Biodiesel Dari Minyak Nabati Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol yang membentuk gliserol, dan ester-ester tersebut dinamakan trigliserida. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak bersifat sembarang. Pada temperatur kamar, lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak, karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani dan minyak nabati (Ketaren, 1986). Lemak dan minyak seringkali ditambahkan ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Berbagai bahan pangan seperti susu, daging, ikan, telur, alpukat, kacang-kacangan, dan berbagai jenis sayuran yang mengandung lemak dan minyak biasanya termakan bersama bahan tersebut, lemak dan minyak ini biasa dikenal dengan sebutan lemak tersembunyi (invisible fat) sedangkan minyak dan lemak yang telah diekstraksi dari hewani atau bahan nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak atau minyak biasa (visible fat)(Ketaren, 1986). Minyak dengan asam lemak jenuh sulit mengikat gugus fungsi bila dilakukan reaksi substitusi terhadapnya karena mempunyai atom C ikatan tunggal. Minyak dengan asam lemak tak jenuh dapat mengikat gugus fungsi antara lain: gugus asam lemak bebas, gugus lemak, gugus glukosa, gugus gliserol, dan gugus amino sebagai reaksi substitusi terhadapnya karena mempunyai atom C ikatan rangkap dua atau rangkap tiga (Ketaren, 1986).
Adapun struktur umum dari trigliserida adalah sebagai berikut:
O H2C-O-C-R1 O HC- O- C-R2 O H2C-O-C-R3 “R” adalah metode kimia untuk menyatakan suatu gugus alkil sebagai bagian dari suatu rantai panjang, seperti yang terdapat pada asam lemak. Setiap asam lemak yang tidak terikat pada suatu molekul trigliserida dalam lemak atau minyak disebut dengan Asam Lemak Bebas (ALB)(Ketaren, 1986).
Sifat Fisik dan Kimia Minyak Kelapa Sawit Sifat fisik dan kimia kelapa sawit meliputi warna, bau, rasa, kelarutan, titik
didih, titik cair, densitas, titik nyala, dan titik api. Beberapa sifat-sifat fisik dan kimia minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat fisik dan kimia minyak kelapa sawit Sifat Fisik dan Kimia Minyak Kelapa Sawit Titik Cair (°C) 21-24 3 Densitas (gram/cm ) 0,900 Bilangan Penyabunan 224-249 Bilangan Iod 14,5-19 Indeks Bias D 40 C 1,4565-1,4585 Sumber: Ketaren, 1986 Sifat-sifat dari minyak kelapa sawit pada umumnya dipengaruhui oleh temperatur. Beberapa sifat fisik yang telah diketahui adalah sebagai berikut: 1.
Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus polar.
2.
Minyak kelapa sawit berwarna kuning. Sedangkan sifat kimia dari minyak kelapa sawit yang dijabarkan antara lain
adalah sebagai berikut: 1.
Pada reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Hidrolisa ini terjadi karena adanya air atau kelembaban tinggi.
2.
Penambahan sejumlah basa akan terjadi reaksi penyabunan. Jumlah asam lemak bebas dalam minyak tidak diinginkan karena akan mempengaruhi kualitas minyak.
3.
Bila terjadi kontak dengan sejumlah oksigen, akan terjadi reaksi oksidasi yang akan menyebabkan minyak berbau tengik (Yoeswono, 1996).
Komposisi Minyak Kelapa Sawit Komponen utama minyak dan lemak adalah trigliserida sedangkan komponen non-trigliserida adalah berupa asam lemak bebas, air, kotoran dan komponen lain yang tidak diharapkan. Adapun komposisi dari asam lemak dalam minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2, dibawah ini: Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit Asam Lemak Minyak kelapa sawit(%) Minyak inti sawit(%) Asam Kaprilat 3-4 Asam Kaproat 3-7 Asam Laurat 46-52 Asam Miristat 1,1-2,5 14-17 Asam Palmitat 40-46 6,5-9 Asam Stearat 3,6-4,7 1-2,5 Asam Oleat 39-45 13-19 Asam linoleat 7-11 0,5-2 Sumber: Ketaren, 1986
Reaksi Transesterifikasi Cara yang paling banyak digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah
dengan cara transesterifikasi yang merupakan reaksi katalisa kimia yang melibatkan minyak nabati dan alkohol untuk mendapatkan asam lemak alkil ester (biodiesel) dan gliserol. Triacylglycerols yang merupakan komponen utama dari
minyak tumbuhan, terdiri dari tiga rantai panjang asam lemak yang diesterifikasi ke gliserol (Peterson, 1999). Ketika triacylglycerols bereaksi dengan alkohol, ketiga asam lemak akan terbebas dari rangkaian gliserol dan bergabung dengan alkohol (metanol) untuk mendapatkan asam lemak alkil ester. Gliserol diproduksi sebagai produk samping. Metanol merupakan alkohol yang paling sering digunakan karena harga yang relatif murah. Minyak Nabati sebagai Komponen Biodiesel Industri pengolahan minyak sawit menghasilkan fraksi olein dan stearin. Fraksi olein lebih baik digunakan untuk pembuatan minyak goreng, karena asam lemak tak jenuh yang terkandung di dalamnya lebih mudah dihancurkan di dalam tubuh. Fraksi stearin biasanya digunakan sebagai bahan baku pada pabrik oleokimia dan untuk diekspor. Akan tetapi, saat ini ekspor stearin mendapat saingan dari negara lain yang juga penghasil kelapa sawit seperti Malaysia. Akibatnya, fraksi stearin akan terus berlimpah karena produksi oleokimia dalam negeri sampai kini juga masih sangat sedikit dibanding produksi bahan baku yang terus meningkat. Stearin memiliki asam lemak jenuh yang lebih banyak daripada fraksi olein, karena itu fraksi stearin memiliki bilangan setana lebih besar. Kedua alasan di atas menjadikan fraksi stearin sebagai sumber yang tepat untuk dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel.
Tabel 1.2 Kandungan asam lemak pada beberapa minyak nabati Inti Asam Sawit Kelapa Kedelai R n Sawit Lemak (%) (%) (%) (%) 0.5 Heksanoat 0 6 0.5 6–9 Oktanoat 0 8 3 – 10 6 – 10 Dekanoat 0 10 3 – 14 Laurat 0 12 0,1 – 1,0 37 – 52 44 – 51 13 – 18 Miristat 0 14 0,9 – 1, 5 7 – 17 8 – 10 7 – 10 Palmitat 0 16 41,8 – 46,8 2–9 1–3 3–6 Stearat 0 18 4,2 – 5,1 1–3 0 –2 Eikosanoat 0 20 0,2 – 0,7 0,6 Dekasanoat 0 22 0,3 1 Palmitoleat 1 16 0,6 Oleat 1 18 37,3 – 40,8 11 – 23 5,5 – 7,5 20 – 35 Tr – 2,5 40 – 57 Linoleat 2 18 9,1 – 11,0 1–3 5 - 14 Linolenat 3 18 0 – 0,6 Sumber: CIC indochemical (1992)
Bunga Matahari (%)
Kanola (Rape) (%)
4–8 2–5 0–1 0–1 20 – 35 45 – 68 -
3,49 0,48 64,4 22,30 8,23
Biodiesel Biodiesel tidak mempunyai pengertian yang jelas, tetapi biodiesel
merupakan minyak nabati murni yang digunakan sebagai bahan bakar diesel yaitu alkil ester yang dihasilkan dari minyak nabati atau lemak hewani, ataupun pencampuran bahan bakar diesel konvensional dengan minyak nabati atau dengan alkil ester. Sedangkan menurut ASTM (American Society for Testing and Materials) biodiesel merupakan mono alkil ester yang mempunyai rantai asam lemak yang panjang yang diturunkan dari lipid dan dapat diperbaharui seperti minyak nabati atau lemak hewani digunakan pada mesin pembakaran dengan tekanan (mesin diesel), (Helzamy, 2004). Biodiesel memiliki keuntungan antara lain: 1.
Tidak memerlukan energi yang terlalu besar untuk memproduksinya,
karena biodiesel dapat direaksikan dengan proses transesterifikasi pada temperatur rendah (<100°C) pada tekanan atmosfer
2. Produk samping yang dihasilkan dari proses pembuatannya yaitu gliserol dapat bernilai jual, karena gliserol tersebut merupakan bahan baku pembuatan produk lainnya seperti sabun, deterjen, kosmetika, dan lain sebagainya 3. Emisi yang dihasilkan dari pembakaran biodiesel ini rendah bila dibandingkan dengan emisi hasil pembakaran bahan bakar diesel konvensional 4. Biodiesel ini mudah terurai di alam oleh mikroorganisme 5. Biodiesel tingkat keracunannya rendah 6. Biodiesel aman dalam proses penyimpanan, karena memiliki flash point yang tinggi 7. Biodiesel merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui
Biodiesel ini dapat langsung digunakan pada mesin diesel tanpa memerlukan modifikasi mesin, karena biodiesel ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang hamper sama dengan bahan bakar diesel konvensional. Untuk melihat perbandingan antara biodiesel dan bahan bakar diesel konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Perbandingan antara Biodiesel dan Bahan akar Diesel Sifat-sifat Bahan Bakar Diesel Biodiesel Standar analisa bahan bakar ASTM D975 ASTM PS 121 Komposisi bahan bakar C10-C21 HC C12-C22 FAME Lower Heating Value, Btu/gal 131,295 117,093 Viskositas kinematik, pada 40 °C 1,3-4,1 1,9-6 Specific gravity, kg/L pada 60°F 0,85 0,88 Densitas, lb/gal pada 15°C 7,079 7,328 Kandungan air, ppm 161 0,05 % maksimum Kandungan karbon, % berat 87 77 Kandungan hidrogen, % berat 13 12 Kandungan Oksigen, % berat 0 11 Kandungan Sulfur, % berat 0,05 maksimum 0,0-0,0024 Titik didih °C 188-343 182-338 Flash point, °C 60-80 100-170 Cloud point, °C -15 sampai 5 -3 sampai 12 Pour point, °C -35 sampai -15 -15 sampai 10 Bilangan setana 40-55 48-65 Perbandingan stoikiometri udara 15 13,8 terhadap bahan bakar, berat/berat
Sifat-sifat biodiesel ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Flash point untuk biodiesel umumnya tinggi (yaitu lebih besar dari 150°C). Alkil ester ini tidak volatile. Batasannya yaitu 100-170 °C. dari batasan ini yang paling rendah yaitu 100°C. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kelebihan alkohol yang ditambahkan selama proses. Dengan adanya alkohol ini dapat menyebabkan kerusakan pada pompa bahan bakar, isian, elastomer, dan dapat menghasilkan daya pembakaran rendah
2.
Uji abu sulfat bertujuan untuk memastikan penghilangan semua katalis yang dimasukkan selama proses. Jika kandungan sisa katalis proses yang masih ada dalam alkil ester tinggi dapat menyebabkan terbentuknya endapan pada injektor atau penyumbatan pada saringan mesin
3.
Bilangan setana menunjukkan cepat tidaknya suatu bahan bakar terbakar dalam mesin. Alkil ester mempunyai bilangan setana yang tinggi bila dibandingkan dengan bahan bakar konvensional
4.
Bilangan gliserin bebas dan total gliserin diukur untuk menunjukkan sempurna tidaknya suatu trigliserida diubah menjadi alkil ester. Jika bilangan ini tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada mesin
5.
Bilangan asam diukur untuk melihat tingkat keasaman suatau bahan bakar diesel. Jika bilangan asam ini tinggi, maka akan menyebabkan pengurangan waktu pemakaian pompa bahan bakardan juga dapat mengurangi waktu pemakaian saringan pada mesin, (Tyson dalam Yani, 2005).
Biodiesel atau alkil ester dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk oleokimia yang biasanya dibuat dari asam lemak nabati, Apabila harga jual biodiesel kurang menarik, pengolahan biodiesel lebih lanjut menjadi produkproduk oleokimia dari metil ester ternyata lebih menguntungkan karena bahan baku ini tidak korosif, lebih tahan terhadap ooksidasi dan tidak mudah berubah warna. Selain itu juga, biodiesel juga dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan sukrosa yang nantinya dapat dikonsumsi oleh manusia, yaitu berupa gula polyester. Gula polyester ini dihasilkan melalui proses transesterifikasi
dengan menggunakan katalis basa, yaitu dangan mereaksikan karbohidrat dengan asam lemak metal ester dan dengan bantuan katalis natrium metoksida.
Alkanomides Isopropil ester
RCOOCH3 FAME
Fatty
Sukrosa
alcohol
Biodiesel
Gambar 2.1 Pengolahan biodiesel lebih lanjut
Bahan Baku Biodiesel Untuk membuat biodiesel diperlukan tiga komponen utama yaitu minyak nabati, alkohol dan katalis. Minyak Nabati Minyak nabati yang biasa disebut tryglyceryde, glycerol ester, atau asam lemak karena bersifat asam. Minyak nabati berwarna kuning, tidaak berbau dan tidak mempunyai rasa. Minyak nabati tidak dapat bercampur dengan air. Minyak
nabati yang telah digunakan untuk menggoreng akan menjadi leih asam dan akan menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan dapat menempel pada apapun yang bersifat basa. Ketika akan membuat biodiesel asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu. Untuk menghilangkan asam lemak bebas digunakan katalis yang lebih banyak pada reaksi pembuatan biodiesel. Banyak katalis yang digunakan bergantung dari seberapa banyak asam minyak nabati tersebut. Minyak nabati memilik berat jenis 0,94 pada suhu 20°C.
Alkohol Alkohol yang biasa digunakan pada pembuatan biodiesel adalah metanol dan etanol. Metanol memiliki kelebihan lebih mudah bereaksi dan leih stabil dibandingkan dengan etanol. Kerugian metanol merupakan zat yang beracun dan berbahaya, metanol sangat mudah terbakar, bahkan lebih mudah terbakar bila dibandingkan bensin. Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar, dan mudah bercampur dengan air. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 100%. Metanol merupakan alkohol yang paling banyak digunakan dalam pembuatan biodiesel. Metanol disukai karena hanya memiliki satu rantai ikatan karbon, sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon. Metanol lebih murah dan lebih mudah memperoleh pemisahan gliserin dibandingkan dengan etanol. Etanol lebih aman, tidak beracun dan dibuat dari hasil pertanian, sedangkan metanol mengandung uap yang berbahaya bagi makhluk hidup dan terbuat dari batubara. Etanol memilik sifat yang sama dengan metanol yaitu memiliki warna yang bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah tercampus dengan air. Pemisahan gliserin dengan menggunakan etanol lebih sulit dibandingkan dengan metanol, dan apabila tidak berhati-hati akan menimbulkan emulsi. Metanol memiliki densitas 0,7915 sedangkan etanol memiliki densitas sebesar 0,79.
Katalis Untuk memisahkan minyak nabati perlu ditambahkan katalis. Katalis adalah zat yang digunakan untuk mempercepat reaksi antara zat-zat lain. Katalis yang mungkin digunakan adalah natrium hidroksida atau kalium hidroksida. Katalis akan memecahkan minyak nabati dan melepaskan ester, begitu ester bebas, mereka akan menempel pada alkohol. Sedangkan katalis dan gliserol akan mengendap. Jumlah katalis yang digunakan harus tepat. Pemakaian katalis yang terlalu sedikit akan menyebabkan minyak dan alkohol tidak bereaksi, apaila jumlah katalis yang digunakan terlalu banyak akan menyebabkan campuran teremulsi.
Gliserin Gliserin adalah larutan yang berwarna jernih, tidak memiliki bau, kental dan menyerap air. Gliserin memiliki rasa manis, hampir 0,6 kali rasa manis sukrosa. Gliserin mudah bercampur dengan air dan alkohol. Gliserin memilik titik nyala 176°C dan titik didih 290°C. Gliserin memiliki berat molekul 92,09 gram/mol. Gliserin yang dihasilkan dari pembuatan biodiesel dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun. Cairan ini dapat dibuang langsung ke tanah dan akan diserpa oleh bakteri dan mikroba. Gliserin tidak beracun, dan mudah terurai dan tidak akan membahayakan makhluk hidup.
Proses Pembuatan Biodiesel Alkil ester dikenal dengan biodiesel dapat diproduksi dengan berbagai macam cara, antara lain: Transesterifikasi Transesterifikasi merupakan suatu proses yang menggunakan alkohol seperti metanol dan alkohol dengan adanya katalis untuk memutuskan molekulmolekul minyak nabati menjadi metil atau etil ester dan menghasilkan gliserol sebagai produk sampingnya. Transesterifikasi ini bukan merupakan proses baru.
Proses ini telah mulai dikenal pada awal tahun 1853 yang ditemukan oleh E. Duffy dan J. Patrick. Secara kimia, transesterifikasi bermakna pengubahan molekul-molekul trigliserida, atau asam lemak kompleks, menetralkan asam lemak bebas, menghilangkan gliserin dan membentuk alkohol ester (helzamy, 2004). Transesterifikasi merupakan proses pertukaran bagian alkohol dari suatu ester yang dapat dicapai dalam larutan asam atau basa oleh suatu reaksi dapat balik antara ester dan alkohol (Fessenden, 1986). Proses transesterifikasi bila ditinjau dari penggunaan katalis, dapat dibedakan atas tiga macam proses, yaitu sebagai berikut: a.
Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam Proses ini menggunakan katalis asam-asam kuat seperti asam sulfonat dan
asam sulfat. Katalis ini menghasilkan hasil alkil ester yang tinggi, tetapi reaksinya lambat dan juga memerlukan temperatur operasi yang tinggi yaitu diatas 100°C dan dapat mencapai waktu operasi selama 3 jam. b.
Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa Proses transesterifikasi ini berjalan lebih cepat ila dibandingkan dengan
menggunakan katalis asam, dan juga tidak memerlukan temperatur operasi yang tinggi karena dapat dioperasikan pada temperatur kurang dari 100°C c.
Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis enzim Proses transesterifikasi ini belum dikembangkan secara komersil, tetapi
banyak dilakukan penelitian-penelitian dengan menggunakan katalis enzim. Aspek umum yang ditinjau dari reaksi ini adalah optimalisasi kondisi utamanya yaitu pelarut, temperatur, pH, jenis mikroorganisme yang mampu menghasilkan enzim, dan lain sebagainya, yang bertujuan untuk menyusun karakteristikkarakterisitik yang sesuai untuk diaplikasikan di bidang industri. Hal yang dihasilkan melalui proses yang rendah bila dibandingkan dengan proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa.
Mikroemulsifikasi Proses mikroemulsifikasi ini merupakan suatu proses yang tepat untuk mengurangi viskositas minyak nabati yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Mikroemulsifikasi didefenisikan sebagai dispersi koloid yang secara termodinamika stabil dengan diameter partikel fasa yang terdispersi kurang dari 1-4 kali panjang gelombang cahaya yang tampak. Bahan bakar mikroemulsi kadangkala disebut dengan bahan bakar hibrida. Kandungan utama dari bahan bakar mikroemulsi ini adalah minyak nabati, metanol, 2-oktanol, dan bahan untuk meningkatkan nilai setana (Knothe, 2000). Reaksi ini terbentuk secara spontan dari dua larutan yang secara normal larut sama lain dan dari satu atau lebih ampopil ion atau ampopil non ion. Untuk waktu pengujian pembakaran dalam waktu singkat, bahan bakar mikroemulsi menunjukkan kinerja yang hampir sama dengan bahan bakar diesel konvensional (Khan, 2002).
Thermal Cracking (pirolisis) Thermal cracking atau pirolisis adalah suatu proses pengubahan suatu zat menjadi zat lain dengan menggunakan panas, atau dengan kata lain proses pemanasan tanpa udara atau oksigen pada temperatur 450-850°C. Pada keadaan tertentu proses pirolisi ini memerlukan katalis untuk menghasilkan pemutusan ikatan kimia menjadi ikatan molekul yang lebih kecil (Helzamy, 2004).