RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS MINYAK KELAPA
Oleh WURI KURNIASARI F34103114
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Wuri Kurniasari. F34103114. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa. Di bawah bimbingan Marimin. 2007.
RINGKASAN Perencanaan strategis pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa membutuhkan banyak waktu dan biaya apabila dilakukan secara manual (tanpa bantuan komputer). Untuk mendorong minat investasi pada usaha agroindustri ini dibutuhkan suatu alat yang dengan mudah dapat memberikan informasi atas produk agroindustri yang potensial dan menganalisa kelayakan suatu usaha agroindustri sehingga dapat memberi masukan bagi para calon investor untuk merencanakan penanaman investasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari faktor-faktor dan parameter yang mempengaruhi sistem pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dan merancang model sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa untuk menunjang keputusan yang bersifat strategis, taktis, dan operasional. Bahan bakar nabati minyak kelapa dipilih sebagai kajian karena produk ini berasal dari komoditi kelapa yang merupakan tanaman pangan yang banyak dimanfaatkan dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif pengganti solar (biodiesel) dan PPO (Pure Plant Oil). Bahan baku bahan bakar nabati minyak kelapa yang dipakai penelitian ini adalah kopra yang berasal dari tanaman kelapa. Sedangkan studi kasus dilakukan terhadap Provinsi Jawa Barat. Metodologi yang digunakan dalam pengembangan sistem ini adalah dengan pendekatan sistem. Tahapan pelaksanaan penelitian ini dimulai dari pengumpulan data (kajian pustaka, observasi lapang, dan wawancara dengan pakar), perancangan sistem, implementasi, dan verifikasi. Sistem Penunjang Keputusan ini diimplementasikan dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7 dan diaplikasikan dalam suatu paket program komputer yang diberi nama Bioco 1.0. Model Sistem Penunjang Keputusan ini terdiri dari lima model, yaitu : Model Pemilihan Lokasi, Model Pemilihan Teknologi Proses, Model Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku, Model Analisa Kelayakan Finansial, dan Model Penentuan Strategi Pengembangan. Model Pemilihan Lokasi dirancang untuk menentukan lokasi potensial untuk dikembangkannya agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Hasil analisa dengan menggunakan MPE menunjukkan bahwa dari 5 Kabupaten potensial yang ada di Provinsi Jawa Barat, yang paling berpotensial menjadi lokasi agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa adalah Sukabumi. Model Pemilihan Teknologi Proses dirancang untuk menentukan teknologi proses apa yang paling cocok untuk diterapkan pada agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Hasil analisa dengan menggunakan Metoda Analitical Hierarchy Process (AHP) berupa urutan prioritas teknologi proses yaitu transesterifikasi, teknologi PPO (Pure Plant Oil), dan Estrans. Teknologi
proses yang terpilih adalah transeserifikasi sehingga produk yang akan dihasilkan oleh agroindustri ini adalah biodiesel minyak kelapa (cocodiesel). Model Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku dirancang untuk menentukan tingkat kebutuhan kopra untuk tahun ke depan melalui data-data tahun lalu dengan menggunakan teknik analisa regresi. Hasil keluaran model berupa nilai prakiraan kebutuhan kopra pada tahun 2008 yaitu sebesar 1.998.329,657 kilogram. Model Analisa Kelayakan Finansial dirancang untuk menilai kelayakan finansial usaha agroindustri cocodiesel yang akan diinvestasikan berdasarkan kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, BEP, PBP, IRR, dan B/C Ratio. Hasil keluaran model menunjukkan bahwa untuk masa proyek 10 tahun, kapasitas produksi cocodiesel B100 sebesar 350.574 liter/tahun, harga jual Rp 6.000,-/liter, agroindustri cocodiesel ini layak untuk diinvestasikan. Analisa pada kondisi terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 10 % ataupun pada kondisi terjadi penurunan harga jual produk sebesar 5 % menunjukkan hasil bahwa agroindustri ini masih layak untuk dikembangkan. Model Penentuan Strategi Pengembangan dirancang untuk menentukan strategi pengembangan apa yang cocok untuk diterapkan pada agroindustri cocodiesel. Hasil analisa menggunakan Metoda Analitical Hierarchy Process (AHP) berupa strategi pengembangan terpilih yakni pengembangan industri dengan melibatkan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel. Perangkat lunak Bioco 1.0 dapat digunakan oleh para pengusaha yang ingin merencanakan investasi untuk mengembangkan usaha agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Sistem dapat dioperasikan di berbagai institusi yang menyediakan informasi, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kadinda BKPMD, dan Bappeda. Untuk dapat dioperasikan dengan baik, sistem ini memerlukan satu orang Operator yang memahami konsep database untuk menginput data dan satu orang Administrator untuk memelihara sistem. Penentuan lokasi potensial, penentuan teknologi proses, prakiraan kebutuhan kopra, dan penentuan startegi pengembangan pada model perencanaan investasi ini menggunakan kriteria-kriteria yang bersifat umum untuk pengembangan produk. Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk menggunakan kriteria-kriteria yang lebih spesifik dalam pengembangan produk, sebagai misal data spesifik karakteristik produk dan lokasi yang akan dianalisa. Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Kelapa dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam merencanakan suatu proyek investasi produk agroindustri BBN. Saran utama terhadap penelitian ini adalah perhitungan yang digunakan pada model Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku menggunakan metode trend pangkat sederhana yang hanya cocok digunakan untuk meramalkan kondisi di Jawa Barat. Untuk membuat model ini lebih dinamis dibutuhkan data yang lebih lengkap dan akurat lagi terutama bila sudah terdapat contoh industri nyatanya di Indonesia.
Kata kunci : Bahan Bakar Nabati, strategi pengembangan agroindustri, analisa lokasi, Jawa Barat, Analitical Hierarchy Process, kriteria kelayakan investasi
Wuri Kurniasari. F34103114. Design of Decision Support System for Coconut Oil Based Biofuel Agroindustry Development. Supervized by Marimin. 2007.
SUMMARY In doing strategic planning for coconut oil based biofuel agroindustry development will need more time and cost which is usually done manually. Increasing the interest of this agroindustry investment needs tool that can give information about the potential product and financial feasibility of agroindustry project is needed, in order to give inputs for investors in planning their investment. The purposes of this research were : investigating some factors and parameters which deal with coconut oil based biofuel agroindustry development system and designing the model of Decision Support System for Coconut Oil Agroindustry Development in order to maintain decisions which are strategic, tactic, and operational. In this case, coconut oil biofuel is investigated since it is made from coconut which mainly give benefit and it also has a potency to be developed as alternative fuel for solar (biodiesel). Raw material that is used in verification is copra which made from coconut. Area for this research is West Java. The method in designing the model are system analysis and simulation. This research conducted through four steps. It started with collecting data (literature study, observation, and interview), system design, implementation, and verification. This Decision Support System is implemented with Borland Delphi 7 and named as Bioco 1.0. This application consists of five models: (1) A Model to Decide Potential Location, (2) A Model to Decide the Priority of Biofuel Process Technology, (3) A forecasting Analysis Model for Raw Material Demand, (4) A financial feasibility Analysis Model, and (5) A Model to Decide the Priority of Coconut Oil Based Biofuel Agroindustry Development Stategy. The model to decide the priority of agroindustry location in West Java consists of Exponential Comparison Method (MPE) to decide the priority of coconut oil based biofuel agroindustry location, which potential to build this agroindustry. The result of this model for coconut oil based biofuel agroindustry location is Sukabumi as the most potential location. The model to decide the priority of coconut oil based biofuel process technology is built to decide which technology is proper to be implemented in this agroindustry. The result of this model using Analitical Hierarchy Process Method is a list priority which are Transesterification, PPO (Pure Plant Oil) Technology, and Estrans. Since transesterification is decided to be implemented in this agroindustry then the product will be called coconut oil biodiesel (cocodiesel) Forecasting analysis model for agroindustry raw material demand is designed to forecast the consumption of raw material using regression analysis. The result of this model show the copra consumption value in year 2008 is 1,998,329.657 kilograms. Financial Feasibility Analysis Model is designed to process the financial feasibility of coconut oil based biofuel agroindustry using financial feasibility
criteria, such as NPV, B/C Ratio, BEP, IRR, and PBP. The results of this model show that industry of cocodiesel could be invest in 10 years project. The model to decide the priority of coconut oil based biofuel agroindustry development strategy is built to decide which startegy is proper to be implemented in this agroindustry development. The first priority of this model using Analitical Hierarchy Process Method is a strategy to developing agroindustry in associating coconut farmer as a part of production process. Bioco 1.0 can be operated in some institution, especially institution that provide information, such as Industrial and Trading Dept., BAPPEDA, and BKPMD. It will need one man as Operator and one more as Administrator to operate this program. The first, the second, the third, and the fifth model in this system are developed based on global criteria. For specific purpose, the model should be provided also with specific criteria, such as product and location characteristics. Decision Support System for coconut oil based biofuel agroindustry development can be used to get decision in investment agroindustry product which is coconut oil based biofuel. This agroindustry investment planning started from deciding the priority of agroindustry location, choosing the most proper technology, and forecast the material needs. Beside that, this system consist of financial analysis that can give feasibility report of this project and then deciding the development strategy for this agroindustry. The main advice to this research is more accuracy of data and information using in analyze models that will give better output, in order to get better decisions. Models maintenance should be done routinely ultimately for the assumes for the accuracy of models which used to be more dinamic. keywords : coconut oil based biofuel, agroindustry development strategy, location analyze, West Java, analitical hierarchy process, financial feasibility
RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS MINYAK KELAPA
Oleh WURI KURNIASARI F34103114
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS MINYAK KELAPA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh WURI KURNIASARI F34103114
Dilahirkan di Jakarta, 4 Februari 1985
Tanggal Lulus : 21 Januari 2008
Disetujui, Bogor, Februari 2008
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. Dosen Pembimbing
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Februari 1985, dari ayah yang bernama Stefanus Muryadi dan ibu bernama Lidwina Riana, sebagai anak ke-4 dari 5 bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari sekolah dasar di SD St. Markus II Jakarta selama 6 tahun dan lulus pada tahun 1997.
Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP St.
Markus II Jakarta selama 3 tahun dan lulus pada tahun 2000. Dari tahun 20002003, penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 14 Jakarta. Setelah lulus pendidikan lanjutan tingkat atas ini, penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), dan pada tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam berbagai organisasi, baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Pada tahun 2003 aktif menjadi anggota Kemaki IPB. Pada tahun 2004-2006 penulis aktif menjadi anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) dan pada tahun 2006 penulis berhasil menjadi peserta Unilever Business Week. Pada tahun 2005 juga penulis pernah menjabat Komisi Disiplin dari kepanitiaan Hari Warga Industri 2005.
PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Wuri Kurniasari NRP
: F34103114
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa merupakan karya tulis saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi ataupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2008
Wuri Kurniasari
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa di surga atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian, ujian sidang, dan skripsi ini sebagai rangkaian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi tentang pengembangan model Bioco 1.0 (Model Sistem Penunjang Keputusan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa) yang dirancang untuk membantu para pengambil keputusan terutama pihak investor dalam hal perencanaan investasi produk agroindustri biodiesel kelapa (cocodiesel). Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, memberikan pengarahan, bimbingan, dan kerjasama selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, diantaranya adalah : 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, pengarahan, semangat, dan kerjasamanya. 2. Dr. Ir Ani Suryani, DEA, selaku dosen penguji pertama dan staff dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian atas saran dan bantuannya dalam perbaikan skripsi ini. 3. Prayoga Suryadarma, STP, MT, selaku dosen penguji kedua dan staff dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian atas saran dan bantuannya dalam perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Kendedes Yuniasri, staff Balai Besar Industri dan Kemasan (BBIK) Deperin atas bantuan dan pengarahannya selama proses penyerapan pengetahuan. 5. Prof. Dr. Ir Endang Gumbira Said, Dr. Ir Khaswar Syamsu, Dr. Ir Ani Suryani, Dr. Ir Dwi Setyaningsih atas bantuannya dalam memberikan informasi dan penilaiannya tentang agroindustri cocodiesel.
6. Kedua orang tuaku yang tercinta yang selalu membimbing dan memberikan bantuan moral dan material serta spiritual dan kakak-kakakku serta adikku. 7. Irvan dan keluarga serta teman-teman (Gading, Fardian, Echi, Puji, Helmi, dan Lita) atas segala bantuan dan masukannya. 8. Yuvi dan Imam atas bantuannya selama implementasi program. 9. Rekan-rekan seangkatan di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan, dorongan moril, dan semangat selama penelitian. 10. Rekan-rekan satu bimbingan, Reza dan Indah atas bantuan, dorongan moril, dan semangat selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar penulisan selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak- pihak yang memerlukan.
Bogor, Februari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
RINGKASAN …………………………………………………………………
ii
ABSTRACT …………………………………………………………………...
iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………...……
x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..……....
xv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..……... xvii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..….…... xix
PENDAHULUAN …………………………………………….……..…
1
A. Latar Belakang ………………………………………………………
1
B. Tujuan ……………………………………………………….………
3
C. Manfaat……………………………………………………….………
4
D. Ruang Lingkup ……………………………………………….……..
4
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….….
6
A. Kelapa ………………………………………………………………..
6
B. Bahan Bakar Nabati dari Minyak Kelapa ………………….………...
9
C. Teknologi Proses Biodiesel Kelapa …..…………..…………………
11
D. Potensi Agroindustri ……………………………..………………….
13
E. Sistem Penunjang Keputusan ……………………………………….
15
F. Teknik Pendukung …………………………………………………..
16
1. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ……………………..
16
2. Metode AHP (Analitical Hierarchy Process) ………………...….
17
3. Metode Prakiraan ………………………………………………..
18
4. Kriteria Investasi ……………………………………..…………..
21
G. Penelitian Terdahulu ……………………………………..…………..
25
III. METODOLOGI ………………………………………………………..
26
A. Kerangka Pemikiran …………………………………………………
26
B. Pendekatan Sistem …………………………………………………..
29
1. Identifikasi Kebutuhan .…………………………………………
30
I.
II.
2. Formulasi Permasalahan ………………………………………...
31
3. Identifikasi Sistem ………………………………………………
32
C. Tata Laksana …….…………………………………………………..
33
1. Jenis dan Sumber Data …………………………….………….....
33
2. Metode Pengumpulan Data …………………..…………………..
34
3. Metode Pengolahan Data ………………………………………..
34
IV. PEMODELAN SISTEM …………………………………………...…
37
A. Konfigurasi Sistem Bioco 1.0 ……………................……...……….
37
B. Rancang Bangun Model Bioco 1.0 ………………………………….
37
1. Sistem Pengolahan Terpusat ……...……………………………...
38
2. Sistem Manajemen Basis Data ..…………………………………
39
3. Sistem Manajemen Basis Model ………………………………...
40
a. Model Pemilihan Lokasi ……………………………………..
40
b. Model Pemilihan Teknologi Proses ….....................................
40
c. Model Prakiraan (Forecasting) Bahan Baku ….......................
41
d. Model Analisa Kelayakan Finansial ….....................................
41
e. Model Penentuan Strategi Pengembangan.................................
43
4. Sistem Manajemen Basis Dialog ………………………………..
43
5. SDLC (System Development Life Cycle) …………………..…...
44
V.
IMPLEMENTASI …..………………………………….………………
46
A. Sistem Pengolahan Terpusat …………………………………………
46
B. Sistem Manajemen Basis Data ……………….……………………...
47
1. Data Primer ……………………………………………...………
47
2. Data Lokasi ………………………………………………..……
48
3. Data Prakiraan …………….……………………………………..
49
4. Data Finansial ………………………………..…………….…….
50
C. Sistem Manajemen Basis Model ………………………………...…..
50
1. Model Pemilihan Lokasi ………………………………………...
50
2. Model Pemilihan Teknologi Proses ..…...............................…….
54
3. Model Prakiraan (Forecasting) Bahan Baku ………….....……...
54
4. Model Analisa Kelayakan Finansial ...…………………………...
56
5. Model Penentuan Strategi Pengembangan ……………………....
58
VI. VERIFIKASI DAN PEMBAHASAN ………………………………...
59
A. Verifikasi Model ……....…………………………………………….
59
1. Pemilihan Lokasi ………………………………………………...
59
2. Pemilihan Teknologi Proses ……………………………….……
62
3. Prakiraan (Forecasting) Bahan Baku …………….......................
71
4. Analisa Kelayakan Finansial ………………………………..…..
81
5. Penentuan Strategi Pengembangan ……………………………..
90
B. Kekurangan dan Kelebihan Sistem …………….…………………… 108
VII. REKOMENDASI PENERAPAN DAN OPERASIONALISASI SISTEM ........................................................... 109 A. Rekomendasi Penerapan ………………………………………….…. 109 B. Operasionalisasi Sistem ……………...................…………………… 110
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 113 A. Kesimpulan …………………………………………………………. 113 B. Saran ………………………………………………………………... 115
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 117 LAMPIRAN …………………………………………………………………... 122 DAFTAR ISTILAH …………………………………………………………..
158
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Standar mutu minyak Kelapa ………..………………………………
8
Tabel 2.
Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551) ………………
10
Tabel 3.
Tingkat permintaan solar di Jawa Barat (1995-2005)..........................
49
Tabel 4.
Masukan model analisa kelayakan finansial ………….................…..
50
Tabel 5.
Keterangan nilai kriteria ke-1 (Ketersediaan Bahan Baku) ……...…..
51
Tabel 6.
Keterangan nilai kriteria ke-2 (Ketersediaan Metanol) ……...….......
52
Tabel 7.
Keterangan nilai kriteria ke-2 (Lokasi Pasar) …………….................
52
Tabel 8.
Keterangan nilai kriteria ke-3 (Kondisi Infrastruktur) …….................
52
Tabel 9.
Keterangan nilai kriteria ke-5 (Ketersediaan Tenaga Ahli) …........…
52
Tabel 10. Hasil perhitungan MPE model pemilihan lokasi …………..….....….
61
Tabel 11. Faktor-faktor dalam pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa ..............................................………...
63
Tabel 12. Aktor-aktor dalam pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa ..............................................………...
64
Tabel 13. Tujuan-tujuan dalam pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa ..............................................………...
66
Tabel 14. Teknologi proses sebagai alternatif teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa .............................................………...
67
Tabel 15. Tingkat kebutuhan bahan baku ............................................................
73
Tabel 16. Nilai asumsi yang digunakan dalam analisa kelayakan finansial agroindustri cocodiesel ……………......................………...
82
Tabel 17. Deskripsi neraca massa ………..................................………………..
83
Tabel 18. Hasil analisa kelayakan finansial agroindustri cocodiesel dengan empat kondisi yang berbeda .................................................................
88
Tabel 19. Faktor-faktor dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa ...................................
91
Tabel 20. Aktor-aktor dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa ...................................
93
Tabel 21. Tujuan-tujuan dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa ...................................
94
Tabel 22. Alternatif-alternatif strategi pengembangan ........................................
96
Tabel 23. Hasil perhitungan pakar untuk bobot faktor-faktor internal ................
97
Tabel 24. Hasil perhitungan pakar untuk bobot faktor-faktor eksternal ..............
98
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Pohon Industri Tanaman Kelapa .........................................................… 6
Gambar 2.
Penampang Melintang Buah Kelapa ……………...................………… 7
Gambar 3.
Reaksi Transesterifikasi Cocodiesel (Hamilton, 2004) ……….............. 8
Gambar 4.
Diagram Alir Proses Transesterifikasi ……………….............……....... 11
Gambar 5.
Diagram Alir Proses X-Trans ….................………….............……....... 12
Gambar 6.
Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993) …....................... 18
Gambar 7.
Bagan Jenis Teknik Peramalan ……………………….....…………….. 19
Gambar 8.
Kerangka Logis Penelitian …..................................................……….... 28
Gambar 9.
Metodologi Pemecahan Masalah Dengan Pendekatan Sistem (Manetsch dan Park,1977) …….........…………………………............. 29
Gambar 10. Diagram Input-Output ……………….........................…………….….. 32 Gambar 11. Tahapan Penelitian dan Teknik yang Digunakan .....................……….. 36 Gambar 12. Struktur DSS Bioco 1.0 ………….................…...………………....… 37 Gambar 13. Tampilan Login Bioco 1.0 ……………...…........................…………. 46 Gambar 14. Tampilan Menu Utama Bioco 1.0 …………………….........………….. 47 Gambar 15. Tampilan Profil Cocodiesel pada Bioco 1.0 ………….........………….. 48 Gambar 16. Tampilan Standar Mutu Biodiesel Indonesia pada Bioco 1.0 ................ 48 Gambar 17. Tampilan Input Kriteria Bioco 1.0 ……………………………………. 49 Gambar 18. Diagram Alir Deskriptif Model Pemilihan Lokasi ................................. 53 Gambar 19. Tampilan Hirarki AHP Pemilihan Teknologi Proses di Expert Choice 2000 ……................................................................................... 54 Gambar 20. Diagram Alir Deskriptif Model Prakiraan Bahan Baku Agroindustri Cocodiesel …………………….............………………… 55 Gambar 21. Diagram Alir Deskriptif Model Analisa Kelayakan Finansial ............... 57 Gambar 22. Tampilan Hirarki AHP Penentuan Strategi Pengembangan di Expert Choice 2000 ……................................................................................... 58 Gambar 23. Tampilan Hasil Keluaran Model Pemilihan Lokasi ….......................... 62 Gambar 24. Struktur AHP Pemilihan Teknologi Proses Bahan Bakar ..........……... 68 Gambar 25. Hasil Perhitungan AHP Proses di Expert Choice 2000 …...................... 68 Gambar 26. Hasil Akhir Penilaian AHP Pemilihan Teknologi Proses ....................... 69
Gambar 27. Input data untuk pengujian akar unit ……………………............……. 74 Gambar 28. Langkah Pemrosesan Data untuk pengujian akar unit …..............……. 74 Gambar 29. Hasil Uji Akar Unit di Eviews 4 ……..................................................... 75 Gambar 30. Tampilan Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku .......................................... 75 Gambar 31. Grafik data prakiraan kebutuhan bahan baku ......................................... 77 Gambar 32. Tampilan Model Analisa Finansial Bioco 1.0 ......................................... 81 Gambar 33. Tampilan Struktur Biaya Investasi Bioco 1.0 ......................................... 83 Gambar 34. Tampilan Struktur Biaya Tetap Bioco 1.0 .............................................. 83 Gambar 35. Tampilan Struktur Biaya Variabel Bioco 1.0 ......................................... 84 Gambar 36. Tampilan Input Asumsi Bioco 1.0 .......................................................... 86 Gambar 37. Asumsi Tingkat Persentase Produksi Selama Umur Proyek .................. 86 Gambar 38. Tampilan Hasil Analisa Kelayakan Bioco 1.0 ........................................ 87 Gambar 39. Matriks Evaluasi faktor Eksternal dan Internal ...................................... 99 Gambar 40. Matriks SWOT Agroindustri Biodiesel Berbasis Minyak Kelapa ..........101 Gambar 41. Hirarki AHP Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Biodiesel Berbasis Minyak Kelapa ......................................................... 103 Gambar 42. Tampilan Hirarki Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Biodiesel Berbasis Minyak Kelapa di Expert Choice 2000 .................... 104 Gambar 43. Hasil Akhir Penentuan Strategi Pengembangan ..................................... 104 Gambar 44. Tampilan Menu Bantuan pada Bioco 1.0 .............................................. 110
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Petunjuk Penggunaan Paket Program Bioco 1.0 ……………..........
123
Lampiran 2.
Hasil Penilaian Bobot Kriteria dan Alternatif Pemilihan Lokasi .....
130
Lampiran 3.
Tingkat Produksi Total (Kelapa Hibrida dan Kelapa Dalam) Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 .............……………………....…. 132
Lampiran 4.
Neraca Massa Proses Produksi Cocodiesel per Hari ……...........…. 133
Lampiran 5.
Neraca Enegi per Batch (100 kg CCO) ……...............………....….
134
Lampiran 6.
Diagram alat dan alir bahan pembuatan cocodiesel …....……....….
138
Lampiran 7.
Struktur Data Finansial Agroindustri Cocodiesel …………............. 140
Lampiran 8.
Verifikasi Hasil Analisa Kelayakan ………………….........……… 142
Lampiran 9.
Hasil Perhitungan SWOT ….................................................……... 146
Lampiran 10. Verifikasi Hasil Perhitungan AHP Pemilihan Teknologi Proses …
148
Lampiran 11. Verifikasi Hasil Perhitungan AHP Penentuan Strategi Pengembangan .............................................................................… 153
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Seiring dengan semakin langkanya minyak bumi, harga bahan bakar minyak makin tinggi. Melambungnya harga minyak dunia (saat ini telah mencapai 100 $ per barel) membuat subsidi BBM membengkak dan terjadinya peningkatan hampir seluruh harga-harga komoditi perdagangan lainnya, di berbagai daerah masyarakat harus antre untuk membeli BBM, khususnya premium dan solar untuk kendaraan bermotor. Kondisi ini memaksa pemerintah dan seluruh elemen bangsa untuk berpikir dan berusaha keras menanggulangi masalah ini. Dibutuhkan tekad dan kerjasama yang tinggi agar bangsa ini dapat keluar dari ketergantungan akan minyak mentah sementara daya beli yang dimilikinya sangatlah terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu upaya nyata untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak fosil dengan cara mencari dan menciptakan bahan bakar minyak lainnya pengganti bahan bakar minyak fosil. Salah satu upaya adalah dengan menciptakan bahan bakar minyak dari minyak nabati (Karouw et al. 2007). Salah satu bahan bakar minyak yang banyak dipakai adalah solar atau petrodiesel dan minyak bakar. Akibat berkurangnya ketersediaan minyak bumi, maka petrodiesel sebagai salah satu fraksi minyak bumi untuk bahan bakar mesin diesel ketersediaannya pun berkurang. Keterbatasan ini memunculkan berbagai alternatif penggunaan bahan bakar yang bersifat terbarukan (biofuel), salah satunya adalah bahan bakar yang berasal dari minyak kelapa. Potensi tanaman kelapa (Cocos nucifera) sebagai bahan baku biofuel cukup tinggi karena daging buahnya (kopra) memiliki kadar minyak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 65-70%. Menurut Bradley (2006), minyak kelapa yang relatif murah dan bersifat terbarukan dapat digunakan sebagai bahan bakar generator mesin diesel sebagai sumber penyedia listrik di daerah terpencil. Weingart dan Manapol (2006) mengemukakan bahwa saat ini di Philipina seluruh departemen pemerintahnya telah menggunakan satu persen volume Coco Methyl Ester
(CME) dalam campuran petroleum diesel. Coco Methyl Ester (CME) sering dikenal dengan biodiesel kelapa. Alternatif pemanfaatan minyak kelapa telah dikembangkan oleh Balitka
melalui
pengolahan
oleokimia
minyak
kelapa
dengan
mengkonversi minyak kelapa menjadi metil ester melalui proses metanolisis dengan NaOH sebagai katalis. Penambahan metanol sebesar 12,50% dan katalis NaOH 0,35% pada proses pembuatan biodiesel akan diperoleh rendemen yang tinggi (90%), komposisi metil laurat 65,05% dan angka cetane 59,704 yang mendekati angka cetane bahan bakar komersil dan bening. Metil ester dari minyak kelapa tersebut dapat digunakan sebagai bahan substitusi atau alternatif bahan bakar diesel (Balitka, 2006). Selain itu, biodiesel yang dihasilkan dari kelapa bersifat ramah lingkungan dan proses pembuatannya tidak sulit (Kedai Iptek PKT BPPT, 2007). Harga petrodiesel nasional saat ini adalah Rp 4.300,00 bahkan di daerah pedalaman dan pesisir pantai yang sulit terjangkau harganya bisa melambung menjadi Rp 10.000,00 (Allorerung, 2006).
Menurut
Allorerung et al. (2006), mulai tahun 2006, bisnis eceran BBM sudah akan diserahkan kepada mekanisme pasar. Apabila kebijakan tersebut juga mencakup penghapusan subsidi angkutan BBM, maka harga BBM di daerah terpencil akan semakin mahal. Hal ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi daerah di era otonomi. Dalam perspektif seperti inilah, pengembangan biodiesel dari kelapa menjadi sangat relevan, baik untuk mengurangi ketergantungan pada BBM maupun dalam rangka ekspor dan pemenuhan energi lokal di daerah dengan infrastruktur terbatas dan/atau bagi penduduk miskin, termasuk para petani kelapa. Oleh karena itu pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa harus terus dilakukan, terutama di daerah penghasil kelapa. Selain keberadaan bahan baku yang melimpah, berdirinya suatu agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi penduduk setempat sekaligus memberikan alternatif solar dengan harga yang lebih terjangkau.
Untuk
melakukan
sebuah
perencanaan
strategis
bagi
pengembangan sebuah industri termasuk dalam kajian ini adalah agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa, akan dibutuhkan banyak waktu dan biaya apabila dilakukan secara manual (tanpa bantuan komputer). Saat ini aplikasi dan perkembangan sistem intelejen banyak memberikan kemudahan termasuk dalam hal ini sistem penunjang keputusan. Sebuah sistem penunjang keputusan berbasis komputer dapat memberikan tingkat kecepatan dan keakuratan, dan tingkat efisiensi yang lebih tinggi yang akan menghemat waktu dan biaya. Oleh karena itu, pengembangan suatu rancang bangun Sistem Penunjang Keputusan akan mampu membantu para pengambil keputusan (decision maker) dalam proses pengambilan keputusan mengenai
pengembangan agroindustri
bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Rancang bangun sistem ini diharapkan mampu menganalisa dan mengintegrasikan faktor-faktor penting
dan
berpengaruh
yang
harus
dipertimbangkan
dalam
merencanakan dan mengaplikasikan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Selain itu, sistem ini diharapkan pula mampu mengakomodasi semua informasi yang berkaitan dengan
agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang
dibutuhkan oleh pengguna (user).
B. Tujuan Tujuan
umum
penelitian
ini adalah
untuk
merencanakan
pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengetahui faktor-faktor dan parameter yang mempengaruhi sistem pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. 2. Menghasilkan model sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa untuk menunjang keputusan yang bersifat strategis, taktis, dan operasional.
3. Mendapatkan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
C. Manfaat Dengan dikembangkannya “Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa diharapkan dapat memberikan manfaat bagi investor ataupun stakeholder dalam merencanakan pembangunan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sehingga
didapatkan
keputusan yang tepat. Manfaat yang bisa diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam rangka menentukan kebijakan pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. 2. Digunakan sebagai sumber acuan untuk mengkaji dan meneliti perencanaan pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa khususnya dalam hal pemilihan teknologi proses dan pemilihan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
D. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah : 1. Analisa faktor yang berpengaruh dalam pemilihan daerah potensial bagi agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. 2. Pemilihan teknologi proses pembuatan bahan bakar nabati pada agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang akan diterapkan. 3. Prakiraan (forecasting) bahan baku yang dibutuhkan oleh agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. 4. Analisa kelayakan finansial agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
5. Penentuan strategi pengembangan yang akan diterapkan bagi agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Penyerapan pengetahuan diperoleh dari beberapa ahli di bidang agroindustri dengan dilengkapi data masukan dari Badan Pusat Statistik, Departemen Perindustrian, Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Pertamina, dan literatur yang ada.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelapa Pohon kelapa merupakan pohon yang paling banyak kegunaannya karena hampir tiap bagian dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan. Tidak berlebihan bila pohon kelapa dikenal pula sebagai pohon kehidupan (tree of life). Berbagai ragam industri berbahan baku kelapa telah berkembang mulai dari yang tradisional seperti kelapa dan kopra sampai kepada pengolahan minyak menjadi senyawa-senyawa kimia yang mempunyai nilai tambah yang tinggi. Pohon industri dari tanaman kelapa dapat dilihat pada Gambar 1 (www.bi.go.id).
Gambar 1. Pohon Industri Tanaman Kelapa Pada tahun 2004, luas areal tanaman kelapa di Indonesia tercatat 3.873.000 ha, didominasi oleh perkebunan rakyat seluas 3.759.000 ha (97,07%), perkebunan besar negara seluas 5.000 ha (0,14%), dan perkebunan besar swasta seluas 107.000 ha (2,79%). Total produksi
sebesar 3.304.000 ton setara kopra, yaitu perkebunan rakyat sebesar 3.191.000 ton (82,39%), perkebunan besar negara sebesar 4.000 ton (0,1%), dan perkebunan besar swasta sebesar 103.000 ton (2,81%). Lokasi perkebunan kelapa tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Areal tanaman kelapa di Pulau Sumatera mencapai 34,6%, di Jawa 22,92%, Sulawesi 18,89%, Bali, NTB, dan NTT seluas 7,61%, Maluku dan Papua 8,6% serta Kalimantan 7,38% dari total luas areal kelapa Indonesia (Manggabarani, 2006). Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Buah kelapa terdiri dari sabut (eksokarp dan mesokarp), tempurung (endokarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Ketaren, 1986). Secara umum, buah kelapa mempunyai komposisi 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging biji, dan 25% air kelapa. Buah kelapa pada umumnya dapat dipanen setelah 11-12 bulan sejak bunga betina diserbuki. Buah kelapa yang normal terdiri dari beberapa bagian yaitu kulit luar (epicarp), sabut (mesocarp), tempurung (endocarp), kulit daging buah (testa), daging buah (endosperm), air kelapa dan lembaga (Palungkun, 1993). Penampang buah kelapa dapat dilihat pada gambar 2.
Air kelapa Daging buah Tempurung Sabut
Gambar 2. Penampang Melintang Buah Kelapa Minyak
kelapa
berdasarkan
kandungan
asam
lemaknya
digolongkan ke dalam minyak asam laurat yang mempunyai karakteristik khas yaitu mengandung asam laurat dalam jumlah terbanyak (40 %-50 %), asam lemak berantai C6, C8, dan C10 dalam jumlah sedang, jumlah asam lemak tak jenuh yang rendah, dan mempunyai titik cair yang relatif rendah. Titik cair minyak kelapa berkisar antara 24-270C dengan titik beku
sekitar 50C lebih rendah dari titik cairnya (Fennema, 1985). Standar mutu dari minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 1 (SNI 01-2902-1992). Tabel 1. Standar mutu minyak kelapa Kriteria Air Kotoran Bilangan iod (gram iod / 100 gram contoh) Bilangan penyabunan (mg KOH / gram contoh) Bilangan peroksida (mg oksigen / gram contoh) Asam lemak bebas ( dihitung sebagai asam laurat) Warna dan bau Minyak pelikan
Jumlah Maksimum 0,5 % Maksimum 0,05 % 8-10 255-265 Maksimum 5,0 Maksimum 5 % Normal Negatif
Minyak kelapa ialah minyak yang diperoleh dengan cara mengepres kopra yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi bungkil kopra.
Kopra dihasilkan dari daging buah kelapa yang dikeringkan.
Daging buah kelapa tua segar mempunyai kandungan air sekitar 50% dan lemak sekitar 30%. Setelah menjadi kopra kandungan lemaknya menjadi 60-65%, air 5-7%, zat organis (karbohidrat, selulase, protein) 20-30%, dan mineral 2-3% (Palungkun, 1993). Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Ekstraksi dengan pengepresan (mechanical expression) adalah suatu cara memperoleh minyak dari bahan kelapa dengan menggunakan pengepresan mekanis. Pada pengepresan ini bahan yang mengandung lemak atau minyak, mengalami perlakuan pendahuluan misalnya dipotong-potong atau dihancurkan dan kemudian dipres dengan tekanan tinggi menggunakan pengepres hidraulik atau ekspeler (Swern,1964). Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 136 atm. Banyaknya minyak atau lemak yang dapat terekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang digunakan, serta kandungan minyak minyak dalam bahan asal. Ekstraksi minyak dengan cara ini banyak dilakukan pada pabrik-pabrik minyak kelapa dengan menggunakan kopra sebagai bahan baku. Rendemen minyak dengan cara pengepresan cukup tinggi, yaitu dengan meninggalkan sisa minyak pada ampas sebanyak 7% atau nilai rendemennya 93% (Ketaren,1986).
B. Bahan Bakar Nabati dari Minyak Kelapa Minyak kelapa dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar nabati dalam dua bentuk yakni biodiesel dan PPO (Pure Plant Oil). Biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar mesin diesel yang berasal dari sumber lipid alami terbarukan (Soerawidjaja, 2001). Secara kimiawi biodiesel merupakan turunan lipid dari golonan monoalkil ester dengan panjang rantai karbon 12-20 (Darnoko, 2001). Biodiesel dapat berupa minyak kasar atau monoalkil ester asam lemaknya, umumnya merupakan metil ester. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, cair pada suhu ruang (titik leleh antara 4-18°C), non-korosif, dan titik didihnya rendah. Dalam beberapa penggunaan, metil ester lebih banyak disukai daripada penggunaan asam lemaknya (etil ester) untuk alasan ekonomis dan stabil secara pirolitik dalam proses destilasi fraksional. Minyak kelapa dapat diproses menjadi bahan bakar alternatif sebagai PPO (Pure Plant Oil). PPO (Pure Plant Oil) adalah minyak nabati yang telah melalui proses pemurnian seperti proses degumming (penghilangan gum) dan deacidifikasi (netralisasi). Pada proses pembuatan PPO tidak diperlukan proses bleaching (pemucatan) dan deodorisasi (penghilangan bau) seperti pada proses pembuatan minyak goreng karena PPO ditujukan sebagai subtitusi bahan bakar mesin diesel ”tidak bergerak” seperti genset. Viskositas PPO umumnya masih 30-40 cst, sehingga diperlukan converter untuk menurunkannya (Prihandana et al. 2007). Menurut Hamilton (2004), Cocodiesel, CME (Coco Methyl Ester), dan CEE (Coco Ethyl Ester) adalah nama-nama yang biasa diberikan pada biodiesel yang terbuat dari minyak kelapa. Schafer (1995), seperti dikutip oleh Choo et al. (1997), melaporkan bahwa karakteristik tipikal CME adalah sebagai berikut : Angka iodium
:
10 g-I2/(100 g)
Massa jenis (pada 15 oC)
:
872 g/liter (kg/m3)
Viskositas kinematik pada 40 oC
:
2,7 mm2/s (cSt)
Angka setana
:
62,7
Nilai kalor netto
:
30,8 MJ/liter (35,3 MJ/kg)
Di Indonesia bahan bakar biodiesel mulai diprioritaskan oleh pemerintah, ditandai dengan keluarnya INPRES No. 1 tahun 2006 pada tanggal 25 Januari 2006, yang menekankan perlunya penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) (Support Office for Eastern Indonesia – SOFEI, 2006).
Tabel 2. Standar Mutu Biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551) No. 1 2 3 4
5 6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Parameter dan Satuannya Massa Jenis pada 40O C, kg/m3 Viskos.kinem.pd 40O C, mm2/s Angka setana Titik nyala (mangkok tertutup), O C Titik kabut, O C Korosi bilah tembaga (3 jam, 50 O C) Residu karbon (%b) - dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi Air dan sedimen, %-vol Temperatur distilasi 90%, O C Abu tersulfatkan, %-b Belerang, ppm-b (mg/kg) Fosfor, ppm-b (mg/kg) Angka asam, mgKOH/g Gliserol bebas, %-b Gliserol total, %-b Kadar ester alkil, %-b Angka iodium, %-b (g-12/100 g) Uji Halphen
Batas nilai
Metode Uji
Metode Setara
850-890
ASTM D 1298
ISO 3675
2,3-6,0
ASTM D 445
ISO 3104
Min. 51 Min. 100
ASTM D 613 ASTM D 93
ISO 5165 ISO 2710
Maks.18 Maks. 0,3
ASTM D 2500 ASTM D 130
ISO 2160
Maks. 0,05 (maks 0,3) Maks. 0,05 (maks 0,3) Maks. 0,05 (maks 0,3) Mak.s 0,05
ASTM D 4530
ASTM D 2709
-
Maks. 360
ASTM D1160
-
Maks. 0,02
ASTM D 874
ISO 3987
Maks. 100
ASTM D 5453
prEN ISO 20884
Maks. 10
AOCS Ca 12-55
FBI-A05-03
Maks. 0,8
AOCS Cd 3-63
FBI-A01-03
Maks. 0,02 Maks. 0,24 Min. 96,5
AOCS Ca 14-56 AOCS Ca 14-56 Dihitung
FBI-A02-03 FBI-A02-03 FBI-A03-03
Maks.115
AOCS Cd 1-25
FBI-A04-03
negatif
AOCS cd 1-25
FBI-A06-03
ISO 10370
Sumber : Forum Biodiesel Indonesia (2006)
C. Teknologi Proses Bahan Bakar Nabati dari Minyak Kelapa 1. Reaksi Transesterifikasi Reaksi kimia pembuatan biodiesel dari minyak tanaman kelapa (Cocos nucifera) dengan reaksi transesterifikasi. Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan untuk memproduksi biodiesel dari refined fatty oil. Metode ini bisa menghasilkan biodiesel (FAME) hingga 98% dari bahan baku minyak tumbuhan (Bouaid., 2005).
CH2OOCR1 CHOOCR2
CH2OH + 3 R’OH
CH2OOCR3 1 minyak kelapa
CHOH CH2OH
3 alkohol
1 gliserin
R1COOR’ +
R2COOR’ R3COOR’ 3 metil ester
Gambar 3. Reaksi Transesterifikasi Biodiesel (Hamilton, 2004)
Gambar 4. Diagram Alir Proses Transesterifikasi (SBRC, 2007)
2. Reaksi Esterifikasi 2 Tahap (Estrans) Bila bahan baku yang digunakan mengandung kadar asam lemak bebas (free fatty acid - FFA) tinggi (>5%) seperti minyak jelantah, CCO Low Grade, dan minyak jarak, proses transesterifikasi yang dilakukan tidak akan efisien untuk mengkonversi minyak menjadi biodiesel. Hal ini terjadi karena kandungan FFA dalam bahan baku akan mendeaktivasi katalis basa. Untuk bahan-bahan seperti itu, maka perlu dilakukan proses esterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga di bawah 5%. Proses esterifikasi dengan menggunakan katalis asam merupakan proses yang umum digunakan (SBRC, 2007). Diagram alir proses Estrans dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Diagram Alir Proses Estrans (SBRC, 2007)
3. Teknologi PPO (Pure Plant Oil) PPO (Pure Plant Oil) adalah minyak nabati yang telah melalui proses pemurnian seperti proses degumming (penghilangan gum) dan deacidifikasi (netralisasi). Pada proses pembuatan PPO tidak diperlukan
proses
bleaching
(pemucatan)
dan
deodorisasi
(penghilangan bau) (Prihandana et al. 2007).
D. Potensi Agroindustri Strategi pengembangan agroindustri di Indonesia berorientasi pada struktur (aneka ragam produk dan pasar) yang kuat dan tangguh (diversifikasi produk, pasar dan pelaku), dalam rangka memiliki daya saing (komparatif dan kompetitif). Dalam realisasinya strategi tersebut dapat bersifat sederhana maupun kompleks dalam proses perumusan, pemutusan, pelaksanaan dan penilaiannya (Hubies, 1993). Pengembangan agroindustri di Indonesia didukung oleh besarnya sumberdaya yang dimiliki dan tuntutan pasar yang semakin meningkat. Menurut Sahardjo (1992), pengembangan agroindustri menyangkut berbagai aspek yang mampu menumbuhkembangkan kegiatan-kegiatan produktif
yang
saling
terkait,
saling
mendukung
dan
saling
menguntungkan, mengingat kegiatan tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, yaitu meliputi subsistem pengadaaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem produksi (usaha tani), subsistem pengolahan hingga subsistem distribusi atau pemasarannya. Salah satu bentuk nyata dari agroindustri adalah agroindustri biodiesel. Menurut Solikhah et al. (2007), kegiatan membangun pabrik biodiesel merupakan suatu kegiatan yang mempunyai prospek bagus di masa mendatang. Sebagian petunjuk umum, pabrik biodiesel adalah suatu pabrik dengan proses pengolahan yang relatif mudah dan dapat dilakukan dalam skala home industry hingga skala besar (ekspor) serta parameterparameter reaksi yang bersifat public domain. Akan tetapi, pembangunan pabrik biodiesel yang menghasilkan produk dengan kualitas yang konsisten, energi yang optimal, serta memenuhi persyaratan lingkungan,
adalah suatu tantangan dan memerlukan keahlian teknik yang handal. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan desain atau membangun pabrik biodiesel. Hal tersebut termasuk aspek bahan baku, produk, plant design, seleksi lokasi pabrik, pemilihan proses, pasar, serta aspek lingkungan. BBM alternatif dari cocodiesel relatif kurang diperhatikan sehingga nyaris luput dari perhatian kalangan dunia usaha maupun lembaga lainnya. Karena itu, BPPI Deperin memilih komoditi yang relatif belum banyak digarap pihak lain ini,namun memiliki potensi yang sangat besar (BPPI Deperin, 2006). Proyek percontohan (pilot project) di tiga lokasi (Banyuwangi, Garut, dan Sulawesi Utara) akan menggunakan mesin berkapasitas 100 liter dengan kemampuan produksi dua kali proses setiap hari. Untuk pelaksanaannya Deperin menyerahkan proyek itu kepada Balai Riset dan Standarisasi (Baristan) Surabaya untuk proyek di Banyuwangi, Balai Besar Industri Kimia (BBIK) Jakarta untuk proyek Pameungpeuk Garut Jabar,
sedangkan
untuk
proyek
cocodiesel
di
Sulawesi
Utara
pelaksanaannya oleh Baristan Manado (BPPI Deperin, 2006) . Minyak diesel kelapa dapat digunakan baik untuk mesin diesel di industri atau pabrik, maupun untuk mesin diesel kendaraan bermotor. Untuk penggunaan mesin diesel di pabrik/industri, minyak diesel kelapa dapat langsung digunakan dalam keadaan murni 100% tanpa campuran minyak solar. Sedangkan untuk penggunaan pada mesin kendaraan bermotor, minyak diesel kelapa masih harus dicampur dengan minyak solar dengan perbandingan 30:70. Upaya pengembangan minyak diesel dari minyak kelapa ini Deperin tidak akan melakukan produksi besarbesaran, namun lebih terfokus pada volume produksi skala kecil guna membantu para nelayan dan industri kecil menengah di daerah. Bila kemudian ada pihak swasta yang tertarik untuk memproduksinya dalam skala besar, Deperin akan membantu memfasilitasi
pengembangan
minyak diesel dari minyak kelapa ini (BPPI Deperin, 2006) .
E. Sistem Penunjang Keputusan Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah sistem komputerisasi yang memaparkan secara mendetail elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang proses pengambilan keputusan (Eriyatno, 1999). Sedangkan menurut Marimin (2004), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah sistem yang berfungsi alternatif
keputusan
mentransformasi data dan informasi menjadi dan
prioritasnya
dan
bermanfaat membantu
pengambilan keputusan secara interaktif. Lucas
(1993)
mengungkapkan
DSS
sebagai
model
dari
sekumpulan prosedur untuk melakukan pengolahan data dengan tujuan membantu manajer dalam pembuatan keputusan spesifik. Penerapan DSS akan berhasil jika sistem tersebut sederhana dan mudah digunakan , mudah melakukan pengawasan, mudah melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mudah melakukan kegiatan komunikasi dengan berbagai entiti. Karakteristik pokok yang melandasi teknik sistem penunjang keputusan menurut Minch dan Burn (1983) : 1. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan; 2. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda; 3. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan (Artificial Intelegence), ilmu sistem, dan ilmu manajemen. 4. Mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Aplikasi Sistem Penunjang Keputusan Akan bermanfaat menurut Keen dan Morton (1978), apabila : 1. Jumlah data sangat banyak sehingga sulit untuk memanfaatkannya, 2. Waktu untuk menentukan hasil akhir/ mencapai keputusan terbatas, 3. Diperlukan manipulasi dan komputasi dalam proses pencapaian tujuan, 4. Perlunya penentuan masalah, pengembangan alternatif dan pemilihan solusi berdasarkan akal sehat.
Suryadi dan Ramdhani (1998) mengemukakan pada umumnya setiap organisasi yang bergerak di bidang produksi maupun jasa, tidak terlepas dari segala problematika manajemen yang terdapat dalam lingkungan pembuatan keputusan. Perubahan struktur pasar, produk, teknologi produksi, organisasi dan yang lainnya terus terjadi sehingga berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada setiap kebijakan manajemen yang dihasilkan. Pembuatan keputusan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari totalitas sistem organisasi secara keseluruhan. Pada dasarnya sebuah sistem organisasi mencakup sistem fisik (sistem operasional), sistem manajemen (sistem keputusan) dan sistem informasi. Menurut Suryadi dan Ramdhani (1998) terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan pembuatan keputusan, antara lain menggunakan pendekatan rasional analitis, pendekatan intuitif emosional dan pendekatan prilaku politis. Menurut Marimin (2004), Sistem Penunjang Keputusan terdiri dari tiga komponen, yaitu : 1. Manajemen Data, termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem manajemen basis data. 2. Manajemen Model, yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisa. 3. Subsistem Dialog, yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam SPK.
F. Teknik Pendukung 1. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Menurut Marimin (2004), Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan suatu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan
baik pada tahapan proses. Metode Perbandingan Eksponensial akan menghasilkan nilai alternatif yang perbedaannya lebih kontras. Dalam menggunakan metode MPE ada beberapa tahapan yang harus dilakukan diantaranya menyusun alternatif-alternatif yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Struktur model MPE adalah sebagai berikut : m
Total Nilai (Tni) =
∑
( RKij ) TKKj
j =1
Keterangan : Total Nilai (Tni)
= Total Nilai alternatif ke-i
RK ij
= Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKKj
= Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0
n
= Jumlah pilihan keputusan
m
= Jumlah kriteria keputusan
(Marimin, 2004)
2. Metode AHP (Analitical Hierarchy Process) Analitical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu pendekatan analisa yang bertujuan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur. Analisa ini biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat (judgement), AHP banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi
yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor) dalam situasi konflik (Saaty, 1993). AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Semua elemen dikelompokkan secara logika dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis (Marimin, 2004). Hirarki dalam metode AHP Hirarki terdiri atas fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif, seperti terlihat pada Gambar 6. Fokus
v
Sasaran utama
Faktor
Faktor yang terlibat
Aktor
Pelaku yang terlibat
Tujuan
Tujuan dari pelaku
Alternatif
Alternatif penyelesaian
Gambar 6. Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik (Saaty, 1993) 3. Metode Prakiraan Kegiatan prakiraan (forecasting) kini menjadi sesuatu yang penting
karena
telah
menjadi
bagian
integral
dari
kegiatan
pengambilan keputusan manajemen. Prakiraan merupakan kegiatan manajemen paling awal yang digunakan untuk mendapatkan sasaran akhir dari seluruh kegiatan manajemen yang dilaksanakan. Prakiraan dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan pada sesuatu yang bersifat probabilistik. Menurut Gitosudarmo (1984), prakiraan merupakan perkiraan terhadap masa depan mengenai apa yang akan terjadi. Pemilihan teknik prakiraan sangat mempengaruhi keakuratan hasil. Persoalan prakiraan bukan terletak pada penggunaan model
matematis yang canggih, tetapi lebih pada pemilihan metode yang menghasilkan suatu prakiraan yang akurat, tepat waktu dan dapat dimengerti oleh manajemen. Banyak sekali metode prakiraan yang telah dikembangkan oleh para ahli. Metode-metode tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar, yaitu : (1) metode kualitatif; dan (2) metode kuantitatif. Metode kualitatif digolongkan menjadi metode eksploratif dan metode normatif. Sedangkan metode kuantitatif digolongkan menjadi metode kausal dan metode deret berkala yang dapat dilihat pada gambar 7 (Goenawan, 1998).
Gambar 7. Bagan Jenis Teknik Peramalan (Render dan Stair dalam Goenawan, 1998) Model deret berkala atau model runtut waktu dianalisa untuk menemukan pola variasi masa lalu yang dapat dipergunakan untuk: (1) memprakirakan nilai masa depan dan membantu dalam manajemen operasi bisnis; (2) membuat perencanaan bahan baku, fasilitas produksi, dan jumlah staf guna memenuhi permintaan di masa mendatang. Dengan kata lain model runtut waktu mencoba melihat apa yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dan menggunakan data runtut waktu masa lalu untuk memprediksi (Kuncoro, 2000). Model runtut waktu yang dipilih untuk peramalan tergantung dari apakah data yang digunakan mengandung unsur trend atau tidak. Apabila data tidak mengandung unsur trend, maka teknik peramalan yang
dapat digunakan adalah dengan penghalusan eksponensial
(exponential smoothing), dan rata-rata bergerak (moving average) Apabila data runtut waktu mengandung unsur trend, maka peramalan yang dapat digunakan adalah teknik trend linear, trend kuadratik, trend eksponensial, atau model autoregresif (Kuncoro, 2000). Bagaimana mengidentifikasi apakah suatu data runtut waktu mengandung komponen trend atau tidak? Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan Uji Akar Unit. Uji Akar Unit (unit root test) atau ADF (Augmented Dickey Fuller) dipakai untuk mengetahui data runtut waktu mengandung unsur trend atau tidak.Uji akar unit atau ADF juga penting untuk mengetahui apakah data stasioner atau tidak. Uji ini berisi regresi dari diferensi pertama data runtut waktu terhadap lag variabel tersebut, lagged diferenceterms, konstanta dan variabel trend (Kuncoro, 2000). Trend eksponensial atau persamaan pangkat sederhana yang kurva regresinya bersifat tak linear.
Trend eksponensial memiliki
bentuk persamaan berupa persamaan garis lurus. Y = Cxb Dimana : Y = data berkala atau nilai trend untuk periode tertentu X = periode waktu (hari, minggu, bulan, tahun) C = konstanta, nilai Y jika X =0 b
= koefisien X, kemiringan garis trend (slope) (Hasan, 1999). Untuk menentukan garis trend, terlebih dahulu dicari nilai a
dan b. Nilai a dan b dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu metode kuadrat terkecil dan metode matematis. Dengan metode kuadrat terkecil, nilai a dan b dari persamaan trend linear di atas ditentukan dengan rumus :
C = ∑Y/n dan b = ∑XY/∑X2
Dimana : Y = nilai data berkala n
= jumlah periode waktu
X = tahun kode (Hasan, 1999)
Setelah nilai koefisiensi kemiringan dan intersepsi yang membentuk persamaan regresi ditemukan, maka selanjutnya perlu dilakukan pengetesan terhadap persamaan yang akan dipergunakan dalam peramalan tersebut. Menurut Assauri (1984), salah satu cara untuk menguji persamaan tersebut adalah dengan uji koefisien penentu (coefficient of determination test). Uji koefisiensi determinasi (R2) digunakan untuk melihat apakah benar variabel bebas, dalam hal ini waktu, menentukan besarnya variabel yang diramalkan. Akurasi perhitungan ini dapat diketahui dengan menghitung nilai koefisiensi determinasi (R2) yang mempunyai nilai antara 0 sampai 1. Semakin besar nilai R2, maka nilai dugaan akan semakin mendekati nilai sebenarnya. Sedangkan menurut Hasan (1999), koefisien determinasi menjelaskan besarnya pengaruh
nilai suatu variabel (variabel X)
terhadap naik/turunnya (variasi) nilai variabel lainnya (variabel Y). Nilai koefisiensi determinasi ini dapat dicari dengan rumusan : R2 = b
[ΣXY – (ΣX ΣY)/ n] ΣY2 – (ΣY)2 / n
Dimana : R2
: koefisien determinasi
b
: konstanta variabel X (harga mutlak)
X
: nilai variabel X
Y
: nilai variabel Y
n
: banyaknya data
(Assauri, 1984).
4. Kriteria Investasi a. NPV (Net Present Value) Nilai bersih pada saat ini yang diperoleh dengan jalan mendiskontokan selisih antara jumlah kas yang keluar dari dana proyek dan kas yang masuk ke dalam dana proyek tiap-tiap tahun, dengan suatu tingkat persentase bunga yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dari tingkat
bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku dipasar modal atau berdasarkan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik proyek. Jangka waktu pendiskontoan harus sama dengan umur ekonomis proyek (Husnan dan Suwarsono, 1997). NPV merupakan selisih antara Present Value dari benefit dan Present Value dari biaya. Suatu proyek dikatakan layak secara finansial jika mempunyai NPV lebih besar dari nol (Kadariah dan Gray, 1999). Persamaan yang digunakan adalah: n
NPV= ∑ t=0
Bt − Ct (1 + i ) t
Dimana : NPV
: Net Present Value
Bt
: Keuntungan kotor proyek pada tahun ke-t (Rp)
Ct
: Biaya
n
: umur ekonomis proyek
i
: tingkat suku bunga yang dipakai
t
: periode investasi ( t = 0,1,2,...,n) (Gray et al. 1993)
pengeluaran kotor proyek pada tahun ke-t (Rp)
b. B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) B/C ratio merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas Present Value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit besih itu bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas Present Value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana Bt-Ct bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada benefit kotor (Kadariah dan Gray, 1999). Rumusannya adalah sebagai berikut : n
∑ Net B/C Ratio =
t=0 n
∑ t=0
Bt − Ct Untuk Bt-Ct > 0 (1 + i ) t Bt − Ct (1 + i ) t
Dimana : Bt
: benefit bruto pada tahun ke-t (Rp)
Ct
: biaya bruto pada tahun ke-t (Rp)
i
: tingkat suku bunga yang dipakai
n
: umur ekonomis proyek
t
: periode investasi ( t = 0,1,2,...,n) (Gray et al. 1993)
Kriteria keputusan yang diambil dalam menentukan kelayakan berdasarkan B/C Ratio adalah : 1) Jika B/C Ratio ≥ 1, maka proyek dikatakan layak diterima ; 2) Jika B/C Ratio <1, maka proyek dikatakan tidak layak diterima (Gray et al. 1993).
c. BEP (Break Even Point) Menurut Sutojo (1996), proyek dikatakan impas apabila jumlah hasil penjualan produk pada periode waktu tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian dan juga tidak memperoleh laba. Jumlah hasil penjualan minimal yang harus dilampaui dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan berikut (Kadariah dan Gray, 1999). Total Biaya per tahun Q (BEP) = Harga jual per unit (Hambali et al. 2006)
d. IRR (Internal Rate of Return) IRR merupakan nilai discount rate (i) yang membuat NPV sama dengan nol (Kadariah dan Gray, 1999). Menurut Gray et al. (1993) persamaan IRR adalah sebagai berikut :
IRR = i1 +[NPV1 – (i2-i1)/NPV1-NPV2] Penyelesaian
persamaan
tersebut
dilakukan
dengan
menggunakan metode trial and error atau dengan teknik
penelusuran oleh komputer untuk mencari nilai akar persamaan polinomial dalam i, dimana i1 adalah tingkat suku bungan yang menyebabkan NPV1 bernilai positif, sedangkan i2 merupakan tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV2 bernilai negatif mendekati nol. Kriteria pembanding IRR adalah tingkat suku bunga yang berlaku (i) dan jika tingkat bunga>i, maka keputusan yang diambil adalah layak (Gray et al. 1993).
e. PBP (Payback Period) Payback period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya Investasi yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Rumus Payback period adalah sebagai berikut :
PBP = m +
0 − CCFm CCFm +1 − CCFm
dimana : PBP
: Payback Period, tahun.
m
:Tahun dengan CCF negatif sebelum CCF positif
m+1
:Tahun dengan CCF positif setelah CCF negatif
CCFm
:Cumulative Cash Flow pada tahun m (< 0), $.
CCFm+1
: Cumulative Cash Flow pada tahun m+1 (> 0), $.
Meskipun PBP tidak mencerminkan Profitability Indicators suatu usulan investasi dan metode perhitungannya tidak mempertimbangkan present value of money, namun PBP sering digunakan untuk melengkapi indikator kelayakan usulan Iinvestasi, karena PBP dapat mencerminkan likuiditas suatu usulan investasi dan secara rule of thumb dapat digunakan untuk “menebak” IRR adalah IRR =
1 (Danar, 2001) PBP
G. PENELITIAN TERDAHULU Rukmayadi (2002) melakukan penelitian dan mendesain sistem penunjang keputusan perencanaan strategi pengembangan agroindustri kelapa. Peneliti tersebut mengambil studi kasus di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk merencanakan strategi pengembangan agroindustri kelapa di daerah penghasil kelapa dengan menentukan produk agroindustri prospektif berbasis komoditi kelapa, menentukan daerah potensial penghasil kelapa, menganalisa kelayakan bisnis agroindustri kelapa, menganalisa struktural komposisi elemen yang berpengaruh pada pengembangan agroindustri kelapa, dan menentukan strategi pengembangan agroindustrinya. Secara kasat mata mungkin terlihat adanya persamaan antara penelitian Rukmayadi dengan masalah yang dikaji dan diteliti ini yakni bagaimana mendesain sistem penunjang keputusan strategi pengembangan agroindustri yang keduanya memang berbasiskan kelapa. Selain itu model yang telah dibuat oleh Rukmayadi dan rancangan model yang akan dibuat memiliki nama yang hampir sama, yaitu antara lain model penentuan lokasi,
model
kelayakan
usaha,
dan
model
penentuan
strategi
pengembangan agroindustri. Namun pada dasarnya apa yang telah Rukmayadi teliti dengan penelitian ini adalah dua hal yang sangat berbeda. Perbedaan itu antara lain (1) Rukmayadi mengkaji dan menentukan produk prospektif yang dapat dikembangkan dari kelapa sedangkan penelitian ini lebih fokus kepada satu produk yakni bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa; (2) Model penentuan atau pemilihan lokasi potensial yang dibuat penelitian terdahulu menggunakan metode AHP sedangkan penelitian ini dalam memilih lokasi potensial menggunakan Metode MPE; (3) Model penentuan strategi
pengembangan yang dibuat oleh Rukmayadi
menggunakan hanya metode EFE (External Factor Evaluation) Matrix, IFE (Internal Factor Evaluation) Matrix, dan IE (Internal-External) Matrix sedangkan metode yang akan digunakan penelitian ini adalah metode AHP dan analisa SWOT.
III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran Bahan Bakar Nabati (BBN) atau Biofuel merupakan salah satu produk agroindustri yang berprospek untuk dikembangkan, oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan strategi pengembangan yang tepat. Perencanaan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa akan memberi manfaat yang besar dalam mempersiapkan BBN sebagai komoditi prospektif berbasiskan kelapa, yang memiliki keunggulan kompetitif. Namun demikian, pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa akan selalu berhadapan dengan lingkungan yang memiliki karakteristik kompleks, dinamis, dan ketidakpastian. Untuk itu diperlukan suatu sistem penunjang keputusan yang dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan yang akurat
mengenai
aspek-aspek
yang
terkait
dalam
perencanaan
pembangunan suatu industri BBN termasuk biodiesel. Aspek-aspek yang terkait antara lain pemilihan lokasi, pemilihan teknologi proses, prakiraan kebutuhan bahan baku, analisa kelayakan finansial, dan penentuan strategi pengembangan. Aspek pemilihan lokasi dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku, ketersediaan bahan penolong, lokasi pasar, kondisi infrastruktur, dan ketersediaan tenaga ahli. Pemilihan lokasi yang tepat akan meminimalkan biaya-biaya seperti biaya transportasi baik bahan baku maupun biaya distribusi, biaya tenaga kerja, biaya penanganan limbah. Ditinjau dari aspek sosialnya, sebuah lokasi industri yang tepat akan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya antara lain penyerapan tenaga kerja, konservasi sumberdaya alam, dan pembangunan daerah.
Selain itu,
pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan efisiensi waktu penjadwalan produksi. Aspek kebutuhan bahan baku ditentukan oleh jumlah permintaan potensial akan bahan bakar nabati. Seberapa banyak kebutuhan bahan
baku (kopra) ditentukan dari prakiraan kebutuhan bahan baku di masa mendatang. Aspek analisa kelayakan finansial
berhubungan dengan modal
usaha dan modal kerja. Analisa finansial membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan seperti kredit dan investasi. Modal usaha berkaitan dengan pembelian mesin dan peralatan industri, pembelian lahan, dan pendirian bangunan. Modal kerja mencakup biaya variabel yang dialokasikan selama beberapa waktu awal produksi. Kesulitan – kesulitan yang dihadapi oleh para pemilik modal yang berniat untuk membangun industri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dalam memperhitungkan faktor-faktor penunjang yang telah disebutkan di atas menjadi sebuah hambatan sendiri, hambatan ini timbul karena dalam perencanaan industri akan membutuhkan banyak sekali perhitungan dari faktor – faktor penentunya yang apabila dilakukan secara manual pastilah akan memakan waktu yang lama yang secara otomatis biaya perencanaannya akan bertambah. Pengunaan perangkat lunak dalam kegiatan perencanaan akan memberikan banyak kemudahan dalam pengambilan keputusan secara cepat, efisien sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Pengembangan suatu rekayasa sistem penunjang keputusan akan mampu membantu para pengambil keputusan (investor) dalam hal proses pengambilan keputusan. Permasalahan yang menjadi kajian perancangan sistem penunjang keputusan ini merupakan fenomena yang kompleks karena melibatkan berbagai faktor yang terkait, oleh karenanya dibutuhkan suatu pendekatan sistem untuk memecahkan permasalahan tersebut. Rekayasa sistem dimulai dengan analisa kebutuhan formulasi permasalahan, identifikasi sistem,
pemodelan
sistem,
pembuatan
program
komputer
dan
implementasi. Secara ringkas kerangka logis penelitian disajikan pada gambar 8.
Rumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa sesuai dengan output sistem yang diperoleh
Gambar 8. Kerangka Logis Penelitian
B. Pendekatan Sistem Pendekatan sistem dirancang dengan tujuan untuk pengembangan dan pengelolaan sistem operasi, dan perancangan sistem informasi untuk pengambilan keputusan. Gagasan dasar dan utama mengenai pendekatan sistem adalah hubungan timbal balik antar data, model dan keputusan yang dihasilkan. Titik awal pendekatan adalah tujuan dan fokusnya adalah pada rancangan sistem secara keseluruhan. Tujuan pendekatan sistem adalah untuk mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi. Tahapan Pendekatan Sistem dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Metodologi Pemecahan Masalah Dengan Pendekatan Sistem (Manetsch dan Park, 1977)
1. Identifikasi Kebutuhan Identifikasi kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam sistem dinyatakan, kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhankebutuhan yang dideskripsikan. Identifikasi ini menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Identifikasi ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat para ahli, diskusi, observasi lapang, dan lain-lain. Identifikasi kebutuhan dari Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa meliputi aktor dan kebutuhannya sebagai berikut : 1. Usaha tani
Kepastian jumlah kebutuhan faktor produksi Peningkatan produksi dan produktivitas lahan Harga jual yang sesuai dengan yang ditetapkan Keuntungan yang maksimal 2. Investor (pemilik modal)
Memperoleh informasi untuk merencanakan suatu industri BBN (Bahan Bakar Nabati).
Menentukan alternatif lokasi terpilih untuk pembangunan industri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
Menentukan strategi pengembangan untuk membangun industri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
Menentukan besar investasi untuk membangun industri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang dinilai layak secara finansial. 3. Industri BBN (Bahan Bakar Nabati)
Kemudahan memperoleh modal Kepastian jumlah kebutuhan faktor produksi Pemenuhan kebutuhan bahan baku dengan jumlah, kualitas, dan waktu yang tepat.
Kontinuitas produksi dan suplai ke pasar
Keuntungan usaha yang optimal Kepercayaan konsumen 4. Perbankan (Lembaga Keuangan)
Peningkatan jumlah nasabah Kelancaran pengembalian kredit Jaminan kelancaran usaha
2. Formulasi Permasalahan Permasalahan utama yang dihadapi dalam penentuan investasi BBN
(Bahan
Bakar
Nabati)
dan
menentukan
strategi
pengembangannya adalah sebagai berikut : a. Pemilihan lokasi pengembangan agroindustri untuk menjamin kontinuitas bahan baku (kopra). b. Penentuan teknologi proses pembuatan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang akan diterapkan. c. Prakiraan bahan baku yang akan digunakan oleh agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. d. Analisa kelayakan finansial. e. Penentuan strategi pengembangan. Pemecahan masalah yang digunakan : a. Mengumpulkan
informasi
mengenai
kriteria-kriteria
yang
mempengaruhi lokasi pembangunan industri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. b. Mencari informasi mengenai teknologi proses pembuatan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknologi proses pembuatan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. c. Mencari informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kebutuhan bahan baku. d. Mencari informasi mengenai harga bahan baku (kopra), harga produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa, jumlah tenaga kerja dan luasan lokasi yang disesuaikan dengan kapasitas industri
biodiesel serta biaya variabel dan biaya penyusun lainnya yang mempengaruhi biaya total. e. Mencari informasi mengenai kriteria-kriteria dalam penentuan strategi pengembangan.
3. Identifikasi Sistem Tujuan akhir dari identifikasi sistem yaitu menghasilkan spesifikasi yang terperinci tentang peubah yang menyangkut rancangan dan proses kontrol yang ditentukan dan ditandai dengan adanya kriteria jalannya sistem akan membantu dalam evaluasi alternatif sistem (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem merupakan mata rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus masalah yang perlu dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang dikaji berupa rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhankebutuhan antar komponen-komponen. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggambarkan sistem yang dikaji dalam bentuk diagram inputouput pada gambar 10.
Gambar 10. Diagram Input-Output
C. Tata Laksana 1. Jenis dan Sumber Data Jenis informasi merupakan sekumpulan data yang dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan. Data-data tersebut merupakan data numerik yang berupa nilai mengenai jumlah bahan baku yang dibutuhkan saat berproduksi pada periode tertentu dan harga produk yang akan ditentukan berikutnya. Data ordinal berupa data yang dapat dinilai secara subjektif dan dinyatakan dalam skala 1 sampai 9. Jenis informasi yang dibutuhkan berupa jumlah bahan baku, harga bahan baku, harga produk, jumlah tenaga kerja, biaya tenaga kerja, biaya peralatan, dan lokasi industri. Penilaian lokasi, pemilihan teknologi proses, dan penentuan strategi pengembangan diperoleh dari hasil wawancara dengan lima pakar yang berbeda. Untuk pemilihan lokasi, pakar yang dipakai yaitu yaitu (1) Ir. Kendedes Yuniasri dari Balai Besar Industri dan Kemasan, Deperin, (2) Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev (Praktisi Biodiesel dan Staf Dosen IPB), (3) Dr. Ir. Khaswar Syamsu (Forum Perkelapaan Indonesia dan Staf Dosen IPB), (4) Dr. Ir. Ani Suryani (Praktisi Biodiesel dan Staf Dosen IPB), dan (5) Dr. Ir. Dwi Setyaningsih (Praktisi Biodiesel dan Staf Dosen IPB). Pakar dalam identifikasi hirarki AHP pemilihan teknologi proses dan hirarki AHP penentuan strategi pengembangan antara lain : (1) Dr. Ir. Erliza Hambali (Praktisi biodiesel dan Staf Dosen IPB), (2) Ir. Kendedes Yuniasri dari Balai Besar Industri dan Kemasan, Deperin, (3) Dr. Ir. Dwi Setyaningsih (Praktisi Biodiesel dan Staf Dosen IPB), (4) Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev (Praktisi Biodiesel dan Staf Dosen IPB), dan (5) Dr. Ir. Khaswar Syamsu (Forum Perkelapaan Indonesia dan Staf Dosen IPB). Pada tahap penilaian pemilihan teknologi proses, pakar Dr. Ir Erliza Hambali tidak dapat meneruskan
penilaiannya
untuk
tahap
selanjutnya
karena
kesibukannya dan digantikan oleh pakar Dr. Ir. Ani Suryani. Begitu pula halnya dalam proses penentuan strategi pengembangan, pakar Dr.
Ir Erliza Hambali dan Prof. Dr. Ir. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev tidak dapat memberikan penilaian akhir dan keduanya digantikan oleh Dr. Ir. Ani Suryani dan Dr. Ir. Djayeng Sumangat (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian). Informasi yang telah didapat dan diambil keputusannya tidak dapat dirubah kembali kecuali dengan adanya perubahan sifat produk agroindustri tersebut dan adanya masukan dari para ahli.
2. Metode Pengumpulan Data Terdapat beberapa tahapan dalam metode pengumpulan data “Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agroindustri
Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa”. Tahapan pertama adalah kajian pustaka, tahapan ini digunakan untuk mempelajari sistem perencanaan agroindustri bahan bakar nabati serta permasalahannya secara umum. Kajian pustaka juga digunakan untuk penerapan berbagai aplikasi dalam sistem. Tahapan kedua adalah observasi lapang dilakukan dengan cara pengumpulan data dan informasi pendukung. Tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari secara langsung permasalahan yang ada dalam merencanakan pembangunan industri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Tahapan
ketiga
adalah
wawancara
dilakukan
untuk
mendapatkan faktor-faktor kritis operasionalisasi dalam perencanaan pembangunan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
3. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul pada tahap pengumpulan data. Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan berbagai model atau metode, antara lain metode MPE, metode AHP, metode analisa regresi, dan metode analisa kelayakan finansial (NPV, IRR, BEP, PBP, dan B/C Ratio).
a. Pemilihan Lokasi Potensial Analisa pemilihan lokasi potensial untuk mendirikan industri dilakukan dengan menggunakan metode MPE. Alternatif lokasi yang akan terpilih merupakan daerah-daerah yang terdapat pada provinsi yang diinginkan oleh user. Selanjutnya dengan menggunakan teknik komparasi langsung akan ditentukan bobot kriteria yang merupakan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap pemilihan lokasi. Penilaian terhadap alternatif lokasi dilakukan oleh pakar yang benar-benar mengetahui kondisi lokasi. b. Pemilihan Teknologi Proses Pada tahap ini akan dipilih atau ditentukan teknologi proses mana yang cocok untuk diterapkan sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknologi proses. Faktor-faktor tersebut juga haruslah selaras dengan lokasi industri yang telah terpilih pada tahap sebelumnya. Alternatif teknologi proses pembuatan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang akan diterapkan akan ditentukan dengan menggunakan metode AHP dengan menggunakan kuesioner para pakar yang terkait. c. Prakiraan (Forecasting) Bahan Baku Tahap ini dapat memberikan prakiraan jumlah bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa selama sepuluh tahun ke depan. Prakiraan dilakukan dengan mempertimbangkan data permintaan solar di Jawa Barat dari tahun 1995-2005. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan metode prakiraan runtut waktu (Time Series) dengan menggunakan teknik analisa regresi. d. Analisa Kelayakan Finansial Analisa kelayakan finansial agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dilakukan dengan menggunakan metode NPV, B/C Ratio, BEP, IRR, dan PBP. Hasil analisa pada tahap ini akan memberikan predikat kelayakan usaha ditinjau dari aspek finansial.
e. Penentuan Strategi Pengembangan Pada
tahap
ini
ditentukan
atau
dipilih
strategi
pengembangan mana yang dipilih. Pengolahan data di tahap ini dilakukan dengan menggunakan metode AHP untuk mencari alternatif mana yang paling tepat bagi investor untuk menerapkan sebuah strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Secara umum, tahapan penelitian dan teknik-teknik yang digunakan disajikan pada gambar 11.
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Gambar 11. Tahapan Penelitian dan Teknik yang Digunakan
IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem Bioco 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Strategi Pengembangan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa dirancang dalam suatu paket perangkat lunak yang bernama Bioco 1.0. Bentuk struktur DSS dari Bioco
1.0 tersaji pada gambar 12.
Gambar 12. Stuktur DSS Bioco 1.0
B. Rancang Bangun Model Bioco 1.0 Perancangan dan pengembangan “Sistem Penunjang Keputusan Strategi Pengembangan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa” dirancang dalam perangkat lunak (software) dan diberi nama Bioco 1.0. Perangkat yang diperlukan untuk menjalankan program aplikasi Bioco 1.0 ini adalah satu set Personal Computer (PC) minimum Processor Intel Pentium III dengan kapasitas memory (RAM) 128 MB, VGA 1 MB, CD-Room, Monitor dengan layar seluas 800x600 pixels, dan sistem operasi Windows XP. Program aplikasi ini disimpan dalam bentuk
Compact Disk (CD), sehingga dapat dengan mudah diinstal melalui CDRoom. Untuk instalasi, program aplikasi ini memerlukan ruangan bebas pada hard disk sebesar 500 MB, selanjutnya pengguna cukup menjalankan file setup dan mengikuti petunjuk yang diberikan. Petunjuk penggunaan paket program aplikasi Bioco 1.0 dapat dilihat pada lampiran 1. Perangkat lunak ini terdiri dari 4 bagian utama yaitu :
1. Sistem Pengolahan Terpusat Paket program Bioco 1.0
menyediakan fasilitas Sistem
Pengolahan Terpusat yang berfungsi mengelola seluruh elemen sistem sehingga menjadi bagian yang terintegrasi. Sistem Manajemen Basis Data, dan Sistem Manajemen Basis Model diatur oleh Sistem Pengolahan Terpusat sehingga memungkinkan pengguna mengakses seluruh fasilitas yang tersedia. Akses tersebut dilakukan melalui perintah-perintah yang terdapat dalam menu. Bioco 1.0 memiliki menu yang ditampilkan dalam dua bentuk yaitu menu baris, dan menu tombol. Sistem Pengolahan Terpusat berfungsi untuk mengelola dan mengatur seluruh bagian atau komponen sistem yang terintegrasi dalam paket program.
Sinyal dari sistem yang satu dengan yang
lainnya akan diolah sehingga masing-masing sistem dapat berinteraksi secara timbal balik. Perintah-perintah atau input dari pengguna akan ditransformasikan dan dikeluarkan dalam bentuk output yang diinginkan pengguna. Sistem utama merupakan program yang bertujuan untuk mengorganisasikan file-file menu. Tampilan program ini berupa file menu yang terdapat dalam jendela Windows atau dalam menu toolbar. Rancangan tampilan menu utama dalam jendela Windows antara lain [File], [Informasi], [Model], dan [Bantuan], sedangkan tampilan menu dalam jendela toolbar disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data merupakan satu kesatuan sebagai pusat penyimpanan, pengolahan dan pemasukan data. Sistem manajemen basis data harus mempunyai kemampuan terhadap perubahan struktur dan isi dari elemen data. Sistem Manajemen Basis Data berfungsi sebagai pemasukan, penyimpanan, pengorganisasian, penyuntingan, pemanggilan, dan penyediaan data sebagai suatu masukan model. Basis data dalam model Bioco 1.0 ini ditangani oleh suatu manajemen database dengan mengggunakan Microsoft Access 2003. Sistem manajemen basis data pada Bioco 1.0 terdiri dari empat kelompok data, yaitu kelompok data primer, kelompok data lokasi, kelompok data prakiraan, dan kelompok data finansial. Setiap kelompok menyediakan fasilitas untuk memanipulasi data seperti input, edit, simpan, dan hapus data, serta untuk menampilkan setiap data yang ada. Sistem Manajemen Data akan mengorganisasikan data dalam menu [Informasi] yang terdiri dari kelompok data primer yang tetap yaitu data profil cocodiesel dan data standar mutu biodiesel Indonesia. Penambahan kelompok data ini akan disesuaikan dengan kebutuhan. Basis Data ini menampilkan informasi yang meliputi profil biodiesel khususnya bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dan informasi mengenai standar mutu biodiesel Indonesia. Selain itu, Paket program Bioco 1.0 juga memiliki sistem manajemen Basis Data yang sifatnya lebih dinamis yang dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu Kelompok Data Lokasi, Kelompok Data Prakiraan, Kelompok Data Finansial. Kelompok data Lokasi terdiri dari data alternatif lokasi, data kriteria, dan data pemilihan lokasi. Kelompok data prakiraan hanya terdiri atas data jumlah prakiraan permintaan cocodiesel setiap tahunnya. Kelompok data finansial terdiri dari Data Struktur Biaya Agroindustri yang merupakan basis data untuk model Analisa Kelayakan Finansial Usaha Agroindustri.
3. Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Model akan menganalisa basis data dengan menggunakan perhitungan matematis. Berbagai model digunakan untuk menganalisa pemilihan alternatif lokasi, prakiraan kebutuhan bahan baku, dan aspek finansial. a. Model Pemilihan Lokasi Model ini digunakan untuk memilih alternatif-alternatif lokasi potensial untuk agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Model ini menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Metode ini digunakan untuk menganalisa alternatif-alternatif lokasi berdasarkan kriteria-kriteria seperti ketersediaan bahan baku, lokasi pasar, infrastruktur, ketersediaan tenaga kerja dan pembuangan limbah. Dalam model ini, metode MPE akan membandingkan nilai kriteria dari berbagai alternatif lokasi. Berikut adalah metode MPE yang dipakai m
Total Nilai (TNi) =
∑
( RKij ) TKKj
j =1
Keterangan : Total Nilai (TNi)
= Total Nilai alternatif ke-i
RK ij
= Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKKj
= Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0
N
= Jumlah pilihan keputusan
M
= Jumlah kriteria keputusan
b. Model Pemilihan Teknologi Proses Model pemilihan teknologi proses pembuatan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dilakukan dengan menggunakan metode AHP.
c. Model Prakiraan (Forecasting) Bahan Baku Model prakiraan bahan baku digunakan untuk memberikan prakiraan jumlah bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa selama beberapa tahun ke depan dari agroindustri biodiesel yang akan didirikan. Model ini menggunakan teknik analisa regresi menggunakan data historis sebagai sampel dengan basis komputer (Time Series). d. Model Analisa Kelayakan Finansial Model Analisa Kelayakan Finansial digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dibangun sesuai dengan kapasitas produksi yang akan dibangun. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah: 1. NPV (Net Present Value Nilai bersih pada saat ini yang diperoleh dengan jalan mendiskontokan selisih antara jumlah kas yang keluar dari dana proyek dan kas yang masuk ke dalam dana proyek tiaptiap tahun, dengan suatu tingkat persentase bunga yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dari tingkat bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku dipasar modal atau berdasarkan tingkat bunga pinjaman yang harus
dibayar
oleh
pemilik
proyek.
Jangka
waktu
pendiskontoan harus sama dengan umur ekonomis proyek (Husnan dan Suwarsono, 1997). Persamaan yang digunakan adalah: n
NPV= ∑ t=0
Bt − Ct (1 + i ) t
Dimana : NPV
: Net Present Value
Bt
: Keuntungan kotor proyek pada tahun ke-t
Ct
: Biaya
pengeluaran kotor proyek pada tahun ke-t
n
: umur ekonomis proyek
i
: tingkat suku bunga yang dipakai
t
: periode investasi ( t = 0,1,2,...,n) (Gray et al.
1993) 2. Net B/C Ratio (Net Benefit Cost Ratio) Benefit
Cost
Ratio
(B/C
Ratio)
merupakan
perbandingan antara total penerimaan kotor dan total biaya produksi.
Rumus yang digunakan
untuk menghitung B/C
Ratio adalah :
Gross Benefit Total B/C Ratio = Production Cost Total Kriteria keputusan yang diambil dalam menentukan kelayakan berdasarkan B/C Ratio adalah : 1) Jika B/C Ratio > 1, layak diterima ; 2) Jika B/C Ratio <1, tidak layak diterima. 3. BEP (Break Even Point) Menurut Sutojo (1993), proyek dikatakan impas apabila jumlah hasil penjualan produk pada periode waktu tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian dan juga tidak memperoleh laba. Jumlah hasil penjualan minimal yang harus dilampaui dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan berikut (Kadariah, L.K, dan C. Gray, 1999). Total Biaya per Tahun (Rp) Q (BEP) = Harga jual (Rp)/unit 4. IRR (Internal Rate of Return) IRR merupakan nilai discount rate (i) yang membuat NPV sama dengan nol (Kadariah, L.K, dan C. Gray, 1999).
Menurut Gray et al. (1993) persamaan IRR adalah sebagai berikut : IRR = i1 +[NPV1 – (i2-i1)/NPV1-NPV2] 5. PBP (Payback Period) Payback period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya Investasi yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Rumus Payback period adalah sebagai berikut : PBP = m +
0 − CCFm CCFm+1 − CCFm
dimana : PBP
= Payback Period, tahun.
m
= Tahun dengan CCF negatif sebelum CCF positif
m+1
= Tahun dengan CCF positif setelah CCF negatif
CCFm
= Cumulative Cash Flow pada tahun m (< 0), $.
CCFm+1 = Cumulative Cash Flow pada tahun m+1 (> 0), $.
e. Model Penentuan Strategi Pengembangan Penerapan
model
penentuan
strategi
pengembangan
dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Struktur AHP untuk penentuan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dapat dilihat pada bab verifikasi dan pembahasan.
4. Sistem Manajemen Basis Dialog Sistem manajemen basis dialog merupakan bagian dari paket program yang berinteraksi secara langsung dengan pengguna, yaitu menerima masukan dan keluaran dari sistem. Perangkat lunak ini akan dibuat dengan bantuan sofware tambahan seperti Borland Delphi 7 yang digunakan untuk bahasa pemrograman, Ms. Access untuk manajemen basis data,
serta software-software lain yang dapat
mendukung perancangan Bioco 1.0 seperti Expert Choice 2000, dan Eviews. Sistem
Manajemen
Basis
Dialog
dirancang
dengan
menggunakan bahasa Indonesia, tampilan bersifat interaktif dengan tampilan grafis berbasis Windows sehingga memberikan kemudahan bagi penggunanya. Sistem ini menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki oleh pengguna. Bioco 1.0 menyediakan fasilitas berupa pilihan-pilihan dalam bentuk menu. Fasilitas yang diberikan dapat berupa menu pada jendela Windows, dan menu toolbar, yang dapat diklik dengan mouse.
C. SDLC (System Development Life Cycle) Tahapan ini adalah tahap untuk menganalisa sistem, desain sistem, dan tahapan pengembangan implementasi. Tahapan analisa sistem, bertujuan untuk menetapkan berbagai dasar sistem dan keperluan serta menjadi landasan untuk merancang dan mengimplementasikan sistem. Analisa sistem dilakukan dengan pendekatan bottom-up yang dimulai dengan analisa kebutuhan pengguna hingga dihasilkannya diagram inputoutput sistem. Selain itu, pada tahap analisa sistem juga dilakukan penentuan ruang lingkup yang bertujuan untuk menentukan batasanbatasan, asumsi-asumsi dan ruang lingkup permasalahan yang akan diimplementasikan Sistem Penunjang Keputusan. Tahap desain sistem bertujuan untuk merancang dan mendesain sistem sesuai dengan hasil analisa sistem. Tahap desain sistem didasarkan atas sistem yang dikaji meliputi tahap perancangan sistem basis model, sistem pengolahan data, sistem pengolah pusat dan sistem dialognya. Perancangan basis model dilakukan dengan pembuatan diagram alir data (data
flow
diagram)
dan
bagian
terstruktur
(structured
chart).
Perancangan sistem pengolahan data menggunakan teknik entity relationship yang meliputi pembuatan kamus data dan perancangan data konseptual
yang
dituangkan
ke
dalam
model
menggambarkan relasi antar entitas (entity relationship).
data
fisik
yang
Tahap selanjutnya adalah tahap pengembangan implementasi yang meliputi kegiatan transformasi desain ke sistem dan pembuatan perangkat lunak yang meliputi analisa program, perancangan program dan pengkodean
program.
Perancangan
Sistem
Penunjang
Keputusan
Pengembangan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa ini menggunakan alat bantu perangkat lunak yang diperlukan untuk pengembangan sistem. Tahap implementasi sistem mencakup kegiatan pembuatan perangkat lunak dan apabila program telah selesai, maka selanjutnya dilakukan proses pelacakan kesalahan (debugging) dan pengujian program. Pada akhirnya dalam tahap ini diperoleh pemodelan Sistem Penunjang Keputusan Strategi Pengembangan Agroindustri Bahan bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa. Tahapan verifikasi dilakukan dengan tujuan apakah sistem yang digunakan layak digunakan, dan tahap validasi dilakukan dengan tujuan menentukan tingkat keakuratan model yang dibuat dibandingkan dengan dunia nyata. Menurut Sommerville (1989), terdapat dua teknik untuk menguji suatu program, yaitu black box testing dan white box testing. Pengujian kotak hitam dilakukan dengan menguji tampilan input data dan kesesuaian output data, dengan tidak mengetahui kode sumber (source code) program yang diuji. Pengujian kotak putih dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu kode sumber program yang diuji sehingga hasilnya dapat diuji secara sistematis.
V. IMPLEMENTASI
A. Sistem Pengolahan Terpusat Sistem pengolahan terpusat pada program aplikasi Bioco 1.0 ini terdapat pada model-model yang ada dalam file project Borland Delphi 7. Selain itu program aplikasi ini juga menggunakan program aplikasi Ms. Access, Ms Excel, Expert Choice 2000 sebagai sarana pendukung pengambilan keputusan yang bersifat hirarki (AHP) dan program aplikasi Eviews 4 sebagai sarana pendukung pembuatan model trend linear untuk prakiraan kebutuhan bahan baku. Paket program aplikasi ini sudah terintegrasi menjadi satu dan siap dipakai atau diinstal oleh pengguna. Pengguna paket program aplikasi Bioco 1.0 ini dibedakan menjadi dua pengguna, yaitu User dan Administrator. Pembedaan ini dilakukan pada saat program pertama kali dijalankan, yaitu dengan memunculkan tampilan login, seperti dapat dilihat pada Gambar 13.
User dapat
menggunakan seluruh fasilitas yang disediakan oleh program kecuali memanipulasi data primer, data lokasi, data prakiraan, dan data finansial sehingga tidak memerlukan kata sandi untuk mengakses program, sedangkan Administrator dapat menggunakan seluruh fasilitas yang disediakan oleh program, sehingga diperlukan kata sandi (password) untuk mengakses program.
Gambar 13. Tampilan login Bioco 1.0
Setelah memasukan nama pengguna dan kata sandi dengan benar, program akan menampilkan tampilan menu utama program, seperti dapat dilihat pada Gambar 14. Fasilitas yang terdapat pada program aplikasi ini dapat dilakukan melalui perintah-perintah yang terdapat dalam menu utama atau menu bar.
Gambar 14. Tampilan Menu Utama Bioco 1.0
B. Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data Bioco 1.0 terdiri dari empat kelompok data yakni kelompok data primer, kelompok data lokasi, kelompok data prakiraan, dan kelompok data finansial. Basis data tersebut terdapat dalam satu file database yang sudah terintegrasi di dalam program. 1. Data Primer Kelompok data primer terdiri dari data-data yang bersifat statis antara lain data profil cocodiesel (tersaji dalam gambar 15) dan data standar biodiesel Indonesia (tersaji dalam gambar 16).
Gambar 15. Tampilan Profil Cocodiesel pada Bioco 1.0
Gambar 16. Tampilan Standar Mutu Biodiesel Indonesia pada Bioco 1.0
2. Data Lokasi Data ini terdiri dari data alternatif lokasi agroindustri, data kriteria penilaian lokasi agroindustri potensial, data bobot kriteria lokasi, dan data penilaian dari alternatif lokasi dari masing-masing pakar. Tampilan untuk input data ini tampak pada gambar 17.
Gambar 17. Tampilan Input Kriteria Bioco 1.0 3. Data Prakiraan Data ini menggambarkan tingkat prakiraan kebutuhan bahan baku agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yakni kopra di Provinsi Jawa Barat dimana daerah ini merupakan daerah kajian dalam penelitian ini. Data ini diperlukan untuk memperkirakan seberapa banyak kopra yang dibutuhkan oleh agroindustri bahan bakar nabati yang nantinya akan berkembang di Jawa Barat untuk memenuhi potential demand yang ditentukan. Data prakiraan ini didapatkan dengan memperhatikan tingkat permintaan solar di Jawa Barat dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Data tingkat permintaan solar Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat permintaan solar di Jawa Barat (1995-2005) Tahun
Industri (KL) 1.839.570
Listrik (KL) 4.879
Total (KL)
Total (Liter)
1995
Transportasi (KL) 1.527.031
3.371.480
3.371.480.000
1996
1.652.022
1.750.377
53.571
3.455.970
3.455.970.000
1997
1.883.962
1.694.544
95.680
3.674.186
3.674.186.000
1998
948.853
687.264
23.106
1.659.223
1.659.223.000
1999
1.594.621
1.452.301
42.305
3.089.227
3.089.227.000
2000
1.816.263
1.631.477
20.185
3.467.925
3.467.925.000
2001
1.353.221
618.138
15.327
1.986.686
1.986.686.000
2002
1.144.703
428.930
31.382
1.605.015
1.605.015.000
2003
1.026.955
322.497
33.760
1.383.212
1.383.212.000
2004
1.610.695
1.402.005
41.184
3.053.884
3.053.884.000
1.072.072
327.102
83.960
1.483.134
1.483.134.000
2005
Sumber : Pertamina 2007
4. Data Finansial Data ini berisi struktur biaya agroindustri yang menggambarkan komponen-komponen biaya yang menyusun suatu usaha agroindustri untuk dianalisa kelayakan finansialnya.
Struktur Data Finansial
Agroindustri Cocodiesel dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan data Input asumsi analisa kelayakan finansial tersaji pada tabel 4. Tabel 4. Masukan Model Analisa Kelayakan Finansial Parameter Masukan
Satuan
Biaya Investasi : Biaya persiapan, Biaya investasi tetap bangunan, Biaya investasi mesin dan peralatan, Biaya investasi peralatan kantor, dan Modal kerja Biaya Tetap : Biaya Pemasaran, Biaya ATK, Biaya R&D, Biaya telepon, gaji manajer, dan gaji staf Biaya Variabel : biaya Kopra, biaya metanol, biaya NaOH, biaya solar, biaya listrik dan air, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya kemasan drum Umur Proyek Kapasitas produksi
Rupiah Rupiah Rupiah
Tahun Liter/tahun
Persentase produk terjual
%
Harga jual produk
Rp/liter
Nilai bunga simpanan Bank/tahun
%
Lama kembali pinjaman
Tahun
Persentase modal pinjaman
%
Persentase modal sendiri
%
Premi asuransi
Rupiah
Penyusutan
Rupiah
Biaya perawatan
Rupiah
Biaya pajak bangunan
Rupiah
Persentase produksi tahun ke-1, ke-2, dan ke3 s.d ke-10
%
C. Sistem Manajemen Basis Model 1. Model Pemilihan Lokasi Model ini digunakan untuk menentukan urutan prioritas lokasi yang
potensial atau paling cocok
dijadikan
sebagai
tempat
pengembangan usaha agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Untuk menggunakan model ini, pengguna diminta menginput beberapa alternatif lokasi agroindustri dan nilai untuk masing-masing alternatif lokasi untuk setiap kriteria pemilihan lokasi agroindustri
potensial dengan skala 1-5. Pemilihan lokasi agroindustri potensial dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Kriteria yang digunakan dalam pemilihan lokasi agroindustri potensial pada model ini adalah ketersediaan bahan baku, ketersediaan bahan penolong, lokasi pasar, kondisi infrastruktur, dan ketersediaan tenaga ahli. Setiap kriteria yang digunakan memiliki tingkat kepentingan (bobot) tertentu. menggunakan
teknik
Perhitungan bobot pada model ini
perbandingan
berpasangan
(pairwise
comparison) yang diolah menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000 untuk kemudian digunakan hasilnya sebagai input bobot kriteria pada model pemilihan lokasi MPE. Nilai masing-masing alternatif lokasi untuk setiap kriteria pemilihan yang telah diinput kemudian dihitung dengan menggunakan rumus MPE.
Urutan prioritas lokasi terpilih ditentukan dengan
mencari nilai total dari alternatif-alternatif lokasi agroindustri yang sudah diinput dari nilai yang terbesar hingga terkecil. Diagram alir dari model ini dapat dilihat pada Gambar 18. Tabel 5. Keterangan nilai kriteria ke-1 (Ketersediaan Bahan Baku) Nilai
Keterangan
1
Ketersediaan bahan baku sangat kurang
2
Ketersediaan bahan baku kurang
3
Ketersediaan bahan baku cukup
4
Ketersediaan bahan baku banyak
5
Ketersediaan bahan baku sangat banyak
Tabel 6 . Keterangan Kriteria ke-2 (Ketersediaan bahan penolong) Nilai
Keterangan
1
Ketersediaan bahan penolong sangat kurang
2
Ketersediaan bahan penolong kurang
3
Ketersediaan bahan penolong cukup
4
Ketersediaan bahan penolong banyak
5
Ketersediaan bahan penolong sangat banyak
Tabel 7. Keterangan Kriteria ke-3 (Lokasi Pasar) Nilai
Keterangan
1
Lokasi pasar sangat jauh dan sangat jarang
2
Lokasi pasar jauh dan jarang
3
Lokasi pasar cukup dekat dan cukup banyak
4
Lokasi pasar dekat dan banyak
5
Lokasi pasar sangat dekat dan sangat banyak
Tabel 8. Keterangan Kriteria Ke-4 (Kondisi Infrastruktur) Nilai
Keterangan
1
Kondisi infrastruktur sangat kurang
2
Kondisi infrastruktur limbah kurang
3
Kondisi infrastruktur cukup baik
4
Kondisi infrastruktur baik
5
Kondisi infrastruktur sangat baik
Tabel 9. Keterangan Kriteria Ke-5 (Ketersediaan Tenaga Ahli) Nilai
Keterangan
1
Ketersediaan tenaga ahli sangat kurang
2
Ketersediaan tenaga ahli kurang
3
Ketersediaan tenaga ahli cukup
4
Ketersediaan tenaga ahli banyak
5
Ketersediaan tenaga ahli sangat banyak
Mulai
DATABASE
Data Lokasi Input Data Wilayah / Data Lokasi?
Belum
Nama lokasi Tingkat Produktivitas kelapa
Sudah
DATABASE Nilai Kriteria Lokasi Ketersediaan bahan baku Ketersediaan b. penolong Lokasi pasar Kondisi infrastruktur
DATABASE Edit Bobot
Pemilihan Lokasi Agroindustri Potensial dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5
Hasil: Urutan prioritas lokasi agroindustri potensial dengan total nilainya masing-masing Gambar 18. Diagram Alir Deskriptif Model Pemilihan Lokasi
2. Model Pemilihan Teknologi Proses Model ini digunakan untuk menentukan teknologi proses apa yang paling cocok diterapkan pada agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Model ini dilakukan dengan menggunakan metode AHP yang hasilnya diproses dengan menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000. Berikut adalah gambar hirarki yang ditampilkan dalam Expert Choice 2000.
Gambar 19. Tampilan Hirarki AHP Pemilihan Teknologi Proses di Expert Choice 2000
3. Model Prakiraan (Forecasting) Bahan Baku Model Analisa Prakiraan Bahan Baku digunakan untuk menentukan prakiraan tingkat kebutuhan bahan baku cocodiesel yakni kopra. Model ini menampilkan Data Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku (Kopra) pada agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sehingga memudahkan pengguna dalam memanipulasi sekaligus menganalisa data. Pengguna diminta memasukkan tahun berapa yang akan diprakirakan bahan bakunya untuk kemudian ditampilkan hasil prakiraan jumlah kebutuhan bahan baku (kopra) dalam satuan Kg. Diagram alir dari model ini dapat dilihat pada gambar 20.
Mulai
Input Data
Belum
Data Tahun? DATABASE
Sudah
Data Tahun
DATABASE Tingkat Kebutuhan tuhan Tahun Tingkat Kebutuhan Kopra (Kg)
prakiraan jumlah kebutuhan kopra dengan menggunakan analisa regresi
Hasil: Nilai prakiraan kebutuhan kopra (kg)
Gambar 20. Diagram Alir Deskriptif Model Prakiraan Bahan Baku Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa Metode prakiraan yang digunakan dalam model ini adalah Metode Deret Berkala (time series) dengan menggunakan teknik analisa regresi (regretion analysis).
Pemilihan teknik dan metode
dalam model ini didasarkan pada keterbatasan data yang bersifat tahunan, sehingga merupakan pencocokan suatu persamaan garis matematis terhadap data tersebut dan memproyeksikannya ke masa yang akan datang.
Jenis metode analisa regresi yang digunakan pada model prakiraan bahan baku ini adalah model trend polynomial yang dilinearisasi untuk menelaah hubungan fungsional dua variabel dalam meramal keadaan atau kejadian dari perubahan variabel tersebut. Variabel yang digunakan dalam model ini adalah tahun prakiraan dan kebutuhan bahan baku.
4. Model Analisa Kelayakan Finansial Model Analisa Kelayakan Finansial digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa (cocodiesel). Input yang dimasukan dalam model ini berasal dari data struktur biaya agroindustri dan data asumsi. Penilaian penentuan kelayakan usaha agroindustri mengacu kepada kriteriakriteria kelayakan investasi, yaitu NPV (Net Present Value), Net B/C Ratio, BEP (Break Even Point), IRR (Internal Rate of Return), dan PBP (Payback Period). Diagram alir dari model ini dapat dilihat pada Gambar 21. Hasil keluaran model berupa nilai-nilai hasil perhitungan kelayakan finansial proyek investasi yang terdiri dari nilai keuntungan bersih (Rupiah), nilai Break Event Point (BEP), nilai B/C Ratio, nilai NPV, Nilai IRR, dan nilai Pay Back Period (PBP). Kriteria kelayakan finansial dihitung berdasarkan parameter yang menyusun biaya agroindustri, dengan masa proyek selama 10 tahun.
Mulai
DATABASE
Struktur Biaya Agroindustri Biaya Investasi Biaya Tetap Biaya Variabel
-
Persentase produk terjual Harga produk Bunga Bank, premi asuransi, persen penyusutan, persen biaya perawatan, persen pajak bangunan Persentase produksi
Penentuan kelayakan finansial usaha agroindustri cocodiesel dengan menggunakan model kelayakan investasi (NPV, BEP, B/C Ratio,IRR,PBP) Nilai kelayakan investasi usaha agroindustri (NPV, BEP, B/C Ratio, IRR, dan PBP)
Tidak Layak ? Ya Selesai
Gambar 21. Diagram Alir Deskriptif Model Analisa Kelayakan Finansial
5. Model Penentuan Strategi Pengembangan Model ini digunakan untuk menentukan strategi pengembangan apa yang cocok untuk diterapkan pada agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa ini. Model ini diaplikasikan dengan menggunakan
metode
AHP
yang
hasilnya
diproses
dengan
menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000. Berikut adalah gambar hirarki penentuan strategi pengembangan yang ditampilkan dalam Expert Choice 2000.
Gambar 22. Tampilan Hirarki AHP Penentuan Strategi Pengembangan di Expert Choice 2000
VI. VERIFIKASI DAN PEMBAHASAN
A. Verifikasi Model 1. Pemilihan Lokasi
a. Masukan Model Penilaian dilakukan terhadap 5 kabupaten potensial yang dapat dikembangkan sebagai pusat pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa di Provinsi Jawa Barat. Kelima lokasi alternatif itu antara lain Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Setiap lokasi dinilai berdasarkan lima kriteria
penentuan
lokasi
agroindustri
potensial
memberikan nilai 1-5 oleh lima orang pakar.
dengan
Hasil penilaian
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Ketersediaan bahan baku (kopra) merupakan kriteria yang tergolong penting, karena faktor ini bagi suatu industri apa pun sangatlah berperan penting. Sumber bahan baku dalam hal ini adalah kopra harus tersedia dalam jumlah yang cukup agar proses produksi dapat kontinyu dan berjalan lancar. Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai tinggi untuk kabupaten yang memiliki tingkat produktivitas kelapa
paling tinggi.
Data tingkat
produktivitas menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dari data tersebut, kabupaten Garut
memiliki tingkat produktivitas tertinggi, yaitu 2.607, 69 Kg/Ha, disusul Sukabumi dengan tigkat produktivitas 2.116,04 Kg/Ha, kemudian Ciamis (2.043,75 Kg/Ha), Cianjur (2.012,44 Kg/Ha), dan yang terakhir adalah kabupaten Tasikmalaya dengan tingkat produktivitas sebesar 1.939,55 Kg/Ha. Nilai-nilai inilah yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan para pakar untuk memberikan penilaian terhadap alternatif-alternatif lokasi di atas berdasarkan kriteria ketersediaan bahan baku.
Ketersediaan bahan penolong menggambarkan daya jangkau lokasi dengan sumber bahan penolong seperti metanol,
KOH,
dan
H2SO4.
Metanol
dalam
agroindustri
biodiesel
merupakan bahan tambahan utama yang sangat berperan penting dalam proses pembuatan biodiesel. Tanpa metanol maka reaksi esterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel pun tidak akan terjadi. Saat ini, metanol hanya mudah diperoleh di daerah-daerah yang tergolong ramai industrinya.
Makin dekat lokasi alternatif ke
sumber metanol, maka akan semakin tinggi tingkat penilaian lokasi tersebut berdasarkan kriteria ketersediaan bahan penolong.
Lokasi pasar menggambarkan jarak antara lokasi agroindustri dengan pasar produknya, dalam hal ini adalah cocodiesel. Agroindustri BBN berbasis minyak kelapa mempunyai tujuan pasar yang sangat khusus yakni para pengguna mesin diesel yang berada di daerah pesisir pantai terpencil yang memang di tempat tersebut bahan bakar diesel minyak bumi berharga sangat mahal. Pasar yang dituju antara lain nelayan dan industri kecil dan pasar yang dituju pada umumnya juga termasuk industri-industri yang menggunakan mesin diesel serta sarana transportasi mesin diesel yang ada di Provinsi Jawa Barat.
Kondisi
Infrastruktur
menggambarkan
sarana
transportasi atau angkutan termasuk kondisi jalan yang dapat mendukung
kelancaran
dalam
pengembangan
agroindustri.
Kriteria ini merupakan faktor yang sangat penting mengingat keberadaannya berpengaruh terhadap kelancaran pasokan bahan baku maupun pemasaran produk. Kondisi infrastruktur biasanya akan
tergantung
pada
kondisi
sosial
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
ekonomi,
terutama
Lokasi yang dekat
dengan perkotaan atau pusat pemerintahan umumnya memiliki kondisi infrastruktur yang baik.
Ketersediaan tenaga ahli menggambarkan banyak tidaknya tenaga ahli yang tersedia di lokasi tersebut. Teknologi proses pembuatan biodiesel terlihat mudah namun
untuk
pengaplikasian membutuhkan keahlian khusus dan penguasaan
teknologi proses yang baik. Teknologi proses yang digunakan haruslah memenuhi syarat yang berlaku sehingga bahan bakar nabati yang diproduksi pun akan berkualitas. Untuk itu dibutuhkan keberadaan tenaga-tenaga ahli yang mampu mengawasi dan mengatur jalannya proses produksi.
b. Keluaran Model Keluaran yang dihasilkan oleh model Pemilihan Lokasi ini adalah urutan prioritas alternatif lokasi yang paling potensial sebagai tempat pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
Data penilaian setiap alternatif lokasi
yang sudah diinput akan dihitung dengan menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial,
sehingga
didapat
total
nilai
perhitungan MPE untuk masing-masing alternatif lokasi.
Nilai
total tersebut kemudian diurutkan untuk mendapatkan prioritas lokasi agroindustri yang paling potensial. Hasil perhitungan model pemilihan lokasi agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Hasil Perhitungan MPE Model Pemilihan Lokasi Nilai rata2 geometri alternatif
Alternatif
total nilai alternatif
Cianjur
A 3
B 3,519482
C 2,861938
D 3,103691
E 3,77635
103,1287331
Sukabumi
4,573050519
3
3,482202
2,861938
3,565205
456,2541749
Garut
3,287503659
3,103691
2,70192
2,408225
3
134,5489971
Tasikmalaya
3,519482029
2,825235
2,861938
2,352158
2,491462
169,1191766
Ciamis
4,128917917
2,402249
2,639016
2,220643
2,491462
303,7549685
Berdasarkan tabel di atas dapat dirumuskan bahwa daerah Sukabumi menjadi prioritas pertama untuk dijadikan sebagai lokasi usaha agroindustri yang paling cocok, dengan nilai 456,2541749. Sukabumi terpilih menjadi lokasi agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa paling potensial karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat produktivitas
kelapa yang cukup tinggi yaitu 2116,04 Kg/Ha sehingga dalam segi ketersediaan bahan baku lokasi ini mempunyai nilai yang cukup baik.
Kemudian daerah ini juga dekat dengan pasar
(terutama pesisir pantai) maupun daerah-daerah lain seperti Bogor, dan cukup baiknya kondisi infrastruktur, ketersediaan bahan penolong, dan tenaga ahli.
Daerah yang menjadi lokasi usaha
agroindustri urutan ke dua adalah Ciamis diikuti Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur.
Tampilan hasil keluaran Model Pemilihan
Lokasi dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Tampilan Hasil Keluaran Model Pemilihan Lokasi
2. Pemilihan Teknologi Proses
a. Identifikasi Hirarki AHP Pemilihan Teknologi Proses Model pemilihan teknologi proses pembuatan bahan bakar nabati dari minyak kelapa dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Model ini memiliki tahapan yang lebih rumit bagi user dibandingkan dengan penggunaan model lain seperti model pemilihan lokasi, model prakiraan bahan baku ataupun model analisa finansial. Pertama kali hal yang dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi hirarki AHP yang terkait dengan fokus ataupun Goal dari model ini yakni Pemilihan Teknologi Proses Bahan
Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa. Proses dan hasil identifikasi hirarki AHP dapat dilihat dari tabel-tabel berikut.
Tabel 11. Faktor-faktor dalam pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa Pakar ke-
1
2
P1
Bahan Baku
Tingkat Rendemen
P2
Bahan Baku
Alokasi Biaya Produksi
P3 P4 P5
Efisiensi Proses Konversi Modal investasi Biaya Produksi
Kriteria ke3 Biaya Operasional Produksi Kualitas Produk yang diinginkan
4 Recovery Bahan Penolong
5 Modal investasi
Pengemasan
Penyimpanan
Tenaga Ahli
Biaya Produksi
Bahan Penolong
Perawatan/ maintenance
Kemampuan Teknologi
Kemudahan operasi
Produk
Bahan baku
Efisiensi biaya operasi Efisiensi teknologi
Kapasitas Litbang Harga mesin
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dirumuskan faktorfaktor apa saja yang paling berpengaruh dalam pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbahan baku minyak kelapa. Faktorfaktor tersebut antara lain :
1. Bahan baku Bahan baku yang akan digunakan harus memenuhi standar yang telah ditentukan seperti kadar air, kadar FFA (asam lemak bebas), dan sebagainya. Bahan baku dengan kadar FFA yang tidak memenuhi standar akan memerlukan perlakuan tambahan dalam proses konversi menjadi BBN.
2. Tingkat rendemen Tingkat
rendemen
dari
suatu
proses
akan
mempengaruhi jalannya proses produksi. Semakin tinggi tingkat rendemen yang dihasilkan suatu proses konversi maka akan semakin efektif dan efisien proses yang dilakukan.
3. Alokasi biaya produksi
Alokasi biaya produksi berpengaruh terhadap proses pemilihan suatu teknologi proses BBN. Bila alokasi biaya produksi minimum maka teknologi proses yang cocok untuk dipakai adalah teknologi proses yang bernilai ekonomis, begitu pula halnya bila alokasi biaya produksi cukup besar maka pemilihan teknologi proses lebih ditekankan kepada kualitas dan efektifitas proses.
4. Bahan penolong Bahan penolong seperti metanol dan KOH atau NaOH berpengaruh pula terhadap teknologi proses yang akan diterapkan. Teknologi proses yang dapat me-recovery metanol dengan baik akan lebih cocok diterapkan dibandingkan dengan teknologi proses yang boros dalam penggunaan metanol.
5. Biaya perawatan/maintenance Proses produksi yang dilakukan secara kontinyu seperti pada proses biodiesel akan memerlukan perawatan atau maintenance khusus yang tentu saja membutuhkan biaya. Biaya yang dialokasikan untuk perawatan ini akan turut mempengaruhi proses pemilihan teknologi proses biodiesel.
Tabel
12.
Aktor-aktor
dalam
pemilihan
teknologi
proses
agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa : Pakar keP1
1 Pemerintah Pemerintah daerah
2 Tenaga ahli
Aktor ke3 Investor
Investor
Peneliti
P3
Pemerintah
Peneliti
P4
Pengusaha
P5
Lembaga penelitian
P2
Perbankan lokal Suplier teknologi
4 Peneliti Tenaga Ahli Kimia
5 Bengkel kerja Tenaga Ahli Sipil
Industri biodiesel
Bengkel Kerja
Investor
Peneliti
Bengkel Kerja
BPPT (pemerintah)
investor
-
-
Berdasarkan tabel hasil kuesioner di atas, dapat dirumuskan bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam pemilihan teknologi proses agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yaitu :
1. Pemerintah Dalam memilih suatu teknologi proses agroindustri biodiesel, pemerintah berperan sebagai pemberi kebijakan penggunaan teknologi proses dan pengatur aplikasi teknologi proses terpilih.
2. Lembaga penelitian (peneliti) Lembaga penelitian berperan sebagai sumber alternatif teknologi proses dan memberikan input-input yang penting dalam proses pemilihan teknologi proses yang efektif dan efisien untuk diterapkan di Indonesia.
3. Investor Investor dalam pengembangan suatu industri berperan sebagai pemberi modal. Modal yang ditanamkan oleh investor termasuk modal untuk memenuhi kebutuhan biaya operasi. Dengan turut serta menentukan teknologi proses yang akan diterapkan pada industri maka modal yang diberikan akan sesuai dengan banyaknya biaya yang dibutuhkan untuk proses konversi.
4. Tenaga ahli Tenaga ahli dalam penetapan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa berperan sebagai konsultan sekaligus memonitor jalannya suatu proses konversi minyak kelapa menjadi biodiesel. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih suatu proses akan menjadi sangat beresiko tanpa adanya masukan dan ide dari tenaga ahli.
5. Bengkel Kerja Bengkel
kerja
berperan
sebagai
sarana
untuk
menerapkan teknologi proses. Bila teknologi proses telah sesuai dengan bengkel kerja yang digunakan akan dapat memperlancar jalannya proses produksi.
Tabel 13. Tujuan-tujuan dalam pemilihan teknologi proses agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa : Pakar ke-
1
2 Minimum biaya operasional
P1
Peningkatan pendapatan
P2
Efisiensi Biaya Produksi
Mudah dalam Penerapan
P3
Peningkatan pendapatan
Penghematan biaya produksi
P4
Komersialisasi Litbang
P5
Biaya produksi yang ekonomis
Pembaharuan Teknologi Dalam Negeri Peningkatan pendapatan
Faktor ke3 Kemajuan teknologi nasional Minimum Biaya Operasional
4
5
Komersialisasi teknologi
Teknologi tepat guna
Teknologi tidak rumit
Teknologi Tepat Guna
Teknologi tepat guna
Kemajuan teknologi
Penghematan devisa
Kemajuan Teknologi Nasional
Kemudahan dalam penerapan Penghematan Biaya Produksi
-
-
-
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, maka dapat dirumuskan tujuan-tujuan apa saja yang diinginkan oleh masingmasing aktor dalam pemilihan teknologi proses agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa antara lain :
1. Peningkatan pendapatan Baik investor, lembaga penelitian dan perbankan menginginkan teknologi proses yang sesuai untuk agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa agar jalannya proses produksi lebih efektif sehingga diperoleh keuntungan produksi yang akan meningkatkan pendapatan.
2. Minimasi biaya produksi Teknologi proses yang dinilai ekonomis akan dapat meminimumkan biaya produksi yang dibutuhkan.
3. Kemajuan teknologi nasional Teknologi proses yang terpilih dan sesuai untuk diterapkan di Indonesia akan secara tidak langsung memajukan perkembangan teknologi nasional.
4. Teknologi yang mudah penerapannya Kondisi sumber daya manusia yang kurang terampil dan tenaga ahli yang masih sedikit di Indonesia membutuhkan
teknologi yang dalam penerapannya relatif mudah dan tidak rumit sehingga kesalahan dalam pengaplikasiannya akan dapat tereliminasi.
5. Teknologi tepat guna Teknologi terpilih yang tepat guna untuk diterapkan akan dapat meningkatkan tingkat rendemen produksi sekaligus menghemat biaya produksi.
Tabel 14. Teknologi proses sebagai alternatif teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa : Pakar ke-
1
Alternatif ke2
P1 P2
Transesterifikasi Transesterifikasi
Esterifikasi 2 tahap Esterifikasi 2 tahap (Estrans)
P3 P4
Teknologi Pure Plant Oil Transesterifikasi
P5
Transesterifikasi
Teknologi Blending (Pencampuran) Teknologi Pencampuran Copra dan Jarthropa curcas Esterifikasi 2 tahap (Estrans)
Berdasarkan dirumuskan
hasil
3
kuesioner
alternatif-alternatif
di
teknologi
Penyaringan Bertingkat secara mekanis Transesterifikasi -
atas,
maka
proses
dapat
biodiesel
berbahan baku kelapa antara lain :
1. Transesterifikasi Proses transesterifikasi adalah proses produksi biodiesel dengan mereaksikan minyak (trigliserida) dengan metanol dengan bantuan katalis basa kuat seperti KOH dan NaOH.
2. Esterifikasi dua tahap (Estrans) Estrans adalah teknologi proses esterifikasi yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah tahap produkis biodiesel melalui reaksi asam lemak dengan metanol dengan bantuan katalis asam. Tahap kedua adalah tahap produksi biodiesel melalui reaksi langsung trigliserida dengan metanol dengan katalis basa.
3. Teknologi PPO (Pure Plant Oil)
Teknologi PPO adalah teknologi pemurnian degumming (penghilangan gum) dan deacidifikasi (netralisasi) minyak nabati yang akan digunakan sebagai minyak bakar tanpa proses tambahan.
Berdasarkan hasil-hasil kusioner di atas maka dapat ditentukan hirarki AHP untuk pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang tersaji pada gambar 24.
Gambar 24. Struktur AHP Pemilihan Teknologi Proses Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak kelapa
b. Masukan Model Setelah hirarki AHP terbentuk, mulai disebarkan kuesioner kepada lima pakar terkait untuk memberikan penilaian bagi setiap komponen-komponen yang ada di dalam hirarki tersebut untuk kemudian diolah hasilnya menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000. tampilan hasil penilaian dapat dilihat pada gambar 25.
Gambar 25. Hasil Perhitungan AHP Proses di Expert Choice 2000
c. Keluaran Model Untuk lebih jelasnya, hasil penilaian ini penulis sajikan dalam Gambar 26 dan verifikasi hasilnya tersaji dalam lampiran 10.
Gambar 26. Hasil Akhir Penilaian AHP Pemilihan Teknologi Proses
a. Hasil Penilaian Hirarki Level dua (Faktor) Menurut hasil penilaian kelima pakar, faktor yang paling berpengaruh dalam proses pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa adalah Bahan Baku dengan nilai
eigen 0,323, disusul faktor tingkat rendemen dengan nilai eigen 0,296, di urutan ketiga adalah faktor alokasi biaya produksi dengan nilai eigen 0,197, kemudian faktor bahan penolong dengan nilai eigen 0,108, dan yang terakhir adalah faktor alokasi biaya perawatan dengan nilai eigen 0,076. Bahan baku menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan teknologi proses biodiesel kelapa karena bila bentuk dan sifat bahan baku yang digunakan berbeda maka akan mendapat perlakuan pengolahan yang berbeda pula. Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas (free fatty acid - FFA) tinggi (yakni lebih dari 2% Ramadhas dkk. (2005)) ataupun yang telah berbentuk asam lemak (fatty acid), maka perlu dilakukan proses estrans untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2%. Namun bila bahan baku yang digunakan masih berbentuk trigliserida dengan kadar asam lemak bebas yang kurang dari 2% dapat diterapkan teknik transesterifikasi langsung. b. Hasil Penilaian Hirarki Level Tiga (Aktor) Berdasarkan hasil penilaian kelima pakar, aktor yang paling berperan dalam proses pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa adalah investor dengan nilai eigen 0,28. Posisi kedua ditempati oleh bengkel kerja dengan nilai eigen 0,217, posisi ketiga adalah lembaga penelitian dengan nilai eigen 0,186, kemudian tenaga ahli dengan nilai eigen 0,181, dan yang terakhir adalah pemerintah dengan nilai eigen 0,135. c. Hasil Penilaian Hirarki Level Empat (Tujuan) Penilaian terhadap level empat (tujuan) menunjukkan hasil bahwa tujuan minimasi biaya produksi merupakan tujuan yang paling ingin dicapai dalam proses pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Nilai eigen dari tujuan ini adalah sebesar 0,270. Tujuan kedua yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan dengan nilai eigen sebesar 0,207, tujuan
ketiga adalah teknologi tepat guna dengan nilai eigen 0,185. Sedangkan tujuan keempat dan kelima adalah teknologi yang mudah penerapannya dan kemajuan teknologi nasional dengan nilai eigen masing-masing yaitu 0,175 dan 0,163. d. Hasil Penilaian Hirarki Level lima (Alternatif) Hasil penilaian pakar menunjukkan bahwa alternatif yang terpilih sebagai teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa adalah teknologi transesterifikasi dengan nilai eigen sebesar 0,511. Sedangkan alternatif yang menempati posisi kedua adalah teknologi PPO (Pure Plant Oil) dengan nilai eigen sebesar 0,255. Alternatif kedua ini hanya memiliki selisih nilai eigen yang kecil bila dibandingkan dengan alternatif ketiga yakni teknologi Estrans dengan nilai eigen sebesar 0,234. Hasil pemilihan teknologi ini berimplikasi terhadap produk yang akan dihasilkan. Teknologi proses transesterifikasi terpilih menjadi prioritas utama, karenanya bahan bakar nabati yang akan diproduksi adalah biodiesel (cocodiesel). Untuk pembahasan selanjutnya, BBN yang telah disebutkan sebelumnya akan disebut menjadi biodiesel minyak kelapa atau cocodiesel.
3. Prakiraan (Forecasting) Bahan Baku Model ini bertujuan untuk menentukan tingkat kebutuhan bahan baku agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang akan didirikan yakni cocodiesel untuk tahun ke depan melalui data-data tahun lalu dengan menggunakan teknik peramalan. Bahan baku yang digunakan adalah kopra untuk selanjutnya diproses menjadi minyak kelapa murni yang akan diproses lebih lanjut menjadi biodiesel. Dalam kajian ini verifikasi dilakukan untuk menentukan tingkat kebutuhan kopra di Provinsi Jawa Barat tahun 2008. Nilai tingkat kebutuhan ini digunakan untuk melihat seberapa besar jumlah bahan baku yang dibutuhkan bila agroindustri bahan bakar nabati
berbasis minyak kelapa yang akan dibangun akan berusaha mencapai target pasarnya di Jawa Barat. Model ini akan langsung menampilkan data kebutuhan kopra. Analisa dapat langsung dilakukan jika tahun yang akan diperkirakan sudah diinput.
Pengguna dapat melihat seberapa besar kebutuhan
bahan baku bila ingin memenuhi seluruh target pasar yang ada di Jawa Barat ataupun melihat seberapa besar peluang pasar yang akan dicapai agroindustri cocodiesel ini. Hasil analisa disampaikan langsung kepada pengguna berupa nilai tingkat kebutuhan kopra (kg) untuk tahun yang diperkirakan. Sebagai contoh verifikasi model, masukan data permintaan cocodiesel diperoleh dengan memperhatikan tingkat permintaan solar di Jawa Barat (diasumsikan bahwa agroindustri yang akan didirikan merencanakan untuk memenuhi permintaan potensial untuk biodiesel). Data permintaan solar di Jawa Barat dari tahun 1995-2005 di atas, diambil potential demand-nya sebesar 0,5% untuk agroindustri biodiesel. Alasan mengambil target market biodiesel sebesar 0,5% di Jawa Barat : (1) berdasarkan data dari Pertamina (Mei 2006-Agustus 2007) : realisasi penjualan biodiesel untuk daerah Jabotabek dan Surabaya adalah sebanyak 595.000 KL, (2) kuota BBM berdasarkan data BPH Migas atas dasar perubahan APBN untuk daerah Jakarta dan Jawa Timur tahun 2006 adalah sebesar : 1.409.783 KL dan 1.201.666 KL sehingga totalnya adalah 2.611.449 KL (3) Biodiesel yang dijual Pertamina saat ini adalah B2,5. Maka persentase penjualan biodiesel dapat dihitung atau diperkirakan dari : 595.000 : (2.611.449 + 595.000) x 100% x 0,025 = 595.000 : 3.206.449 x 100% x 0,025 = 0,5 %, (4) Saat ini ada 3 macam bahan biodiesel mayor antara lain minyak jarak, CPO, dan minyak kelapa, maka dapat ditentukan target market penjualan agroindustri cocodiesel untuk Provinsi Jawa Barat adalah minimal 17% dari target market biodiesel di Jawa Barat (17% dari 0,5% konsumsi solar Jawa Barat). Nilai target ini diperoleh dari perbandingan antara tingkat produksi kopra di Sukabumi dengan
tingkat kebutuhan kopra untuk target pasar biodiesel keseluruhan. Untuk lebih jelasnya data hasil perhitungan ini tersaji dalam tabel 15. Tabel 15. Tingkat Kebutuhan Bahan Baku (1995-2005) Tahun
Total (Liter)
target penjualan biodiesel (liter)0,5%
target penjualan biodiesel (Kg)
kebutuhan kopra untuk total target biodiesel (Kg)
Kebutuhan kopra untuk 17% total target market biodiesel (Kg)
1995
3.371.480.000
16.857.400
14.699.652,8
22.614.850,46
3.844.524,578
1996
3.455.970.000
17.279.850
15.068.029,2
23.181.583,38
3.940.869,175
1997
3.674.186.000
18.370.930
16.019.450,96
24.645.309,17
4.189.702,559
1998
1.659.223.000
8.296.115
7.234.212,28
11.129.557,35
1.892.024,75
1999
3.089.227.000
15.446.135
13.469.029,72
20.721.584,18
3.522.669,311
2000
3.467.925.000
17.339.625
15.120.153
23.261.773,85
3.954.501,554
2001
1.986.686.000
9.933.430
8.661.950,96
13.326.078,4
2.265.433,328
2002
1.605.015.000
8.025.075
6.997.865,4
10.765.946,77
1.830.210,951
2003
1.383.212.000
6.916.060
6.030.804,32
9.278.160,492
1.577.287,284
2004
3.053.884.000
15.269.420
13.314.934,24
20.484.514,22
3.482.367,417
2005
1.483.134.000
7.415.670
6.466.464,24
9.948.406,523
1.691.229,109
Nilai target ini akan berimplikasi terhadap besar skala sebuah industri cocodiesel yang akan dibangun dan berapa banyak industri sejenis yang dapat dibangun untuk memenuhi potential demand sebesar 17% tersebut. Metode yang digunakan untuk analisa prakiraan kebutuhan bahan baku ini adalah metode analisa regresi.
Pemilihan metode
tersebut didasarkan pada sifat data tahunan yang diperoleh apakah memiliki trend atau tidak. Model runtut waktu yang dipilih untuk peramalan tergantung dari apakah data yang digunakan mengandung unsur trend atau tidak. Apabila data tidak mengandung unsur trend, maka teknik peramalan yang
dapat digunakan adalah dengan
penghalusan eksponensial (exponential smoothing), dan rata-rata bergerak (moving average). Apabila data runtut waktu mengandung unsur trend, maka peramalan yang dapat digunakan adalah teknik trend linear, trend kuadratik, trend eksponensial, atau model autoregresif (Kuncoro, 2000). Pengujian sifat trend ini dilakukan dengan uji akar
unit. Menurut Kuncoro (2000), uji akar unit (unit root test) atau ADF (Augmented Dickey Fuller) dipakai untuk mengetahui data runtut waktu mengandung unsur trend atau tidak.Uji akar unit atau ADF juga penting untuk mengetahui apakah data stasioner atau tidak. Uji ini berisi regresi dari diferensi pertama data runtut waktu terhadap lag variabel tersebut, lagged diferenceterms, konstanta dan variabel trend. Unit akar unit ini dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Eviews 4. Input data pengujian akar unit dapat dilihat pada Gambar 27. Langkah pemrosesan data dapat dilihat pada Gambar 28 dan hasil pengujian akar unit dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 27 . Input data untuk pengujian akar unit
Gambar 28 . Langkah Pemrosesan Data untuk pengujian akar unit
Gambar 29. Hasil Uji Akar Unit di Eviews 4
Hasil uji akar unit menunjukkan bahwa data kebutuhan kopra memiliki akar unit dan bersifat linear sehingga model penyelesaian yang akan diterapkan adalah model trend linear ataupun model regresi lain yang dilinearisasi. Model ini akan menelaah hubungan fungsional dua variabel dalam memperkirakan keadaan atau kejadian dari perubahan variabel tersebut. Variabel yang digunakan dalam model ini adalah tahun prakiraan dan tingkat kebutuhan bahan baku (kopra).
a. Masukan Model Masukan model Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku ini adalah tahun tingkat kebutuhan bahan baku (kopra) yang akan diperkirakan. Pada tampilan pengguna juga dapat melihat tahun mana saja yang sudah diperkirakan tingkat kebutuhannya. Tampilan model ini dapat dilihat pada gambar 30.
Gambar 30. Tampilan Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku Bioco 1.0
b. Hasil Perhitungan dan Keluaran Model Prakiraan tingkat kebutuhan bahan baku dilakukan dengan memperhatikan nilai tingkat kebutuhan bahan baku tiap tahunnya pada periode tahun tertentu yang diperoleh dari data permintaan solar Jawa Barat. Data tingkat kebutuhan bahan baku didapatkan dari tahun 1995-2005, sehingga keluaran yang dihasilkan oleh program adalah nilai tingkat kebutuhan kopra yang dimulai dari tahun 2006, namun karena kajian ini dilaksanakan pada tahun 2007, maka prakiraan kebutuhan dimulai dari tahun depan yakni tahun 2008. Nilai kebutuhan kopra (kg) merupakan hasil keluaran program yang didapat berdasarkan nilai prakiraan. Setelah pengguna menginput data tahun yang akan diperkirakan, maka pengguna dapat melakukan analisa yang disediakan oleh model ini. Hasil analisa terhadap data tingkat kebutuhan kopra untuk agroindustri
bahan
bakar
nabati
berbasis
minyak
kelapa
(cocodiesel) di wilayah Jawa Barat dari tahun 1995-2005 dengan menggunakan analisa regresi. Hasil dari analisa data ini adalah data ini mengikuti trend persamaan pangkat sederhana (Y = Cxb). Karena sifat data yang cenderung linear maka persamaan ini dilinearisasi menjadi ln(y) = ln(C) + b ln(x) (bentuk persamaan trend linear) dimana Y sebagai variabel tidak bebas dan x = t sebagai variabel bebas, didapatkan persamaan kurva sebagai berikut : Yt = 4.410.679,94 x -0,3 Dimana : Yt
: Tingkat Kebutuhan Kopra untuk Agroindustri Biodiesel Berbasis Kelapa di wilayah Jawa Barat untuk setiap tahun taksiran (t) (Kg)
x
: Periode waktu (tahun ke-)
Berdasarkan persamaan di atas, dapat dihitung jumlah tingkat kebutuhan kopra pada tahun 2006 (tahun ke-12), yaitu sebesar 2.092.912,976 kilogram.
Tahun 2007 adalah sebesar
2.043.254,852 kilogram, dan tahun 2008 sebesar 1.998.329,657 kilogram. Akurasi perhitungan ini dapat diketahui dengan menghitung nilai koefisiensi determinasi (R2) yang mempunyai nilai antara 0 sampai 1. Semakin besar nilai R2, maka nilai dugaan akan semakin mendekati nilai sebenarnya.
Perhitungan yang
dihasilkan dari persamaan ini mempunyai nilai R2 sebesar 0,9529. Nilai tersebut menggambarkan bahwa pengaruh waktu terhadap tingkat kebutuhan kopra adalah 95,29 % dan sisanya disebabkan oleh faktor lain. Nilai koefisien determinasi ini juga dapat diartikan bahwa tingkat akurasi perhitungan prakiraan jumlah kebutuhan kopra adalah 95,29%. Untuk lebih jelasnya, jumlah kebutuhan kopra yang diperkirakan tergambar dalam grafik data prakiraan
Tingkat Kebutuhan Kopra (Kg)
yang dapat dilihat pada gambar 31. 5000000 4000000 Data Prakiraan
3000000
Poly. (Data 2000000 R2 = 0.9529 1000000 0 1990
1995
2000
2005
2010
Tahun Prakiraan
Gambar 31. Grafik data prakiraan kebutuhan bahan baku Berdasarkan nilai prakiraan tingkat kebutuhan kopra pada tahun 2008 adalah sebesar 1.998.329,657 kilogram dan dari nilai ini dapat dirumuskan bahwa di lokasi terpilih (Sukabumi), bila kapasitas sebuah agroindustri cocodiesel yang akan dibangun adalah sebesar 507.692 kg kopra (input) atau 350.574 liter
cocodiesel (output) maka jumlah agroindustri sejenis yang dapat dibangun untuk memenuhi target pasar sebesar 17% dari target pasar biodiesel di Jawa Barat adalah sebanyak 1.998.329,657 : 507.692 = 3,9 industri atau kurang lebih 4 buah agroindustri cocodiesel. Dengan kata lain apabila seorang investor akan membangun sebuah agroindustri dengan kapasitas produksi yang tidak terlalu besar (350.574 liter cocodiesel/tahun), maka penjualan produknya akan mendapat kurang lebih pangsa pasar cocodiesel sebesar 25%. Banyak kalangan dengan nada pesimis meragukan tentang kontinuitas ketersediaan bahan baku (kopra) mengingat bahwa tingkat produktivitas kelapa di Indonesia menurun dikarenakan usia pohon kelapa yang sebagian besar sudah cukup tua. Untuk itu penelitian ini berusaha memberikan ide tentang dua buah skenario bagaimana mengatasi keraguan ini. Skenario yang pertama adalah pihak agroindustri cocodiesel mengantisipasi kekurangan bahan baku dengan investasi penanaman kelapa sedangkan skenario kedua adalah menyerahkan kondisi ketersediaan kopra kepada mekanisme pasar cocodiesel yang terbentuk dengan harapan pasar agroindustri cocodiesel ini berkembang dan membuat para petani kelapa dan atau petani kopra yang bertindak sebagai suplier bahan baku termotivasi untuk melakukan peremajaan kelapa di kebun mereka masing-masing. Analisa ekonomi budidaya kelapa per hektarnya di Jawa Barat pada tahun 1999 selama 6 tahun adalah sebesar Rp 54.927.000 per hektar (warintek.progressio, 2007). Dengan asumsi dari tahun 1999-2008 terjadi inflasi sebesar 100% maka total biaya budidaya kelapa untuk tahun 2008 adalah sebesar Rp 109.854.000 per hektar. Asumsi lain yang digunakan adalah jenis kelapa yang dibudidayakan ini adalah kelapa hibrida yang memiliki tingkat produktivitas 6-7 ton kopra per tahun (Palungkun, 1993). Bila skala produksi agroindustri cocodiesel ini sebesar 350.574 liter
cocodiesel per tahun atau setara dengan 507.692 kg kopra per tahun (500 ton kopra per tahun) maka lahan yang dibutuhkan untuk menyuplai kebutuhan ini adalah sekitar 70 hektar. Berdasarkan nilai ini dapat ditentukan nilai biaya produksi total selama 6 tahun budidaya kelapa adalah sebanyak Rp 7.689.780.000. Jumlah ini memang terlihat jauh lebih besar dari nilai investasi agroindustri cocodiesel itu sendiri tapi investasi ini akan dapat mengembalikan keuntungan kepada pihak industri antara lain : adanya jaminan kontinuitas ketersediaan bahan baku dan bagian dari tanaman kelapa yang lain dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri lain seperti industri arang tempurung kelapa, industri nata de coco, industri sabut kelapa, bahkan gula kelapa (nira) yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pengganti metanol untuk proses transesterifikasi biodiesel. Harapan di masa depan, gabungan dari industri-industri berbasis kelapa ini akan menjadi satu klaster industri terpadu yang dapat mendatangkan keuntungan berlipat dari sekedar agroindustri cocodiesel. Skenario kedua didasarkan dari hukum permintaan. Bila suatu bahan baku ataupun produk dari waktu ke waktu permintaannnya meningkat maka harganya melambung pula. Harga jual kopra petani diharapkan meningkat seiring dengan peningkatan permintaan akan kopra untuk keperluan bahan baku industri cocodiesel. Bila industri cocodiesel ini berkembang maka akan terjadi peningkatan permintaan kopra dan petani dapat meningkatkan harga jual kopranya. Bila harga jual kopra meningkat maka petani kopra ataupun petani kelapa akan termotivasi untuk terus menyuplai kopra ini, salah satunya dengan cara melakukan peremajaan atau penanaman kembali kelapa di lahan mereka masing-masing. Pemilihan sistem peremajaan tidak semata-mata didasarkan atas kelayakan teknis, tetapi terutama aspek sosial/budaya dan ekonomi, sistem tebang bertahap sebesar 20% per tahun dari
kelapa tua diharapkan dapat menjadi kompromi paling optimal dari aspek-aspek tersebut. Keberhasilan program peremajaan di lapang atau di tingkat petani akan lebih nyata jika faktor-faktor tersebut dipertimbangkan betul.
Namun satu hal yang sudah harus
ditangani dari aspek budidaya adalah bagaimana mengatur jarak dan sistem tanam kelapa yang memberikan jaminan berkelanjutan baik
dari
aspek
spatial
dan
temporal
yang
mendukung
kesinambungan pendapatan petani. Konsep peremajaan nampaknya akan lebih berhasil jika pendapatan atau kehidupan sosial ekonomi petani tidak terganggu dengan sistem atau program tersebut. Berdasarkan pengalaman di beberapa negara produsen kelapa yang lebih maju, maka mengintegrasi program peremajaan, pengaturan teknik budidaya kelapa, seperti pengaturan jarak dan sistem tanam, serta dikombinasikan dengan usahatani campuran/polikultur
cukup
berhasil. Konsep budi daya polikultur yang dikembangkan adalah dengan menanami lahan kosong di sela-sela barisan pohon kelapa tanaman pangan, hortikultura, dan jenis tanaman lainnya. Beberapa tanaman yang sudah diuji coba antara lain pisang dan nenas (hortikultura), kacang tanah, kedelai, dan jagung (palawija), serta jahe, kencur, pegagan, dan temu ireng (tanaman obat). Berdasarkan beberapa hasil penelitian, tanaman sela tersebut merangsang akar kelapa sehingga daya serapnya terhadap unsur hara meningkat. Peremajaan akar kelapa seperti itu ternyata juga meningkatkan produktivitas kelapa. (Situs Hijau. co.id, 2003). Skenario ini memberikan keuntungan pada industri cocodiesel yang tidak perlu mengeluarkan biaya investasi untuk budidaya kelapa. Selain keuntungan, agaknya skenario ini dapat memberikan efek negatif yakni tidak adanya kepastian kontinuitas ketersediaan bahan baku yang akan menghambat jalannya proses
produksi karena pada dasarnya skenario ini menyerahkan pada mekanisme pasar cocodiesel yang berkembang.
4. Analisa Kelayakan Finansial Model ini merupakan model yang akan menilai kelayakan suatu usaha agroindustri biodiesel dilihat dari aspek finansial. Usaha agroindustri yang dianalisa adalah agroindustri cocodiesel dengan tingkat produksi sebanyak 350.574 liter cocodiesel per tahun (output). Penilaian penentuan kelayakan usaha agroindustri yang digunakan dalam model ini adalah mengacu kepada kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV (Net Present Value), Net B/C Ratio, BEP (Break Even Point), IRR (Internal Rate of Return), dan PBP (Payback Period). Tampilan model Analisa Kelayakan Finansial dapat dilihat pada Gambar 32 .
Gambar 32. Tampilan Model Analisa Finansial Bioco 1.0
a. Masukan Model Masukan model Analisa Kelayakan Finansial Agroindustri Cocodiesel berasal dari Data Struktur Biaya Agroindustri yang terdiri dari biaya modal tetap dan modal kerja dan nilai-nilai asumsi untuk parameter yang digunakan dalam analisa. Rincian selengkapnya dari struktur biaya atau modal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7.
Input tabel asumsi untuk kapasitas produksi adalah sebesar 350.574 liter/tahun. Umur proyek pengembangan agroindustri cocodiesel ini diasumsikan berumur 10 tahun, persen produk terjual adalah 100%, harga produk (cocodiesel) adalah Rp 6.000/liter, tingkat suku bunga bank adalah 16%, lama kembali pinjaman 6 tahun, persentase modal pinjaman sebesar 60%, persentase modal sendiri sebesar 40%, dan biaya penyusutan sebesar Rp 78.330.000,-. Untuk lebih jelasnya nilai-nilai asumsi yang menjadi masukan dalam analisa kelayakan finansial agroindustri cocodiesel ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai asumsi yang digunakan dalam analisa kelayakan finansial agroindustri cocodiesel. No.
Parameter Masukan
Nilai Asumsi
1.
Umur proyek
2.
Kapasitas produksi
3.
Persentase Produk terjual
4.
Harga Jual Produk
5.
Bunga Bank per tahun
6.
Lama Kembali Pinjaman
7.
Persentase modal pinjaman
40 %
8.
Persentase modal sendiri
60 %
9.
Premi asuransi
10.
Penyusutan
Rp 78.330.000,-
11.
Perawatan
0
12.
Persentase Produksi tahun ke-1
100%
13.
Persentase Produksi tahun ke-2 sampai tahun ke-4
105%
14.
Persentase Produksi tahun ke-5 dan tahun ke-6
110%
15.
Persentase Produksi tahun ke 7 sampai tahun ke-10
120%
10 tahun 350.574 liter/tahun 100% Rp 6.000/liter 16 % 6 tahun
0
Masukan yang berupa nilai-nilai asumsi dan data struktur biaya tersebut dapat diubah menyesuaikan skala industri yang akan dianalisa. Selain daripada penggunaan asumsi yang terlihat pada tampilan asumsi analisa finansial program Bioco 1.0, penelitian ini mengambil contoh struktur biaya agroindustri biodiesel jarak
berskala sama dari buku “Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel” karangan Hambali et al. (2006). Perbedaan input hanya terletak pada biaya bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya mesin pengolah minyak kelapa dan biaya tenaga kerja yang menyesuaikan kondisi saat ini. Perhitungan penggunaan bahan baku dan bahan penolong tersaji dalam neraca massa pengolahan biodiesel pada lampiran 4 sedangkan neraca energi pada proses produksi tersaji pada lampiran 5 dan diagram alir alat dan bahan tersaji dalam lampiran 6. Neraca massa pada lampiran 4 adalah dasar yang digunakan dalam melakukan perhitungan kebutuhan bahan baku, bahan penolong, dan air selama proses produksi. Deskripsi neraca massa tersebut tersaji dalam tabel 17.
Tabel 17. Deskripsi neraca massa Material
berat (kg)/hari
Input 1. CCO(minyak kelapa kasar) 2. Asam H3PO4 3. NaOH cair 4. Metanol 5. Air Pencuci 6. larutan HCL 7. Uap panas Output 1. Cocodiesel 2. Uap Air 3. Gums 4. Air 5. Limbah 6. Gliserol 7. Metanol
berat kg/bulan (x 25 hari kerja)
berat kg/tahun (x 12 bulan)
1100 1,1 192,87 169,95 386,1 55,78 921,54
27.500 27,5 4.821,75 4.248,75 9.652,5 1.394,5 23.038,5
330.000 330 57.861 50.985 115.830 16.734 276462
1019 2,233 17,16 1147,87 319,22 178,1 143,7
25.475 55,825 429 28.696,75 7.980,5 4.452,5 3.592,5
305.700 669,9 5.148 344.361 95.766 53.430 43.110
Deskripsi neraca massa pada tabel 17 akan dijadikan dasar perhitungan kebutuhan bahan baku terutama pada bagian input. Input yang diperlukan untuk memproduksi 305.700 kg cocodiesel per tahun adalah CCO sebanyak 330.000 kg sehingga memerlukan bahan baku kopra sebanyak 330.000 : 0,65 = 507.692 kg. Biaya
bahan baku yang digunakan adalah biaya pembelian kopra sebanyak Rp 1.015.384.000,-/tahun (harga kopra/kg Rp 2.000/kg data dari dirjen perkebunan, 2006). Selain cocodiesel, proses ini diperoleh pula gliserol sebanyak 53.430 kg. Walaupun sebenarnya gliserol produk samping pembuatan cocodiesel memiliki nilai jual Rp 750,- liter namun pada kajian ini nilai jualnya diasumsikan Rp 0,- karena gliserol akan bernilai Rp 750/liter bila tingkat kemurniannya 50% dan untuk mencapai tingkat kemurnian tersebut dibutuhkan mesin pemurnian gliserin sehingga akan menambah biaya mesin dan peralatan pada struktur biaya investasi. Selain neraca massa, neraca energi pada lampiran 5 juga dibutuhkan untuk memperhitungkan banyaknya energi listrik yang dibutuhkan dalam proses sebagai dasar untuk perhitungan biaya utilitas listrik. Total energi panas yang dibutuhkan selama 1 kali proses untuk bahan baku sebanyak 1100 kg minyak adalah sebesar 105,825 Kwh.
Gambar 33. Tampilan Struktur Biaya Investasi Bioco 1.0
Gambar 34. Tampilan Struktur Biaya Tetap Bioco 1.0
Gambar 35 . Tampilan Struktur Biaya Variabel Bioco 1.0
Gambar 36 . Tampilan Input Asumsi Bioco 1.0
Gambar 37. Asumsi Tingkat Persentase Produksi Selama Umur Proyek
b. Hasil Perhitungan dan Keluaran Model Hasil analisa finansial agroindustri cocodiesel berskala 350.574 liter/tahun ini dapat dilihat pada gambar 38. Nilai NPVnya sebesar Rp 626.612.937,68 tingkat B/C Ratio adalah sebesar 1,21, BEP sebesar 334.730,83 liter cocodiesel. Nilai IRR adalah sebesar 24,65% dan PBP selama 3,52 tahun. Berdasarkan hasil analisa
tersebut dapat disimpulkan bahwa agroindustri cocodiesel layak untuk
dikembangkan
dengan
kapasitas
produksi
350.574
liter/tahun (output) dengan harga jual Rp 6.000/liter karena semua komponen kelayakan investasi telah memenuhi kelayakan investasi seperti nilai B/C Ratio-nya lebih dari 1, NPV bernilai > 1, dan IRR lebih dari tingkat suku bunga yang dipakai (16%). Verifikasi Hasil Analisa Kelayakan Finansial ini dapat dilihat pada lampiran 8.
Gambar 38 . Tampilan Hasil Analisa Kelayakan Bioco 1.0
c. Analisa Sensitivitas Untuk menguji tingkat sensitivitas agroindustri cocodiesel ini, dilakukan empat kali analisa dengan kondisi yang berbeda, dimana dilakukan perubahan terhadap salah satu nilai sedangkan nilai lainnya tetap. Kondisi pertama adalah kondisi normal dengan menggunakan asumsi yang sudah ditetapkan.
Kondisi kedua
adalah kondisi dimana terjadi kenaikan harga beli bahan baku kopra dari Rp 2.000/kg menjadi Rp 2.200/kg (± naik 10 %). Kondisi ketiga adalah kondisi dimana terjadi penurunan harga jual cocodiesel B100 dari Rp 6.000/liter menjadi Rp 5.700/liter (± turun 5 %). Kondisi keempat adalah kondisi kombinasi antara kondisi kedua dan ketiga dimana terjadi penurunan harga jual cocodiesel menjadi Rp 5700/liter dan kenaikan harga kopra sebesar 10% (menjadi Rp 2.200/kg). Hasil analisa keempat kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil analisa kelayakan finansial agroindustri cocodiesel dengan tiga kondisi yang berbeda. Parameter Kelayakan
NPV BEP B/C Ratio IRR PBP Hasil Analisa
Kondisi I Normal/sesuai dengan asumsi Rp 626.612.937,68 334.730,83 liter cocodiesel 1,21 24,65% 3,52 tahun LAYAK
Kondisi II Terjadi kenaikan harga beli kopra (10%)
Kondisi III Terjadi penurunan harga jual cocodiesel (5%)
Kondisi IV Kombinasi Kondisi II dan Kondisi III
Rp 68.315.526,96
Rp 74.628.540,63
336.474,63 liter cocodiesel 1,14 17,3% 4,96 tahun
353.705,02 liter cocodiesel 1,15 17,44% 4,94 tahun
Rp -483.668.870,09 355.652,77 liter cocodiesel 1,09 <14% 6,61 tahun
LAYAK
LAYAK
TIDAK LAYAK
Hasil analisa kondisi I, yang merupakan kondisi normal, menunjukan bahwa agroindustri cocodiesel tersebut layak untuk dijalankan.
Hal ini dapat dilihat dari ketiga kriteria kelayakan
investasi yang digunakan menunjukan nilai yang layak, yaitu: (1) NPV bernilai positif, yaitu sebesar Rp 626.612.937,68 (2) Nilai IRR sebesar 24,65 % menunjukan nilai yang lebih besar dari tingkat suku bunga saat ini. (3) B/C Ratio bernilai lebih dari 1, yaitu sebesar 1,21. BEP sebesar 334.730,83 liter cocodiesel dan PBP selama 3,54 tahun, dengan demikian biaya investasi yang ditanam dapat diperoleh kembali dalam kurun waktu hampir 4 tahun. Hasil Analisa pada kondisi II, yang mengukur sensitivitas agroindustri cocodiesel terhadap kenaikan biaya bahan baku (kopra) sebesar 10 %, diperoleh hasil bahwa agroindustri cocodiesel tersebut layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPVnya yang positif yakni sebesar Rp 68.315.526,9, IRR sebesar 17,3%, dan B/C Ratio sebesar 1,14. BEP sebesar 336.474,63 liter cocodiesel, dan waktu kembalinya biaya investasi (PBP) adalah 4,96tahun. Kondisi III yang mengukur sensitivitas agroindustri cocodiesel terhadap penurunan harga jual cocodiesel B100 sebesar
5 %, hasil analisa menunjukan bahwa agroindustri cocodiesel tersebut sudah layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPVnya yang juga positif yakni sebesar Rp 74.628.540,63, IRR 17,44% dan B/C Ratio sebesar 1,15, BEP mencapai 353.705,02 liter, dan waktu kembalinya biaya investasi (PBP) adalah 4,94 tahun. Analisa sensitivitas pada kondisi IV menunjukkan hasil bahwa agroindustri cocodiesel ini tidak layak dijalankan pada saat terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 5% dan di saat yang bersamaan terjadi pula penurunan harga jual cocodiesel sebesar 10%. Hal ini terlihat dari nilai NPVnya yang negatif yakni sebesar Rp -483.668.870,09, BEP sebanyak 355.652,77 liter cocodiesel, PBP selama 6,61 tahun. Berdasarkan hasil analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa agroindustri cocodiesel masih layak untuk dikembangkan dengan kapasitas produksi 350.574 liter/tahun dengan harga jual Rp 6000/liternya.
Apabila terjadi kenaikan harga kopra sebesar 10%
dengan asumsi harga jual ataupun faktor-faktor lainnya tetap, maka agroindustri ini tetap layak dikembangkan. Begitu pula halnya bila harga jual diturunkan sebesar 5 % dengan asumsi yang lain tetap, agroindustri ini juga tetap layak untuk dikembangkan. Nilai NPV antara kondisi I dengan kondisi II dan III berbeda jauh karena agroindustri ini 70% biaya operasionalnya adalah dari bahan baku, maka bila harga bahan baku naik akan menyebabkan pendapatan menjadi berkurang. Bila terjadi kenaikan harga kopra sebesar 10% bersamaan dengan penurunan harga jual cocodiesel sebesar 5% maka agroindustri cocodiesel ini sudah tidak layak lagi untuk dikembangkan. Kondisi sudah tidak layak dikembangkan ini dapat diperbaiki dengan melakukan usaha konstan untuk menekan biaya antara lain : (1) Membangun skala fasilitas yang efisien yang menyesuaikan kondisi kenaikan harga bahan baku (10%) dan harga jual cocodiesel (5%); (2) Melakukan control ketat terhadap biaya
produksi dan biaya tambahan lainnya; dan (3) Meminimalisasi biaya penjualan, R&D, dan biaya pemasaran.
5. Penentuan Strategi Pengembangan Model penentuan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Sama seperti model pemilihan teknologi proses, model ini juga memiliki tahapan yang lebih rumit bagi user dibandingkan dengan penggunaan model lain seperti model pemilihan lokasi, model prakiraan bahan baku ataupun model analisa finansial. Pertama kali hal yang dilakukan adalah mengidentifikasi hirarki AHP yang terkait dengan fokus ataupun Goal dari model ini yakni Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
a. Identifikasi Hirarki AHP Penentuan Strategi Pengembangan Pada
bagian
ini
pakar/responden
diminta
untuk
mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis
minyak
kelapa
khususnya
biodiesel.
Selain
itu
pakar/responden diminta pula untuk mengidentifikasi aktor-aktor yang terlibat dan tujuan dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Alternatifalternatif
strategi
pengembangan
diharapkan
pula
dapat
teridentifikasi lewat kuesioner ini. Level 1 (Fokus) dari hirarki AHP ini adalah Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Biodiesel Berbasis Kelapa.
Tabel 19. Faktor-faktor dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel minyak kelapa : Pakar ke-
1
2
Faktor ke3
4
5
P1
Harga bahan baku
Harga jual biodiesel
Harga metanol
Harga katalisator
Harga solar fosil
P2
Sumber daya bahan baku
Modal investasi
Dukungan kebijakan pemerintah
Pemasaran
Harga solar fosil
P3
Harga solar fosil
Pajak atau subsidi
Pemasaran
Dukungan pemerintah
Jaringan distribusi
P4
Komitmen Pemerintah
UU Energi – Bioenergi
Harga Bahan Baku
Perluasan Teknologi dan Level R & D
Infrastruktur Daerah
Harga jual biodiesel
Bahan baku tidak kompetitif dengan bahan pangan
Ramah lingkungan
Kelayakan ekonomi
P5
Harga bahan baku
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan terhadap ketiga pakar di atas, maka dapat dirumuskan faktor-faktor apa saja yang paling berpengaruh dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Harga bahan baku Harga bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam suatu industri. Harga bahan baku yang terjangkau akan membuat biaya produksi efisien sedangkan bila harga bahan baku tinggi maka biaya produksi pun akan membengkak. Bahan baku dalam agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa ini adalah kopra. Bila harga kopra rendah maka biaya produksi biodiesel dapat lebih ditekan sehingga harga jual biodiesel pun akan mampu bersaing dengan harga solar fosil saat ini.
2. Harga solar fosil Harga solar fosil saat ini adalah berkisar Rp 4300,00/liter dan dapat mencapai Rp 10.000,00/liter di daerahdaerah terpencil.
Harga ini diramalkan akan semakin
meningkat dari waktu ke waktu mengingat bahan bakar fosil menipis keberadaannya di bumi. Bila harga solar fosil sangat tinggi maka pengguna solar akan tertarik untuk menggunakan biodiesel dengan harga yang lebih murah nantinya.
3. Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah mengenai biodiesel akan sangat membantu
dalam
pengembangan
agroindustri
biodiesel,
termasuk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Kebijakan
pemerintah
yang
mendukung
pengembangan
agroindustri biodiesel akan dapat merangsang tumbuh dan berkembangnya salah satu sektor industri yang cukup berprospek di masa depan ini.
4. Pemasaran Suatu industri akan membutuhkan pasar untuk menjual produknya. Begitu pula dengan biodiesel kelapa. Pemasaran biodiesel kelapa lebih ditujukan untuk daerah-daerah terpencil di mana harga solar fosilnya melambung tinggi melebihi Rp 10.000,00/liter.
Untuk
itu
dibutuhkan
suatu
strategi
pengembangan yang baik agar pasar yang dituju oleh biodiesel kelapa ini dapat tercapai.
5. Modal investasi industri Suatu investasi industri membutuhkan modal yang cukup besar nilainya. Modal yang telah ditanamkan dalam suatu proyek industri akan menjadi sia-sia apabila dalam perkembangannya industri tersebut mengalami kerugian. Kerugian
pada
suatu
industri
terjadi
karena
pengembangan yang ditetapkan tidak tepat sasaran.
strategi
Tabel 20. Aktor-aktor dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa : Pakar ke-
1
Aktor ke3
P1
Pemerintah
Petani
Investor
P2
Pemerintah
Perguruan tinggi
P3
Pemerintah
P4 P5
2
4 Pembeli biodiesel
5 Industri biodiesel
Investor
Petani kelapa
Perbankan
Petani kelapa
Industri biodiesel
Pengolah kopra/minyak
Distributor
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah (BUMD)
Swasta
Koperasi petani kopra
Universitas
Pemerintah
Petani kelapa
Perguruan tinggi
Lembaga penelitian
Investor
Berdasarkan tabel hasil kuesioner di atas, dapat dirumuskan bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa antara lain :
1. Pemerintah Dalam
penetapan
suatu
strategi
pengembangan
agroindustri biodiesel, pemerintah berperan sebagai pemberi kebijakan, motivator dan perangsang geliat industri biodiesel.
2. Petani kelapa Petani kelapa berperan sebagai penentu harga bahan baku (kopra). Bila harga bahan baku yang diberikan petani kelapa sesuai dengan permintaan industri maka biaya produksi biodiesel dapat ditekan serendah mungkin dan petani kelapa (kopra) pun
akan mendapatkan keuntungan dari penjualan
kopranya. Bila di kemudian hari industri biodiesel kelapa semakin maju maka kebutuhan akan bahan baku kelapa akan semakin meningkat yang tentu saja akan dapat meningkatkan harga jual kelapa itu sendiri.
3. Investor Investor dalam pengembangan suatu industri berperan sebagai pemberi modal. Maka dari itu agar investor dapat lebih
yakin
untuk
menanamkan
modalnya
pada
agroindustri
biodiesel dibutuhkan suatu perencanaan dan strategi yang tepat.
4. Industri biodiesel Industri
biodiesel
dalam
penetapan
strategi
pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa berperan sebagai pemberi informasi tentang perkembangan biodiesel serta hal-hal apa sajakah yang berpengaruh dalam perkembangan suatu agroindustri biodiesel.
5. Perbankan Perkembangan dalam sebuah industri membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Apabila investor tidak dapat memenuhi kebutuhan biaya tersebut maka dibutuhkan alternatif sumber investasi lainnya yakni perbankan. Sama halnya dengan investor, perbankan dalam memberikan bantuan finansialnya membutuhkan jaminan keberlangsungan industri yang
akan
didanainya.
Untuk
itu
dibutuhkan
strategi
pengembangan yang tepat agar dana tersebut tidak sia-sia.
Tabel 21. Tujuan-tujuan dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa : Pakar ke-
1
2
Faktor ke3
4 Harga biodiesel lebih murah
5
P1
Keuntungan Investasi
Pajak retribusi daerah
Ada konsumen yang tetap
Pengembalian dari investasi
P2
Alternatif bahan bakar solar di daerah terpencil
Perluasan lapangan kerja
Perekonomian stabil
Peningkatan pandapatan
Pembangunan daerah
P3
Peningkatan harga bahan baku (kelapa)
Harga biodiesel yang dapat bersaing
Peningkatan pendapatan
Peningkatan kesejahteraan petani kelapa
Perluasan lapangan kerja
P4
Keuntungan Usaha
Kewajiban Daerah
Kesejahteraan Masyarakat
Sumber komoditi ekspor (devisa)
Penyerapan Tenaga Kerja
P5
Substitusi BBM dan menambah suplay BBN
Peningkatan pendapatan
Hasil inovasi teknologi terpakai
Peningkatan keuntungan
Membuka lapangan pekerjaan baru
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, maka dapat dirumuskan tujuan-tujuan apa saja yang diinginkan oleh masingmasing aktor dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa antara lain :
1. Alternatif bahan bakar solar Suatu strategi pengembangan pada agroindustri bahan bakar
nabati
berbasis
minyak
kelapa
ditetapkan
agar
keberadaan solar fosil di daerah terpencil khususnya di daerah pesisir dapat mulai tergantikan oleh biodiesel kelapa. Saat ini suplay bahan bakar minyak bumi khususnya solar sangatlah sedikit di daerah terpencil yang memang dikarenakan faktor jarak dan kesulitan transportasi. Jumlah suplay di daerah terpencil kurang dari jumlah permintaan sehingga terjadi kekurangan dalam jumlah yang cukup besar untuk memenuhi permintaan di daerah terpencil.
2. Peningkatan harga bahan baku Bila di kemudian hari industri biodiesel kelapa semakin maju maka kebutuhan akan bahan baku kelapa akan semakin meningkat yang tentu saja akan dapat meningkatkan harga jual kelapa itu sendiri yang akan dapat berimbas terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani kelapa.
3. Harga biodiesel yang mampu bersaing Saat ini dengan harga solar fosil Rp 4300,00/liter orang akan berpikir panjang untuk membeli biodiesel. Namun bila harga bahan baku pembuatan biodiesel dapat ditekan dan harga solar fosil melambung tinggi khususnya di daerah pesisir terpencil maka akan membuat harga jual biodiesel mampu bersaing dengan harga solar fosil yang akan membuat konsumen lebih tertarik untuk membeli biodiesel.
4. Peningkatan pendapatan Strategi pengembangan agroindustri biodiesel yang tepat akan mampu memajukan industri biodiesel tersebut di
masa yang akan datang. Suatu industri dikatakan maju apabila dari waktu ke waktu keuntungan secara ekonomi semakin meningkat. Bila keuntungan meningkat maka akan dapat pula meningkatkan pendapatan semua pihak yang terlibat dalam proses pengembanganya.
5. Perluasan lapangan pekerjaan Adanya industri baru seperti bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa ini dapat memberikan peluang terciptanya jenis lapangan pekerjaan yang baru. Peluang ini dapat dimanfaatkan untuk membuka kesempatan seluasluasnya bagi para tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal akan dapat terserap dengan baik karena agroindustri ini relatif sederhana dan mudah dalam pengaplikasian teknologinya sehingga tidak begitu diperlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi.
Tabel 22. Alternatif-alternatif strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa : Pakar ke-
1
P1
Pengembangan desa mandiri energi
P2
Menjadikan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel
2 Pengembangan daerah khusus untuk industri biodiesel Pengembangan daerah industri kelapa terpadu
P3
Agroindustri Biodiesel kelapa dikembangkan di daerah terpencil penghasil kelapa
Bahan penolong untuk proses biodiesel dibuat dari nira kelapa sebagai pengganti metanol
P4
P5
Faktor ke-
Agroindustri Biodiesel kelapa difokuskan di daerah pesisir dan jauh dari perkotaan Pembibitan dan pengembangan tanaman kelapa dalam rangka peningkatan produktivitas kelapa unggul
Integrasikan dalam suatu klaster industri kelapa terpadu Pengaplikasian teknologi proses yang efektif dan ekonomis untuk mengkonversi kelapa menjadi biodiesel dan meningkatkan pemasaran yang terkoordinasi
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan terhadap ketiga pakar di atas, selanjutnya dilakukan analisa SWOT untuk menentukan alternatif strategi mana saja yang dapat digunakan dalam AHP.
b. Analisa SWOT Berdasarkan
informasi
analisa
lingkungan
eksternal,
internal agroindustri cocodiesel, dan penyebaran kuisioner yang dilakukan, dapat diidentifikasi faktor-faktor kelemahan, kekuatan, peluang, dan kekuatan agroindustri ini dalam menghadapi persaingan.
Setelah
itu
dilakukan
perhitungan
dengan
menggunakan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan Evaluasi Faktor Internal (IFE) yang dilakukan oleh para pakar (terdiri dari 3 pakar) terhadap faktor kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman
terhadap
perusahaan,
sehingga
dapat
diperoleh
kesimpulan bahwa agroindustri cocodiesel terletak pada kolom V dengan faktor internal sebesar 2,13 dan faktor eksternal 2,23. Perhitungan pakar dapat dilihat pada tabel 23dan tabel 24. Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 9. Tabel 23. Hasil perhitungan pakar untuk bobot faktor-faktor internal Faktor Penentu
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
P1 x P2 x P3
A B C D E F G H I J K
0,0814 0,0633 0,0633 0,0814 0,0905 0,0814 0,0859 0,1222 0,0995 0,1086 0,1222
0,0872 0,0688 0,0872 0,1055 0,1055 0,0734 0,1009 0,0917 0,0825 0,0825 0,1147 Total
0,1181 0,1091 0,1 0,0773 0,0682 0,0727 0,0727 0,0636 0,1091 0,1091 0,1
0,0008 0,0005 0,0005 0,0007 0,0006 0,0004 0,0006 0,0007 0,0009 0,001 0,0014
Rata2 Geometri Bobot 0,0943 0,0781 0,0824 0,0872 0,0867 0,0758 0,0858 0,0893 0,0964 0,0993 0,1119 0,9868
Bobot x Rating 0,2994 0,2045 0,2067 0,2516 0,2861 0,1985 0,1081 0,1787 0,1391 0,1432 0,1119 2,1280
Tabel 24. Hasil perhitungan pakar untuk bobot faktor-faktor eksternal Faktor Penentu
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
P1xP2xP3
Rata2 Geometri Bobot
Bobot x Rating
A
0,0726
0,0889
0,0879
0,0006
0,0828
0,2388
B
0,0894
0,0889
0,0879
0,0007
0,0887
0,2662
C
0,0782
0,1167
0,0934
0,0008
0,0948
0,3131
D
0,0782
0,1167
0,1044
0,0009
0,0986
0,2584
E
0,1061
0,1
0,099
0,001
0,1016
0,2664
F
0,0894
0,1222
0,1264
0,0014
0,1113
0,1403
G
0,1229
0,0889
0,0989
0,0011
0,1026
0,16293
H
0,1285
0,1222
0,1154
0,0018
0,1219
0,2215
I
0,1285
0,0722
0,1154
0,0011
0,1023
0,2342
J
0,1061
0,0833
0,0714
0,0006
0,0858
0,1362
Total
0,9906
2,2379
Posisi agroindustri berdasarkan analisa faktor internal dan ekternal yakni pada posisi V dapat dilihat pada matriks evaluasi faktor internal dan eksternal yang tersaji dalam gambar 39. Daerah V merupakan daerah bertahan, dimana penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang sangat umum dikembangkan.
TOTAL FAKTOR INTERNAL Tinggi Rata-rata 3.0 2.0
4.0 T O T A L F A K T O R E K S T E R N A L
Lemah
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Tinggi
3.0
Rata-rata
2.0
Lemah
Gambar 39. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal dan Internal
Agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa atau cocodiesel berada dalam kolom moderate attractive industry, kolom pengunaan strategi pertumbuhan konsentrasi melalui Integrasi
Horizontal.
Menurut
Rangkuti
(2006),
strategi
pertumbuhan melalui integrasi horizontal adalah suatu kegiatan untuk memperluas perusahaan dengan cara membangun di lokasi yang lain dan meningkatkan jenis produk dan jasa. Tujuannya relatif lebih defensive, yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit. Strategi yang diterapkan adalah konsolidasi. Strategi pertumbuhan ini didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, asset, profit, atau kombinasi kegiatannya. Matriks
SWOT
disusun
untuk
melihat
kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman sehingga diperoleh informasi
menyusun strategi pengembangan agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa untuk masa mendatang. Posisi agroindustri saat ini berada di kotak V. Untuk meningkatkan posisi V ini menjadi posisi I dibutuhkan alternatif strategi yang bisa diperoleh dengan mengidentifikasinya dalam matriks SWOT. Menurut Rangkuti (2006), posisi I adalah posisi yang pertumbuhan melalui konsentrasi yang dapat dicapai melalui integrasi vertikal dengan cara backward (mengambil ahli supplier) dan forward (mengambil ahli distributor). Hal ini merupakan strategi utama untuk perusahaan yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat. Matriks SWOT agroindustri biodiesel berbasis minyak kelapa tersaji pada gambar 40. Berdasarkan hasil analisa SWOT yang terdiri dari matriks evaluasi faktor eksternal dan internal serta matriks SWOT agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dapat dipilih empat alternatif strategi pengembangan yaitu strategi pengembangan agroindustri
dengan biodiesel
alternatif-alternatif kelapa
strategi
dikembangkan
yaitu dengan
mengintegrasikannya dalam klaster industri kelapa terpadu, Berusaha meningkatkan pemasaran yang terkoordinasi melalui kerjasama dengan distributor (Pertamina), pengembangan daerah khusus untuk industri biodiesel, dan menjadikan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel.
Internal
Eksternal Peluang: O1. Alternatif lapangan usaha (industri) yang berprospek di masa depan O2. Melambungnya harga BBM sehingga harga biodiesel kelapa mampu bersaing O3. Memenuhi kebutuhan BBM di daerah pesisir O4. Peningkatan permintaan bahan bakar O5. Pengurangan subsidi BBM nasional
Ancaman: T1. Terjadinya persaingan untuk memenuhi kebutuhan minyak makan dan untuk biodiesel T2. Komitmen pemerintah yang kurang kuat dan kurang mendukung T3. Keberadaan sumber BBN lain sperti CPO, jarak, dsb T4. Pengembangan bentuk energi lain seperti biogas T5. BBM yang masih terus disubsidi
Kekuatan:
Kelemahan:
S1. Potensi bahan baku yang besar dari kelapa S2. Teknologi proses relatif sederhana dan sangat mudah S3. Harga bahan baku (kopra) relatif murah S4. Ramah lingkungan S5. Pasar biodiesel yang potensial S6. Tahapan teknologi lebih sedikit dibandingkan dengan biodiesel bahan baku lain
W1. Minyak kelapa adalah bahan baku untuk minyak pangan W2. Belum ada dukungan kebijakan pemerintah yang terfokus terutama dalam R&D W3. Suplay bahan baku yang masih kurang karena keberadaan kelapa yang belum tersebar merata. W4. Produktivitas kelapa yang masih rendah W5. Kelayakan ekonomi yang masih dipertanyakan
SO O1S1. Integrasikan dalam suatu klaster industri kelapa terpadu O3S3. Agroindustri Biodiesel kelapa dikembangkan di daerah terpencil penghasil kelapa
ST T4S5. Pengembangan desa mandiri energi T3S5. Pengembangan daerah khusus untuk industri biodiesel
WO O4W4. Pembibitan dan pengembangan tanaman kelapa dalam rangka peningkatan produktivitas kelapa unggul O1W2. Pengaplikasian teknologi proses yang efektif dan ekonomis untuk mengkonversi kelapa menjadi biodiesel O3W3. Agroindustri Biodiesel kelapa difokuskan di daerah pesisir dan jauh dari perkotaan
WT T3W5. Bahan penolong untuk proses biodiesel dibuat dari nira kelapa sebagai pengganti metanol T2W2. Berusaha meningkatkan pemasaran yang terkoordinasi melalui kerjasama dengan distributor (pertamina) T1W3. Menjadikan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel
Gambar 40. Matriks SWOT Agoindustri Biodiesel Berbasis Minyak Kelapa
Alternatif
strategi
agroindustri
biodiesel
kelapa
dikembangkan dengan mengintegrasikannya dalam klaster industri kelapa terpadu terpilih karena memenuhi faktor peluang dan kekuatan dari agroindustri biodiesel kelapa yakni kekuatan dari potensi bahan baku kelapa yang besar dan peluang terciptanya alternatif lapangan usaha (industri) yang berprospek di masa depan. Alternatif strategi agroindustri berusaha meningkatkan pemasaran yang
terkoordinasi
(Pertamina)
melalui
kerjasama
dengan
distributor
terpilih karena memenuhi faktor kelemahan dan
ancaman agroindustri biodiesel kelapa dan sesuai dengan strategi utama yang dapat dipakai untuk meningkatkan posisi agroindustri cocodiesel dari posisi V ke posisi terbaik yakni posisi I. Alternatif strategi pengembangan daerah khusus untuk industri biodiesel dipilih karena memenuhi faktor kekuatan dan ancaman. Kekuatan itu adalah pasar biodiesel yang potensial dan ancaman keberadaan sumber BBN lain seperti jarak, dan CPO, untuk itu alternatif untuk mengembangkan
daerah
khusus
untuk
biodiesel
sangatlah
disarankan. Alternatif strategi menjadikan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel terpilih untuk memenuhi faktor kelemahan dan ancaman dari agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Kelemahannya adalah produktivitas kelapa yang masih rendah dan kelayakan ekonomi yang masih dipertanyakan. Bila petani kelapa dijadikan bagian dari unit produksi biodiesel maka secara tidak langsung produktivitas kelapa akan meningkat dan harga bahan baku yang merupakan salah satu elemen penting dari industri biodiesel dapat terkendali. Sedangkan ancamannya adalah terjadinya persaingan untuk memenuhi kebutuhan minyak makan dan untuk biodiesel. Bila petani kelapa dijadikan bagian unit produksi maka konsistensi suplay bahan baku akan tetap terjaga tanpa harus mengkhawatirkan
terjadinya
persaingan dengan minyak makan. Ini merupakan strategi yang cocok pula untuk diterapkan guna mencapai posisi I.
Berdasarkan hasil kuesioner identifikasi komponen AHP dan analisa SWOT maka dapat ditentukan hirarki AHP untuk pemilihan teknologi proses bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa, yakni :
Strategi Pengembangan Agroindustri Biodiesel Berbasis Kelapa Fokus
Faktor
Harga Bahan Baku
Harga solar fosil
Dukungan Kebijakan Pemerintah
Aktor
Pemerintah
Investor
Petani
Alternatif bahan bakar solar
Tujuan
Alternatif
Peningkatan harga bahan baku (kelapa)
Harga biodiesel yang mampu bersaing
Modal Investasi Industri
Industri Biodiesel
Peningkatan pendapatan
Pemasaran
Perbankan
Perluasan Lapangan Pekerjaan
Pengembangan industri dengan melibatkan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel
Meningkatkan pemasaran yang terkoordinasi melalui kerjasama dengan distributor (pertamina)
agroindustri biodiesel kelapa dikembangkan dengan mengintegrasikannya dalam klaster industri kelapa terpadu
Pengembangan daerah khusus untuk industri biodiesel
Gambar 41. Hirarki AHP Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Biodiesel Berbasis Minyak Kelapa
c. Masukan Model Setelah hirarki AHP terbentuk, mulai disebarkan kuesioner kepada lima pakar terkait untuk memberikan penilaian bagi setiap komponen-komponen yang ada di dalam hirarki tersebut untuk kemudian diolah hasilnya menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000. Tampilan hasil penilaian dapat dilihat pada gambar 42.
Gambar 42. Tampilan Hirarki Penentuan Pengembangan Agroindustri Biodiesel Berbasis Minyak Kelapa di Expert Choice 2000
d. Keluaran Model Untuk lebih jelasnya, hasil penilaian ini tersaji dalam Gambar 42 dan verifikasi hasilnya tersaji dalam lampiran 11.
Gambar 43. Hasil Akhir Penilaian AHP Penentuan Strategi Pengembangan
a. Hasil Penilaian Hirarki Level dua (Faktor) Menurut hasil penilaian kelima pakar, faktor yang paling
berpengaruh
dalam
proses
penentuan
strategi
pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa adalah harga solar fosil dengan nilai eigen 0,268, disusul faktor harga bahan baku dengan nilai eigen 0,229, di urutan ketiga adalah faktor modal investasi industri dengan nilai eigen 0,207, kemudian faktor pemasaran dengan nilai eigen 0,174, dan yang terakhir adalah faktor dukungan kebijakan pemerintah dengan nilai eigen 0,122. Harga berpengaruh
solar dalam
fosil
menjadi
penentuan
faktor
strategi
yang
paling
pengembangan
agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa karena di Indonesia saat ini harga solar fosil masih disubsidi sehingga harga jualnya pun menjadi relatif lebih murah dibandingakan dengan harga jual di tingkat dunia. Bila harga solar fosil tidak disubsidi lagi maka harga biodiesel yang saat ini mulai ada di pasar akan dapat bersaing sehingga pengembangan agroindustri sejenis seperti cocodiesel akan berhasil di masa depan.
b. Hasil Penilaian Hirarki Level Tiga (Aktor) Berdasarkan hasil penilaian kelima pakar, aktor yang paling
berperan
dalam
proses
penentuan
strategi
pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa adalah industri biodiesel dengan nilai eigen 0,228. Posisi kedua ditempati oleh petani dengan nilai eigen 0,221, posisi ketiga adalah pemerintah dengan nilai eigen 0,216, kemudian perbankan dengan nilai eigen 0,179, dan yang terakhir adalah investor dengan nilai eigen 0,156. Industri biodiesel dinilai menjadi aktor yang paling berperan dalam penentuan strategi pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa karena industri biodiesel
sendirilah
yang
perkembangan
paling biodiesel
mengerti di
tentang
Indonesia
dan
seluk
beluk
mengetahui
komoditas-komoditas pertanian di Indonesia yang berpotensi dikembangkan menjadi bahan baku biodiesel. Untuk itu bila ternyata kelapa dalam berbagai kajiannya telah terbukti berpotensi pula untuk dijadikan bahan baku biodiesel meka sudah seharusnyalah industri biodiesel yang telah ada mampu mengembangkannya karena memang Indonesia masih kaya akan kelapa.
c. Hasil Penilaian Hirarki Level Empat (Tujuan) Penilaian terhadap level empat (tujuan) menunjukkan hasil bahwa tujuan peningkatan pendapatan merupakan tujuan yang paling ingin dicapai dalam proses penentuan strategi pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Nilai eigen dari tujuan ini adalah sebesar 0,248. Tujuan kedua yang ingin dicapai adalah harga biodiesel yang mampu bersaing dengan nilai eigen sebesar 0,235, tujuan ketiga adalah perluasan lapangan pekerjaan dengan nilai eigen 0,213. Sedangkan tujuan keempat dan kelima adalah alternatif bahan bakar solar dan peningkatan harga bahan baku (kelapa) dengan nilai eigen masing-masing yaitu 0,177 dan 0,127.
d. Hasil Penilaian Hirarki Level lima (Alternatif) Hasil penilaian pakar menunjukkan bahwa alternatif yang terpilih sebagai strategi pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa adalah pengembangan industri dengan melibatkan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel dengan nilai eigen sebesar 0,321. Sedangkan alternatif strategi yang menempati posisi kedua adalah agroindustri
biodiesel
kelapa
dikembangkan
dengan
mengintegrasikannya dalam klaster industri kelapa terpadu
dengan nilai eigen sebesar 0,295. Alternatif ketiga adalah meningkatkan pemasaran yang terkoordinasi melalui kerjasama dengan distributor (pertamina) yang bernilai eigen sebesar 0,212. alternatif terakhir adalah pengembangan daerah khusus untuk industri biodiesel dengan nilai eigen sebesar 0,172. Strategi ini menjadikan petani salah satu bagian dari industri, yakni bagian yang menyediakan bahan baku atau suplay bahan baku. Alternatif ini membuat petani mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan biodiesel yang besarnya akan ditentukan dari kesepakatan bersama antara petani dan manajemen industri. Strategi ini terpilih dengan harapan harga bahan baku yang merupakan salah satu elemen penting dari indutri biodiesel dapat terkendali dan memberikan petani keuntungan dari penjualan cocodiesel yang dapat bernilai lebih besar ketimbang petani hanya mendapatkan keuntungan dengan menjual kopranya. Selain itu bila petani kelapa dijadikan bagian dari unit produksi biodiesel maka secara tidak langsung produktivitas kelapa akan meningkat. Sesungguhnya elaborasi tiga dari empat alternatif strategi
di atas akan lebih ideal untuk diterapkan pada
agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa dibandingkan hanya dengan satu strategi. Agroindustri cocodiesel yang dibangun dalam suatu klaster industri kelapa terpadu dengan memakai petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel tepatnya unit penyediaan bahan baku dan penerapan kerjasama yang sinergis dengan distributor handal seperti Pertamina akan semakin mengoptimalkan keberhasilan pengembangan agroindustri cocodiesel ini.
B. Kekurangan dan Kelebihan Sistem Kekurangan yang terdapat pada program aplikasi Bioco 1.0 ini adalah belum dirancangnya suatu model pendukung yang dapat mengakses informasi tentang perkembangan agroindustri cocodiesel secara online. Sehingga untuk mengetahui informasi, hanya dapat dilakukan melalui tampilan program yang sifatnya statis. Kekurangan lain yang terdapat pada program aplikasi Bioco 1.0 ini adalah adanya tingkat kesulitan dalam menggunakan program aplikasi Expert Choice terutama bagi pengguna yang memang tidak pernah menggunakan program aplikasi ini. Selain itu, karena keterbatasan data dan waktu, untuk model prakiraan kebutuhan bahan baku hanya berlaku untuk studi kasus di Jawa Barat, bila suatu saat pengguna menginginkan prakiraan kebutuhan bahan baku di provinsi lain, maka model ini menjadi tidak valid lagi untuk digunakan dan untuk menggunakannya bagi studi kasus di provinsi lain diperlukan penyesuaian model kembali. Walaupun terdapat kekurangan tersebut, Bioco 1.0 merupakan program aplikasi siap pakai yang mempunyai fasilitas menu yang cukup mudah digunakan dan dengan tampilan yang cukup menarik. Beberapa kelebihan lain dari Bioco 1.0 antara lain: 1. Model Pemilihan Lokasi MPE sifatnya dinamis, bisa digunakan untuk data yang memiliki kriteria dan alternatif yang mencapai 20 buah. Begitu pula dengan banyaknya pakar yang digunakan. 2. Model Analisa Finansial sifatnya juga dinamis, sehingga bila pengguna ingin mencoba menganalisa agroindustri cocodiesel berskala produksi lain maka model ini tetap dapat digunakan dan akan tetap valid hasilnya.
VII. REKOMENDASI PENERAPAN DAN OPERASIONALISASI SISTEM
A. Rekomendasi Penerapan Program aplikasi Bioco 1.0 dapat digunakan oleh para investor yang ingin merencanakan investasi untuk mengembangkan usaha agroindustri. Program aplikasi ini juga dapat digunakan oleh siapapun yang ingin mengetahui perkembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa khususnya cocodiesel dan lokasi yang potensial untuk diinvestasikan sebagai suatu usaha pengembangan agroindustri cocodiesel, serta yang ingin mengetahui kelayakan finansialnya. Program ini dapat dengan mudah diinstal ke dalam komputer, baik di kantor maupun di komputer pribadi. Sistem dapat dioperasikan di berbagai kantor yang menyediakan informasi, seperti kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan sebagainya.
Untuk
dapat dioperasikan dengan baik, sistem ini memerlukan perangkat keras dan beberapa orang operator untuk menginput data. User dalam menggunakan
program
aplikasi
ini
juga
memperoleh
navigasi
penggunaan program dengan melihat menu bantuan yang tampak pada gambar 44.
Gambar 44. Tampilan Menu Bantuan pada Bioco 1.0
B. Operasionalisasi Sistem
1. Kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak Perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mengoperasikan Bioco 1.0 adalah sebagai berikut : Satu set Personal Computer (PC) dengan processor minimal
•
Intel Pentium III dengan kapasitas memory (RAM) 128 MB dan VGA 1 MB •
Monitor dengan layar seluas 800x600 pixels
•
CD-Room dengan kecepatan 40X
•
Ruang kosong pada hard disk sebesar 500 MB
•
Sistem operasi Windows 95/98/2000/NT/Me
•
Program Aplikasi Expert Choice 2000 yang siap pakai
2. Pengguna Sistem Pengguna program aplikasi Bioco 1.0 dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu user dan administrator. Berikut keterangan dan kriteria-kriteria dari masing-masing pengguna :
a. User Pengguna yang mengakses sebagai User dapat melihatlihat data dan hasil analisa sistem. Para pengguna ini adalah pengusaha atau siapapun yang ingin merencanakan investasi di bidang agroindustri. Tidak diperlukan kriteria tertentu untuk jenis pengguna ini. Selain itu User juga memiliki hak untuk memanipulasi (input, edit, hapus, dan simpan) data yang ada pada sistem. Berikut kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menjadi User : •
Dapat menggunakan/mengoperasikan komputer secara umum
•
Untuk operator pertama, memahami konsep database, khususnya Microsoft Access, sehingga jika terjadi kesalahan input dan sebagainya dapat dengan mudah mengatasinya.
•
Untuk operator kedua, memahami konsep database dan konsep akuntansi, sehingga mudah dalam menginput data struktur biaya/finansial agroindustri.
b. Administrator Pengguna yang mangakses sebagai Administrator memiliki hak akses penuh terhadap sistem. Selain pembuat sistem, para pakar bidang agroindustri dapat mengakses sistem sebagai administrator, yang dapat melakukan perubahan terhadap data untuk pemilihan teknologi proses dan penentuan
strategi
pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa.
Pengguna ini juga dapat dijadikan sebagai sumber
informasi bagi User untuk menggunakan model AHP pada program. Berikut kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menjadi administrator : •
Dapat menggunakan/mengoperasikan komputer secara umum
•
Ahli dibidang agroindustri
•
Memahami konsep pemrograman sistem dan penggunan Expert Choice 2000 Data yang perlu dipersiapkan untuk dapat menggunakan atau
mengoperasikan program ini adalah : 1. Model pemilihan lokasi membutuhkan data antara lain : data kriteria dalam pemilihan lokasi, data alternatif lokasi, data bobot kriteria, dan data hasil penilaian alternatif lokasi. Semua data ini diperoleh dari hasil kuesioner ataupun wawancara pakar yang memang memiliki kualifikasi pada bidang agroindustri cocodiesel ini. 2. Model pemilihan teknologi proses membutuhkan data antara lain : Hirarki AHP yang berisi level faktor, aktor, tujuan, dan alternatif teknologi proses. Hirarki ini dapat diperoleh dari hasil kuesioner atau wawancara pakar terpilih. Setelah hirarki AHP terbentuk kemudian dilakukan Penilaian kembali oleh pakar yang sama terhadap faktor, aktor, tujuan, dan alternatif yang terdapat pada hirarki AHP tersebut.
Hasil penilaian ini kemudian dipakai sebagai input pada model pemilihan lokasi dengan menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000. 3. Model prakiraan kebutuhan bahan baku membutuhkan data yaitu data permintaan solar selama lebih dari sepuluh tahun di Provinsi yang menjadi kajian. Data ini digunakan sebagai dasar penentuan kebutuhan bahan baku karena saat ini industri nyata cocodiesel belum ada di Indonesia. Data ini digunakan untuk memodifikasi model regresi linier yang terdapat pada model prakiraan kebutuhan bahan baku. 4. Model analisa kelayakan finansial membutuhkan data antara lain data struktur biaya agroindustri seperti biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Selain itu dibutuhkan data harga kopra per kilogram yang berlaku dan asumsi-asumsi lain seperti yang tertera pada gambar 36 dan gambar 37. 5. Model penentuan strategi pengembangan membutuhkan data antara lain Hirarki AHP yang berisi level faktor, aktor, tujuan, dan alternatif teknologi proses. Hirarki ini dapat diperoleh dari hasil kuesioner atau wawancara pakar terpilih. Selain itu, dibutuhkan pula identifikasi IFE dan EFE dari agroindustri cocodiesel serta matriks SWOT-nya. Data ini diperlukan untuk menentukan alternatif-alternatif strategi yang akan dimasukkan ke dalam hirarki AHP. Setelah hirarki AHP terbentuk kemudian dilakukan Penilaian kembali oleh pakar yang sama terhadap faktor, aktor, tujuan, dan alternatif yang terdapat pada hirarki AHP tersebut. Hasil penilaian ini kemudian dipakai sebagai input pada model pemilihan lokasi dengan menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agroindustri Bahan Bakar Nabati Berbasis Minyak Kelapa dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam merencanakan suatu proyek investasi produk agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa. Perencanaan investasi agroindustri ini dimulai dari penentuan lokasi agroindustri potensial,
memilih teknologi proses yang sesuai dan
memperkirakan kebutuhan bahan baku. Selain itu, dalam sistem ini terdapat analisa finansial yang dapat menilai layak atau tidaknya proyek industri
yang
akan
dikembangkan
dan
menentukan
strategi
pengembangannya. Sistem penunjang keputusan ini dirancang dalam suatu perangkat lunak dengan nama Bioco 1.0, yang tersusun atas sistem pengolahan terpusat, sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, dan sistem manajemen basis dialog. Aplikasi Bioco 1.0. ini terdiri dari lima model penyusun, yaitu model pemilihan lokasi, model pemilihan teknologi proses, model prakiraan kebutuhan bahan baku, model analisa kelayakan finansial, dan model penentuan strategi pengembangan. Hasil analisa pemilihan lokasi agroindustri potensial dengan menggunakan MPE menunjukan bahwa dari 5 alternatif Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, yang paling potensial menjadi lokasi agroindustri bahan bakar nabati adalah Sukabumi karena tingkat produktivitas kelapanya yang cukup tinggi, jaraknya yang cukup dekat baik dengan pasar ataupun dengan penyuplai metanol. Selain itu kondisi infrastrukturnya yang sudah cukup baik menjadikan Sukabumi menjadi lokasi terpilih untuk dibangunnya agroindustri ini. Teknologi proses terpilih dari proses pemilihan teknologi proses melalui AHP adalah transesterifikasi. Teknologi proses ini sesuai untuk diterapkan pada agroindustri bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa karena teknologinya yang sederhana dan lebih ekonomis biaya
produksinya. Hasil dari pemilihan teknologi proses ini memberi kesimpulan bahwa saat ini, bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa yang lebih cocok untuk dikembangkan adalah biodiesel kelapa (cocodiesel). Untuk itu, dalam analisa prakiraan kebutuhan bahan baku, analisa finansial, dan penentuan strategi pengembangan dapat berpedoman pada agroindustri cocodiesel. Hasil analisa prakiraan kebutuhan kopra pada tahun 2008 adalah sebesar 1.998.329,657 kg. bila kapasitas sebuah agroindustri cocodiesel yang akan dibangun adalah sebesar 507.692 kg kopra (input) atau 350.574 liter cocodiesel (output) maka jumlah agroindustri sejenis yang dapat dibangun untuk memenuhi target pasar sebesar 17% dari target pasar biodiesel adalah sebanyak 1.998.329,657 : 507.692 yang setara 4 buah agroindustri cocodiesel. Dengan kata lain apabila seorang investor akan membangun sebuah agroindustri dengan kapasitas produksi yang tidak terlalu besar (350.574 liter cocodiesel/tahun) atau 507.692 kg kopra/tahun, maka penjualan produknya akan mendapat kurang lebih pangsa pasar cocodiesel di Jawa Barat sebesar 25%. Sebuah peluang pangsa pasar awal yang cukup tinggi mengingat jenis agroindustri ini yang memang belum ada di Indonesia. Hasil analisa kelayakan finansial usaha agroindustri menunjukan bahwa untuk masa proyek 10 tahun, agroindustri cocodiesel dengan skala produksi 350.574 liter cocodiesel/tahun layak untuk dikembangkan dengan dengan harga jual Rp 6.000/liter. Agroindustri ini layak dikembangkan karena semua komponen kelayakan investasi telah memenuhi kelayakan investasi seperti nilai B/C Ratio-nya lebih dari 1, NPV bernilai > 1, dan IRR lebih dari tingkat suku bunga yang dipakai (16%). AHP penentuan strategi pengembangan agroindustri cocodiesel memberikan hasil faktor penentu strategi pengembangan agroindustri cocodiesel adalah harga solar fosil yang berlaku di Indonesia, makin tinggi harga solar fosil maka akan semakin tinggi potensi agroindustri cocodiesel untuk dikembangkan. Aktor yang paling berperan dalam menentukan strategi pengembangan agroindustri ini adalah industri biodiesel dengan
tujuan utamanya untuk peningkatan pendapatan sehingga alternatif strategi yang terpilih adalah pengembangan industri dengan melibatkan petani kelapa sebagai bagian dari unit produksi biodiesel. Alternatif ini terpilih dengan harapan bila petani kelapa dijadikan bagian dari unit produksi biodiesel maka secara tidak langsung produktivitas kelapa akan meningkat, dan harga bahan baku yang merupakan salah satu elemen penting
dari
indutri
biodiesel
dapat
terkendali
sekaligus
dapat
meningkatkan pendapatan banyak pihak terutama agroindustri itu sendiri dan petani kelapa karena komoditi pertaniannya dapat dimanfaatkan secara optimal.
B. Saran Sebuah strategi pengembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis kelapa yang akan diputuskan akan sangat berimplikasi terhadap hasil pengembangan agroindustri itu sendiri. Perancangan SPK ini hanyalah salah satu sarana untuk mendukung proses pengambilan keputusan tersebut. Sebenarnya faktor yang lebih dominan untuk menentukan sebuah strategi pengembangan industri adalah senses of business dan sifat optimistik dari si pengambil keputusan. Dibutuhkan pengembangan suatu model pendukung yang dapat mengakses informasi tentang perkembangan agroindustri bahan bakar nabati berbasis kelapa secara online.
Sehingga untuk mengetahui
informasi, hanya dapat dilakukan melalui tampilan program yang sifatnya statis. Penggunaan data dan informasi penunjang yang lebih akurat dalam model-model analisa akan dapat memberikan hasil analisa yang lebih baik, sehingga dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang lebih baik lagi. Pemeliharaan model perlu dilakukan secara rutin, terutama dengan cara melakukan up date data contohnya pada data kriteria dan asumsi-asumsi sehingga model-model yang digunakan tetap dapat memberikan hasil yang akurat. Kekurangan lain yang terdapat pada program aplikasi Bioco 1.0 ini adalah adanya tingkat kesulitan dalam menggunakan program aplikasi
Expert Choice 2000 terutama bagi pengguna yang memang tidak pernah menggunakan program aplikasi ini. Selain itu, karena keterbatasan data dan waktu, untuk model prakiraan kebutuhan bahan baku hanya berlaku untuk studi kasus di Jawa Barat, bila suatu saat pengguna menginginkan prakiraan kebutuhan bahan baku di provinsi lain, maka model ini menjadi tidak valid lagi untuk digunakan dan untuk menggunakannya bagi studi kasus di provinsi lain diperlukan penyesuaian model kembali. Perhitungan yang digunakan pada model Prakiraan Kebutuhan Bahan Baku menggunakan metode regresi linier sederhana yang hanya cocok digunakan untuk meramalkan kondisi di Jawa Barat. Untuk membuat model ini lebih dinamis dibutuhkan data yang lebih lengkap dan akurat lagi terutama bila sudah terdapat contoh industri nyatanya di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Biodiesel Development Project in Indonesia. Jakarta. Allorerung, D. 2006. Biodiesel Dari Kelapa. Sinartani Edisi 12-18 April 2006, Jakarta. Allorerung, D, Z. Mahmud dan B. Prastowo. 2006. Peluang Kelapa untuk Pengembangan
Produk
Kesehatan
dan
Biodiesel.
Prosiding
Konperensi Nasional Kelapa VI. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Assauri, S. 1984. Teknik dan Metode Peramalan: Penerapannya dalam Ekonomi dan Dunia usaha. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Minyak Kelapa (SNI 01-2902-1992), Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Deperin. 2006. Deperin Buat Proyek Percontohan Biodiesel. Jurnal Teknologi dalam Media Industri Edisi Desember 2006, Jakarta. Balai Penelitian Kelapa. 2006. Manado. Bouaid, A. 2005. Pilot Plant Studies Of Biodiesel Production Using Brassica Carinata As Raw Material. Catalysis Today. Bradley, W.L. 2006. Involving Students in Appropriate Technology Projects in the University. Engineering Department Baylor University, Texas. Choo, Y. M, A. N. Ma, dan A. S. H. Ong. 1997. Biofuel dalam F. D. Gunstone dan F. B. Padley (ed), “Lipid Technologies and Applications”, Marcel Dekker Inc., New York. H. 771-785
Danar, A. 2001. Evaluasi Keekonomian Proyek Panas Bumi. Kursus Singkat, Pertemuan Ilmiah Tahunan V Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Yogyakarta. Darnoko,
D.
2001.
Teknologi
Produksi
Biodiesel
dan
Prospek
Pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS 9(1):17-27. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dakker Inc., New York. Forum Biodiesel Indonesia. 2006. Di dalam Hambali, E. et al . 2006. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta. Gitosudarmo, I. 1984. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi. BPFE, Yogyakarta. Goenawan, D. A. 1998. Forecasting : Kasus Peramalan Ekspor Komoditi Karet
Indonesia Dengan Menggunakan Software Quantitative
System for Business Plus (QSB-). Program Pasca Sarjana TIN-IPB, Bogor. Gray, C., L. K. Sabur, P. Simanjuntak dan P.F.L. Maspaitella. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia , Jakarta. Hambali, E, A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I. K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T. H. Soerawidajaja, T. Prawitasari, T. Prakoso, dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hamilton, C. (2004). Biofuel Made Easy. Australian Engineers Institute, Melbourne. Hasan, M. I. 1999. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Bumi Aksara, Jakarta. Hubies, M. 1993. Sistem Pengembangan Agroindustri dalam PJPT II. Makalah. Disampaikan pada Ceramah Ilmiah Teknologi Unggulan Penunjang Agroindustri,
9
Oktober
1993.
Fakultas
Teknologi
Pertanian IPB, Bogor. Husnan, S dan Suwarsono. 1997. Studi Kelayakan Proyek. Penerbit OPP AMP YKPN, Yogyakarta. Kadariah, L.K, dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, Jakarta. Karouw, S, N. Hengky dan R. Barlina. 2007. Biodiesel Minyak Kelapa. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado. Kedai Iptek PKT BPPT. 2007. Kelapa, Jakarta. Keen, P. G. W dan M. Morton. 1978. Decision Support System an Organizational Perspective. Addison Wesley Company, USA. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak. UI Press, Jakarta. Kuncoro, M. 2000. Analisa Dekomposisi dan Model Runtut Waktu. Fakultas Ekonomi dan Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Lucas, H. C. 1993. Analisa Desain dan Implementasi Sistem Informasi. Edisi ketiga. Erlangga. Jakarta.
Manetsch, T. J dan G. L. Park. 1977. System Analysis and Simulation with Application to Economic and Social System. Michigan State University, USA. Manggabarani, A. 2006. Kebijakan Pembangunan Agribisnis Kelapa. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa VI. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Minch, R. P dan J. R Burn. 1983. Conceptual Design of Decision Support System Utilizing Management Science Model, IEEE Transaction on System. Mac and Cybermetic, USA. Palungkun, R. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya, Jakarta. Prihandana, R, E. Hambali, S. Mudjalipah dan R. Hendroko. 2007. Meraup Untung dari Jarak Pagar. Agromedia Pustaka, Jakarta. Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rindengan, B dan H. Novarianto. 2005. Minyak Kelapa Murni : Pembuatan dan Pemanfaatan. Penerbit Swadaya, Depok. Rukmayadi, D. 2002. Desain Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa. Studi Kasus : Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saaty, 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dan Situasi yang Komplek. Terjemahan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Sahardjo,
S.
1992.
Perkembangan
Agroindustri
dan
Kebijakan
Pengembangannya. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Agroindustri III, Desember 1992, Yogyakarta. Schafer, A. 1995. The Use of Biofuel in Modern Engine. Makalah dalam PORIM International Biofuel Conference, Malaysia. Situs Hijau. co.id. 2003 Soerawidjaja, T. H. 2001. Memanfaatkan Peluang yang Dibuka oleh Penghapusan Subsidi Harga pada Energi Berbasis Fosil. Pusat Penelitian Material dan Energi ITB, Bandung. Solikhah, M. D, A. Rahmadi, S. S. Wirawan, A. Kismanto, dan M. Nuramin. 2007. Biodiesel Plant Design, Perencanaan, Pemilihan Lokasi, dan Hal-hal Penting Lainnya. Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT, Jakarta. Sommerville, I. 1989. Software Engineering. Addison-Wesley Publishing Company, London. Support Office for Eastern Indonesia – SOFEI, 2006. Surfaktan and Bioenergi Reseearch Center-SBRC, 2007. Suryadi dan Ramdhani. 1998. Sistem Pendukung Keputusan . PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Sutarmi dan H. Rozaline. 2005. Taklukkan Penyakit dengan VCO. Penerbit Swadaya, Depok.
Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek. Cetakan Kedelapan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Volume I. John Wiley and Sons, New York. Weingart, J dan P. Manapol. Assessment of a Potential Coconut-based BioDiesel Refinery Initiative in Fiji, and Establishment of New Rural Enterprises. Energy and Security Group, Filipina. www.bi.go.id www. warintek.progressio. 2007
Lampiran 1. Petunjuk Penggunaan Paket Program Aplikasi Bioco 1.0
A. Petunjuk Instalasi Program Sebelum menginstal program ini, disarankan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pastikan komputer yang akan di instal memiliki spesifikasi sebagai berikut: •
Processor minimal jenis Intel Pentium 166
•
Ram minimal sebesar 64 MB
•
VGA sebesar 1 MB
•
CD-Room dengan kecepatan 40X
•
Monitor dengan layar seluas 800x600 pixels
•
Ruang kosong pada hard disk sebesar 5 MB
•
Sistem operasi Windows 95/98/2000/NT/Me
2. Masukkan CD Bioco 1.0. ke dalam CD-Room. 3. Buka file setup.exe pada folder Bioco. 4. Akan muncul tampilan Bioco 1.0 setup. Klik tombol ‘OK’. 5. Klik tombol instalasi untuk memulai instalasi program. 6. Akan muncul tampilan pilihan program group. Klik tombol ‘continue’. 7. Setup akan menginstal Data Access Component (DAO). Setelah itu Setup akan menginstal Bioco 1.0. Jika muncul tampilan ‘Version Conflict’, tekan tombol ‘Yes’. 8. Akan muncul tampilan bahwa setup Bioco 1.0 telah selesai diinstal dengan komplit. Klik tombol ‘OK’. Program aplikasi Bioco 1.0 sudah dapat digunakan. 9. Sebelum dapat menggunakan program, disarankan untuk me-restart komputer terlebih dahulu.
B. Petunjuk Penggunaan Program Bioco 1.0 (User Manual) 1.
Program Bioco 1.0.
dapat dibuka melalui tombol Start menu
program, layaknya program-program aplikasi yang lain 2.
Sebelum masuk ke program, akan muncul tampilan input pengguna (login) seperti dapat dilihat pada gambar berikut.
3.
Pilih jenis akses pengguna seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Setelah itu klik tombol ‘OK’
Jenis akses pengguna
Kata sandi
Non Admin
Tidak perlu kata sandi
Administrator
Perlu kata sandi khusus
4.
Fasilitas Hanya dapat melihat-lihat data, konsultasi sistem pakar, dan melihat hasil analisa model Dapat memanipulasi (input, edit, hapus, simpan) data.
Akan muncul tampilan program, gunakan menu utama atau toolbar untuk dapat menggunakan fasilitas yang terdapat pada program.
5.
Program
menyediakan
fasilitas
bantuan
dan
keterangan-
keterangan singkat (tooltiptext) untuk membantu kesulitankesulitan penggunaan program.