6
AKTIVITAS PERIKANAN TANGKAP BERBASIS DI PPI JAYANTI Perikanan tangkap di PPI Jayanti meliputi unit penangkapan ikan (armada
dan alat tangkap), nelayan, jenis dan volume hasil tangkapan serta berbagai aktivitas yang terjadi di dalam PPI tersebut. Aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan di PPI Jayanti antara lain penanganan, pendaratan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan. Dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas tersebut, PPI Jayanti telah dilengkapi dengan beberapa fasilitas, baik fasilitas pokok, fungsional maupun fasilitas penunjang. 6.1
Unit Penangkapan dan Nelayan Unit penangkapan ikan mencakup jenis alat tangkap dan armada
penangkapan. Alat tangkap di PPI Jayanti yang dioperasikan sampai saat ini ada tiga jenis, yaitu pancing ulur, jaring rampus dan jaring ampar.
Untuk
mengoperasikan alat tangkap pancing ulur dan jaring rampus, nelayan PPI Jayanti menggunakan armada penangkapan yang disebut dengan perahu katir, sedangkan untuk alat tangkap jaring ampar, nelayan menggunakan ban mobil bagian dalam sebagai pengganti perahu. 6.1.1 Armada dan alat tangkap Jumlah armada penangkapan ikan yang berpangkalan di PPI Jayanti pada tahun 2007 adalah 230 unit perahu katir (Tabel 14). Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan PPI Jayanti, perahu katir ini mampu mengangkut hasil tangkapan hingga 500 kg. Perahu katir merupakan jenis perahu motor tempel yang berukuran sekitar 3 GT dengan mesin 15 PK. Perahu katir terbuat dari bahan fiber yang di samping kiri-kanannya memiliki sayap yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan perahu saat diterjang gelombang. Motor tempel yang digunakan pada perahu katir di PPI Jayanti biasanya bermerek Yamaha atau Honda yang menggunakan bahan bakar bensin.
59
Perahu katir umumnya dimanfaatkan untuk operasi penangkapan ikan, namun terkadang ada warga sekitar Kecamatan Cidaun yang menyewa untuk alat transportasi dari Pantai Jayanti ke Pantai Rancabuaya di Kabupaten Garut yang berjarak sekitar 30 km.
Gambar 6 Perahu penangkap ikan berjenis katir di PPI Jayanti tahun 2009 Pada operasi penangkapan ikan, ada beberapa alat tangkap yang biasa digunakan oleh nelayan di PPI Jayanti, yaitu pancing ulur, jaring rampus dan jaring ampar. Terdapat 130 unit pancing ulur, 45 unit jaring rampus, dan 15 unit jaring ampar yang dimiliki nelayan di PPI Jayanti (Tabel 15). Berikut penjelasan masing-masing alat tangkap yang ada di PPI Jayanti. 1)
Pancing ulur Pancing ulur (termasuk dalam kategori hand line) atau nelayan PPI Jayanti
lebih mengenalnya dengan istilah ronel, digunakan untuk menangkap ikan layur dan ikan cucut. Berdasarkan desainnya, pancing ulur di PPI Jayanti dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu mata pancing, tali pancing dan penggulung. Ukuran mata pancing yang dipakai beragam, biasanya pemilihan ukuran mata pancing disesuaikan dengan ikan yang menjadi target penangkapan. Untuk menangkap ikan layur, nelayan PPI Jayanti biasanya menggunakan mata pancing nomor 9, 10 atau nomor 13 sedangkan untuk menangkap ikan besar seperti ikan cucut, biasanya digunakan mata pancing nomor 2, 3 atau nomor 4.
60
Gambar 7 Pancing ulur (hand line) yang digunakan nelayan di PPI Jayanti tahun 2009 Tali pancing biasanya terbuat dari nylon. Bahan ini kuat, tahan lama dan tidak akan mengalami pembusukan walaupun direndam dalam air untuk waktu yang lama. Ukuran tali juga bermacam-macam, disesuaikan dengan ukuran mata pancing dan tujuan penangkapan. Ukuran tali yang kecil biasanya digunakan untuk menangkap jenis ikan berkuran kecil sampai sedang dan mempunyai kekuatan bergerak yang tidak terlalu besar, misalnya ikan layur, sedangkan ukuran tali yang besar biasanya digunakan untuk menangkap ikan cucut. Untuk penggulung yang biasa digunakan terbuat dari kayu atau plastik dengan ukuran bervariasi, tergantung diameter dan panjang tali. 2)
Jaring rampus Penampilan jaring rampus mirip dengan jaring insang (gillnet) yaitu berupa
jaring yang terbuat dari bahan polyethylene (PE), berwarna hijau, dengan ukuran tiap piece yang digunakan oleh nelayan di PPI Jayanti adalah 37mx1,8m. Sekitar 10-15 piece dibawa nelayan setiap kali melakukan operasi penangkapan ikan. Dalam satu unit jaring rampus biasanya dilengkapi pelampung, pemberat dan pelampung tanda.
Jaring rampus oleh nelayan PPI Jayanti biasanya
digunakan untuk menangkap jenis ikan seperti ikan kakap merah, tongkol, pisangpisang, kerapu dan ikan kurisi. 61
Gambar 8 Jaring rampus (gillnet) yang digunakan nelayan di PPI Jayanti tahun 2009 3)
Jaring ampar Jaring ampar merupakan alat tangkap yang cukup unik di PPI Jayanti karena
alat tangkap ini menggunakan ban dalam mobil sebagai perahu, dan jaring ampar hanya dioperasikan oleh satu orang nelayan saja.
Gambar 9 Jaring ampar (gillnet) yang digunakan nelayan di PPI Jayanti tahun 2009
62
Jaring ampar sama seperti jaring insang satu lapis (gillnet), terbuat dari benang polyamida (PA) berwarna putih, dilengkap dengan pemberat sederhana berupa batu dan pelampung dari potongan sandal dan styrofoam bekas. Jaring ampar berukuran panjang 25 depa dan tinggi 1,4 meter.
Jaring tersebut
dioperasikan tidak jauh dari pantai, sehingga para pengunjung dapat dengan seksama melihat pertunjukkan penangkapan dengan menggunakan jaring ini. Hasil tangkapan yang diperoleh dengan jaring ampar diantaranya adalah lobster , ikan kakap merah dan ikan kerapu. 6.1.2 Nelayan Berdasarkan Anonymous (2008b) diketahui bahwa jumlah nelayan di PPI Jayanti selama tahun 2007 adalah 600 orang (Tabel 17). Jumlah ini terbagi dua, yaitu 220 orang merupakan nelayan sambilan, sedangkan sisanya yaitu 380 orang merupakan nelayan tetap yang sehari-harinya sepanjang tahun bekerja tetap sebagai nelayan. Nelayan di PPI Jayanti masing-masing melakukan aktivitas penangkapan pada waktu yang berlainan, baik nelayan jaring rampus, jaring ampar, maupun nelayan pancing ulur. Nelayan jaring rampus biasanya mulai berangkat melaut pada pukul 04.00 WIB dan kembali pada pukul 17.00 WIB, nelayan jaring ampar mulai melakukan operasi penangkapan pada pukul 05.30 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB, sedangkan nelayan pancing ulur biasanya mulai berangkat melaut justru pada sore hari, sekitar pukul 17.30 WIB dan kembali ke darat keesokan harinya sekitar pukul 04.30 WIB. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan jaring rampus dan pancing ulur, diketahui bahwa jika sedang musim puncak, ikan yang ditangkap bisa mencapai 500 kg, saat musim biasa nelayan hanya mampu membawa pulang ikan sekitar 100-200 kg dan saat musim paceklik mereka biasanya hanya dapat menangkap 10-20 kg ikan saja. Sementara itu, nelayan jaring ampar walaupun jumlah hasil tangkapan lebih kecil daripada nelayan jaring rampus dan pancing ulur namun biasanya lebih stabil dalam memperoleh hasil tangkapan, mereka dapat membawa hasil tangkapan antara 0,5-2 kg dalam satu kali trip penangkapan berupa ikan dengan harga per kilogram yang tinggi yaitu lobster, kerapu dan atau
63
kakap merah; masing-masing dengan harga per kg sekitar Rp. 1.000.000,-, Rp. 45.000,- dan Rp. 25.000,-. Dalam satu kali trip operasi penangkapan, nelayan jaring rampus dan pancing ulur biasanya membawa lebih dari satu jenis alat tangkap. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tidak dapatnya hasil tangkapan utama, sehingga masih dapat menangkap jenis ikan lain dengan alat tangkap yang sesuai. 6.2
Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan didaratkan di PPI Jayanti
6.2.1 Jenis hasil tangkapan Beberapa jenis ikan yang biasa didaratkan nelayan di PPI Jayanti adalah ikan banjar, cucut, pari, jangilus, kacang-kacang, manyung, kakap merah, layur, pisang-pisang, remang, siput, tenggiri, tongkol, udang dan lain-lain. Lebih jelas mengenai jenis dan volume hasil tangkapan yang didaratkan nelayan di PPI Jayanti dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber:Anonymous (2008b)
Gambar 10 Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Jayanti tahun 2007 Sepanjang tahun 2007 ikan layur didaratkan di PPI Jayanti. Produksi ikan layur tertinggi terjadi pada bulan Oktober. Jenis ikan lain yang diproduksi cukup banyak adalah ikan tenggiri. Ikan tenggiri diproduksi paling banyak pada bulan September. Ikan tersebut diproduksi sepanjang tahun, kecuali bulan Maret, Mei, 64
dan November. Selain ikan layur dan tenggiri, ikan tertangkap dalam jumlah yang lebih sedikit dan hanya pada bulan-bulan tertentu saja seperti ikan tongkol yang hanya diproduksi pada bulan Mei, Juli, Agustus, September, November dan Desember (Lampiran 1). Bulan Oktober merupakan bulan produksi tertinggi selama tahun 2007, sedangkan bulan paling beragam jenis hasil tangkapannya adalah bulan September. Jenis ikan yang diproduksi pada bulan September 2007 yaitu ikan pari, jangilus, kacang-kacang, manyung, kakap merah, layur, pisang-pisang, siput, tenggiri dan tongkol. 6.2.2 Volume dan nilai produksi Pada tahun 2007, volume pendaratan hasil tangkapan yang tercatat di PPI Jayanti sebanyak 94.234 kg dengan nilai produksi sebesar Rp. 389.846.750,(Anonymous, 2008b). Di masa yang akan datang, jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Jayanti diharapkan dapat lebih ditingkatkan seiring dengan rencana pemerintah daerah Kabupaten Cianjur yang akan terus mendukung pengembangan berbagai potensi lokal di masing-masing wilayah pembangunan daerah ini (subbab 4.1). Di antara potensi yang ada di wilayah pembangunan selatan Kabupaten Cianjur tentunya adalah aktivitas perikanan tangkap dan wisata bahari. Berdasarkan volume hasil tangkapan (P) yang didaratkan di PPI Jayanti (Gambar 10), ikan layur merupakan hasil tangkapan yang paling banyak atau paling dominan dibanding jenis ikan lain, yaitu 84.138 kg atau sekitar 89,3% dari keseluruhan produksi perikanan tangkap pada tahun 2007. Nilai penjualan (NP) ikan layur pada tahun 2007 adalah juga tinggi, yaitu mencapai Rp. 335.915.750,atau sekitar 86,2%.
Rasio harga (NP/P) ikan layur pada tahun 2007 adalah
Rp. 3.992,4 dengan harga jual tertinggi Rp. 6.000,- dan harga terendah adalah Rp. 4000,-.
Harga tertinggi diterapkan biasanya pada musim paceklik ikan
sedangkan harga rendah diberlakukan ketika musim ikan melimpah. Harga ini diterapkan berdasarkan harga jual nelayan kepada bakul/pembeli pengecer yang datang ke PPI Jayanti.
65
Jenis ikan lain yang juga didaratkan dalam jumlah cukup besar (di atas 1000 kg) adalah ikan banjar, tenggiri dan tongkol yang masing-masing didaratkan sebesar 3.561 kg, 2.076,5 kg dan 1.700,5 kg. Kontribusi nilai produksi yang disumbangkan jenis-jenis tersebut tidaklah sebesar jenis ikan layur. Ketiga jenis ikan tersebut masing-masing memiliki nilai produksi sebesar Rp. 12.544.000,atau sekitar 3,2%, Rp. 16.297.500,- atau sekitar 4,2%, dan Rp. 10.475.000,- atau sekitar 2,7% (Tabel 18). Produksi jenis ikan lainnya seperti kakap merah dan pisang-pisang masing-masing kurang dari 1.000 kg. Tabel 18 Volume produksi, nilai produksi dan persentase nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Jayanti pada tahun 2007 Jenis HT
Volume produksi (P) (kg)
1. Banjar (Rastrelliger sp.)
3.561
2. Cucut (Carcharhinus sp.) 3. Pari (Trygon sp.) 4. Jangilus (Istiophorus sp.) 5. Kacang-kacang (Sphyraena sp.) 6. Kadukang (Arius sp.) 7. Kakap merah (Lutjanus sp.) 8. Layur (Trichiurus sp.) 9. Pisang-pisang (Casio sp.) 10. Remang (Congresox sp.)
Nilai produksi (NP) (Rp)
Persentase NP (%)
12.544.000
3,2
31,5
183.000
0,1
322
1.400.000
0,4
62
452.000
0,1
150
768.000
0,2
37
512.000
0,1
420,5
3.426.000
0,9
84.138
335.915.750
86,2
276
1.380.000
0,4
498
1.196.000
0,3
400,5
2.002.500
0,5
12. Tenggiri (Scomberomerus sp.)
2.076,5
16.297.500
4,2
13. Tongkol (Auxis sp.)
1.700,5
10.475.000
2,7
30
1.200.000
0,3
530,5
2.095.000
0,5
Jumlah 94.234 Sumber: Anonymous (2008b) (data diolah kembali)
389.846.750
100,0
11. Siput
14. Udang (Penaeus sp.) 15. Lain-lain
Beberapa jenis ikan yang ditampilkan pada Tabel 18 merupakan jenis ikan ekonomis penting, sehingga memiliki harga yang lebih baik dibandingkan dengan beberapa jenis ikan lainnya. Jenis-jenis ikan ekonomis penting yang ada di PPI Jayanti adalah ikan jangilus, kadukang (manyung), kakap merah, tenggiri, tongkol dan udang, masing-masing dengan rasio nilai produksi per produksi sebagai indikator harga per kg adalah Rp. 7.290,2, Rp. 13.837,8, Rp. 8.147,4, Rp. 7.848,5, Rp. 6.160,- dan Rp. 40.000,-.
66
Salah satu potensi hasil tangkapan yang diketahui sebagai komoditas utama di PPI Jayanti adalah ikan layur.
Dengan diketahuinya ikan layur sebagai
komoditas utama, diharapkan ada langkah kreatif dari pemerintah setempat yang bekerjasama dengan masyarakat nelayan untuk bersama-sama menciptakan produk atau mengolah sumberdaya ikan layur ini, tidak hanya dipasarkan dalam bentuk ikan basah namun juga dalam bentuk olahan. Tujuan pengolahan ini adalah agar produk tersebut dapat memberikan nilai tambah baik bagi produksi hasil tangkapan maupun bagi pengelola yang terlibat dalam pengembangan usaha pengolahan. Nilai tambah bagi produksi hasil tangkapan di atas, tentunya setelah diolah, akan lebih bersaing di pasaran dengan harga yang relatif lebih tinggi, sedangkan nilai tambah bagi pengelola yang terlibat dalam pengembangan usaha pengolahan adalah adanya tambahan penghasilan.
Dalam skala makro, dengan adanya
pengolahan ikan layur dan juga jenis-jenis ikan dominan lainnya (banjar, tenggiri dan tongkol) dapat memperluas lapangan pekerjaan baik bagi yang terlibat dalam kegiatan perikanan tangkap maupun wisata bahari di PPI Jayanti. 6.3
Fasilitas di PPI Jayanti Suatu PPI akan berfungsi dengan baik apabila didukung oleh ketersediaan
berbagai fasilitas kepelabuhanan yang dibutuhkan. Di antara fasilitas yang biasa ada di pelabuhan adalah fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Berikut dijelaskan masing-masing fasilitas yang dimiliki PPI Jayanti. 6.3.1 Fasilitas pokok Fasilitas pokok penting adanya karena berfungsi untuk melindungi PPI dari gangguan dalam dan memberikan keamanan saat perahu melakukan tambat labuh dan bongkar muat hasil tangkapan. Fasilitas pokok yang ada di PPI Jayanti adalah dermaga, kolam pelabuhan dan alat bantu navigasi. a.
Dermaga Bentuk dermaga PPI Jayanti sejajar dengan garis pantai. Perahu-perahu
yang melakukan tambat labuh di dermaga tersebut memposisikan perahunya secara memanjang, dimana sisi perahu menempel pada dermaga.
67
Pangkalan Pendaratan Ikan Jayanti memiliki satu unit dermaga yang ukurannya 195mx2m (pxl) atau luas sekitar 295 m². Dermaga ini baru selesai dibangun pada tahun 2007 dan sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal, padahal pihak PPI telah memposisikan demaga ini menjadi dua bagian berdasarkan aktivitas yang dilakukan, yaitu: 1)
Aktivitas tambat untuk tujuan mendaratkan hasil tangkapan, diposisikan di dermaga bagian barat (dermaga pendaratan) yang lokasinya lebih dekat dengan bangunan TPI (Gambar 11a).
2)
Aktivitas persiapan melaut dan mengisi bahan perbekalan, dilakukan di dermaga bagian timur (dermaga muat) yang letaknya lebih dekat dengan pintu ke luar alur pelayaran menuju laut lepas (Gambar 11b).
(a) Dermaga pendaratan
(b) Dermaga muat
Gambar 11 Dermaga di PPI Jayanti tahun 2009 b.
Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan yang ada di PPI Jayanti sekitar 420 m² dan dapat
menampung sekitar 80 unit perahu. Jumlah perahu di PPI Jayanti adalah 230 unit (Tabel 14, subsubbab 5.3.1 dan subsubbab 6.1.1) sehingga tidak semua perahu dapat ditampung di dalam kolam pelabuhan.
Sebagian perahu yang tidak
tertampung harus ditambatkan di bagian luar kolam pelabuhan.
Berdasarkan
pengamatan langsung dan hasil wawancara, nelayan lebih senang menambatkan perahu mereka di luar kolam pelabuhan dengan alasan lebih mempermudah ketika hendak berangkat melaut, selain alasan bahwa kapasitas kolam pelabuhan yang tidak memungkinkan untuk seluruh perahu dapat masuk ke dalam kolam
68
pelabuhan. Gambar 12a memperlihatkan perahu-perahu yang berlabuh di luar kolam pelabuhan, sedangkan perahu-perahu yang berlabuh di dalam kolam pelabuhan terlihat pada Gambar 12b.
(a) Perahu berlabuh di luar kolam pelabuhan
(b) Perahu berlabuh di dalam kolam pelabuhan
Gambar 12 Kolam pelabuhan di PPI Jayanti tahun 2009 Perahu-perahu yang datang dan berangkat di PPI Jayanti diatur berdasarkan alur pelayaran.
Perahu-perahu yang datang dengan tujuan berlabuh dan
mendaratkan hasil tangkapan diarahkan menuju sisi barat kolam pelabuhan (Gambar 11a), sedangkan perahu-perahu yang mempersiapkan perbekalan dan perlengkapan untuk berangkat melaut, mereka berada di sisi timur kolam pelabuhan (Gambar 11b). c.
Alat bantu navigasi
(a) Lampu navigasi
(b) Mercusuar
Gambar 13 Alat bantu navigasi di PPI Jayanti tahun 2009 69
Mercusuar dan dua unit lampu navigasi merupakan alat bantu navigasi yang ada di PPI Jayanti. Alat ini sangat membantu nakhoda dan awak perahu dalam mengetahui posisi pintu masuk pelabuhan dan dermaga pada saat malam hari. Pada Gambar 13a terlihat lampu navigasi yang dipasang di ujung dermaga, sedangkan pada Gambar 13b terlihat mercusuar yang diletakkan pada posisi daratan paling tinggi di PPI Jayanti.
Mercusuar diposisikan paling tinggi
dibanding fasilitas lainnya dimaksudkan agar mercusuar tersebut dapat terlihat pada jarak yang jauh ketika nelayan hendak mendarat di PPI Jayanti. 6.3.2 Fasilitas fungsional Beberapa fasilitas fungsional yang telah dibangun di PPI Jayanti adalah tempat pelelangan ikan, fasilitas pengolahan hasil tangkapan, gedung pemasaran ikan, pabrik es, area perbaikan alat tangkap, bengkel, ruang penyimpanan mesin tempel dan instalasi air bersih. Fasilitas-fasilitas tersebut dibahas secara rinci pada bagian di bawah ini. a.
Tempat pelelangan ikan (TPI) PPI Jayanti memiliki gedung TPI permanen dua lantai, berukuran 329 m²
yang dilengkapi dengan dua ruang pimpinan, ruang pelelangan dan ruang administrasi pelelangan. Gedung TPI ini letaknya bersampingan dengan kamar pengolahan hasil tangkapan.
(a) Kondisi lantai TPI yang tidak digunakan
(b) Gedung TPI dengan saluran drainase
Gambar 14 Gedung tempat pelelangan ikan di PPI Jayanti tahun 2009
70
Gedung TPI ini dikelilingi saluran drainase dengan panjang sekitar 200 m, lebar 40 cm dan ketinggian 50 cm. Drainase ini berfungsi sebagai saluran air yang berada di wilayah daratan pelabuhan menuju saluran akhir (laut). Kondisi saluran drainase dalam keadaan baik dan dapat mengalirkan air dengan optimal. Namun karena lantai TPI belum difungsikan sehingga air yang dialirkan sejauh ini hanya sebatas air hujan ketika musim penghujan tiba atau air bekas cucian dari lantai kamar pengolahan ketika lantai tersebut dibersihkan. Sebenarnya, fungsi utama TPI adalah sebagai tempat melelang hasil tangkapan, atau tempat terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli ikan melalui proses lelang. Namun demikian, sampai saat ini TPI di PPI Jayanti belum difungsikan sebagaimana mestinya secara optimal, gedung TPI hanya digunakan sebagai tempat parkir motor para petugas PPI dan tempat menyimpan jaring yang rusak, sehingga lantai TPI terkesan semrawut dan tidak teratur. b.
Fasilitas pengolahan hasil tangkapan Tempat pengolahan hasil tangkapan di PPI Jayanti memiliki luas 400 m².
Tempat pengolahan ini merupakan satu ruangan yang berdampingan dengan tiga ruangan lainnya dalam satu atap yang sama, yaitu satu ruang penyimpanan dan penyortiran hasil tangkapan dan dua ruangan lagi digunakan sebagai gudang penyimpanan perlengkapan.
Gambar 15 Tempat pengolahan dan pensortiran hasil tangkapan di PPI Jayanti tahun 2009
71
Di ruangan pertama, yaitu tempat pengolahan hasil tangkapan, biasanya digunakan untuk aktivitas memotong ikan-ikan berukuran besar seperti cucut dan pari. Ikan-ikan tersebut dipotong-potong untuk selanjutnya dijual di pasar ikan. Ruang kedua adalah ruang penyortiran dan penyimpanan hasil tangkapan. Di ruangan ini dilakukan penseleksian hasil tangkapan berdasarkan kriteria jenis, bobot atau ukuran berat ikan untuk selanjutnya disimpan sementara atau langsung didistribusikan ke daerah konsumen. Sementara itu, ruang ketiga dan keempat merupakan ruangan gudang tempat penyimpanan peralatan yang belum terpakai atau sudah rusak seperti keranjang ikan, jaring, dan barang lainnya. c.
Gedung pemasaran ikan Ikan yang didaratkan di PPI Jayanti tidak dilelang di TPI melainkan
langsung dijual kepada para bakul yang menyediakan modal kepada nelayan. Sebagian hasil tangkapan dijual secara eceran di gedung pemasaran yang merupakan sebuah bangunan terdiri atas lima ruang atau petakan yang masingmasing ruang berukuran 120 m². Gedung pemasaran ikan ini berdekatan dengan pos jaga sisi barat. Sejauh ini, dari lima petak yang ada, baru tiga petak yang digunakan oleh para penjual ikan. Berdasarkan hasil wawancara, para pedagang pengecer ikan ini berasal dari daerah sekitar PPI Jayanti dan merupakan warga asli Kecamatan Cidaun.
Gambar 16 Gedung pemasaran ikan di PPI Jayanti tahun 2009
72
d.
Pabrik es Es merupakan salah satu bahan utama yang harus dibawa nelayan selama
operasi penangkapan, karena es digunakan untuk mempertahankan mutu kesegaran hasil tangkapan, sehingga ikan yang ditangkap diharapkan mutunya dapat terjaga hingga dilakukan penanganan mutu berikutnya di dermaga. Selain itu, es juga diperlukan untuk penanganan pada saat ikan didaratkan sampai ke tangan konsumen. Bangunan pabrik es di PPI Jayanti berukuran 90 m², terletak paling timur di antara deretan gedung-gedung sarana kepelabuhanan di PPI Jayanti. Kapasitas pabrik es ini mampu memproduksi maksimal sebanyak 2,5 ton per hari. Saat musim puncak ikan, biasanya PPI Jayanti juga membeli es dari luar PPI Jayanti, yaitu dari Kota Cianjur atau dari Bandung. Es balok yang diproduksi di PPI Jayanti berukuran 25 kg sedangkan yang berasal dari luar PPI Jayanti berukuran lebih besar yaitu 50 kg.
Gambar 17 Pabrik es di PPI Jayanti tahun 2009 Selain untuk memenuhi kebutuhan perikanan, ada juga pihak lain yang biasanyan membeli es ke PPI Jayanti. Pihak yang dimaksud adalah pengunjung (yang sengaja ingin membawa pulang oleh-oleh berupa ikan segar) dan kantin (yang biasa membeli es untuk kebutuhan di tempat mereka).
73
e.
Area perbaikan alat penangkap ikan Tempat perbaikan jaring yang juga dijadikan sebagai tempat menjemur
jaring di PPI Jayanti berukuran 66 m².
Sejauh ini, tempat perbaikan jaring
tersebut baru selesai dibangun sehingga belum dimanfaatkan.
Nelayan lebih
memilih memperbaiki jaring mereka di lokasi sekitar dermaga perbekalan yang memang cukup leluasa untuk melakukan kegiatan perbaikan jaring sekaligus mempersiapkan perbekalan saat akan melakukan operasi penangkapan. f.
Bengkel Bengkel di PPI Jayanti merupakan sarana untuk memperbaiki dan
memelihara perahu penangkap ikan, termasuk didalamnya adalah kegiatan pengecatan dinding luar perahu dan pembersihan teritip dari dinding luar tersebut. Bengkel baru selesai dibangun pada tahun 2008, sehingga belum dimanfaatkan dengan optimal. Bangunan bengkel ini berukuran 32 m² dan mampu menampung dua unit perahu sekaligus.
Gambar 18 Bangunan bengkel di PPI Jayanti tahun 2009 g.
Ruangan penyimpanan mesin tempel Ruangan penyimpanan mesin tempel (outboard engine) terletak berdekatan
dengan dermaga sebelah timur. Ruangan penyimpanan mesin ini di PPI Jayanti berukuran 24 m² dan mampu menyimpan 30 unit mesin tempel dalam sekali penyimpanan.
74
(a) Ruang penyimpanan mesin tampak luar
(b) Ruang penyimpanan mesin tampak dalam
Gambar 19 Ruangan penyimpanan mesin tempel di PPI Jayanti tahun 2009 h.
Instalasi air bersih Instalasi air bersih berperan dalam menyediakan air bersih untuk keperluan
aktivitas di lingkungan PPI Jayanti. Terdapat satu unit instalasi air bersih di PPI Jayanti yang mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan air bersih di PPI setiap harinya dengan kapasitas produksi air bersih sebesar 15 liter/detik. Air bersih tersebut digunakan untuk perbekalan melaut, mencuci ikan, kebersihan dan perawatan fasilitas PPI sampai keperluan perorangan pelaku aktivitas perikanan dan wisata bahari di PPI Jayanti (kamar mandi dan WC umum). 6.3.3 Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang disediakan PPI Jayanti untuk tujuan memberi kenyamanan kepada para pelaku aktivitas di pelabuhan. Di antara fasilitas yang tergolong kepada fasilitas penunjang di PPI Jayanti adalah kantor PPI, kios perlengkapan penangkapan, musholla, mess, kantin dan toilet. a.
Kantor PPI PPI Jayanti memiliki luas keseluruhan sekitar 2,2 ha dan sekitar 1,2 ha telah
dimanfaatkan. Pusat kegiatan administrasi PPI Jayanti berada di sebuah gedung PPI yang memiliki luas sekitar 96 m². Kantor ini dimanfaatkan dengan cukup baik. Kantor PPI Jayanti terdiri atas empat ruangan, dilengkapi dengan beberapa peralatan seperti seperangkat komputer, meja kantor, brankas dan pendingin ruangan. Kantor PPI Jayanti mulai buka pada pukul 09.00 WIB dan tutup pada pukul 15.00 WIB. 75
Gambar 20 Gedung kantor kepelabuhanan di PPI Jayanti tahun 2009 b.
Kios perlengkapan penangkapan ikan Kios perlengkapan penangkapan ikan di PPI Jayanti berjumlah satu unit.
Kios ini terletak berhadapan dengan kantor PPI. Beberapa jenis perlengkapan penangkapan yang dijual seperti berbagai ukuran tali tambang, mata pancing, coban, pelampung, pemberat dan benang pancing (Gambar 21).
Gambar 21 Beberapa jenis perlengkapan penangkapan ikan dijual di kios di PPI Jayanti tahun 2009 Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan pemilik kios, di tempat tersebut selain menjual perlengkapan penangkapan juga menyediakan cinderamata yang dibeli dari produsen di Pantai Pangandaran. Cinderamata yang dipajang
76
diantaranya jam dinding yang dihiasi cangkang kerang dan pasir serta beberapa jenis cinderamata lainnya (Gambar 38). Menurut pemilik kios, nelayan yang membeli perlengkapan penangkapan biasanya meningkat saat menjelang musim banyak ikan. Hal ini diduga terjadi karena sebagian nelayan baru memperbaiki unit penangkapan menjelang musim banyak ikan tiba (sekitar bulan Maret sampai Juli). c.
Musholla Musholla di PPI Jayanti dalam kondisi yang kurang layak pakai. Selain
sebagian dari bangunan sudah mulai rusak (Gambar 22a), tampak halamannya tidak dirawat dengan baik sehingga terkesan bahwa bangunan ini tidak dimanfaatkan (Gambar 22b). Musholla ini berukuran 96 m².
(a) Bangunan musholla tampak depan
(b) Bangunan musholla tampak samping
Gambar 22 Bangunan musholla di PPI Jayanti tahun 2009 d.
Mess Fungsi utama mess adalah sebagai tempat para pelaku aktivitas di PPI
Jayanti yaitu nelayan, pedagang ikan, pengolah, dan petugas PPI ketika mengadakan berbagai kegiatan dan pertemuan seperti musyawarah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan secara bersama-sama. Mess PPI Jayanti berukuran 220 m². Bangunan tersebut letaknya berdekatan dengan kantor PPI dan pos jaga bagian timur. Sejauh ini bangunan mess belum dimanfaatkan dengan baik.
77
Gambar 23 Bangunan mess di PPI Jayanti tahun 2009 e.
Kantin Kantin di PPI Jayanti merupakan satu unit bangunan yang terdiri atas lima
petak kios yang berjejer diapit oleh pabrik es dan gudang mesin. Kantin ini berukuran 72 m² dan posisinya menghadap ke barat, di depannya terhampar tempat parkir baik bagi para pengunjung untuk tujuan kegiatan perikanan maupun yang berkepentingan dengan wisata.
Gambar 24 Kantin di PPI Jayanti tahun 2009 Kantin ini dapat memenuhi keperluan para pelaku di PPI Jayanti dengan baik, walaupun sebenarnya beberapa di antara konsumen yang datang ke kantin mengeluhkan harga-harga yang relatif lebih mahal untuk barang-barang yang 78
sama jika dibeli di luar lingkungan PPI. Relatif mahalnya barang-barang di kantin dalam lingkungan pelabuhan menyebabkan sebagian orang yang datang ke PPI Jayanti membawa bekal sendiri ketika mengunjungi PPI tersebut. f.
Toilet Toilet merupakan sarana penunjang kenyamanan para pelaku di PPI Jayanti
saat melakukan aktivitasnya. Toilet di PPI Jayanti berukuran 54 m². Ada dua bangunan toilet. Satu unit berada dekat dengan bangunan gudang mesin, dan satu lagi berada dekat pos jaga barat. Sejauh ini hanya toilet yang terletak dekat gudang mesin yang berfungsi optimal. Tarif menggunakan toilet di PPI Jayanti adalah Rp. 1.000,-. Sementara itu, toilet yang berada di dekat dengan pos jaga bagian barat kondisinya kumuh dan kotor sehingga sejauh ini tidak dimanfaatkan. Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena dapat mengganggu kebersihan dan keindahan pelabuhan yang pada akhirnya dapat mengganggu kenyamanan para pengunjung.
Gambar 25 Bangunan toilet di PPI Jayanti tahun 2009 Secara umum, di antara fasilitas PPI Jayanti yang masih dalam keadaan baru dan belum baik pemanfaatannya adalah mess dan bengkel, sedangkan bangunan yang sama-sama baru namun sudah dimanfaatkan dengan cukup baik adalah kantor PPI.
Beberapa bangunan lainnya merupakan bangunan yang sudah
79
dibangun cukup lama dan
baik pemanfaatannya adalah alat bantu navigasi,
tempat pengolahan hasil tangkapan, gedung pemasaran, pabrik es, ruangan mesin, kantin dan instalasi air bersih. Beberapa bangunan yang penting dan sangat dibutuhkan keberadaannya namun bangunan-bangunan tersebut tidak atau kurang dimanfaatkan dengan baik juga tidak dirawat dengan baik. Bangunan yang tidak dimanfaatkan dan dirawat dengan baik ini adalah dermaga, kolam pelabuhan, gedung TPI, area perbaikan alat penangkap ikan, toilet dan musholla. 6.4
Aktivitas PPI Jayanti Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh stakeholders di PPI Jayanti setelah
kegiatan penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan, diantaranya adalah penanganan hasil tangkapan, pendaratan hasil tangkapan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan. Berikut dijelaskan mengenai aktivitas-aktivitas tersebut. 6.4.1 Penanganan hasil tangkapan Hasil tangkapan berupa ikan merupakan komoditas yang mudah rusak sehingga perlu penanganan yang baik, karena penanganan hasil tangkapan yang baik sangat dibutuhkan guna mempertahankan mutunya sebaik mungkin sehingga memperoleh nilai jual yang maksimal (Junianto, 2003).
Penanganan hasil
tangkapan di PPI Jayanti dapat dibagi ke dalam dua proses penanganan, yaitu penanganan di dermaga yaitu saat akan dilakukan pemindahan atau pengangkutan hasil tangkapan dari perahu ke gedung pengolahan dan penanganan di gedung pengolahan ketika akan didistribusikan ke tempat konsumen. Sebelum dilakukan penanganan di dermaga, sebenarnya nelayan juga telah melakukan penanganan hasil tangkapan di atas perahu.
Pada saat berangkat
melaut, nelayan selain membawa berbagai alat penangkapan dan perbekalan, juga membawa satu balok es yang telah berbentuk pecahan yang nantinya akan digunakan untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan selama di atas perahu. Es dapat membantu mempertahankan mutu dan kesegaran hasil tangkapan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Moeljanto (1992) vide Fitriyah (2008) yang menyatakan bahwa penanganan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan cara 80
pemberian es, dimana es yang digunakan adalah es yang sebelumnya telah dihancurkan agar tidak melukai hasil tangkapan.
Es ini berfungsi untuk
menghambat proses pembusukan yang dilakukan bakteri sehingga mutu hasil tangkapan pun dapat terjaga dalam keadaan segar. Ketika di perahu, ikan yang sudah tertangkap dimasukkan ke dalam kotak styrofoam. Setelah di dalam styrofoam, ikan kemudian ditaburi pecahan es dan diletakkan di atas dek perahu. Banyaknya pecahan es yang ditaburkan dalam satu kotak styrofoam adalah sekitar 1:1 dengan banyaknya ikan dalam kotak tersebut.
Gambar 26 Alat penyimpanan ikan di atas perahu katir di PPI Jayanti tahun 2009 1)
Penanganan di dermaga dan saat pengangkutan dari perahu menuju gedung pengolahan Sesampainya di dermaga, hasil tangkapan dibongkar dari dalam perahu
kemudian disortir oleh nelayan berdasarkan jenis dan ukuran relatif sambil dibersihkan dari berbagai kotoran yang menempel seperti darah dan lendir dengan menggunakan air laut. Setelah penyortiran, hasil tangkapan tidak dibawa terlebih dahulu ke lantai tempat pelelangan ikan (TPI) untuk dilelang, melainkan langsung diangkut oleh juru pikul menuju gedung pengolahan, karena di PPI Jayanti hasil tangkapan yang didaratkan tidak melalui proses pelelangan. Juru pikul adalah pekerja bukan nelayan yang bertugas membawa hasil tangkapan dari dermaga menuju tempat pengolahan ikan. Para juru pikul ini
81
diberi upah oleh nelayan berdasarkan banyaknya jumlah hasil tangkapan yang diperoleh.
Hal ini berbeda dengan kondisi di PPI Labuan-Banten, menurut
Rakhmania (2008) di PPI Labuan yang bertugas mengangkut hasil tangkapan dari perahu menuju tempat pelelangan adalah anak buah kapal (ABK) sendiri. Pengangkutan ikan-ikan besar seperti pari dan cucut, setelah diikat dengan tali, ikan-ikan dipikul dengan menggunakan bilah bambu. Ikan-ikan berukuran sedang seperti layur, dan kakap merah, setelah diikat di bagian insang dan kepala, ikan diangkut dengan cara ditenteng menuju lantai TPI (Gambar 27). Sementara itu, jenis ikan yang berukuran lebih kecil seperti banjar, tongkol dan tenggiri biasanya diangkut dengan menggunakan keranjang (basket) yang berbentuk persegi panjang terbuat dari bahan plastik.
Gambar 27 Seorang juru pikul membawa hasil tangkapan dari perahu menuju gedung pengolahan di PPI Jayanti tahun 2009 Cara pengangkutan seperti ini belum dapat dikatakan sebagai cara yang terbaik dalam penanganan hasil tangkapan dari dermaga menuju tempat pelelangan/pengolahan hasil tangkapan di PPI Jayanti. Selain alat yang digunakan masih sangat sederhana yaitu berupa bilah bambu, tali dan keranjang plastik, jarak antara dermaga dengan tempat pengolahan hasil tangkapan juga cukup jauh, yaitu sekitar 50 meter. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan, dimana mutu hasil tangkapan dapat menurun karena terkena sinar matahari secara
82
langsung dalam waktu yang relatif lama atau hasil tangkapan menjadi rusak karena goresan-goresan bilah bambu dan tali yang diikatkan pada bagian tubuh ikan. Berkaitan dengan cara penanganan hasil tangkapan yang baik saat pengangkutan menuju tempat pelelangan, Rusmali (2002) menjelaskan sebagai berikut: a.
Hasil tangkapan secepat mungkin diangkut ke tempat penimbangan dengan menggunakan alat angkut lori atau kereta dorong atau dipikul;
b.
Selama pengangkutan agar terhindar dari sinar matahari langsung, maka sebaiknya hasil tangkapan diangkut melalui tempat yang teduh;
c.
Lori atau kereta dorong hanya digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dalam wadah.
2)
Penanganan di gedung pengolahan sampai akan didistribusikan ke tempat konsumen Ketika hasil tangkapan sampai di gedung pengolahan, para bakul sudah
menunggu hasil tangkapan yang dibawa juru pikul di ruang pengolahan ikan tersebut. Ikan kemudian ditimbang dan dilakukan pencatatan oleh staff dari PPI. Setelah dicatat, ikan disortir lagi berdasarkan jenis, ukuran relatif dan mutu relatif. Penentuan mutu dilakukan secara subjektif oleh anak buah kapal dan nelayan yang diawasi oleh para bakul. Ikan yang mutunya sangat baik dimasukkan ke dalam styrofoam berukuran sekitar 1mx0,5mx0,7m dan diberi pecahan es. Menurut Kepala Seksi Budidaya dan Kelautan, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur, bahwa perbandingan pecahan es dengan berat ikan dalam styrofoam adalah 1:1. Ikan dalam styrofoam tersebut kemudian dimuat ke dalam mobil bak terbuka atau mobil box yang sudah dipersiapkan untuk selanjutnya dibawa ke daerah pemasaran di luar Kabupaten Cianjur. Sementara itu, ikan yang mutunya sudah menurun dan ikan yang berukuran besar seperti cucut dan pari biasanya dijual oleh para bakul kepada pedagang di gedung pemasaran atau pedagang lokal. Penjualan ikan di gedung pemasaran dilakukan dengan menghamparkannya di atas keramik yang tingginya sekitar 1,5 meter dari atas lantai gedung lelang.
83
Ikan-ikan tersebut dijajakan secara terbuka dan dikelompokkan berdasarkan jenis ikan (Gambar 28). Penanganan yang dilakukan di tempat ini biasanya adalah dengan pemberian air tawar atau air es, dengan cara disiramkan pada tubuh ikan. Hal yang sama dilakukan oleh pedagang ikan di TPI PPN Palabuhanratu. Menurut Pane (2008b), penjual ikan di TPI PPN Palabuhanratu biasanya menggunakan percikan air secara berulang-ulang untuk menjaga kesegaran ikan. Sementara itu, ikan yang dipasarkan ke daerah di sekitar Pantai Jayanti biasanya tidak diberi perlakuan penanganan. Para pedagang–pembeli langsung mengangkutnya dengan kendaraan yang mereka bawa seperti sepeda motor untuk selanjutnya dijual kepada para konsumen.
Gambar 28 Jenis hasil tangkapan yang dipasarkan di gedung pemasaran ikan PPI Jayanti tahun 2009 Dalam menentukan mutu hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan, Pane (2001) vide Rakhmania (2008) mengklasifikasikan dalam tiga kategori berikut: 1)
Kategori 1, I, atau A: baik, ikan masih segar sekali, daging padat, mata amat jernih, insang masih segar;
2)
Kategori 2, II, atau B: sedang, ikan cukup segar, mata tidak begitu jernih, insang tidak begitu segar;
3)
Kategori 3, III, atau C: kurang, daging ikan mulai lembek, mata mulai keruh atau memerah, insang mulai keruh. 84
Selanjutnya dikatakan bahwa ikan yang layak konsumsi dalam bentuk basah adalah ikan kategori 1/I/A dan kategori 2/II/B. Ikan dengan kategori 3/III/C merupakan ikan yang tidak layak konsumsi secara basah karena sudah mulai membusuk. Berdasarkan klasifikasi di atas dan hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa jenis hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga PPI Jayanti relatif termasuk dalam kategori 1/I/A, sedangkan hasil tangkapan yang dipasarkan di gedung pemasaran PPI Jayanti walaupun ada yang termasuk kategori 1/I/A tetapi juga ada yang berada dalam kategori 2/II/B. Menurunnya mutu hasil tangkapan diduga karena pengaruh penanganan yang dilakukan mulai dari pendaratan dari atas dek hingga penanganan di gedung pemasaran. Walau terjadi penurunan mutu, hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Jayanti secara umum merupakan hasil tangkapan yang masih segar sampai cukup segar dan dapat dikonsumsi secara basah. 6.4.2 Pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan Proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Jayanti terdiri atas beberapa tahapan, yaitu sejak perahu masuk ke dermaga, mengeluarkan hasil tangkapan dari perahu, sampai hasil tangkapan akan didistribusikan ke daerah pemasaran. Berdasarkan hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak nelayan, pengelola TPI dan petugas PPI, diketahui bahwa keseluruhan proses pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan sejak perahu merapat di PPI Jayanti adalah sebagai berikut. 1)
Perahu merapat ke dermaga pendaratan Setelah melakukan operasi penangkapan di laut, para nelayan kembali ke
PPI Jayanti untuk mendaratkan hasil tangkapan yang diperoleh.
Nelayan di
dermaga pendaratan tidak perlu melapor atau mendapatkan izin tambat labuh dan bongkar hasil tangkapannya. 2)
Pendaratan hasil tangkapan Secara umum, pendaratan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan
terdiri atas pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek perahu (termasuk pencucian dan penyeleksian hasil tangkapan), penurunan hasil tangkapan dari dek
85
ke dermaga dan pengangkutan dari dermaga ke TPI (Pane, 2009). Namun, untuk kondisi di PPI Jayanti, pendaratan hasil tangkapan yang terjadi adalah dimulai sejak pembongkaran hasil tangkapan dari kotak styrofoam ke dek perahu (termasuk pencucian dan penyeleksian hasil tangkapan). Selanjutnya ikan dari perahu langsung diangkut ke gedung pengolahan. a.
Pembongkaran hasil tangkapan
Proses pembongkaran hasil tangkapan dilakukan segera setelah perahu merapat ke dermaga. Pembongkaran hasil tangkapan para nelayan jaring rampus biasanya dilakukan oleh anak buah kapal sekitar pukul 17.00 WIB sampai 18.00 WIB. Nelayan pancing ulur biasanya mendaratkan hasil tangkapan pada pagi hari yaitu sekitar pukul 05.00 WIB sampai 07.00 WIB. Sementara itu, para nelayan jaring ampar, karena lokasi penangkapan tidak jauh dari pantai, mereka biasanya bisa mendaratkan hasil tangkapannya dalam sehari sebanyak 2–3 kali pendaratan sejak mulai operasi penangkapan pada pukul 05.30 WIB sampai 12.00 WIB. Proses pembongkaran hasil tangkapan dari atas perahu yang mendarat di PPI Jayanti dilakukan tanpa menggunakan alat bantu. Nelayan membongkar hasil tangkapan mereka yang dibantu oleh satu atau dua orang juru pikul. Nelayan dan juru pikul mengeluarkan hasil tangkapan dari dalam box styrofoam berukuran sekitar 1,0mx0,5mx0,7m di atas perahu dengan menggunakan tangan. Setelah itu, ikan dicuci dengan menggunakan air laut kolam pelabuhan. Setelah dianggap bersih dari lendir dan darah, barulah ikan-ikan ini siap diangkut dari perahu menuju gedung pengolahan ikan. b.
Pengangkutan hasil tangkapan ke gedung pengolahan ikan
Setelah dilakukan pencucian, ikan dari perahu langsung diangkut ke gedung pengolahan oleh juru pikul tanpa diletakkan terlebih dahulu di dermaga. Hal ini berlaku baik untuk jenis ikan yang besar seperti cucut dan pari, ikan berukuran sedang seperti layur dan kakap merah, maupun jenis ikan-ikan kecil seperti banjar dan tongkol. Pada ikan-ikan besar dan ikan sedang seperti cucut dan layur biasanya diangkut dengan menggunakan bilah bambu yang nantinya dipikul oleh dua orang juru pikul, sedangkan untuk ikan-ikan berukuran lebih kecil seperti kakap merah
86
biasanya ditenteng dengan menggunakan tali oleh seorang juru pikul (Gambar 27). Sebelum pengangkutan dilakukan, mulut ikan terlebih dahulu diikat dengan menggunakan tali.
Cara pengikatan yang dilakukan adalah tali
dimasukkan ke dalam mulut ikan dan dikeluarkan melalui celah insangnya, kemudian kedua ujung tali dipertemukan dan diikat. Bilah bambu yang sudah disediakan dimasukkan ke dalam ikatan tersebut, setelah itu ikan siap diangkut menuju gedung pengolahan ikan. Pada jenis ikan lainnya seperti ikan tongkol dan banjar, setelah dicuci biasanya dimasukkan dalam keranjang plastik (basket) di atas perahu. Setelah ikan berada di dalam basket kemudian diangkut dengan cara dipikul oleh juru pikul menuju gedung pengolahan ikan. Berbeda perlakuan dengan ikan di atas, khusus untuk lobster, cara pengangkutan dari perahu biasanya menggunakan kotak bambu (keramba) kedap air yang diberi air laut (Gambar 29). Tujuan pemberian air ini adalah agar selama perjalanan menuju gedung pengolahan, lobster dalam keadaan hidup.
Gambar 29 Keramba untuk mengangkut lobster di PPI Jayanti tahun 2009 Seperti telah dibahas pada subsubbab 6.4.1 bahwa jarak antara dermaga tempat pembongkaran hasil tangkapan dengan gedung pengolahan ikan yang posisinya bersampingan dengan tempat pelelangan ikan (TPI) Jayanti kurang lebih 50 m. Jarak yang cukup jauh ini sering kali diprotes oleh sebagian nelayan. Berdasarkan wawancara, para nelayan menginginkan agar TPI dipindahkan atau
87
dibangun gedung TPI baru dari tempat yang sekarang ke tempat yang lebih dekat dengan dermaga yang memang sejauh ini lokasi tersebut masih merupakan lahan kosong. Dekatannya lokasi TPI dengan dermaga pendaratan ikan dapat menjadikan kegiatan pendaratan dan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga menuju gedung TPI lebih efektif. Selain itu, jarak dermaga dengan gedung TPI yang dekat akan memudahkan wisatawan yang ingin menyaksikan aktivitas pengangkutan dan pendaratan hasil tangkapan. Bagi nelayan, dekatnya jarak dermaga dengan gedung TPI dapat menghemat biaya operasional berupa upah untuk para juru pikul. Beberapa di antara nelayan terkadang keberatan dengan jasa juru pikul tersebut karena ada juru pikul yang berbuat curang.
Selama mengangkut ikan, beberapa juru pikul terkadang
menitipkan atau menyembunyikan hasil tangkapan untuk selanjutnya dijual atau dibawa pulang. Hal tersebut tentunya merugikan nelayan. Sejauh ini, pihak PPI belum melakukan antisipasi dalam menanggapi keluhan para nelayan, baik adanya kecurangan beberapa juru pikul maupun berkaitan dengan jauhnya dermaga terhadap TPI. Pihak PPI beranggapan bahwa letak sarana-sarana di PPI Jayanti sudah tepat. Jarak antara dermaga dengan gedung TPI yang mencapai 50 meter adalah terlalu jauh. Semakin dekat jarak dermaga dengan gedung TPI maka proses pengangkutan, penanganan dan penimbangan hasil tangkapan dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu, mutu ikan pun dapat lebih terjaga. Jarak ideal antara dermaga dengan gedung TPI menurut Pane (2009) sebaiknya adalah antara 6 m sampai 10 m. Salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh pihak PPI Jayanti adalah membangun gedung TPI baru yang letaknya lebih dekat dengan dermaga. Jarak dermaga yang jauh dari gedung TPI juga terjadi di PPI DadapIndramayu. Di PPI ini jarak antara dermaga dengan gedung TPI adalah sekitar 250 meter. Jauhnya jarak tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan dan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk mengangkut ikan (Fitriyah, 2008).
88
3)
Pemasaran hasil tangkapan Hasil tangkapan yang didaratkan nelayan di PPI Jayanti tidak melalui
mekanisme pelelangan melainkan langsung dipasarkan. Ada dua cara pemasaran yang terjadi di PPI Jayanti, yaitu: a.
Pemasaran melalui gedung pengolahan: Di gedung pengolahan, nelayan menjual hasil tangkapan kepada para bakul
langganan setelah hasil tangkapan dicatat oleh petugas PPI. Para bakul ini yang memberikan modal perbekalan dan perlengkapan melaut kepada nelayan sehingga hasil tangkapan yang mereka dapatkan dijual kepada para bakul tersebut. Harga ikan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Hasil penjualan ikan 100% merupakan hak nelayan setelah dikurangi biaya yang dipinjamkan selama melaut oleh bakul. Cara penjualan hasil tangkapan seperti ini dilakukan oleh nelayan jaring rampus dan pancing ulur. b.
Pemasaran langsung tidak melalui gedung pengolahan Sesampainya di darat, nelayan menjual hasil tangkapannya kepada pihak
selain bakul atau dikonsumsi pribadi tanpa melalui proses pencatatan di gedung pengolahan. Pihak pembeli biasanya adalah wisatawan yang berkunjung atau pengumpul yang berada di luar lingkungan pelabuhan. Hal ini biasanya terjadi pada nelayan jaring ampar, dimana hasil tangkapan sedikit (jumlah akumulatif ≤ 3 kg), operasional penangkapan yang mereka lakukan pun menggunakan modal pribadi dan relatif kecil sehingga tidak bergantung kepada para bakul. Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan yang jumlah kumulatifnya lebih dari 3 kg, dibawa menuju gedung pengolahan ikan, kemudian ditimbang dan dicatat oleh petugas juru catat TPI. Pencatatan dilakukan terhadap jenis dan bobot ikan. Setelah dilakukan pencatatan, petugas TPI memungut tarif retribusi sebesar 5% dari harga/nilai transaksi penjualan hasil tangkapan. Retribusi 5% tersebut diambil dari penjual/nelayan sebanyak 3% dan 2% sisanya ditarik dari pembeli/bakul. Sementara itu, hasil tangkapan yang jumlah kumulatifnya lebih kecil atau sama dengan 3 kg tidak melalui proses pencatatan.
89
Berdasarkan keterangan Kepala Sub Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur (2008) diketahui bahwa penarikan retribusi dialokasikan untuk: •
Penerimaan pemerintah daerah Kabupaten Cianjur
1,40%
•
Penerimaan pemerintah Provinsi Jawa Barat
0,60%
•
Biaya operasional TPI (pembinaan, pengawasan, dan pemeliharaan) 1,60%
•
Biaya administrasi lelang
0,25%
•
Dana sosial dan dan asuransi kecelakaan di laut
0,25%
•
Dana tabungan nelayan
0,50%
•
Dana paceklik
0,25%
•
Dana keamanan
0,15%
Mekanisme transaksi jual beli hasil tangkapan di PPI Jayanti melibatkan pihak nelayan dan bakul atau pembeli pengecer. Hasil tangkapan dari bakul atau pembeli pengecer kemudian dijual kepada konsumen dalam bentuk ikan basah. Terdapat pedagang yang menjual hasil tangkapan di dalam area Pelabuhan Jayanti. Pedagang yang menjual ikan di PPI Jayanti sejauh ini terbatas hanya tiga kios saja. Para pedagang ini membeli ikan dari para bakul yang biasa memasok ikan kepada mereka. Jenis ikan yang dijual pun tergantung hasil tangkapan yang diperoleh nelayan.
Setiap hari sepanjang tahun mereka menjajakan hasil
tangkapan ini dalam kios masing-masing. Menurut para pedagang di PPI Jayanti, musim ramai pengunjung (wisatawan) merupakan musim paling banyak bagi mereka mendapatkan keuntungan karena dapat menjual ikan lebih banyak dan dengan harga yang relatif lebih tinggi. Para wisatawan biasanya membeli ikan baik dari nelayan langsung maupun dari pedagang pengecer yang ada di PPI Jayanti. 6.4.3 Pendistribusian dan pemasaran hasil tangkapan Hasil tangkapan dari PPI Jayanti didistribusikan ke daerah pemasaran lokal (dalam Kabupaten Cianjur) dan luar daerah Kabupaten Cianjur.
Daerah
pemasaran lokal meliputi Kecamatan Cidaun dan Sindangbarang bahkan sampai ke Cibinong, sedangkan daerah pemasaran di luar Kabupaten Cianjur diantaranya
90
adalah Jakarta (Muara Baru), Bandung dan Palabuhanratu. Alur pemasaran hasil tangkapan di PPI Jayanti dapat dilihat pada Gambar 30. Pengangkutan dan pendistribusian hasil tangkapan dari PPI Jayanti ke daerah tujuan pemasaran (daerah distribusi) biasanya menggunakan sepeda motor, mobil bak terbuka atau mobil box. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pedagang–pembeli, sepeda motor biasanya digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan untuk wilayah lokal, yaitu Kecamatan Cidaun, Sindangbarang dan Cibinong. Hal ini sejalan dengan (Farida, 2006) yang juga menyatakan bahwa para pembeli yang berasal dari wilayah sekitar Kecamatan Cidaun biasanya menggunakan kendaraan sepeda motor (baik jasa sewa ojek maupun milik pribadi) untuk mengangkut hasil tangkapan yang mereka beli di PPI Jayanti.
Nelayan
Langsung
Gedung pengolahan
Pengumpul
Bakul
Luar daerah
Lokal Pengecer
Sumber: hasil wawancara dengan nelayan dan petugas PPI
Konsumen
Gambar 30 Skema alur pemasaran hasil tangkapan di PPI Jayanti tahun 2009 Keterangan: = proses pemasaran ;
= pelaku pemasaran;
= lokasi pendistribusian
Ada kelemahan ketika mengangkut hasil tangkapan dengan menggunakan sepeda motor. Hasil tangkapan diikat dengan menggunakan tali, dan dibawa dengan cara ditenteng atau digantung di jok bagian belakang, tanpa menggunakan wadah dan es sebagai bahan penjaga mutu hasil tangkapan sehingga ikan hasil
91
tangkapan dengan mudah tersinari cahaya matahari secara langsung, dan tentunya hal ini akan cepat menurunkan kualitas hasil tangkapan. Selain sepeda motor, kendaraan yang juga biasa digunakan untuk mendistribusikan hasil tangkapan dari PPI Jayanti adalah mobil dengan bak terbuka atau mobil box. Biasanya pembeli yang menggunakan mobil, selain membeli ikan dalam jumlah besar, jarak perjalanannya pun relatif jauh, yaitu mereka yang berasal dari luar wilayah Kabupaten Cianjur. Hasil tangkapan yang diangkut untuk tujuan luar daerah biasanya adalah hasil tangkapan yang mutunya lebih baik dibanding hasil tangkapan yang didistribusikan di wilayah lokal (subsubbab 6.4.1). Hasil tangkapan sebelum dimasukkan ke dalam mobil terlebih dahulu dimasukkan ke dalam box styrofoam dan diberi curahan es dengan perbandingan bobot ikan:bobot ec curah adalah 1:1 (Sudita, 2009) (subsubbab 6.4.1).
Setelah itu, baru hasil tangkapan tersebut
diangkut menuju daerah distribusi seperti Jakarta, Bandung dan Palabuhanratu.
Gambar 31 Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari PPI Jayanti tahun 2009 Perbandingan berat hasil tangkapan dengan es curah yang dimasukkan dalam styrofoam di PPI Jayanti sejalan dengan pernyataan Karyono dan Wachid (1983) vide Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa perlu penambahan es curah pada saat pengangkutan hasil tangkapan.
Es yang digunakan sebagai bahan
92
penanganan dan penjaga mutu hasil tangkapan dapat menggunakan perbandingan jumlah es : jumlah ikan adalah 1:1. Sejauh ini, pihak PPI Jayanti baru menjual ikan dalam bentuk ikan basah, belum ada upaya untuk melakukan pengolahan lebih jauh seperti pembuatan terasi, ikan asin atau pun dijadikan produk industri lainnya karena hasil tangkapan yang didaratkan pun biasanya habis terdistribusi. Hal ini berbeda dengan di PPI Dadap sebagaimana yang disebutkan oleh Fitriyah (2008), bahwa di PPI Dadap telah dilakukan beberapa jenis pengolahan hasil tangkapan seperti pengasinan, pemindangan, perebusan dan pemanggangan. Diversifikasi produk perikanan berupa pengolahan hasil tangkapan perlu dikembangkan seiring pengembangan yang dilakukan di Pantai Jayanti, dimana jumlah wisatawan yang diharapkan akan senantiasa meningkat dari waktu ke waktu menjadi pasar yang potensial untuk produk olahan perikanan.
Para
pengunjung akan menjadikan produk olahan perikanan sebagai oleh-oleh khas dari Pantai Jayanti. Ikan basah sering dibeli para wisatawan untuk dibawa pulang ke rumah sebagai oleh-oleh khas yang mereka bawa dari Pantai Jayanti. Demikian pula diharapkan bila ada produk olahan perikanan di Pantai Jayanti akan dapat dijadikan sebagai oleh-oleh bagi para wisatawan tersebut.
93