RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
PRAWITIA WIDHYARINI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Prawitia Widhyarini NIM H34114056
ABSTRAK PRAWITIA WIDHYARINI. Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA. Penyusunan rencana bisnis diperlukan untuk memperjelas gambaran suatu usaha yang akan didirikan. Analisis non finansial dari usaha ini terdiri aspek pemasaran, aspek operasional, aspek organisasi dan sumber daya manusia, serta analisis risiko. Produk yang dihasilkan dari usaha pengolahan ini adalah kunyit bubuk yang dikemas dengan teknologi pengemasan vakum dengan harga jual yang ditawarkan sebesar 228.9 USD (Rp2 610 000) per kemasan 10 kg. Target pasar dari produk ini adalah pasar luar negeri khususnya negara Argentina. Bentuk badan usaha yang dipilih adalah koperasi dengan anggota yang berasal dari petani kunyit yang berada di wilayah Bogor. Keuntungan bersih yang diperoleh usaha ini di tahun pertama sebesar Rp236 549 000, Rp153 383 000 di tahun kedua, dan Rp193 216 000 di tahun berikutnya. Melalui pendekatan cooperative entrepreneur, petani pemasok bahan baku memperoleh harga jual rimpang basah yang tinggi, yaitu sebesar Rp9 000 di tahun pertama dan Rp12 000 di tahun berikutnya.
Kata kunci: cooperative entrepreneur, kunyit, rencana bisnis
ABSTRACT PRAWITIA WIDHYARINI. Turmeric Development Business Plan with Cooperative Entrepreneur Aproaches in Bogor. Supervised by LUKMAN M BAGA Preparation of business plan is required to simplify and clarify the illustration for entering or starting a business. The non-financial analysis of this business consist of market aspect, operational aspect, organization and human resources aspect, and risk analysis. Product of this processing business is a powdered turmeric are packed with vacuum packaging technology with sell price 228.9 USD (Rp2 610 000) in 10 kg packages. Market target of this product is overseas market, especially in Argentina. The selected enterprise of this business is cooperative where the members are from the turmeric farmers in Bogor. Net profit obtained in the first year is Rp263 205 000, Rp153 383 in the second year, and Rp193 216 in the next years. With cooperative entrepreneur approaches, farmers as a raw material supplier will get higher sell price, there is Rp9 000 in the first year and Rp12 000 in the next years.
Keywords: business plan, cooperative entrepreneur, turmeric
RENCANA BISNIS PENGEMBANGAN RIMPANG KUNYIT DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
PRAWITIA WIDHYARINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah rencana bisnis, dengan judul Rencana Bisnis Pengembangan Rimpang Kunyit dengan Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, dan staf Kementerian Perdagangan Republik Indonesia serta para petani yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, mas Deni dan seluruh keluarga serta teman-teman atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Prawitia Widhyarini
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
KERANGKA PEMIKIRAN
9
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional
9 18
METODE PENELITIAN
20
Lokasi Penelitian
20
Jenis dan Sumber Data
20
Metode Pengumpulan Data
20
Metode Analisis Data
20
GAMBARAN UMUM
24
RENCANA BISNIS
25
Rencana Pemasaran
25
Rencana Operasional
28
Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia
38
Rencana Kerjasama Kooperatif
43
Manajemen Risiko
45
Rencana Keuangan
46
SIMPULAN DAN SARAN
52
Simpulan
52
Saran
53
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
55
ii
DAFTAR TABEL Produksi tanaman biofarmaka rimpang di Indonesia tahun 2008-2012 2 Volume ekspor kunyit berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2012 3 Produksi kunyit di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2008-2012 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas kunyit di pulau Jawa tahun 2011 4 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran koperasi putra mandiri vs perusahaan pesaing 27 34 6 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun pertama 7 Standar mutu simplisia kunyit menurut MMI 37 42 8 Penentuan upah 9 Matriks hubungan antara pihak yang terkait 44 10 Tabel perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi 44 46 11 Rincian biaya investasi 12 Rincian biaya penyusutan 47 48 13 Rincian biaya operasional tahun pertama 14 Rincian biaya operasional tahun berikutnya 49 15 Modal awal usaha 49 16 Harga pokok produksi 50 50 17 BEP kunyit bubuk tahun pertama 18 BEP kunyit bubuk tahun berikutnya 51 1 2 3 4 5
DAFTAR GAMBAR 1 Alur tata cara ekspor 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian 3 Kunyit bubuk 4 Label kemasan primer dan sekunder 5 Mesin perajang otomatis 6 Mesin vacuum cabinet dryer 7 Mesin diskmill 8 Mesin vacuum packaging 9 Plastik kemasan vakum 10 Mesin conveyor metal detector 11 Tata letak bangunan usaha 12 Diagram alir proses pengolahan kunyit bubuk 13 Struktur organisasi koperasi putra mandiri
14 19 26 26 30 31 31 32 32 33 34 35 39
iii
DAFTAR LAMPIRAN 1 Alur proses produksi bulan pertama 55 2 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan peralatan produksi 57 3 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran 57 58 4 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur 5 Asumsi komponen biaya investasi 58 58 6 Rincian biaya tetap komponen biaya upah tenaga kerja tetap 7 Rincian biaya tetap komponen biaya utility 59 8 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran 59 59 9 Asumsi komponen biaya tetap 10 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama 60 11 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun berikutnya 60 60 12 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin 13 Asumsi komponen biaya variabel 60 61 14 Penjualan perusahaan 15 Harga rimpang kunyit segar yang diterima petani 61 16 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) 62 17 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) 63 18 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam Rp000) 64 19 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam Rp000) 65 20 Laporan arus kas di tahun pertama (dalam Rp000) 68 21 Laporan laba rugi tahun pertama (dalam Rp000) 69
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki beragam jenis tanaman baik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar maupun fitofarmaka. Tanaman obat disebut juga sebagai tanaman biofarmaka terdapat beragam jenis yang diklasifikasikan berdasarkan pemanfaatan dari bagian tanaman tersebut yaitu daun, buah, biji, bunga, batang, umbi (rimpang), maupun akar. Tanaman biofarmaka yang dimanfaatkan bagian rimpang terdapat berbagai macam jenis seperti kunyit, jahe, lengkuas, kencur, lempuyang, temuireng, temukunci, temulawak, dan dringgo. Tanaman biofarmaka ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembutan jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan dari ke-3 golongan obat dengan bahan alami tersebut terletak pada tingkat pembuktian khasiat dari produknya. Jamu merupakan obat berbahan alami berbentuk sederhana seperti irisan rimpang, daun kering dan akar kering yang terdiri dari campuran 5 hingga 10 jenis bahan. Khasiat dan keamanan jamu terbukti aman secara empiris berdasarkan pengalaman turun temurun atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran serta telah memenuhi syarat mutu. Obat herbal terstandar merupakan obat berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Khasiat dan keamanan obat herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis, famakodinamik (manfaat) dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar dengan bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Klaim khasiat dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia 1. Contoh produk yang dikategorikan dalam jamu adalah Tolak Angin (PT Sido Muncul), Pil Binari (PT Tenaga Tani Farma), dan Curmaxan serta Diacinn (Lansida Herbal). Produk yang dikategorikan dalam obat herbal terstandar adalah Diapet (PT Soho Indonesia), Kiranti (PT Ultra Prima Abadi), Psidii (PT Tradimun), dan Diabmeneer (PT Nyonya Meneer). Produk fitofarmaka yang terdapat di Indonesia adalah Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer (PT Nyonya Meneer), dan Tensigard serta X-Gra (PT Phapros)2. Salah satu jenis rimpang biofarmaka, kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu komoditas yang banyak digunakan sebagai bahan baku obat-obatan herbal oleh pelaku bisnis jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Bagian rimpang dari kunyit memiliki manfaat bagi kesehatan dengan Kurkumin sebagai zat aktif yang terkandung di dalamnya. Manfaat tersebut diantaranya adalah dapat membantu meringankan penyakit kardiovaskular seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, hipertrofi, dan iskemia (Kapakos et al. 2012). Kurkumin juga dapat berperan sebagai anti inflamasi dan 1
http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/HERBAL_MEDICINE_DAN_BUDI_DAYA.pdf (Diakses 2014 Mei 13) 2 http://ikmfstikesmadani.blogspot.com/2013/02/perbedaan-jamu-herbal-terstandar-dan.html (Diakses 2014 Mei 13)
2
anti katabolik (Klawitter et al. 2012). Memperpanjang umur sel, meringankan gejala Alzheimer, dan meningkatkan fungsi sistem pencernaan juga merupakan manfaat dari zat aktif yang terdapat dalam komoditas ini (Caesar et al. 2012). Banyaknya manfaat bagi kesehatan yang dimiliki oleh komoditas ini menjadikan kunyit banyak digunakan oleh industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka sebagai bahan baku produksinya. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan jamu atau obat di pasar dalam negeri, komoditas ini juga dibutuhkan oleh pasar luar negeri sebagai bahan obat maupun sebagai rempah masakan. Tabel 1 Produksi tanaman biofarmaka rimpang di Indonesia tahun 2008-2012 Komoditas Dringgo Jahe Kencur Kunyit Lempuyang Lengkuas Temulawak Temuireng Temukunci
2008 687 008 154 963 886 38 531 160 111 258 884 7 621 045 50 092 846 23 740 105 8 817 235 3 096 634
Produksi (kg) 2009 2010 1 074 901 754 551 122 181 084 107 734 608 43 635 311 29 638 127 124 047 450 107 375 347 8 804 375 8 520 161 59 332 313 58 961 844 36 826 340 26 671 149 7 584 022 7 140 926 4 701 570 4 358 236
2011 2012* 611 608 0 94 743 139 114 537 658 34 016 850 42 626 207 84 803 466 96 979 117 8 717 497 7 296 025 57 701 484 58 186 488 24 105 870 44 085 151 7 920 573 0 3 951 932 0
Keterangan : * = angka sementara Sumber : Kementerian Pertanian (2013)3
Data Tabel 1 menunjukkan bahwa di tahun 2009 terjadi peningkatan produksi kunyit menjadi 124 047 459 kg dari tahun sebelumnya yaitu 111 258 884 kg. Pada periode tahun 2009 hingga tahun 2011 menunjukkan adanya penurunan produksi kunyit yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2012 menunjukkan peningkatan hasil produksi dengan angka 96 979 117 kg. Penurunan produksi disebabkan oleh perubahan curah hujan maupun iklim serta adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman kunyit. Peningkatan produksi disebabkan oleh bertambahnya jumlah petani yang membudidayakan tanaman kunyit baik yang dilakukan dengan cara pertanaman campuran (tumpang sari) maupun pertanaman tunggal (monokultur). Di pasar dalam negeri khususnya industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka komoditas ini dibutuhkan sebanyak 3 000 ton kering per tahun dan 1 500 ton rimpang basah per tahun (Pusat Studi Biofarmaka 2009)4. PT Sidomuncul, PT Air Mancur, PT Nyonya Meneer, dan OT (Orang Tua) Grup merupakan industri jamu yang menggunakan rimpang kunyit sebagai bahan baku produknya. Kunyit juga banyak dibutuhkan oleh pasar luar negeri. Negara yang membutuhkan komoditas ini adalah India, Taiwan, Korea, Argentina, Amerika, Malaysia, Singapura, Belanda, Inggris, dan Jepang. Data Kementerian Pertanian Republik Indonesia mencantunkan negara-negara tujuan ekspor kunyit dalam bentuk segar yaitu India, Taiwan, Korea, Argentina, Amerika, Malaysia,
3
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19) http://www.docstoc.com/docs/44729526/PASAR-DOMESTIK-DAN-EKSPOR-PRODUKTANAMAN-OBAT-%28BIOFARMA-KA%29. (Diakses 2013 September 26) 4
3
Singapura, Belanda, Inggris, Jepang, Jerman, Hongkong, Australia, Swiss, Selandia Baru, Suriname, Kanada, Cina, Filipina, dan Belgia (Kementan 2013)5. Tabel 2 Volume ekspor kunyit berdasarkan negara tujuan tahun 2008-2012 Volume (kg) Negara Tujuan 2008 2009 2010 2011 2012 India 416 430 959 289 2 454 016 1 269 517 458 205 Taiwan 2 033 51 678 10 776 294 802 248 585 Korea 7 553 27 679 29 315 37 084 117 734 Argentina 178 376 154 168 61 509 66 979 103 205 Amerika 71 886 158 688 239 349 253 753 102 823 Malaysia 21 559 97 658 211 423 171 213 94 350 Singapura 22 907 28 924 48 431 43 401 24 165 Belanda 15 490 107 650 48 157 54 116 10 803 Jepang 21 551 21 304 20 494 16 059 9 434 Sumber: United Nations Comtrade Database (2014)6
Tabel 2 menunjukkan bahwa tren volume ekspor, India sebagai negara tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia mengalami fluktuasi. Peningkatan volume ekspor terjadi dari tahun 2008 hingga 2010 namun mengalami penurunan hingga di tahun 2012. Negara tujuan ekspor kunyit bagi Indonesia yang mengalami peningkatan volume adalah Korea dan Argentina. Korea memiliki tren volume ekspor yang terus meningkat setiap tahunnya, Argentina memiliki tren volume ekspor yang menurun dari tahun 2008 hingga 2010 namun mengalami kenaikan hingga tahun 2012. Hal ini menjadikan Argentina sebagai negara tujuan ekspor yang potensial bagi komoditas kunyit. Kebutuhan pasar luar negeri akan kunyit banyak dimanfaatkan sebagai rempah masakan maupun bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Tabel 3 Produksi kunyit di Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2008-2012 Lokasi
2008 Aceh 53 274 Riau 816 355 Sumatera Utara 4 081 089 Lampung 2 157 294 Jawa Barat 18 620 055 Jawa Tengah 24 489 124 Jawa Timur 38 254 373 DI Yogyakarta 4 986 299 Bali 339 920 Nusa Tenggara Timur 2 294 750 Kalimantan Barat 1 586 404 Sulawesi Utara 1 028 908 Keterangan : * = angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)
2009 569 086 557 656 3 520 787 2 197 477 15 006 189 21 476 296 47 180 223 4 852 006 1 022 505 2 963 891 2 275 035 1 076 469
Tahun 2010 1 492 193 778 606 5 613 600 1 090 408 11 982 769 28 139 446 23 179 732 4 797 316 701 898 2 646 401 2 503 595 226 687
2011 2 771 123 476 709 4 485 369 2 184 097 9 488 801 18 928 493 22 943 433 4 220 136 647 686 2 451 228 2 271 909 192 140
2012* 3 915 584 362 939 4 845 478 1 619 250 19 702 597 20 362 434 21 933 015 4 461 932 658 292 2 501 173 1 167 748 732 467
Tabel 3 menunjukkan bahwa daerah sentra kunyit berada di Pulau Jawa yang terdiri dari Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah 5
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19) http://comtrade.un.org/db/dqBasicQueryResults.aspx?cc=091030&px=HS&r=360&y=2010, %202011&so=9999 (Diakses 2014 Maret 20) 6
4
Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Barat menempati posisi ke-3 dengan Provinsi Jawa Timur sebagai daerah sentra terbesar dan diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah di posisi kedua. Tabel 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas kunyit di pulau Jawa tahun 2011 Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten
Luas Panen (m2) 6 515 4 128 417 656 000 10 230 591 1 864 038 11 147 204
Produksi (kg) 13 532 9 488 801 814 230 18 928 493 4 220 136 22 943 433
Produktivitas (kg/m2) 1,86 2,26 1,15 1,80 2,26 2,02
Sumber: Kementerian Pertanian (2013)7
Tabel 4 menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki luas panen kunyit terbesar ke-3 setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu sebesar 4 128 417 m2. Namun dari segi produktivitas, Jawa Barat memiliki produktivitas tertinggi sama halnya dengan provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 2,26 kg/m2. Jawa Barat merupakan provinsi dengan volume produksi terbesar ke-3 di Pulau Jawa memiliki peluang untuk dikembangkan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan mampu berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. Namun dalam kondisi aktual, skala usaha petani pembudidaya kunyit masih kecil sehingga jumlah produksi yang dihasilkan tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, khususnya bagi industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Fenomena ini memunculkan pentingnya peran pedagang pengumpul sebagai perantara antara pedagang kecil dengan industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Keberadaan pedagang pengumpul dirasa tidak dapat memberikan keuntungan bagi petani kecil karena harga jual komoditas ini di tingkat petani yang masih rendah, yaitu berkisar antara Rp1 500 hingga Rp2 000 per kg rimpang basah. Maka dari itu, diperlukan keberadaan seorang pelaku usaha yang menerapkan konsep wirakoperasi dalam menjalankan usaha yang dimiliki. Pelaku usaha berperan sebagai perantara antara petani sebagai pedagang kecil dengan industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka. Bentuk usaha yang dijalankan dengan cara usaha kolektif bersama para petani kecil melalui badan usaha koperasi dengan petani sebagai anggota. Konsep kerjasama ini memiliki tujuan bahwa petani juga dapat ikut memiliki usaha yang akan didirikan. Kebutuhan industri jamu, obat herbal terstandar maupun fitofarmaka umumnya berbentuk rimpang kering maupun kunyit bubuk, namun hanya sedikit petani yang melakukan usaha pengolahan tersebut sehingga petani hanya menjual dalam bentuk rimpang segar. Hal ini dapat memunculkan peluang usaha pengolahan rimpang kunyit guna meningkatkan nilai tambah di tingkat petani. Tujuan pasar dari produk yang dihasilkan oleh usaha ini berorientasi pada pasar luar negeri dengan alasan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan harga jual produk kunyit bubuk di pasar luar negeri lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual di pasar dalam negeri. Tingginya harga jual 7
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp (Diakses 2013 September 19)
5
kunyit bubuk memungkinkan bagi usaha pengolahan rimpang kunyit ini untuk memperoleh pendapatan lebih besar sehingga dapat memberikan keuntungan yang besar pula bagi petani. Sebelum mendirikan suatu usaha diperlukan adanya penyusunan rencana bisnis guna menganalisis aspek non finansial maupun aspek finansial dari usaha yang akan didirikan. Rencana bisnis yang akan disusun adalah mengenai usaha pengolahan rimpang kunyit dalam bentuk bubuk menggunakan pendekatan wirakoperasi. Konsep wirakoperasi yang diterapkan dalam suatu usaha diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua pihak, yaitu pelaku usaha dan para petani yang tergabung di dalamnya. Penerapan konsep wirakoperasi dalam suatu usaha juga akan memberikan dampak positif yang berupa terjalinnya manajemen rantai pasok yang baik antara petani, koperasi sebagai pengolah, dan industri fitofarmaka.
Perumusan Masalah Kurang berkembangnya agribisnis tanaman biofarmaka di Indonesia disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani akan kebutuhan pasar dalam negeri dan luar negeri, serta harga komoditas di tingkat petani yang masih rendah. Hal tersebut menjadikan agribisnis tanaman biofarmaka ini dianggap kurang menguntungkan oleh petani. Permasalahan tersebut mengakibatkan kurangnya tingkat pemerataan budidaya tanaman biofarmaka di seluruh provinsi, karena belum optimalnya penggalian potensi biofarmaka di Indonesia. Tingginya kebutuhan kunyit bagi pasar luar negeri tidak berarti bahwa agribisnis biofarmaka kunyit berkembang. Pada kondisi aktual, agribisnis ini belum berkembang dengan baik dan merata di seluruh Indonesia, karena petani kurang memahami kebutuhan pasar. Sejauh ini petani hanya mampu menjual rimpang kunyit dalam bentuk segar tanpa melakukan pengolahan pengeringan dan penggilingan seperti yang dibutuhkan oleh industri. Keterbatasan pengetahuan dan teknologi pengolahan yang dimiliki petani mengenai kebutuhan pasar mengakibatkan kurangnya pasokan rimpang kunyit dalam bentuk simplisia. Keadaan tersebut menunjukkan adanya peluang dan potensi bagi pengembangan kunyit di Indonesia. Provinsi Jawa Barat sebagai daerah sentra yang berada di posisi ke-3 dilihat dari angka produksi di Tingkat Pulau Jawa memiliki potensi untuk dikembangkan. Pengembangan komoditas kunyit tersebut diharapkan dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. Dari penjelasan tersebut, perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi biofarmaka yang belum tergali secara optimal? 2. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas kunyit?
6
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani dengan pendekatan cooperative entrepreneur. 2. Merumuskan rencana bisnis yang harus dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas kunyit. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut: 1. Bagi petani, sebagai bahan petimbangan untuk dapat mengembangkan skala usaha budidaya kunyit sebagai tanaman biofarmaka. 2. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari serta sebagai sarana pembuatan rencana bisnis dalam pengembangan unit bisnis kunyit sebagai tanaman biofarmaka dengan pendekatan cooperative entrepreneur. 3. Bagi akademisi, sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis pada rimpang kunyit dengan pendekatan cooperative entrepreneur atau wirakoperasi. Perencanaan bisnis yang akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen yaitu pengeringan, penggilingan, dan pengemasan vakum. Aspek perencanaan bisnis yang dianalisis terdiri dari rencana produk, rencana pemasaran, rencana operasional, rencana organisasi dan sumberdaya manusia, kerjasama kooperatif, analisis risiko, dan rencana keuangan.
TINJAUAN PUSTAKA Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai salah satu tanaman rempah yang banyak tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman yang banyak dimanfaatkan bagian rimpangnya ini memiliki manfaat bagi kesehatan, sehingga tanaman ini banyak dikenal sebagai tanaman biofarmaka. Di Indonesia kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri kosmetik maupun jamu tradisional berkisar antara 1.5 hingga 6 ton. Kebutuhan pasar luar negeri akan komoditas ini mencapai ratusan ribu ton, namun sebagian kecil dari kebutuhan tersebut telah dipenuhi oleh negara India, Haiti, Srilanka, dan Cina. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman biofarmaka ini memiliki peluang untuk dikembangkan di Indonesia dengan harapan dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. Pengembangan agribisnis kunyit telah dilakukan di berbaga provinsi di Indonesia yang memiliki agroklimat cukup baik bagi pertumbuhan tanaman ini, diantaranya
7
adalah provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan (Satriani 2010)8. Kajian yang telah dilakukan oleh Baga (2003) mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis khususnya pada Koperasi Susu, mengemukakan bahwa wirakoperasi (cooperative entrepreneur) berperan menemukan peluang dan mewujudkannya dalam bentuk kesempatan usaha yang menguntungkan bagi para anggota. Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) merupakan koperasi yang terbentuk akibat dari buruknya situasi sosial ekonomi dan politik pada tahun 1963 sehingga tataniaga susu di Pangalengan dikuasai oleh para tengkulak dan peternak kuat. Koperasi ini didirikan pada tahun 1969 oleh drh Daman Danuwidjaja yang beranggotakan para peternak sapi di daerah Bandung Selatan. Manfaat yang dirasakan oleh para peternak yang tergabung dalam KPBS yaitu berkembangnya usaha ternak yang relatif baik dengan penerapan teknologi peternakan modern. Daman Danuwidjaja sebagai dokter hewan memiliki peran yang penting atas berkembangnya usaha ternak para anggota koperasinya. Pengenalan teknologi peternakan modern yang berupa inseminasi buatan dan penyampaian informasi mengenai pemeliharaan kesehatan hewan dilakukan oleh Daman kepada para anggota koperasinya. Manfaat lain yang dirasakan oleh peternak adalah tingginya posisi tawar petani terhadap Industri Pengolah Susu (IPS) karena seluruh susu yang dihasilkan diserap oleh IPS, melalui kelembagaan koperasi. Melalui koperasi, susu yang dihasilkan oleh para petani akan melalui tahap pengolahan pasca panen yang berupa pengolahan pasteurisasi maupun Ultra High Temperature (UHT) sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada susu tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Fajrian (2013) mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi, memilih sosok wirakoperasi yang merupakan seorang pelaku usaha. Wahyudin merupakan pendiri CV Bunga Indah Farm yang dibentuk pada tahun 2000 dengan kegiatan usaha berupa membuat inovasi tanaman hias dengan bahan baku tanaman pagar pekarangan rumah. Selama 3 tahun perusahaan ini memiliki jumlah petani yang bermitra sebanyak 2000 petani yang tergabung dalam kelompok tani di wilayah Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Konsep wirakoperasi yang diterapkan oleh Wahyudin berupa penentuan ketetapan harga beli bahan baku di tingkat petani yang berdasarkan hasil diskusi dengan para petani mitranya. Perusahaan memberikan pelatihan budidaya kepada para petani agar para petani dapat menghasilkan jumlah produksi yang optimal dan berkualitas. CV Bunga Indah Farm juga memposisikan diri sebagai wadah yang dapat memajukan para petani yang bermitra, sehingga pengendalian usaha dilakukan berlandaskan kepentingan para petani. CV Bunga Indah Farm didirikan tidak hanya berorientasi pada keuntungan perusahaan semata namun juga pada kesejahteraan petani yang bermitra. Kajian yang dilakukan oleh peneliti Pusat Studi Biofrmaka LPPM-IPB Sundawati dkk (2011) mengenai Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat mengemukakan bahwa perlu adanya 8
http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/05/31/industri-kunyit-dan-pemasarannya/ (Diakses 2014 Juli 16)
8
pengembangan model kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran biofarmaka khususnya komoditas rimpang. Pemasaran komoditas tanaman biofarmaka jenis ini belum memiliki ikatan kemitraan yang efektif antara petani dengan indsutri, karena banyaknya kendala dan hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaannya. Ikatan kemitraan yang efektif ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran, karena komoditas biofarmaka jenis rimpang banyak dibutuhkan oleh pasar dalam negeri dan luar negeri. Pengembangan model pemasaran biofarmaka rimpang yang telah dibentuk oleh Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB sebagai lembaga pengembangan dan pendampingan melibatkan relasi antara sektor swasta (industri), sektor publik (kelembagaan pemerintah), dan sektor kelembagaan petani. Model pengembangan tersebut tidak hanya dibangun dalam kerangka ikatan antar pengambil keputusan (stakeholder) tetapi dapat juga dalam ikatan pemegang saham (shareholder) seperti pengembangan kerjasama kemitraan. Manfaat dari adanya pembentukan kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan skala usaha dan kapasitas sumberdaya manusia serta meningkatkan efisiensi pemasaran. Kegiatan pelatihan dan pendampingan perlu dilakukan untuk mencapai peningkatan tersebut. Kegiatan lain yang dilakukan selain pelatihan adalah pendampingan terhadap kelembagaan petani yaitu Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) untuk pembenahan dan penguatan kelembagaan berupa pendampingan, untuk pembenahan basis data Gapoktan serta penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Wibowo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Rencana Bisnis Manisan Stroberi menyusun rencana bisnis yang menganalisis aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari analisis pasar, analisis teknik dan teknologi, analisis manajemen dan organisasi serta analisis lingkungan. Dalam melakukan analisis pasar, penulis menggunakan sistem bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Promotion, dan Place. Product (produk) yang akan diproduksi adalah manisan stroberi, dengan Price (harga) Rp125 000 per kg. Promotion (promosi) yang dilakukan dengan cara penjualan secara langsung kepada konsumen, dengan strategi penjualan yang dilakukan berupa penjualan personal melalui presentasi produk, pertemuan penjualan, komunikasi melalui media cetak, dan elektronik. Place (tempat) yang dimaksud dalam analisis ini adalah lokasi pendirian usaha, lokasi penjualan dan saluran distribusi. Lokasi usaha ini terletak di daerah Ciwidey Kabupaten Bandung, sedangkan lokasi penjualan produk manisan ini adalah tempat wisata di daerah Ciwidey. Strategi distribusi yang dilakukan adalah dengan membentuk tim pemasaran yang menjual dan menawarkan produk secara langsung di tempat wisata. Strategi lain yang dilakukan adalah dengan menyalurkan produk melalui distributor industri wilayah dan industri pengguna akhir. Analisis teknik dan teknologi terdiri dari aspek bahan baku, mesin dan peralatan, aspek teknologi dan proses produksi, penentuan tata letak dan ruang pabrik, serta perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik. Bahan baku produk manisan yang akan ditawarkan adalah stroberi segar yang diperoleh dari petani stroberi sekitar usaha. Mesin yang digunakan adalah oven pengering dan peralatan utama yang digunakan adalah tangki perendaman. Tahapan proses produksi yang dilakukan untuk menghasilkan manisan stroberi adalah sortasi dan pembersihan buah, pemotongan, perendaman dengan Natrium metabisulfit,
9
perendaman dengan gula, pemanasan larutan gula, pengovenan, pengemasan serta penyimpanan. Usaha didirikan berdekatan dengan sumber bahan baku yaitu stroberi dengan harapan dapat memperkecil biaya transportasi, ketersediaan sumberdaya yang cukup, infrastruktur yang mendukung serta dekat dengan target pasar. Analisis manajemen dan organisasi terdiri dari aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Bentuk badan usaha yang dipilih oleh pelaku usaha adalah CV. Kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan oleh perusahaan ini dengan total tenaga kerja yang dibutuhkan adalah sebanyak 12 orang termasuk dengan pengurus perusahaan. Perusahaan ini memiliki struktur organisasi yang terdiri dari pengurus perusahaan (direktur, manajer, dan manajer keuangan) serta karyawan yang terbagi dalam empat divisi yaitu pemasaran, produksi, pengemasan, dan administrasi. Pada aspek deskripsi pekerjaan, penjelasan tanggung jawab setiap personil berbeda-beda sesuai dengan posisi di perusahaan.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Rencana Pemasaran Pasar Aspek terpenting yang harus dianalisis terlebih dahulu dalam menyusun rencana bisnis adalah aspek pasar dengan tujuan untuk menentukan pasar potensial bagi produk dari usaha tersebut. Strategi pemasaran terdiri dari Analisa Pasar dan Marketing Mix Development. Analisa pasar terdiri dari aspek Segmenting, Targeting, dan Positioning. Marketing Mix Development terdiri dari aspek produk, harga, promosi, dan distribusi (Nurmalina et al. 2009). Analisis aspek pasar dapat dilakukan untuk menentukan jenis pasar yang akan dipilih. Jenis pasar tersebut dapat berupa pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, maupun pasar monopolistik untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat. Informasi mengenai siklus hidup produk (Life Cycle Product) harus ditentukan serta informasi mengenai pangsa pasar (market share) untuk produk sejenis sebagai pesaing dari usaha yang akan didirikan (Umar 2009). A. Analisa Pasar Strategi Analisa Pasar terdiri dari aspek Segmenting, Targeting, dan Positioning. Penjelasan dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut (Nurmalina et al. 2009): 1. Segmenting Segmenting merupakan proses pengarahan kelompok pasar dengan sifat heterogen menjadi kelompok pasar yang bersifat homogen atau dalam kata lain kelompok pasar yang memiliki karakter dengan respon yang sama dalam membelanjakan uangnya. Aspek utama yang menjadi variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
10
a. Aspek geografis (lokasi pasar tujuan) b. Aspek demografis (status ekonomi, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan kewarganegaraan pasar tujuan) c. Aspek psikografis (gaya hidup dari konsumen sebagai pasar tujuan) d. Aspek perilaku (status kesetiaan terhadap merk, tingkat penggunaan, maupun sikap terhadap produk) 2. Targeting Targeting merupakan proses pemilihan target pasar dari segmen yang telah dipilih kemudian disaring hingga menjadi lebih spesifik. Proses ini dapat diartikan sebagai penentuan sasaran pemasaran produk. 3. Positioning Positioning merupakan tindakan yang dilakukan oleh produsen untuk mendesain citra perusahaan dan penawaran nilai. Tindakan tersebut menjadikan konsumen dalam segmen pasar tertentu agar konsumen mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya (Munandar 2012). Disamping itu, positioning dapat diartikan sebagai citra dari produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan untuk kemudian ditanamkan dalam benak konsumen berupa keunggulan produk suatu perusahaan dibandingkan dengan produk pesaing. Keunggulan produk yang ditawarkan dapat berupa harga, kualitas, manfaat, maupun kemasan. B. Marketing Mix Development Strategi pemasaran Marketing Mix Development terdiri dari 4 aspek yang dianalisis yaitu sebagai berikut (Nurmalina et al. 2009): 1. Product (produk) Aspek ini terdiri dari spesifikasi produk yang akan ditawarkan oleh suatu perusahaan seperti bentuk kemasan, pelabelan, merk produk, serta informasi lain mengenai produk yang dihasilkan. 2. Price (harga) Secara teoritis, penetapan harga meliputi analisis kompetitif, berupa strategi penetapan harga, tingkat dan perubahan harga serta target pasar diskon, pemberian kupon berhadiah, kebijaksanaan penjualan metode atau cara pembayaran. 3. Place (tempat) Aspek ini terdiri dari lokasi cakupan penjualan maupun pendistribusian produk, manajemen penyimpanan, manajemen integrasi vertikal dan horizontal, standar tingkat pelayanan, serta ketersediaan fasilitas. 4. Promotion (promosi) Aspek promosi dalam strategi bauran pemasaran ini terdiri dari pemilihan media promosi, pemilihan cara penjualan, tema posisi pasar, dan manajemen serta posisi produk. Rencana Produk Produk jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka yang berbahan baku rimpang kunyit beragam. Rimpang segar, rimpang kering, maupun bubuk merupakan bentuk yang banyak dibutuhkan oleh industri namun petani sebagai
11
pemasok hanya mampu menawarkan kunyit dalam bentuk rimpang segar. Pengetahuan mengenai penggunaan teknologi yang dimiliki petani untuk mengolah rimpang segar menjadi kunyit bubuk tergolong masih rendah. Kurangnya pengetahuan petani membuka peluang untuk menjadikan pengolahan lanjutan yang berupa pengeringan menjadi suatu unit bisnis. Bisnis pengeringan rimpang kunyit ini akan menghasikan intermediate product yang berupa kunyit bubuk. Teknologi yang digunakan adalah pengeringan buatan dengan produk yang dihasilkan berbentuk rimpang kering, yang kemudian diolah dengan menggunakan teknologi penggilingan kering untuk menghasilkan kunyit bubuk. Setelah dilakukan pengolahan, produk dikemas dengan menggunakan teknologi kemas vakum. Teknologi pengemasan vakum dipilih karena dapat memperpanjang umur simpan produk serta menghemat ruang pada saat penyimpanan maupun pendistribusian. Teknologi pengeringan buatan dipilih untuk meningkatkan efektivitas proses produksi karena tidak bergantung pada cuaca serta tidak membutuhkan waktu yang lama, sebagaimana yang terdapat pada teknologi pengeringan alami dengan sinar matahari. Penggilingan kering yang dilakukan dengan menggunakan mesin juga ditujukan untuk meningkatkan efektivitas produksi. Rencana Operasional Rencana Jumlah Produksi Hal yang perlu dianalisis dalam kegiatan produksi adalah rencana jumlah produksi. Jumlah produksi akan berhubungan dengan beberapa hal dalam kegiatan produksi, yaitu sebagai berikut: 1. Tingkat permintaan terhadap produk 2. Kapasitas mesin 3. Pasokan bahan baku 4. Modal kerja 5. Peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya Teknologi Penggunaan teknologi dalam proses produksi harus menggunakan teknologi tepat guna, selain dapat meningkatkan efektifitas juga dapat memberikan keuntungan bagi usaha yang dijalankan. Disamping penggunaan teknologi yang tepat, dukungan tenaga kerja terampil juga dibutuhkan dalam meningkatkan efektifitas proses produksi. Teknologi yang digunakan pada proses produksi adalah teknologi pengeringan buatan dengan mesin, teknologi penggilingan kering dengan mesin, dan teknologi pengemasan vakum pada produk. Tenaga Kerja (Tenaga Teknis) Kebutuhan tenaga kerja yang terlibat dalam seluruh kegiatan usaha perlu direncanakan dengan baik dari segi jumlah, deskripsi pekerjaan serta penetapan gaji dan upah. Perencanaan tenaga kerja perlu diidentifkasi berdasarkan kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan terkait dengan latar belakang dan lokasi perusahaan serta tingkat persaingan untuk mendapatkan tenaga kerja teknis, sedangkan kualitas tenaga
12
kerja menunjukkan keahlian yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang didukung dengan tingkat pendidikan. Perencanaan Bahan Baku Bahan baku merupakan input kegiatan produksi untuk menghasilkan produk yang ditawarkan oleh suatu usaha. Untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, bahan baku harus diperhatikan dari semua faktor yang terkait. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak Lokasi dan tata letak menjadi hal awal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana bisnis, karena pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan efektivitas kegiatan usaha. Pemilihan lokasi dapat ditentukan berdasarkan kedekatan dengan bahan baku, pasar potensial, tenaga listrik dan air, ketersediaan tenaga kerja, serta fasilitas transportasi. Perancangan tata letak bangunan usaha yang terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan (gudang), dan ruang kantor serta ruangan lain.
Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia Koperasi Koperasi merupakan badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau kelompok dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha, memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (UU No 12 Tahun 2012). Sebuah badan hukum yang disebut sebagai koperasi harus menjalankan prinsip-prinsip dasar koperasi. Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 5 disebutkan 7 prinsip koperasi sebagai berikut: 1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka Calon anggota koperasi tidak boleh dipaksa oleh siapapun tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang sosial, ras, politik, dan agama. Setiap warga negara yang telah mampu melaksanakan tindakan hukum dan telah memenuhi persyaratan sebagai anggota koperasi berhak menjadi anggota koperasi dan berpartisipasi aktif. 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis Koperasi didirikan oleh para anggota yang memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan kesejahteraan bersama. Pada proses pengambilan keputusan, setiap anggota harus diperlakukan sama. Pengawasan terhadap kegiatan usaha koperasi dilakukan oleh anggota yang telah memenuhi syarat sebagai pengawas. 3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi Anggota menyetorkan modal secara adil dan mengawasinya secara demokratis dengan sebagian dari modal adalah milik bersama. Balas jasa terhadap modal diberikan secara terbatas. 4. Otonomi dan kemandirian
13
Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri serta diawasi oleh anggotanya. Apabila koperasi membuat perjanjian dengan pihak lain termasuk pemerintah atau memperoleh modal dari luar, maka hal itu harus berdasarkan persyaratan yang tepat guna menjamin adanya upaya pengawasan demokratis dari anggota dan mempertahankan otonomi koperasi. 5. Pendidikan, pelatihan, dan informasi Koperasi memberikan pelatihan dan pendidikan bagi anggota, pengurus, pengawas, manajer, dan karyawan. Tujuan dari pelatihan dan pendidikan tersebut agar mereka dapat melaksanakan tugas lebih efektif dalam pengembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi bagi orang-orang muda dan tokoh masyarakat mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi. 6. Kerjasama antar koperasi Melalui kerjasama pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional, maka gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan lebih efektif dan dapat memperkuat gerakan koperasi. 7. Kepedulian terhadap masyarakat Koperasi melakukan kegiatan pengembangan masyarakat sekitar secara berkelanjutan melalui kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota. Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Persyaratan yang harus dipenuhi untuk membentuk suatu usaha dagang ekspor Indonesia antara lain sebagai berikut (Kemendag 2013): 1. Badan Hukum, dalam bentuk : a. CV (Commanditaire Vennotschap) b. Firma c. PT (Perseroan Terbatas) d. Persero (Perusahaan Perseroan) e. Perum (Perusahaan Umum) f. Perjan (Perusahaan Jawatan) g. Koperasi 2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan pemerintah seperti : a. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas Perdagangan b. Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian c. Izin Usaha PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau PMA (Penanaman Modal Asing) yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) 4. Memiliki Angka Pengenal Ekspor (APE) Pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Dagang) untuk koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Fotokopi Akta Pendirian Koperasi. b. Fotokopi KTP Pimpinan/Penanggung jawab Koperasi. c. Fotokopi NPWP Koperasi. d. Neraca Terakhir Koperasi bermaterai Rp6 000 e. Susunan Pengurus. f. Surat keterangan domisili usaha dari kelurahan dan diketahui kecamatan. g. Pasfoto warna ukuran 4x6 2 lembar.
14
Izin usaha yang masuk kedalam kategori usaha perdagangan berlaku selama 5 tahun dan setiap tahun dilakukan registrasi ulang. Usaha yang akan didirikan memiliki tujuan pasar luar negeri dan direncanakan sebagai eksportir produsen. Untuk menjadi eksportir, langkah yang harus dilakukan sebagai berikut (Kemendag 2013): 1. Persiapan administratif berupa pembuatan identitas usaha 2. Persiapan legalitas usaha berupa pembentukan badan usaha yang berbadan hukum dengan klasifikasi eksportir produsen atau eksportir bukan produsen 3. Persiapan operasional berupa penerbitan dokumen yang terdiri dari brosur atau leaflet, offer sheet, invoice, consular invoice, packing list, sales contract, weight note-measurement list, letter of indemnity, letter of subrogation, pemberitahuan ekspor barang (PEB) dan pemberitahuan ekspor barang tertentu 4. Persiapan produk yang akan dijual secara fisik maupun pencantuman keterangan produk dalam lembar Profil Produk 5. Melakukan perijinan ekspor di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia melalui UPP (Unit Pelayanan Perdagangan) dengan salah satu fasilitas yang ditawarkan berupa INTRADE. Tata cara atau prosedur yang harus dilakukan untuk melakukan proses ekspor adalah sebagai berikut (Kemendag 2013): DN 1
5 4
2 3
Produksi barang
LN
Produksi barang
Esksportir
Correspondent/ Receiving Bank
10
11
Opening Bank
6
Pelayaran/ Penerbangan
9
12
7
Bea dan cukai pelabuhan muat
8a
Instansi penerbit SKA
8
Pelabuhan tujuan
Pengapalan barang Sumber: Kemendag 2013
Gambar 1 Alur tata cara ekspor Keterangan: 1. Eksportir dan importir melakukan korespondensi yang diakhiri dengan pembuatan Sales Contract
15
2. Importir mengaplikasikan pembukaan L/C pada bank luar negeri (Opening Bank) 3. Opening Bank mengirim L/C confirmation pada Corespondenti Bank untuk memberitahukan kepada eksportir 4. Corespondenti Bank memberitahukan kepada eksportir melalui L/C advice 5. Eksportir mempersiapkan barang 6. Eksportir memesan ruang kapal pada shipping company 7. Eksporir mengurus formalitas ekspor dengan mengisi PEB dan pembayaran pajak ekspor, kemudian PEB difiat-muatkan 8. Pemuatan barang di atas kapal, shipping company memberikan bills of lading pada eskportir 8a. Apabila dalam L/C ada persyaratan untuk melampirkan dokumen SKA (Surat Keterangan Asal), maka eskportir harus mengurus SKA tersebut ke instansi penerbit SKA 9. Setelah mempersiapkan seluruh dokumen yang dipersyaratkan pada L/C, eskportir bernegosiasi kepada negotiation bank untuk mendapat pembayaran. 10. Pengiriman dokumen L/C dari negotiation bank ke opening bank 11. Opening Bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir 12. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk ditukarkan dengan delivery cargo 13. Pengiriman document L/C dari negotiation bank tersebut kepada importir 14. Opening Bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir 15. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk ditukarkan dengan delivery cargo Struktur Organisasi Struktur Organisasi merupakan susunan bagian serta hubungan antara posisi yang terdapat pada suatu organisasi. Orang-orang yang terlibat dalam kepengurusan suatu badan usaha dituangkan dalam struktur organisasi perusahaan. Struktur organisasi terdiri dari nama orang yang terlibat dalam kepengurusan beserta dengan jabatan masing-masing. Dalam struktur organisasi menggambarkan hubungan kerja antara orang yang satu dengan lainnya dengan memperhatikan aturan bentuk badan hukum dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Deskripsi Kerja Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga kerja maupun pengurus perusahaan dipaparkan dalam bentuk deskripsi kerja. Deskripsi kerja bagi tenaga kerja dan pengurus perusahaan berbeda-beda sesuai dengan jabatan maupun bagiannya. Masing-masing orang yang terlibat dalam usaha yang akan dijalankan memiliki hak, kewajiban, maupun tugas yang harus dipenuhi agar kegiatan usaha menjadi lebih efektif. Upah dan gaji Gaji dan upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji dan upah dari masingmasing orang berbeda sesuai dengan jabatan dan deskripsi kerja yang dibebankan.
16
Imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tetap maupun pengurus perusahaan disebut sebagai gaji yang dibayarkan sekali dalam sebulan. Upah merupakan imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap yang dibayarkan sesuai dengan pencapaian kerja yang telah dilakukan. Gaji yang dibayarkan dapat disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku dengan ketetapan yang dibuat oleh perusahaan. Analisis Risiko Kerugian yang mungkin timbul dalam sebuah usaha dapat diartikan sebagai risiko. Risiko yang terjadi dalam suatu usaha dapat digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu risiko yang sulit dikendalikan oleh manajemen perusahaan dan risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Contoh dari risiko yang sulit dikendalikan oleh manajemen perusahaan adalah seperti kebakaran atau bencana alam, sedangkan contoh dari risiko yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan adalah menurunnya volume produksi yang diakibatkan oleh kualitas bahan baku yang buruk. Aspek fungsional dalam perusahaan yang mungkin mengandung risiko adalah aspek sumberdaya manusia, aspek pemasaran, aspek produksi atau teknis, aspek sistem informasi, serta aspek keuangan (Umar 2009). Rencana Keuangan Tujuan menganalisis aspek keuangan dalam menyusun rencana bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya proyeksi data finansial yang menentukan kelayakan ekonomi. Aspek keuangan ini terdiri atas ringkasan mengenai penjualan dan biaya yang direncanakan, serta gambaran arus kas dan neraca yang diperkirakan. Aspek keuangan yang perlu dianalisis untuk menyusun suatu perencanaan bisnis terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) (Nurmalina et al. 2009). 1. Net Present Value (NPV) Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0) yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Jika suatu bisnis mempunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Net present value yaitu selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan NPV adalah dalam satuan mata uang (Rp). 2. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan %tase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila memiliki nilai IRR yang lebih besar dari DR. 3. Benefit Cost Ratio (Net B/C) Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak jika BCR lebih besar atau sama dengan satu (BCR ≥ 1). Hal ini berarti bisnis tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan jika nilai BCR lebih kecil dari satu (BCR < 1), maka bisnis tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu
17
bisnis lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan bisnis tersebut. 4. Payback Period (PP) Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis dengan PP yang singkat atau cepat pengembaliannya termasuk kemungkinan besar akan dipilih. Metode payback period ini merupakan metode pelengkap penilaian investasi. Break Event Point Perhitungan ini bertujuan untuk melihat berapa unit yang harus dijual atau berapa uang yang harus dihasilkan oleh perusahaan agar mencapai titik impas, dalam arti perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Cash Flow Cash Flow (arus kas) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan atau pendanaan, serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode. Laporan keuangan ini berupa ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu. Laporan arus kas ini memberikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dari suatu periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan. Cash Flow terdiri dari 2 aliran arus yaitu sebagai berikut: 1. Cash inflow Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri dari: a. Hasil penjualan produk atau jasa perusahaan b. Penagihan piutang dari penjualan kredit c. Penjualan aktiva tetap yang ada d. Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas e. Pinjaman atau hutang dari pihak lain f. Penerimaan sewa dan pendapatan lain 2. Cash outflow Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash outflow) terdiri dari : a. Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya lain b. Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan c. Pembelian aktiva tetap d. Pembayaran hutang-hutang perusahaan e. Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan f. Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga, dan pengeluaran lain Cooperative Entrepreneur (Wirakoperasi) Baga (2011) menyampaikan bahwa wirakoperasi merupakan bentuk khusus dari konsep wirausaha untuk mengembangkan usaha petani dengan cara
18
memanfaatkan peluang yang ada bersama petani. Seorang wirausaha yang menerapkan konsep wirakoperasi akan berusaha untuk mencapai kesuksesan usahanya dan usaha para petani mitra. Konsep wirakoperasi tersebut dapat diterapkan dengan melibatkan sejumlah petani yang berperan sebagai pemasok input usaha yang akan didirikan oleh seorang wirakoperasi. Usaha tersebut tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata namun juga harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan petani, sehingga diperlukan adanya hubungan kerjasama yang baik antara petani dan pelaku usaha. Peningkatan kesejahteraan dapat berupa meningkatnya keuntungan yang diperoleh maupun skala usaha para petani yang bergabung dengan badan usaha yang didirikan oleh pelaku usaha. Hadirnya seorang wirakoperasi dapat memberikan keuntungan bagi pengembangan usaha budidaya yang dijalankan oleh petani. Seorang wirakoperasi akan melakukan inovasi guna meningkatkan nilai tambah produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang dimiliki tanpa mengesampingkan kesejahteraan para petani yang menjadi pemasok utama input produksinya. Kepercayaan yang telah terjalin antara petani dengan pelaku usaha dapat memberikan manfaat bagi keduanya. Bagi pelaku usaha, kepastian pasokan bahan baku yang berkelanjutan akan diperoleh dari petani sebagai pemasok utama. Bagi petani, akan mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha dengan ketentuan pembagian hasil yang telah disepakati bersama. Usaha yang akan didirikan terdiri dari gabungan para petani dan pelaku usaha itu sendiri. Selain bagian dari kepemilikan usaha, secara langsung petani berperan sebagai peminjam dana atas dana investasi yang dibutuhkan oleh usaha yang akan didirikan. Seorang pelaku usaha dapat memberikan pelatihan kepada petani guna meningkatkan kinerja, sehingga dapat menghasilkan bahan baku dengan jumlah optimal dan kualitas yang tinggi. Adanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan diantara pelaku usaha dan petani, maka rantai pasok kegiatan usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha dapat terjalin dengan baik.
Kerangka Pemikiran Operasional Komoditas kunyit memiliki potensi dilihat dari kebutuhan yang cukup tinggi baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan, serta volume produksi yang cukup besar. Jawa Barat sebagai provinsi yang menduduki daerah sentra terbesar ke-3 di Pulau Jawa menjadikan komoditas ini memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun pada kondisi aktual, petani yang membudidayakan komoditas ini masih berupa petani kecil dengan pola tanam tumpang sari sehingga jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani masih rendah. Harga jual di tingkat petani yang rendah menjadikan kunyit sebagai tanaman yang kurang diminati oleh petani karena tidak menguntungkan. Ditinjau dari peluang dan kondisi aktual yang ada maka diperlukan peran pelaku usaha yang menerapkan konsep wirakoperasi untuk melakukan komersialisasi pengembangan biofarmaka. Seorang wirakoperasi dapat berperan sebagai perantara antara petani kecil dengan para pelaku usaha industri jamu, obat herbal terstandar maupun fitofarmaka. Selain sebagai perantara, pelaku usaha
19
yang menerapkan konsep wirakoperasi juga harus memberikan keuntungan kepada petani seperti memberikan harga jual yang tinggi di tingkat petani, memberikan pelatihan mengenai cara budidaya yang baik sehingga dapat menghasilkan produk yang optimal, dan memberikan rasa kepercayaan serta rasa kepemilikan atas usaha yang dijalankan kepada petani. Seorang wirakoperasi yang memiliki ilmu, inovasi, dan teknologi dapat menjadi keuntungan bagi petani dengan kekuatan dalam hal budidaya untuk bersinergi bersama. Penerapan konsep wirakoperasi dalam suatu usaha diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi petani sehingga petani dapat melakukan pengembangan di tingkat budidaya agar permintaan akan komoditas ini dapat terpenuhi. Pengembangan yang dilakukan dapat berupa pendirian usaha dengan melibatkan para petani kecil untuk melakukan usaha kolektif bersama dan menjalin kerjasama serta meningkatkan nilai tambah pada produk rimpang kunyit. Peningkatan nilai tambah produk rimpang kunyit tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengolahan berupa pengeringan, penggilingan rimpang kunyit dan pengemasan. Alur pemikiran kerangka operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2. Rimpang kunyit memiliki potensi dilihat dari kebutuhan pasar luar negeri, manfaat bagi kesehatan, serta volume produksi yang cukup besar
Pada kondisi aktual, petani yang membudidayakan komoditas ini masih berupa petani kecil sehingga permintaan belum terpenuhi dan harga jual di tingkat petani masih rendah
Wirakoperasi
Komersialisasi pengembangan biofarmaka
Membentuk kerjasama atau melakukan usaha kolektif bersama petani kecil
Meningkatkan harga jual rimpang kunyit
Rencana Bisnis Pengolahan Rimpang Kunyit Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian
20
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Bogor yang terdiri dari 6 desa yaitu Tegal Waru, Cipaku, Rancabungur, Leuwi Liang, Gunung Leutik, dan Cimanggu. Penelitian melibatkan petani-petani yang membudidayakan tanaman biofarmaka khususnya komoditas kunyit. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan tempat tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangan dan lokasi yang strategis untuk kelancaran penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2014 untuk pengambilan data.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari keterangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani mengenai keadaan usaha, perkembangan usaha, dan kegiatan budidaya yang dilakukan serta data lain yang berkaitan dengan penelitian. Data kuantitatif diperoleh dari hasil produksi, jumlah penjualan, harga produk, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lokasi penelitian serta wawancara dengan petani yang terlibat. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, perpustakaan, internet dan literatur yang relevan dengan penelitian.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan diskusi kepada para petani yang berada di ke-6 kecamatan tersebut yang membudidayakan tanaman kunyit. Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi produktivitas, harga komoditas di tingkat petani, serta budidaya yang dilakukan. Jumlah petani yang dilibatkan dalam pengambilan informasi terdiri dari 6 orang. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan menggunakan 2 jenis analisis yaitu Analisis Non Finansial dan Analisis Finansial (Nurmalina et al. 2009). A. Analisis Non Finansial 1. Rencana Pemasaran Menganalisis target pasar, pengembangan pasar, serta bauran pemasaran merupakan hal yang harus dianalisis dalam rencana pemasaran
21
dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Strategi pemasaran terdiri dari Market Selection dan Marketing Mix Development. Dalam strategi Market Selection terdiri dari pengenalan peluang pasar, analisis pelanggan, dan pemilihan pasar sasaran. Sedangkan dalam strategi Marketing Mix Development terdiri dari aspek produk, harga, promosi, dan distribusi. Menurut Kotler yang dikutip oleh Munandar (2012) dalam jurnalnya, analisis target pasar terdiri dari segmentasi pasar, penentuan target, dan posisi pasar. a. Segmetasi Pasar Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat heterogen ke dalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam pengarahan pasar, aspek utama yang menjadi variabel yang digunakan adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. b. Pasar Sasaran Langkah lanjutan setelah menganalisis segmen pasar adalah pemilihan segmen pasar yang akan dijadikan pasar sasaran. Kriteria yang harus diperhatikan dalam penentuan pasar sasaran adalah bahwa pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program pemasaran yang dikembangkan, produk yang ditawarkan memiliki potensi penjualan yang cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan yang memadai, serta pasar sasaran dapat dijangkau oleh media pemasaran. c. Posisi Pasar Penetapan posisi pasar merupakan langkah terkahir dalam melakukan analisis target pasar. Dalam penetapan posisi pasar, langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh perusahaan. Keunggulan ini dapat berupa diferensiasi melalui inovasi yang dilakukan pada bauran pemasaran yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar perusahaan memiliki keunggulan bersaing dengan produk pesaing. 2) Pilih keunggulan kompetitif yang dimiliki untuk kemudian dikomunikasikan dalam benak konsumen. Kriteria yang harus dipenuhi adalah dengan menawarkan barang atau jasa yang memiliki ciri khas atau dengan menggunakan strategi harga bersaing. 2. Rencana Produk Rencana bisnis yang akan dilakukan merupakan bisnis pengolahan pasca panen pada rimpang kunyit untuk menghasilkan produk setengah jadi (intermediate product). Pengolahan tersebut berupa pengeringan dan penggilingan kering rimpang kunyit untuk menghasilkan produk berupa kunyit bubuk. Setelah dilakukan pengolahan pasca panen, kedua produk tersebut akan dikemas dengan menggunakan teknologi kemas vakum. 3. Rencana Operasional Aspek rencana operasional terdiri dari rencana pendirian lokasi bisnis, skala produksi, pemilihan teknologi yang akan digunakan, proses produksi, perencanaan tata letak ruang pengolahan, tenaga teknis produksi, serta perumusan standar mutu input dan output.
22
4. Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia Aspek ini mengkaji mengenai bentuk badan usaha, struktur organisasi, perizinan usaha, dan kepemilikan usaha. Disamping itu juga mengkaji spesifikasi dan deskripsi keahlian serta tanggung jawab pekerja, jumlah tenaga kerja, dan penetapan gaji. B. Analisi Finansial 1. Net Present Value (NPV) NPV merupakan merupakan selisih dari nilai mata uang di masa depan dari investasi yang dikeluarkan dengan nilai mata uang saat ini dari penerimaan di masa yang akan datang. Rumus perhitungan untuk menentukan NPV adalah berikut ini: ∑ Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0,1,2,3,........, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 i = Discount rate (%) 2. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat bunga pengembalian dari investasi yang dikeluarkan pada sebuah bisnis yang diterima oleh perusahaan. Perhitungan nilai IRR adalah:
Keterangan : i1 i2 NPV1 NP2
= Discaount rate yang menghasilkan NPV positif = Discaount rate yang menghasilkan NPV negatif = NPV positif = NPV negatif
3. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan gambaran berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan selama umur proyek suatu bisnis. Rumus perhitungan Net B/C adalah sebagai berikut: ∑ ∑
23
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Discount Rate (%) t = Tahun 4. Payback Period (PP) PP adalah ukuran waktu dari kecepatan pengembalian investasi yang dikeluarkan dalam suatu proyek bisnis. Rumus perhitungan PP adalah sebagai berikut:
Keterangan : I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya 5. Break Event Point (BEP) BEP merupakan ukuran unit yang harus terjual atau penerimaan yang harus diperoleh untuk mencapai keadaan perusahaan yang tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Rumus perhitungan BEP unit maupun BEP Rp adalah sebagai berikut:
6. Cash Flow (Arus Kas) Arus Kas merupakan laporan keuangan yang berisikan ringkasan penerimaan dan pengeluaran perusahaan selama umur proyeksi suatu proyek bisnis yang akan dilakukan.
24
No I
II
III IV V
Uraian Komponen Inflow 1. Nilai Produksi 1. Pinjaman 2. Nilai Sewa 3. Grants 4. Salvage Value Total Inflow Outflow 1. Biaya Investasi 2. Biaya Operasional 2.1 Biaya Variabel 2.2 Biaya Tetap 3. Pembayaran Bunga Pinjaman 4. Pajak 5. Biaya Lainnya Total Outflow Net Benefit DF, dengan i = DR (%) PV Net Benefit (NPV) = (III)(IV)
1
2
...
n
GAMBARAN UMUM Bogor terletak di Provinsi Jawa Barat yang terbagi atas wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Bogor berada pada ketinggian 190 hingga 330 meter dari permukaan laut (mdpl). Suhu rata-rata wilayah Bogor adalah 26oC dengan suhu terendah 21.8oC dan suhu tertinggi sebesar 30.4oC, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3 500 hingga 4 000 mm. Karakteristik topografi dan iklim yang dimiliki wilayah Bogor sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman hortikultura khususnya tanaman biofarmaka. Kunyit sebagai salah satu komoditas biofarmaka dapat tumbuh dengan baik di wilayah Bogor dengan karekteristik topografi dan iklim yang dimiliki. Tanaman kunyit tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah (200 hingga 300 mdpl) hingga dataran tinggi (diatas 1 000 mdpl) dengan curah hujan antara 2 000 hingga 4 000 mm per tahun dan suhu optimum pertumbuhan antara 19 hingga 30oC (Rahardjo dan Rotiana 2005). Pertumbuhan optimal pada komoditas kunyit didukung oleh karakteristik topografi dan iklim wilayah Bogor yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman itu sendiri. Karakteristik topografi dan iklim yang dimiliki oleh Bogor menjadikan wilayah ini berpotensi untuk mengembangkan komoditas kunyit di bidang budidaya. Potensi komoditas kunyit tersebut didukung oleh keberadaan produsen jamu maupun obat herbal yang terletak di wilayah Bogor. Produsen jamu atau obat herbal tersebut merupakan pelaku usaha yang menggunakan rimpang kunyit sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada produk yang dihasilkan. Produsen jamu atau obat herbal yang terletak di Bogor antara lain sebagai berikut:
25
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
UD Rachmasari (Kapsul Ekstrak Kunir Kuning) Ghaza Herbal (Madu Anti Diare, Madu Rapet Wangi) Binasyifa (Kapsul Gemuk Badan) Tamer Bogor (Jamu Diabetes Ahsan Akar Delima) CV Mitra Niaga Sejahtera (Extract Oil Habbatussauda Plus Kunyit) NeoHerba Nusantara (Manja Honey) Griya An-Nur (Madu An-Nisa) CV Raja Wali Emas (Sabun Lulur Herba Safira) Sabun Kosmetik (Sabun Kunyit)
RENCANA BISNIS Rencana Pemasaran Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana pemasaran ini adalah mengenai ketetapan bea keluar atas produk yang dihasilkan, yaitu kunyit bubuk. Berdasarkan ketetapan Menteri Keuangan No. 2369/KM.4/2013 tentang penetapan harga ekspor untuk perhitungan bea keluar bahwa bea keluar hanya dikenakan pada CPO dan produk turunannya, karet, serta kulit. Selain ketetapan bea keluar, ketetapan pajak peghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn) dalam usaha pengolahan rimpang kunyit ini mengacu pada ketetapan pajak terbaru. Besarnya tarif PPh yanng diberlakukan adalah sebesar 25% (UU Nomor 35 Tahun 2008) pasal 17 ayat 2a tentang perpajakan) 9 dan tarif PPn atas barang ekspor kena pajak adalah sebesar 0%10. Harga jual profuk (FOB value) dari produk kunyit bubuk kemas vakum ini adalah sebesar 22.89 USD per kg (berdasarkan data Market News Service International Trade Center 2013) dengan asumsi 1 USD adalah Rp11 400. Analisis Pasar 1. Segmenting a. Berdasarkan tingkat penggunaan Pengelompokan pasar dari produk yang dihasilkan oleh usaha yang akan didirikan berdasarkan tingkat penggunaan. Kelompok pasar yang menjadi tujuan dari produk ini adalah importir maupun industri fitofarmaka. a. Berdasarkan aspek geografis Pengelompokan pasar dari produk yang akan dihasilkan oleh perusahaan ini berdasarkan aspek geografis. Berdasarkan aspek geografis, lokasi dari pasar tujuan adalah negara-negara yang terletak di Benua Amerika. 2. Targeting Target pasar dari kelompok pasar yang telah dipilih berdasarkan aspek geografis adalah industri biofarmaka yang terletak di negara Argentina. Negara ini dipilih karena Argentina sebagai negara tujuan ekspor Indonesia dengan volume terbesar di Benua Amerika. 9 10
http://www.pajak.go.id/dmdocuments/UU-36-2008.pdf (Diakses 2014 April 20) http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf (Diakses 2014 April 20)
26
3. Positioning Produk yang dihasilkan oleh usaha pengolahan ini adalah intermediate product yang ditujukan bagi industri fitofarmaka yang menggunakan kunyit bubuk sebagai bahan baku produknya. Kunyit bubuk ini diolah menggunakan teknologi modern yaitu pengeringan buatan, penggilingan kering dan pengemasan vakum pada produk. Penggunaan teknologi modern pada pengolahan kunyit bubuk ini menjadi keunggulan bagi usaha yang akan didirikan dibandingkan dengan pesaing produk sejenis. Marketing Mix Development a. Product (produk) Kunyit bubuk sebagai produk yang dihasilkan oleh usaha pengolahan ini dikategorikan ke dalam intermediate product. Produk tersebut akan dikemas dengan menggunakan plastik kemas vakum berat bersih 10 kg dengan mencantumkan tanggal pengemasan dan kadaluwarsa, nama produk, serta nama produsen. Kemasan vakum dipilih karena dapat meningkatkan umur simpan sehingga kualitas produk tetap terjaga. Selain menggunakan kemasan primer yang berupa plastik kemas vakum, produk ini juga menggunakan kemasan sekunder berupa kardus kapasitas 50 kg.
Gambar 3 Kunyit bubuk
Gambar 4 Label kemasan primer dan sekunder b. Price (harga) Harga jual dari produk yang dihasilkan adalah sebesar Rp2 610 000 atau 228.9 USD (1 USD = Rp11 400) per kemasan 10 kg (ITC 2013). Harga yang ditetapkan tersebut dapat menutupi biaya produksi serta dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan harga jual dalam negeri.
27
c. Place (tempat) Penjualan dari produk yang dihasilkan ditujukan untuk pasar luar negeri yaitu negara Argentina yang membutuhkan kunyit bubuk. Saluran distribusi dari produk ini adalah dengan melakukan kerjasama sistem joint container dengan perusahaan lain yang memiliki tujuan pengiriman ke negara Argentina. Cara tersebut dilakukan karena skala usaha pengolahan yang akan didirikan ini masih kecil. Lokasi tempat usaha pengolahan rimpang kunyit ini akan didirikan di daerah Bogor. d. Promotion (promosi) Pemasaran produk dilakukan menggunakan media internet berupa penawaran produk maupun penawaran kerjasama dengan industri yang membutuhkan kunyit bubuk. Strategi promosi yang akan dilakukan adalah bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan sebagai mediator antara eksportir dan importir. Analisa Pesaing Pesaing dari usaha pengolahan yang akan didirikan adalah perusahaan dalam negeri yang memproduksi produk sejenis, yaitu kunyit bubuk. Rekapitulasi rencana strategi Koperasi Putra Mandiri dengan perusahaan pesaing (CV Rumah Rempah Manisha Solo) dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran koperasi putra mandiri vs perusahaan pesaing Komponen Pesaing Strategi Koperasi Putra Mandiri (CV Rumah Rempah Pemasaran Manisha Solo) Segmentasi Perusahaan importir maupun Perusahaan jamu dalam industri fitofarmaka di Benua negeri yang membutuhkan Amerika yang membutuhkan kunyit kering dan bubuk. rimpang kunyit dalam bentuk bubuk. Target Pasar
Positioning
Marketing Mix
Target pasar luar negeri di Perusahaan jamu dalam Negara Argentina. negeri yang membutuhkan kunyit kering dan bubuk. Intermediate porduct berupa Produk diolah menggunakan kunyit bubuk kemas vakum teknik pengeringan oven atau yang ditujukan bagi industri matahari dengan kemasan fitofarmaka di Negara plastik biasa. Argentina. Produk Produk Kunyit bubuk kemas vakum Simplisia kunyit kering dan dengan berat bersih 10 kg per kunyit bubuk kemas plastik kemasan. dengan berat bersih 1 Kg per kemasan. Price Price 22.89 USD (Rp261 000) per kg Rp70 000 per kg atau 228.9 USD (Rp2 610 000)
28
per kemasan 10 kg Place Gudang dan kantor usaha terletak di daerah Bogor, Jawa Barat.
Place Gudang dan kantor usaha teretak di daerah Solo, Jawa Tengah.
Promotion Promosi dilakukan menggunakan website berbasis internet untuk melakukan penawaran produk kepada importir pasar luar negeri dan bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan sebagai mediator.
Promotion Promosi dilakukan menggunakan website berbasis internet, iklan di media massa baik cetak maupun elektronik.
Sumber: Rumah Rempah Manisha11
Rumah Rempah Manisha merupakan perusahaan yang terletak di daerah Solo, Jawa Tengah yang menyediakan bahan baku pembuatan jamu dan obat herbal dalam bentuk rimpang kering dan bubuk. Produk yang ditawarkan adalah kencur rajang kering dan bubuk, jahe kering dan bubuk, kunyit kering dan bubuk, temulawak rajang kering, serta komoditas biofarmaka lain dalam bentuk kering dan bubuk . Pasar tujuan dari perusahaan ini adalah industri jamu dalam negeri yang membutuhkan komoditas biofarmaka dalam bentuk kering dan bubuk sebagai bahan baku pembuatan produknya (Manisha 2012).
Rencana Operasional Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana operasional dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini antara lain mengenai kegiatan produksi termasuk penetapan hari kerja, kebutuhan mesin pengolahan, serta kapasitas produksi. Penjelasan asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana operasional ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Dibutuhkan rimpang kunyit segar sebanyak 10 kg untuk menghasilkan 1 kg kunyit bubuk (rendemen 10%)12. 2. Dalam satu bulan terdiri dari 20 hari kerja dengan sistem proses produksi bergulir. Penjelasan proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 2. 3. Kapasitas produksi dalam satu kali proses produksi adalah sebesar 1 053 Kg rimpang basah (penyusutan bahan baku sebesar 5%) untuk menghasilkan produk kunyit bubuk sebanyak 100 kg, sehingga dalam 1 bulan akan menghasilkan 2 000 kg atau 2 ton bubuk kunyit. 4. Pada tahun pertama usaha berjalan, produk yang dihasilkan hanya sebesar 1.7 ton setiap bulannya dengan jumlah bahan baku yang sama yaitu 1 053 kg per hari. Hal tersebut dikarenakan jumlah penyusutan bahan baku masih tinggi 11 12
http://www.rumahrempahsolo.web.id/_item?item_id=155001 (Diakses 2014 Maret 28) Hasil turun lapang. Sumber: Taman Sringganis
29
5.
6.
7.
8.
9.
yaitu sebesar 15%. Hal tersebut disebabkan oleh kualitas bahan baku yang diperoleh dari petani belum sesuai dengan yang diinginkan. Perajangan rimpang kunyit basah dilakukan menggunakan mesin perajang otomatis dengan kapasitas 150 kg per jam. Untuk merajang 1 053 kg rimpang basah dalam satu kali produksi dibutuhkan mesin perajang sebanyak 2 unit yang masing-masing beroperasi selama 3.5 jam setiap harinya. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan rimpang kunyit basah dengan menggunakan alat vacuum cabinet dryer adalah 8 jam dengan suhu 50 hingga 55oC13. Mesin pengeringan ini memiliki kapasitas 40 rak atau setara dengan 150 kg rimpang basah. Untuk mengeringkan 1 053 kg rimpang basah dalam 1 kali produksi dibutuhkan alat pengering sebanyak 7 unit. Penggilingan simplisia dilakukan menggunakan mesin penggiling kering diskmill dengan kapasitas 300 kg per jam. Untuk menggiling 100 kg simplisia hingga menghasilkan kunyit bubuk, dibutuhkan mesin penggiling sebanyak 1 unit. Pengemasan produk kunyit bubuk dilakukan dengan menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum packaging) untuk menghasilkan kemasan hampa udara. Plastik kemas vakum sebagai kemasan yang digunakan memiliki kapasitas sebesar 10 kg setiap kemasannya, sehingga dalam 1 bulan produksi akan dihasilkan sebanyak 200 kemasan. Kemasan sekunder produk adalah kardus dengan kapasitas 50 kg, sehingga dalam 1 bulan produksi akan dihasilkan sebanyak 34 kardus.
Rencana Jumlah Produksi Kegiatan usaha pengolahan rimpang kunyit terdiri dari proses pengeringan, penggilingan kering serta pengemasan. Produk yang dihasilkan ditujukan untuk memasok industri biofarmaka luar negeri yang membutuhkan produk rimpang kunyit dalam bentuk bubuk. Rencana jumlah produksi dari usaha ini adalah sebesar 1.7 ton per bulan di tahun pertama dan 2 ton per bulan di tahun berikutnya. Penentuan ini diasumsikan berdasarkan pasokan bahan baku yang berasal dari petani. Teknologi Teknologi yang digunakan dalam usaha pengolahan yang akan didirikan ini adalah dengan menggunakan teknologi perajangan otomatis, pengeringan buatan dengan mesin, penggilingan kering dengan mesin, dan pengemasan vakum. Alat yang digunakan dalam teknologi pengeringan buatan ini adalah mesin perajang otomatis, vacuum cabinet dryer dengan output berupa simplisia, serta diskmill sebagai alat penggiling kering dengan output kunyit bubuk. Alat yang digunakan dalam teknologi pengemasan vakum adalah vacuum packaging untuk mengemas produk kunyit bubuk. 1. Mesin Perajang Rimpang kunyit segar yang telah dicuci, ditiriskan, dan lulus sortasi kemudian dirajang dengan ketebalan 5 hingga 7 mm untuk mempercepat proses pengeringan. Penggunaan mesin perajang otomatis dengan penggerak mesin ini dipilih untuk menghasilkan irisan rimpang dengan ketebalan yang 13
http://ofosiharefa-anknias.blogspot.com/2011/09/my-presentation-agroindustri-ptki_02.html (Diakses 2014 Maret 26)
30
seragam. Disamping itu, penggunaan mesin perajang dapat meningkatkan efisiensi waktu produksi.
Sumber: www.tokomesin.com
Gambar 5 Mesin perajang otomatis Spesifikasi mesin perajang: a. Kapasitas: 150 kg per jam b. Dimensi: 40x50x125 cm c. Penggerak: motor bensin 5.5 pk d. Bahan frame: besi profil siku 40x40 e. Transmisi: Pulley dan v belt f. Inlet dan outlet: stainless steel g. Kelengkapan: roda 2 in 2. Vacuum Cabinet Dryer Rimpang kunyit rajang diletakkan di atas loyang sebelum dimasukkan ke dalam alat pengering. Prinsip kerja dari alat vacuum cabinet dryer tersebut adalah dengan cara mengalirkan udara panas ke dalam bahan sekaligus dilakukan penyedotan uap air yang keluar dari bahan yang dipanaskan. Teknologi pengeringan buatan dengan bantuan alat tersebut dipilih karena dapat meningkatkan efisiensi proses produksi jika dibandingkan dengan menggunakan teknologi pengeringan alami. Pada pengeringan buatan, sumber panas yang digunakan untuk mengeringkan bahan berasal dari listrik maupun gas, sedangkan pada pengeringan alami sumber panas yang digunakan bersumber dari sinar matahari.
31
Sumber: www.kiosmesin.blogspot.com
Gambar 6 Mesin vacuum cabinet dryer Spesifikasi mesin vacuum cabinet dryer: a. Kapasitas : 40 rak b. Dimensi : 249x55x165 cm c. Bahan : stainless steel d. Listrik blower: 300 watt e. Sumber panas: LPG 3. Diskmill Simplisia kunyit kemudian digiling menggunakan mesin diskmill untuk menghasilkan kunyit bubuk. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggiling bahan baku kasar menjadi bentuk yang lebih kecil atau bubuk, dengan tingkat kehalusan yang dapat disesuaikan. Teknologi penggilingan kering dengan mesin dipilih untuk meningkatkan efisiensi proses produksi karena memiliki tenaga yang bersumber dari listrik.
Sumber: www.mesinpertanian.com
Gambar 7 Mesin diskmill Spesifikasi mesin diskmill: a. Kapasitas: 150 kg per jam b. Motor power: 5,5 HP (Horse Power) atau Diesel 12 PK (Paard Krcht) dengan power bisa diturunkan sesuai anggaran dan jenis serta jumlah bahan yang diproses
32
c. Dimensi: 80x50x100 cm d. Bahan: stainless steel 4. Vacuum Packaging Produk kunyit bubuk kemudian dikemas dengan menggunakan mesin vacuum packaging. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan cara penghilangan udara dalam kemasan hingga terbentuk ruang hampa kemudian dilakukan penyegelan pada kemasan. Teknologi pengemasan vakum dipilih karena dapat meningkatkan umur simpan produk serta dapat menghemat ruang pada saat penyimpanan dan pendistribusian. Jenis plastik kemasan yang digunakan merupakan plastik kemasan vakum yang merupakan campuran dari bahan plastik LDPE (Low Density Polyethylene), PET (Poly Ethylene Terephthalate), dan Nylon. Plastik kemasan tersebut memiliki ketebalan dan kerapatan pori yang lebih tinggi dibandingkan dengan plastik kemasan biasa sehingga dapat berfungsi sebagai kemasan penyimpan kedap udara.
Sumber: www.anekamesin.com
Gambar 8 Mesin vacuum packaging
Sumber: www.kaskus.co.id
Gambar 9 Plastik kemasan vakum
33
Spesifikasi mesin vacuum packaging: a. Material: besi, stainless steel b. Lebar seal: 32 hingga 50 cm c. Kekuatan vakum: 10 m3 hingga 20 m3 per jam d. Daya listrik: 400 hingga 800 watt atau 220 V atau 50 hingga 60 Hz 5. Mesin Conveyor Metal Detector Kunyit bubuk yang telah dikemas dengan plastik vakum kemudian akan dilakukan pengujian kandungan logam yang mungkin terdapat di dalam produk. Pengujian tersebut dilakukan menggunakan mesin conveyor metal detector dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas produk kunyit bubuk.
Sumber: www.indotrading.com
Gambar 10 Mesin conveyor metal detector Spesifikasi mesin Conveyor Metal Detector: a. Tipe: F500 b. Metode mendeteksi: Magnetic induksi c. Lebar: 600 mm d. Tinggi: 160 mm e. Kemampuan mendeteksi: Ф1.0 bola besi f. Metode alarm: Buzzer g. Kecepatan belt: 40 m per menit h. Tegangan listrik: 230 V, 50 hingga 60 Hz i. Ukuran dimensi: 1 620x1 000x1 100 mm Bahan Baku Bahan baku dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini berupa rimpang kunyit segar yang diperoleh dari petani-petani skala kecil di wilayah Bogor. Petani-petani tersebut merupakan petani yang bermitra dengan usaha pengolahan rimpang kunyit ini sebagai pemasok tetap bahan baku produksi. Proses sortasi awal menyebabkan penyusutan bahan baku sebesar 5%, sehingga kebutuhan bahan baku per bulan disajikan dalam Tabel 16 dan 17.
34
Tabel 6 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun pertama Satuan Jumlah Input Rimpang kunyit segar kg 21 053 Penyusutan bahan baku (sortasi) kg 1 053 Setelah penyusutan kg 20 000 Kemasan primer (plastik vakum) lembar 200 Kemasan sekunder (kardus) lembar 40 Label kemasan lembar 240 Output Kunyit bubuk kg 2 000 Bahan baku rimpang segar diperoleh dari petani anggota dengan cara petani memasok secara langsung kepada koperasi. Petani tidak menjual bahan baku kepada koperasi, namun menjual bahan baku melalui koperasi dengan cara setiap petani di masing-masing desa mengumpulkan rimpang kunyit basah di 1 tempat pengumpulan, kemudian akan diambil oleh koperasi. Dengan sistem tersebut, petani memasok rimpang kunyit segar untuk diolah dan dijual oleh koperasi. Keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan kemudian akan dilakukan pembagian dengan petani sebesar 70% di tahun pertama dan 75% di tahun berikutnya. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak Bangunan usaha berdiri di atas lahan seluas 2 000 m2 yang terdiri dari 3 ruang utama yaitu ruang kantor, ruang produksi, dan ruang gudang penyimpanan. Lokasi bangunan usaha yang akan didirikan terletak di sekitar wilayah Rancabungur, Bogor. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah letaknya yang berdekatan dengan sumber bahan baku rimpang kunyit basah. Disamping itu, mudahnya akses menuju pintu tol Sentul atau Jagorawi menjadi pertimbangan dalam hal pengiriman produk menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Tata letak layout bangunan produksi dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Tata letak bangunan usaha
35
Keterangan : 1 = Mesin Perajang Rimpang Kunyit 2 = Mesin Pengeringan (Vacuum Cabinet Drier) 3 = Mesin Penggilingan Kering (Diskmill) 4 = Mesin Pengemasan Vakum (Vacuum Packaging) 5 = Mesin Metal Detector
Proses Produksi Proses produksi pada pengolahan rimpang kunyit terdiri dari 8 tahap, yaitu sortasi awal, pencucian dan penirisan, perajangan, pengeringan, penyortiran akhir simplisia, penggilingan kering, pengemasan dan pelabelan, serta penyimpanan. Keseluruhan 1 kali proses produksi tersebut berlangsung selama 4 hari. Alur proses produksi dapat dilihat pada Gambar 12: Penyiapan Air Bersih
Kunyit Segar
Penyortiran awal
Air Bersih
Pencucian & Penirisan
Penyiapan Peralatan
Busuk
Tanah yang melekat
Perajangan
Pengeringan selama 8 jam dengan suhu 50-55oC
Benda asing selain simplisa
Penggilingan Kering
Penimbangan
Pengemasan dan Pelabelan
Kunyit Bubuk
Gambar 12 Diagram alir proses pengolahan kunyit bubuk
36
1. Sortasi awal rimpang segar Rimpang kunyit segar yang diperoleh dari petani dilakukan penyortiran terlebih dahulu. Rimpang yang lolos tahap ini adalah rimpang yang memiliki kondisi yang baik atau tidak busuk. 2. Pencucian dan penirisan rimpang segar Rimpang yang telah lulus sortasi kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih. Cara pencucian dilakukan dengan menggunakan pompa bertekanan tinggi sehingga mempermudah penghilangan kotoran atau tanah yang menempel. Seletah dicuci, penyikatan dilakukan pada rimpang kotor untuk menghilangkan tanah yang masih menempel. Rimpang kunyit yang telah bersih kemudian ditiriskan selama 1 hari dengan cara dianginanginkan di tempat terbuka dan beratap. Tujuan dari penirisan ini adalah untuk menghilangkan air yang terkandung dalam rimpang selama proses pencucian. 3. Perajangan rimpang segar Rimpang kunyit yang telah bersih dan tiris kemudian dirajang dengan ketebalan 5 hingga 7 mm menggunakan mesin perajang otomatis untuk mempercepat proses perajangan. 4. Pengeringan Bahan baku rimpang kunyit kemudian dilakukan pengeringan menggunakan alat vacuum cabinet dryer dengan suhu 50 hingga 55oC selama 8 jam untuk menghasilkan simplisia. 5. Penyortiran akhir Tahap penyortiran ini dilakukan untuk memisahkan benda asing yang mungkin terkandung dalam bahan selama proses pengeringan. 6. Penggilingan kering Simplisia kunyit digiling menggunakan alat diskmill untuk menghasilkan kunyit bubuk dengan tingkat kehalusan yang seragam. Pada proses ini, dilakukan pengaturan saringan yang terdapat dalam mesin dengan ukuran kerapatan saringan sebesar 50 hingga 60 mesh. 7. Pengemasan dan pelabelan Kunyit bubuk yang telah melalui tahap pengolahan berupa pengeringan dan penggilingan kering kemudian dikemas. Pengemasan dilakukan menggunakan alat vacuum packaging untuk menghasilkan produk dengan kemasan kedap udara dengan ukuran plastik 41×70×0.085 cm kapasitas 10 kg. Selain dikemas dengan menggunakan kemasan primer yang berupa plastik vakum, produk ini juga dikemas dengan menggunakan kardus kapasitas 50 kg sebagai kemasan sekunder. Produk yang telah dikemas kemudian dilakukan pemberian label pada sisi luar kemasan, baik kemasan primer maupun kemasan sekunder. 8. Pengujian produk menggunakan metal detector Produk kunyit bubuk yang telah dikemas kemudian dilakukan pengujian terhadap logam yang mungkin terdapat dalam produk. 9. Penyimpanan Produk kunyit bubuk yang telah dikemas kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan. Ruang gudang penyimpanan harus memiliki kelembaban udara sekitar 65 % dengan pencahayaan yang cukup serta suhu ruang maksimal 30oC. Selain itu, keadaan ruang gudang penyimpanan yang
37
tidak bocor dan tertutup rapat juga diperlukan untuk menjaga produk agar tetap dalam kondisi yang baik. Tenaga Teknis Produksi Tenaga teknis produksi terdiri dari karyawan yang melakukan proses pengolahan berupa pengeringan dan penggilingan, serta proses pengemasan pada produk. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 11 orang dengan jenis pekerjaan yang terdiri dari pencucian, perajangan, penggilingan, dan pengemasan. Tenaga kerja teknis dipimpin oleh satu orang supervisor produksi yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan produksi. Perumusan Standar Mutu Input dan Output Perumusan standar mutu input dan output diperlukan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan. Mutu input berupa spesifikasi dari seluruh bahan baku yang akan digunakan untuk menghasilkan produk. Mutu output berupa spesifikasi dari produk jadi yang disesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka sebagai pasar tujuan. a. Standar mutu input Input yang digunakan adalah rimpang kunyit segar yang diperoleh dari petani pemasok. Standar mutu input yang ditetapkan untuk produk kunyit bubuk adalah rimpang kunyit yang berumur 10 hingga 12 bulan dengan warna kuning tua hingga jingga dengan kondisi yang baik. b. Standar mutu output Output yang dihasilkan berupa kunyit bubuk. Standar mutu output produk ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Standar mutu simplisia kunyit menurut MMI Parameter Syarat Warna Kuning kemerahan Kadar air (%) 8 – 12 Kadar abu (%) Maksimum 3.0 Mikroorganisme Negatif Logam Berat Negatif Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik14
Kunyit bubuk merupakan hasil pengolahan lanjutan dari simplisia kunyit yang diperoleh melalui proses penggilingan kering. Simplisia kunyit yang digunakan sebagai bahan baku kunyit bubuk mengandung kadar air 8 hingga 12%. Ukuran partikel bubuk kunyit adalah 50 hingga 60 mesh yang berarti dalam satu inch luas saringan terdapat 50 hingga 60 lubang. Perumusan Standard Operating Procedure (SOP) 1. Penyortiran dilakukan pada bahan baku berupa rimpang kunyit segar dari petani pemasok. Rimpang kunyit dipilih berdasarkan keadaan rimpang yang baik, segar, dan tidak busuk. 14
http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/file/Perkembangan%20TRO/edsusvol18no2/ 4status.pdf (Diakses 2014 Maret 14)
38
2. Pencucian dengan air bersih dilakukan pada rimpang kunyit segar yang telah lulus penyortiran. 3. Setelah dilakukan pencucian, rimpang kemudian ditiriskan selama satu hari untuk menghilangkan air bekas pencucian. 4. Rimpang kunyit dirajang dengan ketebalan 5 hingga 7 mm. 5. Rimpang kunyit dikeringkan dengan suhu 50 hingga 55oC selama 8 jam menggunakan vacuum cabinet dryer untuk menghasilkan simplisia. 6. Penggilingan dilakukan pada simplisia dengan menggunakan diskmill untuk menghasilkan kunyit bubuk. 7. Kunyit bubuk hasil penggilingan kemudian diayak untuk memisahkan bagian yang halus dan kasar. Kunyit bubuk kasar yang tidak melewati saringan kemudian dimasukkan kembali ke dalam mesin penggiling untuk mendapatkan tekstur yang lebih halus. 8. Sebelum dilakukan pengemasan pada produk kunyit bubuk, dilakukan penimbangan akhir pada produk. Penimbangan produk disesuaikan dengan kapasitas plastik kemasan, yaitu 10 kg. 9. Produk kunyit bubuk dikemas vakum menggunakan alat vacuum packaging. 10. Setelah dikemas, kemasan diberi label yang mencantumkan nama produk, berat bersih, tanggal pengemasan dan kadaluwarsa, serta nama produsen. Pengemasan lanjutan dilakukan dengan menggunakan kemasan sekunder yang berupa kardus kapasitas 50 kg. 11. Produk yang telah dikemas kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan mesin metal detector. 12. Produk yang lulus pengujian kemudian disimpan dalam gudang sebelum didistribusikan. Produk yang disimpan dan dikeluarkan dari gudang harus sesuai dengan prinsip FIFO (First In First Out) atau produk yang keluar adalah produk yang pertama masuk ke dalam gudang penyimpanan. 13. Karyawan bagian gudang penyimpanan melakukan pencatatan tanggal penyimpanan produk. 14. Karyawan produksi harus tetap menjaga sanitasi peralatan produksi.
Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Bentuk usaha yang dipilih dalam menjalankan bisnis ini adalah koperasi. Berdasarkan jenisnya, koperasi yang akan didirikan adalah koperasi produksi yang terdiri dari para petani kunyit sebagai anggota. Jenis koperasi ini dipilih karena memiliki bidang usaha pengolahan rimpang kunyit sebagai aktivitas utama (Limbong 2010). Koperasi dipilih sebagai bentuk usaha karena proses pendirian koperasi yang tidak memerlukan biaya yang besar dalam pembentukannya. Tujuan pembentukan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 (UU No 25 Tahun 1992). Bentuk usaha ini tepat digunakan oleh wirakoperasi dalam mengembangkan bisnisnya.
39
Struktur Organisasi Badan usaha ini terdiri dari Rapat Umum Anggota, pengurus (ketua, sekretaris, bendahara), pengawas, manajer usaha, staf administrasi, staf keuangan, dan supervisor produksi. Pengurus koperasi berasal dari anggota yang terdiri dari para petani mitra, sedangkan manajer usaha serta para staf dan supervisor bisa berasal dari dalam anggota maupun luar anggota. Susunan organisasi Koperasi Putra Mandiri dapat dilihat pada Gambar 13. Rapat Umum Anggota
Pengurus
Pengawas
Manajer Usaha
Staf Keuangan
Buruh Pengeringan
Supervisor Produksi
Buruh Penggilingan
Buruh Pengemasan
Staf Administrasi
Buruh Pencucian, Sortasi dan Perajangan
Gambar 13 Struktur organisasi koperasi putra mandiri Jumlah pengurus koperasi yang direncanakan terdiri dari 4 orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan pengawas. Karyawan yang direncanakan terdiri dari 4 orang terdiri dari manajer usaha, staf keuangan, supervisor produksi, dan staf administrasi. Tenaga kerja langsung yang melakukan seluruh proses produksi berupa buruh harian yang terdiri dari 11 orang. Deskripsi dan Spesifikasi Kerja 1. Rapat Umum Anggota (RUA) Deskripsi : pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. 2. Pengurus (ketua, sekretaris, bendahara) a. Deskripsi kerja: memimpin organisasi dan perusahaan koperasi
40
3.
4.
5.
6.
b. Spesifikasi kerja Ketua Koperasi: 1) Mengendalikan seluruh kegiatan koperasi. 2) Memimpin, mengkoordinir, dan mengontrol jalannya aktivitas koperasi. 3) Memimpin Rapat Umum Anggota tahunan dan menyampaikan pertanggungjawaban kepada anggota. 4) Mengambil keputusan atas hal-hal yang dianggap penting bagi kelancaran kegiatan koperasi. c. Spesifikasi Kerja Sekertaris Koperasi: 1) Melakukan kegiatan korespondensi (surat-menyurat) dan ketatausahaan koperasi. 2) Melakukan pencatatan tentang kemajuan yang terjadi pada koperasi. 3) Membuat pendataan koperasi. d. Spesifikasi kerja Bendahara Koperasi: 1) Merencanakan anggaran belanja dan pendapatan koperasi. 2) Memelihara semua harta kekayaan koperasi. 3) Melakukan pembukuan transaksi koperasi. Pengawas Koperasi a. Deskripsi kerja: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan pengurus menyangkut pengelolaan koperasi, baik yang menyangkut aspek organisasi maupun aspek usaha. 2) Meneliti catatan yang ada pada koperasi. 3) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan. Manajer Usaha a. Deskripsi kerja: melakukan pengawasan terhadap kegiatan bidang usaha b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan perencanaan produksi, keuangan, penetapan organisasi usaha serta melaksanakan pengawasan terhadap seluruh aktivitas usaha. 2) Melaksanakan kegiatan perekrutan tenaga kerja. Staf Administrasi a. Deskripsi kerja: bertanggung jawab atas kegiatan administrasi perusahaan. b. Spesifikasi kerja: 1) Merancang SOP (Standard Operating Procedure) rangkaian kegiatan produksi. 2) Merancang 40ndust kemitraan dengan petani pemasok. 3) Menyusun kontrak kerjasama dengan 40ndustry. 4) Melakukan pemasaran produk. 5) Menyusun dan mengurus perijinan usaha. 6) Menyusun kebutuhan perlengkapan perusahaan. 7) Melakukan kegiatan pendistribusian produk. Staf Keuangan a. Deskripsi kerja: bertanggung jawab terhadap fungsi keuangan perusahaan.
41
b. Spesifikasi kerja: 1) Mengelola fungsi akuntasi dalam memproses data dan informasi keuangan perusahaan. 2) Mengkoordinasikan dan mengontrol perencanaan, pelaporan, dan pembayaran kewajiban pajak perusahaan. 3) Merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengontrol arus kas perusahaan terutama pengelolaan piutang dan hutang. 4) Merencanakan dan mengkoordinasikan penyusun anggaran perusahaan. 5) Menyusun penetapan gaji dan upah bagi seluruh karyawan perusahaan. 7. Supervisor Produksi a. Deskripsi kerja: bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan produksi b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penerimaan bahan baku. 2) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengolahan. 3) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyimpanan produk. 4) Melakukan kegiatan pendistribusian produk 5) Melakukan kontrol berkaitan dengan suhu dan kondisi mesin selama proses pengeringan berlangsung. 8. Tenaga Kerja Bagian Pencucian, Sortasi, dan Perajangan a. Deskripsi kerja: melakukan proses pra pengolahan rimpang kunyit segar b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan sortasi awal rimpang kunyit segar. 2) Melakukan pencucian rimpang kunyit segar. 3) Melakukan sortasi spesifikasi persyaratan umum rimpang kunyit segar. 4) Melakukan perajangan bahan baku rimpang kunyit 5) Melakukan perawatan mesin secara berkala. 9. Tenaga Kerja Bagian Pengeringan a. Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku berupa pengeringan b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan pengeringan bahan baku yang telah dirajang. 2) Melakukan persiapan mesin pengeringan sebelum digunakan. 3) Melakukan perawatan mesin secara berkala. 10. Tenaga Kerja Bagian Penggilingan a. Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku berupa penggilingan b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan pengontrolan kualitas simplisia kunyit. 2) Melakukan penggilingan hasil pengeringan. 3) Melakukan proses pengayakan dan penggilingan kembali terhadap kunyit bubuk yang tidak sesuai standar. 4) Melakukan persiapan mesin penggilingan sebelum digunakan. 5) Melakukan perawatan mesin secara berkala. 11. Tenaga Kerja Bagian Pengemasan a. Deskripsi kerja: melakukan pengemasan produk b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan penimbangan kunyit bubuk sebesar 10 kg.
42
2) Melakukan pengemasan pada produk kunyit bubuk dengan pengemas vakum. 3) Melakukan penyimpanan produk di dalam gudang sebelum didistribusikan. 12. Staf Ahli Operator Mesin Metal Detector a. Deskripsi kerja: mengoperasikan mesin metal detector b. Spesifikasi kerja: 1) Melakukan persiapan mesin sebelum digunakan 2) Melakukan pemeriksaan produk akhir yang telah dikemas dengan menggunakan mesin metal detector. 3) Melakukan perawatan mesin secara berkala. Ketetapan upah Penentuan gaji dan upah bagi seluruh karyawan disesuaikan dengan jabatan beserta tanggung jawab yang dibebankan. Penentuan gaji bagi karyawan tetap sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang UMK 2014 No. 561/Kep.1636-Bangsos-2014. Rincian upah dan gaji bagi karjawan tetap maupun tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Penentuan upah Uraian Manajer Usaha - Gaji Pokok - Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) - Uang Transport (R25 000 x 20 hari) Staff Keuangan - Gaji Pokok - Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) - Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) Staff Administrasi - Gaji Pokok - Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) - Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) Supervisor Produksi - Gaji Pokok - Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) - Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) Staff Ahli Operator Mesin Metal Detector - Gaji Pokok - Uang Makan (Rp25 000 x 20 hari) - Uang Transport (Rp25 000 x 20 hari) Tenaga Kerja Produksi - Upah per Hari Rp50 000
Rincian (Rp)
Gaji per Bulan (Rp)
2 700 000 500 000 500 000
3 700 000
1 700 000 500 000 400 000
2 700 000
1 700 000 500 000 400 000
2 700 000
1 850 000 500 000 400 000
2 850 000
1 850 000 500 000 400 000
2 850 000
1 000 000
1 000 000
43
Rencana Kerjasama Kooperatif Usaha yang akan didirikan akan menjalin kerjasama dengan petani kunyit wilayah Bogor sebagai petani pemasok. Bentuk kerjasama yang akan dilakukan berupa kerjasama vertikal ke belakang dalam hal pasokan bahan baku. Usaha yang akan didirikan ini menjadikan petani kunyit di wilayah Bogor sebagai pemasok bahan baku berupa rimpang kunyit segar. Petani akan memasok rimpang kunyit segar untuk kemudian diolah dengan menggunakan teknologi pengeringan dan penggilingan kering. Produk yang dihasilkan oleh usaha ini berupa intermediate product dalam bentuk kunyit bubuk. Produk tersebut kemudian akan dikemas menggunakan plastik kemas vakum sebelum disimpan dan didistribusikan. Kerjasama ini dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kontinuitas bahan baku usaha pengolahan rimpang kunyit. Disamping itu, tujuan lain dari penerapan kerjasama ini adalah untuk meningkatkan pendapatan petani kunyit yang tergabung dalam usaha yang akan didirikan. Konsep kerjasama yang akan dilakukan berupa penentuan ketetapan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh perusahaan atas penjualan produk. Ketetapan tersebut diambil berdasarkan hasil diskusi dengan para petani yang tergabung dalam usaha ini. Selain itu, koperasi akan memberikan pelatihan budidaya yang baik agar para petani dapat menghasilkan rimpang kunyit dengan jumlah produksi yang optimal dan kualitas yang seragam serta sesuai dengan yang diinginkan. Usaha yang akan didirikan ini tidak hanya berorientasi pada keuntungan perusahaan semata, namun juga pada kesejahteraan para petani mitra. Bentuk kerjasama yang dibangun dengan petani merupakan kerjasama yang terikat dengan sistem keanggotaan koperasi. Koperasi sebagai badan usaha memiliki hak dan kewajiban terhadap anggota, demikian pula dengan anggota yang tergabung. Penentuan hak dan kewajiban tersebut menjadi pengikat antara kedua pihak demi kemajuan bersama, baik bagi koperasi itu sendiri maupun bagi para petani sebagai anggota. Koperasi memiliki kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya seperti pemberian penyuluhan maupun pelatihan kepada para petani, serta memberikan bagian dari keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. Program penyuluhan atau pelatihan dapat dijadikan untuk menarik anggota baru maupun untuk membantu pengembangan skala usaha budidaya bagi petani anggota lama. Selain peningkatan skala usaha budidaya, penentuan bagi hasil antara seorang wirakoperasi dengan petani akan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Koperasi sebagai badan usaha dari unit bisnis pengolahan rimpang kunyit ini memiliki hubungan antara pihak yang terkait. Pihak tersebut terdiri dari koperasi, petani, cooperative entrepreneur (CE), desa, dan industri atau target pasar tujuan dari produk yang dihasilkan. Hubungan antara pihak tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
44
Tabel 9 Matriks hubungan antara pihak yang terkait Petani Petani
CE
Koperasi
Desa
Penyedia jasa, pengedukasi, dan memberikan pelatihan, pendidikan, pengawasan serta pengontrolan) Pengolah bahan baku untuk meningkatkan harga jual kunyit Pendukung program yang akan dilaksanakan
Industri Fitofarmaka
CE Koperasi Mitra kerja dan Pemasok bahan membangun baku kepercayaan
Desa
Penyedia dana Tenaga ahli dan ide bisnis atas kegiatan untuk usaha yang pembangunan akan dilakukan desa
Penyedia sarana dan menciptakan lapangan pekerjaan
Membantu sosialisasi kepada para petani
Kerjasama bisnis
Industri
Sebagai mediator antara petani dengan industri
Pemasok Unit usaha yang bahan baku dimiliki desa setengah jadi serta bagi industri fitofarmaka Penyedia lokasi berdirinya badan usaha koperasi dan sebagai daerah sumber bahan baku Mitra usaha dari hasil penjualan produk
Melalui pendekatan wirakoperasi, terdapat beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional yang telah umum dilakukan oleh petani maupun pelaku usaha. Kelebihan yang diperoleh dari hasil pendekatan ini dapat terlihat pada sistem jual; kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan baku; pelatihan dan pengawasan terhadap kegiatan budidaya petani; harga jual rimpang kunyit yang diterima petani; serta pengalokasian dana bagi pengembangan desa. Rincian perbedaan hasil dengan pendekatan wirakoperasi dan pendekatan konvensional dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Tabel perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi Uraian Sistem Jual
Tanpa Wirakoperasi Petani menjual rimpang basah kepada tengkulak
Dengan Wirakoperasi Petani menjual rimpang basah melalui koperasi dengan tujuan pasar luar negeri Kualitas, kuantitas, Kualitas rimpang kunyit tidak Seragam, kualitas sesuai dengan dan kontinuitas seragam dengan kuantitas yang standar yang telah ditentukan, bahan baku berfluktuasi, kontinuitas pasokan jumlah pasokan sesuai dengan yang tersendat kesepakatan, serta berkelanjutan Pelatihan dan Tidak ada pelatihan dan pengawasan Ada pelatihan dan pengawasan pengawasan terhadap sistem budidaya petani terhadap sistem budidaya petani Harga kunyit segar di Rp1 500 hingga Rp2 000 Rp9 000 di tahun pertama dan tingkat petani Rp12 000 di tahun berikutnya Dana pengembangan Tidak ada dana yang dialokasikan Ada dana yang dialokasikan untuk desa untuk pengembangan desa pengembangan desa.
45
Manajemen Risiko Risiko Pemasaran Risiko pemasaran yang mungkin dihadapi oleh usaha ini dapat berupa pemutusan kontrak pembelian oleh pasar tujuan. Antisipasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menambah pasar tujuan dan membuat kontrak berjangka waktu. Selain pemutusan kontrak oleh pasar tujuan, risiko lain yang mungkin muncul adalah menurunnya permintaan akibat terjadinya inflasi di negara tujuan. Antisipasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mencari alternatif pasar tujuan lain yang memiliki daya beli lebih tinggi dibandingkan dengan pasar tujuan awal, agar produk yang ditawarkan dapat diterima. Risiko Produksi atau Teknis Risiko produksi yang mungkin dihadapi oleh usaha ini dapat berupa tingginya biaya produksi. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi risiko ini adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis bagi karyawan operasional, serta menggunakan teknologi tepat guna dalam kegiatan pengolahan. Selain itu, risiko lain yang mungkin muncul adalah terhambatnya aliran pasokan bahan baku. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan meningkatkan cakupan penyediaan bahan baku dengan memperbanyak jumlah petani mitra serta meningkatkan manajemen transportasi pengangkutan bahan baku. Menurunnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas bahan baku juga tergolong ke dalam risiko produksi. Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pembinaan kepada petani anggota sebagai pemasok agar dapat meningkatkan keseragaman kualitas produk serta pengaturan wilayah pasokan bahan baku. Jenis risiko produksi yang sulit dikendalikan adalah terjadinya pencurian dan kebakaran. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi risiko tersebut adalah dengan meningkatkan keamanan di area lokasi usaha serta menggunakan asuransi dan melengkapi bangunan dengan alat pemadam kebakaran. Kemungkinan penarikan kembali produk yang ditawarkan ke pasar tujuan merupakan risiko produksi yang mungkin akan dihadapi oleh usaha ini. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menjual produk kepada industri jamu skala kecil di dalam negeri yang membutuhkan kunyit dalam bentuk bubuk maupun melakukan pelelangan melalui penawaran produk di internet. Tindakan lanjutan yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan menyesuaikan standar mutu produk serta melakukan proses produksi sesuai dengan panduan GMP (Good Manufacturing Practices), salah satunya adalah dengan meningkatkan sistem quality control. Sistem quality control yang dilakukan dapat berupa penambahan mesin metal detector serta melakukan pengujian laboratorium pada produk secara berkala. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk melakukan peningkatan kualitas produk agar produk yang ditawarkan dapat diterima oleh pasar negara tujuan.
46
Risiko Keuangan Risiko nilai tukar mata uang dan permodalan termasuk ke dalam kategori risiko keuangan. Risiko nilai tukar mata uang yang mungkin dihadapi oleh usaha ini adalah terjadinya fluktuasi nilai tukar mata uang Rupiah dengan nilai tukar mata uang US Dollar, sehingga menyebabkan harga jual produk yang juga berfluktuasi. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi risiko tersebut adalah dengan melakukan tindakan antisipasi yang berupa hedging. Hedging dapat diartikan sebagai pembelian suatu kontrak yang nilainya akan meningkat dari jatuhnya nilai tukar mata uang dari kontrak lain15. Risiko permodalan yang mungkin dihadapi oleh usaha ini dapat berupa tidak terpenuhinya pengajuan dana yang berasal dari investor. Tindakan penanggulangan yang mungkin dilakuan adalah dengan mencari alternatif sumber pendanaan lain melalui lembaga pendanaan. Sebagai contoh, sumber permodalan dari lembaga pendanaan adalah PT. Bank Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) dengan suku bunga pinjaman sebesar 9.65% (Mei 2014) 16. Perhitungan laporan cashflow dan laba rugi dengan sumber dana pinjaman bank dapat dilihat pada Lampiran 18 dan 19. Rencana Keuangan Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis rencana keuangan ini antara lain mengenai sumber dana investasi yang digunakan dan penggunaan discount rate pada perhitungan laporan arus kas. Dana investasi bersumber dari investor sebesar Rp2 124 456 000 atau sekitar Rp2.1 Milyar. Dana investasi tersebut diasumsikan sebagai pinjaman tanpa bunga yang dikembalikan selama dua tahun dan dibayarkan setiap bulan sebesar Rp88 519 000. Pengembalian dana investasi kepada investor disertai dengan pembagian hasil yang diterima perusahaan, yaitu sebesar 10%. Pada perhitungan laporan arus kas (cashflow), tingkat discount rate yang digunakan adalah sebesar 7.5% yang mengacu kepada tingkat suku bunga pinjaman Bank Indonesia. Rencana Investasi Dana investasi awal yang dikeluarkan adalah sebesar Rp2 065 470 000. Barang investasi awal berupa mesin dan alat produksi, alat dan furniture perkantoran, serta perlengkapan lain yang dikeluarkan di awal tahun nol pendirian usaha. Berikut tabel rincian biaya investasi awal: Tabel 11 Rincian biaya investasi No 1 2 3 4 5 15
Komponen Biaya Alat produksi Alat dan furniture perkantoran Pendirian bangunan usaha Infrastruktur Kendaraan (mobil pick up)
Jumlah Biaya (Rp000) 470 510 32 360 1 400 000 16 000 105 000
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/hedging-definisi-dan-tehnik-hedging.html (Diakses 2014 Mei 14) 16 http://www.bankbjb.co.id/ (Diakses 2014 Juli 1)
47
No Komponen Biaya 6 Biaya promosi (pengadaan petani) 7 Biaya sertifikasi 8 Biaya pendirian badan usaha Total Biaya Investasi
Jumlah Biaya (Rp000) 5 000 30 000 6 600 2 065 470
Biaya investasi yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha akan mengalami penyusutan setiap tahunnya. Penyusutan tersebut dipengaruhi oleh umur ekonomis dari setiap barang investasi. Setelah umur ekonomis suatu barang telah habis maka harus dilakukan reinvestasi dengan biaya yang dikeluarkan pada tahun setelah pemakaian berakhir. Total nilai penyusutan dari barang investasi usaha pengolahan rimpang kunyit ini adalah sebesar Rp400 350 000 per tahhun. Rincian biaya penyusutan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Rincian biaya penyusutan Komponen Biaya
Jumlah
Alat Produksi a. Mesin pengering 7 b. Mesin pengemas vakum 1 c. Mesin penggilingan 1 d. Mesin perajang 2 e. Pompa steam 1 f. Regulator dan selang 7 g. Timbangan digital 1 h. Timbangan mekanik gantung 1 i. Tampah 100 j. Sikat 11 k. Baskom 20 l. Tempat sampah 1 m. Sepatu boots 11 n. Sarung tangan kain 11 o. Mesin metal detector 1 p. Kipas blower 2 Alat dan furnitur perkantoran a. Meja komputer 1 b. Kursi kantor 1 c. Sofa kantor 1 d. Papan tulis (90x120 cm) 1 e. Komputer PC 1 f. Printer (Print, Scan, Copy) 1 g. Lemari besi arsip 1 h. Laci besi arsip (4 laci) 2 i. Faximile 1 k. Pesawat telepon 1 l. Lampu 10 m. Air Conditioner 1 n. Kursi Tamu 5 Bangunan dan infrastruktur a. Rak besi pengeringan 1 b. Kanopi 1 Kendaraan (mobil pick up) 1 Total Penyusutan
Umur Ekonomis (tahun)
Total Biaya (Rp000)
Nilai Sisa
10 5 10 5 5 5 5 10 1 1 5 5 5 1 10 5
315 000 34 000 14 500 10 000 1 800 1 400 2 000 5 000 2 500 110 700 1 500 770 330 74 800 2 600
157 500
10 10 10 5 5 5 10 10 5 10 10 10 5
1 200 1 000 8 300 300 5 000 1 400 2 800 4 000 1 800 310 1 000 4 000 1 250
600 500 4 150
10 5 10
5 000 10 000 105 000
2 500
7 250
2 500
37 400
1 400 2 000 155 500 2 000
52 500 270 955
Biaya Penyusutan (Rp000) 110 250 6 800 725 4 000 360 400 250 1 960 250 000 1 210 2 800 300 1 694 3 630 3 740
60 50 415 60 1 000 280 140 400 360 16 500 200 1 250 250 2 000 5 250 400 350
48
Biaya Operasional Biaya operasional yang harus dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya operasional dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini di tahun pertama sebesar Rp707 836 000. Rincian biaya operasional di tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Rincian biaya operasional tahun pertama No Komponen Biaya
Biaya (Rp000) Per Per Satuan Bulan Tahun
Satuan
Jumlah
orang
2
50
tabung
35
130 200
11
50
1 2
Biaya tenaga kerja produksi orang Total Biaya Variabel BIAYA TETAP Tenaga Kerja: orang Sewa host website
3 4 5 6 7 8
Biaya utility Biaya pemasaran Biaya pemeliharaan dan perawatan Insentif tempat pengumpulan Administrasi perkantoran Jasa professional
9 10 11
Transportasi (sewa angkutan) Biaya pelatihan karyawan Uang keamanan dan kebersihan
1 2 3 4 5 6 7
BIAYA VARIABEL Biaya tenaga supir dan kuli angkut Biaya pengemasan Biaya solar mesin Biaya gas Biaya transportasi (Rp200 000/hari) Biaya rupa-rupa
2 000 1 598 6 380 4 550 4 000 1 000
24 000 19 176 76 560 54 600 48 000 12 000
11 000 30 528
132 000 366 336
14 800
177 660
900
8 5 800 2 500 500 1 000 260 1 000 900
100 69 600 30 000 6 000 12 000 3 120 12 000 10 800
500 100
500 100
6 000 1 200
28 458 58 986
341 500 707 836
1
50
unit
Total Biaya Tetap Total Biaya Operasional
1
Biaya operasional dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini di tahun berikutnya sebesar Rp711 220 000. Besarnya biaya operasional ini berbeda dengan biaya operasional pada tahun pertama, hal ini disebabkan oleh total biaya variabel yang berbeda. Komponen biaya variabel yang berbeda adalah kemasan primer dan sekunder. Besarnya biaya kemasan ini mengikuti jumlah produk kunyit bubuk yang dihasilkan yaitu 1.7 ton di tahun pertama dan 2 ton di tahun berikutnya. Rincian biaya operasional tahun berikutnya dapat dilihat pada Tabel 14.
49
Tabel 14 Rincian biaya operasional tahun berikutnya No
Komponen Biaya
Satuan Jumlah
1
BIAYA VARIABEL Biaya tenaga supir dan kuli angkut orang Biaya pengemasan Biaya solar mesin Biaya gas tabung Biaya transportasi (Rp 200000/hari) Biaya rupa-rupa Biaya tenaga kerja produksi orang Total Biaya Variabel BIAYA TETAP Tenaga Kerja: orang
2 3 4 5 6 7
Sewa host website Biaya utility Biaya pemasaran Biaya pemeliharaan dan perawatan Insentif Tempat Pengumpulan Administrasi perkantoran
8 9 10 11
Jasa professional Transportasi (sewa angkutan) Biaya pelatihan karyawan Uang keamanan dan kebersihan
1 2 3 4 5 6 7
Biaya (Rp000) Per Per Satuan Bulan Tahun
2
50
35
130 200
11
50
1
50
unit
Total Biaya Tetap Total Biaya Operasional
1
900 500 100
2 000 1 880 6 380 4 550 4 000 1 000 11 000 30 810
24 000 22 560 76 560 54 600 48 000 12 000 132 000 369 720
14 800 8
177 660 100
5 800 2 500
69 600 30 000
500 1 000
6 000 12 000
260 1 000 900 500 100 28 458 59 268
3 120 12 000 10 800 6 000 1 200 341 500 711 220
Modal Awal Modal awal yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha pengolahan rimpang kunyit ini terdiri dari biaya investasi awal tahun nol, biaya variabel dan biaya tetap pada tahun pertama Rp2 124 456 000. Rincian modal awal usaha ini dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Modal awal usaha Uraian Jumlah Biaya Investasi Rp2 065 470 000 Biaya Tetap (per bulan) Rp28 458 000 Biaya Variabel (bulan pertama) Rp30 528 000 Total Rp2 124 456 000 Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi dari produk yang akan dijual diperoleh dengan cara membagi biaya total dengan jumlah produksi.
50
Tabel 16 Harga pokok produksi Uraian Biaya modal kerja Jumlah produksi (kg) HPP (kg) HPP (10kg)
Jumlah Rp256 110 000 1 700 Rp150 653 Rp1 506 532
Harga pokok produksi produk kunyit bubuk ini adalah sebesar Rp150 653 (13.22 USD) per kg atau Rp1 506 532 (132.15 USD) per kemasan 10 kg. Penerimaan dan Hasil Produksi Manfaat merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh dari usaha pengolahan rimpang kunyit ini setiap periodenya. Manfaat yang diperoleh dari hasil penjualan pada tahun pertama sebesar Rp5 324 400 000 atau sekitar Rp5.3 milyar. Jumlah ini terdiri dari penerimaan 12 bulan produksi dengan jumlah penjualan dibawah target. Hal ini diasumsikan karena usaha pengolahan rimpang kunyit ini masih dalam proses pengenalan serta kualitas bahan baku yang belum seragam. Penerimaan yang diperoleh usaha ini pada tahun berikutnya adalah sebesar Rp6 264 000 000 atau sekitar Rp6.3 milyar yang terdiri dari penerimaan 12 bulan produksi dengan jumlah penjualan sesuai target yaitu 2 ton per bulan. Break Event Point Break Event Point atau titik impas menunjukkan bahwa berapa banyak unit yang harus terjual atau berapa satuan uang pemasukan yang harus diterima untuk memperoleh keadaan yang tidak untung dan tidak rugi. Pada usaha ini, perhitungan titik impas di tahun pertama dan tahun berikutnya dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17 BEP kunyit bubuk tahun pertama Uraian Biaya tetap Biaya variabel per kg Jumlah produksi (kg) Harga jual Penerimaan BEP Unit BEP Rupiah
Jumlah Rp499 199 000 Rp 126 000 20 400 Rp 261 000 Rp5 324 400 000 3 703 Rp 966 426 000
51
Tabel 18 BEP kunyit bubuk tahun berikutnya Uraian Biaya tetap Biaya variabel Jumlah produksi (kg) Harga jual Penerimaan BEP Unit BEP Rupiah
Jumlah Rp546 010 000 Rp143 000 24 000 Rp261 000 Rp6 264 000 000 4 636 Rp1 209 996 000
Pada tahun pertama, BEP unit dari produk kunyit bubuk ini bernilai 3 703 dengan BEP Rupiah sebesar Rp 966 426 000. Angka tersebut memiliki arti bahwa usaha pengolahan rimpang kunyit ini akan mencapai titik impas di tahun pertama bila terjual sebanyak 3 703 kg kunyit bubuk atau memperoleh penerimaan sebesar Rp 966 426 000. Pada tahun berikutnya, BEP unit dari produk ini adalah sebesar 4 636 dengan BEP Rupiah sebesar Rp1 209 996 000. Angka tersebut memiliki arti bahwa usaha pengolahan rimpang kunyit ini akan mencapai titik impas di tahun berikutnya bila terjual sebanyak 4 636 kg kunyit bubuk atau memperoleh penerimaan sebesar Rp1 209 996 000. Proyeksi Kriteria Investasi Pada usaha pengolahan rimpang kunyit yang akan didirikan ini, modal yang dikeluarkan untuk usaha akan kembali dalam jangka waktu 0.60 tahun atau sekitar 7 bulan. Pada proyeksi cash flow diperoleh nilai NPV sebesar Rp3 593 640 000, nilai Gross B/C sebesar 1.07 yang memiliki arti bahwa setiap Rp1 tambahan biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan tambahan manfaat sebesar Rp1.07, nilai Net B/C sebesar 2.74 yang memiliki arti bahwa setiap Rp1 kerugian yang diterima maka akan memberikan manfaat bersih yang menguntungkan sebesar Rp2.74, dan nilai IRR sebesar 121.58% yang memiliki arti bahwa tingkat pengembalian terhadap investasi sebesar 121.58%. Perhitungan Laporan Arus Kas (cash flow) dapat dilihat pada Lampiran 16. Proyeksi Laporan Keuangan dan Laba Rugi Proyeksi laporan keuangan usaha pengolahan rimpang kunyit ini dibuat dalam bentuk laporan arus kas dan laporan laba rugi. Pada proyeksi laba rugi, usaha ini sudah mengalami keuntungan di tahun pertama yaitu sebesar Rp3 153 986 000 atau sekitar Rp3.1 milyar. Pada tahun kedua, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp4 090 202 000 atau sekitar Rp4.1 milyar, dan di tahun berikutnya keuntungan yang diperoleh sebesar Rp5 152 431 000 atau sekitar Rp5.1 milyar. Keuntungan tersebut kemudian dilakukan pembagian untuk petani, wirakoperasi, desa, dan investor. Persentase pembagian hasil di tahun pertama adalah 70% untuk petani, masing-masing 5% untuk wirakoperasi dan desa, serta 10% untuk investor. Keuntungan di tahun pertama yang diperoleh petani adalah Rp2 207 790 000 atau sekitar Rp2.2 milyar, masing-masing Rp157 699 000 untuk wirakoperasi serta desa, dan Rp315 399 000 untuk investor. Keuntungan per bulan yang diperoleh petani adalah Rp183 983 000, masing-masing Rp13 142 000 untuk desa dan wirakoperasi, serta Rp26 283 000 untuk investor. Setelah
52
dilakukan pembagian hasil dan dikurangi pajak, maka keuntungan bersih yang diterima koperasi adalah sebesar Rp236 549 000 per tahun atau Rp19 712 000 per bulan. Persentase pembagian hasil di tahun berikutnya adalah 75% untuk petani, masing-masing 5% untuk wirakoperasi dan desa, serta 10% untuk investor. Keuntungan per tahun di tahun kedua yang diperoleh adalah Rp3 067 625 000 atau sekitar Rp3.1 milyar, masing-masing Rp204 510 000 untuk wirakoperasi dan desa, serta Rp613 530 000. Setelah dilakukan pembagian hasil dan dikurangi pajak, maka keuntungan bersih yang diterima koperasi adalah sebesar Rp153 383 000 per tahun atau Rp12 782 000 per bulan. Keuntungan yang diperoleh di tahun berikutnya secara berurutan masing-masing sebesar Rp3 864 323 000 untuk petani, Rp257 622 000 untuk wirakoperasi dan desa, serta Rp772 85 000 untuk investor setiap tahunnya Setelah dilakukan pembagian hasil dan dikurangi pajak, keuntungan bersih yang diterima koperasi di tahun berikutnya sebesar Rp193 216 000 per tahun. Perhitungan Laporan Laba Rugi dapat dilihat pada Lampiran 17. Usaha pengolahan rimpang kunyit yang akan didirikan ini merupakan bisnis yang prospektif dan menguntungkan. Kunyit bubuk kemas vakum sebagai produk yang ditawarkan memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual rimpang basah utuh. Harga jual produk yang tinggi tersebut berdampak pada penerimaan yang tinggi pula, sehingga pengembalian modal usaha ini tergolong cepat serta tingkat pengembalian modal yang tinggi. Disamping itu, keuntungan bersih yang diperoleh koperasi juga tergolong tinggi dengan persentase pembagian keuntungan bagi petani pemasok bahan baku memiliki bagian yang paling besar. Hasil dari pendekatan cooperative entrepreneur yang paling utama adalah Koperasi Putra Mandiri dapat memberikan harga jual rimpang segar kepada petani dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual kepada tengkulak. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi petani dalam hal peningkatan kesejahteraan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kunyit sebagai komoditas biofarmaka memiliki peluang dan potensi untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kebutuhan pasar luar negeri akan komoditas ini. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan meningkatkan kesadaran bagi para petani pembudidaya bahwa rimpang kunyit memiliki pasar yang cukup luas. Pasar luar negeri khususnya Negara Argentina membutuhkan rimpang kunyit salah satunya dalam bentuk bubuk. Harga jual rimpang segar di tingkat petani yang rendah membuka peluang bagi bisnis pengolahan pasca panen rimpang kunyit untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas ini. Bisnis pengolahan rimpang kunyit yang didirikan melalui pendekatan cooperative entrepreneur atau wirakoperasi, yaitu usaha kolektif bersama petani dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Badan usaha dari bisnis pengolahan ini adalah koperasi dengan petani sebagai anggotanya.
53
2. Produk yang ditawarkan oleh usaha pengolahan rimpang ini berupa intermediate product, yaitu kunyit bubuk kemas vakum dengan target pasar Negara Argentina. Teknologi yang digunakan dalam proses produksi yang dilakukan usaha ini adalah teknologi modern yaitu perjangan otomatis pada bahan, pengeringan vakum, penggilingan kering, dan pengemasan vakum pada produk. Harga jual (FOB value) yang ditawarkan produk ini sebesar 228.9 USD (Rp2 610 000) per kemasan 10 kg. Keuntungan yang diperoleh usaha ini kemudian dilakukan pembagian dengan petani, wirakoperasi, desa, dan investor. Persentase pembagian hasil tersebut masing-masing 70% di tahun pertama dan 75% di tahun berikutnya untuk petani, 5% di tahun pertama dan berikutnya untuk wirakoperasi serta desa, 10% di tahun pertama dan 15% di tahun berikutnya untuk investor. Keuntungan bersih yang diperoleh di tahun pertama adalah sebesar Rp236 549 000. Pengembalian modal dari usaha ini tergolong cepat, yaitu 7 bulan. Jika harga rimpang kunyit segar di tingkat petani hanya sebesar Rp2 000 per kg, maka melalui pendekatan cooperative entrepreneur petani dapat memperoleh harga rimpang kunyit segar yang lebih tinggi yaitu sebesar Rp 9 000 per kg di tahun pertama dan Rp12 000 per kg di tahun berikutnya. Tingginya harga yang diberikan kepada petani akan memotivasi lebih banyak petani untuk bergabung dan dapat memproduksi rimpang kunyit segar dengan kualitas yang seragam.
Saran Saran yang disampaikan dari hasil penelitian ini diharapkan adanya ketersediaan data sekunder yang mendukung, seperti data permintaan atau data ekspor kunyit dalam bentuk bubuk. Penyebaran informasi mengenai kebutuhan biofarmaka di pasar luar negeri juga dibutuhkan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan petani biofarmaka terhadap kebutuhan pasar, sehingga kesejahteraan petani meningkat dan agribisnis biofarmaka dapat berkembang. Penerapan sistem GMP (Good Manufacturing Practices) dalam proses pengolahan diperlukan untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan standar mutu pasar tujuan.
DAFTAR PUSTAKA Baga, LM. 2011. Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis. Prosiding Makalah Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis IPB [Internet]. [Bogor, 7 dan 14 Desember 2011]. Bogor(ID): FEM. hlm 197-213; [diacu 2013 Oktober 21]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/65350/11.pdf?seque nce=1. Baga, LM. 2003. Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis. Makalah Seminar [Internet]. [Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Frankfurt am Main, 5 Juli 2003]. Bogor(ID): FEM. hlm 8-22; [diacu 2013
54
Oktober 4]. Tersedia pada: http://www.geocities.ws/mma5ugm/PeranWirakoperasiDlmAgribisnis.pdf. Fajrian, H. 2013. Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV. Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertania Bogor. [KEMENDAG] Kementerian Perdagangan. 2013. Panduan Menjadi Eksportir. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Limbong, B. 2010. Pengusaha Koperasi. Jakarta (ID): CV Rafi Maju Mandiri. Munandar, D. 2012. Analisis Penentuan Segmen, Target, dan Posisi Pasar Home Care di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Majalah Ilmiah UNIKOM [Internet]. [diacu 2013 Oktober 28]. Tersedia pada: http://jurnal.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/v06-n02/vol-6-artikel-12.pdf/pdf/vol-6artikel-12.pdf.
Manisha. 2012. Rumah Rempah Manisha Solo [Internet]. [diacu 2013 Maret 28]. Tersedia pada: http://www.rumahrempahsolo.web.id/_item?item_id=155001 Nurmalina R, Sariati T, Karyadi, A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Sundawati L, Purnaningsih N, Purwakusumah ED. 2011. Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat [Internet]. [diacu pada 2014 Februari 6]. Tersedia pada: http://biofarmaka.ipb.ac.id/phocadownloadpap/2012/2012%20%20Full%20Paper%20National%20Seminar%20of%20Expose%20of%20R esearch%20Incentive%20Result%20LS.pdf. Tazkiyah, Roffi. 2012. Peluang Besar Industri Kunyit [Internet]. [diacu 2013 September 19]. Tersedia pada: http://pphp.deptan.go.id/mobile/?content=informasi_mobile&id=1&sub=1& kat=0&fuse=1380. Umar H. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012. Perkoperasian. Jakarta (ID): Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992. Perkoperasian. Jakarta (ID): Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992. Wibowo, MIA. 2011. Rencana Bisnis Industri Manisan Stroberi [Skipsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Instritut Pertanian Bogor.
54
55
LAMPIRAN
Hari 1 2 3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lampiran 1 Alur proses produksi bulan pertama Waktu Proses Produksi pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan siang –sore perajang bahan baku hari 1 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 1 siang – sore perajangan bahan baku hari 2 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 2 siang – sore perajangan bahan baku hari 3 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 1 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 3 siang – sore perajangan bahan baku hari 4 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 2 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 4 siang – sore perajangan bahan baku hari 5 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 3 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 5 siang – sore perajangan bahan baku hari 6 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 4 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 6 siang – sore perajangan bahan baku hari 7 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 5 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 7 siang – sore perajangan bahan baku hari 8 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 6 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 8 siang – sore perajangan bahan baku hari 9 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 7 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 9 siang – sore perajangan bahan baku hari 10 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 8 pagi – siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 10
56
Hari
Waktu siang – sore
13
pagi – siang siang – sore
14
pagi – siang siang – sore
15
pagi – siang siang – sore
16
pagi – siang siang – sore
17
pagi – siang siang – sore
18
pagi – siang siang – sore
19
pagi – siang siang – sore
20
pagi – siang siang – sore
Proses Produksi perajangan bahan baku hari 11 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 9 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 11 perajangan bahan baku hari 12 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 10 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 12 perajangan bahan baku hari 13 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 11 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 13 perajangan bahan baku hari 14 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 12 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 14 perajangan bahan baku hari 15 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 13 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 15 perajangan bahan baku hari 16 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 14 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 16 perajangan bahan baku hari 17 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 15 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 17 perajangan bahan baku hari 18 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 16 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 18 perajangan bahan baku hari 19 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 17
57
Lampiran 2 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan peralatan produksi Komponen Biaya
Satuan
a. Mesin pengering b. Mesin pengemas vakum c. Mesin penggilingan d. Mesin perajang e. Pompa steam f. Timbangan duduk digital g. Timbangan mekanik gantung h. Tabung gas i. Selang dan regulator
unit unit unit unit unit unit unit unit unit
j. Tampah k. Sikat l. Baskom m. Tempat sampah n. Sepatu boots o. Sarung tangan kain p. Mesin pendeteksi logam q. Kipas blower (untuk ruang produksi) Total
unit unit unit unit unit unit unit unit
Jumlah 7 1 1 2 1 1 1 7 7 100 11 20 1 11 11 1 2
Biaya (Rp000) Harga Per Jumlah satuan Biaya 45 000 315 000 34 000 34 000 14 500 14 500 5 000 10 000 1 800 1 800 2 000 2 000 5 000 5 000 500 3 500 200 1 400 25 2 500 10 110 35 700 1 500 1 500 70 770 30 330 74 800 74 800 1 300 2 600 470 510
Lampiran 3 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran Komponen Biaya
Satuan
a. Meja Komputer b. Kursi Kantor c. Sofa kantor d. Papan tulis (90x120 cm) e. Komputer PC f. Printer (Print, Scan, Copy) g. Lemari besi arsip h. Laci besi arsip (4 laci) i. Faximile j. Telepon k. Lampu l. Air Conditioner m. Kursi Tamu
unit unit set unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit Total
Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 10 1 5
Biaya (Rp000) Harga Per Jumlah Satuan Biaya 1 200 1 200 1 000 1 000 8 300 8 300 300 300 5 000 5 000 1 400 1 400 2 800 2 800 2 000 4 000 1 800 1 800 310 310 100 1000 4 000 4 000 250 1 250 32 360
58
Lampiran 4 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur Komponen Biaya a. Layout manufaktur b. Rak Besi Pengeringan c. Kanopi
Satuan
Jumlah 1 1 1
Set Set Total
Biaya (Rp000) Harga Per Jumlah Satuan Biaya 1 000 1 000 5 000 5 000 10 000 10 000 16 000
Lampiran 5 Asumsi komponen biaya investasi Asumsi Mesin pengeringan kapasitas 150 kg terdiri dari 40 rak/tray, tipe cabinet dengan blower bertenaga utama listrik dan sumber panas LPG, lama pengeringan 8 jam Kapasitas mesin penggilingan 300 kg per jam, dengan tenaga utama solar Kapasitas mesin perajang 150 kg per jam, dengan tenaga utama solar Kapasitas timbangan digital 50 kg Kapasitas timbangan mekanik gantung 500 kg Pembelian tabung gas LPG ukuran 12 kg Kapasitas tampah 20 kg Kapasitas baskom 100 kg Pembelian bak sampah ukuran 1 100 liter bahan PVC Kapasitas mobil pick up 2 ton Pendirian bangunan usaha disertai dengan pembelian tanah. Luas bangunan sebesar 2000 m2 Pembelian sofa kantor satu set dengan meja Pembelian jenis besi arsip dengan pintu kaca geser Pembelian lampu neon panjang 40 watt beserta rumah lampu Pembelian AC ukuran satu PK Pembelian kursi lipat merk Chitose Biaya sertifikasi terdiri dari sertifikasi ISO 22000 Biaya pendirian badan usaha terdiri dari modal minimal koperasi sebesar Rp5 000 000, retribusi pengesahan akta sebesar Rp100 000, dan izin SIUP kecil sebesar Rp1 500 000 Lampiran 6 Rincian biaya tetap komponen biaya upah tenaga kerja tetap Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
a. Manager usaha orang b. Staf Keuangan orang c. Staf Administrasi orang d. Supervisor Produksi orang e. Staf Ahli (operator mesin orang metal detector) Total
1 1 1 1 1
Jumlah Biaya (Rp000) Satuan Per Bulan Per Tahun 3 700 3 700 44 400 2 700 2 700 32 400 2 700 2 700 32 400 2 850 2 850 34 200 2 850
2 850
34 200
14 800
177 600
59
Lampiran 7 Rincian biaya tetap komponen biaya utility Komponen Biaya
Jumlah Biaya (Rp000) Satuan Per Bulan Per Tahun 5 000 60 000 800 9 600 500 500 6 000 500 500 6 000 5 800 69 600
Jumlah
a. Biaya listrik b. Biaya air bersih c. Biaya telepon d. Biaya internet Total
1 1
Lampiran 8 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran Komponen Biaya a. Kertas b. Tinta printer (infus) c. Alat tulis
Satuan rim unit set Total
Jumlah 3 2 1
Jumlah Biaya (Rp000) Satuan Per Bulan Per Tahun 30 90 1 080 37.5 75 900 100 1 200 265 3 180
Lampiran 9 Asumsi komponen biaya tetap Asumsi Tarif listrik prabayar untuk pemakaian diatas 3 500 VA dikenakan biaya Rp 1 145/Kwh. Kebutuhan listrik mesin blower pengering: 300 watt x 7 unit x 8 jam x 18 hari kerja = 302.4 Kwh Kebutuhan listrik mesin pengemas: 400 watt x 1 unit x 10 jam x 17 hari kerja = 68 Kwh Kebutuhan listrik lampu: 50 watt x 10 buah x 10 jam x 20 hari kerja = 100 Kwh Kebutuhan listrik kipas blower: 140 watt x 2 unit x 20 hari kerja = 96 Kwh Biaya pemasaran ekspor ke negara tujuan terdiri dari biaya kontainer dengan harga Rp12 600 000, biaya karantina, dan biaya pungli jalan maupun pungli kontainer Bangunan terdiri dari ruang produksi, gudang penyimpanan, dan ruang kantor dengan luas bangunan 2 000 m2 Biaya jasa profesional terdiri dari jasa penyuluh pertanian, notaris, analis atau laboran pengujian produk Biaya transportasi terdiri dari biaya sewa mobil box untuk keperluan pengangkutan produk dari tempat produksi menuju pelabuhan peti kemas Tanjung Priok
60
Lampiran 10 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
a. Kemasan primer (plastik 10 kg) b. Kemasan sekunder (kardus 50 kg) c. Label Total
lembar lembar lembar
170 34 204
Lampiran 11
Jumlah Biaya (Rp000) Per Per Satuan Bulan Tahun 4 680 8 160 15 510 6 120 2 408 4 896 1 598 19 176
Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun berikutnya
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
a. Kemasan primer (plastik 10 kg) b. Kemasan sekunder (kardus 50 kg) c. Label Total
lembar lembar lembar
200 40 240
Jumlah Biaya (Rp000) Per Per Satuan Bulan Tahun 4 800 9 600 15 600 7 200 2 480 5 760 1 880 22 560
Lampiran 12 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin Komponen Biaya
Satuan
a. Mesin perajang (2 unit) b. Mesin penggiling (1 unit)
liter liter Total
Jumlah 280 300
Jumlah Biaya (Rp000) Per Per Satuan Bulan Tahun 11 3 080 36 960 11 3 300 39 600 6 380 76 560
Lampiran 13 Asumsi komponen biaya variabel Asumsi Biaya tenaga supir dan kuli angkut terdiri dari biaya tenaga kerja untuk mengambil dan mengangkut bahan baku dari tempat pengumpulan sementara ke tempat produksi Biaya kemasan primer (plastik vakum) kapasitas 10 kg denngan harga Rp4 000 per lembar [sumber: kaskus] Biaya kemasan sekunder (kardus) kapasitas 50 kg dengan harga Rp15 000 per lembar [sumber: toko] Mesin perajang 5.5 PK membutuhkan 0.7 liter solar per jam, diasumsikan penggunaan 2 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 280 liter (harga solar per liter Rp11 000) Mesin penggiling 12 PK membutuhkan 1.5 liter per jam, diasumsikan penggunaan 1 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 300 liter (harga solar per liter Rp11 000) Asumsi tiap mesin pengering membutuhkan 3 kg gas per hari, sehingga kebutuhan tiap mesin per bulan adalah 5 tabung ukuran 12 kg Biaya transportasi meliputi: bensin, tol, pak ogah, pungli, dan parkir
61
Asumsi Biaya rupa-rupa terdiri dari biaya cadangan yang digunakan jika terdapat kekurangan biaya variabel tiap bulan Tenaga kerja produksi terdiri dari tenaga kerja langsung untuk melakukan proses produksi selama 2 hari yang terdiri dari pencucian, perajangan, pengeringan, penggilingan, dan pengemasan per volume produksi Lampiran 14 Penjualan perusahaan Harga Jual per kg (Rp000)
Jumlah per bulan (kg)
Pendapatan (Rp 000) Per Bulan Pe Tahun
1 7 00
443 700
2 000
522 000
261
Keterangan
Asumsi penjualan 5 324 400 tahun pertama sebesar 1.5 Ton per Bulan Asumsi penjualan tahun berikutnya 6 264 000 sebesar 2 Ton per Bulan
Lampiran 15 Harga rimpang kunyit segar yang diterima petani Jumlah Bahan Tahun Uraian Jumlah (Rp000) baku (kg) 2 207 790 Tahun Biaya bahan baku Pertama 9 Harga bahan baku per kg 252 636 Biaya bahan baku 3 067 652 Tahun Berikutnya Harga bahan baku per kg 12
62
Lampiran 16 Laporan arus kas proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) Tahun No
Uraian Komponen 0
I
Inflow 1. Penjualan 2. Dana Investor 3. Nilai sisa
2
3
4
5
0
5 324 400 2 124 456
6 264 000
6 264 000
6 264 000 6 264 000
0
7 448 856
6 264 000
6 264 000
6 264 000 6 534 955
Outflow 1. Biaya Investasi
2 065 470
2 940
2 940
2 940
2 940
77 460
Total Biaya Investasi
2 065 470
2 940
2 940
330
2 940
77 460
Biaya Tetap
341 500
341 500
341 500
341 500
341 500
Biaya Variabel
366 336
369 720
369 720
369 720
369 720
707 836
711 220
711 220
711 220
711 220
3. Cicilan pinjaman
1 062 228
1 062 228
Total Biaya Non Operasional
1 062 228
1 062 228
78 850
51 128
64 405
64 405
64 405
Petani (70%, 75%)
2 207 790
3 067 652
3 864 323
Wirakoperasi (5%)
157 699
204 510
257 622
257 622
257 622
Desa (5%)
157 699
204 510
257 622
257 622
257 622
Investor (10%)
315 399
613 530
772 865
772 865
772 865
2 838 588
4 090 202
5 152 431
5 152 431 5 152 431
2 065 470
4 690 442
5 917 718
5 930 996
5 930 996 5 930 996
Saldo Usaha (net benefit)
(2 065 470)
3 820 643
1 408 510
333 004
Arus Kas Non Operasional
(2 065 470) (1 062 228) (1 062 228)
Total Inflow II
1
270 955
2. Biaya Operasional
Total Biaya Operasional
Pajak Penghasilan (25%) 4. Bagi Hasil
Total bagi hasil Total outflow III
Akumulasi Saldo
3 864 323 3 864 323
333 004
529 439
692 945
1 039 227
1 372 231
1
0.930
0.865
0.805
(2 065 470)
3 554 086
1 218 830
268 055
0
6 929 169
5 420 443
5 042 273
4 690 487 4 551 979
PV Biaya untuk Gross B/C
2 065 470
4 363 201
5 120 794
4 774 218
4 441 133 4 183 194
PV positif
5 659 110
PV negatif
(2 065 470)
Discount factor (i = 7.5%) PV net benefit PV Benefit untuk Gross B/C
IV
NPV
3 593 640
V
Gross B/C
1.07
VI
Net B/C
2.74
VII
IRR
VIII
Pay back period (PP)
121.58% 0.6
1 705 235 2 234 674 0.749
0.697
249 354
368 785
63
Lampiran 17 Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun (dalam Rp000) Tahun No
uraian komponen 1
I
II
2
3
4
5
Inflow 1. Penjualan
5 324 400
6 264 000
6 264 000
6 264 000
6 264 000
Total inflow
5 324 400
6 264 000
6 264 000
6 264 000
6 264 000
Outflow 2. Biaya Operasional Biaya Tetap
341 500
341 500
341 500
341 500
341 500
Biaya Variabel
366 336
369 720
369 720
369 720
369 720
3. Biaya Penyusutan
400 350
400 350
400 350
400 350
400 350
Total Biaya Operasional
1 108 186
1 111 570
1 111 570
1 111 570
1 111 570
Biaya Non Operasional
1 062 228
1 062 228
III
Laba sebelum bagi hasil
3 153 986
4 090 202
5 152 431
5 152 431
5 152 431
IV
Bagi Hasil 2 207 790
3 067 652
3 067 652
3 067 652
3 067 652
Desa (5%)
157 699
204 510
257 622
257 622
257 622
Wirakoperasi (5%)
157 699
204 510
257 622
257 622
257 622
Koperasi (10%, 5%)
315 399
204 510
257 622
257 622
257 622
Investor (10%, 15%)
315 399
613 530
772 865
772 865
772 865
V
Saldo Sebelum Pajak (EBT)
315 399
204 510
257 622
257 622
257 622
VI
Pajak 25%
78 850
51 128
64 405
64 405
64 405
VII
Pajak 0% (PPn)
0
0
0
0
0
VIII
Laba bersih (EAT)
236 549
153 383
193 216
193 216
193 216
Petani (70%, 75%)
64
Lampiran 18
Laporan arus kas proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam Rp000) Tahun
No
Uraian Komponen 0
I
Inflow 1. Penjualan 2. Pinjaman Bank 3. Nilai sisa
2
3
4
5
0
5 324 400 2 124 456
6 264 000
6 264 000
6 264 000 6 264 000
0
7 448 856
6 264 000
6 264 000
6 264 000 6 534 955
Outflow 1. Biaya Investasi
2 065 470
2 940
2 940
2 940
2 940
77 460
Total Biaya Investasi
2 065 470
2 940
2 940
330
2 940
77 460
Biaya Tetap
341 500
341 500
341 500
341 500
341 500
Biaya Variabel
366 336
369 720
369 720
369 720
369 720
707 836
711 220
711 220
711 220
711 220
3. Cicilan pinjaman
1 164 733
1 164 733
Total Biaya Non Operasional
1 164 733
1 164 733
78 850
51 128
64 405
64 405
64 405
Petani (70%, 75%)
2 136 037
2 990 773
3 864 323
Wirakoperasi (5%)
152 574
199 385
257 622
257 622
257 622
Desa (5%)
152 574
199 385
257 622
257 622
257 622
2 441 185
3 389 543
4 379 566
4 379 566 4 379 566
Total Inflow II
1
270 955
2. Biaya Operasional
Total Biaya Operasional
Pajak Penghasilan (25%) 4. Bagi Hasil
Total bagi hasil Total outflow III
3 864 323 3 864 323
2 065 470
4 395 544
5 319 563
5 158 131
5 158 131 5 158 131
Saldo Usaha (net benefit)
(2 065 470)
4 218 046
2 109 170
5 158 131
5 158 131 5 232 651
Arus Kas Non Operasional
(2 065 470) (1 164 733) (1 164 733) 3 038 148
4 144 016 5 446 320
Akumulasi Saldo Discount factor (i = 7.5%) PV net benefit PV Benefit untuk Gross B/C PV Biaya untuk Gross B/C
987 842 1
0.930
0.865
0.805
0.749
0.697
(2 065 470)
3 923 763
1 825 133
890 181
828 075
907 131
0
6 929 169
5 420 443
5 042 273
4 690 487 4 551 979
2 065 470
4 088 878
4 603 192
4 152 092
3 862 411 3 644 848
PV positif
7 629 519
PV negatif
(2 065 470)
IV
NPV
V
Gross B/C
VI
Net B/C
VII
IRR
VIII
Pay back period (PP)
1 932 279
6 308 813 1.19 3.69 156.73% 0.34
65
Lampiran 19
Laporan laba rugi proyeksi 5 tahun dengan sumber pinjaman berbunga (dalam Rp000) Tahun
No
uraian komponen 1
I
II
2
3
4
5
Inflow 1. Penjualan
5 324 400
6 264 000
6 264 000
6 264 000
6 264 000
Total inflow
5 324 400
6 264 000
6 264 000
6 264 000
6 264 000
Biaya Tetap
341 500
341 500
341 500
341 500
341 500
Biaya Variabel
366 336
369 720
369 720
369 720
369 720
Outflow 2. Biaya Operasional
3. Biaya Penyusutan
400 350
400 350
400 350
400 350
400 350
Total Biaya Operasional
1 108 186
1 111 570
1 111 570
1 111 570
1 111 570
Biaya Non Operasional
1 164 733
1 164 733
III
Laba sebelum bagi hasil
3 051 481
3 987 697
5 152 431
5 152 431
5 152 431
IV
Bagi Hasil 2 136 037
2 990 773
3 864 323
3 864 323
3 864 323
Desa (5%)
152 574
199 385
257 622
257 622
257 622
Wirakoperasi (5%)
152 574
199 385
257 622
257 622
257 622
Koperasi (10%, 5%)
305 148
199 385
257 622
257 622
257 622
V
Saldo Sebelum Pajak (EBT)
305 148
199 385
257 622
257 622
257 622
VI
Pajak 25%
76 287
49 846
64 405
64 405
64 405
VII
Pajak 0% (PPn)
0
0
0
0
0
VIII
Laba bersih (EAT)
228 861
149 539
193 216
193 216
193 216
Petani (70%, 75%)
Lampiran 20 Laporan arus kas di tahun pertama (dalam Rp000) No I
Uraian Komponen
0
1
2
3
4
5
Bulan ke6
7
8
9
10
11
12
Inflow 1. Penjualan
0
2. Dana Inestor
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
2 124 456
3. Nilai Sisa II
0
Total inflow Outflow 1. Biaya investasi
2 568 470
2 065 470
2 940
Total biaya investasi
2 065 470
2 940
2. Biaya operasional Biaya tetap
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
Biaya variabel
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
Total biaya operasional
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
58 986
3. Cicilan pinjaman
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
Biaya non operasional
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
Desa (5%)
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
Wirakoperasi (5%)
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
Pajak Penghasilan (25%) 4. Bagi hasil Petani (60%)
Inestor (10%)
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
Total Bagi hasil
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
236 549
Total outflow III
2 065 470
390 625
390 625
390 625
390 625
390 625
390 625
390 625
390 625
390 625
390 625
390 625
393 565
Saldo Usaha (net benefit)
(2 065 470)
2 266 050
141 594
141 594
141 594
141 594
141 594
141 594
141 594
141 594
141 594
141 594
138 654
Arus Kas Non Operasional
(2 065 470)
(88 519) (88 519)
(88 519) (88 519) (88 519) (88 519) (88 519)
(88 519)
(88 519)
(88 519)
(88 519)
(88 519)
112 061
218 211
483 585
536 660
589 735
642 810
692 945
66
Akumulasi Saldo
165 136
271 286
324 361
377 436
430 510
Lampiran 21 Laporan laba rugi tahun pertama (dalam Rp000) No
Bulan ke-
Uraian Komponen
6
7
8
9
10
11
12
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
443 700
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
28 458
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
30 528
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
33 362
Total Biaya Operasional
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
92 349
Biaya Non Operasional
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
88 519
III
Laba sebelum bagi hasil
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
262 832
IV
Bagi hasil 183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
183 983
Wirakoperasi (5%)
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
14 622
Desa (5%)
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
13 142
14 622
Koperasi (33%)
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
Investor (10%)
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
26 283
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
6 571
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
19 712
I
II
1
2
3
4
5
1. Penjualan
443 700
443 700
443 700
443 700
Total inflow
443 700
443 700
443 700
Biaya Tetap
28 458
28 458
Biaya Variabel
30 528
3. Biaya Penyusutan
Inflow
Outflow 2. Biaya Operasional
Petani (60%)
V
Laba Koperasi (EBT)
VI
Pajak 25% Pajak 0% (ppn)
VII
Laba bersih (EAT)
67
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 13 September 1989. Penulis adalah putri dari Suwedi dan Supartini, dan merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dengan kakak bernama Pratiwi Widhyastuti. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1995 di SD Barunawati IV Jakarta Utara hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 hingga tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Pacet Cianjur. Tahun 2004 hingga tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Cilaku Cianjur. Pada tahun 2007 hingga 2010 penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswi di Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK (Penerimaan Berdasarkan Minat dan Kemampuan). Tahun 2011 hingga sekarang penulis melanjutkan studi di Program Alih Jenis Agribisnis IPB. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis berpartisipasi dalam kegiatan intra kampus sebagai panitia training The Seven Awereness pada saat melanjutkan studi di Diploma IPB dan panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Program Alih Jenis Agribisnis.