Pengolahan Minyak Nabati dengan Teknologi Membran Isra Ramadhani Teknik Kimia, ITB, Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected] Abstrak Tujuan dari ditulisnya makalah ini adalah untuk menginformasikan beragam aplikasi dan perkembangan terbaru dari teknologi membran terkhususnya dalam pengolahan minyak nabati. Minyak nabati merupakan salah satu bahan pangan yang kehadirannya tidak asing dan sangat dibutuhkan saat ini. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, diperlukan suatu teknologi guna meningkatkan produksi minyak nabati ini sendiri. Dari sanalah teknologi membran dtemukan, diujicoba dan dikembangkan.Dalam pembahasan makalah kali ini, digunakan pendekatan aspek fundamental dalam proses pemisahan oleh membran serta memaparkan hal-hal terkait degumming, dewaxing, deacidification, pemulihan pelarut, penghapusan pigmen, konsentrasi komponen minor dan pemisahan emulsi yang merupakan istilah-istilah yang dipakai untuk mewakili proses-proses membrane dalam produksi minyak nabati. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan minyak nabati dengan teknologi membran dilakukan di bawah suhu rendah, dengan substansial tahap pengeluaran bahan serta menyajikan alternatif yang menjanjikan dengan metode konvensional sehingga pencapaian proses bernilai ekonomi yang baik yang secara teknisnya bersifat modern dan sangat ramah lingkungan. Kata kunci : minyak nabati, emulsi, degumming, dewaxing, deacidification, pigmen.
1. Pendahuluan Proses pemisahan membran adalah sebuah alternatif berbasis konvensional yang digunakan pada industri kimia, farmasi, bioteknologi dan pangan. Dalam banyak kasus konsumsi energi yang rendah, reduksi pada jumlah langkah pengolahan, efisiensi pemisahan lebih besar dan meningkatkan kualitas produk akhir adalah daya tarik utama proses ini (Strathmann, 1990). Proses penyulingan minyak konvensional dikategorikan berdasarkan tingginya tingkat kebutuhan energi yang diperlukan, minyak netral yang menghilang, kebutuhan akan kuantitas dalam jumlah besar air dan reagen kimia lainnya, hilangnya nutrisi dan peningkatan produksi limbah. Sebaliknya, penyulingan minyak dengan proses membran telah terbukti terasa sangat memudahkan, menawarkan keuntungan lebih sebagai proses konvensional karena konsumsi energi yang rendah, operasi pada suhu rendah, tanpa penambahan bahan kimia produk dan retensi dari nutrisi dan senyawa lain yang diinginkan (Subramanian, Ichikawa, Nakajima, Kimura, & Maekawa, 2001). Penelitian terbaru pada penerapan teknologi membran untuk minyak nabati telah ditargetkan mengalami penurunan tingkat liquid zat. Pemisahan senyawa terjadi diantara minyak dalam bentuk antioksidan dan perpindahan pigmen. tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menyajikan prinsip dan karakteristik pemrosesan membran, dan juga melaporkan penelitian yang dilakukan pada penerapan teknologi membran khususnya padaminyak nabati, dengan penekanan khusus pada tahap degumming, deacidification, pigment removal, solvent recovery, lecithin production, dan emulsion separation.
Membran merupakan alat pemisah berupa penghalang yang bersifat selektif yang dapat memisahkan dua fase dari berbagai campuran. Campuran tersebut dapat bersifat homogen atau heterogen dan dapat berupa padatan, cairan atau gas. Transportasi pada membran terjadi karena adanya driving force yang dapat berupa konveksi atau difusi dari masing-masing molekul, adanya tarik menarik antar muatan komponen atau konsentrasi larutan, dan perbedaan suhu atau tekanan (Pabby et al, 2009). Teknologi membran telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal itu mungkin dipicu fakta bahwa pemisahan dengan membran memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki metode-metode pemisahan lainnya. Keunggulan tersebut yaitu pemisahan dengan membran tidak membutuhkan zat kimia tambahan dan juga kebutuhan energinya sangat minimum. Membran dapat bertindak sebagai filter yang sangat spesifik. Hanya molekul-molekul dengan ukuran tertentu saja yang bisa melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan di permukaan membran. Selain keunggulan-keunggulan yang telah disebutkan, teknologi membran ini sederhana, praktis, dan mudah dilakukan. Membrane separation yaitu suatu teknik pemisahan campuran 2 atau lebih komponen tanpa menggunakan panas. Komponen-komponen akan terpisah berdasarkan ukuran dan bentuknya, dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Hasil pemisahan berupa retentate (bagian dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate (bagian dari campuran yang melewati membran. Membran ialah sebuah penghalang selektif a ntara dua fasa. Membran memiliki ketebalan yang 1
berbeda-beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis serta ada yang homogen dan ada juga ada heterogen. Diti njau dari bahannya membran terdiri dari bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami adalah bahan yang berasal dari alam misalnya pulp dan kapas, sedangkan bahan sintetis dibuat dari bahan kimia, misalnya polimer. Membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeat. Filtrasi dengan menggunakan membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut. Struktur membran berdasarkan jenis pemisahan dan strukturnya, membran dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu: • Porous membrane: Pemisahan berdasarkan atas ukuran partikel dari zat-zat yang akan dipisahkan. Hanya partikel dengan ukuran tertentu yang dapat melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan. Berdasarkan klasifikasi dari IUPAC, pori dapat dikelompokkan menjadi macropores (>50nm), mesopores (2-50nm), dan micropores (<2nm). Porous membrane digunakan pada microfiltration dan ultrafiltration. • Non-porous membrane. Dapat digunakan untuk memisahkan molekul dengan ukuran yang sama, baik gas maupun cairan. Pada non-porous membrane, tidak terdapat pori seperti halnya porous membrane. Perpindahan molekul terjadi melalui mekanisme difusi. Jadi, molekul terlarut di dalam membran, baru kemudian berdifusi melewati membran tersebut. • Carrier membrane. Pada carrier membrane, perpindahan terjadi dengan bantuan carrier molecule yang mentransportasikan komponen yang diinginkan untuk melewati membran. Carrier molecule memiliki afinitas yang spesifik terhadap salah satu komponen sehingga pemisahan dengan selektifitas yang tinggi dapat dicapai. Beberapa keunggulan teknologi membran: Pemisahan dapat dilakukan secara kontinyu ; Konsumsi energi umumnya relatif rendah ; Proses membran dapat dengan mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya (hybrid processing) ; Pemisahan dapat dilakukan dengan kondisi operasi yang dapat diatur ; Mudah dalam scale up; Tidak memerlukan bahan tambahan ; Pemakaiannya mudah diadaptasikan karena material penyusun membran yang bervariasi (Wenten dkk, 2010). Kekurangan teknologi ini antara lain adalah fluks dan selektivitas, karena pada proses pemisahan menggunakan membran umumnya fenomena yang terjadi adalah fluks berbanding terbalik dengan selektivitas. Semakin tinggi fluks sering kali berakibat menurunnya selektivitas, dan sebaliknya. Sedangkan yang diinginkan
dalam proses pemisahan berbasis membran adalah mempertinggi fluks dan selektivitas (Wenten dkk, 2011). Sementara dalam operasinya, teknologi membran juga menghadapi permsalahan fouling. Fouling dapat menyebabkan penurunan fluks membran sehingga produktivitasnya menurun. Selain itu, fouling dapat mempengaruhi umur efektif membran dan biaya operasinya. Sehingga telah banyak upaya yang telah dilakukan untuk menangani masalah fouling. Diantaranya melalui pencucian, teknik backflushing, dan kondisi operasinya (Hilal dkk, 2005; Chen dkk, 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja membran antara lain: Ukuran molekul, bentuk molekul, bahan membrane, karakteristik larutan. Parameter operasional (tekanan, suhu, konsentrasi, pH, ion strength, polarisasi) Teknologi membran dalam pengolahan air dan limbah merupakan proses pemisahan secara fisika yang memisahkan komponen yang lebih besar dari yang lebih kecil. Berbagai jenis proses membran dikategorikan berdasarkan driving force, jenis dan konfigurasi membran dan kemampuan penyisihannya. Proses membran dipergunakan dalam sistem pengolahan air minum dan air buangan seperti dalam proses desalinasi, pelunakan, penyisihan bahan organik, penyisihan warna, partikel dan lain-lain. Proses membran telah ada sejak 25 tahun yang lalu dan saat ini proses tersebut telah mengalami perkembangan yang pesat. Proses membran dapat diklasifikasikan berdasarkan driving force untuk menyokong proses pengolahan air. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan teknologi membrane adalah: Tekanan, Daya listrik, Suhu, Gradien konsentrasi, Kombinasi lebih dari satu driving force. Proses membran dengan menggunakan tekanan dan tenaga listrik hanya tersedia secara komersial dan telah umum dipergunakan untuk proses pengolahan air minum dan buangan. Proses membran yang paling umum adalah proses yang dijalankan dengan tekanan, dimana tekanan di dalam dan di luar membran berbeda (Wenten, 2014). Berdasarkan ukuran pori membran, membran dapat dibagi menjadi empat tipe: Reverse osmosis (RO), Nanofiltration (NF), Ultrafiltration (UF), Microfiltration (MF). Reverse osmosis merupakan proses filtrasi yang paling baik, yang dapat menyisihkan partikel-partikel berukuran 1Ao sampai 10Ao, demikian pula dengan ultrafiltrasi yang mampu menyisihkan partikel berukuran 10Ao sampai 1000Ao. Virus influenza dapat disisihkan oleh alat ini. Mikrofiltrasi dapat juga menyisihkan bakteri, pseudomonas dan bakteri-bakteri lainnya. Dalam proses filtrasi membran ini, terhadap air yang akan diolah harus dilakukan pengolahan pendahuluan supaya partikel-partikel yang berukuran besar tidak ikut masuk, sehingga tidak mengganggu kinerja alat yang nantinya akan merusak membran. 2
Reverse Osmosis Prinsip kerja proses ini merupakan kebalikan dari proses osmosis biasa. Pada proses osmosis biasa terjadi perpindahan dengan sendirinya dari cairan yang murni atau cairan yang encer ke cairan yang pekat melalui membran semi-permeable. Adanya perpindahan cairan murni atau encer ke cairan yang pekat pada membran semi-permeable menandakan adanya perbedaan tekanan yang disebut tekanan osmosis. Fenomena tersebut membuat para ahli berpipir terbalik, bagaimana caranya agar dapat memisahkan cairan murni dari komponen lainnya yang membuat cairan tersebut bersifat pekat. Dengan penambahan tekanan pada larutan yang pekat, ternyata cairan murni dapat melalui membran semipermeable yang nerupakan kebalikan dari proses osmosis. Atas dasar tersebut teknologi ini disebut reverse osmosis (osmosis balik).
menolak aliran dari larutan pekat; dan dari derajat permeabilitasnya, yaitu berapa mudahnya material murni melalui aliran menembus membran. Membran selulosa asetat merupakan bahan membran yang baik dari segi impermeabilitas dan permeabilitasnya. Bahan membrane lainnya yaitu etyl-cellulose, polyvinyl alcohol, methyl polymetharcylate dan sebagainya. Beberapa sistem reverse-osmosis yang sering dipergunakan, yaitu: Tubular, dibuat dari keramik, karbon atau beberapa jenis plastik berpori. Bentuk tubular ini mempunyai diameter bagian dalam (inside diameter) yang bervariasi antara 1/8” (3,2mm) sampai dengan sekitar 1” (25,4mm). Hollow fibre, Spiral wound, Plate and frame. Pada proses pemisahan menggunakan RO, membran akan mengalami perubahan karena memampat dan menyumbat (fouling). Pemampatan atau fluks merosot itu serupa dengan perayapan plastik/logam ketika terkena beban tegangan kompresi. Makin besar tekanan dan suhu biasanya membran makin mampat dan menjadi tidak reversible. Normalnya membran bekerja pada suhu 21-35 derajat Celcius. Fouling membran dapat diakibatkan oleh zat-zat dalam air baku seperti kerak, pengendapan koloid, oksida logam, bahan organik dan silika. Oleh sebab itu cairan yang masuk ke proses reverse-osmosis harus terbebas dari partikel-partikel besar agar tidak merusak membran. Pada prakteknya, cairan sebelum masuk ke proses reverse-osmosis dilakukan serangkaian pengolahan terlebih dahulu, biasanya dilakukan pretreatment dengan koagulasi dan flockulasi yang dilanjutkan dengan adsorbsi karbon aktif dan mikrofiltrasi. Pada suatu saat membran akan mengalami kotor, akibat dari adanya material-material yang tidak bisa lewat. Hal ini yang menyebabkan tersumbatnya membran. Kotoran yang terbentuk gumpalan kotoran, kerak atau hasil proses hidrolisa. Untuk mengembalikan kekondisi semula dilakukan pembersihan dengan menggunakan larutan pembersih yang khusus. Bahan ini bisa melarutkan kotoran tetapi tidak merusak membran yang biasanya terbuat dari enzim. Proses pencucian dilakukan dengan meresirkulasi larutan pencuci ke membran selama kurang lebih 45 menit. Keuntungan metode RO berdasarkan kajian ekonomi antara lain: Untuk umpan dengan padatan terlarut total di bawah 400 ppm, RO merupakan perlakuan yang murah. Untuk umpan dengan padatan terlarut total di atas 400 ppm, dengan perlakuan awal penurunan padatan terlarut total sebanyak 10% dari semula, RO lebih menguntungkan dari proses deionisasi. Untuk umpan dengan konsentrasi padatan terlarut total berapapun, disertai dengan kandungan organik lebih dari 15 g/l, RO sangat baik untuk praperlakuan proses deionisasi. RO sedikit berhubungan dengan bahan kimia sehingga lebih praktis.
Tabel 1. Teknologi Pemisahan dengan Membran untuk Pengolahan Air Buangan Feature MF Pemisaha Sanga n zat padat t baik tersuspens i Pemisaha Tidak n zat cocok organic terlarut Pemisaha Tidak n Volatile cocok Organic Carbon (VOC) Pemisaha Tidak n zat cocok inorganic terlarut Efek tekanan osmosis Batasan konsentra si
Tidak ada
total solid sampa i denga n 5% Kualitas Sanga Permeate t baik Tekanan 1-3 Kerja bars Biaya 0.15capital 1.5 ($/gallon per hari) Biaya 0.15operasi 1.10 ($/1000 liter input)
UF Tidak praktis
NF Tidak praktis
RO Tidak praktis
Sempurn Sangat a baik
Sangat baik
Baik
Buruk
Cukup
Cukupbaik
Sangat baik
Tidak cocok
Baik (untuk garam inorganic terlarut) Signifika n
Sangat Tidak cocok baik (pemisa han 9099%) High Tidak ada
total organic sampai dengan 50%
sampai dengan 15%
sampai dengan 15%
Sangat baik 3-7 bars
Baik
Kecil
0.151.85
0.150.80
Pervaporation Tidak cocok
Tidak cocok
Sangat baik 5-10 bars 15-70 bars 0.15-1.5 0.15-1.5
Sangat baik
0.20-0.80 0.250.80
0.80-1.30
<25% dari proses 1.85-4.00
Kriteria unjuk kerja membran bisa dilihat dari derajat impermeabilitas, yaitu seberapa baik membran 3
Nanofiltrasi Proses nanofiltrasi merejeksi kesadahan, menghilangkan bakteri dan virus, menghilangkan zat warna karena adanya bahan organik tanpa menghasilkan zat kimia berbahaya seperti hidrokarbon terklorinasi. Nanofiltrasi cocok untuk pengiolahan air dengan padatan terlarut total yang rendah, dimana bahan organiknya dilunakkan dan dihilangkan. Sifat rejeksi nanofiltrasi khas terhadap tipe ion; ion dwivalen lebih cepat dihilangkan daripada ion ekavalen, sesuai saat membran tersebut diproses, formulasi bak pembuat, suhu, waktu annealing, dan lain-lain. Formulasi dasarnya mirip RO, namun mekanisme operasionalnya mirip ultrafiltrasi. Jadi nanofiltrasi merupakan gabungan dari metode RO dan ultrafiltrasi.
disebabkan adanya kotoran yang menyumbat pori-pori. Pembersihan membran dilakukan dengan memasukan bahan pembersih yang terbuat dari larutan caustic soda, sodium hypochlorite, asam belerang atau survace activator lainnya. Ciptakan aliran yang olakannya kuat agar lebih memudahkan lepasnya kotoran yang menempel pada permukaan dan pori-pori. Atau bisa juga dengan dicelupkan kedalam larutan pembersih dan terakhir disemprot dengan tekanan cukup tinggi untuk mengusir kotorannya. Pada saat ini ultrafiltrasi lebih banyak dipakai di berbagai macam bidang karena mudah digunakan sebagai mikrofiltrasi dan tidak sesensitif reverse-osmosis. Pemanfaataanya mencakup pengolahan air limbah di industri pulp dan kertas, air limbah domestik, macammacam air limbah gedung-gedung, filtrasi MLSS di aeration tank proses biologi dan diaplikasi lainnya.
Ultrafiltrasi Ultrafiltasi merupakan teknologi pemisahan menggunakan membran untuk memisahkan berbagai zat terlarut dengan berat molekul tinggi, bermacam koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dalam suatu larutan. Metode ini menggunakan membran semi permeable untuk memisahkan makromolekul dari larutannya. Ukuran dan bentuk molekul merupakan faktor penting dalam proses ultrafiltrasi. Cara kerja proses ultrafiltrasi mirip dengan proses revesrse-osmosis, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukurannya dengan menggunakan tekanan pada membran berpori. Ukuran pori membran ultrafiltrasi lebih besar yaitu berdiameter sekitar 0.1 sampai 1 µm. Yang membedakan dengan reverse-osmosis adalah jenis membran dan lebih kecilnya tekanan yang digunakan dalam pengoperasian. Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa asetat sebagai lembaran tipis. Fluks maksimum dapat dicapai bila membrannya anisotropic, dimana terdapat kulit tipis rapat dan pengemban berpori. Membran selulossa asetat mempunyai sifat pemisahan yang bagus, namun sayangnya dapat rusak oleh bakteri dan zat kimia serta rentan terhadap pH. Selain selulosa asetat ada juga membran yang terbuat dari polimer polisulfon, akrilik, polikarbonat, PVC, poliamidda, poliviniliden fluoride, kopolimer AN-VC, poliasetal, poliakrilat, kompleks polielektrolit, PVA ikat silang, keramik, aluminium oksida, zirkonium oksida, dan sebagainya. Kecepatan hasil permeate (permeation flow) berkisar sekitar 1.0 sampai 10 m3/m2.jam. Dalam teknologi pemurnian air, membran ultrafiltrasi dengan berat molekul membran (MWC) 1.000 – 20.000lazim untuk penghilangan pirogen, sedangkan membran dengan MWC 80.000 – 100.000 untuk penghilangan koloid. Tekanan dalam ultrafiltrasi biasanya rendah, sekitar 10-100 psi (70-700 kPa), sehingga operasinya dapat menggunakan pompa sentrifugal biasa. Pada suatu saat proses ultrafiltrasipun akan menunjukan penurunan unjuk kerja. Hal ini
Tabel 2. Perbandingan Kinerja Ultrafiltrasi dan ReverseOsmosis Uraian Ultrafiltrasi Reverse-osmosis Fraksi berat 1.000 min 500 max molekul Tekanan osmosis Dapat diabaikan Signinikan Tekanan operasi 1 sampai 7 kg/cm2 20 sampai 140 kg/cm2 Mekanisme fraksi filtrasi Diffusi Material membran Tidak signifikan Mempengaruhi fraksi hasil secara signifikan Distribusi pori-pori signifikan Tidak nampak halus Permeation flow 1.0 sampai 10 0.1 sampai 1.0 rate m3/m3.jam m3/m2.jam
Mikrofiltrasi Mikrofiltrasi merupakan pemisahan partikel berukuran micron atau submicron. Bentuk lazimnya berupa cartridge yang berfungsi untuk menghilangkan partikel dari air yang berukuran 0,04 sampai 100 micron, asalkan kandungan padatan terlarut total dalam air tidak melebihi 100 ppm. Filtrasi cartridge merupakan filtrasi mutlak, artinya partikel padat akan tertahan. dalam aplikasinya cartridge tersebut akan diletakkan dalam suatu wadah tertentu (housing), dan dapat dibersihkan jika padatan yang tertahan sudah terlalu banyak. Bahan yang dapat digunakan untuk cartridge bermacam-macam, antara lain katun, wool, selulosa, fibre glass, polipropilen, akrilik, nilon, asbes, ester-ester selulosa dan polimer hidrokarbon terfluorinasi. Jenis-jenis carrtridge dikelompokkan menjadi: Cartridge leletan, Cartridge rajut-lekatan-terjurai, Catridge lembar berpori (kertas saring khusus, media nirpintal, membran berkarbon. Berdasarkan ukuran pori, membran dapat dibedakan dibagi menjadi 2 yaitu:
4
1. Membran berpori (porous membrane). Prinsip pemisahan membran berpori didasarkan pada perbedaan ukuran partikel dengan ukuran pori membran. Membran jenis ini biasanya digunakan untuk proses mikrofiltrasi (melewatkan air, menahan mikroba) dan ultrafiltrasi (melewatkan air menahan garam mineral). 2. Membran non pori (non-porous membrane). Prinsip pemisahannya didasarkan pada perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi. Membran dengan jenis ini digunakan untuk proses permeasi gas, pervaporasi dan dialisis.
membran berupa fluks (J) dan rejeksi (R) dapat dihitung dengan persamaan berikut : dimana : Jv = volume fluks (liter/m2.sec) QP = laju alir permeate (liter/sec) Am = luas permukaan membran (m2) R = rejeksi / retensi (span = 0–1) CP = konsentrasi permeate CF = konsentrasi umpan Besarnya fluks dihitung dari besarnya laju alir yang melewati setiap luas permukaan membran. Semakin besar laju alir permeate dan semakin kecil luas permukaan membran maka fluks yang dihasilkan semakin besar. Rejeksi merupakan ukuran perbandingan konsentrasi permeate dan retentate yang berhasil dipisahkan. 1. Driving force gradien Konsentrasi (∆C), aplikasi penggunaan: pervaporasi, permeasi gas, permeasi uap, dialisis, dialisis – difusi. 2. Driving force gradien Temperatur (∆T), aplikasi penggunaan: thermo-osmosis, distilasi membran. Kinerja instalasi berupa fluks (J) dan selektivitas (α). 3. Driving force gradien Potensial Listrik (∆E), aplikasi penggunaan: elektrodialisis, elektro-osmosis, membran-elektrolisis. Kinerja instalasi berupa fluks (J) dan selektivitas (α). 4. Aplikasi teknologi membran pada minyak nabati
Sedangkan berdasarkan strukturnya, membran dapat dibedakan menjadi membran simetrik dan membran asimetrik (Mulder, 1996). Material membran dapat diklasifikasikan menjadi 3 antara lain: 1. Organik (Polimer), contoh material: polycarbonate, polyamide, polysulfone, dll. Jenis polimer yang dapat dijadikan sebagai material membran yaitu: Membran berpori (porous membrane) digunakan untuk aplikasi mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Membran tidak berpori (non-porous membrane) digunakan untuk aplikasi permeasi gas, uap dan pervaporasi. 2. Anorganik, tipe material anorganik membran ada 4 yaitu: Membran keramik, merupakan kombinasi dari logam (alumunium, titanium, silicium atau zirconium) dan non-logam (oxide, nitride atau carbide). Membran gelas / kaca berupa silikon oksida / silika (SiO2), membran logam (termasuk karbon), membran zeolit. 3. Biologi, merupakan material membran yang berasal dari mahkluk hidup misalnya lipida (phospholipid). Struktur membran dari material ini sangat kompleks. Tiap molekul lipid terdapat bagian yang hidrofilik dan hidrofobik (Mulder, 1996).
Teknologi membran masih dalam tahap perkembangan dan semakin banyak aplikasi yang ditemukan dalam produksi pemrosesan makanan. Proses membran konvensional seperti mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis saat ini sedang dipertimbangkan sebagai standar unit operasi, dan sedang dilaksanakan di berbagai proses industri. Sehubungan dengan industri makanan, fokus dari teknologi ini saat ini adalah di produksi membran yang lebih memadai pada produknya atau bahkan untuk meningkatkan kualitas produk yang ada (Cuperus & Nijhuis, 1993).
Pemisahan dengan membran dilakukan dengan mengalirkan feed ke dalam membran kemudian akan terpisah sesuai driving force yang digunakan. Proses pemisahan dengan membran menghasilkan dua aliran yaitu permeate dan retentate. Permeate merupakan hasil pemisahan yang diinginkan sedangkan retentate merupakan hasil sisa (Pabby et al, 2009). Driving force pada pemisahan menggunakan membran ada 4 macam. Kinerja (performance) instalasi membran tergantung pada jenis driving force yang digunakan (Mulder, 1996). Macam – macam aplikasi pemisahan dengan membran berdasarkan driving force dan kinerja instalasinya antara lain: 1. Driving force gradien tekanan (∆P), aplikasi penggunaan antara lain: mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis. Kinerja instalasi
Degumming Penelitian penggunaan teknologi membran untuk minyak sebagian besar diarahkan pada pemulihan pelarut dari micelle, degumming, bleaching, deacidification, hidrolisis lemak dan minyak, sintesis lipid terstruktur dalam reaktor membran, konsentrasi senyawa minoritas dan pemisahan emulsi.enunjukkan sistem penyulingan minyak konvensional dan yang diusulkan menggunakan teknologi membran. Top of Form Degumming biasanya dilakukan setelah memisahkan minyak dari misel. The gum adaolah fosfolipid yang dapat dihilangkandengan cara menambahkan air ke dalam minyak mentah, sehingga mereka menjadi terhidrasi dan dapat dihapus (Hui, 1996) [6]. Sebaliknya, degumming oleh membran dapat dilakukan langsung dari micelle. Karena fosfolipid adalah molekul amfoter, mereka membentuk micelle 5
terbalik di pertengahan proses dengan massa molar atas 20 kDa dan ukuran molekul dari 20-200 nm (Koseoglu, 2002;. Ribeiro et al, 2008). Ultrafiltrasi dengan cara demikian dapat digunakan untuk memisahkan mereka dari campuran minyak-heksana (Pagliero et al., 2007). Menurut Pardun (1988) [9], micelle merupakan asosiasi dari molekul amfoter yang agregat secara bersama-sama. Micelle akan membentuk atas sebuah konsentrasi monomer yang biasa disebut critical micelle concentration (CMC). Ukuran mereka didefinisikan menurut massa molar, dan dapat dipahami bahwa hal itu berkaitan dengan massa molar fosfolipid dan jumlah monomer yang digunakan untuk membentuk mereka. Heksana akan menjadi pelarut non-polar (dielectric constant of 1,88, Rydberg, Musikas, & Chopin, 1992) [10] seperti benzena, pembentukan misel fosfolipid dengan sejumlah besar monomer dalam pelarut ini dapat diharapkan. Polaritas dari pelarut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fosfolipid micelle. Terhadap keberadaan benzena, misalnya, yang memiliki konstanta dielektrik dua, fosfatidilkolin membentuk a micelle dengan 80 monomer (Pardun, 1988). Serapan terdiri dari heksana, trigliserida, asam bebas lemak dan molekul kecil lainnya, sementara hampir semua fosfolipid dipertahankan oleh membran (Scott, 2003) [12]. Membran yang memadai untuk aplikasi ini harus resistant-heksana, dibuat, untuk Contoh dari: polietersulfon (PES) (Moura et al., 2005), poliamida (PA), polisulfon (PS), polyvinylidene difluorida (PVDF), Polimida (PI), poliakrilonitril (PAN) atau bahan anorganik (Cheryan, 1998). Untuk membentuknya, balikkan micelle sehingga memenjarakan pigmen, tertentu jumlah asam bebas lemak dan kotoran lainnya dalam struktur mereka, dan sebagian dihapus di retentat bersama-sama dengan sebagian besar fosfolipid (Pagliero, Ochoa, Marchese, & Mattea, 2001). Kedua membran ultrafiltrasi polimer dan nanofiltrasi polimer membran dapat memadai untuk degumming dari vege-Degumming biasanya dilakukan setelah memisahkan minyak dari misel. Gum fosfolipid yang dapat dihapus oleh menambahkan air ke minyak mentah, sehingga mereka menjadi terhidrasi dan dapat dihapus (Hui, 1996). Sebaliknya degumming oleh membran dapat dilakukan langsung dari misel. Sejak fosfolipid adalah molekul amfoter, mereka membentuk misel terbalik di menengah dengan massa molar atas 20 kDa dan ukuran molekul dari 20-200 nm (Koseoglu, 2002;. Ribeiro et al, 2008). Ultrafiltrasi dengan demikian dapat digunakan untuk memisahkan mereka dari campuran minyakheksana (Pagliero et al., 2007). Menurut Pardun (1988), misel merupakan asosiasi dari amfoter molekul yang agregat bersama-sama. Misel akan membentuk di atas konsentrasi monomer bertekad disebut konsentrasi misel kritis (CMC). Ukuran mereka didefinisikan menurut
molar massal, dan dapat dipahami bahwa hal itu berkaitan dengan massa molar fosfolipid dan jumlah monomer yang digunakan untuk membentuk mereka. Heksana, menjadi pelarut non-polar (konstanta dielektrik 1,88, Rydberg, Musikas, & Chopin, 1992) [18] seperti benzena, pembentukan misel fosfolipid dengan sejumlah besar monomer dalam pelarut ini dapat diharapkan. Polaritas digunakan pelarut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fosfolipid misel. Di hadapan benzena, misalnya, yang memiliki konstanta dielektrik dua, bentuk fosfatidilkolin a misel dengan 80 monomer (Pardun, 1988). Serapan terdiri dari heksana, trigliserida, lemak bebas asam dan molekul kecil lainnya, sementara hampir semua fosfolipid dipertahankan oleh membran (Scott, 2003) [19]. membran yang memadai untuk aplikasi ini harus heksana-tahan, dibuat, untuk Contoh dari: (. Moura et al, 2005) polietersulfon (PES), poliamida (PA), polisulfon (PS), polyvinylidene difluorida (PVDF), Polimida (PI), poliakrilonitril (PAN) atau bahan anorganik (Cheryan, 1998). Untuk menjadi terbentuk, membalikkan misel memenjarakan pigmen, tertentu jumlah asam lemak bebas dan kotoran lainnya dalam struktur mereka, dan sebagian dihapus di retentat bersama-sama dengan sebagian besar fosfolipid (Pagliero, Ochoa, Marchese, & Mattea, 2001). Kedua membran ultrafiltrasi polimer dan nanofiltrasi polimer membran dapat memadai untuk degumming dari vege-Degumming biasanya dilakukan setelah memisahkan minyak dari misel. Gusi fosfolipid yang dapat dihapus oleh menambahkan air ke minyak mentah, sehingga mereka menjadi terhidrasi dan dapat dihapus (Hui, 1996). Sebaliknya degumming oleh membran dapat dilakukan langsung dari misel. Sejak fosfolipid adalah molekul amfoter, mereka membentuk misel terbalik di menengah dengan massa molar atas 20 kDa dan ukuran molekul dari 20-200 nm (Koseoglu, 2002;. Ribeiro et al, 2008). Ultrafiltrasi dengan demikian dapat digunakan untuk memisahkan mereka dari campuran minyak-heksana (Pagliero et al., 2007). Menurut Pardun (1988), misel merupakan asosiasi dari amfoter molekul yang agregat bersama-sama. Misel akan membentuk di atas konsentrasi monomer bertekad disebut konsentrasi misel kritis (CMC). Ukuran mereka didefinisikan menurut molar massal, dan dapat dipahami bahwa hal itu berkaitan dengan massa molar fosfolipid dan jumlah monomer yang digunakan untuk membentuk mereka. Heksana, menjadi pelarut non-polar (konstanta dielektrik 1,88, Rydberg, Musikas, & Chopin, 1992) seperti benzena, pembentukan misel fosfolipid dengan sejumlah besar monomer dalam pelarut ini dapat diharapkan. Polaritas digunakan pelarut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fosfolipid misel. Di hadapan benzena, misalnya, yang memiliki konstanta dielektrik 6
dua, bentuk fosfatidilkolina misel dengan 80 monomer (Pardun, 1988). serapan terdiri dari heksana, trigliserida, lemak bebas asam dan molekul kecil lainnya, sementara hampir semua fosfolipid dipertahankan oleh membran (Scott, 2003). membran yang memadai untuk aplikasi ini harus heksana-tahan, dibuat, untuk Contoh dari: (. Moura et al, 2005) polietersulfon (PES), poliamida(PA), polisulfon (PS), polyvinylidene difluorida (PVDF), Polimida (PI), poliakrilonitril (PAN) atau bahan anorganik (Cheryan, 1998). Untuk menjadi terbentuk, membalikkan misel memenjarakan pigmen, tertentu jumlah asam lemak bebas dan kotoran lainnya dalam struktur mereka, dan sebagian dihapus di retentat bersama-sama dengan sebagian besar fosfolipid (Pagliero, Ochoa, Marchese, & Mattea, 2001). Kedua membran ultrafiltrasi polimer dan nanofiltrasi polimer membran dapat memadai untuk degumming dari vege-Degumming biasanya dilakukan setelah memisahkan minyak dari misel. Gum fosfolipid yang dapat dihapus oleh menambahkan air ke minyak mentah, sehingga mereka menjadi terhidrasi dan dapat dihapus (Hui, 1996). Sebaliknya degumming oleh membran dapat dilakukan langsung dari misel. Sejak fosfolipid adalah molekul amfoter, mereka membentuk misel terbalik di menengah dengan massa molar atas 20 kDa dan ukuran molekul dari 20-200 nm (Koseoglu, 2002;. Ribeiro et al, 2008). Ultrafiltrasi dengan demikian dapat digunakan untuk memisahkan mereka dari campuran minyak-heksana (Pagliero et al., 2007). Menurut Pardun (1988), misel merupakan asosiasi dari amfoter molekul yang agregat bersama-sama. Misel akan membentuk di atas konsentrasi monomer bertekad disebut konsentrasi misel kritis (CMC). Ukuran mereka didefinisikan menurut molar massal, dan dapat dipahami bahwa hal itu berkaitan dengan massa molar fosfolipid dan jumlah monomer yang digunakan untuk membentuk mereka. Heksana, menjadi pelarut non-polar (konstanta dielektrik 1,88, Rydberg, Musikas, & Chopin, 1992) seperti benzena, pembentukan misel fosfolipid dengan sejumlah besar monomer dalam pelarut ini dapat diharapkan. Polaritas digunakan pelarut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fosfolipid misel. Di hadapan benzena, misalnya, yang memiliki konstanta dielektrik dua, bentuk fosfatidilkolina misel dengan 80 monomer (Pardun, 1988). serapan terdiri dari heksana, trigliserida, lemak bebas asam dan molekul kecil lainnya, sementara hampir semua fosfolipid dipertahankan oleh membran (Scott, 2003). membran yang memadai untuk aplikasi ini harus heksana-tahan, dibuat, untuk Contoh dari:polietersulfon (PES) (Moura et al, 2005) poliamida (PA), polisulfon (PS), polyvinylidene difluorida (PVDF), Polimida (PI), poliakrilonitril (PAN) atau bahan anorganik (Cheryan, 1998).
Untuk menjadi terbentuk, membalikkan misel memenjarakan pigmen, tertentu jumlah asam lemak bebas dan kotoran lainnya dalam struktur mereka, dan sebagian dihapus di retentat bersama-sama dengan sebagian besar fosfolipid (Pagliero, Ochoa, Marchese, & Mattea, 2001).
7
Daftar Pustaka References References Araújo, J. M. A. (1999). Química de alimentos: Teoria e prática. Viçosa: Universidade Federal de Viçosa. Basso, R. C., Viotto, L. A., & Gonçalves, L. A. G. (2006). Cleaning process in ceramic membrane used for the ultrafiltration of crude soybean oil. Desalination, 200, 85–86. Carelli, A. A., Frizzera, L. M., Forbito, P. R., & Crapiste, G. H. (2002). Wax composition of sunflower seed oils. Journal of American Oil Chemists’ Society, 79, 763–768. Chen, V., Fane, A. G., Madaeni, S., & Wenten, I. G. (1997). Particle deposition during membranes filtration of colloids: Transition between concentration polarization and cake formation. Journal of Membrane Science, 125, 109–122. Cheng, T., & Lin, C. T. (2004). A study on cross flow ultrafiltration with various membrane orientations. Separation Purification Technology, 39, 13–22. Cheryan, M. (1998). Ultrafiltration and microfiltration handbook. Chicago: Technomic Publ. Cuperus, F. P., & Nijhuis, H. H. (1993). Applications of membrane technology to food processing. Trends in Food Science and Technology, 7, 277–282. Darnoko, D., & Cheryan, M. (2006). Carotenoids from red palm methyl esters by nanofiltration. Journal of American Oil Chemist’s Society, 83, 365–370. Del Colle, R., Longo, E., & Fontes, S. R. (2007). Demulsification of water/sunflower oil emulsions by a tangential filtration process using chemically impregnated ceramic tubes. Journal of Membrane Science, 289, 58–66. Erickson, D. R. (1995). Neutralization. In D. R. Erickson (Ed.), Practical handbook of soybean processing and utilization (pp. 184–202). St. Louis and Champaign: American Soybean Association and American Oil Chemists’ Society. Field, R. W., Wu, D., Howell, J. A., & Gupta, B. B. (1995). Critical flux concept for microfiltration fouling. Journal of Membrane Science, 100, 259–272. Fontes, S. R., Queiroz, V. M. S., Longo, E., & Antunes, M. V. (2005). Tubular microporous alumina structure for demulsifying vegetable oil/water emulsions and concentrating macromolecular suspensions. Separation and Purification Technology, 44, 235–241. García, A., Álvarez, S., Riera, F., Álvarez, R., & Coca, J. (2006). Sunflower oil miscella degumming with polyethersulfone membranes. Effect of process conditions and MWCO on fluxes and rejections. Journal of Food Engineering, 74, 516– 522. Hilal, N., Ogunbiyi, O. O., Miles, N. J., & Nigmatullin, R. (2005). Methods employed for control of fouling in MF and UF membranes: a comprehensive review. Separation Science and Technology, 40(10), 1957-2005. Pagliero, C., Mattea, M., Ochoa, N. A., & Marchese, J. (2003). Recuperación de solvente a partir de miscelas aceite de girasol/hexano usando tecnología de membranas. In J. C. C. Petrus, L. M. Porto, J. B. Laurindo (Eds.), 4_ Iberoamerican congress in membranes science and technology (pp. 51). Florianópolis: abstracts. Subramanian, R., Nakajima, M., & Kawakatsu, T. (1998). Processing of vegetable oils using polymeric composite membranes. Journal of Food Engineering, 38, 41–56. Tanaka, Y. (2006). Irreversible thermodynamics and overall mass transport in ionexchange membrane electrodialysis. Journal of Membrane Science, 281, 517–531. Tsui, E. M., & Cheryan, M. (2004). Characteristics of nanofiltration membranes in aqueous ethanol. Journal of Membrane Science, 237, 61–69. Turkulov, J., Dimic, E., Karlovic, D., & Vuska, V. (1986). The effect of temperature and wax content on the appearance of turbidity in sunflower seed oil. Journal of American Oil Chemists’ Society, 63, 1360–1363. Van Der Bruggen, B., Geens, J., & Vandecasteele, C. (2002). Fluxes and rejections for n-hexane. Chemical Engineering Science, 57, 2511–2518. Wenten, I.G.; (2014). “Perkembangan Terkini di Bidang Teknologi Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Wenten, I.G.; Aryanti, P.T.P.; Khoiruddin; Hakim, A.N.; (2011). “Proses Pembuatan Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Wenten, I.G.; Khoiruddin; Aryanti, P.T.P.; Hakim, A.N.; (2010). “Pengantar Teknologi Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.
8