RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN DI PROVINSI ACEH
DENI ACHMAD SOEBOER
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun dan ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Juli 2012
Deni Achmad Soeboer TPT C461070041
ABSTRACT DENI ACHMAD SOEBOER. Design for Management of Capture Fisheries Base on Fishing Vessel Registration System in Aceh Province Supervised by ARI PURBAYANTO, BUDHI H. ISKANDAR, and FEDI A. SONDITA
In Indonesia fishing vessel registration is handled by two different institutions, namely the ministry of transportation (at the province/district level is represented by the Harbor Master / Transportation Agency) and the ministry of maritime affairs and fisheries (at the province/district level is represented by the Marine Fisheries Agency). In general, the implementation of these activities often markdowns conducting, high cost, taking long time document process, unregistered in Jakarta, and uncomputerize. Research on the fishing vessels registration is very important to anticipate the markdown practices and high costs. The purpose of this study is to design the management of capture fisheries base on integrated fishing vessels registration system, by computerized data base system as well as integration between the agencies involved in the registration. The research conducted from September 2008 until December 2009 in several district in Aceh Province. The method in this study were (1) collecting Primary data directly in the field and verificating the vessels especially under 30 GT, (2) using systems analysis and institutional analysis for both involved agency (3) using HUBLA and Nomura formula for the Gross Tonnage (GT) calculation of vessel. The conclusion of this study were: (1) the design of integrated management of fishing vessel registration was proved can eliminate the practice of markdowns effectively, (2) computerized data base system was proved can speed up the process of vessel document publication,(3) To facilitate the re-registration, system was supported by on line fishing vessel registration information system (SIRKI), so stake holder can get information i.e : the vessel process, ownership, dimension and fishing gear, (4) The integrated fishing vessel registration can be used as a baseline for the capture fisheries management. Key word :
Aceh, capture fisheries management, GT, integrated fishing vessel registration, SIRKI.
RINGKASAN DENI ACHMAD SOEBOER. Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO, BUDHI H. ISKANDAR, dan FEDI A. SONDITA Pada saat musibah tsunami melanda Provinsi Aceh pada 26 Desember 2004, banyak daerah kawasan pantai di 18 kabupaten mengalami kehancuran yang begitu dahsyat, termasuk hilangnya jiwa manusia dan aset-aset sektor perikanan (perahu, alat tangkap, tambak ikan dan unit-unit pengolahan ikan), kerusakan parah pada berbagai infrastruktur dan kerusakan pada ekosistem penting di kawasan pantai. Semuanya itu harus direhabilitasi dan dibangun lagi agar kembali ke kondisi semula. Strategi Pemerintah Daerah Aceh untuk merehabilitasi dalam jangka panjang dan menengah pada sektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap adalah dengan memastikan bahwa kapasitas penangkapan ikan yang sedang dibangun kembali dari berbagai jenis kapal dan alat tangkapnya dapat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia. Salah satu kegiatan yang mungkin akan memenuhi harapan untuk menata ulang data tentang armada dan terkait dengan strategi pemerintah daerah tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan Registrasi Kapal Ikan. Registrasi kapal perikanan Indonesia dilakukan oleh dua instansi yang berbeda yaitu Kementrian Perhubungan dalam hal ini di daerah diwakili oleh Syahbandar/Dinas Perhubungan dan Kementrian Kelautan dan Perikanan di daerah diwakili oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan. Penelitian tentang sistem registrasi kapal ikan juga sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi isu/praktik-praktik kapal-kapal markdown (menurunkan angka GT, dimana ukuran kondisi fisik sebenarnya tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen). Tujuan penelitian ini adalah (1) membangun rancangan pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan registrasi kapal ikan dalam bentuk sistem komputerisasi; (2) membangun keterpaduan registrasi kapal ikan pada lembagalembaga terkait (Syahbandar/Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan) dengan mengoptimalkan fungsi pelabuhan/tempat pendaratan ikan yang strategis berbasis sistem informasi (data base). Penelitian ini dilakukan selama 1 (satu) tahun, yang terdiri dari beberapa tahap. Tahap awal adalah kajian-kajian pustaka selama 2 (dua) bulan. Pengambilan data sekunder dan primer dilakukan di beberapa kabupaten/kota, Provinsi Aceh. Waktu pelaksanaan pengambilan data primer dan sekunder pada bulan September 2008 sampai dengan bulan Desember 2009. Obyek penelitian ini adalah kapal-kapal yang berukuran antara 10 sampai dengan 30 GT dan kapal-
kapal yang berukuran di bawah 10 GT milik nelayan di Provinsi Aceh yang berada di kabupaten/kota. Alat dan bahan penelitian ini antara lain; data sheet, alat tulis, kamera foto, program komputer (MS Word, MS Excel, dan MS Access), unit-unit penangkapan, serta alat-alat ukur. Pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder dikumpulkan saat penulis bertugas pada UN-FAO di Provinsi Aceh sebagai National Fishing Vessel Registration Consultant. Sesuai dengan ruang lingkup penelitian disebutkan bahwa tahapan pelaksanaan penelitian registrasi kapal ikan dilakukan untuk kapal-kapal berukuran ≤ 30 GT di Provinsi Aceh. Pengumpulan data primer dengan cara melakukan survei menyeluruh (cacah lengkap) dan verifikasi di lapangan mengenai kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran ≤ 30 GT di lokasi penelitian. Pada penelitian ini terdapat beberapa kajian yang dilakukan untuk menunjang pembentukan tim registrasi kapal ikan terpadu dan efektif yaitu, (1) kajian tentang registrasi kapal sebelumnya, tujuannya adalah mengidentifikasi dan mengetahui permasalahan-permasalan yang terjadi pada registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh saat ini, (2) kajian tentang pengukuran dimensi dan perhitungan GT kapal ikan, tujuannya adalah memberikan gambaran tentang perbandingan cara pengukuran dan perhitungan menggunakan formulasi dalam negeri (Hubla) dan formulasi internasional (Naomura & Yamazaki), juga memberikan gambaran tentang perbandingan pengukuran dan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya dan tertera pada dokumen dengan pengukuran dan perhitungan ulang, serta memberikan cara termudah untuk mengetahui GT dengan berdasarkan pada panjang kapal, (3) Kajian tentang rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu yang berisi tentang kajian kelembagaan serta langkah-langkah strategisnya agar rancangan tersebut dapat berjalan seperti yang diharapkan, (4) Langkah kedepan agar pengelolaan registrasi kapal ikan dapat berjalan dengan lebih cepat terutama dalam pengelolaan data dan proses penyelesaian dokumen diperlukan sebuah sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI), (5) Merancang pengelolaan perikanan tangkap berbasis sistem registrasi kapal ikan. Hasil penelitian dari kajian yang dilakukan terkait registrasi kapal ikan saat ini masih terdapat permasalahan pelayanan administraif, dan teknis individual. Masalah teknis individual dapat ditemukan dari hasil kajian perbandingan antara pengukuran dan penghitungan yang terdapat pada dokumen sebelumnya dengan hasil pengukuran dan penghitungan ulang. Dari tujuh lokasi penelitian yang ditampilkan kesemuanya memperlihat kecenderungan adanya markdown, namun demikian ada satu lokasi markdown akan tetapi mempunyai keakuratan data yang tinggi, kemungkinan ini terjadi diperkirakan karena cara mengukur yang kurang akurat, lokasi tersebut adalah Kabupaten Aceh Barat Daya dengan hasil perhitungan sebagai berikut persamaan y = 0,841e0,152x dengan R² = 0,952 dan hasil ukur ulang volume (GT) kapal mengikuti persamaan y = 1,513e0,151x dengan R² = 0,996. Kesamaan tujuan dan tugas dari instansi terkait yang terlibat dalam
registrasi kapal ikan, untuk mendapatkan data yang akurat dan diakui oleh masing-masing instansi. Karenanya perlu dibentuk tim terpadu untuk melaksanakan pengelolaan registrasi kapal ikan. Pembentukan tim terpadu dilakukan melalui sebuah proses dan disertai langkah strategis. Langkah strategis antara lain (1) membekali semua stakeholder akan pentingnya registrasi dan kesamaan pemahaman serta manfaatnya dilakukan melalaui workshop, (2) rekomendasi workshop yaitu membentuk tim terpadu , (3) pembekalan bagi tim terpadu agar mempunyai metode yang sama dalam pengukuran dan penghitungan melalui pelatihan, (4) pelatihan dilakukan baik bagi tim lapangan maupun tim input data, (5) langkah selanjutnya adalah melakukan sosialisasi terhadap pemilik kapal tentang kegiatan registrasi, isi dari sosialisasi mulai dari aturan tentang registrasi sampai dengan pembagian waktu pelaksanaan registrasi dan diakhiri dengan penerbitan dokumen kapal, (6) menggunakan data yang didapat dari hasil registrasi, untuk mempermudah pada peregistrasian ulang dan untuk memberi kepuasan kepada pemilik kapal dibangun sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI) yang dapat menampilkan kapal-kapal yang telah diregsitrasi dan dapat diakses dengan mudah. Dari pengelolaan sistem registrasi kapal ikan digunakan sebagai dasar untuk merancang pengelolaan perikanan tangkap.
Kata-kata kunci
: Aceh, GT, pengelolaan perikanan tangkap, registrasi kapal ikan, SIRKI,
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN DI PROVINSI ACEH
DENI ACHMAD SOEBOER
DISERTASI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup, 17 Juli 20012: 1. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. Staff pengajar Departemen PSP, FPIK-IPB
2. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si. Staff pengajar Departemen PSP, FPIK-IPB
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Terbuka, 31 Juli 2012: 1.
Prof. Dr. Ir.John Haluan, M.Sc. Guru Besar Departemen PSP, FPIK-IPB
2. Dr. Ir. Abdur Rouf Sam, M.Si. Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan Perikanan-RI
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sitem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh
Nama
: Deni Achmad Soeboer
NIM
: C 461070041
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. M. Fedi Alfiadi Sondita, M.Sc.
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si.
Anggota
Anggota Diketahui,
Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Ketua,
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc.
Tanggal Ujian
:
Sekolah Pascasarjana IPB Dekan,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus
:
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi Doktor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi berjudul “Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh” ini disusun atas keprihatinan terhadap Provinsi Aceh yang terkena dampak musibah Tsunami pada 26 Desember 2004, serta keprihatinan terhadap kinerja para petugas yang berwenang untuk menangani kapal-kapal ikan yang sampai dengan saat ini belum mempunyai pengelolaan yang baik. Agar kapal-kapal ikan di Provinsi Aceh terhindar dari praktik IUU Fishing dan dapat melakukan operasi penangkapan ikan lebih bertanggungjawab terhadap sumberdaya yang ada di perairan Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dalam disertasi ini diuraikan tentang pola pengelolaan registrasi kapal ikan yang terpadu dan efektif dan melibatkan beberapa instansi terkait seperti Dinas Kelautan Perikanan Provinsi, Administratur Pelabuhan, Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten/Kota, Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota yang bertugas sesuai tugas pokok dan fungsinya serta bertanggung jawab langsung kepada Gubernur sebagai kepala daerah sekaligus sebagai penanggungjawab dalam pengelolaan registrasi kapal ikan di daerahnya. Disertasi ini juga menguraikan tentang sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI) yang diharapkan dapat mempermudah dalam pengelolaan kapal-kapalnya. Disertasi ini menghasilkan pola pengelolaan registrasi kapal ikan sebagai dasar dan entry point untuk merancang pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Aceh. Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan kesempurnaan disertasi ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang dituangkan dalam disertasi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juli 2012 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Tujuan dari penulisan dengan judul ”Rancangan Penglolaan Perikanan Tangkap Berbasis Sistem Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Aceh” adalah untuk memberikan gambaran tentang kondisi tentang registrasi kapal ikan dan permasalahannya serta penerapan rancangan pengelolaan registrasi terpadu di Provinsi Aceh. Pada kesempatan ini ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor IPB yang berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada program doktor. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Prof.Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Dr.Ir. Budi Wiryawan, M.Sc., selaku Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas bimbingan dan arahan dalam mengikuti pendidikan program pascasarjana sehingga dapat menyelesaikan seluruh kewajiban studi. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.Ir. Ari Purbayanto, M.Sc., selaku Ketua Komisi Pembimbing, juga kepada Dr.Ir. H.M. Fedi A. Sondita, M.Sc., Dr.Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Razali AR, M.Si selaku Kepala Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Aceh beserta staf atas kejasamanya selama penulis melakukan penelitian, Mr. Edmund Burk dan Mr. David Curry selaku Kepala Kantor Perwakilan UN-FAO Banda Aceh atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk bekerja sekaligus penelitian dan menggunakan data pada penelitian ini, Kolonel Laut Yusuf selaku Komandan Pangkalan TNI AL Sabang dan Komisaris Besar Polisi Zainin selaku Komandan Polisi Air Provinsi Aceh atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian, serta seluruh Syahbandar dan Kepala Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten/Kota, Ir. Agus Halim, M.Si., dan Imam Mubarrak, SE., Bambang Irawan atas kerjasamanya, dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data di Provinsi Aceh dalam rangka penyelesaian tulisan ini. Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Dr.Ir. Yopi Novita, M.Si., Ir. Fis Purwangka, M.Si., Dr.Ir. Wazir Mawardi, M.Si., Adik Furqan, S.Pt , Eko Saulkani, S.Pi., Anjaya Purwayastra, S.Pi., Hamba Ainul Mubarak, S.Pi, M.Si., Suci Nurahandini, S.Pi. yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman sejawat Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB serta staf kependidikan di SLK Pelabuhanratu yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikn disertasi ini. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada istriku, Ir. Aries Siti Fatimah dan anak-anak: Mizan Sutandeari Subur, Manar Siti Denari Subur, Marsa Fuad Deniar Subur, Marin Kamal Deniarie Subur atas pengertian dan
dukungannya selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Keluarga Besar H. Anwar Sanoesi, Keluarga Besar H. Soeboer Sutedjo dan Keluarga Besar Surjo atas doa dan dukungannya selama ini.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Desember 1961, sebagai anak ke delapan dari sepuluh bersaudara dari ayah H. Anwar Sanoesi (Alm) dan ibu Hj. R. Kartini (Alm). Pada tahun 1973 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri Kresna V Kota Bandung. Tahun 1976 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Angkasa Husein Sastra Negara Kota Bandung dan Tahun 1980 lulus Sekolah Menengah Atas Ampera Kota Bandung. Pada tahun 1980 penulis melanjutkan di Fakultas Teknik Elektro di Universitas Islam Nusantara Bandung. Pada tahun 1981 penulis diterima di Diklat Ahli Usaha Perikanan (AUP) dan pada tahun 1984 penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jurusan Teknologi Penangkapan Ikan. Pada tahun 1984 penulis bekerja pada perusahaan perikanan di Ambon : 1984-1986 pada BUMN Perum Perikani Maluku, 1986-1988 pada PT Doyot Mina Utama, 1988-1990 PT Jala Cakalang Nusantara, dan pada tahun 1990 penulis diterima sebagai pegawai honorer pada Marine Science Education Project-Local Project Implementation Unit (LPIU)-IPB dan pada tahun 1993 penulis diangkat PNS sebagai Staf Kependidikan FPIK-IPB ditempatkan sebagai Nakhoda KM. Stella Maris, Kapal Latih dan Penelitian milik IPB sampai sekarang. Pada tahun 1998 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi alih jenjang S1 di Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan lulus pada tahun 2002. Selama mengikuti kuliah alih jenjang penulis juga terlibat dalam pengajaran pada jurusan tersebut sebagai asisten dosen, terutama pada mata kuliah navigasi kapal perikanan. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2003 penulis mendapat Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) 23126105, sejak saat itu penulis terlibat pengajaran di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan sebagai dosen pada mata kuliah navigasi kapal perikanan, kepelautan, metode observasi bawah air (MOBA), dan kapal perikanan lanjut hingga sekarang. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi S3 di Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Penulis menikah pada 5 November 1988 dengan Ir. Aries Siti Fatimah di Bandung dan dikaruniai 4 orang anak yaitu Mizan Sutandeari Subur, Manar Siti Denari Subur, Marsa Fuad Deniar Subur dan Marin Kamal Deniarie Subur. Penulis beserta pembimbing telah menghasilkan dua artikel yang merupakan bagian dari disertasi ini telah dipublikasikan pada: (1) Buletin PSP, Volume 20 No.3 Halaman 229-358 Edisi Agustus 2012 dengan judul ”Kajian Registrasi Kapal Ikan di Provinsi Acehl, (2) Jurnal Teknologi dan Manajemen perikanan Laut ”Marine Fisheries” Vol 3 No. 2 Edisi November 2012 dengan judul ” Kajian Pengukuran Dimensi dan Perhitungan GT berdasarkan Panjang Kapal”.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii 1
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7
2
Latar Belakang ....................................................................................... 1 Perumusan Masalah................................................................................ 5 Tujuan Penelitian ................................................................................... 6 Manfaat Penelitian ................................................................................. 7 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 7 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 8 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 12 2.1 Gambaran Umum Kapal Perikanan dan Alat Tangkap .......................... 12 2.1.1 Klasifikasi kapal perikanan ......................................................... 12 2.1.2 Klasifikasi alat tangkap ............................................................... 13 2.1.3 Perkembangan kapal ikan ........................................................... 14 2.1.4 Keragaan teknologi kapal ikan dan alat penangkap ikan di Provinsi Aceh .......................................................................... 16 2.1.5 Kapal penangkap ikan ................................................................. 18 2.1.6 Alat tangkap ikan ........................................................................ 19 2.2 Registrasi Kapal Ikan ........................................................................... 20 2.3 Operasi Kapal Penangkap Ikan ............................................................. 21 2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemilik Kapal.................. 22 2.4.1 Wewenang pengelolaan dan perijinan kapal ikan ......................... 22 2.4.2 Wewenang pengurusan dokumen pada Kementerian Perhubungan ............................................................................... 24 2.4.3 Tugas dan tanggung jawab pemilik kapal .................................... 25 2.5 Standar Teknologi Kapal Penangkap Ikan ............................................ 25 2.6 Metode Pengukuran Gross Tonnage (GT) Kapal Perikanan .................. 25 2.7 Sistem Informasi Registrasi Kapal Perikanan ....................................... 31 2.8 Sumberdaya Manusia Tim Terpadu Registrasi Kapal Ikan .................... 33 2.9 Pengelolaan Perikanan Tangkap ........................................................... 34
3
METODOLOGI UMUM ............................................................................ 40 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 40 3.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 40 3.3 Metode Pengumpulan Data................................................................... 41 3.3.1 Sumber dan Jenis Data ................................................................ 42 3.3.2 Beberapa istilah data ................................................................... 43
ii
3.4 Analisis Data ........................................................................................ 44 3.4.1 Kajian registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh ............................... 44 3.4.2 Kajian pengukuran dimensi dan perhitungan volume kapal ikan .................................................................................... 44 3.4.3 Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu................... 45 3.4.4 Sistem informasi registrasi kapal ikan.......................................... 45 4
KAJIAN REGISTRASI KAPAL DI PROVINSI ACEH ............................. 48 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Pendahuluan ......................................................................................... 48 Tujuan .................................................................................................. 49 Manfaat ................................................................................................ 49 Metode ................................................................................................. 49 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 51 4.5.1 Analisis data identifikasi kasus markdown ................................... 51 4.5.2 Analisis data identifikasi kasus IUU Fishing ............................... 51 4.5.3 Analisis identifikasi biaya tinggi.................................................. 55 4.5.4 Analisis sistem ............................................................................ 56 4.5.5 Diagram Input-Output ................................................................. 60 4.6 Kesimpulan ........................................................................................ 63 5
KAJIAN KUANTITATIF PENGUKURAN DIMENSI DAN PERHITUNGAN VOLUME KAPAL IKAN .............................................. 64 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7
6
Pendahuluan ......................................................................................... 64 Tujuan .................................................................................................. 65 Manfaat ................................................................................................ 65 Metodologi ........................................................................................... 65 Hasil Penelitian .................................................................................... 69 Pembahasan ......................................................................................... 77 Kesimpulan .......................................................................................... 80
RANCANGAN PENGELOLAAN SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN TERPADU ......................................................................... 82 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5
Pendahuluan ......................................................................................... 82 Tujuan .................................................................................................. 84 Manfaat ................................................................................................ 84 Metodologi ........................................................................................... 84 Hasil Penelitian .................................................................................... 85 6.5.1 Analisis kebutuhan ...................................................................... 85 6.5.2 Analisis kelembagaan .................................................................. 85 6.5.3 Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu................... 92 6.5.4 Langkah-langkah strategis .......................................................... 94 6.6 Pembahasan....................................................................................... 103 6.7 Kesimpulan ........................................................................................ 104 7
SISTEM INFORMASI REGISTRASI KAPAL IKAN .............................. 107 7.1 Pendahuluan (Gambaran Umum Sisten Informasi) ............................. 107 7.2 Tujuan ................................................................................................ 108 7.3 Metode ............................................................................................... 109
iii
7.4 Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 112 7.5 Kesimpulan ........................................................................................ 122 8
RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS REGISTRASI KAPAL IKAN............................................... 123 8.1 8.3 8.4 8.5
9
Pendahuluan ....................................................................................... 123 Manfaat .............................................................................................. 126 Metodologi......................................................................................... 127 Hasil .................................................................................................. 128
PEMBAHASAN UMUM.......................................................................... 138 9.1 9.2 9.3 9.4 9.4
Kajian Registrasi Kapal Ikan Saat Penelitian ..................................... 138 Kajian Pengukuran Dan Perhitungan Dimensi Kapal Ikan .................. 139 Rancangan Pengelolaan Registrasi Kapal Ikan Terpadu ...................... 140 Sistem Informasi Registrasi Kapal Ikan .............................................. 140 Rancangan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Registrasi Kapal Ikan ......................................................................... 141
10 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 143 10.1Kesimpulan ........................................................................................ 143 10.2Saran .................................................................................................. 143 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 145 LAMPIRAN .................................................................................................... 152
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur pikir penelitian ..................................................................................... 10 2. Komposisi jumlah kapal ikan di Provinsi Aceh tahun 2009 berdasarkan tipe kapal..................................................................................................... 19 3. Cara pengukuran panjang dan lebar kapal..................................................... 28 4. Cara pengukuran dalam kapal....................................................................... 28 5. Pengukuran panjang, lebar dan tinggi ruang tertutup di atas dek ................... 29 6. Halaman utama sistem informasi sarana registrasi kapal ............................... 31 7. Sistem informasi pada tampilan halaman RTP/PP ........................................ 32 8. Sistem informasi pada tampilan halaman Kapal Ikan .................................... 32 9. Pembagian WPP-NRI Permen KP No.2/MEN/2011 ..................................... 37 10. Lokasi penelitian .......................................................................................... 40 11. Alur kajian identifikasi registrasi kapal ikan ................................................. 49 12. Bagan alir proses registrasi kapal untuk 7 GT ke atas ................................... 52 13. Peta lokasi kantor ADPEL/KANPEL/Syahbandar di Provinsi Aceh…….…………………………............................................. .................. 54 14. Diagram lingkar sebab akibat sistem registrasi kapal ikan saat penelitian ………………………………………………………. ................... 59 15. Diagram input-output ................................................................................... 62 16. Panjang kapal berdasarkan TMS 1969 .......................................................... 67 17. Panjang geladak utama ................................................................................. 67 18. Perhitungan GT berdasarkan LOA ( Hubla dan Nomura).............................. 71 19. Perhitungan GT berdasarkan LOA (Hubla dan Nomura) .............................. 72 20. Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Pidie .......................................... 73 21. Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Pidie Jaya .................................. 74 22. Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Selatan ............................. 74 23. Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Barat Daya ....................... 75 24. Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Barat ................................ 75 25. Hasil perhitungan untuk daerah Kota Banda Aceh ........................................ 76 26. Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Timur ............................... 76 27. Alur Rancangan Registrasi Kapal Ikan terpadu ............................................. 93 28. Dokumen yang akan dicetak pada MS Word ............................................... 100
v
29. Memilih Select Recipient............................................................................ 100 30. Data MS Excel cetak................................................................................... 101 31. Pilih Insert Merge Field ............................................................................. 101 32. Pilih Preview Result ................................................................................... 102 33. Pilih Finish and Merge ............................................................................... 102 34. Komponen sistem informasi ....................................................................... 108 35. Tahapan Sistem menggunakan Model Waterfall ......................................... 109 36. Relationship View Sistem Registrasi Kapal Ikan (SIRKI) < 10 GT ............ 110 37. Relationship View Sistem Registrasi Kapl Ikan (SIRKI) > 10 GT .............. 111 38. Tampilan antarmuka sistem ........................................................................ 113 39. Antarmuka form login ................................................................................ 114 40. Menu utama ............................................................................................... 115 41. Sub-menu registrasi kapal ikan ................................................................... 116 42. Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan ..................................................... 117 43. Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan ..................................................... 117 44. View pada sub-menu registrasi kapal ikan .................................................. 118 45. Sub-menu Kapal......................................................................................... 119 46. Sub-menu Kapal lanjutan ........................................................................... 119 47. View pada sub-menu kapal ......................................................................... 120 48. Sub-menu pemilik ...................................................................................... 121 49. View sub-menu pemilik .............................................................................. 121 50. Rancangan pengelolaan berbasis registrasi kapal ikan ................................ 137 51. Rencana Skema jaringan sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI) ...................................................................................................... 144
vi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah kapal penangkap ikan laut menurut kategori dan ukuran kapal penangkap ikan, 2003 – 2009. ...................................................................... 15 2. Jumlah kapal penangkap ikan menurut jenis dan ukuran ............................... 17 3. Jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh, tahun 2009. ........................ 18 4. Jenis alat penangkap ikan yang ada di Provinsi Aceh, Tahun 2009 ............... 20 5. Peralatan ukur standar yang digunakan penelitian ......................................... 41 6. Jumlah kapal hasil ukur ulang dan jumlah kasus markdown.......................... 51 7. Daftar Adpel/Kanpel/Syahbandar, Sandi Pengenal, keberadaan Ahli Ukur dan Jumlah Kapal yang teregistrasi di daerah (UPT) ............................ 53 8. Daftar Adpel/Kanpel/Syahbandar, Sandi Pengenal, Ahli Ukur dan Jumlah Kapal yang terdaftar di Pusat ............................................................ 53 9. Daftar pelanggaran penggunaan alat yang dilarang di Provinsi Aceh selama periode 2008-2009 (Subdit Pengawasan, DKP Provinsi Aceh 2009)............................................................................................................ 55 10. Daftar pelanggaran batas wilayah penangkapan di Provinsi Aceh selama periode 2008-2009 (LANAL Lhokseumawe, TNI AL 2009) ........................ 55 11. Penerimaan Uang Perkapalan menurut PP No. 6/2009 Tentang PNBP pada Kementerian Perhubungan ................................................................... 56 12. Analisis kebutuhan pelaku registrasi kapal ikan ............................................ 57 13. Formulasi permasalahan registrasi kapal ikan ............................................... 58 14. Hubungan sebab akibat dalam sistem registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh ............................................................................................................ 59 15. Perbandingan antara dua cara pengukuran (Internasional dan Dalam Negeri) ......................................................................................................... 65 16. Selang panjang kapal dengan ukuran 10 – 30 GT ......................................... 69 17. Selang panjang kapal dengan ukuran < 10 GT .............................................. 70 18. Hasil perhitungan GT berdasarkan Rasio panjang, lebar, dan dalam untuk kapal di atas 7 GT............................................................................... 71 19. Hasil perhitungan GT berdasarkan Rasio panjang, lebar, dan dalam untuk kapal di bawah 10 GT ......................................................................... 72 20. Nilai grafik eksponensial pada setiap wilayah ............................................... 77 21. Hasil perhitungan GT oleh Canadian Transport Agency ............................... 79 22. Analisis kebutuhan instansi-instansi yang terlibat dalam sistem dalam perancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu di Provinsi Aceh. ..... 85
vii
23. Analisis kelembagaan dengan matrik............................................................ 86 24. Pembagian wilayah kerja ADPEL/KANPEL/Syahbandar ............................. 97 25. Jumlah kapal di bawah 10 GT hasil registrasi kapal ikan terpadu.................. 98 26. Jumlah kapal di atas 10 GT hasil registrasi kapal ikan terpadu...................... 98 27. Data Registrasi Kapal Ikan ......................................................................... 112
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Form registrasi kapal .................................................................................. 154 2. Gambar Bangunan di bawah geladak .......................................................... 155 3. Gambar bangunan di atas dek ..................................................................... 156 4. Contoh kapal 10 – 30 GT ........................................................................... 157 5. Contoh kapal di bawah 10 GT .................................................................... 158 6. Pengukuran Palkah ikan pengecekan mesin ................................................ 159 7. Pengukuran panjang kapal (a), lebar (b) ..................................................... 160 8. Contoh Tanda Selar .................................................................................... 161 9. Pengecekan dokumen kapal ........................................................................ 162 10. Pengecekan alat tangkap............................................................................. 163 11. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kota Langsa ......................................... 164 12. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Pidie.................................... 165 13. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Pidie Jaya ............................ 166 14. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Barat .......................... 171 15. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Barat Daya ................. 172 16. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Selatan ....................... 173 17. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kota Banda Aceh .................................. 175 18. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Timur ......................... 177 19. Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di LhokSeumawe ...................................... 180 20. Daftar Kapal Kurang Dari 10 GT di Aceh Jaya........................................... 182 21. Daftar Kapal Kurang Dari 10 GT di Kabupaten Pidie ................................. 194 22. Daftar Kapal Kurang Dari 10 GT di Kabupaten Nadan Raya ...................... 198 23. Pendataan Awal ......................................................................................... 200 24. Jumlah dan Status kapal di atas 10 GT yang terverifikasi........................... 202
1
1 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berlokasi di ujung barat Kepulauan
Indonesia dan memiliki hubungan langsung
yang begitu strategis dengan
perairan samudera seperti Selat Malaka, Laut Andaman dan Lautan Hindia (Samudera Indonesia). Perairan samudera ini terdiri dari perairan laut teritorial (320.071 km2) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) (534.520 km2). Panjang daerah teritorial berbatasan langsung dengan perairan samudera tersebut yang berjarak sekitar 1.660 km. Pada saat musibah tsunami melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004, banyak daerah kawasan pantai di 18 kabupaten mengalami kehancuran yang begitu dahsyat, termasuk hilangnya jiwa manusia dan aset sektor perikanan (perahu, alat tangkap, tambak ikan dan unit-unit pengolahan ikan), kerusakan parah pada infrastruktur-infrastruktur dan kerusakan pada ekosistem penting di kawasan pantai. Semuanya itu harus direhabilitasi dan di bangun lagi agar kembali ke kondisi semula. Strategi Pemerintah daerah untuk merehabilitasi dalam jangka panjang dan menengah pada sektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap adalah dengan memastikan bahwa kapasitas penangkapan ikan yang sedang dibangun kembali dari berbagai jenis kapal dan alat tangkapnya sehingga dapat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia. Hal ini untuk menjamin mata pencaharian yang berkelanjutan bagi para nelayan berskala kecil. Bagi pemerintah daerah dalam hal ini adalah Dinas Kelautan Perikanan juga untuk menata ulang data armadanya baik kapal
baru mapun kapal-kapal yang tersisa (Renstra DKP
Provinsi Aceh 2006-2010). Strategi ini juga sesuai dengan dengan tujuan pembangunan perikanan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya. Tujuan pembangunan tersebut dewasa ini diperluas cakupannya sehingga termasuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan tangkap terhadap perekonomian nasional, baik dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, penerimaan devisa
2
melalui ekspor, maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (Renstra DJPT 20102014). Salah satu kegiatan yang mungkin akan memenuhi harapan untuk menata ulang data tentang armada dan terkait dengan strategi pemerintah daerah tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan registrasi kapal ikan, kegiatan ini sangat penting dilakukan dan perlu untuk diteliti karena selain erat kaitannya dengan penataan ulang data armada penangkapan sekaligus juga untuk mencegah atau memerangi isu-isu penangkapan ikan yang ilegal atau tidak sah, tidak mengikuti aturan, dan tidak melaporkan (IUUF). IUUF dapat dilakukan bukan saja oleh kapal-kapal asing, namun dapat juga dilakukan oleh kapal-kapal dalam negeri, bila kapal-kapal dalam negeri dalam melakukan operasi penangkapan tanpa disertai dengan surat atau dokumen yang lengkap serta syah dan menangkap diperairan yang bukan semestinya. Kegiatan IUUF di wilayah perairan Republik Indonesia tercatat bahwa; negara telah dirugikan hampir US$3,2 milyar setiap tahun (The Jakarta Post, Jumat : 8 Pebruari 2008 Halaman 7). Registrasi kapal perikanan Indonesia dilakukan oleh dua instansi yang berbeda yaitu Kementerian Perhubungan dalam hal ini di daerah diwakili oleh Syahbandar/Dinas Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan di daerah diwakili oleh Dinas Kelauatan dan Perikanan. Baik provinsi maupun kabupaten/kota. Masing-masing instansi mempunyai tugas yang berbeda yaitu : (1) Syahbandar berdasarkan Peraturan Pemeritah RI Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 tahun 2009 tentang Penerapan jenis dan tarif atas jenis penerimaan bukan pajak yang berlaku di kemeterian perhubungan, pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 5 tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal serta Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubugan laut Nomor PY67/1/162002 tentang cara pengukuran dan perhitungan gross tonase kapal. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas maka Syahbandar akan melakukan pengukuran kapal selanjutnya akan menerbitkan Surat Ukur, Surat kepemilikan (Gross akte), Tanda Kebangsaan (Pas Tahunan), Sertifikat Kesempurnaan, Sertifikat Kelaiklautan, sedangkan
3
(2) Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) atau Dinas Kelautan Perikanan (DKP) lebih menekan pada sisi perizinan penangkapan ikannya (SIUP dan SIPI) sesuai dengan UU No 45 tahun 2009/UU jo No.31 tahun 2004 tentang Perikanan
pada pasal 36 mewajibkan
seluruh kapal ikan milik orang
Indonesia yang dioperasikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia harus didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan Indonesia, pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor Per/27/Men/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan. Instansi Perikanan (KKP dan DKP) dalam menerbitkan perizinan berdasar kepada dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh Syahbandar/Dinas Perhubungan. Pada kenyataanya KKP dan DKP pada saat melakukan cek fisik seringkali menemukan ukuran pada dokumen yang tidak sesuai dengan dengan ukuran sesungguhnya (mark down), dengan kondisi demikian untuk memperbaiki ukuranukuran tersebut maka KKP mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Pengukuran yang pelaksanaannya berdasarkan pada Kepmenhub Nomor 5 tahun 2005 tentang pengukuran
serta
Keputusan
Menteri
Kelautan
Perikanan
Nomor
Kep.14/MEN/2008 tentang Tim pemeriksa fisik kapal, alat penangkap ikan, dan dokumen kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan. Menurut hasil kajian teknis Purbayanto et al. (2004) sebaiknya registrasi perijinan kapal ikan disarankan berdasarkan volume palkah, karena dalam hasil kajian ini bahwa fishing capacity dibatasi oleh daya tampung palkah/carrying capacity pada kapal tersebut bukan ditampung oleh seluruh isi kapal atau dengan kata lain oleh GT nya. Penelitian tentang sistem registrasi kapal ikan juga sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi isu/praktek-praktek kapal-kapal markdown (menurunkan angka GT, dimana ukuran kondisi fisik sebenarnya tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen). Hal ini telah dibuktikan oleh hasil pemeriksaan/audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) pada tahun 2009 dalam Wahyudi et al. (2010) di Belawan dan Sibolga (Provinsi Sumatera Utara), Ambon (Provinsi Maluku) dan Bitung (Provinsi Sulawesi Utara), pemeriksa menemukan praktik-praktik markdown.
4
Tentunya hal ini baik disengaja maupun tidak sangat merugikan negara dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan juga pengusahanya, karena besar kecilnya PNBP sangat tergantung dari besar atau kecilnya GT yang tertera dalam dokumen kapal (Gross Akte). Kegiatan registrasi kapal perikanan akan menghasilkan sejumlah dana yang bila dikaitkan dengan pasal 7 pada Code of Conduct for Responsible Fisheries-FAO (CCRF) (FAO, 1995) yang isinya adalah meminta kepada negara melalui instansi teknis untuk membuat suatu aturan dan manajemen di bidang perikanan untuk menghindari konflik antar nelayan yang tertuang pada butir 7.6.5, serta memberikan kepastian hukum dan kerangka administrasi baik di tingkat lokal dan nasional pada butir 7.7.1, serta pada butir 7.7.4 dituliskan bahwa pengaturan ini sangat penting dibuat untuk menghasilkan dana yang akhirnya digunakan dalam rangka menutupi biaya yang diperlukan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan seperti untuk keperluan konservasi, manajemen dan riset di bidang perikanan. Kondisi seperti yang tertuang pada pasal 7 CCRF mempunyai kemiripan dengan Pemerintah Aceh melalui Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh yang pada pasal 162 ayat 2 huruf b memberi kewenangan kepada pemerintahan Aceh untuk mengelola, mengatur, memelihara
sumber daya alam yang hidup di Laut Aceh dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
dan pelestarian
lingkungan hidup. Kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang hidup di laut termasuk pengaturan administrasi dan perijinan penangkapan dan atau pembudidayaan ikan. Secara konvensional, Pemerintah Indonesia mengelola perikanan selalu menggunakan Maximum Sustainable Yield (MSY) sebagai acuan untuk menentukan tindakan-tindakan pengelolaan. Sebagai contoh , MSY atau Total Allowable Catch (TAC) digunakan untuk menetukan jumlah effort yang diberikan di suatu kawasan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Dengan landasan seperti itu diharapkan pengelolaan perikanan akan berjalan secara optimum, yaitu diperolehnya manfaat biologi, ekonomi dan sosial yang optimun. Dalam praktiknya pemerintah tidak dapat
mengendalikan upaya
penangkapan ikan (fishing effort) yang merupakan outcome dari jumlah kapal
5
ikan, frekuensi operasi penangkapan (trip) dan daya tangkap dari unit-unit penangkapan ikan (fishing power). Tidak terkendalinya fishing effort disebabkan oleh perspektif open access terhadap common goods terhadap sumberdaya ikan, lengahnya pengawasan, dan tidak adanya sistem registrasi kapal ikan yang dapat diandalkan untuk menentukan status armada, pemilikan, cross cutting analysis. Sistem registrasi kapal ikan merupakan entry point untuk mengelola yang melibatkan
beranekaragam
kapal,
alat
tangkap,
target
operasi,
daerah
penangkapan ikan, serta otoritas pengelolaan kapal ikan. 1.2
Perumusan Masalah Armada kapal perikanan berukuran panjang kurang dari 24 meter
(berukuran kecil) belum banyak diatur secara serius oleh pemerintah, padahal jumlah kapal
berukuran kecil
jumlahnya
sangat
mendominasi
armada
penangkapan/industri perikanan nasional, yakni mencapai 94% dari total armada kapal penangkapan ikan (Statistik Perikanan Indonesia, 2010). Secara teknis dalam teknologi pengukuran kapal untuk mendapatkan besaran GT yang sebenarnya masih ada kesimpangsiuran antara sisi Kementerian Perhubungan (Syahbandar) dan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP/DKP) adanya praktikpraktik mark down, serta identifikasi teknologi alat tangkap belum diterapkan secara optimal. Jumlah kapal dan spesifikasi kapal serta spesifikasi alat tangkap sangat penting diketahui dengan pasti karena spesifikasi kapal terutama ukurannya sangat erat kaitannya dengan kapasitas penangkapan, sehingga dengan mengetahui kapasitas penangkapan maka akan terkait dengan jumlah stok ikan yang tereksploitasi. Bila hasil tangkapan dilaporkan secara rutin, maka data yang terkumpul dapat digunakan untuk dianalisis dan menghitung stok ikan. Begitu pula dengan spesifikasi alat tangkap yang juga sangat erat kaitannya dengan jenis ikan yang menjadi target tangkapan, sehingga bila diketahui spesifikasi alat tangkap tentunya dapat pula diketahui jenis ikan dan jumlahnya yang tertangkap dari modus yang dilakukan pada kegiatan penangkapan. Untuk menanggulangi praktik-praktik mark down dapat dibentuk tim terpadu yang bertugas melakukan pengukuran kapal serta verifikasi terhadap alat tangkap dan lainnya agar dapat saling mengawasi satu dengan yang lain.
6
Dokumen-dokumen kapal serta surat-surat ijin bagi kapal untuk dapat berlayar dan legal menurut hukum. Hal tersebut telah diatur dalam Undangundang maupun peraturan pemerintah serta mengacu pada aturan-aturan bersifat internasional. Permasalahan kelembagaan pemerintah yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab terhadap pengurusan dokumen dan perijinan baik di tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota serta lembaga non pemerintah belum optimal dalam melaksanakan peran dan fungsinya, serta kerjasama antar lembaga dalam menangani penyelesaian dokumen/surat yang menjadi hak pemilik kapal. Maka diperlukan sebuah kajian identifikasi sistem registrasi pada lembaga tersebut. Permasalahan letak geografis yang menjadi kendala dalam melakukan registrasi, karena letaknya berjauhan di satu sisi, di sisi lain bagaimana proses registrasi dapat berjalan dengan cepat terutama dalam hal pengumpulan data. Di samping itu juga diperlukan kajian indentifikasi daerah tersebut apakah memungkinkan untuk dibuatkan jaringan Oleh karena permasalahan teknis dan juga permasalahan kelembagaan pemerintah yang belum optimal dan efektif untuk melakukan registrasi kapal, serta letak geografis yang saling berjauhan maka perlu dicarikan solusi untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya secara optimal dan efektif. Apabila masalah teknis, masalah kelembagaan dan masalah letak geografis telah didapat solusinya, maka pengelolaan registrasi kapal perikanan dapat dilaksanakan secara efektif. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1) Membangun keterpaduan sistem registrasi kapal ikan pada lembaga-lembaga
terkait (Syahbandar/Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan) dengan mengoptimalkan fungsi pelabuhan/tempat pendaratan ikan yang strategis berbasis sistem informasi (data base); 2) Merancang konsep pengelolaan perikanan tangkap berbasis sistem registrasi
kapal ikan.
7
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Data yang diperoleh dari sistem registrasi dapat dipergunakan untuk
pembuatan dokumen kapal berupa bukti: kepemilikan (gross akte), surat ukur, surat tanda kebangsaan (Pas tahunan/Pas kecil) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, serta Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), dan Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI). 2) Dokumen ini sangat potensial untuk menjadi agunan di bank atau lembaga
keuangan lainnya; 3) Menghasilkan data base kapal-kapal dengan volume 10 GT ke atas dan di
bawah 10 GT. Data tersebut dihubungkan pula dengan ijin kapal perikanan (seperti Surat Ijin Penangkapan Ikan/ SIPI) dan ijin untuk kapal pengangkutan ikan
(Surat
Ijin
Kapal
Pengangkut
Ikan/SIKPI)
yang
telah
dikeluarkan/dipublikasikan oleh BPPT/P2TSP. 4) Data base yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk mempercepat proses
pencetakan dokumen, baik dokumen/surat kapal maupun surat ijin perikanan. 5) Sistem jaringan Registrasi Kapal Perikanan yang terkomputerisasi dan
terintegrasi pada tingkat Dinas Kelautan Perikanan Propinsi dan Pelabuhan Perikanan dan Nasional 6) Data base dapat dipergunakan untuk Pengelolaan Perikanan Tangkap yang
lebih baik, bertanggung jawab dan berkelanjutan. 7) Data base dapat mendukung program penerbitan Sertifikat Hasil Tangkap
Ikan (SHTI)/Catch Certificate. 8) Data yang diperoleh dapat dikemas dalam bentuk Sistem Informasi sehingga
dapat diakses oleh semua stake holder termasuk pelaku keamanan laut seperti TNI Angkatan Laut, Polisi Perairan dan Patroli Pengawas Perikanan untuk kepentingan pengawasan dan penegakkan hukum. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini difokuskan dalam dua kelompok kapal yaitu: (1) kapal-
kapal yang mempunyai volume sampai dengan 10 GT yang menjadi wewenang
8
kabupaten/kota untuk perijinan perikanan, dan 10 sampai 30 GT atau lebih yang menjadi wewenang provinsi untuk perizinan perikanannya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam membangun Pengelola Registrasi Kapal Ikan meliputi: 1) Gubernur Kepala Daerah Provinsi Aceh, 2) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh, 3) Bupati Kepala Daerah Kabupaten, 4) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten, 5) Syahbandar, 6) Dinas Perhubungan Kabupaten, 7) Panglima Laot, 8) TNI AL, dan 9) Polisi Perairan. Kapal penangkap ikan berskala usaha kecil, mengoperasikan kapal berukuran di bawah 30 GT yang banyak dioperasikan di perairan sekitar Aceh dengan karakteristik perairan pantai, diantaranya berbasis Pelabuhan Pendaratan Pantai (PPP) Lampulo (Aceh Besar), dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Kuala Peukan Baro (Pidie), PPI Meureudu (Pidie Jaya), PPI Peudada (Bireueun), PPI Pusong (Kota Lhokseumawe), PPP Idi (Aceh Timur), PPI Kuala Langsa (Kota Langsa), PPI Padang Seurahet (Aceh Barat), PPI Ujung Seurangga (Aceh Barat Daya), PPI Sawang Ba’u (Aceh Selatan), sedangkan untuk ukuran di bawah 10 GT hanya di PPI Kuala Peukan Baro (Pidie), PPI Padang Seurahet (Aceh Barat), PPI Calang (Aceh Jaya), dan PPI Kuala Tuha (Nagan Raya). 1.6
Hipotesis Penelitian
1). Keterpaduan mekanisme registrasi akan menekan manipulasi besaran hasil perhitungan GT (mark down). 2)
Penggunaan
data
yang
sama
oleh
Kementerian Perhubungan dan
Kementerian Kelautan Perikanan akan mempercepat proses penerbitan dokumen-dokumen kapal. 3)
Penerapan sistem regiatrasi kapal ikan akan mengurangi kesalahan manusia (human error) dalam pencetakan dokumen-dokumen kapal ikan.
1.7
Kerangka Pemikiran Pada saat tsunami melanda Provinsi Aceh bukan saja nyawa manusia yang
hilang namun juga aset sektor perikanan (kapal dan lain-lain) dan yang lebih penting adalah data armada. Membangun kembali aset-aset tersebut termasuk juga menata ulang data armada secara akurat, baik berupa armada baru maupun armada
9
yang tersisa pasca tsunami. Untuk menata ulang data akurat tersebut diperlukan sebuah penelitian tentang registrasi kapal ikan yang nantinya sebagai pemberi informasi tentang keragaan kapal ikan mulai dari jumlah kapal hingga keragaan teknis pada masing-masing kapal juga daerah operasi penangkapannya. Daerah yang terkena dampak tsunami hampir berada disetiap kabupaten pesisir dan masing-masing lokasi tempat kapal-kapal berlabuh cukup berjauhan, sehingga untuk mempercepat proses registrasi di setiap lokasi diperlukan sebuah jaringan kerja yang terkomputerisasi. Dengan menggunakan sistem jaringan registrasi kapal ikan, maka data mengenai keragaan kapal ikan mulai dari jumlah dan spesifikasi kapal ikan, spesifikasi alat tangkap dan daerah penangkapan ikan dapat terkumpul dengan cepat. Data yang terkumpul dari daerah digunakan untuk pengelolaan dini khususnya untuk mencegah upaya penangkapan yang berlebihan. Secara sistematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dijabarkan dalam sebuah alur pikir seperti diperlihatkan pada Gambar 1.
10
Mulai
Kondisi sisten registrasi kapal ikan saat ini di Provinsi Aceh
(1) Isu IUU Fishing, (2) Isu Markdown, (3) Biaya tinggi, (4) waktu tidak pasti, (5) identifikasi alat tangkap tidak seksama
Kajian kelembagaan terkait registrasi kapal ikan
Kajian kuantitatif pengukuran dimensi dan perhitungan volume kapal ikan (GT)
Rancangan Pengelolaan Registrasi Kapal Ikan Terpadu
Sistem Informasi untuk Registrasi Kapal ikan 1. 2. 3.
Data Kapal Cross Tabulation Estimasi upaya penangkapan ikan
4.
Statistik Perikanan
Pengelolaan Armada Kapal Ikan di Provinsi Aceh
Selesai
Gambar 1
Alur pikir penelitian
Kajian sistem registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh
11
12
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Gambaran Umum Kapal Perikanan dan Alat Tangkap
2.1.1 Klasifikasi kapal perikanan Klasifikasi kapal perikanan dibuat sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, terutama untuk kepentingan Statistik Perikanan Nasional. Klasifikasi kapal perikanan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut (Statistik Perikanan Indonesia, 2010): 1)
2)
Berdasarkan Fungsinya ; (1)
Kapal Penangkap Ikan,
(2)
Kapal Pengangkut Ikan,
(3)
Kapal Pengolah Ikan,
(4)
Kapal Latih Perikanan,
(5)
Kapal Penelitian Perikanan,
(6)
Kapal Pengawas Perikanan,
(7)
Kapal Pendukung Operasi Penangkapan Ikan.
Berdasarkan Ukuran Kapal ; (1)
Perahu Tanpa Motor
(2)
Motor Tempel
(3)
Kapal Motor ;
(4)
< 5 GT
(5)
5 - < 10 GT
(6)
10 - < 20 GT
(7)
20 - < 30 GT
(8)
30 - < 50 GT
(9)
50 - < 100 GT
(10) 100 - < 200 GT (11) 200 - < 500 GT
13
2.1.2 Klasifikasi alat tangkap Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.06/MEN/2010 tentang alat penangkapan ikan di WPP Negara RI telah mengelompokkan alat penangkapan ikan menjadi 10 (sepuluh), yaitu : 1)
Jaring lingkar (surrounding nets);
2)
Pukat tarik (seine nets);
3)
Pukat hela (trawls);
4)
Penggaruk (dredges);
5)
Jaring angkat (lift nets);
6)
Alat yang dijatuhkan (falling gears);
7)
Jaring insang (gillnets and entangling nets);
8)
Perangkap (traps);
9)
Pancing (hooks and lines);
10)
Alat penjepit dan melukai (grappling and wounding). Pengelompokan alat tangkap di atas sudah lebih sederhana bila
dibandingkan dengan klasifikasi menurut von Brandt (1984) adalah: 1)
Menangkap ikan dengan tidak mengunakan alat
2)
Menangkap ikan dengan menjepit dan menggunakan alat untuk melukai (tombak)
3)
Menangkap ikan dengan memabukkan (bahan peledak, racun dan listrik)
4)
Menangkap ikan dengan memancing
5)
Menangkap ikan dengan perangkap (sero, bubu)
6)
Menangkap ikan dengan menggunkan perangkap yang terapung (ikan sedang melompat)
7)
Bagnets (scoop net)
8)
Menangkap ikan dengan menarik alat tangkap (jenis Trawl)
14
9)
Seine nets, yaitu alat tangkap dengan menggunakan sayap kemudian ditarik (beach seine)
10)
Surrounding net, yaitu alat tangkap melingkari gerombolan ikan dengan menutup bagian tepi dan bawah jaring (purse seine)
11)
Drive in net, yaitu alat tangkap yang ditarik oleh tenaga manusia (biasanya berukuran kecil)
12)
Lift net, yaitu semua jaring angkat (bagan)
13)
Falling gear, menangkap ikan dengan melempar alat dari atas ke bawah (jala)
14)
Gill net, yaitu semua jenis jaring insang
15)
Tangle nets, menangkap ikan dengan jaring, agar ikan terbelit
16)
Harvesting machinnes, semua jenis alat tangkap dengan menggunakan mesin (fish pump)
2.1.3 Perkembangan kapal ikan Pada tahun 2009, kapal penangkap ikan yang ada di Indonesia berjumlah 590.352 buah. Nilai ini merupakan jumlah yang sangat besar dan terus mengalami peningkatan jumlah dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1975, jumlah kapal penangkap ikan di Indonesia berjumlah sekitar 250.000 buah, meningkat menjadi 412.700 buah pada tahun 1998. Dalam kurun waktu tahun 1975 hingga tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah kapal penangkap ikan lebih dari dua kali lipat.
Peningkatan jumlah kapal penangkap ikan ini tentu berpengaruh besar
terhadap peningkatan jumlah produksi ikan laut. Dalam statistik perikanan, kapal penangkap ikan dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor (motor dalam). Selama periode 2002-2009 jumlah kapal penangkap ikan mengalami peningkatan rata-rata 4,36 % setiap tahun. Dalam periode yang sama, peningkatan terbesar terjadi pada kategori kapal motor yaitu rata-rata 6,69 % per tahun, khususnya pada kapal motor ukuran 20-30 GT yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,46 %. Pada tahun 2009, jumlah kapal penangkap ikan di Indonesia sebanyak 590.352 buah, yang terdiri dari perahu tanpa motor sebanyak 193.798 buah (32,83
15
%), motor tempel sebanyak 236.632 buah (40,08%) dan kapal motor sebanyak 159.922 buah (27,09%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kapal penangkap ikan di Indonesia masih didominasi kapal penangkap ikan ukuran kecil dan sedang termasuk kapal motor kurang dari 30 GT yang jumlahnya mencapai 584.010 buah (98,93%).
Data kapal perikanan di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 1. Tabel 1
Jumlah kapal penangkap ikan laut menurut kategori dan ukuran kapal penangkap ikan, 2003 – 2009. TAHUN
KATEGORI & UKURAN KAPAL
JUMLAH
-
2003
2004
2005
2006
2007
2008
528 717
549 100
555 581
590 317
590 314
590 380
590 352
250 469
256 830
244 471
249 955
241 889
238 970
193 798
158 411
165 337
165 314
185 983
185 509
182 580
236 632
119 837
126 933
145 796
154 379
162 916
168 830
159 922
<5
79 218
90 148
102 456
106 609
114 273
119 270
105 121
5 - 10
24 358
22 917
26 841
29 899
30 617
31 060
32 214
10 - 20
5 764
5 952
6 968
8 190
8 194
8 320
8 842
20 - 30
3 131
3 598
4 553
5 037
5 345
5 670
7 403
30 - 50
2 338
800
1 092
970
913
920
2 407
50 - 100
2 698
1 740
2 160
1 926
1 832
1 840
2 270
100 - 200
1 731
1 342
1 403
1 381
1 322
1 330
1 317
> 200
599
436
323
367
420
420
348
TOTAL
Perahu Tanpa Motor Motor Tempel Kapal Motor
Ukuran Kapal motor (GT)
2009
Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2009, KKP. (2010)
Sebagian besar kapal penangkap ikan di Indonesia berukuran kurang dari 20 meter dan terbuat dari bahan kayu.
Umumnya kapal penangkap ikan di
Indonesia sudah menggunakan mesin atau motorisasi karena upaya peningkatan kemampuan kapal penangkap ikan telah dilakukan sejak dua puluh tahun belakangan ini. Mengenai kapal-kapal penangkap ikan ukuran besar, berukuran lebih dari 30 GT (umumnya kapal purse seine, longline, rawai dasar dan pukat hela) jumlahnya 6.342 buah pada tahun 2009. Teknologi struktur kapal penangkap ikan yang ada, sebagian besar hanya beroperasi di perairan pantai hingga 12 mil laut yang telah dimanfaatkan secara
16
intensif dan berlebih karena struktur kapal penangkap ikan sebanyak 91,6 % merupakan kapal penangkap ikan ukuran kurang dari 5 GT.
Seperti terjadi
terutama di perairan-perairan pantai yang sudah mengalami padat tangkap seperti di Pantura Jawa, Selat Bali, Selat Malaka dan Selat Makasar. Dilihat dari penyebarannya, jenis perahu tanpa motor banyak tersebar di wilayah Indonesia Timur, terutama di Provinsi Maluku, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur. Sementara untuk jenis motor tempel, banyak terdapat di Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi, terutama di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah. Sedangkan untuk jenis kapal motor, banyak terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa, terutama di Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kepulauan Bangka-Belitung dan Sulawesi Selatan. Menurut data yang sama tahun 2009, Kapal Motor ukuran sampai dengan 10 GT banyak terdapat di Provinsi Kalimantan Timur (16.218 buah), Sumatera Utara (15.995 buah), Kepulauan Bangka-Belitung (10.764 buah), Sulawesi Selatan (10.742 buah) dan Jawa Timur (10.318 buah). Kapal ukuran sampai dengan 10 GT ini sering disebut sebagai armada semut dan daerah penangkapannya hanya terbatas dibawah 12 mill laut. Kapal Motor ukuran 10-30 GT banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (10.046 buah), Jawa Timur (5.540 buah), Jawa Barat (957 buah), Aceh (787 buah) dan Kepulauan Riau (735 buah). Tabel 2 memuat informasi tentang jumlah kapal penangkap ikan menurut jenis dan ukuran. 2.1.4
Keragaan teknologi kapal ikan dan alat penangkap ikan di Provinsi Aceh Keragaan teknis kapal ikan menurut Iskandar dan Pujiati (1995), kapal
ikan berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: 1)
Encircling gear (alat tangkap yang dilingkarkan), yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara dilingkarkan, seperti kapal purse seine, payang, dogol;
2)
Static gear (alat tangkap pasif), yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap pasif (statik), seperti kapal gillnet, trammel net, dan pancing;
17
3)
Towed gear/Dragged gear (alat tangkap yang ditarik), yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara ditarik, seperti kapal pukat dan tonda; serta
4)
Multi purpose, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap.
Tabel 2
Jumlah kapal penangkap ikan menurut jenis dan ukuran
Kategori & Ukuran Kapal
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Total
549.100
555.581
590.317
590.314
596.184
590.352
Perahu tanpa motor
256.830
244.471
249.955
241.889
212.003
193.798
Motor tempel
165.337
165.314
185.983
185.509
229.335
236.632
126.933
145.796
154.379
162.916
154.846
159.922
< 5 GT
90.148
102.456
106.609
114.273
107.934
105.121
5 – 10 GT
22.917
26.841
29.899
30.617
29.936
32.214
10 – 20 GT
5.952
6.968
8.190
8.194
7.728
8.842
20 – 30 GT
3.598
4.553
5.037
5.345
5.200
7.403
30 – 50 GT
800
1.092
970
913
747
2.407
50 – 100 GT
1.740
2.160
1.926
1.832
1.665
2.270
100 – 200 GT
1.342
1.403
1.381
1.322
1.230
1.317
> 200 GT
436
323
367
420
406
348
Sub Total
Kapal motor
Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, KKP (2010)
Pada saat ini pembangunan kapal ikan di Indonesia telah banyak dilakukan baik secara tradisional maupun modern menggunakan kajian-kajian teknis sebelumnya, namun pada kajian-kajian tersebut lebih mengutamakan pada kajian konstruksi sehingga menghasilkan yang hanya sebatas laiklaut. Sesungguhnya ada beberapa kajian yang kurang lazim dilakukan yaitu tentangan kebisingan yang dihasilkan oleh kapal karena menurut Tavalga (1971), Hazl dan Randall (1971) dalam Purbayanto et al. (2010) bahwa ada beberapa jenis/kelompok ikan tertentu yang sangat terganggu oleh adaanya bunyi dengan frekuensi suara tertentu yang dihasilkan dari kapal ikan.
18
2.1.5 Kapal penangkap ikan Kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh pada tahun 2009 berjumlah 16.520 buah, terdiri dari PTM sebanyak 2.482 buah (15,02%), MT sebanyak 4.763 buah (28,83%) dan KM sebanyak 9.275 buah (56,14%). Sebagian besar kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh masih didominasi kapal penangkap ikan skala kecil dan sedang (≤ 30 GT) yaitu berjumlah 16.338 buah atau 98,9 persen dari seluruh kapal penangkap ikan yang ada. Tabel 3 berisikan tentang jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh pada Tahun 2009. Tabel 3
Jumlah kapal penangkap ikan di Provinsi Aceh, tahun 2009. Jenis Kapal
Jumlah (unit)
Persentase (%)
1. Perahu Tanpa Motor (PTM)
2 482
15,02
2. Motor Tempel (MT)
4 763
28,83
3. Kapal Motor (KM) :
9 275
56,14
- KM < 5 GT
7 135
43,19
- KM 5-10 GT
1 171
7,09
- KM 10-20 GT
397
2,40
- KM 20-30 GT
390
2,36
- KM 30-50 GT
172
1,04
- KM 50-100 GT
10
0,06
-
0,00
4. Kapal penangkap ikan ≤ 30 GT*)
16 338
98,90
Total Jumlah Kapal Penangkap Ikan
16 520
- KM > 100 GT
Ket : *) Terdiri dari PTM, MT dan KM ≤ 30 GT
Khusus kapal motor, sebagian besar masih didominasi kapal motor ≤ 30 GT yang berjumlah 9.093 buah atau sekitar 55 %, sedangkan kapal motor > 30 GT hanya berjumlah 182 buah atau hanya 1 %. Secara keseluruhan, dilihat dari ukuran kapal penangkap ikan yang ada di Provinsi Aceh pada tahun 2009 yang paling banyak adalah kapal motor < 5 GT yang berjumlah 7.135 buah atau 43,19 %. Perbandingan persentanse
jumlah kapal di Provinsi Aceh tahun 2009
berdasarkan tipe kapal dapat dilihat pada Gambar 2.
19
182 (1%)
2 482 (15%)
4 763 (29%)
9 093 (55%)
Perahu tanpa motor
Gambar 2
Motor tempel
Kapal motor ≤ 30 GT
Kapal motor > 30 GT
Komposisi jumlah kapal ikan di Provinsi Aceh tahun 2009 berdasarkan tipe kapal
2.1.6 Alat tangkap ikan Jenis alat penangkapan ikan yang ada di Provinsi Aceh menurut Statistik Perikanan Tangkap pada tahun 2009 sebanyak 19 jenis alat penangkapan ikan. Alat penangkapan ikan yang paling banyak digunakan nelayan adalah jaring insang hanyut sebanyak 3.006 unit, disusul berikutnya pancing tonda sebanyak 2.650 unit, pukat cincin sebanyak 1.606 unit, jaring insang tetap sebanyak 1.272 unit dan jaring insang lingkar sebanyak 847 unit. Data lebih jelas tersaji pada Tabel 4.
20
Tabel 4
Jenis alat penangkap ikan yang ada di Provinsi Aceh, Tahun 2009 Jenis Alat Penangkapan Ikan
Jumlah (unit)
Rangking
Pukat tarik – Trawl: Pukat tarik ikan
18
19
Payang (termasuk Lampara)
472
9
Dogol (termasuk Lampara)
20
18
245
11
1,606
4
Jaring insang hanyut
3,006
2
Jaring insang lingkar
847
6
Jaring klitik
232
13
1,272
5
468
10
241
12
Rawai tuna
671
8
Rawai hanyut lain selain rawai tuna
719
7
Rawai tetap
171
14
49
17
Pancing Tonda
2,650
3
Pancing lainnya
6,697
1
86
15
77
16
Pukat kantong – Seine nets:
Pukat pantai Pukat cincin / Purse seine: Jaring insang – Gill nets:
Jaring insang tetap Jaring tiga lapis / Trammel nets Jaring angkat – Lift nets: Bagan perahu Pancing – Hook and lines:
Rawai tetap dasar
Perangkap: Jermal Bubu Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, KKP (2010)
2.2
Registrasi Kapal Ikan Di Indonesia pengaturan mengenai registrasi kapal awalnya ada dalam
Staatsblad 1933-48 kemudian diganti oleh UU pelayaran Tahun 1992, dan pada tahun 2008 telah diundangkan dalam UU tentang Pelayaran yang baru menggantikan UU tersebut di atas (UU no.17/2008). Registrasi kapal sangat penting artinya bagi para pihak (pemilik dan pemerintah), karena jika suatu kapal hendak dijadikan objek jaminan hutang maka kapal tersebut harus sudah terdaftar.
21
Jika volume kapal 20 M³, dianggap sebagai benda bergerak sehingga penjaminannya menggunakan lembaga fidusia atau gadai. Secara umum peraturan mengenai kegiatan kapal yang berlayar di Indonesia dari sisi Kementerian Perhubungan telah di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan dan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal. Pada aturan tersebut menyebutkan bahwa di Indonesia ada 3 (tiga) jenis Surat ukur yaitu: Surat Ukur Dalam Negeri, Surat ukur luar negeri dan Surat Ukur Khusus. Menurut peraturan tersebut selain menerapkan tiga jenis surat ukur tersebut juga menerapkan metoda pengukuran yang berbeda yaitu: Jika Panjang kapal lebih dari 24 meter maka metode yang digunakan adalah metoda internasional, sedangkan jika panjang kapal kurang dari 24 meter maka pengukuran menggunakan metoda pengukuran dalam negeri. Sedangkan dari sisi Kementerian Kelautan dan Perikanan diatur melalui UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha Perikanan Tangkap, telah mengatur kewenangan dan ditambahkan lebih lanjut pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2010 tentang pemberian kewenangan kepada Gubernur untuk dapat menerbitkan SIUP dan SIKPI untuk kapal di atas 30 GT sampai dengan 60 GT. 2.3
Operasi Kapal Penangkap Ikan Kegiatan operasi penangkapan ikan secara umum diawali dengan
persiapan pelayaran yakni bahan bakar, perbekalan dan perencanaan pelayaran. Kegiatan selanjutnya meliputi kegiatan bernavigasi keluar pelabuhan menuju daerah penangkapan, pengoperasian alat tangkap ikan, penanganan hasil tangkapan, berlayar menuju ke daerah penangkapan lain, pengoperasian alat tangkap, berlayar menuju pelabuhan, memasuki pelabuhan dan bongkar hasil
22
tangkapan. Pada setiap kegiatan pelayaran operasi penangkapan ikan, kapal harus sudah dilengkapai dengan dokumen-dokumen yang legal. Dokumen legal dimaksud adalah selain dokumen-dokumen tentang status kapal, juga perijinan yang mengharuskan kapal tersebut beroperasi pada lokasi-lokasi yang telah ditetapkan pada surat ijin tersebut. 2.4
Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemilik Kapal
2.4.1 Wewenang pengelolaan dan perijinan kapal ikan Wewenang pengelolaan perikanan adalah seluruh wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia sesuai dengan tingkat kewenangan yang dimiliki. Berdasarkan kewenangan dan peraturan yang ada, wewenang pengelolaan perikanan didasarkan atas 2 (dua) pendekatan yaitu : 1)
Berdasarkan kewenangan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang lebih menitik beratkan pada wewenang pengelolaan wilayah perairan laut.
2)
Berdasarkan kewenangan UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan Peraturan Pelaksanaannya, yang menitik beratkan pada wewenang pengelolaan dan pengaturan kapal perikanan. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayah perairan laut sebagai berikut : 1)
Satu per tiga dari wilayah laut propinsi, kewenangan pengelolaannya berada pada pemerintah kabupaten dan kota.
2)
Sampai dengan 12 mil laut, kewenangan pengelolaannya berada pada pemerintah provinsi.
3)
Dan lebih dari 12 mil kewenangan pengelolaannya berada pada pemerintah pusat. Demikian juga UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009 tentang Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
23
PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha Perikanan Tangkap,
telah mengatur
kewenangan dan ditambahkan lebih lanjut pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2010 tentang pemberian kewenangan kepada Gubernur untuk dapat menerbitkan SIUP dan SIKPI untuk kapal di atas 30 GT sampai dengan 60 GT sebagai berikut : 1)
Kewenangan pemerintah pusat di bidang perijinan perikanan adalah (1)
Menteri memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal untuk menerbitkan dan/atau memperpanjang SIUP, SIPI, dan/atau SIKPI kepada orang atau badan hukum Indonesia yang menggunakan kapal dengan ukuran di atas 30 GT (pasal 19 ayat 1a).
(2)
Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI kepada Gubernur bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran di atas 30 GT sampai dengan ukuran tertentu (pasal 20 ayat 1)
2)
Kewenangan pemerintah provinsi di bidang perijinan perikanan adalah (1) Gubernur diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI, dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan dengan ukuran di atas 10 GT sampai dengan 30 GT kepada orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing (pasal 21 ayat 1) (2)
Pasal 2 ayat 1 PerMen No. PER.16/MEN/2010 menyatakan bahwa Gubernur diberikanan kewenangan untuk menerbitkan SIPI dan SIKPI untuk kapal-kapal 30 GT ke atas sampai dengan 60 GT, berdasarkan SIUP yang dikeluarkan oleh KKP Pusat, dan pelaksanaannya dilakukan oleh DKP Propinsi. Sehingga kewenangan Gubernur menjadi lebih lebar rentangnya untuk mengeluarkan SIPI dan SIKPI bagi kapal-kapal 10 GT sampai dengan 60 GT.
3)
Kewenangan pemerintah kabupaten dan kota di bidang perijinan perikanan adalah
24
(1)
Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI, dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan dengan ukuran di atas 5 GT sampai dengan di bawah 10 GT kepada orang atau badan hukum Indonesia yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi
di
wilayah
pengelolaan
perikanan
yang
menjadi
kewenangannya, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing (pasal 21 ayat 1). (2)
Bupati/Walikota wajib
melakukan pendaftaran terhadap
kapal
perikanan berukuran di bawah 5 GT yang berdomisili di wilayah administrasinya. 2.4.2 Wewenang pengurusan dokumen pada Kementerian Perhubungan Kantor
Administrator
Pelabuhan mempunyai
tugas
melaksanakan
pemberian pelayanan lalu lintas dan angkutan laut, keamanan dan keselamatan pelayaran di perairan pelabuhan untuk memperlancar angkutan laut. Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Administrator Pelabuhan menyelenggarakan fungsi: 1) Pengawasan kegiatan lalu lintas dan angkutan yang meliputi lalu lintas kapal,
penumpang,
barang,
hewan,
kontainer
dan pemantauan
pelaksanaan tarif. 2) Pengawasan penunjang angkutan laut dan pembinaan tenaga kerja bongkar muat. 3) Penilikan terhadap pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal dan pemberian surat persetujuan berlayar. 4) Pelaksanaan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemandam kebakaran di perairan bandar pelabuhan. 5) Pelaksanaan pengamanan, penertiban, penegakan peraturan di bidang pelayaran dan tindak pidana pelayaran di perairan pelabuhan dan perairan bandar guna menjamin kelancaran operasional pelabuhan. 6) Pengawasan kelaikan dan keselamatan fasilitas dan perlatan pelabuhan, alur pelayaran dan kolam pelabuhan, serta pengawasan pembangunan.
25
7) Pelaksanaan pemeriksaan nautis, teknis, radio peralatan pencegahan pencemaran, pembangunan dan perombakan serta verifikasi manajemen keselatan kapal dan penertiban sertifikasi, surat kebangsaan dan hipotek kapal. 8) Pelaksanaan pengukuran dan status hukum kapal, surat kebangsaan dan hipotek kapal serta pengurusan dokumen pelaut, penyijilan awak kapal dan perjanjian kerja laut. 9) Pelaksanaan urusan administrasi dan kerumahtanggaan. Tupoksi ini khususnya pengurusan pengukuran, dokumen status kapal, surat kebangsaan untuk kapal di atas 7 GT, sedangkan untuk kapal-kapal di bawah 7 GT pengurusan dokumen diserah kepada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota 2.4.3 Tugas dan tanggung jawab pemilik kapal Pemilik kapal mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk mempersiapan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan seperti: (1) Membuat surat permohonan untuk pengukuran dan pengajuan surat tanda kebangsaan, (2) Menyiapkan Surat Pembangunan Kapal/Surat Galangan, (3) Surat Pemasangan Mesin, (4) dan Menyiapkan Identitasnya/KTP. Tanggungjawab sebagai pemilik adalah menyiapkan dana untuk proses administrasi penyelesaian surat-surat tersebut sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui PP Nomor 6 Tahun 2009. 2.5
Standar Teknologi Kapal Penangkap Ikan Standart teknologi kapal penangkap ikan didasarkan atas prinsip-prinsip
keselamatan yang meliputi konstruksi, stabilitas, perlengkapan navigasi, komunikasi, keselamatan, alat tangkap maupun alat bantu penangkapannya yang kesemua itu di tuangkan dalam dokumen-dokumen sah di ketahui oleh pihak yang berwenang 2.6
Metode Pengukuran Gross Tonnage (GT) Kapal Perikanan Definisi GT kapal menurut pengukuran dalam negeri adalah ukuran isi
dari ruangan di bawah geladak atas, ditambah dengan ukuran isi dari semua ruangan di geladak atas yang tertutup secara sempurna dan yang dapat digunakan
26
untuk muatan, atau pengangkutan penumpang. Jika ruangan demikian di geladak atas mempunyai ukuran isi kurang dari satu meter kubik, maka ukuran isi ruangan tersebut tidak ikut diperhitungkan. Untuk pengukuran dalam negeri, GT kapal diperoleh dan ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Nomor: PY.67/1/16-2002 tentang cara pengukuran dalam negeri untuk menghitung gross tonase kapal. GT = 0,25 x V Keterangan: V :
adalah jumlah isi dari ruangan di bawah geladak atas ditambah dengan ruangan di bawah geladak atas ditambah dengan ruangan-ruanagn di atas geladak atas yang tertutup sempurna yang berukuran tidak kurang dari 1 m³.
Untuk pengukuran ruangan di atas geladak kapal yang umumnya berbentuk empat persegi tidak berbeda dengan cara pengukuran internasional. Perbedaan terletak dalam pengukuran ruangan di bawah geladak kapal. Perhitungan ruangan di bawah geladak kapal mengasumsikan bahwa semua ruangan di bawah dek utama kapal adalah ruang tertutup yang kedap air. Ruangan tertutup menurut cara dalam negeri ini tidak berbeda jauh dengan cara pengukuran internasional yaitu ruang mesin, ruang sistem kemudi, tangki air tawar, palka, ruang alat tangkap, ruang ABK, gudang, dapur, whell house, dan tangki BBM. Adapun rumus yang digunakan dalam cara pengukuran dalam negeri adalah hasil perkalian antara panjang (L), lebar (B), dalm (D), dan factor (f). Isi ruangan di bawah geladak utama LxBxDxf Keterangan L
:
:
Panjang kapal, yang diukur mulai dari geladak yang terdapat di belakang linggi haluan sampai geladak yang terdapat di depan linggi buritan secara mendatar. Perbedaannya untuk panjang dalam negeri ini sekaligus dicantumkan pada surat ukur, hal ini berbeda dengan cara pengukuran
27
yang pertama panjang geladak utama hanya digunakan dalam perhitungan tidak dalam surat ukur kapal (Gambar 3). B
:
Lebar kapal, adalah jarak mendatar diukur antara kedua sisi luar kulit lambung kapal pada tempat yang terbesar, tidak termasuk pisang-pisang. Berdasarkan hasil analisa pustaka didapat bahwa lebar dalam negeri ini adalah bagian dari lebar cara internasional untuk kapal-kapal kulit non logam. Hal ini karena dalam penyusunan cara dalam negeri ini mengasumsikan bahwa kapal-kapal di Indonesia secara umum terbuat dari kayu (Gambar 3).
D
:
Dalam kapal, adalah jarak tegak lurus di tempat yang terlebar, diukur dari sisi bawah gading dasar sampai sisi bawah geladak atau sampai pada ketinggian garis khayal yang melintang melalui sisi atas dari lambung tetap; dan cara pengukuran dalam kapal pada Gambar 4
f
: factor, ditentukan menurut bentuk penampang melintang dan atau jenis kapal yaitu : 1)
0,85 bagi kapal-kapal dengan bentuk penampang penuh atau bagi kapal-kapal dengan dasar rata, secara umum digunakan bagi kapal tongkang
2)
0,70 bagi kapal-kapal dengan bentuk penampang hampir penuh atau dengan dasar agak miring dari tengah-tengah ke sisi kapal, secara umum digunakan bagi kapal motor.
3)
0,50 bagi kapal-kapal yang tidak termasuk golongan (1) atau (2) secara umum digunakan bagi kapal layar atau kapal layar dibantu motor.
28
Ruang Mesin
Palka Ikan Base Line Deck Line
LOA – Panjang Keseluruhan
Lebar
Tampak samping
Gambar 3
Tampak atas Cara pengukuran panjang dan lebar kapal
Gambar 4
Cara pengukuran dalam kapal
Faktor (f ) dalam bidang teknik perkapalan disebut juga sebagai koefisien balok (coefficient of block) atau Cb. Nilai Cb menunjukkan nilai perbandingan
29
antara volume displacement kapal dengan perkalian antara panjang, lebar, dan dalam kapal. Apabila nilai Cb ini semakin mendekati nilai satu maka bentuk badan kapal tersebut hampir menyerupai balok. Penetapan nilai f atau Cb akan mempengaruhi hasil dari perhitungan isi ruangan di bawah geladak. Hal ini dikarenakan nilai Cb sangatlah bervariasi, mulai dari bentuk kapal yang ramping, sedang hingga gemuk. Nilai f atau Cb ini apabila diterapkan dalam pengukuran kapal ikan juga akan kurang sesuai karena menurut hasil penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) menyebutkan bahwa kapal ikan yang mengoperasikan alat statis memiliki kisaran nilai Cb antara 0,39-0,70. Adapun kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik memiliki kisaran nilai Cb antara 0,40-0,60. Kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan memiliki kisaran nilai Cb antara 0,56-0,67. Pengukuran
GT
kapal
menggunakan
cara
dalam
negeri,
tidak
mengharuskan surveyor untuk melakukan pengukuran terhadap ruangan-ruangan yang ada di kapal secara satu persatu, hal ini sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun demikian, untuk menghitung GT kapal, maka metode untuk menghitung volume ruang tertutup yang ada di atas kapal, dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 5
Pengukuran panjang, lebar dan tinggi ruang tertutup di atas dek
30
Definisi ruangan tertutup berdasarkan TMS 1969, peraturan 2 pasal 22 adalah ruang-ruang yang dibatasi oleh badan kapal, sekat-sekat dinding yang permanen atau semi permanen, oleh dek-dek ataupun penutup lainnya selain tenda-tenda tetap ataupun yang dapat dipindah. Tidak ada jalur terputus pada geladak, juga tidak terdapat buka-bukaan pada kulit kapal, pada geladak atau pada penutup suatu ruangan, atau pada dinding-dinding pemisah atau sekat-sekat dari ruangan. Ruangan tertutup juga termasuk ruangan yang berada dalam sebuah ruangan walaupun ruangan tertutup tersebut tidak permanen. Selain ruangan tertutup yang termasuk dalam perhitungan, dalam mengukur GT kapal menurut pengukuran
internasional
juga
memperhitungkan
adanya
ruangan
yang
dikecualikan seperti yang dimaksud pada peraturan 2 pasal 5 TMS 1969. Berdasarkan pasal tersebut yang dimaksud dengan ruang-ruang yang dikecualikan adalah ruang-ruang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1)
Ruang tersebut tidak dibatasi dengan papan atau bahan lain untuk mengamankan muatan atau persediaan barang;
2)
Bagian-bagian terbukanya tidak dipasangi alat penutup; dan
3)
Kontruksinya tidak memungkinkan untuk menutup bagian-bagian terbuka tersebut. Ditinjau dari definisi ruangan tertutup diatas, khusus untuk pengukuran GT
kapal ikan meliputi seluruh ruangan tertutup yang terdapat di atas maupun dibawah dek sebagai berikut: 1) Palkah ikan merupakan bagian terbesar dari kapal ikan berfungsi sebagai tempat penyimpanan es pada waktu kapal ikan akan berangkat menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan sebagai tempat penyimpanan ikan hasil tangkapan sewaktu kapal ikan kembali ke fishing base; 2) Gudang merupakan ruangan tertutup yang dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan alat penangkapan ikan seperti jarring, pancing, dan peralatan operasi penangkapan ikan lainnya. Selain itu gudang juga berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan kapal lainnya seperti jangkar, tali, suku cadang kapal, dan lain sebagainya;
31
3) Ruang kemudi merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berada di atas geladak ukur yang berfungsi sebagai ruang untuk mengemudikan kapal ikan; 4) Ruang mesin merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai tempat mesin penggerak kapal; 5) Ruang Bahan bakar minyak merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) kapal; 6) Tangki air tawar merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan persediaan air tawar yang diperlukan para ABK untuk keperluan makan, minum, dan MCK. Biasanya tangki air tawar ini berbentuk silinder atau tabung. 2.7
Sistem Informasi Registrasi Kapal Perikanan Pada tahun 2004 sistem informasi kapal perikanan telah dikaji oleh
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap bersama COFISH Project dengan judul ” Sistem Informasi Sarana Registrasi Kapal di bawah 30 GT”, lokasi ujicoba di Kota Pekalongan, Jakarta, dan Medan. Namun sangat disayangkan sistem informasi ini menurut informasi DKP Kota Pekalongan tidak berlanjut dengan baik. Adapun tampilan dari sistem informasi dimaksud adalah seperti ditampilkan pada Gambar 6, 7 dan 8 berikut ini.
Gambar 6
Halaman utama sistem informasi sarana registrasi kapal
32
Gambar 7
Sistem informasi pada tampilan halaman RTP/PP
Pada tampilan halaman RTP/PP di atas, menampilkan struktur data mulai dari kode RTP, nama RTP/PP, alamat, Kota/Kabupaten, Jumlah kapal, dan keterangan.
Gambar 8
Sistem informasi pada tampilan halaman Kapal Ikan
33
Gambar 8 menampilkan halaman Kapal Ikan dengan struktur data mulai dari No Reg, Nama Kapal, Nama RTP/PP, Jumlah ABK, GT, Alat tangkap, Pangkalan, WPP I, dan Kota/Kabupaten. 2.8
Sumberdaya Manusia Tim Terpadu Registrasi Kapal Ikan Menurut Hardjana (2001), bila pada suatu lembaga sudah menyiapkan
fasilitas seperti gedung yang nyaman, peralatan modern, namun bila tidak didukung oleh sumberdaya manusia yang bermutu maka lembaga tersebut sangat sulit untuk mencapai tujuannya secara optimal. Bahkan banyak lembaga yang beranggapan bahwa tenaga kerjanya akan lebih tahu tentang pekerjaannya, termotivasi dan lebih cakap dalam pekerjaannya hanya dengan bertambahnya masa kerja. Paradigma seperti ini harus segera diubah sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini, untuk mempercepat peningkatan mutu tenaga kerja dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan pada bidang yang dibutuhkan disertai dengan masukan untuk memotivasi tenaga kerja tersebut. Menurut Ulh-Bien, (2002). dalam organisasi modern saat ini mekanisme utama adalah kerjasama tim untuk menginovasi dan melakukan perubahan secara cepat. Dengan demikian, dirancang untuk memanfaatkan kepemimpinan dan keterpaduan lintas fungsional kerja tim dan meniadakan subordinasi dan permainan individu. Sayangnya, penelitian tentang lintas fungsional tim terpadu langka dan sebagian besar bersifat teoritis. Meningkatnya penggunaan tim-tim terpadu oleh organisasi modern, seiring berjalannya waktu akan terbentuk pengembangan teori dalam sistem yang terpadu. Awalnya mengembangkan manajemen diri dan kemudian dibuat model tim terpadu. Pembuatan model tim terpadu pada desain proyek lintas fungsional dalam rangka mengembangkan kerangka teori untuk meneliti efektivitas kerja sama tim, terintegrasi lintas fungsional. Efektifitas kerja tim akan terwujud oleh tim yang dibentuk dengan sumberdaya manusia yang mempunyai latar pendidikan sesuai dengan pekerjaan yang akan dijalani (bila bidang pekerjaan yang akan dilakukan adalah bidang eksakta dan memerlukan tingkat keilmuan yang rumit, maka anggota tim diutamakan berlatar belakang eksakta dan berpendidikan minimal sarjana strata
34
1), dan terjadi komunikasi yang harmonis sesama anggota tim tentunya karena didukung oleh sikap dan pola pikir dari masing-masing anggota tim. 2.9
Pengelolaan Perikanan Tangkap Kelangkaan sumberdaya memang telah menjadi isu global, ketika
sumberdaya ikan dunia hanya tinggal 4% yang belum dieksploitasi, 21% dieskploitasi pada tingkat sedang, 65% dieskploitasi pada tingkat penuh dan berlebihan, 9% rusak, dan tidak lebih dari 1% yang pulih (Garcia & Moreno, 2001). Intensifnya penangkapan ikan tidak hanya meninggalkan permasalahan akut kelangkaan sumberdaya, tetapi juga krisis ekologi, ekonomi, dan sosial terutama di daerah-daerah pantai. Kini, ciri dasar perikanan sedang mengikuti perikanan hipotetik Ricker (1975) dimana pada fase awal populasi ikan tumbuh sampai ukuran maksimum dan perubahannya hanya diatur oleh pertumbuhan dan kematian alami. Ketika tekanan ekploitasi semakin intensif dengan sedikit intervensi untuk konservasi dan rehabilitasi, sumberdaya ikan terus menurun dan hanya sedikit yang dapat pulih kembali. Gambaran terakhir inilah yang menjadi ciri perikanan di Asia Tenggara seperti dikemukan Butcher (2004) dalam bukunnya “The closing of the frontier: a history of the marine fisheries in South East Asia c. 1850-2000”. Perikanan Indonesia juga sedang mengalami nasib yang serupa. Secara nasional, hasil pengkajian stok ikan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap dan Pusat Penelitian Oseanologi tahun 2001 menunjukkan 65% sumberdaya dieksploitasi secara penuh atau berlebihan dan sumberdaya ikan di kawasan barat mendapat tekanan yang paling berat. Dari aspek produksi, pertumbuhan yang tinggi terjadi pada dekade 1970an akibat pesatnya laju motorisasi perikanan yang mencapai lebih dari 10% per tahun. Sayangnya, motorisasi ini menghasilkan dualisme industri perikanan. Keberpihakan berlebihan pada perikanan skala besar (trawl dan purse-seine) melahirkan berbagai konflik dan menjadi catatan buruk pengelolaan perikanan Indonesia. Saat ini, perikanan cenderung tumbuh semakin terbatas dan berdasarkan data FAOSTAT (2005) pertumbuhan produksi tidak lebih dari 2% per tahun selama periode 1999-2001. Dalam periode yang sama, berdasarkan data DKP (2003) nelayan tumbuh di atas 2% per tahun dan melebihi
35
laju pertumbuhan kapal ikan. Indikasi ini tidak hanya menunjukkan sumberdaya ikan semakin terbatas mendukung ekonomi nelayan, tetapi juga menjadikan perikanan sebagai pelabuhan terakhir masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap lapangan kerja lainnya. Tidaklah mengherankan jika Béné dalam Jurnal World Development (2003) menyebut perikanan yang sedang berjalan seirama dengan kemiskinan. Sejak lama sebetulnya pemerintah telah mengembangkan beberapa pola yang secara langsung mengatur sub-sektor perikanan tangkap. Surat Keputusan (SK)
Menteri
Pertanian
No.
607/Kpts/Um/9/1976
mengatur
jalur-jalur
penangkapan ikan untuk mereduksi konflik perikanan. SK ini diperkuat dengan beberapa SK lain dan pada tahun 1999 Menteri Pertanian mengeluarkan SK 392/Kpts/IK.120/4/1999 yang mengatur jalur penangkapan ikan yang baru beserta karakter kapal dan alat tangkapnya. Pemerintah juga mengatur jumlah tangkapan yang diperbolehkan (”total allowable catch”, TAC) melalui SK Menteri Pertanian No. 473/Kpts/IK.250/6/1985 untuk perikanan di zona ekonomi eksklusif Indonesie (ZEEI). Kebijakan ini juga secara tegas tertuang dalam Undang-Undang (UU) Perikanan yang baru No. 31/2004 (pasal 7). Selain perijinan perikanan yang diperkenalkan sejak lahirnya UU Perikanan No. 9/1985, registrasi kapal ikan juga telah menjadi salah satu alat pengelolaan. Sayangnya, efektivitas pengelolaan perikanan yang dikembangkan selama ini tidak memuaskan. Dalam banyak kasus, dominasi negara yang berlebihan justru menghilangkan berbagai kearifan lokal yang menjadi tradisi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Walaupun UU perikanan No. 31/2004 menyebutkan keharusan memperhatikan hukum adat dan pentingnya memperhatikan peran-serta masyarakat (pasal 6 ayat 2), namun tidak ditemukan penjelasan lain lebih jauh dan nampak peran pemerintah dalam pengelolaan perikanan masih mendominasi. Pada saat ini pemerintah telah memperbaharui tentang jalur penangkapan ikan melalui Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan RI Nomor Per.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan
36
Perikanan NRI. Dimana jalur penangkapan ikan dimaksud diatur dalam pasal 3 yang terdiri dari: 1
Jalur penangkapan ikan I Jalur penangkapan ikan I dimaksud dalam pasal 3 diuraikan dalam pasal 4 menjadi: a
Jalur penangkapan ikan IA, meluputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.
b
Jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut
2
Jalur penangkapan ikan II Jalur penangkapan ikan II dimaksud dalam pasal 3, diuraikan pada pasal 4 yaitu meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah
3
Jalur penangkapan ikan III Jalur penangkapan ikan III sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, diuraikan pada pasal 4 yaitu meliputi ZEEI dan perairan di luar jalur penangkapan ikan II Pada pasal 5 jalur penangkapan ikan di WPP-NRI ditetapkan berdasarkan
karakteristik kedalam perairan yaitu perairan dangkal (≤ 200 meter) dan perairan laut dalam (> 200 meter), perairan tersebut meliputi: 1
Perairan dangkal (≤ 200 meter) terdiri dari: a
WPP-NRI 571, yang meliputi periaran Selat Malaka dan Laut Andaman;
b
WPP-NRI 711, yang meliputi Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan;
c
WPP-NRI 712, yang meliputi Perairan Laut Jawa;
d
WPP-NRI 713, yang meliputi Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali;
37
e
WPP-NRI 718, yang meliputi Perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur
2
Perairan laut dalam (> 200 meter) yang terdiri dari: a
WPP-NRI 572, yang meliputi Paerairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda;
b
WPP-NRI 573, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa sampai dengan sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor Bagian Barat.
c
WPP-NRI 714, yang meliputi Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda;
d
WWP-NRI 715, yang meliputi Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau;
e
WPP-NRI 716, yang meliputi Perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera;
f
WPP-NRI 717, yang meliputi Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik.
Pembagian WPP-NRI berdasarkan Permen No.2/MEN/2011 dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini
Gambar 9
Pembagian WPP-NRI Permen KP No.2/MEN/2011
38
Pengelolaan sumberdaya perikanan ke depan perlu mempertimbangkan kembali pengakuan hak atas sumberdaya ikan yang telah memiliki akar sejarah dalam tradisi masyarakat pesisir. Pemerintah Belanda menguatkan model ini misalnya dalam pengaturan perikanan bunga karang dan mutiara tahun 1916 dan ketentuan ”territoriale zee en maritene kringen ordonantie” (TZMKO) tahun 1939 untuk melindungi nelayan dan mengkonservasi sumberdaya ikan. UU Pokok Agraria No. 5/1960 juga menjelaskan adanya hak pemeliharaan dan penangkapan ikan (pasal 47), walaupun peraturan pemerintah yang mengatur ketentuan ini tidak ada. Belajar dari perikanan Jepang, adanya hak perikanan tidak hanya melindungi aktivitas kenelayanan, tetapi juga upaya ini mampu memberikan kontribusi yang besar dalam pembiayaan pengelolaan perikanan khususnya yang menyangkut ”transaction cost” dalam pengumpulan informasi, pemantauan sumberdaya, dan program pengkayaan stok ikan.
39
40
3 3.1
METODOLOGI UMUM
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mulai dari tahap pengumpulan dan kajian bahan-bahan
pustaka untuk menyusun proposal sampai dengan penyusunan disertasi selama 1 (satu) tahun. Tahap awal untuk penulisan adalah melakukan kajian pustaka selama 2 (dua) bulan. Pengambilan data sekunder dan primer dilakukan di Provinsi Aceh dan beberapa kabupaten/kota. Waktu pelaksanaan pengambilan data primer dan sekunder pada bulan September 2008 sampai dengan bulan Desember 2009.
Sumber Peta dasar: Penyusunan Master Plan Pengembangan Perikanan Tangkap Provinsi Aceh, (2006)
Gambar 10 Lokasi penelitian 3.2
Alat dan Bahan Penelitian Obyek penelitian ini adalah kapal-kapal yang berukuran antara 10 sampai
dengan 30 GT dan kapal-kapal yang berukuran di bawah 10 GT milik nelayan di Provinsi Aceh yang berada di kabupaten/kota. Alat dan bahan penelitian ini antara lain; data sheet (lihat pada Lampiran 1, 2, dan 3), alat tulis, kamera foto, program komputer (MS Word, MS Excel,dan MS Access), unit-unit penangkapan di
41
Provinsi Aceh, serta alat-alat ukur. Tabel 5 No
Peralatan ukur standar yang digunakan penelitian Nama alat
Kegunaan
1
Roll Meter (50 meter):
Untuk mengukur panjang keseluruhan kapal (LOA), lebar terlebar kapal
2
Roll Meter (5 meter):
Untuk mengukur dalam kapal (jarak dari di atas lunas kapal hingga ke garis dek), bangunan di atas dek (panjang, lebar, dan tinggi)
3
Water Pass:
Untuk menentukan kesejajaran/kerataan permukaan pada saat mengukur panjang keseluruhan (LOA)
4
Pendulum:
Untuk menentukan mengukur dalam kapal
5
Penggaris kayu (1 meter)
Mengukur tali ris atas alat tangkap purse seine, mengukur jarak antar pelampung
6
Jangka sorong:
Untuk mengukur diameter tali pada alat tangkap, besar mata jaring
3.3
ketegakkan
saat
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data baik primer maupun sekunder dikumpulkan saat penulis
42
bertugas pada
UN-FAO di Provinsi Aceh sebagai National Fishing Vessel
Registration Consultant (Kontrak No. PSA601/GCP/INS/076/GER/X/07, tanggal 9 November 2007, bertugas mulai tanggal penandatangan sampai dengan 10 Februari 2010). Sesuai dengan ruang lingkup penelitian disebutkan bahwa tahapan pelaksanaan penelitian registrasi kapal ikan ukuran ≤ 30 GT di Provinsi Aceh adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan data sekunder (informasi awal) sebaran dan jumlah kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan di Indonesia berupa laporan data statistik perikanan tangkap tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia; 2) Pengumpulan data primer dengan cara melakukan survei menyeluruh (cacah lengkap) dan verifikasi di lapangan mengenai kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan ≤ 30 GT di lokasi penelitian. (1)
Survei menyeluruh (cacah lengkap) dilaksanakan pada setiap pemilik kapal perikanan ukuran ≤ 30 GT di pelabuhan perikanan strategis di seluruh desa lokasi penelitian di Provinsi Aceh;
(2)
Melakukan survei dan verifikasi langsung di lapangan yaitu di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan terhadap kapal perikanan beserta jenis alat penangkapan ikan yang digunakannya.
3.3.1 Sumber dan Jenis Data Sumber data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau pihak terkait antara lain : 1)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
2)
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
3)
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota
4)
Pelabuhan Perikanan
5)
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
6)
Syahbandar
7)
Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota Sumber data primer diperoleh melalui sensus secara langsung ke
lapangan/pelabuhan dengan bertemu langsung dengan pemiliki kapal dan mengukur kapalnya. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan antara lain :
43
1)
Data Teknis Kapal Perikanan : (1)
Nama kapal
(2)
Jumlah kapal
(3)
Nomer register kapal
(4)
Pangkalan kapal
(5)
Jenis dan tipe kapal
(6)
Dimensi/ukuran kapal
(7)
Jenis dan bahan pembuatan kapal
(8)
Jenis alat penangkapan ikan yang digunakan
(9)
Mesin kapal (jenis/merk/daya/BBM)
(10) Dan lain-lain
2)
Identitas/Status kapal : (1) Nama dan alamat pemilik kapal berdasarkan KTA (perorangan/ perusahaan) (2)
Bukti kepemilikan
(3)
Dokumen-dokumen perijinan (SIUP, SIPI, SIKPI, dll)
(4)
Perubahan dokumen berkaitan dengan kepemilikan
3.3.2 Beberapa istilah data 1)
Jumlah, yaitu jumlah kapal ikan ukuran ≤ 30 GT dan alat penangkapan ikan.
Sedangkan alat penangkapan ikan yang dimaksud adalah alat
penangkapan ikan yang digunakan pada kapal penangkap ikan. Data jumlah ini didapat melalui hasil rekapitulasi data jumlah kapal perikanan ukuran ≤ 30 GT dan alat penangkapan ikan per desa, kabupaten/kota dan provinsi. 2)
Jenis, yaitu jenis kapal perikanan ukuran ≤ 30 GT dan alat penangkapan ikan. Jenis kapal perikanan yang dimaksud adalah perahu motor tempel (MT) dan kapal motor (KM). Sedangkan jenis alat penangkapan ikan yang ada berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
3)
Ukuran, yaitu dimensi utama kapal perikanan ukuran ≤ 30 GT dan alat
44
penangkapan ikan yang digunakan pada kapal penangkap ikan. Khusus dimensi utama kapal perikanan, harus dilakukan pengukuran langsung di lapangan, Demikian juga dimensi utama alat penangkapan ikan, diperoleh pengukuran langsung di lapangan. 4)
Informasi identitas kepemilikan kapal perikanan, yaitu data dan informasi tentang identitas kepemilikan kapal perikanan melalui hasil wawancara terhadap responden.
5)
Alat penangkapan ikan, data dan informasi utama yang akan diperoleh melalui sensus adalah jenis alat penangkapan ikan yang digunakan pada kapal penangkap ikan yang disurvey, data lain yang perlu diperoleh adalah ukuran atau dimensi utama alat penangkaan ikan. Jenis alat penangkapan ikan yang disensus berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di WPP-NRI.
3.4
Analisis Data
3.4.1 Kajian registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh Kajian registrasi kapal ikan yang berjalan di Provinsi Aceh didahului dengan mengidentifikasi dan menganalisa kasus-kasus yang terjadi seperti kasus makrdown, kasus IUU Fishing, perjalanan proses registrasi, dan isu biaya tinggi dalam proses registrasi kapal ikan. Registrasi kapal ikan merupakan kegiatan yang melibatkan banyak komponen-komponen pelaku dan mempunyai kompleksitas masalah (Eriyatno, 1998), mengacu pada indikator-indikator tersebut, maka registrasi kapal ikan layak disebut sebuah sistem, sehingga untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada digunakan analisis sistem, mulai dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, diagram lingkar sebab akibat, dan diagram output-input. 3.4.2 Kajian pengukuran dimensi dan perhitungan volume kapal ikan Analisis yang digunakan pada kajian ini menggunakan analisis deskriptif komparatif, membandingkan hasil perhitungan menggunakan formula yang digunakan oleh Ditjen Hubla dan formula Nomura & Yamazaki. Di samping itu
45
juga dilakukan pembandingan antara hasil ukur dan perhitungan yang tertera pada dokumen dengan hasil ukur dan perhitungan ulang yang menggunakan formula Ditjen Hubla dan dilakukan oleh petugas yang sama. 3.4.3 Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu Dalam pelaksanaan registrasi kapal ikan kemungkinan dihadapkan pada berbagai permasalahan dan pemahanan, namun pemerintah daerah dituntut untuk segera mengambil keputusan serta menetapkan kebijakan. Kegiatan registrasi kapal ikan ini ditangani oleh dua instansi, oleh karena itu agar kegiatan ini berjalan dengan baik harus ada keterpaduan di antara keduanya. Untuk membentuk keterpaduan
diantara instansi-instansi tersebut
diperlukan suatu analisa yang mempertemukan kesamaan tujuan dari tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi. Dalam mencari persamaaan tujuan tersebut diperlukan analisis kelembagaan, serta untuk penyamaan pemahaman dan tujuan dari registrasi kapal ikan diperlukan langkah-langkah strategis untuk mencapainya. 3.4.4 Sistem informasi registrasi kapal ikan Pengelolaan registrasi kapal ikan pada akhirnya akan menghasilkan data tentang kapal-kapal, agar ke depan para pemilik kapal saat meregistrasi ulang kapalnya dapat dilakukan dengan lebih cepat dan juga dapat langsung melihat kapalnya
sudah terdaftar secara legal. Untuk keperluan percepatan proses
registrasi awal maupun registrasi ulang dan juga tampilan kondisi kapal, maka diperlukan sebuah sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI). Sistem informasi dimaksud dibuat dalam program yang sesederhana mungkin agar dapat dioperasikan dan diakses dengan mudah oleh seluruh stakeholder. Pada sistem informasi tentunya diperlukan beberapa tahapan rancangan hingga dapat menampilkan sebuah sistem informasi yang lengkap dan dapat menampung keinginan si pemakai, di antaranya adalah: (1) Mengidentifikasi kebutuhan aplikasi, (2) rancangan struktur data base, (3) rancangan alur informasi, (4) rancangan validasi dan verifikasi data, (5) rancangan tampilan, dan (6) rancangan perawatan data base itu sendiri.
46
3.3.4 Konsep rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis sistem registrasi kapal ikan Sistem manajemen perikanan konvensional saat ini masih berpedoman pada: (1) pembatasan volume hasil tangkap; (2) pembatasan alat tangkap (ukuran mata jaring), (3) pembatasan effort (jumlah alat tertentu). Menurut Fauzi dan Anna (2005) dari hasil analisis ekonomi sumberdaya didapatkan kondisi pesisir yang sangat padat. Hal ini dapat terjadi karena perikanan bersifat quasi open access. Untuk efisiensi pemanfaatan sumberdaya ikan harus melakukan rasionalisasi
armada
penangkapan
dengan
membatasi
jumlah
armada.
Pengaturannya yaitu kapasitas 0 – 10 GT ijin operasinya tetap di pesisir hingga 4 mil laut. Untuk kapasitas 20 -30 GT sebaiknya diarahkan beroperasi ke perairan yang berjarak lebih dari 12 mil laut. Dengan asumsi bahwa pemerintah dapat sepenuhnya mengendalikan kondisi over fishing dan jumlah nelayan, menurut Nikijuluw (2002) pemerintah dapat mengambil beberapa bentuk kebijakan dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan. Beberapa tindakan pengelolaan perikanan dalam melakukan pengendalian sumberdaya, diantaranya yaitu pengendalian terhadap masukan (input control), pengendalian keluaran (output control), tindakan teknik (technical measures), pengelolaan berbasis ekologi (ecologically based management), dan instrumen ekonomi tidak langsung (indirect economic instruments) (Charles, 2001). Kerangka teoritis sistem registrasi kapal ikan adalah merupakan sebuah langkah awal sebagai pengendali terhadap masukkan (input control) yang dapat menghimpun unsur-unsur pembatasan kapasitas kapal, pembatasan kapal baru, pembatasan lokasi penangkapan ikan, pembatasan alat tangkap ikan dalam sebuah pengelolaan perikanan tangkap. Analisis isi (content analysis) adalah sebagai tools yang digunakan untuk menilai konsep ini negacu pada peraturan secara deskripsi , penyebab atau latar belakang, dan pengaruh yang ditimbulkan dari peraturan perundangan yang ada.
47
48
4 4.1
KAJIAN REGISTRASI KAPAL IKAN DI PROVINSI ACEH
Pendahuluan Penelitian tentang sistem registrasi kapal ikan juga sangat penting
dilakukan untuk mengantisipasi isu/praktik kapal-kapal mark down (menurunkan angka GT, dimana ukuran kondisi fisik sebenarnya tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen). Hal ini telah dibuktikan oleh hasil pemeriksaan/audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) pada tahun 2009 dalam Wahyudi et al, (2010) di Belawan dan Sibolga (Provinsi Sumatera Utara), Ambon (Provinsi Maluku) dan Bitung (Provinsi Sulawesi Utara), pemeriksa menemukan praktik-praktik mark down. Tentunya hal ini baik disengaja maupun tidak sangat merugikan negara dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan juga pengusahanya, karena besar kecilnya PNBP sangat tergantung dari besar atau kecilnya nilai GT yang tertera dalam dokumen kapal (Surat Ukur). Pelaksanaan registrasi yang ada saat ini terkesan berjalan sendiri-sendiri tidak ada keterpaduan sehingga menyebabkan kerancuan dalam proses, baik pengecekan fisik kapal maupun dalam penyelesaian dokumen kapal. Registrasi kapal ikan penting dilakukan dan perlu untuk diteliti karena selain erat kaitannya dengan penataan ulang data armada penangkapan sekaligus juga untuk mencegah atau memerangi isu-isu penangkapan ikan yang ilegal atau IUU Fishing (tidak sah, tidak diatur, dan tidak dilaporkan). IUUF dapat dilakukan bukan saja oleh kapal-kapal asing, namun dapat juga dilakukan oleh kapal-kapal dalam negeri, bila kapal-kapal dalam negeri dalam melakukan operasi penangkapan tanpa disertai dengan surat atau dokumen yang lengkap serta sah dan menangkap di perairan yang bukan semestinya. Suatu kajian diperlukan untuk memahami persoalan dalam registrasi kapal ikan dan untuk mencari faktor-faktor yang terkait dengan kondisi registrasi saat ini. Pengkajian dapat dilakukan dengan survei lapangan atau dapat juga dilakukan dengan studi kasus. Pendapat dari pelaku (stakeholder) sangat perlu digali lebih dalam, karena merekalah yang terlibat langsung dalam topik permasalahan. Berdasarkan temuan di lapangan baik secara teknis maupun administrasi kita
49
dapat memahami permasalahan, kemudian menganalisis dan menetapkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan. 4.2
Tujuan Mengkaji permasalahan-permasalahan yang terjadi pada registrasi kapal
ikan di Provinsi Aceh saat ini, dan selanjutnya dapat diambil kebijakan untuk mewujudkan pengelolaan registrasi kapal ikan agar menjadi lebih efektif dan efisien dengan memperhatikan komponen-komponen terkait dalam bentuk terkomputerisasi 4.3
Manfaat Sebagai bahan kajian untuk membangun keterpaduan pengelolaan
registrasi kapal pada lembaga-lembaga terkait (Syahbandar/Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan) dengan mengoptimalkan fungsi pelabuhan/tempat pendaratan ikan yang strategis berbasis sistem informasi (data base). 4.4
Metode Metode yang digunakan dalam kajian ini baik pengumpulan data maupun
analisisnya dapat dilihat seperti pada Gambar 10 berikut ini:
Gambar 11 Alur kajian identifikasi registrasi kapal ikan
Pada kajian ini terdapat 3 (tiga) isu besar yang diidentifikasi sebagai langkah awal yaitu : (1) Isu markdown, (2) Isu IUUF, (3) Isu biaya tinggi.
50
Identifikasi terhadap isu markdown melalui pendekatan pengukuran langsung di lapangan menggunakan pengukuran dalam negeri dan perhitungan besaran GT menggunakan formula yang digunakan oleh Ditjen Hubla, kemudian di sandingkan dengan besaran GT yang tertera pada dokumen sebelumnya. Identifikasi terhadap IUU Fishing pendekatannya melalui penelusuran proses penyelesaian dokumen yang selama ini dilakukan,
kemudian
membandingkan jumlah dokumen/kapal yang tercatat di Pusat (Ditjen Hubla) dengan jumlah dokumen/kapal yang tercatat di UPT (Syahbandar). Serta penelusuran kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan di wilayah perairan Aceh. Identifikasi terkait biaya tinggi, pengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang pungutan uang perkapalan kemudian dibandingkan dengan hasil wawacara terhadap pemilik kapal yang telah meregistrasikan kapalnya serta biaya yang dikeluarkan untuk keperluan registrasi tersebut. Dalam pelaksanaan registrasi kapal ikan, kemungkinan dihadapkan pada berbagai permasalahan dan dituntut untuk segera mengambil keputusan serta menetapkan kebijakan. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah merupakan permasalahan bersifat kompleks. Untuk memecahkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi dapat dilakukan dengan pendekatan sistem/analisis sistem (Burch, 1992). Analisis sistem adalah suatu metode yang mencoba untuk melihat hubungan seluruh masalah untuk menyelidiki kesistematisan tujuan dari sistem yang tidak efektif dan evaluasi pilihan dalam bentuk ketidak efektifan dan biaya. Sehingga dalam menerapkan analisis sistem perlu memperhatikan langkahlangkah antara lain: (1) menganalisis kebutuhan; (2) memformulasikan permasalahan; (3) mengindentifikasi sistem, dengan membuat diagram lingkar sebab akibat (causal loop) serta membuat diagram input-output.
51
4.5
Hasil dan Pembahasan
4.5.1 Analisis data identifikasi kasus markdown Hasil pengukuran dan penghitungan ulang besaran GT terhadap 487 kapal di atas 10 GT terdapat 368 kasus markdown, atau rata-rata sekitar 76% terjadi kasus markdown. Jumlah kapal serta jumlah kasus markdown ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6
Jumlah kapal hasil ukur ulang dan jumlah kasus markdown Jumlah Kasus
Jumlah Kapal (unit)
Unit
%
Peudada (Bireueun) Kuala Langsa (Kota Langsa) Peukan Baro (Pidie) Idie Rayeuk (Aceh Timur) Sabang (Kota Sabang) Tamiang (Aceh Tamiang) Meureudu (Pidie Jaya) Sawang Ba’u (Aceh Selatan) Ujung Serangga (Aceh Barat Daya) Padang Seurahet (Aceh Barat) Lampulo (Kota Banda Aceh)
23 41 35 110 8 7 75 63 22 24 79
17 32 29 110 4 7 68 19 22 22 38
74 78 83 100 50 100 91 30 100 83 48
Total
487
368
76
Lokasi
4.5.2 Analisis data identifikasi kasus IUU Fishing Analisis data kasus IUU Fishing dengan mengikuti alur proses registrasi kapal yang berlaku pada Kementerian Perhubungan melalui Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran dijelas sebagai berikut pada Gambar 7. Setiap kapal dengan besaran GT lebih besar dari 7, maka proses registrasi yang harus dilalui adalah seperti Gambar 7. Diawali dengan pemilik kapal mengajukan permohonan untuk diregistrasi, proses dilakukan di Adpel/Syahbandar dengan melakukan verifikasi seperti: pengukuran, pengecekan alat keselamatan, pengecekan alat navigasi. Hasil verifikasi akan tertuang menjadi daftar ukur dan gambar kapal. Daftar ukur dan gambar kapal beserta lampirannya seperti: surat keterangan pemilik, surat keterangan galangan, surat keterangan pemasangan mesin, serta KTP pemilik dan KTP pembuat kapal kemudian di kirim ke Pusat
52
(Subdit Pengukuran dan Pendaftaran Kebangsaan Kapal) di Jakarta. Setelah mendapat pengesahan dari Subdit Pengukuran dan Pendaftaran Kebangsaan Kapal kemudian dokumen dikembalikan ke daerah (Syahbandar) untuk diterbitkan Surat Ukur, Sertifikat Kelaiklautan, Gross Akte, dan Pas Tahunan. Sebagai penerbit Gross Akte dan Pas Tahunan Pertama adalah Syahbandar dengan kelas tertinggi untuk di Provinsi Aceh adalah Administratur pelabuhan (Adpel)/Syahbandar Sabang dan Adpel/Syahbandar Lhokseumawe
Gambar 12 Bagan alir proses registrasi kapal untuk 7 GT ke atas
53
Namun berdasarkan data yang diperoleh pada Adpel/Syahbandar yang berada di Provinsi Aceh terdapat jumlah yang berbeda dengan yang tercatat di Pusat seperti ditunjukan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7
Daftar Adpel/Kanpel/Syahbandar, Sandi Pengenal, keberadaan Ahli Ukur dan Jumlah Kapal yang teregistrasi di daerah (UPT) Adpel/Kanpel
Meulaboh (Kabupaten Aceh Barat) Tapak Tuan (Kabupaten Aceh Selatan) Malahayati (Kota Banda Aceh) Idie (Kabupaten Aceh Timur) Lhokseumawe (Kota Lhokseumawe) Langsa (Kota Langsa) Sabang (Kota Sabang) Singkil (Kabupaten Singkil) Susoh (Kabupaten Aceh Barat Daya) Calang (Kabupaten Aceh Jaya) Sinabang (Kabupaten Simeuleue)
Tabel 8
Pengenal
Ahli Ukur
QQi QQk QQm QQd QQc QQg QQb
Ada Ada Ada Ada Ada Ada -
Jumlah Kapal 23 59 120 115 173 41 12 22 565
Daftar Adpel/Kanpel/Syahbandar, Sandi Pengenal, Ahli Ukur dan Jumlah Kapal yang terdaftar di Pusat Adpel/Kanpel
Meulaboh (Kabupaten Aceh Barat) Tapak Tuan (Kabupaten Aceh Selatan) Malahayati (Kota Banda Aceh) Idie (Kabupaten Aceh Timur) Lhokseumawe (Kota Lhokseumawe) Langsa (Kota Langsa) Sabang (Kota Sabang) Calang (Aceh Jaya)
Pengenal
Ahli Ukur
QQi QQk QQm QQd QQc QQg QQb
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Jumlah Kapal 2 3 60 71 70 2 2 210
Berdasarkan data di atas terdapat perbedaan jumlah antara yang terdaftar di pusat yaitu sebesar 210 unit dan kapal yang hanya terdaftar di daerah adalah 565 unit sehingga terdapat selisih sebesar 355 unit (65%). Data di atas menunjukan bahwa 65% kapal-kapal tidak melewati proses seperti pada alur proses yang seharusnya, dengan kata lain bahwa kapal-kapal yang tidak melalui alur proses tersebut mempunyai dokumen tidak sah secara hukum.
54
Pada Gambar 12 disajikan peta lokasi Kantor dari ADPEL/KANPEL/ Syahbandar di Provinsi Aceh (Sumber Peta dasar: Penyusunan Master Plan Pengembangan Perikanan Tangkap Provinsi Aceh, 2006). Kantor Administrator pelabuhan yang sudah mempunyai inisial pengenal adalah kantor-kantor administrator yang sudah terakreditasi dan dapat menerbitkan surat ukur, sertifikat kelaiklautan, sedangkan gross akte dan pas tahunan pertama hanya dapat diterbitkan oleh syahbandar dengan kelas lebih tinggi (III) seperti Syahbandar Sabang dan Syahbandar Lhokseumawe, untuk selanjutnya pas tahunan dapat diperpanjang di syahbandar mana saja di Aceh. PETA LOKASI KANTOR ADMINISTRATOR
PELABUHAN/SYAHBANDAR DI PROVINSI ACEH
Keterangan:
Syahbandar ada ahli ukur Syahbandar tak ada ahli ukur
Gambar 13 Peta lokasi kantor ADPEL/KANPEL/Syahbandar di Provinsi Aceh…….…………………………............................................. Identifikasi IUU Fishing lainnya dapat ditelusuri berdasarkan data pelanggaran penggunaan alat tangkap yang dilarang serta pelanggaran batas wilayah penangkapan disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10.
55
Tabel 9
Daftar pelanggaran penggunaan alat yang dilarang di Provinsi Aceh selama periode 2008-2009 (Subdit Pengawasan, DKP Provinsi Aceh 2009) Lokasi
Jumlah Kasus
Tamiang
5
Idie
10
Meulaboh
25
Nagan Raya
20
Tabel 10
Daftar pelanggaran batas wilayah penangkapan di Provinsi Aceh selama periode 2008-2009 (LANAL Lhokseumawe, TNI AL 2009) Lokasi
Jumlah Kasus
Lhokseumawe
1
Bireueun
3
Data di atas memberikan gambaran bahwa di Provinsi Aceh telah terjadi pelanggaran-pelanggaran baik pelanggaran penggunaan alat maupun pelanggaran batas wilayah penangkapan ikan yang kesemuanya mengakibatkan terjadinya IUU Fishing. 4.5.3 Analisis identifikasi biaya tinggi Pembiayaan dalam registrasi kapal dirasakan tinggi atau mahal, pendekatan analisisnya mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2009 tentang penerimaan uang perkapalan pada Kementerian Perhubungan, kemudian dibandingkan dengan hasil wawancara dengan pemilik kapal menegenai dana yang dikeluarkan untuk meregistrasikan kapalnya. Tabel 11 menyajikan pembiayaan yang diperlukan untuk registrasi kapal ikan menurut PP Nomor 6 Tahun 2009.
56
Tabel 11
Penerimaan Uang Perkapalan menurut PP No. 6/2009 Tentang PNBP pada Kementerian Perhubungan Uraian
Jumlah uang
Sertifikasi dan Pemeriksaan keselamatan kapal 7 – 35 Rp. 5.000,GT Pelaksanaan Pengkuran dan penerbitan Surat Ukur 7 – Rp. 15.000,35 GT Pengesahan Gambar 7 – 35 GT
Rp. 10.000,-
Surat Tanda Kebangsaan/Pas Tahunan
Rp.
50,-/GT
Akte Pendaftaran/Gross Akte
Rp.
100,-/GT
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pemilik kapal, biaya untuk mendaftarkan kapal berkisar antara Rp.3.000.000,- sampai dengan Rp. 4.000.000,. Pemilik kapal mengeluarkan dana sebesar itu, karena mereka tidak mengetahui tentang aturan-aturan tersebut. Sosialisasi tentang tentang aturan-aturan registrasi kapal sangat perlu terutama mengenai persyaratan dana pembiayaan dalam registrasi kapal. 4.5.4 Analisis sistem Registrasi kapal ikan merupakan kegiatan yang melibatkan banyak komponen-komponen pelaku dan mempunyai kompleksitas masalah (Eriyatno, 1998), mengacu pada indikator-indikator tersebut, maka registrasi kapal ikan layak disebut sebuah sistem. Sehingga dalam menerapkan analisis sistem perlu memperhatikan langkah-langkah antara lain : (1) menganalisis kebutuhan; (2) memformulasikan permasalahan; (3) mengindentifikasi sistem, dengan membuat diagram lingkar sebab akibat (causal loop) serta membuat diagram input-output. 1) Analisis Kebutuhan. Analisis kebutuhan ditampilkan pada Tabel
12,
memperlihatkan
kebutuhan-kebutuhan pada masing-masing elemen sub-sistem yang terkait dengan registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh.
57
Tabel 12
Analisis kebutuhan pelaku registrasi kapal ikan
No
Pelaku
1
Pemilik kapal
2
Petugas Ahli Ukur Kapal (Syahbandar)
3
Petugas Cek Fisik Kapal (DKP)
4
Gubernur
5
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota
6
Syahbandar
7
Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota
8
Badan Pengelola Perizinan Terpadu Provinsi/Kabupaten/Kota
9
Panglima Laot
Kebutuhan Mempunyai dokumen kapal lengkap Kejelasan biaya proses pembuatan dokumen Kejelasan waktu proses pembuatan dokumen Kapal dapat beroperasi Peralatan pengukuran yang memadai Penambahan petugas ahli ukur yang berlatar belakang eksakta (sesuai kompetensi) Kelengkapan administrasi bertugas Peralatan cek fisik yang memadai Penambahan petugas cek fisik yang berlatar belakang eksakta (sesuai kompetensi) Kelengkapan administrasi bertugas Pemasukan PAD Peningkatan produksi perikanan Pengelolaan perikanan secara berkelanjutan Peningkatan aktivitas perikanan Peningkatan lapangan kerja Peningkatan perekonomian daerah Data yang akurat Data yang akurat Pengelolaan unit penangkapan ikan Pemberdayaan nelayan Pemberian ijin usaha Pemberian ijin penangkapan Pemberian ijin kapal angkut ikan Pengelolaan sumberdaya ikan Konservasi sumberdaya Pemasukan PNBP Keamanan dan Keselamatan di laut Jaringan informasi mudah diakses Pemberian dokumen kapal Pemberian dokumen kapal Keamanan dan Keselamatan di laut Jaringan informasi mudah diakses Data akurat Memerlukan kesadaran pemilik kapal Jaringan informasi SDM sebagai operator jaringan Data pemilik kapal Data nelayan Perlindungan hukum bagi nelayan
58
2) Formulasi Permasalahan Pada kajian-kajian sebelumnya terdapat beberapa permasalahan yang kemudian diformulasikan dalam bentuk kendala seperti disajikan pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13
Formulasi permasalahan registrasi kapal ikan
NO
PERMASALAHAN
1 2
Latar belakang pendidikan pemilik kapal yang masih relatif rendah Tidak ada persamaan persepsi tentang metode pengukuran kapal Pelaksanaan terhadap peraturan yang berlaku terdapat penerapan yang berbeda pada tiap instansi Jumlah petugas kurang memadai dan tidak sesuai kompetensi Peralatan dan fasilitas registrasi tidak memadai dan tidak sesuai standar Letak geografis yang berjauhan antar lembaga-lembaga yang terlibat Sosialisasi tentang aturan-aturan tentang registrasi kapal ikan Data tidak mudah diakses Fasilitas jaringan informasi yang terbatas
3 4 5 6 7 8 9
Hasil kajian sebelumnya dapat diformulasikan menjadi 9 kendala dalam sistem registrasi kapal ikan. Kendala-kendala tersebut di atas merupakan hal yang menyulitkan dalam proses registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh. 3) Identifikasi sistem Mengidentifikasi sistem dengan membuat diagram lingkar sebab akibat dari semua unsur subsistem yang terkait dalam sistem registrasi kapal ikan, disajikan dalam Gambar 14.
59
Gambar 14 Diagram lingkar sebab akibat sistem registrasi kapal ikan saat penelitian ………………………………………………………. Hubungan sebab akibat antar komponen subsistem dan juga pengaruhnya terhadap proses registrasi kapal ikan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 No 1
Hubungan sebab akibat dalam sistem registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh Penyebab
Registrasi Kapal
Akibat Pemda mendapatkan retribusi Pemilik kapal mendapatkan dokumen yang tidak terdaftar di pusat Syahbandar mendapat income
2
Pemilik Kapal
Memberikan informasi identitas, status kapal, spesifikasi teknis kapal awal, nilai unit kapal yang benar, biaya kepada registrasi kapal Memberikan identitas yang benar kepada Panglima laot Mengeluarkan biaya tinggi ke Syahbandar untuk dokumen kapal > 7 GT Mengeluarkan biaya wajar ke Dishub untuk dokumen kapal < 7 GT Mengeluarkan dana wajar ke DKP untuk SIPI
Pengaruh + _ +
+
+ _
+ +
60
Tabel 14 (lanjutan) No 3
4
5
6
7
Penyebab Panglima laot
Syahbandar
DKP
Dishub
Pemda/Gubernur
Akibat Memberikan keterangan yang benar tentang kepemilikan kapal kepada registrasi kapal Memberikan keterangan yang benar tentang kepemilikan kapal kepada DKP Memberikan keterangan yang benar tentang kepemilikan kapal kepada Dishub Kepada registrasi kapal melakukan pengukuran yang tidak sesuai fisik kapal, waktu yang tidak jelas, biaya tinggi Memberikan laporan yang tidak akurat kepada DKP Melakukan laporan yang tidak akurat kepada Dishub Menerbitkan dokumen yang tidak sesuai fisik dan tidak terdaftar di pusat kepada pemilik kapal Membuat laporan yang tidak akurat kepada pemda Menerbitkan SIPI yang dengan data yang tidak akurat kepada pemilik kapal Tidak melakukan identifikasi alat tangkap secara akurat pada registrasi kapal Membuat laporan yang tidak akurat kepada pemda Menerbitkan SIPI yang dengan data yang tidak akurat kepada pemilik kapal Tidak melakukan identifikasi alat tangkap secara akurat pada registrasi kapal Memberikan dana operasional registrasi kepada DKP Memberikan dana operasional registrasi kepada Dishub
Pengaruh +
+
+
_
_ _ _ _ _
_ _ _
_ + +
4.5.5 Diagram Input-Output Diagram ini menjelaskan informasi yang berkaitan dengan input yang ada sehingga menghasilkan output, dengan kontrol dari lingkungan. Input dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem, input tersebut berupa input terkontrol
61
dan input tidak terkontrol yang akan menghasilkan output yang diharapkan maupun output yang tidak diharapkan (Gaspersz, 1992) Terdapat tiga input yang berbeda dalam sistem registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh, yaitu input lingkungan, input terkontrol dan input tidak terkontrol. Input lingkungan merupakan input yang berasal dari luar sistem, yaitu berupa kebijakan pemerintah pusat, di antaranya berupa Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal, yang pelaksanaannya melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-1990 diperbaharui dengan Nomor PY.67/1/16-2002 tentang cara pengukuran dalam negeri untuk menghitung gross tonase kapal. UU No 45 tahun 2009 tentang perikanan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.14/MEN/2008 tentang Tim Pemeriksa Fisik Kapal, Alat Penangkap Ikan, dan Dokumen Kapal Penangkap Ikan dan/atau Kapal Pengangkut Ikan, Jaringan Internet Input terkontrol antara lain berupa (1) jumlah tenaga pelaksana registrasi, (2) peraturan daerah, (3) metode pengukuran, (4) keterampilan dan pengetahuan tenaga pelaksana registrasi, (5) kesadaran pemilik kapal, (6) penggunaan alat tangkap. Faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan secara mandiri oleh Pemda serta melalui peraturan-peraturan daerah yang ada. Faktor-faktor input yang tidak dapat dikontrol diantaranya adalah (1) Kebijakan lokal/peraturan adat,
(2)
Pembuat kapal, (3) Pengawasan terhadap Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat (Syahbandar). Input-input ini sulit dan bahkan tidak dapat dikontrol oleh pemerintah daerah. Output yang ada berupa output dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki di antaranya adalah (1) kapal dapat beroperasi secara legal, (2) proses pengurusan dokumen dalam waktu singkat, (3) biaya proses sesuai peraturan/transparan, (4)
pelaksanaan perijinan dalam satu atap, (5)
informasi pelaksanaan proses perijinan dapat diketahui dan ditelusuri dengan mudah. Output yang tidak dikehendaki adalah (1) proses pengurusan dokumen tidak dapat dipastikan waktunya, (2) biaya proses pengurusan dokumen tidak sesuai dengan
62
aturan, (3) proses penyelesaian dokumen terdapat pada masing-masing instansi, (4) dokumen yang dihasilkan tidak sesuai dengan kondisi fisik kapal sebenarnya. Diagram input-output disajikan pada Gambar 15 berikut.
LINGKUNGAN Aturan Pusat Jaringan Internet Input tidak terkontrol : Peraturan adat Pembuat kapal UPT pusat (Syahbandar)
Output yang dikehendaki : Kapal dapat beroperasi legal Proses dokumen singkat Biaya transparan Perijinan satu atap Proses perijinan dapat ditelusuri
PROSES
Input terkontrol : Keterampilan dan pengetahuan pelaksana registrasi Jumlah tenaga registrasi Peraturan daerah Kesadaran pemilik kapal Metode pengukuran Penggunaan Alat tangkap
Output yang tidak dikehendaki : Waktu proses dokumen tidak pasti Biaya proses tidak jelas Proses dokumen pada masing-masing instansi Dokumen tidak sesuai fisik
Manajemen Pengendalian
Gambar 15 Diagram input-output
63
4.6 Kesimpulan Hasil kajian permasalahan registrasi kapal ikan saat penelitian dapat dikelompokan menjadi permasalahan Administrasi , peraturan dan kelembagaan, serta pelayanan. Permasalahan tersebut antara lain: 1)
Dokumen yang tidak akurat dan tidak terdaftar di pusat;
2)
Penerapan aturan yang tidak transparan baik secara administrasi maupun pembiayaan;
3)
Informasi pelaksanaan proses perijinan tidak dapat diketahui dan ditelusuri dengan mudah;
4)
Terdapat pemahaman yang berbeda terhadap peraturan yang berhubungan dengan registrasi kapal;
5)
Pelayanan yang diberikan oleh instansi terkait tidak terpadu.
6)
Pada diagram lingkar sebab akibat menunjukkan bahwa ketidak seimbangan dampak negatif yang terjadi, sehingga kesisteman tidak berjalan secara baik bahkan lama kelamaan sistem akan berhenti.
64
5 KAJIAN KUANTITATIF PENGUKURAN DIMENSI DAN PERHITUNGAN VOLUME KAPAL IKAN 5.1
Pendahuluan Awalnya pengukuran dan perhitungan dimensi kapal ikan di setiap negara
berbeda-beda. Hal ini yang menimbulkan masalah bagi kapal-kapal yang mempunyai rute pelayaran lintas negara. Atas dasar permasalahan tersebut, maka pada tahun 1927 dibuat kesepakatan tentang pengukuran kapal di Oslo, Norwegia, adapun kesepakatan tersebut
adalah memberlakukannya cara mengukur
MOORSOM, aturan ini berlaku juga untuk Indonesia maka dikeluarkanlah Ordinansi PengUkuran Kapal (Sceepmentie Ordonantie) 1927. Karena pentingnya suatu sistem yang berlaku secara internasional, maka pada tanggal 27 Mei hingga 23 Juni 1969 diadakanlah konferensi bertempat di London untuk merumuskan konvensi tentang pengukuran yang berlaku internasional. Pada konferensi tersebut dihasilkan 3 (tiga) rekomendasi yaitu: (1)
Disahkannya International Convention on Tonnage Measurement of Ship 1969;
(2)
Penggunaan isi kotor (gross tonnage) dan isi bersih (net tonnage) sebagai paramenter pengukuran; dan
(3)
Adanya penafsiran yang seragam terhadap definisi dan istilah. Pemerintah Indonesia kemudian mengikuti hasil konvensi tersebut dan
dituangkan dalan Kepres Nomor 5 tahun 1990 tentang International Convention on Tonnage Measurement of Ship. Kemudian kita kenal dengan istilah TMS 1969 untuk pengukuran kapal. Pentingnya pengukuran dan penghitungan volume kapal ikan adalah agar dapat mengetahui dengan pasti kapasitas kapal itu sendiri terkait data produksi ikan dan produksi ini nantinya akan berguna untuk pendugaan stok ikan yang ada tentunya untuk keberlanjutan kegiatan penangkapan itu sendiri, disamping itu untuk keperluan data statistik yang valid. Untuk saat ini mungkin yang lebih terfikir adalah terkait penerimaan negara bukan pajak melalui perijinan usaha perikanan yang masih berdasarkan pada besar kecil angka gross tonase.
65
5.2
Tujuan Menentukan cara pengkuran dimensi dan perhitungan volume kapal yang
dapat diterima baik oleh pemilik kapal maupun instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan kapal perikanan 5.3
Manfaat Mendapatkan hasil ukuran yang sesuai dengan fiisk kapalnya dan
mempermudah bagi petugas lapangan dalam mengidentifikasi dimensi kapal. 5.4
Metodologi Data primer yang dikumpulkan berupa pengukuran langsung di lapangan
terhadap yang berukuran < 30 GT. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif komparatif, dengan menggunakan formula
seperti pada Tabel 14.
Untuk metode pengukuran panjang kapal berdasarkan TMS 1969, dan panjang geladak utama masing-masing dijabarkan pada Gambar 14 dan Gambar 15. Tabel 15
Perbandingan antara dua cara pengukuran (Internasional dan Dalam Negeri) Cara pengukuran
No
Parameter
Kapal dengan panjang ≤ 24 Kapal dengan panjang ≤ 24 meter ( diukur dengan cara meter (diukur dengan cara internasional) pengukuran dalam negeri)
1
Definisi GT Ukuran besarnya kapal secara keseluruhan dengan memperhitungkan jumlah isi semua ruangan tertutup baik di atas geladak utama maupun di bawah geladak utama
Ukuran isi dari ruangan di bawah geladak utama ditambah dengan ukuran isi dari semua ruangan di atas geladak utama yang tetutup secara sempurna dan yang dapat digunakan untuk muatan, atau pengangkutan kuatan
2
Rumus
GT = 0,353 x V (Nomura)
GT = 0,25 x V (Perla)
3
Konstanta
4
Cara pengukuran Volume
K1 = 0,353 (1) Untuk ruangan tertutup dengan bentuk teratur, merupakan hasil perkalian majemuk antara panjang, lebar, dan tinggi ruangan
K1 = 0,25 Metode sesuai ordinansi pengukuran kapal 1927, dimana : (1) Untuk ruangan di atas geladak atas merupakan perkalian majemuk
66
Cara pengukuran No
5
Parameter
Dimensi Utama: Panjang (L)
Lebar (B)
Dalam (D)
Kapal dengan panjang ≤ 24 meter ( diukur dengan cara internasional) tertutup tersebut (2) Untuk ruangan tertutup dengan bentuk tidak beraturan, diukur dengan metode Moorsom 96% dari panjangnya garis air (water line) sekurangkurangnya pada 85% ukuran dalam terbesar (least moulded depth) diukur dari sebelah atas, atau panjang dari bagian depan haluan sampai sumbu poros kemudi pada garis air tersebut. (Gambar 16)
Kapal dengan panjang ≤ 24 meter (diukur dengan cara pengukuran dalam negeri) antara panjang, lebar, dan tinggi ruangan tersebut. (2) Untuk ruangan di bawah geladak V= L x B x D x f Jarak yang diukur mulai dari geladak yang terdapat di belakang linggi haluan sampai geladak yang terdapat di depan linggi buritan secara mendatar (Gambar 17)
Lebar terbesar (maksimum) dari kapal, diukur pada bagian tengah kapal hingga garis acuan dalam kulit gading bagi kapal-kapal berkulit logam, dan hingga ke permukaan luar badan kapal bagi kapal-kapal yang kulitnya terbuat dari bahanbahan selain logam
Jarak mendatar diukur antara kedua sisi luar kulit lambung kapal pada tempat yang terbesar, tidak termasuk pisang-pisang
Jarak tegak lurus yang diukur dari sisi atas lunas ke sisi bawah geladak teratas bagian samping (Gambar 16)
Jarak tegak lurus di tempat yang terlebar, diukur dari sisi bawah gading dasar sampai sisi bawah geladak atau sampai pada ketinggian garis khayal yang melintang melalui sisi atas dari lambung tetap
67
Gambar 16 Panjang kapal berdasarkan TMS 1969
Gambar 17 Panjang geladak utama
Perhitungan dimensi kapal meliputi perhitungan rata-rata, perbandingan L terhadap LOA, L/LOA (1), perbandingan B terhadap LOA, B/LOA (2) dan perbandingan D terhadap LOA, D/LOA (3), penjabaran perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan persamaan-persamaan berikut:
68
Perhitungan rata-rata volume dek bagian bawah (V b) menjadi:
Perhitungan volume dek bagian atas Va (superstructure):
Perbandingan Va terhadap Vb menjadi:
69
5.5
Hasil Penelitian Hasil pengukuran berdasarkan selang panjang kapal di lokasi penelitian
ditampilkan pada Tabel 15 dan Tabel 16 berikut ini. Tabel 16
Selang panjang kapal dengan ukuran 10 – 30 GT
No
Lokasi
1
Pidie
2
Pidie Jaya
3
Aceh Selatan
4
Aceh Barat Daya
5
Aceh Barat
6
Banda Aceh
7
Aceh Timur
8
Lhokseumawe
9
Langsa
10
Sabang Total
Jumlah Kapal 20 19 1 39 11 6 30 17 5 11 11 2 21 22 3 42 12 22 14 17 4 2 2 368
Selang Panjang (m) 14 -19 19,1- 22 22,1 – 23 14 – 19 19,1 – 22 12 – 14 14 – 19 19,1 – 22 22,1 – 23 14 – 19 19,1 – 22 12 – 14 14,1 – 19 14 – 19 19,1 – 22 14 – 19 19,1 – 22 14 – 19 19,1 – 22 14 – 19 19,1 – 22 14 -19 19,1 – 22
Selang panjang terbanyak adalah 14 -19 terdapat di Aceh Timur sebanyak 42 unit, berikutnya di Pidie Jaya sebanyak 39 unit, dan Aceh selatan sebanyak 30 unit, sedangkan selang panjang terkecil adalah 19,1 – 22 terdapat di Sabang 2 unit, Banda Aceh 3 unit.
70
Tabel 17
Selang panjang kapal dengan ukuran < 10 GT
No
Lokasi
1
Pidie
2
Aceh Jaya
3
Aceh Barat
4
Nagan Raya
Jumlah Kapal
Selang Panjang (m)
12 41 56 34 30 9 7 24 3 33 66 26 77 9 9 15 22 11 1 Total
10 -12 12,1- 14 14,1 – 16 16,1 - 18 5–6 6,1 – 9 9,1 – 11 11,1 - 13 4,1 - 5 5–6 6,1 – 9 9,1 – 11 11,1 – 13 13,1 - 15 8 – 10 10,1 - 11 11,1 – 12 12,1 – 13 13,1 - 14
485
Selang panjang terbanyak untuk kapal di bawah 10 GT adalah pada 11,113 meter terdapat di Aceh barat sebanyak 77 unit, Aceh Jaya sebanyak 24 unit, dan Nagan Raya sebanyak 22 unit, sedangkan selang panjang terkecil Selanjutnya berdasar data yang diperoleh dapat dihitung rasio antara panjang keseluruhan (LOA) berbanding panjang (L), lebar (B), dan dalam (D). Hasil
perhitungan
rasio
menggunakan
persamaan-persamaan
di
atas
menghasilkan: rasio terhadap panjang L = 0,89 x LOA, terhadap B = 0,21 x LOA, terhadap D = 0,07 x LOA, juga didapat dihitung rasio superstucture
(Va)
terhadap volume bawah geladak (Vb) untuk kapal di atas 7 GT dengan rasio sebesar Va = 0,23 x Vb, hasil perhitungan ditampilkan pada Tabel 18. Gambar 18 yang terbentuk berupa grafik exponensial, karena perhitungan yang digunakan merupakan perhitungan 3 (tiga) dimensi, dan mempunyai keakuratan data yang hampir sempurna hal ini terlihat dari R2 nya sebesar 0,985.
71
Tabel 18
Hasil perhitungan GT berdasarkan Rasio panjang, lebar, dan dalam untuk kapal di atas 7 GT Volume dengan Ratio antara
Coeficien block
LOA
B
D
Net
Vol. Super
Tonage
Konversi GT
(NT)
structure
(Cb) L
Gross Tonage (GT)
Ratio
0,7
0,23
3
m
3
0,25
GT
0,7
0,353
GT
30% x GT
0,89
0,21
0,07
m
0,7
0,7
12
10,68
2,52
0,84
15,83
3,64
4,87
4,00
6,87
6
1,5
2,0
13
11,57
2,73
0,91
20,12
4,63
6,19
6,00
8,74
8
1,9
2,0
14
12,46
2,94
0,98
25,13
5,78
7,73
7,00
10,91
10
2,3
3,0
15
13,35
3,45
1,05
33,85
7,79
10,4
10,00
14,70
14
3,1
4,0
16
14,24
3,68
1,12
41,08
9,45
12,6
12,00
17,84
17
3,8
4,0
17
15,13
3,91
1,19
49,28
11,33
15,2
15,00
21,40
21
4,5
5,0
18
16,02
4,14
1,26
58,50
13,45
18,0
17,00
25,40
25
5,4
6,0
19
16,91
4,37
1,33
68,80
15,82
21,2
21,00
29,87
29
6,3
7,0
20
17,8
4,6
1,4
80,24
18,46
24,7
24,00
34,84
34
7,4
8,0
21
18,69
4,83
1,47
92,89
21,36
28,6
28,00
40,33
40
8,6
9,0
22
19,58
5,06
1,54
106,80
24,56
32,8
32,00
46,37
46
9,9
10,0
23
20,47
5,29
1,61
122,04
28,07
37,5
37,00
52,99
52
11,3
12,0
60
Volume kapal (GT)
50 40
y = 0,9284e0,1756x R² = 0,9919
30
Perla
20
y = 0,6575e0,1756x R² = 0,9919
Nomura
10 0
0
5
10
15
20
25
LOA kapal (meter)
Gambar 18 Perhitungan GT berdasarkan LOA ( Hubla dan Nomura)
72
Sedangkan untuk kapal di bawah 7 GT rasionya berturut-turut 1: 0,87, 1:0,16, dan 1: 0,07 dan untuk superstructure rasionya sebesar 1:0,22, hasil perhitungan GT ditampilkan pada Tabel 19. Tabel 19
Hasil perhitungan GT berdasarkan Rasio panjang, lebar, dan dalam untuk kapal di bawah 10 GT Volume
Rasio antara LOA
Gross Tonage (GT)
dengan
Ratio Vol.
Coeficien
Superstructure
Net Tonage (NT)
Konversi GT
Block (Cb) L
B
D
0,7 3
0,22 3
0,25
0,35
0,25
0,35
0,87
0,16
0,07
(m )
(m )
0,7
GT
0,7
GT
0,7
0,7
5
4,35
0,80
0,35
0,85
0,19
0,26
0,00
0,36
0,00
0,1
0,1
6
5,22
0,96
0,42
1,47
0,32
0,45
0,00
0,63
0,00
0,1
0,2
7
6,09
1,12
0,49
2,34
0,51
0,71
0,00
1,00
0,00
0,2
0,3
8
6,96
1,28
0,56
3,49
0,77
1,07
1,00
1,49
1,00
0,3
0,4
9
7,83
1,44
0,63
4,97
1,09
1,52
1,00
2,12
2,00
0,5
0,6
10
8,7
1,60
0,70
6,82
1,50
2
2,00
2,91
2,00
0,6
0,9
11
9,57
1,76
0,77
9,08
2,00
2,77
2,00
3,88
3,00
0,8
1,2
12
10,44
1,92
0,84
11,79
2,59
3,59
3,00
5,03
5,00
1,1
1,5
13
11,31
2,08
0,91
14,99
3,30
4,57
4,00
6,40
6,00
1,4
1,9
14
12,18
2,24
0,98
18,72
4,12
5,71
5,00
8,0
7,00
1,7
2,4
15
13,05
2,40
1,05
23,02
5,06
7,0
7,00
9,8
9,00
2,1
2,9
16
13,92
2,56
1,12
27,94
6,15
8,5
8,00
11,9
11,00
2,6
3,6
17
14,79
2,72
1,19
33,51
7,37
10,2
10,00
14,3
14,00
3,1
4,3
18
15,66
2,51
1,10
30,11
6,62
9,2
9,00
12,9
12,00
2,8
3,9
Gambar 19 Perhitungan GT berdasarkan LOA (Hubla dan Nomura)
73
Gambar 19
grafik yang terbentuk berupa grafik exponensial karena
perhitungannya merupakan perhitungan 3 (tiga) dimenesi, dan mempunyai keakuratan data yang hampir sempurna hal ini terlihat dari R2 nya sebesar 0,964. Kajian di atas membandingkan cara pengkuran dan perhitungan dengan formula yang berbeda, berikut ini membanding antara penggunaan formula yang sama tetapi pengukuran didapat dari dokumen sebelumnya dan hasil ukur ulang. Pada gambar 20, 21, 22, 23, 24, 25 dan 26 ditampilkan hasil perhitungan GT dari dokumen dan hasil ukur ulang berdasarkan panjang (LOA) pada setiap lokasi penelitian. Hasil perbandingan antara volume kapal pada dokumen dengan hasil ukur dan perhitungan ulang di daerah Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Barat, Kota Banda Aceh, dan Kabupaten Aceh Timur, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara data pada dokumen dan pengukuran, perhitungan ulang. Terdapat kecenderungan nilai volume (GT) yang lebih kecil pada dokumen awal, kecenderungan nilai volume membentuk persamaan garis eksponensial, hasil perhitungan seperti pada Tabel 20. sumbu y menunjukkan besar volume kapal dalam satuan GT dan sumbu x menunjukkan panjang total kapal. 60,00
Volume Kapal (GT)
50,00 y = 1,5641e0,1495x R² = 0,9968
40,00 30,00
Dokumen awal
20,00
y = 4,0758e0,0933x R² = 0,5348
Ukur ulang
10,00 0,00 0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
LOA Kapal (meter)
Gambar 20 Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Pidie
74
60,00 y = 1,3157e0,1577x R² = 0,9956
Volume Kapal (GT)
50,00 40,00 30,00
Dokumen
20,00
Ukur ulang y = 3,1212e0,1086x R² = 0,6617
10,00 0,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
LOA Kapal (meter)
Gambar 21 Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Pidie Jaya
Gambar 22 Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Selatan
75
Gambar 23 Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Barat Daya
Gambar 24 Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Barat
76
Gambar 25 Hasil perhitungan untuk daerah Kota Banda Aceh
Gambar 26 Hasil perhitungan untuk daerah Kabupaten Aceh Timur
77
Tabel 20
Nilai grafik eksponensial pada setiap wilayah R2
Persamaan No
Kabupaten/Kota Dokumen
Ukur ulang
Dokumen
Ukur ulang
1
Pidie
y = 4,075e0,093x
y = 1,564e0,149x
0,534
0,996
2
Pidie Jaya
y = 3,121e0,108x
y = 1,315e0,157x
0,661
0,995
3
Aceh Selatan
y = 1,512e0,128x
y = 1,683e0,145x
0,665
0,995.
4
Aceh Barat Daya
y = 0,841e0,152x
y = 1,513e0,151x
0,952
0,996
5
Aceh Barat
y = 1,356e0,139x
y = 0,942e0,177x
0,642
0,997
6
Banda Aceh
y = 1,887e0,111x
y =1,376e0,155x
0,717
0,995
7
Aceh Timur
y = 2,535e0,110x
y = 1,448e0,153x
0,551
0,995.
5.6
Pembahasan Pada kapal di atas 10 GT didominasi oleh selang panjang 14 – 19 meter di
Aceh Timur karena kapal-kapal tersebut dianggap kapal yang paling cocok untuk mengoperasikan alat tangkap purse seine, dan Aceh Timur mempunyai Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Idie dengan kolam pelabuhan yang luas untuk menampung kapal-kapal ukuran besar. Rasio perhitungan panjang terhadap dimensi lainnya hanya dapat diterapkan pada suatu daerah, karena masing-masing daerah mempunyai spesifikasi yang berbeda-beda, bila ingin menerapkan formulasi ini pada daerah lain sebaiknya terlebih dahulu mengambil sampel dimensi beberapa kapal untuk kemudian dihitung rasionya. Grafik-grafik perhitungan GT berdasarkan panjang menunjukkan bahwa perhitungan menggunakan formula/rumus yang digunakan oleh Hubla semakin panjang dimensi kapal maka akan semakin besar pengurangan angka GT. Pada Gambar 20 sampai dengan Gambar 26 dapat dilihat bahwa pengukuran, perhitungan GT yang tertera pada dokumen rata-rata menunjukkan perbedaan yang signifikan, perhitungan GT di tujuh lokasi penelitian menunjukan
78
indikasi markdown, data yang diperoleh pada dokumen cenderung mempunyai nilai dengan tingkat kepercayaan yang rendah. Dari ke-7 lokasi penelitian hanya di Aceh Barat Daya yang mempunyai tingkat keakuratan data hingga 92%. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman para petugas terhadap cara mengukur dan menghitung yang masih rendah atau juga latar belakang dari para petugas ahli ukur kurang mendukung terhadap kompetensinya. Hasil kajian memberikan gambaran bahwa hampir disetiap lokasi penelitian terjadi markdown, hal ini akan berdampak sangat luas misalnya bagi kepentingan pemerintah : (1) kaitannya dengan PNBP yang berdasarkan kepada besaran GT, seperti hal di Amerika (CGMSC, 2004) bahwa GT masih diperlukan untuk penghitungan pajak, taksiran nilai bagi hipotek, dan juga bagi
pihak
asuransi. Jelas akan menjadi kecil bila angka GT sebagai pengalinya adalah kecil, (2) bagi pemerintah pusat maupun daerah sangat dirugikan dengan menegcilkan nilai GT karena berdampak terhadap pengembangan infrastruktur, contohnya dengan laporan adanya kapal-kapal dengan GT kecil-kecil sangat sulit untuk mengajukan pembangunan pelabuhan berskala besar, karena kajian untuk membuat sebuah pelabuhan didasarkan pada jumlah dan besaran GT kapal yang ada pada pelabuhan tersebut, (3) Sangat tidak rasional bila kapal dengan GT kecil bisa mempunyai produksi di atas kapasitas kapalnya, ini akan membuat preseden yang buruk bagi pemerintah terhadap kapal-kapal yang melakukan IUUF, juga untuk kepentingan pendugaan stok ikan tentunya akan berakhir pada pembuatan statistik yang akan menjadi bias. Bagi kepentingan pemilik kapal, keuntungan dari sisi membayar pajak atau PUP mungkin jadi kecil namun bila sudah ada pemberlakuan atau ketersediaan perbankan/lembaga keuangan yang dapat mengagunkan kapalnya, nilainya menjadi sangat kecil karena nilai taksiran di dasarkan pada besaran GT-nya. Cara pengkuran dan pengitungan GT di Indonesia sebetulnya hampir sama seperti di Amerika yang memberlakukan dual sistem (CGMSC, 2004) bahwa ada dua sistem pengukuran tonase, yaitu konvensi dan sistem regulasi. (1) Sistem utama adalah Konvensi atau sistem internasional, yang berasal dari ketentuan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Tonase Kapal, 1969, dimana Amerika Serikat juga ikut meratifikasi. (2) Sistem Regulatory nasional memiliki tiga
79
sistem, yaitu Standar, Dual dan Sederhana. Sistem Standar adalah sistem tertua, yang kembali ke tahun 1860, dan didasarkan pada sistem Inggris "Moorsom". Pengukuran Dual dikembangkan pada pertengahan abad ke-20 untuk memberikan altenatif dalam perhitunagn GT dengan mengabaikan superstructure, sistem sederhana sistem awalnya disahkan oleh Kongres pada 1966 untuk kapal rekreasi untuk mengurangi pengukuran biaya beban bagi pemilik dan beban kerja pengukuran pada pemerintah. Kemudian, sistem sederhana ini diberlakukan juga untuk kapal komersial tertentu. Cara pengukuran sederhana juga diberlakukan di Canada (CMT, 2007), perhitungan tetap menggunakan Convensi TMS 1969, dari hasil perhitungannya untuk kapal-kapal di bawah 24 meter didapatkan seperti pada Tabel 21. Tabel 21
Hasil perhitungan GT oleh Canadian Transport Agency LOA
GT
Sampai dengan 8 meters
4.6
dari 8 m s/d di bawah 8.5 m
5.0
dari 8,5 m s/d di bawah 9 m
6.0
dari 9 m s/d di bawah 9.5 m
7.0
dari 9,5 m s/d di bawah 10 m
8.0
dari 10 m s/d di bawah 10,5 m m
9.5
dari 10,5 m s/d di bawah 11 m
11.0
dari 11 m s/d di bawah 11.5 m
12.5
dari 11,5 m s/d di bawah 12 m
14.5
Sama dengan 12 m
15.0
Hasil perhitungan ini angkanya lebih besar dari hasil perhitungan sederhana dalam tulisan ini, karena pada perhitungan pada tabel di atas betul-betul menerapkan pada bagian kapal yang seluruhnya kedap, sedangkan pada penelitian ini untuk perhitungan rata-rata dari kapal-kapal mempunyai bangunan di atas dek dan tidak ada bangunan di atas dek, serta tidak menghitung bangunan yang tidak kedap.
80
5.7 Kesimpulan 1. Selang panjang 14 -19 meter hampir mendominasi disetiap lokasi, karena kapal-kapal tersebut adalah kapal yang umum di daerah Aceh digunakan untuk penangkapan dengan alat tangkap purse seine. 2. Mengukur sekaligus menghitung besaran GT akan lebih mudah dan cepat dengan menggunakan dimensi panjang, setiap orang dapat mengukur panjang kapal dapat sangat kasat mata. 3. Mengukur dan menghitung menggunakan formula/rumus yang digunakan Perla sangat tidak menguntungkan, baik bagi pemilik kapal maupun bagi pemerintah. 4. Besaran nilai GT akurasi data pada pengukuran ulang lebih baik dibandingkan dengan ukuran dan perhitungan yang tertera pada dokumen, meskipun menggunakan formulasi perhitungan yang sama.
81
82
6 RANCANGAN PENGELOLAAN SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN TERPADU 6.1
Pendahuluan Pada kajian sebelumnnya tentang kondisi sistem registrasi kapal ikan yang
ada, maka terdapat berbagai permasalahan baik yang sifatnya teknis dan non teknis, permasalahan teknis seperti cara pengukuran dan perhitungan GT yang masih banyak kesimpang siuran dan non teknis yang lebih cenderung kepada hal adminitratif seperti penyelesaian/proses dokumen yang mengalami perjalanan sangat panjang. Hal-hal seperti di atas tidak sesuai dengan arah kebijakan yang dicanangkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, bahkan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengeluarkan Peraturan Menteri (PerMen) No. 16 Tahun 2010 tentang Pelimpahan kewenangan kepada Gubernur untuk menerbitkan SIPI dan SIUP bagi kapal sampai dengan 60 GT. Pada PerMen KP tersebut dalam pertimbangannya menyebutkan “bahwa
dalam rangka
mengakselerasi administrasi perizinan usaha penangkapan ikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang akan melakukan kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan, maka dipandang perlu memberikan kewenangan penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran di atas 30 (tiga puluh) gross tonnage sampai dengan 60 (enam puluh) gross tonnage kepada Gubernur, begitu pula yang tercantun dalam Rencana strategis KKP tahun 2010-2014 pada program peningkatan pelayanan dan pengendalian perizinan panangkapan ikan pada butir c) kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka peningkatan pelayanan dan pengendalian perizinan dilaksanakan secara komputerisasi. Sejalan dengan hal tersebut arah kebijakan daerah yang tertuang dalam Rencana Startegis Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Aceh 2006-2010 untuk menata ulang data armada kapal ikan baik yang baru maupun yang tersisa setelah tragedi tsunami. Kegiatan menata administerasi kapal-kapal ikan, dengan registrasi kapal ikan berguna agar kapal dapat dinyatakan layak secara fisik dan legal secara hukum. Sistem registrasi kapal ikan yang diharapkan bukan saja terdaftar secara
83
nasional namun Indosnesia sebagai anggota Regional Fisheries Management Organization (RFMO’s) mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan kapalkapalnya, tujuannya adalah agar kapal-kapal Indonesia berpeluang untuk dapat menangkap ikan di laut lepas/internasional. Kapal yang dapat mendaftar ke RFMO’s adalah kapal penangkap ikan dan atau kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan dan pengangkutan ikan di wilayah kerja Organisasi Perikanan Regional (RFMOs). Persyaratan bagi kapal – kapal yang akan mendaftar pada organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMOs) adalah sebagai berikut: 1) Telah memiliki SIUP, SIPI dan atau SIKPI di daerah ZEEI dan Laut Lepas 2) Mendapat rekomendasi dari asosiasi perikanan dan tidak melakukan IUU Fishing. 3) Bersedia dan menjamin keselamatan jika di dalam kapalnya di tempatkan observer perikanan. 4) Mengisi form isian pendafaran kapal dan melengkapi data yang diperlukan Kapal - kapal terdaftar di RFMOs memiliki hak untuk: 1) Melakukan penangkapan ikan di laut lepas di wilayah pengelolaan RFMO’s. 2) Mendapatkan kuota penangkapan tuna. 3) Mengakses pasar tuna internasional, khususnya negara-negara tujuan ekspor yang menjadi anggota RFMO . Kapal - kapal terdafar di RFMOs berkewajiban untuk: 1) Mematuhi resolusi masing-masing RFMOs. 2) Menerapkan log book dan menyerahkan hasilnya di pelabuhan pendaratan. 3) Mengaktifkan VMS. Untuk mendapatkan data yang akurat dan juga diakui oleh organisasi internasional, maka dalam mengimplementasi sistem registrasi kapal ikan dilakukan secara terpadu. Pengelolaan data tersebut dilakukan secara bersama seluruh instansi terkait secara serius penuh rasa tanggung jawab dan integritas yang tinggi dari instansi-instansi terkait secara langsung.
84
Pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu yang dimaksud harus mempunyai kesamaan persepsi terhadap (1) pengelolaan data menghasilkan satu output data, (2) adanya transparansi dalam proses penyelesaian dokumen, (3) Adanya transparansi dalam biaya proses, (4) waktu penyelesaian dokumen, dan (5) proses penerbitan dokumen dilakukan pada satu pintu. 6.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan membangun rancangan pengelolaan registrasi
kapal ikan terpadu yang efektif dengan melibat instansi-instansi terkait dibawah pengendalian pemerintah daerah dalam hal ini adalah Gubernur. Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan yang dihasilkan berbentuk bagan alir, diperlihatkan pada Gambar 25. 6.3
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah terbentuknya tim registrasi kapal ikan
yang dapat bekerja secara terpadu pada wilayah kerja masing-masing, data yang diperoleh dapat digunakan untuk proses lebih lanjut dalam penyelesaian dokumen. 6.4
Metodologi Metodologi dalam kajian rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan
terpadu, diawali dengan analisis kebutuhan dimana subsistem-subsistem/instansi terkait memerlukan kajian analisis kebutuhan. Analisis kelembagaan melalui matrik tupoksi antar instansi. Agar sistem ini dapat berjalan diperlukan langkahlangkah strategis dan kebijakan pembagian wilayah kerja yang disesuaikan dengan
ketersediaan
sumberdaya
manusia
(ahli
ukur
ADPEL/Syahbandar) serta pemahaman tujuan akhir sistem ini.
pada
instansi
85
6.5
Hasil Penelitian
6.5.1 Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan bertujuan untuk menginventarisasi instansi-instansi yang terlibat dalam sistem dalam perancangan sistem registrasi kapal ikan terpadu dibawah pengendalian pemerintah daerah dalam hal ini adalah di bawah pengendalian Gubernur NAD. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian berlangsung maka dapat diperoleh inventarisasi seperti yang tercantum pada Tabel 19 berikut: Tabel 22
No 1
2
3 4
6
Analisis kebutuhan instansi-instansi yang terlibat dalam sistem dalam perancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu di Provinsi Aceh. Pelaku
Kebutuhan
Petugas Ahli Ukur Kapal Peralatan pengukuran yang memadai ( Syahbandar) Kelengkapan administrasi bertugas Buku Panduan Registrasi Kapal Ikan Form isian registrasi kapal ikan Petugas Cek Fisik Kapal Peralatan cek fisik yang memadai (DKP) Kelengkapan administrasi bertugas Buku Panduan Ragistrasi Kapal ikan Form isian registrasi kapal ikan Kamera digital Gubernur Peraturan Gubernur (Pergub) Surat Keputusan untuk tim registrasi Dinas Kelautan dan Peralatan cek fisik yang memadai Perikanan Kelengkapan administrasi bertugas Provinsi/Kabupaten/Kota Buku Panduan Ragistrasi Kapal ikan Form isian registrasi kapal ikan Kamera digital Dinas Perhubungan Peralatan pengukuran yang memadai Kabupaten/Kota Kelengkapan administrasi bertugas Buku Panduan Registrasi Kapal Ikan Form isian registrasi kapal ikan
6.5.2 Analisis kelembagaan Pada analisis ini dijabarkan tentang tugas pokok dan fungsi masingmasing
lembaga
terkait
seperti
di
sajikan
pada
Tabel
20
berikut
86
Tabel 23
Analisis kelembagaan dengan matrik Instansi
DKP (Petugas Cek Fisik kapal) SK Dirjen Perikanan Tangkap
Tupoksi Maksud dan tujuan dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah memberikan pedoman pada para petugas cek fisik baik pusat maupun daerah agar ada kesepahaman mengenai pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan khususnya untuk hal bersifat teknis di lapangan Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik kapal terlebih dahulu dilakukan verifikasi terhadap dokumen kapal perikanan oleh Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan. Selanjutnya bila hasil verifikasi/rekomendasi dinyatakan setuju kemudian dilakukan pemeriksaan fisik kapal perikanan yang meliputi: 1. Pemeriksaan Fisik Kapal Perikanan Dalam hal ini pemeriksaan meliputi bagian di atas dan di bawah dek. Pemeriksaan di atas dek dilakukan terhadap ukuran utama kapal seperti L,
Kesesuaian Pemeriksaan Fisik Kapal Perikanan Dalam hal ini pemeriksaan meliputi bagian di atas dan di bawah dek. Pemeriksaan di atas dek dilakukan terhadap ukuran utama kapal seperti L, B, D, d dan karakteristik lainnya seperti Sheer, Trim, Slip, Way, Rigger, Boom serta peralatan yang ada di dalam kamar kemudi seperti kompas, peralatan penginderaan jauh, alat komunikasi dan sebagainya. Sedangkan pemeriksaan di bawah dek dilakukan terhadap: kapasitas, palkah, ruang penyimpanan barang (storage), ruang kamar mesin atau ruang pengolahan;
87
Instansi
Tupoksi B, D, d dan karakteristik lainnya seperti sheer, trim, slip, way, rigger, Boom serta peralatan yang ada di dalam kamar kemudi seperti kompas, peralatan penginderaan jauh, alat komunikasi dan sebagainya. Sedangkan pemeriksaan di bawah dek dilakukan terhadap: kapasitas, palkah, ruang penyimpanan barang (storage), ruang kamar mesin atau ruang pengolahan; 2. Pemeriksaan Mesin dan Alat Bantu Penangkapan Terhadap mesin dan alat bantu juga dilakukan pemeriksaan utamanya untuk mengetahui nomor, merk, tahun pembuatan, dan spesifikasi lainnya. Disamping mesin utama yang digunakan, mesin bantu (gen set) alat bantu seperti : line hauler, winch, power block, water sprinkle, angli machine, lampu sorot dan lainnya. Hal ini untuk mengetahui apakah keberadaan alat bantu tersebut sesuai atau tidak dengan peruntukannya; 3. Pemeriksaan Alat Penangkapan Ikan Pemeriksaan terhadap alat penangkapan
Kesesuaian
88
Instansi
Tupoksi
Kesesuaian
ikan sebaiknya dapat dilakukan dengan membuka atau membentangkan alat yang hendak diperiksa. Hal ini untuk mengetahui struktur dan komponen alat penangkap ikan secara terinci. Karakteristik alat penangkap ikan sebaiknya dicatat dan dibuat sketsa atau basic designnya; 4. Alat Pemisah Ikan (API)/TED/BED, bagi yang disyaratkan. Syahbandar : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 64 TAHUN 2010 ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SYAHBANDAR
Melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kantor Syahbandar menyelenggarakan fungsi: a. Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan sertifikasi kelaiklautan kapal sesuai dengan kewenangannya; b. Pengawasan bongkar muat barang berbahaya, limbah bahan berbahaya dan beracun, dan pengisian bahan bakar; c. pengawasan laik layar dan kepelautan, alih muat di perairan pelabuhan, keselamatan pengerukan, reklamasi
Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan sertifikasi kelaiklautan kapal sesuai dengan kewenangannya; b. Pengawasan bongkar muat barang berbahaya, limbah bahan berbahaya dan beracun, dan pengisian bahan bakar; c. pengawasan laik layar dan kepelautan, alih muat di perairan pelabuhan, keselamatan pengerukan, reklamasi dan pembangunan fasilitas pelabuhan sesuai dengan kewenangannya serta penerbitan Surat persetujuan Berlayar;
89
Instansi
Tupoksi dan pembangunan fasilitas pelabuhan sesuai dengan kewenangannya serta penerbitan Surat persetujuan Berlayar; d. koordinasi dan pelaksanaan penanggulangan pencemaran dan pemadaman kebakaran di pelabuhan serta pengawasan perlindungan lingkungan maritim; e. pelaksanaan bantuan pencarian dan penyelamatan (Search and RescuelSAR), di Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan; f. pelaksanaan ketertiban dan patroli, penyidikan tindak pidana pelayaran di dalam Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan, serta pengawasan Pekerjaan Bawah Air (PBA), salvage, penundaan dan pemanduan kapal; dan g. pengelolaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan,hukum dan hubungan masyarakat.
Kesesuaian
90
Instansi
Tupoksi
Dis Hub (Sub Dinas Perhubungan Laut )
Sub Dinas Perhubungan Laut mempunyai PERATURAN DAERAH PROPINSI ISTIMEWA tugas: ACEH NOMOR 28 TAHUN 2001 TENTANG (1) Merencanakan melaksanakan SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA pembinaan, koordinasi dan pengawasan kegiatan angkutan laut, D I N A S P E R H U B U N G A N PROPINSI kepelabuhanan dan keselamatan DAERAH ISTIMEWA ACEH pelayaran serta penyusunan rencana Pasal 28 angkutan laut dengan memperhatikan keterpaduan antara moda darat dan udara. (2) Menyiapkan dan menetapkan lokasi pemasangan dan pemeliharaan rambu laut dalam wilayah 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua betas) mil dari garis sempadan pantai, serta pengendalian dan pengawasan pengelolaan pelabuhan Propinsi yang dibangun atas prakarsa Propinsi dan/atau pelabuhan yang diserahkan oleh Pemerintah kepada Propinsi serta pembinaan terhadap asosiasi sub sektor perhubungan laut wilayah Propinsi. Sub Dinas Perhubungan Laut mempunyai
Kesesuaian Merencanakan melaksanakan pembinaan, koordinasi dan pengawasan kegiatan angkutan laut, kepelabuhanan dan keselamatan pelayaran serta penyusunan rencana angkutan laut dengan memperhatikan keterpaduan antara moda darat dan udara.
91
Instansi
Tupoksi fungsi; a. Pembinaan dan pengawasan kegiatan operasional angkutan laut; b. Pembinaan dan pengawasan kegiatan operasional kepelabuhanan; c. Pembinaan dan pengawasan kegiatan operasional perkapalan dan kepelautan. d. Pembinaan dan pengawasan kegiatan menjagaan, penyelamatan dan kebandaran. e. Penetapan dan pemasangan ramburambu laut dalam wilayah laut 4 s/d 12 mil sempadan pantai; dan f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.
Kesesuaian
92
Dari Tabel 22 di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa kesesuaian dalam melaksanakan tugasnya yaitu sangat mengutamakan tentang keselamatan di laut dan ini tidak terlepas hasil pemeriksaan yang saksama, dengan demikian ketiga instansi terkait sangat mungkin untuk dipersatukan menjadi sebuah wadah yaitu tim terpadu dalam hal ini menjadi tim registrasi kapal ikan terpadu. Untuk menjaga keberlanjutan tim terpadu dibentuk wadah yang lebih formal yaitu Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP. PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu Perizinan dan Non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan Perizinan dan Non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.(PerPres No.27 Tahun 2009 tentang Pelayanan satu pintu). 6.5.3 Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu yang terbentuk adalah dalam bentuk bagan alir, rancangan tersebut merupakan pengembangan dari rancangan sebelumnya. Rancangan telah ada sebelumnya merupakan rancangan yang diterapkan oleh FAO namun pada kapal-kapal dengan volume di atas 10 GT. Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan di perlihatkan pada Gambar 25. Pada Gambar 25 alur rancangan sebelumnya adalah pada kotak-kotak yang berberwarna merah, dan rancangan pengembangannya adalah kotak-kotak berwarna jingga ditujukan bagi kapal-kapal dengan volume di bawah 7 GT.
93
Gambar 27 Alur Rancangan Registrasi Kapal Ikan terpadu
94
6.5.4 Langkah-langkah strategis Untuk menjadi sebuah tim terpadu yang solid dan dapat melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan dari registrasi kapal ikan diperlukan langkah-langkah yang strategis, langkah-langkah strategis dimaksud adalah melalui kegiatan berikut 1) Workshop Kegiatan workshop bertujuan untuk pengkayaan pengetahuan dan menyamakan persepsi kepada institusi sebagai peserta tentang registrasi kapal ikan. Adapun materi yang disampaikan pada workshop tersebut meliputi: (1) Regulasi nasional tentang regristrasi kapal ikan, (2) Hal teknis tentang pengukuran dan perhitungan GT, (3) Tugas pokok dan fungsi yang spesifik dari masingmasing institusi yang terkait registrasi kapal ikan, (4) Tentang pelayanan satu pintu, (5) Pengelolaan registrasi kapal ikan, (6) Penegakkan hukum, (7) Pengalaman negara tetangga melakukan registrasi kapal ikan. Hasil dari kegiatan workshop tersebut menghasilkan rekomendasi yang sanagt perlu untuk mendukung pembentukan rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu. Rekomendasi penting yang dihasilkan dari kegiatan Workshop Registrasi Kapal Perikanan di Provinsi Aceh yaitu: (1)
IUU (Illegal, Unregulated, Unreported) Fishing telah menimbulkan kerugian yang besar sehingga isu ini tidak hanya menjadi permasalahan yang bersifat lokal melainkan juga bersifat nasional dan internasional.
(2)
Ilegal fishing yang terjadi di Aceh sangat signifikan dari kasus ilegal fishing di Indonesia.
(3)
Penataan dan Penyempurnaan Rancangan Registrasi Kapal Perikanan merupakan bagian penting untuk mengantisipasi isu IUU Fishing dan lainnya di Aceh dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi dan kearifan lokal dan perlu segera direalisasikan.
(4)
Kondisi status Sumber Daya Ikan di WPP I dan IX Wilayah Perairan Aceh perlu dikaji kembali tingkat validitasnya apakah memang sudah mengkuatirkan karena hal ini dapat mempengaruhi ketepatan perencanaan
95
ke depan dan iklim investasi.
Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu
penelitian tentang pengkajian stok ikan. (5)
Diperlukan penetapan nomenklatur terhadap jenis alat tangkap baru yang dioperasikan oleh nelayan (seperti pukat hela) dan pengkajiannya secara cermat tentang dampak negatifnya terhadap kelestarian Sumber Daya Ikan (SDI) di perairan laut Aceh.
(6)
Selain untuk mengantisipasi kasus pencurian ikan (illegal fishing), tangkap lebih (over fishing); konflik antar nelayan; dan kehilangan pendapatan negara yang bersumber dari non pajak maka Dokumen Registrasi Kapal Perikanan diharapkan dapat berfungsi sebagai alat penyertaan penjaminan dalam proses penyaluran kredit oleh perbankan kepada nelayan (Buku Kapal Perikanan).
(7)
Diperlukan sinkronisasi terhadap perbedaan penetapan kewenangan dalam pengecekan fisik kapal (surat ukur dan gross akte) dari Departemen Perhubungan dan Departemen Kelautan dan Perikanan sehingga memudahkan nelayan untuk melakukan registrasi kapal perikanan.
(8)
Diperlukan sosialisasi kepada kabupaten/kota tentang mekanisme dan prosedur proses perizinan sektor perikanan yang diterapkan oleh P2TSP, termasuk dalam hal batas waktu penyelesaian dan biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan.
(9)
Diperlukan sosialisasi kepada kabupaten/kota tentang mekanisme dan prosedur proses pengurusan dokumen Kapal Perikanan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan, termasuk dalam hal batas waktu penyelesaian dan biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan.
(10)
Untuk menindaklanjuti hasil registrasi kapal perikanan maka diperlukan kegiatan MCS (Monitoring, Controlling, and Surveilance) terpadu yang melibatkan unsur (1) PPNS terkait; (2) Penyidik TNI-AL; (3) Penyidik Polisi Airud; dan (4) POKMASWAS (Panglima Laot dan Nelayan).
(11)
Dalam rangka pengawasan perairan perbatasan maka Kementerian Kelautan dan Perikanan diharapkan memprioritaskan pembangunan Pangkalan dan Fasilitas Pengawasan termasuk menyediakan Kapal Patroli untuk beroperasi di wilayah Perairan NAD.
96
(12)
Perlu dilaksanakan pelatihan khusus kepada para petugas dalam hal pengecekan fisik kapal, jenis alat tangkap, dan dokumen kapal dengan mensinergikan Sistem Database yang telah dihasilkan dari Registrasi Kapal Perikanan di Aceh.
(13)
Perlu ditingkatkan kinerja dari Para Petugas yang terkait dengan Implementasi dari Registrasi Kapal Perikanan dengan meningkatkan jumlah PPNS dan Pengawas Perikanan, ahli ukur bersertifikat, dan Syahbandar Perikanan.
(14)
Agar Rancangan Registrasi Kapal Perikanan di Aceh dapat berlangsung dengan baik maka perlu mendapat dukungan dari instansi terkait.
(15)
Diperlukan pembentukan Tim Teknis Terpadu Registrasi Kapal Perikanan yang secara legalitas dituangkan dalam SK Gubernur Aceh.
2) Pelatihan Pelatihan ditujukan untuk petugas lapang yang terdiri dari DKP Provinsi, BP2T, ADPEL/Syahbandar, DKP Kota/ Kabupaten. Dishub Kota/ Kabupaten, serta Panglima laot. Pelatihan dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang teknis penghitungan GT kapal serta menyamakan persepsi tentang pengukuran kapal dengan metode, dan formulasi pengukuran yang tepat.. Guna mencapai tujuan tersebut maka pelatihan dilakukan dengan silabus dengan materi meliputi metode pengukuran dan perhitungan GT kapal, pengukuran dimensi palka, verifikasi alat tangkap, alat bantu penangkapan. Pelatihan selanjutnya adalah praktik perhitungan dimensi kapal secara langsung di lapangan yang kemudian diisi kedalam form registrasi kapal. Pelatihan selanjutnya yakni tehnik entri data dari form registrasi guna mempermudah memasukkan data secara cepat dan benar ke dalam database. 3) Sosialisasi Pasca kegiatan workshop, dan pelatihan dilanjutkan dengan upaya sosialisasi registrasi kapal ikan terpadu kepada para pemilik kapal. Petugas yang menjadi pelaksana tahapan ini yakni panglima laot. Alasan pemilihan panglima laot dikarenakan panglima laot memiliki pengetahuan yang memadai tentang kondisi dilapangan, memiliki kedekatan emosional serta wewenang yang kuat
97
secara adat untuk mengayomi para nelayan dan pemilik kapal sehingga diharapkan mempermudah transfer informasi dan aplikasi sistem dapat sesegera mungkin dilakukan. Panglima laot yang diberdayakan dalam upaya sosialisasi meliputi panglima laot di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/ kelurahan. Peran utama dari panglima laot yakni memberitahukan nelayan dan pemilik kapal untuk mempersiapkan persyaratan teknis dalam registrasi kapal yang meliputi KTP, Surat Keterangan Galangan/ Pembuatan Kapal, Surat Keterangan Kepemilikan, Surat Keterangan Pemasangan Mesin, dan Surat Permohonan Pengukuran Kapal (PP No. 5 Tahun 2006). 4) Pembagian wilayah kerja Syahbandar Keterbasan petugas ahli ukur dari Adpel/Syahbandar yang berada di Provinsi Aceh,
dan demi kelancaran kegiatan registrasi kapal ikan ini maka
petugas dibagi berdasarkan wilayah kerja berdasarkan letak geografis yang terdekat. Pembagian wilayah kerja ditampilkan pada Tabel 24. Tabel 24 No 1
Pembagian wilayah kerja ADPEL/KANPEL/Syahbandar ADPEL/Syahbandar
Meulaboh (QQi)
Wilayah Kerja Kabupaten Aceh Barat Kabupaten Aceh Barat Daya Kabupaten Aceh Selatan Kabupaten Aceh Singkil Kabupaten Simeulue
2
Malahayati (QQm)
Kota Banda Aceh Kabupaten Aceh Besar Kabupaten Pidie Kabupaten Pidie Jaya
3
Lhokseumawe (QQc)
Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Timur Kabupaten Bireueun
4
Langsa (QQg)
Kota Langsa Kabupaten Aceh Tamiang
98
5)
Pembentukan Tim Terpadu Registrasi Kapal Ikan Guna menjamin terlaksananya kegiatan pengelolaan registrasi kapal ikan,
maka diperlukan Surat Keputusan Gubernur sehingga dapat terbentuk tim yang bekerja di lapangan. Tim yang mendapat tugas ini menjalankan program ini terdiri dari Staf DKP Provinsi NAD, Syahbandar, DKP Kota/ Kabupaten, dan Dishub kota/ kabupaten yang dibagi ke dalam beberapa tim. Tim yang dibentuk sebanyak 15 tim dengan jumlah anggota sebanyak 66 orang. Pembagian tugas dari tim-tim tersebut yakni berdasarkan ukuran dimensi kapal, dimana sebanyak 11 tim (33 orang) bertugas mengukur kapal dengan dimensi di atas 10 GT, selanjutnya sebanyak 4 tim (33 orang) bertugas untuk mengukur kapal berukuran di bawah 10 GT (Lampiran 11). Pemilihan anggota tim yang berasal dari DKP baik provinsi maupun kota/kabupaten, dan Dishub kota/kabupaten bertujuan agar munculnya kontrol fungsi institusional serta memenuhi aspek legal dari aturan PP No. 5 Tahun 2006, dan UU No.31 Tahun 2004.
Tabel 25
Jumlah kapal di bawah 10 GT hasil registrasi kapal ikan terpadu
Kabupaten
Jumlah Kapal Mendaftar (unit)
Jumlah Hasil registrasi (unit
Pidie
460
460
Aceh Barat
419
419
Aceh Jaya
136
136
Nagan Raya
59
59
1047
1047
Total
Jumlah Sisa (unit)
Contoh kapal-kapal di bawah 10 GT seperti pada Lampiran 10 Tabel 26
Jumlah kapal di atas 10 GT hasil registrasi kapal ikan terpadu
Jumlah Kapal Mendaftar (unit)
Jumlah Hasil registrasi terpadu (unit)
Jumlah Sisa (unit)
487
263
224
Contoh kapal-kapal di atas 10 GT seperti pada Lampiran 9
99
6)
Proses Pengolahan dan Pencetakan Dokumen Form registrasi kapal ikan (Lampiran 1) yang isinya merupakan data hasil
registrasi di lapangan kemudian di-entry ke dalam komputer dalam bentuk Microsoft Excel (MS Excel). Selama tahap entry data agar tidak terjadi kesalahan, maka selalu dilakukan pengecekan. Kemudian data MS Excel yang digunakan sebagai data untuk pencetakan dokumen. Guna menghindari kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan keterampilan anggota tim (human error) dalam pencetakan dokumen, maka digunakan fitur mail merge (Mailings) yang terdapat pada Microsoft Word dan menggunakan dengan data yang telah di-entry pada MS Excel tersebut. Cara pencetakan dokumen tersebut dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1)
Buka pada MS Word dokumen yang akan dicetak sebagai contoh pencetakan Surat Pas Kecil untuk kapal di bawah 7 GT (Gambar 28);
(2)
Pilih Mailings, selanjutnya pilih Select Recipient (pilih data pada MS Excel hasil registrasi,
pilih Use existing List…Gambar 29) dan
Insert Merge Field, pastikan setiap data diisikan pada tempat yang benar; (3)
Untuk memastikan kesesuaian letak data, maka pilih Preview Result
(4)
Bila sudah sesuai, maka pilih Finish and Merge dan dokumen siap dicetak.
100
Gambar 28 Dokumen yang akan dicetak pada MS Word Gambar di atas adalah softfile yang telah disediakan oleh pemerintah daerah dan syah hanya untuk kapal-kapal di bawah 7 GT, untuk kapal-kapal di atas 7 GT berupa hardcopy yang disediakan oleh Pusat, sehingga bila ingin mencetaknya harus mem-fix-kan terlebih dahulu agar posisi yang akan diisikan pas pada tempatnya.
Gambar 29 Memilih Select Recipient
101
Pilih using existing list data yang telah ada kemudian akan muncul seperti pada Gambar berikutnya
Gambar 30 Data MS Excel cetak
Gambar 31 Pilih Insert Merge Field
102
Gambar 32 Pilih Preview Result
Gambar 33 Pilih Finish and Merge
103
6.6 Pembahasan Upaya pengembangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu dimulai dengan merancang tahapan-tahapan alur kajian guna menghubungkan subsistem terkait dalam hal ini instansi terkait. Tahap pertama yang dilakukan yakni upaya pengenalan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu melalui workshop. Sebagai penyelenggara kegiatan workshop, dan pelatihan adalah DKP Provinsi Aceh. Alasan Pemilihan DKP Provinsi Aceh sebagai pihak penyelenggara workshop adalah: 1) Registrasi kapal ikan adalah domain DKP Provinsi Aceh ; 2) DKP Provinsi Aceh telah memiliki koordinasi langsung dengan KKP terutama untuk melakukan registrasi kapal ikan ; 3) DKP Provinsi Aceh sudah mempunyai pengalaman dalam registrasi kapal ikan, terutama dalam bekerja sama dengan Dinas Perhubungan, Administrasi Pelabuhan / Kanpel, dan P2TSP. Obyek/ peserta yang harus mengikuti workshop, dan pelatihan ini adalah instansi yang berada dibawah DKP Provinsi Aceh, dan instansi-instansi terkait. Objek/ peserta workshop, dan pelatihan adalah DKP Kota/ Kabupaten se-Provinsi Aceh, Adpel/ Syahbandar se-Provinsi Aceh, Dishub Kota/ Kabupaten se-Provinsi Aceh, Panglima Laot se-Provinsi Aceh, TNI AL dan Polairud yang bertugas di perairan Provinsi
Aceh.
Workshop,
dan
pelatihan
ini
selain
bertujuan
memperkenalkan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu, dan
untuk upaya
peningkatan pengetahuan juga diharapkan terjadi persamaan persepsi antara instansi-instansi tersebut. Setelah terselenggaranya workshop tersebut maka diperoleh rekomendasi-rekomendasi salah satunya yakni berupa
Peraturan
Gubernur guna menjamin berjalannya rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan ini. Peraturan Gubernur dinilai penting karena program ini melibatkan dua instansi yakni DKP dan Dishub yang dikhawatirkan terjadi konflik. Tahapan kedua yakni implementasi sistem yang lebih dititikberatkan kepada pembagian tugas pengukuran kapal dengan metode, dan formulasi pengukuran yang telah disepakati sebelumnya setelah pelatihan dilakukan yakni: 1). Pengukuran dimensi kapal dilakukan oleh ahli ukur (petugas syahbandar); 2). Spesifikasi Alat Tangkap dan alat bantu penangkapan serta ukuran palka dilakukan oleh DKP Provinsi NAD; 3) Spesifikasi mesin utama dan mesin bantu. Lebih rinci, pengukuran kapal yang berukuran lebih dari 10 GT berada di bawah
104
kewenangan DKP Provinsi NAD dan Syahbandar, kapal dengan dengan ukuran antara 7GT-10GT diukur oleh Syahbandar dan DKP kabupaten/ kota, sedangkan kapal dengan ukuran di bawah 10GT diukur oleh DKP Kabupaten/ Kota dan Dishub Kabupaten/ Kota. Data yang diperoleh oleh tim di lapangan dimasukkan ke dalam form registrasi. Form registrasi tersebut berisi data teknis kapal yang telah mengakomodir kebutuhan data yang dibutuhkan DKP dan syahbandar (Lampiran 1). Apabila data yang diperoleh layak dan sesuai, serta memenuhi persyaratan teknis pendaftaran maka data tersebut diproses untuk di-entri ke dalam komputer dan kemudian dicetak dalam bentuk dokumen. Apabila data yang diperoleh tidak sesuai dan belum memenuhi persyaratan teknis registrasi kapal, maka data tersebut akan diverifikasi kembali oleh tim guna mendapatkan data yang valid. Data lain yang diperoleh dari program registrasi ini berupa data visual/foto kapal, alat tangkap, dan pemilik kapal. Tahapan selanjutnya yakni data-data tersebut diproses untuk menghasilkan output berupa data gabungan yang digunakan sebagai database sistem informasi. Selama penelitian berlangsung, terdapat beberapa kendala antara lain keterlambatan/ penundaan pengukuran kapal yang disebabkan oleh kapal yang diukur sedang melaut ketika jadwal pengukuran. Kendala lain yang ditemukan yakni lamanya memperoleh persetujuan daftar ukur dari Dirjen Hubla untuk kapal dengan volume lebih dari 7 GT. 6.7
Kesimpulan Rancangan sistem registrasi kapal ikan terpadu yang telah dilakukan dapat
diambil beberapa kesimpulan, yakni: (1) Diperlukan peraturan gubernur dalam pelaksanaan sistem registrasi kapal ikan
terpadu di Provinsi NAD dan surat keputusan gubernur guna membentuk tim yang terpadu dari instansi yang terkait; (2) Pembagian tugas dan wewenang dalam pengkuran kapal mengikuti aturan PP
No. 5 Tahun 2006, dan UU No.31 Tahun 2004;
105
(3) Kendala yang ditemukan pada sistem ini yakni lamanya memperoleh
persetujuan data ukur dari Dirjen Hubla untuk kapal dengan dimensi lebih dari 7 GT, sedangkan sistem dapat berjalan dengan baik untuk kapal dengan ukuran volume kurang dari 7 GT karena tidak melibatkan instansi pusat.
106
107
7
SISTEM INFORMASI REGISTRASI KAPAL IKAN
7.1 Pendahuluan (Gambaran Umum Sisten Informasi) Sub-sektor perikanan tangkap dalam pengambilan keputusannya sudah saatnya didukung oleh sistem informasi yang terintegrasi dan terpadu serta bisa diandalkan, mengingat juga perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Serta saat ini penerapan teknologi informasi berbasis internet yang sudah memasyarakat dan berbiaya murah. Kehadiran sistem informasi berbasis internet ini diharapkan mampu mempermudah penyampaian informasi dari daerah ke pemerintah pusat atau sebaliknya dalam waktu yang relatif jauh lebih singkat serta dengan biaya murah. Manfaat lain yang diperoleh yakni mempermudah pemerintah dalam pembenahan adminstrasi dan database, serta adanya transparansi data. Dengan demikian, maka dapat mengingkatkan upaya pengembangan sub-sektor perikanan tangkap. Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh sebagai salah satu institusi pelayanan umum membutuhkan keberadaan suatu sistem informasi yang akurat dan andal, serta cukup kepada
memadai untuk meningkatkan pelayanannya
para masyarakat perikanan terutama pemilik kapal. Dengan lingkup
pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan di DKP. Banyaknya variabel di Registrasi Kapal Ikan turut menentukan kecepatan
arus informasi yang dibutuhkan oleh
stakeholder dan lingkungan DKP sendiri. Pengelolaan data di DKP merupakan salah satu komponen yang penting dalam mewujudkan suatu sistem informasi Registrasi Kapal ikan. Pengelolaan data secara manual, mempunyai banyak kelemahan, selain membutuhkan waktu yang lama, keakuratannya juga kurang dapat diterima, karena kemungkinan kesalahan sangat besar. Dengan dukungan teknologi informasi yang ada sekarang ini, pekerjaan pengelolaan data dengan cara manual dapat digantikan dengan suatu sistem informasi dengan menggunakan komputer. Selain lebih cepat dan mudah, pengelolaan data juga menjadi lebih akurat. Sistem informasi (SI) adalah sekumpulan komponen pembentuk sistem yang mempunyai keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya
108
yang bertujuan menghasilkan suatu informasi dalam suatu bidang tertentu. Dalam sistem informasi diperlukannya klasifikasi alur informasi, hal ini disebabkan keanekaragaman kebutuhan akan suatu Kriteria dari
informasi oleh pengguna informasi.
sistem informasi antara lain, fleksibel, efektif dan
(Sabarguna, 2005). Secara garis besar komponen yang terkait
efisien
dengan suatu
sistem informasi dapat dilihat pada Gambar 34. TEKNOLOGI
DATA
MASUKAN
PROSES
TUJUAN
KELUARAN
PEMAKAI
PENGENDALIAN
MODEL
Gambar 34 Komponen sistem informasi Fungsi SI yang disampaikan oleh Abdul-Rahman (2008), di mana sistem harus mampu menyimpan, menstruktur, me-manipulasi, menganalisis dan merepresentasikan data. Berdasarkan fungsi tersebut teknologi yang digunakan adalah MySQL, Apache, dan PHP. MySQL berfungsi untuk menyimpan, menstruktur, memanipulasi, dan menganalisis data sedangkan untuk merepresentasi-kannya digunakan Apache. Adapun PHP berfungsi sebagai penghubung antara Apache dan MySQL. Agar menghasilkan tampilan. PHP akan membaca data dari MySQL kemudian menuliskannya sebagai data berbasis teks yang dikirimkan ke browser. Demikian
pula
sebaliknya,
ketika
pemakai
melakukan
perubahan/penambahan secara interaktif pada Apache, PHP berfungsi untuk mengeksekusi perubahan tersebut kedalam database MySQL. 7.2
Tujuan Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mendeskripsikan
bagaimana
pengembangan Sistem Informasi Registrasi Kapal Ikan (SIRKI) berbasis web yang diimplementasikan untuk pengelolaan Kapal Ikan di Provinsi Aceh menggunakan Apache, MySQL dan PHP. Mencakup pemanfaatanya dalam tujuan
109
praktis pengelolaan Kapal Ikan. Sehingga diharapkan dapat memberikan wawasan teoritis dan aplikatif mengenai peranan Sistem Informasi. 7.3
Metode Tahapan pengembangan sistem yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada model waterfall (Demers, 1997), antara lain: 1) system requirements, 2) software requirements, 3) analysis, 4) program design, 5) coding, 6) testing, dan 7) operations (Gambar 35).
System requirment Software requirment Analysis Program design Coding Testing Operations
Gambar 35 Tahapan Sistem menggunakan Model Waterfall Model ini disebut waterfall karena satu tahapan tidak dapat dilaksanakan sebelum tahapan sebelumnya selesai, sehingga harus dilaksanakan secara berurutan. Dalam pembuatan database SIRKI, langkah pertama yang dilakukan yaknientri data ke dalam Microsoft Excel dan dilajutkan dengan mentransfer data ke Microsoft Access. Hal lain yang penting dalam pembuatan database yakni penetuan hubungan/relationship antar data itu sendiri. Hubungan/relationship antar komponen data SIRKI dapat dilihat pada Gambar 36 (kapal berukuran kurang dari 10 GT ), Gambar 37 (kapal berukuran lebih dari 10 GT).
110
Gambar 36 Relationship View Sistem Registrasi Kapal Ikan (SIRKI) < 10 GT
111
Gambar 37 Relationship View Sistem Registrasi Kapl Ikan (SIRKI) > 10 GT
112
Proses penyusunan program (coding) meliputi penyusunan script PHP dan pembuatan Apache untuk membuat pemodelan non spatial menggunakan NetBeans IDE 6.5 melibatkan beberapa program penting, antara lain: 1) Perangkat lunak yang berjalan di server (server-side), antara lain: (1)
MySQL, berfungsi sebagai sistem basis data yang menyimpan data.
(2)
Apache, merupakan software yang berfungsi sebagai server web.
(3)
PHP, berfungsi pengerjaan script akan dilakukan di server, kemudian hasilnya akan dikirimkan ke browser.
2) Perangkat lunak yang berjalan di client (client-side) berupa Internet Browser (Microsoft Internet Explorer, Mozila Firefox, Opera, dll), digunakan untuk browsing aplikasi. 7.4
Hasil dan Pembahasan
1)
Penyusunan basis data Basis data adalah data primer (Tabel 27). Data primer diperoleh melalui
survey, pendataan, dan registrasi terpadu. Tabel 27
Data Registrasi Kapal Ikan Data
Cara memperoleh data
Data Pemilik Kapal
Survey Registrasi
Data Administrasi/dokumen kapal
Registrasi
Data Spesifikasi/dimensi Kapal
Survey Registrasi
Data Hasil analisis dimensi kapal
Hasil perhitungan
DataSpesifikasi Mesin induk
Survey Registrasi
Data Spesifikasi Alat Tangkap
Survey Registrasi
Data SIUP/SIPI/SIKPI
Registrasi
Data Daerah Penangkapan Ikan
Registrasi
Data Foto Pemilik, Kapal, Alat Survey Registrasi TangkapData tersebut awalnya berupa tabulasi dalam bentuk MS Exel kemudian disimpan dalam tabel MySQL telah menjadi basis data.
113
2)
Pengguna Sistem Registrasi Kapal Ikan (SIRKI) Pengguna dari sistem informasi registrasi kapal ikan terdiri dari 4 jenis
tingkatan, yaitu: (1) (2) (3) (4) 3)
Administrator, merupakan pemegang hak akses paling tinggi dalam sistem. Operator perawatan Operator entry data User/stakeholder/pemilik kapal
Tampilan antarmuka sistem (1) Antarmuka sistem informasi Aplikasi SIRKI mempunyai halaman utama yang berisikan link ke form
login yang digunakan untuk autentifikasi pengguna agar bisa mengakses sistem, link ke form registrasi yang digunakan untuk pendaftaran pengguna, serta link ke halaman menu yang memuat informasi pembuat aplikasi SIRKI ini. Contoh antarmuka sistem seperti pada Gambar 38.
Gambar 38 Tampilan antarmuka sistem
114
(2)
Antarmuka form login Antamuka Login memuat form login yang dapat digunakan untuk tempat
autentifikasi bagi pengguna. Setelah memasukkan username dan password yang benar, maka pengguna berhak untuk masuk dan
mengakses SIRKI. Contoh
antarmuka form login seperti pada Gambar 39.
Gambar 39 Antarmuka form login (3)
Antarmuka menu utama Antamuka Registrasi memuat form registrasi yang dapat digunakan untuk
tempat pendaftaran pengguna baru baik sebagai operator perawat, operator entry data ataupun sebagai user. Setelah melakukan registrasi serta telah diaktifkan oleh administrator maka pengguna berhak untuk masuk dan mengakses SIRKI. Contoh antarmuka form login seperti pada Gambar 40.
115
Gambar 40 Menu utama Menu utama pada Gambar 40 menampilkan susunan sub-menu yang merupakan struktur data sistem informasi registrasi kapal ikan, pada sub-menu registrasi kapal ikan menampilkan seluruh data yang ada pada sub-menu berikutnya (dijelaskan pada Gambar 41 sampai dengan Gambar 44). Pada submenu registrasi kapal ikan ini selain menampilkan data juga menampilkan foto kapal, alat tangkap dan pemilik, sedangkan pada sub-menu kapal menampilkan tentang spesifikasi kapal serta foto kapal (dijelaskan pada Gambar 45 sampai dengan Gambar 47), dan pada sub-menu pemilik menampilkan identitas pemilik (dijelaskan pada Gambar 48 sampai denga Gambar 49) . Sub-menu- sub-menu
116
lainnya adalah sebagai data pendukung dari sub-menu registrasi kapal ikan, submenu kapal, dan sub-menu pemilik. (4) Antar muka sub-menu registrasi kapal perikanan
Gambar 41 Sub-menu registrasi kapal ikan Gambar 40 adalah merupakan tampilan sub-menu registrasi kapal ikan yang di dalamnya menampilkan data tentang Nomor registrasi, Nomor surat ukur, Nama kapal, Tanda selar, besaran GT, Nomor identitas pemilik, serta Nama pemilik. Selain itu menyediakan fasilitas untuk menambah data baru dengan menggunakan fungsi Add new, dan memperbaiki data dengan menggunakan fungsi Edit, namun fasilitas-fasilitas ini hanya dapat digunakan oleh para pengguna yang diberi kewenangan sebagai petugas entry-data, dan petugas perawat data.
117
Gambar 42 Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan
Gambar 43 Sub-menu registrasi kapal ikan lanjutan
118
Gambar 44 View pada sub-menu registrasi kapal ikan
119
(5)
Antar muka sub-menu kapal
Gambar 45 Sub-menu Kapal
Gambar 46 Sub-menu Kapal lanjutan
120
Gambar 47 View pada sub-menu kapal
121
Gambar 48 Sub-menu pemilik
Gambar 49 View sub-menu pemilik
122
7.5
Kesimpulan Penelitian pembuatan Sistem Informasi Registrasi Kapal Ikan ini dapat
diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1)
Berdasarkan hasil pengujian dengan metode
kotak hitam (black box),
aplikasi berbasis web yang dibangun yaitu SIRKI telah sesuai dengan yang diharapkan dan dapat berfungsi dengan baik. (2)
Aplikasi SIRKI ini berfungsi sebagai pendukung dalam kegiatan pelayanan registrasi kapal ikan, serta dengan
menggunakan database untuk
menghubungkan aplikasi SIRKI pada Subsistem yang lain. (3)
Dengan konsep framework Apache yang berbasiskan komponen dan event driven, Apache memberikan banyak keuntungan dalam
pengembangan
aplikasi berbasis web. (4)
Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa aplikasi SIRKI ini telah cukup sesuai dengan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh pengelola data pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh.
123
8 8.1
RANCANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS SISTEM REGISTRASI KAPAL IKAN
Pendahuluan Pengendalian perikanan tangkap dilakukan dengan aturan yang bersifat
teknis, bersifat manajemen upaya penangkapan (input control) dan manajemen hasil tangkapan (output control), dan pengendalian ekosistem. Pengaturan bersifat teknis mencakup pengaturan alat tangkap dan pembatasan daerah maupun musim perikanan tangkap. Pembatasan alat tangkap lebih pada spesifikasi untuk menangkap ikan spesies tertentu atau meloloskan ikan bukan tujuan tangkap (selektivitas alat tangkap) serta efek terhadap ekosistem. Guna melindungi komponen stok ikan diberlakukan pembatasan daerah dan musim perikanan tangkap sekaligus dibentuk fisheries refugia maupun daerah perlindungan laut (MPA) bagi jenis ikan yang kehidupannya relatif menetap. Manajemen
upaya
penangkapan
umumnya
dilakukan
dengan
pembatasan jumlah dan ukuran kapal (fishing capacity), jumlah waktu penangkapan
(vessel
usage)
atau
upaya
penangkapan
(fishing
effort).
Pengendalian ini lebih mudah dan lebih murah dari sisi pemantauan dan penegakan aturan dibandingkan pengendalian hasil tangkapan. Namun penentuan jumlah upaya masing-masing unit penangkapan merupakan hambatan dalam memakai aturan pengendalian ini. Manajemen hasil tangkapan untuk membatasi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan bagi suatu area dalam waktu tertentu (total allowable catches) dan selanjutnya menjadi pembatasan jumlah hasil tangkapan setiap unit penangkapan. Hasil tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan jenis spesies tertentu menjadi kendala dalam perikanan multispesies seperti di Indonesia. Pengendalian upaya penangkapan dan hasil tangkapan disebut sebagai direct conservation measures dan dapat dilaksanakan melalui persyaratan perijinan (registrasi kapal ikan), pengurangan
kapasitas
Pengendalian
ekosistem
pengendalian populasi.
penangkapan dilaksanakan
dan
manajemen
dengan
hasil
modifikasi
tangkapan.
habitat
atau
124
Era
baru
sektor
perikanan
dalam
konteks
pembangunan
yang
berkelanjutan adalah diadopsinya code of conduct for responsible fisheries (CCRF). Perikanan yang berkelanjutan bukan ditujukan semata hanya pada kelestarian perikanan dan ekonomi namun pada keberlanjutan komunitas perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi.
Disini diperlukan
pendekatan manajemen yang inovatif dan alternatif untuk mencapai tujuan tersebut. Terkait dengan perikanan tangkap, setidaknya terdapat 5 hal penting sebagai implementasi CCRF yakni manajemen perikanan, operasi penangkapan, kegiatan perikanan tangkap yang melanggar hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU), pendekatan ekosistem (EAF) dan indikator keberlanjutan. Manajemen perikanan sendiri mempunyai 4 sasaran yang akan dicapai yakni sasaran biologi (kontinuitas produktivitas), ekologi (minimasi dampak terhadap lingkungan), ekonomi (peningkatan pendapatan) dan sosial (peningkatan kesempatan kerja). Khusus mengenai manajemen perikanan tangkap tergantung pada kemampuan sistem manajemen dalam mengontrol upaya penangkapan secara biologi maupun ekonomi tanpa mengabaikan tanggungjawab terhadap sumber daya, lingkungan, keamanan pangan, awak kapal, kualitas produk serta pengembangan daerah. Dengan demikian, beberapa hal perlu ditingkatan sesuai dengan kaidah perikanan berkelanjutan sebagai berikut: 1) Paradigma limited access harus ditingkatkan; 2) Implementasi log-book penangkapan harus dibarengi dengan peraturan yang berkaitan dengan kerahasiaan; 3) Perbaikan sistem statistik perikanan; 4) Meningkatkan kemampuan diplomasi internasional; 5) Penyusunan rencana manajemen perikanan diterapkan di setiap upaya manajemen perikanan; 6) Partisipasi pemangku kepentingan diperlukan dalam penyusunan rencana manajemen perikanan; 7) Meningkatkan efektifitas peradilan perikanan; dan
125
8)
Meningkatkan peran sebagai negara pelabuhan (port state) dan negara bendera (flag state). Sistem perikanan tangkap dalam hal ini didefinisikan berdasarkan sistem
perikanan menurut Charles (2001), yang mencakup tiga subsistem, yaitu: (1) subsistem SDI dan dan lingkungannya, (2) subsistem SDM dan kegiatannya, dan (3) subsistem manajemen. Subsistem SDI dan lingkungannya meliputi komponen ikan, ekosistem, dan lingkungan biofisiknya. Subsistem SDM dan kegiatannya meliputi jenis-jenis kegiatan penangkapan ikan. Subsistem manajemen meliputi komponen perencanaan dan kebijakan perikanan, kelembagaan perikanan tangkap, pengelolaan perikanan, serta pengembangan dan penelitian. Kebijakan atau policy, merupakan course of actions atau arah kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Purwaka 2008). Kebijakan merupakan intervensi pemerintah (dan publik) untuk mencari cara pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses pembangunan yang lebih baik. Kebijakan adalah upaya, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang sudah dirumuskan. Kebijakan bisa juga merupakan upaya pemerintah memperkenalkan model pembangunan baru berdasarkan masalah lama. Kebijakan juga merupakan upaya mengatasi kegagalan dalam proses pembangunan (Nurani 2010). Kelembagaan merupakan proses melembaganya nilai-nilai kemanusiaan (humanity), kebenaran (righteousness), kesopanan (civility), kearifan (wisdom), kepencayaan (trust) dan perdamaian (peace). Kelembagaan diadakan untuk menciptakan, menumbuhkan, mengembangkan, dan mengubah kehidupan yang senantiasa lebih baik dari hari ke hari. Kelembagaan menghasilkan learning civilization: bangsa yang senantiasa belajar, membuka diri, mau mengubah diri, berkomunikasi, berdialog, dan mengakui keberadaan pihak lain (Purwaka 2008). Kelembagaan merupakan suatu perangkat perundang-undangan yang mengatur tata kelembagaan (institutional arrangement) dan mekanisme tata kerja kelembagaan (institutional framework). Kelembagaan memiliki kapasitas yaitu kapasitas potensial (potential capacity), kapasitas daya dukung (carrying capacity), dan kapasitas daya tampung atau daya lentur (absorptive capacity).
126
Kinerja dari suatu kelembagaan merupakan fungsi dari tata kelembagaan, mekanisme, dan kapasitas kelembagaan yang dimilikinya (Purwaka 2003). Kelembagaan menurut Nurani (2010) dapat diartikan sebagai kelembagaan sebagai institusi, yang merupakan organisasi berbadan hukum untuk mengelola suatu kegiatan, dan kelembagaan sebagai pelembagaan nilai (institutionalized). Kelembagaan sebagai organisasi merupakan kumpulan orang yang tergabung dalam suatu wadah yang disatukan untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan. Kelembagaan sebagai organisasi mencakup beberapa komponen, yaitu: (1) orang, sebagai pelaksana tugas; (2) teknologi, yang digunakan untuk melaksanakan tugas; (3) informasi, sebagai pengetahuan untuk melaksanakan tugas; (4) struktur, merupakan peraturan dan pembagian tugas; dan (5) tujuan, merupakan alasan dan tujuan dari pelaksanaan tugas organisasi. Kelembagaan dalam konsep pengelolaan SDI merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan (Nurani 2010). Kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) mencakup himpunan aturan mengenai tata hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan. Kelembagaan memberikan ketentuan terhadap anggotanya mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab. Kelembagaan memberikan suatu kondisi, setiap anggota menerima apa yang telah menjadi ketentuan, merasa aman, dan hidup sewajarnya. 8.2
Tujuan Kajian ini bertujuan membangun rancangan pengelolaan perikanan
tangkap berbasis registrasi kapal ikan dengan melibatkan instansi-instansi terkait dibawah pengendalian pemerintah daerah dalam hal ini adalah Gubernur. Rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan yang dihasilkan berbentuk konsep pengelolaan 8.3
Manfaat Manfaat dari kajian ini adalah terancangnya pengelolaan perikanan
tangkap berbasis registrasi kapal ikan yang dapat dapat dimplementrasikan di lapangan.
127
8.4
Metodologi Metodologi dalam kajian rancangan pengelolaan perikanan tangkap
berbasis registrasi kapal ikan, diawali dengan analisis isi/content analysis berdasarkan kebijakan dan aturan yang berlaku. Analisis kebijakan dilakukan terhadap peraturan perundangan mengacu pada Purwaka (2002) untuk mendapatkan konsep peraturan dan perundangan untuk pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip konservasi. Analisis kebijakan dilakukan dengan menilai peraturan perundangan yang ada berdasarkan latar belakang, mandat, implementasi, dan kendala atau kelemahan yang dihadapi dalam penerapan peraturan perundangan. Analisis isi (content analysis) dilakukan dengan menilai peraturan menurut deskripsi isi, penyebab atau latar belakang, dan pengaruh yang ditimbulkan dari peraturan perundangan yang ada.
128
8.5
Hasil dan Pembahasan
1)
Analisis kebijakan perikanan tangkap
No. 1
Latar belakang
Kendala
Daerah berwenang untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut, pengaturan administrasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, ikut serta dalam pemeliharaan keamanan, dan pertahanan kedaulatan negara.
Program pembangunan belum terintegrasi, terencana, berkesinambungan dan terukur pemberdayaannya.
Pemerintah daerah masih belum mampu berkoordinasi dengan para pemegang kewenangan di daerah, sehingga seringkali pengelolaan menjadibersifat sektoral.
Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berwenang menerbitkan izin penangkapan ikan dan pengusahaan sumber daya alam laut lainnya di laut sekitar Aceh sesuai dengan kewenangannya.
Belum ada aturan daerah yang baku untuk mengatur pengelolaan perikanan tangkap terlebih berbasis registrasi , sehingga saat mengimplentasi masih menggunakan peraturan bersifat sementara (Pergub)
UU ini telah memiliki mandat hukum yang jelas, namun untuk pengelolaan perikanan di WPP yang berada di bawah otorita daerah, menjadi tidak optimal, karena minimnya koordinasi.
Kurangnya koordinasi antar lembaga untuk membentuk pengelolaan yang baik.
UU No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh Pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup
3
Implementasi
UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah Daerah memiliki wilayah laut dan memiliki kewenangan untuk mengelola SDI yang ada di wilayah lautnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2
Mandat
Kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang hidup di laut meliputi: a. konservasi dan pengelolaan sumber daya alam di laut; b. pengaturan administrasi dan perizinan penangkapan dan/atau pembudidayaan ikan;
UU No. 45/2009 tentang Perikanan Pemanfaatan SDI belum Memberikan peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan (pengelolaan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum belum optimal).
Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas: manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang berkelanjutan.
129
1) No. 4
Analisis kebijakan perikanan tangkap (lanjutan) Latar belakang
Kendala
Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan 5 terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses: a. pengukuran kapal; b. pendaftaran kapal; dan c. penetapan kebangsaan kapal. Surat Ukur sebagaimana dimaksud diterbitkan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk
Karena perhitungan GT bagi kementerian perhubungan bukan merupakan satuan volume, sehingga sulit bagi pengelolaan perikanan tangkap bila GT Hubla dijadikan sebagai acuan pengelolaan, sehingga sisi perikanan harus mempunyai perhitungan yang mewakili volume
Permen KP No.2/2011 tentang Jalur Penangkapan Pengoperasian alat tangkap tidak boleh merusak ekosistem pantai.
6
Implementasi
UU No. 17/2008 tentang Pelayaran bahwa pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, epelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis
5
Mandat
Pembagian lokasi penangkapan yang diukur dari garis surut terendah, yaitu jalur I.a, I.b, II, dan III. Pembagian ini berdasarkan jenis alat tangkap (aktif atau pasif), ukuran dan GT kapal.
Pembagian lokasi penangkapan telah diatur dengan, namun dalam pelaksanaannya di lapangan seringkali dilanggar. Hal ini karena tidak mudah untuk memberikan batas di lautan, dan kesadaran yang rendah dari nelayan untuk ikut serta menjaga pesisir.
Pengaturan di perairan laut membutuhkan pengawasan yang ketat, sehingga peraturan akan dijalankan dengan baik. Sanksi yang kurang tegas juga menjadi sebab tidak efektifnya penerapan aturan jalurjalur penangkapan ini
Permen KP No.9/2009 tentang Pendaftaran Kapal Perikanan Kapal perikanan milik orang atau badan hukum Indonesia yang dioperasikan untuk kegiatan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib didaftarkan sebagai kapal perikanan Indonesia
a. Pusat melakukan pendaftaran kapal perikanan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT. b. Provinsi melakukan pendaftaran kapal 10 s/d 30 GT c. Kabupaten melakukan pendaftaran kapal perikanan ukuran ≤ 10 GT
Pelaksanaan registrasi kapal ikan masih pengacu pada dokumen yang diterbitkan oleh Syahbandar
Dokumen yang ada tidak sesuai dengan fisiknya, sehingga sulit bagi perikanan untuk besaran perhitungan yang ada pada dokumen untuk pengelolaan perikanan tangkap
130
1) No. 7
Analisis kelembagaan perikanan tangkap (lanjutan) Latar belakang
No
Implementasi
Kendala
Kepmen HUB No.6/2005 tentang Pengukuran Kapal Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar harus diukur panjang, lebar, dalam dan tonase kapal sesuai dengan metode pengukuran yang berlaku
2)
Mandat
Diukur oleh ahli ukur (pejabat pemerintaha0 yang ditunjuk oleh DitJen dan diberi wewenang melaksanakan pengukuran
Kapal di bawah 24 meter diukur menggunakan metode pengukuran dalam negeri, untuk kapal di atas 24 meter menggunakan metode pengkuran internasional
Personal (ahli ukur di daerah snagt kuran jumlahnya, implementasi pengukuran dan perhitungan tidak sesyaui dengan metode yang dibakukan
Analisis isi/contanet analysis pengelolaan perikanan tangkap Jenis Peraturan
Deskripsi isi
Penyebab
Pengaruh
1
UU No. 32/2004
Daerah berwenang untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut, pengaturan administrasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, ikut serta dalam pemeliharaan keamanan, dan pertahanan kedaulatan negara.
Daerah yang memiliki wilayah laut berwenangan untuk mengelola SDI yang ada di wilayah lautnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
Pemerintah daerah tingkat I (Provinsi) berhak mengelola wilayah laut sejauh 12 mil, sedangkan pemerintah daerah tingkat II (Kabupaten) berhak mengelola wilayah lautnya sampai sejauh 4 mil dari garis pantai.
2
UU No. 11/2006
Pengelolaan sumber daya alam di wilayah laut memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup
Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berwenang menerbitkan izin penangkapan ikan dan pengusahaan sumber daya alam laut lainnya di laut sekitar Aceh sesuai dengan kewenangannya
Pemerintanh Aceh dapat menerbitkan surat ijin penangkapan ikan hingga tak terbatas besar Gtnya
3
UU No. 45/2009
Pemanfaatan SDI belum Memberikan peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan (pengelolaan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum belum optimal).
UU ini telah menberi mandat kepada daerah untuk pengelolaan perikanan di WPP
Pemerintanh Aceh dapat menerbitkan surat ijin penangkapan ikan untuk kapal di bawah 30 GT
131
3) No
Analisis isi/content analysis kelembagaan perikanan tangkap Lembaga
Peran
Arah
1
DKP Provinsi
Bertanggung jawab mendata kegiatan perikanan dan prospek pengembangannya ke depan.
Pembangunan sektor perikanan yang berorientasi pada pengembangan pemanfaatan konservasi SDI di Provinsi Aceh sebagai daerah perlindungan laut (marine sanctuary), dan pengembangan usaha perikanan yang berwawasan lingkungan.
2
DKP Kabupaten
Bertanggung jawab mendata kegiatan perikanan dan memberikan informasi mengenai kebijakan perikanan daerah
Pembangunan sektor perikanan tangkap yang berorientasi pada pengembangan pemanfaatan konservasi SDI di kabupaten pesisir seluruh Aceh sebagai daerah perlindungan laut (marine sanctuary) dan pengembangan usaha perikanan yang berwawasan lingkungan. Terwujudnya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan
3
Pemda Aceh (Provinsi & Kabupaten)
Pemegang wewenang pengelolaan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dengan program pemerataan pembangunan.
Terwujudnya pengelolaan SDI yang berkelanjutan sebagai sumber utama pendapatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarkat yang mandiri dan sejahtera. Memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada dengan melestarikan fungsi ekosistem menuju terwujudnya hubungan yang seimbang, serasi, selaras antara manusia dan lingkungannya, untuk pembangungan berkelanjutan di Aceh
4
Kelompok Nelayan
Sebagai wadah komunikasi dan diskusi antar nelayan
Pengembangan usaha perikanan tangkap dan budidaya, kapasitas sumberdaya nelayan, dan peningkatan kesejahteraan nelayan
5
Panglima Laot
Sebagai pemegang kelompok nelayan
Pengarah terhadap hukum-hukum adat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan serta penyambung kebijakan pemerintah kepada nelayan.
6
LSM
Mendampingi pihak pengelola dan stakeholders untuk pengelolaan perikananyang baik dan berkelanjutan, serta melakukan penelitian bersama.
4) No 1
komando
Terwujudnya lingkungan laut yang mampu melindungi keanekaragaman SDA hayati dan ekosistemnya .
Analisis isi/content analysis kelembagaan sistem registrasi kapal ikan Lembaga DKP Aceh
Provinsi
Peran
Arah
Atas nama Gubernur bertanggung jawab terhadap pengelolaan seluruh kegiatan registrasi kapal ikan. Membuat Juklak dan juknis tentang registrasi kapal.
Menghimpun datan data informasi kapal dari kabupaten sesuai dengan fishing base nya. Bersama DKP Kabupaten melakukan cek fisik dan verifikasi kapal, serta merekomendasi, mengawasi penerbitan SIPI kapal ≤ 30 GT
132
4) No
Analisis isi/content analysis kelembagaan sistem registrasi kapal ikan Lembaga
Peran
Arah Bersama syahbandar dan dishub kabupeten melakukan cek fisik dan verifikasi terhadap kapal di bawah 10 GT, merekomendasi penerbitan SIPI kapal di bawah 10 GT Memberikan rekomendasi kelaiklautan sekaligus menerbitkan dokumen kapal secara benar, sesuai dengan kapasitas internal kapal di atas 7 GT
2
DKP Kabupaten
Bertanggungjawab terhadap kegiatan registrasi kapal ikan di kabupaten
3
Syahbandar
4
Dishub Kabupaten
5
Badan Perijinan terpadu Provinsi/Kabupaten
Bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kelaiklautan kapal, serta melakukan pengkuran dan penghitungan GT secara benar tehadap kapal di atas 7 GT Bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kelaiklautan kapal, serta melakukan pengkuran dan penghitungan GT secara benar tehadap kapal di bawah 7 GT Atas nama Gubernur beratanggungjawab terhadap proses penerbitan SIPI
Memberikan rekomendasi kelaiklautan sekaligus menerbitkan dokumen kapal secara benar, sesuai dengan kapasitas internal kapal di bawah 7 GT
Memasukan data kapal diseluruh Aceh ke dalam data base, sesuai struktur yang telah dibuat, memberikan umpan balik kepada DKP Provinsi.Kabupaten untuk jenis dan ukuran kapal agar tidak terjadi penumpukan operasi penangkapan pada sustu daerah penangkapan
Sebagai hasil dari analisis isi baik kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap maupun sistem registrasi dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian SDI harus selalu melakukan pengecekan ulang terhadap kapal yang telah diterbitkan ijinnya, karena menurut Fauzi (2001), menyatakan pada kondisi akses terbuka tingkat effort yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari yang semestinya untuk mencapai keuntungan yang optimal lestari, sehingga dari sudut pandang ekonomi, keseimbangan open acces menimbulkan alokasi sumberdaya alam yang tidak benar (misallocation), karena kelebihan sumberdaya (tenaga kerja, modal) yang dibutuhkan untuk usaha perikanan tersebut bisa dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Pandangan di atas merupakan inti dari prediksi Gordon yang mengatakan bahwa akses terbuka akan menimbulkan kondisi economic overfishing. Sehubungan dengan pengalokasian upaya penangkapan, sebaiknya untuk kapal ukuran < 5 GT tidak dipaksakan untuk mengakses daerah yang lebih dalam, tetapi lebih maksimal pada kedalaman 5 – 20 meter atau pada Jalur I (< 3 mil laut jarak dari pantai), sesuai peraturan yang berlaku pada Permen KP No.2/2011 tentang pengaturan jalur penangkapan ikan. Permen tersebut menyatakan pada
133
jalur 0 - 3 mil laut kapal dengan alat tangkap yang diperbolehkan melakukan operasi penangkapan adalah alat tangkap yang menetap (stationary), alat tangkap mobile tanpa modifikasi dan kapal tanpa motor dengan panjang total (length overall / LOA) 10 meter dan pada jal ur 3 - 6 mil laut kapal yang boleh beroperasi diantaranya
alat
tangkap
mobile
yang
dimodifikasi
dan
kapal
tanpa
motor/bermotor tempel dengan LOA 12 meter atau 5 GT. Tugas DKP provinsi/kabupaten kedepan agar pengelolaan perikanan tangkap berjalan dengan baik, harus mampu melakukan hal-hal seperti: 1)
Mengawasi pengadaan kapal perikanan dengan ukuran sampai 1-30 GT.
2)
Melakukan prakiraan dan perhitungan produksi hasil perikanan tangkap
3)
Memantau produksi, peredaran dan penggunaan alat tangkap dan mesin perikanan (sarana penangkapan).
4)
Mendemontrasikan dan kaji terap alat tangkap dan mesin perikanan (sarana penangkapan).
5)
Menyebarluaskan prototipe alat tangkap dan mesin perikanan yang telah direkomendasikan kepada nelayan
6)
Mengawasi mutu, membimbing penggunaan alat tangkap dan mesin perikanan.
7)
Merekomendasikan dan melaksanakan pembinaan pembangunan kapal perikanan dengan ukuran sampal 1-30 GT.
8)
Membangun, mengelola dan mengawasi penggunaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
9)
Pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan yang telah dibangun oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten.
10)
Kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pelelangan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) pada pelabuhan perikanan.
11)
Memberi izin usaha penangkapan ikan pada perairan laut sampai dengan 412 mil (kapal tanpa motor, motor luar, motor dalam dengan ukuran sampai 1-30 GT) yang menjadi kewenangannya.
12)
Memberikan rekomendasi izin usaha bagi kapal berukuran 10-30 GT.
13)
Memberikan
bimbingan
peningkatan
mutu
transportasi, unit penyimpanan dan hasil perikanan.
unit
pengolahan,
alat
134
14)
Memberikan bimbingan pengadaan, pengelolaan distribusi bahan baku dan hasil bahan pangan asal ikan.
15)
Memberikanan bimbingan penerapan teknologi panen, pasca panen dan pengolahan hasil.
16)
Mengawasi dan memeriksa lalu lintas ikan hidup dari dan/atau kewilayahnya.
17) Mendemonstrasikan dan desiminasi teknologi dan bimbingan penerapan teknologi perikanan tangkap spesifik lokasi. 18)
Mendorong berkembangnya galangan kapal perikanan.
19)
Pemberian
izin
penangkapan
dan/atau
pengangkutan
ikan
yang
menggunakan kapal perikanan tidak lebih dan 10-30 GT dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 30 DK serta tidak menggunakan tenaga kerja dan/atau modal asing. 20)
Kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di petabuhan perikanan.
21)
Memfasilitasi pendistribusian bahan bakar minyak untuk nelayan.
22)
Melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum diwilayah laut 4-12 mil.
23)
Melaksanakan pengumpulan data dan informasi yang benar untuk keperluan statistik perikanan.
24)
Melaksanakan kebijakan, norma, pedoman, kerangka acuan dan cetak biru pernbangunan kapal perikanan.
25)
Melaksanakan
kebijakan,
norma,
pedoman
dan
kerangka
acuan
pembangunan dan pembuatan alat penangkap ikan. 26)
Melaksanakan pemberian izin dan rekomendasi registrasi kapal ikan untuk kapal dibawah 1-30 GT.
27)
Melaksanakan pemberian ijin dan rekomendasi pengadaan, pembangunan kapal perikanan dibawah 1-30 GT.
28)
Melaksanakan pendataan dan pelaporan pelaksanaan penetapan kebijakan, norma standar dan pedoman teknis produktivitas kapal dan alat penangkap ikan.
135
29)
Melaksanakan kebijakan, norma, pedoman, kerangka acuan pelaksanaan pengujian dan pemeriksaan fisik kapal perikanan dibawah 1-30 GT dan atau pendelegasian kewenangan pusat.
30)
Melaksanakan penetapan kebijakan, norma, pedoman dan kerangka acuan penggunaan peralatan bantu dan penginderaan jauh untuk efisiensi penangkapan ikan.
31)
Melaksanakan pemberian izin dan rekomendasi pengadaan, pembangunan alat penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan.
32)
Memberlakukan secara tegas penggunaan log book penangkapan kepada semua kapal penangkap ikan
Kekurangan dari kegiatan pengelolaan selama ini adalah fokus tujuan dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan, yaitu terhadap SDI, sedangkan sumber daya manusia (SDM) nelayan sebagai pihak yang memanfaatkan secara langsung kurang dapat dikendalikan aktivitasnya. Agar kegiatan nelayan dapat terkontrol dengan baik, dari sisi perijinan dan juga dibareingi dengan pengawasan dari petugas maupun kelompok nelayan/panglima laot dalam hai ini tentang penggunaan perairan zona PPT yang dibagi menjadi 3, yaitu: 1)
Zona 3 mil, yaitu penggunaan untuk kegiatan penangkapan, menggunakan alat tangkap statis, seperti pancing ulur dan bubu, pada perairan berjarak 0-3 mil dari garis pantai.
2)
Zona 4 mil, yaitu penggunaan perairan untuk kegiatan perikanan pelagis dengan alat tangkap statis seperti gillnet (dengan panjang < 1000 m) dan bagan perahu (branjang), pada perairan 3-4 mil dari garis pantai.
3)
Penggunaan perairan > 4 mil, yang ditujukan untuk kegiatan perikanan tangkap yang lebih dinamis dan modern dalam penggunaan teknologi, seperti pancing tonda dan gillnet yang berukuran lebih dari 1.000 m.
Alat tangkap statis dapat beroperasi di dalam zona Pengelolaan Perikanan Tangkap (PPT) di luar perairan 3 mil. Alat tangkap perikanan pelagis yang bersifat statis seperti bagan perahu (branjang) dan gillnet (panjang < 1000 m) tidak dapat beroperasi masuk ke dalam perairan 0-3 mil, namun dapat beroperasi
136
di seluruh perairan > 3 mil. Begitu pula dengan alat tangkap perikanan pelagis yang dinamis seperti pancing tonda dan gillnet yang berukuran lebih dari 1000 m, tidak dapat beroperasi pada perairan < 4 mil, namun dapat beroperasi di seluruh perairan di dalam zona PPT yang berjaran > 4 mil dari garis pantai. Dari sisi pengawasan dan penegakan hukum pengelolaan perikanan berkelanjutan di suatu perairan harus ditopang oleh kepastian hukum yang jelas dan sistem kelembagaan yang akomodatif. Segala kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan harus memiliki jaminan hukum yang jelas, sehingga setiap pihak yang melanggar akan mendapat sanksi. Kebijakan yang harus diterapkan dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan di suatu periaran adalah yang pertama, merumuskan atau melengkapi peraturan perundangan untuk mengatur dan memantau penerapan kebijakan yang diterapkan. Pengelolaan perikanan tangkap harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan lainnya harus melibatkan stakeholders terutama para nelayan, pengusaha perikanan (bakul, pengolah dan pedagang), kelembagaan daerah, instansi terkait kelembagaan dinas diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam mengadakan forum koordinasi dengan semua stakeholder yang terlibat sehingga kebutuhan masing-masing stakeholder dapat terakomodasi. Komunikasi yang efektif dengan semua stakeholder akan berdampak pada terciptanya tata hubungan yang serasi dan seimbang, sehingga kegiatan pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih terencana dan dapat mencapai tujuan konservasi yang telah ditetapkan, dengan tetap memperhatikan aspek pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
137
Konsep rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbabis registrasi kapal ikan seperti diperlihatkan pada Gambar 50.
Gambar 50 Rancangan pengelolaan berbasis sistem registrasi kapal ikan
8.6
Kesimpulan Hasil analisis kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap
bebasis registrasi kapal ikan yang dilakukan teridendifikasi bahwa tidak terdapat aturan yang secara khusus memberi mandat kepada instansi terkait sebagai pengelola, untuk itu diperlukan aturan/perundangan agar pengelolaan dapat berjalan dengan baik dan sesuai mandat. Dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan diiperlukan koordinasi secara periodik yang lebih intensif antara instansi yang langsung maupun tidak langsung terkait baik pada pengelolaan perikanan tangkapnya maupun pengelolaan sistem registrasi kapal ikannya.
138
9 PEMBAHASAN UMUM Registrasi kapal ikan adalah suatu kegiatan menata administerasi kapalkapal ikan, sehingga kapal dinyatakan layak secara fisik dan legal secara hukum. Maksud dari kegiatan ini adalah agar pemilik kapal ikan berhak mendapatkan dokumen-dokumen kapal seperti: (a) Gross Akte, (b) Surat Ukur, (c) Pas Tahunan, (d) Sertifikat Kelaiklautan, (e) Surat Ijin Usaha Perikanan, (f) Surat Ijin Penangkapan Ikan. Tujuannya adalah agar kapal terhindar dari praktik IUU Fishing, melaksanakan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan serta mematuhi semua peraturan yang berlaku seperti: UU 31/2004 Tentang Perikanan, UU 17/2008 Tentang Pelayaran. Manfaatnya terciptanya pengelolaan perikanan yang lebih baik, mempermudah dalam pengawasan, dan dapat memberikan kepercayaan jaminan kepada lembaga keuangan untuk mendapatkan skim kredit. Dalam perjalanannya registrasi kapal ikan seringkali menjadi sebuah polemik karena pelaksanaannya dilakukan oleh dua institusi yang berbeda, banyak terjadi permasalahan dan didera dengan isu markdown yang sangat merugikan baik bagi pemilik kapal maupun pemerintah, isu biaya tinggi dalam pemrosesan dokumen yang sangat memberatkan para pemilik kapal. Permasalahan yang ada dapat diidentifikasi dari data ulang didapat dari lapangan baik survey langsung maupun data sekunder yang didapat instansi terkait . 9.1
Kajian Registrasi Kapal Ikan Saat Penelitian Setiap kapal dengan besaran GT lebih besar dari 7 proses registrasi yang
harus dilalui adalah, pemilik kapal mengajukan permohonan untuk diregistrasi, proses dilakukan di Adpel/Syahbandar kemudian harus di kirim ke Pusat (Subdit Pengukuran dan Pendaftaran Kebangsaan Kapal) di Jakarta setelah mendapat pengesahan kemudian dikembalikan ke daerah (Syahbandar) untuk diterbitkan Surat Ukur, Sertifikat Kelaiklautan, Gross Akte, dan Pas Tahunan. Sebagai penerbit Gross Akte dan Pas Tahuanan Pertama adalah Syahbandar dengan kelas tertinggi untuk di Provinsi Aceh adalah Adpel/Syahbandar Sabang dan Adpel/Syahbandar Lhokseumawe. (UU No.17 tahun 2008). Namun pada
139
kenyataannya banyak proses yang tidak sesuai dan tidak sampai ke pusat, dengan demikian dokumen yang diterbitkan menjadi cacat secara hukum. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data, bahwa pada data ada perbedaan antara jumlah kapal yang terdaftar di pusat dengan yang terdaftar pada masingmasing Kantor Administrasi Pelabuhan (KANPEL)/Syahbandar di Provinsi Aceh. 9.2 Kajian Pengukuran Dan Perhitungan Dimensi Kapal Ikan Awalnya pengukuran di setiap negara berbeda-beda, hal ini yang menimbulkan masalah bagi kapal-kapal yang mempunyai rute pelayaran lintas negara. Atas dasar permasalahan tersebut, maka pada tahun 1927 dibuat kesepakatan tentang pengukuran kapal di Oslo, Norwegia, adapun kesepakatan tersebut adalah memberlakukannya cara mengukur MOORSOM, aturan ini berlaku juga untuk Indonesia maka dikeluarkanlah Ordinansi Pengkuran Kapal (Sceepmentie Ordonantie) 1927. Pengkuruan kapal di Indonesia terdapat dua jenis pengkuruan yaitu pengukuran dalam negeri untuk kapal dengan panjang kurang dari 24 meter dan pengukuran internasional untuk kapal dengan panjang lebih dari 24 meter (Permenhub No.5 tahun 2006). Hasil kajian berdasarkan pengkuruan yang dilakukan langsung di lapangan membuktikan bahwa pada kapal di atas 10 GT didominasi oleh selang panjang 14 – 19 meter di Aceh Timur karena kapal-kapal tersebut dianggap kapal yang paling cocok untuk mengoperasikan alat tangkap purse seine, dan Aceh Timur memepunyai Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Idie dengan kolam pelabuhan yang luas untuk menampung kapal-kapal ukuran besar. Kemudian dilakukan pula perhitungan ratio antara panjang keseluruhan (LOA) terhadap dimensi lainnya (L, B, D, dan superstructure) hal ini hanya dapat diterapkan di Provinsi Aceh. Bila ingin melakukan perhitungan ratio antara LOA dengan dimensi yang lain untuk di daerah lain, sebaiknya terlebih dahulu mengambil sampel ukuran kapal-kapalnya kemudian menghitung rationya. Hal ini dilakukan karena di setiap daerah mempunyai spesifikasi kapal yang berbeda. Hasil perhitungan GT berdasarkan panjang (LOA) menunjukkan bahwa perhitungan menggunakan formula/rumus yang digunakan oleh Perla, maka semakin panjang kapal akan semakin banyak kehilangan besaran GT.
140
9.3
Rancangan Pengelolaan Registrasi Kapal Ikan Terpadu Pada kajian sebelumnnya tentang kondisi sistem registrasi kapal ikan yang
ada, terdapat berbagai permasalahan baik yang sifatnya teknis dan non teknis, permasalahan teknis seperti cara pengukuran dan perhitungan GT yang masih banyak kesimpang siuran dan
non teknis yang lebih cenderung kepada hal
adminitratif seperti penyelesaian/proses dokumen yang mengalami perjalanan sangat panjang. Dengan sistem registrasi kapal ikan terpadu diharapkan tidak lagi terjadi kesimpangsiuran dalam pengukuran dan perhitungan dimensi kapal ikan, karena sistem ini dirancang keterpaduan antara instansi yang terkait lansung dalam ini adalah DKP, Syahbandar, Dishub. Dalam melaksanakan tugasnya secara bersamaan dan telah melalui pembekalan/pelatihan sebelumnya sehingga pada implementasinya sudah ada kesepakatan baik dari sisi pengukuran maupun penghitungan nilai GT. Sistem registrasi kapal ikan terpadu dapat dilaksanakan efektif sesuai dengan konsepnya yaitu pada kapal dengan volume di bawah 7 GT, kerena kapalkapal dengan volume di bawah 7 GT tidak melibatkan instansi pusat, sehingga daerah dapat mengeksekusi secara langsung, sedangkan untuk kapal-kapal di atas 7 GT masih dilakukan secara offline/manual terutama untuk berurusan dengan pusat. 9.4
Sistem Informasi Registrasi Kapal Ikan Sub-sektor perikanan tangkap dalam pengambilan keputusannya sudah
saatnya didukung oleh sistem informasi yang terintegrasi dan terpadu serta bisa diandalkan, mengingat juga perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Serta saat ini penerapan teknologi informasi berbasis internet yang sudah memasyarakat dan berbiaya murah. Kehadiran sistem informasi berbasis internet ini diharapkan mampu mempermudah penyampaian informasi dari daerah ke pemerintah pusat atau sebaliknya dalam waktu yang relatif jauh lebih singkat serta dengan biaya murah. Manfaat lain yang diperoleh yakni mempermudah pemerintah dalam pembenahan adminstrasi dan database, serta adanya transparansi data. Dengan demikian, maka dapat meningkatkan upaya pengembangan sub-sektor perikanan tangkap.
141
Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh sebagai salah satu institusi pelayanan umum membutuhkan keberadaan suatu sistem informasi yang akurat dan andal, serta cukup kepada
memadai untuk meningkatkan pelayanannya
para masyarakat perikanan terutama pemilik kapal. Dengan lingkup
pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan di DKP. Banyaknya variabel di Registrasi Kapal Ikan turut menentukan kecepatan
arus informasi yang dibutuhkan oleh
stakeholder dan lingkungan DKP sendiri. Pengelolaan data di DKP merupakan salah satu komponen yang penting dalam mewujudkan suatu sistem informasi Registrasi Kapal ikan. Pengelolaan data secara manual, mempunyai banyak kelemahan, selain membutuhkan waktu yang lama, keakuratannya juga kurang dapat diterima, karena kemungkinan kesalahan sangat besar. Dengan dukungan teknologi informasi yang ada sekarang ini, pekerjaan pengelolaan data dengan cara manual dapat digantikan dengan suatu sistem informasi dengan menggunakan komputer. Selain lebih cepat dan mudah, pengelolaan data juga menjadi lebih akurat. Secara teknis sistem ini dirancang untuk intranet maupun internet dan dapat memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan baik oleh instansi perhubungan maupun perikanan, dari sisi tampilan dapat memperlihatkan data seperti: spesisifikasi kapal, pemilik, dan alat tangkap, dan juga menampilkan foto kapal, foto pemilik dan foto alat tangkap. Sisten ini juga dirancang untuk bisa terhubung dengan subsistem lain seperti pihak penegak hukum. Namun disisi lain sistem ini mempunyai kelemahan, belum dapat mencetak langsung dokumen, juga sistem ini belum mempunyai sistem proteksi, sehingga masih rentan terhadap gangguan dari luar. Di waktu yang akan datang apabila meng-aplikasi perlu dibuat sistem proteksi yang lebih aman.
9.4
Rancangan Pengelolaan Registrasi Kapal Ikan
Perikanan
Tangkap
Berbasis
Sistem
Pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
142
evaluasi, dan kegiatan lainnya harus melibatkan stakeholders terutama para nelayan, pengusaha perikanan (bakul, pengolah dan pedagang), kelembagaan daerah, instansi terkait kelembagaan dinas diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam mengadakan forum koordinasi dengan semua stakeholder yang terlibat sehingga kebutuhan masing-masing stakeholder dapat terakomodasi. Komunikasi yang efektif dengan semua stakeholder akan berdampak pada terciptanya tata hubungan yang serasi dan seimbang, sehingga kegiatan pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih terencana dan dapat mencapai tujuan konservasi yang telah ditetapkan, dengan tetap memperhatikan aspek pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan merupakan hal baru, sehingga semua stakeholder yang terlibat baik dalam pengelolaan perikanan tangkap maupun pengelola sistem registrasi harus saling mendukung
dan
memahami
akan
tujuan
pengelolaan
perikanan
yang
berkelanjutan. Dalam kaitan ini kebijakan pemerintah agar segenap tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai, maka dalam konteks hubungan anatar tujuan sosial dan ekonomi diperlukan kabijakan ekonomi (dalam hal ini kebijakan perikanan tangkap) yang meliputi intervensi pemerintah secara terarah, pemerataan pendapatan, penciptaan kesempatan kerja, dan pemberian subsidi bagi kegiatan pembangunan yang memerlukannya. Dalam konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekologi, strategi yang perlu ditempuh adalah partisipasi masyarakat dan swasta.
143
10 KESIMPULAN DAN SARAN 10.1
Kesimpulan
Berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan dalam penelitian ini, serta uji coba di beberapa PPP dan PPI strategis di Aceh bahwa: 1)
Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan yang efektif dapat dijalankan dan terkomputerisasi, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil ujicoba dilapangan yang dilakukan oleh tim terpadu di pelabuhan-pelabuhan strategis, untuk kapal di atas 10 GT dan kapal-kapal di bawah 10 GT.
2)
Keterpaduan sistem registrasi kapal pada lembaga-lembaga terkait (Syahbandar/Dinas Perhubungan dan Dinas Kelautan Perikanan) sudah terbangun hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan satu data (data base) dapat dipergunakan untuk penerbitan dokumen-dokumen langsung di lokasi atau pelabuhan/tempat pendaratan ikan. namun masih terbatas pada kapal-kapal dengan besaran dibawah 7 GT, karena kapal-kapal ini dalam proses penyelesaian dokumen tidak terkait dengan instansi pusat, untuk kapal-kapal di atas 7 GT dalam proses penyelesaiannya masih mengikuti aturan perundangan-undangan yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
3)
Rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan mempunyai daya kendali yang lebih efektif terhadap pengelolaan perikanan tangkap ke depan.
10.2 1)
Saran Berdasarkan hasil kajian pada penelitian ini disarankan kepada Dinas Kelautan Perikanan Aceh agar dalam memverifikasi dimensi kapal cukup dengan mengukur panjangnya (LOA) kapal.
2)
Sistem informasi registrasi kapal ikan terpadu di Provinsi Aceh kedepan sebaiknya mempunyai sistem yang terhubung dengan instansi terkait Kementrian Perhubungan melalui Ditjen Hubla Subdit pengukuran dan
144
pendaftaran kebangsaan kapal agar proses penyelesaian dokumen menjadi lebih singkat. 3)
Demikian juga sistem informasi registrasi kapal ikan ini sebaiknya dapat terhubung dengan Kementrian Kelautan Perikanan pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sebagai laporan.
4)
Rancangan pengelolaan registrasi kapal ikan terpadu ini (formulasi dan sistem informasi) disarankan dapat direplikasi di provinsi lain.
5)
Jaringan keterpaduan sistem registrasi kapal kedepan diharapkan dapat terhubung ke sub-sistem lainnya seperti di tunjukkan pada Gambar 48.
SKEMA JARINGAN SISTEM INFORMASI REGISTRASI KAPAL IKAN DI ACEH Kantor Gubernur
DJPT -KKP
Gubernur DKP Kabupaten/Kot a di seluruh Aceh
BP2T ACEH
ADPEL/KANPEL /Syahbandar di seluruh Aceh
Dishub Kabupaten/Kota di seluruh Aceh DITJEN HUBLA
Gambar 51 Rencana Skema jaringan sistem informasi registrasi kapal ikan (SIRKI) 6)
Rancangan pengelolaan perikanan tangkap berbasis registrasi kapal ikan pengelolaan perikanan tangkap yang berdasarkan input dan merupakan hal baru sehingga masih diperlukan aturan/perundang-undangan sebagai dasar hukum agar pengelolaan berjalan lebih baik.
145
DAFTAR PUSTAKA Abdul-Rahman, A., & Morakot, P. 2008. Spatial Data Modelling for 3D GIS (5th ed.). Berlin:Springer. Agnew DJ, Pearce J, Pramod G, Peatman T, Watson R. 2009. Estimating the Worldwide Extent of Illegal Fishing. PLoS ONE 4(2): e4570. doi:10.1371/journal.pone.0004570. Ahmed M., Salayo N. D., Viswanathan K. K., Garces L. R., Pido M.D. 2006. Management of Fishing Capacity and Resource Use Conflicts in Southeast Asia: A Policy Brief . The WorldFish Center (Malaysia). Arthur J.B., Effects of Human Resource Systems on Manufacturing Performance and Turnover .The Academy of Management Journal Vol. 37, No. 3 (Jun., 1994), pp. 670-687 Awwaluddin, Hussadee P., Aung N.O., and. Velasco P.L. 2011, Consolidating Regional and Sub-regional Cooperation to Combat IUU Fishing in Southeast Asia. Fish for the People SEAFDEC Vol.9 No.1.2011. Burch, J.G. 1992. System Analysis, Design, and Implementation, Boyd & Frasher Publishing Company. Canada Ministry of Transportation (CMT). 2007, Simplified Self-Measurement of Tonnage Based on Length. Canada. Charles, AT. 2001 Sustaineble Fishery System. Blackwell Science Ltd. Oxford. 370p Checkland P., Poulter J. 2006. Learning for Action, A short Definitive Account of Soft System Methodology and its use for Practioners, Teachers and Students. John Wiley & Sons Ltd. England. 200. Craggs J.; Bloor D.; Tanner B.; Bullen H. 2003. Methodology Used to Calculate Naval Compensated Gross Tonnage Factors. Society of Naval Architects and Marine Engineers (SNAME), Journal of Ship Production, Volume 19, Number 1, 22-28. Christa S., Blauwens G.,Omey E., Van de Voorde E., Witlox F. 2008. In Search of the Link between Ship Size and Operations. Transportation Planning and Technology, 31:4, 435-463. Coast Guard Marine Safety Center (CGMSC). 2004. Tonnage Guide for Simplified Measurement. United State Coast Guard Darmawan. 2005. Analisis Kebijakan Penanggulanagn IUU-Fishing di Indonesia, Buletin PSP. No. XIV. No. 2. Hal. 73-88 Davis J.M. 2000. Monitoring Control Surveillance and Vessel Monitoring System Requirments to Combat IUU- Fishing. The Government of Australia in Cooperation with FAO, Sydney, Australia.
146
Demers, Michael N. 1997. Fundamentals of Geographic Information System . New York: John Wiley & Sons, Inc. Departemen Kelautan Perikanan. 2004. Sistem Informasi Sarana Registrasi Kapal di Bawah 30 GT, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan COFISH Project Departemen Kelautan Perikanan. 2008. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.14/MEN/2008 tentang Tim Pemeriksa Fisik Kapal, Alat Penangkap Ikan, dan Dokumen Kapal Penangkap Ikan dan/atau Kapal Pengangkut Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Jo Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Departemen Perhubungan. 2002. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-1990 diperbaharui dengan Nomor PY.67/1/16-2002 tentang cara pengukuran dalam negeri untuk menghitung gross tonase kapal. Departemen Perhubungan. 2005. Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal. Departemen Perhubungan. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Kepelautan. Peraturan Perundangan Bidang Transportasi. Jakarta. Departemen Perhubungan. 2006. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2005 Teantang Pendidikan, Pelatihan, Ujian dan Sertifikasi Pelaut Perikanan. Peraturan Perundangan Bidang Transportasi. Jakarta. De Monie G. 2005. Consequences of the Gross Tonnage (GT) measurement, Subcommitee on Stability and load line and of Fishing vessel Safety, London. Den Hartog DN., De Hoogh AHB. 2009. Empowering behaviour and leader fairness and integrity: Studying perceptions of ethical leader behaviour from a levels-of-analysis perspective. European Journal of Work and Organizational Psychology Volume 18, Issue 2. Duzgunes E, Erdogan N., 2008. Fisheries Management in the Black Sea Countries. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 8: 181192. Eriyatno, 1998. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. 147 hal. F.A.O. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome, FAO, 41 p F.A.O.
2001. International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing. Rome, FAO. 24p.
F.A.O. 2003. Port State Control of Foreign Fishing Vessels. FAO Fisheries Circular No. 987.
147
Fauzi A dan S. Anna. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan: untuk Analisis Kebijakan. PT Gramedia Pustaka Utama. 343 hal. Fauzi S., Iskandar B.H., Murdiyanto B., Wiyono E.S. 2011, Prioritas Strategi Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Ikan Lestari Berbasis Otonomi Daerah Di Kawasan Selat Bali. Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut Marine Fisheries Vol. 2, No. 1, 101-110. Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. Fishing News. LTD. London. England. Garcia S. M., Charles A. T. 2008. Fishery systems and linkages: Implications for science and Governance. Journal Ocean & Coastal Management 51 505–527. Hardjana AM. 2001. Trainning SDM yang Efektif. Penerbit Kanisius Yogyakarta. 123 hal. Harvey EJ. 1959. Bacis Design Concepts. Journal of the American Society for Naval Engineers. Volume 71, Issue 4, 671–678. Hoegl M., Gemuenden HG. 2001. Teamwork Quality and the Success of Innovative Projects: A Theoretical Concept and Empirical Evidence. Organization Science Vol. 12, No. 4. 435-449. International Labor Organization, and Food Agriculture Organization, 2006. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005. Part B. Safety and Health Requirements for the Construction and Equipment of Fishing Vessels. London. International Maritime Organization. 2001. Document for Guidance on Training and Certification of Fishing Vessel Personnel. 2001 Edition. FAO of United Nations,ILO and IMO, International Labor Organization, and Food Agriculture Organization, 2006. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005. International Maritime Organization. 1995. 1993 Torremolinos Protocol and Torremolinos International Convention for the Safety of Fishing Vessels, Consolidated Edition, 1995. London. International Maritime Organization. 1996. International Convention on Satandars of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel, 1995. London. International Maritime Organization. 2005. IMO Model Course 1.33. Safety of Fishing Operations (Support Level). 2005 Edition. Course + Compedium. London. International Maritime Organization. 2005. IMO Model Course 7.05. Skipper on a Fishing Vessel. 2008 Edition. London. International Maritime Organization, International Labor Organization, and Food Agriculture Organization. 2006. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005. Part B. Safety and Health Requierements for The Construction and Equipment of Fishing Vessel. London.
148
International Maritime Organization, International Labor Organization, and Food Agriculture Organization. 2006. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005. Part A. Safety and Health Practice. London. Iskandar, B.H dan Sri Pujiati. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Beberapa Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 54 hal. Irham, 2008. Analisis Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Di Provinsi Maluku Utara. Buletin PSP. Volume XVII.No.1. 188-204. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011 Peraturan Menteri (Permen) No. 2/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Kjærsgaard J. 2002. Economic Management Model for Fisheries in Denmark) Description of model. Danish Research Institute of Food Economics Rolighedsvej 25 Kuemlangan B. 2000. National Legislative Options to Combat IUU Fishing. The Government of Australia in Cooperation with FAO , Sydney , Australia. Kusumastanto T. 2002 Pengembangan Sumberdaya Kelautan Dalam Memperkokoh Perekonomian Nasional Abad 21. Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, Perikanan dan Perhubungan Laut dalam Abad XXI. Ling Zhu, James P., Shengming Zhang. 2002. Statistics and damage assessment of ship grounding. Journal of Marine Structure. Volume 15, Issues 4–5, July–October 2002, Pages 515–530. Lorenzen K. 2008. Understanding and Managing Enhancement Fisheries Systems. Reviews in Fisheries Science, 16(1–3):10–23. Maitland Regional Art Gallery. 2005. Review of Impacts of Illegal, Unreported and Unregulated Fishing on Developing Countries. Report to DFID. 176pp. Maritime Safety Authority of New Zaeland. 1998. Tonnage Measurement, , Wellington-New Zaeland. Masi RJ, Cooke RA. 2000. Effects of transformational leadership on subordinate motivation, empowering Norm, and organizational Productivity. International Journal of Organizational Analysis; 2000; 8, 1; ABI/INFORM Global pg. 16 Meere F.,Lack M. 2008. Assessment of Impacts of Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Asia-Pacific. Asia-Pacific Economic Cooperation Fisheries Working Group. ISBN: 978-981-08-1995-8.
149
Morgan G., Staples D., Funge-Smith S. 2007. Fishing capacity management and IUU fishing in Asia. Asia-Pacific Fishery Comission-UN-FAO Regional Officer for Asia and Pacific, Bangkok. Mukhtar. 2007. Mengenal dan Cara Penanganan Illegal Fishing. Coaching Clinic PPNS Perikanan , Jakarta. Najamuddin. 2006. Illegal Fishing dan Alternatif Solusinya. Nikijuluw, V. 2002 Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R). Jakarta. 254 hal. Nomura & Yamazaki. 1975. Fishing Techniques. Japan International Cooperation Agency. Tokyo. Nurani TW. 2010. Model Pengelolaan Perikanan: Suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor: Departemen PSP FPIK IPB. 298 hlm. Nurani TW. 2003. Proses Hierarki Analitik (analytical Hierachy Process) Suatu Metoda untuk Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan dalam Darmawan dan Novita, Editor. Konsep Pengembangan Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia. Bogor: Departemen 169 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, halaman 73-98. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan. Purbayanto A., B.H. Iskandar, S.H. Wisudo, Y. Novita, Kajian Teknis Kemungkinan Pengalihan Pengaturan Perijinan dari GT menjadi Volume Palka pada Kapal Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan-FPIK-IPB, Bogor, 2004. Purbayanto A., Riyanto M., Fitri P.A.D. 2010. Fisiologi dan Tingkah Laku Ikan pada Perikanan Tangkap. 208 hal. Purwaka
T. 2002. Bunga Rampai Analisis Pengembangan Kapasitas Kelembagaan kelautan Perikanan. Jakarta: FH Unika Atma Jaya. 100hlm.
Purwaka T. 2003. Legal Reasoning Sebagai Sarana untuk Harmonisasi Hukum. Jakarta: FH Unika Atma Jaya. 22 hlm. Purwaka T. 2008. Instrumentasi dan Standarisasi Kebijakan Lingkungan Hidup. Jakarta: FH Unika Atmajaya. 36 hlm
150
Jansson J.O., Shneerson D.1982. The Optimal Ship Size. The London School of Economics and Political Science. Journal of Transport Economics and Policy Vol. 16, No. 3, 217-238 Jeroen F.J. Pruyn J.F.J., Hekkenberg R.G., Chris M. van Hooren C.M. 2010. Determination of the Compensated Gross Tonnage factors for superyachts. Journal Shipbuilding Progress. Vol. 57, No 3-4, 127-146. Rigg K., Parmentier R., Currie D. 2003, Halting IUU Fishing: Enforcing International Fisheries Agreements, Prepared for Oceana, The Varda Group. www.vardagroup.org. 2003. Sabarguna, H. Boy S. 2005. SistemInformasi Rumah Sakit, Penerbit KonsorsiumRumah Sakit Jateng – DIY. Schmidt Carl-Christian. 2005, Economic Drivers of Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. The Conference on the Governance of High Seas Fisheries and the United Nations Fish Stocks Agreement, St. Johns, Canada. Stanis S., Supriharyono, Nur Bambang A. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal di Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Pasir Laut, Vol.69 2, No.2, 67-82. Suseno, 2007. Recognizing Right of Fishing Communities in Policy and Practice for Responsible Fisheries and Coastal Area Management in Indonesia, Cambodia. The Jakarta Post, Edisi Jumat, 8 Februari 2008, Halaman 7 The Permanent Secretary Ministry of Agro Industry & Fisheries (Fisheries) Fisheries Monitoring Centre, Albion Fisheries Research Centre. 2000. Application for Registration on The Vessel Monitoring System Register of The Foreign Fishing Vessel. Albion, Mauritius. Uhl-Bien M., Graen GB. 2002. Self-management and team-making in crossfunctional work teams: Discovering the keys to becoming anintegrated team. The Journal of High Technology Management Research Vol 3, No. 2, 225–241 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. von Brandt A. 2005. Fish Catching Methods of the World Fourth Edition. England: Fishing News Books Ltd. 523 hal. Wahyudi E., Sondita F. A., Darmawan, Haluan J., 2010. Potensi Penerimaan Bukan Pajak dari Pungutan Perikanan di Provinsi Sumatera Utara. Bogor.
151
Warner-Kramer D., 2004. Control Begins at Home: Tackling Flags of Convenience and IUU Fishing. Golden Gate University Law Review Vol. 34 No.3. 2004. Wisudo S.H., 2008. Pengembangan Perikanan Tangkap Bertanggungjawab Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Buletin PSP. Volume XVII No.1. Hal. 1-28. Yuniarta S., Wisudo S.H., Iskandar B.H. 2011, Kinerja Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan-KKP Sebagai Salah Satu Stakeholder Perizinan Usaha Penangkapan Ikan., Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut Marine Fsheries Vol. 2, No. 1. Hal 51-64. Yulistio, Baskoro M.S., Monintja D.R, Iskandar B.H., 2006. Analisis Kebijakan Pengembangan Armada Penagkapan Ikan Berbasis Ketentuan Perikanan Yang Bertanggungjawab Di Ternate, Maluku Utara. Buletin PSP. Volume XV No. 1.Hal. 70-84
152
LAMPIRAN
153
154
Lampiran 1
Form registrasi kapal ikan di Provinsi Aceh FORM ISIAN CEK FISIK KAPAL PERIKANAN REGISTRASI KAPAL IKAN TERPADU PROVINSI ACEH
Nomor Registrasi
Tgl
Nomor Surat Ukur
Dikeluarkan oleh
Tgl
Pas Tahunan
Dikeluarkan oleh
Tgl
Sertifikat Kesempurnaan
Dikeluarkan oleh
Tgl
Sertifikat Kelaiklautan
Dikeluarkan oleh
Tgl
Gross Akte
Dikeluarkan oleh
Tgl
·
Nama kapal
·
Ukuran kapal
·
Material
·
Tempat pembuatan
·
Tahun pembuatan
·
Merk Mesin
·
Nomor Seri Mesin
·
Kekuatan Mesin
·
Ukuran Palka ikan
·
Tanda Selar
Panjang (m)
Lebar (m)
Kayu
Dalam (m)
Besi
Galangan
Desa
1998
FRP Kecamatan
1999
2000
Lebar (m)
Dalam (m)
Vol. Bangunan
GT
Ferrocement Kab/Kota
Provinsi
2001
PK Panjang (m)
Alat Keselamatan
Life Ring
Life Jacket
Life Raft
Alat Navigasi
Kompas
Peta Laut
GPS
SSB
VHF
UHF
A dan B
CO2
Chemical
Alat Komunikasi Alat Pemadam Api
Vol. Tambahan
Vol
Tanda Pengenal Pemilik · Nomor KTP ·
Nama
·
Alamat
Jalan
Desa
Kecamatan
Dalam (m)
Uk. Mata (inchi)
Kab/Kota
Provinsi
ΣPancing
No. Mata Pancing
Spek teknis alat tangkap ·
Jenis alat tangkap
·
Ukuran alat tangkap
Jenis
Nama
Panjang (m)
Pengawakan · Nakhoda · KKM · Jumlah ABK
ANKAPIN I
ANKAPIN II
ANKAPIN III
SKK 60
SKK 30
ATKAPIN I
ATKAPIN II
ATKAPIN III
SKK 60
SKK 30
DPI
DPI
Orang
Daerah Penangkapan Ikan · Perairan Perizinan
WPP
WPP
SIUP No Tgl
SIPI No Tgl
SIKPI No Tgl
Fishing Base/Pangkalan Penandaan Kapal Ikan
Type
WPP
Dikeluarkan oleh
155
Lampiran 2 Form isian dengan gambar bangunan di bawah geladak BANGUNAN DI BAWAH GELADAK NAMA KAPAL PEMILIK ALAMAT
UKURAN UTAMA : : :
PANJANG (LOA) PANJANG (LWL) LEBAR (B) LEBAR (BWL) DALAM (d)
Ruang Mesin
: : : :
:
Palka Ikan
Base Line Deck Line LOA – Panjang Keseluruhan
Tampak samping
Tampak atas
156
Lampiran 3 Form isian dengan gambar bangunan di atas dek BANGUNAN DI ATAS DEK NAMA KAPAL PEMILIK ALAMAT
: : :
Tampak samping
Tampak atas
157
Lampiran 4
Contoh kapal 10 – 30 GT
158
Lampiran 5
Contoh kapal di bawah 10 GT
159
Lampiran 6
Pengukuran Palkah ikan pengecekan mesin
160
Lampiran 7
Pengukuran panjang kapal (a), lebar (b)
161
Lampiran 8
Contoh Tanda Selar
162
Lampiran 9
Pengecekan dokumen kapal
163
Lampiran 10 Pengecekan alat tangkap
164
Lampiran 11 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kota Langsa No
Nama Kapal
GT
Tanda Selar
1
KM Jakarta Indah Baru
GT 44 No27/QQg
2
KM Jasa Famili III
21
3
KM Jasa Famili
30
4
KM Jasa Famili
28
5
KM Jasa Famili Baru
29
6
KM King Oke
35
7
KM Lestari
8
KM Nadia
30
9
KM Maulana
40
10
KM Rezeki Bersama
78
11
KM Cut Lingga
31
12
KM Cut Ulan
47
13
KM Hikmah Laot
15
14
KM Jasa Hikmah
29
15
KM Putra Tunas
42
16
KM Tunas Baru
17
KM Tunas Bahari (Fish Hunter II)
18
KM Ilham Jaya
19
KM Rahmat Jadi
53
20
KM Sinar Arun
16
21
KM Mentari Indah
22
KM Subur Indah
23
KM Hasil Abadi
24
KM Lameuhan
20
25
KM Selayang Indah
35
26
KM Jakarta Indah IV
28
27
KM Bahari Indah
21
28
KM Jasa Pelangi
29
KM Aksara
48
30
KM Harapan Baru
42
31
KM Putra Indah
GT 35 No.55/QQg
32
KM Lintas Bahari
GT 27 No.50/QQg
33
KM Mitra Bahari
GT 34 No.32/QQc
34
KM Super King
35
KM Super Baru
GT 19 No.71/QQg
GT 36 No.24/QQg 22 GT 17 No.13/QQg
GT 26 No.45/QQg 15 GT 29 No.2358/PPb
GT 26 No.54/QQg
-
GT 40 No.23/QQg
165
Lampiran 12 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Pidie Nama Kapal
GT
KM Jeddah
44
KM Hidayat
25
KM Sejahtera
28
KM Kuala Pidie 04
40
KM 3 Saudara
19
KM Madinah
31
KM Arafah
27
KM Beringin Jaya
41
KM Super King
28
KM Mulia
21
KM Rajawali
41
KM Sahabat
16
KM Kurnia Laut
24
KM Megah
27
KM Sepadan
24
KM Rahmat Ilahi
43
KM Lintas Aceh
55
KM Hikmat
46
KM Hadiah
31
KM Narahmad
30
KM Nahikmah Dua
29
KM Aneuk Raja
16
KM Ie Donya
12
KM Magfirah
12
KM Gaseh Sayang
11
KM Teuka Rahmat
8
KM Lumba Lumba
26
KM Renjani
34
KM Mutiara Indah
41
KM Rahmad
26
KM Madinah
25
KM Atra Droe
37
Tanda Selar
166
Lampiran 13 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Pidie Jaya Nama Kapal
GT
KM. Adi Putra
33
KM Ernita
34
KM Na Hikmah
27
KM Kaisar
42
KM Langkah Baru
30
KM Oen Ijo
32
KM Fakta
15
KM Famili
34
KM. Rakan
40
KM. Sama Dia
33
KM. Riski Baru
26
KM Beringin Putra
30
KM. Nadia I
36
KM. Nadia III
30
KM Bintang Fajar I
9
KM Bintang Fajar II
9
KM Bintang Fajar III
10
KM Bintang Fajar IV
10
KM Bintang Fajar V
9
KM Bintang Fajar VI
13
KM Bintang Fajar VIII
11
KM Bintang Fajar IX
11
KM Bintang Fajar X
10
KM Bintang Fajar XI
8
KM Bintang Istana II
11
KM Daun Kuning I
11
KM Daun Kuning II
12
KM L 300
10
KM Kuah Lemak I
10
KM Kuah Lemak II
10
KM Berkat 5
12
KM Berkat 2
10
KM Rahmat 3
12
KM Berkat I
11
KM Pelagi
10
KM Perjuangan
10
KM Aneuk Pintoe Rimbaa I
10
KM Aneuk Pintoe Rimbaa II
9
KM Aneuk Pintoe Rimba III
-
Tanda Selar
167
Lampiran 13 (lanjutan) KM Berkat 3
9
KM Rahmat I
10
KM Syufu'at 5
11
KM Rahmatullah
13
KM Metro I
10
KM Anugerah 18
11
KM Aneuk Nanggroe I
10
KM Aneuk Nanggroe II
14
KM Doa Ma
12
KM Ilham I
10
KM Ilham II
10
KM Ilham III
9
KM Raja Aceh
8
KM Kasih Sayang I
12
KM Kasih Sayang II
10
KM Kasih Sayang 3
14
KM Kasih Sayang 4
10
KM Sahabat
12
KM Berkat
11
KM Istana I
-
KM Daun Kuning 3
12
KM BSP 1
-
KM BSP 2
-
KM BSP 3
13
KM Peurade
15
KM Cupunan 1
-
KM Cupunan 3
-
KM Permata
13
KM Arafah 2
10
KM Arafah 1
15
KM Kurnia 1
10
KM Kurnia 2
-
KM Bahari Indah KKSumbar Baru
12 -
KM Pujangga Abadi
14
KM Oen Ijo
8
KM Samalado
10
KM Fajar Indah
10
KM Barona Jaya II
13
KM Cahaya Nur
12
168
Lampiran 13 (lanjutan) KM Anugrah
11
KM Mesra I
11
KM Mesra II
10
KM Azizah
15
KM Putri Metuah
11
Pusaka
8
KM Pangeran
10
Kurnia
6
KM Nyou Ho Ka
12
KM Aron 01
12
KM Hikmah 02
13
Hikmah 01
9
KM Hikmah 03
12
KM Dua Saudara
15
KM Anak Laot
11
Pujangga Abadi
-
Oen Ijo
-
Samalado
-
Fajar Indah
-
Barona Jaya II
-
Cahaya Nur
-
Anugrah
-
Mesra I
-
Mesra II
-
Azizah
-
Putri Metuah
-
Pusaka
-
Pangeran
-
Kurnia
-
Nyou Ho Ka
-
Aron 01
-
Hikmah 02
-
Hikmah 01
-
Hikmah 03
-
Dua Saudara
-
Anak Laot
-
Bintang Fajar I
9
Bintang Fajar II
9
Bintang Fajar III
10
Bintang Fajar IV
10
169
Lampiran 13 (lanjutan) Bintang Fajar V
9
Bintang Fajar VI
13
Bintang Fajar VIII
11
Bintang Fajar IX
11
Bintang Fajar X
10
Bintang Fajar XI
8
Bintang Istana II
11
Daun Kuning I
11
Daun Kuning II
12
L 300
10
Kuah Lemak I
10
Kuah Lemak II
10
Berkat 5
12
Berkat 2
10
Rahmat 3
12
Berkat I
11
Pelagi
10
Perjuangan
10
Aneuk Pintoe Rimbaa I
10
Aneuk Pintoe Rimbaa II
9
Aneuk Pintoe Rimba III
-
Berkat 3
9
Rahmat I
10
Syufu'at 5
11
Rahmatullah
13
Metro I
10
Anugerah 18
11
Aneuk Nanggroe I
10
Aneuk Nanggroe II
14
Doa Ma
12
Ilham I
10
Ilham II
10
Ilham III
9
Raja Aceh
8
Kasih Sayang I
12
Kasih Sayang II
10
Kasih Sayang 3
14
Kasih Sayang 4
10
Sahabat
12
Berkat
11
170
Lampiran 13 (lanjutan) Nama Kapal Istana I Daun Kuning 3
GT 12
BSP 1
-
BSP 2
-
BSP 3
13
Peurade
15
Cupunan 1
-
Cupunan 3
-
Permata
13
Arafah 2
10
Arafah 1
15
Kurnia 1
10
Kurnia 2
-
Bahari Indah
12
Sumbar Baru
-
Tanda Selar
171
Lampiran 14 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Barat Nama Kapal
GT
Tanda Selar
KM RANTE
GT.14 No.57/QQi
KM SUMBER LAUT REZEKI 02
GT.10 No.58/QQi
KM SUMBER LAUT REZEKI 04
GT.13 No.59/QQi
KM PEMBINA
GT.16 No.60/QQi
KM GURITA LAUT 03
GT.12 No.41/QQi
KM TUAH JASA 01
GT.20 No.42/QQi
KM TUAH JASA 02
GT.21 No.43/QQi
KM MERBOK
GT.15 No.44/QQi
KM DOA MALAM
GT.14 No.45/QQi
KM POPAY
GT.20 No.46/QQi
KM KARYA SETIA
GT.18 No.47/QQi
KM MAULANA 03
GT.10 No.48/QQi
KM PERMATA 06
GT.20 No.49/QQi
KM GASEH NGON SAYANG
GT.14 No.50/QQi
KM KRUNG CANGKOY I
GT.15 No.61/QQi
KM KRUNG CANGKOY II
GT.16 No.51/QQi
KM SIMPATI
GT.20 No.52/QQi
KM JUPITER
GT.14 No.53/QQi
KM MUDA SETIA
GT.11 No.54/QQi
KM KUDA LAUT
GT.18 No.55/QQi
KM REZEKI MULIA
GT.11 No.63/QQi
KM BINTANG MAS JAYA
GT.10 No.56/QQi
KM SAMUDRA
GT.11 No.62/QQi
KM REZEKI MULIA
20
KM. MALAHAYATI
-
172
Lampiran 15 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Barat Daya Nama Kapal
GT
Tanda Selar
KM Amal Hayati
GT.27 No.34/QQi
KM Anugerah
GT.25 No.38/QQi
KM Arjuna
GT.15 No.33/QQi
KM Beruang
GT.15 No.22/QQi
KM Bina Samudra
35
KM Bintang Fajar-01
GT.10 No.19/QQi
KM Bintanga Fajar-02
GT.20 No.40/QQi
KM Dewi 02
GT.23 No.27/QQi
KM Geumbrina Rizka
GT.13 No.28/QQi
KM Henni
GT.21 No.31/QQi
KM Hira Buana
GT.14 No.24/QQi
KM Hubbu Inayah
GT.21 No.35/QQi
KM Jasa Laot
GT.14 No.30/QQi
KM Jasa Sayang
GT.28 No.32/QQi
KM Kurnia Salamah
GT.12 No.25/QQi
KM Lumba-Lumba
GT.23 No.29/QQi
KM Nusa Indah
GT.22 No.36/QQi
KM Rizki
GT.21 No.23/QQi
KM Samudra
GT.19 No.21/QQi
KM Sari Melati
GT.21 No.26/QQi
KM Sepakat
GT.24 No.20/QQi
KM Sinar Malaya
GT.27 No.39/QQi
KM Tabah Karya
GT.30 No.37/QQi
173
Lampiran 16 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Selatan Nama Kapal
GT
Tanda Selar
KM Adek Abang 01
GT.12 No.30/QQk
KM Adek Abang 02
GT.37 No.31/QQk
KM Al Falah
GT.13 No.38/QQk
KM Alaska
GT.39 No.55/QQk
KM Anugerah III
GT.20 No.48/QQk
KM Anugrah I
GT.17 No.41/QQk
KM Bawal Putih 03
GT.12 No.19/QQk
KM Bintang Tujuh
GT.19 No.34/QQk
KM Boyan
GT.25 No.36/QQk
KM Boyan 01
GT.19 No.18/QQk
KM Bulan Purnama 01
GT.21 No.22/QQk
KM Bulan Purnama 02
GT.30 No.23/QQk
KM Cahaya
GT.27 No.42/QQk
KM Cahaya Tujuh
GT.17 No.35/QQk
KM Dian Samudra
GT.13 No.57/QQk
KM Do'a Bersama
GT.32 No.17/QQk
KM Do'a Bunda
GT.41 No.32/QQk
KM Elly 01
GT.45 No.04/QQk
KM Fajar Indah
GT.14 No.21/QQk
KM Ikan Terbang
GT.42 No.46/QQk
KM Ilah Daya 02
GT.30 No.27/QQk
KM Jasa Laut
GT.21 No.50/QQk
KM Liberty 01
GT.37 No.25/QQk
KM Liberty 02
GT.13 No.26/QQk
KM Lumba-Lumba
GT.21 No.52/QQk
KM MANDIRI
GT.47 No.39/QQk
KM Merak Sakti
GT.20 No.40/QQk
KM Merpati
GT.33 No.53/QQk
KM Naga Hitam
GT.32 No.05/QQk
KM Natuah Droe
GT.26 No.20/QQk
KM Nuri
GT.20 No.54/QQk
KM Nurul Aini 01
GT.17 No.12/QQk
KM Olimpia 01
GT.17 No.09/QQk
KM Olimpia 02
GT.21 No.10/QQk
KM Pahlawan I
GT.22 No.44/QQk
KM Pahlawan II
GT.30 No.43/QQk
KM Pahlawan III
GT.29 No.45/QQk
KM Pahlawan IV KM Perdana 03
GT.27 No.11/QQk
174
Lampiran 16 (lanjutan) KM Perkasa
GT.17 No.49/QQk
KM Permata
GT.34 No.24/QQk
KM Putri Haliza
9
KM Putri Sayangan
GT.25 No.29/QQk
KM Raja Kuala
GT.19 No.33/QQk
KM Rocky
GT.19 No.37/QQk
KM Sabena Mulia 01
GT.31 No.06/QQk
KM Sabena Mulia 02
GT.51 No.07/QQk
KM Sabena Mulia 03
GT.17 No.08/QQk
KM Samudra 03
GT.26 No.14/QQk
KM Satria
GT.30 No.28/QQk
KM Sensubang
GT.14 No.59/QQk
KM Serambi Aceh
GT.27 No.13/QQk
KM Sriwijaya
42
KM Sumber Samudra
GT.13 No.56/QQk
KM Super Cardova
GT.29 No.51/QQk
KM Surya Mas 03
17
KM Tabah Hatee 02
GT.23 No.16/QQk
KM Tahiro Sama
GT.18 No.58/QQk
KM Teman Biasa
GT.23 No.47/QQk
175
Lampiran 17 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kota Banda Aceh Nama Kapal
GT
KM. Balqis
28
KM. Kawan Sama
11
KM. Cahaya Laut
22
KM. Verona 02
25
KM. Aneuk Bunda
31
KM. Muara Aceh
20
KM. Woyla
21
KM. Aneuk Desa
32
KM. BSK
33
KM. Sinar Desa
33
KM. Sinar Matahari
27
KM. Rahmat Rizki I
24
KM. Rahmat Rizki II
16
KM. Athena
25
KM. Mujur
27
KM. Pasific
22
KM. Guntur
18
KM. Dirham
24
KM. Namasa
23
KM. Safamarwah
26
KM. Maulana
21
KM. Marfirah
18
KM. Berdikari
28
KM. Kautsar III
26
KM. Lumba Lumba
28
KM. Erandora
33
KM. Meutia II Eks.Bungong Kareng
17
KM. Seunangin Eks.Sentosa
31
KM. Munajah Eks.Kampala 13
19
KM. Metro Eks.Kampala 17
18
KM. Bintang Belgia Eks.Kampala 08
20
KM. Zebra Eks.Kampala 11
18
KM. Bintang Fajar
21
KM. Selat Malaka
28
KM. Caritas 01
38
KM. Caritas 02
38
KM. Makmur Nelayan 2
31
KM. Lamahan
16
KM. F5-II
37
Tanda Selar
176
Lampiran 17 (lanjutan) KM. F5-III Eks.Colombus
21
KM. Aulia
29
KM. Uroe Rizky
-
KM. Serasi Makmur
27
KM. Fortuna
30
KM. Mabrur
27
KM. Nadiya
19
KM. Hidup Baru
49
KM. Cualee Baru
23
KM. Aneuk Gajah
24
KM. Malahayati Eks.Kampala 10
18
KM. Rahmat Nelayan
23
KM. Kuala Calang
36
KM. Inayah
35
KM. Oen Ijo
46
KM. Hadiah Eks.Kampala 01
19
KM. Mujibaturahmi
18
KM. Labang Donya
18
KM. Mitra Buana
23
KM. Harapan Suci
29
KM. Ilah Daya
18
KM.Seumangat Baru Eks.Atlantic
33
KM. Seulawah
30
KM. Bintang Purnama
32
KM. Doa Mak
29
KM. Karya Bahari I
40
KM. Karya Bahari II
34
KM. Wulandari
30
KM. Bolivia
25
KM. Dua Desa
29
KM. Sejahtra Laut
12
KM. Berlin
14
KM. Kampala 14
-
KM. Meutia I
-
KM. King Camar
-
KM. Queen Camar
-
KM. Suf'at
-
177
Lampiran 18 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di Kabupaten Aceh Timur Nama Kapal
GT
KM LAUT JAYA
29
KM PUTRA JUMBO 2
30
KM JASA ABADI
24
KM BINA ABADI
46
KM IQRAK
19
KM JASA TERIMA KASIH
26
KM CAHAYA PULAU MAS
27
KM JASA PULAU MAS
17
KM KRU SEUMANGAT
14
KM SRI REZEKI
29
KM REZEKI BERSAMA
24
KM KING STAR
16
KM FITRIA
31
KM VICTOR
12
KM KUDRAH
17
KM SRI BAGINDA
37
KM WOU SEUMANGAT
12
KM MUTIARA INDAH
27
KM LAILATUL QADAR
25
KM LAILATUL QADAR 2
29
KM SUPRA BARU
16
KM SEKATA
27
KM SUREE SISEK
25
KM IRADAH
19
KM SRI INDAH
20
KM KM VICTORIA
13
KM TETAP ABADI
31
KM CV KUALA IDI
32
KM NUSA 2
22
KM MUTIARA BARU
23
KM CAHAYA NUSA
29
KM NUSA 03
-
KM FAJAR REZEKI
22
KM CAMAR
17
KM VICTORY 02
24
KM CAHAYA MEUGAH
20
KM BANDAR KHALIFAH 1
-
KM FAMILI
17
KM GAZA
35
Tanda Selar
178
Lampiran 18 (lanjutan) KM TEHRAN
40
KM BASRAH
10
KM ARADAN
28
KM PUTRA MEKAR
31
KM BUNGA KARANG 02
22
KM HARAPAN JADI
13
KM JASA INDAH
20
KM VICTORY III
37
KM VICTORY I
26
KM MUDAH REZEKI
26
KM BAHAGIA
14
KM JASA MULYA
32
KM BERSATU
44
KM RAJAWALI II
20
KM KITA BERSAMA
38
KM HARAPAN KITA
27
KM TERIMA KASIH 4
30
KM SEULANGA BUNGONG
25
KM DUA SEJOLI
-
KM ABABIL
17
KM BAGDAD
20
KM KARISMA
37
KM REZEKI KITA
35
KM LANGKAH BARU 2
32
KM KARUNIA 03
25
KM KARUNIA 2
29
KM KARUNIA BARU
35
KM KARUNIA 02
36
KM SEKATA BARU
37
KM SUPER BERSAMA
25
KM SUPER BARU
24
KM TETAP SUPER
33
KM JASA BARU
13
KM MITRA
17
KM MEUTUAH THAT 02
35
KM SEPAKAT
46
KM LAUT JAYA I
20
KM MITA RIZA
17
KM CAHAYA MALAM
15
KM JEUREUBOK
21
179
Lampiran 18 (lanjutan) KM PETRONAS
23
KM SEULAWAH
24
KM REZEKI INDAH
27
KM RAJAWALI III
30
KM ITAM JAYA SUPRA
28
KM DUA SAUDARA
23
KM AKSARA
19
KM PUTRA ACEH
39
KM KAMBUNA I
19
KM MONISA I
10
KM MONISA II
10
KM MONISA III
10
KM LAILATUL QADAR 03
18
KM TENDA BIRU
19
KM TIGER I
18
KM TIGER 2000
31
KM SINAR HARAPAN
24
KM SINGA WALI I
13
KM SINGA WALI II
14
KM PUTRA MAMA
10
KM INDAH MATA
15
KM SELAWAH JAYA
11
KM BUNGA KARANG 2
12
KM SEULAWAH DARA
14
KM KAMBUNA 2
19
KM LANGKAH BARU 02
10
KM JASA SUPER
13
KM KARUNIA JAYA
12
KM KAMBUNA 3
20
KM PUTRA JAYA
17
KM TERSANJUNG
28
180
Lampiran 19 Daftar Kapal Lebih Dari 10 GT di LhokSeumawe Nama Kapal KM PENASARAN
GT 35
KM JORDAN 01
-
KM JORDAN 02
-
KM KARISMA
11
KM ZULFITRI
13
KM ZIFA
15
KM RIMUNG PUTEH
10
KM RAHMAD
20
KM NACARA
-
KM FORTUNA
-
KM RISKI INDAH
14
KM ZIKRA
11
KM LUMBA-LUMBA BARU
12
KM HIKMAH
-
KM ANEU CABAK
-
KM SAHABAT
-
KM BAGINDA
-
KM LAYARAN
-
KM FERARI
-
KM TABAH NELAYAN
-
KM JUMPA LAGI
-
KM MAWAR INDAH
-
KM ISTANA BAHARI
29
KM FREE LINE
45
KM LINTAS
38
KM DUA DARA
17
KM Putra Pidie 3
50
KM Super Kardofa
43
KM Super Farabi
45
KM Putra Pidie 2
32
KM Camar 2
30
KM Pelangi
37
KM ADB 1 KPL Tuna
20
KM Kucing Hitam
34
KM Metro Baru
38
KM Super Banteng
44
KM Syukur
16
KM Nabawi
44
KM Atlantik
28
Tanda Selar
181
Lampiran 19 (lanjutan) KM Tabah Nelayan
35
KM Tetap Aquarium
32
KM Camar Jumbo
53
KM Silaturrahmi
40
KM Lailatul Qamar
37
KM Lailatul Badar
41
KM Super Indah
33
KM Mandiri
38
KM Tetap Saudara
17
KM Doa Indah
18
KM Aneuk Calok
12
KM Sahabat
18
KM Bintang Pusaka
36
KM Sukma
11
KM Pratama
29
182
Lampiran 20 Daftar Kapal Kurang Dari 10 GT di Aceh Barat Nama Kapal
GT
Tanda Selar
KM. JASA NELAYAN
GT 6 No.01/MBO.1/S.79
KM. AWAK DROO
GT 5 No.02/MBO.1/S.79
KM. MENTARI
GT 5 No.03/MBO.1/S.79
KM. ROZAAQ
GT 4 No.04/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 01
GT 6 No.05/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 02
GT 6 No.06/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 03
GT 6 No.07/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 04
GT 6 No.08/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 05
GT 6 No.09/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 06
GT 6 No.10/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 07
GT 6 No.11/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 08
GT 6 No.12/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 09
GT.6 No.13/MBO.1/S.79
KM. JABIRU - 10
GT.6 No.14/MBO.1/S.79
KM. RENCONG ACEH
GT.6 No.15/MBO.1/S.79
KM.MORIS
GT.2 No.16/MBO.2/S.79
KM. MALU MALU MAU 01
GT.4 No.17/MBO.1/S.79
KM. MALU MALU MAU 02
GT.6 No.18/MBO.1/S.79
KM. DJ
GT.6 No.19/MBO.1/S.79
KM. GURITA LAUT - 01
GT.6 No.20/MBO.1/S.79
KM. GURITA LAUT - 02
GT.6 No.21/MBO.1/S.79
KM.POPAYE 01
GT.6 No.22/MBO.1/S.79
KM. SINDI
GT.6 No.23/MBO.1/S.79
KM. SETIA KAWAN
GT.2 No.24/MBO.1/S.79
KM. KASTURI
GT.3 No.25/MBO.1/S.79
KM. BAHRUL
GT.2 No.26/MBO.1/S.79
KM. ANUGRAH
GT.6 No.27/MBO.1/S.79
KM. HIKMAH JAYA
GT.4 No.28/MBO.1/S.79
KM. ANDRI
GT.4 No.29/MBO.2/S.79
KM. ARDI PUTRA
GT.6 No.30/MBO.1/S.79
KM. SATRIA MBO
GT.5 No.31/MBO.1/S.79
KM. DOA MAMA
GT.5 No.32/MBO.1/S.79
KM. KUDA LAUT
GT.6 No.33/MBO.1/S.79
KM. CITRA TUNA
GT.6 No.34/MBO.1/S.79
KM. JEUMPA PASI
GT.6 No.35/MBO.1/S.79
KM.PULKA INDAH
GT.6 No.36/MBO.1/S.79
KM. ANEUK ALAM
GT.1 No.37/MBO.1/S.79
KM.REZA
GT.2 No.38/MBO.1/S.79
KM. AGUNG
GT.6 No.39/MBO.1/S.79
183
Lampiran 20 (lanjutan) KM. SURYA BENNY
GT.5 No.40/MBO.1/S.79
KM. CINTA BAHARI
GT.6 No.41/MBO.2/S.79
KM. KENANGAN
GT.3 No.42/MBO.1/S.79
KM. KENANG
GT.2 No.43/MBO.1/S.79
KM. BISKUIT
GT.2 No.44/MBO.1/S.79
KM. SUWARNA
GT.6 No.45/MBO.1/S.79
KM. DOLPIN
GT.1 No.46/MBO.1/S.79
KM. LA
GT.5 No.47/MBO.1/S.79
KM. YAMAHA
GT.4 No.48/MBO.1/S.79
KM. NAGUNA -2
GT.3 No.49/MBO.1/S.79
KM. MEGA BUANA
GT.3 No.50/MBO.1/S.79
KM. BAHTRA
GT.2 No.51/MBO.1/S.79
KM. CHASTURI -1
GT.3 No.52/MBO.1/S.79
KM. CHASTURI -2
GT.3 No.53/MBO.1/S.79
KM. BINTANG SULAIMAN
GT.3 No.54/MBO.1/S.79
KM. MERPATI PUTIH
GT.3 No.55/MBO.1/S.79
KM. KASEH SAYANG
GT.7 No.56/MBO.1/S.79
KM. RACHMAT
GT.3 No.57/MBO.2/S.79
KM. KURNIA
GT.1 No.58/MBO.2/S.79
KM. BERUANG
GT.3 No.59/MBO.1/S.79
KM. BERUANG LAUT/EKS SUBUR INDAH02
GT.6 No.60/MBO.1/S.79
KM. PADEE IJO
GT.3 No.61/MBO.1/S.79
KM. CEMPALA KUNENG
GT.2 No.62/MBO.2/S.79
KM. RENCONG ACEH
GT.4 No.63/MBO.1/S.79
KM. MUKTI
GT.3 No.64/MBO.2/S.79
KM. BAYU SUGARA
GT.2 No.65/MBO.2/S.79
KM. ICHLAS
GT.2 No.66/MBO.2/S.79
KM. LINDUNGAN
GT.3 No.67/MBO.2/S.79
KM. SEULAWAH DARA- 03
GT.3 No.68/MBO.1/S.79
KM. SEULAWAH -01
GT.6 No.69/MBO.1/S.79
KM. SUBUR INDAH
GT.5 No.70/MBO.1/S.79
KM. AINI
GT.5 No.71/MBO.1/S.79
KM. SEJATI
GT.2 No.72/MBO.1/S.79
KM. BERUANG LAUT
GT.1 No.73/MBO.1/S.79
KM. ICHLAS
GT.3 No.74/MBO.2/S.79
KM. PUSAKA ACEH
GT.3 No.75/MBO.2/S.79
KM. JASKER
GT.2 No.76/MBO.1/S.79
KM. MINAT
GT.5 No.77/MBO.1/S.79
KM. SALAK ACEH
GT.2 No.78/MBO.2/S.79
184
Lampiran 20 (lanjutan) KM. EMPAT SAUDA - 01
GT.5 No.79/MBO.2/S.79
KM. EMPAT SAUDARA - 02
GT.5 No.80/MBO.2/S.79
KM. EMPAT SAUDARA - 03
GT.5 No.81/MBO.2/S.79
KM. EMPAT SAUDARA - 04
GT.6 No.82/MBO.2/S.79
KM. MUSLIM
GT.5 No.83/MBO.2/S.79
KM. HARAPAN
GT.5 No.84/MBO.2/S.79
KM SRI DITA/EKS. KM. MELATI
GT.4 No.85/MBO.2/S.79
KM. DARAH MUDA
GT.5 No.86/MBO.1/S.79
KM. HIU MACAN
GT.4 No.87/MBO.1/S.79
KM. NAGA - 02
GT.6 No.88/MBO.1/S.79
KM IKHSAN/Eks. KM. HARAPAN -3
GT.3 No.89/MBO.2/S.79
KM. PUTRA BUBON
GT.3 No.90/MBO.2/S.79
KM. SARIPATI - 01
GT.4 No.91/MBO.1/S.79
KM. SYUHADA
GT.4 No.92/MBO.2/S.79
KM. KAKAP MERAH -01
GT.4 No.93/MBO.1/S.79
KM. FAJAR
GT.6 No.94/MBO.1/S.79
KM. JAYA
GT.3 No.95/MBO.2/S.79
KM. YOUNG BOY
GT.3 No.96/MBO.2/S.79
KM. GASEH SAYANG
GT.3 No.97/MBO.2/S.79
KM. RUMAH ZAKAT
GT.5 No.98/MBO.2/S.79
KM. MUSLIM
GT.4 No.99/MBO.2/S.79
KM. MEGA CEMERLANG
GT.6 No.100/MBO.1/S.79
KM.NAGUNA-01
GT.6 No.101/MBO.1/S.79
KM. CAMAR
GT.5 No.102/MBO.3/S.79
KM. OPOK -2
GT.5 No.103/MBO.3/S.79
KM. OPOK -4
GT.4 No.104/MBO.3/S.79
KM. OMBAK SETIA
GT.2 No.105/MBO.2/S.79
KM. ABIL PURNAMA
GT.2 No.106/MBO.2/S.79
KM. FAJAR HARAPAN
GT.6 No.107/MBO.1/S.79
KM. GENERASI BARU -01
GT.6 No.108/MBO.1/S.79
KM. GENERASI BARU -02
GT.6 No.109/MBO.1/S.79
KM. POPAYE -03
GT.5 No.110/MBO.1/S.79
KM. POPAYE -02
GT.6 No.111/MBO.1/S.79
KM. 88
GT.5 No.112/MBO.1/S.79
KM. PUTRI BELAWUH
GT.1 No.113/MBO.1/S.79
KM DOA UCI/Eks. KM. KAKAP MERAH
GT.1 No.114/MBO.1/S.79
KM. SEMUT MERAH
GT.3 No.115/MBO.1/S.79
KM.SEURANGGA HITAM
GT.3 No.116/MBO.1/S.79
KM. ANEUK LAOT
GT.2 No.117/MBO.3/S.79
KM. TONGKOL
GT.2 No.118/MBO.3/S.79
185
Lampiran 20 (lanjutan) KM. CUCO
GT.1 No.119/MBO.3/S.79
KM. TANDA MATA
GT.2 No.120/MBO.3/S.79
KM. PUSAKA BUNDA
GT.2 No.121/MBO.3/S.79
KM. BAWAY -06
GT.6 No.122/MBO.1/S.79
KM. MARSANDA
GT.6 No.123/MBO.2/S.79
KM. DOA LIZA
GT.2 No.124/MBO.3/S.79
KM. HERCULES
GT.3 No.125/MBO.3/S.79
KM. KALOM
GT.6 No.126/MBO.3/S.79
KM. AWAK AWAY
GT.4 No.127/MBO.3/S.79
KM. JASA LAUT
GT.6 No.128/MBO.1/S.79
KM. PELURU MAS
GT.6 No.129/MBO.1/S.79
KM. ADEK FITRIA
GT.2 No.130/MBO.3/S.79
KM. VERA SATU
GT.5 No.131/MBO.3/S.79
KM. SERASI
GT.5 No.132/MBO.3/S.79
KM. LAUTAN INDAH
GT.6 No.133/MBO.1/S.79
KM. PAPAI
GT.5 No.134/MBO.3/S.79
KM. TRIGUNA JAYA
GT.6 No.135/MBO.1/S.79
KM. SINAR ABADI BARU
GT.6 No.136/MBO.1/S.79
KM. ADEK ABANG
GT.6 No.137/MBO.1/S.79
KM. LOIS
GT.5 No.138/MBO.3/S.79
KM. BUMM. 01
GT.6 No.139/MBO.2/S.79
KM. PUTRI ARMADA
GT.6 No.140/MBO.1/S.79
KM. AVATAR
GT.1 No.141/MBO.1/S.79
KM. LANGGURAN
GT.5 No.142/MBO.1/S.79
KM. MAULANA 01
GT.5 No.143/MBO.1/S.79
KM. MAULANA 02
GT.6 No.144/MBO.1/S.79
KM. ILHAM-02
GT.4 No.145/MBO.2/S.79
KM INTAN/Eks. KM. RAHMI
GT.2 No.146/MBO.2/S.79
KM. PERINTIS
GT.3 No.147/MBO.1/S.79
KM. MUARA-01
GT.2 No.148/MBO.2/S.79
KM. MUARA-02
GT.2 No.149/MBO.2/S.79
KM. MORIS
GT.2 No.150/MBO.2/S.79
KM.ROLA
GT.2 No.151/MBO.1/S.79
KM. BIJEH MATA
GT.3 No.152/MBO.2/S.79
KM. AYEUM MATA
GT.3 No.153/MBO.2/S.79
KM. BINA USAHA
GT.5 No.154/MBO.3/S.79
KM.BINTANG MAS
GT.1 No.155/MBO.1/S.79
KM.WANDA SAHPUTRA
GT.2 No.156/MBO.2/S.79
KM.IKHLAS
GT.1 No.157/MBO.2/S.79
KM. GAJAH MADA
GT.3 No.158/MBO.2/S.79
186
Lampiran 20 (lanjutan) KM. INTAN PERMATA
GT.3 No.159/MBO.2/S.79
KM. PASIFIK
GT.4 No.160/MBO.1/S.79
KM. REKA
GT.4 No.161/MBO.2/S.79
KM. HIDAYAT
GT.4 No.162/MBO.1/S.79
KM. BETRA HARAPAN
GT.1 No.163/MBO.2/S.79
KM. KREATIF
GT.2 No.164/MBO.2/S.79
KM. IKHLAS 02
GT.2 No.165/MBO.2/S.79
KM. SABAR
GT.6 No.166/MBO.1/S.79
KM. ANAK MAS
GT.4 No.167/MBO.1/S.79
KM. JAKA TINGKIR
GT.3 No.168/MBO.1/S.79
KM PIA/ Eks. KM. PERJUANGAN 2
GT.2 No.169/MBO.3/S.79
KM SAHILAH/Eks.KM. PERJUANGAN 1
GT.3 No.170/MBO.3/S.79
KM. DOA BERSAMA
GT.3 No.171/MBO.3/S.79
KM. TABINA
GT.4 No.172/MBO.3/S.79
KM DIA/Eks.KM. ANEUK TULOT
GT.4 No.173/MBO.3/S.79
KM. TUAH ANEUK
GT.4 No.174/MBO.3/S.79
KM. LUMBA LUMBA
GT.4 No.175/MBO.3/S.79
KM. MITANA
GT.4 No.176/MBO.3/S.79
KM. BUNGA DESA
GT.4 No.177/MBO.3/S.79
KM. KAKAP
GT.5 No.178/MBO.3/S.79
KM. GURITA
GT.5 No.179/MBO.3/S.79
KM. NIRWANA
GT.5 No.180/MBO.3/S.79
KM. ALFAID
GT.5 No.181/MBO.3/S.79
KM. PELANGI
GT.5 No.182/MBO.3/S.79
KM. LUMBA-LUMBA
GT.5 No.183/MBO.3/S.79
KM. TONGKOL
GT.5 No.184/MBO.3/S.79
KM. CUMI-CUMI
GT.5 No.185/MBO.3/S.79
KM. TITIPAN BERSAMA
GT.5 No.186/MBO.3/S.79
KM DIVA/Eks.KM. REUMEH SABE
GT.2 No.187/MBO.3/S.79
KM. DOA AYAHDA
GT.2 No.188/MBO.3/S.79
KM BOH HATE/Eks. KM. ANEUK DESA
GT.4 No.189/MBO.3/S.79
KM. RAHMAT
GT.4 No.190/MBO.3/S.79
KM. RAHMAT
GT.4 No.191/MBO.3/S.79
KM. ASIAH
GT.5 No.192/MBO.3/S.79
KM. BOSNIA-II
GT.5 No.193/MBO.3/S.79
KM. BOSNIA-I
GT.5 No.194/MBO.3/S.79
KM. BOSNIA-III
GT.5 No.195/MBO.3/S.79
KM. NAGAMAS
GT.5 No.196/MBO.3/S.79
KM. ADEK POCUT-I
GT.5 No.197/MBO.3/S.79
187
Lampiran 20 (lanjutan) KM. ADEK POCUT-II
GT.5 No.198/MBO.3/S.79
KM. CAMAR PRATAMA-I
GT.5 No.199/MBO.3/S.79
KM CUCO LON SAYANG/Eks.KM. CAMAR PRATAMA-II
GT.5 No.200/MBO.3/S.79
KM. CAMAR PRATAMA-III
GT.5 No.201/MBO.3/S.79
KM SETIA/Eks.KM. KEUMANGAN
GT.5 No.202/MBO.3/S.79
KM. METRO
GT.4 No.203/MBO.3/S.79
KM. RAHMAT
GT.4 No.204/MBO.3/S.79
KM. ANUGRAH
GT.4 No.205/MBO.3/S.79
KM. RAHMAT-02
GT.3 No.206/MBO.2/S.79
KM. BOH HATE I
GT.4 No.207/MBO.3/S.79
KM. BOH HATE II
GT.4 No.208/MBO.3/S.79
KM. SELAMAT NUSA
GT.5 No.209/MBO.1/S.79
KM. BOH HATE
GT.3 No.210/MBO.3/S.79
KM RILEX/Eks.KM. MILDA
GT.3 No.211/MBO.3/S.79
KM. BINA GUNA
GT.3 No.212/MBO.2/S.79
KM. PUTRI LAUT-02
GT.6 No.213/MBO.2/S.79
KM. GASEH UMAT
GT.5 No.214/MBO./S.79
KMSAMARITAN/Eks. KM. CAMA
GT.5 No.215/MBO./S.79
KM. ILHAM MASA
GT.5 No.216/MBO.3/S.79
KM. HALO NGON
GT.5 No.217/MBO.3/S.79
KM. BUNGA DESA
GT.4 No.218/MBO.1/S.79
KM. DUAL
GT.4 No.219/MBO.3/S.79
KM. ABADI
GT.4 No.220/MBO.3/S.79
KM. TIGA SAUDARA
GT.4 No.221/MBO.3/S.79
KM. OLIN
GT.4 No.222/MBO.3/S.79
KM. ARMADA
GT.4 No.223/MBO.3/S.79
KM. DEBSOS
GT.4 No.224/MBO./S.79
KM. PHONNA
GT.4 No.225/MBO.3/S.79
KM. MERAKSA
GT.4 No.226/MBO.3/S.79
KM. POMA
GT.4 No.227/MBO.3/S.79
KM. CAMA
GT.4 No.228/MBO.3/S.79
KM. BARONA
GT.4 No.229/MBO.3/S.79
KM. OHARA
GT.4 No.230/MBO.3/S.79
KM. KURNIA-2
GT.3 No.231/MBO.3/S.79
KM. KURNIA-I
GT.3 No.233/MBO.3/S.79
KM. GASEH UMAT
GT.3 No.234/MBO./S.79
KM. YUSNIAR
GT.1 No.235/MBO.3/S.79
KM. DARA MAMEH
GT.1 No.236/MBO.1/S.79
KM. PL
GT.5 No.237/MBO.3/S.79
188
Lampiran 20 (lanjutan) KM. YUSRIZAL
GT.4 No.238/MBO.3/S.79
KM. DOA POMA
GT.4 No.239/MBO.3/S.79
KM. SUMBERZEKI
GT.6 No.240/MBO.1/S.79
KM. TELUK BAYUR
GT.2 No.241/MBO.1/S.79
KM. REZEKI-03
GT.5 No.242/MBO.2/S.79
KM. TABONG-06
GT.5 No.243/MBO.1/S.79
KM. MERAKSA
GT.3 No.244/MBO.1/S.79
KM. MUTIARA INDAH
GT.4 No.245/MBO.1/S.79
KM. MUTIARA LAUT
GT.5 No.246/MBO.1/S.79
KM. RAIHAN
GT.6 No.247/MBO.1/S.79
KM. LINTAS SAMUDRA
GT.5 No.248/MBO.1/S.79
KM. JOHAN PAHLAWAN ADB-01
GT.5 No.249/MBO.1/S.79
KM. JOHAN PAHLAWAN ADB-02
GT.5 No.250/MBO.2/S.79
KM FAMILY NELAYAN/Eks. KM. JPADB.03
GT.5 No.251/MBO.1/S.79
KM. JP-ADB.04
GT.5 No.252/MBO.1/S.79
KM. JOHAN PAHLAWAN ADB-05
GT.5 No.253/MBO.1/S.79
KM. JOHAN PAHLAWAN ADB-06
GT.5 No.254/MBO.1/S.79
KM. JOHAN PAHLAWAN ADB-07
GT.5 No.255/MBO.1/S.79
KM. JOHAN PAHLAWAN ADB-08
GT.5 No.256/MBO.1/S.79
KM. JP ADB 09
GT.5 No.257/MBO.1/S.79
KM. JP ADB 10
GT.5 No.258/MBO.1/S.79
KM CAMAR-01/Eks.KM. SAMATIGA-01
GT.5 No.259/MBO.3/S.79
KM. SAMATIGA-02
GT.5 No.260/MBO.3/S.79
KM. SAMATIGA-03
GT.5 No.261/MBO.3/S.79
KM RENCONG ACEH/Eks.KM. SAMATIGA04
GT.5 No.262/MBO.3/S.79
KM. SAMATIGA-05
GT.5 No.263/MBO.3/S.79
KM. SAMATIGA-06
GT.5 No.264/MBO.3/S.79
KM. SAMATIGA-07
GT.5 No.265/MBO.3/S.79
KM. SAMATIGA-08
GT.5 No.266/MBO.3/S.79
KM. TUNA-01
GT.6 No.267/MBO.1/S.79
KM. TUNA-02
GT.5 No.268/MBO.1/S.79
KM. BAWAY-02
GT.6 No.269/MBO.1/S.79
KM. MEUREBO ADB-01
GT.5 No.270/MBO.2/S.79
KM. MEUREBO ADB-02
GT.5 No.271/MBO.2/S.79
KM. MEUREBO ADB-03
GT.5 No.272/MBO.2/S.79
KM. MATAHARI PAGI
GT.4 No.273/MBO.1/S.79
KM. ABADI
GT.5 No.274/MBO.1/S.79
KM. WOOD SEA
GT.6 No.275/MBO.1/S.79
189
Lampiran 20 (lanjutan) KM. MAWAR DESA
GT.4 No.276/MBO.1/S.79
KM. RAHMAT SUMBER REZEKI
GT.6 No.277/MBO.1/S.79
KM FLAMBOYAN
GT. 5 No.279/MBO./S.79
KM POPEYE-04
GT. 5 No.280/MBO./S.79
KM CP SUAMI ISTRI
GT. 5 No.281/MBO./S.79
KM. RAHMAT-01
GT.4 No.282/MBO.1/S.79
KM. BLACK
GT.6 No.283/MBO.1/S.79
KM. BIJEH MATA
GT.6 No.284/MBO./S.79
KM. CINTA SAUDARA
GT.5 No.285/MBO.2/S.79
KM. BLACK-02
GT.5 No.286/MBO.1/S.79
KM. RAHMAT
GT.2 No.287/MBO.1/S.79
KM. BUNGA MAWAR
GT.6 No.288/MBO.1/S.79
KM. MULIA
GT.6 No.289/MBO.1/S.79
KM. JUMPA ACEH-01
GT.6 No.290/MBO.1/S.79
KM. JUMPA ACEH-02
GT.6 No.291/MBO.1/S.79
KM. KARISMA
GT.4 No.292/MBO.1/S.79
KM. NANAS MERAH
GT.4 No.293/MBO.1/S.79
KM. CEMPALA
GT.5 No.294/MBO.1/S.79
KM. MITRA LAOT RAYA
GT.4 No.295/MBO.1/S.79
KM. SINAR KEEMASAN
GT.6 No.296/MBO.1/S.79
KM. ARMADA LAOT
GT.6 No.297/MBO.2/S.79
KM. RAMAYANA
GT.4 No.298/MBO.1/S.79
KM. JRS-01
GT.5 No.299/MBO.1/S.79
KM. DOA BERSAMA
GT.5 No.300/MBO.2/S.79
KM. PRIMADONA
GT.5 No.301/MBO.1/S.79
KM. NARUTO
GT.5 No.302/MBO.1/S.79
KM. LAYARAN
GT.6 No.303/MBO.1/S.79
KM. HARAPAN BARU
GT.5 No.304/MBO.1/S.79
KM. SUMBER LAUT REZEKI 05
GT.6 No.305/MBO.1/S.79
KM. SUMBER LAUT REZEKI 06
GT.5 No.306/MBO.1/S.79
KM. TUNAS MUDA
GT.3 No.307/MBO.1/S.79
KM. RIZKI
GT.5 No.308/MBO.1/S.79
KM AULIA/Eks. KM. REZEKI-02
GT.6 No.309/MBO.2/S.79
KM MISRA/Eks.KM. MASKINA
GT.5 No.310/MBO.2/S.79
KM. BARU SETIA
GT.2 No.311/MBO.2/S.79
KM. UNTUNGNA-01
GT.5 No.312/MBO.4/S.79
KM. UNTUNGNA-02
GT.5 No.313/MBO.4/S.79
KM. UNTUNGNA-03
GT.5 No.314/MBO.4/S.79
KM. UNTUNGNA-04
GT.5 No.315/MBO.4/S.79
190
Lampiran 20 (lanjutan) KM. UNTUNGNA-05
GT.5 No.316/MBO.4/S.79
KM. CUCUT MAS
GT.5 No.317/MBO.1/S.79
KM. LEUK BANGGUNA
GT.6 No.318/MBO.1/S.79
KM. BOH HATEE
GT.5 No.319/MBO.1/S.79
KM. PINANG BARIS
GT.5 No.320/MBO.1/S.79
KM. CAHAYA MATA
GT.6 No.321/MBO.1/S.79
KM. AWAK DROE
GT.5 No.322/MBO.1/S.79
KM. TEXAS
GT.5 No.323/MBO.1/S.79
KM. EMBUN MAS
GT.5 No.324/MBO.1/S.79
KM. RISKA
GT.3 No.325/MBO./S.79
KM. BINTANG SULAIMAN
GT.5 No.326/MBO.1/S.79
KM. CAKRA DONYA
GT.5 No.327/MBO.1/S.79
KM. SCORPION
GT.5 No.328/MBO.1/S.79
KM. SRI DEWI
GT.5 No.329/MBO.1/S.79
KM. RAHMAT
GT.4 No.330/MBO.1/S.79
KM. BAJA LAOT
GT.4 No.331/MBO.1/S.79
KM. MUDA SETIA
GT.4 No.332/MBO.1/S.79
KM GAWAT-01/Eks.KM AWI-01
GT.4 No.333/MBO.2/S.79
KM GAWAT-02/Eks.KM AWI-02
GT.4 No.334/MBO.2/S.79
KM KEUMALA SARI
GT.5 No.336/MBO.1/S.79
KM AA/Eks.KM TIARA
GT.5 No.337/MBO.3/S.79
KM KURMA/Eks. KM SUMBER REZEKI
GT.4 No.338/MBO.1/S.79
KM CUWALE-01
GT.2 No.339/MBO.3/S.79
KM BEUNA USAHA
GT.2 No.340/MBO.3/S.79
KM SALAM SEJATI
GT.6 No.341/MBO.1/S.79
KM KENANG
GT.3 No.342/MBO.1/S.79
KM BIJEH MATA
GT.5 No.343/MBO.1/S.79
KM JAMBU MERAH
GT.5 No.344/MBO.1/S.79
KM SUMBER REZEKI
GT.2 No.345/MBO.1/S.79
KM MURNI
GT.4 No.346/MBO.1/S.79
KM FATWA
GT.4 No.347/MBO.2/S.79
KM. DOA BUNDA-I
GT.4 No.349/MBO.3/S.79
KM DOA BUNDA-II
GT.4 No.350/MBO.3/S.79
KM CAMA INDAH
GT.4 No.351/MBO.3/S.79
KM. LASIA
GT.4 No.352/MBO.3/S.79
KM ZUKRA
GT.3 No.353/MBO.2/S.79
KM KAKAP MERAH-05
GT.5 No.354/MBO.1/S.79
KM AMRU
GT.2 No.355/MBO.2/S.79
KM BINTANG SEULASEH
GT.6 No.356/MBO.2/S.79
KM SAMURAI
GT.2 No.357/MBO.2/S.79
191
Lampiran 20 (lanjutan) KM SAHLAN
GT.5 No.358/MBO.1/S.79
KM SAMUDRA
GT.3 No.359/MBO.2/S.79
KM KELONG
GT.3 No.360/MBO.2/S.79
KM INDA SETIA
GT.2 No.361/MBO.2/S.79
KM M.B. SUGARA
GT.3 No.362/MBO.2/S.79
KM ALFATH
GT.2 No.363/MBO.2/S.79
KM BERKAT
GT.4 No.364/MBO.2/S.79
KM YUANDA
GT.2 No.365/MBO.2/S.79
KM RAMADHAN
GT.3 No.366/MBO.1/S.79
KM BUMM-02
GT.3 No.367/MBO.2/S.79
KM AL FARUQ/Eks. KM ICHLAS
GT.2 No.368/MBO.2/S.79
KM PUSAKA ACEH
GT.2 No.369/MBO.2/S.79
KM STIIL
GT.2 No.370/MBO.2/S.79
KM SUMBER LAUT
GT.3 No.371/MBO.2/S.79
KM REZA
GT.3 No.372/MBO.2/S.79
KM ALFIS
-
-
KM MALAHAYATI
GT.2 No.373/MBO.2/S.79
KM BINTANG FAJAR
GT.1 No.374/MBO.2/S.79
KM SELENDANG-03
GT.1 No.375/MBO.2/S.79
KM ROZA
GT.3 No.376/MBO.2/S.79
KM KARYA SETIA III
GT.5 No.377/MBO.2/S.79
KM CAHAYA INDAH
GT.2 No.378/MBO.2/S.79
KM FAJAR BAIDURI
GT.1 No.379/MBO.2/S.79
KM YAKIN
GT.2 No.380/MBO.2/S.79
KM BAYU SUGARA
GT.2 No.381/MBO.2/S.79
KM MENTARI
GT.1 No.382/MBO.2/S.79
KM SUKMA-XR
GT.6 No.383/MBO.1/S.79
KM EXSEL JUNIOR
GT.6 No.384/MBO.1/S.79
KM PERMATA INDAH
GT.5 No.385/MBO.1/S.79
KM KUDA LAUT-06
GT.5 No.386/MBO.1/S.79
KM ILAHM 011
GT.4 No.387/MBO.2/S.79
KM ILHAM
GT.4 No.388/MBO.2/S.79
KM REKA
GT.5 No.389/MBO.2/S.79
KM RIZKI
GT.4 No.390/MBO.1/S.79
KM PUTRI
GT.4 No.391/MBO.1/S.79
KM SIKOMENG
GT.1 No.392/MBO.1/S.79
KM SEROJA
GT.2 No.393/MBO.1/S.79
KM BINTANG FAJAR 02/Eks. KM AMEL
GT.2 No.394/MBO.1/S.79
KM RAJA KUALA
GT.2 No.395/MBO.1/S.79
KM JAGO MERAH
GT.2 No.396/MBO.1/S.79
192
Lampiran 20 (lanjutan) KM MERPATI PUTIH
GT.1 No.397/MBO.1/S.79
KM JASA REMAJA-01
GT.1 No.398/MBO.1/S.79
KM REMAJA LAUT
GT.3 No.399/MBO.1/S.79
KM ADEK ABANG
GT.3 No.400/MBO.2/S.79
KM HERI
GT.2 No.401/MBO.1/S.79
KM BUNGONG JEUMPA
GT.3 No.402/MBO.1/S.79
KM HUDEP BEUSARE
GT.3 No.403/MBO.2/S.79
KM ANUGRAH
GT.6 No.404/MBO.1/S.79
KM PEMBURU
GT.4 No.405/MBO.1/S.79
KM MEONG
GT.4 No.406/MBO.1/S.79
KM EPISODE
GT.5 No.407/MBO.1/S.79
KM POGAM
GT.2 No.408/MBO.1/S.79
KM BAHTERA
GT.4 No.409/MBO./S.79
KM WOOD SEA-02
GT.6 No.410/MBO.1/S.79
KM WOOD SEA-03
GT.1 No.411/MBO.1/S.79
KM BAMBANG
GT.3 No.412/MBO.2/S.79
KM RAIDER
GT.3 No.413/MBO.1/S.79
KM DARWILIS
GT.4 No.414/MBO.1/S.79
KM EMPAT SEKAWAN
GT.2 No.415/MBO.1/S.79
KM PENCARI CINTA
GT.6 No.416/MBO.3/S.79
KM MAULANA
GT.6 No.417/MBO.3/S.79
KM SANJAYA-01
GT.6 No.418/MBO.3/S.79
KM SANJAYA-II
GT.6 No.419/MBO.3/S.79
KM PUTRA SAMUDRA-02
GT.4 No.420/MBO.1/S.79
KM REZKI -01
GT.5 No.421/MBO.2/S.79
KM SUMBER REZEKI
GT.5 No.422/MBO.1/S.79
KM HANANAN
GT.2 No.423/MBO.1/S.79
KM PATROLI
GT.5 No.424/MBO.1/S.79
KM BISKUIT
GT.2 No.425/MBO.1/S.79
KM RAHMAT-02
GT.3 No.426/MBO.1/S.79
KM IKHRAM
GT.5 No.427/MBO.1/S.79
KM JASA SAUDARA
GT.1 No.428/MBO.1/S.79
KM SALJU ABADI/KACADIH LOM
GT.3 No.429/MBO.1/S.79
KM SALJU ABADI/KAMUDA LOM
GT.5 No.430/MBO.1/S.79
KM SEULAWAH DARA
GT.4 No.431/MBO.1/S.79
KM ANUGRAH
GT.5 No.432/MBO.1/S.79
KM SOS
GT.6 No.433/MBO.1/S.79
KM ZEBRA
GT.4 No.434/MBO.1/S.79
KM HAIKAL/Eks. KM PUTRO BUNGSU
GT.5 No.435/MBO.1/S.79
KM NURSANTI
GT.2 No.436/MBO.1/S.79
193
Lampiran 20 (lanjutan) KM ZIDANE
GT.5 No.437/MBO.1/S.79
KM KURNIA
GT.4 No.438/MBO.2/S.79
KM RIDHO ILAHI
GT.5 No.439/MBO.1/S.79
KM JUANDA
GT.2 No.440/MBO.2/S.79
KM CUT HANANAN
GT.4 No.441/MBO.1/S.79
KM JASA KRUENG CANGKOY
GT.5 No.442/MBO.1/S.79
KM SARIPATI
GT.5 No.444/MBO.1/S.79
KM RODA PEDATI/Eks. KM BAHTRA-02
GT. No.445/MBO./S.79
KM PELURU MAS-03
GT.6 No.335/MBO.1/S.79
KM PENCARI CINTA
GT.6 No.447/MBO./S.79
KM. ADE
GT.8 No.448/MBO./S.79
KM. ADE
GT.10 No.449/MBO./S.79
194
Lampiran 21 Daftar Kapal Kurang Dari 10 GT di Kabupaten Pidie Nama Kapal
GT
KM Bunga Desa
1
KM Aneuk Bunda
1
KM Cobra
2
KM Seulanga II
1
KM Seulanga I
1
KM Mata Biru
1
KM Bunga Karang
1
KM Mega Pro
1
KM Barona II
8
KM Marlboro
1
KM Dang Dang Na
1
KM Ballah Guna
1
KM Aneuk Kuala
1
KM Bahari
1
KM Gaseh Sayang
1
KM
1
KM Bintang Pari
1
KM Doa Ma'
1
KM Bahari Indah
2
KM CV. Laot Biru
6
KM Syukur I
1
KM Syukur II
1
KM Syukur IIII
1
KM Pelita Jaya
1
KM Belanak
1
KM Muara karang
1
KM Lancangi Kuning
1
KM Awak Away
1
KM Aneuk Metuah
1
KM Usaha Nelayan
1
KM Sejahtera
1
KM
1
KMSana Flu
1
KM Anak Rinjani II
1
KM Anak Rinjani I
2
KM Beumudah Raseuki
1
KM Jasa Sejahtera
1
KM Jasa Jedah
1
KM Jasa Inong Muda
1
Tanda Selar
195
Lampiran 21 (lanjutan) KM. Lintah Situe
1
KM Kucing Laut
1
KM Aneuk Sigli
1
KM Hana Nan
1
KM Bintang Fajar
1
KM Tanjung Terbang
1
KM Na Raseuki
1
KM Bantuan Luar
1
KM Aneuk Hidayah
1
KM Rahmad Ilahi II
1
KM Lintas Aceh
1
KM Putro Seroja
1
KM Putra Pidie
1
KM Jak Sabe
1
KM Aneuk Nangroe
1
KM Tuih Mas
1
KM Kasih Sayang
1
KM Yantoni
1
KM Arafah
1
KM Kasturi
1
KM Jumpa Lagi
1
KM Kocon Boy 2
1
KM Pukat Bakau
1
KM Jasa Nelayan
1
KM Nagaya
1
KM Marlyn Jumbo
1
KM Illah Dayah
1
KM Kocan Boy I
1
KM Nadya
1
KM Tikar Pandan
1
KM. Harapan Bangsa
1
KM. Risky
1
KM Pukat Biieng
2
KM. Sampurna
9
KM. Abadi
-
KM. Na Tuah
-
KM Siang Malam
-
KM Arafah
-
KM Bahari Indah
-
KM. Jakarta
-
196
Lampiran 21 (lanjutan) KM. Alami
-
KM. Bintang Kejora
-
KM. Makmur
-
KM. Mawar Merah
-
KM Jasa Baginda
-
KM. Syufaat
-
KM. Nato
-
KM. Bintang Laot
-
KM. Putra Beutanyan
-
KM. Jeumpa Puteh
-
KM. Indah Raseuki
-
KM. Putra Rinjani
-
KM. Putri Dahara
-
KM. Cendawan
-
KM. Samporna
-
KM. Mentari
-
KM. Tamita
-
KM. Semangat Baru
-
KM. Nasaba
-
KM. Putra Maneh
-
KM. Kuala Gigieng
-
KM. Ulfa
-
KM. Bintang Harapan
-
KM Rahmat Sejahtera
-
KM Han Tanda
-
KM Intan Sarena
-
KM Mita Mulia
-
KM Aneuk Laut
-
KM Asyura
-
KM Teka Rahmat II
-
KM Lambideng
-
KM. Rindu
-
KM Singa Meurante
-
KM Judo
-
KM Ferosa
-
KM. Tengiri Bunga
-
KM. Hana Nan
-
KM Tabah
-
KM. Tabah II
-
KM Jak Sabe
-
197
Lampiran 21 (lanjutan) KM Silahturahmi
-
KM Semangat Aceh
-
KM Karna Kawan
-
KM Senangin I
-
KM Kasih Sayang
-
KM Cempedak
-
KM Rezeki Laot
-
KM Sidom Ampui
-
KM Illah Dayah
-
KM Camar laut
-
KM Kautsar
-
KM Seumangat Baru
-
KM Teuuka Rahmat III
-
KM Wali Kaned
-
KM Netral
-
KM Saba Kana
-
KM Barona
-
KM Teratai
-
KM. Bina Laut
-
KM. Irhamna
-
KM. Citra Desa
-
KM. Pulo Aceh
-
KM. Fajar Fan
-
KM. Cama Laot
-
KM. Ikan Terbang
-
KM Karmila
-
KM. Camar Laot
-
KM Marlinda
-
KM Barona
-
KM Todak
-
KM Bijaksana 2
-
198
Lampiran 22 Daftar Kapal Kurang Dari 10 GT di Kabupaten Nadan Raya Nama Kapal
Tanda Selar
KM BINTANG KEHIDUPAN-02
GT.5 No.001/NR.20/S.79B
KM RAJAWALI-01
GT.5 No.002/NR.20/S.79B
KM RAJAWALI-02
GT.3 No.003/NR.20/S.79B
KM DEWI MALAM
GT.2 No.004/NR.20/S.79B
KM MAULANA
GT.2 No.005/NR.20/S.79B
KM ASAI KANA
GT.2 No.006/NR.20/S.79B
KM EH MALAM
GT.2 No.007/NR.20/S.79B
KM HUNTA
GT.3 No.008/NR.20/S.79B
KM DOA MAK
GT.3 No.009/NR.20/S.79B
KM SANTIA
GT.2 No.010/NR.20/S.79B
KM LABI-LABI
GT.2 No.011/NR.20/S.79B
KM RADAT
GT.4 No.012/NR.20/S.79B
KM KHALIFAH-01
GT.4 No.013/NR.20/S.79B
KM KOCAK
GT.3 No.014/NR.20/S.79B
KM KU CINTA APA ADANYA
GT.2 No.015/NR.20/S.79B
KM KHALIFAH-02
GT.3 No.016/NR.20/S.79B
KM MAMA MIA
GT.3 No.017/NR.20/S.79B
KM ELANG SAMUDRA
GT.3 No.018/NR.20/S.79B
KM CAMA LAOT
GT.3 No.019/NR.20/S.79B
KM BINTANG PADE
GT.3 No.020/NR.20/S.79B
KM HIJAU DAUN
GT.1 No.021/NR.20/S.79B
KM RIZKI ABADI
GT.3 No.022/NR.20/S.79B
KM CAMA
GT.2 No.023/NR.20/S.79B
KM BINTANG KEHIDUPAN-01
GT.3 No.024/NR.20/S.79B
KM HIKMAH
GT.3 No.025/NR.20/S.79B
KM MILO
GT.5 No.026/NR.20/S.79B
KM BISMILAH
GT.2 No.027/NR.20/S.79B
KM JESTAR
GT.4 No.028/NR.20/S.79B
KM RAHMAT ILAHI
GT.3 No.029/NR.20/S.79B
KM ANDINA ANDINI
GT.2 No.030/NR.20/S.79B
KM HANTEU LAOUT
GT.2 No.031/NR.20/S.79B
KM OPOK
GT.3 No.032/NR.20/S.79B
KM TIGA SAUDARA
GT.5 No.033/NR.20/S.79B
KM PUTRA DAERAH
GT.4 No.034/NR.20/S.79B
KM USAHA FAJAR
GT.3 No.035/NR.20/S.79B
KM INGIN JAYA
GT.4 No.036/NR.20/S.79B
KM RAHMAT TSUNAMI
GT.6 No.037/NR.20/S.79B
KM SETIA BUDI
GT.4 No.038/NR.20/S.79B
KM ARJUNA
GT.4 No.039/NR.20/S.79B
199
Lampiran 22 (lanjutan) KM AMANAH
GT.4 No.040/NR.20/S.79B
KM GASEH UMAT
GT.4 No.041/NR.20/S.79B
KM SAMUDRA-01
GT.4 No.042/NR.20/S.79B
KM SABEE BEUSAJAN
GT.4 No.043/NR.20/S.79B
KM CAHAYA ALAM
GT.4 No.044/NR.20/S.79B
KM TAK GENDONG
GT.4 No.045/NR.20/S.79B
KM CAHAYA ALAM-05
GT.4 No.046/NR.20/S.79B
KM DILLA
GT.3 No.047/NR.20/S.79B
KM CERDAS-06
GT.4 No.048/NR.20/S.79B
KM KILAT FAJAR
GT.4 No.049/NR.20/S.79B
KM SUNTING
GT.5 No.050/NR.20/S.79B
KM SAMUDRA-02
GT.3 No.051/NR.20/S.79B
KM BAHTERA
GT.4 No.052/NR.20/S.79B
KM CAMAR
GT.4 No.053/NR.20/S.79B
KM PKS
GT.3 No.054/NR.20/S.79B
KM GADIS MANJA
GT.1 No.055/NR.20/S.79B
KM JABIRU-09
GT.5 No.056/NR.20/S.79B
KM CERDAS-08
GT.4 No.057/NR.20/S.79B
KM PUTRI DUYUNG
GT.4 No.058/NR.20/S.79B
KM ARWANA
GT.4 No.059/NR.20/S.79B
200
Lampiran 23 Pendataan Awal GT 30<
87
70
17
31
19
12
PPI MEUREUDU
14
6
8
PPI PANTE RAJA
43
43
43
blank
PPI ULIM
13
13
13
blank
23
23
PPI PUSONG
32
10
PPI UJUNG BLANG
22
22
UPTD IDI
99
77
PPI UJUNG GEULUMPANG
8
8
41
24
Lokasi
4
6
7
Permanen
Catatan
Tak terbit
68
19
cannot shown the gear
24
-
28
28
31
14
BIREUEN DISTRICT: 8
-
15
16
23
29
29
30
29
4
6
1
15
15
19
55
55
99
LHOKSEUMAWE CITY: 22
28 3
cannot shown the gear
ACEH TIMUR DISTRICT: 22 -
-
-
-
8
11
7
34
34
35
blank
LANGSA CITY: PPI KUALA LANGSA
8
Pas Kelaiklautan Sementara Tahunan
PIDIE JAYA DISTRICT:
PPI PEUDADA 5
Gros akte
PIDIE DISTRICT: PPI KUALA PEUKAN BARO
3
Surat ukur
ACEH BESAR DISTRICT: UPTD LAMPULO
2
SIPI (DKP)
10≤30
NO 1
Dokumen Kapal (Dep Hub)
Jumlah (UNIT)
ACEH TAMIANG DISTRICT:
17
6
Illegal gear (Trawl)
201
Lampiran 23 (lanjutan) PPI MENYAK PAYED
3
3
-
PPI PADANG SEURAHET
22
22
ACEH BARAT DAYA DISTRICT: PPI UJUNG SERANGGA
21
12
9
46
13
-
-
-
3
blank
SUNGAI KURUK 9
10
11
12
ACEH BARAT DISTRICT:
ACEH SELATAN DISTRICT:
22
3
-
10
12
21 56
3
cannot shown the gear
PPI SAWANG BA’U
33
1
-
16
16
PPI BAKONGAN
11
-
-
6
5
PPI MEUKEK
9
-
7
5
PPI LHOK PAWOH
6
2
-
3
3
-
-
-
-
6
blank
-
-
-
-
2
blank
84
37
219
218
471
SABANG CITY: PPI PASIRAN
6
4
PPI BALOHAN
2
2
530
408
Total
2
122
28
31
202
Lampiran 24 Jumlah dan Status kapal di atas 10 GT yang terverifikasi NO 1
GROUNDED
MENGURUS SENDIRI
SISA
87
76
11
33
43
31
31
5
26
6
20
PPI MEUREUDU
14
14
14
1
13
PPI PANTE RAJA
43
43
43
PPI ULIM
13
13
13
13
PPI JANGKA BUYA
4
4
4
4
23
22
PPI PUSONG
32
32
PPI UJUNG BLANG
22
22
UPTD IDI
99
84
PPI UJUNG GEULUMPANG
8
8
41
37
2
3
4
5
PIDIE DISTRICT: PPI KUALA PEUKAN BARO MALAHAYATI
4
PIDIE JAYA DISTRICT:
30
43
BIREUEN DISTRICT: PPI PEUDADA
1
22
22
22
22
22
22
22
22
68
55
55
55
18
18
LHOKSEUMAWE LHOKSEUMAWE CITY:
6
32
ACEH TIMUR DISTRICT:
LANGSA 7
1
ACEH BESAR DISTRICT:
2
5
PERJALANAN DOKUMEN
EXIS
Lokasi
UPTD LAMPULO
3
VERIFIKASI ULANG
Jumlah (UNIT)
ADPEL/KANPEL
15
1
8
LANGSA CITY: PPI KUALA LANGSA
4
19
18
6
7
203
Lampiran 24 (lanjutan) 8
ACEH TAMIANG DISTRICT: PPI MENYAK PAYED
3
3
22
21
21
21
PPI SAWANG BA’U
33
32
PPI BAKONGAN
11
PPI MEUKEK PPI LHOK PAWOH
3
SUNGAI KURUK 9
10
ACEH BARAT DISTRICT: MEULABOH
PPI PADANG SEURAHET
21
21
22
21
21
21
32
32
32
11
11
11
11
9
9
9
9
9
6
6
6
6
6
PPI PASIRAN
6
6
1
1
PPI BALOHAN
2
2
2
2
530
497
384
290
ACEH BARAT DAYA DISTRICT: PPI UJUNG SERANGGA
11
ACEH SELATAN DISTRICT:
TAPAK TUAN
12
1
SABANG CITY: SABANG
Total
1
5
33
95
101
33
0