA INDUSTRI TAPIOKA SKALA KECIL DI KOTA BOGOR DENGAN FRONTIER ANALYSIS” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, September 2008 Yang membuat pernyataan,
Bimo Bayuaji F34104061
ANALISIS EFISIENSI KINERJA INDUSTRI TAPIOKA SKALA KECIL DI KOTA BOGOR DENGAN FRONTIER ANALYSIS
oleh Bimo Bayuaji F34104061
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar SARJANA pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS EFISIENSI KINERJA INDUSTRI TAPIOKA SKALA KECIL DI KOTA BOGOR DENGAN FRONTIER ANALYSIS
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar SARJANA pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
oleh Bimo Bayuaji F34104061
Dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1987 di Salatiga Tanggal lulus : 5 September 2008
Menyetujui,
Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Pembimbing Akademik
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Bimo Bayuaji, merupakan anak kedua dari pasangan Djoko Soerowo dan Dyah Laras Sukaningtyas, dilahirkan di Salatiga pada tanggal 30 Januari 1987. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SD Marsudirini 77 dan melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Salatiga sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Salatiga. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di departemen Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah aktif menjadi pengurus organisasi yaitu sebagai Treasurer II International Association in Agriculture and related Sciences (IAAS) LC IPB, staf Departemen Public Relation Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN), dan Kepala Departemen Public Relation Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) serta pernah aktif di berbagai kepanitiaan seperti seminar dan pelatihan. Pada tahun 2007, penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT. Sinar Sosro Ungaran, Semarang dengan topik Pengukuran Kinerja Proses Produksi Teh Botol Sosro di PT. Sinar Sosro Ungaran, Semarang. Pada tahun 2008, penulis melaksanakan kegiatan penelitian di kota Bogor dengan judul skripsi Analisis Efisiensi Kinerja Industri Tapioka Skala Kecil di Kota Bogor dengan Frontier Analysis.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala karuniaNya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Kinerja Industri Tapioka Skala Kecil di Kota Bogor dengan Frontier Analysis. Skripsi ini ini ditulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan bantuan. 2. Dr. Ir. Indah Yuliasih M. Si dan Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan. 3. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor yang memberikan perijinan dan informasi. 4. Para pemilik industri tapioka skala kecil yang telah memberikan informasi selama penelitian. 5. Rekan seperjuangan, Sigit Pranoto atas kesabaran, kebersamaan, dan kerjasama. 6. Haekal, Dnur, Tyas, Dadut atas kekeluargaan, pembelajaran, kerjasama, dukungan, suka dan duka di Creates. Semoga mimpi kita bisa jadi kenyataan 7.
Fajri, Acheed, Mirsa, Otis, Nadiyah, Ahsan, Norma atas inspirasi, doa, dan dukungannya.
8. Calon pemimpin masa depan, teman-teman TIN 41 yang saling mendukung selama 4 tahun kita berjuang bersama. 9. Himalogin sebagai tempat pembelajaran dan pengembangan diri.
10. Ucapan terima kasih yang tak terkira kepada Papa, Mama, Mas Yogi serta Eyang Putri dan keluarga besar Soeratman atas semua dorongan dan dukungan yang diberikan Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun
kepada
skripsi
ini
untuk
perbaikan
dikemudian
hari.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb. Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................... .....
i
DAFTAR TABEL...............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
v
I.
II.
III.
IV.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………..........………....……………….........
1
B. Tujuan………………………………..………………………..........
2
C. Ruang Lingkup...................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA A. Usaha Kecil dan Menengah..……………………………….............
4
B. Industri Tapioka.....................……………………………................
5
C. Analisis Efisiensi Kinerja...................................................................
9
D. Frontier Analysis................................................................................
9
E. Penelitian Terdahulu ............................................................................
12
METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran..........................................................................
13
B. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................
13
C. Tahapan Penelitian..............................................................................
13
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan UmumWilayah.....................................................................
19
B. Industri Tapioka Skala Kecil.................................................................. 21 C. Analisis Efisiensi Kinerja................................................................... V.
25
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan........................................................................................
47
B. Saran..................................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ....
48
LAMPIRAN .....................................................................................................
51
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Perkembangan jumlah usaha kecil dan menengah periode 2005-2006......................................................................................
5
Tabel 2. Luas lahan, hasil per hektar dan produksi ubi kayu di Indonesia tahun 2002-2006..................................................... Tabel 3. Komposisi gizi tapioka per 748 g bahan yang dianalisis...............
5 8
Tabel 4. Volume dan nilai ekspor-impor tapioka selama tahun 2001-2005.................................................................................... Tabel 5. Variabel input output....................................................................
9 14
Tabel 6. Daftar industri kecil kimia, agro, dan hasil hutan kota Bogor 2006-2007…………………………………………..
20
Tabel 7. Data variabel Money industri tapioka skala kecil………………..
25
Tabel 8. Data variabel Man industri tapioka skala kecil………………….
26
Tabel 9. Variabel Machine dan Material industri tapioka skala kecil…..
26
Tabel 10. Variabel Management dan Environment industri tapioka skala kecil……………………………………………………....
27
Tabel 11. Variabel Market and Product industri tapioka skala kecil .........
28
Tabel 12. Klasifikasi kapasitas industri kecil .............................................
29
Tabel 13. Skor efisiensi industri tapioka skala kecil dengan skenario maximizing output ...................................................................... Tabel 14. Daftar potensial peningkatan analisis efisiensi dengan 2 input
39 44
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Pohon industri ubi kayu ............................................................
7
Gambar 2.
Frontier plot untuk tiga unit .....................................................
11
Gambar 3.
Peta kota lokasi penelitian ........................................................
20
Gambar 4.
Diagram alir tapioka kasar ........................................................
22
Gambar 5. Mesin saringan goyang .............................................................
23
Gambar 6.
Bak pengenapan dan tapioka hasil pengenapan ........................
24
Gambar 7.
Pengeringan tapioka kasar ............................. ………………...
24
Gambar 8.
Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil............................................................. ..............................
Gambar 9.
29
Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil berkapasitas kecil………………………………………..
31
Gambar 10. Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil berkapasitas sedang……………………………………….
32
Gambar 11. Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil berkapasitas besar…………………………………………
33
Gambar 12. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil A……
34
Gambar 13. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil B……
35
Gambar 14. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil C……
35
Gambar 15. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil D……
36
Gambar 16. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil E……
37
Gambar 17. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil F….… 38 Gambar 18. Grafik potential improvement industri tapioka A.......................
40
Gambar 19. Grafik potential improvement industri tapioka B………………
40
Gambar 20. Grafik potential improvement industri tapioka C........................
41
Gambar 21. Total potential improvements industri tapioka skala kecil..........
42
Gambar 22. Frontier plot industri tapioka skala kecil …………..……….....
43
14
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian………………………………………..
52
Lampiran 2. Efficieny Report industri A………………………………..
55
Lampiran 3. Efficieny Report industri B………………………………..
57
Lampiran 4. Efficieny Report industri C………………………………..
59
Lampiran 5. Efficieny Report industri D, E, dan F……………………..
61
Lampiran 6. Efficieny Report industri tapioka skala kecil dengan dua input 62 Lampiran 7. Grafik korelasi variabel Money dan Machine……………..
63
15
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut (Austin, 1981). Agroindustri merupakan salah satu sektor industri yang prospektif. Indonesia sebagai negara agraris dengan ketersediaan sumber daya alam khususnya pertanian memiliki peluang dalam pemberdayaan sektor agroindustri. Agroindustri di Indonesia pada umumnya berada dalam dalam skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM merupakan kekuatan untuk menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat sekaligus dapat menjadi tumpuan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena jumlahnya yang besar mencapai 48,9 juta unit usaha pada tahun 2006 dan tersebar di seluruh Indonesia. Selama ini UKM telah mampu memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja terbesar secara nasional dan meningkatkan ekspor, serta meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto Nasional (Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2007). Program pengembangan UKM sampai saat ini masih menemui beberapa kendala antara lain : kompetensi tenaga kerja yang relatif rendah karena tingkat pendidikan yang rendah, produk yang dihasilkan masih memiliki nilai tambah yang rendah dan nilai investasi yang rendah dibandingkan dengan investasi di sektor lainnya. Data dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2007) menunjukkan bahwa nilai investasi sektor UKM pada tahun 2006 hanya mencapai nilai 165 trilyun rupiah dibandingkan dengan investasi di sektor industri besar yang mencapai 430 trilyun rupiah. Hal lain yang menjadi kendala untuk pengembangan UKM adalah akses informasi yang terbatas dan teknologi yang bersifat semi otomatis maupun manual. Secara keseluruhan hal ini telah melemahkan peran dan kemampuan bersaing UKM dibandingkan pelaku usaha lainnya.
16
Banyaknya jumlah UKM dan bervariasinya kegiatan UKM menyebabkan sulitnya mengidentifikasi efisiensi UKM secara umum. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan indikator untuk mengukur efisiensi dari suatu UKM. Pengukuran efisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Frontier Analysis. Output dari perhitungan menggunakan metode Frontier Analysis adalah tingkat efisiensi dari operasionalisasi UKM. Output juga menunjukkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan nilai efisiensi. Pada penelitian ini, metode Frontier Analysis akan diterapkan pada industri tapioka. Industri tapioka merupakan salah satu sektor usaha kecil yang potensial. Industri tapioka memiliki keterkaitan erat baik pada sektor pertanian (backward) maupun pada industri menengah (forward). Keterkaitan ke belakang (backward linkage) industri tapioka terhadap sektor pertanian adalah penyediaan ubi kayu sebagai bahan baku, sedangkan keterkaitan ke depan (forward linkage) adalah dengan sektor industri yang memakai tapioka sebagai bahan baku seperti industri makanan, minuman, plywood, tekstil, pakan ternak dan sebagainya. Salah satu kota penghasil tapioka adalah Bogor dengan potensi sebesar 11.646 ton per tahun (Diperindagkop Kota Bogor, 2008). Pada umumnya industri tapioka skala kecil masih menerapkan metode tradisional dengan teknologi sederhana. Potensi yang dimiliki industri tapioka skala kecil dapat dicapai dengan meningkatkan efisiensi dari industri tapioka skala kecil yang ada di Kota Bogor. Penerapan metode Frontier Analysis pada industri tapioka di kota Bogor diharapkan dapat mengukur nilai efisiensi UKM dan menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi dan kinerja industri.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi dan kinerja Usaha Kecil dan Menengah khususnya industri tapioka skala kecil di Kota Bogor dengan metode Frontier Analysis.
17
C. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi dan kinerja industri tapioka skala kecil di Kota Bogor. 2. Menganalisis efisiensi dan kinerja dari industri tapioka skala kecil di Kota Bogor.
18
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Usaha Kecil dan Menengah Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimiliki adalah memiliki kekayaan bersih lebih kecil dari dua ratus juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan). Usaha kecil juga memiliki hasil penjualan lebih kecil dari satu miliar rupiah per tahun. Usaha menengah memiliki kriteria total aset lebih kecil dari lima miliar rupiah untuk sektor industri. Usaha kecil non industri memiliki kekayaan bersih lebih kecil dari enam ratus juta tidak termasuk tanah dan bangunan. Selain itu, hasil penjualan tahunan lebih kecil dari tiga miliar (Partomo dan Soejoedono, 2004; Diperindagkop Kota Bogor, 2008). Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar (Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2007). Perkembangan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) pada periode 2005-2006 mengalami peningkatan sebesar 3,88% yaitu dari 47.109.555 unit pada tahun 2005 menjadi 48.936.840 unit pada tahun 2006 (Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2007). Perkembangan jumlah usaha kecil, menengah, dan besar untuk periode tahun 2005-2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
19
Tabel 1 . Perkembangan jumlah usaha kecil, menengah, dan besar pada periode 20052006 No
Skala Usaha
1. 2. 3.
Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Total
Jumlah (Unit) 2005 2006 47.006.889 48.822.975 95.855 106.711 6.811 7.204 47.109.555 48.936.840
Perkembangan Jumlah % 1.816.036 3,86 10.856 11,33 393 5,77 1.877.85 3,88
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2007)
B. Industri Tapioka Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz atau Manihot utilissima Pohl) adalah tanaman umbi-umbian daerah tropis dan merupakan sumber kalori pangan. Tanaman ini dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh penduduk dunia di daerahdaerah tropis yang lembab di Afrika, Asia, dan Amerika (Falcon dan Suyoko, 1986). Di Indonesia, ubi kayu sudah lama dikenal sebagai sumber karbohidrat utama. Ubi kayu dimanfaatkan sebagai substitusi karbohidrat untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu keempat terbesar setelah Nigeria, Brasil, dan Thailand dengan total produksi sekitar 19,5 juta ton pada tahun 2005, dan 90 % dari produksi tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan ubi kayu akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan semakin berkembangnya industri berbahan baku ubi kayu (Suryana 2006, di dalam Harnowo dkk. 2006). Tabel 2. Luas lahan, hasil per hektar dan produksi ubi kayu di Indonesia tahun 2002-2006. No Tahun Luas lahan Hasil/Ha Produksi (Ha) (kg) (ton) 1 2002 1.276.533 13.200 16.913.104 2 2003 1.244.543 14.900 18.523.810 3 2004 1.255.805 15.500 19.424.707 4 2005 1.213.460 15.900 19.321.183 5 2006 1.241.676 16.200 20.054.634 Sumber : Biro Pusat Statistik di dalam Sani (2006)
20
Menurut BPS dalam Sani (2006) luas lahan panen ubi kayu berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan penurunan sebesar 0,66 % per tahun, sementara produksi meningkat dengan pertumbuhan sebesar 2,5 % per tahun. Peningkatan produksi ubi kayu dalam negeri bertumpu kepada peningkatan produktivitas. Pada tahun 2006 luas lahan panen secara nasional sekitar 1.241.676 ha. Produktivitas ubi kayu dari tahun 2002-2006 masih relatif rendah, tetapi menunjukkan adanya peningkatan setiap tahun. Produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 2006 sebesat 16.200 kg/ha. Produksi ubi kayu pada kurun waktu 2002-2006 terlihat berfluktuasi, namun menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Produksi ubi kayu nasional tertinggi terjadi pada tahun 2006 mencapai 20.054.634 ton (Tabel 2). Gambar 1 memperlihatkan pohon industri ubi kayu. Secara umum ubi kayu terdiri atas umbi, batang dan daun. Daging umbi ubi kayu dapat diolah menjadi tepung, gaplek, pati, makanan ringan, onggok, gari, farinha grossa, dan farinha de mandioca sementara kulit umbi dimanfaatkan sebagai makanan ternak. (Grace, 1977) Menurut Balagopalan dkk. (1988) Umbi ubi kayu mengandung 30% pati dan hanya sedikit protein, karbohidrat, dan lemak. Ekstraksi pati dari ubi kayu lebih mudah dilakukan dibandingkan ekstraksi pati dari jagung, gandum, atau serealia. Ubi kayu yang digunakan untuk pembuatan tapioka adalah umbi dengan ukuran dan umur yang maksimal untuk dikonsumsi. Ubi kayu berumur muda memiliki kandungan pati yang sangat rendah, sementara ubi kayu berumur tua umbinya keras seperti kayu. Umur ubi kayu yang dipilih untuk tapioka adalah antara 8 – 11 bulan (Thaib, 1985).
21
Kulit
Tepung
Bahan Makanan Bahan Makanan
Gaplek Pellet
Tapioca Pearl
Ubi Kayu
Umbi Dekstrin Daging
Batang
Kayu Bakar
Pati
Glukosa
Fruktosa Daun
Bahan Makanan
Etanol Maltosa
Makanan Ternak
Asam-asam organik Makanan Ringan
Sorbitol Makanan Ternak
Onggok Asam sitrat
gari
Farinha grossa
Fariha de mandioca
Gambar 1. Pohon industri ubi kayu (Bank Indonesia, 2007)
22
Menurut Margono dkk. (1993) salah satu kegunaan tapioka adalah sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Tapioka dalam industri pangan biasanya digunakan sebagai bahan pengental. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka mampu mengurangi kerusakan tepung serta digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih. Komposisi gizi tapioka dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi gizi tapioka per 748 g bahan yang dianalisis Indikator Jumlah Satuan Kalori 1.269 kkal Protein 6 g Vitamin A 2.881 SI Vitamin C 225 mg Kalsium 247 mg Fosfor 299 mg Besi 5,20 mg Sumber : Suryana (2006) di dalam Harnowo dkk. (2006)
Menurut Margono dkk. (1993) pada umumnya terdapat dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Potensi tapioka sebagai bahan baku industri juga terlihat dari jumlah ekspor dan impor tapioka. Tabel 4 menunjukkan volume ekspor tapioka dari tahun ke tahun berfluktuasi. Volume ekspor tertinggi dicapai pada tahun 2004, sebesar 252.617 ton dengan nilai sebesar US.$ 41 juta. Sementara ada tahun 2005 ekspor mengalami penurunan menjadi 106.683 ton dengan nilai US.$ 17, 9 juta. Selain mengekspor tapioka Indonesia juga mengimpor tapioka. Impor tapioka tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 190.627 ton dengan nilai US.$33,7 juta, sedangkan pada tahun yang sama ekspor mencapai 21.966 ton dengan nilai US.$ 3,1 juta. Hal ini memperlihatkan bahwa prospek permintaan tapioka untuk pasar dalam maupun luar negeri dalam kondisi baik (Sani, 2006).
23
Tabel 4. Volume dan nilai ekspor-impor tapioka selama tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Volume (ton) 40.523 29.820 21.966 252.617 106.683
Ekspor Nilai (Ribu US$) 4.717 5.373 3.075 41.321 17.907
Volume (ton) 66.593 25.977 190.627 56.760 49.328
Impor Nilai (Ribu US$) 10.035 4.833 33.692 10.450 11.600
Sumber : Sani (2006) di dalam Harnowo dkk. (2006)
C. Analisis Efisiensi Kinerja Sumber daya merupakan input terhadap sistem atau merupakan elemen yang diproses, diubah, atau digunakan dan mempengaruhi lingkungan internal. Sumber daya dapat dikelompokkan menjadi 7 M 1 E, yang terdiri dari Man, Material, Money, Method, Management, Machine, Material dan Environment (Warren dan Raymond, 1994). Comparative Performance Index (CPI) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja. CPI adalah indeks gabungan yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif. CPI mentransformasi nilai dari variabel dengan jangkauan berbeda menjadi suatu indeks gabungan yang dapat dibandingkan (Marimin, 2002)
D. Frontier Analysis Pada umumnya metode pengukuran efisiensi kinerja dan produktivitas diukur menggunakan rasio keuangan. Penilaian efisiensi tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan rasio keuangan saja, namun perlu dilakukan secara total dengan memperhitungkan seluruh output yang dihasilkan dan seluruh input yang digunakan. Frontier Analysis merupakan metode yang mampu mengukur efisiensi dengan memperhitungkan seluruh input dan output. (Abidin, 2007). Frontier Analysis biasa dikenal dengan istilah Data Envelopment Analysis (DEA), merupakan teknik pengukuran kinerja non parametrik dengan pendekatan
24
data-oriented yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif. Frontier Analysis merupakan teknik berbasis linear proggraming (Bougnol dkk., 2001). Penggunaan Frontier Analysis sudah dilakukan untuk mengevaluasi kinerja pada organisasi dari berbagai bidang seperti rumah sakit, universitas, kota, pengadilan, dan lain-lain. Cooper dkk. (2000) menyatakan bahwa keuntungan penggunaan Frontier Analysis adalah sedikitnya jumlah asumsi yang dapat menyelesaikan permasalahan yang melibatkan kompleksitas hubungan input dan output. Komponen utama yang perlu disiapkan untuk penggunaan Frontier Analysis adalah identifikasi dari daftar entitas dan pengklasifikasian sebagai input atau output. Dalam beberapa kasus proses ini cukup sulit karena dalam penentuan input atau output atribut dapat berfungsi ganda sebagai input maupun output, namun hal ini tidak boleh terjadi dalam penentuan input dan output (Bougnol dkk., 2001). Identifikasi variabel input dan output yang akan digunakan dalam pengukukuran kinerja merupakan langkah terpenting, karena hasil evaluasi kinerja akan tergantung pada pilihan input dan output. Syarat pemilihan variabel input dan output adalah terdapatnya hubungan yang bersifat exclusivity dan exhaustiveness, Exclusivity hanya variabel output yang digunakan dalam pengukuran saja yang dipengaruhi dan exhaustiveness berarti hanya variabel input yang dapat mempengaruhi variabel output. Variabel yang digunakan dalam penelitian ditentukan berdasarkan kondisi yang ada pada objek penelitian (Purwantoro, 2003). Frontier Analysis merupakan ukuran efisiensi relatif, yang mengukur inefisiensi unit-unit yang ada dibandingkan dengan unit lain yang dianggap paling efisien dalam set data yang ada sehingga dalam Frontier Analysis dimungkinkan beberapa unit mempunyai tingkat efisiensi 100%. Hal ini berarti unit tersebut merupakan unit yang terefisien dalam set data tertentu dan waktu tertentu. Keuntungan lainnya adalah bahwa Frontier Analysis dapat melihat sumber ketidakefisienan dengan ukuran ‘peningkatan potensial’ dari masing-masing input (Hadad dkk, 2003).
25
Hasil analisis dari Frontier Analysis tidak dapat diuji dengan statistik seperti pada ekonometri. Namun kedua pendekatan ini akan menghasilkan ukuran efisiensi yang mirip jika datanya representatif. Jika ekonometri membutuhkan data yang lengkap, maka Frontier Analysis sensitif terhadap angka nol, negatif dan angka kecil yang mendekati nol. Frontier Analysis menggunakan metode linear programming dengan pembobotan, maka adanya angka kecil yang mendekati nol dapat menyebabkan fluktuasi bobot menjadi amat tinggi dan bisa tak terhingga. Adanya angka negatif tidak memungkinkan dijalankannya analisis dengan Frontier Analysis karena angka negatif mengimplikasikan sebuah titik kombinasi yang tidak terdapat di dalam ‘closed set’. Secara sederhana kita juga dapat mengatakan bahwa input dan output tidak boleh negatif atau berhutang (Hadad dkk, 2003). Pada Frontier Analysis, efisiensi dapat ditunjukkan dengan grafik apabila digunakan 2 input dan 1 output. Gambar 2 menunjukkan contoh analisis efisiensi
Input 2 Output
terhadap 3 unit.
C
B C’ A
O
Input 1 Output
Gambar 2. Frontier plot untuk tiga unit (Hadad, 2002) Pada Gambar 2 diperlihatkan contoh efficiency frontier dimana input dinormalisasi dengan output untuk setiap unit. Unit A menggunakan input 1 yang lebih besar dari input 2, dan unit B menggunakan input dengan komposisi yang berlawanan. Frontier dapat digambarkan sebagai kombinasi linier dari unit A dan B, dan menyambungkan daerah di luar A dan B yang mendekati setiap aksis, tetapi tidak pernah menyentuh. Unit C berada di antara frontier, dengan tingkat 26
efisiensinya dihitung sebagai rasio antara OC' to OC. Oleh karena itu, bila kita menarik garis lurus dari C ke frontier, akan didapat unit C' yang merupakan unit yang dapat kita perkirakan bila unit C menggunakan teknologi yang digunakan oleh unit A dan B (Hadad dkk, 2003).
E. Penelitian Terdahulu Wardhana (2006) melakukan penelitian pada industri tapioka skala kecil dan melakukan analisis SWOT. Keadaan dari industri tapioka skala kecil adalah kurang dimanfaatkannya teknologi dalam produksi, keterbatasan modal, dan mutu dari SDM yang terbatas. Hasil dari analisis SWOT adalah pada strategi SO industri tapioka skala kecil harus meningkatkan produksi dengan melakukan efektifitas dan efisiensi.
Peningkatan efisiensi
dapat
dilakukan dengan
pemanfaatan teknologi, pengajuan tambahan modal untuk peningkatan usaha, dan peningkatan mutu SDM dengan mengikuti pelatihan. Hidetoshi (200) melakukan penelitian kepada industri tapioka skala kecil dan menyimpulkan bahwa industri tapioka berada pada kuadran I dalam matriks SWOT. Hal ini menunjukkan bahwa strategi agresif dapat digunakan untuk memperbaiki kemampuan penjaminan mutu industri tapioka, seperti sistem pengadaan ubi kayu dan mutunya, perbaikan teknologi proses dan diversifikasi pemasaran tapioka kasar. Salah satu faktor kondusif adalah pengembangan standar mutu tapioka kasar, baik untuk industri tapioka maupun konsumen. Faktor-faktor eksternal harus dikaji untuk memperluas dukungan untuk menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi industri tapioka skala kecil.
27
BAB III METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Agroindustri di Indonesia saat ini sebagian besar masih berada dalam skala UKM. UKM merupakan penyokong perekonomian Indonesia karena selama ini memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja terbesar secara nasional, meningkatkan ekspor serta berperan dalam pembentukan PDB nasional. UKM secara mikro berada dalam kondisi yang belum optimal.
Oleh karena itu,
diperlukan indikator pengukuran efisiensi dari UKM. Tapioka merupakan salah satu agroindustri yang potensial untuk dikembangkan, karena potensi tapioka sebagai bahan baku industri serta tingginya peluang peluang pasar dalam dan luar negeri. Industri tapioka di kota Bogor termasuk agroindustri dengan skala UKM. Masalah yang dihadapi industri tapioka skala kecil adalah penggunaan teknologi yang masih tradisional dengan menggunakan peralatan pengolahan sederhana. Teknologi sederhana ini tentunya akan mempengaruhi produktivitas industri dan pada akhirnya efisiensi dari kinerja industri tersebut. Dalam penelitian ini akan dianalisis efisiensi dari industri tapioka skala kecil di kota Bogor dan diharapkan hasil analisis efisiensi mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi nilai efisiensi. . B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan dimulai pada bulan Maret 2008 sampai Mei 2008. Penelitian dilakukan di industri tapioka Kota Bogor.
C.Tahapan Penelitian 1. Identifikasi Variabel Input dan Output Variabel yang akan digunakan dimodifikasi dari penelitian terdahulu oleh Wardhana (2006) yang telah melakukan penelitia di industri tapioka skala kecil. Modifikasi dilakukan dengan mengacu pada 7 M 1 E (Man, Material, Money, Machine, Method, Management, Market dan Environment). Modifikasi
28
dilakukan pada penambahan variabel Environment dan tidak digunakannya sub variabel yang tidak terukur seperti bagaimana sistem perekrutan tenaga kerja, siapa pemasok ubikayu, siapa yang menentukan harga jual dan lain-lain. Variabel Method tidak digunakan mengingat industri sampel menggunakan metode yang sama yaitu metode ekstraksi basah. Variabel yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
Tabel 5. Variabel input output Variabel Definisi Money (Permodalan) Asal modal Dari mana modal diperoleh
Satuan
Keterangan
Ordinal
(1) Sendiri ; (2) Keluarga; (3) Pinjaman
Jumlah Modal
Rupiah
Jumlah modal yang digunakan Titik Impas Lama usaha mengalami impas Man (Ketenagakerjaan) Jumlah Tenaga Jumlah total kerja tenaga kerja dalam satu industri Penyerapan Tenaga Jumlah tenaga Kerja kerja dari desa setempat dan luar Lama Jam Kerja Lama jam kerja dalam sehari Upah Tenaga Kerja Upah tenaga kerja dalam sehari Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan tenaga kerja Pelatihan Tenaga Adanya pelatihan Kerja terhadap tenaga kerja Machine
Tahun
Orang
Orang
Jam per hari Rupiah per hari Ordinal
Ordinal
(1) SD; (2) SMP; (3) SMA (1) Tidak Ada ; (2) Ada
29
Tabel 5. (Lanjutan) Penggunaan Mesin
Adanya Ordinal penggunaan mesin dalam industri Biaya Investasi Besarnya Rupiah Mesin investasi untuk mesin Material (Bahan Baku) Asal Bahan Baku Bahan baku Ordinal diperoleh dari kebun atau beli Harga Bahan Baku Harga bahan Rupiah baku dari per kg pemasok Jumlah Bahan Baku Jumlah bahan kg per yang digunakan baku yang hari digunakan untuk produksi dalam sehari Market And Product (Pemasaran dan Produk) Jumlah Produksi Jumlah tapioka kg per kasar yang hari diproduksi dalam sehari Rendemen Jumlah tapioka % kasar per bahan baku Harga Penjualan
Harga penjualan tapioka kasar
Rupiah per kg
Jumlah Penjualan
Jumlah tapioka kasar yang dijual dalam sehari
kg per hari
Management (Manajemen) Perencanaan Adanya Produksi perencanaan produksi Peengendalian Kualitas
Adanya pengendalian kualitas
(1) Tidak Ada ; (2) Ada
(1) Kebun Sendiri; (2) Pemasok
Ordinal
(1) Tidak Ada ; (2) Ada
Ordinal
(1) Tidak Ada ; (2) Ada
30
Tabel 5. (Lanjutan) Environment (Lingkungan) Limbah Adanya limbah dari industri
Ordinal
(1) Iya; (2) Tidak
Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah yang dilakukan dalam industri
Ordinal
Tanggapan Masyarakat
Tanggapan masyarakat terhadap limbah
Ordinal
(1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5)
Dukungan Lingkungan
Dukungan pemerintah terhadap industri dalam bentuk penyuluhan
Ordinal
(1) (2) (3) (4) (5)
Buruk ; Kurang Baik; Baik; Cukup Baik; Sangat Baik Sangat Mengganggu; Cukup Mengganggu; Mengganggu; Kurang Mengganggu; Tidak Mengganggu Buruk ; Kurang Baik; Baik; Cukup Baik; Sangat Baik
2. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan bantuan penyebaran kuesioner dan wawancara. Data sekunder diperoleh dengan melakukan tinjauan pustaka Populasi dalam penelitian ini adalah industri-industri tapioka skala kecil. Data dikumpulkan dengan bantuan kuesioner yang diberikan kepada setiap industri kecil. Untuk melengkapi data yang diperoleh dari kuesioner, juga dilakukan pengamatan dan wawancara. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Ukuran sampel ditentukan berdasarkan pendekatan dari berbagai pihak. Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah 6 industri tapioka skala kecil. Jumlah sampel 6 industri diharapkan dapat mewakili keseluruhan industri tapioka skala kecil yang
31
berjumlah 43 industri. Menurut Jankowicz (2005) Jumlah minimal sampel adalah 10 % dari total populasi. Untuk keperluan penelitian ini dari jumlah 6 sampel dapat dikategorikan dalam kapasitas yang berbeda yaitu besar, sedang, dan kecil.
3. Pengolahan Data a. Composite Performance Index (Marimin, 2002) Composite Performance Index merupakan indeks gabungan (Composite Index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j). Formula yang digunakan dalam teknik CPI : A(i + 1.j) = (X(I + 1.j) )/ Xij (min) x 10 Keterangan: Aij Xij (min) A(i + 1.j) X(i + 1.j) Pj Iij Ii i j
= nilai alternatif ke-i pada kriteria ke – j = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke – j = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke – j = bobot kepentingan kriteria ke – j = indeks alternatif ke-i = indeks gabungan kriteria pada alternatif ke –i = 1, 2, 3,…, n = 1, 2, 3,…, m
b. Frontier Analysis (Cooper dkk, 2000) Formula yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi kinerja adalah: Epq = Maksimumkan s r
ho
yro
r 1 m
vi xio t 1
32
Untuk s r
yrj
r 1 m
1 vi xij
t 1
untuk j sebagai kondisi pencapaian optimal; vi > 0 untuk i = 1,…,m ; ur > o untuk r = 1,…,s Keterangan: i
= jumlah output pada industri tapioka
r
= jumlah input pada industri tapioka
j
= jumlah industri tapioka yang dianalisis
yro
= nilai output ke-i (i=1,..,m) dari industri tapioka ke-j (j=1,..,n)
xro
= nilai input ke-j (r=1,..,s) dari industri tapioka ke-j (j=1,..,n)
ur
= bobot tertimbang bagi nilai output ke-i (i=1,..,m) dari industri tapioka ke-j (j=1,..,n)
vr
= bobot tertimbang bagi nilai input ke-j (r=1,..,s) dari industri tapioka kej (j=1,..,n)
Epq = efisiensi relatif industri tapioka ke-q (q=1,..,n) bila dievaluasi menggunakan bobot-bobot yang diasosiasikan dengan industri tapioka ke-p (p=1,..,n) e
= sebuah bilangan yang sangat kecil (0<e<<1)
4. Interpretasi Data Data yang telah dianalisis menggunakan Frontier Analysis dan menghasilkan nilai efisiensi, diinterpretasikan dan diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi industri. Interpretasi hasil analisis dapat digunakan sebagai acuan dalam peningkatan efisiensi.
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106043’30” BT – 106051’00”BT dan 30’30”LS – 6041’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter di atas permukaan laut dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 km. Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0 – 15 % dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15 – 30 %. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm. Tekstur tanah halus serta relatif peka terhadap erosi (Biro Pusat Statistik, 2007). Luas wilayah Kota Bogor adalah 118,5 km2. Wilayah ini terbagi menjadi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Tengah, dan Kecamatan Tanah Sareal. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bogor Utara (Gambar 3). Secara geografis, Kota Bogor terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor denagan lokasi yang berdekatan dengan ibukota Negara. Jarak yang relatif dekat dengan ibukota merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh dalam rangka menciptakan landasan perekonomian yang kuat agar tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri. Pembangunan sektor industri mencakup industri besar, industri sedang, industri kecil, dan industri rumah tangga. Setiap tahun jumlah industri di Kota Bogor mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 terdapat 1851 industri kecil dan meningkat menjadi 1921 industri kecil pada tahun 2007 (Diperindagkop Kota Bogor, 2008).
34
Lokasi Penelitian
skala 1 : 16.000
Gambar 3. Peta lokasi penelitian (Holtorf, 2004) Data dari Diperindagkop Kota Bogor (2008) menyatakan bahwa industri non formal merupakan kegiatan industri dominan di kota Bogor. Industri non formal biasanya termasuk dalam kategori UKM. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah industri kecil Kimia, Agro, dan Hasil Hutan mengalami kenaikan baik pada sektor formal maupun non formal. Kenaikan terbesar pada industri makanan yang merupakan industri yang berjumlah paling besar dibandingkan industri yang lain. Industri tapioka skala kecil termasuk dalam industri makanan. Tabel 6. Daftar industri kecil kimia, agro, dan hasil hutan kota Bogor 2006-2007 Jenis Industri Makanan Minuman Kayu Olahan dan Rotan Pulp Kertas Bahan Kimia dan Karet Galian Non Logam Kimia
Formal 2006 2007 180 193 40 49 111 114 79 79 13 13 37 37 43 58
Non Formal 2006 2007 979 998 203 207 80 82 28 33 35 35 23 23
Sumber : Diperindagkop Kota Bogor (2008)
35
B. Industri Tapioka Skala Kecil 1. Keadaan Umum Industri Industri tapioka skala kecil secara umum berkembang dalam satu daerah yang berdekatan satu sama lain. Hal ini disebabkan pendiri industri tapioka skala kecil mendekati pasar yaitu industri skala menengah yang mengolah tapioka kasar menjadi tapioka halus. Industri tapioka skala kecil di kota Bogor juga terkumpul dalam satu daerah yang disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan antara pemilik satu dengan yang lain. Posisi industri-industri kecil yang berada di sekitar industri menengah memberikan jaminan bagi industri kecil untuk menjual produknya. meningkatkan kekuatan dan performa dari agroindustri tapioka. Pada agroindustri tapioka, petani ubi kayu berperan sebagai pemasok bahan baku. Industri kecil sebagai penghasil dan pemasok tapioka kasar. Industri menengah sebagai penghasil tapioka halus. Proses utama ekstraksi pati tapioka dilakukan di industri kecil. Pada proses ini ubi kayu diolah sampai menjadi tapioka kasar. Tapioka kasar kemudian diolah menjadi tapioka halus oleh industri menengah. Hasil samping dari industri kecil adalah onggok. Onggok merupakan ampas hasil ekstraksi ubi kayu yang dikeringkan. Onggok yang sudah kering akan dijual ke industri menengah.
2. Teknologi Proses Proses pengolahan tapioka kasar dengan ekstraksi basah dapat dilihat pada Gambar 4 yang terdiri dari pengupasan, pencucian, pengecilan ukuran, ekstraksi, pengenapan pati, penghalusan enapan, dan penjemuran. Pengupasan bertujuan untuk menghilangkan kulit dan cortex, karena bagian yang digunakan hanya bagian inti dari umbi. Pengupasan dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau.
36
Ubi Kayu Ekstraksi
Kulit
Pengupasan
Pengenapan Pati
Pencucian
Penghalusan Enapan
Pengecilan Ukuran
Pengeringan
Ampas
Tapioka Kasar
Gambar 4. Diagram alir pengolahan tapioka kasar Ubi kayu kemudian dicuci sampai bersih. Ubi kayu yang sudah bersih dikecilkan ukurannya dengan menggunakan alat parut. Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk merusak dinding sel ubi kayu sehingga melepaskan granula pati. Jumlah granula pati yang terlepas dinamakan rasping effect. Proses ini akan menghasilkan pulp atau bubur ubi kayu. (Grace, 1977) Proses selanjutnya adalah ekstraksi untuk memisahkan pati dengan ampas singkong. Terdapat dua macam metode yang digunakan oleh industri kecil di Bogor. Cara pertama adalah ekstraksi secara manual dengan mengaduk bubur ubi kayu di atas saringan bambu yang dilapisi kain dan dialiri air.
37
Gambar 5. Mesin saringan goyang Cara yang kedua adalah ekstraksi menggunakan mesin saringan goyang (Gambar 5) yang terdiri dari 5 atau 6 bingkai saringan 80-100 mesh berukuran 1x1 m. Saringan dipasang secara horizontal pada sebuah kerangka besi atau kayu yang bergerak maju mundur. Di atas saringan diberi selang atau pipa untuk menyemprotkan air. Proses ekstraksi akan menghasilkan susu pati yang akan langsung dialirkan ke bak pengenapan. Proses pengenapan ditujukan untuk mendapatkan pati tapioka dan untuk memisahkan pati dari kontaminan terlarut. Pengenapan dilakukan menggunakan beberapa bak yang saling terhubung. Pati akan mengenap di dasar bak, sedangkan air akan berada di bagian atas. Di antara dua lapisan tersebut terdapat partikel bukan pati yang berwarna kekuningan. Partikel ini biasa diebut lindur atau elot. Lindur biasanya masih mengandung sisa protein dan pati. Bak pengenapan dan hasil enapan tapioka dapat dilihat pada gambar 6.
38
Gambar 6. Bak pengenapan dan tapioka hasil pengenapan Setelah pati mengenap, lapisan air dan lindur dibuang untuk mengambil enapan pati. Sebelum pengeringan, enapan pati dihaluskan dengan menggunakan saringan. Butiran pati kemudian ditebarkan di atas tampah dan dijemur di atas rak. Gambar 7 menyajikan cara pengeringan tapioka kasar yang dilakukan industri tapioka skala kecil. Pati dijemur sampai kering dan kemudian siap dijual dalam kemasan karung 100 kg ke industri menengah. (Grace, 1977)
Gambar 7. Pengeringan tapioka kasar 39
C. Analisis Efisiensi Kinerja 1. Variabel Input - Output Penentuan variabel input – output didasarkan pada sumber daya industri yang umum dikenal dengan 7 M 1E (Man, Material, Method, Money, Market, Management, Machine, dan Environment (Warren dan Raymond, 1994). Pada penelitian ini variabel Man, Material, Money, Management, Machine, dan Environment digunakan sebagai variabel input. Variabel Method atau proses pengolahan tidak dijadikan input dengan alasan proses pengolahan pada industri dianalisis secara umum sama. Industri tapioka skala kecil seluruhnya menggunakan proses ekstraksi basah. Produk dan Pemasaran (Market and Product) digunakan sebagai variabel output.
Tabel 7. Data variabel Money industri tapioka skala kecil No
Nama Industri Tapioka
1 2 3 4 5 6
A B C D E F
Asal 1 1 1 1 1 2
MONEY Jumlah (Rp) BEP (tahun) 11.348.000 5 10.677.000 3 8.050.000 10 7.118.000 3 6.417.500 12 7.118.000 3
Variabel Money memperlihatkan modal usaha dari industri tapioka. Pada Tabel 7 ditunjukkan industri A memiliki jumlah modal terbesar dan industri E memiliki jumlah modal terkecil. Data yang diperoleh dari industri tapioka skala kecil untuk variabel Money terdiri atas tiga sub variabel. Sub variabel asal, menunjukkan asal modal dari industri. Sub variabel ini dinilai dalam skala ordinal, nilai 1 berarti industri menggunakan modal sendiri dalam kegiatan operasionalnya. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa sebagian besar industri menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Jumlah modal dari industri bervariasi tergantung dari kapasitas industri 40
tapioka skala kecil. Jumlah modal telah dihitung dengan Net Present Value agar dapat dibandingkan. Break Even Point menginformasikan waktu yang diperlukan oleh industri untuk mengembalikan jumlah investasinya. Tabel 8. Data variabel Man industri tapioka skala kecil MAN Nama No
Industri Tapioka
Jumlah (org)
Asal
Jam Kerja (jam/hari)
Upah (Rp/hari)
Pendidikan
Pelatihan
1 2 3 4 5 6
A B C D E F
5 11 10 10 12 8
1 1 1 1 1 1
13 16 5 12 6 12
5.000 5.500 4.333 1.666 5.000 5.666
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
Kondisi ketenagakerjaan industri tapioka skala kecil diperlihatkan pada Tabel 8. Secara keseluruhan sub variabel asal tenaga kerja yang bernilai 1. Hal ini berarti tenaga kerja berasal dari penduduk desa setempat. Sub variabel pendidikan dengan nilai 1 menunjukkan taraf pendidikan tertinggi dari tenaga kerja adalah SD. Industri tapioka skala kecil yang dianaalisis juga tidak mengadakan pelatihan kepada tenaga kerjanya. Untuk jumlah tenaga kerja, jam kerja per hari, dan upah per hari ditentukan berdasarkan kebutuhan dan kebijakan industri.
Tabel 9. Variabel Machine dan Material industri tapioka skala kecil No 1 2 3 4 5 6
MACHINE Nama Industri Investasi Tapioka Teknologi (Rp) A 2 851.100 B 2 3.953.400 C 2 7.188.000 D 2 1.078.200 E 2 14.376.000 F 2 1.078.200
Asal 2 2 2 2 2 2
MATERIAL Beli Harga (kg) (Rp/kg) 1.500 500 2.000 450 2.160 600 2.000 450 2.880 800 1.200 750
Pakai (kg) 1.500 2.000 2.160 2.000 2.880 1.200
41
Pada Tabel 9 memperlihatkan data untuk variabel Machine dan Material. variabel Machine merupakan investasi terhadap mesin pada industri tapioka. Keseluruhan industri tapioka yang dianalisis telah menggunakan mesin, namun dengan jenis mesin dan jumlah investasi yang berbeda-beda. Industri E memiliki nilai investasi tertinggi dan industri A memiliki nilai investasi terendah. Bahan baku dari industri kecil diperoleh dari pemasok dengan harga berbeda-beda yang berkisar antara Rp.450 – Rp. 800 per kg. Industri B dan C membeli bahan baku dengan harga paling rendah, sedangkan industri E membeli bahan baku dengan harga paling tinggi. Jumlah bahan baku yang dibeli dan digunakan sesuai dengan kapasitas masing-masing industri.
Tabel 10. Variabel Management dan Environment industri tapioka skala kecil No 1 2 3 4 5 6
Nama Industri Tapioka A B C D E F
MANAGEMENT PerenKuaCanaan litas 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2
Limbah 1 1 1 1 1 1
ENVIRONMENT PengTanggap olahan Masyarakat 1 3 1 3 2 4 2 4 2 4 2 3
Dukungan 2 2 2 1 2 1
Pada Tabel 10 memperlihatkan variabel Management dan Environment. Kedua variabel dinilai dalam skala ordinal. Yang termasuk dalam variabel Management adalah perencanaan produksi dan pengendalian kualitas. Industri tapioka telah melakukan manajemen secara sederhana yaitu dengan melakukan pengendalian kualitas. Variabel Environment terdiri atas produksi limbah, pengolahan limbah, tanggapan masyarakat, dan dukungan lingkungan. Secara umum dapat dilihat bahwa industri tapioka menghasilkan limbah namun belum melakukan pengolahan limbah dengan baik.
42
Tabel 11. Variabel Market and Product industri tapioka skala kecil No 1 2 3 4 5 6
Nama Industri Tapioka A B C D E F
MARKET AND PRODUCT Rendemen (%) 16,67 20,00 27,78 20,00 27,78 16,67
Produksi (kg)
Harga
Jual (kg)
250 400 600 400 800 200
3.000 3.575 3.500 3.000 3.750 3.700
300 400 600 400 800 200
Variabel Market and Product diperlihatkan pada Tabel 11. Variabel Market and Product merupakan variabel output yang terdiri atas rendemen, jumlah produk yang diproduksi, harga jual, dan jumlah produk yang dijual. Rendemen berkisar antara 16,67 – 27,78 %. Rendemen tertinggi dimiliki industri C dan industri E, sedangkan rendemen terendah dimiliki oleh industri A dan industri F. Harga jual berkisar antara Rp. 3.000 – Rp. 3.750. Harga jual terendah dimiliki industri A dan industri D, sementara harga jual tertinggi dimiliki industri E. Jumlah produksi berkisar antara 200 – 800 kg. Jumlah produksi tertinggi dimiliki industri E dan produksi terendah dimiliki industri F. Sebagian besar industri langsung menjual seluruh produksi dalam hari yang sama, tetapi industri A mampu menjual lebih banyak karena melakukan perencanaan produksi sehingga dapat melakukan penyimpanan.
2. Analisis Indeks Kinerja Analisis indeks kinerja dilakukan untuk membandingkan kinerja dari industri, yaitu antar 6 industri tapioka sampel dengan kapasitas yang bervariasi. Perbedaan kapasitas masing-masing industri dapat dilihat pada Tabel 12.
43
Tabel 12. Klasifikasi kapasitas industri kecil Nama Industri A B C D E F
Kapasitas Produksi (kg) 250 400 600 400 800 200
Jenis Kecil Sedang Besar Sedang Besar Kecil
Perbandingan kinerja dilakukan dengan menggunakan metode Composite Performance Index (CPI). Dengan metode CPI nilai masingmasing variabel akan berada dalam jangkauan yang sama. Jangkauan yang digunakan pada penelitian ini adalah 0 - 10. Pembagian kelas jangkauan adalah sebagai berikut : jangkauan rendah (0 – 3,99), sedang (4 – 7,99), dan tinggi (8 – 10). Pembagian kelas dilakukan untuk menganalisis kinerja secara lebih detail.
Money 10.00 Market and Product
Man 5.00
A B C
0.00
D
Environment
Machine
E F
Management
Material
Gambar 8. Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil
44
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat kondisi dari industri tapioka skala kecil di Kota Bogor. Bahan baku dari industri tapioka bervariasi tergantung dari kapasitas industri. Dari segi permodalan rata-rata industri tapioka berada dalam jangkauan sedang (4 - 7.99), namun ada juga yang memiliki modal tinggi yaitu industri A dan B. Mesin yang digunakan oleh industri tapioka skala kecil belum merata, ada yang berada pada jangkauan tinggi (8-10), sedang (4 - 7,99), dan rendah (0 - 3.99), kondisi ini disebabkan penggunaan jenis mesin yang berbeda. Industri tapioka skala kecil terlihat sudah memperhatikan manajemen dari sisi pengendalian kualitas namun masih belum melakukan perencanaan produksi. Hal ini sebabkan industri tapioka skala kecil berproduksi sesuai dengan bahan baku yang diperoleh dari pemasok. Industri tapioka skala kecil secara keseluruhan belum memperhatikan aspek lingkungan dan kurang mendapat dukungan dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari variabel Environment yang berada dalam jangkauan rendah (0 - 3.99). Industri tapioka skala kecil masih memiliki peluang dalam pengembangan usaha melihat dari variabel Market and Product yang berada dalam jangkauan tinggi.
Perbandingan Kinerja Berdasarkan Kapasitas Industri Industri tapioka skala kecil memiliki kapasitas yang berbeda yaitu kecil, sedang dan besar. Perbandingan kinerja berdasarkan kapasitas industri dilakukan untuk melihat pengaruh kapasitas industri terhadap kinerja industri tapioka. Pada Gambar 9 ditunjukkan perbandingan kinerja industri kecil berkapasitas kecil. Industri dengan kapasitas kecil memiliki input rendah (0 – 3.99) pada variabel Environment
dan Machine. Industri ini baru
menggunakan mesin pada proses awal produksi saja yaitu mesin pengecil ukuran. Industri ini memiliki input tinggi pada variabel Man, Management, dan Money dengan nilai antara 8 - 10. Pada variabel Money industri A
45
memiliki input lebih tinggi daripada industri F, hal ini karena industri A menggunakan modal yang lebih tinggi daripada industri F. Variabel Market and Product berada pada jangkauan sedang (4 – 7,99), hal ini dipengaruhi variabel Material yang berada dalam jangkauan sedang.
Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00
A
0.00
F
Environment
Management
Machine
Material
Gambar 9. Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil berkapasitas kecil Industri kecil berkapasitas sedang seperti pada Gambar 10 memiliki input rendah (0 – 3,99) pada variabel Environment dan Machine. Industri ini memiliki input sedang pada variabel Management dan Material dengan nilai antara 4 – 7,99. Kedua industri telah melakukan pengendalian kualitas, namun belum melakukan perencanaan produksi. Bahan baku yang digunakan sesuai dengan kapasitas, begitu pula dengan produk yang dihasilkan. Kedua industri memiliki perbedaan kondisi pada variabel Man dan Money dimana industri B memiliki input lebih tinggi dari industri D. Industri D mampu berproduksi dalam kapasitas sedang dengan modal sedang dan upah tenaga kerja lebih rendah dari industri B. Variabel output yaitu Market and Product berada dalam jangkauan sedang hal ini dipengaruhi oleh variabel Man dan variabel
46
Management yang tinggi serta variabel Material yang berada dalam jangkauan sedang.
Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00
B
0.00
D
Environment
Management
Machine
Material
Gambar 10. Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil berkapasitas sedang Gambar 11 memperlihatkan kinerja industri berkapasitas besar berdasarkan input-outputnya. Variabel Environment berada dalam jangkauan rendah (0-3,99), hal ini disebabkan kedua industri belum melakukan pengolahan limbah dan minimnya dukungan pemerintah. Variabel Material, dan Management berada dalam jangkauan tinggi (8 – 10). Variabel Machine pada industri dengan kapasitas besar memiliki perbedaan, industri E memiliki investasi yang lebih tinggi daripada industri C. Industri C telah menggunakan mesin yang memiliki jenis yang sama dengan industri E, namun bahan pembuat mesin berbeda sehingga biaya pembuatan mesin lebih rendah. Variabel output Market and Product berada pada jangkauan tinggi hal ini ditunjang oleh variabel-variabel input seperti Material, Machine, dan Management meskipun ada variabel yang berada dalam jangkauan sedang dan rendah.
47
Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00
C
0.00
E
Environment
Management
Machine
Material
Gambar 11. Grafik layang-layang variabel input-output industri tapioka skala kecil berkapasitas besar Berdasarkan perbandingan kinerja berdasarkan kapasitas, semakin besar kinerja industri tapioka semakin tinggi kinerjanya. Hal ini bisa dilihat dari nilai input dan output dari industri tapioka.
Analisis Kinerja Industri Setelah dilakukan perbandingan kinerja berdasarkan kapasitasnya, analisis dilakukan terhadap masing-masing industri tapioka. Analisis dilakukan untuk melihat kinerja masing-masing industri berdasarkan pemanfaatan sumber dayanya. Berdasarkan gambar 12 terlihat bahwa untuk variabel Money dan Management industri A mencapai nilai 10 dan untuk variabel Man pada jangkauan tinggi juga, dengan nilai 8.83. Variabel Material berada pada jangkauan sedang dengan nilai 5.34. Untuk variabel Machine dan Environment berada dalam jangkauan rendah dengan nilai 0.75 dan 3.50. Industri A merupakan industri dengan kapasitas kecil dan penggunaan mesin
48
yang sederhana. Industri A menggunakan mesin pada proses awal yaitu pengecilan ukuran. Input bahan baku dalam kisaran sedang karena harga bahan baku yang cukup tinggi.. Minimnya penggunaan mesin menyebabkan tenaga kerja dalam industri A bekerja dengan jam kerja yang lebih lama dan dibayar lebih tinggi. Variabel Market and Product yang merupakan variabel output berada dalam jangkauan sedang, hal ini disebabkan karena variabel Material yang berada pada jangkauan sedang.
Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00 0.00 Environment
Management
Machine
Material
Gambar 12. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil A
Industri B (Gambar 13) merupakan industri dengan kapasitas sedang dan penggunaan mesin yang terbatas hanya mesin pemarut saja. Industri ini memiliki variabel Money (9,41) dan Man (9,72) dalam jangkauan tinggi. Industri ini menghasilkan produk dalam jangkauan sedang hal ini disebabkan industri ini menggunakan bahan baku dalam jangkauan sedang pula. Variabel Environment sendiri berada dalam jangkauan rendah dengan nilai 3,50. Variabel input seperti variabel Material yang berda pada jangkauan sedang menyebabkan variabel Market and Product juga berada pada jangkauan sedang.
49
Money 10.00 8.00 Market and Product
Man
6.00 4.00 2.00 0.00
Environment
Machine
Management
Material
Gambar 13. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil B
Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00 0.00 Environment
Management
Machine
Material
Gambar 14. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil C
Industri C (Gambar 14) merupakan industri dengan kapasitas besar. Hal ini terlihat pada variabel Market and Product dengan nilai 8,79. Kapasitas ini sesuai dengan penggunaan bahan baku. Variabel yang lain seperti Money, Man, Material, dan Management dalam jangkauan sedang dengan nilai berturut-turut 7,09; 7,65; 7,50; dan 7,50. Variabel Machine berada dalam jangkauan sedang dengan nilai 5,00 yang dipengaruhi oleh penggunaan mesin
50
untuk ekstraksi namun dengan jumlah investasi yang tidak besar. Penggunaan mesin juga berpengaruh kepada tingginya rendemen produk. Penggunaan mesin juga mengakibatkan input untuk variabel Money tidak terlalu tinggi karena dapat dilakukan efisiensi jumlah tenaga kerja dan jam kerja. Variabel Management dipengaruhi oleh pengendalian kualitas yang telah dilakukan sehingga variabel Management dalam jangkauan tinggi. Variabel Environment industri C dalam jangkauan rendah karena industri C belum melakukan pengolahan terhadap limbah industrinya.
Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00 0.00 Environment
Management
Machine
Material
Gambar 15. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil D
Industri D (Gambar 15) merupakan industri dengan kapasitas sedang Kinerja dari industri D pada variabel Machine, Man, dan Environment berada pada jangkauan rendah dengan nilai berturut-turut 0,75; 2,97; dan 3,70. Rendahnya variabel Machine karena industri D hanya menggunakan mesin pemarut dalam proses produksi. Industri D juga mampu membayar tenaga kerja dengan upah yang lebih rendah dibandingkan industri lain sehingga variabel Man dalam jangkauan rendah. Variabel Money dan Material berada dalam jangkauan sedang dengan nilai 6,27 dan 6,78. Variabel input yang
51
berada pada kondisi sedang menyebabkan variabel Market and Product juga berada pada jangkauan sedang dengan nilai 7,10. Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00 0.00 Environment
Management
Machine
Material
Gambar 16. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil E Industri E merupakan industri dengan kapasitas besar. Industri ini memiliki input tinggi pada variabel Machine dan Material yang mencapai nilai 10. variabel lain yang berada pada jangkauan tinggi adalah variabel Man dan Management yang bernilai 8,83 dan 7,50. Variabel Money berada pada jangkauan sedang (5,26), hal ini disebabkan industri E menggunakan modal dalam jumlah sedang daripada industri lain. Variabel Environment berada pada jangkauan rendah (3,80) yang disebabkan industri E belum melakukan pengolahan limbah yang berakibat rendahnya tanggapan masyarakat, kondisi ini juga disebabkan rendahnya dukungan dari pemerintah. Tingginya variabel input menyebabkan variabel Market and Product juga pada jangkauan tinggi dengan nilai 10. Industri F (Gambar 17) merupakan industri dengan kapasitas kecil. Industri F memiliki input tinggi dengan nilai 10 pada variabel Man yang disebabkan kebutuhan tenaga kerja lebih tinggi baik dari segi jumlah maupun waktu kerja karena industri ini hanya menggunakan mesin pemarut. Variabel Management dan Material dalam jangkauan sedang dengan nilai berturut-
52
turut 7,50 dan 4,80, sementara itu industri F memiliki input rendah pada variabel Machine (0,75) dan Environment (3,50). Rendahnya variabel Machine karena industri ini hanya menggunakan mesin pemarut, sementara rendahnya variabel Environment karena industri ini belum melakukan pengolahan limbah. Variabel-variabel input yang rata-rata pada jangkauan sedang menyebabkan variabel Market and Product berada pada jangkauan sedang dengan nilai 6,65.
Money 10.00 8.00 Market and Product
6.00
Man
4.00 2.00 0.00 Environment
Management
Machine
Material
Gambar 17. Grafik layang-layang variabel input-output industri kecil F
3. Frontier Analysis Frontier Analysis digunakan untuk menganalisis efisiensi dari industri tapioka skala kecil. Variabel input output industri tapioka dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kinerja industri kecil. Besarnya skor efisiensi dan peningkatan efisiensi akan diperoleh pada akhir analisis. Program Frontier Analyst dapat mempermudah proses analisis sehingga tidak perlu melakukan perhitungan secara manual dengan teknik linear programming. Proses analisis pada program diawali dengan penentuan input dan output serta penentuan skenario. Analisis dilakukan dengan penerapan skenario maximizing output. Skenario ini dilakukan dalam rangka menghitung
53
nilai efisiensi dengan memaksimalkan output berdasarkan input yang diberikan. Output yang dihasilkan berupa nilai skor efisiensi dan grafik potential improvement untuk industri yang belum efisien.
Tabel 13. Skor efisiensi industri tapioka skala kecil dengan skenario maximizing output Nama Efisiensi (%) 79,63 A 94,34 B 98,13 C 100,00 D 100,00 E 100,00 F
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa dari 6 industri kecil terdapat 3 industri yang memiliki efisiensi 100,00 %, yaitu E, F dan D. Nilai efisiensi yang didapat oleh industri C dan B adalah 98,13 % dan 94,34 %. Efisiensi terendah didapatkan pada industri A sebesar 79,93 %. Efisiensi yang dihitung ini merupakan efisiensi relatif. Industri tapioka dibandingkan satu dengan lainnya sehingga industri yang memiliki efisiensi 100 % merupakan industri yang dinilai paling optimal dalam pemanfaatan sumber dayanya. Industri yang memiliki skor efisiensi di bawah 100 % diharapkan dapat meningkatkan efisiensinya dengan melakukan peningkatan pada variabelnya sesuai dengan potential improvement-nya. Pada Gambar 18 menunjukkan bahwa untuk meningkatkan nilai efisiensinya Industri A dapat meningkatkan output sebesar 25,58 % yaitu dengan meningkatkan variabel Material sebesar 6,3 % yang dapat dilakukan dengan peningkatan kapasitas,
variabel Man sebesar 10,34 % dengan
meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan, variabel Environment sebesar 12,49 % dengan melakukan pengolahan limbah dan peningkatan daya dukung lingkungan. Untuk variabel Machine peningkatan yang diperlukan sebesar 57,64 % dengan menggunakan mesin penyaring goyang untuk
54
meningkatkan rendemen dan produk yang dihasilkan. Penurunan variabel Management (22,06 %) dan Money (31,28 %) menunjukkan bahwa kedua variabel yang digunakan saat ini tidak perlu digunakan untuk mencapai target output.
25.58
Market and Product
12.49
Environment
57.64
Machine -22.06 Management 6.3
Material
10.34
Man -31.28Modal -40
-20
0
20
40
60
Gambar 18. Grafik potential improvement industri tapioka A
6
Market and Product Environment
12.65
Machine
13.37 5.46
Management -6.07 Material
5.45
Man -31.34 -40
-30
-20
Modal -10
0
10
20
Gambar 19. Grafik potential improvement industri tapioka B
Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat untuk meningkatkan nilai efisiensinya industri B dapat meningkatkan output sebesar 6 % yaitu dengan
55
meningkatkan variabel Management sebesar 5,46 % yaitu dengan melakukan pengendalian kualitas, variabel Man sebesar 5,45 % dengan meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan, variabel Environment sebesar 12,65 % dengan melaksanakan pengolahan limbah dan peningkatan dukungan pemerintah, dan Machine sebesar 13,37 % dengan penggunaan mesin saringan goyang.
Penurunan variabel Material (6,07 %) dan Money (31,34 %)
menunjukkan bahwa penggunaan kedua variabel tidak diperlukan seperti saat ini untuk mencapai target output.
Market and Product
1.9
Environment-0.63 -48.56
Machine Management-2.13 Material 0.16 Man 0.16 Modal 0.16
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
Gambar 20. Grafik potential improvement industri tapioka C Berdasarkan gambar 20 untuk meningkatkan nilai efisiensi industri C dapat meningkatkan output sebesar 1,9 % dengan meningkatkan variabel Money, Man, dan Material sebesar 0,16 %, dan Environment sebesar 0,63 %. Peningkatan variabel Money dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah modal. Peningkatan ketenagakerjaan dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan mengadakan pelatihan. Peningkatan variabel Material dilakukan dengan menambah jumlah bahan baku yang dipakai tiap hari, hal ini akan meningkatkan kapasitas dari industri. Penurunan variabel Machine (48,56 %) dan Management (2,13 %) menunjukkan bahwa kedua variabel dapat tidak perlu digunakan untuk mencapai target output. 56
Gambar 21. Total potential improvements industri tapioka skala kecil
Total potential improvements menggambarkan peningkatan kierja yang harus dilakukan oleh industri tapioka skala kecil secara keseluruhan. Total
potential
improvements
improvements
masing-masing
diperoleh industri.
dari
Secara
akumulasi
potential
keseluruhan
potential
improvements industri tapioka skala kecil dapat dilihat pada Gambar 21. Bedasarkan gambar tersebut terlihat bahwa variabel produk dapat ditingkatkan sebesar 8,93 % dengan melakukan peningkatan pada variabel Man (13,11 %), Material (22,17 %) dengan melakukan penambahan kapasitas, Machine (3,72 %) dengan penambahan penggunaan mesin dan Environment (5,65 %) dengan melakukan pengolahan limbah. Sementara efisiensi dapat dilakukan untuk variabel Money (35,77 %) dan Management (10,65 %). Peningkatan pada variabel Man dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan kepada tenaga kerja yang memiliki pendidikan SD, agar tenaga kerja menjadi lebih terlatih. Variabel Material dapat ditingkatkan dengan peningkatan kapasitas industri tapioka.
57
Efficiency Frontier Efficiency
frontier
merupakan
analisis
secara
grafis
yang
menggambarkan posisi kedekatan (peer position) satu industri dengan industri lainnya. Efficiency frontier hanya dapat dilakukan dengan 2 input dan 1 output untuk skenario maximizing output. Analisis efisiensi kinerja untuk industri tapioka skala kecil dilaksanakan menggunakan 6 input dan 1 output, hal ini akan mengakibatkan persamaan menjadi multidimensi dan tidak dapat ditampilkan dalam grafik. Oleh karena itu, untuk melakukan frontier plot perlu dilakukan eliminasi terhadap 4 variabel. Eliminasi dilakukan berdasarkan korelasi antara variabel dengan skor efisiensi. Variabel yang memiliki korelasi paling tinggi adalah Money (0,89) dan Machine (0,77). Grafik korelasi dapat dilihat pada Lampiran 7. .
Gambar 22. Frontier plot industri tapioka skala kecil
58
Pada Gambar 22 ditunjukkan posisi masing-masing industri dalam garis frontier. Garis frontier adalah garis batas yang menghubungkan industri yang memiliki efisiensi 100%. Analisis efisiensi dengan 2 input menghasilkan skor yang berbeda. Industri yang memiliki efisiensi 100% adalah E dan F. Semakin jauh industri dari garis frontier, efisiensi industri semakin kecil. Garis biru merupakan garis referensi efisiensi. Industri E merupakan industri kecil dengan kapasitas besar dan menginvestasikan dana yang besar untuk penggunaan mesin sehingga menghasilkan produk dengan rendemen tinggi pula. Sementara itu, Industri F merupakan industri dengan kapasitas kecil dan menggunakan mesin yang minim sehingga menghasilkan produk yang rendah. Kedua industri efisien sesuai
dengan
kapasitas
masing-masing.
Industri
yang
lain
dapat
meningkatkan efisiensinya dengan mengurangi rasio Money per Market and Product dan rasio Machine per Market and Product. Hal ini berarti efisiensi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan output atau mengurangi komponen biaya yang tidak efisien.
Tabel 14. Daftar potensial peningkatan analisis efisiensi dengan dua input Potensial Peningkatan Nama A B C D
Money -30.50 0 0 0
Machine 40,36 0 0 0
Market and Product 27,88 47,11 14,17 7,77
Skor Efisiensi 78,2 67,98 87,59 92,79
Tabel 14 menunjukkan potensial peningkatan input dan output dari industri yang belum efisien. Industri B, C, dan D dapat meningkatkan efisiensi dengan memaksimalkan produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan meminimalisasi terjadinya loss selama proses. Pada kasus industri A, untuk meningkatkan output sebesar 27,78 % harus menaikkan investasi terhadap 59
mesin sebesar 40,36 % dan dapat menurunkan variabel Money sebesar 30,50 %. Frontier analysis memperlihatkan efisiensi relatif. Industri yang memiliki efisiensi 100 % masih dapat ditingkatkan kinerjanya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa variabel yang masih rendah pada perbandingan indeks kinerja dengan CPI. Kinerja industri E masih bisa ditingkatkan dari sisi Management dan Environment. Industri E dapat melakukan perencanaan produksi dan pengendalian kualitas untuk peningkatan dari sisi manajemen. Dari segi lingkungan industri E dapat melakukan pengolahan limbah yang akan mengakibatkan adanya tanggapan baik dari masyarakat. Industri F dapat meningkatkan efisiensi dari sisi Machine, Material, Management dan Environment. Industri F dapat meningkatkan kapasitas dengan penambahan jumlah bahan baku dan penggunaan mesin penyaring goyang untuk meningkatkan rendemennya. Peningkatan dari segi manajemen dapat dilakukan dengan melakukan perencanaan produksi dan pegendalian kualitas. Segi lingkungan dapat ditingkatkan dengan melakukan pengolahan limbah. Efisiensi industri tapioka skala kecil dipengaruhi oleh variabel Man, Machine, Material, Money, Management, dan Environment. Variabel yang paling berpengaruh adalah Money dan Machine. Variabel Money akan mempengaruhi kapasitas suatu industri dan variabel Machine akan mempengaruhi produktivitas industri. Analisis dengan metode CPI dan Frontier Analysis harus dilakukan secara bersamaan. Frontier Analysis menghasilkan potential improvement untuk peningkatan efisiensi namun memiliki keterbatasan jumlah input dan output dalam frontier plot. Efisiensi yang dihasilkan oleh frontier analysis merupakan efisiensi relatif dimana industri yang efisien dapat memperoleh skor 100 %. CPI digunakan untuk memeriksa apakah industri yang memiliki efisiensi relatif 100 % masih memerlukan peningkatan kinerja.
60
Industri tapioka skala kecil di kota Bogor secara keseluruhan masih belum efisien. Hal ini terlihat dari efisiensi yang berbeda satu sama lain antara industri yang satu dengan yang lain dan masih ada industri yang belum efisien. Efisiensi industri tapioka skala kecil masih perlu ditingkatkan, salah satunya dengan pengunaan mesin untuk meningkatkan rendemen produk dan penambahan permodalan.
61
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Analisis efisiensi dan kinerja industri tapioka skala kecil di Kota Bogor menunjukkan bahwa seluruh industri tapioka skala kecil belum memperhatikan aspek lingkungan ditunjukkan dengan variabel Environment yang rendah. Penggunaan mesin juga tidak merata antara industri yang satu dengan yang lain. Hasil dari analisis dengan metode Frontier Analysis adalah dari 6 industri tapioka sampel terdapat 3 industri yang memiliki skor efisiensi 100 %, yaitu D, E, dan F. Skor efisiensi Industri C dan B adalah 98.13 % dan 94.34 %. Efisiensi paling rendah dimiliki industri kecil A sebesar 79.93 %. Frontier Plot dilakukan dengan 2 variabel input yang memiliki korelasi paling tinggi dengan skor efisiensi yaitu Modal (0,89) dan Machine (0,77). Industri yang memiliki skor efisiensi 100 % adalah industri E dan F. Industri Dmemiliki skor efisiensi 92.79 %, diikuti industri kecil C 87.59 %, industri kecil A 78.20 % dan B 67.98 %. Industri tapioka skala kecil di kota Bogor secara keseluruhan masih belum efisien. Hal ini terlihat dari efisiensi yang berbeda antara industri yang satu dengan yang lain dan masih ada industri yang belum efisien. Efisiensi industri tapioka skala kecil masih perlu ditingkatkan, salah satunya dengan pengunaan mesin untuk meningkatkan rendemen produk dan penambahan permodalan B. Saran Hasil analisis dapat digunakan sebagai indikator awal bagi peningkatan efisiensi kinerja industri tapioka skala kecil. Indikator tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kinerja industri tapioka skala kecil. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dalam rangka memvalidasi analisis dengan jumlah sampel yang lebih banyak, penggolongan kapasitas industri dan analisis terpisah berdasarkan penggolongan industri.
62
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z.2007. Kinerja Efisiensi Pada Bank Umum. Proceeding PESAT Vol 2. 113 119. Austin,J.E.1981. Agroindustrial Project Analysis. The John Hopkins University Press.London. Balagopalan, C., G. Padmaja, S.K. Nanda, S.N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. CRC Press,Inc. Boca Raton,Florida. Bank Indonesia. 2007. Pohon Industri Ubi Kayu. www.bi.go.id/sipuk/id/siabe. [6 September 2008] Beasly, J.E. Tanpa Tahun. Data Envelopment Analysis. http://www.deapage.com. [20 Januari 2008] Biro Pusat Statistik. 2007. Kota Bogor dalam Angka 2007. Jakarta Bougnol, M.L. J.H. Dul, D. Retzlaff-Roberts, dan N.K. Womer. 2001. Nonparametric frontier analysis with multiple constituencies. Paper. School of Business.University of Missisipi. Cooper, W.W., L.M. Seiford, dan J. Zhu. 2000. A unified additive model approach for evaluating inefficiency and congestion with associated measures in DEA. Socio-Economic Planning Sciences, Vol. 34, No. 1 , 1-25. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. 2008. Data Industri Kecil dan Menengah. Diperindagkop. Bogor Falcon, W.P. dan Y. Suyoko. 1986. Ekonomi Ubikayu di Jawa. Penerbit Sinar Harapan. Jakarta. Fatchudin. 2006. Analisis Kebijakan Perkreditan untuk Pengelolaan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Grace,M.R. 1977. Cassava Processing. Foods and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
63
Hadad, M.D., W. Santoso, D. Ilyas, dan E. Mardanugraha. 2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia Penggunaan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA). http://www.bi.go.id. [20 Januari 2008] Hidetoshi, Y. 2006. Quality Assurance Strategy Development (Case Study in Small Scale Tapioca Agroindustry). Thesis. Graduate School. Bogor Agriculture University. Bogor Holtorf, G.W.2004. Jabotabek version 2.0 edition 2004/05. Huber Kartographie. Germany Ismawan, I. 2001. Sukses di Era Ekonomi Liberal bagi Koperasi dan Perusahaan Kecil-Menengah. Grasindo. Jakarta. Jankowicz, A.D. 2005. Business Research Projects. Thomson Learning. London. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. 2007. Revitalisasi Koperasi dan UKM sebagai Solusi Mengatasi Penganggurandan Kemiskinan. Kementerian KUKM. Jakarta Maarif,M.S.1994. Studi Pengembangan Proses Pembuatan Tepung Tapioka dari Singkong Pres. Laporan Akhir Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Margono,T. D. Suryati,dan S. Hartinah.1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan. Jakarta Marimin. 2002. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Grasindo. Jakarta Partomo, T.S. dan A.R. Soejoedono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Ghalia Indonesia.Bogor. Purwantoro, R.N. 2003. Penerapan Data Envelopment Analysis (DEA) dalam Kasus Pemiihan Produk Inkjet Personal Printer. Usahawan: 36-41 Sani, S. 2006. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ubi Kayu untuk Agroindustri. Di dalam : D. Harnowo, Subandi, dan N. Saleh. Prosiding Lokakarya Prospek, Strategi dan Teknologi Pengembangan Ubi Kayu: 20 – 25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sudaryanto, B. 2006. Analisis Efisiensi Kinerja Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Dengan Data Envelopment Analysis (DEA): Studi Di Kabupaten Pati Dan Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Empirika. Vol. 19 No. 1, Juni 2006. 39-46.
64
Suryana, A. 2006. Kebijakan Peneitian dan Pengembangan Ubi Kayu untuk Agroindustri dan Ketahanan Pangan. Di dalam : D. Harnowo, Subandi, dan N. Saleh. Prosiding Lokakarya Prospek, Strategi dan Teknologi Pengembangan Ubi Kayu: 1-19. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor Thaib, A. 1985. Bimbingan Pembuatan Tapioka Konsumsi bagi Petani Singkong Desa Rejosari Kecamatan Siak Kampar-Riau. Universitas Riau. Pekan Baru Tim Peneliti Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian. 1992. Pengaruh Industri Tapioka Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan (Kasus di Jawa Barat). Laporan Akhir Penelitian.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan industri ubi kayu lainnya. PT. Gramedia. Jakarta. Wardhana, K.B.F. 2006. Analisis Strategi Pengembangan Industri tapioka skala kecil di Desa Karang Tengah Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Warren, P. dan A. Raymond. 1994. Introduction Edition.Wadsworth Publishing Company. Belmont.
to
Managemet
Fifth
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
ANALISIS EFISIENSI KINERJA INDUSTRI TAPIOKA SKALA KECIL DI KOTA BOGOR DENGAN FRONTIER ANALYSIS Kuesioner ini digunakan untuk penyusunan bahan penelitian untuk skripsi oleh Bimo Bayuaji, mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,Institut Pertanian Bogor.Mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi kuesioner dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pertanyaan dengan pilihan berganda dipilih salah satu dengan memberi tanda cek(v) dalam . Terima kasih.
Identitas Responden 1. Nama Responden : 2. Alamat
:
Permodalan 1. Bagaimana anda memperoleh modal usaha : Sendiri
Keluarga
Pinjaman
2. Berapa modal yang dibutuhkan dalam usaha ini? Rp. 3. Berapa lama usaha anda mengalami kondisi impas atau balik modal ?
tahun
Ketenagakerjaan 1. Berapa jumlah total tenaga kerja dalam usaha anda? Buruh pikul
orang
Buruh giling
orang
Buruh jemur
orang
67
2. Asal tenaga kerja : Dari desa setempat
orang
Dari luar desa
orang
3. Berapa rataan jam kerja per hari?
Jam/hari
4. Berapa besar upah/gaji untuk tenaga kerja dalam usaha anda? Buruh pikul Rp. Buruh giling Rp. Buruh jemur Rp. 5. Rataan tingkat pendidikan tenaga kerja : SD
SMP
SMA
6. Adakah pendidikan atau pelatihan khusus yang diberikan kepada tenaga kerja? Tidak ada
Ada
Teknologi 1. Adakah penggunaan mesin dalam industri Tidak ada
Ada (Jika ada lanjutan ke pertanyaan no 2)
2. Berapa biaya yang diperlukan untuk pembelian mesin? Rp
.
Bahan Baku 1. Dari mana anda mendapatkan bahan baku singkong : Kebun Sendiri
Pemasok singkong
2. Rataan jumlah singkong yang dibeli : 3. Rataan harga singkong Rp.
kg/hari /kg
4. Jumlah singkong yang digunakan
kg/hari
Produk dan Pemasaran 1. Rendemen tapioka kasar 2. Jumlah produksi tapioka kasar
% kg/hari
68
3. Harga jual tapioka kasar Rp. 4. Jumlah penjualan
/kg kg/hari
Manajemen 1.Apakah terdapat perencanaan sebelum dilakukan produksi Tidak Ada
Ada
2.Apakah dilakukan pengendalian kualitas terhadap produk Tidak Ada
Ada
Lingkungan 1. Apakah Industri anda menghasilkan limbah : Iya
Tidak
2. Bagaimana pengolahan limbah dari industri anda : Buruk
Kurang Baik
Baik
Cukup Baik
Sangat Baik
3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap limbah dari industri anda : Sangat Mengganggu
Mengganggu
Tidak Mengganggu
Cukup Mengganggu
Kurang Mengganggu
4. Dukungan pemerintah organisasi non pemerintah terhadap Industri tapioka skala kecil (dalam bentuk penyuluhan) Buruk
Kurang Baik
Baik
Cukup Baik
Sangat Baik
69
Lampiran 2. Efficieny Report industri A
Efficiency Report 79.63% A
Peers: 3 References: 0
Potential Improvements Variable Actual: Money 3782668.67 Man 836.83 Material 875.50 Management 2.00 Machine 425551.00 Environment 1.75 Product 891.67
Target: 2599551.42 923.38 930.68 1.56 670818.98 1.97 1119.74
Potential improvement: -31.28% 10.34% 06.30% -22.06% 57.64% 12.49% 25.58%
Peer Contributions Peer: D D D D D D D E E E E E E E F F F F F F F
Variable:
Contribution:
Money Man Material Management Machine Environment Product Money Man Material Management Machine Environment Product Money Man Material Management Machine Environment Product
15.78 % 5.28 % 20.68 % 11.09 % 13.90 % 17.57 % 14.75 % 0.98 % 1.08 % 2.11 % 1.15 % 12.82 % 1.37 % 1.44 % 83.23 % 93.64 % 77.21 % 87.75 % 73.28 % 81.06 % 83.81 %
70
Input / Output Contributions Variable: Money Man Material Management Machine Environment Product
Contribution:
Input/Output:
20.526 19.881 15.000 06.797 00.434 37.362 100.000
Input Input Input Input Input Input Output
Peer References Unit: D E F
71
Lampiran 3. Efficieny Report industri B
Efficiency Report 94.34% B
Peers: References:
Potential Improvements Variable Actual: Money 3559001.33 Man 921.67 Material 1113.00 Management 1.50 Machine 1976701.00 Environment 1.75 Product 1098.75
Target: 2443510.74 971.94 1045.47 1.58 2240976.20 1.97 1164.68
2 0
Potential improvement: -31.34% 05.45% -06.07% 05.46% 13.37% 12.65% 06.00%
Peer Contributions Peer: E E E E E E E F F F F F F F
Variable:
Contribution:
Money Man Material Management Machine Environment Product Money Man Material Management Machine Environment Product
22.02 % 21.66 % 39.47 % 23.85 % 80.68 % 28.71 % 29.04 % 77.98 % 78.34 % 60.53 % 76.15 % 19.32 % 71.29 % 70.96 %
72
Input / Output Contributions Variable: Money Man Material Management Machine Environment Product
Contribution:
Input/Output:
18.652 17.950 15.000 05.000 02.136 41.262 100.000
Input Input Input Input Input Input Output
Peer References Unit: E F
73
Lampiran 4. Efficieny Report industri C
Efficiency Report 98.13% C
Peers: References:
Potential Improvements Variable Actual: Money 2683337.00 Man 725.17 Material 1230.50 Management 1.50 Machine 3594001.00 Environment 2.25 Product 1181.95
Target: 2687687.06 726.34 1232.42 1.47 1848885.63 2.24 1204.44
3 0
Potential improvement: 00.16% 00.16% 00.16% -02.13% -48.56% -00.63% 01.90%
Peer Contributions Peer: D D D D D D D E E E E E E E F F F F F F F
Variable:
Contribution:
Money Man Material Management Machine Environment Product Money Man Material Management Machine Environment Product Money Man Material Management Machine Environment Product
45.62 % 20.05 % 46.67 % 35.21 % 15.07 % 46.23 % 40.98 % 14.70 % 21.29 % 24.59 % 18.88 % 71.83 % 18.59 % 20.62 % 39.67 % 58.66 % 28.73 % 45.92 % 13.10 % 35.17 % 38.40 %
74
Input / Output Contributions Variable: Contribution: Money Man Material Management Machine Environment Product
27.835 18.066 43.480 05.000 00.000 05.620 100.000
Input/Output: Input Input Input Input Input Input Output
Peer References Unit: D E F
75
Lampiran 5. Efficieny Report industri D, E, dan F
Efficiency Report 100 Potential Improvements Variable Money Man Material Management Machine Environment Product
D Actual: 2372668 281.83 1113 1 539101 2 955
Peers:
0
References:
2
Target: 2372668 281.83 1113 1 539101 2 955
Potential improvement:
E
Peers:
0
References:
3
0 0 0 0 0 0 0
Efficiency Report 100 Potential Improvements Variable Money Man Material Management Machine Environment Product
Actual: 2139171 836.83 1640.5 1.5 7188001 2.25 1344.45
Target: 2139171 836.83 1640.5 1.5 7188001 2.25 1344.45
Potential improvement:
F
Peers:
0
References:
3
0 0 0 0 0 0 0
Efficiency Report 100 Potential Improvements Variable Money Man Material Management Machine Environment Product
Actual: 2372668 948.16 788 1.5 539101 1.75 1029.17
Target: 2372668 948.16 788 1.5 539101 1.75 1029.17
Potential improvement: 0 0 0 0 0 0 0
76
Lampiran 6. Efficieny Report industri tapioka skala kecil dengan dua input
Efficiency Report 78.20% A Money Machine Product
Actual: 3782668.67 425551.00 891.67
Target: 2628804.32 597298.44 1140.27
Potential improvement: -30.50% 40.36% 27.88%
Actual: 3559001.33 1976701.00 1098.75
Target: 3559001.33 1976701.00 1616.36
Potential improvement: 00.00% 00.00% 47.11%
Actual: 2683337.00 3594001.00 1181.95
Target: 2683337.00 3594001.00 1349.42
Potential improvement: 00.00% 00.00% 14.17%
Actual: 2372668.00 539101.00 955.00
Target: 2372668.00 539101.00 1029.17
Potential improvement: 00.00% 00.00% 07.77%
Actual: 2139171.00 7188001.00 1344.45
Target: 2139171.00 7188001.00 1344.45
Potential improvement: 00.00% 00.00% 00.00%
Actual: 2372668.23 539101.00 1029.17
Target: 2372668.23 539101.00 1029.17
Potential improvement: 00.00% 00.00% 00.00%
67.98% B Money Machine Product
87.59% C Money Machine Product
92.79% D Money Machine Product
100.00% E Money Machine Product
100.00% F Money Machine Product
77
Lampiran 7. Grafik korelasi variabel Money dan Machine a. Grafik korelasi efisiensi dengan variabel Money (0,89)
b. Grafik korelasi efisiensi dengan variabel Machine (0.77)
78