RELASI SIPIL-MILITER BRASIL PADA PEMERINTAHAN PRESIDEN LUIZ INACIO DA SILVA (2002-2009) Oleh: Ratno Pajar Pariyuda, Drs. Nur Iman Subono, M.Hum.
Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai relasi sipil-militer di Brasil pada masa pemerintahan Presiden Luiz Inacio da Silva (2002-2009) berdasarkan pada landasan argumen teori yang dikembangkan oleh Alfred Stepan yakni tentang Teori Hak Istimewa Militer. Kajian utama yang dijadikan pembahasan di dalam skripsi ini adalah mengenai Strategi Kebijakan Nasional Brasil tahun 2008, dinamika relasi Kementerian Pertahanan Brasil dengan militer, dan faksionalisasi militer Brasil pada masa Presiden Luiz Inacio da Silva. Ketiga hal tersebut merupakan refleksi dari relasi sipil-militer Brasil pada masa pemerintahan Presiden Lula (2002-2009). Abstract The focus of this study is to explain about Brazil civil-military relations under the authority of President Luiz Inacio da Silva (2002-2009), and based on with basic theory of Alfred Stepan that is Military Privilege Right Theory. The point of this problems are to know about National Strategy of Defence 2008, dynamic relations on Brazil Ministry of Defence with military, and factionalisation of Brasil Military under the authority of Presiden Luiz Inacio da Silva’s era. They reflected from Brazil civil-military relations under Presiden Luiz Inacio da Silva (20022009). Key Words: Civil-military relations; military; Brazil; Luiz Inacio da Silva.
Pendahuluan Kajian mengenai relasi atau hubungan sipil dengan militer telah menjadi banyak tema sentral dalam proses perkembangan demokrasi di seluruh dunia. Pada ketika militer berkuasa diikuti pula oleh kemajuan proyek ekonomi dan sebagian politik. Sehingga muncul anggapan bahwa otoritarianisme merupakan pilar yang dianggap kuat dan kokoh untuk stabilitas politik, 1 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
2
dan pembangunan ekonomi yang bercorak kapitalistik, dan proyek ekonomi ini dianggap berhasil dan bahkan menjadi model pembangunan di beberapa negara seperti di Brazil.1 Akhir dekade 1970-an, terutama dekade 1990-an, perubahan yang terjadi begitu cepat. Perkembangan dan penyebaran demokrasi pada dekade 1990-an menjadi bagian dari perubahan di seluruh dunia, termasuk Amerika Latin. Perkembangan tersebut jelas memberikan perubahan dan tuntutan sekaligus terhadap peran militer. Pada akhir dekade 1970-an, internal militer Brasil berinisiatif melakukan liberalisasi politik (Abertura, atau dalam tata bahasa diartikan sebagai Pembukaan [Politik]) di Brasil pada masa kekuasaan Jenderal Ernesto Geisel. Abertura ini dilakukan dalam upaya militer merespon tekanan dari kalangan sipil dan konflik yang terjadi di dalam tubuh militer. Perpecahan dalam internal militer sebagai penguasa antara golongan militer ‘garis keras’ (linhas duros) yang menginginkan militer tetap memegang kendali dan militer ‘garis lunak’ atau ‘garis moderat’ (blandos) menyebabkan militer sedikit membuka diri terhadap kemungkinan liberalisasi politik ini, sebagai kompensasi munculnya gerakan perlawanan secara pasif maupun aktif dari para pendukungnya sendiri.2 Peran militer di Brasil sebagai Poder Moderador (sebagai ‘pembangun bangsa’ atau sebagai ‘kekuatan penengah’), membuat mereka enggan untuk menjauh secara langsung dari tampuk kekuasaan. Namun melihat kondisi ekonomi yang menurun, militer secara sadar berusaha mendekati masyarakat sipil, agar tidak menimbulkan gejolak politik di masyarakat juga untuk menghindarkan diri dari konflik terbuka dengan kalangan garis keras dalam tubuh militer. Tahun 2002 Luiz Inacio da Silva terpilih sebagai presiden Brasil dari Partai Buruh (PT). Presiden Lula membuat kebijakan ekonomi yang berpijak pada dua sisi, yakni kebijakan ekonomi kerakyatan dan populis serta bantuan IMF (International Monetary Fund) tetap diterima dan dijalankan seperti privatisasi dan pemberian insentif pajak terhadap investor asing.3 Pada saat itu Presiden Lula membuat kebijakan ekonomi pro-rakyat seperti Fome Zero/ Zero Hunger untuk memberi subsidi makanan dan nutrisi, dan Bolsa Familia/ Family Grant dengan memberdayakan keluarga-keluarga miskin melalui subsidi untuk keluarga di
1
France Hagopian, Traditional Politics and Regime Change in Brazil, (United States of America: Cambridge University Press, 1996), hlm.2
2
Thomas E. Skidmore dan Peter H. Smith (Ed.), Modern Latin America (5th ed.), (New York: Oxford University Press, 2001), hlm.79-81
3
James Petras, Brazil and Lula: Year Zero, yang diakses dari http//www.rebelion.org/ pada tanggal 15 Juli 2010, hlm.10-11 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
3
Brasil dianggap cukup berhasil. Pertumbuhan GDP Brasil menyentuh di level 5,2% pada tahun pertama ketika Presiden Lula berkuasa dan dianggap cukup tinggi. Selain pertumbuhan ekonomi, Brasil pada masa Presiden Lula juga berperan dalam banyak aktivitas di level global. Di dalam skripsi ini penulis akan mencoba mengelaborasi beberapa hal terkait relasi sipil-militer Brasil pada masa Presiden Lula terutama dikaitkan dalam isu kebijakan Strategi Pertahanan dan Keamanan Nasional yang dikeluarkan oleh Presiden Lula pada tahun 2008 dan dinamika dari proses tarik-menarik kepentingan di dalam Kementerian Pertahanan Brasil, serta faksionalisasi militer Brasil. Dalam upaya membatasi dan merumuskan permasalahan, penulis akan mencoba melihat relasi sipil dan militer di Brasil pada tahun 2002-2009 berdasarkan pada penjelasan dari Alfred Stepan mengenai pola hubungan sipil-militer dalam derajat dimensi kontestasi (kesertaan) militer sebagai lembaga dan Hak-hak Istimewa Militer. Formulasi permasalahan yang akan diangkat adalah posisi militer di Brasil dalam relasinya dengan sipil pada masa pemerintahan Presiden Lula tahun 2002-2009. Kemudian pertanyaan permasalahan yang diajukan adalah, bagaimanakah hubungan sipil dan militer militer yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Lula tahun 2002-2009 di Brasil? Di dalam penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mencari jawaban mengenai hubungan sipil dan militer pada pemerintahan Presiden Lula di Brasil terutama dalam Kebijakan Pertahanan dan Keamanan Nasional dan dinamika relasi sipil-militer di dalam Kementerian Pertahanan terhadap konteks hak istimewa militer, serta faksionalisasi militer masa pemerintahan Presiden Lula. Selain itu, signifikansinya penulisan ini berupaya memberikan penjelasan mengenai hubungan sipil dan militer dalam pemerintahan Presiden Lula dan diharapkan bisa menjadi bahan studi pembanding mengenai kajian militer yang terjadi di Brasil. Mengingat bahwa penelitian menjelaskan perkembangan kontemporer dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama yakni tahun 2002-2009.
Tinjauan Teoritis Dalam relasi sipil dan militer yang terjadi di Brasil, ada tiga hal penting yang menjadi perhatian penulis, dan menjadi acuan terhadap relasi sipil-militer di Brasil pada masa Presiden Lula, yakni konsepsi militerisasi (military build-up dan military build-in), intervensi, dan kontrol sipil terhadap militer yang nantinya akan mengarah kepada dinamika relasi sipil Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
4
dengan militer di Brasil, terutama paska-runtuhnya kekuasaan militer di tahun 1985 dan lebih mendalam di masa pemerintahan Presiden Lula.4 Dalam konteks kontrol sipil terhadap militer, Samuel Huntington menjelaskan kondisi ini dalam konsepsi Kontrol Sipil Subjektif dan Kontrol Sipil Objektif, dimana keduanya memperlihatkan fakta kontras dalam realitas relasi sipil dan militer.5 Tujuan dari Kontrol Sipil Subjektif memaksimalkan kekuasaan sipil dalam hubungannya dengan militer. Mereka menggunakan militer sebagai bagian dari kepentingan kelompok tertentu. Kontrol Sipil Subjektif ini dimungkinkan dilakukan di tengah ketidakhadiran korps perwira profesional.6 Sementara tujuan dari Kontrol Sipil Objektif adalah memaksimalkan profesionalisme militer. Militer steril dan netral dari politik. Sehingga peran dari militer bukan melayani kepentingan kelompok sipil, namun menjaga kedaulatan negara dan bangsa dari ancaman tradisional seperti perang dan aneksasi wilayah. Selain itu, dalam pembahasan ini akan menjelaskan mengenai hak-hak yang dimiliki militer. Penulis sendiri beranggapan bahwa teori Hak Istimewa Militer ini bisa dijadikan dasar argumen karena melihat bahwa militer mempunyai sejarah dan tradisi berkuasa dalam pemerintahan Brasil. Sehingga penelaahan terhadap hak yang dimiliki militer pada masa kontemporer sekarang patut untuk dikaji. Hak Istimewa Militer yang dicetuskan Alfred Stepan ini bertujuan untuk memetakan pola hubungan sipil-militer dengan memperhatikan derajat dimensi kontestasi (kesertaan) militer sebagai lembaga dan hak-hak istimewa militer.7 Hak istimewa dan kontestasi ini bisa dibedakan berdasarkan tingkatannya menjadi tiga yakni hak istimewa tingkat “rendah”, “moderat”, dan “tinggi”. 11 Hak Istimewa Militer sebagai lembaga dalam sebuah rezim demokratis itu yakni: peranan independen militer dalam sistem politik dijamin oleh konstitusi; hubungan militer dengan kepala eksekutif; koordinasi sektor pertahanan; partisipasi militer dinas-aktif dalam kabinet; peranan badan pembuat undang-undang; peranan pegawai negeri sipil atau pejabat politik sipil senior; peranan dalam
4
Konsepsi tentang military build-in dan military build-up ini merupakan konsepsi yang dikembangkan oleh Martin Shaw dalam Post-Military Society. Penulis sendiri mengambil tulisan ini dari Sutoro Eko, Demiliterisasi dan Demokratisasi, dalam Arie Sujito dan Sutoro Eko, Demiliterisasi, Demokratisasi, dan Desentralisasi, (IRE, USAID-OTI: Yogyakarta Press, 2002), hlm.15-16
5
Samuel Huntington, Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Sipil Militer, Terjemahan Deasy Sinaga, (Jakarta: PT Grasindo, 2003[1957]), hlm.87-93
6
Ibid., hlm.88
7
Stepan, (1996), Op.Cit., hlm.127 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
5
dinas intelijen; peranan dalam dinas kepolisian; peranan dalam promosi jabatan militer; peranan dalam perusahaan negara; dan peranan dalam sistem hukum.
Gambar 1. Hak Istimewa Militer
Sumber: Alfred Stephan, Militer dan Demokratisasi: Pengalaman Brasil dan Beberapa Negara Lain, Terjemahan Bambang Cipto, (Jakarta: Penerbit Grafiti, 1996), hlm.134
Dalam Gambar 1. Hak Istimewa Militer di atas, terdapat dua komponen yakni derajat kontestasi (kesertaan) dan hak istimewa militer yang dibagi menjadi empat karakter.8 Pertama, Kontrol Sipil, dimana kontestasi (konflik) dan hak istimewa militer rendah. Kedua, Akomodasi Sipil yang Tidak Seimbang, dimana hak istimewa tinggi yang rentan terhadap kembalinya kekuatan struktur militer yang bersifat laten. Ketiga, Posisi bagi para Pemimpin Demokratis yang hampir tak dapat Dipertahankan lagi yang mencerminkan hak istimewa tinggi dan kontestasi tinggi dan kondisi ini sesungguhnya berbahaya bagi demokrasi. Keempat, Posisi bagi para Pemimpin Militer yang tak dapat Dipertahankan lagi. Posisi dengan hak istimewa rendah sedangkan kontestasi (konflik) tinggi. Pemetaan ini sendiri berguna untuk membantu dalam mengenali jenis-jenis masalah hubungan sipil dan militer yang dihadapi rezim. Selain itu, dapat juga memberikan peta hubungan kekuasaan kekuasaan yang ada bagi para praktisi, yang berguna untuk membuat 8
Alfred Stepan, Militer dan Demokratisasi: Pengalaman Brasil dan Beberapa Negara Lain, Terjemahan Bambang Cipto, (Jakarta: Penerbit Grafiti, 1996), hlm.134-137 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
6
rancangan dan strategi dan memperkuat mereka sendiri guna meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola hubungan sipil dan militer.
Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dan menjelaskan mengenai gejala yang bersifat riil dari realitas kondisi yang terjadi. Dengan demikian ini adalah suatu kondisi yang bisa dipelajari, dan secara aksiologi (tujuan) dimaksudkan untuk mencari tahu dan mencari jawaban terhadap permasalahan dari realitas yang terjadi tersebut. Studi literatur (documentary analysis) yang digunakan ini dilakukan dengan cara mencari berbagai bahan dan referensi yang sesuai dan valid dari data kepustakaan, dan berupaya mencocokkan serta menguji data tersebut dengan tema dalam penulisan skripsi ini. Data ini penulis dapatkan dari berbagai buku, jurnal ilmiah, artikel terkait dari internet, juga laporan yang diteliti sebelumnya. Referensi literatur ini menjadi acuan utama mengingat materi penelitian tidak dapat diteliti secara observasi langsung. Kajian yang diteliti berada di wilayah benua Amerika Latin dan dalam acuan waktu terbatas antara tahun 2002-2009. Namun demikian, relevansinya bahwa materi yang diteliti relevan untuk menjadi objek penelitian sudah tepat mengingat bahwa hal ini bisa bisa menjadi studi pembanding mengenai relasi sipil-militer yang terjadi di Brasil. Penulis membatasi masalah hanya pada relasi sipilmiliter dan dalam batas waktu selama masa pemerintahan Presiden Lula antara tahun 20022009 saja sebagai upaya mencegah kajian melebar dan tidak relevan. Dalam upaya akhir, penulis melakukan pengolahan data dan materi yang dilakukan untuk menganalisa hubungan antara faktor-faktor tersebut dan mencoba menjawab atas pertanyaan permasalahan yang telah dilakukan di awal.
Pembahasan Di dalam bagian pembahasan ini penulis akan menjelaskan secara singkat mengenai sejarah dari hubungan tradisional antara militer dengan politik di Amerika Latin dan Brasil, kemunculan caudillos, juga isu tentang counterinsurgency. Peran dari caudillos dan isu mengenai civic actions dan counterinsurgency menjadi bagian dari latar belakang dari adanya hubungan militer dan menjadi bagian dari aktor politik di Amerika Latin. Keterlibatan militer Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
7
dan pengaruh penting dari dinamika faksionalisasi militer (kalangan linhas duros dan blandos) serta ESG di Brasil terhadap keputusan politik terutama di era pemerintahan militer begitu besar. Di permulaan abad ke-19 masa ketika integrasi nasional menjadi sulit dilakukan, dimana patrias chicas atau subdivisi regional dari negara sering didominasi oleh tuan tanah lokal atau caudillos, orang atau sekumpulan orang yang mempunyai pasukan bersenjata secara privat. Relasi yang terbentuk bersifat patron-klien yang tidak seimbang. Hubungannya seperti antara tuan tanah dan petani, dimana patron menginginkan adanya kesetiaan, kepatuhan, dan rasa hormat, dan klien mendapatkan perlindungan, bantuan keuangan, dan tentunya tanah garapan. Caudillos ini muncul di Amerika Latin pada abad ke-19 ketika kekuasaan vakum setelah monarki patriarkis hilang paska-kemerdekaan, para pemimpin ini menciptakan legitimasi dan kharisma, daripada menggunakan kekuatan militer, untuk menjaga kekuatan politik di bawah kontrol dan kesetiaan yang terpusat. Namun dalam perkembangannya, caudillos
mengalami penurun peran. Situasi
ekonomi yang cenderung meningkat, infrastruktur yang membaik, nasionalisme yang terus berkembang, serta militer dalam negara yang terbentuk semakin kuat menjadi alasan di balik penurunan peran caudillos secara langsung tersebut. Sejarah dan dinamika caudillos ini juga memberikan pengaruh terhadap keterlibatan militer dalam politik. Dalam perkembangan berikutnya, ketakutan mengenai perluasan pengaruh dari komunisme mendorong sebagian negara Amerika Latin untuk mengembangkan doktrin keamanan dalam upaya memproteksi penyebaran gerakan politik tersebut. Brasil yang merdeka dari kekuasaan kolonial Portugal terbentuk atas jasa dan kontribusi militer. Militer di Brasil menjadi bagian tidak terpisahkan dalam konstelasi politik yang terjadi dari masa ke masa. Dalam hal ini mereka cenderung melihat dirinya sebagai pencipta ketertiban yang mendapatkan pengesahan dari hukum negara, dan karena itu merasa bertanggung jawab untuk memelihara ketertiban tersebut. Di dalam masa pemerintahan militer akan dibagi dalam tiga tahapan kediktatoran militer-sebagai-pemerintah dan melihat relasi sipil-militer pada masa itu di Brasil, yakni masa kudeta dan konsolidasi rezim gaya moderator, periode represif dan penutupan rezim, serta penggambaran transisi dari atas (dari dalam militer). Dalam masa konsolidasi ini militer banyak melakukan pendekatan yang lebih halus terkait kebijakannya. Kondisi ini membuat sipil semakin berani menentangnya, dan membuat militer menjadi semakin represif di periode Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
8
kedua yang nantinya mendorong pada arah penutupan rezim itu sendiri. Selama masa memerintah tersebut internal militer Brasil dihadapkan pada masalah pertentangan yang ada di dalam mereka sendiri. Terutama adanya perbedaan pendapat dari internal militer sendiri yakni kelompok garis keras (linhas duros) dan kelompok moderat (blandos). Sejarah mencatat bahwa sebagian mereka merupakan lulusan dari ESG (Escola Superior de Guerra/ Higher War College) atau Sekolah Tinggi Militer dan merupakan kelompok yang sangat berpengaruh dalam pemikiran politik di dalam militer Brasil.9 Mereka merupakan kelompok terdidik militer yang mendapat pengaruh dari pendidikan Amerika Serikat, anti-Vargas, dan anti-komunis. Tahap terakhir dari pemerintahan militer Brasil adalah tahun 1974-1985 yang digambarkan sebagai transisi dari atas (dari dalam militer sendiri). Presiden Ernesto Geisel berupaya bersikap moderat dan sedikit membuka keran liberalisasi politik (Abertura). Dengan slogan “slow, gradual, and safe” (perlahan, bertahap, dan aman) Presiden Geisel mengeliminasi keputusan Institutional Act Number 5 dan bernegosiasi dengan kalangan oposisi terhadap isu amnesti.10 Dia menginginkan bahwa institusi militer keluar dari kekuatan politik yang bertikai, namun militer harus mengontrol ritme dan pembatasan dari transisi politik yang terjadi. Namun muncul perlawanan dari kalangan militer yang menolak perubahan tersebut. Pada masa pemerintahan militer ini, pertumbuhan ekonomi di awal masa kekuasaannya sedikit membaik yang ditandai dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10%. Kenaikan ekonomi ini tidak berjalan lama, karena pada tahun 1980, perekonomian Brasil kembali memburuk yang didorong pula oleh resesi dunia, dan militer harus berkompromi dengan kondisi dengan mengganti presiden. Dorongan dan tekanan politik melalui idiom Diretas Ja (pemilihan langsung sekarang) tahun 1988 membuat adanya perubahan konstitusi yang memungkinan terjadinya pemilihan langsung untuk presiden dan masa jabatan presiden menjadi dibatasi. Pada tahun 1989, Presiden Fernando Collor de Mello berhasil menjadi presiden dari sipil. Kebijakannya adalah mengeliminasi peran dari dinas intelijen sebagai sebuah kementerian, mengubah status kementerian Dewan Keamanan Nasional (National Security Council), membentuk Secretariat of Strategic Issues (SAE) untuk memberikan 9
Thomas E. Skidmore, The Politics of Military Rule in Brazil 1964-1985, (New York: Oxford University Press, 1988), hlm.4 10
Cello Castro, The Military and Politics Brasil (1964-2000), dari paper yang dipresentasikan di seminar internasional “Political Armies”, Utrecht, 13 & 14 April 2000, (University of Oxford: 2002), hlm.13 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
9
arahan dan masukan secara langsung mengenai prioritas dan strategi militer, serta meniadakan peran dan posisi militer di Istana Kepresidenan. Pada masa Presiden Fernando Henrique Cardoso militer menjadi bagian dari subordinasi sipil dengan memperkuat National Defence Council (CDN) dalam bentuk The National Defence Policy (PDN). Presiden Cardoso menggabungkan aparat sipil dalam kementerian pertahanan dan menggantikan peranan penuh militer. Perubahan terhadap anggaran yang merosot tajam membuat militer sama sekali tidak berdaya. Meski demikian, peran militer sama sekali tidak lantas hilang. Pada saat itu juga , dibentuk SIVAM (Sistema de Vigilancia da Amazonia/ the Surveillance of the Amazon System) dan SIPAM (Sistema de Protecao da Amazonia/ the Amazon Protection System) untuk menjaga hutan Amazon. Pada masa itu Kementerian Pertahanan dibentuk tahun 1999. Namun, militer menganggap bahwa pembentukan Kementerian Pertahanan bisa mengurangi pengaruh politik mereka.
Kondisi Ekonomi dan Politik pada Pemerintahan Presiden Lula Pada tahun 2002 Luiz Inacio da Silva terpilih menjadi presiden Brasil. Keterpilihan Luiz Inacio dan Silva menjadi salah satu momentum kebangkitan Brasil dari keterpurukan, terutama dalam bidang ekonomi. Janji-janji kampanye Presiden Lula yang akan mengadakan perbaikan ekonomi mendapat sambutan dari rakyat Brasil yang sedang mengalami masa kemunduran ekonomi. Pada masa Presiden Lula, pemerintah mengadakan perbaikan ekonomi dalam program-program kerakyatan dan juga perbaikan perekonomian secara menyeluruh. Programprogram kerakyatan tersebut diantaranya adalah Bolsa Familia atau Family Grant (subsidi untuk keluarga langsung), Fome Zero atau Zero Hunger (Kelaparan Nol) yang bertujuan mengurangi dampak malnutrisi bagi anak-anak Brasil, dan penambahan akses untuk masuk ke universitas secara meluas.11 Program Bolsa Familia yang dibuat tahun 2003, memberikan subsidi langsung kepada masyarakat dengan jumlah uang berkisar antara R$ 15 sampai
11
Jorge Montana Monteiro, Policy Making in The First Lula Government, dalam Joseph L. Love dan Werner Baer (Eds.), Brazil Under Lula: Economy, Politics, and Society under the Worker-President, (United States: Palgrave MacMillan, 2009), hlm.62 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
10
dengan R$ 95 setiap bulan yang tergantung dari tingkat pendapatan keluarga dan skala pendapatan sebelumnya.12 Program Bolsa Familia yang dibuat tahun 2003, berhasil memenuhi kebutuhan rakyat Brasil dan mengalami peningkatan dari 3,6 juta jiwa penduduk pada tahun 2003 menjadi 11,1 juta jiwa penduduk pada tahun 2006, atau sekitar 25% dari jumlah penduduk. Keluarga dengan penghasilan di bawah R$ 50 akan diberikan dana sebesar R$ 50, dan ditambah untuk kepentingan anak-anak mereka sebesar R$ 15 per anak, dengan maksimum tiga anak. Sementara untuk penghasilan antara R$ 50 – R$ 100 hanya kondisional saja.13 Perempuan sebagai ibu menjadi target dari tujuan ini, karena beranggapan bahwa ibu merupakan pengatur dalam rumah tangga terhadap situasi yang ada. Jumlah dana yang dikeluarkan untuk program ini juga berhasil memenuhi kebutuhan rakyat Brasil dan mengalami peningkatan. Selain itu, program subsidi ini juga memberikan dampak positif untuk sektor pendapatan dan juga konsumsi rakyat Brasil. Dampak dari program tersebut membuat anak-anak putus sekolah semakin bisa dikurangi dan dalam bidang kesehatan, anak-anak mendapatkan perlindungan dan jaminan yang memadai terutama hak pelayanan vaksinasi. Program Bolsa Familia yang dikeluarkan pada tahun 2003 ini juga digabung dengan program sejenis seperti Bolsa Escola (School Cash Transfer), Bolsa Alimentacao (Nutrition Cash Transfer), Cartat Alimentacao (Food Transfer Program), dan Auxilio Gas (Cooking Gas Compensation). Tujuan penting dari banyaknya program ekonomi populis Presiden Lula ini adalah untuk mengurangi kemiskinan dan ketidakseimbangan melalui pemberian uang secara langsung kepada keluarga miskin. Selain itu diharapkan di masa depan ketidakseimbangan dan kemiskinan ini juga berkurang. Pada saat Presiden Lula berkuasa, terjadi peningkatan terhadap GDP dari 3,75% GDP pada masa sebelumnya menjadi 4,25% GDP pada masa pemerintahan Presiden Lula. Pembentukan BRIC (Brazil, Rusia, India, dan Cina) dibentuk sebagai organisasi dan klub negara menengah dan maju dalam ekonomi terhadap dominasi kekuatan ekonomi Amerika
12
Edmun Amann dan Werner Baer, The Macroeconomic Record of the Lula Administration, the Roots of Brazil’s Inequality, and Attempts to Overcome Them, dalam Joseph L. Love dan Werner Baer (Eds.), Brazil Under Lula: Economy, Politics, and Society under the Worker-President, (United States: Palgrave MacMillan, 2009), hlm.36 13
Peter R. Kingston dan Aldo F. Ponce, From Cardoso to Lula: The Triumph Pragmatism of Brazil, dalam Kurt Weyland et. al. (Eds.), Leftist Government in Latin America: Success and Shortcoming, (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), hlm. 116-117 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
11
Serikat dan Uni Eropa.14 Namun demikian, kerjasama ekonomi ini tidak sebatas dengan negara tersebut, Brasil berhasil meningkatkan kerjasama secara signifikan dengan beragam negara yang dianggap pinggiran secara ekonomi. BRIC dibuat sebagai kerjasama formal di tengah peningkatan kohesi dan tekanan geopolitik, dimana Brasil berkeinginan untuk membangun pertemuan regular kepemerintahan dan berperan secara nyata dalam beragam pertemuan dan diskusi di tingkat global. Kemenangan Luiz Inacio da Silva sebagai presiden pada tahun 2002 tidak lepas dari dukungan kuat MST. Pengurus PT dari jenjang desa sampai nasional juga banyak diisi oleh kader dari MST. Selain kekuatan organisasi sosial seperti MST, gereja memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dalam proses politik di Brasil. Di bagian terakhir ini penulis akan menjelaskan mengenai mengenai relasi antara sipil dan militer di bawah pemerintahan sebelum Presiden Lula, terutama tentang Strategi Pertahanan Nasional tahun 2008 yang nantinya akan berhubungan dengan akomodasi terhadap anggaran militer pada masa Presiden Lula. Selain itu, juga akan melihat dinamika relasi sipil dan militer di dalam Kementerian Pertahanan dan peran dari Kontrol Sipil Objektif terhadap relasi sipil militer. Terakhir akan menjelaskan peran dari faksionalisasi militer Brasil dalam hak prerogatif militer mengenai impunitas militer atas tindakannya di masa rezim militer terhadap relasi sipil-militer pada masa Presiden Lula.
Relasi Sipil-Militer Brasil pada Pemerintahan Lula Presiden Lula membangun sebuah rumusan strategi pertahanan nasional dari Kementerian Pertahanan Brasil pada Desember 2008 yang disebut sebagai Strategi Pertahanan Nasional (National Strategy of Defense) atau SPN dalam Dekrit Nomor 6703. Di dalam Strategi Pertahanan Nasional 2008, terlihat bahwa fokus utama adalah penguatan keamanan dalam negeri, sekaligus mengembangkan sistem pertahanan regional dan global. Ada perubahan penting terhadap peran presiden sebagai kekuatan eksekutif mempunyai kapasitas konstitusional terhadap pembentukan kebijakan pertahanan. Posisi Presiden Lula dengan perubahan penting terhadap fungsi posisinya menempatkan posisi Presiden Lula dalam situasi yang lebih kuat dan membuka peluang
14
Hal Brands, Dillemas of Brazilian Grand Strategy, (United States: Strategic Studies Institute Monograph, 2010), hlm.23 Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
12
supremasi sipil terhadap militer. Salah satu perubahan penting itu adalah hak kepala eksekutif untuk mengajukan anggaran pertahanan militer. Kondisi ini menentukan pola relasi sipilmiliter, dimana bukan militer yang menjadi penentu terhadap kebijakan anggaran, tapi presiden sebagai kepala eksekutif. Ketika sipil yang menentukan terhadap anggaran pertahanan ini secara penuh, maka pengaruh dari militer bisa ditekan, atau setidaknya upaya mendorong dan menempatkan militer dalam subordinasi sipil bisa dilakukan. Penerapan dan upaya mendorong adanya Kontrol Sipil Objektif dan pengalihan fokus militer pada fungsi eksternal melalui akomodasi terhadap anggaran memberikan bukti bahwa kontrol sipil terhadap militer di Brasil pada masa Presiden Lula sudah berjalan, meskipun dalam beberapa hal masih jalan di tempat. Keterlibatan sipil dalam upaya perumusan studi tentang militer, menunjukkan posisi sipil mempunyai peran dalam proses perubahan tersebut. Samuel Huntington menjelaskan bahwa supremasi sipil identik dengan kontrol sipil, dan hal itu memerlukan lebih dari sekedar minimalisasi intervensi militer dalam politik, namun juga memerlukan otoritas sipil yang terpilih di semua bidang politik, termasuk masalah dalam membentuk perumusan sampai pada implementasi kebijakan pertahanan nasional, termasuk di dalamnya adalah anggaran pertahanan. Dalam proses minimalisasi intervensi militer ini, berarti terdapat upaya untuk membatasi militer hanya pada profesi profesionalnya saja dengan tujuan yang paling utama adalah pada pertahanan negara. Hal ini merupakan tindakan pemerintahan sipil untuk mendorong militer menuju ke arah bentuk Profesionalisme Lama sebagaimana yang dijelaskan oleh Alfred Stepan. Sikap Presiden Lula memberikan perhatian kepada militer dengan meningkatkan anggaran belanja militer menunjukkan adanya konsekuensi dari kebutuhan Presiden Lula untuk menjaga stabilitas kepentingannya. Sehingga secara implisit bisa diketahui bahwa militer masih berperan penting dalam politik domestik Brasil. Karena pada dasarnya, militer di Brasil masih mempunyai peran terhadap pengalokasian anggaran pertahanan, dan isu keamanan nasional, meskipun semakin terbatas. Namun dengan adanya peran eksekutif dan presiden yang lebih besar terhadap anggaran, menjadi bukti bahwa anggaran pertahanan merupakan ranah bersama antara sipil dan militer. Perlu kerjasama dan kesalingmengertian dari sipil dan militer. Kondisi ini sebenarnya menguntungkan sipil, bahwa dengan adanya peran tersebut, militer mau tidak mau harus saling berkompromi dengan sipil dan begitu juga
Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
13
sebaliknya. Bentuk relasi kerjasama seperti ini menegaskan bahwa ada upaya Kontrol Sipil Objektif terhadap militer Brasil. Konsekuensi lanjutannya adalah adanya meningkatnya kebutuhan terhadap kapasitas militer Brasil, dimana militer butuh industri dalam negeri yang menyokong pasokan senjata secara otonomi. Sehingga kerjasama dengan negara maju yang tradisi industri pertahanannya maju harus dilakukan. Dalam masa Presiden Lula ini, militer Brasil bekerja sama dengan Perancis untuk membeli peralatan persenjataan yang modern.15 Militer akan mempunyai tujuan penting untuk memperkuat garis perbatasan negara, melindungi infrastruktur domestik yang potensial, juga mampu menjaga Amazon “Hijau” dan Amazon “Biru”. Kebijakan Presiden Lula ini memperlihatkan bahwa fokus perhatian kepada internal politik domestik sama pentingnya dengan ambisi untuk menjadi kekuatan regional (dan global) dalam memperkuat pengaruh dan otonomi Brasil di kawasan tersebut. Pertumbuhan ekonomi
mendorong
kebijakan
militer
pada
pemerintahan
Presiden
Lula
untuk
mempertahankan diri dan memperkuat gengsi dengan negara Amerika Serikat, sekaligus memperkuat peran Brasil di kawasan Amerika Latin, sebagaimana yang tertera dalam Strategi Pertahanan Nasional Brasil 2008. Salah satu hal yang menarik adalah sikap sipil terhadap militer dengan memberikan hak yang luas terhadap militer untuk mengeluarkan program SIPAM/ SIVAM. Melalui SIPAM/ SIVAM ini diberikan keleluasaan dalam kerangka keamanan nasional dan konteks geopolitik berkuasa di sebagian daerah di utara Brasil. Hal ini memperlihatkan bahwa militer Brasil pada dasarnya masih mempunyai peran dalam politik internal Brasil, meskipun dengan cara yang lebih halus. Cara yang dilakukan tersebut dengan alasan melindungi dan mengontrol perbatasan, namun berperan terhadap area tindakan sipil seperti perdagangan obat, atau juga penjualan hasil hutan yang ilegal. Pada masa Presiden Lula, kondisi ini masih berlanjut bahkan dengan alokasi anggaran yang besar beserta peralatan yang canggih. Sebagai negara yang berkembang maju, posisi Brasil secara geopolitik di Amerika Latin besar. Kebutuhan terhadap adanya sistem keamanan negara untuk melindungi warga negara dan keamanan lingkungan regional dan global membuat Brasil menghadapi tantangan yang tidak mudah. Untuk menjaga keamanan perbatasan dan domestik dan hegemoni
15
Raúl Zibechi, Brazil emerges as a military power, yang diakses dari http://www.theinformationcompany.net/2009/10/23/brazil-emerges-as-a-military-power/ pada tanggal 23 Oktober tahun 2009 pada pukul 20.00 WIB Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
14
regional, terutama daerah yang rentan, pemerintah mengeluarkan kebijakan SISFRON (The Integrated System for Monitoring the Borders) atau Sistem yang Terintegrasi untuk Memonitor Perbatasan. Di bawah peraturan ini terdapat penambahan signifikan militer dalam jumlah yang besar. Tugas Angkatan Darat (Army) menjaga sumber daya tersebut dari kejahatan pengrusakan lingkungan dan perdagangan sumber daya alam ilegal. Angkatan Laut (Navy) berpatroli memastikan Sungai Amazon aman. Serta, Angkatan Udara (The Air Force) mengawasi adanya potensi perusakan melalui kontrol udara. Selain itu, militer juga membuat CINDACTA (Centro Integrado de Defesa Aerea e Controle de Trafego Aereo) atau Integrated Air Traffic Control and Air Defence Center yang mengontrol lalu lintas udara militer dan sipil secara bersamaan. Selain itu, dalam kepentingan domestik presiden mempunyai otoritas untuk menggunakan militer, dimana penekanan misi ini hanya akan bisa dilakukan ketika kepolisian tidak sanggup untuk menjaga keamanan publik, dan bersifat kasuistik dan temporer. Salah satu kasus yang muncul yakni kelompok pengacau atau geng pada masa Presiden Lula yang disebut the Primeiro Comando da Capital (PCC). Kondisi ini mengindikasikan bahwa hak prerogatif militer (Hak Istimewa Militer) Brasil menempatkan militer masih cukup berperan penting dalam beberapa keputusan politik di Brasil, meski dengan cara yang lebih halus. Dalam masalah anggaran pertahanan militer harus merelakan porsi pembahasan dan pengajuan tersebut sekarang lebih dominan di tangan kekuasaan sipil. Kebutuhan terhadap anggaran dan keharusan untuk menerima kekuasaan demokratis sipil menunjukkan bahwa Kontrol Sipil Objektif dalam pandangan Samuel Huntington menjadi penegas perubahan di dalam militer Brasil. Meskipun begitu, sikap Presiden Lula yang mengakomodasi kepentingan Hak Istimewa Militer Brasil menunjukkan bahwa relasi sipil-militer Brasil dalam konteks akomodasi anggaran belum sepenuhnya menjadi bagian mutlak dari sipil, karena keharusan adanya kompromi dan sikap akomodatif terhadap militer Brasil sebagaimana dalam beberapa kasus yang dijelaskan sebelumnya. Di bagian ini merupakan penjelasan mengenai dinamika antara Kementerian Pertahanan dengan militer pada masa Presiden Lula. Presiden Lula berupaya mengakomodasi keinginan dari para komandan angkatan bersenjata, perihal keputusannya untuk mengangkat seorang diplomat Jose Viegas Fielho, dengan berkoordinasi dengan militer. Pada saat itu, Viegas mempromosikan program pembangunan institusi yang bekerja sama dengan universitas, institusi penelitian, dan mengadakan kontak dengan beragama kelompok
Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
15
masyarakat. Namun kritik Viegas terhadap beberapa hal dalam militer membuat hubungan Kementerian Pertahanan dan militer memburuk. Viegas mengkritik mengenai lambannya kinerja intel dalam militer terhadap proses penentuan nama korban dan pencarian lokasi mayat korban dari peristiwa Araguaia Guirrella. Dalam kondisi ini, Viegas juga mengajukan sejumlah program yang memperkenalkan inovasi untuk akademisi militer dan para tentara dalam reformasi Doktrin Keamanan Nasional. Selain itu, Viegas juga mengusulkan adanya restrukturisasi silabus dan komando dari ESG, dan mengusulkan rekomendasi terhadap pengurangan anggaran militer. Akibatnya, militer bersikap terbuka menentang usulan-usulan tersebut. Hal ini bisa terlihat ketika pengiriman pasukan militer ke Haiti dalam rangka sebagai pasukan penjaga perdamaian dalam program MINUSTAH (United Nations Stabilization Mission in Haiti). Kondisi ini memperlihatkan bahwa posisi Kementerian Pertahanan lemah ketika berhadapan dengan militer. Penentangan terbuka dan tidak adanya hukuman terhadap militer memperlihatkan bahwa Brasil pada masa Presiden Lula mengakomodasi tindakan militer, dan tidak melakukan tindakan penghukuman atas tindakan indisipliner militer tersebut. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa penerapan bentuk profesionalisme militer dalam bentuk Profesionalisme Lama masih sulit dilakukan di Brasil. Ada upaya penentangan dari kalangan militer terhadap kebijakan Kementerian Pertahanan, dimana Kementerian Pertahanan sendiri merupakan jembatan dalam relasi sipil-militer juga bentuk representatif dari kekuasaan sipil. Fenomena ini menegaskan bahwa relasi sipil dan militer di Brasil lebih cenderung menerima stabilitas politik sebagai sesuatu yang bernilai daripada meningkatkan demokrasi Brasil itu sendiri. Meskipun sikap militaristik terjadi secara terbuka, secara terus-menerus, dan secara sosial dianggap menjadi fenomena yang bisa diterima. Sikap akomodatif dalam kasus ini memberi penjelasan bahwa keputusan Presiden Lula hanya untuk stabilitas politik, belum menyentuh persoalan substantif relasi sipil-militer di Brasil. Nelson Jobim membuat Strategi Pertahanan Nasional tahun 2008 dan ini merupakan upaya yang signifikan terhadap relasi sipil dan militer di Brasil pada masa pemerintahan Presiden Lula. Di dalam Strategi Pertahanan Nasional 2008 itu juga ditekankan tentang reformasi terhadap subordinasi militer kepada sipil yang menyangkut pelayanan sipil, memindahkan ESG ke Brasilia untuk mengikutsertakan kalangan sipil secara meluas, dan menyediakan insentif untuk sipil yang terlibat dalam pengembangan dan perubahan di dalam militer. Selain itu, arah dari kebijakan pertahanan berupaya memperkuat keamanan dan
Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
16
pertahanan dalam negeri dan mengembangkan upaya pada pertahanan luar secara dinamis dan proaktif. Dari beberapa perubahan menteri pertahanan, memperlihatkan dinamika konflik antara militer dengan Kementerian Pertahanan. Militer pada satu sisi mengakomodasi terbentuknya kementerian tersebut, namun disertai dengan sikap apriori dalam beberapa hal. Kebijakan Presiden Lula yang diwakilkan melalui menteri pertahanan tidak selalu diiringi dengan sikap terbuka dari militer. Mereka juga bersikap terbuka menentang, dan atau dengan tindakan tersembunyi, mengindikasikan bahwa relasi sipil-militer antara militer dengan Kementerian Pertahanan bersifat rawan, tidak seimbang, dan militer cenderung mempunyai porsi kekuatan politik yang kadang masih tinggi. Militer cenderung curiga terhadap kebijakan Kementerian Pertahanan. Meskipun, seharusnya relasi ini memberikan penguat bahwa demokratisasi berjalan di Brasil, namun yang diperlihatkan dalam relasi ini, militer masih memegang kendali dalam beberapa hal, dan upaya mendorong militer menjadi sesuai dengan karakteristik Profesionalisme Lama cenderung sulit dan butuh adaptasi waktu yang lama. Terlepas dari kebijakan ekonomi Presiden Lula yang dianggap cukup berhasil, kompensasi dan kompromi terhadap militer menyimpan peluang bagi militer untuk mampu berdiri dan mampu mempengaruhi keputusan rezim sipil secara terus-menerus, serta diperlukan usaha yang terintegrasi dan sistematis agar bisa menyimpulkan militer Brasil sepenuhnya dalam supremasi sipil. Penulis melihat tipologi Akomodasi Sipil yang Tidak Seimbang dari Alfred Stepan menggambarkan kondisi ini. Kondisi konfliktual dalam dinamika di dalam Kementerian Pertahanan dengan militer cenderung militer tetap aman dalam posisi tidak sebagai subordinasi militer, tapi ada peluang untuk menjadi oposan terhadap kekuasaan rezim sipil. Kasus-kasus yang muncul mengindikasikan hal tersebut, ditambah dengan sikap akomodatif pemerintahan terhadap militer pada masa Presiden Lula yang memperkuat hal tersebut, meskipun belum mencapai tingkat yang paling akut. Pembahasan yang ketiga adalah, tentang faksionalisasi militer Brasil pada masa Presiden Lula. Munculnya kelompok kalangan internal militer yang mengerucut pada dua kelompok yakni kelompok ‘garis keras’ (linhas duros) dan kelompok ‘garis moderat’ (blandos) terjadi sebelum kudeta 1964.
Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
17
Masih menguatnya kecenderungan faksionalisasi dalam militer terjadi pada masa Presiden Lula ini bisa dilihat dari sikap reaksioner masing-masing komandan angkatan bersenjata, bahkan Menteri Pertahanan Nelson Jobim terhadap rencana dari Presiden Lula yang membentuk Komisi Kebenaran Nasional di tahun 2009. Usul ini tujuannya untuk menginvestigasi pelanggaran HAM semasa pemerintahan militer (1964-1985), membuka dokumen publik dan privat, merekonstruksi kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut, menemukan lokasi korban, meminta informasi untuk disebarkan ke publik mengenai struktur kekerasan tersebut, dan meminta klarifikasi dari militer. Namun, kalangan militer mengganggap itu merupakan bentuk serangan terhadap militer, dan militer khawatir bahwa pembentukan Komisi Kebenaran Nasional ini akan menarik dan menganulir Hukum Amnesti 1979, yang memberi amnesti penuh kepada kalangan militer yang melakukan tindakan represif dan brutal terhadap sipil pada masa pemerintahan militer. Dari kasus tersebut, militer di Brasil cenderung masih mempunyai kekuatan politik yang besar terhadap kebijakan politik sipil. Bahkan militer (terutama kelompok garis keras) cenderung masih mempunyai pengaruh menekan Presiden Lula dan akhirnya Presiden Lula merespon reaksi militer dengan berjanji untuk mengamandemen proposal dari pembentukan Komisi Kebenaran Nasional tersebut. Penulis melihat bahwa terdapat kondisi politik yang paradoksal mengingat bahwa keikutsertaan militer dalam misi penjaga perdamaian di beberapa negara yang bergejolak secara politik, misal di Haiti, adalah untuk menegakkan demokrasi. Namun di internal negara Brasil sendiri, sikap pemerintah masih setengah hati untuk memberikan aksi nyata terhadap tindakan militer masa lalu. Padahal dengan adanya perkembangan ekonomi yang positif, seharusnya Presiden Lula mempunyai kekuatan yang cukup untuk bisa bersikap terhadap masa lalu militer. Sebagaimana dalam penjelasan mengenai peran sipil yang mampu mengontrol militer melalui anggaran, hal ini seharusnya juga bisa diterapkan. Presiden Lula sendiri sebagai pemimpin serikat pekerja pada masa itu merupakan oposan yang berperan penting terhadap perlawanan kekuasaan militer. Dalam konteks ini terbukti bahwa Presiden Lula masih mengakomodasi dan bahkan berkompromi dengan militer untuk tetap menjaga hak prerogatifnya. Dari salah satu kasus tersebut, membuktikan militer mempunyai kontrol yang masih kuat terhadap sipil, dan masih mendapatkan impunitas. Dalam konteks ini, penggunaan Hak Istimewa Militer cenderung menjadi moderat, dimana militer mempunyai kekuatan untuk menekan balik agar rezim sipil Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
18
tidak membuka perseteruan dan peluang untuk militer ikut campur kembali dalam politik. Selain itu juga, kekuasaan rezim sipil dalam pemerintahan Presiden Lula, lebih mengarahkan kondisi relasi ini pada situasi yang stabil, meskipun menyimpan beberapa hal yang bisa membuat hubungan situasi ini kembali memburuk di masa berikutnya. Bahkan dalam beberapa hal, militer masih mempunyai kekuatan akses kepada media dimana pada akhirnya usulan dari pembentukan Komisi Kebenaran Nasional ini malah menjadi bumerang dan menciptakan kesan yang negatif, baik kepada Presiden Lula sendiri maupun kepada Menteri Vanucchi. Selain itu, dalam kasus ini, membuktikan bahwa kekuatan kelompok militer garis keras (linhas duros) Brasil masih mampu memperlihatkan kekuatan politiknya, dan cenderung mampu meredam kelompok militer garis moderat (blandos) dalam sikap politik terhadap impunitas tindakan masa lalu militer. Perlawanan dari militer menunjukkan bahwa upaya keterbukaan dan proses demokrasi di Brasil masih terhambat dengan adanya kekuatan yang secara laten masih ada, seperti institusi militer, dan militer masih berperan penting terhadap kebijakan politik internal Brasil kontemporer.
Kesimpulan Dalam konteks relasi sipil dan militer di Brasil pada masa pemerintahan Presiden Lula antara tahun 2002-2009, sebagaimana tujuan dari penulisan skripsi ini, memperlihatkan kondisi yang dinamis, dan cenderung konfliktual. Posisi presiden yang dianggap sebagai panglima tertinggi dalam angkatan bersenjata memperlihatkan adanya status presiden yang membesar dan berhak untuk menggunakan militer dalam situasi tertentu, dalam perang atau untuk perdamaian, bahkan menentukan pemimpin militer dalam masing-masing angkatan bersenjata. Selain itu, penulis juga melihat bahwa militer masih dilibatkan dalam aktivitas sipil namun tidak dalam konteks militer terlibat secara penuh dalam politik. Kasus yang terjadi adalah ketika pada tahun 2007 ketika American Games digelar, militer ikut serta dalam aktivitas kepolisian untuk mencegah kerusuhan, dan kegiatan di hutan Amazon. Di balik dinaikkannya anggaran militer tersebut semata adalah bentuk kompensasi dan kompromi dari pihak sipil, dengan tujuan militer fokus pada pengembangan fungsi militer sebagai penjaga kedaulatan negara dan menjaga stabilitas politik Brasil. Ada Kontrol Sipil Objektif, namun tidak memperlihatkan supremasi sipil terhadap militer seutuhnya. Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
19
Dinamika antara militer dengan Kementerian Pertahanan pada masa Presiden Lula, memperlihatkan
militer
sesungguhnya
masih
mempunyai
kekuatan
politik
untuk
mempengaruhi kebijakan rezim sipil. Selama masa itu, hubungannya memperlihatkan naik turun dan terus berkonflik. Faksionalisasi militer pada masa Presiden Lula juga terlihat ketika dibentuk Komisi Kebenaran Nasional (National Truth Comission), militer bereaksi dengan keras. Kondisi ini menegaskan bahwa relasi sipil dan militer di Brasil lebih cenderung menerima stabilitas politik sebagai sesuatu yang bernilai daripada meningkatkan demokrasi Brasil itu sendiri. Meskipun sikap militaristik terjadi secara terbuka, secara terus-menerus, dan akhirnya secara sosial dianggap menjadi fenomena yang diterima. Dari tipologi Kontestasi dan Hak Istimewa Militer yang penulis gunakan, terlihat bahwa dalam beberapa hal militer (sebagai institusi) masih memperlihatkan kekuatan perlawanan terhadap kebijakan sipil pada masa Presiden Lula. Dinamika dan konflik di dalam Kementerian Pertahanan memperlihatkan militer juga masih berperan dalam keputusan politik. Dari tipologi Kontestasi dan Hak Istimewa Militer, menurut pandangan penulis Brasil masih ditempatkan dalam tipologi Kontrol Sipil, tapi tidak penuh. Artinya meskipun ada pengurangan hak istimewa (prerogatif) militer melalui konsesi peningkatan anggaran pertahanan, militer sewaktu-waktu bisa melakukan tindakan di luar jalur konstitusi. Sementara dalam penggunaan 11 Hak Istimewa Militer dalam tingkatan “Tinggi”, “Moderat”, dan “Rendah”, militer dalam beberapa hal masih kuat dalam proses keputusan politik sipil. Militer cenderung tidak tunduk, selama tidak ada kompensasi yang sesuai dengan kepentingan militer. Secara umum relasi sipil-militer di Brasil cenderung memperlihatkan kontrol sipil terhadap militer, ada kecenderungan konfliktual, dan kondisi dinamis terutama antara Kementerian Pertahanan dengan militer Brasil.
Kepustakaan Brands, Hal (2010). Dillemas of Brazilian grand strategy. United States: Strategic Studies Institute Monograph. Castro, Cello. (2000, April). The military and politics Brasil, 1964-2000. Paper dipresentasikan di seminar internasional “Political Armies”, Utrecht. Hagopian, France. (1996). Traditional politics and regime change in Brazil. United States of America: Cambridge University Press. Huntington, Samuel. (2003). Prajurit dan negara: Teori dan politik hubungan sipil militer (Deasy Sinaga, Penerjemah.). Jakarta: PT Grasindo. (Buku asli dicetak tahun 1957) Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013
20
Love , Joseph L., & Baer, Werner (Eds.). (2009). Brazil under Lula: Economy, politics, and society under the worker-president. United States: Palgrave MacMillan. Petras, James. (2003). The new development politics: The age of empire building and new social movement. Great Britain: Ashgate Publishing. Skidmore, Thomas E. (1988). The politics of military rule in Brazil, 1964-1985. New York: Oxford University Press. ---------------------------& Smith, Peter H. (Eds.). (2001). Modern Latin America (5th ed.). New York: Oxford University Press. Sujito, Arie & Eko, Sutoro (Eds.). (2002). Demiliterisasi, demokratisasi, dan desentralisasi. Yogyakarta: IRE Press. Weyland, Kurt et. al. (Eds.). (2010). Leftist government in Latin America: Success and shortcoming. Cambridge: Cambridge University Press. Zibechi, Raúl. (2009, 23 Oktober). Brazil emerges as a military power. Diakses pada tanggal 27 Juli, 2010, dari http://www.theinformationcompany.net/2009/10/23/brazilemerges-as-a-military-power/
Universitas Indonesia Relasi sipil…, Ratno Pajar P, FISIP UI, 2013