REGIONAL MANPOWER PLANNING AND TRAINING PROJECT (RMPT) Bureau of Manpower, National Development Planning Agency (BAPPENAS) (World Bank Professional Human Resources Development Loan 3134-IND) ?roject Office: Jl. Taman Suropati 2, Jakarta 10310 INDONESIA Tel.: 62 (21) 390 1279. Fax.: 62 (21) 390 1281
TECHNICAL REPORT No.24 POTENSI TENAGA KERIA DISEKTOR PETERNAKAN & PERIKANAN NTT (Employment Potential of NTT Livestock & Fishery Industries)
by Nusa Cendana Universitv
May 1994
Regional Manpower Planning and Training Project (RMPT) Implementing Agency
Bureau of Manpower, National Development Planning Agency (BAPPENAS), Jakarta, INDONESIA
Funding Source
Professional Human Resource Development Project, World Bank Loan 3134-IND
Pilot Provinces
North Sumatra, West Sumatra West Java, Central Java, East Java North Sulawesi, Nusa Tenggara Timur
Main Project Outputs
Provincial Human Resource Development Profiles Provincial Manpower Development Strategies Provincial/Regional Labour Market Studies
Project Duration
Approximately three years (July 1992 - March 1995)
Project Director
Drs. Maman Setiawan Head Bureau of Manpower, BAPPENAS
Project Manager
Mr. Lucky Firnandy Bureau of Manpower, BAPPENAS
Consulting Firm
PT. Intercapitol-Mutual Consultants Kebayoran Baru Mall Block b No. 23 Jalan Kebayoran Baru, Jakarta LZt20, INDONESIA Tel. 720 6253,72I 0231 Fax.720 6276
Project Leader
Dr. Shafiq Dhanani Human Resource Economist
Project Administration
Mr. Syaherman Rasjid
Research Assistants
Mr. Adam Malik Ms. Erni Novalisa
Support Staff
Ms. Anita Sari Ms. Alina
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
STRUKTIJRORGANISASIPENELITIAN
....v
A. PERIKANAN
I.
PENDAHULUAN
III.
KEADAAN PERIKANAN DI NUSA TENGGARA
....1 TIMI.JR
,....
2
2,1,. Sumber Dava Perikanan Laut
2.2. Kecendrungan Produksi Perikanan Tiap Kabupaten 2.3. Status Keberadaan Fasilitas Produksi Perikanan dan Hasil Lainnya 2.4. Kecendrungan Perdagangan Keluar Propinsi dan Eksport
ru.
..
.
t7 27
MASALAH DAN KENDALA PENGEMBANGAN DAN PERIKANAN DI NTT
3.1. Prasarana Pasca Panen Hasil Perikanan
39
3.2. Pemasaran
40
aa J.J.
43
Sumberdaya Manusia Yang Terampil
3.4. Kredit Pedesaan/Sumber Modal
50
3.5. Penelitian dan Penyuluhan Perikanan
53
3.6. Prasarana Perikanan yang Mempengaruhi Produksi
Perikanan
58
W.
KESIMPULAN DAN PILIHAN KEBUAKAN
60
PILIHAN KEBUAKAN
63
1. Pengembangan Sarana dan Prasarana
63
2. Perkembangan
Pemasaran
64
3. Perkembangan Pengolahan Hasil Perikanan
65
4. Perkembangan Penelitian dan Penyeluhan Perikanan
65
5. Perkembangan Sumberdaya Manusia yang Terampil
66
6. Kebutuhan Tenaga
Kerja
CONCLUSION AND POLICY
. - 67
OPTIONS
...
.
69
1. Development of Infrastructure and Fasilities
7t
2. Marketing
72
3. Processing Development
73
4. Research and Etension Programs
t5
5. The Development of ManPower in Fisheries Production
74
6. Labour Requirement
75
'l
'l
B. PETERNAKAN
I. PENDAIIULUAN
77
II. KEADAAN PETERNAKAN DI NTT
82
1.
Populasi Ternak Di NTT
82
2. Produksi Daging, Telur dan Susu J.
87
Produksi Kulit dan Penyamakan
.91
4. Keadaan Fasilitas Pengolahan Produksi
.93
5. Perkembangan Pemasaran Ternak
.94
6. Kesempatan Kerja
di Produksi Peternakan
dan Industri Pengolahan Hasil Ternak
III. FAKTOR.FAKTOR
97
PEMBATAS
101
Kebij akan Pembatasan Pengembangan Bangsa S api
Lahan, Suplai Pakan Ternak dan Sumber
Air
101 101
Kesehatan Ternak dan Penanganannya
106
Industri Pakan Ternak
109
Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
110
Sumber Daya Manusia dalam Bidang Peternakan
111
Kredit Pedesaan
tL6
Sarana Produksi Peternakan dan Pemasaran Hasil Ternak
r23
Penelitian Peternakan dan Penyuluhan
127
'l't]
10. Infrastuktur 11. Industri
TV.
130
Kulit
134
KESIMPULAN
.
135
1. Peningkatan Sarana dan Prasarana
t39
2. Pengembangan dan Perbaikan
r43
3. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pengolahan Hasil Ternak
1,44
4. Pengembangan Kelembagaan
t45
5. Pengembangan Penelitian dan Penigkatan Pelayanan Bimbingan dan Penyeluhan
6. Pengembangan Bidang
Ketenagakerjaan
146
7. Rekomendasi Kebijakan Investasi Sektoral yang Menunjang Subsektor
V.
Peternakan
CONCLUSIONS AND POLICY OPTIONS
1.
t45
r54
Strucfure and Infrasturture
2. Development and Improvement of Livestock Marketing 3. Improvement
148
of the Quality and Quality of Animal Product Processing
r57 158
4. Instutional Development
159
5. Increasing Research and Extension, Guidence and Services
159
6. I-abour Market
Development
159
7. Recommendations on Sectoral Investation Policy Supporting Livestock Sub-secto161
IV
STRUKTI'R ORGANISASI PENELITIAN
I.
Penanggungjawab
Prof.Dr. Mozes R.Toelihere. Msc
II.
Koordinator
Drs. Yusuf Kuahaty, SU
m.
Pelaksana/Peneliti
Bidang Kesehatan
1.
Ir.
Asnath
M. Fuah, Ms
2. Ir. M.M.J. Kappa, MAgr.St
W.
Pelaksana/Peneliti
Bidang Kelautan
1. Ir. Yahyah
2. Ir. Sunadji
V.
Staf Administrasi
Dra. S. Malelak - Aval
PERIKANAN
I. PENDAIIULUAN Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil. Jumlah keseluruhan pulau di Nusa Tenggara Timur mencapai 566 buah, 42buah
pulau diantaranya dihuni manusia dan sisanya 524 buah belum dihuni. Daerah Nusa Tenggara
Timur terletak di sebelah Selatan Wilayah Indonesia antara 8o - 12o LS dan l l3o - 125o BT, yang berbatasan di sebelah Utara dengan Laut Flores, disebelah Selatan dengan Samudera Hindia, di sebelah Barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan di sebelah Timur dengan Provinsi Timor Timur.
Luas Wilayah daratan mencapai 47.349 km2 terdiri atas sawah 293.569 ha, ladang 302.092 ha, tambak/kolam/empang 3.314 ha, padang penggembalaan 214.968 ha, hutan r.514.29 ha, tanah pekarangan 202.275 ha dan lainnya 2.009.249 ha.
Luas wilayah perairan laut mencapai 200.000 km2 di luar perairan ZEEI (ZoneEkonomi
Eksklusif Indonesia), yang kaya akan ikan dan hasil laut lainnya. Hasil survai Lembaga Penelitian Perikanan Iaut dan Direktorat Jenderal Perikanan menunjukkan bahwa potensi perikanan pelagis di perairan NTT sebesar 1,3 ton/km2, sedangkan ikan demersal sebesar 0,7 ton/km2. Dengan demikian potensi sumberdaya perikanan mencapai kurang lebih 400.000 ton/tahun. Potensi lestari yang dapat dieksploiter setiap tahunnya sekitar 240.000 ton. Jika dilihat dari tingkatpemanfaatan sumberhayati perikanannya, maka pengelolaan usaha penangkapan ikan
di laut
masih terbatas pada usaha penangkapan ikan
di perairan pantai, sedangkan
usaha
penangkapan ikan di perairan lepas pantai dan samudera belum banyak diusahakan.
Topografi wilayah Nusa Tenggara Timur sebagian besar
(t70%)
sangat berbukit dan bergunung-gunung dengan kemiringan lebih
merupakan daerah yang
dari 50% dan kondisi
morfologis yang agak gundul. Berhubung wilayah Nusa Tenggara Timur umumnya memiliki kondisi topogafis yang berbukit-bukit maka seluruh aspek perekonomian dan pembangunan masyarakat dihadapkan pada kendala jaringan komunikasi dan transportasi yang
cukup sulit.
Kondisi seperti ini jelas merupakan tantangan besar bagi pemerintah untuk membangun daerah dengan konsekuensi pembiayaan yang cukup besar.
-1
beriklim Berdasarkan Zona Agroklimat, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya (April-November) kering tipe D/E dengan musim kemarau berlangsung selama 7 sampai 8 bulan (Desember-April). Distribusi dan musim hujan berlangsung selama 4 sampai 5 bulan setiap tahun Sumba curah hujan bervariasi antara 1.000 sampai 2.000 mm setahun. Beberapa daerah seperti rata-rata Barat, Manggarai, Ngada bagian Barat, Alor bagian Selatan dan Timor bagian Tengah
Flores Timur curah hujan mencapai 1.500 sampai 3.000 mm set;ahun, sedangkan Sumba Timur, dan selebihnya hanya berkisar antara 200 sampai 1.000 mm setahun'
kondisi
perairan, Mengingat kondisi geografis dengan luas daratan lebih kecil daripada luas morfologis topografis yang sebagian wilayahnya berbukit dan bergunung-gunung, kondisi
pemanfaatan sumberdaya yang gundul, kondisi iklim yang sebagian besar beriklim kering serta perlulah perikanan yang masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi lestarinya, maka
kiranya
di Nusa
Tenggara Timur digalakkan kegiatan cinta laut dalam
arti
memanfaatkan
dan kelautan yang ada semaksimal mungkin demi kesejahteraan untuk masyarakat, khususnya masyarakat nelayan. Namun disadari sepenuhnya bahwa
sumb.erdaya perikanan
mewujudkan hal
itu
memerlukan persiapan dan pengorbanan; apalagi mengubah kebiasaan
waktu yang cukup masyarakat dari budaya bertani dan beternak ke budaya laut memerlukan pemerintah, lama. Untuk itu dibutuhkan peran serla semua pihak baik masyarakat itu sendiri, Masyarakat (LSM) dan swasta maupun lembaga lain yang terkait, misalnya Lembaga Swadaya Perguruan Tinggi.
II.KEADAANPERIKANANDINUSATENGGARATIMUR
2.I
SumberdaYa Perikanan/Laut
Timur yang Berdasarkan Hasil studi pekembangan Potensi Perikanan di Indonesia Bagian dengan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian bekerjasama Bank (ADB) pada bulan Desember 1992, tercatat Potensi Sumberdaya
Asian Development Perikanan di
NTf
seperti pada tabel 1.
-2
Potensi terbesar adalah jenis ikan peligis kecil (184.000 ton/tahun) disusul dengan ikan demersal (132.000 ton/tahun) dan rumput laut (66.500 ton/tahun). Potensi sumberdaya lainnya
relatif kecil.
Ikan tuna dan
cumi-cumi memberi harapan untuk penambahan pendapatan
nelayan.
Tabel 1.: Potensi. sunberdaya perikanan MII,
Jenis ikan
Lg92
Potensi (ton/tahun)
Ikan Demersal Pelagis Keci]
132.000 184. OOO 8. 000 4. 000
Tuna
Skip jack Shrimp
s00
Lobster
330
Sguid
5.900
Cutlle fish Reet fish Rumput laut
3.090
900
66. 500
Sesuai luas Wilayah perairan laut Nusa Tenggara
Timur, maka diperkirakan potensi
lestari yang dapat dieksploiter setiap tahunnya sekitar 240.000 ton, yang terdiri dari jenis ikan X$3 pelagis 156.000 ton/tahun dan jenis ikan demersal 84.000 ton/tahun, dengan tingkat peman faatannyapada tahun 1992buu mencapai 24,6 % dari potensi lestari atau sebesar 59.036.0 ton.
Panjang garis pantai Nusa Tenggara Timur yang produktif untuk usaha perikanan diperkirakan 5.700 km, sehingga di samping merupakan potensi penangkapan ikan dan budidaya
laut (teripang, rumput laut, mutiara dan lain-lain) juga merupakan potensi penangkapan nener yang diperkirakan dapat mencapai 680.000.000 ekor per tahun. Sampai
tahun l99Z tinglat
pemanfaat.annya baru mencapai 20,30 % atau sebesar 138.028.500 ekor. perairan Nusa Tenggara
Timur yang cukup potensial untuk kegiatan budidaya laut sekitar 5.150 ha, dengan tingkat pemanfaatannya baru mencapai 5,83 % atau sekitar 300 ha, yang merupakan potensi untuk budidaya teripang, rumput laut dan kerang mutiara, sedangkan budidaya ikan dan jenis lainnya belum diusahakan.
-3
Berdasarkan hasil pemetaan potensi perikanan di kawasan pantai Nusa Tenggara Timur
oleh LApAN tahun 1990 bahwa potensi lahan untuk budidaya tambak udang dan bandeng diperkirakan seluas 35.455 Ha yang penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 2'
Penyebaran potensi tambak
Tabel2.
LAPAN tahun
di
Nusa Tenggara Timur, hasil pemetaan
1990
Kabupaten
Kecamatan (Lokasi)
Ilanggarai
Kuwus (Ttk. Terang) Lembor (TIk. Nangalili)
Ngada Ende
Aesesa (Tlk. Mbay) Maurole (Nangaruyung) Kupang Tengah (Tlk.KuPang) Rote Barat (P. Rote) Amanuban Selatan (Tg.EIa)
Kupang
TTS TTU
2.786 L0. s29 11. 198
Malaka
35.4s5
JumIah
Sumber
1. 554 a72 913 590 5 .863
1.330
Insana (Oesoko)
Belu
Luas (ha)
: Dinas Perikanan TK I NTT,
1993
Lokasi yang disurvei LAPAN tetapi merupakan potensi tambak yaitu Kabupaten Sumba
Timur dengan luas areal 8,0 ha. potensi lestari dan tingkat pemanfaatan masing-masing jenis sumberdaya sampai tahun 1992 adalah sebagai berikut
a)
:
penangkapan di laut, potensi lestari 240.000 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan tahun 1992 sebesar 24,6 % atau 59.036 ton.
b)
Rumput laut, potensi lestari 50.000 ton / tahun dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 1992 sebes^r 3,65 % atau 1.824,1 ton.
-4
c)
Nener, potensi lestari 680.000.000 ekor/tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 20,3
% atau sebesar 138.028.500 ekor. d)
Perairan umum, potensi lestari 9.450 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 5,0
% atau 471,6 ton. e)
Budidaya tambak, potensi lestari 36.000 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar
0,33 % atau 116,9 ton.
Potensi Perikanan di Nusa Tenggara Timur yang dapat dieksploiter terdiri atas
a. a.l.
:
Perikanan tangkap
Pelagis kecil
Jenis pelagis kecil yang memiliki potensi kuat dan merupakan jenis ikan ekonomis penting adalah kembung, lemuru, teri, layang, selar dan tembang. Jenis pelagis kecil menyebg hampir di seluruh perairan Nusa Tenggara Timur. Cumi-cumi lebih banyak penyebarannya di perairan Kabupaten Manggarai, Flores Timur, Ende dan Kupang. Usaha penangkapan pelagis kecil selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri juga diekspor. Selain itu juga dapat mendukung kebutuhan umpan (ikan teri) untuk penangkapan ikan tuna, cakalang dengan alat tangkap "pole and Line".
a.2. Pelagis besar
Jenis pelagis besar yang memiliki potensi kuat adalah ikan tuna, cakalang dan tongkol,
yaitu sekitar 36.800 ton/tahun. Tingkat pemanfaatannya baru mencapai 27,4 Vo atzu 10-072,3 ton pada tahun 1992. Penyebaran jenis pelagis besar hampir di seluruh perairan
Nusa Tenggara Timur, namun tingkat pemanfaatan tersebut di atas lebih tinggi ekploitasinya di laut Flores sehingga peluang untuk membangun usaha penangkapan di
laut
Sabu dan laut
Timor cukuo besar.
-5
a.3. Jenis Demersal penangkapan ikan demersal masih
di bawah potensi
lestari yang tersedia yang
diperkirakan 84.000 ton/tahun. Pemanfaatannyabaru mencapai 25,61 % atau2l5W,3 kerapu, ton. Jenis ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting antara lain kakap merah, kakap putih, lencam, baronang, bawal putih, bawal hitam,
ekor kuning'
hiu serta beberapa jenis ikan hias dan lobster'
b. Budidaya Perairan
b.1.
Budidaya laut
jenis lainnya Budidaya laut meliputi pembudidayaan rumput laut, teripang, mutiara serta masih perlu pengembangan mengingat potensi yang ada belum
yang kesemuanya
'sepenuhnYa dimanfaatkan.
b.2.
Budidaya tambak poetensi kegiatan usaha budidaya tambak adalah budidaya bandeng ukuran gelondongan mensuplai kebutuhan umpan bagi usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap
untuk
,,long line,'. Budidaya udang juga mempunyai potensi yang cukup besar karena lahan di pasar yang tersedia cukup luas, tetapi hal ini dimungkinkan apabila harga udang peluang untuk usaha meningkat atau stabil. Apabila budidaya udang ini berkembang maka mengatasi pembenihan (Hatchery) dan pabrik pakan udang lebih besar, karena akan dapat kebutuhan benur dan pakan udang yang selama
ini harus didatangkan dari luar daerah.
2.2. Kecenderungan Produksi Perikanan Tiap Kabupaten
di Nusa Tenggara Timur, kebijakan yang I diarahkan pada ditempuh oleh pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Perikanan TK , Dalam pengembangan produksi perikanan
ikan secara optimal, tercapainya produksi dan produktivitas usaha rumah tangga nelayan/petani perbaikan gizi' meningkatkan kebutuhan bahan pangan yang lebih meratia dalam rangka
-6
Jumlah pendapatan produksi perikanan pada tahun 1988 sebesar 51519,3 ton, meningkat menjadi 61.600,1 ton pada tahun 1992 yang berarti terdapat kenaikan rata-rata 4,89
To
per tahun
ftabel 3).
Tabel 3.
Perkeubangan junlah produksi perikanau l{usa Tenggara Timur tahun L998 - 1992 (ton)
================================================ ========================== ==== Cabang Usaha 1988 1989 1990 199 i. 1992 Pertumbuhan
(r) q1 110
Perikanan Laut
Jt.1Lr,
-
,I
53 . 755,
I
55 . 418,
50. 928,8
52.166,5
53. 163,
6
54.518,3
- Budidaya
1.90, 3
597,6
602
Perikanan Darat
4OA,2
403,3
413,
- Perairan
757,6
219,5
Penangkapan
-
Tambak
-
Umum
1 L
52.754
238
t2
1
t9
900,
I
5
7t2,2
60. 860,
1
4,88
59.O36,O
3,97
L
2I4,6
.824 ,1,
740,O
2tt2
1,,6
49tgL
463 r7
47
116r
L24,8
68
tg
74rs
103,
Kolam
98,4
92
,4
90r3
r27,3
Sawah
L9
r4
Ll r l
2I t3
1,42
54. L78,9
56.131,0
6l_. 600, L
4,89
JumIah
,4
51.519f3
22,5
53.167 t4
9
5
t3o
9
12
-
1,5g
g,0g
Sumber: Dinas Perikanan TK I NTT, 1993
Tabel 3 menunjukkan bahwa , hasil penangkapan perikanan laut menyumbang produksi yang paling tinggi dalam subsektor perikanan yaitu meningkat dari 50.928,8 ton pada tahun 199g
menjadi 60.860,1 ton pada tahun 1992 atau mengalami pertumbuhan rata-rata 4,88 % pertahun.
Apabila dilihat dari tingkat pertumbuhan, maka pertumbuhan tertinggi dicapai oleh laut, teripang budidaya laut sebesar rata-rata 214,6 % pertahun yang meliputi budidaya rumput laut belum dan kerang mutiara. Hal ini disebabkan karena pada uahun 1988 gerakan budidaya di
digalakkan oleh pemerintah sehingga nelayan belum memiliki motivasi untuk mengadakan kegiatan tersebut walaupun potensi untuk itu cukup besar. Baru pada tahun-tahun berikutnya
pemerintah, dalam hal ini Dinas Perikanan baik Tingkat
I maupun Tingkat II, mengadakan
penyuluhan tentang manfaat serca keuntungan dari budidaya
di laut, serta memberikan
demontrasi pembudidayaan di laut oleh aparat Dinas Perikanan.
perkembangan produksi perikanan laut semakin meningkat terutama disebabkan oleh
produktif, meningkatnya jumlah armada penangkapan dan penggunaan alat tangkap yang lebih walaupun masih didominasi oleh armada skala kecil, namun dengan adanya kecenderungan para nelayan penggunaan alat tangkap yang lebih produktif menunjukkan bahwa adopsi teknologi
cukup tinggi.
peningkatan produksi perikanan di perairan umum disebabkan oleh peningkatan populasi
ikan
sebagai akibat adanya upaya penebaran benih (Restocking)
di perairan umum dan juga
karena meningkatnya frekuensi penangkapan. Kalau dilihat dari aspek usaha budidaya tambak pada terjadi penurunan produksi rata-rata I,58 % pertahun dan puncak penurunan tedadi pada karena pada tahun 19gg ke tahun 1989 yaitu sebesar 55,9 ton atav 44,79 %. HaI ini disebabkan
di tahun 19gg/1989 terjadi banjir yang merusak lahan pertambakan yang cukup fatal khususnya daratan Timor, sehingga produksi tambak pada turun drastis. Baru pada tahun-tahun berikutnya
dilakukan pembenahan-pembenahan sehingga mulai lahun 1990 sampai tahun 1992 terjadi kenaikan produksi walaupun tidak pesat.
-B
Secara umum dapat dijelaskan bahwa peningkatan produksi perikanan
di Nusa Tenggara
Timur ini juga didukung oleh meningkatnya iklim usaha yang lebih kondusif, serta peran masyarakat dan investasi swasta yang semakin meningkat. Minat investasi yang tinggi ini merupakan tanggapan terhadap permintaan yang semakin meningkat baik clari konsumen di
wilayah Nusa Tenggara Timur, luar Provinsi Nusa Tenggara Timur, maupun konsumen luar negeri' Sedangkan dalam rangka mendorong peningkatan gizi masyarakat, di daerah pegunungan dan pedalaman yang jauh dari jangkauan pemasaran telah dilaksanakan program pengembangan aneka ikan untuk memproduksi ikan air tawar.
Produksi ikan dan non ikan dari perairan laut dan darat tiap Kabupaten selama tahun 1988 iampai tahun 1992 dapat dilihar pada Tabel 4.
Selain produksi ikan dan non ikan, perairan Nusa Tenggara Timur juga memproduksi nener untuk mendukung usaha pertambakan. Sebagian besar nener dari Nusa Tenggara Timur
dikirim ke luar
NTI
terutama ke Jawa Timur. Perkembangan produksi nener tiap Kabupaten
selama tahun 1988 sampai tahun 1992 tertera pada Tabel 5.
-9
Perkembangan produksi ikan dan non ikan perairan
Tabel 4.
Nusa Tenggara
Timur tahun
198E
- 1992
1990
1989
Barat
531, 8
752,5
Sumba Timur
3.344,9
4.O22,9
4.349,3 4.935
Manggarai
4.O49,2
5.I29,8
5.O25,2
Ngada
1.705,
2
Ende
5.447 ,7
Sumba
4
.22r,1
6.5O4,5
11.929,2 LO.518,8
Sikka
8. 839,I
Flores Timur
9
Alor
2.926,5 2.959 ,4
Kupang
.026
,7
10.350,1 10.L37,3
TTS
48,5
50,5
TTU
166,5
L67,3
1.81O,3 1.863,4
Belu
Jumlah
Sumber
51.519,3 53.167 t4
807
2
8).3
.494 ,4
6. 135,
3
rv. Lz) 9
.013,
1992
199 1
1988
Kabupaten
(ton)
9
3.O39,7
3
.4'16
,4
r.431 ,6 5.330,4
,l
5
.964 ,6
2.46r,7
4.422 ,7
6. 135,
3
7
8. 557,
5
8. 345,
.472,4
9.327 ,2
6. 033
toJ.,2
3.t06
3.
3
10.644,5 15.454,2 J,4.918,3
54 2OO,2
5313 t37 ,9
L.942,3 r.678,2
62,2 136,
5
3.295, I
54.t78,9 56.131,O 51.600,1
: Dinas perikanan NTT, 1993
-10
Tabel 5-
perkembangao produksi. uener
tiap Kabupaten
serama
tahun 198g-1992 lnibuan ekor) ======== ========= ===== ======= ======== =========== ====== === ==== ==
Kabupaten
1988
Barat
1.501_
Sumba Timur
22.240
Manggarai
33
Ngada
1.0. 628
Sumba
.482,
1989
1991
L992
8.2I4 ,3 tL.602
23.943
26.25O tS
30. 6O5, 4 28.295
44.472
34.2a4
30. 735
33
6.221
5
1990
11 .
781,
5
12
.446,7
Ende
8.I4O,7
8. 994
9 .OO2
Sikka
8. 1l_7,
8.892
ro.22I
8. 686, 4
6
Flores Timur 484 ,9 Alor 2.t80 Kupang
207
TTS fTU
568
Belu
350,3
Jumlah
88.
OO0
4. 184
.592
13
.692
6. 3s4
L.992
22.LsO,5 23.OO4
646
6.8202
8. 370 1. 870
9]-o,2
1. 554
2.590r5
3.247 ,4
3. 359,
365
424
113.050r
Sumbers Dinas perikanan TK
9.2s8
7.45It5
5
t7
.527
9.3s1
,4
5.246,3
g1o,
32
,7
85
5
5.2s0 640
7 732203,9 135.989,5 ).37423,5
I NTT, 1993
Jumlah produksi perikanan laut, tambak, kolam maupun sawah berdasarkan jenis ( ikan dan non ikan) per kabupaten dapat dilihat pada Tabel 6.
JunLah produksi perikanan laut menurut jenis (ikan
Tabel 6.
dan non ikan; per Kabupaten. tahun 1992 (ton)
Kabupaten
Ikan
BAL
BBK
2r2
TA
Jumlah
1.328 ,6
O'1
Barat
t .326 ,3
Sumba Timur
3.589r0
Manggarai
6.015,
Ngada
4.349,3
Ende
7.4O7,4
59
t4
7.465,8
Sikka
8. 298,
46,7
8.345,3
Flores Timur
5.757 ,O
55,7
2t8,7
1'8
Alor.
2.84O,5
23,9
2tt,2 582,3
Sumba
TTS TTU
3
6
608,
O
5r6
5.o7t,4
6r5
6.928,9
4.376t9
5rO
zzro
12 . 780, 5
Kupang
1
6.LI4,3
27,L
2rO
3.1O4,7
47O,4
25L,9
8L,
93,
I
1r
50. 860,
Sumber: Dinas Perikanan
3.285,8
712,4
1
NTI,
L
95,3
5
3.285, I
Jumlah
14.693,
49,O
49,O
BeIu
Keterangan
901,
5
L.482 ,4
1993
:
: Binatang Berkulit Keras - BL : Binatang Lunak - BAL : Binatang Air l-a.innya - TA : Tanaman Air - BBK
-12
2.O2t,2
509, 9
L.823,9
60.860,1
Data pada tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan paling banyak di Kabupaten
Kupang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar armada penangkapan yang berukuran sedang ke atas lebih banyak beroperasi atau berpangkalan di Kabupaten Kupang. Ikan yang ditangkap
di kabupaten ini adalah
semua jenis ikan baik yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi maupun
tidak.
Jumlah produksi binatang berkulit keras meliputi kepiting, udang barong, udang windu atau jenis udang yang lain, juga terdapat
di Kabupaten Kupang karena banyak pengusaha yang
memgadakan penangkapan dengan menggunakan armada yang cukup moderen, sedangkan di daerah lain sebagian besar masih menggunakan alat dan armada yang relatif sederhana.
Produksi binatang lunak (BL), yang meliputi kerang dara, Cumi-cumi, gurita, dan juga produksi binatang air lainnya (BAL) meliputi teripang dan ubur-ubur paling banyak diproduksi
di kabupaten Kupang. Sedangkan untuk tumbuhan air (TA) yang meliputi rumput laut sebagian besar diproduksi di Sumba Timur karena potensi lahan untuk budidaya rumput laut di Sumba Timur sangat baik. Gambaran yang lebih rinci mengenai produksi perikanan dari perairan umum, perairan tambak, perairan kolam dan perairan sawah, masing-masing dapat dilihat pada tabel 7, 8, 9 dan 10. Data dari keempat tabel tersebut menunjukkan bahwa produksi perairan umum pada tahun
1992agak besar terutama di Kabupaten Sumba Timur (225,3 ton) dan di Kabupaten Kupang (115,6 ton), sedangkan produksi tambak, kolam dan sawah relatif sedikit.
-13
Tabel 7.
Jumlab produksi Perairan umum diperinci menurut jenis (ikan dan non lkan) Per Kabupateu pada tahun L992 (ton) Kabupaten
Ikan
sumba Barat
68,2
Sumba Timur
186, 0
Non Ikan
Jumlah
18,
86,
37
1
3
,3
223,3
Manggarai
719
4'9
t2,8
Ngada
4'8
3rg
8r6
Ende
Sikka
Flores Timur Alor Kupang
TTS TTU
89,
,3
26
3
115,
6
6r5
3r9
LO,4
r2
4r4
14
,7
47l.,6
)'O
,6
Belu Jumlah
372,9
98
Sumber: Dinas Perikanan NTT, 1993
-r=
Tabel 8.
ilunlah produksi tanbak menurut jenis (ikan dan non ikan) per Kabupaten pada tabuu 1992 (tou) Kabupaten Sumba
Ikan
Ikan
Non
Jumlah
Barat
Sumba Timur
Manggarai Ngada
8,7
3'1
8r7 ?1
I
14,g
0'5
O'5
14,
Ende
Sikka
Flores Timur Alor Kupang
TTS TTU Belu JumIah
,5 0r3
40 tO
L4,5 gr0
715
22 rO
2,O
10, 0
77
58,7
58
Sumber: Dinas perikanan NT?, 1993
-
1-5
'2
t5 0r3
57
115r
9
Tabel 9.
ilumlab produksi kolam menurut jenis (ikan dan non ikan) Per Kabupaten Pada tahun 1992 (ton) Kabupaten
Ikan
Non lkan
Jumlah
Barat Sumba Timur
9'7
9r7
27 ,O
27 tO
Manggarai
1L, 8
l'1r8
Ngada
L6,
16,
Sumba
Ende
L
5r6
:''
Sikka
Flores Timur Alor Kupang
TTS TTU
1
0'8
0r8 2r5
,1 2r5
4r6
4r6
52
52
tt
BeIu JumIah
r3o,2
I3O,2
Sumber: Dinas Perikanan NTT, 1993
-L5
Tabel 10.
.Tunlah produksi sawab menurut jenis (ikan dan non ikan) per Kabupaten pada tahun 1992 (ton) Kabupaten
Ikan
Non Ikan
Jumlah
Sumba
Barat Sumba Timur
7rO
7rO
Manggarai
8rO
8ro
Ngada
6r3
6,3
2tr3
2r,3
Ende
sikka
Flores Timur Alor Kupang
TTS TIU Belu Jumlah
42
,6
42
Sumber: Dinas perikanan NTT,
,6
1.993
2.3. status Keberadaan Fasilitas produksi perikanan dan Hasil Laut lainnya Dalam rangka menunjang kegiatan perikanan di Nusa Tenggara Timur baik di bidang penangkapan, budidaya maupun penanganan pasca panen, dewasa ini telah tersedia beberapa fasilitas produksi, baik yang diadakan oleh pemerintah maupun pihak swasta. Berbagai fasilitas yang diadakan oleh pemerintah baik dari dana APBN maupun dana ApBD I Nusa Tenggara Timur disesuaikan dengan distribusi jenis usaha dan karakteristik usaha.
-l-7
a. Distribusi Jenis Usaha pendistribusian jenis usaha dalam sub sektor perikanan pada tiap Kabupaten di Wilayah
Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 1L
ilumlah rumah tangga peogusaha menurut Kabupaten dan subsektor tahun 1992
Kabupaten
Perairan Laut
Perairan Umum
Budidaya Tambak
Budidaya
Budidaya JumIah Sawah
KoIam
92
2
.429
Barat
322
900
1. 11s
Sumbd Timur
r.289
414
830
2.53'l
Kupang
1. 500
42
20
168
1. 730
TTS T?U
191
26
1
91
309
313
42
89
2't5
7L9
BeIu
584
18
225
827
Alor Flores Timur
2.L78
1
22
2.20r
3.799
2
3.801
Sikka
2.59L
26
2.617
Ende
4.9r2
500
Ngada
1.s62
1s8
Manggarai
1..92L
105
21.162
1. 688
Sumba
Jumlah
5
.4L2
1.955
26
50
1. 933
644
.7IT 4.664
203
7.L42
762
30.9s7
Sumber: Dinas Perikanan TK I NTT' 1993
-18
3
Data pada tabel 11 menunjukkan bahwa penyebaran usaha pada tiap kabupaten tidak merata, mungkin karena adanya perbedaan kondisi daerah masing-masing. jumlah Secara
umum pengusaha/rumah tangga yang bergerak di bidang perikanan terbesar ada di Kabupaten Ende terutama di bidang perikanan laut. Nampaknya Kabupaten Ende mempunyai potensi laut yang baik dan didukung oleh tingkat kesadaran masyarakatnya yang cukup tinggi untuk terjun ke bidang perikanan.
b. Kareteristik Usaha Jenis usaha dari masing-masing pengusaha yang ada keaneragaman.Hal ini dapat dilihat dari uraian berikut.
di Nusa Tenggara Timur
mempunyai
b.1. Penangkapan
b. 1.
I
Armada Penangkapan
Dalam usaha penangkapan armada penangkapan mempunyaiperanan yang sangatpenting. Armada penangkapan ikan yang memadai sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Dari data yang ada dapat dilihat bahwa jumlah armada penangkapan sampai akhir 1992 masih didominasi oleh Perahu Tanpa Motor (PTM). Hal ini disebabkan karena sebagian besar nelayan di Nusa Tenggara Timur masih bersifat tradisional, sehingga armada penangkapan maupun alat penangkapan ikan masih sederhana. Jumlah armada penangkapan di Nusa Tenggara Timur tahun 1992 sebanyak 16.g57 unit. Jika dibandingkan dengan jumlah armada tahun sebelumnya (tahun lggl) terdapat llpeningkatan sebesar 4,83 To atau bertambah 776 unit. Data mengenai perkembangan jumlah armada penangkapan di Nusa Tenggara Timur selama periode tahun 1988 sampai tahun 1992 dapat dilihat pada Tabel 12.
-19
Tabel 12.
Perkenbangan jumlah arnada penangkapan di Nusa leuggara Timur tahun 1988 sanpai
tahun 1992 (Uuit).
======= ========== ================== ===============
=
== ====== ===
.fenis Armada 1988 L989 1990 L99L 7992 Pertumbuhan r*)
pTM* Motor Tempel Kapal Motor
Jumlah
10.889 14.100 L4.725 14.728 15.456 tO,49
889 605
?31 542
749 577
737 516
12.323 15.373 16.051 15.081
* Perahu tanpa motor Sumber: Dinas Perikanan TK f NTT, 1993
-20
'769 -3,38 632 L,I2
1.5.8s7
9'2O
Tabel 13.
.runlah runah tangga usaha perikaaan laut menurut
kategori usaha dirinci per kabupaten tabun Kabupaten
TP
Barat Sumba Timur Sumba
Kupang
PTU
PI,lT
69
23s
3
492
7s6
22
68
1.0s8
297
TTS TTU
L44
47
113
195
.+
Belu
150
406
26
Alor 535 Flores Timur 1. 117 sikka 283
1. 512
LO8
2.550
101
2.O79
15s
Ende
999
3.878
A
Ngada
330
r.209
L7
Manggarai
431
t .105
30
4.73L
1s.030
769
JumIah
KM
L5 19 77 1 2 23 31" 74 29 6 35s
L992
Jumlah 322
I.2A9 l_. 500
191 313
584
2.178 3.799
2.59t 4.912 L.s62
L.92!
632 2I.L62
Sumber! Dinas perikanan propinsi NTT, 1993 Keterangan
:
TP
: Tanpa Perahu PTM : Perahu Tanpa Motor PMT : Perahu Motor Tempel KM : Kapal Motor Jumlah rumah tangga usaha perikanan laut di NTT kebanyakan (15.030) berusaha dengan perahu tanpa motor, atau tanpa perahu (4.73I) dan hanya sebagian kecil yang llberusaha memakai perahu motor tempel (769) dan kapal motor (632).Jumlah rumah tangga yang berusaha tanpaperahu motor terbanyak di Flores Timur (l.Il7), dengan perahu tanpa motor terbanyak
di Ende (3.878), dengan perahu motor tempel terbanyak di kabupaten Kupang (2g2), sedangkan dengan kapal motor terbanyak di kabupaten Manggarai (355) (Tabel 13). Nampak bahwa usaha perikanan laut di NTT llterutama di Flores masih dengan cara sederhana dan tradisional. bahkan tanpa perahu.
- zr
b.I.z
Alat Penangkapan Ikan
Di Nusa Tenggara Timur terbanyak dipakai alat tangkap tradisional seperti pancing, pukat kantong, bubu, dan sero. Sedangkan alat tangkap produktif yang sedang dikembangkan sesuai kondisi sumberdaya ikan dan periaran Nusa Tenggara Timur adalah "Purse seine"," Gill net"," Pole and Line",
" Long line" serta diversifikasi
alat tangkap yang ada. Jumlah alat tangkap
jika dibandingkan dengan tahun 1991 sebanyak 32.95L unit, berarti mengalami kenaikan sebesar 115,2 To atau 1.713 unit (Tabel 14).
sampai tahun 1992 tercatzt sebanyak 34.664 unit,
Tabel 14.
:=:-:---_ Jenis alat tangkap
Perkembaugan junlab alat tangkaP di ISIT, tahua 1988-1992 (unit). == = = ================
1.988 1.989 1990 1991 1992 Pertumbuhan (t)
238 265 386 381 396 Payang 2l-9 l-74 L64 L67 175 Purse Seine 641 582 587 533 52O Bagan 34 44 39 30 60 Long Line 106 110 113 85 7O Pole and Line 6.997 9.432 9-513 10.700 12.501 GiIl Net 14.813 20.236 20.92I 20-916 20.82I Lain-lain Jumlah
=========
16' 60 -5,O2 -O,82
-8t75 15135
t9,67 10'14
23.038 30.804 31.711 32-95! 34.664
Sumber: Dinas Perikanan TK I NTT' 1993
Perkembangan jumlah alat tangkap keseluruhan dengan alat tangkap produktif terus meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kesadaran masyarakat llakan potensi perairan serta kondisi tanah NTT yang kurang menguntungkan dan adanya motivasi pemerintah untuk memanfaatkan alat tangkap yang produktif dengan jalan memberikan demonstrasi-demonstrasi alat.
-22
Namun kalau dibandingkan dengan potensi perikanan di provinsi ini jumlah alat tangkap yang ada masih jauh dari cukup. Dengan demikian perlu dikembangkan alat tangngkap llyang lebih produktif. Penambahan jumlah alat tangkap yang produktif harus disertai dengan peningkatan jumlah nelayan dan armada penangkapan.
b.2. Budidaya Perikanan Usaha budidaya perikanan di NTI pada umumnya adalah budidaya ikan, terutama ikan bandeng, dan jarang sekali yang mengusahakan budidaya udang ataupun jenis lain. Hal
ini
disebabkan kondisi parairan yang kurang menguntungkan untuk budidaya jenis lain selain bandeng. Kondisi itu antara lain kurangnya air tawar untuk tambak serta sulitnya penyediaan bibit (udang windu) serta pakannya karena harus di datangkan dari lain daerah, khususnya dari Jawa yang memakan biaya yang cukup tinggi. Sedangkan sebaran pengusaha/rumah tangga yang mengusahakan budidaya baik di tambak atau di lokasi lain sudah dijelaskan pada Tabe1 14 di atas.
b.3. Usaha Swasta Asing/Nasional
Di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur sudah mulai banyak pengusaha nasional/asing yang menanamkan modalnya di bidang perikanan. Pengusaha tersebut sebagian besar beroperasi dengan pola PIR yang memakai nelayan setempat sebagai plasma ataupun mengopersikan langsung kegiatannya tetapi dengan menggunakan minimal 50% tenaga setempat. Sampai tahun 1992 tercatat sebanyak L2 perusahaan dari luar daearah yang telah mendapatkan ijin dari Direktorat Jenderal Perikanan yang beroperasi di perairan Nusa Tenggara Timur (rabel 15), sedangkan pada tahun 1990 jumlah perusahaan yang berbadan hukum berjumlah 48, sebagian besar (42) di desa dan terbanyak di kabupaten Kupang (27) (Tabel 16). Cukup mengherankan bahwa di daerah perikanan seperti Flores Timur dan Ende tidak terdapat perusahaan perikanan yang berbadan hukum.
-23
Tabel 15.
Daftar perusahaan yang tetah nendapat surat ijin
beroperasi di
Perairan NtrI
No. Nama urut Perusahaan
No. Surat ij in
Tanggal
Berlaku s/d
1.
PT. Tri Manunggal. Bahari, Ujung P.
80/TK/up/Vr/9r 18-O6-91 r2-O6-re94
2.
PT. Wisata Mitra Co. Ltd. Jakarta
rK.120/D3.6904/ 04-05-91 L4-O7-1994
3.
PT.
4.
Bergerak
di bidang
Penangkapan Ikan Hiu Hitam Penangkapanfkan
91K
31-07-91 14-08-1994
Penangkapan lkan Hiu Hitam
PT. Yongispira Sentosa, Jakarta
118/vrrr/Pps/91 0s-08-91 18-08-1994
Penangkapan Ikan
5.
PT. Oerip Mangkoe dijaya, Jakarta
rK.120/D3/9O3L/ 13-09-91 22-O9-re94 9lK
Pengumpulan ikan TangkapanNelaYan
6.
PT. Oerip Mangkoe dijaya, Jakarta
rK.120/D3/98ss/ 13-09-91 22-O9-L994
Penangkapan Ikan
7.
PT. Misaja Mitra Co.Ltd. Jakarta
rK.120/D3
/6929/ 04-05-91
L4-O7-1994
Pengumpulan/Peng. ikan dan udang
8.
PT. Misaja Mitra Co.Ltd. Jakarta
rK.12OlD3
/6905/ 04-06-91-
L4-07-L994
Pengumpulan/Peng.
o
PT. Ikadadi
rK.r2O/D3/5565/ 1O-O6-91 L2-O6-1994
Penangkapanfkan.
/8706/ 31-1O-92
Pengumpulan/Peng angkutan, Pemasa
Ichtus Indone- 1482/Sr-rcN/ vr.r /9L sia, Jakarta
Ampenan 10
11.
PT. Anajusui Indo nesia, Ujung Pandang
9lK
9lK
91K
9lK
rK.12OlD3 92K
.1s9s
ran Ikan
PT. Supra Otamina rK.120lD3/2e04/ 30-04-e2 92K Kav. DKI'
.1995
Jakarta Timur
L2.
PT. Metro Inter
national
Jakarta
Tangguh
ikan karangsegar
Penangkapan, Pengumpulan, pengola pemasaran
ikankarang
rK. 120/D3 92K
/23L/ L3-01-e2
.1995
Penangkapan, Pemasaran & Pengolahan ikan Hiu
Botol
-24
Tabel 16-
iruolab produksi perikanan laut menurut jenis (ikan dan non ikan; per Kabupaten, tahun l-gg2 (ton)
KabupaLen
Barat Sumba Timur
fkan
BBK
Sumba
r.326 ,3
Manggarai
3. 589, O 5.O15f5
Ngada
4
Ende
sikka
7.407,4 8.298,6
Flores Timur Alor
5.757 tO 2 .84O, 5
Kupang
TTS
49 rO
T T.U
93, 8
BeIu Jumlah
1
TA
JumIah
L.328 ,6
:'' 9O1, 3
22-,6
qA
L.482 ,4 6r5
5r0 ,4 46,7 2t8 ,7 59
qq
.7
23 19
'o:'o
2ll
,2
u":''
712,4
5.O'7t,4 6.928,g 4.3'76,9 7 .456,9 8. 345,
1r8 27,). 47Ot4
81,
1
2rQ
25L,9
3
6.It4t3 ,7 L4.693 , I 3 .1.O4
49,o 95, 3
I'u
3.285,8 60. 860,
BAL
,_,,
.349 ,3
12.78O t5
BL
2.O2I,2
3.295,8 509, 9
I.823 t 9
50. 860,
1
Sumber: Dinas perikanan NTT, 1993
b.4. Koperasi Unit Desa (KUD
Agar nelayan dan petani ikan dapat berperan serta dalam kegiatan pembangunan perikanan, mereka harus diarahkan pada prinsip menolong diri sendiri dalam bentuk kelompok dan mengelola usaha bersama secara kooperatif. Dengan adanya kelompok dan usaha bersama diharapkan mereka bersama-sama pula membentuk koperasi guna meningkatkan kesejahteraan para anggota dan keluarganya. Diakui bahwa koperasi perikanan yang ada selama ini belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak sekali masalah yang mereka hadapi baik dari dalam maupun dari luar tubuh koperasi itu sendiri. Karena berbagai masalah yang mereka hadapi, maka pengurus koperasi/KUD belum mampu memecahkan masalah dalam tubuh kopersi dan hal ini merupakan penghambat utama dalam perkembangan koperasi perikanan di daerah ini. Jumlah koperasi/KUD perikanan di NTT sampai tahun 1992 tercatat sebanyak 21 buah jumlah anggota sebanyak 434 orang. Dari jumlah tersebut ada20 koperasi yang masih dan satu buah yang non aktif.
dengan
altif
-25
c. pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan perikanan berupa Pelabuhan Perikanan Pemerintah telah menyediakan sarana produksi Pelabuhan Perikanan Pantai di Tenau, dan pangkalan pendaratan Ikan diantaranya satu unit di Kalabahi (Alor), Larantuka Kupang, lima unit Pangkalan Pendaratan Ikan masing-masing Ende, Maumere (Sikka) dan l,abuan Bajo ( Manggarai ).
(Flores Timur),
pelabuhan perikanan pantai Tenau Kupang telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas nelayan, dermaga, jetty, pabrik es' old storage' antara lain gedung kantor, gedung pertemuan dan suplai bahan bakar' bengkel, SSB, tempat pendaratan dan pelelangan ikan pengembangan prasarana perikanan selain itu dalam rangka mengantisipasi kemungkinan tanah di beberapa lokasi di masa mendatang, pemerintah telah menyiapkan dan membebas2kan di Nusa Tenggara Timur diantaranya :
(1) (2) (3) (4) (5)
Kabupaten Kupang dengan l,okasi di Bolok .Kabupaten T T S dengan lokasi di Bita Kabupaten T T U dengan lokasi di Oesoko Kabupaten belu dengan lokasi di Atapupu Kabupaten Flores Timur dengan lokasi di
(6) (7) (8) (e)
Oka dan Irwoleba Kabupaten Ende dengan lokasi di Ropa dan PauPanda Kabupaten Ngada dengan lokasi di Marapokat Kabupaten Sumba Timir, lokasi di Kuta Kabupaten Sumba Barat, lokasi di Katewel
11 ha 2ha 2,7
ha
2ha 0,5 ha 1,446 ha 0,849 ha
1,1 2,4 3,5
ha ha
ha
2ha
pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada azas pengembangan wilayah yang mencakup aspek produksi, pengolahan dan pemasaran hasil'
Ikan pada prinsipnya Fungsi pelabuhan perikanan Pantai dan Pangkalan Pendaratan adalah
:
a)sebagaipusatkegiatandanpembinaanusahanelayan;
b) c) d)
sebagai pusat penyuluhan dan modernisasi sarana/prasarana;
konsumen/pedagang; dan sebagai terminal tata niaga ikan antara produsen dan sebagai pusat stabilitas harga ikan'
zo
Fungsi Pelabuhan Perikanan Pantai lebih dititik beratkan pada pembinaan dan pelayanan perikanan usaha skala sedang dan besar, orientasi ekonomisnya ditujukan untuk ekspor dan erdagangan antar pulau. Sedangkan fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan lebih dititikberatkan pada pembinaan dan pelayanan usaha perikanan skala kecil (perikanan rakyat) dengan tujuan untuk mendistribusikan produk ikan segar bagi kebutuhan konsumsi lokal. Namun fungsi tersebut di atas belum dapat terlaksana sepenuhnya, yamg disebabkan oleh beberapa masalah, tetapi tidak berarti sebagai suatu kegaBalan, karena pembangunan dan modernisasi perikanan di Nusa Tenggara Timur harus bertolak dari kondisi daerah serta kondisi sosial ekonomi nelayan, sehingga pembangunan itu sendiri harus dilaksanakan secara bertahap. pentahapan tersebut dianggap penting karena perubahan sikap petani ikan/nelayan dari statis tradisional ke dinamis rasional tidak dapat berlangsung secara spontan tetapi harus secara bertahap dan berkesinambungan. Prinsip ini pulalah yang ingin dicapai melalui pembangunan pelabuhan Perikanan dan Pangkatan Pendaratan Ikan, yakni memperbaiki usaha dan tingkat pendapatan petani ikan/nelayan untuk tujuan jangka panjang.
berikut
Masalah-masalah pokok yang dihadapi dalam pengelolaan pasarana perikanan sebagai :
(t)
Kehadiran Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (ppl) belum sepenuhnya dipahami masyarakat baik fungsi, manfaat maupun peranannya dalam proses pembangunan perikanan, sehingga perlu dilakukan penyuluhan bagi masyarakat agar mereka dapat memaham fungsi dan manfaat dari prasarana yang dibangun tersebut.
(2)
Keterikatan masyarakat nelayan dengan pemilik modal dan pranata sosial Pelabuhan Perikanan/ppl.
(3)
Pemasaran hasil produksi perikanan yang belum terselenggara dengan baik, tidak seragam, bersifat tertutup dan tidak terdapatjaminan kelangsungan penawaran/permintaan di Pelabuhan Perikanan/ppl. rnkasi pemukiman nelayan yang terpencar sehingga mempersulit pembinaan dan secara fisik tidak berhubungan langsung dengan prasarana Pelabuhan perikanan/ppl.
(4)
di
luar
2.4. Kecenderungan Perdagangan Keruar propinsi dan Ekspor
Komoditi perikanan asal Nusa Tenggara Timur yang diperdagangkan keluar Wilayah Nusa Tenggara Timur serta daerah tujuan selama tahun 1992 dapat aililtat pada Tabel 17.
-27
Tabel 17. Jumlah konoditi perikanan yang diantarpulaukan dari provinsi Nusa Tenggara Tinur selama tabun L992.
Jenis Komoditi Ikan taut segar/Beku
Volume (Ton)
Tujuan Jawa
L.690 ,20
Timur,
TimTm,
dan DKI .lakarta
Udang Windu segar/Beku
0, 50
Jawa Timur, Bali, TimTim dan NTB Jawa Timur, BaIi
Udang Barong/Lobster
2 t90
.7awa
Ikan Kering/ Asin
29
Cumi-Cumi
,40
Jawa Timur
295
,40 28 t50 228,7O
?eripang Rumput Laut
Batu Lola
4
Kulit Kerang Mutiara
6, 30
Japing-Japing
t90
0, L0 32,40 7,!O
Sirip Hiu l{inyak hati Hiu Botol Nener (ekor)
Timu. Bali, dan DKI Jakarta
137. 639 . 500
SulSel Jawa TimurrSuISel dan DKI Jakarta SulSel Bali dan SulSel SuISeI SulSel,DKf Jakarta Jawa Timur Jawa Timur
Sumber: Dinas Perikanan TK I NTT, 1993
Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa komoditi yang banyak diperdagangkan ke luar Nusa Tenggara Timur adalah ikan laut segar/beku. Hal
ini
disebabkan produksi perikanan
di Nusa
Tenggara Timur adalah ikan laut yang rata-rata armada penangkapannya sudah melengkapi diri dengan alat pendingin (Cold Book) sehingga ikan hasil penangkapan dapat tetap segar. Selain
itu dengan menjual ikan yang masih
segar akan didapatkan keuntungan yang lebih besar.
-28
Sedangkan apabila dilihat dari daerah tujuan sebagian besar komoditi perikanan dari Nusa
Tenggara Timur adalah
h.3
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan karena kedua daerah tersebut
mempunyai potensi pasar yang cukup baik serta didukung oleh letaknya yang tidak terlalu jauh dari Nusa Tenggara Timur, sehingga transportasinya bisa lancar. Khusus komoditi nener hampir seluruhnya dikirim ke Jawa Timur, karena Jawa Timur mempunyai potensi tambak yang cukup luas dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan volume perdagangan antar pulau/antar provinsi komoditi perikanan Nusa
Tenggara Timur selama tahun 1988 sampai tahun 1992 tetzp didominasi olah ikan laut segar/beku dan nener (Tabel 18).
-29
Tabel 18.
Junlah produksi tanbak nenurut jenis
(ikan dan ron ikau) per Kabupaten
Pada
tahun L99Z (ton)
Kabupaten
Sumba
Ikan
Non
Ikan
Jumlah
Barat 8r7
Sumba Timur
Manggarai Ngada
8r7
3r1
3r1
14, 8
t4 rB
or
0r5
Ende
Sikka
Flores Timur Alor Kupang
77
5
40,0
t5
57
,5
TTS
0r3
TTU
74t5
715
22 tO
Belu
8r0
2rO
10,
O
Jumlah
58
58,2
116,
9
0r3
r7
Sumber: Dinas Perikanan NTT, 7993
-
5L,
b. Ekspor Komoditi perikanan NTT
Pemasaran
luar Negeri komoditi
perikanan Nusa Tenggara Timur mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan dari tahun ke tahun. Selain mengalami kenaikan
dalam volume dan nilai dalam beberapa tahun terakhir
juga
komoditi ekspor baru diantaranya ikan dasar dalam bentuk
mengalami penambahan jenis
'filled'
maupun utuh.
Komoditi perikanan yang diekspor dari Nusa Tenggara Timur serta Negara tujuan selama tahun 1992 tetterapada Tabel 19, sedangkan perkembangan volume dan nilai ekspor dari tahun 1988 sampu 1992 dapar dilihat pada Tabel 20
-
31
dn
Taber
2l.
Tabel 19.
Konoditi perikanan yang diekspor dari Nusa Tenggara linur dalan tabun 1992
=========================== ======================================
Jenie Komoditi
Volume (kg)
Nilai (Us $) Tujuan
200.000
50.000, 00
Denmark
Minyak Hati Hiu
9.180
93.0?5, 00
Jepang
Sirip Ikan Hiu
2. L35
12. 358,00
Singapura
Rumput Laut
Taiwan
Amerika Serikat 4,92
l4utiara Tuna/Cakalang
1.
093. 100
92 . 160, 00
724.O4O,OO
Jepang
singapura Jepang
Lobeter
L.42s
18.275,OO
Australia Amerika Serikat
Ikan Segar Ikan Beku/FiIlet
JumIah
52s
23.675,O0 Auetralia
135,00
45
1.306 .4L4,92 I.013. 118,00
sumber: Dinas Perikanan TK I NTT, 1993
-32
Jepang
Tabel 20.
perkembangan volune eksport
konoditi perikanan lfllT selama tahun
1988 _ 1992 (kg)
===
=
===== ====== == ===
=
========
==
=== == ==== ======= == == ========
Jenis Komoditi
19BB
Rumput Laut
95.
OO0
140.000
Minyak Hati Hiu
43.010
72.590
1989
1990
Sirip Ikan Hiu Mutiara Udang Windu
865
Tuna/CakaIang
Lobster
39,756
L992
L60.000
100.000
200. ooo
48.960
L7.520
9. 180 2 .1.3s
19,430
94,725
82r
s28
8s . 000 1. 0s4.415 59
59s
4,942
9s0. 400 1.093 . 100
3.0s0
Ikan segar
I.425 525
Beku (Fillet)
45
Sea Food prosen
Nener (ekor)
======= ===
199 1
227 L8
=
36.642
2.938.000 2.s00.000
Sumber: Dinas perikanan TK I NTT, 1993
-33
Tabel 21.
Perkerbangan nilai
ekspor konoditi prikanan Nuss Tenggara linur
selama tbun 1988 - L992(us$)
==============================================================================
Jenis Komodlti
Rumput Laut
Minyak Hati Hiu
1988
22.85O,OO
206.o22,oo
1990
1989
94. 400, 00
40. 000, 00
462.485 ,OO 376.567,OO
169.949,0O
63 . 500, 00
Udang Windu
346.487 ,OO
260 .47 4 ,88 29O.879
10. 553, 84
10. 017
Tuna/CakaIang
4.488,
550.968, 00
5. 545, 00
54.900, 00
OO
92 .
150,00
724.O4O ,OO
L8.275
,OO
23 .6"15 tOO
Ikan Segar
135,00
Beku (Fitlet) 182 . 451, 00
Sea Food Prosen Nener
93.075,
0O
56.L24,13 696.2L4 ,40 849,0o
Lobster
,88 r.42O .343 ,40 , O0
50.000,00
12 . 358,00
12.981, 5?
sirip Ikan Hiu Mutiara
t992
1991
59.110,00
75 - 000' o0
Sumber: Dinae Perdagangan TK I NTT' L993
-34
Data pada Tabel 19,20,21 menunjul,rkan bahwa komoditi perikanan yang diekspor dan mempunyai nilai paling tinggi adalah ikdn tuna/cakalang yaitu sebesar 1.093. 100 kg dengan nilai sebesar UUS$
724.040,N dan negara tujuan Singapura dan Jepang. Pengusaha harus
dapat
memberikan produk yang mempunyai kualitas yang baik, sebab importir selalu mengadakan pengujian terhadap barang yang diimpor. Selain itu nelayan juga harus dapat menjaga mutu ikan
atau produk lainnya; untuk
itu
diperlukan peran penyuluh agar memberikan penyuluhan
mengenai tata cara penanganan produk perikanan.
Menelusuri perkembangan ekspor dari tahun 1988 sampai tahun 1992 terlihat bahwa
komoditi yang mengalami kenaikan terus adalah ikan tuna/cakalang. Selain itu ada beberapa komoditi yang justru mengalami penurunan misalnya saja nener dan udang windu, bahkan tahun 1992 tidak ada ekspor. Terhentinya ekspor udang windu ini karena usaha budidaya tambak tidak
lagi beroperasi, di samping beberapa hambatan yang dihadapi oleh pengusaha, baik
masalah
teknis maupun non teknis.
I-4-
Penyerapan Tenaga Kerja Dalam Produksi Perikanan Dan Industri Pengolahan
Hasil Perikanan
Salah satu tujuan Pembangunan Nasional adalah menciptakan lapangan kerja baru, sehingga dapat mengurangi pengangguran. Salah satu sub sekfor pada sektor petanian yang mempunyai peluang yang perlu dikembangkan untuk dapat me nyerap tenaga kerja baru adalah
Perikanan. Pada tahun 1991 jumtah serapan tenaga keda pada sub sektor perikanan adalah sebesar 8l .253 orang dan pada tahun 1992 tercatat 81.588 orang yang berarti terjadi peningkatan
0,46
Vo
arau bertambah 335 orang eabe|2z).
-
35
Tabe]-
serapaD tenaga kerja Sub Sektor Perikanau lfltrl tahun 1992
22.
dirinci nenurut cabang usaba (orang)
=
=== ==
=
== == = = = == = = = = = = = = =
-
======
======
====
= = ==
== = = = = = = = = = == == = == = = =
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah RTP
Cabang Usaha
Perikanan Laut
=
:
27.762
Penangkapan
63
.486
- Budidaya Perikanan Darat
:
' Perairan Umum
L.752
L.'152
277
542
-
Tambak
-
Kolam
7.L47
t4.294
-
Sawah
757
1.s14
31.089
81. 588
JumIah
Sumber: Dinas Perikanan TK I NTT, 1993
Keterangan
:
- I TP laut terdiri atas 3 oang nelayan -I
-
RTP Perairan Umum terdiri atas 1 orang nelayan
1 RTP Budidaya
terdiri dat'' 2 orang nelayan/petani ikan.
-
35
Perbandingan kesempatan kerja Sub Sektor Perikanan dengan kesempatan kerja keseluruhan Sektor Pertanian dapat dilihat padaTabeL 23
Tabel 23.
Kesempatan
.
kerja per subeektor dalan Sektor Pertanian tahuu 1989-
1e90 ( r)
Pria
Total
Lapangan Usaha
Wanita
Kenaikan
total
(sub sektor)
1989
1990
Tanaman Bahan I'lakanan
74r5 74,6
72
Tanaman Perkebunan
L2t5 t4r4
13,0
14,9
Peternakan/Perikanan Kehutanan
,8
'12
,4
Dari data pada tabel 23
1990
76,9
7'lt9
Or1
t6
13r5
7,9
r1
5,9
7,7
8,4
9,2
4,5
51
3
0,8
6,2
3,3
5r7
3r4
7,O
3r3
-2r9
100,0 100,0 100,0 100,0
.Iumlah
1989
1990
1989
100,
o
100,0
dapat dijelaskan bahwa perkembangan penyerapan tenaga kerja pada sub
seldor perikanan masih bergabung dengan sub sektor peternakan. Hal ini menunjul*an bahwa pendataan tenaga kerja pada sub sektor perikanan masih rendah. Pada subsektor perikanan dan
peternakan secara total terdapat peningkatan kesempatan kerja pada tahun 1989
0,8
To. Peningkatan
ini
-
1990 sebesar
dapat bertambah pada tahun-tahun berikutnya dengan bertambahnya
-37
pengusaha luar yang mengadakan investasi
di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur, juga
dengan makin sadarnya masyarakat NTT akan pentingnya memanfaatkan sumber daya perikanan
yang ada.
Perkembangan hasil olahan produk perikanan di Nusa Tenggara Timur dijelaskan pada
Tabel24.
Tabel 24.
Perkembangan
produksi ikan haEil olahan dari produksi ikan laut
tabun 1988 - 1992 (ton)
Jenis Perlakuan
Pengeringan
1988
8.229
1990
L989
Pembekuan
Jumlah
1992
t4 8.?84,3 9.383,4 11.059r8 L3.648'O
Pemindangan Pengasapan
1991
9O4,4
943,6
1^O,2
915,8
974t1 1.031,9
2.567,9 3.836,3 1.380,7 2.963,8 1.879,1
L1.801
,7 13.566,9 1L.580,9
Sulober: Dinag Perikanan TK I NTT,
-
38
1993
15.007
t9
L6.559,0
IU. MASALAH DAN KENDALA PENGEMBANGAN PERIKANAN DI.NUSA TENGGARA TIMUR
3.L Prasarana
Pasca Panen Hasil Perikanan
Mengingat sifat komoditi perikanan yang mudah dan cepat rusak, maka pembinaan pasca panen hasil perikanan sangat penting untuk memperhhankan kesegaran ikan sehingga ikan yang sampai pada konsumen masih dalam kondisi baik. Dengan demikian maka nelayanlpetani ikan akan dapat memperoleh harga yang layak serta meningkatkan pendapatannya.
Sebagai upaya pembinaan pasca panen termasuk pembinaan mutu hasil perikanan maka
Pemda Tingkat
I
Nusa Tenggara Timur telah membangun laboratorium Pembinaan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan di Kupang dengan berbagai perlengkapannya. Laboratorium ini
telah dimanfaatkan mulai tahun 1991. Selain
I99lll992juga telah dibangun Laboratorium
itu melalui
dana APBD
I
Tahun anggaran
Pembinaan dan Pengujian Mutu hasil Perikanan
Cabang Maumere di Maumere. Namun keberadaan Laboratorium tersebut sampai saat
ini belum
dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Karena belum tersedianya fasilitas perlistrikan.
samping
itu
Di
untuk menunjang dan mengembangkan usaha pengolahan perikanan rakyat telah
pula dibangun beberapa prasarana pengolahan berupa bangsal pengolahan ikan di Ende dan Maumere masing-masing satu Unit.
-
39
Dalam r:rrtgk;* menunjang kegiatan ekspor/perdagangan antar pulau komoditi perikanan dalam bentuk segar maka pihak swasta telah membangun sejumlah unit pengolahan/pengawetan
hasil perikanan berupa Cold Storage masing-masing
:
a)
PT Bali Raya dengan kapasitas 500 ton di Maumere
b)
PT Mintraco Raya Utama dengan Kapasitas 700 ton di Maumere.
c)
PT Nusa Mas Timor Raya dengan kapasitas 250 ton di Maumere
d)
PT Nelayan Bhakti dengan kapasitas masing-masing 250 ton di Larantuka(Flotim) dan Kalabahi (Alor).
Tetapi dengan terjadinya gempa bumi yang melanda daratan Flores tanggal 12 Desember 1992, maka prasarana yang telah dibangun di atas mengalami kerusakan, seperti Cold Storage
milik PT Bali raya di Maumere rusak total dan tidak berproduksi lagi, sedangkan prasarana milik perusahaan lainnya dalam keadaan rusak berat dan ringan, namun masih dapat direhabilitasi dan
beroperasi kembali.
3.2. Pemasaran
Usaha perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya, adalah suatu rangkaian bagian-bagian proses yang saling mempengaruhi. Contoh dalam perikanan tangkap, mulai dari persiapan penangkapan sampai pada ikan diterima konsumen adalah suatu proses sehingga apabila ada salah satu bagian yang kurang baik, akan mengakibatkan hasil yang kurang baik.
Salah satu bagian dari proses tersebut yang mempunyai peran yang cukup penting demi keberhasilan usaha perikanan dimaksud adalah pemasaran, karena bagaimanapun baiknya bagian
-40
yang lain sehingga didapatkan produksi ikan atau komoditi perikanan yang lain dengan mutu
yang prima, tetapi apabila pemasiuannya kurang baik maka pengusaha tersebut
akan
mendapatkan keuntungan yang kurang memuaskan. Dengan demikian bidang pemasaran perlu
diperhatikan oleh setiap pengusaha perikanan, baik pengusaha besar, sedang ataupun oleh nelayan/petani ikan.
Sampai saat ini para nelayanlpetani ikan di Nusa Tenggara Timur pada umumnya masih
mengalami kesulitan dalam memsarkan hasil produksinya. Hal
ini disebabkan mereka belum
mengetahui mekanisme dan pola pemasaran yang ekonomis.
Cukup banyak faktor yang mempengaruhi iklim pemasaran dan pola tataniaga ikan di daerah Nusa Tenggara Timur, sehingga adanya kecenderungan pemasaran ikan tidak ditentukan
oleh nelayan sebagai produsen tetapi lebih ditentukan oleh pihak pedagang pengumpul dan atau pengecer. Kondisi semacam ini mengakibatkan pihak nelayan hanya menerima bagian kecil dari
nilai hasil tangkapannya. Pola Tata Niaga Ikan yang umum berlaku di Nusa Tenggara Timur saat
ini dapat digambarkan pada bagan berikut:
Pedagang Pengumpul
Nelayan Produsen I
Pedagang Pengecer I
Konsumen
-
4t-
Sebetulnya pada daerah-daerah tertentu sudah dibangun prasarana Pangkalan Pendaratan
Ikan yang telah dilengkapi dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), tetapi nelayan belum sepenuhnya memanfaatkan fasilitas tersebut. Hal ini disebabkan karena:
a)
sebagian besar nelayan belum mengerti fungsi dan manfaat
TPI
TPI, padahal dengan adanya
diharapkan dapat membantu nelayan dalam menyalurkan/memasarkan hasil
produksinya serta melindungi nelayan terhadap harga. b)
kalaupun ada nelayan yang mengerti fungsi dan manfaat TPI tetapi karena mereka sudah
terikat dengan pemilik modal yaitu sistem "future market" atau penjuatan ikan tetapi harga sudah ditentukan lebih dahulu oleh pemilik modal sebelum ikan didapat. Hal ini tedadi karena nelayan mempunyai hutang kepada pemilik modal. Akibatnya TPI kurang
berfungsi sebagaimana mestinya.
Secara ekonomis memang belum ada penelitian
rinci menyangkut tingkat ekonomi
masyarakat nelayan kususnya di Nusa Tenggara Timur, namun bila dikaji melalui pengamatan
ternyata tingkat kehidupan nelayan dan petani ikan masih sangat memprihatinkan dibanding
tingkat kehidupan pedagang ikan. Pendapatan di tingkat nelayan yang relatif rendah ini menyebabkan kurangnya gairah nelayan untuk mengembangkan usahanya ke arah rasionalisasi pemanfaatan sumber daya.
Menyadari akan adanya ketimpangan-ketimpangan dalam aspek tatz niaga ikan di Nusa Tenggara Timur, maka pemerintah daerah telah berupaya mengambil langkah{angkah kebijakan
untuk mengembangkan pemasaran hasil produksi perikanan, yang pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan mutu hasil perikanan, merangsang peningkatan produksi, meningkatkan
-42
pendapatan nelayan serla membuka lapangan keda baru. langkahJangkah kebijakan tersebut
meliputi:
a)
Membina dan menangani secara menyeluruh segala aspek yang mempengaruhi tata niaga
ikan menuju penyederhanaan sistem dan mekanisme pemasaran; b)
Membina dan meningkatkan teknik penanganan dan pengolahan komoditi perikanan untuk
meningkatkan mutu; untuk
itu Iiboratorium
Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil
perikanan di Kupang akan semakin ditingkatkan peranannya; c)
Membina nelayan agar memanfaatkan sarana dan prasarana perikanan
yang
telah
disediakan pemerintah guna menghindari praktek-praktek transaksi jual beli ikan yang merugikan pihak nelayan, seusai dengan Peraturan Daerah Propinsi Dati I Nusa Tenggara
Timur No.3 Tahun 1987 tentang Pendaratan, Pembelian dan Pengelolaan Hasil Ikan; d)
Meningkatkan pelayanan transpor antara sentra-sentra produksi dengan sentra-sentra pemasaran (Pusat-pusat konsumen ikan).
Sebagian besar hasil tangkapan nelayan dipasarkan dalam bentuk ikan segar
di
pasar
lokal. Produk olahan berupa ikan asin/kering umumnya hanya dipasarkan pada waktu-waktu paceklik atau dipasarkan ke luar daerah. Pemasaran ke luar daerah propinsi atau ke luar negeri dilakukan pengusaha dengan kategori menengah atau besar.
3.3 Sumberdaya Manusia Yang Trampil
Salah satu komponen yang mempunyai peranan penting dan menentukan keberhasilan usaha perikanan/kelautan adalah sumberdaya manusia yang
-43
memiliki keterampilan dalam bidang
tersebut. Sumberdaya manusia yang mempunyai keterampilan inilah yang dewasa
ini
banyak
dibutuhkan, karena dengan keterampilannya akan dapat menghasilkan produksi yang memuaskan. Dalam usaha perikanan tangkap/laut sumberdaya manusia yang dimaksud adalah nelayan yang mempunyai keterampilan mengoperasikan alat tangkap, menangani hasil tangkapan
agar tidak rusak, keterampilan mengemudikan kapal serta keterampilan menentukan "fishing ground" (daerah dimana ikan berada). Pada usaha budidaya, baik budidaya ikan atau komoditi yang lain, sumber daya manusia tersubut harus mempunyai keterampilan mengelola lahan, penentuan bibit, perawatan, mengetahui kualitas
air, mengetahui ikan yang sakit dan cara
mengatasinya, serta masih banyak keterampilan yang diperlukan petani ikan agar usahanya dapat
berhasil dengan baik, disamping komponen yang lain.
Selain itu ada sumberdaya manusia yang tidak langsung berperan dalam suatu usaha perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, tetapi mereka ikut mempengaruhi keberhasilan usaha tersebut. Termasuk dalam kelompok
ini
adalah tenaga
penyuluh Oaik PPL, PPM, PPS), pegawai Dinas Perikanan atau pegawai instansi lainnya yang terkait.
a. Nelayan
Seperti dijelaskan
di
atas sumberdaya manusia yang mempunyai pengaruh langsung
terhadap keberhasilan usaha penangkapan adalah nelayan. Nelayan yang terampil mempunyai peluang keberhasilan lebih besar daripada nelayan yang keterampilannya kurang. Sebetulnya
setiap nelayan mempunyai keterampilan dalam melaksanakan kegiatan penangkapan, baik
-44
keterampilan mengemudikan kapal, mengoperasikan alat tangLlap, dan mencari " fishing ground"
tetapi keterampilan yang dimiliki setiap nelayan berbeda, ada yang kurang terampil, cukup
terampil, sangat terampil dan lainlain. Masalahnya disini adalah sulit mengetahui tingkat keterampilan setiap nelayan, karena tidak ada parameter baku yang dipakai, sehingga kalau
ingin mengetahui tingkat keterampilan nelayan harus diadakan penelitian tersendiri. Dengan alasan
itu maka dalam uraian ini
semua nelayan dimasukkan ke dalam kelompok sumberdaya
manusia yang terampil.
Jumlah nelayan di Nusa tenggara Timur sampai dengan tahun 1992 tercatat sebanyak 68.605 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah nelayan pada tahun 1991 yakni sebesar 69.250 orang, berarti terjadi peningkatan sebesar 0,52 % atau 355 orang (Tabel 26).
Perkembangan jumlah nelayan di
Tabel26.
NfI,tahun 1988 - L992
(Orang)
================================== Tahun
Jumlah Nelayan
1988 1
989
54.343 66 .7
4I
l_990
67.832
1991
68.250
1992
68. 505
Pertumbuhan (t)
Lr7
Sumber: Dinas Perikanan TK I NTT, 1993
-45
Peningkatan jumlah nelayan
ini
disebabkan karena meningkatnya minat masyarakat Nusa
Tenggara Timur untuk berusaha
di
subsektor perikanan. Apalagi tahun-tahun terakhir ini
pemerintah Daerah
telah
memasukkan Sub Sektor Perikanan
dalam kelompok Program
Pembangunan yang diprioritaskan.
b.
Petani Ikan
Kalau dalam perikanan tangkap nelayan merupakan sumberdaya manusiayang bertanggung
jawab terhadap keberhasilan usaha penangkapan, maka dalam usaha budidaya petani ikan yang
mempunyai peranan penting. Keterampilan petani ikan dalam memelihara ikan sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya tersebut
.
Jumlah petani ikan di Nusa Tenggara Timur sampai dengan tahun 1992 adaJah 8.987 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah petani ikan pada tahun sebelumnya yakni sebesar 8.895
orang, berarti
ada penaningkatan sebesar 1,03 % atau92 orang (Tabel 27).
-46
Tabel 27.
Perkeobaagau junlab petaai ikau di
lf:fT' eelama th 1948 - L992 (Oraag)
.
================== ===--===============
Tahun
Petani Ikan
1988
8.007
1989
8.246
1990
8.558
1991
8.895
L992
8.987
Pertumbuhan (t)
3105
Sumber: Dinas Perikanan TK f NTT, 1993
c. Tenaga Penyuluh Perikanan
Tenaga penyuluh perikanan mempunyai peranan yang
Pnting terhadap keberhasilan usaha
perikanan, baik perikanan tangkap atau budidaya, walaupun peranan penyuluh tidak langsung.
-47
Jumlah tenaga penyuluh perikanan sampai awal bulan Maret 1993 tercatat sebanyak 194 orang yang terdiri atas 8 orang Penyuluh Sarjana (PPS) dan 186 orang Penyuluh Non Sarjana
(PPL) dengan perincian berdasarkan pendidikan sebagai berikut
Sarjana Perikanan
7
Orang
Sarjana Biologi
1
Orang
SPP/SUPM
22 Orang
APP/D3 Perikanan
14
Orang
D3 Pertanian
6
Orang
SPMA
117 Orang
STM Pertanian
22 Orang
SNAKMA
4
Orang
SMA
I
Orang
Jumlah
194 Orang
:
Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa tenaga penyuluh di Nusa Tenggara Timur terutama yang berlatar belakang pendidikan perikanan masih sangat dibutuhkan untuk menunjang perkembangan bidang perikanan di daerah
ini mengingat wilayah perairannya cukup luas serta
mempunyai potensi yang besar, sedangkan banyak tenaga penyuluh yang berlatar belakang pendidikan bukan perikanan.
-48
d. Pegawai Dinas Perikanan
Sama dengan tenaga penyuluh, pegawai Dinas Perikanan mempunyai peranan yang cukup
penting dalam pengembangan perikanan. Pegawai Dinas Perikanan di Nusa Tenggara Timur baik
TK I maupun TK II sampai tahun
1992 seluruhnya berjumlah 595 orang dengan perincian latar
belakangnya sebagai berikut:
Sarjana Sarjana
Perikanan
16 orang
Umum
6
orang
Sarjana Muda
Perikanan
9
orang
Sarjana Muda
Umum
26
orang orang
SLTA
Perikanan
55
SLTA
Umum
234 orang
SLTP
134 orang
SD
115 orang
Jumlah
595 Orang
Data di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar dari pegawai Dinas Perikanan berlatar
pendidikan bukan perikanan dan berpendidikan menengah ke bawah. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan pembangunan perikanan
di Nusa
Tenggara Timur sehingga perlu
diadakan latihanJatihan terhadap pegawai khususnya yang berlatar belakang pendidikan non
-49
perikanan serta dalam penerimaan pegawai baru harus diprioritaskan terhadap tenaga yang berpendidikan perikanan.
e. I^ain-lain
Selain kelompok tersebut di atas masih ada beberapa kelompok sumberdaya manusia yang
mempunyai keterampilan dan kemampuan
di bidang perikanan yang secara tidak langsung
berpengaruh terhadap perkembangan perikanan. Mereka adalah para tenaga peneliti dan tenaga pengajar perikanan di perguruan tinggi.
3.4 Kredit
Pedesaan/ Sumber Modal
Salah satu faktor yang sangat penting dalam memperlancar usaha perikanan dengan baik adalah tersedianya modal yang memadai. Modal seringkali menjadi masalah tersendiri yang harus
dihadapi oleh pengusaha, baik pengusaha besar & maupun pengusaha kecil termasuk didalamnya
nelayan atau petani ikan. Untuk itu perlu dilakukan penanganan yang cermat baik oleh pihak pemerintah maupun swasta.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah permodalan adalah dengan penanaman modal
baik dari pihak swasta maupun BUMN yang
terutiama diarahkan untuk mendorong
pengembangan produksi yang mendukung sektor industri
dan sekaligus
merangsanga
perkembangan perikanan nasional yang menunjang ekspor.non migas. Penanaman modal oleh
-
50
masyarakat/koperasi, disamping untuk meningkatkan ekspor terutama diarahkan bagi peningkatan
produksi ikan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Kebijakan penanaman modal dalam bidang perikanan diarahkan pada upaya merangsang perkembangan usaha perikanan nasional dan sekaligus membantu mengangkat status perikanan skala kecil. Kebijakan tersebut diprioritaskan
bagi pengembangan perikanan tradisional dengan meningkatkan kegiatan BUMN dan swasta besar melalui Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR).
Penanaman modal melalui BUMN sendiri ditujukan untuk peningkatan kemampuan dalam melaksanakan fungsinya sebagai agen pengembangan serta memelopori kegiatan usaha perikanan yang belum menarik minat swasta. Sedangkan modal swasla terutama diarahkan pada usaha-usaha perikanan skala besar dan sedang serta tidak menimbulkan persaingan dengan usaha
perikanan tradisional bahkan lebih diarahkan pada fungsi perusahaan pembimbing sehingga dapat membantu pengembangan perikanan tradisional. Penanaman modal asing dalam rangka
PMA dilakukan dalam patungan dengan perusahaan nasional dan diarahkan pada daerah-daerah yang belum dieksploitasi oleh kegiatan-kegiatan perikanan tradisional, dan dalam rangka memanfaatkan sumberdaya perikanan di perairan ZEE. Usaha patungan tersebut diarahkan pula pada industri perikanan terpadu yang menangani kegiatan produksi perimer, kegiatan pengolahan
dan pemasaran hasil. Penanaman modal di bidang perikanan terutama diarahkan pada usatra penangkapan (tuna/cakalang, hiu dan teripang), pembenihan udang, budidaya tambak, budidaya
rumput laut, teripang, dengan unit-unit pengolahan (pembekuan, pengalengan dan tepung ikan). Jumlah pengusaha yang menanamkan modalnya di Nusa tenggara Timur sampai tahun 1992bark
PMDN maupun PMA sebanyak kurang lebih 410 buah.
-51
Agar para nelayan dan petani ikan dapat berperan serta dalam kegiatan pembangunan perikanan, mereka harus diarahkan pada prinsip menolong diri sendiri dalam bentuk kelompok dan mengelola usaha bersama secara kooperatif.
Dengan adanya kelompok dan usaha bersama diharapkan mereka dapat bersama-sama pula membentuk Koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota dan keluarganya.
Diakui bahwa koperasi-koperasi perikanan yang ada selama ini belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak sekali masalah yang mereka hadapi baik dari dalam maupun dari
luar tubuh koperasi itu sendiri. Karena berbagai masalah yang mereka hadapi, maka para pengurus koperasi/KUD Perikanan belum mampu memecahkan masalah dalam tubuh koperasi dan hal
ini merupakan penghambat
utama dalam perkembangan koperasi perikanan di daerah
ini.
Menyadari ketimpangan ini, Pemerintah telah berupaya menata kembali struktur perkoperasian yang ada, sekaligus menetapkan langkah-langkah penertiban dalam penyehatan managemen. Jumlah koperasi/KUD Perikanan di NTT sampai Tahun 1992 tercatat sebanyak 21 buah dengan
jumlah anggota sebanyak 434 onng. Dari jumlah koperasi/KUD Perikanan yang ada hanya 20 buah yang masih aktif dan satu buah lainnya non aktif.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kedit
program
pemerintah sesuai Inpres No.9 tahun 1989, pada tahun 1992 keadaan pengkreditan tersebut adalah sebagai berikut realisasi kredit Rp. 766. 120.335,-, pengembalian kredit (pokok
Rp. 466.430.972,- dan tunggakan kredit (pokok
*
bunga).Rp. 299.689.365,-
*
bunga)
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembalian kredit adalah :a) penetapan nelayan penerima kredit tidak dilaksrfakan secara selektif; b) tingkat keterampilan nelayan masih
relatih rendah; c) mentalitas nelayan yang rendah dalam pengembalian kredit dan d) koordianasi
antara instansi terkait dalam pelaksanaan
kedit belum berjalan sec:ra baik. Dalam
upaya
pemecahan masalah perkreditan tersebut perlu ditingkatkan kegiatan penyuluhan tentang manfaat
kredit, menginventariser permasalahan, baik tehnis, maupun non tehnis sehingga diperoleh upaya penanggulangan dan ditingkatkan koordinasi antara instansi terkait.
Sejak Tahun 1989, PT. Bali Raya telah menyalurkan kredit berupa Kapal Motor Pole and
Line sebanyak 26 buah dalam bentuk Pola PIR kepapa 26 onng nelayan dengan nilai kredit sebesar Rp.1.820.000.000,-
(Rp.
70.000.000,- p€r kapal). Jumlah angsuran kredit nelayan
penerima kapal pada BRI Cabang Maumere hingga pada akhir tahun l992baru mencapai sebesar
Rp.
11
juta lebih.
3.5 Penelitian dan Penyuluhan Perikanan
Dalam menunjang pembangunan perikanan dipedukan penelitian perikanan agar didapatkan teknik-teknik baru atupun hal-hal baru yang dapat diterapkan oleh nelayan atau petani
ikan. Di Nusa Tenggara Timur penelitian perikanan belum dilakukan dengan baik karena kekurangan fasilitas penelitian, tenaga peneliti serta dana. Selama
ini
penelitian perikanan
dilakukan oleh staf pengajar, staf peme rintah/dinas perikanan maupun mahasiswa dengan menggunakan fasilitas seadanya dan tentu hasil penelitiannyapun kurang memuaskan.
-53
penyuluhan mempunyai pemnan yang cukup penting dalam mengembangkan usaha perikanan di provinsi
ini. Karena tenaga penyuluhlah yang efektif mentransfer informasi
atau
teknologi baru yang dihasilkan oleh peneliti, selain harus menguasai teknologi/bahan yang akan disuluhkan pada sasaran (nelayan/petani ikan ), penyuluh juga harus mempunyai kemampuan menyampaikan bahan dengan baik dan penyuluh harus pandai beradaptasi dengan lingkungan dimana dia melakukan penyuluhan.
Kegiatan penyuluhan perikanan pada dasarnya adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sertra merubah sikap dan perilaku para nelayan dan petani ikan agar mereka bertindak dinamis, produktif dan efiesien dalam mengembangkan usahanya sehingga
mampu memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada guna memperoleh nilai tambah dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. Salah satu aspek yang mendapat perhatian utama dalam program pembangunan perikanan adalah usaha memeprsiapkan nelayan/petani ikan agar
mereka mau dan mampu mengembangkan usahanya dengan menerapkan teknologi yang dianjurkan. Usaha tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan aparat penyuluh perikanan
dalam memberikan penyuluhan tentang teknik berproduksi yang tepat dan sesuai kemampuan nelayan dan petani ikan
dapat dijangkau
itu sendiri.
Mengenai keadaan penyuluh sampai awal 1993 dapat dijelaskan sebagai berikut:
l)
Sarjana (PPS) berjumlah 8 orang
-54
a)
2 orang meninggalkan tugas 1 orang tidak lapor
diri
sejak bulan Pebruari 1992
3 orang pindah ke Struktural 1 Orang pindah ke Bali
I
b)
tetap sebagai PPS
Keaktifan tenaga PPS
2 orang tidak aktif
sebagai PPS (satu orang memegang jabatan Kadis Sumba
satu orang tugas belajar S2); PPS yang aktif 6 orang (2 di provinsi,
c)
Status Kepegawaian
3 orang PNS 1 orang lulus ujian saringan periode L99211993
4 orang honorer
2)
Non sarjana jumlah 186 orang
a)
4 orang PPL pindah pada Sub Sektor Tanaman Pangan
b)
Status kepegawaian 108 orang PNS 11 orang CPNS
67 orug Honorer
c)
Status pendidikan 150 orang Pendidikan Dasar Non Perikanan
36 orang Pendidikan Dasar Perikanan
-55
Timur dan
4 < < di kabupaten)
Dari data di atas dapat dilihat bahwa tenaga penyuluh baik yang PPS maupun PPL yang ada sebagian besar berpendidikan non perikanan sehingga perlu diadakan Diklat-Diklat bagi penyuluh agar dapat mengembangkan dirinya, disamping itu ada beberapa tenaga yang pindah
ke struktural atau tidak ahif sehingga akan sangat mempengaruhi perkembangan
usaha
perikanan di daerah ini.
Agar proses penyuluhan dapat berjatan dengan baik diperlukan sarana penunjang kegiatan penyuluhan. Untuk itu telah diba ngun beberapa sarana-prasarana baik melalui kegiatan proyek
APBN, APBD maupun Swasta serta bantuan luar negeri. Sarana- sarana tersebut antara lain adalah:
(1)
Unit Pembinaan Modernisasi Bertahap (UPMB) 1 unit di Kupang
(2)
Pelabuhan Perikanan Pantai 1 unit di Kupang
(3)
Pangkalan Pendaratan Ikan
(PP! 5 unit di Alor, Flotim, Sikka, Ende dan Labuan Bajo
(Manggarai).
(4)
Cold Storage 6 unit ditenau, Maumere, Kalabahi, larantuka
(5)
LPPMHP 2 unit di Kupang dan Maumere
(6)
Pos Penampungan nener 4 unit
O (8)
Work Shop 1 unit
(9)
Demplot Tambak 2 unit di belu dan Kupang
(10)
Balai benih ikan 15 unit
Bangsal Pengolahan Ikan 3 unit di Maumere, Ende dan Kupang
-56
(11)
Pabrik Es 6 Unit
(I2)
Trainning Centre Perikanan 1 unit di l^arantuka
(13)
Kapal latih 7 GP 1 unit di Flores Timur
(I4)
Jumlah WKPP di dua belas Kabupaten se NTT sebanyak 702
(15)
BPP Pantaidi
NTI
seluruhnya 63 unit yang diserahkan pada dinas perikanan Propinsi
NTT dalam kondisi baik.
Ketujuh BPP tersebut adalah:
(a) BPP Oeteta Kupang
(b) BPP Ainiba Belu (c) BPP Alor Besar di Alor (d) BPP I-eoleba di Flores Timur (e) BPP Sikka di Sikka
(0 BPP Riaraja di Ende (g) BPP Komodo di I-abuan Bajo Manggarai.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan BPP-BPP tersebut adalah
(a) terbatasnya tenaga personil (tenaga teknis perikanan);
(b) tidak tersedianya sarana transportasi bagi petugas BPP.
-57
;
3.6 Prasarana Perikanan Yang mempengaruhi Produksi Perikanan
a. Armada Penangknpan
Kegunaan dan jumlah armada penangkapan di
NTI
sudah diuraikan pada bab terdahulu.
Dalam kaitan denganperkembangan armada penangkapan yang ada, sangatlah diperlukan adanya
bengkel reparasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki mesin kapal yang mengalami kerusakan. Sampai saat
ini
salah satu permasalahan yang dihadapi oleh nelayan adalah tidak
adanya bengkel reparasi di wilayah Kupang apalagi di kabupaten lain. Apabila ada mesin kapal
yang rusak harus dibawa keluar
NTI
terutama ke Surabaya atau Ujung Pandang. Hal ini
sangatlah kurang efektif baik dilihat dari segi biaya maupun dari segi waktu. Masalah lain yang
dihadapi oleh nelayan adalah tidak adanya agen atau toko yang menjual bahan baku pembuaian alat tangkap terutama untuk jaring, sehingga apabila nelayan mengalami kerusakan alat atau mau menambah jumlah alat tangkap mereka harus mendatangkan dari luar daerah.
b. Budidaya Perairan
Berbagai masalah menghambat pengembangan usaha budidaya di NTT. Masalah-masalah tersebut antara lain:
(1)
Tidak ada fasilitas jalan yang cukup baik ke lokasi tambak, sehingga transportasi terhambat terutama untuk membawa makanan ikan 4tau udang.
-
58
(2)
Belum adanya fasilitas pembenihan, baik pembenihan udang ataupun bandeng, sehingga membuat pengusaha mengalami kenaikan biaya produksi karena harus mendatangkan
bibit
dari luar daerah. Untuk bandeng memang banyak memanfaatkan nener alam, dan dapat mencukupi, tetapi nener alam tidak setiap waktu tersedia (berdasarkan musim), serta ukuran nener alam yang ditebar juga tidak seragam. (3)
Belum ada toko atau agen yang menjual pakan udang atau bandeng yang dapat disuplai setiap waktu, sehingga kadang-kadang petani sempat pusing karena makanan udang bandeng tidak ada dan mau beli dituar daerah sangat kurang efisien.
-
59
IV. KESIMPULAN DAI\ PILIHAI\I KEBUAKAN
KESIMPT.ILAIY
Luas perairan laut provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar 200.000 km2
di luar ZEEI,
dengan potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Pada tahun 1992 Perairan laut/ penangkapan dengan potensi lestari 240.m0 ton/tahun, baru dimanfaatkan sebanyak24,6 %.. Potensi lestari nener 680.000.000 ekor/tahun, baru dimanfaatkan 2O,3 %. Budidaya laut dengan luas lahan sebesar 5.150 ha baru dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, teripang dan kerang
mutiara seluas 300 ha atau 5,83 %. Budidaya tambak udang dan bandeng seluas 1.830 ha baru
dimanfaatkan 37,80 % denganjumlah produksi sebesar 116,9 ton.
Budidaya air tawar dengan potensi lahan sebesar 8.375 ha baru dimanfaatkan 4,63 dengan
%
jumlah produksi sebesar 130,2 ton (kolam) dan 21,3 ton (sawah). Perairan umum dengan
perkiraan potensi untuk penangkapan sebesar 9.450 ton/tahun baru dimanfaatkan mencapai 5,\Vo
Rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di Nusa Tenggara Timur seperti
tersebut
di atas, secara umum disebabkan oleh berbagai permasalahan yang komplets baik
tingkat pengetahuan petani/nelayan dalam menyerap paket-paket.teknologi perikanan yang diintrodiser maupun keterbatasan modal usaha untukpengembangan sarana usaha yang produktif.
-50
Prasarana dan sarana produlai usaha perikanan/kelautan masih sangat sederhana. Armada
penangkapan yang dipakai nelayan pada umumnya perahu tanpa motor (15.456 buah) atau tanpa
perahu (4.731) dan hanya sedikit yang memakai motor tempel (769), terutama di kabupaten Kupang (297) atau kapal motor (632) terutama di kabupaten Manggarai (355). Seluruh alat penangkap yang berjumlah34.664 buah masih jauh dari cukup untuk menggali potensi perikanan
yang ada di
NTf.
Pelabuhan Perikanan Pantai yang lengkap hanya ada satu yaitu
di Tenau,
Kupang, sedangkan Pangkalan Pendaratan Ikan baru ada lima unit yaitu satu di Alor dan empat
lainnya di pulau Flores. Pengembangan prasarana usaha perikanan baru sampai pada tahap pembebasan tanah.
Usaha produksi perikanan terutama bertumpu pada penangkapan ikan laut (59.036 ton/th 1992), terutama di Kabupaten Kupang dan Sikka, sedangkan usaha budidaya baik di laut maupun
di darat (perairan umum, tambak, kolam dan sawah) relatif
sangat
kecil (sekitar 3.000 ton/th
1992). Nampaknyapaft nelayan belum memiliki kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk usaha budidaya sumberhayati laut dan hanya tergantung pada apa
yang tersedia
di
alam. Peningkatan kualitas manusia khususnya para nelayan, pengusaha
perikanan, bahkan petugas teknis dan penyuluh perikanan/sumber hayati laut perlu digalakkan. Kekurangtahuan tersebut tentu tidak dapat memacu motivasi untuk usaha pembudidayaan disamping kelangkaan modal untuk berusaha dalam bidang tersebut, padahal sumber hayati laut
cukup berlimpah dan dapat dilipatgandakan melalui input teknologi untuk meninglcatkan nilai tambah bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat banyak.
- br
Industri perikanan belum berkembang
di NTI. Dua belas perusahaan yang sudah
mendapat izin usaha di perairan NTT semuanya hanya melakukan usaha penangkapan ikan atau pengumpulan dan pemasaran ikan dan hasil-hasil laut lainnya.
Perdagangan hasil lautpun terutama menangani komoditi ikan laut segar atau beku
Q.69A,2 bn/th 1992) dan nener (137.639.500 ekor/th 1992)., disamping cumi-cumi (295,4 ton) dan rumputlaut (228,7 ton). Sedangkan komoditi lainnya relatif sangat sedikit (0,1-32,4 ton/th 1992). Komoditi perilen anlkelautan utama yang diekspor adalah ikan tuna/cakalang (1.093.100
kglth t992) dan rumput laut (200.000 kglth 1992),
sedangkan ekspor komoditi lainnya kurang
berarti.
Sejumlah 20 KUD (Koperasi Unit Desa) di bidang perikanan yang ada di NTT pada umumnya belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pola PIR (Perikanan Inti Rakyat) belum berkembang. Semua masalah ini terpulang pada kualitas sumberdaya manusia baik dalam bidang
teknis, managemen dan keuangan.
Pengembangan sumberdaya manusia yang profesional dan terampil dalam bidang perikanan dan kelautan merupakan syarat mutlak dalam pengembangan usaha perikanan dan
kelautan. Untuk menggali dan memanfaatkan sumberdaya alam yang berlimpah di laut yang mempersatukan
ke 566 pulau di provinsi Nusa Tenggara Timur. Berbagai upaya
dalam
pendidikan (IPTEK), bimbingan usaha dan bantuan permodalan investasi dari pemerintah, swasta
dan organisasi atau badan-badan lainnya sangat diperlukan untuk memacu pengembangan subsektor perikanan di daerah ini.
-62
PILIIIAN KEBUAKAN
1. Pengembangan Sarana dan Prasarana
Perkembangan sarana dan prasarana usaha perikanan/kelautan di Nusa Tenggara Timur
boleh dikatakan masih kurang terutama yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan
produki
serta penanganan produksi, sehingga perlu diadakan inventarisasi mengenai daerah yang
potensial dikaitkan dengan jumlah sarana dan prasaranana yang ada.
Sehubungan dengan itu, disarankan:
(a)
hendaknya diusahakan adanya bengkel reparasi mesin kapal, mengingat pertumbuhan armada penangkapan yang cukup pesat;
o)
agar diadakan Balai Pembenihan Ikan, walaupun dalam ukuran kecil (Hechery mini), baik
untuk udang ataupun bandeng, agar nelayan/petani ikan dapat lebih melaksanakan usahanya
di bidang perikanan darat, disamping itu perlu
kontinu
dipersiapkan
kecukupan suplai bahan pakan ikan/udang untuk menjamin kelancaran perkembangan usaha perikanan;
(c)
mengingat sebagian besar daerah perikanan berada di pesisir pantai yang transportasinya
kurang lancar, perlu dibangun Pelabuhan Perikanan, pembuatan jalan,
pengadaan
kendaraan umum dan prasarana dan sarana lainnya seperti motor tempel dan sebagainya; (d)
hendaknya diadakan bantuan dalam bentuk pinjaman lunak atau kredit kepada nelayan berupa sarana penangkapan ikan, diantaranya alat tangl
-53
2.
Perkembang3rn Pemasaran
Perkembangan pemasaran perikanan
di
Nusa tenggara Timur secara umum dapat
dikatakan belum memuaskan, karena Tempat Pelelangan Ikan belum tersedia di semua daerah produksi, atau kalaupun sudah tersedia belum dimanfaatkan sepenuhnya. Sebagian besar nelayan belum memahami fungsi tempat pelelangan ikan (TPI), sedang apabila ada yang sudah mengerti fungsi dan manfaat TPI mereka tederat oleh pemilik modal. Pemasaran ke luar daerah atau ke luar negeri dilakukan oleh sebagian kecil orang, yaitu pengusaha yang berkategori menengah dan besar. Untuk itu hendaknya pemerintah, khususnya Dinas Perikanan memberikan penyuluh an pada nelayan mengenai fungsi dan manfaat TPI serta bagaimana cara mendapatkan kredit dari
bank khususnya bank peme rintah.
Sehubungan dengan itu maka dapat disarankan
(a)
:
Pemerintah berusaha memberikan bantuan modal dengan cara yang efektif, yaitu dengan memberikan bunga pinjaman yang relatif kecil dan selektif.
(b)
Penyuluh pertanian/perikanan dengan instansi terkait memberikan penyuluhan mengenai hidup hemat dan terencana supaya nelayan tidak hidup boros/berfoya-foya waktu musim
ikan dan terjerat hutang pada musim paceklik, serta memberikan penyuluhan
akan
pentingnya berkoperasi untuk kepentingan mereka bersama. (c)
Agar arus tataniaga pemasaran ikan dapat berjalan lancar dan tidak terlalu panjang, pemerintah patut memikirkan fasilitas umum di sekitar daerah produsen, yang meliputi pasar, sarana tmnsportasi Oaik jalan maupun angkutan umum).
-64
3. Perkembangan Pengolahan Hasil Perikanan
Secara umum perkembangan pengolahan ikan
di Nusa Tenggara Timur masih belum
memuaskan, karena selain jumlah yang diolah sedikit dan cara pengolahan masih sangat sederhana. Hendaknya Dinas Perikanan serta instansi terkait memberikan motivasi dan dorongan
serta bimbingan teknis kepada nelayan mengenai pengolahan ikan agar pemasaran ikan dapat
lebih jauh dan mutu ikan dapat tetap terjamin.
4. Perkembangan Psnelitian dan Penyuluhan Perikanan
Perkembangan penelitian yang menyangkut bidang perikanan di Nusa Tenggara Timur masih sangat kurang karena kurangnya sarana pendukung penelitian (laboratorium, literatur) serta
tingginya biaya penelitian
di samping jumlah tenaga di bidang perikanan
juga kurang
mendukung. Demikian juga mengenai penyuluhan perikanan; karena hasil penelitian kurang serta tenaga penyuluh juga kurang dibandingkan dengan luas wilayah yang ada maka penyuluhan
perikanan
di
Nusa tenggara Timur juga kurang memuaskan. Hal
perkembangan perikanan di
NTI
sangat lambat dibanding daerah
ini juga
menyebabkan
lain walaupun potensi yang ada
cukup besar.
Sehubungan dengan itu, maka disarankan supaya:
(a)
Pemerintah/Dinas Perikanan lebih giat memberikan motivasi kepada staf sendiri maupun
pihak perguruan tinggi, untuk berperan sefta secara aktif dan profesional dalam penyuluhan perikanan kepada nelayan.
-
55
(b)
Perlu adanya koordinasi antar lembaga, agar penelitian yang dilakukan dapat lebih berdaya guna terhadap pengefnbangan perikanan di daerah ini.
5. Perkembangan Sumberdaya Manusia yang Terampil
Perkembangan sumberdaya manusia yang terampil dalam bidang perikanan di
yang bekerja
di
pemerintahan maupun swasta, masih rendah. Selama
ini
NTI
baik
sekolah menengah
ataupun perguruan tinggi yang ada jurusan perikanan masih sangat sedikit, sehingga untuk mengikuti pendidikan bidang perikanan harus ke luar NTT.
lagi pula tenaga PPL dan PPS yang
diharapkan dapat melatih nelayan atau petani ikan kurang berfungsi sebagaimana mestinya, sebab sebagian besar petugas tersebut tidak berlatar belakang pendidikan perikanan.
Oleh sebab
(a)
itu
disarankan
:
Mengingat nelayan sangat membutuhkan bimbingan dan petunjuk dari tenaga penyuluh hendaknya setiap tenaga penyuluh sesering mungkin diberikan kursus kursus mengenai
teknologi baru, serta pemerintah memberikan fasilitas transportasi (sepeda motor) kepada setiap penyuluh agarjangkauan operasinya dapat lebih luas.
O)
Sehubungan dengan adanya tenaga penyuluh atau pegawai perikanan yang sebagian besar
berlatar belakang pendidikan non perikanan, disarankan kepada Pemerintah/ Pimpinan Dinas Perikanan agar memberikan motivasi kepada bawahannya untuk meningkatkan pengetahuannya dan memberikan ijin kepada mereka yang akan melanjutkan studinya di
bidang perikanan. Pendidikan dalam bidang perikanan dan kelautan di provinsi Nusa Tenggara Timur perlu
didukung dan dikembangkan, baik untuk tingkat menengah, tingkat menengah tinggi, dan
tingkat perguruan tinggi. Pada tingkat menengah dan menengah tinggi mencakup
-65
tenaga-tenaga teknis dalam berbagai aspek perikanan/kelautan dari penangkapan sampai
budidaya sumberhayati laut. Pada tingkat perguruan tinggi perlu dikembangkan Fakultas Perikanan dan Kelautan di Universitas Nusa Cendana di Kupang.
6. Kebutuhan Tenaga Kerja
Melihat potensi perikanan yang cukup besar sedangkan pemanfaatannya masih kecil, maka
di
masa mendatang sangat dibutuhkan tenaga perikanan untuk memanfaatkan secara
optimal sumberdaya alam yang ada. Tenaga-tenaga yang dibutuhkan tersebut baik yang berpendidikan maupun yang terlatih, sangatlah banyak. Kebutuhan tenaga tersebut meliputi:
6.1. Bidang Penangkapan
Penambahan satu unit alat penangkapan yang sederhana (armada penangkapan25 PK ke
bawah), akan menyerap
5-7
orang tenaga kerja. Apabila pemerintah dapat memberikan
pinjaman untuk investasi kapal dan alat tangkap dalam jumlah yang cukup besar, maka tenaga yang akan diserap pada bidang ini akan cukup banyak pula. Belum lagi pada usaha penangkapan
dengan menggunakan armada penangkapan yang cukup modern. Dewasa
Investor yang menanamkan modalnya
ini ada beberapa
di bidang tersebut, baik investor dalam
maupun luar
negeri. Contohnya Perusahaan penangkapan dari Korea, waktu ini ada 7 armada penang- kapan ikan yang beroperasi dan "base camp"nya di Pelabuhan Tenau. Tiap satu armada membutuhkan 25-30 orang, yang terdiri atas 20 - 25 orang adalah tenaga lokal (Indonesia), sedangkan sisanya tenaga asing. Apabila lebih banyak investor yang mau menanamkan modalnya dalam usaha ini,
maka tenagayang dapat terserap akan lebih banyak lagi.
- ol
6.2. Bidang Pengolahan Hasil
Pada waktu musim ikan tidak jarang produksi ikan hasil tangkapan terbuang percuma
karena terlalu banyak, sedangkan fasilitas penyimpanan tidak ada. Salah satu cara untuk mengatasi masalah semacam ini adalah dengan mengolah ikan agar dapat tahan lama dan tetap dapat dimanfaatkan.
Dewasa
ini
usaha pengolahan ikan
di NTT masih cukup rendah, padahal banyak jenis
ikan hasil olahan yang mempunyai mutu dan nilai pasar yang cukup tinggi, misalnya ikan pindang. Satu unit pemindangan dengan ukuran kecil/sedang dapat menyerap 3-5 tenaga, belum
lagi usaha pengolahan lain yang mempunyai ukuran cukup besar, misalnya pembuatan tepung ikan/udang. Semua hal ini sangat membantu penyerapan tenaga keda.
6.3. Bidang Budidaya
Luas tambak, kolam ataupun lahan budidaya laut masih kecil pemanfaatannya, sehingga apabila ada motivasi dari pemerintah, baik dalam hal pinjaman modal ataupun bimTTbingan penyuluhan, maka tenaga yang dapat diserap pada bidang ini di masa mendatang tidallah sedikit. Semua
ini
akan dapat berjalan dengan baik apabila ada partisipasi atau kerja sama yang baik dari
semua pihak, baik instansi pemerintah, pihak swasta (pengusaha), perguruan tinggi maupun masyarakat nelayanlpetani ikan itu sendiri.
Kebutuhan
di atas adalah kebutuhan tenaga kerja yang dapat
diserap
dari
seklor
perikanan untuk keperluan sebagai tenaga terampil yang sebagian besar berusaha di bidang
-58
CONCLUSION AI{D POLICY OPTIONS
CONCLUSION
Nusa Tenggara Timur
(NIT)
comprises 200.000 km2
potency for fisheries production.In 1992, there was only 24.6
sea areas which has a Vo
great
of 200.000 tonnes available
resource exploited while the potential 680,000 tonnes of channos fish only 20.3 % was used.
Aquaculture area was approximately 5,150 hectares. Out
of these, 300 ha or 5.83 % was
inhabited by seaweed, mollusca and oysters, while prawns and channoses in-habited arrea of 691.8 ha or 37.8 %,
of
1,830 ha area, ava.lable.
In 1992, prawns and channos/fish productions
were 116.9 tonnes. Beside aquaculture, there was about 8,375 ha of fresh water available for fisheries. Pondsoccupied385.8ha(4.63 %)of freshwaterandproducedl3Q.2 tonnesof fish
while only 2-3 tonnes of fish produced by paddy field
area.
Fresh water sources which could produce 9,450 tons of fish annually were not used
efficiently. Therefore, the productivity of fish was low. For example, in
1992, there was only
5 % or 471 tons of fish produced.
The inefficiency in utilizing fisheries resiureces in
NTI is associated with two main
constraints, lacke of knowledge of farmes and lacke of capital.
Infrastructure and fasilities for fesheries enterprises in NTT is underdeveloped. Boats used
for fishing are generally without
engines (15.456), or even fishing activities conducted
without boats (4.l3i)Approxima tely 769 engined boats are used in fishing mastley (297)
-59
are
in
Kupang District. There are only 632 chips mostley in Manggarai District (355).
Thus, the total number of fishing facilities in NTT of 34.664 are still below the number required for domestic use. There is only one main port available in Kupang (located in Tenau), and only five other sub-ports in NTT (one in Alor and 4 in Flores).
Fishery enterprises operates mainly in fishing, particularly in the districts of Kupang and Sikka. Aqua- culture production from both sea and fresh water (including rivers, sea, ponds and
paddy fields) is relatively low (3000 tones/year
in 1992). This low
productivity is due to
farmer's lack of knowledge and technology in aquaculture management, particularly
in sea
aquaculture. The fishermen totally rely on the available local natural recources. Therefore, the farmers are not motivated to establish their own fishery enterprises. In addition, look of capital hascaused inefficiency
in fishery production,
although the natural recources available
is in
abundance. There should be a profram to improve the quality of manpower inclunding farmers,
fishery enterpreneuers, technical officers and extension workers.
in fisheries has not been developed in NTT. The twelve
enterprises which
holding trade licences operate mainly on fishing, storing and marketing
of the production
Industry
obtained.
The major trade of products are mainly fresh and frozen fish channoshes
( I,690.2
tonnes
in
1992),
or "nener" (137,639,500 nener/year ), cuttle fish (295,4 tonnes) and seaweed (228,7
tonnes); while other fishery commodities represented a small quantity (01 - 32,4 tonnes
and seaweed (200,000 kg/).
-70
in
1992)
In general, the 20 KIID (Koperasi Unit Desa) in the fishery industry have not functioned properly and the PIR (Perikanan Inti Ralryat) has not been established. All of these problems are due to the relatively low quality of human resources in mastering technology, management and
lacking of capital of farmers.
The development and improvement of skilled and profesional human resources in fishery and marine aspects is compulsary to exploit and utilise the unlimited sea resources available in
NTT. Various efforts in increasing knowledge and adopting new technology in fisheries, improving trading skill and private organisations are required development of fisheries industry in
in order to accelerate
the
NTI.
FOLICY OPTIONS
1. Development of Infrastructure and Facilities
Unavailability of appropriate infrastructure and facilities one of the main problem in fisheries production. To solve the problem,
it is necessarry to identify
the potency of areas
which needs such infrastructural development. Therefore, some suggestions below need to be considered
:
(a)
Availability of ship repairing facilities;
(b)
Provision of hatchery station in small or medium scale for prawn and channes fish, and adequate supply
of
fish/prawn feed to support small farmers
enterprises;
-
tL
in
establishing home
(c)
Development
of fishery port, road, public
infrastructure
.
transport such as boats, ship and other
2. Marketing
Inefficiency in marketing system of fisheries production in NTT is due to unavailability of auction places for fisheries products. Farmers' lack of knowledge of the importance of auction
in marketing, maybe one of the reasons causing long channels in marketing systems. The role of brokers or middle-men is still obvious in local markets. On the other hand, for inter-island and export purposes, the role of medium size or large companies is important where capital reguirement is high.
Therefore, government assistance through training programs and the provision of capital
by giving credit to farmers is needed. Some sugestions are given below
a.
:
Provision of capital in effective way by giving credit to farmers with low interest and to selected farmers.
b.
Extension workers are required
to provide farmers with adequate knowledge in
cooperative systems and financial management, so that farmers are able to manage their income efficiently.
e.
Support from Government through provision of proper market and transport facilities is essential to improve marketing syatems of fisheries production.
-72
3. Processing Development
Fish or fish products processing in
of fish
processed
for sale. In addition,
NTI is still inefficient indicated by
processing methods used are below
small numbers
llthe
standard
for/sale market demand. Therefore availability of skilled personnel to assist farmers in llorder
to
produce high quality products is essential.
4. Research and Extension Programs
Research
on
is still limited. Unavaibility of
frsheries production
laboratory for
implementing experimental studies, limited literature and information on fisheries production,
and high cost of experimental study are some of the constrains found in NTT.
In addition,
availability of skilled personnel and trained staff for conducting extension programs are limited. As a result, development of fisheries industry in NTT is llvery slow comparred to other part of
Indonesia despite
NTT has a good potency in fisheries commodity. Therefore,
llsuggestions below need to be considered
a.
some
:
Staff officers in Fishery Department and Regional Institutions need to be motivated by Government/Fishery Department
to
increase their role proffesionally, especially in
implementing extension programs. b.
Coordination among related institutions is important, particularly in research, so that results obtained are usefull for the development of fishery in NTT.
- t3
5. The Development of Manpower In Fisheries Production
Considering the important role
of
fisheries production
in NTT in the future, it
is
important to be noted that efforts and assistance from goverment to provide all necessarry means
in the development of fisheries production are essential for an optimum
use
of NIT'S resources.
Improvement of skilled and profesional human resources in fisheries sections in NTT in
both government and private institutions need to be encouraged. In NTT at present, very few numbers of high schools, institutions or academy which include fisheries as an important subject
or stream in teaching activities. Therefore, those who are interested in studying fisheries should go to other universities out of NTT. In addition, extension workers available do not function properly due to their limited background in fisheries and less skill in new technology. To improve the quality of human resources in fisheries sections, some suggestions are given below:
a.
staff officers in fisheries sections should have adequate knowledge and skill in new technology through training or courses conducted by the Government. Also the staff workers should be provided with transport facilities for high mobilify.
b.
Motivation from the Government or Institutions to improve skilled personnel in fisheries areas by allowing them to study fisheries. Education in fisheries and oceanology
in NTT
need to be established and improved, from high school, college up to the university level
Personnel required for implementing new technology should be trained. At the univerisity
level,
it is proposed to establish the Faculty of Fisheries and Marine Science at the
University of Nusa Cendana in Kupang.
-74
6. Iabour Requirement
Development of fisheries industry in NTT is important in order to optimise the utilisation
of natural resources available in this province. For this purpose, the availability of skilled or trained personel in fisheries production is quite essential. There is a great need to utilice a large number of labours who are adequately trained in important sections of fisheries production such as fishing, processing and aquaculture.
6.1. Fishing
Based on the analysis made, the increase of one unit of simple merchandise in fisheries
enterprise with a capasity of 25 HP, would require 5 number
benefit
of units, or availability of
- 7 workers. Thus, an increase in
the
merchandises provided with better equipment would have
in utilising more labour in this section. In this regard, help from
thegovernment by
providing capital or by subsidizing capital for local farmers is required.
There are a few investors from both Indonesia and foreign countries, who have been operating in fishing in Kupang. Since one main base employing2}-25 workers from Indonesia, the 7 main basis of the Korean investor has employed about 140 to 175 personnels.
6.2. Processtng
There are some problems limiting fisheries production in
NTI in both quantity
and
quality. One of the main problems identified was the unavailability of fish processing industries
-75
or interprises in this region. As a result, quite a large amount of fish are not utilised or consumed during harvesting, especially when production are
of
abundance.
To solve this
problem, provision of fisheries enterprises dealig with fish processing is of importance. The
availability of local enterprises which could produce smoked fish in both small and medium scales would help to increase the number
of employees required in this processing part.
6.3. Aquacultur
I-a'bour used in aquaculture is still limited, due to small numbers of fisheries enterprises
available and the small area of resources used for fisheries production. In NTT, more labour
would be required
if the number of enteqprises as well as the urea of resources increases.
these purposes, support and
For
effort from the Government through provision of capital and trained
personnel, and a development of extension programs are very essential.
The development of fisheries production would concequently increase the need for labour,
which would in turn, improve and develop the quantity and quality of resources availability in
NTf,
including land and human ressources.
-
76
PETERNAKAN
I. PENDAHULUAN
Secara geografis provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah kepulauan dengan
kondisi alam (topografi, tanah dan vegetasi) serta iklim yang unik ditambah dengan kondisi sosial ekonomi yang Ltras memberikan warna dan corak tersendiri bagi sistem pertanian dan peternakan
di daerah ini. Musim kering yang panjang kira-kira 8-9 bulan per tahun
di sebagian
besar daerah
tersebut merupakan karakteristik yang utama dari daerah ini. Musim hujan hanya berlangsung antrara
3- 4 bulan dengan curah hujan antara 600 s/d 2000 mm setahun kecuali di kabupaten
Sumba Barat dan Manggarai, curah hujan dapat mencapai 3.000 mm/tahun.
Dalam kondisi iklim dan lingkungan sebagaimana tersebut di atas, usaha peternakan bertumbuh dan berkembang dengan baik serta memberikan sumbangan yang berarti bagi NTT dalam kancah ekonomi nasional. NTT dikenal sebagai penghasil ternak potong dan bibit yang cukup tinggi bagi daerah lain di Indonesia.
Dari beberapa penelitian terdahulu (NTASP, 1987 dan juga data dalam NTT dalam Angka, 1992) tercatat bahwa ketersediaan lahan yang cocok untuk pertanian secara terusmenerus hanya meliputi 33,77o dari luas wilayah dengan rincian 2,6% cocok untuk pertanian basah dan selebihnya 31 ,l% cocokuntuk pertanian lahan kering. Walaupun demikian, pertanian
tetap memegang peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi penduduk setempat.
Struktur perekonomian daerah NTT tercermin dari komposisi dan kontribusi setiap sektor secara relatif dalam membentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Gambaran realistis
dalam tahun 1990-1992 dapat diikuti pada Tabel l.
l.
Distribusi per kabupaten dapat diikuti pada Tabel 1.2. Angka-angka pada Tabel 1.2 mengisyaratkan bahwa walaupun terdapat perbedaan pertumbuhan PDRB antar kabupaten namun
perlu
dicatat bahwa sektor pertanian tetap merupakan sektor yang dominan dalam struktur
ekonomi
NTI.
Selama tahun 1991 kontribusi sektor pertanian bagi PDRB di semua kabupaten
di
atas 50%
kecuali kabupaten Kupang dan Ende di bawah 50Vo.
Tabel
.1
- .1.
Kornposisi per-serll-ase PDF:B f{rr rnencrr-ur L I aparrgan ursaha atas dasar- lrarga l:onsl-an 1?gS
Persentase (7)
PDRf{ menurult tahun
Lapangan usaha
1989 I Pertanian
2
Pertambangan 8r Pengg.rliarr
i
Indngtri Pengolahan : Listrik, 6as & Air l'linum Bangunarr./ konstrlrksi i Perdagangalr I Pengakutan Er Fiornunikasi : Bank & lernbaga Keu-lain : :
Sewa
Rurmah
Pemerin tahan Jasa-j asa Tota I
cr7 rJr56
:51 .
19?(r :
.19?L i
i
5Q,4:i
i
o.57
49.7? O. 58 2.(]3 (r!75 3.6?
1.96 i Qt67 i 5r55 12,13 i 8.5? i 1,33 i 1,69 i .16.29 : 2123 : :
1
.99
Q.6:1
5:,57 12.4c)
9. 04
L.62 1! 67
15,93 r r I-r
L19?
: 4g.gs: tr.,5? i 1.gg: : c)rgf,: i : 3.95: 12.E}3 : 1?,8,; ?.37 : g.94 i L,72 : 1.94 : l.6cr : 1!55 i 15.6?:15.51 : ?.16 : 2.16 :
; 1Q(l.Cr() : 1{rrl.OLl i 1oo,t-ro i1c}t-},orl
Sumber: lrlusa Tenggara Tirlrur DaI.rnr angl,_a, LqgZ.
-78
,,
I
;
Ilbel 1.2. Diltribusi
prrsentrse PDRI
st|llA
Seltor
01.
lertrnirn
liftAl IIIIIIR
68,29
tonstrn ll83 renurut krbuprtet d.n lrptngr0 tsrhrr
sljil8A
{21 (ll
ill
ltrs drsl [rrgr
50,tI
IlJPAll0
199?
rtoRts
II5 II|J ltL|J fr108 IIIIUI SIIIT tll0t ll0ADt llAll06AR$l ll I
(41 (51 (61 {71 {8} (rl (l0l (lll (12} {ll}
25,41 61,2{ 57,t8 57,88 56,65 5t,01 50,00 4{,71 60,16
60,25
I
(l4l
q9,12
02. Pertlblngrn/
Penlgrlirn 0,56 0,87 0,6{ 0,52 0,5t. 0,65 '0,67 0,{l 0,{9 0,71 0,51 0,15 01. Industri 1,56 2142 l,0l l,ll l,ll 0,8J 0,81 J,l0 J,0l I,l0 lrll 0,84 0{. tis.trii Air
0,58 ,.2,03
dln
llinur
0,21 0,52 l,5l 0,18 0,J5 0,41 0,{l 0,51 0,86 0,81 0,16 0,{l
0,75
05. lrngunrn/
Ionrtrllsi ?,19 3,79 5,6{ ?,[6 2,85 2178 2,72 2,14 2,7? ],16 1,65 3,21
3,62
06. Perdrgrngln/
Restorn/llotel
1,gt l?,22 1t,66 7,88
5,01 11,70
ll,l9
i,97
ll,ll
9,04 7,51
12,81
lll95 5,03 3,66
t,l7
15,05
07. Penglngkutrn/
Iorunikrsi 4,?9 7,60 16,{5 l,t9 l?,1{
8,02 5,19 7,80 9,41
08. Blni dln Ierbrgr
l,J{ 2rll 1,86 0,9{ l,8l 2,01 1,45 1,36 l,l2 ?,tl . 1,64 l,4l 09. Sul [un[ 1,42 l,J0 1,2] ?,0J l,69 1,50 1,90 ?,09 l,16 2,50 I,q7 1,66 10. Prrerintlhrn 10,50 16,{0 2?r3? 16,58 14,16 10,{2 16,07 19,00 ll,l9 ll,0l ll,5l ll,?0 11. Jrsr-jrsr l,7l 1,86 2,21 ?,ql l,l0 1,80 ?,9{ 2,62 ?,03 2,80 2,81 l,{0 Ieurogrn lrinnJr
Surler : Iutor Stltistii
Propinsi llusr lenggrrr
Iirur,
1992
-
'79
.1,12 1,60
1t,62 ?,16
;
Dari daA yang disajikan pada Tabel 1.1, tercermin bahwa seklor pertanian
tetap
memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB dari tahun ke tahun dibandingkan dengan dengan
sektor-sektor lainnya. Namun demikian, data menunjukkan bahwa secara persentase kontribusinya terus menurun. Sebagai contoh di tahun 1975 kontribusi sektor pertanian mencapai 70Vo dan
di tahun 1980 dan 1986 menurun menjadi 57 dan 54%. Lima tahun kemudian (1992)
kontribusinya turun menjadi 49%.
Hal ini mengisyaratkan bahwa telah terjadi sediht pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke selctor sekunder dan bahkan sehor tertier. Menurunnya peranan sektor pertanian terhadap PDRB NTT, selain karena berkembangnya sehor-sektor non pertanian, juga disebabkan karena menurunnya produktivitas sektor pertanian. Produktivitas sektor pertanian yang menunrn
kemungkinan disebabkan pengaruh iklim yang kering dan sistem usaha tani yang masih bersifat
tradisional. Akibatnya pendapatan petani relatif rendah yakni sekitar Rp. 215.805/tahun atau hanya 1/5 bagian dari rata- rata pendapatan nasional.
Peranan sektor pertanian terhadap PDRB NTT di atas, dihasilkan oleh enam subsehor
yaitu subsektor tanaman pangan, perkebunan rakyat, perkebunan besar, peternakan, kehutanan dan perikanan. Dari keenam subsektor
ini ada dua subsektor yang penting yaitu tanaman pangan
dan peternakan yang masing-masing menyumbang sekitar 30% dan
llVo terhadap PDRB NTT.
Sedangkan empat subsektor lainnya yaitu perkebunan rakyat, perikanan, perkebunan besar dan
kehutanan, kontribusinya relatif kecil. Tingkat penyerapan tenaga kerja oleh sektor pertanian
juga masih tinggi; hal ini tergambar dari banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Sejauh ini tercatat kurang lebihT5% dari angkatan kerja yang ada pada tahun 1991 diserap oleh
sektor ini.
Kontribusi masing-masing subsektor dalam sektor pertanian selama kurun waktu 1988 1991 terhadap PDRB NTT dapat dilihat pada Tabel 1.3.
-
80
Tabel 1.3. Persentase sunbaugan maaing-masing aubEektor pertanian pada PDRB NTT tabun 1998-1991 atas dasar harga konetan 1983 Persentase (t) sumbangan subsektor menurut tahun Subsektor 1988
1989
1990
Tanaman Pangan Perkebunan Rakyat Perkebunan Begar
30, 4g
29,83 5,01
29,23 5,34
Peternakan Kehutanan Perikanan
L2,02 0r83 4 ,39
11, 95
4,47
29,27 4,98 o, 06 LL,7L 0186 4,55
TotaI
52
,63
52,19
5r , 41
51,
4 r86 O, 06
Sumber: Kantor Statistik
0,
O6
0, 86
1.991
O,O7
11, 38 0181
4,35 1.8
N?T, 1991.
Tabel di atas menunjukkan bahwa kontribusi subsektor peternakan menempati urutan kedua terbesar (11,387o) sesudah subsektor tianaman pangan. Subsektor peternakan mengalami
penurunan sejak 1989
-
1991 akan tetapi bukan berarti subsektor peternakan tidak mengalami
pertumbuhan melainkan pertumbuhannya lebih rendah jika dibandingkan dengan sub- sektor lainnya.
Dari uraian di atas, jelas bahwa subsektor peternakan ikut memberikan andil yang cukup
berarti terhadap perubahan struktur ekonomi NTT. Oleh karena kontribusinya
terhadap
pendapatan daerah yang terus meningkat, kecuali secara relatif menurun sebesar L,88% dibandingkan dengan subsektor pertanian lainnya, maka kebijaksanaan ekonomi daerah
NTI
dalam rangka produksi dan produktivitas dari sektor ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan serta memperluas kesempatan kerja, dilaksanakan melalui pengembangan usaha peternalen rakyat dengan terus mengupayakan peningkatan dan pengembangan usaha perikanan,
pertanian lanaman pangan, perkebunan maupun kehutanan dengan memperhatikan aspek keunggulan komparatif dan peluang besar.
-81
II. KEADAAN PETERNAKAN DI NTT 1. Populasi Ternak pembangunan di bidang peternakan yang dilaksanakan melalui berbagai macam program dan proyek, dewasa
ini telah berkembang
secara luas dan sudah dapat dirasakan manfaatnya bagi
masyarakat, meskipun masih banyak ditemui berbagai kelemahan dan kekurangan yang belum dapat teratasi secara menYeluruh.
populasi ternak sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan peternakan menunjukkan kenaikan disebabkan adanya kegiatan pengamanan ternak melalui vaksinasi dan pengobatan ternak, perbaikan padang penggembalaan, RCP, PUTP, Kopel dan peningkatan kegiatan Inseminasi Buatan (IB). perkembangan populasi ternak di NTT boleh dikatakan cukup berhasil. Hal ini tergambar
dari pola kecenderungan populasi dari tahun ke tahun yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir. Data dalam Tabel 2.1 menunjukkan bahwa populasi ternak di NTT secara keseluruhan mengalami kenaikan, kecuali untuk ternak kuda yang mengalami penurunan populasi antara tahun 1988 dan lgg2. Menurut laporan tahunan dari Dinas Peternakan (1992), tingkat kenaikan untuk
ternak sapi potong, kerbau, kuda, kambing dan babi masing-masing adalah sebesar 2,6%, t,2To,
15%,3.8%
dan 4.8%.
-82
Tabel 2-.t
Jenis Iernrl/lhn
Srpi
Pangsa pt.rpt-rlasi l-errrak nrenLlrLrt urilayah. 198A 198? ( cla I ;vrr ri buran el.:r1r )
'Surbr
hnt
Sur[r luplng lls
lelu
IIU
flotir hdr
Alor
llgrdr Sittr
Iirur
lill
lhn99r-
rri
Potong
tJt 5,66 2{,{4 I,ll 5,lg 5,66
I 988
fi97
2t,09 t7,5{
0,64
15,63
o,
l{
0,95
0,73 0,10
?8,66 2r,20 t4,0?
0,gl
2,81 0,57 0,73 2,50 0,02 l,g6
6il,855 7{
8,990
lerbu I 988
26,{6 t6,t9
-
l9 9?
2l
rt4
17,0{
lg,8g
I,65 I,?{
-
I,16
I,l5
0,01 1,8/ t,66 0,01 1,50
r0 {,6{
6115
0,12 2,10
?.,11
lo,8i 5,1{
8,9?
0,{0 1,0{
l, I t
7,60 9,25
4,{8 17,16
i,?J
4rl2 15,4t J,ll
i,99 $,ig l,8t J,l5 t,tt 5,17 8,01 -
11,78
g
l,lt
,gl
0,lo
17,01
l7{,t62
7,75 0,2t li,lg
18t,3{0
Iudr t?88
l],60
t992
I
19,68 17,6]
il
?0,15 t r71
J,5t
2r40 l0r0l
I,
l
lo,li
612?. g,gg g,gt
t 85,
J7{
68,
{9{
1
hrIing t988 I
9t2
1,60 ?r?4 ?8J0
llrS{ {,56 llr{5 ll,16 ?,70 10,64
{t{,i/8 l2g,5t?
lorbl I 988 199 2
-
t,76
gJ,4l
0,ll 6,51
t.0/
85,71
o,l2
J,0g
t2,58
6,60 J,gg
4,49
20,60
12,{6 tI,60
7,16
0,10
1,Il
0,06
89
l,zg
ttll
l0?,t{0
Brbi I 988
t,68
fitz
10,50
{,r0
J5 {,0J zrgl ?,1, 6, l{ 1.,11 I,
4,it 6,lg
5,ll
t.056,t6J
6,61 lo,Bi
g,l5
I.
i{0.921
Unggrs
t988 I 992
Surlel
:
t7,t3 ft,ts
t?1,08
u,58 li,0g il,0l
I,il
10t,0{
12,?8 ?0r66
1r23
Dinrs ?etult].ln proyinsi
llll,
i5,i
{,Jl
2g,tt
J0,07
5J,7t
6,15
l,8l
ll?l
-
83
-
18,57
16,06
6,tg 2t,61
gr57
{ . t89
,1t6
t.713,t3
Tabel ?.2-
Poptrlasi terrral,. di Nf-I rlirinci
I
per
I.rr.rIau.
lgBB tlan l???
Junlah ternal (eLorl lenurut tahun rlan pulau
I I
r
Jenis
I I
988
lernall-----------------; ,{ I I I Tinor i Flores i Suoba i
rl
t
sapi : lerbau i xuda r
; danlllor I
:
rantor
'
Sunbr
i I
601.900i 650.{00i 5t.200
50.1001 75t.700
t7?.g0oi 4B.l00l
I 4?.600 I
g/.100i
lB9.g00
59.800
:
1s5.300i 42.0d0: s{.500
i
5s.l00r
151.600
26.600
I
503.800: 37r.600: 217.000
i i
32.700r
621.J00
67.700i 57.800 r
i
{81.300i {20.300 il5{.600 il.056.100: 624.100i 5i1.000
:::::: :l_lll_m,r.486.i00 sunber
Iiror I Flores I I dan /ll or l
i {5.500 I 52,200i {6.100 i I{.600 i
510.6001 35.900
l(arbing/Dorbai 5l{.1001 163,100
Babi :
!III I
I
i
199?
?l2.r00il.36t.2oo
i?6r.r00 ti.rs?.e00i2.640.i00i 2r7.600 lr.04e.z50lr.{0i.r50
sratis;;r,,**;;,,;;;;,r*;.,'.
----'----------
;,r.,,*
Apabila populasi ternak ditinjau per kabupaten dan atau perkepulauan (Tabel 2.2), pola penyebaran ternak bervariasi antar kabupaten dan atau kepulauan. Sebagai contoh, terrtak sapi
lebih terkonsentrasi di empat kabupaten di daratan Timor Baiat, dengan persentase 86,7 % dari total populasi sapi di
NTI.
sebesar
Oleh sebab itu, keadaan usaha ternak sapi di Timor Barat
sangat menentukan pengembangan sapi di NTT.
Terkonsentrasinya ternak sapi, kambing, domba, babi dan ayam di daratan Timor, dan kuda di pulau Sumba sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.1 dan 2.2, dipengaruhi oleh beberapa
faktor terutama meliputi lingkungan (iklim, keersediaan lahan dan pakan), kepentingan ekonomi, manajemen dan sosial budaya masyarakat setempat.
Kenaikan populasi ternak
di atas, mungkin juga karena meningkatnya
kemampuan
manajerial peternak sebagai resultan dari upaya bimbingan dan pembinaan yang semakin mantap dan efektif dari aparat Dinas Peternakan sehingga angka kelahiran ternak dapat ditingkatkan dan
angka kematian dapat ditekan. Perkembangan populasi ternak
di
daerah
ini mungkin
dapat
dipakai sebagai indikasi tentang kemampuan lingkungan alamnya dalam mendukung kehidupan peternakan.
-84
Satu hal yang perlu diperhatikan dari Tabel
2.2. adalah perbedaan yang menyolok antara
populasi ternak sapi di pulau Timor dan di pulau Sumba apabila ditinjau dari
aspek
kebijakan
pengembangan bangsa sapi dan luas lahan yang dimiliki. Sesuai kebijakan pemerintah kolonial
Belanda, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Ongole didatangkan ke
NTI
secara bersamaan dalam
jumlah yang hampir sama pada tahun t9I2. Bangsa sapi Bali dikembangkan secara murni di pulau Timor dan bangsa sapi Ongole dikembangkan secara murni di pulau Sumba yang kemudian disebut sapi Sumba Ongole (SO). Kedua bangsa sapi tersebut dikembangbialtcan di NTT dengan
tduan sebagai sumber ternak potong maupun sebagai ternak bibit. Sapi Bali sebagai bibit dikembangkan ke Sulawesi Selatan dan daerah lain di Indonesia sedangkan sapi SO sebagai bibit
untuk memperbaiki mutu ternak lokal di pulau Jawa dan Sumatera menjadi sapi Peranakan Ongole (PO). Setelah lebih dari 80 tahun, ternak
upi Bali di pulau Timor mencapai hampir
700.000 ekor sedangkan ternak sapi SO di pulau Sumba hanya sekitar 50.000 ekor atau kurang dari sepersepuluh populasi sapi Bali di pulau Timor, padahal luas lahan penggembalaan di kedua pulau tersebut hampir sama (Tabel2.3.).
Tabel 2.3. Luas Padang Peaggembalaan dan Lahan Pertanian di }{usa fenggara linur per Pulau labun 1992 PuIau
Luas Lahan Pertanian (ha)
Luas Padang Penggembalaan (ha)
395 .860
sumba
305.203 153.493 358. ?09
NTT
7L7.222
I .2L9 .555
Timor Barat I'loree dan Alor
s20. 569 303.L27
Sumbers Repelita VI, Pertanian NTT' 1994
Jelaslah bahwa ternak sapi Bali jauh lebih subur daripada sapi SO
di
samping
faktor-faktorlainnya. Kualitas produksi sapi Bali disinyalir telah menurun drastis karena berbagai sebab. Kebijakan pemeliharaan sapi Bali secara murni di pulau Timor dan sapi SO secara murni
di pulau Sumba yang sudah berlangsung selama lebih dari 80 tahun perlu ditinjau kembali, untuk
memberi kesempatan kepada peternak meningkatkan pendapatannya dengan jdan "crossbreeding", di samping tetap mempertahankan kelestarian sapi Bali dan SO di daerah hulu.
*85
Sapi Bali dapat pula dikembangkan
di pulau Sumba, paling tidak di
Sumba Barat untuk
meningkatkan populasi ternak di pulau tersebut.
Ternak kecil (kambing, domba, babi, ayam dan itik) dan ternak besar (sapi, kerbau, kuda) merupakan bagian yang berintegrasi dengan sistem usahatani setempat. Petani di pedesaan berusahatani, serlrcntara memelihara ternak adalah usaha sampingan
di NTT pada umumnya
keluarga. Ternak kecil cocok untuk dipelihara di lahan pekarangan sedangkan ternak besar hanya
dapat dipetihara dalam jumlah terbatas di atas lahan pekarangan untuk tduan penggemukan. Sebagian besar dari ternak sapi, kerbau, kambing dan juga domba dipelihara penggembalaan
di
atas padang
di sekitar pemukiman para petani di daerah Timor, Sumba dan Flores bagian
timur. Berdasarkan potensi yang ada berupa ternak maupun potensi fisik berupa lahan dan ketersediaan pakan untuk masing-masing komoditi ternak usaha peternakan dan pemanfaatan tenaga kerja
di setiap kabupaten, pengembangan
di bidang peternakan baik secara keseluruhan
maupun per masing-masing kabupaten sangat dipengaruhi oleh potensi yang ada di setiap daerah.
Petani peternak
di NTf pada umumnya memiliki motivasi yang hampir sama
dalam
beternak. Dari hasil pengamatan dan didukung oleh beberapa penelitian diungkapkan bahwa ada beberapa motif berusaha ternak dari masyarakat petani peternak di
a.
NTI,
antara lain
:
Sebagai penentu status sosial dan fungsi sosial; semakin banyak ternak yang dimiliki, semakin tinggi status sosial pemiliknya. Di samping itu, banyak petani yang hanya mau
mengeluarkan ternaknya untuk kegiahn - kegiatan sosial seperti upacara adat, upacara keagamaan dan upacara perkawinan. Motif ini pada umumnya diberlakukan pada jenis
ternak ruminansia, babi dan kuda. b.
Sebagai sumber tenaga kerja dan alat transpor. Motif ini timbul pada jenis ternak sapi,
kerbau dan kuda. c.
Sebagai tabungan, setiap saat dapat diuangkan; dapat dilihat pada ternak ruminansia dan babi.
d.
Sebagai penghasil uang tunai untuk membeli kebutuhan rumah tangga yang relatif
-85
terbatias, membiayai anak sekolah dan membayar Pajak.
e.
Sebagai penghasil pupuk kandang. Motif
ini belum begitu banyak dikenal di kalangan
petani peternak.
f.
Sebagai penghasil kulit (sapi, kerbau, kuda, kambing dan serta babi).
2. Produksi Daging, Telur dan Susu
Dewasa
ini, jumlah petani peternak yang berorientasi secara ekonomis
terhadap
pemeliharaan ternak dalam usahataninya cenderung meningkat. Pemasaran komoditi ternak di daerah NTT adatah untuk konsumsi lokal dan juga sebagai komoditi ekspor antar pulau dengan
tujuan utama DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah pemotongan ternak untuk konsumsi lokal dapat dilihat padaTabel2.4.
Tabe} 2.4. ilunlah penotongan ternak tahun L989 ' L992 di provinsi Nf,t Jenis ternak
Jumlah pemotongan (ekor) menurut tahun
1989 22.241 Sapi 605 Kerbau 31.608 Kambing 295 Domba Kuda233175 74.234 Babi
1990
1991
L992
22.909 629 31.937 3O4
L5.677 822 19.037 27
14.451
76.462
43.040
24.644
493
l2.4Lg 22
Sumber: Dinae Peternakan Provlngi NTT, 1991 Data pada Tabel 2.4. menunjukkan bahwa jumlah pemotongan ternak terbanyak untuk konsumsi lokal berturut-turut adalah babi, sapi dan kambing. Jumlah pemotongan ternak, X"@0 terutama babi, sapi dan kambing mengalami penurunan masing-masing sebesar 66%,35Vo dan
60Vo. Penurunan
ini terhitung dan tahun 1989-1992. Peningkatan populasi ternak yang tidak
seimbang dengan pemotongan mengakibatkan penurunan jumlah pemotongan tersebut.
-87
Berdasarkan data yang yang diperoleh dari Dinas Peternakan Dati
I NTT, jumlah
pemotongan ternak yang tercatat di Rumah Potong Hewan (RPH) per masing-masing kabupaten
diperlihatkan pada Tabe l 2.5.
Tabel
2.5.
Jumlah dan Persentase pemotongan ternak yang tercatat di Rumah Potong Hewan pada tahun 1990 dirinci per Kabupaten
Sap
i
ller bau
liud
i
Bab
a
llabupa ten
Junl ah
Sunba Barat
Sunba
27b
Iirur
liupang
2Bl t
2, 3?0
Junl ah
lro
ll4
l'6
ta IJ
b1
i6
ttJ
Bl0
'? {ro
iIU
540
.t, I
{5
Belu
|,7?6
IrB
5B
0
11lor
107
0,6
U
Flores Tiour
176
lro
0
.363
1l Ltr
0
43?
?5
54
{bt
17 L,'
Uq
n7
61
Sitla Ende
llgada
llanggar;ri
l1c ' ItJ
liusa lEnq.linur
l7.6jl
100,0
Juml ah
Jum I ah
2{,2 lB4 0,7 ?,8 1,14'.1 7,{ 7,6 b,291 0,0 0 0,0 i,6 251 1,0 l2,l 0 0.0 0,0 {B 0,2 0,0 l6,il2 6l,B 0,0 176 a,7 ll,5 1,0?2 i,g I 7,8 125 0,5 14,2 i5 0,
lli 0,5 570 I,6 ?0, 70 ,0 i/l I,l 578 1,6
100,0 ?$.t??
15.410
?.3,'.1
1
100
57
1
?,04,1
5,9
45
.0,I
t,020
l?.8
ll2 I,ii4
0,9
I,B
tdt
l,t
?,003
5,7
100
Sunber: Dinas Peternakan Propinsi Dati I NTT
.
DaLa tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 1990 persentase.pemotongan ternak sapi
di kabupaten Kupang menempati urutan tertinggi (69,9%), diikuti oleh kabupaten Belu (9,8%). Untuk ternak kuda, pemotongan terkonsentrasi di kabupaten Flores Timur (6l,8To) dan Kupang
-
BB
(23,9%), sementara untuk ternak babi, kabupaten Kupang menemPati urutan teratas (57%) diikuti oleh Flores Timur (19,8%), BeIu (15,8%) dan Manggarai (5,7Vo).
Distribusi penduduk yang terkonsentrasi di Kabupaten Kupang dengan tingkat konsumsi yang
relatif tinggi menyebabkan jumlah pemotongan ternak, terutama sapi dan babi, jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Jumlah pemotongan menggambarkan jumlah daging yang dihasilkannya. Karena pemotongan ternak terbanyak meliputi babi, sapi dan kambing, ternak-ternak tersebut mempunyai kontribusi terbesar terhadap total produksi daging jika dibandingkan dengan ternak lainnya. Penurunan
jumlah pemotongan ternak sejalan dengan penurunan produksi daging. Sejak tahun 1989-t992 total produksi daging menurun sebesar 20% Qabel2.6). TabeL
Jenis
2.6. Perkenbangan produksi dagiug di 4 tahun terakhir (1989 ' L992,
NET selama
Produksi daging (kg) menurut tahun
daging 1,989
sapi Kerbau Kuda
Kambing Domba
Babi UnggaB
TotaI
1991
1990
1992
4.478.st4 3.064. s14
2.82s.L73
125.800
153.400
98. 600
300
450
4s0
395.076 3. 688 4.O82.870 5.143.490
399.2L2 3. 800
26s.963
26.250 7s5 .352
253
276
4.20s.41o 5.302.929
2.367 .200
1. 35s.420
4.348. 115 121.000
4.r25.454 6. 7?3.
L30
L4.O94. 539 14. 517 . 11s 10.9s0. s83 11 .234.20r
Sumber: Dinae Peternakan Provinsi NTT, 1991
kapita per tahun diperlihatkan pada Tabel 2.7. Koneumei daging menurun gebeear 25*, yaitu dari 4.45 kg/kapita/tahun pada tahun 1989 menjadi 3.32/kaplta/ tahun pada tahun L992. Penurunan ini diduga dieebabkan oleh pertambahan Jumlah penduduk lebih beear dari pada laju pertambahan produkei daging di aamping daya beli masyarakat yang maeih rendah. Satu kenyataan yang perlu mendapat per- hatian utama adalah koneumei daging tidak merata pada eeluruh Koneumei daging per
-89
masyarakat NTT. Terdapat jurang yang cukup lebar antara konsumgi masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan. P€rkembaagan koosunai daging/kapitar/tahun peududuk Provinsi Mff selaoa 4 tahua terakhir (1989 - L992'
Tabel 2.7.
JumIah Tahun
produksi daging (ks)
1989
14. O94. 539
1990
14.517.11s
199 1
10. 950. 583 1.1.234.401
t992
Konsums
JumIah penduduk ( j iwa)
i
daging ( kg/kapita/thn
168.814 3 .26A .644 3.299 .994 3 . 380.204
)
,45 4 ,44 3,32 3,32 4
3.
Khusus tentang produksi dan konsumsi telur dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. Perkembangan produkei dao konsumsi telur kapita/tahun) L9A9 - L992 Jumlah Tahun
Jumlah Penduduk
Produksi Telur
(jiwa)
(ke)
(k9/
Konsumsi
TeIur ( kglkapita/tahun
1989
5.802.416,04
3. 158.804
1 A?
1990
3
1992
6,063.O32,O
.258.644 3.299.994 3 .380. 204
2
199 1
5.508.957,87 6.000.615,78
t02
t,82 1, g3
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Dati I
NTT
Berhubung. data. produksi dan konsumsi telur per kabupaten tidak tersedia, 'maka data
yang diperlihatkan pada Tabel 2.8 adalatr merupakan gambaran umum tentang per X"@0 kembangan serta produksi dan konsumsi telur di
-90
N:n
dari tahun 1989-1992.
Iaju
peningkatan produksi telur selama periode tersebut adalah sebesar 3,4%ltahun.
Apabila dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk sebesar l,TToltzhvn dari tahun 19891992, konsumsi telur seyogianya mengalami peningkatan. Namun data menunjukkan peningkatan
konsumsi telur terjadi hanya pada tahun 1990, yakni sebesar 10%, kemudian menurun lagi pada dua tahun terakhir. Penurunan
ini
sejalan dengan penurunan produksi telur pada tahun 1991 dan
1992.
produksi susu di NTT hanya berasal dari sapi perah milik perusahaan swasta yang dipelihara dalam jumlah yang sangat kecil. Susu yang dihasilkan hanya untuk dikonsumsi sendiri sehinggga data yang dibutuhkan tidak tersedia.
Dibeberapa kabupaten, terdapatusaha dari rakyat yang dilakukan secara tradisional untuk mendapatkan susu segar dari ternak sapi Bali, kerbau dan kambing. Namun demikian
produksinya sangat terbatas dan dikonsumsi sendiri oleh keluarga petani setempat.
Konsummsi susu penduduk di NTT, terutama di daerah perkotaan, pada umumnyaberasal
dari susu yang sudah dikemas dalam kaleng dalam bentuk bubuk maupun cair, yang diproduksi
di dalam negeri maupun diimpor.
3. Produksi Kulit dan Penyamakan
Kulit
sebagai bahan baku industri perkulitan diperoleh dari hasil sampingan pemotongan
ternak seperti sapi, kerbau kambing dan domba. Dilihat dari potensi NTT sebagai gudang ternak terutama ternak sapi, sudah selayaknyalah NTT juga seUagai pemasok bahan baku industri kulit
-
91
yang potensial bagi pengembangan industri pengolohan kulit.
Gambaran tentang jumlah produksi kulit
di NTT
ternak yang dipotong. Produksi kulit selama tahun 1989
-
dapat dihitung berdasarkan jumlah 1992 dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Perkenbangan produkei kulit tabun L989 -
Produkei kulit
L992
(kS) sesuai jenis ternak
Tahun
Sapi
Kerbau
Karnbing
Domba Total
6.0s0
L26.432
1.180
289-349
290
l2't .'l48
L.2t6
29s - 610
1989
15s.68?
1990
160.
1991
109.739
8.220
76.t48
84
194-191
L992
101.
157
4.930
49
.672
88
1s5.847
336
6.
Sumber: Dinas Peternakan Provins! NTT' 1991
Berdasarkan data pada Tabel 2.9, produksi kulit kering pada tahun 1992 diperoleh dari 101.157 ekor sapi, 4.930 kerbau dan 49.760 ekor kambing dan domba adalah sebesar 671.3 ton
kulit kering. Data ini berasal dari jumlah ternak yang dipotong di 29 Rumah Potong Hewan (RPH) di 12 kabupaten di
NTI
dan belum termasuk pemotongan di luar RPH, berhubung adanya
kesulitan dalam memperoleh data tersebut.
Di samping
data pemotongan
liu
yang tidak terekam, jumlah ternak yang dianarpulaukan
juga turut mempengaruhi rendahnya produksi kulit dari NTT. Menurut data dari Dinas Peternakan Provinsi
NTI,
rataan jumlah ternak sapi potong yang diantarpulaukan per tahun
adalah sebanyak 51.474 ekor. Jumlah
ini apabila dianalisis dapat menghasilkan
tambahan
produksi kulit dari NTT sebesar 308.84 ton setiap tahun.
Berdasarkan data tersebut di atas, dalam pengembangan industri pengolahan kulit di NTT
diperlukan pertimbangan mengenai jumlah ternak yang diantarpulaukan. Pertimbangan ini beralasan karena sejak tahun 1989 telah dibangun sebuah perusahaan pengawetan daging dengan kapasitas produksi yang diizinkan sebanyak 37 ekor per hari. Namun demikian, jumlah yang
dicapai selama ini hanya 15 ekor per hari. Oleh sebab itu jumlah pemotongan hanya mencapai 5.475 ekor per tahun, jauh lebih rendah daripada target yang harus terpenuhi yakni 51.747 ekor
per tahun.
4. Keadaan Fasilitas Pengolahan Produksi
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Peternakan Provinsi NTT, sistem pemasaran ternak terutamaperdagangan antar pulau dari
NTI
tidak lagi semata-mata berorientasi
pada perdagangan ternak hidup, tapi juga pada ekspor daging beku (frozen meat). Pada tahun 1989, telah dibangun sebuah industri pengolahan hasil ternak berupa daging sapi beku di
Di
NTI.
samping itu terdapat juga beberapa industri rumah tangga yang bergerak dalam bidang
pengawetan dan pengolahan daging dalam skala kecil.
-93
Industri daging beku tersebut di atas merupakan satu- satunya industri pengolahan daging
di NTI dengan kapasitas produksi sebesar kurang lebih 20 ton per bulan. Pemasarannya adalah ke pulau Jawa dan
dikirim dalam bentuk daging beku. Sesuai dengan aset yang tersedia, industri
ini memiliki kapasitas 100 ton/bulan yang sepadan dengan permintaan dari Jakarta. Namun karena kurangnya fasilitas yang memadai untuk pengiriman produksi daging disertai manajemen
yang kurang terkontrol, target produksi ini tidak pernah terpenuhi (Direktorat Bina Usaha
Tani dan Pengolahan Hasil Ternak, 1993).
Fasilitas lain di
NTI
yang mendukung jalannya industri
ini adalah tersedianya rumah
potong hewan sebanyak 29 buah yang menyebar di seluruh kabupaten. Satu dari ke 29 RPH tersebut adalah milik perusahaan swasta yang berlokasi di kabupaten Kupang. Pada umumnya
semua RpH sudah ketinggalan zaman dan tidak dilengkapi dengan sarana yang memadai
meliputi air yang cukup, ruang pendingin dan fasilitas iain yang diperlukan.
5. Perkembangan Pemasaran Ternak
Perdagangan ternak di NTT pada umumnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokal dan diantarpulaukan. Pemasaran ternak antar pulau adalah berupa ternak hidup. Pada umumnya
permintaam konsumen di pulau Jawa akan daging segar adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging beku. Ternak yang diantarpulaukan meliputi ternak sapi, kerbau, kuda dan sedikit kambing. Sementara itu ternak kecil yakni kambing, domba, babi dan ayam lebih banyak dipasarkan di NTT untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat.
-94
Ternak sapi asal NTT pernah dielspor ke luar negeri seperti Singapura dan Hongkong. Namun sejak tahun 1978 ekspor ke luar negeri dihentikan. Alasannya adalah bahwa daging yang diproduksi lebih diutamakan untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan ternak sapi yang ada diperlukan untuk mempertahankan mutu ternak lokal dan untuk menunjang program breeding.
Data tentang jumlah ternak yang diantarpulaukan pada tahun 1989 sampa 1992 tertera pada Tabel 2.10. Data pada Tabel 2.10. memperlihatkan bahwa ternak sapi merupakan jenis ternak terbanyak yang
diantarpulaukan baik sebagai ternak hidup, sembelihan maupun sebagai ternak bibit. Jumlah
ternak yang diantarpulaukan cenderung menurun setiap tahunnya kecuali ternak kambing. Menurunnya jumlah ternak yang diantarpulaukan
ini
bukan disebabkan karena kurangnya
kemampuan dalam penyediaan ternak yang siap dipasarkan, tetapi kemungkinan disebabkan karena adanya pembatasan jumlah (sistem jatah) ternak yang dapat dikirim. Kemungkinan lain adalah adanya persaingan dalam hal kualitas dimana ternak sapi asal
NlfT memiliki kualitas yang
relatif rendah jika dibandingkan dengan sapi yang berasal dari provinsi lainnya, seperti Sulawesi Selatan, Bali dan NTB.
Prospek pemasaran ternak
dari NTI cukup menggembirakan, tercermin dari
meningkatnya permintaan akan daging baik dari dalam NTT maupun dari pulau Jawa, seiring dengan peningkatan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Diperkirakan,
permintaan terhadap ternak dari NTT oleh konsumen di pulau
-95
Jawa cukup tinggi dengan tingkatpertumbuhan sebesar I0% per tahun (Acil
Ltd.'
1988).
Beberapa peneliti terdahulu seperti Chernichovsky dan Meesok (1984) serta Tesku dan Johnson (1936) menyatakan bahwa terdapat renspons yang erat antara permintaan akan daging dengan perubahan pendapatan. Setiap 10% kenaikan pendapatan akan diiringi dengan kenaikan
konsumsi daging sebesar 18%.
Untuk kepentingan dan kelancaran pemasaran ternak maupun produksi ternak dari NTT, sarana dan prasarana penunjang sangat diperlukan.
Tabel2.11. memperlihatkan jumlah prasarana
pemasaran ternak dan hasil-hasil yang berasal dari ternak di NTT pada tahun 1990 yang dirinci
per kabupaten.
Data yang tercantum pada Tabel 2.11 menunjukkan bahwa jumlah prasarana ternak dan
hasil ternak berupa kios milik Non-KUD jauh lebih tinggi di seluruh kabupaten di
NTf, jika
dibandingkan dengan bentuk prasamna lainnya dengan jumlah tertinggi di kabupaten Kupang. Demikian juga halnya dengan penyebaran jumlah pasar dan restoran/rumah makan relatif lebih
tinggi di kabupaten Kupang, walaupun secara persentase, jumlah di kabupaten Kupang relatif
lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Secara keseluruhan di NTT urutan prasarana pemasaran berdasarkan jumlah dan persentase tertinggi berturut- turut adalah kios
milik Non- KUD, milik KUD, pasar, restoran
dan pertokoan.
- yo
6. Kesempatan Kerja dalam Bidang produksi peternakan dan Industri Pengolahan Easil Ternak
Menurut Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1985 dan Sensus penduduk tahun 1990 s@ara makro, angka pertumbuhan penduduk
di NTT
persentase kenaikan -6,78persen (Tabel 2.12). Angka ada kecenderungan penurunan angka tenaga
adalah sebesar 0.g2 persen dengan
ini menunjukkan bahwa secara persentase
ke{a di sektor pertanian.
Dari Tabel 2.72. terbhat bahwa hampir di setiap kabupaten selama kurun waktu yang sama terjadi pertumbuhan penduduk yang negatif; pertumbuhan negatif juga terjadi secara persentase, kecuali Kabupaten Timor Tengah Selatan
(rts),
Sumba Barat,
Timor
Tengah
Utara GTU) dan Manggarai. Terutama Kabupaten TTS tingkat pertumbuhan penduduk yang bekerja untuk sektor pertanian relatif tinggi walaupun secara persentase te{adi penurunan sebesar
10'34 persen. Penurunan persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian paling tinggi
di kabupaten Kupang (-13,59%) dan Sikka (-12,25%), yaitu dua kabupaten dengan kota terbesar di NTT, masing-masing di pulau Timor dan pulau Flores.
Adanya penurunan ini menunjukkan bahwa ada pergeseran mata pencaharian dari sektor
pertanian ke sektor lain. Dengan kata lain telah terjadi mobilitas tenaga kerja dari sektor pertanian
ke sektor non pertanian. Hal ini terjadi kemungkinan karena adanya kenaikan
penyerapan tenaga kerja yang terus menigkat dari sektor jasa dan pemerintahan.
-97
Tal-reI.
7-
7?.. Jlrlrrl.rlt pclrrJr-rcfr.rl:. ).rti11U hc.:l:.erj a r:lj. srl:l( tLtr- lJer.tcrrri;ll . I?A1 Lggr_t Iotal
pendudul
(ribu.rn jinal
PerEentasp penduduL yg beterja di
I
l9?0
Suoba Barat
95,08$
116,449
4.1,1
Suoba Tinur
60,021
54,217
-l,gB
ten
llupang
T.I
IIU
53,15,1
Delu
Flores Tinur SiLLa Ende l{9ada
llanggarai
:
6t,Bl7
I 985
a
iL
-j
rqo
ll,tB
9?,61
97,21
-t 0,14
,07
B?,90
B0,Bl
-a
'2,96
17,19
68,?g
-8,90
3
8{,5? i6,6? 8r, il 68,4g i0,Bl 6{,i0 8/,i,1 80,54 ,7 4 86,
-7,14
::?
207,306
0,87
I.063,?69 t.t07,4,t?
n01
8',1
at,96
an
2,70
-13, 5?
-n
{g{
84,54 96,61 86,5? 77 tl?
lien
53,40
75,3i0
4,t44
990
66,9',1
-0,41
7
t
qz
_t
14,628 64,210 ?8,?93 84,721 87.?0? 75,73g 67,355 66.001 198,
Junl ah
Sunber
t'n
124,005 t01,077 g?,735 140,5?l
S
seltor pertanian (7.1
Per tunbuhan
-1985
lia bupa
n0
-l?r?5 -6,51 -6.
B0
,17
-? 'l?
75, lB
-6.i8
Survai Pendudul Antar Sensus lgg5 & Sensus penduduk I?g0
Bila ditinjau dari segi tingkat pendidikan maka keadaan tahun 1992 menunjukkan bahwa
dari semua penduduk yang berumur 10 tahun ke atas di
NTr
dapat dirinci sebagai berikut:
19,79Vo tidak/belum pernah sekolah, 38,14% tidak tamat SD,28,Z9To tamat SD, 6,70 To tamat
SMTP, 6,12% tamat SMTA, dan 0,967o tamat akademi/universitas. Dari komposisi tersebut ternyata bahwa porsi terbesar diduduki oleh mereka yang pernah duduk di bangku SD. sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia NTT didominasi oleh mereka yang berkuatifikasi ,.-
pendidikan dasar.
-
98
Walaupun demikian,
dari
jenis
berbagai
sarana pendidikan yang terdapat
di NTI
dapatlah dikatalGn bahwa dalam rangka pemenuhan tenaga kerja bagi usaha peternakan berbagai
kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan mulai dari pekerja buruh, pekerja menengah sampai pekerja yang terampil/ahli mampu dipenuhi dari NTT sendiri. Hal ini dimungkinkan karena di
NTT
ini telah tersedia
saat
kejuruan
di
sarana pendidikan mulai dari tingkat
sD, sLTp dan sLTA, sekolah
bidang pertanian dan peternakan maupun di tingkat Universitas dari Fakultas
Peternakan dan Pertanian baik negeri maupun swasta (Tabel 2.13.)
Tabel 2.13. irunlah Lurusan Dokter Bewan, sarjana peternakan dan
SNAKMA
di NTI 1992
Tingkat Pendidikan profesional
Dokter
Jumrah yang tersedia
Hewan
Sarjana Peternakan
77
SNAKMA
58
Sumber: Laporan Tahunan Dinae peternakan
Provinsi Dati I NTT,
1992
Distribusi dan kecenderungan kesempatan kerja
di sektor peternakan dan pada industri
pengolahan hasil ternak menurut kualifikasi pendidikan dan status (Tabel 2.14.).
-99
Tabel 2.14. Dietribusi keseupatan kerJa di sektor peternakan nenurut tingkat pendidikan
Kualifikasi
Pos Kesehatan Hewan
a. Dokter
Tenaga *)
:
Hewan
T7
b. Para Medis Penyuluh pertanian Speeialis
25 :
Dokter Hewan, Sarjana pertanian/ Sarjana peternakan
31
Penyuluh Non pertanian
28t
Mantri
Hehran
L46
Peternakan
138
PPUP
Sumber: Laporan Tahunan Dinas peternakan, Igg2
*) termasuk tenaga honorer
- 100 -
III. FAKTOR.FAKTOR PEMBATAS
L. Kebiiakan Pembatasan Pengembangan Bangsa Sapi
Pembatasan pengembangan ternak sapi Bali dan SO, masing-masing di pulau
Timor dan
pulau Sumba, menutup peluang diverifikasi usaha peternakan sapi bagi para peternak
di
kedua
pulau tersebut. Tujuan kebijakan penyediaan bibit murni kedua bangsa sapi tersebut yang semula dicanangkan oleh pemerintah kolonial lebih dari 80 tahun yang lampau sudah tercapai
:
1)
Bibit
bangsa sapi Bali sudah disebarkan dan dikembangkan di berbagai daerah lain seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Iampung, Jambi, Kalimantan, NTB dan Irian Jaya. Malah populasi sapi Bali di Sulawesi Selatan sudah jauh melampaui NTT, yaitu di atas satu juta ekor. 2) Bibit bangsa sapi SO sudah dipakai secara meluas untuk perbaikan mutu sapi-sapi lokal di Jawa dan Sumatera menjadi sapi PO. Ternak sapi PO kini merupakan mayoritas (lebih dan70%) ternak sapi di Indonesia yang sudah mencapai hampir l0 juta ekor.
Kebijakan tersebut
di atas kini sudah
saatnya diperbaiki atau disempurnakan untuk
memberi dukungan khusus bagi peningkatan kualitas dan produksi ternak sapi
di
NTT,
khususnya di pulau Timor dan pulau Sumba.
2. Lahan, Suplai Pakan Ternak dan Sumber Air
Tingkat produksi ternak atau usaha
peternakan
di NTI
sangat tergantung pada
kemampuan daya dukungnya. Namun demikian tingkat manfaatnya sangat tergantung pada
-
101
kelengkapan fal:tor yang berhubungan dengan daya dukung lahan tersebut. Dari luas latran di
NTI
sebesar kurang lebih 4.7 juta ha, menurut survei
CIDA (1976), sekitar
1.6
juta ha X"@0
cocok untuk usaha pertanian, dianAranya 828.840 ha adalah untuk padang pengembalaan. Berdasarkan ekologi peternakan, semua latran
yang cocok untuk usaha pertanian,
adalah
pendukung usaha peternakan. Namun bila ditinjau dari aspek kecocokan, hanya terdapat 16.422
km2 atau 35.5Vo lahan yang cocok untuk pengembangan usaha peternakan.
Tabel 3.1 memperlihatkan bahwa 92,15% dari luas daratan sebesar 47 .349,9 km2 adalah daerah lahan kering. Lahan kering yang luas tersebut menyediakan rumput alam yang tersebar sebagai sumber utama makanan ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba). Dari
92,15% lahan kering
ini,
menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi
l{rYI
16,44To
merupakan daerah padang rumput atau padang penggembalaan sebagai tempat utama memelihara
sapi, kerbau dan kuda. Ternak non ruminansia (ayam dan babi) dan ruminansia kecil (kambing
dan domba) umumnya dipelihara secara terlepas mencari sendiri pakannya
di sekitar rumah
tempat tinggal petani.
Walaupun ketersediaan lahan yang ada mungkin masih dapat menunjang
usaha
peternakan, beberapa kendala yang yang ditemui adalah belum terintegrasinya usaha peternakan
dengan usaha tani lainnya di dalam suatu "farming system". Pembangunan pertanian secara umum masih berorientasi pada komoditi atau sub-sektor.
-
r02
Tabel 3.1.. Luag lahan kering nenurut pongguneannya tahun
1992
Penggunaan Lahan
1.
Luas (ha)
Persentase
Pekarangan/lahan untuk bangunan dan halaman
eekitar
130. 799
3, oo
2. Tegal/kebun
359. 169
I,23
3. Ladang/huma
297.IsL
6, 81
4. Padang rumput
7L7.225
16,44
.442
or15
5. Rawa
6
5. Tambak
3.2t2
KoIam/tebat/empang
o
to7
658
0,02
diusahakan
981.688
22.47
Hutan rakyat
s49.970
12,60
8. Lahan yang tidak
o
l-o. Perkebunan negara/swasta
11. Hutan negara L2. Tanah
kering lainnya
662.tL4
15, 18
560. ? 5s
15, 14
Sumber: Dinas Pertanian Tanarnan Pangan NTT, L992
-
L03
.'
Kendala lain adalah tingkatperkembangan penduduk yang cepat dengan rataan 7.79Vo per
tahun membutuhkan penambahan areal usaha. Apabila pola usaha masih bersifat pemenuhan
kebutuhan rumah tangga petani untuk keperluan
'food
s€curity", maka penggunailn latran
mengalami elspansi yang mengakibatkan sempitnya lahan untuk usaha peternakan. Untuk ifu, kebijakan mengenai potensi lahan sangat diperlukan untuk mengoptimasi penggunaan lahan yang ada.
Ternak ruminansia umumnya berkembangbiak di padang penggembalaan. Musim kemarau
yang panjang mengakibatkan menunrnnya kualitas dan kuantitas rumput lapangan. Kandungan
protein rerumputan menurun sampai ruminansia sehtar 8
- I0To. Akibat
di
bawah 6% padahal kebutuhan minimum ternak
serat kasar yang meningkat pada pertengahan sampai akhir
musim kemarau, daya cerna menurun secara drastis. Bamualim (1988) mengungkapkan bahwa walaupun ternak sapi Bali bertambah bobot badannya sebesar 100
-
125
kg selama musim hujan
dengan pemeliharaan di padang rumput alam, selama musim kemarau bobot badan yang hilang mencapai 50 - 75 kg.
Ternak non ruminansiapun biasanya terpengaruh persediaan makanannya akibat musim kemarau yang panjang sehingga produktivitasnya menurun selama musim tersebut.
Sumber pakan bagi ternak ruminansia di NTT sebagian besar masih bergantung pada produksi dari lahan yang ada. Penanaman tanaman pakan berjenis unggul masih sangat terbatas. Konsekuensi dari produksi secara alamiah, berkurangnya ketersediaan secara kontinyu, di samping kualitas dan kuantitas mengalami penurunan setiap tahun. Kenyataan menunjukkan bahwa suplai rumput alam per satuan luas lahan dalam setahun masih relatif rendah. I-aporan
-
l-04
Dinas Peternakan Dati I NTT-IADP (1991) yang disiter dari laporan Piggin (1987) menunjukkan
bahwa daya dukung seekor sapi dewasa adalah sebesar 2-3 ha dalam pola peternakan ekstensif tradisional. Demikian juga halnya dengan produksi hijauan seperti kacang-kacangan yang tahan kering, produksi hijauannya juga menurun pada musim kemarau. Daya dukung
t ha
lahan dengan produksi'hijauan yang cukup untuk dua ekor sapi pada musim hujan menurun menjadi 0.2 ekor pada akhir musim kemarau.
Di Amarasi, kabupaten Kupang,
serangan kutu loncat terhadap produksi lamtoro sangat
berpengaruh terhadap usaha peternakan. Sementara
itu jenis tanaman lain seperti gamal
(Gliricidia sepium) dan kaliandra (Calliandria collothyrsru) masih dalam taraf pengenalan yang memerlukan waktu untuk pembudidayaannya. Kenyataan meningktatkan produksi ternak di
Ketersediaan
ini
merupakan kendala dalam
Nm.
air untuk minum ternak masih merupakan kendala yang cukup
serius
khususnya yang terjadi sepanjang pertengahan sampai akhir musim kemarau. Padahal kalau
dicermati air bukan merupakan masalah karena walaupun jumlah hari hujan selama satu tahun hanya kira-kira 100 hari saja tetapi intensitas curah hujan cukup tinggi. Oleh karena itu perlu
dipikirkan cara-cara penampungan air sepanjang musim hujan untuk persediaan minum ternak pada musim kemarau berupa pembuatan embung-embung di samping untuk air minum penduduk.
Penyebaran sumber
air yang tidak pernah kering tidak merata mengikuti penyebaran
potensi sumber pakan menyebabkan sebagian potensi pakan tidak dapat dimanfaatkan. Padapihak
lain areal yang bersumber air menjadi sasaran renggutan sepanjang tahun, menyebabkan adanya kecenderungan proses kemunduran daya dukung sumber daya alam tersebut. Unfuk proses
-
105
intensifrkasi dan diversifikasi dalam usaha peternakan, pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal sambil mempertimbangkan kelestraian amat penting.
3. Kesehatan Ternak dan Penanganannya
3.1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular
Penyakit hewan menular yang terdapat dan penting di NTT adalah penyakit Anthrax, SE,
ND, Surra, Brucellosis, ORF dan penyakit Gumboro. Untuk mencegah menularnya berbagai penyakit
ini, dilakukan vaksinasi
terhadap ternak, baik ternak kecil dan ternak besar, seperti
terlihat datanya pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Pemberantasan peDyakit hewan di tflIT
periode L989 -
L992
Jumlah ternak yang divakein (ekor)
Jenis Penyakit 1989
1990
1991
L992
Anthrax
173.296 2L2.9O4
554.707
SE
279.736 I9I.472
472.9A5 517.651
ND
L44.5I2 401.300
535.900 442.600
Sumber: Dinag Peternakan Provingi NTT, 1991
-
1_05
5O2.334
3.2. Pengamatan penyakit hewan
Untuk menunjang kegiatan pengamatan penyakit hewan, sampai tahun 1991 telah dibangun laboratorium tipe B sebanyak satu buah di Kupang, tipe C enam buah di Belu, Sikka,
Ende, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat. Di samping itu dibangun pula pos kesehatan hewan (Poskeswan) sebanyak 52 buah dengan rincian sebagai berikut Kupang
6 buah
TTS
6 buah
TTU
4 buah
Belu
4 buah
Alor
2 buah
:
FloresTimur:4buah Sikka
5 buah
Ende
3 buah
Ngada
3 buah
Manggarai
3 buah
SumbaBarat:7buah SumbaTimur:5
buah
3.3. Penolakan penyakit hewan Kegiatan ini lebih ditekankan pada lalulintas ternak dari provinsi NTT dan dilaksanakan atas kerjasama dengan karantina hewan yang ada yaitu di Kupang,
Reo dan waingapu. Hal
ini
Wini, Atapupu, Maumbawa,
karena karantina hewan merupakan pos terdepan dalam tugas
penolakan masuknya bibit penyakit hewan.
-
l-07
3.4. Kesehatan masyarakat veteriner
Kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) menyangkut segala urusan yang berhubungan
dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
3.4.1. Pengawasan dan pemeilaaan air
susu
Pengawasan dan pemeriksaan air susu belum dilaksanakan karena produksi air susu dari
sapi perah sangat sedikit yaitu di Kabupaten Belu, sikka dan Manggarai milik misi Kathotik di mana produksi susu tersebut digunakan hanya untuk keperluan sendiri dan tidak diperdagangkan.
3.4.2. Pengawasan terhadap kesehatan daging
Untuk suplai daging yang sehat sebagai bahan makanan maka pemeriksaan daging selalu dilaksanakan di rumah potong hewan (RPH). Darr 12 kabupaten di NTT terdapat 21 buah RpH
masing-masing 5 buah RPH trpe B, 9 buah RPH tipe C, dan 7 buah RPH tipe darurat milik pemerintah. Dari 5 buah RPH tipe B, 3 diantaranya milik swasta. Demikian pula pada RpH tipe
C terdapat 8 buah milik pemerintah dan satu buah lainnya adalah milik swasta.
3.
4.3. Pengawas an/pengendali an p emotong an hewan
Pengawasan/pengendalian pemotongan hewan terus ditingkatkan dari tahun
ke tahun
namun masih banyak hambatan yang dialami. Hambatan tersebut antara lain adalah terlambat
- TUU -
atau tidak secara rutinnya pengiriman laporan dari Dinas Peternakan Kabupaten sehingga sulit mengetahui persentase pemotongan serta.pengeluaran ternak betina tepat pada waktunya. Jumlah
ternak yang dipotong di RPH dan di luar RPH pada tahun 1992 sebagai berikut : sapi 17.555
ekor, kerbau 869 ekor, kambing78.432 ekor, babi 88.662 ekor dan domba 108 ekor.
Pada tahun
l99l jumlah
pemotongan sebesar 9746 ekor baikjantan maupun betina dengan
distribusi 50,23% jantan dan 49,777o betina. Dari jumlah betina yang dipotong tersebut betina yang tidak produktif sebanyak 98,92Vo, dipotong karena paksa/kecelakaan 0,90Vo dan Brucellosis 0,16%
4. Industri Pakan Ternak
Di Nusa Tenggara Timur sampai dengan
saat
ini belum terdapat industri yang secara
khusus mengelola pakan ternak. Untuk ternak ruminansia masih tetap mengandalkan rumput alam yang kualitasnya cukup rendah. Penyediaan pakan bagi ternak ruminansia untuk mengoptimalkan
produksi, terutama pada musim kemarau, merupakan usaha yang perlu dilaksanakan dengan baik. Kemampuan untuk mengadakan suplai pakan yang tersedia sepanjang tahun baik dari segi kualitas maupun kuantitas memerlukan keda keras. Kebijaksanaan pengendalian populasi ternak sesuai dengan daya dukung yur1 ada sangat esensial.
Untuk ternak non-ruminansia seperti babi dan ayam, sumber pakannya adalah hasil sampingan pengolahan hasil tanaman pangan dan sisa dapur yang jumlah dan kualitasnya sangat terbatas. Pada umumnya petani di NTT memberi makan ayam buras dan babi dengan dedak, ubi
jalar dan ubi kayu. Bahan pakan tersebut dimiliki secara terbatas oleh keluarga petani. Di
-109-
Disamping tidak mentanya wilayah produlsi pertanian dengan penyebaran ternak, kendala ransportasi juga menyebabkan potensi suplai tidak termanfaatkan secara merata dan menyeluruh
di NTT.
5. Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
Pengolahan produksi hasil ternak seperti pembuatan telur asin, pengawetan/pengolahan
daging seperti penjemuran, pengasapan serta pembuatan dendeng dan abon masih dilalsanakan secara kecil-kecilan saja sehingga sulit diperoleh data dalam bentuk angka-angka.
Kendala utama yang diidentifikasi adalah berhubungan dengan aspek teknologi. Beberapa
kendala utama yang berkaitan dengan tingkat penerapan teknologi dalam pengolahan hasil ternak yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
a.
Pola hidup masyarakat yang masih terikat pada sistem kelembagaan dan perilaku sosial budaya yang masih kuat.
b.
Perilaku sosial ekonomi disertai dengan tingkat pendapatan dan keterampilan yang rendah, menyebabkan para petani lebih memperhitungkan risiko dalam mengadopsi teknologi baru.
c.
Metode penyampaian teknologi masih belum berbasis perbedaan perilaku sosial budaya pada masing-masing wilayah.
Selain kendala tersebut diatas, teknologi yang diintroduksi banyak kali tidak sesuai dengan
daerah tertentu dimana teknologi tersebut akan diterapkan. Teknologi yang tidak tepat guna
- 110 -
menyebabkan input yang diberikan tidak menghasilkan produksi yang sesuai dengan yang diharapkan, bahkan penerapannyapun tidak berhasil.
6. Sumber Daya Manusia dalam Bidang Peternakan
Sumber daya manusia dalam bidang peternakan
di
Nusa Ten ggar^ Timur erat
hubungannya dengan rumah tangga yang menyelenggarakan usaha peternakan. Sebagai gambaran
di tahun 1983 terdapat 90 persen rumah tangga NTT bekeda sebagai petani. Dari jumlah tersebut kurang lebih 41 persen sebagai pemelihara ternak atau sekitar 37 persen dari total rumah tangga
NTf.
Sesungguhnya jumlatr rumah tangga peternakan di
NTI jauh lebih besar dari
pada
jumlah
di atas mengingat hampir semua rumah tnggapetani juga memelihara ternak. Pada perhitungan
di atas rumah tangga yang memelihara ternak besar ( sapi, kuda dan kerbau) kurang dari
dua
ekor, babi kurang dari tiga ekor, kambing dan domba kurang dari enam ekor serta unggas kurang dari 30 ekor tidak dimasukkan dalam kategori rumah t^ngga peternakan.
Sedangkan pada tahun 1990 jumlah rumah tangga peternakan di
NTI
dirinci per jenis
ternak adalah sebanyak 88.160 rumah tangga yang memelihara ternak sapi, 30.555 rumah t^ngga
yang memelihara kerbau, 53.252 rumah tangga memelihara kuda dan untuk ternak babi dan ternak unggas masing-masing sebanyak 320.893 dan249.556 rumatr tangga. Distribusi rumah tangga usaha peternakan per kabupaten dapat diikuti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 menggambarkan batrwa untuk rumah tangga usaha ternak besar khususnya ternak sapi banyak ditemukan di empat kabupaten di daratan Timor sedang untuk jenis ternak
lainnya tersebar hampir merata
di setiap kabupaten kecuali
-
11L
kabupaten
Alor.
Pegembangan
sumber daya manusia sebagai faktor penentu keberhasilan usaha peternakan dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain penyuluhan dan latihan keterampilan.
Penyuluh peternakan sebagai motivator pembangunan pada sub sektor peternakan yang langsung berhubungan dengan petani sangat menentukan berhasilnya program-program
Tahe-'1 3 - f,.
Dir-r-ibusi l'.arrgga us:rlra trir-l.r:rl:. ^-r*.rl) I??A rlir-irici [-,eir, l.:.rburJ:a [-err
FITT,
Jurlah rulrh trnggr se:uri jeris lernlL
len
Ilbopl
lerbau
Sepi
lude
Janq dinslhaLan
farbing/
hlat
labi
Dorh
Jullll I
larll
Jullai
rJi
,lurlrlr Z Jurlah I
rasl
luns
Jurleh
i
Jurlah
1,0
0'106 ?6'5 7,10i lq,l l,t!7 r,6 ]$,7gg il,r ?1.i6? r,4 l,gil 9,4 1,680 t0,i l,?i? i,6 tijaSt f,l tO,ttf {; Iuprng tJ,BJl ?t,0 i,0{9 I0,0 g,tZ0 I6,g ti,0$t ?.q,6 5t;6j? t6:t i:jltt ll,{ II5 19,611 12,5 {'5 l,{ 5,196 l,l la,5,ll 16,g ,tg,266 l:,,0 l4,s5a 14,0 I I tl 10,603 12,0 ?i5 0,t l,ggi i,5 I,[4 4,7 20,70? 6.5 tt,:ll 4,9 lelu ll,ll7 l{,? 794 ?,6 t,{Bl t0,l 5,?7?. q,g il,nSO l,l ?1.',6r? !1,5 llor 24q 0,3 I 0,0 ?40 0,5 q,??3 J,9 t0,llt 1,2 q,:qO l,t Flores lirur 389 0,{ I 0,0 1,17.. i,l ??,{0? ?0,i li,nt .l,I :O,lfl l?,2 Sitir tr317. t,{ lqq l,t q,qi8 8,1 tr8i6 7,1 l9;q6t t,r 7,2?? 2,? [nde l,]?? 1,5 166 l,g t,?ij j,i 5,061 4,6 lg,7lq !,g tt,t:; g,5 llgrdl Z,{S{ ?,8 {,J9i t{,q {,4t6 8,t i,9t? J,6 t7;4S0 f,q tt,tot S,: ,,,' tl42 4,5 rr,dlr ?,e ??,77t u,,1 _ -:::l:l-----Tl-_-ll _....,.!.r, _.r.1:.1-__1111 . .;;;;;;;.';;;;;. .. sulbr
Surbl
1,76t
Iirur I,180 i,l
,.
.
,.
:: Surber
: :
1111
ll!1 . 11:t
llll
Dinls Prlernrtrn proyinsi Dlti
::::::
!::i: ii:,i:l i::,:
I llll
-
TT2
;;;;;;; ;;;;;
peternakan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dibutuhkan penyuluh yang berkualitas di samping kuantitas yang memadai.
Keadaan penyuluh peternakan di seluruh wilayah NTT sebagai berikut
:
a. Jumlah PPS peternakan/spesialisasi (1)
PNS
(2)
Honorer : t6 orang
: 15 orang
b. Jumlah PPUP peternakan (1) Latar belakang pendidikan peternakan
-
PNS
: 73 orang
- Honorer : 65 orang (2) Latar belakang pendidikan non peternakan 167 orang
c. Status PPL : -
PNS
- Honorer
: 173 onng : 107 orang
Keadaan penyuluh peternakan secara rinci per kabupaten dapat dilihat pada Tabel 3.4 Petani peternak sebagai saszuan penyuluhan memerlukan pembinaan yang lebih intensif.
Pembinaan dilakukan melalui beberapa
jalur yaitu jalur kelompok tani dalam hal ini
kelompok petani peternak, taruna tani dan kelompok wanita tani.
-
l_1_3
sub
Tal:eI 3.4 - iiead.ran tenaga .perrylrluh
pe terrral:..rrl
sampai dengan l'larct 1991 Jumlah PPS Jumlah Kabup.r
FIrUlr
.f
uml
alr
P['L
tcn
llolror l-Il-Pr'I LII-lrolr l'ul-
LB -Pr-''t
LB-rrorr SlatusPpL I'r-' t -
PNSftn:
PNS 'IR
Kupang
z
z
?
5
B
TT:;
1
3
tl
2
t7
577 823
TTU
3
?
2
10
B
r.5
Delu
1
{,
l0
AIor FIo 5i
tin
l',|
Errtle
'f
tf
84
1
1
?
3?
1
2
5
?_
I
-t
llarrqgarai
2
Sumba Timur
I
I
a
Juml a lr
5
I
t'lg ad.r
Srrmba IJar.r
J
.)
5
2
-a
-l
a .,
1
?
7
?.
7.
Ir
t6
22
Ir
6 ll 59 :t0 7tq 13 2
7V 1I, 37 11 17 16" 14 7 t ll t?3 ll ,7 '76 ?,
1l ?
t?
lt
..)
15
77
73
(r5
167
173
107
Keadaan kelompok tani dan sub kelompok petani peternak di seluruh wilayah NTT dapat
dilihat pada tabel 3.5
Dari Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa jumlah kelompok tani di seluruh wilayah NTI sebanyak 3582 buah yang tersebar di 3582 wilayah kelompok. Dapat dilihat daya sub kelompok
petani peternak sebanyak 2797 buah, kelompok taruna tani 659 buah dan kelompok wanita tani 782 buah.
-
LT4
Latihan keterampilan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bergelut
di sektor pertanian umumnya dan sub sektor peternakan
khususnya
memiliki dua sasaran pokok, yaitu tenaga penyuluh sendiri dan petani peternak.
T"rbel ;.5.
lir-.acla"rli llerlolrrpok T.:tlri. clati
.?::9--li:-l-erp-p.1,:--1F-krllr:.-l-F--!r-ll'll:-.-Lr!llll--1-?-?-i--.-----.--Jurleh Sub lelorpok Petrni Peletnrl IilrpL iilrpt I Jurlrh lelorpoL lui i ---------llaruntiluiltlltt. -i------------i-------------i Pe- i hn- illrdlrlUtrni I lSUi lsrpiiIer-ilrr-lDorbrihIiiAIrr i[/uiltiliJrlhi Itni i Irni I rulri jutrni : I iPerahl plgi huibingi i ibunsi nsi I i i i
Itbuplten
i
i
I { il?51 8J: 1i06i ?i
Iupug
13,t0
TIS
IIU
I l?( t lJ/
lu
$e
|
Flotir 5i
lla
[nde
Sutbr Iirur Surbr Srnt
Surbpr
l
I
|
-
'yt
|
_ ra s.l llt - | l0lr
llr .vl _ |I
I
7\l I - |
!r
i(r
- i a??i - I t?51
Jr I
l(rl
_ r
|
_ r
l(l .-l qil
111 | 67
ii
161: 600 I
il21
I
- | lnlt
1l,l L,l
171
|
{l
- rt.rvt?tllr dr .t lr6i _ r| ..vtl(r _ ||
i0B i
itlzi loi 54t it?ti r l(1 , l4t8 l ilil I 106 I 6 irrsi 32i |
llrnggrrri
Jurl
|
481 |
.
llgrdr
i
| r
tl?1t .r, | I .r.f?:r r
tll or
l{,li
i
7?5i
I I
_ |
lt vt
lqr
a.'t
- !| _ | I
llt
_t
_ || ..1 llt
el
-
r t
-I
7lt ,rt
4ti
rl .?01
r'si
7it
|
'Yl
nt r'llnl - ||
'll ,l
tlti
83i
Jt (, rt
lzl rJl
-r1t7t_l lt I _ |I rt. l1r
I
- | lslr
6
t{
I
u
JJ
r
,r0
r
l,
IJ 0i
Q7 l
l1
- | lilTl - , 7?61 -t 111 - , lJ0r - r lnll - r lll
-i
?t[i
t{i I 0
7l I
tq, 11
t
fi!
JT
q/
2ll
1t2 i
5A
,l
:
11 ' tt
I
r lr
0inrs Petprnlku Provinsi HII,
lt9l
I-atihan bagi tenaga penyuluh peternakan antara lain latihan luku, latihan dasar, latihan pasca panen, latihan keliling budidaya ayam buras, latihan keliling manajemen ayam buras,
latihan keterampilan khusus budidaya kedelei, latihan keterampilan manajemen ternak kambing/domba dan latihan keterampilan khusus budidaya jambu mente.
Bagi petani peternak sendiri beberapa latihan/kursus yang telah dilakukan yakni latihan
luku bagi kontraktor, kursus petani penerima paket ternak kambing dan kursus petani penerima paket ternak ayam buras.
-
115
Tenaga-tenagaterarnpil dan profesional yang terasa kurang
:
a.
Dokter hewan per kecamatan di Kabupaten padat ternak.
b.
Tenaga-tenaga menengah tinggi (SO) dan teknisi di bidang kedokteran hewan (Mantri
Hewan) pada setiap Poskeswan (Pos Kesehatan Hewan) dan RPH.
c.
Tenaga inseminator pada setiap desa padat ternak (sapi) (satu inseminator/600 - 800 ekor
sapi akseptor IB).
d.
Tenaga
PKB
(Pemeriksaan Kebuntingan) dan ATR Asisten Teknis Reproduksi) per
Kecamatan padat ternak (saPi).
e.
Tenaga teknisi dan tenaga ahli dalam industri teknologi hasil peternakan (penyamakan dan pengolahan kulit, pengalengan dan pengolahan daging, d11).
f.
Manajemen dan Akutansi untuk pemasaran Hasil Ternak (Usaha Peternakan dan Koperasi, dan tenaga-tenaga teknis lainnya.
7. Kredit Pedesaan
Kredit di bidang peternakan, teristimewa dalam proses produksi peternakan
sangat
terbatas. Kredit langsung dari Bank dan lembaga keuangan lainnya baru sebagian kecil dan terbatas pada ternak ayam ras di perkotaan. Sedangkan untuk jenis ternak lain terutama untuk usatra peternakan rakyat boleh dikatakan belum tersedia. Prosedur yang berbelit serta lemahnya
asset yang
dimiliki petani sebagai &gun&n-u.ntuk mendapatkan kredit merupakan kendala bagi
usaha peternakan rakyat.
-
116
KUD sebagai mitra petani di
pedesaanpun tidak mampu menyediakan kredit bagi petani
peternak. Akan tetapi dewasa ini sedang digalakkan kredit pedesaan lewat KUD dengan pola bagi hasil. Pola kredit ini menghendaki persyaratan lunak bagi peminjam. Proses pengembalian kredit
dilakukan setelah ternak dijuat dengan perhitungan sebagai berikut : nilaijual ternak dikurangi
nilai akad kredit dan bunga kredit, sisanya 70
Vo merupakan keuntungan
petani sedangkan 30%
adalah bagian keuntungan KUD.
Dalam rangka membantu petani maka kebijaksanaan pembangunan dalam aspek kredit
ini perlu
diaratrkan kepada penciptaan iktim yang memungkinkan lembaga keuangan bank
maupun non bank dapat memberikan kredit kepada peternak kecil dengan keuntungan yang seimbang tetapi dengan resiko yang serendah mungkin.
Di
samping itu perlu ada pemikiran
untuk menciptakan kredit dengan persyaratan lunak dan didukung oleh upaya untuk memacu laju
produksi dalam rangka mengimbangi laju permintaan dan sekaligus dapat memberikan keuntungan yang maksimal pada petani nasabah.
Dalam rangka membantu petani peternak mengembangkan produksi peternakan sehingga diharapkan tingkatpendapatan petani dapat meningkat, pemerintah telah menempuh berbagai cara antara lain dengan pemberian kredit bagi para petani peternak dalam bentuk
a.
:
Kredit "in natura" yakni berupa persediaan modal dalam bentuk ternak
yang
dikembalikan dalam bentuk ternak. b.
Kredit PUTP dan RCP (Rural Credit Project).
c.
Kredit program melalui non Bank,misalnya dalam bentuk PIR dan bantuan luar negeri.
-
11,7
Tabel 3.6. Perkerbangan ternak sapi paron dan bibit, tahua 1986 -
199
I
PUTP Paron
PUTP
Bibit
Tahun
E Ternak
E Nasabah E Ternak E Nasabah
(ekor)
(orang)
(ekor)
1985
6.272
4.396
3.29s
401
1987
6.272
4.396
2.OO0
401
L988
5. 670
3
.011
383
331
1989
s. 673
3.05s
744
692
1990
5.673
3.055
382
330
1991
5.673
3.055
382
330
(orang)
Sumber: Dinas Peternakan Provinei NTT, 1991
Dari Tabel 3.6. di atas dapat dilihat bahwa sampai dengan akhir 1991 ada 3055 orang yang menerima kredit PUTP paron sebanyak 5673 ekor, sedangkan untuk PUTP bibit terdapat 330 orang nasabah dengan jumlah ternak yang dipelihara sebanyak 382 ekor.
Perkembangan ternak sapi RCP sampai dengan tahun 1991 dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Dari tabel 3.7.
dapat dilihat bahwa sampai dengan akhir tahun 1991
jumlah nasabah penerima
kredit RCP sebanyak 2500 orang dengan perincian 1909. orang menerima lcedit sapi, 282 orang menerima krcdit kerbau, 232 orang menerima kredit kambing dan 75 orang memperoleh babi.
-
LL8
Tabel 3.7. Perkenbangan tarnak sapi
RCP
paron
RCP
RCP
sanpai dengan tahun
t
bibit
N agabah
(orang)
.fenie
ternak
paket ekor paket
Sapi
3.248
ekor
8.7ss 3.646
4.242
1.909
Kerbau
2A4 1.491
823
358
244
Kambing
232 10.060
50
22L
232
47L
106
418
7s
Babi
1991
75
2.500
Total
Kredit "in natura" yaitu berupa persediaan modal dalam bentuk ternak yang dikembalikan
dalam bentuk ternak sudah dilaksanakan setelah dilakukan identifikasi untuk menentukan kemungkinan lokasi penyebaran ternak dan calon penggaduh ternak kredit bantuan pemerintah.
Ternak kedit bantuan pemerintah terdiri atas beberapa
a.
jenis yaitu :
Ternak kredit "full in kind"
Ternak krcdit
"full in'kind"
sumber dananya berasal dari APBN terdiri atas ternak
kambing, ayam buras dan itik. Ternak kambing didistribusikan pada 39 desa yang tersebar pada lima kabupaten dengan jumlah ternak sebanyak 1500 ekor dan penggaduh
-
1l_9
682 KK. Ternak ayam buras @ukan ns) pada tahun
l99l sejumlah 15.750
ekor dengan
penggaduh I.575 KK pada 51 desa yang tersebar di tujuh kabupaten sedangkan ternak
itik disebar
hanya pada dua kabupaten, lima desa dengan penggaduh 175
KK
dan
jumlah
ternak sebanyak 1.750 ekor.
b.
Ternak laedit "modified in kind" Sumber dana ternak kredit "modified in kind" adalah Bank Dunia melalui proyek NTASP
(Nusa Tenggara Agricultural Support Project). Jenis ternak kredit berupa sapi Bali dan sapi Ongole. Sapi Bali diberikan kepada 1653 KK penggaduh
di
19 desa yang tersebar
pada lima kabupaten dengan jumlah ternak seluruhnya 792 ekor, sedangkan sapi Ongole disebar pada enam desa di satu kabupaten dengan jumlah penggaduh 540 KK dan ternak sebanyak 60 ekor. Dengan demikian melalui proyek NTASP sudah disebar 852 ekor sapi pada 25 desa yang tersebar pada enam kabupaten dengan jumlatr penggaduh seluruhnya
2T93
c.
KK.
Babi Banpres Jenis babi yang diintroduksi ke peternak melalui proyek babi Banpres adalah babi peranakan rasL24. Babi Banpres semula didistribusikan hanya pada dua kabupaten saja,
yaitu Kabupaten Kupang dan Sikka. Namun karena perkembangannya sangat pesat dan proses redistribusi berjalan baik, maka sekarang sudah diredistribusikan
ke l2
kabupaten se-NTT. Perkembangan babi Banpres dapat dilihat pada Tabel 3.8.
d.
Kambing Etawah Banpres Kambing Etawah memiliki beberapa keunggulan yakni ternak tersebut tahan terhadap
-LZV-
kekeringan dan dapat mengkonsumsi berbagai ragam hijauan yang tumbuh
di NTT.
Melihat kondisi alam provinsi Nusa Tenggara Timur, dapat diperkirakan kambing Etawah
memiliki perkembangan yang cukup baik. Namun kenyataan menunjukkan bahwa jumlah ternak kambing Etawah yang disebarkan belum berkembangbiak (Tabel3.9.).
Tabel 3.8. Perkenbaugao babi Banpres dan penyebaranuya pada awal tabuu 1991
?ernak pokok Penarikan
Keadaan
kini
Lokasi
Jt
Bt
Jt
Bt
Dewasa
Anak
JT Bt JI Bt Kupang
(Penangkar) 8
Kupang
L2
Sikka
27
65
193
I 11 32 2L 12 95 L76 162
113 7t
196
25 104 28s
425
52 216 500 400
12 95
2O7
Breeding
centre752437767L0
Jumlah
54
226 150
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi NTT, 1991
Jt - jantan (dalam ekor; Bt = betina (dalan ekor)
- L2t
Tabel 3.9. Pcnyebaran kanbing Etawah, tahun
Ternak Pokok
Penarikan
1991
Keadaan
kini
Lokasi Jantan Betina Jantan
Betina
Dewasa Anak
Jt Bt Jt Ende
7
35
TTU
4
20
Flotim
7
35
Sikka
7
35
SumbaTimur
7
35
73s 420 735 735 735
Provinsi
- Breeding Centre
2
- Penangkar
1
Jumlah
35
10
517s
-210 -r535
175
sumber: Dinas Peternakan Provinsi NTT, l'991
- LZZ
8. Sarana hoduksi Peternakan dan Pemasaran Hasil Ternak
8.1. Sarana Produksi Peternakan
Sarana produksi peternakan yang penting untuk disoroti dalam tulisan ini adalah pakan
temak. Dalam usaha untuk meningkatkan produksi peternakan di Nusa Tenggara
Timur
maka
perlu dipertimbangkan sumber daya alam yang tersedia. Akibat keadaan iklim yang kurang mendukung maka secara regional peternakan intensif yaitu peternakan yang membutuhkan pakan
konsentrat tinggi seperti ayam, sapi perah serta babi sulit dikembangkan dengan baik kecuali terbatas di sekitar daerah perkotaan.
Oleh karena itu pola pengembangan peternakan harus ditekankan terutama pada ternak
ruminansia, khususnya ternak potong.
Produksi ternak ruminansia dapat meningkat melalui perbaikan pakannya. Bamualim (1988) melaporkan bahwa berat badan sapi Bali dapat meningkat 60 - 70
Vo
bila diberi pakan
berkualitas baik seperti lamtoro (Leucaenaleucocephala) dibandingkan dengan pemberian rumput
alam saja. Wabah kutu loncat pada tanaman lamtoro yang mengakibatkan pendapatan peternak
yang memelihara ternak dengan sistem paron menurun secara drastis, mensyaratkan bahwa perlu digalakkan penanaman tanaman-tanaman alternatif lainnya sebagai sumber pakan ternak yang bermutu baik.
Pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami jagung, jerami padi dan kacang-kangan pada
musim kemarau dengan perlakuan kimia seperti penambahan urea dapat meningkatkan kualitas
-
r23
bahan pakan tersebut sehingga memberikan keuntungan bagi petani.
Preservasi hijauan pakan yang tumbuh berlebihan selama musim hujan dapat meningkatkan persediaan pakan untuk musim kemarau. Pengawetan hijauan dengan cara pengeringan (hay) adalatr lebih memungkinkan di daerah tropis kering seperti
NTI
dibandingkan
dengan cara silase. Bagi ternak ruminansia yang dipelihara di padang penggembalaan, perbaikan
dapat dilakukan melalui manajemen penggunzlan padang penggembalaan, pemberian pakan tambahan seperti urea dan mineral dalam musim kemarau dan introduksi jenis rumput dan legume yang tahan kering.
Ternak babi merupakan ternak penting di
NTI
karena berperan dalam kehidupan sosial
masyarakat. Akan teApi produktivitas babi lokal sangat rendah sebagai akibat rendahnya kualitas pakan yang diberikan. Upaya peningkatan produktivitas melalui persilangan yang menghasilkan
babi silang membawa konsekuensi pakan yang dibutuhkan lebih banyak lagi sehingga untuk petani kecil akan sulit untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak tersebut.
Untuk ternak unggas, khususnya ayam ras petelur dan ras
pedaging/broiler,
perkemban gannyacukup baik. Dalam memenuhi kebutuhan sarana produksi perunggasan di
NTT
terdapat enam buah "poultry shop" yaitu CV. Waris, CV. Himalaya, CV. Tode Poultry Shop,
CV. Alfred Jaya dan CV. Imanuel yang
semuanya
di Kupang dan l-anca Karya Poultry
and
Veterinary Shop di Maumere. Kegiatan keenam "poultry shop'ini meliputi penyediaan pakan, penyediaan
bibit/Doc,
obat-obatan untuk ternak serta peralatan peternakan. Untuk memenuhi
kebutuhan para peternak di
NTf,
DOC dimasukkan dari Surabaya.
8.2. Pemasaran Hasil Ternak
Perkembangan harga ternak, hasil ternak dan bahan pakan ternak meningkat dari tahun
ke tahun, terutama harga ternak sapi dan kerbau serta hasil ikutannya, sejalan
dengan
perkembangan harga secara nasional. Sebagai gambaran ditampilkan nilai jual ternak dan hasil
ternak yang diterima petani peternak seperti terlihat pada Tabel 3.10 dan 3. 11.
Tabel 3.1O. Earga ternak di provinei l{usE Tenggara fimur tabun 1989 -
1992
l!.lrq.-: liictn.:r'r.lt l.r-rl:ufr (fli l:,:t;,il ltrliiali)
.Tslris Tsrrr;.rl: l enc
1?:la..
! ?ct
t
! ??-
S;rpi:
- Pot,;r-rg .'i:,0 - tti tr i t 3{}C !(erb.tu
!.rb
i
500 I.".1
trrng 3i. b:i t
360 f c0
qgt lOC
FtC 35t
- Foton'g - Pil,rit
45 .15
i'l!r ':ii
,1:, {i
- Fotcrrg - Fibi t
?0 5f
:rJO 5c
1l5i 5C
g
100
tIC
:
K.rmbin
450 :C0
Po
ICO
J50
: :,1
f,5
:
12: 53
A1'.rn :
_
[.o
t.r;i,;
1.
5
L
5r'mber
: S+.;rtiltilr- petern.rl:;lr.
l???
r.,
i,
Tabel 3.11 Earga haeil ternak di NT:l tahun 1989 -
Harga satuan menurut tahun
1992
(RP)
Jenis Hasil ternak
1989
1990
19 91
L992
Daging (kg)
- sapi
3.000
5.000
5.000
5.000
- kerbau
3. O00
5. O00
5. 000
6. 000
- kambing
3.000
4. O00
5
.000
6. O00
- babi
3.000
3. 500
4.000
4.000
-
3.500
3.500
3. 500
4.000
ayan
Telur (butir) -
ayam buras
200
22s
22s
zza
-
ayam ras
175
200
200
200
150
175
t75
1?s
1.?00
1.000
1.000
600
1.200
1.000
1.000
1.500
2.500
2.500
2. s00
- irik Kulit
- sapi(Ibr baeah) 700
- kerbau(lbr baeah) -
Kambing
(kS)
Sumber: Statietik
Peternakan Provinei NTT, 1992
-LZO-
Khusus untuk harga pakan pada tahun 1992 bagi ayam petelur periode starter Rp. 610,-/kg, petelur periode grower Rp. 515,-/kg sedangkan untuk petelur/layer Rp. 535,-/kg. Harga pakan untuk ayam pedaging periode starter Rp. 645,-/kg dan pedaging periode finisher
Rp. 515,-/kg.
Harga bahan pakan berupa konsentrat cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peningkatan biaya transportasi setiap tahun.
Beberapa bahan pakan yang ada seperti jagung dan dedak sering mengalami fluktuasi
harga karena umumnya tergantung pada musim panen. Pada waktu panen harga cenderung menurun karena bertambahnya stok dan sebatiknya pada waktu stok semakin berkurang harga meningkat.
9. Penelitian Peternakan dan Penvuluhan
Untuk meningkatkan produksi ternak dalam hal ini jumlah anak yang dihasilkan dan dalam rangka memperoleh distribusi ternak yang cukup merata di tingkat desa yang pertaniannya
kurang menguntungkan serta penyebarluasan pengetahuan mengenai usaha tani komersial berupa pemeliharaan ternak secara efisien, dibutuhkan penelitian-penelitian yang mendalam tentang seluruh aspek peternakan. Melalui informasi hasil penelitian produktivitas ternak dapat lebih ditingkatkan.
-
L27
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa rendahnya produktivitas ternak merupakan
akibat dari hal-hal berikut
:
a.
Kualitas pakan yang rendah serta kurangnya air;
b.
Kurangnya bimbingan terhadap peternak;
c.
Pemahaman petani yang kurang mengenai kebutuhan air dan pakan;
d.
Menurunnya bobot badan dan timbulnya kematian ternak selama musim kemarau Merupakan kenyataan-kenyataan yang diterima tanpa usaha-usaha penyelamatan;
e.
Pemeliharaan yang kurang baik terhadap anak sapi yang mengakibatkan tingginya angka
kematian pada anak sapi tersebut;
f.
Peternak memiliki
pengetahuan yang rendah mengenai kualitas pejantan untuk
pembiakan;
g.
Manajemen breeding yang masih kurang baik;
h.
Penyakit hewan; serta
i.
Kurangnya pelayanan kesehatan hewan dari pemerintah.
Agar hal-hal tersebut di atas dapat teratasi, maka diperlukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ternak, serta latihan-latihan untuk mengembangkan suatu pelayanan penyuluhan yang efektif.
Penelitian-penelitian berupa survei dan percobaan lapangan maupun laboratorium yang
dilaksanakan oleh Dinas Peternakan, Balai l,atihan Ternak Kupang, l-embaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta Perguruan Tinggi yang ada, baik oleh staf pengajar maupun oleh mahasiswa untuk penyelesaian tugas akhir, sudah banyak ditakukan.
-t28-
Secara umum, bila disarikan cakupan penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut
a.
:
Survei Ternak mencakup pengamatan terhadap masalah penyakit, masalah parasit luar dan dalam, variasi berat sapi dewasa dari musim ke musim, tingkat kelahiran, tingkat kematian serta hal-hal lain seperti manajemen dan nutrisi/gizi.
b.
Survei Ternak Paron untuk memperoleh gambaran tentang saat dimulainya paron sampai dengan penjualannya.
c.
Pasar dan pemasaran untuk memperoleh pemahaman terperinci mengenai situasi yang ada
serta identifikasi masalah-masalahnya.
d.
Survei karantina/ekspor untuk mendapatkan data tentang jenis dan jumlah ternak, daerah tujuan serta masalah-masalahnya.
e.
Survei Rumah Potong Hewan untuk memperoleh data tentang jumlah ternak yang dipotong untuk melihat rasio seks, umur dan berat badan.
f.
Penelitian pasture yang menyangkut adaptasi spesies, metode penanaman, daya tahan serta produksi bibit.
Hasil-hasil penelitian di atas sebagian besar telah diterapkan, namun masih banyak aspek yang diteliti terutama sistem komponen-komponen yang terlibat langsung dalam produksi ternak.
Oleh karena itu penyuluhan yang intensif merupakan keharusan agar industri peternakan di NTT dapat bergerak maju.
Penelitian-penelitian yang perlu dilakulen di waktu yang akan datang meliputi
t)
Penelitian mengenai produksi dan reprodulai ternak, lfiususnya sapi persilangannya dengan "Bos taurus" di daerah
-
L29
:
Bali
dan
hilir di pulau Timor untuk mempercepat
laju pertumbuhan dan peningkatan pendapatan peternak dalam waktu yang lebih singkat, dan kemungkinan pengembangannya di Sumba Barat. Penelitian mengenai produksi dan
reprodulai juga perlu dilakukan pada sapi Ongole dan persilangannya dengan Brangus
di daerah hilir di Sumba Barat.
2)
Penelitian mengenai ternak kambing, babi dan unggas. Ternak domba tidak diperkenankan untuk dipelihara dan dikembangkan di daerah-daerah pengembangan sapi Bali karena disinyalir merupakan "carrier" atau pembawa penyakit ingus jahat (MCF
-
Malignant Catanhal Fever) yang menyebabkan kematian sapi Bali.
Kegiatan-kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan selama ini baik oleh Dinas Peternalcan maupun oleh Perguruan Tinggi
y*g
ada di
NTT adalah berupa pameran dan perlombaan, siaran
pedesaan, dan pengabdian pada masyarakat.
10. Infrastruktur
Hal-hal yang ingin disoroti dalam tulisan ini adalah karantina, fasilitas pelabuhan dan pengangkutan laut. Di samping itu akan dibahas pula tentang ketersediaan prasarana penunjang
jalan raya dan sarana angkutan darat seperti jumlah dan jenis kendaraan umum yang ada.
a.
Karantina hewan Fasilitas karantina hewan di pelabuhan secara keseluruhan dapat dikatakan masih belum memadai dalam kaitan dengan persediaan air, kandang ternak, fasilitas pengaturan ternak serta timbangan, kesehatan/higiene serta ruang kantor.
-
t_30 -
b.
Fasilitas pelabuhan Pada umumnyapelabuhan-pelabuhan yang ada belum memiliki fasilitas untuk menampung
ternak di tempat dan memungkinkan pemuatan yang mudah guna mengurangi stres atau kecelakaan. Beberapa pulau kecil seperti Semau belum memiliki pelabuhan, baik untuk pengangkutan manusia maupun hasil-hasil pertanian termasuk ternak.
c.
Pengangkutan laut Ternak yang diantarpulaukan biasanya diangkut dengan kapal laut melalui pelabuhan Tenau, Atapupu, Wini, Reo dan Waingapu. Fakta menunjukkan bahwa tidak tersedianya fasilitas serta sistem pemuatan kapal yang memadai menimbulkan stres yang berlebihan serta kerusakan
fisik ternak. Nutrisi pakan di atas kapal
sangat
jelek serta pengandangan,
ventilasi, ketersediaan air dan higiene kurang baik, sehingga mengakibatkan banyak ternak yang mati selama perjalanan dan penurunan bobot badan yang cukup tinggi setelah
tiba di daerah tujuan. Akan tetapi data yang akurat tentang jumlah ternak yang mati atau kehilangan berat badan selama pengangkutan tidak diperoleh.
d.
Prasarana angkutan darat Ketersediaan prasarana angkutan seperti jalan raya sangat esensial bagi pengembangan
produksi peternakan teristimewa dalam proses pemasaran hasil pertanian/peternakan. Pembangunan jalan penghubung antar propinsi, kabupaten dan kecamatan di
dikatakan cukup memadai, apalagi pada Pelita
IV
NTT boleh
yang lalu telah selesai dibangun jalan
trans Timor yang menghubungkan provinsi NTT dengan provinsi tetangga Timor Timur serta jalan trans Flores yang menghubungkan ujung Barat dan
- 131
-
Timur pulau ini.
Panjang jalan raya yang ada di
NTT mencapai 14.532,03 km, yang beraspal 4'639,7krrr'
diikuti kerikit 3.32g,Lrkrn, dan tanatr 6.560,12 km. Perincian untuk tiap kabupaten dapat pemasaran pada tabel 3.12. Tersedianya prasarana jalan ini memungkinkan kelancaran
hasil produlsi ternak di
jalan di
NTI
NTr.
Tabel 3.l2,menunjukkan bahwa hanya 31% darr seluruh
jalan pengerasan dan tanah. yang beraspal, selebihnya (69%) merupakan
Hambatan yang dialami selama
ini ialah bahwa jalan berkerikil
dan jalan tanah sangat
jalan-jalan tersebut sulit untuk dilalui pada musim hujan. Dapat ditambahtan pula bahwa ada banyak belum menjangkau seluruh desa di NTT, sehingga tidaklah mengherankan
desa kantong produksi pertanian dan peternalen
di NTI belum dapat memasarkan
produksinya.
e.
Sarana angkutan potensi sarana angkutan darat di NTT cukup kuat dalam arti jumlah armada angkutan 7.211 darat cukup banyak. Pada tahun 1992 misalnya tersedia2.873 micro dan mini bus,
truk, pick up dan truk ringan yang menjamin terlaksananya arus perdagangan barang jasa di
NTI.
dan
Namun demikian tidak tersedia alat angkut khusus bagi produk pertanian
teristimewa untuk mengangkut ternak sapi hidup untuk diantarpulaukan.
-t32-
Tabel 3.12. panjarrg jalan di Nff menurut kabupaten daa per:mukaan jalan tahun 1992 (kn)
Xabupaten
Aspal
Kerikil
Tanah
Jumlah
Sumba Timur
382 ,6Q
373,9
418,5
1. 175,
Barat
502, 15
543
2L5,20
I
Kupang
392,65
531, 44
92O,72
1..834 ,82
TTS
307,05
383,25
655, 50
1.345,90
TTU
379,64
265,55
313,36
960,55
Alor
209 r 00
97,60
568r 10
874,70
F'lores Timur 340,91
268,02
550,85
Sumba
r4
1.
O0
.25O ,7 5
159, 58
Ende
372,97
86r25
319,10
778 t 52
Sikka
349,62
69
t2L
669,72
572
Manggarai
6L2,40
Tot aI
Sumber:
144,\O
4.639,70 3.329,21
1. 596,
5.85O
O5
2
,64
.352 ,55
t23 14.532,03
Kantor Statistik Nusa Tenggara Timur (N?T dalam Angka, re92r.
-
J.JJ
-
11. Industri
Kulit
Di Kupang
saat
ini
telah beroperasi dua buah perusatraan pengolahan/penyamak kulit
milik swasta yaitu P.f. Komodo Timor Jaya dan P.T. Pandu Tani. Perusahaan yang pertama dibangun dengan kapasitas produksi sebanyak 150 ton kulit kering per tahun. Jenis produksi yang
dihasilkan adalah kulit pickel dan kulit aval. Dalam perencanaannya perusahaan Komodo Timor Jaya akan memproses
kulit sampai tingkat penyamakan. Rencana produksi ini hanya berjalan tiga
tahun dan kemudian perusahaan ini tidak lagi memproses kulit sampai tinkat pickel, hanya terbatas pada proses pengawetan (pengeringan dan penggaraman) untuk kemudian dikirim ke
Jalerta. Perusahaan Pandu Tani sejak awalnya berkecimpung hanya terbatas pada kegiatan pengawetan. Perusahaan
ini berdiri
dengan kapasitas produksi 72 ton per tahun atau 12.000
lembar kulit kering untuk diekspor ke Jakarta.
Kendala yang dialami oleh kedua perusahaan tersebut di atas adalah kurangnya modal kerja serta tenaga terampil dalam menangani proses produksi ditambah lagi dengan mutu
kulit mentah yang kurang baik, sehingga komiditi yang dihasilkan tidak mampu bersaing dengan produk dari daerah lainnya.
- l-34
-
TV KESIMPULAIY
KESIMPT'LAN
Ternak memegang peranan penting sebagai sumber pendapatan dan penghasil daging bagi masyarakat NTT. Ternak sapi merupakan salah satu komoditi ekspor antar pulau yang membantu
devisa daerah. Sementara itu ternak
keril
menyangkut babi, kambing dan ayam merupakan
bagian integral dalam pola pertanian telpadu masyarakat pedesaan.
Peningkatan populasi ternak secara keseluruhan di (1988
-
NTI
selama empat tahun terakhir
1992) menunjukkan adanya perbaikan dalam tatalaksana pemeliharaan ternak dari pola
ekstensif tradisional menuju suatu pola intensifikasi. Namun input ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih relatif rendah, disertai laju pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dari
laju produksi peternakan mengakibatkan kecenderungan penurunan konsumsi daging dan telur per kapita per tahun. Hal yang sama juga terjadi pada produksi kulit yang cenderung menurun selama periode tersebut.
Ternak yang diekspor antar pulau, baik sebagai bibit maupun ternak potong, meliputi sapi, kambing, kuda dan ker bau. Dari ternak yang diantarpulaukan ternak sapi menempati
jumlah teratas. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah ternak sapi yang di elspor per tahun cenderung menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya batasan jumlah ternak sapi asal
NTT untuk tujuan ekspor. Kemungkinan lain adalah berkurangnya jumlah sapi NTT kualitas
ekspor dan rendahnya kualitas daging dalam berkompetisi dengan daging sapi asal daerah lain.
':
-
135
Penurunan kualitas "selel<si
upi Bali di NTT munghn disebabkan karena 'inbreedtng'
ncgafif yang telah berlangsung lama karena persyaratan ekspor ternak
dan
sapi jantan
dengan berat minimal 300 kg Goni agak diturunkan) meninggalkan hewan-hewan jantan yang
kecil dan inferior, di samping cekaman pakan berkualitas rendah dan berbagai fa*tor lainnya. Kematian perinatal yang cukup tinggi karena air susu induk dan pakan yang tidak mencukupi terutama di musim kemarau panjang, menyebabkan penurunan populasi ternak tersebut. Beberapa faktor pembatas yang ada hubungannya dengan penurunan populasi dan kualitas ternak
di NTT meliputi
1)
:
I-ahan atau padang pengembalaan sebenarnya cukup luas, hanya kurang produktifkarena
kurang tersedianya pakan secara cukup pada musim kemarau yang panjang; disamping
itu, distribusi sumber air yang tidak merata mengikuti penyebaran ternak menyebabkan pemanfaatan sumber daya yang tidak optimal;
2)
Rendahnya kualias pakan disebabkan musim kemarau yang panjang dan belum adanya upaya perbaikan pasture yang sesuai kondisi NTT;
3)
Belum ada sistem difersifikasi dalam bidang peternakan dan pertanian dan masih berkiprah pada kebijakan lama yang belum diperbaiki atau dirubah sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
4)
;
penanganan kesehatan dan penyakit hewan yang belum menyeluruh, baik penyakit menular pada umumnya @enyakit viral dan bakterial), maupun penyakit parasiter dan penyakit reproduksi, serta pengawasan kesehatan dan pemanfaatan tenaga terampil dalam bidang kesehatan hewan yang belum efisien;
5)
belum tersedia industri pakan ternak dan teknologi pengolahan hasil ternak dalam skala medium atau yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan domestik;
- L35 -
6)
Masih kurangnya sumberdaya manusia yang profesional dan terampil dalam berbagai aspek kegiatan dan usaha peternakan;
7\
Belum efisiennya sistem pemasaran ternak dan hasil asal ternak yang ada hubungannya dengan ketersediaan sarana produksi ternak yang belum merata
di
seluruh daerah
terutama di daerah terpencil; 8)
Infrastruktur untuk lalulintas pemasaran dan ekspor ternak yang belum memadai, meliputi prasarana
jdan, karantina hewan, fasilitas pelabuhan dan pengangkutan laut yang belum
memadai; e)
Belum mantapnya kelembagaan usaha peternakan seperti KUD dan PIR peternakan serta kemudahan dan kelancaran kredit melalui lembaga-lembaga keuangan yang ada terutama
di
daerah-daerah produksi sampai
ke
desa-desa dalam kerangka pengembangan
agroindustri dan agribisnis.
Usaha-usaha yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan produksi peternakan baik
melalui penelitian-penelitian dasar, penelitian terapan, berbagai kegiatan lapangan dalam bidang
produksi ternak dan kesehatan hewan, penyuluhan maupun pemberian kredit berupa ternak bantuan presiden (Banpres) atau bantuan lain dari dalam dan luar negeri sudah dirintis. Hasil
yang sudah terlihat adalah peningkatan jumlah petani penerima kedit dari tahun ke tahun, dan peningkatan perbaikan sistem pemeliharaan ternak ke arah semi intensif. Hasil-hasil yang telah
dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan sehubungan dengan adanya kendala-kendala lain yang masih memerlukan perhatian dan penanggulangan dari semua pihak.
-
L3"l
Menyadari pentingnya sub-sektor peternakan sebagai keunggulan komparatif dalam pembangunan ekonomi daerah NTT, maka berbagai hal yang dapat dilakukan untuk menunjang pengembangan peternakan dan penyerapan tenaga kerja di bidang tersebut perlu diperhatikan dan mengangkat subsektor peternakan menjadi suatu keunggulan kompetitif komparatif daerah NTT
dalam era globalisasi ekonomi ini.
-
138
PILIIIAN KEBUAKAN
L. Peningkatan Sarana dan Prasarana Dasar
1.
1. Kebiiakan pengembangan ternak
a.
Kebijakan pengembangan ternak sapi Bali dan sapi Ongole di NTT yang diterapkan sejak tahun 1912 perlu ditinjau kembali dan dirubah sesuai dengan perkembangan IPTEK dan tujuan peningkatan kualitas ternak potong sebagai keunggulan kompetitif pembangunan perekonomian daerah
NTI.
Kebijakan yang ditempuh sebaiknya berupa "Kebijakan
Ganda", yaitu pada satu pihak tetap memperahankan kelestarian kemurnian sapi Bali dan sapi Sumba Ongole di daerah hulu dan pada pihak lain memberi peluang diversifikasi melalui persilangan dengan bangsa sapi unggul lainnya (seperti Brangus) di daerah hilir memakai input teknologi mutakhir untuk memacu pertumbuhan ternak dan meningkatkan
nilai tambah dalam waktu yang relatif singkat.
Melalui kebijakan
ini tidak perlu seluruh
pulau Sumba merupakan "pulau yang
dikarantinakan" atau seluruh pulau menjadi suatu laboratorium raksasa untuk pemurnian
sapi SO. Pelestarian kemurnian sapi SO maupun sapi Bali, masing-masing
di
pulau
Sumba dan pulau Timor dilakukan dengan penentuan kantong-kantong ternak sapi murni
di
daerah hulu, didukung dengan pembangunan pusat-pusat pembibitan ternak murni,
yaitu Pusat Pembibitan Sapi Bali ('Bali Cattle Breeding Center") di pulau Timor dan Pusat Pembibitan Sapi SO ("Sumba Ongole Cattle Breeding Center") di pulau Sumba.
-
139
Kedua puut pembibitan tersebut yang hanya memerlukan areal seluas 5000
-
100@ ha
berfungsi menseleksi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas bibit ternak sapi asli
(Bali dan SO) untuk keperluan peternak di daerah NI['T maupun memenuhi kebutuhan
nasional memakai teknologi mutakhir. Selain kedua pusat pembibitan tersebut, kantong-kantong ternak murni di daerah hulu juga merupakan sumber bibit sapi lokal
murni, khususnya sapi betina, untuk dipasarkan ke daerah hilir yang menyilangkannya dengan pejantan-pejantan unggul campuran 'Bos taurus dan Bos indicus" (seperti Brangus) untuk menghasilkan sapi-sapi bakalan yang cepat bertumbuh bagi program paronisasi dan langsung dipasarkan. Dengan demikian akan terjadi aliran pemasaran ternak dari daerah hulu ke daerah hilir dan terus diekspor atau diantarpulaukan.
Sebagaimana diketahui, hewan jantan hasil persilangan (F1) antara sapi Bali dengan Bos
taurus atau bangsa sapi lain adalah steril atau infertil. Dengan demikian hewan jantan
Fl
tersebut harus langsung digemukkan dan dipasarkan sebagai hewan potong. Sebaliknya
sapisapi betina persilangan tetap subur dan merupakan induk yang baik karena pinggul yang besar yang memudahkan proses kelahiran anak yang besar dan produksi susu yang
cukup untuk menyusui anaknya, bahkan untuk konsumsi keluarga peternak atau dijual untuk menambah penghasilan
b.
Dalam melaksanakan usaha pengembangan peternakan rakyat sebagai basis pengembangan produksi
usaha
dan pengembangan kesempatan berusaha sebagai basis
peningkatan total produksi, kerjasama dengan petani peternak merupakan prioritas utama.
- 140 -
Pengembangan produksi ternak besar, ternak kecil dan unggas secara serentak dan seimbang sesuai dengan kebutuhan pemanfaatan hasil untuk meningkatkan pendapatan
tunai maupun perbaikan gizi melalui intensifikasi. Di samping itu perlu dikembangkan mutu pola usaha pokok di kalangan petani yang berskala kecil dan ekonomis dengan dukungan kemudahan dan penggunaan lahan yang ada.
d.
Penyediaan
bibit ternak unggul untuk keperluan pengembangan ternak rakyat
dan
pengembangan pola breeding yang berorientasi pada efisiensi produksi dan ekonomi bagi
petani peternak.
1.2.
Pengembangan dan penyediaan
g*an
Pengembangan sumber pakan ternak, baik padang maupun non padang penggembalaan
untuk meningkatkan kualitas pakan dan kesinambungan suplainya sepanjang tahun. Perbaikan padang penggembalaan ("pasture improvement") perlu dilakukan
dengan
leguminosa merambat. Dengan demikian "carrying capacity" padang penggembalaan akan
lebih meningkat dan menampung lebih banyak ternak, sekaligus
mempercepat
pertambahan berat badannya. Penanaman leguminosa pohon meliputi lamtoro tahan kutu
loncat, turi (Sesbaniagrandflora) dan jenis pohon lainnya sebagai sumber pakan ternak. Penanaman rumput kultur yang meliputi "King Grass", rumput gajah, dsb,
di
daerah
yang cukup airnya, disamping penanlman rumput kultur yang tahan hidup di daerah
kering. Di samping itu perlu diperkenalkan dan disediakan pakan penguat (konsentrat)
dalam sistem beternak intensif atau semi-intensif. Dengan demikian al
- L4L
1.3. Penyediaan air : Penyediaan air, terutama di musim kemarau, mengikuti penyebaran potensi lahan yang
cocok untuk usaha peternakan, maupun pemanfaatan air hujan dan air tanatl secara maksimal dengan penggunilan teknologi tepat guna sangat diperlukan.
1.4.
Perbaikan Drasarana transportasi
Pembuatan dan perbaikan jalan desa, kecamatan, kabupaten, untuk memperlancar arus
"barang" (ternak dan hasil ternak) dalam ekonomi yang berorientasi pasar perlu mendapat perhatian dalam pembangunan daerah. Di samping itu pula disediakan ferry pengangkut ternak dan hasil ternak, sekaligus untuk komoditi lainnya. Dengan sendirinya pembuatan dan perbaikan pelabuhan laut untuk bongkar muat ternak dan barang dari berbagai daerah
kepulauan
ini menjadi
sangat penting dalam upaya peningkatan usaha peternakan.
1.5. Pengadaan dan penyediaan peralatan, vaksin, obat, dsbnya, baik pada Dinas Peternakan maupun Swasta untuk keperluan peternakan perlu digalakkan. Pengembangan sistem penanganan kesehatan ternak yang tepat dan sesuai dengan kondisi wilayah, sistem
pemeliharaan dan kondisi petani peternak perlu diupayakan untuk menekan angka kematian ternak. Perbaikan RPH, Laboratorium Keswan, Poskeswan, dsb, perlu mendapatperhatian dalam aspek pengamanan kesehatan hewan dan sekaligus pengamanan kesehatan manusia.
-
L42
1.6.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan secara menyeluruh, termasuk pembangunan peternakan tergantung pada ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang terampil dan
profesional
di
bidang tersebut. Dalam upaya pengembangan SDM tersebut, perlu
dilaksanakan peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam bidang peternakan baik di tingkat rendah, menengah maupun pendidikan tinggi.
2. Pengembangan dan Perbaikan Tataniaga Ternak
2.1.
Pengembangan dan perbaikan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk memperlancar tataniaga ternak.
2.2.
Pengembangan pemasaran melalui pemendekan rantai pemasaran, menumbuhkan kemampuan industri pemotongan ternak untuk kebutuhan pemasaran daging tujuan ke luar
NTI
dan pengembangan serta peningkatan fasilitas pemasaran, terutama dalam bidang
transportasi, pasar ternak dan informasi pasar.
2.3.
Pembatasan pengeluaran bibit ternak yang berkualitas untuk perbaikan mutu ternak di daerah.
2.4.
Memperbolehkan lagi ekspor ternak ke luar negeri, khususnya
ke Singapura dan
Hongkong atau ke negara lainnya.
2.5.
Pengembangan KUD dan atau Pola PIR Peternakan
2.6.
Pengadaan kredit lunak dan penggalakan penyebaduasan ternak dengan sistem bagi hasil
atau sejenisnya yang telah berhasil selama ini, misalnya sistem "Sumba Kontrak", NTTASP, dsb, dan diintegrasikan dalam program IDT.
-
r43
2.7.
Penentuan harga dasar ternak tujuan potong yang menguntungkan peternak, sehingga
tidak seluruh keuntungannya diraih oleh perantara (pedagang, tengkulak). Penentuan harga dasar ternak sapi bibit @ali murni, SO murni), termasuk ternak betina, lebih tinggi
daripada harga ternak potong. Dengan demikian peternak (terutama
di daerah hulu)
terangsang untuk tetap memelihara (dan dengan sendirinya melestarikan) ternak sapi asli.
2.8.
Pembatasan pengeluaran hewan hidup, dan diperbanyak pengeluaran/penjualan daging
beku (yang berkualitas seperti daging impor yang cukup mahat harganya di hotel- hotel
di Jalorta) dan keperluan industri pengalengan di daerah.
2.9.
Pengembangan organisasi peternak dalam tataniaga ternak.
3. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pengolahan Hasil Ternak
Membangun dan mengembangkan/memantapkan
industri
peternakan, misalnya RpH
daging beku, pengalengan, perkulitan, dan dendeng.
3.2.
Mengembangkan dan mendidik tenaga-tenaga terampil dan profesional untuk mengelola
industri peternakan (ternak dan hasil ternak).
3.3.
Menarik investor untuk menginvestasi dalam bidang industri peternakan.
Membentuk Badan Pengawas dan Pengendalian Mutu Pengelolaan Hasil Ternak dan menunjang kegiatannya.
- L44
4. Pengembangan Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan meliputi Instansi/Dinas, lembaga penelitian, lembaga statistik pengumpulan data-base,organisasi peternak dan lembaga keuangan/perkreditan sampai ke tingkat desa.
5. Pengembangan Penelitian dan Peningkatan Pelayanan, Bimbingan dan Peyuluhan
5.1.
Memantapkan, menunjang dan mengaktifkan kegiatan-kegiatan penelitian di Sub Balai Penelitian Ternak, l,aboratorium Kesehatan Hewan dan Perguruan
Tinggi
(Fakultas
Peternakan).
5.2.
Meningkatkan pelayanan bimbingan dan penyuluhan Dinas Peternakan dalam Produksi dan Kesehatan Hewan, pelayanan bimbingan dan penyuluhan dari perguruan tinggi dalam
kegiatan Pengabdian pada Masyarakat termasuk KKN di desa-desa Binaan yang sudah disepakati bersama Pemerintah Daerah Tingkat
5.3.
II
dan kegiatan lainnya.
Menggalakkan penelitian dalam bidang produksi dan reproduksi ternak, pakan ternak, kesehatan hewan/ternak, dan sosial ekonomi peternakan.
5.4.
Pelayanan, bimbingan dan penyuluhan dalam bidang-bidang produksi dan reproduksi
ternak, pakan ternak, kesehatan hewan/ternak, pembinaan KUD, PIR Peternakan, pemasaran, dan industri peternakan.
-
145
6. Pengembangan Bidang Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan dalam subsektor peternakan sebagai bagian dari sistem agribisnis yang
mencakup 5 subsistem, yaitu subsistem penyediaan sarana dan prasarana produksi, subsistem produksi dan usahapeternakan, subsistem pengolahan hasil peternakan (agroindustri), subsistem pemasaran produksi dan subsistem kelembagaan usaha peternakan.
6.1.
Ketenagakerjaan dalam subsistem penyediaan sarana dan prasarana produksi, terutama penyediaan bibit ternak, penyediaan pakan dan air, vaksin dan obat-obatan, di samping prasarana penunjang lainnya. Untuk penyediaan bibit ternak yang diperoleh dari
"Bali Cattle Breeding Center" di pulau Timor dan "SO Cattle Breeding Center" di pulau Sumba, dan bibit ternak lainnya, termasuk unggas, memerlukan tenaga ahli breeding
(direkrut dari para sarjana peternakan yang ada atau akan dihasilkan), tenaga Dolter Hewan (perlu didatangkan/disekolahkan), dan tenaga teknis laboratorium serta tenaga
teknis lapangan (direkrut dari SNAKMA, pendidikan khusus/kursus/pendidikan keterampilan untuk laboratorium dan atau untuk lapangan).
Ketenagakerjaan dalam subsistem produksi dan usaha peternakan, terutama tertumpu pada
peternaknya sendiri atau anggota keluarganya yang perlu diberikan bimbingan dan penyuluhan dan dapat juga dilatih mengenai dalam keterampilan tertentu dalam kegiatan usahatani tersebut.
-L46-
Dengan demikian perlu dipersiapkan tenaga-tenaga penyuluhan peternakan spesialis (Sarjana Peternakan) dan penyuluh peternakan lapangan (tamatan SNAKMA yang perlu
ditingkatkan keterampilan-keterampilan khusus), dan kursus-kursus keterampilan usaha ternak bagi peternak dan keluarga peternak. Tenaga-tenaga profesional dan terampil yang membantu atau melayani peternak dalam usaha peternakan pada mulanya disediakan oleh
Dinas Peternakan. Dengan berkembangnya usaha peternakan ke arah semi intensif dan
intensif, peranan pelayanan ini dapat diambil alih oleh tenaga-tenaga dari KUD dan PIR Peternakan atau usaha swasta lainnya. Tenaga-tenaga tersebut mencakup Dokter Hewan
(ahli reproduksi dan kesehatan hewan), Sarjana
Peternakan
(ahli
manajemen,
pemuliabiakan, produksi, reproduksi, pakan ternak dan sosek peternakan), mantri hewan (rcngamanan kesehatan hewan), inseminator, pemeriksa kebuntingan (PKB), asisten
teknis reproduksi (ATR) yang membantu dokter hewan menanggulangi masalah kemajiran, dsb. Sarjana Peternakan dan tamatan SNAKMA banyak terdapat atau dapat dihasilkan di NTT
tetapi yang kekurangan adalah tenaga-tenaga Dokter Hewan, mantri hewan (pembantu dokter hewan dalam bidang kesehatan hewan), inseminator, PKB, ATR, tenaga menengah
laboratorium kesehatan hewan. dsb.
6.3.
Ketenagakerjaan dalam subsistem pengolahan hasil ternak (agriindustri) tidak ada di NTT atau ada tetapi bukan tamatan dari pendidikan profesional dan bidang yang bersangkutan.
Tenaga ahli dan terampil di bidang pengalengan daging dan penyamakan kulit misalnya,
perlu dididikpada institusi pendidikan teknologi hasil pertanian/peternakan, dan teknologi
industri pertanian/peternakan. Untuk menghasilkan daging beku yang berkualitas diperlukan tenaga khusus dalam bidang "Meat Science".
-147-
6.4.
Ketenagakerjaan dalam subsistem pemasaran produksi ternak dan hasil ternak serta subsistem kelembagaan usaha peternakan tentu memerlukan keahlian dalam manajemen
KUD, PIR, manajemen keuangan dan perdagmgil, dan akuntansi. Perlu diberi kursus, bimbingan dan penyuluhan bagi para pternak untuk mengetahui masalah pemasaran ternak dan hasil ternak untuk tidak dirugikan oleh tengkulak atau pedagang ternak.
7. Rekomendasi Kebiiakan Investasi Sektoral yang Menuqiang Subsektor Peternakan
7.1. Sektor Perhubungan Darat dan I-aut
a.
b. c.
Pembuatan
:
jalan desa, kecamatan dan kabupaten
Pembuatan dan perbaikan pelabuhan laut Pengadaan kapal/ferry pengangkut ternak antar pulau
7.2. Sektor Keuangan dan Perdagangan
di NTT dan keluar NTI.
:
a.
Kredit lunak dari Bank di pedesaan/kecamatan/kabupaten
b.
Kemudahan-kemudahan perdagangan antar pulau dan ekspor
- 148 -
7.3. Sektor Industri
:
a. b.
Industri perkulitan
c.
Industri pakan ternak
d. e. t.
Industri daging beku
Industri pengalengan
Industri dendeng, abon dan pengasapan daging Industri tepung tulang sebagai sumber mineral bagi pakan ternak
7.4. Sektor Pendidikan
a.
Kursus dan pelatihan tenaga-tenaga teknis menengah tinggi, tenaga-tenaga teknis menengah dalam berbagai bidang terkait.
b. c.
Peningkatan mutu perguruan tinggi, khususnya Penajaman dan penerapan kebijakan
ymg
mengasuh bidang peternakan.
"Link and Match" pada pendidikan
menengah dan
pendidikan tinggi yang berkaitan dengan peternakan.
7.5. Sektor Pertanian-subsektor Tanaman
a.
Pangan
Meningkatkan produksi jagung, selain untuk pemenuhan kebutuhan manusia, juga untuk bahan baku olahan pakan ternak.
-
b.
Meningkatkan produksi casuva, sebagai bahan baku pakan ternak.
-]-49-
7.6. Sektor Irigasi
Pengembangan irigasi (pengadaan dan penyaluran air) untuk kepentingan penanaman rumput dan
minum ternak.
7.7. Sektor Pekerjaan Umum
Pembangunan embung-embung untuk penyediaan air bagi ternak dan keluarga peternak.
-
1-50
CONCLUSION AND FOLICY OPTIONS
CONCLUSION
Livestock has an important role in generating income and as a source of food for the population
of
Nusa Tenggara Timur (NTT). Amongst all, cattle
is the most
important
commodity for inter-island export, particularly to Jakarta. Meanwhile, small livestocks including
goatf, pigs and poultry are an integral part of mixed farming activities in agricultural systems
in NTT.
The increase of livestock population in NTT during the period of 1988 and 1992 showed that although there were of little inputs given to livestock activities, the gradual improvement
of
management from traditional to semi-intensive system is underway. As a result, livestock
production tended to increase. However,meat consumption was below the standard given by the Departement of Health. Skin and hides production
in 1992 was generally lower than that in
1988, associated with the lower number of livestock slaughtered during the year
of t992.
Amongst the export commodities including cattle, goats, horses and buffaloes which were generally exported to several other provinces in Indonesia, cattle was the largest. However, the number of cattle exported tended to decrease. This is probably due to the Government policy regarding the limitation of the number of cattle to be exported (quota regulation). Another reason
might be the lower quality of meat producing cattle from NTT compared to those of other part
of Indonesia.
-
lf,-L
The declining of quality of cattle from
NIT, particularly Bali Cattle, was probably
due
to inbreeding and negative selection experienced during a long period of time, which was associated with the requirement for a basis liveweight of male cattle for inter-island export (i.e., 300 kg), which has now been reduced.
As a result, the animal left for domestic need are small and inferior. Besides, low quality of local feed and some other environmental factors may have been contributed to the low quality
of cattle from NTT. Declining in population was mainly
caused
by a high perinatal mortality,
which was associated with inadequate amount of milk produced by cows during lactation, and
low quality of feed during dry
season.
Several constraints identified as limiting factors associated with the declining
of livestock
population and quality in NTT included: 1)
unavailability of good quality grazing areas for livestock especially for ruminants and uneven distribution
of water resources in
areas where livestock has potency
to
be
developed; 2)
low quality or imbalance of feed nutrient contents during the long dry
3)
lack of difersivication system in agriculture and livestock husbandry, while in practice,
season;
the implementation of livestock husbandry is based on the old and unchanged general
policy which 4)
does not cope with the development of science and technology;
innefficiency in animal health care and disease control as a whole, including viral and bacterial diseases as well as parasitic and reproductive diseases, and inefficiency or inadequacy
s)
of skilled personnel in this field;
unavailability
of
feed industries, feed processing methods and technology, and feed
laboratory for domestic use;
- L52
6)
unavailability of skilled personnel in all aspects of livestock management;
7)
inefficiency in marketing of livestock and livestock products indicated by long channel
in
marketing systems, which may be assosiated with the unavailability of
appropriate infrastructure and facilities for domestic and export pulposes; 8)
infrastructure required
for export activities and marketing such as road,
animal
quarantine, pier and shipping facilities are below the basic standard; e)
organisations
of livestock
ente{prises such as KUD (Koperasi Unit Desa
or Village
Cooperatives) and PIR (Peternakan Inti Rakyat or Village Community Farming) have not
funtioned appropriately; additionally, the provision of credit for small farmers through
Financial Institutions or Departments with an easy way of repayment is not efficient, particularty in regions where livestock are of importance.
There have been many research projects and extension programs conducted by the Government through Institutions and Universities, in order to obtain basic data and to identify problems associated with livestockproduction at the village level. Government assistance through
provision of credit for farmers was also provided. Nevertheless, the improvement of animal production under existing production systems was of little progress. Many important items are
still missing to put the efforts into effect.
As the subsector of animal husbandry has a comparative adventage in the economic development of NTT, efforts should be undertaken to improve livestock development and employment of skilled personnel in this subsector to upheave it to a competitive adventage in this era of economic globalisation.
-
153
FOLICY OPTIONS
1. Structure and infrastructure Improvement
1.
1. Policies for Livestock development
a.
The development policy of Bali and Ongole cattle which was establishedin t912, needs to be revised. As it is not suitable any more with the progress of science and technology.
The policy suggested should based on dual policy, which allows maintenance of pure Bali
and Ongole breeds at upland farm levels and diversification programs through crossing breeding between local breeds and exotic breeds such as 'Brangus'to boost XXgrowth
rate and its value added within a relatively short period
By implementing this poticy the whole island of Sumba does not need to be closed as a quarantine island or a gigantic laboratory for purebreeding of the Sumba Ongole (SO)
cattle. Maintaining purebred Bali in Timor and SO in Sumba could be carried out by
identifying potential areas in villages to be the stronghold of pure bred cattle and to establish Bali Cattle Breeding Centre in Timor and Ongole Cattle Breeding Centre in Sumba.
Each centre, which approximately needs ar area of 5,000-10,000 ha, is expected to be a place
for selection, development
fulfil locat or national
and improvement
of the qualify of purebred cattle to
needs using modern technology such as
and embryo transfer @T).
-
154
artificial insemination (AI)
Beside the two centres, potential aftzs at upland village levels could also function as the source of pure local breeding stock, mainly for female to be sold at downstream regions.
I:ter
they
will be crossed with exotic bulls
(bos Taurus and bos Indicus crossed) for
example Brangus.
This crossbreeding will produce cattle with high growth rate to be fattened under paron system or to be sold.
If
the program is running well
it is hoped that cattle marketing flow
from the point of producers (farmers) to downstream region and then to export or sell them to inter island merchandiser.
It should be noted (Bali>
(
that the crossbred bull
Bos Taurus or
Bali)
(
(Fl) resulted from this crossbreeding program
others) is infertile.
Therefore, all bulls (F1) should be fattened for meat production and readily exposed to
market. On the other hand the heifer is fertile and has good mothering ability and produces more milk for calves as well as for human consumption.
b.
In efforts to develop animal
husbandry at the village level and to increase livestock
production, cooperation with farmers is of high priotrity.
c.
Production development of large animals, small animals and poultry synchronously in a
ballanced manner
in
congruence
with the need to increase farmers' income
and
improvement of human nutrition through intensification, and to develop basic economic
activities at the village level should be taken into consideration and supported with facilities and efficient land use.
-
L55
d.
Efforts should be taken for the provision of good quality breeders for the development
of livestock at the village level with a breeding pattern which is aimed for economical and efficient animal production.
L.2.
Development and provision of forages Sufficient animal feed and foreges
in both
on
range land and intensive systems should be develop to guarantee its quantity, quality and
continuity, partucilarly during the dry sqnon.
Pasture improvement using non tree legumes (creep legumes) to increase the carrying capacity of pasture where more animals could grass and gainweight relatively faster than
in the extensivenatural
pasture.
Planting and replanting tree legumes including I-eucaena which resists to Heteropsylla cubana Crawford, Sesbania grandiflora, Gliricidia and other trees foe forage production.
Effort should also be made to improve grass cultivation e.g. king grass and elephant grass
in areas where
water isavailable, beside other varieties
of
grass which could
withstand drought.
Provision
of
concentrate feed mainly
for intensive and semi-intensive systems
and
develop feed industries to support feed lot production system.
1.3.
Provision of water Enough water should be provided, particularly during the dry se:xon,
following the distribution of potential land areas suitable for livestock production, efficient and maximum use of rain water and deep ground water using appropriate technology should be develop.
-
156
1.4. Improvement
of transportation infrastructures Development and improvement of village,
disrict and regency roads in order to fascilitate commidity movement (animal and its products) in market oriented economy.
Ferries should be provided to transport animals and animal products as well as other commodities. Development and improvement of new or existing ports to toad and unload animals and other commodities are suggested.
1'5.
Provision of vaccines and animal medicine in Livestock Institutions or private shops for animal health protection and disease control. Renovation and improvement
of existing abotoir, veterinary laboratories and
animal
health centres.
1.6. Provision of fasilities for all education levels in the field of animal husbandry
and
veterinary science to increase the quality. Of its graduates for future service in livestock industrv.
2. Development and Improvement of Livestock Marketing
2.1.
Develop and improve regional regulations as well as other legislation rules to fascilitate
livestock marketing.
2.2.
Livestock market improvement through shortening of "market chain",increase capability
of frosen meat production for market outside NTT, and improvement of its supporting facilities such as transportation, livestock market and market information svstem.
2.3.
Restriction export of high quality breeding animal
2.4.
Allowing export ofcattle to international market mainly to Singapore, Hongkong
and
other countries.
2.5.
Develop village cooperative unit and or nucleus livestock smallholder system.
2.6.
Provide soft loan credit and increase livestock distribution through kredit inkind system such as Sumba contrack system, NTTASP in connection with the IDT programs.
2.7.
Create favourable floor price of livestock which would generate more profit for farmers.
Set up favourable floor price for breeding cattle (pure Bali and SO cattle) including
female cattle which should be higher than the price
for beef cattle. This aims
at
stimulating farmers to keep pure breed cattle.
2.8.
Restrict live animal export and increase high quality frosen meat export to meet hotel and restaurant demand in Jakarta as well as for canning meat industry.
2.9.
Develop farmers' organisation (marketing board) for livestock marketing.
3. Improvement of the Quality and Quantity of Animal Product Processing
3.1.
Set up and develop livestock industries, for example frosen meat abotoir, canning, tanning and "dendeng".
3.2.
Develop and educate skllied and professional staff to manage livestock industries.
3.3.
Attract investors to invest their capital in livestock sector.
3.4.
Create control and inspection quality board of livestock and its products.
-
r.58
4. Institutional Development
Institutional development which includes goverment institutions (Livistock Diivision), research institution, bureau os statistics to collect daa base, farmers organisation,and finacial institutions should be taken into consideration.
5.
Increasing Research and Extension, Guidence and Services
5.1.
Stabilise, support and activate research activities at livestock research sub-divison (station), veterinary lab and at universities.
5.2.
Increase extension and guidence services
of Dinas Peternakan in the field of animal
production and animal h%lth. It is also important to increase participation of universities
role in providing service through community services, and student field work.
5.3.
Research should be focused on production, reproduction, nutrition and animal health as
well as in socio economics
5.4.
aspects.
Guidence and services should be emphasized on the aspects of production, reproduction,
nutrition, animal health. KUD management,nucleus livestock smallholder pattern, marketing and livestock industries.
-159-
6.
Labour Market Development
Labour in livestock industry as a part of agribusiness TTsystem comprises 5 sub-systems, namely: (1) provision of TTfacilities and infrastructure for
production,
TT(2) production
and livestock enterprise, (3) livestock TTproduct processing (agroindustries), (4) marketing and
ff(t
tvestock enterprise institutions.
Manpower in the subsystem of facilities and infrastructure for production, should be
provided mainly for production
of
breeding stock, provision
of
forage and water,
vaccine, medicine and other supporting infrastructures. Breeding stock could be obtained
from Bali Cattle Breeding Centre in Timor and SO Breeding Centre in Sumba and other breeding stock centres including poultry. Professional and skilled staffs are requried for these activities. Most of these staffs could be recruited from the 51 graduates of the the
Faculty of Animal Husbandry available in NTT, while veterinarians a.re espected from outside
NTf.
Technicians (freld staff) could be supplied
by SNAKMA and special
training graduates.
6.2.
Manpower for production and livestock enterprise mainly could be provided by farmers and their families. But intensive guidence and extension service are needed. Therefore,
Specialist (S1 from Animal Science) and Field Extension workers (SNAKMA graduates) have to be provided. Special trainning should be given to farmers and their families. Manpower for this sub-system initially could be provided by Dinas Peternakan. I-ater as
the enterprise shifts to semi-intensive and intensive pattern, they
will be replaced
staffs from KUD and Nucleus livestock smallholder (PIR) or from private sectors.
-
160
by
The professionals needed are: Veterinarian (reproduction and animal hedth), graduates
from the Faculty of Animal Science (Management, breeding, production, nutrition and socio-economics staffs), Animal Health Field officers (Animal h%lth care), inseminators, pregananancy test officer, reproduction technician as aids to help veterinarians. Most of these staffs could be provided within NTT.
6.3.
Man power in animal product processing
6.4.
Man power in livestock product marketing and livestock enterprise subsystems sholud be
specialised
in KUD and PIR as well as in
finance and trade management and
accountancy.
It is
suggested that farmers should have special guidence on marketing, so they do not
easily cheated by the middleman.
7. Recommendations on Sectoral Investation Policy Supporting Livestock Sub-sector:
7.1. I-and and Surface Transportation Sector:
a.
Develop and improve village, subdistrict and district roads
b. c.
Develop and improve harbours (ports)
Providing ship/ferry to transport animal within and outside NTI.
- l_ol- -
7.2.
a. b.
Finance and trade sectors
Soft loan credit from village bank/districk bank Inter island and export trade fascilities
7.3. Industry Sub-sector
a. b. c. d. e. f. 7.4.
Canning industry
Hide industry Frozen meat industry Dendeng and abon and smoked meat industry
Livestock feed industry Bone flour industrv as mineral source for animal feed.
Education sector:
a.
Courses and trainning for technicians in various related fields
b.
Improve the quality of higher education, particularly for Faculty of Animal Husbandry
c.
Implementation
of link and macth policy for middle level technician education, and
higher education which relates to animal aspect.
7.5.
a. b.
Subsector of Food Crops Increase production of maize for human food as well as for animal feed. Increase production of cassava for animal feed.
-762-
Dafar Pustaka
Alokasi Ternak Potong 1994 dan Evaluasi Tahun 1993. Bahan Rapat di Batam tanggal 8-10 Desember 1993. Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil Peternakan, Jakarta. I-aporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat
I Nusa Tenggara Timur, 1992.
Nusa Tenggara Timur Dalam Angka, 1992.
Perencenaan Pembangunan Peternakan
di Nusa Tenggara Timur. Kerjasama Propinsi
NusaTenggara Timur-AIDAB Kupang, 1991. Dinas Petemakan Propinsi NusaTenggara Timur.
NTT-IADP.
Repelita
VI
Pertanian Nusa Tenggara Timur Kantor Wilayah Departemen Pertanian
Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang.
-163_
