PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI DI KABUPATEN BOGOR
LILIS SETYARINI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Lilis Setyarini NIM H34110029
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK LILIS SETYARINI. Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Indonesia merupakan penghasil kelapa dengan produksi tertinggi di dunia. Hal tersebut mengakibatkan semakin tingginya jumlah limbah sabut kelapa yang dihasilkan. Akan tetapi, pemanfaatan limbah tersebut belum dilakukan secara optimal utamanya pada serbuk sabut kelapa. Padahal cocopeat dapat dimanfaatkan sebagai media tanam terbaik dibanding media lain. Berdasarkan permasalahan tersebut disusunlah rencana pengolahan cocopeat balok dengan pendekatan wirakoperasi. Pendekatan dipilih karena sebagian besar kelapa dikelola oleh perkebunan rakyat yang letaknya menyebar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam kepada semua pihak terkait, mulai dari petani, pengusaha, dan dinas terkait. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disusun rencana bisnis pembuatan cocopeat balok di Kecamatan Leuwiliang sebagai unit usaha koperasi. Perencanaan disusun dengan berbagai aspek yakni aspek produksi, pemasaran, manajemen, finansial, manajemen risiko, dan kerja sama kooperatif dengan mengacu pada semua pihak terkait. Berdasarkan aspek tersebut, usaha ini dapat memberikan keuntungan. Perusahaan dapat menghasilkan NPV sebesar Rp739 431 000 dengan IRR 66 persen, net B/C 5.2, dan payback period selama 4.1 tahun. Kata kunci: cocopeat, kelapa, rencana bisnis, wirakoperasi
ABSTRACT LILIS SETYARINI. Business Plan of Cocopeat Block using Cooperative Entrepreneur Approach in Bogor Regency. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Indonesia is a country which has the highest coconut production in the world. It can caused the highest coconut fibre waste. However, the utilization of the coconut waste, such as cocopeat, has not yet been optimum. The cocopeat can actually be used as the best growing media. Based on that problem, a business plan to produce cocopeat blocks using cooperative entrepreneur approach was designed. The cooperative entrepreneur approach was chosen because of the spread location of the farmer’s coconut plantations. This research used a deep interview method applied to all stakeholders: farmers, businessmen, and government agencies. The business plan would be put into practice in one of the cooperatives in Leuwiliang. The planning was prepared with many aspects, namely production, marketing, management, financial, risk management, and cooperative aspects refering to all of the stakeholders. Base on this aspect, this business can giving benefit. Business can made NPV Rp739 431 000 with IRR 66 percent, net B/C 5.2, and payback period until 4.1 years. Key words: business plan, coconut, cocopeat, cooperative entrepreneur
PERENCANAAN BISNIS COCOPEAT BALOK DENGAN PENDEKATAN WIRAKOPERASI DI KABUPATEN BOGOR
LILIS SETYARINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi: Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor Nama : Lilis Setyarini NIM : H34110029
Disetujui oleh
Dr Ir Lukman M Baga, MA.Ec Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai Februari 2015 ialah Perencanaan Bisnis dengan judul Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Lukman M Baga, MA.Ec selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. A. Sidik Omar, MM selaku pemilik CV Serat Kelapa, Badan Pusat Statistik, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Leuwiliang, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Ciampea yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Lilis Setyarini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup
6
TINJAUAN PUSTAKA
7
KERANGKA PEMIKIRAN
9
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
9 17 19
Lokasi dan Waktu Penelitian
19
Jenis dan Sumber Data
19
Metode Pengumpulan Data
20
Metode Pengolahan dan Analisis Data
20
ANALISIS SITUASIONAL
24
GAMBARAN UMUM BISNIS
28
Industri Pengolahan Sabut Kelapa
28
Profil Bisnis
29
RENCANA BISNIS
30
Asumsi Dasar
30
Rencana Strategi Pemasaran
31
Rencana Produk
32
Rencana Operasional
35
Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia
41
Rencana Kerja Sama Kooperatif
45
Rencana Strategi Keuangan
48
Rencana Manajemen Risiko SIMPULAN DAN SARAN
53 55
Simpulan
55
Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
56
LAMPIRAN
58
DAFTAR TABEL
1 Ekspor produk sabut kelapa Indonesia tahun 2008-2014 2 Wilayah penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Bogor tahun 2012 3 Bentuk cash flow 4 Format laporan laba rugi 5 Negara tujuan ekspor sabut kelapa Indonesia tahun 2012 6 Jumlah permintaan cocopeat dari berbagai negara Maret 2015 7 Bahan baku pembuatan cocopeat per bulan 8 Rincian tenaga kerja berdasar deskripsi kerja 9 Komponen teknis dan kimia cocopeat 10 Upah dan gaji karyawan per bulan 11 Bagi hasil keuntungan usaha 12 Perbedaan sebelum dan setelah adanya usaha cocopeat 13 Biaya investasi usaha 14 Biaya penyusutan investasi 15 Biaya tetap perusahaan 16 Biaya variabel perusahaan 17 Modal awal usaha 18 Rincian penjualan produk
1 4 23 24 25 26 37 39 41 45 46 48 48 49 50 51 51 52
DAFTAR GAMBAR
1 Alur pembuatan produk dari sabut kelapa 2 Rencana operasional penelitian 3 Logo usaha Saung Kelapa 4 Mekanisme pengumpulan bahan baku sabut kelapa 5 Desain produk cocopeat 6 Cocopeat curah 7 Cocopeat balok 8 Alur penggunaan mesin produksi 9 Tata letak bangunan usaha 10 Diagram alir pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok 11 Alur pembentukan unit usaha 12 Struktur organisasi bisnis cocopeat 13 Hubungan kerja sama pihak yang terlibat dalam perusahaan 14 Grafik pertumbuhan keuntungan perusahaan
8 18 29 33 34 33 34 36 38 39 42 42 47 53
DAFTAR LAMPIRAN
1 Produksi kelapa Kabupaten Bogor tahun 2012 2 Jadwal produksi usaha 3 Asumsi dasar pembentukan perencanaan bisnis cocopeat 4 Asumsi biaya investasi 5 Asumsi biaya tetap perusahaan 6 Asumsi biaya variabel perusahaan 7 Bahan baku pembuatan cocopeat balok per tahun 8 Rincian biaya tenaga kerja usaha pembuatan cocopeat balok 9 Bagi hasil keuntungan usaha pembuatan cocopeat balok (Rp 000) 10 Rincian biaya investasi perusahaan 11 Matriks hubungan kerja sama kooperatif 12 Laporan arus kas perusahaan 13 Arus kas bulanan pada tahun pertama 14 Laporan laba rugi perusahaan 15 Dokumentasi penelitian di perusahaan CV Serat Kelapa
58 59 59 60 60 61 61 61 62 63 64 65 66 67 68
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang tumbuh di Indonesia. Produksi kelapa Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia (FAOSTAT 2012). Berdasarkan data dari Directorate General of Estate (2013) bahwa pertumbuhan produktivitas kelapa di Indonesia hingga tahun 2013 sebesar 1.12 persen. Pertumbuhan tersebut diimbangi dengan volume ekspor kelapa Indonesia ke berbagai negara seperti Malaysia, Korea, Belanda, dan Cina yang tinggi mencapai 762 412 509 kg pada tahun 2013 (Kementerian Pertanian 2013). Perkebunan kelapa Indonesia sebagian besar dikelola oleh perkebunan rakyat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012) jumlah luas areal perkebunan rakyat untuk kelapa pada tahun 2012 mencapai 3 744.8 ha dengan jumlah produksi sebesar 3 135.5 ribu ton. Perkebunan kelapa yang digarap oleh petani mencapai 98 persen dari total areal perkebunan kelapa Indonesia (Suryana 2006). Perkebunan rakyat umumnya memiliki luasan yang berbeda-beda dengan sebaran yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan keberadaan pohon kelapa tersebar di berbagai wilayah. Produksi kelapa yang tinggi akan menyebabkan tingginya produksi limbah sabut kelapa. Satu butir kelapa mampu menghasilkan sabut kelapa sebesar 35 persen dari jumlah bobot butir kelapa (Putra 2011). Apabila jumlah produksi kelapa di Indonesia mencapai 3 135.5 ribu ton maka jumlah produksi sabut sebesar 1 097.4 ribu ton. Produksi sabut kelapa yang tinggi menjadikan sabut kelapa sebagai salah satu komoditas ekspor dunia. Adapun kegiatan ekspor produk sabut kelapa sudah berjalan di Indonesia. Berikut ini merupakan data ekspor produk sabut kelapa Indonesia ke berbagai negara tahun 2008 sampai Juli 2014 tersedia dalam Tabel 1.
Tabel 1 Ekspor produk sabut kelapa Indonesia tahun 2008-2014 Nilai produk (US$) Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 Jan-Jul 2013 Jan-Jul 2014 Perubahan (%) 14/13 Trend (%) 09-13
Raw coir coconut fibres 609 245 2 519 383 5 243 962 10 115 130 6 515 855 1 954 559 2 207 877 12.96 7.50
Sumber : Dit. Ekspor Tanhut Kemendag (2014)
Coir coconut fibres processed 1 989 529 3 098 518 3 824 555 6 228 817 7 603 051 2 458 115 3 477 271 41.46 12.09
Floor covering of coconut fibres (coir) not tufted or flocked 135 353 61 273 28 230 34 214 1 021 1 532 3 300 115.40 -41.19
2
Berdasarkan data dari Direktorat Ekspor Tanhut Kementerian Perdagangan (2014) yang tersedia pada Tabel 1, produk turunan sabut kelapa yang diproduksi Indonesia terdiri dari tiga produk yaitu raw coir coconut fibres (serat sabut kelapa mentah), coir coconut fibres processed (serat sabut kelapa olahan), dan floor covering of coconut fibres (coir) not tufted or flocked (penutup lantai dari serat sabut kelapa yang tidak berumbai). Ketiga produk turunan sabut kelapa tersebut diekspor ke berbagai negara di dunia. Berdasarkan Tabel 1 tersebut bahwa ekspor produk sabut kelapa kebanyakan adalah serat sabut kelapa bukan serbuk sabut kelapa. Padahal dalam pengolahan sabut kelapa juga menghasilkan bahan sisa berupa serbuk yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dengan baik. Pemanfaatan limbah sisa sabut kelapa yaitu serbuknya dapat dijadikan peluang usaha yang menguntungkan. Limbah sisa pengolahan sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai media tanam dalam pertanian yang dikenal dengan nama cocopeat. Cocopeat merupakan produk sampingan dari cocofiber (serat sabut kelapa) yang komposisinya banyak terdapat pada butir sabut kelapa. Berdasarkan penemuan Malingkay (2007), pengolahan sabut kelapa menjadi serat sabut kelapa menghasilkan 35 persen serat sabut kelapa dan 65 persen debu sabut kelapa atau serbuk sabut kelapa. Permintaan serbuk sabut kelapa (cocopeat) dari pasar internasional sangat tinggi. Permintaan ekspor untuk cocopeat berasal dari Negara Inggris, Jerman, Jepang, Belgia, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Australia, dan Cina. Berdasarkan pernyataan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia1 (AISKI 2013) Indonesia saat ini hanya mampu berkontribusi sekitar 10 persen dalam memenuhi kebutuhan sabut kelapa dunia yang mencapai 500 000 ton per tahun. Sedangkan Srilanka dan India mampu memasok 70 persen kebutuhan sabut kelapa dunia. Dengan demikian, usaha pengolahan cocopeat ini diharapkan dapat memenuhi kekurangan 20 persen kebutuhan pasar karena potensi produksi kelapa Indonesia yang tinggi. Pemanfaatan cocopeat adalah sebagai media rumput lapangan golf, animal bed, filter air biologi, menyerap tumpahan minyak, dan media tanam hidroponik dengan berbagai keunggulan dibanding media lain. Menurut Foale (2003), serbuk sabut kelapa yang tidak berguna dapat menjadi campuran media tanam hortikultura karena dapat menyimpan kelembaban yang tinggi. Media tanam cocopeat yang berada di pasar internasional umumnya berupa cocopeat balok. Keunggulan media tanam cocopeat balok adalah ringan, praktis, dan mudah dibawa. Kebutuhan masyarakat moderen yang serba instan membuat media cocopeat kian digemari. Selain praktis dan ringan, cocopeat balok mudah didistribusikan. Karena itu, media tanam cocopeat balok akan menjadi alternatif media tanam praktis yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat sekarang ini. Pengembangan unit usaha cocopeat memerlukan bahan baku utama berupa sabut kelapa. Dengan demikian, usaha pengolahan cocopeat harus didirikan di wilayah yang memiliki sumber bahan baku berupa kelapa. Salah satu wilayah penghasil kelapa yang potensial di Indonesia adalah Jawa Barat. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2013), produktivitas kelapa di Jawa Barat pada tahun 1
Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI). 2013. http://m.facebook.com/BPP (diacu tanggal 30 April 2015)
3
2012 sebesar 1 374 kg per hektar. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam enam besar produsen kelapa tertinggi di Jawa Barat dengan produksi mencapai 16 208.4 ton lebih besar dari produksi rata-rata produksi kelapa Indonesia sebesar 3 132.8 ton (BPS 2012). Bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok dapat dikembangkan dengan pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Keberadaan wirakop penting karena letak perkebunan kelapa rakyat tersebar secara luas (Suryana 2006) sehingga dibutuhkan sosok yang dapat menjembatani terkumpulnya bahan baku sabut kelapa. Peran wirakop dalam menghasilkan tingkat produksi yang lebih tinggi sehingga meningkatkan bargaining power dari petani dalam hal peningkatan nilai jual cocopeat juga sangat dibutuhkan. Peran wirakop dalam peningkatan volume penjualan cocopeat dilakukan melalui kerja sama dengan seluruh petani kelapa. Usaha pengolahan cocopeat balok akan dijadikan sebagai unit usaha koperasi dengan bantuan wirakoperasi. Hal tersebut didasarkan pada keberadaan koperasi di Bogor yang belum memiliki unit usaha di bidang pengolahan cocopeat. Padahal, berdasarkan data dari BPS (2012) Kabupaten Bogor memiliki potensi produksi kelapa yang tinggi. Dengan peluang tersebut maka perlu dilakukan perencanaan bisnis cocopeat agar dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat petani kelapa di Kabupaten Bogor. Analisis kelayakan usaha perlu dilakukan agar para investor tertarik untuk menginvestasikan dananya pada usaha pengolahan cocopeat. Perencanaan bisnis akan mengacu pada salah satu perusahaan pengolah sabut kelapa yang ada di Cilodong, Kabupaten Depok, Jawa Barat yaitu CV Serat Kelapa. Pemilihan CV Serat Kelapa sebagai acuan dalam pendirian unit usaha dikarenakan belum adanya perusahaan pengolah cocopeat di Kabupaten Bogor. Perusahaan CV Serat Kelapa ini telah melakukan pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat curah. Karena itu, perusahaan CV Serat Kelapa dapat dijadikan acuan dalam mendirikan unit usaha pengolahan cocopeat balok.
Perumusan Masalah
Serbuk sabut kelapa atau cocopeat memiliki potensi yang besar dalam dunia pertanian. Pemanfaatannya sebagai media tanam terbaik dapat menjadikan cocopeat sebagai produk yang bernilai jual tinggi. Berdasarkan penelitian Khotimah et al. (2008) cocopeat sebagai media tanam lebih menarik di mata konsumen dibanding media yang lain. Hal tersebut membuktikan bahwa cocopeat memiliki peluang pasar yang baik. Industri pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat belum berkembang dengan baik di Indonesia. Hal tersebut disebabkan kualitas dan kuantitasnya yang belum memenuhi kebutuhan pasar. Saat ini kebutuhan pasokan masih dipenuhi oleh negara-negara seperti Srilangka dan India yang dapat menghasilkan produk cocopeat dengan standar mutu dan jumlah yang memadai. Berdasarkan kasus pada CV Serat Kelapa, pengolahan cocopeat hanya sampai pada cocopeat curah. Sedangkan kebutuhan dunia memerlukan cocopeat dalam bentuk cocopeat balok.
4
Oleh sebab itu, diperlukan teknologi yang memadai dalam pengolahan cocopeat menjadi cocopeat balok. Tingkat teknologi dan pengetahuan dari petani kelapa menjadi halangan dalam memasuki pasar industri cocopeat baik di pasar domestik maupun pasar luar negeri. Petani kelapa belum memanfaatkan sabut kelapa dengan baik. Kebanyakan hanya mengolahnya menjadi barang kerajinan dan sebagian lagi dibuang bahkan dibakar. Padahal sabut kelapa dapat diolah menjadi cocopeat yang memiliki nilai jual yang baik dan menciptakan nilai tambah dari sabut kelapa. Selain itu, sentralisasi komoditas kelapa belum terbentuk dengan baik. Terbukti dengan jumlah perkebunan kelapa yang didominasi perkebunan rakyat. Hal tersebut tercermin dari luas perkebunan rakyat kelapa mencapai 98 persen atau 3.74 juta hektar (Balai Koordinasi Penanaman Modal 2009). Oleh karena itu, ketersediaan kelapa tidak terpusat pada satu kelompok masyarakat saja melainkan tersebar di seluruh wilayah. Belum adanya sentralisasi komoditas kelapa menyebabkan ikatan antara petani kelapa belum terbentuk yang membuat posisi tawar petani kelapa menjadi rendah. Wilayah di Jawa Barat yang memiliki produksi kelapa yang tinggi adalah Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2012), jumlah produksi kelapa di Kabupaten Bogor mencapai 16 208.4 ton dengan luas panen 6 726.6 ha. Jumlah produksi ini lebih besar dibandingkan jumlah produksi rata-rata kelapa di Indonesia yakni 3 132.8 ton (BPS 2012). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Bogor (2012), produksi kelapa di Kabupaten Bogor tersebar di berbagai wilayah. Berikut ini merupakan data tentang produksi kelapa di lima Kecamatan penghasil kelapa tertinggi di Kabupaten Bogor tersedia dalam Tabel 2. Rincian lebih lengkap terdapat di Lampiran 1.
Tabel 2 Wilayah penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Bogor tahun 2012 Kecamatan
Kelapa Luas (Ha)
Ciampea Leuwiliang Rumpin Cibungbulang Kalapa nunggal Total produksi Kabupaten Bogor
485.76 466.56 404.10 463.41 367.95 6726.61
Produksi (Ton) 1167.88 1059.68 997.65 983.03 923.22 16208.4
Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2012)
Letak geografis dari empat kecamatan di Kabupaten Bogor tersebut sangat berdekatan, yaitu Ciampea, Leuwiliang, Cibungbulang, dan Rumpin. Oleh karena itu, ke-4 wilayah tersebut dapat dijadikan sentra produksi tanaman kelapa beserta produk turunan dari kelapa. Tersebarnya letak dan posisi perkebunan kelapa di Bogor mengakibatkan jumlah produksi setiap wilayah hanya sedikit. Akan tetapi, apabila jumlah seluruh produksi kelapa tersebut digabungkan menjadi satu akan menghasilkan tingkat produksi yang tinggi. Kendala transportasi yang mahal dapat diatasi dengan
5
pendekatan pusat produksi kelapa. Menurut Indonesian Commercial Newsletter (2011) banyak lokasi perusahaan pengolah kelapa yang mendekati wilayah sentra kelapa utamanya di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Sumatera. Berdasarkan kondisi tersebut maka diperlukan penanganan yang serius terkait dengan industri pengolahan kelapa dan produk turunannya. Berbagai kendala tersebut dapat ditangani dengan konsep wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Wirakoperasi merupakan konsep, sedangkan orang yang menjalankan disebut wirakop. Wirakoperasi berbeda dengan entrepreneur lain (Baga et al. 2007). Wirakop merupakan seseorang yang memiliki kemampuan menjadi mediator dalam memecahkan permasalahan antara lingkungan bisnis dan sosial masyarakat. Wirakop dapat membentuk sebuah kelembagaan yang dapat menampung sabut kelapa dari berbagai wilayah dan mengolahnya menjadi cocopeat dengan bantuan dari petani. Wirakop membutuhkan petani dalam memasok bahan baku sabut kelapa dikarenakan tidak memiliki keunggulan dalam memproduksi bahan baku. Sedangkan petani membutuhkan wirakop karena memiliki potensi yang baik dalam menjembatani petani dengan pasar. Di sisi lain, petani dapat meningkatkan posisi tawarnya dan memenuhi permintaan pasar sesuai standar mutu dengan bantuan wirakop. Sosok wirakop akan berjalan bersama-sama dengan ribuan petani anggota untuk memajukan industri cocopeat. Adanya wirakop akan menjadikan input produksi berupa sabut kelapa yang awalnya tersebar akan membentuk daerah sentra produksi karena memiliki anggota yang tersebar di seluruh wilayah. Wirakop akan mengembangkan sumberdaya yang dimiliki anggotanya baik berupa bahan baku sabut kelapa maupun sumberdaya manusia dalam mengelola usaha secara bersama-sama. Petani kelapa tidak akan melakukan usaha pengolahan serbuk sabut kelapa secara individu. Selain bahan baku yang tidak mencukupi, kemampuan akses terhadap pasar yang kurang membuat petani tidak akan memiliki posisi tawar yang tinggi. Wirakop dibutuhkan untuk menjembatani petani yang memiliki produksi sabut kelapa yang kecil dan menjadikannya kelompok usaha bersama dalam wadah koperasi agar mendapatkan nilai tambah, posisi tawar, dan harga jual yang kompetitif. Dengan demikian, produk cocopeat dapat memenuhi kebutuhan pasar baik domestik maupun internasional yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Karena itu, penerapan konsep cooperative entrepreneur dalam menciptakan usaha pengolahan serbuk sabut kelapa (cocopeat) perlu dijalankan. Dari penjelasan tersebut, perumusan masalah yang dapat diajukan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah rencana bisnis pengolahan cocopeat balok sebagai unit usaha koperasi dapat memberikan keuntungan apabila dijalankan? 2. Seberapa jauh bisnis cocopeat balok akan memberikan keuntungan apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi?
6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui keuntungan usaha pengolahan cocopeat balok apabila dikelola dalam unit usaha koperasi. 2. Mendeskripsikan keuntungan yang diperoleh dari usaha pembuatan cocopeat apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat bagi petani kelapa adalah mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan adanya usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok melalui unit usaha koperasi. 2. Manfaat bagi masyarakat adalah mengetahui keuntungan usaha pembuatan cocopeat apabila dikelola secara bersama dengan pendekatan wirakoperasi.
Ruang Lingkup
Penelitian ini akan membahas tentang usaha pengolahan serbuk sabut kelapa (cocopeat) sebagai salah satu produk yang memanfaatkan limbah pengolahan sabut kelapa dengan menggunakan pendekatan perencanaan bisnis berbasis wirakoperasi (cooperative entrepreneur) yang akan didirikan di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Perencanaan bisnis yang dilakukan berupa pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat dalam bentuk balok yang siap diekspor sesuai standar mutu yang telah ditetapkan. Akan tetapi, terdapat keterbatasan data mengenai permintaan dan penawaran cocopeat secara internasional maka digunakan pendekatan dengan negara produsen terbesar yaitu India dan Srilangka. Data tentang potensi tanaman kelapa terbatas hanya diperoleh dari pengamatan lapang wilayah Bogor barat yaitu Leuwiliang, Ciampea, dan Cibungbulang. Sedangkan data permintaan menggunakan pendekatan data ekspor produk olahan sabut kelapa dari Kementerian Perdagangan dan juga data perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama. Kegiatan perdagangan dilakukan ke luar negeri dengan ekspor. Ekspor dilakukan dengan metode Free on Board (FOB) kepada semua konsumen antar negara. Usaha pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok ini merupakan salah satu dari unit usaha koperasi. Detail pendirian dan pengelolaan koperasi tidak dibahas dalam penelitian ini. Pembahasan terfokus pada unit usaha yang akan dijalankan. Aspek perencanaan bisnis yang digunakan dalam usaha pembuatan
7
cocopeat balok meliputi aspek produk, aspek pasar, aspek manajemen dan organisasi, aspek operasional, aspek kerja sama kooperatif, aspek finansial, dan aspek manajemen risiko. Sebagian besar aspek tersebut diperoleh berdasarkan pada hasil pengamatan di CV Serat Kelapa yang beralamat di Kecamatan Cilodong, Kabupaten Depok dengan penyesuaian pada tahun sekarang.
TINJAUAN PUSTAKA
Cocopeat merupakan limbah dari kelapa berupa serbuk dari sabut kelapa. Pada umumnya, setiap pabrik pengolah sabut kelapa terdapat limbah yang disebut serbuk sabut kelapa. Keberadaan serbuk atau debu ini dapat menjadi bahan pencemar lingkungan jika tidak dilakukan pengolahan (Abidin et al. 2005). Serbuk sabut kelapa akan menumpuk di lokasi pengolahan sabut kelapa. Padahal, serbuk sabut kelapa ini mempunyai nilai yang tinggi apabila dilakukan pengolahan dengan benar. Salah satunya adalah dimanfaatkan menjadi cocopeat balok. Hasil samping dari produksi sabut kelapa adalah cocopeat. Setiap 1 butir sabut kelapa akan menghasilkan 0.39 kilogram serbuk sabut kelapa. Tidak hanya volumenya yang besar, serbuk tersebut juga memiliki potensi yang besar. Serbuk sabut kelapa tersebut akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila telah dilakukan proses penyaringan dan pengeringan dengan teknologi pengemasan yang memenuhi standar mutu yang diinginkan konsumen (Putra 2011). Pemanfaataan serbuk sabut kelapa telah terjadi di Batang Jawa Tengah menjadi pengisi pada produk kerajinan plastik (Abidin et al. 2005). Hal tersebut sebagai upaya dalam mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah debu atau serbuk sabut kelapa. Dengan demikian, serbuk sabut kelapa dapat memiliki nilai jual. Apabila ketersediaan serbuk sabut kelapa sangat melimpah maka diperlukan upaya untuk mengatasinya dengan usaha yang lebih luas. Pemanfaatan serbuk sabut kelapa bisa dilakukan dengan mengubahnya menjadi cocopeat balok. Salah satu kegunaan cocopeat adalah sebagai media tanam. Media tanam yang menggunakan serbuk sabut kelapa memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan media tanah. Berdasarkan penelitian Hasriani et al. (2013) media cocopeat memiliki daya simpan air yang sangat tinggi sehingga cocok untuk daerah yang sering mengalami kekeringan. Selain itu, bobot kering dari media cocopeat lebih ringan daripada media lain sehingga lebih mudah dalam pendistribusiannya. Pemanfaatan cocopeat yang lain yaitu dapat digunakan sebagai pelapis lapangan golf, hardboard, furfural, media ternak cacing, dan juga isolator listrik. Industri serbuk sabut kelapa tidak hanya bermanfaat secara ekonomi dan lingkungan tapi juga sosial. Industri serbuk sabut kelapa ini tentunya akan membutuhkan tenaga kerja dalam mengelola usahanya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa industri serbuk sabut kelapa akan menyerap tenaga kerja. Industri serbuk sabut kelapa telah ada di Indonesia, namun perkembangannya
8
belum sebaik industri serat sabut kelapa. Berikut ini merupakan alur pembuatan produk dari sabut kelapa yang berkembang dapat dilihat pada Gambar 1.
Hardboard
Serat Sabut
Cocopeat Serbuk
Isolator Furfural
Kompos Sumber: www.dekindo.com
Gambar 1 Alur pembuatan produk dari sabut kelapa
Saat ini, pangsa pasar industri serbuk sabut kelapa lebih besar untuk pasar ekspor dengan raw material. Sedangkan pengolahan serbuk sabut kelapa lebih lanjut masih jarang. Selain itu, potensi pasarnya di dalam negeri Indonesia belum optimal sehingga pasarnya lebih besar untuk pasar ekspor. Perkembangan industri cocopeat mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Berdasarkan penelitian Khotimah et al. (2008) diperoleh hasil bahwa cocopeat sebagai media tanam lebih menarik di mata konsumen dibanding media yang lain. Oleh karena itu media tanam dari cocopeat dapat dikembangkan lebih lanjut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiadi (2001), menyatakan bahwa kualitas serbuk sabut kelapa tidak ditentukan oleh kapasitas mesin tetapi oleh kesegaran sabut. Sabut yang segar menghasilkan serbuk yang kadar airnya lebih tinggi daripada sabut tidak segar. Sedangkan berdasarkan analisis finansial yang telah dilakukan industri sabut kelapa pada penelitian Setiadi (2001), usaha ini layak dijalankan. Namun industri tersebut sensitif terhadap penurunan harga jual produk daripada pengaruh kenaikan biaya variabel. Hal serupa juga terjadi pada penelitian Adiyati (1999) yang menyatakan bahwa industri media tanam lempengan dari serbuk sabut kelapa layak untuk dijalankan. Perusahaan tetap layak dijalankan apabila terjadi perubahan kenaikan harga variabel sampai 25 persen dan penurunan harga jual sebesar 16 persen. Berbagai kesulitan mengenai usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat dapat diatasi dengan pendekatan wirakoperasi. Wirakoperasi merupakan seseorang yang berperan sebagai katalisator dalam melaksanakan sebuah bisnis di masyarakat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Baga (2011), menyatakan bahwa peran wirakoperasi lebih kompleks daripada wirausaha lainnya. Peran kompleks tersebut artinya tidak hanya mengejar keuntungan secara finansial tapi juga sosial. Wirakoperasi tidak hanya berusaha untuk menyukseskan usahanya sendiri tapi juga usaha para petani yang mengikut dibelakangnya. Hal tersebut karena pengembangan agribisnis di Indonesia akan sulit dikembangkan jika berjalan sendiri-sendiri sehingga butuh peran wirakoperasi sebagai pihak
9
yang dapat melakukan sinergisitas (zero sum game). Menurut Baga (2011), wirakoperasi digambarkan sebagai karakter dengan locus of control yang sangat internal mempunyai need for achievement dan sikap altruism yang tinggi, perilaku kepemimpinan yang efektif dan seimbang.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Perilaku, Peran, dan Kinerja Wirakoperasi Wirakoperasi merupakan suatu konsep tentang sikap wirausaha yang memahami sistem dan prinsip koperasi sehingga dapat mengembangkan suatu unit usaha koperasi. Berdasarkan Seminar Nasional tentang Kurikulum Kewirausahaan Koperasi tahun 1993 mendefinisikan bahwa kewirakoperasian merupakan suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Sedangkan berdasarkan Soedjono dalam Baga et al. (2009), cooperative entrepreneur atau yang dikenal dengan wirakoperasi merupakan orang yang memahami dan menghayati hakekat dan prinsip-prinsip koperasi dan berupaya melaksanakan secara konsisten dalam mengembangkan koperasi. Wirakoperasi berbeda dengan entrepreneur lain (Baga et al. 2009). Perbedaan tersebut diakibatkan perbedaan kebutuhan dalam hal peluang dan tantangan yang dihadapi. Menurut Soedjono dalam Baga et al. (2009), peran wirakoperasi lebih kompleks karena bersama dengan banyak anggotanya. Ia akan bekerja bersama seluruh anggota koperasi untuk memajukan usahanya. Menurut Baga et al. (2009) seorang wirakoperasi dituntut memberikan perhatian yang seimbang terhadap pengembangan aspek bisnis dan juga aspek organisasi koperasinya. Maka keberhasilan koperasi tidak hanya dinilai dari pengembangan bisnis yang baik tetapi juga keorganisasian koperasi yang baik pula. Berdasarkan Baga et al. (2009) peran wirakoperasi tidak terlepas dari tujuan utamanya yaitu dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara: 1. Menjaga loyalitas anggota dan memotivasi untuk terus berpartisipasi aktif dalam aktivitas koperasi. 2. Meningkatkan kualitas anggota koperasi baik secara individu maupun kelompok. 3. Menjaga kemurnian jati diri koperasi, khususnya prinsip dan nilai koperasi. 4. Penggunaan segala sumberdaya secara optimal dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota.
10
Baga et al. (2009) menambahkan bahwa selain peran tersebut kehadiran wirakoperasi juga terkait dengan kebutuhan untuk menemukan dan melaksanakan peluang koperasi yang biasa disebut efek koperasi. Efek koperasi adalah selisih manfaat apabila anggota bergabung dengan koperasi dibandingkan tidak bergabung menjadi anggota koperasi. Menurut Ropke dalam Baga et al. (2009), wirakoperasi terdiri dari empat tipe dalam memulai usaha koperasi. Keempat tipe wirakoperasi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Wirakoperasi anggota, yaitu seorang anggota yang mampu menemukan dan memanfaatkan peluang yang ada untuk pertumbuhan koperasi. Akan tetapi kemungkinan akan hal ini sangat kecil karena kemampuan anggota dalam inovasi masih rendah. 2. Wirakoperasi manajer, yaitu manajer sebagai pelaksana dan penanggung jawab kegiatan operasional. Keberadaan manajer dalam koperasi sebagai seorang wirakoperasi tetap diperlukan untuk menciptakan peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi. 3. Wirakoperasi birokrasi, yaitu pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam pengembangan gerakan koperasi dan memacu perkembangan koperasi. 4. Wirakoperasi katalis, yaitu pihak yang berkompeten untuk mengembangkan koperasi walaupun tidak mempunyai hubungan langsung dengan koperasi.
Teori Perencanaan Bisnis Perencanaan bisnis diperlukan untuk mengikuti perkembangan dan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa mendatang (Firdaus 2008). Tanpa adanya perencanaan perusahaan akan melakukan cara yang ekstrem untuk menghindari kerugian. Masalah yang dihadapi perusahaan akan sangat kompleks dan memiliki cakupan yang luas seperti perluasan pabrik, pasar, atau produk. Berdasarkan Firdaus (2008) konsep perencanaan ada tiga, yaitu: 1. Perencanaan secara keseluruhan: mencakup penentuan tujuan umum perusahaan dalam jangka panjang dan pengembangan strategi jangka panjang. Masalah utama yang ada mencakup masalah keuangan, produksi, kebutuhan tenaga kerja, penelitian, dan pengembangan, serta penentuan sasaran pasar dan program pemasarannya. 2. Perencanaan pemasaran: mencakup pengembangan program jangka panjang untuk masalah yang luas dalam bauran pemasaran. 3. Rencana pemasaran tahunan: mencerminkan proses perencanaan yang berjalan untuk satu periode waktu. Manajemen mengembangkan rencana induk yang mencakup kegiatan pemasaran setiap tahunnya. Berdasarkan Miller (2008) rencana bisnis akan memberikan arahan strategis bagi keberlangsungan perusahaan. Rencana dapat mendeskripsikan tujuan dan cara mencapai target perusahaan dengan mengikuti rencana bisnis yang telah dituliskan. Menurut Miller (2008) ada dua alasan utama menciptakan rencana bisnis yaitu: 1. Mengartikulasikan arah strategis bisnis. 2. Mengomunikasikan arah strategis tersebut kepada orang lain atau perusahaan yang akan menyediakan dana bisnis (investor potensial).
11
Rencana bisnis disusun oleh perusahaan untuk memberikan gambaran usaha bagi kelompok sasaran yaitu pelanggan, karyawan, dan investor (Miller 2008). Rencana bisnis dapat memberikan pengetahuan kepada pelanggan tentang misi dan pesan perusahaan. Rencana bisnis dapat menjadi sarana pemasaran untuk membangun kredibilitas perusahaan. Bagi karyawan, rencana bisnis dapat memberikan informasi tentang arah dan tujuan perusahaan. Sedangkan bagi investor, rencana bisnis mengandung semua informasi yang dibutuhkan oleh investor untuk mengambil keputusan terkait pendanaan. Informasi tersebut baik berupa bisnis yang akan dijalankan beserta pasarnya, rencana dan strategi mencapai target, bahkan informasi tentang orang yang akan melakukan bisnis (Miller 2008). Melalui informasi tersebut investor akan dapat menentukan ada atau tidaknya pendanaan bagi bisnis yang akan dilakukan.
Rencana Pemasaran Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang terdapat individu atau kelompok dalam mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Asmarantaka 2012). Rencana pemasaran harus disusun dengan tepat agar dapat mencapai tujuan usaha yang dijalankan. Berdasarkan Asmarantaka (2012), rencana pemasaran membahas tentang analisis target pasar dan bauran pemasaran. Analisis target pasar terdiri atas segmentasi pasar (segmenting), target pasar (targeting), dan posisi pasar (positioning). Penjelasan masing-masing komponen adalah sebagai berikut. 1. Segmentasi pasar Segmen pasar merupakan kelompok pelanggan yang memiliki keinginan yang sama atau karakteristik yang homogen. Melalui segmen pasar tersebut perusahaan akan membagi pasar menjadi kelompok tertentu. Setiap kelompok tersebut akan membutuhkan produk dan strategi yang berbeda. Asmarantaka (2012) mengelompokkan segmen pasar berdasarkan: geografi (wilayah, ukuran kota, perkotaan, daerah pinggiran, dan pedesaan), demografi (usia, jenis kelamin, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, dan suku), dan perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, dan sikap terhadap produk). Selain itu, segmen pasar harus efektif dengan karakteristik pasar dapat diukur, segmen relatif besar, dapat dijangkau secara efektif, segmen dapat dibedakan, dan antar segmen dapat diambil tindakan. 2. Target pasar Target pemasaran merupakan kelompok dari pelanggan baik masyarakat atau organisasi yang akan langsung dituju dalam program pemasaran produk perusahaan. Berdasarkan Kotler dan Susanto dalam Asmarantaka (2012), ada lima pola pemilihan pasar sasaran yaitu konsentrasi tunggal, spesialisasi selektif, spesialisasi produk, spesialisasi pasar, dan cakupan seluruh pasar. 3. Posisi pasar Analisis posisi pasar merupakan tanggapan konsumen atau pelanggan terhadap posisi produk atau merek tertentu dibandingkan dengan merek lain. Penentuan posisi pasar berdasarkan pengakuan konsumen bahwa produk
12
memiliki karakteristik yang diinginkan, dibutuhkan, dan dirasakan oleh konsumen. Sedangkan bauran pemasaran terdiri dari aspek produk (product), harga (price), tempat dan distribusi (place), serta promosi (promotion). Adapun penjelasan mengenai bauran pemasaran adalah sebagai berikut. 1. Produk Produk merupakan titik sentral dari pemasaran. Bauran produk adalah kombinasi dari produk yang dihasilkan perusahaan sehingga dapat memperoleh keuntungan (Asmarantaka 2012). Berdasarkan produk yang telah dihasilkan akan dianalisis produk yang dapat memberikan kepuasan konsumen sehingga perusahaan dapat menentukan segmen pasarnya. Hal-hal yang termasuk dalam atribut produk adalah kualitas, rasa, higienitas, halal, dan lainnya. 2. Harga Penentuan harga produk sangat penting karena menentukan volume penjualan dan keuntungan perusahaan. Harga juga menentukan jumlah permintaan konsumen. Hal-hal yang termasuk dalam bauran harga yaitu daftar harga, potongan harga, jangka pembayaran, harga eceran, harga grosir, dan jangka waktu pembayaran atau kredit. Penentuan harga ada beberapa cara yaitu: a. Berdasarkan biaya (cost plus), cara ini dilakukan dengan menambahkan marjin tetap terhadap biaya dasar (harga pembelian). b. Berdasarkan ROI (Return On Investment), metode ini mirip dengan cost plus yang dilanjutkan dengan penambahan biaya pengembalian modal. c. Penetapan harga bersaing, cara ini dengan memperhitungkan kondisi pasar atau harga pesaing. Artinya, penetapan harga akan mengikuti harga rata-rata pasar atau harga dari perusahaan yang dominan (market leader). 3. Tempat dan distribusi Tempat dan distribusi produk merupakan lokasi dan upaya perusahaan menjangkau pelanggan. Bauran lokasi dan distribusi mencakup lembaga yang menyalurkan produk, saluran yang dilalui, alat transportasi, cakupan wilayah, inventaris, dan waktu distribusi. 4. Promosi Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan menginformasikan, membujuk, mempengaruhi konsumen untuk membeli produk. Cara melakukan promosi dapat melalui berbagai media, yaitu televisi, majalah, koran, atau melalui mulut ke mulut (personal selling). Dalam melakukan perencanaan pemasaran juga diperlukan adanya analisis pemasaran dan strategi pemasaran. Penjelasan mengenai analisis pemasaran dan strategi pemasaran adalah sebagai berikut. 1. Analisis Pemasaran Pemasaran merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir (Asmarantaka 2012). Mengalirnya produk mulai dari produsen ke konsumen tersebut menciptakan nilai guna dari suatu produk baik nilai bentuk, nilai tempat, nilai waktu, bahkan nilai kepemilikan. Dalam pemasaran sebuah produk diperlukan sistem yang efisien. Efisiensi pemasaran diukur dari tingkat kepuasan konsumen dan juga proses
13
produsen atau lembaga terlibat dalam mengalirkan produknya mulai produsen hingga konsumen akhir. 2. Strategi Pasar Strategi pemasaran merupakan upaya untuk memadukan semua kegiatan dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi keinginan pelanggan sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan (Asmarantaka 2012). Sedangkan menurut Miller (2008) strategi pasar merupakan cara mendeskripsikan perusahaan dalam mengejar peluang dalam melakukan beberapa aktivitas. Beberapa aktivitas tersebut adalah sebagai berikut. a. Mengembangkan satu atau lebih produk maupun jasa baru untuk ditawarkan ke pasar. b. Menetapkan pricing, packaging, dan positioning produk atau jasa tersebut secara unik. c. Menempatkan produk atau jasa dengan jalur distribusi yang paling efektif dan sesuai dengan strategi penjualan. d. Melakukan pemasaran dengan iklan dan promosi kepada konsumen sasaran. Promosi ini bisa melalui pameran, katalog, maupun bentuk promosi lainnya.
Rencana Operasional Produksi Rencana Jumlah Produksi Jumlah produksi dalam sebuah rencana produksi harus ditentukan agar dapat diketahui supply dan demand produk. Rencana jumlah produksi tersebut menyajikan penjelasan mengenai jumlah yang dapat mencapai titik impas dari suatu produk yang diproduksi. Rencana produksi juga akan mempengaruhi jumlah bahan baku, kapasitas mesin produksi, dan juga modal dari perusahaan. Rencana Teknologi Pemilihan teknologi dalam melakukan proses produksi memegang peranan penting akibat teknologi memberikan pengaruh bagi efektifitas produksi. Apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan teknologi maka proses produksi bisa terhambat. Teknologi yang perlu digunakan dalam proses produksi adalah teknologi pengurai sabut, pengayak, pengering, dan pengepres. Teknologi pengurai sabut digunakan untuk memisahkan antara sabut kelapa dengan serbuk sabutnya. Serbuk sabut inilah yang nantinya akan digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan cocopeat balok. Selanjutnya dilakukan proses pengayakan serbuk sabut kelapa untuk memperoleh serbuk yang halus dan dikeringkan dengan mesin pengering. Sedangkan mesin pengepresan digunakan sebagai alat untuk membentuk cocopeat menjadi balok-balok yang mudah dikemas. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang melakukan proses produksi. Tenaga kerja yang melakukan seluruh proses kegiatan produksi usaha. Tenaga kerja perlu direncanakan mulai dari jumlah, jenis pekerjaan, dan juga gaji yang akan dibayarkan. Jenis pekerjaan menuntut kualitas dan kuantitas pekerja
14
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tenaga kerja harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Perencanaan Bahan Baku Perencanaan bahan baku produksi berupa sabut kelapa dikumpulkan melalui petani kelapa yang menjadi anggota koperasi. Bahan baku kelapa yang berada di petani umumnya hanya sedikit, namun jumlah yang sedikit tersebut akan terkumpul banyak jika dilakukan dengan pendekatan wirakoperasi. Salah satu limbah yang dihasilkan dari produk turunan kelapa tersebut adalah sabut kelapa yang bisa diolah menjadi serbuk sabut kelapa (cocopeat). Sedangkan bagian dari kelapa lainnya akan dijual kepada perusahaan mitra pengolah produk turunan kelapa lainnya. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak Pemilihan lokasi yang tepat dapat menjadikan proses produksi menjadi lebih efektif. Lokasi sebaiknya mendekati sumber bahan baku agar mampu menekan biaya produksi. Selain itu pemilihan lokasi bisa juga didasarkan pada pasar, tenaga kerja, sarana dan prasarana seperti air, listrik, dan transportasi. Perencanaan tata letak bangunan juga harus dipertimbangkan mulai dari ruang produksi, penyimpanan, penjualan, dan yang lainnya agar usaha bisa berjalan secara baik.
Rencana Manajemen dan Organisasi Kegiatan manajemen perusahaan pada dasarnya menjelaskan rencana organisasi dan tanggung jawab masing-masing pemegang personalia yang tergabung dalam perusahaan. Rencana organisasi tersebut digambarkan dalam sebuah bagan organisasi. Dalam rencana organisasi perlu mempertimbangkan halhal sebagai berikut. Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Pengembangan sebuah perusahaan tidak terlepas dari adanya legalitas badan hukum dari pemerintah. Izin usaha tersebut tercermin dari bentuk perusahaan yang dapat berupa PT, CV, Firma, dan lainnya. Perizinan dalam bentuk SNI, NPWP, PIRT, dan sebagainya juga diperlukan. Tanpa adanya izin usaha dan bentuk usaha, suatu perusahaan tidak akan dapat memasarkan produknya dengan lancar. Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan bagan yang menggambarkan susunan kepengurusan dengan disertai jabatan masing-masing personal. Struktur organisasi tersebut menunjukkan hubungan kerja antara satu pihak dengan yang lainnya yang tersusun secara terencana. Deskripsi Kerja Deskripsi kerja merupakan penjelasan dari pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing personal berdasarkan pada tanggung jawab dan jabatan yang
15
dimiliki. Masing-masing personal tersebut memiliki hak, kewajiban, dan tugas yang berbeda agar dapat bekerja secara baik. Upah dan gaji Upah dan gaji merupakan balas jasa atas usaha yang telah dilakukan oleh masing-masing pihak dalam struktur organisasi perusahaan. Upah dan gaji tersebut besarnya berbeda-beda sesuai dengan jabatan yang dimiliki dan juga sesuai batas upah minimum regional di setiap wilayah. Berbagai hal tersebut diperlukan dalam merancang sebuah usaha. Tanpa adanya rencana organisasi yang jelas sebuah usaha akan kesulitan membagi pekerjaan ke dalam jenis pekerjaan. Selain itu, status legal perusahaan diperlukan karena menyangkut badan hukum sebuah usaha.
Rencana Keuangan Berdasarkan Nurmalina et al. (2010) aspek keuangan yang perlu direncanakan dalam bisnis adalah sebagai berikut. Kriteria Investasi 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total present value penerimaan (benefit) dengan total present value pengeluaran (cost) atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0 (NPV>0). 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Sebuah bisnis dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1). 4. Payback Period (PP) Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial. Metode perhitungan ini digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian modal bisnis tersebut. Cash Flow Laporan arus kas (cash flow) merupakan suatu laporan keuangan yang berisi pengaruh kas dari kegiatan operasi perusahaan, kegiatan investasi, dan juga kegiatan pendanaan perusahaan dalam satu periode produksi perusahaan. Laporan ini dapat dikatakan sebagai ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dalam satu periode produksi. Laporan arus kas terdiri atas inflow dan outflow sebagai berikut.
16
1. Inflow Inflow berisikan kegiatan transaksi yang menciptakan keuntungan pada kas. Arus kas inflow terdiri atas: a. Hasil penjualan produk. b. Penerimaan investasi saham. c. Nilai sisa. 2. Outflow Outflow merupakan arus kas yang berisi kegiatan yang mengakibatkan pengeluaran kas antara lain sebagai berikut. a. Pengeluaran biaya bahan baku dan tenaga kerja, serta biaya produksi lain. b. Biaya administrasi. c. Pembelian aktiva tetap. d. Pembayaran kembali investasi. e. Pembayaran pajak, dividen, bunga, dan pengeluaran lainnya. Laba Rugi Laporan laba rugi perusahaan merupakan laporan yang menggambarkan kinerja perusahaan selama periode tertentu (Nurmalina et al. 2009). Dalam laporan laba rugi beberapa kegiatan yang dirangkum mencakup pendapatan dari penjualan produk, beban produksi yang dikeluarkan, beban yang timbul akibat pemasaran dan pendistribusian barang, dan beban keuangan dalam menjalankan bisnis.
Rencana Manajemen Risiko Organisasi perusahaan selalu menanggung risiko dalam menjalankan usahanya. Risiko merupakan seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan (Muslich 2007). Sedangkan berdasarkan Siahaan (2009), risiko memiliki definisi yang sama dengan ketidakpastian (uncertainty). Berdasarkan Siahaan (2009) risiko dibedakan menjadi risiko murni dan risiko spekulasi. Suatu risiko disebut murni jika suatu ketidakpastian terjadi dan menimbulkan kerugian. Misalnya produk mengalami kerusakan karena kebakaran, kebanjiran, atau bencana tak terduga lainnya seperti kematian. Sebaliknya risiko spekulasi merupakan ketidakpastian yang akan menimbulkan kerugian atau keuntungan. Misalnya keputusan untuk investasi dapat menimbulkan keuntungan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian. Cara lain yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan risiko adalah sejauh mana ketidakpastian berubah karena perubahan waktu (Siahaan 2009). Berdasarkan pendekatan tersebut risiko dibedakan menjadi risiko statis dan risiko dinamis. Risiko statis bisa bersifat murni maupun spekulatif yang berasal dari masyarakat yang tidak berubah atau berada dalam keseimbangan stabil. Sedangkan risiko dinamis timbul karena adanya perubahan dalam masyarakat baik murni maupun spekulatif. Cara pengelompokan risiko yang lain yaitu dengan membedakannya menjadi risiko subjektif dan risiko objektif (Siahaan 2009). Risiko subjektif berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami keragu-raguan atau cemas akan suatu kejadian baik bersifat murni, spekulasi, statis, maupun dinamis.
17
Sedangkan risiko objektif adalah probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan sesuai pengalaman yang biasanya untuk risiko murni statis. Risiko objektif ini merupakan risiko yang mudah diamati secara akurat karena dapat diukur. Setelah melakukan proses identifikasi risiko dan pengukuran risiko yang terjadi pada perusahaan tahap manajemen risiko selanjutnya adalah menangani risiko yang terjadi (Siahaan 2009). Dalam menghadapi risiko, perusahaan melakukan beberapa tindakan preventif untuk mencegah risiko. Akan tetapi ada pula perusahaan yang bersikap proaktif dan berani menanggung risiko usaha. Perusahaan dapat menggunakan upaya mitigasi untuk mengalihkan risiko. Berbagai tindakan dalam menangani risiko tersebut merupakan bagian dari manajemen risiko perusahaan. Manajemen risiko kini menjadi pertimbangan dan tidak dapat dihindarkan dari perusahaan (Muslich 2007). Manajemen risiko merupakan proses sistematis mengelola (to manage) ancaman risiko (Siahaan 2009). Empat langkah dalam mengelola risiko adalah dengan identifikasi risiko, mengevaluasi risiko, menyeleksi tehnik manajemen risiko, dan pelaksanaan serta mengkaji ulang keputusan manajemen risiko. Berdasarkan manajemen risiko tradisional manajemen risiko kerap dihubungkan dengan risiko murni. Risiko murni harus dihadapi perusahaan meskipun sulit diukur dan tidak berarti menghilang begitu saja. Perusahaan hanya kehilangan kesempatan untuk menyadari perlunya memiliki teknik terbaik dalam menangani risiko. Namun, berdasarkan manajemen risiko yang baru atau integrated risk management dan enterprise risk management mencerminkan keinginan mengelola semua risiko baik risiko murni maupun spekulasi. Oleh karena itu sekarang muncul departemen khusus yang menangani risiko.
Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional merupakan langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian. Langkah pertama yang dilakukan adalah identifikasi potensi. Indonesia merupakan salah satu penghasil kelapa tertinggi di dunia. Hal tersebut juga berdampak terhadap penyediaan limbah sabut kelapa yang banyak. Salah satu cara pengolahan sabut kelapa adalah dengan menjadikannya cocopeat balok sebagai media tanaman. Cocopeat balok dari sabut kelapa terbukti memiliki keunggulan dibanding media tanam yang lain. Hal tersebut mengakibatkan permintaan cocopeat balok yang semakin tinggi. Langkah selanjutnya yaitu dengan mengidentifikasi permasalahan riset yang ada. Seperti yang kita ketahui bahwa ketersediaan limbah serbuk sabut kelapa yang melimpah dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak diolah dengan baik. Padahal serbuk sabut kelapa (cocopeat) dapat diolah menjadi cocopeat balok sebagai media tanam alternatif yang memiliki nilai jual tinggi. Pengelolaan serbuk sabut kelapa tersebut menjadi cocopeat balok membutuhkan peran wirakoperasi mengingat keberadaan bahan baku yang tersebar. Selain itu, kebutuhan akan teknologi pengolahan yang sesuai standar mutu membuat peran wirakoperasi
18
semakin dibutuhkan. Alur pemikiran kerangka operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Indonesia merupakan salah satu penghasil kelapa tertinggi di dunia. Serbuk sabut kelapa dapat dimanfaatkan menjadi cocopeat yang bernilai jual tinggi. Permintaan cocopeat balok di luar negeri sangat tinggi.
Keberadaan perkebunan kelapa yang tersebar dan terpisah-pisah. Serbuk sabut kelapa di tingkat petani kurang dimanfaatkan dengan baik.
Belum berkembangnya produksi cocopeat dalam negeri dan belum terpenuhinya permintaan pasar. Peran wirakoperasi Industrialisasi cocopeat balok dengan prinsip wirakoperasi.
Melakukan analisis nonfinansial meliputi aspek produk, operasional, manajemen dan organisasi, pemasaran, dan manajemen resiko.
Melakukan analisis finansial dengan kriteria investasi meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback period.
Perencanaan Bisnis Cocopeat Balok dengan Pendekatan Wirakoperasi di Kabupaten Bogor Gambar 2 Rencana operasional penelitian
19
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, usaha pengolahan cocopeat belum berkembang dan belum memenuhi permintaan pasar. Kemudian, peran wirakoperasi nantinya yang akan membentuk usaha dalam wadah unit usaha koperasi. Dengan demikian dapat terbentuk industrialisasi cocopeat balok dengan prinsip wirakoperasi. Selanjutnya dilakukan analisis finansial dan nonfinansial terkait usaha yang akan didirikan. Analisis finansial yang dilakukan yaitu analisis kelayakan investasi. Analisis kelayakan investasi dilakukan karena biaya investasi awal yang digunakan begitu besar dan keuntungan yang dicapai perusahaan belum bisa untuk menutupi biaya investasi. Oleh sebab itu, usaha tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek dan memerlukan beberapa periode produksi. Selain itu, nilai mata uang untuk sekian periode sudah berbeda sehingga diperlukan perhitungan kriteria investasi. Setelah proses analisis finansial dan nonfinansial dilakukan, proses selanjutnya adalah pendirian bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok dengan pendekatan wirakoperasi. Pendekatan wirakoperasi diperlukan dalam rangka pengumpulan bahan baku dari petani ke unit usaha koperasi dan juga dalam menjembatani petani dengan pasar. Wirakoperasi bertugas mengelola usaha dan mencari pasar potensial untuk pemasaran produk.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Bogor barat tepatnya di Kecamatan Leuwiliang, Ciampea, dan Cibungbulang dengan melibatkan petani kelapa, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pertanian, Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K), dan juga perusahaan pengolah sabut kelapa yang ada di Jawa Barat. Perusahaan pengolah sabut kelapa yang dipilih adalah CV Serat Kelapa yang berlokasi di Cilodong, Kabupaten Depok. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan potensi wilayah yang tinggi dalam menghasilkan produk perkebunan kelapa. Pengambilan data dilakukan selama tiga bulan pada bulan Desember 2014 sampai Februari 2015 dalam pengambilan data.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Kedua data tersebut diperoleh dari keterangan petani kelapa dalam melakukan kegiatan usaha budi daya kelapa dan juga perusahaan yang mengolah sabut kelapa. Data kualitatif menyangkut kegiatan usaha dari mulai keadaan usaha, perkembangan, kegiatan budi daya, dan juga data lain yang berkaitan dengan
20
tujuan penelitian. Sedangkan data kuantitatif menyangkut hasil produksi kelapa, harga produk, penjualan, serta data lain yang berkaitan dengan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani kelapa, pengusaha pengolah produk kelapa, serta instansi terkait seperti UPTD dan BP3K Leuwiliang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Pusat, Badan Pusat Statistik Bogor, Dinas Pertanian Jawa Barat, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Pusat, buku, internet, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara mendalam kepada setiap pihak terkait mulai dari petani, pihak Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pertanian setempat, dan juga pemilik usaha pengolahan sabut kelapa yang menjadi acuan. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling. Informasi yang telah diperoleh dalam proses pencarian data dari seluruh stakeholder yang terlibat selanjutnya dikumpulkan dan dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan mengkaji aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek produk, aspek operasional, aspek manajemen dan organisasi, aspek kerja sama kooperatif, dan aspek manajemen risiko. Sedangkan data kuantitatif dengan mengkaji aspek finansial berdasarkan kriteria investasi yaitu NPV, IRR, net B/C, dan payback period. Data kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007.
Analisis Non Finansial 1. Aspek Produk Aspek produk menentukan karakteristik produk mencakup bentuk, mutu, penampilan, warna, dan kemasan produk. Produk cocopeat yang akan dibuat berbentuk balok dengan mutu sesuai standar mutu SNI 19-4791-1998 dengan SK Penetapan 102/BSN-I/HK/05/1998.
21
2. Aspek Operasional Aspek operasional menyangkut analisis lokasi bisnis, skala usaha, pemilihan teknologi dan peralatan, proses produksi, dan layout perusahaan. Dalam aspek teknis perlu memperhatikan karakter produk mencakup standar mutu dan kualitas produk, penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman. Rencana bisnis yang akan dilakukan merupakan bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok yang dapat dimanfaatkan sebagai media tanam. Pengolahan tersebut berupa penguraian, pengayakan, pengeringan, dan pengepresan sabut kelapa sehingga menghasilkan cocopeat balok. Setelah produk jadi maka dilakukan proses pengemasan sebelum produk dipasarkan. 3. Aspek Manajemen dan Organisasi Aspek manajemen dan organisasi menyangkut pemilihan bentuk badan usaha, perizinan bisnis, kepemilikan, struktur organisasi, deskripsi masingmasing jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Dalam penyusunan struktur organisasi juga dilengkapi dengan deskripsi kerja, jumlah, serta juga penetapan upah dan gaji karyawan berdasar spesifikasi kerja yang telah dibuat. 4. Aspek Pemasaran Rencana pemasaran menyangkut analisis potensi pasar dan strategi pasar. Strategi pemasaran dilakukan dengan proses seleksi pasar (market selection) dan bauran pemasaran (marketing mix development). Seleksi pasar terdiri atas pengenalan peluang pasar, analisis pelanggan, dan market sasaran. Sedangkan bauran pemasaran terdiri atas product, price, place, dan promotion. Dalam melakukan analisis pasar diperlukan analisis sebagai berikut. a. Segmenting Segmenting ialah membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli yang berbeda berdasarkan karakteristik yang membutuhkan bauran produk atau bauran pemasaran yang berbeda. Kelompok konsumen tersebut memiliki tanggapan yang sama terhadap usaha pemasaran. Dalam melakukan proses analisis segmen digunakan aspek demografis, geografis, psikografis, maupun perilaku. b. Targeting Proses targeting konsumen dilakukan dengan proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan memilih segmen mana yang akan dimasuki. Pada tahap targeting ini pasar yang ditentukan harus responsive terhadap produk atau program pemasarannya, potensi penjualan yang luas, pertumbuhan yang baik, dan dapat dijangkau media pemasaran. c. Positioning Penempatan posisi perusahaan dengan melakukan pengaturan agar produk menempati tempat yang jelas, beda, dan diinginkan konsumen dibanding produk lain.
22
Analisis Finansial a. Net Present Value (NPV) Bisnis dapat dikatakan layak apabila terdapat selisih antara manfaat dan biaya yang besar, disebut manfaat bersih (Net Present Value). NPV sebuah bisnis harus lebih besar daripada nol (NPV>0) apabila ingin dikatakan layak. Hal tersebut berarti bahwa bisnis memberikan keuntungan atau manfaat. Perhitungan NPV dapat dilakukan dengan rumus matematis sebagai berikut. ∑
n
t
t t
t
Keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnist (t = 0, 1, 2, 3, ..... n) i = Discount rate (%) b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan rasio antara manfaat bersih positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Hal tersebut mencerminkan manfaat bersih yang menguntungkan bisnis dari setiap kerugian bisnisnya. Perhitungan Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut.
t
∑nt
t
∑nt
t
t t
t t
Keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Discount rate (%) t = Tahun c. Internal Rate of Return (IRR) IRR dapat menunjukkan besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang dilakukan. IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV nol (Nurmalina et al. 2010). Sebuah bisnis disebut layak apabila IRR lebih besar daripada opportunity cost of capital (DR). Cara menghitung IRR dengan menginterpolasi discount rate yang rendah (NPV positif) dengan yang lebih tinggi (NPV negatif) sebagai berikut. -
-
Keterangan: I1 = Nilai percobaan pertama untuk discount rate positif I2 = Nilai percobaan kedua untuk discount rate negatif
23
NPV1 = Nilai percobaan pertama untuk NPV NPV2 = Nilai percobaan kedua untuk NPV d. Payback Period Payback period menunjukkan seberapa cepat investasi dapat kembali. Bisnis dengan payback period yang lebih singkat (kecil) akan lebih dipilih. Namun tidak adanya patokan periode payback period maksimum menjadi kendala. Sebagai solusinya digunakan angka pembanding yang diambil dari perusahaan sejenis. Cara perhitungan payback period adalah sebagai berikut.
Keterangan : I = besar biaya investasi yang diperlukan Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya. e. Cash Flow
No I
II
III
Tabel 3 Bentuk cash flow Uraian komponen Inflow 1. Nilai produksi 1. Pinjaman Total Inflow Outflow 1. Biaya investasi 2. Biaya operasional 2.1 Biaya variabel 2.2 Biaya tetap 3. Pembayaran bunga pinjaman 4. Pajak 5. Biaya lainnya Total outflow Net benefit
1
2
n
24
f. Laba Rugi
Tabel 4 Format laporan laba rugi Uraian komponen Penjualan Biaya operasional-variabel 1. Biaya bahan baku 2. Biaya tenaga kerja langsung Marjin kotor Biaya operasional-tetap 1. Biaya pegawai tetap 2. Biaya pemasaran 3. Biaya listrik 4. Biaya air 5. Biaya pemeliharaan dan perawatan 6. Biaya penyusutan Laba kotor Bunga (r%) Laba sebelum pajak Pajak (t%) Laba bersih
1
2
ANALISIS SITUASIONAL
Dunia bisnis dipenuhi dengan ketidakpastian. Karena itu manajemen perusahaan harus mengikuti perkembangan usaha agar bisnis dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien. Dengan demikian perlu disusun strategi perusahaan yang sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu strategi untuk meningkatkan mutu dan kualitas entitas usaha adalah dengan menggunakan analisis situasional. Analisis situasional merupakan unsur dari rencana pemasaran yang digunakan untuk proyeksi kegiatan pemasaran. Analisis ini membahas tentang posisi dan arah perusahaan hendak dijalankan. Pada usaha cocopeat balok ini didukung oleh produksi kelapa di Kabupaten Bogor yang tinggi mencapai 16 208.4 ton pada tahun 2012 (BPS 2012). Produksi kelapa yang tinggi tersebut dapat menyebabkan produksi sabut kelapa yang tinggi pula. Hal tersebut karena komposisi sabut kelapa dalam satu butir kelapa mencapai 35 persen. Perkebunan kelapa di Kabupaten Bogor sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Kebanyakan pohon kelapa tumbuh di pekarangan warga. Berdasarkan pengamatan, seorang petani umumnya memiliki rata-rata lima batang pohon kelapa. Kelapa tersebut hanya dijadikan tanaman pekarangan untuk
n
25
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan sabutnya selama ini hanya dibuang. Oleh karena itu, pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok ini diharapkan dapat memanfaatkan limbah yang terbuang dan bisa menambah penghasilan petani. Akan tetapi, usaha pengolahan sabut kelapa petani menjadi cocopeat balok tersebut memerlukan koordinasi antara pengelola dan petani. Hal tersebut karena letak perkebunan kelapa yang terpisah-pisah sehingga bahan baku sulit terkumpul. Oleh sebab itu, diperlukan seseorang yang dapat menghimpun petani sebagai anggota usaha untuk memasok bahan baku sabut kelapa. Seseorang tersebut adalah wirakoperasi yang mengelola unit usaha koperasi. Koperasi dipilih sebagai organisasi yang cocok untuk mendirikan usaha karena anggota adalah petani yang jumlahnya banyak. Apabila anggota petani kelapa tersebut tidak dihimpun dalam koperasi maka akan kesulitan dalam mengumpulkan bahan baku sabut kelapa. Selain potensi dari segi bahan baku yang melimpah, potensi pasar dari cocopeat balok juga luas. Akan tetapi keterbatasan data mengenai kegiatan ekspor cocopeat Indonesia secara spesifik maka digunakan pendekatan kegiatan ekspor produk sabut kelapa Indonesia. Produk sabut kelapa Indonesia telah diekspor ke berbagai negara di dunia. Produk yang di ekspor tersebut berupa serat kasar kelapa dan serat olahan kelapa. Berikut ini merupakan negara tujuan ekspor produk sabut kelapa Indonesia beserta jumlahnya tahun 2012 pada Tabel 5.
Tabel 5 Negara tujuan ekspor sabut kelapa Indonesia tahun 2012 Komoditas
Negara tujuan (ekspor)
Serat kasar kelapa (Raw coir coconut)
Cina Korea Lainnya
Jumlah Serat olahan kelapa (Coir coconut processed)
China Taiwan Thailand Korea India Lainnya
Jumlah
Volume (Ton)
Nilai (US$)
1 053 36 1 1 090 801 124 36 30 21 1 1 013
89 6 0 95 81 11 5 6 3 3 109
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)
Berdasarkan Tabel 5, negara yang menjadi tujuan ekspor produk turunan sabut kelapa Indonesia adalah Cina, Korea, Taiwan, Thailand, India, dan lainnya. Negara tujuan ekspor produk turunan sabut kelapa terbesar adalah Cina. Ekspor serat kasar kelapa ke Cina mencapai 1 053 ton dengan nilai US$89. Sedangkan ekspor produk serat olahan kelapa ke Cina mencapai 801 ton dengan nilai US$81. Berdasarkan data dari BPS (2012) tersebut maka digunakan pendekatan negara tujuan pemasaran cocopeat sebagai produk turunan sabut kelapa. Negara yang dapat menjadi tujuan ekspor cocopeat balok adalah Cina.
26
Selain berdasarkan pendekatan dengan kegiatan ekspor produk turunan sabut kelapa, pemasaran produk cocopeat balok juga menggunakan pendekatan dengan kegiatan ekspor cocopeat produksi India ke seluruh negara tujuan. Negara-negara yang menjadi acuan tujuan ekspor tersebut merupakan negara yang menjadi tujuan ekspor dari produk cocopeat India. Hal tersebut didasarkan pada jumlah produksi cocopeat di India yang masuk dalam dua tertinggi produksi cocopeat dunia bersama dengan Srilangka. Berikut ini merupakan negara-negara yang dapat dijadikan tujuan pemasaran cocopeat2 tercantum dalam Tabel 6.
Tabel 6 Jumlah permintaan cocopeat dari berbagai negara Maret 2015 Negara Tujuan Jumlah Satuan Unit Total Nilai (USD) (USD) Korea, Republic Pusan 42.00 MTS* 144.51 6 069.52 Of Korea, Republic Incheon 115.00 MTS 155.57 17 890.00 Of Korea, Republic Pusan 110.00 TON 210.91 23 200.00 Of Korea, Republic Pusan 110.09 MTS 233.48 25 703.80 Of United States Valencia 23 853.00 KGS** 0.30 7 233.45 United States Port 69 000.00 KGS 0.22 14 952.08 Everglades United States Valencia 23 475.00 KGS 0.30 7 118.81 United States Valencia 23 712.00 KGS 0.30 7 190.69 United States Seattle 72.00 MTS 224.19 16 141.94 United States New York 58 500.00 KGS 0.19 11 115.00 China Leliu 75.00 MTS 253.33 19 000.00 China Shanghai 16 000.00 KGS 0.23 3 694.15 China Shanghai 10 000.00 KGS 0.19 1 915.85 Turkey Istanbul 235.00 MTS 213.17 50 095.00 Italy Venezia 122 500.00 KGS 0.13 16 222.16 Kenya Mombasa 75 000.00 KGS 0.17 12 750.00 Netherlands Rotterdam 27 120 KGS 0.21 5 577.53 #N/A Busan (Korea) 21.00 MTS 217.75 4 572.70 #N/A Busan (Korea) 21.00 MTS 217.05 4 558.00 #N/A Busan (Korea) 110.00 MTS 199.55 21 950.00 *
Satuan MTS (Metric Tonnes) Satuan KGS (Kilograms) Sumber: www.seair.co.in (2015) **
Dalam melakukan analisis situasi bisnis, perlu dilakukan analisis Five Forces Porter untuk mengetahui kondisi persaingan perusahaan. Analisis Five Forces membahas tentang ancaman pendatang baru, ancaman produk substitusi, 2
www.seair.co.in/coco-peat-export-data/month-march.aspx (diacu tanggal 22 April 2015)
27
kekuatan tawar-menawar pembeli, dan kekuatan tawar-menawar pemasok. Penjelasan dari masing-masing analisis Five Forces adalah sebagai berikut. 1. Ancaman Pendatang Baru Pendatang baru yang masuk dalam industri pengolahan cocopeat balok hanya sedikit. Hal tersebut didasarkan pada keberadaan perusahaan pengolahan sabut kelapa yang ada di Jawa Barat hanya sedikit, yaitu CV Serat Kelapa, PT Pakar, dan PT Sukaraja Putra Sejati. Perusahaan yang ada tersebut faktanya belum bisa memenuhi permintaan pasar. Berdasarkan pengamatan di CV Serat Kelapa, penggunaan teknologi pengolahan belum memenuhi standar yang ada. Selain masalah teknologi, perusahaan baru kemungkinan berdirinya kecil karena usaha pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok membutuhkan bahan baku yang sulit dikumpulkan. Keberadaan pohon kelapa yang menyebar menjadi kendala yang berarti dalam mendirikan usaha. Oleh karena itu, tidak sembarang orang atau perusahaan yang dapat mengelola usaha. Usaha ini bisa dijalankan dengan menghimpun orang-orang yang memiliki pohon kelapa. Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan bahwa hambatan masuk perusahaan yang tinggi sehingga kemungkinan ancaman pendatang baru rendah. 2. Ancaman Produk Substitusi Produk substitusi merupakan pesaing yang secara tidak langsung dapat menurunkan permintaan produk. Ancaman produk substitusi dari cocopeat balok relatif tinggi. Hal tersebut karena banyaknya jenis media tanam yang bisa digunakan sebagai pengganti cocopeat balok. Jenis media tanam tersebut antara lain serbuk kayu dan merang. Masyarakat kebanyakan masih memilih serbuk kayu sebagai media tanam ketimbang cocopeat. Hal tersebut dikarenakan harga dari cocopeat yang lebih mahal. Akan tetapi dengan keunggulan yang dimiliki oleh cocopeat balok maka usaha ini akan dapat bertahan dalam persaingan. 3. Kekuatan Pembeli Kekuatan pembeli besar ketika pembeli memiliki kekuatan negosiasi yang lebih besar karena jumlah pembeli yang sedikit, produk yang ditawarkan relatif sama, dan biaya untuk berpindah dari satu pemasok ke pemasok yang lain kecil. Kekuatan pembeli dalam usaha cocopeat balok kecil. Hal tersebut karena jumlah pembelinya banyak dari berbagai negara seperti tercantum dalam Tabel 6. Meskipun produk yang ditawarkan relatif sama tetapi harga ditentukan oleh perusahaan sehingga kekuatan pembeli rendah. Selain itu, biaya berpindah dari satu pemasok ke pemasok yang lain cukup tinggi. Dengan berbagai persoalan tersebut maka kekuatan pembeli dari cocopeat balok rendah. 4. Kekuatan Pemasok Kekuatan pemasok dapat mempengaruhi profitabilitas perusahaan apabila dapat memaksakan kenaikan harga lebih cepat daripada kemampuan pasar untuk menerima kenaikan harga. Kekuatan pemasok pada usaha pengolahan cocopeat balok ini kecil. Hal tersebut karena jumlah pemasok yang banyak. Selain itu, produk sabut kelapa yang dimiliki petani secara umum
28
sama kualitasnya. Oleh karena itu, pengusaha dapat dengan mudah berganti pemasok.
GAMBARAN UMUM BISNIS
Industri Pengolahan Sabut Kelapa
Bogor merupakan salah satu wilayah di daerah Jawa Barat yang memiliki daerah pertanian subur. Secara geografis Bogor berada di ujung barat Propinsi Jawa Barat. Wilayah Bogor berbatasan dengan Jakarta, Banten, Sukabumi, dan Depok. Bogor terletak di dataran tinggi dengan curah hujan yang besar sebesar 3 500-4 000 mm per tahun. Bogor memiliki suhu udara yang rendah sekitar 21.8 oC. Hal tersebut karena Bogor dikelilingi oleh beberapa gunung yaitu Gunung Salak, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango. Hal tersebut cukup sesuai dengan syarat tumbuh kelapa dimana kelapa dapat hidup di daerah dengan curah hujan antara 1 300-3 800 mm per tahun. Kelapa juga dapat tumbuh optimal pada suhu 20-27 oC (BBPPTP Medan 2013). Berdasarkan kondisi wilayah Bogor tanaman kelapa dapat tumbuh dan berpotensi dengan baik. Kondisi topografi wilayah Bogor yang sesuai dengan komoditas kelapa menjadikan produksi kelapa di Bogor relatif lebih tinggi. Potensi kelapa tersebut belum didukung oleh keberadaan produsen pengolah produk kelapa maupun turunannya, terutama limbah dari buah kelapa. Limbah kelapa yang berasal dari sabutnya belum termanfaatkan dengan baik. Akan tetapi, di Jawa Barat sendiri sudah ada perusahaan pengolah sabut kelapa yang memanfatkan limbah sabut kelapa menjadi barang industri yang memiliki nilai jual tinggi. Perusahaan yang mengolah sabut kelapa tersebut antara lain: 1. CV Serat Kelapa di Depok yang mengolah sabut kelapa menjadi serat sabut dan cocopeat curah. 2. PT PAKAR di Bogor yang mengolah sabut kelapa menjadi bahan untuk reklamasi tambang. 3. PT Sukaraja Putra Sejati di Ciamis yang mengolah serat sabut kelapa, dan seterusnya. Selain beberapa perusahaan pengolah tersebut masih terdapat perusahaan pengolah serbuk sabut kelapa lainnya yang ada di Jawa Barat. Salah satu unit usaha yang pernah memanfaatkan serbuk sabut kelapa sebagai bahan baku utamanya adalah CV Global Indokreativa. CV Global Indokreativa tersebut berada di wilayah Cikaret, Bogor Selatan. Unit usaha ini memproduksi boneka “ otty” yang rfungs untuk media tanam sayur-sayuran sebagai media edukasi untuk anak-anak. Akan tetapi, dalam pengambilan data perencanaan bisnis ini mengacu pada CV Serat Kelapa. Hal tersebut dikarenakan perusahaan CV Serat Kelapa letaknya berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor sehingga secara geografis hampir
29
sama. Selain itu, pengolahan sabut kelapa di CV Serat Kelapa sudah mencapai cocopeat curah.
Profil Bisnis
Usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok ini akan menjadi salah satu unit usaha koperasi di Kabupaten Bogor. Koperasi yang akan mengelola usaha cocopeat balok ini sudah ada. Koperasi yang sudah ada tersebut akan menghimpun anggotanya yang memiliki pohon kelapa di pekarangan rumahnya. Berdasarkan survey pada petani umumnya petani memiliki pohon kelapa sejumlah satu sampai lima batang pohon kelapa. Koperasi selanjutnya akan mendirikan unit usaha pengolahan cocopeat balok. Oleh sebab itu, kegiatan pembinaan hanya dilakukan di unit usaha cocopeat. Rencananya unit usaha akan didirikan di jalan Raya Kampung Sawah, L uw l ang, ogor dan akan d r nama “Saung K lapa”. Kegiatan pada Saung Kelapa ini sama dengan usaha pengolahan sabut kelapa pada umumnya. Akan tetapi, unit usaha ini akan melibatkan seluruh anggota koperasi. Anggota koperasi akan memasok bahan baku kelapa yang telah diuraikan berdasarkan bagian masing-masing ke koperasi. Selanjutnya koperasi akan menyalurkan bahan baku yang telah dipisahkan menjadi buah, batok, dan sabut ke masing-masing unit usaha koperasi. Saung Kelapa sebagai salah satu unit usaha koperasi hanya mengolah sabut kelapa menjadi cocopeat balok dan menghasilkan produk sampingan berupa serat sabut kelapa. Selanjutnya, Saung Kelapa akan memasarkan produk utamanya berupa cocopeat balok ke konsumen. Sedangkan produk sampingan berupa serat sabut kelapa akan langsung dijual kepada perusahaan pengolah serat sabut kelapa untuk diproses kembali.
Gambar 3 Logo usaha Saung Kelapa
Saung Kelapa memiliki visi dan misi dalam menjalankan usahanya. Visi dan misi merupakan hal yang penting ditentukan sebelum mendirikan sebuah usaha. Visi digunakan sebagai acuan untuk mencapai tujuan yang akan diperoleh dari adanya usaha atau bisnis yang dikelola. Sedangkan misi adalah cara untuk mewujudkan tujuan bisnis agar tercapai sesuai dengan target yang diinginkan. Berikut ini merupakan visi dan misi unit usaha Saung Kelapa. Visi : Terciptanya usaha yang mampu memberikan kesejahteraan bagi anggota dengan inovasi produk berdaya saing internasional.
30
Misi : 1. Menjalankan usaha berdasarkan prinsip dan nilai koperasi 2. Meningkatkan peran anggota dalam pengembangan usaha 3. Meningkatkan nilai tambah produk dengan pemberdayaan masyarakat 4. Memenuhi permintaan pasar akan produk yang praktis dan bermutu tinggi.
RENCANA BISNIS
Asumsi Dasar
Perencanaan bisnis merupakan suatu rencana yang disusun berdasarkan asumsi-asumsi dasar dalam melakukan perhitungan bisnis meliputi aspek produksi, pemasaran, dan juga aspek finansial. Pada aspek produksi digunakan jumlah input sebesar 1.5 ton per hari sesuai dengan kapasitas mesin pengurai sabut kelapa. Jika dikalkulasikan dengan kebutuhan dunia yaitu 500 000 ton per tahun maka perusahaan mampu memenuhi sekitar 5 persen kekurangan pasar. Oleh karena itu dalam waktu satu tahun bahan baku sabut kelapa yang dibutuhkan sebesar 360 ton. Input berasal dari seluruh petani mitra di wilayah Bogor barat yaitu Leuwiliang, Ciampea, dan Cibungbulang. Petani mitra tersebut bergabung dengan koperasi dengan asumsi koperasi sudah didirikan. Kapasitas produksi pada tahun pertama akan berbeda dengan tahun-tahun berikutnya. Pada tahun pertama perusahaan masih melakukan proses persiapan usaha. Oleh karena itu, kapasitas produksi tahun pertama masih mencapai 47 persen dan produksi baru bisa dimulai pada bulan ke-7 (Lampiran 2). Selain itu produksi pada bulan ke-7 tersebut masih mencapai 65 persen karena tahap persiapan pengolahan. Setiap pengolahan sabut kelapa akan dihasilkan 65 persen serbuk sabut kelapa dan 35 persen serat sabut kelapa. Pada proses produksi diperlukan beberapa mesin yaitu ada mesin pengurai sabut kelapa, mesin pengayak, mesin pengering, dan mesin pengepres serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok. Mesin pengurai yang dibutuhkan sebanyak satu buah mesin dengan kapasitas sebesar 1.5 ton per hari dengan jam kerja 8 jam per hari dan hari kerja 5 hari. Pada perusahaan CV Serat Kelapa pengolahan cocopeat belum sampai pada pengolahan menjadi cocopeat balok. Pengolahan serbuk sabut kelapa di perusahaan tersebut baru mencapai cocopeat mentah atau curah. Sedangkan dalam pembuatan cocopeat balok diperlukan kadar air yang pas agar saat dilakukan pengepresan bisa padat dan mengikat. Oleh karena itu dibutuhkan pengeringan dengan telaten dan diaduk secara terus menerus agar kering secara merata. Pada aspek pemasaran digunakan asumsi harga cocopeat yang berlaku di pasar internasional yaitu Rp3 000 per kilogram. Sarana transportasi yang digunakan adalah dengan menggunakan pengangkutan laut melewati pelabuhan. Dalam asumsi ini digunakan metode Free on Board (FOB) yaitu biaya transportasi bagi produsen hanya sampai di pelabuhan Tanjung Priok, sedangkan
31
biaya selanjutnya ditanggung oleh konsumen dalam hal ini adalah pihak pengimpor. Pada aspek analisis keuangan seluruh dana investasi berasal dari investor dengan jangka waktu pengembalian selama lima tahun. Berdasarkan data dari Bank Indonesia discount rate yang digunakan adalah sebesar 7.5 persen. Sedangkan pajak perusahaan berdasarkan Peraturan Pemerintah no 46 tahun 2013 adalah sebesar 1 persen dari omset perusahaan. Akan tetapi untuk tarif pajak ekspor tidak dikenakan tarif atau sebesar 0 persen karena kelapa dan produk turunannya merupakan barang bebas berdasarkan ketetapan Menteri Perdagangan. Rincian lengkap asumsi terlampir dalam Lampiran 3 sampai Lampiran 6.
Rencana Strategi Pemasaran
Market Selection 1. Segmenting Segmentasi dari cocopeat balok ini adalah perusahaan pengguna produk cocopeat sebagai media tanam hidroponik, media rumput lapangan golf, dan juga animal bedding yang ada di seluruh negara. Oleh karena itu, pengelompokan segmen pasar berdasarkan pada letak geografis wilayah pengekspor. Selain itu, segmen pasar dari cocopeat balok adalah semua kalangan. 2. Targeting Target pasar dari produk cocopeat balok ditentukan berdasarkan kebutuhan terhadap cocopeat sebagai media tanam dengan prospek pertaniannya yang baik. Pasar yang dituju adalah perusahaan internasional yang membutuhkan cocopeat sebagai media tanam. Negara yang menjadi tujuan ekspor produk cocopeat adalah Cina. 3. Positioning Penetapan posisi pasar dimata konsumen dari produk cocopeat yaitu produk sudah berupa produk akhir yang siap digunakan sebagai media tanam, animal bedding, pelapis lapangan golf, dan media ternak cacing secara praktis. Selain itu positioning perusahaan saat ini sebagai market follower. Hal tersebut dikarenakan sebelumnya telah ada perusahaan sejenis yang mengolah sabut kelapa menjadi cocopeat balok.
Marketing Mix Development 1. Product Produk yang akan diproduksi oleh perusahaan adalah produk jadi dalam bentuk cocopeat balok yang sudah dikemas dan siap dipakai dengan kualitas yang baik. Produk dikemas dengan plastik dengan ukuran 30 x 30 x 20 cm
32
dengan bobot 5 kilogram. Dalam kemasan produk akan dicantumkan nama produk, nama perusahaan, tanggal produksi, dan juga perizinan. 2. Price Harga jual cocopeat ditetapkan berdasarkan harga yang telah ada di pasar Internasional yaitu berkisar antara US$200 sampai US$225 per ton atau sekitar Rp2 600 sampai Rp3 000 per kilogram 3 . Adanya teknologi pengolahan dan pengemasan menjadikan harga jualnya menjadi Rp15 000 per balok ukuran lima kilogram. Harga tersebut belum termasuk biaya transportasi yang harus ditanggung oleh konsumen. 3. Place Proses produksi akan dilakukan dengan mendekati sumber bahan baku. Tempat yang dipilih berlokasi di wilayah Bogor barat tepatnya di Jalan Raya Kampung Sawah, Leuwiliang, Bogor. Tempat tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan ketersediaan bahan baku yang besar. Selain itu, akses transportasi di wilayah tersebut juga sudah baik. 4. Promotion Promosi penjualan dari produk cocopeat dilakukan kepada negara importir yaitu Cina dan negara lain. Penawaran produk ke luar negeri dilakukan lewat internet ke perusahaan yang membutuhkan cocopeat. Selain itu juga akan dilakukan pameran usaha yang bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk promosi ke negara lainnya.
Rencana Produk
Produk cocopeat balok menggunakan bahan baku utama berupa sabut kelapa. Sabut kelapa ini rencananya akan diperoleh dari petani mitra yang tergabung dalam koperasi. Saung Kelapa sebagai unit usaha koperasi yang mengolah sabut kelapa menjadi cocopeat balok akan menampung sabut kelapa dari petani anggota. Adapun pengumpulan sabut kelapa dari anggota dilakukan oleh koperasi dengan bantuan dari Gapoktan (gabungan kelompok tani) yang ada di wilayah Leuwiliang dan sekitarnya. Setelah sabut kelapa terkumpul di Gapoktan, koperasi akan mengangkut sabut kelapa tersebut dan selanjutnya mendistribusikannya ke unit usaha Saung Kelapa yang mengolah cocopeat balok. Berikut ini merupakan alur pendistribusian bahan baku sabut kelapa dari petani ke unit usaha Saung Kelapa tersedia pada Gambar 4.
3
http://bibitbunga.com/blog/penggunaan-cocopeat-sebagai-media-tanam/ (diacu pada 16 Juni 2015)
33
Petani
Petani
Petani
Petani
sabut kelapa
Gabungan Kelompok Tani
Koperasi
Unit usaha Saung Kelapa Gambar 4 Mekanisme pengumpulan bahan baku sabut kelapa
Bisnis pengolahan sabut kelapa ini akan menghasilkan produk jadi berupa cocopeat balok yang sudah dikemas dengan baik. Dalam teknologi pengemasan digunakan plastik yang kedap udara dan kedap air agar kualitas dan kelembaban produk dapat tetap terjaga. Sebelum dikemas cocopeat dipres berbentuk balok agar mudah dikemas. Tujuan pengemasan dan pengepresan ini juga agar produk lebih mudah didistribusikan ke berbagai negara dibanding dijual dalam bentuk cocopeat curah yang harganya lebih rendah. Setelah dikemas dengan plastik produk selanjutnya diberikan label produk. Label produk terdiri atas nama merek, logo, nama perusahaan, tanggal pembuatan, dan izin penjualan produk. Setelah diberi label cocopeat balok siap didistribusikan ke berbagai wilayah pemasaran. Adapun desain dari produk adalah seperti pada Gambar 5 berikut.
34
Gambar 5 Desain produk cocopeat
Pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat balok yang siap dipasarkan memerlukan beberapa penggunaan teknologi baik berupa teknologi pengurai sabut kelapa, alat pengayak, teknologi pengeringan, alat pengepres menjadi balok, serta alat pengemasan. Penggunaan berbagai teknologi tersebut diperlukan agar kualitas dan kuantitas produk selalu continue. Mesin-mesin yang digunakan untuk produksi merupakan mesin yang telah terstandardisasi untuk pengolahan cocopeat. Adapun perbandingan antara produk cocopeat curah dengan cocopeat balok secara berurutan tersedia pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut.
Sumber: www.groworganik.com
Sumber: http://hydroponic.co.za
Gambar 6 Cocopeat curah
Gambar 7 Cocopeat balok
35
Rencana Operasional
Rencana Jumlah Produksi Rencana jumlah produksi pada bisnis ini adalah sebesar 1.5 ton per hari. Rencana jumlah produksi tersebut disesuaikan dengan kapasitas produksi mesin pengurai sabut kelapa yaitu 1.5 ton per hari. Selain itu, kapasitas tersebut disesuaikan untuk memenuhi sekitar 5 persen kebutuhan dunia. Pada tahap awal, mesin pengurai yang digunakan hanya satu buah karena biaya investasinya yang besar. Apabila diinginkan kapasitas produksi perusahaan yang lebih besar maka dibutuhkan investasi mesin kembali. Kegiatan yang dilakukan pada bisnis pengolahan serbuk sabut kelapa ini terdiri atas beberapa tahap yaitu proses pemisahan antara serat sabut kelapa dan serbuknya, pengayakan serbuk sabut kelapa, pengeringan serbuk sabut kelapa, pengepresan cocopeat menjadi balok, dan juga pengemasan cocopeat balok. Produk tersebut digunakan untuk memasok permintaan dari luar negeri seperti Cina, Thailand, dan Korea. Kebanyakan negara tersebut membutuhkan cocopeat untuk digunakan sebagai media tanam.
Rencana Teknologi Berdasarkan CV Serat Kelapa, teknologi yang digunakan dalam pembuatan cocopeat adalah teknologi pengurai dan pengayakan. Teknologi baru yang harus disediakan adalah mesin pengering, mesin pengepres dan mesin pengemasan. Mesin pengering dibutuhkan agar cocopeat dapat dipres menjadi balok. Sedangkan mesin pengepres dibutuhkan karena cocopeat yang dihasilkan adalah cocopeat balok. Teknologi pengurai serat dengan serbuk sabut kelapa menggunakan mesin penggerak Fuso D15/D 16 eks Jepang dengan output berupa serbuk sabut kelapa basah. Proses selanjutnya dilakukan pengayakan dengan teknologi mesin EM 1 Hp 220 V 1 Ph. Kemudian serbuk sabut kelapa hasil ayakan dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 12 persen dengan mesin pengering. Setelah diperoleh serbuk sabut kelapa yang halus dan kering kemudian ditimbang seberat 5 kilogram dan langsung dilakukan pengepresan dengan mesin Diesel Engine 8 hp heater. Selanjutnya dilakukan pengecekan kembali tentang standar mutu cocopeat. Proses berikutnya dilakukan pengemasan cocopeat yang sudah dipres dengan plastik transparan menggunakan mesin sealer. Berikut ini merupakan proses penggunaan mesin secara berurutan tersedia dalam Gambar 8.
36
Sumber: www.rumahmesin.com
Sumber: www.rumahmesin.com
Spesifikasi Dimensi : 4 x 1 200 x 2 mm Penggerak : fuso D15/D 16 eks Jepang Kapasitas : 1.5 ton/hari Fungsi : pengurai sabut kelapa Harga : Rp72 500 000
Spesifikasi Dimensi : 3 x 800 x 1 200 mm Penggerak : EM 1 Hp 220 V 1 Ph Rangka : siku 50 x 50 x 5 Fungsi : mengayak sabut kelapa Harga : Rp8 500 000
Sumber:www.rumahmesin.com
Sumber:www.anekapengering.com
Spesifikasi Dimensi : 800 x 1 250 x 1 900 mm Sistem : super press system Material : frame dan body press (mild steel), rangka (mild steel) Penggerak : diesel engine 8 hp Dimensi cetakan: 30 x 30 x 20 Fungsi : mencetak cocopeat Harga : Rp60 000 000
Spesifikasi Kapasitas Dimensi Daya Bahan bakar Material Harga
: 100 kg : 120 cm x 100 cm x 150 cm : 1 200 watt/220 volt : gas LPG : stainless stell : Rp30 000 000
Gambar 8 Alur penggunaan mesin produksi
Rencana Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan serbuk sabut kelapa ini berasal dari petani kelapa baik yang berskala besar maupun kecil di wilayah Bogor khususnya Bogor barat. Seluruh petani tersebut merupakan petani mitra yang bekerja sama untuk mengumpulkan bahan baku berupa sabut kelapa. Adapun kebutuhan bahan baku per bulan disajikan dalam Tabel 7. Sedangkan kebutuhan bahan baku secara lebih rinci per tahun terlampir dalam Lampiran 7.
37
Tabel 7 Bahan baku pembuatan cocopeat per bulan Input Sabut kelapa Bensin Kemasan Label Solar Gas LPG 12 kg
Jumlah 30 300 3 900 3 900 300 40
Satuan Ton Liter Lembar Lembar Liter Tabung
Perencanaan Tata Letak dan Lokasi Tata letak pabrik merupakan kumpulan unsur-unsur fisik yang disusun berdasarkan logika tertentu untuk mencapai objektif yang ditetapkan sebelumnya atau pengorganisasian seluruh fasilitas fisik yang ada di pabrik (Hadiguna 2009). Tata letak pabrik akan mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pabrik. Keberadaan pabrik tersebut harus mampu melayani faktor-faktor produksi seperti mesin, bahan baku, dan juga pekerja. Kegiatan dalam pabrik mempunyai keterkaitan yang terencana. Interaksi aliran bahan dari satu proses ke proses selanjutnya memiliki aliran lurus (straight forward) agar lebih efisien dan mengurangi potensi kerusakan serta memperpendek jarak perpindahan (Hadiguna 2009). Dalam melakukan penataan mesin produksi, tipe tata letak yang akan digunakan adalah tata letak produk yang menggunakan logika susunan mesin berdasar urutan pengerjaan sebuah produk. Semua mesin disusun secara berurutan dengan prinsip mesin sesudah mesin. Tipe ini diharapkan dapat memperlancar aliran barang, menghemat total waktu produksi, penjadwalan produksi sederhana, dan dilakukan apabila luas lantai penyimpanan sementara sedikit (Hadiguna 2009). Lokasi pabrik cocopeat akan didirikan di Jalan Raya Kampung Sawah, Desa Leuwiliang, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan kedekatan wilayah dengan bahan baku sabut kelapa mengingat wilayah tersebut memiliki produksi kelapa yang tinggi di Kabupaten Bogor. Pendekatan berdasarkan lokasi bahan baku ini digunakan agar biaya produksi lebih kecil karena meminimalkan biaya angkutan bahan baku. Selain itu akses transportasi di wilayah tersebut juga sudah sangat baik. Bangunan tersebut akan dibangun dengan luas berkisar 200 m2 yang terdiri atas area pengumpulan bahan baku, area produksi, pergudangan, dan juga kantor administrasi. Ruang perkantoran akan dibangun dengan luas 5 x 5 m2 sedangkan tempat produksi dan pergudangan seluas 10 x 10 m2 dan tempat penyimpanan bahan baku dan penguraian 5 x 5 m2. Adapun desain layout pabrik dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.
38
F
A
D E
C
B
Gambar 9 Tata letak bangunan usaha
Keterangan: A : Kantor administrasi B : Ruang penyimpanan bahan baku dan penguraian sabut kelapa (kanopi) C : Ruang produksi D : Ruang penyimpanan E : Parkiran F : Musholla dan toilet : Mesin produksi : Alur produksi
Proses Produksi Proses produksi merupakan salah satu kegiatan penting karena terkait dengan proses sebuah produk dihasilkan. Dalam proses ini dilakukan penambahan nilai dari sabut kelapa yang tidak bernilai menjadi cocopeat yang bernilai jual. Proses produksi diawali dengan melakukan penyortiran, pencucian, dan perendaman sabut kelapa. Selanjutnya sabut kelapa diuraikan dengan mesin pengurai, lalu dilakukan pengayakan sabut kelapa yang telah diuraikan tersebut. Hasil pengayakan berupa serbuk sabut kelapa dan serat sabut kelapa. Serat sabut kelapa langsung dijual kepada perusahaan mitra. Sedangkan serbuk sabut kelapa dilakukan proses selanjutnya yaitu dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 12 persen. Setelah kering serbuk sabut kelapa ditimbang seberat 5 kilogram dan dipres menjadi cocopeat balok. Proses selanjutnya adalah pengecekan kualitas cocopeat sebelum akhirnya dikemas dan diberi label. Akhirnya, cocopeat balok siap dipasarkan dan didistribusikan. Proses pengolahan sabut kelapa hingga menjadi cocopeat balok yang siap dipasarkan dapat dilihat pada Gambar 10 sebagai berikut.
39
Sabut Kelapa Penyortiran, pencucian, dan perendaman (3 hari)
Zat Tanin dan kotoran
Penguraian sabut kelapa Serat langsung dijual
Pengayakan sabut kelapa Pengeringan serbuk sabut kelapa hingga kadar airnya 12 persen
Penimbangan dan pengepresan serbuk sabut menjadi balok
Pengecekan standar mutu Cocopeat Balok
Pengemasan dan pelabelan
Gambar 10 Diagram alir pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok
Tenaga Teknis Produksi Tenaga teknis dalam produksi merupakan karyawan yang melakukan proses produksi pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat mulai dari proses penyortiran bahan baku, pencucian, perendaman, pemisahan serat, pengayakan, pengeringan, pengepresan, dan pengemasan. Dalam menjalankan kegiatan tersebut maka rincian tenaga kerja yang dapat dibentuk dalam usaha tersebut seperti terdapat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8 Rincian tenaga kerja berdasar deskripsi kerja Jenis Pekerjaan
Satuan
Manajer (wirakoperasi) Administrasi dan keuangan Kepala bagian produksi Pekerja bagian produksi Sopir Kuli angkut Keamanan Total
orang orang orang orang orang orang orang
Jumlah 1 1 1 6 1 2 1 13
40
Tenaga kerja dalam usaha pengolahan cocopeat balok terdiri atas tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Tenaga kerja tetap terdiri atas tenaga di bagian manajemen perusahaan yaitu manajer, bagian administrasi keuangan, kepala bagian produksi, dan bagian keamanan. Sedangkan tenaga kerja tidak tetap terdiri atas tenaga produksi, tenaga angkutan sopir, dan kuli angkut. Tenaga kerja tetap yang diperlukan adalah manajer satu orang yang memimpin usaha dan sekaligus sebagai sosok yang memiliki jiwa wirakoperasi untuk mengatur jalannya usaha. Kemudian bagian administrasi keuangan yang mengelola administrasi, mengelola fungsi akuntansi perusahaan, mengurusi bagian marketing dengan melakukan proses promosi penjualan baik ke dalam maupun luar negeri. Kepala bagian produksi yang memimpin jalannya proses produksi barang serta menangani masalah quality control. Selain itu ada tenaga keamanan sejumlah satu orang. Selanjutnya tenaga kerja tidak tetap yaitu karyawan produksi yang melakukan pekerjaan teknis. Jumlah tenaga kerja produksi yang diperlukan sebanyak 6 orang dengan jenis pekerjaan terdiri dari bagian pembersihan bahan baku, operator mesin pengurai, operator mesin pengayak, operator mesin pengering, operator mesin pengepres, dan bagian pengemasan serta labelling. Ada pula tenaga kerja angkutan sebagai sopir sejumlah satu orang dan kuli angkut sejumlah dua orang.
Perumusan Standar Mutu Perumusan standar mutu baik input maupun output produksi sangat diperlukan dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan bernilai jual yang tinggi. Standar mutu output yang diberlakukan adalah berdasarkan standar mutu SNI 19-4791-1998 dengan SK Penetapan 102/BSN-I/HK/05/1998 yaitu sebagai berikut. a. Briket mempunyai bentuk yang kompak. b. Mempunyai ph netral yaitu berkisar 5.5 sampai 7.0. c. Daya hantar listrik maksimal 5 mhos/cm. d. Kuat tekan minimal 3 kg/cm2. e. Kadar air minimal 15 persen. f. Total nitrogen minimal 0.4 persen. Selain standar mutu SNI 19-4791-1998, cocopeat yang dihasilkan juga mengacu pada perusahaan internasional yang ada di Srilanka 4 sebagai pertimbangan memasuki pasar internasional tercantum pada Tabel 9.
4
http://www.coco-peat-company.co.uk/contactus.html (diacu tanggal 24 April 2015)
41
Tabel 9 Komponen teknis dan kimia cocopeat No
Komponen teknis dan kimia
1 2 3 4 5
E.C pH Sodium Potassium Sodium (Water Soluble) Potassium (Water Soluble) Potassium (Ex -Ws) Sodium (Ex- Ws) Chlorides Calcium Magnecium Nitrates Sulphates
6 7 8 9 10 11 12 13
High EC
Regular
< 1.5 ms 6 to 7 < 9 mmol/lit < 12 mmol/lit < 6.5 mmo/lit
< 0.5 ms 6 to 7 < 6 mmol/lt < 8 mmol/lt < 4.5 mmol/lt
Treated (RHP Grade) < 0.7 ms 6 to 7 < 3 mmol/lt < 4.5 mmol/lt < 2.5 mmol/lt
< 6.0 mmo/lit < 4.0 mmol/lt < 2.5 mmol/lt < 6.0 mmo/lit <2.5 mmol/lit < 7.0 mmo/lit <1.0 mmol/lit <1.0 mmol/lit < 7.5 mmo/lit < 6.0 mmo/lit
< 4.0 mmo/lit < 1.5 mmo/lit < 4.5 mmol/lt < 1.0 mmol/lt < 1.0 mmol/lt < 7.5 mmol/lt < 6.0 mmol/lt
< 2.0 mmol/lt < 1.0 mmol/lt < 2.5 mmol/lt < 1.0 mmol/lt < 1.0 mmol/lt < 7.5 mmo/lt < 6.0 mmol/lt
Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia
Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Aspek legal menyangkut bentuk badan usaha dan perizinan usaha. Bentuk badan usaha yang akan dibentuk adalah berupa koperasi. Pemilihan bentuk badan usaha koperasi karena proses pendiriannya yang mudah. Selain itu untuk menjalin kerja sama dengan para petani koperasi dirasa menjadi salah satu lembaga yang sesuai. Hal tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip koperasi yang bertujuan mensejahterakan anggotanya dan menumbuhkan rasa memiliki diantara semua anggota sehingga keberlangsungan usaha dapat terjaga. Dengan demikian, bentuk usaha koperasi sesuai digunakan oleh wirakop dalam mengembangkan bisnis cocopeat balok ini.
Struktur Organisasi Organisasi dalam usaha cocopeat ini dalam bentuk koperasi. Bentuk usaha koperasi dipilih karena proses pendirian koperasi yang mudah dan tidak berbelitbelit (Alma 2009). Pendirian koperasi membutuhkan anggota minimal 20 orang dan sepakat mendirikan koperasi. Akan tetapi, dalam pelaksanaan unit usaha ini tidak mendirikan koperasi yang baru melainkan bekerjasama dengan koperasi yang telah ada di Bogor. Koperasi yang telah ada di Kabupaten Bogor akan dikembangkan dengan bantuan pemerintah daerah setempat disertai seorang wirakop sebagai katalisator.
42
Tahap setelah adanya ide pembuatan usaha adalah dengan identifikasi potensi sabut kelapa. Setelah itu dilakukan inisiasi terhadap koperasi untuk membentuk unit usaha. Kemudian, koperasi melakukan sosialisasi kepada petani untuk kerja sama bahan baku sabut kelapa. Setelah kerja sama terbentuk maka dibentuklah unit usaha pengolahan sabut kelapa oleh koperasi. Seluruh proses kegiatan mulai dari proses identifikasi potensi dibantu oleh Dinas Pertanian dan BP3K setempat. Berikut ini merupakan alur pengembangan koperasi dapat dilihat pada Gambar 11.
Ide
Identifikasi
Sosialisasi
Unit usaha
Dibantu Dinas Pertanian dan BP3K setempat Gambar 11 Alur pembentukan unit usaha
Berdasarkan pembentukan badan usaha unit koperasi tersebut maka struktur organisasi dibedakan menjadi pengurus koperasi dan pengelola usaha. Struktur organisasi yang masuk dalam koperasi seperti Rapat Umum Anggota, pengurus harian, dan pengawas. Sedangkan struktur organisasi untuk unit usaha terdiri atas manajer usaha sekaligus sebagai wirakoperasi, kepala bagian produksi, bagian administrasi, keuangan, dan pemasaran. Ada pula karyawan produksi yang terdiri atas pekerja produksi, keamanan, sopir, dan kuli angkut. Dengan demikian susunan organisasi usaha dapat dilihat pada Gambar 12.
RUA (Rapat Umum Anggota) Pengurus
Manajer Usaha
Administrasi dan Keuangan
Pengawas
Wirakoperasi
Kepala Bagian Produksi
Karyawan produksi Gambar 12 Struktur organisasi bisnis cocopeat
43
Struktur organisasi tersebut dibentuk berdasarkan kebutuhan pendirian unit usaha koperasi. Manajer dibutuhkan dalam rangka membantu pengurus mengelola usaha koperasi (Alma 2009). Pekerjaan pengurus pada unit usaha hanyalah sebagai policy maker, sedangkan pekerjaan sehari-hari usaha dilakukan oleh manajer dan karyawan usaha. Karyawan usaha terdiri atas pekerja produksi, tenaga pengangkut, supir, dan petugas keamanan. Pekerja produksi mengerjakan tugas usaha meliputi pembersihan bahan baku, penguraian sabut kelapa, pengayakan serbuk sabut kelapa, pengeringan serbuk sabut kelapa, pengepresan cocopeat, dan pengemasan cocopeat balok.
Deskripsi dan Spesifikasi Kerja 1.
Rapat Umum Anggota (RUA) Deskripsi kerja: memegang kekuasaan tertinggi dalam kepengurusan koperasi. Spesifikasi kerja: a. Menentukan keputusan-keputusan besar dalam kepengurusan koperasi.
2.
Pengurus Koperasi Deskripsi kerja: mengurus organisasi koperasi beserta unit usaha yang dikelola oleh koperasi tanpa campur tangan secara langsung. a. Ketua Spesifikasi kerja ketua: Memimpin seluruh kegiatan koperasi. Memimpin RUA dan menyampaikan pertanggungjawaban kepada anggota. Mengambil keputusan terkait kelancaran kegiatan koperasi. b. Sekretaris Spesifikasi kerja sekretaris: Melakukan kegiatan korespondensi dan ketatausahaan koperasi. Melakukan pencatatan dan pendataan tentang kegiatan koperasi. c. Bendahara Spesifikasi kerja bendahara: Melakukan perencanaan anggaran belanja dan pendapatan koperasi. Melakukan transaksi keuangan dan juga pembukuan keuangan koperasi.
3.
Pengawas Koperasi Deskripsi kerja: melakukan pengawasan terhadap pengelolaan koperasi. Spesifikasi kerja: a. Mengawasi jalannya pengelolaan koperasi beserta usahanya. b. Melakukan pengecekan terhadap pencatatan koperasi. c. Membuat laporan hasil pengawasan sebagai bahan dalam RUA.
4.
Manajer Usaha (Wirakoperasi) Deskripsi kerja: mengurus kegiatan usaha yang dilakukan koperasi. Spesifikasi kerja:
44
a. Merancang kegiatan produksi, keuangan, pemasaran, dan lainnya pada kegiatan organisasi usaha dan juga melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan usaha. b. Mengurusi masalah kemitraan dengan para petani pemasok sabut kelapa. 5.
Administrasi dan Pemasaran Deskripsi kerja: melakukan pertanggungjawaban atas kegiatan administrasi dan keuangan perusahaan. Spesifikasi kerja: a. Menyusun kebutuhan usaha dan perizinan usaha. b. Mengelola keuangan usaha koperasi. c. Melakukan penyusunan laporan keuangan usaha. d. Menyusun rencana pemasaran produk.
6.
Kepala Bagian Produksi Deskripsi kerja: melakukan pertanggungjawaban terhadap seluruh kegiatan produksi perusahaan. Spesifikasi kerja: a. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penerimaan bahan baku produksi. b. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengolahan dan penyimpanan produk. c. Melakukan pengawasan standar mutu kerja karyawan dan kualitas produk.
7.
Karyawan Kerja Deskripsi kerja: melakukan kegiatan pengolahan bahan baku hingga menjadi barang jadi yang siap dipasarkan. Spesifikasi kerja: a. Melakukan proses kegiatan produksi dengan menjalankan mesin produksi. b. Melakukan kontrol terhadap mesin produksi. c. Melakukan SOP produksi barang dengan baik. d. Melakukan penyimpanan produk sehingga kualitas tetap terjaga.
Upah dan Gaji Upah dan gaji merupakan bentuk insentif yang diterima oleh karyawan usaha sebagai bentuk balas jasa atas kerja keras yang telah dilakukan. Besaran upah dan gaji tersebut berbeda-beda setiap spesifikasi kerja. Upah dan gaji karyawan tersebut berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor tahun 2015 yaitu Rp2 590 000. Besaran upah yang paling tinggi diterima oleh seorang manajer yang sekaligus berperan sebagai wirakoperasi sebesar Rp4 000 000. Selanjutnya upah untuk bagian administrasi keuangan dan kepala produksi sama yaitu sebesar Rp3 500 000. Sedangkan upah pekerja produksi dan tenaga keamanan sebesar Rp2 590 000 per orang. Selanjutnya upah bagi tenaga angkutan berupa supir dan kuli angkut dibayar harian dengan upah masing-masing Rp60 000 per hari. Apabila mereka bekerja setiap hari maka jumlah upah adalah Rp1 200 000 per bulan. Oleh
45
karena itu total biaya upah setiap bulan yaitu Rp32 730 000. Berikut ini merupakan jumlah besaran insentif masing-masing karyawan sesuai dengan spesifikasi kerja dapat dilihat pada Tabel 10. Sedangkan rincian biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 10 Upah dan gaji karyawan per bulan Jenis pekerjaan
Satuan Jumlah Biaya satuan (000)
Manajer (wirakoperasi) Administrasi dan pemasaran Kepala bagian produksi Pekerja produksi Sopir Kuli angkut Keamanan Total
orang orang orang orang orang orang orang
1 1 1 6 1 2 1 13
4 000 3 500 3 500 2 590 1 200 1 200 2 590 32 730
Rencana Kerja Sama Kooperatif
Usaha pengolahan serbuk sabut kelapa ini akan melakukan kerja sama dengan para petani kelapa yang ada di Kabupaten Bogor. Kerja sama yang dilakukan adalah terkait dengan kerja sama bahan baku. Petani sebagai pemasok sabut kelapa untuk pembuatan cocopeat. Oleh karena itu, kerja sama yang dilakukan adalah dalam bentuk kerja sama vertikal ke belakang. Kerja sama dengan petani tersebut dilakukan agar terjaminnya kontinuitas produksi. Selain untuk kepentingan perusahaan kerja sama juga dilakukan agar dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Konsep kerja sama yang dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip koperasi utamanya pada sistem bagi hasil keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Dengan demikian kerja sama yang dilakukan merupakan kerja sama kooperatif yang diikat oleh sistem keanggotaan koperasi. Konsep kerja sama yang akan dilakukan dalam koperasi ini sama dengan koperasi pada umumnya dimana terdapat ketentuan bagi hasil dari keuntungan atau Sisa Hasil Usaha (SHU) atas penjualan produk. Kesepakatan tentang pembagian SHU dilakukan dengan diskusi pihak koperasi dan petani yang tergabung dalam usaha. Selain adanya kesepakatan SHU, juga dilakukan kesepakatan tentang hak dan kewajiban anggota koperasi. Masing-masing pihak harus menjalankan hak dan kewajiban yang telah disepakati. Adapun hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut. Kewajiban anggota koperasi: 1. Mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. 2. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan usaha koperasi. 3. Membayar simpanan wajib dan simpanan pokok. 4. Memelihara dan mengembangkan kebersamaan atas asas kekeluargaan.
46
5. Mematuhi dan melaksanakan keputusan rapat anggota maupun rapat pengurus. Hak anggota koperasi: 1. Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara pada rapat anggota. 2. Memilih dan dipilih menjadi pengurus. 3. Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran dasar. 4. Mengemukakan pendapat kepada pengurus di luar rapat anggota. 5. Mendapat pelayanan yang sama di antara sesama anggota. 6. Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi berdasar ketentuan dalam anggaran dasar. Usaha yang didirikan oleh koperasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi. Melalui dampak finansial yang diterima petani berupa peningkatan nilai jual sabut kelapa dan bagi hasil usaha diharapkan kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Bagi hasil diberikan kepada petani sebagai imbalan atas kerja sama input yang dilakukan. Bagi hasil untuk petani diberikan setiap akhir tahun dengan persentase 10 persen dari keuntungan usaha. Bagi hasil tersebut akan meningkat menjadi 25 persen pada tahun keenam saat dana investor sudah kembali. Bagi hasil investor diberikan sesuai jumlah dana yang diinvestasikan pada usaha dihitung berdasarkan perbandingan dengan modal awal usaha. Bagi hasil untuk investor diberikan selama perusahaan belum mengembalikan seluruh dana investasi. Pengembalian dana investasi dilakukan selama lima tahun dengan sistem pencicilan disertai bagi hasil keuntungan setiap tahunnya sebesar 38 persen dari keuntungan usaha. Bagi hasil juga diberikan kepada wirakoperasi sebagai sosok yang memicu berdirinya usaha pengolahan cocopeat balok. Bagi hasil untuk wirakoperasi besarnya adalah 14 persen dari keuntungan usaha sampai tahun kelima. Setelah tahun kelima jumlah bagi hasilnya meningkat menjadi 25 persen dari keuntungan usaha. Keseluruhan jumlah bagi hasil tersebut merupakan hasil dari musyawarah anggota koperasi melalui Rapat Umum Anggota (RUA). Akan tetapi pada tahun pertama perusahaan belum melakukan bagi hasil dikarenakan perusahaan masih mengalami kerugian. Adapun besaran bagi hasil yang diperoleh masing-masing pihak tercantum dalam Tabel 11 berikut. Adapun rincian bagi hasil lebih lengkap terlampir dalam Lampiran 9.
Tabel 11 Bagi hasil keuntungan usaha Bagi hasil usaha Bagi hasil investor (38 %) Koperasi (38 %) (50 %) Wirakoperasi (14 %) (25 %) Petani (10 %) (25 %)
Tahun 2 (Rp000) 19 446 19 446 7 164 5 117
Tahun 6 (Rp000) 78 895 39 448 39 448
Penerapan sistem bagi hasil ini dinilai paling tepat dalam kelangsungan usaha. Hal tersebut disebabkan perusahaan dapat membayarkan sesuai keuntungan yang diperoleh. Selain itu, pihak yang terlibat akan mendapatkan jumlah bagi
47
hasil sesuai dengan usaha yang dilakukannya pada perusahaan. Sistem bagi hasil tersebut juga tidak akan merugikan perusahaan karena jika perusahaan mengalami kerugian ditanggung bersama. Pihak yang terlibat dalam usaha pengolahan sabut kelapa menjadi cocopeat balok ini adalah koperasi, wirakoperasi, petani, investor, dan juga industri pasar usaha. Koperasi akan menghimpun anggota petani yang memiliki pohon kelapa untuk memasok bahan baku sabut kelapa. Wirakoperasi akan menjalankan usaha sebagai manajer dan juga menjembatani hubungan antara petani anggota dengan unit usaha dan pasar. Wirakoperasi akan melakukan kerjasama dengan petani anggota koperasi dalam penyediaan bahan baku sabut kelapa. Wirakoperasi juga akan melakukan kerjasama dengan pasar penjualan cocopeat. Investor memberikan bantuan dana kepada unit usaha melalui wirakoperasi. Selanjutnya, pasar sebagai pihak yang menampung hasil produksi cocopeat. Berikut ini merupakan aliran informasi yang terjadi antara koperasi, wirakoperasi, petani, investor, dan juga pasar usaha dapat dilihat pada Gambar 13 berikut. sedangkan hubungan kerja sama kooperatif antara berbagai pihak tersebut yang lebih detail terdapat dalam Lampiran 10.
Koperasi bagi hasil
produk keuntungan
anggota
Petani
laporan usaha
pengawasan
sosialisasi
Pasar
kerjasama
kerjasama
informasi pasar
Wirakoperasi Investasi dana usaha
keuntungan
Investor Gambar 13 Aliran informasi antar pihak yang terlibat dalam perusahaan
Kerja sama tersebut dapat menjadikan perubahan pada petani dan wilayah pelaksanaan usaha. Adapun manfaat dan perubahan yang diterima baik oleh petani maupun wilayah usaha dari sebelum dan sesudah dilakukannya pembuatan unit usaha berbasis wirakoperasi tersedia pada Tabel 12.
48
Tabel 12 Perbedaan sebelum dan setelah adanya usaha cocopeat Uraian Harga sabut kelapa
Sebelum Rp300/kg
Penjualan cocopeat Pembuatan usaha cocopeat
Belum ada Belum ada
Sesudah Rp600/kg ditambah dengan bagi hasil bagi petani Ada dengan harga Rp15 000/balok Ada melalui unit usaha koperasi
Rencana Strategi Keuangan
Rencana Investasi Kegiatan usaha yang dilaksanakan koperasi ini terdiri atas beberapa komponen biaya. Komponen biaya tersebut salah satunya adalah biaya investasi. Semua komponen biaya investasi yang digunakan merupakan hasil dari pembelian. Komponen investasi terdiri atas bangunan, tanah, infrastruktur, dan perijinan yang mencakup surat pendirian bangunan dan izin usaha dalam proyeksi sepuluh tahun. Dana investasi awal yang akan digunakan adalah sebesar Rp533 080 000. Investasi alat terdiri atas beberapa mesin yaitu mesin pengurai, mesin pengayak, mesin pengering, dan mesin pengepres. Sedangkan furniture dan alat kantor terdiri atas meja, kursi, papan tulis, printer, komputer, air conditioner, telepon, dan sebagainya. Penyediaan dana untuk kegiatan investasi seluruhnya berasal dari investor atau dana dari luar koperasi. Investor yang dipilih dalam pengelolaan unit usaha koperasi ini merupakan investor kecil. Investor kecil merupakan investor yang d am l dar “k luarga dan t man” yang m l takkan uang dengan jumlah relatif kecil dibawah US$100 000 (Miller 2008). Berdasarkan aturan koperasi, modal yang berasal dari luar sebaiknya tidak melebihi modal dari dalam koperasi. Oleh karena itu modal yang berasal dari investor adalah 38 persen sesuai dengan jumlah kebutuhan investasi. Sedangkan untuk modal lainnya berasal dari koperasi atau dari dalam koperasi sendiri yang berasal dari hasil penjualan produk. Asumsi pembayaran untuk modal kerja digunakan sistem pending payment. Berikut ini merupakan rincian dana investasi awal perusahaan tersedia pada Tabel 13.
Tabel 13 Biaya investasi usaha No Komponen Investasi Biaya (000) 1 Alat produksi 272 614 2 Peralatan kantor 12 516 3 Komponen bangunan dan perijinan 247 950 Total biaya investasi 533 080
49
Biaya investasi yang dikeluarkan mengalami penyusutan setiap tahunnya. Biaya penyusutan untuk investasi dihitung berdasarkan harga beli, umur ekonomis, dan harga jual. Umur ekonomis untuk bangunan, mesin, dan juga kendaraan relatif lebih lama dibandingkan dengan peralatan yang lain. Penyusutan tersebut dapat dihitung dengan metode garis lurus. Adapun rincian biaya penyusutan dari investasi yang dilakukan seperti tercantum pada Tabel 14.
Tabel 14 Biaya penyusutan investasi Alat produksi Mesin produksi : a. Mesin pengurai b. Mesin pengayak c. Mesin pengepres d. Mesin pengering e. Mesin sealer Tong Timbangan Tabung gas 12 kg Sekop Kendaraan pick up Komputer Meja Kursi Printer Pemasangan telepon dan internet Telepon Air conditioner Papan tulis Lampu 24 watt Bangunan Instalasi listrik 2200 VA Instalasi air Perijinan (IMB) Surat keterangan domisili perusahaan (SKDP) Cadangan biaya perijinan Total *reinvestasi peralatan
Nilai sisa tahun ke 10 (000)
Biaya penyusutan (Rp 000) per tahun
15 15 15 15 10 1 10 10 1 10 10 10 10 10 10
24 167 2 833 20 000 10 000 (3 510)* (1 350)* -
4 833 567 4 000 2 000 60 390 150 48 150 9 900 365 113 75 118 105
215 4 000 53 500 100 000 1 650 2 500 3 500 300
10 10 1 10 15 10 10 10 10
(477)* 66 667 -
22 400 53 50 13 333 165 250 350 30
5 000
10
118 330
500 37 475
Total biaya (000)
Umur ekonomis (tahun)
72 500 8 500 60 000 30 000 599 390 1 500 475 150 99 000 3 650 1 125 750 1 178 1 045
50
Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan usaha. Biaya operasional terbagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak akan berubah jumlahnya meskipun jumlah produksinya bertambah. Adapun rincian biaya tetap ada pada Tabel 15.
Tabel 15 Biaya tetap perusahaan No
Komponen biaya
1 Tenaga kerja tetap 2 Biaya administrasi 3 Biaya jaminan mutu 4 Asuransi 5 Biaya utility 6 Biaya perlengkapan produksi Total
Jumlah biaya (000) Per bulan Per tahun 13 590 163 080 226 2 712 2 200 26 400 3 133 37 600 1 242 14 904 1 150 13 800 20 541 246 496
Biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja tetap, biaya administrasi perusahaan seperti buku administrasi, alat tulis, serta kertas dan tinta printer. Selain itu ada biaya jaminan mutu yang terdiri atas biaya pemeliharaan mesin, biaya sertifikasi, biaya pelatihan karyawan, biaya keamanan dan kebersihan. Ada pula biaya utility seperti pemakaian internet, telepon, dan listrik untuk penerangan serta peralatan elektronik seperti air conditioner, komputer, dan mesin air. Selain itu ada biaya peralatan produksi bulanan seperti penggunaan masker dan sarung tangan. Biaya tetap perusahaan cocopeat tersebut berjumlah Rp246 496 000 per tahun. Sedangkan biaya tetapnya per bulan adalah sebesar Rp20 541 000. Seluruh biaya tersebut akan tetap dibayarkan perusahaan meskipun perusahaan dalam keadaan tidak berproduksi dalam pabrik. Hal tersebut dikarenakan biaya tersebut merupakan beban kantor akibat kegiatan yang berjalan di kantor administrasi. Selain biaya tetap ada komponen biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang akan berubah seiring dengan perubahan jumlah produksinya atau harga input produksi. Komponen biaya variabel terdiri dari biaya tenaga kerja tidak tetap, biaya bahan baku, bahan bakar, biaya pengiriman, dan listrik untuk kebutuhan produksi seperti penggunaan mesin pengayak, mesin press, dan mesin sealer. Biaya bahan baku terdiri dari sabut kelapa, kemasan, dan label. Sedangkan biaya bahan bakar terdiri atas solar, bensin, dan gas LPG. Bahan bakar solar digunakan untuk pengoperasian mesin pengurai. Sedangkan bahan bakar gas LPG digunakan untuk pengoperasian mesin pengering. Bahan bakar bensin digunakan untuk kendaraan yang digunakan sebagai angkutan dalam pengambilan bahan baku dan pengiriman produk sampai ke pelabuhan. Selain bahan bakar, dalam pengiriman juga terdapat biaya lainnya yaitu biaya akomodasi dan pengurusan kegiatan perdagangan ekspor. Adapun
51
rincian biaya variabel tercantum dalam Tabel 16 berikut. Sedangkan penjelasan lebih lengkap terdapat dalam Lampiran 11.
Tabel 16 Biaya variabel perusahaan No
1 2 3 4
Biaya variabel
Bulan tahun pertama
Tenaga kerja tidak tetap Bahan baku Listrik mesin Bahan bakar dan minyak
Total
Biaya (Rp000) Bulan tahun Tahun pertama berikutnya
Tahun selanjutnya
14 117
19 140
169 402
229 680
16 610 1 185 6 818
23 070 1 646 9 470
199 325 14 221 81 821
276 840 19 752 113 640
38 731
53 326
464 769
639 912
Modal Awal Modal awal usaha terdiri atas biaya investasi awal, biaya tetap, dan biaya variabel. Modal awal tersebut yang digunakan sebagai modal dalam menjalankan usaha sejak awal didirikannya usaha pengolahan serbuk sabut kelapa. Seluruh biaya investasi diperoleh dari investor kecil. Sedangkan biaya operasional yaitu biaya tetap dan biaya variabel dibayarkan setelah proses produksi dilakukan sehingga ada penangguhan pembayaran (pending payment). Biaya operasional tersebut dibayar setelah perusahaan mendapatkan hasil pembayaran dari konsumen. Berikut ini merupakan rincian modal awal usaha tersedia pada Tabel 17.
Tabel 17 Modal awal usaha Uraian Biaya investasi Biaya tetap Biaya variabel Total
Jumlah biaya (000) 533 080 246 496 306 810 1 086 386
Penjualan Penjualan akan dilakukan dengan proyeksi selama sepuluh tahun yang terdiri atas tahun pertama, kedua, dan seterusnya. Usaha pengolahan sabut kelapa tidak hanya menghasilkan cocopeat saja, akan tetapi juga menghasilkan cocofiber sebagai produk yang selalu beriringan dengan adanya penguraian sabut kelapa. Penguraian sabut kelapa akan menghasilkan 35 persen cocofiber yang bisa
52
langsung dijual ke produsen industri pengolahan serat sabut dengan harga Rp3 100 per kilogramnya. Adapun rincian penjualan dapat dilihat pada Tabel 18 sebagai berikut.
Tabel 18 Rincian penjualan produk Penjualan a. Cocopeat balok b. Serat sabut kelapa Total inflow
Tahun ke 1 (Rp000) 329 940 183 582 513 522
Tahun ke 2 (Rp000) 702 000 390 600 1 092 600
Pada saat awal produksi penjualan cocopeat hanya sebesar 47 persen dengan jumlah 21 996 buah dengan nilai penjualan Rp329 940 000. Pada tahun kedua produksi mengalami peningkatan sebesar 53 persen dengan jumlah mencapai 46 800 balok. Harga jual per balok cocopeat adalah Rp15 000 sehingga hasil penjualan yang dicapai pada tahun kedua sebesar Rp702 000 000. Selain penjualan cocopeat balok perusahaan juga menghasilkan serat sabut kelapa yang langsung dijual kepada perusahaan mitra. Serat sabut kelapa yang dihasilkan pada tahun pertama sebesar 59 220 kg dengan nilai Rp183 582 000. Sedangkan pada tahun kedua penjualannya meningkat 53 persen menjadi 126 000 kg dengan nilai Rp390 600 000. Oleh karena itu total penjualan cocopeat balok dan serat sabut kelapa pada tahun pertama adalah sebesar Rp513 522 000 dan pada tahun kedua hingga terakhir mencapai Rp1 092 600 000.
Proyeksi Kriteria Investasi Proyeksi kriteria investasi yang diperoleh pada bisnis cocopeat balok berdasarkan laporan arus kas diperoleh bahwa investasi akan kembali dalam jangka waktu 4.1 tahun berdasarkan payback period. Nilai payback period ini relatif singkat karena perusahaan akan beroperasi dengan proyeksi selama 10 tahun. Besarnya NPV yang diperoleh adalah Rp739 431 000. Sedangkan jumlah net B/C adalah sebesar 5.2. Hal tersebut berarti bahwa setiap Rp1 yang dikeluarkan akan mendapatkan manfaat bersih sebesar Rp5.2. Nilai IRR yang diperoleh sebesar 66 persen, artinya tingkat pengembalian terhadap investasi adalah sebesar 66 persen. Adapun rincian laporan arus kas dapat dilihat pada Lampiran 12. Penyusunan laporan arus kas bulanan juga harus diperhitungkan untuk melihat kondisi perusahaan setiap bulannya. Pada tahun pertama perusahaan masih mengalami kerugian sebesar Rp151 536 000 dan pada tahun ke-2 hingga tahun ke-5 perusahaan mendapat keuntungan Rp88 057 000. Sedangkan pada tahun ke-6 hingga tahun terakhir keuntungan perusahaan mencapai Rp194 673 000. Adapun rincian arus kas bulanan pada tahun pertama tersedia dalam Lampiran 13.
53
Proyeksi Kriteria Laba Rugi Pada proyeksi laba rugi usaha pengolahan cocopeat pada tahun pertama masih mengalami kerugian sebesar Rp189 011 000. Hal tersebut dikarenakan perusahaan masih melakukan proses investasi yang besar dan juga melakukan cicilan pengembalian dana dari investor. Sedangkan pada tahun ke-2 sampai tahun ke-5 perusahaan telah memiliki keuntungan walaupun masih kecil sebesar Rp51 175 000. Sedangkan pada tahun ke-6 sampai tahun terakhir, perusahaan mulai menunjukkan keuntungan yang tinggi sebesar Rp157 791 000. Peningkatan ini terjadi saat seluruh dana dari investor telah berhasil dikembalikan. Berdasarkan hasil proyeksi tersebut produk cocopeat memiliki nilai jual yang tinggi. Adapun rincian dari laporan laba rugi tertera pada Lampiran 14. Berdasarkan rincian pada laporan laba rugi dapat disimpulkan bahwa keuntungan perusahaan dari tahun pertama hingga tahun terakhir cenderung mengalami kenaikan. Berikut ini merupakan grafik yang menunjukkan keuntungan perusahaan selama 10 tahun beroperasi tersedia pada Gambar 14.
200000 150000 100000 50000 Keuntungan
0 -50000
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Tahun
-100000 -150000 -200000 -250000
Gambar 14 Grafik pertumbuhan keuntungan perusahaan
Rencana Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan langkah dalam mengelola risiko usaha secara sistematis. Dalam menangani risiko, unit usaha Saung Kelapa akan melakukan proses perencanaan manajemen risiko. Proses manajemen risiko yang akan dilakukan berdasarkan Siahaan (2009) adalah dengan proses sebagai berikut. 1. Identifikasi risiko Berdasarkan pendekatan dengan CV Serat Kelapa risiko yang dihadapi dalam usaha pengolahan sabut kelapa menjadi serbuk sabut kelapa (cocopeat balok) dibedakan menjadi dua, yaitu:
54
a. Risiko murni Risiko murni merupakan risiko yang mungkin terjadi dan pasti menimbulkan kerugian. Berdasarkan CV Serat Kelapa risiko murni yang biasa dialami perusahaan adalah adalah sebagai berikut. Kerusakan barang akibat kebakaran, banjir, dan bencana lain. Kecelakaan karyawan akibat mesin produksi. Bahan baku yang tidak memenuhi kebutuhan. Perubahan cuaca yang dapat mengganggu proses produksi. Kesalahan pencatatan administrasi perusahaan. b. Risiko spekulasi Risiko spekulasi merupakan risiko yang terjadi dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian. Berdasarkan CV Serat Kelapa risiko spekulasi yang dapat dialami perusahaan adalah sebagai berikut. Permintaan pasar yang memenuhi standar tertentu. Perkembangan teknologi yang semakin cepat. Perubahan peraturan perundang-undangan oleh pemerintah. Penggunaan dana dari investor. Perubahan kurs valuta asing (foreign exchange risk). Perubahan harga komoditas di tingkat internasional. 2. Mengevaluasi risiko Pada tahap kedua ini perusahaan dapat mengkategorikan risiko berdasarkan frekuensi atau seringnya kerugian terjadi. Akan tetapi dalam hal ini perusahaan tidak dapat mengukur derajat risiko dengan cara yang akurat karena tidak terdapat data tentang besarnya kerugian dan kerugian maksimum yang mungkin terjadi. Berdasarkan CV Serat Kelapa evaluasi risiko yang dilakukan adalah dengan memeriksa laporan arus kas dan laba rugi perusahaan selama satu tahun terakhir setiap akhir tahun. Dengan memeriksa laporan keuangan perusahaan maka akibat dari risiko akan terlihat sehingga perusahaan akan melakukan proses perencanaan manajemen risiko untuk kedepannya. 3. Memilih tehnik manajemen risiko Berdasarkan proses analisis yang telah dilakukan, perusahaan akan melakukan pengambilan keputusan terkait penanganan risiko. Pada situasi tertentu tidak perlu dilakukan tindakan lebih lanjut. Akan tetapi, pada situasi yang lain perlu dilakukan cara canggih untuk mengatasi potensi kerugian yang terjadi. 4. Implementasi dan kaji ulang keputusan manajemen risiko. Langkah yang dilakukan berikutnya adalah dengan menangani risiko yang telah diidentifikasi. Akan tetapi manajemen risiko harus merupakan proses yang terus-menerus dan dikaji ulang secara teratur. Berikut ini merupakan proses penanganan risiko yang akan dilakukan. a. Kerusakan barang akibat kebakaran, perusahaan Saung Kelapa menyiapkan asuransi untuk produk dan bangunan. Resiko kebakaran pada usaha ini sangat tinggi. b. Kecelakaan karyawan akibat mesin produksi, perusahaan kemudian menerapkan kebijakan untuk menugaskan karyawan pada satu mesin produksi saja.
55
c. Bahan baku sabut kelapa yang tidak memenuhi kebutuhan, untuk mengatasinya perusahaan melakukan kontrol bahan baku dan juga melakukan kemitraan dengan penyedia bahan baku sabut kelapa. d. Perubahan cuaca saat musim penghujan yang dapat mengganggu proses pengeringan, untuk mengatasinya perusahaan menggunakan mesin pengeringan. e. Kesalahan pencatatan administrasi perusahaan, perusahaan telah menerapkan pencatatan yang terstruktur sewaktu barang masuk dan barang keluar dengan pelaporan langsung ketika transaksi terjadi. f. Permintaan pasar yang memenuhi standar tertentu, perusahaan CV Serat Kelapa telah melakukan mitra dengan PT Meiwa Indonesia untuk memasarkan produknya. Sedangkan perusahaan Saung Kelapa nantinya juga akan bermitra dengan perusahaan pemasaran. g. Perkembangan teknologi yang semakin cepat, dalam menghadapi perkembangan teknologi perusahaan kini lebih menggunakan teknologi pengolahan secara modern dengan bantuan mesin produksi yang didesain lebih canggih. h. Penggunaan dana dari investor, perusahaan dapat mengembangkan usaha dari dana luar tetapi dana luar tersebut juga memiliki risiko dengan pengembalian yang besar. i. Perubahan kurs valuta asing (foreign exchange risk), pada perdagangan antar negara pengaruh perubahan kurs valuta asing sangat besar. Jika nilai tukar tinggi maka perusahaan juga akan mendapat keuntungan yang tinggi pula. Akan tetapi perusahaan bisa menderita kerugian apabila nilai tukar terlalu rendah. Hal tersebut tentunya berhubungan langsung dengan harga produk.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Usaha pengolahan cocopeat balok dari sabut kelapa terbukti dapat memberikan keuntungan bagi petani dengan meningkatnya harga jual sabut kelapa dari Rp300 menjadi Rp600 ditambah bagi hasil dengan nilai penjualan mencapai Rp702 000 000. Keuntungan perusahaan juga dapat terlihat dengan hasil nilai NPV yang cukup tinggi mencapai Rp739 431 000 dengan modal awal sebesar Rp1 086 386 000. Usaha pengolahan serbuk sabut kelapa menjadi cocopeat dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi petani, tetapi juga koperasi, investor, dan wirakoperasi. Pengelolaan usaha pembuatan cocopeat balok dengan pendekatan wirakoperasi terbukti dapat meningkatkan penghasilan petani. Adanya pendekatan wirakoperasi dapat menjembatani petani dengan unit usaha dalam penyediaan bahan baku dan juga menjembatani petani dengan pasar untuk memasok kebutuhan cocopeat.
56
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. 1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai analisis industri, analisis pesaing, dan juga tentang kegiatan ekspor dan impor produk cocopeat Indonesia. 2. Perlu pengkajian lebih mendalam mengenai proyeksi keuangan dan kegiatan operasional perusahaan. 3. Perlu pendalaman terkait dengan aspek manajemen resiko usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z, Edy S, Endy Y. 2005. Pemanfaatan Debu Buangan Hasil Pengolahan Sabut Kelapa sebagai Bahan Pengisi pada Pembuatan Produk Kerajinan Plastik. [Pengabdian Masyarakat]. Semarang (ID): UNDIP. Adiyati NM. 1999. Kajian Komposisi dan Finansial pada Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa sebagai Media Tanam Lempengan. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Alma, B. 2009. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Jakarta: Safa Printing. Baga LM. 2011. Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis. Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis. Bogor (ID): IPB. Baga LM, Rahmat Y, Feryanto WK, Khairul A. 2009. Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis. Bogor (ID): IPB. [BBPPTP Medan]. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan. 2013. Budidaya Tanaman Kelapa. [Internet]. [diunduh pada 14 April 2015]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-198budidaya-tanaman-kelapa.html. [BKPM]. Balai Koordinasi Penanaman Modal. 2009. Prospek Menguntungkan Investasi Budi daya Komoditi Kelapa. [Internet]. [diunduh pada 15 Mei 2014]. Tersedia pada: http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/userfiles/daerah/ 6405/attachment/Kelapa.pdf. [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Areal Perkebunan Rakyat menurut Jenis Tanaman. 2012. Produksi Perkebunan Rakyat menurut Jenis Tanaman (ribu ton). 2012. Negara Pengekspor dan Pengimpor Sabut Kelapa Indonesia 2012 [BPS Kab Bogor]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Produksi Kelapa Kabupaten Bogor Tahun 2012. [BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 1998. Briket Serbuk Sabut Kelapa. [DEKINDO]. Dewan Kelapa Indonesia. Diagram Pohon. [Internet]. [diunduh pada 9 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.dekindo.com/content/ potensi/tanaman/diagram_ pohon.pdf
57
[DGE]. Directorate General of Estate 2013. Produktivitas Kelapa menurut Provinsi di Indonesia. [Internet]. [diunduh pada 30 April 2014]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/infoeksekutif/bun/IP%20ASEM%20BUN%202013 /Prodtv-Kelapa.pdf. [DPED]. Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah. 2013. Tabel Potensi Perkebunan. [Internet]. [diunduh pada 9 Mei 2014]. Tersedia pada: http://navperencanaan.com/appe/potensiperkebunan/index?prov_code=jabar. [FAOSTAT]. Food and Agricultural Organisation Statistic. 2012. Produksi Kelapa Berdasarkan Negara Tahun 2012. Firdaus M. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: PT Bumi Aksara. Foale M. 2003. The Coconut Odyssey the Bounteus Possibilities of the Tree of Life. Canberra: Australian Centre for International Agricultural Research. Hadiguna RA. 2009. Manajemen Pabrik Pendekatan Sistem untuk Efisiensi dan Efektivitas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hasriani, Dedi KK, Andi S. 2013. Kajian Serbuk Sabut Kelapa (cocopeat) sebagai Media Tanam. [Jurnal]. Bogor (ID): IPB. [KEMENTAN]. Kementrian Pertanian. 2013. Ekspor Kelapa per Negara Tujuan. [KEMENDAG]. Direktorat Ekspor Tanhut Kementerian Perdagangan. 2014. Ekspor Produk Turunan Kelapa Indonesia ke Berbagai Negara 2008-2013. [KEMENDAG]. Kementrian Perdagangan. 2012. Kerja sama Bisnis Italia Lirik Potensi Sabut Kelapa di Indonesia. [Internet]. [diunduh pada 12 Juni 2014]. Tersedia pada: http://www.kemendag.go.id/id/news/2012/12/26/kerjasamabisnis-italia-lirik-potensi-sabut-kelapa-indonesia. Khotimah H. 2008. Pengembangan Usaha Cocopeat sebagai Alternatif Medium Tanam dalam Skala Usaha Kecil. [PKMK]. Bogor (ID): IPB. Malingkay RB, Yulianus RM. 2007. Debu Sabut Kelapa dan Perannya dalam Penyediaan Unsur Hara. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Mankiw NG. 2007. Macroeconomics. Worth Publishers: United Stated. Miller M. 2008. Alpha Teach Yourself: Business Plans dalam 24 Jam. Jakarta : Prenada Media Group. Muslich M. 2007. Manajemen Risiko Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nurmalina R, Tintin S, Arif K. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Butt Design and Printing. Putra WF. 2011. Peluang Bisnis Industri Serat Sabut Kelapa. Yogyakarta (ID): STMIK AMIKOM. Setiadi A. 2001. Kajian Teknologi dan Finansial Proses Pengolahan Sabut Kelapa di Mitra PT. Sukaraja Putra Sejati Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Siahaan H. 2009. Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokrasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Suryana A. 2006. Revitalisasi Perkelapaan melalui Pengembangan Produk Kesehatan dan Energi Alternatif. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI.
58
LAMPIRAN
Lampiran 1 Produksi kelapa Kabupaten Bogor tahun 2012 Kecamatan
Kelapa Luas (Ha)
Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Kalapa nunggal Gunung putrid Citerep Cibinong Bojong gede Tajur haling Kemang Ranca bungur Parung Ciseeng Gunung sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjolaya Parung panjang Total Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2012)
270.25 466.56 335.82 332.1 463.41 485.76 125.61 117.87 192.88 176.54 210.83 48.29 18.91 9.36 203.01 222.18 113.15 130.28 120.75 119.82 74.52 43.38 169.73 367.95 61.87 90.41 48.83 65.08 291.58 63.07 134.5 51.27 50.83 78.27 404.1 157.64 67.42 52.64 70.11 220.03 6726.61
Produksi (Ton) 667.19 1059.68 724.75 777.78 983.03 1167.88 310.69 291 498.34 463.82 536.88 129.8 38.56 19.91 501.21 497.2 279.35 322.03 299.07 295.85 183.98 95.4 546.05 923.22 154.31 233.21 120.15 160.68 697.24 131.01 342.77 126.57 125.5 193.24 997.65 415.94 164.78 304.84 136.05 506.19 16208.4
59
Lampiran 2 Jadwal produksi usaha tahun pertama Kegiatan (bulan) Persiapan pencarian partner pasar persiapan pencarian petani dan investor persiapan pendirian usaha dan perijinan persiapan lahan, bangunan, dan mesin persiapan or karyawan persiapan bahan baku Produksi (ton)
1
2
3
4
5
6
7
19.5 65%
8
30 100%
9
30 100%
10
11
12
30 100%
30 100%
30 100%
Total
169.5 47%
Lampiran 3 Asumsi dasar pembentukan perencanaan bisnis cocopeat No 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Asumsi Umur proyek dilakukan selama 10 tahun. Harga-harga yang digunakan adalah harga di bulan Maret 2015 dan berdasarkan pendekatan dengan CV Serat Kelapa. Tahun ke 1 merupakan tahun pembangunan proyek, sehingga proses produksi dimulai pada bulan ke-7. Seluruh dana awal berasal dari investor dengan jangka waktu pengembalian selama 5 tahun dengan sistem bagi hasil. Jumlah hari kerja adalah 5 hari kerja dengan waktu kerja 8 jam sedangkan dalam satu bulan ada 4 minggu. Penetapan gaji berdasarkan pada UMR Kabupaten Bogor tahun 2015. Seluruh bahan baku sabut kelapa diperoleh dari petani kelapa yang ada di Bogor barat yang menjadi anggota koperasi. Jumlah input yang digunakan sebanyak 1.5 ton per hari sehingga dalam satu tahun jumlah input yangdiperlukan sebesar 360 ton . Dalam pengolahan sabut kelapa dihasilkan 65 % cocopeat dan 35 % cocofiber. Kapasitas produksi tahun pertama 47 % karena ada persiapan pendirian usaha. Semua produk yang dihasilkan terjual habis. Cocofiber sebagai hasil sampingan langsung dijual kepada produsen mitra dengan harga 3 100/kg berdasar harga yang berlaku di pasaran. Harga cocopeat yang digunakan 3 000/kg sesuai dengan harga internasional. Harga cocopeat sebesar 15 000/kemasan 5 kilogram. Kemasan yang digunakan adalah plastik yang berukuran 30 x 30 x 20 cm. Proses ekspor cocopeat dilakukan dengan metode FOB (Free on Board). Discount rate yang digunakan sebesar 7.5 persen. Pajak perusahaan 1 % berdasarkan Peraturan Pemerintah No 46 tahun 2013. Tarif pajak ekspor sesuai ketetapan Kementerian Perdagangan sebesar 0 %. Dalam satu hari bensin angkutan sebanyak 15 liter dengan harga 6 900/liter. Bahan bakar solar untuk mesin cetak dan pengurai sebanyak 15 liter per hari dan gas LPG 12 kg digunakan untuk mesin pengering sebanyak 2 tabung. Luas area pabrik 200 m2 yang terdiri atas gedung kantor, lokasi produksi, musholla, toilet, dan tempat parkir.
60
Lampiran 4 Asumsi biaya investasi Lahan Bangunan
Mesin produksi: a. Mesin pengurai b. Mesin pengayak c. Mesin pengepres d. Mesin pengering e. Mesin sealer Kendaraan pick up
Lahan yang digunakan adalah lahan di daerah belakang dengan harga per meter Rp200 000 dengan luas 200 m2. Bangunan yang akan dibangun terdiri dari tiga bagian yaitu kantor dengan luas 25 m2, kanopi untuk bahan baku dan penguraian 25 m2, dan tempat produksi seluas 100 m2 dengan total biaya Rp160 000 000. Mesin yang digunakan Fuso D15/D16 dengan kapasitas 1.5 ton/hari dengan jam operasi 8 jam/hari. Mesin yang digunakan EM 1 Hp 220 V 1 Ph yang akan beroperasi selama 8 jam/hari. Mesin yang digunakan Diesel Engine 8 Hp dengan dimensi cetakan 30 x 30 x 20 yang akan beroperasi 8 jam/hari. Mesin digerakkan dengan daya 1 200 watt/220 volt dengan bahan bakar gas LPG dengan kapasitas 100 kg/30 menit yang akan beroperasi selama 8 jam. Mesin sealer yang digunakan mesin sealer plastik dengan daya 900 watt. Kendaraan 1 unit dengan muatan 1 ton sehingga cukup untuk mengantarkan barang ke pelabuhan terdekat.
Lampiran 5 Asumsi biaya tetap perusahaan Listrik Mesin 1 hp = 745.7 watt, maka mesin pengayak membutuhkan pengayak listrik 0.7457 kwatt x Rp 1 352/ kwatt per jamnya. Mesin press 8 hp = 5965.6 watt, maka membutuhkan listrik 5.9656 kwatt x Rp 1 352/kwatt per jamnya. Mesin sealer 900 watt = 0.9 kwatt, makan perlu listrik 0.9 kwatt x Rp1 352/kwatt per jamnya. Pompa air 250 watt = 0.25 kwatt, maka perlu listrik 0.25 kwatt x Rp1 352/kwatt per jamnya. Komputer 22 watt = 0.022 kwatt, maka perlu listrik 0.022 kwatt x Rp1 352/kwatt per jam. Printer 20 watt = 0.02 kwatt, maka perlu listrik 0.02 kwatt x Rp1 352/kwatt per jam. Lampu 24 watt = 0.24 kwatt, maka perlu listrik 0.24 kwatt x Rp1 352/kwatt per jam. Tenaga Kerja Manajer Diasumsikan bahwa manajer juga sebagai wirakoperasi, dengan gaji dianggap tetap selama 10 tahun. Administrasi Diasumsikan bagian administrasi merupakan bagian dan keuangan keuangan dan juga pemasaran. Kepala bagian Diasumsikan kepala produksi juga menangani masalah produksi quality control.
61
Lampiran 6 Asumsi biaya variabel perusahaan Sabut kelapa Solar Bensin Tenaga kerja produksi Tenaga kerja angkutan
Serbuk sabut kelapa dihasilkan sebesar 65 persen dari sabut kelapa dan harga sabut kelapa Rp600 dianggap tetap sampai 10 tahun. Harga solar Rp6 800/liter sesuai bulan Maret 2015 dan dianggap tetap sampai 10 tahun. Harga bensin Rp6 900/liter sesuai bulan Maret 2015 dan dianggap tetap sampai 10 tahun. Tenaga kerja dibagi menjadi beberapa aktivitas yaitu penguraian, pengayakan, pengeringan, pengepresan, serta pengemasan. Sopir dan kuli angkut pengangkutan barang.
bekerjasama
untuk
melakukan
Lampiran 7 Bahan baku pembuatan cocopeat balok per tahun Input
Jumlah
Sabut kelapa Bensin Kemasan Label Solar LPG 12 kg Total
Satuan
Harga satuan
360 Ton 3 600 46 800 46 800 3600 480
Satuan
Jumlah biaya (000)
600 per kg
Liter Lembar Lembar Liter Tabung
6 900 1 000 1 000 6 800 134 000
216 000
per liter per lembar per lembar per liter per tabung
24 840 46 800 46 800 23 400 64 320 287 640
Lampiran 8 Rincian biaya tenaga kerja usaha pembuatan cocopeat balok Jenis pekerjaan
Satuan
Jumlah
Biaya satuan (000)
Biaya per bulan (000)
Biaya per tahun (000)
Manajer (wirakoperasi) Administrasi dan keuangan Kepala bagian produksi Pekerja produksi Sopir Kuli angkut Petugas keamanan Total
Orang
1
4 000
4 000
48 000
Orang
1
3 500
3 500
42 000
Orang
1
3 500
3 500
42 000
Orang Orang Orang Orang
6 1 2 1
2 590 1 200 1 200 2 590
15 540 1 200 1 200 2 590
186 480 14 400 28 800 31 080
13
18 580
32 730
392 760
62
Bagi hasil keuntungan Bagi hasil investor (38%) Saldo koperasi (38%) (50%) Wirakoperasi (14%) (25%) Petani (10%) (25%)
Tahun 1
62
Lampiran 9 Bagi hasil keuntungan usaha pembuatan cocopeat balok (dalam Rp 000) Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 19 446 19 446 19 446 19 446
Tahun 7
Tahun 8 Tahun 9
Tahun 10
19 446
19 446
19 446
19 446
78 895
78 895
78 895
78 895
78 895
7 164
7 164
7 164
7 164
39 448
39 448
39 448
39 448
39 448
5 117
5 117
5 117
5 117
39 448
39 448
39 448
39 448
39 448
63
Lampiran 10 Rincian biaya investasi perusahaan Komponen biaya
Luas
Satuan
Biaya (000) Harga per satuan
Lahan Bangunan Instalasi listrik 2200 VA Lampu 24 watt Instalasi air Perizinan (IMB) Cadangan biaya perizinan Surat keterangan domisili Mesin produksi Mesin pengurai Mesin pengayak Mesin press Mesin pengering Mesin sealer Tong Timbangan Tabung gas 12 kg Peralatan kantor Komputer Meja Kursi Printer Pemasangan telepon dan internet Telepon Air conditioner Papan tulis Sekop Kendaraan pick up bekas 2014 Total
Jumlah biaya
200 2 1 10 1 1 1 1
M2 Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah
200 100 000 1 650 50 2 500 3 500 5 000 300
40 000 200 000 1 650 500 2 500 3 500 5 000 300
1 1 1 1 1 3 1 1
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah
72 500 8 500 60 000 30 000 599 130 1 000 475
72 500 8 500 60 000 30 000 599 390 1 000 475
1 3 4 1 1
Buah Buah Buah Buah Buah
3 650 375 150 1 178 1 045
3 650 750 600 1 178 1 045
1 1 1 1 1
Buah Buah Buah Buah Buah
215 4 000 53 75 99 000
215 4 000 53 75 99 000
391 145
533 080
64
Lampiran 11 Matriks hubungan kerja sama kooperatif Petani Petani
Wirakoperasi
Koperasi
Industri
Penggerak petani dalam penyediaan bahan baku dengan mengadakan pelatihan pengawasan dan pengontrolan Pengolahan bahan baku
Penentu harga dan standar mutu produk serta pasar
Wirakoperasi Mitra kerja dengan berlandaskan kepercayaan
Penyedia sarana cooperative entrepreneur dalam bekerja Kerja sama bisnis dan kepercayaan terhadap produk
Koperasi Sebagai pemasok bahan baku
Industri
Sebagai tenaga ahli yang mengatur jalannya program
Pembuka pasar akan produk ke industri
Menyuplai kebutuhan industri Sebagai mitra usaha penjualan produk
65
Lampiran 12 Laporan arus kas perusahaan (dalam Rp 000) Uraian komponen
Inflow 1. Penjualan a. Cocopeat balok b. Serat sabut kelapa 2. Investor 3. Nilai sisa Total inflow Outflow 1. Biaya investasi Total biaya investasi 2. Biaya operasional biaya tetap biaya variabel Total biaya operasional Biaya nonoperasional Cicilan pinjaman investor Total biaya nonoperasional 5. Pajak (1%) Total outflow Net benefit Discount factor 7.5 % PV/ tahun PV benefit/ tahun PV cost / tahun PV (+) PV (-) NPV Net B/C IRR Rata-rata penerimaan bersih Payback period (pp)
Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
329 940 183 582 533 080
702 000 390 600
702 000 390 600
702 000 390 600
702 000 390 600
1 046 602
1 092 600
1 092 600
1 092 600
533 080 533 080
593 593
593 593
246 496 306 810 553 306
246 496 639 912 886 408
106 616 106 616 5 135 1 198 138 (151 536) 0.93 (140 963) 973 583 1 114 547 739 431 (140 963) 739 431 5.2 66% 73 943 4.1
106 616 106 616 10 926 1 004 543 88 057 0.87 76 199 945 462 869 264
9
10
702 000 390 600
702 000 390 600
702 000 390 600
702 000 390 600
702 000 390 600
1 092 600
1 092 600
1 092 600
1 092 600
1 092 600
118 330 1 210 930
593 593
593 593
593 593
593 593
593 593
593 593
593 593
246 496 639 912 886 408
246 496 639 912 886 408
246 496 639 912 886 408
246 496 639 912 886 408
246 496 639 912 886 408
246 496 639 912 886 408
246 496 639 912 886 408
246 496 639 912 886 408
106 616 106 616 10 926 1 004 543 88 057 0.80 70 882 879 500 808 618
106 616 106 616 10 926 1 004 543 88 057 0.75 65 937 818 139 752 202
106 616 106 616 10 926 1 004 543 88 057 0.70 61 337 761 060 699 723
10 926 897 927 194 673 0.65 126 141 707 963 581 822
10 926 897 927 194 673 0.60 117 340 658 570 541 230
10 926 897 927 194 673 0.56 109 154 612 623 503 470
10 926 897 927 194 673 0.52 101 538 569 882 468 344
10 926 897 927 313 003 0.49 151 867 587 536 435 669
129 239 tahun
65
66
66
Lampiran 13 Arus kas bulanan pada tahun pertama (dalam Rp 000) Uraian komponen
Bulan 1
Inflow 1. Penjualan a. Cocopeat balok b. Serat sabut kelapa 2. Investor 3. Nilai sisa Total inflow Outflow 1. Biaya investasi Total biaya investasi 2. Biaya operasional biaya tetap biaya variabel Total biaya operasional 3. Cicilan pinjaman Total biaya nonoperasional 5. Pajak (1%) Total outflow Net benefit
2
3
4
5
6
7
8
9
48 486 26 984
69 378 38 606
-
75 470
-
49 299 44 606 93 905 21 323 21 323 1 027 116 255 (40 786)
10
11
12
69 378 38 606
69 378 38 606
69 378 38 606
107 984
107 984
107 984
107 984
49 299 64 223 113 522 21 323 21 323 1 027 135 873 (27 888)
49 299 64 223 113 522 21 323 21 323 1 027 135 873 (27 888)
49 299 64 223 113 522 21 323 21 323 1 027 135 873 (27 888)
49 299 64 223 113 522 21 323 21 323 1 027 135 873 (27 888)
533 080 533 080
-
-
533 080 533 080
533 080 -
-
-
-
-
-
67
Lampiran 14 Laporan laba rugi perusahaan (dalam Rp 000) Uraian komponen Penerimaan 1. Penjualan a. Cocopeat balok b. Serat sabut kelapa Total inflow Outflow 1. Biaya operasional Biaya tetap Biaya variabel 2. Biaya penyusutan Total biaya operasional Laba kotor Cicilan investor Biaya nonoperasional Laba sebelum pajak Pajak penghasilan (1%) Laba bersih (EAT)
Tahun 1
2
3
4
329 940 183 582 513 522
702 000 390 600 1 092 600
702 000 390 600 1 092 600
702 000 390 600 1 092 600
246 496 306 810 37 475 590 782 (77 260) 106 616 106 616 (183 876) 5 135 (189 011)
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717 106 616 106 616 62 101 10 926 51 175
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717 106 616 106 616 62 101 10 926 51 175
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717 106 616 106 616 62 101 10 926 51 175
5
6
7
702 000 702 000 702 000 390 600 390 600 390 600 1 092 600 1 092 600 1 092 600
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717 106 616 106 616 62 101 10 926 51 175
8
9
10
702 000 702 000 702 000 390 600 390 600 390 600 1 092 600 1 092 600 1 092 600
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717
246 496 639 912 37 475 923 883 168 717
168 717 10 926 157 791
168 717 10 926 157 791
168 717 10 926 157 791
168 717 10 926 157 791
168 717 10 926 157 791
67
68
Lampiran 15 Dokumentasi penelitian di perusahaan CV Serat Kelapa
Penguraian sabut kelapa
Pengeringan serat sabut kelapa
Serat sabut kelapa siap dipasarkan
69
Pengayakan serbuk sabut kelapa
Pengumpulan serbuk sabut kelapa
Serbuk sabut (cocopeat) biasa dipasarkan
70
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 28 Agustus 1992. Penulis adalah putri dari Bapak Mislan dan Ibu Samatun dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara dengan kakak bernama Hariyadi. Riwayat pendidikan penulis pada tahun 2008 hingga tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 3 Ponorogo. Tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 3 Ponorogo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan IPB dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan intra kampus meliputi Club Ilmiah Asrama, Pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ponorogo, Pengurus dari Forum for Student Scientist (FORCES), serta pengurus Paguyuban Bidik Misi IPB tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah mengikuti berbagai perlombaan baik karya tulis maupun yang lainnya. Penghargaan yang pernah diperoleh ialah Finalis lomba I Food Day (Daily Food Processing Competition) pada tahun 2012 dan PKM di danai DIKTI yang berjudul Perbanyakan Tanaman Obat Buah Merah (Pandana Conoideus Lamk.) Asal Papua Secara Kultur In-vitro Sebagai Upaya Pelestarian Plasma Nutfah bersama team pada tahun 2014.