PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN ADITIF PELUMAS Zinc-difattyalkyldithiocarbamate
BERBASIS MINYAK NABATI
KOMAR SUTRIAH
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul ”pengembangan proses pembuatan aditif pelumas Zinc-difattyalkyldithiocabamate berbasis minyak nabati” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Desember 2011
Komar Sutriah NIM F361030011
ABSTRACT KOMAR SUTRIAH. Development of Vegetable Oil-based Zincdifattyalkyldithiocarbamate lubricant additive Production Process. Under supervision of Tun Tedja Irawadi, Zainal Alim Mas’ud and Irawadi Jamaran. Dithiocarbamate is an organosulfur compound which has many functions and applications in the various industries. In the field of automotive and metal working, these compounds are used as additives lubricants, in agriculture as pesticides, in pharmaceuticals as an antioxidant. In this study, we synthesized Zinc-difattyalkyldithiocarbamates compounds using materials which were derived from vegetable oil. Furthermore, performance test of the synthesized product as antioxidant and antiwear-antifriction in lubrication system was carried out. Zinc-difattyalkyldithiocarbamates complexes were synthesized by reacting primary fatty amines with acyl chlorides formed secondary fatty amides, continued with reducing the corresponding product to secondary fatty amines using LiAlH4, and finally secondary fatty amines were reacting with ZnCl2 and CS2, to formed Zinc-difattyalkyldithiocarbamates.
Each
corresponding
of
product
were
successfully synthesized with range of yield were 10 to 87, 17 to 96, and 77 to 87% respectively. The synthesis of primary fatty amines to secondary fatty amides, secondary fatty amides to secondary fatty amines, and secondary fatty amines to Zincdifattyalkyldithiocarbamates
complexes
were
evaluated
from
fourier
transformation infra red (FTIR) spectrum quality with the wave number of 3300 cm-1 for NH vibration, 1639 cm-1 for C=O vibration, 1454 cm-1 for tioureida C-N vibration, 968 cm-1 for C-S vibration, and in the far infra-red area with the wave number of 387 cm-1 that showed the maximum absorption of M-S bond (sulfur metal). Besides using the FTIR spectrum, Zinc-difattyalkyldithiocarbamates complexes formation were also evaluated by Zinc-recovery test using atomic absorption spectrophotometer (AAS), and conformity purity test using high performance liquid chromatography (HPLC). All variants of Zinc-difattyalkyldithiocarbamates synthesized were done using rancimat test method and four ball test method to determine the antioxidant activity and antiwear-antifriction activity. At the same concentration of 125 ppm, all variants of product showed the antioxidant activity higher than the BHA, BHT, and commercial additives control. The highest antioxidant activity was obtained by three
variants
of
the
Zinc-bis(dilauryl)dithiocarbamate,
Zinc-
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate, and Zinc-bis(laurylstearyl)dithiocarbamate. At
the same concentration of 1.2%, all variants of product showed the welding point higher than the lube base oil HVI 60 as base lubricants, and US Steel 136 as extreme
pressure
standard
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
additive, and
but
only
Zinc-
Zinc-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate
showed load wear index higher than both of these base lubricants and standard. Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate was the best of antioxidant and antiwearantifriction additive compared to others homologous compounds of product. Conversion of crude palm oil to palmityc acid, palmytic acid to hexadecylamine, and hexadecylamine to Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate additive can increase the value of the product. With assumption, the cost of raw material as
Rp.8.520,-/kg and the product value Rp.1.210.000,-/kg, therefore
industry will able to generate added value with Rp.8.135,-/kg, and Rp.6.290,-/kg of company profit. Keywords: fattyamines, fattyamides, Zn-difattyalkildihtiocarbamates, antioxidant, antiwear-antifriction, added value.
RINGKASAN KOMAR SUTRIAH. Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas Zincdifattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati, dibawah bimbingan Tun Tedja Irawadi, Zainal Alim Mas’ud dan Irawadi Jamaran. Ditiokarbamat merupakan senyawa organosulfur yang telah lama dikenal, dan diketahui banyak memiliki fungsi dan kegunaan. Di bidang pertanian, senyawa ini diantaranya digunakan sebagai pestisida, di bidang farmasi digunakan sebagai antioksidan, sedangkan di bidang industri otomotif dan pengerjaan logam digunakan sebagai aditif pelumas. Dalam penelitian ini dibuat senyawa Zincdifattyalkyldithiocarbamate menggunakan bahan baku fattyamina primer berbasis minyak nabati dan dikarakaterisasi fungsinya sebagai aditif antioksidan dan aditif antiaus-antifriksi dalam sistem pelumasan. Jalur proses pembuatan dimulai dari bahan baku fattyamine primer yang dikonversi ke fattyamide sekunder sebagai produk antara. Fattyamide sekunder selanjutnya direduksi menjadi fattyamine sekunder. Senyawa terakhir ini selanjutnya dikonversi
menjadi kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate.
Pembuatan fattyamide sekunder dan Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan pembuatan fattyamine sekunder dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Konversi fattyamine primer ke fattyamide sekunder, dan fattyamide sekunder ke fattyamine sekunder dievaluasi dari mutu spektrum infra merah (IR) pada bilangan gelombang 3300 cm-1 untuk vibrasi gugus N-H, dan 1639 cm-1 untuk vibrasi gugus C=O, sedangkan konversi fattyamine sekunder ke senyawa kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dievaluasi dari mutu spektrum IR pada bilangan gelombang 1454 cm-1 untuk vibrasi tioureida (C-N),
pada bilangan
gelombang 968 cm-1 untuk vibrasi C-S, dan pada kawasan infra merah jauh pada bilangan gelombang 387 cm-1 untuk vibrasi serapan ikatan M-S (logam-sulfur). Terbentuknya kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate juga dievaluasi dengan uji temu balik dengan mengukur kandungan Zn pada produk kompleks Zincdifattyalkyldithiocarbamate menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS), sedangkan konfirmasi kemurniannya dievaluasi dari waktu retensi dan luas pita kromatogram pada kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Metode uji rancimat
dan fourball digunakan untuk mengkarakterisasi daya antioksidan dan antiwearantifriksi dari kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan. Fattyamide sekunder, dan Zinc-difattyalkyldithiocarbamate berhasil dibuat dengan tingkat rendemen rerata yang beragam berturut-turut dari 10 - 87% , dan 77 - 87% tergantung panjang rantai karbon asam lemak dalam fattyamine primer yang digunakan sebagai bahan baku.
Sementara itu, dari ketiga cara pembuatan
fattyamine sekunder yang dilakukan, teknik reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan cara terbaik dibanding dua cara lainnya, dengan rendemen rerata yang beragam dari 17 - 96% tergantung panjang rantai karbon asam lemak fattyamine primer yang digunakan sebagai bahan baku. Mengacu pada hasil seleksi rendemen
produk,
maka
dihasilkan
7
(tujuh)
varian
produk
Zinc-
difattyalkyldithiocarbamate berdasarkan perbedaan panjang rantai karbon alkil asam lemak dan kejenuhan ikatan pada bahan baku fattyamine yang digunakan. Pada
konsentrasi
yang
sama
125
ppm,
seluruh
varian
Zinc-
difattyalkyldithiocarbamate menunjukkan daya antioksidan yang tinggi, lebih tinggi dibanding BHT, BHA, dan aditif pelumas komersil. Daya antioksidan tertinggi diperoleh oleh varian produk yang dibentuk dari dodesillaurilamin, oktadesillaurilamin, dan heksadesillaurilamin masing-masing dengan waktu induksi berturut-turut sebesar 16,67; 16,54; dan 16,11 jam, lebih lama dibandingkan blanko refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) 13,17 jam. Uji kinerja sebagai aditif antiaus-antifriksi dengan metode fouball ASTMD2783 pada konsentrasi yang sama 1.2%, menunjukkan bahwa seluruh varian produk memiliki angka welding point yang lebih tinggi dari pelumas dasar lube base oil HVI 60, dan dari standar US Steel 136 untuk pelumas hydraulik, tetapi hanya dua varian aditif Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dan Zincbis(lauryloleyl)dithiocarbamate yang memiliki angka load wear index yang lebih besar dari kedua standard tersebut, dan memenuhi kriteria sebagai aditif extreme pressure menurut standar US steel 136. Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktivitas antioksidan dan antiwearantifriksi optimal, yang sekaligus merupakan temuan baru dari penelitian ini, dan merupakan prototype aditif yang potensil untuk dikomersialisasi. Konversi crude palm oil ke asam palmitat, asam palmitat ke hexadecylamine
yang dilanjutkan ke produk agroindustri hilir aditif Zinc-
difattyalkyldithiocarbamate memberikan nilai tambah dan rasio nilai tambah sebesar Rp.8,135,-/kg dan 9.4%, dengan keuntungan Rp.6.290,-/kg dan tingkat
keuntungan 7.23%, pada tingkat asumsi harga bahan baku Rp.8.520,-/kg dengan harga jual produk Rp.1.210.000,-/kg. Tingkat nilai tambah dan tingkat keuntungan sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan bahan kimia pembantu (nilai input lain) yang digunakan. Kenaikan 10% harga bahan baku menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 1%, sedangkan kenaikan bahan kimia pembantu 10% menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 8% Kata kunci: fattyamina, fattyamida, Zn-difattyalkylditiocarbamate, antioksidan, antiaus-antifriksi, nilai tambah produk. .
PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN ADITIF PELUMAS Zinc-difattyalkyldithiocarbamate
BERBASIS MINYAK NABATI
KOMAR SUTRIAH
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Ujian Tertutup pada Hari Tanggal Pukul Tempat Penguji
Ujian Terbuka pada Hari Tanggal Pukul Tempat Penguji Luar Komisi
: Senin : 10 Oktober 2011 : 09.00 – 12.00 : Ruang Ujian Sekolah Pascasarjana Lantai 2 Gedung Rektorat Kampus IPB Darmaga Bogor : 1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA 2. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor
: Selasa : 27 Desember 2011 : 13.00 : Auditorium Toyib Hadiwijaya FAPERTA IPB : 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA (Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB) 2. Dr. Zulkifli Rangkuti (PT.Moga Internasional, Dosen ABFI Perbanas)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian Nama NRP Program Studi
: Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas Zinc-difattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati : Komar Sutriah : F361030011 : Teknologi Industri Pertanian (TIP)
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua
Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA Anggota
Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian,
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Machfud, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 27 Desember 2011
Tanggal Lulus:
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan ridho-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Judul disertasi ini adalah ”Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas Zinc-difattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati”
yang
merupakan bagian dari Penelitian Hibah Tim Pascasarjana dengan Ketua Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. Meskipun topik penelitian ini mengenai aditif pelumas berbasis minyak nabati, namun tahap produksinya dimulai dari fattyamine primer yang merupakan produk turunan intermediet minyak nabati yang
sudah
dikomersialisasi. Fattyamine primer ditransformasi menjadi produk hilir Zincdifattyalkyldithiocarbamate melalui jalur produksi fattyamide sekunder, dan fattyamine sekunder. Kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate diuji kinerjanya sebagai aditif antioksidan dan antiwear-antifriksi menggunakan RBDPO dan Lube Base Oil HVI-60 produksi Pertamina sebagai pelumas dasar. Analisis nilai tambah produk dilakukan terhadap varian aditif terpilih yang memiliki kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi optimum. Penulis menyadari bahwa terwujudnya disertasi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terimakasih yang tulus kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA, dan Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan dengan penuh dedikasi, dorongan motivasi, dan kesabarannya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. 2. Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA, sebagai Ketua Peneliti Hibah Tim Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk terlibat dalam proyek tersebut sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. 3. Pengelola program pascasarjana IPB: Dekan dan Sekretaris Sekolah Pascasarjana, Dekan dan Wakil Dekan FATETA, Ketua dan Sekretaris
Program Studi TIP atas dorongan semangat, kesempatan, kemudahan dan fasilitasi yang diberikan selama penulis melaksanakan studi. 4. Kepala Laboratoium Terpadu IPB, atas fasilitas tempat, bahan, dan peralatan sehingga penulis sangat dibantu selama melakukan penelitian dan penulisan disertasi. 5. Dekan FMIPA IPB dan Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3. 6. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA., dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai penguji pada ujian tertutup, Prof. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA., dan Dr. Zulkifli Rangkuti sebagai penguji pada ujian terbuka atas kesediaannya meluangkan waktu serta koreksinya. 7. Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi, dan Dr. dr. Irma H.Suparto, atas kesediannya mengkoreksi naskah jurnal dan abstract. 8. Khotib, Mila, Ratna, Vicky, Maya, Rita, Anna, Ani, Muti, Ibu Nur atas segala bantuan dan kerjasama yang diberikan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. 9. Rekan-rekan TIP 2003: Sarifah Nurjanah, Edy Mulyono, Sulistyo Sidik Purnomo, Srigunani Partiwi, Ismiyati, Kurnia Harlina Dewi, Acep Muhib, R.Acep Jaya Prawira, Pak Soufjan Awal, Pak Tommy, dan Firman Noer TA (alm) atas kebersamaannya selama belajar dan penelitian. 10. Rekan-rekan staf pengajar Departemen Kimia FMIPA IPB atas dukungannya selama penulis melaksanakan pendidikan S3 ini. 11. Keluarga tercinta: istri, anak, ema, bapa (alm), mertua (alm/almh) dan saudarasaudaraku, atas dorongan motivasi, dan doanya. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian disertasi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2011
Komar Sutriah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 05 Juli 1963 sebagai anak ke enam dari dua belas bersaudara dari pasangan H.Sutarma (alm) dan Hj.Ioh Sariah. Pada tahun 1991, penulis menikah dengan Kiki Ulfah Sriwulan puteri dari pasangan Sukardi(alm) dan Nyimas Siti Kuraesin (almh), dan dikaruniai satu orang puteri bernama Nurul Maulida. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kimia Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan di program S2 Kimia Universitas Indonesia dengan bantuan beasiswa TMPD Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan menyelesaikannya pada tahun 1997. Kesempatan melanjutkan program Doktor di program studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, diperoleh pada tahun 2003 dengan bantuan beasiswa BPPS Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai staf pengajar honorer di Departemen Kimia Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1989, dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di tempat yang sama pada tahun 1991. Sejak tahun 1998, penulis juga ditugaskan di UPT Laboratorium Terpadu IPB dan terlibat dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO/IEC 17025 dan akreditasi Laboratorium Terpadu oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Penulis aktif sebagai asesor KAN untuk akreditasi Laboratorium Penguji sejak tahun 2006. Tahun 2007- 2011, penulis menjadi anggota tim teknis Biro Kepegawaian
Departemen
Pendidikan
Nasional
dalam
pembentukan,
pengembangan, dan sosialisasi jabatan fungsional Pranata Laboratorium Pendidikan. Tahun 2009-2011, penulis menjadi anggota tim juri pemilihan pengelola laboratorium berprestasi nasional yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Selama mengikuti program S3, penulis menulis beberapa artikel ilmiah, antara lain: Pengaruh Teknik Sintesis Terhadap Kualitas Produk Fattyamina Sekunder yang diterbitkan dalam Jurnal Kimia Terapan Indonesia Vol 13 No 1 Juni 2011 Pusat Penelitian Kimia, LIPI Bandung, dan The Synthesis of Zincdifattyalkyldithiocarbamates and Their Antioxidant Activities dalam Indonesian Jurnal of Chemistry (in press). Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................
1
Tujuan Penelitian.................................................................................
3
Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................
3
Hipotesis Penelitian .............................................................................
4
Kerangka Pemikiran ............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak .......................................................................................
7
Fattyamida ..........................................................................................
9
Fattyamina .......................................................................................... 10 Transformasi Minyak Nabati ke Natural Based Surfactant .................. 12 Pelumas dan Aditif Pelumas ................................................................ 15 Ditiokarbamat...................................................................................... 20 Analisis Nilai Tambah ......................................................................... 24 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................. 26 Bahan dan Alat.................................................................................... 26 Tahapan Penelitian .............................................................................. 27 Tatalaksana Penelitian ......................................................................... 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder .................... 39 Pembuatan dan Pemisahan Fattyamina Sekunder ................................ 40 Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro .................................................... 42 Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk .................................................................................. 44 Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk...................................................................... 46
Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup............................................... 48 Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate ....... 51 Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate 55 Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate 60
Seleksi Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate...................................... 64 Analisis Nilai Tambah ......................................................................... 66 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... 71 Saran................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74 LAMPIRAN ................................................................................................... 81
ii
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Komposisi Asam Lemak Dominan pada Beberapa Lemak Hayati...............
7
2 Perbandingan Produksi Negara Penghasil Utama Minyak Sawit dan Minyak Kelapa ....................................................................................
8
3 Perbandingan Tingkat Produksi Tanaman Penghasil Minyak......................
8
4 Pita Serapan Penting Spektrum IR pada Senyawa Alkylditiocarbamate....... 22 5 Model Perhitungan Nilai Tambah dari Hayami dan Kawagoe..................... 25 6 Rendemen Produk antara Fattyamida Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk .............................................................. 40 7 Pengaruh Kuantitas N2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder ....................................................... 46 8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder ............................................................... 49 9 Rendemen Produk Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk pada Suhu 750C Waktu reaksi 24 Jam ................. 51 10 Rendemen Produk Aditif Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate ............ 52 11 Hasil Uji Temu Balik Zn dalam aditif Zn-bis(dilauryl)ditiocarbamate........ 54 12 Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate ............... 55 13 Data Aktifitas Antioksidan dan Antiwear-antifriksi Aditif Zn-difattyalyilditiocarbamate .................................................................... 64 14 Hasil Perhitungan Nilai Tambah Produk Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)ditiocarbamate pada Tingkat Harga Produk 100% dan 110% ............................ 70
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Neraca Bahan Proses Pengolahan Minyak Sawit ........................................
9
2 Reaksi Pembentukan Amida ......................................................................
9
3 Reaksi Pembentukan Fattyamida dari Trigliserida...................................... 13 4 Jalur Sintesis Garam Ammonium Posfatida dari Gliserida Nabati............... 14 5 Jalur Sintesis Sorbitan Monooleat dari Asam oleat ..................................... 14 6 Sintesis Dinatrium Monoalkil Sulfoksinat dari Fatty Alkohol..................... 15 7 Detergen untuk Aditif Bahan Bakar dengan Prekursor C12 Alkil Fenol ...... 19 8 Tetronic Tetraoleat suatu aditif bahan bakar dari asam oleat minyak kedelai ........................................................................................ 19 9 Reaksi Pembentukan Kompleks Zn-dialkylditiocarbamate ......................... 21 10 Diagram Alir Pembuatan Aditif Pelumas Zn-difattyalkylditiocarbamate.... 32 11 Hasil yang Diharapkan dari Setiap Tahapan Penelitian Pembuatan Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate ......................................................... 33 12 Reaktor Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk................................... 35 13 Spektrum Serapan IR Asilklorida dan Fattyamida Sekunder...................... 40 14 Skema Reduksi Fattyamida Sekunder menjadi Fattyamina Sekunder ........ 41 15 Spektrum Serapan IR Produk Fattyamina Sekunder metode Tumpak Tertutup Gelombang Mikro A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit................... 43 16 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi C=O pada 1633 cm-1 Produk Fattyamina Sekunder metode Tumpak Tertutup Gelombang Mikro ..................................................................................... 44 17 Spektrum Serapan IR Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Purging Kontinyu dan Bertahap........................................ 45 18 Spektrum IR Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk .......................................................................................... 47 19 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi C=O pada 1639 cm-1 Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk .......................................................................................... 47 20 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi NH pada 3334 cm-1 Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk .......................................................................................... 48 iv
21 Spektrum serapan IR produk Fattyamina Sekunder pada Kondisi Optimum Tiga Metode yang Diujikan ........................................................................ 48 22 Profil Perubahan Intensitas serapan Spektrum Vibrasi C=O dan NH Produk Fattyamina Sekunder pada Tiga Metode Pembuatan ...................... 49 23 Reaksi Pembentukan Senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate .................... 52 24 Spektrum IR Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate.. ..... 53 25 Spektrum IR jauh Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalyilditiocarbamate . 54 26 Rentang Kemampuan Ukur Daya Antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Rancimat .......................................................................... 56 27 Daya Antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Rancimat Model Metrhom 743................................................................................... 57 28 Model Orientasi Adsorpsi Molekul Zn-difattyalkilditiocarbamate pada Antarmuka Logam-Cairan Minyak Pelumas ............................................... 60 29 Rentang Pengukuran Daya Antiwear Zn-difattyalkylditiocarbamate Metode Four Ball.................................................................................................... 61 30 Welding Point Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Four Ball ................................................................................................... 62 31 Load Wear Index Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Four Ball.................................................................................................... 63 32 Kontur Permukaan Kinerja Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate.... 65
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur pengujian FTIR, AAS, dan HPLC ............................................. 81 2 Data rendemen fattyamida sekunder ......................................................... 82 3 Data rendemen fattyamina sekunder ........................................................... 84 4 Data rendemen Zn-difattyalkyldithiocarbamate .......................................... 85 5 Kurva standar dan data uji temu balik Zn dengan AAS ............................... 86 6 Kromatogram HPLC fattyamina sekunder Zn-difattyalkyldithiocarbamate . 88 7 Data hasil pengujian aktifitas antioksidan .................................................. 90 8 Data dan grafik hasil verifikasi kemampuan rentang ukur uji antiwearantifriksi aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam mesin four ball ......... 91 9 Data hasil uji four ball aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate........................ 92 10 Sertifikat hasil uji four ball aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate................. 93 11 Data uji statistika aktivitas antioksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Dengan metode SPSS.................................................................................... 97 12 Data uji statistika aktivitas antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl ditiocarbamate dengan metode SPSS ......................................................... 102 13 Biaya tenaga kerja tak langsung dan tenaga kerja langsung produksi aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate..................................................................... 105 14 Jenis dan jumlah input lain di luar bahan baku dan tenaga kerja produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate ...................................................... 106 15 Nilai penyusutan investasi produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate dengan metode garis lurus........................................................ 107 16 Komponen investasi dan biaya investasi produksi aditif pelumas Zn- difattyalkylditiocarbamate ................................................................... 108 17 Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga produk 100% ................................................................ 109 18 Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga produk 110% ................................................................ 110 19 Jenis, jumlah kebutuhan dan biaya bahan kimia pembantu untuk produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate .............................................. 111 20 Neraca bahan pembuatan aditif Zn- difattyalkylditiocarbamate ................. 112
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara, kemakmuran bagi pengusaha, serta sumber penghidupan bagi ribuan petani dan buruh yang terlibat didalamnya. Indonesia memberikan kontribusi sekitar 51% terhadap total produksi minyak sawit dunia, dan merupakan negara terbesar penghasil minyak sawit dunia. Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 87% produksi minyak sawit dunia, atau sekitar 23% dari total produksi minyak hayati dunia (USDA.2011). Saat ini ekspor minyak sawit Indonesia adalah sekitar 75% dari total produksi nasional, dan sebagian besar (77%) masih berupa crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO), dan sebagian kecil lagi dalam bentuk produk intermediet seperti fattyacid, dan fattyalkohol (Sulistyanto A.I, Akyuwen R.2011) Meskipun potensi pengembangan minyak nabati (sawit) Indonesia sangat tinggi, namun strategi pengembangan agroindustrinya dianggap masih lemah. Persoalan klasik dan struktural mengenai pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit Indonesia yang masih membelit dan belum teratasi diantaranya adalah penyediaan input produksi (seperti bibit yang berkualitas baik, pupuk, dan pestisida), dan buruknya infra struktur. Selain itu, unsur kelembagaan yang bertugas menangani dan bertanggungjawab dalam menetapkan kebijakan terhadap perkelapasawitan di Indonesia dianggap belum terorganisasi dengan baik. Berbeda dengan Malaysia, potensi pengembangan produksi minyak nabati (sawit) di Indonesia masih sangat besar terutama dengan ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, ketersediaan sumberdaya yang berkualitas, dan tenaga kerja yang melimpah. Dengan potensi yang demikian menjanjikan, sebaiknya upaya peningkatan jumlah produksi minyak nabati (minyak sawit) tersebut juga diiringi dengan kebijakan pengembangan industri hilir berbasis minyak nabati (minyak sawit), sehingga tidak hanya berorientasi untuk menjadi negara pengekspor CPO dan PKO saja. Keunggulan komparatif yang dimiliki tersebut seyogyanya ditingkatkan menjadi keunggulan kompetitif dengan dukungan kelembagaan dan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan agroindustri hilir berbasis CPO-PKO. Pengembangan agroindustri hilir berbasis minyak nabati (sawit) akan bermanfaat untuk menjaga terjadinya oversupplay CPO-PKO yang biasanya akan merugikan
petani, dan untuk meningkatkan nilai ekonomi dan nilai guna produk. CPO dan PKO adalah bahan dasar agroindustri yang dapat ditransformasi menjadi produk lain yang bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan agroindustri hilir nasional aditif pelumas menggunakan bahan baku berbasis minyak nabati akan merupakan keunggulan karena Indonesia merupakan penghasil utama minyak nabati, sehingga ketersediaan bahan baku terjamin, dan sekaligus merupakan upaya derivatisasi produk hulu agroindustri berbasis keunggulan lokal dalam menciptakan nilai tambah produk. CPO dan PKO berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pelumas dasar dalam sistem otomotif karena mampu menahan wear (keausan) dengan baik, dan sangat efektif dalam menurunkan tingkat emisi CO dan hidrokarbon (Masjuki et,al,
1999).
Transfomasi
CPO-PKO
menjadi
biodiesel
melalui
proses
transesterifikasi merupakan salah satu teknologi yang saat ini sedang berkembang sebagai upaya memperoleh energi alternatif pengganti minyak bumi. Selain berfungsi sebagai biodiesel, senyawa metil ester asam lemak yang merupakan hasil proses derivatisasi trigliserida atau asam lemak minyak nabati (sawit) ternyata memiliki kinerja sebagai aditif antiwear, antifriksi, dan peningkat lubrisitas dalam sistem pelumasan pada tekanan dan suhu normal (Masjuki et al.1997, Maleque.2000, Goodrum & Geller 2005). CPO-PKO dapat pula ditransformasi menjadi produk hilir agroindustri sebagai natural based surfactant yang banyak digunakan pada berbagai produk industri, seperti industri pangan, kosmetik, obat,
rolling oil, pelumas dan
aditifnya, dan lain-lain. Perlakuan teknologi terhadap CPO-PKO ini diyakini akan memberikan nilai tambah fungsi dan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi bagi negara dibanding dengan hanya mengekspor CPO-PKO. Justru hal ini yang dilakukan oleh negara-negara pengimpor CPO dari Indonesia. Dengan perlakuan teknologi, CPO-PKO ditransformasi menjadi produk hilir yang bernilai ekonomi lebih tinggi dan diekspor kembali ke Indonesia. Selain itu, pengembangan agroindustri hilir berbasis CPO-PKO juga akan bermanfaat dalam upaya mengantisipasi berkurangnya cadangan sumber minyak mineral yang umum digunakan sebagai bahan baku industri. Dengan keunggulan sifatnya yang renewable, dan biodegradable, minyak nabati (minyak sawit) diharapkan menjadi bahan baku industri hilir alternatif pengganti minyak bumi yang bersifat ramah lingkungan. 2
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menderivatisasi CPO-PKO menjadi produk hilir agroindustri, misalnya melalui transformasi secara fisik, kimia, atau enzimatis. Pada dasarnya, derivatisasi secara kimia terhadap minyak atau asam lemak minyak nabati menjadi produk agroindustri hilir dilakukan berdasarkan prinsip reaksi kimia oganik terhadap gugus fungsi karbonil yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, derivatisasi produk berbahan dasar CPO-PKO dilakukan secara kimia yang diarahkan pada aplikasi fungsinya sebagai aditif minyak pelumas sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh prototipe aditif pelumas garam kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate berbasis minyak nabati yang mempunyai kemampuan sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan dalam sistem pelumasan, dan melakukan analisis nilai tambah produk tersebut. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkap peran hasil transformasi gugus karbonil, ikatan rangkap dan simetri antar rantai alkil asam lemak minyak nabati dalam produk aditif terhadap kinerjanya sebagai aditif pelumas yang memiliki daya kendali terhadap wear-friksi, dan oksidasi. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1. Transformasi asam lemak dominan yang terdapat pada minyak nabati menjadi produk antara fattyamina sekunder, melalui intermediet fattyamida sekunder. Namun demikian, sehubungan produk transformasi asam lemak ke fattyamina primer sudah tersedia secara komersil maka sebagai bahan baku awal digunakan fattyamina primer. 2. Derivatisasi produk fattyamina sekunder menjadi
kompleks logam Zinc-
difattyalkyldithiocarbamate. 3. Pengujian
kinerja
aditif
pelumas
kompleks
logam
Zinc-
difattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan anti oksidan dalam sistem pelumasan. 4. Seleksi
prototipe
aditif
pelumas
kompleks
logam
Zinc-
difattyalkyldithiocarbamate yang memiliki kinerja terbaik sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan. 3
5. Rancangan implementasi melalui analisis nilai tambah prototipe produk aditif pelumas kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate terseleksi. Hipotesis Penelitian Hipotesis utama dari penelitian ini adalah asam lemak minyak nabati dapat dibuat menjadi aditif pelumas, sedangkan hipotesis spesifiknya adalah: 1. Asam lemak minyak nabati dapat dibuat menjadi senyawa fattyamida sekunder, fattyamina sekunder, dan kompleks logam Zinc-difattyalkyl dithiocarbamate. 2. Senyawa
kompleks
logam
Zinc-difattyalkyldithiocarbamate
memiliki
kemampuan sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan jika ditambahkan pada pelumas dasar. 3. Kemampuan senyawa kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan akan dipengaruhi oleh panjang rantai alkil, ikatan rangkap pada rantai karbon asam lemak, dan simetri antar rantai alkil dalam produk. Panjang rantai alkil tertentu dalam asam lemak awal akan menghasilkan kinerja antiwear-antifriksi, dan antioksidan yang optimum dari senyawa Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan, yang akan menjadi kebaruan dari penelitian ini. 4. Aditif pelumas kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dapat memberikan nilai tambah pada produk minyak nabati, sehingga industri aditif pelumas antiwear-antifriksi, dan antioksidan berbasis minyak nabati sangat potensial untuk dikembangkan. Kerangka Pemikiran Transformasi kimia terhadap asam lemak minyak nabati menjadi senyawa kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate, akan menghasilkan senyawa yang bersifat aktif permukaan/antarmuka, mempunyai kemampuan teradsorpsi dan membentuk lapisan film pada antarmuka logam-logam yang menjadi prasyarat dalam sistem pelumasan, sehingga wear, dan friksi dapat diminimalisasi, karena molekul tersebut dapat menahan gesekan antar permukaan pada saat salah satu bergerak atau keduanya bergerak. Gugus fungsi difattyalkildithiocarbamate dapat juga bertindak sebagai antioksidan melalui cara deaktivasi reaksi yang mengakibatkan autooksidasi terhadap pelumas dasar yang akan berdampak pada peningkatan stabilitas viskositas pelumas oleh pengaruh suhu pada saat digunakan. 4
Efektivitas pembentukan lapisan film pada antarmuka logam-logam sebagai antiwear-antifriksi dapat dicapai melalui pengaturan keseimbangan hidrofilitas-hidrofobitasnya dengan mengontrol panjang gugus alkil (R) dan ikatan rangkap dari fragmen asam lemaknya. Variasi panjang rantai karbon alkil (R), ikatan rangkap fragmen asam lemak, dan simetri antar gugus alkil asam lemak dalam senyawa garam komplek Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan, akan memberi aspek bantalan tambahan, mempengaruhi karakter shear strength dari lapisan film permukaan dan antarmuka, sehingga akan memiliki kemampuan inhibisi terhadap wear dan friksi, yang akan berperan meningkatkan dan mengontrol daya lubrisitas pada aplikasinya sebagai aditif minyak pelumas. Meskipun topik penelitian ini mengenai pembuatan aditif pelumas berbasis minyak nabati, namun tahap sintesisnya dimulai dari fattyamina primer yang merupakan
produk
turunan
intermediet
minyak
nabati
yang
sudah
dikomersialisasi. Fattyamina primer diubah menjadi produk antara fattyamina sekunder, melalui intermediet fattyamida sekunder. Pada tahap ini diperoleh berbagai jenis fattyamina sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai alkil dan kejenuhan ikatannya dari asam lemak minyak nabati (C12:0, C16:0, C18:0, dan C18:1). Keberhasilan transformasi molekul dipantau melalui analisis perubahan gugus fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR). Fattyamina sekunder yang dihasilkan kemudian diderivatisasi menjadi kompleks
logam
Zinc-difattyalkyldithiocarbamate
dengan
rumus
umum
(RR’NCS2)2 Zn. Keberhasilan pembuatan dipantau melalui perubahan gugus fungsi dengan FTIR, analisis elementer (uji temu balik Zn) menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), dan uji konfirmasi kemurnian produk dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). Pada masing-masing tahapan pembuatan fattyamida sekunder, fattyamina sekunder dan kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate, dilakukan seleksi produk berdasarkan aspek kemudahan teknik pemisahan, dan rendemen setiap produk yang dihasilkan. Hanya produk yang proses separasinya mudah dan rendemennya tinggi yang diteruskan sampai ke pengujian kinerjanya. Tahap berikutnya adalah pengujian unjuk kerja kompleks logam Zincdifattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan. Kinerja aditif dievaluasi dengan cara menambahkannya pada pelumas dasar (Lube Base Oil HVI-60 produksi Pertamina Cilacap) dan membandingkan kinerjanya 5
dengan aditif komersial yang biasa digunakan dalam sistem pelumasan. Kinerja aditif sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan dilakukan dengan metode four ball test dengan putaran dan variasi pembebanan, melalui pemantauan indikator kinerja welding point, dan load wear index, sedangkan uji aktifitas antioksidan dilakukan dengan metode rancimat menggunakan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) sebagai blanko dan pelarut. Evaluasi terhadap data hasil uji kinerja dari setiap varian aditif yang dibuat akan menetapkan dan merekomendasikan prototipe aditif kompleks logam Zincdifattyalkyldithiocarbamate terpilih yang memiliki kinerja terbaik, yang kemudian digunakan sebagai model produk untuk rekomendasi terapan melalui analisis nilai tambahnya. Perbedaan dari struktur senyawa yang diproduksi pada penelitian ini dibandingkan dengan senyawa dialkilditiokarbamat yang telah umum digunakan terletak pada rantai alkil R. Pada senyawa dialkilditiokarbamat yang umum digunakan, kedua rantai R adalah identik dengan atom karbon berkisar dari C4 – C10 dan bersumber dari bahan petrokimia, sedangkan yang dihasilkan dalam rancangan produksi pada penelitian ini adalah struktur senyawa dengan kedua rantai R dapat sama atau berbeda dengan variasi atom karbon C12,C16, dan C18 (jenuh dan tidak jenuh) dari sumber asam lemak trigliserida nabati. Kombinasi rantai asam lemak tersebut menghasilkan banyak variasi produk senyawa dialkilditiokarbamat yang diduga kuat memiliki kinerja yang berbeda-beda, sehingga diperoleh satu prototipe produk dengan kinerja terbaik, sekaligus merupakan kebaruan dari penelitian ini.
6
TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak Asam lemak adalah senyawa golongan asam karboksilat rantai panjang (RCOOH) yang diperoleh dari proses hidrolisis minyak atau lemak. Gugus fungsi karboksilat asam lemak minyak nabati merupakan bagian aktif molekul yang dapat di transformasi menjadi produk agroindustri intermediet dan hilir untuk keperluan berbagai jenis industri. Komposisi dan derajat kejenuhan/ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak-lemak bervariasi bergantung pada sumbernya. Komposisi asam lemak dalam PKO dan minyak kelapa umumnya mirip, namun berbeda dengan CPO-nya. CPO terdiri dari lemak netral sebagai komponen utama, dan sedikit lemak polar. Minyak-lemak
netral terdiri dari trigliserida
atau triasilgriserol (93%),
diasilgliserol (4.5%), monoasilgliserol (0.9%), dan asam lemak bebas (1.5%), sedangkan lemak polarnya terdiri dari fosfolipida (1443 ppm), dan glikolipida (438 ppm). Beberapa sumber minyak nabati dan hewani seperti biji kedelai, biji bunga matahari, biji kapas-kapuk dan minyak ikan yang habitatnya di laut dalam memiliki tingkat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dibanding sumber minyak lainnya. Komposisi rata-rata asam lemak minyak hayati ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi asam lemak dominan (%) pada beberapa lemak hayati Asam Jatropa PKO Kelapa Bunga Kedelai CPO Lemak Matahari C12:0 47.8 46.5 0.2 C14:0
0.1
16.3
20.6
-
0.1
1.1
C16:0
14.2
8.4
9.2
-
11
44
C18:0
7.0
2.4
2.9
4.5
4.0
4.5
C18:1
44.7
15.4
7.2
21.1
23.4
39.2
C18:2
32.8
2.4
1.6
66.5
53.2
10.1
Sumber: Akbar E (2009)
Bagi Indonesia, sumber utama asam lemak adalah minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa atau kopra. Kelapa sawit dan kelapa merupakan bahan baku utama bagi pengembangan agroindustri berbasis asam lemak dan turunannya. Sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar didunia, Indonesia menyumbang 50% dari total produksi minyak sawit dunia, dan 26% terhadap total produksi minyak kopra dunia yang akan menjadi jaminan bagi kontinyuitas ketersediaan
pasokan bahan baku agroindustri hilir berbasis minyak. Jumlah produksi minyak sawit dan minyak kelapa di negara penghasil utama disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan produksi negara penghasil utama minyak sawit dan minyak kelapa Jumlah Produksi 2011 (x1000 Metric Ton) Negara Kelapa PKO CPO Indonesia 1.54 6.30 23.6 Malaysia
-
4.53
18.00
Filipina
2.60
-
-
Thailand
0.07
0.26
1.29
Nigeria
-
0.67
0.85
India
0.74
-
-
Papua Nugini
0.13
0.14
0.50
Dunia
5.89
12.65
47.67
Sumber:USDA(2011)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis bersal dari kata Guinea, yaitu tempat pertama kali ditemukannya kelapa sawit (Ketaren 1986). Tanaman ini umumnya tumbuh baik di daerah tropis basah dengan curah hujan 1800-2400 mm/tahun, tingkat pencahayaan matahari rata-rata minimum 5 jam/hari, suhu ratarata 28-32 °C, dan musim kemarau tidak lebih dari 90 hari berturut-turut (Ketaren 1986, Boonyaprateeprat W.2010), seperti Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika Barat. Dibanding sumber minyak lainnya, kelapa sawit merupakan tanaman yang tingkat produktivitas tertinggi, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3. Tingginya produktivitas panen dan masa produksi yang panjang menjadikan kelapa sawit sebagai primadona dalam dunia agribisnis. Tabel 3. Perbandingan tingkat produksi tanaman penghasil minyak Komoditas Palm Oil Kapas/ Kapuk Produksi 3200 556 (kg/Ha)
Bunga Matahari 506
Kelapa 337
Kedelai 325
Kacang Tanah 318
Sumber: Boonyaprateeprat W.2010
Produk utama yang dihasilkan dari kelapa sawit adalah minyak sawit (CPO), dan minyak inti sawit (PKO) yang diperoleh dengan cara ekstraksi 8
pengempaan. Selain CPO dan PKO dihasilkan produk samping seperti tandan kosong sawit dan cangkang sawit yang dapat diolah lebih lanjut menjadi komoditi yang bermanfaat. Neraca bahan yang dihasilkan selama pengolahan tandan buah segar sawit menjadi minyak sawit ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Neraca bahan proses pengolahan minyak sawit (Sumber Boonyaprateeprat W.2010)
Fattyamida Amida (RCONH2) merupakan senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen terikat pada suatu gugus karbonil. Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen intramolekuler selama masih terdapat hidrogen yang terikat pada nitrogen (Fessenden & Fessenden 1999). Reaksi-reaksi pembentukan amida dapat di lihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Reaksi pembentukan amida (Sumber: Fessenden & Fessenden 1999) 9
Fattyamida adalah senyawa turunan asam lemak yang diproduksi dengan cara mereaksikan asam lemak dengan amonia pada suhu dan tekanan tinggi yang diikuti dengan dehidrasi. Di industri oleokimia, fattyamida dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil esternya dengan amina. Produksi biasanya dilakukan dalam proses tumpak, dimana ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200 °C dan tekanan 345-690 kPa selama 10-12 jam. Pada dasarnya, fattyamida tidak larut dalam air, kelarutannya dalam pelarut polar makin rendah dengan bertambah panjangnya rantai alkil. Secara umum fattyamida bersifat stabil oleh pengaruh suhu, oksidasi udara, atau oleh pengaruh asam dan basa encer. Senyawa amida mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu, contohnya sulfonamida yang digunakan dalam pengobatan untuk mengobati bermacam-macam infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotik. Selain itu, N-steroil glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba. Fattyamida pada dasarnya merupakan senyawa yang berkarakter surfaktan, sehingga dapat berfungsi sebagai penurun tegangan permukaan, wetting agent, maupun pembentuk busa. Sebagai produk yang berbasis alam, kebanyakan fattyamida bersifat mudah mengalami biodegradasi di lingkungan dengan tingkat toksisitas
yang
rendah.
Fattyamida
dan
senyawa
turunan
etoksilatnya
diaplikasikan sebagai penguat dan penstabil busa, pengemulsi, detergen, pemodifikasi viskositas, pelumas, zat antistatik, penghambat korosi, dan wetting agent. Selain itu, menurut Brahmana (1994) amida asam lemak digunakan sebagai pelumas pada proses pembuatan resin. Amida tersebut digunakan pada pelumas internal maupun eksternal yang berfungsi mengurangi gaya kohesi dari polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan. Fattyamina Fattyamina merupakan senyawa turunan asam lemak, olefin, atau alkohol yang dapat disintesis dari sumber alami, atau dari bahan baku petrokimia. Fattyamina komersial dapat tersedia sebagai campuran berbagai rantai karbon, atau rantai khusus dengan panjang rantai yang bervariasi. Fattyamina tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Fattyamina adalah suatu basa, sehingga dapat bereaksi dengan asam organik/anorganik membentuk garam. Fattyamina dapat juga dipandang sebagai 10
senyawa turunan ammonia (NH3) dengan mengganti atom hidrogen oleh gugus asil asam lemak. Bergantung jumlah gugus asil penggantinya maka dikenal fattyamina primer, sekunder, dan tersier. Fattyamina dapat diproduksi dari asam lemak melalui fattyamida dan nitril, atau melalui jalur alkohol. Menurut Srinivasa et al. (2003), fattyamina primer dapat dibuat melalui konversi reduksi asil azida dengan katalis Zn/amonium format dalam pelarut metanol pada suhu ruang, sedangkan menurut Furniss et al. (1989), reduktor NaBH4 dapat juga digunakan sebagai pengganti katalis Zn/amonium format dan pelarut metanol. Palmitil amina dapat diperoleh melalui aminasi palmitil alkohol (dengan NH3) dengan katalis Ni dalam medium nheksana pada suhu reaksi 180OC dengan hasil 86%. Ariston dalam Manihuruk (2009) menemukan cara lain pembuatan fattyamina primer melalui reaksi aminasi hidrogenasi langsung terhadap asam lemak dengan amoniak cair dan katalis nikel menurut persamaan reaksi kimia:
Sayang proses tersebut memerlukan tekanan tinggi (200 psi) dan waktu reaksi yang lama (18 jam) serta hanya menghasilkan produk fattyamina primer yang sedikit (16.33%), sedangkan sisanya adalah dekanal sebagai hasil samping. Fattyamina sekunder dapat diproduksi dari fattyamina primer melalui jalur alkilasi langsung dengan alkil halida, atau fattyalkohol. Alkilasi Hofmann dengan alkil halida atau senyawa sejenis seperti dialkil sulfat atau dialkil sulfonat merupakan metode langsung yang sederhana. Namun cara ini sulit untuk mengontrol proses alkilasi lanjutan, sehingga produknya seringkali merupakan campuran dari fattyamina sekunder, tersier, dan garam ammonium kuarterner. Masalah ini biasanya diatasi dengan menambahkan pereaksi fattyamina primer dalam jumlah berlebih (16 kali), yang dilanjutkan dengan pemisahan sisa pereaksi dengan teknik destilasi. Meskipun jarang, alkilasi langsung dengan fattyalkohol dengan kehadiran katalis logam seperti ThO2 atau logam transisi akan menghasilkan fattyamina sekunder. Reaksi tersebut cukup selektif, tetapi memerlukan kondisi suhu reaksi yang cukup tinggi (>200OC). Prasad et al 1992 menyatakan bahwa amina sekunder dapat juga disintesis melalui reduksi amida sekunder dengan NaBH4 dalam medium THF kering dengan kehadiran I2 yang direfluks dalam reaktor terbuka selama 6 jam. Dari berbagai cara sintesis yang 11
dilaporkan, faktor kritis yang sangat mempengaruhi keberhasilan produksi fattyamina adalah jenis reduktor dan faktor lingkungan untuk terjadinya reaksi. Fattyamina dan senyawa turunannya banyak digunakan di berbagai industri. Garam-garam amina terutama garam asetatnya digunakan secara luas sebagai pelumas, penghambat korosi, dan flotation agent. Betain, atau beberapa amina kuarterner banyak digunakan dalam industri produk perawatan diri, seperti dalam sampo, kondisioner, pembusa, atau zat pelembab. Di bidang perminyakan senyawa amina dan turunannya digunakan sebagai zat penghambat korosi, dan pengemulsi. Transformasi Minyak Nabati ke Natural Based Surfactant Transformasi minyak nabati (termasuk CPO dan PKO) menjadi produk agroindustri intermediet dan hilir, umumnya dilakukan melalui modifikasi terhadap gugus fungsi karboksilat dan ikatan rangkapnya membentuk senyawa turunan yang bersifat multifungsi sehingga dapat digunakan untuk keperluan berbagai jenis industri.
Senyawa multifungsi tersebut dikenal dengan nama
surface active agent (surfactant) atau zat aktif permukaan (Rosen 2004). Natural based surfactant adalah istilah yang ditujukan bagi surfaktan yang berasal dari bahan alami pertanian seperti minyak-lemak, karbohidrat, atau protein, sedangkan biosurfaktant, yaitu surfaktan yang disintesis melalui aktifitas mikroorganisme (Coupland K 1992). Kedua istilah ini seringkali digunakan untuk membedakannya dengan surfaktan konvensional yang umumnya berasal dari hasil derivatisasi minyak bumi. Sebagai bahan multifungsi, surfaktan digunakan secara luas pada industri logam, otomotif, cat, tekstil, pengeboran minyak, pestisida, farmasi, kosmetik, pangan, dan lain-lain, melalui aksinya sebagai penurun tegangan permukaanantarmuka, pengemulsi, agen pembasah, pembentuk busa, anti statik, atau sebagai detergen. Senyawa pelumas dan aditifnya termasuk kelompok surfaktan dengan memanfaatkan sifatnya sebagai agen pembasah, pengemulsi dan sebagai detergen sehingga dapat mengontrol viskositas dan pembasahan pada permukaan/antarmuka logam yang akan berdampak pada peningkatan kinerja pelumas. Minyak nabati dapat dijadikan sebagai building block dalam sintesis natural based surfactant secara komersil. Lintas sintesis yang diterapkan dapat menghasilkan surfaktan nonionik, amfoterik, kationik, atau anionik. Strategi 12
sintesisnya dapat dilakukan dengan cara langsung dari trigliseridanya, dari monodigliserida, dari asam lemaknya, atau dari turunan asam lemaknya seperti fattyalkohol, fattyamida, atau fattyamina. Dengan cara-cara tersebut, dapat dihasilkan surfaktan yang cocok untuk berbagai kebutuhan. Berikut adalah beberapa penelitian skala laboratorium atau skala komersil yang telah dilakukan dalam konversi minyak nabati (termasuk minyak sawit) menjadi senyawa kelompok natural based surfactant sebagai produk agroindustri intermediet dan hilir. Trigliserida minyak nabati secara umum dapat bereaksi langsung dengan pereaksi polar seperti amina, alkanolamina, polyol, dan sebagainya, menghasilkan surfaktan dengan membebaskan gliserol. Reaksi antara trigliserida dengan dietanolamina menghasilkan alkil dietanolamida. Alkanolamida ini merupakan suatu surfaktan yang digunakan secara ekstensif sebagai foam booster (peningkatpenguat busa) untuk surfaktan anionik dalam shampo. Reaksi pembentukannya ditampilkan pada Gambar 3. O
R
O
O
O
(R = C8 - C16)
R
OCOR Diethanolamine O +
3 R
GLYSEROL
N (CH2CH2OH)2
Gambar 3 Reaksi pembentukan fattyamida dari trigliserida Mono-digliserida yang merupakan hasil hidrolisis parsial trigliserida, selain berfungsi sebagai surfaktan juga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam sintesis derivat surfaktan lainnya. Reaksinya dengan fosfor pentaoksida (P2O5) menghasilkan suatu ester asam fosfat, yang akan menjadi garam amonium fosfatida setelah dinetralisasi dengan amonia. Garam amonium fosfatida adalah surfaktan yang diproduksi secara komersil dan berfungsi sebagai plastisizer dalam confectionary dan sebagai pigment dispersan dalam kosmetik. Jalur sintesisnya ditampilkan pada Gambar 4. Sintesis surfaktan secara langsung dari trigliseridanya akan menghasilkan surfaktan dengan gugus hidrofob yang sesuai dengan bahan awalnya, sehingga 13
seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan fungsi yang khusus. Oleh karena itu dalam kebanyakan kasus, untuk mengontrol karakter produk surfaktan yang dihasilkan, sintesis komersil dilakukan melalui bahan dasar individual asam lemak hasil hidrolisis trigliserida. O
Soybean diglyceride
R
O
OH OCOR
O
O
P2O 5
P R
O
OH
O OH OCOR O
O
P R
O
O O
O 2N H 4 +
OCOR
Gambar 4 Jalur sintesis garam ammonium posfatida dari gliserida nabati.
Sebagai contoh, asam oleat dari trigliserida nabati dapat direaksikan dengan sorbitol membentuk sorbitan monooleat melalui esterifikasi yang diikuti dengan dehidrasi (Gambar 5). Sorbitan monooleat adalah suatu monoester yang diperdagangkan dengan kandungan antara 25-35%, bahan ini merupakan emulsifier yang excellent dan digunakan secara luas pada berbagai industri makanan, dan kosmetik. Sorbitan monooleat sangat potensil dibuat dari minyak sawit, karena kandungan asam oleat dalam minyak sawit cukup tinggi sekitar 40%. OH
OH Sorbitol
HO OH
OH
OH
HO
OH
RCOOH/NaOH (Catalyst) O O
O
Sorbitol mono-oleate R
OH
Gambar 5 Jalur sintesis sorbitan monooleat dari asam oleat. Fattyalkohol dan fattyamina sebagai derivat pertama asam lemak minyak nabati, juga dapat diderivatisasi lebih lanjut. Fattyalkohol dapat dikonversi menjadi ester sulfat, ester fosfat, sulfosuksinat,
etoksilat, atau propoksilat,
sedangkan fattyamina dapat dikonversi menjadi garam amonium kuarterner, 14
oksida-oksida amina, atau senyawa ditiokarbamat. Surfaktan ester sulfosuksinat diproduksi dari fattyalkohol dengan anhidrida maleat membentuk hemimaleat yang dapat mengalami adisi ikatan rangkapnya dengan penambahan natrium sulfit. Ester sulfosuksinat adalah suatu surfaktan anionik yang digunakan pada formula shampo sebagai detergen yang sangat populer karena sifatnya yang aman terhadap kulit dan mata. Rute sintesanya ditampilkan pada Gambar 6. O OH
RCH2OH + O
O
O
R
O O
O O
Na2SO3 R
O SO3
O
Gambar 6 Sintesis dinatrium monoalkil sulfosuksinat dari fatty alkohol. Potensi lain pemanfaatan minyak nabati dalam industri hilir nonpangan adalah penggunaannya sebagai bahan dasar dalam pembuatan aditif bahan bakar dan minyak pelumas. Beberapa zat aditif yang ditambahkan ke dalam bahan bakar akan berfungsi misalnya sebagai detergen dalam gasoline, peningkat bilangan cetane dalam minyak diesel, pencegah korosi, dan sebagai peningkat lubrisitas. Bahan-bahan tersebut ditambahkan dalam jumlah sedikit, untuk fungsi detergen sekitar 200 ppm, untuk peningkat bilangan cetane antara 0,1 – 0,5%, sekitar 50 ppm untuk pencegah korosi dan peningkat lubrisitas, dan sekitar 1% untuk fungsi antifriksi. Pelumas dan Aditif Pelumas Pelumasan adalah suatu cara untuk memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida di antara permukaanpermukaan yang bergesekan (Masjuki et al. 1999), sementara pelumas dapat diartikan sebagai suatu zat yang berada atau disisipkan di antara dua permukaan yang bergerak secara relatif agar mengurangi gesekan antar permukaan tersebut. Proses pelumasan merupakan hal yang tak terelakkan pada fenomena permukaan dan antarmuka. Dua permukaan yang salah satu bergerak terhadap yang lain, atau masing-masing saling bergerak senantiasa akan menimbulkan friksi (gesekan). Dalam konteks mesin dan pengerjaan logam, peristiwa friksi sedapat mungkin dihindari karena akan menimbulkan panas, keausan, dan akan 15
mengurangi energi mesin. Dalam sistem transmisi tenaga pada mesin otomotif, adanya friksi akan terjadi kehilangan energi kinetik yang berdampak pada peningkatan konsumsi bahan bakar. Dampak lain dari friksi, adalah konversi energi menjadi panas/kalor sehingga mesin mengalami over heated. Pelumas atau cairan pelumas ditambahkan diantara kedua permukaan logam untuk mereduksi gesekan yang ditimbulkan pada saat bergerak-saling bergerak. Pelumas adalah jenis minyak dan atau gemuk lumas yang digunakan untuk menghindari terjadinya solid friction atau pergesekan antara dua permukaan metal yang saling bergerak, dan berfungsi sebagai media pendingin bagian-bagian yang panas sehingga mesin dapat bekerja optimal sekaligus mengurangi terjadinya keausan pada mesin. Pelumas merupakan bahan tambahan utama bagi beroperasinya mesin secara optimal. Pelumas dapat berupa minyak mineral, gemuk, serbuk halus logam, air, atau senyawa yang sejenis. Serbuk halus logam Zn dapat berfungsi sebagai zat antiseize, sedangkan serbuk grafit atau serbuk molibdenum disulfida dapat berfungsi untuk mengurangi friksi. Pelumas harus berfungsi sebagai medium hidraulik, pendingin dalam mesin dan luar mesin, dan sebagai pengambil kotoran dalam mesin, melindungi keausan, mencegah terbentuknya deposit, mencegah masuknya udara, mencegah timbulnya busa, serta melindungi korosi. Tidak ada jenis pelumas yang cocok dan mempunyai kinerja yang baik untuk seluruh proses pelumasan. Oleh karena itu, untuk memperoleh kinerja yang optimal dari suatu jenis pelumas diperlukan informasi tentang sistem pelumasan yang akan dilakukan. Ada 3(tiga) hal yang memerlukan sistem pelumasan yaitu: bearing (bantalan), cylinder, dan gear. Pelumas untuk bearing seperti pada proses pelumasan batas (boundary lubrication) akan memerlukan prasyarat viskositas pelumas yang berbeda dengan yang diperlukan pada sistem cylinder dan gear. Selain itu variabel operasional seperti suhu, tekanan dan pembebanan, dan kecepatan pergerakan atau putaran juga akan memerlukan persyaratan yang berbeda. Pelumas yang akan diaplikasikan pada sistem pelumasan suhu tinggi, dan tekanan-pembebanan yang besar maka diperlukan pelumas yang relatif lebih berat, agar viskositasnya masih cocok untuk menahan friksi pada kondisi tersebut. Sementara itu, bagi pelumas yang akan digunakan pada sistem kecepatan perputaran tinggi maka diperlukan pelumas yang lebih ringan agar viskositasnya sesuai dengan kebutuhan akselerasi dan kecepatan. 16
Pelumas yang diproduksi saat ini umumnya merupakan fraksi destilat dari minyak bumi. Menurut Keppres No. 18/1988, lembaga yang berwenang melakukan produksi pelumas di Indonesia adalah Pertamina. Sejak tahun 1996, melalui SK Dirjen Migas partisipasi swasta dalam memproduksi pelumas mulai diijinkan, dengan syarat mereka harus melakukan proses hidrotreating dan atau extracting, dan masih terbatas untuk pelumas sintetik saja. Bahan pelumas terdiri dari base oil ditambah dengan zat-zat kimia terpilih tertentu yang disebut aditif. Berdasarkan mekanisme kerjanya, dikenal dua jenis pelumas yaitu lubricating oil (pelumas) dan grease oil (gemuk). Gemuk adalah pelumas yang dipadatkan atau semi padat dengan sabun metalik atau non sabun metalik yang berfungsi mengurangi gesekan dan keausan komponen, dan digunakan untuk pelumasan bagian terbuka, sebagai bearing, chassis, tuas, sambungan. Suatu gemuk sebaiknya mempunyai sifat fisik dengan spesifikasi viskositas tinggi, pour point rendah (tidak membeku pada suhu dingin), volatilitas rendah, stabil terhadap panas dan oksidasi, dan indek viskositas tinggi (perubahan viskositas akibat efek suhu rendah). Base oil atau pelumas dasar adalah bagian terbesar dari pelumas, biasanya merupakan hasil pengolahan lanjut dari long residu yang dihasilkan pada proses destilasi minyak mentah dalam unit CDU (crude distilling unit). Ada dua jenis pelumas dasar yaitu parafinik base oil yang tersusun dari hidrokarbon rantai lurus dan naptenik base oil yang berbasis naftalena. Berdasarkan indeks viskositasnya, base oil digolongkan menjadi: a. High viscosity index (HVI): memiliki indeks viskositas diatas 80, diperoleh dari parafinic crudes dengan cara solvent refining sperti HVI 60, HVI 650, OD 300, Proma 80. b. Medium Viscosity index (MVI): memiliki indeks viskositas antara 40-80, diperoleh dari parafinic atau naptenic. c. Low viscosity index (LVI): memiliki indeks viskositas < dari 40, diperoleh dari naptenic, seperti Promor 80, 100PVO. Aditif pelumas adalah senyawa kimia yang bila ditambahkan kedalam pelumas akan meningkatkan unjuk kerja pelumas seperti yang diharapkan. Aditif adalah senyawa kimia tertentu yang berguna untuk meningkatkan mutu minyak lumas atau gemuk. Aditif konvensional biasanya merupakan unsur kimia seperti Ba, Ca, senyawa fosfor, sulfur, klorin, Zn, Pb, Mo, minyak silikon (siliconfats), 17
polimer, dan soap like compounds. Fungsi utama aditif di antaranya sebagai detergen (pemisah kotoran), viskositas indeks improver, anti friksi, dan menurunkan titik beku (pour point depresant). Bahan-bahan tersebut ditambahkan dalam jumlah sedikit, untuk fungsi detergen sekitar 200 ppm, untuk peningkat bilangan cetane antara 0,1-0,5%, sekitar 50 ppm untuk pencegah korosi dan peningkat lubrisitas, dan sekitar 1% untuk fungsi anti friksi. Martin.J-M (2000) melaporkan ada efek sinergi antar aditif antiwear Zn-dithioposfat dengan aditif pemodifikasi friksi Mo-ditiokarbamat jika ditambahkan sebagai campuran dalam sistem pelumas. Pertamina memasok aditif pelumas dari Shell International Petroleum Company, dan Mobil Oil Chemical Corporation, dan semuanya impor. Industri yang memproduksi aditif pelumas diantaranya adalah Chevron, Esso Chemical, Shell Chemical, Lubrizol, Edwin Copper, Nalco-Exxon, Texaco Fuel Additives. Saat ini kebanyakan pelumas setidaknya mengandung zat tambahan antioksidan untuk meningkatkan stabilitas dan meningkatkan performa mesin. Sejak oksidasi diidentifikasi sebagai penyebab utama penurunan kualitas pelumas, hal ini menjadi aspek yang sangat penting untuk meningkatkan stabilitas oksidasi dengan adanya kehadiran antioksidan dalam pelumas. Oksidasi merupakan proses yang berbahaya yang biasanya menyebabkan menurunnya performa pelumas, memperpendek usia pelumas, dan hal yang paling ekstrim adalah dapat merusak mesin. Oksidasi ditandai dengan adanya interaksi hidrokarbon pada pelumas dasar dengan oksigen dan adanya panas, dan prosesnya dapat meningkat cepat dengan kehadiran logam transisi seperti cobalt, besi, nikel, dan lainnya (Rudnick 2009). Aditif antioksidan ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan pembentukan lumpur sehingga mesin tetap bersih.
Banyak senyawa yang dapat digunakan
sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina, senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005). Lintas sintesis aditif detergen untuk minyak pelumas umumnya cukup kompleks, memerlukan tiga atau lebih tahapan proses. Aditif ini umumnya mempunyai bobot molekul relatif tinggi berkisar 300-3000, yang dibentuk dari ekor rantai alkil yang panjang untuk memudahkan kelarutan dalam pelumas dasar, dan satu atau lebih gugus kepala polar yang berfungsi untuk menarik deposit kotoran. Beberapa bahan yang dapat dijadikan prezatnya adalah poliisobutilena, anhidrida maleat, polialkilenoksida, alkohol, amina, poliamina, urea, etilen oksida, 18
propilen oksida, C12 alkil fenol. Salah satu produknya yang menggunakan prezat C12 alkil fenol, strukturnya ditampilkan pada Gambar 7. O C12H25
O-(CH-CH2-O)x-CH-CH2-O C NH-CH2-CH2-NH2 X=4-8
Gambar 7 Detergen untuk aditif bahan bakar dengan prekursor C12 alkil fenol. BASF memproduksi aditif detergen untuk bahan bakar dengan nama Tetronic tetraoleat, dari bahan mentah asam oleat minyak kedelai yang ditransformasi menjadi oleoyl klorida, kemudian direaksikan dengan produk intermediet tetronic menjadi tetraester dengan strukur seperti ditampilkan pada Gambar 8. Penggabungan sumber amonia kedalam aditif berbasis minyak kedelai diduga akan menurunkan tingkat emisi gas NOX dan bahan partikulat halus (<2,5 mikron) sehingga lebih menguntungkan sehubungan dengan aspek lingkungan. R
R
R = CH3-CH-CH2-O-(CH2-CH2-O)n-OC-C17H33
N-CH2-CH2-N R
R
Gambar 8 Tetronic tetraoleat,suatu aditif bahan bakar dari asam oleat minyak kedelai.
Aditif peningkat bilangan cetane minyak diesel yang efektif adalah senyawa golongan nitrat dan peroksida. Senyawa 2-etil heksil nitrat (EHN) dan ditersier butil peroksida (DTBP) adalah aditif peningkat bilangan cetane yang terkenal. Penambahan 0,1-0,5% EHN atau DTBP dapat meningkatkan cetane number antara 5-10. Selain itu, adapula isopropilnitrat, isoamil nitrat, isoheksil nitrat, dodecyl nitrat. Aditif peroksida dapat pula dikembangkan dari derivat asam lemak minyak kedelai. Tingginya kandungan asam oleat dalam minyak kedelai dan minyak sawit dapat dijadikan sebagai bahan dasar peroksida, misalnya adalah pembentukan dioleyl peroksida, atau asam peroleat. Sayang senyawa terakhir sangat reaktif sehingga tidak dapat disimpan lama. Bentuk epoksi dari asam lemak minyak kedelai yang telah diaplikasikan sebagai pemlastis mungkin dapat dikembangkan menjadi senyawa peningkat bilangan cetane. 19
Senyawa-senyawa yang biasa digunakan sebagai aditif inhibitor korosi dan lubrikasi,
berdasarkan
tingkat
penurunan
efektifitasnya,
yaitu
golongan
organofosfat, asam organokarboksilat dan garam-garamnya, golongan amida (RCONHR), dan golongan ester RCOOR’, dengan panjang rantai R = 12-18. Tampak bahwa derivatisasi asam lemak minyak nabati (C12- C18) berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk hilirnya berupa aditif peningkat bilangan cetane. Senyawa kompleks dari logam Mo dengan ligan monokarboksilat, monoalkilasi alkilena diamin, dan gliserida dilaporkan merupakan aditif multifungsi dalam sistem pelumasan (Gatto et al. 2003). Sementara itu McConnachie et al. (2003) menyatakan bahwa senyawa kompleks trinuklir Mo dengan ligan ditiokarbamat dapat diproduksi secara insitu dalam sistem pelarut polar seperti toluena, tetrahydrofuran, dimetil formamida, metanol, atau air. Dalam
penelitian
ini,
pembentukan
senyawa
kompleks
logam-
alkilditiokarbamat dari minyak sawit yang dihipotesakan sebagai aditif multifungsi dengan mengambil analogi dan bertitik tolak pada mimik dari senyawa seng dialkil/aril ditiokarbamat yang telah lazim digunakan sebagai boundary lubrication additive. Ditiokarbamat Ditiokarbamat adalah senyawa organosulfur yang spektrum aplikasinya cukup luas (Kaludjerovic et al. 2002). Sudah lebih dari enam puluh tahunan turunan senyawa ini disintesis dan diproduksi sejak ditemukan pertama kali pada awal tahun 1940 sebagai fungisida dan pestisida, sedangkan aktifitasnya sebagai antioksidan mulai diketahui pada tahun 1960, dan sejak itu senyawa ditiokarbamat diaplikasikan untuk pelumas (Rudnick 2009). Golongan senyawa ini telah dimanfaatkan diantaranya sebagai akselerator pada proses vulkanisasi, antioksidan, dan sebagai pestisida (fungisida dan herbisida). Golongan senyawa ini dilaporkan memiliki aktifitas antivirus seperti terhadap human rhinovirus, enterovirus,dan influenzavirus. Ditiokarbamat adalah ligan bidentat bermuatan negatif (-1), sehingga berperan sebagai ligan pendonor elektron apabila membentuk kompleks organologam yang diduga berperan dalam mengontrol kekuatan hidrofilitas dalam peranannya sebagai aditif pelumas. Tergantung ion logam pusatnya, geometri senyawa ditiokarbamat
dapat
berbentuk
tetrahedral,
hexagonal,
kompleks logamatau
oktahedral
(Kaludjerovic et al. 2002). 20
Senyawa ditiokarbamat merupakan senyawa organosulfur yang mudah membentuk kompleks dengan ion logam, dan apabila dalam bentuk terkoordinasi dengan suatu logam, maka akan memiliki lingkup aplikasi yang luas. Aplikasi senyawa ini dibidang otomotif adalah sebagai zat tambahan pelumas, dibidang pertanian digunakan sebagai pestisida (insektida dan fungisida), dibidang geologi sebagai akselarasi dalam vulkanisasi, dalam bidang farmasi sebagai antioksidan (Kaludjerovic et al. 2002, Gogoi & Sonowal 2005) dan memiliki aktivitas biologi sebagai antibakteri dan antijamur (Husain et al. 2010). Logam ditiokarbamat heterosiklik yang yang dilaporkan berpotensi sebagai pestisida dan antioksidan misalnya potassium (1,1-dioxothiolan-3-yl)-dithiocarbamate efektif sebagai fungisida selektif (Vasiliev & Polackov 2000). Grossiord et al (1998) dalam Asthana P (2006) menyatakan bahwa metilen-bis-(di-n-butilditiokarbamat) merupakan aditif antiwear yang sangat baik dan memiliki sifat antioksidan yang baik. Senyawa ini digunakan pada gear oils dan pelumas gemuk. Griffo & Keshavan (2007) menggunakan zat tambahan yang berfungsi sebagai antifriksi dan antiwear dalam “high performance rock bit grease” berupa Pbdiamilditiokarbamat, Mo-di-n-butilditiokarbamat, Zn-ditiokarbamat, dan Sbditiokarbamat. Namun demikian, kebanyakan aplikasi senyawa alkilditiokarbamat yang dilaporkan adalah menggunakan alkil rantai pendek. Jalur produksi senyawa kompleks logam-dialkilditiokarbamat rantai panjang disajikan pada Gambar 9, sedangkan identitas spektrum IR senyawa ditiokarbamat diberikan pada Tabel 4. Selain melalui jalur proses karbamasi amina yang sering digunakan, produksi organo-karbamat dapat juga dilakukan melalui reaksi tandem tiga komponen dari amina, CO2, dan alkilhalida dengan kehadiran Cs2CO3 dan tetrabutilammonium iodida (Salvatore et al.2001)
Gambar 9 Reaksi pembentukan kompleks Zn-dialkilditiokarbamat. 21
Tabel 4 Pita serapan penting spektrum IR pada senyawa alkylditiocarbamate No
Bilangan Gelombang
Gugus
1
1680– 1640 (cm-1)
2
1530–1430 (cm-1)
3
1001 (cm-1)
C-S
4
Sekitar 1000 (cm-1)
C-S
5
Sekitar 2400- 2650 (cm-1)
S-H
6
Daerah sidik jari
Keterangan
CN C
S2C–NR2 & tipe pita serapan medium-kuat Bebas
N
Jika 1 pita serapan kuat bidentat, jika 2 pita serapan monodentat Pita serapan kuat
M-C, M-S
Tipe pita serapan dari lemah sampai kuat
*Sumber dari Trifunović et al. (2002), & Kaludjerovic et al. (2002), Shahzadi et al. (2006) Adsorpsi atau reaksi permukaan/antarmuka antara komponen-komonen pelumas, khususnya aditif pada pelumasan batas dengan permukaan logam-logam yang saling kontak merupakan kunci untuk menekan keausan dan friksi. Dengan demikian, jika ditemukan model molekul yang dapat teradsorpsi atau dapat melakukan reaksi permukaan/antarmuka dengan logam secara efektif, maka akan berfungsi efektif pula dalam menekan keausan, friksi, dan akan memperlambat proses
oksidasi
dari
pelumas
secara
keseluruhan.
Efektivitas
interaksi
permukaan/antarmuka molekul diantara dua permukaan logam tersebut, pada prinsipnya dapat diperoleh dengan mengatur derajat hidrofilitas dan hidrofobisitas bagian molekul aditif tersebut melalui modifikasi dan transformasi gugus fungsinya. Faktor polaritas relatif suatu molekul aditif memegang peran utama agar dapat teradsorpsi atau membentuk lapisan film yang efektif pada permukaan logam. Dalam penelitian ini, desain dan modifikasi/sintesis difokuskan pada gugus fungsi karbonil ke gugus ditiokarbamat dan secara simultan efek polaritas yang berhubungan dengan shear strength divariasikan melalui gugus fungsi ikatan rangkap, dan panjang rantai alkil asam lemaknya (Maleque et al. 2000). Variasi tersebut dan hubungannya dengan pembentukan film yang optimal merupakan fenomena yang akan dikaji dan dibuktikan dalam penelitian ini. Aditif pada sistem pelumasan merupakan komponen pelumas yang penting terutama untuk sistem-sistem pelumasan, seperti pengerjaan logam (rolling oil, cutting oil), fluida transmisi, gear oil (automotif dan industri), dan fluida hidraulik. Dalam sistem pelumasan batas, fenomena friksi dan wear/seizure terutama 22
bergantung pada shearing forces komponen-komponen pelumas relatif terhadap dua permukaan logam yang saling kontak, dan fenomena ini dapat direduksi oleh adanya aditif yang ditambahkan. Mekanisme kerja dari aditif ini adalah adsorpsi atau reaksi membentuk lapisan film pada permukaan logam sehingga kontak logam-logam direduksi. Lapisan film yang terbentuk tersebut mempunyai shear strength yang lebih rendah dibanding logam sehingga proses lubrikasi berjalan lancar (O’Brien 1983; Studt 1989). Pada awalnya, formulasi aditif yang berhubungan dengan fenomena sistem pelumasan batas difokuskan pada sistem pelumasan industri, terutama kaitannya dengan masalah tekanan ekstrim. Namun sejumlah studi mengkonfirmasikan bahwa, terdapat kondisi-kondisi tekanan ekstrim dalam sistem pelumasan engine selama cold cranking, percepatan sekonyong-konyong, beban-beban berat dan temperatur ekstrim (Oil Extreme 2003). Dari fenomena ini, kemasan aditif dalam pelumas engine dengan memasukkan unsur aditif pelumasan batas, telah menjadi pertimbangan akhir-akhir ini. Senyawa-senyawa yang digunakan sebagai aditif pada sistem pelumasan batas meliputi organosulfur atau kombinasi sulfur oksigen, organoklorin, organosulfur-klorin, organo fosfor, organo fosfor-sulfur, ester dari asam lemak, dan berbagai senyawa organologam (Ramney 1980; Nachtman & Kalpakjian 1985; Rizvi 1992; Hong et al.1993). Disamping itu, senyawa-senyawa diakrilat dan turunannya dengan formula umum STR4 juga telah diperkenalkan sebagai aditif pada sistem pelumasan batas (Takagi et al. 2001). Dari berbagai aditif untuk sistem pelumasan batas turunan fosfat, maka senyawa Zn-dialkilditiofosfat adalah yang paling umum digunakan, namun karena pertimbangan lingkungan terhadap senyawa-senyawa fosfor akhir-akhir ini, maka senyawa-senyawa dialkilditiokarbamat digunakan sebagai alternatif pengganti senyawa dialkilditiofosfat tersebut. Pengembangan komplek logam-ditiokarbamat sebagai aditif pelumas menggantikan aditif ditiofosfat dan aditif konvensional campuran senyawa sulfur, posfat dengan logam ternyata menunjukkan kinerja anti friksi yang lebih baik. Stabilitas komplek logam-ditiokarbamat memungkinkan penggunaannya pada sistem suhu tinggi tanpa mengalami degradasi. Senyawa komplek logam-ditiokarbamat yang dilaporkan memiliki kinerja mengurangi friksi dan meningkatkan stabilitas koefisien friksi adalah Zn-Mo23
ditiokarbamat, (Nakanishi et al. 2000). Kombinasi Mo dengan gugus amina, alkohol, phosphine, eter, asam karboksilat rantai panjang
yang membentuk
komplek mono-trinuklir Mo juga dilaporkan memiliki aktifitas sebagai aditif multi fungsi pada sistem pelumasan (Stiefel et al. 2001, Gatto et al. 2003). Saat ini kebanyakan pelumas setidaknya mengandung zat tambahan antioksidan untuk meningkatkan stabilitas dan meningkatkan performa mesin. Sejak oksidasi diidentifikasi sebagai penyebab utama penurunan kualitas pelumas, hal ini menjadi aspek yang sangat penting untuk meningkatkan stabilitas oksidasi dengan adanya kehadiran antioksidan dalam pelumas. Oksidasi merupakan proses yang berbahaya yang biasanya menyebabkan menurunnya performa pelumas, memperpendek usia pelumas, dan hal yang paling ekstrim adalah dapat merusak mesin. Oksidasi ditandai dengan adanya interaksi hidrokarbon pada pelumas dasar dengan oksigen dan adanya panas, dan prosesnya dapat meningkat cepat dengan kehadiran logam transisi seperti cobalt, besi, nikel, dan lainnya (Rudnick 2009). Aditif antioksidan ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan pembentukan lumpur sehingga mesin tetap bersih.
Banyak senyawa yang dapat digunakan
sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina, senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005).
Analisis Nilai Tambah Nilai tambah (added value) merupakan salah satu kriteria dalam perancangan dan pengembangan suatu produk. Menurut Gittinger (1985), nilai tambah adalah jumlah nilai ekonomi yang tercipta atau ditimbulkan dari suatu kegiatan yang dilakukan di dalam setiap satuan produksi dalam perekonomian. Nilai tambah dapat juga berarti suatu nilai yang tercipta dari kegiatan dengan cara mengubah input pertanian menjadi produk pertanian, atau nilai yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Keunggulan kompetitif suatu produk agroindustri dapat diciptakan dengan menerapkan konsep peningkatan nilai tambah dengan mengolah bahan baku menjadi produk dengan proses tertentu yang dikendalikan. Proses diversifikasi produk alam atau upaya peningkatan nilai guna suatu bahan dasar menjadi produk maju memiliki peluang peningkatan nilai tambah yang besar. Semakin rumit dan semakin maju teknologi yang digunakan dalam melakukan proses diversifikasi produk alam sehingga meningkatkan nilai guna bahan tersebut, semakin tinggi 24
pula nilai tambah yang tercipta dan biasanya akan memiliki harga yang jauh lebih tinggi dibanding harga bahan awalnya (Gumbira-Sa’id & Intan, 2000). Salah satu metode yang dapat diadopsi untuk melakukan perhitungan nilai tambah adalah metode Hayami dan Kawagoe (1993). Pengukuran nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993) dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh pengolahan dan tidak memasukkan penggunaan tenaga kerja dan faktor produksi yang lain. Jika faktor tenaga kerja dimasukkan maka nilai yang didapatkan adalah keuntungan perusahaan dan bukan nilai tambah dari suatu proses. Metode Hayami dan Kawagoe yang digunakan untuk menghitung nilai tambah dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 5. Nilai tambah yang diperoleh dengan metode ini lebih mewakili besarnya nilai tambah yang diterima dari kegitan pengolahan. Tabel 5 Model perhitungan nilai tambah dari Hayami dan Kawagoe (1993) No. I.
II
III
Peubah Output, input dan harga 1. Output (kg/th) 2. Bahan baku (kg/th) 3. Tenaga kerja (HOK/th) 4. Faktor Konversi (1:2) 5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) 6. Harga output (Rp/kg) 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)
Perhitungan A B C d = a/b e = c/b F G
Pendapatan dan keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 10.Niali output (Rp/kg) 11. a. nilai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (%) 12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) b. Bagian tenaga kerja (%) 13. a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat keuntungan (%)
H I j = dxf k = j-i-h l(%) = k/j x 100 % m = exg n (%) = m/k x 100% o = k-m p(%) = o/j x 100%
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin Keuntungan (Rp/kg)
q = j-h
a. Pendapatan tenaga kerja (%)
r (%) = m/q x 100 %
b. Sumbangan input lain (%)
s (%) = i/q x 100%
c. Keuntungan perusahaan (%)
t (%) = o/q x 100% 25
METODA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium, menggunakan bahan dan peralatan untuk proses pembuatan, pemisahan, dan pengujian produk yang dihasilkan. Selain Lube Base Oil, RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), dan gas N2, bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini berkualitas proanalisa, atau for synthesis, sedangkan peralatan ukur dan peralatan analisis yang digunakan statusnya terkalibrasi, dan atau terpantau kinerjanya. Metode pembuatan, pemisahan, dan pengujian terhadap produk diverifikasi secukupnya untuk memastikan validitasnya. Pengendalian terhadap ketiga aspek pendukung penelitian ini dilakukan untuk menjamin dan mengendalikan mutu data yang dihasilkan. Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan
dan
pemisahan
produk
aditif
pelumas
Zn-
difattyalkyldithiocarbamate, dan pemantauan produk dengan FTIR, HPLC, dan AAS dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu IPB, sedangkan uji kinerja aditif sebagai antioksidan, antiwear-antifriksi berturut-turut dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Aplikasi Lemigas, dan Laboratorium Product Development Pelumas Pertamina Plumpang Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2009 sampai bulan September 2011. Bahan dan Alat Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan aditif pelumas Zndifattyalkyldithiocarbamate adalah fattyamina primer (dodecylamine-E.Merck 803527.0500, hexadecylamine-E.Merck 822203.0500, octadecylamin-E.Merck 841029.0250), acylklorida (lauroyl chloride-E.Merck 805336.0250, palmitoyl chloride-E.Merck 800510.0250, oleoyl chloride-EMerck 822114.0250), LiAlH4E.Merck 805661.0010, tetrahydrofuran dried-E.Merck 1.08107.0500, dietileterE.Merck
8.22270.1000,
CS2-E.Merck
1.02214.1000,
piridin-E.Merck
1.07462.1000, NaOH-E.Merck 1.06495.1000, ZnCl2-E.Merck 1.08816.1000, GasNitrogen-BOC Gas, RBDPO, BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene), aditif 1 (oil booster advanced additive for motorcycle)
diperoleh dari Lab.Teknik Universitas Indonesia, aditif 2 (aditif antifriksi diperoleh dari PetroLab Services Jakarta, dan aditif 3 (aditif extreme pressure diperoleh dari Laboratorium product development Pertamina Jakarta). Alat Penelitian Peralatan utama yang digunakan untuk pembuatan aditif pelumas Zndifattyalkyldithiocarbamate adalah reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA6300), Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (Shimadzu IRPrestige 21), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu-SP.10A), Rancimat (Model Metrhom 743), Four Ball Tester, dan peralatan kaca.
Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 7 tahap yaitu: 1) pembuatan dan pemantauan hasil pembuatan fattyamida sekunder, 2) pembuatan dan pemantauan hasil pembuatan fattyamina sekunder, 3) seleksi cara pembuatan fattyamina sekunder,
4)
pembuatan
dan
pemantauan
hasil
pembuatan
Zn-
difattyalkyldithiocarbamat, 5) uji kinerja produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate, 6) seleksi produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate, dan 7) analisis nilai tambah terhadap produk terseleksi. Diagram alir tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 10, sedangkan hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 11. 1. Pembuatan dan pemantauan produk fattyamida sekunder. Fattyamida sekunder dibuat dari bahan baku fattyamina primer dan asil klorida melalui proses reaksi substitusi eliminasi dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Ada 3 jenis fattyamina primer dan 3 jenis asil klorida yang dijadikan sebagai bahan baku yaitu berturut-turut dodecylamin, hexadecylamin, octadecylamin, lauroyl chloride, palmitoyl chloride, dan oleoyl chloride, sehingga diharapkan dihasilkan 9 jenis varian produk fattyamida sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak pada fattyamina primer dan asilkloridanya. Keberhasilan pembuatan dipantau dengan mengukur setiap sampel produk menggunakan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi 27
Fourier (Shimadzu IRPrestige 21) dengan cara membandingkan pita serapan produk dan bahan baku pada bilangan gelombang 3300 cm-1 untuk identifikasi munculnya vibrasi gugus N-H pada produk fattyamida sekunder, dan pada bilangan gelombang 1639 cm-1 untuk identifikasi hilangnya vibrasi C=O pada bahan baku asilklorida. 2. Pembuatan dan pemantauan produk fattyamina sekunder. Fattyamina sekunder dibuat dari fattyamida sekunder melalui proses reduksi menggunakan reduktor LiAlH4. Ada 4 cara yang dilakukan dalam pembuatan fattyamina sekunder yaitu 1) metode tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, 2) metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N2 bertahap, 3) metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N2 kontinyu, dan 4) metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keberhasilan masing-masing cara pembuatan dipantau
dengan
mengukur
setiap
sampel
produk
menggunakan
Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (Shimadzu IRPrestige 21) dengan mengidentifikasi hilangnya pita serapan vibrasi gugus karbonil C=O pada bilangan gelombang 1639cm-1 dalam sampel produk fattyamina sekunder, dan munculnya intensitas pita serapan pada bilangan gelombang 1544-1555 cm-1 yang menandakan terbentuknya ikatan C-H dan N-H
fattyamina
sekunder. 3. Seleksi dan penetapan cara pembuatan fattyamina sekunder. Tidak seperti pembuatan fattyamida sekunder dan Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang dapat berlangsung cepat pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor LiAlH4 yang digunakan. Oleh karena itu pada tahap ini dilakukan seleksi dan penetapan cara produksi fattyamina sekunder yang terbaik dari 4 cara yang dilakukan. Dari 9 jenis varian bahan baku fattyamida sekunder yang tersedia, dipilih dilaurylamida (C12-C12) untuk menetapkan cara pembuatan terbaik dari 4 cara yang dilakukan. Kriteria yang digunakan dalam menseleksi adalah kualitas produk fattyamina sekunder yang dihasilkan, dan efisiensi penggunaan bahan. Kualitas fattyamina sekunder yang dihasilkan dari masing-masing cara dievaluasi berdasarkan tinggi intensitas pita serapan N-H fattyamina sekunder pada bilangan 3300 cm-1, dan hilangnya vibrasi C=O pada kisaran 1639cm-1. Cara pembuatan terbaik adalah cara yang menghasilkan intensitas serapan N-H 28
tertinggi dan C=O terendah dari base line spektrum IR-nya, yang kemudian digunakan untuk pembuatan fattyamina sekunder selanjutnya. Pada tahap ini akan dihasilkan 9 jenis varian produk fattyamina sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak dari fattyamida sekundernya. 4. Pembuatan dan pemantauan produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate
dibuat
dengan
mereaksikan
fattyamina
sekunder dengan CS2 membentuk ligan difattyalkyldithocarbamate yang selanjutnya membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan penambahan ZnCl2 pada medium eter dalam reaktor tumpak terbuka tangki
teraduk.
Keberhasilan
pembuatan
dipantau
menggunakan
Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (Shimadzu IRPrestige 21) dengan cara membandingkan pita serapan produk dan bahan bakunya pada bilangan gelombang 1450-1550 cm-1 untuk serapan tioureida C-N, pada bilangan gelombang 950-1050 cm-1 untuk serapan C-S, pada bilangan -1
gelombang 952-957 cm untuk serapan ligan C-S, dan pita serapan yang berada -1
pada kawasan inframerah jauh (400 – 300 cm ) untuk regangan ikatan logamsulfur Zn-S. Selain menggunakan spektrum serapan IR, monitoring keberhasilan pembuatan juga dilakukan melalui uji temu balik dengan menganalisis kandungan Zn dalam produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate, dan dalam larutan pengekstraknya menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AA6300. Sementara itu konfirmasi tingkat kemurnian produk dilakukan dengan analisis HPLC. Pada tahap ini diharapkan akan dihasilkan 9 jenis varian produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak dari fattyamina sekundernya. 5. Uji
kinerja
produk
Zn-difattyalkyldithiocarbamate.
Produk
Zn-
difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh, selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai aditif antioksidan dan antiwear-antifriksi. Aktivitas antioksidan diuji dengan metode Rancimat dengan menambahkannya kedalam minyak RBDPO sebagai pelumas dasar, sedangkan aktifitas antiwear-antifriksi diuji dengan metode four ball dengan menambahkannya kedalam pelumas dasar HVI 60 produksi Pertamina. Daya antioksidan diukur dari waktu induksi yang dibutuhkan untuk terjadinya kerusakan sampel uji akibat perlakuan pemanasan 29
dan pengaliran udara, sedangkan daya antiwear-antifriksi diukur dari besarnya pemberian tekanan terhadap sampel uji yang menghasilkan gesekan dan pengelasan bola baja dalam alat fourball melalui indikator kinerja welding point, dan load wear index. 6. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Aktifitas antioksidan dan antiwear-antifriksi dari seluruh produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate diranking dari aktifitas tertinggi sampai terendah. Evaluasi terhadap varian yang menunjukkan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik serta untuk melihat pengaruh faktor panjang rantai dan kejenuhan gugus fattyalkil terhadap kinerja antioksidan dan antiaus dilakukan menggunakan program “Statistica versi 6:2” dengan melihat kontur permukaan dalam kurva tiga dimensi. Varian produk dengan kinerja terbaik ditetapkan sebagai aditif terpilih untuk selanjutnya dilakukan analisis nilai tambahnya. 7. Analisis nilai tambah produk. Analisis nilai tambah agroindustri aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate dilakukan untuk mengukur nilai tambah produk yang diperoleh sebagai manfaat dari pengolahan. Meskipun pembuatannya dimulai dari bahan baku fattyamina primer, namun nilai tambahnya dihitung dari CPO sebagai bahan baku awal seperti ditampilkan pada Gambar 10. Metode yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah adalah metode Hayami dan Kawagoe (1993). Tatalaksana Penelitian Pada penelitian ini, fattyamida sekunder sebagai produk antara dibuat dari fattyamina primer, yang selanjutnya ditransformasikan menjadi fattyamina sekunder. Pembuatan fattyamida sekunder dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan pembuatan fattyamina sekunder dilakukan menggunakan 4 (empat) cara yakni metode tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N2 bertahap, metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N2 kontinyu, dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keempat cara pembuatan tersebut kemudian dievaluasi untuk menetapkan cara terbaik dalam membuat fattyamina sekunder. Fattyamina sekunder yang diperoleh selanjutnya dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat senyawa target kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. 30
Keberhasilan pembuatan fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder dimonitor dengan mengambil dan mengukur sample masing-masing produk menggunakan
FTIR,
sedangkan
keberhasilan
pembuatan
kompleks
Zn-
difattyalkyldithiocarbamate dimonitor dengan FTIR, HPLC, dan AAS. Perubahan pola pita serapan spektrum IR yang diperoleh merupakan indikator terbentuknya fattyamida
sekunder,
fattyamina
sekunder,
dan
kompleks
Zn-
difattyalkyldithiocarbamate yang dibuat, sedangkan uji temu balik keberadaan logam Zn dengan AAS dalam produk kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate merupakan indikator keberhasilan pembuatan senyawa tersebut, sementara itu uji HPLC digunakan untuk mengidentifikasi keberhasilan dan tingkat kemurnian produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan.
31
CPO Degumming, Bleaching, Column Separating, Deodorizing RBDPO Hidrolisis
Gliserol
As. Palmitat
As. Lemak
Pencampuran dan Pemisahan Fattyamina primer Pencampuran dan Pemisahan Fattyamida sekunder Pencampuran dan Pemisahan Fattyamina sekunder Pencampuran dan Pemisahan Aditif Pelumas Zndifattyalkyldithiokarbamate
Aditif pelumas Zndifattyalkyldithiokarbamate tidak terseleksi
Uji kinerja antiwear, antioksidan
Aditif Pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate dengan performa terbaik Analisis Nilai Tambah Produk Rancangan produksi aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate
a b
Gambar 10a Diagram alir pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 10b Cakupan analisis nilai tambah produk aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 32
Hipotesis/Latar belakang
Proses
Output yang diharapkan
Hasil pembuatan fattyamida 2o bervariasi bergantung rantai alkyl bahan baku fattyamina 1o dan asilklorida
Pembuatan fattyamida 2o dengan variasi rantai alkyl fattyamina 1o dan asil klorida
Hasil pembuatan fattyamina 2o bervariasi bergantung kondisi cara pembuatan
Pembuatan fattyamina 2o dalam reaktor terbuka, tertutup, dan reactor syncore
Cara terbaik pembuatan fattyamina 2o
Hasil pembuatan fattyamina 2o bervariasi bergantung rantai alkyl fattyamida 2o
Pembuatan fattyamina 2o dengan variasi rantai alkyl fattyamida 2o
Produk fattyamina 2o yang rendemennya tertinggi
Produk fattyamida 2o yang rendemennya tertinggi
Produk Zndithiokarbamat yang rendemennya tertinggi
Hasil pembuatan Zndithiokarbamat bervariasi bergantung rantai alkyl fattyamina 2o
Pembuatan Zndithiokarbamat dengan variasi rantai alkyl fattyamina 2o
Daya antioksidan dan antiaus Zn-dithiokarbamat bervariasi bergantung rantai alkyl penyusunnya
Uji dan seleksi daya antioksidan dan daya antiaus Zndithiokarbamat
Produk aditif Zndithiokarbamat yang kinerjanya terbaik
Pengembangan produk Zndithiokarbamat perlu informasi aspek nilai tambah
Analisis nilai tambah produk aditif Zndithiokarbamat
Tingkat komersialisasi produk aditif Zndithiokarbamat
Gambar 11 Hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitian pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 33
Pembuatan dan pemisahan fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk (Schotten-Baumann dalam Carey et al. (2002) yang dimodifikasi) Masing-masing sebanyak 0.14 mol fattyamine primer (dodesilamin, heksadesilamin, stearilamin) dilarutkan dalam 100 mL diklorometana yang mengandung 10 mL piridin dalam labu reaktor 500 mL. Campuran disetimbangkan pada suhu 10°C dalam bak campuran air-es, kemudian masingmasing ditambahkan tetes demi tetes 0.15 mol fattyacidklorida (laurylklorida, palmitoilklorida, dan oleylklorida) selama sekitar 5 menit sambil diaduk. Pengadukan dilanjutkan selama 60 menit untuk menyempurnakan reaksi. Campuran dicuci dengan air sampai netral dan pemisahan fase organik yang mengandung produk hasil sintesis. Fase organik netral selanjutkan dilewatkan ke dalam kolom florisil untuk memisahkan produk reaksi samping. Filtrat hasil pemisahan pada kolom florisil ditambahkan tetes demi tetes NaOH 0.1N sampai pH sedikit basa untuk menyabunkan residu asam lemak bebas yang masih tersisa dan dilanjutkan dengan pemisahan fase, dan pencucian fase organik dengan air. Fase organik dikristalisasi pada 0°C untuk memisahkan produk fattyamida sekunder, dikeringkan, dan ditimbang. Keberhasilan pembuatan dan pemisahan dimonitor dengan cara mengambil sampel setiap produk, kemudian diukur dengan FT-IR. Cara uji sampel produk dengan FTIR disajikan pada Lampiran 1. Produk fattyamida sekunder yang diperoleh digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan fattyamina sekunder. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk (Affani & Dugat 2007) Sebanyak 0.001 mol fattyamida sekunder dalam 10 mL THF kering ditambahkan secara perlahan melalui corong tetes pada labu reaktor leher tiga yang telah berisi 37.5 mmol LiAlH4 dalam 20 mL THF kering dengan pengaliran gas nitrogen sambil diaduk. Pengaliran nitrogen dilakukan dengan dua cara, secara bertahap dan kontinyu. Campuran reaksi direfluks selama 3 jam pada suhu 600C untuk proses reduksi, dan diteruskan pada suhu ruang selama 1 malam untuk menyempurnakan reaksi. Campuran produk reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 20 mL larutan jenuh NaK-tartrat dikocok dan dipisahkan. Fase air ditambah 2x20 mL eter dikocok dan dipisahkan. Fase eter digabungkan dengan fase THF dicuci ulang dengan 20 mL larutan jenuh NaK-tartrat dikocok dan 34
dipisahkan. Fase organik selanjutnya dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat, pelarut diuapkan dengan rotapavour
pada 50 °C, 50 mmHg, produk yang diperoleh
ditimbang. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder metode reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro Sebanyak 2.5 mmol fattyamida sekunder yang dilarutkan dalam 10 mL THF kering dicampur dengan 12.5 mmol LiAlH4 dalam 10 mL THF kering dalam labu reaktor teflon tertutup. Campuran kemudian dipanaskan dalam Oven microwave pada posisi switch suhu medium. Setelah reaksi dilangsungkan, produk yang dihasilkan dilakukan pemisahan yang prosesnya sama seperti pada metode tumpak terbuka tangki teraduk. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder dengan metode reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk Metode yang digunakan sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, tetapi bahan baku yang digunakan dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaktor yang ada pada alat Büchi Syncore Reactor (Gambar 12) dan dilakukan purging gas nitrogen sesaat sebelum reaksi dilakukan. Waktu pembuatan dilakukan selama 12.5; 24 dan 48 jam dengan suhu reaksi 75°C untuk mengetahui lamanya waktu produksi yang menghasilkan kualitas fattyamina sekunder terbaik. Setelah reaksi dilangsungkan, produk yang dihasilkan dilakukan pemisahan yang prosesnya sama seperti pada metode tumpak terbuka tangki teraduk.
Gambar 12 Reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk 35
Pembuatan dan pemisahan produk kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Metode yang digunakan adalah metode modifikasi yang mengacu pada metode O’Brien (1983), Nakanishi, et al (2000), Kaludjerovic, et al (2002), dan Zhang, et al. (2003). Sebanyak 1 mmol fattyamina sekunder ditimbang dan
dilarutkan dengan 30 mL dietileter dalam labu reaktor bulat 500 mL. Larutan ditambah dengan 0.2 mL CS2 dan 1 mmol NaOH kemudian diaduk selama 17 jam. Larutan ditambah dengan ZnCl2 sejumlah ekivalen reaksinya (Zn = 0.5 mmol) dan diaduk selama 7 jam. Fase eter dipisahkan dan dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali kemudian pelarut eter diuapkan dengan penguap putar pada suhu 30 ºC. Residu sisa penguapan yang merupakan produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate kemudian ditimbang. Monitoring keberhasilan reaksi Peralatan yang digunakan untuk pemantauan keberhasilan pembuatan fattyamida
sekunder
dan
fattyamina
sekunder
adalah
seperangkat
alat
Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR), sedangkan untuk pemantauan keberhasilan pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate adalah FTIR, Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). FTIR digunakan untuk memantau perubahan gugus fungsi dalam reaksi konversi yang dilakukan. Setiap perubahan gugus fungsi akan terlihat jelas pada pita serapan spektra produk dan dapat dibandingkan dengan spektra reaktan serta didukung kajian teoritis. Pemantauan secara kualitatif tujuannya untuk menjaga agar proses sintesis tetap berada dalam koridor desain sintesis kompleks Zndifattyalkyldithiocarbamate yang telah direncanakan. Untuk mendukung data kualitatif, dilakukan monitoring dengan AAS untuk mengetahui persen temu balik dari Zn dalam produk yang dihasilkan, sehingga rendemen produksi dapat ditentukan, sedangkan HPLC digunakan untuk mengukur tingkat kemurnian dan tingkat
konversi
fattyamina
sekunder
ke
produk
akhir
Zn-
difattyalkyldithiocarbamate. Cara uji masing-masing sampel produk dengan FTIR, AAS, dan HPLC disajikan pada Lampiran 1.
Uji anti oksidasi (Metode Rancimat) Sejumlah tertentu (gr) produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate ditambahkan kedalam minyak RBDPO, diaduk selama 30 menit sampai homogen. Sebanyak 3.0 gr dari masing-masing campuran yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke sampel 36
sel dan dilakukan pengujian pada suhu 120 ºC selama 24 jam dengan pengaliran udara pada alat Rancimat Model Metrhom 743. Uji antiwear-antifriksi metode fourball (ASTM D 2783) Sampel pelumas dituangkan ke dalam mangkuk alat four ball sampai ketiga bola baja terendam, suhu sampel didalam mangkuk dipertahankan antara 18°C sampai 35°C. Bola keempat diturunkan ke dalam mangkuk, diberi beban tertentu (kg) kemudian diputar pada kecepatan 1760 ± 40 rpm selam 10 detik. Pengujian diulang dengan meningkatkan beban secara bertahap sampai diperoleh beban maksimal yang mengakibatkan pengelasan (welding) antara keempat bola baja tersebut. Pada setiap pengulangan pemberian beban, diameter goresan pada ketiga baja dalam mangkuk sampel diukur (mm). Beban terakhir yang mengakibatkan welding dinyatakan sebagai welding point (kg), sedangkan data diameter goresan digunakan untuk menghitung load wear index (LWI).
Analisis Nilai Tambah Meskipun pembuatan aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate dalam penelitian ini masih dalam skala laboratorium, dan dimulai dari bahan baku fattyamina sekunder, namun untuk keperluan analisis nilai tambahnya dilakukan pada asumsi skala produksi 50 kg/hari dan dihitung dari bahan baku awal CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dalam perhitungan nilai tambah dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi
produk
hulu
(CPO)
ke
produk
hilir
(aditif
pelumas
Zn-
difattyalkyldithiocarbamate). Jumlah bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk pembuatan 50 kg Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada neraca bahan yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk pembuatan fattyamine primer dari asam lemak, dan asam lemak dari CPO mengacu ke hasil penelitian Amaludin (2007) yang tergabung dalam payung penelitian yang sama, dan Gregorio C.G(2005). Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan menggunakan metode Hayami dan Kawage (1993) seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pengukuran nilai tambah dengan metode ini dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh adanya pengolahan. Selain nilai tambah yang besarnya dihitung 37
dalam rupiah/kg produk, juga dihitung rasio nilai tambah (%), imbalan tenaga kerja (Rp/kg), bagian tenaga kerja (%), keuntungan (Rp/kg), tingkat keuntungan (%), marjin keuntungan (Rp/kg), pendapatan tenaga kerja (%), persentase sumbangan input lain serta persentase keuntungan perusahaan. Beberapa asumsi lain yang diterapkan dalam analisis nilai tambah diantaranya adalah: bahan baku yang digunakan berkualitas teknis/industrial grade, produk aditif yang dihasilkan diterima langsung oleh pengguna sehingga tidak ada biaya pemasaran, tingkat harga jual produk aditif lebih tinggi dari aditif impor sejenis karena berfungsi ganda sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi.
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder Fattyamida sekunder merupakan produk antara pertama dalam pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh melalui reaksi antara asilklorida dengan fattyamina primer dalam CH2Cl2 dan piridin. Reaksi berlangsung melalui substitusi Cl oleh gugus NH amina primer.
Indikator
terbentuknya fattyamida sekunder diverifikasi dan dievaluasi dari perubahan mutu pita serapan IR pada bilangan gelombang 3300 cm-1 untuk vibrasi regang gugus NH, dan pada 1639 cm-1 untuk vibrasi regang gugus C=O (Pavia 2001). Hasil konversi fattyamina primer ke fattyamida sekunder ditandai dengan munculnya serapan kuat dan tajam dari vibrasi regang gugus C=O disekitar 1633 cm-1 dan pada 3301 cm-1 dari vibrasi regang ikatan N-H. Munculnya pita serapan tunggal N-H pada 3301 cm-1 juga merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder yang merupakan pembeda dengan fattyamina primer dan asilklorida sebagai bahan bakunya. Serapan fattyamina primer pada bilangan gelombang 3300 cm-1 biasanya merupakan pita ganda, sedangkan asilklorida tidak memberikan pita serapan. Produk fattyamida sekunder memberikan satu puncak serapan pada 3301 cm-1 karena fattyamida sekunder hanya memiliki satu ikatan N-H, seperti diperlihatkan pada Gambar 13. Perbedaan spektrum IR produk fattyamida sekunder dibanding asilklorida sebagai bahan bakunya ditampilkan pada Gambar 13. Rendemen berbagai jenis produk antara fattyamida sekunder sesuai dengan individual fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan pemisahan dalam kolom florisil, produk fattyamida sekunder yang diperoleh berupa serbuk padat halus berwarna putih keabuan, atau cairan minyak (oily) kuning kecoklatan. Pada kondisi reaksi yang sama, rendemen produk fattyamida sekunder
yang
dihasilkan bervariasi dari 10% sampai 87%, dan tidak terdapat pola hubungan yang khas antara panjang rantai senyawa yang dihasilkan dengan rendemennya. Dari pengulangan pembuatan dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamina primer dan individual asilklorida, menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder adalah senyawa yang
berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi (emulsi) yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Rendahnya produk fattyamida sekunder dari heksadesilamin dan oktadesilamin dengan laurilklorida, disebabkan oleh sangat tingginya daya emulsifikasi produk tersebut, membentuk sistem dispersi milky sehingga sulit untuk dipisahkan. Tabel 6 Rendemen produk antara fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Rantai alkil Fattyamina (1º)
Rantai alkil Acylklorida
Rendemen Fattyamida (2º),%(b/b)
Penampakkan Fisik
C12:0
C18:1
50 (n= 11)
Oily, kuning
C16:0
C18:1
59 (n= 8)
Serbuk padat kasar, kuning
C18:0
C18:1
51 (n= 7)
Serbuk padat kasar, kuning
C12:0
C16:0
17 (n= 6)
Serbuk padat halus, putih
C16:0
C16:0
87 (n= 6)
Serbuk padat halus, putih
C18:0
C16:0
83 (n= 8)
Serbuk padat halus, putih
C12:0
C12:0
60 (n= 8)
Serbuk padat halus, putih
C16:0
C12:0
20 (n= 17)
Serbuk padat halus, putih
C18:0 C12:0 10 (n= 4) Keterangan: n adalah pengulangan produksi.
Serbuk padat halus, putih
Gambar 13 Spektrum serapan IR asilklorida dan fattyamida sekunder. Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamina Sekunder Fattyamina sekunder diperoleh melalui proses reduksi fattyamida sekunder menggunakan reduktor LiAlH4. Sebagai reduktor, LiAlH4 merupakan reduktor yang lebih kuat dan spesifik dibandingkan dengan reduktor lainnya, seperti NaBH4 40
(Newman & Fukunaga 1960). Reduksi fattyamida menjadi fattyamina berlangsung melalui serangan nukleofilik atom hidrogen dari LiAlH4 pada karbon karbonil. Elektron dari ikatan C=O bergerak ke atom oksigen untuk menghasilkan zat antara berupa senyawa kompleks logam alkoksida. Logam alkoksida merupakan gugus pergi yang baik dan menghasilkan ion iminium yang sangat reaktif terhadap serangan nukleofilik dari atom hidrogen LiAlH4 sehingga terbentuk fattyamina sekunder yang hasilnya bisa dimonitor dari perubahan pola absorpsi spektrum IR. Mekanisme proses reduksi
fattyamida menjadi fattyamina oleh LiAlH4
ditampilkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Skema reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder. Tidak seperti produksi fattyamida sekunder yang dapat berlangsung mudah pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor yang digunakan. Pemilihan reduktor sangat penting karena gugus alkil yang panjang pada fattyamida akan mengurangi kemampuan reduksi dari reduktor melalui halangan ruang. Efektivitas kerja reduktor dapat dioptimalkan dengan menciptakan/mengkondisikan lingkungan reaktor yang lebih lembam dengan pengaliran nitrogen menggantikan udara. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada tahap pembuatan fattyamina sekunder dilakukan seleksi cara pembuatan yang optimal menggunakan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keberhasilan konversi fattyamida sekunder ke fatyamina sekunder diantaranya dapat dilihat dari menghilangnya pita serapan vibrasi regang gugus 41
C=O pada bilangan gelombang 1639 cm-1, munculnya vibrasi regang ikatan N-H pada 3300 cm-1, dan munculnya serapan vibrasi tekuk N-H pada 1544-1555 cm-1 Menghilangnya gugus C=O pada daerah 1639 cm-1 dianggap penting karena gugus ini merupakan pembeda utama fattyamina dari fattyamida, sedangkan keberadaan gugus N-H pada daerah 3300 cm-1 dapat merupakan pendukung karena berbedanya bentuk serapan untuk fattyamida dan fattyamina. Serapan fattyamida pada daerah 3300 cm-1 lebih kuat dan runcing, sedangkan serapan fattyamina sekunder lebih lemah dan berupa pita tunggal, yang juga berbeda dari fattyamina primer yang berupa pita ganda (Pavia 2001). Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro Pembuatan fattyamina sekunder dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari gelombang mikro dilakukan dalam reaktor labu teflon tertutup. Gelombang mikro merupakan suatu gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang antara 1,0 cm – 1,0 m, dengan frekuensi antara 30 – 0,3 GHz. Pemanasan gelombang mikro adalah pemanasan yang disebabkan oleh pergerakan molekul berupa interaksi antara komponen listrik dari gelombang dengan partikel bermuatan yang menghasilkan migrasi ion-ion dan rotasi dari dipol-dipol dengan tidak mengubah struktur molekul (Whittaker 1994 & 1997). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar, sehingga hanya molekul ionik dan molekul yang memiliki dwikutub yang dapat berinteraksi dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Pembuatan fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro yang dilakukan pada penelitian ini dirancang dengan waktu reaksi yang sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, untuk membandingkan efektifitasnya. Namun sistem reaktor labu teflon tertutup yang dirancang tidak mampu menahan tekanan uap pelarut THF lebih lama yang dihasilkan oleh pemanasan gelombang mikro, sehingga waktu reaksi hanya bisa dilaksanakan selama 45, 60, dan 90 menit. Energi gelombang mikro yang dihasilkan mengakibatkan pemuaian reaktor labu teflon, sehingga uap THF yang berfungsi sebagai media reaksi bocor keluar. Pola spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dari ketiga 42
waktu reaksi tersebut ditampilkan pada Gambar 15, sedangkan pola kurva perubahan intensitas serapan vibrasi C=O pada bilangan gelombang 1639-1645 cm-1 ditampilkan pada Gambar 16.
Gambar 15 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup gelombang mikro. A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit 43
Seperti tampak pada spektrum Gambar 15, produk yang diperoleh pada ketiga waktu reaksi menghasilkan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1633 cm-1 yang menandakan penurunan fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Penurunan intensitas spektrum pada pada waktu reaksi 60 menit lebih besar jika dibandingkan dengan waktu pembuatan 45 menit dan 90 menit. Selain itu, spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dengan waktu reaksi 60 menit juga menghasilkan pita serapan yang lebih kuat pada bilangan gelombang 1544-1555 cm-1 (vibrasi tekuk N-H fattyamina sekunder) bila dibandingkan dengan spektrum produk pada 2 waktu reaksi lainnya. Perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1633 cm-1 dari produk fattyamina sekunder yang diukur dengan metode penarikan baseline ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 16 mengisyaratkan setelah 60 menit reaksi dilangsungkan tidak terjadi lagi reduksi karena THF sebagai media reaksi telah habis menguap akibat kebocoran reaktor.
Gambar 16 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1633 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk telah dilakukan sebelumnya oleh Affani & Dugat (2007) menggunakan reduktor LiAlH4, yang juga diadopsi oleh Sidik (2007), dan Khotib (2010). Dalam penelitian ini, metode tumpak terbuka dilakukan untuk membandingkan pengaruh pengaliran gas nitrogen secara kontinyu dengan secara bertahap, sedangkan waktu 44
reaksi ditetapkan sama 24 jam sesuai acuan metode tersebut. Spektrum IR yang dihasilkan dari kedua cara tersebut ditampilkan pada Gambar 17 yang menunjukkan perbedaan intensitas serapan yang nyata pada bilangan gelombang 1637 cm-1 dan bilangan 3334 cm-1.
Gambar 17 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu dan purging bertahap Penurunan intensitas spektrum serapan IR pada bilangan gelombang 16391645 cm-1 (vibrasi regang C=O) menandakan hilangnya gugus karbonil fattyamida yang digantikan dengan atom hidrogen dari LiAlH4 menjadi fattyamina sekunder. Perubahan tersebut tampak nyata pada spektrum dengan cara purging kontinyu. Selain itu, muncul juga intensitas serapan pada bilangan gelombang 1544-1555 cm-1 dari vibrasi tekuk NH yang menandakan terbentuknya ikatan N-H fattyamina sekunder. Pembeda lain dari kedua cara pembuatan ini juga tampak jelas dari pita serapan pada 3334 cm-1 untuk vibrasi regang N-H yang sangat dominan muncul pada cara purging kontinyu. Perbandingan intensitas pita serapan IR pada kisaran bilangan gelombang 1639-1645 cm-1 dan 1544-1555 cm-1 yang diukur dengan metode penarikan baseline spektrum ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan
bahwa
cara
reaksi
dengan
pengaliran
nitrogen
kontinyu
menghasilkan kuantitas produk fattyamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara pengaliran nitrogen bertahap pada suhu dan waktu reaksi yang sama. Makin tinggi tingkat konversi fattyamida ke fattyamina, makin rendah intensitas serapan C=O, dan makin tinggi intensitas serapan C-H dan N-H pada spektrum produk yang dihasilkan. 45
Tabel 7 Pengaruh Kuantitas N2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder Metode Pembuatan Purging N2 Kontinyu Purging N2 Bertahap
Intensitas Serapan Vibrasi (%T) C=O (1639-1645 cm-1)
NH (1544-1555 cm-1 )
3.6 11.1
18.9 6.3
Rendahnya kuantitas produk yang dihasilkan dengan cara pengaliran gas nitrogen bertahap, dipengaruhi oleh adanya kontak sistem reaksi dengan udara ketika pengaliran nitrogen dihentikan. Hasil ini mengungkap tentang betapa pentingnya peran gas nitrogen dalam pembuatan fattyamina sekunder. Gas nitrogen yang lebih lembam dibandingkan udara (campuran N2 dan O2) akan meningkatkan kinerja reduktor LiAlH4 dengan mengurangi peluang teroksidasi oleh lingkungan reaksi sehingga proses reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder berlangsung lebih efektif.
Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan metode tumpak tertutup dilakukan untuk mengetahui waktu sintesis yang menghasilkan kuantitas fattyamina sekunder terbaik yang dimonitoring melalui perubahan pita serapan spektrum IR-nya. Metode ini menggunakan variasi waktu sintesis selama 12.5, 24, dan 48 jam pada suhu 75°C dalam sistem reaktor tertutup tangki teraduk. Dari cara yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan fattyamina sekunder yang terbaik dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, adalah dengan pengaliran gas nitrogen secara kontinyu. Sementara itu, pada metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ini, pengusiran udara dilakukan dengan cara purging gas nitrogen sesaat sebelum proses pembuatan dilakukan. Kelebihan dari metode ini adalah tidak adanya kemungkinan udara masuk kembali ke dalam sistem reaksi yang tertutup, sehingga efisiensi reaksi lebih baik, karena hanya dengan purging nitrogen sesaat menjelang reaksi dilaksanakan ternyata menghasilkan fattyamina sekunder dengan kuantitas yang lebih baik. Pita spektrum serapan IR yang dihasilkan dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ditampilkan pada Gambar 18, sedangkan kurva pola perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1639 46
cm-1, dan vibrasi regangan N-H pada bilangan gelombang 3334 cm-1, ditampilkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Dari ketiga Gambar tersebut tampak bahwa kuantitas produk yang diperoleh untuk waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, namun sangat berbeda dibanding waktu reaksi 12.5 jam. Penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 1639 cm-1 untuk vibrasi regang ikatan C=O, dan kenaikan intensitas serapan pada 3334 cm-1 untuk vibrasi regang N-H dari waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, sehingga waktu reaksi 24 jam selanjutnya dipilih dan ditetapkan untuk pembuatan berbagai jenis fattyamina sekunder menggunakan individual fattyamida sekunder yang telah diproduksi sebelumnya.
Gambar 18 Spektrum IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk
Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1639 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk 47
Gambar 20 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi NH pada 3334 cm-1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup Berdasarkan ketiga cara yang digunakan untuk membuat fattyamina sekunder melalui jalur reaksi reduksi fattyamida sekunder dengan LiAlH4, kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing-masing metode, yaitu waktu pembuatan 60 menit dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, purging gas nitrogen kontinyu 24 jam dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, dan waktu pembuatan 24 jam dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Spektrum serapan IR untuk ketiga cara tersebut ditampilkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder pada kondisi optimum tiga metode yang diujikan. 48
Mengacu pada Gambar 21, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas spektrum serapan IR yang terbaik dibandingkan dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro pada labu teflon, dan metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging gas nitrogen kontinyu. Hal tersebut terlihat dari perbedaan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1635 cm-1, dan dari perbedaan kenaikan intensitas serapan vibrasi regang N-H pada 3334 cm-1. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas serapan C=O paling rendah (1.8 %T) dan menghasilkan intensitas serapan NH tertinggi (3.3 %T) dibanding 2 metode lainnya. Perbandingan intensitas pita serapan pada kedua daerah bilangan gelombang tersebut ditampilkan pada Tabel 8, dan Gambar 22. Tabel 8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H Tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder Intensitas Vibrasi (%T) Metode Pembuatan -1 -1 C=O (1639 cm )
NH(3300cm )
Bahan baku fattyamida sekunder
13,5
24.9
Tumpak terbuka purging kontinyu
5.4
0.9
Tumpak tertutup microwave
4.5
3.0
Tumpak tertutup syncore
1.8
3.3
Gambar 22 Profil perubahan intensitas serapan spektrum vibrasi C=O dan NH produk fattyamina pada 3 metode pembuatan 49
Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan metode terbaik untuk pembuatan fattyamina sekunder sehubungan efisiensi penggunaan gas nitrogen dan pelarut THF yang digunakan seperti ditampilkan pada Tabel 7. Pada metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, adanya kesulitan teknis proses purging, masih terjadinya kontak pereaksi dengan udara yang berada di ruang reaktor, dan kebocoran labu reaktor teflon mengakibatkan tidak optimalnya fattyamina sekunder yang dihasilkan sehingga waktu pembuatan tidak bisa dilaksanakan sebagaimana metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Meskipun efektifitas metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro masih dibawah metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, namun penggunaan gelombang mikro memiliki potensi yang menjanjikan jika kebocoran sistem reaktor dapat diatasi karena dapat menghemat penggunaan nitrogen, pelarut, dan waktu reaksi yang lebih singkat. Metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu menghasilkan kualitas fattyamina sekunder yang paling rendah. Selain itu, metode ini juga membutuhkan konsumsi bahan nitrogen dan THF yang jauh lebih banyak. Pada metode tumpak terbuka, nitrogen dialirkan secara kontinyu selama proses reaksi, sedangkan THF harus ditambahkan sewaktu-waktu karena selama proses reaksi terjadi kehilangan pelarut pada sistem reaktornya yang terbuka. Emisi uap THF yang keluar selama proses reaksi, selain menurunkan efisiensi proses dan meningkatkan konsumsi bahan,
juga menimbulkan masalah pencemaran
lingkungan. Dilain pihak, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, hanya memerlukan konsumsi nitrogen yang sedikit untuk
purging udara pada saat
memulai sintesis, dan tidak perlu memberikan umpan THF tambahan. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk selanjutnya digunakan untuk membuat berbagai jenis fattyamina sekunder yang akan dijadikan sebagai bahan baku bagi pembuatan aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Produk fattyamina sekunder yang diperoleh setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan penguapan berupa padatan putih kekuningan, atau cairan minyak (oily) kekuningan. Rendemen hasil pembuatan fattyamina sekunder menggunakan berbagai jenis individual fattyamida sekunder ditampilkan pada Tabel 9, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk dengan waktu reaksi 24 jam pada suhu 75ºC mampu menghasilkan produk 50
fattyamina sekunder. Namun demikian, efektifitas sintesis masih perlu ditingkatkan karena rendemen antar fattyamina sekunder yang dihasilkan masih beragam, dari 17% sampai 96%. Seperti halnya pada pembuatan fattyamida sekunder, selama melakukan pengulangan pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan
berbagai
panjang
rantai
individual
fattyamida
sekunder
menunjukkan bahwa rendemen pembuatan lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Seperti fattyamida sekunder, fattyamina sekunder merupakan senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Dispersitas fattyamina sekunder dalam sistem pelarut selama proses pemisahan dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. Tabel 9 Rendemen produk fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk pada suhu 750C waktu reaksi 24 jam Rantai alkil Fatty Amina (1º)
Rantai alkil Acylklorida
Rendemen Fattyamina (2º) , %(b/b)
Penampakkan Fisik
C12:0
C18:1
17 (n= 15)
Oily, kuning
C16:0
C18:1
84 (n= 27)
Oily, kuning
C18:0
C18:1
54 (n= 17)
Oily, kuning
C12:0
C16:0
96 (n= 9)
Serbuk padat halus, putih
C16:0
C16:0
18 (n= 27)
Serbuk padat kasar, putih
C18:0
C16:0
36 (n= 11)
Serbuk padat kasar, putih
C12:0
C12:0
63 (n= 15)
Serbuk padat halus, putih
53 (n= 5)
Serbuk padat halus, putih
C18:0 C12:0 Keterangan: n adalah pengulangan sintesis.
Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Aditif pelumas Zn-difattyalkiltiokarbamat diperoleh dari reaksi antara ion logam Zn (ZnCl2) dengan senyawa difattyalkyltiokarbamat dalam reaktor tumpak terbuka
tangki
teraduk.
Komponen
reaktan
senyawa
kompleks
Zn-
difattyalkylditiokarbamat berdasarkan kajian retro-sintesis terdiri dari senyawa fattyamina sekunder, karbon disulfida, dan ion logam Zn. Komponen reaktan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamat adalah difattyalkylamina dan karbon disulfida untuk membentuk difattyalkylditiokarbamat dan selanjutnya beraksi dengan ZnCl2 untuk membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat. 51
Rendemen produk kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat untuk masing-masing bahan baku individual fattyamina sekunder yang direaksikan ditampilkan pada Tabel 10, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Tabel 10 Rendemen produk aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Fattyamina Sekunder
Produk yang Dihasilkan
Penampakkan Fisik
Rendemen (%)
Dilaurilamina
Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat
oily,kecoklatan
78 (n=8)
Laurilpalmitilamina
Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat
oily,kekuningan
87 (n=3)
Lauriloleilamina
Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat
oily,kekuningan
79 (n=3)
Laurilstearilamina
Zn-bis(laurilstearil)ditiokarbamat
oily, jernih
85 (n=3)
Palmitiloleilamina
Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat
77 (n=4)
Palmitilstearilamina
Zn-bis(palmitilstearil)ditiokarbamat
oily,kekuningan serbuk padat, kekuningan
Steariloleilamina
Zn-bis(steariloleil)ditiokarbamat
oily,kekuningan
80 (n=7)
81(n=4)
Keterangan: n adalah ulangan sintesis
Dalam pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat, difattyalkylditiokarbamat direaksikan dengan NaOH untuk meningkatkan reaktivitas atom sulfurnya dan mengikat klorida dari ZnCl2. Selain itu, penggunaan suasana basa (NaOH) akan meningkatkan reaktivitas atom nitrogen difattyalkilamina. Atom nitrogen dari difattyalkilamina dalam kondisi basa memiliki elektron bebas yang siap bereaksi, tetapi jika dalam kondisi asam atom nitrogen akan membentuk garam fattyamina sehingga tidak reaktif. Ion logam Na termasuk jenis asam Lewis kuat dan klorida termasuk jenis basa Lewis kuat sehingga pembentukan NaCl lebih disukai dari pada pengikatan logam Na oleh atom sulfur. Atom sulfur
dalam bentuk
ditiokarbamat termasuk jenis basa lemah sehingga akan lebih cenderung melepaskan ion logam Na untuk membentuk senyawa kompleks dengan ion logam Zn. Tahapan reaksi pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat dari fattyamina sekunder ditampilkan pada Gambar 23.
Gambar 23 Reaksi pembentukan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamate. 52
Identifikasi
keberhasilan
pembuatan
aditif
pelumas
Zn-
difattyalkylditiokarbamat dipantau menggunakan FTIR. Pita penting serapan inframerah untuk kompleks ditiokarbamat menurut Thirumaran dalam (Awang et al. 2006), yaitu vibrasi C-N dan C-S. Serapan vibrasi tioureida C-N biasanya berada pada bilangan gelombang 1450-1550 cm-1 sedangkan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 950-1050 cm-1. Pita serapan
yang tajam pada bilangan
gelombang 1471-1478 cm-1 merupakan hasil regangan ikatan C-N. Keberadaan pita serapan ini menunjukkan bahwa ligan difattyalkyltiokarbamat telah bertindak sebagai ligan bidentat. Pita serapan vibrasi C-S pada bilangan gelombang 952-957 -1
cm
juga menunjukkan bahwa kumpulan difattyalkyltiokarbamat bertindak
sebagai ligan bidentat. Jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah -1
jauh (400 – 300 cm ) diketahui sebagai serapan vibrasi regangan ikatan logamsulfur (M-S). Hasil verifikasi dan evaluasi terhadap produk aditif yang disintesa menunjukkan terdapatnya jalur pita serapan pada kawasan inframerah pada kisaran bilangan gelombang 2800-2950 cm-1 yang merupakan serapan regangan CH3 asimetri, pada 1454-1462 cm-1 yang menunjukkan serapan C-N, dan pada bilangan gelombang 968 cm-1 yang menunjukkan serapan C-S, yang juga diketahui sebagai kumpulan difattyalkyltiokarbamat yang bertindak sebagai ligan bidentat. Selain itu, muncul juga jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh, yaitu pada bilangan gelombang 351 cm-1 dan 387 cm-1 yang diketahui sebagai vibrasi ikatan Zn-S. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan spektrum serapan vibrasi IR produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamat dan bahan baku fattyamina sekunder.
Gambar 24 Spektrum IR fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate. 53
Gambar 25 Spektrum IR jauh fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiokarbamate
Selain menggunakan spektrum serapan IR, pemantauan keberhasilan pembuatan aditif juga dilakukan melalui pengujian kandungan logam Zn dalam beberapa produk Zn-difattyalkylditiocarbamate, dan dalam fase air bekas proses pencucian produk tersebut. Data hasil uji temu balik logam Zn dalam produk aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate
dan
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
ditampilkan pada Tabel 11, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Hasil uji temu balik Zn dengan AAS ini menunjukkan bahwa kompleks Znbis(dilauryl)dithiocarbamate
dan
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
terkonversi dengan baik, sebagaimana juga dinyatakan oleh spektrum serapan IRnya. Rendahnya kandungan Zn dalam fase air bekas proses pencucian (0.030 mGram) menunjukkan sebagian besar Zn sudah terkomplekkan, dan masuk ke fase minyak sebagai produk Zn-difattyalkylditiocarbamate. Tabel 11 Hasil uji temu balik Zn dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Rantai alkil dalam produk
Zn-difattyalkylditiocarbamate C12:0-C12:0 C12:0-C16:0
Zn (ZnCl2) awal (Gram)
Zn dalam Produk (Gram)
Recovery (%)
65,2
48,41
74,13
65,2
48,48
74,25
Konfirmasi tingkat kemurnian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dilakukan dengan metode HPLC berdasarkan perbedaan waktu retensi dan luas puncak
kromatogramnya.
Luas
pita
kromatogram
HPLC
produk
Zn-
difattyalkylditiocarbamate dan bahan baku fattyamina sekunder ditampilkan pada Tabel 12 sedangkan beberapa contoh kromatogramnya disajikan pada Lampiran 6. 54
Seperti tampak pada Tabel 12, produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamate memiliki tingkat kemurnian rerata 92%, sehingga tidak memerlukan pemurnian lanjutan. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa pada kondisi reaksi yang dijalankan, fattyamina sekunder terkonversi dengan baik dan hanya menyisakan rerata 5.9% fattyamina yang belum terkonversi dan masih bercampur dalam produknya. Tabel 12 Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Senyawa
tR (menit)
Luas Puncak
Komposisi (%)
Dilaurylamine
2.93
8747733
3.3
Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate
3.51
23895097
90.6
Lauryloleylamine
2.46
4168534
9,9
Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate
3,72
37745228
89,6
Laurylpalmitylamine
2,60
1712654
4,5
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
3,83
36042224
95,9
Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Stabilitas oksidasi merupakan kriteria penting untuk performa yang baik dari suatu minyak pelumas. Udara dan lingkungan yang lembab dan disertai panas yang ditimbulkan oleh proses friksi pada saat perputaran mesin merupakan penyebab oksidasi. Produk dari proses oksidasi minyak pelumas mencakup asam karboksilat, keton, alkohol dan bahan polimer lainnya yang berkumpul membentuk lumpur, komponen tak jenuh dan tingkat keasaman yang menyebabkan meningkatnya viskositas dan akhirnya menurunkan performa mesin. Telaah literatur menyatakan bahwa saat oksidasi dimulai, pembentukan karbonil dipercepat. Bilangan asam terbentuk oleh pembentukan asam karboksilat setelah perpanjangan proses oksidasi dan meningkat dengan meningkatnya pembentukan senyawa karbonil. Untuk mencegah atau menunda oksidasi pelumas, aditif antioksidan ditambahkan sehingga pembentukan lumpur dihambat, mesin tetap bersih yang berdampak positif pada peningkatan performa mesin. Banyak macam senyawa yang telah digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina dan senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005) . 55
Salah satu cara untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah metode Rancimat. Prinsip ujinya adalah proses oksidasi sampel yang dipercepat dengan adanya aliran udara dan panas (suhu 120°C). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan waktu induksi, yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya oksidasi bahan uji dalam sel sampel. Makin lama waktu induksi suatu bahan, makin stabil bahan tersebut, makin tahan bahan tersebut terhadap oksidasi. Hasil uji dengan Rancimat ditunjukkan dengan waktu induksi (jam) (Tensiska et al. 2003). Sebelum dilakukan uji daya antioksidan terhadap produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate, terlebih dahulu dilakukan verifikasi kemampuan rentang pengukuran dari alat yang digunakan untuk mendapatkan interval konsentrasi yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik. Hasil verifikasi kemampuan rentang pengukuran diperoleh pada kisaran konsentrasi 0 – 200 ppm sebagaimana ditampilkan pada Gambar 26. Dari rentang kemampuan pengukuran yang diperoleh, dipilih konsentrasi 125 ppm sebagai dosis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya digunakan sebagai dosis untuk melakukan uji daya antoksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Hasil pengukuran
aktivitas
antioksidan
7
varian
produk
aditif
Zn-
difattyalkylditiocarbamate ditunjukkan pada Gambar 27, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
Gambar 26 Rentang kemampuan ukur daya antioksidan Zn-difattyalkyldithiocabamate metode rancimat
Kurva pada Gambar 26 mengikuti pola regresi linear menurut persamaan Y = 0.029X + 12.95 dengan koefisien korelasi r2 = 0.996. Selain menjelaskan kemampuan rentang pengukuran, kurva tersebut juga menjelaskan kenaikan daya 56
antioksidan senyawa Zn-difattyalkyldithiocabamate yang makin tinggi dengan kenaikan dosis-konsentrasinya.
Gambar 27 Daya antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan metode rancimat model metrhom 743 Semakin lama waktu periode induksi, maka semakin lama produk tersebut menahan laju oksidasi, sehingga daya-aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Dengan melihat waktu induksi (waktu oksidasi dimana diperoleh kenaikan kurva secara
tiba-tiba)
yang
dihasilkan
tersebut,
maka
kompleks
Zn-
difattyalkylditiocarbamate yang berasal dari bahan baku dodesilamin-lauril klorida (C12:C12), oktadesilamin-lauril klorida (C18:C12), dan heksadesilamin-lauril klorida (C16:C12), merupakan aditif yang memiliki daya antioksidan terbaik dari tujuh jenis aditif yang dihasilkan, dengan daya aktivitas antioksidan tertinggi dipenuhi oleh Zn-bis(dilauryl)ditiocarbamate yang berasal dari fattyamina (dodesillaurilamin). Aktivitas
antioksidan
aditif
Zn-difattyalkylditiocarbamate
juga
dibandingkan dengan zat aditif komersil, yaitu BHA, BHT, aditif 1, aditif 2, dan aditif 3. Pada dosis konsentrasi pengujian 125 ppm, aktifitas antioksidan tertinggi dari keempat jenis zat aditif pembanding dihasilkan oleh BHT. Nilai aktivitas antioksidan BHT lebih baik dibandingkan BHA dikarenakan BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik terhadap lemak hewani dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak nabati. Penggunaan BHA dan 57
BHT cukup berbahaya untuk tubuh sehingga terdapat ambang batas pemakaian yang aman. Batasan penggunaan suatu bahan berdasarkan resiko adalah ADI (acceptable daily intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan resiko atau bahaya jika dikomsumsi oleh manusia. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ADI penggunaan BHA dan BHT per kg bobot tubuh, yaitu 0-0,3 mg dan 0-0,125 mg, sedangkan ADI penggunaan BHT menurut PERMENKES sebesar 100-1000 mg per kg makanan. Pada dosis 125 ppm yang diujikan, kecuali Znbis(stearylpalmityl)ditiocarbamate, seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate mempunyai daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding BHT, dan seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate memiliki daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding aditif pelumas 1 (aditif antioksidan), dan aditif pelumas 2 (aditif anti friksi), dan aditif pelumas 3 (aditif extreme pressure). Hasil uji anova dan uji Tukey menggunakan program SPSS 10.00 yang disajikan pada Lampiran 11, diperoleh bahwa pada tingkat kepercayaan 95% aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate
dan
Zn-bis(laurylstearyl)dithiocarbamate
keduanya memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar dan bebeda nyata dari blanko serta aditif komersial lainnya. Selain itu, varian aditif yang lainnya juga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari blanko serta berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Dari ketujuh varian produk Zn-difattyalkylditiocarbamate yang diuji, gugus alkil(lauryl) ternyata menunjukkan karakter daya antioksidan yang baik, dibanding rantai alkil lainnya. Makin panjang rantai gugus asamlemak pada
kompleks
ditiokarbamat, nilai aktivitas antioksidannya semakin rendah. Kehadiran ikatan rangkap ternyata lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil pada senyawa kompleks yang diujikan. Faktor simetri panjang rantai karbon tampak memberikan
kontribusi
positif
terhadap
daya
antioksidan.
Zn-
bis(dilauryl)ditiocarbamate yang panjang rantai karbonnya simetri mempunyai daya antioksidan terbaik dibanding dua kompleks linear asimetrinya Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate, dan Zn bis(laurylstearyl)ditiocarbamate. Hasil ini menyatakan prospek aplikasi Zn-difattyalkylditiocarbamate yang sangat menjanjikan sebagai aditif antioksidan dalam sistem pelumasan, karena ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibanding aditif 1, padahal aditif 1 merupakan aditif antioksidan komersil untuk sistem pelumas motor. Selain itu, 58
dengan dosis penggunaan yang rendah (125 ppm), Zn-difattyalkylditiocarbamate juga sangat prospektif dijadikan aditif antioksidan dalam sistem pangan, farmasi dan kosmetik karena berpeluang lolos jika diuji toksisitasnya. Mekanisme antioksidan dalam pelumas dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan primer (penangkapan radikal) dan antioksidan sekunder (penguraian peroksida). Menurut Rudnick (2009) kerja dari antioksidan diawali dengan reduksi alkil hidroperoksida untuk menurunkan reaktifitasnya menjadi alkohol, dengan sulfida yang teroksidasi menjadi intermediet sulfoksida. Mekanisme yang lebih disukai untuk reaksi subsekuen dari intermediet sulfoksida adalah eliminasi intramolekuler beta-hidrogen, yang terpenting untuk pembentukan asam sulfenik (RSOH), yang selanjutnya dapat bereaksi dengan hidroperoksida untuk membentuk asam sulfur-oksi. Pada suhu yang dinaikkan, asam sulfinik (RSO2H) mungkin terurai menjadi bentuk sulfurdioksida (SO2), yang terutama sekali membantu dekomposisi asam lewis hidroperoksida melalui pembentukan sulfur trioksida aktif dan asam sulfat. Penelitian sebelumnya menunjukkan satu ekuivalen SO2 dapat mengkatalisis pembentukan kembali sampai 20.000 ekuivalen dari kumena hidroperoksida. Dengan meningkatkan antioksidasi dari komponen sulfur ini, pada kondisi tertentu, intermediet asal sulfur oksi (RSOxH) dapat mencari radikal peroksi, hal ini memberikan petunjuk bahwa senyawa sulfur termasuk golongan ditiokarbamat memberikan karakteristik antioksidan primer. Faktor pendukung lain tingginya efektifitas daya antioksidan senyawa Zndifattyalkylditiocarbamate adalah struktur molekulnya yang berkarakteristik surfaktan. Gugus Zn-ditio yang merupakan bagian hidrofilik akan teradsorpsi ke permukaan cairan minyak/pelumas atau ke antarmuka cairan minyak/pelumaslogam, sementara gugus alkil asam lemak yang merupakan bagian lipofilik akan masuk ke badan cairan minyak/pelumas. Model orientasi adsorpsi molekul Zndifattyalkylditiocarbamate
pada
antarmuka
logam-cairan
minyak/pelumas
ditampilkan pada Gambar 28. Orientasi adsorpsi kedua gugus molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam cairan minyak dan permukaan logam akan bertindak sebagai pelindung permukaan cairan minyak yang efektif dari proses oksidasi yang berdampak positif pada kinerjanya yang lebih baik dari mekanisme penangkapan radikal yang ditunjukkan oleh BHA dan BHT. Molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate akan membentuk
barisan/lapisan
monolayer
yang
massive
pada
antar
muka 59
minyak/pelumas-logam, sehingga akan merupakan pelindung yang efektif bagi antarmuka logam tersebut, sekaligus akan menghalangi interupsi oksigen ke bulk minyak pelumas sehingga kontak permukaan logam dan pelumas dasar dengan oksigen diminimalisir, sehingga proses oksidasi terhadap permukaan logam dan terhadap pelumas dapat diminimalisir. Dengan orientasi adsorpsi molekul seperti itu, senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate juga diharapkan akan berfungsi sebagai bantalan pada sistem pelumasan dengan pembebanan sehingga akan memiliki aktifitas lain sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan pembebanan.
Gambar 28 Model orientasi adsorpsi molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyak pelumas Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate Ada dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kemampuan antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate yaitu welding point, dan load wear index. Weld point adalah beban/tekanan tertinggi yang diberikan kepada pelumas (Kg) yang menghasilkan pengelasan bola baja yang berputar diantara ketiga bola baja yang stasioner, sedangkan load wear index adalah indek kemampuan pelumas untuk meminimalisasi keausan permukaan bola baja pada saat diberikan beban dalam mesin fourball. Load wear index merupakan nilai beban rata-rata yang diperoleh dari deretan variasi pengulangan pembebanan yang dihitung dengan mengukur diameter goresan bola baja yang ditimbulkan oleh setiap beban yang diberikan. Makin tinggi nilai kedua parameter tersebut, makin tinggi aktifitas antiwear-antifriksinya, makin efektif pelumas tersebut sebagai aditif tekanan ekstrim. 60
Seperti halnya pada uji aktifitas antioksidan, tahap awal yang dilakukan dalam uji antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate adalah verifikasi rentang konsentrasi pengukuran dari alat four ball untuk mendapatkan rentang konsentrasi yang memberikan respon-sensitifitas pengukuran terbaik untuk produk aditif yang diuji. Pada kondisi pengukuran tersebut, sekecil apapun perbedaan respon yang dihasilkan diharapkan akan terekam, sehingga pengaruh perbedaan panjang rantai alkyl dalam produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate terhadap aktifitasnya sebagai antiwear-antifriksi dapat dipetakan secara akurat. Data lengkap hasil verifikasi nilai weld point, dan load wear index pada kisaran konsentrasi 0 – 2.5 % ditampilkan pada Lampiran 8, sedangkan kurva welding point, dan load wear index ditampilkan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan kenaikan angka weld point, dan load wear index yang makin besar dengan meningkatnya konsentrasi-dosis aditif yang digunakan. Namun demikian respon kedua parameter uji tersebut sehubungan dengan kenaikan konsentrasi aditif tidak menghasilkan hubungan linear seperti kurva antioksidan. Pada konsentrasi rendah, respon aktifitas antiwear-antifriksi naik dengan kenaikan konsentrasi mencapai konsentrasi kritis tertentu, namun setelah mencapai konsentrasi kritis tersebut, kenaikan konsentrasi selanjutnya tidak memberikan peningkatan daya antiwear yang signifikan. Tampak ada nilai konsentrasi efisien yang efektif memberikan respon daya antiwear-antifriksi.
Gambar 29 Rentang Pengukuran Daya Antiwear-antifriksi Zn-difattyalkylditio carbamate Metode Four Ball 61
Mintorogo (2000) menyatakan dosis efisien yang efektif menghasilkan daya antiwear dari aditif Zn-dialkilditiofosfat adalah 0.5 % (b/b). Fenomena yang sama terjadi pada aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Dari kurva weld point pada Gambar 29 tampak bahwa konsentrasi kritis yang efisien dan efektif memberikan respon antiwear-antifriksi adalah 1.2% (b/b). Meskipun kurva load wear index tidak terlalu jelas memperlihatkan konsentrasi kritis tersebut, namun kurva tersebut juga tidak mengikuti pola regresi linear. Uji linearitas kurva weld point, dan load wear index berturut-turut menghasilkan persamaan Y=1541X+127, dan Y=408X+16, dengan koefisien korelasi r2 = 0.73, dan 0.93 yang belum memenuhi kriteria linear karena r2<0.99. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi 1.2% dipilih sebagai dosis konsentrasi kritis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya dipilih sebagai dosis untuk melakukan uji daya antiwearantifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Diagram nilai welding point dan load wear index dari 6 varian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dan pembanding aditif komersil 2 dan aditif komersil 3 ditampilkan pada Gambar 30 dan Gambar 31, sedangkan data lengkap hasil pengujian kurva weld point, dan load wear index disajikan pada Lampiran 9, dan Lampiran 10.
Gambar 30 Welding point aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Seperti tampak pada Gambar 30 dan Gambar 31, seluruh varian aditif Zndifattyalkyldithiocarbamate
menunjukkan
aktifitas
antiwear-antifriksi
yang
ditunjukkan dengan nilai load wear index dan welding point yang lebih tinggi 62
dibanding blanko pelumas dasar HVI 60. Dari dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kinerja, hanya load wear index yang memberikan perbedaan respon terhadap perbedaan panjang rantai alkil dalam produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate yang diuji. Welding point dari seluruh varian aditif Zndifattyalkylditiocarbamate dan aditif komersil yang diuji memberikan nilai yang sama, yaitu 160 kg, dan hanya berbeda (lebih tinggi) dari blanko pelumas dasar HVI
60
yaitu
126
kg.
Dari
Gambar
31
tampak
bahwa
Zn-
bis(laurilpalmityl)ditiocarbamate (C12-C16) memiliki nilai load wear index tertinggi dibanding lima varian Zn-difattyalkylditiocarbamate lainnya, meskipun nilainya masih lebih rendah dibanding 2 produk aditif komersil sebagai pembanding. Jika dibandingkan dengan standar US Steel 136 yang merupakan salah satu standar aditif hidraulik tekanan ekstrem yang menetapkan batas minimal load wear index dan welding point 30 kg dan 150 kg, maka dua variant adititif Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate,
dan
Zn-bis(lauryloleyl)ditiocarbamate
memenuhi standar tersebut.
Gambar 31 Load wear index aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18-C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, 63
tampaknya kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index sehingga C16-C18 memiliki nilai load wear indek lebih tinggi dari C16-C18:1, sementara pengaruh faktor simetri molekul tidak terekam dari uji kinerja yang diperoleh. Load wear index keenam varian aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari 2 produk aditif komersil pada tingkat kepercayan 95% berdasarkan uji Tukey menggunakan SPSS 10.00 sebagaimana disajikan pada Lampiran
12.
Namun
demikian,
keenam
varian
produk
aditif
Zn-
difattyalkylditiocarbamate memiliki nilai load wear index yang lebih tinggi dan berbeda nyata dari blanko pelumas dasar HVI 60 pada tingkat kepercayaan 95% (P<0.05).
Aditif
Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
bis(lauryloleyl)dithiocarbamate
dan
Zn-
memiliki load wear index yang tinggi, tidak
berbeda nyata satu sama lain pada tingkat kepercayaan 95%, namun keduanya berbeda nyata dengan varian aditif lainnya. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate Rekapitulasi data hasil pembuatan dan hasil uji aktivitas antioksidan dan antiwear produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Data aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl dithiocabamate Gugus fattyalkyl dalam aditif
Rendemen total (%)
Antioksidan (jam)
Load wear index (Kg)
C12 – C12 C12 – C16 C12 – C18:1 C16 – C18 C16 – C18:1 C18 – C18:1 BHT Aditif 1-antioksidan Aditif 2-antifriksi Aditif 3-EP US Steel 136 Blanko RBDPO Blanko HVI 60
22.02 14.99 07.23 24.39 38.18 21.93 -
16.68 16.12 15.42 13.72 14.40 15.27 14.03 12.97 11.61 11.68 13.17 -
22.44 30.53 30.14 27.77 23.23 22.94 32.90 37.29 30.00 17.96 64
Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktifitas antioksidan tertinggi, sedangkan daya antiwear-antifriksi tertinggi dipenuhi oleh varian Zn-bis(lauriylpalmityl)dithiocarbamate. Daya antiwear Znbis(dilauryl)dithiocarbamate
lebih
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
rendah
dan
(Lampiran
berbeda
12),
daya
nyata
dari Zn-
antioksidan
Zn-
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate lebih rendah dan juga berbeda nyata dari Znbis(dilauryl)dithiocarbamate pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 11). Bukti tersebut menunjukkan tidak ada varian aditif yang sekaligus memiliki aktifitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang maksimum. Namun demikian tampak bahwa aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki kinerja optimum, dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan, dan antiwear-antifriksi, yang tidak ditunjukkan oleh aditif Sebagai aditif antiwear-antifriksi,
komersil 1, 2, dan 3.
aditif 2 memang memiliki kinerja yang
dominan, tetapi tidak menunjukkan aktifitas antioksidan bahkan menurunkan daya antioksidan, hal yang sama berlaku pada aditif 3. Aktivitas antioksidan aditif 2 dan aditif 3 lebih rendah dibanding blanko RBDPO. Fakta ini memperkuat bukti empiris di pasar bahwa belum ada aditif yang bersifat multifungsi dikomersialisasi, sementara Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate menujukkan prospek sebagai aditif yang memiliki kinerja sebagai antioksidan yang kuat dan sekaligus dapat berfungsi sebagai antiwear-antifriksi, dan hal tersebut merupakan kebaruan dari hasil penelitian ini.
Gambar 32 Kontur permukaan kinerja aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate 65
Plot kontur permukaan 3 dimensi menggunakan program Statistica versi 6:2 yang disajikan pada Gambar 32, menunjukkan bahwa rantai optimum gugus alkyl asam lemak yang memberikan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik
adalah
C12
dan
C16,
yang
dipenuhi
oleh
Zn-
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate. Rendemen total tertinggi produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate yang dihitung mulai dari bahan baku awal fattyamina primer dipenuhi oleh Znbis(palmityloleyl)dithiocarbamate sebesar 38.18%, sayang tingginya rendemen tidak berkorelasi positif dengan kinerjanya. Meskipun rendemen total aditif Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate hanya 15%, namun karena diantara kriteria utama yang menentukan layak tidaknya suatu produk dikomersialisasi adalah kinerjanya, maka Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan aditif terpilih dengan kinerja antioksidan dan antiwear optimum, yang selanjutnya dijadikan sebagai prototype untuk analisis nilai tambah produknya. Kendala rendahnya rendemen produk aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dapat diatasi dengan menggunakan rancangan reaktor yang lebih baik, misalnya dengan mengubah dari proses tumpak ke proses sinambung, sehingga efisiensi dan efektifitas proses pembuatannya meningkat, terutama reaktor pembuatan fattyamida dan fattyamina. Analisis Nilai Tambah Nilai tambah merupakan salah satu kriteria yang penting untuk diverifikasi dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Nilai tambah agroindusti adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah hasil pertanian menjadi produk industri atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Dalam penelitian ini analisis nilai tambah produk aditif pelumas dilakukan terhadap Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate, yang merupakan varian produk aditif dengan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993). Meskipun pembuatan aditif Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dalam penelitian ini dimulai dari bahan baku hexadecylamine, namun untuk analisis nilai tambahnya dihitung dari bahan baku CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi produk hulu (CPO) ke produk hilir (aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate). 66
Jumlah bahan baku, bahan pembantu, dan jenis reaktor yang diperlukan untuk pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada proses yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku, bahan pembantu dan jenis reaktor yang diperlukan untuk produksi fattyamine primer dari asam lemak (asam palmitat), dan produksi asam lemak dari CPO, mengacu ke Amaludin (2007) dan Gregorio C.G(2005). Beberapa asumsi digunakan dalam melakukan analisis nilai tambah produk aditif pelumas Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas
produksi
dirancang
50
kg
Zn-bis(laurilpalmityl)
dithiocarbamate/hari. Jumlah hari kerja adalah 25 hari/bulan atau 300 hari/tahun, sehingga kapasitas produksi pertahun adalah 15.000 kg. 2. Bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan berkualitas teknis (industrial grade). Pelarut seperti kloroform, diklorometan, dietil eter, THF, yang digunakan pada proses reaksi, dan pemisahan produk di daur ulang dan digunakan kembali dengan persentasi susut persiklus 20%, sehingga tingkat konsumsinya hanya 20% dari jumlah yang dihitung dalam neraca bahan. 3. Produksi dilakukan 24 jam/hari dengan 3 line produksi, sehingga dibutuhkan 3 shift operator/hari. Penetapan 3 line produksi/hari mengacu pada waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi aditif yaitu 3 hari, sehingga untuk memenuhi target produksi/hari,dibutuhkan 3 line reaktor yang beroperasi berurutan. 4. Jumlah tenaga kerja langsung yang dilibatkan adalah: 6 operator/shift, atau 18 operator/hari, atau 18 orang/hari x 300 hari/tahun = 5.400 HOK/tahun. 5. Upah tenaga kerja mengacu ke upah minimum lokal. Upah rerata tenaga kerja langsung adalah: Rp.464.400.000,-/tahun x 1 tahun/300 hari x 1 hari/18 HOK = Rp.86.000,-/HOK, sebagaimana disajikan pada Lampiran 13. 6. Rendemen konversi/pembuatan CPO ke RBDPO, RBDPO ke asam lemak, dan asam lemak ke fattyamine primer berturut-turut 98%, 95% (dengan fraksi asam palmitat
40%),
dan
80%,
sedangkan
rendemen
pembuatan
Zn-
bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari fattyamine primer (hexadecylamine) adalah
20%,
sehingga
rendemen
keseluruhan
pembuatan
Zn-
bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari CPO adalah 7.5%. Dari angka tersebut, maka jumlah bahan baku CPO yang dibutuhkan untuk memproduksi 50 kg produk aditif adalah 839.2 kg/hari atau 251.745 kg/tahun. 67
7. Sumbangan input lain terdiri dari biaya tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tidak tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja langsung dan biaya bahan baku, nilainya adalah: Rp.17.695.659.250/251.745 kg = Rp.70.292/kg bahan baku sebagaimana disajikan pada Lampiran 14. 8. Biaya penyusutan yang merupakan komponen dari biaya tetap dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method) yang disesuaikan dengan perkiraan umur ekonomi modal tetap yaitu 10 tahun, dan memiliki nilai sisa sebesar 20% dari harga perolehan awal. Perhitungan nilai penyusutan dan penetapan umur ekonomi modal tetap disajikan pada Lampiran 15 dan 16. 9. Biaya pemeliharaan dan asuransi yang merupakan komponen dari biaya tetap ditetapkan berturut-turut 2% dari nilai investasi barang, dan 0,1 % dari investasi keseluruhan, sebagaimana ditampilkan pada Lampiran 15 dan 16. 10. Harga bahan baku CPO adalah Rp.8.520,-/kg, mengacu ke harga bursa komoditi periode Februari 2011 (Seng 2011) 11. Pembuatan aditif pelumas Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari CPO menghasilkan hasil samping gliserol (10%), dan fraksi asam lemak lain (50%) yang menjadi tambahan terhadap nilai output produk. Mengacu ke Seng 2011, harga fraksi asam lemak lain adalah Rp.28.000,-/kg, sedangkan harga gliserol dan aditif pelumas ditetapkan Rp.5.000,-/kg dan Rp.1.100.000,-/kg. Mengacu ke neraca bahan pada Lampiran 20, maka total nilai output produk yang diperoleh pertahun adalah sebagai berikut: No
Produk
Jumlah (Kg)
Unit Nilai (Rp)
1 Aditif 15.000 2 Gliserol 23.439 3 As. lemak 117.194 Jumlah Output (Rp) Harga output rerata berbasis aditif
Total (Rp)
1.100.000,- 16.500.000.000 5.000,117.194.280 28.000,- 3.281.439.840 19.898.634.120 1.326.576
Persen 82.9 0.6 16.5 100.0
Harga produk aditif 2.75x lebih tinggi dari harga aditif sejenis di pasaran (Rp.400.000,-). Aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate layak memiliki harga lebih tinggi dari aditif pelumas di pasaran karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja. Dari sisi fungsi, aditif ini berfungsi ganda, efektif sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi, sedangkan dari kinerjanya, efektivitas antioksidan aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate 1.25x lebih tinggi dibanding antioksidan komersil. Pada dosis efektif pemakaian 1.2% 68
sebagai antiwear-antifriksi, dengan harga produk aditif Rp.1.100.000,-/kg, dan harga pelumas industri di pasar Rp.200.000,-/liter, maka kontribusi komponen harga aditif terhadap harga produk pelumas adalah Rp.13.200,-/liter atau 6.6%. Hasil
perhitungan
nilai
tambah
produk
aditif
Zn-
bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga bahan baku CPO Rp.8.520,/kg dan harga jual produk Rp.1.100.000,-/kg, disajikan pada Tabel 14, Lampiran 17, dan 18. Konversi CPO ke produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate mulai memberikan nilai tambah pada harga produk aditif Rp.1.096.126,-/kg (harga rerata Rp.1.322.702,-) namun belum memberikan keuntungan karena nominal nilai yang tercipta semuanya diberikan sebagai imbalan bagi tenaga kerja dan input produksi lain (bahan kimia pembantu). Keuntungan mulai tercipta pada harga produk aditif Rp.1.127.086,-(harga rerata Rp.1.353.662,-/kg). Jika harga produk dinaikkan 10% menjadi Rp.1.210.000,-/kg (harga rerata Rp.1.459.233,-/kg), agroindustri ini memberikan nilai tambah Rp.8,135,-/kg, rasio nilai tambah 9.40%, keuntungan Rp.6.290,-/kg, tingkat keuntungan 7.2%, dan keuntungan perusahaan 8.%. Pada kondisi tersebut, marjin keuntungan sebesar Rp.78.427,-/kg belum dinikmati perusahaan dan tenaga kerja, karena sebagian besar masih (90%) tercurah ke input produksi lain (pembelian bahan kimia pembantu). Nilai tambah dan keuntungan sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan bahan kimia pembantu (nilai input lain) yang digunakan. Perubahan harga bahan kimia pembantu (nilai input lain) lebih lebih besar pengaruhnya dibanding perubahan harga bahan baku. Kenaikan 10% harga bahan baku menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 1%, sedangkan kenaikan harga bahan kimia pembantu 10% menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 8%. Dua hal yang sangat mempengaruhi terciptanya nilai tambah konversi CPO ke produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate, yaitu tingkat efisiensi produksi, dan biaya bahan kimia pembantu (input lain) yang digunakan untuk memproduksi aditif tersebut. Aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dibuat melalui enam tahapan proses dengan tingkat rendemen total (7.5%), sehingga berdampak pada tingginya jumlah pemakaian bahan baku dan bahan kimia pembantu. Untuk memproduksi 15.000 kg produk aditif dibutuhkan bahan baku sebanyak 251.745kg. Rendahnya faktor konversi bahan baku ini berakibat langsung terhadap rendahnya nilai output produk, sehingga nilai tambah produknya juga rendah. Total biaya bahan baku dan sumbangan input lain (bahan 69
kimia pembantu) yang diperlukan adalah Rp.78.812,-/kg produk (Rp.8.520,- dan Rp.70.292,-), sehingga untuk memperoleh nilai tambah, harga output produk harus lebih besar dari Rp.78.812/kg, karena nilai tambah merupakan nilai yang tercipta dari nilai produk dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lain (bahan kimia pembantu). Tingginya pengaruh input produksi lain terhadap harga produk aditif juga tergambar dari mahalnya bahan kimia pembantu yang dibutuhkan per unit produk yang dihasilkan seperti disajikan pada Lampiran 19. Diperlukan bahan kimia pembantu dengan nilai nominal Rp.1.150.971,- untuk menghasilkan produk dengan harga rerata Rp.1.326.576,-/kg. Meskipun demikian, nilai tambah produk aditif ini masih bisa diperoleh karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja sehingga bisa dihargai lebih tinggi dari bahan bakunya. Tabel 14 Hasil perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate pada tingkat harga produk 100% dan 110% No
Peubah
I
Output, Input & Harga 1 Output 2 Bahan Baku 3 Tenaga Kerja 4 Faktor Konversi 5 Koefisien Tenaga Kerja 6 Harga Output 7 Upah Rerata Tenaga Kerja Pendapatan & Keuntungan 8 Harga Bahan Baku 9 Sumbangan Input Lain 10 Nilai Output 11 a Nilai Tambah b Rasio Nilai Tambah 12 a Imbalan Tenaga Kerja b Bagian Tenaga Kerja 13 a Keuntungan b Tingkat Keuntungan Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
II
III
14
Marjin Keuntungan
Satuan
Nilai 100%
Nilai 110%
15.000 251.745 5.400 0.06 0.02 1.326.576 86.000
15.000 251.745 5.400 0.06 0.02 1.459.233 86.000
Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg %
8.520 70.292 79.043 231 0.29 1.845 799 -1.614 -2
8.520 70.292 86.947 8.135 9.36 1.845 22.68 6.290 7.23
Rp/kg
70.523
78.427
kg/tahun kg/tahun HOK/th (1 : 2) (3 : 2) Rp/kg Rp/HOK
a Pendapatan Tenaga Kerja
%
2.6
2.35
b Sumbangan Input Lain
%
99.7
89.6
c Keuntungan Perusahaan
%
-2.3
8.0 70
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate
merupakan prototipe aditif
unggul dibanding varian aditif lainnya yang diperoleh dalam penelitian ini. Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi, serta memiliki daya antioksidan 1.25x lebih tinggi dibanding aditif antioksidan komersial, sedangkan daya antiwearantifriksi-nya memenuhi standar kualitas aditif pelumas hydraulik menurut standar
US
Steel
136.
Dengan
kinerja
tersebut,
aditif
Zn-
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate layak dinilai lebih tinggi dibanding aditif sejenis dan jauh lebih tinggi dari bahan bakunya. Pada harga bahan baku CPO Rp.8.520,-/kg, aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate memberikan nilai tambah sebesar Rp.8.135,-/kg dan kentungan Rp.6.290,-/kg dengan harga jual Rp.1.210.000,-/kg. 2. Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate bisa diproduksi dari CPO melalui jalur asam lemak, fattyamina primer, fattyamida sekunder, dan fattyamina sekunder. Fattyamida
sekunder
dan
aditif
Zn-difattyalkyldithiocarbamate
dapat
diproduksi dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan cara terbaik untuk memproduksi fattyamina sekunder adalah dalam reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. 3. Tingkat rendemen aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina sekunder cukup tinggi antara 77 – 87%, sedangkan tingkat rendemen produk antara fattyamina sekunder dan fattyamida sekundernya masih beragam berturut-turut antara 17 - 96% dan 10 - 87% bergantung jenis dan panjang rantai
karbon
bahan
bakunya.
Rendemen
keseluruhan
aditif
Zn-
difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer berkisar 7- 38% bergantung jenis dan panjang rantai bahan bakunya, dengan rendemen tertinggi diperoleh oleh Zn-bis(palmityloleyl)dithiocarbamate. 4. Keragaman rendemen produk intermediet fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder lebih banyak ditentukan pada proses separasi masing-masing produk yang dihasilkan daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asylklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder adalah senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga
pada proses separasi menggunakan pelarut untuk pemurnian produk terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan. Dispersitas fattyamida dan fattyamina dalam sitem pelarut selama proses separasi dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. 5. Peranan gas nitrogen selama proses pembuatan fattyaamina sekunder melalui jalur reduksi fattyamida menggunakan LiAlH4 sangat menentukan kuantitas produk yang diperoleh. Keberadaan nitrogen dalam reaktor menggantikan udara akan meningkatkan efektifitas peran reduktor LiAlH4. 6. Makin panjang rantai gugus asamlemak pada
kompleks ditiokarbamat,
ternyata menurunkan aktivitas antioksidannya, sedangkan kehadiran ikatan rangkap lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil. Faktor simetri molekul memberikan kontribusi positif terhadap daya antioksidan. 7. Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index. Saran Unggulnya kinerja prototipe aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate, perlu ditindaklanjuti secara kongkrit dengan pendirian industrinya sehingga masyarakat bisa merasakan manfaatnya. Ketersediaan sumber bahan baku minyak sawit yang sangat melimpah, peluang pemasaran yang sangat terbuka, serta volume kebutuhan pasar yang sangat besar, merupakan faktor penarik bagi investor untuk berinvestasi dan mengembangkan agroindustri ini. Sampai saat ini belum ada industri nasional yang bergerak dibidang pembuatan aditif pelumas. Pertamina sebagai salah satu produsen pelumas nasional saat ini masih mengimpor seluruh kebutuhan aditif yang digunakan dalam memformulasi produk minyak pelumasnya. Keberadaan agroindustri aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate akan bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka penghematan devisa, karena produknya merupakan substitusi bagi kebutuhan aditif yang selama ini diimpor. Efek positif lain yang muncul dari pendirian agroindustri aditif Zn-
72
bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate adalah terciptanya pasar baru lokal bagi industri minyak sawit yang akan dijadikan sebagai sumber bahan baku. Selain Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate, penelitian ini menghasilkan varian senyawa homolog Zn-difattyalkyldithiocarbamate lainnya, yang tidak menunjukkan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang dominan, namun berpotensi memiliki kinerja lain misalnya sebagai aditif antikorosi atau detergen, sehingga perlu dilakukan penelitian lain untuk membuktikannya.
73
DAFTAR PUSTAKA [ASTM]. American Standard Test Method. 1993. ASTM and Their Specifications for Petroleum Products and Lubricants. Philadelphia: ASTM [ASTM]. American Standard Test Method. 2006. Standard Test Method for Measurement of Extreme-Pressure Properties of Lubricating Fluids (FourBall Method). Philadelphia: ASTM Affani R, Dugat D. 2007. Studies on the selective of the amide link of acyclic and macrocyclic amidoketals: unexpected cleavage and trans-acetalization with Red-Al. Synthetic Communications 37:3729-3740. Akbar E, Yaakob Z, Kamarudin S.K, Ismail M, Salimon J. 2009. Characteristic and Composition of Jatropha Curcas Oil Seed from Malaysia and its Potential as Biodiesel Feedstock. Euro J Sci Research, ISSN 29(3):396-403. Amaludin SD. 2007. Konversi asam karboksilat rantai panjang ke amina sekunder rantai karbon ganjil. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Washington: Association of Official Analytical Chemists. Asthana P . 2006. Micro-and Nano- Scale Experimental Approach To Surface Engineer Metals. [Tesis]. Texas A&M University. Awang N, Baba I, Yamin BM. 2006. Sintesis dan pencirian sebatian sekbutilpropil-ditiokarbamat dari pada logam zink(II), kadmium(II), dan stibium(III). The Malaysian J Anal Sci 10:251-260. Blank LPE, Tarquin APE. 2002. Engineering Economy. Boston : McGrawHill Boonyaprateeprat W. 2010. Thai Oil Palm Situation in Globalization. General Thai Oil Palm and Palm Oil Association. Bóoser
ER. 1994. CRC Handbook of Lubrication and Tribology
Vol.III,
Monitoring, Materials, Synthetic Lubricants, and Applications. London : CRC Press. Box GEP, Draper NR. 1987. Empirical Model-Building and Response Surfaces. New York : John Wiley & Sons, Inc. Carey JP, Frantz DE, Weaver DG, Kress MH, Dolling UH. 2002. Practical synthesis of aryl triflates under aqueous condition. Org. Lett. (4): 4717-4718. 74
Coupland K. 1992. Natural base surfactant-some aspect of their chemistry and uses. dalam Tyman JHP. Surfactant in Lipid Chemistry: Recent Synthetic, Physical, and Biodegradative studies. Royal Society of Chemistry. Cambridge. Daniels V.1967. Dielectric Relaxation. London : Academic Press. Dowson D, Taylor CM, Childs THC, Dalmaz G. 1995. Lubricants and Lubrication, Tribologi Series 30. Elsevier, Ámsterdam. Eqbal M. A. Dauqan, Halimah AS, Aminah, Abdullah and Zalifah MK. 2011. Fatty Acids Composition of Four Different Vegetable Oils (Red Palm Olein, Palm Olein, Corn Oil and Coconut Oil) by Gas Chromatography, 2nd International Conference on Chemistry and Chemical Engineering, IPCBEE Vol 14. Singapore : IACSIT Press. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1999. Kimia Organik Jilid II. Jakarta: Erlangga. Filipe AAP, Neves MC, Trindade T and Klinowski J. 2003. The first dinuclear Zinc(II) dithiocarbamate complex with butyl substituent groups. Acta Cryst 59:1067-1069. Furniss BS, Hannaford AJ, Smith PWG, Tatchell AR. 1989. Vogel’s Text Book of Practical Organic Chemistry. Ed ke-5. New York:John Wiley & Sons, Inc. Gaige R and Schneider G. 1973. Process of Synthesis of Long-Chain Aliphatic Amines US Patent 3728393. Gatto VJ, Mike CA, and Loper JT. 2003. Oil soluble molybdenum compositions , US Patent 6528463 Gatto VJ. 2003. Oil soluble molybdenum additives from the reaction product of fatty oils and monosubstituted alkylene diamines. US Patent 6509303 Gatto VJ. 2003. Molybdenum-containing lubricant additive compositions, and processes for making and using same. US Patent 6645921 Gittinger JP. 1985. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. S.Utomo dan K.Mangiri, Penerjemah Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Economic Analysis of Agriculture Project. Gogoi
PK,
Sonowal
J.
2005.
Effectiveness
of
bis(2-methylpiperazine
dithiocarbamato) Cu(II) dan Zn(II), bis (diethyldithiophosphato) Ni(II) and its γ-picoline diadduct and bis(pyrrolidine dithiocarbamato Cu(II) as antioxidant lubricating oil additives. Indi J Chem Tech. 12:50-54. 75
Goodrum JW, Geller DP. 2005.
Influence of fatty acid methyl esters from
hydroxylated vegetable oils on diesel fuel lubricity. Bio tech 96:851-855. Gregorio CG. 2005. Fatty Acids and Derivatives from Coconut Oil. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition. John Wiley & Sons, Inc. Griffo, Keshavan. 2007. High Performance Rock Bit Grease. US Patent 20070254817 A1. Hayami Y, Kawagoe T. 1993. The Agrarian Origins of Commerce and Industry (a Study of Peasant Marketing in Indonesia). St Martin’s Press. Hong H, Riga AT, Cahoon SM, Vinci JN. 1993. Evaluation of Overbased Sulfonates as Extreme Pressure Additives in Metalworking Fluids. Lubr. Eng. 49 (1):19. Hoong SS, Ahmad S, Abu HH. 2005. Process for the Production of Fatty Acid Amides. US Patent 0283011 A1. Husain A, Nami SAA, Singh SP, Oves M, Siddiqi KS. 2010. Anagostic interactions, revisiting the crystal structure of of Nickel dithiocarbamate complex and its antibacterial and antifungisidal. Polyhedron 30:33-40. Inagaki T, Fukasawa A, Yamagishi H . 1989. Process for Preparation of Unsaturated Long-Chain Aliphatic Secondary Amin. US Patent 4845298. Johansson I. Amides, Fatty Acid, in Encyclopedia of Chemical Technlogy vol.2 2nd Ed, 442-463. Kaludjerovic GN, Djinovic VM, Trifunovic SR, Hodzic IM, Sabo TJ. 2002. Synthesis and characterization of tris-butyl-(1-methyl-3-phenyl-propyl)dithiocarbamato]-cobalt(III) seskvitoluene. J Serb Chem Soc. 67(2)123–126. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Khotib M. 2010. Density functional theory dalam sintesis, karakterisasi, dan prediksi hasil sintesis: kasus Zn-alkilditiokarbamat rantai panjang. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kirk-Othmer. 2004. Encyclopedia of Chemical Technology. 5th ed. USA : John Wiley&Sons, Inc. Leka Z, Grujic SA, Tesic Z, Lukic S, Skuban S, Trifunovic S. 2004. The synthesis and characterization of complexes of Zinc(II), Cd(III), Pt(II), and Pd(II) with potassium 3-dithiocarboxy-3-aza-aminopentanoate. J Serb Chem Soc. 69(2):137-143. 76
Loomis WR. 1985. New Directions in Lubrication, Materials, Wear, and Surface Interactions, Tribology in the 80’s.New Jersey: Noyes Publications, Park Ridge. Maleque MA, Masjuki HH, Haseeb ASMA. 2000. Effect of mechanical factors on tribological properties of palm oil methyl ester blended lubricant. Elsevier (wear). 239:117-125. Manihuruk M. 2009. Aminasi asam azelat via reduksi dengan hidrogen memakai katalis nikel. [Tesis].Medan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Martin JM, Grossiord C, Varlot K, Vacher B, and Igarashi J. 2000. Synergistic effect in binary sistem of lubricant additives. Trib Let. 8:193-201. Masjuki HH, Maleque MA. 1997. Investigation of anti-wear characteristics of palm oil methyl ester using a four ball tribometer test. Wear 206:179-186. Masjuki HH, Maleque MA, Kubo A, Nonaka T. 1999. Palm oil and mineral oil based lubricants-their tribological and emisión performance. Tribology International 32:305-314. McConnachie JM et al. 2003. Manufacture of lubricant additives. US Patent 6569820. Miller RW.1993.Lubricants and Their Applications.New York: McGraw-Hill, Inc. Mintorogo DA. 2000. Unjuk Kerja pada Mesin Four Ball dan SRV serta Uji Sifat Fisika-Kimia Minyak Lumas Dasar Beraditif Zn-dialkyldithiophosphat Jenis Generik. tesis. Jakarta. Program Studi Materials Sciences. Universitas Indonesia. Mortier RM, Orszulik ST. 1997. Chemistry and Technology of Lubricants, 2nd Ed. London : Blackie Academic & Professional. MPOB (Malaysian Palm Oil Board). 2001. Review of the Malaysian Oil Palm Industry, MPOB Ministry of Primary Indistries, Malaysia. Nachtman ES, Kalpakjian S. 1985. Lubricant and Lubrication in Metalworking Operations. New York : Marcel Dekker, Inc. Nakanishi
H,
Iwasaki
H,
Koganei
K.
2000,
Zinc-molybdenum-based
dithiocarbamate derivative, method of producing the same, and lubricant composition containing the same . US Patent 6096693. Newman MS, Fukunaga T. 1960. The reduction of amides to amines via nitriles by lithium aluminium hydride. J Am. Chem Soc 82(3): 693-696. 77
O’Brien JA. 1983. Lubricating Oil Additives, CRC Handbook of Lubrication, Vol. II, Booser E.R (ed). Florida : CRC Press. Pavia DL, Lampman GM, Kritz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Third Ed. Washington : Department of Chemistry Western Washington University. Prasad ASB,
Kanth JVB, Periasamy M. 1992. Convenient methods for the
reduction of amides, carboxylic esters, acids and hydroboration of alkenes using NaBH4/I2 system. Tetrahedron 48:4623-4628. Rabjohn N. 1963. Organic Syntheses. Vol 4. New York : John Wiley & Sons, Inc. Ramney MW. 1980. Synthetic Oils and Additives for Lubricants: Advances Science 1977. Noyes Data Corporation, Park Ridge, N.J. Rizvi SQA. 1992. Lubricant Additive and Their Function, ASM Handbook, Friction, Lubrication, and Wear Technology, Jl. 18 ASM International. Rosen MJ. 2004. Surfactants and Interfacial Phenomena. New York : John Wiley & Sons, Inc. Rudnick LR. 2009. Lubricant Additive: Chemistry and Applications. Second Edition. New York : CRC Press. Sa’id GE, Intan AH. 2000. Menghitung nilai tambah produk agribisnis. Komoditas 11(19):48. Salvatore RN, Shim SI, Nagle AS, Jung KW. 2001. Efficient Carbamate Synthesis via aThree-Component Coupling of an Amine,CO2 , and Alkyl Halides in the Presence of Cs2CO3 and Tetrabutylammonium Iodide. J Org Chem. 66:1035-1037. Salvatore RN, Yoon CH, Jung KW. 2001. Synthesis of secondary amines. Tetrahedron. 57:7785-7802. Seng S. 2011. Asia C12 lauric acid may extend falls on weak demand [terhubung berkala]. http://www.icis.com/Articles/2011/04/04/9449461/asia-c12lauric-acid-may-extend-falls-on-weak-demand.html [02 Januari 2012]. Shahzadi S, Ahmad S.U, Ali S, Yaqub & Ahmed F. 2006. Chloro-diorganotin(IV) Complexes of Pipyridyl Dithiocarbamate: Syntheses and Determination of Kinetic Parameters, Spectral Characteristics and Biocidal Properties. J Iran Che Soc. 3(1):38-45. Sidik RF. 2007. Desain dan sintesis amina sekunder rantai karbon genap dari asam karboksilat rantai panjang. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 78
Srinivasa GR, Naliva L, Abiras K, Gowda DC. 2003. Zinc/ammonium formate: a chemoselective and cost-effective protocol for the reduction of azides to amines. J Chem Res (S). 1956(3):630-631. Stiefel et al. 2001. Trinuclear molybdenum multifunctional additive for lubricating oils. US Patent 6232276. Studt P. 1989. Boundary Lubrication : Adsorption of Oil Additive on Steel and Ceramic Surface
and Its Influence on Friction and Wear. Trib.
International, 22, 623. Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Yudhistira. Sulistyanto A.I, Akyuwen R.2011. Factors Affecting the Performance of Indonesia’s Crude Palm Oil Export, International Conference onEconomics and Finance Research, IPEDR. IACSIT Press. Singapore. 4: 281-289 Sundram K,
Malaysian Palm Oil Board (MPOB), Palm Oil: Chemistry and
Nutrition Update. Kuala Lumpur, Malaysia. Sutriah K, Mas’ud ZA, Irawadi TT. 2011. Pengaruh Teknik Sintesis terhadap Kualitas Produk Fattyamina Sekunder. Jurnal Kimia Terapan Indonesia LIPI, 13: 8-15. Takagi, Fumaki, Abe, Kuzuuki. 2001. Extreme Pressure Agent, Friction Coefficient, Modifier and Functional Fluids. US Patent 6310012. Tensiska, Wijaya H, Andarwulan N. 2003. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 14:29-39. Trifunović S R, Marković Z, Sladić D, Andjelković K, Saboo T, Minić D. 2002. The synthesis and characterization of nickel(II) and copper(II) complexes with the polydentate dialkyl dithiocarbamic acid ligand 3-dithiocarboxy-3aza-5-aminopentanoate. J Serb Shem Soc. 67(2)115–122. USDA. 2011 (Circular Series September 2011), Foreign Agricultural Service, World Agricultural Production, Copra, Palm Kernel, and Palm Oil Production. Vasiliev AN, Polackov AD. 2000. Synthesis of Potassium (1,1-Dioxothiolan-3-yl)dithiocarbamate. Molecules. 8:1014-1017. Whittaker. 1994&1997. Microwave heating mechanisme. [terhubung berkala]. http://homepage.ed.ac.uk/ahos/chla.html. [20 Februari 2006] 79
Visek K. 2000. Amines, Fatty Acid, in Encyclopedia of Chemical Technlogy vol.2. 2nd Ed, 518-537. Zhang W, Zhong Y, Minyu T, Tang N, Yu K. 2003. Synthesis and Structure of bis(Dibutyldithiocarbamate)zinc(II): Zn2[(n-Bu)2NCSS]4 Molecules, 8:411417.
80
Lampiran 1 Prosedur Pengujian FTIR, AAS, dan HPLC. 1. Prosedur Pengukuran Sampel Uji dengan FTIR Sampel uji dicampur dengan padatan KBr lalu dimasukkan ke dalam cup sampel kemudian di tekan dengan presbar. Setelah itu di letakkan pada holder DRS untuk di lakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan pada alat IR Prestige-21 Fourier Transform Infrared Spectrophotometer Shimadzu pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1 dan untuk inframerah jauhnya pada 3002000 cm-1. 2. Prosedur Pengujian Zn dalam Produk Aditif dengan AAS a.Destruksi: Sebanyak 1 gr sampel dilarutkan dalam 10 mL HNO3 pekat, dipanaskan perlahan dalam heating block sampai mencapai suhu 100°C selama 1 jam sampai campuran jernih. Cairan hasil destruksi diangkat, dinding wadah tempat cairan dibilas dengan akuades, didinginkan selama 15 menit. Setelah dingin, cairan hasil destruksi disaring dan diimpitkan pada labu takar 50 ml. b.Pengukuran: Larutan sampel hasil destruksi diukur pada alat AAS SHIMADZU AA-6300 dengan kondisi sebagai berikut: Gas: asetilena 0,09Mpa (2 L/menit), dan nitrous oksida 0,35Mpa (15 L/menit) Panjang gelombang deteksi: 213,9 nm, lebar celah: 0,7 nm, Lampu : Photron Hollow Cathode Lamp, laju arus : 8 mA Tinggi burner: 7 mm Kandungan Zn dalam sampel diacu kedalam kurva Larutan Standar acuan Zn pada kisaran konsentrasi 0,1 – 0,8 ppm. 3. Prosedur Uji Konfirmasi Kemurnian Produk Aditif dengan HPLC Sebanyak 0.5 gram sampel uji dilarutkan dalam
10 mL n-propanol,
dihomogenkan dengan ultrasonic homogenizer, selanjutnya disaring dengan membran filter ukuran pori 0.45 mikron. Sebanyak 10L larutan sample hasil filtrasi diinjeksikan dengan syringe melalui loop sample ke dalam HPLC. Kondisi kromatografi diatur sebagai berikut: Fase gerak campuran methanol-propanol (40:60), laju alir 1mL permenit secara isokratik Kolom Waters-Bondapack C18, detector UV-Vis 254 nm. 81
Lampiran 2 Data Rendemen Fattyamida Sekunder No 1
2
3
4
Fattyamina primer Dodesilamin (4.60 mL)
Oleil Cl (6.60 mL)
(8.00 mL)
(11.50 mL)
Dodesilamin
Palmitoil Cl
(4.60 mL)
(6.10 mL)
Dodesilamin (4.60 mL)
Lauril Cl (4.75 mL)
Heksadesilamin Oleil Cl (4.83 gram) (6.60 mL)
(8.45 gram)
5
Asil klorida
(11.50 mL)
Heksadesilamin Palmitoil Cl (4.83 gram) (6.1 mL)
Bobot teoritis (g)
Bobot percobaan (g)
Rendemen (%)
4.8075 4.3133 4.6642 4.8075 4.1710 4.7403 5.1644 3.3487 3.4102 4.2272 9.8096
53.44 47.95 51.85 53.44 46.37 52.70 57.41 37.23 37.91 46.99 62.31
1.7581
20.75
1.7190
20.29
1.6507
19.48
0.8406
9.92
1.6619
19.61
1.1762 3.1636 3.4491 4.0459 5.5515 5.3049 5.3095 5.2017 3.1636 5.0216 3.4996 5.0515
13.88 43.02 46.91 55.02 75.50 72.15 72.21 70.74 43.02 49.63 34.59 49.93
17.7060
11.6900 12.2995 10.1573 13.2083 12.1114
66.02 69.47 57.37 74.57 68.40
9.5970
6.5053 8.6785 8.6978
67.78 90.43 90.63
8.2454 8.9792
85.92 93.56
8.8897
92.63
8.9956
15.7424 8.4742
7.3530
10.1177
Rerata (%)
49.78 ± 7.589
17.32 ± 4.406
59.82 ± 14.267
58.75 ± 13.404
86.83 ± 9.696
82
6
Heksadesilamin Lauril Cl (4.83 gram)
7
Oktadesilamin
Oleil Cl
(5.39 gram)
(6.60 mL)
(9.43 gram)
8
9
(4.75 mL)
Oktadesilamin (5.39 gram)
(11.50 mL)
Palmitoil Cl (6.1 mL)
Oktadesilamin
Lauril Cl
(5.39 gram)
(4.58 mL)
8.4749
10.6788
18.6878
10.1580
9.0158
1.5108
17.83
1.5302
18.06
2.5877
30.53
2.8088
33.14
1.4699
17.34
1.4668
17.31
1.5177
17.91
1.4192
16.75
1.5369
18.13
1.2729
15.02
2.8145
33.21
1.9030
22.45
1.1396
13.45
1.8825
22.21
1.3434
15.85
1.5253
18.00
0.9311
10.99
5.2420
49.09
4.7292
44.29
8.8466
47.34
8.6279
46.17
11.3538
60.66
9.6506
51.64
10.8086
57.84
7.8295
77.08
8.7473
86.11
8.8961
87.58
8.9217
87.83
7.8295
77.08
8.9629
88.23
8.1681
80.41
8.4718
83.40
1.1644
12.92
0.6437
7.14
0.6548
7.26
0.9164
10.16
19.89 ± 6.519
51.00 ± 6.136
83.46 ± 4.729
9.37 ± 2,747
83
Lampiran 3 Data Rendemen Fattyamina Sekunder Amina Sekunder Heksadesilamin
Bobot Teoritis (gram)
Bobot Percobaan (gram)
Rendemen (%)
Stok sampel
1.2298
1.0312
83.85
27.8424
1.2999
0.7026
54.05
11.9442
1.0895
0.1807
16.59
2.7105
1.1647
0.2064
17.72
5.5728
1.2348
0.4415
35.75
4.8565
1.0244
0.9847
96.12
8.8623
1.0244
0.5594
54.61
5.0346
1.0945
0.5772
52.73
2.886
0.8841
0.5526
62.50
8.289
Oleil Klorida Oktadesilamin Oleil Klorida Dodesilamin Oleil Klorida Heksadesilamin Palmitoil Klorida Oktadesilamin Palmitoil Klorida Dodesilamin Palmitoil Klorida Heksadesilamin Lauril Klorida Oktadesilamin Lauril Klorida Dodesilamin Lauril Klorida
84
Lampiran 4 Data Rendemen produk aditif Zn-difattyalkildithiocarbamate No 1
2
Amina sekunder 0,4114
Bobot teoritis 0,5173
Bobot percobaan
Rendemen (%)
0,4464
86,31
0,8206
1,0345
0,8789
84,00
0,8207
1,0345
0,9305
89,94
0,7081
0,9233
0,7255
78,66
0,3546
0,4611
0,3768
81,72
0,7083
0,6880
74,51
0,7089
0,6610
71,59
0,7514
81,47
0,7350
79,69
0,7093
0,7488
81,10
0,7087
0,6708
72,73
Zn-bis(lauriloleil) ditiokarbamat
0,8720 0,8755 0,8737
1,0866
0,8228 0,8455 0,9002
75,73 77,82 82,85
Znbis(palmitiloleil) ditiokarbamat
0,5217
0,5999
0,4140
69,01
0,5168
0,5999
0,5174
86,25
0,9826
1,1988
0,9857
82,15
1,4893
1,7982
1,2725
70,76
Zn(laurilstearil) ditiokarbamat
0,4406 0,4403 0,4400
0,5453 0,5453 0,5453
0,3674 0,5319 0,4991
67,37 97,54 91,53
Zn(palmitilstearil) ditiokarbamat
0,4939
0,6014
0,5482
91,15
0,4954
0,6014
0,5375
89,37
0,4941
0,6014
0,4858
80,78
0,9881
1,2028
0,7366
61,24
0,5244
0,6274
0,5580
88,94
1,0402
0,9691
77,22
1,0489
0,956
76,18
1,0416
0,9491
75,63
1,0102
80,50
1,0408
0,9803
78,81
1,0415
1,0059
80,16
Produk Znbis(laurilpalmitil) ditiokarbamat Zn-bis(dilauril) ditiokarbamat
0,7081 0,7086
3
4
5
6
7
Znbis(steariloleil) ditiokarbamat
1,0405
0,9233
1,2549
Rerata (%) 86,75 ± 2,994
77,68 ± 4,123
78,80 ± 3,659
77,04 ± 8,463
85,48 ± 18,021
80,64 ± 13,699
79,63 ± 4,511
85
Lampiran 5 Kurva Standar dan Data Uji Temu Balik Zn dengan AAS
Kurva Standar Zn untuk uji temu balik Zn dari Zn-difattyalkyldithiocarbamate 1. Perhitungan Temu Balik Zn pada Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate: Bobot ZnCl2 yang ditambahkan = 0,136 gram Bobot Zn dalam ZnCl2 yang ditambahkan = 0,0652 gram Perolehan kembali Zn dalam produk ditiokarbamat : Ppm Zn = 130,7287 ppm (bobot= 0,134 gram; volume 50 ml) Konversi terhadap volume dan bobot = 48787,31 ppm Kandungan Zn dalam sampel = 48787,31 µg/g x 0,9923 g = 48411,65 µg
= 0,048411 gram
Perolehan kembali Zn dalam pelarut pengekstraksi: Ppm Zn = 0,3415 ppm (volume = 87,5 ml) Konversi terhadap volume=
= 0,03 mg
Recovery Zn = =
= 74,13% 86
2. Perhitungan Temu Balik Zn pada Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate: Bobot ZnCl2 yang ditambahkan = 0,136 gram Bobot Zn dalam ZnCl2 yang ditambahkan = 0,0652 gram Perolehan kembali Zn dalam produk ditiokarbamat : Ppm Zn setelah konversi bobot dan volume = 41311,7034 ppm Kandungan Zn dalam sampel
= 41311,7034 µg/g x 0,9002 g = 37188,8 µg = 0,037188 gram
Recovery Zn = =
= 56,95%
3. Perhitungan Temu Balik Zn pada Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate: Bobot ZnCl2 yang ditambahkan = 0,136 gram Bobot Zn dalam ZnCl2 yang ditambahkan
= 0,0652 gram Perolehan kembali Zn dalam produk ditiokarbamat : Ppm Zn setelah konversi bobot dan volume = 52105,06 ppm Kandungan Zn dalam sampel = 52105,06 µg/g x 0,9305 g = 48483,76 µg = 0,048484 gram Recovery Zn = =
= 74,25%
87
Lampiran 6 Kromatogram HPLC Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalkyl dithiocarbamate
Kromatogram HPLC Bahan baku dilaurylamina
Kromatogram HPLC Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate 88
Kromatogram HPLC Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate
Kromatogram HPLC Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate 89
Lampiran 7 Data Hasil Pengujian Aktifitas Antioksidan No
Nama Sampel
t Induksi (jam)
Rerata
13.07; 13.27; 13.16
13.17
25 ppm
13.65; 13.42
13.53
75 ppm
14.90; 15.20
15.05
125 ppm
16.47; 16.88
16.67
200 ppm
18.94; 18.55; 19.23
500 ppm
> 24
1000 ppm
> 24
10.000 ppm
> 24
3
Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat
16.36; 15.87
16.12
4
Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat
15.49; 15.35
15.42
5
Zn-bis(laurilstearil)ditiokarbamat
16.63; 16.45
16.54
6
Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat
14.58; 14;22
14.40
7
Zn-bis(palmitilstearil)ditiokarbamat 13.64; 13.79
13.72
8
Zn-bis(steariloleil)ditiokarbamat
15.11; 15.43
15.27
9
Aditif 1 (antioksidan)
13.03; 12.91
12.97
10
Aditif 2 (antiaus-antifriksi)
11.72; 11.49
11.61
11
Aditif 3 (extreme pressure)
11.67; 11.68
11.68
12
BHA
13.48; 13.04
13.26
13
BHT
13.86; 14.19
14.03
1
Blanko RBDPO
2
Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat
90
Lampiran 8 Data dan Grafik Hasil Verifikasi Kemampuan Rentang Ukur Uji Antiwear-antifriksi Aditif Zn-Difattyalkylditiocarbamate dalam Mesin Four Ball Parameter Uji Weld Point (Kg) Load Wear Index
Konsentrasi Aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate (% b/b) 0 0,50 1,20 2,50 126 126 160 160 15,00
18,37
22,38
25,45
91
Lampiran 9 Data Hasil Uji Four Ball Aditif Zn-difattyalkildithiocarbamate No 1
2
Produk Aditif Blanko (HVI-60)
Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat
Konsentrasi (%) 0.00
Weld Point (Kg) 126
Load Wear Index 15.00
0.00
126
17.96
0.50
126
18.37
1.20
160
22.38
2.50
160
25.45
3
Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat
1.2
160
30.53
4
Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat
1.2
160
30.14
5
Zn(palmitilstearil)ditiokarbamat
1.2
160
23.23
6
Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat
1.2
160
27.77
7
Zn-bis(oleilstearil)ditiokarbamat
1.2
160
22.94
8
Aditif 2 (antiwear-antifriksi)
1.2
160
32.90
9
Aditif 3 (extreme pressure)
1.2
160
37.29
92
Lampiran 10 Hasil Uji Four Ball Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate
93
94
95
96
Lampiran 11 Data Uji Statistika Aktivitas Antioksidan Aditif Zn-difattyalkyl dithiocarbamate dengan Metode SPSS Oneway Descriptives Antioksidan Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Upper Lower Bound Bound 13,1015 13,2285
Min
Max
13,16
13,17
No
N
Mean
Std. Deviation
1
2
13,165
7,07E-03
5,00E-03
2
2
16,675
0,2899
0,205
14,0702
19,2798
16,47
16,88
3
2
15,42
9,90E-02
7,00E-02
14,5306
16,3094
15,35
15,49
4
2
16,115
0,3465
0,245
13,002
19,228
15,87
16,36
5
2
14,4
0,2546
0,18
12,1129
16,6871
14,22
14,58
6
2
16,54
0,1273
9,00E-02
15,3964
17,6836
16,45
16,63
7
2
13,715
0,1061
7,50E-02
12,762
14,668
13,64
13,79
8
2
15,27
0,2263
0,16
13,237
17,303
15,11
15,43
9
2
12,97
8,49E-02
6,00E-02
12,2076
13,7324
12,91
13,03
10
2
11,6
0,1556
0,11
10,2023
12,9977
11,49
11,71
11
2
11,68
1,41E-02
1,00E-02
11,5529
11,8071
11,67
11,69
12
2
13,26
0,3111
0,22
10,4646
16,0554
13,04
13,48
13
2
14,025
0,2333
0,165
11,9285
16,1215
13,86
14,19
Total
26
14,2181
1,6746
0,3284
13,5417
14,8944
11,49
16,88
Test of Homogeneity of Variances: a test of homogeneity of variances cannot be performed for antioksidan because the sum of caseweights is less than the number of groups. ANOVA Antioksidan Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
69.563
12
5.797
139.491
.000
Within Groups
.540
13
4.156E-02
Total
70.103
25
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: Antioksidan Tukey HSD (I) Kode Antioksidan Blanko
(J)Kode Antioksidan
95% Confidence Interval
Mean of Diff. (I-J)
Std. Error
Sigma
C12:C12
-3,510
0,2039
C12:C16
-2,255
0,2039
0,000
Lower Bound -4,3209
Upper Bound -2,6991
0,000
-3,0659
-1,4441 97
C12:C12
C12:C16
C12:C18(1)
C12:C18(1)
-2,950
0,2039
0,000
-3,7609
-2,1391
C16:C18(1)
-1,235
0,2039
0,002
-2,0459
-0,4241
C18:C12
-3,375
0,2039
0,000
-4,1859
-2,5641
C18:C16
-0,550
0,2039
0,347
-1,3609
0,2609
C18:C18(1)
-2,105
0,2039
0,000
-2,9159
-1,2941
Aditif 1
0,195
0,2039
0,998
-0,6159
1,0059
Aditif 2
1,565
0,2039
0,000
0,7541
2,3759
Aditif 3
1,485
0,2039
0,000
0,6741
2,2959
BHA
-9,5E-02
0,2039
1,000
-0,9059
0,7159
BHT
-0,860
0,2039
0,034
-1,6709
-4,91E-02
Blanko
3,510
0,2039
0,000
2,6991
4,3209
C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHA BHT Blanko
1,255 0,560 2,275 0,135 2,960 1,405 3,705 5,075 4,995 3,415 2,650 2,255 -1,255 -0,695 1,020 -1,120 1,705 0,150 2,450 3,820 3,740 2,160 1,395 2,950
0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039
0,001 0,325 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,124 0,009 0,004 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000
0,4441 -0,2509 1,4641 -0,6759 2,1491 0,5941 2,8941 4,2641 4,1841 2,6041 1,8391 1,4441 -2,0659 -1,5059 0,2091 -1,9309 0,8941 -0,6609 1,6391 3,0091 2,9291 1,3491 0,5841 2,1391
2,0659 1,3709 3,0859 0,9459 3,7709 2,2159 4,5159 5,8859 5,8059 4,2259 3,4609 3,0659 -0,4441 0,1159 1,8309 -0,3091 2,5159 0,9609 3,2609 4,6309 4,5509 2,9709 2,2059 3,7609
C12:C12
-0,560
0,2039
0,325
-1,3709
0,2509
C12:C16
0,695
0,2039
0,124
-0,1159
1,5059
C16:C18(1)
1,715
0,2039
0,000
0,9041
2,5259
C18:C12
-0,425
0,2039
0,672
-1,2359
0,3859
C18:C16
2,400
0,2039
0,000
1,5891
3,2109
C18:C18(1)
0,845
0,2039
0,038
3,41E-02
1,6559
Aditif 1
3,145
0,2039
0,000
2,3341
3,9559
Aditif 2
4,515
0,2039
0,000
3,7041
5,3259 98
C16:C18(1)
C18:C12
C18:C16
C18:C18(1)
Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12
4,435 2,855 2,090 1,235 -2,275 -1,020 -1,715 -2,140 0,685 -0,870 1,430 2,800 2,720 1,140 0,375 3,375 -0,135 1,120 0,425 2,140 2,825 1,270 3,570 4,940 4,860 3,280 2,515 0,550 -2,960 -1,705 -2,400 -0,685 -2,825 -1,555 0,745 2,115 2,035 0,455 -0,310 2,105 -1,405 -0,150 -0,845 0,870 -1,270
0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039
0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,009 0,000 0,000 0,134 0,031 0,000 0,000 0,000 0,004 0,802 0,000 1,000 0,004 0,672 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,347 0,000 0,000 0,000 0,134 0,000 0,000 0,084 0,000 0,000 0,588 0,926 0,000 0,000 1,000 0,038 0,031 0,001
3,6241 2,0441 1,2791 0,4241 -3,0859 -1,8309 -2,5259 -2,9509 -0,1259 -1,6809 0,6191 1,9891 1,9091 0,3291 -0,4359 2,5641 -0,9459 0,3091 -0,3859 1,3291 2,0141 0,4591 2,7591 4,1291 4,0491 2,4691 1,7041 -0,2609 -3,7709 -2,5159 -3,2109 -1,4959 -3,6359 -2,3659 -6,59E-02 1,3041 1,2241 -0,3559 -1,1209 1,2941 -2,2159 -0,9609 -1,6559 5,91E-02 -2,0809
5,2459 3,6659 2,9009 2,0459 -1,4641 -0,2091 -0,9041 -1,3291 1,4959 -5,91E-02 2,2409 3,6109 3,5309 1,9509 1,1859 4,1859 0,6759 1,9309 1,2359 2,9509 3,6359 2,0809 4,3809 5,7509 5,6709 4,0909 3,3259 1,3609 -2,1491 -0,8941 -1,5891 0,1259 -2,0141 -0,7441 1,5559 2,9259 2,8459 1,2659 0,5009 2,9159 -0,5941 0,6609 -3,41E-02 1,6809 -0,4591 99
Aditif 1
Aditif 2
Aditif 3
BHA
C18:C16 Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 2 Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 3 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 BHA BHT Blanko C12:C12 C12:C16
1,555 2,300 3,670 3,590 2,010 1,245 -0,195 -3,705 -2,450 -3,145 -1,430 -3,570 -0,745 -2,300 1,370 1,290 -0,290 -1,055 -1,565 -5,075 -3,820 -4,515 -2,800 -4,940 -2,115 -3,670 -1,370 -8,0E-02 -1,660 -2,425 -1,485 -4,995 -3,740 -4,435 -2,720 -4,860 -2,035 -3,590 -1,290 8,00E-02 -1,580 -2,345 9,50E-02 -3,415 -2,160
0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,002 0,998 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,084 0,000 0,001 0,001 0,951 0,007 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 1,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000
0,7441 1,4891 2,8591 2,7791 1,1991 0,4341 -1,0059 -4,5159 -3,2609 -3,9559 -2,2409 -4,3809 -1,5559 -3,1109 0,5591 0,4791 -1,1009 -1,8659 -2,3759 -5,8859 -4,6309 -5,3259 -3,6109 -5,7509 -2,9259 -4,4809 -2,1809 -0,8909 -2,4709 -3,2359 -2,2959 -5,8059 -4,5509 -5,2459 -3,5309 -5,6709 -2,8459 -4,4009 -2,1009 -0,7309 -2,3909 -3,1559 -0,7159 -4,2259 -2,9709
2,3659 3,1109 4,4809 4,4009 2,8209 2,0559 0,6159 -2,8941 -1,6391 -2,3341 -0,6191 -2,7591 6,59E-02 -1,4891 2,1809 2,1009 0,5209 -0,2441 -0,7541 -4,2641 -3,0091 -3,7041 -1,9891 -4,1291 -1,3041 -2,8591 -0,5591 0,7309 -0,8491 -1,6141 -0,6741 -4,1841 -2,9291 -3,6241 -1,9091 -4,0491 -1,2241 -2,7791 -0,4791 0,8909 -0,7691 -1,5341 0,9059 -2,6041 -1,3491 100
BHT
C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHT Blanko C12:C12 C12:C16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:C12 C18:C16 C18:C18(1) Aditif 1 Aditif 2 Aditif 3 BHA
-2,855 -1,140 -3,280 -0,455 -2,010 0,290 1,660 1,580 -0,765 0,860 -2,650 -1,395 -2,090 -0,375 -2,515 0,310 -1,245 1,055 2,425 2,345 0,765
0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039 0,2039
0,000 0,004 0,000 0,588 0,000 0,951 0,000 0,000 0,072 0,034 0,000 0,001 0,000 0,802 0,000 0,926 0,002 0,007 0,000 0,000 0,072
-3,6659 -1,9509 -4,0909 -1,2659 -2,8209 -0,5209 0,8491 0,7691 -1,5759 4,91E-02 -3,4609 -2,2059 -2,9009 -1,1859 -3,3259 -0,5009 -2,0559 0,2441 1,6141 1,5341 -4,59E-02
-2,0441 -0,3291 -2,4691 0,3559 -1,1991 1,1009 2,4709 2,3909 4,59E-02 1,6709 -1,8391 -0,5841 -1,2791 0,4359 -1,7041 1,1209 -0,4341 1,8659 3,2359 3,1559 1,5759
* The mean difference is significant at the .05 level. Homogeneous Subsets Antioksidan Tukey HSD Kode Antioksidan Aditif 2 Aditif 3 Aditif 1 Blanko BHA C18:C16 BHT C18:C16 C18:C18(1) C12:C16 C12:C18(1) C18:C12 C12:C12 Sig.
Subset for Alpha = .05
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 11,6 11,68
2
12,97 13,165 13,26 13,715
3
13,26 13,715 14,025
4
5
0,084
0,072
7
13,715 14,025 14,4 15,27 15,42
1
6
0,134
1
15,42 16,115
0,124
16,115 16,54 16,675 0,325
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. 101
Lampiran 12 Data Uji Statistika Aktivitas Antiwear-antifriksi Aditif Zn-difatty alkyldithiocarbamate dengan Metode SPSS Oneway Descriptives Load wear Index (LWI) 95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 17.8329 18.0871
Std. Deviation
Std. Error
1
2 17.9600 1.414E-02
1.000E-02
2
2 22.4400 2.828E-02
2.000E-02
22.1859
3
2 30.5300 2.828E-02
2.000E-02
4
2 30.1400 8.485E-02
5
2 27.7700
6
No
N
Mean
Min.
Max.
17.95
17.97
22.6941
22.42
22.46
30.2759
30.7841
30.51
30.55
6.000E-02
29.3776
30.9024
30.08
30.20
.2404
.1700
25.6099
29.9301
27.60
27.94
2 23.2300
.1556
.1100
21.8323
24.6277
23.12
23.34
7
2 22.9400
.1980
.1400
21.1611
24.7189
22.80
23.08
8
2 32.9000 5.657E-02
4.000E-02
32.3918
33.4082
32.86
32.94
9
2 37.2900 5.657E-02
4.000E-02
36.7818
37.7982
37.25
37.33
1.3917
24.3081
30.1807
17.95
37.33
Total 18 27.2444
5.9046
Test of Homogeneity of Variances: a Test of homogeneity of variances cannot be performed for load wear Index because the sum of caseweights is less than the number of groups. ANOVA Load Wear Index (LWI) Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
592.563
8
74.070
4880.184
.000
Within Groups
.137
9
1.518E-02
Total
592.699
17
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Tukey HSD (I)Kode Perlakuan Blanko
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
C12:C12
-4,480
0,1232
0,000
-4,9674
-3,9926
C12:16
-12,570
0,1232
0,000
-13,0574
-12,0826
C12:C18(1)
-12,180
0,1232
0,000
-12,6674
-11,6926
C16:C18
-9,810
0,1232
0,000
-10,2974
-9,3226
C16:C18(1)
-5,270
0,1232
0,000
-5,7574
-4,7826
C18:18(1)
-4,980
0,1232
0,000
-5,4674
-4,4926
(J)Kode Perlakuan
Lower Bound
Upper Bound
102
C12:C12
C12:16
C12:C18(1)
C16:C18
C16:C18(1)
C18:18(1)
Aditif 2
-14,940
0,1232
0,000
-15,4274
-14,4526
Aditif 3
-19,330
0,1232
0,000
-19,8174
-18,8426
Blanko
4,480
0,1232
0,000
3,9926
4,9674
-8,090 -7,700 -5,330 -0,790 -0,500 -10,460 -14,850 12,570 8,090 0,390 2,760 7,300 7,590 -2,370 -6,760 12,180
0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232
0,000 0,000 0,000 0,002 0,044 0,000 0,000 0,000 0,000 0,146 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-8,5774 -8,1874 -5,8174 -1,2774 -0,9874 -10,9474 -15,3374 12,0826 7,6026 -9,74E-02 2,2726 6,8126 7,1026 -2,8574 -7,2474 11,6926
-7,6026 -7,2126 -4,8426 -0,3026 -1,26E-02 -9,9726 -14,3626 13,0574 8,5774 0,8774 3,2474 7,7874 8,0774 -1,8826 -6,2726 12,6674
C12:C12
7,700
0,1232
0,000
7,2126
8,1874
C12:16
-0,390
0,1232
0,146
-0,8774
9,74E-02
C16:C18
2,370
0,1232
0,000
1,8826
2,8574
C16:C18(1)
6,910
0,1232
0,000
6,4226
7,3974
C18:18(1)
7,200
0,1232
0,000
6,7126
7,6874
Aditif 2
-2,760
0,1232
0,000
-3,2474
-2,2726
Aditif 3
-7,150
0,1232
0,000
-7,6374
-6,6626
Blanko C12:C12 C12:16 C12:C18(1) C16:C18(1) C18:18(1) Aditif 2 Aditif 3 Blanko
9,810 5,330 -2,760 -2,370 4,540 4,830 -5,130 -9,520 5,270
0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232 0,1232
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
9,3226 4,8426 -3,2474 -2,8574 4,0526 4,3426 -5,6174 -10,0074 4,7826
10,2974 5,8174 -2,2726 -1,8826 5,0274 5,3174 -4,6426 -9,0326 5,7574
C12:C12
0,790
0,1232
0,002
0,3026
1,2774
C12:16
-7,300
0,1232
0,000
-7,7874
-6,8126
C12:C18(1)
-6,910
0,1232
0,000
-7,3974
-6,4226
C16:C18
-4,540
0,1232
0,000
-5,0274
-4,0526
C18:18(1)
0,290
0,1232
0,401
-0,1974
0,7774
Aditif 2
-9,670
0,1232
0,000
-10,1574
-9,1826
Aditif 3
-14,060
0,1232
0,000
-14,5474
-13,5726
Blanko
4,980
0,1232
0,000
4,4926
5,4674
C12:16 C12:C18(1) C16:C18 C16:C18(1) C18:18(1) Aditif 2 Aditif 3 Blanko C12:C12 C12:C18(1) C16:C18 C16:C18(1) C18:18(1) Aditif 2 Aditif 3 Blanko
103
Aditif 2
Aditif 3
C12:C12
0,500
0,1232
0,044
1,26E-02
0,9874
C12:16
-7,590
0,1232
0,000
-8,0774
-7,1026
C12:C18(1)
-7,200
0,1232
0,000
-7,6874
-6,7126
C16:C18
-4,830
0,1232
0,000
-5,3174
-4,3426
C16:C18(1)
-0,290
0,1232
0,401
-0,7774
0,1974
Aditif 2
-9,960
0,1232
0,000
-10,4474
-9,4726
Aditif 3
-14,350
0,1232
0,000
-14,8374
-13,8626
Blanko
14,940
0,1232
0,000
14,4526
15,4274
C12:C12
10,460
0,1232
0,000
9,9726
10,9474
C12:16
2,370
0,1232
0,000
1,8826
2,8574
C12:C18(1)
2,760
0,1232
0,000
2,2726
3,2474
C16:C18
5,130
0,1232
0,000
4,6426
5,6174
C16:C18(1)
9,670
0,1232
0,000
9,1826
10,1574
C18:18(1)
9,960
0,1232
0,000
9,4726
10,4474
Aditif 3
-4,390
0,1232
0,000
-4,8774
-3,9026
Blanko
19,330
0,1232
0,000
18,8426
19,8174
C12:C12
14,850
0,1232
0,000
14,3626
15,3374
C12:16
6,760
0,1232
0,000
6,2726
7,2474
C12:C18(1)
7,150
0,1232
0,000
6,6626
7,6374
C16:C18
9,520
0,1232
0,000
9,0326
10,0074
C16:C18(1)
14,060
0,1232
0,000
13,5726
14,5474
C18:18(1)
14,350
0,1232
0,000
13,8626
14,8374
Aditif 2
4,390
0,1232
0,000
3,9026
4,8774
* The mean difference is significant at the .05 level. Homogeneous Subsets load wear Index Tukey HSD Kode Perlakuan
Subset for Alpha = .05 N
1
2
3
4
5
Blanko
2
C12:C12
2
C18:C18(1)
2
22,94
C16:C18(1)
2
23,23
C16:C18
2
C12:C18(1)
2
30,14
C12:16
2
30,53
Aditif 2
2
Aditif 3
2
Sig.
6
7
17,96 22,44
27,77
32,9 37,29 1
1
0,401
1
0,146
1
1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. 104
Lampiran 13 Biaya tenaga kerja tak langsung dan tenaga kerja langsung industri aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate No
Jumlah
Gaji/orang/bulan (Rupiah)
Gaji/bulan (Rupiah)
Biaya/tahun (Rupiah)
1
9,000,000
9,000,000
108,000,000
2. Manager
1
6,500,000
6,500,000
78,000,000
3. Supervisor
1
3,800,000
3,800,000
45,600,000
4. Staf administrasi
2
2,000,000
4,000,000
48,000,000
5. Satpam
3
1,200,000
3,600,000
43,200,000
6. Pembantu umum
2
1,000,000
2,000,000
24,000,000
Sub Total
10
Uraian
Tenaga kerja tak 1 langsung 1. Direktur
2
346,800,000
Tenaga kerja langsung 1. Operator
9
2,800,000
25,200,000
302,400,000
2. Pekerja
9
1,500,000
13,500,000
162,000,000
Sub Total
18
464,400,000
Total
811,200,000
105
Lampiran 14 Jenis dan jumlah input lain di luar bahan baku dan tenaga kerja langsung produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate No A
Jenis Biaya Biaya Tetap 1. Gaji Pengelola
346,800,000
2. Penyusutan
99,740,000
3. Pemeliharaan
24,935,000
3. Asuransi
1,626,750
4. Perlengkapan kantor (ATK) 5. Pajak kendaraan
B
Biaya/tahun (Rupiah)
18,000,000 1,800,000
Sub Total
492,901,750
Sub Total Tanpa Gaji Pengelola
146,101,750
Biaya Tidak Tetap 1. Bahan baku
2,144,867,400
2. Kemasan
150,000,000
3. Bahan kimia pembantu
17,264,557,500
4. Bahan bakar
66,000,000
5. Listrik
57,000,000
6. Air
12,000,000 Sub Total
19,694,424,900
Sub Total Tanpa Bahan Baku
17,549,557,500
Total
20,187,326,650
Total tanpa gaji pengelola dan bahan baku
17,695,659,250
Keterangan: 1 Komponen penyusutan terdiri dari nilai investasi bangunan, alat dan mesin proses, peralatan umum dan kantor dan kendaraan sebagaimana disajikan pada Lampiran 15. 2 Biaya pemeliharaan adalah 2% dari total investasi barang seperti pada Lampiran 15 3 Biaya asuransi adalah 0.1% dari investasi keseluruhan 4 Rincian biaya bahan kimia pembantu disajikan pada Lampiran 19 106
Lampiran 15 Nilai Penyusutan Investasi Pembuatan Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Garis Lurus Investasi Jenis
Bangunan Alat dan mesin proses Peralatan umum Peralatan kantor Kendaraan Sub Total Investasi Lainnya: Pembelian tanah dan survey Pra Operasi TOTAL
Nilai (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Nilai Sisa (Rp)
Biaya Penyusutan /Tahun (Rp)
280.300.000
10
56.060.000
22.424.000
685.000.000
10
137.000.000
54.800.000
37.500.000
10
7.500.000
3.000.000
26.950.000
10
5.390.000
2.156.000
217.000.000
10
43.400.000
17.360.000
249.350.000
99.740.000
1.246.750.000
300.000.000
Tidak disusutkan
80.000.000
Tidak disusutkan
1.626.750.000
Keterangan: Rincian nilai setiap komponen investasi disajikan
107
Lampiran 16 Biaya Investasi Produksi Aditif Pelumas Zn-difattyalkilditiokarbamat m2
Harga /unit (Rupiah) 200,000
Jumlah (Rupiah) 300,000,000 300,000,000
40
m2
900,000
36,000,000
2. Bangunan produksi
150
m2
800,000
120,000,000
3. Bangunan laboratorium
30
m2
1,000,000
30,000,000
4. Gudang
50
m2
600,000
30,000,000
5. Mushola
6
m2
800,000
4,800,000
6. Pagar
160
m
50,000
8,000,000
7. Area parkir
120
m2
75,000
9,000,000
No 1 2
Uraian
Jumlah
Unit
1500
1. Kantor
Pembelian tanah dan survey Sub total I Bangunan dan pekerjaan sipil
8. Pos satpam
3
5
m2
500,000
2,500,000
9. Jalan
200
m2
200,000
40,000,000
Sub total II
761
280,300,000
Alat dan mesin proses 1. Reaktor,destilator, separator
3
unit
190,000,000
570,000,000
3. Oven 4. Pengering
3 1
unit unit
15,000,000 20,000,000
45,000,000 20,000,000
6. Peralatan laboratorium
2
paket
25,000,000
Sub total III 4
5
Peralatan umum 1. Generator
2
unit
8,000,000
16,000,000
2. Instalasi pemadam kebakaran 3. Instalasi listrik
1 1
unit paket
5,000,000 4,000,000
5,000,000 4,000,000
4. Instalasi pipa 5. Pompa air
1 2
paket unit
3,500,000 3,500,000
3,500,000 7,000,000
6. Tangki bahan bakar Sub total IV Peralatan kantor 1. Meja kantor
1
unit
2,000,000
2,000,000 37,500,000
4
unit
250,000
1,000,000
2. Kursi
10
unit
100,000
1,000,000
3. Meja dan kursi tamu
1
unit
2,000,000
2,000,000
4. Lemari
3
unit
850,000
2,550,000
5. Komputer
3
unit
3,500,000
10,500,000
6. Printer
3
unit
300,000
900,000
8. AC
3
unit
3,000,000
9,000,000
Sub total V 6
50,000,000 685,000,000
26,950,000
Kendaraan 1. Mobil operasi
1
unit
130,000,000
130,000,000
2. Mobil bak terbuka
1
unit
65,000,000
65,000,000
3. Sepeda motor
2
unit
11,000,000
22,000,000
Sub total VI Pra Operasi 2. Instalasi mesin & alat 3. Perizinan Sub total VII Total Investasi
217,000,000
7
1 1
paket paket
60,000,000 20,000,000
60,000,000 20,000,000 80,000,000 1,626,750,000
1
Lampiran 17 Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate pada tingkat harga produk 100% No.
Peubah
Satuan
Perhitungan
Nilai
I
Output, input dan harga
1
Output
Kg/tahun
a
15,000
2
Bahan Baku
Kg/tahun
b
251.745
3
Tenaga Kerja
HOK/tahun c
5.400
4
Faktor Konversi
1: 2
d=a/b
0.06
5
Koefisien tenaga kerja
HOK/Kg
e=c/b
0.02
6
Harga output
Rp/Kg
f
1.326.576
7
Upah rata-rata tenaga kerja Rp/HOK
g
86.000
II
Pendapatan dan Keuntungan
8
Harga bahan baku
Rp/Kg
h
8.520
9
Sumbangan input lain
Rp/Kg
i
70.292
10 Nilai output
Rp/Kg
j =d x f
79.043
11.a Nilai tambah
Rp/Kg
k = j-i-h
231
11.b Rasio nilai tambah
%
l = k/j x100
0.3
12.a Imbalan tenaga kerja
Rp/Kg
m=exg
12.b Bagian tenaga kerja
%
n = m/k x 100
13.a Keuntungan
Rp/Kg
o=k-m
13.b Tingkat keuntungan
%
p = o/j x 100
1.845 799 -1.614 -2.04
III Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin Keuntungan
Rp/Kg
q = j-h
70.523
14.a Pendapatan tenaga kerja
%
r = m/q x 100
14.b Sumbangan input lain
%
s= i/q x 100
99.67
14.c Keuntungan perusahaan
%
t = o/q x100
-2.29
2.62
109
Lampiran 18 Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate pada tingkat harga produk 110% No.
Peubah
Satuan
Perhitungan
Nilai
I
Output, input dan harga
1
Output
Kg/tahun
a
15.000
2
Bahan Baku
Kg/tahun
b
251.745
3
Tenaga Kerja
HOK/tahun c
5.400
4
Faktor Konversi
1: 2
d=a/b
0.06
5
Koefisien tenaga kerja
HOK/Kg
e=c/b
0.02
6
Harga output
Rp/Kg
f
1.459.233
7
Upah rata-rata tenaga kerja
Rp/HOK
g
86.000
II
Pendapatan dan Keuntungan
8
Harga bahan baku
Rp/Kg
h
8.520
9
Sumbangan input lain
Rp/Kg
i
70.292
10
Nilai output
Rp/Kg
j =d x f
86.947
11.a
Nilai tambah
Rp/Kg
k = j-i-h
8.135
11.b
Rasio nilai tambah
%
l = k/j x100
12.a
Imbalan tenaga kerja
Rp/Kg
m=exg
1.845
12.b
Bagian tenaga kerja
%
n = m/k x 100
22.68
13.a
Keuntungan
Rp/Kg
o=k-m
6.290
13.b
Tingkat keuntungan
%
p = o/j x 100
III
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14
Marjin Keuntungan
Rp/Kg
q = j-h
14.a
Pendapatan tenaga kerja
%
r = m/q x 100
14.b
Sumbangan input lain
%
s= i/q x 100
89.63
14.c
Keuntungan perusahaan
%
t = o/q x100
8.02
9.4
7.24 78.427 2.35
110
Lampiran 19 Jenis, Jumlah Kebutuhan dan BiayaBahan Kimia Pembantu untuk Produksi Aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate No
Bahan
A
Produksi Asam lemak
Kebutuhan (Kg/L)
Biaya/kg produk (Rp)
Biaya/50kg produk(Rp)
Harga/Tahun (Rp)
H3PO4
0.0013
46
2,275
682,500
Bentonit
0.86
860
43,000
12,900,000
1 Kloroform
0.2
22,000
1,100,000
330,000,000
2 H2SO4
0.8
4,800
240,000
72,000,000
3 Dietileter
0.2
14,000
700,000
210,000,000
4 Natrium azida
0.2
26,000
1,300,000
390,000,000
5 Lauryl klorida
5
200,000
10,000,000
3,000,000,000
6 Diklorometan
2
40,000
2,000,000
600,000,000
7 Piridin
4
280,000
14,000,000
4,200,000,000
8 Akuades
30
18,000
900,000
270,000,000
9 Florisil
3.5
181,405
9,070,250
2,721,075,000
10 LiAlH4
0.6
67,800
3,390,000
1,017,000,000
11 Tetrahidrofuran
10
105,000
5,250,000
1,575,000,000
12 Natrium-K Tartarat
3
72,000
3,600,000
1,080,000,000
13 Eter
0.2
14,000
700,000
210,000,000
14 NaOH
1.15
13,800
690,000
207,000,000
15 CS2
0.72
81,360
4,068,000
1,220,400,000
16 ZnCl2
0.3
9,900
495,000
148,500,000
B
Produksi Fattyamina
B Produksi Aditif
Jumlah Biaya (Rupiah)
1,150,971
57,548,525 17,264,557,500
111
Lampiran 20 Neraca bahan pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari CPO
CPO (16.8 Kg) Degumming, Bleaching, Column Separating, Deodorizing
Bentonit, H3PO4
RBDPO (16.5 Kg) Hidrolisis
Gliserol (1,6 Kg)
As. Palmitat (6.3 Kg)
As. Lemak Lain (7.8 Kg)
As. Hidrazoat, H2SO4, NaOH, Kloroform
Reduksi Aminatif Fattyamina primer (5 Kg) Substitusi dan Eliminasi
CH2Cl2, piridin, asil klorida Fattyamida sekunder (3,6 Kg)
Reduksi
LiAlH4, THF, N2 Fattyamina sekunder (1,6 Kg) CS2, eter, ZnCl2
Pengkompleksan
Aditif Pelumas Zndifattyalkyldithiokarbamate (1 Kg)
Aditif pelumas Zndifattyalkyldithiokarbamate tidak terseleksi
Uji kinerja antiwear, antioksidan
Aditif Pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate dengan performa terbaik Analisis Nilai Tambah Produk Rancangan produksi aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate
112